BioSMART Volume 4, Nomor 1 Halaman: 23-28
ISSN: 1411-321X April 2002
Pertumbuhan Azolla microphylla Kaulf. akibat Pemberian Karbofuran dan Intensitas Cahaya Berbeda The effect of carbofuran and different light intensity on the growth of Azolla microphylla Kaulf. WIDYA MUDYANTINI 1, 3, SANTOSA2, 3
1
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta 57126 2 Fakultas Biologi UGM Yogyakarta 55281 3 Program Studi Biologi Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 55281 Diterima: 24 Juli 2001. Disetujui: 30 Maret 2001
ABSTRACT Nitrogen fixation due to the symbiosis of Azolla microphylla and Anabaena azollae will increase nitrogen availability in rice field. Light intensity is important environmental factor, which can influence the growth of Azolla microphylla. Carbofuran is one of widely used pesticide in the rice field. This study is aimed to know the effects of carbofuran on the growth and affectivity of the nitrogen fixation by Azolla at different light intensities due to the growth of the rice. The experiments were carried out using factorial completely randomized design with two combination treatments and three replicates. The treatments are application of carbofuran i.e.: 0; 0.5; 1.0 and 1.5 of recommended dosage and light intensity given i.e.: 30 and 60% of normal light intensity respectively. The parameters in this study were the fresh weight, dry weight, number of leaves, buds and chlorophyll contents. The experiment was conducted for 15 days, using 10 cm height of soil (1.5 kg in a box) with 5 cm depth of water. Two grams of Azolla were planted in each box. The number of buds and leaves were observed using 10 leaves initiation plants. The growths of the plants were observed every 3 days and the chlorophyll was analyzed on the 15th day. The data were analyzed using Anava and continued with DMRT. The results indicate that there were significant effects of those treatments on growth parameters. Growth increase occurred at dosages of 0; 0.5; 1.0 but then reduced at dosage 1.5. Light intensity of 60% increased growth more effective than 30%. The light intensity and carbofuran influences the growth of Azolla. The treatments interactions were count on the dry weight, the total numbers of leaves and buds. Key words: Azolla microphylla, Anabaena azollae, carbofuran, light intensity, nitrogen fixation.
PENDAHULUAN Pestisida merupakan senyawa yang berfungsi sebagai pengendali organisme tertentu dan banyak dipakai dalam pertanian. Tuntutan akan tingginya hasil panenan mengakibatkan penggunaan pestisida meningkat. Hal ini disebabkan karena daya bunuhnya yang tinggi dan cepat, efektif, mudah digunakan dan murah. Petani mempertinggi dosis dan frekuensi penggunaan pestisida dengan tujuan memberantas semua hama dan penyakit. Penggunaan yang kurang bijaksana akan menyebabkan matinya organisme tanah, meningkatnya populasi hama, keracunan pada pekerja, terjadi perubahan dalam sistem pertanian
dan lingkungan, meningkatnya ketahanan hama terhadap pestisida, degradasi lingkungan serta terserap organisme lain yang bukan sasaran. Proses degradasi pestisida dapat menghasilkan senyawa yang lebih merugikan bagi tanaman dibandingkan dengan senyawa induknya. Kadang senyawa ini mengalami detoksikasi atau inaktivasi. Jika peruraian tidak terjadi, maka penggunaan pestisida secara terus menerus dapat menyebabkan akumulasi senyawa tersebut dan menetap sebagai residu dalam tanaman dan tanah, serta mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Karbofuran adalah insektisida golongan karbamat yang mempunyai tingkat toksisitas akut cukup tinggi, meskipun persistensinya tidak begitu © 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
24
BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 23-28
panjang. Mengingat dayanya yang efektif, karbofuran merupakan salah satu komponen paket operasional supra insus untuk memberantas hama pengisap cairan dan penggerek batang padi, sehingga terjadi penggunaan karbofuran secara besar-besaran di Indonesia. Kondisi ini dapat menyebabkan dampak negatif terhadap tiga unsur ekosistem yaitu tanah, air dan udara. Azolla merupakan tumbuhan paku air yang berperan dalam penambatan nitrogen karena simbiosisnya dengan Anabaena, sehingga penting bagi peningkatan pertumbuhan dan produksi padi. Azolla mampu meningkatkan aktivitas mikrobia tanah dan menghambat pertumbuhan gulma. Manfaat lainnya adalah sebagai penyaring air dari pencemaran logam berat. Keberadaan Azolla di sawah perlu dijaga terutama fungsinya dalam penambatan N oleh Anabaena. Kajian tentang pengaruh senyawa aktif karbofuran terhadap pertumbuhan Azolla dan kemampuannya dalam penambatan N diperlukan, karena Azolla termasuk organisme non sasaran. Hal ini tidak lepas dari pengaruh faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan Azolla dan degradasi karbofuran, antara lain cahaya. Pertumbuhan Azolla di sawah dipengaruhi naungan dari daun padi. Semakin dewasa tanaman padi, daun bertambah lebat, semakin sedikit cahaya yang diperoleh Azolla. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh karbofuran (Furadan 3G) pada berbagai dosis, intensitas cahaya dan interaksinya terhadap pertumbuhan Azolla serta mengetahui intensitas cahaya yang optimum. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktor, pola faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah intensitas cahaya dengan taraf faktor 30% dan 60%. Faktor kedua adalah konsentrasi Furadan 3G (selanjutnya disingkat Furadan) dengan taraf faktor 0; 0,5; 1 dan 1,5 dosis anjuran. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Biologi UGM Yogyakarta. Bahan yang digunakan adalah Azolla microphylla yang berumur sama, media tumbuh, yaitu tanah, air, pupuk TSP dan kompos, Furadan dengan 0; 0,5; 1,0 dan 1,5 dosis anjuran, serta senyawa untuk analisis klorofil. Alat yang digunakan antara lain bak plastik dengan luas 251,04 cm2, spektrofotometer, luksmeter, tisu, saringan, timbangan, oven, paranet dan alat lain.
Tanah diayak dengan ayakan 2 mm dan dikeringanginkan, lalu 3 kg tanah dimasukkan ke bak plastik luas 251,04 cm2, ditambah pupuk TSP dan kompos, kemudian bak diisi air hingga ketinggian 5 cm di atas permukaan tanah, dan dibiarkan selama 2 hari sebelum ditanami A. microphylla. Setiap bak ditaburi A. microphylla seberat 2 gram dan ditutupi paranet 30% dan 60% dengan jarak 30 cm di atas bak penelitian. Furadan ditebarkan sesuai dengan konsentrasi dan rancangan. Pertumbuhan tunas ditentukan dari tanaman dengan 3 tunas sebagai titik awal perlakuan, untuk parameter jumlah daun digunakan 10 daun sebagai awal perlakuan, panen dilaksanakan setiap 3 hari. Setelah dipanen A. microphylla dikeringanginkan airnya, dan ditimbang berat segarnya dengan timbangan analitik, kemudian dikeringkan dengan dioven dan ditmbang berat keringnya. Pengamatan jumlah daun dan tunas dilakukan setiap 3 hari. Klorofil dianalisis pada saat tanaman berumur 15 hari. Analisis data menggunakan analisis sidik ragam (Anava), kemudian dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan Furadan dan intensitas cahaya berbeda, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berat segar A. microphylla. Pada pengukuran parameter ini, A. microphylla dengan perlakuan Furadan dan intensitas cahaya berbeda selama 15 hari, dapat diketahui bahwa berat segar tanaman semakin meningkat, meskipun dengan intensitas cahaya 30 % terjadi penurunan berat segar pada Furadan 1 dan 1,5 dosis anjuran. Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan Furadan berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata berat kering. Perlakuan Furadan dosis 0,5 dari anjuran menurunkan berat kering A. microphylla. Perlakuan dengan intensitas cahaya juga mempengaruhi berat kering. Interaksi antara intensitas cahaya dan Furadan berpengaruh nyata. Nilai tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan I60F0, sedang nilai terendah diperoleh pada kombinasi I30F1,5. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas yang muncul, tetapi perlakuan Furadan tidak memberikan pengaruh nyata. Pengurangan intensitas cahaya sebesar 30% menurunkan jumlah tunas. Kombinasi perlakuan I60F0,5 menunjukkan
MUDYANTINI dan SANTOSA - Karbofuran dan Cahaya pada Azolla microphylla
Tabel 1. Pengaruh Furadan dan intensitas cahaya berbeda terhadap berat segar (g) A. microphylla selama 15 hari. Intensitas cahaya (%)
Dosis furadan (dari anjuran) F0,5 F1 F1,5
F0
I60 I30
7,543 7,125
a
Rerata
7,334
a
ab
6,346 7,081
b
6,714
a
ab
6,920 6,616
ab
6,768
a
ab
Rerata
6,744 6,541
ab
6,642
a
ab
6,888 6,841
a a
Tabel 2. Pengaruh Furadan dan intensitas cahaya berbeda terhadap berat kering (g) A. microphylla pada umur 15 hari Intensitas cahaya (%)
Dosis furadan (dari anjuran) F0,5 F1 F1,5
F0
I60 I30
0,705 0,468
a
Rerata
0,586
a
c
0,594 0,473
b
0,534
b
c
0,588 0,413
b
0,501
bc
c
Rerata
0,547 0,392
b
0,469
c
d
0,609 a 0,437 b
Tabel 3. Pengaruh Furadan dan intensitas cahaya berbeda terhadap jumlah tunas yang muncul pada A. microphylla pada umur 15 hari. Intensitas cahaya (%)
Dosis furadan (dari anjuran) F0,5 F1 F1,5
F0
I60 I30
11,078 9,356
abc
Rerata
10,217
a
abc
11,811 9,156 10,483
a bc a
11,717 8,956
ab
10,336
a
c
Rerata
10,156 9,333
abc
9,744
a
abc
11,190 a 9,200 b
Tabel 4. Pengaruh Furadan dan intensitas cahaya berbeda terhadap jumlah daun A. microphylla pada umur 15 hari. Intensitas cahaya (%)
Dosis furadan (dari anjuran) F0,5 F1 F1,5
F0
I60 I30
25,406 22,889
ab
Rerata
24,148
a
c
26,592 24,129 25,361
a bc a
25,739 19,148
ab
22,444
b
d
Rerata
20,204 20,556
d
20,380
c
d
24,485 21,681
Tabel 5. Pengaruh Furadan dan intensitas cahaya berbeda terhadap kandungan klorofil total A. microphylla pada umur 15 hari. Intensitas cahaya (%)
Dosis furadan (dari anjuran) F0,5 F1 F1,5
F0
I60 I30
0,673 0,708
ab
Rerata
0,690
a
ab
0,710 0,640 0,675
a ab a
0,718 0,640 0,679
a ab a
Rerata
0,688 0,545
ab
0,617
a
b
0,697 0,633
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom maupun baris tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05.
25
pengaruh tertinggi, sedang nilai terendah ditemukan pada kombinasi perlakuan I30F1. Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun A. microphylla. Perlakuan dengan intensitas cahaya 30%, menurunkan jumlah daun. Perlakuan Furadan juga memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun. Interaksi perlakuan Furadan dan intensitas cahaya berbeda menunjukkan beda nyata. Perlakuan Furadan dosis 1 dan 1,5 dari anjuran mengurangi jumlah daun A. microphylla. Kombinasi perlakuan I30F1 menunjukkan nilai terendah, sedang perlakuan I60F0,.5 menunjukkan nilai tertinggi. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan Furadan maupun intensitas cahaya berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan klorofil daun A. microphylla, namun interaksi antara perlakuan intensitas cahaya dan Furadan tidak memberikan pengaruh nyata. Kandungan klorofil total pada intensitas cahaya 60% lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas cahaya 30%. Kandungan klorofil terendah terlihat pada kombinasi perlakuan I30F1,5, sedang nilai tertinggi pada I60F1. Pengaruh cahaya Parameter pertumbuhan yang diamati dalam penelitian ini adalah berat basah, berat kering, jumlah tunas dan jumlah daun. Berdasarkan hasil yang di atas terlihat bahwa keempat parameter tersebut menunjukkan
26
BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 23-28
korelasi yang positif. Secara umum intensitas cahaya 60% menunjukan nilai yang lebih tinggi dibanding intensitas cahaya 30%. Jadi penurunan sebesar 30% intensitas cahaya mampu menurunkan nilai berat kering, jumlah tunas dan daun. Pada parameter berat basah menunjukkan fenomena yang sama dengan parameter yang lain, walaupun interaksinya belum menunjukkan beda nyata. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Salah satu faktor luar yang berpengaruhi adalah cahaya. Cahaya mempengaruhi pertumbuhan melalui fotosintesis. Pertumbuhan akan terjadi jika hasil fotosintesis lebih besar dari hasil respirasi (Sitompul dan Guritno, 1955). Pengaruh cahaya terhadap fotosintesis tergantung pada banyak hal, antara lain intensitas, kualitas (panjang gelombang), lama penyinaran, besar kecilnya pantulan dan sebagainya (Soerodikoesoemo, 1993). Dalam penelitian ini perlakuan cahaya yang divariasi adalah intensitas cahaya. Tumbuhan harus hidup pada intensitas cahaya yang optimal agar fotosintesis lebih tinggi dari respirasi. Intensitas itu harus di atas titik kompensasi. Pada kondisi ini tumbuhan mampu mengambil CO2 untuk fotosintesis lebih tinggi dari pada respirasi. Bahkan untuk menghasilkan pertumbuhan yang optimal, harus banyak fotosintat yang terbentuk. Hal ini menuntut kecepatan fotosintesis yang optimal pula (Loveless, 1987). Tumbuhan yang hidup dengan intensitas cahaya rendah (ternaungi), akan beradaptasi dan mempunyai titik kompensasi lebih rendah, sehingga masih tetap mempunyai kelebihan hara organik. Tumbuhan yang tumbuh normal pada habitat terang, mempunyai titik kompensasi lebih tinggi dan dapat menggunakan cahaya terang lebih efisien. Dalam penelitian ini Azolla yang digunakan sudah teradaptasi dengan cahaya terang (tanpa naungan), sehingga dapat diketahui pengaruh penurunan intensitas cahaya terhadap pertumbuhannya. Perlakuan ini diberikan karena dalam aplikasi di sawah, naungan dari tajuk daun padi akan mempengaruhi perolehan cahaya. Fotosintesis akan jenuh cahaya jika CO2 menjadi faktor pembatas. CO2 tidak diganti secara tiba-tiba oleh cahaya sebagai faktor pembatas, tetapi keduanya secara simultan mempengaruhi kecepatan fotosintesis. Pada konsentrasi CO2 dan suhu cukup tinggi dan tidak menjadi faktor pembatas, maka hubungan antara intensitas cahaya dan fotosintesis sama dengan konsentrasi CO2 dengan fotosintesis. Di atas titik kompensasi, peningkatan intensitas cahaya pada awalnya akan menyebabkan kenaikan sebanding dengan
kecepatan fotosintesis, tetapi pada intensitas cahaya sedang peningkatan kecepatan mulai menurun sampai pada intensitas cahaya yang tinggi dan kecepatannya menjadi konstan. Tumbuhan jenuh cahaya pada intensitas cahaya tinggi (Loveless, 1987). Intensitas cahaya yang menyebabkan tumbuhan jenuh cahaya tergantung tingkatan faktor yang berpengaruh lainnya. Tumbuhan akan jenuh cahaya pada intensitas di bawah cahaya matahari penuh. Hanya pagi hari dan hari mendung cahaya sangat berpengaruh terhadap kecepatan fotosintesis di alam. Hasil penelitian menunjukkan intensitas cahaya 60% lebih optimal dari pada 30%. Jika intensitas cahaya dan konsentrasi CO2 bukan sebagai faktor pembatas, maka kecepatan fotosintesis meningkat setara dengan kenaikan suhu pada kisaran 5-350C. Sesuai dengan hukum Van”t Hoff, pada suhu di antara 5°C dan 35°C fotosintesis mempunyai Q10 kira-kira 2, suatu nilai khas terbatas pada reaksi kimia. Suhu di atas 35°C dapat menyebabkan kerusakan sementara atau permanen pada protoplasma, kecepatan suhu tidak meningkatkan kecepatan Q10 fotosintesisnya. Dalam penelitian ini suhu perlakuan akibat pemberian paranet dengan intensitas 30% lebih rendah dibanding 60%. Tetapi kisaran suhu antara kedua perlakuan masih dalam batas toleransi Azolla. Kenaikan intensitas cahaya akan menyebabkan kenaikan suhu lingkungan dan meningkatkan laju fotosintesis. Menurut hukum Blackman, jika intensitas cahaya rendah dan konsentrasi CO2 tinggi, fotosintesis mempunyai nilai ± 1 (kecepatan fotosintesis tidak tergantung suhu) jika intensitas cahaya dan konsentrasi CO2 meningkat, Q10 ± 2. Karena reaksi fotokimia mempunyai Q10 = 1, reaksi kimia Q10 = 2, perbedaan kepekaan terhadap suhu memberi petunjuk, bahwa pada keadaan intensitas cahaya rendah, kecepatan fotosintesis dibatasi oleh reaksi fotokimia, sedangkan pada intensitas cahaya tinggi dibatasi oleh reaksi kimia murni. Fotosintesis terdiri dari dua tahap, tahap peka cahaya tetapi tidak tergantung suhu (reaksi terang), dan tahap tidak peka cahaya tetapi tergantung suhu (reaksi gelap). Proses masuknya energi cahaya menyebabkan elektron berpindah dari orbit normal ke tingkat energi lebih tinggi, atau terjadi fotoeksitasi. Elektron ini cenderung melepas energinya untuk kembali ke orbit semula (tidak stabil). Jika sebuah molekul klorofil menyerap energi cahaya selama fotoeksitasi, elektron akan ditingkatkan ke tingkat energi tinggi sedemikian rupa sehingga terlepas
MUDYANTINI dan SANTOSA - Karbofuran dan Cahaya pada Azolla microphylla
dari molekul klorofil. Molekul ini menjadi bermuatan positif (klorofil Æ klorofil+ + e-). Elektron akan ditangkap feredoksin, sehingga
feredoksin tereduksi. konversi cahaya Pestisida
Hasil reduksi menjadi energi kimia. Feredoksin yang tereduksi, langsung dioksidasi dengan melepaskan elektron ke aseptor elektron lain. Elektron berenergi tinggi berjalan melewati seri pembawa elektron termasuk sitokrom. Kemudian kehilangan energi akan kembali ke kondisi stabil (klorofil+ + e- Æ klorofil). Pada waktu elektron mengalir ke bawah lewat rantai pembawa elektron, sebagian energi fotosintesis diawetkan dengan penggabungan reaksi eksergonik oksidasi reduksi dengan membentuk ATP endergonik seperti pada rantai respirasi pengangkutan elektron. Elektron yang hilang oleh feredoksin dipakai untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH. Elektron yang tereksitasi oleh cahaya sepanjang lintasan memerlukan sumber alternatif elektron untuk mengubah ion klorofil kembali ke keadaan tenang. Kondisi ini tidak dapat dibangun dengan elektron sama yang mula-mula dikeluarkan oleh molekul sama. Sumber alternatif ini disediakan oleh penguraian air secara fotokimia yang menghasilkan oksigen dan tambahan ATP serta NADPH. Tahap kimia mereduksi CO2 menjadi senyawa organik yaitu gula. Fungsi cahaya yang penting dalam fotosintesis adalah mengangkut elektron dari H2O untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH, di samping menyediakan energi untuk pembentukan ATP dari ADP dan Pi (Salisbury dan Ross,1995). Pada intensitas 60% kandungan klorofil Azolla umur 15 hari lebih tinggi dibanding intensitas 30%. Hal ini berarti bahwa pada intensitas 60% kemungkinan klorofil yang tereksitasi lebih banyak dan energi yang dihasilkan lebih tinggi, sehingga lebih banyak fotosintat yang terbentuk. Pengaruh karbofuran Berdasarkan hasil penelitian terhadap keseluruhan parameter pertumbuhan, dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi karbofuran, pertumbuhan semakin meningkat, tetapi pada konsentrasi 1,5 dosis anjuran terjadi penurunan. Hal ini berarti pada dosis itu sudah terjadi penghambatan terhadap pertumbuhan. Penghambatan pertumbuhan ini terjadi secara tidak langsung. Dosis yang tinggi menyebabkan
Reaksi
ini
27 mengawali
Flavin tereduksi
Flavoprotein
Flavin teroksidasi
Flavoprotein-
mikrobia aerob yang ada di daerah top soil menurun populasinya, dan mikrobia anaerob meningkat (Mc. Laren dan Skujins, 1971). Hal ini akan mempengaruhi kondisi hara tanah, karena perubahan komposisi mikrobia tersebut. Hara yang berubah ini menyebabkan pertumbuhan tanaman menurun, dibandingkan kondisi normal. Sebaliknya pada konsentrasi 0,1 sampai 1 dosis anjuran, terjadi peningkatan pertumbuhan. Hal ini terjadi karena karbofuran membunuh hama penyerang Azolla, tetapi belum menurunkan populasi mikrobia tanah, misalnya larva Nymphula, Ephestiopsis vishnu dan Polypedilum johannseni. Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan persistensi karbofuran berkurang, karena kenaikan suhu menyebabkan terjadinya volatilisasi. Intensitas cahaya yang tinggi juga menyebabkan terjadinya fotooksidasi, sehingga bahan aktif menjadi inaktif. Hasil hidrolisis karbofuran adalah karbofuran fenol. Pada kondisi suhu tinggi, intensitas cahaya tinggi dan lingkungan kahat oksigen (anaerob), degradasi karbofuran akan berlangsung lebih cepat dibanding-kan kondisi sebaliknya, sehingga persistensi dan toksisitasnya lebih cepat menurun. Dengan demikian pada perlakuan intensitas cahaya 60% karbofuran dosis tinggi (1,5 dosis anjuran) lebih cepat terdegradasi, tervolatilisasi dan mengalami persistensi yang rendah dibanding intensitas cahaya 30%. Rantai samping akan mengalami oksidasi, dan hidroksilasi terjadi pada cincin fenil. Gugus hidroksil akan bereaksi dengan gula atau asam amino lain, sehingga membentuk konjugasi yang tidak toksik. Degradasi pestisida dapat terjadi secara enzimatik maupun non enzimatik. Degradasi enzimatik dapat berupa metabolisme oleh enzim yang umum hadir pada reaksi, misalnya hidrolase, oksidase dan lain-lain; atau metabolisme yang memerlukan enzim spesifik pada spesies mikrobia tertentu dan metabolisme yang menggunakan struktur substrat yang sama dengan pestisida tersebut. Pestisida dapat merupakan sumber energi bagi mikrobia, baik digunakan secara langsung atau dengan diinduksi enzim khusus. Metabolisme detoksifikasi dilakukan oleh mikrobia yang resisten (Matsumura dan Krishnamurti, 1982).
28
BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 23-28
Degradasi non enzimatik dapat berupa reaksi fotokimia, pengubahan pH, produksi langsung reaktan organik atau anorganik dan kofaktor. Pestisida akan mengalami reaksi fotokimia di lingkungan, dan beberapa mikrobia mendukung reaksi ini melalui dua jalan. Pertama, produk mikrobia dapat bertindak sebagai penangkap cahaya dengan mengadsorbsi energi matahari, kemudian ditransmisikan pada molekul insektisida. Kedua, produk mikrobia dapat bertindak sebagai fasilitator beberapa reaksi fotokimia, yaitu sebagai sumber donor atau aseptor elektron, misalnya H+ dan OH- yang diperlukan untuk reaksi fotokimia. Intensitas cahaya 60% lebih efektif mendegradasi secara fotokimia dibanding intensitas 30%. Esaac dan Matsumura (1980), membuktikan bahwa feredoksin dan flavoprotein yang diisolasi dari alga merupakan penangkap cahaya yang kuat. Diketahui bahwa ada pengaturan dalam sistem transport elektron. Beberapa darinya merupakan molekul yang cepat stabil sehingga persistensinya di lingkungan cukup lama. Degradasi pestisida di lingkungan melalui reduksi oleh sistem kofaktor flavoprotein-flavin ditunjukkan oleh skema di atas. Karbofuran fenol adalah produk umum hasil metabolisme karbofuran pada tanah tergenang, yang terakumulasi pada kondisi anaerob. Penelusuran 14CO2 pada cincin aromatik karbofuran hampir tidak diperhitungkan, dianggap kurang dari 0,9% cincin 14C terjadi setelah 40 hari dalam genangan dibanding 27% yang dilepas dari 14 C karbonil (Matsumura dan Krishnamurti, 1982). Berdasarkan hasil penelitian Jayaraman et al. (1989), residu karbofuran yang dideteksi dengan 22 dimetil 2,3 dihidro, 7 benzofunanil 3 14C menunjukkan bahwa 3- OH- karbofuran terdeteksi di tanah dan tumbuhan (pada daun dan akar). Akar mengakumulasi lebih banyak daripada daun. Sedangkan 3-O- karbofuran dan karbofuran fenol hanya terdapat di tanah saja. Residu karbofuran pada tanaman paling banyak ditemukan di akar, kemudian daun dan batang. Berdasarkan penelitian Carrapico (1991) bakteri merupakan partner kedua setelah bersimbiosis dengan Anabaena. Penelitian Kannaiyan (1988), menunjukkan bahwa 5 ppm karbofuran mampu menghambat pertumbuhan Azolla pinnata SK-CI.
KESIMPULAN Cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan Azolla microphylla, dengan intensitas cahay optimum 60%. Karbofuran berpengaruh terhadap pertumbuhan Azolla microphylla. Interaksi antara intensitas cahaya dan karbofuran ditunjukkan pada parameter berat kering, jumlah daun, dan jumlah tunas. Pada parameter berat segar dan kandungan klorofil, interaksi perlakuan belum menunjukkan beda nyata. DAFTAR PUSTAKA Carrapico, F.1991.Are bacteria the third partner of the Azolla-Anabaena symbiosis. J. Plant and Soil. 137: 157-160. Esaac, E. G. and F. Matsumura. 1980. Metabolism of insecticides by reductive system. Pharmacol. Ther. 9:1 Jayaraman, J., L.P. Celino, K.H. Lee, R.B. Mohamad, J. Sun, N. Tayaputch, and Z. Zhang. 1989. Fate of carbofuran in rice fish model ecosystem, an international study. J. Water, Air and Soil Pollution. 3-4 (45): 371-375. Kannaiyan, S. 1988. Growth and nitrogen fixing in three strains of Azolla pinata R. Brown applied with carbofuran granules. The Phillippine Agriculturist. 2. 71: 257-261. Loveless, A.R. 1987. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik I. Penerjemah Kartawinata, K., S. Danimiharja, dan U. Soetrisna. Jakarta: PT. Gramedia. Matsumura, F. and C.R. Krishnamurti. 1982. Biodegradation of Pesticides. New York: Plenum Press. Mc. Laren, A.D., Skujins, J. 1971. Soil Biochemistry. New York: Marcel Dekker Inc. Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II: Biokimia Tumbuhan. Penerjemah Lukman, D.R. dan Sumaryono. Edisi IV. Bandung: Penerbit ITB. Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soerodikoesoemo, W. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Modul 1-9. Jakarta: Depdikbud.