Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Malam Satu Suro Djihan Nisa Arini Hidayah (08110025) Mahasiswa PPKN IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk, yang mempunyai kekayaan kebudayaan. Salah satu dari kebudayaan itu sebagai hasil perpaduan dan akulturasi berbagai unsur yang datang sejalan dengan perkembangan zaman selama ribuan tahun. Perpaduan unsur budaya tersebut menghasilkan ciri-ciri khas daerah yang kadang kala mempunyai kemiripan antara daerah satu dengan daerah lain.Suatu bentuk unsur budaya tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia, kita dikenalkan dengan adanya masyarakat. Malam Satu Suro(Suroan) merupakan adat atau tradisi yang sudah melekat dan bahkan sudah mendarah daging pada masyarakat tertentu (karena tidak semua masyarakat mengetahui dan melaksanakan tradisi tersebut). Tradisi Malam Satu Suro ini dilakukan secara terus menerus untuk dipertahankan serta dilaksanakan sampai sekarang. Tradisi tersebut biasanya berupa upacara trdisional. Masyarakat yang masih melestarikan tradisi ini dan sering melaksanakan ritual hal ini biasanya dijumpai pada daerah pedesaan di pulau jawa. Analisa data yang dipilih yakni siklus interaktif analisis deskriptif kualitatif yang disesuaikan dengan permasalahan atau sasaran penelitian yang intinya adalah untuk mengetahui status dan fenomena mengenai persepsi masyarakat terhadap tradisi Malam Satu Suro di Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten. Pada model ini, peneliti bergerak pada pada empat komponen utama ialah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Kegiatan ´´Suroan´´ merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada bulan Syuro atau Muharram dalam hitungan islam. Satu suro di pandang hari yang sakral, secara turun-temurun kebanyakan orang mengharapkan “ngalap berkah” mendapatkan berkah pada hari besar yang suci ini. Kegiatan Malam Satu Suro yang dilaksanakan masyarakat di Desa Brangkal diisi dengan pertunjukan atau pagelaran wayang kulit semalam suntuk dan makan bubur suran bersama setiap tanggal tujuh malam di bulan Suro. Kata Kunci : Presepsi, Tradisi, Satu Suro PENDAHULUAN Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk, yang mempunyai kekayaan kebudayaan. Salah satu dari kebudayaan itu sebagai hasil perpaduan dan akulturasi berbagai unsur yang datang sejalan dengan perkembangan zaman selama ribuan tahun. Perpaduan unsur budaya tersebut menghasilkan ciri-ciri khas daerah yang kadang kala mempunyai kemiripan antara daerah satu dengan daerah lain.Suatu bentuk unsur budaya tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia, kita dikenalkan dengan adanya masyarakat. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berintegrasi menurut sistem adat-istiadat yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa dan identitas yang sama (Koentjaraningrat, dalam Triyanto 1996:98). Sebagai kesatuan kehidupan suatu masyarakat menempati tempat atau daerah tertentu dan melakukan segala kebutuhan hidup. Dalam melakukan aktivitas tersebut sehingga timbulah suatu kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dan disepakati bersama akhirnya menjadi adat (Soerojo Wignjodipuro, 1928:14). Adat tersebut menjadi suatu tingkah laku sehari-hari dari suatu masyarakat yang mampu mencerminkan kepribadian dan jiwa dari masyarakat itu akhirnya bisa memberikan ciri khas tersendiri dari masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
11
Malam Satu Suro (Suroan) merupakan adat atau tadisi yang sudah melekat dan bahkan sudah mendarah daging pada masyarakat tertentu (Karena tidak semua masyarakat mengetahui dan melaksanakan tradisi tersebut). Tradisi Malam Satu Suro ini dilakukan secara turun-temurun dan terus menerus untuk dipertahankan serta dilaksanakan sampai sekarang. Tradisi tersebut biasanya berupa upacara tradisional. Masyarakat yang masih melestarikan tradisi ini dan sering melaksanakan ritual hal ini biasanya dijumpai pada daerah pedesaan di pulau jawa. Upacara tradisional juga dapat membangkitkan rasa aman bagi setiap warga masyarakat pendukungnya, karena upacara tradisional bisa menjadikan rasa solidaritas masyarakat semakin kuat. Hal ini disebabkan didalam upacara tradisional tersebuat melibatkan seluruh warga masyarakat didalam usaha untuk mencapai tujuan bersama. Pada umumnya upacara tradisional itu bersifat secara turun-menurun yang diwariskan oleh nenek moyang kepada anak cucunya dan anak cucunya tersebut melestarikannya sesuai dengan fungsi didalam kehidupannya. Tradisi Malam Satu Suro atau Suroan merupakan adat istiadat yang dilaksanakan setiap bulan Syuro atau Muharram dalam hitungan islam, tradisi tersebut sudah melekat dan sudah mendarah daging pada masyarakat tertentu. Karena tidak semua masyarakat mengetahui dan melaksanakan tradisi tersebut. Tradisi itu biasanya berupa upacara tradisional yang integral dari kebudayaan masyarakat. Tradisi Malam Satu Suro menimbulkan banyak persepsi, tidak terus mengakibatkan suatu permusuhan, perpecahan maupun diskriminasi dimasyarakat. Berawal dari gambaran dan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul didalam skripsi ini “Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Malam Satu Suro”.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Persepsi Persepsi adalah proses pemahaman, penafsiran, penelitian, dan pandangan seorang tentang suatu obyek dalam lingkungannya melalui jangkauan panca indranya. Tradisi Malam Satu Suro Tradisi merupakan suatu adat kebiasaan yang turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan didalam masyarakat, penilaian atau tanggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar. Tradisi adalah traditium atau traditio yang berkabar penerusan mengenai isi atau sesuatu yang diserahkan dari sejarah masa lampau dalam bidang adat bahasa, tata kemasyarakatan tertutup dimana hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan paling baik atau sesuatu yang diteruskan. Tradisi memiliki makna yang sama dengan adat istiadat. Dalam hal ini, adat yang dimaksud adalah kebiasaan dalam masyarakat jawa mengenai nilai – nilai budaya, norma, aturan yang paling berkaitan dan lahirnya menjadi suatu sistem.
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
12
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Berdasarkan kajian awal dan atas dasar berbagai pertimbangan yang diambil, maka objek atau penelitian yang diambil adalah Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten. Alasannya dipilihnya lokasi ini karena menarik untuk diteliti permasalahan tersebut diatas disamping itu untuk mencapai lokasi sangat mudah dan terjangkau oleh kendaraan umum. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan 25 April 2012 sampai dengan 25 Juli 2012. Waktu yang diperlukan cukup panjang, karena penelitian dimulai dari penyusunan proposal sampai dengan pembuatan laporan serta terjun kelapangan. Fokus Penelitian Dalam Penelitian ini yang akan sebagai fokus penelitian adalah: 1. Pelaksanaan tradisi malam satu suro Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten. 2. Pendapat masyarakat Desa Brangkal terhadap tradisi “Malam Satu Suro”
yang selama ini
dilaksanakan. 3. Nilai-Nilai yang diambil dari tradisi “Malam Satu Suro” di Desa Brangkal. Data, Sumber Data, dan Narasumber 1. Data penelitian ini akan menggunakan adanya wujud data. Wujud data adalah fakta-fakta yang berupa data dari studi literatur, observasi, wawancara, dan pendapat-pendapat dari informan serta fakta-fakta dari dokumen yang ada yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 2. Sumber data yang dapat diperoleh antra lain : Masyarakat, perangkat desa, alim ulama, tokoh adat, dokumen desa dan sejarah desa. Secara khusus dalam penelitian ini sumber data utamanya adalah kata-kata dan tindakan (dari Masyarakat, perangkat desa, alim ulama, tokoh adat)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi tentang Lokasi Penelitian 1. Kondisi Geografis Desa Brangkal terletak di wilayah Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten. Jarak desa ke Ibu kota Kecamatan 2 Km dan jarak ke kota Kabupaten 9 Km. Sedangkan Luas dan Batas wilayah Desa Brangkal adalah sebagai berikut : a. Luas Wilayah
: 185. 6475 ha
b. Batas Wilayah 1) Sebelah Utara
: Desa Ngabeyan
2) Sebelah Selatan
: Desa Beku
3) Sebelah Barat
: Desa Jurang Jero
4) Sebelah Timur
: Desa Kunden
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
13
2. Kondisi Demografis Keadaan demografi merupakan keadaan yang terkait dengan masalah kependudukan. Susunan penduduk atau komposisi penduduk merupakan penggolongan penduduk berdasarkan usia, tingkat pendidikan, agama, Pendidikan dan sebagainya. a. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Berdasarkan data monografi bulan Juni tahun 2012 jumlah penduduk desa Brangkal adalah 4.503 Jiwa, terdiri dari Laki-laki 2.321 jiwa dan perempuan 2.182 jiwa. Jumlah kepala keluarga ada 1.375 KK yang semuanya berstatus Warga Negara Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Usia 1) Kelompok Pendidikan No 1 2 3 4 5 6 2) Kelompok Tenaga kerja
Kelompok Usia 00 – 03 04 – 06 07 – 12 13 – 15 16 – 18 19 - keatas
No
Kelompok Usia
1 10 – 14 2 15 -19 3 20 – 26 4 27 – 40 5 41 – 56 6 57 – keatas b. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
Jumlah 270 326 815 292 426 2392
Jumlah 485 563 466 847 559 452
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan 1) Lulusan Pendidikan Umum No
Pendidikan Penduduk
Jumlah
1 2 3 4 5 6
Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar SMP/SLTP SMA/SLTA Akademi (D1, D3) Sarjana (S1, S3)
65 110 63 51 1O 12
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
14
2) Lulusan Pendididkan Khusus No
Pendidikan Penduduk
Jumlah
1 Pondok Pesantren 2 Madrasah 3 Pendidikan Keagamaan 4 Sekolah Luar Biasa 5 Kursus Ketrampilan Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa penduduk Desa
5 15 2 5 Brangkal, kesadarannya terhadap
pentingnya pendididkan masih kurang. Hal ini terlihat banyak penduduk Desa Brangkal yang tingkat pendidikannya tamatan SD. c. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah 1 Pegawai Negeri Sipil 122 2 ABRI 4 3 Swasta 2295 4 Wiraswasta/ Pedagang 18 5 Tani 235 6 Pertukangan 350 7 Buruh Tani 1053 8 Pensiunan 15 9 Nelayan 10 Pemulung 11 Jasa 1 Dari tabel 3 dapat dilihat Penduduk Desa Brangkal, mayoritas penduduknya bermata pencaharian swasta. Wilayah Klaten khususnya Desa Brangkal terkenal dengan produksi payet kebaya sehingga mengahasilkan busana kebaya yang tak kalah bagusnya dari hasil produksi diluar Kota Klaten. Selain payet kebaya, Desa Brangkal terkenal juga dengan hasil produksi batu bata yang memiliki kualitas baik di daerah Jawa tengah. Kedua sektor
Industri tersebut banyak
menyedot tenaga kerja. Sehingga mayoritas penduduk Desa Brangkal bekerja sebagai pencetak batu bata dan pemayet kebaya. Disamping itu sebagian besar pula dari mereka bekerja sebagai buruh tani, ada juga yang bekerja menjadi tukang dan pegawai negeri sipil. Meskipun penduduk Desa Brangkal bermata pencaharian yang berbeda, mereka hidup bermasyarakat dengan rukun dan tenang. d. Jumlah Penduduk Menurut Agama Tabel 4. Jumlah Penuduk Menurut Agama No Agama 1 Islam 2 Kristen 3 Katholik 4 Hindhu 5 Budha Jumlah Keseluruhan
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
Jumlah 4503 2 4505
15
Dari tabel 4 dapat dilihat mayoritas penduduk Desa Brangkal, penduduknya menganut agama Islam yaitu sebanyak 4503 orang, dan yang menganut agama katholik sebanyak 2 orang. Agama Islam berkembang dengan pesat, hal ini dapat dilihat dengan adanya sarana-sarana ibadah yang memadai antara lain masjid 4 buah dan mushola 10 buah. Kegiatan Malam Satu Suro di Desa Brangkal Kec. Karanganom Kab. Klaten Kegiatan ´´Suroan´´ merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada bulan Syuro atau Muharram dalam hitungan islam. Satu suro di pandang hari yang sakral, secara turun-temurun kebanyakan orang mengharapkan “ ngalap berkah” mendapatkan berkah pada hari besar yang suci ini. Pada malam satu Suro, biasanya orang melakukan laku prihatin untuk tidak tidur semalam suntuk atau selama 24 jam. Satu Suro adalah tahun baru menurut kalender Jawa. Berbeda dengan perayaan tahun baru kalender Masehi yang setiap tanggal 1 Januari dirayakan dengan nuansa pesta, orang Jawa tradisional lebih menghayati spritualnya. Adapun untuk lebih jelasnya, perlu peneliti uraikan tentang pelaksanaan kegiatan Suroan di Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten sebagai berikut : 1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Suroan di Desa Brangkal diisi dengan acara selamatan (kenduri) massal dan pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk yang dilaksanakan pada bulan Suro, setiap tanggal tujuh Suro pada malam harinya. Menurut anggapan Mbah Sigro,
sesepuh Desa Brangkal
(wawancara 2 Mei 2012) “Suroan kedah kalaksanaken wektu wulan Suro ugo ditibakake malem pitu ing wulan Suro amarga iku wes dadi kewajibane masyarakat Brangkal yen ora kalaksanaaken, deso lan wargo Brangkal bakal keno rubedo amarga dianggep ora kalaksanaaken kewajibane marang gusti pangeran”. (bahwa Suroan itu harus dilaksanakan pada tanggal tujuh malam dibulan Suro karena kegiatan tersebut sudah menjadi kewajiban dari masyarakat Desa Brangkal, Kalau tidak melaksanakan kegiatan tersebut maka warga desa Brangkal terkena bencana dunia karena dianggap idak menjalankan kewajibannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Oleh karena itu dengan rasa persatuan warga yang sangat kuat maka sampai saat ini kegiatan tersebut masih dilaksanakan. 2. Tempat Kegiatan Tempat pelaksanaan kegiatan Suroan yaitu di Bangsal Agung acara suroan tersebut selalu dilaksanakan sejak lima puluh tahun yang lalu hingga sampai saat ini. Bangsal Agung itu seperti halnya bangunan rumah yang sengaja didirikan masyarakat Desa Brangkal yang letaknya disamping pintu masuk tempat pemakaman umum di Desa Brangkal. Alasan masyarakat mendirikan Bangsal Agung disamping pintu masuk TPU Desa Brangkal, agar warga masyarakat Desa Brangkal ingat kepada yang pembuat kehidupan ini yakni Tuhan Yang Maha Esa, bahwa kehidupan didunia ini tidak ada yang abadi.
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
16
3. Peserta Kegiatan Kegiatan suroan ini diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat Desa Brangkal, sehingga tidak ada suatu diskriminatif terhadap seorang warga desa tersebut, sekali pun ia seorang pendatang. Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Malam Satu Suro di Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten dan Faktor-faktor yang Melandasinya. Persepsi merupakan proses pemahaman terhadap informasi yang di terima atau bisa diartikan tanggapan terhadap suatu gejala sosial yang muncul dilingkungannya.Timbulnya persepsi apabila seseorang dihadapkan pada stimulus dari luar dirinya, dan stimulus itu mempunyai pengaruh tertentu. Proses timbulnya persepsi bisa ditimbulkan oleh kejadian-kejadian yang hanya sekali terjadi ataupun sesuatu yang berulang-ulang terjadi. Tradisi suroan merupakan kejadian yang selalu berulang-ulang,karena merupakan tradisi yang tidak pernah ditinggalkan oleh masyarakat. Persepsi yang timbul dimasyarakat karena proses pemahaman cukup lama yang tidak disadari betul atau yang disadari oleh individu yang bersangkutan.Tradisi suroan kejadian external dari individu yang memberi pengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat Desa Brangkal. Dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, masyarakat, alim ulama dan tokoh adat diperoleh suatu persepsi tentang kegiatan suroan di
Desa Brangkal Kecamatan Karanganom
Kabupaten Klaten.Yang mengarah kepada kelestarian budaya nenek moyang dan perlu untuk dipertahankan keberadaannya karena merupakan merupakan salah satu khasanah budaya bangsa. Pembahasan Hasil Penelitian Dalam pembahasan penelitian ini,akan peneliti uraikan mengenai dasar-dasar persepsi masyarakat menerima budaya suroan di Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten. Dasar-dasar yang dikemukakan itu adalah sebagai berikut: Guna mengetahui lebih jelas mengenai diterimanya tradisi suroan ditengah masyarakat dengan alasan sebagai berikut: 1. Suronan merupakan kegiatan berdoa bersamadan ucapan rasa syukur
atas nikmat yang diberikan
oleh Tuhan. Pada setiap urutan kegiatan suroan,umumnya mengucapkan doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Masyarakat melakukannya secara khusyuk, ikhlas, rendah hati dan penuh keyakinan bahwa doanya akan dikabulkan.Dalam melalui doa ini,mereka tidak terpancang pada tempat dan bahasa,yang terpenting bagi mereka memahami akan arti doa yang mereka ucapkan. Doa yang diucapkan dalam suroan adalah doa-doa yang isinya memohon keselamatan terhadap diri sendiri dan masyarakat secara umum.Semua doa yang diucapkan saat suroan intinya memohon kepada Tuhan agar masyarakat dan desanya selalu diberi keselamatan dari berbagai gangguan dan bencana yang terjadi, serta diberikan kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Adapun ucapan syukur terkandung maksud ucapan terima kasih kepada Tuhannya atas segala kenikmatan
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
17
dan karunia yang telah diterima selama ini, guna menyambung hidup dan bekal untuk berbakti dan beribadah kepada Tuhannya. 2. Dapat mempererat tali persaudaraan Pada kegiatan suroan,masyarakat dapat berkumpul bersama dalam beberapa pertemuan seperti pada saat kenduri dan pada saat pertunjukan wayang kulit. Mereka dapat bertemu dalam suasana yang rukun, damai, gembira, dan yang terpenting mereka sangat bersahabat satu sama lain. Disamping itu dapat mempertemukan masyarakat yang sudah lama tidak bertemu karena sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka bersatu padu menjalin persahabatan yang prinsipnya masing-masing individu akan saling menghormati sesamanya, saling kenal mengenal, berkembangnya sikap cinta kasih, yang pada gilirannya akan tercipata suatu tali persaudaraan yang biasa disebut Ukhuwah Islamiyah. 3. Pertunjukan wayang kulit mengandung pendidikan moral dan tingkah laku yang dapat dijadikan suri tauladan. Didalam pertunjukan wayang kulit, sesungguhnya erat sekali akan muatan pendidikan yang disampaikan oleh dalang melalui watak anak wayang dalam suatu cerita yang diperankannya. Muatan tersebut secara garis besar ada dua,yaitu watak baik dan watak tidak baik(angkara). Penonton dapat mengambil hikmah dari sajian ceritanya, terutama mengenai tampilan watak dari anak wayang. Watak yang baik dapat dijadikan sebagai tuntunan moral dan tingkah laku, sehingga bila diteladani dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh niscaya akan terbentuk manusia-manusia yang berakhlak baik dan berbudi pekerti yang luhur(manusia yang sholeh dan sholehah). Wujud pendidikan tersebut diantaranya:taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua,berani membela kebenaran,berani melawan keangkaramurkaan, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, bisa menjaga sopan santun, menolong sesama yang membutuhkan, melaksanakan hal yang baik dan meninggalkan hal yang buruk (amar makruf nahi munkar) sedangkan watak anak wayang yang buruk,dengan sifat angkara murka selalu berbuat onar jahat amoral tidak peduli terhadap yang lain sebagai makhluk yang dihidupkan Sang Hyang Widhiwasa(Allah SWT), hendaknya sifat-sifat ini ditinggalkan sejauh-jauhnya apabila hal tersebut diresapi dengan benar,niscaya akan dapat mempengaruhi watak, sikap dan tinggkah laku penontonnya. 4. Merupakan sarana hiburan Bila seseorang melihat dan mengenal pertunjukan wayang kulit,maka orang tersebut pasti beranggapan bahwa pertunjukan wayang kulit itu adalah hiburan.Hal tersebut sangat beralasan, karena mereka merasa terhibur baik melalui bunyi gamelan dan gending-gendingnya, maupun suara sinden dan ceritanya. 5. Usaha pelestarian budaya bangsa Suroan yang diisi dengan kenduri dan pertunjukan wayang kulit merupakan kebudayaan yang mempunyai nilai-nilai positif dan warisan budaya yang adiluhung. Kegiatan tersrbut merupakan karya cipta manusia yang mengakar pada kepribadian bangsa sendiri,lebih-lebih
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
18
wayang kulit merupakan kesenian tradisional. Semua itu harus dilestarikan keberadaannya. Usaha pelestarian budaya suroan tersebut diwujudkan dalam dalam kepedulian masyarakat untuk menghargai dan menghayati serta melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan suroan. Hal penting dalam pelestarian kebudayaan ini adalah dengan mengikuti kegiatan suroan sebagai wujud ikut memiliki warisan budaya ini. Kegiatan suroan bisa berkembang atau justru luntur(hilang) tergantung kepada masyarakat itu sendiri karena perkembangan peradaban dari masyarakat itu sendiri. 6. Memberikan penghasilan tambahan bagi warga masyarakat Dengan diadakannya kegiatan suroan yang diisi dengan pertujukan wayang kulit, masyarakat memerlukan segala macam keperluan guna menghormati dan mengikuti acara tersebut. Semua warga baik yang tua, muda, maupun anak-anak turut meramaikan kegiatan ini, hal ini mengundang datangnya pedagang yang akan menjajakan dagangannya, berbagai kebutuhan tersedia misalnya makanan, minuman, mainan anak-anak.Mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk berjualan disekitar tempat pertujukan wayang kulit. Dengan berjualan, jelas akan menambah penghasilan. Demikian dasar-dasar presepsi masyarakat menerima budaya suronan yang dilaksanakan setiap tahunya.walaupun dalam menyelanggarakan kegiatan ini desa harus mengeluarkan biaya biaya cukup besar yaitu sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) biaya tersebut diambil dari iuran warga dan dari Anggran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) desa Brangkal biaya sebesar itu setiap tahunnya digunakan untuk kegiatan suroan. Perangkat desa tidak bisa menolak atau mengalihkan kegiatan ini kebentuk kegiatan lain, karena mereka tidak mau ada sesuatu resiko yang akan ditanggung dan mungkin akan membahayakan seluruh warga desa. Seiring dengan kemajuan teknologi dan kemajuan zaman, kegiatan ini tidak tergeser oleh budaya atau tradisi modern.meskipun dalam kegiatan suroan ini sesuatu yang berbau animisme dan dinamisme sudah dihilangkan
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data mengenai persepsi masyarakat terhadap tradisi malam satu suro di Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten, maka dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa : 1. Persepsi masyarakat Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten terhadap kegiatan suroan (ngalap berkah) yang diisi dengan pementasan wayang kulit semalam suntuk sangat setuju dan mendukung kegiatan tersebut karena sudah berakulturasi dengan jiwa masyarakat, dan budaya ini perlu dilestarikan keberadaannya sebagai khasanah budaya bangsa yang nilainya sangat luhur. Hal ini dapat dibuktikan dengan antusiasnya para lapisan masyarakat yang berpartisipasi atau berkiprah saat kegiatan suroan itu dilaksanakan
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
19
2. Yang melandasi persepsi masyarakat di Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten terhadap kegiatan suroan (ngalap berkah) yang diisi dengan pementasan wayang kulit semalam suntuk adalah: a. Suroan merupakan acara doa bersama dan merupakan ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa b. Suroan dapat mempererat tali persaudaraan c. Pertujukan wayang kulit mengandung pendidikan moral dan tingkah laku yang dapat dijadikan sauritauladan d. Sebagai sarana hiburan,dan merupakan pula pelestarian budaya bangsa e. Dapat memberikan penghasilan tambahan bagi warga masyarakat yang pada waktu pelaksanaan pertujukan wayang kulit warga dapat mremo
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Asminto. (1998). Sejarah Kebudayaan Indonesia. Semarang : IKIP Press. Depdikbud. ( 1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Daldjoeni. (1981). Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung : Alumni Bandung. Djoko Widagdho, dkk. (1999). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara. Harsoyo.(1984). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Bulan Bintang. Koentjraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru. ------------------- (1987). Kebudayaan Jawa. Jakarta : Gramedia. ------------------- (1987). Kebudayaan Mentalit dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia ------------------- (1975). Manusia dan Kebuadayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Moleong, Lexy J. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Poerwadarminto, WJS. (1984). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Purwadi. (2007). Ensiklopedi Adat – Istiadat Budaya Jawa. Yogyakarta : Panji Pustaka Sutopo, HB. (1989). Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Soekanto, Soeryono. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. : Rajawali Sidi Gazalba. (1976). Masyarakat Islam. Jakarta : Bulan Bintang Tjejep Roehendi Rohidi. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI Press.
JURNAL ILMIAH PPKN IKIP VETERAN SEMARANG
20