Rubrik Utama
Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA. Dev Guru Besar Teknologi Pertanian, Fateta dan Senior Advisor Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, SPS IPB
PERUBAHAN LINGKUNGAN BISNIS GLOBAL DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI DI INDONESIA 4
Agrimedia
PENDAHULUAN Setelah mengalami berbagai kejadian ekonomi politik yang besar dan berskala global di tahun 2011, ditambah dengan berbagai perubahan kebijakan masing-masing negara yang terkena dampak kesulitan ekonomi, terutama di kawasan Eropa, maka memasuki tahun 2012, para pelaku bisnis global tidak mudah untuk membuat suatu strategi lompatan bisnis yang akurat tanpa mencermati elemen-elemen lingkungan bisnis, baik internal maupun eksternal. Lingkungan bisnis yang berubah sangat cepat pada dasarnya terjadi karena dampak globalisasi yang juga berjalan dengan cepat, dan munculnya berbagai inovasi teknologi yang langsung diserap oleh para pelaku bisnis global. Fitur-fitur utama globalisasi yang membuat perubahan terjadi dengan cepat, pada kenyataannya digerakkan oleh empat elemen utama di bawah ini (Mudhbary, 2010): Pertama, adanya pasar-pasar baru, yang menyebabkan pertukaran devisa dan pasar kapital terhubungkan secara global, dan praktis beroperasi selama 24 jam dalam satu harinya. Kedua, ditemukannya peralatan-peralatan teknologi baru yang memudahkan para pelaku terhubungkan dengan cepat, yakni melalui hubungan internet, telpon seluler, dan jejaring media. Ketiga, munculnya pelaku-pelaku ekonomi baru, yakni World Trade Organization (WTO), yang otoritasnya ternyata melebihi otoritas pemerintahan nasional, munculnya berbagai perusahaan multi nasional yang memiliki kekuatan ekonomi yang lebih tinggi dari kekuatan ekonomi banyak negara, serta munculnya jejaring global Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan dan kelompok penekan lainnya yang kapasitas liputannya melebihi kapasitas liputan nasional. Keempat, peraturan-peraturan baru berupa perjanjian multilateral dalam perdagangan, jasa dan hak atas kekayaan intelektual, yang disokong oleh mekanisme pelaksanaanya yang kuat, dan lebih mengikat yang menyebabkan pengaruh kebijakan pemerintah nasional menjadi berkurang.
1. Banyaknya masalah dalam restrukturisasi utang dan krisis perbankan di Eropa dengan dampak global, yang menimbulkan kekhawatiran yang cukup besar. 2. Tingginya laju inflasi yang saat ini sudah mulai terjadi di negara-negara ekonomi baru, terutama RR Cina dan India, yang berpotensi meruntuhkan struktur bisnis. 3. Adanya resiko gelembung bisnis properti, terutama di Cina, yang saat ini sangat ekspansif untuk pengembangan industri hotel, restoran dan katering (Horeka) dan pemukiman. 4. Meroketnya harga-harga komoditas penting, termasuk bahan pangan dan minyak bumi yang menimbulkan kecemasan psikologis, selain kecemasan ekonomis. 5. Terjadinya penguatan pertumbuhan pengeluaran konsumen di Amerika Serikat, Eropa dan Asia, yang saat ini lebih didorong oleh konsumsi dari pada produksi. 6. Terjadinya pertumbuhan yang kuat pada sektor produksi, termasuk dalam agribisnis dan agroindustri yang memerlukan kejelian intelijen pasar. 7. Meningkatnya optimisme dan pengeluaran belanja bisnis pada kalangan masyarakat tertentu, yang belum menjamin lancarnya pengembangan agribisnis dan agroindustri yang baik (Cabrera, 2011; Pant, 2011)
Pada tahun 2011, beragam isu mengenai resiko bisnis global, yang kuat kecenderungannya masih akan tetap berdampak besar pada sektor bisnis, termasuk agribisnis dan agroindustri di tahun 2012 adalah sebagai berikut: Volume 16 No 1 JUNI 2011
5
Rubrik Utama
Berbagai analisis bisnis banyak dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam tiga tahun terakhir, yang sayangnya belum mampu memunculkan suatu sintesis bisnis yang cukup menenangkan. Berbagai rangkuman hasil kajian yang cukup informatif dan diharapkan dapat menjadi penghela pertumbuhan pasar global didaftar di bawah ini (Behravesh, 2011; Cabrera, 2011; Murmuria, 2011). 1. Telah muncul pasar-pasar baru yang sedang tumbuh dan berkembang di negara-negara ekonomi baru, diantaranya di Turki, Brazil, Chili, RR China, Malaysia dll. 2. Para pelaku bisnis memerlukan perhatian yang cukup jeli atas kemungkinan meledaknya gelembung resiko bisnis, terutama di pasar-pasar terpenting saat ini yakni Brazil, Cina dan India. 3. Meningkatnya harga minyak bumi, makanan dan komoditas penting lainnya (diantaranya CPO, karet dan kakao) yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama, termasuk oleh para pelaku agribisnis dan agroindustri Indonesia, yang memperoleh peluang untuk mendapatkan devisa yang besar dari komoditas dan produk perkebunan dan perikanan, tetapi sebaliknya harus mengeluarkan devisa untuk mengimpor komoditas dan produk pangan dan peternakan. 4. Upaya restrukturisasi utang di zona Eropa akan menimbulkan gejolak dalam nilai tukar valuta asing dan suku bunga bank, yang dampaknya akan melebar secara global. 5. Kekuatan bertahan terhadap fluktuasi harga hanya akan terbatas pada Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. 6. Penghela pertumbuhan ekonomi dalam dekade mendatang adalah: peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah di Negara-negara ekonomi baru, manusia usia lanjut di negara-negara maju dan Cina; tuntutan pertumbuhan hijau (ramah lingkungan) dan tekanan yang mendorong peningkatan daya saing dan produktivitas.
PERGESERAN PARADIGMA AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Kinerja sektor pertanian lazimnya didorong oleh faktor produksi di lahan, tetapi kurang ditunjang oleh 6
Agrimedia
faktor pengolahan dan pemasaran yang baik, sehingga memerlukan transisi kebijakan pertanian secara menyeluruh dari kebijakan yang biasa, ke kebijakan yang berorientasi agribisnis dan agroindustri. Dalam dekade terakhir, orientasi tersebut telah memperlihatkan adanya tarikan pasar, sehingga pada saat ini produsen harus mempu mengantisipasi keinginan pelanggan, dengan berupaya memahami rantai nilai komoditas yang menjadi obyek bisnisnya. Selain itu, pertumbuhan industri dan ekonomi saat ini lebih didorong oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta terjadi peningkatan Investasi pada sektor swasta. Dalam meningkatkan produktifitas hasil pertanian secara menyeluruh, salah satu contoh negara yang ekonominya berkembang baik, yakni India, meluncurkan kebijakan yang mengintegrasikan berbagai teknologi mutakhir, yang peranannya sangat erat dalam pengembangan agribisnis dan agroindustri (Moni, 2005). Teknologi-teknologi mutakhir du atas adalah teknologi informasi dan komunikasi, bioteknologi, sistem informasi global dan teknologi penginderaan jarak jauh; teknologi pra dan pasca panen; teknologi penghematan energi; serta teknologi untuk pelestarian lingkungan hidup. Penerapan teknologi informasi dalam pengembangan agribisnis perlu digalakkan dan memerlukan pendekatan lintas sektoral (Sarma, 2004). Berbagai bidang yang sangat erat kaitannya dengan lintas sektoral di atas didaftar berikut ini: penelitian pertanian, Agro-Meteorologi, pemasaran pertanian, keteknikan pertanian dan pengolahan pangan, penyuluhan pertanian dan alih teknologi, kredit dan koperasi, produksi dan perlindungan tanaman, lingkungan dan hutan, pupuk dan rabuk (kompos), perikanan, irigasi dan sistem drainase, peternakan, produksi susu, pengembangan dan perencanaan perdesaan, manajemen tanah dan air, pengembangan dan pelestarian sumberdaya air, dan pengembangan lahan pemanfaatan dan pemusnahan sampah. Dalam perdagangan agribisnis dan agroindustri global, seperti yang telah disebutkan dimuka, peranan WTO adalah vital. WTO menurut Pant (2011) memiliki berbagai wawasan, panduan, peraturan dan kiat-kiat yang dapat memperlancar kegiatan agribisnis dan agroindustri terutama dari berbagai kejadian dan
permasalahan khas yang muncul seperti contoh di bawah ini : 1. Bisnis (perdagangan) sangat sensitif dalam skala usaha. 2. Bisnis sangat memerlukan Standar (Mutu, Karantina). 3. Agribisnis erat kaitannya dengan transfer teknologi, yang berhubungan dengan varitas tanaman, penerapan bioteknologi, penggunaan agro-kimia (pestisida, pupuk dll), serta teknik pengolahan komoditas menjadi produk. 4. Kekuatan ekonomi baru membuka peluang pada jasa-jasa agribisnis. 5. Bisnis dipengaruhi dampak perubahan kebijakan di luar negeri. 6. Kemajuan agribisnis menentukan harga dan tingkat produksi/produktifitas pangan dan hasil pertanian lainnya. 7. Daya saing agribisnis berbeda tingkatnya pada level negara, komoditas atau level produk. Oleh karena itu, pengembangan agribisnis dan agroindustri sangat memerlukan pendekatan rantai nilai, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1 (Gumbira-Sa’id, 2011). Dalam kaitannya dengan rantai nilai produk pangan dan hasil pertanian lainnya, Amira Group (2011) menyatakan bahwa kegiatan logistik dilaksanakan
melalui berbagai operator, diantaranya industri manufaktur, distributor, pemasok jasa, dan pelanggan, serta melingkup tujuh kategori di bawah ini: 1. Manajemen Pemesanan, yang mengharuskan adanya resi pesanan, elaborasi, transmisi, implementasi dan pembuatan faktur pesanan. 2. Manajemen dan Pengawasan Stok, yang melibatkan informasi atas waktu dan jumlah pasokan, inventori mengenai bongkar dan muat produk, serta kodifikasi produk dan kemasan. 3. Penggudangan, yang melibatkan kegiatan-kegiatan pengawetan dan penjagaan mutu produk, serta pengendalian kualitatif dan kuantitatif mengenai produk sebelum diekspor. 4. Pengapalan, yang melibatkan semua kegiatan yang berhubungan dengan pergerakan produk dan penerimaan produk untuk pengapalan. 5. Pengemasan, yang melibatkan penggunaan palet yang standar. 6. Penyampaian produk, yang melibatkan kegiatan dari awal sampai produk berada di tangan konsumen. 7. Manajemen Pengembalian Penjualan dan Pemusnahan limbah, yakni berbagai kegiatan yang harus diantisipasi dan dilaksanakan seandainya terjadi pengembalian produk dan terjadinya limbah.
Gambar 1. Ilustrasi Manajemen Rantai Nilai dalam Agribisnis dan Agroindustri Volume 16 No 1 JUNI 2011
7
Rubrik Utama
Dampak dan kecenderungan sektoral secara umum atas pergeseran paradigm di atas menurut Hitchcok (2008) memberikan tekanan pada sistem yang didorong pasar, semakin pentingnya peranan swasta, usaha pertanian skala kecil menjadi semakin komersial, dan reformasi kebijakan agraria serta investasi mampu mempercepat pengembangan agribisnis dan agroindustri. Dengan demikian, dalam sistem pangan dan pertanian terjadi hal-hal berikut ini: • Meroketnya harga-harga bahan pangan menyebabkan produksi bahan primer (bahan pangan segar) lebih memiliki daya tahan bisnis yang baik. • Meningkatnya pendapatan menimbulkan permintaan yang semakin banyak untuk komoditas bernilai tinggi. • Perubahan dan inovasi teknologi memberikan nilai tambah hasil pertanian yang lebih baik. • Liberalisasi perdagangan menimbulkan permintaan lintas batas negara. • Meningkatnya urbanisasi menyebabkan permintaan mutu produk yang semakin tinggi dan waktu penyampaiannya yang semakin tepat. • Terjadinya perubahan diet menimbulkan permintaan daging, ikan, dan buah-buahan yang semakin banyak. • Semakin banyaknya wanita yang bekerja semakin menimbulkan permintaan yang lebih tinggi untuk produk-produk olahan kemasan dan siap santap. • Meningkatnya sistem manufaktur secara global menimbulkan penambahan nilai produk. • Perubahan Organisasi dan Institutional. • Meningkatnya konsentrasi lahan-lahan pertanian dan juga pemukiman baru menimbulkan peningkatan kebutuhan sektor ritel dan pengolahan. • Industri agribisnis skala besar semakin banyak bermunculan dan meningkatkan skala ekonomi usaha. • Terjadi peningkatan standar sektor swasta yang memunculkan kebutuhan mutu dan keselamatan pangan yang lebih tinggi. • Terjadinya semakin banyak transaksi bahan pangan yang menimbulkan semakin banyaknya penggunaan kontrak. • Industri manufaktur eceran sangat tergantung pada pembelian terspesialiasi dari pedagang besar. • Penjualan pangan yang semakin canggih 8
Agrimedia
menimbulkan kemunculan supermarket menggantikan pasar-pasar tradisional. Dampak positif dari berbagai kecenderungan di atas adalah sebagai berikut: • Memberikan peluang yang lebih besar untuk peningkatan nilai tambah. • Pengolahan hasil pertanian melalui agroindustri menciptakan permintaan dan ukuran pasar. • Exportir/agroindustri menyediakan sarana dan prasarana serta jasa yang penting. • Agroindustries merangang tumbuhnya inovasi dan produktivitas, serta memperbaiki mutu produk. Namun demikian, dampak negatif dari berbagai kecenderungan di atas adalah sebagai berikut (Hitchcok, 2008): • Tuntutan Standar yang tinggi dan persyaratan kontrak sulit dipenuhi oleh petani kecil. • Agroindustri skala kecil tidak mampu bersaing dengan industri manufaktur skala besar. • Para pedagang di pasar lokal tercerabut keluar dari sistem karena praktik pembelian yang terspesialisasi dan produk-produk yang tersertifikasi. Dari berbagai kajian empirik, tidak mudah bagi para pelaku agribisnis dan agroindustri untuk mampu bermain di pasar global, terutama bagi kelas uasaha menengah ke bawah. Berbagai penghambat kinerja efisiensi yang biasanya terjadi adalah sebagai berikut (Hitchcok, 2008; Pant, 2011): 1. Perusahaan agribisnis atau agroindustri mengalamai fase terfragmentasi atau kurang kuat ikatannya dalam rantai nilai komoditas. 2. Perusahaan agribisnis atau agroindustri memiliki kemampuan yang rendah untuk dipercaya oleh mitra bisnis, terutama dalam hal jumlah, mutu dan harga, mengingat persyaratan peraturan (kesehatan, sanitasi, fitosanitasi dan mutu produk) yang disebabkan oleh karena mandat pemerintah, industri/supermarket atau oleh karena pembeli yang semakin ketat. 3. Perusahaan agribisnis atau agroindustri memiliki beban produksi biaya tinggi, karena produksinya berskala kecil, memiliki liputan pengenalan yang terbatas dan mutu infrastruktur yang rendah, sehingga daya dukung masyarakat menhgenai perusahaan sangat terbatas.
4. Proporsi jumlah perusahaan agribisnis dan agroindustri yang terisolasi cukup banyak, mengingat lokasinya yang dekat dengan sentra produksi (on-farm), tetapi jauh sekali dari pasar.
KIAT-KIAT MEMBANGUN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI BAGI INDONESIA Dari gambaran yang telah dikemukanan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam upaya mengembangkan agribisnis dan agroindustri, para pelaku di Indonesia hendaknya memiliki wawasan yang lebih baik, karena dunia agribisnis global sudah betul-betul terkait erat dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga para pihak yang enggan dan malas menambah wawasannya sudah pasti akan tertinggal. Beberapa wawasan agribisnis mutakhir yang seharusnya dimiliki oleh para pelaku agribisnis dan agroindustri nasional adalah sebagai berikut: 1. Kunci pada globalisasi adalah perdagangan, sehingga berbagai kelemahan dalam aspek perdagangan di dalam negeri harus diperbaiki, apalagi bila pasar komoditas atau produk adalah ke pasar global. 2. Sektor produksi di lahan (on farm) harus mampu bersifat kompetitif untuk bertahan hidup, dan berkontribusi pada pengikisan kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi, seperti yang diamantkan oleh pemerintah selama ini. 3. Kemampuan untuk bersaing secara kompetitif di atas sangat erat kaitannya dengan efisiensi produksi di lahan, efisiensi dalam sistem pemasaran dan pengolahan, serta kebijakan yang kondusif dalam negeri dan kondisi akses ke pasar yang baik. 4. Akses ke pasar juga tergantung pada kemampuan untuk memenuhi standar mutu dan kesehatan dari importir dan konsumen secara keseluruhan. Mengingat skala usaha agribisnis Indonesia adalah kecil dan terfragmentasi maka masalah di atas adalah masalah yang cukup rumit untuk diatasi dalam waktu yang dekat. Namun demikian, mengingat jumlah masyarakat berpendapatan menengah juga semakin meningkat saat ini mencapai sekitar 140 juta jiwa, maka pasar dalam negeri yang besar akan menjadi salah satu faktor keberhasilan pengembangan agribisnis dan agroindustri Indonesia di masa depan. 5. Dalam globalisasi, pengembangan koperasi dan skema pertanian kontrak (contract farming) adalah dua strategi yang cocok dalam mengambil manfaat dari globalisasi. Hal ini dapat dilakukan melalui koordinasi vertikal antara para petani kecil dengan industri pengolah dan para eksportir. Strategi di atas akan memperkuat skala ekonomi dan standar mutu dalam hal produksi, pemasaran dan pengolahannya.
Gambar 2 . Ilustrasi Sistem Resi Gudang di India Volume 16 No 1 JUNI 2011
9
Rubrik Utama
6. Diperlukan dukungan kebijakan pemerintah, infrastruktur dan jasa-jasa pendukung, terutama mengenai informasi pasar, penelitian, pengujian dan sertifikasi standar yang akan mampu mengurangi biaya-biaya transaksi, membangun kompetensi sumberdaya manusia, dan melenyapkan hambatanhambatan perkreditan. 7. Diperlukan sosialisasi yang intensif dari pemerintah, dalam hal ini melalui Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, terutama dalam kebijakan sistem resi gudang, yang hasilnya belum nyata di masyarakat. Kebijakan resi gudang relatif telah berhasil dilaksanakan di Thailand dan di India, bahkan India dalam lima tahun terakhir ini mampu mengimplementasikan sistem resi gudang dengan baik sekali.
PATOKDUGA SISTEM RESI GUDANG DARI INDIA Penerapan kebijakan penggudangan yang baik pada Tahun 2007 memiliki dampak terhadap pengembangan agribisnis di India diantaranya sebagai berikut (Pattanik, 2010 dalam Gumbira-Sa’id, 2011): 1. Petani terdorong untuk menyimpan hasil tani mereka pada gudang yang teregistrasi. 2. Mendorong petani untuk menerapkan sistem grading dan standar mutu dalam usaha pertanian mereka. 3. Nilai jual produk-produk hasil pertanian semakin meningkat. 4. Manajemen dan teknik penggudangan yang baik berkembang di perdesaan. 5. Kerusakan produk hasil pertanian yang selama ini diakibatkan buruknya sistem penggudangan menjadi berkurang. 6. Menumbuhkan kepercayaan lembaga keuangan terhadap petani dalam pengembangan sistem penggudangan dan pinjaman kreditnya. 7. Tumbuhnya tingkat likuiditas di perdesaan. 8. Terciptanya mekanisme transparansi penetapan harga produk-produk pertanian yang lebih baik. 9. Terciptanya rantai pasok yang lebih efisien bagi produk-produk hasil pertanian. Manfaat yang langsung bagi petani di India adalah petani diuntungkan karena tersedianya infrastruktur dan biaya penggudangan yang lebih baik dan terstandar, 10
Agrimedia
dipermudahnya akses finansial, biaya finansial menjadi lebih rendah, serta proses perdagangan komoditas pertanian menjadi lebih lancar. Bagi petugas gudang, diperoleh beberapa keuntungan diantaranya adalah memiliki wawasan mengenai patok duga infrastruktur dan mutu pelayanan terhadap sistem penggudangan yang terbaik di dunia, meningkatnya peluang jalinan kerjasama bisnis diantara para pemangku kepentingan bisnis, serta terwujudnya aturan yang benar dan bertanggung jawab. Bagi lembaga keuangan dan perusahaan asuransi, sistem resi gudang juga bermanfaat sebagai berikut: 1. Jaminan atas transaksi dengan pengggudangan yang treakreditasi. 2. Meningkatnya resiko mitigasi dari negosiabilitas resi gudang. 3. Jaminan atas kualitas dan kuantitas barang sebagaimana yang disimpan di gudang dan akan dikirim sebagaimana waktu yang disepakati. 4. Biaya transaksi dan waktu penanganan yang lebih efisien. 5. Biaya ‘Re-asuransi ’ premium sebagai penghargaan atas penggudangan yang terakreditasi. 6. Jaminan terhadap kehilangan, pencurian, penurunan kualitas dan kuantitas barang dsb. 7. Kemudahan pengurusan asuransi kepemilikan yang lebih cepat. Walaupun demikian, terdapat berbagai tantangan bagi dunia sertifikasi, yakni sebagai berikut: • Diperlukan adanya sistem akreditasi yang cepat atas jaringan penggudangan yang besar. • Dibutuhkannya SDM yang tangguh dan bertanggung jawab untuk menjalankan komitmen mengenai resi gudang. • Kepastian akan lancarnya pemeriksaan dan terwujudnya implementasi penggudangan yang terstandar. • Terwujudnya bangunan atau sistem penggudangan yang kokoh dan bermutu. • Pengembangan standar yang spesifik bagi semua komoditas hasil pertanian. • Pengembangan pakar SDM yang unggul dalam proses grading komoditas hasil pertanian.
REFERENSI Behravesh, N. 2011. Outlook For Global Economy. HIS. Cabrera, A. 2011. The Big Shift World Economic Outlook 2012. Thunderbird School of Global Management. Mudbhary, P. K. 2010. Linking Small farmers to Global Markets: Role of Contracting Farming and Cooperatives in Asian Countries. FAO Regional Office for Asia and the Pacific. Gumbira-Sa’id, E. 2011. Peluang Sertifikasi Dalam Agribisnis dan Agroindustri Indonesia Tahun 2012. Makalah Pembekalan Pada Rapat Kerja PT. Mutu Agung Lestari Hotel Bumi Wiyata, Depok. Hitchcok, D.K. 2008. Agribusiness and Competitive Agro-Industries. Agribusiness & Infrastructure Officer FAO - Bangkok. Moni, M. 2005. Existing ICT Initiatives for the Agriculture Sector: Whether the Protocols and Mechanisms for Quality Assurance from Knowledge Dissemination Agencies Exist and are Adequate? National Informatics Centre Department of Information Technology (Government of India) E-mail: moni@hub. nic. in.
Murmuria, B. 2010. Panel Discussion on Opportunities in Asia. ANMI, India. Pant, K.P. 2011. Commercialization og Agriculture: Opportunities and Challenges. kppant@yahoo. com. Sarma, M. V. S. 2003. Agricultural Informatics & Communication Perspective and prospective Agricultural Informatics Division, National Informatics Centre, Department of Information Technology. The Amira Group. 2011. Agri Products Exports: Marketing, SCM and Quality Management. www.theamiragroup.com.
Volume 16 No 1 JUNI 2011
11