PERTUMBUHAN Saccharomyces cerevisiae PADA BERBAGAI JENIS MEDIUM, INTENSITAS CAHAYA, TEMPERATUR, RUMEN DAN LAMA PENYIMPANAN Abstract Saccharomyces cerevisiae yeast has been used for various purposes in attempting to enhance human health as well as improving livestock productivity. Our preliminary experiment indicated possible use of S.cerevisiae in biological control of parasitic nematodes. In order to utilize this yeast as a biological control agent for parasitic worm in sheep, it is necessary to study growth characteristics of S. cerevisiae local isolate. The yeast was isolated from fermented cassava from Cianjur, West Java. One of the factors influenced the growth of yeast is environmental factor such as type of medium, light, rumen, and temperature. The viability of yeast cell after storage was also important to be studied for developing a good quality of biological control agent. Hence, the aim of this research was to analyze the effect of environmental factor on the growth of S. cerevisiae and the viability of the yeast cells after storage. The growth analyses were carried out using solid and liquid medium of Bacto Agar, Corn Meal Agar, Sabouraud Dextrose Agar, Potato Dextrose Agar and Sabouraud Dextrose Broth. The effect of light was studied by exposed the culture to light with the intensity of sun for 3 days. The effect of sheep rumen fluid analysed by adding the filtered rumen fluid into the medium and 4 temperature treatments, 22-310C, 250C, 370C, and 390C were used to study the optimal growth temperature. The viability of the cell was studied by storing the yeast culture for 1 and 12 months at 4-100C. The results showed that the growth of yeast was not affected by the type of medium; application of light, rumen fluid and temperature. The viability of yeast cell was also not affected by the storage treatment until 12 months at 4-100C. Key words: S. cerevisiae, environmental factor, rumen, viability after storage
Abstrak Khamir Saccharomyces cerevisiae telah dimanfaatkan untuk berbagai tujuan terkait dengan peningkatan kesehatan manusia dan produktivitas ternak. Penelitian pendahuluan mengindikasikan kemungkinan pemanfaatan S.cerevisiae untuk pengendalian hayati nematoda parasit. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang khamir ini sebagai agen pengendali hayati cacing parasit, maka perlu dipelajari karakterisasi S. cerevisiae isolat lokal. Khamir ini diisolasi dari singkong yang difermentasi dari Cianjur Jawa Barat. Satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan khamir adalah faktor lingkungan seperti jenis tipe medium, cahaya, rumen dan suhu. Viabilitas dari sel khamir sesudah disimpan juga penting untuk menjadi pelajaran pengembangan kualitas yang baik bagi agen pengendali hayati. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan S.cerevisiae dan viabilitas sel khamir sesudah penyimpanan. Analisa pertumbuhan
15
dilakukan dengan menggunakan medium padat dan cair dari Bacto agar, Corn Meal agar, Sabouraud Dextrose Agar, Potato Dextrose Agar dan Sabouraud Dextrose Broth. Pengaruh cahaya dipelajari dengan cara kultur diekspose dengan cahaya matahari selama 3 hari. Pengaruh dari rumen domba dianalisa dengan menambahkan cairan rumen yang telah difiltrasi ke dalam medium dan 4 perlakuan suhu yaitu 22-310C, 250C, 370C dan 390C dipelajari untuk mendapatkan suhu yang optimal bagi pertumbuhan. Viabilitas dari sel dipelajari melalui penyimpanan kultur khamir dalam waktu 1 dan 12 bulan pada suhu 4-10oC. Penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan khamir tidak dipengaruhi oleh jenis medium, aplikasi cahaya, cairan rumen dan temperatur. Viabilitas dari sel khamir tidak juga dipengaruhi oleh perlakuan penyimpanan sampai dengan 12 bulan pada suhu 4-10oC. Kata kunci : S. cerevisiae, faktor lingkungan, rumen, viabilitas sesudah disimpan
PENDAHULUAN Saccharomyces cerevisiae ialah salah satu cendawan yang tergolong ke dalam kelompok khamir (yeast). Dalam bidang veteriner, peternakan dan perikanan S. cerevisiae sering digunakan sebagai probiotik dan imunostimulan (Estrada et al, 1997; Fox 2002; Sitthipun et al. 2000 Chaucheyras et al. 1996, 2005; Ratnaningsih 2000), Hal ini karena aktivitas S.cerevisiae dapat meningkatkan atau merangsang pertumbuhan bakteri pencerna serat dan mikroba penghasil protein rumen pada ternak ruminansia (Estrada et al. 1997; Chaucheyras et al. 1996). Seperti umumnya cendawan sejati lainnya, dinding sel S. cerevisiae mengandung β glukan yang tinggi. β
glukan
merupakan
salah
satu
bahan
bioaktif
yang
berfungsi
sebagai
imunostimulan pada hewan, karena dapat merangsang pertumbuhan sel-sel limfosit T dan B . Hasil penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa
S. cerevisiae isolat
lokal yang diisolasi dari tape asal Cianjur dapat menekan pertumbuhan
bakteri
penyebab salmonelosis pada dan menurunkan produksi telur (kokon) cacing tanah (Lumbricus sp) (Istiana et al. 2002). Hal ini membuka peluang kemungkinan pemanfaatan S.cerevisiae dalam pengendalian hayati cacing parasit pada domba. Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada disertasi ini menunjukkan bahwa S. cerevisiae dapat menurunkan viabilitas telur H. contortus sehingga kemungkinan pemanfaatan khamir ini sebagai pengendali hayati cacing parasit pada domba
16
tersebut semakin besar. Salah satu persyaratan dari mikroba yang digunakan sebagai agen pengendalian hayati penyakit pada domba ialah mikroba tersebut harus mampu tumbuh pada kondisi lingkungan baik di luar maupun di dalam rumen. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap sifat-sifat pertumbuhan S. cerevisiae isolat lokal pada berbagai kondisi lingkungan eksternal dan internal rumen secara in vitro. Selain itu seleksi media pertumbuhan dan daya simpan inokulum S. cerevisiae perlu dipelajari untuk produksi inokulum cendawan dalam skala besar untuk aplikasi di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh media pertumbuhan, cahaya, suhu, cairan rumen, dan lama penyimpanan terhadap pertumbuhan S. cerevisiae isolat lokal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi upaya pemanfaatan khamir ini sebagai agen pengendali hayati cacing nematoda parasit pada domba.
17
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi, Balai Besar Penelitian Veteriner, Departemen Pertanian, Bogor. Penelitian dilakukan selama 13 bulan yang dimulai bulan Maret tahun 2006 sampai dengan bulan April tahun 2007.
Disain Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pertumbuhan S.cerevisiae isolat lokal (Istiana et al. 2002) yang mendapat berbagai perlakuan yaitu cahaya, cairan rumen, jenis medium, suhu, dan lama penyimpanan. Media yang digunakan adalah media cair
Sabouroud Dextrosa Broth (SDB) dan berbagai macam media agar
yaitu; Bacto Agar (BA), Corn Meal Agar (CMA), Potato Dextose Agar (PDA) dan Sabouroud Dextrosa Agar (SDA); intensitas cahaya yaitu gelap dan
terang;
Berbagai suhu inkubasi yaitu 22-310C, 250C, 370C dan 390C; lama penyimpanan yaitu 1 bulan dan satu tahun dan selama periode penyimpanan yaitu 2; 3; 4; 5 dan 6 bulan; kemudian uji pertumbuhan terhadap penambahan cairan rumen yaitu dengan dan tanpa penambahan cairan rumen pada media SDA. Pengamatan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Teknik perbanyakan Sebelum S..cerevisiae digunakan, khamir ini diperbanyak dengan cara menginokulasikan isolat tersebut pada media SDA. Selanjutnya kultur diinkubasi pada suhu kamar (min 220C – maks 310C) selama 3 hari. Setelah kultur berumur 3 hari selanjutnya disimpan di dalam lemari es sampai digunakan untuk uji lanjut.
Teknik Inokulasi Inokulasi khamir pada media padat dilakukan dengan memasukan
1 ml (1
6
x 10 sel spora) S. cerevisiae pada cawan Petri yang berisi medium agar, kemudian diratakan dengan batang penyebar ke seluruh permukaan Sedangkan inokulasi pada media cair dilakukan dengan cara menginokulasi 1 ml cendawan (1,65 x 1010 sel spora) S. cerevisiae ke dalam tabung yang berisi media cair. Kultur selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar atau sesuai perlakuan selama 3 hari.
18
Teknik Penghitungan Jumlah sel S.cerevisiae yang ditumbuhkan pada media padat dihitung dengan cara menambahkan 5 ml aquades steril pada media, lalu kultur dikerok dan dihomogenkan. Sebanyak 1 ml larutan kultur diencerkan sampai 100 kali pengenceran. hemositometer
Selanjutnya dan
0,2
jumlah
mm2
spora
larutan
dihitung
kultur dengan
dimasukan pembesaran
ke 400
dalam kali.
Penghitungan jumlah sel S. cerevisiae pada media cair dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan kultur dan diencerkan 10 kali, kemudian 0,2 mm2 larutan kultur dimasukan ke dalam hemositometer untuk dilakukan penghitungan jumlah sel cendawan.
Uji pengaruh medium terhadap pertumbuhan cendawan Isolat S. cerevisiae
yang telah diperbanyak diuji pertumbuhannya pada
medium cair SDB dalam tabung (volume 20 ml) dan cawan-cawan Petri (ø : 5 cm) yang berisi medium SDA, PDA, CMA dan BA (Waller et al. 1994). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 ulangan. Kultur kemudian diinkubasikan pada suhu 250C selama 3 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari dan pemanenan dilakukan pada hari ke-3 setelah inokulasi dengan menghitung jumlah sel yang terbentuk menggunakan hemositometer.
Uji pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan cendawan Uji ini hanya dilakukan pada media cair SDB. Sebanyak 1,65 x 1010 sel S. cerevisiae
diinokulasikan pada
tabung yang berisi 10 ml SDB. Jumlah tabung
media yang digunakan ialah 6 tabung.
Tiga tabung digunakan untuk perlakuan
pertama yaitu tanpa pemberian cahaya. Ke 3 tabung ditutup dan dibungkus rapat dengan kertas berwarna gelap dan almunium foil sehingga tidak terkena cahaya, Tiga tabung lainnya digunakan untuk perlakuan cahaya yaitu tidak dibungkus dan dibiarkan terkena cahaya matahari. Kultur selanjutnya diinkubasi selama 3 hari pada suhu 25oC. Panen dilakukan 3 hari setelah inokulasi dengan cara menghitung jumlah sel dari masing-masing tabung menggunakan hemositometer.
19
Uji pengaruh suhu terhadap pertumbuhan cendawan Pengujian dilakukan pada media cair SDB Sebanyak 1,65 x 1010 sel S. cerevisiae diinokulasikan pada tabung reaksi bervolume 10 ml yang berisi 9 ml medium SDB, kemudian diinkubasikan selama 3 hari pada suhu 22-310C; 250C; 370C; dan 390C. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 ulangan. Panen dilakukan pada hari ke 3 setelah inokulasi dengan cara
menghitung jumlah sel
menggunakan hemositometer.
Uji pengaruh lama penyimpanan terhadap pertumbuhan cendawan Pengujian dilakukan pada media padat SDA. Satu jarum ose S. cerevisiae ditumbuhkan pada media padat SDA dan diinkubasi pada suhu 25°C selama 3 hari. Kultur selanjutnya disimpan di dalam lemari es bersuhu 4-140C selama 1 hari; 1; 2; 3; 4; 5; dan 6 bulan dan 1 tahun. Pada saat panen sel dihitung dengan hemositometer.
Uji pengaruh cairan rumen terhadap pertumbuhan cendawan Pengujian dilakukan dengan menggunakan media padat yang mengandung cairan rumen. Cairan rumen yang digunakan berasal dari rumen domba. Cairan rumen disaring dan disterilisasi dengan membran filter ukuran 0,1 µ, setelah itu ditambahkan pada cawan Petri yang mengandung media SDA pada suhu 450C. Media selanjutnya di goyang sampai cairan rumen tercampur merata dan dibiarkan sampai memadat. Media SDA untuk perlakuan kontrol tidak ditambahkan cairan rumen steril. Sebanyak 1 x 106 sel S. cerevisiae diinokulasikan pada masing-masing cawan. Kultur kemudian diinkubasikan pada suhu kamar 22-310C selama 3 hari. Panen, dilakukan pada hari ke-3 setelah inokulasi dengan menghitung jumlah sel menggunakan hemositometer. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 ulangan.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh medium terhadap pertumbuhan S. cerevisiae dapat tumbuh pada kedua bentuk media yaitu media padat dan media cair, Pertumbuhan S. cerevisiae pada media padat berkisar antara 1 x 106 dan 3,5 x 108 sel/ cawan , sedangkan pada media cair ialah 3,6 x 107 sel/tabung. Masing-masing cawan Petri dan tabung mengandung media dalam jumlah yang sama yaitu10 ml. Pertumbuhan S.cerevisiae terbaik pada media padat terjadi pada media SDA (Gambar 6). Dalam waktu tiga hari isolat yang ditumbuhkan dalam media tersebut mencapai 3,52 x 108 jumlah sel dalam setiap cawan Petri (Tabel 1). Pertumbuhan paling lambat terdapat pada medium BA dengan jumlah sel cendawan sebanyak 1 x 106 .untuk setiap cawannya. Pertumbuhan S. cerevisiae pada kedua media lainnya yaitu CMA dan PDA menghasilkan jumlah sel cendawan yang hampir sama yaitu antara 2,9 – 4,2 x 107. Pertumbuhan terendah pada media BA terjadi karena dalam media ini tidak mengandung nutrisi tambahan seperti pada media lainnya yaitu SDA CMA dan PDA. Bakto agar yang mengandung agar dan sedikit mineral hanya berfungsi sebagai pemadat media karena cendawan pada umumnya tidak dapat menggunakan agar sebagai sumber carbón sehingga nutrisi yang diperlukan oleh cendawan hanya berasal dari air yang digunakan dalam pembuiatan media. Media lainnya selain merupakan media yang kaya akan nutrisi dibandingkan dengan media BA karena selain mengandung unsur karbón dalam jumlah lebih banyak juga mendapat nutrisi tambahan yaitu pepton, dekstrosa dan agar pada media SDA. Ekstrak tepung jagung dan agar pada media CMA. Ekstrak tepung kentang, dekstrosa dan agar pada media PDA. Pada media karbohidrat merupakan unsur utama dalam pertumbuhan cendawan termasuk khamir S. cerevisiae. Seperti halnya organisme lainnya yang tidak memliki klorofil, cendawanan tidak dapat memfiksasi CO2 untuk kebutuhan
unsur karbonnya. cendawan sangat bergantung pada bahan organik
yang di síntesis oleh organisme berfotosintesis. Selain unsur karbon, cendawan juga memerlukan unsur makro lainnya seperti nitrogen, fosfor, kalium, magnesium dan kalsum, serta unsur mikro, vitamin, dll
Unsur-unsur ini diperlukan sebagai
elemen struktur dalam sintesis protoplasma dan dinding sel. Nitrogen yang umumnya dalam bentuk nitrat, dan amonia. digunakan sebagai penyusunan asam-
21
asam amino. Sedangkan kalium, dan magnesium digunakan untuk elemen fungsional aktif dalam metabolisme (Dube 1996; Griffin 1994). Meski di dalam inokulasi pada media SDA lebih banyak inokulum yang diberikan pada media cair (1,65 x 1010 sel) dibandingkan dengan media padat (1 x 106 sel), namun hasil pengamatan pada 3 hari setelah inokulasi menunjukkan populasi sel pada media padat lebih tinggi dari media cair. Hal ini diduga karena terdapat perbedaan dari faktor yang mempengaruhi pertumbuhan cendawan pada media padat dan cair. Rendahnya ketersediaan oksigen dan mudahnya limbah metabolisme sel cendawan terlarut pada media cair yang meracuni sel cendawan, diduga dapat menurunkan populasi cendawan pada media cair SDA pada hari ke-3 setelah inokulasi. Populasi cendawan pada media SDA padat, hampir sepuluh kali lebih besar dari populasi pada media cair. Namun perbedaan ini secara statistik tidak signifikan (Tabel 1). Tabel 1. Pertumbuhan S. cerevisiae pada berbagai macam medium setelah diinkubasi selama 3 hari pada suhu kamar (22-310C) No
Medium
Jumlah sel (1x 107)
Padat 1. 2. 3. 4.
BA CMA PDA SDA
0,1 ± 0,1a 2,9 ± 1,9 a 4,2 ± 1,1 a 35,2 ± 17,7 a
Cair 1.
SDB (cair)
3,6 ± 2,5 a
Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama superskrip tidak berbeda nyata (P>0,05)
22
A
B
C
D
E
Gambar 6. Pertumbuhan S.cerevisiae (tanda panah) pada berbagai macam medium A. (Bacto Agar) (BA). B (Corn Meal Agar) CMA. C. (Potato Dextrose Agar) (PDA) D. Sabouraud Dextrosa Agar (SDA) E. (Sabouraud Dextrose Broth) (SDB) pada suhu kamar (min 220C– maks 310C ) dan setelah diinkubasi 3 hari. Pengaruh cairan rumen terhadap pertumbuhan Gambar 7 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah populasi S. cerevisiae tidak berbeda (3,3 dan 3,4 x 107 spora) serta dapat bertahan hidup, tumbuh dengan baik pada media yang mengandung cairan rumen steril dari domba maupun tanpa diberi cairan. Meskipun di dalam cairan rumen steril tersebut terdapat berbagai macam enzim seperti pepsin dan renin dengan bersifat asam kurang lebih pH 5. S. cerevisiae masih dapat beradaptasi serta tumbuh dengan baik. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara in vitro S. cerevisiae
dapat tumbuh dengan baik pada
cairan rumen. Sebagai agen pengendali hayati parasit pada rumen domba, S. cerevisiae harus mampu tumbuh pada rumen domba tidak saja secara in vitro juga secara in vivo. Uji secara in vivo dilakukan pada percobaan III dan IV pada Disertasi ini.
23
A
C B
D
E
Gambar 7. Pertumbuhan S.cerevisiae (tanda panah) dengan perlakuan. A. Cahaya dan B. Tanpa cahaya C. Kontrol. D. Dengan cairan rumen atau E. Tanpa cairan rumen diinkubasi 3 hari pada suhu kamar
A
B
C
D
Gambar 8. Pertumbuhan S.cerevisiae (tanda panah) pada berbagai macam suhu A. Suhu kamar (min 22 0C–maks 310C ) B, 250C.C. 370C. D.390C. diinkubasi 3 hari pada media Sabouroud Dextrosa Broth (SDB).
24
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan Tabel 2 dan Gambar 8 juga menunjukkan bahwa S. cerevisiae memiliki kisaran suhu untuk tumbuh yang lebar yaitu 20-390C dengan pertumbuhan optimum pada suhu 370C. Suhu optimum yang diperoleh pada percobaan ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Onions (1986) dan Griffin (1994) yaitu 280C. Perbedaan suhu optimum yang diperoleh diduga disebabkan oleh perbedaan strain S. cerevisiae yang digunakan. Walaupun dengan jumlah populasi yang lebih rendah, S. cerevisiae isolat lokal yang digunakan pada penelitian ini mampu tumbuh pada suhu 39oC yaitu suhu rata-rata pada rumen domba dengan jumlah populasi yang terbentuk cukup tinggi yaitu 2,6 x107 spora. Kisaran suhu pertumbuhan S. cerevisiae yang relatif luas (200C sampai dengan 400C) memungkinkan khamir ini dapat tumbuh dengan baik di luar maupun di dalam rumen domba sebagai inang dari parasit H. contortus. Tabel 2. Pengaruh cahaya, pemberian cairan rumen, lama penyimpanan dan temperatur terhadap pertumbuhan S. cerevisiae pada umur 3 hari setelah inokulasi sel No
Perlakuan
(I)
Cahaya
Jumlah sel (1x107)
1 2
Dengan Cahaya Tanpa Cahaya
5,4 ± 0,4 a 3,7 ± 0,6 a
(II)
Cairan rumen
Jumlah sel (1x107)
1
Tanpa cairan
3,3 ± 0,5 a
2
Dengan cairan
3,4 ± 0,7 a
(III)
Temperatur
Jumlah sel (1x107)
1 2 3
22-310C (kamar) 250C 370C
3,6 ± 0,5 a 2,4 ± 0,5 a 5 ± 0,6 a
(III)
Temperatur
Jumlah sel (1x107)
4
390C
2,6 ± 0,4 a
25
(IV)
Lama Penyimpanan
Jumlah sel (1x107)
1 2
1 hari 1 tahun
6,3 ± 0,4 a 3,5 ± 0,2 a
Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama superskrip tidak berbeda nyata (P>0,05)
A
B
C
Gambar 9 . Pertumbuhan S.cerevisiae setelah disimpan (tanda panah) (A). Umur 1 hari. (B) umur 1 tahun pada media SDA dan SDB (C). Kontrol. Inkubasi 3 hari pada suhu kamar (22-310C).
Pengaruh lama penyimpanan terhadap pertumbuhan Tabel 2 dan Gambar 9 menunjukkan pengaruh lamanya waktu simpan di dalam kulkas dengan suhu kurang lebih 4-100C selama satu tahun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah sel hampir 50% pada umur satu tahun walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Selain itu, jumlah sel yang dihasilkan dan viabilitasnya maísih relatif tinggi sebagai sumber inokulum yaitu 3,5 x 107 sel per cawan Petri. Pada percobaan pendahuluan diketahui bahwa dengan dosis tertentu khamir ini dapat mereduksi larva cacing. Pada percobaan ini didapat hasil S.cerevisiae isolat lokal dapat tumbuh pada berbagai macam medium, suhu, intensitas cahaya dan tahan disimpan dalam kulkas (4-100C) sampai dengan 1 tahun. Berdasarkan data dari hasil uji kemampuan tumbuh pada berbagai faktor lingkungan yang berhubungan dengan kondisi rumen domba secara in vitro menunjukkan bahwa S. cerevisiae mampu tumbuh pada baik pada lingkungan
26
rumen maupun luar rumen. Selain itu khamir ini dapat tumbuh pada berbagai macam media semisintetis dan mempunyai viabilitas yang cukup baik pada daya simpan satu tahun. Hal ini menjadikan S. cerevisiae merupakan isolat yang potensil sebagai agen pengendali hayati cacing parasit H. contortus.
Uji lanjut untuk
mengetahui sifat-sifat S. cerevisiae pada kondisi in vivo akan dilakukan pada percobaan tahap ke III dan IV. Berdasarkan tersedianya informasi yang lengkap tentang S. cerevisiae dari hasil uji in vitro dan in vivo diharapkan penggunaan S.cerevisiae dapat menghasilkan dampak pengendalian cacing parasit yang optimal karena dapat mereduksi cacing di dalam dan di luar tubuh tubuh hewan. Sementara cendawan
D. flagrans yang digunakan sebagai agen pengendali hayati cacing
parasit tersebut hanya dapat membunuh larva infektif H. contortus di luar tubuh inang dengan cara menjeratnya. Sehingga timbul dugaan sementara bahwa S. cerevisiae lebih unggul di dalam mereduksi cacing H.contortus dibandingkan dengan D. flagrans. Namun dugaan ini harus dibuktikan dengan pengujian terhadap kemampuan khamir dalam mengendalikan larva, telur dan cacing dewasa H. contortus. Pengujian akan dilakukan secara bertahap melalui uji in vitro dan in vivo.. Selain itu, mekanisme S. cerevisiae dalam mengendalikan cacing juga perlu dipelajari untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pengendali hayati cacing parasit. Salah satu mekanisme pengendalian yang dilakukan oleh S. cerevisiae terhadap cacing parasit ialah melalui produksi atraktan dan enzim. Dukungan atraktan dan enzim akan membantu khamir tersebut di dalam membunuh cacing dan telur.
27
KESIMPULAN
•
Dari kelima uji terhadap pertumbuhan S. cerevisiae yang meliputi pengaruh berbagai macam medium, intensitas cahaya, temperatur, dan penambahan cairan rumen serta uji lamanya waktu simpan menunjukkan bahwa khamir tersebut memiliki potensi untuk digunakan sebagai agen pengendali hayati parasit cacing pada domba.
•
S.cerevisiae dapat tumbuh pada berbagai macam medium (BA, CMA, SDA, PDA (medium padat), dan SDB (medium cair); kisaran suhu pertumbuhan cukup luas yaitu dari 22-310C; 250C; 370C sampai 390C.
•
S.cerevisiae mampu tumbuh tanpa cahaya dan pada agar yang berisi cairan rumen domba. S.cerevisiae tersebut juga dapat disimpan sampai dengan 1 tahun pada suhu 4-100C,