PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine Max (L.) Merr.) YANG DIBERI PUPUK PONSKA PADA TANAH SALIN WINARNO¹, NURDIN² DAN FAUZAN ZAKARIA³
JURUSAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO ABSTRAK WINARNO. 613 411 113: Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) Yang Diberi Pupuk Ponska Pada Tanah Salin Dibawah bimbingan Nurdin sebagai Pembimbing I dan Fauzan Zakaria sebagai Pembimbing II. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk ponska terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang diberi pupuk ponska pada tanah salin, serta untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan dan hasil taman kedelai yang diberi pupuk ponska pada tanah salin. Penelitaian dilakukan didesa imbodu kecamatan randangan kabupaten pohuwato sejak bulan mei 2013 samapa dengan bulan agustus 2013. Penelitian ini mengunakan rancangan acak kelompok yang terdiri dari lima perlakuan yaitu W0 tanpa perlakuan pupuk, W1 250kg, W2 500kg, W3 750 kg dan W4 1000kg masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehinga diperoleh 15 satuan percobaan. Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan berat polong. Data pada penelitian ini di analisis ANOVA mengunkan program SAS. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk ponska berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Sementara pada diameter batang dan berat polong berpengaruh nyata. Pemberian pupuk 500kg perhektar merupakan perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Kata Kunci : pupk, ponska, pertumbuhan, hasil, kedelai, salin. latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia sebagai salah satu sumber protein nabati.Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama yang menyehatkan karena mengandung protein tinggi dan memiliki kadar kolesterol yang rendah. Menurut Utomo (2010:137) pada beberapa tahun terakhir, produksi kedelai baru sekitar 600 sampai 700 ribu ton per tahun, sementara kebutuhan telah mencapai 2,0 juta ton. Produksi Nasional pada tahun 2009 baru mencapai 1,3 ton/ha dengan kisaran 0,6 sampai 2,0 ton/ha di tingkat petani yang berarti produksi kedelai masih lebih rendah dibandingkan permintaan bahkan di pasaran domestik. Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun baik sebagai bahan pangan utama, pakan ternak maupun sebagai bahan baku industri skala besar (pabrik) hingga skala kecil (rumah tangga).Rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahunnya ±2.300.000 ton. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai tersebut, produksi dalam negeri saat baru mampu memenuhi ±907.031 ton ( 41,22 %).Sedangkan Tahun 2011 baru mencapai 870.068 atau 37,85 % dari total kebutuhan, sehingga kekurangannya ambil dari impor (BPS RI, 2010). Besarnya impor tersebut, menyebabkan kehilangan devisa negara yang cukup besar dan sangat rentan terhadap Ketahanan Pangan Nasional. Rendahnya produksi kedelai di dalam negeri antara lain disebabkan masih rendahnya produktivitas, di tingkat petani rata-rata hanya mencapai 13,78 kw/ha, sedangkan
potensi produksi beberapa varietas unggul dapat mencapai 20,00-35,00 kw/ha (BPS RI, 2010), hal ini karena belum diterapkannya teknologi spesifik lokasi.Selain itu harga kedelai di tingkat petani yang berfluktuatif dan cenderung rendah merupakan penyebab utama berkurangnya minat petani menanam kedelai. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah mengoptimalkan potensi lahan sub optimal, diantaranya tanah salin (More, 1987:27). Tanah salin mempunyai kendala sifat fisik dan kimia tanah kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, tanah ini mengandung garam Na Cl tertentu dalam jumlah banyak sehingga menganggu pertumbuhan tanaman (Sunarto 2011:27). Tanah salin di wilayah Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato diduga karena: (a) evaforasi yang tinggi di daerah rawa atau di daerah pasang surut, (b) intrusi air laut karena peristiwa pasang surut, sebagaimana pernyataan Soepandie (1979:27). Oleh karena itu, dilakukan penelitian pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai pada tanah salin di Desa Imbodu Kecamatan Randangan yang diberi Pupuk Ponska. Hal ini untuk melihat toleransi tanaman kedelai yang dibudidayakan pada tanah salin. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini terdiri dari : a. Bagaimana pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang diberi pupuk ponska pada tanah salin. b. Perlakuan manakah yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk ponska terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. b. Mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Hipotesis Hipotesis dalam dalam penelitian ini : a. Diduga pemberian ponska pada tanah salin dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. b. Terdapat perlakuan terbaik pupuk ponska yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : a. Dapat menabah wawasan bagi penulis tentang pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang diberi pupuk ponska pada tanah salin. b. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah (instansi terkait) dan para petani tanaman kedelai.
c. Referensi ilmiah untuk pendidikkan khususnya Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo sebagai sektor pembangunan dibidang pertanian daerah Gorontalo.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telahdibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makinberkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abadke-19, menyebabkan tanaman kedalai juga ikut tersebar ke berbagainegara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia,India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejakabad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu diPulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulaupulaulainnya.Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakatibahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycinemax (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Classis : Dicotyledoneae Ordo : Rosales Familia : Papilionaceae Genus : Glycine Species : Glycine max (L.) Merill Beberapa faktor yang menyebabkan produksi kedelai rendah di Indonesia adalah bercocok tanam yang kurang intensif, mutu benih kurang baik, pemupukan kurang efektif dan efisien dan
pengolahan tanah yang kurang mendapat perhatian (Najiyati dan Danarti, 2000:137). Selain itu juga Menurut Simatupang et al. (2005;82) produksi kedelai di Indonesia pernah mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu sbanyak 1,87 juta ton. Namun setelah itu, produksi terus mengalami penurunan yaitu 0,672 juta ton pada tahun 2004. artinya dalam 11 tahun produksi kedelai merosot mencapai 64 %. Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, danmerupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam. Panjang akar tunggang ditentukan oleh berbagai faktor, seperti kekerasan tanah, populasi tanaman, varietas, dan sebagainya. Akar tunggang dapat mencapai kedalaman 200 cm, namun pada pertanaman tunggal dapat mencapai 250 cm. Kedelai yang tergolong tanaman leguminosa dicirikan oleh kemampuannya untuk membentuk bintil akar, yang salah satunya adalah oleh Rhizobium japonicum, yang mampu menambat nitrogen dan bermanfaat bagi tanaman. Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak. Menurut David et, al.(2011), benih dimasukkan ke dalam lubang sebanyak 2 biji kedelai ke dalam media kemudian ditutup tanah. Akar Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil. Menurut Andani dan Purbayanti (2004:142), menyatakan besarnya air dalam tanaman sebesar 70 - 90%. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air di dalam tanah. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang optimal, namun demikian, umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahan yang tidak terlalu dalam, sekitar 30-50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4 hari setelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak dengan pembentukan akar-akar muda yang lain. Batang dan Cabang Tanaman kedelai memiliki Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hipokotil dan dua keping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas kotiledon tersebut dinamakan epikotil. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang
tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate atau semiindeterminate. Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi oleh tipe tumbuh batang dan periode panjang penyinaran pada siang hari. Pada kondisi normal, jumlah buku berkisar 15-30 buah. Jumlah buku batang indeterminate umumnya lebih banyak dibandingkan batang determinate. Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan dari 250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah (Irawan, 2006). Daun Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan. Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Menurut Adisarwanto dan Widianto, (2006), unsur K (kalium),untuk memperkuat tubuh tanaman supaya tidak mudah rebah. Apabila tanaman kekurangan unsur K menunjukkan gejala jaringan mati pada pucuk terutama pada urat-urat daun dan terlihat jelas sekali pada pinggiran daun serta batang (Lingga, 2005). Apabilajaringan perkembangannya tidakbaik maka akan berpengaruh juga biji. Umumnya, daerah yang mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang mempunyai bentuk daun lebar. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190-320 buah/m2. Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai terhadap tinggi tanaman. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi 1 mm dan lebar 0,0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi, tergantung varietas, tetapi biasanya antara 320buah/mm2. Jumlah bulu pada varietas berbul lebat,dapat mencapai 34 kali lipat dari varietas yang berbulu normal. Contoh varietas yang berbulu lebat, yaitu IAC100. Sedangkan varietas yang berbulu jarang,yaitu: Wilis, Dieng, Anjasmoro, dan Mahameru. Lebat-tipisnya bulu pada daun kedelai berkait dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu. Bunga Berbunga dan berbuahnya tanaman sangat tergantung padapenyerapan unsur hara, sehingga apabila unsur hara yang terserap meningkat maka jumlah polong isiyang terbentuk lebih banyak,demikian juga sebaliknya apabilajumlah unsur hara yang terserap sedikit maka jumlah polong hampa meningkat. Kedelai mempunyai dua stadia tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadia vegetatif mulai dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai di Indonesia yang mempunyai panjang hari rata-rata sekitar 12 jam dan suhu udara yang tinggi (>30°C), sebagian besar mulai berbunga pada umur antara 5-7 minggu. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu.Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan
kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga. Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong yang cukup besar. Rontoknya bunga ini dapat terjadi pada setiap posisi buku pada 110 hari setelah mulai terbentuk bunga.Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Iklim Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dansubtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab.tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan.Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 derajat C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 2327 derajat C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C (Kanisius,1989:13). Tanah Agar faktor tanah mempunyai daya dukung yang baik untuk peningkatan produksi kedelai, maka perlu diadakan pemupukan. Pemupukan merupakan usaha meningkatkan kesuburan tanah dengan cara menambahkan unsur hara ke dalamnya (Suriatna, 2001:137). Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapiair tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratantumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam punkedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akanmenyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenistanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu: alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol.Pada tanahtanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyakpasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahanpupuk organik atau kompos dalam jumlah cukup.Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai. Kedelai yang ditanam pada tanah berkapur atau bekas ditanami padiakan lebih baik hasilnya, sebab tekstur tanahnya masih baik dan tidak perlu diberipemupukan awal. Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskanunsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Tanah berpasir dapat ditanami kedelai, asal air dan hara tanaman untukpertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi, sebaiknya diadakanperbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dantidak tergenang air waktu hujan besar. Untuk memperbaiki aerasi, bahan organiksangat penting artinya.Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium.
Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atauproses pembusukan) akan berjalan kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul. Budidaya Tanaman Kedelai Gorontalo merupakan salah satu daerah yang cocok untuk tanaman kedelai yang dapat tumbuh di berbagai agroekosistem denganjenis tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola tanam yang berbedasehingga kendala satu agroekosistem akan berbeda denganagroekosistem yang lain. Hal ini akan mengindikasikan adanya spesifikasicara bertanam kedelai. Oleh karena itu, langkahlangkah utama yangharus diperhatikan dalam bertanam kedelai yaitu pemilihan benih,persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan.Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai.Pada penanaman kedelai, biji atau benih ditanam secara langsung,sehingga apabila kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah populasi persatuan luas akan berkurang. Disamping itu, kedelai tidak dapatmembentuk anakan sehingga apabila benih tidak tumbuh, tidak dapatditutup oleh tanaman yang ada. Oleh karena itu, agar dapat memberikanhasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang sesuai dengankebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan memenuhistandar mutu benih yang baik. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalampemilihan varietas yaitu umur panen, ukuran dan warna biji, serta tingkatadaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang tinggi. A. Umur panen Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yangcocok dalam pola tanam pada agroekosistem yang ada. Hal inimenjadi penting untuk menghindari terjadinya pergeseran waktu tanam setelah kedelai dipanen. B. Ukuran dan warna biji Ukuran dan warna biji varietas yang ditanam harus sesuai denganpermintaan pasar di daerah sekitar sehingga setelah panen tidaksulit dalam menjual hasilnya. C. Bersifat aditif Menurut Irawan (2006). Untuk daerah sentra pertanaman tertentu, misalnya di tanah masam, hendaknya memilih varietas kedelai unggul yangmempunyai tingkat adaptasi tinggi terhadap tanah masam sehinggaakan diperoleh hasil optimal, contohnya varietas Tanggamus. Demikian pula bila kedelai ditanam di daerah banyak terdapat hamulat grayak maka pemilihan varietas tahan ulat grayak amat menguntungkan, contohnya varietas Ijen. Selain itu, varietas yangditanam tersebut harus sudah bersifat aditif dengan kondisi lahanyang akan ditanami sehingga tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Populasi Tanaman Populasi tanaman tergantung Jarak tanam, pada penanaman dengan membuat tugalan berkisar antara 20-40cm. Jarak tanam yang biasa dipakai adalah 30 x 20 cm, 25 x 25 cm, atau 20 x 20cm.Jarak tanam hendaknya teratur, agar tanaman memperoleh ruang tumbuh yangseragam dan mudah disiangi. Jarak tanam kedelaiberpengatuh pada jumlah populasi tanaman. Jarak tanam tergantung pada tingkatkesuburan tanah dan sifat tanaman yang bersangkutan. Pada tanah yang subur, jarak tanam lebih renggang, dan sebaliknya pada tanah tandus jarak tanam dapat dirapatkan (Kanisius 1989:15). Tanah Salin Tanah salin adalah tanah yang mengandung garam NaCl terlarut dalam jumlah banyak, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Larutan garam tanah biasanya tersusun dari ion
Na+, Ca++, Mg ++, Cl-, CO4-2dan CO3-2 (Donahue et al.1983:27), sehingga pengikatan NaCl akan menurunkan kadar Kalium (Suwarno, 1985:27).Pembukaan areal baru sering dihadapkan pada kendala kondisi fisik dan kimia tanah yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi kurang menguntungkan tersebut di antaranya adalah tanah berkadar garam tinggi atau salin (Moore, 1987:27). Luas tanah salin di Indonesia belum diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar sangat luas karena Indonesia terdiri dari pulau-pulau, diperkirakan luas tersebut mencapai 39.4 juta hektar (Sujana, 1991:27). Upaya untuk mengatas kondisi tanah salin dapat di tempuh melalui perakitan varietas kedelai yang toleran tanah salin atau mengadaptasikan varietas-varietas unggul yang sudah ada pada kondisi salin. Sebagai langkah awal memperoleh varietas yang toleran tanah salin perlu diuji berbagai galur clan varietas pada kondisi tanah salin. Menurut Sopandie (1979:27) kelebihan atau akumulasi garam dapat terjadi melalui: (a) adanya evaporasi yang tinggi dibeberapa daerah seperti rawa dan daerah pasang surut. Evaporasi ini mempercepat terjadinya pengendapan garam dipermukaan tanah dan perakaran, (b) intrusi air laut melalui sungai yang sering terjadi di daerah muara sebagai akibat naik turunnya air laut karena peristiwa pasang surut.Spesies-spesies tanaman mempunyai toleransiyang berbeda-beda terhadap kadar garam di dalam tanah, dan berakibat spesifik pula untuk masing-masing spesies (Donahue et al. 1983:27). METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Imbodu Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato. Waktu pelaksanaan penelitian ini selama 4 bulan, mulai bulan Mei sampai bulan Agustus 2013. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: polibag cangkul, meteran, timbangan digital, kamera,dan alat tulis menulis. Adapun bahan penelitian berupa contoh tanah yang berasal dari tanah salin. Selain itu, air untuk mengairi tanaman dan pupuk ponska. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Terdapat 5 perlakuan yang masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 15 satuan percobaan.Perlakuan pupuk ponska pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Taraf pemupukan ponska per hektar Perlakuan
Taraf pupuk (kg/ha)
W0 W1 W2 W3 W4
0 250 500 750 1000
Tahap pemupukan (g/ha) I (7 HST) II (35 HST) 0 0 125 125 250 250 375 375 500 500
Sementara untuk taraf pupuk per lubang tanam pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Taraf pemupukan ponska per lubang tanam Perlakuan
Taraf pupuk (kg/ha)
W0 W1 W2
0 250 500
Tahap pemupukan (g/LT) I (7 HST) II (35 HST) 0,00 0,00 0,63 0,63 1,25 1,25
W3 W4
750 1000
1,88 2,50
1,88 2,50
Keterangan: LT=lubang tanam; HST=hari setelah tanam. Prosedur Penelitian Prosedur dalam penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), Terdapat 5 perlakuan yang masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 15 satuan percobaan. Penelitian ini diawali dengan penentuan lokasi penelitian deskripsi profil tanah lokasi penelitian dan pengambilan sampel tanah masing - masing pada kedalaman 0-20 cm. Pengolahan lahan, meliputi pencampuran tanah di dalam polybag dan pembersihan gulma. Kegiatan penanaman dilaksanakan setelah media tanam sudah siap dalam polybag, pada setiap polybag dibuat dimasukan 2 biji benih kedelai dengan kedalaman 2 cm, setelah tanaman berumur 7 dan 35 hari setelah tanam (HST) diberikan pupuk ponska dengan dosis : W0 = tanpa pemberian pupuk ponska (0 g ponska/polybag) W1 = 0,63 g ponska/polybag W2 = 1,25 g ponska /polybag W3 = 1,88 g ponska /polybag W4 = 2,50 g ponska /polybag Pupuk ditempatkan 10 cm di samping kiri dan kanan lubang tanam.Salah satu metode tersebut dengan melakukan pemupukan tanaman kedelai melalui daun pada waktu yang berbeda yaitu pagi, siang atau sore hari (Novizan, 2002:3). Penyemprotan pupuk lewat daun tidak boleh dilakukan pada saat matahari terik tetapi dilakukan saat pagi hari untuk menghindari terbakarnya daun (Engelstad, 1983:3). Aplikasi pupuk melalui daun menggunakan pupuk cair yang mengandung unsur hara utama N, P dan K pada tanaman jagung, gandum, buncis dan kacang polong dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman serta kandungan protein biji (Novizan, 2002:3). Parameter Diamati Parameter penelitian yang akan diamati tersebut terdiri dari: 1. Tinggi tanaman (cm) Parameter ini dihitung per rumpun pada masing-masing perlakuan dengan cara mengukur tinggi tanaman mulai dari pangkal batas (batas dengan akar penyanga) sampai ujung daun yang ter panjang. Perlakuan ini dilakukan terhadap seluruh tanaman. 2. Jumlah Daun Dihitung setiap minggu dengan menghitung semua daun mulai dari daun unifoliet sampai daun yang sudah terbuka. Pengamatan jumlah daun tanaman dilakukan sebanyak empat kali yaitu umur 1,2,3,4 MST. 3. Diameter Batang Pengukuran Diameter batang dengan jangka sorong. 4. Berat Polong Parameter ini diukur dari berat polong seluruh sampel, diamati setelah panen, serta dinyatakan dalam satuan gram (g) Analisis Data Semua data yang diperoleh baik melalui perhitungan, pengukuran maupun penimbangan diolah dan dianalisis secara statistik. Penyajian data pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Selanjutnya, data hasil penelitian dianalisis menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Apabila terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf uji 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Pertumbuhan Tanaman a. Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam menujukan bahwa pemberian pupuk poska berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur I minggu setelah tanam (MST), II MST, III MST dan IV MST pada taraf uji BNT 5% (Tabel 3). Tinggi tanaman kedelai pada umur I MST dengan nilai tertinggi ditunjukkan pada taraf perlakuan 1000 kg/ha (W4) yaitu 27,63 cm atau meningkat 1,06 kali dari perlakuan 0 kg/ha (W0), dan berbeda nyata terhadap semua perlakuan yang diujicobakan. Selanjutnya pada pengamatan tinggi tanaman umur II MST dengan nilai tertinggi ditunjukkan pada perlakuan 1000 kg/ha (W4) yaitu 43,38 cm atau meningkat 1,14 kali lebih tinggi dari perlakuan 0 kg/ha dan berbeda nyata terhadap semua perlakuan yang diujicobakan. Tabel 3. Rataan Tinggi Tanaman dengan Pemupukan Ponska Tinggi Tanaman (cm) Pupuk Ponska (kg/ha) I MST II MST III MST IV MST 0 25,83ab 37,98a 50,13a 56,83a 250 22,90a 39,42ab 55,93ab 68,60ab 500 24,93ab 42,40bc 59,86b 71,03b 750 26,27ab 41,33ab 56,40ab 72,20b 1000 27,63b 43,38c 59,13b 75,73b BNT0,05 4.42 3,22 7,96 12,18 KK (%) 9,21 4,18 7,40 9,39 Superskrip yang sama pada kolom sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf BNT 0,05 tn=tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05
Hal serupa juga terjadi pada pengamatan tinggi tanaman umur III MST, dimana perlakuan 500 kg/ha (W2) mengalami peningkatan 1,19 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan 0 kg/ha (W0) dan berbeda nyata terhadap semua perlakuan yang diujicobakan. Selanjutnya, pemberian pupuk ponska pada pengamatan tinggi tanaman umur IV MST, perlakuan 500 kg/ha (W2) menunjukan nilai tertinggi dan meningkat 1,24 kali dari perlakuan 0 kg/ha (W0) serta berbeda nyata terhadap semua perlakuan yang diujicobakan. Dengan demikian, jika dilihat dari pertumbuhan minggu ke minggu maka perlakuan 500 kg/ha (W2) merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman. I MST
80
tinggi tanaman (cm)
56.83
60
IV MST
59.86
55.93
75.73
72.2
71.03
59.13
56.4
50.13
50
30
III MST
68.6
70
40
II MST
37.98 25.83
39.42
42.4
24.93
22.9
41.33
43.38 27.63
26.27
20 10 0
W0
W1
W2 Perlakuan
W3
W4
Gambar 1. Keragaan Tinggi Tanaman Setiap Minggu Setelah Tanam dengan Pemupukan Ponska b.
Jumlah Daun Hasil analisis sidik ragam menujukan bahwa pemberian pupuk poska berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur I minggu setelah tanam (MST), dan IV MST. Sementara, pada umur II MST dan III MST tidak berpengaruh nyata pada taraf uji BNT 0,05 (Tabel 4). Tabel 4.Rataan Jumlah Daun dengan Pemupukan Ponska Jumlah Daun (tangkai) Pupuk Ponska (kg/ha) I MST II MST III MST IV MST 0 4,00a 5,33tn 7,33tn 7,86a Superskrip 250 3,33b 4,66 7,00 9,66a yang sama pada kolom 500 3,66b 5,66 8,66 11,50b sama 750 4,00b 5,33 7,66 11,23b menunjukkan 1000 4,00b 5,33 7,33 11,43b tidak berbeda BNT0,05 0.64 1.1 1.76 2.63 nyata pada taraf BNT 0,05 KK (%) 8.98 11.46 12.36 13.51 tn=tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan 0 kg/ha (W0) berbeda nyata dengan perlakuan 500 kg/ha (W2), dimana jumlah daun pada perlakuan W2 meningkat sebanyak 1,46 kali disbanding perlakuan W0. Hal ini dikarenakan pemberian pupuk ponska 500 kg/ha telah mampu meningkatkan jumlah daun tanaman kedelai. Khumaida (2002), Sopandie et al. (2003), dan Handayani (2003) melaporkan bahwa daun kedelai toleran naungan lebih tipis dan kandungan klorofil lebih tinggi dibanding genotipe peka.
Jumlah Daun (Tangkai)
14
I MST
II MST
III MST 11.5
12
11.43
11.23
9.66
10
8.66
7.86 7.33
8 6 4
IV MST
5.33 4
7.66
7 5.66 4.66
5.33 4
3.66
3.33
7.33 5.33 4
2 0
W0
W1
W2
W3
W4
Perlakuan
Gambar 2. Keragaan Jumlah Daun Setiap Minggu Setelah Tanam dengan Pemupukan Ponska c. Diameter Batang Hasil analisis sidik ragam menujukkan bahwa pemberian pupuk poska tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman kedelai pada taraf uji BNT 0,05. Rataan diameter batang dengan pemupukan ponska disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Lingkar Batang dengan Pemupukan Ponska Pupuk Ponska (kg/ha) Lingkarang Batang(cm) 0 2.40tn 250 1.96 500 1.93 750 1.76 1000 2.10 BNT0,05 0.57 KK (%) 14.02 Superskrip yang sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada taraf BNT 0,05 tn=tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05
Tampaknya pemberian ponska pada seluruh perlakuan yang diujikan tidak berpengaruh nyata. Nilai rataan yang diperoleh menunjukkan penurunan diameter batang, dimana perlakuan 250 kg/ha (W1) menurun sebanyak 0.86 kali di banding perlakuan. Sementara perlakuan 500 kg/ha (W2) menurun sebanyak 0.80 kali dari perlakuan 0 kg/ha (W0) dan terus menurun hingga pada perlakuan 1000 kg/ha (W4).
Diameter Batang (cm)
3.0 2.5
2.4
2.0
1.96
1.93
W1
W2 Perlakuan
2.1 1.76
1.5 1.0 0.5 0.0
W0
W3
W4
Gambar 3. Keragaan Diameter Batang Kedelei dengan Pemupukan Ponska 4.5 Berat Polong Sama halnya dengan parameter diameter batang, seluruh perlakuan yang diuji cobakan juga tidak berpengaruh nyata terhadap berat polong. Rataan berat polong tanaman kedelai tertera pada Tabel 6. Perlakuan Pupuk Ponska (kg/ha) 0 250 500 750 1000
Berat Polong(g) 11.20tn 20.05 16.91 16.57 14.06
BNT0,05 KK (%)
Tabel 6. Rataan Berat
12.86 43.35
Polong Kedelei dengan Pemberian Pupuk Ponska
Superskrip yang sama pada kolom sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf BNT 0,05 tn=tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05
Meskipun tidak ada taraf perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap berat polong, tetapi terdapat satu perlakuan yang menunjukkan nilai tertinggi yaitu perlakuan 250 kg/ha (W1). Perlakuan W1 mengalami kenaikan sebanyak 1.79 kali lebih berat disbanding perlakuan 0 kg/ha (W0), sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan ini merupakan perlakuan terbaik terhadap berat polong tanaman kedelai. Hal ini diduga adanya pengaruh kadar garam yang tinggi di dalam tanah asal. Kadar garam yang berbeda-beda di dalam tanah akan berakibat spesifik pula untuk masingmasing spesies (Donahue et al. 1983:5). Pada tanaman padi di tanah salin dengan tekanan osmose 6 decisiemens per meter (dS/m) mengakibatkan berkurangnya hasil sebesar 25%, sementara gandum berkurang hasilnya sebesar 25% pada tekanan osmose 8 dS/m, sedangkan kedelai mulai berkurang hasilnya pada tekanan osmose 7 dS/m. Oleh karena itu kedelai lebih toleran terhadap salinitas dibanding padi.
Berat Polong (g)
25
20.05
20 15
16.91
16.57
W2
W3
11.2
14.06
10 5 0
W0
W1
W4
Perlakuan
Gambar 4. Keragaan Berat Polong Kedelai dengan Pemberian Pupuk Ponska KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian pupuk ponska berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, tetapi tidak berpengaruhnyata terhadap diameter batang dan berat polong.
2.
Pemberian pupuk ponska 500 kg/ha merupakan perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Saran 1. Disarankan untuk menggunakan pupuk ponska 500 kg/ha untuk mendapatkan hasil produksi yang baik pada tanah salin. 2. Disarankan dosis pupuk yang digunakan sangat tergantung pada jenis lahan dan kondisi tanah. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kadar hara dan logam dalam jaringan tanaman yang ditanam pada tanah salin. 4. Perlu penelitian lebih lanjut tentang proses pedogenesis dan mineralogy tanah salin. DAFTAR PUSTAKA Andani, S dan Purbayanti, 2004. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan Fitter and Hay, 1981. Enviromental Physiology of Plants. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Adisarwanto dan R. Wudianto, 2006. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan SawahKering PasangSurut. Penebar Swadaya, Jakarta. 86 hal. BPS. 2011. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik,Jakarta. David RM, Harjanto dan T Supriyadi. 2011. Uji dosis pupuk P dan K terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (glicine max L.merriil).Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Tunas Pembangunan, Surakarta. Djoko I, Wartoyo dan Suharto. 2001. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman I dan II. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Donahue RL, RW Miler dan JC Shickluna. 1983. Soil an introductionto soil and plant growth. 5rdEd, Prentice-hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Engelstad OP. 1983. Teknologi dan Penggunaan Pupuk: Edisi 3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Harjadi SS. 2000. Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta. Handayani T. 2003. Pola Pewarisan Sifat Toleran terhadap Intenitas Cahaya Rendah pada Kedelai (Glycine max (L) Merill) dengan Penciri Spesifik Karakter Anatomi, Morfologi dan Molekuler. Disertasi Doktor Program Pascasarjana IPB, Bogor. Hiraga SH, K Minakawa, R Takahashi, M Takahashi, K Hajika, Harada, and N Ohtsuba. 2007. Evaluation ofsomatic embryogenesis from immature cotyledons ofJapanese soybean cultivars.Plant Biotech. 24:435-440. Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta. Irwan AW. 2006. Budidaya tanaman kedelai. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinagor. Khumaida N. 2002. Studies on Upland Rice and Soybean to Shade Stress. Disertasi. The University of Tokyo, Tokyo. Kanisius. 1989. Kedelai. Yayasan Aksi Agri Kanisius,Yogyakarta.
Lingga P. 2005. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Lamina. 1989. Simplex. Jakarta.Kedelai dan Pengembangannya. Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. More PH. 1987. Breading For Stress Resistime. Dalam DJ Heivez (ed.); sugarcame improveneat trought bready elseviar. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Pringgohandoko B dan OS Padmini. 1999. Pengaruh Rhizo-plus dan Pemberian Cekaman Air Selama Stadia Reproduksi terhadap Hasil dan Kualitas Biji Kedelai. Agrivet. Vol 1. Rinsema WT. 2003. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Bharata, Jakarta. Suriatna S. 2001. Pupuk dan Pemupukan. Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta. Sopandie D, Trikoesoemaningtyas dan N Khumaida. 2006. Laporan Eksekutif. Fisiologi, Genetik, danMolekuler Adaptasi Kedelai terhadap IntensitasCahaya Rendah: Pengembangan Varietas Unggul Kedelai sebagai Tanaman Sela. Lembaga Penelitiandan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sopandie G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah 1. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Suwarno. 1985. Pewarisan dan Fisiologi Sifat Toleran terhadap Salinitas pada Tanaman Padi. Disertasi Doktor, Fakultas Pascasarjana – IPB, Bogor. Sujana IP. 1991. Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Varietas Lokon dan Wilis pada berbagai tingkat salinitas dari tanah. Tesis Fakultas Pascasarjana – UNPAD, Bandung. Sunarto. 2011. Toleransi kedelai terhadap tanah salin.Bul. Agron. 29:27-30 Simatupang P, Marwoto dan DKS Swastika. 2005. Pengembangan Kedelai dan Kebijakan Penelitian di Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub Optimal. Balitkabi Malang, 26 Juli 2005. Taufiq TMM dan I Novo. 2004. Kedelai, Kacang Hijau dan Kacang Panjang. Absolut Press. Yogyakarta. Utomo JS. 2010. Pekan Kedelai Nasional: Inovasi Teknologi Kedelai menuju Swasembada Kedelai Tahun 2014. Balitkabi, Malang. JURNAL