PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP JENIS PUPUK PELENGKAP CAIR SUMARDI NPM. 1110005301050 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa Padang Dibawah bimbingan: M.Zulman Harja Utama dan Milda Ernita
ABSTRAK Percobaan dilaksanakan di Kelurahan Parak Karakah Kubu Dalam, Padang Sumatera Barat dari November 2013 – Februari 2014 dengan tujuan untuk mengetahui interaksi beberapa varietas kedelai dengan pemberian berbagai jenis pupuk pelengkap cair, untuk mengetahui jenis pupuk pelengkap cair yang optimal terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai dan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi varietas kedelai yang sesuai terhadap pemberian berbagai jenis pupuk pelengkap cair. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dalam faktorial dengan 2 faktor dan 3 kelompok. Faktor pertama adalah jenis pupuk pelengkap cair yang terdiri dari Supergro (P1), Petrovita, dan Bayfolan. Faktor kedua adalah varietas kedelai terdiri dari 3 taraf yaitu Varietas Burangrang, Varietas Anjasmoro, dan Varietas Wilis. Berdasarkan kombinasi perlakuan diperoleh 3 x 3 = 9 kombinasi perlakuan dan tiapkombinasi diulang 3 kali, sehingga jumlah petak perlakuan 27 petak. Data yang diperoleh disidikragam dengan uji f dan apabila F hitung besar dari F tabel dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test 5%. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang primer, umur berbunga, umur panen, jumlah polong/tanaman, jumlah polong bernas, jumlah bintil akar efektif, bobot biji/tanaman, bobot 1000 biji, dan hasil/plot/ha. Hasil percobaan menunjukan bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai tidak dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dan PPC maupun oleh pemberian PPC secara tunggal, tetapi varietas secara tunggal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Varietas Burangrang mendominasi pertumbuhan tanaman yang paling baik yaitu 45.678 cm. Varietas Anjasmoro memberikan produksi per plot tertinggi yaitu sebesar 854.12g/plot (2,85ton/ha). Untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi kedelai terbaik dapat digunakan varietas Burangrang dan Anjasmoro. Kata Kunci: Jenis PPC, Pertumbuhan, Varietas Kedelai
PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max L.) termasuk salah satu jenis tanaman legum yang sangat potensial sebagai sumber protein nabati. Kedelai sangat dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan pangan karena banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Sebagai sumber protein kedelai menempati urutan pertama diantara tanaman kacang-kacangan (Suprapto, 2002). Kedelai mengandung protein, isoflavon, dan serat untuk kesehatan, kandungan genestein dan daidzein yang merupakan bagian dari isoflafon dapat mengurangi kolesterol dalam darah. Kandungan serat dalam kedelai sangat baik untuk membantu system pencernaan dalam tubuh. Hal ini dapat mengurangi waktu transit dan zat-zat racun yang tidak dibutuhkan oleh tubuh sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya kanker kolon (Cahyadi, 2012). Peningkatan pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan akan kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sementara produksi yang dicapai belum mampu mengimbangi kebutuhan tersebut. Pada tahun 2010 produksi kedelai diperkirakan sebesar 927,38 ribu ton biji kering, menurun sebanyak 47,13 ribu ton (4,84 %) dibandingkan tahun 2009 (BPS, 2010). Untuk memenuhi kekurangan dan kebutuhan akan kedelai maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mendorong peningkatan produksi kedelai, baik melalui aspek teknis maupun strategi dalam pengolahannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kedelai salah satunya dengan pemberian pupuk. Pemupukan yang biasa dilakukan petani hanya melalui tanah, sehingga unsur hara yang diberikan diserap oleh akar tanaman. Pemupukan melalui tanah kadang-kadang kurang bermanfaat, karena beberapa unsur hara larut lebih dahulu dan hilang bersama air perkolasi atau mengalami fiksasi oleh koloid tanah, sehingga tidak dapat diserap tanaman. Upaya yang dapat ditempuh agar pemupukan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan pupuk pelengkap cair dan menyemprotkan larutan pupuk melalui daun (Anonim 2006). Pemupukan dimaksudkan untuk mengganti kehilangan unsur hara pada media atau tanah dan merupakan salah satu usaha yang penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Kandungan hara dalam tanah semakin lama semakin berkurang, upaya yang dapat ditempuh agar pemupukan lebih efektif dan efisien adalah dengan menyemprotkan larutan pupuk melalui daun tanaman. Pemupukan melelui daun ada dua macam yaitu pupuk anorganik dan organik. Pupuk melalui daun sudah popular
diterapkan petani dan lazim disebut pupuk pelengkap cair. Pupuk ini dapat berupa cairan atau padat yang mudah larut dalam air. BAHAN DAN METODE Percobaan ini dilakukan di Lahan Kering Kelurahan Parak Karakah Kubu Dalam, Padang Sumatera Barat, dengan ketinggian tempat ± 30 m diatas permukaan laut. Percobaan dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Februari 2014. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk pelengkap cair Supergro, Petrovita, dan Bayfolan, benih kedelai Varietas Anjasmoro, Burangrang, Wilis, air, pupuk dasar seperti Urea,TSP, dan KCL. Sedangkan alat yang digunakan sprayer, sabit, cangkul, tali rafia, meteran, tugal kayu, pensil, spidol, mistar, alat pengukuran: mistar, jangka sorong, timbangan elektrik. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial yang terdidri dari 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis pupuk pelengkap cair yang terdiri dari Supergro (P1), Petrovita (P2), dan Bayfolan (P3). Faktor kedua adalah varietas kedelai (V) terdiri dari 3 jenis yaitu Varietas Burangrang (V1),Varietas Anjasmoro (V2), dan Varietas Wilis (V3). Berdasarkan kombinasi perlakuan diperoleh 3 x 3 = 9 kombinasi perlakuan dan tiap kombinasi diulang 3 kali, sehingga jumlah petak perlakuan 27 petak. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5 % dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan DNMRT pada taraf nyata 5 %. Lahan yang sudah siap tanam, benih kedelai ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 30 cm. Lubang tanamnya dibuat sedalam 2 cm dengan cara ditugal. Pada setiap lubang tanam dimasukkan 2 biji kedelai lalu ditutup dengan tanah. Waktu Penanaman dilakukan pada sore hari agar benih tidak mengalami penguapan karena panas Perlakuan yang diberikan adalah pupuk pelengkap cair, diberikan setelah tanaman berumur 2 minggu atau tanaman sudah mengeluarkan 2-3 helai daun. Pupuk pelengkap cair dicampur air kemudian disemprotkan merata ke daun dua minggu sekali sampai tanaman muncul bunga, dengan perlakuan yaitu Supergro (P1) 2,0 cc/liter air, Petrovita (P2) dicampur 1cc/liter air, dan Bayfolan (P3) dicampur 2cc/liter air. Panen dilakukan saat umur tanaman kedelai 75 hari setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara dipotong dengan menngunakan sabit (Pitojo, 2003) parameter yang diamati selama penelitian berlangsung adalah, Tinggi Tanaman (cm), Jumlah Cabang Primer , Jumlah Bintil Akar Efektif, Umur Berbunga,
Umur Panen, Jumlah Polong Bernas, Bobot Biji /Tanaman (g), Bobot 1000 Biji (g),Hasil/plot/ha. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara beberapa varietas kedelai dengan pemberian PPC pada tinggi tanaman kedelai, dimana hasil terendah 38,16 cm dan yang tertinggi 47,2 cm. Hal ini ditinjau dari komposisi PPC pada Supergro lebih rendah (7,5% N, 2% P2O5, 3% K2O), dibandingkan dengan Petrovita (8,82% N, 6,21% P2O5, 6,47% K2O), dan Bayfolan (11% N, 8% P2O5, 6% K2O) Lampiran 7. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Sutejo dan Kartasapoetra (1995) dalam Rathi (2010), menyatakan bahwa kebutuhan unsur hara tanaman selama pertumbuhan dan perkembangannya adalah tidak sama, membutuhkan waktu yang berbeda dan tidak sama banyaknya. Sehingga dalam hal pemupukan, sebaiknya diberikan pada waktu/saat tanaman memerlukan unsur hara secara intensif agar pertumbuhan dan perkembangannnya berlangsung dengan baik. Tabel 1. Tinggi tanaman beberapa varietas kedelai pada pemberian PPC PPC Varietas Rataan Supegro Petrovita Bayfolan ------------------------------------cm------------------------------------Burangrang 47.20 45.13 44.70 45.67 a Anjasmoro 41.26 40.13 39.66 40.47 b Wilis 38.16 40.01 42.23 40.02 b Rataan 42.21 41.64 42.31 KK% 5.91 Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5% Tinggi tanaman kedelai tidak berbeda nyata pada pemberian PPC Supegro, Petrovita dan Bayfolan dengan tinggi masing-masing 42,21 cm, 41,64 cm dan 42,31 cm. Hal ini terjadi karena ketiga jenis PPC belum mampu menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro bagi semua Varietas kedelai. Untuk mengoptimalkan fungsi dan peranan unsur hara itu tidak hanya berdasarkan komposisinya saja tapi diperlukan keseimbangan terutama antara hara N, P dan K, sebagaimana dikemukakan oleh Novizan (2001) bahwa keseimbangan unsur hara N, P, K akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Tabel 1 juga memperlihatkan tinggi tanaman Varietas Burangrang lebih tinggi dibanding Varietas Ajasmoro dan Wilis, dimana varietas Burangrang memberikan pertumbuhan yang terbaik yaitu 45,67 cm sedangkan varietas Anjasmoro 40,47 cm dan Wilis 40,02 cm. tinggi tanaman yang dicapai varietas Burangrang jauh lebih tinggi dengan deskripsi potensi tinggi tanaman kedelai varietas Burangrang yaitu (60-70 cm), varietas Ajasmoro (64-68 cm),Wilis (50 cm) ditinjau dari deskrifsi pada masing-masing varietas (Lampiran 5). Dengan demikian dapat dikatan bahwa varietas Burangrang memiliki adaptasi yang lebih baik untuk karakter tinggi tanaman di lahan sawah dibandingkan dengan varietas lainnya.
Tinggi tanaman (cm)
Hubungan antara pemberian jenis PPC dengan tinggi tanaman disajikan pada Gambar 1. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Burangrang Anjasmoro Willis
2
3
4
5
6
Minggu setelah tanam (MST)
Gambar 1. Peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman beberapa varietas kedelai akibat pemberian PPC pada umur 2, 3, 4, 5, dan 6 MST Pada Gambar 1 terlihat bahwa faktor varietas secara tunggal pada umur 2-3 MST mengalami pertumbuhan tinggi yang relatif sama pada semua varietas, pada umur 4, 5 dan MST mengalami peningkatan cukup baik pada Varietas Burangrang yaitu 27,48, 36,56 dan 45,67 cm, hal ini terjadi karena varietas Burangrang memiliki deskripsi tinggi tanaman yang cukup baik dibanding varietas Anjasmoro dan Wilis. Tabel 2 memperlihatkan jumlah cabang primer tanaman kedelai akibat pemberian PPC Supegro, Petrovita dan Bayfolan berbeda tidak nyata dengan jumlah masing-masing 3,97, 4,24 dan 3,93 cabang. Hal ini disebabkan kan oleh faktor genetik tanaman kedelai, dimana varietas Burangrang dan Anjasmoro memiliki
jumlah cabang primer yang relatif lebih sedikit, namun dari hasil sidik ragam varietas Wilis memiliki cabang yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan varietas Burangrang dan Anjasmoro. Tabel 2. Jumlah cabang primer beberapa varietas tanaman kedelai pada pemberian PPC PPC Varietas Rataan Supegro Petrovita Bayfolan -------------------------------cabang------------------------------Burangrang 4.06 3.93 3.93 3.95 Anjasmoro 4.13 4.13 3.73 3.93 Wilis 3.66 4.46 4.40 4.26 Rataan 3.97 4.24 3.93 KK% 15.11 Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5% Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan antara beberapa varietas kedelai dengan pemberian PPC pada jumlah cabang primer tanaman kedelai, dimana hasil yang sedikit 3,66 cabang dan terbanyak 4,46 cabang, diduga dosis yang digunakan dengan interval waktu dua minggu sekali, Supergro (P1) 2 cc/liter air, Petrovita (P2) dicampur 1 cc/liter air, dan Bayfolan (P3) dicampur 2 cc/liter air, belum mampu memberikan ketersediaan hara baik makro maupun mikro terhadap tanaman kedelai. Tabel 2 memperlihatkan jumlah cabang primer pada varietas Burangrang, Ajasmoro dan Wilis berbeda tidak nyata dengan jumlah masing-masing 3,95, 3,93 dan 4,26 cabang. Hal ini dapat dikatakan bahwa semua varietas yang diujikan memiliki daya adaptasi pertumbuhan jumlah cabang yang baik pada lahan sawah. Dengan meningkatnya jumlah cabang, maka transportasi fotosintat dari daun ke bagian tanaman lain menjadi lebih baik, karena daun–daun yang berada dicabang yang sama memberikan hasil fotosintesisnya pada polong dalam cabang tersebut. Hidayat dan Puspitarati, (1985) dalam Winarto et al., (2002), yang menyatakan bahwa jumlah cabang berpengaruh terhadap fotosintat yang pada produksi kedelai.
Tabel 3. Jumlah bintil akar beberapa varietas tanaman kedelai akibat pemberian PPC PPC Rataan Supegro Petrovita Bayfolan --------------------------------bintil-------------------------------Burangrang 34.50 23.83 24.66 27.66 Anjasmoro 27.83 38.66 26.16 30.88 Wilis 32.16 29.16 23.50 28.27 Rataan 31.50 30.55 24.77 KK% 25.23 Angka pada lajur dan angka pada baris berbeda tidak nyata menurut uji F 5% Varietas
Pada Tabel 3 memperlihatkan jumlah bintil akar pada varietas Burangrang 27.66, Ajasmoro memiliki bintil akar 30.889 dan Wilis 28.27 bintil akar efektif beberapa varietas kedelai pada pemberian PPC memperlihatkan perbedaan tidak nyata pada varietas yang dicobakan dan jenis PPC yang diberikan serta interaksi antara beberapa varietas dengan PPC, dididuga hal ini disebabkan oleh perlakuan inokulasi bakteri pada benih tidak memberikan ifeksi dengan baik, persen infeksi bakteri Rhizobium yang kurang dari 70%, dimana menurut Bundrett (1996), standart persen infeksi Rhizobium yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah diatas 70% (Rahayu, 2005). Tabel 4. Umur berbunga beberapa varietas tanaman kedelai akibat pemberian PPC PPC Rataan Supegro Petrovita Bayfolan ---------------------------------hari--------------------------------Burangrang 37.00 36.66 35.33 36.33 b Anjasmoro 35.66 35.66 36.66 36.00 b Wilis 38.00 37.00 37.66 37.55 a Rataan 36.88 36.44 36.55 KK% 3.15 Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama dan angka sebaris berbeda tidak nyata menurut DMRT 5% Varietas
Tabel 4 memperlihatkan bahwa varietas Burangrang (V1) memiliki umur berbunga paling cepat yaitu 36.33 hari, begitu juga dengan varietas Anjasmoro (V2) memiliki umur berbunga tidak berbeda yaitu 36.00 hari, tetapi berbeda dengan varietas Wilis (V3) yaitu 37.55 hari. Umur berbunga bekaitan dengan tinggi tanaman Varietas Burangrang memperlihatkan kecendrungan pertumbuhan lebih tinggi sehingga periode berbunga lebih cepat. Hal ini disebabkan sifat genetik tanaman kedelai lebih besar peranannya dalam menentukan umur berbunga. Semakin cepat memasuki fase pembungaan tentu akan menambah peluang suatu varietas untuk dapat membentuk polong lebih banyak (Hasnah, 2003). Tabel 5. Umur panen beberapa varietas tanaman kedelai akibat pemberian PPC PPC Varietas Rataan Supegro Petrovita Bayfolan ---------------------------------hari-------------------------------Burangrang 88.00 87.33 86.66 87.33 b Anjasmoro 87.33 87.33 88.00 87.55 b Wilis 88.66 89.33 89.00 89.00 a Rataan 88.00 88.00 87.88 KK% 1.48 Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama dan angka sebaris berbeda tidak nyata menurut DMRT 5% Tabel 5 memperlihatkan bahwa perbedaan varietas memiliki umur panen berkisar antara 87.33 hari – 89. 00 hari. Varietas Burangrang menghasilkan umur tanaman 87.33 hari menghasilkan umur tanaman yang sama dengan varietas Anjasmoro yaitu 87.55 tetapi menghasilkan umur panen yang berbeda dengan varietas Wilis yaitu 89.00 hari. Hal ini disebabkan umur panen tanaman kedelai tergantung varietas masing-masing dan faktor genetik dari tanaman tersebut. Umur panen tanaman menjadi panjang atau pendek juga disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan, seperti cahaya matahari, curah hujan, kelembaban dan cuaca setempat.
Tabel 6. Jumlah polong beberapa varietas kedelai pada pemberian PPC PPC Rataan Supegro Petrovita Bayfolan -----------------------------------polong-----------------------------Burangrang 55.40 50.73 48.40 51.51 a Anjasmoro 39.73 42.26 42.40 41.46 b Wilis 50.00 60.86 55.20 55.35 a Rataan 48.37 51.28 48.66 KK% 18.67 Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama dan angka sebaris berbeda tidak nyata menurut DMRT 5% Varietas
Tabel 6 memperlihatkan bahwa varietas burangrang menghasilkan 51.51 polong memiliki jumlah polong yang berbeda dengan varietas Anjasmoro, tetapi menghasilkan jumlah polong yang sama dengan varietas Wilis yaitu 55.35, Selanjutnya varietas Burangrang menghasilkan polong yang sama dengan varietas wilis yang masing-masingnya (51.51 polong dan 55.35 polong). Perbedaan jumlah polong merupakan akibat adanya variasi dalam jumlah bunga pada awal pembentukannya dan tingkat keguguran organ reproduksinya sehingga hasil panen terutama ditentukan oleh jumlah polong yang dapat dipertahankan oleh tanaman. Jumlah biji/polong ditentukan saat pembuahan, yaitu ketika sel serbuk sari membuahi sel telur di dalam ovary, sementara untuk bobot dan ukuran biji/polong tergantungg pad varietas kedelai yang ditanam (Mimbar, 2004). Tabel 7. Jumlah polong bernas beberapa varietas kedelai akibat pemberian PPC Varietas Burangrang Anjasmoro Wilis Rataan
PPC Rataan Supegro Petrovita Bayfolan --------------------------------polong------------------------------53.93 49.46 47.93 50.44 b 39.20 41.13 41.26 40.53 c 49.53 59.80 54.26 54.53 a 47.55 50.13 47.82
KK% 18.86 Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama dan angka sebaris berbeda tidak nyata menurut DMRT 5% Tabel 7 memperlihatkan varietas burangrang memiliki jumlah polong 50.44 polong, memiliki jumlah polong yang berbeda dengan varietas Anjasmoro dan Wilis masing masingnya adalah 40.53 dan 54.53. Selanjutnya antara varietas Anjasmoro dan Wilis memiliki jumlah polong yang berbeda. Hal ini di duga Pembentukan polong kedelai tergantung pada jumlah bunga yang ada. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Pembentukan polong kedelai tergantung pada jumlah bunga yang ada. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Hal ini dikarenakan polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong (Irwan, 2006). Tabel 8. Berat biji/tanaman beberapa varietas kedelai akibat pemberian PPC PPC Varietas Rataan Supegro Petrovita Bayfolan ------------------------------------biji--------------------------------Burangrang 17.33 17.15 17.27 17.25 Anjasmoro 13.88 17.98 15.06 15.64 Wilis 16.18 17.09 15.92 16.40 Rataan 15.80 17.41 16.08 KK% 17.05 Angka selajur dan angka sebaris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5% Pada Tabel 8 memperlihatkan bobot biji pada varietas burangrang 17.25, ajasmoro memiliki berat biji 15.64 dan wilis 16.40 bobot biji/tanaman beberapa varietas kedelai akibat pemberian PPC memperlihatkan pengaruh tidak nyata pada varietas yang dicobakan dan jenis PPC yang diberikan, serta interaksi antara beberapa varietas dengan PPC, hal ini disebabkan oleh jumlah polong yang terbentuk
dipengaruhi oleh hara tertentu yang berperan dalam pembentukan bunga. Hara mikro yang diserap oleh tamanan saat perlakuan dimanfaatkan dalam pertumbuhan reproduktif seperti Bo, Ca, S dan Mo. Unsur hara mikro tersebut dimanfaatkan dalam pembentukan serta pertumbuhan tepung sari dan bunga, pematangan biji pembentukan protein dan bahan aktif dalam tanaman serta dapat menetralkan asamasam organik yang dihasilkan dalam metabolisme. Bunga yang terbentuk akan mempengaruhi jumlah polong yang terbentuk, sehingga akan mempengaruhi berat kering biji, Hardjowigeno(1995). Tabel 9. Bobot 1000 biji beberapa varietas tanaman kedelai akibat pemberian PPC PPC Rataan Supegro Petrovita Bayfolan ------------------------------------g---------------------------------Burangrang 147.16 130.01 146.27 141.15 b Anjasmoro 144.71 152.28 153.95 150.31 a Wilis 122.98 117.66 119.54 120.06 c Rataan 138.29 133.32 139.92 KK% 12.81 Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama dan angka sebaris berbeda tidak nyata menurut DMRT 5% Varietas
Tabel 9 memperlihatkan bahwa varietas Burangrang memiliki bobot 1000 141.15 g berbeda dengan varietas Anjasmoro dan Wilis yang masing-masingnya (150.31 g-120.06 g). Begitu juga antara varietas Anjasmoro dan Wilis memiki bobot 1000 biji yang berbeda. Perbedaan bobot 1000 biji diduga karena sifat genetik tanaman. Sifat genetik tanaman salah satunya adalah ukuran biji, semakin besar biji maka semakin besar bobot 1000 biji serta kemampuan tanaman mengabsorbsi hara dari lingkungan. Kenaikan bobot 1000 biji disebabkan faktor genetik dari varietas kedelai. Setiap varietas memiliki keunggulan genetis yang berbeda-beda sehingga setiap varietas memiliki produksi yang berbeda-beda pula, tergantung kepada sifat varietas tanaman itu sendiri (Soegito dan Arifin, 2004).
Tabel 10. Hasil per plot beberapa varietas tanaman kedelai akibat pemberian PPC PPC Varietas Rataan Supegro Petrovita Bayfolan ----------------------------------g----------------------------------Burangrang 773.41 754.08 898.03 808.51 b Anjasmoro 879.93 782.08 900.34 854.12 a Wilis 744.80 718.74 675.42 712.99 c Rataan 799.38 751.63 824.60 KK% 12.93 Angka selajur diikuti huruf kecil dan angka sebaris berbeda tidak nyata menurut DMRT 5% Tabel 11. Hasil per ha beberapa varietas tanaman kedelai akibat pemberian PPC PPC Varietas Rataan Supegro Petrovita Bayfolan ----------------------------------ton---------------------------------Burangrang 2.57 2.51 2.99 2.69 b Anjasmoro 2.93 2.60 3.00 2.84 a Wilis 2.48 2.39 2.25 2.37 c Rataan 2.66 2.50 2.74 KK% 12.94 Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama dan angka sebaris berbeda tidak nyata menurut DMRT 5% Tabel 10 memperlihatkan bahwa varietas Burangrang memiliki hasil/plot 808.51 g/plot, hasil ini berbeda dengan varietas Anjasmoro dan Wilis yang masingmasingnya 854.12 g dan 712.99 g/plot. Tabel 11 juga memperlihatkan bahwa varietas Burangrang memiliki hasil yaitu sebesar 2694.4 kg/ha, hasil ini berbeda dengan varietas Anjasmoro dan Wilis yaitu 2846.7 kg dan 2376.1 kg. Perbedaan hasil yang ditunjukkan pada varietas kedelai secara tunggal, disebabkan karena adanya perbedaan sifat genetik dari ketiga varietas yang dicobakan. Perbedaan sifat genetik ini menyebabkan terjadinya perbedaan tanggap ketiga varietas tersebut terhadap berbagai kondisi lingkungan, sehingga hasil yang ditunjukkan berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadjad (1993) bahwa,
perbedaan daya tumbuh antar varietas ditentukan oleh faktor genetiknya. Selanjutnya Jumin (2005) menambahkan, dalam menyesuaikan diri, tanaman akan mengalami perubahan fisiologis dan morfologis ke arah yang sesuai dengan lingkungan barunya. Varietas tanaman yang berbeda menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang berbeda walaupun ditanam pada kondisi lingkungan yang sama (Harjadi 1991 dalam Marliah, Hidayat dan Husna, 2012). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan, tidak terdapat interaksi yang nyata pada perlakuan varietas kedelai dengan perlakuan PPC terhadap semua parameter yang diamati. Perlakuan beberapa jenis PPC tidak memberikan hasil yang berbeda terhadap parameter yang diamati. Varietas menunjukkan perbedaan, dimana varietas Burangrang mendominasi pertumbuhan tanaman yang paling baik. Varietas Anjasmoro memberikan produksi per plot tertinggi yaitu sebesar 854.12 g (2846.7 kg/ha). Berdasarkan kesimpulan disarankan untuk budidaya kedelai pada lahan kering menggunakan varietas Anjasmoro, karena dapat menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang lebih baik dibandingkan Varietas Burangrang dan Wilis.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006. Pupuk Organik Cair Lengkap (POCL), Makasar
BPS, 2010. Produksi Padi, Jagung, Kedelai (Angka Ramalan III tahun 2010). Berita Resmi Statistik No. 68/II/Th. XIII, 1 November 2010.
Bundrett, M., N. Bougher, B., Dell, T. Grove and N. Malajezuk. 1996. Working With Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR : Canberra.
Hardjowinego, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademik Presido Jakarata.
Hasnah. 2003. Pengaruh naungan terhadap pertumbahan kedelai dan kacang tanah. Jurnal Agromet 8(1):32-40.
Irwan, A. W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Jumin, H. B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. Edisi Revisi. P. T. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Marliah, A., T. Hidayat., N. Husna. 2012. Pengaruh varietas dan jarak tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L.). Universitas Syiah Kuala. Bandah Aceh.
Mimbar. 2004. Mekanisme Fisiologi dan Pewarisan Sifat Toleransi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. 103 hal.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Novriani. 2011. Peranan Rhizobium Dalam Meningkatkan Ketersediaan Nitrogen bagi Tanaman Kedelai. Dosen Tetap Prodi Agroteknologi Fakultas pertanian Universitas Baturaja. 42 hal.
Pitojo, S. (2003) . Benih Kedelai. Kanasius . Yogyakarta Purwono dan Heni Purnawati 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadya. Jakarta.
Rahayu, M.
2005.
Potensi
Inokulum
Rhizobium
Phaseoli
dan Mikoriza
(Glomus etunicatum) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata) pada Lahan Pesisir.
Rathi F, Z. At al. 2010. Aplikasi berbagai macam pupuk pelengkap cair (ppc) organik terhadap pertumbuhan dan produksi jagung hibrida. J. BPTP Riau. Hal 3.
Sadjad, S. 1993. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia, Jakarta.
Sitompul, S M., dan B Guritno, 1995. Analisis pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Soegito, dan Arifin, 2004. Pemurnian dan Perbanyakan Benih Penjenis Kedelai. Badan Penelitian Tanaman Pangan. Malang. 47 hal.
Suprapto. 2002. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta
Suhartina. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. BALITKABI. Malang. Hal 156.
Winarto A. et al, 2002. Peningkatan Produktifitas, Kualitas dan Efisiensi Sistem Produksi Tanaman Kacang – kacangan dan Umbi – umbian Menuju Ketahanan Pangan dan Agribisnis.
Wisnu, C. 2012. Kedelai: Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta. Hal 13.
Yulianto. 2010. Pengkajian Perbenihan Padi dan http://www.w3.org/1999/html. Diakses tanggal 21 November 2013
Kedelai.