Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
ANALISIS TEKNIK PENENTUAN UKURAN LOT PEMESANAN EMESANAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT. BOEHRINGER INGELHEIM INDONESIA,, BOGOR
Oleh : LUTHFAN LUTHFIR RAHMAN H24052637
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
ANALISIS TEKNIK PENENTUAN UKURAN LOT PEMESANAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT. BOEHRINGER INGELHEIM INDONESIA, BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh Luthfan Luthfir Rahman H24052637
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
ANALISIS PENENTUAN UKURAN LOT PEMESANAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT. BOEHRINGER INGELHEIM INDONESIA, BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh Luthfan Luthfir Rahman H24052637
Menyetujui, September 2009
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl, Ing., DEA Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
ABSTRAK Luthfan Luthfir Rahman. H24052637. Analisis Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis. Bahan baku merupakan faktor utama di dalam perusahaan untuk menunjang kelancaran proses produksi, sehingga perusahaan perlu melakukan pengendalian persediaan bahan baku yang baik, agar produksi perusahaan menjadi lebih efisien. Penelitian ini bertujuan (1) Mengetahui dan menganalisis kondisi PT. BII dalam menerapkan teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku, (2) Membandingkan dan menganalisis teknik penentuan ukuran lot pememesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku di PT. BII dengan teknik Lot for Lot (LFL) dan teknik Eqonomic Order Quantity (EOQ) dalam sistem Material Requirement Planning (MRP), serta (3) Menganalisis masalah-masalah yang dihadapi oleh PT. BII dalam melaksanakan pengendalian persediaan bahan baku beserta upaya-upaya untuk mengatasinya. Penelitian ini dilakukan di PT. BII, Bogor mulai April sampai dengan Juli 2009. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif berupa data pemakaian bahan baku, waktu tunggu dan biaya-biaya persediaan. Data kualitatif berupa gambaran umum perusahaan, jenis dan asal bahan baku, prosedur pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan baku, pengawasan mutu dan kebijakan pengendalian persediaan di PT. BII, Bogor. Data kuantitatif yang telah diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk mendapatkan jumlah pemesanan ekonomis dan total biaya persediaan yang ditimbulkan. Setelah itu dilakukan analisis uraian deskriptif dan interpretasi untuk menjelaskan hasil yang didapatkan tersebut dengan memperhitungkan biaya variabel yang bersifat tidak tetap untuk setiap periode, dengan teknik LFL dan teknik EOQ sistem MRP. Berdasarkan analisis perbandingan biaya, didapatkan biaya pemesanan tertinggi pada kedua bahan baku terjadi pada teknik LFL, yaitu Rp 3.186.562,50 pada bahan baku x dan Rp 4.252.500,00 pada bahan baku y. Sedangkan biaya pemesanan terendah pada kedua bahan baku dihasilkan oleh teknik EOQ yang menghasilkan biaya Rp 1.738.125,00 pada bahan baku x dan Rp 1.771.875,00 pada bahan baku y. Biaya penyimpanan bahan baku x terbesar terjadi pada teknik perusahaan, yaitu Rp 134.839,80. Pada bahan baku y, biaya penyimpanan terbesar terjadi pada teknik EOQ, yaitu Rp 164.580,70. Sedangkan biaya penyimpanan terendah untuk kedua bahan baku terjadi pada teknik LFL, yaitu Rp 14.089,80 pada bahan baku x dan Rp 7.900,00 pada bahan baku y. Secara total, teknik LFL menghasilkan biaya persediaan terbesar Rp 3.200.652,30 pada bahan baku x dan Rp 4.260.400,00 pada bahan baku y. Total biaya persediaan terendah untuk kedua bahan baku terjadi pada teknik EOQ, yaitu Rp 1.864.339,80 (13,79 %) pada bahan baku x dan Rp 1.936.455,70 (40,63 %) pada bahan baku y.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 November 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan H. Eman Sulaeman dan Hj. Neneng Nurhasanah. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Aisiyah Bustanul Athfal pada Tahun 1992, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 Leuwiliang. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Leuwiliang dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Leuwiliang dan masuk dalam program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada Tahun 2002. Pada Tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Sepanjang tahun 2005-2008, penulis meraih juara 1 berturut-turut dalam cabang olahraga bulu tangkis SPORTAKULER yang diadakan oleh BEM FEM. Selain mengikuti perkuliahan, penulis masih sempat meluangkan waktu untuk mencari pengalaman dan pengetahuan wirausaha di bidang farmasi, yaitu di Apotek Sumber Sehat dan Apotek Sehat Farma. Selain itu, penulis pun aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, yaitu mengikuti klub fotografi FAPERTA (LENSA), bela diri Tifan Pokhan, dan menjadi ketua Himpunan Alumni 2005 SMAN 1 Leuwiliang sejak tahun 2008 sampai dengan saat ini.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
KATA PENGANTAR
Segala puji senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul ”Analisis Penentuan Ukuran Lot Pemesanan dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor”, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil, maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1.
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl, Ing, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis.
2.
Heti Mulyati, S.TP, MT dan R. Dikky Indrawan, SP, MM atas kesediaannya meluangkan waktu menjadi dosen penguji.
3.
Bapak Sumardi Saji, Mba Dona, Bapak Julian Mulya, Bapak Dwi, Mas Sigit, Mba Tiur dan Bapak Fauzul yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dengan sabar dalam mempelajari sistem pengendalian persediaan bahan baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor.
4.
Staf dan karyawan di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
5.
Kedua orang tua, adik dan kakak-kakakku yang selalu memberikan semangat dan kasih sayang serta doa yang tulus.
6.
Siti Solihat Nurjanah yang selalu setia menemani dan memberikan motivasi kepada penulis.
7.
Rekan–rekan di Departemen Manajemen Angkatan ’42 yang selalu bersamasama memberi kenangan indah selama kuliah.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
8.
Seluruh FEM Badminton Team (FBT), Aji, Rara, Rani, Patar dan Tia yang telah bersama-sama berjuang untuk mempertahankan juara 1 tiga tahun berturut-turut dalam acara pertandingan Badminton SPORTAKULER FEM.
9.
Seluruh sahabat yang selama ini selalu bersama-sama : Boy, Aji, Iswi, Didit, Konde, Irfan, Diki, Feri, Gema, Irsam, Dyo, Nda, Neila, Rima, Juliet, Lonik, Maya, Ovie, Mami, Nceq, dan seluruh sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu. You all are my BEST FRIENDS.
10. Teman-teman satu bimbingan : Nda, Faris, Epe, Nina, Uti, Weni, Furi dan seluruh teman-teman yang telah memberikan motivasi dan inspirasi dalam penyusunan skripsi ini. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.
Tidak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan skripsi ini yang masih banyak kekurangannya, maka kritik dan saran konstruktif diperlukan, agar skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amien.
Bogor, 24 Agustus 2009
Penulis
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN.................................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................
1 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
4
2.1. Persediaan ....................................................................................................... 2.1.1. Pengertian dan Peranan Persediaan .................................................... 2.1.2. Fungsi Persediaan ............................................................................... 2.1.3. Jenis–jenis Persediaan ........................................................................ 2.1.4. Biaya Persediaan ................................................................................
4 4 5 5 7
2.2. Pengendalian Persediaan................................................................................. 2.2.1. Pengertian Pengendalian Persediaan .................................................. 2.2.2. Tujuan Pengendalian Persediaan ........................................................ 2.2.3. Kebijakan Pengendalian Persediaan ...................................................
7 7 8 8
2.3. Bahan Baku ..................................................................................................... 2.3.1. Pengertian Bahan Baku ...................................................................... 2.3.2. Jenis-jenis Bahan Baku.......................................................................
11 11 11
2.4. Model Pengendalian Persediaan ..................................................................... 2.4.1. Teknik Lot for Lot .............................................................................. 2.4.2. Teknik Eqonomic Order Quantity ......................................................
11 13 14
2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan ...............................................................
18
III. METODE PENELITIAN ...................................................................................
21
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 3.3. Pengumpulan Data ......................................................................................... 3.4. Pengolahan dan Analisis Data .......................................................................
21 23 23 24
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
27
4.1. Gambaran umum perusahaan......................................................................... 4.1.1. Sejarah Umum PT. Boehringer Ingelheim Indonesia ........................ 4.1.2. Visi dan Budaya Perusahaan .............................................................. 4.1.3. Jenis Produk PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor ................ 4.1.4. Struktur Organisasi ............................................................................ 4.1.5. Sumber Daya Manusia ....................................................................... 4.1.6. Unit Bisnis Produksi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia ...............
27 27 28 29 30 33 34
4.2. Sistem Persediaan Bahan Baku PT. Boehringer Ingelheim Indonesia .......... 4.2.1. Jenis dan Asal Bahan Baku ................................................................ 4.2.2. Perencanaan Pengadaan Bahan Baku ................................................ 4.2.3. Prosedur Pembelian dan Penerimaan Bahan Baku ............................ 4.2.4. Penyimpanan Bahan Baku ................................................................. 4.2.5. Pengujian dan Pengawasan Mutu Bahan Baku .................................. 4.2.6. Biaya Persediaan ................................................................................ 4.2.7. Pemakaian Bahan Baku ..................................................................... 4.2.8. Waktu Tenggang Pengadaan Bahan Baku .........................................
35 35 36 40 40 41 42 44 46
4.3. Analisis Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku ................................................................................. 4.3.1. Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku PT. Boehringer Ingelheim Indonesia .......... 4.3.2. Teknik LFL dan EOQ Sistem MRP dalam Penentuan Ukuran Lot Pemesanan .................... 4.3.2.1. Teknik LFL .......................................................................... 4.3.2.2. Teknik EOQ ......................................................................... 4.3.3. Analisis Perbandingan Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan ... 4.3.4. Alternatif Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan ........................ 4.4. Implikasi Manajerial ......................................................................................
46 47 51 52 56 59 63 65
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................
67
1. 2.
Kesimpulan ........................................................................................................... Saran .....................................................................................................................
67 68
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
69
LAMPIRAN ................................................................................................................
71
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
DAFTAR TABEL
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Halaman Format MRP .............................................................................................................. 12 Kebutuhan, jenis, metode dan sumber data ............................................................... 24 Jadwal kerja PT. Boehringer Ingelheim Indonesia .................................................... 33 Komponen biaya pemesanan bahan baku x dan y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 ....................................................... 43 Komponen biaya penyimpanan bahan baku x dan y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 ....................................... 44 Perkembangan pemakaian persediaan bahan baku x dan y periode Maret 2008 – Februari 2009................................................................................................. 45 Waktu tenggang pengadaan bahan baku x dan y pada tahun 2008 - 2009 ................ 46 Pengawasan persediaan berdasarkan metode analisis ABC ...................................... 47 Perkembangan persediaan bahan baku x PT. Boehringer Ingleheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 ........................................................ 48 Perkembangan persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 ........................................................ 49 Biaya persediaan bahan baku x dan y, periode Maret 2008 – Februari 2009 dengan metode perusahaan ........................................................................................ 51 Perkembangan persediaan bahan baku x, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 dengan teknik LFL ........................ 52 Perkembangan persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 dengan teknik LFL ......................... 54 Biaya persediaan bahan baku x dan y dengan teknik LFL ........................................ 55 Perkembangan persediaan bahan baku x PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 teknik EOQ .................................... 56 Perkembangan persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 dengan teknik EOQ ........................ 57 Biaya persediaan bahan baku x dan y dengan MRP teknik EOQ ............................. 59 Perbandingan biaya persediaan bahan baku x PT. Boehringer Ingelheim Indonesia.................................................................................................................... 60 Perbandingan biaya persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia.................................................................................................................... 60 Perbandingan penghematan biaya pemesanan pada bahan baku x dan y antara teknik LFL dan teknik EOQ terhadap teknik perusahaan .............................. 62 Perbandingan penghematan biaya penyimpanan pada bahan baku x dan y antara teknik LFL dan teknik EOQ terhadap teknik perusahaan .............................. 63 Perbandingan penghematan total biaya persediaan pada bahan baku x dan y antara teknik LFL dan teknik EOQ terhadap metode perusahaan ............................. 63
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
DAFTAR GAMBAR
No. 1 2 3 4 5
Halaman Total biaya persediaan ............................................................................................... Grafik analisis ABC................................................................................................... Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ............................................................. Struktur organisasi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, pada tahun 2009 ............. Perencanaan pengadaan dan penerimaan bahan baku PT. Boehringer Ingelheim Indonesia ..................................................................................................
15 18 22 32 39
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
LAMPIRAN
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Halaman Perhitungan persediaan bahan baku x dengan teknik perusahaan ............................. Perhitungan perseediaan bahan baku y dengan teknik perusahaan ........................... Perhitungan biaya persediaan bahan baku x dengan teknik perusahaan ................... Perhitungan biaya persediaan bahan baku y dengan teknik perusahaan ................... Perhitungan persediaan bahan baku x dengan Teknik LFL ...................................... Perhitungan persediaan bahan baku y dengan Teknik LFL ...................................... Perhitungan biaya persediaan bahan baku x dengan teknik LFL .............................. Perhitungan biaya persediaan bahan baku y dengan teknik LFL ............................. Perhitungan EOQ bahan baku x dan y....................................................................... Perhitungan persediaan bahan baku x dengan Teknik EOQ ..................................... Perhitungan persediaan bahan baku y dengan Teknik EOQ ..................................... Perhitungan biaya persediaan bahan baku x dengan teknik EOQ ............................. Perhitungan biaya persediaan bahan baku y dengan teknik EOQ .............................
72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring
meningkatnya
kebutuhan
manusia
yang
diikuti
oleh
perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), telah menyebabkan industri-industri semakin berkembang, mulai dari industri kecil, sedang, hingga industri besar. Banyaknya industri yang muncul membuat persaingan bisnis semakin ketat. Hal ini mendorong perusahaan untuk selalu melakukan perbaikan agar dapat bersaing. Salah satu hal yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan pengendalian persediaan melalui penentuan ukuran lot pemesanan yang tepat. Penentuan ukuran lot pemesanan yang tepat dapat menghasilkan tingkat persediaan yang optimum yang dapat menurunkan biaya operasional perusahaan sehingga
daya saing perusahaan meningkat. Persediaan
merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, atau persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Assauri, 2008). Dalam perusahaan manufaktur, persediaan bahan baku memegang peranan penting dan sangat berpengaruh terhadap jalannya operasi perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Yamit (1998) yang menyatakan bahwa “Persediaan bahan baku sebagai kekayaan perusahaan memiliki peranan penting di dalam operasi bisnis dalam pabrik”. Bahan baku merupakan faktor utama di dalam perusahaan untuk menunjang kelancaran proses produksi, baik dalam perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Perusahaan yang memiliki jumlah persediaan bahan baku terlalu banyak akan mengakibatkan banyaknya dana menganggur yang ditanamkan dalam
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
persediaan, sehingga dapat mengurangi dana investasi di bidang lainnya. Selain itu, persediaan yang terlalu banyak akan meningkatkan biaya penyimpanan atau pergudangan. Perusahaan yang memiliki persediaan bahan baku yang terlalu sedikit dapat menyebabkan perusahaan terancam dan suatu saat akan mengalami kehabisan persediaan (out of stock) ketika terdapat jumlah permintaan produksi yang melonjak. Hal ini dapat mengurangi kepuasan konsumen atau bahkan membuat konsumen kecewa dan beralih kepada merek atau perusahaan lain, maka perusahaan perlu melakukan pengendalian atas persediaan bahan baku untuk membuat suatu persediaan yang benilai optimum, dimana nilai persediaan tersebut tidak terlalu kecil, sehingga tetap dapat menunjang kelancaran produksi dan juga tidak terlalu besar, sehingga tidak banyak dana yang menganggur dalam persediaan. Menurut Tampubolon (2004), berdasarkan sifatnya, bahan baku dikelompokkan ke dalam permintaan terikat, dimana tanpa adanya bahan baku proses konversi perusahaan tidak dapat dilakukan. Model pengendalian persediaan untuk jenis barang-barang permintaan terikat lebih sesuai menggunakan Sistem Rencana Kebutuhan Bahan (MRP System), dimana sistem MRP menggunakan teknik LFL dan teknik EOQ dalam menentukan ukuran lot pemesanannya. Sistem MRP merupakan metode atau teknik perencanaan dan penjadwalan yang digunakan oleh perusahaan manufaktur sebagai sarana bagaimana setiap pekerja yang terkait melakukan komunikasi perihal aliran barang dalam proses produksi (Indrajit dan Djokopranoto, 2005). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005), MRP menitikberatkan pada perencanaan. Teknik ini sebetulnya sangat sederhana, yaitu sekedar menggunakan logika matematika untuk merencanakan jumlah dan waktu diperlukannya bahan baku. Meskipun sederhana, dari praktek diketahui justru karena perencanaan dan penjadwalan inilah sering kali suatu proses produksi dapat berhasil.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
PT. Boehringer Ingelheim Indonesia adalah salah satu perusahaan global yang bergerak di bidang farmasi dan kesehatan manusia dan hewan. PT. Boehringer Ingelheim Indonesia adalah anak perusahaan dari Boehringer Ingelheim yang merupakan perusahaan keluarga yang didirikan oleh Albert Boehringer di Ingelheim am Rhein, Jerman. Sebagai perusahaan global, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki sistem manajemen pengendalian persediaan yang terencana (http://ndahquw.wordpress.com/category/jobopportunities/, 2009). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang telah dilakukan di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor ?
2.
Bagaimana efisiensi biaya persediaan yang dihasilkan teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor dibandingkan dengan teknik Lot for Lot (LFL) dan teknik Economic Order Quality (EOQ) sistem Rencana Kebutuhan Bahan (Material Requirement Planning atau MRP) ?
3.
Bagaimana masalah-masalah yang dihadapi oleh PT. Boehringer Ingelheim
Indonesia,
Bogor
dalam
melaksanakan
pengendalian
persediaan bahan baku beserta upaya-upaya untuk mengatasinya ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui sampai sejauhmana PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor dalam menerapkan pengendalian persediaan bahan baku.
2.
Membandingkan dan menganalisis efesiensi biaya persediaan yang dihasilkan teknik penentuan ukuran lot dalam pengendalian persediaan bahan baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor dengan teknik LFL dan teknik EOQ sistem MRP.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
3.
Menganalisis masalah-masalah yang dihadapi oleh PT. Boehringer Ingelheim
Indonesia,
Bogor
dalam
melaksanakan
pengendalian
persediaan bahan baku beserta upaya-upaya untuk mengatasinya.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persediaan 2.1.1. Pengertian dan Peranan Persediaan Persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan ditatausahakan dalam buku perusahaan (Indrajit dan Djokopranoto, 2005). Menurut Assauri (2008), persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam proses produksi. Menurut Sumayang dalam Anggraeni (2007), terdapat tiga alasan mengapa persediaan diperlukan oleh suatu perusahaan, yaitu : a.
Menghilangkan pengaruh ketidakpastian Untuk menghadapi ketidakpastian, pada sistem persediaan ditetapkan persediaan darurat yang dinamakan persediaan pengaman (safety stock).
b.
Memberi waktu luang untuk pengelolaan produksi dan pembelian. Tujuan ini memberikan kemudahan berikut : 1) Memberikan
kemungkinan
untuk
menyebarkan
dan
meratakan beban biaya investasi pada sejumlah produk. 2) Memungkinkan
penggunaan
satu
peralatan
untuk
menghasilkan bermacam-macam jenis produk. c.
Mengantisipasi perubahan pada permintaan dan penawaran. Persediaan disiapkan untuk menghadapi beberapa kondisi yang menunjukan perubahan permintaan dan penawaran.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
1) Bila ada perkiraan perubahan harga dan persediaan bahan baku. 2) Sebagai persiapan menghadapi promosi pasar, dimana sejumlah besar barang jadi disimpan menunggu penjualan tersebut. 3) Perusahaan yang melakukan produksi dengan jumlah output yang tetap, akan mengalami kelebihan produk pada kondisi permintaan yang rendah atau pada kondisi yang lesu atau low season. Kelebihan produk akan disimpan sebagai persediaan yang akan digunakan nanti, apabila produksi output tidak dapat memenuhi lonjakan permintaan, yaitu pada musim ramai atau pada peak season. 2.1.2. Fungsi Persediaan Menurut
Tampubolon
(2004),
yang
dimaksud
fungsi
persediaan adalah : a. Fungsi Decoupling Hal ini merupakan fungsi perusahaan untuk mengadakan persediaan
decouple,
dengan
mengadakan
pengelompokan
operasional secara terpisah. Fungsi ini mempertahankan tingkat persediaan sebagai keputusan untuk menghadapi penawaran atau permintaan terhadap persediaan yang tidak teratur. b. Fungsi Economic Size Perusahaan melakukan penyimpanan persediaan dalam jumlah besar, dengan pertimbangan adanya diskon atas pembelian bahan, diskon atas mutu yang digunakan dalam proses konversi, dan didukung kapasitas gudang yang memadai. c. Fungsi Antisipasi Hal ini merupakan penyimpanan persediaan bahan yang berfungsi untuk penyelamatan jika terjadi keterlambatan datangnya pesanan dari pemasok. Hal ini dilakukan untuk menjaga proses konversi, agar tetap berjalan dengan lancar.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2.1.3. Jenis-jenis Persediaan Menurut Assauri (2008), persediaan sangat penting artinya bagi perusahaan, karena berfungsi menghubungkan antara operasi yang berurutan dalam pembuatan suatu barang kepada konsumen. Berdasarkan fungsinya, persediaan dibedakan menjadi tiga, yaitu : a.
Batch Stock atau Lot Size Inventory, yaitu persediaan yang diadakan karena membeli atau membuat bahan-bahan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu.
b.
Fluctuation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi
fluktuasi
permintaan
konsumen
yang
tidak
diramalkan. c.
Anticipation Stock,
yaitu persediaan yang diadakan untuk
menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan/permintaan yang meningkat. Berdasarkan jenis dan posisi barang dalam urutan mengerjakan produk, persediaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok (Rangkuti, 2002), yaitu : a.
Persediaan bahan baku (raw materials stocks), yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi.
b.
Persediaan
komponen-komponen
rakitan
(purchased
parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana dapat dirakit secara langsung menjadi suatu produk. c.
Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan
barang-barang
yang
diperlukan
dalam
proses
produksi, tetapi tidak mempunyai bagian atau komponen barang jadi.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
d.
Persediaan barang dalam proses (work in proccess),
yaitu
barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. e.
Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barangbarang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
2.1.4. Biaya Persediaan Menurut Rangkuti (2002), dalam pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah persediaan, umumnya biaya-biaya variabel yang perlu diperhitungkan meliputi : a. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost) Biaya ini merupakan biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas perseidaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar jika kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak
atau
rataan
persediaan
semakin
tinggi.
Biaya
penyimpanan merupakan biaya variabel jika bervariasi terhadap tingkat persediaan. Jika biaya fasilitas penyimpanan tidak variabel, maka tidak dimasukkan dalah biaya penyimpanan per unit. b. Biaya Pemesanan (ordering cost atau procurement cost) Pada umumnya biaya per persanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik jika kuantitas pemesanan bertambah besar. Tetapi, jika semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun dan biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti bahwa biaya pemesanan total per periode sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan dengan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2.2. Pengendalian Persediaan 2.2.1. Pengertian Pengendalian Persediaan Pengendalian
persediaan
merupakan
kegiatan
untuk
menentukan tingkat dan komposisi persediaan rakitan, bahan baku dan barang hasil/produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan (Assauri, 2008).
2.2.2. Tujuan Pengendalian Persediaan Dalam menjalankan suatu pengendalian persediaan, sebaiknya perusahaan memiliki tujuan tertentu. Tujuan pengendalian persediaan (Assauri, 2008) adalah : a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan, sehingga mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. b. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar. c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena hal ini akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi lebih besar. 2.2.3. Kebijakan Pengendalian Persediaan Pada dasarnya kebijakan pengendalian persediaan meliputi dua aspek, yaitu (1) pada saat kapan atau pada tingkat persediaan berapa harus dilakukan pemesanan dan (2) berapa banyak yang harus dipesan atau diadakan. Konsekuensi dari kedua aspek tersebut akan menentukan tingkat persediaan pada waktu tertentu dan rata-rata tingkat persediaan (Machfud, 1999). Pengaturan persediaan bahan baku sangat memerlukan penetapan kebijakan-kebijakan yang berkenaan, baik mengenai pemesanan maupun mengenai tingkat persediaan yang optimum.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Kebijakan pengendalian persediaan bahan baku meliputi peramalan permintaan, penentuan jumlah pemesanan ekonomis, lead time (LT), safety stock (SS) dan reorder point (ROP). a.
Peramalan Permintaan Dalam
lingkungan
perusahaan,
peramalan
banyak
digunakan untuk memprediksi atau mengestimasi permintaan pada masa mendatang. Peramalan permintaan adalah istilah yang sangat populer di dunia bisnis dan menyangkut peramalan permintaan yang akan datang berdasarkan permintaan masa lalu atau berdasarkan perhitungan tertentu (Indrajit dan Pranoto, 2005). b. Jumlah Pemesanan Ekonomis Menurut Assauri (2008), jumlah pemesanan ekonomis merupakan besarnya pesanan yang diadakan agar menghasilkan biaya-biaya persediaan yang minimal. Dalam menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus diupayakan agar biaya-biaya penyimpanan, kekurangan bahan dan pemesanan diperkecil. c.
Waktu Tunggu Menurut Assauri (2008), LT adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut dan diterima di gudang persediaan.
d. Persediaan Pengaman Menurut Assauri (2008), persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan. Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya persediaan pengaman, yaitu : 1) Rataan tingkat permintaan dan rataan masa tenggang
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2) Keragaman permintaan pada masa tenggang 3) Keinginan tingkat pelayanan yang diberikan Besarnya persediaan pengaman untuk permintaan tidak tetap dengan lead time yang bersifat konstan, dan diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
ΕΤ Θ θ 301.08 625.6497 3.96 SS = Z L ()Τϕ σd ........................................................... (1) Dimana SS = Safety Stock Z
= Service Level
L
= LT
σd = Simpangan baku dari tingkat pemakaian bahan baku per hari. Simpangan baku digunaan untuk menentukan besarnya persediaan pengaman dengan pendekatan service level. Service level merupakan peluang tidak terjadi kekurangan persediaan selama waktu tunggu yang digambarkan dalam bentuk persentase (%). e.
ROP Menurut Assauri (2008), ROP (titik pemesanan kembali) merupakan suatu titik atau batas dari jumlah persediaan yang pada suatu saat dimana pemesanan harus diadakan kembali. ROP merupakan titik dimana pesanan baru dilakukan (Hansen, D.R. dan Maryanne M.M., 2000). ROP terjadi jika jumlah persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus. Dengan demikian, perusahaan harus menentukan berapa banyak batas minimum tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan, sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan.
17.52 ρε Ω∗
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Umumnya model ROP ditentukan oleh sifat pemakaian, yaitu : 1. ROP dengan Tingkat Pemakaian Bahan Baku Tetap Dalam model ini, besarnya permintaan tetap, sehingga tidak ada penambahan persediaan. Rumus matematiknya adalah : ROP = d x L .............................................................. (4) ROP = reorder point (unit) d
= Pemakaian bahan baku per hari (unit/hari) = Pemakaian bahan baku tahunan : jumlah hari kerja per tahun
L
= LT untuk pemesanan baru (hari)
2. ROP dengan Tingkat Pemakaian Bahan Baku Tidak Tetap Dalam model ini, besarnya permintaan tidak tetap. Besarnya ROP pada model ini merupakan penjumlahan antara besarnya permintaan yang diharapkan selama masa tenggang dan persediaan tambahan atau disebut dengan SS. Maka rumusnya menjadi : ROP = d x L + SS ...................................................... (5) ROP = reorder point (unit) d
= Pemakaian bahan baku per hari (unit/hari) = Pemakaian bahan baku tahunan : jumlah hari kerja per tahun
L
= LT untuk pemesanan baru (hari)
SS
= Safety stock atau persediaan pengaman (unit)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2.3. Bahan Baku 2.3.1. Pengertian Bahan Baku Bahan baku merupakan salah satu komponen pokok dalam kegiatan produksi. Menurut Assauri (2008), bahan baku merupakan bagian menyeluruh dari produk jadi. 2.3.2. Jenis-jenis Bahan Baku Menurut Manullang dalam Hatiarsih (2007), bahan baku yang digunakan dalam proses produksi dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Bahan langsung (direct materials) adalah bahan yang menjadi bagian dari barang-barang jadi dan merupakan bagian pengeluaran yang besar dalam memproduksi sesuatu. b. Bahan tidak langsung (indirect materials) merupakan bagian dari produk jadi yang digunakan dalam jumlah kecil, sehingga biaya bahan tidak besar dibandingkan dengan biaya langsung. c. Perlengkapan (supplies) merupakan bahan yang digunakan dalam proses produksi, tetapi tidak mengambil bagian dalam barang jadi. 2.4. Model Pengendalian Persediaan Analisis persediaan bahan baku merupakan analisis kuantitatif untuk mengetahui berapa jumlah pemesanan optimal dan berapa total biaya persediaan yang muncul juga untuk mengetahui berapa stok yang aman. Berdasarkan sifatnya, bahan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permintaan bebas dan permintaan terikat, dimana model persediaan sangat tergantung pada kedua sifat bahan tersebut. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005), permintaan bebas adalah permintaan yang tidak berhubungan dengan kejadian lain. Permintaan bebas timbul apabila kebutuhan barang tersebut tidak berhubungan dengan barang lain atau kejadian tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan permintaan terikat, yaitu permintaan yang berkaitan dengan atau sebagai akibat dari kejadian lain. Permintaan terikat timbul apabila kebutuhan dipicu oleh suatu
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
kejadian spesifik. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai pengendalian persediaan bahan baku yang memiliki jenis persediaan terikat. Model untuk jenis-jenis barang permintaan terikat lebih sesuai menggunakan Sistem Rencana Kebutuhan Bahan (MRP System). Sistem MRP dirancang dan dikembangkan sebagai sistem pengendalian bahan dan komponen yang mempunyai sifat ”ketergantungan” (dependent) kepada permintaan (Tampubolon, 2004). Menurut Stevenson dalam Adam (2003), sistem MRP merupakan suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak pesanan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat. Sistem MRP merencanakan ukuran lot, sehingga barang-barang tersebut tersedia pada saat dibutuhkan. Ukuran lot adalah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang dapat meminimalkan biaya persediaan, sehingga perusahaan akan memperoleh keuntungan. Teknik penentuan ukuran lot yang biasa digunakan dalam sistem MRP adalah teknik Lot for Lot (LFL) dan teknik Eqonomic Order Quantity (EOQ). Format yang digunakan pada sistem MRP seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Format MRP Bulan Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Persediaan awal Kebutuhan kotor Kebutuhan bersih Penerimaan tejadwal
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Pemesanan yang direncanakan Persediaan akhir Keterangan : 1.
Persediaan awal adalah persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan di awal periode.
2.
Kebutuhan kotor adalah total kebutuhan bahan baku pada suatu periode pemesanan.
3.
Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat lagi dipenuhi oleh persediaan perusahaan dan merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan persediaan awal.
4.
Penerimaan terjadwal adalah besarnya pesanan yang direncanakan akan diterima untuk suatu periode tertentu.
5.
Pesanan yang direncanakan adalah besarnya pesanan yang direncanakan akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh perusahaan pada saat yang tepat. Dalam analisis ini digunakan teknik LFL dan teknik EOQ sistem
MRP, serta metode yang digunakan oleh perusahaan. 2.4.1. Teknik LFL Dalam kebijakan ini, ukuran lot untuk satu batch dipilih untuk memenuhi kebutuhan bersih satu periode tunggal. Perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhan tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut. Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan barang-barang terikat. Pesanan dalam teknik LFL dilakukan sebelum barang tersebut digunakan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor dikurangi persediaan yang ada di tangan untuk periode-periode awal dan diharapkan pesanan akan diterima pada saat persediaan tersebut dibutuhkan pada periode-periode berikutnya. Setelah persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada di tangan, sehingga
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih, yang kemudian dipesan sebelumnya dengan harapan akan diterima tepat pada waktunya. Teknik LFL ini memberikan penghematan pada biaya penyimpanan, karena bahan baku dipesan sebesar kebutuhan bersih produksinya. Oleh karena itu, penumpukan bahan baku di gudang dalam jumlah yang
melimpah dapat dihindari. Kekurangan dari
teknik LFL adalah teknik ini tidak dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya sedikit di pasaran, sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat dilakukan. 2.4.2. Teknik EOQ Model EOQ digunakan untuk menentukan mutu pesanan optimal yang akan meminimalkan biaya pemesanan persediaan tahunan dan biaya penyimpanan tahunan. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ, maka dilakukan pengolahan data dalam tabel MRP seperti yang dilakukan dengan teknik LFL. Besar pesanan adalah sebesar kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih. Apabila terdapat pesediaan awal yang cukup besar, maka perusahaan tidak perlu melakukan rencana penerimaan bahan baku sampai persediaan awal tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan yang dilakukan lebih besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kuantitas produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini adalah biaya penyimpanan menjadi lebih besar, jika dibandingkan dengan teknik LFL. Tujuan
dari
sebagian
besar
model
persediaan
adalah
meminimalkan biaya total. Dengan asumsi bahwa harga per unit
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
bahan baku dan lead time konstan serta tidak terjadi kekurangan barang, maka biaya-biaya yang nyata adalah biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan.
Sehingga dengan
meminimalkan
jumlah
pemesanan dan penyimpanan, dapat berarti meminimalkan biaya total. Penjelasan mengenai hubungan antara biaya-biaya tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.
TC = H
Q D +S 2 Q ............................................................ (6)
THC = H
Q 2
TOC = S
D Q
Dimana : TC
= Total biaya persediaan setahun total (Rp)
TOC = Total biaya pemesanan setahun (Rp) THC = Total biaya penyimpanan setahun (Rp) Q/2
= Persediaan rataan
D/2
= Jumlah pesanan (kg)
S
= Biaya pemesanan (Rp)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Rumusan EOQ dari biaya total
TC = H
Q D +S 2 Q
TC min :
d 2TC dTC = 0 dan 2 > 0 dQ dQ TC =
H + S .D.Q −1 2
dTC H S .D = − 2 =0 dQ 2 Q S .D H = Q2 2 Q2 =
2 S .D H
Q=
2 S .D H
sudah optimal ..................................... (7)
Berdasarkan Gambar 1 tersebut, terlihat hubungan antara biaya persediaan dengan kuantitas pesanan. Biaya persediaan tersebut terdiri atas biaya pemesanan (S.D/Q) dan biaya penyimpanan (H.Q/2). Jika Q naik, komponen biaya pemesanan menurun karena lebih sedikit pesanan ditempatkan per tahun. Pada waktu yang sama komponen biaya penyimpanan meningkat, karena lebih banyak biaya pemesanan rataan yang tertahan. Titik B merupakan kondisi dimana biaya persediaan mencapai kondisi yang optimal. Pada titik ini, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan besarnya sama, sehingga total biaya persediaan adalah sebesar A, yang besarnya sama dengan dua kali B. Pada kurva TC (total cost) terlihat bahwa titik A merupakan titik yang paling rendah, dimana biaya pemesanan dan biaya penyimpanan seimbang, atau terjadi trade off antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, sehingga menyebabkan biaya persediaan paling minimum.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Kondisi di atas titik EOQ menunjukkan biaya penyimpanan yang lebih tinggi dibandingkan biaya pemesanan. Biaya penyimpanan cenderung tinggi, karena semakin banyak jumlah bahan baku yang disimpan, maka biaya yang dikeluarkan juga semakin besar. Sedangkan untuk biaya pesanan, semakin banyak jumlah yang dipesan, maka biaya pemesanan cenderung menurun. Kondisi kuantitas pesanan di bawah titik EOQ menunjukkan biaya pesanan yang lebih tinggi dibandingkan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan cenderung besar, karena semakin kecil jumlah bahan baku yang dipesan, maka biaya pesanan semakin tinggi. Sedangkan biaya penyimpanan cenderung kecil, karena semakin sedikit jumlah bahan baku yang dipesan, maka biaya penyimpanan menjadi semakin kecil. Metode pengendalian persediaan lainnya adalah model analisis ABC. Menurut Herjanto (2003), analisis ABC bertujuan untuk mengklasifikasikan persediaan, biasanya berdasarkan jumlah rupiah yang tertanam pada barang-barang tersebut. Pada analisis ini persediaan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu A (sangat penting), B (penting) dan C (kurang penting). Secara umum kelompok A tersedia 15% dari total persediaan dengan biaya 70-80% dari total biaya persediaan. Kelompok B tersedia 35% dari total persediaan dengan jumlah biaya persediaan 15-25% dari total biaya persediaan dan kelompok C tersedia 50% dari total persediaan dan memerlukan biaya 5% dari total biaya persediaan. Grafik analisis ABC dapat dilihat pada Gambar 2.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan Dalam penelitian Adam (2003) mengenai Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Nata de Coco pada PT. Halilintar Bahana Prima, Jakarta. Penelititan yang dilakukan oleh Adam menggunakan pendekatan analisa atau MRP dengan teknik LFL, teknik EOQ dan teknik PPB. Dari ketiga teknik yang digunakan, penghematan rataan terbesar pada tiap jenis bahan baku Nata de coco dan gula pasir diperoleh berturut-turut adalah teknik LFL dan PPB. Penghematan biaya persediaan tertinggi pada nata dan gula pasir, terdapat pada teknik LFL (35,62%) dan (68,75%). Penghematan biaya pemesanan tertinggi untuk bahan baku nata dan gula pasir, terdapat pada teknik PPB (65%) dan (38,8%). Sementara itu, penghematan biaya penyimpanan tertinggi pada nata dan gula pasir terdapat pada teknik LFL (100%), maka direkomendasikan sebagai alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan. Anggraeni
(2007)
melakukan
penelitian
mengenai
Analisis
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Mie Instant di PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. Dalam penelitiannya, digunakan metode simulasi, yaitu model simulasi skenario 1 dan skenario 2. Model simulasi skenario 1 didasarkan pada ROP peneliti, sedangkan model simulasi skenario 2 didasarkan pada ROP perusahaan. Dari hasil perhitungan, total biaya
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
persediaan bahan baku yang paling optimal menggunakan model simulasi skenario 1 (Rp 790.594.896), dengan total penghematan biaya persediaan bahan baku perusahaan 35%. Total biaya persediaan bahan baku yang paling optimal menggunakan model simulasi skenario 2 (Rp 831.4430496), dengan total penghematan biaya persediaan bahan baku perusahaan 33%. Dengan hasil yang didapatkan, direkomendasikan metode simulasi skenario 1 yang didasarkan pada ROP sebagai alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan. Dalam penelitian Widyastuti (2005) mengenai Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Es Krim pada PT. Indomeiji Dairy Foods (PT. IDF), Sukabumi, Jawa Barat. Dalam penelititannya, dibandingkan metode perusahaan dengan metode MRP (teknik LFL, EOQ dan PPB). Analisis yang dilakukan meliputi analisis perbandingan antar metode terhadap jenis bahan baku, yaitu Skimmed Milk Powdered (SMP) dan gula dengan kriteria frekuensi pemesanan, kuantitas pemesanan, biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya persediaan. Selanjutnya, dilakukan analisis penghematan antar metode pada keseluruhan bahan baku yang diteliti dengan kriteria : biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya persediaan. Berdasarkan hasil perhitungan, metode MRP teknik LFL mengalami penghematan pada semua kriteria, kecuali pada biaya pemesanan bahan baku. Teknik LFL mengalami penghematan biaya persediaan Rp. 43.816.554,25 (81,25%), yang diperoleh dari biaya penyimpanan variabel dan biaya pemesanan. Sedangkan teknik EOQ dan PPB tidak mengalami penghematan pada biaya persediaan. Berdasarkan hasil tersebut, maka teknik LFL direkomendasikan sebagai metode alternatif dalam pengendalian persediaan perusahaan. Hatiarsih
(2007)
melakukan
penelitian
mengenai
Analisis
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu pada PT. Australia Indonesia Milk Industries (PT. AIMI), Jakarta. Dalam penelitiannya, dilakukan analisis perbandingan terhadap tiap jenis bahan baku dan analisis penghematan antar metode pada keseluruhan bahan baku dengan kriteria : biaya pemesanan,
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
biaya pembelian, biaya penyimpanan dan biaya persediaan. Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga perhitungan dari ketiga teknik yang diterapkan, maka metode MRP dengan teknik LFL mengalami penghematan pada semua kriteria, kecuali pada biaya pemesanan bahan baku. Teknik LFL mengalami penghematan Rp. 371.661.872 (59.86%). Hal ini sesuai dengan teori teknik LFL, yaitu berusaha meminimumkan persediaan bahan baku, bahkan menghilangkan persediaan, sehingga teknik LFL dapat direkomendasikan pada perusahaan sebagai metode pengendalian persediaan. Hal ini secara keseluruhan dapat dikatakan teknik LFL dari segi penghematan biaya dapat diterapkan pada perusahaan dalam jangka pendek selama permintaan konsumen
berdasarkan
diperkirakan.
pesanan,
sehingga
besarnya
produksi
dapat
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Bahan baku merupakan faktor utama di dalam perusahaan untuk menunjang kelancaran proses produksi, baik dalam perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Persediaan bahan baku yang terlalu banyak meningkatkan biaya penyimpanan dan mengurangi dana investasi di bidang lainnya. Sedangkan kekurangan dalam persediaan bahan baku dapat mengganggu kelancaran operasional perusahaan, maka perusahaan perlu melakukan pengendalian atas persediaan bahan baku untuk membuat suatu persediaan benilai optimal. PT Boehringer Ingelheim Indonesia adalah salah satu perusahaan global di bidang farmasi. Dalam operasionalnya, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki sistem manajemen pengendalian persediaan yang terencana. Oleh karena itu, dipelajari sistem pengendalian persediaan yang dilakukan oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor, khususnya teknik penentuan ukuran lot pemesanan dan membandingkannya dengan teknik LFL dan teknik EOQ yang ada di teori, sehingga dapat memberikan alternatif teknik penentuan ukuran lot pemesanan paling optimal bagi sistem pengendalian persediaan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Dari kerangka berpikir tersebut dilakukan penelitian terhadap persediaan bahan baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor, yaitu bahan baku x dan bahan baku y. Analisis yang dilakukan meliputi analisis perbandingan dan penghematan antara teknik penentuan ukuran lot pemesanan perusahaan dengan teknik LFL dan EOQ pada system MRP dengan kriteria frekuensi pemesanan, kuantitas pemesanan, biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya persediaan secara keseluruhan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh teknik penentuan ukuran lot pemesanan yang menghasilkan biaya persediaan paling minimum.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Bahan baku merupakan faktor utama Penunjang kelancaran proses produksi di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
Kelebihan persediaan bahan baku meningkatkan biaya penyimpanan
Kekurangan persediaan bahan baku mengganggu kelancaran operasional perusahaan
Identifikasi teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
Analisis persediaan bahan baku
Volume pemakaian bahan baku
Waktu tunggu pengadaan bahan baku
Biaya-biaya persediaan : 1. Biaya pemesanan 2. Biaya penyimpanan
Umpan balik
Analisis teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku
Metode perusahaan
Metode MRP :
(Teknik EOS*)
1. Teknik LFL 2. Teknik EOQ
Analisis perbandingan dan analisis penghematan antar teknik penentuan ukuran lot pemesanan Tingkat persediaan dan kebijakan pengendalian persediaan bahan baku optimal
Gambar 3. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian *) Teknik EOS adalah teknik penentuan ukuran lot pemesanan yang dilakukan sebesar kelipatan ukuran pemesanan ekonomis yang telah ditetapkan perusahaan dengan tetap menjaga minimum balance.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Dari Gambar 3, penelitian ini dibatasi dengan asumsi berikut : 1.
Analisis pengendalian persediaan bahan baku difokuskan kepada teknik penentuan ukuran lot pemesanan.
2.
Teknik penentuan ukuran lot pemesanan dilakukan berdasarkan kebijakan peramalan permintaan, safety stock, ROP dan lead time perusahaan.
3.
Teknik penentuan ukuran lot pemesanan yang dibandingkan meliputi teknik perusahaan serta teknik LFL dan teknik EOQ dengan kriteria pembanding meliputi frekuensi pemesanan, kuantitas pemesanan, biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya persediaan secara keseluruhan.
4.
Produk A yang diteliti termasuk dalam produk Prescription Medicine (PM), dimana produk PM tidak dapat diperjualbelikan secara bebas, harus dengan resep dokter. Sedangkan bahan baku yang diteliti ditentukan berdasarkan bahan aktif penyusun produk, dimana bahan baku x dan y merupakan bahan aktif yang menentukan khasiat produk A.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Boehringer Ingelheim Indonesia yang terletak di Jl. Lawang Gintung No. 89, Sukasari - Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposif, dengan pertimbangan bahwa PT. Boehringer Ingelheim Indonesia merupakan salah satu perusahaan global yang bergerak di bidang farmasi dengan persediaan bahan baku berkuantitas besar. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2009. 3.3. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, baik kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh melalui suatu pengamatan secara langsung dan wawancara terhadap bagian-bagian tertentu di perusahaan yang terkait dengan penelitian guna mendapatkan data yang dibutuhkan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen atau laporan-laporan manajemen perusahaan, terutama bagian Production Planning and Inventory Control (PPIC) dan sumber-sumber lain seperti
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
literatur, hasil penelitian terdahulu dan bahan pustaka. Secara ringkas, kebutuhan, jenis, metode, dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan, jenis, metode dan sumber data Kebutuhan Data
Jenis Data
Metode
Sumber Data
Data umum perusahaan :
• Primer
• Wawancara
Bagian Human
• Sejarah dan perkembangan
• Sekunder
• Studi
Resource (HR)
perusahaan
dan Internet
literature
• Visi dan misi perusahaan • Lokasi perusahaan Data Khusus Perusahaan :
• Primer
• Survei
Bagian
• Data pemesanan bahan
• Sekunder
• Wawancara
produksi, PPIC
• Studi
dan gudang
baku • Data pemakaian bahan baku
literatur
• Data laporan persediaan
PT. Boehringer Indonesia
bahan baku • Data biaya persediaan bahan baku • Data waktu tunggu (LT) dan persediaan pengaman (SS) 3.4. Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang terkumpul akan diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menyusun data kuantitatif yang diperoleh ke dalam tabel MRP. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan alat bantu software komputer Microsoft Excel, dimana hasil pembahasannya ditampilkan dalam bentuk tabel. Setelah itu dilakukan analisis uraian deskriptif dan interpretasi untuk menjelaskan hasil yang telah didapatkan. Tahapan-tahapan pengolahan dan analisis data adalah : 1. Identifikasi kondisi perusahaan persediaan bahan baku
dalam
manajemen
pengendalian
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Identifikasi ini meliputi proses pengumpulan informasi tentang kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan
yang berhubungan dengan
produksi, cara pembelian dan cara perusahaan menangani dan teknik penentuan ukuran lot pemesanan selama ini. Selain itu, juga mengenai fasilitas-fasilitas penyimpanan yang dimiliki perusahaan dan perjanjian pesanan pembelian antara perusahaan dengan pemasok. 2. Penentuan jenis bahan baku yang akan diteliti Penentuan bahan baku yang diteliti, didasarkan pada bahan aktif suatu produk utama yang mempengaruhi khasiat produk tersebut. 3. Pendugaan dan penentuan biaya persediaan Biaya persediaan yang akan dianalisis meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Hal ini dilakukan untuk menentukan kuantitas optimal pesanan pada analisis berikutnya. 4. Identifikasi volume pemakaian persediaan bahan baku Identifikasi volume pemakaian didasarkan pada data historis perusahaan atau dilakukan pendugaan berdasarkan informasi yang relevan. Volume pemakaian bahan baku dapat menunjukkan besarnya permintaan bahan baku yang termasuk salah satu peubah penentu kuantitas pesanan optimal. 5. Identifikasi waktu tunggu (LT) Waktu tunggu adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut dan diterima di gudang persediaan. Lamanya waktu tunggu ditentukan dari rataan lamanya waktu tunggu periode-periode sebelumnya. 6. Analisis kuantitatif teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku Kuantitas dan waktu pemesanan yang optimal merupakan dua hal utama yang dicari dalam model persediaan. Dalam menentukan kuantitas dan waktu pemesanan yang optimal, penelitian ini menggunakan teknik
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
LFL dan teknik EOQ yang dibandingkan dengan teknik pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan. Ukuran lot (pesanan) adalah jumlah kuantitas yang dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas minimum. Ukuran lot dihitung dengan cara : a.
Teknik LFL Q = jumlah pesanan bahan baku sebesar kebutuhan bersih.
b.
Teknik EOQ Q=
2 S .D H , dimana
S = biaya pemesanan bahan baku per pesanan (Rp/pesanan) D = permintaan bahan baku per tahun (kg) H = Biaya penyimpanan bahan baku per unit per tahun (Rp/kg) c.
Metode perusahaan Metode perusahaan disesuaikan dengan kondisi yang ada di perusahaan.
PT.
Boehringer
Ingelheim
Indonesia,
Bogor
menggunakan teknik Economic Order System (EOS), dimana ukuran lot adalah sebesar kelipatan EOQ yang lebih besar dan paling mendekati kebutuhan bersihnya dengan tetap memperhitungkan besarnya minimum balance. 7. Analisis perbandingan dan penghematan biaya persediaan Analisis ini meliputi perbandingan antar teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku, meliputi perbandingan kuantitas pesanan, frekuensi pesanan dan biaya persediaan yang timbul. Analisis penghematan biaya dilakukan dengan menghitung selisih antara nilai pada metode alternatif dengan nilai pada metode perusahaan. 8. Menentukan teknik alternatif bagi perusahaan Berdasarkan hasil analisis perbandingan dan analisis penghematan, dilakukan pemilihan teknik yang menghasilkan biaya persediaan paling minimum untuk direkomendasikan kepada perusahaan sebagai alternatif teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam sistem pengendalian
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
persediaan bahan baku yang efisien. Pemilihan metode alternatif disesuaikan dengan kebijakan pengendalian persediaan yang dilakukan oleh perusahaan.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1. Sejarah Umum PT. Boehringer Ingelheim Indonesia PT. Boehringer Ingelheim Indonesia adalah anak perusahaan dari Boehringer Ingelheim yang merupakan perusahaan keluarga yang didirikan oleh Albert Boehringer di Ingelheim am Rhein, Jerman pada tahun 1885. Boehringer Ingelheim bergerak di bidang farmasi dan kesehatan. Saat ini, Boehringer Ingelheim secara global beroperasi dengan 138 afiliasi di 47 negara dan memiliki 41.300 karyawan. Boehringer Ingelheim mulai memasuki pasar Indonesia sejak Juni, 1969 dan tahun 1974, Boehringer Ingelheim Indonesia memulai kegiatan produksi dan pemasaran melalui joint venture dengan PT. Schering Indonesia hingga tahun 2001. Pada tahun 2001, kantor pusat Boehringer Ingelheim menyetujui pembelian pabrik Rhone Pholenc Rorer dan persetujuan toll manufacturing dengan PT. Aventis Pharma. Setelah itu PT. Boehringer Ingelheim Indonesia melakukan sejumlah investasi dalam proyek renovasi pabrik dan selesai pada Maret 2003. Toll manufacturing merupakan suatu bentuk kerjasama bisnis dimana PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor memproduksi produk PT. Aventis Pharma sesuai permintaan dan formula yang diberikan. Sejak saat itu, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia resmi beroperasi. Produk yang dibuat di pabrik Bogor meliputi sediaan aerosol, padat, cair, dan setengah padat. Pada tahun 2005, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia mampu melakukan ekspor pertama kalinya ke Korea, dilanjutkan dengan ekspor ke Thailand pada tahun 2007. Saat ini, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia melakukan ekspor
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
ke Korea, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina dan Afrika Selatan.
5.1.2.
Visi dan Budaya Perusahaan Visi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Pharmaceutical Production Bogor, adalah “We will be the best pharmaceutical production site to achieve 5 by 10”. PT. Boehringer Ingelheim Indonesia berusaha untuk menjadi tempat memproduksi produk farmasi terbaik. Sedangkan visi PT. Boehringer Ingelheim corporate adalah value through innovation, dimana PT. Boehringer Ingelheim berusaha untuk selalu meningkatkan nilai produknya melalui inovasi. Dalam aktivitasnya, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia menerapkan suatu budaya universal yang dijalankan oleh semua karyawan Boehringer Ingelheim di seluruh dunia, yaitu budaya MeWe dan Lead and Learn, yaitu : a.
Dalam budaya Me-We, kata We mencerminkan suatu tim yang bekerja sama untuk menghasilkan sesuatu yang baik dan menunjang tercapainya visi perusahaan. Untuk mencapai tim yang demikian, maka harus dimulai dengan Me sebagai individu yang melakukan segala sesuatu dengan baik
b.
Budaya Lead and Learn harus menjiwai seluruh aktivitas kerja karyawan Boehringer Ingelheim. Seluruh karyawan perlu terus melakukan segala sesuatu yang terbaik dan membawa orang lain untuk melakukan yang baik pula. Para karyawan diharapkan dapat menemukan cara yang baru dan lebih baik dalam melakukan pekerjaan dengan melihat orang lain untuk mendapatkan pengetahuan dan inspirasi. Di sudut-sudut strategik perusahaan, terdapat poster berisi
empat pertanyaan, yaitu : 1. Are we taking innitiative?
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2. Are we connected? 3. Are we growing together? 4. Are we getting results? Pertanyaan-pertanyaan tersebut bertujuan agar setiap karyawan yang bekerja di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia senantiasa mengambil inisiatif dan berkomunikasi aktif dengan rekan kerjanya sehingga dapat berkembang bersama-sama dan memperoleh hasil yang optimal. 5.1.3.
Jenis Produk PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor Produk yang dihasilkan oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia adalah produk-produk non steril, baik berupa sediaan padat (tablet), sediaan setengah padat (suppositoria), sediaan cair, dan sediaan aerosol. Contoh produk yang dihasilkan oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia adalah sebagai berikut : a. Produk Lokal 1) Sediaan padat
: Movicox 15mg Tablet, Mucopect 30mg Tablet, Bisolvon 8mg Tablet, Spiropent 20mcg Tablet dan Pharmaton Formula Kapsul.
2) Sediaan setengah padat
:
Movicox 15mg Suppositoria,
Dulcolax 10mg Suppositoria Adult dan Dulcolax 5mg Suppositoria Infant 3) Sediaan cair
: Mucopect 10mg/5ml
15mg/5ml Syrup,
Drop,
Bisotulsin
Bisolvon
10mg/5ml
Solution dan Bisolvon 4mg/5ml Elixir. 4) Sediaan aerosol : Alupent 750mcg MDI, Atrovent 20mcg MDI dan Inflammide 200mcg MDI b. Produk Impor 1) Sediaan padat
: Micardis 80mg Tablet, Viramune Tablet dan Sifrol 250mcg Tablet
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2) Sediaan steril
: Buscopan
20mg/ml
Ampul,
Catapres
150mcg/ml Ampul dan Bisolvon 4mg/2ml Ampul. c . Produk Ekspor 1) Dulcolax 10mg Supositoria Adult – Supositoria Korea 2) Dulcolax 10mg Supositoria Adult – Supositoria Malaysia/Singapura 3) Buscopan Plus FCT – Tablet Filipina d. Produk ICB 1) Sediaan padat
: Sirdalud
Tablet,
Zaditen
Tablet
dan
Hydergin Tablet 2) Sediaan cair
: Flagyl OS, Toplexil Syrup dan Novalgin Drops
3) Sediaan setengah padat : Flagyl Suppositoria dan Flagystatin Ovule 5.1.4.
Struktur Organisasi Demi kelancaran kerja, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia membuat suatu struktur organisasi yang dapat menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain, serta bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Struktur organisasi ini menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa. Pengelolaan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang membawahi 5 divisi, yaitu Consumer Health Care (CHC), Prescription Medicine (PM), Human Resource (HR), Finance dan Pharmaceutical Production (PhP). Pabrik yang berada di Bogor berada di bawah divisi Pharmaceutical Production dan dipimpin oleh seorang Plant Director. Divisi Pharmaceutical Production (PhP) membawahi empat
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
departemen, yaitu departemen produksi, Supply Chain Management (SCM), Quality Management (QM) dan Technical Management (TM). Struktur organisasi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dan divisi Plant Bogor dapat dilihat pada Gambar 4. Departemen Produksi meliputi seksi Manufacturing dan Packaging. Departemen Supply Chain Management (SCM) meliputi seksi Production Plan and Inventory Control (PPIC), Supply Chain Process dan Warehouse. Departemen Quality Management (QM) meliputi seksi Quality Assurance (QA), Quality Control (QC) dan Environment Health System (EHS). Sedangkan departemen Technical Management (TM) meliputi seksi Preventive Maintenance (PM), Site Maintanance (SM) dan Realibility Maintanance (RM).
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
President Director PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
CH
PM
Produksi
Manufacturing
HR
FINANCE
SCM
Packaging
PPIC
SC Proces
PhP
QM
WHS
QA
QC
TM
EHS
PM
RM
SM
Gambar 4. Struktur organisasi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia pada tahun 2009
ICB
BPE
HR
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
5.1.5. Sumber Daya Manusia Saat ini PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki lebih dari 582 karyawan di seluruh Indonesia. Di Pabrik PT. Boehringer Ingelheim Indonesia yang terletak di Bogor, jumlah tenaga kerja per Maret 2009 adalah 189 orang. Dalam merekrut tenaga kerja, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia mempunyai kualifikasi khusus sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan perusahaan. Karyawan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia bekerja selama 8 jam per hari dengan lima hari kerja per minggu. Jam kerja normal karyawan kantor dimulai dari pukul 07.30 – 16.30 WIB. Jam kerja karyawan produksi dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift 1, 2 dan shift 3. Jadwal kerja karyawan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jadwal kerja PT. Boehringer Ingelheim Indonesia Tenaga Kerja
Shift
Jam kerja
Jam Istirahat
Karyawan kantor
-
07.30 – 16.30
12.00 – 13.00
Karyawan shift
06.00 – 15.00
b
07.00 – 16.00
a
15.00 – 23.00
1
produksi, pengemasan, QC, QA,
a
12.00 - 13.00
2
gudang.
18.00 – 19.00 b
16.00 – 24.00
a
22.30 – 06.30
3
04.30 – 05.30 b
23.30 – 07.30
Sumber : PT. Boehringer Ingelheim GmbH, 2008
Keterangan : a = karyawan bagian produksi b = karyawan bagian pengemasan Karyawan yang ingin mengambil waktu lembur harus mengisi formulir lembur dan meminta persetujuan dari atasannya. Jadwal lembur ditentukan dan disepakati bersama dengan atasan masing-masing. Karyawan yang mengambil lembur akan mendapatkan uang lembur. Di samping gaji
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
pokok, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia pun memberikan berbagai tunjangan bagi karyawan, seperti fasilitas makan siang (catering), tunjangan transportasi, kesehatan, jamsostek dan tunjangan pensiun. Seluruh karyawan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia diwajibkan untuk mematuhi dan menjalankan peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Karyawan yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku. 5.1.6. Unit Bisnis Produksi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia PT. Boehringer Ingelheim Indonesia bergerak di bidang farmasi. Unit bisnisnya dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu PM, CHC dan Animal Health (AH). PM merupakan produk farmasi yang tidak dapat diperjualbelikan secara bebas (berlabel merah), harus dengan resep dokter. CHC merupakan produk farmasi yang dapat diperjualbelikan secara bebas, biasanya berlabel hijau. AH merupakan produk farmasi meliputi vaksin dan obat kesehatan hewan lainnya. Produk PM dan produk CHC diproduksi oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dan sebagian produknya diimpor dari Boehringer Ingelheim corporate. Sedangkan produk animal health seluruhnya diimpor dari Boehringer Ingelheim corporate. Produk yang diimpor ini berupa tablet, vaksin, kapsul, UDV dan injection. Sedangkan Produk yang dihasilkan oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia adalah produk-produk non steril, baik berupa sediaan padat (tablet), sediaan setengah padat (suppositoria), sediaan cair, maupun sediaan aerosol. Selain itu, produk PT. Boehringer Ingelheim Indonesia ada yang merupakan hasil toll out manufacturing dengan perusahaan pihak ketiga. Segmentasi produk PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dibedakan menjadi lokal, ekspor dan produk ICB (Industrial Customer Business). Saat ini PT. Boehringer Ingelheim Indonesia melakukan ekspor produk ke Korea, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina dan Afrika Selatan. Untuk pemasaran produk di dalam negeri, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia menunjuk distributor untuk memasarkan produk-produknya.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
4.2 Sistem Persediaan Bahan Baku PT. Boehringer Ingelheim Indonesia 4.2.1. Jenis dan Asal Bahan Baku Bahan baku yang digunakan oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dibedakan menjadi bahan aktif dan bahan penolong. Bahan aktif merupakan bahan baku penyusun suatu produk obat yang mempengaruhi khasiat dari obat tersebut. Sedangkan bahan penolong merupakan bahan baku yang digunakan untuk mempermudah pembuatan obat seperti air dan alkohol. Bahan aktif dipasok oleh Boehringer Ingelheim corporate, sedangkan bahan penolong dapat dipasok oleh pemasok lokal yang memenuhi testing specification yang telah ditetapkan oleh Boehringer Ingelheim corporate. PT. Boehringer Ingelheim Indonesia hanya dapat menggunakan manufacture bahan baku yang sesuai dengan hasil validasi proses dan berdasarkan data PCID (Product Composition Identity) yang dikeluarkan oleh Boehringer Ingelheim corporate. Biasanya Boehringer Ingelheim corporate telah menentukan pihak manufacturer yang dapat digunakan oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, sedangkan distributor yang dapat dipilih ada bermacammacam. Dalam penelitian ini, untuk menjaga kerahasiaan perusahaan, peneliti tidak mencantumkan nama produk dan nama bahan bakunya. Produk yang akan diteliti adalah produk A yang merupakan produk lokal yang termasuk pada unit bisnis prescription medicine, dimana produk A merupakan salah satu produk unggulan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dengan tingkat penjualan yang tinggi. Bahan baku yang diteliti dimisalkan dengan x dan y, dimana x dan y merupakan bahan aktif dari poduk A yang mempengaruhi khasiat obatnya. Selama ini, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memasok bahan baku tersebut dari Boehringer Ingelheim corporate, Jerman. 4.2.2. Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Perencanaan pengadaan bahan baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia diawali dengan proses peramalan penjualan yang dilakukan oleh divisi marketing. Untuk produk lokal, peramalan dilakukan berdasarkan data hasil peramalan divisi marketing. Untuk produk ekspor, peramalan dilakukan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
berdasarkan data Bix@. Sedangkan untuk produk ICB, peramalan dilakukan berdasarkan data ICB forecast (internal). Divisi marketing meramalkan penjualan untuk 12 bulan ke depan. Setiap bulan, divisi marketing dan seksi PPIC melakukan pertemuan yang dinamakan forecasting meeting. Pertemuan tersebut mendiskusikan mengenai hasil peramalan penjualan 3 bulan dan menghitung rencana ROFO (Rolling Forecast) untuk tiga bulan ke depan sampai 12 bulan. Hasil peramalan penjualan 12 bulan dan rencana pembelian (purchase plan) ini kemudian dimasukkan ke menu Forecasting dalam BPCS. Menu MPS menghasilkan jadwal rencana produksi. Rencana produksi ini berisi informasi mengenai kapan produk akan dibuat dan berapa banyak produksinya. BPCS merupakan sistem yang terintegrasi dengan seluruh bagian fungsional perusahaan dan digunakan untuk merencanakan dan mengontrol kegiatan bisnis perusahaan. Bagian PPIC kemudian menjalankan menu MRP untuk mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan tiap bulannya sesuai peramalan penjualan untuk 12 bulan ke depan. Setelah mengetahui jumlah dan waktu dibutuhkannya bahan baku, bagian PPIC akan memeriksa persediaan bahan baku di gudang. Jika persediaan tidak mencukupi total kebutuhan produksi, maka bagian PPIC akan membuat purchasing request (PR) di menu PR Consolidation pada sistem BPCS. Ketika PPIC menentukan bahan baku apa saja yang akan dipesan dalam PR Consolidation, PPIC akan mengecek kembali jumlah kebutuhan bahan baku di MRP dan jumlah barang jadi agar tidak terjadi penghitungan ganda pada pesanan bahan baku. Biasanya, PPIC akan memesan bahan baku untuk kebutuhan produksi tiga bulan ke depan karena rataan lead time untuk ordering
bahan baku minimum tiga bulan. PR yang telah dibuat akan
diteruskan ke bagian purchasing. Setelah disetujui, bagian purchasing akan membuat purchase order (PO) yang akan diberikan kepada pemasok. Bahan baku yang dipesan akan diterima dalam jangka waktu yang telah disepakati. Pemesanan pun disesuaikan dengan waktu tenggang
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
pengadaan bahan baku yang dibutuhkan oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia. Bahan baku yang dipesan dikirim ke gudang perusahaan. Hanya bahan baku yang disertai surat jalan dan memiliki certificate of analysis (COA) yang akan diterima oleh bagian gudang PT. Boehinger Ingelheim Indonesia. QC akan melakukan pemeriksaan dan pengujian kembali untuk memastikan bahan baku yang diterima sesuai pesanan dan kriteria yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi. Bahan baku yang memenuhi kriteria, di-release oleh QC pada sistem BPCS. Tetapi bila hasil analisis keluar dari kriteria, bahan baku tersebut akan ditolak (rejected) pada sistem BPCS dan selanjutnya bahan baku dikembalikan ke pemasok, jika ada perjanjian sebelumnya atau dimusnahkan. Besarnya pesanan yang dilakukan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia didasarkan pada jumlah kebutuhan dan kode kebijakan pesanan (order policy) masing-masing barang. Secara umum, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia membagi barang persediaannya ke dalam tiga kode kebijakan pesanan, yaitu : a.
Multiple of the Standard Lot Size (J) Hal ini merupakan kebijakan perusahaan dalam menentukan besarnya pesanan dimana pesanan dibuat sebesar kebutuhan bersih berdasarkan kelipatan ukuran lot yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.
Incremental Above Standard Lot Size (I) Hal ini merupakan kebijakan perusahaan dalam menentukan besarnya pesanan dimana jika kebutuhan bersih berada di bawah atau sebesar ukuran lot, maka perusahaan membuat pesanan sebesar lot yang telah ditentukan. Sedangkan jika kebutuhan bersih lebih besar dari ukuran lot, besarnya pesanan ditingkatkan berdasarkan spesifikasi kenaikan yang telah ditentukan.
c.
Lot for Lot (A) Hal ini merupakan kebijakan perusahaan dalam menentukan besarnya pesanan dimana pesanan dibuat sebesar kebutuhan bersih per bulannya.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Secara lebih rinci, proses perencanaan pengadaan dan penerimaan bahan baku PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
* Perencanaan
Lokal
Ekspor Data Bix@
FORECASTING MARKETING
ICB Data ICB
FORECASTING MEETING (MARKETING + PPIC)
Input system forecast in BPCS input MRP
MPS generate
generate Pemeriksaan Persediaan Bahan baku di Warehouse
PRODUCTION SCHEDULE
KEBUTUHAN BAHAN BAKU
Mencukupi
PEMASOK
Tidak mencukup
PR
PO
(PPIC)
(PURCHASING
GUDANG
ALOKASI GUDANG
approve PRODUKSI
RELEASE MATERIAL
SAMPLING (QC) rejec
* Pembelian
DESTROY
Gambar 5. Perencanaan pengadaan dan penerimaan bahan baku PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
4.2.3. Prosedur Pembelian dan Penerimaan Bahan Baku Dari hasil output MRP, seksi PPIC PT. Boehringer Ingelheim Indonesia membuat PR yang berisi jenis dan jumlah bahan baku yang akan dipesan. Besarnya pesanan dilakukan sesuai kelipatan kemasan standar yang telah ditetapkan oleh pemasok. Kemasan standar untuk bahan baku x 25 kg, sedangkan kemasan standar bahan baku y 20 kg. Selanjutnya PR diberikan ke bagian pembelian dan bagian pembelian membuatkan PO. PO yang telah dibuat dikirimkan kepada pemasok dan kemudian pemasok mengirimkan ke bagian gudang PT. Boehringer Ingelheim Indonesia sesuai dengan jumlah dan tanggal yang tertera dalam PO. Setelah menerima kiriman barang dari pemasok, bagian gudang PT. Boehringer Ingelheim Indonesia membuat laporan penerimaan barang. Barang yang tidak sesuai pesanan akan dikembalikan kepada pemasok. Sedangkan barang yang diterima akan dibuatkan dokumen penerimaan barang dengan status quarantine (Q) kemudian dialokasikan ke gudang sesuai karakteristik masing-masing barang. 4.2.4. Penyimpanan Bahan Baku Bahan baku yang telah diterima oleh bagian gudang selanjutnya akan diberi nomor lot yang menunjukkan nomor urut kedatangan pada bulan tersebut. Setelah itu bahan baku tersebut akan dialokasikan ke gudang berdasarkan karakteristiknya. PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki 8 (delapan) tempat penyimpanan barang, yaitu : 1.
Main warehouse
: menyimpan produk-produk umum, dengan suhu di atas 300C.
2.
Small warehouse
: menyimpan produk jadi dan bahan baku yang membutuhkan suhu penyimpanan di bawah 250C. PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki dua small warehouse.
3.
Glass bottle warehouse : menyimpan
produk-produk
yang
menggunakan botol gelas, dengan suhu di atas 300C.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
4.
Frigen warehouse
: menyimpan produk-produk CFC, dengan suhu di atas 300C dan dilengkapi dengan exhaust fan.
5.
Alcohol storage
: menyimpan alkohol dengan suhu di atas 300C.
6.
Label storage
: menyimpan label botol, leaflet dan stiker, dengan suhu di bawah 250C.
7.
Flammable storage
: menyimpan
barang-barang
yang
mudah
terbakar, dengan suhu di bawah 250C. Bahan baku disimpan di gudang sesuai dengan karakteristik masingmasing. Pengalokasian bahan baku dalam gudang yang telah sesuai, menggunakan randomize system, yaitu bahan baku disimpan secara acak. Bahan baku yang disimpan di gudang diberi kode lokasi yang menunjukkan lokasi penyimpanan barang untuk memudahkan pencarian ketika dibutuhkan. 4.2.5. Pengujian dan Pengawasan Mutu Bahan Baku Pengujian dan pengawasan mutu bahan baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia merupakan tanggungjawab departemen QM. Bahan baku yang diterima oleh bagian gudang harus dilengkapi dengan COA dari pihak pemasok. Bahan baku yang diterima dan akan digunakan dalam produksi, sebelumnya dilakukan penarikan contoh oleh bagian QC untuk menguji mutu dan kesesuaian bahan baku sesuai kriteria standar spesifikasi bahan baku. Selanjutnya bahan baku tersebut akan diperiksa spesifikasinya sesuai dengan Raw Material Technical Specification (RM-TS) yang telah ditetapkan oleh Boehringer Ingelheim corporate. Hasil pemeriksaan dicatat dalam bentuk worksheet dan dibuat Analysis Report (AR). Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa spesifikasi bahan baku yang datang telah sesuai dengan persyaratan, maka bahan baku akan diterima (approved = A), yang menyatakan bahwa bahan baku tersebut dapat digunakan untuk produksi. Tetapi bila hasil analisis keluar dari persyaratan, bahan tersebut akan ditolak (rejected = R) dan selanjutnya bahan baku akan dikembalikan ke supplier jika ada perjanjian sebelumnya atau dimusnahkan. Pemberian tanda perubahan status dari Q ke A atau R tersebut dilakukan supervisor QC di sistem BPCS, sehingga bagian-bagian terkait seperti gudang dan produksi dapat melihat di sistem komputer tanpa perlu menanyakan ke gudang.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
4.2.6. Biaya Persediaan Biaya persediaan merupakan biaya yang terjadi akibat perusahaan melakukan persediaan atas bahan baku x dan y. Biaya yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biayabiaya yang timbul didasarkan pada catatan historis perusahaan dan berdasarkan informasi yang relevan. Biaya pemesanan adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan
oleh
perusahaan berkenaan dengan pemesanan bahan baku, sejak dari pesanan dibuat dan dikirim ke penjual, sampai bahan baku tersebut dikirim dan diterima serta diperiksa di gudang perusahaan. Total biaya pemesanan merupakan hasil perkalian antara biaya pemesanan per pesanan dengan banyaknya pemesanan yang dilakukan oleh perusahaan. Komponen biaya pemesanan per pesanan pada PT. Boehringer Ingelheim Indonesia terdiri dari biaya QC, biaya gudang, procurement cost dan payable accounting cost. Biaya QC adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemeriksaan bahan baku yang diterima dari pemasok agar sesuai dengan spesifikasi bahan baku yang ditetapkan perusahaan. Biaya gudang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penerimaan pesanan, pemeriksaan fisik dan jumlah bahan baku dan pengalokasian ke ruangan QC untuk diperiksa. Procurement cost merupakan biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai frekuensi pemesanan meliputi persiapan yang diperlukan untuk melakukan pemesanan. Sedangkan payable accounting cost adalah biaya pemesanan yang berhubungan dengan pemrosesan pembayaran. Secara rinci komponen biaya pemesanan per pesanan bahan baku x dan y dapat dilihat pada Tabel 4.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Tabel 4. Komponen biaya pemesanan bahan baku x dan y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 Bahan Baku Jenis Biaya
X Rp
Biaya QC
y %
Rp
%
135.000,00
46,60
131.250,00
37,04
Biaya gudang
92.812,50
32,04
109.375,00
30,86
Procurement cost
30.937,50
10,68
56.875,00
16,05
Payable accounting cost
30.937,50
10,68
56.875,00
16,05
289.687,50
100
354.375,00
100
Total biaya pemesanan per pesanan Sumber : PPIC, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, pada tahun 2009
Berdasarkan Tabel 4, total biaya pemesanan per pesanan bahan baku paling besar terjadi pada bahan baku y, yaitu Rp 354.375,00 dan bahan baku x Rp 289.687,50. Komponen terbesar biaya pemesanan per pesanan dari seluruh bahan baku, yaitu biaya QC. Biaya QC pada bahan baku x 46,60 % dari total biaya pemesanan per pesanannya, sedangkan persentase bahan baku y 37,04 % dari total biaya pemesanan per pesanannya. Biaya persediaan lainnya adalah biaya penyimpanan. Biaya ini merupakan
biaya
yang
dikeluarkan
perusahaan
akibat
melakukan
penyimpanan bahan baku. Komponen biaya penyimpanan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia meliputi biaya penyusutan (obsolescene cost) dan biaya modal (opportunity cost). Biaya opportunity cost timbul akibat investasi persediaan bahan baku yang sangat dipengaruhi oleh harga per kg bahan baku dan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Biaya ini diperoleh dari perkalian jumlah persediaan bahan baku tiap bulannya dengan harga bahan baku per kg dan nilai suku bunga pada tahun periode tersebut.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Komponen biaya penyimpanan bahan baku x dan y dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komponen biaya penyimpanan bahan baku x dan y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 Jenis Biaya
Biaya Penyimpanan Bahan Baku per Tahun (Rp / kg) X y
Opportunity cost
330
380
Biaya penyusutan
360
410
Total
690
790
Sumber : PPIC, PT Boehringer Ingelheim Indonesia, pada tahun 2009
Berdasarkan Tabel 5, komponen opportunity cost
termasuk biaya
yang relevan dalam perhitungan biaya penyimpanan. Opportunity cost pada bahan baku x Rp 690 / kg per tahun dan bahan baku y Rp 790 / kg per tahun. 4.2.7. Pemakaian Bahan Baku Cara pemakaian bahan baku yang ada di gudang PT. Boehringer Ingelheim Indonesia menggunakan sistem FEFO (first expired first out), dimana bahan baku digunakan berdasarkan waktu kadaluarsanya. Bahan baku yang memiliki tanggal kadaluarsa terdekat digunakan terlebih dahulu. Pada Tabel 6, rataan pemakaian bahan baku bulanan 225 kg untuk bahan baku x dan 175 kg untuk bahan baku y. Jumlah tersebut diketahui dari rencana penjualan dan Bill of Materials (BOM). Selanjutnya PPIC membuat rencana produksi dengan terlebih dahulu disesuaikan ketersediaan bahan baku di gudang dan kapasitas produksi perusahaan. Tabel 6.
Perkembangan pemakaian persediaan bahan baku x dan y periode Maret 2008 – Februari 2009 Bahan Baku (kg)
Bulan x
y
Maret
230
175
April
225
170
Mei
295
245
Juni
200
155
Juli
180
145
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Agustus
290
225
September
135
95
Oktober
175
140
November
195
150
Desember
250
190
Januari
260
200
Februari
265
210
2.700
2.100
225
175
Total Rata-rata
Sumber : PPIC, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia (data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa tingkat pemakaian bahan baku terbesar terjadi pada bulan Mei, yaitu 295 kg pada bahan baku x dan 245 kg pada bahan baku y. Sedangkan pemakaian terendah pada bahan baku x dan y terjadi pada bulan September, masing-masing 135 kg pada bahan baku x dan 95 kg pada bahan baku y. Peningkatan jumlah pemakaian bahan baku mengidentifikasikan adanya kenaikan jumlah permintaan produk. Jumlah permintaan meningkat merupakan suatu indikasi bahwa kepuasan konsumen terpenuhi. Adanya perbedaan antara jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku menyebabkan timbulnya persediaan bahan baku bagi perusahaan. Persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan bervariasi tiap bulannya, bergantung pada besarnya tingkat pembelian dan pemakaian. 4.2.8. Waktu Tenggang Pengadaan Bahan Baku LT merupakan waktu yang dibutuhkan sejak bahan baku tersebut dipesan sampai bahan baku datang ke pabrik. Berdasarkan hasil wawancara dengan seksi PPIC, diperoleh keterangan mengenai waktu tunggu rataan pengadaan persediaan bahan baku x dan y. Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa waktu tunggu bahan baku x mulai dari pemesanan sampai kedatangan di pabrik dan siap digunakan adalah 2 bulan dan bahan baku y selama 3 bulan. Waktu tunggu pengadaan bahan baku ini meliputi permintaan pembelian (purchasing request), pemesanan pembelian (purchasing order), penerimaan, sampling hingga material release.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Tabel 7.
Waktu tenggang pengadaan bahan baku x dan y pada tahun 2008 - 2009
Bahan Baku
LT (bulan)
X
2
Y
3
Sumber : PPIC, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia (data diolah kembali) 4.3 Analisis Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku Bahan baku memegang peranan penting dan sangat berpengaruh terhadap jalannya operasi perusahaan, maka perlu dilakukan pengendalian atas persediaan bahan baku melalui penggunaan teknik penentuan ukuran lot yang tepat untuk membuat suatu persediaan yang bernilai optimum, dimana nilai persediaan tersebut tidak terlalu kecil, sehingga tetap dapat menunjang kelancaran produksi dan juga tidak terlalu besar, sehingga tidak banyak dana yang menganggur dalam persediaan. Penelitian ini membahas teknik penentuaan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku yang digunakan oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dan teknik LFL dan teknik EOQ sistem MRP. Komponen biaya merupakan komponen kuantitatif yang menjadi acuan untuk mencari teknik yang tepat untuk digunakan sebagai teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku perusahaan. Teknik tersebut haruslah mampu meminimumkan total biaya persediaan. 4.3.1. Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku PT. Boehringer Ingelheim Indonesia Dalam proses pengawasan persediaan, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia menggunakan metode analisis ABC. Dengan metode ini persediaan yang dimiliki perusahaan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu kelompok barang A, B dan C. Secara singkat pengawasan terhadap ketiga kelompok ini dapat dilihat pada Tabel 8. Dalam
mengawasi
persediaannya,
PT.
Boehringer
Ingelheim
Indonesia memberikan perhatian lebih besar kepada bahan baku yang termasuk ke dalam kelompok A, dengan jumlah sedikit, tetapi mempunyai
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
peranan cukup besar (80 % dari seluruh nilai penggunaan bahan baku). Namun dalam penelitian ini, analisis ABC tidak akan dianalisis secara mendalam, peneliti lebih memfokuskan pada teknik penentuan ukuran lot pemesanan dimana bahan baku yang diteliti dipilih berdasarkan sifat bahan aktif penyusun produk. Tabel 8.
Pengawasan persediaan berdasarkan metode analisis ABC
Kelompok
Nilai penggunaan
Jumlah
Pengawasan
A
Tinggi
Rendah
Per bulan
B
Sedang
Sedang
Per 3 - 6 bulan
C
Rendah
Tinggi
Per 6 - 12 tahun
Sumber : PPIC, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia (data diolah kembali) Dalam menentukan besarnya kuantitas pesanan untuk bahan baku x dan y, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia menggunakan kebijakan multiple of the standard lot size. Dalam kebijakan ini, perusahaan menentukan besarnya pesanan yang ekonomis (EOS) untuk kedua bahan baku. Didapatkan EOS bahan baku x 400 kg per pesanan dan EOS bahan baku y 200 kg per pesanan, sehingga pesanan dilakukan sebesar kelipatan EOS yang telah ditetapkan dengan tetap menjaga minimum balance 15 kg pada bahan baku x dan 10 kg pada bahan baku y. Perkembangan persediaan bahan baku x dan y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia selama periode Maret 2008 – Februari 2009, dengan metode perusahaan didapatkan hasil seperti dalam Tabel 9 dan 10. Berdasarkan Tabel 9, secara total terlihat bahwa jumlah pembelian bahan baku x yang dilakukan oleh perusahaan lebih tinggi dibandingkan kebutuhan bersihnya. Hal ini dikarenakan perusahaan melakukan pembelian bahan baku sebesar kelipatan 400 kg (EOS) dan juga untuk mengantisipasi kekurangan jumlah persediaan di gudang selama waktu tunggu.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Tabel 9.
Bulan
Perkembangan persediaan bahan baku x PT. Boehringer Ingleheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 Kebutuhan Kotor (kg)
Persediaan Awal (kg)
Kebutuhan Bersih (kg)
Pembelian (kg)
Persediaan Akhir (kg)
Maret
230
250
0
0
20
April
225
20
205
400
195
Mei
295
195
100
400
300
Juni
200
300
0
0
100
Juli
180
100
80
400
320
Agsts
290
320
0
0
30
Sept
135
30
105
400
295
Okt
175
295
0
0
120
Nov
195
120
75
400
325
Des
250
325
0
0
75
Jan
260
75
185
400
215
Feb
265
215
50
400
350
2.700
2.245
800
2.800
2.345
Total
Frekuensi pemesanan (kali)
7
Sumber : PPIC, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia (data diolah kembali dari Lampiran 1) Jumlah persediaan awal dan persediaan akhir bahan baku x, secara total memiliki nilai yang berbeda. Jumlah persediaan awal periode Maret 2008 sampai dengan Februari 2009 adalah 2.245 kg, sedangkan persediaan akhirnya sebesar 2.345 kg. Hal ini terjadi karena perusahaan melakukan pemesanan bahan baku x sebesar kelipatan lot yang telah ditentukan oleh perusahaan, dimana permintaan berfluktuasi, sehingga persediaan akhir menjadi tidak konstan. Tabel 10. Perkembangan persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 Kebutuhan Kotor (kg)
Persediaan Awal (kg)
Maret
175
175
0
200
200
April
170
200
0
0
30
Bulan
Kebutuhan Pembelian Persediaan Bersih (kg) (kg) Akhir (kg)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Mei
245
30
215
400
185
Juni
155
185
0
0
30
Juli
145
30
115
200
85
Agsts
225
85
140
200
60
Sept
95
60
35
200
165
Okt
140
165
0
0
25
Nov
150
25
125
200
75
Des
190
75
115
200
85
Jan
200
85
115
200
85
Feb
210
85
125
200
75
2.100
1.200
985
2.000
1.100
Total
Frekuensi pemesanan (kali)
9
Sumber : PPIC, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia (data diolah kembali dari Lampiran 2) Berdasarkan Tabel
9 dan 10, Frekuensi pemesanan bahan baku
selama periode Maret 2008 – Februari 2009 yang dihasilkan oleh metode perusahaan adalah 7 kali pada bahan baku x dan 9 kali pada bahan baku y. Frekuensi pemesanan ini mempengaruhi besarnya biaya pemesanan. Semakin besar frekuensi pemesanan, maka semakin besar pula biaya pemesanan yang terjadi. Selama periode tersebut, kuantitas pesanan untuk bahan baku x 2.800 kg, sedangkan untuk bahan baku y 2.000 kg. Dalam pengendalian persediaan bahan baku x dan y ini, biaya persediaan bahan baku diperhitungkan atas biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan bahan baku per bulan diperoleh dari hasil perkalian antara biaya pemesanan per pesanan dengan frekuensi pemesanan bahan baku x dan y tiap bulannya. Sedangkan biaya penyimpanan diperoleh dari hasil perkalian antara biaya penyimpanan per bulan dengan persediaan rataan suatu periode. Berdasarkan perhitungan dalam Lampiran 3 dan 4, diperoleh biaya persediaan bahan baku x dan y di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia pada Tabel 11.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Tabel 11. Biaya persediaan bahan baku x dan y, periode Maret 2008 – Februari 2009 dengan metode perusahaan
x
7
Biaya Biaya Pemesanan Penyimpanan (Rp) (Rp) 2.027.812,50 134.839,80
y
9
3.189.375,00
Bahan Frekuensi Baku (kali)
72.419,30
Biaya Persediaan (Rp) 2.162.652,30 3.261.794,30
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 3 dan 4 Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa biaya pemesanan bahan baku x pada periode Maret 2008 – Februari 2009 sebesar Rp 2.027.812,50. Sedangkan biaya penyimpanan bahan baku x selama periode tersebut Rp 134.839,80, sehingga diketahui bahwa biaya total persediaan bahan baku x pada periode Maret 2008 – Februari 2009 sebesar Rp 2.162.652,30. Pada bahan baku y, biaya pemesanan periode Maret 2008 – Februari 2009 sebesar Rp 3.189.375,00. Sedangkan biaya penyimpanan bahan baku y selama periode tersebut Rp 72.419,30, sehingga diketahui bahwa biaya total persediaan bahan baku y pada periode Maret 2008 – Februari 2009 sebesar Rp. 3.261.794,30. 4.3.2. Teknik LFL dan EOQ Sistem MRP dalam Penentuan Ukuran Lot Pemesanan Berdasarkan kondisi permintaan bahan baku yang terikat dan permintaan produksi di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia yang berfluktuasi, maka digunakan teknik EOQ dalam sistem MRP sebagai alternatif sistem pengendalian persediaan bahan baku. MRP merupakan suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan atau dengan kata lain suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak pesanan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat. Penelitian ini menggunakan teknik LFL dan teknik EOQ system MRP. Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam adalah menetapkan kebutuhan kotor dari masing-masing jenis bahan baku sesuai ramalan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
permintaan atas produk akhir (penjualan) dan kapasitas produksi. Jika persediaan di tangan masih mencukupi, maka persediaan tersebut digunakan terlebih dahulu. Setelah itu, perlu menentukan kebutuhan bersihnya yang merupakan hasil pengurangan dari kebutuhan kotor dengan penerimaan terjadwal dan persediaan di tangan, kemudian ditentukan ukuran lot pemesanan bahan baku dengan teknik LFL dan teknik EOQ sistem MRP. 4.3.2.1.
Teknik LFL Sistem pengendalian persediaan bahan baku dengan teknik LFL melakukan pemesanan tepat sebesar kebutuhan bersih dan sesuai dengan tenggang waktu masing-masing persediaan. Namun, karena dalam pengadaan bahan baku x dan y pemesanan harus dilakukan sesuai kelipatan ukuran kemasan standar, maka besarnya pesanan menjadi kelipatan ukuran kemasan standar terkecil yang memenuhi kebutuhan bersihnya. Dalam teknik LFL, kebutuhan persediaan bahan baku diharapkan tersedia dalam jumlah dan waktu
yang tepat, sehingga dapat menghilangkan
adanya
persediaan di gudang. Hal ini dapat mengurangi biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Selama periode Maret 2008 – Februari 2009, perkembangan persediaan bahan baku x PT. Boehringer Ingelheim Indonesia tersaji dalam Tabel 12. Tabel 12. Perkembangan persediaan bahan baku x, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 dengan teknik LFL Kebutuhan Kotor (kg)
Persediaan Awal (kg)
Kebutuhan Bersih (kg)
Pembelian (kg)
Persediaan Akhir (kg)
Maret
230
250
0
0
20
April
225
20
205
225
20
Mei
295
20
275
300
25
Juni
200
25
175
200
25
Juli
180
25
155
175
20
Agsts
290
20
270
275
5
Sept
135
5
130
150
20
Okt
175
20
155
175
20
Bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Nov
195
20
175
200
25
Des
250
25
225
250
25
Jan
260
25
235
250
15
Feb
265
15
250
275
25
2.700
470
2.250
2.475
245
Total
Frekuensi pemesanan (kali)
11
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 5 Berdasarkan Tabel 12, secara total, jumlah pembelian bahan baku x yang dihasilkan oleh teknik LFL lebih rendah dibandingkan dengan jumlah pemakaiannya. Hal ini dikarenakan teknik LFL berusaha untuk meminimumkan jumlah persediaan, dimana pembelian bahan baku dilakukan sebesar kelipatan ukuran kemasan standar terkecil yang dapat memenuhi kebutuhan bersihnya dengan tetap menjaga kebutuhan untuk QC sampling 1 kg. Hal ini dilakukan, karena perusahaan farmasi memerlukan suatu persediaan pengaman untuk digunakan dalam QC sampling. Pada awal periode, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki persediaan bahan baku x 250 kg, sehingga meskipun pemakaian bahan baku x 2.700 kg, namun PT. Boehringer Ingelheim Indonesia hanya melakukan pembelian 2.475 kg dengan persediaan akhir periode sebesar 25 kg. Sedangkan perkembangan persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia yang dihasilkan oleh teknik LFL selama periode Maret 2008 – Februari 2009, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 dengan teknik LFL Kebutuhan Kotor (kg)
Persediaan Awal (kg)
Kebutuhan Bersih (kg)
175
175
0
20
20
April
170
20
150
160
10
Mei
245
10
235
240
5
Bulan Maret
Pembelian Persediaan (kg) Akhir (kg)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Juni
155
5
150
160
10
Juli
145
10
135
140
5
Agsts
225
5
220
240
20
Sept
95
20
75
80
5
Okt
140
5
135
140
5
Nov
150
5
145
160
15
Des
190
15
175
180
5
Jan
200
5
195
200
5
Feb
210
5
205
220
15
2.100
280
1.820
1.940
120
Total
Frekuensi pemesanan (kali)
12
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 6 Berdasarkan Tabel 13, jumlah pembelian bahan baku y yang dihasilkan oleh metode MRP teknik LFL secara total lebih rendah dibandingkan dengan jumlah pemakaiannya. Pada awal periode, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki persediaan bahan baku y 175 kg, sehingga walaupun pada periode tersebut pemakaian bahan baku x 2.100 kg, namun PT. Boehringer Ingelheim Indonesia hanya melakukan pembelian 1.940 kg dengan persediaan akhir periode 15 kg. Pada bahan baku x, teknik LFL menghasilkan frekuensi pemesanan 11 kali, lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode perusahaan yang menghasilkan frekuensi pemesanan 7 kali. Hal ini terjadi, karena teknik LFL melakukan pemesanan sebesar kebutuhan bersih, sehingga frekuensi pemesanannya menjadi tinggi. Begitu pula pada bahan baku y, teknik LFL menghasilkan frekuensi pemesanan 12 kali, lebih tinggi dibandingkan frekuensi pemesanan yang dihasilkan dengan metode perusahaan 9 kali. Pada bahan baku x, total kuantitas pemesanan yang dihasilkan oleh teknik LFL adalah 2.475 kg, lebih rendah dibandingkan metode perusahan yang menghasilkan 2.800 kg. Sedangkan pada bahan baku y, teknik LFL menghasilkan total
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
kuantitas pemesanan 1.940 kg, lebih rendah dibandingkan metode perusahan yang menghasilkan 2.000 kg. Biaya persediaan bahan baku x dan y dengan teknik LFL dapat dilihat pada Tabel 14 (Lampiran 7 dan 8). Tabel 14. Biaya persediaan bahan baku x dan y dengan teknik LFL
x
11
Biaya Biaya Biaya Pemesanan Penyimpanan Persediaan (Rp) (Rp) (Rp) 3.186.562,50 14.089,80 3.200.652,30
y
12
4.252.500,00
Bahan Frekuensi Baku (kali)
7.900,00 4.260.400,00
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 7 dan 8 Berdasarkan Tabel 14, biaya penyimpanan pada teknik LFL ini terjadi, karena adanya persediaan awal dan karena pesanan dilakukan
sebesar ukuran
kemasan
standar,
sehingga ada
persediaan yang merupakan selisih antara pembelian dan kebutuhan bersihnya. Total biaya pemesanan bahan baku x dan y dengan metode LFL masing-masing Rp 3.186.562,50 untuk bahan baku x dan Rp 4.252.500,00 untuk bahan baku y. Biaya penyimpanan yang dihasilkan Rp 14.089,80 untuk bahan baku x dan Rp 7.900,00 untuk bahan baku y. Dengan menggunakan teknik LFL, didapatkan total biaya persediaan bahan baku x Rp 3.200.652,30 dan biaya persediaan bahan baku y Rp 4.260.400,00. 4.3.2.2.
Teknik EOQ Teknik EOQ dalam sistem MRP melakukan pemesanan sebesar kelipatan dari EOQ terdekat yang lebih besar dari kebutuhan bersih. Nilai EOQ merupakan kuantitas optimal dalam melakukan pemesanan yang diperoleh melalui persamaan EOQ = 2 SD H
Berdasarkan perhitungan dengan rumus EOQ pada Lampiran 9, diperoleh kuantitas ekonomis untuk ukuran lot (pesanan)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
434,657 kg untuk bahan baku x dan 396,234 kg untuk bahan baku y. Namun dalam perusahaan farmasi, pembelian bahan baku sebagai kelipatan ukuran kemasan standar 25 kg untuk bahan baku x dan 20 kg untuk bahan baku y. Oleh karena itu, besarnya pemesanan ekonomis menjadi 450 kg untuk bahan baku x dan 400 kg untuk bahan baku y. Selama periode Maret 2008 – Februari 2009, perkembangan persediaan bahan baku x PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dengan teknik EOQ, tersaji dalam Tabel 15. Tabel 15. Perkembangan persediaan bahan baku x PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 teknik EOQ
Maret
230
Persediaa n Awal (kg) 250
April
225
20
205
450
245
Mei
295
245
50
450
400
Juni
200
400
0
0
200
Juli
180
200
0
0
20
Agsts
290
20
270
450
180
Sept
135
180
0
0
45
Okt
175
45
130
450
320
Nov
195
320
0
0
125
Des
250
125
125
450
325
Jan
260
325
0
0
65
Feb
265
65
200
450
250
2.700
2.195
980
2.700
2.195
Bulan
Total
Kebutuhan Kotor (kg)
Kebutuha n Bersih (kg) 0
Frekuensi pemesanan (kali)
Pembelia n (kg)
Persediaan Akhir (kg)
0
20
6
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 10 Berdasarkan Tabel 15, secara total jumlah pembelian bahan baku x yang dihasilkan oleh teknik EOQ sama dengan jumlah pemakaiannya, yaitu 2.700 kg dengan persediaan awal dan akhir 250 kg.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Sedangkan perkembangan persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia yang dihasilkan oleh teknik EOQ selama periode Maret 2008 – Februari 2009, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perkembangan persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia periode Maret 2008 – Februari 2009 dengan teknik EOQ Bulan
Kebutuhan Kotor (kg)
Persediaan Awal (kg)
Kebutuhan Bersih (kg)
Pembelian Persediaan (kg) Akhir (kg)
Maret
175
175
0
400
400
April
170
400
0
0
230
Mei
245
230
15
400
385
Juni
155
385
0
0
230
Juli
145
230
0
0
85
Agsts
225
85
140
400
260
Sept
95
260
0
0
165
Okt
140
165
0
0
25
Nov
150
25
125
400
275
Des
190
275
0
0
85
Jan
200
85
115
400
285
Feb
210
285
0
0
75
2.100
2.600
395
2.000
2.500
Total
Frekuensi pemesanan (kali)
5
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 11 Berdasarkan Tabel 16, jumlah pembelian bahan baku y yang dihasilkan oleh teknik EOQ selama periode tersebut 2.000 kg, lebih rendah dibandingkan jumlah pemakaiannya 2.100 kg. Hal ini terjadi karena pada awal periode perusahaan memiliki persediaan awal sebesar 175 kg dan pesanan dengan teknik EOQ dilakukan sebesar kelipatan pesanan ekonomi yang disesuaikan dengan ukuran kemasan standar. Pada awal periode, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki persediaan bahan baku y 175 kg. Di akhir periode, teknik EOQ ini menghasilkan persediaan bahan baku y 75 kg. Hal ini
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
dilakukan untuk menjaga minimum balance yang telah ditetapkan 15 kg. Berdasarkan Tabel 15 dan 16, frekuensi pemesanan yang dihasilkan dengan menggunakan teknik EOQ adalah 6 kali per tahun dan bahan baku y 5 kali per tahun. Teknik EOQ menghasilkan total kuantitas pesanan bahan baku x selama periode Maret 2008 – Februari 2009 sebesar 2.700 kg, lebih besar dibandingkan dengan metode perusahaan yang menghasilkan total kuantitas pesanan 2.800 kg. Sedangkan pada bahan baku y, total kuantitas pesanan yang dihasilkan teknik EOQ adalah 2.000 kg, sama dengan total kuantitas pesanan bahan baku y yang dihasilkan metode perusahaan. Total frekuensi pesanan yang dilakukan dengan teknik EOQ sebesar 5 kali per tahun untuk bahan baku x dan 6 kali per tahun untuk bahan baku y. Biaya persediaan bahan baku x dan y dengan teknik EOQ dapat dilihat pada Tabel 17 (Lampiran 12 dan 13). Tabel 17. Biaya persediaan bahan baku x dan y dengan MRP teknik EOQ
6
Biaya Pemesanan (Rp) 1.738.125,00
Biaya Penyimpanan (Rp) 126.214,80
Biaya Persediaan (Rp) 1.864.339,80
5
1.771.875,00
164.580,70
1.936.455,70
Bahan Baku
Frekuensi (kali)
x y
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 12 dan 13 Berdasarkan Tabel 17, diketahui bahwa total biaya pemesanan bahan baku x dengan teknik EOQ Rp 1.738.125,00 dan bahan baku y Rp 1.771.875,00. Total biaya penyimpanan bahan baku x dengan teknik EOQ sebesar Rp 126.214,80 dan bahan baku y Rp 164.580,70. Total biaya persediaan dengan menggunakan metode MRP teknik EOQ pada bahan baku x Rp 1.864.339,80 dan bahan baku y Rp 1.936.455,70. 4.3.3. Analisis Perbandingan Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan Perbandingan hasil pengendalian persediaan bahan baku pada PT. Boehringer Ingelheim Indonesia selama periode Maret 2008 – Februari 2009
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
dilakukan dengan membandingkan antara teknik penentuan ukuran lot pemesanan yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan teknik LFL dan teknik EOQ. Perbandingan ini meliputi beberapa hal, yaitu perbandingan frekuensi
pemesanan,
biaya
pemesanan,
biaya
penyimpanan
dan
perbandingan biaya persediaan yang ditimbulkan oleh masing-masing metode, lalu dilakukan analisis penghematan biaya persediaan yang dihasilkan oleh masing-masing metode pada bahan baku x dan y. Berdasarkan hasil analisis penghematan tersebut, kemudian akan ditentukan teknik terbaik untuk direkomendasikan pada perusahaan sebagai alternatif teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku yang efektif dan efisien. Perbandingan biaya persediaan bahan baku x antar metode dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18.
Perbandingan biaya persediaan bahan baku x PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
Perusahaan
Frek. Pemesanan (kali) 7
2.027.812,50
134.839,80
2.162.652,30
LFL
11
3.186.562,50
14.089,80
3.200.652,30
Metode
EOQ
Biaya Pemesanan (Rp)
Biaya Penyimpanan (Rp)
Biaya Persediaan (Rp)
1.738.125,0 6
0
126.214,80 1.864.339,80
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 3, 7 dan 12 Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa frekuensi pemesanan bahan baku x terbesar terjadi pada teknik LFL sebanyak 11 kali. Pemesanan dalam teknik LFL dilakukan sebesar kebutuhan bersih yang disesuaikan dengan ukuran kemasan standar, tanpa persediaan pengaman. Namun di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, besarnya pesanan dilakukan minimal sebesar kebutuhan bersih ditambah kebutuhan untuk QC sampling. Dalam penelitian ini besarnya kebutuhan untuk melakukan QC sampling bahan baku x dan y sebesar 1 kg. Oleh karena itu, frekuensi pemesanan dalam teknik LFL menjadi lebih tinggi dibandingkan teknik perusahaan maupun teknik EOQ. Frekuensi pemesanan terendah terjadi pada teknik EOQ, yaitu 6 kali.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Tabel 19.
Perbandingan biaya persediaan bahan baku y PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
Perusahaan
Frek. Pemesanan (kali) 9
3.189.375,00
72.419,30 3.261.794,30
LFL
12
4.252.500,00
7.900,00 4.260.400,00
EOQ
5
1.771.875,00
164.580,70 1.936.455,70
Metode
Biaya Pemesanan (Rp)
Biaya Penyimpanan (Rp)
Biaya Persediaan (Rp)
Sumber : Data diolah kembali dari Lampiran 4, 8 dan 13 Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa teknik LFL menghasilkan frekuensi pemesanan bahan baku y terbesar, yaitu 12 kali. Sedangkan frekuensi pemesanan terendah terjadi pada teknik EOQ, yaitu 5 kali. Frekuensi pemesanan ini berpengaruh terhadap besarnya biaya pemesanan yang dihasilkan. Biaya pemesanan tertinggi pada kedua bahan baku terjadi pada teknik LFL, yaitu Rp 3.186.562,50 untuk bahan baku x dan Rp 4.252.500,00 untuk bahan baku y. Hal ini terjadi karena frekuensi pemesanan pada teknik LFL relatif lebih besar bila dibandingkan metode lainnya. Sedangkan biaya pemesanan terendah pada kedua bahan baku dihasilkan oleh teknik EOQ yang menghasilkan biaya Rp 1.738.125,00 untuk bahan baku x dan Rp 1.771.875,00 untuk bahan baku y. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya frekuensi pemesanan, dimana semakin rendah frekuensi pemesanan, maka biaya pemesanan yang dihasilkan semakin rendah pula. Biaya penyimpanan bahan baku x terbesar terjadi pada teknik perusahaan, yaitu Rp 134.839,80. Pada bahan baku y, biaya penyimpanan terbesar terjadi pada teknik EOQ, yaitu Rp 164.580,70. Sedangkan biaya penyimpanan terendah untuk bahan baku x dan y, keduanya terjadi pada teknik LFL, yaitu Rp 14.089,80 pada bahan baku x dan Rp 7.900,00 pada bahan baku y. Hal ini terjadi karena pemesanan yang dilakukan dengan teknik LFL sebesar kebutuhan bersih yang disesuaikan dengan besarnya ukuran kemasan standar dengan tetap mempertahankan besarnya kebutuhan untuk QC sampling, sehingga persediaan dan biaya penyimpanan dengan teknik LFL lebih rendah dibandingkan metode perusahaan maupun teknik EOQ.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Secara total, teknik LFL menghasilkan biaya persediaan terbesar pada bahan baku x dan y, yaitu Rp 3.200.652,30 pada bahan baku x dan Rp 4.260.400,00 pada bahan baku y. Total biaya persediaan terendah untuk kedua bahan baku terjadi pada teknik EOQ, yaitu Rp 1.864.339,80 pada bahan baku x dan Rp 1.936.455,70 pada bahan baku y. Biaya persediaan tersebut meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Besarnya penghematan biaya merupakan selisih antara biaya yang dihasilkan teknik perusahaan dengan biaya yang dihasilkan oleh teknik LFL dan EOQ. Persentase penghematan didapatkan dengan membandingkan antara selisih biaya dengan biaya yang dihasilkan metode perusahaan, kemudian dikalikan dengan 100%. Berdasarkan Tabel 20, diketahui bahwa teknik EOQ mampu memberikan penghematan biaya pemesanan terbesar pada kedua bahan baku, yaitu 14,29% pada bahan baku x dan 44,44% pada bahan baku y dibandingkan biaya pemesanan yang dihasilkan metode perusahaan. Hal ini terjadi karena frekuensi pemesanan bahan baku x dan y pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan teknik LFL maupun perusahaan. Tabel 20. Perbandingan penghematan biaya pemesanan pada bahan baku x dan y antara teknik LFL dan teknik EOQ terhadap teknik perusahaan Bahan Baku
Penghematan LFL Selisih (Rp)
%
EOQ Selisih (Rp)
%
x
-1.158.750,00 -57,14
289.687,50
14,29
y
-1.063.125,00 -33,33
1.417.500,00
44,44
Sumber : Data diolah kembali dari Tabel 17 dan 18 Berdasarkan Tabel 21, teknik LFL mampu memberikan penghematan biaya penyimpanan terbesar pada kedua bahan baku, yaitu 89,55% pada bahan baku x dan sebesar 89,09% pada bahan baku y. Hal ini dikarenakan jumlah persediaan bahan baku yang ada di gudang pada teknik LFL lebih rendah dibandingkan teknik perusahaan maupun teknik EOQ.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Tabel 21. Perbandingan penghematan biaya penyimpanan pada bahan baku x dan y antara teknik LFL dan teknik EOQ terhadap teknik perusahaan Penghematan Bahan Baku
LFL
EOQ
Selisih (Rp)
%
Selisih (Rp)
X
120.750,00 89,55
8.625,00
Y
64.519,30 89,09
-92.161,40
% 6,40 -127,26
Sumber : Data diolah kembali dari Tabel 17 dan 18 Berdasarkan Tabel 22, teknik EOQ menghasilkan penghematan total biaya persediaan terbesar pada kedua bahan baku dibandingkan teknik perusahaan maupun teknik LFL. Pada bahan baku x, teknik EOQ mampu memberikan penghematan total biaya persediaan 13,79% dari total biaya persediaan bahan baku yang dihasilkan metode perusahaan. Sedangkan pada bahan baku y, teknik EOQ memberikan penghematan biaya 40,63%. Penghematan yang dihasilkan teknik EOQ ini disebabkan oleh adanya penghematan pada kuantitas pesanan bahan baku. Tabel 22. Perbandingan penghematan total biaya persediaan pada bahan baku x dan y antara teknik LFL dan teknik EOQ terhadap metode perusahaan Penghematan Bahan Baku
LFL
EOQ
Selisih (Rp) x y
%
Selisih (Rp)
%
1.038.000,00 -48,00
298.312,50
13,79
-998.605,70 -30,62
1.325.338,60
40,63
Sumber : Data diolah kembali dari Tabel 17 dan 18 4.3.4. Alternatif Teknik Penentuan Ukuran Lot Pemesanan Setelah melakukan analisis perbandingan dan penghematan yang dihasilkan di antara teknik LFL dan teknik EOQ dengan teknik perusahaan, selanjutnya dilakukan pemilihan suatu teknik penentuan ukuran lot pemesanan yang memberikan penghematan biaya persediaan terbesar. Teknik yang terpilih direkomendasikan sebagai suatu alternatif teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku bagi PT.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Boehringer Ingelheim Indonesia, dengan tetap mempertimbangkan sistem pengendalian persediaan dan manajemen produksi yang diterapkan di perusahaan. Berdasarkan hasil analisa perbandingan dan penghematan yang dilakukan di antara ketiga teknik penentuan ukuran lot pemesanan bahan baku, teknik EOQ memberikan penghematan biaya persediaan pada kedua bahan baku, yaitu 13,79% pada bahan baku x dan 40,63% pada bahan baku y. Berdasarkan hal tersebut, maka teknik EOQ dapat direkomendasikan sebagai metode alternative teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku x dan bahan baku y di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor. Alternatif teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku dengan teknik EOQ memiliki keunggulan dan kelemahan. Teknik EOQ memiliki keunggulan dalam hal mempermudah manajemen dalam menentukan jumlah pesanan optimal dalam setiap kali pemesanan. Teknik EOQ mendukung kebijakan perusahaan untuk menjaga persediaan bahan baku dalam jumlah cukup sebagai pesediaan pengaman, jika suatu saat terjadi lonjakan permintaan. Kekurangan dari Teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan sebesar kuantitas pemesanan ekonomis yang membuat adanya persediaan bahan baku di gudang, sehingga biaya penyimpanan meningkat. Walaupun demikian, berdasarkan hasil analisis penghematan terhadap metode perusahaan, secara total teknik EOQ mampu memberikan penghematan total biaya pada kedua bahan baku x dan y. 4.4 Implikasi Manajerial Hasil yang diperoleh dari penelitian ini memiliki implikasi yang positif bagi pihak manajemen PT. Boehringer Ingelheim Indonesia. Implikasi ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen untuk menerapkan teknik penentuan ukuran lot pemesanan dalam pengendalian persediaan bahan baku lebih baik lagi guna meningkatkan efisiensi produksi. Berdasarkan hasil penelitian, teknik EOQ memberikan tingkat pemesanan paling optimum yang menghasilkan biaya persediaan paling rendah.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Dari segi produksi, pengendalian persediaan dengan teknik EOQ membantu pihak manajemen dalam merencanakan kegiatan produksi dan kebutuhan bahan baku, sehingga kelancaran proses produksi dapat terjaga. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan peramalan permintaan produk secara cermat agar perencanaan produksi dan perencanaan kebutuhan bahan baku dapat ditentukan dengan lebih akurat. Dalam hal ini, bagian PPIC perlu bekerjasama dengan bagian marketing untuk menyusun rencana besarnya produksi dan kebutuhan bahan baku. Selain itu, ketika membuat PR, seksi PPIC perlu mengkaji rencana kebutuhan bahan (MRP) dan jumlah barang jadi, sehingga double counting dapat dihindari. Dari
segi
keuangan,
pengendalian
persediaan
yang
baik
dapat
meminimumkan biaya persediaan. Teknik EOQ menghasilkan biaya persediaan yang paling minimum dengan melakukan pesanan pesanan ekonomis. Teknik EOQ memberikan penghematan biaya persediaan 13,79% pada bahan baku x dan 40,63% pada bahan baku y jika dibandingkan dengan metode perusahaan. Penghematan yang dihasilkan dapat menekan biaya produksi, sehingga laba yang diperoleh perusahaan meningkat. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhitungkan waktu dan besarnya pesanan bahan baku dengan akurat agar penumpukan persediaan tidak terjadi. Dari segi SDM, untuk menunjang proses pengendalian persediaan bahan baku yang efektif, diperlukan manusia yang handal dan menguasai sistem tersebut. Oleh karena
itulah
diperlukan
adanya
pelatihan–pelatihan
untuk
meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan karyawan, khususnya mengenai tools yang digunakan dalam operasional perusahaan. Dari segi pemasaran, perusahaan perlu melakukan pengendalian persediaan bahan baku khususnya dalam menentukan ukuuran lot pemesanan untuk meningkatkan daya saing perusahaan dengan meminimumkan biaya persediaan. Selain itu, perusahaan perlu mengurus izin (regulasi), serta merencanakan dan memperhitungkan pemesanan atau pengiriman yang akan dilakukan dengan sebaik mungkin, sehingga kendala pengiriman dapat diminimalkan. Dalam hal ini pengalaman perusahaan akan sangat membantu, khususnya dalam memperhitungkan lead time yang selama ini terjadi pada pemesanan atau pengiriman sebelumnya.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan a.
Dalam penentuan ukuran lot pemesanan, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor menggunakan teknik EOS, dimana pemesanan dilakukan sebesar kelipatan ukuran pemesanan ekonomis yang telah ditentukan sebelumnya yang lebih besar dan paling mendekati kebutuhan bersihnya. Dalam proses pengawasan persediaan, PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, Bogor menggunakan metode analisis ABC dan pengeluaran bahan baku yang ada di gudang menggunakan sistem FEFO.
b.
Berdasarkan analisis perbandingan biaya, (1) biaya pemesanan tertinggi pada kedua bahan baku terjadi pada teknik LFL, yaitu Rp 3.186.562,50 untuk bahan baku x dan Rp 4.252.500,00 untuk bahan baku y. Sedangkan biaya pemesanan terendah pada kedua bahan baku dihasilkan oleh teknik EOQ yang menghasilkan biaya Rp 1.738.125,00 untuk bahan baku x dan Rp 1.771.875,00 untuk bahan baku y; (2) Biaya penyimpanan bahan baku x terbesar terjadi pada metode perusahaan, yaitu Rp 134.839,80. Pada bahan baku y, biaya penyimpanan terbesar terjadi pada teknik EOQ, yaitu Rp 164.580,70. Sedangkan biaya penyimpanan terendah untuk bahan baku x dan y, keduanya terjadi pada teknik LFL, yaitu Rp 14.089,80 pada bahan baku x dan Rp 7.900,00 pada bahan baku y; (3) analisis penghematan antara teknik perusahaan dengan teknik LFL dan EOQ, didapatkan penghematan biaya persediaan terbesar pada bahan baku x dan y dengan teknik EOQ, yaitu 13,79 % pada bahan baku x dan 40,63 % pada bahan baku y.
c.
Dalam melaksanakan pengendalian persediaan bahan baku di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, seksi PPIC kadang-kadang menghadapi beberapa kendala, yaitu terjadi double counting pada shop order (SO), maka diperlukan sinergi
antara
proses,
tools
dan
manusia
dalam
menjalankannya
operasionalnya serta faktor iklim dan izin yang menjadi kendala bagi pengiriman pesanan barang atau bahan baku ke luar negeri.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2.
Saran 1.
Berdasarkan hasil penelitian yang membandingkan teknik perusahaan dengan teknik LFL dan
teknik EOQ, didapatkan bahwa teknik EOQ memberikan
penghematan biaya persediaan terbesar pada pengendalian persediaan bahan baku x dan y, maka disarankan perusahaan mempertimbangkan alternatif metode tersebut sebagai metode pengendalian persediaan bahan baku ini, 2.
Dalam menghadapi masalah yang dihadapi, bagian PPIC perlu mengkaji rencana kebutuhan bahan dan kepada jumlah barang ketika akan membuat PR, sehingga double counting dapat dihindari. Selain itu, perusahaan perlu mengadakan pelatihan di bidang manajemen persediaan dan mengenai tools untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para karyawan dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku yang lebih optimal. Di samping itu, perusahaan
perlu
mengurus
izin
(regulasi),
serta
merencanakan
dan
memperhitungkan pemesanan atau pengiriman yang akan dilakukan dengan sebaik mungkin, sehingga kendala pengiriman dapat diminimalkan.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, F. 2003. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Nata de Coco pada PT. Halilintar Bahana Prima, Jakarta. Skripsi pada Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggraeni, R. 2007. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Mie Instant di PT.Indofood Sukses Makmur, Tbk. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Assauri, S. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi (Edisi Revisi). Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Boehringer
Ingelheim
GmbH.
2008. http://www.boehringer-ingelheim.com/ corporate/corp/organisation.asp, [18 Februari 2009] . 2009. http://www.boehringer-ingelheim.com/ corporate/corp/index.asp, [30 Agustus 2009]
Hansen, D.R. dan Maryanne M.M. 2000. Mangement Accounting (Terjemahan). Erlangga, Jakarta. Hatiarsih, R. 2007. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Bubuk pada PT. Australian Indonesian Milk Industries (PT. AIMI), Jakarta. Skripsi pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Herjanto, E. 2003. Manajemen Produksi dan Operasi. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. http://ndahquw.wordpress.com/category/job-opportunities/. [18 Februari 2009] Indrajit, R.E. dan R. Djokopranoto. 2005. Manajemen Persediaan. PT.Grasindo, Jakarta. Machfud. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. (Diktat). Jurusan Teknologi Industri Pertanian IPB, Bogor. Rangkuti, F. 2002. Manajemen Persediaan Aplikasi Bisnis. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tampubolon, M.P. 2004. Manajemen Operasional. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Widyastuti, Y.Y. 2005. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Es Krim pada PT. Indomeiji Dairi Foods (PT. IDF), Sukabumi – Jawa Barat. Skripsi pada Program Studi Ilmu - Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Yamit, Z. 2003. Manajemen Persediaan. Yogyakarta : Penerbit Ekonisia, Fakultas Ekonomi UII.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
EOQ = 400 kg
min bal = 15 kg
Kemasan standar = 25 kg
Persediaan awal = 250 kg Tanggal
Bulan Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Persediaan awal (kg)
250
20
195
300
100
320
Kebutuhan kotor (kg)
230
225
295
200
180
290
Kebutuhan bersih (kg)
0
205
100
0
80
0
Penerimaan terjadwal (kg)
0
400
400
0
400
0
400
0
400
0
400
0
20
195
300
100
320
30
Pesanan yang direncanakan (kg) Persediaan akhir
Tanggal
Bulan Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Persediaan awal (kg)
30
295
120
325
75
215
Kebutuhan kotor (kg)
135
175
195
250
260
265
Kebutuhan bersih (kg)
105
0
75
0
185
50
Penerimaan terjadwal (kg)
400
0
400
0
400
400
Pesanan yang direncanakan (kg)
400
0
400
400
0
0
Persediaan akhir
295
120
325
75
215
350
Lampiran 1. Perhitungan persediaan bahan baku x dengan teknik perusahaan
Lead Time = 2 bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
EOQ = 200 kg
min bal = 10 kg
Kemasan standar = 25 kg
persediaan awal = 175 kg Tanggal
Bulan Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Persediaan awal (kg)
175
200
30
185
30
85
Kebutuhan kotor (kg)
175
170
245
155
145
225
0
0
215
0
115
140
200
0
400
0
200
200
0
200
200
200
0
200
200
30
185
30
85
60
Des
Jan
Kebutuhan bersih (kg) Penerimaan terjadwal (kg) Pesanan yang direncanakan (kg) Persediaan akhir
Tanggal
Bulan Sep
Okt
Nop
Feb
Persediaan awal (kg)
60
165
25
75
85
85
Kebutuhan kotor (kg)
95
140
150
190
200
210
Kebutuhan bersih (kg)
35
0
125
115
115
125
Penerimaan terjadwal (kg)
200
0
200
200
200
200
Pesanan yang direncanakan (kg)
200
200
200
0
0
0
Persediaan akhir
165
25
75
85
85
75
Lampiran 2. Perhitungan perseediaan bahan baku y dengan teknik perusahaan
Lead Time = 3 bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
(2)
(3)
(4)
Kebutuhan Kotor (kg)
Sediaan di tangan (kg)
Kebutuhan Bersih (kg)
Pembelian (kg)
Mar
230
20
0
0
Apr
225
195
205
400
Mei
295
300
100
400
Juni
200
100
0
0
Juli
180
320
80
400
290
30
0
0
Sept
135
295
105
400
Okt
175
120
0
0
195
325
75
400
Des
250
75
0
0
Jan
260
215
185
400
= 195,42 x Rp 690,00
Feb
265
350
50
400
= Rp 134.839,80
2700
2345
800
2800
225,00
195,42
66,67
233,33
Bulan
Biaya Pemesanan
Agsts
(a)
Total Rataan
Frekuensi pemesanan (kali) (5)
7
= 7 x Rp 289.687,50 = Rp 202.7812,50
Biaya Penyimpanan
Nov
= (5) x biaya pemesanan per pesanan
(b)
Biaya Persediaan (a+b)
= rataan (2) x biaya penyimpanan per tahun
= Rp 202.7812,50 + Rp 134.839,80 = Rp 2.162.652,30
Lampiran 3. Perhitungan biaya persediaan bahan baku x dengan teknik perusahaan
(1)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Mar Apr
(1) Kebutuhan Kotor (kg)
(2) Sediaan di tangan (kg)
175
200
170
Mei
245
Juni
155
Juli
145
30 185 30 85
Agsts
Okt
0 0 215 0 115
(4) Pembelian (kg) 200 0 400 0 200 Biaya Pemesanan
140 225
Sept
(3) Kebutuhan Bersih (kg)
60
95
165
140
25
Nov
200 35 0
200
150
75
Biaya Penyimpanan 200
115
190
85
200
85
210
75
2100
1100
985
2000
175,00 91,67 Frekuensi pemesanan (kali) (5)
82,08
166,67
Jan Feb Total Rataan
115 125
200
(b)
= rataan (2) x biaya penyimpanan per tahun = 91,67 x Rp 790,00
200
= Rp 72.419,30
200
9
= 9 x Rp 354.375,00 = Rp 318.937,50
0
125
Des
(a)
= (5) x biaya pemesanan per pesanan
Biaya Persediaan (a+b)
= Rp 318.937,50 + Rp 72.419,30 = Rp 3.261.794,30
Lampiran 4. Perhitungan biaya persediaan bahan baku y dengan teknik perusahaan
Bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Kemasan standar = 25 kg
Persediaan awal = 250 kg
Kebutuhan QC sampling = 1 kg
Tanggal
Bulan Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Persediaan awal (kg)
250
20
20
25
25
20
Kebutuhan kotor (kg)
230
225
295
200
180
290
Kebutuhan bersih (kg)
0
205
275
175
155
270
Penerimaan terjadwal (kg)
0
225
300
200
175
275
300
200
175
275
150
175
20
20
25
25
20
5
Pesanan yang direncanakan (kg) Persediaan akhir
Tanggal
Bulan Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Persediaan awal (kg)
5
20
20
25
25
15
Kebutuhan kotor (kg)
135
175
195
250
260
265
Kebutuhan bersih (kg)
130
155
175
225
235
250
Penerimaan terjadwal (kg)
150
175
200
250
250
275
Pesanan yang direncanakan (kg)
200
250
250
275
0
0
20
20
25
25
15
25
Persediaan akhir
Lampiran 5. Perhitungan persediaan bahan baku x dengan Teknik LFL
Lead Time = 2 bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Kemasan standar = 20 kg
persediaan awal = 175 kg
Kebutuhan QC sampling = 1 kg
Tanggal
Bulan Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Persediaan awal (kg)
175
20
10
5
10
5
Kebutuhan kotor (kg)
175
170
245
155
145
225
0
150
235
150
135
220
20
160
240
160
140
240
160
140
240
80
140
160
20
10
5
10
5
20
Des
Jan
Kebutuhan bersih (kg) Penerimaan terjadwal (kg) Pesanan yang direncanakan (kg) Persediaan akhir
Tanggal
Bulan Sep
Okt
Nop
Feb
Persediaan awal (kg)
20
5
5
15
5
5
Kebutuhan kotor (kg)
95
140
150
190
200
210
Kebutuhan bersih (kg)
0
135
145
175
195
205
80
140
160
180
200
220
180
200
220
0
0
0
5
5
15
5
5
15
Penerimaan terjadwal (kg) Pesanan yang direncanakan (kg) Persediaan akhir
Lampiran 6. Perhitungan persediaan bahan baku y dengan Teknik LFL
Lead Time = 3 bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
(2)
(3)
(4)
Kebutuhan Kotor (kg)
Sediaan di tangan (kg)
Kebutuhan Bersih (kg)
Pembelian (kg)
Mar
230
20
0
0
Apr
225
20
205
225
Mei
295
25
275
300
Juni
200
25
175
200
Juli
180
20
155
175
290
5
270
275
Sept
135
20
130
150
Okt
175
20
155
175
195
25
175
200
Des
250
25
225
250
Jan
260
15
235
250
= 20,42 x Rp 690,00
Feb
265
25
250
275
= Rp 14.089,80
2700
245
2250
2475
225,00
20,42
187,50
206,25
Bulan
Biaya Pemesanan
Agsts
(a)
Total Rataan
Frekuensi pemesanan (kali) (5)
11
= 11 x Rp 289.687,50 = Rp 3.186.562,50
Biaya Penyimpanan
Nov
= (5) x biaya pemesanan per pesanan
(b)
Biaya Persediaan (a+b)
= rataan (2) x biaya penyimpanan per tahun
= Rp 3.186.562,50 + Rp 14.089,80 = Rp 3.200.652,30
Lampiran 7. Perhitungan biaya persediaan bahan baku x dengan teknik LFL
(1)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
(2)
(3)
(4)
Kebutuhan Kotor (kg)
Sediaan di tangan (kg)
Kebutuhan Bersih (kg)
Pembelian (kg)
Mar
175
20
0
20
Apr
170
10
150
160
Mei
245
5
235
240
Juni
155
10
150
160
Juli
145
5
135
140
Agsts
225
220
240
Biaya Pemesanan (a)
Bulan
20 Sept
95
5
0
80
Okt
140
5
135
140
Nov
150
145
160
Biaya Penyimpanan (b)
= (5) x biaya pemesanan per pesanan = 12 x Rp 354.375,00 = Rp 4.252.500,00
15
= rataan (2) x biaya penyimpanan per
Des
190
5
175
180
Jan
200
5
195
200
= 10 x Rp 790,00
Feb
210
15
205
220
= Rp 7.900,00
2100
120
1745
1940
175,00
10,00
145,42
161,67
Total Rataan
Frekuensi pemesanan (kali) (5)
12
Biaya Persediaan (a+b)
tahun
= Rp 4.252.500,00 + Rp 7.900,00 = Rp 4.260.400,00
Lampiran 8. Perhitungan biaya persediaan bahan baku y dengan teknik LFL
(1)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
Rataan biaya penyimpanan/tahun
Rataan pemakaian/tahun
(Rp)
(Rp)
(g)
(S)
(H)
(D)
EOQ =
2SD H
(kg)
X
289.687,50
0,69
225
434,657
Y
354.375,00
0,79
175
396,234
Lampiran 9. Perhitungan EOQ bahan baku x dan y
Bahan Baku
Biaya pemesanan/pesanan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
EOQ = 434.656,91 gram
min bal = 15 kg
Kemasan standar = 25 kg
persediaan awa = 250 kg
Tanggal
Bulan Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Persediaan awal (kg)
250
20
245
400
200
20
Kebutuhan kotor (kg)
230
225
295
200
180
290
Kebutuhan bersih (kg)
0
205
50
-200
-20
270
Penerimaan terjadwal (kg)
0
450
450
0
0
450
450
0
0
450
0
450
20
245
400
200
20
180
Pesanan yang direncanakan (kg) Persediaan akhir
Tanggal
Bulan Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Persediaan awal (kg)
180
45
320
125
325
65
Kebutuhan kotor (kg)
135
175
195
250
260
265
Kebutuhan bersih (kg)
0
130
-125
125
-65
200
Penerimaan terjadwal (kg)
0
450
0
450
0
450
Pesanan yang direncanakan (kg)
0
450
0
450
0
0
45
320
125
325
65
250
Persediaan akhir
Lampiran 10. Perhitungan persediaan bahan baku x dengan Teknik EOQ
Lead Time = 2 bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
EOQ = EOQ = 396.234,25 gram
min bal = 10 kg
Kemasan standar = 20 kg
persediaan awal = 250 kg Tanggal
Bulan Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Persediaan awal (kg)
175
400
230
385
230
85
Kebutuhan kotor (kg)
175
170
245
155
145
225
0
0
15
0
0
140
400
-
400
-
-
400
-
-
400
-
-
400
400
230
385
230
85
260
Kebutuhan bersih (kg) Penerimaan terjadwal (kg) Pesanan yang direncanakan (kg) Persediaan akhir
Tanggal
Bulan Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Persediaan awal (kg)
260
165
25
275
85
285
Kebutuhan kotor (kg)
95
140
150
190
200
210
Kebutuhan bersih (kg)
0
0
125
0
115
0
Penerimaan terjadwal (kg)
-
-
400
-
400
-
Pesanan yang direncanakan (kg)
-
400
-
-
-
-
165
25
275
85
285
75
Persediaan akhir
Lampiran 11. Perhitungan persediaan bahan baku y dengan Teknik EOQ
Lead Time = 2 bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
(2)
(3)
(4)
Kebutuhan Kotor (kg)
Sediaan di tangan (kg)
Kebutuhan Bersih (kg)
Pembelian (kg)
Mar
230
20
0
-
Apr
225
245
205
450
Mei
295
400
50
450
Juni
200
200
0
-
Juli
180
20
0
-
290
180
270
450
Sept
135
45
0
-
Okt
175
320
130
450
195
125
0
-
Des
250
325
125
450
Jan
260
65
0
-
Feb
265
250
200
450
2.700
2.195
980
2.700
Biaya Persediaan
225,00
182,92
81,67
225,00
(a+b)
Bulan
Agsts
Nov
Total Rataan
Frekuensi pemesanan (kali) (5)
6
Biaya Pemesanan (a)
= (5) x biaya pemesanan per pesanan = 6 x Rp 289.687,50 = Rp 1.738.125,00
Biaya Penyimpanan (b)
= rataan (2) x biaya penyimpanan per tahun = 182,92 x Rp 690,00 = Rp 126.214,80 = Rp 1.738.125,00 + Rp 126.214,80 = Rp 1.864.339,80
Lampiran 12. Perhitungan biaya persediaan bahan baku x dengan teknik EOQ
(1)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
(2) Sediaan di tangan (kg)
Mar
175
400
0
400
Apr
170
230
0
0
Mei
245
385
15
400
Juni
155
230
0
0
Juli
145
85
0
0
225
260
140
400
Sept
95
165
0
0
Okt
140
25
0
0
150
275
125
400
Des
190
85
0
0
Jan
200
285
115
400
Feb
210
75
0
0
2100
2500
395
2000
175,00
208,33
33
166,67
Agsts
Nov
Total Rataan
Frekuensi pemesanan (kali) (5)
(3) Kebutuhan Bersih (kg)
(4) Pembelian (kg)
5
Biaya Pemesanan (a)
= (5) x biaya pemesanan per pesanan = 5 x Rp 354.375 = Rp 1.771.875,00
Biaya Penyimpanan (b)
= rataan (2) x biaya penyimpanan per tahun = 208,33 x Rp 790,00 = Rp 1.64.580,70
Biaya Persediaan (a+b)
= Rp 1.771.875,00 + Rp 1.64.580,70 = Rp 1.936.455,70
Lampiran 13. Perhitungan biaya persediaan bahan baku y dengan teknik EOQ
(1) Kebutuhan Kotor (kg)
Bulan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.