251
PERSEPSI TENTANG ETOS KERJA KAITANNYA DENGAN NILAI BUDAYA MASYARAKAT PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Milik Depdikbud Tidak Diperdagangkan
PERSEPSI TENTANG ETOS KERJA KAITANNYA DENGAN NILAI BUDAYA MASYARAKAT PROPINSI DAERAH ISTIMEWA A C E H EDITOR Drs. M . YUSUF HASDY
Team Peneliti : Ketua
: Drs. Rusdi Sufi
Anggota
: 1. 2. 3. 4.
kTnrxiultan
• DR
Drs. M. Jusuf Hasdy Drs. Rosman Husein Drs. M. Arifin Gafi Drs.Husni Hasan 5. A d n a n. M
G a d e Tsmail >»
D E P A R T E M E N PENDIDIKAN D A N K E B U D A Y A A N DIREKTORAT JENDERAL K E B U D A Y A A N D I R E K T O R A T S E J A R A H D A N NILAI TRADISIONAL Bagian Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai - Nilai Budaya Daerah Istimewa Aceh 1QQ4 / 1 QQS
KATA PENGANTAR Proyek Pengkajiaan dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya (P2NB) di Wilayah Kantor Propinsi Daerah Istimewa Aceh dalam Tahun Anggaran 1995/1996 untuk menerbitkan buku yang berjudul:
Persepsi Temtang Etos Kerja Kaitannya Dengan Nilai Budaya Masyarakat Pr
Daerah Istimewa Aceh ( Suatu study Terhadap Masyarakat Desa Lamkawe Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar). Naskah tersebut merupakan hasil penelitian dan penulisan tim yang ditunjuk Proyek Penelitian dan Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh tahun anggaran 1994/1995, yang penulisannya sesuai dengan perintah kerja. Namun demikian kami menyadari bahwa hasil penelitian yang diharapkan ini masih terasa belum mencapai kesempurnaan kritik dan saran dari berbagai pihakyang bersifat
membangun
sangat
kami harapkan, sebagai dasar penyempurnaan
pada
penelitian selanjutnya. Terwujudnya usaha ini berkat adanya kepercayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jendral Kebudayaan dan kerja sama yang baik dari berbagai pihak yang terlibat didalamnya. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Akhirnya, mudah-mudahan penerbitan buku-buku ini bermanfaat dalam menggali serta melestarikan Kebudayaan Daerah, memperkaya Kebudayaan Nasional serta menunjang pembangunan Bangsa. Banda Aceh,
Oktober 1995
Pemimpin Bagian Proyek P 2 N B Propinsi Daerah Istimewa Aceh
f L
Drs. M. YtJup&rêciy N l ^ O T O 283.
D A F T A R ISI KATA SAMBUTAN KATA PENGANTAR D A F T A R ISI PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Masalah 3. Tujuan Penilitian 4. Ruang Lingkup Penilitian 5. Metodologi Penilitian 6. Gambaran U m u m Daerah Penilitian B A B . I. N I L A I - N I L A I B U D A Y A M A S Y A R A K A T 1. Pengertiaan Nilai Dan Fungsinya 2. Pandangan Masyarakat Terhadap Hekekat Hidup 3. Pandangan Masyarakat Terhadap Kerja 4. Pandangan Masyarakat Terhadap Waktu 5. Pandangan Masyarakat Terhadap A a m 6. Pandangan Masyarakat Terhadap Hubumgan Antar Sesama
Halaman i ü iü 1 1 4 5 6 6 6 12 12 20 25 35 43 46
B A B . II. K A I T A N E T O S K E R J A D E N G A N N I L A I B U D A Y A M A S Y A R A K A T .. 51 1. Pengertian Etos Kerja 51 2. Etos Kerja Dan Hakekat Kehidupan 53 3. Persepsi Masyarakat Aceh 56 KESIMPULAN DAN SARAN 89 A . Kesimpulan 89 B. Saran-Saran 90 LAMPIRAN. - Daftar Pustaka - Daftar Informan
* 95
iii
PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang. Dalam
Bab XIII pasal 32 Undang - Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa
" Pemerintah memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia ". Pengertian tentang kebudayaan nasional dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 32 Undang-Undang Dasar 45 tersebut, yaitu : " Kebudayaan Bangsa Indonesia ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia." Bunyi penjelasan itu berarti bahwa dalam usaha memajukan kebudayaan nasional hendaknya jangan terlepas dari sumbernya yang justru akan memberikan warna atau kepribadian kebudayaan yang kita kembangkan. Dalam kenyataan kita sekarang hidup dengan aneka ragam kebudayaan suku bangsa maupun kebudayaan lokal (daerah) yang berfungsi sebagai kerangka acuan pada lingkungan sosial tertentu. Sedang kebudayaan bangsa yang bersifat nasional masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangannya. Mengingat bahwa kebudayaan bangsa itu merupakan hasil usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya, maka cepat lambatnya pertumbuhan tergantung pada keaktifan peran serta segenap warga Negara Indonesia. Dengan kata lain, kebudayaan bangsa itu merupakan perwujudan tanggapan aktif penduduk terhadap lingkungan dan tantangan sejarah. Oleh karena itu usaha memajukan kebudayaan Nasional tidak mungkin terlaksana tanpa peran sertanya seluruh lapisan masyarakat Indonesia dimanapun mereka berada dan kapan saja mereka hidup. Masalah pembangunan yang sedang giat - giatnya dilaksanakan, kita artikan sebagai usaha ke arah peningkatan kesejahtraan penduduk di segala sektor kehidupan. Dalam prosesnya, usaha itu mendorong kita untuk mengambil ahli tehnologi dan ilmu pengetahuan guna mempercepat proses. Pengambil alihan tehnologi dan ilmu pengetahuan yang kita perlukan itu pada gilirannya akan menuntut penyesuaian budaya dalam proses penyerapannya. Tehnologi dan ilmu pengetahuan yang berkembang atas dasar nilai serta gagasan tertentu itu belum tentu sesuai dengan nilai-nilai dan gagasan utama
1
yang selama ini mendominasi kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Oleh karena itu besar kemungkinan pembangunan itu akan menggeser nilai-nilai dan gagasan utama yang telah ada, mengembangkan gagasan dan nilai-nilai baru ataupun menggantikannya dengan nilai-nilai dan gagasan yang mendominasi teknologi dan ilmu pengetahuan yang mereka ambil alih. Dengan demikian pembangunan yang dimaksud untuk meningkatkan kesejahtraan penduduk secara keseluruhan itu dapat diartikan merupakan proses pembaharuan kebudayaan. Seandainya proses pembaharuan itu berjalan secara alamiah maka tidak banyak persoalan yang kita hadapi karena kebudayaan itu bersifat dinamis, selalu berkembang mengikuti kemajuan masyarakat yang mendukungnya. A k a n tetapi proses pembaharuan yang disebabkan oleh pembangunan yang biasanya dilaksanakan dalam tempo yang relatif singkat dan mencakup segala sektor kehidupan itu akan menimbulkan berbagai ketegangan karena adanya kesenjangan yang terjadi dalam proses adopsi unsur-unsur kebudayaan asing. Pertambahan penduduk menimbulkan berbagai pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya bangsa. Selain diperlukan pertambahan sarana dan prasarana fisik yang diperlukan untuk menampung pertumbuhan penduduk pola-pola interaksi yang menyangkut sistem sosial maupun sistem nilai dapat terpengaruh oleh karena proses penyesuaian sosial anggota masyarakat terhadap situasi dan kondisi yang ada. Orangorang
tidak
sekedar
harus berjuang lebih keras untuk memenuhi kebutuhan dan
mempertahankan kebudayaannya, melainkan mereka juga harus mengembangkan caracara yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Dengan demikian diperlukan pengembangan sistem sosial yang memadai dan bahkan pergeseran dan perluasan sistem nilai yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia dengan segala kemampuannya memajukan kebudayaan bangsa dengan melalui kegiatan enkulturasi yaitu menanam pengetahuan tentang nilai-nilai dan
gagasan utama yang menjadi kerangka acuan Nasional agar
dengan demikian setiap warga negara bukan hanya akan mampu memainkan peranan sosial dengan kedudukan mereka dalam masyarakat, akan tetapi juga secara aktif ikut melestarikan dan bahkan ikut mengembangkan ke arah peradaban. G B H N (Garis-Garis Besar Haluan Negara) 1988 memberi petunjuk bahwa pembangunan Indonesia adalah Pembangunan yang berwawasan budaya. Oleh karena itu setiap tindak pembangunan harus berakar dari pada budaya bangsa. Kadang-kadang 2
orang melupakan nilai-nilai manusiawi karena perkembangan Inpersonal Commication dalam masyarakat sebagai akibat peralihan petani, pra industri menuju masyarakat Industri. Pada masa sekarang, hampir setiap hari surat-surat khabar dan orang-orang membicarakan tentang perlunya perkembangan nilai-nilai budaya yang sejalan dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan teknologi, tetapi usaha-usaha yang konkrit ke arah itu masih tersendat-sendat. Oleh karena itu upaya menggali dan mengungkapkan serta mengukuhkan nilainilai budaya lama dan asli seperti yang diamanatkan dalam penjelasan undang-undang Dasar 1945 pasal 32, yaitu nilai-nilai budaya lama dan asli yang mempunyai potensi integratif dan masih selaras dengan tuntutan zaman perlu dikembangkan. Bangsa Indonesia pada saat sekarang sedang giat - giatnya melaksanakan pembangunan. Dalam hubungan ini timbul suatu pertanyaan.bagaimana kita bisa membina dan mengembangkan suatu mentalitas yang berjiwa pembangunan ? Untuk menjawab pertanyaan ini sebenarnya kita harus ingat, bahwa mentalitas itu mewajibkan sebagai syarat suatu nilai budaya yang berorentasi tidak saja kemasa lampau tetapi juga masa depan. Disini diperlukan suatu sikap yang lebih percaya kepada kemampuan sendiri, berdisiplin murni dan berani bertangung jawab sendiri. Sifat-sifat itulah belum secara mantap berada dalam mentalitas dari sebagian besar bangsa kita. Dalam sistem nilai budaya setiap suku bangsa termasuk suku Aceh mempunyai beberapa nilai tradisional yang masih cocok dengan jiwa pembangunan. Nilai-nilai ini dapat memudahkan taktik untuk mengajak rakyat berpartisipasi dalam pembangunan dengan cara memberi contoh-contoh yang positif. Diantara sifat mentalitas yang juga mempunyai aspek positif guna pembangunan adalah adanya nilai budaya yang memuji sifat " tahan penderitaan ". Kecuali itu juga sifat lain dari nilai tradisional ini yang dimiliki oleh beberapa suku bangsa di Indonesia termasuk suku Aceh yaitu,
suatu konsepsi yang mewajibkan untuk tetap berusaha
walaupun hidup itu pada hakekadnya harus dialami sebagai suatu masa ujian yang perlu diperbaiki. Dengan kata lain, kita wajib berusaha dalam hidup ini, seperti juga termaktup dalam ajaran-ajaran
agama (Islam) yaitu ihtiar (usaha) itu wajib dilakukan.
selain itu sifat positif lainnya yang berasal dari nilai tradisional yaitu nilai gotong royong. Disini mengandung suatu tema berfikir, bahwa manusia tidak hidup sendiri didunia ini, tetapi dikelilin gi oleh sistem sosial dari komonitas dan masyarakat sekitarnya. Cara berpikir seperti itu tentu membawa suatu rasa keamanan nurani yang amat dalam dan mantap kepada kita, karenan latar belakang dan pikiran kita tetap ada bayangan bahwa 3
dalam keadaan apapun, pasti ada yang membantu. Dalam nilai gotong royong ini, mungkin tergantung suatu makna yang akan mengurangi kegigihan seseorang untuk berusaha berdasarkan kemapuan sendiri. Disini yang perlu dijaga yaitu adanya pemisahan tajam antara konsepsi " usaha sendiri dalam hal mencapai karya " dan konsepsi " rasa aman karena ada yang membantu dalam kesusahan ". Seperti diketahui pada saat sekarang bangsa Indonesia sedang mengawali Pembangunan Jangka Panjang (PJP) tahap kedua yang memerlukan suatu sikap mental atau etos kerja yang akan mendukung proses pembangunan itu sendiri. Sementara itu kajian atau penelitian mengenai sikap mental atau etos kerja itu sendiri belum banyak dilakukan. Oleh karenanya maka data dan informasi tentang hubungan antara naila-nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat (termasuk masyarakat Aceh ) dengan etos kerja yang dimilikinya belum lengkap. Sehubungan dengan latar belakang ini maka pada Tahun Anggaran 1994/1995 ini Bagian Proyek Pengkajian Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Daerah Istimewa Aceh melakukan penelitian tentang apa yang diutarakan diatas dengan Judul : Persepsi Tentang Etos Kerja Kaitannya Dengan Nilai Budaya Masyarakat di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 2.
Masa1 ah Setiap masyarakat, termasuk masyarakat memiliki sistem nilai (budaya) yang
dijadikan acuan oleh para anggotanya di dalam menanggapi lingkungannya. sesungguhnya tidak mudah berbicara soal kebudayaan dengan mengabaikan masyarakat pendukungnya. sebaliknya juga sulit berbicara tentang masyarakat tanpa mengetahui tentang budaya yang justru mendominasi pola-pola interaksi soasial mewujudkan masyarakat itu sendiri. Dalam usahanya mempertahankan hidup dan mengembangkan turunan manusia tidak pernah berjuang seorang diri. Sebaliknya kerja sama dengan sesama manusia menimbulkan berbagai kebutuhan yang bersifat " kultural " dalam arti perlu pengendalian yang sifatnya non ragawi semata. Hidup matinya suatu masyarakat amat tergantung pada penghayatan nilai-nilai, gagasan serta keyakinan yang bersangkutan. Karena itu tidaklah mudah memisahkan budaya dengan masyarakat pendukung. Sebaliknya berbicara masyarakat tanpa memperhatikan mekanisme kontrol (kebudayaan) yang mendominasi sulit untuk dimengerti. Nilai-nilai yang pada dasarnya berisi mengenai apa yang diperbolehkan untuk dilakukan 4
dan sebaliknya sangat bernilai dalam kehidupan suatu masyarakat. Dengan masyarakat itu tidak terlepas dari perkembangan kebudayaan yang didukungnya. Maju mundurnya suatu nilai budaya tergantung pada kemampuannya mendominasi cara hidup pendukukungnya. Salah satu cara mentransportasikan nilai dari suatu generasi kegenerasi lainnya ( generasi berikutnya ) adalah
melaui apa yang disebutkan sebagai sosialisasi.
Dalam hal ini sudah semenjak dini (kecil) setiap individu (anak) ditanami nila-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat oleh orang tuanya agar dikemudian hari dapat memerankan
kedudukannya
dalam masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika salah seorang pakar antropolog terkenal, Koentjaranningrat (1981),
mengatakan bahwa nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat
diganti dengan nilai-nilai budaya lain dalam waktu singkat. Apalagi nilai budaya lain belum tentu sesuai dengan kepribadian kita. Nilai, sebagian disebutkan diatas oleh pendukungnya dijadikan sebagai acuan dalam aktifitas sehari-hari Menurut Antropolog K C U C K H O H N ( K C U C K H O N ) yang dikutip oleh Koentjaraningrat, ada lima masalah dasar dalam kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan nilai budaya. Kelima masalah dasar yang berkenaan dengan hakekat manusia tersebut adalah : tentang hakekat hidup, hakekat kerja, tentang waktu, alam lingkungan dan hubungan antar manusia itu sendiri. Kesemua ini berarti bahwa wujud kebudayaan dari tangapan aktif terhadap lingkungan dalam arti yang luas. Dengan demikian hal ini tidak lepas dari masyarakat pendukungnya didalam memandang: hidup, waktu karya alam dan hubungan dengan sesama manusia itu sendiri. Pandangan seperti tersebut diatas itulah yang pada gilirannya mewarnai etos kerja masyarakat, seperti halnya masyarakat Aceh. Dengan perkataan lain tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat, sangat tergantung pada bagaimana cara suatu masyarakat ( seperti masyarakat Aceh ) memandang kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia, sehingga dapat dinilai seberapa jauh tingkat tinggi atau rendahnya etos kerja masyarakat yang bersangkutan. 3.
Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian dapat disebutkan antara lain ialah untuk mengenali
sistim nilai budaya masyarakat Aceh khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang mempunyai pengaruh pada sikap dan mentalitas pendukung suatu kebudayaan. 5
nya yang mempunyai pengaruh pada sikap dan mentalitas pendukung suatu kebudayaan. Selain itu juga bertujuan mengenali sistim nilai budaya masyarakat Aceh dan relevan dengan tujuaan pembangunan yang sedang digalakan oleh pemerintah. Tujuan lain lagi adalah untuk mengethui seberapa jauh etos kerja suatu masyarakat (masyarakat Aceh) dalam mendukung pembangunan. 4.
Ruang Lingkup Penelitian. A d a dua ruang lingkup utama dalam penelitian ini. Pertama menyangkut ruang
lingkup permasalahan dan kedua, menyangkut ruang spatial/ lokasi penelitian. Sehubungan dengan ruang lingkup yang pertama yaitu yang sekaligus melengkapi penelitian ini, yakni sehubungan dengan bagaiman pemandangan suatu masyarakat (yang dalam hal ini masyarakat Aceh) terhadap hakekat dari pada hidup, pandangan tentang kerja, pemandangan tentang waktu, tentang alam dan pemanangan sesama dalam kaitannya dengan etos kerja. Sedangkan yang menyangkut ruang lingkup spatialnya yaitu : penelitian ini kegiatanya dilaksanakan terhadap masyarakat Aceh, yang berdomisili disekitar Ibukota propinsi (Daerah Pinggiran kota dengan masyarakat agak kompleks dibanding dengan masyarakat yang mendiami daerah pedalaman untuk ruang lingkup lokasi ini dipilih kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagian derah penilitian yang dikhususkan pada sebuah desa yaitu desa Lamkawe 5.
Metodologi Penelitian. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Se-
hubungan dengan metode yang digunakan ini maka teknik yang digunakan untuk mendapatkan data / informasi ditempuh melalui dua cara, yaitu melalui study kepustakaan dan study lapangan. Kegiatan penelitian kepustakaan dilakukan pada beberapa perpustakan yang terdapat di Kotamadya Banda Aceh, seperti perpustakaan P D I A (Pusat Informasi Dan Dokomentasi Aceh), Perpustakaan museum Negeri Aceh Perpustakaan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Perpustakaan dan Museum Yayasan Pendidikan A l i Hasyimi dan sebagainya. Dari penelitian kepustakan ini telah diperoleh sejumlah data yang diperlukan yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data ini, baik yang bersifat tioritis maupun yang faktual, yang pernah diungkapkan orang dalam karya-karya sebelumnya. kesemua karya yang digunakan ini, telah dicantumkan laporan akhir / naskah hasil penilitian.
6
Sebagaimana telah disebutkan diatas, kegiatan penelitian lapangan dilaksanakan di kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, yaitu di desa Lamkawe. Selama kegiatan penilitian lapangan ini, tim penelitian telah mengunakan teknis pengumpulan data secara wawancara mendalam dan juga melakukan observasi/pengamatan. Mereka yang di wawancarai telah dipilih secara selektif. Hal ini dimaksudkan agar mereka diwawancarai cukup representatif untuk masalah yang diteliti. Sejumlah mereka (para informan) yang telah memberi informasi ini dari daerah penilitian juga telah dicantumkan dalam laporan akhir (makala) ini. 6.
Gambaran Umum Daerah Penelitian. Kecamatan Darul Imarah merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Aceh
Besar. Luas kecamatan ini 4,915 K m , yang terbagi dalam limawilayah kemukiman yaitu 2
Kemukiman Lam Reung, Kemukiman Ulee Suru, Kemukiman Bike, Kemukiman Lam Ara. dan kemukiman Daroy Jampet. Kecamatan ini memiliki 46 desa. Adapun batasbatas kecamatan adalah sebagai berikut: Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Ingin Jaya dan Kecamatan Suka Makmur. Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Peukan Bada dan Kecamatan Lhoknga / Leupung. Sebelah Utara Berbatas dengan Kotamadya BandaAceh dan Kecamatan Ingin Jaya Sebelah Selatan Berbatas dengan Kecamatan Lhoknga/Leupung. Jika dilihat dari segi letaknya, Kecamatan Darul Imarah tergolong daerah yang strategis. Ia memiliki potensi besar dalam bidang perhubungan dan perdagangan, karena letaknya diapit oleh kecamatan-kecamatan lain serta berdekatan pula dengan Ibukota propinsi yang jaraknya sekitar 2 (dua) K m . Keadaan alam wilayah Kecamatan Darul Imarah dapat dikatagorikan dalam dua bentuk. yaitu daratan rendah dan daratan berbukit. Sebagian basar daerah ini berbukit. Penduduknya bekerja disektor pertanian tidak mencapai 50%, hanya sepertiga mereka yang jadi petani. Tempat pemukiman penduduk umumnya berada disekitar daratan rendah dan sebagian kecil saja yang mendiami daerah perbukitan. Sama seperti kecamatan-kecamatan
lain di Propinsi Daerah Istimewa Aceh,
daerah ini termasuk yang beriklim tropis. memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Menyangkut waktu (musim) ini berlangsung sekarang sulit dipastikan. Sebab bila tiba musim hujan biasanya akan hujan terus menerus. begitu pula bila tiba 7
musim kemarau, daerah ini akan dilanda kekeringan yang berkepanjangan. namun demikian, mengenai curah hujan di Kecamatan Darul Imarah dapat dipastikan sama dengan kecamatan lain dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, yakni berkisar antara 59 hari hujan dengan curah rata-rata 59,9 m2. Berdasarkan hasil sensus, seperti dimuat dalam buku Kecamatan Darul Imarah Dalam Anka Tahun 1992, jumlah penduduk kecamatan Darul Imarah adalah 28.250 yang terdiri dari 13.986 laki-laki dan 14.264 perempuan. Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun adalah 2% dengan kepadatan penduduk 575 jiwa per km2. Daerah ini merupakan daerah ketiga yang padat penduduknya dalam wilayah kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar. Adapun jumlah poenduduk anak-anak adalah laki-laki 7109 jiwa dan perempuan 7255.
Sementara penduduk menurut usia 7 - 1 5 tahun yang bersekolah dan tidak
bersekolah adalah 3997. Sedangkan jumlah penduduk dewasa adalah laki-laki sebanyak 6.877 jiwa dan perempuan 7.009 (13.986 jiwa). Sementara itu lokasi atau desa yang dijadikan sample penelitian (Desa Lamkawe) batas-batasnya sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Desa Lam Lagang Sebelah Selatan Dengan Desa Lam Bleut Sebelah Timur dengan Desa Lamsiteh dan Sebelah Barat dengan Desa Kuta Karang. Luas wilayah desa Lamkawe 10,2 km2 terdiri atas : 1. Perumahan
: 22 ha
2. Sawah
: 46 ha
3. Perkebunan rakyat
: 34 ha
Jumlah penduduknya 427 jiwa, terdiri dari 219 jiwa laki-laki dan 208 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah kepala keluarga 88 kk. Adapun
komposisi penduduk desa Lamkawe menurut kelompok umur tahun
1994, adalah sebagai berikut:
8
No.
Kelompok Uraur
Laki - Laki
Perempuan
1.
0 - 4
Tahun
\g
17
2.
5 - 6
Tahun
\Q
7
3.
7-13
Tahun
3g
33
4.
14 - 17
Tahun
23
14
5.
18 - 23
Tahun
34
34
6.
24 - 30
Tahun
18
22
7.
31-40
Tahun
26
25
8.
41 - 56
Tahun
26
34
9.
57 ke atas
26
22
219
208
J u m l a h
Adapun keadaan sosial budaya masyarakat di daerah ini tercermin pada tradisi yang telah mengkristal menjadi adat istiadat milikbersama masyarakat disini. A d a suatu ungkapan yang sangat popuier bagi masyarakat Aceh, seperti juga masyarakat Aceh di desa ini yaitu : Adat ngon hukom hanjeut Cree lage' zat ngon sifeut. Artinya antara syariat Islam dengan adat (tradisi) tidak dapat dipisahkan seperti zat dengan sifat. Jadi sudah menyatu. Diantara niali-nilai sosial budaya masyarakat Darul Imarah yang mencerminkan kristal nilai-nilai sosial budaya dalam ungkapan diatas, dan terpenting adalah mengajar agama pada anak. Anak-anak mulai diajarkan pendidikan agama sejak masa kanakkanak, yaitu mulai dalam ayunan. Gejala ini tampak pada sebagian ibu-ibu kecamatan Darul Imarah yang memegang adat Aceh pada saat ia mendendangkan anak-anaknya dengan lagu-lagu dan syair-syair yang mengandung kalimah tauhid dan syair-syair yang memperkenalkan nama-nama nabi, sifat-sifat Allah, nama-nama Malaikat dan sebagainya ketika menidurkannya. Sebagai pendidikan lanjutan, bila sianak telah memasuki umur 6 atau 7 tahun akan diantar belajar Al-Quran dan pengetahuan agama lainnya. Namun bila orang tuanya mampu mengajarkannya sendiri, usaha dimaksud senantiasa dibimbing dan diajari oleh orang tua antara umur 6 sampai 10 tahun. Namun pada masa ini sebenarnya sering juga
9
mereka dalam pengawasan Teungku. Sehingga bila nanti sianak diberi hukuman karena suatu kesalahan oleh Teungku tersebut, orang tua sianak akan rela menerimanya. Disamping itu, keadaan-keadaan lain yang menampakkan nilai sosial budaya masyarakat lainnya dikecamatan Darul Imarah adalah pada pemisahan anak pria dan wanita, hal ini mulai tampak sejak di rumah-rumah Teungku ataupun di Meunasah-meunasah. Dari segi pakaianpun tampak pemisahan, dimana masing-masing massih menjaga pakaiannya sendiri-sendiri dan mereka tabu memakai yang bukan versinya. Rasa sosial
dalam
bermasyarakat masih terlihat tinggi di kecamatan Darul
Imarah. Masyarakat disadari pentingnya hidup kekeluargaan dan persatuan, bila ada seorang jiran atau warga desa yang ditimpa musibah maka mereka secara bersama-sama menjenguknya
sebagai luapan turut merasakan duka, kedatangannya ini disamping
menyertakan rasa seperti rasa orang yang ditimpa kemalangan juga membawa materi yang dapat mendukung kebutuhan-kebutuhan
pihak keluarga yang kena musibah
tadi. Untuk ini umumnya kaum ibu membawa beras seumpama uang dan lain sebagainya. Gotong royong telah menjiwai masyarakat Darul Imarah dalam berbagai hal. Hal ini dimaksudkan untuk terciptanya kebersamaan,
tak ada alasan bahkan terasa
tabu meninggalkan kepentingan ini atas kepentingan pribadi. Mereka secara bersamasama dan sukarela membersihkan jalan-jalan desa, saluran-saluran desa,
saluran-
saluran persawahan, bantu membantu sesama warga desa dalam kepentingan tertentu dan sebagainya. Sikap kebersamaan
ini mereka wariskan pada anak-anak mereka,
dari kecil anak-anak diajak untuk ikut berpartisipasi sesuai tenaganya terjun dalam kegiatan tersebut diatas, sehingga keadaan seperti ini pada diri anak telah tumbuh pula suatu sikap seperti layaknya sikap orang tua mereka. Untuk
melestarikan
nilai-nilai
budaya
dimaksud,
tentu saja masyarakat
memerlukan lembaga-lembaga pendidikan, baik formalitas atau bukan. Dalam berbagai lembaga tersebut diusahakan agar dimasukkan nilai-nilai agama dan adat kalau masyarakat itu menginginkan kelestarian nilai budaya. Sebagai contoh, keluarga merupakan lembaga pendidikan utama yang bisa menjadi media pelestarian nilai budaya. Pendidikan dasar tentang nilai-nilai diterima manusia dalam keluarga, dan bila nilai-nilai budaya dalam lembaga pendidikan keluarga luntur, maka perubahan nilai-
10
nilai tersebut akan berjalan sangat deras. Oleh sebab itu dalam usaha pelestarian nilai-nilai keluarga memegang andil besar. Faktor subjektif dalam pelestarian nilai-nilai budaya melalui sarana yang tersedia sangat mendukung akan terwujudnya cita-cita ini, sangat tidak mungkin suatu tontonan yang diberikan kepada khalayak. perhatian mereka malah tertuju pada
subjek
penyelenggara tontonan, karena disana mereka dapat suatu yang lebih menarik dari pada tontonan yang sebenarnya. Kalau kondisi ini yang muncul atau setidak-tidaknya mendominasi dalam suatu lembaga-lembaga diatas, tak perlu berimage kepada adat atau tradisi yang nilai-nilai nuraninya masih terlindung. Adapun lembaga yang berfungsi dalam upaya mencapai maksud diatas salah satunya adalah meunasah. D i Darul Imarah fungsi meunasah multi kompleks. Secara universil dapat disebutkan bahwa meunasah itu memiliki dwi fungsi yaitu sebagai sarana peribadatan dan sebagai sarana sosial kemasyarakatan. Sebagai jamaah,
fungsi sarana ibadah, ia dijadikan tempat shalat, sendirian atau ber-
kendatipun
sesungguhnya shalat itu sendiri yang memiliki potensi dalam
membentuk pribadi-pribadi bagi orang yang melakukannya, namun karena dilakukan di meunasah-meunasah, maka sekaligus pula dalam hal ini meunasah telah merupakan wadah pembentukan sikap persatuan, kebersamaan, budi pekerti dan sebagainya. Disamping
itu,
meunasah-meunasah,
pengajian
anak-anak dan remaja
yang
dilakukan
pada
secara tioritis diajarkan ilmu dasar agama seperti tauhid. figh,
do"a sembahyang dan norma-norma keagamaan lainnya, yang penerapannya praktis ditauladani umumnya
melalui perkataan dan perbuatan atau sikap orang tua sehari-hari, ini yang
menyangkut
praktek
penerapan
norma-norma
agama tentang
pergaulan seperti budi pekerti, sopan santun dan lain-lain. Meunasah
kadang-kadang
dijadikan
pula tempat kegiatan sosial ke-
masyarakatan, musyawarah masalah desa, penyelesaian sengketa dan perselisihan pendapat atau sikap antar warga desa. Dalam hal ini L K M D / L M D telah pula menjadi suatu saran pelestarian nilai-nilai kehidupan sosial. Anggota yang duduk dalam lembaga-lembaga tersebut merupakan orang-orang yang memiliki kepribadian yang tinggi. dihormati, disegani, serta memiliki wawasan yang luas. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga kendatipun pada dasarnya tidak seluruhnya mengandung nilainilai agama, namun dalam prakteknya terlihat prinsip-prinsip agama dengan jelas.
11
BABI NIALI NILAI BUDAYA MASYARAKAT Sebagai pernyataan
bangsa
yang
mempunyai warisan budaya yang sangat kaya, sejak
kemerdekaannya bangsa Indonesia telah mencanangkan pentingnya
perkembangan budaya. H a l ini jelas tertuang di dalam pembukaan U U D 1945 dan pasal 32 serta dalam penjelasannya, bahwa kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak kebudayaan di daerah-daerah diseluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. ""Kemudian dalam ketetapan M P R No. II/MPR/1993 tentang G B H N mengenai kebudayaan disebutkan antara lain : Dalam mengembangkan kebudayaan bangsa perlu ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk pemahaman dan pemgamalan nilai-nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa dan seterusnya, serta tetap menjunjung tinggi dan menghargai nilai-nilai agama, moral, etik dan sosial budaya daerah. Oleh karena itu kegiatan menggali kebudayaan daerah adalah strategis untuk memperkaya kebudayaan nasional. Dalam sejarah perkembangannya, bangsa Indonesia pernah menciptakan puncakpuncak kreaasi dan karya sampai sekarang ini masih dikagumi. Kreasi dan karya budaya selain mengandung unsur-unsur. aneka ragam budaya yang amat luas, meliputi nilai budaya, norma agama, sosial, adat istiadat. 1.
Pengertian Nilai dan Fungsinya. Manusia
adalah mahluk Tuhan yang diciptakan lebih tinggi derajatnya dari
mahluk lain. Manusia dapat memberikan arti dan makna maupun nilai nilai terhadap diri dan kehidupannya. Budaya
adalah gaya hidup suatu
kelompok manusia tertentu. Ia bukanlah
sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya. ia dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu faktor pemersatu.
Pada
dasarnya
manusia-manusia
menciptakan
budaya
atau
lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka, kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek dan tradisi-tradisi untuk terus hidup
12
dan berkembang diwariskan oleh suatu generrasi ke generasi yang lainnya dalam suatuk masyarakat tertentu. Generasi-generasi berikutnya terkondisikan untuk menerima kebenaran-kebenaran
tersebut
tentang
kehidupan disekitar mereka, pantangan-pantangan dan
nilai-nilai tertentu ditetapkan dan melalui banyak cara orang-orang menerima penjelasan tentang perilaku yang dapat diterima untuk hidup dalam masyarakat tersebut. Budaya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh setiap fase aktivitas manusia. 2.1. Pengertian Nilai dan Fungsi. Untuk mengungkapkan kehidupan sosial budaya suatu suku atau bangsa, pengertian nilai dan fungsi budaya perlu dibahas secara rinci sehingga dapat ditemukan mata rantai yang berkesinambungan, antara perencanaan dan medan sasaran. "Nilai 1 harga (dalam arti taksiran harga) sebenarnya tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan. 2. Harga uang (dibandingkan dengan harga uang yang lain) 3. Angka kepandaian; biji ponten 4. Banyak sedikitnya isi, kadar. mutu 5. Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan tradisional yang dapat mendorong pembangunan perlu kita kembangkan" Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka Tahun 1990. Fungsi : 1. Jabatan ( pekerjaan yang dilakukan ; Jika ketua tidak ada. waki! ketua melakukan - ketua. 2. Faal (kerja suatu bagian tubuh) jantung ialah memompa dan mengalirkan darah. 3. Besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah, maka besaran yang lain juga berubah. 4. Kegunaan suatu hal; sosial kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat. Budaya : Konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia. Dari pengertian nilai dan fungsi budaya diatas dapat disimpulkan bahwa mutu tingkah laku masyarakat merupakan konsep abstrak mengenai masalah dasar yagn harus 13
dipatuhi dan dijaga kelestariannya. Masayrakat merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari individu yan saling berinteraksi sesamanya dengna ketentuan tertentu. Ketentuan aturan itu berpedoman kepada
suatu nilai tertentu yang disebut nilai budaya. Nilai
budaya adalah bagian dari sistim budaya yang dimiliki oleh satu kesatuan sosial, yang dianggap baik dan dimanifestasikan dalam bentuk kepercayaan, gagasan, ide, aturan, norma, dan hukum dalam masyarakat. Nilai-nilai adalah aspek evaluatif dari sistim-sistim kepercayaan, nilai dan sikap, meliputi kwalitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai suatu tatanan yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap budaya. Nilai-nilai budaya menentukan bagaimana orang yang pantas dilindungi,hal-hal apa saja yang patut dipelajari dan peristiwa-peritiwa apa menyebabkan individu-individu memiliki solidaritas kelompok, nilai-nilai budaya juga menegaskan prilaku-prilaku mana yang penting dan mana yang harus dihindari "Nilai-nilai budaya adalah merupakan seperangkat peraturan terorganisasikan untuk membuat p i l i h a n - p i l i h a n dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat". Deddy Mulyana M A , Drs. Nilai -nilai dalam suatu budaya menampakkan diri dalam perilaku-prilaku para anggota masyarakat yang ditentukan oleh budaya tersebut. Nilai-nilai ini disebut nilainilai normatif. Orang yang tidak melaksanakan prilaku normatif mungkin mendapat sangsi informal ataupun sangsi yang sudah dibakukan. Seorang pengendara dituntut untuk berhenti ketika tanda lalulintas menunjukkan berhenti dan yang melanggar aturan lalu lintas mungkin akan menerima surat tilang. Seorang pegawai dituntut hadir diikantor pukul 07.30 dan pulang kantor pukul 14.30, dan pegawai yang
malas mungkin akan dipecat. Prilaku-prilaku normatil'juga ta-
pak pada prilaku sehari-hari yang menjadi pedoman bagi individu dan kelompok masyarakat untuk mengurangi atau menghindari konflik diantara individu-individu. Tata
kelakuan
yang
diperhatikan
seorang anggota masyarakat dalam in-
teraksinya didalam kehidupan sehari-hari sangat ditentukan oleh gagasan, nilai dan keyakinan yang dianutnya. Nilai-nilai itu diperoleh dan dipelajari dari orang tuanya, anggota keluarga yang lebih tua, ataupun dari anggota masyarakat lainnya, baik yang dipelajari secara khusus maupun secara peniruan. Semua prilaku itu dilakukan untuk menghindari dirinya dari anggapan sebagai orang yang tidak sopan atau tidak beradab. Tatanan tingkahlaku yang diperlihatkan,berbeda-beda menurut situasi dan orang yang 14
dihadapinya. Seorang yang berhadapan dengan orang lain, yang berkedudukan sebagai sahabat akan berbeda dengan ketika ia berhadapan dengan kemenakannya; berbeda pula ketika ia berhadapan dengan orang tuanya , berubah pula ketika ia berhadapan dengan orang yang berkedudukan sebagai mertuanya dan seterusnya. Dengan demikian tata kelakuan yang diperlihatkan seseorang dalam interaksi langsung dengan anggota keluarganya dalam hubungan kekerabatan tertentu berbeda pula dengan tata kelakuan yang diperlihatkan jika ia sedang berhadapan dengan yang menjadi tokoh masyarakat atau dengan seorang pejabat. Aturan yang melarang atau mengharuskan seseorang atau kelompok orang bertingkah laku dalam menghadapi lingkungannya yang didasari pada gagasan, nilai dan keyakinan yang ada didalam masyarakat, juga dicerminkan dalam bentuk tingkah laku atau perbuatan. Tingkah laku yang diperlihatkan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya akan memberi petunjuk tentang gagasan, nilai dan keyakinan yang dianut oleh orang itu atau yang dianut oleh masyarakat tersebut. Menanamkan pemahaman sikap dan ketrampilan pada anggota masyarakat agar mereka mampu memainkan peranannya sesuai dengan kedudukan sosial masing-masing dalam masyarakat. hal tersebut merupakan kegiatan yang secara tidak langsung merupakan usaha untuk melestarikan kebudayaan masyarakat dimaksud, sikap dan ketrampilan yang ditanamkan kepada anggota masyarakat biasanya melalui berbagai bentuk pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai dan gagasan vital yang berlaku didalam masyarakatnya, sehingga setiap anggota masyarakat tersebut akan bertingkah laku sosial secara efektif sesuai dengan konsepsi atau kerangka model-model pemahaman, penilaian, perencanaan dan pola tindakan yang berlaku. Budaya gaya unik suatu kelompok manusia tertentu
merupakan pengetahuan
yang dapat dikomunikasikan, sifat-sifat prilaku dipelajari dari anggota- anggota dalam suatu kelompok sosial dan berwujud dalam lembaga-lembaga tertentu. E . B . Taylor mendefinisikan budaya sebagai : " Keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan kepercayaan seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh anggota-anggota suatu masyarakat " Setiap kelompok budaya menghasilkan jawaban-jawaban khususnya, terhadap tantang an -tantangan hidup seperti kelahiran, pertumbuhan, hubungan-hubungan sosial dan bahkan kematian.
15
Manusia-manusia menciptakan budaya, tidak hanya sebagai suatu mekanisme adoptif terhadap lingkungan biologis dan geofisik mereka, tetapi juga sebagai alat untuk memberi andil kepada evolusi sosial kita. Kita lahir turun temurun, membawa zat- zat pembawa sifat dan sifat-sifat budaya generasi manusia sebelum kita. Zat-zat pembawa sifat dan ciri-ciri budaya tersebut saling mempengaruhi dalam suatu kelompok sosial. Sebagaimana lingkungan geofisik dimana kita dibesarkan mempengaruhi kita. Begitu pula lembaga-lembaga sosial, rumah sekolah, tempat ibadah, penetapan-penetapan, memberikan konteks budaya yang berpengaruh atas prilaku sikap dalam pergaulan. Budaya memudahkan kehidupan dengan solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah, dengan menetapkan pola-pola hubungan dan cara-cara memelihara kolusi dan konsensus kelompok. Banyak cara atau pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan mengkategorikan suatu budaya agar lebih mudah dipahami. Sistim kebutuhan bervariasi pula, sebagaimana prioritas-prioritas yang melekat pada prilaku tertentu dalam kelompok. Mereka menginginkan kelangsungan hidup, menghargai usaha-usaha pengumpulan makanan, penyediaan pakaian dan perumahna yang memadai, sementara orang yang mempunyai kebutuhan lebih tinggi menghargai materi, uang, gelar, pekerjaan, hukum dan keteraturan dalam pergaulan. Disini orang dalam kelompok sosial sangat mendambakan nilai-nilai yang lebih tinggi; seperti kualitas kehidupan, prestasi diri dan makna dalam pengamalan. Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam berbudaya anggota masyarakat yang statusnya menjadi lebih tinggi, diharapkan pula untuk memberikan lebih banyak barang-barang pribadinya pada kebutuhan sosial masyarakat. Berdasarkan sistim nilai itu suatu budaya menetapkan norma-norma prilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan-aturan itu biasanya berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja kesenangan hingga kepatuhan mutlak, yang boleh dan tidak boleh dilakukan bagi anak-anak. Antropolog Ina Browr mengatakan "Orang-orang dalam budaya-budaya yang berbeda merasa senang, berkepentingan, jengkel, atau malu tentang hal-hal yang berbeda karena mereka mempersepsi situasi-situasi berdasarkan premis-premis yang berbeda pula". Budaya menuntut kejujuran diri anggota-anggota kelompok sosial untuk menerima standaryang lebih luas dari adat istiadat yang berwujud seperti: upacara, kelahiran, perkawinan, kematian, aturan-aturan etika lain rasa hormat, menyatakan sopan santun dan sebagainya.
16
Nilai-nilai utama dalam keluarga adalah merupakan dasar kepribadian atau falsafah suatu masyarakat atau suku bangsa yang mengatur pergaulan hidup masyarakat atau suku bangsa yang bersangkutan. Dalam ilmu antrofologi nilai-nilai dasar ini dikenal dengan istilah "sistim nilai" berupa norma-norma, hukum adat, aturan, sopan santun yang mengatur kehidupan suatu masyarakat dengan segala sangsi-sangsinya. Nilai utama yang dijadikan dasar dalam pergaulan hidup masyarakat di desa L a m Kawee Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar adalah nilai-nilai yang bersumber kepada ajaran agama Islam oleh karena anggota masyarakatnya seratus persen memeluk agama Islam. Bahkan mereka sangat membanggakan bahwa masyarakat desa Lam Kawee tidak seorangpun yang menganut agama selain dari agama Islam. Dengan demikian sudah tentu nilai-nilai yang bersumber dari agama Islam ini mempunyai peranan yang dominan dalam pendidikan keluarga masyarakat. Adapun nilai disiplin yang diterapkan dalam keluarga bertujuan untuk mendidik supaya anak-anak taat atau patuh terhadap orang tua,menanamkan rasa tanggung jawab serta kemandirian pada anak dengan membiasakan hal-hal yang baik seperti memberi salam jika berjumpa dengan seseorang dengan lafadh "Assalamualaikum." Disamping itu dibiasakan juga berjabat tangan serta menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada orang yang lebih tua, juga merupakan usaha meningkatkan disiplin dan ketaqwaan anggota keluarga ialah diwajibkan untuk melaksanakan shalat lima waktu dan diharapkan
dapat dilaksanakan berjamaah di mesjid, dimadrasah dan sekurang-
kurangnya berjamaah di rumah yang dipimpin oleh orang tua/ayah. Penanaman nilainilai agama melalui budaya Islam sudah dilakukan sejak usia dini telah dibiasakan belajar dan melaksanakan ajaran agama, melaksanakan shalat dan lainnya dengan disiplin yang tinggi. Nilai yang tumbuh perlu dikembangkan dan dilestarikan guna mewujudkan keamanan baik keamanan ditingkat desa maupun untuk tujuan nasional adalah dalam hal kekompakkan dan keakraban kekerabatan mereka. Kerukunan keluarga mereka bina dengan mengadakan pertemuan-pertemuan atau musyawarah keluarga. Dalam pertemuan dan musyawarah keluarga seluruh kerabat yaitu : ayah, paman, bibi, kakak, adik, anak-anak, dan keponakan berkumpul untuk membahas masalah-masalah keluarga dan pada kesempatan tersebut mereka berinteraksi membina kerukunan serta keakraban diantara kerabatnya itu, ini merupakan media komunikasi yang baik antar anggota-anggota keluarga yang bersangkutan. Pertemuan semacam ini biasanya dilaksanakan jika ada masalah yang perlu disampaikan dan dipecahkan untuk mencapai suatu keputusan 17
bersama yang lebih baik, dengan maksud agar keluarga tidak kehilangan "obor" dalam arti jangan kehilangan pedoman yang memben sinar kehangatan persaudaraan secara lahir dan batin. Budaya dalam keluarga lahir sejak terbentuknya suatu keluarga. Adanya interaksi antar individu dengan individu didalam kelompok masyarakat unit terkecil yaitu keluarga, berdasarkan status sosial yang dimiliki. Hubungan antara individu-individu itu ditentukan oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagai pedoman dalam bertingkah laku yang disebut nilai budaya. Manusia dalam kehidupannya memerlukan interaksi, komunikasi antara satu dengan yang lain, terutama dalam keluarga interaksi dapat berjalan lancar jika dalam keluarga satu dengan yang lainnya dilakukan dengan sopan santun dan bertanggung jawab. Hubungan keluarga tetap harmonis bila kedisiplinan, kesadaran dan tanggung jawab untuk menghayati dan mengamalkan serta membudayakan nilai nilai keagamaan kepada isteri dan anak-anaknya, benar-benar terarah dan berhasil dengan baik. Keadaan rumah tangga tenang dan tenteram penuh dengan keakraban antara bapak dengan ibu, antara orang tua dengan anak-anaknya. Setiap anggota keluarga telah mempunyai fungsi, tugas dan tanggung jawab masing-masing dan mereka selalu melaksanakan tugas, fungsinya secara wajar dengan penuh kesadaran dan tidak ada rasa terpaksa dalam melaksanakan tugasnya. Tugas dan kewajiban sebagai anak tetap dilaksanakan dalam pengertian tidak ada anak yang merasa lebih pandai dan lebih disayangi oleh orang tuanya. Walaupun anak itu telah memiliki pendidikan yang lebih tinggi, namun prilaku terhadap orang tua tetap memperhatikan tatakrama, sopan santun dan hormat. Perilaku dan akhlak yang disertai disiplin dan tanggung jawab yang dimiliki merpakan faktor pendukung utama dalam kerukunan hidup di dalam keluarga.
Anak merupakan generasi penerus dalam sebuah keluarga rumah tangga, yang harus dibina agar nanti dapat diharapkan menjadi pewaris yang berpotensi. Hidup lebih teratur dan serasi sesuai norma dan tata susila yang berlaku dalam masyarakat di Aceh. D i samping itu, diharapkan menjadi keturunan yang lebih ulet, tabah, serta berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya. Bagi masyarakat Aceh pembinaan budaya terutama budaya ajaran Islam dalam rumah tangga sudah dimulai sejak anak itu lahir yaitu bagi anak laki-laki suara yang diperdengarkan adalah suara azan ditelinga sebelah kanan dan suara Qamat ditelinga sebelah kiri dan bagi anak perempuan suara qamat ditelinga sebelah kanan. Sejak kecil 18
seorang anak di Aceh sudah ditanamkan nilai-nilai sopan santun, tatakrama, baik terhadap orang tua sendiri, saudara-saudara yang lebih tua, maupun kepada orang lain. Dalam bertutur kata misalnya, anak-anak diajarkan bagaimana menyapa kepada ayah, ibu dan saudara-saudaranya, serta anggota kerabat yang lain. Anak yang berangkat kesekolah, sebelumnya harus permisi lebih dahulu kepada orang tua. Mereka disuruh berjabat tangan dengan kepala merunduk sebagai tanda hormat dan mernberi salam bila ia berangkat ke sekolah. Demikian pula sekembalinya mereka dari sekolah, sewaktu hendak masuk di depan pintu rumah, Mengucapkan Assalamualaikum kepada orang tua dan kepada siapa saja yang ada di rumah. Ucapan salam tidak hanya diajarkan untuk dilakukan pada saat meninggalkan / minta izin atau pulang ke rumah namun hal tersebut juga dilakukan pada waktu mereka berkunjung kerumah teman dan ke rumah orang lain. Cara- cara berpakaian diajarkan pula kepada mereka, agar jangan sampai kelihatan bagian-bagian tubuh tertentu (aurat), lebih-lebih anak perempuan. Pada mulanya, disaat berpakaian anak-anak dibantu mengenakan pakaiannya. Berangsur-angsur mereka dibiarkan berpakaian sendiri. Namun apabila ada yang kurang baik pada letak pakaiannya anak-anak diberitahu untuk diperbaikinya sendiri. Demikian pula disaat sedang makan, anak-anak dilarang berbicara atau bersuara, karena cara makan seperti itu dianggap seperti hewan. Anak-anak disuruh memperhatikan cara makan yang baik dan sopan menurut tatakrama adat kebiasaan. Jika orang tua sedang dikunjungi tamu, anak-anak dilarang berada diruang tamu, karena dapat mengganggu kehadiran tamu tersebut. D i samping itu, mendengarkan pembicaraan orang dewasa dianggap kurang baik, apalagi ikut berbicara adalah suatu hal yang dianggap melanggar sopan santun adat setempat. Tamu dianggap orang yang dihormati, dan untuk menjaga hal-hal yang tidak diingini yang mungkin dilakukan oleh si anak maka anak-anak yang berada diruang tamu disuruh pindah ke ruang lain. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan biasanya diajarkan atau disuruh mengerjakan tugas masing-masing yang sudah ditentukan. Seterusnya mereka akan mengetahui dan melaksanakan tugas dimaksud dan menjadi pekerjaan rutin setiap hari. Namun apabila melalaikan tugas yang telah diberikan dan tidak dikerjakan, maka tidak jarang anak-anak mendapat teguran, bahkan ada orang tua yang menghukumnya. Penanaman nilai-nilai keagamaan adalah hal yang amat diperhatikan sekali oleh masingmasing keluarga/rumah tangga di desa L a m Kawee.
19
Dalam praktek kehidupan sehari-hari anak-anak melakukan prilaku sesuai menurut nilai-nilai ajaran agama, terutama dalam segi-segi ibadah ; puasa dan lain-lain. H a l tersebut merupakan tanggung jawab keluarga terutama orang tuanya. Namun pengetahuan tentang nilai-nilai agama itu sendiri diperoleh seorang anak tidak hanya dari keluarga atau orang tuanya saja, melainkan pengetahuan mengenai nilai-nilai agama lebih banyak diterima dari luar lingkungan rumah tangga. Karena anak-anak di desa Lam Kawee di samping mengikuti pendidikan di sekolah secara formal, juga mengikuti pendidikan di bidang agama, yang dikenal dengan mengaji. Kegiatan mengaji dilakukan di tempat-tempat tertentu, seperti surau, madrasah atau di rumah guru ngaji. Demikianlah uraian secara garis besar nilai dan fungsi budaya yang didapati dalam perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di Desa Lam Kawee Aceh Besar pada khususnya dan masyarakat Aceh umumnya.
2.
Pandangan masyarakat terhadap hakekat hidup. Masyarakat A c e h pada umumnya menganut sistim patrilinial, begitu juga
masyarakat Desa L a m Kawee Kabupaten Aceh Besar, dalam arti keturunan ditentukan oleh garis keturunan Ayah. Kalau ayah meninggal maka yang bertanggung jawab adalah wali dari pihak ayah yaitu ; abang, atau adik ayah, kakek/ayah dari ayah, paman ayah (adik dari ayah) dan seterusnya menurut keturunan dari pihak ayah. Peranan ayah dan ibu dalam keluarga ialah ayah sebagai kepala keluarga. Segala kebutuhan keluarga, kebutuhan rumah tangga merupakan tanggung jawab ayah sebagai kepala keluarga, sedangkan ibu berperan sebagai pengganti ayah apabila ayah tidak berada dirumah, segala keperluan anak-anak dan seluruh kebutuhan sehari-hari keluarga diatur oleh ibu. Keluarga merupakan salah satu alat untuk membentuk kepribadian anak, dimana terdapat ayah dan ibu sebagai pelaku utama dalam membina anak. Kepribadian anak dapat berkembang dengan baik apabila situasi dan kondisi ayah dan ibu serta anak-anak dalam keluarga yang bersangkutan berkondisi baik, artinya syarat utama dalam pembinaan kepribadian anak ialah adanya keseimbangan, keselarasan dan keserasian diantara anggota-anggota keluarga dan juga keharmonisan terhadap masyarakat lingkungannya sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. Sebuah keluarga merupakan pelindung bagi anggotanya dan dianggap menjadi dasar penentuan kedudukan para anggotanya di dalam masyarakat lingkungan dimana mereka bertempat tinggal. 20
' Sikap hormat dan sopan santun dalam keluarga Aceh terbina dan terjaga dengan baik, dengan membatasi sekecil mungkin sikap ramah tamah dan hubungan akrab antara sesama anggota keluarga. Ayah dalam kehidupan suatu keluarga sangat disegani oleh anggota keluarga. Maka seorang anak lebih nampak dekat dengan ibunya, segala sesuatu masalah yang hendak disampaikan dalam keluarga tidak melalui ayah, tetapi selalu melalui ibunya. Situasi kehidupan dalam keluarga masyarakat Aceh sehari-hari, urusan yang kecil-kecil menjadi urusan ibu, kecuali urusan itu memang perlu mendapat perhatian seorang ayah. Sopan santun dan hormat antara anak dengan orang tua sebetulnya sudah dimulai sejak masa kanak-kanak, terlebih-lebih bagi anak laki-laki. Ketika mereka berumur sekitar enam tahun, kepadanya mulai diperkenalkan pantangan-pantangan tertentu yang tidak seharusnya dikerjakan oleh anak laki-laki. Ia tidak lagi bebas untukberada di dapur bersama-sama dengan ibu dan saudara-saudaranya yang perempuan, tidak boleh lagi masuk ke kamar orang tuanya, kamar saudara yang perempuan terutama pada waktuwaktu tertentu, antara lain pada waktu subuh, pada waktu siang/istirahat, pada waktu sesudah shalat insya dan waktu berpakaian. Kesadaran akan statusnya sebagai laki-laki mulai dipupuk dan dikembangkan, terutama dengan peringatan-peringatan seperti ; jangan bermain di dapur," dapur bukanlah tempat bagi laki-laki tetapi tempat bagi perempuan. Anak laki-laki tanggung yang sedang menuju akil baliq mulai mencan teman sebayanya diluar lingkungan keluarga. Keintiman dan kehormatan mereka dengan keluarga mulai senjang. Proses sosialisasi bagi laki-laki remaja mulai berlangsung di luar lingkungan keluarga. Sejak saat itu mulai tampak kecendrungan anak untuk menemukan identitas dirinya pada orang lain. Mereka mulai jarang berada dalam lingkungan keluarga bahkan pada malam haripun mereka tidak tidur di rumah, tetapi tidur di surau bersamasama teman sebaya dan sepermamannya. Mereka pulang ke rumah bila ada sesuatu yang perlu dikerjakan seperti ketika hendak makan, ganti pakaian atau ada tugas-tugas lain yang harus dilakukannya. Hakekat dari hidup masyarakat Aceh tidak menyimpang sebagaimana yang difirmankan Allah S W T dalam AL-Qur^an surat A d r dzaariat (angin yang menerbangkan ) ayat 56, " A k u ciptakan jin dan manusia hanya untuk menyembahku'". Manusia dan jin dijadikan Tuhan hanyalah untuk menyembahNya, beribadah menyembah Tuhan itulah tujuan utama dari hidup manusia, bukan makan minum dan bersenang senang begitu saja.
21
Tuhan tidak memerlukan manusia, tetapi manusialah yang selalu memerlukan Tuhan dengan beribadah dan menyembahNya, dengan manusia dapat mendekatkan dirinya kepada Khaliknya. Beda jin dengan manusia ialah : Jin termasuk alam gaib dan manusia alam nyata. Kita harus percaya bahwa jin itu ada. Bagaimana sifat, bentuk tindak tanduk dsbnya tidaklah perlu diselidiki. A l a m gaib dapat dijangkau dengan iman, bukan dengan ilmu dan teknologi. Penyelidikan tentang alam, seperti roh dan jin bisa saja diteruskan tetapi bukan suatu kewajiban. Mudah-mudahan penyelidikan itu akan menambah keyakinan tentang adanya alam gaib itu. Manusia hendaklah mempergunakan akal dan pikirannya untuk memahami ayatayat Allah yang menjadi tuntunan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan keselamatan akhirat. Orang yang tidak mempergunakan akal pikirannya diumpamakan dengan binatang dan akhirnya merekalah penghuni neraka. Al-Quran membuka pintu seluas-luasnya untuk berpikir, belajar, menyelidiki apa rahasia yang ada di ruang angkasa dan apa pula yg ada tersembunyi di dalam bumi. Dengan ilmu dan teknologi manusia akan lebih mengagumi ciptaan Allah yang Maha Kuasa. Pandangan masyarakat Aceh terhadap hakekat hidup adalah seperti yang sudah ditetapkan dalam ajaran agama Islam .KEtika kejadiannya manusia bahwa tatkala jatuhnya zat air kejadian kita , bercampour dari "Salbi Ayah"dengan "Taraib" Bunda. Empat puluh hari lamanya bernama "Nutfah" artinya air segumpal. Empat puluh hari lagi disebut "Alaqah" artinya darah segumpal. Empat puluh hari lagi disebut "Mudhqah artinya daging segumpal. Setelah cukup bilangan 120 hari, datanglah malaikat menghembuskan nyawa dan disuruh mengantarkan 4 kalimat, yaitu kitab (tulisan) tentang rezekinya, ajalnya, amal usahanya, juga untung-celakanya dan bahagianya.bila telah cukup bilangan 9 bulan 10 hari, lahirlah anak itu ke dunia. Telah cukup sejak dalam rahim bunda garis lukisan hidup yg akan dilalui. Rezeki telah tersedia, ajal telah tertentu, amal usaha telah terbentang, celaka dan bahagia telah mesti bertemu, anak atau turunan telah ada di hadapan pintu hidup. Maka didalam kandungan ibu itulah tercipta lembaga hidup manusia. Jadi didalam rahim ibulah masa menentukan nasib,masa membentuk lembaga. Lembaga yang saleh, tidak menghasilkan yang benar. Itulah yang harus kita tuang di dalam hidup kita, hidup yang hanya sebentar. Hidup yang hanya sekejap mata, singgah sejenak, kitapun pergi, pergi dan tak kembali lagi.
22
Maka janganlah lembaga tinggal lembaga dan kita tidak berusaha memangkunya. Marilah berusaha moga-moga sesuailah usaha kita dengan ketentuan yang telah disediakan Tuhan buat kita. Kadar rezeki amal dan ajal, diserta untung baik dan untung jahat, yang dimulai malaikat menuliskannya untuk masing-masing kita sejak ibu mengandung. Kemana akan pergi, kesurga atau ke neraka telah dapat ditilik sejak masa itu. Oleh sebab itu supaya seorang anak mendapat campuran bibit yang murni hendaklah perkawinan itu diciptakan antara dua bibit yang baik. Laki-laki mempunyai pendirian hidup dan istri mempunyai pendidikan yang baik. Didalam ajaran Islam telah ditetapkan disiplin bahwasanya perempuan penzina, yang akan sudi menikahnya hanyalah laki-laki penzina pula atau laki-laki musyrik, demikian juga sebaliknya. Memilih Isteri janganlah mementingkan cantik rupanya saja, atau banyak hartanya, atau bangsawan keturunannya. Pilihlah yang beragama berbudi, bertingkah laku dan berpendidikan supaya sentosa pergaulan dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga. Sejak dari sanalah akan menentukan lembaga anak manusia yg akan dituangkan dimasa hidupnya kelak. Diakui pula adanya pengaruh keturunan bagi manusia dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan manusia. Itulah yg akan menentukan kemana condongnya kelak. Dari bibit yang baik, tidaklah akan tumbuh buah yang jahat. Padi tidaklah menghasilkan lalang. Cuma kalau padi tidak memberikan hasil yang memuaskan adalah karena sebab yang lain setelah padi tumbuh misalnya kurang dirawat, diairi atau kurang dipupuk. Hakekat persamaan hidup dalam masyarakat Aceh timbul disebabkan pertalian seseorang dalam masyarakat.Seseoran itu anggota dari masyarakat. Jika seseoran itu anggota dari masyarakat, dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, niscaya dia bebas merasai apa yang dirasai oleh orang lain sebab lebih dahulu dia telah diwajibkan pula tunduk kepada undang-undang masyarakat, tentu sebagai balasannya. Mereka samasama pantas pula menikmati hasil dan buah dari ketundukan itu. Kalau demikian mereka sama-sama berhak, tidak berlebihan atau berkurang, sekedar bagian yang pantas diterimanya pula "Duduk sama rendah tegak sama tinggi" kata pepatah. Didalam syariat Islam telah terlebih dahulu diajarkan persamaan yang terang dan nyata.Semua manusia sama kedudukannya didalam agama, mereka hanya satu mahluk bernama insan keturunan Adam, yang beroleh kemuliaan disisi Tuhan hanyalah siapa 23
yang lebih taqwa kepadanya. "Wahai segenap manusia! sesungguhnya kami jadikan akan kamu daripada laki-laki dan perempuan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan berkabilah-kabilah, supaya kamu berkenal -kenalan diantara satu sama lain, sesungguhnya semulia-mulia kamu pada sisi Allah, ialah yang setaqwa-taqwa kamu kepadanya" (Quran. 49.13). Setiap orang mempunyai hak kemerdekaan berpikir dan berpendapat menurut keyakinannya sendiri-sendiri. Tetapi hal itu terbatas pula, yaitu tiap-tiap orang merdeka menyatakan pendirian dan kepercayaannya, selama pendirian itu tidak menggangu ketentraman umum yang akan membawa kepada huru-hara atau perselisihan atau selama kepercayaan itu tidak melanggar pula kepada undang-undang kesopanan umum yg telah diakui bersama-sama menjadi budi pekerti tinggi. Kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat itu amat penting artinya bagi kemajuan masyarakat. Karena kemajuannya suatu masyarakat yang menuju lebih mulia, ialah hasil dan buah daripada pendapat baru yg bermaksud hendak merubah adat lama dan lembaga turun-temurun yg dipandang oleh yg mempunyai pikiran itu harus dirobah atau diperbaharui. M a k a tidaklah berbahaya kalau sekiranya dibiarkan orang untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya itu, selama ada akal masyarakat yang dapat menimbang atau ada suara ramai yg menolak atau menerimanya. Amat berbahaya kalau sekiranya kemerdekaan berpikir itu dihambat dan dihalangi. Karena itu menyebabkan masyarkaat sepi dan hening, yang akhirnya lantaran gelap pikiran,tidak ada penerangan mereka menjadi tukang ikut diperbudak oleh kebudakan dan tidak pandai memeriksa suatu perkara, masyarakat menjadi mundur membatu dan membeku. Kewajiban manusia terhadap sesama manusia adalah kehendak garis keadilan itu sendiri. Kita wajib memenuhi kewajiban kita terhadap sesama manusia lantaran asal usul kita satu, dari satu keturunan, satu tabiat, yaitu kemanusiaan dan satu tujuan yaitu kemuliaan budi. Kemudian itu ialah yang meneguhkan perhubungan anggota sesamanya, hubungan masyarakat supaya sempurna budi dan kesopanan. Untuk mencapai kesentosaan masyarakat kita harus mengikuti satu peraturan yaitu peraturan budi. Peraturan budi tertulis pada kertas "dhamiir" (perasaan halus) kita sendiri yg menimbulkan suatu keperluan. Untuk mencukupkan segenap kewajiban kita sama-sama memikul satu hak, dan semua kita wajib menghormati hak itu, itulah yg bernama keadilan.
24
Didalam melengkapkan kewajiban bertolong-tolongan. karena setelah manusia dijadikan Allah, tidaklah sanggup ia menunaikan kewajibannya kalau ia hanya tegak sendiri, tidak ditolong dan tidak dibantu oleh orang lain, itulah kewajiban. Keduanya menjadi hak satu sama lain dan sama-sama menjadi kewajiban untuk mencapai masyarakat yang sempurna didalam pergaulan suatu masyarakat dalam suatu bangsa. Segenap kewajiban yang diperintahkan oleh hati kita adalah natijah hasil daripada tabiat kemanusiaan kita. D i a mesti disempurnakan dan diperhalus supaya tercapailah tujuan budi. Manusia baik kecil atau besar baik tua atau muda laik-laki atau perempuan mesti terdapat padanya tabiat yang asli itu. Wajib mereka menghormati hak yang ada pada orang lain sebab hak itu ada pula pada dirinya. Segenap manusia berhak menghormati atau dihormati orang hidupnya, kemerdekaannya hatinya, seluruh kekuatannya, kemuliaannya dan harta bendanya. 3.
Pandangan Masyarakat Terhadap Kerja Bersegeralah bekerja mencari rezeki setelah menunaikan shalat untuk kebutuhan
hidup dan ingatlah agar tetap selalu mengingati Allah waktu mencarti rezeki itu. Dalam Alquran Allah berfirman " Dan apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah ". Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (Q.s62 ayat 10), setelah kita berserah diri kepada Allah disuruh mencari rezeki kembali ditempat masing-masing. Petani pergi kesawah/ladangnya, karyawan pergi ke kantornya dan seterusnya. Selama mencari rezeki hendaklah selalu mengingat Allah agar rezeki itu diberkatinya dan tidak bercampur dengan yang haram, korupsi, mengurangi timbangan dan sebagainya. Tujuan hidup manusia itu bukanlah mengejar kemakmuran akan barang-barang benda, melainkan mencari ridha Allah S W T . Berbakti kepada Tuhan dengan berbuat baik kepada sesama manusia, inilah yg diwajibkan kepada sesama manusia umumnya dan ummat Islam khusus nya. Begitulah jiwa segenap manusia Aceh. Maka dengan tujuan hidup tadi Islam mengajarkan bahwa benda itu hanyalkah alat belaka untuk memungkinkan manusia hidup dan berbakti kepada Allah tidak boleh kekayaan kebendaan dijadikan tujuan hidup. Penimbunan harta benda, terutama menimbun-nimbun emas, perak dan juga benda lain yang mengakibatkan kemelaratan bagi orang lain diancam oleh agama dan hukumannya sangat berat.
25
Ilmu ekonomi pada dasarnya diciptakan oleh rasa kurang dan takut akan kekurangan. Rasa takut terhadap hari depan, takut kekurangan akan bahan-bahan hidup seharihari inilah yg mendorong manusia berusaha mengumpulkan dan memperbanyak harta kekayaan. Perasaan takut ini dapat menyebabkan manusia menjadi mahluk yang rakus dan tamak yang tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap sesama manusia. Ajaran agama mengajarkan manusia untuk menyingkirkan perasaan takut itu sejauh-jauhnya. Yang wajib ditakuti dan ditaati hanyalah Tuhan. Jika orang sungguhsungguh dan taat terhadap Tuhan,orang tidak perlu takut mati kelaparan. Tuhan mahakuasa selalu melimpahkan rahmat dan berrkatnya kepada hamba-hambanya yang mengerjakan segala apa yang diperintahkan oleh Tuhannya. Begitulah keyakinan masyarakat Aceh, tidak akan gentar menghadapi ujian dan cobaan apapun. bila ia diganjarkan dengan kemiskinan, mereka akan menerima nasibnya itu dengan hatiyangringan sambil bekerja dan berdoa mudah-mudahan Tuhan berkenan memberi rezeki kepadanya dan merobah nasibnya. Apabila dia dengan sekonyong-konyong diganjar dengan kekayaan sebanyak apapun tidak menyebab dia/mereka menjadi terkejut dan takut diluar batas-batas yang lazim. Sehingga dia/mereka teringat kepada perintah Tuhannya untuk membelanjakan harta yaitu pada tujuan-tujuan yang di ridhai Tuhan. Untuk hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama manusia lainnya. Demikian keyakinan masyarakat suku Aceh khususnya, ummat Islam umumnya bahwa mereka harus berbuat baik terhadap sesama anggota masyarakat, bahwa rezeki yang diberikan Tuhan kepadanya ada hak yang harus dikeluarkan untuk yang berhak menerimanya yang harus dibagikan kepada anggota masyarakat yang lainya, untuk menyelamatkan dirinya dari racun siksaan yang terkandung dalam kekayaan kebendaan. Seperti telah diketahui pada umumnya mata pencaharian pokok masyarakat Aceh yaitu bertani/bersawah, berladang berkebun dan menangkap ikan. Masyarakat Lam Kawee juga mempunyai matapencaharian yang sama dengan masyarakat Aceh lainnya. Namun demikian kehidupan ekonomi mereka juga ditopang dari mata pencaharian sampingan yang banyak ragamnya termasuk dari kegiatan sebagai pengrajin tradisional. Dari mata pencaharian pokok dan sampingan, kehidupan mereka dapat dikatakan cukup memadai, karena disamping untuk membantu kebutuhan poko mereka juga dapat menyekolahkan anaknya pada tingkat sekolah dasar, sekolah menegah tingkat pertama, sampai ke sekolah tinggi atas bahkan ada yang selesai di perguruan tinggi.
26
Dalam memenuhi kebutuhan pokok terutama pangan, sandang dan papan merupakan yang diutamakan. Dalam hal pangan paling tidak mereka dapat memenuhi makan nasi dengan sayur dan lauk-pauknya secara sederhana 2 atau 3 kali sehari. Sandang biasanya pakaian mereka disediakan untuk dipakai sehari-hari dan pakaian untuk kesempatan-kesempatan tertentu. Sedangkan dalam hal papan merupakan rumah tempat mereka berlindung, beristirahat dari sengatan matahari hujan maupun istirahat kembali dari kerja sehari-harian. Sebagai ciri khas dari rumah penduduk masyarakat Aceh merupakan rumah panggung, namun demikian ada pula sebagian kecil rumah penduduk tersebut yang agak rendah terutama bahagian depannya. Dihalaman depan atau belakang rumah terdapat sumur sebagai sumber air untuk berbagai kebutuhan rumah tangga. Kemudian tidak jauh dari rumah dihalaman belakang terdapat kandang hewan atau kandang unggas yang merupakan mata pencaharian tambahan masyarakat. Pada umumnya rumah masyarakat Aceh dibangun diatas tiang kayu, dindingnya papan beratap rumbia, sebahagian kecil menggunakan seng dan berdiding batu bata. Kalau diperhatikan di desa L a m Kawee terdapat tiga bentuk rumah, yaitu rumah bentuk asli masyarakat Aceh, rumah yang telah dimodifikasi dan rumah gedung permanen. Rumah-rumah yang ditempati para penduduk tersebut letaknya berdekatan atau berkelompok dengan masing-masing memiliki halaman yang relatif luas. biasanya rumahrumah yang letaknya saling berdekatan, pemilik rumah tersebut mempunyai hubungan kekerabatan. Sebagai penganut agama Islam umumnya kegiatan sosial yg dilakukan masyarakat Aceh cenderung berlangsung di "Meunasah". Meunasah tidak hanya berfungsi sebagai tempat-tempat shalat berjamaah, buka puasa bersama di bulan Ramadhan atau tadarus Al-Quran dan pemotongan Qurban pada Idul Adha, tetapi juga berfungsi sebagai tempat bermusyawarah terhadap berbagai masalah yang ada dilingkungan masyarakat tersebut. Meunasah juga digunakan untuk sebagai tempat berlangsungnya upacara akad nikah. Dalam melakukan shalat jumat bersama biasanya mereka lebih cenderung melakukan di "mesjid". Meuseujid ini terdapat setiap "mukim" yang merupakan gabungan dari beberapa buah desa/gampong yang letaknya berdekatan.
27
Kehidupan masyarakat desa di Aceh, termasuk desa Lam Kawee Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, masih mencerminkan sikap hidup tolong menolongyang relatif tinggi, sikap seperti ini dapat diamati dalam kegiatan memotong padi " K o h Padee", membersihkan padi dari jerami "Ceumeulho". Juga dalam kegiatan pesta atau kenduri yang diadakan salah satu keluarga, secara suka rela warga desa membantu seluruh pekerjaan hingga pesta/kenduri itu selesai. Kegiatan ini dikoordinir oleh kepala kampung atau Keucik. Dengan kata lain warga desa bertanggung jawab penuh terhadap lancarnya kegiatan pesta tersebut. Biasanya pihak yang mengadakan pesta itu hanya menyediakan dana dan bahan untuk pelaksanan pesta tersebut. Kegiatan kenduri/pesta yang selalu mereka lakukan secara gotong royong, antara lain pesta perkawjnan, kematian, kenduri turun ke sawah atau "Khanduri Tron u Blang", kenduri menabur bibit atau "Khanduri bijeeh" kenduri ketika bertanam padi kenduri-kenduri yang bersifat keagamaan. Diatas telah dijelaskan bahwa mata pencaharian pokok masyarakat Aceh adalah bertani.Selain bertani mata pencaharian lain masyarakat Aceh seperti dalam bidang usaha peternakan dan kerajinan masih merupakan usaha sambilan atau pelengkap yang dikerjakan disela-sela kegiatan pokok. Kenyataan ini memperlihatkan betapa pelik dan rumitnya pola penghidupan disemua masyarakat adat di Aceh. Mengingat hal demikian itu jarang terjadi seseorang individu melakukan seperangkat pekerjaan ganda yang dilakukan baik secara berbarengan, sejajar atau secara bersambungan sesuai dengan peredaran musim. Sebagai contoh seorang penggarap sawah juga terlibat dalam aktivitas lain seperti beternak atau menangkap ikan dan sebagainya. Tentu saja hal ini sangat tergantung dengan keadaan geografis, dimana seorang individu itu bertempat tinggal. Disamping bentuk-bentuk mata pencaharian yang disebutkan diatas, masih terdapat beberapa bentuk matapencaharian lain, yang merupakan implikasi dari matapencaharian pokok. Matapencaharian yang dimaksud yaitu mugee/penjaja ikan, penjaja sayur mayur kebutuhan sehari-hari (penggala uroe gantoe/hari pekan) dan ek-u (panjat kelapa) Mata pencaharian ini masih berkembang sejajar dengan mata pencaharian lain di daerah - daerah tertentu di Aceh. Pada masa-masa akhir ini berkembang pula suatu bentuk pekerjaan baru terutama dalam masyarakat perkotaan, sebagai akibat pertambahan dan perluasan perusahaan-perusahaan, biro-biro jasa, dan kantor-kantor pemerintah. Timbulnya pratama-pratama tersebut
telah
menyerap sejumlah tenaga
kerja yang melahirkan suatu kelompok
masyarakat dan sistim kehidupannya yang berbeda dengan sistim mata pencaharian yang 28
disebutkan pada bahagian permulaaan, disamping kelompok-kelompok pedagang yang juga merupakan bahagian dari penduduk kota. Mereka yang tergolong ke dalam kelompok ini yaitu para karyawan (dalam pengertian buruh) dan pegawai negeri termasuk abri. Bertani sebagai mata pencaharian masyarakat Aceh, antara lain mengerjakan sawah, mengolah sawah ditanami padi untuk kebutuhan makanan pokok mereka. Tanaman padi terutama diusahakan di daerah-daerah kabupaten Pidie, Aceh Utara, Aceh Barat dan Aceh Timur. Pada umumnya tanah persawahan yang diolah oleh petani dapat digolongkan atas dua kelompok yaitu sawah tadah hujan dan sawah dengan irigasi. Pada sawah tadah hujan si petani terpaksa menyesuaikan kegiatan di sawah dengan keadaan musim,sebaliknya pada sawah dengan irigasi, sipetani tidak begitu dipengaruhi oleh keadaan musim karena sawah tersebut sudah mempunyai sistim irigasi yang teratur. Hasil produksi padi, dari keempat daerah tersebut tergolong surplus beras. Kelebihan itu umumnya dipasarkan ke Daerah Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Dikalangan masyarakat Aceh terdapat suatu pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang relatif lebih jelas. Pada lazimnya pekerjaan yang seharusnya dikerjakan perempuan tidak akan dikerjakan oleh laki-laki, demikian pula sebaliknya. Didalam kehidupan sehari-hari tampaknya kaum perempuan relatif lebih sibuk dengan berbagai macam pekerjaan, dibandingkan dengan kesibukan bekerja kaum laki-laki. Pekerjaanpekerjaan yang bertujuan
untuk mendapatkan penghasilan biasanya pekerjaan yang
demikain relatif banyak memerlukan kekuatan dan keberanian, lazimnya dikerjakan oleh laki-laki. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang bertujuan untuk lebih mengembangkan hasil yang telah diperdapat sehingga lebih berniai dan bermakna kegunaannya, biasanya pekerjaan yang demikian diperlukan ketekunan dan ketelitian yang relatif lebih banyak lazimnya dikerjakan oleh perempuan. Dalam bidang usaha tani padi disawah, tenaga kerja umumnya dibedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja dari luar. Dari kerluarga petani sendiri tenaga kerja yang terpakai antara lain terdiri atas tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan, anak-anak, dan orang tua berusia lanjut. Bagi sebuah keluarga inti, tenaga kerja yang biasa diharapkan adalah dari suami, istri dan anak-anak baik yang sudah dewasa maupun yang menjelang dewasa. Sedangkan bagi keluarga luas, selain yang disebutkan tadi, mungkin juga meliputi tenaga kerja orang tua atau mertua, dan saudara-saudaranya, baik yang masih tergabung sebagai tenaga kerja produktif maupun yang telah berusia lanjut.
29
Namun begitu untuk kegiatan-kegiatan tertentu, jumlah tenaga kerja yang tersedia dalam lingkungan keluarga acap kali dirasakan kurang mencukupi. Sebab itu petani memintakan bantuan tenaga kerja dari luar entah dalam bentuk gotong royong ataupun secara upah. Sebagai kepala keluarga, peranan petani dalam bidang usaha tani padi sawah tidak hanya terbatas kepada sumbangan tenaga kerjanya saja, tetapi juga kemampuan menyediakan dana untuk pembiayaan. Penggunaan tenaga kerja laki-laki dewasa dalam bidang usaha tani padi sawah umumnya terlihat dalam jenis-jenis kegiatan penyemaian bibit,pengolahan tanah pemupukan dan penyemprotan obat pembasmi hama. Partifasi tenaga kerja wanita dalam bidang usaha tani padi sawah terutama menonjol dalam bidang menanam, menyiang rumput, mengangkut hasil dan menganginkan. Dalam masingmasing kegiatan itu peranan tenaga kerja wanita dariluar lingkungan keluarga juga menonjol. Frekwensi keterlibatan tenaga kerja berusia lanjut yang relatif lebih tinggi terlihat pada kegiatan penyemaian bibit dan pemupukan. Sedangkan penggunaan tenaga kerja anak-anak umumnya dalam kegiatan memindahkan butir butir padi ketempat tumpukan. Kerelaan kerja keras merupakan sikap yang dimiliki oleh bangsa yang sedang membangun. Masyarakat Indonesia sangat diharapkan memiliki sikap ini, sejalan dengan maksud yang tercantum dalam Garis Garis Besar Haluan Negara yang disusun setiap lima tahun sekali. Dalam masyarakat Aceh ada ungkapan "Paleh Ureung Carong Beuo nibak buet" yang bermakna celaka orang pandai malas bekerja. Ungkapan ini menunjukan betapa bencinya anggota masyarakat Aceh terhadap orang yang malas bekerja. Orang pandai dalam masyarakat dianggap sebagai tokoh yang harus dihormati. Biasanya orang pandai tidak diharuskan bekerja keras, tetapi cukup dengan mengemukakan pikiran-pikiran saja yang berguna bagi orang banyak. Ternyata dalam masyarakat Aceh, orang demikian juga harus mau bekerja keras. Jika ia enggan bekerja keras, maka ia dianggap orang yang celaka atau tidak berguna. Istilah "Paleh" dalam bahasa Aceh dapat diartikan terkutuk, jadi sangat terkutuk orang pandai yang hanya suka berbicara atau memerintah saja, tetapi enggan bekerja dengan tangan sendiri. Orang-orang malas bekerja (Ureung Beuo) sangat hina kedudukannya dalam pandangan masyarakat Aceh. Oleh karena itu semua orang sejak kecil harus mau bekerja keras, karena dengan bekerja keras nasib seseorang dapat 30
berubah. "Sesungguhnya A l l a h tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (Quran Surat 13 ayat 11). Pandangan demikian tidak hanya ditujukan kepada anggota masyarakat Aceh sendiri, melainkan juga terhadap orang-orang Indonesia lainnya dan umat Islam pada umumnya. orang Aceh sangat menyukai anggota-anggota masyarakat suku bangsa yang gemar bekerja keras. Hidup hernat dan prasahaja dua sikap hidup yang cukup terpuji. Namun kedua hal ini tidak selalu tercermin dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat Aceh. Sebagian anggota masyarakat hanya melaksanakan hidup hernat ketika mereka relatif miskin, tetapi segera berubah apabila mereka sudah tergolong orang yang berada. Pada umumnya orang yang mempunyai keinginan tertentu seperti hendak membeli sesuatu atau hendak menunaikan ibadah haji, mereka cenderung melaksanakan hidup hernat dan prasahaja. Hidup hernat dan prasahaja yang diikuti masyarakat Aceh terungkap dalam pribahasa "Tangui ban laku tuboh, tapajoh ban laku atra" (berpakaian sesuai dengan tubuh, yang kita makan sesuai dengan harta yang kita miliki). Pesan yang tersirat dalam ungkapan ini ialah hidup hernat dan prasahaja atau sederhana. Lebih jauh ungkapan tersebut juga menganjurkan agar orang tidak menghambur-hamburkan harta kekayaannya meskipun keadaannya sudah memungkinkan hidup mewah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari orang yang mampu hidup sederhana lebih disegani daripada orang yang suka hidup mewah. Malahan orang yang memamerkan kekayaan dalam hal-hal yang tidak bermanfaat sering mendapat cemooh atau ejekan dari anggota masyarakat. Orang yang bersikap demikian tidak disenangi oleh orang lain disekitarnya. Dalam kehidupan kita sehari-hari bangsa yang sedang membangun, hidup hernat sangat perlu kita perhatikan. Hidup boros tidak akan memberikan sesuatu kepada kita yang hidup pada masa ini ataupun bagi generasi yang akan datang. Seyogianyalah jika ungkapan diatas dapat diamalkan bukan saja oleh masyarkat Aceh, melainkan juga oleh semua anggota masyarakat Bangsa Indonesia. Orang yang cermat selalu teliti dalam melihat dan bertindak, dan hernat dalam pengaturan uangnya serta selalu hati-hati dalam berbicara, sebaliknya orang yang tidak cermat selalu menjadi rugi oleh ketidak cermatnya sendiri.
31
Orang yang teliti dalam menilai sesuatu yang dihadapinya biasanya akan dapat memiliki sesuatu dengan rasa puas. Dengan demikian pula orang yang cermat dalam berbicara akan terhindar dari salah paham orang yang dihadapinya, sehingga dia tidak dianggap sebagai orang yang ceroboh atau lancang mulut. Generasi muda dizaman ini sungguh mendapat tempat yang amat mulia dan dapat berperan aktif dalam segala bidang,terutama bidang pembangunan yang sudah memasuki PJ P T II meskipun ada diantara manusia-manusia muda yang merasa tidak mampu untuk berperan, tidak mampu untuk bersaing dan tidak mampu untuk berinteraksi dalam masyarakat yang majemuk. Perasaan tertinggal inilah disebut dengan keterasingan dalam pembaharuan, sehingga yang bersangkutan lebih suka memilih untuk berada diluar pagar, menonton orang lain bermain daripada terjun sendiri kelapangan untuk ikut bekerja, berpartisipasi dalam pembangunan. Yang sering tidak disadari pilihan menjadi penonton ternyata semakin membuat takut atau paling tidak menjadi miskin dalam memprakarsa dan bertindak. H a l ini pada gilirannya akan menurunkan kwalitas dan kwantitas prestasi dan produktifitas baik secara pribadi maupun sebagai anggota kelompok masyarakat. Sesungguhnyayang perlu kita camkan ialah: keberhasilan merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan kwalitas hidup, baik dalam aspek iman, emosional, kesehatan jasmani, pendidikan, materi maupun sosial, sambil secara positif menolong orang lain agar dapat menolong diri sendiri. Dengan demikian keberhasilan yang diinginkan bukan keberhasilan yang timpang, dalam arti hanya dalam satu aspek kehidupan saja, misalnya hanya dalam aspek finansial saja, atau intelektual saja.tetapi mencakup semua aspek tersebut secara serasi dan seimbang. Dalam masalah ada ungkapan yang sering kita dengar "Orang yang hari ini lebih baik dari kemaren adalah orang yang beruntung" orang yang hari ini sama dengan hari kemaren adalah orang yang merugi sedangkan orang yang hari ini lebih buruk daripada hari kemaren adalah orang yang terkutuk. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan betapa pentingnya mencapai keberhasilan dalam arti sebagai proses untuk menjadi lebih baik atau peningkatan kwalitas seperti tersebut diatas. Misalnya dalam surat A l A n ' A m ayat 8 Allah S W T berfirman : Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan maka mereka tidak kuatir dan tidak bersedih hati. Kemudian dalam surat A l A'raf ayat 35 dan 170 "Barang siapa yang bertaqwa dan mengadakan perbaikan maka mereka tidak kuatir dan tidak 32
bersedih hati. Sesungguhnya kami (Allah) tidak menyia-yiakan orang yang mengadakan perbaikan." Keberhasilan adalah hak setiap individu,setiap orang berhak memperoleh keberhasilan asal dia mau berusaha dan bekerja. Dan keberhasilan yang diperoleh adalah sesuai dengan yang diusahakannya. Firman Allah S W T sesuai dalam surat An-Najm ayat 39 "Seseorang tiada memperoleh selain dengan apa yang diusahakannya." Juga surat A l - A n - A m ayat 132. Dan masing-masing orang memperoleh derajat sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Disamping itu masalah yang penting sekali kita perhatikan ialah masalah waktu dan kedisiplinan. Salah satu orang beriman adalah menghindarkan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia. Perbedaan antara orang yang berhasil dengan yang tidak berhasil adalah dalam hal pemanfaatan waktu ini. Mereka yang berhasil selalu mempergunakan waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Suatu kegiatan tersebut dikatakan secara langsung atupun tidak langsung meningkatkan kwalitas iman, hidup, kerja,karya dan pikir. Disamping itu perlu diingat juga bahwa baca tulis adalah kunci ilmu pengetahuan, salah satu kegiatan yang bermanfaat adalah membaca. Dalam surat A l - A l a q ayat 1-5 Allah S W T berfirman : " Bacalah dengan (menyebutkan) nama Tuhanmu yang menciptakan. D i a telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacala dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan peraturan
kalam (bacatulis). D i a mengajarkan
kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya". Allah menurunkan perintah sebelum ia memerintahkan untuk melakukan kegiatan lainya. Kegiatan ini merupakan salah satu faktor
penting yang dapat menjelaskan
mengapa beberapa bangsa lebih maju dibandingkan dengan yang lain di dunia ini. Pada tingkat individu dapat diketahui dari oto biografi orang-orang yang berhasil, bahwa salah satu sebab keberhasilan mereka adalah karena mereka rajin belajar/membaca. Sabda RasuluIIah S.A.W. "Apabila kamu ingin berbahagia di dunia, hendaklah dengan ilmu, apabila kamu ingin berbahagia diakhirat hendaklah dengan ilmu dan apabila kamu ingin berbahagia didunia dan akhirat, hendaklah dengan ilmu." Ilmu diperoleh dengan membaca, kegiatan membaca selalu dikaitkan dengan menulis, karena melalui dua kegiatan inilah ilmu pengeta33
huan mengalami kemajuan. Menulis bukan saja bermanfaat bagi orang lain, tetapi terlebih lagi bagi kita sendiri. "Kegiatan menulis akan membantu kita dalam mengorganisir pengetahuan kita secara sistimatis dan logis. Kegiatan menulis dapat menolong kita dalam mengidentifikasikan ketidak tahuan kita , kegiatan menulis akan mendorong kita untuk belajar lebih banyak lagi." Kita hidup di era informasi(Iptek) informasi tersedia di perpustakaan, toko-toko buku, kios-kios, koran , dan majalah. Informasi dapat juga diperoleh dari ceramahceramah, pengajian-pengajian, seminar-seminar, serta kursus-kursus, dan sekolah-sekolah, bahkan informasi juga dapat diperoleh melalui radio dan televisi. Begitu banyak sumber informasi bertebaran tapi mengapa hanya sedikit orang yang berhasil memanfaatkannya. Untuk itu marilah kita manfaatkan semua sarana ini dengan penuh cermat dan penuh kehati-hatian. Kehati-hatian sangat perlu diera globalisasi informasi ini, karena sangat boleh jadi informasi itu diberikan oleh pihak-pihakyang ingin menghancurkan Islam seperti orientasi dan antek-anteknya. Disitulah kita perlu menggunakan akal yang dibina secara Islam, agar Allah S W T tidak menimpakan murkanya kepada kita, sesuai dengan firmannya dalam surat Yunus ayat 100, Allah S W T memurkai orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. Tegasnya dari dapat disimpulkan antara lain sebagi berikut: -
Sebagai generasi muda, penerus hendaknya kita tidak menonton dari luar pagar, tetapi harus ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Untuk itu hendaknya kita selalu mengisi waktu dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat yaitu sesuatu yang baik langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kwalitas iman, hidup, karya, dan daya pikir Islam kita.
-
Salah satu perintah langsung darti Allah S W T kepada kita ialah berpikir. D a n itu kita perlu membaca dan menulis dengan menggunakan daya nalar yang dianggap legal oleh Islam.
-
Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Ketidak berhasilan kita disebab kan oleh banyak hal antara lain kita belum memiliki informasi yang seimbang dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki dengan wajar dan belum sering menfilter informasi yang kita terima meskipun amat sedikit adanya, ilmu yang bermanfaat, menunjukkna kepada kita yang benar dan mempermudah jalan untuk menempuh dan mengerjakan pekerjaan yang baik dan benar.
34
4.
Pandangan Masyarakat Terhadap Waktu Allah bersupah menyatkan bahwa " M A S A " atau waktu itu amat penting artinya.
Waktu lebih bernilai dari uang. Peribahasa berbunyi " A l waktu Atsmanu minazzahabi" waktu lebih tinggi nilainya dari emas. Orang tidak merugi ialah orang yang mempergunakan dan mengisi waktunya dengan baik dan sempurna yaitu : Iman, hati manusia sumber dari amal perbuatannya. Hati yang kosong dari keiman an akan menimbulkkan perbuatan yang merusak dirinya dan masyarakat sekitarnya. Keimannan yang mantap akan menjadi sumber dari segala perbuatan baik, amal saleh, pengorbanan kepada mayarakat. Seseorang yang beriman akan berjasa kepada agama, bangsa dan negaranya. Beramal saleh, Iman ibarat pohon yang rindang, buahnya amal yang saleh. Iman dan amal yang saleh berjalin terpadu menjadi satu. Tidak ada arti iman jika tidak ada amal saleh yang ditimbulkannya dan tidak ada amal saleh manakala tidak didorong oleh iman, amal saleh luas, tidak terhingga jumlahnya. Segala perbuatan yang baik untuk dunia dan akhirat serta untuk dirinya dan orang lain yang diperbuat dengan niat yang baik karena Allah, maka itu adalah amal saleh. Nasehat menasehati supaya tetap ulet dan shabar menjalankan kebenaran itu. Perjuangan hidup banyak halangan dan rintangannya. Dengan sifat ulet dan shabar dapatlah diatasi kesulitan itu. Firman Allah S W T dalam Al-Quran surat A l Ashr ayat satu, dua, dan tiga. 1.
Demi masa (waktu).
2.
Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian.
3.
Kecuali orang-orang yang beriman dan melakukan amal saleh dan nasehat menase hati supaya/menjalankan kebenaran dan nasehat menasehati supaya bersabar (tabah menghadapi kesulitan)
Dalam surat A a m nasyrah ayat 7 A l l a h S W T berfirman : "Maka apabila engkau sudah selesai / melakukan sesuatu pekerjaan kerjakanlah pekerjaan lain" Orang Aceh adalah orang Islam, pengertiannya seratus persen orang Aceh memeluk agama Islam, sehingga pandangan hidupnya dijiwai oleh hal-hal yang agamis. Yang
35
tidak diatur dalam agama Islam masyarakat Aceh berpedoman pada adat kebiasaan, umpamanya melakukan sesuatu pekerjaan menurut waktu yang sudah ditentukan. Perhitungan bulan dikalangan masyarkat Aceh umumnya mendasarkan kepada bulan Arab atau Hidjriah. Disamping itu ada pula untuk bulan-bulan tertentu mereka berikan nama-nama tertentu pula misalnya :
NO
BULAN HIDJRIAH
BULAN ACEH
BULAN MASEHI
01
Muharram
Asan Husein(Hasan Husein)
January
02
Safar
Safa(Rabu Habeeh)
February
03
Rabiul Awal
Maulod Awai
Maret
04
Rabiul Akhir
Maulod Teungoh
April
05
Jumadil Awal
Maulod Akhee
Mei
06
Jumadi Akhir
Kenduri bungong Kayee
Juni
07
Ra'jab
Kenduri Apam
Juli
08
Sya'ban
Kenduri B u
Agustus
09
Ramadhan
Buleen Puasa
September
10
Syawal
Buleen Uroo Raja
Oktober
11
Zulkaidah
Buleen meuapet
Nopember
12
Zulhijjah
Buleen haji
Desember
Bulan Desember disebut juga bulan Asan Usein (Hasan Husein) wafatnya cucu Nabi Muhammad saw dalam pertempuran dengan keturunan Maawiyah di Akatbala (Damsyik) Jordania sekarang. Pada bulan tersebut masyarakat
desa di Aceh me-
ngadakan kenduri Acura pada 10 Muharram. Pada bulan Safar (Safa atau rabu habeeh) merupakan bulan dimana masyarakat Aceh mengadakan kenduri pada hari rabu terakhir untuk mengusir jin, sayitan yang memperdaya manusia. Biasanya kenduri pada Rabu Habeeh dilaksanakan di tepi pantai dengan memotong ayam , kambing bahkan ada yang memotong lembu/kerbau secara bersama-sama yang disebut kenduri Tulak Bala. Bagi masyarkat Aceh perkawinan / pernikahan pada bulan Safar dianggap tidak baik karena kelak akan ditimpa melapetaka,
36
oleh karena itu tidak ada yang melaksanakan acara pernikahan/perkawinan pada bulan tersebut. Rabiul awal (Maulod awai), Rabiul Akhir (Moulod Teungah) dan Jumadil awal (Moulod akhee) pada waktu tertentu masyarakat Aceh mengadakan upacara kenduri maulid (moulod) atupun diadakan dakwa / ceramah tentang sejarah perjuangan rasul Nabi Muhammad saw mengembangkan ajaran agama Islam. Sebelum upacara kenduri maulid/ceramah maulid dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan pertandingan berzanzi, pidato, shalat, berjamaah, azan dan sebagainya. D i bulan Jumadil akhir (bulan kenduri apam) kebiasaannya masyarakat Aceh mengadakan kenduri apam (kenduri kue serabi). Demikian pula pada bulan Ra'jab (bulan kenduri bungong Kayee) pada bulan tersebut pohon kayu sudah mulai berbunga sehingga masyarakat Aceh tidak lupa bersyukur kepada Allah S W T dengan mengadakan syukuran kenduri bungong kayee. Sebelum memasuki bulan suci Ramadhan masyarkat Aceh pada bulan Sya'ban mengadakan kenduri bu (kenduri nasi). Dari bulan Rabiul awal sampai bulan Sya'ban adalah bulan saat-saat pelaksanaan acara pernikahan/perkawinan yang baik bagi masyarakat di Aceh. Bulan suci Ramadhan tiba, Allah berfirman dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 103 : " H a i orang-orang yang beriman, kamu diwajibkan berpuasa, sebagaimana diwajibkan bagi orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa ". Puasa ibadat tua, kitab taurat dan injil juga menyuruh berpuasa, semua agama samawiyah mewajibkan puasa sudah dari semenjak Nabi Adam ada ibadah puasa. Faedahnya terang sekali, untuk mengabdikan diri kepada Tuhan, mengendalikan hawa napsu, memelihara kesehatan .menimbulkan rasa kasihan terhadap fakir miskin, membentuk budi pekerti mulia dan banyak faedahnya yang lain. Berpuasa mempunyai aturanaturan yang khusus, harinya, waktunya dimulai dan diakhiri, tidak boleh bersetubuh dengan istrinya pada siang hari di bulan puasa. Orang yang sakit atau sedang dalam perjalanan boleh menggantikan puasanya dihari-hari lain. Orang yang uzur, membayar fidiyah memberi makan fakir miskin. Makanan yang dimakan dalam bulan puasa hendaklah selalu dari hasil usaha yang halal. Bulan puasa mempunyai kelebihan tertentu. Alquranul Karim mulai diturunkan dalam bulan puasa. A l Quranul Karim akan tetap memberi petunjuk dan hidayah dalam mencapai kesela37
matan dunia dan kebahagiaan akhirat. Alquranul Karim akan tetap menjadi pegangan umat Islam dalam segala tindak tanduknya,amal ibadah dilipatgandakan pahalanya dalam bulan puasa. Bulan puasa bulan meningkatkan amalan, melatih diri agar menjadi hamba A l l a h yang sempurna, menjaga waktu dengan sebaik-baiknya. Rasululah s.a.w bersabda "amalan yang paling disukai Allah ialah melaksanakan shalat pada awal waktunya." Syawal (bualn hari raya puasa) setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa pada 1 (satu) Syawal hari bergembira karena telah dapat melaksanakan Rukun Islam yang keempat berpuasa. Pada saat itu setiap umat Islam yang melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan dan amal ibadahnya diterima Allah S W T mereka kembali bersih dari noda dan dosa seperti seorang bayi yang baru dilahirkan. Pada pagi hari 1 Syawal setelah membersihkan diri dan berpakaian yang rapi, seluruh umat Islam berbondong-bondong menuju mesjid atau lapangan untuk sama-sama melaksanakan takbir Tahmid Shalat Idul fitri untuk mengagungkan asma Allah. Selesai dari melaksanakan shalat l d , mereka bersalam-salaman mohon maaf atas segala kesalahan sesamanya, kunjung-mengunjungi dari rumah ke rumah. Tiap rumah yang dikunjungi telah tersedia penganan enak, lezat citra rasanya yang disediakan tuan rumah untuk tamunya. Pada bulan Syawal tidak ada kegiatan ritual yang berarti, hanya didaerah tertentu ada upacara ritual kenduri jirat (kenduri membersihkan kuburan). Bulan zulkaidah (bulan Meurapeet) artinya bulan terapit antara dua bulan hari raya yaitu bulan hari raya puasa (Idul Fitri) dan hari Raya Haji (Idul Adha). Pada bulan Meurapeet kegiatan masyarakat Aceh biasa-biasa saja.Tidak ada kegiatan-kegiatan luar biasa seperti kenduri, apalagi mengadakan upacara pernikahan/perkawinan pada bulan tersebut bagi masyarakat Aceh dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu pada bulan Meurapeet jarang sekali kita jumpai upacara pelaksanaan pernikahan walaupun kadang-kadang disana sini kita jumpai juga acara tersebut. Zulhijjah (bulan Haji) pada bulan ini umat Islam yang berkemampuan berupa harta, kuat fisik kesehatan dan mental diwajibkan untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima, melaksanakan ibadah haji ke Mekkah A l Mukarramah. Waktu melaksanakan rukun wajib haji sudah ditentukan dalam agama Islam yaitu : 9 dan 10 serta 11,12 dan 13 bulan Zulhijjah.
38
Seluruh umat Islam yang melaksanakan rukun Islam yang kelima dari seluruh pelosok dunia mengabdikan diri dengan memperbanyak zikir dengan segala amal ibadah untuk menyerahkan diri kepada Allah dalam pakaian seragam. Allah berfirman dalam surat A l Baqarah ayat 203. '• dan berzikirlah kepada Allah pada beberapa hari yang ditentukan tanggal 11,12 dan 13 Zulhijjah. Barang siapa yang mempercepat keberangkatan (dari Mina) sesudah dua hari, maka ia tidak berdosa, siapa yang mengundurkan keberangkatannya juga tidak berdosa, bagi orang yang bertaqwa. Takutilah Allah . Kepadanyalah kamu akan dikumpulkan. Mengerjakan ibadah haji memerlukan persiapan yang matang, baik fisik maupun mental. Ongkos haji cukup besar bagi umat Islam Indonesia. Karena itu haji hanya diwajibkan bagi orang-orang yang sanggup dalam arti yang luas. Cukup ongkos dan baik kesehatannya. Orang yang sakit-sakitan walaupun mempunyai uang banyak, tidak wajib mengerjakan haji karena banyak kesulitan yang dialami selama menunaikan ibadah haji. Udara di Mekah dan Medinah sering menimbulkan penyakit. Panasnya menyengat tubuh, dinginnyapun sampai menusuk tulang. Sesuai dengan banyaknya kesulitan yang dihadapi itu, begitu besar artinya dalam mengokohkan keimanan. Menguatkan persatuan dan kesatuan umat Islam. Tidak ada satu ibadahpun yang semeriah dan sehebat ibadah haji. Hampir semua bangsa berkumpul di Padang Arafah. Sesuai dengan kebesarannya itu, setiap mukmin yang menunaikan ibadah haji, hendaklah semaksimal mungkin menundukkan dirinya kepada Allah dengan segala amal ibadah dan zikir. Menjauhi semua larangan Allah. Manasik haji (syarat rukunnya) harus dipatuhi. Tidak boleh bertengkar berbüat salah dan harus meningkatkan tasbih, tahmid, takbir. " A k u memenuhi seruan M u ya Allah' tetap selalu mengingat Allah seolah-olah orang yang mengerjakan haji dengan pakaian putih yang dua lapis itu, sudah akan dibawa kepemakaman, berangkat ke alam akhirat. Penentuan waktu mencari rezeki untuk nafkah hidup dan mencari jodoh teman hidup, mempunyai perhitungan
tertentu pula bagi masyarakat Aceh. perhitungan itu
sering pula dijabarkan kedalam arti "Langkah, rezeki, pertemuan dan maut. Langkah artinya dalam waktu mulai bergerak untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan, baik untuk mencari rezeki, mencari jodoh ataupun pekerjaan lain yang bermanfaat bagi seseorang "Reuzeuki" rezeki artinya menurut keyakinan masyarakat Aceh rezeki seseorang sudah ditentukan, kita hambaNya berusaha untuk mendapatkan rezeki tersebut. Ungkapan tradisional mengatakan "kada sikai hanjeet sicupak, barang hoo tajak ka dumnan kada" artinya rezeki seperempat bambu tidak boleh setengah bambu, kemampuan kita usa-
39
hakan tetap sebanyak itu juga. Karena kita sebagai hambanya tidak mengetahui di mana dan berapa jumlah rewzeki yang diperoleh, maka wajib bagi kita untuk berusaha, sesuai dengan hadis Nabi Muhammad s.a.w " Berusahalah untuk dunia kamu seolah - olah kamu hidup selama - lamanya dan berusahalah untuk akhirat, seolah - olah kamu mati besok ". " Peuteumeun " artinya jodoh seseorang sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Kita sebagai hambaNya boleh berusaha untuk mencari jodoh yang sesuai dengan pilihan, dengan ikatan-ikatan janji setinggi langit dan semeluk mungkin, tetapi semuanya itu adalah keputusan Tuhan semesta A l a m . Bisa jadi yang sudah mengadakan ikatan janji bahkan yang sudah melangsungkan akat nikah, tetapi
jika tidak ada peuteumuan /
pertemuan, tidak ada izin A l l a h S.W.T. semuanya itu bisa gagal total. " Maut " artinya setiap manusia, walaupun ilmu pengetahuannya
tinggi, tidak seorangpun mengetahui
tentang maut itu, di mana, kapan waktu sampai ajalnya, musibah yang akan menimpanya. Allah S.W.T berfirman dalam Alquran surat A l Isran ayat 85 "Mereka bertanya kepada engkau ( Muhammad ) tentang roh.Katakanlah " R o h itu masuk urusan Tuhanku, kamu diberi pengetahuan yang hanya sedikit". R o h yang ada pada tiap-tiap manusia tidaklah dapat dijangkau oleh ilmu dan tehnologi, bagaimana bentuk dan hakikatnya Allah jualah yang mengetahui apa dan bagaimana hakikat yang sebenarnya dari roh itu. Selain itu dari penentuan langkah, rezeki, peuteumuan, maut semua kejadian-kejadian itu berada di tangan Yang Maha Kuasa, Allah telah menetapkan pula nama-nama hari, penentuan waktu bagi seluruh hambanya yaitu : 1. Hari Sabtu 2. Hari Minggu ( Ahad ) 3. Hari Senin 4. Hari Selasa 5. Rabu 6. Hari Kamis dan 7. Hari Jumat. Bagi masyarakat adat Aceh khususnya dan umumnya penganut agama Islam, waktu hari - hari tersebut mempunyai sejarah atau kejadian - kejadian untuk diingat antara lain:
40
" Hari Sabtu adalah hari makar dan tipu daya karena bangsa Quraisy telah melakukan makar di Darunnadwah. Bangsa Quraisy berdaya upaya untuk menangkap dan memenjarakan Nabi Muhammad atau membunuh atu mengusirnya dari Mekkah." " Hari Minggu (Ahad) adalah hari menanam dan membangun karena hari itu Allah mulai menciptakan dunia dan memakmurkannya. Allah menciptakan pula tujuh macam benda yaitu : bintang-bintang serta perjalanannya, binatang-binatang yang bergerak, neraka yang bertingkat, bumi yang berlapis, lautan yang luas, anggota tubuh manusia dan hari-hari dalam seminggu." " Hari Senin adalah hari pelayaran dan perniagaan karena Nabi Syaits a.s telah berlayar pada hari Senin untuk berniaga dan beliau mendapatkan keuntungan yang besar dalam perniagaan itu. Kejadian lain pada hari Senin antara lain : Nabi Idris a.s telah naik ke langit pada hari Senin. Nabi Musa a.s telah pergi ke Thunisia pada hari Senin. Turun Dalil ke Esaan Allah pada hari Senin Rasullulah s.a.w telah dilahirkan pada hari Senin Jibril alaihissalam turun pertama kalinya menjumpai rasullulah pada hari Senin.Semua amal ummat diperlihatkan kepada rasullulah pada hari Senin. •' Hari Selasa adalah hari berdarah, karena pada hari itu Sitti Hawa H a i d pertama dan putra Nabi A d a m membunuh saudaranya sendiri. Kejadian lain yang terjadi pada hari Selasa antara lain : dibunuh Jurjais a.s, dibunuh Nabi Yahya a.s, dibunuh Nabi Zakaria a.s. Dibunuh tukang sihir Firun, dibunuh Asiah Binti Muzahim isteri Firun, dibunuh salib sapi Bani Israël, dibunuh Habil putra Adam alaihissalam. " Hari Rabu adalah hari nahas yahg terus menerus karena pada hari itu A l l a h telah menenggelamkan Firun dan kaumnya, memusnahkan kaumnya dan Tsamut, yaitu kaum nabi Saleh. Kejadian lain yaitu Qarun dibinasakan dengan dibenamkan ke dalam tanah. Firun dan kawannya dibinasakan dengan ditenggelamkan ke dalam sungai nil. Namruz dibinasakan dengan nyamuk. K a u m Nabi Luth dibinasakan dengan batu.Syidid bin A a d dibinasakan dengan suara Jibril alaihissalam. Kaum A a d dibinasakan dengan angin kencang. " Hari Kamis adalah hari pencapaian hajad, karena Nabi Ibrahim A l Khalil alaihissalam menghadap raja Mesir pada hari Kamis, maka beliau mendapatkan hajadnya dengan diberinya hajar untuk beliau. Kejadian yang lain ialah : saudara-saudara 41
Yusuf menemui Yusuf di Mesir pada hari Kamis. Bujamin masuk ke negeri Mesir pada hari Kamis dan berjumpa dengan kakaknya Yusuf. Nabi Yakub a.s masuk ke negeri Mesir pada hari Kamis, maka beliau mendapatkan keamanan. Nabi Musa a.s masuk ke negeri Mesir pada hari Kamis, maka beliau mendapatkan Qibti. Muhammad rasullulah slallallahu alaihissalam memasuki kota Mekkah pada hari Kamis, maka beliau mendapatkan kemenangan." " Hari Jumat adalah hari silahturahmi dan pernikahan karena para ambia a.s dulu melakukan pernikahan pada hari itu. kejadian-kejadian lain ialah: pernikahan Adam dan Hawa alaihissalam pada hari Jumat. Pernikahan antara Yusuf dan Zulaikha a.s pada hari Jumat. pernikahan antara Musa dan Shafware a.s pada hari Jumat. Secara umum mata pencaharrian pokok masyarakat adat Aceh adalah bertani (bersawah, berladang dan berkebun) dan menangkap ikan. Matapencaharian lain seperti dalam bidang usaha peternakan dan kerajinan
merupakan usaha sambilan atau pe-
lengkap yang dikerjakan disela-sela •• kegiatan pokok. Kenyataan ini memperlihatkan betapa pelik dan rumitnya pola penghidupan masyarakat adat Aceh. Mengingat hal demikian itu tak jarang terjadi seseorang individu melakukan seperangkat pekerjaan ganda yang dilakukan baik secara berbarengan, sejajar, atau secara bersambungan sesuai dengan peredaran musim. Sebagai contoh seorang penggarap sawah juga terlibat dalam aktivitas lain seperti beternak atau menangkap ikan dan sebagainya. Tentu saja hal ini amat tergantung dengan keadaan geografis, dimana seseorang bertempat tinggal.
Sebagaimana diuraikan diatas bahwa mayarakat adat Aceh bermatapencaharian bertani, terutama bersawah, petani penggarap sawah terutama pada
sawah yang tak
mempuyai sistim pengairan yang teratur, didaerah adat Aceh mempunyai sistim kalenden tentang tahap-tahap kegiatan selama berlangsungnya aktivitas di sawah. Tahap-ta-
hap tersebut disebut dengan "Keuneunong" setiap kegiatan yang berlangsung dalam pengerjaan sawah harus disesuaikan dan diselaraskan dengan waktu peredaran keuneunong. Bila salah satu aktifitas disawah tidak bersesuaian dengan keuneunong yang menjadi pasangannya, maka sawah yang dikerjakan tidak akan memberi hasil yang wajar. Sebab keuneunong itu sangat erat hubungannya dengan keadaan cuaca atau musim. Ungkapan waktu keuneunong dari masing-masing tahap kegiatan itu telah digubah dalam bentuk untaian syair yaitu sebagai berikut;
42
Keunong siblah tabu jareung-jareung Keunong sikuereung tabu beurata Keunong tujoh padee lam umong Keunong limong padee ka dara Keunong lhee padee ka roh Watee keumeukoh buleun keunong sa. Maksud dari syair ini adalah sebagai berikut; Pada waktu bulan kena sebelas petani sawah sudah mulai membajak, padi yang berumur panjang sudah boleh ditaburkan. Pada bulan kena sembilan semua jenis padi sudah ditabur. Pada bulan kena tujuh benih padi dari persemaian dicabut untuk ditanam di sawah. Pada waktu bulan kena lima padi sudah dara. Pada waktu bulan kena tiga padi sudah mulai berbunga dan pada waktu bulan kena satu semua padi sudah menguning dan sudah boleh dipotong untuk dipungut hasilnya. 5.
Pandangan Masyarakat Terhadap Alam. Tuhan yang telah menjadikan bumi sabagai hamparan (tempat kamu tinggal) dan
langit ibarat atab Allah menurunkan hujan dari langit. Dengan air hujan itu tumbuh dah keluarlah buah-buahan rezeki untukmu. Janganlah kamu adakan bandingan (sekutusekutu) A l a h s.w.t. dengan yang lain. Padahal kamu mengetahui/Allah s.w.t. itu Maha Tunggal, tidak ada sekutunya. Firman A l a h dalam Alquran surat Baqarah ayat 22. Dengan beredarnya bulan disekeliling bumi manusia dapat menentukan waktu, suatu isyarat agar manusia mempelajari astronomi untuk memantapkan keimanan-keimanan kepada A l a h Yang M a h a Tunggal. Dibukakan pintu seluas-luasnya untuk mempelajari alam semesta dengan segala corak ragam ilmu pengetahuan akan menumbuhkan keimanan dan menjadikan ilmu-ilmu bertaqwa kepada yang Maha Pencipta. Diciptakan ruang angkasa, matahari, bulan, bumi, siang dan malam, bahkan untuk diketahui matahari, planet-planet dan satelit-satelit lainnya semua berputar dan beredar dalam waktuwaktu yang tertentu satu persatu pada garis edarannya masing-masing. D i ruang angkasa dan bumi ada makhluk melata, manusia telah mencari bukti bahwa di ruang angkasa ada makhluk hidup, itu suatu pembuktian kebenarannya. A l a h menciptakan segala sesuatu dengan amat sempurna dan penuh hikmat. Ruang angkasa dan bumi diciptakannya dengan sangat harmonis, tidak ada yang tidak seimbang, tidak ada cacat dan kekurangannya. Kita disuruh lihat dan melihat lagi, berarti mendorong para ilmuwan untuk mempelajari lebih dalam lagi betapa hebat dan 43
menakjubkannya ciptaan Allah. Udara, lautan, daratan, manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan dan segalanya, tidak habis-habisnya untuk diselidiki dengan ilmu dan tehnologi. Umuwan-ilmuwan yang memikirkan kejadian langit dan bumi akan menundukkan kepalanya mengakui kekuasaan Allah yang tiada dapat ditelani seluruhnya oleh akal pikiran manusia, Ilmuwan-ilmuwan yang tekun mempelajari keajaiban isi alam semesta ini akhirnya akan tunduk sujut kepada A l l a h mengakui kebesaranNya dan keajaiban ciptaanNya. Inilah yang menjadi sumber dasar bagi masyarakat adat Aceh sebagai pandangan masyarakat terhadap alam untuk memacu dan mempelajarinya. Daerah istimewa Aceh terletak pada bagian paling barat dari kepulauan Indonesia, tepat diujung barat laut pulau Sumatera antara 2'-6' Lintang Utara dan 95'-98' Bujur Timur dan letaknya sangat strategis pada jalur pelayaran dan penerbangan internasional. Posisi geografis itu adalah sebagai berikut: Sebelah Sebelah Sebelah Sebelah
Utara berbatas dengan Selat Malaka Selatan berbatas dengan Propinsi Sumatera Utara. Barat berbatas dengan Samudera Indonesia Timur berbatas dengan Selat Malaka dan Propinsi Sumatera Utara.
Secara geografis Propinsi Daerah Istimewa Aceh terletak di pintu gerbang masuknya wilayah Indonesia bagian Barat yang cukup strategis sebagai pintu gerbang perekonpmian. Luas wilayah propinsi Daerah Istimewa Aceh adalah ± 55.390 km
atau
± 5.539.000 hektar di mana sebagian besar wilayah merupakan kawasan hutan. Karena letaknya yang masih dekat dengan khatulistiwa Daerah Istimewa Aceh merupakan daerah yang beriklim tropis. Daerah Istimewa Aceh dibagi dalam 10 Daerah Tk.II yang terdiri dari delapan Kabupaten 2 Kotamadya 2 Kota Administrasi, 139 Kecamatan, perwakilan Kecamatan 591 M u k i m dan 5.653 Desa (statistik 1990) dengan perincian 5.463 Desa berdasarkan SK. Menteri Dalam Negeri, 155 non status (SK. Bupati /Gub. dan U P T 35 buah Desa). Penduduk Daerah Istimewa Aceh berjumlah 3.415.875 jiwa dengan perincian 1.777.032 laki-laki dan 1.698.843 perempuan (sensus 1990). Bahagian terbesar dari wilayah pemukiman suku bangsa Aceh merupakan dataran rendah, sedangkan yang lain berada pada tanah yang berbukit-bukit. Keadaan tanahnya dapat dibedakan menjadi tiga satuan, yaitu aluvial, hidromorf kalabu dan prodsoh merah kuning. Satuan aluvial dengan cirinya antara lain mengandung banyak air sehingga 44
keadaannya berawa-rawa dan miskin daratanny, umumnya dijumpai disepanjang pantai sejak dari Aceh Selatan sampai dengan Kuala Simpang. Agak kepedalaman berdampingan dengan aluvial, terdapat tanah hidromof kelabu dan persebarannya yang relatif lebih luas terdapat di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Utara. Sedangkan tanah podsolik merah kuning terdapat pada wilayah bagian pedalaman, sejak dari seulimum hingga Kuala Simpang dan disebelah Timur Meulaboh hingga ke Singkil. Daerah Aceh tergolong daerah yang beriklim tropis, dengan ciri-cirinya antara lain banyak hujan, dan tingkat kelembaban yang tinggi. Rata-rata angka curah hujan tiap bulan diperkirakan 179 mm, dengan rata-rata hari hujan sembilan hari dalam satu bulan. Keadaan curah hujan relatif amat menonjol pada bagian Pantai Barat, yaitu antara 2.500 - 3.000 mm pertahun, jika dibandingkan dengan pantai utara/timur 1.000-1.500 mm pertahun. Karena curah hujannya tinggi, tingkat kelembabannya nisbi rata-rata 77.60 %. Bulan yang paling lembab adalah Desember 93 % dan yang paling kering pada bulan Pebruari 62.7 %. Sama halnya dengan kabupaten-kabupaten lain, Kabupaten Aceh Besar beriklim tropik dengan dua musim yang menonjol yaitu musim barat dan musim timur, musim barat dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan Desember, angin berhembus dari barat ke timur dengan curah hujan relatif tinggi. Pada musim barat disebut sebagai musim hujan. Musim timur dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli, angin berhembus dari timur ke barat dengan curah hujan relatif rendah. Musim timur disebut sebagai musim kemarau. 6.
Pandangan Masyarakat Terhadap Hubungan Antara Sesama Manusia diciptakan Tuhan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bukanlah untuk
perang, berbunuhan, tetapi untuk hidup rukun damai dan bersaudara. Allah berfirman dalam Al-quran surat Al-Hujarrah ayat 13. " H a i manusia sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang pria dan seorang wanita. Dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu kenal
mengenai hidup rukun damai. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah ialah siapa yang paling bertaqwa diantara kamu, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenai. Jika ayat ini dapat dihayati maknanya dan dijadikan seluruh umat manusia sebagai pedoman, nicaya dunia ini akan terteram, terjauh dari bahaya perang. Uang yang diham45
bur-hamburkan untuk persenjataan dapat digunakan untuk kemakmuran. Ayat ini adalah ayat yang memberikan dasar yang kokoh untuk mencapai perdamaian dunia. Khabarnya ayat ini dipajangkan pada salah satu ruang gedung perserikatan bangsa-bangsa di New York. Umat Islam bersatu padu seperti tubuh yang satu, sakit satu anggota, seluruh tubuh merasa sakitnya. Dilarang berpecah belah dan bermusuhan satu golongan dengan golongan yang lain. Dalam persatuan itulah letaknya kekuatan ummat dari dahulu kala sampai sekarang. Untuk kebangkitan umat kembali, persatuan ini digolongkan untuk pokok dasar, dan sudah saatnya disadari bahwa perpecahan menyebabkan kehancuran, bersatulah, nicaya akan menang didunia akhirat. Kemenangan itu dicapai dengan persatuan. Dari itu perlu organisasi masyarakat yang kuat, jujur dan teratur, barulah kemenangan gilanggemilang akan tercapai dengan muka yang berseri-seri kelak diakhirat. Sekiranya tetap berpecah-belah, kehancuranlah akibatnya dan azab yang akan diderita pada hari pembalasan. Janji kemasyarakatan yang ada hubungannya dengan sesama manusia; tidak memakan riba, tidak menipu, tidak dusta, tidak mencuri, tidak merampok. Setiap orang berhak hidup dan semua orang mesti hidup karena diatas kehidupan, di atas aliran nyawa di dalam badan, disanalah tegak masyarakat besar. Orang tidak boleh membunuh dirinya, karena membunuh diri itu adalah dosa besar kepada diri dan dosa besar kepada masyarakat, karena masyarakat menjadi kehilangan seorang anggotanya dengan jalan yang tidak patut. Sebab kehidupan itu bukan untuk dirinya saja. Tujuan bermasyarakat ialah supaya
kekal hubungan manusia. Masyarakat sangat
menjaga
jangan ada anggotanya yang mati tidak wajar dan bersebab. Diri tidak boleh dikurbankan melainkan kalau untuk suatu kepentingan bersama, sebagai seketika mempertahankan agama atau tanah air dari bencana serangan musuh. Hak hidup itu adalah hak bersama, mulai seorang anak bergerak didalam rahim ibunya, dia sudah berhak menerima hidup. Terlarang sangat oleh agama dan pemerintah, seseorang yang mencoba menggugurkan anak di dalam kandungannya, kecuali anak itu belum ada nyawa atau mati di dalam kandungan yang menyebabkan mesti digugurkan untuk kehidupan ibunya.
46
Hak pemeliharaan kesehatan diri sendiri, baik diri yang lahir (jasmani) dengan mengihktiarkan supaya dia tetap sehat, kuat dan tangkas. Atau hak bathin dengan menambah ilmu pengetahuan, menjaga kesopanan, menjauhi mengisap candu dan sejenisnya. karena semua itu membahayakan diri sendiri. Kebersamaan timbul dari sebab pertalian seseorang dengan masyarakat. Seseorang itu anggota dari masyarakat. Jika seseorang itu dari anggota masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Kalau semuanya telah sama-sama diwajibkan tunduk kepada undang-undang masyarakat, tentu sebagai lolosannya, mereka sama-sama pantas pula merasai hasil dan buah dari ketundukan itu. Kalau demikian, adalah mereka sama-sama berhak, tidak berlebih dan berkurang, sekedar bagian yang pantas diterimanya pula. " Duduk sama rendah tegak sama T i n g g i d e m i k i a n kata pepatah. Kewajiban manusia terhadap sesamanya adalah kehendak garis keadilan itu sendiri. Kita wajib memenuhi kewajiban kepada sesama manusia lantaran asal usul kita satu, dari satu turunan, satu tabiat yaitu kemanusiaan. Kemudian dari itu ialah meneguhkan perhubungan kita sesama kita, hubungan masyarakat, supaya sempurna budi dan kesopanan. Untuk mencapai kesentosaan masyarakat, kita harus mengikuti satu peraturan, yaitu peraturan budi. Perasaan budi tertulis pada kertas dhamir (perasaan halus) kita sendiri yang menimbulkan satu keperluan untuk mencukupkan segenap kewajiban, kita sama-sama memikul suatu hak, dan semua kita wajib sama-sama menghormati hak itu. Segenap kewajiban yang diperintahkan oleh hati kita adalah hasil dari pada tabiat kemanusiaan kita. Cinta kepada kewajiban atau pekerjaan menimbulkan minat terhadapnya dan menimbulkan kegembiraan dalam melaksanakan tugas. Tidak memandang payah dan lelah, segala yang sukar dipandang mudah. Halangan dan rintangan seakan-akan kecil, jika bekerja dengan tidak bosan, terbukalah segala rahasianya yang tersembunyi. Memperbanyak pengamalan dan menambah pengetahuan. Perasaan ini dapat ditimbulkan kalau di dalam perusahaan yang ada hubungan yang baik diantaraburuh dengan majikan. Si majikan insaf bahwa kekayaan dankemajuannya ialah sebab pertolongan buruhnya. Bantu membantu dan persaudaraan lahiriah saja tidaklah diharapkan. Islam menuntut untuk berusaha lahir dan bathin pada jalan A l a h . Perujudan hubungan lahir bathin ini, haruslah termasuk ke dalam hati, baik antara lelaki ataupun wanita dalam batas-batas yang dapat dibenarkan, sehingga dalam doapun kita harapkan memamfestasikannya. 47
Sikap dan tingkah laku hormat menghormati masyarakat desa di Aceh, apabila seseorang berjumpa dengan yang lain ia akan memberi salam. Tingkah laku memberi salam tidak saja terbatas dilakukan pada saat berjumpa atau bertemu di jalan, tetapi juga akan dilakukan pada saat akan memulai pembicaraan, memasuki ruangan dan waktu meminta izin untuk meninggalkan tempat acara. Setiap para pemimpin harus menjaga dan memelihara martabatnya, maka tingkah laku yang terjadi didalam pergaulan menjadi contoh teladan bagi masyarakatnya. Jika berbicara, ia akan berbicara seperlunya saja tanpa banyak bérgurau. Bila seseorang pemuka agama terlalu banyak berseloro terutama dalam majelis atau forum yang diikuti oleh masyarakat, maka masyarakat kurang memberikan penghargaan kepadanya karena kesopanan masyarakat terhadap dirinya menjadi menipis lantaran banyak bergurau. Sikap berbicara seperlunya saja adalah untuk menjaga martabat kepemimpinannya seorang pemuka masyarakat atau pemuka agama. Sebaiknya tingkah laku yang mengacu kepada aturan yang mengharuskan pengikut memelihara nama baik pimpinan, yaitu jika masyarakat/pengikut mendapat kepercayaan untuk melaksanakan tugas untuk dan atas nama pemimpinnya, maka tugas itu akan dilaksanakan sesuai dengan amanah yang diberikan. Ia tidak akan menyalahgunakan amanat yang dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu sikap seperti menipu, berbohong dan sebagainya dapat dianggap sebagai pencerminan yang tidak memelihara nama baik pemimpin. Dalam masyarakat Aceh, demikian pula dengan masyarakat Desa Lam Kawee, jika seseorang berbuat jahat, maka akibat dari perbuatan itu tidak saja ditimpakan kepada yang berbuat saja tetapi juga akan ikut tercemar seluruh keluarganya dan bahkan pemimpin atau guru yang pernah mengajarkannya (Teungku). Sebagaimana dimaklumi bahwa masalah pendidikan termasuk pendidikan rumah tangga, yaitu pendidikan anak sebelum memasuki lembaga pendidikan resmi seperti T . K . S.D. S.M.P. dan lanjutannya adalah merupakan yang perlu mendapat perhatian utama untuk kelanjutan hidup dan kehidupan anak. Bila diteliti dengan seksama di dalam literasi islami, kita temukan bahwa demi untuk pendidikan generasi, Islam telah mulai menumpukan pikiran untuk itu sejak seseorang anak manusia memiliki jodoh yang kelak menjadi ibu atau ayah si anak (generasi). Kehidupan rumah tangga Islami di bina atas " Mawaddah " dan " Rahmah " agar sang bayi sejak " paling dini " di pengaruhi oleh milin ( yang penuh kasih sayang ) Senggama suami istripun dikaikan dengan keagamaan Allah s.w.t. sehingga dianjurkan membaca do'a Allahumma janibuasy syaithaan wajannibisy syaithan maarazaqtana."
48
Janin yang berada dalam kandungan erat kaitan emosi dengan ibunya, oleh sebab itu emosi dan perasaan ibu harus dijaga, teristimewa di masa ia berbadan dua. Setelah bayi lahir disucikan/dibersihkan, lalu disunatkan azan dan iqamah, agar jiwa anak yang masih putih dan bersih itu tidak tertulis dengan kanvas hitam dan terompet-terompet syaithan. Ruh jiwanya yang amat peka itu agar tertulis dengan kalimah-kalimah Thaiyibah - Allah Maha Besa, A k u bersaksi tiada Tuhan Selain Allah, A k u bersaksi Muhammada adalah Rasul Allah. D i saat anak masih dalam ayunan, Islam mensyariatkan sang ibu menina bobokkannya dengan kalimat-kalimat yang bernilai tauhid, kepahlawanan mencintai sesama makhluk Allah, suka membantu dan lain-lain. Kebiasaan ini dilakukan ibu-ibu di Aceh waktu mengnina bobokan anaknya antara lain : Lailaha illallah Kalimah Thaibyyibah payong page Soe yang baca kalimah nyan Seulamat iman didalam hatee Wahe aneuk rajeuk beubagak Jak bantu ayah bak prang kafee Jak bantu ayah geukoh padee Ngat jak kuliah meurunou tafeusee. Arti bahasa Indonesianya: Lailaha illallah Kalimah Thaiyyibah payung akhirat Siapa yang baca kalimah ini Selamat iman didalam hati Wahai anak cepatlah besar Membantu ayah perang kafir membantu ayah panen padi Supaya pergi kuliah belajar tafsir. Tegasnya yang menjadi guru dalam pendidikan pra sekolah ini adalah ibu dan bapak, serta abang, kakak dan kawan sepermainannya. Semua tingkah guru-guru tersebut langsung diambil si anak menjadi sikapnya. Karena diterima dari mereka semua mutiara49
mutiara pendidikan, maka anak itupun akan bernilai seperti mutiara dalam masyarakat. Akan tetapi kalaulah yang disemai dilubuk hatinya, " Keumureung dapu " (kotoran laba-laba dapur), maka guru, teungku ataupun pendidik lainnya, hanya dapat memberikan kotoran sehingga puluhan tahun dengan hasil pendidikan yang masih kosong belum berarti baik dirinya apa lagi untuk masyarakat. Marilah kita menanam pendidikan asli pada benak anak-anak sejak mereka belum lahir, waktu balita, setelah remaja dan sehingga mereka dewasa. Pendidikan dasar itulah yang kemudian menjadi stabilisator dan alat kontrol bagi semua aktifitas mereka sampai akhir hayatnya. Marilah kita menanam iman anak-anak dengan sempurna, kelak menjadi manusia yang bertaqwa dan shaleh, selalu berdo'a kepada kedua ibu dan bapaknya.
50
BAB. II K AI TAN ETOS KERJA DENGAN NILAI BUDAYA MASYARAKAT 1.
Pengertian Etos Kerja Etos adalah sebuah konsepsi sosiologis yang agak berbau psiko-budaya sehingga
agak sulit menarik benang merahnya. Geertz dalam bukunya " The Interpretation Of Cultures ", 1975 menyarankan untuk memahami istilah etos perlu dikaitkan dengan pemahaman yang runtut dengan istilah pandangan dunia. Istilah etos sangat menyangkut dengan aspek moral suatu kebudayaan manusia yang utuh. Etos suatu masyarakat adalah suatu bentuk perasaan estetis dan moralitas masyarakat yang bersangkutan tentang bagaimana seharusnya irama, sifat dan kualitas hidup mereka yang kemudian direpleksikan dalam kehidupan mereka sebagai dasar untuk bertindak. (Mukhtar Sarman, 1994 : 4) Sementara Taufik Abdullah berangkat dari kerangka etos hasil pemikiran Geertz menyebutkan etos kerja adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat bernilai. Berangkat dari pengertian ini dipertanyakan apakah yang dimaksud dengan kerja. Kerja dalam hal yang lebih khusus, usaha komersial dianggap sebagai suatu keharusan demi hidup atau suatu yang imperatif dari diri, ataukah sesuatu yang terikat pada identitas diri yang telah bersifat sakral. Identitas diri dalam hal ini adalah sesuatu yang diberikan oleh agama. (Taufik Abdullah (ed) 1979 : 3 ). Persepsi sosiologis, etos kerja sebagai suatu gejala sosial cenderung dilihat dari sudut interaksi sosial antara pelaku-pelaku sosial. Dalam kaitan ini etos kerja selalu dikaitkan dengan suatu kolektivitas pelaku-pelaku sosial. Oleh karena itu dalam etos kerja bukan saja dilihat dari perilaku manusia akan tetapi dilihat pula hasil perilaku dan pekerjaan tersebut. Jadi persoalan etos kerja bukanlah persoalan orang perseorangan akan tertapi merupakan persoalan kolektif budaya masyarakat. Masalah yang berkaitan dengan etos kerja sering sekali terjadi sebagai persoalan kualitatif yang agak abstrak, misalnya tentang semangat atau jiwa yang mendasari tindakan sosial seseorang sebagai repleksi pemahamannya tentang moralitas kelompok atau keyakinan agamanya. Moralitas kelompok atau keyakinan agama sangat menentukan produktivitas dan kreativitas seseorang sebagai bahagian dari sistem kelompok tersebut. Keyakinan agama suatu
51
masyarakat yang luas tercermin dalam diri individu-individu manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Membicarakan mengenai etos kerja masyarakat Aceh yang indentik dengan masyarakat agamis fanatik tidak bisa terlepas dari konsepsi etos kerja Islam. Memulai membicarakan etos kerja masyarakat Aceh alangkah baiknya terlebih dahulu menguak pandangan Islam, terhadap etos kerja. Islam menekankan dan menyerukan kepada umatnya agar menjadi umat yang terbaik dalam kehidupannya. Menurut konsepsi Islam manusia dilahirkan kedunia adalah sebagai khalifah atau pemimpin yang tugasnya mengatur keseluruhan ciptaan Tuhan untuk kemaslahatan dirinya dan lingkungannya. Manusia diberikan wewenang untuk menguasai dan mengolah anugerah Tuhan. Mengolah dan memanfaatkan sumber alam memerlukan manusia-manusia yang ulet, disiplin sabar dan berkualitas. Kualitas sumber daya manusia dalam Islam sangat diutamakan yaitu manusia yang memiliki etika moral Islami yang tercermin dari nilai-nilai Qurani. AI- Qur-an dalam ayat-ayatnya selalu mengingatkan manusia dengan waktu, memotipasi manusia untuk menuntut ilmu dan Allah berjanji akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan. Etos kerja Islam didasari oleh keimanan yang mantap sehingga pekerjaan yang dilakukan seseorang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, jujur dan bertanggung jawab. Mereka telah tertanam keyakinan dalam hati sanubarinya bahwa pekerjaan itu adalah amanah dari Allah. Etos kerja Islam juga mengandung unsur keihlasan yang tinggi sehingga terhindar seseorang dari rasa kecewa dan prustasi seandainya pekerjaan itu tidak berhasil atau gagal. Seandainya mengalami kegagalan dalam bekerja itu merupakan takdir. Manusia Islam menyadari bahwa tugas manusia adalah bekerja sekuat tenaga dan hasil dari keseluruhan usahanya adalah Tuhan yang menentukan. Menurut pandangan Islam yang terpenting dalam bekerja adalah tawaqkal yakni menyerahkan sepenuhnya kepada Allah hasil akhir dari pekerjaannya. Tawaqkal akan menjauhkan diri dari sifat sombong, dengan demikian seseorang menyadari bahwa keberhasilan yang dicapai dari hasil sebuah usaha yang maksimal merupakan karunia Allah yang tidak pantas disombongkan akan tetapi patut disyukuri. Sebaliknya bila mengalami kegagalan maka akan diambil hikman dari kegagalan itu untuk memotipasi diri bekerja lebih giat lagi.
52
Etos kerja Islam juga dibaringi oleh sikap tauhid. Sikap tauhid akan mampu memberikan nilai tambah bagi seseorang untuk meraih sukses dalam bekerja. Setiap muslim dituntut untuk meletakkan iman sebagai landasan dalam bekerja, maksudnya setiap pekerjaan dikerjakan semata-mata karena Allah seraya mengharap ridhanya. Islam dalam setiap waktu selalu menyebutkan beriringan antara iman, ilmu dan amal. Pekerjaan akan memperoleh bobot yang tinggi apabila dikerjakan oleh dorongan dan landasan iman. Menurut H . Ichtijanto S A , manusia adalah mahluk kerja yang ada kesamaannya juga dengan hewan yang juga mahluk kerja dengan gaya nalurinya. Hewan bekerja semata dengan naluriah, sementara manusia bekerja dengan etos, kode etik atau permainan akal. Manusia memiliki etos dan pendayagunaan akal untuk meringankan beban yang harus diatasi oleh tenaga yang terbatas. ( H . Ichtijanto SA, 1994 : 4). A - Q u r a n sebagai pedoman hidup umat Islam, terdapat ayat-ayat yang memberikan pedoman gambaran tentang moral kerja orang Islam yaitu : Beriman ; dalam beriman bukan hanya A l a h sebagai yang Maha Esa, tetapi sebagai yang Maha Kuasa dan lain-lain. Bekerja keras mengisi waktu. Sabar dalam arti ulet tak mengenai menyerah Dinamis, hijrah dari negeri miskin/tandus. Menabung dalam rangka pembentukan modal Memobilisasikan harga sebagai modal Menggunakan ilmu dan ketrampilan Amanah Jujur Azas ukhuwah/persaudaraan atau kekeluargaan Hernat, tidak boros dan tidak kikir Tawakkal kepada A l a h 2.
Etos Kerja dan Hakekat Kehidupan. Kehidupan merupakan perjalanan seseorang di dunia sebagai mahluk Tuhan.
Makna hakiki dari hidup manusia adalah perjuangan mencapai kesejahteraan lahir dan bathin.
53
Bagi seorang muslim hakekat kehidupannya berusaha untuk dapat bahagia di dunia dan akhirat. Perjalanan hidup manusia penuh dengan liku-liku, tantangan dan harapan. Dalam melalui kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja keras. Untuk menjaga agar hidup dapat aman dan tenteram manusia harus mengikuti dan mematuhi norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Dalam pandangan masyarakat Aceh kehidupan ada dua yaitu : kehidupan di dunia yang sifatnya sementara dan kehidupan di akhirat sebagai kehidupan yang abadi dan hakiki. Hidup di dunia merupakan persiapan untuk bakal menuju alam akhirat. Hidup di dunia sering ditamsilkan sebagai kebun tempat bercocok tanam yang hasilnya nanti dipetik dihari akhirat. Namun demikian manusia bukan berarti menjauhkan diri sama sekali dengan kehidupan dunia. Budaya Aceh sebagai cerminan dari nilai-nilai Islam menganjurkan agar selalu menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dengan kehidupan di akhirat, Rasullulah Muahammad s.a.w bersabda dalam sebuah hadis yang artinya : "Tuntutlah duniamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya dan tuntutlah amal akhiratmu seakan-akan kamu mati besok." Dari hadis diatas mengisyaratkan bahwa perlunya moral dalam bekerja untuk menjaga keseimbangan dalam hidup. Disamping itu hadis tersebut mengandung makna yang mendalam tentang motipasi agar umat Islam berusaha sekuat tenaga agar dapat hidup di dunia dengan baik. Bahkan kalau kita simak lebih jauh hadis tersebut memotipasi manusia untuk berlomba lomba dalam berusaha mengumpulkan harta dan kekayaan, namun manusia juga dituntut untuk mengingat Tuhan sebagai penciptanya. Ini bermakna bahwa kekayaan yang diperoleh dari hasil kerja seseorang perlu disyukuri sehingga semakin kaya seseorang maka semakin dekat pula ia dengan penciptanya. Hakekat dari kehidupan adalah mencari keridhaan AJlah dengan cara memperbanyak amal kebajikan. Hidup bukanlah untuk mencari kepuasan di dunia semata karena kehidupan yang hakiki adalah di akhirat. Pepatah Aceh mengatakan : Ureung malem makan untuk hudeep (orang beriman makan untuk hidup) Ureung jahee hudep untuk pajoh (orang bodoh hidup untuk makan) Jadi hidup didunia ini sasarannya bukan saja memuaskan kebutuhan duniawi saja. Mereka yang hanya mementingkan hidup didunia saja adalah tergolong orang yang jahil atau orang bodoh. Orang seperti ini derajatnya lebih rendah
dari
hewan. Dalam
pandangan masyarakat Aceh makan hanyalah sekedar untuk hidup agar dapat melak54
sanakan berbagai aktivitas baik aktivitas kemasyarakatan maupun beribadah kepada Allah. Orang yang baik adalah orang yang hidupnya berguna bagi orang banyak. Sasaran dari kehidupan adalah berusaha mencapai masyarakat adil dan makmur. Untuk mencapai masyarakat adil dan makmur sangat ditentukan oleh kwalitas sumber daya manusia yaitu kwalitas iman, ilmu dan amal. Kehidupan masyarakat Aceh juga tidak terlepas dari usaha meningkatkan kwalitas sumber daya manusia terutama bagi anak-anak mereka sebagai generasi penerus agama, bangsa, dan negara. Peningkat sumber daya manusia disalurkan melalui lembaga pendidikan umum maupun pendidikan agama. Pemberian pendidikan bagi anak-anak dalam kebiasaan masyarkat Aceh selalu dijaga tetap selaras antara pendidikan umum dengan pendidikan agama. Tujuan dari pendidikan adalah agar anak-anak mereka menjadi orang-orang yang alim. Pendidikan umum diperoleh melalui sekolah-sekolah formal sedangkan pendidikan agama ada yang diperoleh melalui pendidikan formal yang dikelola oleh Departemen Agama dan ada yang menempuh jalur pesantren (Dayah). Mereka yang menuntut ilmu di pesantren biasanya mencari tempat yang jauh dari kampung halamannya, sering disebut dengan Jak Meudagang. Mereka menetap di pesantren tersebut beberapa tahun. Mereka biasanya pulang ke kampung halamannya setahun sekali bahkan ada yang sampai tiga tahun sekali. Biaya hidup selama berada dalam dunia pendidikan kebanyakan dibiayai oleh orang tua mereka masing-masing. Diantara mereka bahkan ada yang belajar sambil bekerja.Mendapatkan pendidikan dan pengajaran merupakan bahagian dari hidup manusia sehingga mereka terdorong untuk bekerja demi suksesnya tujuan yang dicita-citakan. Begitu pula halnya orang tua mereka rela kerja keras banting tulang demi berhasilnya pendidikan putra-putrinya. D i pesantren mereka ditempa berbagai ilmu pengetahuan agama, disiplin dan makna suatu kehidupan. Disiplin mereka dibiasakan dengan shalat berjemaah tepat pada waktunya. Disamping belajar santri juga diperkenalkan dengan dunia pekerjaan.Pekerjaan dimaksud biasanya sesuai dengan letak geografis pesantren masing-masing. Mereka umumnya secara bergotong royong membantu pekerjaan milik pimpinan Dayah, seperti mengolah sawah, ladang, kebun dan tambak.
55
Pekerjaan tersebut dikerjakan secara ikhlas tanpa mengharap imbalan. Disamping mengerjakan milik gurunya, dalam tradisi pesantren di Aceh para santri juga diperbolehkan mencari nafkah sambil belajar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. H a l semacam ini biasanya dilakukan oleh santri yang sudah menduduki tingkat atas. Usaha mereka bermacam-macam seperti bertani atau berdagang. Disamping pemenuhan kebutuhan rohani dan jasmani mengembangkan
keturunan
merupakan hakekat kehidupan yang didambakan oleh setiap manusia. Mengembangkan keturunan bagi masyarkat Aceh tidak terlepas dari tuntunan dan tatanan Islam dan adat. nikahan yang sah. Tuntunan adat setiap berlangsungnya sautu pernikahan selalu dibarengi dengan mahar dan bawaan lainnya. Adat Aceh juga mensyaratkan agar seorang berkeluarga harus sudah siap jasmani dan rohani serta kemampuan ekonomi, bahkan sebuah pepatah Aceh yang sangat ektrim kedengaranya yaitu "Napeng Na inoeng" (kalau ada uang baru mendapat wanita atau istri). 3.
Persepsi Masyarakat Aceh Terhadap Kerja Manusia dalam hidup memerlukan berbagai kebutuhan dan fasilitas untuk pe-
menuhan kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan tersebut berupa kebutuhan primer, kebutuhan sekunder dan bahkan kebutuhan mewah naluriah manusia dalam hidup ini selalu mencari kehidupan yang layak . Kehidupan manusia bisa terpenuhi apabila individu manusia yang bersangkutan rajin bekerja dan berusaha. Budaya Aceh sangat menghargai orang yang rajin bekerja dan membenci orang yang malas. Orang yang rajin mendapat tempat yang tinggi dalam nuansa budaya. "Meunyo han tatem ueseuha pane teuka rheot di manyang, meunyo tatem uesaha adak han kaya teuh seunang" Arti bebas dari peribahasa diatas adalah : Kalau malas berusaha mana mungkin rezeki datang sendiri dari langit akan tetapi apabila kita mau berusaha walaupun tidak kaya hidup pasti senang. Pribahasa diatas menyimpan makna yang cukup mendalam dalam memotivasi dan mengingatkan masyarakat agar selalu tegar dan berusaha. Usaha dan kerja keras merupakan jalan bagi seseorang menuju sukses. Motivasi masyarakat dalam berusaha didasari dengan niat yang tulus mengharap ridha Allah. Manusia Aceh dalam berusaha dimotivasi pula oleh niali-nilai keislaman. Islam mengajarkan dan tercermin dalam praktek sehari-hari masyarkat setiap memulai sesuatu usaha atau kerja selalu memanjat kepada Allah agar diberikan hasil yang memadai. 56
Disamping itu dalam berusaha masyarakat juga dimotivasi oleh kewajiban membayar zakat. Zakat bagi orang Aceh terutama masyarakat petani bukanlah sesuatu yang dihindari, akan tetapi merupakan kewajiban yang didambakan agar mampu dibayarkannya. Untuk itu masyarakat selalu berusaha agar pekerjaan yang dilaksanakan memperoleh hasil yang melimpah sampai mencapai nisabnya. Bahkan tidak jarang mereka berrnazar dengan hasil yang diperoleh dari usahanya ia akan menunaikan rukun Islam yang kelima (berhaji ke Mekkah). Manusia dalam bekerja dipengaruhi oleh nafsu karena manusia dikaruniai oleh A l a h berupa nafsu. Nafsu disebut dapat berupa keinginan memiliki sesuatu yang bernilai dan berharga. Sesuatu yang bernilai dapat berupa harta, uang, atau jenis benda dan kekayaan lainnya. Rasa ingin memiliki dan menguasai sesuatu yang berharga wajar dimiliki oleh setiap manusia karena manusia tidak sama dengan malaikat. Malaikat diciptakan A l a h tidak diberikan nafsu sehingga dalam hidupnya tidak membutuhkan makan dan minum dan keinginan untuk memiliki sesuatu yang berharga. Berhubung tidak diberikan nafsu maka malaikat sepanjang hajatnya selalu patuh dan sujud kepada A l a h . Sedangkan manusia disamping diberikan akal juga dilengkapi dengan nafsu. Namun dengan demikian manusia juga diberi hati untuk menjaga kesimbang.an' antara kemauan akal dan nafsu. Motivasi kerja manusia Aceh diwarnai oleh nialinilai Islam sebagai benteng untjuk membendung manusia agar tidak tergelincir ke jalan yang tamak. Tuntunan agama dipatri dalam kehidupan sosial masyarrakat Aceh yang Islami motivasi bekerja dan berusaha adalah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Kebahagiaan di dunia sangat penting dan berguna bagi setiap muslim apabila dapat beribadat dengan tenang dan khusyuk. Hasil jerih payah dalam bekerja diperuntukan pula untuk bekal hidup di akhirat. Wujud nyata dari menyimpan sebahagian harta benda mereka untuk bekal di akhirat adalah membayar zakat, sedekah, kurban dan membangun tempat tempat ibadah. Membayar zakat merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam yang hartanya telah mencapai nisab. Masyarakat Aceh selalu berdoa agar usahanya selalu mencapai nisab agar ia dapat mensucikan hartanya itu dengan zakat. Masyarakat petani misalnya ia selalu memanjat kepada Allah pada saat memulai mengerjakan sawah atau ladang
57
mereka selalu agar diberikan rezeki yang melimpah dan mencapai nisab supaya dapat menunaikan kewajiban zakat. Harta mereka yang melebihi dari kebutuhan hidup sehari-hari biasanya disisihkan sedikit demi sedikit disimpan untuk menunaikan ibadah haji. Menunuaikan ibadah haji bagi umat Islam merupakan kewajiban selama hidup di dunia sebanyaksatu kali. Dalam tradisi masyarakat Aceh menunaikan ibadah haji merupakan suatu hal yang dirindukan dan dicita-citakan setiap pribadi muslim Aceh mempunyai keinginan untuk melaksanakan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan ajaran Islam. Disamping sebagai kewajiban agama naik haji merupakan suatu penghargaan budaya. Budaya masyarakat orang naik haji mendapat tempat tertinggi dalam status sosial masyarakat mereka sering disebut dengan Tungku Haji. Orang yang ingin berangkat naik haji biasanya selalu dilepaskan dengan kegiatan bersifat sakral yaitu dipesijuk (ditepung tawari). Pada kegiatan sakral tersebut siisi kampung dan sanak famili orang yang mau berangkat menunaikan ibadah haji datang ambil bagian dalam acara tersebut. Pada acara tersebut ada satu yang amat penting bagi sipengunjung yang ingin disampaikan yaitu : Melalui orang yang akan berangkat haji para pengunjung menitipkan salam mereka kepada Rasullulah s.a.w. A d a sebahagian yang datang menepung tawari si haji itu agar scsampai di tanah suci berkenan memanggil nama mereka. Dari dua hal diatas terlihat betapa mulianya orang yang menunaikan ibadah haji. Terlihat pula betapa antusiasnya masyarkat muslim Aceh mencita-citakan agar dapat menunaikan ibadah haji. Pesan agar memanggil nama mereka sesampai disana membuktikan betapa rindunya seseorang berhaji. Pesan tersebut dengan harapan orang yang memesan tersebut juga mendapat rahmat dan hidayah Allah untuk melaksanakan hal yang sama. Kegiatan tepung tawar yang sama juga akan dilakukan pada saat seseorang telah pulang dari haji sembari ikut menikmati setepuk air suci dari sumur zam-zam. A i r sumur zam-zam tersebut dalam pandangan masyarakat akan menjadai Peunawa (obat). Keinginan untuk melaksanakan ibadah haji sangat mendorong masyarakat bekerja keras, rajin, tekun dan hernat. Usaha dan bekerja keras dengan dibarengi dengan niat
58
yang tulus ingin mengagungkan dan membesarkan nama Allah di Padang Pasir Arabia terlihat dari semakin bertambahnya minat masyarakat menunaikan ibadah haji di Aceh. Etos kerja masyarakat Aceh juga terpatri dalam hadih maja "Kaya meuh han meusampee, kaya padee meusampurna" arti bebas memiliki emas yang banyak tidak akan sempurna hidup seseorang, sedangkan memiliki padi yang banyak akan dapat memenuhi kebutuhan hidup seseorang. H a l ini tercermin pula pada hadih maja berikut yang berbunyi : "Pang hulee hareukat meugoe" artinya usaha atau kerja/harkat yang paling utama bagi masyarakat Aceh adalah bertani padi.Rakyat Aceh umumnya hidup dibidang pertanian seperti bertanam padi, bertanam tebu, bertanam lada. Etos kerja masyarakat dalam berusaha juga dimotivasi oleh keinginan untuk menunaikan zakat. Disamping membayar zakat terdapat pula sedekah-sedekah sunat dan perayaan-perayaan ritual. Perayaan tersebut seperti perayaan Maulid. Kenduri Apam. kanduri beureuat dan sebagainya. Masyarakat Aceh kenduri maulid merupakan kewajiban bagi penduduk negeri. Kebesaran hari lahirnya penghulu alam ini dipersiapkan begitu lama dan bersahaja. Persiapan yang bersahaja terlihat terutama dalam khidupan masyarakat petani. Mereka setiap musim tanam padi selalu menyediakan sepetak tanah khusus yang diniatkan untuk kenduri tersebut. Disamping itu para petani juga menanam padi pulut. Ditinjau dari aspek psikologis kebiasaan ini memberikan motipasi yang tinggi bagi masyarakat untuk bekerja lebih rajin dengan harapan dapat menghasilkan panen yang melimpah untuk melaksanakan perayaan memuliakan hari kelahiran rasul mereka . Budaya masyarakat Aceh menekankan agar seseorang harus bekerja sekuat tenaga untuk mendapatkan hasil yang memadai Budaya Aceh menganjurkan paling tidak untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari, karena Islam tidak menyukai orang yang peminta-minta (pemalas). Pernyataan bernada keras ini terungkap dalam pepatah Aceh "Keurija beusep pajoh atau ube sep pajoh" (bekerja supaya cukup makan atau sekedar cukup makan). Pepatah diatas merupakan gambaran serendah-rendah
semangat kerja
masyarakat Aceh yaitu mencukupi kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Akan tetapi alangkah baiknya kalau seseorang mau bekerja keras disamping memenuhi kebutuhan pokok juga dapat membiayai keperluan pendidikan anak-anak mereka. Untuk menambah pendapatan, selain bertani juga memelihara ternak. Usaha memelihara ternak adalah kerja tambahan untuk menambah pendapatan keluarga. Dengan kata lain beternak 59
adalah kerja sampingan dan dilakukan secara santai. Beternak seperti ini diibaratkan sebagai tabungan yang sewaktu-waktu hasilnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan tertentu. Biasanya jenis ternak yang dipelihara adalah sapi jantan (sapi pedaging). Hasil atau pendapatan dari usaha ternak yang diistilahkan dengan menabung dimanfaatkan untuk: Biaya melangsungkan perkawinan anak mereka atau disembelih pada acara perkawinan. Membangun tempat tinggal (rumah). Membiayai keperluan pendidikan anak. Pemeliharaan ternak untuk tujuan melangsungkan perkawinan dan membiayai pendidikan anak dilakukan oleh keluarga-keluarga yang sudah memiliki keturunan terutama yang memiliki anak usia remaja. Sedangkan pemeliharaan ternak yang bertujuan membangun rumah biasanya dilakukan oleh keluarga yang baru berumah tangga. Usaha seperti ini bertujuan mengumpulkan modal untuk membangun dan melengkapi kebutuhan rumah tangga. T.A. Sakti dalam tulisannya "Etos kerja manusia Aceh rangsangan utama mencari natkah adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perihal pendorong utama ini ia mengutip sebuah guyon Aceh, Orang sibuk bekerja mencari nafkah karena : " Pruet Ruhung Atranyan Meugantung *' arti bebas dari guyon ini selama perut masih kosong dan keinginan untuk menyalurkan kebutuhan biologis atau berkeluarga, seseorang akan terus berusaha dan bekerja. Faktor pendorong lain yang memotivasi manusia mencari nafkah adalah karena dorongan agama, pengaruh lingkungan dan pandangan masyarakat. (T.A. Sakti. 1994 :23)
60
a. Dorongan Agama Ajaran Islam menganjurkan umatnya untuk selalu mencari rezeki di atas permukaan bumi. Islam adalah ajaran yang mengantarkan umatnya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat telah menggariskan pola hidup yang ideal dan praktis. Dengan ruh iman setiap muslim menghadapi dua aspek untuk menghasilkan kebajikan yaitu aspek ubudiyah dan aspek muamalah. Ubudiyah yaitu memperhamba diri tunduk dan patuh atas segala perintah Allah, muamalah yaitu berbuat baik sesama manusia dan lingkungan alam yang melingkupi kegiatan kemasyarakatan, ekonomi dan sosial budaya. Keseluruhan aspek tersebut sering diformulasikan sebagai "Hablum minallah Wahablum minan nas" Aspek ubudiyah dan aspek muamalah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam diri pribadi muslim. Aspek ubudiyah memberikan penghayatan dalam melaksanakan kegiatan muamalah agar dapat berjalan sesuai dengan tatanan dantuntun an yang telah digariskan agama. Aspek muamalah sangat penting untukmenunjang umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Uraian diatas ditegaskan dalam firman Allah, surat A l Jum'at ayat 10, yang artinya ' Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." Ayat diatas menggambarkan begitu eratnya hubungan ibadah dengan muamalah (kegiatan-kegiatan kemasyarakatan) dan begitu tingginya perhatian dan penghargaan terhadap usaha mencari nafkah. Dari ayat ini juga terlihat bahwa Islam sangat menghargai umatnya untuk bekerja keras dan tidak pernah lupa memuji Allah. Rasullulah s.a.w bersabda "kemiskinan mendekati kekufuran."Hadis ini menganjurkan umat Islam mau bekerja keras agar terhindar dari kemiskinan yang menjerumuskan manusia pada kekufuran, kemiskinan sering disebabkan oleh kemalasan dalam berusaha. Malas merupakan salah satu penyakit yang perlu dijauhi. Kemalasan dan lemah adalah sifat mazmumah (tercela) dalam pandangan etika Islam. Sikap itu wajib dihilangkan dengan cara penyadaran diri maupun bermunajat kepada Allah. Budaya Aceh pada Dasarnya juga sangat membenci orang yang malas dan sangat menghargai orang-orang yang rajin. Lukisan sikap budaya Aceh terhadap dua sifat diatas tercermin lewat kristal-kristal budaya yang diwariskan dari nenek moyang dahulu. "Pue lalee si urou seuntoek,kon tabeudoeh laju tajak mita boh boh sidom." (kerjamu melulu hanya nongkrong setiap waktu, kan lebih baik pergi mencari telur telur semut.)
61
Ungkapan diatas merupakan sindiran bagi orang yang malas bekerja, mereka digambarkan sebagai orang yang hidup santai dan tidak mau berusaha. "Bak si beu-o uteuen luah, bak si malaeh raya dawa." (watak utama orang malas adalah mengelak dari pekerjaan dan mencari-cari alasan agar terhindar dari pekerjaan). Banyak sekali nada yang meremehkan atau mencela sikap pemalas dalam kehidupan masyarakat Aceh. Ungkapan diatas sering disebutkan dalam keluarga oleh seorang Bapak dalam membimbing anaknya yang malas bekerja. Ungkapan ini juga sering terdengar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. "Bek preh dahoh" (tidak perlu banyak tunggu) maksudnya adalah jangan sekalikali menunggu belas kasihan dari orang lain. ungkapan sering diucapkan kepada orang yang selalu mengharapkan pemberian orang lain sementara ia hanya duduk berpangku tangan. Sindiran yang senada juga sering diungkapkan dengan "Bek preh geuleupak gob top" (jangan hanya mengharapkan belas kasihan orang). b. Dorongan Lingkungan Lingkungan sosial masyarakat
ikut pula mendorong seseorang untuk mencari
pekerjaan dan berusaha. Dorongan lingkungan semacam ini sering terdapat dalam pergaulan kaula muda. Pemuda Aceh terdorong untuk bekerja keras karena keberhasilan teman temannya. Dorongan untuk giat bekerja sebagai persiapan berumah tangga. Dorongan karena keberhasilan temannya sering terjadi pada mereka yang pulang dari perantauan dengan membawa keberhasilan. Faktor keberhasilan itu berpengaruh pemuda lain untuk melakukan hal yang sama . Keberhasilan teman-teman mereka menjadi cambuk untuk bekerja keras agar iapun dapat memperoleh keberhasilan. "Na peng na inoeng." (kalau ada uang baru memperoleh wanita atau isteri). Ungkapan diatas menunjukkan betapa pentingnya uang dalam pergaulan muda mudi. Untuk memiliki seorang wanita apalagi ingin berkeluarga. Pelaksanaan perkawinan di Aceh selain menjalankan sesuai dengan syariat juga dipengaruhi oleh adat kebiasaan. Ajaran Islam disyaratkan bagi seseorang ingin berumah tangga harus siap jasmani dan rohani termasuk juga kesiapan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan berumah tangga yang akan dibina. Ditinjau dari segi adat kemapanan ekonomi bukan saja sanggup mencari nafkah akan tetapi sewaktu hendak melangsungkan pernikahan harus dibarengi dengan 62
pelunasanmahar berupa emas sesuai dengan perjanjian. Ketentuan adat ini tentu seseorang membutuhkan kesungguhan agar dapat memperoleh mahar tersebut. Aspek positif dari pemberian mahar kepada mempelai wanita oleh mempelai pria merupakan dorongan untuk menggugah seseorang dalam bekerja dan sebagai ukuran atau simbul kesiapan dan kemapanan dari segi ekonomi seorang pemuda yang ingin melangsungkan perkawinan (berumah tangga). Bagi si wanita merupakan pegangan bukti kecintaan seorang pemuda kepadanya. Dikalangan pemudi juga muncul istilah dalam mencari suami yaitu " Mita linto yang galak pajoh bu terjemahan bebasnya yaitu mencari laki-laki atau suami yang rajin bekerja dan mampu berusaha. Tuntutan adat yang sangat menghargai kerja sehingga tidak jarang warga masyarakat mencari kerja sampai ke negeri orang (meuranto). Meuranto (migrasi) dalam masyarakat Aceh merupakan cerminan dari konsepsi hijrah dalam Islam. Untuk mencari ketenangan
dan kedamaian hidup dalam Islam dibenarkan bahkan dianjurkan untuk
mencari daerah lain yang dapat memberikan kedamaian. Meuranto merupakan dinamika kehidupan masyarakat baik secara individu maupun secara perorangan. Faktor-faktor menyebabkan seseorang atau sekelompok orang merantau antara lain adalah karena dorongan ekonomi, dorongan pendidikan, mencari perlindungan dari ancaman perang atau mencari rasa aman dan kemerdekaan berpikir. Migrasi masyarakat Aceh pada umumnya disebabkan oleh faktor ekonomi. Sifat perantauan orang Aceh adalah secara individual. Perantau Aceh dengan motif ekonomi berusaha di negeri atau daerah lain dengan tujuan ia dapat hidup lebih baik dan layak. Kepada mereka yang merantau tradisi masyarakat menuntut agar mampu membawa bekal kepada keluarganya yang ditinggalkan. Harapan adat ini memotivasi seseorang diperantauan untuk bekerja lebih rajin, bahkan dalam diri mereka tertanam niat kalau belum berhasil tidak atrgn puiang ke kampung halamannya. Untuk mencapai keberhasilan di perantauan mereka mulai hidup dengan prinsip-prinsip ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi dimaksud misalnya hernat, rajin dalam berusaha dan tabah menghadapi cobaan dan tantangan. c. Pandangan Masyarakat Aceh Terhadap Kerja Masyarakat Aceh sangat menghargai orang yang rajin bekerja dan mencela orangorang malas. Penghargaan ini diberikan atas dasar pada kenyataan bahwa keberhasilan
63
hanya dapat diperoleh dengan kerja keras, banting tulang, peras keringat, sebab tidak ada sesuatu di dunia ini akan diperoleh dengan gratis. "Meugrak jarou, meuek gigoe" (Sisink lengan dapat makan) maksudnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup seseorangdituntut harus mau bekerja keras. Sementara dipihak lain masyarakat tidak menyukai orang-orang yang malas. Kebencian ini tertuang dalam ungkapan masyarakat yang mengandung nada kritikan kepada orangorang yang hanya duduk dijambo-jambo jaga. Ungkapan tersebut berbunyi "lalee tumpang keung"(jangna selalu berpangku tangan). Suatu penghargaan yang sangat mengkristal dan mengarah pada strativikasi sosial tertuang dalam ungkapan "Ureung kaya mulia bak wareh, ureung gasin meukuin lam tapeih" (orang kaya dimuliakan dalam kehidupan keluarga, sanak famili, karib kerabat dan masyarakat sementara orang yang miskin tersingkirkan dan menduduki tempat yang rendah atau tidak diperhitungkan). Ungkapan diatas menunjukkan volume pemilikan harta kekayaan sangat menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang dalam hidup bermasyarakat. Pemilikan harta yang banyak atau sedikit tentu berkaitan erat dengan tingkat kreatifitas dan kesungguhan dalam bekerja dan berusaha. Secara adat bahwa usaha yang kuat akan membuahkan hasil yang besar pula. Penempatan orang kaya dalam status sosial yang tinggi menjadi salah satu motivator bagi seseorang mengobtimalkan segala kemampuan yang dimilikinya untuk meraih predikat budaya yang disediakan dalam masyarakat. Sehubungan dengan uraian diatas timbul pertanyaan dengan demikian masyarakat Aceh pendamba harta atau materialis. Kalau dilihat sepintas memang benar, akan tetapi jika menyimak secara mendalam sesungguhnya mengumpulkan harta kekayaan, menggali seluruh potensi alam merupakan anjuran agama untuk dimanfaatkan kepada jaian menjaga kerriaslahatan ummat. Makna obyektif dari pepatah tersebut di atas adalah budaya Aceh menginginkan agar masyarakat Aceh kreatit" dan aktif dalam bekerja sehingga memperoleh kekayaan dari hasil usahanya itu. Kata mulia bak wareh, dari ungkapan di atas menunjukkan bahwa kekayaan yang dimiliki seseorang juga ikut dirasakan oleh masyarakat di sekitarnya sehingga ia dimuliakan. Islam menganjurkan orang agar kaya dan menuntun umatnya agar hidup hernat akan tetapi membenci orang-orang yang kikir. Orang kikir biasanya tidak disenangi dalam kehidupan masyarakat Aceh walaupun ia itu orang kaya.
64
Ajaran Islam juga menjanjikan orang yang pertama masuk syurga adalah orang kaya yang pemurah. Kekayaan merupakan amanah Allah dan sifatnya hanya sementara. Pemurah maksudnya ia punya kepedulian sosial serta bersedia mensueikan harta kekayaannya dengan cara bersedekah, membayar zakat dan membangun rumah-rumah ibadah. Manipestasi dari kemuliaan terhadap orang kaya yang pemurah tertuang dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka selalu diikut sertakan dalam berbagai kegiatan dan bahkan kebanyakan jabatan-jabatan pembangunan desa di Aceh dipercayakan kepada orang yang memiliki kekayaan diantara mereka. Bahkan untuk kepala desa sekalipun umumnya dari mereka yang memiliki kelebihan dari segi material. Pemberian kepercayaan kepada orang kaya di desa dilandasi oleh persepsi bahwa ia telah sanggup mengurus dirinya dan keluarga dengan demikian ia tidak sepenuhnya memikirkan keluarganya lagi sehingga terkonsentrasi untuk memikirkan kepentingan masyarakat. " Nyang meurot cit leumo tumbon " ( orang kaya memang orang yang rajin ). Ungkapan ini sering terdengar dalam masyarakat untuk memotipasi diri dalam bekerja. Ungkapan ini sering dilontarkan disela-sela sekelompok orang sedang menceritakan tentang keberhasilan seseorang. Ungkapan ini merupakan kesimpulan dari kajian faktor apa menyebabkan orang lain berhasil, ternyata faktor yang sangat menentukan adalah kerajinan seseorang. Walaupun keühatannya budaya Aceh sangat menghargai orang yang rajin dan membenci orang malas namun ada juga hadih maja yang nadanya seakan-akan mendukung sipemalas. " Atra sikai hanjeut si cupak, beurangho tajak ka dumnan kada" (soal rezeki sudah ditentukan Tuhan tidak bisa diubah-ubah lagi) ungkapan ini jika dilihat sepintas merupakan dukungan bagi si pemalas akan tetapi jika dikaji lebih mendalam merupakan sebagai langkah antisipasi bagi orang-orang yang hampir putus asa dalam berusaha. Artinya pepatah ini mengingatkan orang agar tidak mengarah kepada stres dan putus asa. "Keupeue lethat atra, peue na tapeulob lam uniek " (untuk apa banyak sekali harta kan tidak kita bawa kedalam kuburan). Ungkapan ini nadanya hampir sama dengan ungkapan di atas akan tetapi makna yang positif juga tersimpan di dalamnya yaitu bahwa sanya harta itu tidak abadi selamanya dia hanya menjadi kesenangan di dunia saja oleh karena itu hadih maja ini penyadaran diri bagi sikaya untuk bersedekah bukan anjuran untuk bermalas malasan. 65
Etos Kerja dan Waktu Waktu memegang peranan penting dalam melaksanakan aktivitas hidup seharihari. Waktu merupakan sesuatu yang sangat berharga. Islam memberikan perumpamaan waktu itu seperti laksana pedang. Pedang merupakan benda yang tajam dan bertujuan untuk menghanus musuh atau benda-benda lainnya. Berarti waktu jika tidak dimanfaatkan dengan baik maka ia akan dapat menghancurkan manusia itu sendiri. Akan tetapi seandainya mampu kita manfaatkan secara efektif dan efisien maka sangat menguntungkan bagi manusia. Masyarakat Aceh sangat menghargai waktu, hal ini terlihat dalam ungkapan " Rugoe sithon uereung meugoue, rugou si urou ureung meurusa" (Rugi setahun orang yang bertani sawah, rugi sehari orang berburu rusa). Dari ungkapan ini bagaimana para nenek moyang Aceh tempo dulu mengingatkan bahwa waktu itu memang harus benarbenar dimanfaatkan. Rugi setahun bagi orang yang bertani sawah karena dulu turun ke sawah setahun sekali. Seandainya waktu musim tanam itu tidak betul-betul dimanfaatkan dan dikerjakan dengan baik maka akan mendapat kerugian besar, begitu pula pemburu. Pemburu biasanya ia berburu setiap hari, oleh karena itu seandainya waktu sehari itu tidak dapat digunakan atau tidak mendapatkan hasil buruannya maka ia sudah rugi satu hari. Dari ungkapan ini terlihat keterkaitan waktu dengan semangat kerja.
d.
Pembagian Waktu Dalam Masyarakat Aceh. Perhitungan waktu dalam masyarakat Aceh tidak terlepas dari perhitungan waktu
dalam Islam. Perhitungan tahun dalam masyarakat Aceh menggunakan tahun kamariah. Tahun kamariah jumlah harinya dalam setahun adalah 354 hari, dan setahun terdiri dari 12 bulan. Nama-nama bulan menggunakan nama dalam bahasa Arab namun ada beberapa bulan yang diucapkan dalam bahasa Aceh. Nama-nama bulan dimaksud adalah sebagai berikut: Muharram Muharram adalah bulan pertama, dalam masyarakat Aceh bulan ini disebut dengan bulan " Asan-Use'n, karena pada bulan ini terdapat perayaan memperingati Hasan dan Husein, tepatnya pada 10 Muharram. Hasan dan husein adalah cucu Nabi Muhammad, anak dari Saidina A H .
66
Safar. Safar adalah bulan ke dua, dalam bahasa Aceh disebut dengan bulan Safa. Pada bulan Safa terdapat tradisi mandi Safa. D i mana seluruh masyarakat tua muda pergi ke pantai untuk mandi membersihkan diri mereka untuk membersihkan diri mereka untuk menyambut datangnya bulan yang bersejarah yaitu bulan maulid. Perayaan Safa dilakukan pada hari rabu akhir bulan (Rabu Abeh). Rabiul Awal Bulan Rabi'al awal sering disebut dengan bulan Maulot atau ada kalanya disebut dengan Rabi'oy away. Dikatakan bulan Maulot karena bulan ini masyarakat Aceh mulai memperingati hari kelahiran Penghulu Alam Nabi Besar Muhammad s.a.w. Rabi'al Akhir Dalam bahasa Aceh sering disebut dengan bulan " Adoa Maulot (yaitu adik lelaki Maulot) karena pada bulan ini masih juga diperingati kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w. A d a kalanya ini juga disebut dengan Rabi'oy Akha. Jumadal Awwal. Bulan ini sering disebut juga dengan Maulot Seuneulheuh Akhee (yaitu akhir Maulot), sebab dalam bulan ini juga masih digunakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Jamada'1 Akhir. Bulan ini juga sering disebut dengan Buleun Kanduri bohkaya (yaitu persembahan buah-buahan secara keagamaan).
Wanita yang kolot biasanya menyebutkan bulan ini
dengan Madika Sineulheh yaitu yang terakhir bebas. A d a kalanya bulan ini disebut dengan "Buleun Jamado Akhe ". Rajab. Bulan ini sering disebut dengan bulan Kanduri Apam yaitu kanduri kueh apam atau sering juga disebut dengan bulan Ra'jab.
67
Sya'ban. Bulan sya'ban dalam masyarakat Aceh disebut pula dengan bulan Kanduri B u (kenduri nasi). Ramadhan. Bulan ini sering disebut dengan bulan puasa atau Ramalan dan ada juga yang mengucapkan Ramulan.Bulan ini merupakan bulan yang suci bagi ummat Islam. Bagi masyarakat Aceh bulan ini merupakan bulan untuk beribadah memohon ampunan dari A l a h . Untuk menyambut bulan suci ini masyarakat mempersiapkan sesuatunya jauh-jauh hari sebelum bulan ini datang. Dalam tradisi masyarakat petani Aceh zaman dahulu pada bulan suci ini mengusahakan agar tidak banyak bekerja sehingga mereka mempersiapkan sampai kepada penyediaan beras dan kayu bakar.Akan tetapi situasinya berbeda dengan sekarang dengan kemajuan zaman semua dapat dikerjakan dalam bulan puasa karena menggunakan mesin. Masyarakat dalam bulan ini terlihat taat dan kusyuk mengingat ibadah. Sebahagian kecil masyarakat Aceh terutama para santri pesantren, orang-orang tua terutama mereka yang sadar akan dosa yang telah lalu mereka bertaubat dengan cara melaksanakan suluk atau kalut, yaitu mengurung diri dalam kamar kecil dengan cara tidak boleh melihat dunia luar selama 44 hari dimulai sejak pertengahan bulan sya'ban dan diakhiri pada satu syawal. Syawal. Bulan syawal dalam bahasa Aceh "syaway" merupakan hari yang sangat bergembira (Uroe Raya). Kegembiraan masyarakat ini sangat terasa setelah sekian lama menahan diri berpuasa. Pada hari bahagia masyarakat meninggalkan pekerjaan lainnya untuk bersukaria dengan sanak famili dan karib kerabat. Meninggalkan pekerjaan lain selain berhari raya adalah bahagian dari ketentuan adat, dimana pada hari tersebut merupkan hari pantangan untuk bekerja. Kepatuhan terhadap ketentuan adat ini terlihat bahwa masyarakat tidak melakukan kegiatan sehari-harinya, nelayan tidak turun ke laut dan petani tideak turun ke sawah. Sementara para pedagang terutama usaha kedai (keude Kupi) mereka baru membuka warung setengah hari (sore hari).
68
Pagi hari yang mulia itu terlihat kesibukan anggota keluarga di desa-desa mensucikan diri menyambut hari tersebut. Sesuai dengan anjuran Islam bahwa di pagi tersebut sunat mandi dengan niat mandi hari raya. Untuk memperkuat anjuran agama banyak terdengar ucapan untuk menggugah anggota keluarga yang malas bangun pagi dikatakan dengan ungkapan "Bek kamanou mangat timoeh lungkai mie" ( coba kalau kita tidak mandi nanti akan tumbuh tanduk kucing di kepala ). Maksudnya apabila kita tidak mandi berarti tidak mensyukuri nikmat Tuhan dan tidak baik dalam pergaulan. Menghadapi hari raya masyarakat mempersiapkan segala kebutuhan dan keperluan hidup. Dari masalah pakaian baru untuk anak isteri sampai penganan berhari raya untuk menyuguhkan para tamu yang berkunjung ke ramah. Menghadapi hari lebaran menyebabkan masyarakat bekerja keras karena pada sejak bulan puasa kebutuhan hidup mulai meningkat dan mencapai puncaknya pada hari raya. Begitu pula para pemuda yang tidak merantau persiapan untuk hari raya biasanya membuka kebun menanami sayursayuran dan buah-buahan dengan rentang waktu dua atau tiga bulan sebelum puasa, dengan perkiraan hasilnya bisa dipasarkan menjelang dan pada bulan ramadhan. Du'l-qaidah. Bulan ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sering disebut dengan bulan "Meuapet(bulan terkurung atau terjepit). Terkurung (meuapet) dalam bahasa Aceh dimaksudkan karena bulan ini terletak antara hari raya puasa dengan hari raya haji. Bulan ini letaknya di tengah-tengah kedua perayaan umat Islam. Dengan kata lain bulan Du'lqa'dah adalah bulan yang diapit oleh dua hari raya. Dul-Hijjah. Bulan Dul'Hijjah sering disebut dengan bulan haji atau bulan Doy Hijjah. Pada bulan ini terdapat hari yang sangat bersejarah bagi umat Islam dan merupakan hari kegembiraan bagi umat Islam di seluruh dunia. Hari raya haji atau sering disebut dengan hari raya qurban adalah mengenang peristiwa penyembelihan Ismail oleh ayahnya Nabi Ibrahim Aaihissalam. Hari raya ini dalam masyarakat Aceh diperingati dengan penuh kegembiraan dan dibaringi dengan pelaksanan penyembelihan hewan qurban bagi yang memiliki kemampuan untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin dan anakyatim. Penyembelihan hewan qurban mengandung makna disamping pelaksanaan ajaran Islam adalah
69
rasa kepedulian sosial yaitu saling bantu membantu untuk menjaga jangan terjadi kesenjangan sosial yang begitu tinggi di saat hari yang bersejarah dan mulia. Pelaksanaan qurban yang merasa mampu adalah suatu pelaksanaan yang berencana dan dipersiapkan secar matang.Bahkan pelaksanannya ada yang berkongsi sebanyak tujuh orang. Seseorang yang berqurban adalah yang merasa memiliki berlebihan, bahkan kadang kala seseorang setiap tahun selalu berqurban. Berqurban motivasi manusia untuk bekerja keras karena dibalik qurban terdapat hidayah Allah untuk mempermudah urusan dan memudahkan rezeki orang-orang yang pemurah. Pembahagian waktu dalam kehidupan masyarakat Aceh lebih spesifik dan terinci. Pembahagian waktu dalam sehari sebanyak 24 (dua puluh empat jam) didasari pada penjadwalan waktu ibadah shalat. Sehari semalam adalah 24 jam itu didasari dalam masyarakat Aceh membagi menjadi 17 waktu (watee). Menurut Snouck Hurgronje dalam bukunya "Aceh dimata kolonialis" mengatakan pembahagian waktu yang 24 jam itu didasari pada waktu shalat dan waktu untuk bekerja serta waktu makan. (Snouck Hurgronje, 1985;226). Pembahagian waktu dimulai dari pagi hari dengan kalsifikasinya sebagai berikut: Ban beukah mata uroe (barü terbit matahari), kira-kira pukul enam pagi, kalau dikaitkan dengan aktivitas manusia waktu ini baru selesai melaksanakan shalat subuh dengan berbagai zikir dan bagi ibu rumah tangga para petani didesa saat sedang sibuk turun ke sawah (teungoh treun u blang) sedang bergegas menyiapkan sarapan pagi (bu beungoh). Sedangkan bagi kaum Bapak bersiap-siap menghalau hewan ternak (lembu atau kerbau) untuk membajak di sawah. Sigalah ureo (matahari tinggi segalah) kira-kira pukul 7.30 W I B pada waktu ini bagi petani sudah mulai membajak disawah. Sementara kaum ibu sudah siap untuk berangkat dari rumah menuju ke sawah membawa sarapan pagi untuk kaum bapak yang sedang membajak. Watee bu (waktu makan atau waktu sarapan pagi), kira-kira pukul 9 wib. Para pe tani dulunya kalau sedang sibuk mengolah sawah makan pagi sering dilakukan disawah diatas "rangkang" (dangau).
70
Ploih meuneu'ue ( meiepaskan bajak ) kira-kira pukul 10 wib. Kaitannya dengan waktu kerja pada saat ini sudah selesai sarapan pagi manusia dan bagi binatang yang digunakan tenaga sudah dilepaskan untuk mencari makan (ploeh crab). Bagi para petani setelah selesai meiepaskan hewan dari membajak lalu mulai melanjutkan pekerjaan mengolah tanah yang tidak bisa dilakukan dengan bajak. Peunab cot (matahari mendekati puncak/zenith) kira-kira pukul 11 wib. Pada waktu ini kegiatan para petani terutama kaum lelaki adalah mencari makanan hewan peliaraan (jakkoh naleung). Pemilihan waktu ini untuk memotong rumput dikarnakan waktu ini embun sudah kering dan sudah mudah memotongnya. Memotong rumput bagi petani yang rajin adalah dihitung sebagai waktu istirahat atau rilek, memang pekerjaan itu terhitung enak dan santai, apalagi dilakukan di kebun kelapa. Bagi kaum ibu bergegas pulang untuk menyiapkan makan siang (bu cot ureo). Cot (matahari berada di puncak atau zenith) kira-kira pukul 12 wib. Pada waktu ini tiba saatnya untuk makan siang. Pemilihan waktu ini dikarenakan dalam kebiasaan petani karena kerja memang melelahkan dan menguras tenaga yang agak besar maka biasanya mendahulukan makan baru kemudian melaksanakan ibadah shalat dhuzhur. Pembicaraan sehari-hari orang Aceh selalu terdengar ucapan (bek teu ingat-ingat teuh watee taa seumbahyang) arti bebasnya mendahulukan makan supaya tidak teringat pada saat shalat.Dengan demikian shalat setelah makan dan terjadi proses pergantian energi akan lebih khusyuk. Reubah cot (matahari mulai turun (leuho) atau dalam bahasa Arab disebut Dhu hur (tengah hari), waktunya kira-kira pukul 12.30 wib. Waktu ini digunakan untuk beribadah kepada A l l a h yaitu menunaikan kewajiban shalat dhuhur. Peuteungahan leuho (pertengahan untuk shalat dhuhur) kira-kira pukul 13.3014.00 wib juga masih diperbolehkan untuk shalat dhuhur bagi yang belum shalat dan bagi yang sudah biasanya digunakan waktu ini untuk istirahat sejenak sambil meiepas lelah. Akhe leuho (bahagian akhir dari shalat dhuhur) kira-kira pukul 15.00 wib. Waktu ini juga masih tersisa waktu shalat dhuhur. Akan tetapi bagi yang sudah melaksanakan shalat pada awal waktu tadi memanfaatkan selepas dari istirahat untuk mengerjakan pekerjaan ringan. Bagi kaum laki-laki biasanya membersihkan kandang sapi serta membuat api unggun mencegah dari sengatan nyamuk serta sebagai bara api pemanas badan. Sedangkan bagi kaum ibu memanfaatkan waktu ini untuk mencari atau menyediakan kayu api atau kayu bakar untuk memasak atau mengangkat air dan sebagainya. 71
Asa ( Permulaan waktu untuk shalat Asar ), kira-kira pukul 15.30 wib, bagi kaum muslimin melaksanakan shalat Ashar dan bersiap-siap untuk berangkat ke pasar selepas Ashar bagi kaum laki-laki mencari keperluan rumah tangga. Sementara kaum ibu menyiapkan makan malam sambil menunggu belanja dari pasar. Peuteungahan Asa (pertengahan waktu Ashar) kira-kira pukul 16.30 - 17.00 wib. Akhe Asa (bahagian akhir Ashar). kira-kira pukul 17.30. Bagi kaum Bapak sudah pulang dari pasar membawa keperluan pokok rumah tangga. Sementara kaum ibu bersegera mengolah bahan-bahan tersebut untuk makanan malam. Mugreb (matahari terbenam) kira-kira pukul 18.00 wib Waktu ini digunakan untuk shalat magrib dan kemudian dilanjutkan dengan makan malam. Bagi anak-anak usia sekolah setelah magrib diajarkan oleh ayah atau ibunya mengaji atau diantarkan ke tempat pengajian (bak teung ku rangkang). Insya (awal malam atau waktu khusus untuk shalat awal malam (shalat Insya), kirakira pukul 19.30 wib. Waktu ini digunakan untuk beribadah, setelah beribadah bagi ibu-ibu yang memiliki kepandaian kerajinan tangan memanfaatkan waktu untuk bekerja seperti mengayam tikar, menyulam atau paling tidak bagi keluarga petani memperbaiki alat-alat pertanian seperti tikar jemuran padi, eumpang (goni). Pekerjaan ini disebut " teumampai " (memperbaiki yang rusak atau merehab). Teungoh malam (tengah malam) kira-kira pukul 12.00 wib. Waktu ini dimanfaat kan untuk istirahat total agar besok pagi badan menjadi segar kembali, bahkan ada yang tidur lebih awal sehingga jam-jam begini ia bangun untuk shalat sunnat. Suloh yang Akhe (sepertiga terakhir malam), kira-kira pukul 01.30 wib - 04.30 wib. Rentangan waktu ini terbagi lagi menjadi beberapa pembagian waktu yaitu : Kukuek manok siseun (Ayam jantan berkokok sekali), kira-kira pukul 03.00 wib. Kukuek manok rame-rame (ayam jantan berkokok terus), kira-kira 04-30 wib. Ayam berkokok ini pertanda untuk membangunkan manusia untuk melaksanakan ibadah subuh. Mureh (garis fajar di ufuk timur) kira-kira pukul 05.00 wib, yaitu waktu untuk me laksanakan shalat subuh. Perincian dan pembagian waktu yang sangat sistematis ini pertanda bahwa masyarakat Aceh di didik dan diharapkan agar benar-benar disiplin terhadap waktu. Mengingat pentingnya waktu maka para nenek moyang Aceh dulu mengatur dan melaksanakan ketentuan tersebut sehingga Aceh masa lalu memperoleh kejayaan yang gemi-
72
lang.
Perincian waktu di atas juga tergambar pengaturan waktu seimbang antara
kepentingan duniawi manusia dengan waktu untuk membekali dirinya menuju ke akhirat. d. Waktu Untuk Bekerja. Memulai suatu pekerjaan dalam masyarakat Aceh selalu melihat dan mempertimbangkan waktu sebaik mungkin sesuai dengan propesi dan jenis usaha yang ingin dikerjakan atau dikembangkan. Hampir semua jenis pekerjaan berpedoman pada waktu baik itu bertani, nelayan, berniaga atau berburu, bahkan bertukangpun melihat hari apa sebuah rumah baik dikerjakan. Dalam hal bertukang terlihat dengan jelas pada saat peletakan batu pertama sebuah bangunan rumah, kedai, toko atau sarana umum dan tempat ibadah. Pentingnya waktu dalam bekerja terlihat jelas dalam pepatah "Ureung meu laot geu ujou bintang, ureung meugou blang geu ujou kala", (orang pergi ke laut selalu melihat bintang dan orang bersawah melihat kala atau waktu). Waktu yang dimaksud dalam tradisi petani sawah adalah melihat keuneunong (melihat musim). Musim di Indonesia pada dasarnya dibagi dua yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Akan tetapi dalam masyarkat Aceh pembahagian musim lebih terperinci dan spesifik. Melihat musim sangat penting sebab apabila salah musim maka hasil yang diharapkan tidak memuaskan bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Salah musim dalam menangkap ikan bisa jadi ombaknya besar dan arusnya deras sehingga sukar sekali untuk melaut. Bagi petani sawah atau ladang kesalahan musim menyebabkan tanaman diserang hama penyakit. Penyakit yang biasanya menyerang padi adalah geusong (walang sangit) tulo (burung pipit), mirik (merek), wereng, peunyaket tikouh (hama tikus), hama babi dan keong mas. Usaha menghindari penyakit tanaman yang membahayakan itu masyarakat mencari waktu-waktu tertentu yang telah dipelajari dan dirumuskan secara sistematis menurut kadar ilmu pengetahuan alam pada waktu itu. Adapun rincian mengenai keuneunong dan penjelasannya adalah sebagai berikut: Keunong dua ploh lhee (kenak dua puluh tiga), bertepatan pada 23 Jumadil akhir. Petani mengusahakan agar padi jangan roh (berbungan) pada bulan ini karena pada bulan ini padi yang belum masak akan mengalami penyakit sunggong (kosong). Penyebabnya karena pada bulan tersebut angin kering berhembus malam hari yaitu angen timu padang (angin timur tenggara). Angin dapat memecahkan kulit padi
73
sehingga buahnya kosong (sunggong). Bagi para pelaut atau nelayan musim sangat berbahaya kalau berlayar dari ibukota ke pantai utara atau pantai timur. Akan tetapi dalam bulan ini ada waktu selama 5 - 7 hari dimana orang dapat berlayar dengan tenang, waktu tenang tersebut merupakan hari-hari istirahat musim kering itu. Dalam hal ini dituntut kejelian dan kepandaian serta kedisiplinan seorang nahkoda laut atau pawong laot mensiasatinya. Keunong dua ploh sa (kenak dua puluh satu), jatuh pada 21 Rajab. Pada waktu ini biasanya terjadi panen dan dilaksanakan kenduri blang (kenduri di lapangan). Bulan ini telah selesai panen padi, bagi sebahagian para petani melanjutkan dengan menanam benih palawija. Kebanyak tanah sawah selepas panen dibiarkan kosong (luah blang). Blang ( pada sawah) pada masa ini secara hukum adat menjadi milik bersama warga masyarakat untuk meiepaskan hewan ternak. Sekalipun ada yang menanam palawija maka ia harus memagar tanamannya itu supaya tidak diganggu oleh hewan ternak. Waktu ini sering juga disebut musim bebas yang memanfaatkan untuk istirahat baik bagi tanah maupun bagi manusia sebagai sumber daya manusia untuk mengolah alam. Masa istirahat bagi masyarakat Aceh waktunya sering digunakan untuk bermain layang-layang (peulheuh layang), geudeu-geudeu (permainan rakyat berupa adu otot pelaksanaannya mirip gulat. Keunong sikureug blah (kena sembilan belas) musim ini jatuh pada 19 Sya'ban. Dari segi musim keadaannya hampir sama dengan musim diatas. Dari segi kegiatan merupakan kelanjutan dari masa istirahat. Keunong tujoh blah (kena tujuh belas), jatuh bertepatan pada 17 Ramadhan. Pada bulan ini apabila menanam tebu tidak akan berbunga dan tidak menghasilkan air. Bila menanam pisang maka pisangnya tidak akan berisi. Akan tetapi mulai bulan ini bagi nelayan menguntungkan karena mulai bulan tersebut
sampai dua bulan
kemudian ikan sudah mulai banyak. Kegembiraan para nelayan pada bulan tersebut di Ulelheu Banda Aceh pada zaman dahulu berlangsung "Kanduri laot" (kenduri laut). Pertanda dimulainya musim barat (mesem barat). (Snouk Hurgronje, 1985 ; 288). Keunong limeung blah (kenak lima belas), jatuhnya bertepatan pada 15 syawwal. Pada bulan ini bagi para petani sudah ada yang mulai membajak artinya pada saat ini mulai turun kesawah untuk mengolah tanah yang digunakan untuk tanam padi. Sementara di laut terjadi angin badai sehingga menyulitkan bagi para nelayan. oleh karena itu para nelayan dituntut untuk sangat berhati-hatisekali kalau tidak mereka akan dibawa arus angin bahkan bisa terjaditenggelam di lautan.
74
Bagi para nelayan tentunya sebelum musim ini tiba mereka telah siap dengan bekal kebutuhan hidup rumah tangga karena besar kemungkinan pada musim ini mereka tidak bisa mencari ikan pada jarak yang jauh dari tepi pantai. Keterbatasan wilayah untuk mencari ikan sudah barang tentu akan mengurangi produksi yang berpengaruh terhadap pendapatan yang dihasilkannya. Keunong lhee blah(kenak tiga belas). Jatuh bertepatan pada 13 Dul-Qaidah. Mulai saat ini umumnya para petani sudah membajak sehingga berakhirnya masa Luaih Blang, dimulai lagi musim picek atau kot blang (sawah tidak bebas lagi untuk ternak) lamanya waktu selama delapan bulan. Selama ini hewan peliharaan wajib dikurung atau diikat. Keunong siblah (kena sebelas), jatuh bertepatan mulai 11 Zulhijjah. Mulai bulan ini dan dua bulan berikutnya petani mulai menanam padi. Bagi para petani terserah memilih bulan mana yang tepat. Keunong sikuereung (kenak sembilan). Jatuhnya bertepatan pada tanggal 9 Muhar ram. Pada masa ini dua bulan berikutnya banyak ketam darat berkeliaran. Ketam tersebut sering disebut dengan krungkong hewan ini berkeliaran seperti tidak mengetahui lagi dimana sarangnya. Keunong tujoh (kenak tujuh), hari permulaan jatuhnya tepat pada tanggal 7 safar. Pada bulan ini jika menanam tebu maka nasibnya akan sama dengan pada saat kenak tujuh belas. Bulan ini memiliki suatu keanehan dimana anjing banyak sekali berkeliaran mengadakan perkawinan (Asee meuseuteot). Keunong limong (kena lima), permulaan harinya jatuh pada tanggal 5 Rabiul Awal. Pada bulan ini mulai terjadi musim timur (musem timu). Pada bulan ini untuk kedua kalinya di Uleelheu berlangsung kanduri laot. Pertanda ikan sudah mula banyak lagi dan anginpun sudah mulai bersahabat untuk melaut. Dengan penuh kegembiraan para nelayan memancing atau memukat dihamparan lautan untuk menghidupi keluarga dan buat bekal menghadapi masa-masa sulit. Keunong lhee (kenak tiga) mulai jatuh harinya pada tanggal 3 Rabi'ul Akhir. Pada waktu ini paling baik untuk berlayar dari ibukota ke pantai barat. Keunong lhee ini berlangsung sampai mendekati kenak tujuhbelas. Waktu ini sangat cocok untuk para pedagang dan pengusaha yang melakukan perjalanan antar negara untuk memasarkan hasil dagangannya atau meneruskan perjalanan.
Keunong sa (kenak satu), jatuh waktunya mulai tanggal 1 Jamadil Awal. Pada masa
75
ini mulai turun hujan lebat dan terdengar hiruk pikuknya keadaan dengan suara petir dan nyanyian kodok berpesta pora. Hubungan Musim Dengan Matapencaharian Penduduk. Diatas kita telah mengenai musim-musim di Aceh selama setahun. H a l ini akan kita jumpai lagi pada saat membicarakan jenis pelaksanaan pertanian di Aceh, karena antara musim dengan jenis tumbuhan dalam bidang pertanian sangat erat hubungannya. Sebagaimana urutan musim maka memulai uraian mengenai usaha pertanian masyarakat dari keunong dua puluh satu. Pada waktu ini panen padi sudah usai dan memasuki mesem luah blang. Musim ini dimana ladang atau sawah terbuka luas untuk hewan ternak dan manusia. Pada saat ini secara adat digunakan untuk pula batee (menempatkan batunisan di kuburan). disamping itu bagi yang bergerak dibidang industri kecil melakukan pekerjaan teut gapu (bakar kapur) dan top geulunyung (melobangi telinga pada anak gadis) secara adat apabila pulabatee dan top geulunyung dilakukan diantara waktu menanam benih panen maka seluruh padang dan hasilnya akan rusak. Begitu pula resiko bagi orang yang dilobangi telinga maka telinganya tidak mencapai besar yang sesuai dengan idaman wanita Aceh. Sesuai Dengan pembagian keuneunong diatas, maka pada kenak 15,13,11 adalah waktu untuk membajak sawah, terutama dua bulan terakhir. pada permulaan membajak tidak ada acara kenduri. Namun demikian permulaan membajak juga sangat memperhatikan waktu yang baik dan mustajab, waktu yang baik dan menarik bagi para petani di Aceh untuk membajak adalah pada tanggal 6,12,16,17,22 dan 26 suatu bulan. Tanggal yang baik adalah tanggal 6 kecuali bila tanggal tersebut jatuh pada hari Jum'at. Hari Jum'at adalah hari pantang menurut adat untuk berkerja apalagi memululai sesuatu pekerjaan untuk meugou. Pantangan bekerja pada hari jum'at merupakan pengalaman dari ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat. Hari jum'at merupakan penghulu segala hari dari mana pada hari itu umat Islam diwajibkan untuk menuaikan kewajiban sholat jum'at di masjid. pelangaran terhadap hari pantang tersebut akan mendapat ganjaran adat. Pada zaman dahulu penguasa lokal (hulu balang) memerintahkan tentaranya (upah) untuk mengambil Jangai (alat membajak) atau cangkul bagi sipelangar katentuan. Selain hari Jum'at hari Rabu merupakan hari yang dilarang bagi para petani untuk menanam padi atau lada.
76
Pelangaran pekerja tidak hanya berlaku bagi para petani akn tetapi juga berlaku bagi pekerja lainnya seperti nelayan, pencari rotan, pencari kayu dan pemburu binatang buas. Pada zaman dahulu hari jum'at digunakan untuk gotong royong membersihkan tempat-tempat ibadah seperti meunasah, balai pengajian atau masjid. Gotong royong itu biasanya dilakukan diwaktu pagi mulai pukul 07.30 - 09.00 Wib. Adakalanya digunakan untuk belajar agama di meunasah seperti membaca Surat Yasin, belajar hukum Islam dan belajar tajuit Al-Quran. Dalam perkembangan dunia modren sekarang ini terlihat suasana kepatuhan kepada adat dan kerelaan menjalankan ajaran Islam seperti tersebut diatas ditempattempat tertentu sudah mulai hilang. Namun ada juga daerah yang mencoba mengangkatnya kembali nilai-nilai budaya lama yang mengandung tujuan positif itu. Dalam masyarakat petani itu tidak mengenai adanya libur pada hari Minggu, oleh karena itu hari libur bekerja adalah hari Jum'at. Dikalangan pemerintah terutama para pegawai negeri mengenai libur hari Minggu,bahkan saat sekarang ditambah satu hari lagi hari Sabtu. Namun demikian hari Jum'at saat sekarang sudah digunakan untuk hari rileks dimana mereka setiap pagi Jum'at melakukan senam pagi yang kemudian dilanjutkan dengan gotong royong. Dengan demikian bagi pegawai negeri atau karyawan swasta lainnya mempraktekkan salah satu dimensi adat Aceh dalam aktivitas kerja. Jika pada permulaan membajak tidak dilakukan kenduri, lain halnya pada waktu menanam padi.Memulai menanam padi dimulai dengan peusijuk. Peusijuk dilakukan dengan menggunakan daun pinang, daun mane, dan daun sisijuk yang diikat bersama dicelupkan kedalam tepung tawar baru kemudian dipercikkan ke tengah sawah. A d a juga cara yang tidak memercikkan air akan tetapi cukup hanya menanam saja ikatan dahan atau daun ditengah sawah. Kedua metode ini disebut dengan peuphon pade. Musim tanam biasanya jatuh pada kenak lima atau tiga, kadang-kadang jatuh pada kenak satu apabila terlambat turun hujan pada kenak kedua tadi. Kedisiplinan waktu membajak, menanam sangat penting dalam kegiatan pertanian. Kesemua ini untuk mencegah agar tidak terserang penyakit atau hama. Hama penyakit yang sering dijumpai adalah tulo, miriek (burung pipit). Untuk mencegah terhadap penyakit ini adalah dengan cara berjaga-jaga supaya jangan sempat menghinggap di dahan padi yang sedang menguning. Penjagaan itu dilakukan sejak pagi hari sampai sore hari menjelang terbenamnya matahari. Disamping berjaga-jaga para petani membuat orang-orangan, atau direntang tali yang diikat dengan daun pisang kering, sering disebut dengan peunyangkot.
77
Musuh padi lainnya adalah tikoih (tikus) dan geusong (walang sangit). Pencegahan terhadap penyakit ini dengan cara menulis ajimat, kemudian dimasukkan ke dalam sebatang bambu. Ajimat itu ditanamkan ditengah-tengah sawah. D o a yang digunakan untuk mengatasi penyakit ini disebut: tangkay tikoih atau tangkay geusong. Pembuatan tangkay ini biasanya dilakukan dengan sebuah kenduri pada saat padi sedang menguning. Kenduri ini disebut dengan kenduri Adam (kenduri Nabi Adam). Pada kenduri inilah ajimat itu ditulis oleh teungku (ulama), pada kain putih yang kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat. Penamaan kenduri itu dengan kenduri Adam karena menurut kepercaayaan masyarakat Aceh padi asal mulanya adalah dari anak Nabi Adam. Jadi kenduri itu dimaksudkan mengambil semangat agar padi tetap tegar serta sanggup mengatasi dari segala bahaya yang mengancamnya. Ajimat adalah sebagai kekuatan tambahan bagi padi untuk melawan penyakit. Penyakit yang tidak begitu berbahaya adalah ulat. Ulat dapat diatasi bahkan tidak akan menyerang padi apabila penanamannya dilakukan tepat pada waktunya. Akan tetapi bila tidak tepat waktu serangan ulat sangat sukar untuk dibasmi. Pencegahannya dilakukan dengan cara menabur abee dapu (abu dapur). Pencegahan penyakit seperti yang dilakukan diatas adalah menggunakan cara-cara tradisional. Pencegahan dengan cara tradisional ini masih juga hidup dalam masyarakat sekarang ini, walaupun cara modren yang menggunakan peptisida, racun tikus dan sebagainya. Disebagian masyarakat terlihat dipadukan antara produk modren dengan sistim tradisional. Contohnya dalam membasmi ulat menggunakan peptisida akan tetapi alatnya masih menggunakan daun pinang, daun mane dan daun seusijuk (cocor bebek). Sementara itu pelaksanaan kenduri Adam masih juga tetap berlangsung, ajimat tetap digunakan dan penyemprotan atau pembasmian tikus dengan racun juga dilakukan. Usaha untuk menjaga keselamatan padi dari serangan penyakit disamping memperhatikan keuneunong dan waktu tanam yang tidak kalah pentingnya dalam pertanian adalah faktor kebersamaan. Kebersamaan (rata) adalah memegang peranan yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan dan kualitas panen yang dihasilkan para petani. Kesamaan pola tanam memudahkan dalam pengaturan air, pencegahan terhadap penyakit dan penjagaan terhadap penyerbuan burung pipit pada saat padi menguning. Kebersamaan dapat menghemat energi dan hernat biaya dalam bertani, misalnya untuk mencegah burung pipit dapat saling bantu membantu (ganti-gantian
menja-
ganyaj.Penanam yang serentak juga dapat mengurangi penyakit karena penyakit itu menyebar.
78
Akan tetapi apabila tidak serentak maka penyakit itu tertumpu pada suatu areal dan sedikit demi sedikit meluaskan jangkauannya sesuai dengan perkembangan pertumbuhan padi. Kebersamaan dalam masyarakat Aceh tergambar dalam pepatah Aceh "Meuyeu ka pakat Lampoh Jirat Tapeugala" (kalau sudah ide atau sependapat, harta warisan atau tanah kuburan digadaikan). Ungkapan ini menggambarkan betapa tingginya rasa kebersamaan dan kegotong-royongan masyarakat Aceh. Wujud nyata dari sifat kegotong-royongan seperti dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan adat atau kegiatan ritual keagamaan. Salah satu contoh dari sekian peristiwa adat yang terdapat dalam masyarakat yaitu "kanduri blang" bagi petani sawah dan "kanduri laot" bagi para nelayan. Tradisi kedua kenduri ini biasanya menyembelih seekor atau lebih kerbau. Kerbau tersebut dibeli secara bersama-sama dengan cara meuripee (sama rata). Kerbau terserbut sebelum disembelih dalam tradisi petani sawah terlebih dahulu dibawa keliling areal sawah sebatas wilayah tertentu. Biasanya satu kemukiman atau kalau terlalu luas satu kemasjidan, sedang yang lain bergabung dalam kemasjidan yang lainnya. Sementara bagi para nelayan bahagian dari kerbau tersebut seperti kepala kerbau dibawa ketengah laut yang dibimbing oleh pawang laut. Larangan Untuk Bekerja. (Hari Pantang). Budaya Aceh dalam konsepsi adat dan pemaparan syair dan ungkapan serta pepatah sehari-hari menganjurkan masyarakat untuk memanfaakan waktu sebaik mungkin dan seefisien mungkin. Manusia Aceh dituntut oleh adat agar rajin bekerja, disisi lain secara rasional dalam bekerja terdapat titikjenuh. Kejenuhan itu membutuhkan istirahat untuk mengembalikan semangat bekerja agar lebih semarak lagi. Wujud nyata dari upaya mengatasi kejenuhan bekerja dimanifestasikan dengan istirahat. Istirahat dalam masyarakat Aceh sering dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa penting yang sifatnya ritual. Secara tidak langsung masyarakat mendapatkan dua keuntungan yaitu beristirahat dan menjalankan kegiatan ritual. Dengan demikian waktu tidak terbuang percuma. Wujud nyata dari konsepsi ini terdapat hari-hari pantang untuk bekerja yaitu : Hari Jumat. Setiap hari Jumat masyarakat Aceh dilarang untuk turun ke sawah, dilarang naik kehutan, pergi kelaut bagi nelayan dan dilarang berburu bagi pemburu. Pelarangan ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan ritual keagamaan yaitu agar umat manusia Aceh melaksanakan shalat Jumat.
79
Hari-hari Besar. Selain hari Jumat hari pantang juga berlangsung pada hari-hari besar lainnya, seperti hari A'syura, hari raya Haji, hari raya Puasa, Hari "Rabu Abeeh" (rebu terakhir bulan safar). Hari A'syura yaitu hari peringatan perjuangan Hasan dan Husei melawan kaum Ummayyah. Hari A'syura tersebut berlangsung pada hari kesepuluh bulan Muharram. Hari sepuluh Muharram merupakan hari naas dalam pandangan masyarakat. Oleh karena itu dilarang pada hari ini untuk memulai sesuatu pekerjaan penting. Misalnya dilarang melangsungkan perkawinan dengan perawan, agar tidak cepat terjadi perceraian. Pada hari itu disunatkan berpuasa. Untuk menjaga keselamatan puasa sebaiknya tidak bekerja keras maka dengan demikian secara tidak langsung melarang untuk pergi kesawah atau kelaut. Pelarangan yang sama juga berlangsung pada hari akhir bulan safar (rabu H a beeh). Pada bulan ini dilarang melakukan atau memulai pekerjaan penting. Kebanyakan masyarakat berduyun-duyun menuju kepantai untuk mandi peulheuh safa. Pada bulan ini banyak terdapat penyakit, oleh karena itu pelarangan agar tidak memulai pekerjaan penting sangat erat kaitannya dengan penyakit tersebut. Akan tetapi pekerjaan dalam bulan tersebut bisa dikerjakan kecuali pada rabu terakhir (rabu habeeh). Pelaksanaan rabu habeeh kalau kita kaitkan dengan kebutuhan rohaniah
manusia bahwasanya
manusia perlu reppresing. Model reppresing masyarakat Aceh adalah berkaitan erat dengan pelaksanaan kegiatan ritual. 4.
Etos Kerja dan Pengolahan Sumber Daya Alam. Sumber daya alam merupakan anugerah Allah S W T yang diciptakan sebagai
sumber kehidupan manusia. Sumber daya alam yang tersedia begitu besar dan beragam diberikan keleluasaan kepada manusia untuk mengolah dan mengelolanya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sumber daya manusia. Pengolahan sumber daya manusia ditekankan agar tetap menjaga kelestarian dan kesinambungan ekosistim sehingga tidak merusak rantai makanan dan rantai kehidupan mahluk hidup lainnya. Untuk menjaga kelestarian alam dan kelestarian lingkungan memerlukan tangan-tangan trampil yang memiliki etika, moral, dan kesadaran lingkungan. Alam ini diciptakan dalam keadaaan yang sempurna dengan segala jenis dan bentuk organisme. Manusia adalah salah satu dari sekian banyak jenis mahluk didunia ini. Manusia adalah mahluk yang diberikan kelebihan akal. Oleh karena itu manusia 80
diberikan tanggung jawab untuk memelihara dan mengolah alam ini untuk kepentingan manusia itu sendiri dan kepentingan generasi penerus dan kepentingan mahluk lainnya sebagai objek kebutuhan manusia. Allah berfirman dalam Al-Quran yang artinya kerusakan didarat dan dilaut adalah akibat ulah tangan manusia. Ayat ini diperkuat lagi dengan kecurigaan malaikat pada saat Allah mengumumkan akan menciptakan manusia sebagai khalifah dipermukaan bumi. Malaikat mengatakan kecurigaannya kepada manusia kepada Allah bahwa manusia nantinya akan membuat kehancuran di muka bumi. Akan tetapi Allah menjawab A k u (kata Allah) maha mengetahui. Lalu Adam diajarkan nama-nama tumbuh-tumbuhan oleh Allah. Pernyataan A l - Quran diatas merupakan suatu peringatan bahwa manusia harus siap dengan segala tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan agar manusia tidak dicap sebagai pembawa kehancuran. Untuk menjaga agar alam ini tetap lestari maka manusia perlu memahami etika dan moral kerja berdasarkan
Islam yang senantiasa
berpedoman kepada Al-quran dan hadis. Firman A l l a h dalam surat Al-Ambiya ayat 105-106, yang artinya "Bahwasanya bumi ini dipusakai untuk hamba-hambaku yang shaleh. Sesungguhnya apa yang disebut dalam surat ini benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah Allah". Ciri umum manusia saleh adalah berilmu, beriman dan beramal. Berilmu erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia. Dengan ilmu pengetahuan yang mantap yang dilandasi nilai-nilai iman akan mampu manusia mengolah dan menjaga alam ini. E.
Budaya Aceh dan Sumber Daya Manusia.
Jhon Dewey, seorang ahli psiko analisa dalam bukunya "The Human Nature Conduct" yang dikutip oleh S. Budisantoso dalam tulisannya "Pembangunan dan sumber daya manusia kebudayaan, pendidikan, dan kerja ", mengatakan manusia adalah mahluk yang terikat oleh adat. Artinya manusia tidak pernah bertindak berdasarkan naluri apalagi nalar semata, melainkan dipimpin oleh adat istiadat atau kebudayaan yang mereka kembangkan. Tantangan hidup yang bersifatnaluriah ditanggapinya dengan mengembangkan adat istiadat yang menjadi pedoman dalam bersikap dan bertindak. Manusia juga tidak semata - mata mengandalkan pada perhitungan laba rugi dalam bertindak, melainkan lebih banyak dikendalikan oleh adat yang berlaku. (S. Budisantoso, 1993 ;7).
81
Pernyataan Dewey sejalan pula dengan pendapat Childe bahwa manusia adalah membina dirinya (man make himself) dengan mengembangkan kebudayaan. Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah puas dengan dirinya,bila kapan dan dimanapun ia hidup. Ia selalu mengembangkan diri dan lingkungannya sesuai dengan mengembangkan kebudayaan sebagai penyambung keterbatasan jasmaninya. Kebudayaan yang mereka kembangkan biasanya diwariskan melalui belajar. (S Budisantoso, 1993 :7 ). Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam mengatur dan mengolah alam ini. Peningkatan sumber daya manusia mutlak diperlukan. Peningkatan sumber daya manusia berarti meningkatkan kebudayaan manusia. Peningkatan sumber daya manusia harus melalui sautu proses belajar. Kejelian dan kepekaan masyarakat Aceh terhadap pentingnya sumber daya terbukti dengan penuh semangat dan motipasi yang tinggi mengantarkan anak mereka kesekolah dan pesantren. Pentingnya ilmu pengetahuan terungkap pula dalam pepatah "lage bak kaya hana boh" (seperti batang kayu tidak berbuah). Pepatah ini menggambarkan mengapa pentingnya
ilmu pengetahuan dalam
mmasyarakat sering sekali deiberikan dengan gelar Teungku.Teungku merupakan gelar bagi orang yang menuntut ilmu dipesantren. Gelar teungku ini tidak saja kepada mereka yang sudah selesai pendidikan bahkan bagi mereka yang baru masuk ke pesantren satu atau dua tahun sewaktu pulang sudah dipanggil teungku. Masyarakat juga menyokong mereka yang menuntut ilmu dengan pemberian zakat. Baik zakat harta benda maupun zakat fitrah dan sedekah-sedekah lainya untuk membantu kelancaran seseorang menuntut ilmu. Dengan menuntut ilmu pengetahuan maka akan mengetahui larangn dan suruhan A l a h . firman Allah "Hendaklah tuntut kampung akhirat dengan (kekayaan) yang diberikan oleh A l a h kepada engkau dan jangan lupa bahagian (nasib) didunia dan berbuat baiklah kepada manusia sebagaimana A l a h telah berbuat baik kepadamu dan jangankamu berbuat bencana djmuka bumi sesungguhnya A l a h tidak mengasihi orang-orang yang berbuat bencana" (Al-Quran, surat A l Qashasah ayat 77).
F.
Budaya Aceh dan Sumber Daya A l a m
Sumber daya alam dalam pandangan
masyarakat
Aceh merupakan rahmat dari
Allah, yang pantas diolah dan disyukuri. Wujud nyata rasa syukur adalah dengan usaha 82
membayar Zakat. Bentuk lain dari rasa syukur adalah menjaga kelestarian alam itu sendiri. Usaha untuk menjaga kelestarian alam terdapat dalam tradisi kehidupan para petani, nelayan, dan pencari kayu dihutan. Bagi para petani Aceh tempo dulu mempunyai kebiasaan setiap tempat yang tinggi (Cot) dan tanah kosong di tengah sawah ditanami dengan pohon Asan, dan pohon rindang lainnya. Penanaman pohon ini adalah untuk tempat berteduh dan menjaga alam supaya sejuk serta mencegah terjadinya erosi. Tradisi luah blang merupakan contoh lain dari usaha menjaga kelestarian alam. Bukankah dalam ilmu pertanian modern sekarang dianjurkan agar tanah perlu adanya masa istirahat untuk menjaga keasaman tanah. Sistim pertanian modern juga menganjurkan pola tumpang sari. Praktek tumpang sari telah dipraktekkan dalam masyarakat Aceh, dimana sambil menunggu musim tanam datang mereka menanam palawija. Dalam kehidupan nelayan usaha menjaga kelestarian terlihat dalam pelaksanaan upacara laot. Pada upcara tersebut bahagian tertentu dari kerbau yang disembelih dibawa ketengah lautan. Kalau kita lihat dari sudut ilmiah merupakan gambaran dari usaha memberikan makanan pada ikan di laut. Usaha kelestarian alam terlihat pula pada saat penebangan kayu besar. Setelah kayu yang ditebang jatuh, pekerjaan yang pertama dilakukan mengambil bagian dari ranting kayu yang masih hidup dari kayu yang dipotong tadi ditanam kembali pada bekas potongan kayu tadi. Itu semua merupakan simbul bahwa sanya setiap memotong satu pohon harus diganti dengan pohon yang lainnya.
G.
Masyarakat Aceh dan Pengolahan Sumber Daya A a m Masyarakat Aceh umumnya hidup dibidang pertanian. Mata pencaharian pokok
adalah
menanam padi. Usaha pokok ini tertuang dalam hadih maja "Panghulee
Hareukat meugou" (matapencaharian utama menanam padi). Disamping bertani masyarakat juga bermata pencaharian sebagai nelayan, pemburu dan pedagang. Usaha pertanian lainnya selain menanam padi adalah menanam lada,cengkeh,pala dan tanaman dagang lainya. Lada merupakan tanaman kedua dalam masyarakat Aceh. Keutamaan kedua yang terlihat dalam masyarakat Aceh tempo dulu ada yang namanya "kanduri lada" (kenduri lada). Pelaksanaannya dilakukan satu tahun sekali. Budidaya
83
lada di Aceh dilakukan dengan penuh kesungguhan sehingga lada menjadai komoditi eksport. Usaha penanaman lada dimulai sejak abad 16 sampai Aceh menjadi salah satu kekuatan politik di Asia Tenggara. Produksi lada di Aceh mulai bangkit kembali pada abad 19. Areal penanaman lada terdapat dipantai Timur dan pantai Barat. Areal penanaman lada popuier denganistilah seuneubok lada. (Muhammad Gade Ismail, tanpa tahun : 4). Kemasyhuran dan kehebatan produksi di Aceh terbukti dengan munculnya Leube Dapha. Leube Dhapa adalah seorang pengusaha lada di pantai Barat Aceh yang bertaraf international pada akhir abad ke 18. Kehebatan lada di Aceh terbukti dengan keberanian leubee dhafa menandatangani kontrak dengan pemerintah Inggris pada tahun 1787. Disamping kepada Inggris Leube Dhafa juga menjual langsung lada kepda pedagang Amerika dan pedagang Eropa lainnya . Produksi lada di Aceh merupakan komposisinya menurut Anthony Reid melebihi seperdua total produksi lada dunia. Sehingga tercatat dalam sejarah bahwa pedagang-pedagang dari Amerika, Bostondan Salem sejak 1784 mengangkut langsung lada dari pantai Selatan Aceh ke Amerika sampai pecahnya perang Belanda -Aceh tahun 1873. Muhammad Gade Ismail 199 : 9). Faktor yang menyebabkan bergairahnya rakyat Aceh menanam lada selama abad ke 19, pertama karena besarnya permintaan pasar international. Permintaan yang besar menyebabkan meningkatnya harga lada. Keadaan ini menyebabkan munculnya usaha pengembangan tanaman lada. Faktor pendukung kedua adalah cukup tersedianya lahan dan yang ketiga cukup tersedianya modal usaha. (Muhammad Gade Ismail, tanpa tahun :5). Ketiga faktor diatas tergambar dalam pepatah Aceh "Tapeu ek layang watee na angen, watee ta meu en taeu kutika, tapula lada watee na kapai, yum pih meuhai jeut tabloe behtra" (bermain layang-layang waktu ada angin, waktu bermain lihat waktu luang, menanam lada waktu datang kapal, harganya mahal sanggup membeli perahu atau kapal). Pepatah ini tergambar bagaimana masyarakat Aceh tempo dulu memanfaatkan peluang emas dan ketekunan dalam bekerja dan berusaha sehingga dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Aceh pada waktu itu menjadi bangsa yang disegani oleh kawan dan ditakuti oleh lawan. Kegigihan dan ketekunan masyarakat mengolah potensi alam menyebabkan Aceh menjadi penghasil komoditi lada yang terbesar di dunia. 84
Peranan tada sebagai komoditi eksport utama Aceh mulai menurun sejak memasuki abad ke-20. Kemunduran ini disebabkan oelh timbulnya penyakit pada tanaman tersebut yang sering disebut "Bungong Sunteng". Penyakit ini sangat sulit diberantas. Tingkat harga yang tinggi yang dicapai pada tahun 1820 an menyebabkan munculnya dua tempat penanaman lada baru yaitu pantai Barat meliputi; Pati, Ringaih dan Trumon, sementara abad sebelumnya pusat lada terdapat di daerah lebih selatan yaitu; sekitar Singkil, Trumon sampai dengan Susoh. Dipantai Timur Aceh muncul sebagai pusat kedua yaitu muara sungai Jambuayer sampai dengan muara sungai Tamiang. Ditinjau dari segi waktu perkembangan di pantai Barat lebih awal dari perkembangan di pantai Timur. (Muhammad Gade Ismail, tanpa tahun; 4-5). 5.
Etos Kerja dan Hubungan Sesama Manusia.
Masyarakat Aceh sejak dahulu sampai sekarang dikenal dengan masyarakat yang homogen, walaupun dari segi keturunan ada yang mengatakan dari berbagai suku bangsa di dunia sesuai dengan kepanjangan huruf dari kata "Aceh". Masyarakat yang homogen dan ditopang oleh pengamalan terhadap ajaran agama Islam ayng dianut masyarakat semakin mempertebal solidaritas sosial dan kepedulian sosial sesama mereka. Manivestasi dari kebersamaan Aceh terlihat dalam pelaksanaan kegiatan seharihari masyarakat. praktek ini terlihat beberapa tahun yang lalu sebelum alat modern dan canggih merambah kehidupan masyarakat didesa-desa. Kepedulian sosial masyarakat Aceh merupakan pengamalan dari ajaran Islam . Islam mengajarkan bahwa umatnya adalah "Ummatun Wahiidah" (umat yang satu). Makna dari umat yang satu sangat dalam sebagai gambaran apabila salah satu sakit maka semua merasa sakit. Penjelasan umat yang satu ini ditamsilkan dengan anggota tubuh manusia, manakala kaki terinjak sesuatu benda yang mengakibatkan rasa sakit, maka mulutpun berucap aduh dan begitu pula apabia anggota tubuh yang lain merasa sakit. "Praktek pelaksanaan kepedulian sosial dalam bentuk ibadah yaitu pemberian zakat. Zakat diberikan kepada delapan jenis diantaranya kepada fakir miskin, termasuk didalamnya yatim piatu, orang yang berhutang untuk melunasi hutangnya, muallaf yaitu orang dari agama lain yang baru masuk Islam, orang musafir dan lain-lain. Kepedulian
85
sosial juga diwujudkan dengan pelaksanaan
kenduri-kenduri setelah selesai panen
kepada anak yatim, agar ia juga dapat merasakan nikmat Allah. Kenduri ini dikenal dalam masyarakat "Kenduri Breuh Baro" kenduri ini biasanya diundang anak yatim dalam desa tersebut dan beberapa orang "malem" (orang alim). Setelah selesai makan biasanya disalami mereka masing-masing dengan sedekah berupa uang dan bahkan dibarengi lagi dengan pemberian beras baru dan padi baru. "Hase ngon meufakat, kuat ngon meuseuraya" (keberhasilan sesuatu dengan gotong royong" Pepatah lain lagi berbunyi "Meunyo ka meupakat lampoh jirat ta peugala" Pepatah ini menggambarkan betapa kuatnya rasa kebersamaan dan jiwa gotong royong yang dimiliki masyarakat Aceh. Semua kebersamaan terpatri dalam kehidupan sehari-hari dalam aktivitas kerja masyarakat. Kebersamaan tersebut sangat jelas terlihat pada masyarakat petani. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat bahagian aktivitas masyarakat satu per satu. Dalam masyarakat petani pada saat panen sedang berlangsung dilakukan pemilihan bibit
(bijeh) untuk musim tanam berikutnya. Perlu diingat tidak semua ptani
kualitasnya bagus akan tetapi ada yang tidak bisa digunakan untuk bibit. Untuk memperoleh bibit berlaku sistim tukar menukar dengan takaran yang sama, tanpa memperhitungkan harga dalam rupiah , walaupun pertukaran dilakukan antara padi pulut (pada leukat) dengan padi biasa (pade bit). Bahkan apabila memang terdapat diantara mereka yang tidak menghasilkan panen sama sekali berhubung kenak penyakit karena terlambat tanam atau sebagainya maka dalam hal tukar bibit pihak yang kandas sama sekali baru menggantikan bibit tersebut pada musim panen akan datang dengan jumlah takaran yang sama. Kegiatan pertanian padi di Aceh memiliki tahapan-tahapan tertentu sama halnya dengan pertanian di daerah lainnya. Tahap-tahapan dimaksud mulai pengolahan tanah, membajak atau mencangkul, menanam, membuang atau membersihkan rumput, memotong dan mengirik padi. Pada saat mueue (membajak atau ceumangkoi mencangkul biasanya dilakukan secara bersama-sama (meu ureow). Caranya mengerjakan tanah secara bergiliran seperti arisan. Kegiatan ini juga berlaku pada saat Seumula (menanam padi), Keumukoh (memotong padi), dan pada saat Ceumeulhoe (menginjak padi). Keadaan kebersamaan seperti pada saat sekarang terasa 86
kurang kental lagi dalam masyarakat kecuali pada saat semula (menanam padi) dan keumeukoh (memotong padi). Sementara kegiatan membajak dan mengirik padi sudah dilakukan dengan mesin. Satu hal yang menarik pada saat ceumeulhou yaitu dengan batas-batas kewajaran suasana tersebut dapat juga dijadikam arena mencari jodoh, antara seorang pria dengan seorang wanita. Kesempatan itu sangat tepat karena yang berada di tempat Teuminteung (pembilasan padi dengan jerami) di belakang dilakukan oleh anak-anak gadis. Suasana panen memang sangat tepat karena saat itu semua masyarakat lagi senang dan gembira menikmati hasil panen mereka. Kesempatan yang lebih memungkinkan lagi karena proses ceumeulhou cara bersama-sama (meu uroe) juga berlangsung pada malam hari. Sehingga dengan cara tidak lanmgsung pembicaraan bisa berjalan lancar, dibandingkan dengan waktu siang. Keterbatasan di waktu siang karena kita ketahui bahwa wanita Aceh sifatnya pemalu. Suasana pancingan juga menyebabkan menambah tenaga dalam bekerja. Dalam suasana kegembiraan itu sering terdengar wanita itu dipanding oleh orang-orang tua yang ikut serta dalam ceumeulhou dengan kata "meunyeu Agam beu oe bek katern" (kalau lelaki malas jangan mau). Nimbrung ibu tua pada si gadis yang sedang kasmaran dan rayuan wanita dalam suasana cemeulhou. Kebersamaan dan rasa gotong royong juga terdapat pada saat membangun rumah terutama pada waktu seumeudap.(memasang atap rumah dari daun rumbia). Kegiatan gotong royong lebih jelas terlihat pada kegiatan-kegiatan atau pembangunan sarana kepentingan umum. Sarana umum yang terpenting dalam masyarakat aceh adalah bangunan masjid. Masjid dibangun dalam satu masjid terdiri dari beberapa desa atau kampung. Pembangunan masjid juga dilakukan secara bergotong royong dalam artian meuripee - ripee, atau meutreun-treun-beulanja (ikut ambil bahagian memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuan). Gotong royong dilakukan juga pada saat membersihkan tali air untuk mengairi sawah. Pembersihan tali air biasanya dibagi jumba sesuai dengan luas areal persawahan seseorang dan ada pula daerah yang disamakan semua.Gotong royong seperti ini tidak diwajibkan kepada pelajar santri, tungku Imam meunasah dan orang-orang yang telah
87
tua. Pada saat gotong royong massal berlangsung bagi orang tua dengan sukarela sesama tua mereka dengan suasana santai membersihkan lingkungan meunasah atau masjid.
88
PENUTUP KESIMPULAN DAN SAKAX A.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab satu dan bab dua maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: 1.
Etos kerja masyarakat Aceh tidak bisa terlepas dari konsepsi etos kerja Islam. Etos kerja Islam mengajarkan bahwa umatnya harus rajin bekerja dan mengamalkan bahwa pekerjaan itu adalah ibadah. Islam memiliki etos kerja yang tinggi dan selalu menggantungkan harapan pada Allah swt. Islam menganjurkan agar umatnya melakukan berbagai usaha. Kegagalan atau belum berhasilnya sesuatu usaha tidak boleh berputus asa.
2.
Ditinjau dari sudut konsepsional, ide masyarakat Aceh memiliki etos kerja yang tinggi dan sangat menghargai terhadap kerja namun dalam kenyataan realitas sehari-hari kelihatan masyarakat Aceh belum melaksanakan konsep etos kerja itu secara maksimal.
3.
Penghargaan terhadap etos kerja masyarakat terlihat dalam berbagai
ungkapan
seperti " Meunyoe hana ta usaha pane teuka reut di manyang, meunyoe na ta usaha ka han kaya udep seunang" (kalau tidak mau berusaha mana mungkin rezeki datang sendiri dari langit akan tetapi kalau kita mau berusaha walaupun tidak kaya hidup kita akan senang atau bahagia). 4.
Masyarakat Aceh sangat menghargai waktu . Penghargaan terhadap waktu merupakan pengamalan terhadap nilai-nilai agama Islam dan pengamalan terhadap adat. Tingginya penghargaan terhadap waktu maka masyarakat Aceh zaman dahulu membagi waktu sangat detil sekali ayng disebut dengan keuneunong (kena). Pembahagian waktu tersebut sangat berkaitan dan menentukan bagi masyarakat dalam bekerja atau berusaha. Seandainya tidak mematuhi penjadwalan waktu tersebut maka membawa akibat bagi usahanya tersebut.
5.
Masyarakat Aceh umumnya hidup dibidang pertanian dan matapencaharian utama adalah "Meugou (bertani sawah menanam padi). Disamping itu masyarakat Aceh zaman dahulu terkenal dengan usaha budi daya lada.
89
6.
Bagi masyarakat Aceh tenaga yang dikeluarkan untuk bekerja tidak begitu optimal akan tetapi mereka hanya untuk cukup makan dan selebihnya untuk naik haji dan menyekolahkan anak.
7.
Budidaya lada pernah mencapai puncak kejayaan masyarakat Aceh pada abad ke-18 dan 19. Pada waktu itu produksi lada Aceh terpusat di pantai Barat Selatan seperti Trumon dan Singkil dan pantai Timur dari sungai Jambo Ayee sampai ke Tamiang. Lada pada waktu itu di Aceh merupakan komoditi ekspor untuk memenuhi pasaran-pasaran Amerika dan Eropa.
8.
Kemajuan Aceh dalam memproduksi lada tidak terlepas dari faktor pendukung yaitu : a. Tingginya harga dipasaran dunia, b. Tersedianya lahan yang subur dan cukup serta memiliki modal usaha
9.
Pada abad ke 20 produksi lada Aceh mulai menurun malah sampai sekarang tidak terdengar lagi gaungnya berhubung terserang penyakit pada batang dan daunnya.
10. Etos kerja masyarakat Aceh juga dimotipasi oleh persoalan-persoalan kemasyarakatan. Masyarakat Aceh memiliki kepedulian sosial yang tinggi sehingga ia selalu bekerja keras untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan tujuan akan memberikan kepada orang fakir miskin serta anak yatim dari bahagian hasil jerih payahnya. B.
Saran
1.
Meningkatkan etos kerja masyarakat Aceh secara konsepsional harus dimulai de-
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menyarankan sebagai berikut: ngan peningkatan pemahamam masyarakat tentang Islam. 2.
Untuk meningkatkan etos kerja masyarakat Aceh perlu dimulai dengan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat serta peningkatan tersebut harus dilaksanakan terlebih dahulu oleh pemimpin baik pemimpin formal (pemerintah)
maupun
pemimpin non formal (ulama, pemimpin adat). 3.
Disamping itu perlu dilakukan studi perbandingan, maksudnya masyarakat Aceh perlu dibawa studi perbandingan melihat keberhasilan daerah lain agar terbuka pikiran mereka serta tidak larut dengan kehebatan masa lalunya. Dengan mereka melihat perkembangan daerah lain maka akan memotipasikan diri mereka untuk bekerja lebih giat.
90
4.
Untuk
menggugah bangkitnya semangat kerja masyarakat maka perlu digali
pepatah - pepatah lama atau ungkapan Aceh yang telah hilang yang berkaitan dengan semangat kerja. Ungkapan-ungkapan tersebut kemudian disosialisasikan kedalam masyarakat baik melalui penyuluhan-penyuluhan maupun melalui media massa. 5.
Untuk menunjang etos kerja masyarakat Aceh pihak yang terkait atau pemerintah perlu memberikan bantuan berupa modal maupun mempermudah urusan dalam mengurus sesuatu bentuk usaha. Modal merupakan suatu kendala yang sering kita jumpai dalam masyarakat sehingga semangat mereka melemah.
6.
Kemajuan dunia yang semakin pesat pemerintah perlu mengupayakan agar masyarakat Aceh yang sebagian besar hidup dibidang pertanian dan mereka umumnya menanam padi diarahkan agar mau menanam tumbuh-tumbuhan selain padi (palawija) agar adanya peragaman hasil penelitian. Serta perlu mencari beberapa jenis tanaman andalan ekspor sebagai pengganti komoditi lada yang pernah membawa nama Aceh terkenal dalam pencaturan ekonomi dunia pada abad ke 19.
7.
Masyarakat Aceh perlu dirubah pola pikir dan pola tindak yang mengarah kerja hanya untuk cukup makan. Kemajuan teknologi kebutuhan manusia semakin meningkat. Oleh karena itu masyarakat Aceh juga harus dimotifasi untuk dapat hidup layak setara dengan bangsa-bangsa lain didunia.
8.
Kepedulian sosial yang tertanam dalam akar budaya masyarakat Aceh perlu dipupuk terus dan diwujudkan dalam kenyataan seperti kegemaran membayar zakat, kegemaran bersedekah dan sebagainya. Namun yang sangat penting diperhatikan adalah perlu usaha mencari pola pengolahan infak tersebut dengan manajemen yang tinggi dan penyalurannya tidak lagi terkesan meiepaskan masyarakat miskin hanya sesaat. A k a n tetapi bagaimana sekarang pemerintah mengupayakan agar dapat dijadikan modal usaha bagi masyarakat ekonomi agar ia juga dapat memotifasi dirinya untuk hidup lebih layak.
9.
Upaya pengoperasian dan pengolahan yang dilakukan Bank Muammalah perlu di dukung dan dikembangkan karena sangat membantu masyarakat kecil.;•
91
92
93
DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdullah Jamil "Konsep Kerja Menurut Islam", Mimbar Jumaat. 1994. Budisantoso.S, "Pembangunan Daan Sumber Daya Manusia, Kebudayaan, Pendidikan Dan Kerja", Majalah Kebudayaan No. 6 Depdikbud, Jakarta, 1993. Bustamin Siregar, "Iman Dab Etos Kerja", Suara Mesjid. Ichtijanto S A , H "Etos Kerja Islami Dalam Mewujudkan Manusia Yang Berkwalitas Dalam Pembangunan Bangsa", Santunan N o . 211 Kanwil Depag Daerah Istimewa Aceh, 1994. Jaswandi, "Etos Kerja Islam", Suara Mesjid, 1994 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1985. Rintangan-rintangan Mental Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia, Jakarta, 1969. Kremeer, J. Atjeeh, deel I-II, E . J Brill, Leiden, 1923. Muhammad Gade Ismail, "Etos Kerja Masyarakat Aceh di Bidang Pertanian Untuk Export Abad ke 19. Makalah Seminar Pembinaan Budaya Daerah, Kanwil Depdikbud. Daerah Istimewa Aceh, 1993. Muchtar Sarman "Etos Kerja Dan Budaya Bangsa", Media Indonesia, Jakarta, 1994. Snouck Hurgronje, C. Aceh Dimata Kolonialis, Yayasan Soko Guru, Jakarta, 1985. Siegel, James, The Rope of G o d , California University Press, Los Angeles, 1969. Syamsuddin, T D k k "Adat Istiadat Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Proyek Penilitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Jakarta, 1977/1978
94
Subkhan Assyafani, E . M . "Etos Kerja Islam" Suara Mesjid No.238, Jakarta 1994. Taufik Abdullah, (ed), Agama Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. LP3ES, Jakarta 1979. T.A. Sakti, "Etos Kerja Manusia Aceh", Santunan No. 209, Kanwil Depag Daerah Istimewa Aceh, 1994.
DAFTAR I N F O R M A N 1. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: KEUCHIK H A R U N SALIM : 59 tahun : Pensiunan Kuakec. : Desa Lamkawe
2. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Drs. H . M Husin Bintang : 53 tahun : Karyawan Kanwil Depag : Desa Lamkawe
3. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Keuchik Abdullah Ahmad : 57 tahun : Pensiunan Peg. Sipil A B R I : Desa Lamkawe
4. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Ibrahim Abdullah : 63 tahun : Pensiunan Veteran/Petani : Desa Lamkawe
5. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Basyiruddin Yahya : 49 tahun : Dagang : Desa Lamkawe
95
6. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Jamaluddin : 46 tahun : Kontraktor/Ketua L K M D : Desa Lamkawe
7. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Keuchik Budiman Daud : 50 tahun : Peg. Negeri/Kepala Desa : Desa Lamkawe
8. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Rahmawati : 33 tahun : Sekretaris Pokja P K K : Desa Lamkawe
9. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Jailani Hasyim : 40 tahun : Tukang Besi/Pande Besi : Desa Lamkawe
10. Nama Umur Pekerjaan Tempat tinggal
: Syamsuddin ; 35 tahun : Guru Sekolah Dasar] : Desa Lamkawe
96
DICETAK O L E H
'T. T U A N Z A BANDA A C E H