PERSETUJUAN PEMBIMBING ARTIKEL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECACATAN PENDERITA KUSTA DI RSUD TOTO KABILA
OLEH SRIKANDI TAIB NIM 841410150 Program Study Ilmu Keperawatan, Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasi
1
FAKTOR – FAKTOR YANGBERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECATATAN PENDERITA KUSTA DI RSUD TOTO KABILA SRIKANDI TAIB NIM 841410150 Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG ABSTRAK
Srikandi Taib. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecacatan Penderita Kusta di RSUD Toto Kabila, Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Zuhriana K.Yusuf, M.Kes dan Pembimbing II Ns Iqbal Husain, S.Kep, M.Kep, SpKMB. Kusta adalah suatu penyakit infeksi kronik yang di sebabkan oleh micobacterium leprae yang dapat merusak jaringan saraf dan kulit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecacatan kusta yaitu pengetahuan, pengobatan, reaksi kusta dan perawatan diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang dirawat di RSUD Toto Kabila yang berjumlah 26 pasien. Analisis menggunakan uji fisher’s Exact Test. Hasil penelitian menunjukkan dari hasil uji fisher’s Exact Test. Variabel pengetahuan (0,036), pengobatan (0,021), reaksi kusta (0,051) dan varibel perawatan diri (0,036) terdapat hubungan yang signifikan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila Untuk mencegah terjadinya kecacatan penderita kusta di harapkan petugas program kusta agar dapat melakukan penatalaksaan reaksi kusta yang adekuat, melakukan monitoring pengobatan dengan mengantar obat kusta ke rumah bagi penderita yang tidak teratur berobat, serta melakukan sosialisasi tentang cara perawatan kecacatan penderita kusta agar kecacatan tidak bertambah parah. Kata kunci: kusta, tingkat kecacatan, faktor-faktor Daftar pustaka 29, 2005-2013
1
Srikandi Taib, 841410150. Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes. Iqbal D. Husain, S.Kep.Ns. M.Kep. spKMB
Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa negara di dunia. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti oleh masyarakat, keluarga dan termasuk petugas kesehatan sendiri. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman dan kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta maupun cacat yang ditimbulkannya. kusta disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Masa bela diri kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama yaitu 21 hari. Hal ini merupakan salah satu penyebab masa tunas yang lama yaitu rata-rata 2-5 tahun. Lepra atau kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen adalah suatu penyakit infeksi kronik yang merusak terutama jaringan saraf dan kulit. Penyebabnya micobacterium leprae di temukan oleh seorang ahli fisika Norwegia bernama Gerhard Armauer Hansen dapat disebut juga Penyakit Hansen. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Di Provinsi Gorontalo menempati urutan ke 5 besar dalam hal penyumbang jumlah penderita kusta. Dari data yang di dapatkan pada tahun 2011 terdapat 187 penderita kusta tahun 2012 meningkat menjadi 220 penderitadan pada tahun 2013 sebessar 214 penderita kusta. Penderita penyakit ini bisa berpotensi cacat, dimana proposi cacat tingkat 2 akibat kusta di Provinsi Gorontalo sebesar 9%. RSUD Toto Kabila sebelumnya adalah Rumah Sakit yang hanya khusus untuk penderita kusta. Namun sekarang telah menjadi RSUD Toto Kabila yang menerima pasien-pasien selayaknya Rumah Sakit Umum lainnya. Dari data awal di dapat data bahwa pada tahun 2011. Penderita kusta sebesar 35 orang, pada tahun 2012 terdapat 35 orang dan pada tahun 2013 pasien kusta menjadi 47 orang. Sebagian besar penderita kusta yang ada di RSUD Toto Kabila mengalami cacat tingkat tingkat dua. 1.1 Lokasi penelitian dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di RSUD Toto Kabila Gorontalo dari tanggal 03 samapi 17 juli 2014. 1.2 Desain Penelitian Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi melalui pemberian kuesioner pada populasi penderita kusta di RSUD Toto Kabila dengan pendekatan cross sectional Sectional yaitu suatu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen (faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecacatan pengetahuan, reaksi kusta, pengobatan, perawatan diri) dan variabel dependen (tingkat kecacatan penderita kusta) di RSUD Toto Kabila. 1.3 Variabel Penelitian 1.3.1 Variabel independen Dalam penelitan ini yang menjadi varibel idependennya adalah pengetahuan,pengobatan, reaksi kusta, perawatan diri. 1.3.2 Variabel dependen Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah tingkat kecacatan kusta.
1.4 Populasi dan Sampel 1.4.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian yang dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kusta yang berada di RSUD Toto Kabila yang berjumlah 26 pesien kusta. 1.4.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah yang menderita kusta diperoleh dengan menggunakan teknik pengambilan sampel total sampling, dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel dengan jumlah 26 responden. 1.5 Analisis Data Pengolahan data secara komputerisasi dengan menggunakan SPSS. Analisa data dari penelitian ini melalui prosedur bertahap, (Noatoatmodjo, 2010) dengan langkah-langkah sebagia berikut : 1.5.1 Analisa univariat Analisa ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung jenis datanya. 1.5.2 Analisa bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila dengan menggunakan uji statistic fisher’s Exact Test dengan program bantuan computer SPSS. Menurut (Riyanto, 2011), dalam penelitian kesehatan uji signifikan dilakukan dengan menggunakan batas kemaknaan (alpha) = 0,05 dan 95% confidence interval dengan ketentuan bila: a. P value > 0,05 berarti Ho diterima (P value ≤ α). Uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabbel indenpenden dan variabel dependen. b. P value > 0,05 berarti Ho gagal ditolak (P value > α). Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. 2.1 Hasil dan Pembahasan 2.1.1 Hasil Penelitian Tabel 2.1 Hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita ksuta di RSUD Toto Kabila tahun 2014. Tingkat kecacatan Total Exact sig. (2-sided) Tidak cacat Cacat Pengetahuan Kurang 8 1 9 30,8% 3,8% 34,6% 0,036 baik 7 10 17 26,9% 38,5% 69,4% 15 11 26 TOTAL 57,7% 42,3% 100,0% Sumber :Data Primer 2014 Dari hasil analisa hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila menggunakan uji fisher’s Exact Test pada tingkat kesalahan 5% (0,05) di peroleh hasil bahwa nilai p-value 0,036. Oleh karena nilai p-value <0,05 dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila Tabel 2.2 Hubungan pengobatan dengan tingkat kecacatan penderita ksuta di RSUD Toto Kabila tahun 2014. Tingkat kecacatan Total Exact sig. (2-sided) Tidak cacat Cacat Pengobatan Tidak taat 10 2 12 38,5% 7,7% 46,2% 0,021 Taat 5 9 14 19,2% 34,6% 53,8% 15 11 26 TOTAL 57,7% 42,3% 100,0% Sumber :Data Primer 2014 Dari hasil analisa hubungan pengobatan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila menggunakan uji fisher’s Exact Test pada tingkat kesalahan 5% (0,05) di peroleh hasil bahwa nilai p-value 0,021. Oleh karena nilai p-value <0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengobatan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila. Tabel 2.3 Hubungan reaksi dengan tingkat kecacatan penderita ksuta di RSUD Toto Kabila tahun 2014. Tingkat kecacatan Total Exact sig. (2-sided) Tidak cacat Cacat Ringan 9 2 11 Reaksi 34,6% 7,7% 42,3% kusta 0.051 Berat 6 9 15 23,1% 34,6% 57,7% 15 11 26 TOTAL 57,7% 42,3% 100,0% Sumber :Data Primer 2014 Dari hasil analisa hubungan reaksi kusta dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila menggunakan uji fisher’s Exact Test pada tingkat kesalahan 5% (0,05) di peroleh hasil bahwa nilai p-value 0,051. Oleh karena nilai p-value <0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengobatan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila. Tabel 2.4 Hubungan perawatan diri dengan tingkat kecacatan penderita ksuta di RSUD Toto Kabila tahun 2014. Tingkat kecacatan Total Exact sig. (2-sided) Tidak cacat Cacat Perawatan Kurang 5 4 9 diri 19,2% 15,4% 34,6% 0,036 Baik 10 7 17 38,5% 26,9% 69,4% 15 11 26 TOTAL 57,7% 42,3% 100,0% Sumber :Data Primer 2014
Dari hasil analisa hubungan perawatan diri dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila menggunakan uji fisher’s Exact Test pada tingkat kesalahan 5% (0,05) di peroleh hasil bahwa nilai p-value 0,036. Oleh karena nilai p-value <0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perawatan diri dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila. 2.2 PEMBAHASAN 2.2.1 Hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila 2014 Dari hasil uji statistik dengan uji Fisher’s Exact Test hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di peroleh hasil bahwa nilai p-value sebesar 0,036. Oleh karena nilai p-value <0,05 artinya terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tingakat kecacatan penderita kusta di wilayah RSUD Toto Kabila Tahun 2014. Hasil uji berdasarkkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik sebagian besar mempunyai pengetahuan yang baik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecacatan kusta yang cacat yaitu 10 orang (38,5%) dan yang tidak cacat 7 orang (26,9%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tinggi kesadaran untuk berperan serta. Penderita yang memiliki pengetahuan yang baik sangat memperhatikan kesehatannya, sehingga semakin baik pengetahuan penderita semakin baik penderita ikut serta dalam memanfaatkan fasiltas pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit. Serta penderita yang memiliki pengetahuan yang baik dapat berkonsultasi kesehatan pada petugas kesehatan, serta dapat melakukan pemeriksaan kesehatan tanpa dipungut biaya, sehingga dapat lebih meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup penderita. Menurut (Hutabarat, 2007), masalah yang selama ini terjadi adalah masyarakat yang belum mengerti sepenuhnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingakat kecacatan. Hal tersebut sesuai yang di kemukakan oleh (Supriyanto, 2000 dalam Khoiriyah, 2011), yang mengemukakan bila pengetahuan lebih dapt di pahami, maka timbul suatu sikap dan perilaku untuk berpartisipasi. Selain itu tingkat pengetahuan seseorang juga mempengaruhi perilaku individu, yang mana makin tinggi pengetahuan seseorang maka makin tinggi kesadaran untuk berperan serta. 2.2.2. Hubungan pengobatan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila 2014 Dari hasil uji statistik dengan uji Fisher’s Exact Test hubungan pengobatan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di peroleh hasil bahwa nilai p-value sebesar 0,021. Oleh karena nilai pvalue <0,05 artinya terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tingakat kecacatan penderita kusta di wilayah RSUD Toto Kabila Tahun 2014. Hasil uji berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden yang tidak melakukan pengobatan secara tidak taat untuk pasien cacat sekitar 10 orang (38,5%) dan yang cacat 2 orang (7,7%). Hal ini disebabkan kurangnnya pengetahuan responden tentang manfaat dari pengobatan yang di berikan oleh petugas kesehatan. Ketidak taatan dalam pengobatan akan mengakibatkan resiko terjadinya tingkat kecacatan Menurut (Mayskur, 2010) dimana setenga dari responden (57,4%) memiliki persepsi yang baik tentang konsekuensi tidak taat berobat. Kecacatan pada penderita kusta tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak, akan tetapi cacat pada penderita kusta dapat dicegah.
Upayah-upaya pencegahan kecacatan dapat dilakukan oleh penderita itu sendiri yaitu minum obat secara teratur dan apabila sudah terjadi kecacatan maka penderita dapat melakukan perawatan diri dengan rajin agar cacat tidak bertambah banyak. 2.2.3. Hubungan reaksi kusta dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila 2014 Dari hasil uji statistik dengan uji Fisher’s Exact Test hubungan reaksi kusta dengan tingkat kecacatan penderita kusta di peroleh hasil bahwa nilai p-value sebesar 0.051. Oleh karena nilai pvalue <0,05 artinya terdapat hubungan antara reaksi kusta dengan tingakat kecacatan penderita kusta di wilayah RSUD Toto Kabila Tahun 2014. Hasil uji berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan tentang reaksi kusta yang baik 9 orang (34,6%) untuk yang cacat, dan yang tidak cacat 6 orang (23,1%). Menurut (Kurnianto, 2002) kurangnya pengetahuan responden tentang tingkat kecacatan yang disebabkan oleh reaksi kusta, reaksi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan saraf penderita kusta, sehingga kejadian reaksi yang lama dapat menimbulkan kecacatan pada penderita kusta. 2.2.4. Hubungan perawatan diri dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila 2014 Dari hasil uji statistik dengan uji Fisher’s Exact Test hubungan perawatan diri dengan tingkat kecacatan penderita kusta di peroleh hasil bahwa nilai p-value sebesar 0,036. Oleh karena nilai p-value <0,05 artinya terdapat hubungan antara reaksi kusta dengan tingakat kecacatan penderita kusta di wilayah RSUD Toto Kabila Tahun 2014. Hasil uji berdasarkan tabel 4.9 menunjukan bahwa responden yang memiliki tingkat kecacatan perawatan diri yang baik yaitu 17 orang (69,4%). Menurut (Ruslan, 2010) menyatakan bahwa perawatan diri yang baik dapat membantu memperbaiki tingkat kecacatan lebih dari 50% dari pasien. Kurangnya perawatan diri pada penderita kusta dapat mengakibatkan kerusakan akan bertambah semakin berat. 3.1 KESIMPULAN DAN SARAN 3.1.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecacatan Penderita Kusta Di RSUD Toto Kabila 2014 yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. ada hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila. 2. ada hubungan antara pengobatan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila. 3. ada hubungan antara reaksi kusta dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila. 4. ada hubungan antara perawatan diri dengan tingkat kecacatan penderita kusta di RSUD Toto Kabila. 3.2 SARAN 1. Bagi peneliti selanjutnya Dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan dapat dijadikan tolak ukur bagi peneliti yang akan meneliti variabel lain yang berhubungan dengan tingkat kecacatan penderita kusta. 2. Dalam bidang keilmuan
Dapat dijadikan tambahan pustaka dalam bindang ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai teknologi dibidang pemberantas penaykit kusta. 3. dalam bidang pelayanan a. Kepada petugas program kusta di Puskesmas agar dapat melakukan penatalaksanaan reaksi kusta yang adekuat terhadap penderita kusta agar tidak terjadi kecacatan. b. Melakukan monitoring pengobatan penderita kusta dengan mengantar obat kusta ke rumah bagi penderita yang tidak teratur berobat. c. Melakukan sosialisa tentang cara perawatan kecacata terhadap penderita kusta agar kecacatan tidak bertambah parah. 4. Bagi penderita dan masyarakat Agar sering melakukan kunjungan sosialisasi yang diberikan oleh petugas kesehatan. Daftar Pustaka Akib. T . 2007, obat-obat penting khasiat, penggunaan dan efek sampingnya, Jakarta. Gramedia Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi 2010. Jakarta: Cipta.PT Rineka Bakhtiar, A. 2004. Filsafat ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada Budianto, T. 2006. Hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit kusta terhadap mekanisme koping yang digunakan pendrita kusta di Desa Banyumanis RT 03 dan RT 04 RW 09 Kecamatan Keling Kabupaten Jepara. Tugas akhir, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Semarang Bakker, M. (2005), Epidemiology and prevention of leprosy: a cohort study in Bakker M. (2005), Epidemiology and prevention of Leprosy: a Cohort Study In Indonesia Indonesia; Epidemiologu of leprosy of five isolanted Islands in the Flores Sea, KIT Biomedical Research, Melbergdreef 39, Nethderlands,pp. 780-787. Depkes RI, 2007. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Djuanda. A . Ilmu penyakit kulit, Balai penerbit FKUI, Jakarta,2007 Ganapati, R., Pai, VV., Kingsley S. (2003). “Disability Prevention and Management in Leprosy: A Field Experience”, Indian J Dermatol Venereol Leprol, Volume 69, page 369 – 374. Hidayat, A. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Hasnani, 2002 . kejadian kecacatan tingkt II pada penderita dan faktor-faktor yang mempengaruhi di provinsi Nanggro Aceh. Jurnal, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. UI, Jakarata Hutabarat, B. 2007. Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kepatuhan minum obat penderita kusta di Kabupaten Asahan. Tesis, Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro, Semarang Kurnianto, J. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecacatan pendrita kusta di Kabupaten Tegal. Tesis, Program Pascaa Sarjana. Universitas Diponegoro Muhammed K., Nandakumar G., Thomas S., (2004). “Disability Rates in Leprosy”, Indian J Dermatol Venereol Leprol.
Mayskur, 2010. Pengaruh persepsi tentang penyakit kusta dan dukungan keluarga terhaadap tingkat keptuhan penderita dalam pemakaian obat penderita kusta di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireun. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU Medan Nugroho S, 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat kecacatan penderita kusta. Tesis. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Unitversitas Gadjah Mada, Yogyakarta Notoadmodjo, S. (2010) Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka cipta Nursalam, 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika Peter, E.S., Eshiet, A.L., (2002), Leprosy Review : Male-female Differences in Leprosy Patients in South Eastern Nigeria: Females Present Late For Diagnosis and Treatment and Have Higher Rate of Deformity. Prawoto, 2008. Faktor - faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya reaksi, Tesis. Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro. Semarang Prastiwi, 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan cacat tingkat II pada penderita kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri, Jawa Timur, Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodelogi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika Ruslan, 2010. pengaruh sikap, persepsi terhadap perilaku pencarian pengobatan penderita kusta pada fasilitas kesehatan di Kabupaten Bima, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Padjadjaran Sow SO., Tiendrebeogo A., Lienhardt c., Soula E., Fomba A., Doumbia M.,(1998), Leprosy as a Cause of Physical Disability in Rural and Urban Areas of Mali, Leprosy Review, volume 8 Sugiyono, 2012, MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Bandung, Alfabeta Widya, A (2009). Faktor yang mempengaruhi terlambatnya deteksi dini penderita kusta di Kecamatan Jenggawah Jember. Skripsi, Wisnu., Hadilukito, G., (2003). Kusta ; Pencegahan Cacat Kusta, 2ed., Jakarta: FKUI WHO, (1997), Action Programme For The Elimination of Leprosy; Status Report 1996, World Health Organization, Geneva, Switzerland, Yuldan, F. 2010. Faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian kusta di Kabupaten Cilacap. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Siliwangi Tasikmalaya Zulkifli, 2003. Penyakit kusta dengan masalah yang ditimbulkannya, Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara