Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
10 Pages
ISSN 2302-0253 pp. 53- 62
PENILAIAN TINGKAT KERUSAKAN PANTAI DAN PRIORITAS PENANGANANNYA (Studi Kasus Pada Satuan Wilayah Pengamanan Pantai (SWPP) Banda Aceh) Lisadianti1,Ella Meilianda2, Masimin3 1) Magister
Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
[email protected] Abstract :Coastal area problem is the occurrence of coastal damage because of both natural factors such as hydro-oceanographic processes effect and human activities. The assessment of coastal damage level is a part of planning in one of the coastal management aspects that is protection/security aspect in the context of regulation, prevention, protection and rehabilitation of land, building and public infrastructure in coastal area. The assessment of coastal damage level required to determine coastal damage priority needing immediate handling. The objective of this research is to assess the damage level in coastal area and the handling priorities with the case study of Banda Aceh Coastal Protection Area Unit (Banda Aceh SWPP). The research methodology includes data collection, data analysis, rating of coastal damage level and interest level, and determining the handling priority. The analyzed parameters include the environmental damage type, damages caused by erosion, abrasion and building failure/collapse. Based on the assessment results of coastal area damage, interest level, handling priority determination found that the coastal damage for the environmental damage type is; Segment I is in priority A (highly preferred). Segment V and VI are in priority C (preferred), while segment II, III, IV are in priority D (less preferred). For the damages caused by erosion/abrasion and building failure/collapse, the segment III, IV, V and VI are in priority A (highly preferred). Segment II is in priority C (preferred) and Segment I is in priority D (less preferred). Handling recommendations are infrastructure rehabilitation and maintenance, residential and infrastructure growth control in coastal areas, especially in the coastal border area. It is needed an adjustment for damage assessment rating of mangrove destruction level adapted to mangrove conditions in Banda Aceh Coastal area, and periodicly monitoring of the erosion rate as well as rehabilitation and maintenance of coastal protection constructions Keywords: coastal damage level, coastal handling priority Keywords: Abstrak: Permasalahan daerah pantai adalah terjadinya kerusakan pantai baik karena faktor alami seperti pengaruh proses hidro-oseanografi maupun karena aktivitas manusia. Penilaian tingkat kerusakan pantai merupakan bagian dari perencanaan pada salah satu aspek pengelolaan pantai yaitu aspek perlindungan/ pengamanan dalam rangka pengaturan, pencegahan, perlindungan dan rehabilitasi kerusakan lahan, bangunan, dan prasaran umum di daerah pantai. Penilaian tingkat kerusakan pantai dibutuhkan untuk menentukan prioritas kerusakan pantai yang memerlukan penanganan segera. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian tingkat kerusakan daerah pantai dan prioritas penanganannya dengan studi kasus pada Satuan Wilayah Pengamanan Pantai Banda Aceh (SWPP Banda Aceh). Daerah pantai SWPP Banda Aceh dibagi menjadi 6 segmen pantai sesuai batas administrasi desa yang berbatasan dengan garis pantai untuk dilakukan penilaian kerusakan pantai. Metodologi penelitian meliputi kegiatan pengumpulan data, analisis data, pembobotan tingkat kerusakan daerah pantaidan tingkat kepentingan, serta penentuan prioritas penanganannya. Parameter-parameter kerusakan pantai yang dianalisis meliputi jenis kerusakan lingkungan, kerusakan akibat erosi, abrasi dan kerusakan/kegagalan bangunan. Berdasarkan hasil penilaian kerusakan daerah pantai, penilaian tingkat kepentingan dan penentuan prioritas penanganan, didapatkan bahwa kerusakan daerah pantai untuk jenis kerusakan lingkungan adalah;segmen I berada pada prioritas A (sangat diutamakan). Segmen V, dan VI berada pada prioritas C (diutamakan), sedangkan segmen II, III, IV berada pada prioritas D (kurang diutamakan). Pada jenis kerusakan akibat erosi/abrasi dan kegagalan/keruntuhan bangunan, segmen III, IV, V dan
53 -
Volume 4, No. 2, Mai 2015
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala VI berada pada prioritas A (amat sangat diutamakan). Segmen II berada pada prioritas C (diutamakan) dan segmen I berada pada prioritas D (kurang diutamakan). Penanganan yang disarankan adalah rehabilitasi dan pemeliharaan infrastruktur, pengendalian pertumbuhan pemukiman dan bangunan di daerah pantai, terutama daerah sempadan pantai. Perlu adanya penyesuaian pembobotan penilaian kerusakan pada parameter kerusakan mangrove yang disesuaikan dengan kondisi mangrove di pantai Banda Aceh, serta pemantauan laju erosi secara berkala serta rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan pelindung pantai. Kata Kunci: tingkat kerusakan pantai, prioritas penanganan pantai
kejadian tsunami dan penurunan massa daratan
PENDAHULUAN Kerusakan pantai atau penurunan sumber
pada morfologi pantai dalam sebuah abad dapat
daya pantai dapat terjadi secara alamiah
menjadi sepuluh kali lebih besar daripada
maupun akibat aktivitas manusia. Kerusakan
dampak kenaikan muka laut yang mengemuka
pantai secara alamiah dapat disebabkan oleh
akibat perubahan iklim global.
adanya pengaruh proses hidro-oseanografi serta
Yuwono (1998) menjelaskan penilaian
isu global saat ini yaitu dampak dari tren
kerusakan
perubahan iklim yang memicu bahaya kenaikan
perencanaan pada aspek perlindungan dan
muka air laut (Sea Level Rise) dan variabilitas
pengamanan pantai tersebut.
iklim musiman (El Niño, gelombang badai, dan kejadian ekstrim laut lainnya).
pantai
merupakan
bagian
dari
Penilaian tingkat kerusakan dibutuhkan untuk menentukan prioritas kerusakan pantai
Daerah pantai Banda Aceh tidak terlepas
yang memerlukan penanganan segera. Prioritas
dari permasalahan umum pantai. Kerusakan
perlindungan dan pengamanan akan diberikan
bangunan pelindung pantai yang telah ada bisa
pada
terjadi,seperti
Harian
kepentingan yang tinggi berkaitan dengan jiwa
Serambi Indonesia (2013), di Desa Deah Raya,
dan perekonomian daerah yang vital. Penentuan
diberitakan
dalam
Kecamatan Syiah Kuala terjadi abrasi pantai dimana batu-batu besar dari tanggul pelindung pantai
berserakan
dan
terbuka,
sehingga
menyebabkan air laut masuk ke kawasan desa/gampong, halaman rumah warga, dan badan jalan yang tidak ada penahan. Kerusakan mangrove sebagai ekosistem yang melindungi
kawasan
prioritas
pantai
penanganan
dengan
kerusakan
tingkat
pantai
dibutuhkan dalam perencanaan pengelolaan perlindungan dan pengamanan pantai yang merupakan bagian dari manajemen pengelolaan pantai
terpadu
(Integrated
Coastal
Zone
Management).
biota pantai juga terjadi pada daerah pantai Banda Aceh. Selain itu Pantai Banda Aceh termasuk
KAJIAN KEPUSTAKAAN Konsep
Pengelolaan
Daerah
Pantai
pantai yang berada di wilayah tektonik.
(Integrated Coastal Zone Management -
Wilayah ini rawan terhadap bencana ekstrem
ICZM)
seperti gempa bumi dan tsunami. Menurut
Menurut Post dan Lundin (1996) dalam
Meilianda (2009), kerusakan pantai yang
Yuwono
(1998),
konsep
pengelolaan
diakibatkan oleh kemungkinan terulangnya
pantaimerupakan pengelolaan terpadu dengan Volume 4, No. 2, Mai 2015 - 54
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala berbagai sektor dan kepentingan. Pengelolaan
Penyusunan Pedoman Penilaian Kerusakan
ini biasa disebut pengelolaan daerah pantai
Pantai dan Prioritas Penanganannya oleh PT.
terpadu yang berkesinambungan.
Geo Sarana Guna (2008) memodifikasi kriteria
Pengelolaan pantai yang disampaikan oleh Gayo (1992) dalam Yuwono (1998), adalah
meliputi
pembinaan
tiga
dan
aspekyaitu:
kerusakan pantai pada studi terdahulu sesuai dengan kondisi daerah pantai yang ditinjau.
aspek
pengawasan,
aspek
pembangunan dan pengembangan, serta aspek perlindungan dan pengamanan.
Bobot Tingkat Kerusakan dan Tingkat 3 Kepentingan Litbang Pengairan dalam Yuwono (1998) menggunakan pembobotan tingkat kerusakan dengan skala 50 sd 250 dengan perincian
Kriteria Kerusakan Pantai Menurut
Yuwono
(1998),
dalam
seperti pada Tabel 1. Penelitian ini hanya
menentukan tingkat perubahan pantai yang
menilai
jenis
kerusakan
lingkungan
dan
dapat dikategorikan kerusakan daerah pantai
erosi/abrasi dan kerusakan/kegagalan bangunan.
diperlukan suatu tolok ukur agar supaya penilai perubahan pantai dapat lebih obyektif dalam
Tabel 1 Bobot Tingkat Kerusakan
penentuan tingkat kerusakan tersebut. Perlu keahlian khusus sehingga dapat melakukan "engineering judgment " yang andal dalam
Tingkat Kerusakan
melihat suatu perubahan yang terjadi di daerah pantai. Kriteria kerusakan pantai yang akan dipergunakan
di
dalam
pengelolaan
daerahpantai ini dikembangkan dari kriteria yang diusulkan pada studi terdahulu yaitu Perencanaan
Pola
Pembangunan
Jangka
Panjang Daerah Pantai di Indonesia (Indah Karya 1993 dalam Yuwono 1998) yaitu :
R (Ringan) S (Sedang) B (Berat) AB (Amat Berat) ASB (AmatSang at Berat)
Jenis Kerusakan Erosi/ Abrasi dan LingKerusaka kungan n/Kegaga lan Banguna n 50 50 100 100 150 150
Sedime ntasi dan Pendan gkalan 50 100 150
200
200
200
250
250
250
Sumber : Yuwono (1998)
a. Pengurangan daerah pantai : 1.
pengurangan daerah pantai berpasir pengurangan
daerah
kepentingan
adalah
berupa
koefisien pengali bobot kerusakan pantai
atau lunak disebut erosi, 2.
Tingkat
pantai
berbatu/bangunan disebut abrasi
dimana prioritas perlindungan dan pengamanan akan diberikan kepada tingkat kepentingan
b. Sedimentasi dan pendangkalan muara.
yang paling tinggi yaitu yang berkaitan dengan
c. Kerusakan Lingkungan Pantai
jiwa dan perekonomian daerah yang vital.
Satuan Kerja Pembinaan Pelaksanaan Teknis Rawa dan Pantai Semarang cq. Proyek 55 -
Volume 4, No. 2, Mai 2015
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Penentuan Prioritas Penanganan Prioritas
kerusakanpantai
Segmen II
sistem
lama
Segmen III
Pembangunan
Jangka
Segmen IV
Panjang Daerah Pantai di Indonesia”(Indah
Segmen V
Karya (1993) dalam Yuwono (1998)) yang telah
Segmen VI
dengan
penanganan
Segmen I
menggunakan
(“Perencanaan
Pola
dilakukan analisis sensitivitas oleh PT. Geo Sarana Guna (2008) maka prioritas penanganan
Parameter L-1 (jumlah rumah dan bangunan yang berada 100 meter dari garis pantai)
pantai dapat dikelompokkan menjadi: 1.Prioritas A (amat sangat diutamakan): bobot >
Parameter L-1 diperoleh dari peta vektor digitasi rumah dan bangunan berdasarkan citra
300 2.Prioritas B (sangat diutamakan): bobot 226-
satelit 2011 resolusi (0.6 x 0.6) m dari Quickbirddan citra satelit 2014 resolusi (0.5 x
300 3. Prioritas C (diutamakan):bobot 151-225
0.5) m dari Quickbird. Interpretasi visual rumah
4. Prioritas D (kurang diutamakan): bobot 76-
yang berada 100 meter dari garis pantai tahun
150
2014 bersumber dari pengamatan langsung dan
5. Prioritas E (tidak diutamakan): bobot< 75
wawancara
di
lokasi
dilengkapi
dengan
koordinat lokasi dan foto dokumentasi pada METODE PENELITIAN
rumah yang terindikasi terhempas gelombang
Lokasi Penelitian Lokasi
penelitian
tinggi. Pengolahan data dilakukan dengan ini
berada
pada
sepanjang daratan pantai yang termasuk dalam wilayah administrasi Kota Banda Aceh dimana pada daerah pemukiman dan perkotaan arah tegak lurus pantai ditentukan sejauh lebih kurang 2 kilometer dari garis pantai
menggunakan bantuan software ArcGIS versi 10.1. Analisis penilaian kerusakan pantai pada parameter L-1 dilakukan berdasarkan tolak ukur dan bobot kerusakan pantai dari Yuwono (1998), disesuaikan dengan kondisi pantai Banda AcehTahun 2014. Parameter L-4(ketebalan mangrove yang tersisa) Parameter L-4 diperolah dari data vektor poligon luas mangrove tahun 2010 bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh dan digitasi poligon luas mangrove tahun 2014 dari Yayasan Gajah Sumatera Tahun 2013
Gambar 1 Batas Wilayah Kajian
yang dilengkapi dengan digitasi poligon luas mangrove berdasarkan citra satelit Kota Banda Volume 4, No. 2, Mai 2015 - 56
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Aceh 2014 yang dilakukan penulis. Pengolahan
resolusi (0.6 x 0.6) m dan citra satelit Quickbird
data dilakukan dengan menggunakan bantuan
Kota Banda Aceh tahun 2014 dengan resolusi
software ArcGIS versi 10.1 sehingga didapatkan
(0.5
ketebalan mangrove yang tersisa di setiap
wawancara semi terstruktur dengan responden
segmen. Analisis parameter L-4 dilakukan
untuk mendapatkan informasi kesesuaian laju
berdasarkan tolak ukur dan bobot kerusakan
mundurnya garis pantai di lokasi. Pengolahan
pantai dari Yuwono (1998), PT. Geo Sarana
data dilakukan dengan menggunakan bantuan
Guna (2008).
software ArcGIS versi 10.1 sehingga didapatkan
x
0.5)
m.
Selanjutnya
dilakukan
laju kemunduran garis pantai di setiap segmen. Parameter L-6 (tinggi genangan dan luas daerah yang tergenang akibat pasang/rob pada kawasan pemukiman)
Analisis
penilaian
kerusakan
pantai pada
parameter EA-1 dilakukan berdasarkan tolak ukur dan bobot kerusakan pantai dari Yuwono
Untuk mendapatkan tinggi genangan
(1998), PT. Geo Sarana Guna (2008).
digunakan teknik overlay batas ketinggian air pasang dengan DEM yang bersumber dari Photogrametri dari foto udara NORAD tahun 2005 dan SRTM (Shuttle Radar Tophography
Parameter EA-2 (visual kerusakan bangunan seperti keruntuhan bangunan,abrasi bangunan, bangunan miring, dan fungsi bangunan)
Mission) 30 meter Tahun 2013. Tinggi pasang didapatkan dari data rentang pasang surut yang bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Tahun 2011 yaitu sebesar 1.25 m sehingga tinggi pasang yang digunakan adalah0.625 m. Pengolahan
data
dilakukan
dengan
menggunakan bantuan software ArcGIS versi 10.1 sehingga didapatkan tinggi genangan akibat pasang di setiap segmen. Analisis penilaian kerusakan pantai pada parameter L-6 dilakukan berdasarkan tolak ukur dan bobot kerusakan pantai dari Yuwono (1998), PT. Geo Sarana Guna (2008). Parameter EA-1 (laju mundurnya garis pantai)
Parameter EA-2 diperoleh dari hasil interpretasi visual yang bersumber dari hasil pengamatan langsung di lokasi bangunan pantai dilengkapi dengan koordinat lokasi dengan menggunakan GPS dan foto dokumentasi. Analisis
penilaian
kerusakan
pantai pada
parameter EA-2 dilakukan berdasarkan tolak ukur dan bobot kerusakan pantai dari Yuwono (1998), dan disesuaikan dengan kondisi pantai Banda AcehTahun 2014. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembobotan parameter L-1 (jumlah rumah dan bangunan yang berada 100 meter dari garis pantai) Persentase perbandingan jumlah rumah
Parameter EA-1 diperoleh dari data
dan bangunan yang berada di sempadan pantai
vektor digitasi garis pantai pada citra satelit
dengan jumlah total rumah dan bangunan
Quickbird Kota Banda Aceh tahun 2011
seluruhnya per desa pinggir pantai (tahun 2014)
57 -
Volume 4, No. 2, Mai 2015
5
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala adalah sebagai berikut ; Ulee lheue : 21,5%;
pesisir pantai hanya mampu ditumbuhi oleh
Deah Baro : 0,5%; Gampong Pande : 3,3 %;
jenis mangrove yang bertipe pionir (Meilianda
Lampulo : 1,3%; Deah Raya : 14,65%; Alue
2005). Oleh karena itu hutan mangrove di
Naga : 0,84%., dengan kondisi rumah dan
pantai Banda Aceh mempunyai hutan dengan
bangunan tidak terhempas gelombang tinggi.
kerapatan jarang dengan ketebalan rerata antara
Berdasarkan
bobot
68-946 m (berdasarkan analisis spasial). Maka
kerusakanpantai, maka segmen I diberi nilai
dalam hal ini, merujuk pada tolak ukur dan
100, segmen II diberi nilai 50, segmen III diberi
bobot kerusakan pantai, bobot nilai kerusakan
bobot nilai 50, segmen IV dengan nilai 50,
yang diambil adalah 50 untuk semua segmen
segmen V diberi bobot nilai 50 dan segmen VI
pantai.
tolak
ukur
dan
diberi bobot nilai 50. Hasil dan pembobotan parameter (ketebalan mangrove yang tersisa)
L-4
Berdasarkan SK Presiden No. 32 Tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung jalur mangrove pantai minimal 130 kali ratarata pasang surut yang diukur ke darat dari titik terendah pada saat surut (Noor et al., 2012). Menurut Yuwono (1998) mengikuti peraturan SK Presiden No. 32 Tahun 1990 tersebut di atas, sempadan pantai pada daerah hutan mangrove yang
difungsikan
sebagai
buffer
zone,
ditentukan selebar 130 x P, dimana P adalah tunggang pasang surut (tidal range) rerata daerah tersebut. Bila mengikut peraturan ini, dengan tidal range rerata Banda Aceh sebesar 1,25 m maka penilaian bobot kerusakan mangrove
dengan
parameter
ketebalan
mangrove yang tersisa adalah berada pada daerah buffer zone yaitu sekitar 162,5 m dari titik terendahpada saat surut. Namun demikian, kondisi seperti tersebut di atas tidak berlaku secara umum untuk beberapa wilayah pantai di Indonesia, dalam hal ini termasuk wilayah
Hasil dan pembobotan parameter L-6 (tinggi genangan dan luas daerah yang tergenang akibat pasang/rob pada kawasan pemukiman) Hasil overlay data DEM dengan tinggi pasang menunjukkan bahwa tidak ada kawasan pemukiman yang tergenang. Hasil verifikasi lapangan
berdasarkan
hasil
wawancara
menunjukkan kerusakan terberat pada segmen I adalah di Gampong Deah Glumpang, terjadi genangan air pasang pada kawasan pemukiman penduduk pada daerah yang rendah, air pasang meluap dari saluran. Tinggi genangan lebih kurang 20 cm atau setengah lutut orang dewasa, maka bobot kerusakan yang diberikan adalah 150. Tidak terjadi genangan akibat pasang pada kawasan pemukiman penduduk pada segmen II, III, dan IV. Saluran induk ataupun tanggul pasang surut pada saat pasang tidak penuh ataupun melimpah, maka bobot kerusakan yang diberikan adalah 0 (tidak ada genangan). Kerusakan terberat pada segmen V adalah di Deah Raya, dimana saat terjadi pasang/rob air melimpah melewati puncak tembok laut dan membasahi jalan dan daerah pemukiman di
pantai Banda Aceh, dimana kondisi ekologis Volume 4, No. 2, Mai 2015 - 58
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala belakangnya, maka bobot kerusakan yang diberikan adalah 100. Di Alue Naga, saat terjadi pasang/rob air melimpah melewati puncak
Hasil dan pembobotan parameter EA-2 (visual kerusakan bangunan seperti keruntuhan bangunan,abrasi bangunan, bangunan miring, dan fungsi bangunan)
tembok laut dan membasahi jalan dan kebun Kerusakan terberat pada segmen I adalah
dibelakangnya, maka bobot nilai yang diberikan pada segmen VI adalah 100.
pada tembok laut Gampong Ulee lheue (Gambar 2) dengan kerusakan ringan 28,19%
Hasil dan pembobotan parameter EA-1 (laju mundurnya garis pantai) Hasil analisis perubahan garis pantai
dari total panjang tembok laut Desa Ulee lheue dan Gampong Pie, sehingga bobot yang diberikan adalah 50.Pada segmen II, kerusakan
pada citra didapatkan laju mundurnya garis
terberat
terjadi
pada
breakwaters
mulut
pantai per tahun pada segmen V adalah 2,5 m
pelabuhan Ulee lheue. Total panjang kerusakan
dan laju mundurnya garis pantai per tahun pada
adalah 15 meter atau 15 % dari 100 meter
segmen VI adalah 3,3 m. Hasil wawancara
panjang pias bangunan dimana kerusakan
dengan masyarakat di Deah Raya didapatkan
terjadi, sehingga nilai yang diberikan adalah
bahwa benar di lokasi pada hasil olah data citra
150.
satelit terjadi kemunduran garis pantai sejauh 67 m selama 6 tahun (2009-2014), sehingga kemunduran garis pantai Deah Raya per tahun adalah 1,2 m. Wawancara dengan masyarakat Alue Naga menunjukkan bahwa kemunduran garis pantai pada lokasi sesuai hasil olah data citra satelit menyatakan bahwa kemunduran garis pantai adalah 20 m selama tahun 20092014, dimana pertahun terjadi kemunduran
Gambar 2 Kerusakan ringan pada tembok laut Ulee Lheue
garis pantai sebesar 3,33 m.Berdasarkan hasil
Kerusakan terberat pada segmen III
wawancara dan merujuk tolak ukur dan bobot
adalah pada jetty Gampong Pande 45,5% dari
kerusakan pantai untuk segmen I, II, III, dan IV
total panjang jetty (Gambar 3), Merujuk pada
dianggap garis pantai stabil (ada bangunan
tolak ukur dan bobot kerusakan pantai, maka
pelindung pantai) dan diberikan penilaian bobot
nilai pada segmen III adalah200. Kerusakan
50. Segmen V diberikan penilaian bobot
terberat pada segmen IV adalah pada tembok
kerusakan 150 dan penilaian bobot kerusakan
laut Lampulo, dengan struktur bangunan hancur,
pada segmen VI adalah250.
sehingga diberi bobot 250.
59 -
Volume 4, No. 2, Mai 2015
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Penilaian tingkat kepentingan masingmasing segmen adalah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh 2009-2029yang telah disahkan dalam Qanun RTRW Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2009. Tingkat kepentingan diperlukan untuk penentuanprioritas penanganan pantai. Gambar 3 kerusakan struktur bangunan pada jetty Gampong Pande
Penentuan prioritas penanganan pantai
Kerusakanterberat pada segmen V adalah
Berdasarkanrekapitulasi bobot penilaian
tembok laut dengan struktur bangunan yang
pantai dan penilaian tingkat kepentingan setiap
telah hancur di Deah Raya (Gambar 4),
segmen pantai, maka hasil penentuan prioritas
sehingga nilai yang diberikan adalah 250.
penanganan pantai diberikanpada Tabel 3.
Demikian pula yang terjadi pada segmen VI
Berdasarkan
yaitu tembok laut dengan strukur bangunan
pantai, penilaian tingkat kepentingan dan
yang telah hancur berada di Alue Naga,
penentuan prioritas, untuk jenis kerusakan
sehingga nilai yang diberikan adalah250.
lingkungan
hasil
pembobotan
kerusakan
adalah;segmen I berada
pada
prioritas A (sangat diutamakan). Tidak adanya rumah
penduduk
yang
terkena
dampak
gempuran gelombang tinggi, menunjukkan masih baiknya fungsi bangunan pelindung pantai. Namun demikian, persentase rumah dan bangunan yang berada di sempadan pantai cukup besar dan sangat dekat dengan bangunan Gambar 4Struktur bangunan hancur pada tembok laut Deah Raya
Rekapitulasi
bobot
penilaian
setiap
segmen adalah pada Tabel 2:
Segmen Pantai
I II III 1V V VI
pemukiman
pantai.
Pertumbuhan
kawasan
perlu
mendapatkan
perhatian
pemerintah sesuai aturan dan pengendalian pembangunan wilayah pantai.
Tabel 2 Rekapitulasi penilaian kerusakan pantai (lihat juga Gambar 1) Erosi/Abrasi dan Kegagalan/Keru ntuhan Bangunan
Lingkungan
pelindung
L-1
L-4
L-6
EA-1
100 50 50 50 50 50
50 50 50 50 50 50
150 0 0 0 100 100
50 50 50 50 150 250
EA-2 50 150 200 250 250 250
Segmen II, III, dan IV untuk kategori kerusakan lingkungan berada pada prioritas D (kurang diutamakan), namun untuk kategori erosi/abrasi
dan
keruntuhan/kegagalan
bangunan segmen III dan IV berada pada prioritas A. Perhatian perlu diberikan pada adanya pemukiman yang dibangun di dalam kawasan mangrove Gampong Jawa (segmen III), Volume 4, No. 2, Mai 2015 - 60
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
masyarakat,
serta
Berdasarkan Kerusakan Lingkungan dan Tingkat Kepentinga n
perusakan tanggul pasang surut akibat tidak berfungsinya saluran pemukiman masyarakat.
Skor
cukup
besar
pada
mendapatkan
segmen
prioritas
A
V
dan
(amat
VI
Tingkat Pantai
sangat Lingkungan
diutamakan). Di Alue Naga (segmen VI), lokasi kemunduran garis pantai terjadi pada ujung revetment
yang
dipertimbangkan
telah
ada.
bahwa
bila
Perlu dibangun
bangunan pantai yang baru pada lokasi yang tererosi
dapat
menyebabkan
terganggunya
proses transpor sedimen sejajar pantai sehingga dapat “memindahkan” erosi pada lokasi diujung bangunan
berikutnya.
pengendalian
terhadap
Perlu
adanya
pembangunan
Kerusakan
Erosi/ Abrasi/ Kegagalan/ Keruntuh an Bangunan
1
2
3
Koefisien Ting-kat Kepentingan
dan adanya kemunduran garis pantai yang
Segmen
Kondisi kerusakan bangunan pelindung pantai
Berdasarkan Kerusakan Erosi/ abrasi, keruntuhan /kegagalan bangunanda n tingkat kepentingan
4
I
250
100
II
100
200
III
100
250
IV
100
300
V
200
350
VI
200
500
1,5 1,25 1,25 1,25 1,00 1,00
5
6
7
8
375
A
150
D
125
D
250
C
125
D
312,5
A
125
D
375
A
200
C
350
A
200
C
500
A
P rioritas
aktivitas
Jumlah skor 3x4
untuk
Prioritas
surut
Tabel 3 Penentuan prioritas penanganan (lihat juga Gambar 1)
Jumlah skor 2x4
adanya penggunaan bangunan tanggul pasang
dan
pemukiman di lokasi tersebut. Mangrove pada semua segmen terdiri dari tumbuhan pionir, yang mampu tumbuh dalam kondisi ekologis
2. Penanganan
yang
disarankan
adalah
rehabilitasi dan pemeliharaan infrastruktur seperti pintu air dan saluran, pengendalian perkembangan pemukiman dan bangunan di
pantai Banda Aceh. Bobot kerusakan pada
daerah pantai, serta pemberlakuan daerah
parameter
perlu
sempadan pantai dengan ketat . Selain itu
penyesuaian kembali sesuai dengan kondisi
perluadanya pemantauan laju erosi secara
Banda Aceh. Memerlukan multi disiplin ilmu
berkala serta rehabilitasi dan pemeliharaan
dan lintas instansi dalam menentukan bobot
bangunan
penilaian kerusakan mangrove.
diperhatikan
ketebalan
mangrove
ini
bangunan
pelindung solusi akibat
pantai.
terhadap tidak
Perlu
perusakan berfungsinya
KESIMPULAN DAN SARAN
infrastruktur seperti saluran yang dilakukan
Kesimpulan
olehmasyarakat.
1. Prioritas utama untuk penanganan jenis kerusakan lingkungan adalah pada segmenI,,
Saran
sedangkan
VI
1. Perlu adanya penyesuaian tolak ukur dan
untuk
bobot kerusakan pantai pada penilaian bobot
segmenIII,
merupakanprioritas
IV, V,
dan
utama
penangananerosi/abrasi keruntuhan/kegagalan bangunan pantai. 61 -
Volume 4, No. 2, Mai 2015
dan
kerusakan kawasan mangrove; 2.Penelitian mengenai penilaian kerusakan
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala daerah pantai di Banda Aceh dapat dilakukan
Pembinaan Pelaksanaan Teknis Rawa
kembali dengan memasukkan parameter-
dan Pantai, Semarang
paramater jenis kerusakan yang lain yaitu
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
tingkat pencemaran dan luas areal yang
Banda
Aceh
Tahun
tercemar, kadar garam di sumur-sumur
Pemerintah Kota Banda Aceh
2009-2029,
penduduk dan tempat pengambilan air baku,
Serambi Indonesia, 2013, Abrasi Ancam Warga
luasan terumbu karang yang rusak/mati,
Deah
stabilitas muara sungai proses penutupan
Raya,http://aceh.tribunnews.com/2013/05
muara
dan
/27/abrasi-ancam-warga-deah-raya,
dampaknya pada kawasan, serta parameter
diakses pada Tanggal 10 Mei 2014
stabilitas muara sungai proses penutupan
Yuwono, N., 1998, Dasar-Dasar Penyusunan
muara
sungai,
lama
sungai,
penutupan
lama
penutupan
dan
dampaknya terhadap pelayaran;
Master
Plan
Pengelolaan
Dan
Pengamanan daerah Pantai (Integrated Coastal
Zone
Management
For
Daftar Pustaka
Sustainable Development), Materi Kuliah
Meilianda, E., 2009, Past, Present, and
Program Pasca Sarjana, Fakultas Teknik,
FutureMorphological Development of a
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tsunami Effected Coast, Disertation, Gildeprint, Enschede, the Netherlands. Meilianda, E. and Dohmen-Janssen, C.M. and Hulscher, S.J.M.H. and Mulder, J.P.M., 2005, Towards Integrated Coastal Zone Management of Banda Aceh Beach: Problem Identifications and Possible Measures. In: International Conference on
Coastal
Management
Conservation in
the
Atlantic
and and
Mediterranean, ICCCM, 17-20 April 2005, Tavira, Portugal (pp. pp. 81-84). PT. Geo Sarana Guna, 2008, Laporan Akhir, Penyusunan Kerusakan
Pedoman Pantai
Penanganannya,
dan Satuan
Penilaian Prioritas Kerja
Volume 4, No. 2, Mai 2015 - 62