74
Ruzardi, Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap...
Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap Kerusakan Pantai (Studi Kasus Pulau Batam) 1
Ruzardi1 , Syaril Tamun2 dan Buana Rochman 3 Dosen Jurusan Sipil, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan UII, Yogyakarta 2 Dinas Depkimpraswil Surapada Propinsi Riau. 3 Konsultan dan Praktisi Lapangan. Abstract
Batam Island is very strategic location and the economic growth have been very fast, it has been made transportation of goods and service in port as absolute shuold be pay attention. Such the Batam Island Growth quickly has result to go up farm exploiting. The growth also result growth of high economic and resident enough, so that coastal area one of the imigrant resident dwelling location. The minim of infrastructure, abrasi and coastal bank erosion, floods gristle and house condition which improper dwell to society / impecunious resident which living coastal to alongside tend to to destroy natural coastal protection. For that require to be seen by factors influencing damage of the coastal protection. By the Random Sample Technique and use Method Analyse Factor and determination of rangking of each coastal damage to handling with Descriptive Statistical Methods ( getting average value) and Chi squar test. All Method use data qualitative which is altered to quantitative data. Result of research show coastal setlement area of natural Island Batam of damage because did not apply of straightening of law (inforcement low), and then followed by Amdal factor and Planning setlement. Key words: coastal damage cause
Sejalan dengan perkembangan ekonomi masyarakat, perdagangan antar daerah dan antar negara juga menunjukkan peningkatan baik dalam volume ataupun nilai barang yang diperdagangkan. Peningkatan perdagangan ini membawa dampak kepada peningkatan mobilitas manusia dan komoditas yang diperdagangkan baik barang ataupun jasa. Mobilitas manusia untuk pergi dari satu tempat ke tempat lainnya, selain bertujuan bersenang-senang (leisure) atau berwisata dan keperluan pribadi juga bertujuan untuk keperluan bisnis. Perjalanan bisnis yang dilakukan dengan membawa barang dagangan untuk dijual ke daerah tujuan, dan ketika kembali ke daerah asal membawa barang dagangan untuk dijual di daerah asal. Pelabuhan pantai merupakan prasarana untuk memperlancar gerakan arus manusia dan barang tersebut. Perkembangan Pulau Batam yang demikian cepat mengakibatkan naiknya pergerakan arus barang dan penumpang yang cukup pesat pula dan sudah pasti
LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004
ISSN: 1410-2315
Ruzardi, Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap...
75
memerlukan sarana pelabuhan yang baik. Perkembangan tersebut juga mengakibatkan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Data statistik pertumbuhan penduduk Kota Batam dalam kurun waktu 6 tahun (tahun 1992-1998) sebesar 15,61 % per tahunnya. Akibat tingginya nilai lahan, maka kawasan pantai mengalami peningkatan pemanfaatan selaras dengan perkembangan pembangunan. Hal ini karena pendudukan kawasan pantai oleh masyarakat pendatang maupun masyarakat asli setempat cenderung tidak terencana dengan baik, bahkan kadangkala dapat merusak perlindungan pantai alami yang sudah ada. Apabila hal ini tidak dikendalikan maka akan terjadi perkembangan kawasan pantai yang tidak terkendali, dan akan terjadi kerusakan kawasan pantai yang disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia itu sendiri yang pada akhirnya manusia itu sendiri akan terkena dampaknya. Oleh karena itu maraknya pembangunan di Pulau Batam (waterfront city, kobahari, reklamasi) dan pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali maka perlu dicari faktor yang dominan pengaruhnya terhadap kerusakan pantai. Tujuan Penelitian Beradasarkan uraian di atas maka tujuan peneltian adalah untuk mencari fakktor penyebab uatama terhadap kerusakan kawasan pantai menurut persepsi penduduk yang bermukim di kawasan pantai. Tinjauan Pustaka Permasalahan dan ruang lingkup pengelolaan pantai semakin bertambah dari tahun ke tahun. Dalam rangka menentukan tingkat prioritas pengamanan dan perlindungan daerah pantai, penentuan peringkat selalu dikaitkan dengan sumberdaya dan berbagai fasilitas yang ada di daerah pantai tersebut. Kawasan yang padat penduduknya, banyak fasilitas umum (jalan raya, masjid, gereja, pasar), dan merupakan kawasan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi untuk mendapatkan perlindungan dan pengamanan. Sedangkan kawasan yang kosong, sumber material, bukit pasir, dan hutan mendapatkan peringkat yang rendah. Menurut Nur Yuwono (1997), berkembangnya beberapa daratan pantai menjadi daerah permukiman nelayan yang kurang teratur menjadikan permasalahan pantai semakin kompleks. Pada beberapa tempat terdapat penebangan bakau untuk keperluan pemanfaatan lahan atau penambangan karang untuk keperluan pembangunan. SECON (1998) dalam Nur Yuwono (1998) menyebutkan beberapa permasalahan pantai yang saat ini dihadapi dan dicari solusinya, antara lain: permasalahan fisik, permasalahan hukum, permasalahan sumber daya manusia (SDM), permasalahan institusi, dan permasalahan implementasi pengelolaan daerah pantai. Hasil kajian Indah Karya (1993) dan Secon (1998), mengklasifikasikan kerusakan daerah pantai dalam kategori (Ringan, Sedang, Berat, Amat Berat, dan Amat Sangat Berat), bentuk-bentuk kerusakan ini dapat dikenali di lapangan seperti: 1. Pantai berpasir atau lunak (erosi), seperti: perubahan garis pantai, gerusan di kaki bangunan, daerah yang terkena erosi/gerusan dan pengaruhnya terhadap daerah lain. 2. Pantai berbatu/bangunan (abrasi), seperti: abrasi di batuan, abrasi di tembok laut dan daerah yang terkena abrasi dan pengaruhnya terhadap daerah sekitar. 3. Sedimentasi dan pendangkalan muara, seperti: lamanya muara tertutup, pembukaan muara dan daerah yang terkena sedimentasi dan pengaruh sedimentasi.
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004
76
Ruzardi, Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap...
4.
Kerusakan lingkungan pantai, seperti: permukiman, kualitas air laut, terumbu karang, hutan mangrove dan bangunan bermasalah. Khusus pantai-pantai yang berada di lokasi pemukiman padat penduduk kerusakan pantai tidak hanya disbabkan oleh sifat-sifat alam, tetapi perilaku manusia yang bermukim di sekitar pantai tersebut dapat juga menimbulkan kerusakan. Menurut Depkimpraswil (2002), bahwa permukiman kumuh yang terletak di tepi/pinggir atau sekitar pantai, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan atau mata pencaharian lain yang terkait dengan nelayan, misalnya pedagang ikan, pengolah ikan, dan hasil laut lainnya cenderung menjadikan kawasaan pantai rusak dari bentuk alami. Ciri ini bermula dari permukiman kumuh yang disebabkan oleh kondisi topografi atau tingkat kemiringan rendah yang mengakibatkan tidak berfungsinya saluran drainase dan terjadinya genangan air pada musim penghujan serta kadang-kadang terjadi rob dan abrasi pantai yang dapat mengganggu aktifitas penduduk dan mengurangi luasan lahan. Sebab lainnya adalah kualitas air tanah yang rendah dan aktifitas usaha (misalnya: pengolahan ikan) yang belum terpisah/masih menjadi satu dengan rumah tinggal sehingga menjadikan lingkungan perumahan menjadi kotor. Ciri lain adalah tidak menentunya tingkat pendapatan mereka karena terkait dengan musim sehingga mempengaruhi kemampuan mereka dalam memperbaiki rumah. Pembuatan talud untuk mencegah rob dan banjir, pembuatan bangunan penahan gelombang misalnya break water, groin dan penanaman mangrove untuk mencegah terjadinya abrasi kadangkala menemui kegagalan akibat keimiskinan ini. Penelitian lainnya di Kabupaten Pati mendapati kerusakan kawasan pantai sepanjang 60 kilometer, yang membujur dari Kecamatan Puncel sampai Kecamatan Batangan, yang semakin parah. Kondisi ini ditandai dengan rusaknya tanaman bakau (mangrove) serta bibir pantai yang terus tergerus. Akibatnya, garis pantai makin berkurang beberapa meter dalam beberapa tahun belakangan ini. Kerusakan kawasan pantai ini sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Kecuali faktor alam, faktor yang lebih dominan penyebab kerusakan itu justru datang dari kalangan penduduk setempat yaitu dengan aktifitas penduduk penebangan hutan bakau (Kompas, 2003). Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, meneliti untuk menganalisa kerusakan pantai Mangunharjo. Hasilnya, kondisi pantai Mangunharjo sebelum pembangunan pabrik kayu yang menjorok ke laut dan pembelokan Sungai Wakak, relatif stabil. Abrasi masih diimbangi akresi (penimbunan sedimen yang menyebabkan penambahan daratan). (Kompas, 2003). Bali Post, 2003, menyoroti kerusakan lingkungan di sekitar pantai Bali Barat. Kerusakan itu terjadi karena beberapa faktor. Selain diakibatkan oleh alam, tidak sedikit pula dipengaruhi oleh sikap dan perilaku manusia di sekitarnya. Mereka melakukan perusakan lingkungan pantai secara tidak sengaja. Misalnya, mencari batu secara liar, menggali pasir, serta kegiatan lainnya. Aksi penebangan kayu semena-mena di hutan, juga mempercepat rusaknya lingkungan pantai. Penggalian pasir dan pencarian batu di pantai juga sebagai penyebab. Begiitu juga halnya di luar negeri, Kota Maryland yang terkenal dengan kota pantainya yang telah dibangun sejak tahun 1920-an, telah menunjukkan dampaknya terhadap kerusakan pantai. Walaupun kota pantai ini telah diproteksi dengan konstruksi bangunan “jetti”, namun kwerusakan pantai terhadap erosi dan banjir telah melebihi batas kewajaran, sehingga banyak menimbulkan kerusakan areal pemukiman.
LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004
ISSN: 1410-2315
77
Ruzardi, Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap...
Lokasi Penelitian Secara geografis, wilayah studi di kawasan Pantai Pulau Batam terbentang antara 0o.55’ LU – 1o.55’ LU dan 103 o.45’ BT – 104o.30’ BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: · Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Singapura. · Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Bintan Utara dan Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Kepulauan Riau. · Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Senayang, Kabupaten Kepulauan Riau. · Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Moro dan Kecamatan Karimun, Kabupaten Karimun. Lokasi penelitian pada 3 (tiga) kecamatan dari 8 (delapan) kecamatan yang ada di Kota Batam, yaitu: Kecamatan Sekupang di Kelurahan Tanjung Riau, Kecamatan Lubuk Baja di Kelurahan Tanjung Uma, dan Kecamatan Batu Ampar di Kelurahan Sei Jodoh. Lokasi penelitian tersebut berada di kawasan pesisir sepanjang pantai Pulau Batam khususnya perkampungan Melayu yang bermukim di daerah pantai.
Tj Uma
Sei Jodoh
Tj Riau
Gambar 1 Peta lokasi penelitian non skala Sumber: Atlas Kotamadya Batam Metode Penelitian Metode Statistik Deskriptif Statistik Deskriptif adalah metode statistik yang digunakan untuk mencari rangking (ranking) tiap penyebab kerusakan kawasan pantai dari sekumpulan data responden, maka didapatlah urutan ranking kerusakan dalam bentuk nilai (value). Cara analisis datanya adalah sebagai berikut: 1. Persepsi responden dalam penentuan penyebab kerusakan pantai dengan merubah data kualitatif menjadi data kuantitatif sebagai berikut: Kategori Sangat Tidak Penting (STP) nilai 0; kategori Tidak Penting (TP) nilai 1; kategori Cukup (C) nilai 2; kategori Penting (P) nilai 3; kategori Sangat Penting (SP) diberi nilai 4;
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004
78
Ruzardi, Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap...
2.
Rangking pada jawaban responden, dianalisis dengan indeks kepentingan berdasarkan nilai rata-rata (mean) dari jawaban responden yang rumusnya sebagai berikut: 5
Mean =
i 1
Dengan: n Xi ai
ai X i n
= jumlah responden = frekuensi responden dari setiap persepsi = nilai atas persepsi yang diberikan (0,1,2,3,4) Penilaian pada harga rata-rata dibuat batasan sebagai berikut:
2
2 f o f h
fh
harga rata-rata l < 0,5 dianggap Sangat Tidak Penting, harga rata-rata 0,5 £ l < 1,5 dianggap Tidak Penting, harga rata-rata 1,5 £ l < 2,5 dianggap Cukup, harga rata-rata 2,5 £ l < 3,5 dianggap Penting, harga rata-rata 3,5 £ l < 4 dianggap Sangat Penting. 3. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi responden dipakai metode chi kuadrat: dimana: l2 = Chi square (hasil nilai tes statistik yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan random sampelnya) fo = frekuensi yang diperoleh dari pengamatan (observasi) sampel fh = frekuensi yang diharapkan dalam sampel (expected value) å = Sigma = jumlah nilai Jika chi-square hitung < chi-square tabel, maka Ho diterima. Selain itu bisa juga berdasarkan probabilitas yang dinyatakan dengan angka asymptotic significance. Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima, jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak. Untuk mempercepat langkah kerja dalam perhitungan dipakai bantuan program SPSS Versi R 10 (Statistical Package for Social ScienceRelease 10). Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan dua cara, yaitu: Data primer dilakukan dengan menggunakan metode wawancara (dengan dipandu oleh kuesioner yang disusun secara sistematis). Data sekunder berupa data-data pendukung instansional (demografi/ kependudukan, produk studi-studi yang relevan), kajian tentang sosial budaya masyarakat (strata, status, perilaku, interaksi sosial dan sebagainya) dan peta-peta yang ada. Jumlah sampel ditentukan oleh dua hal, pertama tingkat ketelitian/presisi yang akan diambil, kedua teknik analisis yang akan digunakan (dalam hal ini teknik analisis yang digunakan adalah Analisis Faktor). Teknik sampling yang digunakan adalah teknik acak/random bertingkat (Stratified Random Sampling). Alasannya disebabkan kondisi kawasan penelitian sebagian besar merupakan kawasan permukiman yang tidak merata. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil olah data dari 200 kuesioner yang dijalankan dipangan dengan 11 item pertanyaan yang berkorelasi dengan program pengamanan terhadap kerusakan pantai, menurut persepsi penduduk pemukim, dideskripsikan dalam Tabel 1 di bawah.
LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004
ISSN: 1410-2315
79
Ruzardi, Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap...
Hasil menunjukkan bahwa kerusakan pantai terjadi adalah disebabkan tidak terdapatnya pemberian sangsi (low inforcement ), hukuman, denda, bagi pengguna kawasan pantai yang menimbulkan dampak negatif terhadap ingkungan pantai. Kemudian peringkat kedua adalah dikarenakan oleh pengadaan instrumen AMDAL, UKL, UPL, Program Kali Bersih, Pantai Lestari dan sistem pembuangan limbah perkotaan (padat & cair) yang kurang berfungsi. Hal yang menarik dari temuan ini bahwa ternyata menurut masyarakat bahwa penataan kawasan permukiman pantai (faktor kerusakan lingkungan pantai) sebagai desa nelayan percontohan juga menjadi penyebab kerusakan. Temuan ini boleh jadi perencana pemukim kawasan pantai selama ini di Pulau Batam kurang mempunyai sumber daya yang bagus, sehingga berdampak negatif pada pantai. Kemudian pringkat ke empat masyarakat menghendaki bahwa perlindungan pantai buatan (artificial) juga mempengaruhi terhadap kerusakan pantai. Penataan fasilitas umum di kawasan pantai/pesisir dan sosialisasi UU dan Peraturan (baik Perpem maupun Perda) dalam pengelolaan kawasan dan permukiman penduduk pantai terhadap implementasi konsep ICZM-SD, adalah hal yang paling tidak berpengaruh terhadap kerusakan pantai. Jika dihubungkan dengan hal yang paling berpengaruh masyarakat kelihatannya sudah menghendaki tindak nyata dalam aspek perundangundangan jadi bukan hanya pada tingkat sosialisasi. Dan kelihatannya item ini hampir sejalan dengan pendapat para pakar dan pengamat nansional bahwa persoalan negara Indonesia adalah persoalan penegakan hukum.
Tabel 1 Peringkat item program pengamanan kawasan pantai Pulau Batam NO
KEGIATAN
A
Realisasi sempadan pantai untuk konservasi dan pengamanan tebing pantai di sepanjang kawasan permukiman dari ancaman dari bahaya abrasi, erosi, sedimentasi, pendangkalan muara sungai serta bangunan bermasalah (Permasalahan Fisik)
MEAN
Peringkat
1.
Perlindungan pantai alamiah
3.007
9
2.
Perlindungan pantai buatan (artificial)
3.460
4
3.
Peningkatan jalan pantai sebagai akses penduduk kawasan pantai
3.225
6
B
Penataan fasilitas umum di kawasan pantai/pesisir
2.649
11
C
Pengadaan Lembaga (Institusi pengelola) dalam penataan permukiman kawasan pantai guna peningkatan SDM di bidang pengelolaan pantai
3.110
7
D
Penyuluhan kepada masyarakat kawasan pantai tentang pentingnya arti menata permukiman serta dampak yang ditimbulkannya
3.010
8
E
Sosialisasi UU dan Peraturan (baik Perpem maupun Perda) dalam pengelolaan kawasan dan permukiman penduduk pantai terhadap implementasi konasep ICZM-SD
3.000
10
F
Koordinasi antar instansi terkait dalam hal pengelolaan pantai dan lingkungannya dengan kawasan permukiman penduduk di daerah pantai (pengaturan tata guna lahan di daerah pantai)
3.230
5
3.505
3
G
Penataan kawasan permukiman pantai (faktor kerusakan lingkungan pantai) sebagai desa nelayan percontohan
H
Pemberian sangsi (low inforcement), hukuman, denda, bagi pengguna kawasan pantai yang menimbulkan dampak negatif terhadap ingkungan pantai
3.885
1
I
Pengadaan instrumen AMDAL, UKL, UPL, Program Kali Bersih, Pantai Lestari dan sistem pembuangan limbah perkotaan (padat & cair)
3.740
2
Sumber: hasil Pengolahan Data
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004
80
Ruzardi, Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap...
Kesimpulan 1. Dengan anggapan bahwa kawasan permukiman pantai adalah adalah dapat merusak kawasan pantai hal ini dapat diterima, tetapi kerusakan ini lebih disebabkan olleh tidak terdapatnya penegakan hukum dan kurangnya sumber daya manusia yang handal untuk merencana kawasan tersebut. 2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 60 % pemukim di kawasan pantai Pulau Batam menginginkan suatu perbaikan kondisi lingkungan, hal ini ditunjukkan oleh persepsi pemukim terhadap kualitas lingkungan tempat tinggalnya yang dibuktikan dangan metode statistik Analisa Faktor. Saran 1. Studi lebih lanjut yang diperlukan harus dapat memahami tentang layak tidaknya suatu kawasan permukiman pantai, metoda yang dilakukan melalui perencanaan partisipatif dengan pendekatan bottom up haruslah menjadi acuan utama. Pemahaman lain tentang kawasan permukiman pantai adalah merupakan suatu hal yang sifatnya paradoks, artinya kacamata pengambil keputusan suatu kawasan dapat dikategorikan suatu kawasan tidak layak tetapi bagi si pemukim belum tentu kawasan tersebut tidak layak. 2. Sudah banyak teori dan opini tentang kawasan layak huni atau tidak (kumuh) maka diharapkan studi lanjutan dapat menjabarkan dan menetapkan standar baku permukiman kawasan layak huni dan kumuh di kawasan permukiman pantai khususnya pantai Pulau Batam. Metoda yang dilakukan melalui perencanaan partisipatif dengan pendekatan bottom up haruslah menjadi acuan utama.
Pustaka Acuan Andi Offset, PT 2003, 10 Model Penelitian Dan Pengolahannya Dengan SPSS Versi 10,01, Wahana Komputindo, Yogyakarta Nur Yuwono, 1998, Dasar-Dasar Penyusunan Master Plan Pengelolaan Dan Pengamanan daerah Pantai (Integrated Coastal Zone Management For Sustainable Development), Materi Kuliah Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil Minat Studi Teknik Pantai, Kelautan dan Pelabuhan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Nur Yuwono, 1997, Pengelolaan Daerah Pantai Terpadu (Integrated Coastal Zone Management), Pusat Antar Universitas – Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Indah Karya, 1993, Perencanaan Pola Pembangunan Jangka Panjang Daerah Pantai di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Indah Karya, 1993, Perencanaan Pola Pembangunan Jangka Panjang Daerah Pantai di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Kompas, 2003. Parah, Kerusakan Pantai di Pati Kompas, 2003. Tambak-tambak yang Terkoyak di Pantura
LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004
ISSN: 1410-2315
81
Ruzardi, Persepsi Pemukim di Kawasan Pantai terhadap...
Samsubar Saleh, 1988, Statistik Induktif, Edisi Kedua, Penerbit Liberty, Yogyakarta SECON, CV., 1998, Masterplan Pengamanan Daerah Pantai Sulawesi Utara, Proyek Pengamanan Daerah Pantai Sulawesi Utara, Departemen Pekerjaan Umum Singgih Santoso, 2003, SPSS Statistika Parametrik, PT Elex Media Komputindo, Gramedia - Jakarta Singgih Santoso, 2003, SPSS Statistika Non Parametrik, PT Elex Media Komputindo, Gramedia - Jakarta http://pubs.usgs.gov/circ/c1075/conflicts.html: Ocean City—An Urbanized Barrier Island Surat Kabar Bali Post, 2003, Abrasi di Jembrana Memprihatinkan
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004