Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Nurhafifah dan Rahmiati No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015), pp. 341-362.
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA TERKAIT HAL YANG MEMBERATKAN DAN MERINGANKAN PUTUSAN JUDGE CONSIDERATION REGARDING THE IMPOSITION OF PUNISHMENT RELATING TO CRIMINATE AND INCRIMINATE DECISION Oleh: Nurhafifah dan Rahmiati
*)
ABSTRAK Pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan putusan diatur dalam Pasal 197 huruf d dan 197 huruf f KUHAP. Dalam Pasal 197 huruf d berbunyi “pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan yang diperoleh dari pemeriksaan disidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa”, sedangkan Pasal 197 huruf f berbunyi pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Namun ada beberapa putusan hakim yang hanya mendasarkan pada hal-hal yang memberatkan atau meringan saja. Sehingga konsekuensi dari putusan tersebut dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum. Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Putusan. ABSTRACT Consideration in regard with criminate and incriminate is ruled in Article 197 d and 197 f of the Criminal Procedure Code. Article 197 letter d states "consideration compiled briefly about the facts and circumstances derived from the examination trial on which the determination of guilt of the accused", while Article 197 f stipulates chapter of the legislation that became the basis of criminal prosecution or action and legislation the legal basis of the decision, accompanied by aggravating circumstances and relieve the defendant. However, there are some verdicts only based on things that are burdensome or incriminate only. Thus, the consequences of such decision may result in a decision null and void. Keywords: Judge Consideration, Decision.
PENDAHULUAN Demi terciptanya kehidupan yang aman dan tertib, maka penguasa dalam hal ini telah menciptakan ketentuan-ketentuan yang berupa norma atau kaidah-kaidah yang menentukan bagaimana seseorang harus bertingkahlaku dalam masyarakat, sehingga apabila seseorang melakukan pelanggaran terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah tersebut akan dapat dikenakan sanksi atau hukuman baik itu penderitaan atau nestapa. Norma-norma atau kaidah-
*)
Nurhafifah adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Rahmiati adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. ISSN: 0854-5499
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
kaidah hukum dalam masyarakat pada dasarnya bermacam-macam dan dinamakan norma sosial dan diantaranya norma hukum itu sendiri. Menurut Kansil, kaidah atau norma -norma hukum itu adalah peraturan hidup bermasyarakat yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tertib dalam pergaulan hidup bermasyarakat. 1 Hukum pidana hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai sarana masyarakat dalam membasmi kejahatan, oleh karena itu pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan apa saja yang dilarang atau diwajibkan kepada warga negara yang terkait dengan kejahatan seper ti pencurian, pembunuhan pemerkosaan, penipuan dan lain sebagainya, yang di tengah masyarakat dipandang sebagai perbuatan tercela. penjatuhan pidana kepada para pelanggar hukum merupakan bentuk sanksi yang paling keras karena sesungguhnya melan ggar hak asasi manusia seperti pengekangan kebebasan dalam penjara, perampasan barang tertentu sampai bahkan ada kalanya harus dibayar dengan nyawa jika dijatuhi pidana mati. Tetapi dalamperkembangannya, hukum pidana ternyata tidak melulu mengatur masalah kejahatan tetapi meluas kepada apa yang kemudian disebut sebagai pelanggaran.2 Menurut Satochid Kartanegara, dalam Prasetyo Teguh, hukum pidana dapat dipandang dari dua sudut yaitu : 1. Hukum pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengandung laranganlarangan atau keharusan-keharusan terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman. 2. Hukum pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang. 3 Sebagai manusia yang hidup bermasyarakat, kita tidak pernah bisa lepas dengan suatu permasalahan-permasalahan dalam kehidupan.Dengan adanya perkembangan dari masyarakat Indonesia sekarang ini, hukum di Indonesia juga dituntut untuk lebih maju.Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara manusia dengan peraturan-peraturan yangmengatur tingkah laku mereka.Dalam kehidupan manusia tidak bisa lepas dengan adanya suatuperaturan yang dinamakan hukum.Untuk menegakkan suatu hukum perlu adanya aturan yang harus ditegakkan, dimana dalam 1
Kansil C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta , 1984, hlm 32 Effendi Erdiyanto, Hukum Pidana Indonesia, Refika aditama, Bandung, 2011, hlm 2 3 Prasetyo Teguh, Hukum Pidana, Raja Gravindo Persada, Jakarta,2011, hlm 7 2
342
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
aturan ini perlu adanya suatu lembaga yang dapat menentukan benar tidaknya perbuatan yang dilakukan manusia.Di Indonesia lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengurusi masalah ini disebut lembaga peradilan, dimana didalamnya terdapat aparat-aparat yang melaksanakan kewenangan tersebut.Salah satu aparat yang sangat berpengaruh dalam memutus benar tidaknya perbuatan yang dilakukan seseorang yaitu Hakim. Hakim dalam menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.Jadi, bukan hanya balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun bersifat formalitas. Memang apabila kita kembali pada hukum acara pidana, secara sederhana adalah untuk menemukan kebenaran materil. Bahwa sebenarnya tujuannya lebih luas yaitu tujuan hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran materil itu hanya merupakan tujuan antara artinya ada tujuan akhir yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, dalam hal itu mencapai
suatu masyarakat yang tertib, tenteram, damai, adil dan
sejahtera. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan juga wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan rakyat, untuk itu, harus terjun ketengahtegah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menjalani perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, hakim dalam memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.4 Hal demikian juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman pada Pasal 50 ayat (1) disebutkan putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Berhubungan dengan kebebasan hakim, perlu pula dipaparkan tentang posisi hakim yang tidak memihak (impartial judge).Istilah tidak memihak disini haruslah diartikan tidak harfiah, karena dalam menjatuhkan putusannya hakim harus memihak kepada yang benar. Dalam hal ini,
4
Ibid, hlm. 32
343
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
hakim tidak memihak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. 5Putusan disebut juga sebagai vonis tetap adalah hasil akhir dari pemeriksaan perkara disidang pengadilan.Putusan pengadilan merupakan output suatu proses peradilan di sidang pengadilan yang melalui proses pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan terdakwa, pemeriksaan bukti lainnya serta pemeriksaan barang bukti. 6Dengan adanya putusan pengadilan ini, maka para pihak dalam perkara pidana khususnya bagi terdakwa dapat memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan juga sekaligus juga dapat mengajukan upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh selanjutnya berupa banding atau kasasi, melakukan grasi dan sebagainya. Putusan pengadilan berupa pemidanaan dijatuhkan kepada terdakwa apabila majelis hakim (pengadilan) berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.Putusan pengadilan berupa putusan bebas (vrijspraak) dijatuhkan kepada terdakwa apabila majelis hakim atau pengadilan berpendapat bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.Dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dijatuhkan kepada terdakwa apabila majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan pidana yang didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan tersebut bukanlah suatu tindak pidana.7 Putusan hakim sangat berkaitan dengan bagaimana hakim dalam mengemukakan pendapat atau pertimbangannya berdasarkan fakta-fakta serta alat bukti dipersidangan serta keyakinan hakim atas suatu perkara.Oleh sebab itu hakim memiliki peran sentral dalam menjatuhkan putusan pengadilan. Didalam putusan pengadilan harus terdapat pertimbangan-pertimbangan mengenai halhal yang memberatkan dan meringankan putusan, pertimbagan tersebut dijadikan alasan oleh hakim dalam menjatuhkan putusannya baik itu berupa putusan pemidanaan yang lain sebagainya. Pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa ini diatur dalam Pasal 197 huruf d dan 197 huruf f KUHAP Dalam Pasal 197 huruf d
5
Hamzah Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm 106 Leden Marpaung, Proses Penanganan perkara Pidana, Sinar Grafika, jakarta,2011, hlm 129-130 7 Ibid, hlm 131 6
344
berbunyi
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
“Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang
diperoleh
dari
pemeriksaan
disidang
yang menjadi
dasar
penentuan
kesalahan
terdakwa”.Sedangkan Pasal 197 huruf f berbunyi “Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa”. Sebagai penegak hukum, hakim mempunyai tugas dibidang yudisial, yaitu menerima, memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.Para pencari keadilan tentu sangat mendambakan perkara-perkara yang diajukan kepengadilan dapat diputus oleh hakim yang propesional dan memiliki integritas moral yang tinggi, sehingga dapat melahirkan keputusan-keputusan yang sesuai dengan aturan perundang- undangan .8 Menurut penelitian yang dilakukan diPengadilan Negeri Banda Aceh ditemukan adanya putusan hakim yang tidak mempertimbangkan hal meringankan bagi terdakwa terdapat dalam putusan 156/Pid.B/2014/PN.BNA dan
putusan hakim yang tidak mempertimbangkan hal yang
memberatkan bagi terdakwa terdapat dalam putusan 133/Pid.sus/2014/PN.BNA, putusan 135/Pid.B/2014/PN.BNA
dan
juga
adanya
putusan
hakim
yang
tidak
sesuai
dalam
mempertimbangkan hal meringankan bagi terdakwa. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulisan ini ingin menjawab dua permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimana pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terkait hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana? (2) dampak pertimbangan hakim mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana terhadap pelaku ?
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1) Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Putusan Penerapan hukum positif oleh hakim harus mengindahkan nilai-nilai dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dengan sebaik-baiknya, sehingga putusan yang dihasilkan oleh
8
Sutiyoso Bambang, Metode Penemuan Hukum, Yogyakarta, 2006, hlm 5
345
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
hakim bisa diterima dengan iklas oleh para pihak, untuk itu tentunya hakim dalam menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. 9 Jadi hakim sebelum menjatuhkan pidana juga wajib memperhatikan dua hal pokok yaitu hal-hal yang memberatkan dan meringakan pidana. Faktor-faktor yang meringankan merupakan refleksi sifat terbaik dari terdakwa pada saat persidangan berlangsung, dan faktor yang memberatkan dinilai sebagai sifat yang jahat dari terdakwa. Pertimbangan hakim yang demikian dapat mengacu pada Pasal 5 ayat (1) yaitu hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai -nilai hukumdan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dan dalam Pasal 8 ayat(2) juga disebutkan dalam mempertimbangkan ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Berikut Ini adalah data yang berupa putusan yang diambil pada tahun 2014. Tabel Pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terkait hal-hal yang memberatkan dan meringankan putusan di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh No 1
2
3
No.Reg. Perkara 133/Pid. Sus/2014 /PN. BNA
Terdakwa Junaidi Bin Abdurrah man
Hal memberatkan Tidak ada keadaan yang memberatkan terdakwa
156/Pid. B/2014/ PN.BNA
Sulastiawa -Perbuatan terdakwa ti melanggar norma kesusilaan - perbuatan terdakwa telah melukai perasaan saksi korban 135/Pid. Aris -Perbuatan terdakwa B/2014/P Munandar merugikan saksi N.BNA korban -perbuatan terdakwa meresahkam masyarakat
Hal meringankan
-berlaku sopan -menyesali perbuatannya -belum pernah dihukum Tidakada alsan yang 4 bulan meringankan penjara terdakwa
-terdakwa menyesali perbuatannya - terdakwa telah menikmati hasil dari kejahatannya
Sumber: Pengadilan Negeri Banda Aceh. 9
346
Putusan Dampak hakim putusan 6 bulan Di penjara peringan pidana
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar grafika, Jakarta, 2004, hlm 33
2 Tahun penjara
Sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum Di peringan pidana
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
1. Pertimbangan yang bersifat yuridis Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktafakta yuridis yang terungkap didalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat didalam putusan.Adapun pertimbangan hakim yang digolongkan sebagai pertimbangan yuridis secara sistematis akan diuraikan sebagai berikut: a. Dakwaan jaksa penuntut umum Dakwaan ini merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan persidangan dilakukan.Dakwaan selain berisikan identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.Selain itu dakwaan penuntut umum digunakan oleh hakim sebagai bahan pertimbangan pengadilan dalam menjatuhkan putusan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pengadilan dalam menjatuhkan putusan senantiasa menjadikan surat dakwaan sebagai suatu bahan pertimbangan.10 Perumusan dakwaan didasarkan atas hasil pemeriksaaan, dan dalam putusan
Nomor
156/Pid.B/2014/Pn.Bna. Dalam putusan ini jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 284 ayat (1) ke 2 huruf (b) KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Dihukum pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan bagi perempuan yang bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedang dikatahuinya, bahwa kawannya itu beristri dan pasal 27 kitabUndang-Undang hukum perdata (sipil) berlaku pada kawannya itu. Dakwaan disusun secara tunggal apabila seorang atau lebih mungkin melakukan satu perbuatan saja. Dan dalam putusan Nomor 133/Pid.Sus/2014/Pn.Bna dalam hal ini jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan dakwaan subsidaritas yang terdiri dari dakwaan primer dan subsidair. Dalam dakwaan primer terdakwa melanggar ketentuan Pasal 114 ayat(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal 114 ayat (1) berbunyi : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara
10
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 124-125
347
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun) dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah). Dan dalam dakwaan subsidair terdakwa melanggar ketentuan Pasal 112ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal 112 ayat (1) berbunyi: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai,atau menyediakan narkotika golongan 1 bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000(delapan miliar rupiah).Selanjutnya dakwaan subsidaritas disusun apabila penuntut umum ragu untuk menentukan peraturan hukum pidana yang akan diterapkan suatu perbuatan yang
menurut
pertimbangannya telah terbukti. Dan dalam hal ini jaksa penuntut umum ragu dalam penyusunan surat dakwaan yaitu apakah terdakwa melanggar Pasal 114 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) UndangUndang
Nomor
35
tahun
2009
tentang
Narkotika.
Dan
dalam
putusan
Nomor
135/Pid.B/2014/Pn.Bna dalam hal ini jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan dakwaan tunggal yaitu melanggar ketentuan Pasal 365 ayat (2) ke -2e KUHP yaitu : Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersamasama atau lebih. b. Keterangan terdakwa Keterangan terdakwa menurut KUHAP pasal 184 butir e, digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang pebuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dialami sendiri. Menurut Mohd. Din, dalam praktik keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk pengakuan atau penolakan, baik sebagian maupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut umum dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan terdakwa sekaligus juga merupakan jawaban atas pertanyaan baik yang diajukan oleh penuntut umum, hakim maupun penasihat
348
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
hukum.Keterangan terdakwa yang diajukan di muka sidang pada umumnya merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh hakim ataupun penuntut umum.11 Berikut ini akan dikemukakanpertimbangan hakim berkaitan dengan keterangan terdakwa yang disampaikan di dalam sidangyaitu yang terdapat dalam putusan nomor 156/Pid.B/2014/Pn Bna. Menimbang bahwa di awal persidangan telah didengar pula keterangan dari terdakwa, yang pokoknya menerangkan diantaranya: 1. “Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tersebut telah benar” 2. “Bahwa benar saya berhubungan layaknya suami isteri sejak tahun 2008” 3. “Bahwa saat itu saya dan saksi Irfan sedang melakukan hubungan layaknya suami istri di dalam kamar saya, kemudian datang warga masyarakat mengedor pintu rumah saya, lalu saya memakai baju sedangkan saksi irfan bersembunyi di bawah tempat tidur dan saya langsung membuka pintu dan pada saat itu masyarakat memeriksa kamar dan menemukan saksi irfan selanjutnya saya dan saksi irfan dibawa keruang tamu dan seterusnya kami dibawa ke Polsek Lueng Bata”. Dalam Putusan No.133/Pid.Sus/2014/Pn.Bna, Menimbang bahwa di awal persidangan telah didengar pula keterangan dari terdakwa, yang pokoknya menerangkan diantaranya: 1. “Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tersebut telah benar” 2. “Bahwa benar saya telah kenal dengan barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum yaitu 1 bungkus narkotika jenis shabu yang dibungkus dengan plastik bening, satu buah kaleng rokok Dji Sam Soe 234 yang berisi narkotika jenis ganja, 1 unit handphone merk Samsung warna putih, 1 unit handphone Nokia tipe 2700 warna hitam, 1 unit sepeda motor Yamaha Mio Sporty warna biru BL 5408 JO”. Dalam Putusan No.133/Pid.sus/2014/Pn Bna Menimbang bahwa di awal persidangan telah didengar pula keterangan dari terdakwa, yang pokoknya menerangkan diantaranya: 1. “Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum telah benar” 11
Mohd. Din, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, wawancara, 13 Mei 2015
349
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
2. “Bahwa kejadian pengambilan dompet milik saksi korban tersebut terjadi pada hari sabtu, tanggal 25 januari 2014 sekira pukul 22.00 wib bertempat didesa merduwati depan SD negeri 8, kecamatan Kuta Raja Banda Aceh” 3. “Bahwa terdakwa waktu itu tidak mengambil dompet milik saksi korban akan tetapi yang mengambil dompet tersebut adalah teman terdakwa yang bernama Putra” c. Keterangan saksi Salah satu komponen yang harus diperhatikan hakim dalam menjatuhkan putusan adalah keterangan saksi. Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,ia lihat sendiri,dan ia alami sendiri dan harus disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Menurut Fauzi, Bila hakim mempertimbangkan keterangan saksi, hal tersebut merupakan hal yang wajar sebab dari keretangan saksi inilah akan terungkap perbuatan pidana yang pernah terjadi dan memperjelas siapa pelakunya. Dengan kata lain, keterangan saksi ini akan memberi gambaran terbukti atau tidaknya dakwaan jaksa penuntut umum sehingga dengan keterangan saksi hakim mempunyai gambaran akan dakwaan jaksa penuntut umum.12 d. Barang-barang bukti Meskipun barang bukti bukan sebagai alat bukti, namun apabila penuntut umum menyebutkan barang bukti itu didalam surat dakwaannya, kemudian mengajukannya barang bukti itu kepada hakim, hakim ketua dalam pemeriksaan harus memperlihatkannya, baik kepada terdakwa, maupun kepada saksi, bahkan kalau perlu hakim membuktikannya dengan membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya.13 Menutut Aulia Rahman, adanya barang bukti yang terungkap dalam persidangan akan menambah kenyakinan hakim dalam menilai besar tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada
12
Fauzi, Hakim Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh,wawancara, 20 Maret 2015 Rusli Muhammad Op.Cit, hlm 133 38.Aulia Rahman, Pengacara Dikantor Darwis, Wawancara, 1 April 2015 13
350
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
terdakwa, dan sudah tentu hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa maupun para saksi.Adapun jenis dan rupa barang bukti yang dipertimbangkan oleh hakim cukup bervariasi, yakni sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa.14 Dalam putusan perkara Nomor No.156/Pid.B/2014/Pn.Bna barang bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum sebagai berikut: 1. 1 buah foto copy buku nikah atas nama: Irfan Bin Rusdi dan Cut Ratna Dewi Bin. T.Raidi kusuma. 2. 1 buah buku nikah atas nama: Zainuddin Bin M.Yusuf dan Sulastiawati Binti Zakaria Dalam putusan perkara Nomor No.135/Pid.B/2014/Pn.Bna barang bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum sebagai berikut: 1 buah unit sepeda motor merk Yamaha Vega R, Nomor Polisi BL-1510-J0, warna biru, Nomor Rangka: MH43D70022J344208 dan Nomor Mesin : 45D7344225 Dalam putusan perkara Nomor No.133/Pid.Sus/2014/Pn.Bna barang bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum sebagai berikut: 1. 1 bungkus narkotika jenis shabu yang dibungkus dengan plastik bening 2. 1 buah kaleng rokok Dji sam soe 234 yang berisi narkotika jenis ganja 3. 1 unit handphone merk samsung warna putih, 1 unit handphone nokia tipe 2700 warna hitam 4. 1 unit sepeda motor yamaha mio sporty warna biru BL 5408 JO”. e. Pasal-Pasal peraturan hukum pidana. Salah satu hal yang sering terungkap didalam proses persidangan adalah pasal-pasal peraturan hukum pidana. Pasal-pasal ini bermula terlihat dan terungkap pada surat dakwaan jaksa penuntut umum, yang diformulasikan sebagai ketentuan hukum pidana yang dilanggar oleh terdakwa. Pasalpasal tersebut kemudian dijadikan dasar pemidanaan atau tindakan oleh hakim.Dalam prektik persidangan, pasal peraturan hukum pidana itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Dalam hal ini, penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui
351
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa itu telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam pasal peraturan hukum pidana.apabila ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari setiap pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut hukum kesalahan terdakwa, yakni telah melakukan perbuatan seperti diatur dalam pasal hukum pidana itu.15
2. Pertimbangan non yuridis a) Latar belakang perbuatan terdakwa Latar belakang perbuatan terdakwa adalah setiap keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan keras pada diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana kriminal. Keadaan ekonomi, misalnya merupakan contoh yang sering
menjadi latar belakang
kejahatan.kemiskinan, kekurangan, atau kesengsaraan merupakan suatu keadaan ekonomi yang sangat keras mendorong terdakwa melakukan perbuatannya.Orang miskin sukar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sementara tuntutan hidup senantiasa mendesak akhirnya bagi yang lemah iman,dengan mudah menentukan pilihan berbuat pidana.16 b) Akibat perbuatan terdakwa Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sudah pasti membawa korban ataupun kerugian pada pihak lain. Pada perkara nomor 133.Pid.Sus/2014/PN.Bna. TentangNarkotika, akibat dari perbuatan terdakwa sangat merugikan orang lainbahkan akibat perbuatan terdakwa dari kejahatan yang dilakukan tersebut dapat pula berpengaruh kepada masyarakat luas. Akibat yang demikian jugamenjadi pertimbangan oleh hakim.17 c) Kondisi terdakwa Kondisi diri terdakwa adalah keadaan fisik ataupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan,termasuk pula status sosial yang melekat
pada dirinya. Keadaan fisik dimaksudkan
adalah usia dan tingkat kedewasaan, sementara keadaan psikis dimaksudkan adalah berkaitan
15
Rusli Muhammad Op.Cit, hlm 135-135 Reza Maulana, Pengacara Dikantor YLBHI-LBH, Wawancara, 3 April 2015 17 Eddi, Hakim Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, Wawancara, 13 Maret 2015 16
352
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
dengan perasaan misalnya dalam keadaan marah mempunyai perasaan dendam, mendapatkan ancaman atau tekanan orang lain dan pikiran dalam keadaan kacau atau tidak normal. Adapun yang dimaksudkan dengan status sosial adalah predikat yang dimiliki oleh masyarakat,yakni sebagai pejabat,tokoh masyarakat ataukah sebagai gelandangan,dan sebagainya.18 d) Keadaan sosial ekonomi terdakwa Menurut Dahlan, salah satu yang harus dipertimbangkan hakim adalah keadaan sosial ekonomi terdakwa, misalnya tingkat pendapatan dan biaya hidupnya, kondisi sosial ekonomi tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan sepanjang hal tersebut merupakan fakta yang terungkap dimuka persidangan karena pada dasarnya faktor ekonomilah yang sangat berpagaruh terdakwa untuk melakukan kejahatan.19 e) Faktor agama terdakwa Setiap putusan pengadilan senantiasa diawali dengan kalimat “DEMI KEADILAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Kalimat itu selain berfungsi sebagai kepala putusan, namun yang lebih penting suatu ikrar dari hakim bahwa yang diungkapkan dalam putusannya itu sematamata untuk keadilan berdasarkan ketuhanan. Kata “Ketuhanan” menunjukkan suatu pemahaman yang berdimensi keagamaan. Dengan demikian, apabila para hakim membuat putusan berdasarkan ketuhanan, berarti harus pula ia terikat oleh ajaran-ajaran agama.Keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup bila hanya sekedar meletakkanya kata “Ketuhanan” pada kepala, putusan melainkan harus menjadi ukuran penilaian dari setiap tindakan baik tindakan para hakim itu sendiri maupun dan terutama terhadap tindakan para pembuat kejahatan. Bila demikian halnya, wajar dan sepatutnya bahkan pula seharusnya ajaran agama menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya.Digolongkannya faktor agama dalam pertimbangan yang bersifat non yuridis disebabkan tidak adanya satu ketentuan dalam KUHAP maupun ketentuan formal lainnya yang menyebutkan bahwa faktor agama harus dipertimbangkan dalam putusan.Namun perlu dicatat bahwa meskipun faktor agama dimasukkan sebagai pertimbangan yang bersifat non yuridis tidak 18 19
Rusli Muhammad Op.Cit, hlm 139 Dahlan Ali, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, wawancara, 8 April 2015
353
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
berarti kita memisahkan agama dengan hukum.Karena tidak adanya ketentuan formal itulah yang menyebabkan faktor agama untuk sementara digolongkan sebagai pertimbangan yang bersifat non yuridis.20 Dipertimbangkannya faktor agama sebagai salah satu pertimbangan non yuridis tercermin dapat putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 156/Pid.B/2014/PN.Bna dengan terdakwa Sulistiawati binti Zakaria. Dalam kasus ini terdakwa didakwa melakukan kejahatan perzinaan. Dalam pertimbangan hal-hal yang memberatkan hakim menilai bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah melanggar norma-norma agama dan kesusilaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh pada umumnya .
3) Hal-hal yang memberatkan dan meringakan terdakwa Dalam putusan Nomor No.165/Pid.B/2014/Pn.Bna. Majelis hakim mempertimbangkan halhal yang memberatkan dan meringankan pidana atas diri terdakwa. Adapun yang menjadi hal-hal yang memberatkan dalam putusan ini adalah sebagai berikut: 1. Bahwa perbuatan terdakwa melukai perasaan saksi Cut Ratna Dewi binti T. Raidi Kusuma dan saksi Zainuddin bin Yusuf. 2. Perbuatan terdakwa telah melanggar norma-norma agama dan kesusilaan yang dijunjung tinggi masyarakat Aceh pada umumnya. Hal-hal yang meringankan: tidak terdapat hal yang meringankan terdakwa Dalam hal ini hakim tidak mempertimbangkan hal meringankan bagi terdakwa karena memang tidak terdapat hal yang meringankan berdasarkan pemeriksaan alat-alat bukti dipengadilan. Dalam putusan ini terlihat bahwa hakim dalam pertimbangannya lebih menitikberatkan dalam pelanggaran norma-norma sosial dan keagamaan yang dilakukan terdakwa. Padahal seharusnya hakim dalam menjatuhkan putusan juga harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa agar pertimbangan hakim menjadi lebih seimbang dan proporsional. Hal tersebut mengacu
20
354
Rusli Muhammad Op.Cit, hlm 142-143
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
pada ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang berbunyi: Pasal peraturan perundangundangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Berarti dalam hal ini tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP, maka putusan tersebut batal demi hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP di yang bunyinya sebagai berikut: tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,h,k,dan l pasal ini mengakibatkan batal demi hukum. Dalam putusan Nomor No.133/Pid.B/2014/Pn.Bna. Majelis hakim mempertimbangkan halhal yang memberatkan dan meringankan pidana atas diri terdakwa. Adapun yang menjadi hal-hal yang memberatkan dalam putusan adalah tidak ada keadaan yang memberatkan terdakwa. Karena terdapat
sangat banyak
hal-hal yang merigakan terdakwa.Terdakwa memberikan keterangan
dipengadilan sangat jelas dan terdakwa juga menyesali atas perbuatan yang telah dia lakukan. Dalam hal ini alasan hakim tidak mempertimbangkan hal-hal memberatkan terhadap terdakwa adalah karena terdakwa tidak berbukti bersalah telah melakukan kejahatan sebagaimana yang didakwa dalam dakwaan primer dan dakwaan subsidair. Dalam putusannyajustru hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa didasarkan pada Pasal 127 (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, padahal hal tersebut tidak terdapat dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam hal ini hakim melakukan penemuan hukum dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, sehingga hakim menilai tidak perlu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa. Namun menurut penulis hakim juga harus mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan karena dalam putusannya hakim tetap menjatuhkan pidana bagi terdakwa, dan agar putusan hakim tersebut tidak batal demi hukum. Hal-hal yang meringankan adalah sebagai berikut: 1. Terdakwa berlaku sopan dipersidangan dan berterus terang sehingga mempelancar proses persidangan
355
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
2. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi dikemudian hari, sebagai wujud niat baik dari terdakwa 3. Terdakwa belum pernah dihukum Dalam putusan Nomor No.135/Pid.Sus/2014/Pn.Bna. Majelis hakim mempertimbangkan halhal yang memberatkan dan meringankan pidana atas diri terdakwa. Adapun yang menjadi hal-hal yang memberatkan dalam putusan ini adalah sebagai berikut: 1. Perbuatan terdakwa telah merugikan saksi korban. 2. Perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat. 3. Terdakwa sudah pernah dihukum oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh pada tahun 2012 dalam perbuatan yang sejenis sehingga dikualifikasikan sebagai residiv. Adapun yang menjadi hal meringankan dalam putusan ini adalah sebagai berikut: 1. Terdakwa mengakui bersalah dan menyesal serta berjanji tidak akan mengulangi lagi. 2. Terdakwa telah menikmati hasil dari kejahatannya. Dalam putusan No.135/Pid.Sus/2014/Pn.Bna sebenarnya hakim sudah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa, namun terdapat kekeliruan hakim dalam merumuskan hal-hal yang meringakan bagi terdakwa. Dalam hal meringankan hakim mempertimbangkan salah satunya “terdakwa telah menikmati hasil dari kejahatannya”. Padahal seharusnya hal tersebut adalah bagian dari hal-hal yang memberatkan terdakwa, dalam hal ini tidak terdapat kesesuaian dalam pertimbangan hakim tersebut.
2) Dampak Pertimbangan Hakim terhadap Pelaku Hakim sebelum memutus perkara suatu tindak pidana harus memperhatikan setiap hal-hal penting dalam persidangan.Hakim memeriksa tindak pidana yang dilakukan seseorang dengan memperhatikan syarat subjektifnya, yaitu dengan adanya kesalahan, kemampuan bertanggung jawab seseorang dan tidak ada alasan pemaaf baginya. Selain itu, hakim juga harus memperlihatkan syarat objektifnya, yaitu perbuatan pidana yang dilakukan telah sesuai dengan rumusan delik, 356
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
bersifat melawan hukum, dan tidak ada alasan pembenar. Apabila hal tersebut terpenuhi, selanjutkan hakim mempertimbangkan hal-hal yang dapat merigankan dan memberatkan terdakwa.21 Menurut Muhiffuddin, berpendapat bahwa dampak pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terkait hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana terhadap pelaku adalah Pertimbangan hakim ini terdiri atas dua hal yaitu hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Hal-hal yang memberatkan adalah sesuatu yang menjadi alasan sehingga sanksi yang dijatuhkan harus menimbulkan efekjera ataupun menambahkan pidana yang dituntut oleh jaksa penuntut
umum
kepada
terdakwa
dikarenakan
terdakwa
tidak
adanya
alasan
yang
meringankan.sedangkan hal meringankan adalah setiap hal yang menjadi alasan hakim agar sanksi yang didakwakan dikurangi oleh majelis hakim dikarenakan terdakwa terdapat banyak hal yang meringankan baginya.22 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, Eddy, berpendapat dampak pertimbangan hakim mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana terhadap pelaku adalah berpengaruh terhadap putusan hakim. Jika hakim memutuskan pidana yang lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, maka hakim menilai tidak perlu untuk mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. Sebaliknya, jika hakim memutuskan pidana yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, maka hakim menilai tidak perlu untuk mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa.23 Dalam putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 165/Pid.B/2014/Pn Bna terdapat banyak hal-hal yang memberatkan terdakwa sehingga hakim menjatuhkan putusan sama dan sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Yaitu selama 4 bulan penjara, sehingga dalam putusannya hakim tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa, sedangkan dalam putusan nomor133/Pid.Sus/2014/Pn.Bna. Terdapat banyak hal-hal yang meringankan sehingga
21
Leden Marpaung, Op-Cit, hlm 130 Muhifuddin,Hakim Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, wawancara, 24 April 2015 23 Eddi, Hakim Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, Wawancara, 13 Maret 2015 22
357
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
hakim menjatuhkan putusan jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa penuntut umum dalam kasus ini menuntut terdakwa selama 6 tahun penjara sementara hakim memutuskan menjatuhkan pidana terdahap terdakwa selama 6 bulan saja, jadi hakim menilai tidak perlu untuk mempertimbangkan hal-hal yang membertakan terdakwa Menurut Fauzi, dampaknya putusan hakim dalam hal memberatkan dan meringankan terhadap pelaku. Dalam hal memberatkan agar dengan maksud memberikan pelajaran agar kelak terdakwa tidak melakukan lagi perbuatannya
dan pula agar dikemudian hari terdakwa dapat
menyadari dan menginsafi atas kejahatan atau perbuatan yang telah diperbuat. Dampak dalam hal meringankan pidana yang dijatuhkan oleh hakimsemata-mata untuk mendidik, membimbing dan membina terdakwa agar terdakwa setelah selasai menjalani pidana dapat kembali kemasyarakat dan diterima dalam masyarakat.24 Hal yang senada juga diungkapkan oleh Sayed Husen, bahwa dampak mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana terhadap pelaku yaitu mengenai lamanya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, majelis hakim berpedoman pada tujuan dari pemidanaan yaitu bukan semata-mata untuk balas dendam, akan tetapi untuk membuat efek jera dan dalam penjatuhan pidana tersebut kepada terdakwa majelis hakim memperhatikan asas proporsional (atau penjatuhan pidana sesuai dengan tingkat kesalahan terdakwa). Serta melihat sifat yang baik dan jahat dari terdakwa sebagaimana diuraikan Pasal 8 ayat (2) undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, sehingga pemidanaan tersebut dirasakan adil bagi terdakwa maupun oleh korban dan masyarakat. Maka hakim sebelum menjatuhkan putusannya wajib mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Hal ini mengacu pada Pasal 197 KUHAP, dan dalam perkara Nomor 135/Pid.B/2014/PN.Bna hakim sudah mempertimbangkan halhal memberatkan dan meringankan tetapi hal-hal yang meringankannya tidak sesuai yaitu pada prasa “terdakwa telah menikmati hasil dari kejahatannya” padahal hal tersebut harusnya menjadi hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa.25 Dan dalam hal ini penulis berpendapat jika hakim tidak 24 25
358
Fauzi, Hakim Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh,wawancara, 20 Maret 2015 Sayed Husen, Hakim Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, wawancara, 17 April 2015
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa, maka putusan tersebut batal demi hukum hal ini sesuai dengan Pasal 197 ayat (2). Batal demi hukum berarti putusan tersebut dianggap tidak sah atau dinggap tidak belaku dan putusan tersebut tidak dapat dieksekusi. Menurut Dahlan, dampak pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tekait hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana terhadap pelaku adalah hukum itu bertujuan kesejahteraan dan juga untuk menyembuhkan kembali, keadaan kejiwaan yang terguncang akibat perbuatan yang telah ia lakukan, jadi tujuan untuk dijatuhkan pidana tidak semata-mata untuk menghukum siterdakwa yang bersalah. Akan tetapi membina dan menyadarkan kembali terdakwa yang telah melakukan kekeliruan atau
telah melakukan penyimpangan. Dan kalau tujuan dari pidana
tujuansosial, maka walaupun itu hal-hal yang meringankan hakim harus memperhatikan, karena pidana itu tidak bisa disamaratakan. Artinya tidak ada suatu peristiwa hukum yang terjadi itu sama (kasuistik) dan dalam hal terdakwa adanya hal yang meringankan baginya maka pidananya boleh dikurangi dan dalam hal terdakwa seorang residivis maka pidanya bisa ditambah sepetiga. Dan hakim dalam menjatuhkan putusannya hakim harus bertanggung jawab atas isi putusan yang telah dibuat karena hakim telah diletakan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan ditegakkan, putusan tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada hukum, masyarakat dan kepada Tuhan yang maha Esa.26 Menurut Mohd. Din, dampak pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah pada amar putusan, karena sebenarnaya penjatuhan pidana itu untuk mendidik dan dibina sehingga apabila terpidana telah selesai menjalani pidana dapat diterima kembali oleh masyarakat.Dan sebelum hakim menjatuhkan putusannya perlu mempertimbangakan adanya pedoman pemidanaanyaitu usia seseorang harus dipertimbangkan dalam suatu putusan dan juga jasa-jasanya terdakwa. Hal ini sesuai dengan Pasal 54 dan 55 ayat (1) Rancangan KUHP.27 Pasal 54 ayat (1) Rancangan KUHP 26 27
Dahlan Ali, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, wawancara, 8 April 2015 Mohd. Din, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, wawancara, 13 Mei 2015
359
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Pemidanaan merupakan suatu proses. Sebelum proses ini berjalan, peranan hakim penting sekali. Ia mengkonkritkan sanksi pidana yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan menjatuhkan pidana terhadap tertuduh dalam kasus tertentu. Ketentuan dalam pasal ini dikemukakan tujuan dari pemidanaan, yaitu sebagai sarana pelindungan masyarakat, rehabilitasi, dan resosialisasi, pemenuhan pandangan hukum adat, serta aspek psikologis untuk menghilangkan rasa bersalah bagi yang bersangkutan. Pasal 54 Ayat (2) Meskipun pidana pada dasarnya merupakan suatu nestapa, namun pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak merendahkan martabat manusia. Pasal 55Ayat (1) Rancangan KUHP Ketentuan ini memuat pedoman pemidanaan yang sangat membantu hakim dalam mempertimbangkan takaran atau berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan. Dengan mempertimbangkan hal-hal yang dirinci dalam pedoman tersebut diharapkan pidana yang dijatuhkan bersifat proporsional dan dapat dipahami baik oleh masyarakat maupun terpidana. Rincian dalam ketentuan ini bersifat limitatif, artinya hakim dapat menambahkan pertimbangan lain selain yang tercantum pada ayat(1) ini. Unsur “berencana” sebagaimana ditemukan dalam kitab undang-undang pidana yang lama, tidak dimasukan dalam rumusan tindak pidana yang dimuat dalam pasal-pasal buku kedua. Tidak dimuatnya unsur ini berarti bahwa unsur berencana tersebut ditiadakan, tetapi lebih bijaksana jika dijelaskan dalam penjelasan ayat(1) ini. Berdasarkan hal ini, maka dalam menjatuhkan pidana hakim harus selalu memperhatikan unsur berencana, kesalahan pembuat tindak pidana, motif, dan tujuan dilakukannya tindak pidana, cara melakukan tindak pidana, dan sikap batin pembuat tindak pidana.
KESIMPULAN Pertimbagan hakim dalam penjatuhan pidana terkait hal-hal yang memberatkan dan meringankan putusan adalah mencakup pertimbangan yuridis dan non yuridis. Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap didalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat didalam putusan. Pertimbangan non yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada suatu keadaan yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun keadaan tersebut baik melekat pada diri pembuat tindak pidana maupun berkaitan dengan masalahmasalah sosial dan struktur masyarakat. Dampak pertimbangan hakim mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana terhadap pelaku adalah berpengaruh terhadap putusan hakim. Jika hakim memutuskan pidana yang lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, 360
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
maka hakim menilai tidak perlu untuk mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. Sebaliknya, jika hakim memutuskan pidana yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, maka hakim menilai tidak perlu untuk mempertimbangkan hal -hal yang memberatkan bagi terdakwa.
DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Bambang Poernomo, 1993, Azas-Azas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan Hukum, Yogyakarta. BawenganWGerson, 1977, Pengantar Psichologi Criminal, Prandya Paramita, Jakarta. Bambang Waluyo, 2008, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta. Chazawi Adami, 2005, Pelajaran Pidana 1, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung. Kansil CTS, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Laminantang PAF, 1984, Hukum Penetensier di Indonesia, Armico, Bandung. Marpaung Leden, 2011, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaaan dan Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksekusi), Sinar Grafika, Jakarta. Mulyadi Lilik, 2007, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, PT. Alumni, Bandung. Marlina, 2011, Hukum Penitensier, Rafika Aditama, Bandung. Muladi, 2003, Pengkajian Hukum Tentang Azaz-Azas Pidana Indonesia dalam Perkembangan Masyarakat Masa Kini dan Mendatang, Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta. Muladi dan Barda Nabawi Arief, 1998, Teori-Teori Kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.
361
Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015).
Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan Nurhafifah dan Rahmiati
Rusli Muhammad, 2006, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Raja Grasindo Persada, Jakarta. Sianturi SR dan Mompang L. Panggabean, 1996, Hukum Penitensia di Indonesia, Jakarta. Suparni Niniek, 2007, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta. Samidjo, 1985, Ringkasan dan Tanya Jawab Hukum Pidana, Armico, Bandung. Soejono Dirdjosisworo, Hukum dalam Perkembangan Hukum pidana, Tarsito, Bandung. Waluyadi, 2003, Hukum Pidana Indonesia, Djambatan, Jakarta. Teguh Prasetyo, 2011, Hukum Pidana, Raja Grasindo Persada, Jakarta.
Peraturan perundang–undangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sumber Lain Rancangan KUHAP diakses pada tanggal 3 Maret 2015. Rancangan KUHP diakses pada tanggal 3 Maret 2015.
362