Jurnal HPT Volume 2 Nomor 3 April 2014 ISSN: 2338-4336
EFEKTIVITAS BEBERAPA ISOLAT SlNPV TERHADAP PERSENTASE MORTALITAS LARVA Crocidolomia binotalis Zell. (Lepidoptera : Pyralidae) PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea vas capitata L.) Miko Putro Hutomo1), Tutung Hadiastono2), Mintarto Martosudiro2), Bedjo3) 1)
Mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang 2) Dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Barawijaya Malang 3) Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Kabupaten Malang
ABSTRACT Crocidolomia binotalis Zell is one of the important pest on cabbage. The purpose of the study was to determine the effectiveness of SlNPV JTM 97c, Smtr 05b, Lpng 05a, and Kalsel 10a isolates on the C. binotalis larvae. The experiment was conducted at Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI) Malang on February to May 2014. The Completely Randomized Design was used with five treatments and four replications. Two data were observed i.e. stop feeding and mortality of larvae. Those data were analyzed by Analysis of Variant and Least Significant Difference (LSD) (5%). The results showed that the first stop feeding activity of larvae occurred at 8 hours after inoculation on SlNPV JTM 97c treatment. The SlNPV JTM 97c has very high mortality effectiveness, with the percentage mortality of C.binotalis larvae 100%. While isolates Smtr 05b, Lpng 05a, Kalsel 10a could not kill the C.binotalis larvae and not significantly compared with control. This results indicated SlNPV JTM 97c isolate is potential to be developed as a biological agent for control C. binotalis. Keywords: SlNPV JTM 97c, Smtr 05b, Lpng 05a, Kalsel 10a, Crocidolomia binotalis. ABSTRAK Crocidolomia binotalis Zell merupakan salah satu hama penting pada tanaman kubis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan efektivitas beberapa isolat SlNPV yaitu JTM 97c, Smtr 05B, LpNg 05A, Kalsel 10A dalam pengendalian C. binotalis pada tanaman kubis. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Aneka Tanaman Kacang dan Umbi (BALITKABI) Malang pada bulan Februari hingga bulan Mei 2014. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data dianalisis dengan uji F, jika terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan menggunakan BNT dengan taraf 5%. Parameter pengamatan terbagi menjadi 2 yaitu, Stop feeding (berhenti makan) dan Mortalitas (kematian larva). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Isolat yang berasal JTM 97c mempunyai efektifitas daya bunuh sangat tinggi, dengan data persentase kematian larva C.binotalis yang mencapi 100%. Sedangkan isolat Smtr 05b, Lpng 05a, Kalsel 10a sama sekali tidak mempunyai daya bunuh atau sama saja dengan perlakuan Kontrol yang sama sekali tidak menggunakan Isolat SlNPV. Sehingga isolat JTM 97c berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati pengendali C. binotalis. Kata kunci: SlNPV JTM 97c, Smtr 05b, Lpng 05a, Kalsel 10a, Crocidolomia binotalis.
98
Jurnal HPT
Volume 2 Nomor 2
Agustus 2014
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Ulat krop kubis Crocidolomia binotalis Zell merupakan salah satu hama penting pada tanaman kubis, baik tanaman yang belum membentuk krop maupun tanaman yang hampir dipanen. Serangan hama ini dapat mengakibatkan kehilangan hasil kubis sebesar 65,8% (Uhan & Sulastrini, 2008). Penggunaan pestisida pada tanaman kubis masih tinggi. Biaya penggunaan pestisida yang dikeluarkan oleh petani kubis mencapai 30% dari biaya produksi total. Penggunaan pestisida berlebihan dapat menyebabkan resistensi dan resurjensi hama, timbulnya hama sekunder, terdapatnya residu pestisida dalam bahan makanan dan pencemaran lingkungan (Sudirman, 2002). Sebagai upaya mengurangi penggunaan insektisida sintetik untuk mengendalikan C. binotalis maka sejak beberapa tahun terakhir telah dikembangkan pengendalian secara biologi, di antaranya pemanfaatan agens hayati (Koswanudin et al., 2001). Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV) merupakan salah satu virus patogen yang menginfeksi ulat grayak. SlNPV efektif mengendalikan ulat grayak dan berpeluang untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida dalam skala komersial (Arifin, 2002). Isolat SlNPV JTM 97c disamping dapat membunuh S. litura juga dapat membunuh serangga hama lain yaitu penggulung daun, ulat jengkal, dan Etiella (Bedjo, 2011a). Penelitian ini dilakuan untuk mengetahui efektivitas beberapa isolat SlNPV untuk mengendalikan C. binotalis pada tanaman kubis.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Aneka Tanaman Kacang dan Umbi (BALITKABI) Malang. Pada bulan Februari hingga bulan Mei 2014. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah haemocytometer, wadah pembiakan C. binotalis, handsprayer, vial plastic, kain saring, sendok, pinset, pipet mikro, tabung reaksi, sentrifuse, mortar, cawan petri, mikroskop digital, kulkas, timbangan analitik, kuas mini, alat tulis, kertas label, buku agenda dan kalkulator. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain 4 isolat SlNPV dari Drs. Bedjo MP yaitu LpNg 05A, JTM 97c, Smtr Sl 05B, Kalsel 10A, larva C. binotalis instar 3, daun kubis, aquades, kertas tissue, kertas merang. Rancangan Percobaan Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 ulangan. Perlakuan : Ko = Kontrol (tanpa aplikasi isolat SlNPV) I1 = Isolat SlNPV JTM 97C I2 = Isolat SlNPV Smtr Sl 05B I3 = Isolat SlNPV LpNg 05A I4 = Isolat SlNPV Kalsel 10A Parameter Pengamatan Parameter pengamatan meliputi: 1. Stop feeding (berhenti makan larva). Parameter ini dilakukan untuk mengetahui lama waktu SlNPV mempengaruhi larva C. binotalis dalam berhenti makan. Pengamatan dilakukan pada 1 JSI, 2 JSI, 3 JSI, 4 JSI, 6 JSI, 8 JSI, 12 JSI, 14 JSI, 16 JSI, 18 JSI, 20 JSI, 22 JSI, 24 JSI. (JSI=jam setelah inokulasi). 2. Mortalitas (kematian larva).
99
Hutomo et al., Efektivitas Isolat SINPV Terhadap Mortalitas C. binotalis Pada Kubis
Pengamatan kematian larva dilakukan dengan cara menghitung jumlah larva yang mati setelah aplikasi. Pengamatan dilakukan setiap hari sekali selama 7 hari. Persentase larva yang mati dihitung dengan rumus:
massal dalam sangkar plastik dengan pakan daun kubis. Kepompong yang terjadi dipelihara dalam sangkar plastik yang bagian dasarnya diisi dengan tanah hingga terbentuk ngengat. Ngengat sebanyak 5-10 pasang dipelihara dalam sangkar plastik yang bagian dalamnya dilapisi kertas untuk peletakan telur. Ngengat diberi pakan larutan madu 10% yang diresapkan pada kapas. Telur yang dihasilkan dipelihara dalam kotak plastik hingga menetas menjadi ulat. Pengamatan telur dilakukan setiap pagi dan sore hingga telur menetas dan larva C. binotalis aktif beraktifitas dan memakan daun kubis. Pemberian daun kedelai sebagai makanan dilakukan pergantian setiap sehari sekali. Larva instar 1 terhitung sejak menetasnya telur hingga hari ke-3, larva instar 2 terhitung hari ke-4 hingga hari ke-6. Instar 3 yaitu pada hari ke-7 hingga hari ke-9. Pada hari ke-7, maka larva C. binotalis siap untuk diaplikasikan sebagai bahan penelitian.
: : jumlah larva yang mati tiap perlakuan. N : jumlah larva keseluruhan tiap perlakuan. 3. LT50 (Lethal Time 50) Analisis mengenai tingkat dan waktu kematian larva dapat mematikan 50% dari populasi larva uji. Menggunakan analisis PROBIT dengan aplikasi SPSS Statistics 21. n
PELAKSANAAN
Perbanyakan SlNPV dan aplikasi perlakuan Beberapa isolat SlNPV yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari hasil koleksi ulat grayak mati terinfeksi oleh SlNPV dari Lampung (LpNg 05A), Jawa Timur (JTM 97C), Sumatera Selatan (Smtr Sl 05B) dan Kalimantan Selatan (Kalsel 10A). SlNPV diperbanyak dan diformulasikan dengan metode seperti yang dikemukakan oleh Arifin (2002) sebagai berikut: ulat instar 3 hasil pembiakan di laboratorium diberi pakan yang telah dioleskan suspensi SlNPV berkonsentrasi 1 X 107 PIBs/ml (konsentrasi yang mematikan populasi 100%). Larva S. litura yang mati terinfeksi SlNPV digerus halus dengan menggunakan mortar, bila terlalu pekat perlu ditambahkan tambahkan sedikit aquadest. Kemudian disaring dengan menggunakan kasa nilon berukuran 100 mala jala (mesh). Suspensi polyhedra
Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi adalah suatu proses perlakuan terhadap alat atau bahan agar tidak terdapat mikroorganisme yang dapat mengganggu hasil percobaan. Sterilisasi alat dapat dilakukan dengan menggunakan sinar UVC. Vial plastik disterilisasi dengan cara direndam dalam larutan NaOCl 5% bercampur air selama 25-30 menit. Setelah itu permukaan bagian dalam dan luar vial plastik digosok-gosong dengan busa sampai bersih. Vial kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Memastikan bahwa vial plastik telah terhindar dari mikroorganisme, maka vial tersebut disinari di bawah lampu sinar UVC selama 20-25 menit. Pemeliharaan larva Crocidolomia binotalis (Mass Rearing) C. binotalis dikoleksi dari lapang di daerah Batu kemudian dipelihara secara
100
Jurnal HPT
Volume 2 Nomor 2
kasar dimurnikan dengan menggunakan sentrifus berkecepatan 3500 putaran/menit selama 15 menit. NPV dipisahkan dari cairan lemak pada dinding tabung dan permukaan cairan. Endapan yang terjadi disuspensikan dengan menambahkan beberapa tetes air suling, kemudian dituangkan kedalam tabung reaksi, lalu simpan di dalam kulkas. Konsentrasi suspensi ini ditentukan dengan menggunakan haemocytometer. Suspensi yang disimpan di dalam kulkas kemudian diencerkan 4 kali untuk mempermudah perhitungan Polyhidra Inclusion Bodies (PIBs). Perhitungan PIB dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Suspensi diambil dengan mikro pipet 0,01 ml dan diencerkan dengan akuades 0,99 ml. Hasil suspensi yaitu 1,00 ml diambil dan diamati dan dihitung dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Selanjutnya, suspensi diencerkan hingga diperoleh konsentrasi baru 4 X 1012 PIBs/ml. Siapkan daun kubis yang telah dipotong dengan ukuran 3x3 cm lalu celupkan kedalam larutan yang mengandung PIBs sambil terus diaduk agar PIBs merata pada daun kubis. Lalu keringanginkan selama 30 detik. Letakkan di vial plastik pada masing-masing perlakuan dan ulangan. Vial plastik sebelumnya diberi label perlakuan dan ulangan. Investasikan C. binotalis kedalam vial plastik satu per satu. Sebelumnya larva C. binotalis dipuasakan kurang lebih 15 menit. Larva C. binotalis yang digunakan sebanyak 15 ekor setiap ulangan pada tiap perlakuannya. Amati perubahan yang terjadi, kapan C. binotalis berhenti makan dan berapa banyak larva yang mati.
Agustus 2014
HASIL DAN PEMBAHASAN Presentase Larva C.binotalis yang Berhenti Makan Pada Beberapa Jam Setelah Inokulasi (JSI). Persentase larva C.binotalis yang berhenti makan diamati pada 4, 8, 12, 16, 20, dan 24 jam setelah inokulasi (JSI). Gejala larva C.binotalis yang berhenti makan diamati dari gerakan larva mulai lambat, nafsu makan kurang, dan akhirnya berhenti makan. Menurut Riyanto (2008), larva yang terinfeksi NPV pada umumnya ditandai dengan berkurangnya kemampuan makan, gerakan yang lambat, dan tubuh membengkak akibat replikasi atau perbanyakan partikel-partikel virus NPV. Integumentum larva biasanya menjadi lunak, rapuh dan mudah sobek. Apabila tubuh larva tersebut pecah maka akan mengeluarkan cairan kental berwarna coklat susu yang merupakan cairan NPV dengan bau yang sangat menyengat. Pengaruh masing-masing isolat SlNPV terhadap presentase larva C. binotalis yang berhenti makan pada berbagai waktu pengamatan disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 grafik pengamatan, pada pengamatan 4 JSI belum menunjukkan adanya larva C.binotalis yang berhenti makan. Hal ini diduga merupakan fase awal NPV masuk kedalam tubuh larva dan untuk sampai membunuh larva membutuhkan waktu. Menurut Arifin (2002), Proses infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh ulat bersama pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkaiis (pH 9,0 - 10,5), selubung polihedra larut, sehingga membebaskan virion. Virion menembus dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian menginfeksi sel-sel yang rentan.
Analisis Data Data dianalisis dengan uji F, jika terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan menggunakan BNT dengan taraf 5%.
101
Hutomo et al., Efektivitas Isolat SINPV Terhadap Mortalitas C. binotalis Pada Kubis
Tabel 1. Presentase larva C.binotalis yang berhenti makan pada perlakuan perbedaan isolat SlNPV STOP FEEDING C.binotalis (%) PENGAMATAN PADA (JSI) Isolat 4 JSI 8 JSI 12 JSI 16 JSI 20 JSI 24 JSI JTM 97c Smtr 05b Lpng 05a Kalsel 10a Kontrol
0 0 0 0 0
3.33 b 0a 0a 0a 0a
15 b 0a 0a 0a 0a
15 b 0a 0a 0a 0a
16.66 b 0a 0a 0a 0a
18.33 b 0a 0a 0a 0a
Keterangan : JSI jam setelah inokulasi, angka yang didikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT, sebelum dilakukan analisis data ditransformasikan dengan rumus transformasi arcsin
Presentase larva berhenti makan
20 18 16 14 12
kontrol
10
jtm 97c
8
smtr 05b
6
lpng 05a
4
kalsel 10a
2 0 4
8
12
16
20
24
Jam Setelah Inokulasi (JIS)
Gambar 1. Grafik persentase larva C.binotalis yang berhenti makan pada perlakuan perbedaan isolat SlNPV Hasil dari percobaan membuktikan bahwa terdapat perbedaan antara Kontrol, Isolat SlNPV JTM 97c, Smtr 05b, Lpng05a, dan Kalsel 10a. Larva C.binotalis yang mulai berhenti makan pada 8 JSI akibat infeksi SlNPV adalah larva yang terinfeksi isolat SlNPV JTM 97c dan pada Kontrol, isolat Smtr 05b, Lpng05a, dan Kalsel 10a belum menunjukkan tanda ataupun gejala larva berhenti makan. Pada pengamatan mulai berhenti makan pada isolat SlNPV JTM 97c, Smtr 05b, Lpng05a, dan Kalsel 10a, mulai dari 8JSI-24JSI hasil menunjukkan
bahwa isolat JTM 97c berdasarkan grafik kurva terus mengalami peningkatan dari jam satu ke jam berikutnya. Untuk Kontrol, isolat Smtr 05b, Lpng05a, dan Kalsel 10a dari 4JSI – 24 JSI sama sekali tidak menunjukkan suatu tanda ataupun gejala larva berhenti makan. Perbedaan waktu berhenti makan diduga dipengaruhi oleh asal isolat yang diuji. Dugaan ini diperkuat oleh Tanada dan Kaya (1993), yang menyatakan bahwa efektivitas isolat NPV serangga tertentu dari virus yang sama ternyata sangat bervariasi, pada
102
Jurnal HPT
Volume 2 Nomor 2
umumnya dipengaruhi oleh kondisi dari daerah dengan geografi berbeda.
Agustus 2014
menjadi pucat-kemerahan, terutama pada bagian perut. Kemampuan makannya menurun, sehingga pertumbuhannya lambat. Ulat cenderung merayap ke pucuk tanaman kemudian mati menggantung dengan posisi terbalik dengan tungkai semu bagian akhir pada tanaman. Integumen ulat yang mati mengalami lisis dan disintegrasi, sehingga sangat rapuh. Apabila integumen robek, dari dalam tubuh ulat keluar cairan hemolimfa berwarna putihkecoklatan yang mengandung polihedra. Berdasarkan Tabel 2 dan gambar 2 menunjukkan bahwa pada pengamatan ke 1 HSI sudah ditemukan larva yang mati yaitu pada isolat JTM 97c dan pada Kontrol, isolat Smtr 05b, Lpng 05a, dan Kalsel 10a belum ditemukan larva yang mati. Pada pengamatan selanjutnya yaitu pada 2 – 7 HSI menunjukkan bahwa yang mendominasi efektivitas dalam mematikan larva adalah isolat JTM 97c. sedangkan Kontrol, isolat Smtr 05b, Lpng 05a, dan Kalsel 10a sama sekali tidak ditemukan kematian larva. Hal ini membuktikan bahwa isolat JTM 97c merupakan isolat yang mempunyai daya bunuh tinggi pada larva C.binotalis, ini dibuktikan dengan kematian larva yang mencapai 100%.
Persentase Kematian Larva C.binotalis Pada Beberapa Hari Setelah Inokulasi (HSI). Pengamatan kematian larva C.binotalis dilakukan 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 HSI. Gejala awal ulat terinfeksi virus yaitu permukaan tubuh larva mengkilat berminyak dan berubah warna mnejadi pucat, tubuh membengkak, dan akhirnya mati. Larva yang mati mempunyai struktur tubuh lembek dan mudah pecah serta mengeluarkan cairan dengan bau yang khas berwarna cokelat. Hal ini sesuai dengan laporan Arifin (2002), Proses infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh ulat bersama pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkaiis (pH 9,0 - 10,5), selubung polihedra larut, sehingga membebaskan virion. Virion menembus dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian menginfeksi sel-sel yang rentan. Replikasi virion terjadi di daiam inti sel. Dalam waktu 1-2 hari setelah polihedra tertelan, hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh. Ulat tampak berminyak, disertai dengan membran integumen yang membengkak dan perubahan warna tubuh
Tabel 2. Presentase kematian atau mortalitas larva C.binotalis pada perlakuan perbedaan isolat SlNPV KEMATIAN LARVA C.binotalis (%) PENGAMATAN PADA (HSI) Isolat 1 HSI 2HSI 3 HSI 4 HSI 5 HSI 6 HSI 7 HSI JTM 97c Smtr 05b Lpng 05a Kalsel 10a Kontrol
13.33 b 0a 0a 0a 0a
26.66 b 0a 0a 0a 0a
48.33 b 0a 0a 0a 0a
73.33 b 0a 0a 0a 0a
85 b 0a 0a 0a 0a
96.66 b 0a 0a 0a 0a
100 b 0a 0a 0a 0a
Keterangan : JSI jam setelah inokulasi, angka yang didikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT, sebelum dilakukan analisis data ditransformasikan dengan rumus transformasi arcsin
103
Hutomo et al., Efektivitas Isolat SINPV Terhadap Mortalitas C. binotalis Pada Kubis
Presentase Kematian Larva
120 100 80 kontrol jtm 97c
60
smtr 05b 40
lpng 05a kal sel 10a
20 0 24
48
72
96
120
144
168
Jam Setelah Inokulasi (JSI)
Gambar 2. Grafik persentase kematian atau mortalitas larva C.binotalis pada perlakuan perbedaan isolat SlNPV JTM 02-5, JTM 05f, Lpng 05a, dan SmtrSl 05 tidak menyebabkan kematian.
Demikian juga hasil penelitian dari Bedjo (2011a), Isolat SlNPV JTM 97c dengan konsentrasi 1–3 g/l pada enam HSA dapat membunuh serangga uji S. litura 88–100%,virulensi JTM 97c setara dengan perlakuan insektisida sihalotrin. Sedangkan kematian larva penggulung daun, L. indicata yang diaplikasi dengan isolat SlNPV JTM 97c dengan konsentrasi 2 g/L pada 6 HSA, hanya 6,67% sedangkan isolat lainnya yaitu
Pengaruh Isolat SlNPV JTM 97C terhadap Waktu Mematikan (LT50) Larva C. binotalis. Untuk mengetahui pengaruh isolat SlNPV JTM 97C terhadap waktu mematikan dilakukan analisis regresi Letal Time 50 (LT50) atau waktu membunuh dengan kematan 50%. Hasil dari analisis disajikan pada gambar 3.
1.2 y = 0.1563x + 0.0091 2
Log mortalitas
1
R =0,960
0.8 0.6
Y-Values
0.4
Linear (Y-Values)
0.2 0 0
2 4 6 Waktu Pengamatan HSI
8
Gambar 3. Grafik Hubungan antara waktu kematian dalam HSI (Hari setelah Inokulasi) dengan mortalitas larva pada isolat SlNPV JTM 97c
104
Jurnal HPT
Volume 2 Nomor 2
Agustus 2014
yang mencapi 100%. Sedangkan isolat Smtr 05b, Lpng 05a, Kalsel 10a sama sekali tidak mempunyai daya bunuh, dengan data persentase kematian larva C.binotalis 0%, atau sama saja dengan perlakuan Kontrol yang sama sekali tidak menggunakan Isolat SlNPV. c. Berdasarkan hasil analisis PROBIT menunjukkan bahwa LT50 pada isolat SlNPV JTM 97c pada tingkat dan waktu kemtian larva C. binotalis adalah 3,014 hari setelah inokulasi dan LT90 (90%) adalah 5,183 hari setelah inokulasi.
Pada gambar 3, berdasarkan hasil analisis Probit menggunakan program aplikasi SPSS menunjukkan bahwa SlNPV JTM 97C pada tingkat dan waktu kemtian larva C. binotalis LT50 (50%) yaitu 3,014 hari setelah inokulasi dan LT90 (90%) yaitu 5,183 hari setelah inokulasi (Lampiran 24). Berdasarkan grafik persamaan garis linier yaitu y = 0.1563x + 0.0091 dengan artian bahwa setiap interval waktu 2 hari setelah inokulasi tingkat penambahan mortalitas larva pada isolat jtm 97c adalah 0,1563. Berdasarkan analisis regresi R2=0,960 (Lampiran 24). Ini menunjukkan bahawa 96% hari setelah inokulasi virus NPV mempengaruhi mortalitas larva C.binotalis. Hasil analisis mengenai tingkat dan waktu kematian larva tersebut menunjukkan bahwa tingkat dan waktu kematian larva tergantung pada lama penularan SlNPV terhadap larva C.bonotalis. Menurut Bedjo (2011a), tidak efektifnya isolat NPV tersebut sangat tergantung dari isolat NPV itu sendiri dan bahwa efektifitas NPV, bergantung pada isolat virus yang mampu dalam waktu singkat membunuh serangga sasaran. Selain waktu penularan, konsentrasi juga berpengaruh terhadap waktu kematian larva. Menurut Arifin dan Waskito (1986), semakin tinggi konsentrasi polyhedra semakin tinggi dan cepat pula tingkat kematian larva.
Saran Penelitian ini dilakukan di laboratorium, maka perlu pengujian lanjutan di lapang untuk selanjutnya dapat mengetahui efektifitas daya bunuh isolat SlNPV dalam mengendalikan serangan larva C.binotalis pada tanaman kubis sehingga diharapkan isolat SlNPV kedepannya dapat menggantikan pestisida kimia sebagai pengembangan PHT yang mengacu pada sistem pertanian yang berkelanjutan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT karena atas KuasaNya penulis bisa menyelesaikan penelitian ini. Kepala Balai Penelitian Aneka Tanaman Kacang dan Umbi (BALITKABI) Malang atas ijin serta fasilitas yang telah diberikan selama penelitian berlangsung. Bapak Prof. Dr. Ir. Tutung Hadiastono, MS., Bapak Dr. Ir. Mintarto Martosudiro, MS., dan Bapak Drs. Bedjo, MP., atas bimbingan dan saran yang diberikan selama penyusunan hasil penelitian serta telah bersedia untuk menyediakan isolat JTM 97c. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua, keluarga, teman-teman tercinta yang memberikan dukungan serta doa.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Dari penelitian yang dilakukan terbukti Terdapat perbedaan efektifitas antar isolat SlNPV terhadap larva C. binotalis pada tanaman kubis. b. Isolat yang berasal dari Jawa Timur Jtm 97c mempunyai efektifitas daya bunuh sangat tinggi, dengan data persentase kematian larva C.binotalis 105
Hutomo et al., Efektivitas Isolat SINPV Terhadap Mortalitas C. binotalis Pada Kubis
Ulatgrayak pada Kedelai. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbio). Bogor. Riyanto., 2008. Potensi Agen Hayati Spodoptera Litura Nuclear Polyherosis Virus (SlNPV) untuk Pengendalian Spodoptera Litura Fabricus . Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsri. Sudirman, T. 2002. Permasalahan Pengutamann Penggunaan Pestisida dalam Usahatani Kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Tanada, Y. and Kaya, H.K. 1993. Insect Pathology. Academic Press, Inc, Toronto. Uhan, T.S. dan Sulastrini, I. 2008. Efektivitas Aplikasi Kombinasi Steinernema carpocapsae dan Biopestisida Bacillus thuringiensis terhadap Mortalitas Crocidolomia pavonana F. pada Tanaman Kubis di Rumah Kaca. J. Hort. 18(1):38-45.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, M. 2002. Teknik produksi dan pemanfaatan bioinsektisida NPV untuk pengendalian ulat grayak pada kedelai. hlm. 121134. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Arifin, M. dan Waskito, W.I.S. 1986. Kepekaan ulat grayak kedelai (Spodoptera litura) terhadap nuclear polyhedrosis virus. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. Bedjo, 2011a. Keefektifan Beberapa Isolat SlNPV untuk Pengendalian Hama Daun dan Penggerek Polong Pada Tanaman Kedelai. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi). Malang. Koswanudin, D., Arifin, M., dan Harnoto. 2001. Kompatibilitas SlNPV dengan Ekstrak Biji Mimba untuk Mengendalikan
106