SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 26 Juli 2011 ISSN : 1411-4216
LAJU PERTUMBUHAN Saccharomyces cerevisiae PADA PROSES FERMENTASI PEMBENTUKAN BIOETANOL DARI BIJI SORGUM (Sorghum bicolor L.) Satriyo Krido Wahono1 , Ema Damayanti 1, Vita Taufika Rosyida 1 dan Evi Irina Sadyastuti 2 1 UPT BPPTK – LIPI, Desa Gading Kecamatan Playen Kab. Gunungkidul – Yogyakarta Telp/Fax : (0274) 392570/391168 2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Abstrak Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas. Tanaman sorgum memiliki potensi sebagai bahan berpati dan bergula, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuat bioetanol. Untuk mengubah sorgum menjadi bioetanol, dilakukan melalui proses fermentasi anaerob dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae Laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae selama fermentasi akan mengalami fase pertumbuhan, fase statis dan fase kematian. Berdasarkan pengamatan terhadap jumlah koloni dan pH cairan fermentasi yang telah dilakukan selama 72 jam, diperoleh hasil bahwa waktu kerja optimal Saccharomyces cerevisiae (khamir) adalah pada jam ke-24 sampai jam ke-72. Setelah jam ke-72 proses fermentasi telah selesai dilakukan karena khamir telah mati, sehingga apabila proses fermentasi dilanjutkan tidak akan berjalan efektif. Pergerakan laju pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh terbentuknya bioetanol hasil fermentasi yang menghambat Saccharomyces cerevisiae. Hal ini juga dapat diindikasikan oleh tingkat keasaman larutan fermentasi yang semakin menurun karena selama proses fermentasi terbentuk senyawa-senyawa asam. Kata kunci : sorgum, Saccharomyces cerevisiae, laju pertumbuhan, jumlah koloni, pH, bioetanol 1. Pendahuluan Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik, baik karbohidrat, protein, lemak atau lainnya, melalui kegiatan biokatalis dan dikenal sebagai enzim yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme spesifik (Prescott dan Dunn, 1981). Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak memerlukan oksigen, sedangkan fermentasi aerob adalah fermentasi yang memerlukan oksigen (Wanto dan Soebagyo, 1980). Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti asam – asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer (Nurhayani dkk., 2000 ). Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah, mudah tersedia, dan efisien penggunaannya. Usaha selalu dilakukan untuk menemukan substrat baru yang lebih murah dan lebih baik, tetapi kadang – kadang timbul masalah baru dalam hal cara penyimpanan, kemudahan untuk disterilisasi atau komposisi yang berbeda (Fardias, 1988). Khamir seperti pula mikroorganisme yang lain memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkannya. Beberapa unsur merupakan dasar kehidupan, seperti karbon, hidrogen, oksigen. fosfor, potassium, zat besi, dan magnesium. Unsur karbon terutama diperoleh dari gula, sebagai sumber unsur nitrogen dapat digunakan amonia, garam amonium, peptida, nitrat, urea dan senyawa-senyawa ini tergantung pada jenis khamir. Fosfor merupakan unsur penting dalam kehidupan khamir, terutama dalam pembentukan alkohol dari gula, contohnya dalam pembentukan heksosa dan triosa fosfat (Prescott dan Dunn, 1981). Menurut Sastramihardja (1985), bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan alkohol secara fermentasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu bahan bergula seperti gula tebu, gula bit, tetes dan cairan buah-buahan; bahan pati yang terdiri dari bahan-bahan seperti padi-padian dan kentang; serta bahan selulosa seperti kayu. Salah satu bahan baku fermentasi yang masuk kategori bahan berpati adalah sorgum (Sorghum 1
Korespondensi :
[email protected],
[email protected]
JURUSAN TEKNIK KIMIA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
D-04- 1
SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 26 Juli 2011 ISSN : 1411-4216
bicolor L.) dengan kadar pati 72 % (Wright, 1993). Tahapan-tahapan proses perubahan pati menjadi alkohol adalah hidratasi pati, gelatinisasi pati, hidrolisis pati dan fermentasi. Tahap hidratasi pati dilakukan dengan menggiling bahan baku menjadi tepung, kemudian diberi air sehingga terjadi dispersi. Tahap selanjutnya adalah gelatinisasi pati yang ditentukan oleh tipe dari pati, hubungan antara suhu dan waktu, ukuran-ukuran partikel dan konsentrasi bubur. Tahap ketiga adalah hidrolisis pati yang merupakan tahap konversi pati untuk menghasilkan maltosa dan dekstrin yang tidak terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis. Reaksi ini akan mencapai keseimbangan bila telah tercapai rasio antara maltose-dekstrin yang dikendalikan oleh komposisi kimia dari pati. Komposisi kimia pati adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa sebagai polimer dari glukosa yang merupakan rantai lurus dan secara kuantitatif dapat dihidrolisis menghasilkan maltosa, sedangkan amilopektin terhidrolosis sebagian. Tahap terakhir adalah konversi gula menjadi alkohol dengan cara fermentasi. Gula sangat disukai oleh hampir semua makhluk hidup sebagai sumber energi. Khamir dapat memfermentasi glukosa, mannosa dan galaktosa dan tidak dapat memecah pentosa. Disakarida seperti sukrosa dan maltosa difermentasi dengan cepat oleh khamir karena mempunyai enzim sukrase atau invertase dan maltase untuk mengubah maltosa menjadi heksosa (Hidayat, 2006). Berdasarkan uraian tersebut di atas, sorgum merupakan salah satu bahan baku potensial untuk produksi bioetanol. Dalam proses perubahan pati menjadi alkohol melalui beberapa tahap dengan bantuan enzim, substrat dan khamir (Saccharomyces cerevisiae). Peran khamir (Saccharomyces cerevisiae) sebagai pengubah gula menjadi alkohol pada tahap akhir fermentasi sangat penting karena proses optimasi fermentasi tersebut sangat bergantung pada peranan dan kondisi khamir tersebut selama fermentasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae pada proses fermentasi pembentukan bioetanol dari biji sorgum. 2. Bahan dan Metode Penelitian Pada penelitian ini digunakan bahan baku berupa biji sorgum yang telah menjadi tepun, inokulum Saccharomyces cerevisiae, Media MEA (Malt Ekstrak Agar), Media MEB (Malt Ekstrak Broth), aquadest dan alkohol 70 %. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, termometer, hot plate, colony counter, rak kultur, rak tabung reaksi, cawan petri, autoklaf, oven, lemari pendingin, spatula, timbangan analitik, mikropipet, mikrotube, pengaduk, pH paper, plastik sealer, statif, gelas ukur, pemanas Bunsen, kawat ose , botol sampel. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu disterilisasi. Alat-alat yang terbuat dari kaca (glassware) seperti cawan petri, tabung reaksi dan aquades disterilisasi basah menggunakan autoklave pada suhu 121 0C pada tekanan 1,5 atm selama 15 menit. Tepung sorgum ditimbang 200 gram, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer dan disterilisasi dengan autoklave pada suhu 1210C dan tekanan 1,5 atm selama 15 menit. Media MEA dan MEB disterilisasi pada suhu suhu 121 0C dan tekanan 1,5 atm selama 15 menit kemudian media MEA dan MEB di plating ke cawan petri sebanyak kurang lebih 15 mL. Setelah sterilisasi bahan dan alat, dilakukan fermentasi sorgum untuk memproduksi bioetanol selama 3 (tiga) hari pada suhu ruangan dengan menambahkan enzim (α- amylase dan β- amylase/glukoamilase), substrat (urea dan NPK) dan inokulum murni Saccharomyces cerevisiae. Pembuatan inokulum murni Saccharomyces cerevisiae dilakukan dengan cara mengambil 1 ose isolat Saccharomyces cerevisiae kemudian memasukkan kedalam mikrotube yang berisi 1 ml media MEB dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu kamar (25- 30ºC). Selama proses fermentasi, setiap 24 jam dilakukan pengamatan perhitungan koloni dan pH larutan. Untuk perhitungan koloni, langkah awal yang dilakukan adalah Pengenceran Berseri ( Pertumbuhan mikroba) dengan cara sampel diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi aquades steril 9 ml. Kemudian mengambil sampel sebanyak 100 μL, dan dimasukkan ke dalam mikrotube 900 ml dan divortex (pengenceran 101). Pengenceran 102 adalah diambil 100 μL sampel dari mikrotube pengenceran 10 1 dimasukkan ke dalam mikrotube yang berisi 900 ml aquades dan kemudian divortex begitu seterusnya hingga pengenceran 103, kemudian dilakukan plating ke cawan MEA. Langkah selanjutnya adalah Penghitungan Jumlah koloni bakteri dengan Standard Plate Count (SPC) dengan cara cawan petri berisi koloni yeast dihitung dengan colony counter. Pada pengamatan pH diukur menggunakan pH paper. 3. Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan proses fermentasi dilakukan proses sterilisasi dan proses penyiapan inokulum. Sterilisasi dilakukan terhadap bahan dan alat sehingga terbebas dari kontaminasi mikroorganisme lain. Inokulasi Saccharomyces cerevisiae dilakukan secara aseptis untuk menjaga kemurnian biakan. Kemudian dilakukan proses fermentasi selama tiga hari, proses dilakukan pada suhu ruangan. Suhu yang diperlukan untuk fermentasi alkohol adalah 20 - 30°C, kadang-kadang mencapai 35°C pada akhir fermentasi (Wanto dan Soebagyo, 1980). Menurut Prescott dan Dunn (1981), suhu optimal untuk fermentasi alkohol adalah 25 - 35°C. Kenaikan suhu akan menllrunkan ketahanan khamir terhadap alkohol yang dihasilkan dan akan meningkatkan pembentukan JURUSAN TEKNIK KIMIA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
D-04- 2
SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 26 Juli 2011 ISSN : 1411-4216
asam asetat yang bersifat racun (Prescott dan Dunn, 1981). Sedangkan Frazier dan Westhoff (1978) menyatakan bahwa suhu optimal pertumbuhan khamir pada fermentasi antara 25 - 30°C. Selama tiga hari telah dilakukan pengamatan jumlah koloni dan pengamatan kadar pH larutan fermentasi setiap 24 jam. Hasil perhitungan jumlah koloni Saccharomyces cerevisiae seperti pada tabel 1 dan pengamatan pertumbuhan koloninya seperti pada gambar 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Koloni Saccharomyces cerevisiae dalam Proses Fermentasi Biji Sorgum Menjadi Bioetanol hari Sampel A1 A2 B1 B2 C1 C2 ho 157,6 Tbud Tbud tbud tbud tbud 442 612 519 244 576 tbud h1 16800 48000 30000 h2 11820 16880 66200 67100 105000 49000 130000 130000 h3 tbud Tbud tbud Tbud tbud 6560 25100 36800 Keterangan : tbud A B C 1 2
: tidak dilakukan perhitungan : terlalu banyak untuk dihitung : fermentasi selama 3 hari : fermentasi selama 2 hari : fermentasi selama 1 hari : ulangan ke-1 : ulangan ke-2
(a)
JURUSAN TEKNIK KIMIA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
(b)
D-04- 3
SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 26 Juli 2011 ISSN : 1411-4216
(c)
(d)
Gambar 1. Gambar Pertumbuhan Koloni Saccharomyces cerevisiae dalam Proses Fermentasi Biji Sorgum Menjadi Bioetanol : (a) 0 jam; (b) 24 jam; (c) 48 jam; (d) 72 jam Metode pengamatan dan perhitungan koloni pada tabel 1 dan gambar 1 tersebut dihitung dengan metode SPC, perhitungan berdasarkan atas cawan yang memiliki koloni dengan jumlah 30-300 koloni, > 300 = TNTC (Too Numerous To Count) atau TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung), < 30 = TFTC (Too Few To Count), sehingga memenuhi standar yang digunakan. Kecepatan pertumbuhan sel pada jam ke-0 sampai ke-24 lebih rendah dari jam-jam berikutnya. Hal ini disebabkan karena mikroba masih dalam fase adaptasi (fase lag) dimana sel masih beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Pada fase ini mikroba merombak substrat menjadi nutrisi untuk pertumbuhannya. Pada jam berikutnya yaitu memasuki jam ke-24 sampi jam ke-48 terlihat adanya percepatan pertambahan sel mikroba. Hal ini menandakan bahwa telah memasuki fase pertumbuhan eksponensial (fase log). Kavanagh (2005) menyebutkan bahwa pada fase ini Saccharomyces cerevisiae bereproduksi dengan membentuk tunas. Setelah jam ke-48, sel khamir memasuki fase kematian yaitu ditandai dengan jumlahnya yang mulai menurun, hal ini karena metabolit primer (bioetanol) yang dihasilkan bersifat racun bagi khamir.
(a)
(b)
Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Koloni Saccharomyces cerevisiae Terhadap Waktu Fermentasi : (a) Hasil Pengamatan; (b) Menurut Fardias (1988) Secara grafik hasil pengamatan pertumbuhan khamir tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar 2 (a). Berdasarkan hasil pengamatan pada gambar 2 (a) jika dibandingkan dengan pendapat Fardias (1988) pada gambar 2 (b), terdapat perbedaan pada adanya fase stationer. Dalam gambar 2 (a), fase stationer kurang terlihat karena pengamatan yang dilakukan pada periode waktu yang terlalu lama (per 24 jam) sehingga fase stationer kurang terlihat. Akan tetapi fase stationer tersebut dapat diperkirakan ada pada waktu sebelum dan sesudah 48 jam, karena pada fase waktu 24-48 jam khamir mengalami fase eksponensial sedangkan pada fase waktu 48-72 jam khamir mengalami fase kematian. Sehingga, berdasarkan estimasi tersebut, hasil pengamatan dapat dikatakan serupa dengan hasil pada gambar 2 (b). Selain itu berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui JURUSAN TEKNIK KIMIA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
D-04- 4
SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 26 Juli 2011 ISSN : 1411-4216
bahwa waktu kerja optimal khamir adalah pada jam ke-24 sampai jam ke-72. Setelah jam ke-72 dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi telah selesai dilakukan karena khamir telah mati, sehingga apabila proses fermentasi dilanjutkan tidak akan berjalan efektif. Tabel 2. Hasil Pengamatan pH larutan dalam Proses Fermentasi Biji Sorgum Menjadi Bioetanol Sampel
pH 0
24
48
72
A1
5
5.5
-
-
A2
5.5
5
-
-
B1
5.5
-
4
-
B2
5.5
-
4
-
C1
5.5
-
-
4
C2
5
-
-
3.5
Selain dilakukan pengamatan koloni, juga dilakukan pengamatan pH dengan hasil pengamatan seperti pada tabel 2. Berdasarkan tabel 2, nilai pH selama proses fermentasi 72 jam semakin menurun. Hal ini terlihat pada waktu ke 72 jam dimana nilai pH mencapai 3,5 (asam). Selama berlangsungnya proses fermentasi, pH media cenderung mengalami perubahan, Perubahan pH disebabkan oleh adanya asam-asam organik seperti asam laktat, asetat dan piruvat yang terbentuk selama proses fermentasi (Said, 1987). Menurut Reed dan Peppler (1973), asam-asam yang terbentuk seperti asam asetat, asam piruvat, dan asam laktat dapat menurunkan pH, sedangkan asam-asam lainnya seperti asam butirat dan asam lemak lainnya hanya sedikit berpengaruh dalam penurunan pH cairan. Kecenderungan media fermentasi semakin asam disebabkan amonia yang digunakan sel khamir sebagai sumber nitrogen diubah menjadi NH4 +. Molekul NH4+ akan menggabungkan diri ke dalam sel sebagai R-NH3. Dalam proses ini H+ ditinggalkan dalam media, sehingga semakin lama waktu fermentasi semakin rendah pH media (Judoamidjojo dkk., 1989). Derajat keasaman akan mempengaruhi kecepatan fermentasi, pH yang optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5 (Budiyanto, 2003). Berdasarkan hasil pengamatan pH tersebut, dapat pula diketahui bahwa setelah 72 jam fermentasi mulai berjalan kurang efektif yang disebabkan oleh tingkat keasaman larutan fermentasi yang semakin menurun. Prescott dan Dunn (1981) menyatakan, pH pertumbuhan khamir yang baik antara 3,0 - 6,0. Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil samping. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan khamir juga tergantung pada konsentrasi gula. Frazier dan Westhoff (1978), menyatakan bahwa pH akan mempengaruhi kecepatan fermentasi, pH optimal untuk pertumbuhan khamir adalah 4,0 - 4,5. Oleh karena itu, indikator pH/tingkat keasaman dapat dijadikan acuan untuk menentukan waktu optimal dan berakhirnya proses fermentasi bioetanol dengan bahan baku biji sorgum. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa waktu kerja optimal Saccharomyces cerevisiae (khamir) adalah pada jam ke-24 sampai jam ke-72. Setelah jam ke-72 proses fermentasi telah selesai dilakukan karena khamir telah mati, sehingga apabila proses fermentasi dilanjutkan tidak akan berjalan efektif. Hal ini juga dapat diindikasikan oleh tingkat keasaman larutan fermentasi yang semakin menurun karena selama proses fermentasi terbentuk senyawa-senyawa asam. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung terselesaikannya penulisan ini, khususnya kepada Tim Pengembangan Energi Alternatif dan Kelompok Program Teknologi Kimia UPT BPPTK LIPI Yogyakarta atas kerjasamanya dalam mewujudkan penulisan ini. Daftar Pustaka Budiyanto, M. A. K. 2003. Mikrobiologi Terapan. Malang: UMM Press. Fardias, Srikandi, 1988, Fisiologi Fermentasi, Lembaga Sumber Daya Informasi-IPB, Bogor. Frazier, W. C. dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Tata Mc Graw - Hill Book Pub!. Co. Ltd., New Delhi. Hidayat, N., 2007. Mikrobiologi Industri. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. JURUSAN TEKNIK KIMIA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
D-04- 5
SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 26 Juli 2011 ISSN : 1411-4216
Judoamidjojo, R.M., E.G. Sa’id, dan L.Hartoto. 1989. Biokonversi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Kavanagh, Kevin, 2005, Fungi Biology and Applications, John Willey & Sons Ltd, England. Nurhayani H.Muhiddin, Nuryati J dan I Nyoman P Aryantha, 2000., Kapang dan perubahan gula menjadi alkohol oleh kerja khamir. Rajawali- Press, Jakarta. Prescott, S. C. dan C. G. Dunn. 1981. Industrial Microbiology. Mc Graw - Hill Book Co. Ltd., New York. Reed, G. dan H. J. Peppler. 1973. Yeast Technology. AVI Publishing Company Inc .WestpOlt, Connecticut. Said, E. G. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Mediyata111a Sarana Perkasa, Jakarta. Sastramihardja, U., 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. ITB-Press, Bandung. Wanto, E. P. dan A. Soebagyo. 1980. Dasar-dasar Mikrobiologi Industri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta. Wright, A.F. 1993. Animal Feeds: Combining the Best of Both Worlds. World Agriculture. Sterling Pub. Group PLC, Hongkong.
JURUSAN TEKNIK KIMIA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
D-04- 6