Pilarisasi dan Karakterisasi Montmorillonit (Yulia Istinia)
PILARISASI DAN KARAKTERISASI MONTMORILLONIT Yulia Istinia, Karna Wijaya, Iqmal Tahir, dan Mudasir Jurusan Kimia, FMIPA, UGM Jl. Kaliurang, Bulak Sumur, Yogyakarta 55281
ABSTRAK PILARISASI DAN KARAKTERISASI MONTMORILLONIT. Telah dilakukan pilarisasi montmorillonit dengan Cr2O3 dengan metode interkalasi dan karakterisasinya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sintesis lempung terpilar dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pembuatan agent pemilar berupa oligomer kation chrom dan pemilaran montmorillonit. Pembuatan oligomer dilakukan dengan melarutkan garam Cr(NO3)3. 9H2O dalam air terdemineralisasi selama 36 jam dengan pemanasan pada suhu 95o C sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Pemilaran lempung dilakukan dengan melarutkan Na-montmorillonit ke dalam larutan campuran air terdemineralisasi dan aseton, selanjutnya mencampurkan suspensi tersebut ke dalam larutan oligomer sambil diaduk dengan pengaduk magnet pada suhu pemanasan 40 oC selama 24 jam. Campuran disaring kemudian padatan yang diperoleh dikeringkan dan selanjutnya dikarakteristik menggunakan spektrofotometer inframerah, difraksi sinar-X, analisis adsorpsi gas dan analisis pengaktifan neutron. Analisis yang sama juga dilakukan pada Na-montmorillonit yang digunakan sebagai pembanding. Tahap selanjutnya adalah uji keasaman permukaan yang dilakukan secara kualitatif yaitu dengan metode spektrofotometer infra merah dan secara kuantitatif dengan metode gravimetri yaitu dengan mengadsorbsikan amoniak ke dalam montmorillonit terpilar Cr2O3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pilarisasi Na-montmorillonit dengan Cr2O3 membentuk montmorillonit terpilar Cr2O3 dengan tinggi pilar sebesar 5,95Å, Pilarisasi juga mengakibatkan kenaikan luas permukaan spesifik dari dari 90,0587 m2/g (Na-montmorillonit) menjadi 170,471 m2/g (montmorillonit terpilar) dan volume total pori dari 60,9264 x 10-3 cm3/g (Na-montmorillonit) menjadi 92,6631 x 10-3 cm3/g (montmorillonit terpilar Cr2O3). Keasaman permukaan montmorillonit meningkat dari 0,6673 mmol/g (Na-Montmorillonit) menjadi 2,6965 mmol/g (montmorillonit terpilar Cr2O3). Kata kunci : Lempung terpilar, montmorillonit, karakterisasi
ABSTRACT PILLARIZATION AND CHARACTERIZATION OF MONTMORILLONITE. Pillarization of montmorillonite with Cr2O3 has been conducted by intercalation method and its characterization has been done. Pilarization was conducted in two setps. The first step was preparation of oligomer solution, by dispersing Cr(NO3)3.9H2O in demineralization water for 36 hours at 95oC. The second step was dispersion of Na-montmorillonite into solution of demineralization water and acetone and followed by dispersing the suspention of clay into oligomer solution for 24 hours at 40 oC. The product was calcined at 200 oC for 2 hours and than characterized by Infra Red Spectrophotometery, X-Ray Diffractometer, Gas Sorption Analysis and Neutron Activated Analysis Method. The same analysis was also performed for Na-montmorillonite as a reference. The next step was surface acidity determination measured qualitatively by Infra Red Spectrophotometery method and quantitatively by gravimetric method, that was performed by adsorbing ammonia into Cr2O3-pillared clay. The experimental result exhibited that pillarization of Na-montmorillonite using Cr2O3 to form Cr2O3-pillared montmorillonite caused an increasing of the interlayer of montmorillonit of 5.95Å, resulted in an increasing of specific surface area of the montmorillonite from 90.0587 m2/g (Na-montmorillonite) to 170.471 m2/g (pillared montmorillonite), an increasing of total pore volume from 60.9264 x 10-3 cm3/g (Na-montmorillonite) to 92.6631 x 10-3 cm3/g (pillared montmorillonite) and an increasing surface acidity of montmorillonite from 0.6673 mmol/g (Na-montmorillonite) to 2.6965 mmol/g (pillared montmorillonite). Key words : Pillared clay, montmorillonite, characterization
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi sumber daya mineral yang cukup besar dan berpeluang untuk dikembangkan. Salah satu mineral yang banyak terdapat di Indonesia adalah lempung
berupa tanah yang umumnya berwarna agak kecoklat-coklatan dan mudah dibentuk dalam keadaan basah serta mengeras dengan warna kemerah-merahan jika dibakar. 1
Vol. 4, No. 3, Juni 2003, hal : 1 - 7 ISSN : 1411-1098
Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal of Materials Science
Di negara beriklim tropis kemungkinan terbentuknya lempung dari batuan segar sangat besar. Lempung terbentuk karena adanya pelapukan mekanik dan kimia. Selain itu lempung juga terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh pengaruh air atau cairan panas yang berasal dari dalam bumi yang disebut alterasi hidrotermal. Tanah lempung dalam kehidupan kita sehari-hari juga dapat diketahui manfaatnya baik secara langsung maupun tak langsung. Tanah tersebut selain digunakan untuk bahan pembuat batu bata, kerajinan tembikar dan genteng juga dapat dipakai sebagai bahan pengisi dalam industri kertas, cat dan karet sebagai penukar ion, kation, katalis dan adsorben [1,2,3,4]. Secara geologis tanah lempung adalah mineral alam dari keluarga silikat yang berbentuk kristal dengan struktur berlapis (sering disebut pula dengan struktur dua dimensional). Berdasarkan kandungan mineralnya, tanah lempung dapat dibedakan menjadi smektit (montmorillonit), kaolit, haloisit, klorit dan ilit. Di antara mineral-mineral lempung tersebut, smektit atau montmorillonit adalah kelompok lempung yang paling banyak menarik perhatian, karena montmorillonit memiliki kemampuan untuk mengembang. Selain itu mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar ion yang tinggi sehingga mampu mengakomodasikan kation dalam antarlapisnya dalam jumlah besar. Penelitian ini menggunakan tanah lempung jenis montmorillonit/ smektit dengan pertimbangan fakta-fakta tersebut. Montmorillonit mempunyai nama dagang bentonit [5,6,7]. Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan Na-bentonit dan golongan Ca-bentonit. Golongan Na-bentonit banyak mengandung ion Na+ daripada ion Mg 2+ dan Ca 2+, memiliki sifat dapat mengembang bila direndam air dan dalam suspensinya dapat menambah kekentalan sedangkan Ca-bentonit banyak mengandung ion Ca 2+ dan Mg 2+ daripada ion Na+, memiliki sifat sedikit menyerap air dan bila didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap [8,9,10,11]. Dalam dunia industri kebutuhan montmorillonit semakin lama semakin meningkat, selain itu untuk mendapatkan produk montmorillonit yang memiliki sifatsifat menguntungkan dan kestabilan yang tinggi perlu dilakukan modifikasi peningkatan kemampuan kerja lempung. Tanpa modifikasi, kemampuan kerja lempung umumnya tidak begitu tinggi. Salah satu bentuk modifikasi lempung yaitu pemilaran atau pilarisasi. Pilarisasi dapat dilakukan dengan interkalasi senyawa kompleks kation logam polihidroksi (Al-, Cr-, Zr-, Ti- dan Fe-polihidroksi) ke dalam antarlapis silikat lempung yang diikuti dengan kalsinasi untuk membentuk pilar-pilar oksida logam seperti Al2O3, Cr2O3, ZrO2, TiO2 dan Fe2O3. Proses pemilaran ini dapat meningkatkan kestabilan termal dan daripada sebelum dipilarkan [11,12,13,14].
2
Penelitian ini bertujuan untuk membuat bahan baru yaitu montmorillonit terpilar Cr2O3 dengan bahan baku bentonit Indonesia serta karakterisasi bahan tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dikembanglanjutkan pada penelitian-penelitian berikutnya, khususnya aspek aplikasi bahan tersebut dalam industri.
METODE PERCOBAAN Bahan Dalam penelitian ini dibutuhkan bahan-bahan sebagai berikut: lempung alam Na-montmorillonit yang diperoleh dari PT. Tunas Inti Makmur (yang mempunyai komposisi SiO2 61,02%;Al2O3 15,21%; Fe2O3 4,89%; TiO2 0,62%; MgO 1,94%; K2O 0,46%; Na2O 3,45%; LOI (Lost on Ignition) 10,31%, kristal NaCl (p.a.), air demineralisasi yang diperoleh dari PAU, kristal Cr(NO3)3.9H2O, aseton (p.a.), Na2CO3 anhydrous, kertas saring lembaran, kertas saring Whatman 42, larutan AgNO3, kertas pH dan larutan amoniak (25%V/V).
Alat Peralatan gelas seperti erlenmeyer, gelas beker, pengaduk kaca, gelas arloji, gelas ukur, pipet, dan pipet gondok. Peralatan untuk preparasi sampel seperti penggerus porselin, pengayak 270 mesh, pengaduk magnet, termometer 100oC, stirer Corning Hot Plate PC 351, dyer, oven, neraca analitis (Mettler-AT 200), sentrifus (model OSK 6474B), Furnace (Thermolyne Type 21100 Tube-Furnace) dan Desikator. Peralatan karakterisasi seperti Difraktometer Sinar-X (Shimadzu PC 6000), Spektrofotometer Infra Merah (Shimadzu model FTIR 8201 PC), Spektrometer Gamma jenis 92x Spektrum Master dan Gas Sorption Analyzer NOVA 1000.
Cara Kerja Preparasi Na-montmorillonit Lempung alam dalam hal ini bentonit yang sudah tersedia dalam bentuk bubuk, sebelum digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air demineralisasi yaitu dengan diaduk selama 24 jam baru kemudian disaring, dikeringkan, digerus dan kemudian diayak dengan pengayak berukuran 270 mesh. Agar kandungan Natrium pada montmorillonit tersebut menjadi lebih kaya dilakukan penjenuhan dengan menggunakan NaCl dengan cara mendispersikan lempung alam yang sudah dicuci tersebut ke dalam larutan NaCl 1 M dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam sambil dipanaskan pada suhu 70 – 80 oC. Sedimen yang
Pilarisasi dan Karakterisasi Montmorillonit (Yulia Istinia)
diperlukan dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring. Sedimen yang didapatkan kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 oC selama 24 jam. Bahan yang sudah dikeringkan itu kemudian dihaluskan dan disaring dengan pengayak berukuran 270 mesh, selanjutnya dijenuhkan dengan larutan NaCl jenuh dan diaduk selama 24 jam tanpa pemanasan. Sedimen dipisahkan dengan disaring dan dicuci dengan air terdemineralisasi untuk membersihkan ion chlorida yang mungkin terdapat pada permukaan lempung montmorillonit. Untuk mengetahui apakah pencucian telah berhasil membersihkan ion klorida dari permukaan lempung dilakukan uji AgNO3. Jika tidak terbentuk endapan AgCl akibat penetesan AgNO3 ke dalam filtrat berarti permukaan lempung telah bersih dari ion-ion klorida. Sedimen yang didapatkan dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 oC selama 24 jam, digerus lalu diayak dengan pengayak 270 mesh. Na-montmorillonit yang diperoleh dikarakterisasi dengan metode spektrofotometer infra merah, difraksi sinar-X dan Analisis Pengaktifan Neutron (APN).
Sintesis Montmorillonit Terpilar Cr2O3 Langkah pertama adalah pembuatan agent pemilar yaitu pembuatan larutan yang mengandung oligomer kation polioksikromium (Cr-sol) . Untuk setiap 1g Na-montmorillonit dipergunakan 50 mL air demineralisasi dan 8 g Cr(NO3)3.9H2O dan 2,2 g Na2CO3 yang ditambahkan secara berangsur-angsur sambil diaduk dengan pengaduk magnet. pH yang terukur tidak lebih dari 4,2. Setelah itu suhu dinaikkan menjadi 95 oC. Pengadukan yang disertai pemanasan ini dilakukan selama 36 jam. Kemudian larutan tersebut didiamkan selama 24 jam. Langkah kedua yaitu membuat suspensi lempung yaitu dengan melarutkan Na-montmorillonit ke dalam larutan campuran air demineralisasi dan aseton dengan perbandingan air demineralisasi : aseton = 3 : 4. Untuk 1g Na-montmorillonit digunakan 100 mL larutan campuran (60 mL air demineralisasi dan 40 mL aseton). Suspensi itu diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam pada suhu kamar. Langkah ketiga yaitu proses pemilaran yaitu menambahkan suspensi montmorillonit ke dalam agent pemilar. Penambahan dilakukan secara berangsur-angsur sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Setelah penambahan selesai, suhu dinaikkan menjadi 40 oC. Temperatur dijaga agar tetap konstan selama 24 jam. Fraksi dipisahkan dan dicuci dengan air demineralisasi kurang lebih selama 12 kali. Proses pemisahan dan pencucian dilakukan dengan jalan disentrifus. Hasil yang didapat berupa pasta berwarna hijau. Pasta itu kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 100 oC lalu digerus dan diayak dengan pengayak berukuran 270 mesh. Langkah keempat yaitu kalsinasi. Fraksi padatan yang dihasilkan pada langkah sebelumnya dikalsinasi
pada suhu 200 oC selama 2 jam. Selanjutnya disebut sebagai montmorillonit terpilar Cr2O3. Untuk mengetahui telah terjadi pemilaran atau belum, bahan, baik berupa lempung tanpa perlakuan maupun setelah perlakuan dianalisis dengan metode difraksi sinar-X, spektrofotometeri inframerah, metode serapan gas nitrogen dan untuk mengetahui kandungan chrom-nya, bahan dianalisis dengan alat Analisis Pengaktifan Neutron (APN).
Penentuan Keasaman Permukaan Montmorillonit terpilar Cr2O3 sebanyak 0,1 g yang telah dipanaskan dalam oven pada suhu 120 oC dimasukkan ke dalam krus porselin, selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator yang didalamnya diberi uap amoniak (NH3). Desikator ditutup dan dibiarkan kontak dengan uap amoniak selama 24 jam, kemudian desikator dibuka dan amoniak yang ada dalam krus porselin dibiarkan menguap di udara selama 4 jam, selanjutnya lempung ditimbang dengan teliti. Berat amoniak yang teradsorbsi dapat dihitung dari selisih berat sebelum dan setelah mengadsorbsi amoniak. Untuk menghitung keasaman lempung digunakan rumus sebagai berikut: K al
W2 x 1000 M b x W1
Dimana : Kal = keasaman lempung (mmol/gram) W1 = berat lempung (gram) W2 = berat basa yang teradsorpsi (gram) Mb = berat molekul basa (amoniak = 17,03 gram/ mol) Selanjutnya lempung dianalisis dengan metode spektrofotometer infra merah untuk mengetahui amoniak sudah benar-benar teradsorpsi pada montmorillonit terpilar Cr2O3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Lempung Na-montmorillonit Proses penjenuhan bertujuan untuk membuat Na-montmorillonit yang bersifat mudah mengembang. Proses penjenuhan dilakukan dalam dua tahap yaitu dengan larutan NaCl 1M dan larutan NaCl jenuh. Tahap +
nNa + M-montmorillonit
Na-montmorillonit + M
n+
pertama dimaksudkan untuk mengawali terjadinya reaksi pertukaran kation-kation selain Na+ (Ca2+, Mg2+, K+ dan sebagainya) yaitu untuk membuka dan mengaktifkan ruang antar lapis montmorillonit. Dengan terjadinya reaksi pertukaran kation-kation tersebut diharapkan sebagian besar kation-kation selain Na+ dapat tergantikan oleh kation Na+. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 3
Vol. 4, No. 3, Juni 2003, hal : 1 - 7 ISSN : 1411-1098
b
a
o
2 ( ) Gambar 1. Difraktogram lempung alam terhidrat (a) dan Na-montmorillonit terhidrat (b).
Kation-kation dalam lempung yang mempunyai valensi lebih dari Na+ akan sulit tergantikan oleh Na+, untuk itu digunakan konsentrasi larutan NaCl yang jenuh yang merupakan proses penjenuhan tahap kedua. Penjenuhan pertama dilakukan pada suhu 70-80 oC selama 24 jam sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Proses penjenuhan kedua dilakukan pada suhu kamar yang juga dilakukan pengadukan selama 24 jam dengan pengaduk magnet. Produk kering yang dihasilkan disebut Na-montmorillonit. Untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan antara sebelum dan sesudah dijenuhkan, dilakukan analisis difraksi sinar-X yang menghasilkan difraktogram pada Gambar 1. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa jarak antar lapis (d100) Na-montmorillonit sebesar 15,17 Å yang setara dengan harga 2 = 5,82o. Harga 2 ini merupakan salah satu petunjuk adanya mineral montmorillonit sebagai mineral penyusun utama dalam lempung Na-montmorillonit terhidrat yang dianalisis. Mineral montmorillonit dalam lempung juga dicirikan oleh adanya puncak pada sudut 2 = 19,88o yang setara dengan jarak antar lapis sebesar 4,46 Å. Jika dibandingkan dengan lempung alam sebelum dijenuhkan, pada analisis difraksi sinar-X ini, yang diberikan pada Gambar 1, memberikan sedikit perbedaan yaitu terjadi perubahan pada jarak antar lapis (d100) lempung alam. Pada lempung alam mempunyai jarak antar lapis = 14,90 Å yang setara dengan harga 2 = 5,93 o dan 4,45 Å yang setara dengan harga 2 = 19, 92o . Lempung Na-montmorillonit memiliki refleksi intensitas yang relatif lebih ramping pada puncaknya bila dibandingkan dengan lempung alam. Akan lebih jelas dilihat pada Gambar 1. Hal ini menunjukkan kristalinitas lempung Na-montmorilonit lebih seragam (homokation Na+) dibanding dengan lempung alam yang relatif masih heterokation. Refleksi intensitas difraksi sinar-X mengindikasikan tentang konsentrasi, kesempurnaan kristal dan kerapatan susunan atom dalam kristal. Semakin ramping refleksi intensitas suatu material maka sifat kekristalannya akan semakin baik dengan susunan atom semakin rapat.
4
Hasil analisis dengan FTIR yang ditunjukkan pada Gambar 2, menunjukkan bahwa baik lempung Na-montmorilonit maupun lempung alam masing-masing menunjukkan vibrasi karakteristik yang dimiliki oleh montmorillonit yaitu bilangan 1041 cm-1 merupakan vibrasi serapan Si-O-Si (stretching), bilangan gelombang 918,1 cm-1 merupakan vibrasi Al-O, bilangan gelombang 798,55 cm-1 dan 794,6 cm-1 merupakan vibrasi OH (regangan) yang terikat Fe 3+ dan Al 3+. Penjenuhan dengan NaCl hanya mengakibatkan pergeseran bilangan gelombang vibrasi OH (regang) dari 3448,5 cm-1 menjadi 3438,8 cm-1. Penurunan bilangan gelombang vibrasi OH (regang) pada Na-montmorillonit disebabkan karena melemahnya kekuatan ikatan OH sebagai akibat jumlah Na yang semakin banyak dimana kation Na+ mempunyai kemampuan mengikat gugus OH lebih lemah dibandingkan Ca2+ yang juga terkandung dalam lempung montmorillonit. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Xu [10] yang menyatakan bahwa posisi dan adsorptivitas struktur O-H dipengaruhi oleh kandungan H 2O dan jenis kation yang ditukarkan. Penurunan frekuensi ikatan disebabkan oleh dehidrasi yang berpengaruh terhadap vibrasi O-H sehingga terjadi pergeseran ke arah bilangan gelombang yang lebih kecil [11].
Transmitansi (a.u.)
Intensitas (a.u.)
Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal of Materials Science
-1
Bilangan gelombang (cm )
Gambar 2. Spektrum FTIR lempung alam terhidrat dan Na-montmorillonit terhidrat
Analisis selanjutnya dengan metode APN yaitu untuk mengetahui kandungan Na pada lempung alam dan lempung Na-montmorillonit. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa setelah penjenuhan dengan larutan NaCl, terjadi peningkatan jumlah kandungan Na walaupun sangat kecil perubahannya. Tabel 1. Kandungan Na-montmorillonit
Na
dalam
lempung
alam
Jenis Sampel
Kandungan Na (%b/b)
Lempung alam
2,56
Na-montmorillonit
6,75
dan
Pilarisasi dan Karakterisasi Montmorillonit (Yulia Istinia)
Interkalasi dan Pilarisasi Lempung kromium akan berubah menjadi krom oksida stabil yang nantinya akan berperan sebagai pilar atau tiang yang Na-Montmorillonit
Intensitas (a.u.)
akan menjaga terpisahnya lapisan-lapisan silikat antarlapis lempung. Di samping itu, juga akan terjadi pelepasan proton (H+) yang akan menetralkan muatan lempung. Untuk mengetahui apakah pemilaran terjadi pada lempung Na-montmorillonit dilakukan karakterisasi dengan analisis difraksi sinar-X (XRD), spektrofotometer infra merah, analisis isoterm BET dan analisis pengaktifan neutron.
o
2 ( ) Gambar 4. Difraktogram Na-montmorillonit terhidrat dan montmorillonit terpilar Cr2O3
Hasil pada analisis XRD, didapatkan informasi bahwa terjadi pergesaran basal spacing d001 ke arah kiri yang terdapat pada difaktogram montmorillonit terpilar Cr2O3 bila dibandingkan pada difaktogram lempung Na-montmorillonit (terhidrat) yaitu dari 15,17 Å yang setara dengan harga 2 = 5,82o menjadi 15,55 Å yang setara dengan harga 2 = 5,68o, seperti yang tersaji pada Gambar 4. Ketinggian pilar yang terbentuk dapat ditentukan dengan menghitung selisih antara basal spacing d001 dari montmorillonit terpilar Cr2O3 dengan ketebalan lapisan silikat 9,6 Å. Dalam penelitian ini didapatkan tinggi pilar sebesar 5,95 Å (15,55 Å – 9,6 Å).
Transmitansi (a.u.)
Proses pembuatan lempung terpilar Cr2O3-montmorillonit melalui beberapa tahapan yaitu tahap pembuatan oligomer, tahap pembuatan suspensi, tahap interkalasi dan tahap kalsinasi. Tahap pembuatan oligomer yaitu tahap pembuatan polioksokation kromium sebagai agent pemilar ke dalam ruang antar lapis lempung Na-montmorillonit. Oligomer ini dibuat melalui hidrolisis garam krom (III) nitrat nano hidrat [Cr(NO 3 ) 3 . 9H 2 O] dengan menggunakan agent penghidrolisis natrium karbonat (Na 2CO 3). Tahap pembuatan suspensi lempung yaitu dengan melarutkan lempung Na-montmorillonit ke dalam larutan campuran dari aseton dan air bebas mineral. Aseton ini berfungsi untuk mengurangi tingkat kepolaran air dan kepolaran permukaan lempung yang akan memisahkan antar partikel lempung menjadi suspensi yang lebih sempurna dengan adanya proses pengadukan. Tahap interkalasi yaitu tahap dimana oligomer yang dibuat akan menggantikan posisi kation-kation yang terdapat dalam ruang antar lapis lempung terutama Na+. Ini dapat terjadi karena ikatan yang ada pada antar lapisan lempung Na-montmorillonit relatif lemah. Muatan negatif yang terdapat pada lapisan lempung akan menjadi gaya pendorong (driving force) interaksi elektrostatik antar polioksokation kromium dengan lapisan lempung Na-montmorillonit. Adanya molekul-molekul air yang menghidrasi Na+ di dalam ruang antarlapis lempung montmorillonit akan mampu mempertahankan lapisanlapisan lempung tersebut agar tetap terpisah sehingga dapat menurunkan medan listrik antar permukaan lempung dan kation Na+ yang dipertukarkan [12]. Dengan keadaan demikian akan semakin mudah bagi polioksokation kromium untuk mengganti kation Na+. Ukuran polioksokation kromium relatif lebih besar dibandingkan kation Na+ sehingga diharapkan jarak antar lapis lempung menjadi lebih besar setelah proses pemilaran. Tahap selanjutnya adalah tahap kalsinasi yaitu dengan memanaskan lempung pada suhu 200 oC yang merupakan proses terbentuknya pilar-pilar oksida logam Cr 2O 3 yang memisahkan lapisan silikat lempung Na-montmorillonit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Pada perlakuan kalsinasi ini akan terjadi reaksi dehidrasi dan dehidroksilasi sehingga polioksokation
Lapisan silika-alumina Pilar krom oksida +
Proton (H ) Lapisan silika-alumina -1
Bilangan gelombang (cm ) Gambar 3. Pilar krom dalam ruang antarlapis lempung
Gambar 5. Spektrum FTIR pada Na-montmorillonit (terhidrat) dan montmorillonit terpilar Cr 2O3.
5
Vol. 4, No. 3, Juni 2003, hal : 1 - 7 ISSN : 1411-1098
Terbentuknya pilar menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia seperti luas permukaan spesifik, porositas dan keasaman permukaan. Hasil karakterisasi dari analisis spektrofotometer infra merah menunjukkan bahwa pada montmorillonit terpilar Cr2O3 mempunyai spektrum yang hampir sama dengan lempung Na-montmorillonit. Dengan demikian dapat dikatakan kalau analisis menggunakan spektrofotometer inframerah sukar dilakukan untuk mengetahui telah terbentuk pilar atau belum. Perbandingan spektrum FTIR pada lempung Na-montmorillonit dengan montmorillonit terpilar Cr2O3 dapat dilihat pada Gambar 5. Karakteristik selanjutnya analisis isoterm BET yaitu untuk mengetahui luas permukaan spesifik dan volume total pori. Pada Tabel 2 ditunjukkan hasil pengukuran gas sorption analyzer pada lempung Na-montmorillonit dan montmorillonit terpilar Cr2O3. Terlihat terjadi peningkatan baik luas permukaan spesifik maupun volume total pori pada montmorillonit terpilar Cr2O3 dibandingkan lempung Na-montmorillonit. Hal ini disebabkan oleh telah terbentuknya struktur jaringan mikropori baru akibat pilarisasi. Tabel 2. Hasil pengukuran luas permukaan spesifik dan volume total pori pada lempung Na-montmorillonit dan montmorillonit terpilar Cr2O3. Jenis sampel
Luas permukaan spesifik 2 (m /g)
Volume total pori -3 3 (10 cm /g)
Na-montmorillonit
90,0586
60,9263
Montmorillonit terpilar Cr2O3
170,4708
92,6631
Karakterisasi terakhir yaitu APN untuk mengetahui kandungan Cr pada montmorillonit terpilar Cr2O3. Tabel 3 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kandungan Cr pada montmorillonit terpilar Cr2O3 bila dibandingkan dengan lempung Na-montmorillonit. Tabel 3. Kandungan Cr pada lempung Na-montmorillonit dan montmorillonit terpilar Cr 2O3
Nama sampel
Kandungan Cr (%b/b)
Na-montmorillonit
0,0096
Montmorillonit terpilar Cr2O3
21,0961
Keasaman Permukaan Montmorillonit Terpilar Cr2O3
Padatan
Pada penelitian ini, pengukuran keasaman dari montmorillonit terpilar Cr 2O3 dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cara kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometer infra merah (FTIR) sedangkan cara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri dengan adsorpsi amoniak. 6
Transmitansi (a.u.)
Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal of Materials Science
-1
Bilangan gelombang (cm ) Gambar 6. Spektrum FTIR montmorillonit terpilar Cr2O3 sebelum dan setelah mengadsorpsi amoniak.
Dari spektrum FTIR pada Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak ditemukan pita serapan pada panjang gelombang 1541,0 cm-1 pada montmorillonit terpilar Cr2O3. yang merupakan ciri dari situs asam lewis (asam Lewis asimetri). Ini mungkin dikarenakan intensitasnya yang terlalu kecil sehingga tidak terdeteksi oleh alat. Ini berarti proton yang terdapat dalam antarlapis lempung cenderung bersifat asam Bronsted yang dapat ditunjukkan pada spektrum FTIR pada Gambar 6 dimana muncul pita serapan pada panjang gelombang 1400,2 cm-1 dan 1629,7 cm- yang merupakan vibrasi tekuk dari NH4+ yang terkemisorpsi pada situs asam Bronsted. Adanya situs asam Bronsted tersebut menandakan bahwa telah ada H+ yang terperangkap dalam lempung sebagai kation yang berfungsi untuk menstabilkan muatan negatif alumina silikat. Dengan adanya basa NH3 yang teradsorpsi pada lempung maka akan terjadi reaksi membentuk NH4+ (ion amonium). Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut: NH3 + H
+ (antar lapis)
NH4
+ (teradsorp)
Seperti telah disebutkan di atas bahwa hasil dari penentuan keasaman permukaan dengan metode gravimetri tidaklah bersifat mutlak karena banyak hal yang dapat mempengaruhi hasil dari pengukuran. Adsorpsi amoniak pada penelitian ini dilakukan pada suhu kamar dan diperoleh hasil rerata sebesar 2,6965 mmol/g. Tabel 4. Hasil pengukuran keasaman lempung Na-montmorillonit terhidrat dan montmorillonit terpilar Cr 2O 3 secara gravimetri dengan adsorpsi amoniak.
Jenis sampel
Keasaman permukaan (mmol/g)
Na-montmorillonit terhidrat
0,6673
Montmorillonit terpilar Cr2O3
2,6965
Ketidakmutlakan harga keasaman yang didapat dari pengukuran secara gravimetri didukung oleh data penelitian sebelumnya [11,14] yang juga melakukan
Pilarisasi dan Karakterisasi Montmorillonit (Yulia Istinia)
pengukuran keasaman permukaan pada lempung Na-montmorillonit. Penelitian sebelumnya [14] didapatkan hasil bahwa lempung Na-montmorillonit mempunyai keasaman permukaan sebesar 0,5096 mmol/g [14], dan 1,6923 mmol/g [11]. Jika dibandingkan dengan lempung Na-montmorilonit, lempung terpilar Cr2O3 mengalami kenaikan nilai dari keasaman permukaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Keasaman permukaan pada lempung terpilar diduga berasal dari ion H + yang menempati situs pertukaran pada permukaan antar lapis atau karena disosiasi air yang menghidratkan kation Cr3+ dan juga dapat berasal dari ikatan Al (VI)-O-M. Al(IV) adalah Al yang terkoordinasi oktahedral dan Mg adalah atom mensubstitusi Al pada lapisan oktahedral tersebut. Sumber situs asam lainnya adalah akibat efek pemanasan atau kalsinasi oligomer kationik yang menyebabkan terbentuknya pilar-pilar oksida logam dan pelepasan proton. Dengan metode gravimetri ini keasaman yang diperoleh merupakan gabungan dari keasaman Bronsted dan keasaman Lewis.
[6]. [7]. [8].
[9]. [10].
[11].
[12].
[13].
KESIMPULAN Berdasarkan hasil karakterisasi dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pilarisasi montmorillonit dengan oksida krom telah berhasil dengan cukup memuaskan. 2. Luas permukaan spesifik dan volume total pori montmorillonit terpilar Cr2O3 secara nyata lebih besar daripada Na-montmorillonit 3. Keasaman permukaan dari montmorillonit terpilar Cr2O3 relatif lebih besar daripada Na-montmorillonit.
[14].
T.J. PINNAVAIA, Science, 220, (1983) 3365 R. MOKAYA, and W.I. JONES, J. Catal. 153, (1995) 76-85 D.NURMANTIAS, Sintesis Lempung Terpilar Al 2 O 3 dan Pemanfaatannya Sebagai Inang Senyawa P-Nitroanilin, Skripsi, FMIPA, UGM, Yogyakarta (2002) A.R. WEST, Solid State Chemistry and Its Applications, John Wiley & Sons, NewYork, (1984) W. XU, C.T. JOHNSTON, P. PARKER and S.F. AGNEW, Infrared Study of Water Sorption in Li-, Ca-, and Mg-Exchanged (Swy-1 dan Saz-1) Montmorillonite, Clays and Clay Miner., 28 (1) (2000) 120-131 I.N. SIMPEN, Preparasi dan Karakterisasi Lempung Montmorilonit Teraktivasi Asam Terpilar TiO2, Tesis, FMIPA UGM, Yogyakarta (2001) B. YULIANTO, Sintesis Lempung Terpilar dan Uji Stabilitasnya terhadap Pengaruh Panas, Skripsi, FMIPA, UGM, Yogyakarta (2001) M. BAIKUNI,Pilarisasi Montmorillonit Alam dengan Cr 2O 3 dan Pemanfaatannya Sebagai Inang Senyawa p-Nitroanilin, Skripsi, FMIPA, UGM, Yogyakarta (2002) I.A.G. WIDIHATI, Sintesis Lempung Montmorilonit Terpilar Fe2O3 dan Kajian SifatSifat Kimia Fisiknya, Thesis, FMIPA UGM, Yogyakarta (2002)
UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dapat terlaksana berkat bantuan Dana Penelitian Hibah Bersaing X Tahun 2002, dari Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi, DIKNAS, Republik Indonesia
DAFTARACUAN [1].
[2].
[3]. [4]. [5].
K.H.TAN, Dasar-dasar Kimia Tanah, Penerjemah Goenadi, D.H., Penyunting Radjagukguk, B., Cet. 5, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (1982) M.S. BAKSH, E.S. KIKKIDES, and R.T. YANG, Catalysis Science and Technology, 5, Springer Verlag, Berlin Heidelberg, NewYork (1992) R.T. YANG, J.P. CHEM, E.S. KIKKINIDES and L.S. CHENG, Ind.Eng.Che,.Res., 31(1992) 1440-1445 K. WIJAYA , Eksakta, 1 (2) (2000) 1-10 H. VAN-OLPHEN, An Introduction to Clay Colloid Chemistry for Clay Technologist, Geologist, and Soil Scientist, 2nd Ed., A WileyInterscience-Publication, Ontario (1977) 7