PERSETUJUAN ARTIKEL ILMIAH ARTIKEL ILMIAH HASIL PENELITIAN MAHASISWA Nama
: Hisna
Nim
: 231 411 031
Jurusan
: SI- Pendidikan Sejarah
Fakultas
: Ilmu Sosial
Judul Artikel Ilmiah
: Sejarah Desa Wapalo Di Gorontalo Utara
Artikel ilmiah di atas disarikan dari skripsi berjudul : Sejarah Desa Wapalo Di Gorontalo Utara
Telah diperiksa sesuai dengan pedoman penulisan artikel ilmiah pada Jurusan
Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri dan di
setujui untuk dipublikasikan. Gorontalo, Juli 2015
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. H. Darwin Une, M.Pd NIP. 19581129 199303 1 001
H. Lukman D. Katili, S.Ag., M.Th.I NIP. 19720705 200912 1 001
Mengetahui Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
Drs. H. Darwin Une, M.Pd NIP. 19581129 199303 1 001
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
SEJARAH DESA WAPALO DI GORONTALO UTARA 1
Hisna, 2 Darwin Une, 3Lukman D Katili. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, 2,3 Dosen Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo e-mail:
[email protected], 2Darwin
[email protected] 3Lukman D Katili @ung.ac.id ABSTRAK Sejarah merupakan kejadian yang terjadi pada masa lampau. Selain itu sejarah juga merupakan akumulasi pengalaman manusia. Artinya dari sejarah masa lampau manusia memperoleh bekal dan titik pijak untuk membangun sejarah baru. Kehidupan manusia selalu harus berdialog dengan sejarah masa lalu untuk dapat membangun sejarah di masa sekarang, serta memproyeksikan pandangan ke dalam sejarah di masa mendatang.Sejarah terbentuknya komunitas di Desa Wapalo yakni pada tahun 1981. Awal masuknya masyarakat di Desa Wapalo karena efek dari reboisasi dan kebutuhan ekonomi demi kelangsungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang awal terbentuknya komunitas Desa Wapalo serta proses adaptasi dan interaksi sosial masyarakat Desa Wapalo dengan lingkungan sekitar tahun 1981-2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, pendekatan sosiologi yang menguraikan bagaimana awal terbentuknya komunitas Desa Wapalo dan bagaimana proses adaptasi dan interaksi sosial masyarakat Desa Wapalo dengan lingkungan sekitar tahun 1981-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal terbentuknya komunitas Desa Wapalo adalah tahun 1981. Mayoritas masyarakat yang masuk di wilayah Wapalo yakni petani. Dalam beraktifitas di kebun maupun di sawah, masyarakat Wapalo masih menggunakan alat yang sederhana seperti peda, popati dan bajak. Seiring perkembangan zaman pada tahun 2011, masyarakat Wapalo mulai menggunakan handtraktor untuk mengali sawah mereka demi kelangsungan hidup. Dalam proses adaptasi masyarakat Wapalo dengan lingkungannya berjalan dengan baik, walaupun kondisi jalan, transportasi, pendidikan pada tahun 1981 belum memadai. Begitupun interaksi sosial masyarakat di Desa Wapalo dari tahun 1981-2011 yakni bersifat assosiatif yang selalu mengedepankan kerja sama dan gotong royong dimana sebagai warga masyarakat yang ada di Desa Wapalo selalu hidup berdampingan meskipun masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman etnis maupun agama. Kata Kunci: Sejarah Desa Wapalo Di Gorontalo Utara
Fakultas Ilmu Sosial UNG |1
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Selain terkenal sebagai negara kepulauan, Indonesia pun terkenal dengan jumlah penduduknya yang yang cukup besar, urutan ke empat di dunia. Dengan jumlah penduduk yang banyak tentunya kualitas sumber daya manusia pun memiliki potensi cukup besar. Hal ini tentunya mendorong masyarakat lapisan bawah untuk mencari tempat atau lahan baru demi meningkatkan kualitas dan kelangsungan hidupnya. Masyarakat tersebut kebanyakan memilih untuk hidup di pedesaan dengan bermata pencaharian di sektor pertanian. Sejauh ini pertanian selalu masih berada di desa, dan oleh karena itu pertanian dan desa masih merupakan dua gejala yang tidak dapat dipisahkan. Desa merupakan landasan ekonomi, politik, pertanahan bagi masyarakat desa. Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya menggantungkan hidupnya pada alam. Alam merupakan segalanya bagi penduduk desa atau masyarakat desa, karena alam memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengolah alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alam juga digunakan sebagai tempat tinggal. Seperti diketahui bahwa masyarakat desa sering diidentikkan sebagai masyarakat agraris, yaitu masyarakat yang kegiatan ekonominya terpusat pada sektor pertanian. Sektor tersebut merupakan sektor prioritas dalam mempercepat pertumbuhan masyarakat desa dengan melalui pembangunan di sektor ekonomi. Pemerintah menitiberatkan pembangunan pada sektor ekonomi, khususnya pada ekonomi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan perekonomian masyarakat sekaligus peningkatan pembangunan desa. Pembangunan desa pada hakikatnya dilakukan sebagai upaya untuk mengentaskan desa dari kemiskinan dan keterbelakangan termasuk Desa Wapalo yang terletak di Provinsi Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara. Desa Wapalo adalah sebuah desa pemekaran dari Desa Imana sekaligus merupakan desa termuda yang dibentuk pada tahun 2011. Desa wapalo didiami oleh penduduk dari Desa Imana yang bermata pencaharian mayoritas petani. Hal ini sebagai dampak pengadaan reboisasi yang mengambil lahan mereka. Meskipun reboisasi patut dicatat sebagai usaha yang baik dalam menanggulangi kerusakan lingkungan lebih lanjut, namun bagi penduduk Desa Imana yang sebagaian besar bermata pencaharian sebagai petani merupakan batu sandungan yang menyebabkan mereka terpaksa membuka hutan sebagai lahan baru demi kelangsungan hidup. Semakin banyaknya lahan yang dibuka dan semakin banyaknya penduduk yang menetap mendorong pemerintah membentuk Desa Wapalo, yang sebelumnya Dusun Sapawea. Sebagai desa yang baru terbentuk, Wapalo memiliki kualifikasi yang jauh dari kelayakan sebuah desa, yakni keterbatasan sarana dan prasarana (potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan). Di samping penerangan yang masih menggunakan pembangkit listrik tenaga surya, Desa Wapalo juga jauh dari pusat kota dan pusat perbelanjaan. Namun demikian, Desa Wapalo menyimpan sejuta keindahan dengan gunung yang menjulang tinggi dan rimba yang masih hijau. Penelitian ini akan menguraikan bagaimana awal terbentuknya komunitas Desa Wapalo.Tidak
Fakultas Ilmu Sosial UNG |2
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
hanya itu, penelitian ini juga akan menguraikan bagaimana proses adaptasi dan interaksi masyarakata Desa Wapalo dengan lingkungan sekitar tahun 1981-2011. BATASAN MASALAH Setiap penelitian dan penulisan sejarah diharuskan untuk menentukan batasan-batasan topik yang akan menjadi pokok pembahasan, dengan maksud agar pembahasan suatu materi menjadi lebih praktis dan mempunyai kemungkinan untuk dikaji secara empiris dan dapat dipetanggungjawabkan secara metodologis.1 Adapun Batasan-batasan yang di maksud dalam penelitian ini adalah ruang lingkup temporal, spasial dan scape. Ruang lingkup tersebut diperlukan agar peneliti tidak terjerumus kedalam pembahasan yang terlalu luas. 2 1. Ruang Lingkup Temporal Ruang lingkup temporal pada penelitian ini adalah tahun 1981 sampai 2011. Tahun 1981 diambil karena merupakan awal terbentuknya komunitas Desa Wapalo, sedangkan tahun 2011 dipilih sebagai batas akhir penelitian karena kurun waktu tiga puluh tahun sudah tamapak banyak perubahan atau perkembangan yang terjadi di Desa Wapalo. Lebih dari itu, tahun 2011 dipilih karena Wapalo ditetapkan secara resmi menjadi desa definitif pada tahun ini. 2. Ruang Lingkup Spasial Ruang lingkup spasial yang difokuskan oleh peneliti adalah di Desa Wapalo, Kabupaten Gorontalo Utara. Penelitian ini termasuk sejarah lokal. Dalam lebih spesifiknya di sebut sejarah mikro. Penulisan tingkat lokal dalam sejarah adalah penulisan kesan masa lalu dari kelompok masyarakat yang pada tempat atau geografis terbatas.3 Dipilihnya desa ini sebagai lokasi penelitian, karena di desa ini belum ada yang meneliti, terutama mengenai sejarah Desa Wapalo itu sendiri. 3. Scape Scape dalam penelitian ini lokasi di fokuskan atau di pusatkan di Desa Wapalo, Kabupaten Gorontalo Utara.
1
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, ( Yogyakarta : Gadjah Mada Univesity Press), hlm. 10. 2
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Yogyakarta: 2014), hlm. 21. 3
Sugeng Priyadi, Sejarah Lokal ; Konsep, Metode dan Tantangannya, (Yogyakarta : Ombak, 2012), hlm. 7.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |3
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah : 1. Bagaimana awal terbentuknya komunitas Desa Wapalo ? 2. Bagaiamana proses adaptasi dan interaksi masyarakat Desa Wapalo dengan lingkungan sekitar tahun 1981-2011 ? TINJAUAN PUSTAKA Dalam tinjauan pustaka dilakukan telaah terhadap beberapa pustaka atau sumber yang dipakai untuk mendukung penulisan. Telaah pustaka ini dimaksudkan sebagai studi perbandingan antara berbagai sumber pustaka yang dipakai untuk mendapatkan data-data yang lengkap tentang permaslahan yang diteliti serta untuk menganalisa permasalahan. Sebagai acuan untuk menganalisa permasalahan dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku. Pustaka pertama yang digunakan yaitu Pembangunan Masyarakat Tinjauan Aspek; Sosiologi, Ekonomi dan Perencanaan yang ditulis oleh Khairudin.4 Dalam Pustaka ini berisi tentang pembangunan desa yang harus dimulai dari perbaikan aparat pelaksana, yaitu orang yang merealisasi rencana serta mampu mewujudkan menjadi manfaat dan kenikmatan bagi orang desa melalui proses yang wajar. pembangunan desa dapat berhasil dengan tersedianya sumber tenaga manusia, modal dan sumber daya lainnya, serta adanya organisasi yang mampu mewujudkan rencana menjadi hasil. Pembukaan Industri pada dasarnya guna menyerap tenaga kerja, namun harapan ini tidak terpenuhi. Karena pada umumnya industri yang sudah ada intensif modal, tidak banyak menyerap tenaga manusia. Praktek pembangunan industri sekarang tidak menolong pembangunan desa dan bahkan menambah beban baru yaitu arus urbanisasi. Pembukaan lokasi industri menengah dan kecil di kota dan desa secara otomatis akan mendekatkan desa dengan kota atau sebaliknya, sehingga industrialisasi ini akan menyerap tenaga kerja dari desa maupun kota tersebut. Kebijakan ini mempunyai tujuan mengurangi beban urbanisasi dan sekaligus menjembatani jurang pemisah antara desa dengan kota. Terserapnya tenaga kerja yang semula sebagai buruh tani dari desa ke industri menengah dan kecil merupakan pemecahan masalah pembangunan desa. Kurangnya jumlah areal pertanian di antara tuan tanah dan petani merupakan biang keladi dari penderitaan para petani di desa. Merealisasi pembangunan pertanian yang industrial dan produktif, digariskan suatu kebijaksanaan agar pemerintah menetapkan harga patokan padi dan beras sesui dengan harga dalam pasar internasional. Selain itu perlu dibuka industri kerajinan dan industri lainnya. Penelitian ini relevan dengan permasalahan yang ingin dibahas dalam skripsi ini, kesamaannya terletak pada masalah pembangunan desa. Sementara perbedaannya terletak pada objek kajian yang diteliti. Penelitian sebelumnya meneliti tentang perkembangan kelurahan Bangsalan, sedangkan penelitian ini 4
Khairudin, Pembangunan Masyarakat Tinjauan Aspek ; Sosiologi, Ekonomi dan Perencanaan, (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 2000), hlm. 15.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |4
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
meneliti tentang dinamika Desa Wapalo.Di samping itu penelitian sebelumya hanya terfokus pada pembangunan pertanian sedangkan dalam penelitian ini terfokus pada hubungan sosial. Meski demikian bicara soal desa sejarah desa berarti bicara soal segala aspek yang ada di dalam desa termasuk di dalamnya mata pencaharian masyarakat yang behubungan dengan perkonomian desa itu sendiri. Sehingga relevansi antara buku ini dan permasalahan yang di bahas dalam penulisan ini bisa menjadi suatu dasar rujukan penelitian. Kedua adalah karya Fredian Tonny Nasdian dalam bukunya Pengembangan Masyarakat. Buku ini menjelaskan tentang proses perubahan di masyarakat tradisional ke masyarakat modern pada masing-masing negara cenderung mempunyai percepatan yang berbeda. Hal ini tergantung pada latar belakang kondisi sosial, ekonomi, budaya dan politik dari masing-masing negara. Proses memudarnya masyarakat tradisional dimulai sejak dilaksanakannya modernisasi pembangunan pedesaan terutama dibidang pertanian. Dari pertanian tradisional ke pertanian modern telah menghasilkan kemajuan. Seperti diperkenalkannya teknologi pertanian baru menggeser cara bertani konvensional sehingga dapat diperoleh hasil panen yang lebih baik. Relevansi buku ini dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah tahap transisi masyarakat tradisional ke masayarakat modern, dengan ditandai perubahan dalam aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Buku ini juga membahas kecepatan perubahan dalam masing-masing bidang kehidupan baik itu bidang ekonomi, sosial, politik serta budaya. Kerelevanannya juga karena terdapat pola yang kurang lebih sama yaitu adanya perkembangan masyarakat khusunya dalam kehidupan sosial dan ekonomi yang terdapat di Desa Wapalo. KERANGKA TEORITIS DAN PENDEKATAN Dalam penelitian sejarah diperlukan peralatan berupa pendekatan yang relevan untuk membantu mempermudah usaha dalam mendekati realitas masa lampau.5 Dalam membuat analisis sejarah diperlukan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang masih dipakai dalam membuat analisi itu.6 Untuk mengkaji Sejarah Desa Wapalo di Gorontalo Utara, maka di gunakan beberapa konsep atau teori yang perlu di jelaskan, yaitu perkembangan, komunitas, desa dan interaksi sosial. Dalam sosiologi, istilah perkembangan mencakup suatu proses perubahan yang berjalan terus menerus, terdorong oleh kekuatan-kekuatan, yakni yang berasal dari dalam maupun luar masyarakat itu sendiri dan mempunyai variabel-variabel sebagai latar belakang.7 Suatu proses perubahan sosial dapat terjadi secara sengaja dan tidak sengaja. Perubahan yang disengaja adalah perubahan yang telah direncanakan 5
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta : Ombak, 2012), hlm. 48.
6
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Yogyakarta : Ombak, 2014 ), hlm. 21. 7
Dewi Wulansari, Sosiologi Konsep dan Teori, (Bandung : PT Rafika Aditama, 2009),
hlm. 148.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |5
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
sebelumnya oleh anggota masyarakatnya. Perubahan yang tidak disengaja adalah perubahan yang terjadi diluar pengawasan masyarakat dan menimbulkan akibat yang tidak disangka sama sekali. 8 Kita sering menyebut desa untuk menunjuk pada suatu wilayah administrasi terkecil yang penduduknya, sebagian besar menggantungkan hidup dari usaha pertanian. Karakteristik umum masyarakat desa adalah kemiskinan dan keterbelakangan yang disebabkan beberapa hal, yaitu; pendapatan yang rendah, antara kesenjangan yang dalam antara yang kaya dan miskin, yang miskin adalah mayoritas, dan partisipasi rakyat yang minim dalam usaha-usaha pembangunan yang dilakukan pemerintah.9 Masyarakat desa merupakan persekutuan hidup dengan segala keteraturan dalam tata kehidupan dan penghidupan. Salah satu fungsi utama sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Indonesia adalah melakukan kegiatan berbagai produksi, terutama sektor pertanian, dengan orientasi hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar baik ditingkat desa sendiri atau tingkat lain yang lebih luas. Dengan demikian mudahlah dimengerti, apabila kegiatan utamanya dalam kegiatan pengolahan dan pemanfaatan lahan-lahan pertanian, karena fungsi sosial ekonomi utama masyarakat pedesaan seperti hal tersebut di atas, maka sumber daya fisik utama yang paling penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan tersebut adalah tanah atau lahan pertanian.10 Hal demikian terdapat pada masyarakat Desa Wapalo, dimana masyarakat Wapalo memanfaatkan lahan dengan cara bercocok tanam. Hasil dari tanaman tersebut dipetik untuk dijual hasilnya demi kelangsungan hidup. Secara konseptual, komunitas merupakan suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama, baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial.11 Dalam prespektif sosiologi, komunitas diartikan sebagai sekelompok orang yang saling peduli dan ber interaksi antar anggota masyarakat yang menempati suatu wilayah yang relatif kecil dengan batas-batas yang jelas.12 Sementara Alto Makmuralto, membagi komunitas menjadi tiga komponen yakni; Pertama, berdasarkan lokasi atau wilayah geografis yang sama, Kedua, berdasarkan minat yang sama, Ketiga, berdasarkan ide dasar yang serupa. 13 Dengan demikian teori komunitas tersebut dapat menjadi rujukan bagi komunitas atau masyarakat Desa wapalo. Dimana 8
Abdulsyani, Op.cit, hlm. 170.
9
Mangku Purnomo, Pembaharuan Desa; Mencari Bnetuk Penataan Produksi Desa, ( Yogyakarta : Lapera Pustaka Utama, 2004), hlm. 11-12. 10
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press )hlm. 156. 11
Fredian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), hlm. 1. 12
Fredian Tonny Nasdian, Op. cit, hlm. 2.
13
Alto Makmuralto, Universal ; Jurnal Pemikiran, Pergerakan dan Peradaban, ( Jakarta : Grup Epistemik dan Literasi HMI, 2012), hlm. 156.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |6
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
masyarakat Wapalo terletak dalam suatu wilayah kehidupan sosial yang masyarakatnya di tandai oleh suatu hubungan sosial serta memiliki ikatan solidaritas yang kuat. Desa merupakan suatu gejala yang besifat universal yang terdapat dimanapun di dunia ini.Dalam undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 yang berbunyi; Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.14 Menurut Landis dalam Mangku Purnomo mendefinisikan desa kedalam tiga kelompok yakni; Pertama, suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2.500 orang, Kedua, sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal diantara sesama warganya, Ketiga, sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung pada pertanian.15 Dari ketiga definisi desa di atas nampaknya merupakan definisi yang lebih tepat untuk diterapkan secara umum, baik di negara yang belum maju maupun yang sudah maju, karena untuk tingkat perkembangan masyarakat apapun atau dimanapun desa selalu berfungsi sebagai penghasil pangan untuk para petani terutama masyarakat Desa Wapalo. Mereka memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dalam kehidupan manusia, interaksi sosial menjadi faktor penting sebab syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial adalah interaksi sosial itu sendiri.16 Menurut Dewi Wulansari Interaksi sosial adalah sebuah bentuk hubungan sosial yang di bangun antar individu dengan invidu, individu dengan kelompok,maupun kelompok dengan kelompok dalam kehidupan bermasyarakat.17 Hal ini senada dengan Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto yang mengatakan bahwa bentuk umum dari proses sosial adalah interaksi sosial karena proses interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perseorangan dengan kelompok manusia. Lebih lanjut Menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto bahwa ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat dari interaksi sosial yaitu proses yang sifat assosiatif dan sifatnya disosiatif. Proses sosial yang sifatnya assosiatif terdiri dari kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Sedangkan proses sosial yang bersifat disosiatif terdiri dari persaingan, pertentangan atau petikiaian. Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat di simpulkan bahwa interaksi 14
Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014.
15
Mangku Purnomo, Op. cit. hlm. 29.
16
Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu pengantar, (Jakarta : PT Raja Grafindo ). hlm. 55.
17
Dewi Wulansari, Op.cit, hlm 34.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |7
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
sosial dapat menjadi pisau bedah dalam menganalisis faktor yang mendasar interaksi tersebut. Interaksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai interaksi sosial antar anggota masyarakat setempat yang ada di Desa Wapalo. Selain itu juga dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, terutama pada masyarakat Desa Wapalo yang lebih mengutamakan hubungan sosial dan kerja sama.18 Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan ilmu sosial yaitu ilmu sosiologi . Pendekatan sosiologi ini digunakan untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat dalam berbagai macam gejala kehidupan masyarakat, dan juga digunakan untuk menjelaskan sesuatu hal antar hubungan manusia itu sendiri, manusia dengan kelompok yaitu gejala-gejala sosial yang ada pada masyarakat dalam hubungan manusia itu sendiri, manusia dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok yang ada di Desa Wapalo. METODE PEN ELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu proses pengujian dan analisa rekaman dan peninggalan masa lampau. 19 Metode sejarah mencakup empat langkah, yaitu heuristik, pengujian sumber, sintesa atau interpretasi dan historiografi. 1. Heuristik, yaitu proses mencari dan menemukan sumber-sumber data yang diperlukan. Sumber tersebut terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian daripada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain, sedangkan sumber sekunder adalah kesaksian daripada siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. 20 Untuk mendapatkan data yang autentik mengenai data penelitian ini, maka penulis mengemukakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : Pertama, teknik wawancara atau sumber lisan, yaitu penulis mewawancarai langsung dengan tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui permasalahan yang diteliti. Sumber lisan berupa komunikasi atau wawancara langsung dengan tokohtokoh masyarakat, tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh agama dan pemerintah desa khususnya kepala Desa Wapalo terkait yang ada hubungannya dengan masalah penelitian tersebut. Kedua, teknik dokumenter, yaitu melacak sumber-sumber tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sumber tertulis yang berupa literatur-literatur yang memuat data yang relevan dengan penelitian. 2. Kritik Sumber, yaitu kegiatan berupa menyelidiki atau menguji apakah sumber sejarah itu nyata atau tidak. Kritik ini terdiri dari dua aspek yaitu kritik intenal dan kritik eksteren. Kritik internal adalah pengujian otentisitas (keaslian) terhadap isi atau kandungan sumber dan bertujuan untuk memilih data menjadi 18
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 65-91.
19
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Nutosusanto, ( Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1975), hlm. 32. 20
Ibid., hlm. 35.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |8
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
fakta. Sedangkan kritik eksternal adalah pengujian terhadap otentisitas sumber, apakah asli, palsu, atau relevan tidaknya suatu sumber.21 Kritik eksternal juga berfungsi melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah.22 3. Sintesa atau Interpretasi, yaitu upaya penafsiran atas fakta-fakta sejarah dalam kerangka rekontruksi realitas masa lampau. Menurut Daliman tugas interpretasi ini adalah memberikan penafsiran dalam kerangka memugar suatu rekontruksi masa lampau atau memberikan makna kepada fakta-fakta sejarah maupun bukti-bukti sejarah.23 Jadi pada tahapan ini peneliti menafsirkan sumber serta data-data sejarah yang telah terkumpul kemudian membanding-bandingkan antara data yang satu dengan data yang lainnya sehingga menghasilkan data yang diperlukan sesuai dengan kenyataan sejarah yang dapat tertulis. 4. Historiografi, yaitu tahap terakhir dalam penulisan sejarah. Pada tahap ini peneliti mulailah melakukan penulisan sejarah dengan tingkat analisi atau interpertasi terhadap fakta-fakta sejarah kedalam suatu penulisan sejarah. Langkah ini juga penulis harus mengugunakan bahasa yang tepat, sederhana dan mudah dipahami agar tidak melahirkan interprestasi yang ganda. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Untuk mengungkap sejarah awal terbentuknya masyarakat di Desa Wapalo, maka peneliti melakukakan wawancara mendalam dan pengamatan. Adapun awal terbentuknya komunitas di Desa Wapalo yaitu pada tahun 1981. Namun sebelum terbentuk, masyarakat telah menjamah wilayah Wapalo. Penyebab awal masuknya masyarakat di wilayah Wapalo karena ingin mencari ubi hutan, woka dan rotan. Namun kedatangan mereka tidak untuk menetap. “Sebagaimana penuturan Aman Gobel bahwa Sebelum menjadi desa, Wapalo merupakan bagian dari Desa Imana yaitu Dusun Sapawea. Pada tahun 1981,kedatangan masyarakat pada awalnya hanya untuk mencari woka, ubi hutan dan rotan guna diperjualbelikan. Beberapa tokoh masyarakat menganggap wilayah Wapalo cocok untuk dijadikan lahan pertanian demi kebutuhan ekonomi, sehingga mereka merencanakan untuk membentuk membentuk wilayah Wapalo menjadi sebuah desa.”24 Disamping untuk mencari rotan, ubi hutan dan daun woka penyebab masyarakat menjamah daerah Wapalo adalah akibat pengadaan reboisasi pada tahun 1978 yang menyebabkan mereka harus mencari lahan baru demi kelangsungan hidup. Lahan yang menjadi sumber mata pencaharian mereka digusur untuk keperluan reboisasi pada tahun 1978. Melihat hal ini, timbul keresahan penduduk untuk mencari tempat yang lebih baik sebagai lahan pertanian utnuk kebutuhan hidup. Sebagaimana pernyataan Kasim Daud bahwa“Awal masuknya masyarakat di Wapalo karena 21
Ibid. hlm. 67.
22
Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta : Ombak, 2012), hlm. 104.
23
A. Daliman, Op. cit., hlm. 83.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |9
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
efek dari reboisasi pada tahun 1978 di Desa Imana. Sehingga karena desakan ekonomi dan tidak ada tempat lain selain wilayah Wapalo,dan juga lingkungannya yang mendukung untuk dijadikan lahan pertanian menyebabkan masyarakat memilih wilayah Wapalo.”25 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab masyarakat menjamah wilayah Wapalo karena disebabkan desakkan ekonomi dan reboisasi pada tahun 1978 di Desa Imana. SEJARAH TERBENTUKNYA DESA WAPALO Desa Wapalo adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Atinggola, Kabupaten Gorontalo Utara. Sejarah terbentuk Desa Wapalo dapat dilihat melalui waktu, tahapan dan masa-masa tertentu yakni ; masa pra desa, masa transmigrasi lokal, masa dusun dan masa desa definitif. 1.
MASA PRA DESA.
Masa pra desa adalah masa sebelum Wapalo menjadi tempat kehidupan masyarakat dimana waktu itu Wapalo masih kawasan hutan belantara. Pada tahun 1981 sudah mulai terbentuklah komunitas atau masyarakat yang tinggal di Wapalo yakni ± 9 KK atau 34 jiwa dengan kehidupan mereka adalah bercocok tanam atau berkebun. Setelah terbentuknya komunitas atau masyarakat, maka pada tahun 1983 oleh pemerintah Desa Imana di bawah kepemimpinan Kadir Datukramat selaku kepala Desa Imana dibuka lahan percetakan sawah berupa pertanian seluas 100 Ha di Wapalo. Akan tetapi kegiatan atau pekerjaannya tidak selesai atau gagal. 26 Penyebab gagalnya percetakan sawah baru karena tanaman padi masyarakat Wapalo diserang oleh hama. Sehingga dengan melihat kondisi demikian, maka masyarakat Wapalo pindah tempat lain yakni di bagian barat untuk melakukan perkebunan dan menurut mereka tempat tersebut mempunyai kesuburan tanah sehingga dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat setempat untuk diolah menjadi lahan usaha demi kelangsungan hidup.27 2.
MASA TRANSMIGRASI LOKAL
Pada tahun 2002 oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo, Wapalo di jadikan sebagai pemukiman transmigrasi lokal yang ditempati oleh masyarakat sekitar Desa Imana dan dari desa lain yang ada di Kabupaten Gorontalo, misalnya dari Tibawa, Limboto, Manginapoto, Alo, Kwandang, Talaga dan Paguyaman. Pada waktu transmigrasi di Wapalo, pemerintah menempatkan masyarakat melalui dua tahap yakni tahap pertama tahun 2002 adalah 50 KK dan tahap kedua pada tahun 2004 yakni berjumlah 65 KK, sehingga transmigrasi yang menempati Wapalo berjumlah 115 KK.28 Selama masa transmigrasi masyarakat Wapalo masih berada dibawah pengawasan pihak pemerintah Dinas Nakentras Kabupaten Gorontalo 25 26
27 28
Wawancara dengan Bapak Kasim Daud, Tanggal 21 April 2015. Sumber : Profil Desa Wapalo 2011 Wawancara dengan Bapak Niko Pasilia, Tanggal 23 April 2015 Sumber : Profil Desa Wapalo 2011
Fakultas Ilmu Sosial UNG |10
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
dan tetap mendapatkan perhatian dan bantuan berupa sarana dan prasarana antara lain rumah non permanen, makanan, air bersih, pertanian dan perkebunan. Pada tahun 2007, pihak pemerintah Dinas Nakentras Kabupaten Gorontalo berkunjung di Wapalo untuk melihat langsung kondisi geografis dan masyarakat yang ada di Wapalo.29 Setelah pemerintah tersebut melakukan observasi terhadap kondisi lingkungan Wapalo, pemerintah Dinas Nakentras Kabupaten Gorontalo menyarankan agar Wapalo tetap di gabung dengan Desa Imana. Pemerintah Desa Imana pun yang bernama Ibu Theresia Dumedehe selaku kepala Desa Imana periode 2007-2009 merespon dengan baik usulan dari pemerintah Dinas Nakentras Kabupaten Gorontalo untuk menjadikan Wapalo bagian dari Desa Imana.30 3.
MASA DUSUN
Setelah berakhirnya masa transmigrasi pada tahun 2007, pemerintah Desa Imana menjadikan Wapalo menjadi satu dusun yakni Dusun Sapawea dengan kepala dusunya adalah Naga Balango. Penduduk atau masyarakat yang menempati Dusun Sapawea berjumlah 115 KK dengan sebagian besar kehidupan mereka adalah bertani. Selama menjadi bagian dari Desa Imana, masyarakat Dusun Sapawea merasa tidak diperhatikan, dimana menurut masyarakat setempat kebiasaan pemerintah Desa Imana mengenai bantuan-bantuan yang masuk dari pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara terkadang distribusi pembagiannya tidak merata sehingga ini membuat masyarakat kecewa.31 Dengan melihat kondisi demikian, maka masyarakat Dusun Sapawea meminta kepada pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara untuk memisahkan diri dari Desa Imana dan pemerintah pun meresponya dengan baik. Alasan masyarakat ingin memisahkan diri karena masyarakat setempat berpandangan bahwa untuk pemerataan distribusi bantuan dari pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara ke tingkat dusun maupun desa, sebagai salah satu altenatif masyarakat adalah berdiri sendiri sebagai satu desa definitif. Lebih lanjut, tujuan masyarakat Dusun Sapawea ingin membentuk satu desa definitif karena masyarakat memiliki kendala ataupun hambatan ketika mengurus sesuatu yang menjadi kepentingan pribadi khususnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan dan adminstrasi seperti surat-menyurat terlalu jauh dari pusat pelayanan pemerintah Desa Imana. Kedua hal inilah yang menjadi faktor penyebab masyarakat Dusun Sapawea ingin memisahkan diri dari Desa Imana.32
29
Wawancara dengan Bapak Kasim Daud, Tanggal 22 April 2015
30
Wawancara dengan Bapak Wapalo Agus Van Solang selaku Kepala Desa Wapalo, Tanggal 21 April 2015. 31
Wawancara dengan Bapak Niko Pasilia selaku tokoh masyararakt Desa Wapalo, Tanggal 21 April 2015. 32
Wawancara dengan Bapak Jeri Monik, Tangal 24 April 2015
Fakultas Ilmu Sosial UNG |11
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
4.
MASA DESA DEFINITIF
Dalam memperjuangkan pembentukan desa tentu tidaklah mudah, dari Dusun Sapawea menjadi Desa Wapalo. Pada dasarnya Wapalo masih dalam skala kecil dan sangat jauh dari pusat perkampungan dan keramaian, maka ada beberapa tokoh masyarakat yang memperjuangkan untuk menjadi desa definitif. Adapun nama-nama dari tokoh masyarakat tersebut yaitu Masa Gobel, Niko Pasilia, Sukardi Balango, Kasim Daud, Naga Balango, Kasim Bai, Agus Van Solang dan Kasim Bai. Pada tahun 2010, Wapalo dijadikan sebagai desa persiapan oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara yang dipimpin seorang pelaksana tugas kepala desa sementara yang ditunjuk langsung Bupati Gorontalo Utara yakni Bapak Masa Gobel. Bapak Masa Gobel menjabat kurang lebih satu tahun dan kemudian beliau mengusulkan Wapalo kepada Bupati Gorontalo Utara untuk bisa menjadi satu desa definitif dan akhirnya pada tahun 2011 Wapalo resmi melepaskan diri atau pisah dengan Desa Imana menjadi satu desa definitif serta disetujui oleh pemerintah Kecamatan Atinggola bersama pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo Utara. Setelah Desa Wapalo menjadi satu desa definitif, Bapak Masa Gobel selaku kepala desa sementara di Wapalo membentuk panitia untuk mengadakan pemilihan kepala desa tetap dan calonnya berjumlah tiga (3) orang yakni Bapak Usman Bait, Bapak Kasim Daud dan Bapak Agus Van Solang. Pemilihan kepala desa pun dilakukan oleh masyarakat Wapalo secara tertutup, dan yang terpilih sebagai kepala desa adalah Bapak Agus Van Solang. 33 Sebagai kepala desa terpilih, Bapak Agus Van Solang mulai menata pembangunan desa di segala bidang seperti bidang pertanian maupun pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dengan visi “Masyarakat Wapalo Cerdas Mandiri, Inovasi dan Reformasi yang Bermartabat”, dan misinya yakni sebagai berikut; Meningkatkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, Meningkatkan kesehatan lahir dan batin, Meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan visi dan misi tersebut, pemerintah Desa Wapalo dan masyarakat Wapalo tetap bersama-sama bekerja untuk membangun Desa Wapalo menjadi desa yang cerdas mandiri, inovasi dan reformasi yang bermartabat .34 AWAL TERBENTUKNYA KOMUNITAS DESA WAPALO Komunitas merupakan sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu, yang memiliki pembagian kerja dan saling ketergantungan, mempunyai kesadaran akan kesatuan dan perasaan memiliki serta mampu bertindak secara kolektif dengan cara yang teratur. Komunitas berfungsi sebagai ukuran untuk 33
Wawancara dengan Bapak Kasim Daud, Tanggal 22 April 2015
34
Wawancara dengan Bapak Kepala Desa Wapalo Agus Van Solang, Tanggal 21 April
2015
Fakultas Ilmu Sosial UNG |12
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
menggarisbawahi hubungan antar hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu, termasuk di dalamnya orang yang melaksanakan segenap kegiatan (aktifitas) kehidupannya demi kelangsungan hidup, seperti bercocok tanam ataupun berkebun. Komunitas desa diartikan sebagai komunitas kecil yang relatif masih bersahaja, yang masih jelas memiliki ketergantungan terhadap tempat tinggal (lingkungan) mereka. Sifat dari suatu komunitas adalah adanya wilayah dan cinta pada wilayah serta kepribadian kelompok. Hal itu merupakan kepribadian dari perasaan patriotisme dan nasiolisme. Selain cinta pada wilayah dan kepribadian kelompok, komunitas juga memiliki sifat tambahan, yaitu; Pertama, para warganya masih saling mengenal dan bergaul secara intensif. Kedua, karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus tidak mempunyai perbedaan mencolok antara yang satu dengan kelompok yang lain. Ketiga, para warga dapat mengharagai berbagai lapangan kehidupan mereka dengan baik. Corak dan sifat komunitas desa didasarkan pada sistem mata pencaharian pokok mereka yaitu sistem pertanian. Sistem pertanian lahan kering akan menciptakan tipe komunitas yang berbeda dengan sistem pertanian lahan basah. Di samping itu jenis-jenis tanaman juga akan menyebabkan perbedaan tipe komunitas. Selanjutnya D.Whittlesey dalam Aminudin mengemukakan sembilan corak sistem pertanian yaitu: Pertama, bercocok tanam di ladang berpindah, Kedua, bercocok tanam tanpa irigasi menetap, Ketiga, bercocok tanam menetap dan intensif dengan irigasi sederhana dan tanaman pokok padi, Keempat, bercocok tanam menetap dan intensif dengan irigasi sederhana tanpa padi, Kelima, bercocok tanam sekitar lautan tengah, Keenam, pertanian buah-buahan, Ketujuh, pertanian komersial dengan mekanisasi berdasarkan tanaman gandum, Kedelapan, pertanian komersial dengan mekanisasi, dan Kesembilan, pertanian perkebunan dengan mekanisasi.35 Dari sembilan corak sistem pertanian tersebut, maka ada kesamaan dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat Wapalo. Komunitas masyarakat Wapalo sebagian besar mata pencahariannya adalah di bidang pertanian utamanya bertani atau berkebun. Komunitas masyarakat Wapalo melakukan aktifitas berkebun atau bertani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari demi kelangsungan hidup. Selain untuk kebutuhan logistik, sebagian hasil dari pertanian masyarakat Wapalo dijual untuk kepeluan pendidikan anak mereka. Hal ini dilakukan agar anak-anak mereka sama dengan anak-anak yang lain dalam mengenyam pendidikan.Dalam beraktifitas, masyarakat Wapalo pada tahun 1981 hanya menggunakan parang atau peda, pacul atau popati dan bajak untuk mengolah kebun mereka.Tetapi seiring dengan perkembangan zaman yakni pada tahun 2011, petani mulai menggunakan alat-alat pertanian yang canggih dan modern seperti handtraktor penggiling padi, perontok jagung dan mesin-mesin lainnya. Hal ini tidak luput dari perjuangan pemerintah desa untuk mengembangkan atau meningkatkan Desa Wapalo agar sama kedudukannya dengan desa-desa lain yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara.
35
Paui B. Harton dan Hunt L. Chaster, Sosiologi, terjemahan Aminudin dan Tita Sobari, (Jakarta : Erlangga, 1990),hlm. 130
Fakultas Ilmu Sosial UNG |13
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
PROSES ADAPTASI DAN INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA WAPALO DENGAN LINGKUNGAN SEKITAR TAHUN 1981-2011
PROSES ADAPTASI MASYARAKAT DENGAN LINGKUNGAN
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi. Menurut Dewi Wulansari adaptasi mempunyai dua arti yakni; adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua disebut penyesuaian diri yang allopstatis (allo artinya yang lain, palstis artinya bentuk).36 Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi ditentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya “aktif”, yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan. Pada hakikatnya adaptasi adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Masa adaptasi sangat dipengaruhi oleh seberapa lebar kesenjangan kondisi lingkungan fisik dan seberapa lentur kondisi lingkungan sosial. Makin besar kemampuan adaptasi, makin besar peluang untuk melangsungkan hidup. Dengan kemampuan adaptasi yang besar suatu jenis dapat menempati habitat yang beraneka. Sebagai sebuah proses penyesuaian, adsaptasi meliputi penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.Dalam proses ini individu yang tidak sesuai dengan lingkungannya terdesak, meninggal atau kesempatan untuk memproduksi diri terbatas. Sebaliknya individu yang sesuai atau dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya berkembang. Hal ini menunjukkan manusia tergantung pada lingkungan hidupnya. Kelangsungan hidupnya hanya mungkin dalam batas kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap sifat lingkungan hidupnya. Ketika masyarakat menempati wilayah Wapalo untuk pertama kalinya, hal utama yang harus dilakukan adalah beradaptasi dengan suasana dan lingkungan baru, yang kadang-kadang sangat berbeda dengan kondisi daerah asal. Baik perbedaan menyangkut lingkungan fisik maupun perbedaan lingkungan sosial. Masyarakat Wapalo harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Kondisi jalan setapak yang tidak beraspal menghalangi akses informasi dan transportasi. Sulitnya fasilitas listrik untuk penerangan dan minimnya lembaga pendidikan, dan tidak adanya tempat ibadah. Disamping itu wilayah Wapalo juga rawan banjir. Menghadapi kondisi yang demikian, masyarakat Wapalo tidak tinggal diam dan bersikap pasrah. Tetapi sebagaimana halnya dengan kelompok masyarakat lain mereka mengembangkan strategi adaptasi. Mereka berusaha mencari cara-cara baru yang sesuai dengan kemampuan serta potensinya agar tetap dapat bertahan hidup dan mempertahankan eksistensinya. Diantaranya adalah pengadaan tempat ibadah (dalam hal ini masjid) sebagai wahana pemersatu umat islam.Untuk daerah yang rawan banjir, masyarakat Wapalo membuat saluran air agar tidak tertampung dan menyebabkan banjir. Hingga tahun 2011, masyarakat Wapalo tetap bertahan
36
Dewi Wulansari, Op. cit. hlm. 40.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |14
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
bahkan berkembang.37 Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Wapalo beradaptasi baik dengan lingkungannya. Disamping itu, perhatian pemerintah melalui pengaspalan jalan dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) juga menunjang proses adpatasi masyarakat Wapalo.
INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT
1.
ASPEK SOSIAL Manusia dalam hidup bermasyarakat, harus saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Interaksi akan berjalan baik bila mampu beradaptasi mengurangi gesekan nilai dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang telah lama tinggal di daerah itu, yaitu dengan cara cepat bergaul, bersikap sopan santun, ramah, berkomunikasi memahami dan menghargai nilai dan kebiasaan yang dianut masyarakat setempat. Hal ini dimaksud agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pergaulan diantara mereka. Karena apa yang dianggap baik belum tentu dapat diterima dan dianggap baik dan sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya dalam hal berbicara atau berprilaku. Manusia mempunyai naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang sinambung tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan-pandangan mengenai kebaikan dan keburukan. Artinya sebagai suatu tempat untuk berinteraksi maka, komunitas tidak hanya melibatkan sebatas pria dan wanita, orang tua dan anak-anak. Tetapi melibatkan setiap pelaku dalam komunitas yang mencakup seluruh segi kehidupan dari kategori seperti umur, jenis kelamin, suku, ras dan berbagai latar belakang lainnya. Hal ini terlihat pada masyarakat Wapalo. Masyarakat Wapalo terdiri dari berbagai macam etnis yakni etnis Gorontalo, Minahasa dan Jawa serta terdiri dari berbagai agama yakni agama islam dan agama kristen. Situasi seperti ini dapat memungkinkan terjadinya akulturasi maupun asimilasi budaya dari berbagai etnis tersebut. Namun kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah pertentangan, persaingan bahkan konflik fisik. Masyarakat Wapalo tergolong masyarakat yang plural karena terdiri dari multi etnik. Etnis Gorontalo menjadi etnis yang dominan dan penyebarannya hampir di seluruh wilayah Wapalo. Selain itu etnis Jawa dan Minahasa turut menempati wilayah Wapalo. Wilayah Wapalo diakhir abad ke-20 hanya didiami oleh etnis Gorontalo. Pada awal abad ke-21 setelah masuknya etnis Minahasa dan Jawa menunjukkan sebuah interaksi yang sukup baik dan tergolong dalam sebuah proses assosiatif. Kerja sama antar etnis yang di landasi oleh kegotongroyongan menjadi kekuatan masyarakat dalam proses interaksi menuju integrasi etnis. Gambaran mengenai interaksi assosiatif masyarakat Wapalo dilihat dari tingkat kerukunan masyarakat. Dapat dilihat pada sepanjang periode akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21 belum pernah terjadi sebuah konflik antar etnis. 37
Wawancara dengan Bapak Salim Hasan, Tanggal 24 April 2015.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |15
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
Justru yang sering kita lihat adalah sifat kerja sama antar etnis. 38 Selain itu adanya perkawinan silang antar etnis juga yaitu antar etnis Gorontalo dan Minahasa, serta etnis Gorontalo dan Jawa ini tentunya turut mendukung interaksi yang baik di masyarakat Wapalo dan mencegah konflik antar etnis. Interaksi antar pemeluk agama di Wapalo tergolong harmonis. Hal ini terlihat ketika salah satu penganut agama kristen menjalankan ibadahnya, penganut agama islam sangat toleran. Contohnya penganut agama islam yang menghargai dan turut merayakan hari besar penganut agama kristen, begitupun sebaliknya. Jadi sikap saling mengormati antar pemeluk agama mendorong harmonisasi diantara pemeluk agama di Desa Wapalo. Sifat kekerabatan dan saling tolong menolong ataupun gotong royong masih sangat terlihat dalam kehidupan masyarakat Wapalo. Selain bentuk assosiatif, interaksi antar masyarakat Wapalo ada juga yang bersifat disosiatif seperti konflik yang terjadi di tahun 2011 yaitu persengketaan tanah, perkelahian antar pemuda. Namun hanya bersifat pribadi dan tidak melibatkan kelompok.39 Meskipun tidak secara kolektif tetapi perlu dicatat bahwa peristiwa tersebut turut memberikan pelajaran dan pendewasaan untuk menjaga ruang interaksi masyarakat Wapalo 2.
ASPEK BAHASA DAN KOMUNIKASI
Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Untuk memenuhi hasratnya sebagai makhluk sosial manusia memerlukan alat komunikasi berupa bahasa. Bahasa adalah alat yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan, keinginan dan perasaan kita.40 Dengan kata lain kita menyampaikan segala sesuatu yang kita inginkan atau kita pikirkan kepada orang lain dengan menggunakan bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia sangat penting perannya dalam kehidupan masyarakat. Tanpa bahasa manusia akan sulit untuk menyampaikan ide, gagasan kepada orang lain secara lisan maupun tulisan. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu manusia.41 Manusia berpikir, berperasaan dan berkeinginan akan terwujud apabila seseorang menggunakan bahasa, diantaranya disampaikan dengan menggunakan bahasa daerah. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam suatu daerah tertentu, seperti masyarakat Wapalo memiliki bahasa daerah tersendiri yakni bahasa Atinggola. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan bahwa dalam interaksi sosial, bahasa yang digunakan masyarakat Desa Wapalo adalah bahasa Indonesia yakni bahasa Nasional yang dapat dipahami oleh masyarakat Desa Wapalo secara umum.
38
Wawancara dengan Bapak Aman Van Solang selaku ketua BPD Desa Wapalo, Tanggal 23 April 2015. 39 Wawancara dengan Bapak Abadi Baid selaku kepala Dusun Kayu Mas, Desa Wapalo, Tanggal 23 April 2015. 40 Mansoer Pateda, Linguistik, (Gorontalo : Siladan, 2008), hlm. 8 41
Mansoer Pateda, Op.cit, hlm. 9
Fakultas Ilmu Sosial UNG |16
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
Dalam berkomunikasi, antara sesama masyarakat yang menempati wilayah Wapalo banyak menggunakan bahasa Atinggola dan minoritas menggunakan bahasa Gorontalo. Etnis Gorontalo yang berbahasa Atinggola menjadi etnis yang paling dominan dan penyebarannya hampir di seluruh wilayah Wapalo. Selain itu juga etnis Minahasa dan etnis Jawa turut menempati wilayah Wapalo. Meskipun kedatangan etnis Minahasa dan Etnis Jawa di wilayah Wapalo, tidak mempengaruhi identitas bahasa masyarakat Wapalo. Walaupun masyarakat Wapalo dalam interaksi sosialnya lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia, namun tidak melupakan bahasa Atinggola sebagai identitas masyarakat Desa Wapalo. Contoh bahasa Atinggola yaitu “pogore turangi pogarapo may itu pinda” yang artinya minta tolong ambilkan itu piring, a’u mogare turungi o nimu ” artinya saya minta tolong sama kamu. Kedua contoh bahasa daerah diatas merupakan bahasa asli Atinggola yang digunakan masyarakat Wapalo. Bahasa Atinggola di wilayah Wapalo hanya berlaku di kalangan orang tua yang sudah lama menempati wilayah Wapalo atau masyarakat asli Wapalo. Sedangkan dikalangan anak-anak maupun kaum remaja yang ada di wilayah Wapalo menggunakan bahasa Indonesia berupa bahasa campuran, contohnya “makan nasi dulu ngana tare ” artinya kamu makan nasi dulu. Inilah salah satu contoh dialektika bahasa Minahasa yang bersifat perintah dan biasanya digunakan oleh kaum muda yang ada di Desa Wapalo. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dipahami bahwa Komunitas Desa Wapalo terbentuk sejak tahun 1981. Sebelum terbentuk, masyarakat telah menjamah wilayah Wapalo. Penyebab awal masuknya masyarakat di Wilayah Wapalo karena ingin mencari ubi hutan, daun woka dan rotan. Disamping untuk mencari rotan, ubi hutan dan daun woka penyebab masyarakat menjamah daerah Wapalo karena desakkan ekonomi dan reboisasi pada tahun 1978 di Desa Imana. Keadaan seperti inilah yang membuat keresahan penduduk sehingga menyebabkan mereka harus mencari lahan demi kelangsungan hidup. Sebagian besar aktifitas komunitas masyarakat Desa Wapalo seragam yaitu pada sektor pertanian. Pada tahun 1981 setelah terbentuknya komunitas, masyarakat Wapalo beraktivitas mengolah kebun dan sawah dengan alat yang sederhana seperti parang atau peda, pacul atau popati dan bajak. Selain itu masyarakat Wapalo harus beradaptasi dengan lingkungannya, dimana kondisi jalan setapak yang tidak beraspal menghalangi akses informasi dan transportasi. Sulitnya fasilitas listrik untuk penerangan, minimnya lembaga pendidikan serta wilayah Wapalo juga rawan banjir. Menghadapi kondisi demikian masyarakat Wapalo tidak tinggal diam dan bersikap pasrah. Tetapi sebagaimana halnya dengan kelompok masyarakat lain mereka mengembangkan strategi adaptasi dan tetap bertahan hidup serta mempertahankan eksistensinya. Diantaranya adalah pengadaan tempat ibadah (dalam hal ini masjid) sebagai wahana pemersatu umat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Wapalo beradaptasi baik dengan lingkungannya. Pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, masyarakat mulai merasakan perubahan dari berbagai bidang. Pada periode ini, masyarakat mulai merasakan dampak pembangunan dari berbagai sektor kehidupan mulai dari administrasi
Fakultas Ilmu Sosial UNG |17
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
desa, kesehatan, mesjid, air besih, mahyani (rumah layak huni),fasilitas listrik untuk penerangan, pendidikan sampai pada mudahnya akses masyarakat terhadap bantuan pemerintah dalam sektor ekonomi terutama bantuan handtraktor, mesin penggiling padi untuk mengolah hasil pertanian masyarakat Wapalo. Tak hanya itu, pembangunan infrastruktur berupa jalanan aspal untuk memperlancar mobilitas masyarakat setempat, ini juga berdampak pada perkembangan kehidupan masyarakat Wapalo. Hal tersebut tidak lain merupakan perhatian dari pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo Utara terhadap masyarakat Desa Wapalo menjadi sama kedudukannya dengan desa-desa lain. Dalam aspek interaksi sosial masyarakat bisa dikatakan bahwa masyarakat Wapalo berhasil menjaga dan membangun sebuah pola interaksi yang sifatnya positif. Walaupun sempat terjadi konflik persengetaan tanah antar kelompok masyarakat Wapalo, namun semua dapat terselesaikan tanpa meninggalkan dendam kecuali sebuah memori kolektif yang terus dijadikan pengalaman dimasa kini dan akan datang. Selain itu juga terjadi perkelahian yang dilakukan antar pemuda, namun sekali lagi ini bukan merupakan hal yang berdampak besar dalam kehidupan masyarakat Wapalo secara keseluruhan. Di tengah-tengah keberagaman etnis maupun agama, masyarakat Wapalo masih tergolong berhasil menciptakan suasana yang kondusif sehingga mendukung jalannya pembangunan.
Fakultas Ilmu Sosial UNG |18
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
DAFTAR PUSTAKA A Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Ombak Abdulsyani. 2012. Sosiologi Skematik,teori dan Terapan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Burke, Peter. 2011. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Dewi Wulansari. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung : Refika Aditama Fredian Tonny Nasdian. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia Fitriani, 2011. Membangun Desa Idaman, Klaten : Saka Mitra Kompetensi Helius Sjamsudin. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya ___________. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : PT Benteng Pustaka Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Nutosusanto. Jakarta : Universitas Indonesia Press Mangku Pernomo. 2004. Pembaharuan Desa; Mencari Bentuk Penataan Produksi Desa. Yogyakarta : Lapaera Pustaka Utama Makmuralto,Alto. dkk. 2012. Universal; Jurnal Pemikiran, Pergerakan dan Peradaban. Jakarta: Grup Epistemik dan Literasi HMI. Pateda, Mansoer. 2008. Linguistik. Gorontalo : Silidan Paui B. Horton dan Hunt L. Chaster. 1990. Sosiologi, Terjemahan Aminudin dan Tita Sobari, Jakarta : Erlangga Rahardjo. 2010. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Sartono Kartodirdjo. 2014. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak Soerjono Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sugeng Priyadi. 2012. Sejarah Lokal; Konsep, Metode dan Tantangan. Yogyakarta : Ombak Usman Kaharu, 2004. Ekonomi Pembangunan Antara gagasan, Teori dan Aplikasinya, Gorontalo : Nurul Jannah Taufik Abdullah. 1996. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Yusran. 2012. Hutan dan Masyarakat Tinjauan dalam Perspektif Kebijakan dan Sosial Ekonomi. Makassar : IPB Press
Fakultas Ilmu Sosial UNG |19
Jurnal Hasil Penelitian Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah ©2015 Hisna
Fakultas Ilmu Sosial UNG |20