PETIKAN PEMBELAJARAN DARI SKEMA IMBAL JASA LINGKUNGAN DI INDONESIA Dr Beria Leimona ICRAF Alih Teknologi Peran Jasa Lingkungan Hutan sebagai Alternatif Sumber Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Bogor, 23 Mei 2013
Lokasi RUPES di Asia meliputi12 lokasi di 8 negara 2002-2012 Bac Kan
Lokasi riset aksi
Modal Alam
Stewards (mengelola)
Guardians (melindungi)
Teras, wanatani
‘hutan larangan’
•Keanekaragaman hayati Fungsi Ekologi
•Keindahan alam •Kuantitas dan kualitas air •Penyerapan karbon
Fungsi Jasa Lingkungan Penggunaan lahan
Benefit langsung
Pemanfaat Jasa Lingkungan
Penyedia Jasa Lingkungan
• Apakah cukup berarti untuk dilakukan? • Kontrol terhadap lahan
Pengakuan & Imbalan Kebijakan & Kelembagaan • Biaya transaksi • Dukungan atau kendala
Pengantar: konsep Jasa Lingkungan Millennium Ecosystem Assessment (2005)
Ecosystem Services: benefit that human gets from the ecosystem
Sparing and Sharing
Pada sebagian besar bentang alam, pohon di luar kawasan lebih banyak dibandingkan di dalam kawasan hutan….
Pengantar: konsep PJL dan evolusinya •
Awal tahun 2000: –
Pengenalan pengertian normatif PJL: • Skema sukarela • Melibatkan minimal satu pembeli jasling dan satu penyedia jasling • Dengan kondisionalitas atau persyaratan: PJL diberikan jika dan hanya jika penyedia jasling dapat menyediakan jasling terukur seperti yang tertulis pada kontrak PJL.
–
Menekankan efisiensi dan efektivitas PJL dalam memperbaiki kualitas jasling dan harus dapat diukur
–
Cenderung meninggalkan isu pengentasan kemiskinan karena dianggap dapat menurunkan efektivitas program
–
Transaksi uang jasling • Penilaian jasling setara uang • Transfer uang untuk penyedia jasling karena dianggap pemberian uang bersifat fleksibel
Wunder (2005)
Prinsip PJL yang Berkeadilan dan Efisien Pembayaran, Kompensasi atau Investasi? 2010: studi kasus di berbagai negara menunjukkan bahwa penerapan normatif PJL atau definisi kaku tidak dapat berjalan • • • •
•
Tidak terdapat dana yang cukup untuk manajemen SDA Membayar komunitas lokal dianggap menihilkan norma sosial Kecemburuan sosial antara peserta dan non-peserta kontrak – tidak ada efek berulang dari PJL Kurangnya kapasitas ilmiah, institusi dalam mengumpulkan, analisis dan pemantauan jasling
Terdapat istilah ‘semi PJL’ Wunder (2005)
•
Bagaimana mengintroduksi konsep pengentasan kemiskinan untuk PJL?
•
Bagaimana merespon perbedaan pandangan PJL secara positif?
Pro-poor
1 Keseimbangan efisiensi dan is needed Balancing act Multipihak keadilan dalam skema IJL
2 Paradigma yang lebih luas bagi skema IJL Efficiency Fairness
3
Kontribusi IJL terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat
Adapted from van Noordwijk et al (2011)
Komoditasi & kompensasi jasling Ko-investasi jasling
Integrasi dengan pembangunan pedesaan
Pro-poor design and benefit Free and prior informed consent
Empat kriteria pengembangan imbal jasa lingkungan (van Noordwijk dan Leimona 2010)
• Realistik (realistic) – skema IJL dapat secara nyata dan terukur menghasilkan aliran jasa lingkungan dan menjaga stok jasa lingkungan – prinsip efisiensi – skala waktu dan spasial yang relevan dan relatif terhadap usaha tanpa intervensi (business as usual) – Skema intervensi dilaksakan melalui penggalian pengetahuan multipihak – prinsip berkeadilan (studi kasus Singkarak)
• Sukarela (voluntary) keterlibatan berbagai pihak dalam skema IJL berdasarkan negosiasi melalui prinsip “persetujuan terinformasi dan tanpa paksaan” atau free and informed choice/consent di tingkat individu.
Empat kriteria pengembangan imbal jasa lingkungan (van Noordwijk dan Leimona 2010)
• Kondisional – (conditional) – Imbal jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa lingkungan ditentukan oleh sejumlah persyaratan berdasarkan kontrak antar pihak dengan kondisi diketahui dan dimengerti oleh seluruh pihak terlibat.
• Pro-poor – akses, proses, pembuatan keputusan dan keluaran dari skema IJL diprioritaskan menurut tingkat kesejahteraan dan gender, dan didukung bias positif terhadap kaum termarginalisasi.
Empat tingkatan “Kondisionalitas” Agen Lokal
Agen Eksternal
Tujuan & kriteria
Tujuan & kriteria
Rencana pengelolaan Aksi
Pengaruh (eksternal) lain
IV
Rencana pengelolaan
III
Aksi
Agroekosistem
Jasling terukur
van Noordwijk and Leimona (2010)
Pengaruh (eksternal) lain
II I
Empat Tahap dalam Pengembangan Mekanisme RUPES Tahapan Mengumpulkan informasi
I II III IV
Identifikasi Mitra Negosiasi
Monitoring kesepakatan
Penyedia, Penjual Jasling
Perantara Studi persiapan: identifikasi jasling, mitra, skema yang tepat, dsb.
Pemanfaat, Pembeli Jasling
Studi Kasus Penerapan kriteria Realistik yang efisien dan berkeadilan dalam pelaksanaan PJL
Contoh kasus: Penerapan konsep Multistakehoder Analysis untuk manajemen DAS di Singkarak melalui studi RHA – Rapid Hydrological Assessment
DAS Singkarak • • • • •
Bukittinggi
Dimulai tahun 2004 Luas: 107 km2 Tutupan hutan: 15% Alang-alang: 17% Masalah: suplai air untuk PLTA
PLTA
Sungai Ombilin Paninggahan
Padang
Solok 17
Skema Imbal Jasa Lingkungan (IJL) yang efektif dan berkelanjutan memerlukan integrasi pengetahuan dan perspektif multipihak selama proses perencanaan dan pelaksanaan IJL
Pengetahuan Ekologi Lokal Pengetahuan Ekologi Publik
Pengetahuan Ekologi Peneliti
Persepsi masalah DAS dan pemecahannya 1 Sedimentasi dan Erosi Penurunan kualitas air untuk kebutuhan harian Berkurangnya ikan bilih sebagai sumber pendapatan
Ancaman bagi produksi listrik PLTA
Betul, kualitas air menurunkan jumlah ikan bilih namun penangkapan ikan yang berlebihan lebih berkontribusi thd kuantitas ikan
Penurunan kualitas air akibat eutrofikasi dapat menurukan performa PLTA
Persepsi masalah DAS dan pemecahannya 2 Deforestasi dan pertanian intensif Menyebabkan banjir dan merusak produksi sawah
Mengurangi kuantitas air danau dan menyebabkan inefisiensi produksi listrik
Salah satu penyebab banjir adalah pengalihan aliran alami Sungai Ombilin oleh PLTA Reforestasi lahan kritis tidak cukup untuk meningkatkan kuantitas air danau bahkandapat mengurangi kuantitas air di danau akibat evapotranspirasi
Implikasi thd pengelolaan DAS di tingkat lokal •
Reforestasi dan penanaman pohon rendah evapotranspirasi
•
Peningkatan keluhuran lokal untuk menjaga kebersihan sungai di hulu dan mengkonservasi ikan bilih
Implikasi thd pengelolaan DAS di tingkat lanskap dan potensi IJL • Nagari di hulu: menjaga kelestarian lingkungan tanpa menurukan kualitas jasa lingkungan. Konservasi keanekaragaman hayati Pasar karbon sukarela Tata kelola air • Nagari Salingkar Danau: mengelola danau secara kolektif dan saling terkait
DAS Cidanau, Banten
Cidanau Watershed
Industri Rekonvasi Bhumi & LP3S
PDAM
Kelompok Tani
PT.KTI
Pihak Swasta FKDC PLN Provincial Government
Legend:
Hubungan bisnis: air bersih dan pembayaran Hubungan hulu –hilir – imbal jasling Pembangunan kapasitas dan komunikasi Pajak
Peran Penyedia Jasling
Stakeholders Empat kelompok tani hulu Cidanau (Desa Citaman, Cibojong, Kadu Agung).
Pemanfaat/Pembeli Jasling
-
Perantara jasling
Forum Komunikasi Cidanau (FKDC) – forum multipihak
Pengambil keputusan
Pemerintah Kabupaten dan DPRD Serang (hulu) dan Cilegon (hilir)
Pembeli jasling tunggal : PT KTI Potensial pembeli lainnya: perusahaan lainnya di Cilegon seperti PDAM, Krakatau Steel, Ronn & Hass, PT Pelindo, PT Politrima, Chandra Asri, Bakrie Group.
Pemerintah Provinsi dan DPRD Banten Forum Pengelolaan DAS Nasional LSM Pendukung Akademisi pendukung
Rekonvasi Bhumi, LP3ES Agricultural University
Agen internasional pendukung
ICRAF, IIED, GTZ
Peran multipihak pada skema imbal jasa lingkungan di Cidanau - Indonesia
Fungsi pembayaran Rp (juta) Pembayaran jasling ke kelompok tani 600 • 95% untuk membeli bibit dan merawat pohon; • 5% untuk investasi bisnis lokal. Biaya transaksi 105 • 40% untuk pelatihan, pelibatan pembeli jasling (seminar, penyebaran informasi dll) • 27% untuk pemantauan dan verifikasi skema; • 33% untuk biaya operasional: - 16% untuk pembayaran honor 5 orang; - 11% untuk pertemuan internal; - 6% untuk administrasi dan alat kantor; Pajak 45 Total 750
Persentase pembayaran 80%
14%
6% 100%
Alokasi dana pada skema imbal jasa lingkungan di Cidanau Indonesia
Manfaat bagi masyarakat PJL berdampak positif bagi partisipan dan non-partisipan terutama berupa manfaat nonfinansial: Melebarnya jaringan sosial dengan aktor eksternal Bertambahnya pengetahuan dan kapasitas masyarakat Insvestasi infrastuktur skala kecil
Bagi partisipan, pendapatan dari PJL (3.33% dari total) bermanfaat untuk mendukung kebutuhan sekunder. Manfaat finansial dan non-finansial akan lebih berpengaruh jika dikombinasikan dengan pengakuan dan dukungan dari pihak luar, terutama pemerintah.
Manfaat bagi masyarakat Peningkatan kapasitas masyarakat tidak hanya mengenai konsep PJL tetapi juga pelatihan-pelatihan yang memberikan manfaat langsung, seperti informasi benih dan bibit yang baik dan manajemen kebun. Skema PJL menciptakan standar dan norma baru dalam mengelola perilaku masyarakat terhadap SDA. Terdapat peraturan-peraturan baru, sanksi dan norma sosial (tertulis dan tidak tertulis) Berguna untuk mendukung kegiatan kolektif dalam mengelola SDA
Interaksi Sosial Mempertimbangkan kecemburuan sosial yang mungkin timbul antara partisipan dan non-partisipan Keterbatasan dana dari pembeli JL Masih dalam skala kecil dan dampak masih belum nyata Pemanfaatan dana PJL dari partisipan untuk investasi sarana publik skala kecil dapat mereduksi tendensi kecemburuan sosial Yang lebih penting, perhatian dan investasi pemerintah bagi pembangunan daerah setempat.
Dampak bagi pelestarian DAS Pemantauan JL perlu dilakukan secara teratur Perlu identifikasi jasa lingkungan secara spesifik dan manajemen DAS (bukan hanya sekedar menanam pohon) Kontrak antara penyedia dan pemanfaat JL berjangka waktu panjang – memungkinkan pengelolaan DAS secara berkelanjutan
Pelajaran yang dapat dipetik: dipetik: Kebijakan Dukungan sudah ada walaupun masih bersifat umum Provinsi: Pergub 5/2009 Nasional: UU 32/2009 (imbal jasling antardaerah dan pembayaran jasling antarpihak swasta dan individu) Kebijakan pendukung lainnya: Peran TKPD atau forum multipihak lainnya sebagai perantara jasling Integrasi antardinas untuk mendukung pelaksanaan imbal jasling Konsentrasi dana pembangunan bagi desa pelaksana konservasi tanah dan air Pembangunan bersyaratkan kelestarian tanah dan air Insentif bagi perusahaan yang terlibat dalam skema imbal/pembayaran jasling
Peran pemerintah dalam PES Pemerintah sbg wakil masy hilir
a) Penyuplai / Penjual Jasling
b)
Pemanfaat / Pembeli Jasling
Pemerintah sbg penjual jasling tk internasional Penyuplai / Penjual Jasling
Pemanfaat / Pembeli Jasling
c) Pemerintah sbg regulator Penyuplai / Penjual Jasling
Pemanfaat / Pembeli Jasling
Pelajaran yang dapat dipetik dipetik:: Pemanfaat/ Pemanfaat / Pembeli Jasling Eksternalisasi biaya lingkungan terhadap biaya operasional yang kemudian disalurkan melalui PJL Dukungan kebijakan CSR – dengan segala keterbatasannya… UU Perseroan Terbatas no. 40/2007 UU Penanaman Modal no. 25/2007
CSR berkelanjutan tidak bersifat ad-hoc atau promosional semata, contoh: komitmen imbal jasa lingkungan Investasi bersama dalam melestarikan jasa lingkungan Keuntungan bagi semua pihak, termasuk perusahaan Kontribusi nyata untuk pengelolaan dan pelestarian DAS
Pelajaran yang dapat dipetik dipetik:: Perantara Jasling Forum multipihak dengan legalitas mengelola dana jasling Fungsi: Peningkat kapasitas dan diseminasi informasi Jembatan negosiasi antara penyedia dan pembeli jasling Fasilitasi masyarakat Pelibatan perusahaan dan individu pemanfaat Manajemen dana dan kontrak, Pemantauan kegiatan dan skema jasling.
Transparansi dalam mengelola dana jasling Biaya operasional mempunyai dana tetap kontribusi PEMDA atau lainnya
Thank You More information about RUPES
RUPES Program Beria Leimona (
[email protected]) C/o World Agroforestry Centre PO Box 161, Bogor, 16001, INDONESIA Tel: +62 251 8625415 FAX: +62 251 8625416 Email:
[email protected] http://www.worldagroforestrycentre.org/sea/Net works/RUPES