iiimji mm
PKOF. «n „n
gouw. ciok s iong
p e n e r b i t
p .t .
k i n t a
D j a k a r t a
19 5 2
pe rpustakaan Soedlman Kartohadiprodjo FHU!
Buku ini h a ru s d ik e m b a lik a n p a d a
v
(K e te rla m b a ta n p e n g e m b a lia n p a d a ta n g g a l d ib a w a h
ini d ik e n a k a n d e n d a R p ^ e 0 - ( p e r h a r i/ b u k u )
t O P P _____________ ______ —
S /
•
MOH. O. ^ \SU0EKI S.H.
Kp.
Z
D (J
/v
; # f e / ^ ‘ ^VM U KU M
v / Wt 1 V*"“
'" /« • /* PERDATA
IN TERN ASION AL IN D O N ESIA \ % .\ &
L -tW lo Uo+ffft
oleh
PROF. MR DR GOUWGIOKSIONG GURUBESAR LUAR BIASA FAKULTAS HUKUM DAN PENGETAHUAN MASJARAKAT UNIVERSITAS INDO NESIA.
PERGURUAN TINGGI ILMU KEPOLISIAN,
TERGURUAN TINGGI HUKUM MILITER DI DJAKARTA. ADPOKAT DAN PHNGATJARA DI DJAKARTA
DJILID KEDUA (BAGIAN PERTAMA)
PENERBIT P. T. KINTA (d /h KENG P O ), DJAKARTA 1962
KOLEKSI
P E R P U 5 T * K A A M
FAKULTAS
H U K U M J lJ J .
0
P E R P U S T A K A A N
V A K r i T A S » W K I L M *!.!,
£
k
T a n g G' - L
: ..........................1 > °
N o m c r 1 5 iu
: Ity ‘
A
:
sal
B
u k u
;*
KATA
P E N G A N T A R
Buku ini merupakan djilid II bagian pertama dari buku „Hukum Perdata Internasional Indonesia”. Djilid I telah diterbitkan pada taliun jang lalu. Semula telah dirantjangkan agar supaja materi jang dibahas ini dapat tertjakup dalam 3 djilid. Djilid II jang hendak memuat : teori- umum, „ règles générales” dari Hukum Perdata Internasional, temjata demikian luas hingga memerlukan pemetjahan dalam „bagian 'pertama” dan „ bagian kedua”. Bagian pertama disadjikan bersama ini. Didalamnja termuat soal2 tentang sistematik Hukum Perdata Internasional Indonesia, tentang titik2 pertalian (aanknopingspunicn) jang merupakan bagian penting dari ilmu Hukum Perdata Internasional dan chususnja tentang titik- taut „Kewarganegaraan” dan „Domicilie”. Bagian kedua dari Djilid II diharap dapat menjusul dalam waktu tidak terlalu lama. Sebagian daripada isi buku ini telah merupakan bahan pula dari kuliah2 kami kepada mahasiswa2 Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masjarakat Universitas Indonesia, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan Perguruan Tinggi Hukum Militer di Djakarta. Kepada mereka jang telah membantu kami dalam mempersiapkan buku ini patutlah djika kami mengutjapkan rasa terima kasih jang sedalamdalamnja ! Disini dapat d i s e b u t para Assisten kami pada Fakultas Ilukum dan Pengetahuan Masjarakat, Nj. Mr. G. Soekahar-Badwi, Nj. Mr. S. Hanifali, Nn. Mr. M. Sumampouw, dan Mr. Ch. Iiuang, untuk bantuan dau penukaran pikiran jang berharga, kepada Sdr-, Nn. L. Panggabeaii, A.C.T. Iiengkelare, B. Sjafei, The Tjoan Bie, Kristo Soegondo, Lie Nan Ching dan Sie Pek Hoat jang telah membantu mengadakan research tentang status orang asing dan pengisian pengertian fa'ham, „Kewarganegaraan Indonesia . Semoga bulai ini dapat merupakan sumbangan sederhana bagi pem binaan Hukum Nasional kita ! MORO MASDOEKI
P en u lis
BAB
IV
SIST E M A T IK H U K U M P E R D A T A IN T E R N A S IO N A L IN D O N ESIA. Batjaan : G o u w G i o k S i o n g , Hukum Antargolongan tjetakan kedua (1961) bab II, h. 41 dst, Daftar — Kartu (Kaartregister) jurisprudensi Indonesia dalam „Indisch Tijdschrift van het Recht”.
171.
Lingkungan-kuasa-soal2 HPI.
Seperti halnja dengan susunan buku tentang Hukum Antar Tata Hukum (HATAI-I) Indonesia i n t e r n , 1) maka pada pembahasan IIATAH Indo nesia e x t e r n ini kita akan memberikan sistematik daripada HPI jang berlaku di Indonesia. Dalam melakukan lial ini kita akan mengikuti djedjak jang telah di ambil pula dalam buku „Iiukum Antargolongan” tadi. Jakni, kita akan memberikan gambaran daripada sistematik HPI Indonesia dengan ber pegangan kepada sistim daftar kartu (Kaartregister) 2) dari jurispradensi Indonesia seperti dihimpunkan dalam „Indisch Tijdschrift van het Recht”. 3) 172. Pembagian kaartsysteem jurispradensi Indonesia. Dalam Kaartsysteem daripada „Indisch Tijdschrift van het Recht” lata ketemukan pembagian sebagai berikut: a. Umum. b. Kompetensi (hakim Hindia Belanda atau hakim asing). c. ICewarganegaraan. c. 1. Domicilie. d. Persetudjuan2 (verdragen). e. Ketertiban umum (Openbare orde). f. Pilihan hukum (Rechtskeuze). g. Status dan kewenangan (staat en bevoegdheid). h. Hukum kekeluargaan. 1) 2)
3)
Hukum Antargolongan, bab II. Kaartsyteem jurisprudensi Indonesia ini pada waktu achir telah mendapat peng hargaan dan pudjian dari seorang sardjana hukum Amerika Serikat jang kenamaan, A r t h u r S c h i l l e r mahaguru dari Columbia University dalam pembahasan buku A n t o n y A l l o t , „Essays in African. Law 4 Journal of African Law (1960), h. 175. Beliau berpendapat bahwa kaartsysteem T. ini dapat digunakan sebagai tjontoh untuk menjusun himpunan jurisprudensi Afrika (p.h. 181, chususnja n. 3). Disingkatkan dengan : „T ”. Adalah suatu kekurangan jang terasa bahwa hingga sekarang ini madjalah „Hukum” (kini : „Hukum dan Masjarakat” ) jang meng gantikan tempat daripada T ini masih belum dapat melandjutkan penerbitan kartu3 daripada jurisprudensi jang telah dipublikasikan.
1
i. j. k. I. m.
Hukum hartabenda perkawinan dan alimentatie. Hukum warisan. Hukum hartabenda perdata. Hukum Dagang. Hukum Atjara dan Pembuktian serta „kekuatan pasti” (gezag van gewijsde). n. Masalah2 ehusus (bijzondere vraagstukken).
Dalam pendjelasan daripada pembuat Kaartegister ini diberitahukan bahwa subjek2 jang telah disebut belum mempunjai suatu kepastian se demikian rupa hingga tidak dapat di-roba2 pula. ') Bahkan diharapkan agar supaja dari fihak para peminat diadjukan usul- untuk penambahan2 atau perobahan2 kearah perbaikan. r’) Djelasnja, IIPI Indonesia adalah suatu tjabang ilmu hukum jang masih berada dalam taraf perkembangan. Suatu sistim tertentu dan pasti belum lagi ada. Sistematik daripada kaartregister jurispnidensi Indonesia masih djauh daripada sempurna! Bahkan mungkin belum lagi dapat kita bitjara tentang suatu sistim tertentu dalam susunan kaartregister ini. Apa jang disadjikan dalam kaartsysteem ini hanjalah suatu himpunan belaka ber bagai kelompok peisoalan- jang termasuk bidang jurispnidensi dan literatuur HPI di Indonesia. 173.
Tjara tindjauan kita.
dis^iikrn^rl^n
a^an niu^ai dengan memberitahukan hal2 apakah jang
dan HAC T n r W • ktta a“ „ b S " r sS ta ta M
174. a.
d,ipe,intii kaartSySteem akan membandingkan sistematik daripada HPI Se? e? ‘ *frdai>at dalam ini. Pada achirnja d“ kesimPul“ 2 P "g dapat d.tarik daripada segala
Tjatatan3.
Umum.
Pada sub a
Algeroeen" kita saksikan dihimpunkannja terutama publi-
f aI S g H H ^nc*onesia. Pembatjaan t e n t a n / l I H Indonesia mi ttdak banjak Hanja beberapa penulis jang setjara ¿ t e n t u membahas persoalan- d.bidang i„i. Diantaranja terutama dipat disebut K° 1n ’ e m a 1r e dan W e r t h e i m jang telah menghiasi pula
2
^
iM ^ d ^ u n a k a ^ M b a a a fln ir n ^ 3^ 11-" ®e?ar” ( ” B'J l*et kaartregister Conflictenrecht") tenrecht” pada dan pemisahan daripada bagian „Conflic-
5)
Kata pembuat daftar kartu tersebut : „Daarbij wordt niet ontveinsd, dat het niet uitgesloten is , a eze opzet als eerste poging, in de toekomst verbetering behoeft”.
berbagai keputusan2 hakim jang diumumkan dalam „Indisch Tijdschrift van het Rcclit” ini dengan tjatatan2nja (annotaties). °). Seperti telah diberitahukan lebih dahulu, 7) pembatjaan tentang IIPI Indonesia ini belum banjak. b. Kompetensi. Dalam kelompok b „Bevoegdheid (Nederl.-Indische of buitenl. rechter)” dihimpunkan keputusan2 hakim jang mempersoalkan tentang kompetensi daripada sang hakim ini. Tjonfoh-ijontoh : Apakah misalnja suatu permohonan untuk memperoleh idzin untuk menghipotikkan suatu persil terletak di Djakarta, kepunjaan anak2 Arab jang belum dewasa dan berdiam di negeri Arab dapat diadjukan kepada Pengadilan Negeri di Djakarta ? s) Apakah Raad van Justitie (RvJ) berwenang untuk mengadili suatu gugatan jang diadjukan oleh seorang asing jang tidak bertempat tinggal atau berdiam di Indonesia terhadap seorang asing lain jang djuga tidak bertempat tinggal atau ber diam disini °) atas barang2 bergerak siapa telah diletakkan sitaan dengan idzin RvJ tersebut ? 10) Apakah hakim Indonesia berwenang untuk meng adili gugatan jang diadjukan terhadap suatu negara jang berdaulat (Amerika Serikat) ? n ) Persoalan2 sematjam inilah jang dikumpulkan pada kelompok b ini. 12) Djika kita memperhatikan konsepsi2 IIPI jang terdapat di-negara2 lain, maka persoalan2 sematjam inilah jang dianggap termasuk dalam bidang „ choice of jurisdietion”. 13) Menurut sistim PIPI jang dianut di-negara2 lain tersebut maka bagian ini pun termasuk dalam bidang IIPI. Tetapi bagi konsepsi IIPI jang dikenal di Indonesia sebagai warisan dari penulis2 Belanda, maka persoalan kompetensi ini tidak demikian dipentingkan. 14) \ i • 6)
Sebadai gurubesar2 dalam matapeladjaran „Hukum perselisihan” (termasuk HPI dan HAG) tentunja sudah sejogjanja bahwa dari mereka inilah diharapkan tuntunan dan pimpinan dalam memperkembangkan tjabang ilmu hukum jang dipertjajakan kepada mereka itu. 7) Bdgk. HPI, I, no. 168, 8) T. 136/232, Ldr. Djakarta, 1927. Ldr. menganggap dirinja tidak kompeten. 9) Kedua3-nja bertempat tinggal di Singapura. 10) T. 135/549, RvJ Medan 20-11-1931, dengan tjatatan K o l l e w i j n . RvJ menganggap dirinja tidak berwenang. Keputusan ini dibatalkan oleh HgH 5-.1-1933, T. 138/539, HgH 5-1-1933. 11) T. 144/26, Res. rechter Djakarta, 17-3-1936. Hakim menganggap dirinja tidak ber wenang. Bdgk. tentang persoalan „immunity” ini, Segi3 hukum internasional pada nasionalisasi di Indonesia h. 38 dst. 12) Lain2 keputusan a.l. ialah : T. 143/654, HgH 16-4-1939 ; T. 151/349, RvJ Djakarta, 9 9-1939, (tjatatan W e r t h e i m ) , T. 151/351, RvJ Padang, 26-10-1939, tjatatan W e r t h e i m), T. 153/499, RvJ Medan, 22-9-1939. 13) 1SPI, I, no. 14 Bdgk. texbook3 HPI-Inggris. 14) Misalnja tidak dalam bukua K o s t e r s , H i j m a n s , V a n Br a ke , l .
3
- i • ffi-i-nrjat pula, maka hanja disinggung sadja set jura tidak meluas ^ e n S r f e p e ^ i ¿ l a m negara* Anglo-Saxon. .») Aoabila kita memperhatikan perintjian sistematik kaartsysteem „Ilukum . ^ S o n s a n ” maka dapat ldta saksikan bahwa djuga pada H A G ini terdapat rumus „kompetensi” ini (sub b.) ) Tetapi, djika dibandingkan 1encan sistematik HPI lantas menjolok perbedaannja. Kompetensi jang di persoalkan dalam suasana IIAG ialah mengenai pembatasan kewenangan antara „hakim Eropah atau hakim Indonesia . 1‘ ) Sebaliknja persoalan kompetensi pada HPI ialah mengenai pembatasan kekuasaan antara „hakim Indonesia atau hakim asing” . Njatalah pula disini perbedaan jang nampak antara HPI dan IIAG ini. Jang disebut pertama adalah mengenai hubungan „ e x t e r n ” (Antara negara R.I. dan negara- lain) sedangkan jang disebut belakangan melulu mengenai hubungan „ i n t e r n (dalam batas- „staatsverband” jang sama : dalam negeri). 1S) c. Kewarganegaraan. Jurisprudensi dan batjaan jang bersangkut-paut dengan soal2 kewarga negaraan diberi tempat dalam bagian ini. ""Kewarganegaraan ini merupakan suatu titik-pertalian (aanknopingspunt) dalam HPI. 10) Chususnja bagi Indonesia, dimana dianut prinsip nationalitet kewarganegaraan ini penting sekali. -°) Djika dibandingkan dengan sistematik kaartsysteem IIAG maka njatalah bahwa tempat daripada „Kewarganegaraan pada HPI ini digantikan dengan „golongan-rakjat (bevolkingsgroep). D an memang, bag i IIA G titikpertalian primer, j akui salah satu faktor jang mentjiptakan persoalan IIA G ialah „golongan-rakjat” ini, jang karena titik- persamaannja dengan „nationaliteit” pemah disebut pula dengan istilah „ (ju a s i-n a tio n a lite it21) Perbedaan dalam golongan-rakjat antara para fihak menimbulkan per soalan2 HAG. Perbedaan antara kewarganegaraan daripada para fihak 15)
16) 17)
18) 19) 20) 21)
Misalnja seperti dilakukan, oleh M u l d e r , h. 44 dst, J i' 11 a, h. 588 dst. D a l a m arti ini pula harus kita nilaikan utjapan N. Van Hasselt, bahwa menurut pan dangan penulis2 Belanda umumnja termasuk pula dalam bidang HPI ini „questions de procédure en matière de compétence et d’execution d e s jugements étrangers” (dalam Répertoire L a p r a d e l l e - N i b o y e t , dibawali djudul „Droit i n t e r n a t io n a l privé des Pays-Bas” , VI, h. 601 no. 43). HAGJPengantar, h. 43. Perbedaan ini kini sudah tidak penting lagi, setelah diterimanja unifikasi di hidang pembagian hukum dan susunan peradilan dengan U U . Dar. 1951 /1 LN. 1951 no. 9. ’ Bdgk. HPI, I, no. 4. Akan ditindjau kemudian setjara tersendiri. Bdgk misalnja „kop” daripada T. 153/499, RVJ Medan, 22-9-1939, (dengan tjatatan W e r t h e i m) N e d e r b u r g h , W et en Adat, I, hj. 198 dan h. 293 n. 2 ; Bdgk. pula pendirian A n d - r é d e l a P o r t e , jang menganggap H A G sebagai „ quasi-internalicnaal Pri' vaatrecht” . Lihat karangan beliau „Beschouwingen over quasi-internationaal privaatrecht” , T. 91 h- 1 dst ; HPI, I no. 94 ; HAG-Pengantar, h. 15.
m en im b u lk a n persoalan I1PI. G o lo n g a n 2-rakjat terd a p a t d a la m suasana h u k u m nasion al seda n gk an „k ew a rg a n eg a ra a n ” b e r a d a p a d a tin gk a t h u b u n g a n „in tern a sion a l” . Satu d a n lain sesuai d en g a n sifa t- d a r ip a d a I I A G d an H P I. c .l.
D o m ic ilie .
Selain d a rip a d a soal2 ja n g berkenaan d en g a n k ew a rg a n ega ra a n d ib erik a n p u la tem p a t tersendiri dalam su b c .l ini k ep a d a soa l- „ d o m ic ilie ” . Seperti diketahui d isa m p in g kew arganegaraan d ju g a d o m ic ilie ini m e rupakan suatu titik-pertahan dalam IIP I. F a ktor d o m icilie dalam b id a n g H P I ini akan d itin d jau p u la setjara tersendiri kelak. 22) In d on esia tidak m en ga n u t prinsip d o m icilie m elainkan p rin sip n asion alitet untuk m enentuk an hukum ja n g berlaku b a g i statut p erson il seseora n g (pasal 16 A .B .) 23) W a la u p u n d em ik ian faktor d o m icilie ini d ju g a d a la m sistim H P I d i In d on esia tidak d a p a t dikesam pingk an b e g itu sadja. K a d a n g 2 p rin sip nasionalitet tem ja ta tidak m entjukupi dan tak d a p a t d ip erg u n ak an sebaga i fa k tor untuk m enentukan akan hukum ja n g berlaku. Inilah m isalnja b i lam ana fih ak 2 ja n g bersangkutan tidak m em p u n jai kew arganegaraan (a p a trid e) atau k ew arganegaraannja tak diketahui. T jo n t o h : M isalnja d jik a seora n g pew aris m en in ggalk an harta b e n d a ja n g m enurut sistim H P I In don esia harus d ib a g i m enurut hukum jang b erlak u b a g i sipew aris. ~4) T eta p i kew argan egaraan sipew aris ini tidak diketahui d en ga n pasti. D alam hal dem ikian, m enurut R aad van Justitie D jakar ta p a d a tahun 1934 harus d ip erg u n ak an hukum d a rip a d a d o m icilie sipew aris tatkala ia m en in g gal dunia. 25) T jon toh lain : T en ta n g alim entatie dan p erw alian anak2 harus d ip er lakukan hukum jan g berlaku untuk pihak oran g tua p a d a saat perkaw inan d ibubark an. H ukum jan g berlaku untuk p em b u b a ra n p erkaw inan ini 22) 23) 24)
25)
Dibawah. no. 178, 180. Lihat diatas dibawah sub c. dan H P I, I, no. 143, 144. Lihat tjatatan K o l l e t v i j n dibawah keputusan ja n g dimaksud ini. Lihat djuga lebih djauh RvJ. Djakarta 18-7-1934, T . 1 4 0 /4 8 1 dengan, tjatatan K o l l e w i j n ; H g H 10-1-1935, T . 1 4 1 /3 5 1 . Untuk H A G berlaku azas jurisprudensi jan g sama. Bdgk. „H u k u m Antargolongan , h. 86 dan jurisprudensi jan g disebut djsana, a-1T . 6 9 /1 3 1 , W . 1790, H g H 9-9-1897 ; T . 9 4 /4 5 5 , RvJ D jakarta 15-7-1910 ; T . 1 2 2 /4 5 8 , H g H 11-6-1925, H .K . no. 56 ; T . 1 3 3 /3 2 7 , Ldr Bulukum ba 2 6 4-1925, RvJ Makassar 6-12-1929 dan 20-6-19 30 ; T . 1 3 5 /2 9 0 , Ldr Padang 5-12-1931, H .K . no. 81 ; T . 1 3 9 /9 1 , RvJ Djakarta 8-12-1933 ; T . 1 4 1 /1 6 6 , RvJ D jakarta 14-12-1934 ; T . 1 4 4 /2 1 5 , Ldr M angdo 10-12-1934 ; T . 1 4 4 /2 1 5 , Ldr M anado 1 0 1 2 -1 9 3 4 ; T . 1 4 4 /2 5 3 Ldr Manado 25-3-1935, H .K . no 36 ; T . 1 4 5 /3 5 2 , Ldr T elukbetung’ 3 -12.1932 , RvJ Djakarta 8-9-1933 ; T . 1 4 6 /4 7 3 , Ldr Palem bang 2 6 -11-1 935, RvJ D jakarta 4 6 -1 9 37 J T - 152/ 27’ RvJ Djakarta, 3e K ., 26-4-1940, H .K . no. 80 ; T . 1 5 3 /1 6 3 , S D jakarta 11,12-1939. T . 1 3 9 /8 5 5 , RvJ D jakarta, dengan tjatatan K o 11 e w i j n. K eputusan ini adalah tjontoli pula daripada titik-pertalian „ Subsidiair” atau „ E r s a t z a n k n u p f u n g Tentang ini lihat kem udian, no. 182.
5
adalah hukum daripada pihak sang ajah. Dalam HPI Indonesia diterima azas-kewarganegaraan dalam hal ini. Akan tetapi, djikalau sang ajah ternjata tidak-berkewarganegaraan, maka tidaklah dapat diputuskan persoalan ini dengan mempergunakan hukum sang ajali. Oleh karena itu azas-domieilie hai-us membantu. Hukum dari domicilie sang ajah jang harus diper lakukan. -t!) Persoalan domicilie ini penting pula berkenaan dengan masalah penundjukan-kembali (terugcencijzing, renvoi). -7) d. Persetudjuan2 (V erd ra gen ). Seperti telah kita kemukakan lebih dahulu 2S) maka dalam bidani IIPI ini Persetudjuan- intemasional merupakan sumber hukum jang pentingD jika dibandingkan dengan sistematik daripada IIAG maka kita saksi kan bahwa pada IIAG ini tidak terdapat „persetudjuan-” dalam kaartsysteem jurisprudensi Indonesia. Hal ini disebabkan pula oleh sifat- jan" ehas daripada kedua bagian IIATAII i ni . HAG hanja berlaku dalam suasana hukum „ i n t e r n - nasional”, sedangkan IIPI adalah berkenaan dengan hubungan- „ i n t e r n a s i o n a l ”. Dalam bagian ini kita ketemukan tulisan2 daripada berbadai penulis dan keputusan2 jang mempersoalkan beberapa perdjandjian chusus di hidang HPI. Antara lain meminta perhatian disini persoalan2 hukum berkenaan dengan wissel dan cheque berkenaan dengan diterimanja „Uniform Law of Bills of Exchange” pada Persetudjuan Djenewa 1930, iang seperti diketahui telah dinjatakan berlaku pula untnk dengan S. 1935-480. 20)
e. Ketertiban umum (openbare ord e). Masalah „ketertiban umum” (openbare orde, ordre pablic, public polictj) merupakan suatu leerstuk tersendiri dibidang ilmu IIPI. Pada djilid per am a dari buku ini telah kita ketemukan setjara sepintas lalu persoalan2 jfflg b c te iii- pada masalah „ketertiban umum” ini, :1°) jang kemudian akan dibahas pula setjara tersendiri. Setjarasmgkat dapat diulangi bahwa dengan istilah „ketertiban umum” 12 T rct t, c^ai'tikan bahwa hukum asing jang sejogianja menurut p a s ^ H ^ h arus diperjakukan dalam suatu hal tertentu tidak dinerlakukan SCTidiri—^ ~an~
6
bertenj^angan^dengaii sendi2 daripada negara sang hakim
27)
B d i ? T 4* 5 1 /6 3
28) 29) 30)
. . Lihat HPI, I, no. 150. HPI, I no. 2, h. 7, no. 97 sub 8.
W ”r t ! m ) -„
.
■
,
Misalnja: Menurut azas2 HPI jang berlaku di Indonesia, berdasarkan azas-kewarganegaraan untuk status personil, untuk hukum perkawinan berlakulah hukum nasional daripada para fihak jang hendak menikah (pasal 16 A.B. kalimat pertama). :n) Bilamana dua orang asing hendak me nikah disini maka mereka masing2 ini harus memenuhi sjarat2 materiil jang ditentukan oleh hukum nasional mereka untuk dapat melangsungkan suatu perkawinan. Misalnja dua orang warganegara Djerman hendak menikah disini. Sjarat2 jang harus dipenuhi ialah apa jang ditentukan dalam BGB Djerman. Pada waktu regime Nazi-Djerman terkenallah peraturan2 la rangan perkawinan jang diadakan oleh pemerintah Nazi berkenaan dengan perkawinan warganegara merela. Orang2 Djerman jang termasuk golongan „Arier” tidak boleh menikah dengan orang2 dari golongan „bukan-Arier”. Pernah disangsikan oleh pegawai Kantor Tjatatan Sipil Semarang apaKah larangan perkawanan Nazi-Djerman dari tahun 1935 32) ini tidak harus diperlakukan pula apabila orang2 Djerman hendak menikah dihadapannja. Tentang persoalan ini sudah dalam tahun 1935 K o 11 e w i j n telah mengutarakan pendapatnja. Setjara tegas beliau mengemukakan dalam karangan jang ehusus ditulisnja berkenaan dengan persoalan ini, 33) bahwa pegawai2 Burgelijke Stand di Indonesia tidak usah ragu2 untuk mengenjampingkan larangan2 menikah sematjam ini karena bertentangan dengan sendi2 azasi daripada hukum perkawinan jang terdapat disini. Larangan-kawin Nazi-Djerman harus dikesampingkan walaupun hukum perkawinan Djerman ini lazimnja diperhatikan apabila orang2 Djerman hendak menikah disini. Inilah tjontoh daripada penggunaan lembaga „ke tertiban umum”. Larangan-kawin jang dikeluarkan oleh Nazi-Djerman dipandang bertentangan dengan sendi2 azasi hukum perkawinan jang ber latar disini. Sendi-azasi jang antaranja dapat dilihat dengan njata dalam susunan kata2 jang tegas daripada ajat 2 pasal 7 Peraturan Perkawinan Tjampuran S. 1898 No. 158 (disingkatkan: GIIR) : „Perbedaan agama, golongan rakjat atau keturunan tidak pernah dapat merupakan penghalang untuk menikah”. 3l) Ajat ini telah ditambahkan pada pasal 7 GIIR karena pengaruh daripada konperensi Den Haag tentang IIPI jang pertama. 35) 31)
33)
Dalam pasal ini hanja disebut tentang hukum jang diperlakukan untuk „Nederlandse Onderdanen”. Tetapi, tidak disangsikan lagi bahwa ketentuan jang serupa (azas kewar<»anegaraan) djuga setjara „ a n a l o g i s ” berlaku bagi orangJ asing jang ber ada d f Ind'onesia. Bdgk. jurisprudensi a.l. H.R. 31-51907, W . 8553 ; 13-12-1907, W. 8636 • 5-1-1917, N.J. 1917/143, W . 10073 ; 13-6.1924, N.J. 1924/826 ; W . 11295; 5 11-1926 N.J. 1927/97, W . 11601 ; 17-5-1929, N.J. 1929/1279, W . 12006 ; 29-5-1933, N.J. 1934/529, W . 12661 ; HgH 23-6-1932, T. 136/319 ; 10-L1935, T. 141/351 dan batjaan pada texbook' HPI-Belanda. Untuk isi daripada peraturan2 bersangkutan ini, lihat Annotatie K o i l e w i j n, dalam T. 143/467. . . . . . ^ K o i l e w i j n, Het Duitse verbod van huwelijken tussen Ariers en met-Aners, 1.
34) 35)
Lihat untuk ini chususnja, dis. Perkawinan Tjampuran h. 26 dst, 148 dst. Lihat HPI, I no. 152.
32)
7
Kita saksikan kemudian, bahwa d juga dalam keputusan- Hakim, antaranja dari Raad van Justitie Djakarta ditahun 1936, 3U) penglihatan K o 11 e w i j n ini dibenarkan. w Djika kita mengadakan perbandingan dengan sistematik IIAG njatalah bahwa pada HAG ini tidak terdapat „ketertiban rnnum” seperti bagian tersendiri. :!T) Oleh karena pada HAG kita berhadapan dengan stelsel2 hukum jang semuanja termasuk stelsel2 hukum daripada sang hakim sendiri maka tidak terdapat persoalan2 seperti dalam bidang IIPI. Semua stelsel hukum jang dipertautkan pada suatu peristiwa HAG adnl^h ^ fse lliu k u m sang hakim sendiri. Pada waktu kita membitjarakan perbedaan- antara H AG dan IIPI sudah dikemukakan bahwa salah satu perbedaan jang menjolok antara kedua bagian daripada HATAII ini djustru ialah soal „ketertiban umum”. 38) f.
Pilihan hukum (rechtskeuze).
Persoalan2 sekitar „ pilihan hukum” (rechtskeuze) atau „ partij-autonom ie” tei-masuk salah satu adjaran chusus dibidang ilmu j-jpj „Pilihan hukum”, jang oleh berbagai penulis dipandang sebagai silih satu sendi-azasi daripada IIPI, 30) akan kita tindjau setjara tersendfri kelik Dalam hubungan sekarang ini perlu kiranja disinggung bahwa tatkala kami mengadakan tindjauan daripada HATAH-intem dalam buku Hukum Antargolongan” kami telah mempergunakan istilah „pilihan hukum” dalam artikata jang lebih luas daripada istilah jang lazimnja diperguml-™ ^ 1 , para penulis, baik dibidang HPI maupun dibidang HAG Men ^ ngertian jang kita'pergunakan istilah „pilihan hukum” ini tidak T ^ l ■ kepada perbuatan2 memilih hukum dibidang hukum harta 1 ' 1 ^ Dengan istilah kita dibidang HAG ini telah kita artikan : 5;sebala ** ^ ^ hukum jang mengakibatkan bahwa karena kem/wrr, seru U ri^ ^ ~ a ^ ^ o bersangkutan berlaku lain hukum perdata daripacln l&zj.m ditentukan baginia menurut p eraturan2” *o\ p-i.. E—LiJLiLJ^Sc berkenaan baik dengan bidang hukum perdSTm aupun 1 ’ t i,n Tetapi pada HPI sekarang6 ini, kami pun akan m " ^ ™ P jang sudah diterima dikalangan para satdiana I-IPWl Pengertian jakni: atau J m i i L m m i l t n f L buatan2 dibidan^ h u lu m h a n a -b en d a ^ ^ ^ ^
i t T ^
“ T * Pada Per'
Dalam bagian „pilihan h u h i n ^ o feT p e m b u T S f f ^ ^ densi Indonesia telah dihimpunkan karangan2 ¿ n g W k S S n 'T e n g T n 36) 37)
T. 143/466, RvJ Djakarta 22-1-.1936 H K . nn « l Apa jang terkenal sebagai „ intergentiele openbare , K ° 11 ® w 1^ ,,ketertiban umum dibidang HPI ini. L i W T • ac^ ah berlainan daripada K o 11 e w i j n, V.O., h. 195. ‘ m a i f e , pidato pelantikan, h. 14 ;
38)
H PI, I, no. 97 sub 8. Lihat kemudian dalam pembahasan tersendiri Hukum Antargolongan, h. 102.
39) 40)
8
masalah ini serta keputusan2 jang ada sangkut-pautnja dengan persoalan2 tersebut. Tetapi bahan2 jang disadjikan disini nampak sedikit sekali 41) dan masih memerlukan penambahan2 oleh mereka jang kelak akan melandjutkan tugas luhur untuk menjempurnakan sistim-kartu dari jurisprudensi di Indonesia ini. Djika kita mengadakan perbandingan dengan sistematik daripada HAG njatalah bahwa pada bidang „reehtskeuze” ini terdapat titik2 persamaan antara HPI dan HAG. Djuga pada kaartsysteem HAG terdapat bagian chusus „Reehtskeuze” ini. Jang berbeda hanja ialah bahwa dalam siste matik HAG ini ditambahkan dibelakang istilah „Reehtskeuze” perumusan : „termasuk didalamnja penundukan sukarela untuk perbuatan hukum ter tentu dan penundukan-dianggap” (daaronder begrepen vrijwillige onderwerping voor een bepaalde rechtshandeling en veronderstelde onderwerping). g.
Status dan kewenangan (staat cn bevoegdheid).
Dalam bagian ini oleh pembuat-undang2 telah dihimpunkan tulisan2 para sardjana dan keputusan2 hakim jang berkenaan dengan persoalan status personil” (personeel statuut). Seperti diketahui dan telah dikemukakan berkali-kali diatas, 42) dalam sistim HPI jang berlaku di Indonesia, status personil seseorang ditentukan oleh kewarganegaraannja. Hukum nasional seseorang tetap berlaku untuk .,den staat en de bevoegdheid” (pasal 16 kalimat 1 A.B.) daripadanja. Keputusan2 jang ada sangkut-pautnja dengan pasal 16 A.B. kalimat pertama dihimpunkan disini. Tjontoh-tjontoli: Perwalian daripada anak2 seorang Djennan setelah pertjeraian harus diatur menurut ketentuan2 dalam B.G.B. Djerman. Perwalian ini termasuk status personil dan menurut pasal 3 dan 16 A.B. maka djuga untuk orang2 asing jang berada di Indonesia berlakulah dalam hal ini hukum nasional mereka. Demikian telah dikemukakan oleh Hooggerechtshof pada tahun 1932. 43) Sjarat2 materiil jang harus dipenuhi untuk dapat menikah ditentukan pula oleh hukum nasional daripada pihak2 jang bersangkutan. Sjarat2 materiil ini dipandang termasuk status personil. Orang2 warganegara Tiongkok jang tidak merupakan kaulanegara Belanda dan dilahirkan di Perak serta tinggal di Penang (termasuk Federated Malay States) boleh menikah dihadapan Tjatatan Sipil di Medan setelah tjukup 21 tahun walau tanpa persetudjuan orang-tua, djuga bilamana mereka belum berumur 30 tahun. Karena personil statut mereka ini ditentukan oleh hukum na41) 42) 43)
Hanja terdapat 2 kartu. HPI, I, no. 8, 143, II dibawah sub c diatas. T. 136/319, HgH 23-6-1932, bandingan atas RvJ Surabaja 23-4-1932, ketjaman dari L o g e m a n n , T. 13 6 /5 0 0 ; Bdgk. T. 151/349, RvJ Djakarta, 9-9-1939 (tjatatan W e r t he i m) .
g
sional mereka sendiri. Ilukum Tiongkok maupun hukum Inggris tidak mengenal persetudjuan orang tua sesudah mentjapai 21 tahun (tetapi belum tjukup 30 tahun). Sjarat- tertjantum dalam B.W. jang masih meng haruskan persetudjuan orang tua itu sebelum mentjapai usia 30 tahun (pasal 42) tidak berlaku bagi orang2 asing Tionghoa jang terlahir dan berdom icilie di Malaya ini. Demikian telah diputuskan oleh Ilooggerechtshof pada tahun ¿936, berlainan daripada Raad van Justitie Medan. ' V Djika dibandingkan sistematik IIPI dengan sistematik IIAC. kita saksikan bahwa tidaklah terdapat bagian „staat cn bevoegdheid” ini pada 1IA<^ M em ang persoalan- jang termasuk personil statut berdasarkan pasal lb kalimat pertama A.B. merupakan bagian jang chas *•>) daripada IU i cLimana kita berhadapan dengan hukum- nasional jang dipertautkan dalam suasana „internasional” . 40) Hukum Kekeluargaan (Fam ilierecht). Disini dihimpunkan karangan2 para sardjana jang berkenaan dengan hukum kekeluargaan. Misalnja tulisan2 tentang pertjeraian, perkawinan, larangan-menikah, pengakuan anak. Djuga keputusan2 hakim jang ber Vcsr\a;m dengan hukum kekeluargaan diberi tempat disini. Misalnja tentang ’pembatalan perkawinan, 47) tentang perwalian, 4H) pengakuan anak -IU) tentang adopsi, 00) dsb. Djika kita bandingkan dengan sistematik IIAG maka temjata bahwa djuga dalam kaartregister IIAG terdapat bagian „hukum kekeluargaan ini. 51) Hukum harta-benda perkawinan dan alimentatic gensrecht en alimentatie).
i.
(H u w e lijk s v e r m O '
Soal2 jang termasuk hukum harta-henda dalam perkawinan dan soal alimentatie sebagai akibat daripada pemutusan hubungan perkawinan 44) 45)
S \ 50) 51)
T. 144/4-55, 29-10-1936, bandingan atas keputusan RvJ Medan 17-7-1936. Bdgk. pul8 T. 150/526, llvj Medan, 31-3 1939 (dengan tjatatan W e r t h c i m ) . Demikian chasnja, hingga pada istilah „verschillend personeel reclit” jang diguna kan oleh L e m a i r e untuk HAG, tidak tepat untuk mengartikannja dalam artikata „ personeel statuut” daripada 16 A.B. ini, seperti hendak dilakukan oleh K l e i n Lihat dis. Bijdragen tot de studie van het intergentiel privaatrecht, vermogensirecht, Leiden, 1933, h. 9 dst. Bdgk. Hukum A ntai golongan, h. 110. art „ta ianS digunakan oleh kita, djika kita bitjara tentang IIPI, l2 iat .tiri, 1. no. 8. T }?Q /07’ r " ? 29-9-1932, RvJ Djakarta 10-101930. t ’ 141 / ^ 1 H H (dengan tjatatan K o i l e w i j n). t ’ 149 /¿109’ 9 c: icvm (tjatatan K o l l e w i j n dan L o g e m a n n). T. 142/492, HgH 2-5-1935, ( tjatatan K o l l e w i j n ) Pada pembitjaraan sistematik HAG telah kami kemukakan bahwa istilahJamilierecht ini adalah lebih tjondong kepada sistematik hukum adat mengingat bahwa dalam suasana hukum Eropah orang lebih suka lifltllk biljura tentang „p erson el
feciu- »
10
Hukum Antaigolongan, k 42.
temjata telah diberikan tempat chusiis pula. Sebenamja soal2 ini dapat djuga dimasukkan dalam sub h diatas („hukum kekeluargaan”). Dalam sistematik HAG kita tidak ketemukan bagian tersendiri tentang hukum harta-benda perkawinan dan uang nafkah ini. j.
Hukum warisan (erfrecht).
Dalam bagian ini dihimpunkan tulisan2 dan keputusan2 hakim jang berkenaan dengan hukum warisan dalam hubungan2 PIPI. Terutama berkenaan dengan hukum warisan daripada orang2 asing Tionghoa, r’-') Arab r,:5) jang mempunjai harta-benda disini timbullah persoalan2 IIPI jang diadjukan dihadapan Ilakim. k.
Hukum liartabenda perdata (burgerlijk Vermögensrecht).
Karangan2 dan keputusan2 hakim jang dikumpulkan dalam bagian ini termasuk berbagai lapangan tertentu jang mengenai hukum harta-benda. Tambahan istilah „perdata” adalah agak tak lazim dalam istilah hukum jang se-hari2 digunakan. Oleh karena berkenaan dengan hubungan2 hukum antara „private personen” tambahan kata „perdata” ini boleh dikatakan adalah agak berkelebih-lebihan. Apa sadja jang dianggap oleh pembuat kaartsysteem sebagai termasuk disini ? Kita saksikan bahwa jang banjak terdapat ialah perkara2 mengenai kontrak kerdja atau mengenai perbuatan^ melanggar hukum, perkara2 milik perindustrian. Tjontoh2 : Seorang tukang dansa wanita Miss Vera Praed Gee jang sedang berada dalam perdjalanan dari Singapura ke Australia telah ditawarkan untuk selama 3 minggu berdansa di Carltonclub Djakarta kepunjaan Johny Duell dan 3 minggu berikutnja di „Maison la Gaieté” Surabaja. Ternjata bahwa setelah berdemonstrasi beberapa hari sadja setjara mendadak tukang dansa itu diberhentikan oleh fihak Duell. Dalam perkara tuntutan gantirugi karena pemberhentian se-konjong2 dan tak sah ini Residentierechter Djakarta pada tahun 1931 (dikuatkan oleh RvJ Djakarta di tahun 1932) 54) telah menjatakan bahwa kontrak antara tukang dansa dan pemilik Carltonclub itu adalah suatu kontrak-kerdja. Fihak madjikan jang setjara mendadak memberhentikan pegawainja tanpa alasan mendesak harus membajar gantirugi. Seorang reparateur mobil2 telah memasang papan merek „Ford Service” Oleh karena antara Ford Motor Company of Canada Ltd dan tukang 52) 53) 54)
Tjontoh : T. 136/442, Presiden RvJ Djakarta 19-8-1932 ; T. 136/422, RvJ Djakarta 20-4-1934. T. 139/855 (dengan tjatatan K o l l e w i j n ) . T. 149/410, Ldr Djambi 2-6-1937, RvJ Djakarta 18-2-1938. T. 135/503, Res. rechter Djakarta 2-5-1931, RvJ Djakarta 22-1-1932. Bdgk pula keputusan tentang kontrak kerdja dengan pemimpin2 orkes, T. 146/360, Res. rechter Djakarta 4-5-1937.
Ü
onansi fans tinggal di Djakarta ini tidak ada hubungan dagang apapun Ford Motor Coy ini merasa dirinja dirugikan. Karenanja dituntut Supaia tukang reparasi itu tidak diperkenankan lagi untuk memakai r.nmi Ford” pada papan merek-nja. Dalam ngkat pertama oleh Raad vxn Tustitie pada tahun 1933 telah dikabulkan gugatan Ford M otor ini. Tetapi oleh Hooggerechtshof ditahun 1935 5o) dalam tingkat bandingan telah dibatalkan keputusan tersebut dan gugatan Ford Motor Cov tidak dikabulkan. Alasannja ialah bahwa pemakaian perkataan „F ord ” ' bukan hania menundjuk kepada fabrikant melainkan djuga pada mobil- jang dih a s ilk a n n ja . Setiap orang bebas untuk mereparasikan mobil2 merek apapun. Tetapi orang djuga boleh dengan bebas mengumumkan kepada chalajak ramai dalam menawarkan service-nja, bahwa ia ini cliusus mengadakan sp e s ia lis a s i dalam mobil- bermerek cliusus (i.c. merek ,,Ford”). Tiontoh lain jang menarik perhatian dalam zaman kita sekarang ini co) ialah keputusan dari Hooggerechtshof tabun 1940 berkenaan dengan peniruan pontjetakan Koran di Djakarta oleh seorang i ndia j a jang tinggal di Singapura (Koran timan ini dnmpoit dan didjualkan di Palem bang. 57) Filiale jang meniru dihukum karena melakukan konkurensi tidak
f
Dalam kaartsysteem daripada HAG kata saksikan bahwa apa ian g dimasukkan dalam sub k pada sistematik HPI ini telah dibagi dalam bagian2 tersendiri: „ schulden-en dehetenrecht serta „arbeidscontracr. Kedua bagian jang disebut belakangan ini elah ditjakup dalam „ burgerlijk vermogensrcchf” pada sistematik HPI. b 1.
Hidcum D agang (handelsrecht).
Dalam bagian ini dihimpunkan karangan2 serta keputusan2 hakim jang berkenaan dengan hukum dagang internasional. Soal2 IiP l ;an„ teiTnasuk dalam bidang perdagangan ini, seperti telah kita lihat, merupakan bagian daripada Hukum Dagang internasional, (droit international privé c o m m e r cial) suatu bagian cliusus daripada HPI. 59) Terutama perkara2 jang berkenaan dengan tjap dagang telah disebut pula dalam bagian ini. Diatas telah kita saksikan bahwa perkara2 sematjam ini sudah dihimpunkan pula dalam bagian sub k mengenai hukum harta-benda perdata” . ” 55) 56) 57) 58)
59)
12
T. 141/4*86, HgH, le K. 14-2-1935. Tjontoh2 lain berkenaan dengan nnrprVitniaUSe daad”, T. 146/437, HgH 2-9-1937 ; T. 146/544, HgH 16-9-1937. ”onrechtnl Mengingat banjaknja persoalan3 jang timbul berkenaan dengan peniruan buku2 jang ditjetak setjara lebih murah di Djepang pada waktu sekarang T. 153/268, HgH le K., 8-81940 bandingan RvJ Djakarta 29|-9-1939. Berlainan daripada keputusan pidana T. 148/124, Ldr Palembang 24-2-1937 jang menganggap setiap orang bebas untuk mentjetak dan menerbitkan Koran dalam bentuk jang disukainja sendiri. Bdgk. H PI, I, no. 2 sub k. Bdgk. P. A r m i n j o n Précis de droit international privé commercial, Paris (1948) ; N u s s b a u m , o.c. h. 3 no. 2 dan p e n u l i s “ j ang disebutnja.
T jo n to h * : Perusahaan d a g a n g jan g berk edu du kan d i L o n d o n „ T h e A p ollin a ris C o y L td ” telah m engadjukan tuntutan agar supaja d ibatalk an m erek tjap d a g a n g „ A p o llo ” jan g didaftarkan oleh seora n g p e d a g a n g T io n g h o a dari Surabaja. Perkara sem atjam ini d jatuh d ib a w a h kekuasaan R eglem en t industrieele E ig en d om K olonien, S. 1912 no. 545. M erek „ A p o llo ” ini d ip a n d a n g sebagai singkatan d arip ad a m erek „A p ollin a ris” (untuk : „M ineraalw ater, ajer Blanda” ) dan d ia n g ga p dalam bu n jin ja dan bentuk-lahirnja dem ikian banjak persam aannja h in g ga d ap at m enim bulkan kekeliruan p a d a chalajak ramai. O leh karena itu oleh R aad van Justitie Djakarta p ad a tahun 1931 co) dikabulkan p erm oh on an daripada perusahaan Inggris tersebut untuk m em inta pem batalan d arip ad a m erek p e d a g a n g T io n g h o a tersebut. Suatu perusahaan d aga n g jang berkedudukan d i D jakarta F in n a L . Platon, telah m em punjai hutang dalam U.S. dollars kepada suatu perusa haan d a g a n g asing jan g berkedudukan di Paris. H u tan g tersebut ialah karena „v a st recht” jan g harus dibajar oleh tergu gat finma L. Platon (dalam likw idasi) kepada p en gg u ga t Etablissem ents Pastival sebanjak $ 0.10 untuk tiap kaleng „V a ld a ” pastilles jang didjual oleh P laton daripada persediaan konsinjasi kiriman dari perusahaan Perantjis tersebut. Perkara ini telah diputus d en ga n berpegan gan kepada ketentuan dalam pasal 1756 B .W . jan g m em beri keleluasaan kepada tergugat untuk m em bajar b aran g2 konsinjasi jang dikirim kan kepadanja ini dalam m ata u an g U.S. D ollars atau d jum lah aecjuivalent dalam valuta H inclia-Belanda m enurut koers jang berlaku p ad a hari pem bajaran dilakukan. 01) D em ikian telah d ip u tu s kan oleh R aad van Justitie Djakarta p a d a tahun 1935. C2) D isam ping itu kita ketem ukan pula perkara- berkenaan dengan wissel dan ch equ e, °3) assuransi. 64) D alam sistematik kaartsysteem H A G tidak terdapat bagian chusus ten tan g „hukum D agan g” ini. ^ ; 60)
62)
T . 1 3 5 /4 9 7 , RvJ Djakarta, 21-10-1931. Bdgk. pula tjontoh* T . 1 3 3 /4 7 5 , RvJ Djakarta 10^>-1930 ; T . 1 3 3 /4 0 3 H gH 18 9-1930, bandingan RvJ Djakarta 18-1-1929 ( „ G eorge Drallc H am burg’') ; T . 1 3 3 /4 7 8 , RvJ Djakarta 15-10,1930 ; T . 1 3 3 /4 8 1 , RvJ Djakarta 24-12-1930 („S iem en s” ) ; T . lfl5 /5 4 5 , H gH 11-3-1937 merk dari perusahaan U .S .A ., L ib b y , M e N eill & L ib b y ), T . 1 4 6 /6 6 7 , H g H 30-9-1937 (m erek dan tjara mem bungkus balsem „ Tjap M atjan” dari Haw Par Brothers Singapore) ; T 1 4 7 /7 7 8 , RvJ Djakarta 11-5-1938 ( merk,, W hite L abel” dari John Dewar & Sons’ Ltd dari Pai tli. di Schotland dan London) ; T . 1 4 9 /3 8 5 , RvJ Djakarta 12-10-1938 (tjatatan Jb. Z e y l e m a k e r Jzn) ; T . 1 4 9 /5 2 1 H gH 5-1-1939 T . 1491/54 • RvJ Djakarta 24-6-J938 ; T . 1 4 9 /5 5 5 , RvJ D jakarta 29-3-1939 ; T . 1 4 9 /8 0 5 P ediabat Presiden RvJ Djakarta 19-8-1938 ; T . 1 5 0 /6 4 7 H gH 13-7-1939 (tjatatan V a n H a t t u m ) ! Segala sesuatu m i telah terdjadi sebelum peraturan2 deviezen m ulai berlaku pada tahun 1940. T . 1 3 4 /1 7 7 , H g H 16-4-1931 T . 1 4 2 /4 0 6 , RvJ D jakarta 16-8-1935.
63)
J.jon toh j r ^ ^ i ? 9i 9 3 ? S T
64)
T jon toh 3 : T . 1 4 2 /3 4 , H g H 6 6-1935 ; 2-1-1936.
61)
M d /g o s
141/5.12’ RvJ D jakarta, 1 5 -2 -1 9 3 5 ; T.
1 4 2 /5 2 , H g H
4-7-1935 T
ban-
1 4 3/540. H gH
13
Hukum
Perdata Internasional Indonesia — 2
m.
Hukum Atjara dan pembuktian serta .,cjezat] van cjcwijsdc '.
Disini dihimpunkan berbagai karangan dan keputusan- liakim jang berkenaan dengan hukum atjara mengenai perkara- perdata jang bersifat inteinasional. ] oisoalan jang termasuk hukum atjara ini terutama menurut konsepsi IIPI dari negara-, jang mengenal „ conflicts of jurisdiction se bagai bagian tersendiri dari IIPI, dipentingkan. Tetapi bagi sistim IIPI kita jang lebih dekat kepada sistim I i p f j a n g terutama 'membalaskan IIPI kepada soal- „clw icc of law soal- hukum atjara ini hanja disinggung setjara sepintas lalu. Pembitjaraan- tentang hukum atjara dan pembuktian ini tidak terlampau dikedepankan. ■ K eputusan- hakim jang dikum pulkan dala,n bagian ini terutam a dengan sjarat- pem b en a n djaminan untuk m em bajar ongkos^ perkara ( « w » H . c a t u m solv.) «-) jang h an ,s diberikan „le l, pihak „ra u g asing jang
, |UÍ “" S: ' f a" F? d?ta, disi" i- "> '‘-’" '» " g penga,„Man sumpah dengan seo.ang kuasa d, Indonesia „lel, seorang jañg berada diluar knf I d " ’’f S,taf " 0rí"S (vree,ndeli„¿,beSlag). « ) eksekusi, ) te.djemahan dar,pada naskah2 dalam bal,asa asin« ■") atjara berperkara bebas beaja
testamen luar negen. l !)
•>) kekuatan kepntusan hakim a s i n " ^
D juga, dalam sistematik kaartsvsteem T-IAf' hukum atjara, pembuktian dan eksekusi ini. ’
i
bentuk
, i .,i >>agian mengciu
n. Masalah« chusus (bijzondere vraagstukkcn) Dalam bagian ini dihimpunkan lcaranp-m , i chusus dibidang IIPI. ^ tlan kt*pntusan jang bersifat Tidak banjak bahan- jang telah dikim,,, u. jang disebut, jakni karangan L e m a i r e ^ u ’an- l,;lllja satu karang»11 kembali « ) dan hanja satu keputusan tenM " g masalah pcnundjukan Consnlaire reehtbanken berdasarkan k e t e n t J ! S X 65) 66)
69) 70)
" 'w
e * ° ^
Pasal 128 R.V. Menurut atjara II I R „.„i.. , anggap tak berlaku lagi. ‘ ' 1 3 'vaktu «'karang oleh jun-prudeníi d,‘ rjontohJ : T. 133/50. RvJ Med-m 7 n-ioar>
67) n 68)
s S
t
e
n
i i ’s
r
3"
Lihat pasal 757 dst R V T.nntli ¡ t 5-1-1933, T. 138/539. ' ' J = '' T. 140/567, HgH 18-10-1934.
RvJ Djaka,,a 8-3-1935 ,K ] 3 5 /™ ,
RvJ
M,.(iail 20-10.1931,
HgH
1.140/596, Res. trechter Randung 5,10-1934 RVT n - i 1 1 e w i j n). KvJ Djakarta 8-2-1935. (tjatatan K o l ' 71) T. 146/369, Res. rechter Djakarta 4- ^ 105^ 72) T. 149/410, Ldr Djanibi 2-6-.1937 RVT n i ’ \ 147/72’ RvJ Medan 28-5-1937. 28-2-1938 ( tjatatan W e r t h e i m ) 1JJakarta 18-2-1938; T. 153/18. RvJ Djakarta 73) T. 151/345, RvJ Djakarta 4-8-1939. 74) L e m a i r e , .i) e terugvenvijzing in hei i , , , 75) T. 14 6/461, RvJ Djakarta 28-7-1937. il('rlan
14
Djuga dalam kaartsvsteem daripada 1IAG terdapat bagian tentang masalah- chusus ini. 175.
Resume -Kesimpulan.
Apabila kita melakukan tindjauan daripada sistematik HP1 dan membandingkannja dengan sistematik HAG seperti dipaparkan dalam kaartsysteem jurispindensi Indonesia maka setjara resumerend dapatlah ditarik kesimpulan- sebagai berikut: (T) Baik HAG maupun IIPI berkenaan dengan masalah- jang dikenal pula dalam hukum intern biasa, diluar hubungan- „pertemuan” (conflict sverhoudingen) antara stelsel2 hukum jang berbeda (aneka warna hukum). Masalah- jang diperintji dalam sistematik daripada kedua bagian daripada HATAII ini termasuk bagian- daripada hukum intern biasa. @ Sifat* clias daripada masalah- jang diperintjikan temjata daripada ditjantumkannja setjara tersendiri bagian- jang dapat dianggap termasuk dalam apa jang dikenal dengan istilah „titik- pertautan”, seperti pada H P I: „Kewarganegaraan” (sub c) dan „domicilie” (sub c 1.) dan pada HAG „golongan-rakjat” (sub c) dan „agama” (sub d). © Disini pun nampak perbedaan jang njata antara HPI dan HAG. Jang disebut pertama merupakan HATAH-e x t .e r n , sedangkan jang disebut belakangan adalah HATAH- i n t e r n . HPI berkisar dalam hu bungan2 perdata dengan „ unsur8 asing, dalam hubungan2 „ internasional” terhadap HAG jang hanja berlangsung dalam suasana hukum „ internnasional”. Tjiri ini nampak dengan djelas daripada titik pertautan „kewarga negaraan” dari IIPI dan „golongan-rakjat” daripada HAG. Kewarganega raan merupakan pembatasan daripada keanggautaan |C) sesuatu negara terhadap lain negara. Golongan-rakjat hanja merupakan pembagian dari pada penduduk dalam satu negara. Tjiri ini nampak pula pada soal „kompetensi hakim” (sub b). Pada HPI soal kompetensi ini berlangsung antara hakim Indonesia atau hakim asing. Pada HAG persoalan kompetensi ini terletak pada kewenangan „hakim Eropah” atau „hakim Indonesia”. (H) Salah satu daripada sumber2 hukum HPI telah disebut pula sebagai bagian tersendiri oleh pembuat-kaartsysteem jakni : „persetudjuan2” (verdragen) (sub d). [G) Lembaga2 tertentu daripada HPI jang termasuk „algemene Leerstukken” telah disebut pula setjara tersendiri: „ketertiban umum” (sub e) pilihan hukum (sub f), status personil („status dan kewenangan” sub g). 76)
Bdgk. G o u w g i o k s i o n g, Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.T., h. 1 dst. ; i d e m, warganegara dan Orang Asing, h. 3 dst.
15
T. D isam ping itu disebu t pula bagian2 jang terdapat baik dalam suasana H P I m aupun dalam suasana H A G tetapi disebut dengan istilah2 jan g sedikit berlainan (sub h sam pai dengan m pada sistematik HPI, su b g — n p ad a sistematik IIA G ). H al ini kiranja disebabkan karena pada sistematik H P I pengaruh daripada sistematik hukum jang tertera dalam B .W . — W .v.K . adalah lebih besar sedangkan sistematik I I AG kita saksikan pengaru h m endalam daripada sistematik Hukum adat. 77)
17)
16
HAG-Pengantar, h. 44.
BAB
V.
T IT IK -T IT IK P E R T A L IA N ( A A N K N O P IN G S P U N T E N ) B a t j a a n: N i e d e r e r , h. 147 dst.; S c h n i t z e r , I, h. 118 dst; F r a n k e n s t e i n , T, h. 49 (1st, 85 dst.; K e g e 1, h. 135 dst.; K e g e 1, Kommentar, h. 514 dst; R a a p e , h. 36 dst.; W o l f f — IPR Deutschlands, h. 37 dst. ; W o 1 f f , h. 99 d s t; C h e s h ir e , h. 51 dst, D i c e y — M o r r i s , h. 41 dst, S c h m i 11 h o f f , h. 48 dst ; G r a v e s o n, h. 56 dst, F a l c o n b r i d g e , h. 126 dst.; A r m i n j o n , I, h. 191 dst; B a t i f f o l , h. 309 dst; R e c z e i , h. 66 dst; H i j m a n s , h. 61; G o u w g i o k s i o n g , Hukum Antargolongan, Bab III.
176. Titik2 pertalian. Dalam perumusan HPI jang telah kita berikan J) telah dipergunakan istilah „titik1 pertalian’. Telah diberitahukan pula 2) bahwa istilah ini dikenal djuga dalam berbagai bahasa dengan n am a: aanknopingspunten,s) points de rattachement, 4) Anknüpfungspunkte, °) mvmenti di collcgamento, G) „connecting factor, 7) points of contact, 8) „test factor” ®) „ localizator”, 10) „ elements of introduction” . 11) 1) 2) 3)
HPI, 1 no. 69. H Pi, I no. 69 sub p. Oleh penulis3 Belanda, a.i. Van B r a k e l , h. 137 : Lemaire, Het recht in Indonesie — Hukum Indonesia, Ik 183. Hijmans mengetjam istilah ini. Kata beliau : „Aanknooping is een gevaarlijk woord. In het I.P. wordt daarniede veel gemanoevreerd. Reeds K a h n sprak het uit. Ook wordt door velen gesproken van elementen der aanknoping, van aanknoopingsbegrippen,: iedereen verstaat daaronder iets anders. Ik acht het verloren moeite op dit alles in te gaan ; het is liier uitsluitend de vraag, in welken zijn ik dit woord gebruik.” (h. 61 ; kursip dari kami). 4) Oleh penulis3 Perantjis, a.i. A r m i n j o n , M a u r y . 5) Oleh penulis2 Djerman dan Swis sepperti misalnja R a a p e , h. 3 dst, W o l f f IPR Deutschlands, h. 37 dst ; K e g e l , h. 73 dst. (..Anknüpfungsnorm” ) S c h n i t z e r , h. <15. 6) Oleh penulis2 Italia. 7 ) Oleh pesulis3 Anglo-Saxon, misalnja C h e s h i r e , h. 45 ; G r a v e s o n, h. 56 ; F a l c o n b r i d g e , h. 128 dst. L o r e n z e n, Characteri zation in the Conflict of Laws, h. 92 ; N u s s b a u m , h. 73. 8) L o r e n z e n , 20 Columbia L R . h. 2 6 9 ; R a b e l , I h. 4 3 - G r a v e s o n , h. 5 6 ; 9 ) W olff, h. 99. 10) N u s s b a u m , -10 Columbia L R . h. 1464 ; djuga digunakan istilah„ l o c a l i z e r ” , N u s s b a u m, h. 73 ; Bdgk. R a b e l , I, h. 42. 11 ) U n g e r ; Lain3 istilah i al ah: „Ankniipjungsbegrijr, „Anknüpfungsmerkmal” „punto di collegamento” (disebut oleh N i e d e r e r , h. 147 n. 1 ) ; „staatliche B eziehung, ,,Kriterium , „ point (Tattache9, „point de contact?9, „ circon-stance de rattachment’9, principe de rattachement9, „element de rattachemcnt’9, criterio de collegamento99, ,,richiamo99, r‘‘collegamento99 (disebut oleh Fa 1 c o n b r i d g e, h. 128, 129) ; „Anknüpfungsfaktoren” ( R e c z e i . h. 63).
17
Dengan mengikuti tjara tindjauan jang disadjikan dalam huku ..liukmu Antargolongan” sekarang ini kita akan membahas setjara lebih mendalam apakah jang dimaksudkan dengan pengertian ini dihidang 111M. Titik- pertalian ini dapat dibagikan dalam beberapa bagian tertentu. Ada berbagai matjam pembagian dan perintjian lebih djauh daripada titik'- pertalian ini. Pembagian- ini akan kita tindjau ber-turut^ dibawah. Salah satu pembagian jang terutama perlu diperhatikan ialah punbagia» dalam : 1. Titik* pertalian primer (primaire aanknopiw^puntcn) i 2. Titik- pertalian .sekunder (secundaire tumknopin^punlrn) Apakah jang diartikan dengan masing- istilah ini ‘J * Pertanjaan ini akan kita d jawab dalam tindjauan 'jang berikut.
r.
177.
Titik2 pertalian primer.
Sebelum kita memberikan perumusan cl*ir* * 1 dengan istilah „titik pertalian primer ini, terlebihku i ‘T *
perumusan daripada ..titik pertalian’' ini sebabu *(‘hih kita berikan J „hal2 dan keadaan- jang menjebabkan hurl^f.. ’ .. (feiten en omstandigheden die voor lniknin. het een of andere rechtsstelsel).” 1;i) ^ ' n a;uinit'i'king doen konien C h e s h i r e memberikan uraian jang serim. u-i kan bahwa „connecting factor” ialah namana ia mengennikaestablishes a natural connexion between court H) and a particular system of law” ^ „Titik pertalian p r i m e r ” ialah hal- d in atau mentjiptakan hubungan HPT” primer ini lahirlah hubungan- HPl
outstanding fact 'v 1" 1'1' ,ial sit»ation before tlu‘ I hm(r melahirkan
V i b ' W 1' i erdaPatnia titik- pertalian
mer, maka hubungan hukum bersangkutan r 7 f Uda Utik Pertalian Pri' hukum perdata i n t e r n a s i o n a l m i" , nu:rupakan hubungan laka. n ) Titik2 pertalian primer karenani^*1111 an i n t e r n 1*'pelaksana hukum - teristimewa hakim' __” meruPakan alat- pertama baji' suatu perselisihan hukum merupakan • mengetahui apakah Demikian telah kita merumuskinni.. i i kum antar tata hukum’ ' Antargolongan”. 1,1 dalam >>"ku pongantar ..Ilutam' 12)
15)
Hukum ,Ajitargolongaiv, li. 47 uuoijiviua^dU, IL 1 e-------‘ Bdgk. L m a i r e, Het recht is ••• , Ditekannja kepada segi processuil oleh**’ *-83' disebabkan karena pengaruh daripada kn.?Ul'S •''i*’ spl)(‘,-ti i'-lah kita saksiku»; Anglo-Saxon ini (HPI, I no. 39) kons,epSI Hf>| j , (.n | , di-negun» C h e s h i r e , h. 45.
16)
Bdgk. perumusan dalam Hukum A n ta r k u ,
13) 14)
17)
JS
[!Jst. Lem, i, , . Her rech, i„
Karena sifatnja sebagai faktor- jang melahirkan persoalan IIPI, titik2 pertalian primer ini pernah diusulkan untuk disebut pula sebagai „ titik1 taut r> c »i b c d a 1s) 17-8.
P e rin tjia n T . P .P .
Sebagai titik- pertalian primer dapat disebut : i0) 1.
Kewarganegaraan
Kewarganegaraan para pihak dapat merupakan Iaktor karena mana timbul persoalan IIPI. T j o n t o h : Seorang WNI menikah dengan seorang warganegara Perantjis, seorang warganegara Djerman melakukan djual-beli dengan seorang warganegara Djepang. seorang warganegara RRT melangsungkan kontrak kerdja dengan seorang WNI, dsb. Dalam tjontoh- ini kewarganegaraan daripada para pihak dalam suatu peristiwa hukum tertentu telah mendjadi sebab daripada terlahirnja hubungan- IIPI. Karena kewarganegaraan daripada para pihak berbeda, dalam peristiwa- antara perseorangan dàlam bidang perdata ini dikaitkan stelsel2 hukum daripada berbagai negara. Kewarganegaraan pihak- ber sangkutan jang merupakan faktor bahwa stelsel2 hukum negara- tertentu dipertautkan. Djika diperbandingkan dengan keadaan pada IIAG kewarganegaraan ini dapat disamakan dengan golongan-rakjat atau keturunan daripada para fihak. Kewarganegaraan ini dapat dimasukkan dalam titik- pertautan jang didasarkan kepada prinsip p e r s o n i l . Kewarganegaraan, seperti djuga halnja dengan golongan-rakjat (agama, sukubangsa) termasuk dalam ke lompok „Anknüpfungspunkte aus der Personalhoheit . -°) 2.
Bendera dari kapal.
Bendera dari sesuatu kapal dapat diibaratkan sebagai kewarganegaraan pada seseorang. 21) Karena bendera kapal jang berbeda daripada kewarganegaraan fihak2 jang bersangkutan ini dapat timbul persoalan- IIPI. 18) 19) 20) 21)
Oleh Mj. Mr (Jadi? Soekahar-Uadwi dan oleh Panitva Istilah Hukum. Untuk perintjian" titik pertalian a.l. A r m i n j o n, 1no. 90 dst. ; W o l f f, P.I.L. no. 91, 92. S c h n i t z e r , 1, h. 143. A r m in j on, 1, h. 192; „Le pavillon du navire estl'indice l’ un liencomparable dans une certaine mesure à la nationalité .
19
T j o n t o h : Sebuah kapal berbendera Panama sedangkan pemiliknja berkewarganegaraan Inggris dan berkedudukan sebagai badan hukum di I-Iongkong sedangkan kapalnja bcrlajar diperairan Indonesia dengan mengangkut warganegara Indonesia dan barang- milik jang disebut be lakangan ini. ^ Disini bendera kapal menautkan kepada steLsel hukum tertentu. Karenanja timbul persoalan- hukum jang memperlihatkan unsur- asin", maka tertjiptalah soal- HPI. *' 3. ~*Domicilie. Domicilie seseorang dapat p„la mempakan faktor jang menimbulkan persoalan H rl. ’ T j o n t o h : Seorang warga,.egara Inggris A jang herdomieilie dinegara Y melangsungkan perkawinan dengan wargane^ra Inogris B jang berdomiciUe dmegara X. Dua orang WNI ;ano. i* , b . .. > ° Barat berlu, bung* studio mereka
tersebut.
h
S
*
P u U w m an
rT ar
dmegara
Dalam tjontoh2 ini domieilie-lah iang- mpnmoi r t suatu hubungan HPI. --) S P u faklor llingga tertjipta Domicilie termasuk titik2 pertautan hmr A - 1. t e r r i t o r i a l . Domicilie ini karena dikaiti ^ ‘lSar kepada prinsip kepada territoir termasuk dalam kelomnok S^ sc^ tertentu Gebietshoheit” . 23) 1 »Ankniipfungspunkle aus clcr 4.
Tempat kediaman.
Disamping domicilie dalam artian tehn’ i(residence) atau tempat berada (ph ce nf ^u8a kediaman melahirkan persoalan2 HPI. sojoum) defakto seseorang dapat T j o n t o h : Dua orang warganegara M l Indonesia untuk sementara waktu telah m 1 ya J’ang berkediaman d* Tempat kediaman defakto dari m e r e l J ngSunSkan perkawinan. 24) lahirnja persoalan HPI. 1111lang telah mendjadi sebab Djuga tempat kediaman atau kediaman 1 f , titik2 pertalian jang bersifat territorial * akto ini termasuk kelompok 22)
Untuk jurisprudensi Indonesia bd-k
T
dengan anak2 jang bertempat tinggal di ’A r i K ^ ’ io r * ' J ak arta 1927, berkena»® berkenaan dengan para pihak (0 „ t Chhuw A 135/549 ! RvJ Medan 20-11-1931
¡a» 24)
20
“ seri <sinew
? g
Wh“ Sre) j“ s bc,,en,p
Bdgk. T. 144/455, HgH, 1K, 29-101936 ; , oleh orang jang dilahirkan di Porak rl™ i gi b('rMngkut paut denganperkawin»11 States) dan. menikah dihadapan B S M’ JVr omLci^ic (li Penang (Federated Mala? B r a k e l , h. 22 n. 2 dan L e m a i r e ( T ^ ag £ eP“ tusan ini disebut oleh V a J* het Ned. Indisehe i.p.r. I berkenaan den^™" 1 5 : ” ^ e terugverwijzing 1 >-an soal „renvoi” .
Tempat kediaman (residence) ini umumnja dipakai sebagai alterna tip (pengganti) djika domicilie tak dikenal (belum terwudjud). 5.
Tempat kedudukan,
h
Seperti kewarganegaraan, domicilie, tempat kediaman atau kediaman defakto berlaku untuk perseorangan, demikianlah „ tempat kedudukan” (seat) adalah penting untuk suatu hadan-hukum (legal person, corporation). Karena tempat kedudukan daripada badan2 hukum ini pun dapat timbul -persoalan2 HPI. T j o n t o h : Di Indonesia terdapat banjak badan- hukum jang ber operasi disini tetapi jang kedudukan hukumnja berada di luar negeri. Berkenaan dengan peraturan2 devisen dan peraturan2 dalam rangka pe laksanaan Undang2 Pokok Agraria (110. 5 tahun 1960) pada waktu achir2 ini telah timbul berbagai persoalan HPI. Menurut ketentuan2 dalam UU Pokok Agraria hanja badan hukum jang berkedudukan di Indonesia di perbolehkan untuk mempunjai „hak guna-bangunan” (pasal 36 ajat 1 sub b). Badan'-’ hukum jang tidak memenuhi sjarat ini harus memenuhinja dalam waktu satu tahun sedjak mulai berlakunja UU Pokok Agraria pada 24 September 1960 atau memindahkan haknja atas tanah kepada fihak lain jang memenuhi sjarat. Kita saksikan bahwa pada waktu hampir berachimja djangka waktu tersebut (sampai 24 September 1961) banjak sekali transaksi2 dan tindakan2 hukum jang telah diambil oleh fihak2 jang ber sangkutan untuk memindahkan kedudukan badan2 hukum dari luar negeri kedalam negeri. Demikian sibuknja para notaris dan fihak LAAPLN (jang perlu memberikan idzin) hingga diperlukan peraturan2 chusus jang berarti pemberian kelonggaran daripada sjarat2 lazim ini. 2
25)
26)
Tjontoh pasal 8 dari EGBGB : „Iiin Auslamler kann Inlande nach den deutsehen Gcsetzen entmiindigt werden, wenn er seinen Wohnsitz oder, f alis er keinen Wohrisitz liat, seinen A u f e n t h a 11 im Inlande liat” (kursip dari kami). Lihat lebih djauh pada pembitjaraan titik2 pertalian alternatip. Circulaire LAAPLN C no. 1093 tanggal 22 Sept. 1961.
21
ü u .l 0rang pengusaha WNI di Djakarta mengadakan 1 j o n t » 1• j . irjpada barang- bahan suatu pabrik jang penjerahantransaksi ]Ucl diangka pandjang dan barangnja diimport dari luar nja m em a'an i-)a]arn kontrak jang dibuat dinjatakan bahwa perdjandjiun negeri (Inggns ■ hukum Inggris darimana barang-1 jang didjual djual-beli ini diatui om » berasal. ^ p e m ilih a n hukum oleh para pihak jang menutup kontrak Karena ac tU^iai^ ja n g berlainan daripada hukum nasional medjual ?e i m ' hubungan HPI. leka, "V'jHcran inlcrn ini pilihan hukum merupakan suatu i aktor Da am hi ’ l^bungan HPI. Dalam hubungan e x t e r n - i n t e r n a jang mc^‘l hukum ini — seperti akan kita saksikan dibawali kelak — menioak'in'suatu titik pertalian jang „menentukan” akan hukum jang l.arus d ip e r la k u k a n , adalah suatu „titik pertalian sekunder'. 179.
T i t i k 2 p e r t a li a n s e k u n d e r .
Den can menjebut istilah „titik pertalian s e k u n d e r " tibalah kita pada pembitjaraan lebih djauh tentang bagian kedua daripada titikpertahan ini. , 1 1 1 Diatas telah diberitahukan bahwa karena terdapatnja „titik pertalian primer” telah tertjiptalah suatu hubungan HPI. Setelah diketahui bahwa kita menghadapi suatu persoalan HPI, sipelaksana hukum perlu bertindak selangkah madju lagi. Kini perlu ia memberi d jawaban atas pertanjaan ini : hukum manakah jang harus dipergunakan ? Tugas ini adalah tugas-utama daripada setiap pelaksana hukum dibidang HPI. Bukankah IIPI menurut konsepsi jang dikenal di Indonesia terutama merupakan persoalan tentang „choice of law” -') atau „lnikum jang harus dipergunakan” (rechtstoepassingsrecht)? -*) Dalam melaksanakan tugasnja ini, titik- pertalian sekunder-lah jang • memberi bantuan kepada sipelaksana hukum. Adalah titik- pertalian se kunder ini jang merupakan „faktor- jang .. m e n e n f- n k a n ” hukum mana k q k ja ngjiarus dipilih daripada stclsel- hukumJ a n g dipertautkan” -•') Istilah- TPP dan TPS kita pergunakan dalam artian jang agak berbeda, daripada dipergunakan misalnja oleh F r a n k e n s t e i n . Bagi penulis ini dengan TPP (primäre Anknüpfung) hanja dikenal dua faktor: Kewarganegaraan untuk orang-, tempat letaknja bagi benda-. :I") Dalam arti27)
.M e n u r u t p e n u lis "
I
is. a.i.
Cheshire,
h.
5 (1st ;
W o I f f.
l'.
9 ;
Dicev-
-M o r r i s , h. 3 dst. 28) V a n Z e v e n b e r g e n . Lihat HPI, l 110. 14: Bilgk.S c h m i t th o f f ; „Since it would therefore be correct to assert that the problem of connection coincides with that of the choice of law, it has become customary to use these terms interchange ably” (h. 40,49). 29) Lihat perumusan dalam Hukum Antargolongan, h. 19. .50) I r an k e n s t e i n. I. h. 49 dst.
00
kata ini .,primäre Anknüpfungen" dipandang sebagai „originäre, apric•*ristisehe” atau „Grundanknüpfungen” . (T.P.-pokok, dasar). T P P ini mengatur hubungan- hukum jang berkenaan dengan orang- dan bendaini setjara langsung dan dalam keseluruhannja (uitputtend). Akan tetapi mungkin pula lingkungan-kuasa dari sesuatu stelsel hukum ini dibataskan hingga lianja setjara tidak — langsung menentukan hukum jang berlaku. Dengan bantuan daripada suatu faktor lain jang disebut „ sekundäre” atau „ derivative Anknüpfung” orang atau benda bersangkutan dipertautkan kepada stelsel hukum lain, jang karenanja mendjadi berkuasa ini. Sebagai faktor- ini dapat disebut misalnja : Tem pat tinggal, tempat berada, tempat kontrak dibuat, tempat pelaksanaan, tempat delik bersangkutan, tempat perkara diadjukan dsb. 31) Titik- pertalian primer dapat diibaratkan seperti jang memberikan kontak” pertama. x~) Titik- pertalian sekunder ini dapat diibaratkan se olah- memberikan „extra contact” :i:1) dengan salah satu stelsel hukum jang dipertautkan hingga stelsel hukum inilah jang diperlakukan untuk m enjelesaikan persoalan HPI bersangkutan. Faktor- dan hal- jang turut terdapat pada sesuatu persoalan HPI dan menentukan hukum jang harus dipilih ialah titik- pertalian sekunder ini. Titik- pertalian sekunder ini karena sifatnja sebagai jang menentukan akan hukum lang harus diperlakukan, pernah diusulkan untuk disebut pula dengan istilah : „ Titik taut p e n c n t u ”. Nampaknja W o 1 f f teringat pada titik pertalian sekunder ini tatkala memberikan perumusan ,,points o f contact” sebagai berikut : ,,In every set of facts one or m ore circumstances are present that may serve as possible „tests” for the determination o f the applicable law” . ;i"*/ 180.
Perintjian T P S .
Ada banjak sekali titik" pertalian sekunder. Kita tidak dapat menjebut semua titik- pertalian sekunder ini. Hanja jang terpenting akan diperintji dibawah ini. Akan kita saksikan pula bahwa ada faktor- dan hal- jang sekaligus dapat merupakan baik titik- pertalian primer maupun titik- pertalian
sekundei. 31) 32) 33) 34) 35)
istilah „sekundäre Anknüpfung digunakan pula dalam arti seperti ini, jakni da lam arti „ s u b o r d i n i e r t e r A n k n ü p f u n g ” , a.l. oleh N i e d e r e r , h. 206. Bdgk. istilah Inggris „points of contact” . L e m a i r e , Het recht in Indonesie, h. 183. Oleh Njonja Mr G a d i s S o e k a h a r - B a d w i dan oleh Panitya Istilah Ilukum^ o 1 f f, no. 91. Demikian pula adalali kesan jang diperoleh dari uraian G r a v c s o n tentang „cojuitzcliug jucto.r ini schajifli i ,,EvtTy factual situation contains elements >vhich, in relation to a given system of conflict of laws, indicate which legal systems _or systems shall or may govern those facts”
Dibawah ini disebut : Kewarganegaraan. d i ^ r ~ f n ^ f Taan- d/l7 z ada seseoranS - seperti telah kita saksikan neeanan frd t l h T ’H W T * * ' persoalan HPI- Karenanja kewarga negaraan m telah kita sebut sebagai titik pertalian primer.
^
faktorTans
P ™ , ^ " P ;lt —
P “ 1“ 1"
-«■ *
melangsungkan perkawinan tersebut m en u m ^ H P ^ T 11] -1 " " n i hu kum n a s i o n a 1n j a , i.c . hukum Indon«™ J , h^ n c s : a adalah husoal sjarat- untuk dapat menikah ini temi'umk personcel” seseorang. Dan menurut . ‘
m’ . ; . t ' 11111 kalang „statuut
ginsel) jang dianut oleh R.I., hukum n a s i o n ^ T ^ T " ' 1 (nalionaVlteiisbf ' nesia tetap berlaku untuk * „*,r ‘ danPa
m fm m t a p a i,s e m e n atas p e r m o |lon a n K . ^ h ir a is h '.
K a ren a p a lisem en jni ia y k
(g ,h e lm g ) ja n g d ia d a k a n atas p e ™ in L M o e n a A n a . B antahan d ari ja n g b * l l d a n Fumie J a m a d a t/d a k d ik a b u f a n
111 d ip a n d a n g b e r lia k untuk ¥
b “ nh>an d a ri su am in j»-
f v te rle Pas d a * p e n je n d e t a » » V e e ra PPa C h e t t v m e r e k N a " 3
"?)“
“
^ « P
pemohonan p a i «
Hukum perkawinan. Kewarganegaraan dari seorang ]ehki T . tukang mas dengan merek Fong Tjin „ ,P gl,oa **>g> DB Djin Sio* bagm,a berkenaan dengan pericawinai DT “ tu'ta" >‘u& m a „g berlaW ,ara adat d. Tandjung Balai dengan tah™ 1803 ia telah menik»* dilahirkan dari perkawinan tjampunm 1 , ' ? " an Cl“'n Teng Lan (ja»« puan Batak, Bendok). Tatkala Dji puhn, i * in Tock Njan dan p el*»: — -T------- . ’ P ng *• ■nongfcok dalam tahun V & 36)
24
T- J23/.301, RvJ, Medan. I8-12-1925
ia menikah lagi dengan perempuan Chin A Kim jang kemudian dibawanja palang ke Tandjung Balai. Isteri pertama menggugat pemutusan dari perkawinan karena perdjinaan disebabkan bigamie dari Djie ini berdasar kan pasal 27 B.W. jang mulai berlaku untuk para fihak sedjak 1 Mei 1919. Raad van justitie Medan dalam tahun 1926 beranggapan bahwa karena Dji berstatus asing, warganegara Tiongkok dan bukan kaulanegara Be landa, hukum nasional Tiongkok-lah jang berlaku. Hukum ini memboleh kan bahwa disamping perkawinan dengan isteri utama (hoofdvrouw) diadakan lagi suatu „nevenhuwelijk” setjara sah. Oleh karena itu liidup bersamanja dengan perempuan Chin A Kim bukan merupakan perzinaan melainkan sah adanja 37) Hukum harta-benda dalam perkawinan. Untuk hukum harta-benda dalam perkawinan (huwelijksgoederenrecht) ini djuga dipergunakan hukum nasional daripada para fihak jang ber sangkutan. Hal ini telah dipertimbangkan pula setjara tegas oleh Hooggerechtshof pada tahun 1936. 3S) Berlainan daripada Raad van Justitie Djakarta Mahkamah peradilan tertinggi ini beranggapan bahwa untuk orang2 asing warganegara Tiongkok Tjiong A Liong dan isterinja Liong A Khay jang telah menikah di Tiongkok pada tahun 1910 berlakulah hukum harta-benda perkawinan Tiongkok. Staatsblad 1855 no. 79 tidak dapat diperlakukan untuk mereka ini. 39) Kewarganegaraan merupakan faktor jang menentukan akan hukum jang harus diperlakukan.
Lain tjontoh. Seperti dapat disaksikan dari lain tjontoh kewarganegaraan menentu kan pula hukum jang berlaku untuk harta-benda dalam, perkawinan (huwelijksgoederenrecht) karena ini dianggap termasuk statut personil. Tatkala seorang Djerman, Richard Liesendahl menuntut pentjabutan „maritml beslag’ jang telah diletakkan atas permintaan isterinja, Louise Kessler, Presiden Raad van Justitie Djakarta dalam atjara sidang lalat telah menentukan dalam tahun 1927 40) bahwa BGB Djerman jang harus di perlakukan untuk menentukan ada-tidaknja suatu harta-bersama. Menurut B.W. terdapat suatu harta-bersama Bilamana kedua fihak tidak membuat
37) 38) 39)
40)
T. 125/55, RvJ Medan, 8-10-1926. T. 144/288, HgH, 25-6-1936, RvJ Djakarta, 4-1-1935. Tuntutan pihak Tjiong A Liong agar supoja dinjatakanbatalpendjualan persil eigendom jang dilakukan oleh isterinja telah dinjatakantak dapatditerima karenai kesalahan mengadjukan tuntutan (tidak menuntut semua pihak jang telah meng adakan transaksi bersangkutan). T. 126/222. Presiden RvJ Djakarta, 12-6-1927.
25
siar'\t~ perkawinan. Tetapi menurut B.G.B. tidak terdapat harta-bersama .1 . ‘ * i telah mengabulkan tuntutan sitaan-marital oleh sang isten ini tanpa dibuai sjarat- untuk itu. Jang terdapat hanja „ Vcncallung tiru! v -L.-,,,,,/ (Ics Manncs”. Karena mempergunakan B.W. Presiden RvJ (conforn'T pasal 215 BAV. dan 840 jo 823 RV). Dengan berlakunja B G B Djerman, maka tuntutan pentjabutan sitaan tersebut oleh sang suami harus dikabulkan pula. Sitaan marital. -( Berkenaan dengan sitaan-marital ini ada lain keputusan jang menarik perhatian dari President Raad van Justitie Semarang ditalnm 1928. 4l'> Isteri dari seorang Armenia (Persia) N j. E.A. van Stralendorf telah m eletakkan marital beslag. Suaminja, A.A. Galstaun jang karena kela hiran di Persia dianggap berkewarganegaraai i Persia, mengadjukan bantahan supaja sitaan ditjabut. RvJ mempertimbangkan bahwa tidak terang hukum kewarganegaraan atau hukum domicilie jang harus diper gunakan. Beliau mempertimbangkan balnva sedjak Konvensi 1905 tentang hukum harta-benda diterima prinsip- jang pro nasionalitet. Seandainja kita hendak m e m p e r g u n a k a n hukum nasionalitet dalam perkara ini, maka perlu diselidiki hukum Persia ini. Temjata hukum Persia tentang hal ini adalah liukum Islam, jang tidak kenal harta-bersama. Menurut kesimpulan Hakim, setelah dengar seorang ahli, hukum nasional Persia untuk orang- ArmeniaNasrani ini menundjukkan bahwa warganegara Persia-Armenia jang pergi keluar negeri ini harus memperhatikan hukum dari tempat barunja („dat de Pers-Armenier, die zich elders gaat vestigen, aan statutum personale •niets in de mars medeneemt dan de maning zich te gedragen naar liet ter plaatse heerschend reeht ). Galstaun selama hidupnja sedjak umur 15 sampai 49 tahun kini, selalu berada disini tanpa pernah pulang- ke Persia. Menurut hukum, baik hukum nasional (hukum Persia) maupun hukum ( omicilie (Indonesia), kc-duu~nju menghasilkan bahwa hukum dari tempat domicilie para pihak-lah jang berlalai untuk perkawinan mereka. Oleh karena itu dipergunakan hukum Indonesia. Dan karena hukum Indonesia jang dipergunakan, terdapatlah harta-bersama (algehele geneensehap van goederen) berhubung tidak dibuat sjarat- perkawinan. Tuntutan Galstaun tidak berhasil. Disini kita saksikan bahwa Ilakim telah mempergunakan hukum domicilie karena menurut pandangannja hukum nasional ciari jang ber. sangkutan djuga berpendapat sedemikian. Inilah jang setjara singkat •dikenal dengan istilah „ r e n v o i (penundjukan kembali) iang kelak akan kita membahas setjara tersendiri. Hasil pendirian Presiden RvJ Semarang ini adalah berlainan daripada Presiden RvJ Djakarta tersebut diatas tadi. /4 1 7 '
z6
T. 127,300, Presiden RvJ Semarang (Mr A.K. van Arkel), 17-2 1928-
Perw alian anak setelah bertjerai T jon toh pertama : suami-isteri Djerm an. Kewarganegaraan djuga menentukan hukum jang harus diperlakukan dalam hal perwalian anak- setelah pertjeraian. Setelah dilakukan pertjeraian antara H.D.A.E.A. Trage dan W .L .H . Behre dihadapan Raad van Justitie di Padang oleh instansi peradilan ini ditahun 1933 '-) dipandang tidak dapat diadakan persediaan tentang perwalian sesuai dengan ketentuan dalam pasal 229 B.W. W alaupun kedua pihak berpendapat bahwa adalah sebaiknja djika anak Wilhelm Hermann (jang dilahirkan di Padang tetapi akan segera berangkat dengan ibunja ke Djerman) diberikan kepada pihak ibu sebagai walinja, RvJ beq3endapat dalam ketetapannja dari tahun 1933 bahwa tidaklah ada tempat untuk mengatur perwalian .sematjam ini. Ilal ini disebabkan karena hukum B.G.B. Djerman jang harus diperguna kan. Satu dan lain karena suami-isteri ini adalah warganegara Djerman dan anak jang belum dewasa djuga berstatus demikian. Oleh karena itu hukum Djerman jang berlaku untuk status personil jang bersangkutan. Djuga djika diperhatikan bahwa kekaulanegaraan Belanda dari anak ter sebut akan hilang karena ia ini akan turut dengan ibunja untuk berdiam di Djerman (sesuai dengan pasal 2 sub 4e dari S. 1910 no. 296) maka djuga terhadap anak inilah dapat dianggapt berlakulah hukum Djerman. Dan hukum Djerman ini menentukan bahwa dalam hal pertjeraian diutjapkan karena perzinaan, maka pihak jang menuntut pertjeraian inilah jang akan diserahkan pemeliharaan dari anak-. 43) Bagi kita penting dalam hubungan pembitjaraan sekarang ini bahwa kewarganegaraan daripada pihak jang bersangkutan-lah jang dipandang oleh Hakim sebagai faktor jang m enen tukan hukum jang harus diperlakukan. T jon toh kedua. Keputusan RvJ Padang 1933 ini sesungguhnja adalah berbeda daripada keputusan H ooggerechtshof ditahun 1932 4'‘ ) jang nampaknja telah didjadikan pegangan, walaupun tidak disebut dengan njata. Oleh Kamar pertama dari H ooggerechtshof dalam tahun 1932 ini telah diam bil ketetapan dalam perkara perwalian antara suami isteri Djerman setelah pertjeraiiin. Pem banding Otto Luitpold Fehrenbach telah minta bandingan atas ketetapan daripada Raad van Justitie Surabaja jang telah menjerahkan perwalian atas anak- belum dewasa Gerard Rene dan Else Erene kepada ibu mereka, ^2)
44)
T. 139/97, KvJ Padang, 5-10-1933, dengan tjatatan K o l l e w i j n Berdasarkan pasal 1635 BGB Pasal ini sudah ditjabut oleh Eheire-etz dari 6-7-1938. Lihat E r m a n - A r n d t c.s Handkommentar zum Bursrerlichen 'Cesetzbuch 2 ° dr.. 1958, h. 1796. T. 136/319, H gH . 1° Kamer. ketetapan 23/5-1932. bandinsan ketetapan RvJ Sura baja 23-6-1932.
27
tapan RvJ Surabap m d.ctear J „
«
p e r ^
«
£
^
^
»
e
P L
, i
melakukan 1 * ^ ’“
deJ a . PombamUng « ■ * * £ £ .
r
a
»
s
»
£
i
““ Tdiberikan t " hal tela i d nihak penuntut jang tidak bersalah-lah g ^ f v ^ e S ^ a n a ^ Dalam p e A - sekarang ini pertjeraian ^ T w b u E oleh hakim karena tuntutan daripada pihak pc-mbanchni, Pada tempatnja apabila anak’ jang belum dewasa c h b c n ^ W ^ d a sang ibu jang telah dinjatakan bersalah melakukan perzinaai _ n f S , l X bertentangan dengan pasal 1635 BGB. Dan djustr« p * * 1 > ’f • B G B - l a h jang harus diperlakukan dalam perkara ini m e n g i n g a t i ^ Ihak adalah berkewarganegaraan Djerman dan soal perwalian terrtias ctatut personil mereka. i^ a Bagaimana pendirian dari Hooggerechtshof? Kita safaikan ^ MaViVamali peradilan tertinggi .m telah memberikan pertimbangan mrapa dalam perkara- status persoml danpada o m f asing harus ‘M * , e u n a k a n hukum nasional mereka. Hal ini disebabkan karena k e te n tu * dalam pasal 3 dan pasal 16 A.B. Menurut pasal 16 A.B. maka para kau ‘ n e g a r a B e la n d a jang berada diluar negeri mengenai status personil n 'eI’e ^ ini tetap berada dibawah B.W. Dan menurut pasal 3 A.B. maka p e r d a t a dan hukum dagang untuk orang2 asing dan para w arganeg^ di Hindia Belanda adalah sama adanja, selama tidaklah ditentukan v f ' lainan oleh Undang2. 47) Hal ini berarti bahwa djuga untuk orang2 aSl1^ jang berada di Indonesia mengenai status personil mereka tetap ^erf ^ dibawah hukum nasional mereka. Suatu ketentuan interpretasi set]1 analogis jang sudah seringkali kita bentangkan diatas. . Dalam perkara sekarang ini para pihak merupakan w a r g a n e g a r a D F s man. Soal2 jang berkenaan dengan perwalian termasuk bidang sta personil. Maka dalam perkara perwalian sekarang ini jang harus tlipcr»_^ nakan ialah BGB Djerman. Oleh karena itu tidaklah dapat dipertaha^ ketetapan dari RvJ jang mendasarkan sesuatu atas ketentuan2 dalam P~^5 ) 46)
-j-
Saag^suami memang berkewarganegaraan Djerman sedangkan sang i#ler> Ilien' i' oleh status itu karena perkawinan. _ kel^'V Hal ini telah diketjam oleh L o g e n i a n n karena dianggap taisiran. jan*L ^36 / tentang dwikewarganegaraan dimana tersangkut kekaulanegaraan, Belanda, *■ 500 * „Nederlandsch Ondertlaanschap en het Hooggerechtshof.” M o\^e ' P makaian pasal 3A.B. sebenarnja tidak tepat dalam hubungan ini, Bdgk. Qt
Tuntutan pembanding telah dikabulkan. Anak2 jang belum dewasa telah diserahkan pemeliharaannja kepada pihak ajali Fehrenbach. Pada pokoknja kita saksikan bahwa keputusan ini adalah bersamaan dengan pendirian jang dianut oleh RvJ Padang dalam keputusannja dari tahun 1933 jang telah kita bahas diatas tadi. Jang dalam hubungan pembitjaraan kita sekarang ini penting diper hatikan ialah bahwa kedua keputusan tersebut telah mempergunakan kewarganegaraan sebagai jang menentukan hukum jang harus diperlaku kan. Kita saksikan daripada hal2 ini bahwa kewarganegaraan merupakan suatu titik pertalian sekunder, suatu faktor jang menentukan hukum jang berlaku. Tjontoh ketiga. Keputusan ketiga mengenai perwalian dari anak2 setelah pertjeraian daripada suami-isteri Djerman telah diputuskan pula oleh Raad van Justitie Djakarta (Kamar pertama) pada tahun 1939. 4S) Disini kita saksikan bahwa pendirian jang sudah dikemukakan diatas tadi, dari Hooggerechtshof dalam tahun 1932 dan RvJ Padang dalam tahun 1933, telah diikuti setjara seksa ma. Dalam menentukan siapakah jang ditugaskan dengan pemeliharaan daripada anak2 belum dewasa setelah pertjeraian diutjapkan oleh RvJ Djakarta, telah ditentukan bahwa dalam hal ini liukum nasional daripada pihak bersangkutan jang diperlakukan. RvJ mempertimbangkan bahwa para pihak suami-isteri ini adalah berkewarganegaraan Djerman. Oleh karena itu sebagai orang2 asing me nurut ketentuan2 dalam pasal 3 40) dan pasal 16 A.B. mereka ini tetap dibawah hukum nasional mereka berkenaan dengan status personil. Peme liharaan anak2 jang belum dewasa termasuk pula disini. Maka jang harus diperlakukan ialah ketentuan2 dalam perundang2an Djerman. Ketentuan jang dipergunakan ialah paragrap 81 daripada U.U. Per kawinan Djerman jang baru dari tahun 1938 (Gesetz zur Vereinheitlichung des Rechts der Eheslieszung im Lande Oesterreich und in übrigen Reichs gebiet vom 6en Juli 1938). Dalam peraturan baru ini terdapat ketentuan jang berlainan daripada pasal 1635 BGB jang seperti kita saksikan diatas, telah dipergunakan, oleh Hooggerechtshof dan RvJ Padang sebagai dasar keputusan mereka. Berlainan daripada ketentuan dalam BGB ini sekarang pemeliharaan anak tidak diserahkan kepada pihak jang tidak bersalah dalam pertjeraian. Jang mendjadi pegangan dalam ketentuan baru ini ialah kepentingan sang, anak. Dalam setiap peristiwa pemeliharaan anak ini oleh ' 48) 49)
T.151/349, ketetapan 9-9-1939, dengan tjatatan W e r t h e i m. W e r t h e i m , mentjatat dibawah noot no. 2 bahwa sesuai dengan pendirian K o l 1 e w i j n adalah tidak tepat untuk menjebut pasal 3 A.B. dalam hubungan ini. Lihat noot no. 47 diatas.
29
Hukum Perdata Internasional Indonesia — 3.
„Vormundschaftsgericht akan ditentukan pihak manakah jang paling baik diserahkan pemeliharaan anak bersangkutan demi kepentingan s a n " anak sendiri Demikian pula RvJ Djakarta setelah mengutjapkan pertTeraian antara kedua pihak harus menentukan pihak manakah jang lebih tepat untuk diserahkan pemeliharaan anak ini dengan berpegangan kepada kepentingan sang anak sendiri. Dalam peikara ini kita saksikan bahwa anak mnSaD ^ r ¿ T '1 9 “ T da" memanS s“ dal' pada sang * 11. Djuga para p.hak seia-sekata bahwa menurut pendanat mereka m asm g- sebaiknja untuk kepentingan snno- , ^ 1, t •, , , ? -i Ninnia X Hnaaal Ai w iT j ^ ¡1 g anak sendiii-lah b a h w a sang ibu N jonja X tinggal di W iesbaden, bekas isteri dari Y diserahlcm h n r £ o e meliharaan dari anak belum dewasa A.H .J.W .Y
Tjontoh ke-empat: suami-isteri Swiss.
keputusan dari Rafd van J^stiKe P a J SGtf ah PertJeraian ini menarik pula kan pada halaman2 berikut kpn f, ar* ta^un 1939 co) jang diumumadalah suami-isteri 3 ? “ " tersebut Kini jang bertjerai negara Swiss, pada tahrni 1935 ^ telah menikah di Winterthur, dibawah umur bernama E di’ PnT perkawinan in* telah dilahirkan anak i Indarung menuntut pertieraian ’• -T™ 1 X ]'anS bertempat tinggal diaman di Padang. Pertieraian ini ]anS defakto berkei t f a^ \ b e r d a s a r k a n perzinaan n\ U lengah keputusan RvJ (l t ,S ! i“ g M a k melawan %vakbidang f'-’ M'silUli} t ulwuu H1L It/JLlIUloUtV c? icetentuan2 tentang „oiiderlijkp g' vi"~ ini perlu diadakan Tidak dikenal le m b ^ T p r^n: i. atas anak bersangkutan (pasal 274)Padang telah ditentukan ^ ~ ~ ^ g i - dalam B.W. kita. « ) Oleh BVJ „ouderlijke maeht” atas anak berson 1^ ° P ^ ak manakah akan diserahkan J. Dari keputusan ini ldta Sa T ? S n’ jang menentukan ¿ “¡¡T * k-Harg_anegaman d a rip a g kiun jang harus diperlakukan. < Tjonioh ke-lima: warganegara Tiongkok. Bahwa perwalian ditentukan 1 jang bersangkutan adalah warna,!,? hl,lc,,m » “ ronai, hukum darima»» ---------arganegara, telah ditentukan pula oleh RWd <§> T. isi/asi, RvJ a6-io.lsa9 . 51)
52)
Dalam perkara mi RvJ diu™ * i , * dengan tiatatn„ w , ,karena djabatan”. Menunft ^ memPereun,qlfo ^ rt
. '
„
.
ntiara
melarang pihak jang d in ja tak ^ K *tU hakim menentft 15®,. BAY‘ qftu j ° ng raian diutjapkan. Tentang ini rv, untuk m -u ^.an, -jangka wa* tjep.h. 354). hhat ketjaman W * kembali setelah Pe h Untuk keputusan3 berkenaan d en « r t k e i m dalam nootnja (n •
lihat pd« T. 153/499, R,j Me*«
dimentrf seulat pertj P“
a « - » » , tjatatan W e r , h c ¡B -
van Justitie pada tahun 1935. r,s) Seorang kakak adoptip telah mendalilkan bahwa ia berhak mewakili saudara2 perempuannja (anak2 benar dari ajah adoptipnja) jang berkewarganegaraan Tiongkok. RvJ berpendapat bahwa dalam menentukan perwalian ini harus dipergunakan hukum nasional daripada anak2 belum dewasa bersangkutan. Karenanja dipergunakan hu kum perdata Tiongkok. Menurut B.W. Tiongkok dalam hal salah satu dari suami-isteri meninggal, maka pihak orang tua jang masih liidup adalah jang merupakan wali. Dalam perkara sekarang ini ibu daripada anak2 perempuan jang belum dewasa masih hidup. Oleh karena itu gugatan jang diadjukan oleh saudara adoptip mereka, sebagai wali untuk mereka, dalam perkara tuntutan warisan terhadap pihak2 ketiga jang memegang sebagian warisan itu, temjata tidak dapat diterima. Jang perlu diperhatikan ialah bahwa kewarganegaraan dari pihak2 jang bersangkutan adalah jang menentukan hukum jang harus diperlaku kan. Tjontoh ke-enam : warganegara Arab. Dalam suatu ketetapan lain jang diberikan oleh Raad van Justitie Djakarta dalam tahun 1938 51) berkenaan dengan perwalian seorang anak Arab jang bertempat tinggal di Hadramaut tidak diperhatikan segi2 HPInja. W e r t h e i m dalam tjatatan dibawah keputusan tersebut menjesalkan hal ini. Adalah disajangkan bahwa RvJ sama sekali tidak menjelidiki lebih djauh tentang status para pihak, i.c. dari anak Talib bin Djafar bin Oemar Balfas. Djika ia berstatus asing karena bukan kaulanegara Belanda maka persoalan perwalian ini harus diperhatikan menurut azas2 HPI jang berlaku. Jang harus diperlakukan menurut HPI Indonesia dalam hal perwalian ini ialah hukum nasional daripada anak belum dewasa bersangkutan. Djika Talib warganegara Hadramaut, maka hukum Hadra maut atas perwaliannja adalah jang harus diperlakukan. Rupanja RvJ sama sekali tidak menjinggung hal ini dan tanpa mempersoalkannja lebih djauh telah mempergunakan sadja hukum Indonesia. 55) Hukum kekeluargadn ditentukan oleh hukum nasional.
**
Kewarganegaraan djuga menentukan hukum jang harus diperlakukan dalam hal2 jang berkenaan dengan hukum kekeluargaan. Diatas sudah kita ketemukan sebagai tjontoh berbagai keputusan mengenai pertjeraian perwalian setelah tjerai dan hubungan harta-benda dalam keluarga. Kita akan memberikan sekarang ini berbagai tjontoh dibidang hukum keke luargaan pada umumnja. 53) ) )
f
T. 144/15, RvJ Djakarta, 8-3-1935. T. 153/299, Ldr. Djak. 30-9-1938, tjatatan W e r t h e i m dan S o e p o m o . Bdgk. ketjanan W e r t h e i m pada T. 153/304 sub 1 dan 2 dan tjatatan S o e p o m o punt 1.
31
Pembatalan, perkawinan..
Seorang lelaki warganegara Swiss, Y, pemah menuntut pem b a ta la n daripada perkawinannja dengan perempuan Mary X jang karena p kawinan telah mendjadi warganegara Swiss. r’°) Jang dipergunakan alasan ialah ketentuan jang dikenal dalam Code Civil Suisse. Menu pasal 125 ajat 1 dari B.W. Swiss ini maka dapatlah diadjukan p c r m in t a ^ 1 pembatalan daripada perkawinan jang dilangsungkan karena alasan sehung über die Ehrenhaftigkeit des ändern Ehegatten” . &7) Pada pokokn)3 alasan jang dimaksudkan ini ialah bahwa salah satu pihak m e n g a n g g a p dirinja telah tertipu mengenai kehormatan (Ehrenhaftigkeit) daripa pihak jang lain. Dalam perkara jang diadjukan dihadapan Ilooggerechtsn0 pada tahun 1932 58) telah dikemukakan hal2 sebagai berikut : Para telah menikah di Bandung pada tahun 1929. Penggugat lelaki mendalilkan bahwa sebelum ia menikah dengan Mary X, ia ini sama sekali tidak di beritahukan oleh isterinja itu, bahwa ibu Mary X ini tidak menikah dengaI1 lelaki dengan siapa ia pada waktu itu hidup bersama dan jang oleh peng gugat dipandang sebagai „stief-schoonvader”-nja. Tambahan lagi, peng gugat mendapat tahu kemudian bahwa orang ini jang ia pandang s e b a g 3* orang jang terhormat, temjata telah pernah dihukum pendjara! Menur1-1 faham2 Swiss ia ini mempunjai suatu keputusan jang hina terhadap dirinja Djuga hal ini oleh Mary X telah dirahasiakan terhadap p e n g g u g a t . dasar ini ia telah menuntut pembatalan daripada perkawinannia menurut ketentuan dalam B.W. Swiss. Dalam tingkat pertama Haad van ]usti^e pSak dibntaii
v
ini ^ n perkawinan antara kedu? Tetapi kemudian oleh Iloosserechtshof tel^1
t.lt nan teks ketentuan B.W. Swiss tersebut, istilah Ehrenhaftigkeit melulu harus mengenai tingkah laku daripada oranK '¡m „ m enikah sendi« D lZ f n e r t e a t S .
"
“ “ ata» « o L daripada a n g g«« daPat d™ ^ k a n dalam pasal -
M ar^X Maka a Ä T n i S k S d f ? v '“ “ “ h pada perkawinan. Pa dimintakan pembatalan
„ e g t l^ r ip a i^ fp T h ^ C a ^ * * M ah bahwa k6" f S terla k u k a n . Walaupun hukum ^ _______ v 1 man bersangkutan telah dilangsungkan 56)
57)
58)
32
M engenai ini terdapat tjatatan dari Redaku T • , waktu perkawinan dilangsungkan ni . ; ; janS mengemukakan bahwa Swiss. 3 lanja MarV X belum berkewarganega^ Pasal 125 ajat 1 ini berbunji : „Ein Eheeatt* v „ e< durch den ändern oder mit dessen Vorwi«* , e Ehe anfechten : 1. wcn. ,.ei die E h r e n h a ft ig k e it des ändern Ehegatten „n'! ■ , einen Dritten a r g lis t i g ^ I n s bestimmt worden ist”. b ten Brauscht und d a d u r c h zur E h e s c h U e T. 137/25, HgH ( l e K ), 29-9il932.
Bandung jang harus diperlakukan atas permintaan pembatalan daripadanja adalah hukum Swiss, jakni hukum jang ditentukan oleh kewarganegaraan daripada para pihak. Disini njatalah lagi faktor kewarganegaraan sebagai titik pertalian sekunder. Pengakuan anak. Kewarganegaraan djuga menentukan hukum jang harus diperlakukan berkenaan dengan pengakuan anak (erkenning). Hukum daripada pihak orang tua jang melakukan pengakuan adalah hukum jang dipergunakan. Apabila pihak jang mengakui ini adalah berkewarganegaraan Djepang, maka hukum nasional Djepanglah jang dipergunakan. nB) Djuga bilamana anak2 jang diakui ini dilahirkan di Indonesia. Demikian lah dapat kita saksikan dalam perkara jang diadjukan oleh pe rempuan Hisayo Kawai. Perempuan Djepang ini ternjata telah melakukan pengakuan daripada anak2 chbawah umur bernama Hien Siang Kawai alias The Hien Siang, Hien Lien Kawai alias The Hien Lien dan Hien Djien Kawai alias The Hien Djien. „Ajah” dari anak2 tersebut adalah The Ing Bian. Jang belakangan ini mempunjai isteri sah Njonja Han Biauw Nio jang kini diperkarakan oleh perempuan Hisayo Kawai, untuk diri sendiri dan anak'-’nja tersebut diatas. Hisayo Kawai berpendapat bahwa ia sebagai perempuan Djepang dapat melalaikan pengakuan jang sah dari pada anak2 bersangkutan, walaupun anak2 ini telah dilahirkan daripada seorang „ajali” jang sedang terikat oleh suatu pertalian perkawinan dengan seorang perempuan lain. Jang mendjadi pokok persoalan disini hukum manakah jang sesungguhnja harus diperlakukan untuk pengakuan anak ini. Apabila hukum B.W. jang diperlakukan (mengingat anak2 ini dilahirkan di Indonesia dari orang tua jang dianggap „gevestigd” 60) disini dan karena itu termasuk golongan rakjat Europeanen dari ibu mereka) maka menurut pasal 283 B.W. tidaklah dapat dilakukan pengakuan daripada anak2 jang dilahirkan dalam perzinaan (seperti halnja sekarang ini mengingat pada waktu anak2 ini dilahirkan The Ing Bian berada dalam hubungan per kawinan dengan Han Biauw Nio). Tetapi bilamana hukum perdata Dje pang jang dipergunakan, maka dapatlah dilakukan pengakuan ini setjara sah oleh karena dalam hukum Djepang ini pengakuan daripada anak2 luar kawin dapat dilakukan setjara tidak terbatas. Karena pengakuan inipun menurut hukum Djepang anak2 bersangkutan telah ditaroh dibawah kekuasaan orang tua (ouderlijke macht) daripada pihak jang melakukan 59) T. 141/351, HgH ( l e_K. ), 10-1-1935. fiCfN Tentang pengertian ini terdapat perbedaan pandangan antara Hooggerechtshof disatu pihak serta L o g e m a n n dan K o l l e w i j n dilain pihak. Hooggerechtshof artikan istilah ini dalam artikata ,/Toelatingsbesluit” dalam 160 I.S. seorang hanja „gevestigd" setelah memperoleh „Vergunning tot Vestiging”. Gurubesar2 tersebut memandang istilah ini sebagai : „hoofdverblijf hebben, metterwoon gevestigd zijn, woonplaats hebbend”. Tjatatan dibawah T. 141/354 dst.
33
pengakuan itu. Raad van Justitie di Surabaja pada tahun 1932 berpendapat bahwa pengakuan oleh Hisayo Kawai ini tidak dapat dilakukan oleh karena itu menurut hukum ia pun tidak mempunjai „ouderlijke macht” atas anak2 bersangkutan Tetapi Hooggerechtshof berpendirian lain. Dalam hal pe ngakuan anak im hukum jang harus diperlakukan ialah hukum daripada
d e m iiL u
i‘ maka
rempuan ini pulalah adalah ian
rechtshof mempertimbangkan dalam a™ 'l adaPan hakim- IIooS»e' masalah pengakuan anak i aJ 7 f tnJa dari tahun 1935 balnva karena itu ditentukan oleh h u k ^ n l f ' f V.ersoneel statmit clan oleh dalam hal ini seorang peremnuan n . S1 danPada Piliak bersangkutan, anak2 bersangkutan iang <. )anS tak menikah. Pengakuan dalam „Bijregister tot inschiivuur J a kukan dengan pentjatatan diUfk* ¡»ani df S u r ^ a ^ J sah 1 T T ? ada jang tidak mengenal pembatJan dnlnKetentuan hukum Djepang itu membolehkan pengakuan dar' T PenSakuan anak ini dan karena zinaan sekalipun, dipandang t i d n l V. 1 ]ang dilahirkan dalam per(ketertiban umum) dinegeri ini ^ o ? , ei?tanSan dengan „openbarc orde pang ini boleh berlal™
i e r t e W S ™ daripada | iL k bahwa hukum inTa^.
,
8 Pentin? ialah bal" V;l anak telab
bersangkutan ditentukan oleh kewartran Pen§akuan ^ faktor jang menentui!*1 saksikan bahwa dariPada ]'an° negaraan kita saksikan" v !^ huklUn Jang harus d^ ane§araan merupakan kan sebagai titik pertalian dlPerSunakan. Kewarg*' Sjarat« perkawinan «*under. Djuga sjarat2 jang hanis perkawinan temasuk ^
dapat
--------------61)
dan menurut HPI Indonesia
Ketentuan serupa kita HAG. Bdgk. keputusari, etTemS an ^ m 6 2V 22’ !m H 18'3-1926' S ^ f i O / f r h u 1 W ' 742/149 K
62) 63)
34
suaW
seba„ • . HgH i^ P r u d e n s i tetap dibidanfi 6,1!51 ‘ uaan : w ’ 7^ -, l0 5 /2 7 8 > HgH 24-6-1915’
(Jjatatan K o i l e w i j T ) -,
Djakai 2044934
££r Lihat tentang ini kemudian, p e m L f ^ dan J u S f t kan tentang m, bahwa b e l i a u S S k *0
ini
pokoknja sesuai
G a m b u t pendirian H eH ’• k o l l e w i j n mengata1111 ^enEan gem bira.
ditentukan oleh hukum nasional dari pihak2 iang bersangkutan. Kewar^anegaraan djuga dalam hal ini merupakan faktor jang menentukan hukum jang harus diperlakukan.
Tjontoh p2rfam3. Diatas sudah kita ketemukan suatu keputusan dari Hooggerechtshof pada tahun 1936 jang menjinggung persoalan ini. C4) Seorang pegawai Burgerlijke Stand untuk orang2 Tionghoa di Medan telah dituntut karena dianggap lelah melanggar ketentuan2 tentang Tjatatan Sipil (pasal 867 dst R.V.). Ia telah melangsungkan perkawinan antara orang2 Tionghoa jang benar sudah dewasa (sudah memperoleh usia 21 tahun) tetapi belum berumur 30 tahun, tanpa terbukti adanja persetudjuan daripada orang tua mereka. Orang2 jang bersangkutan telah dilahirkan di Perak dan bertempat tinggal di Penang, keduanja termasuk wilajah Federated Malay States. Orang2 lain jang dipersoalkan pula dalam perkara ini dilahirkan di Tiong kok dan oleh karena itu merupakan warganegara Tiongkok dan bukan kaulanegara Belanda. Hooggerechtshof mempertimbangkan dalam tahun 1936 65) ini bahwa hukum nasional daripada para pihak iang hendak menikah adalah hukum jang harus diperlakukan dalam hal ini. G0) Menurut hukum Tiongkok mau pun menurut hukum Inggris orang2 jang sudah mentjapai usia 21 tahun tetani belum berumur 30 tahun boleh menikah dengan leluasa tanpa memerlukan persetudjuan chusus daripada orang tua mereka. Ketentuan seperti tertjantum dalam pasal 42 B.W. tidak terdapat baik dalam hukum Perdata Tiongkok maupun dalam hukum perdata Inggris. Oleh karena itu pegawai B.S. bersangkutan tidaklah melakukan suatu perbuatan jang dapat dihukum. Jang penting dalam hubungan pembahasan kita sekarang ini ialah bahwa pewarganegaraan pihak2 bersangkutanlah jang telah merupakan faktor jang menentukan hukum iang harus diperlakukan. Kaiena soal" sjaral2 jang harus dipenuhi untuk dapat menikah ini dianggap termasuk bidang statut personil, maka berdasarkan prinsip kewarganegaraan, hukum nasional para pihak adalah hukum jang berlaku. 64) 65)
66)
T. 144/455, 29-10-1936, bandingan RvJ Medan 17-7-1936 ; Lihat no. 174
sub g pada
T.ab144/455 HcH 29-101936. Putusan ini disebut oleh V a n B r a k e l , h. 22 n. 2 dan oleh L e m a i r e (T. 148/1. P-li- 5 : „De terugvenvijzing in het NederlandschIndisc'he internationaal privaatrecht” ), berkenaan dengan soal „renvoi”. Bdgk. pula pendirian HgH jang serupa tatkala diminta adviesnja mengenai per mohonan dispensasi untuk menikah berdasarkan pasal 48 B.W. oleh para pihak orang2 asing Tionghoa jang bertempat tinggal di Garut, B o n n , E., „Huwelijken van minderjarige Nederlanders wier ouders in bezet Nederland wonen, alsmede een tweetal beslissingen en uitgebrachte adviezen betreffende dispensatie (artt. 29 en 48 B .W .), dalam T. 153/611, p.h. 613.
35
Tjontoh kedua. Dalam hubungan ini menarik pula suatu keputusan daripada Raad van Justitie di Medan pada tahun 1939. C7) Djuga perkara ini b e r h u b u n g a n dengan ¿j^irat- ].ang_harus dipenuhi s£kduni.p.eii:avdnaxuiupat-(]i langsun g kan. Seorang perempuan warganegara Tiongkok jang dilahirkan di Tiong kok dan bertempat tinggal di Medan, Law Sioe Tjin telah mohon ke hadapan Raad van Justitie di Medan agar supaja kepadanja diberikan keleluasaan untuk melangsungkan perkawinan dengan lelaki w a r e a n e g a r a Tiongkok Tjong Hok, «mur 30 talwn, lahir di Tiongkok dan ttaegal di Medan pula. Perempuan mi baru berumur 18 tahun Permohonan untnk dapat melangsungkan perkawinan ini diadjukan kepada Raad van Justitie ^ng d,harapkan dapat memberikan ketetapan lenting „ g c n o c ^ w " atau tidakma surat- iang diadiukan oleh m n \ r .. n^rdasarkin nai-il 1 i ^ ? ? pihak untuk perkawinan itu (berdasarkan pasal 1 sub 1 huruf c alinea 3 dari S. 1 9 F no
mendjadi persoalan ialah bahwa nprpmn,,, -u 18 tahun, djadi masih dibawah umur. langsungkan oleh pendjabat B.S. di Medan ? 1 P
W )
Tang
,
°' '' -1 p ban' hon's™ awinan 1,11 tlaPal (
kok jang berada di warganegara Tionghukum nasional mereka. Demikian n 1 indonesia dipergunakan kan prinsip nasionalitet. Oleh kare &™emlíufc Tiongkok dipergunaTiongkok untuk memetjahkan n e r s ^ / PerSunakan hukum perdata Tiongkok ini bilamana orang2 belum Menurut hukum perdata lulah mereka ini memperoleh persetudim TT ? ak menikah, maka perbilamana salah satu daripada orang tua t k l K la kedua ora» g tua, atau inginannja dari orang tua jang lain ^ me™beritahukan ke1089 danpada B.W T io u ^ y S (pasal 12, 9S0, 981 dan lah diterangkan lebih djauh dalaín pula bahwa tidakbahwa salah satu ckri orang tua ini Sad>a to le h dianggap membentahu 'an kehendaknja. Oleh karena ih \ T ' keadaan tidak bisa tafsiran ketentuan im dapat d i l a k u k ^ p dia» g g aP * * * » Indonesia dan hukmn Belanda jang ketentuan2 dflam hukum bungan dengan ajah pihak p e ^ L T ' ° alam ^ sekarang ini hudiketahui dimanakah sane aiah »,• V PeremPuan tehb f T,-dik di Tiongkok Selatan, dengan D,epang) maka teranglah a d a S ^ P°>iBk waktu itu (perang sang « h hmgga ,a ,ni tMal|ah diadakan hubungan W » rm p eá m in a n ,ang hendak d i l C “ ® S u^ k a n pendapatnja menge~67) T- L50/526, RvJ
Medan 31^i93o T. ^ ° ^ anaknja- Karena itu disebut pula dalam advies Direktur ]ata,an ’W e r n , • , , , ttg. 4-1-1941 no. 7/1/1 berkenaan dJ3n Justilie kenad*1” 1’ KePutusan ini t e la h berdasarkan pasal 29 (2) B.W ni V?ngatl PernioW pemerintah dengan surat Henghoa (Tiongkok) d a n belum t i n i Se,ora n g lelaki ' t ,pensasi untuk m e n ik a h o.c. T. 153/611, p.h. 613 n. 1 J "P 18 tahunu J ' ° nZho* jang dilahirkan d» Pemberitahuan dari B o n n
36
dianggap tjukup adanja persetudjuan daripada ibu sadja. Permohonan perempuan itu dikabulkan dan perkawinan dapat dilangsungkan. Ada persoalan lain jang telah disinggung oleh RvJ. Apakah pegawai B.S. dapat melangsungkan perkawinan antara orang2 asing warganegara Tiongkok ? RvJ berpendapat bahwa berpegangan kepada hasrat untuk mengedjar kepastian hukum (rechtszekerheid) dapatlah diterima (sesuai dengan praktek hukum selama ini) bahwa orang2 Tionghoa-asing pun dapat melakukan bentuk-perkawinan (huwelijksvorm) seperti diatur dalam peraturan tentang Registers B.S. untuk orang2 Tionghoa-kaulanegara Be landa. Hal ini dapat dipertanggung-djawabkan pula mengingat bahwa anak2 daripada orang2 Tionghoa-asing ini karena kelahiran disini akan mendjadi kaulanegara Belanda. cs) Dalam hubungan pembitjaraan kita sekarang ini adalah penting bahwa kewarganegaraan pihak2 bersangkutan adalah jang menentukan hukum jang harus diperlakukan. Kewarganegaraan merupakan faktor jang me nentukan hukum jang harus diperlakukan, suatu titik pertalian sekunder. Pewarisan : warganegara Tiongkok, Kewam-ineraraan djuga mengatur hukum jang harus berlaku dalam hal perwarisan. Hukum nasional dari sipewaris jang diperlakukan. Baru apabila ini tidak dikenal dipergunakan sebagai tambahan, hukum domicilie dari sipewaris. Demikian telah ditentukan oleh Raad van Justitie Djakarta (Kamar Kesatu) dalam tahun 1934 60) tatkala mengadili perkara warisan dari Ho Tjoeng Kon, wijkmeester dari Sidjoek (Biliton) jang semula adalah kaulanegara Belanda, tetapi karena kepergiannja ke Tiong kok untuk 11 tahun lamanja tanpa kembali, telah kehilangan status itu (sesuai ketentuan dalam pasal 2 sub 4e S. 1910 no. 296). Pewaris meninggal pula di Tiongkok. Hukum Tiongkok sebagai hukum nasional sipewaris (dan djuga hukum domicilie, djika dipandang kewarganegaiaannja tidak dapat ditentukan dengan pasti) adalah jang mengatur pewarisan budalnja. Menurut hukum perdata Tiongkok jang berlaku pada tahun 1927 (tahun meninggalnja pewaris) maka anak2 perempuan sudah diakui sebagai ahliwaris, tetapi hanja mereka jang belum keluar dari keluarganja karena perkawinan („est sortie (de sa famille) par le marrmge”). Dalam perkara kita sekarancr ini p e n g g u g a t 2 Njonja Ho A Piang - Djanda Tjin Kie Kioen dan Njonja Ho A Hian - Djanda Lim Piang Boen, sebagai anak2 perem puan dari almarhum sudah keluar dari hubungan keluarga ajali mereka karena perkawinan, maka oleh RvJ dipandang tidak berhak atas harta 68)
69)
Oleh W e r t h e i m diketjam pertimbangan daripada RvJ ini. Beliau berpendapat bahwa oran"2 T io n g h o a -a s in g menurut hukum intern dari Hindia Belanda (pasal 163 I S ) djuga termasuk golongan „Vreemde Oosterlingen Chineezen” karena pa sal 163 I.S. ini tidak terbatas pada kaulanegara Belanda sadja (Bdgk. K l e i n t j e s . Staatsinstellingen, I', h. 105, 108). _ . , . . . . . . T. 139/855 RvJ Djakatra, l e Kamer 20-4-1934, dengan tjatatan K o l l e w i j n .
37
•o cmeatan mereka
terhadap
T jia
saudara lla k i d ^ d a
p »
T en g
Giauw
jang
p c n g g u ® * . *tah
ditolak. T jo n to h lain : w arganegara Austria.
it - Pew arisan dari seorang w argan egara Austria ditentukan m enurut hukum Austria, W a la u p u n pada tahun 1936“ telah m em bu at testam en dihadapan notaris M r. Chavannes d i B andung, kem udian d ian g gap sebagai sah pem buatan testam en lain setjara lisan jan g diutjapkan sebelum meninggalnja d i K otschen (Austria) pada tahun 1938. Berlakunja testam en setjara lisan ini didasarkan atas ketentuan.“ B AV. Austria. Tuntutan pihak isteri jang bertem p at tinggal d i B andung dan telah diberikan legaat 100.000 Schilling Austria dengan testamen dihadapan notaris d i B andung tersebut tidak diterim a. D em ikian ditentukan oleh R aad van Justitie D jakarta pada tahun 1939. 70) ( d N Bendera Kapal.
D isam ping faktor jang dapat m enim bulkan hubungan IIP I, bendera daripada suatu kapal dapat m erupakan pula faktor jang m enentukan hu kum jan g "harus diperlakukan. ^ T j o n t o h : Seorang n achoda kapal berkebangsaan Polandia dan kapal l'ang dikemudikannya berbendera Indonesia serta dim iliki oleh warganegara Indonesia. Segala soal jang timbul lcarona hubungan hukum antara kapal dan n a ch od a atau pejniliknja ditentukan oleli hukum daripada bendera tersebut, i . c . hukum Indonesia. --------*"-------- ---------------------- 7 f1 iar1 nV-^a ^e&a^a Persoa^an jang bersangkut-paut dengan kontrak2 jang pem uatan b T ^ L .
T g> a
f 5 ^ misalnja kontrak2 pengangkutan atau n ditentukan menurut hukum daripada benderc
kan akan hi!k Sak^ kan ^ a^w a faktor bendera adalah faktor jang menentu kan hukum jang harus berlaku untuk peristiwa H PI bersangkutan. ©
O om icilie.
s e p 2 r h a t o “ SdCTga™kewarM k“ a ketemukan kemungkinan jang serupa Faktor domicilie ini baik d ™ ? / “ " ‘ T
70) 71)
38
“1
T. 151/345, RvJ Djakarta, 4-8-1939 Ketjuali djika para pihak telah menghendaki lain.
■
••
i
T j o n t o h : Apabila seorang warganegara Inggris hendak m elang i t sungkan kontrak djual-beli dimana ia berdom icilie. menurut HPI Inggris j kemampuannja untuk bertindak dalam hukum ini harus ditentukan oleh j, hukum dimana ia berdomicilie. Demikian pula halnja bilamana ia ini g hendak menikah. \ Hal ini disebabkan karena kedua tjontoh ini termasuk bidang „status personiT’ daripada seseorang. Dan menurut HPI jang berlaku di Inggris i status personil seseorang ini ditentukan oleh hukum jang berlaku pada ydomicilienja. Azas-clomicilie (domicilie-beginsel) jang dipergunakan dalam sistim HPI jang berlaku di-negara2 Anglo-Saxon ini. Djuga dalam stelsel2 HPI jang menganut prinsip nasionalitet hukum dom icilie ini dapat pula merupakan titik pertalian sekunder. Hal ini kita saksikan misalnja djika kewarganegaraan daripada pihak jang bersang kutan tidak ada atau tidak dapat diketahui. Dalam hal ini prinsip kewarga negaraan tidak dapat dipergunakan, maka perlu dibantu oleh hukum domicilie. Tjontoh Jurisprudensi.
h
T j o n t o h : Dalam tahun 1939 72) Raad van Justitie Medan telah m e meriksa perkara perwalian setelah pertjeraian antara Heinrich Göres, planter bertempat tinggal di Kwala Bingei dan Marielise Emma Helen Engel (perempuan Djerman) jang bertempat tinggal di Hermansburg (Hannover, Djerman). Setelah oleh RvJ diutjapkan keputusan pertjeraian dari perkawanan para pihak dilangsungkan di London, maka perlulah dilakukan persediaan perwalian dari anak2 dibawah umur Jörn D etlef Peter Robert Helmut dan Eva Dorothea Anina, anak mana sudah berada pada ibu mereka di Djerman, RvJ mempertimbangkan bahwa dalam hal perwalian ini oleh HPI Indonesia dianut prinsip nasionalitet. Hukum jang harus diperlakukan karenanja adalah hukum nasional dari Göres (pihak suami pada sebelum saat pertjeraian). Göres ini temjata asalnja ialah seorang Austria, tetapi kemudian sedjak perang dunia akan mendjadi warganegara Polandia karena berasal dari rakjat Austria jang diserahkan kepada Polandia. Karena ia tidak melakukan pendaftaran-kembali pada ‘ ¿C waktunja ia mendjadi apatride. RvT mempertimbangkan bahwa dalam hal ini prinsip kewarganegaraan memperlihatkan kekurangan. A ?as-domicilje, hukum dari tempat dimana Göres menetap, perlu membantu. Hukum domicilie ini, hukum B.W. jang karenanja dipergunakan. Berdasarkan ketentuan2 B.W. ini, demi kepentingan anak2 tersebut, sang ibu jang tinggal di Turnerstrasse 329, Kreis Celle, Hermansburg, Hannover, telah diangkat sebagai wali. Jang penting bagi hubungan pembitjaraan kita ialah bahwa temjata 72)
T. 153/499, RvJ Medan, 22-9-1939 dengan tjatatan W e r t h e i m .
39
hukum d om icilie jang telah merupakan faktor jang m enentukan hukum jang harus diperlakukan. 73) D om icilie adalah titik taut sekunder. D isini kita saksikan d om icilie sebagai titik pertalian „ S u b s i d i a i r . Nanti, pada waktu mem bahas masalah titik- pertalian subsidiair ini setjara tersendiri kita akan m embahas persoalan ini lebih djauh. ‘ ‘ ) ©
T em p at kediaman.
D em ikian halnja pula dengan tempat kediaman (rcsid en cc) atau tempat berada (p la ce o f sojourn). Disam ping faktor- jang melahirkan hubungan H PI, faktor2 ini dapat pula merupakan jang m enentukan akan hukum jang harus diperlakukan. T j o n t o h : M enurut sistim HPI jang berlaku di Indonesia pewarisan ditentukan oleh hukum nasional dari sipewaris. Akan tetapi, dapat terdjadi bah w a kewarganegaraan d aripada sipewaris ini tidak diketahui dengan pasti atau m em ang tidak ada (dalam hal ia ini adalah seorang apatride). D alam hal sedemikian ini maka jang menentukan akan hukum jang berlaku ialah_hukum daripada tempat kediaman sipewaris pada w aktu ia meninggal du n ia. 75) D isini kita saksikan bahwa tempat kediaman merupakan faktor jang m en en tukan, akan hukvrp. jang harus diperlakukan dalam persoalan IIPI. D alam hal ini tempat kediaman merupakan suatu titik p ertalian sekunder. T em p at kedudukan.
D iatas telah dikatakan bahwa tempat kedudukan daripada suatu badan hukum (lega l seat) dapat melahirkan hubungan2 HPI. T em pat kedudukan m erupakan titik pertalian primer Tetapi disamping itu, tempat kedudukan ini dapat pula merupakan
suatu faktor iang menentukan a k a n • i ii , , i f M enurut sistim H PI jang dianut dnl-i m, iarus îpei akukan. kedudukan rmsat dalam berbagai negara2 maka tempat . Pus^ adm ™ s^ asi_sesuatu badan hukum (,,siè"e social centre —,----- y o f adm inistration ) ialah iane T T ~~~ ’ cem ic hukum tersebut. T em pat~^ ^f^ w T 7---- y--a.n ?U u m - £ grsonil dari b axlçui p andang um um nja sebagai terrmnf ” a Suatu badan hukum di saksikan bah w a faktor jang S ' F r DiSÜli * * ialah tem pat pusat administrasi b a d ^ ” !an£ J }arus diperlakukan hukum dalam hal ini merupakan titik p e r t i ^ ^ J c T ^ 73) 74) 75)
76)
40
kedl,dukan
Lihat djuga tjontoh T. 1 3 9 / 8 ^ u x , Iv . w i j n jang sudah disebut diitn» Ajaikarta le K . 20-4-1934, tjatatan K o l l e Lihat no. 183 dibawah. Bdgk. T . 153 /4 9 9 , R VJ Merf Djakarta, l e K , 20 4-1934 deneà 939 tersebut diatas. Djuga T . 1 3 9 /8 5 5 , RvJ diatas tadi. san Catatan K o i l e w i j n jang sudah kita singgung N egara2 jang menganut nendîn'or, i Spanjol, Austria, Swiss Polnr^io i e lan adalah Perantjis, Djerman, Italia, » a üan negara2 kontinental lainnja jang terbanjak.
Menurut sistim H P I jang dianut dalam negara2 la in maka hukum personil daripada suatu badan hukum ialah hukum daripada tem pat climana badan hukum tersebut ditjiptakan ( „ 'place o f incorporation” ). 77) Tem pat dimana badan hukum ini telah „incorporatecl” lazimnja dalam praktek merupakan pula tempat dimana badan hukum bersangkutan ber kedudukan. Dalam hal ini maka tempat didirikannja badan hukum ini adalah titik taut penentu akan hukum jang harus diperlakukan. Lain2 titik2 pertalian sekunder. Selain daripada titik- pertalian jang telah disebut diatas masili terdapat banjak titik2 pertalian sekunder lainnja. Beberapa diantaranja kita akan sebut dibawah ini : (f?) Tem pat letaknja benda. Tempat letaknja suatu benda (situs, lex rei sitae) merupakan titik taut jang menentukan hukum jang harus diperlakukan. Untuk benda2 tetap berlakulah ketentuan bahwa hukum dari tempat letaknja benda bersangkutan adalah hukum jang berlaku untuk hubungan2 hukum berkenaan dengan benda bersangkutan. Terutama berkenaan d o ngan hak2 jang bersifat kebendaan. Tetapi bukan untuk benda2 tetap sadja berlaku ketentuan ini. D juga untuk benda2 bergerak dibidang HPI umumnja diterima bahwa hukum dimana benda bersangkutan terletak merupakan hukum jang harus di perlakukan. Pada zaman dahulu, dengan pengarulmja adjaran Statuta, azas lex rei sitae ini — sedjalan dengan perkembangan feodalisme dibataskan kepada benda2 tak-bergerak (Statuta Realia). Untuk barang2 bergerak berlakulah ketentuan : „ inobilia yersonam seamintur”. 78) Akan tetapi, sedjak S a v i g n y pada umumnja dalam HPI diterima pula azas lex rei sitae ini untuk benda2 bergerak jang dengan bertambah madjunja ekonomi ke uangan dan tampil kemukanja kapitalisme serta runtuhnja sistim feodalis me, mendjadi bertambah besar peranannja. 70) T j o n t o h : Seorang warganegara negara X hendak meletakkan hypotheek atas tanah berikut rumah kepunjaan warganegara negara Y dimana benda tersebut terletak. Hukum jang harus diperlakukan ialah h u k u m dimana benda tetap bersangkutan terletak. 77)
78) 79)
Misalnja di-negaraa Anglo-Saxon, beberapa negara Amerika Latin sepertiBrazillia» Peru, Cuba, Guatemala dan Sovjet-Russia (dengan sedikit penjimpangan). Bdgk. 'W o 1 f f, h. 299 dan^ R a b c l, H, h. 32. Bdgk. pula teori3 lain jang menekajnkan kepada „doctrine^ siege^ social, centre of administration” dan doctrine daripada „centre of exploitation Bdgk. keadaan untuk H AG, Hukum Antareolonean. h_ 9S Bdgk. S c h n i t z e r , I, h. 135.
41
Hasil bumi daripada bekas perkebunan Belanda jang dinasionalir oleh R.I. telah diekspor oleh PPN-Baru. Pertanjaan apakah PPN-Baru telah memperoleh hak milik atas hasil bumi jang berada di Indonesia sebelum diekspor keluar negeri ditentukan menurut hukum Indonesia dimana hasil bumi (barang bergerak) terletak, sesuai dengan azas J e x rci sitae”. *°) Dalam tjontoh2 ini tempat dimana benda- terletak’ merupakan faktor jang menentukan akan hukum jang harus diperlakukan. 0
Tempat dilangsungkannja perbuatan-hukum. Tempat dimana dilanpsiinp-Vnn s.ntu nerbuatan-l,„k„n1 nt,n. nerdjan-
( ex
d'ian
acl" s"
'° * contractus) m cm m tan faktor jaflg
menentukan akan hukum iang hame dinerlaknknn T membuat 1-nnT i di D akarta dengan t i >- i i , j o n t o ,h : Seorang J ? . 'WNI memDuat kontrak suatu perusahaan Perantj.s tentang bantuan tehnik. Tempat dimana kontrak
h u S ^ g
h ^ 'b e i t T ^
adahh “ * »
¡“" 8
-n en tu kan tentang
Seorang pedagang „asional mengadakan kontrak diual-beli dengan perusahaan asing ,a„g berkedudukan di Singapura Kontrak terseb u t terl2 H la h lX m k o n S dilangsungkan
huk™
>ain m l htkurn jang ^ripada tempa, dimana
T » * d f e Lioe Ka D * * » perdjandjian pemindjaman uang ° lanS asing) telah mengadakah tempat dimana perdjandjian dibuat 1 Tiongkok. Hukum dari Demikian diputuskan oleh Raad van .T 5°nSkoklah jang beriak^ Ditambahkan pula sebagai pertimbanovf an dalam tahun 1926. J ialah karena menurut „maksud para311 .^ r^,klmia hukum Tiongkok inJ> perdjandjian inilah jang mereka kehLJ? i ^ ' memang hukum teinpa mereka. 82) akl untuk mengatur hubunga Karena wesel2 dalam perkara Lo ’ 7 (Export) Ltd. telah ditarik di London^? i, lawan Samuel Jones & Cc (London) dan endossemen2 dilakuka d ^ r§e Mann Com pany Limite^ pertimbangan) sahnja endossemon» T 1011’ maka (¿¡sam ping ^ Hooggerechtshof dalam tahun icwe; s-\ akibat2 daripadanja, menur11 Inggris. ') harus ditentukan menurut hukui* 80)
Bdgk. perkara tembakau Indonesia
u
? ^ ^ 5 S . terS aSTi° M 1JI>ada nasi°nalisasi Lihat unluk ini> chususnja Seg‘ 81) T. 124/404, RvJ Medan, 5-3-1926 d e n e a iJ nes!a’ h- 23 dst82) Dalam tjatatan K o l l e w i j n d ise tu f*• tjatatan K 0 11 e w i j n. timbangan2 iru. Jang hanja disaianak^ i f 6? 1'1'112111 hukum Tiongkok atas V& djukan pertimbangan2 jang keliru tentan -liau ialab bahwa RvJ telah m « « * bagian materiil dan bagian formil dari r, j pf misahan antara apa jang dinania* T. 144/392, HgH (1® Kamer) 12-12-1 o v : , u^um atjara pembuktian. ) 15-2,1935, T. 141/512. iW 5 > bandingan RVJ Djakarta ( l e Ram«” '
42
Dalam perkara jang berkenaan dengan penghibaan daripada benda2 jang terletak di Indonesia (terdiri dari a.l. suatu persil jang disengketakan) telah ditentukan oleh Presiden Raad van Justitie Djakarta pada tahun 1938 81) bahwa sahnja suatu surat „nazar" jang clibuat di negeri Arab, harus ditentukan menurut hukum Arab. Djadi untuk sementara Sj) telah diterima bahwa hukum daripada tempat dimana naskah dibuat adalali jang diperlakukan untuk menentukan apakah perbuatan hibah beisangkutan sali adanja. 8G) Sedikit sedjarah hukum. Diterimanja J ex loci actus” dalam HPI sebagai titik taut penentu ini sudah dikenal dari sedjarah permulaan perkembangan tjabang ilmu hukum itu. 8~) Dalam zaman abad pertengahan kita saksikan bahwa para saudagar telah datang dari sana sini berkumpul di-pasar- atau gelanggang dagang jang diadakan di Italia. Orang2 jang datang untuk melakukan djual-beli berasal daripada berbagai sukubangsa dan kota2. Di-tempat2 inilah di langsungkan kontrak- jang bersifat IIPI ini. Sedjak semula orang hendak memberikan pertanggungan djawab mengapa hukum daripada tempat dimana kontrak' dilangsungkanlah jang ^ harus dipergunakan. Ada penulis jang mengemukakan bahwa tempat ditutupnja kontrak ini dapat dipandang sebagai „tempat kelahirannja daripada perdjandjian. Dengan demikian J ex loci actus ini dianggap sebagai J ex originis” . Ada pula jang mengemukakan bahwa dasar mengapa hukum daripada tempat dilangsungkannja kontrak harus diperlalmkan ialah karena para pihak bersangkutan dapat dipandang setjara diam- telah menghendaki untuk menundukkan diri kepada hukum jang berlaku ditempat dilangsungkannja kontrak. ss) Ketjaman. Lex loci contractus sebagai titik taut penentu temjata telah mengalami ketjaman2 pula. Ketjaman2 jang diadakan adalah sedjalan dengan per k e m b a n g a n s e la n d ju t n ja daripada kehidupan ekonomi dan perdagangan internasional. P a d a waktu dahulu memang benar kontrak-- dagang terutama berlangsung di-pasaran2 atau bursa2 berkala jang diadakan atau dipabnk daripada pabrikan. Tetapi sekarang ini dalam dunia perdagangan inter nasional segala sesuatu telah berobah. Kini kontrak2 dagang terutama terdjadi dengan tjara tertulis, dengan surat, kawat, telex atau telefoon.
85) 86)
Mengingat ^ ¡ r f l i ^ d j u k a n dalam atjara sidang kilat (Jcort geding”). Nampaknja dalam hal ini tidaklah dipergunakan J e x rei sitae .
88)
Bdgk.n penimbangan RvJ^Medan, 5-3-1926 dalam T. 124/404 tersebut diatas.
43
D en ga n perobahan kenjataan ini manfaat jang praktis daripada „hukum tem p a t ditutupnja kontrak” telah hilang. Lagi pida dalam prakteknja seperti kita alami sekarang atjapkali adalah sukar sekali untuk menentukan climanakah sebenarnja telah ditutup suatu kontrak. Apakali misalnja ditem p at dim ana pihak jang melakukan penaw aran telah mengirimkan penaw arannja atau ditem pat dimana tawaran telah diterim a ? Dalam stelsel“ IIP I berbagai negara tidak ada persesuaian taham tentang hal ini. -s,T em p a t d itutupnia kontrak tem jata dalam prakteknja dikw alifisir setjara berlainan dalam sistim2 IIPI daripada berbagai negara. h") L a g i pula, ada suatu keberatan lain jang njata terhadap lex loci actus sebagai titik taut penentu ini. Kerapkali terdjadi dalam praktek balma suatu kontrak dilangsungkan disatu tempat tertentu se-mata2 setjam kebetulan sadja. Djika demikian halnja, maka kehidupan ekonomis daripada tempat dimana kontrak dibuat tersebuT1“
‘ sangkut-paut dengan peristiwa lmkum
Tjontoh: Seorang pedagang W N I melakukan kontrak dengan seorang pedagang Djepang mengenai pengleveran transistors oleh ( L belakangan pada wakh. para p.hak bertemt, di Ilongkong seba.rai touris Pengleveran daripada transistors iang kan n ir li fp m n if W m l n k n P
dibn ih rl; aibuat di
kan pada tempat kedudukan perusahaan sipedagang
n- ■ • , D jepang W N I
&
,,, ini harusd
di Djakarta.
ngan suasana kehidupan ekonom i dari Diemnrr i r DclKenaau cle k edu a pihak telah m enutup kontrak di Honpl-o l ^ u esiasadja. kontrak di H ongkong hanja setjara kebetulan O leh karena itu sukarlah dapat dinerH n v kum H on gk on g sebagai hukum daripada tempat d i r l n n 'l t " " , hu' adalah jan g harus dipergunakan. kontiak ditutup A p a jang ldta saksikan daripada uraian ini ? K ita saksikan bah w a karena perob'iV.nr^ „i , internasional p a d a waktu sekarano- inj 7 ,m hubungandagang tak dapat dipertahankan lagi setinra CS .i’ ^ ? C‘ co n tw ctu s ’ adalah su dah m erupakan azas jang kuno dnn . as sematjam ini kini kai'ena keadaan2 jang berobah C aPa^ dipertahankan lebih lama P ada waktu sekarang ini 1PV dipergunak an terus dalam hal2 dimann COn*ULCtlls hanja m ungkin untuk kutan benar2 adalah e ^ i T b a i w a W t ^ blmSan hukurn tem p a t bersangkutan d a n tidak lain T-T ^ eisang^utan ditutup pada funkisionil antara transaksi2 iang Wp 1 S a d a , suatu Pertautan setjara berlak u ditem p a t dim ana k o n ia k d i ^ p gSU" g 89)
44
S1Stim
T en tang kw alifikasi ini akan dibahas setjara tersendiri kemudian.
ukum jang
Dibidang perkawinan „lex loci actus” ini dikenal dengan istilah „le x loci celebrationis”, tempat dimana perkawinan dilangsungkan. Menurut sistim IIPI jang berlaku diberbagai negara tertentu Lex loci celebrationis” ini dipergunakan sebagai titik taut penentu untuk berbagai peristiwa hukum jang bersangkut-paut dengan perkawinan. !)0) Misalnja djuga persoalan tentang dapat dibatalkannja atau batalnja perkawinan jang telah dilangsungkan. !" ) Tempat dilaksanakan perdjandjian.
-
Salah satu faktor lain jang menentukan akan hukum jang harus berlaku adalah tempat _dimana perdjandjian dilaksanakan, tempat dimana para pihak harus menunaikan kewadjiban- kontraktuil mereka. Tempat dilaksanakannja perdjandjian (lex loci solutionis, lex loci execulionis) adalah titik pertalian sekunder pula. T j o n t o h : Seorang W NI mengadakan kontrak pemborongan dengan kontraktor asing dari Juar negeri mengenai pembangunan daripada instalasi pembangkitan tenaga untuk pabriknja di Indonesia. Apabila tidak di tentukan lain maka dapatlah diperlakukan hukum Indonesia karena pekerdjaan bersangkutan dilaksanakan disini. Seorang W N I jang berada diluar negeri memberikan surat-kuasa dagang kepada seorang asing jang berada di Indonesia. Pelaksanaan suratkuasa ini hams dilakukan di Indonesia. Hukum dari tempat pelaksanaan perbuatan hukum bersangkutan adalah jang harus dipergunakan. Tjontoh jurisprudensi. T j o n t o h dari jurisprudensi Indonesia : Antara para pihak jang berkewarganegaraan Djerman telah dilangsungkan kontrak kerdja jang dibuat di Hamburg dan ditulis dalam bahasa Djerman. Tetapi, walaupun kewarganegaraan kedua pihak adalah Djerman dan kontrak tersebut dbuat dikota Hamburg dan dalam bahasa Djerman namun Raad van Justitie Surabaja (sesuai dengan hakim dalam tingkat pertama) pada tahun 1936 °2) telah menentukan bahwa hukum Indonesia-lah jang berlaku karena kontrak kerdja tersebut njatanja telah ditudjukan untuk dilaksanakan di Indonesia dimana pihak madjikan (Firma G, Bantle) mempunjai tempat kedudukan dan tempat berusahanja. Berdasarkan kenjataan ini telah disimpulkan pula adanja „ maksud daripada para pihak” agar supaja perdjandjian-kerdja ini 90) 91)
92)
Misalnja di-negaaa3 Anglo-' Saxon. Lex loci contractus tidak berlaku untuk liukumharta.-benda.-perkawinan jgjig oleh Presiden RvJ Djakarta dianggap termasuk status personil, T. 126/222, Presiden RvJ Djakarta, 12-6il927. Lihat diatas, dibawah ICewarganesaraan sebagai TPS, No. 180 sub a. T. 144/482, RvJ Surabaja (1® K ) 17-6-1936.
45 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 4
diatur oleh hukum Indonesia. ° 3) D jadi, dari pertimbangan liakim ja menekankan kepada „lex loci executionis” ini kita saksikan b ah w a fakt0y tempat dimana perdjandjian dilaksanakan telah didjadikan faktor ja 1 menentukan akan hukum jang dipergunakan. g
Lain tjontoh.
Tjontoh lain kita saksikan telah diberikan oleh Raad van Justitie Med-} i ditaliun 1939 ° 1) berkenaan dengan kontrak-kerdja pula. Sewaktu p a ° j pihak (ke-dua2nja orang2 British-India asing) berada di India m ereka te^u m em buat perdjandjian-kerdja untuk melakukan neknrdjaan di M crU Kontrak ini dibuat didalam bahasa Tamil dan antara lain m e m u a T j^ ' tentuan dari pihak Pana Lana Tina Ramasami alias Eramasami Chets,"6" (dahulu penggugat kini terbanding) „Saja djandji pergi ke M edan, ked • ' toean Rawana Mana Rawan Mana boeat pekerdjaan mendjalankan w a sampei lamanja tiga tahoen................” °5) Raad van Justitie Medan mempertimbangkan bahwa dari keniata dapat dilihat bahwa para pihak tidak telah menghendaki sesuatu m a f ^ hukum jang chusus untuk perdjandjian-kerdja mereka. Berhubung d e n ^ itu maka diletakkan titik berat atas kenjataan bahwa perdjandian ini ^ lulu m engenai pekerdjaan jang akan dilakukan di Indonesia dalam s i ^ * perusahaan melepas uang dari pihak madjikan jang untuk b eber ^ lama sebelum dibuatnja kontrak sengketa sudah berkedudukan dan d jalan di Indonesia. Pemberhentian jang diberikan oleh madiik-m • kini diperkarakan (Ramanathan Chaettyar, berdagang d ib a w ih Rawa Mana Rawana Mana di Medan dan dengan merek N a v e n n a T ^ Rawana Mana di Karei Koedi) djuga telah dilakukan di IndonesW r ? a karena itu Raad van Justice telah menggunakan hukum j ^ ° H menjelesaikan perkara mi. uesia u n t ^ Disini kita saksikan bahwa faktor f«™ * ilaksanakan adalah titik pertalian s e k u n d l di ma» a perdjandjian di_ harus diperlakukan. S u n d er jang menentukan hukum jang ini j'urisprudensi jang tetap di In d L esS b a w T 't '
f
“
• di atakan
di Indonesia diperlakukan pulaTukum Indon^to? $ ) S 93) 94 95) 96)
Hal ini sudah kita bitjarakan tatkala t«™ ,* ■ • j-u u j , hukum sebagai TPS. Lihat diatas no inn u ", ml dlbahas dalam rangka pilihan T. 152/428, RvJ Medan, 9-61939. 80 Sub k' Untuk naskah teks perdjandjian ini, lihat T lw /a q i Dipertimbangkan setjara tegas a 1 doi« { *52/4 3 L menguatkan RvJ Medan, T. 104/202 I W i ^ S4’ 5' 191?. T . 1 0 9 /68> Setjara diam2 T. 135/503, Res. rr D ^ , A T i’a ^ i n 19! 4 ' T ' 10^ 4l2: baja 2 0 1 -1 9 3 4 ; T. 146/360 Res » n^i C Res- ^ Ura’ Djakarta 17-5-1938, RvJ Djakarta 4 ' 5' 1937 ; T * 1 5 1 /7 0 , Resger. Bdgk. tjatatan J.H. W a g e n e r pada keputusan ini, T . 1 5 2/434 dst.
46
D ari tjontoh2 ini ldta saksikan ba h w a tem pat dim ana p erd ja n d jia n dilaksanakan m erupakan faktor jan g m enentukan hukum jan g harus b e r laku. Ketjam an.
K eberatan2 jang serupa seperti telah diadjukan terhadap „ l e x loci contractus” dapat diadjukan pula disini. Sedjak zam an Y o n S a v i g n v orang telah b erp eg a n g a n kepada „ lex loci solutionis ini sebagai titik taut penentu. °7) Sebagai dasar d ju g a dikem ukakan bah w a bolehlah dianggap bah w a para pihak jan m elan gsu n g kan perdjandjian se-olah2 telah m enghendaki sendiri bah w a hukum dari p ada tem pat pelaksanaan perdjandjian m erekalah jan g berlaku. 9S) T e ta p i tjara berpikir sedem ikian ini tidaklah m emuaskan. K einginan p ara pihak vematjam ini hanja m erupakan suatu fictie belaka. 00) H anja dapat dipertanggung-djaw abkan pem akaian d arip ad a hukum tem pat pelaksanaan perdjandjian ini bilam ana m em ang essentiil untuk h u bungan hukum bersangkutan bah w a pelaksanaan p erdjandjian dilakukan p a d a tem pat bersangkutan sadja dan m elulu ditem pat itu sadja. L e x loci solutionis ini m erupakan suatu pengertian jang tidak m udah untuk dikw alifisir. O leh b erbag ai stelsel hukum pengertian ini akan dikw alifisir setjara berlainan. A tjapkali „ le x loci solutionis” ini pun adalah bersaam an den gan tem pat "f kediam an dari pihak atau tem pat kedudukan daripada perusahaan jang bersangkutan. D alam hal sedem ikian ini tidak perlu digunakan „ l e x loci solu tion is” sebagai faktor jang m enentukan hukum, karena sudah dapat ditentukan hukum jang berlaku ini dengan faktor2 tem pat kediam an atau tem pat kedudukan itu. Pem akaian „ lex loci solutionis” sebagai titik pertalian sekunder ini ada lah sedjalan d en ga n usaha untuk m entjari akan „ z e t e l ” (Sitz) daripada tia p 2 hubu n gan hukum . K ita m engetahui bah w a V o n S a v i g n y telah m em p erk em ban gkan tjara bekerdja sedem ikian ini sebagai reaksi atas teori statuta. 10°) j!) Tem pat terdjadinja perbuatan m elanggar hukum. Diatas telah kita saksikan bahwa pada perbuatan2 hukum tempat di97) 98) 99)
10 0 )
H P I , I no. 137. B dgk. pts.s tersebut diatas. B dgk. tentang „fictieve bedoeling van partijen” dibidang H A G ini, H ukum Antargolongan, h. 50 dst. Lihat a.l. T . 1 3 2 /4 1 7 Res. Ger. Padang, 9-5-1930 ; RvJ Padang 14-8-1930 ; T . 1 4 8 /7 6 4 , Ldr. M alang 16-2 t1938, H .K . no. 1 ; H . 1957, 1— 2 , h. 137, P .N . Djakarta 21-11-1956, H .K . no. 26. H P I , I n o. 137.
47
lakukaixnja perbuatan tersebut (lex loci actus, lex loci contractus) adalah faktor jang menentukan hukum jang berlaku. Sekarang ini kita saksikan adanja ketentuan jang berdjalan paralel dengan itu scpandjang berkenaan ••dengan perbuatan- jang melanggar hukum (onrechtmatige daad, u n erla u b te Handlung, unlawful act, tort). Pada perbuatan2 matjam ini tempat diinanj perbuatan melanggar hukum itu dilakukan „Tatort, lex loci delicti coiiK missi” ) adalah faktor jang menentukan hukum jang harus dipcrlakukanT j T j o n t o h : Seorang exportir Indonesia menjerahkan hasil buminj*1, kepada maskapai perkapalan Norwegia untuk diangkut ke London. IIasil bumi tersebut ternjata setjara melawan hukum tidak diserahkan kepada' alamat pembeli di London tetapi telah diturunkan dari kapal di Singapura, dan diserahkan kepada pedagang2 Singapura jang tidak b e r h a k "untuk menerima barang tersebut, wi) Perbuatan ini adalah perbuatan melawan hukum. Perbuatan melanggar hukum tersebut telah terdjadi di Singapuraim h«kum Singapuralah jang dipergunakan untuk meng*. adili perbuatan melanggar hukum tersebut. I of c £ 2 T
K ?
e" f Indonesia; dari Ford Motor Company, ltl'li;idaP reporoteur mobil disini ¡an» dianeeap tcli*
b e n ^ Z PF Ä r e f c ^ ? gS‘T 1'Uk" m denS;m S
S
i a
m orS didepa»,
i d i l d t i r t - ‘ menUmt lMkum
-> T » » Ä
menurut hukum Amerika^Tlie^U^to1' Stu$a''aan ^ New «MM'0 ® Limited), karena dianggap telah melalui '1? Rubbor ExPort Cü" ll’:"'i gelapan, nampaknh dkelJL'i, an laPoran palsu tentang peng' buatan Ä Ä " T ™ * W ™ » Indonesia, di.n ^a p * olell seorang India dan Sinrr ' * " I 1” ’ I^0ITI1^,;UI pula tuntutan gantin1!? pentjetakanSa.-Q4 n ^ < t t 7 Z 7 Z ) ¡ Z Sjechmaidin Radjamaidin Kit-lL \ r i
*jurail8 dilakukan oleh orang In<- .
diselesaikan
perbuatan melanggar hukum itu (Indonesia)"
jang telah mereka pergunakan.
tCr" P‘'lt dllakultonI’,
ke£>UtUSa" J“ S
“
<
pertlmbanSan“ chusus mengenai huk»^
Sedikit sedjarah hukum.
melanggar h u ta n ini s e b a g T i a S
101)
Bdgk. misalnja perkara2 Wangidjaja’ Indevitm ,7 i, , „afl Agung dan LA A P LN mengadjukan berbagai tim t ^ !!? ana iillak Kedjaks ^ Singapura, Norwegia, Burma dan Hongkong te r h iiW “ ^ da? an Pengadilan -r zen dapat diperoleh kembali oleh R.I. Lihat HPI T PC kapal supaja de
102)
T. 141/486, H gH 142-1935. Lihat diatas no. 174 m h k ' 2 ^
berlaku ? Pada pokoknja kita saksikan perkembangan jang serupa seperti pada J ex loci actus” tadi. Pada awalnja setiap orang bersangkutan dibiarkan dalam hukum sukubangsa atau golongan mereka masing2. Iiukum ini pun berlaku djika telah terdjadi perbuatan- melawan hukum. Apabila terdjadi perbuatan melano-aar hukum maka timbullah kesulitan hukum manakah jang harus dipilih djikalau hukum daripada sipembuat dan hukum daripada sikorban adalah berlainan. Untuk mengatasi kesulitan ini telah dipergunakan tempat dimana terdjadinja perbuatan melanggar hukum itu sebagai faktor jang menentu kan hukum jang harus diperlakukan. Pemakaian faktor penentu seperti ini mempunjai pula suatu keuntungan praktis oleh karena pada umumnja kompetensi hakim untuk mengadili perkara bersangkutan djuga djatohnja bersamaan dengan tempat dimana dilakukan delik ini. Kesulitan2 dalam praktek dapat timbul bilamana lebih dari satu tempat adalah tempat dimana delik dilangsungkan, misalnja pada suatu delik jang dilandjutkan (voortgezcite handeling). Tiap2 tempat dimana telah terdjadi bagian2 dari perbuatan2 melanggar hukum ini merupakan Joci delicti”. Dalam praktek kita saksikan bahwa djuga tempat dimana telah timbul kerugian oleh perbuatan melanggar hukum dipandang sebagai tempat dimana perbuatan itu telah dilangsungkan. Sebenamja tempat dimana timbul akibat2 kerugian ini lebih baik dibandingkan dengan Joci executionis”. tempat dimana perbuatan telah dilaksanakan. ©
Maksud para pihak.
Titik2 taut sekunder jang menentukan hukum jang berlaku karena adanja kehendak darivada yara pihak (autonomie van partijen, bedoeling van partijen) berbeda dengan titik2 pertalian sekunder tersebut diatas jang menitik beratkan nada ikatan2 personil atau territorial Titik2 taut penentu matjam ini disebut pula sebagai termasuk dalam „ autonomen Anknüp fungen’. 104) . / 7. Dalam bidang hukum harta-benda, chususnja hukum ikatan (verbintenissenrecht) diberikan tempat jang leluasa bagi para pihak untuk menen tukan sendiri hukum manakah jang hendak mereka menjatakan berlaku. Disini terdapatlah apa jang terkenal sebagai hukum” (rechtskeuze). Menurut adjaran jang penganutnja terbanjak, 10a) rechtskeuze ini dapatlah 103)
104) 105)
Dibidang HAG jang berlaku di Indonesia liingga sekarang pada perbuatan melang gar hukum u m u m n ja dipergunakan „hukum daripada fihak jang berbuat” (recht van de da der). Lihat Hukum Antargolongan, h. 97 dan jurisprudensi jang disebut disana. S c h n i t z e r I, h. 163. Lihat K o l l e ' w i j n , V.O., h. 150 dst. Rechtskeuze, h. 35. Bdgk. T. 57/395, HgH 27il0-1891; T. 32/164, HgH 20-2-1879, W . 822.
49
dilakukan dalam bidang hukum harta-benda, chususnja hukum ikata^ Di-lain2 bidang, seperti misalnja pada hukum kekeluargaan, tidaklah m u ^ kin dilakukan pilihan hukum jang disukai oleh para pihak ini. Alasan2 ja dikemukakan ialah bahw a djikalau hal ini dimungkinkan m aka b a ^ j^ orang2 lain (jang tak langsung turut serta dalam perbuatan-hukum t e r s e b ^ akan dirugikan karenanja. 10°) ^
PilihaH hukum dalam H A G .
Kita sudah saksikan bahwa dalam Hukum Antargolongan, pilihaD lmkum ini pun m em egang peranan seperti halnja dibidang IIPI. t D alam hubungan intern pilihan hukum ini merupakan suatu titik-j^ D em bed a, suatu titik pertalian primer, faktor jang m entiintakan si^TT hubungan H A G (IIP I). atu D alam hubungan e x t e r n pilihan hukum ini merupakan titik taut penentu, tl¿ÜS-Pertah^n_g_e_k_u.n_d e ,r , faktor jang menentukan akan h u ]^ ^ jang harus diperlakukan. Hal ini berlaku baik dibidang H A G 107) maun, dibidang IIPI. 1^ T j o n t o h : Perusahaan P.T. Hotel Indonesia telah m elangsungkan kontrak dengan Intercontinental Hotels Corporation m engenai eksploita • bersama dan management daripada „H otel Indonesia” . Dalam kontral' tersebut telah ditentukan hukum Indonesialah jang akan berlaku untuk perdjandjian ini. ^ Disini kita saksikan bahwa pilihan hukum seperti dikehendaki para pihak merupakan taktor ]ang menentukan hukum iang harus K laku. 3 6 uerMasalah2 jang termasuk pilihan hukum ini merupakan suatu persoal, tertentu jang merupakan adjaran tersendiri dalam ilmu HPI hingga l a S ? nja memerlukan pula tindiauan chnsno i u-u \ -, ° ° TT akan djuga dilakîkan oleh kita kela k ¿ T mendalam. Hal w Tjara2 mengutarakan kehendak para pihak. dengan apa jang W *
Kehendak
” r1nja . e f. , meiniPakan kehendak daripada para pihak inj.
kataari’ (uttdrukkelijk) n l 'l ) ^ &r& ^ atau
setïara »denpan sedem ikian baniak t>er.
106) Hukum Antargolongan, h. 163 dst. 107) Bdgk. untuk ini, Huktim Antargolonean i, m j .. 107a) Lihat kemudian. g K 50 drt-
50
den gan tegas maka tidak perlu tim bul ke-ragu2an tentang m aksud p ara pihak ini. T j o n t o h : Dalam kontrak antara p ed agan g W N I dan p e d a g a n g D jerm an Barat ditentukan setjara tegas bahw a ketentuan2 tentang arbitrase internasional berlaku dalam hal timbul perselisihan. H al ini telah diatur dalam suatu pasal tersendiri. Dalam hal ini tidak tim bul ke-ragu2an tentang hukum jang harus dipergunakan. T etapi, bilam ana maksud para pihak ini tidak setjara tegas diutarakan, m aka harus kita simpulkan maksud ini daripada berbagai hal2 dan faktor2 tertentu. T j o n t o h : Dalam kontrak antara pedagang W N I dan saudagar H o n g k on g hanja disebut bahwa untuk pelaksanaan perdjandjian ini para pihak m em ilih tem pat kediaman hukum (dom icilie) pada Kantor Panitera Pengadilan N egeri di Djakarta, atau dalam kontrak tersebut terdapat pasal2 daripada B .W . Indonesia. H al2 ini m enundjukkan bahw a adalah maksud para pihak pada waktu m elangsungkan kontrak tersebut bahwa perdjandjian m e r e k - ini akan takluk dibaw ah hukum perdata Indonesia. T jon toh dari Jurisprudensi In d on esia : hukum Tiongkok diperguna kan untuk perdjandjian uang jang berlaku di Tiongkok antara orangasing T ion gk ok karena rupanja adalah „ makstid para yihak” b ahwa hukum setem pat dim ana perdjandjian dibuat adalah jang mengatur perdjandjian m ereka. 107b) D jan ga n mengkonstruir „maksud para pihak" jang fictief.
M aksud para pihak ini dapat dinjatakan setjara tegas (dengan se dem ikian banjak perkataan) atau setjara d i a m - d i a m . Dalam hal jan g belakangan ini maksud para pihak disimpulkan dari kenjataan2 (om standigh eden). Disini kiranja boleh diulangi apa jang kami sudah ke m ukakan berkenaan dengan H A G , jakni bahw a kita harus bertindak hati2, agar supaja djangan sampai mengkonstruir suatu „b ed o elin g van partijen” * jang „ f i c t i e f . 30S) B entuk naskah jang dibuat, bahasa jang dipergunakan, mata-uang jang ditentukan p en d ek kata ..vorm en inhoud van h et contract” dapat diper hatikan untuk m enjim pulkan maksud para pihak akan hukum jang mereka m engh endaki supaja dipergunakan. ^ • M isalnja : Bahasa Inggris, mata-uang Inggris, bentuk (vorm ) jang lazim dipergunakan dinegeri Inggris, disam ping lain2 faktor (tem pat dibuatnja 107b) T . 1 2 4 /4 0 4 , RvJ Medan, 5-3-1926 dengan tjatatan K o 11 e w i j n. Lihat diatas, no. 81. 108) „H uku m Antargolongan” h. 50. Bdgk. jurisprudensi jang disebut disitu. T. 132/417, R es. Ger. Padang, 9-5-1930 RvJ Padang 14-8 1930, T . 1 4 8/764 Ldr. Malang 16-2-1938 H .K . no. 1, H . 1957, 1— 2, h- 137, P .N . Djakarta 21-11-1956 H .K . no. 26.
51
bersangkutan), oleh H ooggerechtshot' dalam tahun 1935 io» dan RvJ Djakarta 110) dalam tahun itu pula telah didjadikan fa k tor- jan^ m e n e n t u k a n pemakaian hukum Inggris atas wissel dan endossem en-.
n ask ah -
— Dalam perkara ini pula H oogerechtshof telah m en gan ggap lniku^ I lindia-Belanda jang harus diperlakukan untuk cessie jang dilakukan Se telah hari-djatuh daripada tagihan-wissel2 bersangkutan, karena akta- telu] dibuat dalam bahasa Belanda dan djuga isi daripada akta- bersangkut;*, m enundjukkan bahw a „cedens als de cessionaris d e t o e p a s s e l i j k h c i d \-a, het N ederlandsch-Indisch reclit voor oogen stond” . Maksud, para pihak ini pernah pula disimpulkan oleh Raacl van Justitj, Surabaja pada tahun 1936, n i ) sesuai dengan hakim tingkat pertam a-daj kenjataan bah w a kontrak-kerdja jang disengketakan antara para pihal ( G . A. Bantle la. F.M .O . Preiss, keduanja berkewargancgaraan Djernian telah dilakukan dengan madjikan (Firma G. Bantle) jang berkeduduka, di Bandjarmasin dan njatanja ditudjukan untuk dliaksanakan pula c] Indonesia climana perusahaan sang madjikan berada. 112) D ari kontrak kerdja bersangkutan 1]n) djuga tidak tei-njata bahwa para pihak menp hendaki setjara tegas diperlakukannja suatu stelsel hukum lain. G> Tempat diadjukannja proses perkara. D ju ga tem pat dimana proses diadjukan atau dimana lain- perbuatu, form il telah dilakukan atau diberikan, misalnja pendaftaran tanah dala^ kadaster, pentjatatan- hak atau beban2 tertentu atas tanah (H y p oth oe’ um pam anja), pem berian hak2 milik perindustrian, hak tiap d agan hak oktroi, hak patent dsb., ini semua penting sebagai faktor2S a n g rn* nentukan hukum jang harus diperlakukan. c T j on t o h : Suatu m erek tjap dagant? Dr i')™//«’ ,, n; ? 7 telah didaftarkan oleh Firma Drallo d^rl 1 a m W ^ n f ' " ' ' “ 1™ * * * ' daftaran merek di Bodenbach. PendaftaranJ T gVP i ? km PGt filiooi n • ; ia" merek ini dilakukan atas nain S t r le S
]ang bcrada di Bodenbach (pada w afc
r j f l i f " 1' M e re k ini d i“ 8 g a p w a h t e r t jij* m e n u n ,t h u k u m A u stn a , k e d u d u k a n m e re k te r s e b u t ialah d i A u s tr ia d »
110)
T .1 4 4 /3 9 2 , H cH ( l e K ) ] 2-19 . 10 ^ i persdrukkerij” ) la . Samuel Jones & PQ , T .1 4 1 /5 1 2 , RvJ Djakarta ( l e K ) l i o S o «
111) 112)
T . 1 4 4 /4 8 2 , RvJ Surabaja ( l e K)', 17-6 .1935 Lihat teksnja pada T . 144/483, n. 1 .
113)
D jadi disamping ,,maksud para nihrrh» , dianggap sebagai T P S oleh hukum L i W - T ' *
109)
L° Un P’'
(r S° eka boemische Sne ^ k e d u d u k a n d! Londo,
,■ 1 r ■ •» • djU£.a . ” l£ x ! ° y ^ e c u t w n is Jati
H 3 a ) Dalam U. U. Pokok Agararia „ „ T * r l ’ T f ’ u '" ' u ' T dinjatakan telap lakluk pada keten tm » l * ? 1 , h?Polh“ k <M ,a l 57) Bdgk. A , » i » J „ „ ,
52
n0' l “ ■»k'
F™ “ 'S 1? "
hukum jan g berlaku ialah hukum Austria. Tatkala pem erintah T sje clio slo w akia hendak m engadakan konfiskasi daripada m erek tersebut, o le h hakim — Austria hal ini tidak dibenarkan. 114) Untuk hukum atjara form il kita saksikan bah w a hukum d arip ad a sang hakim (le x fo r i) adalah penting sekali dalam hal m enentukan huk um jan g harus dipergunakan. Untuk segala hal2 jang term asuk hukum „a tjara” („p r o c e d u r e ”) hukum daripada sang hakim dim ana perkara bersangkutan diadjukan, m erupakan hukum jang berlaku. H al jan g serupa sudah ldta saksikan terdapat pula dalam suasana H A G » p a d a w aktu sebelum perang di zaman H india Belanda. P ada w aktu itu dikenal apa jang dinamakan suatu „ fo r m e d reehtelijk lex fo ri” b erh u b u n g den gan adanja hukum atjara tertentu untuk „ hakim E ropah” (R .V .) dan „ hakim In donesia” (I.R., II.I.R .). 115) T jontoh Jurisprudensi In d on esia: A pa jang dinamakan sebagai bagian t o r m i 1 daripada hukum pem buktian, menurut R aad van Justitie M ed an ditahun 1926, harus diselesaikan menurut hukum daripada tem pat dim ana perkara diadjukan. 110) Selain daripada itu „ le x fori” ini penting pula untuk b id a n g PIPI dalam lain hal. Sepandjang hukum asing jang seharusnja dperlakukan, tetapi tidak dapat diketahui oleh sang hakim, maka dalam m enjelesaikan tugasnja ini sang hakim kerapkali kem bali kepada hukumnja sendiri. Atau dalam hal hukum asing jan g sejogjanja dipergunakan, dalam hal chusus perlu d i k esam pingkan karena bertentangan dengan „ord re p u b lic”, m aka d ju ga lex fo ri ini m erupakan faktor jang menentukan hukum jan g diperlukan. 179.
P E R IN T J IA N T I T IK 2 P E R T A L IA N LE B IH L A N D J U T . B a t j a a n : N i e d e r e r , h. 203 dst ; A r m i n . j o n , h. 197 dst ; S c h n i t z e r , h. 48.
Setelah m em berikan beberap a tjontoh TPS diatas ini kita akan m em perhatikan perintjian lebih landjut dan pem bagian 2 daripada pengertian titik2 pertalian ini. Selain daripada pem bagian dalam titik pertalian prim er dan titik per talian sekunder, m asih dikenal lain2 pem bagian. 114)
115) 116)
Lihat Oberste Gerichtshof Austria, 10-5-1950, H offm an v. Dralle, 45 A J IL (1 9 5 1 ), h. 354. Lihat pembahasan keputusan ini pada ,,S egi2 hukum i n t e r n a s i o n a l pada nasionalisasi di Indonesia” , h. 15 dst. Lihat H ukum Antargolongan, h. 49. T . 1 2 4 /4 0 4 , RvJ M edan, 5-3-1926, dengan tjatatan K o l l e w i'j a jan g menganggap pemisahan dalam bagian formil dan materiil dari hukum pembuktian seperti dila kukan oleh RvJ dalam perkara ini tidak m ejakinkan. Lihat pula pembitjaraan kepu tusan ini diatas pada waktu dibahas ,,lex loci contractus” sub j.
53
180.
T itik pertalian kumulatip.
* «i-ioh satu perintjian lebih djauh dapat kita saksikan p a d a titik2 p e r talian" jang m engakibatkan bah w a setiara bersam aan sekaligus berlaku u rr)-.orrai stelsel hukum. — . ialah^ a h w a terdap a t sua,tu . k u m u l a s i (p en u m t \ f]or,-pnfla titik2 pertalian. T itik2 taut semat jam ini dikenal d en ga n istilah „titik pertalian kum ulatip’’ („K u m u la tive A n k n ü p fu n g ’). Bilam ana kita m enghadapi titik pertalian jang kum ulatip ? Kita m enghadapinja bilam ana untuk m endjaw ab satu persoalan jm k u m tertentu setjara sekaligus dan bersamaan dipergunakan clu_a— 9 ia u _Ieb ih stelsel— hukum . Dua m atjam kumulasi. * Kum ulasi ini dapat berlangsung dalam dua bentuk tertentu. Salah satu dari stelsel2 hukum jang berlaku bersam aan ini ada\a\\ ste\se\ VvviVwto naslotval darv ym g \ainn]a adalah stelsel hukum asing (a) atau stelsel2 hukum jang berlaku bersamaan ini adalah stelsel2 hukum jan g k ebetu lan dipertautkan (b). (a )
K um ulasi daripada hukum sendiri d an hukum asing.
T j o n t o h : Untuk pertjeraian atjapkali kita ketem ukan dalam stelsel2 H PI berbagai negara bahw a sjarat2 untuk dapat bertjerai ini harus ter penuhi baik menurut stelsel2 hukum nasional daripada para pihak m aupun m enurut stelsel hukum jang berlaku di negara bersangkutan. K etentuan sematjam ini misalnja terdapat di negara Swiss. D isini kita saksikan b a h w a pertjeraian daripada orang asing dinegeri Swiss harus dilangsungkan menurut dasar2 tjerai jang dikenal baik daTam hukum nasional para p ib a k m aupun menurut hukum Swiss (pasal 7h N A G :). 110a) Ketentuan jang serupa kiranja dikenal pula dalam stelsel H P I I n d o nesia. 117) M enurut H PI Djerman maka untuk m enentukan telah t e r d j a d i n j a perbuatan m elawan hukum (unerlaubte H andlung) oleh seorang D jerm a n 116a) Bdgk. pasal 17 EG BG B ajat 4 jang mensjaratkan kumulasi pula : „ A u f Scheidung kann auf Grund eines ausländischen Gesetzes im I n l a n d e nur erkannt werden, wenn sowohl nach dem ausländischen Gesetze als nach den deutschen G esetze11 die Scheidung zulässig sein würde” . 117)
Bdgk. m isalnja keputusan P .N . Djakarta, 5-12-1953 H . 1958, 1— 8, h. 4 4 dari IIia?.a dapat disimpulkan bahwa pertjeiraian bagi warganegara3 R .R .T . jang berada i sini, hanja dapat diterima djika terpenuhi baik sjarat3 hukum perkawinan maupun B .W .-Indonesia, walaupun pertimbangan H akim mempergunakan penger-
tian
54
„ordre public ■
diluar n egeri harus dipergunakan setjara kum ulatip baik hukum nasional D jerm an m aupun hukum tem pat dim ana dilakukan perbuatan tersebut (pasal 12 E G B G B ). 118) Ketentuan jang serupa dikenal pula dalam H P I Inggris. Suatu tun tutan karena perbuatan m elanggar hukum (action fo r for*) hanja d a p a t diadjukan di Inggris apabila perbuatan itu djuga dapat m entiiptakan suatu tuntutan sedem ikian m enurut hukum Inggris. D jad i sjdrat jan g harus dipenuhi ialah bah w a perbuatan bersangkutan dipan dan g sebagai m e langgar hukum baik oleh hukum daripada negara dim ana perbuatan itu dilakukan m aupun m enurut hukum negara Inggris. 110) (b )
K um ulasi d a rip a d a dua stelscl hukum ja n g „w ille k e u r ig ” (k e b e tu la n ).
+
D isini kita saksikan bah w a oleh kaidah2 H PI bersangkutan disjaratkan berlakunja setjara kum ulatip dua stelsel hukum jang harus dituruti. Salah satu daripada stelsel hukum ini mungkin lex lori. T j o n t o h : D alam suatu perkara H PI diadjukan dua tagihan oleh m asing2 pihalc setjara tim bal balik dengan alasan bahw a sudah terdjadi kom pensasi hingga tak ada hutang lagi. Dalam hal sematjam ini adalah sebaiknja m enurut pandangan beberapa penulis2 110n) H PI bilam ana untuk m en d jaw ab pertanjaan apakah benar telah terdiadi kompensasi, diukur ini m enurut kedua stelsel2 hukum jang dipertautkan. D alam jurisprudensi Anglo-Saxon kita saksikan bah w a pada penjelesaian daripada perdjandjian2 dipertautkan baik kepada „p ro p er law o f th e con tra ct” m aupun dengan „le x solutionis” untuk m endjaw ab pertanjaan apakah tidak telah terdjadi pelanggaran2 daripada sjarat2 essentiil. 1“°) 181.
T itik 2 pertalian alternatip.
Selain d a rip a d a titik2 pertalian kumulatip ini kita m engenal pula perintjiaij titik pertalian a l t e r n a t i p . Dalam hal ini kita saksikan adanja lebih dari satu titik pertalian jang dapat m e n e n tu k a n hukum jang berlaku. Salah satu daripada dua atau lebih faktor2 ini dapat merupakan faktor jang berlaku. Oleh karenanja disebut titik2 pertalian sematjam ini sebagai titik2 pertalian alternatip. 118)
Pasal 12 E G B G B berbunji : „A u s einer im Auslande begangenen unerlaubten Hand lung können gegen einen Deutschen nicht weitergehende Ansprüche geltend gemacht werden, als nach den deutschen Gesetzen begründet sind” . Bdgk. pasal 11 ajat 2 dan 3 dari U .U . Djepang tg. 15-6-1898. Makarov-Quellen, I no. 27 sub A , 1. 119) Lihat W o l f f , P .I .L , h. 6. '1 1 9 a ) a.l. N i e d e r e r , h. 204 n, b, dari siapa kita kutip tjontoh ini. 120) Untuk tjontoh3 ini lihat djuga L e w a i d , Régies générales (1 9 4 1 ), h. 34 — 35.
55
Karena dapat dipilih antara berbagai titik pertalian ini pernah disebut pula : „ W a h l a n k n ü p f u n g ”. 121) T jo n t o h - : D a la m IIP I D jerm an kita saksikan atjara tertentu ten ta n g d ita roh n ja o ra n g d ib a w a li perw alian safih (cu rn lclc). l~~) Seorang a sin g d ä p a t d itaroh d ib a w a h p erw alian safih di D jerm a n bilam an a ini b e r d o m ic ilie d i D jerm a n atau apabila tidak ada d o m icilie ia m em punjai te m p a t k ed ia m a n n ja d i D jerm an (pasal 8 E G B G B ). rJ3) D isini kita saksi kan b a h w a seb a g a i alternatip daripada d o m icilie dip akai tem pat kediam an. F a k tor d o m icilie atau tem pat kediam an d i D jerm a n ja n g m erupakan titik taut p en en tu . Salah satu d arip ad a faktor- tersebut adalah jan g dapat dipergunakan. T jo n to h lain kita saksikan berkenaan d en ga n ben tu k perbu atan hukum ( v o rm d er rech tsh a n d clin gen , F o rm ein es R ech tsg esch ciftes, fo r m e d'anc a c te ¡u ridiqne). D alam IIP I D jerm a n kita saksikan b a h w a b en tu k p er bu atan hukum ini dapat dilangsun gk an m enurut isi d arip ad a huk um jang setjara m ateriil m engatu r perbu atan hukum bersangkutan atau m enurut hukum ditem pat m ana p erbu atan tersebu t dilangsungkan ( lex lo ci actus). H a l ini ditentukan d alam pasal 11 ajat 1 E G B G B . 1LM) K etentuan jang s e iu p a kita saksikan p u la dalam C o d e C iv il Italia. D isin i kita saksikan b a h w a d isam p in g k ed u a faktor tersebut diatas d ju g a d a p a t ditentukan hukum jan g berlak u karena hukum nasional d arip ad a oran g ja n g m em bu at kem auannja ja n g terachir atau hukum d arip ad a para p ih a k ja n g m elakukan P ^ ^ f m bersangkutan bilam ana h u k u m in i sam a sad ja (pa sal -6 ). -°) S e d jalan adalah keten tu an dalam IIP I Swiss ten tan g ben tu k N A G )ia^26)eraC i
P erc^ anc^Pan~ m engenai w arisan d a n lega a t (pasal 24
J “ * * k etem u k an d alam H P I In ggris. B erk enaan d en ga n n <.m p u a n ( ca p a city) untuk m en u tu p kontrak2 d a g a n g (m erca n tilc con-
121) 122) 123)
124)
S c h n i t z e r , I, h. 48. Lihat tentang tjontoh ini A »•™ -•" T P asal 8 E G B G B ini berbu’nii * P - " Y ’ " i - n° ; 9 3 ’ Gesetzen entmündigt werden ‘J " A u s lf nder kann im Inlande nach den deutschen sitz hat, seinen A u le n th a k im T n ^ ¥ s,clnf,n W ° hnsitz oder, fa lls er keinen W oh n n j o n, I , li. 198 no 93 nlande hat. T jon toh ini disebut pula oleh A r m i P asa l 11 a ja t 1 EGBGB berbunii n- r’ sich nach den Gesetzen, welche für 0 / - rm eines R c c lu s-gcschäfts bestim m t R echtsverhältnis massgebend sind den..G eS.enstand des R ech tsgeschäfts bildende des O rtes, an dem das Rechtsgeschäft Jedoch dl° B eobachtung der Gesetze
125)
P a sa l 2 6 dari C .C . Italia dari 16 3 ^ 9 4 2 > form e des actes entre vits et des actes de Y* ■ H eu o ü I’acte est accom pli ou par e d le 7 ^ la lo i nation ale du disposant ou par celle des con trirt a fSU -S
,2 «
Pasal 24 d „> NAG berbunji :
S T T
sTc'eUeciTa’ t i s f aj i ^i . u ' X T... d / l ,i eur; T r1 acie acTe°"a i i * -i
du d o m icile lors de la passation de 1 acte a celu i du canton d orgine du defunt.
ou
/ / ^orr.nc. ( rC? C
I “ ¿ 'o S
acte, ou par
r
“ “ * |* T
iä
e*e passe ou a celu i du canton au droit du d em ier dom icile ou
B d g k . p u lap a sa l 5 dari U .U . tentang H P I P olandia dari 2-8-1926.
56
t ■ acLes\ La
tracts) HPI Inggris menentukan bahvva liai ini diatur setjara altematip atau oleh hukum domicilie para pihak atau oleh lex loci contractus. Apa bila menurut salah satu dari dua stelsel hukum ini jang bersangkutan dianggap mampu untuk mengadakan perdjandjian2, maka kontrak ber sangkutan dianggap sah adanja. Seperti diketahui, ukuran kedewasaan dibeibagai negaia tidak sama adanja. D i Swiss 20 tahun, berlainan dari di Ilungaiia (24 tahun) atau di Inggris (21 tahun). Apabila misalnja seorang warganegara Swiss jang berdomicilie dinegaranja berusia 20 tahun dan seorang Hungaria jang berumur 22 tahun membuat kontrak di London, maka kontrak ini sah adanja karena warganegara Swiss bersangkutan sudah dewasa menuiut hukum Swiss (umur 20) walaupun belum menurut hukum Inggns (21 tahun) sedangkan orang Hungaria harus dipandang dewasa menurut hukum Inggris walaupun belum dewasa menurut hukum Hungaria (24 tahun). 127) Ketentuan- serupa kita saksikan pula dalam IIPI Djerman atau HPI Swiss. 12s) Djuga dalam Code Bustamante kita saksikan adanja berbagai ketentuan2 jang mengandung titik2 pertalian altematip. Misalnja dalam ketentuan tentang ke warga nega raan daripada perseroan2 terbatas. Ditentukan bahwa warganegara badan2 hukum dagang ini ditentukan oleh perdjandjian pendirian dan apabila tidak ada ketentuan didalamnja tentang hal ini maka kewarganegaraannja ditentukan oleli hukum daripada dimana lazimnja Rapat Umum Pemegang Saham berkumpul dan bilamana djuga tidak ada ditentukan oleh hukum dari tempat atau kedudukan terutama dari pada pusat direksi atau administrasi (pasal 19). 12B) Djuga berkenaan dengan akibat2 batalnja perkawinan kita saksikan ketentuan2 altematip. Dalam hal tidak ada perdjandjian antara suami-isteri maka b e r k e n a a n dengan perawatan daripada anak2 jang dilahirkan dari perkawinan batal dipergunakan hukum personil daripada para suami-isteri apabila ini adalah 127)
Tjontoh ini diambil dari W o l f f, P.I.L., h. 7 Kedewasaan dinegeri Djerman, Peran tj is, Italia, Nederland, Denmark, Austria, Inggris dan negara2 bagian terbanjak dari U.S.A., (Spanjol sedjak 1943) ditentukan : 21 tahun, di Swiss, ¿U tahun (ps. 14 ZG B ), Spanjol 23 tahun, Hungaria dahulu 24 tahun, kini 18 tahun sedjak 1952 pasal 12 ajat 2 C.C. ajat 1 ; „A minor is a person who has not yet completed his eighteenth year of age, except when married.” Lihat R e c z e i , h. 151), sesuai dengan tendensi umum dalam negara2 Sosialis blok Timur, DDK, dsb. mengikuti U.S.S.R. ; demikian pula di Turki, Libanon, Israel (lihat S c h n i t z e r , Vergleichende Rechtslehre, 2° dr., 1961 (II), h. 479 ; R é c z e i ,
128)
Pasal1? ajat 3 EGBGB berbunji : „Nimmt ein Ausländer im inland ein Rechtsges chäft vor, für das er geschäftsunfähig oder in der Geschäftsfähigkeit beschränkt ist, so gilt er für dieses Rechtsgeschäft insoweit als er nach den deutschen Gesetzen geschäftsfähig sein würde.” Pasal 59 (titre final) dari C.C. Swiss 10-12-1907. Pasal 19 berbunji : >,Pour les sociétés anonymes, la nationalité sera determmee par le contract social et le cas échéant par la loi du lieu ou se réunit norma lement l’Assemblée générale de leurs actionnaires, et, à défaut, par celle du lieu où siège leur principale assemblée ou conseil de direction et d’administration (Principal Junta o Consejo directivo o administativo).
129)
57
sama untuk kedua mempelai itu. Apabila tidak ada ini maka akan diper gunakan hukum daripada pihak sang suami (pasal 49). 13°) Ketentuan altematip kita saksikan pula dalam pasal berkenaan dengan tafsiran clanpada perdjandjian2. Pasal S6 menentukan bahwa hukum jang diperlakukan pertama2 ialah hukum personil jang sama daripada para pihak dan bila mana tidak ada ini maka hukum daripada tempat dimana kontrak dibuat adalah jang berlaku. 131)
Ratio dari T P alternatip. Apa alasannja untuk ketentuan2 seperti ini ? Mengapa para pihak jang melakukan perbuatan hukum tertentu se-olah2 diberikan keleluasaan untuk memilih diantara berbagai stelsel hukum jang lebih disukainja ? Apakah kemungkinan ini diberikan se-mata2 demi kepentingan para pihak ber sangkutan ? Hal ini nampaknja tidak demikian adanja. Bukan hanja para pihak, melainkan djuga demi kepentingan daripada keseluruhannja telah diberikan kemungkinan titik2 pertalian alternatip ini. Djelaslah kiranja hal ini daripada ketentuan2 tentang sjarat2 kemanv puan untuk melakukan perbuatan hukum seperti dilukiskan dengan tjontoh2 diatas (WN Swiss dan Hungaria jang berkontrak di London)Disini penggunaan ketentuan- altematip bukannja dalam kepentingan daripada pihak jang djustru hendak mengemukakan tak salinia perdjandjian karena ia tidak berwenang. Tetapi kepentingan daripada larnnja dan pengedjaran kepastian hukum, se-dapat'-nia jang mendjad1 pendorong untuk tetap menganggap berlakunja perdjandjian itu dalam hal telah dilaksanakan sesuai dengan sjarat2 kemampuan jang b e r ia k setempat (dalam negeri). r ' 182.
Titik pertalian pengganti.
A p a ja n g d ik en al d e n g a n istilah „titik p e rta lia n atas
a l t e r n a t i p ” &■
a i b e rh u b u n g a n erat d e n g a n titik* p e rta lia n ja n g te r m a s u k
pertaban p e n g g a n t i ” ( „ E r s at z a n k n ü p f un g ™ s u b s i d i a i r e A n k n ü p f u n g ” m', HHl_ . \ s ’ Jang diartikan dengan istilah in i ¿ l ah a t a ? perta|ianS“ 1 °
U
*• - t a . — deux; à son défaut, l’on appliquera celle de l’in e^ e . est commune a ^ j et à défaut des deux, celle du mari, quand ^ agi de bonne ^ rien stipuler à cet égard.” poux ne peuvent ni ne ve 131)
132)
133)
58
Pasal 186 Code Bustamante berbunji : „Dans le , prévu dans l’article précèdent, on appliquera en ü ? C01n.trats. commune aux contractants et à son défaut la loi iP (!ïnier S c h n i t z e r, I, h. 48. Ut la lo1 du l»eu où ils
N ie d e r e r , ih. 205«
c»9 , annell0 la lo1 , p ont été c o n c is
et, F°
-
apabila titik taut jang seharusnja dipergunakan tidak terdapat. 134) Misalnja berkenaan dengan titik2 pertalian jang paling utama : kewarganegaraan atau domicilie. Seringkali terdjadi bahwa titik taut penentu jang harus dipergunakan ini tidak terdapat dalam casus positie tertentu. Misalnja dalam negara2 jang menggunakan prinsip nasionalitet untuk status per sonil pihak jang bersangkutan dalam persoalan HPI terdapat seorang jang tidak berkewarganegaraan (apatride) atau jang kewarganegaraannja tidak dapat dipastikan. Demikian halnja bilamana dipergunakan azas domicilie tetapi temjata jang bersangkutan tidak mempunjai domicilie ini. Dalam hal2 sematjam ini perlu diperoleh djalan keluar. Djalan ini ialah dengan mempergunakan titik taut penentu subsidiair untuk menggantikan jang pertama itu. Misalnja dalam hal apatride dipergunakan orang hukum domicilie. Dalam hal domicilie ini tidak diketahui dipakailah tempat ke diaman (residence, Aufentha.lt). T j o n t o h - 1 j o n t o h : Di Indonesia seperti diketahui kita memakai azas kewarganegaraan (pasal 16 ajat 1 A.B.). Sebagai kelandjutan daripada pemakaian azas kewarganegaraan ini kita saksikan bahwa umumnja di pergunakan hukum nasional daripada jang bersangkutan dalam menjelesaikan soal2 jang termasuk bidang status personil. Demikian pula halnja ( dengan hukum warisan. Menurut HPI di Indonesia pewarsan diatur me nurut hukum nasional daripada sipewaris (erflater). Tetapi bagaimana harus diselesaikan perkara HPI ini bilamana pihak pewaris adalah seorang apatride atau tidak diketahui dengan pasti apakah jang merupakan ke warganegaraannja ? Dalam hal ini harus dipergunakan titik taut penentu p e n g g a n t i , titik taut jang s u b s i d a i r . Hal ini telah dilakukan misalnja oleh Raad van Justitie Djakarta pada tahun 1934. 135) Oleh karena kewarganegaraan daripada sipewaris tidak pasti adanja, telah di pergunakan domicilie daripadanja untuk menentukan hukum jang berlaku. Tjontoh lain kita saksikan berkenaan dengan soal tentang perwalian dan alimentatie sebagai akibat daripada pertjeraian. Pada umumnja di pergunakan hukum kewarganegaraan dalam perkara2 matjam ini. Tetapi dalam sengketa tertentu temjata sang ajah adalah seorang apatride. Oleh karena itu Raad van Justitie Medan dalam tahun 1939 telah memperguna kan domicilie sebagai pengganti. 13°) Keputusan ini sudah kita bahas diatas tatkala mempersoalkan domicilie sebagai titik pertalian sekunder. Bukan sadja dalam jurisprudensi kita saksikan adanja titik taut peng ganti ini Selain daripada sang hakim, djuga seringkali pembuat-undang2 sendiri mengatur hal2 jang serupa. Misalnja dalam tjontoh2 jang sudah kita kutip diatas berkenaan dengan titik taut alternatip. T jo n to h -tjo n toh : 134) 135) 136)
K ita telah saksikan b a h w a d alam E G B G B
A r m i n j o n , Precis, I, no.'9 4 . . T 139/855, RvJ Djakarta, 20-41934, tjatatan dan K o l l e w i j n . T. 153/499! RvJ Medan ¿2-9-1939, dengan tjatatan ' W e r t h e i m .
59
Djerm an terdapat ketentuan tentang perw alian safih. A p a b ila seorang asing b e r d o m i c i l i e d i Djerm an maka dapatlah ia ini d i t a r o l i d ib a w a h p er. walian safih m enurut ketentuan- hukum Djerm an. T etap i bagaim an a bi]a_ mana ia tidak m em punjai dom icilie tersebut ? D alam hal ini tju |cuplal1 sebagai p e n g g a n t i bilam ana ia bertem pat kediam an (A u fen th alt )^di D jer_ man untuk m em perlakukan hukum D jerm an baginja (pasal 8)- I3‘ ) l^isii^ kita s a k s i k a n bah w a titik taut pada d om icilie telah diganti oleh titik ta^t p ada tem pat kediaman. B e r k e n a a n dengan benda- bergerak kita saksikan pula adanja ketentu«^ bah w a bilam ana tidak dapat diketahui situs daripada b en d a ini, dapatlah dipergunakan djuga dom icilie daripada sipemilik. 1:,S) T itik taut pengganti ini kita ketem ukan pula berkenaan d en ga n p er djandjian-. Bilamana tidak dapat dipastikan tem pat dim ana p<-'idjandjiUn ditutup (lex loci contractus) dapatlah dipergunakan tem pat d im an a perdjandjian dilaksanakan (lex loci solutionis) sebagai pengganti. 183.
P erbedaan titik taut subsidair dan titik taut alternatip.
Apakah perbedaannja antara tiktik taut p e n <'franli d an titik taut alternatip ? H ubungan antara kedua matjam titik taut ini erat adanja] Titik taut pengganti dapat merupakan pula titik taut alternatip. H al inj sudah kita saksikan pada tjontoh jang disebut diatas. 1:!u) Perbedaannja ialah bah w a pada titik taut-pengganti ini selalu per-tam a- diutam akan salah satu faktor tertentu. Misalnja diutamnk nn ke w ar gan e gar aan atau~doT Eülcijx^ iang karenanja dinamakan pula „ H a u p t a n k n ü p f u n g ” • l10) Baru bilamana tidak ada faktor_tertentn ini ditiari akan p en gg a n ti, iya ( „ Ersatzanknüpfung ). Oleh karena itu pun titik-pertalian-penggauti ini apat dimasukkan pula dalam kelom pok „ a b h ä n g i g e A n k n i i p » u n gen i*1) Pada titik taut alternatip kita saksikan b a h w a adalah P™^®an a^lw f herbagai faktor pada satu saat setjara bersam aan dapat a , et£*pi jang dipiUh diantaranja hanja salah satu faktor. Djadi dism i kita saksikan adanja kemungkinan untuk m em ilih o le h p ih a k jang b e e n g t e * ,,
d ia n ta r a H tik,
taut
Kmana
. V1“ 1 P e n S 5 a n ti ™ d iP « l u k a n o l e h k a r e n a t i t ik i m r u s n p d i p e r g u n a k a n p a d a s a tu s a „ t t e r t e n h , t i d a k a d a . 138) 139) 140) 142) 142)
60
disl, L „ ja. ta u t
ja n g
8 se-
k u tip a n teks pasal ini diatas. N i e d e r e r , b. 205. Pasal 8 EG B G B dapat didjadika„ tjontoh Laik daripada titik taut alternatip maupun pada titik taut pengganti. ua 1 S c h n i t z e r , I, h. 48. ? l i e d e r e r ; h- 2 0 5 ; Lihat djuga A r m i n j o n j h 4 9 9 no. 9 4 . M isalnja oleh orang jang melakukan perbuatan ’hukum diantara orang hidup ata^ kemauan terachir sepandjang bentuknja dapat memilih diantara hukum daripada tempat dilakukannja hukum materi,l jang m m r perbuatun tersebut, hukum n a s,o n a i^ a atau h i i u m l^ ersa ^ a n daripada pa®a pihak jang berkontrak (pasal ¿ 6 dari C .C. Italia jang dikutip diatas).
184.
T itik pertalian tambahan.
M ungkin terdjadi pula baliw a titik taut penentu j an p; harus berlaku adanja tidak m entjukupi. D alam hal ini diperlukan suatu titik pertalian t a m b a h a n ( „ E r g a n z u n g s a n k n i i p f u n g ” ) . 143) T j o n t o h : Suatu negara seperti Indonesia m enganut prinsip kewarganegaraan untuk HPI-nja. Semua apa jang termasuk status personil ditentukan oleh hukum nasional. Kini terdjadi bah w a orang jang ber sangkutan adalah seorang jang berdwikew arganegaraan. Misalnja, seperti nampak se-hari- di Indonesia, disam ping kewarganegaraan R.I. ia ini m em punjai pula kewarganegaraan R.R.T. ll4) Dalam hal seperti ini tidak lah dapat kita menjelesaikan peristiwa2 H PI dengan m enundjuk kepada kewarganegaraan sadja. Jang manakah ? Kewarganegaraan R.I. atau ke w arganegaraan R.R.T. jang berlaku ? Maka untuk mengatasi kesukaran ini disam ping faktor kewarganegaraan masih diperlukan lagi faktor lain jang menentukan hukum jang harus diperlakukan. Dalam hal bipatriclie ini laziirfnja orang memerlukan titik taut tambahan berupa dom icilie. D jadi dalam hal seorang bipatridie ini ldta saksikan bahw a faktor kewar ganegaraan sadja tidak tjukup untuk menjelesaikan peristiwa2 H PI ber sangkutan. Faktor d om icilie turut m em bantu sebagai tambahan jang _ O O menentukan. D jika orang berdwikew arganegaraan R.I.-R.R.T. maka faktor dom icilie-nja di Indonesia jang menentukan bahw a hukum Indonesia-lah jang dipergunakan untuk m enentukan status personil-nja. 185.
T itik pertalian a ccessoir.
Suatu perintjian lebih d jauh adalah apa jang dinamakan titik-pertalian„ a c c e s s o i r ” ( „ a k z e s s o r i s c h e r A n k n ü p f u n g ” ) . 145) D engan istilah ini diartikan penem patan suatu hubungan hukum di^ baw ah satu stelsel hukum jang sudah berlaku untuk lain hubungan h u k u m fong lebih utam a. T 'j o n F o h : Suatu djam inan kredit ditentukan oleh hukum jang sama seperti jang berlaku untuk hutang bersangkutan. Perdjandjian reassuransi ditentukan pula oleh hukum jang mengatur assuransi pokok. 186.
T in d jau an chusus.
D ia t a s ini hanja telah kita singgung setjara sepintas lalu titik2 pertalian
jang terpenting. K it a telah memberitahukan bahw a suatu tincljauan jang lebih m endalam diperlukan daripada berbagai titik pertalian ini. D ibaw ah 143) 144) 145)
S c h n i t z e r , I, h. 48. Sebelum lewatnja 20 Djanuari 1962 (Saat berachirnja masa 2 tahun untuk me njelesaikan dwikewarganegaraan menurut U .U . no 2 tahun 1958) N i e d e r e r , h. 205.
61 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 5
w
a k a n m e n ju s u l tin d ja u a n ch u su s te rse b u t setela h k ita sak sik a n p e r i n t ,.®
daripada titik2 pertalian uu. 187.
K e w a r g a n e g a r a a n a ta u d ea n icilie s e b a g a i titik p e r t a lia n .
B a t j a a n : TOli B a t i f f o l , h. 322 dst ; R a a p e h. 48 dst ; ^ 01 f f • Deutschlands, h. 38 dst ; S c h m 1 11 li o f f , h. 69 dst , C h e s h i r e , h. 191 dst ; K u h n , h. 69 dst ; V a n B r a k e l , h. 136 dst ; II i j m a n s , h. 115 ). P dalam RabelsZ (1953), h. 227 dst ; L o n g , Domicil v. Nationa 18 RabelsZ (1953) ; . p e. Untuk sumber’ hukum: M a k a r o v — Quellen, Systematische» gister (djilid I, sub VIII ; djilid II, sub VII) ;
Kita akan mulai dengan memberikan tindjauan daripada p crs° a^^ tentang ..Kewarganegaraan” dan „Domicilie”, dua titik pertalian ja termasuk titik2 pertalian utama atau „ H a u y ta n k n iip fu n g e n Perbed‘ _ antara kedua prinsip ini merupakan perbe3aän~"jäng paling utama sistim I-IPI jang dewasa ini berlaku di-negara2 sedunia. 14,!) 9 Dalam djilid pertama daripada buku kita sudah disinggung stelsel2 I-IPI daripada negara2 didunia ini tidak sepaham tentang manakah diantara kedua prinsip ini adalah jang terbaik untuk diperguTl 0 kan bagi penentuan status personil seseorang. H7) Ada negara'2 memegang teguh kepada prinsip kewarganegaraan. Status personil o _ seseorang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh b u k u m j^ sional mereka. Sebaliknja negara2 jang menganut prinsip^domicilie gantungkan status personil seseorang daripada hukum jang'berlaku domicilie-nja. Kita sudah memberikan perintjian daripada negara2 ja b menganut masing2 prinsip ini. 148) 188.
Perintjian lebih landjut dari N egara2 masing8.
a. Negara* dengan prinsip nasionalitet. J Sekarang ini dapat kita berikan perintjian lebih djauh daripada nega ^ jang memakai prinsip nasionalitet dalam HPI mereka. Per-tama3 Q disebut negara Perantjis dan negara2 djadjahnn Perantjis. Ketentuan j8* 146) 147) 148)
K T g ® l , h. 1 3 9 ; S c h n i t z e r , I, h. 1 1 9 ; HPI, I, no. 138 144. HPI» I, no. 143, 144.
H ï j m a n s , h. 115, 139.
(¿)
mengatur pemakaian prinsip kewarganegaraan terdapat dalam Code Civil (pasal 3 ajat 3). 140) Kemudian dapat disebut negara lain jang seringkah' dipandang sebagai „pahlawan” pula diantara negara3 dengan p r i n s i p - nasionalitet ini, ialah Italia dan djadjahan2. Ketentuan3 tentang prinsip kewarganegaraan ini dapat diketemukan berkenaan dengan b e rla k u n ia Code Civil dari tahun 1865, dalam peraturan2 untuk diperlakukannja Code Civil (Disposizioni Preliminari del Codice Civile, pasal 6), J50) kemudian berkenaan dengan C.C. 193S dalam Disp. Prel. pasal 7 ajat 1, disusul oleh Code Civil 1942 (dalam Disp. Prel. pasal 17 ajat 1). 151)
Di Belgia prinsip kewarganegaraan ini ditjantumkan pula dalam Code g ) Civil (pasal 3 ajat 3). 152) Di Luxembourg demikian pula (C.C. pasal 3 /-) ajat 3). 153) Djuga demikian di Monaco (C.C. pasal 3 ajat 3). 151) Dinegeri Belanda seperti diketahui ketentuan serupa ini telah ditjantumkan dalam ^ U.U. tanggal 15 Mei 1829 S. no. 28 („W et houdende Algemeene Bepalingen der Wetgeving van het Koninkrijk”, pasal 6 dan 9). 150) Berdasarkan azas konkordansi kita saksikan bahwa di Hindia Belanda pun diterima ketentuan jang serupa jakni dalam „Algemeene Bepalingen van Wetgeving” (30 April 1847, S. no. 23, diubah S. 1915, no. 299 jo. 652), pasal 16 (£> jang hingga kini masih berlaku untuk Republik Indonesia. Demikian hal(p nja di-djadjahan2 Belanda lainnja, Suriname (U.U. 4 September 1868, pasal 7). lii0) (|) Di Rumania terdapat ketentuan serupa dalam Code Civil (pasal 2), 1B7) demikian di Bulgaria, 158) Finlandia (U.U. no. 379 dari 5 Desember
149) 150)
151) 152)
153) 154.) 155)
156)
157)
158)
Menurut K u h n, diterimanja pasal 3 ajat 3 C.C. ini merupakan suatu „significant victory” dari prinsip kewareanegaraan atas prinsip domicile ('h. 63). Bdgk. kini pasal 17 dari C.C. Italia dari 16-3-1942 ( M a k a r o v - Q u e l l e n , I, no. 26). Untuk teks pasal 6 dari Disposioni Preliminari, Teks M e i j e r s , Recueil, h. 15. , , . . . Idem sïperti no. 150. Dalam M a k a r o v - Q u e l l e n tidak dimuat peraturan ^ ini. Pasal 3 ajat 3 C.C. Belgia berbunji : „Les lois concernant letat Çt la capacité des personnes régissent les Belges, même résidant en pays étranger (Teks M a k a * r o v - Q u j e l l e n , I no. 5). , . . . Pasal 3 ajat 3 C.C. Luxembourg ini bunjinja sama dengan pasal à ajat S b.C. Belgia. Teks M a k a r o v - Q u e l l e n . I, no. 34. Idem untuk C.C. Monaco pasal 3 ajat 3. Teks M a k a r o v < Q u e l l en, I, no. 36. Lihat djusa jurisprudensi dari H.R. 5-1-1917, W. 10444, N.J. 1919, 1032. Pasal ini telah diaanti sedjak berlakunja „Eenvormige wet betreffende het intemationaal privaatrechi dari 11-5.1951 antara negara= Bénélux (lihat HPI, I, no. 149 n. 14). Lihat K o l l e w i j n , T. 141/343, p.h. 348, tjatatan pada Mr. J. J. d e F I i n é s , Caveant Consules”. Untuk Hindia Belanda dikemukakan oleh beliau, bahwa Constante nederlands-indiese en nederlandse jurisprudence bij a n a l o g i e ook op vreemdelingen in Indië of Nederland wordt toegepast (p.li. 344). Bdgk. pula K o l l e w i j n , T. 132/323, p.h. 334, De moderne Chinese kodifikasi. Bdgk. kini pasal 12 dari Codul civil Carol ad Il-lea dari 1938. Teks M a k a t r o v Q u e l l e n, I, no. 46 sub 5 ; C.C. ppasal 2 ajat 2, Teks M a k a r o v , Q u e l l e n, I, no. 46 sub 1. Lihat jurisprudensi jang disebut dalam R a b e l I, h. 114 dari mana dikutip perintjian ini.
63
1929), 15°) Djerman dengan EGBGB-nja jang sudah seringkah disebut (pasal 7, 9, 13-15, 17-25), 18°) Junani dengan Code Civil m odem dari tahun 1940 (pasal 4), 1U1) Ilungaria berdasarkan hukum kebiasaan, l6') Liechtenstein dalam Zivilgesetzbuch Personen- und Gcscllschaitsrecht (pasal 23), 103) Montenegro dalam Code Civil (pasal 7SS), 101 ) Polandia dalam U.U. dari 2 Agustus 1926 tentang IIPI (pasal 1 ajat 1), 18i) Portugal dalam Code Civil (pasal 24, 27), lùr‘) Spanjol dalam Code Civil (pa sal 9), 1G7) Swedia (dalam U.U. dari S Djuli 1904 dan perubahan 27 Djuiii 1924), 10s) Turki (U.U. 1 Maret 1915 untuk orang2 asing), >«») Iran dalam Code Civil (pasal 962), 1T0) Tiongkok (U.U. dari 5 Agustus 1918, pa sal 5), m ) Djepang (U.U. dari 15 Djuni 189S pasal 3). i'-)
159)
160) 161)
162) 163)
164)
Bdgk. pasal 1 dari U.U 1929 tersebut : Le droit d’ un citoyen finlandais de con tracter marnage est règle par a loi finlaindaise même lorsque le nrirriace f ?1 célébré à l’étranger , Teks M a k a r o v - Q u e l l c n , I, no 17 1 , , p Bdgk. K e g e l Kommentar. h. 514 : „Uas EG hat damit das vorher in Dcut«chland überwiegend geltendo W ohnsitzprinzip verlassen . Pasal 4 C.C. Junani dari 15-3-1910 ; „ Condition des êtranser* ■ I " . - intiil des mêmes droits civils que le national". an8ers •I-étranger joui Pasal 5 : „ Capacité juridique. La capacitéjuridique de H réglée par la loi nationale” . la l***>nne physique Pasal 6 : „Absence. L’absence est régie par la loi nationale” (Teks M a k a r o v - Q u e l l e n , I, no. 19 sub I). Lihat literatur pada R a b e 1, I, h. 114; R é c z e i , h. I 43 . Pasal 23 C.C. Liechtenstein : ,La capacité d’une personne w . . la loi de sa patrie ou par sa loi nationale (Teks M a u _ a déterminée par sub 1 ; M e i j e r s - R: e c u e il, h. 19). r o v , Quelle», I, 110. 3Tidak dimuat dalam M a k a r o v - Q u o l I c n.
165)
Pasal 1 ajat 1 U.U. Polandia 1926 : Ca . . physique est régie par les lois de l ’Etat dont celi ■|,(‘rsonneNe «l'une personn1] lorsqu’un étranger ne peut justifier d’aucune naf ^ 1!tTsoniK; est le ressortissaJit : les lois de son domicile” . (Teks M a k a r o v - Q uT i ] ’ Sa caPacité est régie Paf
166)
Pasal 24 C.C. Portugal dari 1-7 1867: Les ' Un’ ^ n° ?u'> U à l’étranger restent soumis au lois porüir,aiSp°rlUgais I f ’ nt rt^ par la loi cio ^
167)
Pasal 9 C.C. Spa-njol : „Les lois relat'
'
SU
à l’état et à la capacité légale des p e r s o L f n! r ' ° i,S 01 a,lx A voirs de dent en pays étranger” . njles- obhgent Espagnols, même s’ ils rc=-> 168)
Teks M a k a r o v - Q u e l l e n , I
no.
49
169)
Teks M a k a i r o v - Q u e l l e n, I, no’
56*
170)
Teks M a k a r o v - Q u e l l e n , I, no.24 suh
171)
Pasal 5 ajat 1 U.U. Tiongkok 5-8,1918 par sa loi nationale” (Teks M a k a r’ o’V
172)
Pasal 3 ajat 1 U.U. D jepang 1898-
r
les lo is de l ’auquel appartient cette no. 27 sub A ; M e î j e r s, R ecueil, 7^
64
, / t .
’ P‘Sal 6‘ie d’Une Perso™ e est détern'"’
V U ,e ile n - 1 e
no.
10).
Personne (l e ks M a k a r 0 v
^ est régie P J, - Q u e 1 « n’
Dari negara3 Amerika Latin dapat disebut Costa Rica (jang memuat ketentuan bersanguktan dalam Code Civil (pasal 3), 173) Cuba dalam Code Civil (pasal 9), 174) Republik Dominika dalam Code Civil (pasal 3 ajat 3), 17°) Ecuador dalam Code Civil (pasal 14), 17C) Haiti dalam Code Civil (pasal 7), 177 Honduras dalam Code Civil (pasal 13), 178 ) Mexico dalam Code Civil dari 1884 (pasal 12), 178) Panama dalam Code Civil (pasal 5a), 18°) Venezuela dalam Code Civil (pasal 9). 181) Kemudian kita saksikan pula dianutnja prinsip kewarganegaraan ini dalam perdjandjian antara Columbia-Equador dari 1S Djuni 1903 (pasal 2). 18a) Prinsip kewarganegaraan ini telah mendjadi dasar pula dalam berbagai perdjandjian2 internasional dibidang IIPI. Dapat disebut disini, Konvensi3 Den Haag dari tahun 1902 dan 1905 jang sudah kita sebut dalam uraian kita pada djilid pertama. m ) Demikian pula telah dipergunakan prinsip kewarganegaraan ini dalam Persetudjuan di Lima dari tahun 1878. 1!U) b. Negara! dengan prinsip domicilie. Dalam kelompok ini dapat disebut: Semua negara2 Inggris jang menganut sistim „ common law". Djuga Scotlandia, Afrika Selatan dan
173)
174)
175)
176) 177)
178) 179) 180) 181) 182)
183) 184)
Pasal 3 C.C. Costa Rica : „Le* lois de la République concernant l’état et la capacité des personnes obligent les ressortissants de Costa Rica pour tout acte juridique ou contrat doit être exécuté à Costa Rica, quel soit le pays où à été établi ou passé l’acte ou le contrat ; elles obligent aussi les étrangers en ce qui concerne les actes qu’ils établissent ou les contrats qu’ils passent et qui doivent être exécutés à Costa Rica” (Teks M a k a r o v - Q u e i l e n , I no. 11 sub 1). Pasal 9 C.C. Cuba 11-5-1888 : ,,Le» lois relatives aux droit* et devoirs de la famille, à létat, à la condition at à la capacité légale des personnes obligent tous les Cubains même s’ils résident en pays étranger” (Teks M a k a r o r Q u e l l e n , I no. 30). Pasal 3 ajat 3 C.C. Dominika daxi 1845 : „Le* lois concernant 1 état et la capacité des personnes sont obligatoires pour tous les Dominicains, même résidant en pays étranger”. Tek9 M a k a r o v - Q u e i l e n , I no. 15 sub 1. Pasal 7 C.C. Iiaiti 27-3-1825 : „Les Haïtiens qui habitent momentanément en pays étranger sont régis par les lois qui concernent l’état et la capacité des personne? en Haiti”. Teks M aki ari o v - Q u ©11 e n, I, no. 22. Teks M a k a r o v - - Q u e l l o n , I no. 23 sub 1. Teks Teks M a k a r o v - Q u e i l e n , I, no. 35. C.C. Panama 22-8-1916, teks M a k a r o v , I no. 41 sub 1. C.C. Venezuela 13-81942, Teks M a k a r o v , I no. 61 sub 1. Pasal 2 Perdjandjian Columbia-Ecuador, 18i6-1903, „L’état etla capacitéjuridique des personnes seront déterminés selon leur loi nationale, même s’ils’agit d’actes exécutés ou de biens situés dans l’autre pays” (Teks M a k a r o v - Q u e i l e n . II, h. 120. HPI, I, no. 151, 152. Menurut taksiran C h e s h i r e (1961) kurang lebih 500 djuta orang diseluruh dunia berada dibawah prinsip kewarganegaraan (196). Z e b a l l o s telah menaksir angka ini 460 djuta, terhadap 500 djuta orang dibawah prinsip domicilie pada tabun 1909. Lihat W o 1 f f, h. 105. N u a s b a u m, h. 2 4 ; N i e d e r e r , h. 154. noot 14. jaag semua menundjuk pada taksiran Z e b a l l o s itu.
65
Q u ebec (pasal 6 C.C.) dapat disebut d isin i; Denmark, 184») Norwegia, 184h) Iceland- 184c) negara2 Amerika Latin, Argentina (pasal 6 dan 7 C.C.), 18
Tidak ada prinsip jang a priori lebih bails.
Perbedaan antara kedua prinsip ini seperti telah kita saksikan, pada 184a) Tidak ditjantumkan setjara tega9 dalam peraturan tertulis. Bdgk. B o r u m, O.A. dan M e i j e r, K a r s t e n -, „Droit international privé du Danemark” , 6 Répertoire, hi. 213, p.h. 216 no. 1 9 ; P h i l i p , A l l a n - , American - Danish private international law, New York (1957), h. 16, 36. 184b) Disimpulkan dan hukum kebiasaan. Bdgk. C h r i e t i a n s e n , H e i m a n , „Droit international privé de la Norvège, 6 Répertoire, h. 561, p.h. 569, no. 66. 184c) Lihat R a b e l , I, h. 119. 184d) Pasal 6 C.C. Argentina dari 29-9-1869: „La capacité ou l’incapacité des personnes domiciliees sur le territoire de la République, qu’il s’agisse de nationaux ou d étrangers, seront jugees d après les dispositions de ce Code, même s’aait d’actc* executes ou de bien3 situes dans la République”. Tek» M a k a r o v - Q u e l l e n , I no. 3 sub 1. • i 184«) Pasal 7 dari Loi d'introduction au Code Civil Brésilien du 4-9-194 2: „la loi du rl *1 ^crs0iuie domiciliée détermine les régies sur le comment M k » rB J n personnalité, sur le nom, la capacité et les droits de famille” . Teks M a k a r o v Q u e l l e n , I, no. 7 sub A, 1. 184f) Pasal _XVI].dari La loi constitutive du pouvoir judiciaire du 3-8-1936 ; „L ’état et la 7 - m i “ « neglS par lois de leur domicile”, obligent tonte* ncr«n' '1*1936 mengenai orang asing : „Les lois guatémaltèque» de nationalité. L’étaTet Ta « n ic h é T ^ territoire dlî Gua,tcn?a,a sans distinction rperi« nar la 1m n » ™ il caPacitc des personnes et les relations de famille sont I no. 21, sub 2 qU1 6St CeUe du domicile” . Tek, M a k a r o v - Q u e l l e n , 184g) civil) ¿
SÆ k L ? u a inP Cr'C' - ï ! Cara^ a 1094 : ”Dic Handlunpsfähfckeit (capacidad
184h) P 18-1889/" l ' i h sam®' ^ unJ'n ia denjran C.C. Argentina (menurut U.U. 27-7-18 1889). Lihat diatas, no. 184d) . M a k a r o v - Q u e l l e n , I no. 42. MnTré^is^Mr ^a^lorrln1 ari: „L ’état et la capacité civile des personnes des Péruviens” Teks \f ° î " e’ mais *a l°i péruvienne s’appliquera lorsqu’à! s’agit r L ' u m t : f JLr o v ' Q u e 11 e n, I no. 43 eub 1. 184j) Lihat HPI no 154 sub IV, M a k a r o v - Q u : e 11 e n, II no. 2 ; M e i j a r s sich nach den G ^etzeT
184k)
f p G^
tZ t d 8 sK
f d
“
d £ M einung beruhen,“ Ä
66
a bf
r
der pcrsonen richtct
(“a p a c w S r l o Î n a t ü r l Ï L e n " P ^ o n ^ w i d S c l f d e m Ä EiGeschäftsunfäWgkeit s^afrechtlichen Cha"
Ä
S
Ä
? *
** ^
^
^
pokoknja dapat dikembalikan pada perbedaan diletakkannia titik berat atas segi personalitet atau sepi i-nrrit-orinlit-pi daripada hukum. 185) Jang mana diantara kedua stelsel adalah jang lebih baik hal ini tidak dapat ditentukan begitu sadia setj.ira a priori, 1SG) pertanjaan ini tidak _ dapat didjawab dengan baik terlrpns daripada koniataan sosial dan hu bungan2 hidup jang terdapat dalam negara- masinfl- untuk mana sistim H PI bersangkutan berlaku. T ega«;njn pertanjaan ini tidak dapat didjawab setjara abstrak dan a priori. Jang hanja dapat diberikan ialah djawaban dalam suatu hubungan chusus tertentu, mengenai suatu negara atau ke lompok negara- tertentu. Selalu harus diadakan hubungan antara sistim HPI tertentu dengan negara jang bersangkutan. Terlepas daripada negara untuk mana sistim HPI ini hendak diperlakukan tidak dapatlah diberikan djawaban sistim jang manakah diantara kedua sistim ini adalah jang ter baik untuk dipilih. Masing2 sistim, baik sistim jang menganut prinsip kewarganegaraan maupun sistim jang menganut prinsip domicilie mempunjai keuntungan2nja dan kerugian2nja. Hanja untuk suatu negara ter tentu atau kelompok negara2 tertentu dapat didjawab pertanjaan sistim manakah jang sebaiknja dipilih diantara kedua sistim ini. Seperti telah kita saksikan djuga disini hubungan kausal antara sistim2 jang mendjadi realitet dan kenjataan2 masjarakat tidak dapat diabaikan. 190. Ketjondongan Anglo-Saxon.
negara2 Eropah-Kontinental
terhadap
negara3
Stelsel2 hukum Negara2 Eropah kontinental ternjata telah mengandung lebih banjak arti pada segi personalitet daripada negara2 Anglo-Saxon jang meletakkan titik berat kepada titik2 taut jang bersegi territorial. 187) HPI daripada masing2 negara2 itu djuga terpengaruh oleh pandangan umum tentang hukum ini. Titik2 taut dalam HPI negara2 Eropah kon- * Knental lebih mengkedepankan sern' personalitet daripada hukum. Sebaliknja titik2 taut dalam HPI negara2 Anglo-Saxon lebih mengkedepankan segi territorial daripada hukum, w») Hal ini sudah kita singgung dalam djilid pertama. 189) 185)
Bdgk. N i e d e r e r , h. 14 dst. E t t e r , Vom Einfluss des Souvcranitatsgedankens auf das IPR, h. 159.
186)
Bukanlah tugas dari HPI untuk mengemukakan pendirian* pro atau kontra prinsip domiculie atau prinsip kewarganegaraan ini. Tugas teori HPI hanja untuk mene mukan suatu „modus vivendi” antara pendirian3 jang saling bertentangan. Bdgk. JN i e d er e r, h. 154. E t .t e r ’ ° -c- , 1V 165 ; Lihat G r a v e s o n , h. 57. Tiga teori utama dalam HPI Anglo-Saxon: „teori-comitas” sedjak S t o r y , „teori vcste -fights dan D i c e y dan B e a l e , dan „ teori local law” dari C o o k dan hukum**Z ° n 8emua ini didasarkan terutama atas segi „territoriality”
189)
Bdgk. d e V r i e s , Recent developments in the P.I.L. Recueil 1949 II, h. 210 HPI, I, no. 132-135.
daripada
in the U.S., dalam 75
67
191. Territorialitet terhadap personalitet daripada hukum.
Menurut sistim dom icilie jang mengkedepankan segi territorialitet dari pada hukum, maka semua hubungan- daripada orang- jang berkenaan dengan soal2 tentang perseorangan, kekeluargaan, warisan, singkatnja: ^ ..Status personil” ditentukan oleh domicilie-nja. Lingkungan-kuasa territorial daripada hukum sesuatu negara jang dikedepankan. Dengan demikian Idta saksikan bahwa s e m u a orang jang berada didalam jwilajah sesuatu negara dianggap takluk dibawah hukum Negara itu. lu0) Hal ini adalah akibat daripada dikedepankannja titik2 pertalian jang bersifat territorial. i. Sebaliknja, menurut sistim jang dianut dalam negara2 Eropah kontinen tal, segi personalistis jang dikedepankan. 101) Menurut teori personalistis ini hukum2 jang bersangkutan dengan status seseorang adalah erat sekali hubungannja dengan orang2 tersebut. Oleh karena adanja ikatan antara orang dan hukumnja itu, maka hukum asal orang tersebut dikaitkan kepadanja se-erat2nja. Hukum asal atau hukum nasionalnja ini tetap mengikutinja dimanapun ia ini pergi. Kata E 11 e r dalam hubungan ini bahwa kewarganegaraan se-olah2 mendjadi suatu „mystisch rechtlichen Band, das den Rechtsgenossen mit dem Staate, mit seines „Heim at” verbindet” . la2) Hukum personil dari seseorang adalah hukum nasionalnja, hukum jang ditentukan oleh kewarganegaraannja. Setiap warganegara ini tetap takluk dibawah hukum nasional daripada negaranja kemanapun ia p ergi. Demikianlah pokok“ pikiran daripada sistim kewarganegaraan dan sistim domicilie sebagai titik taut utama tentang hukum iang harus di perlakukan. 192. Masing* aliran mempunjai pembelanja. Sedjak beberapa lama, jakni tidak kurang daripada sedari achir abad ke-19 para sardjana sudah memperdengarkan suara- pro dan kontra antara kedua sistim ini. Masing2 pihak mempunjai „pem bela2-nja” tersendiri. 103) 190)
Bdgk. E t t e r , h. 167.
191)
" l “ hd,S T bka\ IT ? a ’; nirgend* auf der Welt der Begriff der „Nation” zuerit ( E t t e ; , h 165) ’ anC h° Ch entwickelt » t ^ auf dem Kontinent” E t t e r , o.e.h. 162.
192) 193)
Golongan
pro prinsip kewarganegaraanmisalnja
Mensch ansrehört
nur , '
tC; tb° oknja
h' 3 7 ;
mendapat „die
dukungan kuat
Rechtsordnung, der
IS * *
dari jeder
d“ ,Br d. dh “
Untersuchung der Begriffe von Recht und r v J . f i J v- *■’ u Verhältnisse des Lebens zu d e m s e l b e n 2 und ,d,c Einsicht in die wirkhchen Wnlin.Jw . j^ ^ s c lü e n Ergebnis : die Staatsangehörigkeit, nicht L L S n d » Rechtsordnung, der jeder angehört” . Tetapi 24 tahun kemudian penulis im herbalik .a m , «ekali ! Lihat no. 204 N i e d e r e r pun tjonW0ngti rr t ] Pn A ^ . d07 1C,llC i , texbooknJa. h. 149 : „De lege ferenda sind die territorialen Anknupfungsmerkmale „vorzuziehen” ). Djuga E t t e r : „Die mo derne Entwicklung geht ,n der Richtung auf die erneute Bevorzugung des Wohneitzpcinzip» , o.e. h. 167. *
68
Mereka ini mengemukakan berbagai alasan2 satu terhadap j an g lain. 19,n) Kedua pihak ini saling mengemukakan jang satu terhadap jang lain bahwa mereka ini adalah „kolot, middeleeuws” ! Orang2 jang membela prinsip nasionalitet misalnja mengkedepankan bahwa azas domicilie jang bersandarkan kepada segi2 territorial daripada hukum adalah pikiran dari mereka jang masih memegang teguh kepada tjara- berpikir jang bersifat feodalistis. Orang2 jang berada dalam wilajah „Tuan” ini dipandang se olah2 sebagai budak2nja jang harus takluk dibawah hukum sang „Tuan” dalam territoir itu. 104) Sebaliknja mereka jang membela prinsip domicilie memandang prinsip „that a man carries about with him his only personal law” adalah „a medieval one”. 19!i) 193. Kepentingan sendiri turut berbitjara.
Sesungguhnja, seperti telah kita katakan diatas, sukarlah untuk dapat memberikan djawaban sistim manakah jang terbaik setjara lepas daripada kepentingan2 negara2 untuk mana stelsel2 IIPI ini harus berlaku. Dalam prakteknja kita saksikan bahwa djustru kepentingan negara2 ini sendiri-., lah jang telah membawa hingga negara2masingmemilih sistim ter tentu. 19G) Ada jang berkata tentang ini bahwa alasan2sebenarnja seringkali terletak dalam „egoistisehen Interessen der einzelnen Staaten”. 10‘ ) Apa jang misalnja ldta saksikan dalam kenjataan ? Negara seperti Amerika Serikat, negara2 muda dengan banjak orang imigran telah menganut prin-~sip domicilie se-mata2 dengan tudjuan supaja para imigran jang berada dalam wilajah mereka itu setjepat mungkin dapat ditaklukkan dibawah hukum perdata mereka. Demikian pula halnja dengan negara2 imigrasi seperti misalnja Djerman dan Italia. Mereka ini menganut prinsip kewarganegaraan oleh karena mereka menghendaki bahwa warganegara* 193a) K u h n berkata : „Thus a battle ensued between the two standards for the deter mination of personal law which has continued to the present day” (h. 63) Bdgk. C h e a h i r e h. 196 dst. 194) Bdgk. W e i s s, lihat B e a l e , I, h. 52. 195) Bdgk. B a r n e s , s.d. B e a l e , o.c. dan N i e d e r e r , h. 151, no. 4. Sebenarnja jang tepat ialah apa jang dikemukakan olelh C h e s h i r e : „Each has its merits and demerits” (h. 196). 196) Bdgk. E t t e r , o.c. h. 162, jang mengesankan bahwa per-tama* ikatanr* politi»-lah jang berbitjara pada azas-kewarganegaraan. Penulis ini bitjara tentang kewarganegaraan sebagai „mystisch-rechtlichen Band” antara individu dan „Heimat” -nja. 197) Niederer, h. 151. K u h n mensinjalir bahwa prinsip k'ewarganegaraan pada hakekatnja bersifat „political and based upon political motives”, h. 64. 198) Bdgk. pula azas ius sanguinis dan ius soli pada peraturan1 kewarganegaraan pel bagai negara. Lihat G o u w g i o k s i o n g , Warganegara dan orang asing, 1 1 : idem, Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I., 13. Berhubung dengan ini N u s s b a u m telah kemukakan bahwa „growing political tension has raised doubts about the wisdom of a rule which chains immigrants to their native countries” (h. 138) Bdgk. K u h n , h. 66. Perhatikan ketjaman W o l f f ; „and cover* a desire for expansion and for tihe exercise of a certain control within the sphere of foreign countries” (h. 105).
69
mereka djuga jang sudah mengumbara keluar negeri, sedapat mungkin tetaplah takluk dibawah hukum mereka sendiri. lw) Suatu tjontoh jang lebih tegas lagi daripada sikap jang mementingkan kepentingan sendiri ini terlihat dalam sistim HPI jang dianut di Sovjet Russia. Menurut IIPI negara ini prinsip territorialitet dipergunakan sepandjang mengenai pe'm akaian daripada hukum Sovjet dinegara Sovjet. Akan tetapi prinsip nasionalitet-lah jang dipergunakan bagi para warganegara Sovjet jang berada diluar negeri, dengan tudjuan supaja hukum Sovjet djuga berlaku terus untuk warganegara Sovjet diluar negara Sovjet Russia. 10u) 194»
Kombinasi prinsijp^dgmiccilie dan kewarqaneqaraan.
J Ada negara2 lain jang mengenal ketentuan- serupa. Untuk orang* asing jang berada didalam negeri diperlakukan prinsip domicilie. Tetapi untuk warganegara sendiri jang berada diluar negeri dipergunakan prinsip nasionalitet tanpa memperhatikan sama sekali bagaimana adalah pendirian daripada negara dimana warganegara ini berdomicilie. Negara2" ^ jang menganut sistim serupa ini terdapat di Amerika Latin, a.l. Chili, Equador, Columbia, Peru, El Salvador. Venezuela dan M exico. Negara2 ini njatanja menganut pendirian serupa karena terdorong oleh hasrat jang tak dapat dipudji, jakru hasrat jang pernah dinamakan : „Jaristischcm Chauvinismus” . ~00) Menurut sistim jang dianut di Chili ini tidak diperlukan domicilie untuk dip erlakukann j a hukum Chili. Setiap orang jang merupakan penghuni Chili, tanpa memperhatikan apakah ia ini adalah warganegara atau mempunjai domicilie disana, takluk dibawah hukum Chili. Untuk soal2 jang berkenaan dengan kemampuan untuk bertindak dalam melakukan beragai ansa i tertentu dan berkenaan dengan hubungan kekeluargaan, diperlakukanlah hukum Chili bagi warganegara Chili walaup un ia ini era a 1 uajj negeri. Pikiran sedemikian rupa telah diketjam karena di pan ang e a i memperluas hukum nasional ini diluar batas2 jang lazim, a e menama annja „anomalous” 201) dan memandang sikap sedemian lm se agai termasuk „sophisticated modern endeavors” dengan tu djuan to expand their own national law beyond the limits of the basic pnncip e w c ^ ey ave adopted . 20-) Sebenamja sikap jang tertjantum dalam sistim HPI negara2 Amerika Latin ini a d a la h terpengaruh oleh 199)
Lihat^M a je a r ° v. J , e droU ^ ‘“ national prive sovietique, dalam 35 Recueil 1931, n
^ X
T
n
^ ^
^
re ka : Austria, Peru, Venezuela, 200)
Goldschmidt,
201)
R a b e l , I, h. 127. R a b e l , I, h. 128.
202) 70
s.d. K e g e l , h. 139
^ a r ^ d ib iw T L k u T n a ^ o : H ’
L' n° ’ 94, h' 102'
Jj
i■
. .. tttvt , -03) Menurut pembuatsistim IIPI jang telah dipergunakan di_Au§t£ii- J domici]ie akan undang2 Code Civil \ustria dari tahun 1811 hukum J 8 j. ,^ ' -Austria dan tanun jAustria maupun diluar diperlakukan untuk orang* asing baik jang hidup d» d( n e g e n . D a n untuk jvarganegara Austria sepandh status person il m ereka, bilam ana m ereka b era d a
^ ^
^
C°fj‘V ‘L„ **¡»¡¿*$¡£¡52^
p rm sip kew arganegaraan. =•<) Prinsip sOTiatjfm
I. £
dia m b il o p e r o le h pem buat-undang=
sudali d iseb u t tadi
^
kemudian djuga lain2 negara Amerika L atm J ° mengopemja.. D ja d i, jang kita saksikan ialah suatu
im. Tetapi kombinasi jang dilakukan im dorong oleh hasrat jang kurang mumi, jakru mempe sendiri setjara se-banjak2nja. 195.
nja hukum
Aliran2 di Pcrantjis.
T^T -p, , „ rv-rane dunia dua telah ldtq D ju g a di Perantjis dalam masa antarii maka hukum nasionai
ketemukan aliran jang serupa. Menurut ab*alV harus diperlakukan b a g i para w a r g a n e g o r a ,a | T e ta p , b a g ! oran g- asing^ ang berdon n eih e drda
negeri.
haruslah di^
^
pergunakan hukum Perantus sebagai hukum aom im __r rjang kenamaan daripada aliran ini ialah sardjana iu 'um ei ji i b o v e t . Beliau telali mengemukakan pendirian b a h w a sebagai negara imigrasi adalah dalam kepentingan Perantjis untuk meng a api persoa an daripada orang2 asing jang terdapat dalam djumlah besar megara ®ra-n tjis sebelum petjahnja perang dunia kedua. Faedahnja sistim ® untuk negara2 imigrasi terasa benar2 oleh sardjana kenamaan im. e karena itu ia telah mengkedepankan untuk memperlakukan sadja hu um Perantjis untuk semua orang2 jang berada di Perantjis. Aliran ini temja a telah memperoleh dukungan2 kuat dan tertentu. Sardjana hukum kenamaan Perantjis lainnja, L e r e b o u r s P i g è o n n i è r e dapat dianggap ter masuk pula dalam aliran chusus ini. Semula kita saksikan bahwa pen apat sedemikian ini telah memperoleh dukungan, daripada hampir semua hukum Perantjis a.l. jang tergabung dalam „Comité Français de Droit International Privé”. 20S) Tetapi, setelah perang dunia kedua kita saksikan bahwa aliran seperti dikemukakan oleh N i b o y e t ini, jang tjondong kepada prinsip domi-
203) 204)
•205)
R a b e l , I., h. 126. Demikian adalah pendapat daripada penulis terbanjak. Perbedaan faham timbul karena ketentuan dalam Allg. BGB Austria (Pa adalah tak djelas. Lihat R a b e l , I, h. 164, 165 ; . 1(VW o 1 f f, P .I.li, b. 102 ; 5 Répertoire „Domicile et Résidence , no. 104,
.
71
cilie, telah tidak dapat dukungan jang bulat lagi. 200) B a t i f f o 1 misalnja telah memperdengarkan suara jang berlainan. 207) Jang perlu diperhatikan bagi rangkaian tindjauan kita sekarang ialah bahwa aliran seperti dikemukakan di Perantjis ini adalah sedjalan dengan pikiran2 jang telah mendorong para pembuat-undang2 dari negara- Am e rika Latin untuk menerima ketentuan2 chusus jang mengkombinasikan prinsip kewarganegaraan dan prinsip domicilie setjara terlampau berat sebelah 208) 196.
Kombinasi dalam sistim HPI Swiss.
Sistim HPI jang dianut dinegara Swiss djuga berpokok pangkal pada ii--kombinasi daripada sistim kewarganegaraan dan sistim domicilie. 2I>!)) ^ Untuk orang3 asing jang berdomicilie dinegara Swiss diperlakukan hukum perdata Swiss. Kepada warganegara Swiss jang berada diluar negeri akan berlakulah pula hukum dari tempat domicilienja itu. Akan tetapi, apabila hukum daripada negara dimana ia berdomicilie ini tidak menaroh war ganegara Swiss itu dibawah hukum jang berlaku dinegara itu, maka pengadilan2 di Swiss harus memperlakukan hukum daripada kanton darimana jang bersangkutan adalah warganegara. Misalnja ketentuan jang sedemikian ini terdjadi apabila terdapat warganegara Swiss jang berdom i cilie dalam negara2 jang menganut prinsip kewarganegaraan, seperti antara lain negara Perantjis, Italia, Djerman atau Indonesia. Dengan djalan ini dapatlah dihindarkan terdjadinja pertentangan dengan hukum daripada domicilie jang bersangkutan. Hukum Swiss hanja diperlakukan apabila pengadilan2 daripada tempat domicilie jang bersangkutan djuga menentu kan demikian. i
197. Sifat2 relatip dari masing2 prinsip dalam pelaksanaannja. Dari pada apa jang diuraikan diatas djelaslah bahwa dalam prakteknja temjata sistim2 jang dianut seringkali tidak disandarkan seluruhnja atas 206) Tetapi perlu diakui pula bahwa menurut berbagai penuli» diwaktu achir3 ini nam paklah dalam HPI modem ini, suatu tendensi jang diperbaharui kearah prinsip domicili.
207) 208) 209)
72
Perkembangan ini terpengaruh oleh beberapa hal : adanja banjak pelarian3, kenjataan bahwa nasionalisme di Eropah kontinental sudah mengalami „Hohepunkt” -nja dan kini pelahan3 njata tendensi3 kearah solidaritet dalam rangka jang lebih j ,^ri ,as negara (a.l. Federasi Eropah, European Common Market dsb.) tendensi struktur politis dan ekonomis jang tidak „favourable” untuk falham kewarganegaraan. Bdgk. E t t e r , o.c. h. 167. B a t i f f ol , Principe» do droit international prive dalam 97 Rec (1959), p. 435 dst., chususnja p. 506 dst. R a b e l , I, h. 128. Pasal 2 dan 28 N A G. Titik berat diletakkanj atas prinsip domicilie. S c h n i t z e r , I, hL 119. Bdgk. R a b e 1, I, h. 1 2 4 ; R a a p e , h. 50.
hanja satu prinsip tertentu. Kita saksikan bahwa seringkali telah diperlaku kan kedua sistim bersangkutan. Hanja terdapat perbedaan dalam gradasi daripada pemakaian prinsip2 ini. Ada sistim- HPI jang menekankan ke pada prinsip jang lain. Tjara kombinasi ini memperlihatkan bahwa dalam praktek dianutnja prinsip2 HPI ini adalah agak relatip. Adakalanja bahwa hubungan kombinasi ini dipergunakan setjara kurang memuaskan karena jang dikehendaki ialah pemakaian sedapat mungkin daripada hukum na sional sendiri untuk persoalan2 HPI (misalnja negara2 Amerika-Latin)., Tetapi adakalanja pula bahwa sistim hukum setjara tjampuran (mixed) ini telah tersusun setjara lebih baik (misalnja seperti dinegara Swiss), jakni dengan tudjuan untuk menghindarkan timbulnja konflik2 dengan sistimHPI lainnja. Kombinasi jang diadakan antara kedua prinsip ini dapat diatur setjara sehat atau tidak sehat. Pada waktu kita membitjarakan lebih d jauh hubungan antara prinsip kewarganegaraan dan prinsip domicilie ini akan kita renungkan lebih djauh sambil mengemukakan keuntungandan kerugian2 daripada masing2 prinsip bilamana ditaroh jang satu ter hadap jang lain. Keuntungan2 dan kerugian2 daripada prinsip kewarga negaraan dan prinsip domicilie akan kita tindjau lebih djauh dibawah ini. tindjau lebih djauh dibawah ini. 19S.
Alasan3 pro prinsip kewarganegaraan.
1. Paling tjotjok untuk perasaan hukum seseorang. Salah satu unsur terpenting jang selalu dikemukakan oleh aliran jang mendukung prinsip kewarganegaraan ialah bahwa hanja dengan prinsip inilah dapat terlaksana suatu adaptasi kepada perasaan hukum daripada jang bersangkutan („adaptation au temperment des nationaux”). 21°) Hu kum nasional ini merupakan hukum jang dihasilkan oleh karja para warga daripada suatu negara tertentu. Setiap kewarganegaraan adalah pemba waan daripada sesuatu negara. Hukum jang dibuat didalam negara ter sebut adalah pula karja daripada para warga dari negara itu. Hukum nasional ini telah dibuat untuk para warganegara. Para pembuat hukum tersebut adalah orang2 jang paling kenal akan kepribadian daripada para warganja ini. 211) Apa jang paling baik bagi mereka dan paling bermanfaat bagi mereka djuga dikenal paling baik oleh pembuat-undang2 hukum nasional itu. Oleh karena itu jang paling tjotjok bagi seseorang adalah
210)
211)
Demikian antaranja M a n c i n i dalam mengemukakan alasan3 jang pro prinsip kewarganegaraan, s. d. B a t i f f ol , 97 Rec. (1959), p. 435 dst., p.h. 501 : „Principes de droit international privé”, chususnja dalam banian „Chapitre III :L’oppo sition de la nationalité au domicile” , p. 408 dst. Bdgk. F r a n k e n s t e i n , I, h. 4 1 : „Der Grundsatz der Staatsangehörigkeit ist nicht nur der wissenschaftlich richtige, sondern enspricht allein, den Verhältnissen des Lebens” . 5 Répertoire, Domicile et Res(ïdence, no. 103.
73
^
hukum nasionalnja sendiri. Ini adalah segi „ p s y c h o l o g i s c h ” 21S) jang dikemukakan oleh pem bela2 pro prinsip-nasionalitet suatu „mystisch” rechtlichen Band” jang mengikat individu dengan „IIeim at”-nja. 212n) Hubungan dengan negara manakah jang tererat bagi seseorang ? 213) H ubungan dengan negara darimana ia merupakan anggota (warganegara) atau dengan negara dimana ia tinggal ? Pertanjaan ini perlu didjawab untuk mehhat prinsip manakah jang lebih baik, prinsip kewarganegaraan atau prinsip domicilie, sepandjang ini ditindjau dari segi kepentingan pribadi orang2 jang bersangkutan. 214) Seseorang dipandang lebih berakar dalam bangsanja daripada dalam rumahnja. Seperti telah dikatakan M a n c i n i : „ personality is recognized by nationalitv” 215) Hukum nasionalnja adalah jang paling dikenal dan sesuai dengan kepribadian orang3 ber sangkutan. Ketjaman. Kenjataan dalam praktek se-hari2 tidak selalu membenarkan apa jang dikemukakan diatas ini. Temjata bahwa pada orang2 jang pergi mengimigrasi ke-negaraa lain seringkali terdjadi adaptasi jang tjepat kepada kebiasaan2 dan hukum jang berlaku dinegeri barunja. Seringkali pun ter djadi bahwa si-imigrant ini mendjadi lebih kenal akan hukum daripada negeri barunja jang berlaku diseldtamja daripada hukum negara nasional nja jang telah lama ia tinggalkan ! Resepsi hukum. Ada lain kenjataan lagi jang membuktikan bahwa kebenaran daripada alasan persesuaian dengan temperament bangsa daripada hukum nasional ini tidak dapat dipertahankan dalam segala bidang. Bukankah kenjataan telah membuktikan bahwa dalam sedjarah hukum seringkali kita saksikan a ,a a terkenal sebagai „ resepsi” daripada hukum. Kita sa si an a iwa m jang berlaku dinegara A misalnja telah diambil oper dalam keseluruhannja atau dalam pokok2nja oleh negara2 B, C dan D. - Terkenal adalah resepsi daripada hukum Romawi oleh negara Djerman, 212^
die °piychologische V l m ' *
^ al,a menSemukakan (I, h. 39) : „So fuhrt alles,
Einsicht in die wirklichTrV^rhlltniT B? grif/ e J 0n Rcc!U u" d Gprsetz. u.nd die Staatsangehorigkeit, nicht de v l , u 3’ ,?u i len! £ell,c" Er- el!nLS dle angehort” (kursip kami). bestimmt die Rechtsordnung der jeder 212a) E t t e r , 213) 214) 215)
74
° ‘c;
^2.
Bdgk.
pula
apa
jang
dikemukakan
oleh
Lerebours-
que de raison” s.d. B a t i i f ™ “ “ “ naliteit ini terdapat „pias de sentiment H i j m a n s, h. 145. ’ PrmciPes de ¿LP- h. 552 ; S c h n 1 1 z o r, I, h. 149. K e g e l , h. 140, bitjara teman»- p *=• » r a r t e n j i t e r e s a e s i. n .t e r e s s e „. a d. W o l f f, P.I.L., h. 103.
»» i• disamping „ O r d n u n g■=i a n
sedangkan toh hukum Romawi ini tidak ditjiptakan untuk bangsa3 Djerman. Demikian kita saksikan bahwa negara Djepang telah mengadakan resepsi daripada Code Civil mereka itu. Demikian pula dengan laina negara jang telah mengoper Code Civil dari Djerman atau dari Perantjis. Djika kita saksikan pula bahwa dalam kenjataannja negara Turki m odern telah mengambil oper ketentuan2 jang tertjantum dalam C ode Civil Suisse, kita tidak dapat menerima dengan begitu sadja, alasan2 jang telah dikemukakan berkenaan dengan kepribadian bangsa dan hukum jang sebaiknja berlaku chusus untuk warganegara sendiri. Kenjataan menundjukkan adanja proses resepsi dan adaptasi daripada sistim2 hukum oleh negara2 dan bangsa? untuk mana sedianja tidak ditulis hukum bersangkutan. Prinsip2 Hukum Romawi hingga sekarang masih berlaku dalam berbagai sistim hukum diberbagai dunia ini. Bukankah sudah terang bahwa hukum Romawi ini chusus ditulis untuk bangsa2 Romawi, tetapi toh dalam kenjataan pralcteknja dapat diterima sebagai hukum jang se-baik2nja oleh orang2 lain ? 210) Teranglah bahwa alasan bahwa hukum nasional ini lebih sesuai _ dengan temperamen para warganegara bukanlah suatu kebenaran jang dapat dipertahankan setjara mutlak. Argumen2 ini hanja relatip b e n a r adanja. Dan praktek kenjataan se-hari2 telah memperlihatkan kebenaran hal ini. 2. r.ebih permanant dari hukum domicilie. Alasan lain jang sering dikemukakan sebagai manfaat daripada prinsip Vpwarganefraraan ialah bahwa prinsip ini adalah lebih t e t a p (perma nent, „bestendig”, „ dunrzaam”) daripada prinsip domicilie. Kewarganegaraan seseorang tidak demikian mudah untuk di-robah2 seperti halnja dengan domicilie. 217) Terutama berkenaan dengan soal2 jang termasuk dibidang statut personil, seperti hubungan keluarga, hukum pribadi dsb, diperlukan stabilitet se-banjak2nja. Oleh karena itu para penganutnja lebih tjondong kepada prinsip kewarganegaraan daripada prinsip domicilie. 218) Ketjaraan. Apakah benar kewarganegaraan lebih sukar untuk dirobah daripada domicilie ? Hal ini pernah disangsikan. Dan memang dalam hal ini mung916) 217)
218)
Tentang resepsi hukum ini, bclgk. S c h o l t e n , P., ons Burgerlijk Wctboek honderd jaar rede 1938. Zwolle, h. 7 dst. Bdgk. K e g e l , h. 1 4 2 ; K uh.n, h. 64. Dalam hubungan ini perhatikanlah kesimpulan C h e s h i r e setelah m em , pertim bangkan pro dan kontra dari masing3 prinsip : ,Perhaps a fair conclusion, speaking very generally, is to say that, as determinants of the personal law nationality yields a p r e d i c t a b l e but frequently an inappropriate law, domicil yields an appropriate but frequently an unpredictable law (h. 198) 5 Répertoire, „Domicile et Résidence , no. 103 ; , Bdgk. F r a n k e n s t e i n ,
T i jtn At 1. h. i«), 41.
75
'T) ^ J
kin terdapat perbedaan pendapat. Beralasanlah untuk mengatakan bahwa perobahan dom icilie pun tidak demikian mudah bilamana orang teringat ’ -kepada sistim dom icilie jang berlaku dalam konsepsi negara Inggris. ^ Dis an a. terdapat sjarat2 jang berat untuk merobah domicilie seseorang. Hal ini kita akan tindjau lebih djauh kelak pada waktu diperdalam pem bahasan tentang pengertian domicilie. Tetapi sekarang ini sudah dapat dikemukakan bahwa perobahan „dom icilie asal” (domicil of origin, domi cile of origin) tidaklah demikian mudah. 210) Tidak dapat orang menurut kehendaknja sendiri melepaskan diri daripada rlnmicilie-asal ini (domicilie daripada ajahnja jang diperolehnja pada waktu kelahiran). Tidak dapat diubah domicilie ini se-mata2 dengan berpindah kelain negeri. Antaranja karena adanja sjarat2 jang berat untuk terlepas daripada dom icil o f origin ini kita saksikan bahwa dalam sistim HPI jang berlaku di Inggirs orang hendak memberikan perlindungan terhadap berlakunja sistim2 hukum jang berlainan setjara prinsipiil daripada sistim hukum Inggris sendiri. --°) Terutama misalnja sistim2 hukum daripada negara2 Timur jang menganut sistim polygamie. Orang2 Inggris jang pergi ke-negeri2 Timur, a.l. ke India, sukar sekali dipandang telah memperoleh domicilie dinegeri jang baru ini. Mereka ini dianggap masih tetap berdomicilie di Inggris. Dengan demikian ini kediaman defakto mereka diluar negeri telah dikesampingkan. Setjara demikian ini bolehlah dikatakan bahwa hukum Inggris, ialah hukum do micilie mereka ini, masih tetap berlaku untuk status personil mereka. Maka mereka karena itu dipandang tidak dapat takluk dibawah stelsel hukum jang polygaam. Tetapi bilamana kita berpendirian sedemikian, apakah tidak beralasan lah untuk mengemukakan bahwa sebenamja apa jang diperkenalkan sebagai „ domicil of origin” ini dalam prakteknja adalah tidak lain daripada sematjam nasionalitet pula ? 221) Bukankah dengan demikian ini ikatan2 jang diberikan oleh pengertian dom icil of origin adalah serupa dengan ikatan- daripada prinsip kewarganegaraan ? 222) Kewarganegaraan umumnja hanja dapat dirobah djika dipenuhi formalitet2 tertentu. Dan lazimnja formalitet2 jang harus terpenuhi ini tidak mudah. Sebaliknja perobahan domicilie (dalam artikata Eropah kontinental) adalah lebih mudah. Hanja dengan berpindah tempat tinggal dan di5 * 1 ^ ' 'f rTas t e in , I. h. 62. Untuk perumusan „domicil of origin” ini, lihat x v a o e i , i, n. 11 ». Bdgk. appreciasi agak berbeda dari N u s s b a u m (h. 134 198, 199
etJaman C h e s h i r e
atas konsepsi
domicilie
Inggris
ini,
h.
135). 170,
99 ? ! f ] 3 m ! W 1’ rP n pC\?eS^ e droit International prive p.h. 502. V P
n
M Q ^ f ’ rr
a5l
i. ”? ' e Benelux Convention on private international law” , dalam
)’ -11; h’ f 01’ F r a nke ns t e i n, I. b. 62; Ke ge l ,
h.142: „Die
?n nup ung kommt also dar Staatsangehörigkeit näher als dem Wohnsitz im üblichen sinn ; R a a p e , h. 50 no. 42, h. 75.
222)
76
•a ’ j ’ • -i'» ’ ’ T?neu 3 1 R a b e l , I., h. 165.
corresponds to Continental nationality rather than to Con’— British domicil is not a domicil at all” (h. 167).
penuhinja beberapa liai jang membuktikan adanja perpindahan kepen tingan hidup ke-negara- lain, sudahlah dapat dipandang telah terpenuhi pemindahan domicilie itu. Dengan diterimanja prinsip domicilie menurut konsepsi kontinental untuk status personil akan lebih mudah terdjadi pembahan2 status dan pembahan2 hukum jang dapat merugikan orang2 lain. 22:i) Kata W o 1f f dalam hubungan ini : „It allovvs a person to change the law goveming liis personal situation by his own private act, that is, by changing his domicile”. 224) Padahal stabilitet dibidang status personil ini demikian dibutuhkan ! Teranglah dari uraian ini bahwa keuntungan lebih tetapnja (permanent. nja) prinsip nasionalitet daripada prinsip domicilie lianja mempakan suatu hal gradasi. 3. Prinsip kewarganegaraan membawa lebih banjak kepastian. Alasan lain jang dikemukakan pula bagi mereka jang pro prinsip nasionalitet ialah baliwa prinsip ini lebih membawa k e p a s t i a n dari pada prinsip domicilie. Pengertian kewarganegaraan umumnja adalah lebih mudah untuk di ketahui daripada domicilie seseorang. Peraturan2 tentang kewarganegaraan adalah lebih pasti karena ditentukan oleh sesuatu negara jang bersang kutan. Tjara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan umumnja di atur setjara chusus menurut ketentuan2 jang tetap dalam peraturan2 ke warganegaraan daripada negara2 masing2. Terutama dalam perundang2an jang modem tentang kewarganegaraan orang lihat adanja ketjondongan untuk memperhatikan sepenuhnja tjara2 memperoleh dan kehilangan ke warganegaraan UH. Ketjaman. Hal ini perlu dikemukakan walaupun kadang2 dalam prakteknja tak dapat disangkal dapat terdjadi pula berbagai kesulitan bagi sang hakim untuk menentukan apakah jang mempakan kewarganegaraan seseorang! Atjapkali kita saksikan bahwa dalam jurisprudensi ini sang hakim harus TpnitTina di Peran tj is seringkali dikemukakan alasan ini terhadap penerimaan daripada prinsip domicilie. Bdgk. K e g e l , h. 162. Berhubung dengan itu kita sak; sikan pula bahwa usaWJ tertentu diadakan untuk membuat sistim domicilie ini mendjadi lebih stabil. Disamping introduksi „domicil of origin” jang sudali kita saksikan diatas dikenal pula ketentuan jang membataskan perobahan3 status karena perobahan domicilie. Sebagai tjontoh dapat kiranja disebut disini : Pasal 2 dari Persetudjuan Montevideo 12-2-1889 : „Le changement du domicile ne modifie pas la capacité civile acquise par émancipation, majorité ou habilitation judiciaire” atau dalam teks 10-3-1940 : „Le changement du. domicile ne restreint pas la capa cité une fois acquise” (Terdjemahan M a k a r o v - Q u e 11 e n, II no. 2 dan 3,
224)
kursip dari kami). Lihat djuga R a b e 1, I, h- 160. W o 1 f f, P.I.L., h. 103. Kemudian ditambahkan beliau : „It is so to speak an individualistic and liberal system .
77
Hukum Perdata Internasional Indonesia — 0
mentjapaikan diri untuk menjelidiki benar2 akan status kewarganegaraan daripada para pihak jang bersangkutan : apakah ia ini berkewarganegaraan negara A atau negara B ? Kesulitan2 bertambah dalam praktek ini karena kadang2 orang2 bersangkutan ini mempunjai lebih dari satu kewargane garaan, dua, tiga, atau lebih lagi. S e b a l i knja djuga dapat terdjadi — teruta ma diwaktu achir2 ini bertambah — bahwa seorang tak mempunjai ke w a r g a n e g a r a a n sama sekali! 224a) Semua hal2 ini mengakibatkan bahwa dalam menentukan kewarganegaraan seseorang sang hakim kadang2 mem punjai tugas jang tidak enteng. Akan tetapi, walaupun keberatan2 ini tidak dapat diabaikan begitu sadja, toh masih dapat dikemuakkan setjara beralasan, bahwa untuk m e netapkan domicilie seseorang ini umumnja adalah lebih sulit daripada untuk menentukan kewarganegaraannja. Hal ini disebabkan karena dalam menentukan domicilie seseorang ini kita terutama perlu sekali memper hatikan keinginan2 dan kehendak2 daripada orang2 bersangkutan. Intentie daripada orang jang sedang dipersoalkan domicilienja menurut hukum ini perlu diperhatikan sepenuhnja. Tidak tjulcup untuk hanja memperhatikan tempat kediaman sebenarnja daripada orang bersangkutan. Harus dilihat dimanakah terutama terletak kepentingan2 daripada orang2 bersangkutan ini. Dan umumnja bagi mereka jang lazimnja menimbulkan persoalan2 dibidang HPI, kepentingan2 mereka ini seringkali terletak dalam berbagai negara sekaligus, bukan hanja dalam satu negara tertentu. Dan apakah , orang2 ini tidak seringkali mempunjai „ esprit de retour” ? 22It') Hal ini adalah akibat daripada sjarat2 jang melekat pada pengertian dom icilie pada umumnja ini. Perobahan domicilie jang digantungkan kepada intentie seseorang ini tidak semudah ditentukan seperti halnja dengan perubahan kewarganegaraan. Umumnja perubahan kewarganegaraan ini mudah di buktikan dengan berbagai dokumen2. Tidak demikian halnja dengan perubahan domicilie. Oleh karena itu adalah lebih sukar dalam prakteknja untuk menentukan setjara pasti domicilie daripada seseorang daripada menentukan kewarganegaraannja. Anelcawarna pengertian domicilie. Ada satu segi lain jang perlu diperhatikan pula dalam hubungan ini. Pengertian tentang domicilie jang berlaku diberbagai negara adalah tidak 224a) N u s s b a u m m enundjuk dalam hubungan in i pada proses ex p a tr ia te setjara besar an dilakukan oleh Sovjet Russia dan didjalankan menurut prosedur informU hingga menambah ketidak-pastian (h. 138). Bdgk. K u h n, hi. 64. 224b) B a t i f f o i , Principes de droit international prive p.h. 505, 506. Bdgk. dalam hubungan ini apa jang dikemukakaji oleh N u s s b a u m , jakni bahwa prinsip kewarganegaraan ini dilihat „from a strictly juridical point of view” terang sekali „offered in point of definiteness immense advantages over the domicil prin ciple” (lb. 137, kursip dari kami). C h e s h i r e , mengemukakan : „Nationality as compared with domicil enjoys the advantage that normally it is easily ascertainable (h. 197).
78
todapaT’p^bêdTnn fah™ ™
S ’®
diberb!f ’i « 8 ~
¿ » m l. 4
nnn„ w • • i i n tentang apa jang merupakan domicilie sese men . 1Sin.1.Ca^a kemukakan sepintas lalu bahwa pengertian dom icilie iktphI’0 ' f 1S InSSris adalah berlainan misalnja daripada pe■r’e ,a?..Com*c* '® menurut hukum Amerika Serikat, sedangkan perbedaan !g e ) n esar lagi terdapat dengan pengertian domicilie menurut konepsi negara Eiopah kontinental. Oleh karena itu seringkali dalam prakeivnja pengertian domicilie seseorang ini adalah tidak pasti atau samar2, égala sesuatu ini tidak berlaku untuk pengertian kewarganegaraan. Untuk menentukan kewarganegaraan seseorang terdapat peraturan2 chusus dalam P ^ c l a n g - a n daripada negara jang kewarganegaraannja sedang diperAdanja perbedaan dalam kepastian tentang kewarganegaraan disatu pihak dan domicilie dilain pihak ini setjara baik diilustrir daripada djumlali perkara- jang telah diadjukan dalam jurisprudensi negara2 jang menganut sistim domicilie, seperti Inggris — Amerika dan negara2 jang menganut 225)
Bdgk. N i e d e r e r , h. 152.
Dalam hubungan ini menarik perhatian apa iang dikemukakan oleh H i j m a n s pada waktu mulai pembahasannja tentang pengertian „domicilie”. Kata beliau: „De hier tersprake körnende slof biedt een extra-moeilijkheid. Er moet no. 1. een onderweip besproken worden!, waarvan men tevoren niet weet, wat bet eigenlijk is” (h. 126). 226) Salah satu prinsip utama dalam hukum kewarganegaraan ialah bahwa siapa? jang merupakan warga dari suatu negara ditentukan setjara mutlak oleh negara2 ber sangkutan sendjri. Bdgk. pasal 1 dari Konperensi den Haag, 12-1-1930, concernant certaines questions relatives aux conflits de loi sur la nationalité” ; „il appartient a chaque Etat de déterminer par sa législation quels sont ses nationaux” s.d. Tî° , , UATn0' ? ’ Konvensi ini ditandatangani oleh Great Britain, Belgia, Belanda, Norwegia, Swedia, Polandia, Australia, Canada, India, Marocco, Brazillia, Iiongkok. E 11 e r, o.c. h. 163, 164 ; Lihat djuga N u s s b a u m , h. 139 dan jurisprudensi jang disebut pada no. 25 ; K e g e 1, h. 142 ; W o 1 f f, h. 126 dst. ; W o i f f - I . P - R - Deutschlands, h. 3 9 ; M a k a r o v , Allgemeine Lehren des Staat sangehörigkeitsrechts, Stuttgart (1947), h. 161 : „Selten herrscht in den Rechts wissenschaft eine dermassen unbeschränkte Einstimmigkeit wie die über das für die Beurteilung der Staatsangehörigkeit massgebende Recht. Ob jemand Angehöri gen eines Staates ist, richtet sich nach der Rechtsordnung dieses Staates, m.a.W. — wenn mann die Staatsangehörigkeitsfrage konkretisiert — ist die Staatsangehörig keit einer Person nach der Rechtsordnung desjenigen Staates zu beurteilen, um dessen Angehörigkeit es sich handelt” (dengan menjebut banjak penulis2 lain da lam no. 1) ; F r a n k e n s t e i n, 1, h. 86 ; K o S w a n S i k, De meervoudige nationaliteit, diss. Leiden (1957), h. 15 dst; N i e d e r e r , h. 1 5 5 ; R é c z e i , h. 141; H a m b r a , o.e. I, no. 115, 116» mengutip „Décrets de nationalité promulgués à Tunis et au Maroc , P.C.I.J. Series B no. 4, pp. 23-24 : „La question de savoir si une certaine matière rentre ou ne rentre pas dans le domaine exclusif d’un Etat est une question essentiellement relative : elle depend du développement des rapports internationaux. C est ainsi que dans 1 état actuel du droit international, les questions de nationalité sont en principe de 1 avis de la Cour, comprises dans ce domain réservé” (kursip kami) ; S c h n i t z e r , I h. 151; C o d i g o B u s t a m a n t e , pasal 9 : „Chaque Etat contractant appliquera son propre droit à la détermination de la nationalité d origine de toute personne individuelle ou juridique.... ”
79
• sio nasionalitet. Himpunan Jurispmdensi negara- Anglo-Sa.xon ini 1 1-1 dikatakan memuat banjak sekali persoalan2 setjara mendalam dan ° 1 as tentang pengertian domicilie djika dibandingkan dengan jurispru” ie u rrara- dengan prinsip kewarganegaraan ini berkenaan dengan kewarganeo-araan orang2 bersangkutan. 22•) . B e r h u b u n g dengan alasan tentang lebih pastinja prinsip kewarganeo-araan daripada prinsip domicilie dapat dikemukakan pula bahwa pada sistim HPI jang m e n g a n u t prinsip jang disebut belakangan ini pintu lebih lebar terbuka u n tn lc berbagai perbuatan jang pada hakekatnja merupakan perbuatan pura2 untuk mengelakkan berlakunja ketentuan2 hukum jang tidak diingini. 227°) Misalnja dengan merobah domicilie seseorang dapat setiara lebih mudah mengelakkan sjarat2 perkawinan tertentu jang sukar untuk terpenuhi. Dengan berpindah domicilie orang dapat melakukan pertieraian jang sebenamja akan tak mungkin menurut ketentuan2 daripada hukum jang berlaku ditempat domicilienja jang lama. Pada pemakaian prinsip kewarganegaraan kemungkinan2 sematjam ini tidak demikian mu dah dilaksanakan. Walaupun tentunja harus diakui bahwa kemungkinan untuk melakukan berbagai perbuatan pura2 dengan merobah2 kewarga negaraan dalam prakteknja dapat disaksikan terdjadi pula. 228) — Keuntungan kepastian hukum dari pemakaian prinsip kewarganegaraan atas prinsip domicilie ldranja djelas adanja. Tetapi keuntungan ini djuga hanja bersipat relatip, hanja merupakan suatu perbedaan gradasi. Orang tidak dapat pastikan bahwa dengan menggunakan prinsip nasionalitet ini hilanglah semua ketidak-pastian ! Kita telah saksikan bahwa ke-ragu-an atjapkali terdjadi! Memang harus diakui bahwa adanja ketidak-pastian ini selalu terdapat dalam bidang hukum ! Bukankah kita ini dalam suasana hukum tidak bekerdja dengan kepastian2 absoluut sebagai pada ilmu pasti ? Kepastian hukum jang sama pastinja dengan keadaan dibidang ilmu pasti hanja idamran belaka ! 199.
Alasan2 pro prinsip domicilie.
Setelah menjebut alasan2 jang dikemukakan oleh mereka jang pro kepada prinsip kewarganegaraan akan kita mengikuti alasan2 jang men dukung pemakaian daripada prinsip domicilie. 1, 227)
Hukum domicilie ialah hukum dimana jang bersangkutan sesungguhnja hidup.
Bdgk. misalnja C h e s h i r e , h. 197. Untuk cases tentang domicilie ini lihat M o r r i s , J.H.C., Cases on P.I.L., Oxford, 3e ed. (1960), h. 43 dst., Chapter 5 : „Domicile ; G r a v e s o n , Cases on the conflict of laws, London (1949), h. 77 dst. Chapter 4. 227a) Bdg. K u l h n , h. 65. 228) Ingat sadja misalnja pada peristiwa d e F e r r a r i .
80
Pertama-tama dapat disebut disini alasan balnva dengan pemakaian ' prinsip domicilie ini tertjapai balnva hukum jang dipergunakan adalah hukum dimana orang jang bersangkutan ini sesungguhnja hidup dalam kehidupannja se-hari2. Status daripada seseorang, kemampuan2nja dan hak2 pribadinja dipandang sebagai sesuatu jang erat liubungannja dengan rumah tinggalnja dan dengan keluarganja. Domicilie inilah jang dapat dipandang sebagai pusat daripada kehidupan seseorang. Oleh karena itu adalah pada tempatnja balnva hukum inilah jang dipergunakan untuk menentukan status personilnja. Hukum daripada negara didalam mana seseorang hidup sesungguhnja adaiali hukum jang lebih berat untuk diperlakukan daripada hukum negara jang sudah ditinggalkan olehnja. Segala sesuatu jang bersangkutan dengan tempat tinggalnja jang bara merupakan faktor2 jang lebih penting untuk diperlakukan. Boleh dikatakan bahwa adalah „natürlich” 229) bahwa setiap orang ini hidup pula dibawah hukum daripada negara dimana ia hidup se-hari2. Bukan sadja kebiasaan2 dalam negara tersebut, atau bahasa atau pandangan2 sosial daripada negara baru ini perlu diperhatikan oleh orang jang bertamu ini. Ia perlu djuga mentjotjoki diri kepada segala sesuatu daripada lingkungan hidupnja jang baru ini. Dan tentunja adalah dengan sendirinja pula bahwa djuga ketentuan2 hukum daripada negara dimana ia hidup ini harus menentukan status personilnja. Dengan dipergunakannja hukum daripada tempat domicilie seseorang ini kiranja djuga akan tertjapai kepastian jang lebih banjak bagi orangdisekitar si orang asing ini jang mengadakan hubungan2 hukum dengannja. 2:!0) Mereka ini tak akan dipusingkan dengan berlakunja hukum2 asing bagi orang asing bersangkutan setjara tidak ter-duga2. 231) Dengan de mikian dapat dikatakan bahwa pemakaian prinsip domicilie ini adalah demi kepentingan daripada lalu-lintas dan demi kepentingan tata-tertib („Verkehrsinteresse und Ordmingsintercsse”). 232) Kata K e g e l dalam hubungan in i: „Für die Umwelt im Wohnsitzstaat ist es angenehmer, wenn der wohnhafte Ausländer dem hiesigen Recht untersteht”. 233) Terutama berkenaan dengan hal2 jang terletak dibidang status personil jang ada sangkut pautnja dengan harta-benda, seperti misalnja soal2 ke229)
230) 231) 232) 233)
N i e d e r e r, h. 152. Bdgk. C h c s i r e ; ................... domicil means the country in which a man has established his permanent home, and what can be more natural or more appropriate than, to subject him to his home law ? ” (h. 196). Berhubung dengan ini bdgk. ketjaman C h e s h i r e terhadap konsepsi „ domicil of origin jang mengakibatkan bahwa „the legal domicil of a man is out of touch with reality” karena dengan demikian seseorang menurut hukum dapat diberikan” domi cil in a country winch by no stretch of the imagination can be called his home” (h. 197) ; 5 Répertoire, „Domicile et Résidence” , no. 102 : R a a u e h 51 Bdgk. S c h n i t z e r , I, h. 119. ’ Bdgk. R a a p e , h. 51. K e g e l , h. 140, 141. Berlainan daripada prinsip nasionalitet iang lebih memper hatikan „Parteimteresse . K e g e l , h. 140, 141.
81
mampuan untuk bertindak dalam hukum, hukum harta-benda perkawinan, hukum harta-benda anak1’, hukum warisan dsb. Disini kita saksikan bahwa adalah dirasakan sebagai demi kepentingan lingkungan sckitamja orang bersangkutan bilamana hukum setempat-lah jang berlaku. Tetapi dibidang lain daripada status personil, jakni jang berkenaan dengan hal- jang se mata2 mengenai pribadi perseorangan belaka, seperti hubungan hidup anta ra para mempelai dalam p e r k a w i n a n , alasan- untuk tjerai, hubungan orang tua-anak, temjata pemakaian prinsip nasionalitet tida,k membawa ban|ak hal2 jang kurang menjenangkan bagi „ Umwelt” daripada jang bersangkutan ini. Apa jang dikemukakan sebagai kepentingan daripada lalu-lintas im memang adalah suatu faktor jang ternjata perlu diperhatikan. Dan kita saksikan pula dari perkembangan dalam praktek daripada negara2 jang menganut prinsip kewarganegaraan, bahwa perlu diadakan berbagai per sediaan tertentu untuk mengatasi kesulitan2. Misalnja berkenaan dengan kemampuan untuk bertindak dalam hukum, kita saksikan bahwa berbagai negara jang menganut prinsip kewarganegaraan telah harus mengadakan langkah2 tertentu jang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan2 dari pada masjarakat umumnja jang melakukan transaksi2 hukum dengan orang2 jang berada dinegara bersangkutan. T jo nto h : © Sebagai tjontoh dapat disebut disini misalnja apa ¡ang telah di kemukakan oleh W o 1 f f berkenaan dengan berlakunja titik-pertalian altematip dengan sedikit variasi : Seorang Hongaria jang berumur 22 tahun dan telah mengadakan kontrak di Inggris tidak dapat meminta pemjataan batalnja kontrak atas alasan bahwa menurut hukum nasionalnja ia ini belum dewasa (baru djika sudah tjukup 24 tahun). Satu dan lain karena menurut hukum Inggris ia ini sudah harus dipandang dewasa. 231) © Menurut hukum Mexico kedewasaan baru tertjapai dengan usia 25 tahun. Seorang Mexico jang berusia 23 tahun hendak menolak untuk melakukan pembajaran kepada seorang penagih Perantjis berdasarkan alasan bahwa menurut hukum Mexico (jang lazimnja dipergunakan ber dasarkan prinsip nasionalitet jang berlaku di Perantjis) ia ini harus di anggap belum dewasa. Tetapi oleh Cour de Cassation telah ditolak permohonan orang Mexico ini, berdasarkan alasan bahwa dari orang dagang Perantjis bersangkutan tidak dapat diharapkan bahwa ia akan
234)
82
W o 1 f f, P.I.L. h. 7. Lihat djuga no. 181 diatas.
mengenal semua hukum asing berkenaan dengan kedewasaan ini. 2;1°) Sikap sedemikian ini memang dapat dimengerti. Hukum mempunjai tudjuan untuk mengatur adanja perseimbangan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum. Harus tertjapai suatu synthese antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum ini. Apabila diterima bahwa orang asing bersangkutan, dapat mengelakkan tagihan- pembajaran dari pihak kreditur berdasarkan alasan bahwa ia sesunggulinja belum tjukup umur tatkala melakukan transaksi dagang bersangkutan, maka kepertjajaan jang demikian diperlukan dibidang perdagangan ini, akan terganggu sekali. Pemberian kredit akan membantu perkembangan daripada usaha2 per dagangan. Perkembangan jang belakangan ini teranglah adalah djuga demi kepentingan umum. Oleh karena itu beralasanlah bahwa hukum setempat toh dinjalakan berlaku dalam hal jang chusus ini walaupun negara bersangkutan dimana peristiwa2 ini terdjadi menganut prinsip kewarganegaraan. Keuntungan jang relatip. Keuntungan daripada prinsip domicilie ini diatas prinsip kewarganegaraan adalah bersifat relatip pula. Memang disatu pihak harus diakui bahwa adalah lebih mudah bagi „Umwelt” untuk mengetahui hukum daripada tempat dimana seseorang hidup daripada hukum dari negara jang ditinggalkan olehnja. Tetapi perbuatan2 hukum dibidang internasional ■ djustru seringkali dilaksanakan d i 1 u a r negara2 daripada domicilie jang bersangkutan. Dan adalah kiranja sama sukamja untuk mengetahui bahwa orang bersangkutan ini sebenarnja mempunjai suatu domicilie dinegara lain ! Tambahan lagi, apa jang termasuk bidang status dan kewenangan seseorang lazimnja tidak demikian banjak terdjadi seperti sebaliknja dengan transaksi2 dagang jang termasuk apa jang dinamakan „les transactions de la vie courante”. 236) Maka karena itu lebih banjak alasanlah bagi para pihak jang bersangkutan untuk lebih meneliti tentang status sebenarnja (asing atau bukan) daripada para pihak jang bersangkutan. 2. Prinsip k e w a r a a n e a a r a a n seringkali memerlnkan bantuan domicilie. Alasan kedua jang seringkali dikemukakan oleh mereka jang pro prinsip 235)
236)
A r r ê t - L i z a r d i , cour de Cassation 16-1-1861, D a l l o z 1861, I, 1 9 3 ; S i r e y 1861, I, 305. Tjontoh ini disebut oleh B a t i i f f o l Principes de droit international privé, h. 507 dan idem, Uni évolution possible de la concepption du statut perj sonnel dans l’Europe continentale, dalam „X X th. Century Comparative and Conflicts Law”, Legal Essays in honor of H e s s e l E. Y n t e r a l a , Leyden (1961), h, 295 p.h. 298. Bdgk. dalam hubungan dengan „capacity” ini ketentuan2 dalam Persetudjuan Montevideo 1889 dan 1940 (pasal 2) jang menentukan bahwa perobalian domicilie tidak mempengaruhi „capacidad” jang pernah, diperoleh se seorang. B a t i f f o l , Principes de droit international privé, h. 310.
83
domicilie ialah bahwa dalam prakteknja prinsip kewarganegaraan ini seringkali ticlak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu oleh prinsip domicilie. Perbedaan kewarganegaraan dalam keluarga. Terutama diwaktu achir2 ini kita saksikan adanja perkembangan ter tentu berkenaan dengan hal2 kewarganegaraan jang mengakibatkan bahwa tambah banjaknja perbedaan kewarganegaraan dalam suatu keluarga. ~37) Pihak suami dan isteri masing2 mempunjai kewarganegaraan lain, -38) anak dan ajali pun tidak mempunjai kewarganegaraan jang sama. Perbedaan kewarganegaraan antara suami dan isteri. Sebagai akibat daripada aliran emansipasi wanita tcmjata sudah di pandang sebagai usang pendirian bahwa pihak isteri dalam perkawinan selalu harus memperoleh sadja dan mengikuti kewarganegaraan daripada sang suami. 239) Ketentuan jang dipandang „kolot” dan merendahkan deradjat pihak wanita se-olah2 jang belakangan ini tidak dapat mengeluarkan suara dalam menentukan nasibnja sendiri dibidang kewarganegaraan, kini tambah lama tambah ditinggalkan oleh negara2 modem. Sesuai dengan aliran emansipasi wanita jang bertudjuan persamaan-perlakuan dan persamaan-hak dengan pihak pria („Gleichberechtigung” ) 21°) kita saksikan bahwa pihak wanita sekarang ini diberikan kesempatan untuk menentukan sendiri kewarganegaraanna dalam perkawinan. __ Perkem bangan di Indonesia. ¿ W . V//9a9/ Djuga di Indonesia lata saksikan adanja tendensi jang serupa. Dimana ^ J / ^ la la m Peraturan Perkawinan Tiampuran dari tahun 1898 (S. no. 158) masih 'ftU'l'l/fr) terdapat ketentuan bahwa setiap wanita jang melakukan perkawinan tjam'u th puran menurut hukum mengikuti status suaminja. baik dibidang hukum W ^ /¿ '//* P erdata " ^ P 1111 dibidang hukum publik (pasal 2), 240a) sekarang ini kita. saksikan bahwa dalam Undang2 Kewarganegaraan tahun 1958 (no. 68) -
237)
Bdgk. pula uraian K o 11 e w i j n tentang „Ontaarding van het nalionaliteits beginsel m het moderne mternationaal privaatrecht” , 1929, h. 32, 33. Lihat pula pada no. o4o kemudian.
238)
Bdgk. dalam hubungan ini Perdjandjian R.I. — R.R.T. tentang penjelesaian dwikewargamegaraan, U.U. no. 2 tahun 1958, pasal I ajat 2
n d n'' G o U y g ,i o k 9 i 1o n - Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I., h. 125 dst. ; 1 /f/?11211 Cr ap^>t j^lr.aii cu^sus JanS telah berhasil dengan diterimanja „Gleicherec gungsgese z dan 18-6-1957. Sedjak diterimanja pasal 3 daxi Grundgesetz onn , , . ’ , menllrut pendirian jang penganutnja terbanjak kebebasan bagi fihak wanita dibidang kewarganegaraan djuga harus diakui. Lihat n. 606. 2i40a) Bdgk. G - o u w s i o k s i o i t g , diss., h. 134 dst.
84
telah diutamakan pendirian jang memberikan kebebasan bagi pihak isteri untuk menentukan sendiri apakah ia ini hendak memperoleh kewarganegaraan daripada pihak suaminja atau tidak. Seorang perempuan asing tidak dengan sendirinja memperoleh kewarganegaraan R.I. bilamana ia tidak memiutanja (pasal 7 ajat 1). - n ) Seorang perempuan W NI tidak dengan sendirinja kehilangan kewarganegaraan R.I.-nja karena perkawinan dengan pria asing. Ia hanja mendjadi kehilangan kewarganegaraan R.I.-nja bilamana menjatakan kchendaknja akan itu dan memperoleh kewargane garaan suaminja (pasal S). Selain dalam U.U. Kewarganegaraan R.I. dapat kita saksikan sikap jang senipa berkenaan dengan kedudukan pihak wanita dalam Perdjandjian Soenario-Chou tentang Penjelesaian Dwikewarganegaraan jang diatur dalam U.U. no. 2 tahun 195S. Djuga disini Idta saksikan adanja kebebasan bagi pihak wanita untuk menentukan sendiri sikapnja dalam hal2 dwikewarganeraan ini. Pihak wanita wadjib mengadakan pe milihan sendiri diantara kedua kewarganegaraan, jang manakah jang lebih disukainja. Tidak digantungkan lebih lama statusnja ini kepada pil i hnn jang dilakukan oleh sang suami. 212) Dengan tegas dinjatakan hal ini : ..Orang perempuan dalam perkawinan, jang mempunjai dua kewarganegaraan tersebut diatas. djuga harus memilih satu diantara dua kewarga negaraan itu, dengan dasar menurut kehendak jang berkepentingan sendiri” ipasal 1 ajat 2). Tegaslah kiranja bahwa dengan adanja kebebasan jang diberikap. ke pada pihak isteri untuk menentukan sendiri nasibnja dalam hal2 kewarga negaraan ini, akan semakin bertambahlah kemungkinan untuk perbedaan kewarganegaraan dalam perkawanan. M asing2 suami dan isteri dapat mem punjai kewarganegaraan asalnja jang berbeda dalam suatu perkawinan internasional. Perbedaan kewarganegaraaai orang tua dan anak.
Disamping perbedaan kewarganegaraan antara suami-isteri kita saksi kan adanja pula perbedaan kewarganegaraan antara anak2 dan orang tua mereka. Apabila mereka ini telah dilahirkan dalam wilajah negara dari pada ibu mereka, maka seringkali mereka dianggap sebagai memperoleh, kewarganegaraan daripada ibu mereka itu. Dan djika dalam perkawinan ini sang ibu mempertahankan kewarganegaraan jang berlainan daripada sang ajah, maka kita saksikan bahwa berbedalah kewarganegaraan dari241)
242)
Dalam ajat kedua akan tetapi ditentukan bahwa kewarganegaraan R.I. dari sang suami ini diperoleh djuga oleh sang isteri asing bilamana suaminja tidak menjata kan keterangan melepaskan kewarganegaraan R.I. tersebut dan fihak perempuan tidak mendjadi dwikewarganegaraan karenanja. Lihat untuk ini G o u w g i o k s i o n g , Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I. h. 140 dst. Seperti halnja dalam rangka pelaksanaan pembagian kewarganegaraan dari K.M.B., L.N. 1950 no. 2, pasal 10. ® -
S5
pada sang anak dan sang ajah itu. Mungkin pula balnva djuga negara daripada sang ajali ini memberikan kewarganegaraan kepada sang anak itu. Dalam hal demikian kita saksikan, bahwa kewarganegaraan daripada sang anak ini agar berbeda daripada kewarganegaraan sang ajah oleli karena sang anak ini diberikan pula kewarganegaraan daripada sang ibu. Kesulitan jang dihadapi dalam hal ini disebabkan karena negara daripada IC/S sang ibu ternjata mempergunakan a-/as ius soli. 21:!) Pemakaian azas ius soli ¿/ -/ f' ini pun dapat menjebabkan timbulnja perbedaan kewarganegaraan dalam satu familie disebabkan kelahiran jang kebetulan dalam suatu negara tertentu jang bukan negara dari sang ajah atau dari sang ibu. Misalnja seorang anak dilahirkan dalam wilajah negara Y dan berdasarkan ke tentuan- kewarganegaraan dari Y ini ia memperoleh kewarganegaraan Y karena ius soli. Akan tetapi ajah sang anak berkewarganeagraan X sedang kan sang ibu tatkala menikah mempertahankan kewarganegaraan asalnja Z. Dengan demikian kita saksikan bahwa dalam satu keluarga tertentu ini terdapat „aneka kewarganegaraan”, nasionalitet dari negara- X, Y dan Z. ~ K e su lita n 3 pem a kaian prinsip k ew a rgan egaraan pad a aneka k e w a rg a n e g a r a a n dalam k elu arga.
,
Kesulitan2 dalam bidang hukum perdata internasional nampak setjara njata apabila prinsip kewarganegaraan jang dianut dan terdapat perbedaan kewarganegaraan dalam satu keluarga ini. Tjontoh2 jang seringkali dikemukakan dalam rangka ini ialah jang berkenaan dengan pertjeraian. Misalnja aaa dua orang suami isteri jang masing2 mempunjai kewarganegaraan sendiri dan menurut sistim HPI jang berlaku di-negara2 mereka dipergunakan prinsip nasionalitet. Hukum nasional negara manakah jang harus dipergunakan dalam hal para pihak hendak bertjerai ? Dari pihak suamikah atau dari pihak isterikah ? Dan bagaimana bilamana menurut salah satu sistim hukum ini tidak dikenal pertjeraian sebagai tjara untuk memutuskan perkawinan ? Apakah dalam hal sedemikian ini harus dipergunakan hukum daripada mempelai jang membolehkan pertjeraian atau dari negara jang tidak membolehkan per tjeraian ? T j o n t o h konkrit: (a) Seorang wanita Perantjis telah menikah engan pna ta a. Vanita Perantjis ini tetap mempertahankan kewargane garaan, Dalam per-undang=an perkawinan Italia tidak dikenal pertjeraian. Bilamana pdmk perempuan Perantjis ini hendak bertjerai djiga, djalan manakah harus chtempnh ? *«) Bilamana gugatan tjerai diadjukan diadjukan d.hadapan Haldm, berdasarkan hukum manakah harrn diselesai243)
Tentang pemakaian ius soli terhruhn „ •• , , „, garaan, lihat M a k a r o v, M l^em cW Lehren " T des ' " « Staatsangehorigkeitsrechis, F“ “ 'T ™ ' “Cine h, 84
244)
Bdgk., casus positie dalam peristiwa D e F e r r a r i
86
kan peristiwa HPI ini ? Apakah hukum nasional Perantjis atau hukum nasional Italia jang perlu didjadikan dasar keputusannja ? (b) Tjontoh lain berkenaan dengan keadaan di Indonesia sekarang ini dapat timbul bilamana seorang suami warganegara RRT minta pertjeraian daripada isterinja WNI. Apakah dapat ia meminta tjerai berdasarkan alasan ,,persesuaian faham” jang dikenal dalam U.U. Perkawinan RRT jang modem. 21r>) Atau berlakukah ketentuan2 dalam B.W. jang merupakan hukum nasional dari sang isteri ? 24G) Bukan sadja berkenaan dengan hal2 pertjeraian nampak kesulitan2 pada penggunaan prinsip kewarganegaraan dalam peristiwa2 dimana para pihak dalam satu keluarga tunduk kepada kewarganegaraan jang berbeda. D juga dalam hal2 lain jang berkenaan dengan status personil dan hu bungan keturunan me nu m t hukum kita saksikan adanja kesulitan2 jang sempa. Misalnja apakah menurut hukum terdapat hubungan antara se orang anak dan ajali atau ibunja, bagaimana harus ditentukan ini menurut hukum nasional daripada para pihak djika mereka takluk dibawah hukum jangr berbeda ? Andaikata dalam hukum nasional dari sang ajah dikenal azas bahwa penjelidikan kearah asal-usul (oiulerzoek naar het- vaderschap, la recherche à la paternité) adalah terlarang, sedangkan menurut hukum nasional daripada sang anak tidak demikian halnja. Hukum nasional mana kah jang harus dipergunakan ? Prinsip domicilie perlu membantu.
Djelaslah kiranja bahwa dalam praktelaija diperlukan bantuan daripada lain2 titik pertalian bagi prinsip kewarganegaraan ini. Tidaklah dapat diselesaikan peristiwa2 jang berdasarkan anekawama kewarganegaraan dalam familie ini dengan djalan penggunaan prinsip kewarganegaraan sadja. Dan ldta saksikan bahwa dalam prakteknja orang tjondong kepada penggunaan daripada prinsip domicilie. Suatu keluarga (family) ini umumnja terdiri dari suatu kelompok tertentu jang terdiri dan seorang ajah, ibu dan anak2. Mereka ini lazimnja hidup pada satu tempat tertentu setjara ber-sama2, oleh karena itu mereka umumnja mempunjai domicilie jang sama. Oleh karena itu prinsip domicilie-lah jang dipergunakan untuk menjelesaikan peristiwa2 sematjam ini. Hukum nasional jang ditentukan oleh prinsip kewarganegaraan tidak dapat dipergunakan. Hukum domicilie jang temjata harus menggantikannja atau membantunja dalam praktek. 245) 246)
Pasal 17 U.U. Perkawinan RRT (mulai berlaku 1-5-1950), kalimat pertama berbunji : „Divorce shall be granted when husband and wife both desire it.” Bdgk. keputusan dari P.N. Djakarta, 5-12-1953, H. 1958, 7-8, h. 44. dalam peristiwa jajng hampir bersamaan. Lihat HPI, I, no. 2 sub f.
87
Keuntungan prinsip dom icilie hanja relatip. Tetapi djuga disini kita saksikan bahwa keuntungan" jang ditarikan oleh pemakaian prinsip domicilie hanja bersifat relatip adanja. Dalam pralcteknja kita saksikan bahwa djustru pada persoalan- jang timbul dibidang HPI berkenaan dengan perbedaan kewarganegaraan da lam satu keluarga, para pihak jang berkepentingan memang tidak mempunjai domicilie jang sama. Bilamanakah timbul perselisihan- faliam dalam atjara pertjeraian tentang hukum jang harus diperlakukan ? Djika para pihak sudah berada dalam taraf sengketa dimuka Hakim. Dan biasanja, karena pertjektjokan- jang timbul antara suami-isteri hingga diadjukan tuntutan tjerai, para pihak ini sudah tidak lebih lama tinggal disatu rumah, tidak lebih lama disatu „domicilie”. - 47) Biasanja mereka jang mengadjukan gugatan tjerai dihadapan Ilakim setjara defakto sudah hidup terpisah pula. Dan dalam hal para pihak mempunjai kewarganegaraan jang ber lainan m asing2 pihak mempelai ini lazimnja telah kembali bertempat tinggal dinegeii asalnja. Maka sukarlah pula untuk mempergunakan prinsip d o micilie ini sebagai prinsip satu-nja jang dapat memuaskan perasaan hukum daripada para pihak jang bersangkutan. Dalam prakteknja sukarlah bagi hakim dari negara dengan prinsip domicilie untuk mengadili peristiwa2 dimana para mempelai telah terpisah, jang satu berdomicilie dinegara hakim dan jang lain berdomicilie defakto dinegara lain. Kesukaran ini tidak kurang kiranja daripada bagi sang hakim dari negara berprinsip kewar^anegaraan jang harus mengadili peristiwa dari para mempelai jang berbeda kewarganegaraan. Tegaslah kiranja dari keniataan ini, sifat relatip daripada keuntungan azas domicilie ini. 3.
H u k u m d o m icilie serin gk ali sam a dengan H ukum san g H ak im .
Hukum domicilie dalam terbanjak hal djuga adalah bersamaan dengan hukum daripada sang Hakim jang harus menjelesaikan peristiwa HPI bersangkutan. Umumnja ditempat tinggal para pihak atau se-kurang2nja dari salah satu pihak, dimana diadjukan tuntutan2 hukum. Dan memang pengadjuan perkara dihadapan hakim dari tempat tinggal para pihak atau pihak tergugat inilah jang merupakan pegangan utanm jang dipergunakan untuk menentukan kompetensi jurisdiksi sang hakim Adalah pula demi kepentingan daripada semua pihak bahwa sedapat mungkin seorang hakim ini boleh mempergunakan hukumnja sendiri. ~ Hal ini d^ebabkan karena kenjataan jang riil bahwa tentunja setiap hakim
lltA fc'1
247)
88
Disini dianggap „domicilie” sebagai menekankan kepada hal* jang „feitelijk” da. menentukan hoofdverbl.jf hebben”, tidak suatu „juridisch domicilie-begrip” jang mengenal „afhankelijke domicilie” dari seorang isteri.
lebih mengenal hukum nasionalnja sendiri daripada hukum asing. - 4S) Dan bilamana ia menurut ketentuan- HPI diperbolehkan untuk m em pergunakan hukumnja sendiri, bolehkah dikatakan bahwa dengan d e mikian lebih besarlah djaminan bahwa ia akan mengadili perkara ber sangkutan setjara se-baik-nja. 219) Bukan karena ia tidak mau mem perguna kan hukum asing, akan tetapi karena ia ini seringkali kurang mengetahui akan hukum asing itu. Pemakaian domicilie jang seringkali merupakan pula hukum daripada sang Ilakim ini memang tak dapat disangkal membawa keuntungan2. Tetapi kiranja djuga sekarang ini keuntungan-nja tidak perlu di-lebih2i. Bukankah kepada faktor lex fori sebagai hukum jang harus menentukan ini kita tidak boleh meletakkan titik berat setjara ber-kelebih2an ? Djika kita berbuat demikian, maka tidak ada gunanja lagi untuk mentjari akan hukum jang sc-baik-nja dipergunakan dalam menjelesaikan persoalan2 HPI. Bukankah adalah lebih mudah untuk s e l a l u memakai sadja akan hukum dari sang hakim ini untuk mengatasi persoalan2 HPI ? Djika demikian, maka tidak ada lagi persoalan IIPI jang tak dapat diatasi. Hukum asing tidak perlu lagi untuk dipersoalkan karena toh hanja hukum nasional jang perlu diperlakukan. Apabila dapat diterima penglihatan sedemikian ini bolehlah kita lekas2 tutup buku sadja. Tidak perlu lagi untuk mempeladjari ilmu HPI, karena toh hukum jang akan dipergunakan untuk menjelesaikan soal2 HPI adalah hukum nasional d an sang Hakim sendiri ! 2r,°) 4. Kepastian untuk lingkungan sekitar ditempat domicilie. Bukan sadja bagi sang hakim hukum domicilie ini adalah lebih mudah untuk diketahui daripada hukum asing, tetapi djuga untuk lingkungan sekitar orang2 bersangkutan hukum ditempat tinggal ini adalah lebih tjepat diketahui dan lebih mudah dipastikan. 2jl) Orang2 jang dalam kehidupan se-hari2 melakukan berbagai transaksi dengan orang2 asing jang berada didalam negeri umumnja pun tidak dapat m enduga lebih dahulu bahwa mereka ini takluk dibaw ah hukum jang berlainan daripada apa jang berlaku didalam negeri bersangkutan. 248)
249)
250)
251)
Pemakaian prinsip kewarganegaraan mengakibatkan bahwa dalam prakteknja lebih banjak hukum asing perlu dipergunakan. Bdgk. K e g e l (h. 141) : „Praktisch bedeutet das Staatsangehörigkeitsprinzip, das v i e l häufiger auslän-i d i s c h e s R e c h t a n z u w e i d e n ist als in Staaten mit Wohnsitzprinzip” . Demikian sudah dikemukakan oleh V o n S a v i g n y , s.d. B a t i f f o l , Principes de droit international privé, h. 509 ; 5 Répertoire „Domicilie et Résidence” , no. 102 • R a a p e, h. 49. Bdgk. H PI, I no. 115 tentang penghargaan terhadap hukum asing sebagai sendiutama dari ilmu HPI. Bdgk. G o 1 d s c h mi i d t, W ., Die philosophischen Grund lagen des Lp.r. ; M a u r y , J., Kegles générales des conflits de lois Rec. (19B6), m , h. 325. N i e d e r e r , h. 152.
89
. 1 • i h - m s i k s i - bersangkutan ini terdjadi dihidang hukum hartaA pa agi )i ' ikatan Lain halnja dengan bidang hukum kekeluargaan S m t r A p i hubungan ¡ang lebih mendalam dan - - f , S h b e r is i k a n p iL a a A * hingga dipandang sebaga perbua a n - ,
T jo n t o h untuk n e g a r a 2 d e n g a n pluralism e hukum.
o. Alasan lain jang dikemukakan oleh mereka jang pro prinsip domicilie ialah bahwa prinsip inilah jang satu2nja dapat dipergunakan dengan baik dalam negara2 jang susunan hukumnja tidak mengenal hukum kcsatimr, Apabila terdapat anekawama hukum dalam suatu negara maka orang tidak dapat menemukan djalan keluar dengan memakai prinsip nasionalitet se-mata2. ***) Jang manakah jang merupakan hukum nasional ini ? Misalnja dalam neeara2 federatif seperti keadaan di Amerika Serikat atau di Sovjet Russia. Disini kita saksikan bahwa tiap3 negara bagian mempunjai hukum per datanya sendiri. Untuk mengetahui hukum perdata manakah yang berlaku bagi seorang warganegara Amerika Serikat perlu diperhatikan domicilie nja. Apakah ia ini berdomicilie di California atau di New York, semua ini menentukan hukum perdata negara bagian manakah jang berlaku baginja. Disini kita saksikan bahwa dengan pemakaian prinsip nasionalitet se-mata2 tidaklah dapat ldta mengetahui hukum perdata manakah jang berlaku bagi orang bersangkutan. Demikian pula halnja dengan negara2 federasi lainnja. Kita dapat menundjuk dalam hubungan ini pula kepada keadaan hukum daripada apa jang dikenal sebagai Keradjaan Inggris. 254) Hukum 252) 253) 254)
90
Bdgk. R a b e l , I, h. 138 dst. Bdgk. K u h n, li. 65 ; C h e s h i r e , h. 196, 197 • 5 Repertoire, „Domicile et Residence” , no. 103. Bdgk. W e b b , P.R.H. and B r o w n , D.J.L., A casebook on the Conflict of Laws, London (1960), Introductory, pada „Domicile” : „One great advantage of the AngloAmerican adherence to domicile is that it entirely obviates the necesseity of solving such problems as what is the national law of a citizen of the United States, of a British subject, of an individual possessed of more than one nationality or of none at all” (!h. 3).
perdata jang berlaku untuk England adalah berlainan daripada jan » ber laku untuk Scotlandia. Di Uni Sosialis Sovjet Russia dan lain2 federasi2 kita saksikan pula anekawarna hukum perdata jang ditentukan untuk masing2 negara bagian. Keuntungan ini hanja bersifat relatip.
Alasan jang mengemukakan bahwa prinsip dom icilie inilah jang se mata 2 tjotjok untuk negara2 dengan sistim hukum jang anekawarna pun harus terima hanja sebagai kebenaran jang relatip. Alasan ini tidak dapat dipergunakan setjara mutlak. Diantara negara2 jang berbentuk federatip, seperti misalnja U.S.S.R., terdapat ketentuan2 jang mengenal kewargane garaan2 tersendiri daripada negara2 bagian m as in g2 jang merupakan anggota- daripada Uni Federasi. Ada mungkin pula untuk mengatur setjara berlainan daripada melulu menggantungkan sesuatu kepada prinsip kewarganegaraan atau pada prinsip domicilie. Ada negara2 jang tidak mengenal kewarganegaraan lokal daripada negara2 bagian tetapi sebaliknja tetap mempergunakan prinsip kewarganegaraan untuk hubungan2 HPI mereka. Ilanja untuk hubungan2 H A TA H i n t e r n mereka telah diadakan peraturan2 chusus setjara ter sendiri. T j o n t o h : Keadaan jang semat jam ini kita saksikan terdapat di Po landia antara perang dunia dua. Dinegara tersebut hukum perdata tetap anekawarna terutama dibeberapa bidang chusus. Setelah perang dunia pertama berlakulah di Polandia ini hukum perdata jang anekawarna dari zaman sebelumnja. 25n) Ada berlaku hukum perdata Djerman di propinsi2 bagian barat, hukum perdata Austria berlaku djuga dibagian tertentu, dibagian Timur berlaku hukum perdata Russia, dan dibagian tengah ber lakulah hukum perdata jang diwarisi dari Code Napoleon. Untuk mengatur hubungan antara anekawarna hukum perdata mi telah diterima baik Undang2 dari 1926 jang mengatur penjelesaian soal2 H AT AH intern. 256) Didaiam hubungan HATAH intem ini telah dipergunakan prinsip dom i cilie. Akan tetapi untuk hubungan2 H ATAH e x t e r n , untuk soal2 HPI, telah diadakan peraturan chusus tersendiri. 2G7) Disini dipergunakan terus prinsip kewarganegaraan. Djadi, pergunakan prinsip dom icilie untuk menjelesaikan semua persoalan jang terletak dibidang H A TA H . Prinsip dom icilie se-banjak2nja hanja dapat membawa keuntungan bahw a penje lesaian daripada persoalan2 H ATAH intem dan extem, keduanja, dapat lakukan menurut tjara penjelesaian jang sama. Tetapi prinsip dom icilie 255) 256) 257)
Bdgk. H P i, I no. 165 sub e. U.U.dari2-8-1926. Untuk teks ini lihat M a k a r o v - Q u e 11 e n, I no. 44. U .U . dari 2-8-1926 pula. Untuk teks, lihat M a k a -r o v , Q u e 11 e n, I no. 44 dan M ey e r s ■ R e c u e i 1, h. 35.
91
ini tidak berlaku setjara mutlak dalam artikata balnva semua .soal- . . • (jang iiitem maupun jang extern) harus diselesaikan menurut prinsip domicilie ini. Karena adalah mungkin djuga untuk menjelesaikan soalHPI ini tetap menurut prinsip kewarganegaraan, sedangkan prinsip domi cilie hanja dipergunakan untuk menjelesaikan soal- IIATAH intern. 6.
Dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan.
Alasan lain jang dikemukakan sebagai keuntungan dari prinsip domi cilie ialah bahwa dalam prakteknja kadang2 prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan. Hal ini terdjadi bilamana misalnja kita ber hadapan dengan orang2 jang tidak berkewarganegaraan (apatriden) atau dengan orang2 jang mempunjai kewarganegaraan lebih dari satu (bipatriden, multipalriden). 2r,s) Dalam semua hal ini tidaklah dapat diselesaikan peristiwa2 IiPI dengan menundjuk se-mata2 kepada hukum nasional dari pada pihak jang bersangkutan (hukum nasional mana tidak ada atau lebih dari satu . K e u n tu n g a n ini h a n ja relatip pula.
Tetapi djuga keuntungan daripada prinsip domicilie dalam liai ini Idranja harus dianggap sebagai relatip pula. Oleh karena sebaliknja, ber kenaan dengan prinsip domicilie inipun mungkin terdjadi bahwa ada pula orang2 jang tidak vwmptmjai domicilie sama sekali. Mereka ini telah •melepaskan domicilie mereka semula dan kemudian mengembara diberbagai negara tanpa berdiam tjukup lama dalam satu negara tertentu hingga dapat dianggap menurut hukum sudah mempunjai domicilie. Mereka ini tergolong orang2 jang sangat kaja raja dan dengan sikap dan tjara demikian ini mereka harap dapat mengelakkan padjak. 25u') Golongan ini iang ter kenal dengan nama djulukan : „fiscale zwervers". & Berkenaan dengan kewarganegaraan rangkap dapat dikemukakan pula bahwa djuga adalah mungkin bahwa seorang mempunjai lebih dari satu domicilie. Ada per-undang2an jang menentukan bahwa seorang dapat memPimIai dua dom ici,ie daIam 'satu negara. =°<>) Adalah mungkin pula bahwa 258)
259) 260)
Lihat diatas no. 180 sab c. C h e s h i r e , h. 197 ; W o l f f ( P. I L denca” , no. 1 0 3 ; R é c z e i . h. 145. Bdgk. H i j m a n s, h. 147.
h
105Ï ’
• Ç t>. . Rep<;rl0're- -Domicile
t, - • et Resi-
Tjontoh : Pasal 7 BGB Djerman jang a.l. menentukan : Dor Wohnsitz kann gleichzeitig an mehreren orten bestehen”. Ketentuan ini di panda n" a ° a kme ni i mpang daripada principe de l ’unité du domicile”, ja n - menurut L a n r a d e 11 e i D o m i c il e ^ t " R é s id e n c e 'Î T 5 8 ^
« ) “
t0US
^
P3yS”
(S R 6^ rtoire’ dibawah
N °n s ^ b 'a u^m™'h! ' *136^°L i hat ' 'dj uga ^ K u h'rr* e ? 3" 1 hUkUmA " plk° 'Sa^on- Bdf 1‘ j ~ ^ ^5, JanS menundjuk pada par. 11 dari Kestatement . j5r*v6ry person nt- »«il i • *i i has more than one domicil at a time” ’ " ° PPrS° n D i c o y M o r r i s^R u le 4, h. 8 9 : .,N0 pCrson can af t)le rame time have more than o n e d o m icile , L e f l a r , h. 15; R a a p e, h. 5 2 ; untuk HPI Hungaria, R e c z e i n. 14o.
92
menurut hukum dari negara X seorang mempunjai domicilie dalam X, tetapi menurut negara Y orang itu mempunjai domicilie di Y. Tambahan lagi adalah mungkin pula bahwa menurut hukum dari negara X seorang berdomicilie dinegara Y, sedangkan menurut hukum dari Y ia ini berdomicilie di X. 201) Segala sesuatu ini dapat menambah kesulitan2 jang serupa seperti pada persoalan kewarganegaraan rangkap. Kata H i j m a n s dalam hubungan in i: „Er zit niets vreemds in een dubbel domicilie : gelijk men een dubbel leven kan leiden in den slechten zin van het woord, kan men dit ook in den goeden”. 202) 7. Demi kepentingan adaptasi dan assimilasi negara2 imigran. Alasan lain jang seringkali dikemukakan pula oleh mereka jang pro prinsip domicilie merupakan suatu alasan jang bersifat politis. Negara2 imigrasi mempunjai kepentingan bahwa hukum dari tempat domicilie jang dipergunakan. Dengan demikian ini dapat tertjapai suatu proses adaptasi dan assimilasi setjepatnja daripada orang2 asing masuk kedalam negeri. 203) Bukan sadja orang2 asing ini diassimilir sedapatnja dilingkungan tempat tinggalnja jang baru sepandjang mengenai bahasa, adatistiadat, kebiasaan2 tetapi djuga dalam pandangan2 hukumnja. Dengan demikian dapat tertjegahlali adanja kelompok2 orang2 asing jang tetap mempertahankan hukum mereka dan dalam taraf lebih luas ikatan2 dengan negara asal mereka. 20t) Djika terdapat terlampau banjak orang asing didalam negeri jang masing2 mempertahankan hukum nasional mereka bahaja lebih besar bagi negara bahwa mereka ini tidak dapat diassimilir didalam negara dimana mereka berdiam. Berlakunja hukum dari tempat tinggal mereka jang baru ini harus dipandang sebagai suatu faktor pschychologis jang besar artinja kearah assimilasi setjepat mungkin. Ke pentingan bagi negara2 imigrasi bukan sadja berkenaan dengan assimilasi orang2 asing ini. Dengan berlakunja hukum domicilie dapat pula diper mudah sistim pembagian administrasi dan pembagian hukum (rechtsbedeling, administration de la justice) dari negara2 bersangkutan. 261) 262) 263)
264)
Lihat diatas, dibawah no. 252. H i j m a n s, h. 147. Kata R a b e l (I, 163) dalam hubungan i ni : „the domicile principle has found support in the desire of immigration countries to incorporate new immigrants into the legal life of the country as soon as possible and thereby to avoid difficulties that would arise if each new immigrant prior to naturalization were to be judged in accordance with the laws of his home country” . Tendensi serupa ini dapat disaksikan di U.S.A. ( B e a l e , III, 1935), Swiss, Argen tina (jang menerima prinsip kewarganegaraan dalam tahun 1857 dan menguatkannja daiam tahun 1862, tetapi dengan C.C. tahun 1869 menggantinja dengan prinsip domicilie), njata sekali di Brasillia (U.U. 4.9-1942, pasal 7 menggantikan prinsip kewarganegaraan dari C.C. dengan prinsip domicilie. Lihat M a k a r o v - Q u e l l e n I, no. 7 ; Guatemala (sedjak C.C. 1926), P e r u (C.C. 1936).
93 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 7
D jangan melebih3'kan. Kepentingan bagi negara2 imigrasi untuk mempergunakan hukum do micilie memang berarti. Tetapi djuga arti ini tidak boleh di-lebih-kan daripada proporsi jang sebenamja. Usaha kearah assimilasi ini djanganlah sampai mengakibatkan apa jang dipandang sebagai bahaja dari „ cristalli sation des noyaux é t r a n g e r s 205) Di-negara2 imigrasi dimana nampak bahaja sedemikian ini adalah pada tcmpatnja untuk mempertahankan prinsip nasionalitet. Suatu tjontoh kita saksikan di Perantjis. Temjata bahwa dinegara tersebut orang menganggap sebaiknja untuk memegang teguh kepada prinsip nasionalitet berhubung dengan adanja bahaja ter sebut. Dalam hubungan ini dapat ditundjuk kepada pendirian dari N i b o y e t jang sudah disinggung disana-sini. 20°) Niboyet ini telah mendjadi pelopor terpenting daripada aliran jang nampak di Perantjis pada tahun2 sebelum petjahnja perang dunia ke-dua untuk menerima pengawasan atas semua orang penghuni di Perantjis dengan mempergunakan hukum Pe rantjis bagi mereka. 207) Hal ini disebabkan tidak sedikitnja karena bertambahnja djumlah orang2 asing jang bukan sedikit di Perantjis pada waktu itu. Aliran ini nampaknja setelah perang dunia ke-dua telah di tinggalkan. 2G8) Orang telah kembali kepada mempertahankan prinsip kewarganegaraan. 2C9) 200.
Résumé:
Setelah melihat alasan2 pro dan kontra prinsip2 kewarganegaraan/domicilie, dapatlah kita memberikan résumé sebagai berikut : 1. Tidaklah dapat ditentukan setjara a priori prinsip manakah jang lebih baik. Sistim manakah jang lebih tjotjok harus dipandang dalam hubungan hidup dan kenjataan sosial dalam negara tertentu untuk mana sistim bersangkutan berlaku. 2. Masing2 aliran mempunjai pembela2nja dan alasan2nja jang ter tentu. Kesatuan pendapat antara kedua aliran ini tidak dapat diharapkan akan tertjapai. 3. Seringkah temjata bahwa kepentingan2 sendiridaripada negara2 masing2 jang memegang peranan menentukan akansistim jang dipilih. 265) 266)
B a t i f f o l , Principes de d.i.p h 511 Lihat N i b o y e t , Traité III, h. 195 dst. Lihat no. 195. S e f " Comité français6 t ° T n iÎ-n ïa L’état et l
268)
269)
-1(>I- ^ le dr0Ît internati°nal privé” jang diadjukaïi ^ ^ ^ t i o n a l privé” , tahun 1939, dengan pasal 1
leur domicile” . Teks pada M ^ »- K « S.0,nt Asoumis “ ^ du pays de B a t i f f o l , Principes de d.i.p., h. 5 5 3 - K e g e l h 141 ^ Dalam hubungan M b0leh ditundjuk keppada B .W .Junani jang baru dari 15-3-1941 (m t 1 t k n n r iin t 19461 dan mcngkcdcpRnicHn prinsip kewarga.n6g3xaan.
94
C.C. Mesir 16-7,1948 jang pertama»
4. Alasan2 jang seringkali diadjukan pro prinsip—kewarganegaraan a.l. ialah : a) Prinsip kewarganegaraan ini paling tjotjok untuk memenuhi kebutuhan daripada para warganegara hingga terlaksanalah suatu adaptasi kepada perasaan hukiun dari jang bersangkutan (adaptation au tempérament des nationaux”). b) Prinsip kewarganegaraan adalah lebih tetap, lebih „permanent’ (bestendig, duurzaam) daripada prinsip domicilie. le) Prinsip kewarganegaraan lebih mendjamin kepastian daripada prinsip domicilie. j
5. Tetapi telah kita saksikan bahwa keuntungan2 dari prinsip ke warganegaraan jang disebut ini hanja bersifat r e 1a t j p adanja. 6. Sebaliknja alasan2 pro prinsip domicilie ialah : a) Prinsip domicilie menghasilkan bahwa hukum jang diperguna kan ialah hukum dimana orang2 jang bersangkutan pada peris tiwa2 hukum tertentu sestmgsuhnja hidup dalam kehidupannja se-hari2. ' ' b) Prinsip kewarganegaraan seringkali dalam prakteknja tidak da pat dilaksanakan setjara baik tanpa bantuan dari prinsip do micilie. Misalnja dimana terdapat perbedaan kewarganegaraan dalam keluarga. Perbedaan ini timbul : aa) antara kewarganegaraan suami dan isteri bb) antara kewarganegaraan orang tua dan anak. c) Hukum domicilie seringkali sama adanja dengan hukum sang Hakim. d) Hukum domicilie membawa lebih banjak kepastian untuk ling kungan sekitar ditempat domicilie. e) Hukum domicilie adalah jang lebih tjotjok untuk negara2 de ngan pluralisme hukum. f) Hukum kewarganegaraan temjata tidak dapat dipergunakan pada : aa) bb) g)
hal2 dimana tersangkut orang2 jang tanpa kewarga negaraan (apatriden). orang2 jang mempunjai lebih dari satu kewarganega raan (bipatriden, midtipatriden).
Dipakainja hukiun domicilie adalah demi kepentingna adaptasi dan assimilasi dari para imigran pada negara2 imigrasi.
7. Djuga alasan2 pro prinsip domicilie ini temjata hanja bersifat r e 1 a t i p adanja.
95
1
201.
Djalaxi keluar.
Setelah melihat alasan2 jang diadjukan oleh mereka jang pro prinsip kewarganegaraan dan mereka jang pro prinsip domicilie dapatlah kita tindjau lebih d jauh tjara2 bagaimana dalam praktek orang telah mentjari djalan keluar diantara kesulitan- jang ditimbulkan oleh masing- prinsip ini. Kita akan saksikan bagaimana dalam praktek telah diatasi perbedaanjang terdapat diantara kedua prinsip tersebut. Setelah itu akan kita bahas lebih djauh pendirian manakah jang sekiranja adalah lebih baik untuk dipergunakan dalam sistim HPI untuk Indonesia jang akan datang. 202.
T jara2 mengatasi kesulitan2.
Perbedaan antara kedua prinsip ini setjara teoretis dapat diatasi dengan berbagai djalan. Dibawah ini kita akan mengemukakan beberapa pendapat jang pernah dikemukakan dalam lingkungan ilmu IIPI. 203.
Jang satu diganti seluruhnja oleh jang lain.
a) Salah satu daripada titik pertalian bersangkutan, kewarganegaraan atau dom icilie diganti seluruhnja oleh titik pertalian jang lain. Jang satu menggantikan jang lain. 2|°) Tegasnja. prinsip kewarganegaraan diganti idengan ;priml]^jiomLÇ-Üfe atau sebaliknja jnng bj°lnjrnnggnn jdiganti oleh *jjang disebut lebih dahulu. Dalam praktek telah kita saksikan adanja penggantian sematjam itu. Dan jang nampak pada waktu belakangan ini ialah bahwa tendensi untuk menggantikan prinsip kewarganegaraan dengan prinsip domicilie kuat adanja. ) Terutama dalam tahun- sebelum perang dunia kedua kita saksikan adanja ketjondongan untuk menggantikan prinsip kewarganega raan dengan prinsip domicilie ini. Bahkan dalam negara" jang lazimnja terkenal sebagai pem bela2 terutama dari prinsip kewarganegaraan, seperti misalnja Perantjis dimana dengan Code Civilnja untuk pertama kalinja dalam HPI m odem telah diterima prinsip nasionalitet sebagai pengganti d an pnnsrp domicilie, kita saksikan adanja tendensi ini. Diatas sudah ditundjuk kepada peranan dan N i b o y e t 272) dan L e r e b o u r s P i g e o n m e r e 273) dalam hubungan ini. ^ Perantjis pada waktu itu dengan njata memperlihatkan /f- \ t . anpa a a ran2 )ang menghendaki diperlakukannja hukum f ° riai! g asm,g iang berada di Perantjis. Pemerintah Perantjis sendin ternjata dalam tahun 1913 sudah m en gop L g Tractaat? D en Haag p iL
270) 271)
Bdgk. N i e d e r e r , h. 153 Bdgk. N i e d e r e r Dip „„ . „ Anknüpfung an das D ^ m i z ^ c ^ / T l ? J EtUwicklunS verläuft
272)
N i b o y e t , Traité III, h. 195 dst H r't , • r 1 » Répertoire, „Domicile * R ésid en t” Z Ja" g dlSe Lihat no. 195. nce ’ n0‘ 104> 106-
2 73)
96
zu r >
Gunsten tu V 5 g
der Ç
jang berkenaan dengan hukum kekeluargaan. Apa sebabnja ? Jang mendjadi sebab sebenarnja daripada pemjataan opseg ini ialah kenjataan bahwa tidaklah dapat diterima berlakunja hukum Djerman dengan la rangan kawin bagi para deserteur Djerman dari Elsas-Lotharingen. 274) Para deserteurs ini banjak jang telah mengadakan hubungan dengan perempuan2 Perantjis. Menuint pasal 1 d aripada Tractaat perkawinan Den Ilaag hukum nasional daripada para pihak dipergunakan untuk me nentukan kewenangan menikah ini. 275) Larangan kawin jang dikeluarkan untuk para deserteur Djerman ini berdasarkan ketentuan tersebut (dan berdasarkan azas nasionalitet) harus diperlakukan pula dalam hal kawin tjampuran dengan perempuan2 Perantjis di Perantjis ini. Akan tetapi, ternjata. pemerintah Perantjis tidak dapat menerima kegandjilan tersebut hingga mengundurkan diri dari Perdjandjian Den Ilaag bersangkutan. 27°) D juga negara2 lain telah meng-opseg perdjandjian tersebut (Belgia 1918, Swedia 1958). 277) Menindjau segala sesuatu ini maka menurut H i j m a n s pada waktu menulis bukunja tentang HPI, gedjala2 menundjukkan bahwa „de slinger der geschiedenis naar het domicilie teruggaat”. 2,s) 204.
Kompromis antara kedua prinsip.
b) Penjelesaian lain dapat tertjapai apabila pengertian2 ..kewarganegaraan” dan ..domicilié” se-olah2 digabungkan mendiadi satu dalam suatu pengertian jang bersifat kompromis. Misalnja oleh A s s e r 27°) pernah dikemukakan usul serupa : Hukum nasional berlaku terus untuk orang asing selama 6 tahun lamanja ia ini mempunjai tempat kediamannja 274) 275)
276)
277) 278)
¿79)
Bdgk. pengunduran, diri oldh Swiss dari Tractaat Den Haag mengenai pertjeraian dan hidup terpisah dari medja dan tempat tidur, dibawah no. 246 dst. Pasal 1 ini bcrbunji : „Les droits et les devoirs des époux dans leurs rapports personnels sont régis par leur loi nationale” (Teks M a k a i o v - Q u e l l e n , II, h. 595). Dalam hubungan ini H i j m a n s telah mentjeritakan tentang usaha2 fihak ahlihukum Belanda untuk „menolong” Perdjandjian Den Haag itu, tetapi tanpa hasil : „Een paar bejaarde Nederlandsche juristen, die de Haagsche tractaten, waarop Nederland (ten onrechte !) zoo trotsch is, wilden redden, zijn naar Parijs getrokken, en hebben daar den strijd met de Fransche bruidjes aangebondeni, waarbij ze natuurlijk jammerlijk !hct onderspit gedolven hebben” (h. 148, 149). Bdgk. HPI, I no. 152. H i j m a n s , li. 149. Bdgk. pula N u s s b a u m , jang mengemukakan bahwa prinsip nasionalitet ini „never conquered the common-law countries, and on the continent because of the decay of the Law of Nations theory of Private International Law, definitely on the retreat during the last few decades, at least in its familiar Mancinian variety” 9.137), dengan meniebut sardjana2 jang mengetjam prinsip kewarganegaraan, a.i. C a s s i n, La nouvelle conception du domicile dans le règlement du d i.p., 34 Rec ( 1 9 3 1 ); V o n S c h i l l i n g , „Wohnsitz oder Heimatsrecht, Rabelsz 1931, h. 6 3 3 ; S i m o n s , La conception du d.Lp. en Allemagne 15 Rec. (1926), h. 483, 565 ; N i b o y e t. Annuaire de 1 Institut de droit international, 1906, h. 452.
97
(„résid en ce”) pada tempat jang sama. Setelah itu maka hukum dari tempat kediamannja-lah jang dipergunakan. D juga sardjana2 hukum lain, antaranja F r a n k e n s t e i n pernah mengusulkan pengertian jang bersifat kompromis antara kedua prinsip ini. Sardjana hukum ini m e n g e m u k a k a n suatu pengertian baru jang inamakannja „dom icile statutaire”. Setiap orang asing jang berada diluar negara asalnja memperoleh „résidence permanente setelah 3 tahun. ~s0)^ Status personil seseorang ditentukan oleh „dom icile statutaire -nia ini. _~S1) Dengan mengintrodusir pengertiannja tentang dom icilie jang bersifat chusus ini, „pahlawan” prinsip kewarganegaraan jang semula demikian besar kejakinannja pro prinsip-nasionalitet itu, telah berputar haluan ! Ia telah berbalik tjondong kepada prinsip domicilie. 2R2) B a t i f f o l telah memberikan usul tersendiri jang sedjalan dengan ini. Beliau telah mengusulkan pemetjahan dengan menekankan atas hukum kewarganegaraan, tetapi pemakaian hukum dom icilie untuk orang- asing jang sudah menetap tanpa hasrat untuk kembali kenegeri asal („prépon dérance de la loi nationale, application de la loi du domicilie atix étrangers fixés sans esprit d e retour”. 283)
205.
D om icilie membantu prinsip ke"warganegaraan.
c) Pengertian domicilie dapat dimasukkan dalam sistim HPI jang terutama disandarkan atas prinsip kewarganegaraan. Seperti telah kita saksikan dari uraian diatas prinsip kewarganegaraan dalam prakteknja harus memperoleh bantuan daripada prinsip domicilie dalam berbagai hal tertentu. Kita sebut disini : L
iang bcr' i‘,l»’KuU" 1
mempunjai kewargancga-
2. Apabila kewarganegaraan orang bersangkutan ialah daripada suatu negara jang sistun hulcumnja anekawarna. 28s) 280) 281)
282)
283) 284) 285)
98
„P rojet d’un^code8 E ^ o p c e ^ ’y f eDi^]^u^)puu fbl]0i ^ ^ a Visscr.iana, Pasal 56 dan 58 B r a g a (o.c.h. 66 dst.) diueà S P a ?leh R a a Pe, h. 53. dari tempat dimana seseorang benar’ T ^ ^ k meletakkan titik berat atas hukum „domicile statutaire” dari F r a n k »tatsachlich ) hidup. Perbedaannja dengan tudjui adanja unsur waktu )3 tal^ ° 8 * 6 ^ bahwa B r a g a tidak menje* merlukan „certificat de domicile ***•” » ’»domicile Statutaire) dan tidak met Bdgk. E t t e r , o.c. t 160 W , nundjukkan adanja suatu' Strp-K „i,3 bahwa perobahan pendirian ini meangeppasstem Kollisionsrecht” ia J?0 j .a ropdemern, dem Gange der Entwicklung B a t i f f o l , Traité (1949) J, 3 disesuaikan dengan kenjataa,n. Domicilie lazimnja mendiadi tu-i, St' ’ ^ Rec- (1959), chusus p. 498 dst. Hanja berlaku u n n T n e g ü S » S subsidiairdengan soal3 H AG . B a t i f f o l Persoalari2 H A T , tidak njata untuk negara nationalité en ce qui concerne 1 v * mPul an : «Le domicile est supérieur à la territorialement, la nationalité ^ 8S 'd?nt ^a législation non unifieé est divisée non unifiée distingue selon la supérieure au domicile quand la législation e ou la religion” (Principes de d.i.p., h. 530).
3. Apabila para pihak jang berhubungan mempunjai kewarganegaraan jang berbeda, misalnja suami-isteri mengenai pertjeraian, 28G) ajahanak tentang persoalan mentjari asal-usul keturunan. 4. Apabila kaidah2 jang perlu dipergunakan bertalian erat dengan hal2 atjara (procedure) seperti misalnja berkenaan dengan perlindungan daripada orang2 jang tidak mampu bertindak dalam hukum. Dalam hal ini perlulah dipergunakan hukum daripada hakim jang diminta untuk mengadili. Dengan lain perkataan, jang kita saksikan ialah bahwa hukum domicilie daripada orang jang tidak mampu ber tindak inilah jang dipergunakan dalam praktek. Dalam semua kemungkinan2 jang disebut ini kita saksikan bahwa prinsip kewarganegaraan sadja tidak dapat membawa penjelesaian jang diharapkan. Pengertian domicilie temjata perlu membantu dalam menentukan hukum jang hams diperlakukan. 206.
Konsesi3 prinsip domicilie pada pengertian kewarganegaraan.
d) Sebaliknja daripada apa jang diuraikan diatas ini, kita saksikan pula bahwa dalam praktek sistim2 jang disandarkan atas prinsip domicilie seringkali mengadakan pula konsesi2 tertentu kepada pengertian kewarga negaraan. Sebagai tjontoh2 dapat disebut dalam hubungan ini : 207.
Pengertian domicilie H PI Inggris.
1. Dalam sistim HPI di Inggris kita kenal pengertian daripada apa jang dinamakan „ domicil of origin” disamping „domicil of choice”.281) Apa jang dinamakan „domicil of origin” ialah domicilie seseorang jang digantungkan kepada domicilie ajahnja. Dengan adanja pengertian chusus ini kita saksikan bahwa menurut faham2 hukum Inggris seorang Inggris jang mempunjai domicil of origin-nja di Inggris ini tidak mudah dapat memperoleh suatu domicil of choice diluar negeri. Dengan djalan demikian kita saksikan dalam prakteknja bahwa sistim HPI Inggris ini hendak memberikan perlindungan se-besar2nja terhadap berlakunja sistim2 hukum 286)
Dalam peristiwa R i v i è r a , Cour de Cassation Perantjis dengan arrest dari 17-41953 telah menentukan pemakaian domicilie sebagai pengganti kewarganegaraan. (Lihat RCDIP 1953, h. 412 dan tjatatan B a t i f f o l ) , Bdgk. B a t i f f o l , Principes de d.i.p., h. 54. 286a) Bdgk. Konperensi Den Haag ke-8 tentang HPI (1956) jang menerima konsep kon vensi jang menggantungkan kewadjiban memberi alimentasi bagi seorang anak* luarikawin kepada hukum daripada tempat kediaman (résidence) daripada sang anak jang menggugat. Djadi pada pokoknja lex fori jang berlaku. Lihat untuk ini B a t i f f o l , Une évolution possible de la conception du status personnel dans LEurope continentale, dalam „ X X th Century Comparative and conflicts law, Legal Essays in honor o f H e s s e l E . Y n t e m a , Leyden (1961), h. 295 p.h. 299. Lihat djuga jurisprudensi Perantjis jang disebut p.h. 298 287) Lihat tentang ini lebih djauh kemudian.
99
j an g berlainan pada azasnja daripada konsepsi- hukum Inggris. Misalnja, sistim2 perkawinan polygamis seperti dikenal dibekas djadjahan2 Inggris di India dan Pakistan ini tidak akan berlaku bagi seorang warganegara Inggris jang mempunjai domicil of origin-nja di Inggris walau defakto bertempat tinggal sedjak lama di India atau Pakistan. 2S8) Dengan adanja faham sedemikian ini kita saksikan bahwa sebenarnja faham2 domicilie dan kewarganegaraan sudah saling mendekati. Karena pengertian domicilie bagi orang2 Inggris ini tidak diartikan dalam arti jang sama dengan untuk orang- asing sedangkan hubungan domicilie dapat tetap melekat atau mudah dihidupkan kembali, djelaslah sudah kiranja bahwa faham kewarganegaraan (sebagai ikatan dengan hukum negara asal) mulai turut tampil kemuka. Bahkan menurut penulis2 seperti a.l. M e i j e r s , pengertian domicilie Inggris adalah tidak lain daripada faham „ p s e n d o - ^ H ^ lj^ jf” 28») Dalam sistim jang bersifat domicilie telah dikedepankan faham2 jang berdjiw a kewarganegaraan. ° 208.
Perdjandjian Uni Skandinavia.
2. Tjontoh lain daripada introduksi faham* nasionalitet dalam sistim domicHie kita saksikan pada perkembangan Perdjandjian regional dari Uni S k a n d in a v ia .
Negara2 Skandinavia, jakni Swedia, Norwegin Finlandia telah mengadakan berbagai tractaat2’ 1934. ~ > Kita sudah ketemukan Perdjandi,„n dalam Uni Skandinavia ini tatkala dibitiarakn setjara regional. 1 ^
°
n™ i ,7 , , l ma\ ’ ^
Telah kita singgung bahwa jang menarik perhati™ rl,i rr • cn t navia ini ialah tjara untuk mengatasi kesulitai 2 ‘ • m 11 Skandinegara2 Skandinavia ini terdapat negara2 in 1 ^an^ ^mbul karena diantara berbeda- Ada negara2 jang menganut v r in J ^ ,menS^nut sistim IIPI jang Norwegia dan Islandia. Negara2 lainnia c omicilie, seperti Denmark, Bagaimana mengatasi kesulitan ini P Kita m?n&anut VrinsiP nasionalitet. baik suatu kombinasi pemakaian kedua . Slkan bahwa telah diterima pemetjahan jang dapat diterima oleh hin^ga terdapat tjara antara negara2 Skandinaw,-Q telah diper 1^ P k> Untuk hubungan2 kan untuk hubungan dengan lain2 ^ an -Prinsip dom icilie. sedangmempergunakan sistim HPI-nia w i1.e^aia> masing2 negara Skandinavia n m. Dengan demikian kita saksikan 288) 289)
290)
100
Bdgk. C h e s h i r e , h. 166 dst Kata Meijers : „Countries accepting of escape : public policy or the intrnrlie Pnnc'Ple of domicil have only two ways of origin (Heimatsort) is nothing hm i°f .a d°micil of origin. But a domicil Benelux Convention on P.I.L., dalam V r> X , titate f ° r nationality................ ” , The Lihat HPI, I no. 155. V'P °-> H, h. 401.
bahwa apabila seorang Swedia telah berdomicilie untuk lebih dari 2 tahun di Copenhagen, prinsip domicilie-lah jang dipergunakan. Tetapi apabila seorang Swedia mengadakan hubungan dengan warganegara Djerman, diperlakukanlah prinsip nasionalitet untuk menentukan status personil-nja. -91) 209.
Perbedaan antara „Status” dan ,,kewenangan” .
i 3. Ada lain kombinasi lagi jang setjara teoretis mungkin ditempuh antara prinsip nasionalitet dan prinsip domicilie. Prinsip Kewarganegaraan diterima untuk bidang „ status” seseorang, sedangkan „ kewenangan” se seorang ini lazimnja terhitung pada peristiwa2 hukum jang tidak sering terdjadi dan mempunjai sifat jang penting sekali, seperti misalnja per kawinan, pertjeraian atau hubungan keturunan. Akibat2 hukum daripada peristiwa2 dibidang ini adalah pandjang dan mendalam bagi orang2 jang bersangkutan. Peristiwa2 jang terdjadi dibidang ini mempunjai arti jang penting sekali bagi seseorang. Pengaruhnja akan dirasakan untuk waktu jang lama. Oleh karena itu, adalah sesuai dengan sifatnja ini, bilamana perbuatan2 sematjam itu diatur oleh stelsel hukum jang stabil dan tidak mudah di-robah2. Karena itu adalah wadjar bilamana untuk bidang ter sebut dipergunakan hukum kewarganegaraan. Keberatan bahwa hukum nasional dari seorang asing ini umumnja sukar untuk diketahui oleh lingkungan selatarnja dalam bidang status ini kiranja tidak dirasakan se bagai terlampau berat. Oleh karena kita berhadapan dengan peristiwa2 hukum jang penting bagi jang bersangkutan ini, kiranja adalah dapat dipertanggung-djawabkan bilamana dimintakan suatu penelitian jang lebih mendalam akan hukum jang sesungguhnja berlaku bagi para pihak jang melakukan hubungan hukum ini. Kita tidak berhadapan dengan perbuatan2 hukum jang termasuk bidang perbuatan2 jang mengalir se-hari, seperti misalnja perbuatan2 hukum dibidang hukum lalu-lintas (verkeersrecht). Sebaliknja perbuatan2 jang terdjadi berkenaan dengan „kewenangan” untuk bertindak dalam hukum dari seseorang lazimnja berlangsung di bidang kehidupan jang mengalir („la vie courante”). Oleh karena itu kita saksikan adanja ketjondongan untuk menerima berlakunja hukum domicilie untuk bidang „kewenangan” berkontrak ini. Dalam sistim HPI jang diterima dalam negara2 Anglo-Saxon kita saksi kan bahwa kewenangan seseorang untuk bertindak dalam hukum ini telah digantungkan kepada hukum domicilie atau tempat dimana kontrak dibuat dan tidak kepada hukum nasional daripada para pihak. 202). 291) 292)
Bdgk. tjontoh2 jang disebut pula dalam HPI Lihat diatas tjontoh dari W o 1 f f, no. 181.
I no. 155.
101
210.
Pendirian kiia.
Setelah melihat berbagai tjara jang dapat ditempuh untuk mengatasi kesulitan2 jang timbul karena adanja dua prinsip IIPI jang berlainan itu, tibalah kita pada saat untuk menentukan sikap kita sendiri tentang masalah ini. Dalam melakukan hal ini pertama-tama perlu kiranja dikemukakan bahwa menurut pendapat kita tidaklah akan mungkin untuk memperoleh kata-sepakat dalam hal ini diantara stelsel2 IIPI bersangkutan. Adalah tidak mungkin untuk mensatukan kedua aliran ini hingga tertjapai berlakunja hanja salah satu daripada prinsip2 tersebut. Kata K o 11 e w i j n dalam hubungan in i: „Voorstanders Van het nationaliteitsbeginsel en voorstanders van het domicilie beginsel overtuigen elkaar zelden of nooit” . 203) Tidaklah mungkin untuk menentukan bahwa prinsip kewar^anegaraanlah jang akan menang atau prinsip domieilielah jang akan umum -diterima. Kenjataan pada dewasa ini membuktikan bahwa baik prinsip kewarganegaraan maupun prinsip domicilie tetap berlaku iane sah, disamping jang lain. Keadaan ini kiranja akan tetap berlangsung. Unifikasi dibidang ini tidak akan mungkin tertjapai. Hal ini disebabkan antaranja karena - seperti telah kita katakan - kepentingan2 jang bersifat politis 20S) dan tradisi2 20>) daripada negara2 jang bersangkutan memegang peranan jang penting dalam menentukan sikapnja. Kebutuhan2 hukum masine2 negara pun berbeda. ° , Kita perlu mejakinkan diri bahwa menurut keniiMin sekam™ • • dapatlah dikatajcan bahwa kedua prinsip masih ’ S p ^ l T 'd a ^ f d a S S , “ « a k a n Adalah lebih baik bilamana ditjarilah akan ? ‘ f h*dS>,P ™ ?P >“ * dapat diperlakukan antara kedua prinsin ters f 1. vwen^ i jang lakukan hal ini. Kemunekinan’ k „ S . i‘ ” Sebut; “ *> telah kita kita kemukakan ------------------------- ^ ^ U ^ p a d a kedua_prinsip_telah. Tinggallah sekarang ini kita meremrntrVn • , benamfa adalah jang sebaiknja dinereunTk l S ™ ^ T " h ^ akan datang. gunakan bagi HPI kita dimasa jang 211.
Prinsip nasionalitet janq berlaln, i _ i U nerialiu sekarang untuk R.I.
Pada walctu sekarang ini dine^ara kita rl• • perti tertjantum dalam pasal lfi a r i , anut VnrmV nasionalitet se------------— kalimat pertama. Pemakaian prinsip 293) 294) 295) 296)
K o l l e w i j a Ontaarding van het naf itionaal privaatrecht, 1929 h 8 onalueitsbegmsel in liet modeme intemaBdgk. R a b e 1, I, h. 162. ' ' Bdgk. R a b e l I, h. 161. R a b e l pernah usulkan „modus vivend{” „Renvoi” jang dikemukakannia. Bdek R a? tar,a kedua prinsip ini dengan lembaga
^
102
n a »el, I, h. 168.
nasionalitet ini belum berusia lama. Baru setelah H india Belanda mempunjai peraturan kewarganegaraan tersendiri dalam bentuk „W e t op het Nederland Onderdaanschap” dari 1910 (S. 1910 no. 2S6) telah dirasakan perlu untuk menindjau kembali prinsip domicilie jang tadinja diperguna kan dalam menentukan status personil ini. 207) Dengan S. 1915-299 telah diadakan perobahan daripada prinsip domicilie dengan prinsip kewarga negaraan jang hingga kini berlaku. 2!)S) 212.
Sedjarah perubahan prinsip domicile dengan prinsip nasionalitet.
Oleh K o 11 e w i j n telah diberitahukan sedjarah hukum jang m eng akibatkan terdjadinja perobahan prinsip domicilie dengan prinsip kewar ganegaraan. Dalam penukaran pikiran mengenai usul perubahan dari pasal 16 hingga kata2 „ingezetenen” diubah mendjadi „Nederlandsche onderdanen” telah dikemukakan a.l. bahwa maksudnja ialah tidak lain daripada agar supaja „in het artikel hetzelfde beginsel van intemationaal privaatrecht neder te leggen als artikel 6 der Nederlandsche Algemeene Bepalingen van w etgeving behelst, namelijk dat de persoonlijke staat beheerscht w ordt door de nationale wet en niet door die van het domicilie. 2" ) Pemerintah Belanda telah menegaskan lebih djauh mengapa menurut pandangannja perubahan ini baru diadjukan pada tahun 1915 itu. Menurut pendirian resmi hal ini disebabkan karena Hindia Belanda baru mempunjai Undang2 tentang kewarganegaraan Belanda dalam bentuk „W et op het Nederlands Onderdaanschap” pada tahun 1910. Oleh karena itu per u n d a n g a n di Hindia Belanda baru dapat mengikuti ketentuan2 dalam A.B. Belanda setelah diterimanja peraturan tentang kekaulanegaraan ter sebut. 213.
Ketjaman Kollewijn.
K o l l e w i j n mengetjam pendirian ini. Menurut beliau alasan sede mikian ini tidaklah masuk diakal. Bukankah baru dengan adanja Undang2 Belanda tentang „Nederlanderschap” 1892 rakjat di Indonesia telah k e h i l a n g a n nasionalitet Belanda-nja jang sudah dirnilikinja seajak lama ? Bukankah pada waktu dalam 1848 mulai berlaku A.B. untuk Hindia Be297)
Sebelum U.U.^Kekaulanegaraan Belanda ini, orang bekerdja dengan pengertian ” l™'£czetenchap” . Bdgk. G o u w g i o k s i o n g , Warganegara dan orang asing, h50 dst.
298)
Untuk Suriname dan Curacao tidak ada perobahan seperti ini. Karenanja prinsip domicilie tetap berlaku disana. Lihat K o l l e w i j n , T. 141/343, p.h. 348, tjatatan di bawah karangan M r J J . F l i n e s . „Caveant Consules ! ” . K o 11 e w i j n, Interregionaal recht, kupasan disertasi W a g e n e r , De verhouding tusschen het Nederlansche en het nederlansch-indische privaatreclit (1932), dalam T. 137 p. 215, chususnja h. 225.
, nm
299)
103
no. 55 301) tentang kekaulanegaraan Belanda dari orang- bukan-Belanda ’ ini adalah suatu keharusan bahwa azas domicilie diganti oleh azas jang berlaku di „moederland” 30~) dan jang dianut diluar negeri oleh negara2 terbanjak didunia. Ditambahkan beliau bahwa „handhaving van liet domieiliair beginsel zou aanleiding kunnen geven tot rechterlijke uitspraken, welke tegen het positieve internationale reeht zouden indruisehen . 303/ Sebagai tjontoh disebut bahwa azas domicilie ini akan membawa bahwa misalnja seorang Turki jang berasal dari„Europeesch Turkije , jang mendjadi penduduk („ingezetene”) dari Hindia Belanda dan selama ke diaman sementara di Turki telah mengadakan perkawinan kedua, me ngenai perkawinan keduanja ini akan dipandang sebagai tidak sah oleh Hakim Hindia Belanda. Pemakaian azas kewarganegaraan akan mengatasi kegandjilan ini. K o l l e w i j n telah menjatakan setjara tegas bahwa beliau tidak dapat mengikuti pendapat se-olah2 pemakaian daripada azas domicilie ini adalah bertentangan dengan hukum internasional jang positip. Dengan mengemukakan utjapan2 sematjam ini se-olah- Menteri Djadjahan hendak mengetjam PIPI Inggris jang berdasarkan azas domicilie. 30i) / 214* Praktek hukum belum mejakinkan.bcrlakunja prinsip~kewarga~ t . negaraan. Walaupun prinsip kewarganegaraan sudah menggantikan prinsip dovmicilie dinegeri ini sedjak berlakunja S. 1915 no. 299. temjata bahwa dalam praktek seringkah hal ini hdum_4ijakinkan oleh para pelaksana hukum.
Lama setelah perobahan ini masih kita melihat suatu sikap jang ragu2 dalam hal ini. Balikan kita saksikan bahwa setjara keliru telah terus di pergunakan ketentuan2 jang berdasarkan pada prinsip domicilie. Suatu illustrasi jang menjolok kita saksikan berkenaan dengan orang2 Tionghoa asing, warganegara Tiongkok, jang berada disini. Terhadap mereka ini temjata terus dipergunakan ketentuan2 jang tertera dalam B.W . Indonesia. Kita saksikan bahwa hal2 jang berkenaan dengan status personil, dan djuga hal2 jang mengenai pewarisan dari orang2 Tionghoa-asing ini, telah diselesaikan menurut ketentuan dalam B.W. Demikian menjolok ada lah kekeliruan ini hingga seorang sardjana hukum telah merasakan perlu untuk dalam tahun 1934 memberikan peringatan kepada para pelaksana hukum : „W aspadalah 1”, „Caveant Consulesl” 305) Mr. de F 1 i n e s dari Padang ini telah mentjeritakan suatu peristiwa penjelesaian warisan jang telah dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan disini. Sipewaris adalah seorang Tionghoa jang dilahirkan di Tiongkok, djadi bukan seorang kaulanegara Belanda, karenanja seorang a s i n g . Ia meninggal di Indonesia dalam bulan Nopember 1934. Dan ia meninggalkan seorang djanda serta beberapa anak2 jang dilahirkan dari isterinja itu, anak2 mana sudah dewasa adanja. Selain daripada mereka ini ia djuga meninggalkan anak2 jang masih dibawah umur dan dilahirkan daripada suatu hubungan luar-kawin. Salah satu daripada anak2 itu dilahirkan disini, sedangkan anak2 jang lainnja dilahirkan di Tiongkok. Ibu daripada anakluar kawin ini tinggal dalam satu rumah dengan anak2 dan sipewaris, tatkala jang belakangan ini meninggal dunia. Sekarang timbul pertanjaan menurut hukum manakah harus ditentukan hubungan hukum antara sang ajah dan anak2 luar kawin ini. Djika di pergunakan B.W . Tiongkok (jang mulai berlaku sedjak 5-5-1931) 306) maka menurut pasal 1065 anak2 bersangkutan dipandang sebagai anaksah. 307) Tetapi djika B.W . Indonesia jang dipergunakan maka anak2 ter sebut adalah anak2 tidak sah dan karenanja tidak dapat mewaris. Balai Harta Peninggalan bersangkutan temjata telah menentukan bahwa ~ anak2 jang belum dewasa ini merupakan anak2 jang tidak sah dan tidak diakui. Karenanja menurut ketentuan2 hukum Indonesia mereka ini harus dianggap sebagai tidak mempunjai hak atas warisan. Menurut keterangan jang diperoleh, Balai Harta Peninggalan sampai mempergunakan hukum 305) 306) 307)
Mr. J.J. de F 1 i n e s, „Caveant Consules ! Het op Chineezenvreemdelingen toetepassen recht” , T . 141/343. Lihat untuk ini K o 11 e w i j n, De moderne Chinese kodifikatie, T. 132/323 dst. Pasal 1065 C.C. Tiongkok ini berbunji : „ A child born out of wedlock who has been acknowledged by the father is deemed to be legitimate ; where he has been maintained by the natural father, acknowledgement is deemed to have been established. In the relation to his mother, a child bom out of wedlock deemed to be legitimate and no acknowledgement is necessary” (Terdjemahan dari The Civil Code of the Republik of China, translated into English by C l i i n g - L i n H s i a , J a m e s C h o w , L i u C h i e h , Y u k o n C h a n g , Shanghai, 1931).
105
B.W. Indonesia atas persoalan ini, karena beranggapan bahwa Balai ini tidak ingin menjimpang dari suatu praktek jang berlaku. Praktek manakah ini ? Praktek untuk tidak membedakan antara orang2 Tionghoa - a s i n g dan orang2 Tionghoa - kaulanegara Belanda, sepandjang mengenai hukum perdata jang berlaku bagi mereka. Sudah hampir 20 tahun berlangsung sedjak Hindia Belanda pada tahun 1915 menerima prinsip kewarganegaraan untuk sistim HPI-nja. Tetapi, walaupun sudah demikian lama merupakan hukum, temjata toh dalam praktek dipergunakan setjara berlainan. Apa jang diberitahukan oleh D e F 1 i n e s tentang peristiwa jang diselesaikan oleh Balai Harta Peninggalan ini, memang menurut apa jang diberitahukan oleh sumber lain, merupakan praktek penjelesaian jang lazim. Notaris L e c 1 e r q pernah memberitahukan adanja praktek di Medan, bahwa memang Weeskamer disana tidak mengadakan perbedaan mengenai tjara penjelesaian warisan2 dari orang2 Tionghoa asing atau Tionghoa kaulanegara Belanda. 308) Sikap Weeskamer sedemikian ini, 15 tahun setelah untuk Hindia Belanda dirobah prinsip domicilie mendjadi prinsip kewarganegaraan oleh K o l l e w i j n dianggap sebagai „enigzins verbijsterend . Gurubesar ini telah menegaskan bahwa praktek daripada Dinas bagian Weeskamer dari Departemen Djustisi tidak demikian adanja Dinas jang disebut acliir ini diadakan perbedaan jang tegas antara
- f d ^ 215.
’" “ “ S » “
-
Djuga Tiongkok mempergunakan prinsip nasionaliet.
Kedua sardjana hukum jang kita sebut dinf-a i iri • j K o l l e w i j n berpendapat bahwa tidaklah W t ’l diam masih menyelesaikan soal* status Per, 3 , 1blkmana W ef skanMa orang Tionghoa a s i n g menurut ketentuan* ! n warisan dariPada ialah prinsip k e w a ^ L ^ B W - Indonef ' *anS
t' t“ J }
k e S L S V ndoMsia sendM- Dan iSam haT"' “T T i
Keraguan karena sudah terangah \ 1 mi tldak Perlu terd)adi 5Ig^^^^^^~^Si^negaraai]M antukH Pl „ W Tiongkok^endiri, m ® g. K a r e n f ^ ? ? b lik
D e n g a n U n d a n § “ dari
tidaklah i UJa PrinsiP kewarganen-araan P,r™SlP kewarganegaraan mi. tidaklah ada penundjukkan oleh HPT t i h Tiongkok sendiri, maka
tem p at t a g g a l a(a u >
______ ___ 308) 309)
*
^
¿
‘» g k o k w
^
^
rganegaranja jang berada diluar
L e c 1 e r rr j i K o 11 e w i’ i J n® W PNR>_ 31«>J n» De moderne Chinese kodifiVnf
t,
le’ T- 132/323, p.h. 334 no. 1.
106
negeri. D engan lain perkataan, persoalan2 tentang „ pemindiukan kem bali” 310) (renvoi) tidak akan timbul. Dalam pasal 5 daripada U ndang2 Tiongkok tahun 1918 (jang dikutip dari pasal 7 EG BG B Djermnn'i kita saksikan ketentuan bahwa kewenangan seseorang ditentukan oleh huknm nasional-nja. 311) Bahwa Republik Tiongkok menganut prinsip kewarganegaraan ini pernah disangsikan oleh penguasa2 di Indonesia dahulu. 312) Antara negeri Belanda dan Republik Tiongkok pernah diadakan p e negasan lebih djauh tentang prinsip kewarganegaraan jang dianut oleh Republik Tiongkok ini. Dalam surat dari Menteri Luar Negeri Tiongkok dari 23-4-1931 jang dilampirkan pada perdjandjian jang diadakan antara kedua negara di Nanking berkenaan dengan hukum jang berlaku untuk kaulanegara Belanda jang berada di Tiongkok (N.S. 1931 no. 522) telah ditegaskan pula dengan sedemikian banjak perkataan2 bahwa baik R epu blik Tiongkok maupun Nederland, ke-dua2nja menganut prinsip kewarga negaraan dalam HPI mereka untuk status personil. Tetapi perdjandjian ini nampaknja hanja berlaku untuk negeri Belanda ditepi N oordzee sadja, karena tem jata tidak dipublikasikan lebih djauh dalam Staatsblad Hindia Belanda. 313) 216.
Kesimpulan.
Sikap jang ragu2 daripada Balai Harta Peninggalan di Indonesia ten- • tang hukum manakah jang harus diperlakukan untuk warganegara T ion g kok jang merupakan orang2 asing di Indonesia ini merupakan petundjuk jang djelas bahw a prinsip kewarganegaraan dalam sistim H PI Indonesia
310) 311)
312)
313)
Tentang persoalan, ,^-envoi” ini, lihat kemudian. Dalam ajata selandjutnja dari pasal 5 ini terdapat ketentuan® pengetjualian untuk orang 2 asing jang berada di Tiongkok. Ketentuan 2 ini tidak berlaku bagi warga negara Tiongkok jang berada diluar negeri. Pasal 5 ini berbunji : „Die Handlungs fähigkeit einer Person wird nach ihrem Heimatrecht bestimmt. Ist ein Ausländer nadh seinem Heimatrecht geschäftsunfähig, aber nach chinesis chem Recht geschäftsfähig, so wird er bezüglich seiner in China vorgenommenen Rechtsgeschäfte als geschäftsfähig betrachtet, es sei denn, dass es sich um ein familienrechtliches oder erbrechtliches Rechtsgeschäft oder ein Rechtsgeschäft über eine unbewegliche Sache im Auslande handelt. Erwirbt ein geschäftsfähiger Ausländer die chinesische Staatsangehörigkeit und ist er nach chinesischen Recht geschäftsunfähig, so behält er seine ursprüngliche Geschäftsfähigkeit” . (Terdjemahan. M a k a r o v , Quellen, I, dibawah „China” ), Lihat djuga pada M e i j e r s , Recueil, h. 71. Bdgk. sirkuler Procureur Generaal G .W . U h l e n b e c k dari 9-3-1922 termuat da lam^ T . 11 5 /3 0 2 , jang memberitahukan bahwa untuk sjarat2 persetudjuan-onenikah l>&gi orang warganegara Tiongkok maupun Tionghoa-kaulanegara Belanda jang berada disim , berlakulah B .W . Indonesia karena Tiongkok menganut prinsip domicilie. Lihat tentang ini, „Opmerking” dari K o i l e w i j n, dalam T . 141/347.
107
ini rupanja belum meresap hingga mendjadi „gem een goed” diantara kalangan para pelaksana hukum disini. 314) Apakah kenjataan ini boleh dipandang sebagai petundjuk bahwa prinsip kewarganegaraan dalam susunan hukum jang mengenal anekawama hukum perdata dalam batas- negara sendiri, dipandang sebagai kurang „berbitjara kepada perasaan hukum para pelaksana hukum, hingga prinsip dom icilie adalah lebih mentjotjoki ? 217.
Ketjondongan kepada prinsip domicilie.
Kita mengetahui baliwa diantara kalangan para sardjana hukum di Indonesia pun tidak terdapat kata-sepakat bahwa prinsip kewarganegaraan adalah jang paling tjotjok untuk dipergunakan bagi Indonesia. Dalam suasana sebelum kemerdekaan, kita saksikan bahwa djustru K o l l e 1 ’i, J£ g ,ang salah seorang sardjana hukum jang paling gezaghebbend dalam bidang HATAH-Indoncsia telah memperlihatkan ketjondongan kepada p r ^ p ^ d o m iciH e ^ p ie h beliau clikemukakan baliwa pemakaian pnnsip kewarganegaraan setjara kaku akan membawa kepada apa jan0 disebut beliau sebagai „ontciardinv” 31G) b ^ t : ^ SUdUh v *a ketemukan ketjondongan gurubesar ini tatkala iancr b e la k fn ? o T in en i P<:mbuat-Undang2 Hindia Belanda pada waktu untuk Hindia Bel and™^ 1 ^ 0 ^ ^ prinSip domiciUe Pendirian K o 11 e w i j n i a n ^ g? prmsip kewarganegaraan. pemakaian azas domicilie unhikHinrV* lebih tiondonS kePada lebih diauh setiira i i ia Belanda ini dapat kita saksikan lebih cijauh setjara djelas pada kesempatan lain Dalam nidato nermgatan lustrum pertama Rechtchnrr^u ^ ■, ' piciato per s i d necntsnogeschool pada tahun 1929 di Djakarta 314)
. 315)
316)
Melihat kenjataan dalam praktek se h a r 3 dikemukakan pula bahwa djuga oleh 1 * r Pa waktu sekarang ini, kiranja dapat diperhatikan dengan baik berlakunia • .* Peradilan dewasa ini atjapkali tidak praktek kita saksikan bahwa lazimnia p pewarganegaraan ini. Bahkan dalam mereka (terutama berkenaan den "a Para ,Pelaksana hukum ini dalam keputusan soalkan kewarganegaraan sehenar°nia ° r 1S' keturunan Tionghoa) tidak memper-t soalnja lebih djauh kita saksikan hah’-u ’• ’ atf.u RRT. Dengan tidak menelaah ^ L d ? h B-W " Indonesia. tanpa ffl™ i : , ! liperl,kllk?n untuk orang“ Tionghoa atau warganegara. Perhatikan apakah mereka berstatus asing Isebaliknja di-negeri2 janedengar suara3 jang hendak m en ^n L Pf inSlp domicilie, seperti di Inggris, terEropah-kontinental. Bdgk misalni t? onsePsi kewarganegaraan dari negara“ R a b e l I, h. 1 6 7 ; „the’ b e s , ™ f ’ F o s t 1en> da^ m 16 B y i 1 (1935), h. 84, s.d. na t i o r i t y as applied on r’ fSe ' vo^ seem to be to adopt the doctrine of Denmark jang kenamaan B o m ontlI?e[l t ’• Demikian pula sardjana hukum HPI prinsip domiriliV <jan tp|an menpusulkan supaja Denmark melepaskan 116, no. 2377 R a b e l , I, h. Djuga L e m a i r e , seba ‘ untuk Hindia Belanda terus K o l l e w i j n , berpendapat bahwa sebaiknja sebagai suatu negara imigrasi p e.rglIn _ prinsip domicilie, mengingat sifatnja djuga ternjata dalam prakteknin 1!!Slp domicilie untuk negeri ini menurut beliau
elCnja »deugdelijk” (T. 148/p.h. 21).
10S
jang terkenal, „Ontaarding van het nationaliteitsbeg'.nsel in het moderne internationaal p-rivatrecht”. 317) Dalam tj eram ah ini telah diuraikan bahwa pendirian jang mengemuka kan se-mata2 pembelaan daripada salah satu dari kedua prinsip (kewarga negaraan atau domicilie) ini, adalah djalan jang tidak dapat dipertanggungdjawabkan. Kedua pendapat ini mempunjai alasan2 tersendiri. Jang me rupakan pokok perbedaan faham antara mereka jang masing2 mendukung pendiriannja dalam hal ini sebenamja bukan’ ah soal apakah jang seliarusnia dipertahankan ialah hukum jang ditundjuk oleh kewarganegaraan atau hukum jang ditundjuk oleh domicilie. 218.
Sjarat „bestendiglieid”.
Jang dipersoalkan oleh kedua pihak ialah apakah jang sebenamja vf merupakan hukum jang lebih „bestendig”. Jang harus dipilih ialah hukum jang lebih stabil ini. Untuk soal2 jang termasuk bidang status personil, seperti soal2 berkenaan dengan pertjeraian, kewenangan bertindak dalam hukum, kedewasaan, dirasakan oleh semua orang bahwa hukum jang mengatur soal2 ini se-dapat2nja harus bersifat „duurzaam”. Djanganlah mudah di-ganti2 karena bepergian keluar batas negerinja (misalnja dengan lianja naik kereta-api beberapa djam untuk negara2 di Eropah kontinental) seorang jang belum dewasa dapat menarik dirinja daripada perwalian walinja atau seorang isteri jang tak berhak untuk menuntut pertjeraian boleh dapat memperoleh pertjeraian itu. 318) Jang dipentingkan ialah sjarat „bestendiglieid” ini. Oleh karena itu kita saksikan bahwa pembela2 dari pada kedua aliran ini, baik jang pro prinsip dcmicilie maupun jang pro prinsip nasionalitet, ke-dua2nja mengemukakan bahwa sistim jang dianut ' oleh mereka ini membawa lebih banjak djaminan2 akan bestendig-nja hukum jang berlaku. Menurut K o 11 e w i j n pendukung2 dari kedua aliran ini tidak dapat dipersatukan. Mereka akan tetap berbeda faham. Hal ini disebabkan antara lain karena „bestendigheidsfaktoren van nationaliteit en intemationaal privaatrechtelijk domicilie vrijwel tegen elkaar opwegen”. 319) Lain daripada itu, berbagai negara karena sedjarah dan tradisi 320) lebih tjondong kepada salah satu prinsip tertentu. Negara2 dengan imigrasi orang asing jang banjak tentunja pun agak segan2 untuk menerima prinsip 317)
318) 319) 320)
Pidato ilmijah ini telah menarik pula perhatian dari R a b e l , jang menjebutnja sebagai tjontoh bagaimana „many continental writers are quite set upon restoring the principle of domicil” (I, h. 167, lihat no. 167). Lihat djuga O f f e r h a u s , Gedenkboek B.W ., 1838.1938, h. 705. K o l l e w i j n , Ontaarding nationaliteitsbeginsel, h. 7 . K o l l e w i j n Ontaardina: nationaliteitsbeginsel, h. 8 . Pembela ^ prinsip domicilie mengemukakan bahwa prinsip inilah ialah jang ,4e plus ancien, le plus éprouve, donc le plus conforme aus besoins pratiques”, 5 Repertoire, „Domicile et Residence” , no. 102.
109
Hukum Perdata Internasional Indonesia __ 8
nasionalitet dengan segala akibat daripadanja. Lebih djauh adalah suatu kenjataan jang tak dapat disangkal, bahwa penghargaan jang hidup dalam masing2 negara tentang ikalan'- manakah jang sebenarnja harus dipandang sebagai lebih erat berhubungan dengan oi.mg2 bersangkutan, adalah tidak sama. Ada negara2 dimana ikatan kewarganegaraan dipandang sebagai jang tererat. Sebaliknja ada negara jang memandang ikatan jang terwudjud karena „samen-leven cn samen-werken” adalah jang lebih erat. 21 9.
M e n tje g a h „ o n ta a r d in g ” .
Karenanja K o 11 e w i j n merasa tidak ada manfaatnja untuk memilih salah satu pihak dan mentjoba mejakinkan pihak jang lain bahwa prinsip jang dipilihnja adalah jang benar. Sikap sedemikian ini akan sia2 belaka 1 Jang sebanjaknja dapat dilakukan ialah menundjukkan bagaimana diterimanja salali satu pihak setjara terlalu kaku akan dapat membawa bahaja tertentu. Azas kewarganegaraan ini djika dilaksanakan setjara keterlaluan dan setjara salah akan membawa bahaja bagi perkembangan sehat dari pada ilmu HPI. Oleh sardjana IIATAH jang kenamaan ini kemudian telah diberikan i lustrasi daripada bahajanja ontaarding” daripada azas kewarganegaraan dengan memakai aua tjontoh. Jang pertama ialah peristiwa pertjeraian D e F e r r a r i , jang kedua ia ah penghentian dari Tractaat Pert eraian Den Haag oleh negara Swiss. 3- 1) J 220
.
&
jo n to h p erk a ra
D e
Ferrari.
Peristiwa D e F e r r a r i ini serinfrknl; ,-vi ^ i i i , . , .L. , , faKali clikemukakan oleh para sardiana pada waktu membitjarakan dinprlai-, i • • . . 1 r . . T, J ^‘P^nak.ukannia prinsip nasionalitet untuk perkawinan. Karena pentingnia nei-Wo ■ • i i i ■ i •, kita menelitinja lebih djauh.
'
P
kara ,n' ad:1 ' ““ ’“ ’ l“ >»l™ ana
Duduknja perkara. Njonja F e r r a r i adalah seorang , tjis karena kelahiran. Pada tahun T ““ F e r r a r i , warganegara Italia. Karena ! , * h m
110
perkawinan tidak terputus karenanja. Para pihak tidak dapat menikah lagi. Dengan demikian terlaksanalah suatu keadaan jang dalam B.W . dapat dipersamakan dengan hidup terpisah mcdja dan tempat tidur (scheiding van tafel en bed). Iiid u p suami-isteri D e F e r r a r i tidak berbahagia. Sudah dalam tahun 1S99 tatkala para pihak masih hidup di Genua mereka telah m e lakukan persetudjuan hidup terpisah m edja dan tempat tidur ini. Njonja F e r r a r i kemudian pulang kenegeri asalnja. Dalam tahun 1913 ia telah melakukan naturalisasi kembali mendjadi warganegara Perantjis. M3) Suaminja tetap tinggal warganegara Italia. G u g a t a n p e rta m a .
Dua tahun setelah naturalisasi itu Njonja F e r r a r i telah adjukan gugatan dihadapan Pengadilan tingkat pertama di Lyon agar supaja hidup terpisah medja dan tempat tidur tjara Italia ini diubah mendjacli pertjeraian. Dalam keputusan dari tahun 1916 324) dipertimbangkan bahwa karena naturalisasi ini per-undang2an Italia tidak berlaku lagi baginja. Dari pihak tuan F e r r a r i telah dikemukakan bahwa pendirian sematjam ini adalah terlampau berat sebelah. Dengan tjara demikian ini maka menurut hukum Perantjis benar isterinja akan dipandang tertjerai daripadanja, tetapi tidaklah menumt hukum Italia dari sang suami. Menurut hukum jang belakangan ini para pihak masih tetap dipandang sebagai suami-isteri. P e n d ir ia n C o u r d e C a s s a tio n .
Keputusan dari Pengadilan tingkat pertama di Lyon ini telah dikuatkan oleh H of L yon atas alasan2 jang sama. Tetapi oleh Cour de Cassation pada tahun 1922 telah dibatalkan keputusan dari H of L yon ini. 325) Jang menarik perhatian kita ialah bahwa djuga menurut Mahkamah ter tinggi di Perantjis ini Njonja F e r r a r i setelah naturalisasi untuk status personilnja, talduk dibawali hukum Perantjis. Oleh karena itu ia berhak untuk memadjukan tuntutan supaja hidup terpisah m edja dan tempat tidum ja tjara Italia ini dikonversi dalam pertjeraian menurut hukum P e rantjis. Tetapi m enum t pandangan Cour d e Cassation lem baga hidup terpisah m edja dan tempat tidur tjara Italia ini masih belum tjukup m em enuhi sjaiat“ untuk diubah m endjadi pertjeraian tjara Perantjis. 323) 324) 325)
Dalam 3 Répertoire telah dikemukakan bahwa perbuatan naturalisasi ini adalah pura (fraudideus in. fraudem Fegis), dibawah „Capacité” no. 133. Keputusan 29-7-1916, Revue Darras-Lapradelle 1922-1923. h 444. Arrest 6 ,7-1922, Revue Darras-Lapradelle, 1922-1923, h. 448. "
111
Gugatan kedua.
Dengan adanja pemjataan jang. terang dari Mahkamah Perantjis tertinggi ini Njonja F e r r a r i se-olah2 diberikan pctundjuk- bagaimana s e b e n a r n ja dapat memperoleh djuga tudjuannja itu. i*°) Perkaia tjerai baru telah diadjukan lagi. Tetapi kini jang dipergunakan ialah s c -m a t a hukum 'perdata Perantjis. Hukum Italia telah dikesampingkannja. Kita saksikan bahwa dalam tahun 1S28 perkara kedua mi telah tiba kembali pada Cour de Cassation. 327) Mahkamah ini memutuskan bahwa hukum Perantjis jang harus diperlakukan untuk Njonja bersangkutan jang sudah memperoleh naturalisasi kembali mendjadi warganegara Perantjis. Achlmja „bertjerai” djuga. Setelah berperkara lebih dari 13 tahun kita saksikan bahwa Njonja F e r r a r i telah berhasil memperoleh pertjeraian ini. Tetapi hasil jang diperoleh dengan susah pajali ini masih pintjang adanja. Pintjang oleh karena perceraian ini hanja diakui oleh hukum Perantjis, disangsikan apakah akan diakui oleh negara2 lain tetapi pasti tidak akan diakui di Italia, tidak diakui oleh hukum sang suami 1 221.
112
Pengeleman hukum Perantjis.
sentliri dan kepentingan daripada warganegaranja sadja. Djika seorang Hakim bersikap untuk melulu memperhatikan kepentingan daripada para warganegaranja sadja, maka ia tidak memenuhi tugasnja dalam bidang HPI setjara baik. Inilah suatu sikap jang melulu mengeloni kepentingan2 daripada warganegara sendiri ! Inilah suatu „ juridisch chauvinisme”. 3-°) suatu sikap „nationale zelfgenoegzaamheid” 330) jang tidak pada tempatnja I 222.
Akibat3 sikap berat-sebelah ini.
K o 11 e w i j n telah mendjelaskan lebih djauh bahwa sesungguhnja bukan sadja demi kepentingan tuan F e r r a r i , tetapi djuga demi ke pentingan Perantjis sendiri-lah adalah sewadjarnja untuk memperhatikan pula sjarat2 jang ditentukan oleh hukum dari sang suami itu. Dengan adanja keputusan hakim- Perantjis ini Njonja F e r r a r i lianja dipandang telah bertjerai di Perantjis. Di Italia, seperti telah dikatakan, ia dipandang seperti masih menikah setjara sah dengan tuan F e r r a r i . Apabila Njonja ini menikah lagi di Perantjis maka hal itu adalah mungkin. Tetapi di Italia ia dapat dituntut melakukan tindak pidana bigamie karena kawin lagi. Dan bagaimana djika dari perkawinan kedua ini dilahirkan anak ? Anak2 ini di Perantjis boleh dipandang sebagai anak2 sah dari suami kedua, tetapi di Italia anak- ini untuk tuan F e r r a r i merupakan anak2 jang dilahirkan dalam perzinahan 1 Sebenarnja setiap hakim jang baik perlu pula memperhatikan aldbat2 s e p e r ti ini daripada keputusannja. 223.
Ternjata prinsip nasionalitet membawa kesukaran djika ada per bedaan kewarganegaraan.
Apabila Hakim Peiantjis telah memperhatikan pula kepentingan dari pada pihak jang lain kita saksikan bahwa dalam prakteknja ia akan m e-' nemukan kesukaran dengan berlakunja prinsip nasionalitet dalam HPI. Tjara berpikir hakim Perantjis kiranja harus dem ikian: Perempuan F e r r a r i sudah dinaturalisir kembali mendjadi warganegara Perantjis. Karena itu adalah tepat bahwa berdasarkan prinsip nasionalitet jang ber laku dalam HPI Peiantjis hukum jang harus diperlakukan untuk status personil perempuan bersangkutan, ialah hukum Perantjis. Tetapi sebaliknja sang suami adalah warganegara Italia. Menurut HPI dari negaranja sendiri djuga dipergunakan prinsip nasionalitet, djadi hukum Italia untuk status personil. Akan tetapi para pihak ini dalam kenjataannja sudah terikat mendjadi satu, dan dalam hubungan bersama ini tak akan mungkin untuk tetap mempergunakan hukum nasional daripada pihak jang satu tanpa 329) 330)
K o 11 e w i j n, o.c. h. 19, 20 dst. K o 11 e w i j n, o.c. h. 15.
113
mempergunakan pula hukum nasional ini kepada pihak jang lain. Prinsip nasionalitet ternjata tidak dapat dilaksanakan untuk kedua- pihak tanpa mengurangi hak2 daripada salah satu pihak. Prinsip nasionalitet tcmjata tidak dapat dipergunakan setjara baik bilamana kita berhadapan dengan suatu perkara pertjeraian dimana para pihak mempunjai kewarganegaraan jang berlainan dan takluk dibawah hukum nasional jang berbeda. 224.
T iga matjam tafsiran terhadap perkara
Ferrari.
Ada beibagai tafsiran jang mungkin diadakan berkenaan dengan sikap hakim dalam memperlakukan hukum Perantjis pada menjelesaikan perkara pertjeraian ini. Tiga tafsiran dapat dikemukakan. Adalah mungkin untuk mengemukakan bahwa jang mendjadi pegangan bagi sang Ilakim ialah penggunaan hukum Perantjis karena : 225.
Penggunaan, hukum setjara distributif.
f ® P— aIca]an seblara d i s t r i b u t i f tautkan. .
^
,
daripada hukum- jan? diper —*f » l —
hukum danpada para pihaif jahe sedan« berpevknni ialah
' ^ ^ T T ? SWb" n " j XA al^h kebalikan daripada apa ]ang danamakan „apphcation c u n r i i l a t i v e ”, p i oenffirunaan setjara kumulatip ini perkara pertjeraian bersangkutan harus d isem aikan menurut kedua sistim huleum d;n-;r n/U n„ r_ _irb , . _ .. . , suami janf-terbeda daripada l X m S f ' Ba,k, huku,n f ’ g Dalam hal ini pertjeraian harus diselesaikan W l H dlPe igunakaru daripada pihak istiri jang y " 11" pihak su in i. Djika ijarat " T “ * hxAmk It&Ua dari tjeraian tidak akan dikabulkan. Karena „ 5 dlPei.Sunakan maka Per' hukum Perantjis dari penggugat sang' isteri^I-^0 kemd da^am Italia. Nampaknja se-olah2 sjarat kumulasi rln & T 1 ak da^am hukum jang dipertautkan ini adalah berdasark™ pada Semua stelsel hukum terhadap semua stelsel hukum iang d , W h pe" amaan P^ghargaan tidak demikian halnja. Karena s e b e n a m f i. Tetapi, sesungguhnja latip ini ialah selalu : pengelonan rlar- i terdiadi Pada sjarat kiimuDalam hal mi sesnnggrlnt bertrt^ ^ ‘* M1" " ” ^ ^ jang tidak memungkinkan pertjeraianonan dariPada hukum Italia t a i & S S sSS baUr hasil dengan gugatan tjeratja 331) 332)
114
ia« P daripada l" d“ *»*“ " N)0ni& F e r r “ r i tidak akan ber-
Sudah kita hitjarakan TP knmnl,.>• Lihat B a t i f f o l , Traite h “¿ f * ata* no- i 80’ L o u s s o u a r n , h, 389- K o 1 1 n ™ Lerebours-Pigeouniere1 c w i j n o.c. h. 45 .
Jang lebih dapat diterima ialah balnva dalam perkara d e F e r r a r i ini Hakim Perantjis temjata telah menggunakan „application distributive des lois en conflit”. Dalam alam pikiran ini maka tiap2 pihak dianggap takluk kepada hukumnja masing2 sendiri. Pihak Perantjis dibawah hukum pertjeraian Perantjis. Pihak Italia dibawah hukum pertjeraian Italia. Hakim telah mengabulkan tuntutan tjerai daripada sang isteri Perantjis ini atas dasar balnva pihak jang menuntut takluk dibawah hukum Perantjis jang membolehkan pertjeraian. Tuntutan dikabulkan walaupun hukum Italia dari sang suami tidak mengenal pertjeraian ini. Konsekwensi3 jang tidak memuaskan. Akan tetapi, teranglah sudah bahwa dengan tjara penggunaan hukum setjara distributip ini dalam prakteknja kita akan menghadapi suatu kegandjilan. Jang manakah ? Kegandjilan jang sudah kita sinjalir diatas tadi. Jakni, bahwa pertjeraian jang diutjapkan ini tidak sempurna adanja. Menunit hukum Perantjis boleh dianggap para pihak sudah bertjerai, tetapi tidak demikian menurut hukum Italia. Menurut jang belakangan ini para pihak masih tetap suami-isteri menurut hukum. Dengan demikian se-olah2 terdjadilah apa jang disebut sebagai „la situation d’opérette d’une femme mariée n ayant plus de marie et d’un mari divorcé ayant toujours une femme”. 333) Konsekwensi lebih djauh daripada tafsiran setjara distributip ini ialah~ bahwa apabila pihak suami Italia jang menuntut pertjeraian, maka ia ini selalu tidak akan dapat dikabulkan dalam permohonannja karena hulcum Italia jang merupakan hukum personilnja tidak mengenal pertjeraian itu. Tambahan lagi, akibat lebih djauh daripada tafsiran distributip ini ialah bahwa pihak perempuan Perantjis bersangkutan dipandang telah bertjerai menurut hukum personilnja, sedangkan pihak suami Italia, djuga di Perantjis sendiri, akan dipandang masih tetap dalam perkawinan menurut hukum personilnja sendiri (Italia). Djadi, pihak isteri akan boleh setjara bebas menikah lagi di Perantjis menurut hukum Perantjis. Tidak demildan dengan suaminja. Djuga menurut hukum di Perantjis sang suami Italia ini tidaklah dapat melakukan perkawinan lain setjara sah bilamana tafsiran setjara distributip hendak diperlakukan setjara konsekwen. Lihatlah disini, „sandiwara lutju”, „operette” jang disinggung tadi 1 Tafsii an distributip lcarenanja tidak dapat diterima setjara mejaldnkan. 226.
Hukum Perantjis dipergunakan karena merupakan lex fori.
b) Tafsiran lain ialah bahwa hukum Perantjis telah dipergunakan 333)
L e r e b o u r s-. P i g e o n n i é r e - L o u s s o u a r n, B a 11 f f o I, Principes de d.i.p., h. 535 dst. t 333a) Bdgk. B a t i f f o 1, Principes de d.i.p., h. 537 dst.
h.
389
no.
2.
Lihat
djuga
115
r
oleh hakim karena ini merupakan hukum dari sang Hakim sendiri. Hukum Perantjis j an g dipergunakan karena ini adalah J e x f or i” . Tafsiran ini pun tidak mejakinkan sebagai jang se-benar'-’nja telah mendjadi dorongan bagi hakim untuk menggunakan hukum Perantjis. 227.
Hukum Perantjis dipergunakan karena salah satu pihak adalah W .N . Perantjis.
c) Jang lebih masuk diakal ialah bahwa Hakim Perantjis telah me makai hukum Perantjis untuk menjelesaikan perkara ini semata-mata karena salah satu pihak dalam perkara tjerai ini merupakan warganegara Peran tjis. 33i) Hukum Peiantjis-lah jang dipandang sebagai hukum jang harus dianggap lebih berat. Djadi dalam hal ini „chauvinisme” turut berbitjara. 33D) Disinilah kita saksikan „juriclisch chauvinismé ' daripada hakim Perantjis, untuk mengèloni hukum Perantjis sendiri. Bukankah disini kita berhadapan dengan seorang warganegara Perantjis sendiri ? Dan apakah boleh negara Perantjis demi kepentingan daripada seorang asing, tuan F e r r a r i , membiarkan bahwa salah satu warganegara daripada negara Perantjis sendin, Njonja F e r r a r i , ditinggalkan tanpa diberikan per lindungan ? Bukankah hukum nasional djustru diadakan untuk memberikan perlindungan kepada para warganegara sendiri, kernana d juga mereka ini pergi atau dimana sadja mereka ini berada ? 3 228.
Ketjaman.
Pendirian haldm Perantjis jang terpengaruh oleh azas nasionalitet jang didukung o eh perasaan- nasionalisme ber-kelebitfan dan tidak pada tempatnja, ditmdjau danpada segi perkembangan PIPI jang sehat tidak dapat dipudji. 1 ° ’
menghadapi perbedaan kewargane
334) 335) 336)
116
Pendapat ini terutama selalu dikpmi.VoU„ t , . Traité, h. 446. n °^eh N i b o y e t, Liliat B a t i f f o 1, Bdgk. K o 11 e w i j n, De ontaardins van W „ .• Alasan kedua jang mendukung hakim Pera " a}Iteitsbeginsel, h. 19, 20. rut K o l l e w i j n, adalah anggapan bahw” Wdt c*lauvinismc' aja ini> menudaulatan”, sedangkan alasan ketiga ialah h vT merupakan suatu „konflikt ke untuk memberikan perlindungan bam" ’ a hukum, nasional ini bertudjuan negeri, o.c. h. 2 2 , 25. “ ° seorang warganegara jang berada diluar
Perkara F e r r a r i telah memberi tjontoh bagaimana pemakaian daripada prinsip kevvarganegaraan ini menurut kata2 K o 11 e w i j n dapat „ o n t a a r d Perkara F e r r a r i ini karenanja oleh penulis2, djuga di Perantjis sendiri, telah mengalami berbagai ketjaman2 jang pedas. 337) 229.
Perkembangan selandjutnja dari jurispradensi Perantjis.
Kita saksikan bahwa perkembangan dalam jurisprudensi Perantjis; negara jang terkenal sebagai pendekar utama dari prinsip nasionalitet, di-waktu2 jang aehir ini djuga telah berbalik. Berputaran haluan telah kita saksikan berkenaan dengan penjelesaian perkara2 pertjeraian antara para pihak suami-isteri jang berkewarganegaraan berbeda. Pengutamaan hukum Perantjis se-mata2 bilamana terdapat seorang warganegara Perantjis se bagai pihak — seperti halnja dalam peristiwa d e F e r r a r i — telah dilepaskan ! „ Cause célèbre” jang membuktikan adanja perputaran haluan ini ialah : peristiwa R i v i è r e , jang diputus oleh Cour de Cassation dalam tahun 1953. 33S) 230.
Perkara R i v i è r e .
Karena pentingnja perkara ini dalam rangka uraian kita, perlu ditindjaunja lebih landjut. Nona L y d i a R o u m i a n t z e f f , seorang asal Russia jang telah dinaturalisir mendjadi warganegara Perantjis. telah menikah di Paris de,l ngan tuan P e t r o v , jang semula berkewarganegaraan Russia dan kemudian memperoleh kewarganegaraan Ecuador. Njonja Roumiantzeff ini tetap mempertahankan kewarganegaraan Perantjis-nja walau telah menikah dengan orang asing. Setelah perkawinan dilangsungkan suami-isteri Petrov ini telah memperoleh suatu pertjeraian karena „ persetudiuan kedua belah pihak” ( „ consentement mutueT’). Temjata njonja Lydia Roumiantzeff ini agaïT romantis pula. Ia tidak tinggal diam setelah perkawinan pertamanja. Pada tahun 1939 ia telah menikah lagi di Marokko, kali ini dengan tuan J R i v i è r e , seorang „ citoyen français". Tetapi, kemudian temjata bahwa J djuga perkawinan jang kedua ini tidak berbahagia adanja. Njonja Rou miantzeff kembali mengadjukan gugatan tjerai terhadap suaminja dimuka pengadilan tingkat pertama di Casablanca. Pembelaan fihak suami. Terhadap gugatan tjerai jang diadjukan oleh isterinja ini, tuan Rivière mengadjukan keberatan. Sebagai pembedaan ia kemukakan, bahwa sebenamja perkawinan jang telah dilangsungkan olehnja dengan Njonjà
338)
Cour de Cassation, 17-4,1953, RCDIP (1953), 4 1 2 ; tjatatan B a t i f f ol .
117
Roumiantzeff bukanlah suatu perkawinan jang sah. Perkawinan ini sesungguhnja harus dipandang batal adanja. Perkawinan ini batal adanja karena pertjeraian jang telah diutjapkan di Ecuador antara suami-isteri Petrov-Roumiantzeff adalah tidak sah dan tidak berakibat apapun di Perantjis. Oleh karena itu perkawinan pertama daripada Njonja Roumiantzeff masih berlangsung menurut hukum Perantjis. Djika demikian maka tidak lah ia ini dapat setjara sah melakukan perkawinan lagi dengan pihak Rivière. Rupanja pihak jang disebut belakangan ini telah memperoleh nasehat2 dari penaseliat2 hukum jang berpengalaman dan ulung ! Mengapa sampai diadjukannja alasan batalnja perkawinan antara kedua pihak, dan tidak membiarkan sadja perkawinan mereka diputuskan dnegan pertjeraian, dimana toh kedua pihak nampaknja sudah tidak dapat hidup bersama terus ? Alasan pembelaan batalnja perkawinan dikemukakan oleh karena dengan djalan demikian pihak Rivière ini mengharapkan dapat terlepas daripada tuntutan alimentatie dan risiko2 finansiil lainnja jang mendjadi pembawaan daripada suatu pertjeraian ! Djika perkawinan diputuskan dengan djalan tjerai, maka pihak suami ini akan mengalami risiko untuk menanggung berbagai akibat finansiil. Djika pertjeraian diutjapkan karena kesalahan beiada dipihak suami, maka jang belakangan ini harus mem berikan alimentatie (nafkah) kepada bekas-isterinja. Kaiena itu Puvieie memadjukan dalil pembelaannja tersebut diatas. Nampaknja dalil jang diadjukan ini mempunjai dukungan daripada pand angan- dalam HPI Perantjis mengenai pertjeraian jang hingga waktu itu berlaku. Boleh dikatakan adalah jurisprudensi tetap dari IIPI Perantjis ini bahwa keputusan hakim asing tidak mempunjai akibat di Perantjis bilamana dalam keputusan itu tidak dipergunakan hukum jang m e n u r u t HPI Perantjis harus diperlakukan. Sekarang ini kita saksikan bahwa hakim di Ecuador telah mengucapkan pertjeraian antara suami isteri PetrovRouniiantzefl: a as alasan „consentement mMwT, Dan alasan sematjam ini a V ^enia r i aam vi Um Perantjis ! Oleh karena itu, beralasan-lah dahi ,ang d.kemukakan oleh pihak Rivière bahwa pertjeraian oleh hatam Ecuador im tidak dapat diakui oleh hukum Perantjis. 231.
Dukungan dari perkara F e r r a r i ?
Boleh dikemukakan nula bal-m^ i . , „ r o r i nihnV , dengan adanja keputusan d e F e r kah menurut keput^an terdapat „arganegara PerantjS
7
Fe "
. f “ 1“ “ '
o .hubun? an keluarga itu, haruslah meru hukum P antjis pula . Dalam perkara jang diadjukan dihadapan hakim cua or im o e i c anggap bahwa pihak perempuan jang berkewarganegaraan Penmtjis-lah jang telah adjukan tuntutan tjerai. Karena tuntutan
118
tjerai ini diadjukan dengan memakai alasan „ permufakatan kedua belah pihak” bolehlah dianggap pula bahwa kedua pihak ini se-olah2 masingmerupakan penggugat jang satu terhadap jang lain. Oleh pihak Rivière telah dikemukakan pula sebagai pembelaan tam bahan, bahwa biar bagaimanapun keputusan daripada hakim Ecuador itu harus dianggap bertentangan dengan „ ordre public” 339) di Perantjis dan karenanja tidak dapat mempunjai alcibat2 didalam suasana hukum Perantjis. 232.
Pendirian hakim Perantjis.
Bagaimana sikap daripada pengadilan2 jang harus mengadili perkara pertjeraian Rivière-Roumiantzeff ini ? Dalam tingkat pertama dalil2 pembelaan dari pihak Rivière temjata diterima. Keputusan jang diutjapkan menjatakan bahwa perkawinan jang dilangsungkan antara pihak Rivière dan Njonja Roumiantzeff pada tahun 1939 di Marokko adalah batal. Tetapi, kemudian kita saksikan bahwa dalam tingkat bandingan Cour de Rabbat memberikan suatu keputusan jang berlainan. Keputusan dalam tingkat pertama dibatalkan atas alasan2 jang tidak demikian terang adanja dan berdasarkan pertimbangan2 jang tidak begitu penting dalam rangkaian tindjauan kita sekarang ini. Kita saksikan kemudian bahwa pihak Rivière telah minta pemeriksaan kasasi. Dan dalam pemeriksaan tingkat tertinggi ini Cour de Cassation dalam keputusannja dari tanggal 17-4-1953 jang seringkali disebut ini, telah membenarkan keputusan dalam tingkat bandingan. 234.
Pendirian Cour de Cassation.
Alasan2 jang diberikan dalam keputusan kasasi ini penting untuk diperhatikan dalam rangka pembitjaraan kita tentang hubungan antara prinsip kewarganegaraan dan prinsip domicilie. Kita saksikan adanja passage2 pertimbangan jang menarik perhatian. Passage2 jang seringkali disebut berbunji : „que le seul fait de la nationalité française de la femme ne suffit pas à rendre dans tous les cas où l’état de cette dernière est en cause la loi française obligatoirement com pétente” . 340) Lbahwa fakta keioarnanegaraan Perantjis belaka tidaklah tnikuv untuk selalu memaksakan diperlakukannia hukum Perantjis dalam perkara2 dimana status daripada seorang perempuan warganegara Perantjis sedang dipersoalkan”). 339) 340)
Tentang „ordre public” ini, lihat kemudian. Kursip kami.
119
235.
Menjimpang dari putusan F e r r a r i .
Dengan adanja pertimbangan jang tegas ini njatalah Cour de Cassation hendak mengutarakan pendapatnja jang tidak membenarkan pendiriannja jang semula dalam peristiwa d e F e r r a r i . Bukankah, seperti telah kita saksikan diatas, dalam perkara F e r r a r i tadi, Cour de Cassation telah memilih diperlakukannja hukum Perantjis, se-mata2 karena pihak penggugat adalah seorang perempuan warganegara Perantjis ? Kini, dengan pertimbangan jang tegas dalam perkara Riviere, kita m e l i h a t adanja ten densi jang menjimpang. Perasaan „chauvinisme” daripada hakim Perantjis ternjata telah -mulai luntur. Kewarganegaraan Perantjis dari salah satu pihak sadja belum lagi tjukup untuk selalu memaksakan diperlakukannja hukum Perantjis pada perkara2 pertjeraian. 236.
Pemakaian hukum dari domicilie ~
bersama.
. --------- avant une nationalité différente, mais étant domim'li,;,. v , , droit que la Cour d’Appel a d é o 'T ** ^ T E(iuateur’ C6St a b°1n loi du domicile, qui se frouvaSr V° rCe etait rGgi p3r sonelle du mari et à la loi du f f êtr° identiciuc à Ia lüi Per' lièrement acquis à la suite d W l - ® l0rS le diV01'Ce a été r<:‘gU' de la loi normalement c o m p é t e n t e ^ ? 0 etKmgère fa'’ Sant aPPlication („berkenaan dengan suami-isteri r> kewarganegaraan berbeda tet toumiantzcff jang mempunjai Ecuador, adalah tepat bahwa cT me™Plmiai domicilie bersamaan di pertjeraian mereka ini diatur nl h T b ppel telah menentukan bahwa adalah sama dengan hukum J j - n . domidlic, jang tambahan lagi hukum daripada sang hakim hina J! (l“ n PacklPihak suami dan dengan diperoleh setjara wadjar, setelah n§an demikian pertjeraian telah telah mempergunakan h n V n r Ü suatu keputusan hakim asing jang kan”). )anS demang sewadjamja diperlaku237.
Hukum domicilie bersama dipe„,inslllan.
Pengadilan Tertinggi ini telnl v, raian harus diutjapkan antara n 1 erPendaPat bahwa dalam hal pertjeraan lain, maka hukum d o m iril-i ^ P ^ 3^ jang mempunjai kewarganega1(2 er&ama daripada para pihak adalah jang 341)
120
Kursip dari kami.
harus diperhatikan. Djadi bukan lagi kewarganegaraan jang se-mata2 harus dipentingkan. Tambahan lagi, bukan kewarganegaraan Perantjis belaka jang harus dièloni dalam penggunaan hukum, bilamana salah satu pihak jang bersangkutan adalah berkewarganegaraan Perantjis. Djadi, dalam perkara sekarang ini, walaupun Njonja Roumiantzeff adalah warganegara Perantjis, menurut HPI Perantjis, tidaklah selalu dalam perkara pertjeraiannja diperlakukan hukum Perantjis. Dalam perkara pertjeraian ini diletakkan titik-berat kepada hukum daripada domicilie bersama dari para pihak bersangkutan. Suami-isteri Petrov-Roumiantzeff tatkala perkara per tjeraian mereka diadili oleh Pengadilan di Quito (Ecuador) berdomicilie disana. Hukum domicilie inilah jang harus dipergunakan untuk mengadili perkara pertjeraian bersangkutan. Djadi hukum Ecuador, sebagai hukum domicilie adalah jang setjara tepat diperlakukan. Karenanja, pertjeraian jang diadjukan dihadapan Pengadilan di Ecuador, berdasarkan alasan tjcrai jang dikenal dalam hukum pertjeraian Ecuador, jakni „persetudjuan bersama” adalah suatu keputusan jang sah. Menurut hukum, perkawinan antara suami-isteri Petrov-Roumiantzeff telah terputus karena tjerai. Djuga menurut HPI Perantjis diakuilah pertjeraian ini sebagai sah adanja. Dalil jang dikemukakan oleh Rivière tidak diterima. Dahi jang didasarkan atas pendirian dalam-keputusan d e F e r r a r i temjata telah ditinggalkan oleh Pengadilan Tertinggi di Perantjis sendiri. Djuga dalam negara jang merupakan pendekar utama daripada prinsip kewarganegaraan, kita saksi kan adanja suatu perputaran haluan berkenaan dengan pemakaian prinsip kewarganegaraan ini untuk perkawinan dimana para pihak mempunjai kewarganegaraan jang berbeda. 238.
Ketegasan masih diperlukan.
Akan tetapi, djika kita menelitikan lebih djauh pertimbangan2 resmi daripada Cour de Cassation seperti dipaparkan diatas tadi, masih dapatlah kita merasa agak ragu2, apakah memang benar Mahkamah Tertinggi di Perantjis ini telah menghendaki penggantian daripada hukum nasional dengan hukum domicilie pada peristiwa2 dimana terdapat perbedaan kewarganegaraan antara suami-isteri. Benar telah dikemukakan pula istilah „loi du domicile” ini sebagai jang tepat liams diperlakukan. Tetapi, kita saksikan, dari pemakaian perkataan2 jang sengadja telah kami lcursipkan diatas tadi, bahwa ada lain2 pertimbangan pula jang dikemukakan oleh Cour de Cassation ini. Oleh Mahkamah ini dikemukakan djuga pertim bangan, bahwa „tambahan lagi”, hukum daripada domicilie bersama ini, merupakan pula „ hukum yersoniV’ (atau „hukum nasional’) dari sang suami berkewarganegaraan Ecuador. Disamping itu telah ditambahkan pula bahwa hukum dom icilie itu njatanja merupakan J e x fo n ”. 121
Djadi, dalam hati ketjil dari seorang jurist jang selalu waq:>ada dan bersikap kritis, boralasanlah djika timbul ke-ragu-an, apakah memang benar, jurisprudensi di Perantjis ini telah berbalik setjara demikian tegas seperti dipaparkan diatas tadi, melepaskan pemakaian lnikum nasional dan penggantian dengan hukum domicilie dalam peristiwa1' antara suamiisteri jang berbeda kewarganegaraan. Mereka jang menentang perubahan baru ini dapat mengemukakan, bahwa berlakunja hukum domicilie ber sama ini harus dilihat setjara t e r b a t a s . Mereka jang tidak suka akan perubahan pendirian ini kiranja boleh mengemukakan, bahwa hukum domicilie bersama, menurut Cour de Cassation ini, hanja dapat diperlaku-*> kan, bilamana hukum itu memang djuga merupakan hukum nasional dari p ada sang suami dan adalah sesuai dengan J cx fnri” Tafsiran mereka ini adalah tafsiran jang bersifat restriktip. Demikian pro-nja mereka mem bela prinsip kewai ganegai aan ini, hingga mereka tidak mau menerima bahwa sebenamja pemakaian daripada hukum domicilie ini merupakan suatu perputaran haluan jang sungguh2 dari jurisprudensi di Perantjis. 312) 239.
Peristiwa L e w a n d o w s k i .
Suatu keputusan lain masih diperlukan untuk membuktikan bahwa penglihatan mereka ,ang menganggap adanja perputaran haluan (jang menggantakan hukum nasional dengan hukum domicilie dalam perkara* mengena, hubungan suam.-isteri dengan kewarganegaraan berbeda) memang djitu adanja. ° » , , D“ peikara J S T L,ew n d o“ w “ s k i diberik" dalam wan 34»'i n P“1“■.I « * .* tanggal . , 15-3-1955 , , adanja tambahan pertimbangan dalam arret R iv ^ a t v” 8 timl>ul. ^ ' ena sama sekali dengan adanja ip u t a a ™ ® Dalam perkara ini kita saksikan persml-u-. l i gugatan pertjeraian antara seorang suami P I 1 lm jang timbul karena Perantjis. Temjata bahwa Cour d’Apnel , , dan seorang perempuan jang diadili dengan mempergunakan 7 1 mcn6akulkan tuntutan tjerai Akan tetapi, saksikanlah bahwa Cour Pnbnulia (Igyj sanji suami. kan pemilihan hukum tersebut Ke "'t-6 "a'ssa^ °n telah tidak membenarbatalkan. Dan oleh Cour de Cassation]'USaiV daii C° m d A PPel telah d i" Perantjis berdasarkan alasan iane dik> vex? u 1£ln telah dipergunakan hukum ini adalah hukum daripada Sfctjara tegas, bahwa hukum
342)
'le t a p i
m em ang
dapat
d ia k u i
bahw a
ad
-
hukum personii dari sang suami dan d e ^ ^ alasan, persamaan dengan bawa keragu-an sedjenak. Untuk tulisa" ? 311 hukum sang hakim ini, telah membours-Pigeonniere-Loussou a persoalan ini, lihat L e r e -
343 )
C o u r d e C a s s a tio n , C h a m b r e C iv ile , 15-3-1
f0l
240.
Pertimbangan jang menitik-beratkan hukum domicilie.
Dengan sedemikian banjak perkataan telah dipertimbangkan :
I
„Attendu que le divorce de deux époux de nationalité différente est-i régi par la loi du domicile commun”. 3H) „ Menimbang, bahwa pertjeraian antara suami-isteri jang berkewarganegaraan berlainan diatur oleh hukum daripada domicilie bersama").
I
/\
Hilanglah semua ke-ragu2an tentang sikap Mahkamah Tertinggi cli Perantjis mengenai persoalan ini. „Fort heureusement”, kata L e r e b o u r s P i g e o n n i è r e - L o u s s o u a r n . 31S) Sekarang djelaslah sudah adanja perputaran haluan ini. 241.
Arrest F e r r a r i
dikesampingkan.
Pendirian hakim dalam arrêt- F e r r a r i telah dilepaskan ! Keputusan dalam perkara Rivière ini telah memberikan pemetjahan daripada berbagai kesulitan jang mendjadi pembawaan daripada jurisprudensi Perantjis sedjak keputusan-Ferrari itu. Setjara implicite, kita saksikan dengan adanja keputusan-Rivière (jang dikuatkan dengan keputusan-Lewandowski ini), bahwa ,,application distiibutive kepada tiap~ mempelai, masing2 menurut hukum nasionalnja sendin, seperti hendak dikemukakan dengan keputusan de Ferrari, telah ditinggalkan. Djuga telah ditinggalkan adanja ketjondongan jang dikemukakan oleh arrct-Ferrari, iakni untuk selalu mengutamakan hukum nasional Peiantiis, se-mata~ karena salah satu daripada para
pihak merupakan_waiganegara Perantiis. Sebaliknja, keputusan dalam perkara Rivière membawa keuntungan, bahwa setjara tegas dikemukakan, bahwa adanja fakta, bahwa salah satu pihak adalah warganegara Perantjis, belum lagi tjulcup untuk mengharuskan diperlakukannia hukum Perantjis. Bahwa pihak perempuan bersangkutan berkewarganegaraan Perantjis, tidak lagi mentjukupi, untuk memaksakan berlakunja hukum Perantjis pada penjelesaian perkara2 seperti itu. 242.
Banjak suami-isteri dengan kewarganegaraan berbeda.
Sikap daripada Cour de Cassation dalam perkara-Rivière dan Lewan— dowsld ini telah membawa penjelesaian jang memuaskan berkenaan dengan soal jcing timbul karena banjaknja perkawinan2 di Perantjis jang dilakukan oleh orang- imigran asing dengan perempuan2 Perantjis. Seperti diketahui, Undang2 Kewarganegaraan Perantjis dari tahun 1927 menentu kan bahwa seoiang perempuan Perantjis jang menikah dengan orang asing, 344) 345)
Kursip dari kaVni. L e r e b o u r s - , P i g e o n n i é r e - L o u s s s o u a r n, h. 391.
123
tetap tinggal berkewarganegaraan Perantjis. 810) Menurut Undang- tahun 1927 djuga anak2 jang dilahirkan di Perantjis memperoleh kewarganegaraan Perantjis karena dilahirkan disitu dari seorang perempuan Perantjis. Dalam hubungan2 dimana terdapat anekawarna keivarganegaraan dalam satu keluarga ini akan dirasakan sebagai amat gandjil bilamana semua hubungan hukum kekeluargaan ditentukan oleh hukum daripada sang ajah sebagai kepala keluarga. 243.
Hukum domicilie bersama jang dipakai.
Kita saksikan bahwa dalam perkara Rivière telah diterima suatu tjara ►penjelesaian untuk masalah ini. Titik berat diletakkan diatas domicilie bersama daripada para pihak dalam keluarga bersangkutan. Hubungan hukum dalam keluarga bersangkutan ditentukan oleh hukum jang memang benar2 boleh dipandang merupakan hubungannja setjara riil. Apabila suatu rumah-tangga telah dibina diluar negeri, maka bcralasanlali djikalau djuga hukum daripada tempat dimana rumah-tangga itu berada adalah hulcum jang menentukan sesuatu. Dalam perkara Rivière kita saksikan bahwa rumah-tangga bersama telah dipindahkan kenegeri Ecuador. Adalah ber alasan pula djika hukum daripada domicilie bersama inilah, hukum perdata Ecuador, adalah hulcum jang mengatur hubungan2 bersangkut paut dengan soal pertjeraian. Dan dalam perkara Lewandowski kita saksikan pula bah w a titik berat daripada penjelesaian telah diletakkan atas berlakunja hukum daripada domicilie bersama. Rumah-tangga bersangkutan telah berada di Perantjis. Adalah beralasan pula djika hukum Perantjislah jang diperguna kan. Pemakaian hukum Perantjis aalam perkara jang tcrachir ini njatanja tidak didasarkan atas pertimbangan2 chauvinistis seperti diperlihatkan haldm clalam perkara-Ferrari. :M7) Njatalah dari tjontoh- peristiwa2 Rivière dan Lewandowski ini bagai mana achir‘2nja orang telah kembali daripada djalan jang setjara ber kelebihan menekankan kepada segi2 nasional. Perasaan2 nasionalisme jang tjondong kepada chauvinisme juridis telah diperlunak. Prinsip lcewargan egaraan tem ja ta telah ftdak dilaksanakan lebih djauh setjara kaku dem .faan ru p a h in gga m enurut kata= K o l l o w i j n , telah m endjadi „on ta a rd . Suatu perkem bangan jang m enggembirakan.
244.
Sesuai dengan visie K o 11 e w i j n .
b a h w ^ a ’ jL g ^ c h iin jl IranS^e]?®1" “ i maka bo,cWah dikatakan. 1955) __________ 346) 347)
124
diterim a b a £ 2 m 1 lunsprudensi f a r i Z “ , “ ’ - '';tertinggi di *Perantjis, ? ‘T dan se-
Se-tidak*nja djika bertemnat tino-o-oT i- -n 1945. Lihat no. 347. Perantjis, sebelum perubahan dalam tahun Lihat atas, no. 220 dst.
benamja adalah sedjalan dengan apa jang sudah mendjadi harapan K o 1 1 e w i j n , tatkala beliau mengutjapkan pidato peringatannja pada lustrum pertama dari Rechtshogeschool di Djakarta ditahun 1929. Sudah k.l. 33 tahun berselang Gurubesar dalam I1ATAH di Indonesia itu telah mengusulkan, agar supaja dalam hal terdapat perbedaan kewarganegaraan antara suami-isteri, dipergunakanlah hukum dari d o m i c i l i e bersama mereka. Unsur persamaan jang berlaku untuk kedua mempelai, unsur jang ldranja dapat diterima untuk menentukan hukum jang berlaku, ialah „ w o o n p l a a t s ” mereka. Ilukum daripada negara dimana para suamiisteri sesungguhnja hidup se-liari2, hukum inilah jang ldranja setjara tepat harus dipergunakan untuk menentukan hukum jang berlaku. Kata K o 11 e w i j n : „H et recht van liet land waar zich liun huwelijksleven afspeelt, beheerse ook hun huwelijk”. 34S) Dan menurut beliau, usul penjelesaian jang d ikemukakannj a ini adalah sesuai dengan apa jang telah diusulkan pula oleh beberapa penulis Perantjis sendiri. 349) 245.
Prinsip kewarganegaraan dilepaskan untuk suami-isteri dengan kewarganegaraan berbeda.
Perbedaan2 kewarganegaraan dalam satu keluarga menurut kenjataan kian hari akan kian bertambah. Hal ini sudah kita kemukakan diatas tatkala kita sedang membahas alasan2 jang dikemukakan pro prinsip domicilie. 350) Djuga K o l l e w i j n mengemukakan pula oleh hal ini. Peristiwa2 bahwa pada saat perkawinan dimulai para mempelai tidak mempunjai tempat-tinggal bersama (gemeenschappelijke woonplaats) da lam prakteknja akan tidak sering terdjadi. Tidaklah perlu diehawatirkan, bahwa dengan diterimanja prinsip domicilie untuk peristiwa2 perbedaan kewarganegaraan antara suami-isteri ini, akan terbengkalailah hukum perkawinan dalam hal2 dimana tidak terdapat domicilie-bersama ini sama s e k a li. Mengingat akan hal2 itu, menurut gurubesar tersebut adalah sebaiknja bilamana untuk peristiwa2 perbedaan kewarganegaraan dalam keluarga ini, dilepaskan sadja prinsip kewarganegaraan untuk digantikan o le h huknm dari domicilie bersama. Beliau menekankan agar supaja djanganlah kita terbawa oleh perasaan2 nasionalisme jang tidak pada tempatnja dan setjara ber-kelebih3an dalam menentukan status personil ini. Disini njata ada bahaja! Hukum nasional tidak akan dapat membawa penjelesaian jang memuaskan perasaan hukum. Kata beliau dalam hu348) 349)
350)
K o l l e w i j n , o.c. h. 46. Lihat penulis3 jang disebut oleh K o l l e w i j n dalam no. 1pada h. 4 6 : Ch a m p c o m m u n a l danN i b o y e t, sebelum jang belakangan ini turut serta dalam aliran chauvinistis jang terasa di Perantjis pada waktu itu. D ibawah no. 199 dst.
125 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 9
bungan ini : „W ant lioeveel schoons het nationalisme ook in zieh möge bergen, het is een siechte gids om te vinden wat recht is tussen personen, die niet zijn van dezelfde nationaliteit”. 3C1) 246.
Pengunduran Swiss dari Traktaat Den Haag.
Uraian beliau ini dan usul jang dikemukakannja, telah dilukiskan dengan mengambil peristiwa pengunduran diri dari Traktat Den Ilaag oleh negara Swiss pada tahun 1928. 3B2) -*■ Pemerintah Swiss telah merasa perlu untuk mengundurkan diri dari Perdjandjian Den Haag tentang pertjeraian dan perpisahan medja serta tempat tidur jang telah mulai berlaku baginja sedjak tahun 1905. 353) Jang mendjadi sebab untuk pengunduran diri ini ialah aclanja keberatan terhadap ketentuan- dalam Perdjandjian tersebut jang tidak memungkin kan seorang perempuan warganegara Swiss untuk bertjerai djika hukum nasiona ari pihak suami tidak mengenal pertjeraian. Seperti diketahui Perdjandjian Den Haag ini didasarkan atas pemakaian daripada prinsip nasionalitet. kesulitan djika hukum nasional tidak mengenal pertjeraian. -1^ dit®ntu^an bahwa para mempelai tidak dapat meminta i nal mereka hukum dari tempat dimana Kita saksikan c U s t a r L w ^ s L a t k T “ ''6'’ 0’’1'11'' s" “tu. Pertierai“ ' 3“‘ > setjara ta u la tip »ntak dapat ‘P “ 248.
Tjontoh.
o l e l f seorang ‘p S S n ^ a n S ' d e S ^ e l a k ^ ^ ^ T 11 ^ perkawinan ini akan tidak dapatlah d“n i ' ’ * ternJata bahwa dipenuhi sjarat2 jang ditentukan rlalo , den^an tlerai> dlika harus uraikan diatas, hukum nasional TtaV tersebut. Seperti telah diT , , , . caila tidak mengenal pertjeraian. Jang telah merupakan batu , ketentuan jang terdapat dalam pasal s / ? ? pemerintah Swiss ialah pasal S dan Perdjandjian tersebut. Dalam 351)
K o l l e w i j n , o.c. h. 49, 50 .
352)
Pada tanggal 28-11-1928, mulai 1-6-109O iu h. 604. ’ tanggal 15-9-1905.
353) 354)
. M a k a r o v - Q u e l l e n , II no. 249,
Pasal 1 berbunji : „Les époux ne peuvent t , leur loi nationale et la loi du lieu où 1 j ™ ” une demande en divorce que si l ’une et l ’autre”. (Teks M a k a r o v n ,n?ande est formée admettent le divorce
v u e l l e n , II).
126
pasal itu ditentukan bahwa apabila para suarai-isteri tidak mempunjai kewarganegaraan jang sama, maka untuk pelaksanaan Perdjandjian itu akan dianggap sebagai kewarganegaraan nasional mereka ialah perundang'-’an mereka bersama jang terachir (laatste gemeenschappelijke tcelgeving). 355) 249.
Dahulu tidak ada perbedaan kewarganegaraan dalam keluarga.
Jang mendjadi pokok pikiran daripada para pembuat Perdjandjian tersebut ialah bahwa tidaklah akan mungkin bahwa para suami-isteri itu tidak mempunjai suatu per-undang2an bersama. Pada waktu itu semua peraturan2 kewarganegaraan daripada negara2 peserta menentukan bahwa pihak isteri karena perkawinan dengan lelaki asing, selalu akan memperoleh status daripada pihajesuami. 3SC) Kemudian temjata bahwa hal jang disebut belakangan ini tidak selalu demikian adanja. Maka teks dari pasal 8 telah diperluas sedemikian rupa hingga djuga djikalau kedua mempelai akan merobah kewarganegaraan setelah menikah sedangkan suami-isteri masings akan mempunjai kewarganegaraannja sendiri, namun kewarganegaraan bersama jang terachir ini akan selalu, berlaku. Dengan demikian diterimalah setjara njata bahwa perobalian kewarganegaraan setelah perkawinan oleh salah satu pihak tidak akan dapat merobah hukum jang tadinja berlaku untuk kedua pihak. Pada intinja pikiran sematjam itu adalah sehat. Memang boleh dikata kan adalah patut, bahwa harus ditjegah terdjadinja kemungkinan bahwa karena perobahan status jang dilakukan oleh salah satu pihak akan dapat dirobah hukum jang tadinja berlaku untuk kedua pihak. Bahwa suatu perbuatan setjara sebelah pihak akan dapat merobah hukum jang berlaku untuk kedua pihak, sewadjarnja tidak diterima. 250.
Keberatan3 pemerintah Swiss.
Walaupun ketentuan2 pasal 8 ini memperlihatkan suatu pokok pikiran jang boleh dikatakan baik adanja, kita saksikan bahwa djustru terhadap pasal 8 ini, pemerintah Swiss telah mengadjukan berbagai keberatan. Kita saksikan dari kenjataan, bahwa banjak sekali terdjadi, bahwa orang2 lelaki Italia masuk kedalam negara Swiss sebagai imigran2. Mereka mentjari pekerdjaan dan berumah-tangga pula dinegara Swiss ini. Banjak diantara mereka menikah dengan perempuan2 Swiss. Kini seringkah terdjadi bahwa suami2 Italia ini telah pulang kembali kenegara asal mereka dengan meninggalkan isteri2 mereka. Perempuan2 Swiss ini 355)
Lihat M a k a r o v - Q u e l l e n , II.
356)
Bdgk. pasal 2 daripada Peraturan Perkawinan Tjampuran.
127
telah m en d ja d i w arganegara Italia karena perkaw inan m ereka dengan lelaki- Italia. W alau pu n m ereka ini sepandjang hidup m ereka tidak pernah meninggalkan Swiss dan dju ga tidak pernah m engikuti suami m ereka ke Italia, kita saksikan bah w a m enurut peraturan2 jang berlaku pad a waktu itu, m ereka ini dipandang sebagai berstatus w arganegara Italia, m eng ikuti suam i m ereka. Sekarang tim bul kesulitan- bilamana isteri2 jang ditinggalkan oleh suam i m ereka ini hendak bertjerai. Kesulitan tim bul karena pertjeraian jan g dikehendaki ini tidak akan dapat diperoleh m enurut hukum nasional jan g berlaku untuk suami2 Italia mereka. Oleh karena itu kita saksikan dalam praktek bah w a para isteri2 jang berm inat untuk m engadjukan p er tjeraian ini, telah m ulai dengan pertam a-tam a. meminta kembali kcwarganegaiaan wiss m e r e 'a . Perm ohonan untuk dinaturalisasi kem bali m enja x w aigan egara wiss ini lazimnja dikabulkan oleh pem erintah Swiss.
251.
Hukum bersama jang terachir.
walaupun menrWl; warganegara „ c • kem i , Akani tetapi, . i , mereka kini1 menajam Swiss bali, perkawinan mereka dengan suami2 ^ , „ y , o • i ° , ™ ‘ ltaha ™ masih tetap berlangsung.
Dan menum . pasal 8 ,a„g dmra.kan diatas perkawinan bersangkutan masih tetap d ra to « M a ,ang terachir (b a u te 6amcer,SchaP1,cUjkc
ivetPevmg). Dalam hal ini hukum Italia-hV.
bersama terachir ini.
v
i
i
./ ,
‘ ah '“ S d'P“ d“ " g sebagai hukum
D ja d i m enurut Perdjandiian ini h aki m a c,,., kan hukum Italia dalam m engadili perm ohonan25' ■m cm Pe ^ lf a' oleh perem p u a n 2 bersangkutan. D an djika h u k ^ ^ l * 11 d J an pergunakan, sudah teranglah bahw a p ertje rlto n ^ T ^ v™ i H al ini d ip a n d a n g sebagai gandjil sekaliT ^ ^ A dalah tidak dapat dipertanggunp-dia«^ui t pem erintah Swiss, ba h w a seorang p c r L i ’ dem ikian Pcndirian akan dapat bertjerai, se-mata2 karena ia in f T . WarSaneSara Swiss tidak w arganegara daripada negara p eserH , menikal1 d en g an seorang pertjeraian. •<") P0S
dlP ew leh-
Oleh karena itu kita saksikan bahwa mengopseg Perdjandjian Den Haag bersa^ku^*^1 ^W*SS kemudian 252.
Prinsip kewarganegaraan tidak dapat dipakai.
D ari tjontoh ini kita saksikan sekali W ; garaan tem jata tidaklah dapat dipakai de
v a,
. . , p n n sip kew argane-
segala sesuatu mengenai hubunoan memuaskan untuk mengatur _ Z _______ gan kekeluargaan, dalam hal dim ana' 357)
128
Disini kita saksikan adanja garis5 persam.m tjis dalam mengadili perkara F e r m r ; a n antara tjara berpikir Hakim1 Peran a n dan pemerintah Perantjis ini.
terdapat perbedaan kewarganegaraan antara suami-isteri. Djika para suami-isteri ini sedjak permulaan perkawinan dilangsungkan sudah ber beda kewarganegaraan, atau selama perkawinan berlangsung mendjadi berbeda kewarganegaraan, njatalah bahwa prinsip kewarganegaraan tidak dapat dipergunakan setjara baik. Jang sebenamja paling tjotjok untuk dipergunakan sebagai ukuran tentang hukum jang liarus diperlakukan dalam hal- seperti ini, ialah hukum jang berlaku di d o m i c i l i e bersama mereka. Hukum daripada tempat tinggal bersama inilah jang paling baik untuk dipergunakan. Ukuran inilah jang sesungguhnja paling tepat untuk dipergunakan dalam mengatasi kesulitan2 jang timbul berkenaan dengan adanja tuntutan2 tjerai dari perempuan2 Swiss jang ditinggalkan oleh suami2 Italia mereka. Kepada hal ini K o 11 e w i j n menundjuk dalam uraiannja jang mendjadi pokok pangkal pembitjaraan kita sekarang ini. 253.
Pendapat Kollewijn dahulu adalah sesuai dengan jurisprudensi Perantjis sekarang.
Teranglah, bahwa idee2 jang telah dikemukakan oleh K o l l e w i j n pada tahun 1929 ini, adalah pada pokoknja sesuai, dengan apa jang dikemukakan kemudian pada tahun 1953 dalam perkara- R i v i è r e dan perkara- L e w a n d o w s k i ditahun 1955. Seperti dikatakan penglihatan jang telah dikemukakan oleh Gurubesar dalam HATAH Indonesia jang kenamaan ini, temjata telah mendjadi pendapat umum jang dikuatkan oleh jurisprudensi tetap di Perantjis, „balcermat” dari primip-kewarganesaraan sendiri, setelah 25 tahun lalu ! 254.
Tendensi untuk memperluas berlakunja hukum domicilie bersama.
Ketjondongan jurisprudensi untuk mempergunakan hukum domicilie bersama dari para pihak jang berkewarganegaraan berbeda, seperti di perlihatkan oleh keputusan2 R i v i è r e dan L e w a n d o w s k nampaknja telah mempertebal pula keinginan di Perantjis untuk meletakkan titik berat atas faktor domicilie ini. Dengan njata dapat kita saksikan hasrat sematjam ini pada persoalan jang timbul berkenaan dengan orang2 asing jang berdomicilie di Perantjis. 255.
Perkara2 pertjeraian orang- asing jang berdomicilie di Perantjis.
Dalam arret Rivieie dan Lewandowski jang sudah kita bahas diatas, kita saksikan bahwa salah satu pihak daripada suami-isteri adalah warganegaia Perantjis. Kini timbul pertanjaan : Bagaimanakah harus diselesaikan persoalan pertjeraian daripada para suami-isteri jang ke-duaPnja berkewar-
129
ganegaraan asing tetapi berdomicilie di Perani Hs ? Bagaimana harus di selesaikan perkara pertjeraian apabila menurut hukum nasional daripada para suami-isteri bersangkutan mereka tidak dapat b e r tje r a i, tetapi me nurut hukum_domicilie bersama mereka (hukum Perantjis) pertjeraian djperoolehkan ? Dalam prakteknja kita saksikan misalnja bahwa persoalan-2 sematjam ini timbul apabila oleh suami-isteri jang ke-dua-nja berkewarganegaraan Italia atau Spanjol dan berdomicilie bersama di Perantjis, diadjukan permohonan tjerai dihadapan hakim Perantjis. Bagaimanakah hakim Perantjis akan mengadili hal ini ? Seperti diketahui masih sadja berlaku di Perantjis ini pasal 3 ajat 3 dari Code Civil jang menentukan bahwa untuk status personil berlakulah huleum nasional daripada pihak2 jang bersangkutan. Dalam perkara pertjeraian jang diadjukan dihadapan hakim Perantjis oleh para suamiisten jang menurut hukum nasional mereka tidak boleh bertjerai, timbullah persoalan . Kepada hukum manakah titik berat akan diletakkan? Kepada hukum nasional mereka, sehingga pertjeraian tidak akan dikabulkan, atau kepada hukum domicilie bersama jang membolehkan pertjeraian ? Apakah ketjondongan untuk mempergunakan hukum domicilie bersama, seperti f Î “t 1*™ T StT f Rivière ^ n Lewandowski M dapat djuga disaksikan, pada perkara- dimana hukum nasional dari kedua pihak jang berkepentingan ini tidak m enunai nnhW n'o o rv-i i i• halnja, dan perkara2 pertjeraian sematiam ini ri / "-i1 demikian hukum dari domicilie bersama, kita saksikan b n /56 G^ai ,an P menurut hukum domicilie sebagai penggantian dari hnl 4 ."C Jon onSan kearah akan mendjadi lebih bulat adanja ^ nasi° nal di PerantJis ^ 256.
Perkara B i s b a 1.
Suatu perkara jang seringleali disebut dalam VmV, ialah peristiwa dari B i s b a l c. B i s b a ] llu™ ngan persoalan mi de Cassation pada tahun 1959. >») Suami-isteri ¡ V ? _d !Putuskan oleh Cour wars.anes.ara Syanjol. Seperti diketahui, mem -~--a ke-duafnia adalah ini pertjeraian tidak diperbolehkan 8oo\ j y l î ^ . Spanj ol sekarang nasional Spanjol oleh hakim Perantjis dipergunakan hukum peroleh pertjeraian. > paia pihak tidak akan dapat mem-
+
Kita saksikan bahwa dalam perkarn n K pihak suami Bisbal, temjata bahwa huku diadjukan oleh domicilie bersama dari pada pihak W oi™ ? Perantjis-lah, sebagai hukum __________ v ah ^Pergunakan. Mengenai hal ini 358) 359) 360)
130
S e tja r a analogis, mengingat pasal 3 ai- t , r Perantjis jang berada diluar negeri. hanja bitjara tentang orang* Cour de Cassation ( Chambre civ., ie Sect ^ Pada zaman Republik Spanjol (1932) pert’ ■ ' 1959> RCDIP (1960), h. 62. rintahan diktatur jang sekarang berkuasa ^perbolehkan. Tetapi oleh pemeS c h n i t z e r , A .F . Vergleichende Rechul»!, gkinan bertjerai telah ditiadakan. etlre, II, 2 e auflage, Basel (1961), h. 509.
Cour de Cassation telah menguatkan pendirian daripada Cour d’Appel dari Paris. Oleh Cour d’Appel de Paris mi telah diutjapkan pertjeraian antara suami-isteri Spanjol jang berdomiciiie di Perantjis. Permohonan sang suami supaja „séparation de corps” jang terdapat antara para suamiisteri dikonversi mendjadi pertjeraian, telah dikabulkan. Walaupun hulcum nasional Spanjol melarang pertjeraian, kita saksikan bahwa hakim Perantjis telah menganggap dapat dipertanggung-djawabkan untuk memakai hukum Perantjis sebagai hukum daripada domicilie para pihak. Alasan jang dikcmukakan oleh Cour de Cassation ialah bahwa hukum Spanjol tidak ** diminta untuk dipergunakan oleh para pihak tatkala diadili perkara itu. Oleh karena kaidah2 IÏPI Perantjis, menurut pandangan Cour de Cassation tidaklah bersifat „ ordre public”, maka apabila para pihak sendiri tidak mengadjukamija, haldm Perantjis tidak akan memepergunakarmja setjara „karena djabatan” (ex officio). Pihak isteri telah mengadjukan dalil untuk kasasi kehadapan Cour de Cassation, bahwa sebenamja setjara ex officio haruslah hakim Perantjis dalam mengadili perkara tjerai ini memakai hu kum nasional daripada para pihak, jakni hukum Spanjol. Akan tetapi, berdasarkan pertimbangan jang telah kita sebut diatas tadi, Mahkamah peradilan tertinggi di Perantjis membenarkan pemakaian hukum Perantjis dalam mengadili perkara pertjeraian ini. 257.
Kesimpulan.
Apa jang sebenamja kita saksikan pada keputusan in i? Kita melihat dari peikaia Bisbal ini, adanja hasrat tertentu jang hidup dikalangan para pelaksana hukum di Perantjis, untuk tjondong kepada pemakaian hukum domicilie bersama (Peiantjis) bilamana menghadapi perkara2 pertjeraian, sekalipun berkenaan dengan orang2 asing jang hukum nasionalnja tidak mengenal pertjeraian. Padahal Perantjis sendiri setjara resmi masih mendjundjung tinggi prinsip nasionalitet. Djika penglihatan ini benar adanja, maka kita saksikan bahwa dengan arrest Bisbal ini, haldm Perantjis telah meneruskan lebih djauh dan menguatkan arah langkah2nja jang sudah mulai kentara sedjak keputusan Riviere dan Lewandowski terurai diatas. Dalam melakukan hal ini, kita saksikan bahwa haldm Perantjis se-olah^ hendak mengemukakan pendapatnja, bahwa dipandang sebagai „kedjam” ketentuan dalam hukum perkawinan asing jang tidak mengenal pertjeraian itu. Nampaknja sukai untuk diterima bahwa orang2 asing jang b e r d o m ic ili© d i Perantjis, akan tidak dapat bertjerai. 301) ° 361)
Lihat tjatatan B a t i f f o l , dibawah keputusan Bisbal tersebut, RCDIP (1960), ua,ra- pf ndukllnS arrest ini seolah 3 „estimant cruel ou vain d’imposer 1 indissolubilité du marnage à des étrangers établis en France”.
131
258.
Ketjaman B a t i f £ o 1.
B a t i f f o l jang menghiasi keputusan ini dengan sehuah tjatatan, temjata telah mengetjam setjara pedas, pendirian jang diambil oleh Cour de Cassation dalam perkara ini. Menurut perasaan sardjana hukum Perantjis jang kenamaan, ini pendirian Cour de Cassation tidak dapat dipertanggungdjawabkan. Hingga kini Perantjis masih mendjundjung tinggi prinsip kewarganegaraan. Apabila terdapat suami-isteri asing jang berkedudukan di Perantjis, dan mereka ini hendak bertjerai, maka hukum nasional mereka lah jang harus diperlakukan. Dalam hal ini sama sekali tidak dapat unsur „kekedjaman” apapun. i bersangkutan menganggap hukum nasional mereka adalah tidak t,ot|ok lag, bagi mereka dan sebaliknja lmkum Perantjis-lah ,ang lebih b a * bag, kebutuhan hukum mereka, maka bolehlah mereka ini ' " T l l' s“ la niTKjjadi warganegara Perantjis. Djika mereka sudah dmatarfisir maka dapatlah dipcrtanggung-djawabkan bilamana 1
259.
™ W ' d '01? dI?erlaku,' “n mereka. ac2) Tetapi, djika mereka . 5 , “ , !Slr ,nC,’ ia i " ’“rganegara Perantjis, maka adalah P mereka ^ ^ ^'pergunakan'hukum nasional Bahaja „forum shopping”.
«onDM am S ï r a
m s L T 'iî5i ' ! “ P“ *
° > * Cour de Cassa-
istilah „forum shoping'. B a n j a M a h ^ p ^ i p ^ ' ¡“ f ‘ “ j;“ “ 1 m en-tj ari2 akan hakim jang lebih „favorahlJ” k •P nvmtut tleiai akan demikian dalam prakteknja nanti akan menpil' mereka‘ ^ Dengan tjerai ini jang masuk kedalam Perantjis dan d Para asPirant Pcminta berusaha untuk memperoleh domicilie menni T P ? SGgala daJ'a-uPaJ'a akan djalan untuk kemudian setjara mudah me ! di Perant)is sebagai nurut hukum nasional mereka dinegara n ^P 61*0 eh pertjeraian jang mekan. Bahaja bahwa banjak sekali para ti i!^ereka tidak dimungkindi Perantjis dari negara2 tetan
363)
132
Kata B a t i f f o I ; „Si deux époux espagnol i • française plus convenable la loi espamml ,'?îlcLIlés en France trouvent la loi évolution possible de la conception dustatni q" lIs se fassent naturaliser” , „Une o.c. h. 305. Bdgk. pula keberatan2 ian Personnel dans l’Erope continentale” , naturalisasi jang bersifat „frauduleus” i f diadjukan terhadap tjara3 Estlandia” , Lihat tentang ini Tafsiran TI y?rLV^^>atï tentang peristiwa „naturalisasi B a t i f f o 1 : .............. et nul surtout n’approuva argan! gaTaan R L du fameux forum, shopping qui sévit d SSn-S introduction en France divorce chercherons les juges favorables 3nS» ceTta1 ' ns Pay ; les demandeurs en ........... o-c. h. 65.
mendjadi suatu „paberik tjerai jang besar” (une „usine” de divorce), dimana akan berkembanglah apa jang di Amerika disebut „Tindustrie du d iv o r c e 364) Berdasarkan pertimbangan2 ini B a t i f f o l menolak keputusan dari Cour de Cassation dalam peristiwa Bisbal ini. Dengan adanja pendirian Haldm tertinggi Perantjis dalam perkara tersebut, teranglah ldranja bahwa haldm rendahan Perantjis akan merasa telah memperoleh suatu tundjangan teguh untuk dapat mengutjapkan pertjeraian diantara para suami-isteri asing jang berkediaman di Perantjis menurut ketentuan2 hukum Perantjis. Dengan djalan demikian ini, maka pemakaian hukum, nasional para pihak untuk perkara2 pertjeraian hanja akan dilakukan, apabila pihak mempelai jang digugat, mengadjukannja sebagai pembelaan. 363) Hukum domicilie bersama dipentingkan. Keberatan dari B a t i f f o l dapat kita fahami. Tetapi dalam rangka tindjauan kita sekarang tentang perkembangan prinsip nasionalitet dan prinsip domicilie, menariklah perhatian bahwa djuga dalam negara Pe rantjis sendiri, jang boleh dipandang sebagai „bakermat” daripada prinsip kewarganegaraan ini, telah mulai terdengar suara2 jang santar dan positip jang menekankan kepada diperlakukannja hukum domicilie bersama. Perkara Bisbal ini boleh membawa kita pada kesimpulan, bahwa prinsip nasionalitet di Perantjis sendiri sedang mengalami proses diperketiillcan bidangnja. 360)
260. Pertjeraian orang« asing oleh haldm Perantjis kadang« tidak di akui dalam negara nasional jang bersangkutan. Perkara B i s b a l m em p erlih a tk a n b a h w a a d a la h m u n g k in b a g i o ra n g 2 a sin g ja n g b erte m p a t tin g g a l d i P era n tjis u n tu k m e m p e ro le h p e rtje ra ia n b erd asark an k eten tu an 2 h u k u m P eran tjis. R u p a n ja d ju g a se b e lu m p u tu sa n d a la m p erk a ra B isb a l in i d iu tja p k a n o le h C o u r d e C a ssa tion , b a g i o ra n g 2 a sin g ja n g b e rd ia m d i P eran tjis a d a la h m u n g k in u n tu k m e m p e ro le h p e r tjera ia n atas d a sa r2 ja n g b erla k u d alam h u k u m P era n tjis itu . Salah satu tjontoh adalah apa jang dikemukakan dalam suatu p erk a ra jang telah diadili oleh Arrondissements-Rechtbank di D e n H a a g p a d a
3611 366)
T '«inroisriiii’i ,i.(s=
ii/ssays m nonor of rl e s s e 1 EL Y n- t e ma (1 Ofil ^ Vi oqq « i, oni At a u : apakah hukum dom icU ie bersama inilah ja n g 'dipergunakan karena meru pakan hukum Perantjis? H al m i masih boleh dianggap m erupakan suatu pertanjaan jang belum dapat didjawab setjara tegas.
133
tahun 1952. 3fl0a) Keputusan ini telah disebut pula oleh L e m a i r e dalam karangannja tentang hubungan „nationaal” dan „intemationaal” dalam IIPI jang diterbitkan dalam tahun 1961. 3™b) Keputusan ini adalah tjontoh tentang adanja hubungan2 hukum jang „ pintjang” (dalam istilah L e m a i r e : „kreupcle rechtsverhouding”). 300t) Dalam keputusan ini kita saksikan bagaimana sepasang suami-isteri JanS k^ - ianla berkewarganegaraan Belanda dan bertempat tinggal di Pe rantjis.. telah memperoleh pertjeraian dari Tribunal Civil de L a“ Seïne dengan keputusan dari tahun_1935^ Keputusan tjerai ini diutjapkan berdasarkan ketentuan- dalam hukum Perantjis. Alasan jang dipergunakan ialah JswaadwiUige verlating” jang akan tetapi masih belum memenuhi sjarat- jang ditentukan dalam B.W. Belanda. Pertjeraian telah diberikan atas dasar kwaadwillige verlating” menurut hukum Perantjis, jang belum tjukup 5 tahun seperti disjaratkan oleh B.W. Setelah pertjeraian ini pihak perempuan, H e l e n e BJLJ,, telah menikah kembali di Perantjis. Sang suami, A r t h u r kemudian telah kembali kenegeri Belanda dan dalam tahun 1951 te ah mgin menikah lagi dengan seorang perempuan Belanda lain J u h a J.M.C Van den B. Tetapi* oleh Arrondissements Rechtbank „stukken jang diperlihatkannja u n 4 menikah lagi ini di pandang „ongenoegzaam tidak mentjukupi). Pertjeraian ja n g k a h di utjapkan oleh hakim Perantjis dipandang tidak sah idanja karena diutjapkan atas alasan jang tidak dikenal dalam B w m i i ujuijap hanja boleh menikah kembali setelah t e i n t é k , n ^ ^ isterinja semula, Hélène dengan siapa ia pada t-ihi ioqV ^ i T danP a tertjerai menurut keputusan hakim Perantjis. Dan^pK sudahdianggap tuntutan pertjeraiandihadapan Arrondissements IWV.H r? Un telah diadjukan dalil bahwa Hélène d ip a n d tt' Æ ^ ^ “ naan dengan melangsungkan perkawinan keduania pmelakukan >>Perztnja pihak Hélène ini tertjengang sekali waktu m ^ n g ^ ^ i a S a h dipersalahkan melakukan perzinaan, padahal n V • ia elatl rantjis itu hanja dilangsungkan setelah terd-imt i f aWlnan keduanja di PePerantjis atas dakwaan dari pihak Arthur _ ePutusan tjerai dari hakim pihak jaldn bahwa mereka telah tertie dikatakan kedua tuntutan pertjeraian kedua kalinia dilnHa1 Set]ara sah- Tetapi, rupanja adalah satu2nja djalan supaja Arthur rl di ^ en ^ aag ini julia. 11 m daPat menikah kembali dengan Apa jang telah terdjadi ini sungguh mpnn . ■ , hukum pihak2 jang bersangkutan t r w o getjewakan bagi perasaan suaminja jang kedua dengan siapa ia m T i e” tunla dari Hélène dan J ë Pa ia menikali di Perantjis. Bukan sadja 366a) Arr. Reditbank s’Gravenhage, 18 6-10 ^? m t /t 366b) L e m a i r e , Intemationaal „en natinno . 53> no- 356NTIR (1961), h. 240 dst. p.h. 241 8 ln ons ’ntcrnationaal privaatrecht, 8 366c ) Idem, p.h. 2&0.
134
kwalifikasi „overs]ieF ditindjau dari segi moril adalah tidak „ethisch”, tetapi seperti telah dikemukakan oleh L e m a i r e , bagaimana halnja dengan status anak2 jang mungkin dilahirkan dari perhubungan perka winan Hélène jang kedua itu ? Apakah anak-’ itu pun akan dipandang sebagai anak2 jang dilahirkan dalam perzinaan, dengan segala akibat daripadanja ? Dari tjontoh ini dapat kita lihat betapa pintjangnja hubungan-liukum antara pihak2 jang bersangkutan ini. Keputusan jang telah diutjapkan oleh hakim Perantjis karena orang2 asing bersangkutan bertempat tinggal di Perantjis temjata tidak diakui dalam negara nasional daripada orang2 bersangkutan sendiri. Seperti dalam perkara F e r r a r i , keputusan dari hakim Perantjis tidak akan diakui di Italia, sekarang ini kita saksikan bahwa keputusan Perantjis dalam perkara Arthur-Hélène telah tidak diakui oleh hakim Belanda. Dilihat dari segi ini tambah beralasanlah ketjaman jang telah diper dengarkan oleh B a t i f f o 1 terhadap keputusan B i s b a 1. Dan ber hubungan dengan itu adalah pada tempatnja pula bila diadakan pem batasan tertentu terhadap kemungldnan2 t jerai oleh o r a n g 2 a s in g menurut hukum Perantjis bertentangan dengan hukum nasional dari mereka sendiri. Adanja pembatasan ini akan ldta saksikan kemudian pada pembitjaraan keputusan M as s i m o - D a w n A d d a m s jana akan menjusul dibawah. 261.
Petundjuk2 lain kearah ini.
Tendensi untuk lebih menguatkan hukum jang berlaku pada tempat domicilie bersama dari para pihak, ternjata pula daripada perkembangan lain, jang njata telah berlangsung di Perantjis dalam waktu aehir2 ini. Berkenaan dengan sjarat“ materiil untuk dapat menikah j an g seperti di ketahui termasuk bidang status personil, dalam tahun 1955 dapat kita saksikan adanja suatu instruksi administratip jang dikeluarkan di Perantjis. Menurut instruksi ini maka berkenaan dengan sjarat2 materiil dari orang2 asing jang berkediaman di Perantjis ini, bolehlah dipergunakan sadja hukum Perantjis. Atas permintaan daripada para mempelai, pendjabat nikah di Perantjis mi dapat melangsungkan perkawinan menurut hukum materiil Perantjis. ) engan demikian kita saksikan adanja hasrat untuk mem permudah dilangsungkannja perkawinan2, walaupun menurut hukum nasional daripada pihak2 bersangkutan dan mungkin pula menurut badan2 peradilan perkawinan jang dilangsungkan ini akan mengalami risiko tidak akan diakui sebagai sah. Para pendjabat nikah memperingatkan para 367)
Instruksi umwn tentang Tjatatan Sipil, 21-9-1955, pasal 465, RCDIP (1955), h. 547.
135
mempelai tentang adanja kemungkinan tidak-diakui ini. Tetapi atas desakan daripada para mempelai asing ini, „perkawinan” antara mereka toh akan dilangsungkan oleh pendjabat-nikah itu. Disini kita melihat sekali lagi suatu tjontoh dari tendensi untuk mem perkuat berlakunja hukum dari tempat kediaman para pihak (Perantjis), dengan mengurangi batas berlakunja hukum nasional. 262.
Pertjeraian orang asing dihadapan hakim Perantjis.
» Suatu peisoalan lain jang berhubungan pula dengan faktor kediaman di Perantjis dalam soal- pertjeraian dapat kita saksikan pada perkara2 dimana oiang- asing mendjadi pihak. Dalam perkara B i s b a l , jang te i ata ketemukan diatas kedua pihak suami-isteri adalah orang2 asing jang mempunjai domicilie bersama di Perantjis. Sekarang timbul persoalan pu a agaimana kiianja harus diselesaikan peristiwa pertjeraian jang dia ju> an i erantjis deh salah satu pihak orang asing jang berkediaman eian jis ta ia ap pihak lain (orang asing pula) jang berdomicilie megaia ain. pa ah tendensi jang dikemukakan oleh hakim tertinggi di Perantjis dalam perkara B i s b a l tadi, djuga dapat diteruskan dakSi 1 1^1 Ja 7 SatU pihak telah berdiam di Perantjis ? Djika n S iS a i™ ‘1 3 ’ T ?•“ ? akan bertambahlali dalam praktek perkara2 ¿E n n in T iadjul
Perkara Massimo -
Dawn Addams.
perkara tjerai ^ng" blru^hfi teTah d' Vy h*tian dalam hubungan ini adalah Dawn Addams ^ M a s s i m o c. s o n m a r i ‘ m ° ' Perkara D a m e Grande Instance de la Seine riil 1 oleh President du Tribunal de ine «alam tahun 1959 . --¡«s) 264.
Duduknja perkara.
Tuan M a s s i m o diaman di Italia, 145 telah menikah di
adalah
Corso V' S60ranS warganegara Italia jang berkede Vlttorio Emanuel, Roma. Pada taliun 1954 ia
a w n A d d a m s jang berkeitu ialah di Roma pada alarrM^^6 ^ersama mereka setelah perkawinan telah menghadap pada pre tersebut tadi. Dalam tahun 1958 para pihak --------------- . Sl en Pengadilan di Roma untuk memperoleh 368)
President du Tribunal de C duSt'o;rodjuga (1961), h. 358 dst.
136
dikutin da„Tle I7 n,stance de la Seine, 28-9.1959, RCDIP, (1959), tIp dula« P r a n c e s c a k i s , Ph, JurispVudence de ¿Lp!
suatu ketetapan bahwa mereka boleh hidup terpisah. Karena tidak dapat diadakan perdamaian lagi antara kedua pihak maka oleh Pengadilan Roma itu temjata telah diberikan ketetapan tersebut. Kemudian ldta saksikan bahwa Njonja Dawai Addams telah datang ke Perantjis dan bertempat tinggal disana, pada alamat 5 rue de Bagatelle di Neuilly-sur-Seine. Ia telah memperoleh „carte de séjour” (kartu kediaman, kartu penduduk) sementara, jang berlaku dari 22-4-1959 sampai 21-4-1960. Kepadanja djuga diberikan „carte de travail” (kartu izin bekerdja) sebagai seorang artiste. Tetapi pihak suami Massimo tetap berdiam di Italia, tidak turut berpindah domicilie ke Italia. Kini Njonja Massimo-Dawn Addams telah memadjukan gugatan tjerai terhadap suaminja itu dihadapan Tribunal de Grande Instance de la Seine. Apakah gugatan ini dapat berhasil? Hukum manakah jang harus dipergunakan ? Djika dipergunakan hukum nasional daripada para pihak maka pertjeraian tidak akan dapat dilangsungkan. Hukum nasional dari pihak suami, hukum Italia, tidak memperbolehkan pertjeraian. Hukum daripada pihak isteri sendiri, hukum Inggris, djuga tidak akan dapat menghasilkan pertjeraian. Djika perkara ini diadjukan di Inggris maka hakim Inggris tidak akan dapat mengadili perkara ini. Mengapa tidak ? Oleh karena menurut HPI Inggris jang kompetent untuk mengadili ini se-mata2 ialah hakim dari tempat domicilia -nihnl- „ .¿ L ; sotA r w , domicilie dari suami Massimo ialah di Italia. 265.
Pendirian hakim Perantjis.
Kita saksikan bahwa hakim Perantjis jang diminta untuk mengadili perkara ini telah dapat meloloskan diri daripada pemberian djawaban atas hukum jang harus dipergunakan dalam mengadili perkara pertjeraian ini. Pial ini disebabkan karena hakim terlebih dahulu telah memeriksa persoalan apakah ia kompetent untuk mengadili perkara ini Hakim Peran tjis temjata telah menganggap dirinja tidak berwenang untuk mengadili perkara ini. Dan ke-tidak-wenangan ini telah diutjapkannja ex officio” Karena gugatan diadjukannja bukan pada tempat dimana pihak tergugat mempunjai domicilienja, maka Président du Tribunal de Grande Instance de la Seine telah menjatakan diri tidak berwenang untuk menerima gu gatan tjerai jang diadjukan oleh Njonja Massimo-terlahir Dawn Addams ini. 369)
Lihat C h e s h i r e , h. 385 : „Since a w ife t n W ti, j • -i * , , , j marriage, the sole question in each case i * w W ? ? 1\er lllf band, T ™ England at the time of the suit. Nothin- e W £ Ush™ d “ domiciled m over, it is impossible for the wife to acouirp lmP°rtant . „Selandjutnja Morea different dom icil frnm f W f i, acquire during the subsistence of the marriage
E™ *
<•' 137
266.
Mcnjatakan diri tidak berwenang „karena djabatan” .
Beberapa hal menarik perhatian dalam rangka pembitjaraan kita. Djika kita bandingkan dengan perkara B i s b a 1 jang telah dibahas diatas, dapatlah disaksikan bahwa dalam perkara sekarang ini liakim Perantjis telah menjatakan dirinja setjara „ambtshalve” tidak berwenang. Dan dalam perkara Bisbal tadi, Cour de Cassation telah megnemukakan bahwa kaidah2 hukum IIPI Perantjis jang menentukan hukum manakah harus dipergunakan, tidaklah merupakan sesuatu jang harus dipergunakan setjara^ „karena djabatan” (berhubung dianggapnja tidak bersifat „ordre public ). Djadi disini kita saksikan adanja suatu perbedaan appresiasi daripada hakim Peiantjis mengenai bilamana dapat diperlakukan sesuatu kaidah hukum setjara „ex officio atau tidak. Dalam tjatatan dari B a t i £ f o 1 pada keputusan Bisbal tadi, telah dikemukakan pula hal ini. 370) 267.
Mentjegah „forum shopping” .
Oleh B a t i f f o l disetudjui sepenuhnja apa jang sudah dikemukakan oleh F r a n c e s c a k . s •■>) dalam tjatatannja dibawah keputusan Massimo mi. Jang belakangan irn telah mengemukakan bahwa keputusan dari Pres.dent du Tribunal de Grande Instanee de la Seine ini adalah penting Perantjis J z n d a ^ M e b t m u S t e S i S n T t ^ T ' ? “ untuk ’min,a pertolongan hakim Pe r a h S f ^
? d* t Z
gugatan “ S ^ daki. Sebelum diadakan perubahan pada teks Kitab F M ^ a p !*20' bersangkutan - ) terdapat bahaja^alw a h ^ m P " k f mengutjapkan dirinja tidak benvenang karena djabatan S L i u t k e ta " r e S s l T a
»a d jib u n Jk
tinggal diam dan tidak mengadjukan p w n b c lM r f'rjift’ 1" I’ lhal;_.terguSal terbukalah kemungkinan bagi o r a n g 2 DenSan demikian akan dihadapan hakim Perantjis, sedangkan h a l f J ^ T , “ “ "P “ 01611 pertjeraian hukum nasional jang berlaku bagi merJlT v ,mungkin menurut Njonja Massimo-Dawn Addams ini oleh V. n - S diadjukan oleh salah satu tjontoh bagaimana orang2 asin* Z \\ ° 1 diPandan§ sebaSai pertjeraian di Perantjis, sedangkfn p e r t je r E mCmper° leh baik menurut hukum nasional dari nihak c 1IU 1 mung n’ P k suami maupun dari pihak isteri. 370) 371) 372)
138
RCDIP (1960), h. 63 dst, ph. 65 RCDIP (1959), h. 506 d k Pasal 171 Nouveau dari Code de Proner!,,^ r • -i 1938. Cmle, menurut bunjinja sedjak 22-12-
Bahaja lain jang akan timbul bilamana dapat berhasil tuntutan tjerai seperti diadjukan oleh Njonja Massimo ialah bahwa akan bertambahlah terdjadinja pembikinan domicilie p uras di Perantjis jang dimaksudkan untuk mengelakkan hukum- nasional sendiri jang dianggap tidak tjotjok untuk tudjuan pihak jang hendak mentjari pertjeraian. 268«
Perbandingan dengan keputusan3 laimrja.
Djika diadakan perbandingan dengan arrest- F e r r a r i maka njatalah bahwa tidaklah dapat dipergunakan sedikitpun alasan2 dalam perkara klassik itu untuk menolong Dame Massimo. Bukankah pada perkara Ferrari ini kita menghadapi suatu persoalan dimana pihak perempuan jang menghendaki pertjeraian merupakan seorang warganegara Perantjis P D a lam perkara Massimo pihak isteri adalah warganegara Inggris. Djuga perkara R i v i è r e dan L e w a n d o w s k i tidak akan dapat membawa pegangan bagi Njonja Massimo ini. Satu dan lain karena dalam perkara2 tersebut kita bekerdja dengan pengertian „ domicile commun”. Dalam perkara Massimo sekarang ini, kita saksikan bahwa domicilie-bersama ini adalah domicilie di Roma. Djadi walaupun terdapat persamaan antara perkara Rivière, Lewandowski dan Massimo sebarang ini dalam hal bahwa suami-isteri semuanja mempunjai kewarganegaraan jang ber beda, tidaklah dapat dipergunakan hasil2 perkara2 jang disebut lebih dahulu ini, karena pada perkara jang terachir tidak terdapat domicilie bersama di Perantjis. 373) Dalam hubungan pembitjaraan ini F r a n c e s c a l c i s telah menundjuk pula kepada arrest dari Cour de Cassation dalam perkara B i s b a 1 jang sudah kita saksikan diatas. 374) Menurut keputusan itu dua orang asing, suami-isteri jang keduanja berkewarganegaraan Spanjol, telah berhasil untuk memperoleh pertjeraian dari hakim Perantjis, karena mereka ini ke-dua-nja berdomicilie-bersama di Perantjis. Perkara ini terang telah mementingkan hukum domicilie diatas hukum nasional, sedangkan toh di Perantjis masih berlaku prinsip nasionalitet. Tetapi kiranja perlu diperketjil kemungkinan- ini untuk perkara2 tjerai sematjam ini. B a t i f f o 1 telah mengetjam keputusan dalam perkara B i s b a 1. Dan untuk menghindarkan bahwa akan bertambah meradja-lela kemungkinan2 untuk mengadakan pertjeiaian oleh orang- asing jang masuk ke Perantjis chusus dengan tudjuan untuk memperoleh pertjeraian ini, perlulah diadakan sortering daripada perkara2 mana jang masih boleh diterima dan perkara2 mana jang tidak dapat diadili di Perantjis. Dalam hal ini djanganlah soal2 kompetensi hakim digantungkan kepada kehendak bebas dari para pihak bersangkutan (la volonté des parties). Karena djika dikombinasikan ketjondongan kearah pementingan daripada hukum domicilie dengan ke 373) 374)
F r a n c e s c a k i s , o.c. h. 364. Idem, p.h. 365.
139
bebasan daripada para pihak untuk menentukan forum jang kompeten, maka akan terdapatlah di Perantjis ini „une ’usine de divorce au profit des ressortissants des pays qui l’interdisent”. 375) Oleh karena itu F r a n c e s c a k i s menjetudjui pendirian hakim da lam perkara Massimo ini untuk menerangkan setjara „karena d jabatan” (declarer d ’office) bahwa sang hakim Perantjis adalah tidak-kompeten untuk mengadili perkara ini. 269.
Kesimpulan.
Demikianlah telah kita sadjikan diatas ini perkara2 mengenai pertjeraian daripada suami-isteri jang berkewarganegaraan berbeda dan dari orang- asing jang merupakan „causes célèbres” dalam jurisprudensi Pe rantjis. Kita perlu memperliatikannja, karena dalam perkara2 jang telah disebut ini ( F e r r a r i , R i v i è r e , L e w a n d o w s k i , B i s b a l dan D a m e M a s s i m o - D a w n A d d a m s ) dapat kita saksikan setjara tegas perkembangan daripada hubungan antara hukum domicilie dan hukum nasional sepandjang berkenaan dengan pertjeraian dalam jurispru densi di Perantjis. Kita telah merasa dapat dipertanggung-djawabkan untuk memperhatikan pula jurisprudensi ini dalam rangka pembitjaraan ldta mengenai prinsip c omicilie dan prinsip kewarganegaraan, karena negara Perantjis ini djustru-lah merupakan negara jang terkenal sebagai „b e n te n g danpada prinstp nastonalitet, negara dimana untuk pertama kalinja telah ditjetuskan prinsip nasionaHtet ini dan kemudian diperkembangkan lebih dunia. D T ugT toaT ln don esia pl° ^ k nasionaHtet karena adanja peneduh Î L n telah menenma pnnsiP dioper oleh negeri B e lin d i X f ™ 1 Perant]'iS ^ J^ ng ^ mudian telah diterima pula di Hindia Rel i } PnnsiP konkordansi ke' sekarang. Belanda dan diwarisi oleh Indonesia Perkembangan ini memperlihatkan Km dinegara jang merupakan tempat ‘ V , PrinsiP kewarganegaraan terpaksa mengalami berban ; „ l i a.5al' USul kelahi rann ja sendiri, telah Hinmra P T b,ut“ - S,G) Konsesi2 tertentu telah gga beral“ “nlah djuga bagi ldta untuk mengadjukan 375)
F rancescakis,
o.c, 'h 365 k
demi ke“ ntungan daripada1I),niramtI' Terdiemahan : „suatu pabrik tjerai 376) Baru2 ini L e m a i r e telah m en-em nut gg ne? ara= jang melarangnja” . e n »nationaal” Tn o ns a visie J*a n S serupa, lihat karangannja (1961), h. 240, p.h. 245 : „Dit WOrrh ln.t®rnati°naal privaatrecht” , dalam 8 NTIR gekomen verschuiving, die regels Z ^ u s t r e e r d door de in inijn ogen op gang naliteitsbeginsel naar het domicUUhL'0nd,er^ erpcn van familierecht van het natiogaat het niet meer om of n a t i o n a l i r i ^ i * 00rma?ccn” . Gelet op wat plaats vindt, een gulden midden. In het al^emeen ^ ^let domiciliebeginsel, maar om de strenge ongeclausuleerde "toenasc' j 1 nat>onaliteitsbeginsel staande, maar Lepaalde kwesties is de woonplaai« i” ? n moet worden afgewezen” . Voor tiefactor verkieselijk” . 'Piaats van voortdurend verblijf) als localisa-
140
pertanjaan, apakah apa jang dikemukakan oleh K o 11 e w i j n tidak ku rang 33 tahun berselang, jakni bahwa prinsip nasionalitet ini memperlihat kan berbagai kekurangan dalam praktek pelaksanaan hukum, tidak perlu untuk ditindjau pula lebih djauh, dalam rangka pembinaan hukum nasional jang baru bagi negara kita dalam alam n a s i o n a l sekarang ini. 377) Dengan lain perkataan : Apakah prinsip kewargenagaraan ini masih perlu dipertahankan untuk HPI-Indonesia ? 270.
Perkembangan dilain bidang.
Dalam uraian kita diatas telah kita saksikan perkembangan sekitar berlakunja prinsip nasionalitet dibidang perkawinan dan p e r t je r a ia n . Prinsip domicilie temjata telah mendjadi lebih banjak di pentingkan sedangkan prinsip nasionalitet ternjata tidak dapat membawa hasil2 jang memuaskan. Sekarang ini kita akan memberikan tjontoh pula dari adanja tendensi jang serupa. Bukan sadja dibidang hukum perkawinan dan pertjeraian kita saksikan adanja konsesi2 tertentu jang perlu diberikan oleh prinsip nasionalitet kepada prinsip domicilie. Djuga dibidang hukum kekeluargaan lainnja, berkenaan dengan masalah perwalian dapat kita saksikan adanja tendensi ini. Kita akan memberikan illustrasi dari hal ini dengan membahas dibawah, suatu perkara jang pada waktu achir2 ini seringkali disebut, ialah peristiwa anak B o l l . 37S) p e le m b u ta n
271.
Perkara B o ll.
Perkara anak B o l l telah menarik perhatian jang besar daripada kalangan para sardjana hukum internasional. 370) Persoalan jang berkenaan 377) 378)
379)
Pertanjaan ini kita akan kupas lebih djauh kemudian. Keputusan Hof International di Den Haag, 2841-1958, „Affaire relative à l’appli cation de la Convention de 1902 pour régler la tutelle des mineurs — Pays Bas c. Suède”. Bdgk. B a t i f f o l dan F r a n c e s c a k i s , L’arrêt Boll de La Cour internationale de Justice et sa contribution à la théorie du droit international privé, dalam XLVIII RCDIP (1959), h. 259 dst. ; Lihat djuga K o l l e w i j n , Het Haagse voog, dijverdrag voor het Internationale Hof van Justitie, VI NTIR (1959) h. 311 dst. ; L e m a i r e , „Internationaal” en „nationaal” in ons i.p.r., VIII NTIR (1961) 'h. 240. O v e r b e c k, A l f r e d E. v o n , Essai sur la délimitation du domaine des conventions de droit international privé, a propos de l’arrêt de la Cour interna tionale de Justice du 28 novembre dans l’affaire relative à l’application de la Convention de 1902 pour regler la tutelle des mineurs, dalam „lus et Lex”, Festgabe M a x G u t z w i l l e r , Basel (1959), h, 325 d st.; idem, La neuvième session de la conference de la Haye de droit international privé, VIII NTIR (1961), h. 31 dst., p.h 49 ; L i p s t e i n , KL, The Hague conventions on private interna tional law, public law and public policy, 8 ICLQ (1959), h. 506 dst. ; V i t a n y i, B e l a, La protection des mineurs dans le droit international, VII NTIR (I960), h. 361 dst. p.h 365 dst.; H o o g s t r a t e n, M. H. v a n , Quelques notes sur la Conference de la Haye de droit international privé (V I) VI NTIR (1949), h. 60 dst., p.h. 69, 72. ’
141 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 10
d en g a n pem eliharaan daripada seorang anak d ib a w a h um ur ini telah sam p a i m en djadi p o k o k sengketa antara pem erintah2 dari dua n eg ara b erd a u la t ja n g a ch im ja telah m inta pertolongan daripada M ahkam ah Internasional d i D en H aag. K eputusan jang diberikan oleh M ahkam ah ini diutjapkan p a d a tanggal 28-11-1958. T idak sering M ahkam ah Internasional ini telah diberikan kesem patan untuk m enelaah persoalan2 jan g berkenaan den gan masalah2 LIPI. Perkara2 jang banjak diadjukan k eh adap an M ahkam ah tersebut ialah perkara2 jang bersifat hukum pu blik. Perkara B ol 1 ini adalah untuk kedua kalinja bahw a soal2 H P I telah d id jad ik an bahan penelitian oleh M ahkam ah tersebut. Perkara jang pertam a ialah dari tahun 1929, berkenaan dengan hutang2 Servia dan Brazillia. :18°) U ntuk h u bungan pem bitjaraan kita arrest dari Mahkamah A g u n g Internasional ja n g terdiri dari 16 hakim 2 A gu n g ini menarik perhatian, karena d en g a n djelas kita saksikan bagaim ana prinsip kewarganegaraan jang telah dipergunak an sebagai dasar daripada Perdjandjian tentang perw alian D en H a a g pad a tahun 1902, telah tidak m em enuhi kebutuhan dalam praktek. Pelaksanaannja telah m em perlihatkan berbagai kesulitan jang m engakibatkan bah w a orang m en djadi lebih tjon dong kearah hukum daripa da d o m icilie pihak anak ja n g bersangkutan. A dalah beralasan karenanja bahw a keputusan M ahkam ah A g u n g Inter nasional tersebut akan dibahas dalam rangkaian pem bitjaraan kita dibaw ali
itu. 272.
Duduknja perkara.
* M a r i a E l i s a b e t h B o l i telal, dilahirkan pada tanggal 7-5-1945 di Norkopping (Swedia), lbunja, G e r d E l i s a b e t h L i n d w a l i , adalah seorang perempuan warganegara Swedia. Ajahnia adalah J o h a n n e s B o l i , seorang warganegara Belanda. Karena perkawinan dengan seorang warganegara Belanda, Njonja Lindwall telah memperoleh kewar ganegaraan Belanda. Hal mi adalah sesuai dengan ketentuan dalam dari tahun 1892 (N.S. 1892-268. pasal 5). Tetap., menurut Undang’ Kewarganegaraan Swedia jang berlaku 380)
Bdgk. B a t i f f o i - F r a n c e s c a k i s i -n •t r i r, cipes de droit i.p., p.h. 565. ’ 'P' 2 5 9 ; djuga B a t i f f o l , PrinP.C.I.J. Series A, Nos. 20/2H ; L i W j • , , „ „ . The case law of the International C o u r t - ? hususnia> H a m b r o , E d u a r d , tionale), I, (1958, tjetakan kedua) Lev^r, .Jurisprudence de la cour Interna' keputusan ini ialah bahwa HPI din- , J KutlPan ianS menarik perhatian dalam question as to which this law is W ™ Tl" 5 sebaSai hukum n a s i o n a l . „The is at the present day usually descriWl subject of that branch of law which of the conflicts of laws. The rules US tpnvate international law or the doctrine may even be established by international may .1>e common to seve™l States and case may possess the character of true •°0nvent'ons or customs, and in the atter between States. But apart from this ^ , mternational law governing the relations pan of municipal law” H a m b r o , I no ^ consif cre^ th^ these rules forDn ’ > no- 186, kursip dan kami).
142
p a d a w a k tu p e rk a w in a n itu dila n gsu n gk a n (d a ri taliu n 1924), m a k a p e r e m p u a n te rse b u t telah teta p m e m p erta h a n k a n k e w a rg a n eg a ra a n S w e d ia n ja . D e n g a n d e m ik ia n sa n g ib u ini telah b erk ew a rg a n e g a ra a n ra n g k a p , w a r g a n e g a r a S w e d ia d a n w a rg a n e g a ra B elan da.
Akan tetapi, sang anak, Maria Elisabeth BolI, hanja berkewarganega raan Belanda. Ia tidak memperoleh kewarganegaraan Swedia, dan djuga menurut Undang2 Kewarganegaraan dari Swedia jang baru '(dari tahun 1950) ia tidak akan dapat memperoleh kewarganegaraan Swedia. 3S1) Jang penting untuk diperhatikan pula dalam rangka pembitjaraan kita “ ialah bahw a pihak ibu dan anak ini setjara terus-menerus telah bertem pat tinggal dan berkediaman didalam wilajah Swedia. D juga tatkala san a- ibu m eninggal dunia pada 5-12-1953 anak Maria Elisabeth itu tetap berada disana. Sang ajali pun tinggal di Swedia. Tatkala sang ibu meninggal pada tahun 1953, sesungguhnja, menurut hukum Belanda, anak Maria Elisabeth mendjadi berada dibaw ah per walian daripada ajal m j a. Demikian ditentukan oleh pasal 378 B W B e landa. 3S2) Tetapi kita saksikan bahwa pada tanggal 18-3-1954 san®’ ajah telah memadjukan permohonan kepada Pengadilan di Norrkôping acrar supaja ia ini ditjatat sebagai wali dari anak Maria Elisabeth 383) Hal ini didasarkan atas ketentuan2 dalam hukum Swedia. Pengadilan Norrkô p in g tem jata telah mengabulkan pentjatatan sang ajah sebadai wali ini. Akan tetapi, hal ini sesungguhnja adalah suatu kekeliruan M engapa suatu kekeliruan ? Oleh karena sebenam ja bukan hukum Swedia-lah jang harus dipei gunakan dalam perwalian tersebut. Hal ini dapat kita saksikan d a n ketetapan Pengadilan Norrkôping itu pula iane diam bil pada tanggal 16-9-1954. Menurut ketetapan k ^ u ! ini £erw ilian tidak akan terus dilaksanakan menurut ketentuan2 dalam hukunTsw edia Tetapi pada ^ e m p a t a n itu pula telah dikuatkan lagi pengangkatan dari^ p ad a em bah M ana Elisabeth, jakm E m i l L i n d w a l l (ajah dari ibu anak tersebu ) untuk tetap bertindak sebagai curator (god man) dari anak tersebut, ang em bah im telah diangkat sebagai curator dengan ketetapan pertam a d a n Pengadilan N orrkopm g (dari 18-3-1954). P em oh on a n untuk m entjabut kedudukan sebagai curator dari Emil Lindw all ini telah ditolak karena ia ini temjata telah berhasil untuk membuktikan bahwa di Swedia terdapat benda- ,ang ditinggalkan oleh sang ibu dan bahwa antara s^ma ajah dan anak tersebut terdapat perbedaan kepentingan K a r e n T a < 2 perbedaan kepentingan antara sang ajah dan L a k , C a S r i a h ^ i k 381) 382) 383)
Lihat K o 11 e w i j n, o.c., h. 311. Untuk pasal ini lihat B .W . Ned dalam F r.,i„ u- ' Untuk perintjian fakta 2 ini, lihat setiara rl,,™ 1311™-11 Ki tabS Belanda. c a k i s, o.c. h. 261 dst. Liha t d î u CT M fn ir , T ° glS’ B a t i f f o 1 - F a- a n c e s vention de 1902 pour régler la tutelle / i f a 1 application de la con2 8 Novembre 1958 : l “ 'S 6“ 8 ( ^ B a s c. Suède), Arrêt du o f the International Court (La iurisnmrl ’ ^ 8 Î1 1 ’ E d v a r d , The case law 1 9 58 ), Leyden (1960) no. 46 dst. rudence de la cour Internationale), II (1952,
143
mengangkat suatu curator untuk mengawasi kepentingan daripada sang anak jang masih dibawah umur. Pengangkatan curator ini dianggap harus ditentukan menurut hukum Swedia karena harta peninggalan dari sang ibu menurut HPI Swedia diatur oleh hukum Swedia. Kemudian kita saksi kan bahwa curator mi telah ditjabut dari djabatannja. Tetapi ini baru dilakukan dengan keputusan Mahkamah Agung Swedia dari 2-7-1955. Hal ini telah dilakukan karena menurut Mahkamah Agung Swedia per walian bersangkutan harus diatur oleh hukum Belamla. Apa jang disadjikan diatas belum merupakan pokok sengketa sebenarnja. K o 11 e w i j n berkata dalam hubungan in i: „Dit alles was echter sleclits een voor-en tussenspel”. 38‘ ) Jang mendjadi „werkelijke drama” ialah keputusan dari President Dewan Perlindungan Anak“ dari Norrkoping tertanggal 26-4-19o4. Dengan keputusan itu kita saksikan bahwa anak perempuan Maria Elisabeth telah diberikan „perlindungan” oleh Dewan tersebut dan untuk sementara diberikan tempat tinggal pada guru nja, hingga telah diselidiki setjara pschyshatrisch. Anak ini ditaroh dibawah pendidikan jang bersifat melindungkan (skyddssuppfostmn; Jeducation protectrice , ) „beschermende opvoeding, 3*«) >>protectioe uphrin. ging . 38Ca) Lembaga ini diatur dalam U ndang2 Sw edia dari 6-6-1924. Jang mendjadi dasar untuk keputusan ini ialah bahwa pihak ajali dianggap tidak patut untuk tetap mendidik anak tersebut. Apa jang mendjadi sebab* mengapa pihak ajah dianggap tidak patut itu tidak diberitahukan lebih djaun. Kemudian oleh Dewan „„tak Perlindungan Anak’ ini telah dibenarkan keputusan daripada Presiden Dewan tersebut (keputusan 5-5-1954). _
Tt
P‘^ W
“ P ^ "l
Va f ak tersebut daIa“
2 bulan sediak
diserahkan kepada embahn“ E m u t i ™ ™ '^ ^ ,kePutuf " nia itu' *eW> Anak tersebut sedjak itu tetap berdin " dipelihara lebih djaiih. dan dibesarkan pula disitu. didalam rumah dari embahnja ketetapan dS hakim B e fa n ^ Ole'h pertama beruPa sualu diangkat Jan A I b e r t us ‘1d « S ’ Kanlonrecht« dari Amsterdam telah berdomicihe di Dordrecht Nederlonr! warSanegara Belanda jang voogd). ’ ' ‘ agai wali-pengawas (toeziende Ajah Boll dan wali-nenai,, Dewan Perlindungan Anak2 1 daripada tuduhan2 terhadan 1 sama sekali tidak ada alasan adanja pendidikan-perlindun^n --------------- _ gc 384) 385) 386) 386a)
144
■• i i ini ite^a^1 membantah keputusan daripada W ? !tU‘ ^ ere^a menjangkal kebenaran v itU' . ^ enurut pendapat mereka ini i . P! f dldikan-Perlindungan itu. Dengan oleh Dewan tersebut kekuasaan daripada
K o l l e w i j n , o.c. h 311 B a t i f f o l - F r a n c e s c a 1o . K o l l e w i j n , o.c. h. 312. ’ ° 'C' H a m b r o, o.c. II, no. 48 dst.
„
pihak ajah atas anaknja mendjadi hilang sama sekali. Oleh karena itu pihak ajali dan wali-pengawas ini telah mengadjukan bandingan terhadap keputusan dari Dewan Perlindungan Anak2 itu, bandingan mana diadjukan pada Pemerintah Provinsi dari Ostergotland. Akan tetapi, djuga oleh badan bandingan ini telah dikuatkan keputusan daripada Dewan Perlin dungan Anak2 tadi. Kemudian telah dimintakan lagi pemeriksaan oleh instansi jang tertinggi. Kepada Mahkamah administratip jang tertinggi di Swedia, jakni kepada Radja dalam Dewan, telah diadakan permohonan penindjauan kembali. Tetapi permohonan ini djuga tidak berhasil (kepu tusan tanggal 5-10-1954). Sementara itu, pihak Boll telah menjetudjui agar supaja ia ini meng undurkan diri sebagai wali. Sebagai gantinja telah diangkat Njonja I d e m a - P o s t m a (ketetalan 5-8-3954). Pengadilan Dordreclit meme rintahkan supaja anak Maria Elisabeth diserahkan kepada wali jang baru. Sekarang ini wali jang baru diangkat, telah mentjoba lagi ber-sama2 dengan wali-pengawas agar supaja dihentikan pendidikan-perlindungan oleh Dewan Perlindungan Anak2 di Swedia. Dengan keputusan 3-6-1955 Dewan untuk Perlindungan Anak2 di Norrkoping telah menolak permintaan dari pihak Njonja Idema dan walipengawas Belanda ini. Pihak wali dan wali-pengawas Belanda itu kemudian telah naik appel pada Pemerintah Piovinsi. Dan ldta saksikan bahwa oleh Pemerintah Provinsi ini permohonan pentjabutan perlindungan-pendidikan oleh Dewan Perlindungan Anak2 Swedia itu telah dikabulkan. Keputusan ini didasarkan atas adanja fakta2 baru. Antara fakta2 baru ini dapat disebut: bahwa kini bukan lagi pihak ajah jang mendjadi pemohon, tetapi pihak wali jang baru diangkat. Dan kemudian sebagai fakta lain ldta saksikan bahwa pihak penuntut umum dari Swedia telah menentukan bahwa terhadap Boll tidak akan diadakan tuntutan2 kriminil untuk perbuatan2 jang tadinja disebut sebagai alasan mengapa ia ini dianggap tidak patut untuk mendidik anak bersangkutan (keputusan 28-10-1955). Akan tetapi, kini pihak Dewan untuk Perlindungan Anak2 dari Norrkoping tidak senang dengan keputusan tersebut dan minta peradilan lebih tinggi. Oleh Mahkamah Tertinggi Administratip dari Swedia kemudian telah diberikan keputusan jang membatalkan keputusan dari Pemerintah Provinsi Ostergotland tadi. Menurut pertimbangan2 Mahkamah Tertinggi ini maka „according to the evidence in the case the child is still in need 145
of wardship” 387) (keputusan dan 21-2-1956). Dengan adanja keputusan dalam taraf tertinggi ini tetaplah sudah adanja tindakan” pendidikanperlindungan terhadap anak Maria Elisabeth itu. Keputusan dari Mahka mah Tertinggi ini tidak dapat diganggu-gugat lagi. Bagi para pihak sendiri sudah tidak ada djalan hukum lagi jang dapat ditempuh untuk mengubah keadaan tersebut. 273.
Intervensi dari pemerintah3 Negara2 para pihak bersangkutan.
Kini kita saksikan bahwa pemerintah Belanda telah turut tjampur tangan untuk membela pula kepentingan daripada warganegaranja. Me nurut faham pemerintah Belanda ini Swedia telah melanggar Perdjandjian tentang perwalian anak- dibawah umur dari Den Haag tahun 1902. Baik Nederland maupun Swedia telah menandatangani Perdjandjian itu. 388) Dalam pasal 1 dari Perdjandjian tersebut telah diterima baik, bahwa perwalian daripada s_eorang anakjlibawah umur diatur oleh hukum nasional dan sang, anak. 389). ------------------------- ' Dengan berpegangan pada peraturannja dari tahun 1924 jang didjadikan dasar untuk trndakan* perlindungan chusus terhadap Maria Elisabeth, 1902™”
melanggar Perdjandjian Den I-Iaag dari tahun ^
" ““'i '* “
dengan permohonan
Kita saksikanlah disini bagaimana suatu urusan jang mengenai kepentmgan pemeliharaan seorang anak ketjil dibawah umur telah sampai mend]adi pokok sengketa antara pemerintah dari dua negara Dan pokok- sengketa jang dikemukakan ini mengenai n u li rangka pembitjaraan kita tentang hubunean antnra ^ ^ . P , ranSka p r in s ip domieilie. b 8 " “ ‘ ara P ™ S1P "^ o n a lite t dan 387)
388)
389)
146
s.d. K o l l e w i j n , o.c. h. 312. K e p u t u s a n dari 2 ] ? Ick« • . • bahwa kemudian timbullah suatu sencketa nnt m i lnilatl Jan8 mengakibatkan adjukan kehadapan I.C.J. di Den Haae BdfrV Üra - e(*erland dan Swedia jang dijudgement of the Supreme Administrtive Court Pjrt'm|banSali dari I.C.J. ini : „The ticular attention. This judgement was given n ° ruary 21st- 1956, merits parthe Provincial Government of Ostergötland w l" appeal against a decision of protective upbringing should be terminated 't heltl tllat the measure of would have been nosubject for dispute Tl ’ • matters ila(l ended there, there result of the judgment of February 21*«t foe /-18 a sul>iect f°r dispute only as a should be maintained” ( H a m b r n n it ’ which decided that the measure Perdjandjian ini berlaku untuk ’ / n°l 47)' Beigia, Spanjol, Italia, Luxembourg Djerman, Austria, Hungaria, dia, Swiss. Perantjis telah m e n g o L S lan.d’ i ° landia’ Portugal, Rumania, Swediutjapkan keputusan dalam perkara p nPa ? ^ H '1 9 1 3 . Swedia sendiri, setelah pada tanggal 29-11-1958. Lihat Hii,™ tti>t ^ ternJata telah mengundurkan diri II, h. 1017. ÜJUga> HPI> I, no. 152. Teka pada S c h n i t z e r , Pasal ini berbunji : „Die Vormund=ch f -u dem Gesetze de9 Staates, dem »r „I u» ,e.£ e‘nen Minderjährigen bestimmt sich «ngehort (Gesetz des Heimatstaates)”.
Dalam surat-gugat dari pemerintah Belanda telah dimadjukan per mohonan agar supaja kiranja Mahkamah Agung Internasional sudi mene rangkan ; „bahwa tindakan- jang diambil oleh pendjabat2 Swedia ber kenaan dengan anak dibawah umur Marie Elisebeth Boll, jakni tindakan2 „ shjchuppfostran” jang diadakan dan dipertahankan dengan keputusan2 dari 5-5-1954, 22-6-1954, 5-10-1954, 3-6-1955 dan 21-2-1956, adalah tidak sesuai dengan kewadjiban2 jang diletakkan kepada Swiss terhadap Nederland, berdasarkan Perdjandjian dari 1902 untuk mengatur perwalian dari anak2 dibawah umur ; Bahwa Swedia berkewadjiban untuk mentjabut tindakan2 tersebut”. 300) Dan terhadap tuntutan ini Swedia telah adjukan pembelaan jang pada pokoknja menolak tuntutan itu. 391) Kedua pihak kemudian setjara mendalam telah memberikan pendjelasan2 lebih djauh tentang pendirian masrng2. 302) Pihak Belanda mengemukakan bahwa perwalian atas anak Maria Elisabeth Boll harus dilakukan menurut hukum Belanda karena inilah * jang merupakan hukum nasional daripadania. Berdasarkan Perdjandjian ^ tentang perwalian dari tahun 1902 hukum Belanda-Iah jang harus mengatur perwalian bersangkutan. Dengan mengadakan tindakan2 jang bersifat memberikan pendidikan setjara memperlindungkan terurai diatas pen djabat2 Svvedia telah melanggar „perdjandjian internasional tersebut Tindakan- Swedia im sebenamja dipandang sebagai tindakan2 jang pada hakekatnja adalah penvalian ( „ équivaut virtuellement à une tutelle” ) hingga merupakan suatu „perwalian saingan” („tutelle rivale") daripada perwalian Belanda dan jang disebut belakangan ini mendjadi „completely absorbed, whittled away, overruled and fmstrated”. 393) Andaikata pihak Swedia hendak mengemukakan lembaga „ ketertiban umum" (opelbare orde, ordre pubbc), maka hal ini pun tidak akm dapat berhasil. Lembaga „openbare orde Swedia ini tidak dapat mengenjampingkan kewadjibai2 jang timbul daripada suatu perdjandjian internasional •J Sf f ^ )a bah™ ™reka ini sama sekali üdak melanggar Ijetentuan- dan Perdjandjian perwalian tahun 1902. Tindakan- jang dilakukan oleh pendjabat» Swedia bukanlah tindakan* ja n g
term a su k
tM h h
ddam
F e rd ja n d jia n
p e r w a lia n
te r se b u t.
T in d a k a n ’
in i
b em fat tmdchan' perwalian. Hak» daripada sang ajah Boll atas
390)
„Que la mesure prise et maintenue par les autm-it,'.. -j • > Elisabeth Boll, à savoir le „slcyddsuppfostran.” ¡n' tt sl.ledoises ,a 1 égard de Marie du 5 mai 1954, du 22 juin 1954 du 5 octobre 1 9 ^ 4 T — “ f ' " 1“ 116, par ^ crf ts 1956, n’est pas confonne aux obligations oui k ! JU‘ n ,19505 e \ du 21 ievr] er Pay-Bas, en vertu de la Convention de 1902 2 ? k Suède vis^ ' is de9 Que la Suède est obligée de lever cette meanr?" ^ 1 mineurs ;
391)
„Le Gouvernement suédois prie resDprtii«,c»«T \
392) 393)
du Gouvernement néerlandais sans fondement Nederland diwakili oleh Prof K i s c h M R o l i n , D a h l m a n n dan P e t r é n . Liliat H a r a b 'r o, o.c. II, no. 47.
. déclarer la demande u- t , L » t R i p h a g e n , Swedia oleh Prof.
147
anaknja adalah hak2 jang tidak berdasar atas ketentuan2 perwalian jang diatur oleh Perdjandjian 1902. Hak2 dari pihak Boll atas anaknja ini ter1 masuk apa jang dinamakan hak2 dari seorang ajab (vaderlijke macht). Dari sinilah dapat disimpulkan hak2 daripada pihak Boll atas pribadi anak Marie Elisabeth ( J e droit de garde”). Hak 2 ini adalah diluar hak2 per walian. Demikian pula liak2 dari sang wali jang kemudian diangkat, jakni Njonja Idema-Postma. Bukankah jang belakangan ini telah memperoleh hak2nja dari pihak Boll jang hanja mempunjai „vaderlijke macht” terhadap anaknja ini ? Hak- jang diberikan kepada „wali” Njonja Idema-Postma * ^ jjdak merupakan „perwalian” dalam artikata Perdjandjian 1902. Lebih landjut pihak Swedia mengemukakan sebagai pokok-pembelaannja, bahwa „tindakan- pendidikan setjara melindungkan jang telah diambil berkenaan dengan anak asing bersangkutan jang berada dalam toilajah , Suedia didasarkan atas ketentuan2 dalam hukum Swedia jang bersifat * hukum publik dan oleh karena itu ketentuan2 HPI jang termuat dalam Perdjandjian 1902 tidak dapat mengurangi peraturan2 Swedia ini”. * ») Lebih djauh^ Swedia mengemukakan pula alasan „ordre public” dari pada ketentuan- Swedia berkenaan dengan perlindungan terhadap anak2 itu. Karena peraturan2 chusus ini f e i f ^ e r d m - r m a k a tidak bisa f P ^ u r a n - im harus berlaku S ^ i ^ b e r a d a didalam wilajah Swedia apakah ia mi berstatus warganegara Swedia atau orang asing. Djadi, ketentuan- jang bersifat „ketertiban umum” di Swedia ini tidak dapat d isa m p in g k a n djuga tidak oleh suatu perdjandjian internasionaJ. Apabila telah diadakan „ ^ ; , . . . , perdjandjian internasional berkenaan dengan matene jang bersamaan i i i? i , ,, ’ )anS bermaksud untuk mengatur soal2 a- 4- „c 1. J » 1 „ conflicts of law , haruslah dilihat t>errliir>rli,o ■ • 1 . •• t a . . P jandjian mi sebagai „containing an im plied reservation authorizing on the ^r ¡ , ,, . ,7 e .1 1• r f’ ne grounci or ordre public, the over ruling of the application of the foreign ™___, „ 1 ^ 1 , , &n iaw recognized as normally the proper law to govern the legal relationship in question” »»«) Kemudian ditambahkan pula keterangan bahwa lembaga orfns public" L i e n e e ” njampmgkan pemakaian daripadi h, u ” e PUUilc Jank menge harus dipergunakan, adalah suatu n ? ^ mg •J£mg setÍara seÍ°gÍanÍa systems of private international la nJ=e a an Jang »recognized in the partial codification of this branch of the 1 ° S” 89T)ltrÍeS which joined the 394)
395)
396) 397)
148
„que la mesure protectrice a VèB ,1 ,,, suédois l ’a été en vertu d’une lo ' 1 - Un en^ant étranger se trouvant en territoire aux règles de conflits de loi» rn Sue se de droit public dont l’application échappe Dalam hal ini tidak demikian nues dans la Convention de 1902”. nurut Perdjandjian 1902 diang™61111-1111 pendirian Swedia, karena perwalian meperlindungan berdasarkan U TT t apnnJ.a berlainan daripada tindakan“pendidikanH a m b r o , o.c. II, no. 52. edla tallun 1924. H a m b r o, o.c. II no. 52, ip.h. 75
274.
Pendirian dari Mahkamah Agung Internasional.
Bagaimana pendirian daripada Mahkamah Agung Internasional dalam sengketa ini ? Temjata bahwa pendirian dari Swedia-lah jang dibenarkan. Nederland dikalahkan, tindakan2 pendidikan-perlindungan jang diadakan oleh instansi2 Swedia terhadap Maria Elisabeth Boll dipandang tidak melanggar kewadjiban2 Swedia berdasarkan Perdjandjian Den Iiaag 1902. Keputusan dari Mahkamah Agung Internasional ini didjatulikan pada tanggal 2S-11-1958. Kita saksikan bahwa diantara para Hakim jang telah mengadili perkara ini tidak terdapat kata-sepakat. Tuntutan pihak Belanda telah dikesampingkan dengan 12 melawan 4 suara. Dari pihak Hakim Agung jang menentangnja, 3 membuat „separate opinions” tersendiri. Djuga antara para penjokong keputusan tersebut terdapat 5 hakim jang membuat opinion tersendiri, karena mereka ini tidak dapat menjetudjui dasar2 pertimbangan jang telah dikemukakan dalam keputusan tersebut. Dua haldm lainnja hanja memberikan suatu tjatatan singkat. Dengan demikian kita saksikan bahwa hanja 5 dari 16 Haldm Agung jang telah mendukung keputusan tersebut dalam keseluruhannja. 30S) Diantara para hakim jang membuat „separate opinions” ini terdapat pula L a u t e r p a c h t . Dan pendirian sardjana hukum kenamaan ini pada pokoknja telah membenarkan dalil2 dari pemerintah B ¿la n An Karenanja, kita saksikan pula bahwa K o l l e w i j n telah membahasnja setjara te r s e n d ir i dalam komentar beliau atas arrest Mahkamah Aguno- Interna sional bersangkutan. 3ao) Pandangan2 L a u t e r p a c h t ini temtama me- ngenai hubungan sebenarnia antara kewadiiban2 suatu negara berdasarkan P e r d ja n d jia n internasional dan kgbebasannja untuk mengatur sendiri huloimnja. Persoalan jang timbul djika terdapat pertentangan antara hukum perdjandjian internasional dan hukum nasional intern ini, serta, persoalan tentang „ordre public” jang berhubungan dengan itu, walaupun penting adanja, tidak akan kita tindjau lebih d jauh dalam hubungan pembitjaraan kita sekai an g ini, 40°) jang berpokok-pangkal pada hubungan antara prinsip pewarganegaraan dan prinsip domicilie. 275.
Jang berkenaan dengan persoalan prinsip kewarganegaraan dan prmsip domicilie.
398)
Bdgk. K o l l e w i j n , o.c. h. 322.
399>
S ep a ra t! o U n i ^ v a n ^ „separate opinion van L a u t e r p a c h t
400)
Untuk ini, lihat pada K o 11 e w i i n bah V n » ™ • t . „ i, » » vr> ■ V. V ’ .°ao. v „Ue memng van L a u t e r p a c h t , o.e. h. 322 , Berdasarkan pendinannja tentang „public policy” sebagai termasuk dalam general principle of international law”? opinion dari L a u t e r p a c h t ini
arrest «ventien bladzijden druks, de vergt tweeentwintig bladzijden” , o.c. h.
hasü keputusJ *
*
L* at Li pst ei n’ 149
Apa jang telah dikemukakan oleh Mahkamah Agung Internasional dalam arrest-nja itu ? Jang menarik dalam hubungan pembitjaraan kita tentang prinsip kewarganegaraan dan prinsip domicilie ialah adanja passages- tertentu dalam pertimbangan2 Mahkamah Agung Internasional jang berkisar pula pada pokok uraian kita. Mahkamah Agung Internasional mengemukakan balnva memang ter dapat titik2 pertalian mengenai hal2 jang hams diatur oleh hukum n a s i o n a l daripada anak bersangkutan berkenaan dengan perwalian. Akan tetapi, disamping itu ada pula hal2 jang terletak diluar hukum \k\ y * nasional dari sang anak tersebut, dan djatuh dalam lingkungan-kuasa daripada hukum_s e t e m p a t . Kata Mahkamah tersebut: „There may be some points of contact between matters governed by the national law of the infant which is applicable to guardianship and matters falling within the ambit of the local law”. *>i) Dan dalam lial2 sedemikian ini tidak benarlah bahwa hukum nasional daripada sang anak harus selalu diutama kan atas berlakunja hukum setempat. „It does not follow that in such cases the national law of the infant must always prevail over the applica tion of the local law. 402) 1 Lebih djauh telah dikemukakan pula oleh Mahkamah tersebut berkenaan dengan persoalan ini, bahwa adalah maksud daripada tudjuan Konperensi- Hukum Perdata di Den Haag, bahwa akan dit apai pen elesaian tentang pereoalan hukum manakah jang akan dipergunakan. Apakah hukum nasional darrpada sang anak jang akan diutamakan atau sebaliknja hutan setempat dimana sang anal soal2 jang termasuk „perwalian”-lah ian(r nnil i f i , ] T ] dari hulSm setempat ini, demi d i p S , L dlkesa™PinSkan anak. Akan tetapi, lain2 ketentuan fang ^ ,T g tetapi djuga bennaksud untuk memberi l ' h ’ anak dalam pemeliharaannja tidakl^ , Perllndungan te r h a d a p sang tempat. Setjara tegas d i p e r t i m b a n ^ ^ dariPada hukum se' in accordance with the g e S Mallkamah: was intended> Private International Law, that it 1 Pu1T>0Se of the Conference on o f view as to whether preferenc S ^ PUt &n Gnd to the diverSences to the n a t i o n a l law of f-h« •% °^S to be §iven in this connection d e n c e , etc., but it was n o ? ^ J 0 that of his p l a c e o f r e s i guardianship, and particularly of th • 1 *° ^ down’ in t'le domain of infant or of a guardian with' f ' 8 , t0 custody> anY imunity of an The local law with regard to J L ° v 1 Wh° le body of the local k w * gu rdianship is in principle excluded, but
t
401) 402)
150
H a m b r o , o.e. II, no. 5 0 ; kursin H a m b r o , o.e. II, no. 50, h. 71 ; kursip kami.
not all the provisions of the local law”. 403) Dari pertimbangan2 diatas ini kita saksikan adanja persoalan2 jang timbul berkenaan dengan berlakunja hukum nasional daripada pihak jang bersangkutan atau hukum setempat dimana sang anak berdiam. Hal ini telah didjelaskan lebih djauh dalam bagian lain daripada pertimbangan Mahkamah Agung Internasional dimana dikemukakan asalmulanja daripada persoalan jang timbul mengenai hukum jang harus dipergunakan tatkala dibuat Perdjandjian dari tahun 1902 itu. Pada waktu itu orang sedang ragu2 tentang hukum manakah jang sebaiknja diperlaku kan berkenaan dengan hukum atas perwalian anak2 dibawah um ur: hukum nasional-kah, atau hukum tempat-kediaman-kah, atau hukum na sional daripada anak bersangkutan. Sebagai akibat daripadanja maka hukum asing-lah akan dipergunakan oleh hakim dari sesuatu negara apabila untuk seorang anak asing jang berada didalam wilajah negara tersebut harus ditentukan perwaliannja. Dalam arrest tersebut dapat kita batja : „The 1902 Convention had to meet a problem of the conflict of private law rules. It presupposes the hesitation which was felt in the choice of the law applicable to a given legal relationship : The national law of an individual, the law of his place of residence, the lex fori, etc. It gave the preference to the national law of the infant and thereby pres cribed to the courts of each contracting State thilt they should apply a foreign law when infant involved was a foreigner. It is perfectly concevable that the courts of a State should in certain cases apply a foreign law”. 104) 11 7 & Pertimbangan diatas dari Mahkamah Agung Internasional itu mempunjai hubungan dengan pokok pembitjaraan kita sekarang ini. Temjata bahwa telah diadakan pemilihan sikap berkenaan dengan, ikatan2 jang dianggap sebaiknja antara orang2 jang statusnja dipersoalkan. Apakah lebih baik dipergunakan ikatan“ personil, jakru hukum n asio n al- nja, atau ikatan2 jang bersifat territorial, jakm hukum jang berlaku pada tempat dimana orang bersangkutan beiada. Kita saksikan bahwa dalam Perdjandjian Den Haag 1902 untuk soal2 perwalian daripada anak dibawah umur telah ditekankan kepada faktor hukum nasional dari sang anak. Tetapi, kita saksikan pula, bahwa dalam pelaksanaannja seringkali timbul ketegangan. Hal ini dilukiskan dengan njata oleh tjontoh perkara Maria Elisabeth B o l l jang sedang dibitjarakan. Pemakaian dari prinsip nasionalitet untuk perwalian dari pihak anak warganegara Belanda tersebut telah mengalami berbagar kesulitan. Demikian besar kesulitan2 ini, jang temjata telah dirasakan pula oleh Mahkamah Agung Internasional, hingga K o l l e w i j 11 dalam pembahasan arrest tersebut telah mengemukakan, bahwa sesung403) 404)
H a m b r o, o.e. II, no. 53 ; spatie kami. H a m b r o, o.c. II, no. 5 4 ; kursip kami.
151
guhnja arrest B o l l ini telah merupakan „de doodsteek voor het toch reeds weinig vitale voogdijverdrag”. 405) Kita akan menarik kesimpulan2 kita lebih djauh kelak, setelah kita saksikan bagaimana adalah pendirian resmi daripada Mahkamah Agung Internasional dalam sengketa mengenai anak B o l l ini. 276. Alasan2 jang membenarkan pendirian Swedia. . . Ja,nf Per"tayia harus diputuskan oleh Mahkamah Agung Internasional m i ialah a p a k a h s e b e n a m ja jan g diartikan d en g a n istilah „perwalian’ p a d a P e rd ja n d p a n d a n tahun 1902 itu. Persoalan ini m eru p a k a n suatu p ersoalan te n ta n g „kwalifikasi (qualificatie, qualification, classification). " >,:j A p a k a h tm d ak an jan g dilakukan oleh instansi» S w e d ia te rh a d a p anak
, . ar,ia
/ Sf 6 1
errnajsu ' pula dalam istilah „perwalian” jang men^ ? aripf la Perdiandjian Den Ilaag tahun 1902? Seperti telah dikemukakan diatas tadi nil^i c v i i bahwa tindakan2 jang diadakan olehln h ’ -Pq \ T ? mengemukakan S e t a h u n
*
°
adalah
£
£
saksikan a ^ ^ ^ o n d i n g f m S ***** bcrsan§kutan kita membenarkan pendirian Swedia dalam haHn' *ntcrnasional untru^ Diatas sudah dikutip passatr^ lrU’ perlindungan jang diberikan terhadan bahwa dalam hal berbagai tindakan2 jang harus dipandana- u va^ lmiur> terdapatlah „perwalian”. ° S a6ai terletak diluar pengertian Dalam arrest tersebut telah ditind' 1 vu Perdjandjian tahun 1902 dan makna f d]aul1 makna daripada jang diadakan demi perlindungan „i, anP.ada hukum Swedia tahun 1924 ’
D a la m
U nd a n g* 1 9 M S r i M
a T t ^
“ “ k3 d ib a w a h u m u r'
jang diartikan dengan istilah . . » m m L n ’V / ® £inisi tentang aPakah tidak ada kesangsian bahwa dalam sistim2 h U - Akan tetaPi’ kiranja mentjari permufakatan untuk men? h , m dari negara2 jang hendak ini, telah terdapat persesuaian faham b ^ ^ bersama' sarna akan materie „perwalian” ini („understood nn^-l ’ i a a ]ang diartikan dengan istilah object of which is : the protecterstand”) ialah : „an institution the guidance of his p erson the safem ^ •° “ rfant: the protection and fulfilling of the functions render T" Pecuniary interests and the Apakah jang diartikan denga nec. f saiy by his legal incapacity”. **») ---------------n Per“ ndungan-chusus terhadap pemeli405)
407)
152
K o l l e w i j n , o.c. h. 331 Persoalan ini merupakan 'suatu 1 t m * .u kemudian setjara chusUs ' , _T mb h rr no , no.c. o TT Hfal m II, no. m52.
H
^ersendiri d i H P 1 . jang Uan kita j b« " o t n t o J ’ Jp r a n c e 6c a k i s , o.c. 1
haraan anak („protective upbringing, Téducation protectrice”) dalam arti Undang2 Swedia tahun 1924 ini ? Sifat jang spesifik dari peraturan ini ialah untuk memberikan djaminan2 bagi pendidikan chusus dari anak2 jang berada dalam keadaan abnormal. Anak2 jang abnormal karena keadaan diri sendiri atau keadaan luar biasa disekitar mereka perlu dipelihara setjara chusus. Djika tidak, maka bukan sadja anak2 ini akan dirugikan setjara pribadi, tetapi djuga masjarakat disekitarnja. Tindakan2 „protective upbringing” ini karenanja pertamatama harus dilihat untuk memberikan perlindungan kepada masjarakat disamping memberikan perlindungan kepada sang analc sendiri. Oleh karena itu, dalam hal ini tidak bolehlah dikesampingkan hukum Swedia, jang chusus mengatur hal bersangkutan. Dengan tegas dipertimbangkan : „Protective upbringing contributes to the protection of the child, but at the same time, and above all, it is designed to protect society against the dangers resulting from improper upbringing, inadequate hygiene, or moral corruption of young people”. 40S) Tindakan2 pemerintah Swedia berdasarkan peraturan tahun 1924 ditudjukan terhadap semua anak2 jang berada di Swedia. Djuga anak2 asing tidak terluput dari peraturan2 chusus ini. Walaupun, diakui bahwa ber dasarkan Perdjandjian 1902, untuk perwalian anak2 tersebut dipergunakan hukum nasional dari anak2 masing2. Tetapi, pemakaian hukum nasional untuk perwalian ini, tidak akan dapat mengurangi tindakan2 „protective upbringing” itu. Hal ini termasuk „public service” jang berlaku di Swedia Walaupun dapat diakui bahwa tindakan2 „protective upbringing” dan perwalian mempunjai suatu tudjuan jang s e b a g i a n sama? sekedar untuk memberikan perlindungan bagi sang anak, bolehlah dikatakan bahwa jang disebut pertama mi masih mempunjai tudjuan lain jang lebih luas jakni : memperlindungi masjarakat pada umumnja. Menurut pendirian Mahkamah Agung Internasional perwalian menurut hukum Belanda atas anak Maria Elisabeth B o l l tidak dikurangi oleh tindakan2 jang dilakukan oleh instansi2 Swedia. Dikemukakan pula, bahwa baik dalam ketetapan dari Pengadilan Norrkôping dari 16-9-1954 maupun dalam keputusan dari Mahkamah Tertinggi dan Mahkamah Administatip Tertinggi Swedia dari 2-7-1955, serta dalam keputusan 5-10-1954 dan achimja dalam keputusan 21-2-1956, telah diterima bahwa untuk perwalian anak B o l l harus diperlakukan hukum Belanda. Hak untuk bertindak daripada wah ,ang diangkat oleh Pengadilan Dordrecht, Njonja IdemaPostma, diakui, « o j Akan tetapi, setelah diperiksa segala fakta2 sekitar permohonan sang wali mi, temjatalah tidak ada tjukup alasan untuk mengadakan pembahan tentang „protective upbringing” jang diadakan oleh Dewan untuk Perlindungan Anak2 di Swedia. 408) 409)
H a m b r o, o.c. II, no. 52, p.h. 73. Bdgk. B a t i f f o l - F r a n c a k i s , o.c. h. 268.
153
Ditindjau dari segi ini, tindakan2 jang dilakukan oleh Dewan untuk Perlindungan Anak2 ini bukanlah didasarkan atas liak- sebagai wah. Antara perwalian menurut Perdjandjian 1902 dan „protective upbringing terdapat perbedaan. Jang belakangan ini tidaklah dapat dipandang sebagai suatu „perwalian-saingan” daripada perwalian jang diadakan menurut hu kum Belanda berdasarkan Perdjandjian 1902 : „ I h e protective upbringing applied to the infant, as it appears in these decisions, i.e. according to the facts in the present case, cannot be regarded as a rival guardianship to the guardianship established in the Netherlands in accorcancc with the 1902 Convention” . 410) Ditambahkan lebih djauh, bahwa boleh dikatakan, tindakan2 jang telah diadakan oleh instansi2 Swedia, tidak menutupi sama sekali, hak2 daripada wali Belanda bersangkutan. Tindakan2 instansi2 Swedia ini „n ’a pas élevé l’éducation protectrice en institution dont l’effet serait d’absorber complète ment la tutelle néerlandaise”. 411) Persoalan kwalifikasi daripada pengertian „perwalian” pada Perdjan djian 1902 dan „skijddsuppfostran” dari Undang2 Swedia 1924 telah dipetjahkan oleh Mahkamah Agung Internasional dengan menerima bahwa jang satu adalah berbeda daripada jang lain. 277.
Ketjam an K o l l e w i j n .
Dalam pembahasan K o l l e w i j n atas arrest Mahkamah Agung Inter nasional mi telah diberikan suatu ketjaman tentang hasil kwalifikasi jang telah diberikan dalam arrest tersebut
b*k 't ï Î . mengemu“ an ‘ ¡¿Alah dapat kita kemukakan dengan oaiK, bahwa perwalian mi se-mata2 i , , -, , ° perdata (privaatrechteliik) sed u Z lT me™Pakan suatu lembaga hukum modem) W ? ! T , , , g a n P^indungan anak2 (dalam artikata ¡ S L 1“ 'l t ‘huk" m f"!bbk (P-bliekrechteUjk). Harus diakui bahwa
t
modern ianp n-mloi t,
n
f
i
ak ¡ - s
—
iüanpada perlindungan anak2 setjara
perbedaan2, masih t e r d a p a ^ a n ^ ' A t a “ aI>i’ disMnPIn8 ^ hukum pubik K ^ a , S ?erW«
V
¡ - g dikemukâkan oleh
411) 419) '¡•U)
154
Rrf V1 T>r ° ’ ■°'c' Ir’ no- 47’ P'h- 67. V gn 3 11 f f 0 PrinciPes> h. 566.
K o l l e w i j n , o.c. h. 318.
^ T e S a t takum perdata ter4 a t pula umur* jang bersifat
perw alian ini sebagai lem baga hukum publik belaka. Tetapi peng lihatan ini mempunjai suatu inti kebenaran. Bukankah kita saksikan peranan dari pihak penguasa jang njata sekali pada lem baga perwakilan uu. Jang mengangkat seorang wali seringkah ialah pihak penguasa Penguasa pun senantiasa melakukan pengawasan atas tindak-tanduk d a ri’ pad a sang wali ini. Apabila perlu dilakukan pentjabutan hak2 seorang wah nal mana dilakukan oleh hakim atau suatu instansi penguasa lainni'i D iid i cli-mana2pun dikenal orang akan turut tjampur tangannja penguasa dalam hal- perwalian. Boleh dikatakan bahwa hukum perdata dan hukum publik (H ukum adm inistrativ turut m em egang peranan setjara bergandengan pada lem baga perwalian ini. 411) Dalam perkara jang diadjukan dihadapan Mahkamah A
Ä
" * “ 8 ’ 1 •■U i,h0lU ng" dariPad“
a
pSe™ alian„ 7 “
ditempatkan dirumah gurunja dan dalam suatu klinil anak2 serta kemudian diberikan kepada e X h n i a ^ L m m alinja selandjutnja, K o l l e w i j n berkesim nuli ^ pacht.
414)
415)
4 16) 417)
■ **?> sementara sa<*Ja T
dalam
bahw a tindakan» dari
suatu „ rival g u a r d i a n s h i p « * ) 413)
!
a lni benar~ merupakan
W a l k e r , jang m engem ukakan; „D ie V o r m u n d ^ W * • , öffentlich-rechtliche Einrichtung” , IP R n o 9 9 t i lst lm heutigen Recht eine h. 318. ’ U W 2 ) * P-h- '4 3 , s.d. K o l l e w i j n , o.c. Berkenaan dengan persoalan tentang sifat hukum r, 1 perwalian ini, L a u t e r p a c h t telah kemukak r atau hukum publik dari especially in an international dispute, ou«ht not t” k ’’T *16 ri.ghts of tlie Püttes the controversial mysteries of the di<;tinr>t;rt i determined by reference to (p - 86 , s.d. K o l l e w i j n , o.c. h. 3 1 8 ). 11 ween private and public law” K ata L a u t e r p a c h t dalam hubung'an ini • • i „ , the measures taken under the law on Protp t' tt 1S . °^y unreal to insist that and happiness of Elisabeth Boll were not 'VC UpI>ringing for the safety, health of that child — and therefore not measures oafSUres taken primarily in the interest primarily in the interest of society at laro-e” tu f^ardianship of her person — , but K o l l e w i j n , o.c. h. 319. °’ K o l l e w i j n , o.c. h. 321.
155
Kollewij
278.
Kesimpulan.
Kita saksikan bahwa oleh Mahkamah Agung Internasional achirnja telah dibenarkan pendirian dari Swedia. Tindakan2 jang telah diambil oleh instansi2 Swedia terhadap anak Maria Elisabeth Boll dianggap terletak diluar pengertian „perwalian” jang diatur dalam Perdjandjian 1902. Untuk hubungan pembitjaraan kita jang sedang mengadakan penjelidikan tentang perkembangan diwaktu achir- ini antara prinsip nasionalitet dan prinsip domicilie arrest ini menarik perhatian. Diatas tadi telah didjelaskan, bahwa dalam arrest dari Mahkamah Agung Internasional di Den Haag sendiri terdapat djuga pertimbangan2 jang memberi kesan tentang adanja pendapat- tertentu jang berkisar sekitar persoalan prinsip nationalitet dan domicilie. Kita saksikan bahwa dalam alam pikiran daripada pendjabat2 jang e i me angsung an penerimaan dari Perdjandjian 1902 tentang perwalian 1IU’ PU*ISIP 1u^stona itet adalah jang dianggap sebagai paling baik untuk Ur P y Wa ana^2 dibawah u m u r Dan prinsip nasionalitet ini iutamakan, karena telah diterima baik, bahwa per/ i -i\n w awai umur diatur oleh hukum nasional dari sang anak ekh p « a pembuat Perdjandjian 1902 ini sel”. ,ls) ^ su »enthomiasme voor het natifimiliLcitibegia■"dupa’' “ " “ ' “ " i“ eerste zittingen van de I-Iaagse C o n f e i btieldo"'^^elnemers »an de Dalam hubungan hal ini damtlai t ULZieiac • ) menafsirkan segala sesuatu berkJn d™ enSerti mengapa orang dalam memperlihatkan ketjondongan u n ta ?" ?San Perd]a»djian 1902 telah mungkin tentang berlakunja huku memberikan tafsiran jang terbatas chawatir bahwa akan diperluaslah i)m , ? SlOIlaL Se-olah2 orang merasa diperlakukan pula untuk suatu bidan p 1, a nJa hukum nasional ini hingga apa jang diterima dalam PerdjandiH,? ]ang terletak diluar bidang daripada Oleh K o 11 e w i j n dianggap e^ ang perwalian 1902 itu. ngerti. Apabila orang tidak e H ^ lrian sematjam ini dapat dimenasional untuk soal2 jang bersan *1 10USiast” terhadap berlakunja hukum setjara mudah orang sampa' ^ ^ ^aut dengan perwalian ini, dapatlah K o 11 e w i j n cpnrlir; memang> i-ta^Siran l'anS seminimal mungkin, pemakaian dari prinsip f. sediak lama tidak dapat menjetudjui di-umpat2kan oleh b elia ii7 T 5 X 7 ^ -^ ^ 2 L banjak hal. Dan hal ini tidak antara mereka „die dit eutho^ '■ an^ a~^allwa „ik zelf ook behoor” didelen”. ««) — uousiasme (untuk prinsip nasionalitet) niet
Akan tetapi, ditambahkan pula oleh beliau, bahwa hal ini suatu hal jang lain sekali daripada mengemukakan bahwa adalah „on d en k baar” bahw a diatur sesuatu berkenaan dengan perwalian ini menurut hukum nasional dari sang anak, jang bisa menjimpang daripada hukum jang setempat berlaku dimana sang anak bertempat tinggal. Pemakaian hukum nasional ini bukan sadja tidak „ondenkbaar”, tetapi djustru telah diharuskan oleh Perdjandjian bersangkutan. 421) 279.
Terdorong domicilie.
oleh
ketjondongan
untuk
mengutamakan
prinsip
D aripada sikap instansi2 Swedia jang telah mengambil tindakan2 dem i kepentingan dari anak Boll dan djuga dari sikap Mahkamah Agung Internasional di D en Haag, dapatlah kita simpulkan bahwa semua instansi jang disebut ini telah terpengaruh oleh „voorliefd e” mereka untuk" m eng utamakan prinsip dom icilie (hukum daripada tempat tinggal sang anak jang dipersoalkan) daripada hukum nasional. Kata K o l l e w i j n : „ D e voorliefde voor het dom iciliebeginsel heeft zich in de zaak Boll, zeker in Zw eden, maar naar mij wil voor komen ook bij het H of in D en H aag laten gelden”. Bagi pendjabat2 Swedia njatanja adalah „d e meest natuurlijke zaak van de wereld”, bahwa mengenai seorang anak jang telah dilahirkan di Swedia dari seorang ibu Swedia, telah dibesarkan disitu, dan terus telah tinggal di Swedia dengan orang-tuanja, jang harus diperlakukan ialah tidak lain daripada hukum Swedia. Tambahan lagi, prinsip nasionalitet temjata di Swedia ini tidaklah menerima dukungan jang bulat. Suatu ketjondongan kearali prinsip d o m icilie selalu nampak dikalangan para sardjana hukum disana. Dan dalam hubungan ini dapat kiranja ditundjuk pula pada kenjataan, bahw a dalam Persetudjuan regional antara Negara2 Skandinavia untuk mengatur soal2 HPI, telah diterima baik, bahwa prinsip domicilie-lah jang berlaku, sekedar m engenai hubungan2 H PI antara negara2 Skandinavia. 423) Setelah adanja keputusan Mahkamah Agung Internasional dalam per kara B o l l ini, pemerintah Swedia telah menjatakan hendak m engundur kan diri dari Perdjandjian 1902 pada 29-11-1958. Dalam surat-pemberi421)
K o l l e w i j n , o.e. 322 : „M et een overweging over de mogelijkheid
van toepassing van het nationaliteitsbegmsel van het verdrag op regelingen betreffende kinderbescherming m het algemeen had de zaak Boll niet mögen worden beslist. Het Hof
heeft al te ver afstand genomen yan het concrete geval, dat hem ter beslising werd voorgelegd. Hetgeen in Z weden in w erkelijkheid was gebeurd, was de vervanging van het ene fam ilielid van Elisabeth Boll als haar „gezagvoerder” door een anderDe toepassing van de nationale wet van het kind op een dergelijk geval wa9 niet 422) 423)
alleen niet „ondenkbaar . maar wa9 door het verdrae voorripn ” o.e. h. 332. g voorzienLihat H P I, I, no. 155.
Kollewijn,
157 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 11
1
tahuan opseg tersebut dari pemerintah Swedia tertanggal 11-12-1958, jang disampaikan pada Menteri Luar Negeri Belanda, telah dikemukakan bahwa apa jang mendjadi dorongan untuk melakukan pengunduran diri ini ialah agar supaja dimungkinkan „d ’étudier la possibilité d’un usage plus extensif du principe de domicilie dans le droit international privé suédois”. y2i) K o 11 e w i j n menambahkan, bahwa pengunduran diri Swedia dari Perdjandjian Den Haag 1902 sebenamja bukanlah disebabkan karena adanja perkara B o 11. Memang sudah sedjak beberapa waktu dikandung niatan untuk mengundurkan diri dari Perdjandjian- Den Haag jang bersandarkan pada prinsip nasionalitet. Djuga Perdjandjian mengenai perl awinan telah di-opseg oleh Swedia. Mengingat adanja iklim jang pro prinsip domicilie ini, adalah logis bahwa para pendjabat- Swedia, sama sekali tidak teringat akan adanja kemungkinan, bahwa karena berlakunja suatu Perdjandjian internasional, akan dapat diharuskan berlaku pula hukum asing berkenaan dengan seorang anak jang telah dilahirkan dan dibesarkan serta berada terus-mene rus didalam wilajah Swedia. Dan menurut uraian K o 11 e w i j n maka pendjabat2 Swedia, tatkala diperingatkan akan hal ini, telah memandang pemakaian hukum asing ini demikian abnormal adanja, hingga mereka telah mengemukakan konstruksi daripada „ordre public’ untuk mengenjampingkan berlakunja hukum asing itu D jadi, sesungguhnja, keadaan pada waktu peristiwa B o l l terdjadi, adalah berla,nan sekal, danpada iklim tatkala para pembuat Perdjandjian D en Haag tahun - menelorkan produk mereka. Pada waktu itu semua pihak ,ang menutup Perdpndjum tersebut masih sedang enaknja berada dalam „ nationaliteitsroes . Dalam pandanam u • u i , j . , i , . i , ¿ru a n g a n mereka hania hukum nasional dan sang »nak-lah .alah saWnja hukum jang akan paling baik d,pergunakan dem, kepentmgan dan perlindungan anak= bersangkutan dan bendaJ mereka. JLetapi, iant? Icifo cqVoîi i•. . i i i i telah mulai mendusin daripada roes” m S p • nasionalitet ^ T " 8 j., - , . . . i 7 5,roes mereka. Prinsip d uga dibidang
perwahan m , tern.ata membawa kepada berbagai konsekweSi
]ang akan sukar untuk diterima, seperti rlaln™ lioia • v , perkara B o l l ini. Adalah lebih^m em enl ^ J an§ diperhhatkan dakm bahwa hukum dari tempat dimana sang kebutuhan iu 'ura, nja dalam kehidupan f* T ~ terus-menerus berada, adalah h u h L l d;lah“ kan, dibesarkan dan berkenaan dengan perlindunsnn W g g tepat diPerSunf ka* atau lain2 tjara pemberian pelindungan H f ^ berbenf * “ , dipandang sebagai usang. « bj mciunëan- Hukum nasional dalam hal ini 424)
425)
158
Lihat K o 11 e w i j n , o.c. h ah. 275, n. 1 : „ D ’ après ies *infn ’ -Uga n’ *• » B a t i f f o l - F r a n i c e s c a l c i s , dénonciation est que la Suède e rmatlons, Parues dans la presse, le motif de la rattachement du statut 'Cn, tr,ain reconsidérer sa position quant au K o l l e w i j n , h. 332. PPersonnel a ^ loi nationale” .
Perdjandjian Den Haag tahun 1902 jang didasarkan atas prinsip nasionalitet temjata dirasakan kini sebagai agak gandjil adanja. Perbaikan2 dalam hal ini diperlukan. 2S0. Akibat dari perkara B o 11. Sebagai reaksi atas perkara B o l i ini kita saksikan bahwa telah diusulkan untuk mengadakan tindjauan kembali daripada Konvensi Per walian tahun 1902. Dalam Konperensi Den Haag ke-IX jang diadakan pada tahun 1960 telah dibahas soal2 perwalian ini. 42u) Pokok persoalan jang ditimbulkan oleh arrest B o 11 ialah apakah perwalian jang diatur dalam Konvensi 1902 itu masih sesuai dengan keadaan dewasa ini. Apakah dalam pengertian perwalian ini harus di anggap termasuk pula berbagai tindakan2 chusus jang diambil guna perlindungan terhadap anak2 jang masih dibawah umur. Kenjataan telah membuktikan bahwa pengertian „perwalian” diberbagai negara2 tidak sama adanja. Perbandingan hukum antara sistim2 jang dianut diberbagai negara dapat memperlihatkan bahwa tidaklah terdapat persesuaian faham tentang apa jang dipandang termasuk dalam istilah ini. Sekarang timbullah persoalan : apakah pengertian „perwalian” ini hania ditafsirkan setjara terbatas, atau pun harus diperluas sedemikian rupa hingga semua tindakan2 chusus jang diadakan guna memberikan perlin dungan bagi orang2 jang belum dewasa serta semua tindakan2 jang diada kan demi perlindungan bagi masjarakat setempat, dipandang termasuk pula dalam istilah tersebut Djika tafsiran luas adalah jang diterima, maka penglihatan ini adalah berlainan daripada apa jang diterima, maka penglihatan mi adalah berlainan daripada apa jang diperlihatkan oleh Mahkamah Agung Internasional dalam perkara B o l l . Karena seperti telah kita saksikan diatas apa jang terkenal dengan istilah „ protective upbringing dipandang sebagai tidak tertjakup oleh „g uardianship” Tendensi umumnja memperlihatkan, bahwa sekarang ini orang tion dong kepada suatu tafsiran jang luas. <2ï ) Jang hendak dipandang s e b a g i termasuk dalam pengertian „perlindungan untuk anak2 dibawah umSr” ialah „toutes les mesures de nature individuelle tendant à la protection d’un mineur qui ne se trouve plus dans la situation „normale" d enfant T ” ? î L P p 55“ 0?. Patemel \ f ercée convenablement, de ses père et mere -*) Penger üan jang lebih luas ini lebih tjotjok djika disebut dengan isülah „ protection des mmeurs” (perlindungan dari anak2 dibawah
426)
Lihat untuk ini karangan V o n O v e r b p r k T „ „ , • • , , ^ de la Haye de d.i.p., VIII NTIR (IQfin i j ! eme Session de la Conference ' “ • ö l dst. p.h. 48 dst.
r\ i_ i , -427) V o n O v e r b e c k , o.e. h. 49.
423)
I d e nu
159
Suatu persoalan lain jang njata timbul sebagai akibat dari arrest B o 11 ialah hubungan jang seharusnja diadakan antara prinsip domicilie dan prinsip kewarganegaraan. Dalam arrest B o 11 temjata Mahkamah Agung Internasional telah mengambil suatu sikap jang lebih tjondong kepada pengutamaan daripada prinsip domicilie. Jang dititik-beratkan ialah hukum dari tempat tinggal sang anak ( la résidence habituelle). Dengan adanja pengutamaan daripada hukum dari tempat tinggal anak bersangkutan, telah dibenarkan tindakan2 chusus jang telah diadakan oleh instansi“ setempat (Swedia). Adanja pengakuan daripada berlakunja hukum dari tempat tinggal sang anak ini untuk mengatur tindakan- chusus jang telah diadakan, dapat membawa risiko2 tertentu. Arrest B o 11 ini mungkin membuka pintu se-lebar-nja untuk kewenangan daripada instansi2 setem pat. Peraturan- jang dipandang bersifat hukum publik akan dapat didasar kan atas beilakunja hukum setempat ini. 42u) Dengan demikian dapat terdorong kebelakang-lah tindakan2 jang diadakan oleh instansi2 nasional dari sang anak dalam mengatur perwaliannja. Dan ketjondongan jang diperlihatkan oleh arrest B o 11 ini temjata diperkuat lagi oleh tendensi jang nampak pada umumnja untuk memberi tem p a tja n g lebih utama kepada prinsip domicilie. Dalam hubungan ini dapat ditundjuk pula pada pengunduran diri dari Swedia dari Konvensi D on Haag mengenai perwalian dan perkawinan. Penarikan diri ini telah terdjad. setelah arrest B o li diutjapkan dengan membawa kemenangan bagi pendirian Swedia Akan tetapi, nistjaja demikian Swedia m Sili menganggap perlu untuk menarik diri dari Konvensi2 Den Ilaag tersebut. Sebagai alasan dikemukakan bahwa Swedia lebih ,,„h,k pe makaian daripada pnm ip domicilie dalam mengatur hal2 ini 11Ji Dalam bidang perWu-ïïgSTTerhadap anak* dibawali umur ini selalu tampil kemuka alasan- kuat ,ang diadjukan supaia diberikan kekuasaan2 jang besar kepada instansi2 setempat dimana s a l anak berada S S L arrest B o l l sudah kita saksikan adanja ketjondongan ini p
a Æ
e t S
^ ^
ma^Danebagaimana~tams^n!i5j~TT~ J * C h a U e r s lu t "” “ ^ Dan bagaiman harus diatur bilamana sang anak pindah këlâk kedalam ¿ i ^ e ^ u i r J
429)
dapat
Bdgk. V a n H o o g s t r a t e n , M H
n
de d.i.p. (V I), V I N T IR ( 1959 ) i, ’¿ a j
i
430)
Hal ini sudah diberitahukan diktai L i W 70 n.l. ’
431)
Van
160
Hoogstraten,
o.c. h. 70.
es notes sur ,r'h‘ 69,V djuga V a n
conférence de la Haye „ Hoogstraten,
o.c. h.
Hubungan antara prinsip kewarganegaraan dan prinsip domicilie.
t
Suatu pokok sengketa jang selalu tampil kemuka apabila dihadapi usaha2 kearah tjara mengatur jang sama imtuk menjelesaikan peristiwa2 HPI ialah persoalan tentang prinsip kewarganegaraan atau domicilie ini. Karena adanja perbedaan titik-pertalian ini perlulah diadakan pilihan. Dan pilihan jang harus diadakan ini seringkali tidak mudah adanja. Mengenai Konvensi jang diterima pada Konvensi ke-IX di Den Haag ini, boleh HiVatflVfln bahwa dalam hal ini telah terdapat suatu kompromis. Temjata bahwa pada naskah jang terachir diterima telah terdapat perbedaan dengan apa jang dapat dilihat dalam konsepsi semula. Achimja telah diberikan suatu tempat jang lebih besar pada titik pertalian kewar ganegaraan ini. Hal ini disesalkan oleh berbagai kommentator atas Konperensi ke-IX ini. 432) Sebagai alasan dikemukakan bahwa sebenamja hukum, domicilie dari anak bersangkutan-lah adalah jang paling baik mengatur segala sesuatu ini. Pengalaman dengan Perdjandjian 1902 tentang perwalian telah mem buktikan bahwa instansi2 nasional dari sang anak tidak dapat melaksana k a n ketetapan^ja jang diadakan bertentangan dengan apa jang ditentukan oleh instansi2 dari tempat tinggal sang anak. Arrest B o 11 telah mem buktikan hal ini. Djika diperhatikan hal ini, maka bolehlah djuga dikata kan, bahwa hasil jang telah diperoleh dalam Konperensi ke-IX di Den Haag ini, tidak akan dapat menghindarkan bahwa dalam prakteknja anak2 jang belum dewasa ini umumnja akan tunduk kepada kewenangan dari pada instansi2 setempat.
Demikian dalam garis2 besar pertukaran pikiran jang telah dilakylran berkenaan dengan persoalan tentang prinsip kewarganegaraan dan prinsip domicilie ini sebagai akibat daripada arrest B o 11. 48S)
281.
Tjara penjelesaian dari „perselisihan” antara prinsip kewarga negaraan dan prinsip domicilie.
Dalam tahun 1951 di Den Haag telah dimulai Konperensi tentang HPI jang ke-VII. Pada kesempatan ini telah diterima baik suatu „Konvensi untuk mengatur „perselisihan” jang terdapat antara hukum kewarganega raan hukum domicilie”. Konvensi ini telah diterima pada tanggal 15-6-1955. 432)- •Bdgk. misalnja V o n O v e r b e c k , o.c. h. 51 : „Concédons tout de suite que celle-ci a fait une part plus grande â la nationalité que l’avant-projet. Nous le regrettons en soi, car les autorités et la loi du milieu dans lequel vit un enfant nou9 paraissent en réglé générale les mieux placées pour régler son sort”. 433) Tindjauan selandjutnja tentang isi daripada Konvensi tahun 1960 tentang perlin dungan anak* ini tak dibahas lebih djauh disini karena terletak diluar bubungan pembitjaraan kita. Lihat untuk ini V o n O v e r b e c k , o.c. h. 48 dst.
161
Negara2 jang telah menandatanganinja ialah : Belgia, Perantjis, Luxem bourg, Nederland (semuanja dalam tahun 1955), dan Spanjol (1957). Jang telah meratifikasinja baru Nederland. 434) Persoalan2 jang diatur dalam Konvensi ini termasuk bidang masalah „ renvoi” atau penundjukan kembali. Jang dalam hubungan sekarang ini perlu diperhatikan ialah bahwa telah ditekankan pada pemakaian daripada hukum domicilie apabila ter dapat suatu „bentrokan” antara sistim2 jang dipergunakan. Dalam pasal 1 ditentukan sebagai berikut : „Lorsque l’Etat, où la personne intéressée est domiciliée, prescrit l’application de la loi nationale, mais que l’Etat, dont cette personne est ressortissante, prescrit l’application de la loi du domicilie, tout Etat contractant appliquera les dispositions du droit interne de la loi du domicilie”. Disini dikemukakan bahwa apabila Negara didalam mana seseorang jang bersangkutan berdomicilie menentukan i 61 ^ hukum nasional, tetapi sebaliknja negara nasional ini menentuai\ . er a 'unja hukum domicilie, maka tetap negara jang menandatangani h
l r dZ icm i: . T
282'
™ ga r
P“ SUnakan hukum in,em
t9a ?a L P“ " ,iS
da» pr»sip ke-
dikemukakan oleh H i j m a n s d a l a m ^ ! ^ 1^ 11 ^ jang tekh kearah prinsip domicilie masih nammV i * l937, bahwa ketjondongan Pak dengan njata. Dari penuUs2 jang pro domiciUe ini .. , . , . H 11m a n s sendiri, R a b e 1, « on m . oleh disebut misalnja disampmg dan tentunja penulis2 textbook dari „ 16 d e r e r > 437) N i b o y e t , « 8) s h i r e , 439) S c h m i t t h o f f , «oj (^ gara Anglo-Saxon seperti C h e -
435)
Kitan°ak29 !
; Lihat M a k a r o v - Q u (
s* 437) 438) 439> 440) j 02
J 171. Jand^ » Den ke.v i l ini, ini, K K e eg ge e I, I, h. h. 120 dat. N »i b p ae 1 I. h. 17L n Haag H « , ke-VII N u d e r e r >_h- !53. dai ~ “ dClraite> ill. h. 195 dst I - i Den^n irt0ir\ dibawah ’’Domicile$ " ga s o P h i e G r i n b e r g-V i n a v e r, S 0 u . perlu Perbaikan Pada konsensi j . 3ldence”, no. 103 bis. « m i t t h o f f bitjara tentang ”SuDe,-°m.lcilie Inggris, C h e s h i r e , no. 103, 104. ority 0{ Domicile over Nationality’^ h. 71«
D ari penulis2 tentang IIPI Indonesia dapat disebut K o l l e w i j n jan g pendiriannja sudah dipaparkan setjara saksama diatas 441) dan L e m a i r e . 442) Penulis- jiing masih tetap mempertahankan prinsip kewarganegaraan m erupakan minoritet, a.l. K e g e l , 443) B a t t i f o l , 444) dsb. D jika diingat pada perputaran haluan seperti diperlihatkan oleh Frankenstein, tadinja terkenal sebagai pendekar-utam a p ro prinsip kewarganegaraan, tetapi 24 tahun kemudian (dalam tahun 1950) telah memperlihatkan ketjondongan kearah prinsip dom icilie, 44n) m aka njatalah bahw a angin untuk prinsip dom icilie ini djuga dewasa ini um um nja lebih „fa v ora b le” . Tendensi ini se-tidak2nja memperlihatkan, bahw a p e makaian prinsip kewarganegaraan setjara kaku-rigoreus tidak dapat dipertanggung-djawabkan. 283.
Prinsip manakah jang sebaiknja untuk Indonesia 7
Pada umumnja dapatlah dikemukakan faktor2 sebagai berikut dibaw aK ini jang dapat dikemukakan pro pem akaian prinsip dom ioili^ ,mh,l> kita : 1) Sebagai alasan praktis dapat dikemukakan bahw a dengan pem a kaian ini dapat diperketjil pemakaian daripada hukum asing. Pemakaian prinsip nasionalitet m em punjai sebagai pem baw aan baliw a hukum asing akan lebih banjak dipergunakan. 44°) 2) Berkenaan dengan apa jang disebut diatas ini, lata m em ang djuga saksikan baliw a dalam atjara berperkara se-hari2 dim uka P en gad ilan * di Indonesia m i lazimnja dipergunakan sadja B .W . untuk semua orang jang dapat dimasukkan dalam golongan rakjat E ropah atau Tim ur-Asing tanpa mem perhatikan lebih djauh apakah orang* ini berstatus W N I atau asing. 447)
‘" l Int“ “ ,i0 ” “le H » ‘
442) 443) 444) 445) 446) 447)
™>
J-M itie,
V f NTlV’ (1959 “ t ’
L e m a i r e , T. 148, p.h. 21. K e g e l , Kom m entar, h. 514 no. 23. B a t i f f o l , Principes de d.i.p., h. 498 dst. i. L ih a t diatas, no. 204. Uengan pem batasan3 tertentu; Bdgk. K e g e l , h. 141. Sebagai alasan u n tu k sikap sedemikian dnri r.»,™ rr i • • ■ , i i oleh seorang H a k im ja n g b e r p ^ U i W ,H a k im »n,1- Pernah dikem ukakan pemakaian hukum j.n 'g « S g ' E «k .„* i ? “ * ‘’ “ ‘ " A “ S « „ d ir i mendalilkan k e w a ia n .g. ’r .a “ k m e r .k a T w N !) ,“ u ” L tag”
jj"
3) Kiranja hal ini adalah sesuai pula dengan apa jang telah kita saksi kan diatas pada waktu membitjarakan keluhan2 dari berbagai sardjana hukum, bahwa Sipelaksana hukum di Indonesia masih sadja kurang mejakinkan dalam praktek, bahwa orang2 asing (chususnja Tionghoa), tidak dapat dengan begitu sadja termasuk dibawah B .W .-Indonesia untuk status personil mereka. “ 8) Apakah pemakaian prinsip domicilie untuk R.I. akan lebih mendekati „rechtswerkelijkheid” ? 4) D i Indonesia pada dewasa ini masih belum terdapat tjukup bahan* batjaan untuk mengetahui dengan baik akan hukum asing. Djuga ahli' tentang hukum asing jang mungkin dapat didengar sebagai expert oleh Pengadilan tidak tersedia. Daripada menggunakan hukum asing setjara keliru atau setjara kurang tepat, lebih baik mempergunakan hukum sendiri, 44°) Djaminan- untuk suatu tjara P6™,1 u^11™ setjara se-baik2nja dengan demikian akan inendjadi lebih banjak. 450) ^
D i Indonesia sekarang ini terdapat pluralisme hukum. Anekawaraa , PGr ,a a m* idasarkan bukan sadja pada perbedaan dalam go ongan ra ja , tetapi djuga antara sesama golongan bumiputera dan hngkungan-hukum-adat jang berbeda. 4« ) b 1 ian p- felnh S d o m ic le
b ^ a faktor anekawaraa hukum inilah an Puk sebaSai ala5an untuk pemakaian prinsip
anebw Sa k S j ^ t i a T dikemukakan bahwa hukum perdata antJa lo lo n k n P t ^ ^erhf aan berada dibawah „verschUleJf. Z J , Per,b edaan clari orang~ janS faktor territoir. personeel recht” ini tidak terikat pada Lain halnja dengan misabja p ersoa lw 0 u i i i lakunja anekawama hukum no l j J S timbul karena berFederasi Amerika Serikat atau t t ^ c,a m n e g ara2 bagian dari Tetapi persoalan2 jang termaQi Sovjet Russia. 4j3) pula bahwa setiap persoalan * di Indonesia ini membawa SalaH* h dapat
u
b
d it u n d ju k
u
n
g
d a lil 1 n nrr
^ J.
f
d
'
P
f
^ n d j a u djuga
7 ’ D a la m h u b u n g a n in i k ir a n ja
m a i r e , jakni bahwa hubun ^Pertahankan dalam disertasi ■L e b e r t a l ia n
448) 449)
450) 451) 453)
164
(aanknopen) d e n g a n Z
P e r d a t a in t e r n a s io n a l ja n g
g n stelsel hukum Hindia Belanda, se-
D e F l i n e s , Caveant Cónsules T i/n Bdgk. akan tetapi apa jans d \4\/ m hukum dari hukum Tiongkok mnHm, • ..°^e^ K o l l e w i j n tentang sumber“ T. 132/323 dst. ’ Jan6 dianggap agak mudah untuk diperoleh. Bdgk. diatas, pada pembitjara U * Lihat buku H AG, suatu pengantar ' Lihat diatas, no. 199 sub. 5 .
lamanja djuga bersifat hukum perdata antar-golongan. '*54) Apabila menurut ketentuan2 HPI Indonesia telah dipastikan bahwa hukum Indonesia-Iah jang perlu dipergunakan, maka perlu diadakan perintjian lebih djauh hukum-golongan (groepsrecht) manakah jang harus dipergunakan dalam casus positie tertentu itu. Dan apabila ditindjau dari segi ini, teranglah HPI sadja belum tjukup untuk menjelesaikan persoalan2 jang bersangkut-paut dengan stelsel hukum Indonesia. Hukum mana jang perlu diperlakukan masih harus ditentukan lebih djauh berdasarkan adjaran2 HAG. Dalam melakukan hal ini, pada mentjari hukum menurut ke tentuan2 HAG, ukuran jang dipakai bukanlah faktor tempat, karena pada HAG kita ini hanja bekerdja dengan ikatan2 personil dari hukum. Tempat kediaman seseorang, domicilie-nja tidak penting adanja. Djadi, ditindjau dari segi ini, boleh dikatakan bahwa faktor domicilie bagi sistim pluralisme hukum Indonesia tidak merupakan satu faktor jang berarti untuk menentukan hukum jang berlaku. Akan tetapi, seperti telah diuraikan diatas, disamping faktor3 personil jang njata pada HAG ini masih terdapat pula faktor2 t e r r i t o r i a l pada persoalan2 HAT. 155) Pada soal2 jang termasuk „interlocaal recht” ini, disebabkan karena perbedaan lingkunganhukum-adat diantara golongan rakjat Indonesia dan Timur-Asing bukan-Tionghoa, faktor tempat kediaman memang penting adanja. Disinilah kita saksikan bahwa faktor domicilie memegang peranan jang besar dalam menentukan hukum jang harus diperlakukan. Djadi, dalam hubungan ini, kita saksikan suatu perkembangan jang boleh dikatakan paralel dengan apa jang kita saksikan dalam sistim2 Federasi U.S.A. dan U.S.S.R. tersebut diatas. Berkenaan dengan ini dapat kita terima pula alasan pluralisme hukum intem sebagai faktor jang menguntungkan dari pemakaian prinsip domicilie ini. 6) Indonesia hingga beberapa waktu berselang merupakan suatu negara immigrasi. Banjak sekali orang2 asing jang terdapat disini. Ber hubung sifatnja sebagai negara djadjahan, Hindia Belanda, ini telah membuka pintunja untuk pemasukan daripada orang2 asing jang tenaga kerdjanja dibutuhkan disini atau jang hendak mentjari naf kah dikepulauan Nusantara ini. Benar sedjak pengisian daripada kemerdekaan jang diperoleh, telah kita saksikan perobahan politik dalam hal pemasukan orang2 asing ini. Kini sangat dibataskanlah immigrasiini. 4B6) 454 ) 455) 456)
Dalil no. IV dari di9s. L e m a i r e. HAG, suatu pengantar, h. 27 dst. Hanja orang2 ahli dan para turis sadja jang akan diterimadengan mudah.
165
0
^
Tetapi, nistjaja demikian, masih boleh kita katakan bahwa djumlah orang2 asing jang berada di Indonesia adalah tjukup besar. Hal ini disebabkan pula karena kenjataan bahwa sebagian dari mereka jang dahulu tergolong kelompok „Nederlandse Ondcrdanen, kini telah mendjadi orang asing. Jang dimaksudkan ialah mereka dari golongan kaula-negara Belanda keturunan T ion g h oa jang pada Persetudjuan Perihal Pembagian Warganegara dari Konperensi Medja Bundar, telah mempergunakan hak repudiasi mereka. « 7) Menurut perkiraan djumlah ini adalah lumajan. 'I5f>) Dan pada djumlah ini boleh ditambahkan pula bagian daripada orang- jang berdwikewarganegaraan R.I.-RRT, jang telah tinggal diam antara 3 . Lq c y période 20-1-1960 dan 20-1-1962, pada wakhi dilaksanakan UJJ.no. 2 -----t£Qtang -Pg^sgtud|uan Penjelesaian D wikewarganegaDjika dipergunakan prinsip kewarganegaraan, maka terhadap orang asing mi c a am hubungan antara mereka, mengenai status persom , a an cipergunakan hukum nasional mereka. Ini akan T1 6 ^ an)ak diperlakukannja hukum asing daripada djika dianut pnnsip domicilie. Hal ini sudah ditegaskan diatas tadi. em igrasi ini tentunja Hindia Belanda c.q. Republik m u n e k in d a p a t d_ i 1iri a s is ii m ,i l ^ °r ^ s t fa a )ang g ^ Xditerima e ^ mendiadi kaula-negara setjara mudah berdasarkan ius soli i , , , , ■ x. . . perlu pula diassimilir setienaf Z i kelahiran) tentunja negeri dimana mereka h id u n “ .g b " kePada keadaan'2 didalam
jang baik. Seperti diketahuf’u U " Kekauk mendjadi tahun 1910 didasarkan atas azas L i gMaan Belanda dari jang baru sadja datant masuV , ,Soh Anak‘“ dari orang “ ^g. wilajah Hindia Belanda sudah * m£ma dilahirkan dalam Belanda. Hal ini merupakan n u l-, ^ " g mendjadi kaula-negara kearah assimilasi setjepat ° r îang turut mcmbantu assimilasi ini tentunja akan d i i h , ° rang2 Dan pr0S6S bersangkutan (jang masih Pula dJika Pihak orang tua anak2 berdiam disini) akan tundnV , ggal asing tetaPi sudah lama dimana mereka hidun P ^ a w a h hukum dari tempat hukum nasional diputuskan menetaP- Apabila ikatan2 dengan Sekarang ini, sediak h i T 0565 assünilasi daPat diperlantjar. raan R.I. no. 62 tahun ? Vndang2 tentang Kewarganegaprinsip ius saneuini* mo\ A Pada i_AgustasJ.95k.kita menganut ~ / Azas ius soli dilepaskan. Dengan demikian 457) 458)
Lihat pasal 5 L.N. 1950 „o 2 Bdgk. angka5 jang diberikan setin™ •, , U.U. Dar. Padjak Bangsa A sin i re8mi “ alam perkiraan dari pemerintah pada
459)
Nampaknja tidak begitu banjak
166
akan lebih banjak lagi orang2 jang terhitung asing dinegeri ini. Anak2 jang dilahirkan dari orang asing jang berada disini, tadinja terhitung sebagai warganegara R.I. (dahulu : kalua-negara Belanda). Tetapi sekarang ini anak2 dari orang2 asing itu, akan tetap tinggal asing, walaupun mereka dilahirkan di Indonesia. Hanja anak2 dari orang jang berstatus WNI akan mendjadi W NI pula karena ke lahiran. A za s-k etu n in a n - lah jang menggantikan azas daerah-kelahiran. Hal ini berarti, bahwa dalam prakteknja lebih banjak-lah orang2 asing. Djika dipertahankan prinsip kewarganegaraan untuk status personil maka hukum asing akan lebih banjak diperlakukan. Mengingat akan hal ini kiranja dapat pula dikemukakan bahwa perobahan pemakaian ius sanguinis dalam Undang2 Kewargane garaan R.I. ini boleh dianggap sebagai salah satu faktor jang pen ting kearah pemakaian prinsip domicilie. Pada waktu dipergunakan ius soli dalam Undang2 Kekaulanegaraan Belanda maka orang akan lekas dipandang sebagai warganegara. Apabila penerimaan orang asing mendjadi wargane gara ini dilakukan setjara terlampau mudah maka bolehlah kita pandang djuga bahwa sebenamja pemakaian prinsip domicilie telah diselimuti dengan „kedok” pemakaian sistim nationalitet. Dalam hubungan ini misalnja dapat ditundjuk kepada apa jang dikemuka kan oleh W o 1 f f , sebagai „ disguising the domicile system under the system of nationality”. 401) Sistim jang berlaku diperkenalkan sebagai prinsip nationalitet. Tetapi jang sebenarnja berlaku ialah prinsip domicilie. Mengapa ? Oleh karena orang2 jang datang dari luar dan masuk kedalam wilajah negara bersangkutan setjara mudah dan tjepat sekali dianggap sebagai warganegara. Pengalaman jang serupa telah kita saksikan di Venezuela pada tahun 1850 dan Brazil ditahun 1889. 402) Dalam iklim pemakaian ius soh' untuk Undang2 kekaula-negaraan Belanda dari tahun 1910 dapat kita saksikan pula perkembangan jang serupa. Adalah mudah untuk terhitung mendjadi kaula-negara Belanda. Hanja kelahiran disini dari orang tua jang „gevestigd” didalam negeri sudah mentjukupi. Istilah „gevestigd” djuga ditafsir kan setjara luas. Bukan menurut ketentuan dalam peraturan2 immigratoir tetapi pengertian B.W., jakni „hoofdverblijf hebben” adalah ukuran jang dipergunakan. 4C3) Dengan demikian banjaklah orang2 asing jang memenuhi sjarat. Anak2 dari orang asing jang dilahirkan 460) 461) 462) 463)
Lihat G o u w g i o k s i o n g , Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I., h. 4 dst.
W o l f f , P.I.L., h. 104. Lihat W o l f f, idem. Lihat interpretasi L o g e m a n n , Hooggerechtshof Diatas, n. 46.
e
e
.
T. 136/500, Nederlands Onderdaanschap en het
167
disini sudah dianggap sebagai kaula-negara (nationalen). Ditindjau dari segi ini bolehlah dipertanggung-djawabkan pula d jika pi-insip kewarganegaraan jang dipergunakan. Karena orang2 toh tjepat di pandang sebagai memperoleh status warganegara di Hindia Belanda itu. 8) Indonesia ini boleh dianggap se-olah2 terletak dalam lingkungan suasana daripada negara2 tetangga jang tjondong kepada pemakaian prinsip domicilie. Negara2 jang tergabung dalam Commonwealth, seperti Australia, India, Pakistan, Singapura, Malaya, terpengaruh oleh sistim HPI jang berdasarkan „ comnion law”, lebih tjondong kepada pemakaian prinsip domicilie untuk status personil. 4CI) Alasan ini pernah dipergunakan untuk mengemukakan bahwa, adalah lebih baik djika dipergunakan prinsip domicilie untuk Indo nesia. Kami memandang alasan ini kurang mejaldnkan, karena negara tetangga seperti Tiongkok 40°) jang mempunjai paling banjak warganegara-nja di Indonesia, dan negara2 dari Eropah kontinental seperti Djerman, Perantjis, Italia, jang merupakan bagian berarti daripada n S S L t 0^ ' ^
Barat di Ind° nesia’ mempergunakan prinsip
'Demikian beberapa faktor jang dapat dikemukakan sebagai alasan2 untuk mempergunakan prrnsip domicilie di Indonesia. w g e w ' “ Pri” SiP " aS‘0naUtet “* < * R .I.; Nasionalisme sedang
d i* d ™ S e S n“ ionalism* ' “ ' " ’’ S bergel” a memperoleh kemerdekaannja, adalah lolk E ? ® “ f i Ja" S .b“ u sad)a nalisme kini „engala™ ¿ ^ ^ b a l ^ f a h a m - ten.a„g nas,oB e r la in a n d a r ip a d a k e a d a a n d a la m
t-.
,
j-
.
i
saksikan bahwa masa nasionalismeTudah* * Eiopah dunana djustm kita dan kini sedang berada dalam taraf ™ Inelewati puntjak kedjajaannja mulai berpikir dalam hubungan ikatan^ , kebawah ’ kar6na ° ranS dalam hubungan kenegaraa^ kita d t j ^ V ““ P1 V ^ pertama daripada perkembangan n a s io n a lL ^ J ™ 1*1 ^ ^ Untuk keadaan pada waktu sekarang Ai * o ^ u ■■ u mengemukakan adanja „die Auffassu™ 1 ga™ Eropah uu R a a p e hochste Gut des Menschen sei (Felix D aW mc? Gemeinschaft der Staaten bzw. Nationen7 ? ’ ^ ^ “ ei ° ff®nd® nen, daher der Bindung an den Staat 464) 465)
Lihat no. 187. Demikian pula adalah keadaan dengan negara Djepang.
168
nicht m ehr so grosse Bedeutung für die Anknüfung im IP R zukom m e w ie bisher” . 4C0) Prinsip kewarganegaraan dalam hubungan ini dipandang sebagai tidak dapat dipertahankan lebih djauh. Kita di Indonesia berada dalam keadaan jang berlainan. Sebagai negara m uda dalam kelom pok negara2 Asia-Afrika jang baru dapat m em bebaskan diri daripada sistim pendjadjahan, adalah pada tempatnja bahw a faliam 2 tentang nasionalisme sedang bergelora. Alam jang sematjam ini tentunja subur pula untuk faham 2 jang m eng akibatkan berlakunja hukum nasional sendiri kepada para warganegara jang berada diluar negeri. Dilihat dari segi ini, faham2 nasionalisme jang sedang bergelora ini, m endorong kearah pemakaian daripada prinsip nasionalitet untuk H PI di Indonesia. Akan tetapi, ditindjau dari segi lain, faham2 tentang nasionalisme ini dapat m em baw a pula bahwa didalam negeri sendiri orang tidak akan d e m i k i a n suka untuk dipergunakannja hukum nasional bagi orang2 asing jang berada disitu. Dan kiranja „kesenangan” untuk m em pergunakan hu kum jang bukan nasional ini, dapat disesuaikan pula dengan iklim „kem bali kepada Kepribadian Indonesia” jang kini dapat disaksikan disana-sini. Tetapi, pemakaian dari prinsip nasionalitet dengan sendirinja akan m e m b a w a sebagai konsekwensi, bahw a lebih banjaklah hukum asing akan dipergunakan dalam praktek daripada djika dipakai prinsip dom icilie. 4C7) Sistim jang konsekw en.
Harapan kami dem i perkem bangan jang sehat daripada H PI Indonesia, ialah bahw a djangan sampai diterima sistim jang agak tidak-konsekwen, ja k n i: m em pergunakan prinsip nasionalitet untuk warganegara sendiri j a n g "berada diluar negeri dan mempergunakan begitu sadja hukum dom i cilie untuk tiap orang2 asing jang berada didalam negeri. 468) N a s i o n a l i s m e dan hukum perdata.
D an dalam hubungan ini mungkin ada baiknja djika ditam bahkan pula, bahw a sebenam ja faham 2 tentang nasionalisme ini tidaklah pada tem patnja untuk m em egang peranan jang m e n e n t u k a n dalam segala sesuatu jang berkenaan dengan bid an g hukum perdata.. D alam sistim H ukum Perdata jang terdapat diberbagai negara, setjara tegas diadakan perbedaan antara hukum publik dan hukum perdata b a g i orang2 asing ini. Lazim nja terdapatlah ketentuan jang serupa seperti dikenal pula dalam 46 6 ) 467) 468)
R a a p e , h. 53. Berdasarkan „analogische toepassing” . Bdgk. jurisprudensi tetap mengenai pasal 16 A .B . Sistim 9eperti dikenal dalam HPI-Russia, dan beberapa negara Amerika-Latin.
169
B.W.-Indonesia, bahwa „Menikmati hak2 perdata adalah terlepas daripada hak2 kenegaraan’ (pasal 1). 489) Nasionalisme mengandung banjak unsur2 jang baik dan bagus. Tetapi, faham2 nasionalisme untuk bidang hukum perdata kiranja tidak boleh diutamakan demikian rupa hingga memperoleh kedudukan jang „decisive”. 285.
Pendirian kami.
Dari pada apa jang telah diuraikan diatas dan dari tjara pemaparan persoalan (betoogtrant) jang telah dilakukan, sudah dapat ditarik ke simpulan jang njata, bahwa kami pun berpendirian, bahwa sistim jang 4 , sebaiknja dipergunakan untuk Indonesia, ialah prinsip domicilie. Dalam hal ini kami sependapat dengan penulis2 terbanjak dibidang HPI, jang beranggapan bahwa sistim domicilie kiranja adalah jang paling baik untuk dipergunakan bagi Republik Indonesia. Tetapi, perlu kiranja ditambahkan, bahwa dalam hal ini kami tidak menolak pemakaian daripada prinsip nasionalitet bagi sistim HPI Indo nesia. Akan tetapi, jang tidak dapat dipertanggung-djaawbkan ialah djika pemakaian prinsip nasionalitet ini dilakukan setjara rigoreus-kaku, hingga membawa kepada „juridisch Chauvinisme”. Praktek hukum telah membuktikan, baik dari perkembangan diluar negeri (terutama Perantjis), maupun didalam negeri, bahwa suatu pe makaian dari prinsip nasionalitet setjara terlampau kaku dengan pengèlonan se-mata- darpada hukum nasional sendiri, tidak akan membawa hasil jang dapat memuaskan perasaan hukum para justltiabelen. Prinsip nasionalitet, bila hendak dipertahankan terus, sebaiknja di kombinasikan dengan prinsip domicilie, sedemikian rupa seperti misalnja pernah diusulkan oleh penulis A s s e r , F r a n k e n s t e i n dan B r a g a tersebut diatas. 470) Ditentukan misalnja, bahwa prinsip kewarganegaraan terus berlaku bagi orang asing jang berada di Indonesia selama mereka ini tidak lebih dari 2 tahun berdiam disini. 471) Hukum nasional mereka selama itu di pergunakan untuk statut personil. Tetapi djika setelah djangka waktu itu mereka masih terus menetap disini, maka hukum domicilie (i.c. hukum Indonesia)-lah jang akan, mendjadi berlaku. Untuk para WNI jang berada diluar negeri, tetap berlaku hukum nasional Indonesia guna statut personil mereka 469)
470) 471)
170
.H et genot van burjerl:jke rechten Is on afhankelijk van staatkundige regten”. lerdjemahan dan Mr. R. S u b e k t i dan T j i t T o s u d i b i o („menikmati hak kewargaan tidaklah tergantung pada hak kenegaraan” ) kami anggap kurang djelas “ " tuk hubungan pembitjaraan kita sekarang ini. Perhatian kata2 iang dikursipkan. Lihat no. 204 Masa 2 tahun ini disesuaikan dengan peraturan» imigratoir tentang Kartu Izin Macnlr
286.
Kesimpulan.
Djadi, kesimpulan pendirian kami ialah :
a) Kita m erobah prinsip nasinoalitet jang kini terdapat dalam pasal 16 A.B. untuk HPI-Indonesia, m endjadi prinsip d o m i c i 1i e ; Atau: b ) Tetap dipertahankan prinsip nasionalitet ini, tetapi dengan tambahan : untuk orang asing jang berada didalam wilajah R.I. tetap berlaku hukum nasional mereka ini selama 2 tahun menetap disini. Setelah itu, akan berlakulah hukum Indonesia, sebagai hukum dom icilie dimana orang2 asing bersangkutan hidup dan menetap. KEW ARGANEGARAAN. 287.
Tindjauart chusus tentang kewarganegaraan, B a t \a a n : M a k a r o v , A l e x a n d e r , N .’ Allgemeine Lehren des Staatsange hörigkeitsrechts, Stuttgart (1 9 4 7 ); Bergmann, Internationales Ehe- und Kindschaftsrecht, 3 djilid, tjet. ke-3 (1955), Frankfurt am M ain; G o u w g i o k s i o n g , Tafsiran Undang 2 Kewarganegaraan R .I., Djakarta (I 9 6 0 ); i d e m , Warganegara dan Orang Asing, D ja karta, tjetkedua, (1960).
Setelah mengikuti dengan saksama tindjauan tentang alasan2 pro dan kontra prinsip kewarganegaraan tibalah waktunja untuk menelaah setjara lebih mendalam akan pengertian kewarganegaraan ini. Oleh karena b a g i' j.jp j k e w a r g a n e g a r a a n merupakan suatu titik-pertalian-utama jang ter penting perlulah kita memberikan tempat jang tjukup untuk membahasnja. T e r u t a m a bagi kita jang menganut prinsip nasionalitet untuk HPI. 472) Dalam djilid I dari buku ini telah didjelaskan bahwa kita di Indonesia tidak menganut faham jang luas tentang HPI hingga tertjakup pula didalamnja soal2 jang berkenaan dengan tjara2 untuk memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan. 473) Materie ini termasuk'hukum kenegaraan atau hukum kewarganegaraan (nationaliteitsrecht). Tetapi, mengingat bahwa faham „kewarganegaraan Indonesia” adalah suatu hal jang penting dan baru berada dalam taraf permulaan perkem bangan sedjak mulai berlakunja Undang2 tentang Kewarganegaraan R.l. 472 )
Bdgk. M a k a r o v , o.e., h. 13 ; „Die Anwendung der Kollisionsnormen, soweit sie die° S t a a t s a n g e h ö r i g k e i t s a n k n ü p f u n g verwerden, sind mit der Beantwortung der S ta a ts a n g e h ö r ig k e its fr a g e
4 73 )
a u fs
en g ste
v e r k n ü p ft” .
H P I, I, no. 14.
171
no. 62 tahun 1958, kiranja dapat dipertanggung-djawabkan bilamana diperhatikannja setjara lebih saksama daripada apa jang lazim terdapat dalam textbook2 dari penulis2 HPI Belanda. Bagi negara Republik Indonesia jang masih muda dan baru sadja mengindjak alam kemerdekaan adalah pada tempatnja djika diperhatikan faham2 kewarganegaraan setjara mendalam. 474) 1-Ial ini akan dilakukan dalam garis2 jang berikut. 288.
W arganegara adalah „anggota2” negara.
Setiap negara jang merdeka dan berdaulat tidak bisa tidak harus mempunjai warganegara-. Tidak ada negara berdaulat jang tidak memLUm p l i « " T negara‘ ' Si f
a
t
i
Pa
suatu negara adalah tidak
suatu organisasi, suatu organisasi kekuasaan. ‘>7(i)
daripada
suatu perkumpulan. Suatu J r l ' } ,NeSara daPat diibaratkan sebagai kemustahilan. Suatu negara L P tanPa anSSota adalah suatu tak mungkin ! pa warga2 djuga adalah suatu hal jang Para warganegara dari suatu n e^ ra i bersangkutan. Warga2 ini meru v ah » anggota“ daripada negara kesampingkan bila sesuatu o r g a n k a h Umm' ^ tidak dapat di' suatu negara. Menurut adjaran ilm Y tÎÎ memPerkena,kan diri sebagai sebagai suatu negara haruslah di U , m negara, untuk dapat terhitung untuk negara ialah : Penuhi tiga essentialia. Tiga sjarat pokok ¡2 ) harus mempunjai suaS (staatsSebied) = 3) harus mempunjai suatu i / f anisasi tertentu ; gebied”). 478) e ° mP°k anggota2 tertentu („personenApabila salah satu unsur ini tidak f t bitjara tentang suatu negara terdapat, maka belum dapat kita ¡T,, 475)
v f
p
M akar ov o
8
|ang merdeka dan berdaulat.
17 „
” D le
”7 afsiran U U K UT” Staat<spr.„ l ’- : Kewarganegaraan R.I.”
Staaten, welchp {J u.eitaljscllnitten dpr°rgkeÍí l>estcilt s0 langc wic der Staat gehabt • da« a . lhre Form gewesp beschichte der Menschheit haben die Staates ' d lf u\.War zu allen z"? SC1" raaS’ einen persönliches Substrat 476)
Hai in/ seringkaü d * t m
^
pidato3 behau. Bdgk. pula L 0 477)
^ 478)
Bdgk!
Starke,
J. G.
An
•
Voraussetzung des f ® pala Negara kita, Presiden Sukarno, dalam staatsrecht van Inclonesië- <1954).
7L a K o ei i e w i h t ’ international law (1947), h. 1 8 0 ; V / --» T J atlonaliteit en h, and human rights New York (1950), h. Ä r T l Q 1;?) , 7, ,h- 98 ; K o s ! f S°chlp in de Nederlands-Indonesische Unie, L^jden (1957), h 1 dengan d e fL " •S * k> meervoudige nationaliteit, dis! f a k a r o v , o.e., h. 24 dst. aelln^ n Ja mengenai Juridische n a tion a lst'’ ; L e m a i r e , Het recht in Indonésie h l
289.
Peraturan2 kewarganegaraan R.I.
Negara kita, negara Republik Indonesia, adalah suatu negara jang merdeka dan berdaulat. Maka oleh karena itu, djuga negara kita tidak terketjuali daripada apa jang ditetapkan sebagai sjarat mutlak untuk dapat diakui sebagai sedemikian. Negara Republik Indonesia pun harus mempunjai warga2nja sendiri. Apakah sjarat ini dipenuhi oleh negara kita ? Republik Indonesia memang sudah memenuhinja. Setelah diproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945 Republik Indonesia jang baru dilahirkan itu, telah mentjiptakan pula peraturannja jang tersendiri tentang kewarganegaraan. Siapa2 jang merupakan warganegara daripada Republik Indonesia menurut susunan lorrm Dinkiakarta. diatur dalam suatu peraturan tersendiri, ialah : „Undang*
berapa
inaonesia oeium mempunjai suatu peraturan K e sendiri. Akan tetapi, walaupun peraturan sendiri tidak ada, ini tidak berarti bahwa Republik Indonesia tidak mempunjai warganegara2 s e n d ir i. W a r g a n e g a r a 2 ini tetap ada sedjak semula Republik Indonesia dilahirkan. Republik Indonesia tetap mempunjai warganegara2-nja senlam a-Jtiepu D U K
w a rgan egaraan
diri. 480) 290.
Persetudjuan Perihal Pembagian W arganegara.
terdjadi pemulihan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949 dengan sedemikian banjak perkataan telah diadakan „pembagian warga n e g a r a ” antara Republik Indonesia dan Keradjaan Belanda (s t ijl baru). Pembagian ini diatur dalam apa jang dinamakan „Persetudjuan perihal pembagian warganegara” 481) dari Konperensi Medja Bundar. T a t k a la
Bolehlah dikatakan bahwa pada waktu pengakuan kedaulatan itu, telah diadakan pembagian daripada anggota2 Keradjaan Belanda dalam bentuk iang lama. Kita harus memandang persetudjuan K.M.B. jang mem-bagi2kan w a r g a n e g a r a in i sebagai suatu bal statis. 182) Pada waktu pengakuan k e d a u la t a n it u telah terdjadi pembagian daripada warga2 dari negara jang dahulu antara negara2 jang dipisahkan itu. 479 ) 480) 481)
482)
Lihat Lampiran 1 pada bukuWarganegara dan Orang Asing. Warganegara danOrang Asing, h. 83 dst. E. 1960, h. 98 ; Warganegara dan Orang Asing, Lampiran no. 5 ; Lihat djuga ,Peraturan Pemerintah pelaksanaan pembagian warganegara, P.P. no. 1, 311-1950, L.N. 1950-8, E.h. 103 dst. L e m a i r e, o.c.b. 134 dst.
173 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 12
291.
U .U . Kewarganegaraan 1958.
Setelah diadakan persiapan2 jang memakan waktu tidak sedikit, achir2nja dalam tahun 1958 Negara kita telah mentjiptakan Undang2 Kewarganegaraannja jang pasti, jakni „ Undang? tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (U.U. no. 62 tahun 1958)! Dengan diterima baiknja Undang2 ini hilanglah keragu-raguan tentang siapa2 jang terhitung sebagai warganegara Republik Indonesia. i 2^2.
Siapa warganegara ditentukan setjara mutlak oleh negara bersangkutan.
-• Siapa jang merupakan warganegara dari sesuatu negara ditetapkan sendiri oleh negara jang bersangkutan. Ini adalah hak mutlak daripada suatu negara jang berdaulat. 483) Tidak dapat negara lain m e n e n tu k a n siapa jang merupakan warganegara daripada negara kita. Siapa warganegaia an .1. ditentukan oleh negara R.I. sendiri. Lain negara tidak aPa r3 a™^Ur tangan dalam hal ini. Misalnja negara Amerika Serikat a t °Iim ta a daPat mentjampuri hal siapa2 jang adalah warganegaia ) emikian pula sebalilenja R.I. tidak dapat mentjampuri ^ Serikat dan
l
? daVdh warganegara Amerika Serikat atau'w ¿g a mUtlak dariPada ^.1. sendiri untuk menentukan •W£Lrganegara R-I- seperti djuga negara Amerika
siapa adalah w a r g a n e g lr k ^ r '1 mutlak daPat menentukan sendiri Ketentuan ini adalah salah satu aintemasional (hukum antarnegara) «?) J’ang diterima dalam hukum 293. Prinsip3 umum tentang kew am .n» ^ a w ai9anegaraan. Akan tetapi, dalam menentuka ini kebebasan jang diberikan mrl ° Siapa“ janS merupakan warganegara Ada djuga batasfnja tertentu Ba^ S^SUatu negara bukanlah tidak terbatas, sebagai „ prinsip2 umum” / _ a^ in/ ditentukan oleh apa jang dikenal sional tentang kewarganegaraan^P ‘prmci'p ^es”) b i d a n g hukum internakan oleh negara2 masing2 ha ' erat:uran2 kewarganegaraan jang diada, / konvensiz internasional kebia^ Ses.ua* dengan apa jang diterima dalam umum setjara |-.SQfln m^ernasional dan prinsip2 hukum jang ini. 486) 1 enma berkenaan dengan kewarganegaraan” 483) 484) 485)
Lihat penulis3 jang disebut Bdgk. tjontoh N i e d e r f r d T 226' Lihat misalnja jurisprudensi MnM? ke^ aTreanegaraan Perantjis o.c. h. 155. ressortisant d’un Etat ne peut » x91*!? ^ternasionalDen Haag : „La qualité de o.c. I, no. 115, 116. onder que sur la loi de cet Etat” ; H a m b r o ,
486)
Bdgk. Konvensi untuk codificatie
174
Den Haag 1930.
Apakah jang diartikan dengan istilah2 jang disebut diatas ini ? Apa jang merupakan kebiasaan internasional dan prinsip2 hukum jang umum diterima dibidang kewarganegaraan ini, masih merupakan suatu hal jang agak samai-2. Tidak dapat diberikan suatu uraian jang pasti tentang apa jang dimaksudkan dengan istilah2 ini. Orang hanja dapat menegaskan lebih djauh apa jang dimaksudkan dengan istilah2 tersebut tanpa dapat memberikan kepastian seratus persen. 294.
Batas- kebebasan untuk menentukan siapa2 warganegara.
Misalnja dapat dikatakan, bahwa sesuatu negara dalam menentukan siapa2 jang merupakan warganja, tidak dapat menarik didalamnja sem barang orang sadja. Orang2 jang sama sekali tidak menipunjai hubungan seclikitpun dengan negara bersangkutan, tidaklah boleh dimasukkan mendadi warganegara negara bersangkutan. 187) Tjobalah kita mendjelaskannja dengan tjontoh. Republik Indonesia adalah bebas untuk menentukan siapa kah jang mendjadi warganegara R.I. Akan tetapi Republik Indonesia tidak dapat menetapkan bahwa misalnja orang2 jang hidup dibagian Kutub Utara atau Kutub Selatan adalah termasuk djuga sebagai warganegara2nja I Tjontoh ini adalah suatu tjontoh jang ekstreem. Tentunja tidak akan terdjadi hal sematjam ini dalam praktek. Akan tetapi, dengan tjontoh jang ekstreem ini kiranja mendjadi lebih djelas apakah jang dimaksudkan dengan kata2 : „Tidak ada hubungan sedikitpun” ! Seringkali diberikan lain2 tjontoh oleh para penulis untuk mendjelaskan ketentuan ini. 4SS) Misalnja, tidaklah dapat diterima djika suatu negara menentukan bahwa orang2 jang mempunjai agama tertentu, atau orang2 jang berbitjara bahasa se-hari2 tertentu, atau orang jang berwama-kulit tertentu adalah warganegaranja. Hal sematjam ini dirasakan sebagai ber tentangan dengan prinsip2 umum jang diterima berkenaan dengan ke warganegaraan. T jontoh: Djika misalnja negara X menentukan bahwa semua orang jang berada didunia ini jang beragama Boeddha atau beragama Islam a d a la h warganegaranja, ketentuan sematjam ini sukar untuk memperoleh p e n g a k u a n . Atau djika negara Y menentukan bahwa semua orang didunia jang berbahasa Inggeris atau berbahasa Djerman adalah warganegaranja, djuga ketentuan sematam ini tidak akan diterima oleh dunia internasional. Atau, djika negara Z menentukan, bahwa semua orang jang berkulit kuning atau berkulit hitam adalah warganegaranja, maka ketentuan se matjam ini pun tidak akan diakui oleh negara2 lain. 487) '188)
K o S w a n S i k, o.c. h. 20 dst. Bdgk. M a k a r o v, o.c. h. 100.
175
295.
Negara lain tidak dapat turut tjampur dalam penentuan siapa2 warganegara sesuatu negara.
Prinsip bahwa setiap negara adalah berdaulat untuk menentukan sen diri siapakah jang merupakan warganegaranja tanpa tjampur tangan dari negara lain, adalah suatu prinsip jang penting. Sebagai konsekwensi daripada diterimanja azas ini dapatlah kita saksinja, bahwa tidak bolehlah suatu n e g a r a l a i n menentukan siapakah jang merupakan warga aripa a sesuatu negara. Misalnja, negara A hanja dapat menentukan siapa jang merupakan warga2 dari negara A. Tetapi negara A ini tidak apat menentukan dalam undang2 kewarganegaraannja, siapa2 jang me rupa an warganegara B. 480) Kedaulatan negara B tidak akan mengizinkan i . emi ian pula dalam hal sebaliknja. Negara B hanja dapat m ^ n t niSiapa adakh warSanegara dari B dan tidaklah dapat negara B A tidak a k ^ m e n g ^ k ^ a ^ ^ 116^ ^ ^ 296.
A ’ Kedaulatan dari neS“ a
Tidak ada keseragaman peraturan*.
ja n ^ m e ra p a T ^ temiata tidak tprrla
Untuk " ienentul
i
ada dibidan» nja sendiri. Sebaliknia darim r^Y P neSara mempunjai peraturankenjataan bahwa dalam bSana ^ Seragaman> djustru kita melihat dalam w a l n daripada p e ™ d t gS
297.
“ S“ 68" “ “ W *6rdaPat keaneka-
Dwikewarganegaraan, (anpa feewarganegaraan.
Negara2 bebas untuk memilih azas2 mnnaV v • unluk menentukan siapa2 tennasuk wam ah ]ang hendak dipakainja keseragaman ini dan adanja peraturan2gatle£aranJa- Karena tidak adanja kewarganegaraan ini, kita saksikan dibidang merata dalam hal2 kewarganegaraan • 7 n]a Pembagian lang kebaniakan kewarganegaraan rUi lni‘ a orang2 jang memperoleh lebih, bipatride atau multipatride &rT a,rtl^ata >^ebih dari satu” (dua atau rangkap). 431) Ada orang2 lain ia Wl^ arSanegaraan, kewarganegaraan warganegaraan ini, dalam artikata r A u * kesedikitan memperoleh kekewarganegaraan, apatride). <»2) ’ kebagian sama sekali" (tanpa 489) 490) 491) 492)
176
Bdgk. N i e d e r e r, h Bdgk. K o S w a n Si k, Lihat K o S w a n S i k o c h w Lihat D e G r o o t, Het persone l Nederlandsch i.p.r.’ (1938). S° nee
oc
h
ic
j
statuut van Apatriden. en Bipatriden volgeus
298.
Ius soli atau ius sanguinis.
Ada dua azas terpenting jang merupakan azas utama daripada ke tentuan2 kewarganegaraan. 403) Azas2 ini ialah : j 1) azas kelahiran (ius soli) ' 2) azas keturunan (ius sanguinis). Ad 1) Dengan azas ius soli ini diartikan, bahwa kewarganegaraan sese orang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Orang jang dilahirkan dalam wilajah negara X adalah terhitung waganegara pula dari negara X. Ad 2) Sebaliknja azas ius sanguinis memandang kepada keturunan dari pada orang bersangkutan. Orang jang dilahirkan dari orang tua jang berkewarganegaraan Y, merupakan pula warganegara daripada negara Y itu. T j o n t o h : Sebagai tjontoh daripada peraturan2 kewarganegaraan jang masing2 menganut azas kelahiran dan azas keturunan ini dapat kita sebut berbagai peraturan2 tentang kewarganegaraan jang dikenal dinegeri ini sebelumnja pengakuan kedaulatan. Dalam zaman Hindia Belanda berlaku disini dua peraturan jang mengatur soal2 kewarganegaraan. a) Pertama adalah Undang2 tentang „Nederlanderschap” (W et op het N ederlanderschap en het ingezetenschap, dalam N ed. Staatsblad tahun 1892 no. 268). 494) Undang2 ini didasarkan atas azas keturunan. Jang di kedepankan ialah bahwa seorang jang dilahirkan dari seorang jang ber status Belanda adalah pula „Nederlander . Dimana orang ini dilahirkan bukan merupakan soal jang penting. b) Peraturan jang kedua ialah Undang2 tentang „kekaula-negaraan Belanda (Nederlands Onderdaanschap) (W et houdende regeling van het Nederlands onderdaanschap van niet-Nederlanders, Staatsblad 1910 no. 296). 495) Peraturan ini didasarkan terutama atas azas kelahiran. Mereka jang dilahirkan di Hindia Belanda dari orang tua jang djuga „ menetap” (gevestig d ) 49G) disini adalah kaulanegara Belanda. Walaupun orang tua daripada anak bersangkutan adalah orang asing (bukan kaulanegara Be landa), status daripada sang anak akan mendjadi kaulanegara Belanda v« lamana dilahirkan disini.. 493) 494)
495 ) 496)
N i e d e r e r, h. 154. Sebelum berlakunja peraturan itu dikenal pengertian tentang „civielrechtelyk Nederlanderschap” , Lihat Warganegara dan Orang Asing, h. 17 dst. Lihat untuk sedjarah hukum peraturan ini, Warganegara dan Orang Asing, h. 16 dst. Tentang istilah „gevestigd” ini, lihat interpretasi dari L o g e m a n n , T. 136/500. Lihat diatas, no. 46 dan 463.
177
299.
Dwikewarganegaraan.
Terutama karena dianutnja azas2 jang berbeda ini dalam peraturan2 kewarganegaraan timbullah masalah bipatridie atau multipalridie jang kita sebut diatas. Orang dapat mempunjai lebih dari satu kewarganegaraan, dua dan kadang2 lebih dari dua (multipatride). Apabila satu negara menganut azas kelahiran dan negara jang lain menganut azas keturunan dapat timbullah dwikewarganegaraan. T j o n t o h : Tjontoh jang terkenal untuk keadaan di Indonesia ialah masalah dwikewarganegaraan daripada orang2 turunan Tionghoa jang beiada disini. ta‘ ) Menurut Undang2 kewarganegaraan Tiongkok dari tahun 1929 maka setiap oiang jang dilahirkan dari orang tua warganegara Tiong kok, dimanapun mereka berada dan bertempat tinggal serta beberapa lama pun mereka sudah merantau diluar Tiongkok, tetap tinggal wargane gara Tiongkok. Undang-* Kewarganegaraan Tiongkok disandarkan atas azas keturunan (ms sanguinis). 48S) ' , „ , Ste b a “?a’i \ TT n,llrU! P" a,:ura" ke" ’Mganegaraan untuk Hindia Belanda (V V etop het Nederlands Ondg la a n s c h a p ) tahun i a i m tersebut diatas dan tahun 1946 „o . 3 tentang W arganegara dan I^nduduiTN egam ) m al
ImcctavdSi
atau „iang lahii dan bertempat kerlurlnl--,,, i T—T"—— ^ -------- i , 5 tah unbertu rut- turut inn < r ~ ^ ~ T ^ n dan kecllfminn sp1ama ^ l i k itnja 't rl'l 1'l h pula nnl-1 —nrrr-in - rri ° rI ndnnpC 1 ---- achir flnlnm ^nn-n]-| jsje{rara Indonesia”. adalah waiganegara ;n p..... r". ,. . --------daerah kelahiran ----------------at" ' an 1111 didasarkan atas azas Oleh karena baik negara Tinno-w,i. n ■ ■ „ maupun Hindia Belanda (kini • Renubl'k eP k ^ akjat Tiongkok'' orang2 bersangkutan sebagai wareaneln Indones.ia) dua2nja menganggap orang2 bersangkutan mempunjai kewartnf me a klta sa^sikan bahwa berstatus dwikewarganegaraan. negaraan îangkap. Mereka ini Dalam Persetudjuan Perihal Pembajrim a,v Medja Bundar diadakan pembagian ' Varganegara dari Konperensi landa antara Republik Indonesia dan T C i • mpok kaulanegara Beturunan Tionghoa bersangkutan jang t - ? v “ Belanda stiJ1 baru’ ° rang2 (hak untuk menolak) jang diberikan lr * Î niempergunakan hak repudiasi 2 tahun setelah pengakuan W ll, i f P ,a mereka dalam djangka waktu tetap dipandang sebagai warganegara3^ ¿ ^ 1949 Sampai 27‘ 12' 1951) hal ini pun mereka memnunini cf ». t P Indonesia. Oleh karena T 1 J atus etvarganegaraan rangkap. 5“°) 49/ ) ... 498)
499)
500)
178
Lihat L i e m T j i n g H i e n - K h P PeIaksanaannja, Djakarta (lOfin erc^ ancljian dwikewarganegaraan R.l.-R.R.T. Lihat G o u w S o e i T j i a n s n p , . kan Chineezen in Indonésie, ,,Med(>fIol-"neeSC^e Nationaliteitswet m.b.t. de PeranaHimpunan Ahli Hukum Tionghoa” van Chung Hwa Fa Lu Shc Hui. Lihat L e m a i r e , Het reeht ¡n Tn’/ " v 1’ Febr- f 1948) h. 8, 1T. Lihat L e m a i r e , o.c. h. 131 j , t esi®> h- 130.
300.
Perdjandjian penjelesaian dwilcewarganegaan.
Bara dengan diadakannja Persetudjuan antara Republik Indonesia dan Republik Rakjat Tiongkok mengenai soal dwikewarganegaraan” (Undang2 no. 2 taliun 1958) jang ditandatangani oleh kedua Menteri Luar Negeri negara2 bersangkutan, M r S o e n a r i o dan C h o u E n L a i pada tahun 1955 dan peraturan2 pelaksanaannja, telah dapat diatasi dan di selesaikan kesulitan2 berhubung dengan ini. Persetudjuan ini mulai ber laku pada tanggal 20 Djanuari 1960, jakni hari dilakukannja penukaran surat2 pengesahan jang dilangsungkan di Peking. n01) Dalam djangka waktu 2 tahun setelah hari tersebut (dari 20-1-1960 sampai 20-1-1962) orang2 jang berstatus dwikewarganegaraan R.I. dan R.R.T. ini harus me milih salah satu dan melepaskan jang lain. Dengan demikian berachirlah suatu masa jang penuh dengan kegandjilan dan mendjadi sebab daripada berbagai kesulitan berhubung dengan kewarganegaraan dobel ini ! 301.
, L.
Siapa sadja jang dianggap warganegara R.I. ?
Siapa jang dianggap sebagai warganegara Republik Indonesia ditentukan dalam Undang2 Kewarganegaraan Republik Indonesia (U.U. no. 62 tahun 1958). Bahwa R.I. sebagai negara jang berdaulat adalah satu2nja negara jang dapat menentukan siapa2 sadja termasuk warganegara R.I. adalah sesuai dengan ketentuan hukum internasional seperti telah dipapar kan diatas. Didalam Undang- Kewarganegaraan R.I. tahun 1958 ini ditentukan siapa2 sadja jang disebut warganegara R.I. Dalam pasal pertama daripada Undang-’ ini dimulai dengan memberi kan suatu perintjian t e n t a n g kelompok2 orang2 jang dianggap termasuk w a r g a n e g a r a R.I. r’02) A d a 10 kelompok orang'- jang berstatus warganegara Indonesia ini. 302.
Perintjiannja :
Dibawah ini kita akan menindjau masing2 kelompok ini setjara sepintas lalu : 0 Orang2 jang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perdjandjian2 dan/atau peraturan-peraturan jang berlaku sedjak proklamasi 17 Agus tus 1945 sudah warganegara Republik Indonesia. 501 )
502)
Lihat P.P. no. 11 thn. 1960 tentang Penegasan mulai berlakunja P.P. no. 20 thn. 1959 tentang pelaksanaan U.U. tentang persetudjuan perdjandjian antara R.I. dan R.R.T. megenai soal dwikewarganegaraan.. ^ _ Untuk kommentaar jang agak luas tentang pasal 1 mi, lihat Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I., pada pembahasan „Pasal demi Pasal” , h. 24 dst.
179
Dalam perintjian jang pertama ini ditegaskan bahwa orang2 jang sudah dianggap sebagai warganegara Indonesia pada waktu sebelum diterimanja Undang2 Kewarganegaraan 1958 ini (mulai berlaku 1 Agus tus 1958), tetap dianggap sebagai warganegara. Djuga disinilah berlaku sembojan : „Sekali warganegara Republik Indonesia, tetap warganegara Republik Indonesia”. Ketegasan ini dianggap perlu untuk menghilang kan segala ke-ragu2an. B03) Terutama tentang orang- jang berketurunan asing tetapi menurut per-undang2an jang lama dianggap sebagai war ganegara R.I. akan diperoleh kepastian. Dengan adanja ketentuan ini hilanglah kebimbangan bahwa orang2 keturunan asing jang sudah di pandang warganegara R.I., baik setjara otomatis karena kelahiran disini daripada orang tua jang menetap disini, maupun karena pewar ganegaraan (naturalisasi), •J°'i) akan di-ragu2kan kembali status Warga negara R.I.-nja. 303.
Rakjat asli.
Setjara resmi didjelaskan lebih djauh siapa2 sadja jang dianggap ter hitung warganegara Indonesia sedjak proklamasi kemerdekaan. Mereka ini terdiri antara lain dari : . 1. Orang- jang termasuk golongan penduduk orang2 aseli di Indonesia, aa ogis a wa mereka jang dipandang sebagai rakjat asli „ . ePu au1a.n . n i°n?S*a dipandang sebagai warganegara Indonesia. siaUfo 5)i a ^a 35 ar* ^ an ®arat termasuk warganegara Indone304.
O rang2 keturunan asing.
2.- Orang keturunan «^ng jang berstatus kaulanegara Belanda bukanorang Belanda (Nederlands Onderrinn-n -m ? 7 j \. d a k m e n o 1 a k kewargane«“ n B T, 1 ' ang ' antara 27-12-1949 dan 27-J S. IM I ,a" S S -
a p ^ s s i f Stir v mPer° leh ^ W a r a a n 7 " %
&
R.I. karena
repudiasr (hal
ia n g ^ la w T a r a M 'o M s T a ^ a iiT ™ '1ketur" nan Tionghoa Djuga orang2 Arab ¡ Z t h i ^ l 7 7 ^ ^ menetaP ^ ^ ------® 1 Indonesia termasuk kelompok ini. 503) 504)
505) 180
fiiftil flmanrlpmpn 9u un Hasil amandemen S p rr anp« ti o. m - tt . Tambunan, Abulhajat). ’ ’ ’ le Sardjono, D i r k H a g e , Mr. Untuk orang2 jang telah dina’turalkir j - jlihat daftar jang diberikan oleh PPmP ™ LJa, ', W N I menurut U-U- 1946 n0- 3* Umum Babak II, atas pertaniaan ™enntah dalam Djawaban atas Pemandangan Tafsiran U.U. Kewarganegaraan h. 3 " ggota J-R- K o o t, dibawah no. 3 ; Lihat, Lihat pertukaran pikiran dalam DPR ' „ i „ > v r , t, cdw gaa Umum Babak II, 16^1958, h. 26? ll™ * * * * ’
3. Orang2 jang keturunan Belanda (Nederlander) jang lahir di Indo nesia atau bertempat tinggal di Indonesia sekurang-kurangnja enam bulan sebelum 27-12-1949 jang dalam 2 tahun setelah penjerahan kedaulatan menjatakan m e m i l i h kewarganegaraan R.I. Inilah jang disebut kelompok jang telah memperoleh kewarga negaraan R.I. dengan djalan mempergunakan „hak opsi”. Mereka ini memperoleh kewarganegaraan R.I. setjara a k i i p . ‘ Dalam golongan ini terdapat banjak padri2 Roma Katholik jang dengan djalan demikian telah memperoleh kewarganegaraan R.I. 507) 4. Orang asing jang sudah memperoleh kewarganegaraan R.I. karena naturalisasi (pewarganegaraan) berdasarkan Undang2 no. 3 tahun 1946 dari zaman R.I.-Djokjakarta. Tidak banjak orang jang telah memperoleh kewarganegaraan R.I. karena naturalisasi ini, jakni hanja 9 orang. B0°) 305.
Status anak2.
Bagaimana dengan anak2 daripada orang2 jang berstatus warganegara R.I. ? Menurut ketentuan jang tegas dalam U.U. Kewarganegaraan 1958
anak2 ini pun memperoleh status warganegara R.I. 510) Diantara sang ajah jang berstatus warganegara R.I. dan sang anak harus ada suatu hubungan kekeluargaan jang sah menurut hukum. Djika tidak ada hubungan hukum antara anak dan ajah ini, status sang anak mengikuti status sang ibu. Tegasnja status sang anak ini digantungkan kepuda status ajahnja ■ (c.q. ibunja) jang sah. Dengan demikian dipentingkan faktor keturunan. Faktor tempat kelahiran tidak demikian dipentingkan. D juga bilamana anak jang bersangkutan dilahirkan diluar wilajah Republik Indonesia ia ini dianggap sebagai warganegara R.I., djika ajahnja adalah warganegara R.I. Jang kita saksikan ialah dipentingkannja azas „ i u s s a n g u i n i s ” , 511) Memang azas keturunan inilah jang pertama-tama mendjadi dasar dari pada penentuan kewarganegaraan R.I. Hal ini adalah berbeda dengan azas jang dipergunakan dalam Undang2 Kewarganegaraan dan Penduduk no. 3 tahun 1946 dari zaman Djokjakarta. Pada waktu itu jang dipergunakan ialah pertama-tama azas daerah kelahiran (Jus soli”). Pengutamaan azas 506) 507)
Bdgk. pasal 1 sub a. Djumlah orang' jang menerima kewarganegaraan R.I. karena opsi ini adalah 12.871 orang; Djaivaban Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Babak I, 13-6-1958, R.S. h. 14.
509) 510) 511)
Lihat noot 504. Pasal 1 sub b. Untuk pemakaian ius sanguinis ini. Lihat Warganegara dan Orang Asing, h. 91 dst.
181
ius sanguinis ini adalah berbeda pula dengan ketentuan dalam Undang2 Kekaulanegaraan Belanda tahun 1910 (S. no. 296) jang telah kita saksikan diatas. 306.
Apakah sebabnja pemakaian azas ” ius sanguinis” ?
Setjara resmi telah didjelaskan oleh p emb u at-u nd ang - bahwa azas k e t u r u n a n - lah jang dipakai sebagai dasar untuk menentukan kewaiganegaiaan R.I. oleh karena hal ini dipandang sebagai lazim adanja. Adalah sewadjamja bahwa suatu negara menganggap anak sebagai warganegaranja dimanapun ia dilahirkan, apabila orang tua anak itu warganegara dari negara tersebut. Kiranja ketentuan sematjam ini terdorong pula oleh perasaan nasionalis me jang hendak membina suatu „ nation jang kuat-kokoh 512) Tentunja ' ulltu rima adania hubungan jang kuat antara negara nasional an waiganegaranja ini, bilamana dengan kelahiran diluar wilajah R.I. sa^ja su a u ang 'ewarganegaraan daripada anak seorang warganegara Dilain pihak tidak semata-mata karena kelahiran dalam wilajah R.I. belaka sesuatu orang alcan sudah terhitung sebagai warganegara R.I. Ilarus ada sjarat jang lebih mendalam untuk memberikan lebih banjak daminan bahwa orang jang ditenma sebagai warganegara R.I. i„i benar2 akan “
*"> W-V: f —
ganegaraan
ini dari orang tua asing jang kebetulan menetap disini™ udah ak“n m m peroleh status warganegara R.I. senprH rUi, i
t-,.
11 akan mem
Kewarganegaraan Belanda tahun 1910 r!™ e? tukan da]am Undangdan Penduduk tahun 1946. « 5)------ ----^ndangj t entang,Warganegara. 307.
Kelahiran dalam wilajah RT
h« ; dan tjutju „seorang asing” .
Kelahiran dalam wilajah R.I. harn'n r l ^ , raan R.I. dari jang bersangkutan filo ™enghasilkan kewarganegatertentu. Disamping kelahiran d i'ln d o n p ? ^ 3' i P®“ “ hi Pula lain2 siaral -iajah dari jang bersangkutan (atau bilam^ m +- f iarat^an bahwa djuga dengan sang ajah, « , L fa) ^ ^ ^ S 512)
513) 514)
; X ga“ 5 &
1 " g Tag me7 r iai ^ n a i T n t l karena kelahiran didalam wilajah
Bdgk. tentang „Nationbuilding” i„i p rp,-1 didepan sidang istmewa Depernas 9-1-1960 n S o e k a r n o , amanat penegasan dan masjarakat baru Indonesia” ( V iv' » \ ’ at Lampiran D /l dalam „Manusia (1960), h. 388 dst., p.h. 401 dst. enerbitan Dept. P.P. dan K. Djakarta Bdgk. L e m a i r e , o.c. h. 130 dst. Pasal 1 sub d. Untuk kommentir lu . -r- , . h. 40 dst. ’ Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I.,
negara R.I. Tetapi bukan karena kelahiran dari ajah jang dilahirkan disini jang disjaratkan untuk dapat terhitung sebagai warganegara R.I. karena kelahiran disini. Disamping itu, jang bersangkutan harus djuga bertempat tinggal didalani wilajah R.I. Dan tambahan lagi, karena kelahiran disini dan ajah jang djuga dilahirkan disini ditambah dengan tempat tinggal disini, jang bersangkutan belum lagi dapat memperoleh kewarganegaraan R.I. setjara otomatis. Ia harus mengadjukan pem ohonan untuk mem peroleh kewarganegaraan R.I. kepada J.M. Menteri Kehakiman. Dan permohonan ini hanja akan dapat dikabulkan bilamana jang bersangkutan tidak mempunjai kewarganegaraan lain. Djika ia mempunjai kewargane garaan lain ini, kewarganegaran ini harus dilepaskan pada waktu ia memperoleh kewarganegaraan R.I. (pasal 4 U.U. Kewarganegaraan 1958). C1°) Disini kita saksikan adanja perbedaan jang menjolok dengan ketentuan2 dalam per-undang2an kewarganegaraan jang pernah dikenal dinegeri ini. Perobahan jang besar telah terdjadi. Prinsip ius soli kini telah dilepaskan. Prinsip ius sanguinis jang telah menggantikan. Prinsip ius soli telah digeser ketempat belakang. Prinsip ius sanguinis jang dikedepankan. Satu kenjataan jang sesuai dengan perkembangan faham nasionalisme jang sedang bergeloi-a dalam negara kita dewasa ini. r,1°) 308. Peraturan2 kewarganegaraan produk nasionalisme. Dalam hubungan ini tidak boleh kita lupakan bahwa peraturan- tentane kewarganegaraan memang selalu merupakan suatu produk daripada na sionalisme. Ada hubungan erat antara faham" kewarganegaraan dan faham11 tentang nasionalisme. Peraturan* kewarganegaraan adalah pembawaan daripada tjita2 nasional modem. Baru dengan dibentuknja Negara' Na sional" mulai dirasakan kebutuhan akan peraturan2 jang menentukan setjara pasti siapa sadja jang dipandang sebagai „ anggotas” darinada negara bersangkutan, « t) Oleh karena itu, dapatlah kita saksikan bahwa memang peraturan- tentang kewarganegaraan ini boleh dikatakan adalah agak „recent”, belum begitu lama. Peraturan2 tentang kewarganegaraan ini adalah pembawaan daripada perkembangan zaman. Baru diwaktu be lakangan, dengan terbentuknja negara2 nasional, orang dimuka bumi ini mulai memikirkan hal2 sekitar kewarganegaraan. Usia dari peraturan2 kewarganegaraan ini dapat dikatakan masih muda adanja. r'18) 515 ) 516) 517)
518 )
Hasrat untuk nientjcgah apatridie. Lihat no. 310 dst. Bdgk. K o i l e w i j n, Nationaliteit enburcersrlnn landen en i„ de Nederlands-Indonesisch Un e Untuk keadaan di Hindia Belanda chususnia
v
• i
-i
j
m
j
^ V
r- (
P 'u lM 1
B d i y a ' k a rao v r oCchtelhjkie7 h; ™ r™inS£n’ Commisde VUman, 7 3 “ i T h ' 99.' A d n g . h . 1 6 dst keadaan disini. Warganegara dan Orang
183
309,
N egara2 imigrasi tjondong kepada ius soli.
^Pada waktu Undang2 kekaulanegaraan Belanda dari tahun 1910 dibuat, ius soli adalah azas jang dianggap jang terbaik dan setjara praktis paling dapat dipertanggung-djawabkan nntuk keadaan Hindia Belanda waktu itu. 510) Karena banjaknja orang2 asing sebagai negara immigrasi ini, telah dirasakan oleh pengusaha sebagai demi kepentingan sendiri, bilamana selekas mungkin warganegara asing ini dianggap telah termasuk mendjadi warganegara Hindia Belanda. Dengan demikian akan terhindarlah ber bagai kesulitan jang timbul karena terlampau banjak adanja orang2 asing (vreemdelingen-vraagstuk) dengan segala tjampur tangan pemerintah* asing sebagai pembawaannja. 020) Pemakaian azas ius soli ini boleh di katakan adalah sedjalan dengan praktek negara2 imigrasi terbanjak. Negara2 imigrasi ini, dengan banjak orang2 asing jang masuk, umumnja lebih tjondong untuk menggunakan prinsip ius soli bagi peraturan2 kewarganegaraan mereka. 521) Djuga pada waktu Republik Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannja, pada tahun 1946 harus menentukan siapa2 adalah warga negara R.I. dengan Undang2 1946 no. 3 masih dianggap demi kepentingan negara untuk menggunakan azas ius soli. Negara jang baru sadja dilahirkan ini akan menghadapi terlampau banjak kesulitan2 djika setjara mendadak dihadapi dengan persoalan2 orang2 asing dalam diumlah2 besar didalam wilajah negara. 310.
Proces „nation building” ; keijondongan kepada ius sanguinis.
n e r I S i’ iPada Wali U. dalam’ahun 1958 ^ p u b lik Indonesia harus meberubah p ! ? siaPa" jang_ merupakan warganegaranja keadaan sudah atau bp r) a w ltu sudah mempunjai warganegara2 (menurut m enunST Perihal Pembagian warganegara sambil tertianh erwudjudnja Undang- Kewarganegaraan jang pasti, seperti + no 3 tersate UU,DS)' Pada wa^ i pembuatan Undang2 1946 — -g B & a ms son-lali janp rh u tn n v ,^ Tetapi sekarang perkembangan
sedang ber?eln v ^ berlainan- Faham nasionalisme kin i proses n/rT i -7 suatu „nation” dalam artikata modem, fang Sesn! T g ini mendorong kearah pemakaian daripada prinsip 2 l^s e s u a ^d e n g a n itu. - ) Djanganlah diang^psem barang‘orang sadja, ?id9« )) ,V han 26Sa 65 dde, . B a k l l U y z e n ’ NedeTW s c h
I?) 522)
K ? .g
184
diss.
Leiden
w ''o g, Verspreide GeSchriften h 64, „ r arSanegara dan Orang Asing, h 91 'i f
Dr P bulcn M
S
Onderdaanscbap,
nPr i f loni o S erLnendidikan’ ’ j
•
f’
Pengadjaran dan Kebudajaan Prof, enSenai „ Pantja Wardhana”. (Lampiran F /3 dari
Pe“ lb“ “
D' p*“
jang kebetulan dilahirkan disini, sebagai warganegara dari negara ini. H anja mereka jang dapat dipertjaja m em punjai tjukup „b a h a n 2” untuk m endjadi warganegara jang baik adalah jang lajak untuk diterim a sebagai warganegara. Oleh karena itu, disamping sjarat kelahiran disini, dimintakan pula bahw a ajah dari orang bersangkutan dilahirkan pula disini. 523) D engan demikian dapat diharapkan bahwa pertaliannja dengan negara ini sudah tjukup lama dan tebal adanja. Dan jang bersangkutan harus pula m em enuhi sjarat tempat tinggal disini serta melepaskan kewarganegaraan lain jang ada padanja, untuk dapat dikabulkan perm ohonannja untuk m endjadi warganegara. B24) Dengan demikian dirasakan, bahwa sudah ada tjukup djaminan objektip bahwa hanja mereka dari orang2 asing jang m em enuhi sjarat2 inilah jang akan diterima sebagai warganegara R.I. karena kelahiran didalam wilajah R.I. Pada waktu Undang2 Kewarganegaraan R.I. tahun 195S diterima, warganegara Republik Indonesia dipandang sudah tjukup banjak. Pe njaringan perlu diadakan. Maka pemakaian ius sangu-inis, jang m engganti kan ius soli dari Undang2 1946. sama sekali tidak mengherankan. 311.
Mentjegah apatride pada anak2.
Anak2 jang dilahirkan dari seorang ajah jang tidak mempunjai ke warganegaraan, atau jang kewarganegaraannja tidak diketahui, mengikuti status dari ibunja, jang berkewarganegaraan R .I. oa5)
Disini kita saksikan bahwa pem buat-undang2 hendak melindungi sedapat mungkin akan sang anak itu. Djika ajah sah dari anak bersangkutan tidak mempunjai kewarganegaraan (apatride) atau tidak diketahui status kewarganegaraannja, maka anak bersangkutan djuga akan m endjadi tanpak e w a r g a n e g a r a a n djika terus mengikuti status ajahnja. Dan dalam Undang1 Kewarganegaraan djustru sedapat mungkin hendak dihindarkan terdjadinja keadaan tanpa-kewarganegaraan ini. Seboleh-bolehnja harus dihindarkan bahwa seorang ini akan mendjadi tanpa-kewarganegaraan. Maka ditentu kanlah, bahwa antara sang ibu dan anak dalam bidang kewarganegaraan ini akan selalu terdapat hubungan kekeluargaan. Karena sang ibu b er sangkutan berstatus warganegara Indonesia, maka dipandang sebagai sebaiknja djika sang anak diberikan pula status warganegara R.I. ini, daripada m endjadi tanpa kewarganegaraan karena ikut status ajahnja. 52a)
523) 524) 525) 526)
Pasal 4 U .U . Kewarganegaraan no. 62 tahun 1958. Bdgk. Memori Pendjelasan atas pasal itu. Lihat Tafsiran U .U . Kewarganegaraan R .I., h . 66 dst. Mentjegah terdjadinja bipatridie adalah salah satu tudjuan utama d an U .U . Kewarganegaraan R .I. 1958. Pasal 1 sub e U.U. Kewarganegaraan no. 62 tahun 1958. Bdgk. Memori Pendjelasan, sub A , dibawah a.
1S5
312.
Anak jang kedua orang tuanja tidak dikenal.
Hasrat jang serupa, jaitu untuk mentjegah terdjadinja tanpa-kewarga negaraan, jang djuga telah mendorong pembuat-undang2 kewarganegaraan untuk menerima bahwa dalam hal seorang anak dilahirkan didalam wilajah R.I. dan k e d u a orang tuanja tidak diketahui, maka anak itu pun akan dianggap sebagai warganegara R.I. °'->T) Djadi disini kita saksikan, bahwa telah diberikan suatu konsesi kepada prinsip ius soli. Satu dan lain untuk mentjegah sedapat mungkin akan terdjadinja tanpa-kewarganegaraan. ----- ------- -------- ------------- — 313. t
r.
Anak jang diketemukan sebagai „vondeling” . pula halnja dengan seorang anak iang diketemukan (vondea am ajah Republik Indonesia selama tidak diketahui kedua anak sedemikian ini akan memperoleh status warga' • i saksikan lagi bahwa azas ius soli telali digunaUI?a an ataS azas san" uinis. Tudjuan untuk mentjegah Y ] tanpa-kewarganegaraan dipandang sebagai lebih berat! 5-°)
Anak jang kedua erang tuanja tanpa-kewarganegaraan. cUdala^tilaj'ah R I. tuanja tidak mpmn.
• • i -------
^ hahwil Sang anak jang dilahirkan warganegara R.T. afabila kedua orang l« w « C » O T a g
ajah sah tidak a d ^ m a ^ ^ ^ 0’ ba,hwa bilamana kewarganegaraan sang garaan dari ibunia • a c a memperoleh status kewarganek e d u a orang ti!a’ tT £ berkewarganegai'aan R.I. Dalam hal bahwa garaannja tidak dikennl ™e™Punlai kewarganegaraan atau kewarganeakan dilindungkan PPV a i ditentukan pula bahwa sang anak sedapatnja negara Indonesia l-Pno i ^ 1!}San *ni berbentuk pemberian status wargainjb kepadanja karena kelahiran didalam wilajah daerah R.I. Sckcili lciEfi Icitci salv ’l
v.
penting untuk mentietAv, i Pembuat-undang2 telah menganggap § erdjadinja tanpa-kewarganegaraan. 527) 528) 529)
Pasal 1 sub f dari l i n n. Pasal 1 sub g dari U l i B dg k .
M em ori
®
, tahun lg58.
P en d jd a 'sa T '
sebagai dasar untuk memnerolpl! t ^ didalam wilajah Republik Indonesia dipakai untuk menghindarkan , ew.ar2 anegaraan dalam undang-undang ini hanja
530) 186
d id a la m w ila ja h R ep u b lik Indon 8 0l!^ng. tanpa kew arganegaraan ja n g lahir h in d ark an itu ” (d ib a w a h A I lJ ?315 Tan " anJa dipakai selam a perlu untuk meng-
Pnsnl 7 Pasal 1
h
ittt
„ UIn’ r> sub »).
sub h dari U.U. no. 62 S u n ’ ¿ 5 8 .''
314.
Tjorak2 modern dalam Undang2 Kewarganegaraan.
Tjita2 untuk sedapat mungkin mentjegah terdjadinja tanpa-kewargane garaan (apatridie) adalah suatu tjorak modern daripada per-undang2an kewarganegaraan R.I. jang berlaku pada waktu sekarang ini. 531) Disamping itu, djuga hasrat untuk mentjegah sedapat mungkin terdjadinja dwi kewarganegaraan (bipatridie) atau lebih-kewarganegaraan (multipatridie), adalah suatu hasrat jang modern. 532) Tjita2 ini adalah sesuai dengan aliran2 dalam dunia modem mengenai peraturan2 kewarganegaraan. Diatas tadi telah kita saksikan adanja tjontoh2 daripada Undang2 Kewarganegaraan tentang tjita2 untuk mentjegah timbulnja apatridie dan bipatridie berkenaan dengan status anak2. Dibawah ini kita akan mem berikan tjontoh2 lain daripada tjorak utama Undang2 Kewarganegaraan kita ini. 633) 315.
Melenjapkan dan mentjegah dwikewarganegaraan.
Keinginan untuk menghindarkan dan memperketjil sedapat mungkin dwikewarganegaraan ini adalah suatu hasrat jang sesuai dengan aliran2 modem pada waktu sekarang ini dalam bidang hukum kewargane g a r a a n ( nationaliteits-recht). Umumnja dapat dikatakan bahwa dwikewarganegaraan ini bagi negara3 jang beisangkutan merupakan sesuatu jang dirasakan sangat gandjil. Orang jang berdwikewarganegaraan ini se-olah2 „mengindjak dua p e rahu”. r,sl) Berbagai kesulitan timbul berkenaan dengan hak2 dan kewadjiban2 jang hams dipenuhi oleh orang jang bersangkutan ini terhadap dua negara jang masing- menganggapnja sebagai anggotanja. Kesulitan2 dengan kewadjiban berdinas militer, kesulitan berkenaan dengan per lindungan jang dapat diberikan oleh suatu negara kepada war ganegaranj a, kesulitan berkenaan dengan apakah jang dipandang sebagai hukum na sional dari jang beisangkutan dibidang hukum perdata. Bagi orang b e r s a n g k u t a n pun akan amat sukar-lah u n t u k mendjadi warganegara jan°baik daripada negara2 bersangkutan. Hal ini disebabkan karena ia inT ibarat harus „melajani dua Tuan”. Untuk proses „nation building” tentunja t e r d ja d in ja
531 )
532) 533)
534)
Bdgk. usaha3 dari P.B.B. Lihat a.i. Report on the elimination of Statelessness, U.N. doc. A /C N . 4/64, 30-3-1953, R. C o r d o v a , Third Report on the elimination or reduction of statelessness, Doc. A /C N . 4181. Bdgk. K o S w a n S i k , De meervoudige nationaliteit, diss. Leiden (1957), h. 273 dst. Bdgk. Warganegara dan Orang Asing, h. 7 dst ; Memori Pendjelasan U.U. Kewar ganegaraan : „Undang.Undang ini tidak mengingini adanja berkelebihan kewar ganegaraan, akan tetapi hal ini dari satu fihak sadja tidak bisa ditjegah” (sub A Umum, dibawah „Lain-lain” ). Seorang tidak dapat melajani dua Tuan atau mempunjai dua ibu, atau dua agama, atau dua „isteri” (tentunja untuk mereka jang tunduk dibawah sistim hukum monogaam), Lihat K o S w a n S i k , o.c. h. 315 dst.
187
keadaan sedemikian ini merupakan suatu penghalang jang amat terasa. Oleh karena itu dinegara merdeka seperti Republik Indonsia, kita saksikan bahwa adalah demi kepentingan perkembangan nasional negara, bilamana dihapuskan selekas mungkin keadaan dwikewarganegaraan daripada me reka jang terhitung sebagai warganegaranja. 316. Aliran modern „anti-bipatridie” . untuk menghindarkan dwikewarganegaraan ini, seperti telah a a an ta i, a_ alah sesuai dengan tjita- jang hidup dewasa ini dalam aliran modern dibidang hukum kewarganegaraan. Dwikewarganegaraan . -i xPan an§ sebagai „kedjahatan terbesar daripada kehidupan 035^ ewasa ini („tlie greatest evil of present international telah P61),1™ ? 1111311 sardjana hukum internasional ber-ulang2 ian'T timbul VíT US& & tertentu kearah penjelesaian daripada kesulitan2 terus terdanfltn6na ^nas. dwikewarganegaraan ini. Dengan tegas ditolak ganegaraan ini.
agar suPaJa daPat dilenjapkan dwikewar-
per-un^mg2anbneearana^a U^ a2 ini kita sa^sikan bahwa djuga dalam jang bertudjuan agar simail v 0? 6171’ telah diterima baik ketentuan2 dwikewarganegaraan ini r,L ^ kemudian hari ditjegah timbulnja negara2 bersangknt-m ’• •> LsarnPing perdjandjian2 chusus antara Undang2 Kewarganecm ne§ara telah membuat pula ketentuan2 dalam djadinja dwikewarganegaraiiTin?^™22 ^ 317'
hendak menghindarkan ter-
Di“9a R X b^ * a p anti-bipafridie.
Djalan seperti ini t e la h A * -> Negara kita, seperti telah T • mPuh Pula oleh Republik Indonesia, persetudjuan chusus dpn 1Sin^§unS sepintas lalu diatas, telah mengadakan , untuk mengatasi k e su lita ^ Pu^ ik Rakjat Tiongkok pada tahun 1955 negara R.I. di Indonesia ' karena terdapat kelompok warga•4 pula. £erdjnnr1j1-nn seka“ gus mempunjai kewarganegaraan R.R.T. R R .T i n H ^ h ^ ^ ;anegaraan antara R.I. dan 1958), « r ) j kemudiin f ? ? 8*, tersendíri ^ (U.U. no. 2 tahun ___________ hdilaksanakan lebih djauh. Mereka jang 535) 536) 537)
1S8
Utjapan wakilEstland’ h- 273W P a KonPerensi Kodifikasi 1930, s.d.K o S w a n Si k, Bdgk. K o S w a n Si k, oc h P,e£ara ^*an® disebut disitu * * ^ ^st* ^an Peraturan* kewarganegaraan berbagai K o S w a n Si k, o-c. h. 3¿2 H t . mdwikewarganegaraan R.I -r r -r? \ " * e m T j i n g H i e n - K h o, Perdjandjian ■i. aan pelaksanaannja, Djakarta (1961).
serempak berdwikewarganegaraan R.I. dan R.R.T. diberikan kesempatan untuk memilih salah satu kewarganegaraan itu dalam masa 2 tahun (dari 20-1-1960 sampai 20-1-1962). r,:!8) Setelah tanggal 20-1-1962 dapat dikata kan bahwa masa dwikewarganegaraan R.I.-R.R.T. ini telah berachir. Sedjak tanggal itu, mereka jang bersangkutan, tidak lagi berdwikewarga negaraan, tetapi hanja memiliki kewarganegaraan tunggal, R.I. atau R.R.T. Disomping mengadakan persetudjuan bilateral, Republik Indonesia telah mengadakan usaha lain untuk sedapat mungkin menghindarkan terdjadinja lagi dwikewarganegaraan ini. Ilal ini telah dilakukan dengan mengadakan ketentuan- chusus dalam Undang- Kewarganegaraan jang bermaksud un tuk mentjegah terdjadinja dwikewarganegaraannja ini. C3U) 318.
Tjontoh2 dalam U .U . Kewarganegaraan.
Beberapa tjontoh akan kita sadjikan disini : A n a k luar kawin dari ibu Indonesia.
(^a) Anak2 jang dilahirkan dilaar perka winan dari seorang Ih u Indonesia atau dalam perkawinan tetapi setelah bertjerai diserahkan kepada asuhan sang ibu warganegara R.I., dapat memperoleh pula status warganegara R.I. M(’) Sebenarnja anak ini mengikuti kewarganerarnnn dari sang ajah jang berstatus asing._ Tetapi kepadanja diberikan kesempatan untuk mem peroleh kewaiganegaiaan R.I. dengan djalan mengadjukan permohonan. Kini ditentukan, bahwa kesempatan untuk mengadjukan permohonan supaja memperoleh kewarganegaraan R.I. ini hanja dapat dilakukan oleh anak" jang dengan mempeioleh kewarganegaraan R.I. itu akan kehilangan l-f’ waraanegaraan asalnjaJian^ diperolelmja karena tumt status sang ajah). B ila m a n a kewarganegaraan lain ini tidak hilang, maka sang anak tidak akan dapat dikabulkan permohonannja untuk mendjadi warganegara R.I. Djadi, disini kita saksikan bahwa pembuat-undang2 hendak mentjegah terdjadinja dwikewarganegaraan. 319.
Tjutju seorang imigran asing.
(S)) Diatas sudah kita saksikan bahwa seorang „ tjutju” dari seorang imigran asing, dapat mengadjukan pula permohonan untuk memperoleh 538)
539 ) 5'10)
P-P. n0tahun 1960 tentang Penegasan mulainja berlaku Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1959 tentang pelaksanaan Undang5 tentang persetudjuan perdjandjian antara R.I. dan R.R.T. mengenai soal dwikewarganegaraan ; P.P. no. 5 tahun 1961 tentang Perubahan dan tambahan P.P- no. 20 tahun 1959 tentang pelaksanaan U.U. tentang Persetudjuan Perdjandjian antara R.I. dan R.R-T. mengenai soal dwikewarganegara'an (L.N- 1961 o. 23). Untuk tindjauan jang lebih mendalam, Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I., h. 2 dstPasal 3 U.U. Kewarganegaraan no. 62 tahun 1958.
189 Hukum Perdata Internasional Indonesia _ 13
kewarganegaraan R.I. n41) Tetapi diantara sjarat2 jang harus dipenuhinja sebelum dapat dikabulkan permohonannja itu, terdapat ketentuan bahwa dengan diterimanja sebagai warganegara R.I. ia ini tidak akan mendjadi dwikewarganegaraan. Pada saat ia mengadjukan permohonan untuk men djadi warganegara R.I. haruslah ia ini menjampaikan djuga surat pemjataan bahwa ia menanggalkan kewarganegaraan lain jang mungkin dimilikinja. 320.
Formule sumpah Naturalisasi.
*4 ^cj) Djelas sekali hasrat untuk mentjegah terdjadinja ini daripada proses untu memperoleh kewarganegaraan R.I. karena naturalisasi (pewargane garaan). itentukan bahwa orang asing jang hendak mendjadi warganegara . . engan jalan naturalisasi ini hanja dapat cUkabulkan permohonannja anJana ia tidak mempunjai kewarganegaraan lain bilamana diterima mencijadi warganegara R.I.
Dalam fotmule sumpah jang harus diutjapkan bilamana telah dikabult-f'o- ^,er^10.1° nan natuialisasi, djuga njata sekali adanja tjita2 untuk meni ^ '?? e_wai ganegaraan ini. Dengan sedemikian banjak perkataan
321.
Perkawinan tjampuran internasional.
r e i ^ uan asing H al ini Sekaranc in,- ~
^2l^ng-Jvarganegara_JJ., s e o r a n ^ e ,
V.
R L dari suaminia- ^ ]anh kemudian. c« )
jang karena .gerkawinan £ hanja PeremPuan2 jang dapat memperol el TItehT^— adalah Apabila mereka ini tidak Vphilo ^ ar§anegara R I- daripada sang suami. peroleh kewarganegaraan R T— ~ ^ an kewarganegaraan acal karena memmendjadi
322.
warganegara r t i ' an sanS suami, mereka ini tidaklah akan -n e g a r a R.I. karena turut status suami.
M e m p e r o le h k e w a r g a n e g a r a a n lata.
0 Ketentuan lain iano- c f „anti-bipatridie” rbw « et]ara tegas memperlihatkan pula sikap ___________ Pembuat-undang2 Kewarganegaraan R.I. ialah ke541)
Pasal 4 U.U. Kpwar
542) .... 543) 544)
Tentang pentingnja f o r m ^ 38" n° ' 62 tahun 1958‘ ^•^• Kewarganegaraan R T6 pada atjara naturalisasi ini, lihat Tafsiran Pasal 7 U.U. Kewar^L ’ h' 119 dstLihat untuk ini, B a ^ V l l 63^ * 11 no’62 tahun 1958pada Tafsiran U.U. Kewar’1r»emperolel1 kewarganegaraan R.I. karena perkawinan”, kewarganegaraan R.I. h. 123 dst.
190
tentuan bahwa seorang warganegara R.I. jang dengan sukarelalah meni- peroleh kewarganegaraan lain, setjara otomatis akan kehilangan kewarea. negaraannja. 51B) Dengan melakukan perbuatan memilih dengan suka sendiri akan kewarganegaraan lain ini, orang jang bersangkutan telah memperlihatkan bahwa ia sudah tidak lagi mengharapkan kewarganegaraan R.I.-nja. Ada lah selajaknja bilamana orang jang bersikap demikian ini dipandang tidak lagi sebagai warganegara R.I. 323.
Tidak mempergunakan kesempatan untuk melepaskan kewarga negaraan lain.
( g ) Ada lain kemungkinan untuk kehilangan kewarganegaraan R.I.1 Djika seorang warganegara R.I. tidak menolak atau tidak melepaskan keinnrpaneaaraan lain, sedangkan ia ini diberikan kesempatan untuk itu, maka ia akan kehilangan kewarganegaraan R.I.-nja. o46) Demikian buruk dipandang dwikewarganegaraan oleh pembuat-undang2 Kewarganegaraan R.I. ini, h in g g a suatu sikap „masa-bodo” dan „tinggal diam peluk tangan” s e d a n g k a n diberikan kesempatan untuk melepaskan diri daripada ke w a r g a n e g a r a a n lain ini, dipandang sebagai kurang menghargakan kewar g a n e g a r a a n R.I. Akibat daripada kurang penghargaan ini ialah bahwa jang beisangkutan dikenakan „hukuman hilangnia kewarganegaraan R.I. Bagi mereka jang berdwikewarganegaraan R.I. dan R.R.T. ketentuan ini perlu diperhatikan. Kepada mereka diberikan kesempatan untuk me lepaskan kewarganegaraan R.R.T. dalam djangka waktu 2 tahun setelah persetudjuan antara R.I. dan R.R.T. tentang penjelesaian dwikewarganega raan mulai berlaku. Djika mereka ini tidak mempergunakan kesempatan untuk melepaskan kewarganegaraan R.R.T. ini, maka mereka akan ke hilangan kewarganegaraan R.I. Hal ini bukan sadja ditentukan dalam persetudjuan bilateral antara R.I. dan R.R.T. (U.U, no. 2 tahun 1958~). 517) tetapi dalam Undang- Kewarganegaraan R.I. sendiri ditentukan hal jang serupa. 324.
Mempunjai paspor asing.
(g ) Selain daripada itu, kita saksikan pula sikap anti-bipatridie ini daripada ketentuan lain jang mengakibatkan hilangnja status warganegara R.I. Apabila seorang warganegara R.I. temjata mempunjai surat paspor*asing (atau surat jang bersifat paspor), maka karenanja ia akan kehilangan kewarganegaraan R.I.-nja. 548) 545 ) 546) 547) 548)
Pasal Pasal Pasal Pasal
17 sub a U.U. Kewarganegaraan no. 62 tahun 1958. 17 sub b U-U. Kewarganegaraan no. 62 tahun 1958. I dan II U.U. no. 2 tahun 1958 (L.N. no. 5 tahun 1953)17 sub j, U-U. Kewarganegaraan no. 62 tahun 1958.
191
Kesetiaan bulat terhadap R.I. diminta dari setiap warganegaranja! Tidak dapat diterima suatu sikap jang ragu2. Dengan mempunjai paspor negara asing, warganegara R.I. bersangkutan memperlihatkan ke-tidaksetiaannja kepada R.I. Oleh karena itu adalah sewadjarnja, bilamana kewarganegaraan R.I.-nja ini dinjatakan hilang. „Berdiri atas dua perahu” tidak dapat diterima lebih lama.
325.
Dianggap hanja Warganegara Indonesia.
Pembuat-undang2 Kewarganegaraan R.I. telah menjatakan lial ini dengan lebih tegas lagi. Menurut kata2 jang djelas dalam U .U . Kewarganegaiaan R.I. ini ditentukan bahwa „seorang warganegara R.I. berada didalam wilajah R.I. dianggap tidak mempunjai kewarganegaraan lain” . 5l9) Dengan lain perkataan : pembuat-undang2 hanja ingin mengenal sal u matjam kewarganegai aan (jaitu kewarganegaraan R.I.) pada warganegaranja. 5S0) emi 'anlah beberapa tjontoh jang setjara djelas membuktikan adanja si 'ap jang „anti-bipatridie” dari Undang2 Kewarganegaraan R.I.
326.
Anti-apatridie.
Disamping hasrat untuk menghindarkan dwikewarganegaraan kita su dah saksikan bahwa pembuat-undang2 Kewarganegaraan R.I. djuga tidak
tanPa'kewarganegaraan. Setjara tegas njata pula sikap „anti-apatndie dan pembuat-undang2 ini. 327.
Alasan- contra tanpa-kewarganegaraan.
m enAaw a^ba^'arkesiiUtannba^raan ^ berkewarganegaraan tidak
d^ f h ? Karena keadaan ini bersangklltan- Seorang jang tak-
perlindungan kepadania Ia t i t S l j &ng dapat membenkan Bagaim an! untSc manakah ia harus dikirim? Ia ini di hi ^™^n§ US115 Ulfcwijzen) ? Kenegara sea not sailing under the f W
kf
f * * 8* ” Vessels of the °P en
protection” („kapal dilaut teiuka\anpab7nde i™ ™ ^ ^ 611)07 ^ perlindungan sedikitpun 1”). ^ l) e,fl) karenanja tak mempunjai
Dibawah ini kita akan membpriVnn Kol-. pembuat-undang2 kewarganerrnr.m ' raPa tjontoh tentang hasrat garaan in i: ‘ n ur uk mentjegah tanpa-kewargane549) 550) 551)
192
Pasal I Peraturan Penutur, TTTr Tentang akibat2 hukum ,Kew£>rganegaraan no. 62 tahun 1958. 276 dst1 Pernjataan seperti ini. Bdgk. K o S w a n S i k, h. O p p e n h e i m , lihat diu™ r . tjet. ke-2, I, h. 475 c]st a n c o i s , J.P.A., Handboek van liet volkenrecht,
328.
Anak jang tak mempunjai hubungan dengan ajahnja.
(a) Pada umumnja seorang anak turut memperoleh status kewarganegaraan dari sang ajali. Apabila sang ajali warganegara Indonesia maka sang anak djuga akan memperoleh status itu. Hal ini sudah ldta saksikan diatas. Akan tetapi, apabila diantara sang ajah dan anak tidak terdapat hubungan kekeluargaan menurut hukum, maka status anak ini ditentukan ol'eh sang ,jbu jang berkewarganegaraan R.I. 552) Dengan demikian di hindarkan bahwa sang anak mendjadi tanpa-kewarganegaraan karena tidak dapat memperoleh status sang ajah. 329.
Anak jang diketemukan.
(£ ) Anak-anak jang diketemukan didalam wilajah Indonesia tanpa »* dikenal orang tua mereka diberikan status warganegara Indonesia Hal ini terang adalah untuk mentjegah supaja sang anak tidak mendfadi tanpa-kewarganegaraan. J 330.
Anak jang orang tuanja tidak diketahui.
g ) P|usa anak* [ang °™ ? L i m : a a _ t i d ^ ^ hindarkan bahwa mereka ,m mondjadi tanpa-kewarganegiaan. 331.
Perkawinan perempuan asing dengan prija warganegara.
d) Sepigngjjgiempuan ¡ang menikah dengan priia TOrgflnprrun J^ | "" dapatjviengikiiti status suaminia mendjadi wai-crnnp^™ U T pnl:, ..p.,],.’] ’ sang.suami tidak menjalakan keterangan untuk melepaskan r a a n ^ L i i ^ - S ^ r t ^ l i l . t a h u n setelah ^ g & a n d i l a n » .„ n „ v ^ r ^ Tetapi, sang suami ini tulah akan diberikan kesempatan untuk melepas kan kewarganegaraan R.I.-nja, djika ia karena perbuatan itu akan mendjadi lanpa-kewarganegaraan. J U1 Kebebasan seseorang untuk melepaskan kewarganegaraan Tetapi kebebasan ini tidak diberikan dalam hal bah w l k a ren a m a ^ ™ bersangkutan akan mendjadi tanpa-kewarganegaraan. 552) 553) 554)
Pasal 1 sub Pasal 1 sub Pasal 1 sub
dg. f.
555)
Pasal 7U.U. Kewarganegaraan no. 62 tahun 1958.
193
332.
Perkaw inan perempuan warganegara dengan prija asing.
(e]) Seorang perempuan warganegara R.I. jang menikah dengan prija asing dapat melepaskan pula kewarganegaraan R.I. 5n0) Akan tetapi, untuk dapat melalculcan penglepasan ini, haruslah perempuan bersangkutan mem„ peroleh kewarganegaraan daripada suami asingnja itu. Apabila hal ini tidak demikian adanja, maka sang isteri warganegara R.I. tidak boleh melepaskan kewarganegaraan R.I.-nia. Hal ini disebabkan karena, djika diperbolehkan ia ini akan mendjadi tanpa-kewarganegaraan. Masih ada banjak tjontoh lagi dalam Undang2 Kewarganegaraan R.I. jang menundjukkan dengan djelas adanja sikap pembuat-undang2 untuk mentjegah sedapat mungkin terdjadinja tanpa-kewarganegaraan. Tetapi, ldranja tjontoh jang disebut diatas ini, tjukup adanja untuk membuktikan hasrat jang njata itu. D57) 333.
M entjegah apatr.idie sesuai aliran internasional.
Tudjuan untuk sedapat mungkin mentjegah terdjadinja tanpa-kewarga„egaraan adalah sesuai dengan aliran jang hid,m pada m a k sekarang .m dalam duma takum mternasiona!. » » ) Umum dirasakan bahwa keadaan S
' S
334.
T
"
' ni aCk,ah
jang sedapat mungldn
Tiara’ memperoleh kewarganegaraan R.I.
Diatas tadi telah diuraikan negara R.I. 550)
0„ j . . la jang dianggap termasuk warga-
Disamping kelompok’ jang disebut ^ inend]acli warganegara R.I. karena 'berbatr • +• • ciapanan orang Undang2 Kewarganegaraan 1958. ^ara JanS didjelaskan dalam Dibawah ini kita sebut tjara2 jang te a) karena pengangkatan anak : b) karena naturalisasi ; seorang warganegara R.I. ; c) karena perkawinan den cmn Ber-turut2 t o d ^ m e n i n d L t“ ” g- WarSaM8 ™ «-I-i 1u J « i setjara lebih mendalam; 335.
Adopsi anak asing.
l_ad ojj
Karena pengangkatan (aA
-\
peroleh status daripada aiah-anrrV ° I?slV seoran^ anak asing daPat mem‘ __________ gkatnja jang berkewarganegaraan R.I. 556) 557) 558) 559)
194
Pasal 8 U-U. Kewarganegaraan n<% «o Lihat selandjutnja, Tafsiran U U V Bdgk- F r a n ç o i s , Handboek
un 1958, RJ- h. 12 dst.
no. 301 dst.6k van hct volkenrecht, tjet. ke-2, dl. I, h. 475 dst.
Untuk dapat memperoleh kewarganegaraan R.I. dengan djalan peng angkatan ini. baru s terlebih dahulu dipenuhi beberapa sjarat. 5G0) Anak : bersangkutaii^tidak boleh lebih dari 5 tahun usianja. Dan pengangkatan ini harufe-iinjatakan s'ah'deh-Pengadilan Negeri. Tjara2 pengangkatan anak b^uni harus sesuai dengan ketentuan2 hukum l'ang berlaku di Indonesia. Pengangkatan ini tidak dapat dilakukan setjara sembarangan sadja me nurut kehendak hati pihak-pihak jang bersangkutan. Bahwa hanja anak2 jang muda* sadjalah jang dapat memperoleh status warganegara R.I. karena pengangkatan ini ialah untuk menghindarkan terdjadinja perbuatan2 penjelundupan2 (perbuatan „ptiras” c01) jang diadakan se-mata2 untuk memperoleh status warganegara R.I.). Dan djuga dengan adanja sjarat ini diharapkan bahwa mereka jang diangkat ini masih betul2 bisa merasa dirinja sebagai warganegara Indo nesia. 562) P e m ja t a a n sah oleh Pengadilan Negeri ini harus diminta dalam djangka waktu setahun setelah pengangkatan dilakukan. Hal ini dianggap perlu demi kepastian hukum. 336.
Naturalisasi.
yi/l. fy\ Karena melakukan pewarganegaraan (atau: „naturalisasi”) asing dapat mendjadi warganegara Indonesia pula. Berbagai sjarat jang diadakan untuk dapat memohon kewarganegaraan R.I. karena djalan ini. seoran g
337.
Sjarat2 untuk naturalisasi.
Orang asing bersangkutan ini harus memenuhi sjarat2 sebagai ber ikut : B63) 0
Sudah berumur 21 tahun. Sjarat ini mudah dimengerti. Orang2 jang dianggap belum dewasa, dalam arti-kata masih dibawah umur, lazimnja dipandang kurang tjukup memenuhi sjarat untuk dapat melakukan perbuatan hukum sepenting seperti naturalisasi. Tetapi dalam hubungan ini menarik perhatian bahwa pada umumnja dalam Undang2 Kewarganegaraan usia 18 tahun-lah sudah dianggap tjukup untuk dapat menentukan nasib sendiri. B84) Untuk naturalisasi 560) 561) 562) 563) 564)
Pasal 2. Untuk perbuatan „purarpura” dibidang H A T AH ini lihat W e r t h e i m , Rechterlijke Vrijhavens, T. 151/423. Bdgk. Memori Pendjelasan s-d- dalam Tafsiran U.U. Kewarganegaraan, h. 48, 49. Pasal 5 U.U. Kewarganegaraan R.I. no. 62 tahun 1958Bdgk. Tafsiran U-U. Kewarganegaraan, h. 21 dst.
195
ternjata batas umur ini dinaikkan. Hal ini kiranja diadakan untuk menegaskan sekali lagi, bahwa tjara memperoleh kewarganegaraan dengan djalan pewarganegaraan ini adalah suatu hal jang serious dan memerlukan „kematangan” seperlunja dari jang bersangkutan. s
Lahir dalam wilajah Republik Indonesia, atau bertempat tinggal dalam wilajah Republik Indonesia, atau bertempat tinggal dalam daerah itu selama sedikit-dikitnja 5 tahun berturut-turut jang paling achir atau sama sekali selama 10 tahun tidak berturut-turut. Antara sipemolion dan negara R.I. harus ada suatu hubungan pertalian tertentu. Hubungan ini ada karena jang bersangkutan dilahir kan disini atau sudah bertempat tinggal lama disini. Lamanja bertempat tinggal disini ditentukan se-kurang-nja 5 tahun bertunit-tiimt atau 10 tahun setjara tidak berturut-turut (artinja : dengan diseling masa be pergian keluar negeri). Pada waktu permohonan diadjukan d jangka2 waktu kediaman ini sudah harus dipenuhi. Memang adalah logis bahwa hanja mereka jang mempunjai hu bungan erat dengan R.I. adalah jang boleh diterima sebagai warganegara-nja dengan djalan naturalisasi ini. Apabila sipemolion tidak ada ikatan sama sekali dengan R.I., tidak pada tempatnja untuk memberikan kepadanja kesempatan untuk mendjadi warganegara R.I. Karena ke kurangan ikatan ini ia tentunja tidak akan dapat mendjadi warganegara jang baik. 50r>) 0
M emperoleh persetudjuan sang isteri. Untuk dapat mengadjukan permohonan naturalisasi seorang suami harus dapat persetudjuan dari isteri. Hal ini dapat dipertanggungjawa 'an oleh kaiena apabila naturalisasi dikabulkan, maka djuga pihak h^ - ri akiln tarut m engalami yerobahan status (mendjadi toareanezara R.I.) sgg) ------------------- 1---------' ^ Tentunja pembahan status ini perlu disetudjui terlebih dahulu oleli mereka jang akan mengalaminja. Dengan turut berubahnja status isteri ini mengikuti sang suami m e m p e io e i 'ewaiganegaraan R.I. karena naturalisasi tertjapailah k§z
565)
066 )
Pasal 5 ajat 2 b. atj ara Persamaan
1 T
hak (gelijkstelling ps. 163 I.S.), penundukan sukarela
^ f baTgan ( Pasal 18 S- 1917/12), atjara n a t u r a l i s a s i mendjadi, „Nederlander ). Lihat buku HAG ; suatu Pengantar, h. 155, 160.
196
satuan hukum dalam keluarga. n07) Suami-isteri akan mempunjai status jang sama dan karena itu djuga akan tunduk kepada liukum jang sama. 3? Tjukup dapat berbahasa Indonesia dan mempunjai sekedar pengc tahuan tentang sedjarah Indonesia. Sipemolion harus menundjukkan bahwa ia mempunjai bakat2 jang tjukup untuk mendjadi warganegara Indonesia jang baik. Oleh karena itu disjaratkan bahwa ia faham bahasa Indonesia dan mengetahui sedjarah negara kita. Tetapi tentunja tidak perlu segala sesuatu pe ngetahuan itu sampai sedalam-dalamnja dan se-sempuma2nja. Ia hanja harus „tjukup'’ dapat bitjara Indonesia untuk pergaulan se-hari2 dengan warganegara jang lain. Pengetahuan sedjarah pun diperlukan hanja setjara „sekedar” tjukup untuk menundjukkan bahwa ia sungguh2 ber hasrat mendjadi warganegara Indonesia jang baik. 5GS) e. Tidak pernah dihukum karena melakukan suatu kedjahatan jang merugikan R.I. Sipemolion harus merupakan suatu warganegara jang baik. Oleh ka rena itu „eri min al.. j'gcordjdU a_. harus bersih. Ia tidak, boleh pemali dihukum kaiena melakukan kedjahatan. jang merugikan negara. Orang jang telah melakukan kedjahatan sedemikian ini tidak dapat dianggap memenuhi sjaiat untuk mendjadi warganegara jang baik dan sedjati. Sjarat sedemikian ini adalah lazim pula dalam peraturan2 pewarga negaraan dari negara2 lain. 5C!>) f.
Sehat roehani dan djasmani. Tentunja negara hanja ingin menerima sebagai warganegaranja mereka jang tidak sudah „afgesehreven” . Dengan orang jang sehat ini diartikan, bahwa orang bersangkutan tidak berpenjakit jang berbaliaja bagi umum.
567)
Azas kesatuan — hukum dalam keluarga kini telah ditinggalkan. Azas persanut — rataan antara suanu-isteri dipandang lebih penting adanja. Karena fihak isteri / n ^ oUIîîU Tr |!*encnlukan sendiri statusnja dibidang kewarganegaraan toagk. ps- 7, 8 U.U. Kewarganegaraan R.I., pasal I, U .U . no. 2 tahun 1958) kita saksikan bahwa kadang3 tidak ada kesatuan hukum dalam keluarga ini. letapi pada naturalisasi masih dipentingkan kesatuan — hukum dalam keluarga ini.
568) 569)
Bdgk. Memori Pendjelasan dan Tafsiran U.U. Kewarganegaraan, h- 91 dst. Bdgk. Encyclopaedia Britannica, dibawah „Naturalization laws”, vol. 16, h. 162 A-
197
_ g. Membajar uang naturalisasi diantara Rp. 500,— sampai Rp. 10.000,— Sjarat pembajaran untuk naturalisasi ini adalah sjarat jang lazim di-negara2 lain. 5?0) Per-undang2an naturalisasi memang pada umumnja mengenal sjarat ini. Beaja jang harus dibajar ini se-kurang-nja adalah Rp. 500,- dan setingginja Rp. 10.000,- Djawatan Padjak jang menentu kan djumlah ini melihat penghasilan tiap bulan dari jang bersangkutan. Djumlah ini tidak boleh melebihi djumlah penghasilan sebulan dari sipemohon. .h . Mempunjai mata-pentjaharian jang tetap. Sjarat ini diadakan untuk menghindarkan bahwa orang jang didjadikan warganegara dengan djalan naturalisasi ini kelak mendjadi beban negara. _ i.
Tidak mempunjai kewarganegaraan lain.
338‘
Tjara mengadjukan permohonan.
339.
Sumpah setia.
1 ini dikabulkan sipemohon harus kepada negara R.I572)
R l ~ h. 96. Pasal 5 ajat 3 kalimat terachir U.U- Kew Kewarganegaraan 1958 no. 62.
Sumpah
s e t ia in i p e n t i n g a d a n ja . D e n g a n t i d a k ^ d i u t ja p k a n s u m p a h in i ,
p ew argan egaraan
b e lu m
l a g i m e m p u n j a i a k ib a t .
573)
W arganegara jang baru diterima ini perlu mengutjapkan sumpahnja (djandjinja) bahwa ia akan merupakan suatu warganegara jang baik. 340.
Pengumuman dalam Berita N egara.
Sifat resmi diberikan kepada atjara naturalisasi ini dengan ketentuan bahwa setelah diutjapkan sumpah setia, pewarganegaraan dari jang ber sangkutan akan diberitahukan dalam Berita Negara. - * ) Dengan demikian setjara resmi semua orang dapat mengetahui bahwa jang bersangkutan sudah diterima mendjadi „anggota” baru dari pada negara R.I. 341.
Naturalisasi demi kepentingan negara.
Apa jang didjelaskan diatas adalah pewarganegaraan jang dilakukan atas inisiatdp daripada jang berkepentingan sendiri. Disamping atjara pewarganegaraan seperti itu masih dikenal natuialisasi setjara lain. Jang dimaksudkan, ialah naturalisasi dem i kepentingan Negara. °75) Djiica adalah dalam kepentingan negara bahwa seseorang di-naturalisasi maka dapatlah hal ini dilakukan tanpa perlu dipenuhi sjarat2 jang terurai diatas untuk pewarganegaraan biasa. D juga dapat dilakukan p e w a r g a n e g a r a a n i n i apabila orang jang hendak dinaturalisir telah herdinsa terhg^ap NegaraDalam hal2 ini pemerintah dapat memberikan kewarganegaraan Indo nesia kepada seorang asing dengan persetudjuan daripada D ewan Perwa kilan Rakjat. 342.
Perkawinan tjampuran internasional.
[ ad c j Karena perkawinan dengan seorang suami warganegara In donesia seorang p erempuan asing dapat mendjadi warganegara pula. 57C) D e n g a n djalan ini diberikan kesempatan agar supaja perempuan asing m e m p e r o l e h status suami Indonesia-nja. Hal ini ditentukan dem i kepen tingan kesatuan hukum dalam keluarga. Dengan adanja kesatuan dalam bidang kewarganegaraan diharapkan bahwa akan terhindar pula berbagai kesulitan jang timbul karena adanja hukum jang berbeda didalam satu keluarga itu. B77) 573) 574) 575) 576) 577)
Ps. 5 Ps- 5 Ps. 6 Ps. 7 Bdgk.
ajat 7 U .U . Kewarganegaraan 1958 ajat 7 U.U. Kewarganegaraan 1958 U-U. Kewarganegaraan 1958 no. 62. U-U. Kewarganegaraan 1958 no. 62. tjatatan pada no. 567).
no. 62. no. 62.
199
Seperti diatas telah diberitahukan, orang perempuan asing bersang kutan hanja akan dapat memperoleh kewarganegaraan dari suaminja, bilamana karenanja ia tidak akan mendjadi dwikewarganegaraan, °78) Ilal ini berarti, bahwa hanja diperbolehkan kepadanja untuk mendapat k e w a r g a n e g a r a a n Indonesia dari suaminja, bilamana kewarganegaraan asalnja hilang. Apakah demikian atau tidak tentunja tergantung daripada Undang2 kewarganegaraan dari negara asal sang perempuan. Ada negara2 jang menentukan bahwa djika seorang perempuan warganegara menikah dengan suami asing dan karenanja memperoleh kewarganegaraan daripada sang suami itu, maka dengan sendirinja kewarganegaraan asalnja akari hilang. j7°) Tetapi ada djuga negara- jang memegang teguh pada prinsip perkawinan tidak dapat mempengaruhi kewarganegaraan daripada warga negara peiempuannja jang menikah dengan suami asing. Mereka ini dipandang tetap waiganegara dari negara semula walaupun seandainja n e g a r a daripada sang suami memberikan kewarganegaraannja kepada sang isteii. ) Da am hal jang disebut pertama dapatlah perempuan asing mempero e i ewarganegaraan R j, dari suaminja. Tetapi dalam hal jang disebut belakangan tidak demikian halnja. Sudah diteiangkan diatas bahwa ketentuan seperti ini adalah sesuai engan ji a pem uat-undang- kewarganegaraan R.I. untuk mentjegah terdjadinja dwikewarganegaraan. J° 343.
T ja ra 2 kehilangan k ew argan egaraan R .I.
Diatas telah kita uraikan tentancr i i i R.I.. Dalam Undang Kewarean^n J, memPeroleh ke' varganegaraan tjara2 untuk kehilangan k ew ir^ n Zminja diu§ a ditentukan tentang kewarganegaraan ini diketemukan8gafaa" - IKetentliana tentanS kehilangan R.I. tahun 1958. m i ) P a,am Unclang ' Kewarganegaraan nesia ialah:
a.
^ teiPent*nS U11tuk kehilangan kewarganegaraan Indo-
M-em B g g g i.eh „k ew a rg a n g cja ra a n _ja m k a r e n a k e m a u a n - i » s e n d ir i.
sendiri m ciL^g T ud^tT d'S k' warSalMgaraa" ,ai» dengan kemauan Indonesia. P& ut laSx dianggap sebagai warganegara 578) 579) 580)
Dibawah no. 321. Misalnja, negara2 jang disebut rial-.™ m .• Misalnja, negara2 jang disebut rial;, ™atl°nality of married women, h- 10 dst.
581)
Pasal 17 U.U. Kewarganegaraan19™8
200
^ .h’ . . no. oz , J3dgk. S c h n i t z e r ,
T . I, 155 dst-
Akan tetapi, ada beberapa hal lain jang perlu kita perhatikan pula dalam hubungan ini. Pada waktu jang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain itu ia harus berada diluar negeri. Djika ia berada didalam wilajah R.I. maka kewarganegaraan R.I.-nja tidak hilang de ngan sendirinja. Apabila jang bersangkutan masih berada didalam wilajah R.I. maka masih terdapat hubungan jang erat antaranja dan negara R.I. Kehilangan kewarganegaraan R.I. membebaskan orang jang ber sangkutan dari kewadjiban- sebagai warganegara. Tidaklah dapat di terima bahwa seseorang akan dapat membebaskan dirinja dari beban ini karena suatu perbuatan sebelah pihak sadja. 58-) Padahal ia ini karena masih berada didalam wilajah R.I. nampaknja masih mempunjai tjukup hubungan dengan R.I. Untuk menghindarkan hal sedemikian itu maka ditentukan bahwa dalam hal seperti itu barulah kewarganegaraan R.I. hilang apabila dinjalakan hilang oleh Menteri Kehakiman dengan persetudjuan Dewan Menteri. b.
T id a k m e n o la k a t a u m e le p a s k a n k e w a r g a n e g a r a a n la in , s e d a n g k a n ia m e n d a p a t k e s e m p a ta n u n t u k i t u.
Apabila diberikan kesempatan kepada seorang warganegara R.I. jang berstatus dwikewarganegaraan untuk melepaskan kewarganega raan lainnja, maka ia harus mempergunakannja. r,S3) Djika ia tidak melakukan hal ini maka ia memperlihatkan sikap jang tidak sesuai dengan sikap daripada seorang warganegara Indonesia jang sedjati. Oleh karena itu, sikapnja jang passip ini (tidak mau melepaskan ke warganegaraan jang lain untuk mana diberikan kesempatan padanja) akan mengakibatkan bahwa kewarganegaraan R.I.-nja hilang pula. Ketentuan semat jam ini adalah sesuai dengan apa jang ditjantumkan dalam „Persetudjuan tentang penjelesaian dwikewarganegaraan antara R.I. dan R.R.T.” Para warganegara jang berstatus dwikewarganegaraan R.I. — R.R.T. dan tidak melepaskan kewarganegaraan R.R.T. mereka dalam djangka waktu 2 tahun jang ditentukan, kehilangan kewargane garaan R.I. mereka. 384) Ketentuan ini sesuai dengan hasrat pembuat-undang2 Kewargane garaan R.I. untuk menghindarkan dwikewarganegaraan sedapat mung kin. 582) 583) 584)
Bdgk. Memori Pendjelasan, dibawah sub II. Pasal 17 sub C, UiU. Kewarganegaraan 1958 no. 62. Pa9al II, J I I U.U. no. 2 tahun 1958.
201
c. Diakui sebagai anak oleh seorang asing.
t
(erkenning)
Karena pengakuan sebagai anak tertjiptalah hubungan hukum antara anak bersangkutan dan sang ajah. K arena itu adalah selajaknja ba h w a anak bersangkutan mengikuti pula status ajahnja jang m engakuinja. Untuk dapat kehilangan kewarganegaraan R.I. karena diakui oleh seorang asing ini, anak bersangkutan harus dibaw ah um ur 18 tahun. Batas 18 tahun ini diambil, karena pada um um nja usia tersebut adalah batas untuk dapat menentukan nasib sendiri dibidang kewarganegaraan. Pengakuan anak W .N .I. oleh seorang asing m erupakan persoalan H .P.I. Berbagai persoalan hukum tim bul berkenaan d en gan ini. 085) 5
ja s p e rm o h o n a n sendiri.
Seorang warganegara R.I. jang sudah dew asa (21 tahun) diberikan esempatan untuk mengadjukan perm ohonan kepada pem erintah supaja kewarganegaraannja dinjatakan hilang. D engan adanja ketentuan ini njatalah bahw a dalam U ndang2 K e warganegaraan R.I. ini diberi kebebasan kepada orang2 jang dianggap se agai warganegara untuk menentukan sendiri sikap m ereka, kew argaQ ^^I.^n_m aiia jang .lebih dis ukai Ikatan kewarganegaraan jang tidak lebih lama disukai dapat dilepaskan.
J&JzmmK-
„ ^ ’f 1311 sematjam ini adalah sesuai dengan faham 2 m od ern jang men^ " al aPa l“ g disebut sebagai
tidak
nesia i , j ' ” hanlauSTt ? lniata,' a" hi,ang kewarganegaraan In d o m enrW V + terbuka bagi mereka jang karenanja akan mencijadi
tanpa-kew arganegaraan.
e.
M a s ^ dala5 L dj£ M tentara asinQ, fanp-
masuk dinas tentara asing memperlihatkan suatu pertalian
lah orang i n i ^ d ^ T den®an negara_ asing bersangkutan, hingga njataR I -nia 587’) menghargai lebih landjut akan kewarganegaraan ja n g eh a, dari^
s e d e n L a „ “ ddah « S u
han)'a
V ifltta ”
dari ¿eoranganak^WNWleh'W N ^ A 19 T “ e 5^
im l 588)
202
S i-
daIam “
1959P- berkenaan dengan adopai
i« di I9S8'
beba"
Hpi’ 1 ” ■2
*•
Lain halnja bilamana jang bersangkutan sebelum masuk dalajm dinas tentara asing ini terlebih dahulu telah memperoleh idzin daripada Menteri Kehakiman. Dalam hal jang belakangan ini maka kewarganegaraannja tidak akan mendjadi hilang. f. Masuk dinas negara asing. Karena masuk dalam dinas negara asing tanpa idzin terlebih dahulu' dari Menteri Kehakiman R.I., seorang warganegara R.I. dapat ke hilangan pula kewarganegaraannja. osa) Djabatan jang dipangkunja itu adalah sedemikian penting hingga menurut peraturan R.I. hanja dapat dipangku oleh warganegara atau memerlukan suatu sumpali (djandji) djabatan. Dengan masuk dinas negara asing ini disamakan pula masuk dalam dinas organisasi internasional darimana R.I. tidak mendjadi anggota. g. Mengangkat sumpah atau menjatakan djandji setia kepada negara asing, Mengangkat sumpali atau djandji setia kepada negara asing adalah perbuatan jang memperlihatkan bahwa jang bersangkutan tidak lebih lama menghargakan kewarganegaraannja. Tadi telah kita saksikan diatas bahwa lazimnja suatu sumpah setia sematjam ini diperlukan dalam atjara naturalisasi. Sesuai dengan prinsip kesetiaan bulat seratus persen jang diminta dari tiap warganegara perbuatan sumpah setia kepada negara asing tidak dapat dibiarkan djika dilakukan oleh seorang warganegara R.I. Sebagai „ hukuman” atas perbuatan demikian itu kewarganegaraan R.I.-nja otomatis hilang. B0°) su atu
h. Turut serta dalam pemilihan jang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing» Djika seorang warganegara Indonesia turut serta dalam suatu pemilihan jang bersifat ketatanegaraan, umpamanja pemilihan Presiden, pemilihan wakil2 rakjat dalam Dewan2 Perwakilan Rakjat dsb., maka perbuatan ini memperlihatkan sikap jang sangat tertjela. Dengan de mikian ia memperlihatkan masih mempunjai hubungan2 dengan negara asing. Adalah sewadjanija bahwa orang sematjam ini dinjatakan hilang Vpwarpanegaraan Indonesia-nja. B91)
589) 590) 591)
Pasal 17 sub. f. U.U. Kewnarganegaraan 1958. Pasal 17 sub h. U.U. Kewarganegaraan 1958. Pasal 17 sub i. U.U. Kewarganegaraan 1958.
203
Mempunjai J?AsE9r atausurat jang bersifat paspor dari negara asing atas namanja. Apabila seorang warganegara R.I. mempunjai paspor asing maka ia menundjukkan ketidak-setiaan terhadap negara R.I. Oleh karena itu adalah selajaknja bahwa perbuatan tertjela ini mengakibatkan hilangnja kewarganegaraan R.I. •>02) Dengan paspor ini disamakan pula suratain jang bersifat paspor. Surat- ini harus masih berlaku.
j.
Dengan adanja ketentuan ini njatalah lagi tudjuan pemerintah R.I. untuk meminta kesetiaan jang mutlak dari para warflanefrarania. Sikap gnttzhmatridie njata sp.knl; ,]arj ketentuan ini. i ^ain dari untuk dinas negara, selama 5 tahun berturut-turut tinggal i uar negeri dengan tidak meniatakan keinainannja untuk tetap ------------------- ' ---------- --------mendjadi warganegara. ^ SG? ian§ warganegara berada diluar negeri untuk djangka npffarJan^ - ama’ ma^a lazimnja dalam perundang-undangan kewargauntuk t 't- ltentu^an bahwa ia harus melakukan pernjataan berkala Per^aidla P^-^p^di^varganegara. Pernjataan ini dilakukan diliadapan sebelum T ' ' dmegara bersangkutan. Pernjataan ini hams dilakukan ul-inm- f tahun kediaman diluar negeri. Kemudian hams diulangi tiap-* dua tahun sekali.
w a k tu
dari iang 1TleTliata^an keterangan ini maka kewarganegaraan R.I. itu kembali utan mendjadi hilang. Akan tetapi, djika kelak orang kewarganegar^ eniPat tmS§al di Indonesia maka ia akan memperoleh bersangkutan diperlukan bahwa jang dalam waktu keterangan dihadapan Pengadilan Negeri waKtu setahun setelah kembali. Demikianlah tian2 t «_• J terpentmg untuk kehilangan kewarganegaraan
R .I .
kewarganegaraan.
diatas, tjara2 mana d f m f 11 ^ara’ kehilangan kewarganegaraan tersebut dari berbagai neeara ™4\T 1° aPat dalam peraturan2 kewarganegaraan p e n tja b u ta r S ™ * ? * *massal. * Waktu achk2 ini Wta kenal Pula g n2g raan setjara Berdasarkan pertimbangan2
593)
Pasal 17 sub
594)
Bdgk. S c h n i u e r
204
UU
£ eWarganeSaraan 1958. I
h e. T 5! a des r aan 1958‘
politis, rassistis atau keagamaan berbagai negara tertentu telah melakukan pentjabutan kewarganegaraan setjara besar2an ini. C05) Ditindjau dari segi hukum internasional dapat disangsikan sahnja tindakan2 pentjabutan kewarganegaraan sedemikian rupa itu. Dapat dikemukakan bahwa pentjabutan kewarganegaraan setjara massal itu mem bawa beban tertentu bagi negara2 lain. Negara2 ini tidak akan dapat mengadakan pengenjahan lagi dari orang2 asing jang telah mendjadi tanpa-kewarganegaraan. Djika mereka ini merupakan warganegara dari pada negara lain, maka dapatlah diadakan pengenjahan kenegara asal dari orang asing bersangkutan. Tetapi bilamana lata menghadapi orang2 jang tidak-berkewarganegaraan timbullah kesulitan. 500) Apabila telah dilakukan pentjabutan kewarganegaraan oleh sesuatu negara maka tidaklah dapat hakim dari negara lain tidak mengakuinja dan tetap memandang WN dari negara jang disebut semula dengan berpe gangan kepada lembaga ordre public (ketertiban umum). Lembaga ini hanja dapat dipergunakan untuk mengenjampingkan hukum asing jang sejogjanja dipergunakan dalam suatu casus tertentu untuk dapat mempergu nakan lembaga ordre public ini harus ada hukum nasional sang hakim sendiri jang dapat dipergunakan sebagai pengganti daripada hukum asing jang dikesampingkan. Tetapi halnja tidak mungkin dengan peraturan ke warganegaraan daripada suatu negara lain. Peraturan kewarganegaraan dari negara lain ini tidak dapat digantikan oleh peraturan kewarganegaraan dari negara sang hakim. Peraturan2 kewarganegaraan tidak mengatur soal2 kewarganegaraan setjara abstrak dan umum. Peraturan2 kewarganegaraan hanja mengatur setjara konkrit dan chusus kewarganegaraan daripada sesuatu negara tertentu. T j o n t o h : Peraturan RRT tentang kewarganegaraan tidak dapat digantikan oleh Undang2 Kewarganegaraan R.I. Peraturan kewarganega raan RRT hanja mengatur kewarganegaraan RRT, sedangkan Undang2 Kewarganegaraan R.I. hanja mengatur kewarganegaraan R.I. Apa jang kita saksikan ini adalah sesuai dengan azas utama dalam bidang hukum kewarganegaraan jang sudah kita saksikan diatas, B97) jakni baliwa tiap2 Negara adalah berdaulat untuk mengatur sendiri siapa2 jang merupakan warganegaranja. Negara lain tidak dapat mentjampurinja. 595 )
596)
597)
Bdgk. Dekrit U.S.S.R. 1921 den 1924 ; pentjabutan kewarganegaraan orang2 Armenia oleh Turki ; U.U. Nasional sosialis Djerman 1933 ; djuga dari tahun 1941 tentang pentjabutan kewarganegaraan orang2 Jahudi jang berkediaman diluar negeri. Untuk ini, lihat M a k a r o v, Die Deutschen Ausbürgerungen 1933-1945 im internationalen Rechtsverkehr, Festschrift R a a p e , Hamburg (1948), h. 257 dst. Bdgk. pula kesulitan jang kini dihadapi dalam praktek imigrasi di Indonesia ber kenaan dengan orang2 Tionghoa Kuomintang. Mereka ini tidak dapat dienjahkan dalam prakteknja. Kemana ? RRT tak mau menerima mereka ; Dengan Taiwan, R.I. tak mempunjai hubungan diplomatik. Lihat no. 366. Lihat diatas, no. 198 sub 3 ; n. 226.
205 Hukum Perdata Internasional Indonesia — H
Sebaliknja Negara bersangkutan djuga tidak dapat mengatur kewargane garaan dari negara lain. Oleh karena itu kita saksikan bahwa pentjabutan kewarganegaraan jang telah dilakukan oleh negara lain ini harus diterima pula sebagai suatu kedjadian hukum, lepas daripada pertimbangan apakah dianggap ro«fU tidak' Dengan lembaga „ordre public’ tidak dapat dielakkannia. 508) 1 • Sebaliknja dapatlah dipergunakan „ordre public” ini untuk tidak me ngakui pemberian kewarganegaraan dalam hal tertentu. Misalnja, djika sua u negara memberikan kewarganegaraan kepada seseorang dengan ,S? ma^a aSar supaja dapat melakukan pentjabutan hak milik rlirla? i l mng i konfiskasi) terhadapnja setjara lebih mudah. Ilal ini dapat i n ^ a aS Pe5^™kangan, bahwa suatu negara tidak dapat diwadjibh n m e n g a k u i p e m b e r ia n s u a tu n e g a r a la in . °90)
345.
k ew argan egaraan
ja n g J o
d ila k u k a n
o le h
K e w a r g a n e g a r a a n d a r ip a d a s a n g isteri.
Batjaan: Gen!^rniniT^M ™arr' ed women, Report submitted by the Secretary diuea F /P N « /o “i ,1,c^lions’ E/CN 6 /1 2 6 / Rev. 1, E /C N .6 /1 2 9 /R c v .l; vrouwen dal ’ tP e ^ r 0 0 L.J.A., De nationaliteit van gehuwde P r T c T ic t N ’;H e tvPerSOnecl Statuut” iHPS) (1952), 1, 8 9 ; S c h o u t e n TG X n T tSn Cht’ diolah oleh S e p ter, A.J.C., (1954) h Q 1 c 'i, a n ^ e G r o o t , L.J.A., Alphen aan den Rijn van de S u w t “ ! B V U .W e r> - I a n t i n a, De nationaliteit (1955) vrouw m Belgie en in Nederland, Asscn-Amsterdam
Kedudukan da ’
bulkan berbagai n e r^ l^ dal am bidang hukum selalu telah menim„D e gehuwde vrouw ‘ ^ i° ^ e w 11n katakan dalam hubungan ini : privaatrecht geweest” ebo\ 6611 lastiSe' persoon in het international bidang kewarganeea' °i i berkenaan dengan status wanita dalam dan publikasi2 jang ^ te^a^ menarik perhatian. Banjak batjaan wanita ini. 6 terbitkan berkenaan dengan soal kedudukan 3«.
Pendapat klassik dan pendapat modem.
kedudukan kewarp-anp!^1^ ^aPa* disaksikan dalam perkembangan sekitar g aan sarig isteri dalam perkawinan internasional, B^gk. 600) 600)
206
N i e d e r e r , h. 156 • e „ i,
•
K h n N i e d e r e r ’ h " 155 ’dst. n ‘ 1Z 6 r’ T’ h' 156‘ K o 11 e w i j n, Ontaarding van het nationaliteitsbeginsel, h. 34 .
Menurut pola jang k l a s s i k piliak isteri ini memperoleh dan m en e-< + scterusn ja kedudukan daripada pihak sang suami. Hal ini diterima demi kepentingan „ kesatuan hukum dalam keluarga” (eenheid van recht in het gezin). °01) Demikian dipentingkan kesatuan hukum dalam keluarga ini, hingga diterima, bahwa untuk mentjapai tudjuan ini, pihak isteri harus mengikuti ( uolgen) status hukum sang suami. Karena perkawinan sang isteri m e m p e r o l e h status hukum dari sang suami. Tetapi untuk seterusnja, apabila selama perkawinan berlangsung pihak suami ini merobah pula status hukumnja, maka sang isteri ini harus m e n g i k u t i pula. Sifat me ngekor” dari sang isteri ini lata saksikan pada pendirian jang klassik. Sang isteri se-olah- dipandang sebagai benda jang tak-bernjawa, di-bawakemana sadja sang suaimi berkehendak untuk pergi! Setjara typis-idealistis dapat digambarkan keadaan ini dengan tjerita dari Kitab Sutji mengenai pendirian dari perempuan R u t h . Menurut pandangan jang klassik ini, maka demi kesatuan keluarga, haruslah pihak isteri jang melakukan perkawinan tjampuran, bersikap seperti Ruth dari Kitab Sutji Wasiat Lama. Seperti diketahui, perempuan Ruth ini telah diperkenalkan sebagai seorang perempuan jang taat sekali kepaida suaminja dan tatkala sang suami telah meninggal, kepada ibu dari suaminja (mertuanja)> perempuan N a o m i . Tatkala Naomi ini liendak pulang kenegeri asalnja, karena anaknja jang ditjintainja (suami dari Ruth) sudah me ninggal, maka kepada Ruth telah dipersilahkannja untuk pulang sadja kerumah orang tua asalnja, tidak perlu turut dengan Naomi kenegeri orang Israel. Akan tetapi Ruth telah berseru kepada Naomi : „ Bangsamu adalah bangsaku dan Aliahmu adalah Aliahku!” (Kitab Ruth 1 :16). 002) Dalam suasana pikiran sematjam ini amat tjotjok-lah apa jang dikemukakan pula dalam Kitab Indjil Perdjandjian Baharu, bahwa seorang perempuan „harus meninggalkan ajah-ibunja dan mendjadi satu dengan suaminja 1” (Mattheus 19 : 6). Dalam pandangan ini keluarga dilihat sebagai sendi utama dari masjarakat. Keluarga ini hanja dapat terpelihara dengan baik, djika terdapat kesatuan didalamnja. Kesatuan ini merupakan suatu kesatuan lahir dan bathin, termasuk djuga kesatuan dalam, hukum. Hanja dengan djalan milah terdapat harmoni dalam keluarga, kesatuan hukum, kesatuan kewarganegaraan, suasana kesatuan jang demikian dibutuhkan demi kesedjahteraan masjarakat! Ditindjau dari segi ini pandangan klassik, jang menentukan bahwa sang isteri harus mengikuti sang suami, bukanlah dimaksudkan untuk mengadakan diskriminasi antara pria dan wanita. 003) 601) 602) )
Lihat diatas, no. 342. Tjontoh ini diambil dari V a n S a s s e v a n Y s s e l t , De Nederlandse nationaliteitswetgeving critisch bezien, 4 HPS, Djuni-Djuli 1953, h. 45. Lihat lebih djauh, Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I., h. 127 dst.
207
Menurut pendapat m o d e r n sebaliknja pendirian klassik mi pandang sebagai menjaldtkan. Martabat wanita sebagai sesama machluk manusia se-olah2 dikebelakangkan dengan diterimanja ketentuan bahwa sang isteri harus mengikuti sang suami baik dalam bidang hukum perdata maupun dalam bidang hukum publik. Prinsip klassik ini tidak dapat diterima lebih lama dalam alam per gerakan pembebasan wanita (emansipas.i). Keharusan untuk turut „m e ngekor” tanpa dapat membuka suara dipandang sebagai merend 'an martabat wanita l Dalam segala lapangan kehidupan wanita tidak mau dibelakangkan dari laki2. Demikian pun tidak dibidang kewarganegaraan. Kepada pihak wanita harus diberikan kebebasan memilih sendiri._ Sikap jang menekankan kepada kebebasan untuk memilih sendiri dan tidak mengikuti sadja kewarganegaraan dari sang suami, dapat diilustrasi kan dengan baik dari apa jang telah dikemukakan oleh wakil dari Ame a Serikat pada Konperensi Kodifikasi 1930 di D en Haag. Katanja, bahwa D e 1 i 1 a , kiranja tidak akan mengalami demikian banjak ketjaman untu perbuatannja „mengelu anati” S a m s o n , dan nama buruk seperti se karang ini, djika kiranja ia ini dipandang sebagai masih tetap seorang Filistin. Perbuatannja akan mempunjai lebih banjak alasan untuk dibenar kan, bahkan dipandang dari sudut Filistin sebagai perbuatan patriotik, djika dapat diterima bahwa Delila ini tetap seorang Filistin jang tetap taat pada Allahnja Dagon dan tidak mengikuti Samson, seorang Israe dengan AHahnja Jahwe. 604) 347.
P erp u ta ra n h alu an k e a ra h a za s k e b e b a s a n m e m ilih u n tu k p ih a k isteri.
Boleh dikatakan bahwa aliran jang menghendaki supaja diberikan kebebasan lebih banjak kepada pihak wanita dalam perkawinan inter nasional, adalah aliran jang telah memperoleh kemenangan. 605) Banjak negara2 jang tadinja menganut n-rno ^^nrlinn telah melepaskannja. Negara2 didunia ini dapat diperintji sebagai berikut: — %)) negara2 jang mengakui kebebasan memilih sendiri bagi pihak wanita: Albania, Argentinia, Australia, Afrika Selatan, Brazilia, Bulgaria, Birma, Cambodja, Canada, Chili, Columbia, Cuba, Denmark, Djerman (sedjak 1953), ooc) Djepang, Ecuador, Eire, El Salvadoi, 604) 605) 606)
208
T jo n t o h in i d ju g a d ik u tip d ari V a n Sasse v a n Y s s e l t , o.e ., h . 53. Bdgk. S c h n i t z e r , I, h. 158. . Walaupun belum setjara tegas, tetapi menurut interpretasi jang paling banjak penganutnja, sedjak berlakunja pasal 3 Grundgesetz Bonn tentang persamarataan pria wanita. Bdgk. S c h n i t z e r , I, h. 158 n. 2 6; K o S w a n S i k, o.c. n. ob.
Honduras, Inggns, Israel, Jugoslavia, Luxembourg, Norwegia Polandia, Rumania, Sailan, Selandia Baru, Swedia, Tsiechoslowalda, I U.S.S.R., U.S.A., R.R.T. (b) Negara2 jang masih memegang teguh kepada prinsip klassik, bahwa pihak wanita mengikuti status pihak pria : j Afghanistan, Befcimfo, Belgia, Ethopia, Finlandia, Haiti, Hongaria, jiran, Irak. Italia, Jordania, Junani, Korea Selatan, Libanon, Liechten: stein, Perantjis (jang mengalami perubahan berkali-kaK: semula azas-mengikuti, kemudian diubah mendjadi azas persamarataan dan terachir diubah kembali mendjadi azas-mengikuti), Portugal, Spanjol, Swiss, Thai, Turki. 607) Pada negara2 jang disebut dibawah sub a kita saksikan bahwa per kawinan tjampuran internasional tidak dengan sendirinja mengakibatkan, bahwa seorang perempuan warganegara akan kehilangan kewarganegalaannja. Kepada piliak wanita diberikan kebebasan untuk memilih. Per kawinan tidak dengan sendirinja merupakan djalan untuk memperoleh kewarganegaraan sang suami oleh sang isteri. Jang hanja kita saksikan ialah bahwa perkawinan ini umumnja membuka djalan bagi sang isteri untuk memperoleh kewarganegaraan sang suami dengan tjara dipermudah. Hal ini dapat dilakukan atau dengan djalan opsi (..menjatakan kefer.all££LL) °08) atau dengan djalan naturalisasi setjara dipermudah („vereenvoudigde naluralisaije^_„■permohonan” ). Tetapi adakalanja, bahwa perkawanan itu sama sekali tidak mempunjai pengaruh apapun atas kewarganegaraan. °09) 348.
Keadaan di Indonesia.
Perkembangan jang serupa ldta saksikan pula di Indonesia. Djuga dinegara ini dapat dilihat adanja penggeseranpenilaian terhadap kedudukan
wanita dalam perkawinan tjampuran. Di Indonesia telah ldta kenal, baik prinsip klassik, maupun prinsip jang modem.
Prinsip klassik, jang menentukan bahwa status pihak wanita ditentukan oleh sang suami, dapat ldta ketemukan dalam peraturan tertulis tentang perkawinan tjampuran. Dalam pasal 2 daripada Peraturan Perkawinan ~ Tjampuran (S. 1898 no, 15S Regeling op de GemenpdeJiuwelijken) °10) 607)
finoi film
Untuk perintjian ini, lihat Nationality of married women, U.N. Publication, dan pembahasannja oleh D e G r o o t , De nationaliteit vangehuwde vrouwem, o.c. h. °9 , djuga P r a c t i c u s , Nationaliteitsrecht, diolah oleh S e p t er, AJ.C. i Ut e n J-G-. dan D e G r o o t L.J.A., h. 9.1. M- g ,- Pasa^ ^ U.U. Kewarganegaraan R.I. 1958. T ,Ja Sf perti di USSR, Ecuador, Honduras. . ang diperkenalkan ybagai pasal jang terpenting dari seluruh ilmu HAG, karena mengemukakan prinsip persamarataan. dari semua stelsel hukum. Lihat untuk ini, ususnja, Segi3 hukum perataran perkawinan tjampuran diss, h. 114 dst.
209
_ iang melakukan perkawinan telah ditentukan bahwa „seorang perempu ^an^nja) baik dalam bidang tjampuran, m e n g i k u t i status d a r ip a d a su hukum perdata maupun dalam bidang h u t o pegangan. Demi Disini teranglah, bahwa prinsip kuno, * rima baik ketentuan itu. kepentingan kesatuan hukum dalam keluarga, ,• tentang perkawinan tjamDjika kita memperhatikan, bahwa Pfratuic , h dimengerti mengapa puran dibuat dalam tahun 1898, maka d p wa da waktu itu, diterima ketentuan seperti itu. Boleh chkatak , , hwa piiia]- Suami-lali tidak bisa lain, pembuat-undang2 ^ meiien berlaku dalam jang menentukan segala sesuatu dalam bidang memikirkan bahwa perkawinan. Pada waktu itu, orang tidak s< v w l-iin a n sedemikian adalah mungkin bahwa diterima suatu kf af an untulc menentukan rupa hingga kepada pihak isteri diberikan kebe Diatas telah kita sendiri sikapnja dalam bidang k e w a r g a n e g a r a a • „ r,ada saksikan, b l i a
d ju g a p a d a
ora n g
achir abad jang lampau dan permulaan abad uii, daripada Perdjandjian2 tentang perkawinan, orang tidak bisa rp ’^ „ ^ k u t i bahwa dalam tiap perkawinan tjampuran, pihak; i iar{ra 011) status sang suami demi kepentingan kesatuan hukum a am e B a h w a seorang isteri dapat mempunjai k e w a r g a n e g a i a a n lan& i acliir2 dari suaminja adalah suatu produk daripada perkembangan w ini' °12^ • 1h Djuga di Indonesia kita saksikan perobahan ini. Seperti diatas su diterangkan, 61s) Indonesia sekarang ini djuga m e n d j u n d i u n g tinggi pr ^ bahwa setiap wanita dapat menentukan sendiri nasibnja i ai warganegaraan. Hal ini sudah merupakan suatu kenjataan dalam i positip. 1
349.
T jon toh : U.U. Kewarganegaraan R.I.
Dalam Undang2 Kewarganegaraan R.I. nn. 62 tahun 1958 kita ketemu kan ketentuan bahwa srorang perempuan warganegara R-I- ].ang men a 1 dengan lelaki asing, tidak dengan sendirinja kehilangan k e w a r g a n e g a r a a n Indonesianja. Djuga apabila hukum dari negara sang suami melimpah an kewarganegaraan sang suami kepada pihak perempuan, belum lagi pe rempuan Indonesia itu, akan kehilangan kewarganegaraan Indonesianja. Hasrat untuk memberikan kesempatan menentukan sendiri bagi p a ' wanita ini demikian didjundjung tingginja, hingga dipandang sebagai lebih kuat daripada tjita2 untuk menghindarkan sedapat mungkin terdja i611)
612) 613)
210
Lihat no. 342 dst.
Bd^k. K o l l e w i j n , Ontaardmg van het nationaliteitsbeginsel, n. oo. Dibawah no. 342 dst.
nja dwikewarganegaraan. 614) Padahal, dari seluruh Undang2 Kewargane garaan tersebut, dapat ldta saksikan setjara tegas, bahwa hasrat untuk mentjegah bipatridie ini, adalah suatu hal jang selalu diutamakan! 615) Djika seorang perempuan warganegara R.I. menikah dengan pria warga negara Belanda misalnja, maka ia ini dengan berlakunja Undang2 Ke warganegaraan R.I., akan berkewarganegaraan R.I. d a n warganegara Belanda. Dengan demikian kita saksikan bahwa terdapatlah dalam per kawinan itu, kewarganegaraan jang berbeda antara suami (hanja warga negara Belanda) dan isteri (warganegara R.I. dan warganegara Belanda). Djuga apabila seorang perempuan warganegara R.I. menikah dengan pria warganegara Amerika Serikat (jang tidak mengenal pemberian kewarga negaraan Amerika setjara otomatis kepada pihak perempuan asing karena melakukan perkawinan dengan warganegara sendiri), maka terdapat perbedaan2 kewarganegaraan antara suami-isteri, karena masing" pihak mempertahankan hukum2nja sendiri. Pihak perempuan akan tetap warga negara R.I. dan pihak lelaki tetap warganegara Amerika Serikat. Karena adanja ketentuan ini timbullah kemungkinan perbedaan ke warganegaraan dalam keluarga (antara suami-isteri). Perbedaan ini ter dapat sedjak permulaan perkawinan dilangsungkan. Seorang perempuan asing jang kawin dengan pria WNI djuga tidak dengan sendirinja memperoleh kewarganegaraan R.I. dari sang suarrn. Ia hanja dapat memperolehnja bilamana dalam waktu satu tahun menjatakan keterangan untuk itu, keterangan mana tidak boleh dilakukannja apabila ia karenanja akan mendjadi d w ik e w a r g a n e g araan (pasal 7 !)• Disini kita saksikan, bahwa hasrat untuk menghindarkan dwikewarga negaraan dipandang lebih berat daripada mengutamakan kesatuan hukum dalam keluarga. 61°) Setelah waktu satu tahun liwat seorang perempuan asmg djuga memperoleh kewarganegaraan R.I. dari sang suami, asal sadja sang suami dalam waktu itu tidak menolak kewarganegaraan R.I. dan sang isteri ini akan kehilangan kewarganegaraan asalnja dengan memperoleh kewarga negaraan R.I. dari suaminja (pasal 7 ajat 2). 614)
616)
Setjara resmi diberikan alasan sbb. : „dirasakan berat apabila mengasingkan begitu sadja seorang warganegara jang kawin dengan orang asing . Memori rendjeiasan dibawah A Umum, II, sub 1. Tjontoh8 : pasal-pasal tersebut diatas, no. 299, 315-325. Dalam Memori Pendjelasan kita saksikan, bahwa azas-kesatuan kewarganegaraan dalam keluarga ini diutamakan. Tetapi, diakui pula, bahwa azas mi dipandang »kalah berat” terhadap azas mentjegah dwikewarganegaraan atau azas-memper a hankan perempuan W N I jang menikah dengan orang asing. Djadi, pengutamaan azas-kesatuan kewarganegaraan ini, se-olah3 telah „uitgehold” oleh ketentuan lain . Lihat Memori Pendjelasan, dibawah A Umum, II, sub 1.
211
Jang terang dari pasal2 tersebut diatas, ialah bahwa berbeda dengan ketentuan dalam pasal 2 dari Peraturan Perkawinan Tjampuran, tidak lagi dianggap bahwa pihak perempuan setjara o t o m a t i s mengikuti status sang suami. Kepada pihak isteri diberikan sekedar kebebasan untuk menentukan sendiri sikapnja dibidang kewarganegaraan ini. 350.
Tjontoh : U .U . Penjelesaian dwikewarganegaraan.
Dengan tegas kita saksikan pula hasrat untuk memberikan kebebasan menentukan sikap sendin kepada pihak isteri ini, didalam persetudjuan bilateral jang diadakan dengan RRT mengenai penjelesaian soal dwike warganegaraan. Kepada pihak p e r e m p u a n dalam perkawinan diharuskan untuk menentukan sendiri sikapnja. Hal ini setjara tegas dapat dibatja dalam pasal 1 Ajat 2 dari U.U. no. 2 tahun 1958 : : BfitfiinPuan dalam perkawinan, jang mempunjai dua kewargaipegaraan tersebut diatas,_diuga harus memilih satu diantara dua \.Uarnganegaraan itu, denpran dagay menurut kehendak ianp herkeventinean sendiri’'. ^
un
Disini setjara tegas kita saksikan adanja kebebasan bagi sang isteri menentu an nasib sendiri berkenaan dengan kewarganegaraan. Hal ini adalah sesuai dengan perkembangan zaman.
kew arfra n p an
dalam
sambutnja pula dengan gembira. Hanja perlu an P’?!3’ ^ w a kemungkinan untuk memilih sendiri ini’ akan daPat mengakibatkan, bahwa
jang timbul karena « « f t“ 1’ ° lehlah dikemukakan, bahwa persoalan2 bagi kita di Indonesia K i ^ kewarganegaraan antara suami-isteri ini akademis. SoaP jang d itim l^ v T meruPakan Persoalan* jang bersifat untuk mengatasi berLgai k 2 at L ^ ren^ ia memPU? 'aj ?rti ^ , PraktiS hukum dinegeri ini. n >an§ d)uSa namPak dalam pelaksanaan i
5)leh kare^a ^ tjara penjelesaian jang telah kita ketemukan dalam er agai epu san ari junsprudensi Perantjis jang telah kita ikuti dengan saksama, mempunjai arti besar sebagai bahan* pembandingan bagi kita
212
351.
D w ik e w a r g a n e g a r a a n .
Batjaan: S w a n S i k, Ile meervoudige nationaliteit, dis. Leiden (1957), D e G r o o t, L., Het Personeel statuut van Apatriden en Bipatridcn volgens Nederlandsch internationaal privaatrecht, dis. Leiden (1930). F e r i d, Zur kollisionsrechtlichen behandlung von Inländern mit zugleich Ausländischer Staatsangehörigkeit, 23 RabelsZ (1958), h. 498 dst, idem Festgabe A.N. M a k a r o v ; M a k a r o v , Allgemeine lehren des Staatsangehörigkeitsrechts, Stuttgart (1947), li. 278 dst.
.Diatas telah berkali-kali diberitaliukan bahwa salah satii azas ter penting dalam bidang liukum kewarganegaraan ialah, baliwa tiap2 negara berdaulat adalah pihak jang menentukan sendiri setjara mutlak siapa2 termasuk warganegaranja. G17) Karena adanja kebebasan untuk mengatur sendiri ini kita saksikan timbulnja berbagai peraturan2 dibidang kewarganegaraan jang tidak sesuai satu dengan lain. Karenanja kita saksikan se-olah- terdjadi „pertentangan2”. Mungkin terdjadi „kolisi” jang p o s i t i p atau kolisi jang n e g a ti p (Positive und negative kollisionen des Staatsangehürigkeitsrechts). °18) Suatu „konflik” jang positip terdjadi bilamana menurut peraturan2 kewarganegaraan dari berbagai negara, seorang ter tentu dianggap sebagai warganegara masing2 negara bersangkutan. Dengan demikian terdjadilali : berkelebihan kewarganegaraan, dwikewarganega^ raan, bipatridie, midtipatridie. Suatu „konflik” jang negatip terdjadi djika menurut semua peraturan2 kewarganegaraan dari negara2 didunia ini seorang tertentu tidak dianggap sebagai warganegara. Dengan demikian terdjadilali: tanpa kewarganega raan, apatridie. Untuk bidang IIPI, kedua peristiwa ini mempunjai arti tertentu jang memerlukan sekedar pendjelasan lebih djauh. 352.
S e b a b 2 tim b u ln ja d w ik e w a rg a n e g a ra a n .
Ada berbagai sebab jang mengakibatkan bahwa seorang mendjadi bipatrule. Sumber jang utama ialah bahwa berbagai peraturan kewarganegaraan . -'mengatur kewarganegaraan setiara berlainan. Hal ini adalah akibat dari pada kebebasan jang diberikan kepada tiap2 negara berdaulat untuk mengatur kewarganegaraannja. 617) 618)
Lihat no. 292 dst. M a k a r o v , o.c. h. 278 dst.
213
Akan tetapi dwikewarganegaraan dapat timbul pula apabila peraturan2 (Z Jkftwarganegaraan daripada negara2 bersangkutan sama bunjinia. Hal ini lelah diillustrasikan dalam jurisprudensi dengan peristiwa C. n. r l i p. r . ~f Dwikewarganegaraan dapat disebabkan pula karena terdjadi peralihan wilaiah dari satu negara kepada lain negara. Perdjandjian2 jang diadakan berkenaan dengan peralihan wilajah ini tidak mengatur soal2 kewarganegaraan setjara haimonieus. Lain daripada itu, kewarganegaraan rangkap dapat timbul pula karena terdapat perbedaan dalam hukum perdata dari berbagai negara. Seperti diketahui pemberian kewarganegaraan dalam prakteknja dipertautkan y £ ) kepada berbagai pengertian2 hukum perdata, seperti misalnja perkawinan, sah atau tidak sahnja anak, pengakuan, pengesahan, adopsi, kedewasaan, kewenangan bertindak dalam hukum d.1.1. °20) Karena perbedaan pernilaian jang diberikan oleh beberapa negara kepada titik2-taut perdata, dapat terdjadi bahwa masing2 negara ini menganggap seorang tertentu sebagai warganegaranja. Dengan demikian seorang tertentu dapat mem_ pun jai lebih dari satu kewarganegaraan. rfet\Kte.k^ Dalam prakteknja kita saksikan bahwa dwikewarganegaraan ini dapat terdjadi karena berbagai tjara. Per-tamaVkarena kelahiran : negara dimana sang anak dilahirkan mengakuinja sebagai WN (ius soli), sedangkan negara dari sang ajali (atau sang ibu, djika anak itu merupakan anak tidak sah) djuga menganggapnja sebagai WN (ius sanguinis). T j o n t o h dalam praktek dinegara ini : Kita sakskian sebab terdjadinja dwikewarganegaraan karena kelahiran ini, pada orang2 kaulanegara Belanda jang berdasarkan ius soli karena kelahiran disini dianggap ber status demikian, sedangkan karena keturunan Tionghoa mereka dianggap sebagai WN-Tiongkok pula (ius sanguinis). C i,\ Djiiga dapat terdjadi dwikewarganegaraan ini^Earana perkawinan. J;™ ™ 11 hukum kewarganegaraan dari sang isteri karena perkawinan ia f a kellilangan kewarganegaraannja. Menurut peraturan kewarganegaaan negara sang suami, karena perkawinan isteri tersebut memperoleh Kewarganegaraan sang suami itu. ^
fe r ® lf-12-1881, Clunet 1882, 416. Lihat C a m i l l e J o r d a n , Conflit e nationalités, dalam Répertoire IV, h. 647 no. 39 ; Lihat M a k a r o v, o.c. h. 279 » w a n S i k, o.c. h. 119, 273. Walaupun U.U kewarganegaraan Belgia dan «rantjis sama bunjinja, C a r l i e r ini mendjadi berbarang W N Belgia dan WN x;erantjis. Karena azas-keturunan jang dianut oleh Perantjis ia adalah WN PeranP1 samPlnS itu ia djuga mempunjai kewarganegaraan Belgia karena ia leian mempergunakan hak opsi jang diberikan oleh U.U. Belgia bagi orang3 serupa dilahirkan di Belgia. Hal jang serupa terdapat pula dalam perundang2an erantjis. Carlier mendjadi WN Belgia karena opsi itu, tetapi kewarganegaraan rerantjisnja tak hilang. Sebagai orang jang berdwikewarganegaraan ia telah dihajuskan untuk dua kali masuk dinas wadjib militér. ^ Disini kita saksikan, bahwa bukan sadja HPI bertitik-taut pada kewarganegaraan, tetapi sebaliknja djuga hukum perdata merupakan titik-taut untuk hukum kewar ganegaraan. Lihat K o S w a n S i k, o.c. h. 61.
214
j,
ri
J ° n« 7xTr am P raktek din egara ini : D jika m isalnja seora n g p e " , m en ikah d en g a n .pria Belanda. M enurut U n d a n g 2 Kewargav,'anita m i tidak kehilangan kew arganegaraan R .I.-n ja rnpp,,n ,t U n d an g - K ew arganegaraan B elanda ia
K
ini
't* * *
S '*** ^
[j
^
'
/^
/e .
f^ -O t '
/ ? ' •y ^ y
S L e ^ e t^ c j, / 6 -c -c ^ ^ c ^
» 1
4'-3 ^
<2
¿¿c
lt ¿¿¿^
^ly'
¿ t-o c * ' ¿ c ^ C * o -z ^
i
n ¿-CCt 111
^
^
^
/ w
¿^_
m reft^-c . .
^- 7—
_
.
^*£-z-* sz^ r^ i'
»n. 'O -C-c^z^z^
lemial
st.: 215
Akan tetapi dwikewarganegaraan dapat timbul pula apabila peraturan2 ( ^ k ewarganegaraan daripada negara2 bersangkutan sama bnnjinia. Hal ini lelah diillustrasikan dalam jurisprudensi dengan psrisHwn C. n. r l i p, r . i, „ J
T V j’i V v r c 'r 'n n o 'f 'y v o '- 1 '
rl/»r* r f
-1V -»1* >1,1,
23Q
,
, .i
J)j i l. l D
l
J
- ...7 :
1.*
o
- /
*(sUuttsi* i * # / ( / / € % £ \
-
r§a'
J~yJ>//[ & O U /V / A A/T X. G F T , ¿1/.
-ena icrti kan
*rS- ¿t
/
7
ian,
p
-
/2 ^ 0
/« . /'G T
-
-
3er'
ata,
ntu
/Z^OOt^c^c,¿CsC, , ¿0{ ¿I/'H
■
4///../Z
f A/f’ ¿./Z.
“
/ ^
u'
cA
c>C^c-e,
^
p„aa
-
ali)
¿Z - ¿./ z
,.
f'**-
yC C ^ c^ U c^ ^
/ /
/te^zc&tsisi'
>er-
-
J ', / /?. y ¿OCsS-zJ-tC^, ¿<-^Uz~ -¿*<^6Cst ¿^7
'OC'^r
-
yZp
¿C4 C4 * i
f •
^
!<m_ *a ga_ ’ leh ’
y
s
^ ¿ i^
1 UU lfllt
^ /
/is^st**6C^*sts7->'/risLspt^ s°7 ' ¿tc£CsO&Z1^6
/ U ^ c ^ i^
¿ y ¿¿r S ? ¿C'etCtsf -¿-f _
¿¿<^SL^£&C^c^eiut~ /tststsi , AsZsi*. ¿Ot^c^<x^
-
?ap
// P / /
^ 2^^*»
,- ,
.
upa ;£an aan
/>T--&UC1 ■
^ B"1 Iha-
¿ / P/ ? (/w-tsod
^
i ian,
_
Z^-^ c< <<^
fii*0LsZs\
ran* rar
i iia
W rar-
■3m
T j o n t o h dalam praktek dinegara ini : Djika misalnja seorang p e rem puan W N I m enikah dengan pria Belanda. M enurut Undang2 Kewarganegaraan R.I. wanita ini tidak kehilangan kewarganegaraan R.I.-nja (pasal_8), sedangkan m enurat Undang- Kewarganegaraan Belanda ia ini m em peroleh kewarganegaraan Belanda (pasal 5 Ned. S. 1892 no. 268. S;—1937/514). Perem puan bersangkutan karenanja berdwikewarganegaraan. - . 1 1 . 021) ----- I v Q> ■ ivarena-~irmgrasi m asuk kesatu negara tertentu dapat pula diperoleh kewarganegaraan daripada negara jang dimasukkan, sedangkan kewarga negaraan nsnl tidak m^nrljndi hilnng Djuga dengan tjara ini timbul kew arganegaraan rangkap. °22) Dem ikianlah beberapa tjara jang menjebabkan terdjadinja dwikewarga negaraan. 353.
H u k u m m a n a k a h j a n g d ig u n a k a n p a d a d w ik e w a r g a n e g a r a a n ?
Negara2 dengan prinsip nasionalitet untuk statut personil menghadapi kesulitan bilam ana pihak jang bersangkutan dalam suatu persoalan HPI berstatus dwikewarganegaraan. -*■ Diantara kewarganegaraan2 ini harus dipilih salah satu jang dapat dipergunakan sebagai titik-taut jang menentukan. B erbagai tjara dan berbagai kemungkinan memerlukan perhatian dalam hubungan ini. Semula perlu diadakan perbedaan antara dua matjam kewarganegaraan rangkap ini : A. B.
Diantara kewarganegaraan jang lebih ini, salah satu merupakan pula hukum dariyada negara dimana perkara diadjukan. Kewarganegaraan2 jang rangkap ini merupakan dua (atau lebihi kewarganegaraan jang asing bagi negara sang Hakim.
Tjara penjelesaian daripada sub A dan B ini adalah tidak sama. 354.
S a l a h s a t u d a r i k e w a r g a n e g a r a a n r a n g k a p in i m e r u p a k a n le x f o r i .
ad A . A pabila salali satu dari kewarganegaraan jang lebih ini me rupakan pula kewarganegaraan daripada negara sang hakim, maka lazimnja dipergunakan hukum dari negara sane hakim ini. Kewarganegaraan dari negara sang haldm sendiri dipentingkan. Hal ini adalah logis dan dapat dipertanggung-djawabkan.
b £ i)
T jon toh ini sudah disebut diatas, lihat no. 345 dst. Ldm t untuk kemungkinan0, ini, K e g e l , h. 143 ; K o S w a n S i k, o.c., h. 59 dst. ; W o l f f, IPR-Deutschlands h. 40 dst.
215
Dalam peraturan2 hukum positip jang berlaku di Indonesia sekarang ini dapat djuga diketemukan ketentuan jang membenarkan tjara penjelesaian ini. •¿Pasal 20 dari Undang2 Kewarganegaraan 1958 menentukan : ..Barangsiapa bukan wars.anes.ara Republik Indonesia adnlnl, 0rans asins”. Seorang jang berdwikewarganegaraan dan jang salah satu dari kewarganegaraannja merupakan kewarganegaraan R.I. biar bagaimanapun adalah WNI pula. °-3) Walaupun ia mempunjai lebih dari satu kewarga negaraan, salah satu daripadanja adalah kewarganegaraan R.I. Karenanja ia ini tikan 0 1 ang asing. Djadi hukum nasional jang harus dipergunakan oianS ersangkutan, ditindjau dari segi ini merupakan hukum Indonesia. Penegasan lebih djauh lagi dapat kiranja ldta saksikan pada Peraturan enu ip, .pasal I. dari Undang2 Kewarganegaraan R.I., jang berbunji : Seorang warganegara Republik Indonesia jang berada didalam wilajah Republik Indonesia dianggap, tidak mvmyinwi kewargancmman lain”. Walaupun disangsikan apakah dapat dipertahankan setjara effektip h • erada didalam negeri tidak dapat dianggap d^ memPfrlihatkan dengan njata hasrat jang serupa iantr lebih* ^ ^ u 13 imtu^ HPI : apabila diantara kewarganegaraan kewar§aneSaraan H ,„ gm akf jang jang m Ï Z d SePeÎ tiVdikeinUkikan ini adakh ses^ Pula dengan aPa djandüan U° PersetudJuan antara berbagai negara dalam Per3 dari C^ r S-concernant mengenai certaino* var§anegaraan dari i1930. uan „convention ™ ■ Dalam pasal n-,
Hla ketemukan
“ “
possedant^enw, ^lsP0',il0n'; présente Convention, un individu l ouant deux ou plusieurs natinml;t-A„ •i r
i1 î u
q
^
S
ï T ^ diui r
Mika'“ 1¿ Â
Ï Â
S
Î S
625)
626) 627)
216
an “
T
* " 1“ -
ja n g b e r b u n ji serupa, m isaln ja pasal 87 r W p o ln isch e r S taatsan geh öriger kann S taates sein ” (o.e. h. 281, n. 13).
f
T n,\Pada P eratu ran2 k ew a rg a n eg a ra a n
nicht ^ l - Uu U - P o la n d ia d a ri 17'3'1921 : » E in gleich zeitig Angehöriger ein es a n d e r e n
Terdjemahan bebas : „Dengan pengetjualima • „ . . . seorang jang mempunjai dua atau lebih k e » ,, Jang diadakan dalam Konvensi mi negara dari siapa ia ini mempunjai kewanr ^anegaraan dapat sgaP 0 t*aP’ Lihat djuga Codigo Bustamente, pasal 9 (Tvvanifl’araan’ se^aSa* warganegaranja . Misalnja, Ra a p e , h. 56 ; S c h n i t z e r , T' penulis3 jang disebut p.h. 283. Berlainan Feri h' ‘M a k a r ,ov’ h‘ 280 daB M a k a r o v, o.c. h. 288. 6 r 1d’ °-c- K e g e 1, h. 144.
D jug a dikemukakan bahwa hukum ini dipergunakan, bukan karena hukum ^ sang haldm dipandang sebagai lebili baik, tetapi sebagai hukum jang lebih dikenal oleh hakim. G2S) ' Pendirian dari penulis2 HPI Belanda mempunjai arti jang chusus bagi penjelesaian soal2 IIPI di Indonesia, mengingat bahwa sistim hukum jang kita warisi dari sistim hukum Nederland. Djuga penulis2 HPI Belanda ini umumnja menjetudjui bahwa lex fori-lali jang‘ dipergunakan apabila salah satu daripada kewarganegaraan jang rangkap itu merupakan kewarganegaraan nasional dari sang hakim. Hal ini dapat didasarkan atas pasal 12 dari Undang2 Kewarganegaraan Belanda tahun 1892. °29) Dalam hubungan ini dapat disebut pendirian2 dari penulis2 textbook V a n B r a k e l , °30) H i j m a n s °31) dan K o s t e r s . °32) Tentang tjara penjelesaian jang mengutamakan kewarganegaraan sendiri ini K o S w a n S i k berkata : „D it is een wijd verbreide practijk”. °33) "Bukan sadja dalam perdjandjian internasional dapat lata ketemukan ketentuan seperti tertera diatas ini. Djuga dalam peraturan2 nasional daripada berbagai negara dapat kita saksikan adanja ketentuan- jang tjondong kepada tjara penjelesaian jang diuraikan diatas. Sebagai tjontoh dapat disebut disini ketentuan dalam B.W. Mesir dari tahun 1948 jang setjara tegas menjatakan penjelesaian sedemikian itu. °34) 628) 629) 630) 631) 632)
633)
634)
R a a p e, h. 56, n. 54. , •♦ f Pasal 12 ini berbunji „A llen, die den staat van Nederlander met bezitten uit anderen hoofde Nederlandsche Onderdanen zijn, zijn vreemdelingen . V a n B r a k e l , h. 41. H i j m a n s, h. 119. . v. K o s t e r s, h. 287., dst. dengan sedikit variasi. Lex fori ini hanja dipergunKaan bila „samenvallen” dengan tempat kediaman dari orang bersangkutanij ma s tidak „enthousiast” akan tjara penjelesaian ini (o.c. b. 120 ). , , 0„Q K o S w a n S i k , o.c. h. 168 ; Lihat akan tetapi keputusan RvJ Padang, 26-16-1959 (sudah disebut dibawah no. 180 sub a, p.n. 50), j a n g mengutamakan Pewarga negaraan Swiss pada anak bepatridie Swiss-kaulanegara Belanda hingga d ketjai i W e r t li e i m (T . 151/354, p.h. 355), Bdgk. djuga T. 136-319, Hgh 23-6-1932, T . 136/319, jang menganggap kekaulanegaraan Belanda harus mmggir un u ' ewa ganegaraan asing dan ketjaman L o g e m a n n , „Nederlandscli Onderdan:schap en het Hooggerechtsliof” T. 136/500 dan K o i l e w i j n, T. 137-221, 1 1 3 9 /^ 1 . Pasal 25 dari B .W . Mesir berbunji : „1. En cas d’apatridie ou de pluralité de nationalités, la loi à appliquer sera déterminée par le juge. 2 . loutelois, la loi égyptienne sera appliquée, si la personne possède, en meme temps, la nationalité égyptienne, au regard de l’Egypt, et au regard d’un ou de plusieurs Etats étrangers, la nationalité de ces Etats”. Pasal 27 dari B.W. Syria (1949) bunjmja sama. Ketentuan 2 jang serupa terdapat pula dalam pasal 31 ajat 1 C.C. Junani (dari 1940), U.U . Tiongkok dari 5-8-1918 ; U.U. Djepang dari 21-6-1898 ; pasal 30 ajat 1 dari B .W ., Liechtenstein (20-1-1926), pasal 23 ajat 1 C.C. Rumania (1939) Tjeehoslowakia tentang HPI par. 6 o ajat 3 dari U.U. Tjechoslowakia n r i dan aan H AT (1948) ; U.U. Kewarganegaraan Hungaria (pasal 23) dan Israel (pasal 14 sub b ).
217
Djuga dalam jurispmdensi kita saksikan diterimanja tjara penjelesaian jang mengutamakan kewarganegaraan sendiri, tanpa disertai pertimbangan2 ehnsus tentang alasan-nja. °35) Pengutamaan daripada kewarganegaraan sendiri kadang- didasarkan atas pertimbangan bahwa kewarganegaraan bersifat „ordre public”. Ka rena sifatnja ini, maka berlakunja kewarganegaraan sendiri tidak dapat dibatasi oleh adanja kewarganegaraan asing. Djuga dikemukakan sebagai variasi atas pandangan berdasarkan ordre public ini bahwa kewarganega raan dipandang sebagai suatu materi jang termasuk hukum publik. Karena itu maka harus diberikan pengutamaan kewarganegaraan sendiri diatas kewarganegaraan asing. Lain daripada itu ada pula alasan jang dikemuka kan, bahwa berdasarkan kedaulatan daripada negara, maka haruslah diberikan pengutamaan atas kewarganegaraan sendiri. 03G). » Terhadap alasan- ini Ki2—S w a n S i k telah memberikan ketjaman. Menurut pendapatnja maka tidaklah dapat didasarkan pengutamaan kewarganegaraan_sendiri ini atas dasar kedaulatan dan ordre public. Kalena t ji'a emikian adanja, maka kewarganegaraan sendiri ini salahi akan ia*us 'pergunakan, bilamana terdapat kewarganegaraan sendiri itu c lantara ewarganegaraan- jang berkelebihan. Tetapi praktek membuktian, c iwa setjara sengadja dalam beberapa peristiwa tertentu telah iutamc an ewarganegaraan asing. Tjontoh jang njata ialah berkenaan cenQan n -an jang diambil terhadap warganegara- musuh. °37) enuru pen nan K o suatu negara hanja b e r h a k (bevoegd) tetapi a , w a ^1 (verP icht) untuk menganggap kewarganegaraan sendiri rjalu u X ne^ raan asing sebagai titik-taut penentu. Negara mempunjai 1 azhnnia w u s ^^cn]a p r a k t e k membuktikan, bahwa negaraan sendiri6^ ^ . memberikan pengutamaan untuk kewarganeaara ak-in ™ -ari an^a m beberapa hal2 jang djarang terdjadi, adalah d e m i ^ anpada ini’ apabila p enjimpangaiL. tersebut ™--------- £-g a n negara bersangkutan sendiri. °38) 355.
Pendapat3 jang menjimpang.
635)
Lihat jurisprudensi jang disebut nloV. iu i S w a n S i k, o.c. h. 172 dst h M a k a r ° v, o.c. h. 282 „o. 16 dan
636) 637)
Untuk alasan3 in i,lihat K o S w a n S i V „ u i-,r j »r , K o S w a n S i k , o.c. h. 176 dst. ; W o l f f t p r n 5 A l M 1V ’ £ T tjontoh H o u s t o n S t e w a r t C h a m b e r i n ' Deutschlands h. 42 dengan K o S w a n S i k , o.e. H 179. eri ai n.
638)
218
Ko
Ada beberapa pendapat jang agak berbeda daripada pendirian iane penganut-nja terbanjak itu. Dismi dapat disebut a.l. pendapat dari F r a n k e n s t e i n Seperti dia tas telah dapat kita saksikan, tatkala dibahas persoalan pro dan kontra prinsip kewarganegaraan, kita lihat bahwa penulis ini meletakkan titikberat daripada pandangannja pada sezvLpsclwsholopis- dari fahnm k e w a r &arægaraan. Menurut anggapan sardjana ini seorang hania dapat dipan dang terikat_p^da_satii tata-tertib hukum tertentu dengan mana ia terikat àÆin^jiivdtu ^^çJuiçJtplofTische Zusammerihnnp”. S'istim hukum inilah jang oleh orang bersangkutan dipandang sebenamja sebagai sistim liukumnja. Sistim hukum ini jang harus dipergunakan untuk menentukan statut personil-nja. U30) M- a k a r o y mempunjai pula suatu pendirian jang tersendiri dalam hal ini. Beliau hendak mengadakan perbedaan antara segi hukum publik f^an seRi hukum perdata. Mengenai bidang hukum publik kewarganegaraan dai i lex fori selalu akan dianggap sebagai jang menentukan. Akan tetapi, mengenai bidang hukum perdata h^rus diperhatikan lebih djauh sampai dimana lex fori ini merupakan pula ..Mittelpunkt der Lebensverhältnisse”. Bilamana I&LioriJni lianja bersifat formil sadja tetapi sesungguhnja ke warganegaraan jang lain-lah adalah jang merupakan „Mittelpunkt der Lebensverhältnisse” ini, maka lex fori tidak akan dipergunakan, melainkan kewarganegaraan jang lain itulah jang akan dipergunakan. °‘°) Kiranja. ditentukan pula oleh penulis ini pada pengertian „ n a t i o n a l i t é e f fective jang ldta akan bahas lebih djauh kemudian. Dengan menundjuk kepada pendirian dari M a k a r o v ini, .M u r a d F e r i d telah mengemukakan pula pendiriannja jang m e p jjm p a n g dari pada pengutamaan lex fori dalam segala hal. Sesuai dengan M a k a r o v , . untuk kehormatan siapa telah ditulis karangan F e r i d ini, telah diterima baik, bahwa untuk bidang hukum publik selalu harus diutamakan kewanganeearaan dar j Iex fnri. Akan tetapi, dibidang hukum perdata interna sional, penulis mi tidak dapat menerima bahwa selalu kewarganegaraan Jex fori inilah jang liarus diutamakan. Beliau lebih tjondong untuk mentjari apa jang dinamakan „nationalitet jang effektip” („effektive Staatsange hörigkeit”). Jang harus ditjari ialah adanja „ organischen Zusammenhangy antara orang bersangkutan dan kewarganegaraan jang harus diperguna kan. cu) D jadi, bilamana kewarganegaraan asing adalah demikian rupa, hingga dapat disimpulkan d nw v^daan« bahwa jang bersangkutan terikat pada. negara asing dalam suatu „organischen Zusammenhang” jang erat sekali, kewarganegaraan s e diri harus dikesampingkan dan kewarga-
ff*’
I / 3. n k e n s t e i n, I, h. 89 dst. P a a,F ° v’ °-c287, 288. „ eri ’ h. 5 1 4 : „Damit aber ist der weg dafür frei, stets die effektiveaa sangehörigkeit, den „organischen Zusammenhang” zu berüsksigtigen”.
219
negaraan asing inilah jang dipergunakan sebagai titik-taut penentu. 642) Jang dipilih ialah kewarganegaraan dari sibipatride dengan siapa ia ini „am engsten verbunden” . 64S) Menurut pandangan F e r i d tjara penjelesaian jang telah diusulkannja, merupakan pula suatu sumbangan jang berarti untuk membuka djalan kearah tertjapainja keseimbangan antara prinsip kewarganegaraan dan prinsip domicilie. °44) Oleh karena itu, pendapat penulis ini telah menarik pula perhatian kita dalam rangka pembitjaraan hubungan antara kedua prinsip tersebut. Dalam textbook-nja tentang HPI jang terachir, K e g e 1 telah mem benarkan pendirian dari F e r i d ini. U45) Dengan demikian ia telah "berputar haluan, karena sebelum itu telah dikemukakannja bahwa lex fori selalu harus diutamakan. D e—G.r o o t telah menekankan pula pada ..effectieoe nationaliteit” ini. Dalam pandangan penulis ini maka nasionalitet jang effektip ditundjuk oleh hubungan kulturil jang terdapat antara orang bersangkutan dan negaranja. 04G) ~ d e r e r pada umumnja dapat menerima bahwa lex fori d ini-ama-. kan. Kewarganegaraan sendiri dari sang hakim adalah jang pada umumnja apat ipergunakan. Akan tetapi, bilamana jang bersangkutan ini mempunjai ornicilie-nja di dalam nna^ranjn jang lain, maka harus diadakan penyimpangan daripada pemakaian lex fori. Dalam hal belakangan ini, ma a larus iterima kewarganegaraan iang lain sebagai titik-tuat penentu, er ia ap seorang jang berdwikewarganegaraan haruslali kita pergunakan t , neSam dibawah jurisdiksi mana ia ini memang setjara VialH ° ri a ■ Dengan demikian ini akan ditjegah baliwa keputusan2 . an .neSara jang satu akan tidak mempunjai akibat apa2 dalam t-erspH ain>sedangkan djustru maksudnja ialah agar supaja keputusan u apat ilaksanakan dinegara itu. Dan sebaLiknja ditjegah pula 642)
643) 644) 645) 646)
Untuk meneuatlfan „ _i- • . „ berkenaan denean P dlriann^ . ln! F er i d menundjuk pada tjontoh praktisch W N Ingari« Iraror, • ng-“ anS djerman karena keturunan jang djuga merupakan berusaha kuat suna-1“ 3/ 0 ° - eh Hitler-regiem k ini diusir dari Djerman. Ia telah berhasil, kemudian mP„ ; ! Pat 1dl.kf luarkan dari kewarganegaraan Djerman-nja tanpa tivausbiirgerun») di T 8 ■ ,aam ta^un 1940 (djadi sebelum berlakunja „KollekDjerman harus° diatur i"1?113- ia berdomicilie. Perwarisannja oleh hakim K e g e l , h. 144. nurut hukum Inggris dan tidak menurut hukum Djerman. F e r i d, o.c. h. 514 • Auf ri;«„ xtr ■ werden sollte — w enii^n * c • Se w!£d. auch — was nicht zu gering angesehen angehörigkeits — un W n W ;^ •C1" em Teileebiet ein Ausgleich zwischem StaatsK e g e l , h. 144. nsitzprinz.p vorbereitet”. D e G r o o t , o.c. h. 173 . m t, . praktisch: Mij dunkt dat deze onvattinl V “
tüSISlÄ ’
220
'
anK'*.f, ’ er
m,eman(lanS 1
.‘ i“
kVra" g
-
ee“" r
s, h. 237 m e m p e rlih a tk a n p e n d ir ia n ja n g b e rd e k a ta n .
bahwa suatu keputusan dari negara jang satu dinjatakan tidak sali dalam negara jang lain tanpa adanja akibat jang njata dari pemjataan itu, karena keputusan bersangkutan dianggap terus sah dalam negara pertama, dimana orang bersangkutan djuga mempunjai tempat tinggalnja. Masih ada pendapat2 berlainan dari berbagai penulis, jang banjak sedikit men^ an atas pentingnja faktor domicilie untuk menjelesaikan persoalan Tetapi, kiranja boleh dikemukakan, bahwa „heersende leer” masih tetap menganggap bahwa kepada kewarganegaraan sendiri liams diberikan prioritet dalam menjelesaikan persoalan bersangkutan. 0i0) 356.
Jurisprudensi Indonesia.
Djuga di Indonesia jurisprudensi boleh dikatakan berpegangan kepada pengutamaan daripada kewarganegaraan sendiri dalam menjelesaikan statut personil daripada orang2 dwikewarganegaraan jang merupakan pula kaulanegara Belanda c.q. warganegara Indonesia. Keputusan2 daripada badan2 peradilan dinegeri ini jang mengadili dalam perkara2 dimana terdapat orang2 dwiwarganegara Hindia Belanda (Indonesia) dan Tiongkok (RRT), selalu memperlakukan orang2 ini sebagai kaulanegara Belanda c.q. WNI. Sedjak berlakunja prinsip nasionalitet untuk negara inipun, jakni mulai dari tahun 1915, kita saksikan bahwa untuk statut personil orang2 bersangkutan ini, selalu dipergunakan hukum B.W. Indonesia sadja. Kepada kewarganegaraan sendiri telah diberikan prioritet oleh badan2 peradilan di Indonesia, tanpa memperdalam persoalannja lebih djauh. °50) 357.
Kewarganegaraaan jang berkelebihan ini semua merupakan ke warganegaraan asing.
ad B. Tjara penjelesaian daripada dwikewarganegaraan dimana an tara kewarganegaraan2 bersangkutan tidak terdapat nasionalitet dari forum, adalah sedikit berlainan dai'ipada jang disebut dibawah sub A diatas. 648) Misalnja K a h n, jang memandang prioritet dari kewarganegaraan sendiri sebagai tidak logis dan tidak konsekwen. Seorang hanja harus mempunjai satu statut personil. Karena pada dwikewarganegaraan ini seorang mempunjai lebih dari satu kewarganegaraan, maka tidaklah mungkin ditentukan personil statut ini oleh ke warganegaraan itu. Harus ditjari akan suatu titik-taut lain. Dan dalam hal ini ■|?,nja domicilie jang dapat dipergunakan (o.c. h. 69). Prinsip kewarganegaraan 649) D ei a ” nJa untuk diganti oleh prinsip domicilie. , e '■ata berlakulah tjara penjelesaian jang memberikan prioritet kepada huum kewarganegaraan lex fori. Usul2 baru jang dikemukakan hanja bersifat de «m T - 'f J Z cndZ ; BdSk- M a k a r o v , h. 288. 650) Lihat K o S w a n S i k, o.c. h. 174, n. 3.
221 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 15
Banjak tjara penjelesaian jang dapat dikemukakan. 05x) Diantara tjara2 penjelesaian ini pada umumnja ditjari akan kewarga negaraan dengan siapa jang bersangkutan mempunjai ikatan2 jang tererai (eine engere Bindung). 652) Dibawah ini kita akan ikuti dalam garis2 besar tjara2 penjelesaian jang telah dikemukakan. 1. Titik pertalian kewarganegaraan dilepaskan.
Tjara penjelesaian jang pertama dapat disebut dalam hubungan ini a\ hendak menggantikan prinsip kewarganegaraan dengan prinsip orrnci ie. 3) Kewarganegaraan dilepaskan dan diganti dengan domicilie. Dalam peraturan2 dari berbagai negara tertentu pernah dikemukakan tjai a penje esaian ini. Ujl) Djuga dalam jurisprudensi berbagai negara apa sikan adanja keputusan2 jang didasarkan atas penggantian kewarganegaraan oleh domicilie ini. « « ) 0 r 66 Pemakaian domicilie sebagai pengganti ini dapat dilihat djuga sebagai ^e, J U ^ea-ra-h penggunaan daripada nasionalitet jang effektiv. Dapat an’ ,wa domicilie ini dapat merupakan petundjuk jang baik n menemukan kewarganegaraan jang benar2 effektip itu. 2. Nasionalitet jang „effektip” atau „aktip” . dan af- iVi Suit» Vp
6^CSaikan Pers°alan ini ditjarilah kewai-ganegaraan manakah an^ »effektip’ atau „aktip” bagi orang bersangkutan.
bunian S “ 65™ dapat ” effeW ’ atau „aktip” djika hudenrrari iLnrl ° S ant.ara orang dan negara bersangkutan adalah sesuai orang bersangkutan f Î Î f l (feitdi^ ’ tingkah-laku, perasaan2 dari mana orang bersanekuLn” pd\k®warganegaraan daripada negara dengan & gkutan adalah „am engsten verknüpft”. 6u7) 652)
m e d e r e ^ eh.jei 57 . ? matjam Penjelesaian, h. 285 dan
654)
MisaJnja UU.’ Thailand b ° y 6 ^ ,Trauité n°- 469„Lorsque la loi nationale « t " ! P?rse,L,slhan hukum dari 10-3-1939, par. 6 ajat 2 : deux ou plusieurs nationalité PP1!02^ et que la personne en questoin possède tionalité du pays dans leoael Slmultanément> on applique la loi de la naa son domicile dans un Hte Personn? f son domicilie ; lorsque cette personne
288.
son domicile au moment de l’int™!?6 ^ U6 ] “ ’J,- de ces pays’ on aPlicIue Ia loi lle telle personne est inconnu on ™ *Î?tlon de } «stance ; lorsque le domicile d’une
655) 656)
(Makarov-QueHen I " T ^ du pays où eIle a sa résidence Rec., h. 81 ; lihat djuga U Ù T W h n l r ^ mi’ Teks In^ ris pada M e l ’i e r s Lihat M a k a r o v , o c h 288 dan ™ 7 * ^ “ t 1948’ pasal 52)' , Perumusan ini ialah dariK o S w a n S i’k h 2j ° i 158- Itpwarranpuaraan Ja«™. ’ ox- h. 24 4 ; Bdgk. N i e d e r e r , h. erscheint” »unter Berücksichtigung aller Umstände als wirksamer
657)
M a k a r o v , o.e. h. 295.
222
Hakim harus menjelidiki kewarganegaraan manakah adalah jang paling „hidup” bagi jang bersangkutan ini. Hal ini harus diselidildnja daripada kenjataan2 hidup se-hari2 dari jang bersangkutan. Haruslah diperhatikan „tatsachlichen Lebensverhältnissen” dari orang bersangkutan ini untuk mengetahui hubungan2 dengan negara manakah ini merupakan jang tererat. Dengan demikian dapat diketahui kewarganegaraan jang manakah adalah jang boleh dianggap sebagai jang „terkuat" („stärkste”). 03S) Untuk dapat mengetahui, kewarganegaraan manakah jang lebih effektip atau aktip ini, perlu diperhatikan semua peitundjuk2 jang dapat diketemukan. Tidak tjukup bila lianja diperhatikan satu ukuran sadja. Perlu diperhatikan segala segi dan petimdjuk dalam tiap2 peristiwa tertentu untuk dapat menentukan kewarganegaraan jang manakah adalah jang paling effektip. °50) Tempat tinggal atau domicilie sadja tidak boleh dipandang sebagai tjukup menentukan. Menurut M a k a r o v , °01) maka teori tentang „ nationalité active” ini pada waktu sekarang boleh dianggap adalah jang paling banjak penganutnja. °02) Djuga dalam hukum positip, baik dalam Perdjandjianinternasional maupun dalam per-undang2an negara2 tertentu dapat kita ketemukan pemakaian penjelesaian ini. Dalam pasal 5 dari Konvensi Den Ilaag 1930 mengenai kewarganega raan ldta saksikan bahwa pengertian nasionalitet effektip ini telah di pergunakan sebagai titik-taut altematip. Pasal tersebut berbunji: „Dans un Etat tiers, l’individu possédant plusieurs nationalités devra être traité comme s’il n’en avait qu’une. Sans préjudice des règles de droit appliquées dans l’Etat tiers en matière de statut personnel et sous reserve des conventions en viguer, cet Etat pourra, sur son territoire, reconnaître exclusivement, parmi les nationalités que possédé un tel individu, soit la nationalité du pays dans lequel il a sa residence 658) 659)
660)
661) 662)
M a k a r o v , o.e. h. 295. Demikian pendirian K o S w a n S i k, o.e. h. 251, jang bahkan djuga hendak memperhatikan pula „individucle voorkeur” dari jang bersangkutan sepandjang ini tidak membawa kerugian bagi fihak ketiga. Bdgk. akan tetapi V a n B r a k e 1, h. 142 : „Als nationaliteit en woonplaats (waarbij men, eerder dan aan een wetelijk domicilie'begrip, moet denken aan de „ résidence habituelle et principale") samenvallen, bestaat met dat land ongetwijfeld de sterkste band”. M a k a r o v , o .e . h. 295. Bdgk. F r a n k e n s t e i n dengan „psehyehologische Anknüpfung”-n ja o .e . ; IPR-Deutsehlands, h. 4 2 ; A r m i n j o n , II h. 41 dst. ; H i j m a n s menjebutnja „ V Ir t u e e i e nationaleit”, jang dirumuskannja sebagai „de nationaliteit, welke men in het leven draagt, wat kan blijken uit de taal, waarin men zieh gewoonlijk uit, de menschen, in wien gezelschap men het mest verkeert, en het land, waarin men zieh bij voorkeur ophoudt of waar men het centrum zijner best• aansmogelijkheid heeft”
223
habituelle et principale, soit la nationalité de celui auquel, à après les circonstances, il apparaît comme se rattachant le plus en fait . ; Dalam pandangan kami memang dapat dipertanggung-djawabkan bila mana Vswargane garaan iang effektip inilah dipergunakan sebagai tifak-tanfc penentu. 001) 3.
P e m a k a ia n le x fo ri.
Bilamana terdapat suatu perkara dimuka hakim dimana pihak jang bersangkutan mempunjai lebih dari satu kewarganegaraan, maka tida ' dipergunakan kewarganegaraan2 dari jang bersangkutan^,melainkan 1pergunalcan sadja lex fori. Dalam beberapa peraturan kita saksikan diterimanja tjara penjelesaian ini. GBu) V a n B r a k e l mengetjam pemakaian lex fori untuk hal ini jang dipandangnja terdorong oleh „ gemakzucht'” dari sang hakim. G0(i) M e n u r u t penglihatannja lex fori ini hanja dapat dipergunakan dalam hal- pengetjualiaan dalam keadaan serba darurat, misalnja djika hakim berada dalam ploksok2 terpentjil, hingga bagi sang hakim ini sukarlah untuk menentukan apakah sesungguhnja orang2 bersangkutan mempunjai kewarganegaraan jang dikemukakan, atau djika isi daripada hukum asing itu tidak dapat ditentukan dengan pasti. 6G7) Djuga D e G r o o t memandang pemakaian dari lex _fpri_ dalamJl&l ini tidak pada tempatnja. Tjara penjelesaian sematjam ini adalah se wenang2 (willekeurig) dan hanja terdorong karena hendak gampang sadja. 0B8) A r m i n i o n djuga tidak dapat menerimanja. °69) Boleh dikatakan bahwa tjara penjelesaian ini akan selalu membawa penjelesaian jang ber-beda2, tergantung dihadapan forum manakah perkara diadjukan. Dengan demikian ini ketidak-pastian hukum. n]ata adanja. 663)
666 ) 667) 668 )
Terdjemahan bebas: „Dalam negara ketiga, seorang jang mempunjai be erap kewarganegaraan diperlakukan se-olah2 hanja mempunjai satu. Dengan ti a m ngurangi peraturan2 hukum jang diperlakukan dalam negara ketiga itu kcr'ena dengan statut personil dan dengan mengetjualikan perdjandjian" jang berlaku er kenaan dengan ini, negara bersangkutan, didalam wilajahnja, lianja mengakui, i antara kewarganegaraan2 jang dipunjai oleh orang sedemikian, atau kewargane garaan daripada negara dimana ia mempunjai kediamannja sehari" jang utama, atau, kewarganegaraan jang diantaranja menurut kenjataan" merupakan se agal jang benar2 tererat” . Sajang dalam jurisprudensi Indonesia belum dapat kita kemukakan keputusan ten tang persoalan ini. Code Bustamente, pasal 11 (sebagai titik-taut subsidiair) : „A défaut de_ce_ domi cile, on appliquera au cas prévu dans l’article précédent, les règles adoptees par la loi du tribunal” ( M a k a i o v - Q u e l l e n , II, no. 1 ; kursip kami). V a n B r a k e 1, h. 142. Bdgk. diatas, no. 199 sub 3 dst. D e G r o o t , o.c. h. 142.
669)
A r m i n j o n,
664*) 665)
224
II,
h. 43.
Dalam hal ini ldta menghadapi keadaan jang berlainan daripada apa jang tertera dalam sub A diatas tadi. Sekarang ini kita menghadapi suatu persoalan dimana kewarganegaraan2 jang lebih ini semuanja tidak me rupakan kewarganegaraan dari forum. Dalam hal sedemikian ini, kurang pada tempatnja untuk meletakkan titik-berat kepada lex fori ini. 4.
Semua kewarganegaraan dipergunakan setjara kumulatip.
Semua kewarganegaraan dari jang bersangkutan diperhatikan. Semua hak“ dan kewadjiban- jang melekat pada masing2 kewarganegaraan di perhatikan setjara kumulatip. Dengan demikian jang dipergunakan bukannja salah satu dari pada kewarganegaraan bersangkutan. Oleh karena itu boleh dikatakan, bahwa tjara penjelesaian ini tidak dapat kita pergunakan. Bukankah pada persoalan kita sesungguhnja harus dilakukan pilihan antara kewarganegaraan2 bersangkutan jang manakah satu dapat dipergunakan ? °70) Lagipun tjara penjelesaian sedemikian ini adalah tidak-praktis karena peraturan- kewarganegaraan2 bersangkutan dapat bertentangan satu de ngan lain. Djuga dapat dilihat dari pemakaian kumulatip ini suatu tjara jang dapat membawa keuntungan atau kerugian daripada status dwikewarganegaraan setjara tidak sehat. °71) 5. Kewarganegaraan jang paling sesuai dengan azas2 hukum dari lex fori. M enurut tjara penjelesaian ini jang diperhatikan ialah kewarganegaraan dari negara jan g p a d a pokoknja lebih sesuai dengan hukum daripada sang hakim sendiri.
Djika misalnja negara sang Hakim berazaskan ius sanguinis, maka jang akan dipilih ialah kewarganegaraan dari negara jang djuga berazaskan ius sanguinis. Dan bilamana negara sang hakim berpegangan pada ius soli, maka jang dipilih ialah kewarganegaraan dari negara bersangkutan jang memakai pula ius soli ini. D en gan dem ikian jang did jadikan pedom an untuk menjelesaikan p e r soalan ini, ialah ketjondongan sang hakim akan hukumnja sendiri.
Tjara penjelesaian ini perlu diketjam. Djika ditindjau setjara prinsipil maupun setjara praktis tidaklah dapat dipertahankan tjara penjelesaian ini dengan memuaskan. 672) Tidak ada alasan sama sekali untuk memperguna kan lex fori dalam hal ini. Bukankah jang dipersoalkan ialah melulu dua atau lebih stelsel hukum jang asing bagi sang hakim ? Djika dalam meng
hadapi persoalan ini diutamakan hukum dari sang hakim sendiri maka ini akan membawa kepada suatu „onaanvaardbare zelfingenomenheid en bekrompenheid” untuk hukum sendiri, „die in de hedendaagse samenleving en wetenschap niet meer op hun plaats zijn”. °73) Bukankah, setiap sistim hukum ini dapat dianggap baik atau buruk, hanja bilamana clitindjau bersamaan dengan masjarakat untuk siapa telah clitjiptakan peraturan2 itu ? Bukan kepada sang hakim dari lain negara diberikan keleluasaan untuk menggantikannja dengan hukum sendiri karena ia menganggap hukumnja itu lebih baik. Tjara penjelesaian sematjam ini memperlihatkan suatu „gemakzucht” jang tidak dapat diterima. G71) Setjara praktis tidak akan dapat dipergunakan karena berbagai hal akan temjata tidak mungkin manakah adalah jang lebih sesuai dengan lex fori. seluk-beluk dan kombinasi2 berbelit-belit dalam akan terdjadi hal ini.
penjelesaian ini apabila, untuk menentukan jang Karena adanja berbagai praktek memang tidak
Penjelesaian ini djuga tidak baik untuk kepastian hukum, karena ternjata hukum jang dipergunakan akan ber-ubah2 sedjalan dengan penggan tian forum dimana perkara diadjukan. 6. Kewarganegaraan jang diperoleh lebih dahulu. Ada tjara penjelesaian lain jang hendak mengutamakan kewarganegaiaan jang pertama diperoleh. Pokok pildran dari pendapat ini ialah penghormatan atas teori daripada hak2 jang diperoleh (verkregen rec ten) ) Hak2 iang telah diperoleh lebih dahulu harus dihormati. Keberatan terhadap tjara penjelesaian ini ialah bahwa ia ini harus c ipan ang sebagai agak kuno. Tidak ada lagi penganut2nja. °70) Tjara penje esaian ini djuga hanja dapat dipergunakan bilamana kewargane garaan masing2 tidak diperolehnja setjara bersamaan. Djuga agak sukar untu mempergunakan saat diperolehnja kewarganegaraan ini sebagai pegangan untuk menentukan kewarganegaraan jang hams berlaku. Saat 1^ C™^>.er(? 6 ]'a kewarganegaraan ini hanja merupakan suatu hal jang a J111 umumnja tidak mempunjai hubungan apapun dengan keadaan u up se enainja dari jang bersangkutan. Kriterium ini kiranja sukar untuk digunakan sebagai jang menentukan. 673) 674)
675) 676)
226
K o S k, o.c. h. li. 235 ivo a w a n Si 31k, 235. ’ ” ’ R o il? V ’ ’’/ ecier hat in den ihm zu regeln, und die von ihm getroffene Regelung darf nicht im Vergleich mit der lex fori als auf einer niedrigeren Wertstufe stehend betrachtet werden” (h. 291). Bdgk. P 111 e t> Principes de d.i.p. h. 568 no. 316 ; Lihat N i e d e r e r , h. 158. D e G r o o t , h. 136.
Lagi pun teori tentang hak2 jang diperoleh ini hanja akan dapat dipergunakan sepandjang akan membawa keuntungan bagi orang janobersangkutan. Bilamana ternjata pemakaian kewarganegaraan jang diper oleh semula ini, akan membawa kerugian bagi jang bersangkutan, maka tidaklah dapat dipergunakan teori ini. e77) 7. K ew arganegaraan jang diperoleh paling achir. Ada tjara penjelesaian lain jang hendak meletakkan titik berat kepada kewarganegaraan jang diperoleh paling belakang. Pendirian ini terpenga ruh oleh anggapan bahwa ada J iak expratriatie” dari seseorang hak, untuk : dapat melepaskan diri daripada keanggotaan sesuatu negara. Sedjak abad ke-19 mulailah berkembang pengertian tentang kebebasan individu untuk mengganti kewarganegaraannja ini. Dalam berbagai peraturan nasional kita saksikan ketentuan2 jang memberi prioritet kepada kewarganegaraan jang terachir diperoleh ini. 67S) Djuga terhadap alasan ini terdapat keberatan jang sama seperti tjara penjelesaian dibawah no. 6. Ia tidak dapat dipergunakan bilamana tidak ada kewarganegaraan jang susul-menjusul, melainkan semua kewargane garaan telah diperoleh pada saat jang sama. Lain daripada itu berlaku pula apa jang dikemukakan diatas bahwa saat diperolehnja kewarganegaraan ini hanja adalah sesuatu jang abstrak dan tidak dapat dipergunakan untuk menentukan apakah kewarganegaraan jang hendak dipilili itu adalah sesuai dengan „realen Lebensverhaltnissen . °‘ 9) Walaupun diakui bahwa memang seringkali kewarganegaraan jang terachir ini adalah jang lebih sesuai dengan nasionalitet jang effektip, namun kewarganegaraan terachir ini tidak dapat selalu dipergunakan sebagai pegangan jang menentukan. GS0) 8. K ew arganegaraan jang sama djatohnja dengan domicilie atau tempat kediaman.
Diatas telah diberitahukan bahwa menurut tjara penjelesaian jang telah diusulkan (no. 1) titik-taut kewarganegaraan pada bipatridie ini hendak digantikan dengan titik-taut domicilie. Sekarang ini kita saksikan bahwa titik-taut kewarganegaraan terus dipergunakan. Tetapi jang dipilih ialah kewarganegaraan dari negara jang sekaligus merupakan pula domicilie atau tempat kediaman dari jang bersangkutan. 677) 678)
fian 680)
Bdgk. K o S w a n S i k, o.c. h.237. Misalnja Djepang (U.U. 21-6-1891, par. 27 ajat 1 ; Tiongkok (U.U. tentang pema kaian peraturan3 asing, 5-8-1918, pasal 2 ), Thailand (U.U. 10-3-1939,par. 6 ), Tsjea ?° , akia’ U-U- tentang HPI 1948, par. 51. S ? BlLa r o v * °-c- t . 295 K o S w a n S i k, o.c. h. 23&
227
Tjara penjelesaian ini memperlihatkan kekurangan bilamana tidak terdapat domicilie atau tempat kediaman dalam negara2 bersangkutan. Djuga tidak dapat dipakai tjara penjelesaian ini bilamana terdapat lebih dari satu domicilie dalam negara2 jang bersangkutan. Ukuran jang hendak dipergunakan dalam hal2 tersebut tidak ada. CS1) Kekurangan lain ialah bahwa „domicilie merupakan suatu pengertian-hukum jang memerlukan suatu kwalifiaksi lebih djauh. Pengertian tempat kediaman dalam hal ini memperlihatkan unsur2 jang lebih baik. Dalam beberapa peraturan2 negara2 tertentu dan persetudjuan inter nasional, kita saksikan pemakaian dari kewarganegaraan jang djatohnja bersamaan dengan domicilie atau tempat-kediaman. cs2) M e^urut Pandangan beberapa penulis maka bersamaan djatohnja domicilie dan kewarganegaraan ini dianggap sebagai bukti jang njata tentang adanja nasionalitet jang effektip. °83)
9. Pilihan dari jang bersangkutan sendiri. Tjara penjelesaian jang selandjutnja pernah diusulkan pula ialah agar supaja i en an kebebasan kepada jang bersangkutan untuk menentukan sendin kewarganegaraan mana jang disukainja. CS1) Disim kita saksikan bahwa soal kewarganegaraan hendak ditentukan diria ° ' v ^ernip an ^ll^um oleh jang bersangkutan. Sesuai dengan penl . a n -, r a kami menganggapnja sebagai suatu hal jang T gr T gan at hukum Pt,hlik daripada kewarganegaraan. i
l
-
,
^ f ' buka ba^ P^buatan2 dibidang hukum perdata,
chususnin n aUla a am bidang jang terbatas, hukum harta-benda atau chususnja hukum katan (verbintenissenrecht).
682)
683) 684) 685)
228
MisakIni,°pasaia3n0 Sajat 2 C C L ' \. M a k a r o v > ° -c- h- 293. de plusieurs Etats étrnn»Pr i •’ Jjlechtens.teln : „Aux personnes qui ressoritissent dans lequel elles nnt lo? s ü01t: être appliquée la loi de celui des Etats Nationaux lequel elles ont leur r omicIJe> f défaut du résidence le droit de l’Etat dans ont la nationalité pn - en^f e,i a défaut du résidence le droit de l’Etat dont elles Pasal 22 ajat 2 Z i v i a k a r o v - Q u e 1 1 e n, I, no. 32 ; kursip kami). welcher mehrere StafZ u» • , ^ nan*a dari 1939: „Heimatrecht des Ausländers, dessen Angehöriger °^Jskeiten besitzt, ist das Recht desjenigen Staates, Ermangelung eines solehp r>n u m e.r Wohnsitz oder Aufenthalt hat, oder in er durch Abstammung ^ ^ , 1 derjenigen Staates, dessen Staatsangehörigkeit kami) ; Par. ( M a k a r o v - Q u e 11 e n, I, no. 46, kirsip djika kewarganegaraan2 u ' , ‘ ^ 3 9 tentang Perselisihan hukum dari Thailand, Q u e l l e n , I no. 5 1 ) . Pa r-tan- diperolehnja bersamaan ( M a k a r o v nationalité d’origine, auxciueU ’ g0. Bustamente : „Pour les conflits sur la appliquera la loi de’ celui de<s " eSt pas '^éressé l’Etat où ils sont soulevés, on domicile” ( M a k a r o v - O u p llPayS Tr gC 0“ la .Personne dont il s’agit a son Misalnja, K o s t e r s , h 287 • V a n’r>'i0’ } ’ kursip kami). h. 42. ’ an r a ke 1, h. 142; W o l l f - I P R Deutschlands, M ro vk , eo.e. 289 ;N i e r dueer re e r r, h. h 158. 158 V aank a B ra l , h. h.142.
Djuga aldbat2 daripada pemilihan oleh j'ang bersangkutan ini tidak akan dapat diterima, karena ia kadang2 dapat memilih kewarganegaraan jang satu dan pada lain kesempatan memilih jang lain. Djika misalnja dalam atjara gugatan konvensi orang jang bersangkutan memilih kewargane garaan dari negara X dan kemudian dalam taraf rekonvensi dari perkara itu djuga memilih kewarganegaraan negara Y, maka hal ini akan membawa ketidakpastian hukum jang amat menjolok. CS(i) Djuga dalam perkara2 jang terpisah karena djangka waktu satu dari jang lain akan dapat kita saksikan berbagai konsekwensi jang tidak dapat diterima bilamana dipergunakan kebebasan untuk menentukan sendiri kewarganegaraan oleh jang bersangkutan ini. Tjontohnja misalnja : Seorang Italia jang djuga berkewarganegaraan Perantjis, dapat menganggap dirinja sebagai warganegara Perantjis untuk dapat bertjerai dan menikah kembali. Dan apabila ia nanti hendak meminta pembatalan dari perkawinannja jang kedua, maka dapatlah dikemukakannja bahwa ia sebenarnja warganegara Italia ! GS7) 10. K ew arganegaraan jang lebih menguntungkan bagi jang bersang kutan.
Tjara penjelesaian jang memperhatikan kepentingan dari orang jang bersangkutan pernah diusulkan pula. Kewarganegaraan jang paling me nguntungkan bagi jang bersangkutan adalah jang diutamakan. Hal ini telah dikemukakan setjara tegas oleh K o s t e r s . 6SS) Djika jang bersangkutan tidak mempunjai domicilie dalam salah satu negara bersangkutan, maka haruslah dipilih kewarganegaraan jang paling me nguntungkan baginja. Keberatan terhadap pendirian ini ialah bahwa seorang jang berstatus bipatride dengan demikian mendapat lebih banjak keuntungan daripada seorang jang berkewarganegaraan tunggal. Karena jang belakangan ini tidak mempunjai kewarganegaraan jang lebih menguntungkan baginja ! Hal ini kiranja adalah tidak sesuai dengan usalia2 jang dikerahkan untuk mengatasi persoalan dwikewarganegaraan ini. GSD) 686 ) 687)
V a n B r a k e i , h. 143. Tjontoh diambil dari V a n B r a k e i , h. 143.
688)
K o s t e r s , h. 2 4 0 : „ W i j m en en , dat in d en s trijd van p e rs o o n lijk e en staats b e la n g e n , d ie h ie r is o p te lo sse n , d e in teressen van den p ersoon beslissen d k u n n en z y n e n w ille n d e a a n g e le g e n h e id b e o o r d e e ld zien v o lg en s d ie g e n e d er n a tion ale w e tte n , w a a rv a n d e to e p a s s in g v o o r d en b ela n g h 'eb b en d e het v o o r d e lig st en m eest g e w e n s c h t is ” .
689)
Bdgk. K o S w a n S i k , o.e. h. 241 : „Terwijl men enerzijds moet streven naar de o p h e f f i n g v a n d e nccdelen1, d ie aa n m .n. v e r b o n d e n zijn , is het a n derzijd s on toelaa tba ax o m bewust e n opzettelijk u it d e nun. v o ortsp ru ite n d e u oord elen aan het in d iv id u te v e r le n e n , w a a r d o o r t o c h r e c h te n v a n d e rd e n g e sc h a a d k u n n en w o rd e n ” .
229
I Demikianlah diatas ini tjara2 penjelesaian jang pemah chkemukakan untuk mengatasi persoalan dwikewarganegaraan. Disamping apa jang dikemukakan diatas masih ada beberapa tjara penjelesaian jang kurang penting dan karenannja tidak diuraikan disini. C90) R e s um et 1. Tiara penjelesaian daripada masalah dwikewarganegaraan adalah berlainan dalam h a l: A. Salah satu dari kewarganegaraan jang rangkap ini merupakan nasionalitet daripada forum : atau : A B. Semua kewarganegaraan bersangkutan mempakan kewarganegaraan jang asing untuk forum dimana perkara diadiukan. V
(27) Dalam hal jang pertama ini ketjondon^an umum memperlihatkan pengutamaan daripada kewarganegaraan Sang Hakim sendiri. 3. Penulis2 terbanjak menganut pendirian ini, jang ternjata didukung pula oleh junsprudensi dan ketentuan2 dalam hukum positip berbagai negara. 4. Djuga di Indonesia boleh dianggap bahwa pendirian inilah jang dianut dalam jurispmdensi. Dalam keputusan2 jang mengenai orang2 dwiwarganegara kaulanegara Belanda (WNI) dan warganegara Tiongkok (RRT) kita saksikan bahwa hakim di Indonesia selalu mempergunakan 15 se-olah2 hania memperhatikan baliwa mereka ini berkewarganegaraan Indonesia s a r l ja 5. Djuga dalam Undang2 Kewarganegaraan R.I. terdapat ketentuan2 jang memberi kesan bahwa pandangan inilah jang kini dianut di Indonesia. 6. Tjara penjelesaian lain jang telah dikemukakan ialah ketjondongan untu menekankan kepada apa jang terkenal sebagai „effectieve” atau „actieve , „ virtuele” nationaliteit. 7. Mengenai penjelesaian daripada persoalan2 dwikewarganegaraan langkap dari negara- jang asing bagi forum bersangkutan, kita saksikan bahwa banjak matjam tjara2 pemetjalian jang telah diusulkan. 690)
230
Lihat untuk ini, M a k a r o v , o.c. h. 298 dst. ; K o S w a n S i k, h. 248 dst.
Antara lain dapat disebut: 1. Dilepaskannja titik-taut kewarganegaraan jang diganti seluruhnja oleh domicilie ; 2. Nasionalitet jang „effektip”, „ aktip” atau „virtueeF; 3. Pemakaian lex fori. 4. Semua kewarganegaraan dipergunakan setjara k u m u l a t i p . 5. Kewarganegaraan jang paling sesuai dengan azas2 hukum dari lex fori. 6. Kewarganegaraan jang diperoleh lebih dahulu. 7. Kewarganegaraan jang diperoleh paling achir. 8. Kewarganegaraan jang sama djatohnja dengan domicilie atau tem pat kediaman. 9. Pilihan dari jang bersangkutan sendiri. 10. Kewarganegaraan jang lebih menguntungkan bagi jang bersang kutan. 8. Dari berbagai tjara penjelesaian jang diusulkanini, kamitjondong untuk memilih : Pengutamaan daripada „effektieve” atau„actieve” (Hi j m a n s „viiiuele” nationaliteit). 359.
T anpa-k ew arganegaraan ( apatridie).
B a tj a a n : D e G r o o t , L., Het personeel statuut van Apatriden en Bipatriden volgens Nederlandsch i.p.r.”, diss. Leiden (1938). M a k a r o v, o.c.h. 301 dst. ; H i j m a n s , h. 119 dst.; v a n B r a k e l , h. 143; K o s t e r s , h. 288 dst.; K e g e l , h. 144; N i e d e r e r , h. 159 dst.;
Sebagai kebalikan daripada orang jang mempunjai lebih dari satu kewarganegaraan ldta ketemukan orang jang sama sekali tidak mempunjai kewarganegaraan. Menurut perkembangan hubungan2 antamegara dan hubungan politis diwaktu achir2 ini kita saksikan bahwa tambah lama tambah bertambah-lah kemungkinan2 terdjadinja tanpa-kewarganegaraan ini. Beberapa negara tertentu telah mulai mempergunakan pentjabutan kewarganegaraan sebagai sematjam hukuman. Apabila orang2 jang terkena dinjatakan hilang kewarganegaraannja oleh negara bersangkutan dan me reka ini belum dapat memperoleh kewarganegaraan pengganti, maka mereka ini berstatus tanpa-kewarganegaraan. Praktek2 jang dapat disaksi kan pada revolusi Russia dan kemudian regime Nazi di Djerman, telah menjebarkan pelarian2 ke berbagai ploksok dunia. Para pelarian ini ke mudian telah dinjatakan hilang kewarganegaraan mereka. Djuga di Indonesia ini ldta kenal sekelompok orang2 jang terkenai pula sebagai „staatlozen”. Mereka ialah orang2 jang dianggap pro „ Kuomintang”. Oleh RRT mereka ini tidak diakui sebagai warganegara RRT. 231
Dan karena tidak ada hubungan diplomatik antara R.I. dan Jaiwa^, mereka ini djuga tidak dapat diakui sebagai w a r g a n e g a r a - laiwan. Mereka ini se-tidak2nja merupakan „de facto apatriden”. (/ Djika kita menghadapi seorang jang tanpa-ke\yarg^m^a£^ajiJlU.j3agg^ / ^ manakah harus diselesaikan persoalannia ? Hukum _ke,wargancgaxaaaJi ' ! nakah jang harus dipergunakan ? Ternjata bahwa dalam praktek diperlukan suatu f-Mk-taut yenggajiti (Ersatzankniipfimg) °02) untuk mengatasi persoalan ini. Oleh karena ti a ada hukum „nasional” dari jang bersangkutan haruslah ditjari titi -tau penggantinja, jang dapat dipergunakan sebagai faktor m e n e n t u k a n hu tun jang harus diperlakukan. 360. Tjara2 pcnjclesaian. Berbagai tjara penjelesaian jang telah diusulkan. 1. Pemakaian hukum domicilie atau tempat kediaman. Tjara penjelesaian jang per-tama2 ditjari ialah m e le ta k k a n titik berat atas hukura^ dari domicilie atau tempat kediaman dari jang bersangkutan. Djika tidak ada titik-taut lcewarganegaraan. maka diutamakanlah titik{y ) taut domicilie. Dan apabila djuga tidak ada domicilie ini, maka jang dipergunakan ialah hukum dari tempat kedi amnn (Aufenthalt) orang jang 0bersangkutan._ ^ Tetapi ada mungkin pula bahwa ditekankan dalam hal belakangan (oT)ni atas berlakunja ..lex fon”. 602M Dalam ketentuan2 hukum positip dari berbagai negara dapat lata saksikan pula pemakaian domicilie atau tempat kediaman sebagai titiktaut-pengganti ini. 693)
691) Bdgk. tentang apatridie, Warganegara dan Orang A=ing h. 9 dst. ; Tafsiran U.U. Kewarganegaraan R.I., h. 12 dst. Lihat djuga keputusan Penguasa Perang Pusat no. Kpts/Peperpu/0438/1958, 16-10-1958 tentan«- penguasaan perusahaan2 Tionghoa perantauan (Hoa Kiauw) jang bukan WN dari°Ne»ara asing jang tidak mempunjai hubungan diplomatik dengan Negeri R.I. dan/atau memperoleh pengakuan dari K.L, B.N. no. 87 tahun 1958. Tentang status orang“ pro Kuomintang mi, lihat djuga W i 11 m o 11, D o n a l d E., The national status of the Chinese in Indonesia, N.Y. (1961), h. 43. 692a) Bdgk. tentang ini H i j m a n s (h. 119) ; „Verwijzing naar de lex jori kan ik slechts als een wanhoopsdaad beschouwen”. 693) Bdgk. Misalnja, pasal 30 B.W. Junani 1940 : „Hat eine Person keine Staatsange hörigkeit, so findet als Heimatrecht, das Recht des Wohnsitzer und in Ermangelung eines Wohnsitzes das Recht des Aufenthaltsortes Anwendung” ( M a k a r o v Q u e l l e n , I, no. 19) ; pasal 52 dari U.U. Tjsechoslowakia 113-1948 ( M a k a r o v Q u e l l e n , I, no. 55 dst.).
232
Dalam jurisprudensi Indonesia pernali kita ketemukan pula keputusanjang berpegangan pada anggapan jang sama seperti diuraikan disini. Diatas sudah kita ketemukan keputusan dari Raad van Justitie M e dan 1939. e04) Perkara jang harus diadili berkenaan dengan perwalian dari anakjang dilahirkan dari seorang ajah jang kewarganegaraannja tidak diketahui atau jang tidak mempunjai kewarganegaraan (Heinrich Göres) dan seorang ibu warganegara Djennan (Marielise Emma Helen Engel). Setjara tegas lelah dipertimbangkan oleh Pengadilan tersebut bahwa di Indonesia dianut prinsip kewarganegaraan. Ditambahkan pula bahwa prinsip kewargane garaan ini memperlihatkan kekurangan2 bilamana kita menghadapi peisoalan dimana tersangkut orang2 jang tidak-berkewarganegaraan. RvJ M edan mempertimbangkan ; „O . dat in liet Nederlandsch-Indisch internationaal privaatrecht het nationaliteitsbeginsel is aanvaard, doch, waar het w a a r s c liijn lijk is dat Göres statenloos is, dat beginsel in het geven van een oplossing tekort schief, op grond waarvan de Raad van oordeel is, dat de beslissing m oet w orden gelaten aan het domicilie-beginsel en dus de wet van le«. land, waar Göres is gevestigd. moet worden toegepast . G9j) Dalam tjatatannja dibawah keputusan ini W e r t h e i m telah me ngemukakan bahwa keputusan untuk memakai prinsip domicilie pa a orang2 jang tanpa-kewarganegaraan ini, adalah sesuai dengan apa ]a^o diterima oleh banjak penulis. Dalam hubungan ini telah ditundjuk 'ePa a pandangan dari K o s t e r s . GnG) Djuga W e r t h e i m dapat menjetudjui tjara penjelesaian ini. Pendapat dari H i j m a n s 607) e G r o o t G08) jang hendak menekankan kepada nasionalitet jang efte lP atau „virtu ele nationaliteit” dianggap beliau suatu „afwijkend stan pun jang b a m muntjul „in den laatsten tijd” . G" ) _ . , . Keputusan lain jang djuga memperlihatkan pendirian serupa ia a 1 aii Raad van Justitie Djakarta tahun 1934. ™°) Djuga perkara ini sudah la ■ sebut diatas pada waktu membitjarakan titik2 pertalian s e k u n d e r . ) Pewarisan umumnja diatur menurut hukum nasional dari sipewans. Apabila tentang kewarganegaraan sipewaris (Ho Tjoeng Kon, iS® an} a hidup pernah m endjadi wijkmeester di Sidjoek, Biliton) terdapat e i a pastian, maka hukum jang harus dipergunakan ialah domicilie d a r i sipe waris pada waktu meninggalnja. Pertimbangan RvJ a.l. ialah se agai b erik u t:
697)
? ib^ ah no- 180 T - 153/499, RvJ Medan 22-9-1939. v' > P-*1- 502, kursip kami, Tjatatan W e r t h e i m . £ ? . s t e r s > h. 288 dst. H i j m a n s , h. 120
699)
T.
De G r o o t, h 173 153 h. 5 0 1 .'
Djakarta 20-4-1934, T. 139/855. i awah no. 180, sub „Kewarganegaraan” .
233
„Overwegende, dat de Raad ten aanzien van de vraag, aan welke wetgeving die rechten moeten worden getoetst, met gedaagde van oordeel is, dat cen nalatenschap wordt beheerscht door de nationale W et van den erflater, onder toevoeging dat indien omtrent de nationaliteit van dezen onzekerheid bestaat, de wet van het domicilie van den erflater ten tijde van zijn overlijden toepassing moet^ vinden . '0~) Berhubung dengan domicilie pihak pewaris Ho Tjoeng Kon di Tiong kok tatkala ia meninggal pada tahun 1927, telah dipergunakan hukum Tiongkok. 703) Dalam tjontoh2 tersebut diatas, kita saksikan bahwa faktor domicilie telah dipergunakan sebagai titik pertalian pengganti, karena titik-taut kewarganegaraan tidak ada (tidak dapat diketahui dengan pasti). ^ 2. Kewarganegaraan jang terachir. Adakalanja bahwa penjelesaian ditjari dengan djalan memperhatikan kewarganegaraan terachir daripada orang jang bersangkutan. 701) Tjara penjelesaian ini tidak dapat diterima. Apabila suatu kewargane garaan sudah hilang, maka dapatlah kita kemukakan bahwa hubungan2 dari orang jang bersangkutan dengan bekas-negaranja memang sudah tidak ada lagi. Ia telah kehilangan kewarganegaraan negara semulanja karena berbagai tjara, misalnja karena ia menjatakan keterangan melepaskan kewarganegaraan tersebut, atau karena ia ini dinjatakan hilang kewarganegaraannja oleh negara bersangkutan atau karena ia telah melakukan imigrasi. Dalam semua hal2 ini njatalah bahwa hubunganrnja dengan negaranja jang semula sudah terputus adanja. Adalah tidak riil bilamana kita tetap hendak mempertahankan kewarganegaraan jang sudah hilang itu. (Jivjacb
Bagaimana keadaannja dengan mereka jang termasuk „ de facto CiM2ili_en , jakni mereka jang setjara formil masih mempunjai suatu ke—ganegaiaan,—tetapi setjara praktis tidak dapat fasilitet2 daripacla Pe- —- j^1*2 diplomatik mereka itu di-negara2 asing dimana mereka beram se agai pelarian atau imigran2. Mereka ini tidak dapat memperoleh er agai ukti2 tentang status mereka, kewarganegaraan dan bukti-bukti untu menikah dsb. dari perwakilan2 negara2 mereka. Orang2 sematjam mi, o e ‘persamakan dengan orang2 jang memang setjara juridis ter masuk tanpa-kewarganegaraan. 702) 703)
704)
234
T. 139, p.h. 856.
Disamping pertimbangan bahwa Ho ini memang harus dianggap adalah WN Tiong kok, karena kekaulanegaraan Belandanja telah mendjadi hilang karena ia telah lama pulang ke Tiongkok tanpa memenuhi kewadjiban mendaftarkan. Demikian di JJjerman, sebelum perubahan ditahun 1938. Bdgk. pasal 29 EGBGB, sebelum diubah 12-4-1938, ( M a k a r o v - Q u e l 1 e n, I, no. 13).
Tjara2 penjelesaian tersebut diatas, jang diuraikan berkenaan dengan mang jang benar- setjara juridis formil sudah termasuk apatriden, diuga berlaku untuk orang2 defacto-apatriden ini. 705) 60.
Resume:
1. Tjai a penjelesaian mereka jang tidak berkewarganegaraan lazimnja diatur menu m t hukum dari domicilie atau djika ini tidak ada, menurut tempat kediaman orang jang bersangkutan. -, Penjelesaian sedemikian ini mempunjai penganut2nja terbanjak. 3. Jurisprudensi di Indonesia nampaknja djuga tjondong kearah itu. 4. Ada djuga pendapat2 jang berlainan, misalnja, jang hendak mem perlakukan lex fori atau „nasionalitet” jang benar2 „hidup” dalam kenjataan se-hari2 („virtuele nationaliteit” dari H i j m a n s ; effectieve nationaliteit” dari D e G r o o t ) . 5. Tjara penjelesaian jang pernah dikemukakan pula ialah untuk menggunakan hukum dari kewarganegaraan jang terachir. Tetapi t|ara penielesaian ini memperlihatkan unsur2 jang tidak riil. 361.
Status orang asing (Vreemdelingen Statuut).
Dalam djilid I dari buku kita ini sudah diuraikan bahwa menurut sistim jang berlaku di Perantjis, apa jang terkenal sebagai „Condition des Etrangers termasuk pula dalam HPI. 700) Tidak demikian dalam negara2 jang menganut konsepsi jang lebih sempit. Indonesia pun menganut konsepsi jang lebih sempit daripada konsepsi Perantjis. Nistjaja demikian, dalam textbook2 jang ditulis oleh para sardjana hukum Belanda, tidak diabaikan sama sekali apa jang berkenaan dengan status daripada orang asing. Misalnja M u l d e r telah menjediakan suatu k^h ” ^ 7c>SUS (-^deling III) jang diberikannja djudul: „VreemdelingenDjuga. kita akan memberikan pula perhatian kepada status dari orang di Indonesia, chususnja berkenaan dengan kedudukannja dalam hukum jang bersifat perdata. Kita akan memperhatikan pula peraturan2 jang bersifat hukum publik maupun bersifat hukum administratip jang mem punjai akibat tertentu bagi hak2 dari orang2 asing dalam kehidupan perdata dinegeri ini. 05)
706) 707)
Bdgk. N i e d e r e r , h. 161. Ada djuga lain2 tjara penjelesaian, misalnja: kewar ganegaraan jang diperoleh waktu lahir. Djika apatridie ini sudah mulai sedjak saat lahir, maka tidaklah dapat dipergunakan tjara penjelesaian ini. Bdgk. H i j m a n s , h. 119 HPI, I, no. 14; M u l d e r , h. 51.
235
Peraturan2 jang memberikan „isi” kepada faham „Kewarganegaraan Indonesia” perlu kita tindjau pula. 70S) Bukan sadja karena peraturan2 ini aktuil karena merupakan produk daripada nasionalisme, tetapi dalam rangka pembitjaraan lata memang penting adanja, untuk memperhatikan pula peraturan2 jang memberi „isi” kepada faham kewarganegaraan ini, setelah kita mengikuti diatas tadi, segi2 juridisnja daripada peraturan kewarganegaraan negara jang muda ini. Kita sudah djelaskan dalam sedjarali perkembangan IIPI bagaimana pada awalnja orang asing dipandang sebagai musuh. Lambat-laun terdapat pembahan dalam hal ini. 709) Pada waktu achir2 ini, setelah pengakuan kedaulatan nampaklah dengan djelas adanja proses pemberian „isi” kepada faham kewarganega raan R.I. Pembatasan antara orang2 jang merupakan warganegara dan orang2 asing mendjadi lebih tegas. Semakin banjaknja peraturan2 jang dikeluarkan oleh pemerintah nasional jang mengadakan pembatasan jang njata antara warganegara dan orang asing. 71°) 362.
Perbedaan antara W N I dan orang asing.
Perbedaan antara status WNI dan orang asing terutama nampak dalam bidang hak politis dan kenegaraan (politiek e n staatkundige rechten). Hak untuk turut serta dalam pemerintahan dan badan2 perwakilan rakjat, hak2 untuk memilih dan dipilih (actief en passief kiesrecht), semua ini merupa kan salah satu hak azasi dari seorang warganegara. Orang2 asing tidak diperkenankan turut dalam pemilihan umum. 7n) Ketentuan jang serupa terdapat pula dalam peraturan tentang pemilihan anggota2 Dewan Per wakilan Rakjat Daerah. 712) Harus dibuktikan baliwa orang jang terpilih „benar seorang warganegara Indonesia” (pasal 91). Ketentuan2 ini merupa kan pelaksanaan daripada apa jang ditentukan dalam UUDS (pasal 23 ajat 1), bahwa „setiap warganegara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil2 jang dipilih dengan bebas menurut tjara jang ditentukan oleh Undang2” . 713) Djuga dalam rangka penjusunan baru dari hukum kenegaraan baru2 ini kita saksikan adanja ketentuan2 jang serupa. Untuk mendjadi anggota dari Dewan Perwakilan Rakjat Gotong-Rojong disjaratkan kewarganega raan R.I. 714) Demilaan pula berkenaan dengan susunan dari Madjelis 708) 709) 711) 712) 713) 714)
236
Bdgk.
Kata pengantar kami pada buku ,.Warganegara dan Orang Asing” .
HPI, I, no. 114. Pros®s inj telah kita ikuti pula dalam „Warganegara dan Orang Asing”, h. 57 dst. Pasal 1 dari U.U. Pemilihan Umum, L.N. 1953 no. 29. Pasal 2 dan 120 dari U.U. 1956 no. 19, L.N. 1956 no. 44 . Dalam UUD-1945 kita tidak ketemukan ketentuan sedjelas ini. Pen. Pres. R.I. no. 5, 1960.
Pernui-sjaivaratan Rakjat Sementara. 714a) Djuga untuk Dewan Perantjang Nasional kita saksikan bahwa sjarat untuk mendjadi Ketua ialah per-tama : „Kewarganegaraan R.I.” 715) Demikian halnja untuk mendjadi Wakil Ketua. 710) Berhubung dengan kehidupan politik ini kita saksikan bahwa sjarat untuk dapat turut serta dalam kepartaian ialah kewarganegaraan R.I. pula. Orang- asing tidak boleh mendjadi anggota pengurus atau anggota pengurus kehormatan atau anggota biasa. 717) Djuga ditentukan bahwa tanpa idzin dari Pemerintah maka partai2 tidak boleh menerima bantuan dari pihak asing atau memberikan bantuan kepada pihak asing. 71S) Untuk dapat mendjadi anggota Front Nasional sjarat mutlak pun ada lah status warganegara R.I. 719) Djuga berbagai lembaga2 atau organisasi2 serta Panitya jang bersifat resmi disediakan chusus bagi WNI. Sebagai tjontoh misalnja dapat disebut disini keanggotaan dari Mapenas (Macljelis Pendidikan Nasional) 720) Pada Lembaga Persahabatan Antar Bangsa di Indonesia pengurus, ketua dan sekretarisnja harus WNI. Tetapi djuga orang asing dari negara2 bersangkutan boleh mendjadi anggota. Hanja WNI perlu merupakan bagian besar. Seperti diketahui lembaga2 ini adalah organisasi2 swasta jang bertudjuan untuk memupuk persahabatan dan kerdjasama dibidang kebudajaan antara bangsa Indonesia dan bangsa dari negara lain. 721) Sebagai tjontoh daripada tindakan2 lain jang diadakan oleh pemerintah berkenaan dengan berbagai bidang dari kehidupan se-hari2 kita sebut disini misalnja Surat Keputusan dari Menteri Perekonomian tentang sjarat2 pengangkatan jang bertugas mengontrol hitungan, timbangan dan ukuran barang- dagangan. Hanja WNI jang dapat diangkat. 722) Untuk dapat mendjadi anggota dari Madjelis Pimpinan Hadji pun disjaratkan status WNI. 723) Berkenaan dengan ini dapat disebut pula adanja ketentuan2 chusus berkenaan dengan organisasi massa jang dianggap perlu disalurkan oleh
714a) Pasal 3 dari Per. Pres. no. 12 tahun 1959, L.N. no. 1917. Nama golongan karja wl*?* tidak disebut lagi golongan „Peranakan Tionghoa;Belanda.” karenabanjak l keturunan asing kini sudah tampil kemuka bersama-sama dengan jang aseh ... utu3an daerah. ‘ i!- no- 1 tahui* 1959, pasal 11 ; LN 1959 no. 2 ; TLN 1728. 717>
p
llZ l 721)
£ - 165, 1960, pasal 4. r £ t3' MerUeri P.P. dan K, no. KM787/U.U. 1412-1960, B.N. 1961 no. 8. L N. 1961 no. 262.
ZiZ, 718)
•7orn ■
p959
no’
X’
Pa sal
13-
i ,en- Pres’ 1959 no. 7, pasal Idem, pasal 6 sub 2.
6 L.N. 1959 no. 149 ; TLN no. 1916.
n ° Pt3' Menteri Perekonomian, no. 2027/M, 8-2-1954 ; B.N. 1954 no. 19. reraturan Menteri Agama, 1959 no. 5 tentang Pimpian Hadji, pasal 3, B.N. 1959 no. 101 .
237 Hukum Perd-ita Internasional Indonesia -
16
penguasa. Sebagai tjontoh dapat disebut disini Gerakan Pramuka. Dalam Anggaran Dasamja ditentukan bahwa status W NI diutamakan pula. ‘ “4) Dalam hubungan ini dapat ditundjuk pula adanja larangan chusus bagi berbagai Organisasi asing jang alasUn dan tudjuannja dianggap m e m p u n ja i dasar dan sumber dari luar Indonesia jang tidak sesuai dengan K e p r ib a d ia n Nasional. Sebagai tjontoh disebut disini larangan terhadap „Rotary Club”, 725) „Devine Life Society” 72C) „Moral Rearmament”, 727) „Vrijmetselaaren-Loge” 72S) dan „Ancient Mystical Organization of Rosae Cruisers”. 729) Salah satu hak dan kewadjiban lain jang chusus disediakan untuk warganegara dibidang hukum publik ialah segala sesuatu jang berkenaan dengan kewadjiban dinas militer, pembelaan negara dsb. Sebagai tjontoh kita sebut disini sjarat untuk dapat diterima sebagai anggota dari Angkatan Perang R.I.S. 730) Ketentuan2 mengenai Wadjib Militer Darurat 731) dan Wadjib Militer hanja ditudjukan kepada WNI. 73-) Sjarat jang serupa kita saksikan pada peraturan mengenai dinas militer sukarela. 1M) Suatu peraturan jang berhubung dengan ini ialah tentang W adjib kerdja ban tuan kepada alat2 negara. 734)
363.
Pengawasan chusus terhadap orang asing.
Orang asing tidak dapat bergerak setjara leluasa seperti warganegara. Tindakan2 chusus diadakan berkenaan dengan pengawasan atas orang asing ini. 73j) Mereka jang berada didalam wilajah R.I. takluk dibawah berbagai peraturan pengawasan. Peraturan2 pelaksanaan telah diadakan dalam rangka pengawasan terhadap orang asing ini. 73°) Terhadap orang2 asing dapat diadakan larangan untuk berada ditempat tertentu di Indo nesia (pasal 5 dari peraturan tersebut). Sebagai tjontoh2 pelaksanaannja
I 165'
726)
Ik I
DeP‘ 1961 n° ’ 238’ B-N’ 1951 no. 57. i>er* £ epert' 1961 no- 5 ! TLN 2155. Per.Peperti 1961 no. 6, TLN 2156
7 0 728) 729) 730)
r,er' ECperti 1961 no- 7- TLN «>. 2157. Per. Peperti1931no.7,TLN 2157 Per. Peperti1961no.7,TLN no 2157 U.U. Dar. 1950 no. 4, LN 1950 no l
731) 700 ! 733) 734) 735)
23S
tP *rUn,g PusaTl’ no- I>rt/Pcperpu/038/1959, B.N. 1959 no. 29 ; Wadjib Militer Daiuiat Angkatan Laut, Kepts 18-11-1957, pasal 2 ajat 1 sub a, B.N. 1959 p 'p ' inro3 n0' ^ 6, pas,al0 \ dan Pasal 2, L.N. 1958 no. 117, TLN 1651. P .1. 19o8 no 52 pasal 2, L N . 1958 no. 130, TLN 1662 ; P.P. 1959 no. 37, pasal 1 sub c, L.N. 1959 no. 59, TLN 1802. Peraturan Penguasa Perang Pusat no. Prt/Peperpu/022/1958, 19-5-1958, B.N. 1958 no. 49 . » v 1 t * . > U U. Dar. tentang Pengawasan Orang Asing, L.N. 1953 no. 64 ; Pendjelasan TLN 463. Lihat untuk ini, Warganegara dan Orang Asing, h. 66 dst. ; W i l l m o t t , o.c. h. 70 nst.
sebagai daerah tertuhip untuk orang asing. 73T) Terhadap tempat tinggal orang asing diadakan pengawasan chusus. Tjontoh konkrit Iainnja ialah pernjataan larangan memasuki, bertempat tinggal atau berpindah bagi orang asing ke atau di Sabang dan Tarakan tanpa idzin K.S.A.L. 73S) Segala sesuatu jang mengenai penjelenggaraan urusan beradanja orang asing di Indonesia diatur oleh Menteri Keamanan Nasional. Demikian diatur dalam Peraturan Presiden 1960. 7’13) 354.
Pekerajaan bagi orang asing.
Untuk orang asing tidak terdapat kebebasan untuk melakukan pekerdjaan di Indonesia. Sudah sebelum pengakuan kedaulatan orang mengenal peraturan2 chusus untuk orang2 asing ini. 7S9) Pokok daripada peraturan jang menggantungkan kemungkinan bekerdja bagi orang asing dari adanja suatu izin chusus jang diberikan oleh Menteri Perburuhan, ditjantumkan dalam U.U. no. 3 tahun 1958 74°) tentang penempatan tenaga asing. Orang- asing dilarang untuk bekerdja di Indonesia tanpa izin dari Menteri Perburuhan. Apabila sudah dipekerdjakan orang asing ini pada waktu peraturan diadakan, maka dianggap bahwa untuk ini telah diperoleh izin selama 6 bulan. Laporan harus diberikan tentang dipekerdjakannja serta pekerdjaan dari orang asing. Pegawai2 dari korps diplomatik dan konsuler bebas daripada peraturan izin ini. 736)
737) 738) 739)
739) 740)
Misalnja : P.P. tentang Pelaksanaan Pengawasan terhadap orang asing jan g berada di Indonesia, L.N. 1954 no. 45, TLN 645, ja n g mengatur soal laporan djika beper gia n atau m en gin ap ditem pat lain ; Per. Penguasa Militer no. P rt/PM /012/19c>7, 3-7-1957 tentang Pelaksanaan Koordinasi pengawasan orang asing jan g berada di Indonesia, B.N. 1957 no. 60 kem udian ditetapkan kem bali, a.l. no. P r t/P e p e rp u / 0 8 /1 9 5 8 11-4 1 9 5 9 ; KSAL no. Z 1 /1 /1 8 26-2-1959; kemudian ditjabut dengan 1 er. Peperti no. 9 tahun 1960, L.N. 1960 no. 115. Keputusan Menteri Keamanan Nasional no. MI/B/00-184/1960, 6-10-1960. Kepts. Kepala Staf Angkatan Laut, No. Z 1/1/25, 8-31960, B.N. 1960 no. 26. Kepts. Prs. 1960 no. 184. Bdgk. pula Kepts. M .KN. no. MI/A/00457/1960, 22-91960, tentang Panitya Screening Orang Asing bagi Daerah Djakarta Raya, J3'’JS diatur nada tingkatan Staf Keamanan Nasional, dan djuga Kepts. M.K.N. no. M l/ A /00456/60, tentang Pembentukan Panitya Screening Orang Asing, jang ditugaskan mengadakan penjaringan terhadap perpandjangan izin tinggal, pemberian reentry permit bagi orang asing. Kemudian diserahkan tugas screening ini kepada Kepala Kanlor Imigrasi Daerah, pasal 1 dari Kepts. M.K.N. no. MI/A/0G88/61 mulai 10 April 1961. Lihat pula Kepts. MKN no. Ml / B '0087/61 ; MKN no. M I /B /0 0 5 0 1 / 1960, 5-11-1960 ; M.K.N. no. M I/B /00155/60, 22-9-1960 tentang Exit d.in Re-entry permit ; petundjuk-petundjuk tentang pemberian visa, exit dan re-entry permit dan perpandjangan izin tinggal bagi orang asing. Pelaksanaannja didasarkan atas keaehlian dan kebutuhannja disamping pertimbanaan berdasarkan ketertiban dan keamanan umum, untuk WNI, lihat Instruksi M.K.N. no. III/B/0G27/1961 ; Bdgk. tentang paspor-surat perdjalanan R.I., pasal 5 U.U. 1959 no. 14 ; paspor untuk orang asing jang berdiam di Indonesia U.U. Dar. no. 40 tahun 1950, L.N. no. 82. Lihat K l e i n t j e s , Staatsinstellingen van Ned. Indie, I, h. 124 dst. g e m a n n , Collegeaantekeningen, over het Staatsrecht van Ned. Ind-e, h. 93 dst. L.N. 1958 no. 8. Untuk pembahasan peraturan ini. lihat Warganegara dan Orang Asingr, h. 58 dst.
239
Apabila izin untuk pekerdjaan orang asing ditolak ada kesempatan bagi madjikan untuk mengadjukan keberatan2. Untuk membantu Menteri dalam menjelesaikan hal ini, maka diadakan Dewan Pertimbangan Tenaga Asing jang ditugaskan untuk memberikan pertimbangan2 kepada Menteri tentang keberatan- jang diadjukan oleh pihak madjikan ini. 7n) Tetapi tenaga pegawai bangsa asing jang ahli diberikan pula berbagai tundjangan luar biasa oleh pemerintah. 7!2) Dan dalam hubungan memadjukan turisme sebagai sumber penghasilan devisen untuk negara, kita saksikan adanja pula usaha t e r t e n t u untuk mempermudah masuknja orang2 asing jang akan mengundjungi dan mengenal Indonesia. 743) 365.
Usaha dagang orang asing.
Berdasarkan dengan usaha2 jang boleh diadakan oleh orang- asing terdapat ketentuan2 chusus jang membatasi bidang usaha mereka. Ada bebeiapa perusahaan tertentu jang chusus disediakan untuk warganegara. rang asing tidak diperbolehkan untuk mengusahakannja. jontoh: Perusahaan penggilingan padi dan penjosohan beras, 7I!) Per usahaan Muatan , Kanal Ta „ t 745\ * . i P -Liaut, ) tentang pembikinan garam rakiat jang chusus dimonopoli oleh WNI, 740) dsb 7i7) -tU
waktu achir2 ini kita saksikan adanja berbagai
usahaan2 a ^ n ^ T i n d ^ k S i “ denf 1n Penjaluran dari Per' nr.Vr.l*n i umumnja dapat didasarkan atas peraturan ^ raSa,' aan (..^ « ¡fe e g le m e n t e v in ^ Ordo,,S dari penguasa sebelum kemerdekaan. no. 50. 2>
743) 744) 745) ?46) 747) 748)
240
n
tentang Dewan Pertimbangan Tenaga Asing, L.N. 1958
peTubahanVp^io ¿hun 1951 f 51 ^ ° ' d o TLN 28 : L'N' 1951 no' 20' TLN 88 : tentang perbaikan ^ terscbut- PP « 5 1 no. 62 ; P.P. no. 22 tahun 1960 peraturan chusus ~ PegT ai negeri asing’ L'N‘ ^ 6 0 no. 51, TLN 1979; Dewan Menteri) II Tr , QP®nganSkatan pegawai asing (diperlukan persctudjuan Peperpu tentang*kebiHi'ilr^ ^ no- ^8 > Bdgk. pula instruksi negara mengenai pegawai/ nf an , 5 1 n g pegawai/perburuhan dalam perusahaan buruh jang berkewar<m/perburuhan dalam perusahaan3 negara mengenai pegawai/ perpandjangan hubungan ,asmg’ n0’ instr/Pcperpu/089/1959, 25-7-1959 : tenaganja belum bisa HiV* t- i f dengan tenaga asing hanja diberikan bilamana survey”, P.P 1951 no “j ? .1 e“ tenaga WNI ; Tenaga asing untuk proirk ,.Aerial B.N. 1961, 23, Kepts P r e T W i P.P. 1954 no. 42, L.N 1954 „J 65‘ P.P. 1954 no. 61, L.N. 1954 no. 107 TLN 1 77l!3 tahUn 1959’ pcnetaPan U.U. Dar. 1957 no. 25, L.N. 1959 No. 38 : Lihat tentang ini lebih landi,.* tw S. 1938 no. 86. Untuk pembahas™ ^ ’1^ 3'’3 ” ,9 /“ ® h' 59 dst’ man Peridzinan perusahaan” ¡Tuliiotr ¿¡a uran ,lnl’ ‘ :lt C h a i r u l A n w a r . Pr(.i>nlustri dan perdagangan, Bandung (J961V
Dalam rangka proses „ Indonesiasi” telah diadakan berbagai tindakan2 chusus. Tindakan2 ini bermaksud supaja dapat dipertjepat proses Indonesiasi ini dibidang perdagangan. Perusahaan2 orang asing ini (jang tidak dimiliki oleh WNI atau badan hukum, bentuk hukum lain dimana beberapa pe megang saham bukan WNI) pada hakekatnja tidak diizinkan untuk didiri kan. dipindahkan tempat atau dipindahkan haknja serta diperluas. 749) Hal ini telah ditegaskan pula dalam Surat Menteri Perdagangan kepada Menteri Kehakiman pada tahun 1957. 700) Dalam surat tersebut didjelaskan tentang tindakan2 jang perlu diambil berkenaan dengan penjaluran2 jang harus diambil ialah : a) Penghentian segala pendirian perusahaan dagang asing, b ) Pengurangan djumlah perusahaan2 perdagangan asing jang telah ada, c) Pemberian bim bingan, penerangan dan fasilitet2 lainnja kepada
perusahaan perdagangan nasional. dapat kita saksikan adanja Keputusan Menteri Keamanan Nasional tahun 1960 berkenaan dengan dinjatakan berbagai tempat tertentu di Indonesia Perusahaan asing memerlukan idzin chusus dapat melandjutkan usahanja sementara ini. Penguasa telah mengadakan tindakan2 lebih landjut berkenaan dengan
perusahaan2 asing ini. Dengan Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan tanggal 3-9-1957 750a) dinjatakan bahwa perusa haan a s i n g termasuk djenis perusahaan2 jang ditundjuk oleh Menteri, terhadap perusahaan2 mana diperlakukan Bab I dari Ordonansi Pem batasan Perusahaan (Ordonansi Penjaluran Perusahaan, Bedrijsreglementeringsordonnantie 1934 S. 1938 no. 86). Dalam penundjukan ini termasuk baik perusahaan jang untuk 1002 bermodal asing atau perusahaan jang hanja untuk sebagian terdiri dari modal asing. Hal ini disebabkan karena dalam perumusan dari perusahaan asing ini, tertjakup semua perusahaan jang ditilik dari sudut kedudukannja, modalnja bersifat perusahaan asing atau jang untuk seluruhnja atau sebagian dimiliki atau dikuasai oleh bukan warganegara Indonesia. 749 )
Pengum um an Djawatan Perdagangan Dalam Negeri dan Perekonomian Umum no. 3683/CI-O/DPPU 10-8-1957. Jang sudah ada sedjak d'.keluarkan surat keputusan bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian no. 2077 M Perind-2430/ M/Perdag. untuk sementara berdjalan terus. Bdgk. pula Surat Edaran No. 3768/ F-I-I/DPPU. 750) Surat Menteri Perdagangan kepada Menteri Kehakiman No. 2755/M dan No. 2754/ M /, 18-8-1957. 750a) Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan no. 2077/M Perind. __________________ 3 _ q i q !; 7
2430/M-Perdag.’ Lampiran 2 pada buku C h a i r u l A n w a r, o.c. h. 67.
241
' f Dengan kcputusan Menteri Perindustrian tanggal 2S-10-193S M. S92I/M. Perindustrian, telah ditentukan balnva untuk sementara diberikan idzin kepada perusahaan2 asing jang memenuhi berbagai sjarat tertentu. 7r>1) Dengan adanja berbagai ketentuan tentang perusahaan industri dan perusahaan dagang asing ini ldta ketemukan pula berbagai peraturan2 pelaksanaan lain. Perusahaan perdagangan asing jang berupa perdagangan besar (jang bergerak dalam bidang impor-ekspor dan berhubungan lang sung dengan piodusen besar) maupun perusahaan Perantara (jang mendjadi perantara) atau Perushaaan Kctjil (etjeran), diharuskan mempunjai idzin untuk mendjalankan perusahaan. 7B2) Idzin djuga diperlukan bagi perusahaan asing jang berupa perusahaan jang mendjual atau membeli d j as a (dienstverlenende bedrijven) jang bergerak dilapangan perda gangan. T j o n t o h- : pemangkas rambut, photo studio, binatu, keriting rambut, salon2 ketjantikan dsb. 733) Berkenaan dengan industri ketjil dan keracliinan terdapat berbagai e en 'ia e iusus. Menteri Muda Perindustrian Rakjat pernah mengeluarn injlru^si pada permulaan 1S60 jang pada pokoknja menentukan, supaja - c i ■ri-an iazin perusahaan kepada pengusaha2 asing, dalam jirnrW di
ian mclustri ketjil. Kepada perusahaan industri me.^ ^ d a L n V r ^ ° leh K ePa k D a e r^ Daswati L Untuk pe7 P T Sa aan aSing kePada Pengusaha asing lainnja tidak d ib erfb T m e S u tif“ * i PengUSalia asiuS tidak akan diberikan idzin untuk S £ af g dalam bidanS keradjinan dan industri industri ketiil a” 1 Permndalian tempat perusahaan2 keradjinan dan mcluotn ketjd asing tidak diberikan idzin. ™>)
752)
753) 754)
242
T™ f vu
Perindustrian Pusa^sebefum ’ teIa!l 111011011 ic,zin kepada Djawatan Keputusan Bersama Menteri Prrinrlt.J• ter.mas“^ Perusahaan asing jang sebelum diharuskan mempunjai lisensi r 3 r-lan ^jan Menteri Perdagangan 3-9 1957 tidak jang diberikan berlaku samnai T ,njaluran Perusahaan di Djakarta. Izin o.c. h. 35 dst. dan Lamninn i « j i ' ?' ^lat ^ i h djauh, C h a i r u l A n w a r , tusan Menteri Perdagangan nn m m A f i l 69 Bdgk. pasal peprtaina Keputersebut, mengenai djan<»ka w kt 14-5-1959, berdasarkan keputusan Bersama perdagangan asing ketiil/etw ™ ri SUra,1 ,idz!n scmentara dan idzin lisensi bagi dan propinsi, berdjan^ka wntt,, ibukota Kabupaten, keresidenan, kotapradja Pengumuman D j a w a t a n V r l L T ^ f ' 1 2 ' 959' 1958, berdasarkan Keputusan K ™ m J l eseri n0‘ 274/C-I-O/DPPN/P, 2 0 1 Kantor Pusat maupun Kantor TinK n°' .2077/M/Pcrind, 430/M /Perdag. Baik (pasal 2 dan 3 ), ang’ masing3 harus mempunjai idzin tersendiri Lihat Pengumuman Djawatan Prr,!o„.,„ „ , 23-5-1958. perdagangan DaJam Negeri no. 1905/H 1-O/D P P N /F , Surat
instruksi Menteri Muda Perinrlri enndra no. 524/25/m.m., 22 1-1960.
id2in
366.
Tindakan3 chusus terhadap golongan2 orang asing tertentu.
Terhadap perusahaan2 dari sebagian orang asing telah diadakan tindakan2 chusus. Terkenal adalah tindakan2 pengambilan penguasaan 755) disusul oleh nasionalisasi terhadap perusahaan2 milik Belanda. (U.U. no. 86 tahun 1958). 750) Djuga tindakan- jang telah dilakukan terhadap milik orang2 asing jang dianggap pro Kuomintang tjukup dikenal. Oleh Penguasa Perang Pusat dalam tahun 1958 757) telah dikeluarkan suatu keputusan jang menentukan bahwa semua perusahaan2 dagang, perkebunan, asuransiadministrasi, pelajaran dan pertambangan jang sebagian atau seluruhnja adalah milik organisasi jang didirikan oleh dan/atau untuk orang2 Tionghoa perantauan (Iloakimiw), jang bukan warganegara dari negara asing jang telah mempunjai hubungan diplomatik dengan R.I. dikuasai oleh pemerin tah R.I. Didalam penguasaan ini termasuk benda jang bergerak maupun jang tidak bergerak, termasuk keuangan dan surat2 berharga milik per usahaan itu. Penguasaan ini djuga meliputi kantor2 tjabang berikut bagian2nja dari perusahaan2 bersangkutan. Kemudian kita saksikan bahwa telah diadakan ketentuan chusus lebih djauh mengenai larangan organisasi2 dan pengawasan daripada perusahaan2 orang2 jang dianggap pro Kuomintang ini. Dalam tahun 1960 telah di keluarkan suatu peraturan jang melarang organisasi2 jang didirikan oleh atau untuk orang asing, sepandjang mereka ini tidak berkewarganegaraan, atau mempunjai kewavganegaraan dari suatu negara jang tidak diakui oleh R.I. atau jang hubungan diplomatiknja telah diputuskan oleh R.I. Djuga termasuk dalam kelompok ini orang2 jang menurut hukum dari' negara jang diakui oleh R.I. (jang dimaksudkan ialah RRT) mempunjai kewarganegaraan negara tersebut, akan tetapi jang tidak diturut oleh jang bersangkutan (pasal 1). Semua perusahaan jang didirikan oleh atau untuk orang2 asing termaksud diawasi oleh pemerintah R.I. (pasal 2 ajat 1). 75R) Disamping peraturan2 chusus terhadap kelompok2 orang asing tertentu tadi, kita ketenmkan pula ketentuan jang ditudjukan teristimewa terhadap 755)
757) 758)
a.l. Perintah KASAD, 10-12-1957, no. SP/PM '007/1957 ; Radiogram ¡"struksi* KASAD no. T. 2683/1957, 12-12 1957 ; Radiogram instruksi5 KASAD_ no. 1K. JaO/ 1957, 16-12-1957; Keputusan Menteri Pertahanan no. 1059/ PMT/1957, 612-1957 ; Keputusan KASAD no. 1063/PMT/1957, 8-12 1957 ; Keputusan KASAD no. Kpts/ P M /080/1957 ; Keputusan KASAD 10-1-1958 tentang pengawasan perusahaan- gas dan listrik milik Belanda ; Circulair Pusat Penguasa Perang No. SE/Peperpu,/02/58, 8 2-1958 tentang instruksi2 lebih djauh terhadao pelaksanaan pengawasan dari per usahaan3 Belanda ; Peraturan Pemerintah 26-2-1958 no. 10, 11 tentang pembentukan Badan3 Pengawasan Perindustrian dan Tambang (BappiO* L-N- 1958 no. 19, 21 ; P.P. 1958 no. 23, L.N. 1958 no. 39 tentang penempatan semua milik Belanda dalam pengawasan. Keputusan Penguasa Perang Pusat no. Kpts/Peperpu/0138/1958, 16-10-1958 B.N. 1958 no. 87. Perpu 1960 no. 50, L.N. 1960 no. 157, TLN no. 2105 untuk pendjelasannja.
243
golongan orang asing tertentu. Jang dimaksudkan disini ialah peraturan tentang „ Larangan usaha perdagangan ketjil dan etjeran asing didaerah Swatantra tingkat I dan II serta Keresidenan diluar kota. Peraturan ini jang terkenal sebagai P.P. 10 tahun 1959 75°) pernah menarik perhatian chalajak ramai. Berkenaan dengan larangan untuk perdagangan ketjil dan etjeran asing ini lata saksikan ketentuan2 jang mengatur soal keharusan untuk likwidasi perusahaan2 tersebut (pasal 2, 3 dan 4). Djuga diatur tentang pemindahan hak dan pemindahan tempat dari perusahaan2 jang dimaksudkan (pasal 5-10). 367.
Ketentuan2 tentang modal asing.
Dalam tahun 1958 telah diadakan peraturan tersendiri mengenai modal asing jang dapat diinvestasi di Indonesia. 70°) Didalam undang2 ini kita ketemukan suatu interpretasi otentik tentang apa jang dianggap sebagai „pengusaha asing ’. Temjata jang dimaksudkan dengan istilah ini ialah pengusaha jang bukan WNI. Perusahaan jang dimiliki untuk seluruhnya atau sebagian oleh orang2 jang bukan-WNI dianggap asing pula. Pemerintah R.I. menganut politik perekonomian nasional. Dengan ini ima ^u an a wa pemerintah menghendaki adanja keseimbangan dinfwlTr 1 n^\ 6 ° noini- Terutama diberbagai bidang chusus, seperti p r gangan m ernasional, perindustrian, perkebunan besar, perdagangan dalam negen perlu diadakan keseimbangan ini. Dengan demikian kita i jS1 ^ a Wa 1 an a^an faham kewarganegaraan. Sesuai dengan b e r b a g V ia h a t la ^ ; ^ **** ^ ••i i. , dengan tudjuan agar supaja perekonomian sendiri ' ^ ^ enSgarakan sedapat mungkin oleh orang2 Indonesia Akan fpt-an' ^1 ™endia^a^ an politik nasional dibidang perekonomian ini. Uthfc berarti
pemenntah sendin jang turut serta.
bidang usaha
c^usus disediakan bagi usaha pemerintah. Dkin- d isph f ? ! Iam g °lonSan ini dimiliki oleh pemerintah. 7C1) Disim disebut 8 matjam perusahaan2 • 759) 760) 761)
244
L N. 1959 no. 128. U.U. tentang penanaman modal asine U U los« 70 Sampai berapa djauh modal partikdir l 'l 1 . 1 1, j -, tukan sendiri oleh pemerintah. P kut sertakan nautJ akan dl,en’
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
kereta api, telekomunikasi, pelajaran dan penerbangan primair dalam negeri, pembangkitan tenaga listrik, irigasi dan air minum. pabrik mesiu dan sendjata, pembangkitan tenaga atom, pertambangan- balian2 vital.
Perusahaan2 ini tertutup bagi modal asing. 7C2) Lain daripada itu tertutup pula bagi modal asing, perusahaan jang lazim dikcrdjakan oleh WNI (pasal 4). Disini termasuk industri ketjil (sniall scale industry) dan lain2 usaha chusus. 7<53) Mengenai perusahaan2 jang akan mendjalankan usahanja di Indonesia ditentukan bahwa perusahaan2 ini harus mempunjai bentuk kesatuan perusahaan sendiri. Tjara pembentukan ialah dengan pendirian menurut hukum Indonesia dan djuga berkedudukan di Indonesia. 704) Perusahaan2 jang bermodal asing ini akan memperoleh fasilitet- ter tentu mengenai hak2 atas tanah, 705) transfer, 700) pentjegahan padjak dobel, ,u‘ ) dsb. Djuga menarik perhatian, bahwa kepada perusahaan industri asing dapat diberikan djaminan, bahwa perusahaannja tidak akan dnniliki oleh negara atau diubah mendjadi milik nasional, untuk djangka waktu maksimum 20 tahun. 708) Sebagai tjontoh daripada perusahaan pemberian djasa2 jang disediakan chusus untuk W NI misalnja dapat disebut perusahaan turisme. 7 ) Perusa 762) 753)
764)
765) 766) 767) 768)
Pasal 3 dari U.U. Penanaman Modal Asing 1958 no. 78. Tetapi pemerintahdapat mengadakan pindjaman= dengan per dj andj ian2 chusus untuk dapat men00 modal asing (ajat 2). , i i Dewan Modal Asing akan menentukan lebih djauh apa jang termasu a am go longan perusahaan ini. Larangan untuk modal asing ini, tidak mengurang j hak Dewan untuk menentukan tjara kerdja sama antara moda nasiona * modal asing dalam hal ini. Tudjuan daripada bantuan modal asing supaja produksi dapat ditambah dan mutu dipertinggi- Asistensi dan luar ini diharapkan untuk dapat bimbingan mengenai ,,technical and managenal know h °w ’ (Bdgk. Memori Pendjelasan). Lihat djuga diatas. Bdgk. d:ata,s, pada TPS, „kedudukan badan hukum” , dan lihat pula U.U. Pokok Agararia, no. 5 tahun 1960, tentang sjarat2 untuk dapat mempunjai hak guna usaha (pasal 30, ajat 1 sub b), hak guna-bangunan (pasal 36 ajat 1 sub b n naK Pakai (pasal 42 sub c) dan hak sewa (pasal 45 sub c). _ Bdgk. noot diatas, n. 764% Akan ditindjau lebih djauli setjara tersendiri. Pasal 14 dst. Pasal 11. Pasal 13 ajat 1. Djangka waktu ini adalah 30 tahun untuk perkebunan besai asing. Bdgk. berkenaan dengan persoalan ini, D e 1 s o n, Is a taking of an ien s property without compensation or in derogation of the terms of a contract m violation of public international law ? t Proceedings and Committee Reports of the Ame*
nnn\
769)
iican Braneh o f the International Law Association (1959-1960). Keputusan Menteri Perhubungan R.I. no. H 2/8/1, 8-7-1959 tentang Perusahaan jang mengurus Turisme, PerpelanLjongan dan/atau Perdjalanan, B.N. 1960 no. 81.
245
haan ini menurut keputusan Menteri Perhubungan harus merupakan perusahaan jang berbentuk badan hukum menurut hukum perdata Indo nesia dan harus dimiliki oleh W N I (pasal 5 sub a). D alam rangka penjusunan ekonomi nasional ini kita saksikan bahwa oleh penguasa telah diambil pula berbagai tindakan2 jang njata. Berbagai funksi telali disediakan chusus untuk W N I . Misalnja dapat disebut disini sebagai tjontoh sjarat untuk mendjadi anggota dari D ew an Pengurus „Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Sementara”. Dinjatakan dengan tegas bahw a hanja W N I sadja jang dapat mendjadi anggota. Demikianlah dapat kita batja dalam Keputusan dari Menteri Perdagangan tahun
1961. 770) Dilain pihak kita saksikan bahwa tidak semua funksi chusus disediakan untuk W N I sadja. Ada djuga organisasi2 resmi jang membolehkan bahwa pengusaha2 asing mendjadi anggota. Misalnja dapat disebut disini sebagai tjontoh ketentuan- tentang keanggotaan daripada „ Perserikatan Usaha Dagang untuk Barang Sedjenis”. Dalam rangka ekonomi terpimpin kita saksikan bahwa telah dikeluarkan peraturan2 chusus jang berkenaan aengan organisasi produksi dan penjaluran. Menurut ketentuan jang termaktub dalam surat keputusan Menteri Perdagangan dari tahun 1959, 7T1) maka perusahaan2 perdagangan, baik asing maupun nasional, jang telah mempunjai surat lisensi atau surat idzin umum dan bergerak dalam lapangan satu djenis atau golongan barang, baik kebutuhan pokok Rakjat maupun u 'an, iwadjibkan untuk menggabungkan diri dalam dan raenja i anggota aii Perserikatan Usaha Dagang untuk djenis (golongan) arang jang ersangkutan (O.P.S.). Baik pengusaha W N I maupun asing dapat mendjadi anggota dari O.P.S.-O.P.S. ini. J 9 enykianlah beberapa ketentuan2 waktu achir ini berkenaan dengan ekonomian ^ em atasan antara status W N I dan asing dalam bidang per-
368.
Perusahaan2 Negara. alih’ dikuasai dan kemudian
Pada awalnja kita s a E a n management jang dipentingkan ■ A
p
„ Badant.
] ]Ut m enum t ketentuan- chusus.
memberi £ J
^ ketentuan: Peng ° P ™ daripada kesan jang njata bahwa proses Indonesiasi
Pemsa^iaan jang telah dikuasai dibentuk badan2 . 1p aS an untllk melaksanakan penguasaan itu. Berbagai Penguasa Perusahaan* Belanda” telah dibentuk. Sebagai
bitkan dalam B.N. no. 5.
246
J
dagangan no- ™ 4 /M /2 6 11-1959, pasal 5. d.ter-
tjontoh dapat disebut disini keputusan dari Penguasa Perang Pusat ditahun 1958 tentang „Pembentukan Badan Pusat Penguasa Perusahaan Pharmasi Belanda (Bapphar) . ,72) Ditentukan dalam keputusan tersebut bahwa pada tiap- perusahaan jang dikuasai ditundjuk tenaga2 jang se-dapat2nja berwarganegaraan Indonesia untuk melaksanakan management pada perusahaan- itu. Para pelaksana melakukan segala sesuatu atas petundjuk2 dari Bapphar (pasal 5). Hal jang serupa kita saksikan dalam keputusan Menteri Pelajaran tahun 1959 tentang pembentukan, susunan dan lapangan tugas dari „ Badan Pusat Penguasa Perusahaan3 Maritim Belanda’’. 773) Dalam peraturan tersebut ditentukan bahwa pada tiap2 perusahaan jang dikuasai ditundjuk tenaga2 ivargancgara Indonesia, jang akan merupakan suatu dewan pimpinan perusahaan. Dewan pimpinan ini akan melakukan management pada perusahaan2 jang bersangkutan atas petundjuk2 dari Badan Penguasa Maritim. Perusahaan2 jang telah dikuasai ini kemudian telah dirobah statusnja mendjadi „Perusahaan Negara”. Dalam taraf terachir kita telah saksikan adanja pembahan2 dengan diterimanja Perpu no. 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. 771) Peraturan inilah jang didjadikan dasar daripada pelaksanaan reorganisasi lebih landjut. Dalam Perpu no. 19 tahun 1960 ini dengan tegas ditentukan bahwa Direksi daripada Perusahaan Negara hanja dapat terdiri dari WNI jang diangkat dan dipcrhentikan oleh pemerintah (pasal 7 ajat 2). Orang asing tidak dibolehkan untuk mendjadi anggota direksi Perusahaan negara ini. Kemudian telah ditegaskan lebih djauh ketentuan ini dalam berbagai peraturan- pelaksanaan. Ber-turut2 kita akan menjebut dibawah sebagai tjontoh :
1. Pendirian Perusahaan Negara Pertambangan Minjak Indonesia (Pertamin), P.P. no. 3 tahun 1961. 775) Dalam pasal 11 ditentukan bahwa anggota Direksi adalah WNI. 2. Pendirian „Badan Pimpinan Umum „Assuransi, P.P. no. 13 tahun 1961. 7™) Dalam pasal 6 ditentukan bahwa anggota Badan Pimpinan Umum (B.P.U.) adalah WNI. 3. Pendirian „Badan Pimpinan Umum Perusahaan Kehutanan Negara , P-P. no. 17 tahun 1961. 777) Dalam pasal 8 ditentukan bahwa anggota Direksi harus WNI. 772)
Keputusan Penguasa Perang Pusat no. Pts/Peperpu/0348/1958, 9-8-1958, B.N. 1958 1958 no. 77 .
11Z A\ •7-7C\ 775) 776) 777)
| urat Keputusan Menteri Pelajaran no. 8/3/22, 13-6 1959, B.N. no. 70. t tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, L.N. 1960 no. 59, 1 LN no. 1989. L.N. 1961 no. 7 L.N. 1961 no. 34. L.N. 1961 no. 38, TLN 2172.
247
4. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Timur, P.P. no. 18 tahun 1S61. 778) Dalam pasal 8 ditentukan bahwa anggota Direksi harus WNI. 5. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Tengah, P.P. no. 19 tahun 1961. 77°). Dalam pasal S ditentukan bahwa anggota Direksi ialah WNI. 6. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Sumatra Selatan, P.P. no. 21 tahun 1961. 780) Anggota Direksi melulu terdiri dari W NI (pasal S). 7. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Riau, P.P. 1961 no. 22. 781) Anggota Direksi adalah W NI (pasal 8). 8. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Sumatra Utara, P.P. 1961 no. 23. 782) Anggota Direksi melulu terdiri dari W NI (pasal 8). 9. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Atjeh, P.P. 1961 no. 24. 783> Ilanja W NI jang dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 8). 10. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Kalimantan Barat, P.P. 1961 no. 25. 78*) Hanja WTNI jang dapat mendjadi anggota (pasal 8). 11. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Kalimantan Tengah, P.P. 1961 no. 26. 785) Anggota Direksi disediakan untuk WNI (pasal 8). 12. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Kalimantan Selatan, P.P. 1961 no. 27. 78°) Angg°ta.Direksi adalah WNI (pasal 8). 13. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Kalimantan Timur, P.P. 1961. no. 28. 787) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 8). 14. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Sulawesi Selatan, P.P. 1961 no. 29. 7g8) & Anggota Direksi adalah WNI (pasal 8). 15. Pendirian Perusahaan Kehutanan Negara Maluku, P.P. 1961 no. 30. 78a) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 8). 778) 779) 780) 781) 782) 783) 784) 785) 786) 787) 788) 789)
248
L.N.1961 L.N.1961 L.N.1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L N. 1961 L.N. 1961 L..N. 1961
no. no. no. no. no. no. no. no. no. no. no. no.
39, 40, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51,
TLN 2171 TLN 2174 TLN 2176! TLN 2177 TLN 217s! TLN 2179 TLN 2180 TLN 218l' TLN 2182 TLN 2183. TLN 2184. TLN 2185.
16. Pendirian Badan Pimpinan Umum PerusaJuian Perkebunan Negara (B.P.U.-P.P.N.), P.P. no. m i tahun i 961. too) Ilanja W NI jang boleh mendjadi anggota Direksi (pasal 8). 17. Pendirian Perusahaan Perkebunan Kesatuan Atjeh („PPN-Atieh”) P.P. 1961 no. 142. 7!>1) Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi harus WNI (pasal 8). 18. Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Sumatera-Utara I, („PPN-Sunmt I”), P.P. 1961 no. 143. 79~) Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi harus WNI (pasal 8). 19. Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraUtara II („P.P.N.-Sumut II"), P.P. 1961 no. 144. 7U3) Ilanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). 20. Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Sumatera-Utara („P.P.N.-Sumut III”), P.P. 1961 no. 145. 794) Hanja W NI dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). 21. Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraUtara IV („P.P.N.-Sumut IV”), P.P. 1961 no. 146. 795) Hanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). 22.
Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraUtara V, („P.P.N.-Sumut V”), P.P. 1961 no. 147. 79B) Djabatan Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi disediakan untuk W NI (pasal S).
23.
Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraUtara VI („P.P.N.-Sumut VI”), P.P. 1961 no. 148. 7Br) Djabatan Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi disediakan untuk WNI sadja (pasal 8).
24.
Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraUtara VII („P.P.N.-Sumut VII”), P.P. 1961 no. 149. 798) Hanja WNI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi atau Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8).
7on
709!
t' m* 1961 n0, 166’ TLN- 2229r m i ? - 167, T L N 1961 n0- 22aot" w
704
7 9 si 79M 797 798)
'
in61 no’ 168’ TLN 2231. in01 n°- 169’ TLN 2232i ^ 1 n° ’ 17° ’ T L N 2233-
n0' 171> T L N 2234. L N w ! "°- 172> TLN 2235L N w ? n°' 173’ TLN 2236'
L N ' 19(51 no. 174. T L N 2237.
249
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
3_.
34
Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraUtara V III („P.P.N.-Sumut VIII”), P.P. 1961 no. 150. 79°) Hanja W N I jang dapat m en djadi Kuasa Direksi atau Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraUtara IX („P.P.N.-Sumut IX”), P.P. 1961 no. 151. 800) Iianja W NI jang boleh mendjadi Kuasa direksi atau Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraSelatan I („P,P,N,-Sumsel I”), P.P. 1961 no. 152. sul) Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi harus W NI (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumateraSelatan II („P.P.N.-Sumsel II"), P.P. 1961 no. 153. so;:) Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi harus W NI (pasal S). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Barat I („P.P.N.-Djabar I”), P.P. 1861 no. 154. 803) Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi harus W NI (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Barat II („P.P.N.-Djabar II”), P.P. 1961 no. 155. 80i) Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi harus W NI (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Barat III UP-P-N.-Djabar III”), p.p. 1 Q61 no. 156. S05) uasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi harus W NI (pasal 8). Pendiiian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Barat IV UP-P.N.-Djabar IV”), P.P. 1961 no. 157. 80G) ania WNI dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa U u:eksi (pasal 8). t ^erusabaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Barat V U ^ .N .-D ja b a r V”), P.P. i 96l no. 158. 807) p U£^ a -J ilC^Si <^an Pembantu Kuasa Direksi harus WNI. ( Cp p11\TaiTA^mSaliaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Barat VI Han WNi W ) ’ P-P- 1961 no’ L^9- 8°S) Direksi ( p a s a l menc^jadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa
35. Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Tengah 1
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
809) 810) 811) 812) 313) 814) 815) 816) 817)
(P.P.N.-Djateng I”), P.P. 1961 no. 160. 809) llanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Tengah II („P.P.N.-Djateng II”), P.P. 1961 no. 161. 810) llanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Tengah III („P.P.N.-Djateng IH”), P.P. 1961 no. 162. 811) llanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Tengah IV (-.P.P.N.-Djateng IV”), P.P. 1961 no. 'l63. 812) Djabatan Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi disediakan untuk W NI (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Tengah V („P.P.N.-Djateng V”), P.P. 1961 no. 164. 813) Djabatan Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi disediakan untuk W NI (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur I („P.P.N.-Djatim I”), P.P. 1961 no. 165. «“ ) Hanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur II („P.P.N.-Djatim II”), P.P. 1961 no. 166. 815) Hanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan D jaw a-T im ur III („P.P.N.-Djatim III”), P.P. 1961 no. 167. S1°) Hanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu uasa Direksi (pasal 8). Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur IV („P.P.N.-Djatim IV”), P.P. 1961 no. 168. 81T) Hanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). L.N. 1961 1961 L.N. 1961
no. 185, TLN 2248. no. 186, TLN 2249. no. 187, TLN 2250.
r Al' i 961
no-18s’ TLN 2251.
T
n o -1 89 > T L N
;
1961 F m i 961 r™ , 1 L-N. 1961
no. 190, no' 191. no'20° . no. 193,
TLN TLN TLN TLN
2 2 5 2 -
2253. 2254. 2255. 2256.
251
44. Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur V („P.P.N.-Djatim V” ), P.P. 1961 no. 169. 81S) Hanja W M jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa .Direksi (pasal 8). 45. Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur VI („P.P.N.-Djatim VI”), P.P. 1961 no. 170. 81U) Hanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal S). 46. Pendirian Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur VII UP.P.N.-Djatim VII”), P.P. 1961 no. 171. 8L'°) Hanja W NI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal b). ^>erusa^iaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur VIII („P.P.N.-Djatim VIII”), P.P. 1961 no. 172. «-1) anja VNI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). ^
^>emsa^iaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur IX UP.P.N.-Djatim IX”), P.P. i 961 no. 173. «**)
anja WNI jang dapat mendjadi Kuasa Direksi dan Pembantu Kuasa Direksi (pasal 8). ^ arL ^erusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa-Timur X C.P.P.N.Djatim X ”), P.P. i 96i no. 17\ 823) 50
Vr-r!/U ■ ^an Pembantu Kuasa Direksi harus W N I (pasal 8). Perintis”’)1 “ u» /, ir .i. ly^ i noPerl<ebluian 824^ Negara Kesatuan Perintis („P.P.N.
51. P e n d i r i i n Pcml:,antu Kuasa Direksi harus WNI (pasal 8). Anggota n . T aha; m NeSara »Winchja Karya”, P.P. 1961 no. 59. 8-s) 52 P e S aC dah WNI 9)' Hanja W N H ^ T 1 Negai‘^ ” Kumala K(mJa”> P P - 1961 no- 60. 53. Pendirian P e ru s^ o ? vi” anSSota Direksi (pasal 9). 1961. 827) aan Negara „Huiama Karya , P.P. no. 61 taiiun J’ a d i
S PS a 1 r A eniSahf n NeSara »Waskita Karya’, P.P. 1961 no. 62. S2ii) mendjadi anggota Direksi ialah WNI (pasal 9). 819)
L
n
' w " ! n0’ 194> TLN 2257
820 N I Sno. I n°' 2258 04 .UJ L 1961 196i 92’ TT TLN N oorn 821) 822) 823) 824) 825) 826) 827) 828)
252
L.N. 1961 no. 197! TLN L.N. 1961 no. 193, TLN ? 2 fil L.N. 1961 no. 199 TLN ¿ 6 2 L.N. 1961 no. 195 T L N # « L.N. 1961 no. 80, TLN 2214 L.N. 1961 no. 81, TLN 221 S L.N. 1961 no. 82, TLN 2216 L N. 1961 no. 83, TLN 2217.
55. Pendirian Perusahaan Negara „ Pembangunan Perumahan”, P.P. 1961
56.
57.
58. 59. 60.
61. 62. 63. 64. 65.
66 . 67.
829)
830) 831) 832) 833) 834) 835) 836) 837) 838) 838) 839) 840) 841) 842)
no. 63. 82°) Sjarat untuk mendjadi anggota Direksi ialah WNI (pasal 9). Pendirian Badan Pimpinan Umum Perusahaan Dagang Negara^ P.P. 1961 no. 68. 830) Sjarat untuk mendjadi anggota Direksi ialah kewarganegaraan Indo nesia (pasal 9). Pendirian Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara Pharmasi dan Alat Kesehatan, P.P. 1961 no. 69. 831) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). Pendirian Perusahaan Negara „Sinar Bhakti”, P.P. 1961 no. 71. 83-) Anggota Direksi harus WNI (pasal 9). Pendirian Perusahaan Negara „Tulus Bhakti”, P.P. 1961 no. 93. 833) Anggota Direksi harus WNI (pasal 9). Pendirian Perusahaan Negara „Fadjar Bhakti”, P.P. 1961 no. 74. 834) Anggota Direksi harus WNI (pasal 9). Pendirian Perusahaan Negara „Budi Bhakti”, P.P. 1961 no. 75. 83J) llanja W N I jang boleh mendjadi anggota Direksi (pasal 9). Pendirian Perusahaan Negara „Aneka Bhaldi”, P.P. 1961 no. 76. 836) Hanja W NI dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). . Pendirian Perusahaan Negara „Tri Bhakti”, P.P. 1961 no. . ) Anggota Direksi harus WNI (pasal 9). Pendirian Perusahaan Negara „Djaya Bhakti”, P.P. 1961 no. 99. ) Anggota Direksi harus WNI (pasal 9). _ „ Pendirian Perusahaan Negara dan Alat Kesehatan „Nurani arma , P.P. 1961 no. 79. 839) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 840. Pendirian Perusahaan Negara „Bio F arma’ , P.P. 19 noAnggota Direksi adalah WNI (pasal 9). r , t „ t. Pendirian Perusahaan Negara Farmasi dan Alat Kese a «/ Pharma”, P.P. no. 81. 841) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N. L.N.
1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961 1961
no. no. no. no. no. no. no. no. no. no. no. no. no. no. no.
84, TLN 2218. 89. 90. 92. 93 . 95. 96. 97. 98. 98. 99. 100. 101. 102. 103.
253 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 17
68. Pendirian Perusahaan Negara Farmasi dan Alat Kesehatan „Kasa Husada”, P.P. 1961 no. 82. 84-) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 69. Pendirian Perusahaan Negara Farmasi dan Alat Kesehatan „Nakula Farma”, P.P. 1961 no. 84. SK) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 70) Pendirian Perusahaan Negara Farmasi dan Alat Kesehatan „Bhineka Kina Farma”, P.P. 1961 no. 106. 8“ ) Hanja WNI jang dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). 71. Pendirian Badan Pimpinan Umum Perusahaans Tambang Batu Bara Negara, P.P. 1961 no. 86. 845) Hanja WNI jang dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). 72. Pendirian Badan Pimpinan Umum Perusahaan2 Tambang Timah Negara, P.P. 1961 no. 87. SM) Anggota Direksi adalali WNI (pasal 9). 73. Pendirian Perusahaan Negara „Sedjati Bhakti”, P.P. 1961 no. 90. ®'17) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 74. Pendirian Perusahaan Negara Tambane Batubara „ Bukit Asam”,. P.P. 1961 no. 93. S18) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 75. Pendirian Badan Muatan Indonesia, P.P. 1961 no. 94. 8,<J) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 76. Pendirian Perusahaan Negara Tambang Timah „Bangka", P.P. 1961 no. 96. 850) b Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9 ajat 1). Pendirian Perusahaan Negara Tambang Timah Singkep”, P.P. 1961 no. 97. 8Bl) & r Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9 ajat 1). ' !“ n B-adan PimPinan Umum Industri Alat Pengangkutan, P.P. 1961 no. 98. 852) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 9- Pendirian Badan Pimpinan Umum „Pen°hubuna Udara” P.P. 1961 no. 101. 853) Anggota Pimpinan Umum adalah WNI (pasal 9). 843)
846 »47 848
L N . 1961 no. L.N 1961 no. rL-N. 1961 no. L.N. 1961 no. L.N. 1961 no. L.N. 1961 no.
105. 106. 110. 111. 114. 117.
1961 n0‘ 118‘
85f)i •T '^ '
«SD 852)
L.N. 1961 no. 122.
g dT?k; ^ t6ntUan jang s«upa untuk Perusahaan Negara Tambang,
pp - 1961 no- 9Si L-N- 1961 -
™
SO. Pendirian Perusahaan Negara Perhubungan Udara „Garuda Indonesian A irw ays P.P. 1961 no. 102. sr'-1) A n ggota Direksi adalah W N I (pasal 9). 81. Pendirian Badan Pimpinan Umum Minjak dan Gas Bumi, P.P. 1961 no. 103. sr,r>) A nggota Direksi adalah W N I (Pasal 6). 82. Pendirian Badan Pimpinan Umum Pelabuhan, P.P. 1961 no. 104. 83G) A nggota Direksi adalah W N I (pasal 9). 83. Pendirian Badan Pimpinan Umum Maritim, P.P. 1961 no. 105. 857) A n ggota Direksi adalah W N I (pasal 9). 84. Pendirian Perusahaan Negara „D o k dan Perkapalan Surabaja", P.P. 1961 no. 109. S5S) A n ggota Direksi adalah W N I (pasal 9). S5. Pendirian Perusahaan Negara „Angkutan Air dan D ok Semarang’, P.P. 1961 no. 112. 8r,,J) A n ggota Direksi adalah W N I (pasal 9). 86. Pendirian Perusahaan Negara Angkutan Air Ekadjaja”, P.P. 1961 no. 115. 8U") _ A nggota Direksi adalah W N I (pasal 9). 8 /. Pendirian Perusahaan Negara „D ok kapal Tandjong Priok", P.P. 1961 no. 114. S01) A nggota Direksi adalah W7NI (pasal 9). SS. Pendirian Perusahaan Negara „Pelabuhan Daerah 1", P.P. no. 115. 86_) Anggota Direksi adalah W N I (pasal 9). 89. Pendirian Perusahaan Negara „Pelabuhan Daerah 11", P.P. 1961 no. 116. 8ii:!) A nggota Direksi adalah W N I (pasal 9). ^ 90. Pendirian Perusahaan Negara „Pelabuhan Daerah III', P-Pno. 117. S()I) Anggota Direksi adalah W N I (pasal 9). 91. Pendirian Perusahaan Negara „Pelabuhan Daerah IV , P.P. 1961 no. 118. s0!s) Anggota Direksi adalah W N I (pasal 9). 92. Pendirian Perusahaan Negara „Pelabuhan Daerah V", P.P. 1961 no. 119. S(i0) _____A nggota Direksi adalah W NI (pasal 9). 855)
L.N. 1961 no. 127
93. Pendirian Perusahaan Negara „Pelabuhan Daerah VI”, P.P. 1961 no. 120. 8G7) Anggota Direksi adalah W NI (pasal 9). 94. Pendirian Perusahaan Negara „Gaja Motor”, P.P. 1961 no. 123. 808) Anggota Direksi adalah W NI (pasal 9). 95. Pendirian Perusahaan Negara „Saban« Merauke”, P.P. 1961 no. 124. 8G9) Hanja W N I dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). 96. Pendirian Perusahaan Negara „Intirub”, P.P. 1^61 no. 131. 870) Anggota Direksi adalah W NI (pasal 9). 97. Pendirian Perusahaan Negara „Blabak”, P.P. 1S61 no. 133. 871) Hanja W NI dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). 98. Pendirian Perusahaan Negara „Padalarang’, P.P. 1961 no. 136. 872) Hanja W NI dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). 99. Pendirian Perusahaan Negara „Industri Perkapalan dan Perusahaan Angkutan”, P.P. 1961 no. 216. s™) Hanja WNI dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). 100. Pendirian Perusahaan Negara „Industri Kimia”, P.P. 1961no.187.874) Hanja W NI dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). 101. Pendirian Perusahaan Negara „Industri Karet”, P.P. 1961no.189.875) Hanja WNI dapat mendjadi anggota Direksi (pasal 9). 102. Pendirian Perusahaan Negara „Industri Mirtjak N obati”, P.P. 1961 no. 190. 87G) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 103. Pendirian Perusahaan Negara „Pertambangan Minjak Nasional*, P.P. 1961 no. 198. 877) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9). 104. Pendirian Perusahaan Negara „Asam Arang”, P.P. 1961 no. 237. 878) Anggota Direksi adalah W NI (pasal 9). 105. Pendirian Perusahaan Negara „Pengangkutan Penumpang Djakarta P.P. 1961 no. 205. 879) Anggota Direksi adalah WNI (pasal 9).
867) 868 ) 869) 870) 871) 872) 873) 874) 875) 876) 877) 878) 879)
256
L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961. L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961 L.N. 1961. L.N. 1961
no. no. no. no. no. no.
144. 147. 148. 155. 157. 136.
no. no. no. no.
224. 226. 227. 236.
no. 224.
Demikianlah berbagai tjontoh tentang sjarat kewarganegaraan R.I. pada funksi2 pimpinan dalam organisasi Perusahaan Negara. Semua funksi ini tidak terbuka untuk orang asing. 369.
Bank3 Negara.
Sedjalan dengan apa jang kita saksikan diatas berkenaan dengan perusahaan2 negara ini kita ketemukan pula pembatasan daripada funksi pimpinan dalam Bank2 jang didirikan oleh pemerintah, chusus untu warganegara. Sebagai tjontoh dapat disebut disini: n . tvmt Ketentuan tentang anggota Direksi „ Bank Dagang Negara . Hanja jang boleh diangkat. 8i;0) Demikian adalah ketentuan tentang ^ bangunan Indonesia”, 881) dan „Bank Kooperasi Tani dan e ajan. 370.
Pertambangan.
Mengenai pertambangan kita sudah ketemukan diatas jang berkenaan dengan Undang2 Penanaman Modal Asing Dalam tahim 1960 telah ditentukan lebih djauh bahwa pertambangan bahan2 galian dapat dikuasakan pelaksanaannja k e p a j pi a Tetapi pihak swasta ini harus merupakan badan hukum ] & Tndnsesuai dengan peraturan R.I. dan pengurusnja berkewar ganeea r ^ nesia dan bertempat tinggal di Indonesia atau kepada perseor berkewarganegaraan Indonesia (pasal 8). 8S4) Berkenaan dengan pertambangan ini pun kita ketermikan k • chusus mengenai pem uaian tenaga ahli. Sebagai ^ ^ 2 " BeUsebut disini peraturan tentang penguasahaan pertam mentjukupi tung”. Dalam tahun 1958 «*•) telah ditentukan baliwa diadakan kekurangan tenaga2 ahU diperusahaan tanah e r s , ^ menerima perdjandjian2 kerdja dengan ahli2 bangsa asing. Me « ^ dilakukan dipembajaran jang nilainja tidak berbeda dengan j & bumi negara2 lain. D j ^ berkenaan dengan Pertambangan r r u n £ ldta ketemukan ketentuan chusus mengenai pemakaian t e n g asing. 880) 880) 881) 882) 883) 884) 885) 886)
L.N. 1960 no. 39, P.P. 1960 no. 13, pasal 11. . L.N. 1960 no. 65, P.P. 1960 no. 21, pasal 11 ajat a. L.N. 1960 no. 128, TLN 2065, Perpu 1960 no. 41, pasal Lihat no. 367. _ ,T Perpu 1960 no. 37 tentang Pertambangan, L.N. lJoU no. P.P. 1958 no. 13 tentang Pengusahaan P ^ a™bnanean . Perpu 1960 no. 44, L.N. 1960 no. 133, TLN 2070, pasal
o. no ilj. T>p l i t u n e v i a t l d a n 2. 17 ajat
257
371.
Hak- atas tanah.
Dalam Undang2 Pokok Agraria no. 5 tahun 1960 jang mulai berlaku sedjak 24-9-1960 terdapat ketentuan- chusus tentang kemungkinan- bagi orang asing untuk memperoleh hak- atas tanah (L.N. 1960 no. 104 ; T.L.N. no. 2403). Tentang peraturan ini kami telah mengadakan tindjauan ter sendiri setjara chusus. 887) Undang2 Pokok Agraria mengadakan perbedaan jang tegas antara status W NI dan asing sepandjang mengenai hak- atas tanah. Pembedaan golongan-rakjat (bevolldngsgroepen) jang telah merupakan fondamcn da ripada sistim hukum agraria dari zaman pendjadjahan telah ditinggal kan. 888) Dengan berlakunja Undang- Pokok Agraria ini, ukuran pembedaan tidak lagi dilakukan antara golongan-rakjat jang berbeda tetapi antara warganegara dan orang asing. 88!)) Larangan Pengasingan Tanah kita tidak berlaku lagi dan digantikan dengan ketentuan2 jang melarang pemindahan hak milik atas tanah kepada orang2 asing, seperti tertjantum dalam Undang2 Pokok Agraria. 890) v Hak- atas tanah untuk orang asing dibataskan. Mereka tidak dapat mempunjai hak milik (pasal 21 ajat 1 UUPA), hak guna-usaha (pasal 30 UUPA), hak guna bangunan (pasal 36 UUPA) dan hak membuka ianah dan memungut hasil hutan (pasal 46 UPA). Hanja WNI jang dapat mempunjai hak2 tersebut. 891) Pembatasan hak2 orang2 asing atas tanah ini dapat dipertanggungdjawabkan djika dilihat dari segi hukum internasional. sn2) Apabila seorang asing telah memperoleh hak milik atas tanah karena tjara- jang tidak disengadja, seperti misalnja karena pewarisan tanpa wasiat 887)
888)
G o u w g i o k s i o n g , Tafsiran U.U. Pokok Agraria, Djakarta (I960). Larangan Pengasingan Tanah, S. 1875 no. 179 oleh T e r II a a r dinamakan „pijler” aiataa mana „agrarisehe politiek is opgetrokken”, T. 127/20 ; I . o g e m a n n menjibutnja „het aspunt van onze agrarisehe wetgeving” , T. 145/365 ; V a n V o 11 e n " nA?im,an f ng!Va ,”van a!le staatsbladen die hot adatrecht raki-n, het belangA ifr -’ a , t 1 n ’ h- 726- Lihat lebih djauh, O d u w i i u k j i o n g, Huk.i...
JJO Q. lidgk. R y) HI I, I^ no. 2 sub
Iml T?hTn-^
P ° k0k
Djakarta n <19S9)h. 12 dst.
dalam T a f s ™ U ? i T p o k o f A i w i j ,.111” *1 tiatatan"' ka‘ ni Pada Pu s a lp a ia l ‘ erscbut
892)
258
Bdgk. Art d r e a s H. R « t h, The minimum, standard of international law applied , Leyden (1949), p. 162 : There seems to be universal agreement that a • 4 6 ui 6 umvi ln.£ ,t0 permit acuisition, succession and retention to title to lmmova e property within its domain by persons other than its own nationals”, engan mengu ip anjak penulis dan jurisprudensi. Berdasarkan penjelidikannja R o h menganggap dapat merumuskan „Rule no. 6 ” jang berbunji : „According to general international law, the alien’s privilege of participation in the econom ic life of his State ot residence does not go so far to allow hm from ownship of all or certain property, whether movables or realty” (p. 165).
W N I
.
]
ataU PcrtjamPuran harta karena perkawinan, demikian pula S mempunjai hak milik dan setelah berlakunja UUPA kehilangan
setela W P \Va? jib melePaskan Iiak itu dalam djangka satu tahun (pasal 21 a J t ^ ^ S ) tersebut atau hilangnja kewarganegaraan itu . _ Sef jalatn denSan Iarangan bagi orang asing untuk memperoleh hak2 en a as tanah, kita saksikan bahwa oleh pembuat-undang2 telah dia a ■.an i bagai ketentuan chusus untuk mengawasi berbagai matjam pera an hak atas tanah. Sebagai tjontoh dapat disebut disini sjarat untuk m em peio eh persetudjuan Menteri Pertanian untuk setiap perbuatan jang ierwu jud pemindahan hak dan setiap serah pakai mengenai tanah2 kon sesi untuk perkebunan dari bangsa Belanda dan bangsa asing lainnja serta dari badan2 hukum (pasal 1 dari P.P. no. 35 tahun 1956). 8M) Dalam P.P. no. 21 tahun 1959 tentang pengubahan dan tambahan P.P. no. 35 tahun 6 ditambahkan kemudian : idzin dari Menteri Agraria setelah mendapat persetudjuan Menteri Pertanian. 89p) 372. Dibidang pengadjaran terdapat ketentuan2 jang chusus untuk orang asing. Pengawasan terhadap pengadjaran asing diadakan setjara sak sama. 890) Iianja anak2 orang asing jang dapat sekolah di-sekolah2 asing. Setiap orang asing jang mengadjar pada sekolah asing atau sekolah parti kelir lain, diwadjibkan memperoleh idzin Menteri P.P.K. 89T) Untuk berbagai kursus dan pendidikan chusus jang diselenggarakan oleh pemerintah sjarat penerimaannja djuga adalah kewarganegaman R.I. 893) R04 \
on-v
ftori
01
897)
Ketentuan ini ternjata diambil oper dari pasal 12 S. 1912-422, Peraturan Tanah i?jrt’ kelir Sebelah Barat Tjimanuk. , , ° . untuk sjarat idzin ini, ketentuan-ketentuan jang dalam praktek terkenal seagai „ idzin Djaksa” untuk peralihan hak atas barang-barang tetap jang takluk diTl'ivJl' hi'kum Eropah U.U. Dar. 1952 no. 1, U.U. 1954 no. 24, L.N. 1954 no. 78, r; V , ^St‘ Lihat Masalah Agraria, bab I dan Lampiran 1 — 5. , “ Sk. pula sjarat idzin dari Menteri Perhubungan untuk setiap perbuatan mengenai t j Jan5 berbangsa Indonesia, jang berakibatkan kehilangan Kebangsaan ndonesia-nja atau berakibatkan pemindahan hak dan serah pakai buat lebih dari p lun’ Keputusan Menteri Perhubungan no. M 26/3/12, 14-6-1955, B.N. 1955 no. 57. 1. eraturan Penguasa Militer no. 989/PMT/1957 tentang Pengawasan Pengadjaran Asing, B.N. 1957 no. 99, Keputusan Menteri P.P. dan K. no. 113826/S, 20-11-1957. instruksi Menteri Pertahanan no. III/13/P M /57 tentang Bekerdja Sama antara enguasa3 Militer dengan Pendjabat' Kementerian P.P.K. di Daerah, 19-11-1957 T no‘ 28'31 pada Warganegara dan Orang Asing) ; Perpu 1960 no. 48, ■ N. 1960 no. 155, TLN 2103 Bdgk. Keputusan Penguasa Perang Pusat no. Kpts/ ,5ReF“ /0 1 13/1958, 9-4-1958 tentang temppat-temppat dan kota-kota dimana dapat i lrikan atau diselenggarakan sekolah asing (B.N. 1958 no. 39) ; idem, Surat j* KepaJa A.L. no. Z 1/2/20, 26-8-1959 tentang Pulau We, Sabang Kini MentP^tp^D8KenSgara*ian
^ s'ng (B.N. 1959 no. 73).
259
Sebagai tjontoh dapat disebut misalnja, sjarat untuk diterima sebagai siswa dari Akademi Dirias Hubungan Luar Negeri, 89S) untuk Pendidikan Ahli Ilmu Djiwa, 80°) untuk Akademi Pendidikan Djasmani. °00) Disamping apa jang disebut diatas ini, masih terdapat berbagai akibat dalam kehidupan sosial dan ekonomis se-hari2 sebagai pembawaan daripada status warganegara atau asing. °01) 373.
Dibidang Hukum Perdata.
i
Jang menarik perhatian kita dalam rangka tindjauan sekarang ini ialah persoalan, apakah hukum perdata jang berlaku di Indonesia bagi warga negara dan orang asing sama adanja atau berbeda ? -* Dalam pasal 3 A.B. ditentukan : „Selama tidak ditentukan lain oleh Undang-, maka hukum perdata dan hukum dagang untuk orang asing dan kaulanegara Belanda (kini: WNI) adalah sama”. Hal ini berarti, bahwa berlainan daripada dalam bidang hukum kenegaraan (atau hukum publik umumnja), maka dalam bidang hukum perdata tidak daidakan perbedaan dalam status orang asing atau WNI. Dalam bidang hukum perdata ini om g asing tidak boleh dikebelakangkan kedudukannja daripada seorang WNI. Orang asing tidak akan ditaroh dalam suatu kedudukan jang lebih „ongunstig daripada seorang warganegara. '*02) Tetapi, hal ini tidak berarti, bahwa orang asing akan dapat memperoleh kedudukan jang lebih dieloni daripada seorang warganegara. Djika misal nja diadakan ketentuan tentang cautio iudicatum solvi (pasal 128 R.V.), maka hal ini tidak berarti suatu pembelakangan dari orang asing. 003) x ara penggugat asing jang berada diluar negeri akan dapat setjara mudah menge a an diri daripada keharusan membajar ongkos2 perkara djika tidak ada keharusan tentang cautio ini. Dalam pasal 1 dari B.W. djuga ditegaskan lebih djauli apa jang sudah dikemukakan dalam pasal 3 A.B. ini. „Penikmatan daripada hak2 perdata a 3 ^^ ^ ,c^ar^Pa<^a hak2 kenegaraan”. Azas jang dapat dilihat dari ^ • ini ialali bahwa dalam bidang hukum perdata orang asing tidak akan dikebelakangkan dengan warganegara. Untuk orang2 asing terdapat beberapa ketentuan c h u s u s jang berenaan engan hukum perdata. Mengenai hukum perdata m a t e r i i l 898)
4 'a 'ja t'T " Menteri Perekonomian no. 2615/M, 24-2-1953 (B.N. 1953 no. 24), pasal
899)
Keputusan Menteri P.P. da„ K. no. 19115/Kab. 2-4-1955, B.N. 1955 no. 45, pasal 5 ajat 1. ’ Keputusan Menteri P P. dan K. no. 66437/Kab. 2-11-1955, pasal 1.
900) ^ 902) 903)
260
\ V le^lh„djauh dalam W ^ganegara dan Orang Asing, k 57 dst. Bdgk. M u 1 d e r, h. 52. Orang asing ini lazimnja tidak mempunjai harta benda dalam negara-negara dimana mereka mengembara.
4
dapat disebut disini : pasal 837 B.W. Djika terdapat warisan jang benda2nja untuk sebagian berada diluar negeri dan untuk sebagian lain berada didalam wilajah Indonesia, sedangkan warisan ini harus dibagi antara W N I dan orang asing, serta menurut hukum asing ada beberapa barang jang tidak boleh diwaris oleh WNI, maka untuk WNI ini bolehlah diambil dahulu dari barang2 lainnja jang sepadan dengan bagiannja. Dengan ke tentuan ini hendak dihindarkan bahwa WNI dirugikan terhadap orang3 asing. Jang disjaratkan ialah azas reciprociteit. Tidak ada diskriminasi ter hadap orang asing jang tidak patut. Dalam hukum perdata f o r m i l , hukum atjara perdata, dapat disebut beberapa ketentuan. Pasal 12S R.V. mengatur lembaga cautio iudicatum solvi. Semua orang asing, bukan-penduduk, jang merupakan penggugat dalam suatu perkara perdata atau turut berperkara setjara intervensi atau penggabungan, wadjib untuk atas permintaan tergugat, memberikan djaminan bagi pembajaran ongkos2 perkara mungkin harus ditanggung oleh mereka djika kelak kalah berperkara. 00i) Pasal 580 R.V. sub 9 mengatur tentang penjenderaan (lijfsdtvang) jang dapat dilakukan terhadap orang asing jang bukan-penduduk untuk segala matjam hutang jang dibuat dengan WNI. Kemungkinan untuk melakukan penjenderaan terdapat orang asing bukan-penduduk ini lebih luas daripada terhadap WNI. Tjara melakukan penjenderaan ini dapat „bij vooir (pasal 761 R.V.). Orang asing jang bukan-penduduk tidak dapat memperoleh bantuan berperkara setjara bebas-beaja (pasal 872 R.V.) M u l d e r menganggap peraturan ini suatu „harde bepaling” bagi orang2 asing. DOj) Ketentuan lain jang berkenaan dengan hukum atjara bagi oian» a^ nS bukan-penduduk ialah pasal 100 R.V. Seorang asing jang bukan-pencmauK djuga bilamana ia ini tidak berkediaman di Indonesia, dapat 1®mi untuk ikatan2 jang dilakukannja terhadap kaulanegara Belan a sini a au ditempat lain. Demikianlah beberapa ketentuan chusus untuk orang asing dibidang hukum perdata.
904)
905)
Kini dianggap oleh jurisprudensi tidak berlaku lagi, karena^ HJ-R. ja°= sekarang berlaku, tidak mengenal penghukuman membajar ongkos-ong" p i i jang benar-benar merupakan „gerechtskosten” dan jang az.mnja niemang sudah dr bajar lebih dahulu oleh pihak penggugat waktu memadjukan perkara. On^koson^kos pengatjara tidak turut dibebani kepada pihak jang kalah berperkara menurut jurisprudensi HIR ini. , , , M u l d e r , h. 54 : „Wanneer arme buitenlanders niet evenals arme Nederlanders ln de gelegenheid worden gesteld voor hun rechten op te treden, kan men toch moeilijk van gelijke bescherming spreken”.
261
374.
DOMICILIE.
Ba tjaan: W o l f f , h. 106 dst. ; C r a v e s o n, h. 74 dst. ; S c h m i t t h o f f, h. 69 dst. ; C h e s h i r e, L 164 dst. ; D i c e y, h. 85 dst. ;
Dari uraian lata diatas tentang hubungan antara prinsip kewarganegaraan danprinsip domicilie dapat diperoleh kesan se-olali- semua orang mempunjai faham jang sama tentang apa jang diartikan dengan istilah „domicilie”. Tetapi sebenamja tak demikian halnja. Diatas sudah disinggung pula setjara sepintas lalu bahwa apa jang dikenal dengan istilah „domicilie” ini memperlihatkan suatu aneka ke ragaman. 90°) Pengertian domicilie jang berlaku diberbagai negara tidak sama adanja. Dibawah ini kita akan ikuti konsepsi- domicilie jang terpenting °07) dengan berpokok pangkal pada konsepsi domicilie LIPI inggris. 375.
Tjorak" utama.
Apa jang merupakan tjorak utama jang terdapat dalam konsepsi domi cilie jang dikenal dimana-mana ialah bahwa dengan istilah ini hendak diartikan: „negara jang menurut hukum dianggap sebagai pusat dari kehidupan seseorang” („centre of his life”). ous) Pengertian ini adalah sama didalam semua stelsel hukum. Tetapi apa jang dianggap sebagai pusat kehidupan seseorang ini tidak dinilaikan setjara sama. Berbagai tjara jang berbeda dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan tempat manakah merupakan pusat kehidupan itu. 376.
„Domicile” dan „residence” .
Pusat keliidupan seseorang ini ditentukan oleh ketentuan- h u k u m . Domicilie merupakan suatu pengertian hukum. Sebaliknja „tempat kediaman” atau „tempat beradanja” seseorang (habitual or ordinananj residence) merupakan fakta2 jang sama sekali tidak terpengaruhi oleh hukum. Umpamanja seorang isteri dianggap mempunjai domicilienja pada domicilie dari sang suami, padahal isteri ini boleh 906) 907) 908)
262
Lihat no. 198 sub 3. R a b e l memberitahukan hasil penjelidikan seorang penulis, bahwa ada tidak kurang dari 50 definisi' tentang domicilie ini, jang berbeda-beda (h. 151 n. 154). W o l f f, p. 106 Bdgk. D i c e y , h. 85, Rulea : „ ( i ) a. person is, general, domi ciled in the country in which he is considered by English law to have his permanent home” (kursup kanii).
>.rcsidence’’
dari'mmfoja**10*”
T e s i d e n c ^ \ ‘ u ^ ° ^ ] C1^ '° i h u k u m d id u n ia B I i ° i n i merupakan d a s n r M o D ju e a d a l n m h n i j
«teri
io n e
d'
1
^
11
d ju to h
D on^ f
setj’ara tersendiri> JanS tidak sam a dengan
™ e ™ P l m ) a i h u b u n g a n j a n g erat d e n g a n „h a b itu a i i ! d ia n SSaP adalah u m um d a l a m sem u a s i s t i m .lkatakan b a h w a pen g ertia n „h a b itu a i r e s i d e n c e ” Jp a d a d o m ic ilie j a n g d i p i l i h ( d o m i c i l e o f ch o ice ). htJ ° P ° " * i o n o f l u w ” (seperti h a l n j a d e n g a n t a d i ) , m a k a u m u m n ja . d o m i c i l i e i n i
T
s e b a Sa i t j o n t o h
d e n S an » r e s i d e n c e ” .
ia bertem pat ,ter^eiak da^am suatu n e g a r a tertentu. Dimana • atau satu k-i m°S al didalam negara itu dapat merupakan rumah, flat kem ah atau ^ m vngkin ia berdiam dalain gubuk, pondok (cm pat-bfrrV JP f ra 1U- Adakalanja pula sukar untuk menentukan suatu keberatan T^ ie(aP- 00!') Tetapi bagi HPI hal ini tidak mendjadi „negara” ni " f Penting bagi HPI ialah untuk menentukan didalam m i sabi j¿i h ja na 3 1.seseoranS mempunjai domicilie-nja. Tidak penting atau d i u pi) 1WaTia ini bertempat tinggal di Djakarta,atau d i Bandung ncsia dan 1 Penting ialah bahwa ia ini bertempat tinggal di Indodi
Indonesiai T ” 33”
iancr Sdc litT
*
lP an
c*en£ an itl1 dianggap menurut hukum berd om icilie
akaii mulai dengan memberikan pengertian2 domicilie
am StclseP hukum t e s t i n g . konsepsi domicilie Inggris.
m e n itik -h c r a tk a n
377 ' -^SSSSEgL Rr d om ica ie I n r ^ .c ^ u n t u e S T “ 11’6, jang berIaku di InSSris adaIail idnS PahnS d arip ad a’ ] \ Z"1 djsebabkan terutama karena pengertian jang chusus iembap-! f m a^a *ni"‘ ^ arena adanja konsepsi tentang Of .angin? gacaajL »M)°m,Ci ln SSris ini lebih tjondong faham kewarganeKitaB crb f l i a.g ai ,liatiam dom icilie jang dikenal dalam sistim hukum Inggris. l') J 1 sebut tiga matjam domicilie ini diat;is, jakni: A dom icile o f origin ; dom icile o f c h o ic e ; B er■ -h - t? denp-'m f jS i *m b
9J0)
W setjara sepintas lalu apa ja n g diartikan akan uraikan
istila h - tersebu t.
a )iousqJ tliw* can i*1** JanS disebut Wo l f f : „Many <>ld bachelors never have wateringpiace” C h ^ l O ? " ' T h ' ' y g ° f r ° m h ° teI ‘ ° a " d f r ° m watcr':nS-
PJa e o t o
d.ipai Mc i j ( » rSj jang sucjaj, Jjkutip Jiatas ; no. 207. 263
A d 1) domicile of orioin.
Setiap orang memperoleh suatu ..dom icila of orioin’ pada waktu lahirnja. Ini merupakan negara dimana aiahnja herdomicili pada waktu ia dilahirkan. °12) Djika anak ini merupakan suatu anak jang tidak sah, maka domicilie dari sang ibu jang menentukan. Domicilie dari sang ajah ini dapat merupakan domicile of choice atau domicile of origin pula. Dalam hal ini jang pertama, maka domicile of choice dari sang ajah merupakan domicile of origin dari sang anak. Djika sang ajah tidak pernah memperoleh suatu domicile of choice, maka domi cile of origin dari sang ajah ini adalah jang menentukan. Kebanjakan orang tidak pernah melepaskan domicile of originnja. Mereka ini kadang- dapat keluar negeri guna maksud dagang, istirahat, tamasja atau kesehatan. Tetapi mereka dalam lial- ini tidak berniat untuk membikin tempat- jang mereka kundjungi ini sebagai „permanent home” mereka. 913) konsepsi domicile of origin ini dipupuk oleh faham bahwa ikatanseseorang dengan negara asalnja adalah kuat sekali. Adalah sukar sekali untuk melepaskan domicile of origin ini. Domicile ongin i m .tQ.tap berlangsung ^ mpai terbentuk suatu domicile of choice. angan ini hanja dipertahankan terus hingga dilepaskan. Apabila i epas an—opmci c of choiop. ini tanpa diperoleh suatu domicile of choice baru, yiaka domicile o j .origin hidup kembali. Boleh dikatakan bahwa om ic e o origin ini selalu memegang peranan sebagai ..reserve” . Ia selalu akan tampil kemuka lagi, djika tidak terdapat domicilie lain. Ketentuan im sedjalan dengan apa jang diterima dalam HPI Inggris, jakm bahwa tiap orang harus mempunjai suatu domicilie. , ^an
® origin ini dipandang sebagai lebih kuat dari domicile ■06 f i ^ aiena itu diperlukan pula bukti2 jang lebih kuat untuk kedua6 91.1^eu'"ut^uc^nia Penggantian daripada jang pertama daripada
912)
Bdgk. S c h m i 11 h o f f, h. 73 .
91S)
914)
ptIlling untuk menenlukan doniici]k, Bdgk. L o r d do not understand your ^rm an ^m "?ean- " - - thef Permanent home; and if you foreign writers or foreign L ™ , ^ a f r a i d no illustration drawn from h o f f , h. 7 2 ; G r a v e s o n . h Very, ™ help you t0 il” ’ s - d - S c h m i i t t Tjontoh tentang ini ialah perkara’ P n\e * 1 ‘ 1 ?’ h‘ 165: . R o y a l In f i r m a r y ( 1930) p a m s a y (at*u : B o w i e ) v. L i v e r p o o l dst. dan M o r r i ’s, Cases on P I L n ^ O 7 , " ’ 9 “ ” on, c01?fl.!ct ° / laws.’ h\ 9
T et?
walaupun
ia ini
orang2 bahwa ia bangga mendiad° a C , ‘’ « t mlen,bemahukan kfPad* mingguan dari Glasgow. " Clasgow man ’ berabonnemcn suatu koran
264
Segi lain jang menarik perhatian pada domicile of origin ini ialah apa jang dinamakan sebagai . dnr.t.rine of revivaT. 915) Dalam hal ini terdapat perbedaan dengan pengertian IIPI Amerika Serikat. Disana diterima apa jang dikenal sebagai ..doctrine of continuance of domicile . Artmja, domicilie jang semula berlangsung hingga jang bersangkutan telah memperoleh suatu domicilie lain. Tetapi di Inggris kita saksikan, bahwa orang menganggap dom icile of origin-lah jang hidup kembali, bilamana seorang telah melepaskan domicilie semulanja tanpa memperoleh lagiomici 'e am. Dalam
jurisprudensi
IIPI
Inggris terkenal perkara dari
Udny
v. U d n y . °10) Duduknja perkara setjara singkat ialah sebagai berikut. Kolonel U d n y mempunjai suatu domicile of origin Scotlandia- a e a peroleh suatu domicile of choir-ft di T.nndnn dimana ia u up uii 32 tahun. Ia pergi ke Perantjis dimana ia berdiam untuk t un am j . Pada waktu disitu ia telah mempunjai hubungan puan dan dalam tahun 1853 lahirlah seorang anak ari ™ Kemudian ia telah pergi ke Scotlandia dengan perem puan ngawininja dan menetap disana. Persoalan jang diliadapi ialah apakah anak Udny im adalah ^ ^ s a h atau disahkan karena perkawinan jang menjusul bahwa Scotlandia itu. Kaidah hukum jang berlaku p a d a w a ' 1 ajiak jang suatu perkawinan lianja membawa pengesalmn dan perkawinan dilahirkan lebih dahulu, apabila lembaga „pengesahan pada waktu susulan” diakui oleh hukum dari domicilie sang aj i „cnnekan. Pada kelaliiran anak itu maupun pada waktu perkawinan ^ ^p^Handin. waktu perkawinan dilangsungkan mnkn ^ena Dan hukum Scotlandia ini memang mengenal Iran ) a g ^ r ^ g merupakan perkawinan susulan. Dalam hal ini tidak ada 'es ¿pj pada persoalan ialah : apakah jang merupakan domic e waktu sang anak dilahirkan pada tahun 1853 a ia ini hanla ^rtempat Domicilie ini tentunja bukan P e ra n tjis, t^gatu antara domicile of tinggal disana. Jang harus dipilih ialali: sa _ . ^ Djika jang origin Scotlandia-nja atau domicile ot c ^ a n . Tetapi, djika jang pertama jang berlaku, maka anaknja adalali adanja dan karenanja teracliir jang berlaku, maka anak t e r s e b u t ti a ia ini tidak dapat mewarisi 915)
S c h m i t t h o f f, h. 75.
916)
G r a v e s o n , Cases, h. 81 dst. ; M o r r 1 s, > kepala : „If a domicile of choice is abandoned, ana not required, the domicile of origin revives
„
.
r „ p,
h. 43 dst., dengan djudul —
fresh domicile of choice is
265
Menurut House of Lords, maka Colonel Udny ini, tatkala naik kapal pergi ke Perantjis, telah melepaskan domicile" of choice Inggris-nja, karena ia ini télala meninggalkan Inggris setjara „ gnimn nnd jacta’’. Boleh dikata kan bahwa kemudian, domicile of origin Scotlandia-nja telah Jj.iclup. kembnl i setelah „tertidur” (sluimerend) untuk 32 tahun lamanja. Doktrina tentang hidup kembalinja domicile of origin ini seringkali diketjam. a17) Ad 2) Domicile of choice. Untuk memperoleh domicile of choice ini dipelrukan tiga sjarat: fa),kemamvuan(b\ residence/cD hasrat fmtentinn). Ad a). Orang jang tidak mampu untuk bertindak dalarn hukum, sePerti anak2 belum dewasa, ^órang- dibawah cúratele atau pei'empnn,v¿ dalam perkawinan, _fadak.j¿apat memperoleh domicile of choice tersenrliV; _ . Ad b). Apa jang diartikan dengan residence sudah disinggung^tasT Dengan istilah ini diartikan: kediaman se-hari2 (habitual physical presence) pada satu tempat tertentu. Residence ini tidak sekuat domicilie tetapi adalah lebih daripada „feitelijk verblijf’ (berada setjara defacto, sojourn atau physical presence). Ad c). Hasrat untuk „permanent residence”. Dalam hal ini terdapat perbedaan dengan konsepsi Eropah kontinental en ang domicilie. Menurut jang belakangan ini tjukuplah kemampuan dan i en°e (a dan b diatas) untuk memperoleh „domicilie”. Tidak diperluuntuk menetap setjara permanent, istilah ikarena itU iStilah PerantÍis »domicile” tidaklah sama dengan dom V, „™ic.ile” Inggris- Dalam versi Inggris, apa jang terkenal sebagai , a la Perantjis ini, lebih mirip pada „ habitual residence” daripada pada „domicile” (Inggris). ®«) malJUga d^ ka Mta (Mam lialamant dialas bitjara tentang „ domicilie”, revstJ !?0’’ klta artlkan ^alah lebih mirip pada pengertian „ habitual ce Inggris, daripada konsepsi domicilie-nja. terus Oran onía ih,
r rSí,n^
S L m J ,11
Untllk. domicile °f choice ini ialah suatu hasrat untuk lte™Pat ianS baru itu (animus semper manendi). 9ia) ,n S Iiendak hidup didalam negara baru jang dipilih' ? tlU “ S “ dak
ita 91?> DÍ”„ f c l , ? f * ng" ini
P d“
tídfk terbalak Ia L u ,
mati” <J,Ve ani die") dalam
l > » ¡ > .« « d ir i. Bd„k. „U, ,i, Cod. of
the L , » „I
S T ’f n,dj “ T / 4? teori »revival” ini ditiadakan. , ppendlx Pada S c h m i t t h o f f , h. 491 dst
Lihat untuk
918)
D
919)
S S UbT PenSf;rti!,m ” dom ' c'ile Cummune” ja n g kita ketemukan W „ | f M Í ” 31 Perantjis seperti dipaparkan diatas.
266
A d 3 ) D om icile b y operation o f law .
D al am sistim hukum clari semua negara dikenal beberapa kelom pok ora n g - ja n g m em punjai suatu dom icilie jang „afhankelijk” (dependent). D isin i term asuk : anak2 jang belum dewasa, perempuan- dalam per kaw inan, d juga orang- jang ditaroh dibawah perwalian saf ih dan dibawali perw alian. y2°) D alam IIP I Inggn's dikenal dom icilie sematjam ini dari anak- jang b elu m dew asa. D om icilie menurut hukum dari mereka ini ialah pada d om icilie sang ajah. D o m ic ilie dari pihak isteri ialah pada domicilie* suaminja. 378.
Beberapa ketentuan lain.
K etentuan2 lain Inggris ialah :
jang
menarik
perhatian pada
konsepsi dom icilie
a) Ketentuan, bah w a setiap orang liams mempunjai suatu dom icilie; b ) ba h w a setiap orang lianja mempunjai s a t u dari satu (Berlainan dari Djerman). °22)
)
domicilie dan tidak lebih
c) Persoalan apakah seseorang mempunjai domicilie menurut HPI Inggris ditentukan oleli hukum Inggris. 923) 379.
U sul2 perbaikan.
K onsepsi d om icilie menurut HPI Inggris telah menemui banjak ke tjaman. °24) D alam First Report dari Private In tern a tion a l L a w C o m m ite e saksikan diadakan a.l. usul2 perbaikan sebagai berikut. 1. D oktrin „reviva l” dari dom icile o f origin peilu i epas ' 2. Pem buktian daripada perobahan domicilie harus D em ikianlah setjara selajang pandang tindjauan tentang
kita
. ¿ omi.
cilie m enurut sistim IIPI Inggris. i i
920) 921) 922) 923) 924) 925)
14 PT Inggris.
Jang dua disebut achir ini tidak diatur setjara chusus o e W o1 f f, h. 122 . Rule 3 dari D i c e y, n. 89. Rule 4 dari D i c e y, p. 89. Rule 16 dari D i c e y, h. 124. W o 1 f f, h. 123. Lihat lebih djauh : D i c e y, p. 125 dst., Appendix pada S c h m i
Lihat
h„ ff
267
D A F T A R
B A T J A A N
Allot, Antony, Essays in African law, with special reference to the law of Ghana (I960), part IIT, h. 153. Anderson, J.N.D., The significance of Islamic law in the world today, 9 AJCL (1960), h. 187. — , A law of personal status for Iraq, 9 ICLQ (1960), h. 542 dst. Anwar, Mr Chairul, Pedoman Peridzinan perusahaan2 industri dan perdagangan, Bandung (1961). Apeldoorn, Prof. Mr L.J., Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht, tjet. ke-12, _ Zwolle (1954). Arminjon, P., L’objet et la méthode du d.i.p., Rec. (1928) I, h. 433 dst. — , Précis de droit international privé, I, tjet. ke 3 (1947) II tjet. ke-3 (1958), IH* tjet. ke-2 (1952), IV, tjet. ke 1 (1927). — , Précis de droit international prive commercial, Paris (1948). Bakker, Mr H., Voldoet de wetgeving betreffende huwelijken tusschen personcn behoorende tot de beide staatkundige categoriën der Nederlandsch Indische bevolking (die der Europeanen en met hen, en die der Inlanders en met hen gelijkgostclden) a a n do maatschappelijke behoefte ? Zoo neen, welke wijzigingen zijn nodig ? Pracadvies. Handelingen der Nederlandsch Indische Juristenvereeniging 1887 (30 jaargang), I, Djakarta dan Noordwijk 1887. Bar, L von, Theorie und Praxis des internationalen Privatrecht,2 djilid, tjet ke-2, Hannover (1889). Bartholomew, G.W., Private interpersonal law, 1 ICLQ (1952>, h. 352. p uifenler’ Le role du droil comparé dans le d i.p. Rec. (1936) IN, h. 572. Bakhuyzen, Sande van, Nederlandsch Onderdaanschap, diss. Leiden (1900), h. 26, 65 dst.
raartin,
k .,
Principes de droit international privé selon la loi et la jurisprudence
f r a n ç a is e s ,
3 djilid, Paris (19301935).
_
atiffol^ Henri, Conflits de lois dans l’espace et conflit de lois dans le temps, Etudes Ripert, Paris (1950), I, h. 292. >
Uni évolution possible de la conception du status personnel dans l’Europe Con tinentale, dalam XXth Century comparative und conflicts law, Legal Essays in honor B .... ?{ Hessel E. Yntema (1961) h. 295 jo. h. 301. — “ enf V Traité élémentaire de droit international privé, tjet.ke-3, Paris (1959). tj ’ dan Niboyet, 1 ICLQ (1952), h. 348 1 ., Polarized law, 1914. ale, J.H., A selection of cases on the conflict of laws I-III (1900-1907), 2 nd edition. Cambridge (1928). ’ r, A treatise on the conflict of laws, 3 diilid. New York (1035). C 6 a 952)r0f- Mr InleidinS tot de rechtswetenschap in Nederland, tjet. ke-7 Bcrirm
den’ Praeadvies> sama seperti Mr H. Bakker, lihat disana. , Is Pnvate International law? BYIL (1926) li. 73 dst. ^ ef ander’ Internationale3 Ehe — und Kindschaftsrecht, tjet. ke-3, djüid I
1952, II 1955, III 1957, Frankfurt a.M. nn, E., Huwelijken van minderjarige Nederlanders wier ouders in bezet Nederland wonen alsmede een tweetal beslissingcn en uito-ebrachte adviezen betreffende dispcnsatic, dalam T. 153/611 h. 613. rum O.A. dan Meyer, Karsten, ’’Droit international privé du Danemark” 6 Répertoire n “ ■ 213 p.h. 216 No. 19. rakel, S. van, Grondslagen en beginselen van Nederlandsch international privaatrecht, p. tjet- ke-2, Zwolle (1950), tjet. ke-3 (1953). “ “hier, Ottmar, Der völkerrechtliche Gehalt des IPR Festschrift-Wolff, h. 177.
, Internationales Steuerrecht und Internationales Privatrecht — Ein systematischen versuch, Amsterdam (1960). Cheshire, G.C., Private international law, tjet. ke-5 , Oxford (1957). Christiansen, Heiman, ’’Droit international privé de la Norvige” 6 Répèrtoire h. 561, P-h569 No. 66. Cook, W.W ., The logical and legal bases of the conflict of laws, Harvard University Studie»
268
in the conflict of laws no. 5 (1 9 4 2 ). Cordova, R ., T h ird Report on the elimination or reduction of statelessness, Doc. A/CIN 4181. Cowen, Zelm a n , A m erican — Australian P .I.L., New York (1957). Davies, T h e influence of H uber’s De Conflictu Legum on English Private Internation w, 18 B Y I L ( 1 9 3 7 ), lu 49. ^ f Del son, Robert, Is a taking of an alien’s property without compensation or in deroga ^n o the terms of a contract in violation of public International law ? ’’Proceeding an Com m ittee Reports of the American Branch of the I.L.A., 1959-1960. Mann Dicey, A .V ., D icey’s C onflict of laws, diolah oleh J.H.C. Morris, K. Lipstem, C. Parry, G .H . Treitel, tjet. ke-7, London. Domke, M artin, Am erican — German P .I.L., New York (1956). a TTL (1960), Okt., — , Indonesian nationalization measures before foreign courts, 54 h. 801. Dijk, Dr R . van, Samenleving en adatrechtsvorming, diss. Leiden (1948). Eder, Phanor J., Am erican — Colombian P.I.L., New York (1956). Ehrenzweig, A lbert A ., Conflict of Laws, St. Paul Minnesota, I (195J), /iq s 7 ) — , Fragistas — Yiannopoulos, American — Greek P.I.L., New i o r ' £0UVeraineté Eliesco, M ich el, Essai sur les conflits de lois dans l’espace sans con (les conflits d’ annexion), diss. Paris (1925). . 2958, h. 1796. Erman — A rndt c.s., Handkommentar zum Bürgerlichen Gesetz uc ^ Etter, K , V on Euifluss des souvcranitätsgedankeus auf das 1. * 9 Flincg, M r J.J. de, ’ ’Caveunt Cousules” , T . 141/343, p.h. 348. Foighel, Isi, Nationalization, Copenhagen — London (19o9). ^ conflit des lois de Foelix, Jean Jacques Gaspard, Traité de droit international prne ou j.e4 , 0leh. Charles différentes nations en matière de droit prive, J > Dém angeai. Paris, 1866 (editie, I, 1843). n 0 5 4 ). Ford, A .W ., T h e Ànglo-Iranian oil dispute of 1951 - 1952 , California Francescakeg, Ph., Jurisprudence de d.i.p. (1961), h. 358 st. 1Dqc Francois, J .P .A ., Handbook van het volkenrecht, tjet. ke-2 , , • Berlin 1926 ‘ Frankenstein, Ernst, Internationales Privatrecht (Grenzrec i ), Kollisionsrechts (1955). Gamillsclieg, F ., Der Einfluss Dumoulins auf die Entwicklung, c Garland, G riffith, American-Brazillian P.LL., New Yor - . (19no)t h. 393. k e -2 » Gogos, Demetrius, Nekrologi dari Petros G. V a l l i n d a s , n disertasi (1955),Ue Gouw Giok Siong. Segi3 Iiukuir p^rntnrnn p e r k a jm M -U fla w * ^ ’ — , — . — ,
Hukuni Antargolongan, Djakarta (1957), tjet. ke-2 sj Djakarta, ilmu Ilukum Antargolongan hukum jang hidup, pidato ‘" f ® jgeberapa tindj Perkawinan tjampuran internasional di Indonesia, hukuni” , Djakarta (1 9 5 9 ), h. 75. nqS9). —■ , Tafsiran Undang3 Kewarganegaraan R-L, Djakarta — , Perkara tembakau di Bremen, Djakarta (1959). n 960). • — ■ , W arganegara dan Orang Asing, tjet. ke-2, /lOfiM — , Tafsiran Undang 2 Pokok Agraria, Djakarta ,( P- TrVrfonesia, Djakarta (W >W — , Segi 3 hukum internasional pada nasionalisasi i Festschrift, W olff, h. ^ Goldschmidt, W . , Die philosophischen Grundlagen es p ranakan Chinezen *pjuj.um Gouw Soei T jian g, ” De Chineesche Nationaliteitswet m. •■ j j uj Himpulian ac nesia” . Mededelingen van de Chung Fa u Tionghoa tahun I, Pebruari (194S) h. 8 , 11. (i960). Graveson, R .H ., The conflict of laws* tjet. ?? dst. Chapter J ederlandsch L p j. — , Cases on the conflict of laws, London (19 ’ binatriden volgens N Groot, de, H et personeel statuut van apatnden en (1 9 3 8 ). _ , « (1929) Gutteridge, Comparative Law (1949), tjet. ke_2. j_ _ ;t international pnve, Gutzwiller, M ax, Le dévellopement historique du IV , b. 287. _ _ G€burtstag von M a* Gutzvrnller, — , Festschrift — ’’lu s et Lex” , Festgabe zuni 7U Basel (1 9 5 9 ).
269
Hukum Perdata Internasional Indonesia — 18
Hambro, E., Conflict Law as a part of international law ’’Varia juris Gentium” , Liber Amicorum Francois, h. 132. __ t The case law of the International Court (La Jurisprudence de la cour Internationale) I, 1958, tjetakan kedua), Leyden. Han Bing Siong, Mr, Tindjauan buku E Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, tjet. ke-4 (1957), „H. dan M” , III No. 1, Pebruari (1959). Harjoto Judoatmodjo, Hak tjipta dalam teori dan praktek, Buku Senaat Mahasiswa lakultas Hukum dan Pengetahuan Masjarakat (1957). Hijmans, Henri, Inleiding tot het Nederlandsch internationaal privaatrecht, Arnhem (1947), tjetakan kedua. . Hoogstraten, M.H. van, Quilques notes sur la Conference de la Haye de droit international privé (VI)', VI NT1R (1949) h. 60 p.h. 69, 72. Huber, Ulric, De conflietu Le'rum Diversarum in Diversis Imperii?, 1684. International Commission of Jurists, South Africa and the Rule of Law, Genova (I960)Jambu’Merlin, Essai sur l’histoire des conflits de lois au Levant et en Afrique du Nord, RCDIP (1958), 1. Jessup, Philip C., Transnational law, New Haven (1956). Jitta, Josephus, Internationaal privaatrecht, gegevens hoofdzakelijk ten behoeve van Nederlandsche Rechtsbeoefenaarg, Haarlem (1916). Kamp, van de Bartolus de Saxoferato, 1313‘ 1357, diss. A’dam (1936). . Kahn, Franz, Abhandlungen zum internationalen Privatrecht, 2 djilid, München ■ Leipzig (1928). Kegel, G., Der Gegenstand des IPR, Festschrift — Raape, lu 13 dst. — , Internationales Privatrecht, Kurzlehrbücher für das Juristische Studium, München — Berlin (1960). Kelsen, H., General theory of law and State Cambridge Massachusetts (1949). Kie in, Dr J.J.W., Bijdrage tot de Studie van het inter"entiel privaatrecht, Vermögensrecht, .. diss. Leiden (1933). TFKollewÿn, Prof. Mr R.D., Ontaarding van het nationaliteitsbeginsel in liet moderne internationaal privaatrecht, pidato Dies, Djakarta (1929). . Unieregionale voogdij, N.J.B. 1950, h. 753. — , Het wetsontwerp betreffende bet internationaal privaatrecht, N.J.B. 1952, li. 238. ’ V "'er®gl0naal Privaatrecht de Nederlands-Indonesische Unie, Gedenkboek, 19241949, h. 150. — , Le droit interrégional privé du Royaume des Pays Bas, N.T.I.R. (1953-1954), h. 271, Intergentielrecht, Verzamelde opstellen over intergentiel privaatrecht s’Gravenhagt" Bandung, disingkatkan : V.O. , American — Dutch P.I.L., New York (1955). — , Tindjauan buku Kegel IPR, VII N.T.I.R. (1960), h. 384 dst. , 1 mdjauan buku 0. Bühler, Internationales Steurrecht und Internationales privatrecht — Ein systematischer Versuch, N.T.I.R. (I960), h. 393. — ,
Nationalität en burgerschap in de Nederlands Indonesische Unie ; "Indonésie” ,
I, 1947, h, 98. ;;Z“ eid van Rec!lt” > pidato pembukaan di Groningen (1936), h. 15. Het Duitse verbod van huwelijken tussen Ariërs en niet Ariërs,T. 142/;473. De moderne Chinese Kodifikasi T. 132/323 p.h. 334 No.l. Het Haagse voogdijverdrag voor het internationale Hof van Justitie VI N.T.I.R(1959) h. 311 dst. Kosters, J Het internationaal burgerlijk recht in Nederland Haarlem (1917). £ 0 Swan Sik, Dr, De meervoudige nationaliteit, diss. Leiden (1957), h. 15 dst. Kuhn, Arthur K., Comparative commentaries on Private international Law, New York (1937). Lainé, Armand, Introduction au droit international privé, 2 djilid, Paris 1888-1892. Lampué, Les conflits de lois interrégionaux et interpersonannels dans le système juridique français, métropolitain et d’outremer, Etudes de droit contemporain” , II (1959), h. 219. Lauterpache, H., International law and human rights, New York (1950), h. 7. Lemaire, Prof. Mr W.L.G., Overgang van godsdienst als probleem voor bet intergentiel Z
’ , , ,
270
privaatrecki, diss. Djakarta (1932). , ” Dc terugverwijzing in het Nederlandsch-Indische i.p.r.” T. 148/1. , Internationaal "en nationaal” in ons internationaal privaat recht, 8 N .T I R h. 240 dst. p.h. 241.
— —
(1961)
,
H et recht in Indonésie, Hukuin Indonesia, ’s Gravenliage-Bandung, 1955. i Kwesties bij de Studie van het intergentielrecht, pidato inaugurasi, Leiden, 1956. , D e onderbeheerstellinc; en de nationalisaties van de Nederlandse bedrijven in Indo nésie, R.M .-Them is (1959), h. 333. Lescure, Monique, L ’évolution du système des conflits de lois tunisien. L ’exaniple de marriage, RCDIP (1959), h. 31. Lewald, H ., Règles générales (1941), liai. 3 4 -3 5 . Lewin, J., Interracial law, J. Comp. Leg. (1958,), h. 16. — , Studies in African native law. Lerebours-Pigeonnière, Paul, Droit international privé, tjet. ke‘7, Paris (1959), diolah. oleh Yvon Loussouarn. Liem T jin g Hien — Kho, Mr, Perdjandjian dwikewarganegaraan R.I. * R.R.T. dan pelaksanaannja, Djakarta, (1961). Lipstein, K ., The Hague convention on private international law, public law and public policy, 8 I.C .L.Q . (1959), h. 506 dst. Logemann, Prof. Dr J.H .A ., Collegeaantekeningen over het staatsrecht van NederlandschIndiö, ’s Gravenhage'Bandung, 1947. — , Over de tlieorie van een stellig staatsrecht, tjet. Seksama, Djakarta (1954). — , Het staatsrecht van Indonesia, Het formele systeem, ’s GravenhageyBandung (1954). — , ’ ’Nederlandsch onderdaanschap en het Hooggerechtshof” , T. 136/500. Lorenzen, E .G ., Cases and materials on the conflict of laws, 1946, 5th ed. Macm illan, Lord Foreword pada buku Schmitthoff, The English Conflict of Laws, tjet. ke-2 (1 9 4 8 ). Makarov, A .N ., IP R und Rechtsvergleichung, 1949. , Quellen des interntionalen Privatrechts, Recueil de textes concernant le droit international privé, djilid I, tjet. ke-2, 1953 -1954, djilid II, tjet. ke-2 1960. > Allgem eine Lehren des staatsangehörigkeitsrechts, Stuttgart (1947)', li. 161. , Le droit international prive sovietique, dalam Recueil 1931, h. 500. Mallinckrodt, Dr J., adatreht van Borneo, I, diss. Leiden 1928, II Leiden 1928. Mann, F .A ., The time element in the conflict of Laws, 31 BYIL (1954), h. 217. — , Völkerrechtswidrige Enteignungen vor nationalen Gerichten, 14 NjTO (1961) h. 705 dst. Maunier, René, The sociology of colonies, An introduction to the study of race contact (London, 1949) djilid II. Maury, J., Règles générales des conflits de lois, Rec. (1936), III, h. 325. Meijers, E .M ., L ’histoire des principes fondamentaux du d.Lp. au partir du Moyenâge. Rec. ( 1934) III, h. 543. , La réalité et la personnalité dans le droit nu nord de la France et dans le droit anglais, ’’Symbolae van Oven” , Leiden (1946), h. 379 , djuga dalam Meijers, Etudes d’histoire de droit, I, Leiden (1956), h. 228. , Recueil de lois modernes concernant le droit international privé, Leyden (1947). , H et vraagstuk der herverwijzing, W P N R 1938 no. 3555, 3556, 3557, 3558, djuga dalam V .P .O ., II, 1955, h. 366. — , ’ ’The Benelux Convention on private international law” dalam V.P.O. (1955), II, h. 401. Morris, J.H .C ., Cases on P.I.L. Oxford 3e ed. (1960), h. 43 dst. Chapter 5 ’’Domicile” . Mulder, A .C .J., Inleiding tot bet Nederlandsch international privaatrecht, Amhem (1947) tjetakan kedua. Münch, Fritz, Das SUjn.atra_'pajjaji_Urteil des Hanseatischen O.L.G. Bremen. Jahrbuch I.R. (1 960). '
Nederburgh W et en Adat, I, h. 198 dan h. 293 n. 2. ^em bhard, Hibbert W ., Leading cases in conflict of law?, 1931. Neuhaus H ., Tindjauan buku Gerhard Kegel, IPR, RabelsZ (1960), h. 375. iNiboyet, J.P., Traité de droit international privé français, 6 djilid djilid I tjet. ke-2 (1947),
271
djilid II tjet. ke-2 (1951), djilid ke-III (1944), djilid ke-.IV (1947), djilid kerV (1948), djilid ke-VI bagian I (1949)', djilid ke-VI bagian 2 (1950). — , dan Lapradelle, Répertoire de droit international (1929-1931). dengan Pillet, Manuel de cLi.p. (1924). — , ’’Droit international privé des Pays-Bas”, VI liai. 601 No. 43. Niederer, Werner, Einführung in die allgemeinen Lehren des internationalen Privatrechts, tjet. ke-2 Zürich (1956). — , Ceterum Quaero de legum imperii romani conflictu, 49 RCDIP (1960), h. 137. Nussbaum, Arthur, Principles of Private International Law, New York — London — Toronto (1943). — , American-Swiss P.I.L., New York (195S). Offenhaus, Gedenkboek B.W. 1838 -1938, h. 705. Overbeck, Alfred E. von, Essai sur la delimitation du domaine des conventions de droit international privé, a propos de l’arret de la cour internationale de Justice du 28 novembre dans l’affaire relative à L’application de la convention de 1902 pour régler la tuttle des minieurs, dalam ’’lus et Lex” , Festgabe Max Gutzwiller, Basel (1959), h. 325 dst. — , La neuvieme session de la conférence de la Haye de d.i.p. VIII NTIR (1961) li. 31 dst. p.h. 48 dst. Panhuys, Jonkheer H .I. van., La success on de l ’Indonésie aux accords internationaux conclus par les Uays-Bas avant l’Independance de l’Indonésie, Il NTIR (1955), h. 55 dst. Patchett, K., Some aspects of marriage and divorce in the West Indies ICLQ vol. 8 (1959), h. 632 dst. Philimore, Sir Robert, Commentaries upon private international law or comity, 4 djilid, tjet. ke-3, London, 1879 -1889. Philip, Allan, American-Danish P.I.L., New York (1957). Pillet, Antoine, Principes de d.i.p., h. 568 no. 316, Paris 1903. — , Traité^ pratique de droit international privé, 2 djilid, Grenoble, 1923 - 1924. Porte, André de la, Beschouwingen over Quasi-internationaal privaatrecht, T. 91 li. 1 dst. Praag L. van, Leon’s Rechtspraak, deel 11 , Afl. 2, 2° ged. Litteratuur en rechtspraak betreffende de niet in de tvet houdende Algemeene bepalingen opgcnoruen regelen van Intemationaal Privaat-, procès-, en faillisementsrecht, Leiden (1928). Prins, Prof. Mr W.F., Jurisprudentie inzake de wet op het Nederlanderschap en de toescheidingsovereenkomst, 4 HPS (1953), h. 37. Raape, Leo, Internationales Privatrecht, tjet. ke-4 Berlin (1955), tjet. ke-5 (1960). , Festschrift für Leo Raape zum 70 Geburtstag, Hamburg (1948). Rabel, Ernst, The conflict of laws, a comparative study, 4 djilid, djilid I 1945, tjet. ke-2 1958, djilid II 1947, djilid III 1950, djilid IV 1958, Chicago. , reotschnft für Ernst Rabel, Band I, Rechtsvergleichung und internationales Privat(1954) usgeseben von Hans Dölle, Max Rheinstein, Konrad Zweigert, Tübingen Rama Rao, Conflict of laws in India, 23 RabelsZ (1958), h. 259. Reese, Willis L.M., Contracts and the Restatement of Conflict of Laws, Second 9 ICLQ (1960), Okt., h. 531. Relink, Prof. Mr G.J., Conflictenrecht van de Nederlands-Indisclie Staat in Intemationaal rechtelijke zettmg, 115 Bijdragen tot de taal Land-en Volkenkunde, 1° Afl. h. 1. Ross, Alf, A textbook of international law, London (1947), h. 73 . Roth, Andreas, H., The minimum standard of international law applied to aliens, Leyden (1949) p. 162. Rothstein, Jean H , Tindjauan buku O. Bühler, Internationales Steuerrecht und Interna tionales 1 rivatrecht — Em systematischer Versuch, X L IX RCDIP (1960) h. 466 dst. Sack, Alexander N., Conflicts of laws in the history of English law, ’’Law : a century of progress” , New York (1937). Sasse Van Ysselt van, De Nederlandso Nationaliteitswetgeving critisch bezierï, 4 HPS, Djuni-Djuli 1953 h. 45.
272
! w r ° nl Syst^'n des heut‘gen Römischen Rechts, djilid 8 , Bor]in (1849) of S r '™ !hne> Pl"lvate International Law and the Retrospective Operation « , V \ r US f ’ ,a Trea,lse on the conflict of Laws, ed 2 , Edinburgh (1880) schaap, C.H., De buitenlanders in Indonésie, ’’Indonésie” X (1957). schacht, Joseph Islamic law in Contemporary states, AJCL (1959), h.133. bchuiLzer, Adolf F., Vergleichende Rechitslehre, 2 ° dr., 1961 (II). Scelle, George, Précis de droit des gens, Paris, Recuel Sirey (1932). ^chlesinger, Comparative Law ; Cases, Text materials (1959), tjet. ke-2 , Brooklyn, ^chiller, A .A ., Conflicts of laws in Indonesia, The Far Eastern Quarterly (1942), h. 43 . , Review article dari buku Allot, ’’Essays in African Law”, 4 Journal of African Law (1960), h. 175. Schnitzer, Adolf F., Handbuch des internationalen Privafcrechts, 2 djilid, djüid I, tjet. ke-4 (1957), djilid II, tjet. ke-4 (1958). — , Vergleichende Rechtslehre, Basel, 1945. Schmitthoff, Clive, A textbook of the English conflict of laws, tjet. ke-3 , London (1954). c îolten, ilet begrip comitas in liet internationaal privaatrecht van de Hollandse JuristenS '11 t?0, er zeventiende eeuw, Utrecht (1949). ei o lenveldem, Enteignung niederländischer Plantagen in Indonesia, Nachprufbarkeit — A r- ,.cutsche Gerichte, AW D (1959), Heft 5, Mei.
’
us indische nationalisierungsmassnahmen und ihre beurteilung durch Deutsche
Uerichto Zum Urteil des Hanseatischen Oberlandesgerichtes Bremen in Bremer • akïtreh> A W D (1959) Heft 12 , Des. berick, R., Bemerkungen zum marokkanischen Recht, FesschrifhGutzwiller, ”Ius et Lex” (1959), h. 395. M-A- Clarence, Eastern maiTiages in English law, I ICLQ (1952), h. 301 dst. oefcarno, Presiden, Tentang ’’Nation building”, amanat penegasan didepan sidang istimewa , „ . . „’Pernas 9-1-1960, lampiran D /I dalam „Manusia dan masjarakat baru Indonesia” ( civics ), Penerbitan Dept. P.P. dan K., Djakarta (1960), h. 388 dst. p.h. 401 dst. bolus, Henry, Traité de la condition des indigènes en droit privé, Paris (1927). Starke, J.G., An introduction to intemtional law (1947), h. 180. Story, J., Commentaries on the conflict of laws, 1834, tjet. ke-8, Boston 1883. Supomo, Prof. Dr Mr R,, Kedudukan hukum adat dikemudian hari, pidato Diës Gadjah-
Mada, Jogjakarta (1917). — , Undang2 Dasar Sementara R.I., tjet. ke-2, Djakarta Uanpn tahun). ung I Lang Piet, Mr, Tjita 2 kodifikasi dan unifikasi di Indonesia dan perbandingan hukum, H. dan M., Ill, h. 3 dst. îrtaainidjaja, Mr N., Tiga taraf perkembangan ilmu Hukum Antar-Golongan di Indonesia, I M I . p . (1 9 6 0 )> h 199 dgt^ omas, J.A.C., Private International law, London, 1955. Pengantar dalam Hukum Indonesia, tjet. ke-4 (1957), tjet. ke-5 (1959). a indas, Petros G., A plea for an international legal science, 8 ICLQ (1959), h .613 dst. Verstraete, M „ Les conflits de lois Belgo-Congolaise, XXXI RDIDC (1954)', h. 148 in i l’ ’ De rechtsvergleichende Tatbestände in internationalem Privatrecht (1953). _° en oven, Prof. Mr C. van, Exacte Rechtswetenschap, Leiden (1901). > et adatreclit van Nederlandsch-Indië, deel II, III, Leiden. , staatsrecht Overzee, Leiden (1934). „ , ries, de, Recent developments in the U.S. dim. 75 Recueil 1949 II, h. 210 . Wagener, Dr J.H., De verliouding tusschen het Nederlandsche en het Nederlandsch-Indische tv, , , Privaatrecht, disertasi, Leiden (1932). , Webb, P.R.H. and Brown, D.J.L., A casebook on the conflict of laws, London (1960). e r th e im
p r o f.
Mr
W _p
N e d e r la n d s c h e
in tern ation a al-p riva atrech telijk e
b e o e fe n m g
en
indië, T. 144/580. w ,m° Donald E., The national status of the Chinese in Indonesia, N.Y. (1961), h. 43. W ; >C ’ r T j ’ Nederlands interregionaal strafrecht, 63 T.v.S., (1954), h. 190. erI- de, Tindjauan buku Albert E. Ehrenzweig, Conflict of laws, 7 NTIR (1960), n. 76. Wirjong' Prodjodikoro, Azas-azas hukum perdata internasional, Djakarta (1952). , »oaj djual-beli internasional, H. 1953 no. 4-5, h. 3 dst.
273
Wolff, Martin, Private International Law, second edition, Oxford (1950). — , IPR Deutschlands — Martin Wolf, Das internationale Privatrecht Deutschlands, Berlin-Göltingen-Heidelberg (1954). — , Festschrift für Martin Wolff, Beitrage zum Zivilrecht und internationalen Privatrecht, herausgegeben von Ernst von Caemmerer, Walter Hallstein, F.A. Mann, Ludwig Reiser, Tübingen (1952). Wortley, B.A., The interaction of public and private international law today 85 Rec. (1954) I, h. 242. Yntema, Hessel, E., Les objectifs du d.i.p., RCDIP (1959), h. 1 dst. — , Die historischen Grundlagen des IPR, Festchrift-Rabel, h. 513 dst., versi Inggeris dalam 2 AJCL (1953), h. 297 dst. Zitelmann, Ernst, Internationales Privatrecht, 2 djilid, Leipzig, 1897 -1912.
274
daftar
nam a
d a n h a l -h a l
A.
Lihat djuga „karena djabatan”. 138. Amerika Serikat, hukum — , 48. — tentang kedewasaan, 57. — tentang pengertian domicilie. 79. — dan pluralisme hukum, 90, 164, 165. -------- kebebasan memilih, 209. 93, Amerika Latin, — tentang „place of Adoptation au tempernient incorporation”, 41. des nationaux, 73 Amsterdam, Adat-istiadat, 9 3’ 144. Anak 2 belum dewasa, Addams, Daivn, 133| 135( 31', 83, 109Pemeliharaan — , 142, 146, 152, , 137, 138, 159, 160. Administration de la justice, 93 Adoptip, kakak — , 3^ — dan domicile of choice, 266. — dan domicile by Adopsi anak asing. Lihat opération of law, 267. «pengangkatan anak asing.” Afghanistan, Anak diluar perkawinan tentang azas mengikuti 209 dan ibu Indonesia, 189. Afrika, lro Anak j m g diketemukan, 186, 193. Afrika Selatan, Anak luar kawin, 33, 105. tentang prinsip kewargaAnak tak mempunjai negaraan, gg 193. hubungan dengan ajak, , kebebasan memis, 208* Ancient Mystical Organization Agama, of Rosae Cruisers, 238. sebagai titikpertautan, 15. André de la Porte, termasuk prinsip personil, 19. — tentang H.A.G. sebagai U 1 . f 3 " warganegara, 175. quasi-internationaal AhJi bangsa asing, 257privaatrecht, 4. Akademi Dinas Hubungan Anekawarna hukum. Luar Negeri, 2 fi0 Lihat „pluralisme hukum”Akademi Pendidikan Aneka kewarganegaraan, 86, 90, 124. Djasmani, 39. Anglo Saxon, Akademis, J®' 4. — tentang kompetensi, Aktip’ ÀÎ -------- place of incorporation, 41. Akzessorrischer Anknüfung. -------- lex loci celebrationis, 45. Lihat „titik pertalian — dan segi terutonalitet, 67. accessoir” , -------- pengertian domicilie, 80. Al Qur’an, -------- kewarganegaraan, 101. 266. Animus semper manendi, A lb a S ““ I>Cnie,akan 48. Anknüpfungsbegriff, 17. — tentang kebebasan (Liliat djuga „titik m e m ilih , 9n„ pertalian”. Anknüpfungsmerkmal, 17. ‘ - ”dalam mLKiStllkkCn ; Umum’ Kaartsysteem, 1 (Lihat djuga „titik lembaga jang pertalian”. termasuk — , Anknüpfungspunkte, 17. /uimentatie, (Lihat djuga „titik — dalam Kaartsysteem, pertalian” ). bagi*1 — Jan® berlaku Anknüpfungspunkte aus der Gebietshoheitakibat pemutusan 5’ ^ Lihat prinsip territorial. T ^ P ^ w i u a i ,, 10. Anknüpfungspunkte aus ~ dalam H-A.G., Ï der Personalhoheit. Lihat „prinsip personil.” AUoÆ ' / “ 1- Anti-apatride. Lihat Apatride aÆ Hakum Afrik«. , I' 138. Anti-bipatride. Pf^or’ ’ 66, 67, Aanknopingspunt. Lihat „titik pertalian.” Ab intestato, 259 Abad pertengahan, 4 3. Abnormal, 153_ Adaptasi, 73 74
94.
2
275
Lihat Bipatride. Apatride,
Lihat tempat kediaman. 11. 39, Australia, 78, — tentang prinsip 168. 98, domicilie, 208. 1 8 7 , -------- kebebasan memilih, 38, 39. 231> Austria, 40. warganegara — , mentjegab — , 193, 194, — tentang pusat 202. 40administrasi, Apollinaris Coy Ltd., 13. 52. wilajah — , Application cumulative, 114. 91. hukum — , 53, Application distributive, 114, 115, 123. 53. hakim — , Aprioristischeanknüpfungen, 23. 57. — tentang kedewasaan, Arab, 3. 71. --------prinsip domicilie, warganegara — , 31--------prinsip kewarga anak — , 31. 71. negaraan, hukum —-, 43. — mempengaruhi Amerika orang — , 180. 70. Latin, Arbeidscontract, 12. (Lihat djuga „kontrak Autonomen kerdja” ). 49. Anknüpfungen, Azas — domicilie, Arbitrase (Lihat „prinsip domicilie — internasional, 51. dan „domicilie” ). Argentina, Azas hukum tentang prinsip 205. 213. kewarganegaraan, kewarganegaraan, 66. Azas keturunan. . ~ kebebasan memilih, 208. Lihat „ius sanguinis.” Aner, 7. Azas kewarganegaraan. Arkel, Mr. A.E., van, 25. Lihat „prinsip kewarArmenia, orang — 9 ganegaraan.” 26Arminjon, P., Azas mengikuti, 208Azas persamaan tentang hukuin dagang 'nternasional, Penghargaan, H4. 12. Azas reciprociteit, 261. ' Points de ratta chement, 17. B. ' Perintjian titik __ Pertalian primer, Badan hukum, 19. bendera dari kapal, 19. berkedudukan di ~ hypotheek, 52. Hongkong, 20. Abhängige Ankniip. tempat kedudukan — , 21, 40. fung, tempat — ditjiptakan, 41. 60. — lex fori, kewarganegaraan — > 57. 224. ■™nde, Erman, menurut hukuin Indonesia, 216, 257. — tentang hukum perdata . Djerman, 27. Badan Muatan Arthur, Indonesia, 254. 134. Asia, 169. Badan Penguasa Asser, Maritim, 247. ' ’ tentang komprimis Badan peradilan, 135, 221. Pnnsip kewarganegaraan Badan Pimpinan Umum . . « domicilie, 101, 170. Assuransi, 247. Assunilasi, 93, 94, 95. Badan Pimpinan Umum Assuransi, 13, 61Industri Alat Pengkiesrecht, 236. angkutan, 254. Atjara berperkara Badan Pimpinan Umum bebas beaja, 14. Maritim, 255. 25, 43. Badan Pimpinan Umum Minjak dan Gas Bumi, 255.
276
5, 40, 92, 176, 205, 243, 192,
6, 59, 95, 185, 213,
Badan Pimpinan Umum „Penghubung Udara, 254Badan Pimpinan Umum Pelabuhan, 255. Badan Pimpinan Umum Perusahaan Dagang Negara, 253. Badan Pimpinan Umum Perusahaan Kehutanan Negara, 247. Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara Pharmasi dan A lat Kesehatan, 253. Ba
93. 51. 106
42.
69.
—
negaraan, — • kom prom is prinsip kewarganegaraan dan, dom icilie, — — titik pertalian kumulatif,
72.
79. 98. 114 .
---------pemakaian distributif, 115 . — ■ — keputusan Cour de Cassation, 17-4-1953, 117.
--------- keputusan Cour de Cassation, 15-3-1955, 122. perkara Bisbal, 131, 132, 135, 138, ---------prinsip kewar ganegaraan, 163. Beale, — tentang vested rights, 67. --------- prinsip kewar ganegaraan, 69. Beban atas tanah, 52. 27. Behre, W .L., Belanda, hukum — , 36, 153, 42. perkebunan — , 52. bahasa — , — tentang kedewasaan, 57. ---------kewarganegaraan, 63. hilangnja kewarga 103. negaraan — , — — penggantian prinsip 104. domicilie — , 134, 142, warganegara — , 158Menteri Luar Negeri — , — menandatangani Konvensi Den Haag, 15-6-1955, 161, 162. 173. keradjaan — , — tentang azas 209. mengikuti, Belgia, — tentang prinsip 63. kewarganegaraan, — dan perdjandjian 97. Den Haag, — menandatangani Komvcnsi Den Haag 15-6-1955, 161, 162. 209. --------- azas mengikuti, 41, 42, Benda bergerak, 243. 41, 243. Benda tak bergerak, Bendera dari kapal, — sebagai titik 20. pertalian primer, — sebagai titik 38. pertalian' sekunder, 56. Bentuk perbuatan hukum, 51. Bentuk naskah, Bepaalde rechtshandeling. Lihat „perbuatan hukum tertentu.” 172, 174, Berdaulat, Berdjasa terhadap 199. Negara, 192. Berdiri atas dua perahu, 199. Berita Negara, 195. Berumur 5 tahun, 195. Berumur 18 tahun, 195. Berumur 21 tahun, 144, Beschermende opvoeding, 75. Bestendig,
133, 139-
217.
143.
60.
176-
277
Beukelaar, N j. Johana Tambora de, Bevolkingsgroep. LHliat „Golongan. Rakjat.” Bigamie, Biliton, Binatu, Bipatride,
mentjegah — ,
sebab lirnbulnja — , Birma, pengadilan — , — tentang kebebasan memilih, Bisbal, Boll, Arrest — , Boll, Johannes, Boll, Maria Elisabeth,
Bonn, E, — tentang dispensasi untuk menikah, Borum, — tentang prinsip kewarganegaraan, Braga, — tentang domicilie, kombinasi prinsip domicilie dan kewarganegaraan, Brakel, van — tentang kompetensi, — tentang aanknopingspunt, -------- keputusan HgH 29 10-1936, ---------lex fori, Brazilia, — tentang „place of incorporation”, ---------prinsip kewarga negaraan, hutang — , — tentang kebebasan memilih, Bronn, D.F.L., — tentang prinsip domicilie,
278
28.
25, 37. 242. 61, 95, 178, 188, 221, 189, 192, 204, 213,
113.
92, 166, 179, 189, 225, 180, 198, 211. 214.
48. 208. 130, 131, 138, 140,
Bulgaria, — tentang prinsip kewarganegaraan. ---------kebebasan memilih, Bumiputera, Burgerlijke Stand, Lihat Tjatatan Sipil.” 93, Bursa, 176, C. 187, 213, Cainbodja, — tentang kebebasan 229memilih. 191, 200, Canada, — tentang kebebasan memilih, Capacity, Carlier, Carltonclub, Carte de travail, 134, Carte de Séjour, Casablanca,
63. 208. 164.
43.
208-
208. 56. 214. 11. 137. 137. 117.
158, 159, Cassin, 97. — tentang domicilie, 161. 117. Cause célebre, 14, 145, 146, Cautio judicatum solví. 103, 148, 149, Caveant Cónsules, 152, 153, Centre of administration. Lihat „Pusat administrasi.” 156. 52. Cessie, 120. Chauvinisme, 6, Cheque, 35, 36. Cheshire, — tentang istilah 17. connecting factor, 108. -------- arti connecting 18. factor, 28. 22. -------- choice of law, -------- prinsip 65. kewarganegaraan, 170. -------- faedah kedua 69. prinsip, 3. 76, -------- domicilie of orgin, -------- kepastian 17. kewarganegaraan, 81, -------- prinsip domicilie, 35-------- domicilie suami, 137. 217, 224. Chetty, Verrappa, 24. Chili, — tentang prinsip 41. 70. kewarganegaraan, 208. -------kebebasan memilih, 66. Chin A Kim, 25. 147. Chin Teng Lan, 24208. Choice of jurisdiction, 3. 14, Choice of law, Chou En Lai, 179. 90. Cironstance de rattacliment,
141, 160, 142. 142, 147, 151, 155,
260, 105,
13.
100. 178. 162.
22.
(Lihat djuga „titik pertalia” ). Citoyen Français, 117. Code Napoleon, 91. Columbia, — tentang prinsip kewarganegaraan, 70. --------- prinsip domicilie, 70. --------- kebebasan memilih* 208. Comman law, 65, 168 Champcommunal, — tentang domicilie bersama, 125. Conflictsverhonding. Lihat Hubungan Pertemuan, 15. Conflictenrecht, 2. Conflictsverhonding. Lihat Hubungan Pertenunan, 15Conflicts of jurisdiction, 14. Connecting factor, 17, 23. (Lihat djuga „titik pertalian” ). Consentement mutuel, 117, 118. Consulaire rechtbanken, — tentang perwalian, 14. Continuance of domicile, 265. Cook, — tentang teori local law, 67. Copenhagen, 101. Corporation. Lihat „badan hukum” . Costa Rica, — tentang prinsip kewarganegaraan, 65. Cour d’Appel, 102, 131. Cour de Rabat, 119. Cour de Cassation, 82, 111, 112, 117, 119, 120, 121, 122, 123, 130, 131, 132, 133, 138, 139. Cranworth, — tentang permanent hone, 264. Criminal record, 197Criterio de collegamento, 17. (Lihat djuga titik pertalian). Cuba, — tentang place of incorporation, 41. — tentang kebebasan memilih, 208. Curatele, 56. Curator, X43> 144. D. Dagon, Declarer d’office,
208.
Lihat djuga „karena djabatan”, Defakto, tempat kediaman — , hidup terpisah — , keadaan hidup — , — takluk, — apatriden, Detik jang dilandjutkant, Delila, Dengan sedemikian banjak perkataan, Denmark, — tentang kedewasaan, prinsip kewarganegaraan, — kebebasan memilih, Derivative Anknüpfung, Devine Life Society, Devisen, Dewan Perantjang Nasional. Dewan Perlindungan Anak8, Dewan Perwakilan Rakjat, Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, ^ Dewan Perwakilan Rakjat Gotong-Rojong, Dewan Pertimbangan Tenaga, Diakui oleh orang asing, Dicey, — tentang choice of law, ---------vested riglits, ---------domicilie, Dinas militer, Dinas Negara, Dinas negara asing, Dinas tentara asing, Dinjatakan hliang, Diskriminasi,
20,
88.
30.
222. 220. 232, 234. 49. 208. 50,
51-
57.
66, 100. 208. 23. 238.
21. 237. 144, 145, 153, 154. 199, 203. 236. 236. 241. 202. 22. 67* 187» 238. 207. 203. • 203, 203. 201, 202, 203. 207.
Distributif, penggunaan hukum setjara — 11~ kegandjilan penggunaan — , 15. Djaminan, pemberian — , — pendidikan, — kredit, — objectip, Djandji setia, Djawatan Padjak, Djepang’ warganegara — f pedagang — , — tentang prinsip kewarganegaraan, — hukum Djerroan, — tentang kebebasan memilih,
153. 61. 185198* 203. 198. 19 44-
24
64. 75. 208.
279
Djerman, warganegara
kepastian — ,
’
orang — . suami-isteri . hukum. — 7 perempuan , — tentang pusat administrasi, pedagang — , — tentang titik pertalian kumulasi, _____ titik ppertalian alternatip, ---------titik pertalian pengganti,
_____ kedewasaan, — tentang prinsip kewarganegaraan, desertcur — , berbahasa — , — tentang kebebasan memilih, Dji Djin Sioe, Djokjakarta, Djual-beli, — antara 'W.N. Djerman dan W.N. Djepang. -------- W.N.I., — dan domicilie, —• dengan perusahaan asing, — antara sukubangsa, Doctrine of revival, Domicilie, — dalam Kaartsystem. — sebagai titik pertalian hukum — sang ajah, — sebagai titik pertalian primer, —• termasuk prinsip territorial, altematip dari — ■, — untuk pperseorang, — sebagai tambahan, — beginsel, — dan perwalian, — sebagai titik pertalian subsidiair, — sebagai titik pertalian tambahan, — termasuk Hauptankniipfung, perubahan — , — asal, — dan kesungguhan hidup,
280
7, 45. 25. 27, 27, 39.
19, 28, 52, 101. 29. 91,
97.
40. 51. 54. 56. 5957. 64, 97. 175.
72, 168.
208. 24. 173, 181.
19.
2239. 42. 43. 265, 267.
1. 5,
15.
20,
38.
20,
67,
37, 3939.
39.
6.
21. 21.
40. 61. 60, 76, 267.
62. 78,
76, 80, 125.
81,
— membantu kewarganegaraan.
181. 83, 99. 967.
— jang sama, — dan hukum sang Hakim, 88. — dan kepastian, 89, tidak mempunjai — . 92. — dan puralisme hukum • 90, — bersama. 120 , 123, 129, 133, 139. — pura", 139. — dan dwikewargaraan, 227, — dan apatriden, 232, arti-istilah — , 262, — Inggeris, 263, Domicile of choice. 99, 266. Domicile of origin, 76, 264,
Domicile by operation of law, Dordrecht, Dralle, Dr. Droit international prive commercial, (Liliat djuga „Hukum Dagang” ). Duell, Johny, Duurzaam,
Ecuador, — tentang prinsip kewarganegaraan, prinsip domicilie, warganegara — , pertjeraian di — , 68. hakim — , hukum — , tentang kebebasan memilili, Eenheid v.h. gezin, Eine engere Bindung, Effektive Staatsangehörigkeit, Ehrenhaftigkeit, Eksekusi, El Salvador, — tentang prinsip 80, domicilie, --------prinsip kewarganegaraan, --------kebebasan memilih, 95, Element de rattachement,
84,
95,
90,
95.
95. 121 , 124. 130, 135,
122 , 125, 131. 136.
228, 231235. 263. 263, 264, 99, 263, 265.
263, 267. 144, 145, 153. 52.
12. 11. 75.
65, 70. 70117. 118. 119. 121. 124. 288. 207.
222. 219. 32. 14.
70. 70. 208-
17.
(Lihat djuga „titik pertalian” ). Elements of introduction, (Lihat djuga „Titik pertalian” ). Emansipasi, Endossemeii, Lngel, Marieliso Emnia Ilelen, Eramasami Chettyar, Erene, Else, Erganzungsankniipfung. Lihat „Titik pertalian tambahan”. Erkenning. Lihat „Pengakuan anak”. Eropah-Konlinental. — dan segi personalitet, — tentang pengertian domicilie, --------- prinsip kewarganegaraan,
17.
84, 208. 42, 52. 39. 'K5. 27.
67,
68.
79168.
Ersatzankniipfung. Lihat „Subsidiair” . Est sortie (de sa famille) par le marriage. 37. Establissements Pastival, 13. Esprit de retour, 78. Etter, — tentang prinsip kewarganegaraan, 68. 69. _ ' prinsip domicilie, 68. Ethopia, tentang azas mengikuti. 209. Lva Dorothco Anina 39. Ex Officio, 131, 137, 138. Ljhat djug/i „karena djabatan”. Extra contract, titik pertalian sekunder sebagai — , 23. F.
Falconbridge, tentang connecting factor,
Familiejrecht, Federated Malay States,
Federatif, •— negara, Fehrenbach, Otto Luitpoed, Feodalisme, Ferrari, de,
1710. 9,
35.
90, 27, 41. 80, 111. 114, 117, 121,
91. 29.
Fictie, Ferid, Murad, — tentang effektive Staatsangehorigkei t, Finlandia, — tentang prinsip kewarganegaraan, -------- azas mengikuti, Fiscale zwervers, Flines, Mr. JJ., — tentang „caveant consules”, Fon T j in, Ford Motor Company of Canada Ltd., Ford Service, Form eines Rechtsgeschäftes, Forme d’une acte juridique, Formcel rechtelijk lex fori, Formule sumpah, Fort heureusement, Forum Shopping, Foster, — tentang prinsip kewarganegaraan, Francescakis, — tentang perkara Dame Masimo,
135, 139, 14C 47.
219, 220.
63, 100. 209. 92.
103, 105, 16424. 11. 11,
12, 48.
4«.
56. 56. 53. 190. 123. 132, 136, 138.
103.
132, 133, 138, 139, 140.
Francois, 192, 194. — tentang apatride, 237. Front Nasional, Frankenstein, — tentang primäre 22Anknüpfung, -------- prinsip kewarganegaraan, 68, 163. -------- segi psychologisch, 74, 219. -------- domicilie asal, -------- menentukan kewarganegaraan, 79. -------- domicilie statutaire, 98. -------- residence permanente, 98. -------- kombinasi prinsip kewarganegaraan dan 170. domicilie, G.
86, 112, 115, 118, 123,
110, 113, 116, 120, 128,
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Sementara, 246. Galstaum, A .A ., 26. Gantirugi, tuntutan — , 11, 48. Garam Rakjat, 240. Gee, Miss Vera Praed, 11.
281
Gemakzucht, General principles, Genua, „George Dralle Hamburg , Gerakan Pramuka, Gevestigd,
224, 266174. 111. 13. 238. 33, 177.
Gezad van Gewijsde. Lihat „Kekuatan Pasti”. Gijzeling. Lihat „penjenderaan”. Gleichberechtigung, 84. God Man, 143. Goldschmidt, — tentang juristischem Chauvinismus, 70. Gören, Heinrich, 39. Golongan Rakjat : bevolkingsgroep, — sebagai sebab tumbuhnja H.A-G., 4. — dalam suasana hukum nasional, 5. — sebagai titikpertautan, 15. -------- pembagian penduduk, 15. — dan kewarganegaraan, 19. — termasuk prinsip personil, 19. — Europa, 33, 163. — Indonesia, 165. — Timur Asing bukan Tionghoa, — sebagai fundamen hukum agraria, GradiasL, — pemakaianprinsip“, 73, 77,
Graveson, tentang connecting factor, perumusan .,connccting factor” 23. Groepsrecht, 165.
Groot, de — tentang apatriden & bipatriden, hubungan kulturil, ------- lex fori, verkregen rechten, cffectieve nationaliteit, Grundankniipfungen,
Gugatan, — orang asing, — konvensi, Guatamala, — tentang place of incorporation, ------- prinsip kewarganegaraan, Guardianship,
282
176. 220. 224. 226. 232, 235. 23. 3, 114, 17. 229.
41.
66. 159.
H. Habituai residence, Hadramauut, Haiti, — tentang prinsip kewarganegaraan, --------azas mengikuti. Hak ajah, Hak atas tanah, Hak dipilih, Hak expatriatie, Hak guna-bangunan, Hak guna-usaha, Hak2 jang diperoleh, Hak3 kebendaan, Hak kenegaraan, Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan, Hak memilih, Hak milik, Hak milik perindustrian, Hak oktroi, Hak opsi, Hak politis, Hak patent, Hak repudiasi, Hak tjap dagang, Hakim Asing, Hakim Eropah, 165. Hakim Hindia Belanda, Hakim Indonesia, 258. Hambro, — tentang menentukan kewarganegaraan, 80. Hamburg, Han Biauw Nio, 17, Hannover, Hasselt, N. van, — tentang kompetensi, Harta benda, — pewaris, — dalam keluarga, Harta bersama, Hasil bumi, Hatum, v. — tentang keputusan Hgl-I 13-7-1939, Hauptankniipfung, Haw Par Brothers, 137. Heinrich Gores, Hélène, Helmut, Jorn Detlef Peter Helmut, Hermann, Wiehelm, Hermansburg, Hibah, Hihup bersama, Hidup terpisah,
263, 266. 131. 65. 209. 148. 245, 236. 202, 21, 258. 226, 41. 236.
258. 227. 258. 227.
258. 236. 258. 52. 52. 181. 236. 52. 166, 180. 52. 1, 15. 15, 33.
1.
3,
15,
79. 52. 33. 39. 4. 5. 31. 25, 42.
13. 60. 13. 233. 134. 39. 27. 39. 43. 118. 138.
26.
53.
H india Belanda, Status warganegara di — , H o A H ian, H o A P ia n ", l i o T jo cn g K on, H oakiauw , Honduras, — tentang prinsip kewarganegaraan, — — kebebasan memilik, H ongkong, — tentang kedudukan badan hukum, pengadilan — , saudagar — , H oofdverblijf hebben, H oofdvrouw. Lihat „isteri utama” . H oogstraten, van, — tentang hukum domicilie, H otel Indonesia, H ouse of Lords, H ubungan antarnegara, H ubungan diplomatik. H ubungan extem , H ubungan hidup, H ubungan intern, H ubungan internasional, Hubungan kekeluargaan, Hubungan keturunan, Hubungan luar kawin, Hubungan orang tua-anak, H ubungan „pertem uan” , H ubungan politis, H ukum A d a t, — dan istilah „fam ilie recht” , — mempengaruhi H .A .G ., H ukum administratip, — dan Status orang asing, H ukum Antarnegara, H ukum Antargolongan, ■— tentang konpetensi, tim bulnja soal — , persetudjuan dalam — , kewarganegaraan dalam — , ketertiban umum dalam — , arti pilihan hukum dalam — , status dan kewenangan dalam ■— , hukum kekeluargaan dalam — , hukum harta benda perkawinan dalam — ,
hukum harta benda perdata dalam — , 12. hukum dagang dalam — , 13. hukum atjara, pembuktian dan eksekusi dalam — , 14. masalah cliusus dalam — , 15. Hukum Antar Tata Hukum, 108, perbedaan antara 8. kedua bagian — , 18. untuk mengetahui soal — , — intern, 1. 92. 1, extern, 92. 165. Hukum Antar Tempat, 53, Hukum asing, 6. — tidak diperlakukan, 54. stetsel — , 89. — dan hukum nasional, 163. pemakaian — , bahan untuk 164. mengetahui — , Hukum Atjara dan Pembuktian, — dalam Kaartsysteem, 2. karangan dan keputusan tentang — , 14. 94. — dalam H .A.G ., 14. 50. Hukum Atjara formil, 53. 18. Hukum bersama jang terachir, Lihat „Perundang“an jang terachir”. Hukum Dagang, 2. — dalam Kaartsysteem, karangan dan keputusan 12. tentang — , 13. — dalam H.A.G., Hukum dari tempat 26. baru, Hukum Eropah, — dan istilah 10. personenrecht, 165. Hukum golongan, 8, Hukum Harta Benda, 50, Hukum Harta Benda 82. anak5, Hukum Harta Benda Perdata, 2, — dalam Kaartsysteem, karangan2 dan 11. keputusan2 — , 12. — dalam H.A.G., Hukum Harta Benda Perkawinan, 2. — dalam Kaartsysteem, — akibat pemutusan 10. hubungan perkawinan, 25, — dan kewarganegaraan,
103, 10-1, 140, 177. 168. 37. 37. 57. 233, 234. 243.
65. 209. 44.
20. 48.
51. 167.
160. 50. 266. 231. 232. 4, 50. 67, 82, 4, 18, 6, 15, 181, 185. 101. 105. 82. 15. 231.
10. 16. 235. 174.
1. 4. 4.
6. 4.
8. 8. 10. 10. 11.
110, 125.
15,
91,
15,
91,
81,
83.
21, 90.
49,
11.
26.
283
__ dan domicilie, __ dan status personil, Hukum ikatan, Hukum intern, Hukum Islam, Hukum jang berlaku, — untuk alimentatie, — untuk perwalian anak’ — untuk warisan, — untuk perkawinan, — untuk status dan kewenangan, — untuk harta benda perkawinan, — untuk pembatalan perkawinan, — untuk pengakuan anak, — untuk perdjandjian, — untuk atjara formil, — untuk pertjeraian,
26, 82. 45. 21, 49, 90. 15, 162. 26. 5. 5, 31, 5, 7,
29, 32, 40. 24.
9. 25, 26. 32. 33. 45. 53. t/r 54.
Hukum jang harus dipergunakan Lihat „hukum jang berlaku”. Hukum jang melakukan pengakuan, 34. Hukum Kekeluargaan, dalam Kaartsysteem, 1. tulisan2 dan keputusan* tentang — , 10. pilihan hukum dalam — , 50. — dan perwalian, 141. Hukum Kenegaraan, 171, 260. Hukum kesatuan, 90. Hukum Kewarganegaraan, 171. Hukum lalu-lintas, 101. Hukum Nasional. untuk warisan, 37, 40, stetsel — , 54. untuk pertjeraian 54, 126, memperluas — , dan hukum asing, untuk kewenangan, dan perbedaan kewarganegaraan, dan perasaan hukum, — untuk status dan kewenangan, dipertautkan dengan suasana internasional, untuk perkawinan, Tiongkok, untuk harta benda dalam perkawinan, orang asing,
284
137. 70. 89. 107. 121, 122. 125. 79. 10. 24, 35, 25. 25. 28, 101,
— untuk pemeliharaan anak,
29, 150, 157, 31. — untuk kekeluargaan, — untuk pengakuan anak, 33, — untuk personeel statuut,
Hukum perdata, pilihan hukum dan — , perwalian bersifat — , perbedaan — , — antar golongan, — bagi orang asing,
— materiil, — form il,
31, 146. 151, 156, 158. 34.
34, 35, 59, 61, 130, 166. 154, 155. 164, 214. 165. 169, 235, 260. 260. 261.
Hukum Perdata Internasional, 112. tudjuan — , 171. faham luas tentang — , 8. Hukum Perdjandjian, Hukum Perselisihan, — mentjakup HPI 2. dan HAG, 40, Hukum personil,
58,
41, 57, 68, 115, 120, 121.
Hukum positip,
210, 218, 230, 232. 142, 160.
Hukum publik, pilihan hukum dan —, perlindungan anak bersifat —, 154, 155. 169, 235. — bagi orang asing, kewarganegaraan 218, 228. termasuk — , 49. Hukum sikorhan, 49. Hukum sipembuat, Hukum Warisan, — dalam Kaartsysteem, tulisan“ dan keputusan’ tentang — ,
— Tiongkok, Hungaria, W.N. — , — tentang kedewasaan, — tentang prinsip kewarganegaraan,
------ azas mengikuti, Huwelijks vorm. Lihat „perkawinan”. Hutang, Hijmans, — tentang kompentensi,
------- aanknopingspunt, --------dubbel domicilie,
------- domicilie, --------lex fori, --------virtuele nationaliteit,
Hypotheek,
2.
11. 37. 58. 57,
82.
64. 209.
55. 3. 17. 93. 97, 162. 217. 231, 233, 235. 52.
i.
242, 245.
Industrie
/ngireeien<% Ibu , persctu dju an — , Iceland, — tentang prinsip kew arganegaraan. Ikatan dengan R .I., Ik a ta n ja n g tererat, Ikatan personil, Ikatan teritorial. Ilm u H ukum , Ilm u Ilu k u m Negara, Ilm u P asti, Im igrasi, N egara — ,
Im m unity, . Indonesia, warganegara — ,
perairan — , hukum — ,
berbendera — , pedagang — , exportir — , Indonesia, perempuan — , wilajah — , 193, bertempat tinggal di — , berbahasa — , sed jarah — , Inggris, perusahaan — , pem ilik — , warganegara — , impor dari — , hukum — ,
37.
66, 100. 196. 222. 49, 151, 165. 49, 151. 43. 172. 80. 69. 94, 184. 3.
74, 93, 95, 165,
19, 20, 22, 24, 45, 163, 167, 179, 193. 20. 24, 31, 36, 38, 45, 46, 48, 246. 38. 44, 51. 48. 85. 196. 196, 204. 197, 198. 197, 198. 13. 19. 20, 22. 10,
"bahasa — , 51. — tentang titik pertalian altem atip, 56. ----------kedewasaan, 57, — — prinsip kewarga negaraan, 65. — pengertian domicilie. 79, berbahasa — , 175. ----------kebebasan memilih. 209. Indarang, 30. Indevitra, 48. India, orang — , 12, polygam i di — , 100. — tentang prinsip domicilie, 168. Indisch Tijdschrift v.li. Recht , 1,
39, 136. 22, 35, 52, 137.
82.
99.
\<W.
Instalasi pembangkitan tenaga, Intercontinental Hotei Corporation, 50. Intergentiele openb are orde, — berlainan dari ketertiban umum dalam HPL, 8. Interlocaal recht, 165. Internasional, hubungan dagang — , 44. Intern-nasional, 6, 15, 149. Intervensi, 261. Irak, — tentang azas mengikuti, 209. Iran, — tentang prinsip kewarganegaraan, 64. --------- azas mengikuti, 209. Irian Barat, 180. Irlandia, — tentang kebebasan memilih, 208. Israel, 207. — tentang kedewasaan, 57. kebebasan memilih, 209. Isteri utama, 25. Italia, — tentang pusat administrasi, 40. gelanggang dagang di —-, 43. 57. — tentang kedewasaan, prinsip kewarga 63, 72, 168. negaraan, 60. pria — 110, 111, 128. warganegara — , 130, 136. hukum — , 112, 113, 114, 115, 126, 128, 137. 129. suami — 129. 209. --------- azas mengikuti, lus sanguinis. 86, 166, 167, 177, 178, 181, 182, 183, 184, 185, 214, 225. 86, 166, 167, lus soli. 177, 178, 181, 183, 184, 185, 214, 225.
J. 48.
3.
Jahwe, Jamada, Fuinit", Jitta, — tentang kompetensi.
208. 24. 4.
285 Hukum Perdata Internasional Indonesia —
19
__ perubahan kewarga negaraan, — — menentukan kewarga 79. negaraan, — — prinsip domicilie, 81. JUf!le n t a n g kebebasan hukum nasional 209. niemilih89, 220. sang hakim. 134. Julia, Kehendak para pihak, Junani. . Lihai ,.maksud para pihak’ — tentang prinsip 1 3 , 4 4 . Kehidupan ekonomi, 64. kewarganegaraan, ^ 260. Kehidupan social, 209. _. __azas mengikuti, Kehilangan kewarga 172. J u r id is c h e n a tio n a lite it, 191, 200. 202 negaraan R.L, J u r is tis c h e n C h a u v in ism u s 70, 113, 116 Kehilangan kewarga ju r i s d i s c h c lia u v in is m e , 124, 170. negaraan asal. 1 9 0 . 170. Kekuasaan asing, 190. J u s tit ia b e le n , Kekuatan pasti ; K. gezag van gewijsde, — dalam Kaartsysteem. 2. K a a r t r e g is te r , 1, 39 56, 58 Kemampuan, 1, 9. Kaartsysteni, 81, 82. Kahn, Kemerdekaan, 172, 173. __ tentang prionlet kewarKenjataan sosial. 07, 94. 221. ganegaraan sendiri, Kepastian absoluut. 80. 14-4. Kantonrecliter, Kepastian hukum, 37, 80, 90, 41. Kapitalisme, 164, 195, 226. Karena djabatan, 131, 137, 138 Kepentingan anak. 29, 30. 39 140. Kepentingan hidup, 77. 73. Karja, Kepentingan negara, 69. 199. 131. Kasasi. Kepentingan pribadi, 71, 83. Kaulanegara Belanda, , 9 25, 27 (perseorangan) 28, 31, 35, 83, 155. 37, 105, 166, Kepentingan umum, 113. 167, 177, 180, Kepentingan warganegara. Kepribadian bangsa, 75. 214., 221. 238. Kepribadian Nasional. (Lihat djuga „Nederlandse Keradjaan Inggeris, Onderdanen” ). — dan pluralime hukum. 90. Kawai, Hien Djien, 33. Kesatuan hukum Kawai, Hien Lien, 33. dalam keluarga, 196, 197, 199, Kawai, Hien Siang, 33. 207, 210, 211. Kawai, Hisayo 33, 34, Kesetiaan bulat, 192. Kebebasan memilih. 208. Kessler, Louise, 25. Kebiasaan, 81, 93. Ketertiban umum ; Kebiasaan internasional. 174, 175. openbare orde, Kebutuhan hukum, 102, 158. — dalam Kaartsysteem. 1, 15. Kedaulatan, 176, 177. art i — , 6. Kedewasaan, 57, 109, 214. penggunaan — , 7, 53, 205. Kediaman defakto, — dalam H.A.G., 8. — untuk perseorangan, 21. — dan pengakuan anak Kedjahatan, 197. 34. dalam perzinaan, Kedudukan isteri, 206. —■ Perantjis, 119, 131, 138. Kedudukan merek, 52. — Swedia, 147-, 148, 149, Kegel, 158. — tentang ankniipfung. kewarganegaraan spunkte, 17. bersifat — , 218. — — prinsip kewarga Ketidakpastian hukum. 224, 229. negaraan, 69, 163. Keturunan asing, 180. - juristischem Kewarganegaraan, ehauvinimus, 70. — dalam Kaartsysteem,
_ _ _ _ recht v.d. erkennende 34. ouder, 13. John Dewar & Sons,
236
sebagai tItik. — isteri, pertalian, 4. 15. — tidak diketahui, - dalam H.A.G., 4. Kewenangan, - sebagai sebab — dalam Kaartsysteem, tinibulnja llP l.. 5, 19, 24. tulisan dan keputusan - - dalam tingkat hubungan tentang — , internasional, 5. hukum jang berlaku - sebagai pembatasan bagi — , — dalam H.A.G., keunggautaan, 15. — berbeda dengan dan golongan rakjat. 19. status, - termasuk prinsip personil. 9. 67. — dan hukum nasional, bendera dari kapal — bertindak, sebagai — , 19. Kiesvrijheid, (Lihat djuga - untuk perseorangan. 21. pilihan hukum” ), - sebagai titik pertalian pembatasan — , sekunder, 24, 29, 30, 31. 32, 33. Kitab Sutji, 34, 35, 37, Klein, — tentang pcrsoneel 218, 220. statuut, - termasuk Hauptankniipfung, 60, 62. 171. Kleintjef, — tentang ps. 163 I.S., - dan perasaan hukum. 73, 95. - dan sifat permanent, 75, 77, 80, Ko Swan Sik, — tentang menentukan 95. kewarganegaraan, - dan kepastian. 77, 79, 95. -------- anggauta negara, perubuhan — , 78. -------- uniformitet, ikatan — , 110. -------- dwikewarganegaraan, sifat — , 218. -------- lex fori, - jang effektip, 222, 224, 228, -------- sifat kewarga230, 231. negaraan, - jang aktip, 223. 230, 231. — — keadaan hidup - dan kemampuan defakto, bertindak, 24. - dan hukum perkawinan. 24, 110. 121, Kolisi negative, Kolisi positip, 141. Kollewijn, - dan hukum harta benda — tentang rationale dalam perkawinan. 25. zelfgenoegzaamheid, - dan marital beslag, 25. - dan perwalian, 27, 29, 30. -------- titik pertalian kumulatif, 150, 151, 156. _____ kimflikt kedaulatan, - dan hukum -------- prinsip kewargakekeluargaan, 31. negaraan, - dan pembatalan __ — domicilie bersama, perkawinan, 32. - dan pewarisan, 37, 38. _____ perkara Boll. - badan hukum, 57. - dipakai setjara k u m u la tip ,
- dan azas hkuum lex fori, - jang diperoleh lebih dahulu, - jang diperoleh paling acliir, - jang lebih, meng untungkan, - daripada forum, - jang „virtueel” , fi —, - bersama,
225, 231.
225, 231. 226, 231. 227, 231, 234. 229. 230. 230, 231, 235. 236, 244. 127.
206. 5, 185. 1,
15.
9. 9, 10.
24.
101. 107. 109.
3207.
10. 37.
79. 172. 176. 187, 188. 217. 218. 222. 213. 213. 113. H4116. H7125, 126, 129, 141. 144, 149, 151, 154, 155, 156. 157, 158.
— tentang keputusan RvJ. Padang 5-10-1933, _____ pemakaian ps. 3 A.B., 28. —-----„gevestigd”, 33. _ __ recht v.d. erkennende ouder, 34. -------- keputusan RvJ. Medan 53-1926. 42, -------- rechtskeuze, 49. -------- mensatukan prinsip kewarganegaraan dan domicilie, 102.
51.
287
— antara W .N . — R.R.T. dan W.N.I., 19. 174. Konvensi internasional, Korea Selatan, " " Himtia M a n d a ! ‘ 108, 163. — tentang azas P em bah asan . dalam bagtan 209. mengikuti. Umum” K a a r ts y s te e m , 239. Korps diplomatik, ’ tentang keputusan RvJ. 239. Korps konsuler, ' MedantS- 20-11-1931, 3 Kort gcding, _ — warisan, Lihat „atjara sidang kilat,” __ keputusan KvJ. Djakarta 18-7-1934, 5. Kosters, 3. — tentang kompetensi, — tentang keputusan per-------- recht v.d. erkennende kawinan orang Djerman, 7, 8. _________ keputusan RvJ 34. under, Djakarta 22-1-1936, 8. 217. ---------lex fori. __ __ . in te r g e n tie le ---------kewarganegaraan jang open ba re orde, 8. menguntungkan, 229. _____ keputusan RvJ. ---------prinsip domicilie Padang 5-10-1933, 10. untuk apatride. 233. ______ H
"
domicilier P
1
103' 10 k
Konkurensi tidak sjah, Konkurensi tjurang, Konpeirensi Den Haag, Konperensi Den Haag ke-VII, Konperensi Den Haag ke-8, Konperensi Den Haag ke-IX, Konperensi Kodifikasi 1930 Den Haag, Konperensi Medja Bundar, Kontak pertama, titik pertalian primer sebagai — , Kontrak dagang, Kontrak kerdja, — termasuk hukum harta benda perdata,
288
4 ¡j 7. 161. 99, 159, 161 208, 216. 173 , 173
23. 56.
11 .
L. La volonte des parties, Laatste gemeenschappelijke wetgeving. Lihat „Perundang2an terachir.” laapln, Laporan palsu, Lapradelle, — ■ tentang kompetensi, ---------domicilie, Larangan pengasingan tanah, Lauterpacht, — tentang perkara Boll,
139.
48. 48. 4. 92. 258. 149.
---------rival guardianship, --------- anggauta negara, Law Sioe Tjin, Leclerq, Leflar, — tentang domicilie, Lcgaat, Legal person. Lihat „badan hukum”. Legal seat. Lihat „tempat kedudukan"' Lemaire, Pembahasan — dalam bagian „Umum Kaartsysteem, —• tentang intergentiele openbare orde, —- — personeel statuut. --------- keputusan HgH. 10-1-1925, — — penundjukan kriub.i renvoi, ---------aanknopingspunt, ---------arti titik pertalian. ---------arti titik pertalian primer, — — „extra contact” . — — keputusan HgH 2 9 -1 0 -1 9 3 6 ,
---------prinsip domicilie, —---kreupele rechtsverhouding, --------- sifat HP, ---------personengebied. L’éducation protectrice, Lembaga Persahabatan Antar Bangsa, Lerebours, — tentang domicilie, --------- faedah sistim. domicilie, — — titik pertalian kumulatif, ---------pemakaian dis tributif, --------- pemakaian prinsip domicilie oleh Perantjis, ---------fort heureusement. Lewald, — tentang kumulasi, Lewandowski,
Lex fori,
Lex loci actus, — sebagai titik taut penentu,
155. 172. 36. 107. 92. 56.
2. 8. 10. 10. i ;
14, 17. 13.
20.
17.
23. 35. 108,
1 6 3 .
1 3 4 . 1 7 2 .
164. 1 -1 4 ,
153.
237. 96. 71. 114.
115.
122. 123. 55.
122, 123, 129 130, 131, 139, 140. 53, 115, 116, 121 , 122, 164, 215, 216, 224, 232, 235.
perkembangan — Lex loci celebrationis, — sebagai titik taut penentu, Lex loci contractus, — pada waktu sekarang. — sebagai titik per talian sekunder, — sebagai titik per talian alternatip, — sebagai titik per talian pengganti, Lex loci executionis, — sebagai titik per talian sekunder, Lex loci solutionis, — sebagai titik per talian sekunder, -------- titik pertalian kumulatip, Lex rei sitae, Lex originis, lex loci actus sebagai — , Libanon, — tentang kedewasaan, -------- azas mengikuti, „Libby, McNeill & Libby,” Liechtenstein, — tentang prinsip kewarganegaraan, -------- azas mengikuti, Lie Sam Tjin, Liesendahl, Richard, Lyon, Likwidasi, Lim Piang Boen, L’industrie du divorce, Lindwall, Enut, Lindwall, Gerd Elisabeth, Lingkungan kuasa,
42, 45, 49.
'15. 44. 42, 57. 60.
45,
45, 89. 55. 41, 43. 57. 209. 13.
64. 209. 42. 25.
111. 13. 37. 133. 143, 144. 142.
— soal2,
— sesuatu selsel hukum, — territorial, — hukum setempat, Lingkungan-hukum-adat, Lioe Ka Djoen, Lioe Soe Tjhe, Liong A Khay, Localizator, (Lihat djuga „titik pertalian” ). Loci delicti, Logemann,
2 3 .
168. 150. 164, 165. 42. 42. 25.
17. 49.
289
— tentans keputusun H g H .,
2 3 -6 -1 9 3 2 ,
—. — pengertian ingezetene, -------- dwikewarganegaraan, —. — „gevestigd”, --------organisasi kekuasaan, --------larangan peng asingan tanah, Loi du domicile, (Lihat djuga „domicilie” ). London, Lorenzen, — tentang connecting factor, -------- teori local law, Lotharingen, Elsas, Louis Zecha, Loussuarn, — tentang titik per talian kumulatif, -------- pemakaian
9.
14. 23. 33, 167. 172. 258. 120, 121.
--------anggauta negara, --------menentukan warganegara, --------kolisi positip dan negatip, --------lex fori, --------nationalité active, Maksud kehendak para pihak,
175. 2 1 3 . 2 1 6 ,
2 1 9 .
2 2 3 .
42, 45, 52. 47. 50. 51.
— jang fictief, tjara mengutarakan — , keraguan tentang — , Malaya, warganegara — , 20. 17. — tentang prinsip 67. domicilie, 168. 97. Mancini, 52. — adaptation au tempcrnicnt des nationaux, 73. Maricar, Sjechmaidin 1M. Radjamaidin, Kither Mohamad, 48. distributif, 115. Marielise Emma -------- pemakaian prinsip Helen Engel, 233. domicilie oleh Marital beslag, 25, Perantjis, 122. Marokko, 117, --------fort heureusement, 123. Martabat wanita, 208. Luxembourg, Masalah3 chusus — tentang prinsip — dalam Kaartsystcem. 14. kewarganegaraan, 63. karangan dan kepumenandatangani Konvensi tusan tentang — , 14. Den Haag, 15-6-1955, 161, 162. — dalam H.A.G., 15. Masimo 133, 135, kebebasan memilih, 209. 139, 140. M. Mata pentjabarian tetap, 198. Madjalali „Hukum”, Mata uang jang sebagai pengganti dari ditentukan, 51. Iijdschrift v.h. recht, Maury, 1. Madjelis Pendidikan — tentang points de Nasional, 237 rattachement, 17. Madjelis Permusjawaratan Meijers, K-r i- ft Sementara, 237. — tentang domicile. Madjelis Pimpinan Iladji, 237. of origin, 76, Mahkamah Agung Melajani dua Tuan, 187. Internasional, ] ¡2 ] j - 149, Melakukan hubungan IIP!., 40. 150’ 15L 154, Melawan hukum, 48. 155, 156, 157, Melepas uang, 46. Melepaskan kewarga negaraan R.I., 193, K - ’3!’ Agung Swedia, 144-! 16° ’ Mahkamah Peradilan Melepaskan kewarga Tertinggi, jj, negaraan R.R.T., 191. Mahkamah Tertinggi Memperoleh kewarga Administratip, 145. negaraan lain, 191, 200, ,,Maison la Gaieté,” 11. Memperoleh kewarga Makarov, negaraan R.I., 189, 194, tentang menentukan 200 kewarganegaraan, 79. Memperoleh status ius soli dan sanguinis, 86. sang ajab, 193. 13.
.
290
49,
26. 119.
136,
100.
194.
201. 195
M enanggalkan kewarganegaraan lain, M enentukan hukum, Lihat „titik pertalian sekunder.” M enentukan nasib sendiri, M engikuti status suami.
— — domicilie, Muatan Kapal Laut, Mulder, — tentang kompetensi, Multipatride,
190, 2 0 i .
210. 193,
1 9 6 ,
192.
193, 209. 259. 239. 211 1!Î3. 201 203,
,
211.
M enteri Muda Perindustrian 212 . Rak j at, 259. M enteri P .P . dan K .. 217. M enteri Pelajaran, 239. M enteri Perburuhan, 211 . M enteri Perdagangan, 216. M enteri Perhubungan, 241, M en t«ri Perindustrian, 259. M enteri Pertanian, M cntjiptakan hubungan HIM. Lihat titik pertalian primer. Menundukan diri kepada ■13. hukum jang berlaku. 5 6 , M ercantile contract, 13. M erek tjap dagang, M exico, — tentang prinsip 6 5 , kewarganegaraan, 70. — — prinsip domicilie, 82. — — kedewasaan, M ilik perindustrian, — termasuk hukum haila11. benda perdata, 1 3 . Mineraalwater, 257. M in ja k bumi, 257. M injak gas, M ittelpunkt der 216, Lebensverhaltnissen, 41. M obilia personam sequuntur 102. M odus vivendi, 17. M om enti di collegamento, (L ihat djuga „titik pertalian” ). M onaco, — tentang prinsip 63. kewarganegaraan, Montenegro, — tentang prinsip 64. kewarganegaraan, „M oral Rearmament,” 238. Morris, — tentang „choice of law” . 22.
N. Naomi, Nasionalisme,
.
92, 95, 176, 178, 187, 213.
207,
2 1 0 . 212 . M engusir, M enim bulkan hubungan 111M. Lihat „titik pertalian prim er.” M enjalakan keterangan. M enteri Agraria, M enteri Keamanan Nasional. M enteri Kehakiman,
92.
2 - 10.
Nation building, Nation zelfgenoegzaamheid, Nationalité active, Nationalitet, Liliat „kewarganegaraan.” Nationaliteitsbeginsel. Liliat „prinsip kewarga negaraan”. N ational iteitsrecht, Nationaliteitsroes, Naturalisasi,
2 4 2 .
207. 124, 125, 168 169, 182, 183, 184. 174, 187. 113. 223
171, 158. 128, 181, 195, 209.
187. 132, 180, 193, 194, 199.
— dipermudah, Navenna Lena Rawana Mana, 46. 4 3 . Nazar, Nederbrugh, — tentang quasin a tional it e it ,
70.
2 1 9 .
Nedexlandse Onderdanen, (Lihat djuga „kaula negara Belanda )• Negara, — jang berdaulat, — asal, — nasional, Nevenhuwelijk, Niboyet, — tentang kompetensi. faedaih sistim domicilie, ---------domicil ie,
3. 93. 183. 25. 4 .
71. 92,
94,
96,
162. 125.
---------domicilie bersama, Nicaragua, — tentang prinsip 66. kewarganegaraan, Niederer, — tentang punto di 17. collegamento, ---------subordinierter 23. Anknüpfung, 55. --------- kumulasi, ---------subsidiaire Anküpfung, 58. ---------abhängige Anknüpfung, 60. ---------akzersorischer
291
Anknüpfung, ---------prinsip domicilie, ---------prinsip kewarga negaraan, ---------kepastian domicilie, ---------penggantian prinsip, ---------lex fori, Noda anggauta keluarga, Notaris, Nörkopping,
61. 63,
81, 162.
69. 89. 96.
220. 32. 38. 142, 143, 144 145.
Norwegia, maskapai perkapalan — , 43. pengadilan — , 48. — tentang prinsip kewarganegaraan, 66, 100. kebebasan memilih, 209. Nussbaum, tentang hukum dagang internasional, ° 12. connecting factor, 17. prinsip kewarga negaraan, 65. domicile of origin, 76. -------- apatride, 78. -------- domicilie, 92,
Ongkos perkara, Onreckmatige dood. Lihat „perbuatan melanggar hukum”. Onteigening, Openbare orde. Lihat „ketertiban umum”. Openbare kooporouw, Oppenheim, — tentang apatride, Opsi, Opzeg, Orang asing, — Tionghoa, — Arab, gugatan — , sitaan — , status personil — , adaptasi assimilasi — berdomicilie di Inggeris, — berdomicilie di Perantjis, — di Indonesia, status — , pengawasan — , pekerdjaan bagi — ,
292
192. 209. 96, W, 164,
11. 14. 14. 28, 93.
100. 129, 133, 166. 235. 238. 239.
257. 258. 259. 261.
266. 267. 5, 9, 36. 186.
31, 10,
polyganü di — , — tentang prinsip domicilie, Palisemen, Pana La na Tina Ramasami, Panama, kapal berbendera — , — tentang prinsip kewarganegaraan. Pandangan hukum, 97, 158. Pandangan sosial, Panitya Istilah Hukum, 11, 37, — tentang istilah titik taut pembeda, Paraguay, — tentang prinsip kewarganegaraan, 30. Paris, Partai, Parteiinteresse, Party-autonomie, pembatasan — , 130, 131, (Lihat djuga 135, 136. „pilihan ‘hukum” ). Pasaran, Paspor asing, Passief kicsrecht, Passip,
33. 35,
81. 172. 172. 2, 23. 145. 30,
19.
33,
133. 92. 245.
Pakistan,
H . 260, 261.
24.
240. 244, 215.
P. Pabrik tjerai jang besar, Padjak, — dobel,
20.
2 0 6 .
— tidak diketahui, Ordnungsinteresse, Organisasi kekuasaan, Organisasi tertentu, Organischen zusamenhanghörigkeit, Originäreanknüpfungen, Ostergötland, Ouderlijke macht,
97.
O. Ong Chiauw Klieng,
usaha dagang — , modal — , pimpinan Perusahaan Negara bagi — , hak atas tana bagi — , pengadjaran bagi — , — bukan penduduk, Orang dibawah curatele, — dan domicile of choice, — dan domicile by operation of law Orang tua, persetudjuan — ,
100. 168. 24. 46.
19. 65. 93. 81.
19.
66. 13, 134. 237. 81.
8. 4 3 .
191, 192. 236. 180.
34.
Penundj ukan-kembalL 207. Lihat „Renvoi”. 179. 104, 105, 108 Penundukan dianggap, 9. 132, 141, 164. Penundukan sukarela, 9. 242. Pemangkas rambut, 9, 35. Perak, 93. Pembagian Administrasi, 39, 96. Perang dunia, Pembagian penduduk, Perantjis, golongan rakjat sebagai — , 15. 19, 110, 111 warganegara — , Pembatasan keanggautaan. 112, 116, 118, kewarganegaraan 120, 121, 123, 15. sebagai — , 124, 129, 139. 45. Pembangunan, — tentang prinsip 241. Pembatasan Perusahaan, 40. administrasi, 238. Pembelaan Negara, 42. perusahaan — , Pembinaan hukum nasional. 141. 57. -------- kedewasaan, 45. Pemborongan, -------- prinsip kewarga 73. Pembuat undang2, negaraan, 63, 72, 94, 257. Pemakaian tenaga ahli. 132, 168. Pemeliharaan, 82. penagih — , 29, 30 — anak3 belum dewasa, wanita — , 86, 97, 122, Pemilihan untuk 124. 203. negara asing, — dan Perdjandjian 11. Pemimpin3 orkes, 97. Den Haag, 42. Pemindjaman uang, hukum — , 111, 112, 115, 38. Pemuatan barang, 116, 122, 123, 9, 20, 35. Penang, 130, 133, 135. 52. Pendaftaran tanah, hakim — , 112, 113, 115. Pendidikan Ahli — menandatangani Konvensi 260. Ilmu Djiwa, 161, 162. Den Haag, 156-1955, 144, 145, 146, Pendidikan-pcrlindungan, — tentang azas mengikuti, 209. 149. 73, 88, 125, Perasaan hukum, Pendjara, 134, 170. dihukum — , 32. 143. Perbedaan kepentingan. 169. Pendjadjahan, Perbedaan kewarga 3, 198, 204 Pengadilan Negeri, 127, 129, 140, negaraan, Pengakuan anak, 211, 212. hukum untuk — , 33. 84, 88, 95, — antara suami-isteri, — asing, 202. 99, 123, 125. — karena perkawinan 85, 86, 88, -------- orang tua dan anak, susulart, 265. 96, 99. Pengakuan kedaulatan, 236, 239. — dan prinsip kewarga Pengambilan Penguasaan, 2'13. 113, 116, 121, negaraan, Pengangkutan, 38. 122, 123. Penggabungan, 261. Perbuatan hukum Penggelapan, 48. 9. tertentu, Penggilingan padi, 240. Penguasa, 155. Perbuatan melanggar hukum, Penguasa Perang Pusat, 247. — termasuk hukum havtaPengusaha asing, 11, 12. 244. benda perdata, Penghasilan, 198. tempat — , Peniruan pertjetakan, 12. — dan kompetensi hakim. 49. Penjenderaan, 24, 261. 54, 55. — dan kumulasi, Penjosohan beras. 240. 80, 132, 195 Perbuatan pura" Pentjatatan hak, 52. 127, 201. Perbuatan sebelah pihak. Pentjabutan kewarga 242. negaraan, 204. 205, 206, Perdagangan besar, 231. Perdagangan inter 43. Pentjabutan hak milik, 206. nasional. Penuntut umum, Perdjandjian tentang — Swedia, 145. 210. perkawinan, Patriotik, Peking, Pelaksana hukum,
293
Perdj inaan,
25, 27, 28, 30, 134. 135. 33, 113.
tulisan3 dan keputusan'J tentang — , Persetudjuan kedua pihak (bersama), Persetudjuan bilateral.
6.
anak dari — , 117, 121 . Perempuan asing kawin 189, 191, 201 . 193, 199. dengan prija R.I. 212 . Perempuan R.I. kawin 10 , 172. Personenrecht, 211, 215. dengan prija Belanda, Pertambangan bahan’ Perempuan R.I. kawin 257. galian, dengen prija Amerika Pertambangan timah Serikat, 211. 257. „belitung” , Perempuan R.I. kawin 44. Pertautan funksionil, dengan prija asing, 194, 210. 88 . Pertjektjokan, Perempuan dalam perkawinan, 27, 28, 29, Pertjeraian, — dan domicile 30, 31, 39, of choice, 260 . 54, 59, 82, — dan domicile by 86 , 88 , 101 , operation oflaw, 267. 109, 110 , 111 . Perkara perdata, 14. 114, 115, 117, Perkawinan, 118, 121 , 122 , 'hukum jang berlaku 123, 126, 128, untuk — , 7. 129, 130, 131, sendi" azas hukum — , 7. 137, 141. antara W .N.I. dan Peru, W .N. Perantjis, 19. antara W .N. Swis. 31. — tentang place of 41. pembatalan — , 32, 57 . incorporation, sjarat2 — , 34, 36, ------ — prinsip kewargabentuk — , 37 . 66 , 70. negaraan, 70. tempat — dilangsungkan, 45 . ---------prinsip domicilie, 127, 196. — sebagai peristiwa jang Perubahan status, penting, 101 . Perundang'an bersama — dan tidak hidup 126, 123. terachir, bersama, 245. 110 , 111 . Perusahaan air minum, — dalam perdjandjian 42. Perusahaan asing, Den Haag 1902. 245. 158. Perusahaan irigasi, 245. — tjampuran, 24, 97, 190, Perusahaan kereta api, 242, 244. 199, 208, 209 Perusahaan ketjil, 243. — internasional, Perusahaan milik Belanda, 85. 253. Perkumpulan, 172 . P.N. „Aneka Bhakti” . P.N. „Angkatan Air dan Perlindungan negara, 187, 192. Permanen, 75 . 255. Dok Semarang” , Permanent residence, 266. P.N. „Angkutan Air 255. Permufakatan kedua Ekadjaja”, pihak, 119. 256. P.N. „Asam Aarang” , Peristiwa hukum, 19 > 44, 101. P-N. „Bangka” , 254. Perpisahan medja dan P.N. „Bhineka Kina dan temppat tidur, H , ]26. 254. Farma”, — tjara Italy, m . 256. P N. „Blabak” , Persamaan hak, 84. 253. P.N. „Bio Farma” , Perserikatan Usaha Dagang 253. P.N. „Budi Bhakti” , untuk Barang Sedjenis, 246. 254. P.N. „Bukit Asam” , Persetudjuan isteri, 1% . 253. P.N. „Djaja Bhakti” , Persia, P.N. „Dok dan Perkapalan hukum — , 26 255. Surabaja” , W .N . — , 26. P.N. „Dok Kapal TanPersil, 255. djong Priok”, Persetudj uan2, 253. P.N. „Fadjar Bhakti” , — dalam Kaartsysteem, 1. 256. P.N. „Gaja Motor” , — sebagai sumber hukum, 6, 15. P.N. „Garuda Indonesian — dalam H.A.G., 6. 254. Airways”,
294
P.N. „Ilutania Karya” , 252. P.N. „Industri Karet” , 256. P.N. „Industri Kimia” , 256, P.N. „Industri Minjak Nobati” , 256. P.N. „Industri Perkapalan dan Perusahaan Angkutan” , 256. P.N. „Intirub” , 256. P .N . „Kasa Husada” , 253. P.N. „Kumala Karya” , 252. P.N. „Nakula Farina” , 25!. PlN. „Nindya Karya” , 252. P.N. „Nurani Farma” , 253. P .N . „Padalarang” , 256. P.N. „Pelabuhan Daerah I” , 255. P.N. „Pelabuhan Daerah II”, 255. P.N . „Pelabuhan Daerah III” , 255. P.N. „Pelabuhan Daerah IV” , 255. P.N . „Pelabuhan Daerah V ” , 255. P.N. „Pelabuhan Daerah V I”, 256. P.N . „Pembangunan Perumahan” , 253. P.N. „Pengangkutan Penum pang Djakarta” , 256. P.N. „Pertambangan Minjak Indonesia” , 2-1-7. P.N. „Perlambangan Minjak Nasional", 256. P.N. „Radja Pharma” , 253. P.N. „Sabang Marauke” . 256. P.N . „Sedjati Bliakti” , 251. P.N. „Sinckep” , 254. P .N . „Sinar Bliakti”, 253. P.N. „Tri Bliakti” , 253. P.N . „Tulus Bhakti” , 253. P.N. „Waskita Karya” , 252. Perusahaan Kehutanan Negara Atjch, 218. Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Tengah, 248. Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Timur, 248. Perusahaan Kehutanan Negara Kalimantan Barat, 248. Perusahaan Kehutanan Negara Kalimantan Selatan, 248. Perusahaan Kdhutanan Negara Kalimantan Tengah, 248. Perusahaan Keihutanan Negara Kalimantan Timur, 248. Perusahaan Keihutanan Negara Maluku, 24-8. Perusahaan Kehutanan Negara Riau, 248. Perusahaan Keihutanan Negara Sulawesi Selatan, 248. Perusahaan Keihutanan Negara Sumatra Selatan, 248. Perusahaan Keihutanan Negara Sumatra Utara. 248.
Perusahaan Pabrik Mesiu & Sendjata, Perusahaan Pelajaran, Perusahaan Penerbangan Primair, Perusahaan Perantara, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Atjeh, Perusahaan Perkebunan Negara Baru, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaBarat I, Perusahaan Perkebunan Negaraa Kesatuan DjawaBarat II, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaBarat III, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaBarat IV, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaBarat V, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjavaBarat VI, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Perintis, Perusahaan Perkebunan Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaNegara Kesatuan DjawaTengnh, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTengah If, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTengah, III, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTengah IV, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTengah V, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTimur I, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTimur II, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTimur III, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjaivaTiinur IV, Perusahaan Perkebunan
245. 245. 245. 242. 249. 42.
250.
250.
250.
250.
250.
250. 252.
251.
251.
251.
251.
251.
251.
251.
251.
2*1. 295
Negara Kesatuan DjawaTimur V, 252Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTimur VI, 252Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTimur VII, 252. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTimur VIII, 252Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan DjawaTimur IX, 252. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Djawa* Timur X', 252, Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraSelatan I, 250. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraSelatan II, 250. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraUtara I, 219. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraUtara, II, 249. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraUtara III, 24-9. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Sumut raUtara IV, 249. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraUtara V, 249. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraUtara VI, 219. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraUtara VII, 219. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan SumatraUtara VIII, 250. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Sumatra* Utara IX, 250. Perusahaan Pertambangan Baiiau V ital, 245. Perusahaan Tenaga Listrik,
215.
Perusahaan Tenaga Atom,
245.
Perusahaan Teleko munikasi.
245.
296
Perwalian Saingan, Perwalian, hukum jang berlaku bagi — , — di Djerman, penetapan — oleh Consulairerechtbanken, — setelah pertjeraian,
147.
— di Tiongkok, menarik diri dari — ■ — di Swedia, arti — dalam Perdjanddjian 1902, arti — diberbagai negara, — dan domicile by opération of law, Perwalian Safih, Petrov, Pewaris, hukum jang mengatur harta benda — , Pigèonnière, — tentang faedah sistim domicilie, —• — domicilie, — — titik pertalian kumulative, --------pemakaian dis tributif, --------pemakaian prinsip domicilie oleh Perantjis, --------fort heureusement, Pihak jang tidak bersalah, Pilihan hukum ; reohtskuuze, — dalam K aartsysteem , arti — ,
— dalam H.A.G., karangan3 dan keputusan tentang — > — sebagai titik perta lian primer, — dalam hubungan inte. — dalam hukum harta benda, -------- hubungan externinternasional, — dalam hukum kekeluargaan, — dan k e w a r g a n e g a r a a n Photo Studio, Physical presence,
59,
5, 39, 150, 151. 9, 27, 14. 27, 30, 31. 109. 152.
29.
29,
28, 31.
152, 154. 159. 267. 56, 59, 267. 117, 118, 121-
5.
7 i.
90. 114. 115.
122. 123. 29.
1, 8. 8,
15.
8,
9.
21. 21,
22.
21,
50,
22. 50. 228. 242. 266.
9.
Place of incorporation. Lihat „badan hukum’’. Place of Sojourn. Liliat ,,tempat berada” . Platon, l'irm a L. Pluralisme liukuin. Points de rattachement, (Liliat djuga „Titik pertalian” ). Point d’attache, (Liliat djuga „Titik pertalian” ). Point de contact, (Liliat djuga „Titik pertalian” ). Points of contact, perumusan — , (Lihat djuga „Titik pertalian” ). Pola klassik. Pola modern, Polandia, nachoda — , warganegara — , — tentang pusat administrasi, — — prinsip kewarganegaxaan, — dan pluralisne hukum, Suami — , — . — kebebasan memilih. Politik, Politik perekonomian nasional. Politik rechten. Politis, Polygamie,
13. 90, 95, 98, 108, 164, 165. 17.
17.
17.
17. 23.
207, 208, 209. 208, 209. 38. 39. 41. 64. 91.
122. 209. 165. 244. 236. 93, 96, 102, 205. 76, 160.
Portugal, — tentang prinsipp kewarganegaraan, ----------azas mengikuti, Postma, N j. Idema — , Praktek hukum, Preiss, F .M .O ., Primaire aanknopingpunt, Lihat „T itik perta lian primer” , Primare Anknüpfung, dua faktor untuk — , — sebagai onginare, apprioristische atau Grundankniipfungen, Principe de rattachement, (Lihat djuga „Titik pertalian” ).
64. 209. 145, 148, 153. 104. 52.
22. 23. 17.
Prinsip domicilie, — digabung dengan kewarganegaraan, 97, 103. konsesi — , 99. — dan bestendiglieid, 109, 160, hubungan — dengan prinsipp kewarganegaraan, 119, 146, 160. 161, 262. — di negara“ Scandinavia, 157. Prinsip domicilie, — dan perwalian anak, 161. perselisihan — dengan prinsip kewarga 161. negaraan, 233. — dan apatride. 5, 39, 39, 59, 62, 81. 65. jang menganut — , — beda dengan prinsip 66. nationalitet, keuntungan (dan 67, 83, 88, kerugian) — , 91, 96. — dianggap sebagai 69. feodalistis, — dikombinasi dengan 70. prinsip nationalitet, 73. gradiasi — , 77. — untuk status personil, 87. — membantu, — diganti kewarga 96. negaraan, 4, 5, 6, Prinsip kewarganegaraan, 7, 24, 25, 36, 39, 59, 61. 62. jang memakai — , 62. negara3 dengan , — W a (lengan 66. prinsip domicilie, keuntungan dan 17, 95. kerugian — , —. dianggap sebagai 69. „a medieval one” , dikombinasi dengan 70. prinsip domicilie, 73. gradiasi — , 74. segi psychologisch , mengatasi kesulitan , 82, 96, 124. — tidak dapat dipergunakan, pendekar utama • — ■ dan Traktaat Den Haag, perselisihan — dengan prinsip domicilie, — dan apatride, kesulitan — , — tidak dapat dilaksanakan,
114, 116, 128, 117, 121. 125, 159. 161. 233.
86,
87, 113,
92.
297
mempertahankan — , — diganti dengan domicilie, — digabung dengan domicilie, — untuk status personil.
94. 96, 125, 222, 227. 97, 103. 101, 112, 215, 221.
pemakaian — setjara 108, kaku, 109. —■ dan bertendigheid, 176. Prinsip kebebasan, 140. Prinsip konkordansi, Prinsip personil, 19. 20. Prinsip territorial, Prinsip-' Umum, 174, Private personen, 11. Proklamasi, 179, Proper law of the contract, 55. Protection des niineurs, 159. Protectieve upbringing, 144. Pschyschtrisch, 114. Pschychlogische Zueamenhang, 219. Pseudo-n-ationaliteit, 100. Public policy, Lihat „Ketertiban Umum'' , 6. Punto di collegamento, 17. Pusat administrasi, 40,
110, 124,
175. 180, 181.
153, 154.
57.
o. Quasi-nationaliteit, Quebec, — tentang prinsip kewarganegaraan, Quito,
14.
66. 121.
R. Raape, — tentang aankniipfung?punkte, 17. -------- domicilie, 92. -------- ikatan dengan negara, 168. 169. tentang points of contact, 17. -------- place of incorporation, 41. — — perluasan hukum nasional, 70. perumusan domicile of origin, 76. prinsip domicilie, 93, 162. 102. — modus vivendi, —■ — prinsip kewarga108. negaraan, 109. -------- pidato Kollewijn,
29S
262. --------arti domicilie. 145. Radja, 205. Rassistis, Rawa Mana 46. Rawana Mana, Realan Lebensvcr227. haltnissen, 61. Re-assuransi, Recht van de 34. erkennende ouder, 93. Rechtsbedeling, 109, Rechtshogeschool, Reclitstoepassingsreclit, Lihat „Hukum jang harus dipergunakan”. Rcehtzckcrheid. Lihat „kepastian hukum”. Rcczei, — tentang anknupfungs17. faktoren, 52. ------- - hypotheek, 57. — —■ kedewasaan, --------menentukan kewarga79. negaraan. 92. --------domicilie, 24. Rendok, 7, Regime Nazi-Djerman. 27. Rene, Gerard, 6, Rcnvoi, 26, 11. Reparateur mobil, Republik Dominika, — tentang prinsip 65. kewarganegaraan, Republik Indonesia, 172, negara — , 178, 175. —■ menentukan W.N.K.I.. Republik Rakjat Tiongkok, warganegara — , - tentang kebebasan memilih, — dan Kuomintang, Residence. Lihat „tempat kediaman”. Residence habituelle, Resiko finansiil, Revolusi Russia, Richiamo ricollegainento, (Lihat djuga „Titik pertalian” ). Riviere,
Roma, Rotary Club, Roumiantzeff, Lydia,
14.
20.
188. 19, 209. 232.
160. 118. 231. 17.
99, 117, 118, 119, 129, 139, 136. 238. 117, 121.
Rumania, — ■ tentang prinsip kewar^anegaraan, — — kebebasan Ruth.
63. memilih. 209. 207.
Sachnormen, Salon ketjantikan, Samen levcn en samen-werken, Samson, Samuel Jones & Co Savigny, Von, — tentang lex loci solutionis, Scheiding van tafel en bed, Lihat djuga „perpisahan m edja dan tempat tidur” .
162. 242. 110. 208. 42.52.
47. 111.
S ch iller, Arthur, — tentang kaartsysteem jurisprudensi . Indonesia, Schilling, von, — tentang domicilie, .Schmitthoff, — tentang clioice of law, — — prinsip domicilie, Schnitzer, — tentang Anknüpfungs punkte, — — Anknüpfungspunkte
1. 97.
22. 162.
17.
aus der Perso nalhoheit, — — ■ Anknüpfungspunkte
aus der Gebiets hoheit1. — place of incorporation, — — lex loci actus, — — • autonomen Anknüpfung, — — Wahlanknüpfung. — — kedewasaan, — — Ersatzanknüpfung. ■—■ — Hauptanknüpfung, — — Erganzungsankmipfung, — menentukan ke warga negaraan, — pertjeraiaji di Spanjol, Schulden — /e n delickteiireclit, 12 . Scotlandia, 91 .
— tentang prinsip kewarganegaraan, Seat. Lihat „temppat kedudukan”. Secundaire aanknopingpunten. Lihat „Titik pertalian secundaire”. Sedjarah hukum, — tempat dilangsungkannja perbuatan hukum, — tempat perbuatan melanggar liukum, — resepsi, Segi personalitet Lihat „prinsip personil”. Segi territorialitet, Lihat „prinsip territoriaP' Sehat rochani dan djasmani, Sekolah asing, Selandia Baru, — tentang kebebasan memilih, Separate opinion, Separation de corps, Lihat djuga „Perpisahan medja serta tempat tidur”. Servia, hutang — , Sctjara diam3. Shiraishi, K., Sidjoek, Siege sociaL „Siemens”, Singapura,
pengadilan — , 20.
—
41. 43. 49. 56. 57. 58,60. 60.
— tentang prinsip domicilie, Sistematik H.A.G. — dibanding dengan H.P.I., Sistim — /kartu. Lihat „Kaartsysteem”. Sitaan, — orang asing, Sitaan marital. Lihat „marital beslag” .
Situs, 61.
Sitz, Sjarat“ materiil,
79. 130.
Skyddssuppfostran, Sojourn, Soekaboemische Snel persdrukkerij, Soenario, Mr.,
65.
43.
48. 74,
75.
197. 259.
209. 149. 131.
142. 50,
24.
51.
37. 40, 13.
41.
11,
12.
48.
168.
2,
8.
14.
41, 47.
60.
7, 9, 135. 144, 147, 266.
24,
154
52. 179.
299
Soepomo, — tentang keputusan Ldr. Djakt, 30-9-1933, Sovjet-Russia, — tentang place of incorporation, — — kedewasaan, ---------prinsip territorialitet, — dan pluralisme hukum,
Stelsel hukuin, 31. 41. 57. 70. 90, 165.
Stief-schoonvader, Stilzwijgend, Story, — tentang teori. 91, 164,
c o m ita s ,
8, 23, 57, 103, 225, 32. 50.
19, 20, 52, 54, 58, 101, 105, 165, 262.
67.
Stralendorf,
26. warganegara — , 117N j. E .A . V a n , 170. -------- kebebasan memilih, 209. Subekti, Mr R., Spanjol, Subordinierter — tentang pusat 32. Anknüpfung, 40. administrasi, Subsidair Anknüpfung : 57. -------- kedewasaan, 5, 40, 58, ersatzanknü pfung -------- prinsip kewarga232. negaraan, 64. Sukubangsa, warganegara —‘, 130, 139. — termasuk prinsip hukum — , 130, 131, 132. 19. personil, suami-isteri — , 131. 43. djual-beli antar — . — menandatangani Kovensi 49. hukum —•, Den Haag 15-6-1955, 161, 162. 190. Sumpah, -------- azas mengikuti, 209. 14. Staat en bevoegheid. pengambilan — , 198, 199, 203. Lihat „status”, dan Sumppah setia, „kewenangan”. Surat jang bersifat 191, 201. Staatkundige recliten, paspor, 236. Staatliche Bezichung, 17. Suriname, (Lihat djuga „titik — tentang prinsip pertalian” ). 6 3. kewargane garaan. Staatsgebied, 172 Swedia, Starke, J.G., — tentang prinsip 64, 100. — tentang anggauta kewarganegaraan, negara, 172 — dan perdjandjian Status, 97, 157, 158, Den Haag, 160. dalam Kaartsysteem, 1, 15. 101. tulisan dan kepu orang — , 142, 143, 148. tusan tentang — , Warganegara — , 9. 143, 144. hukum — , hukum jang berlaku 148, 158. wilajah — , bagi __, 9, 24. 149, 152, 154, instansi — , — dalam H.A.G., 10. 155, 156. 157, 1 berbeda dengan 160. kewenangan. 101. 209. -------- kebebasan memilih, Statuta, 41, 47. Swiss, Statutum personale, 30. 30. Suami-isteri — , (lihat djuga ..statuut 32. Warganegara — , personil” ). —■ tentang pusat Statuut personil, 7, 5, 9, 41. administrasi, 15, 24, 25, 27, 28, 29, titik pertalian 54. kumulatip, 30, 34, 35. 56. 39, 45, 59, warisan, 57. 61, 62, 75, —■ —•kedewasaan, 77, 82, 87, tentang prinsip 106, 107, 112, 72. kewarganegaraan, 125, 130, 135, — tentang prinsip 164, 166. 72. domicilie,
300
• dan Tractaat Pertjeraian Den Haag, perempuan — , — — Azas mengikuti, T. Tagihan, Tanah konsesi, Tandjung Balai, Tafsiran perdjandjian, Tatort, lex loci delicti commissi. Tatsachlichen Lebensverhältnis, Täuschung über die Ehrenhaftigkeit des ändern Ehegatten, Tempat berada , — sebagai titik pertalian primer. — — titik pertalian sekunder, — sebagai derivative Anknüpfung, Tempat berusaha. Tempat delik, — sebagai derivative Anknüpfung, (Lihat djuga „loci delicti” ). Tempat dilaksanakan pcrdjandjian, — sebagai titik ppertalian sekunder. Tempat dilangsungkannja perbuatan hukurn, — sebagai titik pertalian sekunder, (Lihat djuga „lex loci executionis” ). Tompat kediaman, — ««bagai titik pertalian primer, --------- alternatip domicilie. — ■ untuk perseorangan, — defakto, — dan lex loci solutionis, dan hukum nasional. — dalam H .A .T ., - dan dwikewarganegaraan, — dan appatride, — • tidak dipengaruhi hukum.
Tempat kedudukan, — sebagai titik pertalian primer, 21, — untuk badan hukum. 21. — bersifat territorial, 21. — sebagai titik per talian sekunder, 40, — dan lex loci solutionis, 47. Tempat kelahiran, 43. Tempat kontrak dibuat, — sebagai derivative Anknüpfung, 23. —■ sebagai tempat kela hiran pcrdjandjian, 43. manfaat hukum — , 44. kwalifikasi — , 'W. — sebagai titik pertalian alternatip, 58. — dan kewenangan. 101. Tempat kontrak dilangsungkan, 43. Tempat letak, — sebagai priinare Anknüpfung, 22. — sebagai titik per talian sekunder, 41, Tempat pelaksanaan, —■ sebagai derivative Anknüpfung, 23. — sebagai titik per talian sekunder, 42. Tempat perbuatan formil. 52. Tempat perbuatan melanggar hukum, — sebagai titik per 47. talian sekunder, 47. (Lihat djuga „perbuatan melanggar hukum” ). Tempat perkara diadjukan — sebagai derivative 56. Anknüpfung, 23.
110, 125, 128. 127, 129. 209.
83. 259. 24, 58.
25.
18. 223.
32.
20.
40.
23.
40.
23.
•15. 23.
45.
46,
45,
46,
— sebagai titik per talian sekunder, 20. 21, 60. 21. 20, 47. 97, 151. 165.
56,
30.
98,
227, 228, 232, 235. 262.
— dan dwikewarcunegaraan, 59, Tempat tinggal, — sebagai derivative anknüpfung, berpindah — , — jang baru. — asal, 150, — di Swedia. — di Indonesia, Temperament bangsa, Teori-commitas, 231. Teori local law, Ter Haar, — tentang larangan pengasingan tanah.
40.
45.
42.
52, 53. 215. 23. 23. 76. 81. 88. 143. 183, 196. 74. 67. 67.
258.
301 Hukum Perdata Internasional Indonesia — 20
I
Titik pertalian kumulatip, arti —, Titik pertalian pengganti, 32. k e h o rm a ta n , Titik pertalian primer, T e r u g v e r w ijz in g . arti — , Lihat „Renvoi”. perintjian —‘, 17. Test factor, istilah jang berbeda (Lihat djuga „Titik bagi — , pertalian” ). — sebagai „kontak" 38. Testamen, pertama, 14. bentuk — luar negen, — djuga sebagai tilik Thai, . pertalian sekunder. __ tentang azas mengikuti, 209. Titik pertalian sekunder, 33. The Hien Djien, arti — , 33. The Hien Licm, pilihan hukum 33. The Hien Siang, merupakan — , 33. The Ing Bian, istilah — jang berbeda, 110. Tidak hidup bersama, — sebagai extra contact, (Lihat djuga „hidup perintjian — , terpisah” ). — djuga sebagai titik 99. Tidak mampu bertindak, pertalian primer. Tidak melepaskan Titik pertalian tambahan. 191, 201. kewarganegaraan lain. Titik pertautan, Tidak mempunjai (Lihat djuga „Titik 185. kewarganegaraan, pertalian” ). Tidak mempunjai kewarga —■ berdasarkan prinsip 192. negaraan lain, personil, Tidak menolak kewarga 191. negaraan lain, Titik taut pembeda 197. Tidak pernah dihukum. (Lihat „Titik pertalian primer” ). 21. Tindakan hukum, Tingka laku, 32. Titik taut penentu, Tionghoa, lex loci actus pedagang — , 13. sebagai — , orang — , 24, 33. pilihan hukum sebagai — kewarganegaraan 106. Titik taut pengganti, keturunan —•, 180. Titik taut perdata, Tiongkok, 1 itik persamaan, warganegara — , 7, 25, 30 — antara H.A.G. dan 36, 51, 104, H.P.I., 107. 1 itik taut subsidair, hukum 10, 25, 31, — beda dengan titik 35, 36, 37, taut alternatip. 42, 234. menikah di — , Titik taut surogaat, 25. —■ tentang prinsip lihat „Subsidiaire kewarganegaraan, Ankniipfung”. 64, 106, 107, „Tjap matjan”, 168. Titik pertalian, Tjatatan Sipil, istilah2 lain bagi — , 17. — Semarang, pembagian — , 18, 62. — Medan, 18. arti — , — Surabaya, lain pembagian —1, 53. Tjia Teng Giauw, pilihan karena adanja Tjin Kie Kioen, perbedaan — , 161. Tjin Toek Nj an, Titik pertalian acessoir, 61. Tjiang A Liong, Titik pertalian Tjitrosudibio, 55, 57, 82 alteniatip, rjita2 pembuatan Undang“ 58. ratio — , kewarganegaraan R.I., — beda dengan titik Tjong Hok, 60. taut subsidair, Tjutju imigran asing.
Terdjemahan naskah. Tertipu m e n g e n a i
302
14.
126. 54. 58, 232, 234. 18. 19.
22. 23. 23. 18,
22.
22. 22. 23. 23. 23. 61. 15.
19.
23, 50. 43.
50. 59, 232. 214.
9. 59.
60.
13. 7. 9, 34, 38. 37.
35.
24. 25. 170.
200. 36. 182, 189.
Toeiieilde voojlJ. 'l’ort, (Lihat „Perbuatan Melanggar Hukum” ). Touris, Trage, 1I.D.A.E.A., Transaksi, Transistor, Tsieehoslowakia, konfiskasi oleh — . — tentang kebebasan memilih, Tukang dansa. Tukang mas, Tunlutan tjerai.
Turisme, Turki, — tentang kedewasaan, — — prinsip kewarganegaraan, dan Codo Civil Suisse orang — , — — nzas mengikuti. Turut stnlu.s suami, Tutelle rivale,
V enezuela,
144.
—
tentang pnnsipp kewarganegaraan, _____prinsip domicilie,
V e rd ra g en . „ L ih at „P ersetu d ju a n .
44. 27.
U dn y, U h len b eek , C .W .,
—
tentang domicilie,
natural isatie, V erkehrinteresse,
44.
^ P ort
>ho,
gj
V erk eersrech t, V e rk reg en rech ten , V e ron d ersteld o o n d e r w e r p in g . L ihat P on u n d u k an -d ian ggap . V e rseh illen d p erson eel
53.
20'). 11. 248 8 , 129, 139. 24 0, 245.
rech t, V erw a ltu n g u n d
57.
m 26.
^
258. 186.
V o o S " e « e h a n d elin g , L ihat „ d e lik j a n g
56. Vorm cn inhoud van het contract, . Vormundsclmftsgcricht
51. 30.
V r ijw illig e o n d e n v e r p m ^ L iliat „P en u n d u k a n ,u k a r ,l
198. 2 6 5 , 266.
Vreemdelingenbeslag.
117.
L ih at „sita a n . V reem d elin g en statuut,
235. ^
Vrreein(lel'i1? c n ' vra W a d iib k erd ja ,
202.
"
238.
W a d jib m ijitjr .
100.
" 'f S
102.
W ah lan k n iip fim ^ '
i i f l g
D jak t. 12-a 1939,
T Y/nl 1 Wal 17.
" 1UJ' 46. 31* 153, 154. 144, 145.
p engaw as.
perwalian, Warganegara musuh,
b e n ta n g
176.
Warisan,
C om p a n y” .
155.
256, 68, »2. 104. 258.
218. __ tan p a w asiat,
l , n law fu l act. Lih at „p e rb u a ta n ‘ .anggar h u k u m ” .
48.
WangidiaisWpbb P.R-H., 133. 15,
. s ,n e d e d iv o r e o , n s u r J a s in g , ’ J jJ t u k k d ijt ,
50. 192.
’ijzen. V.
Valda" Vf recht.
^
*
V o llen h ov en , Van _ _ tentang laran gan p engasin gan tanah,
64. 75. 104. 209. 190. 147.
226
M
Nutznieszung de~ Vested rignts,
U n erhiu bto Ila n d lu n g . (L ih a t „Perbuatan M e la n g g a r Hukum” ).
Unifikasi, ‘ hukum. prinsip kewarganegaruan dan domicilie, U'nger, tentang elements of introduetion, •jmforniiit't, »'Uniicci States K u b b fi'
209.
V e r c e n v o u d ig d e
21, 83.
U. Uang nafkah. LLCiat „alimentatie.” Uang naturalisasi.
«>. •
13. 13.
W! ! 20.
ten tan g p riu sip p
„o.
domicili^i ^ ^ t e n t a n g prinsip domicilie«
59.
Wertlieim, , , m bagian Pembahasan 2. „Umum” Kaartsyetem,
303
I
__ tentang keputusan R.v.J. Djakarta, 9-9-1939.
9, 30.
3,
6,
Zevenbergen, van — tentang rechutoe30. passingsrecht,
4, 233. ________ H.g.H. 12-12-1935, , 13.
6,
59,
________ R.v.P. Padang. 26-10-1939, ________ R.v.J. Medan 22-9-1939,
------------ R.v.J. Djakt. 28-2-1938, -------- pemakaian ps. 3 AB, --------keputusan Ldr. Djakt. 30-9-1938, --------keputusan R.v.J. Medan 31-3-1939, -------- perbuatan pura". Whee See, „White Label”, Wiesbaden, Wilajah tertentu. Winterthur, Wissel, Wolff, — tentang aankniipfungpunkte, --------- perintjian titik pertalian primer, -------- choice of law. --------perumusan point.* of contact, -------- place of in corporation, --------kumulasi, kedewasaan,
28,
29.
31. 36, 195. 20. 13. 30. 172. 30. 6, 52.
17. 19. 22. 23. 41. 35. 57.
prinsip kfwai'L'anegaraan, 65. perubahan domicilie, 77. menentukan kewarga negaraan, 79. tentang „titik per talian alternatip”, 82. kewenangan, 101. domicilie jang diselimuti, 167. Z. Zaman Pendjadjahan,
258.
Zeballos, tentang prinsip kewarganegaraan,
65.
304
Zecha, Louis, 10, Zetel,
3, 29,
37,
13,
39.
Zeylemaker, — tentang keputusan Raad van Justitie Djakarta 12-10-193Ü.
■12. 47.
I>A F TA R P E K U N D A N G -U N D A N G A N . 1.
1‘ atal
16 A .B ..
21, 3
’abai
59, 171. 9,
7, 10, 28, 29, 63, 102, 28.
29.
260.
160 l.S . S. 1855 2, 33. 163 37. Con^ulacre W f t S. 187 2 /2 0 7 . 14. Pasal 7 ajat 2 Rcgeling op de Gemengdo Iluw elijken S. 1898/150. 7. 8-1. 127. 209. Pasal 2 5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13. 14. •5.
211
16. Pas;al l Umlanp;2 Peinilihan Uinum, L.N. 1956/ 236.
Undang2 No. 2/1958, 179, Pasal 1 ajat 2 Undang2 No. 2 1958, 85, Pasal I „ 191, „ II ., 191,
„IH 18.
.
W’ct lioudende regeling v.h. Nederlands onderilaanschap van-niet-.Nrdi-rlanders -S. 1910 : 29(>. 177, 178, 182. 184. Pasal 2 sub U., 27, 37. Pasal 12 Reglement partiouliere landerijen bewesten dc Tjimanoek .S. 1912 /4 2 2 , 259. Reglement Industrioele Eigendom Kolonien, S. 1912 : 545, 13. Pasal 1 sub 1 liuruf e. Bepalingcn betreffende het burgerlijk en han deisrecht van de Chincezen S. 1917/129. 36. Undang-' tentang warganegara dan penduduk negara Indonesia, No. 3 / 19-16, J73, 178, J81. Persetudjuan Perihal Pembagian Warganegara, L .N . No. 2 /1 9 5 0 , 173, 178. 184. U ndang" Darurat No. 4 /1 9 5 0 , L. N. No. 5 /1 9 5 0 , 238. Pasal 144 Undang® Dasar Sementara L.N. No. 5 6 /1 9 5 0 , 184. Undang- No. 2 1 /1952, L. N. 7 8 /1 9 5 2 , 240. U ndang2 No. 2 4/1954, L .N .7 8 /1 9 5 9 , 257. Pasal 2 Undang" No. 19 tahun 1956, L .N . 1956/ 44, 236. Pasal 120 „ 236. 44,
17.
19.
20. 21.
„
188. 212. 199. 201.
201.
Undang- tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia No. 62/1958, 174, 179. Pasal 1 sub d. Undang3 Kewarganegaraan _ 193. No. 62/1958, 185. Pasal 1 sub e, 1 sub f, 186, 193. 1 sub g. 186, 193. 2 195. 3 189. 4 183, 185. 190. 195. 5 5 ajat 2b, 196. 5 ajat 7 199. 199. 6 7 85, 190, 197, 209, 211. 85, 215. a 200. „ 17 191. „ 17 sub a „ 17 sub b 201. 17 sub c. 191. .. 17 sub j, „ 202. ., 17 203. ., 17 sub f, 203. ,, 17 sub h, ,, 203. 17 sub i, „ 204. „ 17 sub j, ., 204. „ 17 sub k, ., 216. „ 20 „ I Peraturan 216. P(;(IUlup OOO
Undang“ No. 78/1958, Pasal 3 Undang2 No. 78/'1958. 4 „ 11 ., 13 ajat 1 ,, i. 14 „ Undang2 No. 13/1959 L.N. No. 38/1959, Pasal 21 ajat 3 Undang2 No. 5/1960. ., 30 „ „ 36 ,, ,, 42 sub c .. .. 45 sub c .. ., ‘16 21 ajat l „
244, 245. 245. 245. 245. 245. 240. 250. 258. 258. 245. 245. 258. 258.
305
22. Pasal 1 Burgerlijke Wetboek, „ „ „ „ „ „ „ „ „
27 29 42 215 229 229 283 1756 837
23. Pasal „ „ „ „ „ „ „
100 128 580 757 761 823 872 840 867
„
„ R.V., R.V., R.V., R.V., R.V., R.V., R.V., R.V., R.V.,
..
169, 171, 260 25. 36. 10, 35. 26. 27, 28. 27, 28. 33. 13. 261. 261. 14, 260, 261. 261. 14. 261. 26. 261. 26.
35.
24. Peraturan Pemerintah No. 10/1951, L.N. No. 2/1951, 240. Peraturan Pemerintah No. 62/1951, 240. 25. Undang3 Darurat No. 64/1953, 238. 26. Peraturan Pemerintah No. 42/1954, L.N. No. 73/1954, 240. 21. Peraturan Pemerintah No. 45/1954, T.L.N. 645, 239. 28. Peraturan Pemerintah No. 61/1954, L.N. No. 107/1954, 240. 29. Peraturan Pemerintah No. 13/1958, 257. 30. Peraturan Pemerintah No. 10/1958, L.N. No. 19/1958, 243. 31. Peraturan Pemerintah No. 23/1958, L.N. No. 39/1958. 243. 32. Peraturan Pemerintah No. 30/1958, L.N. No. 50/1958, 240. 32a. Pa3al 2 Peraturan Pe merintah No. 52/1958. L.N. No. 130/1958, 238. 33. Pasal 11 Peraturan Pe merintah N o .. 1/1959, L.N. No. 2/1959, 237. 34. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 10/1959, 244. „ 3 244.
306
4 2U. 5 244. „ 7 „ 214. „ 8 244. „ 9 244. „ 10 „ 244. 35. Pasal1 Peraturan Pe merintah No. 37/1959, L.N. 59/1959, 238. 36. Peraturan Pemerintah No. 11/1960, 189. 37. Pasal 11 Peraturan Pe merintah No. 13/1960, L.N. 39/1960, 257. 38. Pasal 11 ajat 5 Per aturan Pemerintah 2 1 / 1960, L N. 65/1960, 257. 39. Peraturan Pemerintah No. 22/1960, L.N. No. 54/1960, 240. 40. Pasal 11 Peraturan Pe merintah No. 3 /1961, L.N. No. 7/1961, 247. 41. Peraturan Pemerintah No. 5/1961, 189. 42. Pasal 6 Peraturan Pe merintah No. 13/1961 LN . No. 34/1961, 247. 43. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 17/1961 L.N. No. 38/1961, 247. 44. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 18/1961 L.N. No. 39/1961, 218. 45. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 19/1961 L.N. No. 40/1961, 218. 46. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 21/1961 L.N. No. 42/1961, 248. 47. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 23/1961 L.N. No. 44/1961, 248. 48. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 24/1961 L. N. No. 4 5 /1961, 248. ..
Pasal 8 merintah L.N. No. 50. Pasal 8 merintah L.N. No. 51. Pasal 8 merintah L.N. No. 52. Pasal 8 merintah L.N. No. 49.
Peraturan Pe No. 25/1961. 4 6 /19 6 1 ,
248.
Peraturan Pe No. 2 6/1961 4 9 /1961,
248.
Peraturan Pe No. 27/1961 4 8 /1961,
248.
Peraturan Pc No. 28/1961 49 /19 6 1 ,
248.
•'W.
Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 29/1961, L .N . No. 5 0 /1961, 2U$. 54. Pasal 8 Peraturan Pe merintah N o. 30/1961, L .N . No. 51 /1 9 6 1 , 2-W. 55. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 59/1961, L .N . No. 8 0 /1 9 6 1 . 252. 56. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 60/1961, L.N . No. 8 1 /1 9 6 1 , 252. 57. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 61/1961, L .N . No. 8 2 /1 9 6 1 , 252. 58. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 62/1961, I. N.No.8 3 /1 9 6 1 , 252. 59. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 63/1961. L.N . No. 34/1 9 6 1 . 253. 60. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 68/1961, L.N . No. 8 9 /1 9 6 1 , 253. 61. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 69/1961, L.N. No. 9 0 /1 9 6 1 , 253. 62. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 71/1961, L.N. No. 9 2 /1 9 6 1 , 253. 63. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 74/1961, L.N . No. 9 5 /1 9 6 1 , 253. 63a. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 75/'] 961, L.N . No. 9 6 /1 9 6 1 , 253. 64. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 76/1961, L N. No. 9 7 /1 9 6 1 , 253. 65. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 77/1961, L. N. No. 9 8 /1 9 6 1 , 253. 66. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 79/1961. L .N . No. 100/1961, 253. 67. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 80/1961. L. N . No. 101/1961, 68. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 81/1961, L .N . No. 1021961, 253. 69. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 82/1961, L .N . No. 103/1961, 253. 70. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 84/1961, L.N . No. 105/1961, 254. 71. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 86/1961, L.N . No. 110/1961, 254.
72,
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 87/1961 L.N. No. 111/1961, ’ 254. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 90/1961, L.N. No. 114/1961, ’ 254 . Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 93/1961 L.N. No. 117/1961, Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 94/1961 L.N. No. 118/1961, Pa?al 9 ajat 1 Per aturan Pemerintah No. 96 4 961 , L.N. No. 120/ 1961, 254. Pasal 9 ajat 1 Per aturan Pemerintah No 97/1961, L.N. No. 12 1 / 1961, 254. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 98/1961 • L.N. No. 122/1961, Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 99/1961, L.N. No. 99/1961, 253. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 101/1961, L.N. No. 125/1961,254. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 102/1961, L.N. No. 26/1961, 255. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 103/1961. L.N. No. 127/1961, 255.
'254.
’ 254 .
’ 254.
83.
Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 104/1962, L.N. No. 128/1961, 255. 84. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 105/1961, L.N. No. 129/1961, 255. 85.
Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 106/1961, L. N. No. 106/1961, 254.
86.
Pasal 9 Peraturan Pen merintah No. 109/1961, L.N. No. 133/1961, 255.
87.
Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 112/1961, L.N. No. 136/1961, 255.
88.
Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 114/1961, L.N. No. 138/1961, 255.
89.
Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 115/1961, L.N. No. 139/1961, 255.
307
91.
Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 116/1961, L.N. No. 140/1961, 255. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 117/1961, L.N. N o. 141/1961, 255. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 118/1961, L.N. No. 142/1961, 255. Pasal 9 Peraturan Pe. merintah No. 119/1961, L.N. No. 143/1961, 255. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 120/1961. L.N. No. 144/1961, 2.56. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 123/1961, L.N. No. 147/1961, 256. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 124/1961, L.N. No. 148/1961, 256. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 131/1961, L.N. No. 155/1961, 2.V,. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 133/1961, L.N. No. 157/1961, 256. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 136/1961, L.N. No. 136/1961, 256. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 141/1961, L.N. No. 1661961, 249. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 142/1961 169/1961, ’ 249. l asai 8 Peraturan Pe merintah No. 143/1961, „ N' , No- 169/1961, 249. I asal 8 Peraturan Pe merintah No. 144/1961
92.
93.
94
95.
96.
97. 98.
99.
100.
101. ^02. if» lUo.
104. ln c
u N\ N° ' 168/1961,
111. Pasal 8
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
’ 219.
125.
249.
126.
249
'
127.
703 p N' , No- 1?2/1961, 249. 108. Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 148/1961,
128.
05.
Pasal 8 Peraturan IVmerintah No. 145/1961,
lOfi P 106.
- , N2- ,1 7 0 /1% 1 -
P asal
8
P eraturan
Pe-
merintah No. 146/1961 ia t
n
N o’ 171/1961
1Q7. Pasal 8 Peraturan IVmerintah No. 147/1961,
1 0 9
p
,
” '
°9. Pasal 8 nn ”lenPtah 110. Pasal 8 merintah
1 7 3 /1 9 6 1 ,
Peraturan PeNo. 149/1961, Peraturan Pe No. 150/1961.
J-.V. No. 175/1961.
308
2 4 9 .
'250.
129.
130.
Peraturan Pe merintah No. 151/1961, L.N. No. 176/1961, 250. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 152/1961, L.N. No. 177/1961, 250. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 153/1961, L.N. No. 178/1961, 250. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 154/1961, L.N. No. 1791961, 250. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 155/1961, L.N. No. 180,1961, 250. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 156/1961, L.N. No. 181/1961, 250. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 157/1961, L.N. No. 182/1961, 250. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 159/1961, L.N. No. 184/1961, 250. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 160/1961, L.N. No. 185/1961, 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 161/1961, L.N. No. 186/1961. 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 162/1961, L. N. No. 187/1961, 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 163/1961, L.N. No. 188/1961, 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 164/1961, L. N. No. 189/1961, 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 165/1961, L.N. No. 190/1961, 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 166/1961, L.N. No. 191/1961, 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 167/1961, L. N. No. 200/1961, 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 168/1961, L.N. No. 193/1961, 251. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 169/1961, L.N. No. 199/1961, 252. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 170/1961, L.N. No. 192/1961, 252. Pasal 8 Peraturan Pe merintah No. 171/1961, L.N. No. 171/1961, 252.
131.
132.
133.
131.
135.
136.
137.
138.
139.
110. 141.
142.
143.
1-1- 1. 145.
146. 147. 118.
149.
150. 151.
152. 153. 154.
Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 172/1961, 252. L.N . No. 197/1961, Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 173/1961. 252. L .N . No. 198/1961. Pasal 8 Pera tura u Pemerintah No. 174/1961. 252. L.N . No. 199/1961. Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 175/1961. 252. L.N . No. 195. 1961. Pa.^al 9 Peraturan Pemerintah No. 187/1901. 256. L.N. No. 224/1961. Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 190 1961. 256. L.N . No. 227/1961, Pasul 9 Peraturan Pe merintah No. 198,1961. L.N . No. 236/1961, 256. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 205/1961, L.N. No. /1961. 256. Pa~al 9 Peraturan Pe merintah No. 216,1961, 56. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 237/1961, 250. Pasal 9 Peraturan Pe merintah No. 189/1961. L.N. No. 226/1961, 256. Pasal 6 l ’en. Pres. No. 7 /1 9 5 9 L.N. No. 1 4 9 / 1959. 237. Pa^a] 3 Per. Pros. No. 1 2 /1959 L.N. No. 1917, 237. Pen. Pres. R.I. No. 5 /1 9 6 0 , 236. Pasal 4 Kep. 1'res. R.I. 237. No. 165/1960, No. 181/ Kept. Pres 1960. 239. Kept. Pres. No. 65/1961 B .N. No. 23,1961, 210. Kept. Pres. R.I. No. 238/1961 B.N. No. 5 7 / 1961. 23«. Pasal 7 Perpu No. 19/ 1960 L.N. No. 59/1960, 247. Perpu No. 3 7 /1 9 6 0 L.N. No. 119/1960, 257. Pasal 8 Perpu No. 4 1 / 1960 L.N. No. 128/ 1960, 257. Perpu No. 4 4 /1960 L.N. No. 133/1960, 257. Perpu No. 5 0 /1960 L.N. No. 157/1960, 213. Per. Peperti No. 5/ 1961 T .L .N . No.2155, 238.
155. 156. 157.
158.
159.
160.
161.
162.
163.
161.
165.
166.
167.
168. 169.
170.
171.
172. 173.
174.
Per.
,\ a
1961 T.L.N. No. 2156, 238. Per. Peperti No. 7 / 1961 T.L.N. No. 2157, 238. Ver. YVpcru Mo. 9 / 1961 L.N. No. 115/ 1960, 239. Per. Penguasa Perang Pusat No. Prt/Pepcrp u /0 3 8 /1959 U.N. No. 29/1959, 238. Kept. Penguasa Perang Pusat No. Kpls. Peperpu/10113/1958 9-4-1958, 259. Pasal 5 Kept. Penguasa Perang Pusat No. Pts/ 1V per pu/0318/1958 9-8 1958 B.N. No. 77/1958, 247. Kept. Penguasa Perang Pusat No. Kpt/Peper. pu/0438/1958, B.N. No. 87/1958, 213. Peraturan Penuuasa Militer No. l’rt PM/ 0 1 2 / 1957 tgl. 3-7-1957 B.N. No. 60/1957, Peraturan Penguasa Mi liter No. Prt/Peperpu/ 0 8 /1958 tg. 11-4-1959 B. N. No. 60/1957, 239. Peraturan Pensuasa Mi liter No. 9 8 9 /PMT/ 1957, 257. Instruksi Peperpu No. instr./Peperpu/089/ 1959 tg. 25-7-1959, 240. Coneulair Pusat Pe nguasa Perang No. S E / Peperpu/02/58 8-2-1958, 243. Keputusan M.K.N. No. 191/B /B O 455/60 ig. 22-9-1960, 239. Keputusan M.K.N. No. Ml / A /00456/6 0 , 239. Keputusan M.K.N. No. M I/A /0 0 4 5 7 /1 9 6 0 , 22-91960, 239. Keputusan M.K.N. No. M I /B /0 0 18/41960, 6-101960, 259. Keputusan M.K.N, No. M l/B /0 0 5 0 1 /1 9 6 0 , 5-11160, 239. Keputusan M.K.N. No. 239. M l/B /0 0 8 7 /1 9 6 1 , Keputusan M.K.N. No. M l /A /0 0 8 8 '1961, 10-4239. 1961. Instruksi M.K.N. No. No. III/B /0 0 2 7 /1 961, 239.
309
175
Keputusan Menteri Per tahanan No. 1059/PM T/ 1957, 6-12-1957, 243. 176. Instruksi Menteri Per tahanan No. I i/1 3 / PM/5 7 , 259.
177. Keputusan 178.
179. 180.
181. 182.
183.
184. 185. 186.
K.A.S A.D.
No. Kpt./PM /080/1957, 213. Keputusan K.A.S.A.D. No. 1063/PMT/1957, 8 12-1957, 243. Keputusan K.A.S.A.D. 10-1-1958, 243. Perintah K.A.S.AJD., 10-12 1957, i\o. o i '/i 'M / 007/1957, 213. Instruksi K.A.S.A.D., No. T. 2683/157, 12-121957, 243. Instruksi K.A.S.A.D. No. TR. 930/1957, 16 121957, 243. Pasal 2 ajat 1 Kept. K.S.A.L. tg. 18-11-1957, B.N. No. 99/1959, 238. Kep. K.S.A.L. No. 21/ 1/18 tg. 26-2.1959, 239. Kep. K.S.AL. iVj. 2 /1 / 2 /2 0 , tc. 26-8-1959, 259. Kept. K.S.A.L. No. 21/
1/25 tg. 8i>-i9uu, li.iS. No. 26/1960, 239. 187. Keputusan Menteri Per e k o n o m ia n No. 2615/M 24-2-1953, B.N. 24/1953, 260. 188. K ep u tu sa n borsam a Men teri P e rd a g a n g a n dan M e n te ri P erin du stria n
No.
2077M
Periml —
2 4 3 0 /M /P e r d a n g .
t".
3-9-1957 ° 241, 242. 189. ourat Menteri Perda gangan kepada Menteri Kehakiman No. 2755/M 1957 N°’ 2 7 5 4 /M /> 18 g190. P en g u m u m a n D jaw atan P e rd a g a n g a n D alam N e g e r i d an P e rek on om ia n U m u m N o . 3683/C I-O /
loi
108-1957241. Pengumuman Djawatan Perdagangan Daiam Ne geri No. 274/C-1-0/ DPPN/P, 20 1-1958, 2i2. 192. Pengumuman Djawatan Perdagangan Daiam Ne geri No. 1905/II-1-0/ DPPN/P, 23 5-1958, 242.
310
d PPU
241.
193. Keputusan Menteri Per dagangan No. 2933/M, 14-5-1959, 212. Pasal 9 Kept. Menteri Perdagangan No. 784.M , 22 2-1961, 216. 194. Keputusan Menteri Mu da Perdagangan No. 7464/M/26-11-1959, 216. 195. Instruksi Menteri Muda Prindia No. 524/25/ M.M., 22 1-1961, 242. 196. Keputusan Menteri Per hubungan No. M. 26/ 3/12, 14-6-1955 B.N. 259. 57/1955, 197. Keputusan Menteri Per hubungan No. H. 2 /8 /1 , 245, 246. 8-7-1959, 198. Keputusan Menteri P.P. dan K. No. 19115/Kab, 2-41955 B.N. No. 4.V 260. 1955, 199. Keputusan Menteri P.P. dan K. No. 66437/Kab. 260. 2-11-1959, 200. Keputusan Menteri P.P. dan K. No. 113826/S. 257. 20-11-1957, 201. Keputusan Menteri P.P. dan K. No. 104787/UU. 14-12-1960 B.N. No. 8 / 1961. 237. 202. Pasal 3 Peraturan Men teri Agama No. 5/1959, 237. B.N. No. 101/1959, 203. Keputusan Menteri Pe lajaran No. 8 /3 /2 2 , 136-1969, B.N. No. 70/ 1959, 247. 204. Surat Edaran No. 3768/ 241. F-7-1/D.P.P.U. 205. Circulair Laapln C No. 1093, tg. 22 Sept. 1961, 21. 206. Pasal 6 C.C. Argentina, 66.
»
66.
7
207. Pasal 9 Code Bustamante,
- W »
49
>. 186
„
79. 57. 58. 58. 63, 103. 63.
208. Pasal 6 A.B. Belanda, Pasal 9 A.B. Belanda, Wet op het Nederlandersehap en het ingetensehap N.S. 1892 177. 268, 142, 215. Pasal 5
„ 12
„ 378 B.W. Belanda,
143.
209.
Pasal 4 ajat 3 C.C. 63. Belgia, 210 . Pasal 7 Undang3 Brazilia ’ 66, 4-9-1912, ■ 2 1 1 . Pasul 3 C.C. Costa Rica, 65. 65. 212 . Pasal 9 C.C. uba. 7. .213. l’ GB Djerman, 26.
214.
215. 216. 217.
218. 219. -
220.
221.
Pasal 4 C.C. Junani, 64. Pasal 30 C.C. Junani, 232. 222. Pasal 3 ajat 3 C.C. 93. Luxembourg, 63. 223. Pasal 23Ziviltgesetsbuch Personen und Go. 9, 25 selschaft Liechtenstein, 64. 224. Pasal 788 Montenegro, 64. ajat 3 C.C. 225. Pasal 3 Pasal 635 BGB Monaco, 63. Djermnn 27 , 28,30 Mexico 57, 64. 107. 226. Pasal 12 C.C. Pasal 7 E.G.B.G.t*.. 1884, 64. 21, 56, 60. ,, 8 r, 227. Pasal 3 ajat 3 C.C. 64. 9 Perantjis, 63, 130. 54. ., 12 Pasal 171 Nouveau Code 64. .. 13 de Prosedure Civile, 138, 64. „ 14 228. Pasal 1 ajat 1 Undang 64. „ 15 Polandia 2-8-1926, 64. 6 !•, 54. „ 17 Pasal 5 Undang H.P.I. 64. 18 Polandia 2 8-1926, 56. 64. 229. Pasal 24, 27, C.C. Por64. „ 20 tugal, 64. 64. 21 230. Pasal 5 C.C. 1936 Peru, 66. 64. „ 22 231. Pasal 5a C.C. Panama, 65. 64. ., 23 66. 232. Pasal 6, C.C. Ouehec, 64. 24 234. Pasal 17 Undang2 Per. 64. ., 25 „ kawinan Republik Rak234. „ 29 jat Tiongkok 1-5-1959, 87. Pnraerni* 81 Geset/. '/m' Pasal 5 C .C Tiongkok Vereinheitlichung des 5-8-1918, 64. Rechts der Ehesliezung Pasal 2 Tiongkok 227. im Lande Oesterreich 12 36. lind im nbrigen Rrchts36. „ 980 gebied von 6en Juli 36. ., 981 1938 (Undang2 Perka 36. „ 1089 29. winan Djerman). Undang3 KewarganegaI’ as.'ti 27 ajnt 1 Umliing’ raan Tionsrkok, 178. 227. Hjepang tg. 21-61801, 2 3 5 . Pasal 3 C.C. Republik Pasal 3 njat 1 Undang2 65. Dominika, 64. Djepang tg. 15-6 1898. 63. Pasal 2 C.C. Rumania, 236. Pasal 11 ajat 223 Un 57. 237. Pasal 59 C.C. Swiss, dang2 Djcpang tg. 15 6Pasal 125 ajat 1 C.C. 1898, 55. 32. Swiss, Pasal 14 C.C. Ecuador, 64. 30. Pasal 150 C.C. Swiss, Undang2 Finlandia No. 30. Pasal 274 C.C. Swiss 63, 64. 64. 379, tg. 5-12-1929, 238. Pasal 9 C C . Spanjol, Pasal 17 Undang2 Gua Swedia tg. 239. Undang3 temala 1936 tentang ke 8 7-1904 diubah tg. 27kuasaan peradilan, 6-1924, 64, Pasal 17 Undan2 Gua Undang3 Kewarganega143. temala 1936 tentang raan Swedia 1950, 66. orang asing, 240. Pasal 7 Undang2 Suri Pasal 18 Undang2 Gua 63. name 4-9-1860, temala 1936 tentang 241. Pasal 51 Undang" Tsjeorang asing, 66. choslovakia, tahun 1948, 227. Pasal 13 C.C. Honduras, 65. Pasal 52 Undang2 TsjePasal 7 C.C. Haiti, 65. choslovakia, 232. Pasal 6 C.C. Itali tahun 242. Pasal 6 Undang2 Thai land tg. 10 3-1939, 227. 63. 1865, 243. Undang2 Turki, 1-3-1915, 64. Pasal 17 Itali 16-3-1942, 63. 16-3-1942, 56, 60. 244. Pasal 9 C.C. Venezuela, 65. 26
311
DAFTAR K EP UT USA N•k EI*lJT US A N.
Hakim jang mem berikan keputusan
Tanggal Kipulusan
Diumumkan dalam
HgH R.vJ. HgH HgH R.V.J. Djakarta HgH R.vJ. Djakarta HgH HgH HgH R.v.J. Medan HgH R.v.J. Medan R.V.J. Medan R.V.J. Djakarta R.v.J. Djakarta R.v.J. Semarang Res. Ger. Padang R.v.J. Padang R.v.J. Medan Ldr. Bulukumba R.v.J. Makassar R.v.J. Djakarta HgH R.vJ. Djakarta R.V.J. Djakarta HgH R.v.J. Djakarta HgH HgH Ldr. Padang Res. Rechter Djakarta K.V.J. Djakarta R.vJ. Medan R.v.J. Medan R.v.J. Medan Ldr. Djakarta R.v.J. Surabaja R.vJ. Djakarta
27-10-1891 4- 3-1938 9- 9,1897 9- 9 1897 15- 7-1910 16 1-1913 23- 1-1914 24- 61915 24- 5-1917 11- 6-1925 18-12-1925 18- 31926 5- 3-1926 810-1926 21-10-1931 12- 61927 17- 2-1928 9- 5-] 930 14- 8-1930 7-11-1930 26- 1-1925 6 12-1929 18- 1-1929 18- 9 1930 10- 9-1930 1510-1930 31- 3-1937 2112-1930 16- 1-1931 16- 4-1931 .5-12,1931 2- 5-1931 22- 1-1932 20-10 1931 20-11-1931 20-11-1931 1927 23- 6-1932 20- 4-1931
T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T.
R-vJ. Djakarta R*vj. Djakarta HgH R.v.J. Medan HgH R.v.J. Djakarta R.v.J. Padang R.v.J. Djakarta R.v.J. Djakarta R.v.J. Djakarta Res. Rechter Bandung R.v.J. Djakarta
19- 8-1932 10-10-1930 29- 9-1932 17- 3-1933 5- 1-1933 8-12-1933 5- 10 1933 20- 4-1934 11-12-1939 18- 7-1934 5-101934 8- -21935
312
) )
) )
) )
32 161 48/75 69/128 69/131 94v455 99/482 101/412 105/278 109/68 122/158 123/501 124/122 124/101. 125/55 125/497 126,222 127/350
19 13 34 5 5 34 16 34 16 5
T. 132/417
17,
T. 133/50 T. 133/327 T. 133/327
14 5 5
l ’. 133/403
13
T. T. T. T. T. T. T.
13 13 13 13 13 13 5
) )
133/475 133/478 133/478 133/481 134/177 134/197 135/290
T. 135/503 T. T. T. T. T. T.
) )
HaL
135/549 135/519 135/549 136/232 136/319 136/422
34 *2, 25 13 25, 26
13
i;> 51
11, U, U 3 20 3, 20 27 11. 34, 10, 59
T. 136/142
U
T. 137/24
10
T. T. T. T. T. T. T.
14 3, r> ■!0,
137/696 138/539 139/91 139/97 139/855 139/855 1-10/481
.»•!•
T. 140/596
14
5
37
1l 27 34. 233.
K es. rr. Surabaja K.v.J. Djakarta R. v.J. Djakarta IIp H
“ sH
R.v.J. H kII
Djakarta
JlgH Uizll
R. v.J. Djakarta K.v.J. Djakarta llg ll Hell Ldr. Manado Ldr. Manado Res. Rechter Djakarta K.v.J. Djakarta h bh
Hell
H g ll
R.v.J. Surabaja Ldr. Manado Ldr. Telukbctunp: K.v.J. Djakarta Res. Rechter Djakartii
HkII
R.v.J. Djakarta R.v.J. Djakarta Ldr. Palembang R.v.J. Djakarta II}:H J I-II R.v.J. Medan K.v.J. Djnkartu Ldr. Palembang R.v.J. Padang Ldr. M a la ti" R-v.J. Djakarta R-v.J. Djakarta Ldr. D jam bi R-v.J. Djakarta H g ll R-v.J. Djakarta R-v.J. Djakarta R -v.J. Djakarta R-v.J. M edan H gH Res. Ger. Djakarta R .v.J. Djakarta R-v.J. Djakarta R.v.J. Djakarta R.v.J. Padang R.v.J. Djakarta R.v.J. M edan R-v.J. Djakarta R.v.J. Djakarta H gH Ldr. Djakarta
2 0 -
1 -1 9 3 1
8-
3-1935 14-12 1934. 10- 1-1935 U - 2-1935 15- 2-1935 6- 6 1935 •1- 7-1935 2- 5-1935 16- 8-1935 22- 1-1936 2- 1-1936 lf>- 4-1939 10-12-1934 25- 3 1 9 3 5 17- 3-1936 I 1 1935 25- 6-1936 12-12-1935 2 9 -1 0 -1 9 3 6
17- 6-1936 10-12-1934 3-12.1932 fi- 3-1935 1- 5-1937 2- 9-1937 28- 7 1937 8-9-1933 26-11-1935 46-1937 16- 9-1937 3091937 28- 5-1937
11, 5-1 WB 24- 2-WS? 14- 8 1930 16- 2-1938 24- 6-1938 12-10-1938 2- 6-1937 18- 2-1938 52919223113-
1-1939 3 1939 8-1938 4-1938 3-1939 7-1939
T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T.
140 699 141 15 141 166 141 '351. 141 '486 141 512 142 34 142. 52 1 4 2/49 2 142-40 6 1 4 3 '4 6 6 1 4 3 /5 4 0 143/65 4 1 4 4/21 5 144/253 1 4 1/26
46 31 5 10, 12, 42, 13 13 10 13 8 13 > »•5 5 5 3
T. 144/288
25
T. T. T. T. T. T. T. T. T. T. T.
1 4 1/39 2 141/455 141/482 145/352 1'15/352 145/5*18 146/360 1'16/437 146/461 146/473 146/473
T. T. T. T. T.
146/473 ] 4-6/544 146 667 147/72 147/778
T , VW '124
13, '12, 10, 20, 45, 52 5 5 14 11. 11 12 14 5 5 5 12 13 14 13 12
T. T. T. T.
1-1Ü/761 148/764 149/54 119,385
47. 13 13
51
T. 119/410
11,
14
T. T. T. T. '1'. T.
13
149/521 149/555 149, 805 150/501 150,526 150/647
13 13 13 36 13
T. 1 5 1/70
4- 8-1939 9- 9 4 9 3 9 2 6,10-1939 2 6- 4-1940
T . 151/34 5 T . 151/34 9 T . 151/351
14, 3,
T . 1 5 2 /2 7 T. 152/42 8 T . 1 5 3 /1 8
5
9-
6-1939 2-1938 9 -1 9 3 9 ) 8-1940 ) 9-1938
52 35
47
17- 5-1938 12- 5-1939
2 82983 0-
33 48 52
38 9 3, 6,
30
4 14
T . 1 5 3 /2 6 8
12
T . 1 5 3/29 9
31
313
3, 30 14
1, 59
R.vJ. Medan
22- 9-1939
T. 153/499
HgH R.v.J. Semprong HgH HgH H.R.
18-10-1934 Sept. 1876 5- 7-1877 9- 9-1892 13- 6-1924
T. 240/567 W. 707/12 W. 742/149 W. 1536/193 N.J. 1924/826 W. 11601
H.R-
5- 1-1917
N.J. 1917/143 W. 10073
7
H.R.
5-11-1926
N.J. 1927/97 W. 11601
7
H.R.
17- 5-1929
N.J. 1929/1279 W. 12006
7
H.R.
29- 5-1933
N.J. 1931/529 W. 12661
7
Arrondissement*Rechtbank
18- 6-1952
N.J. 1953/356
133
H.R. H.R. P N. Diakarta P.N. Diakarta Cour de Cassation Cour de Douai Pengadilan Lyon
31- 5-1907 13-12-1907 21-11 1956 5-12-1953 16- 1-1861 14-12-1881 29- 7-1916
W. 8553 W. 8636 H. 1957, 1—2 H. 1958, 1—8 Dalloz 1361, I Clunet 1882 Revue Darra-sLapradclle 1922 — 1923
7 7 137 ■44, 54 193 214, 416 11. 444
Cour de Cassation
6- 7-1922
Revue Darra*Lapradelle 1922 — 1923
111, <14B
Pengadilan Lyon
4- 3-1925
Revue DarrasLapradello 1926
39, 112
39 31 7
Hof Lyon
17-12-1925
Clunet 1926 R. 384
112
Cour de Cassation
14- 3-1928
Revue Dana»Lapradelle 1928 Clunet 1928
651
Cour de Cassation Cour de Cassation Chambre Civilo
17- 4-1953 15- 3-1955
RCD1P, 1953 RCDIP, 1955
99, 117, 412 122, 320
Cour de Cassation Chambre Civilo
12- 5-1959
RCDIP, 1960
President du Tribunal de Grande Instance de la Seme
28- 9 1950
RCDIP, 1959
504
Oberste Gerichtshof Austria
10- 5-1950
Jurisprudece de d.i.p. 1961 AJIIj, 1951
133, 136, 358 53, 354
Mahkamah Internasional
28-11-1958
*14
62, 130
141, 142
D A F T A R
ISI
K a ta p en g a n ta r.
Halaman. BAB 171.
IV . S IS T E M A T IK H U K U M P E R D A T A IN T E R N A S IO N A L L in g k u n g a n -k u a s a -s o a l2 I I P I .................................................................... .........................................................................................
..............................................................................................................
2
U m um ............................................................................................................. K om p eten si .............................................................................. K e w a r g a n e g a r a a n .......................................................................................
2
172.
P e m b a g ia n
173.
T ja r a t in d ja u a n k it a
174.
T ja t a t a n 2 a.
b. c.
l
2 1 2
k a a rtsv ste e m
ju r is p r u d e n s i I n d o n e s ia
................
3 4 5 6 6
c .l . D o m ic ilie ................................................................................................... d. P e r s e t u d j u a n 2 ( V e r d r a g e n ) .................................................................. e. K e t e i- t ib a n u m u m ( o p e n b a r e o r d e ) ............................................. f. 5t
P ilih a n h u k u m (r e c h ts k e u z e ) ........................................................ S t a t u s d a n k e w e n a n g a n (s t a a t e n b e v o e g d h e i d ) ................
h i
H u k u m K e k e lu a r g a a n (F a m ilie r e c h t) ..................................... H u k u m h a r t a - b e n d a p e r k a w i n a n d a n a lim e n t a t ie ( H u w e l i j k s v e r m o g e n s r e c h t e n a l i m e n t a t i e ) .............................................
10
i. k
H u k u m w a r i s a n ( e r f r e c h t ) .................................................................... H u k u m h a r t a b e n d a p e r d a t a ( b u r g e r li jk V e r m ö g e n s r e c h t )
11 n
1. m
I -I u k u m D a g a n g ( h a n d e l s r e c h t ) .......................................................... H u k u m A t ja r a d a n p e m b u k t i a n s e r ta „ g e z a g v a n g e -
12:
n
Masalah 2 chusus (bijzondero vraagstukken
w ijs d e .175. BAB
............................................................................................................
......................
S
9 10
^-4-
14
R ö s u m ö -K e s im p u la n ............................................................... »v w V . T I T I K - T I T I K P E R T A L I A N (A A N K N O P IN G S P U N T E N )
15
176. 177.
T it i k 2 p e r ta lia n T it i k 2 p e r ta lia n
178.
P e r in t jia n
17 18 19 19 19
................................................................... pnm er .............................................
T .P P ........................................................................
1.
Kewarganegaraan....................................................
2.
B en d era
3. 4.
D o m ic ilie ......................................................... .............. T e m p a t k e d ia m a n ........................................................
5.
T em pat
6.
P i l i h a n h u k u m d a l a m h u b u n g a n in t e r n
d ari kapal
kedudukan
........................................................
........................................................ ..............
17
20 20 21
21
179.
T it ik p e r ta lia n
..............................................
22
180.
P e r in t jia n T P S ......................................................... .. . a. K ew argan egaraan ........................................................
23 24 24 24
seku nder
T j o n t o h 2 j u r i s p r u d e n s i .............................................. K e m a m p u a n u n t u k b e r t in d a k d a la m h u k u m
31S
Halaman Hukum perkawinan ............................................................ Hukum harta-benda clalam perkawinan ............................ Lain tjontoh ............................................................................. Sitaan marital ..................................................................... Perwalian anak setelahbertjerai ....................................... Tjontoh pertama : suami-isteriD jerm a n .............................. Tjontoh kedua ............................................ Tjontoh ketiga ............................................ Tjontoh ke-em pat: suami-isteri Swiss ... Tjontoh ke-lima : warganegaraTiongkok ... Tjontoh ke-enam : warganegara Arab Ilukum kekeluargaan ditentukan oleh hukum na.sion al
Pembatalan perkawinan Pengakuan anak ............................. Sjarat2 perkawinan ....................................................... Tjontoh pertama ............................................................... Tjontoh kedua ............................................................... Pewarisan : warganegara Tiongkok Tjontoh lain: warganegara Austria
^
24
“ ^
"
29 30 30 31
31 32 33 ^ OD 00 36 37 38
b. Bendera Kapal ......................... c. Domicilie .......................................................................... Tjontoh Jurisprudensi................................................ •••
3S oo 00
d. e.
Tempat kediaman ................................................... Tempat kedudukan ................................................... Lain2 titik" pertalian sekunder.........................................
40 40 41
f. g.
Tempat letaknja benda ............................................ Tempat dilangsungkannja perbuatan-liukum............. Sedikit sedjarahhukum ................................................... Ketjaman .......................................................................
41 42 43 43
1- Tempat dilaksanakan perdjandjian.................................. Tjontoh jurispnidrnsi ......................................... .......... Lain tjon toh ........................................................ ........... Ketjaman.............................................................................. ']■ Tempat terdjadinja perbuatanmelanggar hukum ............. Sedikit sedjarah hukum ................................................. k. Maksud para pihak ......................................................... Pilihan hukum dalam HAG ........................................ Tjara2 mengutarakan kehendak para pihak .................. Djangan mengkonstrair „maksud para pihak” jang fictief k Tempat diadjukannja proses perkara ............................
45 45 46 47 47 48 49 50 50 51 52
Halaman 179. P E R IN TJIA N T IT IK 2 PE R TA LIA N LEBIH LANDJUT ISO. T itik pertalian kumulatip .............................................................. (a) Kumulasi daripada hukum sendiri dan hukum asing ... (b) Kumulasi daripada dua stelsel hukum iang „willekeurie” (kebetulan) ............................................................................... 181. T itik 2 pertalian a lte r n a tip ........................................................... Ratio dari T P alternatip ............................................................ 182. T itik pertalian pengganti ........................................................... 183. Perbedaan titik taut subsidair dan titik taut alternatip ... 184. T itik pertalian ta m b a h a n ............................................................ 185. T itik pertalian accessoir ............................................................ 186. Tindjauan cliu s u s ........................................................................... 187. Kewarganegaraan atau domicilie sebagai titik pertalian ... 18 8 . Perintjian lebih landjut dari Negara 2 m asing2 ................... 189. Tidak ada prinsip jang a priori lebih baik .......................... 190. Ketjondongan negara- Eropah-Kontinental terhadap negara 2 A n g lo -S a x o n ................................. .................................................... 191. Territorialitet terhadap personalitet daripada hukum .......... 192. M asing 2 aliran mempunjai pembela2-nja ........................... 193. Kepentingan sendiri turut berbitjara ................................... 194. Kom binasi prinsip dom icilie dan kewarganegaraan .......... 195. Aliran 2
53 54 54 55 55 53 53
60 61 61 61
62 62 66 67 68 68
69 70 71 72 72 73 73 74 74 75 75 77 77 78 80 80 83
83 84
317 Hukum Perdata Intercaslooal Indonesia —
21
Halaman
■200. 201. 202 . 203. 204. onr
Perbedaan kewarganegaraan antara suami dan istcri ... Perkembangan di Indonesia ...................................... Perbedaan kewarganegaraan orang tua dan anak ......... Kesulitan2 pemkaian prinsip kewarganegaraan pada aneka kewarganegaraan dalam keluarga........................ Prinsip domicilie perlu membantu ............................... Keuntungan prinsip domicilie hanja relatip ................ 3. Hukum domicilie seringkali sama dengan Hukum sang Hakim .......................................................................... 4. Kepastian untuk lingkungan sekitar ditempat domicilie 5. Tjontoh untuk negara2 dengan pluralisme hukum ... Keuntungan ini hanja bersifat relatip ....................... 6. Dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksa nakan ............................................................................ Keuntungan ini hanja relatip pula ................................. 7. Demi kepentingan adaptasi dan assimilasi negara2 imigran Djangan me-lebih-kan................. R e s u m e ....................................... Djalan keluar..................................... Tjara2 mengatasi kesulitan2 ................. ’ ’ ’ Jang satu diganti selunihnja oleh jang lain ......................... Kompromis antara kedua prinsip ... j^°micilie membantu prinsip kewarganegaraan .......... ...
m ons im
P e n S i a n T iP dr iiS m penSerlian kewarganegaraan p enSertldu domicilie HpJ Inggris .. 0 b pei'i i ^ian Skandinavia . ' .................. "
»
£ * .? * ? ■
*»
prinsip^
213. Ketjaman Kollewijn ................. ' 214. Praktek hukum belum meiakinkm \ warganegaraan ................’ " 215. 216. 217. 218. 219. 220.
3U
::: d| lg!Ul%
-
84 84 85 86
87 88 88
89 90 91 92
92 93 94
^ gg 96 97 98
99 99 100
«•»
sip , iasi0.
.................. i ' , ................ primip-ke-
Djuga Tiongkok mempergunakan prinsm ■'"vi'l " Kesimpulan ................................ P Sip naslonaUtet Ketjondongan kepada prinsip domicilie .......................... Sjarat „bestendigheid” ......................... ' " ......................... Mentjegah „ontaarding” .......... . .......................... .................. Tjontoh perkara D e F e r r a r i ... Duduknja perkara................................ , Gugatan pertama................................. .......................... ...
infi 100. j
^iq m
Halaman Pendirian C our d e Cassation ...................................................... Gugatan kedua ................................................................................ 221. 222. 223. 224. 225.
A c h i m ja „ b e r t je r a i” d j u g a .....................................................................
112
P engelonan hukum Perantjis ..................................................... A k ibat- sikap berat-sebeah i n i ..................................................... T em ja ta prinsip nasionalitet membawa kesukaran djika ada p erbed aan kewarganegaraan ...................................................... T ig a m atjam tafsiran terliadap perkara F e r r a r i ....... Penggunaan hukum setjara distributif ................................
112
K o n s e k w e n s i“ ja n g tidak m em uaskan
226. 227. 228. 229. 230.
.....................................
I Iukiun Perantjis dipergunakan karena merupakan lex fori H ukum Perantjis dipergunakan karena salah satu pihak ada lah W .N . Perantjis ................................................................... Ketjam an ................................................................................... P e r k e m b a n g a n selandjutnja dari jurisprudensi Perantjis ... Perkara R i v i e r e ... ........................................................... P e m b e la a n p ih a k suam i
D ukungan dari perkara
.................. .............................................
F errari?
....................................
23 L. 232. P e n d ir ia n h a k im P e r a n t ji s ................................................................. 234. P e n d ir ia n C o u r d e C assation ............ ...................................... 235. M enjim pang dari putusan F e r r a r i ................................. 236. P e m a k a ia n h u k u m dari dom icih e-bersam a ......................... 237. Ilu ku m dom icilie bersama dipentingkan .......................... 238. Ketegasan masih diperlukan .................................................. °3 9 240.' 141.
.
••• ••• ............. r e r is t i w a L e w a n d o w s k i ................... P e r tim b a n g a n ja n g m enitik-beratkan hukum d o m icile ... A r r e st F e r r a r i dikesam pingkan ............ ... ... -
242. 243. 244. 145.
Banjak suami-isteri dengan kewarganegaraan berbeda ... Ilu kum d om icilie bersama jang dipakai ......................... Sesuai dengan visie K o 1 1 e w i j 11 .................. •• ••• Prinsip kewarganegaraan dilepaskan untuk suami-istcn de ngan kewarganegaraan berbeda 246. Pengunduran Swiss dari Traktaat Den Ilaag ... ... ••• 247. Kesulitan djika hukum nasional tidak mengenal pertieraian 248. 249.
250. 251: 252. 253.
Ill
112
i '" T j o n t o h ............................................................................ . 1 D ahulu tidak ada perbedaan kewarganegaraan dalam ke luarga ....................................................................... ................... K eberatan- pem erintah Swiss ................................................ H ukum bersam a jang terachir ..: ................... ........... •• Prinsip kewarganegaraan tidak dapat dipakai .................. P endapat K ollew ijn dahulu adalah sesuai dengan jurispru densi Perantjis sekarang .........................................................
113 113
114 114 115
115 116 116 117
117 117
118 119 1 19
12 0 l 20
12o 121 122 123 123
12 3 1-4 124 125 126 126 12 6
127 128 128 129 319
Halaman m . Tendensi unmk memperluas b e r la t a ja I m t a 255.
f e t o i 'pertjeraian rantjis
256. 257. 258. 259. 260
..................
dc^icilie
^
asing jang berdomicilie di Pe-
^
..................
.................................. ......................... Kesimpulan ... ••• ••• ................................ ........... ........... Ketjaman B a t i t t o l ^ ............................... ......... Bahaja „forum shoppmg ... ••• •" . Hukum domicilie bersama dipentingkan ... ... pertjeraian orang2 asing olehhakim Perant,,s kadang- hdak diakui dalam negara nasional jangbersangkutan .............
Perkara B i s b a 1 ......................
261. Petundjuk2 lain kearah mi ... ... ... ... .................. °62 P e rtje ra ia n orang asing dihadapan hakim Peiantjis .............. 263 . Perkara Massimo - Da\vn Addams.......................................... 264. Duduknja perkara ................................................................ 205 . pendirian hakim Perantjis.........................................^ ........... 266. Menjatakan diri tidak berwenang „karena djabatan”
130 j_gj_ 132 132 13 3
^ _ "g
............
^
267. Mentjegah „forum sliopping” .................................................. * 268. Perbandingan dengan keputusan2 lainnja .......................... 1 269. Kesim pulan ................................................................................ ^ 270. Perkembangan dilain bidang ................................................ 141 271. Perkara B o l l ....................................................................... 141 272. Duduknja perkara ................................................................. 142 273. Intervensi dari pemerintah2 Negara2 para pihak bersangkutau 146 274. Pendirian dari Mahkamah Agung Internasional .................. 149 275 Jang berkenaan dengan persoalan prinsip kewarganegaraau dan prinsip dom icilie................................................................. 149 276. Alasan3 jang membenarkan pendirianSwedia ................ 152 2 7 7 . Ketjaman K o 1 1 e w i j n ............................................. 154 278. Kesimpulan ............................................................................ 156 279.
Terdorong oleh ketjondongan untukmengutamakan prinsip domicilie...................................................................................................
157
280. Akibat dariperkaraB o l l ...........................................................
159
Hubungan antara prinsip kewarganegaraan dan prinsip domicilie ......................................................................................
161
281. Tjara penjelesaiandariperselisihan” antara prinsip kewarga negaraan dan prinsip domicilie................................................ 282. Pendapat para penulis tentang prinsip domicilie danprinsip
161
kewarganegaraan.........................................................................................
162
283 284
320
Prinsip manakah jang sebaiknja untuk Indonesia?.................. Alasan2 pro prinsip nasionalitet untuk R .I.: Nasionalisme se dang bergelora
163 1®^
Halaman
285. 286. 287. 288. 289. 290. 291. 292. 293. 294. 295. 296. 297. 298. 299.. 300. 301.
Sistim jang konsekwen ................................. Nasionalisme dan hukum perdata ................. Pendirian kami ................................................ Kesimpulan ........................................................ KEWARGANEGARAAN ................................. Tindjauan cuhsus tentang kewarganegaraan ... Warganegara adalah ’’anggota2” negara ... Peraturan2 kewarganegaraan R.I...................... Persetudjuan Perihal Pembagian Warganegara U.U. Kewarganegaraan 195S ......................... Siapa warganegara ditentukan setjara mutlak oleh negara bersangkutan ........................................................................... Prinsip2 unuun tentang kewarganegaraan^......................... Batas2 kebebasan untuk menentukan siapa2 warganegara ... Negara lain tidak dapat turut tjampur dalam penentuan siapa2 warganegara sesuatu negara Tidak ada keseragaman peraturan- .......... Dwikewarganegaraan, tanpa kewarganegaiaan Ius soli atau ius sanguinis ......................... Dwikewarganegaraan ................................. Perdjandjian penjelesaian dwikewarganegaraai Siapa sadja jang dianggap u arganegaia
302. Perintjiannja ... .......................... 303. Rakjat asli ••• ••• ............ ■" 304. Orang2 keturunan asing .......... 305. 306. 307. 308. 309.
310. 311. 312. 313. 314. 315. 316. 317. 318.
169 169 170 171 171 171 172 173 173 174 174 174 175 176 176 176 177 178 179 179 179 ISO
180 ” ... 181 •” 182 Status anak2 ................................. ». sanguinis”? .......... 182 Apakah sebabnja pemakaian f *5 , seorang asing” Kelahiran dalam wilajah R.I. d* J iasiona]L«me .......... 183 Peraturan2 kewarganegaraan pio ^ _ .......... 184 184 N e g a ra 2 im igrasi l® Pada iuS 185 Proces ’’nation biulding ; ketjo b ................................. '186 Mentjegah apatride pada anak .i , ,, • dikenal 186 Anak jang kedua orang -VOndeling” 186 Anak jang diketemukan °f.m m -kewarganegaraan 187 Anak jang kedua orang h m * ‘ ^ „ e g a r a a n ... 187 Tjorak 2 modem dalam Undang * ° a£aaB Melenjapkan dan mentjegah duakewarganeraga^ 188 188 Aliran modem ”anti-bipatridie Djuga R.I. bersikap anti-bipatridie .......... 189 Tjontoh 2 dalam U.U. Kewarganegaraan ... 189 Anak luar kawin dari ibu Indonesia
321
319. 320. 321. 322. 323.
Tjutju seorang imigran asing ............................................ 189 Formule sumpah Naturalisasi ................................................ 190 190 Perkawinan tjampuran internasional ................................. Memperoleh kewarganegaraan lain ..................................... 190 Tidak mempergunakan kesempatan untuk melepaskan ke warganegaraan lain ................................................................. 191 324. Mempunjai paspor asing ........................................................ 191 325. Dianggap hanja WarganegaraIndonesia ............................. 192 326. Anti-apatridie ......................................................................... 192 327. Alasan2 contra tanpa-kewarganegaraan ................................. 192 328. Anak jang tak mempunjai hubungan dengan ajahnja ......... 193 329. Anak jang diketemukan ........................................................ 193 330. Anak jang orang tuanja tidakdiketahui .............................. 193 ■331. Perkawinan perempuan asing dengan prija warganegara ... 193 332. Perkawinan perempuan warganegara dengan prijaasing ... 191 333. Mentjegah apatridie sesuai aliran internasional ................. 194 334. Tjara2 memperoleh kewarganegaraan R.1.............................. 194 335. Adopsi anak asing ................................................................. 194 336. Naturalisasi ................................................................................. 195 'Z 337. Sjarat2 untuk naturalisasi.............................................................. 195 a. Sudah berumur 21 tahun .................................................. 195 b. Lahir dalam wilajah Republik Indonesia, atau bertempat tinggal dalam wilajah Republik, atau bertempat tinggal dalam daerah itu selama sedikit-dikitnja 5 tahun ber-turut2 jang paling achir atau sama sekali selama 10 tahun tidak ber-turut2 .................................................................. 196 c. Memperoleh persetudjuan sang isteri ........................... 196 d. Tjukup dapat berbahasa Indonesia dan mempunjai seke dar pengetahuan tentang sedjarah Indonesia ................... 197 e. Tidak pernah dihukum karena melakukan suatu kedjaha197 tan jang merugikan R.1....................................................... f. Sehat roehani dan djasmani .......................................... 19 7 g. Membajar uang naturalisasi diantara Rp. 5 0 0 .- sampai Rp. 10.000,- .......................... F ig 8 h. Mempunjai mata-pentjaharian jang tetap ................... «v» t mempunja kewarganegaraan lain ......... 338. fjara mengadjukan permohonan ... ........... 339. Sumpah setia .......... " ...................
198 19 S T™
340. Pengumuman dalam Berita Negara 341. Naturalisasi demi kepentingan negara 342. Perkawinan tjampuran internasional
198
322
..
........................... ......................... ........... ...........
199
199
o43.
rjara- kehilangan
kewarganegaraan
R .l.
...
o0n
a-
Memperoleh kewarganegaraan lain karenakemauanuja sendin ...................................................................... , ' . >■ Klak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain. •stuangkan ia mendapat kesempatan untuk itu ......
200
t-
20 2
Diakui sebagai anak oleh seorang asing
.....................
Dinjatakan hilang atas permohonan sendiri c.
201
..........
202
Masuk dalam dinas tentara asing
oq2
^
Masuk dinas negara asing
g-
Mengangkat sumpah atau menjalakan djandjisetia kepa da negara asing
...............
0 Q3
203
I unit seila dalam pemilihan jang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asin" ................................................... 203 *• Mempunjai paspor atau surat jang bersifat paspor dari negara asing atas namanja ...................................................
204
J- Lain dari untuk dinas negara, selama 5 tahun ber-turut2 tinggal diluar negeri dengan tidak menjatakan keinginanriia lmtuk tetap mendjadiwarganegara ........................ 204 Pernjataan hilang
3^ 5
kewarganegaraan
...................................
204
•346 / Y ^ r a a n sang isteri ........................... 206 3 4 7 p^n ^lassik tlan pendapat modern .................................. 206 .,1^).Ui"aKlu haluan kearah azas kebebasan memilih untuk PUialc isteri ... . ano 34 ft j r ......................................................................... —Uo 34 9 Teadai,m di Indonesia ............................................................ 209 •350. j ’-0nt°lv Kcwnrgauegarnnn 111......................................... 21 0 n!,0 -ito 1:
^ e,)jt'l<.'saiai)
(Iwikcwamiiicpuraau
............
SSa S ^ ^ T arg3" c'Sara!" ........................... ! . .......................... 353. IIU] ^ Umbulnja dwikewarganegaraan ........................ 3o4. Salah ^ m a n a ^ 1 jang digunakan dwikewarganegaraan? ... lex r S.atu dar* kewarganegaraan rangkap ini merupakan 355.
p'
,
-
^65.
|urisn^af
..................................................................................
215 218
• Kewai a nSi Indoncsia................................................................ kow-i , £ aUeSaraan Jang berkelebihan ini semuamerupakan
221
2-
naenjimpang
213 213 215
........................................
1
]anS
212
negaraan asin g...............................................................
...
kewarganegaraan dilepaskan .................... as‘o ,« l‘ te tja „g „e ffe W p »a tu a „a k tip ” ...........................
221 222
222 323
Halaman 3. Pemakaian lex fori .......................................................... ••• 4. Semua kewarganegaraan dipergunakan setjara kumulatip 2^5 5. Kewarganegaraan jang paling sesuai dengan azas- hukum dari lex fori .......................................................................... 7. Kewarganegaraan jang diperoleh paling achir ................... 227 8 . Kewarganegaraan jang sama djatohnja dengan domicilie atau tempat kediaman .......................................................... 227 9. Pilihan dari jang bersangkutan sendiri ........................... 228 10. Kewarganegaraan jang lebih menguntungkan bagi jang bersangkutan ......................................................................... 229 Resume: ......................................................................... 230 359. Tanpa-kewarganegaraan (apatridie) ......................................... 231 360. Tjara2 penjelesaian....................................................................... 232 1. Pemakaian hukum domicilie atau tempat kediaman ... 232 2. Kewarganegaraan jang terachir .......................................... 234 360. R 6 s u m 6 : ................................................................................. 235 361. Status orang asing (Vreemdelingen Statuut) .......................... 233 362. Perbedaan antara WNI dan orang a s in g .................................. 236 363. Pengawasan chusus terhadap orang asing .......................... 238 364. Pekerdjaan bagi orang asing .......... .................................. 239 365. Usaha dagang orang a s in g .......................................................... 204 066. Tindakan“ chusus terhadap golongan2 orang asing tertentu 243 367. Ketentuan2 tentang modal asing ......... ........................... 243 367. Ketentuan2 tentang modal asing ......................................... 244 368. Perusahaan2 Negara ......... ................................... 246 369. Bank2 Negara......... 257 370. Pertambangan............... ................. 257 371. Hak2 atas tanah ......... .......................... ........................ 258 373. Dibidang Hukum Perdata................................. ••• 260 347. DOMICILIE ................. ................................ . ........... 262 375. Tjorak2 utam a........................ ................................. 262 376. „Domicile” dan „residence” ......... ................................. 262 377. Konsepsi domicilie Inggris ... ... .................- ................... 263 Ad 1) Domicile of origin ....................... .................................. Ad 2) Domicile of choice .......................... ................... ggg Ad 3) Domicile by operation of la w .................. ................... 378. Beberapa ketentuan lain ....................................... ” ........... 379. Usul2 perbaikan .......................................................... Daftar Batjaan.............................................................................. .......... ~ Daftar Nama dan Hal-hal .................................................. ......... Daftar Perundang-undangan.......................... ................. ........... Daftar Keputusan .......................................... ................. ' Daftar I s i .................................................. ... ................................ ^
315
324
I
Perpustakaan UI
KINTa 392-62
