JURNAL PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Vol 1 no 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
PERTUMBUHAN STEK PUCUK DARI TUNAS HASIL PEMANGKASAN SEMAI JENIS Eucalyptus pellita F. Muell DI PERSEMAIAN The Growth of Shoot Cuttings from Coppice Shoots of Eucalyptus pellita F. Muell. Seedlings at the nursery Oleh : Hamdan Adma adinugraha1), Sugeng Pudjiono1) dan Dhanang Yudsitiro2) 1)
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 2) Universitas Wangsa Manggala
Abstract The aim of experiment was to investigate the success rate of shoot cuttings treated by some kinds of media and the height of hedging of Eucalyptus pellita F. Muell seedlings. The experiment was arranged in completely randomized design with two factors. The first factor was media compound, consists of 3 levels : sand, coconut husk and mixture of sand + coconut husk (1:1). The second factor was the height of hedging, consist of 4 levels : 5 cm, 10 cm, 15 cm and 20 cm above the ground. The result showed that the effect the treatment was significatly effected on the success rate of shoot cuttingst. The cuttings from seedlings which hedged at 15 cm above ground showed the best result. The media that showed the best rooting success was sand river. The average of rooting percentage was 15 - 95%, shoot length was 0,45 – 6,20cm, shoot dry weight was 0,005 – 0,049g and volume of root was 0,020l – 0,123 ml. Key Words : Coppice shoots, Eucalyptus pellita, kinds of media, leafy cuttings, height of hedging, success rate
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan tumbuh stek pucuk l dari tunas hasil pemangkasan semai Eucalyptus pellita F. Muell. perlakuan yang diuji adalah jenis media dan tinggi pangkasan. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap secara faktorial. Faktor pertama adalah jenis media yang terdiri atas 3 taraf yaitu pasir sungai, serbuk sabut kelapa dan campuran pasir + serbuk sabut kelapa (1:1). Faktor kedua adalah tinggi pangkasan yang terdiri atas 4 taraf yaitu 5, 10, 15 dan 20 cm dari permukaan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang dicoba berpengaruh nyata terhadap keberhasilan tumbuh stek pucuk. Stek pucuk yang berasal dari tunas pada ketinggian pangkasan 15 cm menunjukkan respon keberhasilan stek terbaik. Jenis media yang memberikan respon pertumbuhan terbaik adalah pasir sungai. Ratarata persentase berakar stek adalah 15 - 95%, panjang tunas 0,45 – 6,2cm, berat kering tunas 0,005 – 0,049g dan volume akar 0,020 – 0,123ml. Kata Kunci : Eucalyptus pellita, keberhasilan tumbuh, stek pucuk, tinggi pangkasan, tunas
I.
PENDAHULUAN
Eucalyptus pellita adalah salah satu jenis yang dikembangkan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) karena sifatnya yang mudah menyesuaikan diri dan kayunya dapat digunakan untuk bahan pulp. Jenis ini merupakan salah satu spesies endemik Indonesia yang tumbuh di Papua sampai dengan ketinggian di atas 800 m dpl dengan curah hujan 900 mm-2.100 mm/tahun dan iklim kering yang jelas. Dalam rangka pengembangan benih unggul jenis ini pada tahun 1996 telah dibangun kebun benih E. pellita di beberapa lokasi yaitu di Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan dan Riau (Leksono dkk, 1996). Pembibitan tanaman ini dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif. Pembangunan hutan tanaman industri menggunakan jenis ini telah dilakukan di beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan. Dalam rangka perbanyakan pohon-pohon terseleksi di kebun benih telah dilakukan penelitian teknik perbanyakan vegetatif, dengan hasil yang memuaskan. Pembiakan vegetatif sangat diperlukan karena bibit hasil pengembangan secara vegetatif merupakan duplikat induknya sehingga mempunyai struktur genetik yang sama 1
JURNAL PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Vol 1 no 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
(Na’iem, 2000). Keuntungan lain dari pembiakan secara vegetatif adalah untuk pembangunan kebun benih klon, bank klon dan perbanyakan tanaman yang penting dari hasil kegiatan pemuliaan seperti hibrid yang steril atau tidak dapat bereproduksi secara seksual serta perbanyakan masal tanaman terseleksi (Khan, 1993). Demikian pula Campinhos (1993) menyampaikan bahwa penggunaan teknik pembiakan vegetatif pada tanaman hutan diperlukan untuk konservasi genetik dan meningkatkan tingkat ketelitian pada uji genetik dan non genetik atau mengurangi eror variasi. Penelitian ini berguna untuk mengetahui teknik pembiakan vegetatif yang dapat diterapkan untuk melakukan perbanyakan pohon plus hasil kegiatan seleksi di kebun benih semai, pembangunan bank klon, kebun benih klon, kebun persilangan dan kebun pangkas.
II. A.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di persemaian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman di Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, dengan ketinggian tempat 500 m diatas permukaan laut, tipe iklim B menurut Smith dan Ferguson (1951), curah hujan 2.500-3.000 mm/tahun, rerata temperatur udara 27o C dan rerata kelembaban udara relatif 73 %. Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Mei s/d Oktober 2006.
B.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan penelitian yang digunakan yaitu stek pucuk dari tunas/trubusan yang tumbuh pada bibit E. pellita yang dipangkas pada beberapa taraf tinggi pangkasan. Umur tunas yang digunakan adalah satu bulan setelah pemangkasan. Bahan dan peralatan laiannya adalah gunting stek, media stek (pasir sungai, serbuk sabut kelapa, zat pengatur tumbuh berbahan aktif IBA yaitu Rootone F, bak plastik, plastik sungkup, label, ember, pisau cutter, sprayer dan alat tulis.
C.
Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan sebagai berikut :
1. Penyiapan media tanam Media tanam yang digunakan adalah pasir sungai dan serbuk sabut kelapa yang diseterilkan dengan cara pemanasan. Media dimasukkan kedalam polibag berukuran 8 cm x 11 cm, kemudian disusun dalam bedengan persemaian dan ditutup dengan plastik sungkup untuk memelihara kelembaban agar tetap tinggi (sekitar 90 %).
2. Pemilihan bahan stek Bahan stek yang dipilih yang bersifat autotrop yaitu tunas yang tumbuh ke atas. Pengambilan tunas dilakukan pada pagi hari dan penyetekan dilakukan secepatnya agar diperoleh tingkat keberhasilan tumbuh yang optimal. Tunas yang telah dipangkas dimasukkan ke dalam ember berisi air yang telah diberi fungisida, kemudian dibawa ke rumah kaca/persemaian untuk dibuat stek dan ditanam pada media tanam.
3. Pembuatan stek pucuk Setiap tunas dipotong sehingga memiliki panjang yang relatif seragam yaitu rata-rata 6-7 cm. Masing-masing tunas disisakan 2-3 helai daun dan setiap helaian daun dipotong setengah bagian.
4. Penyiapan larutan zat pengatur tumbuh Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah Rootone F yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 50 %. Setelah bahan stek dan larutan hormon tersedia maka bahan stek dicelupkan ke dalam larutan selama beberapa saat (satu menit), kemudian ditanam pada media tanam.
5. Penanaman dan pemeliharaan stek pucuk. Penyetekan dilakukan pada bedengan tanpa sistem pengabutan. Sebelum stek pucuk ditanam, dibuat lubang tanam dengan kedalaman 2 cm. Kemudian setelah semua stek ditanam dilakukan penyiraman. Pemeliharaan stek pada media yang telah disediakan dalam bedengan meliputi penyiraman secara rutin 2 kali sehari (pagi dan sore hari), pembersihan rumput yang tumbuh dan penyemprotan fungisida apabila terdapat gejala serangan jamur. 2
JURNAL PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Vol 1 no 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
D.
Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor yang diamati yaitu faktor tinggi pangkasan (5, 10, 15 dan 20 cm) dan faktor jenis media (pasir sungai, serbuk sabut kelapa dan campuran pasir sungai dengan serbuk sabut kelapa dengan perbandingan 1 : 1). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri atas 5 stek, sehingga jumlah pengamatan seluruhnya sebanyak 240 stek pucuk. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai stek berumur 2 bulan. Parameter yang diamati meliputi persentase stek hidup, stek bertunas, stek berakar, panjang tunas, berat kering tunas dan volume akar.
E.
Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam/Anova. Data persentase hidup, persentase stek bertunas dan persentase stek berakar terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk transformasi arc sin√x agar dapat dianalisa dengan anova. Apabila hasil analisis varians menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan, = µ + Pi + Kj + maka pengujian dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Model linier yang digunakan adalah : Yijk (PK)ij +∈ijk (Vincent, 1991) Keterangan : Yijk µ Pi Kj (PK)ij ∈ijk
= nilai pengamatan = nilai tengah populasi = pengaruh faktor P ke-i = pengaruh faktor K ke-j = pengaruh interaksi antara faktor P ke-i dan faktor K ke-j = galat percobaan
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemangkasan semai E. pellita dapat dilakukan pada tingkat semai dan tunas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan stek pucuk. Hasil pemangkasan semai pada umur satu bulan yang disajikan pada Tabel 1, menunjukkan adanya variasi kemampuan semai untuk menghasilkan tunas. Pada pemangkasan 5 cm tumbuh rata-rata 6,2 tunas, lebih baik dari pada pemangkasan 10 dan 15 cm. Akan tetapi pada pemangkasan 20 cm tumbuh tunas yang lebih banyak dari pada ketiganya, yaitu 8,8 tunas dengan panjang rata-rata 5,3 cm. Adanya perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan daya pertunasan pada masing-masing semai, yang dipengaruhi oleh faktor genetik, internal (umur, kondisi hormon, kemampuan adaptasi terhadap lingkungan) serta faktor eksternal seperti cahaya matahari, suhu, kelembaban, ketersediaan unsur hara serta kompetisi antar tanaman (Hartman and Kester, 1983; Loveless, 1991; Kijkar, 1991). Tabel 1. Pertumbuhan tunas setelah satu bulan semai E. pellita dipangkas Tinggi pangkasan (cm) 5 10 15 20
Rata-rata Jumlah mata tunas 1,8 0,6 0,8 4,4
rata-rata Jumlah tunas 6,2 2,3 2,5 8,8
Rata-rata Panjang tunas (cm) 7,7 4,1 5,4 5,3
3
JURNAL PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Vol 1 no 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Gambar 1. Pertumbuhan tunas pada semai E. pellita setelah 6 minggu Tunas tersebut di atas kemudian dijadikan bahan stek pucuk dan ditanam pada media yang telah disiapkan. Hasilnya menunjukkan bahwa stek pucuk dari tunas yang tumbuh pada semai yang dipangkas memiliki kemampuan berakar yang sangat baik seperti disajikan pada Tabel 2. Persentase jadi stek sampai dengan umur 2 bulan adalah 15-95 %, rata-rata panjang tunas 0,45-6,2 cm, berat kering tunas 0,005-0,049g dan volume akar 0,020-0,123ml. Tabel 2. Pertumbuhan stek pucuk E. Pellita umur 8 minggu Tinggi Pengkasan (cm) 5 10 15 20
Jenis Media Pasir (M1) Serbuk sabut kelapa (M2) Campuran M1 + M2 Pasir (M1) Serbuk sabut kelapa (M2) Campuran M1 + M2 Pasir (M1) Serbuk sabut kelapa (M2) Campuran M1 + M2 Pasir (M1) Serbuk sabut kelapa (M2) Campuran M1 + M2
Persen hidup (%) 90 30 80 80 15 50 90 70 85 95 60 75
Persen bertunas (%) 80 30 70 80 15 40 90 70 85 95 55 65
Nilai rata-rata Persen Panjang berakar tunas (%) (cm) 75 5,18 30 0.67 75 4,23 80 4,15 15 0,45 45 1,46 90 5,18 70 1,73 85 3,74 95 6,20 55 1,75 50 1,98
Berat kering tunas (g) 0,043 0,016 0,024 0,033 0,005 0,013 0,049 0,033 0,036 0,046 0,031 0,024
Volume akar (ml) 0,103 0,038 0,083 0,094 0,020 0,035 0,118 0,053 0,101 0,123 0,038 0,043
Tabel 3. Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan stek pucuk umur 8 minggu Sumber variasi Perlakuan Tinggi pangkasan Jenis media Interaksi Galat Total
Keterangan :
Derajat bebas 11 3 2 6 36 47
Persen hidup 1645,85 1597,23*
Persen bertunas 1531,21 1875,78*
Nilai kuadrat tengah Persen Panjang berakar tunas 1537,68 15,12 1520,41* 5,87 ns
Berat kering tunas 0,00064 0,001 **
Volume akar 0,005 0,003 ns
5723,91** 310,81 ns 467,12
4889,58** 239,46 ns 538,78
4479,30** 565,78 ns 446,30
0,002 ** 0,00006 ns 0 00016
0,021 ** 0,001 ns 0,001
65,38** 2,99 ns 2,54
* = berbeda nyata pada taraf 0,05 ** = berbeda nyata pada taraf 0,01 ns = tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 4
JURNAL PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Vol 1 no 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan jenis media berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati. Perlakuan tinggi pangkasan memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap respon tumbuh stek pucuk dibandingkan dengan perlakuan jenis media. Keberhasilan hidup stek pucuk pada media pasir sungai sangat baik dibandingkan dengan media sabut atau campuran pasir dan sabut dengan kisaran persentase hidup 90-95 %. Hasil yang sama ditunjukkan pula pada parameter persentase stek bertunas dan berakar. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan bahan stek dari trubusan pada tanaman yang telah berumur 2 tahun bahwa media pasir dapat memberikan hasil yang lebih baik (Pudjiono and Kondo, 1996; Adinugraha dan Setiadi, 2002; Prastyono dkk, 2003). Respon pertumbuhan stek pucuk terendah ditunjukkan oleh media serbuk sabut kelapa. Perbedaan respon pertumbuhan stek pucuk disebabkan karena adanya perbedaan tingkat kelembaban media. Hasil pengamatan pada bedengan stek menunjukkan bahwa stek pucuk pada media pasir memiliki kelembaban yang cukup dan stek yang ditanam dapat kokoh/tidak mudah goyah sedangkan stek pada media serbuk sabut kelapa lebih cepat mengering pada bagian permukaannya dan stek kurang kokoh. Tabel 4. Hasil uji DMRT No
Parameter
1
Persen hidup
2
Persen bertunas
3
Persen berakar
4
Panjang tunas
5
Berat kering tunas
6
Volume akar
Nilai rerata perlakuam tinggi pangkasan (cm) 5 10 15 20 66,67 48,33 81,66 76,67 ab b a a 60,00 45,00 81,66 71,66 a a a a 60,00 46,67 81,67 56,67 a a a a 3,36 2,02 3,55 3,31 a a a a 0,028 0,017 0,039 0,034 ab b ab a 0,08 0,05 0,09 0,07 a a a a
Nilai rerata perlakuan jenis media M1 M2 M3 88,75 43,75 72,50 p q p 86,25 42,50 65,00 p q pq 85,00 42,5 63,75 p q pq 5,17 1,15 2,85 p q q 0,043 0,021 0,024 p q q 0,11 0,04 0,07 p q pq
Keterangan : M1 = jenis media pasir, M2 = media serbuk sabut kelapa, M3 = media campuran pasir dengan serbuk sabut kelapa, angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata. Dari hasil pengujian pada Tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa stek pucuk E. pellita dari trubusan pada semai yang dipangkas setinggi 15 cm dari permukaan tanah menunjukkan respon pertumbuhan terbaik pada semua parameter yang diamati, sedangkan jenis media yang memberikan hasil terbaik adalah pasir sungai (M1).
IV.
KESIMPULAN
1. Perlakuan jenis media berpangaruh sangat nyata terhadap persentase hidup stek, persentase stek bertunas, persentase stek berakar, panjang tunas, berat kering tunas dan volume akar. Jenis media yang menunjukkan hasil terbaik adalah pasir sungai dengan rata-rata persentase hidup 88,75%, persentase stek bertunas 86,25%, persentase stek berakar 85,00%, panjang tunas 5,17 cm, berat kering tunas 0,043 g dan volume akar 0,11ml. 2. Perlakuan tinggi pangkasan berpengaruh terhadap persentase hidup, persentase berakar, persentase bertunas dan berat kering tunas. Stek pucuk dari tunas pada ketinggian 15 cm menunjukkan respon pertumbuhan terbaik dengan rata-rata persentase hidup stek 81,66%, persentase bertunas 81,66%, persentase berkar 81,66% dan berat kering tunas 0,039g. DAFTAR PUSTAKA Adinugraha, H.A., dan D. Setiadi. 2002. Pengaruh Rootone F dan Posisi Potongan Stek Terhadap Keberhasilan Hidup Stek Pucuk Eucalyptus pellita. Buletin Penelitian Pemuliaan Pohon Vol. 6 No. 2. halaman 71-79. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.
5
JURNAL PEMULIAAN TANAMAN HUTAN Vol 1 no 1 Juli 2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Campinhos, E., Jr. 1993. A Brazilian example of Large Scale Forestry Plantation in A Tropical Region : Aracruz. Proceedings of the Regional Symposium on Recent Advances in Mass Clonal Multiplication of Forest Trees for Plantation Programmes 1-8 December 1992. Bogor Indonesia. FAO. Los Banos Phillipines. Hartman, H.T., and D.E. Kester, 1983. Plant Propagation Principles and Practices. Prentice Hall Inc. New Jersey. Khan, M. 1993. Proceedings National Training Course on Tree Breeding and Propagation. Fakistan Institute 22 – 26 February 1994. FAO. Los Banos. Phillipines Kijkar, S. 1991. Producing Rooted Cuttings of Eucalyptus camaldulensis. ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre Project. Thailand. Leksono, B., S. Kurinobu dan A. Nirsatmanto. 1996. Strategi Pemuliaan Pohon Eucalyptus pellita dan Acacia mangium. Ekspose Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Benih Tanaman Hutan. Yogyakarta. Loveless, A.R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik I. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. Na’iem, M. 2000. Prospek Perhutanan Klon Jatidi Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur di Indonesia Saat Ini. Wanagama I, 1-2 Desember 2000. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Prastyono, H.A. Adinugraha dan Suwandi. 2003. Keberhasilan Pertumbuhan Stek Pucuk Eucalyptus pellita F. Muell Pada Beberapa Media dan Hormon Perangsang Pertumbuhan. Jurnal Pemulian Tanaman Hutan. Vol. 1 no. 2. hal 63-70. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta Pudjiono S., and H. Kondo, 1996. Technical Report for Cuttings Propagation of Eucalyptus deglupta, Eucalyptus pellita, Acacia mangium and Paraserienthes falcataria. FTIP No.55. JICA. Vincent, G.1991. Metode perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian Ilmu-ilmu Teknik, Ilmu Biologi. Armico. Bandung
6