PERTUMBUHAN NON-LINIER, PENDUGAAN HERITABILITAS DAN NILAI PEMULIAAN DOMBA KOMPOSIT SUMATERA ( 50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly)
DIAN SUSILAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2010
Dian Susilawati NRP. D151070061
ABSTRACT Composite Sumatera sheep was developed using crossbreeding technique with blood composition 50% local Sumatera sheep, 25% St. Croix and 25% Barbados blackbelly. The non-linier growth and genetic parameters of some economically traits are important to increase sheep productivity however, such information is rarely available in Indonesia. The aims of this study were to determinate the best model for non-linier curve using Gompertz and Logistic methods, as well as to estimate the heritability value of male sheep. The data were collected from Center for Research Institute of Animal Production, including the 665 data of Sumatera composit sheep born in 1999-2005. The data analyses were done by using PROC NLIN and PROX MIX REML of SAS 9.0 version in order to estimate the heritability and breeding values. The result showed that the model of Gompertz demonstrates more accurate for estimation the mature weight and the weight at puberty than Logistic model. The heritability values of post weaning weight estimated was low and moderate. The breeding value of Barbados blackbelly cross (BC) estimated were higher than Composite (K). The composit Sumatera has more consistent breeding values of birth weight, pre weaning weight than those of genotipe BC. Keywords: non-linier growth, heritability and breeding values.
RINGKASAN DIAN SUSILAWATI. Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados Blackbelly). Dibimbing oleh Ronny R NOOR dan SUBANDRIYO. Domba Komposit Sumatera merupakan domba hasil persilangan antara domba lokal Sumatera x domba St. Croix cross x domba Barbados blackbelly cross. Sifat-sifat pertumbuhan non-linier maupun parameter genetik domba ini belum banyak dilaporkan, padahal informasi ini dibutuhkan dalam meningkatkan produktifitas dari domba tersebut. Tujuan penelitian adalah mencari model kurva pertumbuhan non-linier yang terbaik dari dua model yang digunakan (Gompertz dan Logistic) serta menduga heritabilitas berdasarkan model Gompertz dan nilai pemuliaan pada pejantan. Penelitian dilakukan oleh stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak di Cilebut-Bogor, Jawa Barat. Domba yang dianalisis adalah domba kelahiran tahun 1999-2005 dengan data sebanyak 665 ekor. Sifat yang diamati untuk analisis pertumbuhan adalah bobot badan dewasa (A) dan titik infleksi (Ti). Analisis kurva pertumbuhan non-linier dengan dua model, yaitu Gompertz dan Logistic dan menggunakan Statistic Analysis System (SAS) versi 9.0 program PROC NLIN (Non-Linier). Menggunakan persamaan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic (Gille 2004) yaitu berturut-turut Y = A*exp(-expb-kt) serta Y = A/(1+b*exp-kt). Pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan dilakukan dengan menggunakan Statistic Analysis System (SAS) versi 9.0 dengan PROC MIX REML (Restricted Maximum Likelihood). Heritabilitas diestimasi dengan menggunakan rumus Van Vlek (1982) yaitu : h2 = (4σ2S) / (σ2s + σ2w) dan nilai pemuliaan dihitung berdasarkan Harjosubroto (1994): NP = h2 (Pi – Pp ). Hasil analisis pada bobot dewasa dan bobot pubertas pada jenis genotip domba genotip BC maupun K berdasarkan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Model Gompertz maupun Logistic pada jenis kelamin jantan berbeda nyata lebih tinggi dari pada betina. Jantan pada model Gompert dan Logistic berturut-turut yaitu 28.53 kg dan 24.04 kg sedangkan betina pada model Gompert dan Logistic berturut-turut yaitu 24.84 kg dan 20.66 kg. Bobot pubertas pada jenis kelamin antara jantan dan betina pada domba genotip BC dan K dari kedua model kurva pertumbuhan non-linier ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Bobot dewasa anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar pada model Gompertz maupun Logistic pada tipe kelahiran menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Bobot pubertas anak yang di lahirkan oleh induk dengan tipe kelahiran tunggal maupun kembar berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas pada tipe kelahiran tunggal lebih rendah dari pada kelahiran kembar, yaitu pada model Gopertz 11.87 kg pada 2.5 bulan untuk kelahiran tunggal dan 15.35 kg pada umur 2.4 bulan untuk kelahiran kembar sedangkan pada model Logistic 15.90 kg pada umur 2.9 bulan untuk kelahiran tunggal dan 18.81 kg pada umur 2.7 bulan untuk kelahiran kembar. Bobot dewasa anak yang dilahirkan dari induk pada umur beranak yang berbeda meningkat pada induk umur beranak setelah dua tahun dan menurun kembali ketika induk umur beranak lima tahun. Hal yang serupa pada bobot pubertas, berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas domba genotip BC maupun K pada model Gompertz berada pada kisaran 11.26-16.09 kg dicapai pada umur 2.2-2.7 bulan sedangkan model Logistic berada pada kisaran 15.30-20.26 kg pada umur 2.7-3.1 bulan. Bobot dewasa jantan genotip BC pada jenis kelamin yang berbeda pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 30.41 kg dan 24.90 kg sedangkan jantan genotip K pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 28.01 kg dan 23.80
kg. Bobot dewasa betina genotip BC pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 21.35 kg dan 19.40 kg sedangkan betina genotip K pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 25.95 kg dan 21.07 kg. Hal yang sama pada bobot pubertas anak yang dilahirkan dengan jenis kelamin yang berbeda antara genotip BC dan K berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas pada jantan lebih tinggi dari pada betina. Bobot dewasa anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar dari genotip yang berbeda menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Hal yang sama juga terdapat pada bobot pubertas anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar dari genotip yang berbeda berdasarkan hasil analisis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Perbandingan antara kedua model yaitu berdasarkan nilai selang kepercayaan (SK). Model Gompert lebih baik dari pada model Logistic, hal ini didasari oleh nilai selang kepercayaan tertinggi yang didapat. Heritabilitas bobot dewasa dan laju pertumbuhan berdasarkan hasil analisis adalah 0.28 dan 0.30 termasuk dalam kategori sedang. Pendugaan nilai heritabilitas pada titik infleksi, bobot lahir, bobot sapih dan bobot setelah sapih berturut-turut adalah 0.19, 0.05, 0.12 dan 0.0 termasuk dalam kategori rendah. Nilai pemuliaan bobot lahir-sapih-setelah sapih tertinggi terdapat pada domba genotip BC. Nilai pemuliaan bobot sapih pada peringkat pertama dimiliki pejantan dengan identitas 50001, sedangkan nilai pemuliaan bobot setelah sapih yaitu dengan nomor identitas 50001 dan 50031. Pejantan tertinggi lahir-sapih-setelah sapih domba genotip K ada pada pejantan dengan identitas berturut-turut 20227, 90184 dan10105. Kata kunci: pertumbuhan non-linier, heritabilitas, nilai pemuliaan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERTUMBUHAN NON-LINIER, PENDUGAAN HERITABILITAS DAN NILAI PEMULIAAN DOMBA KOMPOSIT SUMATERA ( 50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly)
DIAN SUSILAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis
:
Nama NRP Program Studi
: : :
Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly) Dian Susilawati D151070061 Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc.,APU. Anggota
Mengetahui Koordinator Mayor IPTP
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro. M.S.
Tanggal Ujian: 29 Juli 2010
Tanggal Lulus: PRAKATA
Alhamdullilah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulis mengambil tema penelitian dengan judul yaitu pertumbuhan non-linier, pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan domba Komposit Sumatera (50% lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly). Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc serta Prof. Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc.,APU sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, yang telah banyak membantu penulis baik berupa saran, arahan maupun bimbingannya dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Jakaria, S.Pt.,M.Si sebagai dosen penguji pada ujian tesis. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada ibu dan ayah atas biaya yang telah dikeluarkan dalam penulis menyelesaikan sekolah, limpahan doa dan kasih sayangnya selama ini. Terima kasih juga penulisan ucapkan kepada Zweetly Daryono, S.Kom atas bantuan komputerisasi, informasi, tenaga, nasehat dan semangat yang selalu diberikan untuk menyelesaikan karya tulis ini. Tak lupa juga untuk rekanrekan Pascasarjana IPB angkatan 2007, Wieda Nurwidada, S.Pt.,M.Si , Iis Yuanita, S.Pt.,M.Si , Paskah Partogi Agung, S.Pt.,M.Si , Rohmat Diono, S.Pt.,MSi , Said Soltief, S.Pt.,M.Si , Rajab, S.Pt.,M.Si , M. Hatta, S.Pt.,M.Si dan Agus B. Rahman, S.Pt.,M.Si yang banyak memberikan semangat dan bantuan baik selama perkuliahan berlangsung maupun diluar perkuliahan. Penuh harapan tesis ini dapat bermanfaat baik untuk dunia pendidikan maupun khalayak umum.
Bogor, Juli 2010 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 7 Maret 1981 dari ayah H. Ir. Dardjupri, M.Si dan ibu Hj. Ernawati. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Manado dan melanjutkan pendidikan sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi, Manado. Tahun 2001 penulis pindah ke kota Bogor dan masuk pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada Program Pascasarjana IPB.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL …….………………………………………………………..
xii
DAFTAR GAMBAR …….…………………………………………………..…
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………….……………………………………………..
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………………….....
1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………….
2
Manfaat Penelitian ..…………………………………………………….
2
TINJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera … …………………………………………
3
Pertumbuhan Domba ..………………………………………………….
6
Bobot Lahir ..………………………………………………………
7
Bobot Sapih ..……………………………………………………..
8
Pertumbuhan Non-Linier ..……………………………………………...
9
Model Gompertz .. ………………………………………………..
12
Model Logistic ..…………………………………………………..
12
Heritabilitas ..……………………………………………………………
13
Nilai Pemuliaan ..……………………………………………………….
14
MATERI DAN METODE Lokasi Penelitian …… ………………………………………………….
16
Analisis Data ……………………………………………………………
16
Pertumbuhan Non-Linier ..………………………………………..
16
Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan ..…………………..
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Non-linier …..……………………………………………
19
Jenis Genotip …………………………. ………………………….
19
Jenis Kelamin …………. …………………………………………
21
Tipe Kelahiran ………………………….………………………...
22
Umur Beranak … …………………………………………………
24
Jenis Kelamin antar Genotip …….. ………………………………
27
Tipe Kelahiran antar Genotip ………………….. ………………..
30
Perbandingan Kedua Model ... ........................................................
32
Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan ………..………………...
33
Heritabilitas …………. …………………………………………...
33
Nilai Pemuliaan …………………………………………………..
34
Nilai Pemuliaan Bobot Lahir …….…………………………
34
Nilai Pemuliaan Bobot Sapih ….. …………………………..
36
Nilai Pemuliaan Bobot Setelah Sapih ………………………
37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan …..…………………………………………………………
40
Saran ………….………………………………………………………...
40
APLIKASI HASIL PENELITIAN ……………………………………………..
41
DAFTAR PUSTAKA ..…………………………………………………………
42
LAMPIRAN ……………………………………………………………………
46
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Model persamaan analisis kurva pertumbuhan non-linier …. …………......
17
2. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis genotip domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic... ………………….
19
3. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis kelamin domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic ……….……………
21
4. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada tipe kelahiran tunggal dan kembar domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic …………..…………………………………………………………
23
5. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) pada umur beranak yang berbeda dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic ……………………………………………………………………..
25
6. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis kelamin yang berbeda antara genotip domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic ………..……………………………………………………………
28
7. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada tipe kelahiran tunggal dan kembar antara genotip domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic ……..………………………………………………………………
30
8. Nilai selang kepercayaan (SK) pada parameter bobot dewasa (A) dan bobot pubertas (Ti) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic .. .....................................................................
32
9. Heritabilitas pejantan domba komposit kelahiran tahun 1999-2005 menggunakan model Gompertz dengan berbagai parameter … ……………
33
10. Nilai pemuliaan bobot lahir dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun 1999– 2005 ..……………………………………………………………………….
35
11. Nilai pemuliaan bobot sapih dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun 1999– 2005 .. ………………………………………………………………………
36
12. Nilai pemuliaan bobot setelah sapih dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun 1999–2005 ….………………………………………………………………
38
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Domba lokal Sumatera …………………………………………………….
3
2. Domba Barbados blackbelly ..………………………………………………
4
3. Domba St. Croix …. ………………………………………………………..
4
4. Domba Komposit Sumatera .. ………………………………………………
5
5. Pola perkawinan tiga genotip domba pembentuk St. Croix cross, Barbados blackbelly cross dan Komposit Sumatera … ……………………………….
5
6. Kurva pertumbuhan pada ternak …………….. …………………………….
10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter bobot dewasa (A) …….……………………………………………………………
47
2. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) …………….……………………………
48
3. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter jenis kelamin ………………….
48
4. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter tingkat kelahiran ………….......
49
5. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter umur beranak …………............
49
6. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada interaksi antara genotip anak dan jenis kelamin ….. ………………………………………………………………....
50
7. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada interaksi antara genotip anak dan tingkat kelahiran ………………… …………………………………………………
50
8. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter nilai konstanta integrasi (b) ….. ………………………………………………….
51
9. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) ….. ……………………………….
52
10. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter jenis kelamin ..……………
52
11. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter tingkat kelahiran ..………..
53
12. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter umur beranak ….…………
53
13. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin …………. …………………………………………………………
54
14. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada interaksi genotip anak dan tingkat kelahiran ……………………………………………………………………
54
15. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter laju pertumbuhan (k) ……………….. …………………………………………..
55
16. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) ……………………………………
56
17. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter jenis kelamin .. …………….
56
18. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter tipe kelahiran ………………
57
19. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter umur beranak ..…………….
57
20. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin ……… …………………………………………………………….
58
21. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran …….………………………………………………………………
58
22. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter titik infleksi (Ti) …………………………………………………………………
59
23. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) ….………………………………………
60
24. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter jenis kelamin …. ……………….
60
25. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter tipe kelahiran ..…………………
61
26. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter umur beranak ..…………………
61
27. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin .…
62
28. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran …
62
29. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter waktu infleksi (Wi) ………………… ……………………………………………..
63
30. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) ………..…………………………………
64
31. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter jenis kelamin ..………………
64
32. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter tipe kelahiran .. ……………...
65
33. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter umur beranak ..……………...
65
34. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin ……..………………………………………………………………………..
66
35. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran ….…………………………………………………………………………...
66
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan produksi ternak dapat dilakukan melalui perbaikan genetik, nutrisi dan manajemen. Upaya yang ditempuh oleh bidang pemuliaan ternak yaitu melalui peningkatan mutu genetik ternaknya. Peningkatan mutu genetik dapat dilakukan melalui dua cara yaitu seleksi dan persilangan (Martojo 1992). Kedua hal ini dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu genetik dari suatu ternak. Peningkatan mutu genetik melalui seleksi akan lebih mudah dilakukan jika ternak yang diseleksi tersebut memiliki nilai pemuliaan yang tinggi, agar menghasilkan keturunan dengan performa yang tinggi pula. Persilangan antar bangsa sering dilakukan oleh negara yang beriklim tropis, untuk membentuk bangsa baru yang diinginkan. Salah satu dari sekian banyak persilangan antar bangsa yang telah dihasilkan adalah domba Komposit Sumatera. Domba ini dibentuk oleh Balai Penelitian Ternak untuk mendapatkan bangsa baru yang unggul, agar dapat dijadikan ternak lokal yang berkualitas tinggi. Domba Komposit Sumatera merupakan domba hasil persilangan antara domba lokal Sumatera x domba St. Croix cross x domba Barbados Blackbelly cross. Domba ini dibentuk untuk memperbaiki mutu genetik khususnya untuk menghasilkan domba tipe pedaging yang unggul serta dapat beradaptasi pada lingkungan dengan kondisi yang lembab panas sesuai dengan iklim di Indonesia. Keunggulan sifat-sifat produktivitas dari domba Komposit Sumatra telah banyak dilaporkan, namun informasi tentang sifat pertumbuhan non-linier secara individu maupun parameter genetik domba ini belum banyak dilaporkan. Informasi ini dibutuhkan untuk lebih memudahkan para pemulia dalam meningkatkan produktifitas yang diinginkan dari domba Komposit tersebut. Berdasarkan latar belakang itulah maka dilakukan penelitian berdasarkan perbandingan kurva pertumbuhan non-linier serta parameter genetik dari domba Komposit Sumatera tersebut.
Tujuan Penelitian 1. Mencari model kurva pertumbuhan non-linier yang terbaik dari dua model yang digunakan (Gompertz dan Logistic) 2. Menduga heritabilitas berdasarkan model Gompertz dan nilai pemuliaan pejantan dalam populasi. Manfaat penelitian Diharapkan hasil dari penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Mendapatkan model yang terbaik dari perbandingan dua model kurva pertumbuhan non-linier 2. Memberikan informasi tentang kemajuan genetik pada domba Komposit Sumatera sehingga berguna bagi pertimbangan kebijakan seleksi yang tepat sesuai dengan tujuannya. Hipotesis Penelitian 1. Model kurva pertumbuhan yang berbeda akan memberikan tingkat keakuratan yang berbeda pula dalam menggambarkan data lapang pada domba Komposit Sumatera. 2. Pendugaan heritabilitas serta nilai pemuliaan yang akurat akan memberikan kecenderungan genetik yang meningkat pada domba Komposit Sumatera.
2
INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera Domba Sumatera merupakan domba asli yang terdapat di daerah Sumetera Utara. Domba ini termasuk jenis domba ekor tipis dan merupakan jenis penghasil daging walaupun tidak sebaik domba pedaging dari luar negeri. Pada umumnya domba ini memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi, dengan frekuensi beranak mencapai 1.82 kali dan bobot badan saat sapih mencapai 21 kg (Iniguez et al. 1991). Pola warna domba ini biasanya putih dengan kombinasi warna bercak hitam dibagian kepala, badan dan kaki. Bercak hitam ini juga sering ditemukan di sekeliling mata serta hidung (Mason 1980). Domba Barbados blackbelly berasal dari Pulau Barbados yang beriklim tropis dan merupakan domba jenis wool. Domba ini merupakan persilangan antara domba lokal Afrika dengan domba lokal yang berasal dari daratan Eropa. Domba ini beranak pertama kali pada umur 12-13 bulan dengan frekuensi kelahiran anak kembar sebesar 56-71%, tergantung pada kondisi pakan dan lingkungan. Pola warna domba ini bervariasi dari coklat muda sampai coklat tua. Perut bagian bawahnya didominasi warna hitam serta bagian rahang bawah, dagu, kerongkongan. Bagian lain yang berwarna hitam yaitu dada, kaki bagian belakang, bagian dalam dari telinga serta bagian mata (Rastogi 1996). Domba St. Croix berasal dari kepulauan Virgin yang beriklim tropis. Domba ini juga memiliki genotip sebagai domba jenis wool. Merupakan domba persilangan antara domba Creolo dengan Wiltshire horn (Thomas dan Bradford 1990). St. Croix merupakan domba aktif dan memiliki bentuk badan yang kompak, jinak serta tidak menampakkan sorot mata yang liar. Pola warnanya dari putih polos hingga bercak hitam atau coklat sampai dengan pola tiga warna. Dengan rambut wool tumbuh sebagian kecil atau seperempat pada bagian belakang tubuh (Mason 1980). Ketiga domba ini disilangkan oleh Balai Penelitian Ternak untuk mendapatkan bangsa baru yang lebih unggul dari tetuanya. Balai ini menyilangkan antara domba lokal Sumatera dengan domba St. Croix dan Barbados blackbelly, yang lebih dikenal dengan domba Sungei Putih. Kemudian melakukan kembali persilangan antara domba lokal
3
Sumatera dengan St. Croix cross (lokal Sumatera x St. Croix) dan Barbados blackbelly cross (lokal Sumatera x Barbados blackbelly), hasil persilangan antar bangsa ini dikenal dengan domba Komposit Sumatera. Bagan pola perkawinan antar tiga bangsa domba ini dapat dilihat pada Gambar 1. St. Croix (H) (100%)
×
Sumatera (S) (100%)
St. Croix cross (HS) (50% H 50% S)
×
St. Croix cross (HS) (50% H 50% S)
Barbados blackbelly (B) × (100%)
×
Sumatera (S) (100%)
Barbados cross (BC) (50% B 50% S)
×
Barbados cross (BC) (50% B 50% S)
interse mating St. Croix cross (HS) (50% H 50% S)
×
Barbados cross (BC) (50% B 50% S)
Komposit (K) (25% H 50% S 25% B)
×
Komposit (K) (25% H 50% S 25% B)
interse mating Komposit (K) (25% H 50% S 25% B)
Gambar 1. Pola Perkawinan Tiga Bangsa Domba Pembentuk St. Croix Cross, Barbados Blackbelly Cross dan Komposit Sumatera (Subandriyo 1996). Domba Komposit Sumatera generasi ke-3 (K3) memiliki komponen karkas yang lebih baik dibandingkan dengan domba Komposit Sumatera generasi ke-1(K1), generasi ke-2 (K2) maupun Barbados blackbelly cross (BC) (Triyantini et al. 2005). Selain itu juga memiliki produktivitas yang lebih unggul dari domba ekor tipis pada kondisi lapang (Setiadi dan Subandriyo 2007). Tipe kelahiran kembar triplet dan kuarduplet hanya ditemukan pada perkawinan komposit (MxM) (Darmana 2000).
4
Pertumbuhan Domba Pertumbuhan merupakan kombinasi dari peningkatan berat total sel-sel tubuh dan diferensiasi dari sel-sel tersebut. Proses diferensiasi menyebabkan terjadinya jaringan organ ataupun bagian tubuh lainnya. Perbedaan kecepatan tumbuh dari tiap-tiap bagian tubuh berakibat pada perubahan bentuk, ukuran tubuh serta pencapaian waktu kedewasaan tubuh yang berbeda pada setiap pertumbuhan bagian-bagian tersebut (Warris 2000). Suparno (2005) menjelaskan perbedaan tentang pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan didefinisikan secara sederhana sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh sedangkan perkembangan merupakan kemajuan gradual kompleksitas yang rendah menjadi lebih tinggi dan ekspansi dari ukuran tubuh. Proses perubahan dimensi tubuh pada fase pertumbuhan relatif tidak dapat berubah seiring bertambahnya umur, namun ukuran serta bobot secara fluktuatif dapat mengalami perubahan yang ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan serta interaksi keduanya (Lawrence dan Fowler 2002). Menurut Soeparno (2005) pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis kelamin, hormon dan kastrasi, genotip dan komposisi kimia pakan yang dikonsumsi. Pertumbuhan paling cepat diperoleh pada saat domba berumur tiga bulan pertama, bobot tubuh dapat mencapai 50% dari bobot ketika berumur satu tahun, serta 25% lagi masing-masing pada tiga bulan selanjutnya dan saat enam bulan terakhir (Herman 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa proses pertumbuhan pada ternak 75% terjadi hingga mencapai umur satu tahun dan 25% lagi pada saat ternak mencapai dewasa. Pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu periode sebelum lahir (prenatal) dan periode setelah lahir (postnatal). Pertumbuhan post natal ini dibagi lagi menjadi periode pertumbuhan sebelum penyapihan dan periode setelah penyapihan (Lawrence dan Fowler 2002). Pertumbuhan setelah periode sapih pada domba memiliki hubungan kuat dengan bobot sapih dan efisiensi pakan (Martojo 1992). Dalam menduga laju pertumbuhan, biasanya lebih sering dilakukan pengukuran pada bobot badan untuk dilihat pertambahannya sebab dirasakan lebih praktis dan mudah dalam pelaksanaannya.
5
Bobot Lahir Bobot lahir adalah bobot badan pada saat ternak tersebut dilahirkan. Dalam pelaksanaanya di lapangan penimbangan bobot anak setelah dilahirkan sangat sulit dilakukan, oleh sebab itu bobot lahir sering didefinisikan sebagai hasil penimbangan bobot anak dalam kurun waktu 24 jam setelah dilahirkan (Harjosubroto 1994). Bobot lahir merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Bobot lahir yang tinggi di atas rataan umumnya memiliki kemampuan hidup lebih tinggi dalam melewati masa krisis, pertumbuhannya cepat serta akan memiliki bobot sapih yang lebih tinggi pula (Devendra dan Burn 1994). Bobot lahir pada domba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pakan induk selama kebuntingan, tipe kelahiran anak, jenis kelamin anak dan umur induk. Rataan bobot lahir akan menurun dengan meningkatnya jumlah anak lahir per induk melahirkan (Elieser 2006). Induk yang mendapatkan protein konsentrat yang lebih tinggi pada sepertiga akhir kebuntingan dapat menghasilkan anak dengan bobot lebih besar dan daya hidup yang lebih tinggi pula (Inounu et al. 1993). Secara umum bobot lahir jantan lebih besar daripada betina, baik pada kelahiran tunggal maupun kelahiran kembar. Umur induk juga mempengaruhi bobot lahir pada anak, induk domba muda menghasilkan bobot lahir anak yang lebih ringan dibandingkan dengan induk yang lebih tua. Domba dara juga akan menghasilkan bobot lahir anak yang lebih rendah jika dibandingkan pada induk yang telah melahirkan beberapa kali (Black 1983). Bobot induk juga mempengaruhi bobot lahir anak. Induk yang memiliki bobot tinggi akan mendapatkan anak dengan bobot lahir tinggi pula, begitupun sebaliknya dengan induk berbobot rendah (Tiesnamurti 2000). Anak domba yang lahir harus memiliki bobot lahir lebih tinggi dari 1,5 kg untuk mendapatkan daya hidup yang tinggi (Inounu et al. 1993). Bobot lahir rataan anak domba Komposit (F1 dan F2) adalah 2,46±0,69 dan 2,19±0,71 kg, sedangkan Barbados cross dan St. Croix cross masing-masing sebesar 2,14±0,62 dan 2,74±0,71 kg (Subandriyo 1996). Domba jantan St. Croix memiliki rataan bobot lahir, bobot umur 30, 60 dan 90 hari berturut-turut adalah 2,72±0,48; 6,51±1,47; 9,69±2,33 dan 11,87±2,67 kg. Bobot badan yang dicapai anak domba jantan St. Croix menurun seiring dengan meningkatnya tipe kelahiran (Asmarasari 2006). Rataan bobot lahir tertinggi untuk kelahiran tunggal dan
6
kembar dua pada perkawinan domba Komposit (MxM) yaitu 3,19±0,52 dan 2,35±0,50 kg. Rataan bobot lahir keseluruhan pada perkawinan ini yaitu sebesar 2,63±0,64 kg (Darmana 2000). Bobot Sapih Penyapihan adalah waktu dimana ketika anak sudah berhenti menyusu pada induknya. Penyapihan dapat dilakukan bila anak tersebut telah memakan pakan padat. Bobot sapih menurut Harjosubroto (1994) adalah bobot anak saat mulai dipisahkan dari induknya. Bobot sapih biasanya disesuaikan dengan nilai rerata bobot sapih pada umur tertentu, pada sapi dan kerbau biasanya umur sapih disesuikan pada 105 hari sedangkan pada domba dan kambing yaitu pada umur 90 hari. Bobot sapih dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh paritas induk, jenis kelamin anak dan tipe lahir-sapih anak (Tiesnamurti 2002). Hal yang berbeda dilaporkan oleh Elieser et al. (2006) dimana tidak didapati perbedaan antara bobot sapih kambing persilangan (Boerka) antara jantan dengan yang betina. Anak tunggal mempunyai peluang hidup lebih tinggi dibandingkan dengan anak kembar, hal ini disebabkan karena tidak adanya persaingan dalam hal menyusu pada induk (Tiesnamurti 2002). Bobot sapih anak jantan pada domba Priangan lebih tinggi dari pada anak betina, yaitu sebesar 11,52 vs 9,29 kg, dengan bobot rataan individu sebesar 10,62 kg (Tiesnamurti 2002). Domba jantan St. Croix memiliki rataan bobot sapih (90 hari), bobot umur 180 dan 365 hari berturut-turut adalah 11,87±2,67; 15,28±2,95; 24,61±3,52 kg dengan pertambahan bobot badan 72,67±8,20 g/ekor/hari (Asmarasari 2006). Bobot sapih domba Komposit (F1 dan F2) yaitu sebesar 12,45±3,26 kg dan 11,40±2,83 kg (Subandriyo 1998). Domba hasil persilangan (Moulton x Priangan dan Charollais x Priangan) memiliki rataan bobot sapih anak individual berkisar antara 12,14-13,17 kg sangat nyata (p<0,01) lebih tinggi dari domba periangan yaitu 11,39 kg (Nafiu 2003).
Pertumbuhan Non-Linier
7
Bobot badan aktual dari suatu ternak selama hidupnya apabila dimasukkan kedalam suatu fungsi, maka akan diperoleh suatu bentuk kurva pertumbuhan. Bentuk kurva pertumbuhan ternak pada periode postnatal untuk spesies ternak adalah serupa, yaitu mengikuti pola kurva pertumbuhan sigmoidal (Lawrance dan Fowler 2002). Metode non-linier (sigmoid) digunakan untuk mamahami performa biologis dari ternak, dimana model regresi linier tidak dapat menjelaskan adanya perubahan pertumbuhan yang terjadi pada ternak lepas penyapihan. Model linier akan memberikan informasi seolah-olah pertumbuhan tersebut akan meningkat terus tanpa mengenal kapan pertumbuhan tersebut akan menurun. Berdasarkan penelitian Gunawan et al. (1992) merekomendasikan bahwa menganalisis laju pertumbuhan anak domba lepas sapih yaitu dengan menggunakan model eksponensial. Fase pertumbuhan suatu individu dapat dibagi menjadi dua, yaitu fase pertumbuhan yang dipercepat dan fase pertumbuhan yang diperlambat. Penyebab perbedaan kedua fase pertumbuhan tersebut merupakan suatu hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor (Lawrance dan Fowler 2002). Titik yang merupakan batas antara kurva pertumbuhan yang dipercepat dengan kurva pertumbuhan yang diperlambat disebut dengan titik infleksi (inflection point). Titik ini diperoleh dari grafik antara bobot badan dengan umur. Titik infleksi merupakan saat dimana ternak tersebut mengalami pubertas (Brody 1945). Berikut adalah kurva pertumbuhan mahluk hidup yang dapat dilihat pada Gambar 2.
8
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Pada Ternak (Brody 1945) Kurva ini diperoleh dengan menggambarkan perbandingan antara pertambahan bobot badan harian dengan waktu. Pada saat lahir sampai pubertas terjadi peningkatan pertambahan bobot badan yang semakin meningkat. Pertambahan harian akan menurun mencapai titik nol setelah dicapainya pubertas. Setelah kedewasaan maka laju pertumbuhannya menjadi negatif. Ketika titik infleksi tercapai merupakan saat yang paling ekonomis dari ternak karena pada waktu tersebut tingkat mortalitasnya sedang berada pada titik paling rendah serta mengalami pertumbuhan yang paling cepat. Model pertumbuhan non-linier yang paling sering digunakan untuk ternak diantaranya model Gompertz dan Logistic. Kedua model ini memiliki keakuratan yang lebih besar dalam menjelaskan data dilapangan serta dapat menjelaskan waktu yang penting (titik infleksi) yang lebih baik dibandingkan model sebelumnya. Model Logistic dan Gompertz merupakan model yang memiliki tiga parameter yaitu A, b/M, dan k (Brown et al. 1976). Analisis kurva pertumbuhan Gompertz dan Logistic pada domba St. Croix, Sumatera, St. Croix x Sumatera, Barbados Blackbelly x Sumatera dan Komposit yang dilakukan oleh Suparyanto (1999) terhadap pendugaan umur dan bobot sapih saat domba komposit mengalami pubertas pertama, model Logistic memiliki hasil dugaaan yang lebih tinggi. Bobot pubertas dicapai dengan berat 10.93 kg pada umur di atas 4 bulan (124 hari), angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan model Gompertz yaitu 10,75 kg dengan umur diatas 3 bulan (101 hari). Kedua model ini juga digunakan oleh Inounu (2007) terhadap domba Garut dan persilangannya dimana dihasilkan bahwa model Logistic merupakan model yang paling mudah dalam menjelaskan hubungan antara bobot badan dengan waktu. Model Gompertz Model Gompertz umumnya cenderung digunakan dalam berbagai pertumbuhan mahluk hidup. Model ini telah banyak digunakan untuk ternak-ternak besar terutama sapi yaitu untuk menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu (Aranggo dan VanVleck 2002). Pertumbuhan non-linier model Gompertz ini sangat bermanfaat dalam studi pertumbuhan pada ternak yang memiliki titik infleksi tidak simetris (Ismail et al.
9
2003). Kelebihan dari model Gompertz adalah dalam pendugaaan dari nilai asimtot (bobot dewasa) dengan bias yang rendah (Aranggo dan VanVleck 2002). Vera (1991) menggunakan model Gompertz untuk menganalisis pertumbuhan sapi Brahman (heifer) mendapati bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada rataan bobot asimtot ternak pada berbagai kondisi pakan yang dicobakan. Kurva pertumbuhan non-linier Gompertz pada perbandingan empat generasi dari domba Komposit Sumatera kelahiran tahun 2002-2003 sudah dilakukan dengan menggunakan persamaan BW = A*exp(-exp(b–kt)). Generasi pertama (K-F1), kedua (KF2), ketiga (K-F3) dan keempat (K-F4) berturut-turut adalah BWKF1 = 21,57*exp(exp(0,637-0,054t)), BWKF2 = 28,96*exp(-exp(0,803-0,035t)), BWKF3 = 31,36*exp(exp(0,749-0,033t)) dan BWKF4 = 28,75*exp(-exp(0,623-0,034t)). Hasil pengujian ini tidak menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05), hal ini berarti pola pertumbuhan dari empat generasi tersebut adalah serupa (Subandriyo 2009).
Model Logistic Model ini menggunakan tiga parameter yaitu A,b dan k. Parameter A adalah bobot dewasa (asimtot), b adalah konstanta integral sedangkan parameter k adalah laju pertumbuhan menuju dewasa. Melalui ketiga parameter inilah maka fungsi Logistic baru dapat diinterprestasikan, sehingga ploting data antara Y dan X akan membentuk kurva sigmoid (Myers 1990). Ptak et al. (1994) melaporkan bahwa keakuratan model Logistic berada dibawah Gompertz pada kurva pertumbuhan kelinci galur murni dan persilangannya. Inounu (2007) menyatakan bahwa model Logistic merupakan model yang paling mudah dalam proses perhitung terhadap domba Garut dan persilangannya. Heritabilitas Heritabilitas secara sederhana yaitu berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. Proporsi ini dapat diwariskan pada generasi selanjutnya (Noor 2008). Warwick (1990) menjelaskan bahwa heritabilitas adalah istilah
10
yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai heritabilitas bukanlah suatu konstanta, dan dapat berubah menurut jenis ternak, sifat yang diamati, populasi, bangsa ternak, tempat serta waktu pengamatan. Prinsip perhitungan heritabilitas yaitu bahwa ternak yang masih memiliki hubungan keluarga akan memiliki performa yang lebih mirip jika dibandingkan dengan ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga. Ada empat cara untuk mengestimasi nilai heritabilitas yaitu data kelahiran kembar, heritabilitas nyata, metode regresi dan korelasi serta yang diperoleh dari repitabilitas. Perhitungan heritabilitas memerlukan perbandingan antara performa anak dari kelompok ternak terseleksi dengan performa tetuanya, dalam arti lain yaitu membandingkan rataan keunggulan anak dengan keunggulan tetuanya (Noor 2008). Warwick (1990) menjelaskan bahwa cara yang paling akurat untuk menentukan heritabilitas suatu sifat spesies adalah melalui pencatatan selama beberapa generasi dan menentukan kemajuan yang diperolehnya untuk kemudian dibandingkan dengan sejumlah keunggulan dari tetua terpilih pada semua generasi. Manfaat penaksiran heritabilitas dalam membuat rencana pemuliaan adalah untuk menaksir nilai pemuliaan dari suatu individu. Nilai heritabilitas (h2) berkisar 0-1. Suatu sifat dengan heritabilitas nol yaitu sifat dimana semua keragaman disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Sebaliknya heritabilitas dengan nilai satu akan menunjukkan suatu sifat kuantitatif dimana semua keragaman disebabkan oleh genetik (Warwick et al. 1990). Umumnya nilai heritabilitas digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Nilai heritabilitas suatu sifat rendah jika berada pada kisaran 0-0,20, kategori sedang pada kisaran0,2-0,4 dan tinggi untuk nilai lebih dari 0,4 (Noor 2008). Suatu sifat dengan nilai heritabilitas tinggi sering dipakai sebagai kriteria seleksi, ini berarti menerapkan seleksi individu. Jika nilai heritabilitas rendah maka seleksi fenotipik menjadi kurang efektif sehingga seleksi dilakukan dengan cara memanfaatkan informasi kerabat. Semakin besar nilai heritabilitas akan semakin besar pula diperolehnya respon seleksi dari generasi ke generasi, sehingga program seleksi yang dilaksanakan sesuai dengan tujuannya dapat memberikan hasil yang efektif. Heritabilitas bobot sapih untuk domba Priangan dengan menggunakan model direct additive genetic effect adalah sebesar 0,49±0,15. Sedangkan nilai heritabilitas (h2)
11
bobot sapih dengan memperhitungkan maternal genetic effect (m2) yaitu sebesar 0,13±0,08 dan 0,24±0,09. Dugaan nilai heritabilitas menurun dengan memasukkan komponen m2, hal ini berarti bahwa nilai h2 akan bias apabila tidak memperhitungkan maternal genetic effect dalam pendugaannya (Dudi 2003). Heritabilitas bobot lahir pada domba Priangan yaitu 0,36±0,08 lebih besar dari pada domba komposit (Moulton x Priangan (MP), St. Croix x Priangan (HP), Moulton x St. Croix x Priangan (MHP), St.Croix x Moulton x Priangan (HMP) dan gabungan domba komposit) yaitu berturutturut sebesar 0,60±0,13, 0,55±0,09, 0,55±0,09, 0,34±0,14, 0,66±0,07. Sementara itu heritabilitas bobot sapih domba Priangan yaitu sebesar 0,22±0,07 dengan nilai komposit yang beragam yaitu 0,04±0,12 untuk MP, 0,24±0,10 untuk HP, 0,58±0,12 untuk MHP, 0,74±0,13 untuk HMP, dan 0,75±0,08 untuk gabungan domba komposit (Nafiu 2003). Nilai Pemuliaan Nilai pemuliaan adalah nilai yang diturunkan, yaitu nilai individu yang dipengaruhi gen dan berpengaruh terhadap generasi selanjutnya. Menurut Harjosubroto (1994) nilai pemuliaan adalah penilaian mutu genetik ternak untuk sifat tertentu, yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya didalam populasi. Kecermatan dalam pendugaan nilai pemuliaan menunjukkan keakuratan dari pendugaan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kecermatan pendugaan tersebut yaitu jumlah catatan, heritabilitas, ripitabilitas dan hubungan silsilah atau kekerabatan. Semakin tinggi nilai heritabilitas maka tingkat kecermatan pendugaan juga akan semakin meningkat, karena heritabilitas mengukur kekuatan hubungan antara nilai pemuliaan dan fenotipnya. Kecermatan pendugaan yang paling tinggi yaitu diperoleh dari penggunaan catatan individu, selanjutnya catatan progeny, dan kemudian cataan half sib (Bourdon 1997). Menurut Harjosubroto (1994) rumus dari nilai pemuliaan adalah sebagai berikut:
NP = h2 (Pi – Pp ) + Pp Keterangan: NP = Nilai pemuliaan dugaan h2 = Heritabilitas P i = Rataan performans individu Pp = Rataan performans populasi
12
Nilai pemuliaan merupakan salah satu parameter penting dalam melakukan suatu seleksi. Nilai pemuliaan dari tetua sangat menentukan nilai pemuliaan dan performans anak-anaknya kelak. Seleksi pada umumnya dilakukan dengan memilih ternak-ternak dengan nilai pemuliaan yang tinggi untuk dijadikan tetua. Jika nilai pemuliaan dari masing-masing ternak tersebut diketahui, maka penentuan peringkat berdasarkan nilai pemuliaan sesungguhnya dalam suatu populasi dapat dilakukan, sehingga program seleksipun dapat dilakukan dengan mudah (Bourdon 1997). Domba komposit (Moulton Charollais, St. Croix dan Garut) pada kelahiran tahun 1995-2002 yang di pelihara Balai Penelitian Ternak Bogor, memiliki nilai pemuliaan yang cenderung lebih tinggi dari domba Garut, meskipun terlihat adanya fluktuasi yang cukup besar. Nilai pemuliaan berada dibawah rataan populasi (0,00) pada tahun 1995 tetapi kemudian meningkat terus, kecuali pada tahun 1997 pada domba Komposit dan tahun 1999 pada domba Garut (Inounu 2007). Nilai pemuliaan pejantan sapi Peranakan Ongole (PO) kelahiran tahun 2003-2007 di daerah Pasuruan, berdasarkan berat lahir tertinggi sebesar 25,33±1,53 dan terendah 22,48±1,00. Sedangkan berdasarkan berat sapih (205 hari) tertinggi sebesar 101,02±13,85 dan terendah 73,77±4,94. Nilai pemuliaan pejantan berdasarkan berat satu tahun (365 hari) tertinggi sebesar 135,00±21,72 dan terendah 106,53±8,61 (Wahyu 2009).
13
MATERI DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian jangka panjang ini telah dilakukan oleh stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Dengan lokasi penelitian berada di Cilebut-Bogor, Jawa Barat. Lamanya pengumpulan data adalah selama enam tahun, yaitu dari tahun 1999 sampai dengan 2005. Analisis Data Data yang digunakan merupakan data yang bersumber dari Balai Penelitian Ternak, Bogor. Domba yang dianalisis adalah domba kelahiran dari tahun 1999 - 2005 dengan jumlah data sebanyak 665 ekor. Pengukuran bobot badan dilakukan selang 2 minggu hingga ternak berumur 90 hari, setelah itu pengukuran dilakukan selang 4 minggu hingga ternak berumur 12 bulan. Data yang telah dikoleksi tersebut kemudian diseleksi yaitu dimana domba yang memiliki data terlengkap hingga mencapai umur dewasa kelamin (±12 bulan). Jumlah data yang dianalisis antara betina maupun jantan dapat berbeda. Kemudian data tersebut dicari nilai dari parameter A (bobot dewasa), b (konstanta integral) dan k (rataan laju pertumbuhan menuju bobot dewasa) melalui persamaan Gompertz dan Logistic. Persamaan Gompertz yang digunakan adalah Y = A*exp (-exp (b-kt)) sedangkan persamaan Logistic yang digunakan adalah Y = A / (1+b*exp (-kt)) dengan menggunakan software Statistic Analysis System versi 9.0 (SAS) dengan PROC NLIN (Non-Linier). Setelah diketahui ketiga parameter tersebut kemudian akan dicari nilai dari titik infleksi (Ti) dan waktu infleksi (Wi). Persamaan yang digunakan adalah Ti = b/k dan Wi = A/e untuk Gompertz sedangkan untuk Logistic adalah Ti = lnb/k dan Wi = A/2 dimana nilai adalah 2,718282 (Gille 2004). Pertumbuhan Non-linier Sifat yang diamati untuk analisis pertumbuhan adalah bobot badan dewasa (A) dan titik infleksi (Ti) pada domba genotip BC dan K. Analisis ini menggunakan kurva pertumbuhan non-linier dengan dua model, yaitu Gompertz dan Logistic. Dimana dari kedua model ini kemudian dilakukan perbandingan untuk melihat model terbaik dalam menjelaskan hubungan antara pertumbuhan dengan waktu. Persamaan Kurva
14
Pertumbuhan Non-linier Model Gompertz dan Logistic (Gille 2004) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Model Persamaan Analisis Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model
Persamaan
Ti
Wi
Gompertz
Y = A*exp (-exp (b-kt))
Ti = b/k
Wi = A/e
Logistic
Y = A / (1+b*exp (-kt))
Ti = lnb/k
Wi = A/2
Keterangan : A = Bobot badan dewasa (asimtot) Exp = Exponensial b = Parameter skala (nilai konstanta Integrasi) k = Rataan laju pertumbuhan sampai dewasa tubuh t = Umur ternak (minggu) Ti = Titik infleksi Wi = Waktu infleksi e = Bilangan natural (2,718282)
Parameter A menurut Fitzhugh (1976) adalah rataan bobot badan pada saat ternak mencapai dewasa terlepas dari fluktuasi karena faktor lingkungan. Parameter B berfungsi sebagai konstanta yang menunjukkan proporsi bobot dewasa (asimtot) yang didasarkan atas pertumbuhan setelah lahir, fungsi k adalah rasio rataan pertumbuhan yang maksimal, yaitu rataan pertumbuhan anak setelah lahir sampai dewasa. Nilai parameter k yang besar cenderung memiliki bobot dewasa yang cepat pula. Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan dilakukan dengan menggunakan software Statistic Analysis System versi 9.0 (SAS) dengan PROC MIX REML (Restricted Maximum Likelihood). Heritabilitas yang dicari adalah yaitu heritabilitas dengan sifat bobot dewasa (A), nilai konstanta (b), laju pertumbuhan (k), titik infleksi (Ti), waktu infleksi (Wi), bobot lahir (BL), bobot sapih (BS) dan bobot setelah sapih (BSS). Pendugaan heritabilitas ini dengan menggunakan model non-linier Gompertz. Setelah didapat nilai individual dan residual kemudian dicari heritabilitasnya dengan menggunakan program EXEL karena sedikitnya data pejantan, dengan menggunakan rumus berdasarkan Van Vlek (1982) yaitu : 2
4 VarS
h = VarS + VarW
15
Keterangan: = Heritabilitas h2 VarS = Komponen ragam pejantan VarW = Komponen ragam induk
Nilai heritabilitas yang didapat kemudian digunakan kembali untuk mencari nilai pemuliaannya ternak, tetap menggunakan program EXEL. Rumus nilai pemuliaan yang digunakan yaitu berdasarkan Harjosubroto (1994) sebagai berikut:
NP = h2 (Pi – Pp ) + Pp Keterangan: NP = Nilai pemuliaan dugaan = Heritabilitas h2 = Rataan performans individu Pi = Rataan performans populasi Pp
Nilai pemuliaan yang didapat dari tiap-tiap pejantan kemudian dirangking berdasarkan nilai yang tertinggi hingga terendah. Banyaknya jumlah pejantan yang dirangking adalah 5% dari total populasi pejantan yang dianalisis yaitu 310 ekor atau 16 ekor pejantan dengan nilai pemuliaan yang terbaik dalam kelompoknya.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Non-Linier Genotip Hasil analisis genotip pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistik dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Genotip Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic. Model Gompertz
Logistic
Genotip
N
BC
153
K
A ± s.e.
b
k
Ti
Wi
25,316 ± 1,156
0,560
0,072
12,068
9,313
512
26,929 ± 0,626
0,606
0,070
14,329
9,906
BC
153
21,810 ± 0,601
3,957
0,146
15,313a
10,905
K
512
22,365 ± 0,330
4,483
0,107
18,185b
11,183
Keterangan: A = Bobot dewasa s.e. = Standard error b = Parameter skala (nilai konstanta Integrasi) k = Rataan laju pertumbuhan sampai dewasa tubuh Ti = Titik infleksi/titik saat terjadi pubertas Wi = Waktu infleksi a dan b = Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada parameter
Genotip domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah GBC = 25.316*exp (-exp (0.560-0.072t)) dan GK = 26.929*exp (-exp (0.606-0.070t)). Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah GBC = 21.810 / (1+3.957*exp (-0.146t)) dan GK = 22.365 / (1+4.483*exp (-0.107t)). Rataan genotip BC maupun K pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic. Pada model
17
Gompertz maupun Logistic bobot badan dewasa pada genotip BC lebih rendah dibandingkan dengan K. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Suparyanto (1999) dimana didapati domba BC memiliki bobot dewasa pada model Gompertz dan Logistic masing-masing sebesar 28,760 kg dan 28,693 kg. Sedangkan domba K memiliki bobot dewasa pada model Gompertz dan Logistic masing-masing sebesar 29.235 kg dan 29,018 kg. Walaupun demikian genotip domba BC dan K pada kedua model kurva pertumbuhan non-linier ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Ini berarti bahwa bobot dewasa berdasarkan genotipnya secara umum dari tahun 1999-2005 pada genotip BC dan K adalah sama. Nilai standard error dari genotip BC maupun K pada parameter A (bobot dewasa), model Logistic lebih kecil dari pada model Gompertz yaitu dibawah satu untuk model Logistic dan lebih dari satu untuk Gompertz. Apabila penilaian model yang didasari atas rendahnya nilai ini maka model Logistic memperlihatkan hasil yang lebih baik. Hasil penelitian Suparyanto (1999) terhadap domba genotip St. Croix juga mendapati hal yang sama, yaitu memperlihatkan model Logistic yang terbaik dari pada gompertz untuk nilai standard error yang terkecil. Rataan bobot pada saat Ti (pubertas) domba BC dan K pada model Gompertz berturut-turut adalah 12,07 kg diumur 9,313 minggu atau 2,3 bulan dan 14,33 kg diumur 9,906 minggu atau 2,5 bulan. Pubertas pada kurva pertumbuhan non linier model Gompertz berdasarkan hasil analisis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, sebaliknya pada model Logistik menunjukkan perbedaan yang nyata. Rataan pubertas domba BC dan K dengan model Logistik dicapai pada bobot badan masing-masing adalah 15,31 kg diumur 10,91 minggu atau 2,7 bulan kg dan 18,29 kg diumur 11,18 minggu atau 2,8 bulan. Bobot pubertas pada model Logistic ini lebih tinggi namun lebih cepat mengalami waktu pubertas dari yang dilaporkan oleh Suparyanto (1999) dimana pada model Logistic domba BC mendapati bobot pubertas 10,94 kg diumur 4 bulan dan domba K 10,93 kg diumur 4,5 bulan, sedangkan pada domba Sumatera dengan
18
menggunakan model Gompertz dan Logistic masing-masing dicapai pada bobot 8,15 kg diumur 3 bulan dan 8,475 kg diumur 3,5 bulan. Jenis Kelamin Hasil analisis jenis kelamin pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz dan Logistik dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Jenis kelamin Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic. Model
Jenis Kelamin
Gompertz
Logistic
N
*A ± s.e.
b
k
Ti
Wi
14,472
10,495
Jantan
310
28,529 ± 0,965
0,619 0,069
Betina
355
24,836 ± 0,872
0,576
0,072
13,231
9,137
Jantan
310
24,038 ± 0,508
4,544
0,130
18,288
12,019
Betina
355
20, 664 ± 0,459
4,202
0,104
16,857
10,332
* = P < 0,05 Jenis kelamin domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah JKB = 24.836*exp (exp (0.576-0.072t)) dan JKJ = 28.529*exp (-exp (0.619-0.069t)). Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah GB = 20.664 / (1+4.202*exp (-0.104t)) dan GJ = 24.038 / (1+4.544*exp (-0.130t)). Rataan jenis kelamin pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic. Pada model Gompertz maupun Logistic jenis kelamin jantan berbeda nyata lebih tinggi dari pada betina. Hasil ini sejalan namun memiliki rataan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian terhadap produktifitas domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada kondisi lapang, dimana didapati bobot badan dewasa jantan lebih tinggi yaitu 29 kg dan 25,5 kg untuk betina. Sedangkan bobot badan dewasa Barbados Cross jantan sebesar 39 kg dan 27 kg untuk betinanya (Setiadi dan Subandriyo 2007). Pada kambing Kacang didapati bobot badan betina dewasa adalah 26,88±3,99 sedangkan pada kambing Samosir 19
jantan dan betina dewasa berturut-turut adalah 26,23±5,27 dan 20,13± 4,47 (Fera et al. 2004). Rataan bobot pubertas pada domba jantan lebih tinggi dari pada betina dimana pada model Logistic memperlihatkan hasil yang lebih baik dari model Gompertz. Rataan bobot pubertas pada model Gopertz yaitu 14,47 kg untuk jantan diumur 10,50 minggu atau 2,6 bulan dan 13,23 kg diumur 9,14 minggu atau 2,3 bulan untuk betina sedangkan pada model Logistic yaitu 18,29 kg diumur 12,02 minggu atau 3 bulan untuk jantan dan 16,86 kg diumur 10,33 minggu atau 2,6 bulan untuk betina. Walaupun demikian berdasarkan hasil analisis baik pada model Gompertz maupun Logistic menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Hal ini berarti bahwa bobot badan pada saat pubertas secara umum dari tahun 1999-2005 pada genotip BC dan K adalah sama. Tipe Kelahiran Hasil analisis tipe kelahiran pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz dan Logistic dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Tipe Kelahiran Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic. Model
Tipe Kelahiran
Gompertz
Logistic
N
A ± s.e.
b
k
Ti*
Wi
Tunggal
295
27,199 ± 0,998
0,537
0,072
11,873
10,006
Kembar
370
26,047 ± 0,877
0,643
0,069
15,353
9,582
Tunggal
295
23,498 ± 0,525
3,862
0,073
15,904
11,749
Kembar
370
21,232 ± 0,462
4,760
0,068
18,815
10,616
* = P < 0,05 Tipe kelahiran domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah TKTG
20
= 27.199*exp (-exp (0.537-0.072t)) dan TKKG = 26.047*exp (-exp (0.643-0.069t)). Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah TKTL = 23.498 / (1+3.862*exp (-0.073t)) dan TKKL = 21.232 / (1+4.760*exp (-0.068t)). Rataan tipe kelahiran pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic dengan tipe kelahiran tunggal memiliki bobot dewasa yang lebih tinggi dari pada kelahiran kembar. Tipe kelahiran tunggal pada model Gompertz yaitu sebesar 27,20 kg dan 26,05 kg untuk kelahiran kembar sedangkan pada model Logistic tipe kelahiran tunggal sebesar 23,50 kg dan 21,23 kg untuk kelahiran kembar. Pada domba K hasil ini lebih rendah dari yang pernah dilaporkan oleh Subandriyo et al. (1998) dimana bobot badan induk saat beranak tunggal sebesar 29,68±3.50 kg, dan 29,43±3,61 kg untuk induk dengan anak kembar dua serta 28,47±3,22 kg untuk induk dengan anak kembar tiga. Berdasarkan Tabel 3, bobot dewasa domba BC maupun K menurun seiring dengan meningkatnya tipe kelahiran. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Darmana (2000) dimana tipe kelahiran tunggal memiliki rataan bobot dewasa yang lebih tinggi dari kelahiran kembar. Sedangkan pada domba St. Croix, tipe kelahiran tunggal dan kembar dua pada domba jantan St. Croix umur 365 hari berturut-turut yaitu 25,32 ± 4,40 dan 22,68 ± 1,02. Bobot badan yang dicapai anak domba jantan St. Croix menurun seiring dengan meningkatnya tipe kelahiran (Asmarasari 2006). Walaupun demikian baik pada model Gompertz maupun Logistic pada tipe kelahiran menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Ini berarti bahwa berdasarkan genotipnya tipe kelahiran secara umum dari tahun 1999-2005 pada genotip BC dan K adalah sama. Rataan bobot pubertas pada kurva pertumbuhan non linier baik pada model Gompertz maupun Logistic berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Dimana rataan pubertas pada model Logistic memperlihatkan angka yang lebih tinggi dari pada model Gompertz. Rataan bobot pubertas pada tipe kelahiran tunggal lebih rendah dari pada kelahiran kembar, yaitu pada model Gopertz 11,87 kg diumur 10,01 minggu atau 2,5 bulan untuk kelahiran tunggal dan 15,35 kg diumur 9,58 minggu
21
atau 2,4 bulan untuk kelahiran kembar sedangkan pada model Logistic 15,90 kg diumur 11,75 minggu atau 2,9 bulan untuk kelahiran tunggal dan 18,81 kg diumur 10,62 atau 2,7 bulan untuk kelahiran kembar. Hal ini dapat disebabkan karena pada kelahiran kembar, induk harus benar-benar mempersiapkan tubuhnya untuk fetus yang lebih dari satu sehingga dapat seimbang antara kebuntingan dengan bobot badan induk ketika kebuntingan terjadi. Nafiu (2003) memaparkan bahwa semakin bertambah dewasa induk semakin bertambah bobot badannya yang diikuti dengan kematangan fungsi dan mekanisme hormonal pada organ tubuh dan organ reproduksi, sehingga meningkatkan daya tampung uterus dan memungkinan perkembangan fetus secara maksimal. Umur Beranak Hasil analisis umur beranak pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz dan Logistik dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Umur Beranak Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic. Model
Umur Beranak (Tahun)
Gompertz
Logistic
N
*A ± s.e.
b
k
Ti*
Wi
1-2
153 24,521 ± 1,139 0,542 0,078 11,263
9,021
3
128 29,383 ± 1,263 0,627 0,063 16,094 10,808
4
118 28,967 ± 1,346 0,600 0,057 15,549 10,657
5
266 25,302 ± 0,944 0,610 0,075 13,402
1-2
153
3
128 23,889 ± 0,665 4,525 0,116 18,554 11,945
4
118 23,969 ± 0,709 4,637 0,088 20,263 11,985
5
266 21,157 ± 0,497 4,211 0,107 17,090 10,579
9,308
21,397 ± 0,600 3,841 0,152 15,304 10,699
* = P<0.05
22
Umur beranak domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah UBG1-2 = 24.521*exp (-exp (0.542-0.078t)), UBG3 = 29.383*exp (-exp (0.627-0.063t)), UBG4 = 28.967*exp (-exp (0.600-0.057t)) dan UBG5 = 25.302*exp (-exp (0.610-0.075t))
.
Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah UBL1-2 = 21.397 / (1+3.841*exp (-0.152t)), UBL3 = 23.889 / (1+4.525 *exp (-0.116t)), UBL4 = 23.969 / (1+4.637 *exp (0.088t)) dan UBL5 = 21.157/ (1+4.211 *exp (-0.107t)). Rataan umur beranak pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic. Dimana rataan semakin meningkat pada umur beranak setelah dua tahun dan menurun kembali ketika induk umur beranak ke lima tahun. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Suparyanto (1999) dimana bobot dewasa (asimtot) dini pada domba komposit dengan menggunakan model Gompertz maupun Logistic yaitu pada umur 2-3 tahun dan mencapai bobot asimtot yang konstan setelah mencapai umur 4-5 tahun. Begitu juga dengan hasil yang didapat oleh Nafiu (2003) pada domba Priangan dan persilangannya dimana bobot sapih meningkat sejalan dengan meningkatnya paritas induk hingga paritas empat, dan kemudian menurun untuk paritas selanjutnya. Jika dihubungkan antara umur induk saat beranak dengan bobot lahir pada anak, maka Black (1983) menjelaskan bahwa umur induk mempengaruhi bobot lahir pada anak, induk domba muda menghasilkan bobot lahir anak yang lebih ringan dibandingkan dengan induk yang lebih tua. Domba dara juga akan menghasilkan bobot lahir anak yang lebih rendah jika dibandingkan pada induk yang telah melahirkan beberapa kali. Rataan bobot pubertas pada kurva pertumbuhan non linier baik pada model Gompertz maupun Logistic berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Dimana rataan pubertas pada model Logistic memperlihatka angka yang lebih tinggi dari pada model Gompertz. Rataan bobot pubertas domba BC maupun K pada model Gompertz berada pada kisaran 11,26-16,09 kg diumur 9,02-10,81 minggu atau 2,2-2,7 bulan sedangkan model Logistic berada pada kisaran 15,30-20,26 kg diumur 10,58-11,99 minggu atau 2,7-3,1 bulan. Walaupun pubertas dicapai lebih dini, berdasarkan laporan Gatenby et al. (1997) domba betina yang dikawinkan pertama kali pada umur 10 bulan akan menghasilkan anak yang nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan yang dikawinkan pertama kali pada umur 13 bulan. 23
Tabel 4 pada pubertas memperlihatkan bahwa kelahiran pada tahun ketiga dan keempat mengalami peningkatan, hal ini dapat disebabkan telah telah optimalnya pertumbuhan domba pada alat reproduksi dalam kata lain ternak telah mencapai dewasa kelamin maupun dewasa tubuh. Suparyanto (1999) menyatakan bahwa pola pertumbuhan optimal rata-rata dicapai setelah ternak berumur 1,5 tahun dan pertumbuhan dianggap nol bila umur ternak telah mencapai umur lima tahun. Farid dan Fahmy (1996) memaparkan bahwa semakin dewasanya induk maka akan bertambah sempurnanya mekanisme hormonal organ reproduksi. Selain itu juga Doloksaribu (2005) memaparkan bahwa tingginya daya hidup anak pada paritas kedua dan ketiga dapat disebabkan karena semakin tingginya naluri keindukan yang dimiliki beranak beberapa kali. Naluri keindukan ini sangat berhubungan dengan tingkat kedewasaan tubuh induk. Jenis Kelamin Antar Genotip Hasil analisis jenis kelamin antar genotip pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz dan Logistik dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 19992005 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jenis Kelamin Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic. Model
Genotip Jenis Kelamin N
Gompertz
BC
K
Logistic
BC
K
*A ± s.e.
b
k
Ti*
Wi
Jantan
67
30,413 ± 1,695
0,654 0,068
16,406 11,188
Betina
86
21,346 ± 1,506
0,486 0,075
Jantan
243 28,010 ± 0,890
0,609 0,069
13,938 10,304
Betina
269 25,952 ± 0,855
0,604 0,070
14,683
Jantan
67
24,900 ± 0,892a 4,624 0,193 18,558 12,450
Betina
86
19,403 ± 0,793b 3,438 0,109 12,786
Jantan
243 23,801 ± 0,468a 4,523 0,112
18,214
11,901
Betina
269 21,068 ± 0,450b 4,447 0,102
18,158
10,534
8,688
7,853
9,547
9,702
* = P<0.05
24
Jenis kelamin domba BC dan M kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah BCJ = 30,413*exp (-exp (0,654-0,068t)), BCB = 21,346*exp (-exp (0,486-0,075t)), dan KJ = 28,010*exp (exp (0,609-0,069t)), KB = 25,952*exp (-exp (0,604-0,070t)). Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah BCJ = 24,900 / (1+4,624*exp (-0,193t)), BCB = 19,403 / (1+3,438*exp (-0,109t)) dan KJ = 23,801 / (1+4,523 *exp (-0,112t)), KB = 21,068 / (1+4,447 *exp (-0,102t)). Rataan jenis kelamin antar genotip jantan BC pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic sedangkan betina adalah sebaliknya. Secara umum dapat dilihat bahwa model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan model Logistic. Domba jantan BC tampil lebih unggul dari pada K, hal ini memperlihatkan bahwa potensi genotip Barbados Blackbelly memberikan sumbangan yang lebih baik dibandingkan domba lokal pada anak jantan domba hasil persilangannya (Barbados x Sumatera). Hal ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Setiadi dan Subandriyo (2007) bahwa domba jantan BC lebih unggul dari pada domba K pada kondisi lapang dengan nilai berturut-turut 39,0 dan 29,0 kg. Tetapi sebaliknya diperlihatkan pada domba betina, dimana genotip K lebih tinggi dari pada BC. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan Subandriyo et al. (2000) dimana didapati bahwa bobot domba betina dewasa genotip K memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dari BC pada kondisi stasiun percobaan Balitnak dengan nilai berturut-turut 30,2±4,87 dan 29,3±4,02 kg. Rataan bobot pubertas pada kurva pertumbuhan non linier baik pada model Gompertz maupun Logistic berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Rataan pubertas pada jantan lebih tinggi dari pada betina. Dimana pada model Logistic memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Gompertz. Pada model Gompert domba BC jantan dan betina masing-masing sebesar 16,41 kg diumur 11,19 minggu atau 2,8 bulan dan 8,69 kg diumur 7,85 minggu atau 2 bulan serta domba K jantan dan betina masing-masing sebesar 13,94 kg diumur 10,30 minggu atau 2,6 bulan
25
dan 14,68 kg diumur 9,55 minggu atau 2,4 bulan. Sedangkan pada model Logistic domba BC jantan dan betina berada pada kisaran masing-masing sebesar 18,56 kg diumur 12,45 minggu atau 3,1 bulan dan 12,79 kg dimur 9,70 minggu atau 2,4 bulan serta domba K jantan dan betina berada pada kisaran masing-masing sebesar 18,21 kg diumur 11,90 minggu atau 3 bulan dan 18,16 kg diumur 10,53 minggu atau 2,6 bulan. Hasil pada model Logistic ini lebih dini dan tinggi dari bobot pubertas yang pernah dilaporkan oleh Subandriyo et al. (2000) dimana domba K jantan mengalami pubertas pada umur 205,7 hari dengan bobot hidup 17,39 kg pada kondisi lapang. Tipe Kelahiran Antar Genotip Hasil analisis tipe kelahiran antar genotip pada domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz dan Logistik dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 19992005 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Tipe Kelahiran Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic. Model Gompertz
Genotip Tipe Kelahiran BC
K
Logistic
BC
K
N
A ± s.e.
b
k
Ti
Wi
Tunggal
62
23,994 ± 1,766
0,475 0,085
8,776
8,827
Kembar
91
26,217 ± 1,479
0,617 0,064 14,976
9,645
Tunggal
233 28,053 ± 0,903
Kembar
279
0,553 0,070 12,957 10,320
25,991 ± 0,867 0,651 0,069 15,476
9,562
Tunggal
62 21,995 ± 0,929 3,443 0,120 11,619 10,998
Kembar
91
21,684 ± 0,779
4,308 0,163 17,831 10,842
Tunggal
233 23,898 ± 0,475
4,974 0,100 17,045 11,949
Kembar
279 21,801 ± 0,451
4,907 0,112 19,137 10,542
26
Tipe kelahiran domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah BCT = 23,994*exp (-exp (0,475-0,085t)), BCK = 26,217*exp (-exp (0,617-0,064t)), dan KT = 28,053*exp (-exp (0,553-0,070t)), KK = 25,991*exp (-exp (0,651-0,069t)). Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah BCT = 21,995 / (1+3,443*exp (-0,120t)), BCK = 21,684 / (1+4,308*exp (-0,163t)) dan KT = 23,898 / (1+4,974*exp (-0,100t)), KK = 21,801/ (1+4,907*exp (-0,112t)). Rataan tipe kelahiran antar genotip pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic. Genotip K memperlihatkan bobot yang lebih tinggi dari genotip BC. Tipe kelahiran tunggal pada genotip K lebih baik dari pada tipe kelahiran kembar, sedangkan genotip BC pada model Gompertz tipe kelahiran kembar lebih tinggi dari kelahiran tunggal tetapi pada model Logistik menunjukkan sebaliknya. Darmana (2000) melaporkan bahwa domba K menghasilkan persentase kelahiran kembar lebih tinggi dari pada kelahiran tunggal yaitu 45,23% pada kelahiran tunggal, 45,23% pada kelahiran kembar dua dan 9,52% pada kelahiran kembar lebih dari dua. Sedangkan pada domba BC persentase kelahiran tunggal lebih tinggi dari pada kelahiran kembar yaitu masing-masing sebesar 64,30% dan 35,70%. Walaupun demikian baik pada model Gompertz maupun Logistic untuk tipe kelahiran antar genotip menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Ini berarti bahwa berdasarkan genotipnya tipe kelahiran secara umum dari tahun 1999-2005 pada genotip BC dan K adalah sama. Rataan bobot pubertas pada model Logistic memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model Gompertz. Secara keseluruhan rataan pubertas pada domba K memperlihatkan keunggulan dari pada domba BC. Dimana rataan pubertas pada domba K baik pada kelahiran tunggal maupun kembar berada pada kisaran 12,96-19,14 kg sedangkan domba BC dengan kisaran 8,78-15,48 kg. Rataan bobot pubertas pada kurva pertumbuhan non linier baik pada model Gompertz maupun Logistic berdasarkan hasil analisis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa bobot
27
pubertas baik untuk tipe kelahiran tunggal maupun kembar pada domba BC maupun K adalah sama.
Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Heritabilitas Heritabilitas hanya dapat dipakai dalam melaksanakan seleksi, atau menerangkan keragaman yang terdapat dalam suatu sifat tertentu dalam populasi. Heritabilitas yang kecil tidak berarti bahwa sifat tersebut kurang dipengaruhi aksi gen (Martojo 1997). Pendugaan heritabilitas pada domba Komposit Sumatera kelahiran tahun 1999 – 2005 dengan pejantan sebanyak 311 ekor dan menggunakan model Gompertz, dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini. Tabel 7. Heritabilitas Pejantan domba Komposit kelahiran tahun 1999-2005 menggunakan model Gompertz dengan berbagai parameter. Parameter
h2 ± s.e
AG BG KG TIG WIG BL BS BSS
0,28 ± 1.92 0,14 ± 0,01 0,30 ± 0,00 0,19 ± 1,23 0,28 ± 0,71 0,05 ± 0,03 0,12 ± 0,25 0,00 ± 0,24
Keterangan: AG = Bobot dewasa Gompertz BG = Konstanta integral Gopertz KG = Laju pertumbuhan Gompertz TIG = Titik infleksi Gompertz WIG = Waktu Infleksi Gompertz BL = Bobot lahir BS = Bobot sapih BSS = Bobot setelah sapih
Berdasarkan hasil analisis pendugaan heritabilitas parameter AG, KG, dan WIG berturut-turut adalah 0,28, 0,30, 0,28 termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan untuk heritabilitas unutk parameter BG, TIG, BL, BS dan BSS berturut-turut adalah 0,14, 0,19, 28
0,05, 0,12 dan 0,0 teramasuk dalam kategori rendah. Noor (2008) menyatakan bahwa nilai heritabilitas suatu sifat rendah jika berada pada kisaran 0-0,20, kategori sedang pada kisaran 0,2-0,4 dan tinggi untuk nilai lebih dari 0,4. Jika nilai heritabilitas rendah maka seleksi fenotipik menjadi kurang efektif sehingga seleksi dilakukan dengan cara memanfaatkan informasi kerabat. Heritabilitas bobot lahir pada penelitian ini lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Inounu (2007) terhadap domba Garut, dimana heritabilitas bobot lahir berkisar 0,34 – 0,60. Sedangkan bobot sapih pada penelitian ini masih sejalan dengan yang dilaporkan oleh Inounu (2007) yaitu dimana heritabilitas bobot sapih pada domba Garut berada pada kisaran 0,04 – 0,74. Sedangkan heritabilitas bobot setelah sapih berdasarkan Tabel 7, memperlihatkan angka 0. hal ini berarti bahwa bobot anak domba setelah sapih lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan, seperti asupan pakan pada domba. Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa suatu sifat dengan heritabilitas nol yaitu sifat dimana semua keragaman disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Sebaliknya heritabilitas dengan nilai satu akan menunjukkan suatu sifat kuantitatif dimana semua keragaman disebabkan oleh genetik. Nilai Pemuliaan Nilai pemuliaan seekor hewan dapat digunakan sebagai dasar seleksi, kemudian diperingkat menurut besar nilainya dan akhirnya seleksi dilakukan atas dasar peringkat nilai tersebut. Pejantan dengan nilai pemuliaan tinggi diatas rataaan populasi merupakan pejantan yang baik untuk dipilih dan digunakan sebagai pejantan unggul (Martojo 1997). Nilai Pemuliaan Bobot Lahir Pendugaan nilai pemuliaan bobot lahir dari yang tertinggi hingga yang terendah sebanyak 16 ekor pada domba genotip Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) kelahiran tahun 1999 – 2005 dari total pejantan sebanyak 311 ekor dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.
29
Tabel 8. Nilai Pemuliaan Bobot Lahir dari Tertinggi hingga Terendah pada domba genotip Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) kelahiran tahun 1999 – 2005. Genotip BC Pejantan 10029 10134 40113 00079 10040 10055 50010 50001 00136 50031 10077 90160 00130 10063 20231 30009
K
Nilai Pemuliaan 2,625 2,625 2,575 2,545 2,545 2,545 2,545 2,540 2,530 2,525 2,525 2,525 2,525 2,525 2,525 2,525
Pejantan
Nilai Pemuliaan
20227 90184 40072 10133 40083 00144 90148 90110 20111 20120 20178 90042 90061 90077 90186 00007
2,575 2,565 2,565 2,565 2,565 2,555 2,550 2,550 2,550 2,550 2,550 2,545 2,545 2,545 2,545 2,545
Berdasarkan hasil analisis nilai pemuliaan bobot lahir pada genotip BC berada pada kisaran +0,125 hingga +0,025. Dari kesemua pejantan, nilai pemuliaan tertinggi terdapat pada domba genotip BC, namun hanya dimiliki oleh beberapa pejantan saja yaitu pejantan 10029, 10134, dan 40113. Urutan keempat hingga ketujuh memiliki nilai yang setara dengan nilai terendah dari pejantan K, yaitu pejantan dengan nomor identitas 00079, 10040, 10055, dan 50010. Pejantan sisanya memiliki nilai pemuliaan yang lebih rendah dari nilai pemuliaan terendah pada pejantan K, walaupun demikian masih tetap
30
berada diatas nilai rataan populasi yaitu 2,50. Sedangkan pada pejantan domba genotip K memiliki nilai pemuliaan pada kisaran +0,075 hingga +0,045 dari nilai rataan populasi. Nilai Pemuliaan Bobot Sapih Pendugaan nilai pemuliaan bobot sapih dari yang tertinggi hingga yang terendah sebanyak 16 ekor pada domba genotip Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) kelahiran tahun 1999 – 2005 dari total pejantan sebanyak 311 ekor dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini. Tabel 9. Nilai Pemuliaan Bobot Sapih dari Tertinggi hingga Terendah pada domba genotip Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) kelahiran tahun 1999 – 2005. Genotip BC
K
Pejantan
Nilai Pemuliaan
Pejantan
50001 50008 50031 50010 00103 50100 00079 20122 20108 00086 00130 10134 40068 40067 40104 30191
12,764 12,092 12,044 11,828 11,780 11,732 11,660 11,660 11,648 11,612 11,612 11,612 11,612 11,588 11,588 11,564
90184 20120 90167 10105 50005 00007 40118 00124 50002 50022 30003 00053 10153 90110 90136 90179
Nilai Pemuliaan 12,092 12,080 12,020 11,972 11,780 11,744 11,732 11,720 11,708 11,708 11,696 11,684 11,684 11,672 11,672 11,660
Berdasarkan hasil analisis nilai pemuliaan bobot sapih pada genotip BC berada pada kisaran +0,404 hingga +0,104. Dari kesemua pejantan, nilai pemuliaan tertinggi
31
terdapat pada domba genotip BC, namun hanya dimiliki oleh satu pejantan saja yaitu dengan nomor identitas 50001. Urutan kedua hingga kede memlapan memiliki nilai yang lebih tinggi atau setara dengan nilai terendah dari pejantan K, yaitu pejantan dengan nomor identitas 50008, 50031, 50010, 00103, 50100, 00079, dan 20122. Pejantan sisanya memiliki nilai pemuliaan yang lebih rendah dari nilai pemuliaan terendah pada pejantan K. Pada pejantan domba genotip K memiliki nilai pemuliaan pada kisaran +0,246 hingga +0,128 dari nilai rataan populasi.
32
DAFTAR PUSTAKA Aranggo JA dan VanVleck LD. 2002. Size off beef cows: early ideas, new developments. Genet. Mol.Res.1(1): 51-63. Asmarasari SA, Hasanatun H, Tiesnamurti B. 2006. Evaluasi pertumbuhan dan reproduksi domba jantan St. Croix. Bogor: Puslitbangnak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bourdon RM. 1997. Understanding Animal Breeding. Prentice Hall, Inc. New Jersey: Upper Suddle River. Black JL. 1983. Growth and Development of Lambs: in Sheep Production, Edited by W. Haresigd. London: Butterworths. Brody S. 1945. Bioenergetics anf Growth. http://staf.unud.ac.id/~sampurna/wpcontent/uploads/2008/05/tumbuh-kembang-ternak.doc [ Mei 2008]. Brown JE, Fitzhugh JrHA dan Cartwright TC. 1976. A comparison of non linear models for describing weight-age relationship off cattle. J. Anim. Sci. 42:810-811. Darmana D. 2000. Pertumbuhan dan ukuran tubuh anak domba hasil persilangan antara domba Sumatera dengan Barbados Blackbelly dan St. Croix pada periode pra-sapih [ Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Devendra C dan Burn M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan IDK Harya Putra. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Doloksaribu M, Elieser S, Mahmilia F dan Pamungkas FA. 2005. Produktivitas kambing Kacang pada kondisi di kandangkan: bobot lahit, bobot sapih, jumlah anak sekelahiran dan daya hidup anak prasapih. Bogor: Puslitbangnak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Dudi. 2003. Pendugaan nilai pemuliaan bobot badan prasapih domba periangan yang menggunakan model direct addititive genetic effect, maternal genetic effect dan lingkungan bersama serta model catatan berulang [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Elieser S, Doloksaribu M, Mahmilia F dan Pamungkas FA. 2006. Produktivitas kambing hasil persilangan Kacang dengan pejantan Boer (bobot lahir, bobot sapih dan mortalitas). Bogor: Puslitbangnak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Farid AH dan Fahmy MH. 1996. The East Friesian and other European Breeds in Prolific Sheep. CAB International.
33
Fera M dan A Tarigan. 2004. Karakteristik morfologi dan performans kambing Kacang, Kambing Boer dan persilangannya. Bogor. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong : 85-91. Fitzhugh JrHA. 1976. Analysis of growth curves and strategies for altering their shape. J. Anim. Sci. 42(4): 1036-1051. Gunawan B, Kinarjadi D, Matjik AA dan Komarudin. 1992. Pendugaan model fungsi pertumbuhan anak domba sebelum penyapihan. in: Haryanto B, Sutama IK, Sudaryanto B dan Djajanegara A. (Eds). Domba dan Kambing untuk Kesejahteraan Masyarakat. Bogor: Kerajasama antara ISPI dan HPDKI Cabang Bogor. Prosiding Sarasehan Usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong Era PJPT II : 85-91. Gatenby RM, Bradford GE, Doloksaribu M, Romjali E, Pitono AD and Sakul H. 1997. Comparison of Sumatera sheep and three hair sheep crosbreds. II. Reproductive performance of F1 ewes. Small Ruminant Research 25: 161-167. Gille. 2004. Analisis of growth. Harjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: Grasindo. Inounu I, Subandriyo, Handiwirawan E dan Nafiu LO. 2007. Pendugaan nilai pemuliaan dan trend genetik domba Garut dan persilangannya. JITV 12(3): 225-241. Inounu I, Mauluddin D, Noor RR dan Subandriyo. 2007. Analisis kurva pertumbuhan domba Garut dan Persilangannya. JITV 12(4): 286-299. Inounu I, Iniquez LC, Bradford GE, Subandriyo, Triesnamurti B. 1993. Performance production of prolifik Javanese ewes. Small Ruminant Research 12:43-57. Ismail Z, Khamis A dan Jaafar MY. 2003. Fitting nonlinear gompertz curve to tobacco growth data. Pak. J. Agron. 2(4): 233-236. Iniguez L, Sanchez M and Ginting S. 1991. Productivity of Sumatera sheep in a system integrated with rabber plantation. Small Ruminant Research 12: 243-257. Lawrence TLJ, Fowler VR. 2002. Growth of Farm Animals. CABI Publishing. Martojo H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor: Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Mason IL. 1980. Tropical prolific sheep. Rome: FAO Animal Production and Health Paper No. 17.
34
Myers RH. 1990. Classical and Modern Regression with Application. Second Edition. Boston: PWS-KENT Publishing Company. Nafiu L. 2003. Evaluasi genetik domba priangan dan persilangannya dengan st. croix dan moulton charollais [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Noor RR. 2008. Genetika Ternak. Cetakan IV. Jakarta: Penebar Swadaya. Ptak E, Bieniek J and Jagusiak W. 1994. Comparison of growth curves of purebed and crossbred rabitts. In: Selection and Quantitative genetics; Growth Reproduction; Lactation; Fish; Fibre; Meat. Canada: University of Guelph. Proceeding of the 5th World Congress on Genetic Applied to Livestock Production: 201-204. Rahmat D, Dhalika T, Dudi. 2006. Evaluasi performa domba persilangan Barbados dengan domba Priangan sebagai sumber bibit unggul di Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.6(2). Rastogi R. 1996. The Barbados Blackbelly. In: Hair Sheep of Western Africa and the Americas. A Genetic resource for the Tropics. Edited by H.A. Fitzhugh dan G.E. Bradford. A Winrock International Study. Published by Westview Press / Boulder Corolado system. S. Afr. J. Anim. Sci. 11: 57 -68. Thomas dan Bradford. 1990. Evaluation of potential for hair sheep in integrated tree cropping and small ruminant production system in the humid tropics. In: Iniquez LC. and Sanchez MD (Eds). Integrated Tree Crooping and Small Ruminant Production System. Proc.of a Workshop on Research Methodologies. Medan. Tiesnamurti B. 2002. Kajian genetik terhadap induk domba periangan peridi ditinjau dari aspek kuantitatif dan molekuler [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Triyantini, Subandriyo, Setiyanto H dan Mulyadi. 2005. Tampilan karakteristik komponen karkas dari beberapa genotipa domba Komposit Sumatera. Bogor: Puslitbangnak. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Setiadi B dan Subandriyo. 2007. Produktivitas domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada kondisi lapang. JITV 12(4): 306-310. Subandriyo, Setiadi B, Rangkuti M, Romjali E, Diwyanto K, Doloksaribu M, Batubara L, Romjali E, Elieser S, Hadiwirawan E. 1998. Performa domba Komposit hasil persilangan antara domba lokal Sumatera dengan domba Rambut. JITV 3(2): 78-86. Subandriyo, Setiadi B, Rangkuti M, Diwyanto K, Hadiwirawan E, Romjali E, Doloksaribu M, Elieser S, Batubara L. 1996. Pemuliaan Bangsa Domba Sintetis Hasil Persilangan antara Domba Lokal Sumatera dengan Domba Bulu. Bogor: Pusat
35
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Subandriyo, Setiadi B, Hadiwirawan E, Romjali E. 2000. Performa domba Komposit hasil persilangan antara domba lokal Sumatera dengan domba Rambut pada kondisi dikandangkan. JITV 5(2): 73-83. Subandriyo, Setiadi B. 2009. Pertumbuhan genotipa Komposit hasil persilangan antara domba lokal Sumatera, St. Croix dan Barbados Blackbelly. Semarang: Pascasarjana Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Pros. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. [20 Mei 2009]. Suparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Suparyanto A. 1999. Analisis kurva pertumbuhan Von bertalanffy, Logistic, dan Gompertz pada domba St. Croix (H), Sumatera (S), St. Croix X Sumatera (HS), Barbados Blackbelly X Sumatera (BC) dan Komposit (K) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Wahyu P, Anggraeni YN, Dikman DM. 2009. Nilai pemuliaan (breeding value) pejantan sapi PO atas dasar penampilan anaknya di kandang loka penelitian sapi potong Grati Pasuruan. Semarang: Pascasarjana Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Pros. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. [20 Mei 2009]. Warris PD. 2000. Meat Science an Introductory Text. London: CABI Publishing. Warwick EJ, Astuti JM dan Harjosubroto W. 1990. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press. Van Vleck LD. 1983. Notes on The Theory and Application of Selection Principles for The Genetic Improvement of Animals. Department of Animal Science. New York. Cornell University. Vera RR. 1991. Growth and conception in continously underfed Brahman heifers. Anim. Prod. 53: 45-50.
36
LAMPIRAN
Tabel 1 Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter bobot dewasa (A) Level of N GANK BC M
153 512
--------AG-------Mean Std Dev
--------AL--------Mean Std Dev
25.32 26.93
21.81 22.36
6.85 7.75
12.42 14.37
SEX 1 2
355 310
24.82 28.53
14.32 13.28
20.66 24.04
6.96 7.81
1 2
295 370
27.20 26.05
12.45 15.05
23.50 21.23
7.26 7.64
153 128 118 266
24.52 29.38 28.97 25.30
11.99 14.31 12.77 14.99
21.40 23.89 23.97 21.16
6.78 7.38 7.07 8.02
GANK * SEX BC 1 86 BC 2 67 M 1 269 M 2 243
21.35 30.41 25.95 28.01
9.18 14.14 15.45 13.02
19.40 24.90 21.07 23.80
5.16 7.52 7.40 7.89
GANK * TK BC 1 62 BC 2 91 M 1 233 M 2 279
23.99 26.22 28.05 25.99
9.83 13.90 12.94 15.43
21.99 21.68 23.90 21.08
6.37 7.19 7.44 7.79
TK
UBERTH 1 2 3 4
Keterangan: AG AL
Std Dev GANK BC M SEX TK UBERTH GANK * SEX GANK * TK
= = = = = = = = =
A Gompertz A Logistic Standar Deviasi Genotip Anak
Barbados cross
Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina 2 = jantan Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima = Interaksi antara genotip anak dan jenis kelamin = Interaksi antara genotip anak dan tingkat kelahiran
47
Tabel 2 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K)
GANK BC M
GANK BC M Keterangan: AG AL GANK BC M
AG LSMEAN
Error
26.50 27.43
1.16 0.63
AL LSMEAN
Error
22.74 22.80
0.61 0.33
= = = = =
Pr > |t| 0.0001 0.0001 Pr > |t| 0.0001 0.0001
Pr > |t| 0.4699
Pr > |t| 0.9329
A Gompertz A Logistic Genotip Anak Barbados Blackbelly Komposit
Tabel 3 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter jenis kelamin SEX 1 2 SEX 1 2 Keterangan: AG LSMEAN AL LSMEAN SEX
AG LSMEAN
Error
24.24 29.70
0.87 0.96
AL LSMEAN
Error
20.77 24.77
0.46 0.51
Pr > |t| 0.0001 0.0001 Pr > |t| 0.0001 0.0001
Pr > |t| 0.0001
Pr > |t| 0.0001
= LS Mean untuk A Gompertz = LS Mean untuk A Logistic = Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
48
Tabel 4 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter tingkat kelahiran TK
AG LSMEAN
Error
1 2
26.86 27.07
0.99 0.87
TK
AL LSMEAN
Error
1 2
23.48 22.07
0.52 0.46
Keterangan: AG LSMEAN AL LSMEAN TK
Pr > |t| 0.0001 0.0001 Pr > |t| 0.0001 0.0001
Pr > |t| 0.8758
Pr > |t| 0.0437
= LS Mean untuk A Gompertz = LS Mean untuk A Logistic = Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
Tabel 5 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter umur beranak UBERTH 1 2 3 4 UBERTH 1 2 3 4 Keterangan: AG LSMEAN AL LSMEAN UBERTH
AG LSMEAN
Error
Pr > |t|
24.42 29.18 28.97 25.27
1.14 1.26 1.35 0.94
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
AL LSMEAN
Error
Pr > |t|
21.23 23.85 24.41 21.59
0.60 0.66 0.71 0.50
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
= LS Mean untuk A Gompertz = LS Mean untuk A Logistic = Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima
49
Tabel 6 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada interaksi antara genotip anak dan jenis kelamin GANK BC BC M M GANK
SEX 1 2 1 2 SEX
BC BC M M
1 2 1 2
Keterangan: AG LSMEAN AL LSMEAN GANK BC M SEX
= = = = = =
AG LSMEAN
Error
Pr > |t|
22.01 30.98 26.47 28.40
1.51 1.70 0.86 0.89
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
AL LSMEAN
Error
Pr > |t|
20.02 25.46 21.53 24.08
0.79 0.89 0.45 0.47
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
LS Mean untuk A Gompertz LS Mean untuk A Logistic Genotip Anak Barbados cross Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
Tabel 7 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada interaksi antara genotip anak dan tingkat kelahiran GANK
TK
AG LSMEAN
Error
Pr > |t|
BC BC M M
1 2 1 2
25.30 27.70 28.42 26.44
1.772 1.48 0.90 0.857
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
GANK
TK
AL LSMEAN
Error
Pr > |t|
BC BC M M
1 2 1 2
22.82 22.66 24.12 21.48
0.93 0.78 0.48 0.45
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Keterangan: AG LSMEAN AL LSMEAN GANK BC M TK
= = = = = =
LS Mean untuk A Gompertz LS Mean untuk A Logistic Genotip Anak Barbados cross Komposit Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
50
Tabel 8 Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter nilai konstanta integrasi (b) Level of N
--------BG-------Mean Std Dev
-------BL--------Mean Std Dev
GANK BC M
153 512
0.56 0.61
0.23 0.25
3.96 4.48
1.62 2.53
SEX 1 2
355 310
0.58 0.62
0.25 0.254
4.20 4.54
2.27 2.46
TK 1 2
295 370
0.54 0.64
0.24 0.24
3.86 4.76
1.74 2.70
UBERTH 1 2 3 4
153 128 118 266
0.54 0.63 0.60 0.61
0.23 0.25 0.25 0.25
3.84 4.52 4.64 4.46
1.55 2.02 3.24 2.42
GANK * SEX BC 1 BC 2 M 1 M 2
86 67 269 243
0.49 0.65 0.60 0.61
0.20 0.24 0.26 0.25
3.44 4.62 4.45 4.52
1.27 1.78 2.46 2.62
GANK * TK BC 1 62 BC 2 91 M 1 233 M 2 279
0.48 0.62 0.55 0.65
0.22 0.22 0.25 0.25
3.44 4.31 3.98 4.91
1.48 1.63 1.79 2.96
Keterangan: BG BL
Std Dev GANK BC M SEX TK UBERTH GANK * SEX GANK * TK
= = = = = = = = =
B Gompertz B Logistic Standar Deviasi Genotip Anak
Barbados cross
Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina. 2 = jantan Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal. 2 = kembar Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima = Interaksi antara genotip anak dan jenis kelamin = Interaksi antara genotip anak dan tingkat kelahiran
51
Tabel 9 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) GANK
BG LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.56 0.60
0.02 0.01
0.0001 0.0001
0.0637
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.196 0.11
0.0001 0.0001
0.0446
BC M GANK
BL LSMEAN
BC M Keterangan: BG LSMEAN BL LSMEAN GANK BC M
4.02 4.45 = = = = =
LS Mean B Gompertz LS Mean B Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit
Tabel 10 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter jenis kelamin SEX
BG LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
1 2
0.54 0.63
0.02 0.02
0.0001 0.0001
0.0001
SEX
BL LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
3.90 4.57
0.15 0.16
0.0001 0.0001
0.0016
1 2 Keterangan: BG LSMEAN BL LSMEAN SEX
= LS Mean B Gompertz = LS Mean B Logistic = Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
52
Tabel 11 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter tingkat kelahiran TK
BG LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
1 2
0.52 0.64
0.02 0.02
0.0001 0.0001
0.0001
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.17 0.15
0.0001 0.0001
0.0001
TK
BL LSMEAN
1 2
3.81 4.66
Keterangan: BG LSMEAN BL LSMEAN TK
= LS Mean B Gompertz = LS Mean B Logistic = Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
Tabel 12 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter umur beranak UBERTH
BG LSMEAN
Error
Pr > |t|
1 2 3 4
0.55 0.62 0.58 0.58
0.02 0.02 0.02 0.02
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
UBERTH
BL LSMEAN
Error
Pr > |t|
1 2 3 4
3.89 4.43 4.41 4.21
0.19 0.21 0.23 0.16
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Keterangan: BG LSMEAN BL LSMEAN UBERTH
= LS Mean B Gompertz = LS Mean B Logistic = Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima
53
Tabel 13 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin GANK
SEX
BG LSMEAN
Error
Pr > |t|
1 2 1 2
0.48 0.64 0.60 0.61
0.03 0.03 0.01 0.02
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
SEX
BL LSMEAN
Error
Pr > |t|
BC BC M M
1 2 1 2
3.43 4.60 4.37 4.54
0.25 0.29 0.14 0.15
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Keterangan: BG LSMEAN BL LSMEAN GANK BC M SEX
= = = = = =
BC BC M M GANK
LS Mean B Gompertz LS Mean B Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
Tabel 14 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada interaksi genotip anak dan tingkat kelahiran GANK
TK
BC BC M M
1 2 1 2
GANK
TK
BC BC M M
1 2 1 2
Keterangan: BG LSMEAN BL LSMEAN GANK BC M TK
= = = = = =
BG LSMEAN
Error
Pr > |t|
0.49 0.63 0.55 0.65
0.03 0.03 0.02 0.01
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
BL LSMEAN
Error
Pr > |t|
0.30 0.25 0.15 0.14
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
3.62 4.42 4.00 4.91 LS Mean B Gompertz LS Mean B Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
54
Tabel 15 Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter laju pertumbuhan (k) Level of N
-------KG--------Mean Std Dev
---------KL------Mean Std Dev
GANK BC M
153 512
0.07 0.07
0.04 0.06
0.15 0.11
0.49 0.13
SEX 1 2
355 310
0.07 0.07
0.05 0.05
0.10 0.13
0.05 0.37
TK 1 2
295 370
0.07 0.07
0.05 0.05
0.10 0.12
0.05 0.34
UBERTH 1 2 3 4
153 128 118 266
0.08 0.06 0.06 0.07
0.05 0.04 0.03 0.07
0.15 0.12 0.09 0.11
0.49 0.23 0.04 0.06
GANK * SEX BC 1 BC 2 M 1 M 2
86 67 269 243
0.08 0.07 0.07 0.07
0.04 0.05 0.06 0.05
0.11 0.19 0.10 0.11
0.05 0.73 0.05 0.17
GANK * TK BC 1 BC 2 M 1 M 2
62 91 233 279
0.08 0.06 0.07 0.07
0.04 0.04 0.06 0.06
0.12 0.16 0.10 0.11
0.05 0.63 0.05 0.16
Keterangan: KG LSMEAN KL LSMEAN
Std Dev GANK BC M SEX TK UBERTH GANK * SEX GANK * TK
= = = = = = = = =
LS Mean K Gompertz LS Mean K Logistic Standar Deviasi Genotip Anak
Barbados cross
Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina. 2 = jantan Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal. 2 = kembar Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima = Interaksi antara genotip anak dan jenis kelamin = Interaksi antara genotip anak dan tingkat kelahiran
55
Tabel 16 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) GANK
KG LSMEAN
BC M GANK
0.07 0.07 KL LSMEAN
BC M Keterangan: KG LSMEAN KL LSMEAN GANK BC M
0.14 0.11 = = = = =
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.004 0.002
0.0001 0.0001
0.6592
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.022 0.012
0.0001 0.0001
0.1768
LS Mean K Gompertz LS Mean K Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit
Tabel 17 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter jenis kelamin SEX
KG LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
1 2
0.07 0.07
0.003 0.004
0.0001 0.0001
0.3546
SEX
KL LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.10 0.15
0.016 0.018
0.0001 0.0001
0.0491
1 2 Keterangan: KG LSMEAN KL LSMEAN SEX
= LS Mean K Gompertz = LS Mean K Logistic = Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
56
Tabel 18 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter tipe kelahiran TK
KG LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.07 0.06
0.004 0.003
0.0001 0.0001
0.0234
TK
KL LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
1 2
0.10 0.15
0.019 0.017
0.0001 0.0001
0.1021
1 2
Keterangan: KG LSMEAN KL LSMEAN TK
= LS Mean K Gompertz = LS Mean K Logistic = Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
Tabel 19 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter umur beranak UBERTH 1 2 3 4 UBERTH 1 2 3 4 Keterangan: KG LSMEAN KL LSMEAN UBERTH
KG LSMEAN 0.08 0.06 0.06 0.08 KL LSMEAN 0.16 0.13 0.10 0.11
Error
Pr > |t|
0.004 0.005 0.005 0.004
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Error
Pr > |t|
0.021 0.024 0.025 0.018
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
= LS Mean K Gompertz = LS Mean K Logistic = Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima
57
Tabel 20 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin GANK SEX BC BC M M
1 2 1 2
GANK SEX BC BC M M
1 2 1 2
Keterangan: KG LSMEAN KL LSMEAN GANK BC M SEX
= = = = = =
KG LSMEAN
Error
Pr > |t|
0.074 0.067 0.069 0.067
0.006 0.007 0.003 0.003
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
KL LSMEAN
Error
Pr > |t|
0.099 0.184 0.104 0.113
0.028 0.032 0.016 0.017
0.0005 0.0001 0.0001 0.0001
LS Mean K Gompertz LS Mean K Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
Tabel 21 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran GANK TK BC BC M M
1 2 1 2
GANK TK BC BC M M
1 2 1 2
Keterangan: KG LSMEAN KL LSMEAN GANK BC M TK
= = = = = =
KG LSMEAN
Error
Pr > |t|
0.08 0.06 0.07 0.07
0.007 0.006 0.004 0.003
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
KL LSMEAN
Error
Pr > |t|
0.11 0.17 0.10 0.12
0.033 0.028 0.017 0.016
0.0008 0.0001 0.0001 0.0001
LS Mean K Gompertz LS Mean K Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
58
Tabel 22
Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter titik infleksi (Ti)
Level of N
---------TIG---------Mean Std Dev
--------TIL---------Mean Std Dev
GANK BC M
153 512
12.07 14.33
12.32 14.14
15.31 18.19
9.20 13.20
SEX 1 2
355 310
13.23 14.47
14.37 13.04
16.86 18.29
12.93 11.85
TK 1 2
295 370
11.87 15.35
12.42 14.58
15.90 18.82
11.60 12.96
UBERTH 1 2 3 4
153 128 118 266
11.26 16.09 15.55 13.40
12.33 14.99 13.62 13.79
15.30 18.55 20.26 17.09
12.83 11.03 14.12 11.86
GANK * SEX BC 1 BC 2 M 1 M 2
86 67 269 243
8.69 16.41 14.68 13.94
8.65 14.81 15.50 12.48
12.79 18.56 18.16 18.21
6.91 10.70 14.09 12.17
GANK * BC BC M M
62 91 233 279
7.80 14.98 12.96 15.48
7.58 14.01 13.22 14.79
11.62 17.83 17.05 19.14
6.76 9.81 12.34 13.83
TK 1 2 1 2
Keterangan: TIG LSMEAN TIL LSMEAN
Std Dev GANK BC M SEX TK UBERTH GANK * SEX GANK * TK
= = = = = = = = =
LS Mean Ti Gompertz LS Mean Ti Logistic Standar Deviasi Genotip Anak
Barbados cross
Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina. 2 = jantan Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal. 2 = kembar Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga,3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima = Interaksi antara genotip anak dan jenis kelamin = Interaksi antara genotip anak dan tingkat kelahiran
59
Tabel 23 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) GANK
TIG LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
1.14 0.62
0.0001 0.0001
0.1128
TIL LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
15.71 18.37
1.03 0.56
0.0001 0.0001
0.0218
BC M GANK
12.47 14.49
BC M Keterangan: TIG LSMEAN TIL LSMEAN GANK BC M
= = = = =
LS Mean Ti Gompertz LS Mean Ti Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit
Tabel 24 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter jenis kelamin SEX
TIG LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
1 2
11.70 15.26
0.86 0.95
0.0001 0.0001
0.0044
SEX
TIL LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.78 0.86
0.0001 0.0001
0.0077
1 2 Keterangan: TIG LSMEAN TIL LSMEAN SEX
15.53 18.55
= LS Mean Ti Gompertz = LS Mean Ti Logistic = Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
60
Tabel 25 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter tipe kelahiran TK 1 2 TK 1 2 Keterangan: TIG LSMEAN TIL LSMEAN TK
TIG LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
11.03 15.94
0.98 0.87
0.0001 0.0001
0.0002
TIL LSMEAN
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
14.96 19.12
0.89 0.78
0.0001 0.0001
0.0005
= LS Mean Ti Gompertz = LS Mean Ti Logistic = Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
Tabel 26 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter umur beranak UBERTH 1 2 3 4 UBERTH 1 2 3 4 Keterangan: TIG LSMEAN TIL LSMEAN UBERTH
TIG LSMEAN
Error
Pr > |t|
11.54 15.72 14.51 12.15
1.12 1.25 1.33 0.93
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
TIL LSMEAN
Error
Pr > |t|
15.33 17.94 19.11 15.79
1.02 1.13 1.20 0.84
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
= LS Mean Ti Gompertz = LS Mean Ti Logistic = Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima
61
Tabel 27 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin GANK BC BC M M
SEX
TIG LSMEAN
1 2 1 2
8.65 16.28 14.74 14.25
GANK SEX BC M M
TIL LSMEAN
1 1 2
Keterangan: TIG LSMEAN TIL LSMEAN GANK BC M SEX
12.87 18.19 18.55 = = = = = =
Error
Pr > |t|
1.48 1.67 0.84 0.88
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Error
Pr > |t|
1.51 0.76 0.80
0.0001 0.0001 0.0001
LS Mean Ti Gompertz LS Mean Ti Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
Tabel 28 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran GANK TK BC BC M M
TIG LSMEAN
1 2 1 2
8.78 16.16 13.27 15.71
GANK TK BC BC M M
1 2 1 2
Keterangan: TIG LSMEAN TIL LSMEAN GANK BC M TK
TIL LSMEAN 12.56 18.87 17.37 19.38 = = = = = =
Error
Pr > |t|
1.74 1.46 0.89 0.84
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Error
Pr > |t|
1.58 1.32 0.81 0.77
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
LS Mean Ti Gompertz LS Mean Ti Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
62
Tabel 29 Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter waktu infleksi (Wi) Level of N
---------WIG-------Mean Std Dev
-------WIL----------Mean Std Dev
GANK BC M
153 512
9.31 9.91
4.57 5.29
10.91 11.18
3.43 3.88
SEX 1 2
355 310
9.14 10.50
5.27 4.89
10.33 12.02
3.48 3.91
TK 1 2
295 370
10.01 9.58
4.58 5.54
11.75 10.62
3.63 3.82
UBERTH 1 2 3 4
153 128 118 266
9.02 10.81 10.66 9.31
4.41 5.26 4.70 5.52
10.70 11.95 11.99 10.58
3.39 3.69 3.53 4.01
GANK * SEX BC 1 86 BC 2 67 M 1 269 M 2 243
7.85 11.19 9.55 10.30
3.38 5.20 5.69 4.79
9.70 12.45 10.53 11.90
2.58 3.76 3.70 3.95
GANK * TK BC 1 62 BC 2 91 M 1 233 M 2 279
8.83 9.65 10.32 9.56
3.62 5.11 4.76 5.68
10.99 10.84 11.95 10.54
3.19 3.59 3.72 3.90
Keterangan: WIG LSMEAN = LS Mean Wi Gompertz WIL LSMEAN = LS Mean Wi Logistic Std Dev = Standar Deviasi GANK = Genotip Anak BC = Barbados cross M = Komposit SEX = Jenis Kelamin; 1 = betina. 2 = jantan TK = Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal. 2 = kembar UBERTH = Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima GANK * SEX = Interaksi antara genotip anak dan jenis kelamin GANK * TK = Interaksi antara genotip anak dan tingkat kelahiran
63
Tabel 30 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter genotip anak Blackbelly Cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) GANK
WIG LSMEAN
BC M GANK
9.75 10.09 WIL LSMEAN
BC M Keterangan: WIG LSMEAN WIL LSMEAN GANK BC M
11.37 11.40 = = = = =
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.43 0.23
0.0001 0.0001
0.4701
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.30 0.17
0.0001 0.0001
0.9329
LS Mean Ti Gompertz LS Mean Ti Logistic Genotip Anak
Barbados cross Komposit
Tabel 31 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter jenis kelamin SEX 1 2 SEX 1 2
WIG LSMEAN 8.92 10.92 WIL LSMEAN 10.39 12.39
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.32 0.36
0.0001 0.0001
0.0001
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.23 0.25
0.0001 0.0001
0.0001
Keterangan: WIG LSMEAN = LS Mean Ti Gompertz WIL LSMEAN = LS Mean Ti Logistic SEX = Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
64
Tabel 32 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter tipe kelahiran TK
WIG LSMEAN
1 2
9.88 9.96
TK
WIL LSMEAN
1 2
11.74 11.03
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.37 0.32
0.0001 0.0001
0.8755
Error
Pr > |t|
Pr > |t|
0.26 0.23
0.0001 0.0001
0.0437
Keterangan: WIG LSMEAN = LS Mean Ti Gompertz WIL LSMEAN = LS Mean Ti Logistic TK = Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
Tabel 33 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter umur beranak UBERTH 1 2 3 4 UBERTH 1 2 3 4
WIG LSMEAN 8.99 10.74 10.66 9.30 WIL LSMEAN 10.62 11.93 12.21 10.80
Error
Pr > |t|
0.42 0.47 0.50 0.35
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Error
Pr > |t|
0.30 0.33 0.35 0.25
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Keterangan: WIG LSMEAN = LS Mean Ti Gompertz WIL LSMEAN = LS Mean Ti Logistic UBERTH = Umur Beranak; 1 = beranak pada tahun pertama dan kedua, 2 = beranak pada tahun ketiga, 3 = beranak pada tahun keempat, 4 = beranak pada tahun kelima
65
Tabel 34 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin GANK SEX BC BC M M
WIG LSMEAN
1 2 1 2
8.10 11.40 9.74 10.45
GANK SEX BC BC M M
WIL LSMEAN
1 2 1 2
Keterangan: WIG LSMEAN WIL LSMEAN GANK BC M SEX
10.01 12.73 10.76 12.04 = = = = = =
Error
Pr > |t|
0.55 0.62 0.32 0.33
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Error
Pr > |t|
0.40 0.45 0.23 0.24
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
LS Mean Ti Gompertz LS Mean Ti Logistic Genotip Anak Barbados cross Komposit Jenis Kelamin; 1 = betina, 2 = jantan
Tabel 35 LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran GANK TK BC BC M M
WIG LSMEAN
1 2 1 2
GANK TK BC BC M M
1 2 1 2
Keterangan: WIG LSMEAN WIL LSMEAN GANK BC M TK
= = = = = =
Error
Pr > |t|
9.31 10.19 10.46 9.73
0.65 0.54 0.33 0.32
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
WIL LSMEAN
Error
Pr > |t|
11.42 11.33 12.06 10.74
0.47 0.39 0.24 0.24
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
LS Mean Ti Gompertz LS Mean Ti Logistic Genotip Anak Barbados cross Komposit Tingkat Kelahiran; 1 = tunggal, 2 = kembar
66