Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
PLASMA NUTFAH KELINCI SEBAGAI SUMBER PANGAN HEWANI DAN PRODUK LAIN BERMUTU TINGGI YONO C. RAHARJO dan BRAM BRAHMANTIYO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 email:
[email protected]
ABSTRAK Karakterisasi sifat fenotipik kelinci telah dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor untuk sifat kuantitatif dan kualitatif. Tujuan karakterisasi ini adalah untuk menggali potensi ekonomis ternak kelinci. Bangsa kelinci yang dikarakterisasi adalah kelinci Angora, Lion, Lop, Persilangan (Cross), New Zealand White (NZW), Rex, Satin, Reza (persilangan Rex dan Satin), dan Tan. Data kuantitatif (karakter morfometrik dan reproduksi) dianalisis menggunakan paket program SAS (1997) dan data kualitatif (karakter bulu dan bentuk tubuh) dianalisis secara deskriptif. Kelinci-kelinci yang dimiliki sebagai koleksi di Balai Penelitian Ternak merupakan kelinci-kelinci hasil perkawinan di dalam bangsa dan telah dilakukan selama beberapa generasi sehingga terlihat lebih seragam pada ukuran tubuh, bentuk tubuh dan reproduksinya. Kata kunci: Kelinci, fenotipik, morfometrik, reproduksi
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang dikenal memiliki sumber daya genetik yang besar, sehingga dikenal sebagai “mega diversity”. Sumber daya genetik flora dan fauna (dikenal sebagai plasma nutfah) yang ada selama ini pemanfaatannya oleh bangsa sendiri belumlah maksimal. Padahal plasma nutfah tersebut merupakan dasar bagi pengembangan flora dan fauna bagi pemenuhan hajat hidup bangsa Indonesia di masa kini maupun di masa mendatang. Plasma nutfah adalah substansi yang terdapat dalam kelompok makhluk hidup, dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan rumpun/galur/ varietas/kultivar unggul/baru untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pertanian. Dengan demikian plasma nutfah merupakan keseluruhan keanekaragaman genetik yang terdapat dalam suatu populasi organisme. Diantara faktor-faktor yang mendorong laju pembangunan sektor pertanian di Indonesia adalah ketersediaan bibit unggul secara berkelanjutan serta efisiensi usahatani. Meningkatnya komersialisasi usahatani dan program pemuliaan serta komunikasi global akan mendorong dominasi populasi spesies/ rumpun/galur/varietas tanaman/ternak maupun ikan impor yang lambat laun dapat menekan populasi rumpun/galur/varietas tanaman/ternak
/ikan lokal yang dianggap kurang mempunyai nilai ekonomis tinggi saat ini. Kebijakan pemerintah di bidang peternakan khususnya pembibitan saat ini belumlah melihat kompetensi wilayah. Pengembangan produksi sapi lokal yang telah beradaptasi dengan lingkungan tropis dirubah menjadi sapi-sapi persilangan dengan memasukkan darah sapi sub-tropis menimbulkan masalah ketahanan penyakit, penyediaan pakan dan manajemen bagi peternak. Produksi meningkat untuk sesaat namun memunculkan masalah baru bagi peternak karena kesulitan dalam pengelolaannya. Kelinci, secara umum, memiliki potensi biologis dan ekonomi yang tinggi untuk menghasilkan daging dan kulit-bulu bermutu, terutama jenis Rex dan Satin, dan juga untuk tujuan kesayangan/hias (CHEEKE et al., 1987; RAHARJO, 1994, 2003). Salah satu potensi yang menonjol dalam hubungannya dengan peternakan rakyat adalah kelinci mampu tumbuh dan berkembang biak dari hijauan, limbah pertanian dan limbah pangan serta dapat dipelihara pada skala rumah tangga/skala kecil. Makin dikenalnya usaha beternak kelinci, baik melalui percontohan, promosi atau penyampaian informasi, menyebabkan makin meningkatnya minat beternak di kalangan peternak, meskipun jumlahnya terbatas dan tujuan pemeliharaannya beragam.
257
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Kelinci yang ada di Indonesia, kecuali jenis Sylvilagus yang berasal dari Sumatera, adalah kelinci-kelinci impor dari berbagai negara di Eropa dan Amerika. Saat ini sulit diperoleh kelinci-kelinci dari turunan murni, karena turunan-turunan yang ada telah merupakan silangan dari berbagai jenis. Selain itu, dengan adaptasi di daerah tropik, kinerja yang dihasilkan sangat berbeda dari turunan murninya. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai inventarisasi dan karakterisasi dari berbagai galur yang telah ada ini. Balai Penelitian Ternak memiliki koleksi kelinci yang selama ini dikembangbiakan sebagai materi penelitian. Kelinci dengan potensi biologis dan bulu genetis yang tinggi, juga menghasilkan berbagai produk eksotik, memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Kelinci seperti New Zealand White, Californian, English Spot dan Flemish Giant tumbuh cepat dan ditujukan untuk produksi daging. Rex dan Satin, selain menghasilkan daging, juga menghasilkan bulu eksotik bernilai ekonomi tinggi (WEHR et al., 1982; PETERSEN, 1992). Berbagai jenis kelinci lain seperti Tris Mini Rex, Lops, Angora, Dutch, Dwarf Hotot, Fuzzy, Jersey Wooly, Lion, semakin dikenal sebagai kelinci hias yang memiliki nilai jual tinggi. Adaptasi di daerah tropis, baik dengan klimat yang ada maupun pakan yang tersedia, ditambah dengan pola perkawinan yang kurang terencana menyebabkan perubahan kinerja yang semakin besar pada ternak-ternak tersebut dan dapat menyebabkan inkonsistensi kinerja dari turunan-turunannya, yang sangat berbeda dengan kinerja galur murni di negara asalnya. Oleh karena itu, diperlukan inventarisasi dan karakterisasi dari berbagai galur yang telah ada ini yang sangat bermanfaat untuk tujuan pembibitan dan konsistensi produk yang dihasilkan. Kegiatan penelitian ini bertujuan menghasilkan informasi karakteristik fisik dan produksi ternak kelinci yang memiliki potensi ekonomi tinggi. Melalui penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi inventaris dan karakter berbagai jenis kelinci yang ada di Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Hipotesa yang dikembangkan berdasarkan penelitian ini yaitu terbentuknya database karakteristik ternak kelinci dapat digunakan
258
sebagai sumber informasi untuk peningkatan kinerja/pengembangan ternak. MATERI DAN METODE Kegiatan penelitian dilakukan dengan melakukan inventarisasi dan karakterisasi berbagai jenis kelinci yang ada di Laboratorium Percobaan Balitnak, yaitu kelinci Rex, Satin, New Zealand White (NZW), Angora, Persilangan (Cross), dan hasil persilangan Rex x Satin (Reza), masing-masing berjumlah lima ekor jantan dan lima ekor betina. Sedangkan kelinci lain sesuai ketersediaannya di laboratorium, yaitu kelinci Lion (satu ekor jantan dan empat ekor betina), Lop (tiga ekor jantan dan satu ekor betina), Mini Rex (satu ekor jantan dan satu ekor betina), dan Tan (satu ekor jantan dan satu ekor betina). Data yang dikoleksi berasal dari kelinci yang berumur lebih dari 12 bulan dan data tersebut selanjutntya digabungkan karena menurut TAYLOR et al. (1977) kelinci yang berumur di atas 12 bulan sudah tidak terdapat sexual-dimorphism. Pengamatan dilakukan sampai dengan induk 2 kali beranak. Peubah yang diukur meliputi sifat-sifat fisik kuantitatif (bobot badan, panjang badan, lingkar dada, lingkar leher, panjang ekor, lebar ekor dan panjang telinga), dan karakter reproduksi (selang beranak, lama bunting, litter size lahir, litter size sapih, service/conception dan conception rate), serta sifat fisik kualitatif (warna dan panjang bulu, warna mata, dan lainnya), yang disesuaikan dengan kriteria pengukuran oleh American Rabbit Breeders Association (ARBA, 1996). Perbedaan ukuran dari bagian tubuh yang diamati dianalisis dengan menggunakan General Linear Models (GLM) menurut Statistics Analytical System (SAS, 1997). Sedangkan data kualitatif dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor Balai Tenelitian Ternak (Balitnak) merupakan instansi Pemerintah yang turut berperan dalam penelitian pengembangan
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
ternak kelinci di Indonesia. Balitnak terletak pada ketinggian 500 m dpl dengan rataan curah hujan tahunan mencapai 3500-4000 mm. Balitnak menempati lahan seluas 24 ha yang terletak di Desa Banjar Waru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Kelinci Satin didatangkan pertama kali ke Indonesia (Balitnak-Ciawi) dari Amerika Serikat pada bulan Agustus 1996 (PRASETYO, 1999). Pada tahun 1999, Balai Penelitian Ternak, Ciawi menyilangkan kelinci Rex yang memiliki rambut halus dan Satin yang memiliki rambut mengkilap untuk menghasilkan kelinci persilangan yang berambut halus dan mengkilap. Kelinci hasil persilangan antara kelinci Rex dan Satin dinamakan kelinci RS. PRASETYO (1999) mencoba membentuk kelinci RS dengan harapan diperoleh kelinci yang memiliki kulit rambut yang halus kilap yang merupakan perpaduan gen halus dari kelinci Rex (rr) dan rambut yang mengkilap dari kelinci Satin (sasa). KARAKTERISTIK BEBERAPA BANGSA KELINCI Kelinci Angora Asal-usul kelinci ras Angora kurang jelas. Konon berasal dari kelinci liar yang berkembang secara mutasi dengan spesifik berbulu panjang. Ras ini bukan hasil yang diciptakan breeder tertentu. Angora pertama kali ditemukan dan dibawa oleh pelaut Inggris, kemudian dibawa ke Perancis tahun 1723. Tahun 1777, Angora menyebar ke Jerman dan tahun 1920 meluas ke negara-negara Eropa Timur, Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat. Sampai kini Perancis menjadi pusat peternakan kelinci Angora terbesar yang menghasilkan Wool (SARWONO, 2003). Selanjutnya ditambahkan bahwa bobot Angora dewasa sekitar 2,7 kg, baik jantan maupun betina. Mula-mula Angora hanya berbulu putih dengan wool yang tumbuh panjang. Setelah dikembangkan dan dimuliakan tercipta kelinci Angora yang berbulu berwarna-warni. Sifat bulunya halus, tebal dan kuat. Pertumbuhan bulu rata-rata 2,5 cm per bulan, bulu dipotong sepanjang 6-8 cm tiap tiga bulan. Kalau dibiarkan tumbuh terus
lebih dari tiga bulan, bulunya cenderung kusut dan menggumpal. Kelinci Lop Kelinci ini memiliki ciri khas bentuk tubuhnya yang kompak dan padat, kepala lebar dan mata hitam. Telinganya terjatuh atau menggantung jatuh ke bawah seperti telinga kambing Ettawa. Telinganya panjang, lebar, tebal menggantung dari samping kepala ke bawah tetapi tidak sampai menggeser di tanah. Telinga kelinci Lop yang terbaik panjangnya bisa mencapai 63-75 cm dengan ujung telinga membulat (SARWONO, 2003). Diantara kelinci Lop, yang terkenal adalah English Lop, berwarna kuning, coklat, hitam, coklat kuning, putih dan variasi warna lainnya yang harmonis. Warna putih menyebar dari bawah dagu sampai perut. Bobot badan dewasa 4,5-5 kg. Sifat induk dapat mengasuh anak, sekali melahirkan 6-8 ekor anak. Kemampuan beranak setiap induk 36 ekor per tahun. Anak cepat tumbuh dan perdagingan padat. Bobot anak setelah berumur 65 hari rata-rata 1,8 kg. Lop banyak diternakkan untuk diambil daging dan ternak hias. Kelinci New Zealand White Ras ini merupakan kelinci Albino, tidak mempunyai bulu yang mengandung pigmen. Bulunya putih mulus, padat, tebal dan agak kasar kalau diraba, mata merah. Aslinya dari New Zealand sehingga disebut New Zealand White. Keunggulan kelinci ini, pertumbuhannya cepat, karena itu cocok diternakkan sebagai penghasil daging komersial dan kelinci percobaan di laboratorium. Bobot anak umur 58 hari sekitar 1,8 kg, bobot dewasa rata-rata 3,6 kg. Rataan bobot dapat mencapai 4,5-5 kg per ekor. Jumlah anak yang dilahirkan rata-rata berjumlah 50 ekor per tahun (SARWONO, 2003). Kelinci Rex Pada abad ini, mutasi pada kelinci Rex meningkat dan berkembang menjadi bangsa kelinci yang terpercaya. Fenomena struktur bulu kelinci Rex merupakan kondisi resesif
259
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
genetik yang pertama kali diketahui di Perancis pada tahun 1919. Mutasi ini membangkitkan minat dan menjadi pengantar sukses di semua eksobisi kelinci di Eropa. Impor pertama kelinci Rex ke Amerika Serikat terjadi pada tahun 1929, hanya berselang 10 tahun sejak ditemukannya mutasi. Secara genetik, gen Rex (rr) bersifat homosigot resesif. Pengaruh gen Rex adalah mereduksi panjang ukuran bulu, terutama guard hair, menjadikannya dan menyerupai underfur (LUKEFAHR ROBINSON, 1988). Kelinci Rex pertama kali dikembangkan di Perancis dan berkembang di negara-negara lain, seperti Amerika pada tahun 1929, dengan tujuan utama sebagai hewan hobi, kontes dan pameran. Lama-kelamaan berkembang menjadi penghasil kulit bulu (fur), daging (Food) dan keindahan (Fancy) yang dikelola secara komersial (CHEEKE et al., 1987). Rex merupakan kelinci jenis keindahan (Fancy), Rex berarti raja, yang dinamakan demikian karena pendeknya bulu oleh M. Amedee Gillet fo Coulange, Perancis. Rex memiliki panjang badan medium dengan kedalaman yang baik, pinggul yang membulat dan Loin yang berisi. Kelinci Rex sangat bervariasi dengan produksi daging berkualitas sangat baik (excellent). Bobot ideal jantan adalah 8 pounds dan betina 9 pounds (TEXAS AGRICULTURAL EXTENSION SERVICE, 2000). Kehalusan bulu kelinci Rex disebabkan oleh dua faktor, yaitu diameter bulu kasar dan struktur kutikula. Rataan diameter bulu kasar kelinci Rex relatif kecil. Helai kutikula bulu relatif pendek, tidak banyak menutup helai kutikula bulu di depannya, dengan demikian gerak “ruas” helai bulu di depannya tidak tertahan sehingga helai bulu lemas, tidak kaku (PRASETYO, 1999). Kelinci Rex mempunyai bulu yang halus, tebal, panjangnya seragam/uniform (1,27 – 1,59 cm), tidak mudah rontok dan tampak sangat menarik. Bobot kelinci Rex yang dewasa bisa mencapai 2,7 – 3,6 kg, tetapi kecepatan pertumbuhannya tidak begitu baik dibandingkan dengan kelinci New Zealand White. Interval kelahiran kelinci Rex + 40 hari, mortalitas 3,45%, waktu sapih 28 hari, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan bobot sapih 480 g (RAHARJO et al., 1990). Produk utama Rex adalah fur yang banyak digunakan untuk bahan pakaian bebulu, syal, seat cover, mainan dan
260
lain sebagainya yang harganya cukup mahal. Produk-produk dari kulit kelinci Rex diharapkan akan menjadi komoditas ekspor yang pemasarannya masih sangat terbuka. Kelinci Satin Kelinci Satin merupakan salah satu bangsa kelinci yang ditemukan pertama kali pada tahun 1931 di kelompok anakan (litter) kelinci Havana coklat. Gen dari Satin diturunkan secara resesif sederhana. Pada keadaan homosigot resesif (sasa) permukaan kulit merupakan cerminan yang berasal dari kutikula halus yang tidak biasa, tiadanya sebagian sel medula dan adanya kecenderungan bulu yang lebih tipis dibandingkan normal. Kenyataannya, gen Satin bertanggung jawab pada robohnya udara dalam sel bulu yang normal sehingga menghasilkan bulu yang indah, berkilauan dan transparan bentuknya dan sangat indah warnanya. Hal ini berpengaruh pula pada warna bulu (biru dan coklat) yang lebih kaya warna akibat banyaknya konsentrasi sel pigmen warna atau granule (LUKEFAHR, 1981). Gen Satin yang resesif mengakibatkan setiap persilangan kelinci yang berbulu normal dengan kelinci Satin akan menghasilkan kelinci berbulu normal (TEXAS AGRICULTURAL EXTENSION SERVICE, 2000). Kelinci Satin didatangkan pertama kali ke Indonesia (Balitnak-Ciawi) dari Amerika Serikat pada bulan Agustus 1996 (PRASETYO, 1999). Kelinci Satin merupakan kelinci yang mempunyai keunggulan dalam hal kulit bulu (fur) yaitu bulu yang berkilauan (LUKEFAHR, 1981). Menurut PRASETYO (1999) berkilaunya kulit kelinci Satin disebabkan oleh ketiadaan sel medulla dari batang bulu. Ciri lain dari kulit bulu kelinci Satin adalah halus, padat, tebal dan lembut. Kelinci Satin dikelompokkan ke dalam bangsa kelinci komersial dan populer karena bentuk dan ukuran tubuhnya yang baik dan bernilai komersial. Kulit bulu kelinci Satin sangat komersial dengan warna yang berkilauan, warna yang hidup menjadikannya kelinci pertunjukan yang baik. Jantan dewasa berbobot 9 lbs dan betina 9,5 lbs (TEXAS AGRICULTURAL EXTENSION SERVICE, 2000).
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Kelinci Reza Kelinci Reza adalah kelinci hasil persilangan antara kelinci Rex dan Satin. PRASETYO (1999) mencoba membentuk kelinci Reza dengan harapan diperoleh kelinci yang memiliki kulit bulu yang halus kilap yang merupakan perpaduan gen halus dari kelinci Rex (rr) dan bulu yang mengkilap dari kelinci Satin (sasa). Sifat bulu kelinci Reza terbentuk karena terkumpulnya pasangan gen homosigor resesif untuk bulu halus (rr) dan bulu kilap (sasa). Struktur bulu yang terbentuk dari pasangan gen tersebut menyebabkan hilangnya sel-sel pada medula batang bulu (PRASETYO, 1999). Selanjutnya ditambahkan bahwa dengan kondisi genotipe yang homosigot resesif ganda (rr sasa), bila kelinci berbulu halus kilap dikawinkan sesamanya semua anak yang dihasilkan akan berbulu halus kilap. Penelitian pembentukan kelinci Reza berhasil menghasilkan sejumlah 23 ekor (5,42%) kelinci Reza dari total 424 ekor anak kelinci F2 dari persilangan kelinci Rex dan Satin. Rataan bobot kelinci F2 dari persilangan Rex dan Satin umur 0, 4, 8, 12, 16 dan 20 minggu berturutturut adalah 49,8 g, 393,5 g, 915,8 g, 1454 g, 1968 g dan 2513 g. Kelinci Tan Kelinci Tan termasuk kelinci kecil, berwarna coklat kemerah-merahan, warnanya jelas dan terang, terdapat di bawah dagu sampai ke dada, tengkuk dan bawah ekor. Bagian perut sampai bagian sebelah dalam kaki depan juga berwarna coklat kemerahan. Telapak kakinya putih, bobot kelinci dewasa jantan 1,8-2.4 kg, betina 1,8-2,7 kg, diternakkan terutama diambil kulit bulunya. Diantara bangsa kelinci Tan, beberapa diantaranya pernah diimpor pengusaha Indonesia dari Inggris, Belanda, Amerika Serikat dan Australia sebagai bibit unggul (SARWONO, 2003). Karakteristik kelinci koleksi Balai Penelitian Ternak
bangsa kelinci Angora, Persilangan (Cross), Lion, Lop, Mini Rex, New Zealand White, Rex, Satin, Reza (Persilangan Rex dan Satin), dan Tan. Karakteristik morfometrik, panjang bulu dan warna bulu, serta reproduksi betina dewasa dapat dilakukan sesuai dengan koleksi yang ada. Karakteristik morfometrik menjadi menarik karena bukan tujuan suatu seleksi atas dasar ukuran tubuh, melainkan hasil yang menyertai tindakan seleksi. Di Indonesia seleksi belum menjadi perhatian dalam usaha peningkatan produksi, sehingga diduga ternak kelinci selama ini tidak pernah mengalami seleksi. Karakteristik morfometrik kelinci yang dipelihara di Balai Penelitian Ternak dapat dilihat pada Tabel 1. Bobot badan dewasa kelinci NZW, Rex, Satin dan Reza terlihat lebih tinggi dibandingkan kelinci Angora, Tan dan Mini Rex, sedangkan kelinci Persilangan, Lion, dan Lop berada menengah di antara kelincikelinci tersebut di atas. Terlihat bahwa bobot badan dewasa ini menunjukkan tujuan pemeliharaan yang berkembang selama ini, yaitu melalui seleksi dan persilangan yang terus-menerus sehingga terbentuk kelinci yang dipelihara sebagai penghasil daging (NZW), penghasil daging dan fur (Rex, Satin dan Reza), penghasil kelinci untuk hiburan (Mini Rex dan Angora) serta penghasil wool (Angora). Ukuran tubuh lain seperti panjang badan, lingkar leher, lingkar dada, panjang ekor, lebar ekor dan panjang telinga menyesuaikan dengan proporsi ideal kelinci yang bersangkutan. Kemampuan ternak memperbanyak diri melalui perkawinan dicerminkan dengan potensi reproduksinya. Pada kelinci, performans reproduksi ditampilkan melalui selang beranak, lama bunting sampai melahirkan, jumlah anak saat lahir, jumlah anak saat sapih, kali kawin sampai bunting dan laju kebuntingan. Setiap bangsa kelinci menampilkan kemampuan reproduksi yang sangat beragam, namun pada lama bunting dan kali kawin sampai bunting dari seluruh bangsa kelinci memberikan nilai yang sama. Pada Tabel 2 diperlihatkan kemampuan reproduksi masing-masing bangsa kelinci yang dipelihara di laboratorium ternak kelinci di Balai Penelitian Ternak, Ciawi.
Pengamatan terhadap kelinci-kelinci koleksi Balai Penelitian Ternak dilakukan pada
261
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 1. Karakteristik morfometrik kelinci jantan dan betina dewasa yang dipelihara di Balai Penelitian Ternak
Bangsa kelinci Bobot badan (g) Angora Cross Lion Lop Mini Rex NZW Rex Reza Satin Tan
Lingkar dada (cm)
Ukuran tubuh Panjang Lingkar Panjang Lingkar Panjang badan (cm) leher (cm) ekor (cm) ekor (cm) telinga (cm)
♂
♀
♂
♀
♂
♀
♂
♀
♂
♀
♂
♀
♂
♀
1883,50
1859,40
30,80
28,90
36,60
36,80
22,60
22,60
5,40
5,60
3,80
4,00
11,40
11,00
2116,10
1842,00
31,80
32,00
39,40
39,60
25,60
25,20
4,60
4,80
2,80
3,40
11,60
11,60
2250,00
2118,25
36,00
24,25
34,00
34,50
26,00
23,75
5,00
5,00
3,00
3,00
12,00
11,50
2221,00
1942,00
32,67
22,00
34,33
32,00
21,67
22,00
6,00
5,00
4,00
4,00
11,00
11,00
1087,00
2112,00
25,00
29,00
31,00
30,00
25,00
14,00
7,00
3,00
4,00
2,00
10,00
10,00
3341,60
3247,60
35,40
33,60
40,20
37,40
23,20
20,60
5,40
5,60
4,60
4,20
11,00
10,90
3082,20
3275,00
27,90
27,30
40,40
35,20
21,40
21,40
6,70
6,70
4,40
3,80
11,20
11,40
3062,20
3176,60
32,00
32,20
39,40
40,40
25,60
25,60
3,80
4,20
3,00
3,20
10,80
11,00
2796,80
3055,00
29,00
30,60
34,80
34,60
22,80
22,20
5,60
5,60
3,40
4,20
11,50
11,40
2480,00
2320,00
25,00
24,00
36,00
32,00
30,00
26,00
6,00
7,00
4,00
4,00
10,00
11,00
Tabel 2. Karakteristik reproduksi kelinci betina dewasa yang dipelihara di Balai Penelitian Ternak Bangsa kelinci Angora Cross Lion Lop Mini Rex NZW Rex Reza Satin Tan
Selang beranak (hari) 45,40A 39,80AB 41,00AB 42,00AB 45,00A 38,20B 39,40AB 45,40A 41,60AB 38,00B
Lama bunting (hari) 31,60 32,40 32,25 32,00 32,00 33,40 32,00 32,60 32,40 33,00
Litter size Lahir (ekor) 5,00AB 6,40AB 4,75AB 7,00A 4,00B 6,80A 6,40AB 6,40AB 4,60AB 6,00AB
Litter size Service/ sapih (ekor) concept (kali) 3,80AB 1,390 5,20A 1,940 3,00AB 1,400 3,00AB 1,500 2,00B 1,400 5,40A 1,299 5,00A 1,900 3,40AB 1,345 3,60AB 1,345 4,00AB 1,125
Concept rate (%) 26,67AB 44,90A 28,87AB 33,33AB 28,57AB 22,10AB 31,19AB 25,32AB 25,32AB 11,11B
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada lajur yang sama berbeda sangat nyata (P<0,01)
Selang beranak, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh induk dari satu waktu beranak sampai waktu beranak berikutnya memberikan gambaran kemampuan induk bereproduksi selama setahun. Kelinci Angora, Mini Rex, dan Reza memiliki selang beranak terlama, sehingga dalam satu tahun terlihat hanya mampu bereproduksi sebanyak 8 kali, sedang kelinci NZW dan Tan mampu beranak sampai 9-10 kali dalam setahun. Kemampuan kali beranak setiap bangsa kelinci mendorong peternak memelihara kelinci dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat diperoleh populasi yang cukup besar. Jumlah anak sekelahiran dan jumlah anak saat disapih memperlihatkan kemampuan reproduksi dan penggandaan diri, pada kelinci
262
Persilangan (cross), terlihat memiliki litter size lahir dan litter size sapih yang terbaik diantara seluruh bangsa kelinci, yaitu sebesar 6,40 ekor litter size lahir dan 5,20 ekor litter size sapih. Kelinci persilangan menampilkan kemampuan reproduksi terbaik dikarenakan terjadinya peningkatan heterosigositas sifat-sifat tersebut yang merupakan gabungan dari sifat yang diwariskan bangsa tetuanya, sehingga persilangan pada kelinci dapat meningkatkan hybrid vigour keturunannya, dalam hal ini sifat litter size. Kelinci persilangan juga memperlihatkan sifat laju konsepsi atau laju betina bunting dalam populasi (conception rate) yang terbesar, yaitu sebesar 44,90% yang berarti sebanyak 44,90% populasi kelinci dalam
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
keadaan bunting pada saat pengamatan dilakukan. Kelinci Tan menampilkan laju konsepsi terendah sebesar 11,11%, yang disebabkan jumlah koleksi sedikit dan sulitnya kelinci Tan bunting setelah dikawinkan. Sifatsifat reproduksi merupakan representasi dari kecepatan peningkatan populasi kelinci di peternakan dan hal ini sangat menguntungkan bagi peternak, karena dengan jumlah anak yang banyak, untuk setiap unit kelinci dapat dihasilkan dengan biaya yang lebih murah mengingat jumlah dan kualitas pakan yang diberikan kepada induk-induk kelinci relatif sama antar peternak. Karakteristik panjang bulu kelinci bagian punggung, pinggul dan perut yang dipelihara di Balai Penelitian Ternak dapat dilihat pada Tabel 3. Kelinci-kelinci yang memiliki tujuan produksi sebagai kelinci hias karena keindahan
bulunya seperti Lion, Lop dan Angora (juga wool) memiliki ukuran panjang bulu yang lebih panjang pada punggung, pinggul dan perut dibandingkan kelinci-kelinci yang dipelihara sebagai kelinci hias karena kehalusan bulunya dan/atau keindahan warnanya (Rex, Mini Rex, Reza, Satin dan Tan) dan penghasil daging (NZW). Panjang bulu bagian punggung, pinggul dan perut kelinci Angora dan Lop terpanjang, masing-masing sebesar 8,93 cm, 9,25 cm dan 7,16 cm untuk kelinci Angora dan 8,275 cm, 8,575 cm dan 8,475 cm untuk kelinci Lop. Sedang kelinci Lion bulu bagian punggung, pinggul dan perutnya sebesar 6,040 cm, 5,580 cm dan 4,480 cm merupakan kelinci yang cukup panjang dibandingkan kelinci NZW, persilangan, Mini Rex, Rex, Satin dan Tan.
Tabel 3. Karakteristik panjang bulu kelinci yang dipelihara di Balai Penelitian Ternak Bangsa Kelinci Angora Persilangan Lion Lop Mini Rex NZW Rex Reza Satin Tan
Punggung (cm) 8,930A 2,840C 6,040B 8,275A 1,850C 2,850C 2,160C 2,000C 3,030C 2,250C
Bagian tubuh Pinggul (cm) 9,250A 2,490CD 5,580B 8,575A 1,950CD 2,880C 2,210CD 2,120CD 3,000C 1,350D
Perut (cm) 7,160A 2,770BC 4,480B 8,475A 2,850BC 2,510C 2,170C 2,210C 2,820BC 3,100BC
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada lajur yang sama berbeda sangat nyata (P<0,01)
Warna bulu merupakan karakteristik yang penting dari kelinci karena di habitat aslinya, warna bulu merupakan cara untuk melindungi diri dari predator dan penyesuaian terhadap lingkungan (perubahan musim di negara beriklim subtropis dan temperate). Warna bulu dari masing-masing bangsa kelinci dapat dilihat pada Tabel 4. Kelinci-kelinci yang dipelihara karena keindahan warnanya terlihat memiliki variasi warna yang luas dan sangat beragam. Penyebaran karakteristik warna bulu dari masing-masing bangsa kelinci merupakan hasil segregasi alel warna bulu karena
perkawinan yang dilakukan di laboratorium ternak kelinci di Balitnak, Ciawi adalah antar ternak dalam bangsa yang sama, sehingga warna bulu yang ada bukan hasil pencampuran dari bangsa-bangsa lain. Karakteristik yang berhubungan dengan bulu, yaitu panjang dan warna merupakan sifat yang sangat menarik, karena selain merupakan ekspresi adaptasi kelinci terhadap lingkungan juga menjadikan daya tarik dan daya jual seekor kelinci. Hal ini terjadi karena selama ini pemeliharaan kelinci di tingkat peternak masih ditujukan untuk menghasilkan daging dan hias.
263
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 4. Karakteristik fenotipik warna bulu, telinga dan muka kelinci koleksi Balai Penelitian Ternak Bangsa Kelinci Angora
Persilangan
Lion Lop Mini Rex NZW Rex
Reza Satin
Tan
Keragaman fenotipik Warna bulunya putih murni, hitam putih, campuran coklat dan kuning emas serta campuran kuning abu-abu. Telinga patah dan jatuh keduanya dengan bentuk oval. Muka kelinci Angora adalah bulat seimbang (round) Warna bulunya campuran coklat (castor), abu-abu, hitam dan murni. Telinganya tegak dengan bentuk oval menyempit. Muka kelinci persilangan adalah oval (menyerupai buah pir) Warna bulunya belang dengan telinga tegak dan oval serta muka yang oval menyerupai buah pir. Warna bulunya putih dan coklat, telinga panjang melengkung agak menjuntai (jatuh) berbentuk oval. Bentuk mukanya bulat seimbang (round). Warna bulunya campuran tiga warna putih-coklat dan hitam dengan telinga tegak dan oval. Muka kelinci ini oval menyerupai buah pir. Warna bulunya putih bersih dengan bentuk telinga tegak dan oval. Bentuk mukanya oval menyerupai buah pir. Warna bulunya bervariasi campuran dua warna (hitam-putih), castor, chincila (putihhitam-coklat) dan putih. Telinganya tegak dan oval menyempit. Bentuk mukanya oval seperti buah pir. Warna bulunya putih murni, campuran coklat hitam (harlequin), abu-abu dan hitam murni. Telinganya tegak dan oval dengan muka yang oval menyerupai buah pir. Warna yang banyak dijumpai adalah putih murni, hitam murni, campuran abu-abu dan putih-abu-abu. Telinganya tegak dengan bentuk oval menyempit. Muka kelinci satin oval menyerupai buah pir. Warna bulunya hitam murni, bentuk telinga tekan dan oval menyempit. Bentuk muka oval menyerupai buah pir.
Karakteristik lain seperti bentuk muka dan bentuk telinga merupakan spesifik bangsa kelinci, seperti bentuk telinga oval menyempit, juga bentuk muka yang oval ataupun round. Kelinci-kelinci Angora, Persilangan, Lion, Lop, Mini Rex, New Zealand White, Rex, Reza, Satin dan Tan menampilkan warna bulu, bentuk telinga dan bentuk muka yang ideal dan menarik. Terlihat bahwa kelinci-kelinci yang dimiliki sebagai koleksi Balai Penelitian Ternak merupakan kelinci-kelinci hasil perkawinan didalam bangsa dan telah dilakukan selama beberapa generasi. KESIMPULAN Karekteristik morfometrik, reproduksi, panjang bulu penutup tubuh dan karakteristik lain seperti bentuk muka dan bentuk telinga merupakan spesifik bangsa kelinci, seperti bentuk telinga lonjong (oval) menyempit, juga bentuk muka yang oval ataupun membulat (round). Kelinci-kelinci Angora, Persilangan, Lion, Lop, Mini Rex, New Zealand White, Rex, Reza, Satin dan Tan menampilkan warna bulu, bentuk telinga dan bentuk muka yang ideal dan menarik. Terlihat bahwa kelinci-kelinci yang
264
dimiliki sebagai koleksi di Balai Penelitian Ternak merupakan kelinci-kelinci hasil perkawinan didalam bangsa dan telah dilakukan selama beberapa generasi sehingga terlihat lebih seragam pada ukuran tubuh, bentuk tubuh dan reproduksinya. DAFTAR PUSTAKA A.R.B.A. 1996. Official Guidebook to Raising Better Rabbits and Cavies. Amer. Rabbit Breeders Assoc. Inc. Bloomington. Illinois. CHEEKE, P.R. , N.M. PATTON, S.D. LUKEFAHR and J.I. MCNITT. 1987. Rabbit Production. The Interstate Printers and Publishers Inc. Danville, Illinois. LUKEFAHR, S.D. 1981. Coat Color Genetics of the Rabbit: The Satin Breed. The J. App. Rabbit Res. 4:106-114. LUKEFAHR, S.D. and R. ROBINSON, 1988. Coat Color and Breeding Plans for the Commercial Rex Rabbit. J. Appl. Rabbit Res. 11:68-77. PETERSEN, A. 1992. Effect of Age on Priming and Fur Quality of the Rabbit Castor Rex. J. App. Rabbit Res. 15:1599-1605.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
PRASETYO, R.S. 1999. Kajian Pembentukan Bangsa Kelinci Berbulu Halus Kilap melalui Persilangan Bangsa Kelinci Rex dan Satin. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. RAHARJO, Y.C., D.K. GUSTIRA, H. YURMUATI, K. SURADI dan SRI UNTARI. 1990. Pengaruh Umur Pemotongan dan Jenis Kelamin terhadap Kualitas Kulit-Bulu Samak Kelinci Rex. Pros. Sem. Himpunan Ahli Kimia dan Teknologi Kulit Indonesia. BBKKP, Yogyakarta. pp 152-156. RAHARJO, Y.C. 1994. Potential and Prospect of an Integrated Rex Rabbit Farming in Supporting an Export Oriented Agribusiness. Indonesia Agric. Res. Dev. J. 16 : 69-81. RAHARJO, Y.C. 2003. Peluang dan Prospek Agribisnis Kelinci Eksotik. Pros. Sem Nas. ‘Prospek Ternak Kelinci Dalam Peningkatan Gizi Masyarakat Mendukung Ketahanan Pangan’. Fak. Peternakan. Univ. Pajajaran. Bandung. 25 Januari 2003. 18 pp
STATISTICS ANALYTICAL SYSTEM [SAS]. 1997. SAS/STAT Guide for Personal Computer. Ver. 6.12. SAS Institute Inc. Cary. NC. SARWONO, B. 2003. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta. TAYLOR J, FREEDMAN L, OLIVIER T.J and MCCLUSKEY J. 1977. Morphometric Distance Between Australian wild Rabbit Population. Aust. J. Zool., 25:721-32. TEXAS AGRICULTURAL EXTENSION SERVICE. 2000. Rabbit project reference manual. Agricultural Communications. The Texas A&M University System Extension publications. http:// texaserc.tamu.edu WEHR, N.B., J.E.OLDFIELD and J. ADAIR. 1982. Fur Growth and Development: Nutritional Implication. J. Appl. Rabbit Res. 5: 38-44.
265