PERUBAHAN DENGAN PELESAPAN BARIS, HURUF, KATA, DAN KALIMAT Perubahan dengan pelesapan yang diperbolehkan daIam penciptaan puisi di antaranya pelesapan baris. Baris dilesapkan karena menggantikan bunyi hidup pada suatu kata. huruf adalah pelesapan huruf-huruf yang dapat berupa nun, hamzah, alif wawu, ya’. Huruf nun dilesapkan pada ism munsarif dua bunyi mati, kata ganda dan jamak, kata kerja masa kini, kata laita, ‘an, min, dan qad, pada kata lãkin,min dan lam yakun. Sementara itu, alif wawu, atau ya’ dilesapkan dan berbagai macam kata, yaitu sebagai tanda panjang atau pada kata ganti. Pelesapan kata adalah pelesapan kata depan,yaitu min, ‘ala, fi, ma, ala, partikel jazm Ii, partikel nasb an, kata panggilya, Ia dan ma penanda negatif, dan kata tanya a. Pelesapan kalimat adalah pelesapan kalimatfi fi’liyah dan kalimat kondisional. remua pelesapan dilakukan karena untuk memenuhi matra yang telah ditentukan pada masing-masing pola puisi (bahr). Pelesapan Baris Pelesapan baris atas dapat dilakukan pada baris huruf kedua (kataba menjadi katba), baris akhir kata kerja lampau (kataba menjadi katab), baris akhir kata kerja masa kini (lan yaktuba menjadi Ian yaktub), baris akhir pada kata benda berakhiran harf ‘illat (innal-aidiya menjaai innal-aidy), dan pelesapan baris depan dan baris bawah pada baris akhir kata, baik berupa kata kerja maupun kata benda (asyrabu menjadi asyrab, maktabuhu menjadi maktabhu) Pelesapan Baris Atas Huruf Kedua Pelesapan baris atas dapat dilakukan pada baris huruf kedua, baik pada kata kerja maupun kata benda. Pelesapan ini selain untuk menyesuaikan dengan pola kaki sajak juga untuk meringankan ucapan. Pelesapan baris atas ini dapat ditemukan pada puisi AI-Asmu’i (Al-Hasan, 1939,4:18)
(‘ala muhälatin ‘ukisna ‘aksã iza tasaddahã talãban galsã) ‘Mustahil, ia sungguhsungguh menyimpang, jika ia mendakinya (menjalaninya), ia akan mencari kegelapan’ Baris atas yang dilesapkan adalah baris atas pada kata galasa ‘gelap’ (Munawwir, 194:1O88) sehingga menjadi galsa. Pelesapan baris atas pada bait ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan metrum bahr rajaz yang berpola //o//o (‘alamuihä) /o///o (latin ‘ukis) //o/o (na ‘akã), //o//o (izatasad) /o/o//o (dahãtalã) /o/o/o (ban-gaisli). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka tidak sesuai dengan pola kaki sajaknya, yaitu /o/o/o karena pola ///o/o pada bahr rajaz tidak ditemukan. Pelesapan baris atas juga ditemukan pada puisi Zur-Rummah (Syakir, 1974:549)
(abat zikra ‘audanin ahisy-syä ‘a qalbihi, khufuqan wa rafdãtil-hawä fil mafâsili ). Ia (pr.) menolak untuk mengingat saat kembali yang dapat melemahkan hatinya, Dan penolakan cinta itu menggetarkan seluruh sendi’ Baris atas yang dilesapkan adalah baris atas pada kata rafadatin ‘penolakan’ (Munawwir, 1984:552) sehingga menjadi rafdatin. Kata rafadatin adalah kata bentuk jamak dari kata rafdah dengan bunyi mati pada huruf kedua, tetapi pada bentuk jamaknya, bunyi mati ini berganti dengan baris atas dan hal ini berlaku pada semua bentuk jamak pada kata benda yang berpola sama. Sementara itu, apabila ditemukan bentuk jamak seperti di atas, tetapi huruf kedua berbunyi mati berarti kata sifat (Muhammad, 1980:85). Kata rafadatin dalam bait di atas berubah menjadi rafdatin karena untuk penyesuaian metrum bahr tawil yang berpola //o/o (abatzik) //o//o (ra’audanin) //o//o //o/o (akhisysyã) //o//o (aqalbuhu), //o/o (khufuqan) //o/o/o (warafdãtil) //o/o (hawãfil) //o//o (mafasili). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka akan berpola /-/-/-/-/o (wa-rafa-dã-til) dan pola ini tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr tawil, yaitu /-/o-/o-/o (waraf-da -til). Pelesapan Baris Atas Huruf Akhir Kata Kerja Lampau Pelesapan baris atas pada huruf terakhir kata kerja Iampau dapat ditemukan pada puisi Nahsyala Ibn Harra (Syakir, 1974:583): V
(Falammã tabayyan gabbu amri wa amrihñ, wawallat bia ‘jãzil-umuri sudürü) ‘Ketika telah menjadi jelas akibat dari masalahku dan masalahnya, maka hati (orang-orang) itu menjadi berpaling karena lemahnya masalah itu’ Baris yang berubah adalah baris atas pada kata tabayyana (katakerja lampau) ‘telah menjadi jelas’ (Munawwir, 1984:135). Kata tersebut berubah menjadi tabayyan. Pelesapan baris atas dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil, yaitu //o/o (falammã) //o/o/o (tabayyangab) //o/o (buamri) //o//o (wa-amruhu), //o/o (wawallat) //o/o/o (bia’jazil) //i/i (umüri) //o/o (suduru). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka kaki sajak akan berpola /-/o-/-/-/o (ta-bay-ya-na-gab) dan ini tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr tawil yang berpola /-/o-/o-/o (ta-bay-yan-gab). Pelesapan Bans Atas Akhir Kata Kerja Masakini Pelesapan baris atas pada huruf terakhir kata kerja masa kini dapat ditemukan pada puisi Ar-Ra’ i (Syakir, 1974:502):
(ta ‘bã qada’ara an ta ‘rif lakum nasabã, wabna nizarin fa-antum baidatal-baladi) ‘Dia (pr.) menolak keterpisahan jika ia memberitahukan kepadamu garis keturunannya dan keturunan kabilah Nizar, sedangkan kamu sekalian adalah omng yang paling terkemuka’. Baris atas yang dilesapkan dalam bait di atas adalah baris atas pada kata an ta ‘rifa ‘jika Ia (pr.) memberitahukan’ (Munawwir, 1984:987). Pelesapan dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr basit yang berpola /o///o (ta ‘baqada) /o//o (ata ‘an) /o/o//o (ta’riflakum) ///o (nasaban), /o/o//o (wabnanizã) /o//o (rinfa ‘an) /o/o//o (tumbidatal) ///o (baladi). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka kaki sajak akan berpola /o-/o-/-/o-/o (ta’-ri-fa-la-kum) dan pola ini tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr basit, yaitu /o-/o-/-/o (ta ‘-rf-Ia-kum). Pelesapan Baris Atas Akhir Kata Benda Berakhiran Harf ‘illat Pelesapan baris atas pada huruf terakhir kata benda yang berakhiran huruf ‘illat dapat ditemukan pada puisi Al-A’ sya (Husain, 1950:65):
(fatan lau yunädLsy-syamsi aiqat qanaha, awil-qamaras-sãrT li-alqal-maqãlidã) ‘Seorang pemuda yang seandainya ia panggil matahari, maka matahari itu akan lepas
tandanya dan bila ia panggil bulan yang berjalan di waktu malam, maka akan runtuh kuncinya Baris atas yang dilesapkan dalam bait di atas adalah baris atas pada kata assari ‘ yang yang berjalan di waktu malam’ (Munawwir, 1984:671). Pelesapan tersebut untuk menyesuaikan dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (faranlau) //o/o/o (yunadisy-syam) //olo (si-alqal) //o//o (qanaha), //o/o (awliqa) //o/o/o (maras-sãri) //o/o (li-alqal) //o//o (maqãlida). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka kaki sajak akan berpola /-/o-/o-/-/ (ma-ras-sã-ri-ya) dan pola ini tidak sesuai dengan kaki sajak bahr tawil yang berpola /-/o-/o-/o (ma-ras-sã-ri). Pelesapan Baris Depan dan Baris Bawah Akhir Kata Pelesapan baris depan pada akhir kata dapat ditemukan pada puisi Az-zujaj (Muhammad, 1980:94):
(fal-yauma asyrab gaira mustahqibin, Isman minallãhi wa la wägili) ‘Han ini, aku minum tanpa dapat ditahan lagi, siksa dan Allah dan datang tanpa diminta’. Baris depan yang dilesapkan dalam bait di atas adalah baris depan pada kata asyrabu sava minum’ (Munawwir, 1984:755). Setelah pelesapan kata tersebut menjadi asyrab karena disesuaikan dengan metrum bahr sari’ yang berpola /o/o//o (falyaumaasy) /o/o//o ramus) /o//o (tahzibin), /o/o//o (ismanminal) /o/o//o (lãhi wala ) /o//o (wãgili). Apabila dilakukan pelesapan, maka akan berpola /-/-/o-/-/o (ra-bu-gai-ra-mus) dan ini tidak sesuai dengan kaki sajak bahr sari’ yang berpola /o-/o-/-/o (rab-gai-ra-mus). Pelesapan baris bawah dapat ditemukan pada puisi anonim (Muhammad, 1980:95):
(Bikulli mudämãtin wa kulli musaqqafin, tanaqqahu mim ma ‘dinhi fil-bahri jaliyah) ‘Dengan setiap arak dan setiap tombak, ia mengeluarkannya dari sumbernya di laut dengan jelas’. Pelesapan baris bawah dalam bait di atas adalah baris bawah pada kata mim ma ‘danihi ‘dari sumbernya’ (Munawwir, 1984:973). Pelesapan dilakukan karena untuk
menyesuaikan bunyi dengan pola bahr tawil yang berpola //o/o (bikulli) //o/o/o (mudãmatin) //o/o (wakulli) //o//o (musaqqafin), //o/o (tanaqqã) //o/o/o (huminma ‘din) //o/o (hifilbah) //o//o (rijãliyah). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka akan berpola /-/o-/o-/-/ (hu-min-ma’-di-ni) dan pola ini tidak sesuai dengan kaki sajak bahr tawil yang berpola /-/o-/o-/o (hu-min-ma ‘-din). Pelesapan Huruf Pelesapan huruf adalah pelesapan huruf-huruf yang dapat berupa hamzah, nun, afl/ wawu, atau ya’. Pelesapan Huruf Hamzah Huruf hamzah dapat dilesapkan dan digantikan dengan alif yang tidak dibunyikan. Hamzah yang dilesapkan terdapat pada kata benda dan kata kerja, baik yang terdapat di tengah kata maupun di akhir kata. Pelesapan huruf hamzah pada kata benda dapat ditemukan pada puisi Hatim At-Ta’i (Al-Jazini, 1968:58):
(AbIhum abi wal-ummahtummahãtunã, fa-an ‘im wa matti ‘ni biqaisibni Jahdari) ‘Ayah mereka adalah ayahku dan para ibu adalah ibu kami, maka bahagiakan aku dengan Qais Ibn Jahdari’. Pelesapan huruf hamzah dalam bait di atas terdapat pada huruf awal kata ummahatuna ‘para ibu kami’ (Munawwir, 1984:42). Hamzah diganti alif sehingga lesap ketika dibaca dengan kata sebelumnya menjadi al-ummahãtummahatuna (seharusnya al-ummahâtu ummaharuna). Pelesapan dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola /o/o/o (abühum) //o/o/o (abiwal-um) /o/o/o (mahatum) //o//o (mahatunä), //o/o (fa-an ‘im) //o/o/o (wamatti ‘ni) //o/o (biqaisib) //o//o (nijahdari). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka akan berpola /o-/o-/-/o (ma-hã-tuum) dan pola ini tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr tawil yang seharusnya digunakan, yaitu /-/o-/o (ma-hä-tum). Pelesapan huruf hamzah pada kata kerja dapat ditemukan pada puisi At-Tarmah (AlBajawi, 1965:35):
(ala ayyuhal-lailur-tawilu alasbah, bitammin wamal-isbahu fika bi-arwahi) ‘Ingat! wahai malam yang panjang, segera datanglah pagi, dengan sempurna karena pagi bagimu sangat menyenangkan’. Pelesapana huruf hamzah dalam bait di atas terdapat pada käta kerja asbaha ‘waktu pagi’ (Munawwir, 1984:8 13). Huruf hamzah diganti alif sehingga lesap ketika dibaca dengan kata sebelumnya, yaitu ala menjadi alasbaha (seharusnya ala asbaha). Pelesapan dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (alãay) //o/o/o (yuhallailut) //o/o (tawilu) //o//o (alas bah.i), //o/o (bitammin) //o/o/o (wamalisbZ) //o/o (hzfTka) I/o/b (biarwahi). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka akan bepola /-/o-/o-/-/o (a-la-as-ba-ha), sedangkan pola tersebut tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr tawil yang seharusnya digunakan, yaitu /-/o-//o (a-las-ba-hi). Pelesapan Huruf Nun Huruf nun yang dapat dilesapkan adalah nun yang terdapat pada kata benda munsarif dua bunyi mati yang berjajar, kata benda ganda dan jamak, kata kerja masakini, penegas kata kerja masakini, kata laita, an, min, qad lakin, man, dan lam yakun. Pelesapan Huruf Nun pada Kata Benda Munsarif Pelesapan huruf nun pada kata benda munsarif dapat ditemukan pada puisi Mâqralwahsyi (Al-Hasyimi, 1965:25):
(warraudu jami-u wal-azahiru bastuhu, waqanãdilul-utrunji lahat fil-gadi) ‘Taman itu yang menyatukan dan bunga-bunganya keindahannya, dan kelopak-kelopak bunga limau yang bermunculan di waktu pagi’. Huruf nun yang dilesapkan dalam bait di atas terdapat pada kata jami’un ‘yang menyatukan’ (Munawwir, 1984:225) sehingga menjadi jãmi ‘u. Pelesapan dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr kamil yang berpola ///o//o (warraudujâ) ///o//o (mi-uwal-aza) ///o//o (hirubatuhü), ///o//o (waqanadilul) /o/o//o (utrunjulã) /o/o//o (hatfilgadi). Apabila tidak dilakukan pelesapan, maka akan berpola /-/o-/o-/-/o
(mi-un-wal-al) Pola ini tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr kamil yang digunakan, yaitu /-/-/o-/-/o (mi-u-wal-a-zã). Pelesapan Huruf Nun karena Dua Bunyi Mati Huruf nun dilesapkan karena terdapat dua bunyi mati yang berjajar. Oleh karenanya, bacaan langsung digabung dengan huruf pada kata berikutnya. Hal dapat ditemukan pada puisi Abul-Aswad Ad-Du’ali (Zamakhsyari, 1323H:329):
(Fa-alfaituhü gaira musta ‘tabin, wa Ia zäkirallãhi illa qalila) ‘Saya memandangnya tanpa lelah, dan tidak ingat kepada Allah kecuali sedikit’. Huruf nun yang dilesapkan dalam bait di atas adalah yang terdapat pada kata zakiran ‘yang ingat’ (Munawwir, 1984:482) karena terdapat dua bunyi mati yang berjajar, yaitu bunyi mati huruf nun dan bunyi mati huruf lam. Apabila dua kata itu dibaca terpisah menjadi zakiran Allaha , tetapi bacaan ini tidak sesuai dengan pola bahr mutaqarab yang digunakan. polanya adalah //o/o (fa-alfai) //o/o (tuhugai) //o/o (ramusta’ ) //o (tabin), //o/o (walazä) //o/o (kiralIa) //o/o (haillã’) Ilolo (qalilä). Apabila dibaca dengan nun akan berpola /-/o-/o-/o (ki-ran-al-la) dan pola kaki sajak tersebut tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr mutaqarab /-o-/o-/o (ki-ral-la). Pelesapan Huruf Nun Kata Benda Ganda dan Jamak Nun pada kata benda ganda atau jamak dilesapkan apabila terstruktur dalam frase idafi, misalnya ‘dua buku mahasiswa’ kitaba talibin. Akan tetapi, pelesapan nun dalam pembicaraan ini tidak berkaitan dengan bentuk frase tersebut. Pelesapan nun pada kata benda ganda dapat ditemukan pada puisi Taabta Syarran (Muhammad, 1980:107):
(Huma khattata imma isãrun wa minnatun, wa imma damun wal qatlu bil-hurri ajdaru) Keduanya adalah garis penghubung yang Iebih pantas bagi orang yang merdeka, ya berupa keluarga dan anugerah, adakalanya berupa darah dan pembunuhan’
Huruf nun yang dilesapkan dalam bait di atas adalah nun yang terdapat pada katabenda ganda khattatani ‘dua garis penghubung’ (Munawwir, 1984:379). Pelesapan nun karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (humakhat ) /o/o/o (tatäimmã) //o/o (isarun) //o//o (waminnatun), //o/o (waimma) //o/o/o (damunwalaqat) //o/o (lubilhur) //o//o (riajdarü). Apabila nun tidak dilesapkan, maka akan terbentuk pola /-/o-/-/o-/o (ta-tä-ni-im-mã), sedangkan pola ini tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr tawil yang digunakan, yaitu /-/o-/o-/o- (ta-tã-im-ma-). Pelesapan nun pada kata benda jamak dapat ditemukan pada puisi anonim Muhammad, 1980:107):
(Yaqulunartahil qabli quraisyan, wa hum mutakanniful-baital-harama), ‘Mereka berangkatlah sebelumku, wahai orang-orang Quraisy, mereka adalah para penjaga suci, ka’bah’. Huruf nun yang dilesapkan dalam bait di atas adalah yang terdapat pada kata benda mutakannifuna ‘para panjaga’ (Munawwir, 1984:1325). Pelesapan huruf nun karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr wafir yang berpola //o/o/o (yaqulunar) //o/o/o (tahilqabli) //o/o (quraisyan), //o///o (wahummutakan) //o/o/o (nifulbaital) //o/o (harama). nun tidak dilesapkan, maka akan terbentuk pola /-/o-/o-/o-/o (ni-fu-nal-bai-tal), pola ini tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr wafir /-/o-/o-/o (ni-ful -bai-tal). Pelesapan Huruf Nun pada Kata Kerja Masakini Pelesapan huruf nun pada kata kerja masakini adalah nun penanda raf, yaitu nun yang pada kata kerja masakini yang berpelaku jamak. Secara grammatikal, nun penanda jamak pada kata kerja masakini tidak pernah dilesapkan. Pelesapan nun pada kata kerja masa kini dapat ditemukan pada puisi Al-Farisi (Al-Alusi 1341H:126):
(wal-ardu iriiat bani ãdamã, ma yagrusi h syajaran ayyãmä), ‘Bumi telah diwariskan kepada anak cucu Adam, yaitu pepohonan yang telah mereka tanam selama mi’.
Huruf nun yang dilesapkan dalam bait di atas adalah nun pada kata kerja yagrusuna mereka menanam (Al-Munawwir, 1984:1075), sedangkan pelesapan nun tidak dilakukan dalam kalimat biasa. Pelesapan ini dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan bahr yang berpola /o/o//o (walardu-u) //o//o (risatbani) /o/o/o (ãdama), /o/o//o (mayagrusü) //o (hãsyajaran) /o/o/o (ayyäm). Apabila nun tidak dilesapkan, maka akan terbentuk pola o-/-/o-/ (ma-yag-ru-sa-na), sedangkan pola ini tidak sesuai dengan pola kaki sajak bahr sari’ yang digunakan, yaitu /o-/o-/-/o (ma-yagru-sii). Pelesapan Iluruf Nun Penegas pada Kata Kerja Masakini Nun Penegas yang digabung dengan kata kerja masa kini adalah nun penegas khafifah aan saqilah, sedangkan nun penegas yang dapat dilesapkan adalah nun penegas khafifah. Pelesapan ini selain untuk penyesuaian metrum, juga untuk meringankan ucapan. Pelesapan nun penegas khaflfah pada kata kerja masa kini dapat ditemukan pada puisi nbu Zaid Mustafa, 1929:45):
(Fi ayyi yaumiyin minal-mauti afIr, ayamun lam yuqdara amyaumun qudir), ‘Di hani yang mana saya akan dapat mengindar dari maut, apakah di hari yang beLum ditakdirkan atau di hari yang telah ditakdirkan’ Pelesapan nun penegas dalam bait di atas terdapat pada kata lam yuqdaran ‘sungguh belum ditakdirkan’ (Munawwir, 1984:1177) sehingga menjadi lam yuqdara. Pelesapan dilakukan untuk meringankan ucapan dan juga untuk menyesuaikan bunyil dengan bahr rajaz yang ber pola /o/o//o (fIayyiyau) /o/o//o (miyyinminal) /o///o (mautiafir), //o//o (ayawnunlam) /o///o (yuqdaraam) /o/o//o (yaumunqudir). Apabila nun tidak dilesapkan, maka akan terbentuk pola /o-/-/o-/o (yuq-da-ran-am), sedangkan pola kaki sajak yang digunakan dalam bahr rajaz adalah /o-/o-/-/o atau /o-/-/-/o yuq-da-raam). Pelesapan Huruf Nun pada Kata Laita, ‘An, Min, Qad Kata laita, ‘an, min, dan qad bila digabung dengan nun mutakallim wahdah (kataganti orang pertama tunggal), maka akan menjadi laitani ‘sekiranya aku”, ‘anni ‘dariku, tentangku’, minni ‘dariku’, dan qadni ‘cukup bagiku’. Akan tetapi, nun dalam kata-kata tersebut dapat dilesapkan dalam puisi.
Pelesapan nun pada kata laita dapat ditemukan pada puisi Zaid Al-Khail (Al-Bajawi, 1965:55):
(ka minyati Jabirin iz qãla laiti: usadifuhü wa atlafa jalla mali), ‘Seperti harapan Jabir ketika dia berkata: “Sekiranya aku menjumpainya dan mengalahkannya, maka akan selamat hartaku”. Pelesapan nun dalam bait di atas terdapat pada kata laitani ‘sekiranya aku’ (Munawwir, 1984:1395) menjadi laiti. Pelesapan nun dilakukan karena menyesuaikan bunyi dengan pola bahr wäfir yang digunakan dalam bait di atas. Polanya adalah //o///o (kaminyatya) //o/o/o (birinizqã) //o/o (lalaiti), //o///o (usãdifuhu] //o///o (waatlafujal) //o/o (lamali). Apabila nun tidak dilesapkan, akan terbentuk pola /-/o-/-/o (la-lai-ta-ni), sedangkan pola kaki sajak yang digunakan dalam bahr wafir adalah /-/o-/o (la-lai-ti). Pelesapan nun pada kata ‘an dan min dapat ditemukan pada puisi anonim (dalam Muhammad, 1980:113):
(Ayyuhas-sã ‘ilu ‘anhu wa ‘ani lastu min qaisin wa la qaisun min) ‘Wahai peminta-minta darinya dan dariku, saya bukan dari Qais dan Qais bukan pula dariku’. Pelesapan nun dalam bait di atas terdapat pada kata ‘anni ‘dariku’ (Munawwir, 1984:1047) dan minni ‘dariku’ (Munawwir, 1984:1458) sehingga menjadi ‘ani dan mini. Pelesapan nun dalam bait di atas karena menyesuaikan bunyi dengan bahr ramal yang berpola /o//o/o (ayyuhassâ) ///o/o (ilu ‘anhu) ///o(wa ‘ani), /o//o/o (lastuminqai) /o//o/o (sinwalaqal) /o//o (sinmini). Apabila nun tidak dilesapkan, akan terbentuk pola /-/o-/o (wa‘an-ni) dan /o-/o-bo/ (sin-min-ni), sedangkan pola kaki sajak yang digunakan dalam bahr wafer adalah /o//o atau ///o dan dalam bait ini adalah /-/-/o (wa-‘a-ni) dan /o-/-/o (sin-mi-ni). Sementara itu, pelesapan nun pada kata qad dapat ditemukan pada puisii Ahmad Ibn ‘ahya (Muhammad, 1980:113):
(qadil-qalbu mm wujdin barihtu bihi qaddun, walil-qalbi min wujdin biha abadan) Cukuplah cinta itu dalam hati yang aku bebas dengannya, ada cinta padanya di dalam hati selamanya dan itu cukup bagiku’. Pelesapan nun dalam bait di atas terdapat pada kata qadni ‘cukulah bagiku’ (Munawwir, 1984:1176) sehingga menjadi qadi Pelesapan itu dilakukan karena untuk bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (qadilqat) //o/o/o (biminwujdin) //o/o (barihtu) //o//o (bihiqaddun), //o/o (walilqal) //o/o/o (biminwujdin) //o/o (biha’a) //o//o (badanqadi). Apabila nun tidak dilesapkan, akan membentuk pola /-/o-/o-/o dan-qadni), sedangkan pola kaki sajak bahr tawil adalah //o/o/o atau //o//o dan bait menggunakan pola /-/o-/-/o (ba-dan-qa-di). Pelesapan Huruf Nun pada Kata Lakin, Min, Lam Yakun Nun pada kata lakin ‘tetapi’, min ‘dari’, lam yakun ‘ia bukan/tidak’ dapat dilesapkan apabila kata sesudahnya berawalan dengan bunyi mati sehingga terdapat dua bunyi mati yang berjajar. Dalam keadaan tersebut nun dapat dilesapkan, tetapii hanya dalam puisi, sedangkan dalam prosa nun dilesapkan tanpa syarat terdapat dua bunyi mati yang berjajar. Pelesapan nun pada kata lakin dapat ditemukan pada puisi An-Najasyi (Al-Bajawi, 1965:147):
(Falastu bi-ätihi wa lã astati’uhu walakisqini in kana ma-üka zafadli), ‘Saya bukan orang yang mendatanginya dan bukan orang yang mampu mengatasinya, tetapi berilah saya minum bila airmu itu berlebihan’. Huruf nun yang dilesapkan dalam bait di atas terdapat pada kata lakin ‘tetapi’ (Munawwir,
1984:1378)
sehingga menjadi
laki.
Pelesapan
dilakukan
karena
menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola /lo/o (falastu) //o/o/o biatihi) //o/o (walã-as) //o//o (tati-uhi), //o/o (walãkis) //o/o/o (qini-inkä) //o/o (nãma-u) //o/o/o (kazafadll). Apabila Nun tidak dilesapkan, akan terbentuk pola /-/o-/o-/o (wa-Ia-kin-is), sedangkan pola kaki sajak digunakan dalam bahr tawil adalah /-/o-/o (wa-lã-kis). Pelesapan nun pada kata min dapat ditemukan pada puisi Al-A’sya (Husain, 1950:5):
(wa ka-annal-khamral-madamatal mil-is, fanti mamzujatun bi ma-in zulãlI), ‘seakan minuman keras itu dan perasan anggur yang dicampur dèngan air putih’. Huruf nun yang dilesapkan dalam bait di atas terdapat pada kata min ‘dari’ (Munawwir,
1984:1458)
sehingga
menjadi
ini.
Pelesapan
dilakukan
karena
menyesuaikan dengan metrum bahr khafif yang berpola /o//o/o (waka-annal) /o/o//o (khamralmada) ///o/o (matamil-is), /o//o/o (fantimamzu) //o//o (jatunbima) /o//o/o (inzulãli). Apabila nun tidak kan, akan terbentuk pola /-/-/-/o-/o (ma-ta-mi-nal-is), sedangkan pola kaki sajak bahr khafif adalah /o//o/o atau ///o/o. Dalam bait ini, pola yang digunakan adalah /-/-/o-/o (ma-ta-mil-is) Pelesapan nun pada kata lam yakun dapat ditemukan pada puisi Ibn ‘Urtufah (Muhammad, 1980:115):
(Lam yakul-haqqu ‘ala ‘an hãjahu rasma dãrin qad ta ‘affa bit-talal), ‘Kebenaran itu, disebabkan karena kemarahannya, bukanlah bekas rurnah yang telah lenyap karena puing-puingnya) Pelesapan nun dalam bait di atas terdapat pada kata lam yakun ‘bukanlah/tidak ada’ (Munawwir, 1984:1332) sehingga menjadi lam yaku. Pelesapan itu karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr ramal yang berpola /o//o/o (lamyakulhaq) ///o/o (qa’alama) ///o (hajahü), /o//o/o (rasmudárin) /o//o/o (qadta-ffa ) /o//o (bit-talal). Apabila nun tidak dilesapkan, akan terbentuk pola /o-/-/-/o-/o (lam-ya-ku-nil-haq), sedangkan pola kaki sajak bahr ramal adalah /o//o/o atau ///o/o. Dalam bait ini, pola kaki sajak yang dipakai adalah /o-/o (Iam-ya-kul-haq). Pelesapan Huruf Penanda Mamdud Kata benda mamdüd adalah kata yang berakhiran dengan alif dan hamzah seperti pada kata
hamzah pada kata tersebut dapat dilesapkan
dalam puisi. Pelesapan hamzah pada kata benda mamdud dapat ditemukan pada puisi AlFarra’ (Muhammad, 1980:116):
(Taramat bihin-niswäni hattã ramau bihi warã turuqisy-syamil-bilädal-aqasiyä), ‘para wanita itu saling melempar dengannya sehingga para lelaki pun melempar dengannyä, jalan-jalan menuju ke Syam terdapat negeri-negeri tujuan yang jauh’. Pelesapan huruf hamzah dalam bait di atas terdapat pada kata wara ‘a ‘di belakang, selain’ (Munawwir, 1984:1655) sehingga .menjadi wara. Pelesapan tersebut karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (tarãmat) //o/o/o (bihinniswa) //o/o (nuhattâ) //o//o (ramaubihi), //o/ (warãtu) //o/o/o (ruqisy-syãmil) //o/o (biladal) //o//o (aqasiyã). Apabila hamzah tidak dilesapkan, akan terbentuk pola /-/o-/-/ (wa-ra-a-tu), sedangkan pola kaki sajak bahr tawil adalah //o/o atau //o/ Dalam bait ini, pola kaki sajak yang dipakai adalah /-/o-/(wa-ra-tu). Pelesapan Iluruf Ya’ Kata Benda Berakhiran dengan Huruf Mad Huruf ya’ pada kata benda yang berakhiran dengan huruf mad atau penanda panjang dapat dilesapkan sehingga tandanya dianggap cukup dengan barisnya saja. Pelesapan ya’ pada kata benda tersebut dapat ditemukan pada puisi Khufaf Ibn Nudbah (Al-Bajawi, 1965:46):
(Kanawhi risyi hamãmatin najdiyyatin, wa masahtu bil-lasataini ‘asfal-usrnudi), ‘Seperti getaran bulu burung merpati yang ketakutan, saya menyentuh bahan celak itu dengan dua kali jilatan’ Pelesapan huruf ya’ dalam bait di atas terdapat pada kata nawahi ‘ratapan, tiupan’ (Munawwir, 1984:1573) sehingga menjadi nawahi (bunyi akhir panjang). Pelesapan ini untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr kamil yang berpola ///o//o (kanawahiri) ///o//o syikhamâmatin) /o/o//o (najdiyyatin), ///o//o (wamasahtubil) ///o//o (làsatainias) /o/o//o (falusudi). Apabila tidak dilakukan pelesapan, akan terbentuk pola /-/-/o-/o-/o (ka-nawa-hi-ri) Dalam bait ini pola kaki sajak yang digunakan adalah /-/-/o-/-/o (ka-na-wã-hiri). Pelesapan Huruf Wawu dan Ya’ pada Kata Ganti Huruf wawu dan ya pada kata ganti hu dan hi yang dilesapkan sebenarnya hanya bacaan karena wujud hurufnya sendiri tidak pernah tertulis, tetapi bacaan
panjang atau akan berpengaruh dalam bahr yang digunakan. Oleh karena itu, pelesapan bunyi yang dalam kata ganti tersebut perlu diperhatikan. Pelesapan wawu pada kata ganti dapat ditemukan pada puisi Hanzalah ibn Malik (Muhammad, 1984:123):
(Wa aiqana annal-khaila in taltabis biih takun lifasilin-nakhli ba ‘dahü ãbirü), ‘Saya yakin
bahwa
kuda
itu
bila
kau
pelihara,
engkau
sesudah
itu
seperti
mengembangbiakkan bibit kurma dari induknya’. Huruf wawu yang dilesapkan dalam bait di atas terdapat pada kata hu (panjang) ‘nya’ yang melekat pada kata ba ‘da ‘sesudah’, tetapi dalam bait ini hu dibaca pendek. Secara tulisan, kata ganti hu selalu tertulis dengan ha’ saja, tetapi secara ucapan dibaca hu, berbaris dan panjang. Pelesapan wawu karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (wa-aiqa) //o/o/o (na-annalkhai) //o/o (la-antal) //o//o (tabisbihi), //o/o (takunli) //o/o/o (fasilinnakh) //o/o (!iba’da) //o//o (hu-äbiru). Apabila wawu tidak dilesapkan akan terbentuk pola /o-/o-/-/o (hu-ã-bi-ru), sedangkan pola kaki sajak bahr tawil adalah //o/o/o atau //o//o. Dalam bait ini yang digunakan adalah /-/o-/-/o (hu-ä-bi-ru]. Pelesapan huruf ya’ dapat ditemukan pada puisi Malik Ibn Hanim (AbdulHamid,1945:298):
(Waiyyaku gassan au saminan fainnani sa-aj’alu ‘ainaihi linafsih maqna’ä), ‘Apabila dia itu kurus atau gemuk, sungguh aku akan menjadikan kedua matanya itu puas dengan dirinya sendiri’. Huruf ya ‘ yang dilesapkan dalam bait di atas adalah huruf ya’ yang melekat pada kata linafsihi, bunyi hi di akhir kata tersebut tertulis dengan satu huruf ha ‘ saja, tetapi harus dibaca dengan baris bawah dan panjang, seperti ha ‘ berbaris bawah ditambahya ‘ sukun. Akan tetapi bait ini, ya’ pemanjang bunyi dilesapkan sehingga terbaca hi saja. Pelesapan tersebut menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (waiyyã) //o/o/o (kugassanau) //o/o (saminan) //o/o (fainnani), //o/o (saaj‘a) //o/o/o (lu‘ainaihi) //o/o (linafsi) //o//o (himuqni ‘a’). Apabila tidak dilakukan pelesapan, akan terbentuk pola /o-/o-/-/o (hi-muq- ni-a’), sedangkan pola kaki sajak
barh tawil adalah //o/o/o atau //o//o. Dalam bait ini, pola yang dipakai adalah /-/o-/-/o (hi-muq-ni- ‘a). Pelesapan Ruruf Ya’ pada Kata Hiya, Wawu pada Kata Iluwa Huruf ya’ yang dilesapkan adalah huruf ya pada kata ganti hiya ‘dia (pr.)’ dan huruf wawu yang dilesapkan adalah huruf wawu pada kata ganti huwa ‘dia (lk.)’. Pelesapanya’ dapat ditemukan pada puisi anonim (Abdul-Hamid, 1945:397)
(darun Ii sa ‘da iz hi min hawäka) ‘Rumah milik Sa’ da itu (terwujud) karena keinginanmu’. Puisi ini disebut al-manhuk karena terdiri atas separoh bait. Huruf ya’ yang dilesapkan dalam bait di atas terletak sesudah hi karena kata tersebut adalah kata ganti hiya ‘dia (pr.)’ . Pelesapan ini dilakukan karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr rajaz yang berpola /o/o//o (darunlisa’) /o/o//o (dãihimin) //o/o (hawãka). Apabila pelesapan tidak dilakukan, akan terbentuk pola /o-/o-/o-/-/o (da-iz-hi-ya-min), sedangkan pola kaki sajak bahr rajaz adalah /o/o//o,//o/o/o, atau /o/o//o. Dalam bait ini, pola yang digunakan adalah /o-/o-/-/o (da-iz-hi-min). Pelesapan wawu dapat ditemukan pada puisi Al-’Ajir As-Saluli (Syakir, 1974:6 15):
(fabainä hu yasyri rihlahü qãla qã-ilun, liman jamalun rakhkhul-milata najlbu), Ketika dia menjual untanya, ada orang berkata: milik siapa unta yang dilepaskan dari lumpur oleh orang yang mulia ini?.’ Huruf wawu yang dilesapkan dalam bait di atas adalah wawu yang terletak sesudah hu karena asalnya adalah huwa ‘dia (lk.)’. Pelesapan ini dilakukan karena menyesuaikan bunyi metrum bahr tawil yang berpola //o/o (fabainã) //o/o/o (huyasyririh) //o/o (lahuqä) //o//o (Iaqãilun), //o/o (limanjã) //o/o/o (Iimanrakhkhul) I/o! (mi1ätä /1010 (najTb). Apabila tidak dilakukan, akan terbentuk pola b-I-b-b-b (hu-wa-yasy-r7-rih), sedangkan kaki sajak bahr rajaz adalah blob/c, ho/b, atau I/do!. Dalam bait im, pola yang adalah f-b-b-b (hu-yasy-rT-rih).
Pelesapan Huruf Ya’ dan Wawu Penanda Damir Huruf ya’ dan wawu yang dilesapkan adalah ya’ atau wawu yang digunakan sebagai ganti. Ya’ digunakan dalam frasa kitab dan ya’ menjadi kitabi ‘bukuku’, qalami dan ya’ menjadi qalami ‘penaku’, sedang wawu digunakan dalam kata kerja, misalnya kataba dan wawu menjadi katabu ‘mereka menulis’, kharaja dan wawu menajdi kharaju ‘mereka keluar’. Pelesapan huruf ya’ dapat ditemukan pada puisi anonim (dalam Muhammad, 1980: 127)
(wa min qabli nadã kullu maula qarabatan, fama ‘atafat yauman ‘alaika ‘awatifu), sebelum saya, semua pemimpin telah memanggil kerabatnya, hari ini tidak ada seorangpun yang mengasihi kamu’. Huruf ya’ yang dilesapkan dalam bait di atas terletak sesudah kata qabli ‘sebelum’ asalnya adalah qabli ‘sebelum saya”. Pelesapan ini dilakukan karena menyesuaikan dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (waminqab) //o/o/o (linadãkul) //o/o (lumaula) //o//o (qararabatan), //o/ (fama ‘a) //o/o/o (tafatyauman) //o/ (‘alaikal) //o//o Apabila pelesapan tidak dilakukan, akan terbentuk pola /o-/o-/o-/o (li-nada-kul), sedangkan pola kaki sajak bahr rajaz adalah //o/o/o,//o//o, atau //o/o/. Dalam bait ini, pola yang digunakan adalah /-/o-/o-/o (li-na-da-kul). Huruf wawu yang dilesapkan dapat ditemukan pada puisi anonim (dalam AlBagdadi, 1299H.:385):
(falau annal-atibbã känu hauli wa kana ma’l-atibbäil-asatu), ‘Meskipun para tabib itu berada di sekitarku, para tabib itu tetap tidak mampu (mengobatiku)’. Huruf wawu yang dilesapkan dalam bait di atas adalah wawu yang terletak sesudah kanu karena asalnya adalah känu ‘ mereka adalah’ . Pelesapan ini dilakukan karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr wafir yang berpola //o/o/o (falauannal) //o///o (atibbauka) //o/o (nuhaulI), //o///o (wakãnama ‘al) //o/o/o (atibbaul) //o/o (asatu). Apabila pelesapan tidak dilakukan, akan terbentuk pola /o-/o-/o (nu-hauli), sedangkan pola kaki sajak bahr rajaz dalam bait ini adalah /-/o-/o (nu-hau-li).
Pelesapan Huruf pada Kata Bertasydid Pelesapan satu huruf pada kata yang bertasydid dan huruf berada di akhir kata biasanya diikuti pula dengan melesapkan satu huruf sesudahnya. Hal itu dapat ditémukan pada puisi An-Nabigah Az-Zubyani (Muhammad, 1980:135):
(iza häwaltu fi usudin fujuran, fainni lastu minka wa lastu mm), ‘Bila aku mengubah din dari pemberani menjadi penakut, maka aku bukan darimu dan engkau bukan dari(ku). Huruf yang dilesapkan dalam bait di atas adalah nun yang terletak sesudah min yang diikuti oleh lesapnya huruf sesudahnya karena asalnya adalah minni ‘dariku’. Pelesapan ini dilakukan karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr wafIr yang berpola //o/o/o (izahawal) //o///o (tufiusudin) //o/o (fujüra), //o/oo (fainnilas) //o///o (tuminkawalas) //o (rumin). Pelesapan dilakukan, akan terbentuk pola /o-/o-/o (nu-hauli), sedangkan pola kaki sajak bahr rajaz dalam bait ini adalah /-/o-/o (nu-hau-li). Pelesapan Kata Kata yang dapat dilesapkan adalah kata depan, partikel jazm, kata an, kata panggil ya, lã an-nafiyah, ma an-nãfiyah, kata tanya, dan kata sambung fa pada kalimat kondisional. Pelesapan Kata Depan Kata depan yang dapat dilesapkan adalah fi ‘di dalam’, ila ’ ke’, ‘an ‘dari’, ‘ala ‘di atas’, bi ‘dengan’, dan rubba ‘banyak’. Pelesapan kata depan ini tidak diikuti dengan perubahan baris pada kata sesudahnya sehingga hal ini dapat menjadi petunjuk dilesapkannya kata depan yang terletak sebelurnnya. Pelesapan kata depan dapat ditemukan pada puisi Jamil (Al-Bagdadi, 1299H.:199):
(Rasmi darin waqaftu fi talalih, kidtu aqdal-hayata min jalalih), ‘(banyak) bekas rumah yang aku berhenti pada puing-puingnya, aku hampir mengakhiri hidup karena kebesarannya.
Kata depan yang dilesapkan dalam bait di atas adalah rubba ‘banyak’ yang terletak di awal bait. Pelesapan tidak diikuti dengan perubahan baris pada kata rasmu sehingga terbaca dengan baris bawah. Hal ini dapat menjadi petunjuk adanya kata depan yang terletak sebelumnya. Pelesapan dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr khaflf yang berpola /o//o/o (rasmidärin) //o//o (waqaftufi) ///o (talalih), /o//o/o (kidtuaqdal) //o//o (hayatamin) ///o (jalalih). Apabila tidak dilakukan pelesapan, akan terbentuk pola /o-/- ./-/o-/o (rub-ba-ras-mi-da-rin), sedangkan pola ini tidak ditemukan dalam pola kaki sajak bahr khafif Pola kaki sajak yang digunakàn dalam bahr khafif adalah /o//o/o atau ///o/o dan dalam bait ini pola yang digunakan adalah /o-/-/o-/o(ros-mi-di-rin). Pelesapan Partikel Jazm “Ii” Partikel jazm yang sering dilesapkari adalah Ii ‘hendaknya, agar’ dan pelesapan ini dapat diketahui melalui tanda i’rab jazm yang tidak diubah meskipun partikel jazmnya telah dilesapkan. Pelesapan partikel jazm dapat ditemukan pada puisi Al-Farra’ (Abdul-Hamid,
(man kana la yaz’umu anni syã’irun, fayadnu minni tanahahuz-zawajirü), ‘Barangsiapa yang tidak mengira bahwa aku ini penyair, hendaknya mendekat padaku sehingga hilanglah keragu-raguannya). Partikel jazm yang dilesapkan dalam bait di atas adalah Ii yang terletak sebelum kata yadnu. Kata yadnu bertanda I ‘rab jazm dengan melesapkan huruf ‘ illat (wawu), pelesapan huruf wawu ini yang menandakan bahwa sebelum kata yadnu terdapat partikel jazm. Jadi, seharusnya fa Iiyadnu. Pelesapan dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr rajaz yang berpola /o/o//o (mankãnalã) /o/o//o (yaz’umuan) /o/o//o (nIsya ‘irun), //o//o (fayadnumin) /o/o//o (nitanhahuz) //o//o (zawäjirzi). Apabila tidak dilakukan pelesapan, terbentuk pola /-/-/o-/-/o (fa-li-yad-nu-min), sedangkan pola kaki sajak bahr rajaz adalah //o//o, atau /o///o. Dalam bait ini, pola yang digunakan adalah /-/o-/-/o (fa-yad-nu-min). Pelesapan Partikel Nash “An” Partikel nasb yang dapat dilesapkan adalah an ‘agar, sebaiknya’ . Secara gramatikal, dilesapkan, tetapi harus diganti dengan kehadiran kata depan Ii, misalnya
kalimat li an yaqra ‘a ‘ hendakiab dia membaca , maka an boleh dilesapkan menjadi li yaqra ‘a dengan arti yang sama. Akan tetapi, pelesapan an yang dikemukakan dalam pembicaraan ini tidak ditemukan gantinya. Hanya saja tanda nasbnya tidak berubah. Pelesapan an tersebut dapat ditemukan pada puisi (Asy-Syinqiti, 1353 H.:81):
(ala ayyuhãzaz-Zajiri ahdural-wga, wa an asyhadallazzati hal anta mukhlidi), wahai orang yang merintangi, sebaiknya aku akan mendatangkan kericuhan, dan sebaiknya aku akan menyaksikan (merasakan) kenikmatan, apakah engkau orang yang bertahan? Partikel an yang dilesapkan dalam bait di atas terletak sebelum kata ahdura. Kata ahdura berasal dari kata ahduru, tetapi setelah didahului an menjadi an ahdura. Pelesapan an bait di atas karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (alaay) //o/o/o (yuhazazzã) //o/o (jiriah) //o//o (duralwaga) , //o/o (wa-anasy) //o/o/o (hadallazza) //o/o (tihàlan) //o//o (tamukhlidi0. apabila tidak dilakukan pelesapan, akan terbentuk pola /-/o-/-/o (ji-ri-li-ah), sedangkan pola kaki sajak bahr kamil adalah //o/o atau Dalam bait in pola yang digunakan adalah /-/o-/o (ji-ri-ah). Pelesapan Kata Panggil “Ya” Kata panggil ya ‘hai, wahai’ terletak sebelum yang dipanggil dan kata yang dipanggil bertanda baris depan, misalnya dalam kalimat yã Ahmadu ‘hai Ahmad’. Kata panggilya dapat dilesapkan, sedangkan tanda baris depan pada yang dipanggil tetap digunakan. Pelesapan ya tersebut dapat ditemukan pada puisi An-Nabigah A1-Ju’di (Muhammad, 1980:1540):
(kulihi wa jarrihi dibã’u wa absyiri bi lahmimri ‘in lam yasyhadil-yauma näsiruh), Makanlah ia, langsungkanlah ia (hai) anjing hutan dan bersenang-senanglah dengan daging orang yang pada hari ini tidak menjumpai orang yang menolongnya’. Pelesapan kata panggil ya dalam bait di atas terletak sebelum kata diba ‘un, kata diba ‘u, bila tanpa ya dibaca dibaun, tetap dibaca dengan baris depan seperti sebelum kata ya dilesapkan. Pelesapan ini dilakukan karena menyesuaikan bunyi
dengan metrum bahr tawil ig berpola //o/o (kulihi) //o/o/o (wajarrihi) //o/o (dibã ‘u) //o//o (wa-ansyiri), //o/o (bilahmim) //o/o/o (ri-inlamyasy) //o/o (hadilyau) //o//o (manäsiruh). Apabila pelesapan tidak diakukan, akan membentuk pola /o-/-/o-/o (yã-di-bã- u), sedangkan pola kaki sajak bahr tawil adalah //o/o atau //o/. Dalam bait ini, pola yang digunakan adalah /-/o-/o (diba’u). Pelesapan “La” An-Nafiyah La an-nafiyah ‘tidak’ selalu dihubüngkan dengan kata kerja masa kini. Kata Ia dapat dilesapkan, apabila menjadi jawab (an apodosis) dalam kalimat kondisional. Pelesapan la tersebut dapat ditemukan pada puisi An-Namru (Syakir, 1974:185):
(wa quli iza ma atlaqu ‘an ba ‘irihim, talaqaunahu hattà yaubul-munakhkhalu), ‘Dan katakanlah ketika mereka melepaskan unta mereka, (janganlah) engkau semua mengumpulkannya sehingga pemilih itu memeliharanya’ Kata la yang dilesapkan dalam bait di atas terletak sebelum kata talaqaunahu. la dapat dilesapkan karena menjadi jawab dalam kalimat kondisional. Pelesapan dilakukan karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (waqüli) //o/o/o (izama-at) //o/o (laqu‘an) //o//o (ba‘irihim), //o/o (talaqau) //o/o/o (nahuhatta) //o/o (yaubul) //o//o (munakhkhali). Apabila tidak dilakukan pelesapan, akan membentuk pola /o-/-/o-/o (lã-ta-la-qau), sedangkan pola kaki sajak bahr tawil adalah //o/o atau ///o Dalam bait ini, pola yang dipakai adalah /-/o-/o (ta-la-qau). Pelesapan “Ma” An-Naflyah Ma an-nafiyah ‘tidak’ selalu dihubungkan dengan kata kerja Iampau. Pelesapan ma termasuk jarang dilakukan. meskipun demikian, pelesapan dapat ditemukan pada puisi anonim (Al-Bagdadi, 1399 H.:234):
(Ia ‘amru abi dahma ‘i zalat ‘azizatun. ‘ala qaumiha mä fatalar-randà qadihu), ‘ Demi kehidupan Abu Dahma’, dia (pr.) selalu memuliakan kepada kaumnya, seperti orang yang merusak itu tidak memintal tumbuh-tumbuhan’. Pelesapan ma dalam bait di atas terletak sebelum kata zalat, padahal kata zalat selalu diawali dengan ma menjadi ma zalat’ selalu’ . Pelesapan dilakukan karena
menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (Ia ‘umru) //o/o/o (abidahma) //o/o (izalat) //o//o (‘azizatun), //o/o (‘alaqau) //o/o/o (mihamafa) //o/o (talurran) //o//o (daqadihun).Apabila tidak dilakukan pelesapan, akan terbentuk pola //o-/o-Io (i-ma-zã-lat), pola kaki sajak bahr tawil adalah /olo/o atau ///o. Dalam bait ini, pola yang adalah /-/o-/o (i-za-lat). Pelesapan Kata Tanya “a” Kata tanya yang dapat dilesapkan adalah “a “‘apakah’ . Pelesapan a dapat ditemukan pada puisi Al-Kumait (Asy-Syinqiti, 1353:72):
(taribtu wa ma syauqan ilal-bidi atrabu, wa la la’iban minni wa zusy-syaibi yal’abu], Aku bergembira dan tidaklah rindu pada hujan itu Iebih menggembirakan, aku tidak bermain-main dan (apakah) orang yang telah beruban ini sedang bermainmain?’. Pelesapan a karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr tawil yang berpola //o/o (taribtu) //o/o/o (wamasyauqan) //o/o (ilalbi) //o//o (diatrabu), //o/ (walala) /o/o/o (‘ibanminni) //o/o (wausysyai) //o//o (biyal’abu). Apabila tidak dilakukan pelesapan, akan terbentuk pola /-/o-/o- /o (a-wa-zusy-syai), sedangkan pola kaki sajak bahr tawil adalah //o/o atau //o/. Dalam bait ini, pola yang digunakan adalah /-/o-/o (wazusy-syai). Pelesapan “Fa” Jawab (An Apodosis) Fa jawab dalam kalimat kondisional yang dapat dilesapkan adalah fa yang mengikuti kalimat ismiyyah, yaitu mubtada’ (subjek) dan khabar (predikat) atau mengikuti khabar saja
dengan syarat khabar berupa kata kerja masakini karena pada pembicaraan ini mubtada’ dilesapkan. Pelesapan fa dapat ditemukan pada puisi Ibn Sabit (Al-Bagdadi, 1299H. :644):
(may-yaf’alil-hasanatil-llãhu
yasykuruha,
wasy-syarru
bisy-syarri
‘indallahi
misläni), Barangsiapa yang melakukan kebaikan-kebaikan, (maka) Allah akan menyenanginya, keburukan dengan keburukan itu bagi Allah sama’ . Fa yang dilesapkan dalam bait di atas terletak sebelum kata Allahu, kata fa dibutuhkan karena merupakan jawab dalam kalimat pengandaian dan jawab berupa kalimat ismiyyah. Akan tetapi, dalam bait ini fa dilesapkan karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr basit yang berpola /o/o//o (mayyafalil) ///o (hasana) /o/o//o (tillãhuyasy) ///o (kuruhã), /o/o//o (wasy-syarrubisy) /o//o (syarri ‘in) /o/o//o (dallähimis) /o/o (lani). Apabila tidak dilakukan pelesapan akan terbentuk pola /-/o-/o-/-/o (ti-fal-lahu-yasy), sedangkan pola kaki sajak bahr basit adalah /o/o//o, /o///o, atau //o//o. Dalam bait ini, pola yang digunakan adalah /o-/o-/-/o (til-lã-hu-yasy). Pelesapan Kalimat Dalam puisi, kalimat-kalimat tertentu dapat dilesapkan. Kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat fi’liyah dan kalimat syartiyyah (kalimat kondisional). Kalimat fi’liyyah terdiri atas fi’il (kata kerja) dan fä’il (pelaku) dan semua unsur itu dapat dilesapkan. Pelesapan itu dapat dilakukan karena masih tersisa penanda lam ‘tidak’, yaitu partikel yang selalu dihubungkan dengan kalimat fi ‘liyyah, yang menyiratkan Iesapnya sebuah kalimat sehingga tidak membuat kerancuan makna suatu puisi. Kalimat kedua yang dapat dilesapkan adalah kalimat kondisional yang
terdiri atas kalimat syarat
(aprotasis) dan kalimat jawab.(an apodosis). Kedua kalimat tersebut dapat dilesapkan, bila ada petunjuk yang secara dapat menandakan adanya kalimat kondisional yang tersirat, yaitu in ‘jika, bila, meskipun’. Di samping itu, terdapat pula pelesepan kalimat yang tidak menyertakan petunjuk apapun, tetapi pelesapan yang seperti ini tidak dianjurkan karena dapat membingungkan pembaca dalam mengungkapkan makna puisi. Pelesapan Kalimat Fi’liyyah Pelesapan kalimat fi ‘liyyah dapat ditemukan pada puisi Ibn Haramah (Al-Alusi, 1341H: 102):
(Wa ‘alaika ‘ahdullahi an bi babiih ahlas-syãlati in fa’alta wa in lami), ‘Kamu harus menepati janji terhadap Allah karena sesungguhnya Yang Maha Ahli mengalirkan anugerah itu di pintu-Nya (Dia), baik bila kau kerjakan maupun bila tidak’ .
Kalimat fi‘liyyah yang dilesapkan adalah kalimat yang terletak sesudah kata lam yang terletak di akhir bait. Kata lam tersebut menjadi petunjuk adanya kalimat yang lesap karena, secara gramatikal, setelah kata lam harus diikuti oleh kata kerja masakini, sedangkan untuk menentukan kata kerja apa yang lesap dapat mengikuti kata kerja yang digunakan sebelurn kata lam. Dengan demikian, kalimat fi’liyyah yang lesap adalah taf’alu ‘kau kejakan’ yang apabila dirangkaian dengan kata sebelumnya menjadi in lam tafal ‘bila tidak kau kerjakan’. pelesapan dilakukan kerena juga untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr kamil yang berpola ///o//o (wa’alaika’ah) /o/o//o (dullahian) ///o//o (nabibäbihi), /o/o//o (ahlassaya) ///o//o (lafl-infa ‘al) ///o//o (tawainlami). Apabila tidak dilakukan pelesapan, akan terbentulç kaki sajak yang melebihi pola bahr kamil, yaitu /-/-/o-/o (tawa-in-lam) /o-/o (taf‘al). OIeh karena itu, pelesapan dilakukan. Pelesapan Kalimat Kondisional Pelesapan kalimat kondisional dapat ditemukan pada puisi anonim (dalam Muhammad, 1980:185):
(Qalat banatu-’ammi : ya salma wa in, kana faqiran mu’diman. Qãlat :wa in), ‘Para anak perempuan paman berkata: hai Salma, meskipun dia fakir dan miskin. Dia (Salma) menjawab: dan meskipun. Kalimat kondisional yang dilesapkan dalam bait di atas adalah kalimat syarat dan kalimat jawab yang terletak sesudah kata in ‘meskipun’ di akhir bait. Kalimat syarat yang dilesapkan adalah kana faqiran mu ‘diman ‘dia fakir dan miskin’, sedangkan kalimat jawab yang dilesapkan adalah fa zawwijnihi ‘maka kawinkanlah aku dengannya’. Secara lengkap, kalimat kondisional itu menjadi wa in kana faqiran mu’diman fa zawwijnihi ‘meskipun dia fakir dan miskin, kawinkanlah aku dengannya’. Pelesapan dilakukan karena untuk menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr rajaz yang berpola /o/o//o (qalatbana) /o/o//o (tul- ‘ammiya) /o/o//o (salmawain), /o/o//o (kanafaqi) /o/o//o (ranmu ‘diman) /o/o//o (qalarwain). Apabila tidak dilakukan pelesapan, akan terbentuk pola kaki sajak yang melebihi jumlah kaki sajak bahr rajaz.
Pelesapan Kalimat Lainnya Selain kalimat fi ‘liyyah dan kalimat kondisional, terdapat kalimat lain yang dilesapkan, tetapi tanpa ada petunjuk yang dapat membantu pembaca dalam memperkirakan kalimat yang lesap . Pelesapan seperti ini sedapat mungkin dihindari oleh seorang penyair karena mempersulit pembaca dalam memahami puisi seperti itu. Meskipun demikian, terdapat contoh puisi yang melesapkan kalimat tanpa ada petunjuk apapun, yaitu puisi Qayyim lbn’Aus (Al-Bajawi, 1965:15):
(Bil-khairi khairätun wa in syarran ta-a, wa lã uridusy-syarra illa an ta-a), ‘Kebaikan membuahkan kebaikan. Bila kau kejakan kejelekan, maka akan , dan saya tidak menghendaki kau tertimpa kejelekan kecuali engkau’. Pelesapan yang dilakukan dalam bait di atas adalah pelesapan kalimat yang terletak sesudah kata fa-a di akhir bait paruh pertama. Secara cepat, pembaca akan menemui kesulitan untuk menemukan kalimat yang lesap karena tidak terdapat petunjuk (kata) yang mengarahkan ke sana dan pembaca akan dapat menemukan kalimat tersebut setelah bersusah payah memikirkannya dan hanya dapat dilakukan oleh kritikus yang telah berpengalaman dalam hal seperti ini. Kalimat yang dilesapkan setelah kata fa-a menurut Muhammad (1980:186) adalah fa-asabakasy-syarru ‘ maka engkau akan tertimpa kejelekan’ , sedangkan kalimat lain yang dilesapkan adalah yang terletak sesuda kata ta-a di akhir bait paruh kedua. Kalimat yang dilesapkan menurut Muhammad (1980:186) adalah ta ‘bal-kaira’ kau menolak kebaikan’ atau secara lengkap illa an ta ‘bal-khaira ‘kecuali engkau meolak kebaikan’. Pelesapan dilakukan karena menyesuaikan bunyi dengan metrum bahr rajaz yang berpola /o/o//o (bil-khairi) //o//o (ratunwain) /o/o//o (yarran fa-a), //o//o (walauri) /o/o//o (dusy-syarrail) /o/o//o (la-anta ‘a). Apabila pelesapan tidak dilakukan, akan terbentuk pola kaki sajak yang melebihi jumlah kaki sajak bahr rajaz