Persepsi Masyarakat Terhadap Kepemimpinan Camat (Studi di Kecamatan Tahuna Kabupaten Sangihe) Oleh : Yohanes Vianney Seba Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan Camat Tahuna Kabupaten Sangihe dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif untuk memahami dan menjelaskan tentang masyarakat dan camat dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi pustaka/dokumenter. Hasil dari sebuah penelitian ini memberikan gambaran bahwa kepemimpinan camat tidak tergolong pada kepemimpinan yang abnormal melainkan kepemimpinan demokratis. Mengacu dari 8 (delapan) tipe kepemimpinan yang ada, camat Tahuna memiliki penggabungan dari beberapa tipe yang ada. Disamping tipe demokratis, tipe populistis dan tipe administratif juga dimiliki nya. Sedangkan tipe kharismatis, hanya seorang informan yang menyatakan bahwa camat Tahuna memiliki salah satu unsur yang ada pada tipe tersebut. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih banyak hal-hal yang masih perlu ditunjukkan atau dilakukan oleh camat. Sikap dan perilaku yang masih dianggap perlu adalah: mengkoordinasikan pekerjaan dan tugas dari semua anggota masyarakat, dengan menekankan rasa tangung jawab dan kerja sama yang baik kepada setiap anggota masyarakat. Dia tahu, bahwa organisasi atau lembaga bukanlah masalah pribadi atau individual, akan tetapi kekuatan kepemimpinannya terletak pada partisipasi aktif setiap anggota masyarakat. Dia mau mendengarkan aspirasi dan nasihat semua pihak dan mampu memanfaatkan keunggulan setiap orang seefektif mungkin pada saat-saat yang tepat. Disamping itu pula camat wajib bersikap adil terhadap semua lapisan masyarakat dalam pelayanannya, agar dia tidak saja disenangi oleh segelintir orang/masyarakat yang ada dalam wilayah pemerintahannya. Sebagai seorang pemimpin, camat selayaknya tidak henti-hentinya belajar dan terus membenahi bagaimana seharusnya bersikap dalam memimpin baik terhadap bawahannya maupun terhadap anggota masyarakat khususnya masyarakat di wilayah pemerintahannya. Bergaya “blusukan” yang telah menjadi tren kepemimpinan sekarang ini, hendaknya diimplementasikan camat Tahuna dalam aktivitasnya khususnya saat turun ke lapangan agar masyarakat lebih bersimpati kepadanya.
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah. Dalam kenyataan suatu pembangunan dari masyarakat pedesaan masih menemui kesulitan-kesulitan antara lain oleh karena keterbatasan sumber daya manusia. Dengan kondisi
yang demikian itu maka inisiatif/prakarsa pemerintah
memberdayakan
kemampuan
masyarakat
desa
merealisasikan pembangunan Kecamatan. 1
menjadi
sangat
kecamatan
untuk
diperlukan
dalam
Sejak diberlakukannya Undang - Undang tentang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1999 dan diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 12 tahun 2008, maka pemerintahan daerah di Indonesia telah memasuki suatu era baru yang dikenal dengan era otonomi daerah. Hal ini membawa konsekuensi bahwa untuk mengoptimalkan atau mempercepat keberhasilan pembangunan di Daerah, termasuk pembangunan Desa, diperlukan dukungan atau partisipasi dari semua komponen yang ada di tingkat desa ialah aparat pemerintah desa. Jika dilihat dari tugas dan kewenangan Camat diatas, ada kaitanya dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat Kecamatan Tahuna, masih jauh dari apa yang diharapkan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan baik oleh aparat kecamatan sendiri maupun oleh masyarakat. Masalah- masalah yang muncul itu sangat terkait dengan bagaimana seorang pemimpin dalam hal ini seorang Camat berperilaku, berkoordinasi, memberikan instruksi, mengawasi, dan lain sebagainya. Kinerja aparat dibawahnya serta bagaimana hasil pelayanan terhadap masyarakat,sangat bergantung dari bagaimana kepemimpinan seorang camat. Bertolak dari permasalahan yang ada, maka Camat sebagai pemimpin pada unit organisasi dalam hal ini organisasi kecamatan kiranya memahami dan melaksanakan fungsifungsi kepemimpinan terutama tugas dan kewenangan dari camat seperti tersebut diatas guna membawa institusi yang dipimpinnya menjadi lebih baik. Pada dasarnya setiap pemimpin, apakah dia seorang pemimpin tingkat atas, menengah dan pemimpin tingkat bawah, wajib melaksanakan empat fungsi, yakni; merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengawasi. Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan dari pemimpin organisasi yang bersangkutan, dengan demikian peranan pemimpin sangat penting dalam usaha mencapai suatu tujuan organisasi sehingga dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi yang dialami sebagian besar sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan. Tinggi rendahnya motivasi kerja seorang pegawai dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya lingkungan tempat bekerja. Oleh sebab itu, seorang pemimpin dapat menciptakan suasana kerja yang Menariknya permasalahan kepemimpinan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi seorang camat guna memajukan pembangunan di berbagai bidang pada wilayah kerjanya, penulis ingin meneliti bagaimana persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan camat dalam menjalankan perannya di Kecamatan Tahuna Kabupaten Sangihe. 2
Dari uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut: “Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan Camat Tahuna Kabupaten Sangihe” B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Persepsi Secara etimologis, persepsi berasal dari bahasa inggris "Perception" yang berarti pengamatan. Secara umum persepsi merupakan pandangan, penilaian dan tanggapan terhadap sesuatu. Persepsi masyarakat berarti pengamatan yang dilakukan oleh massyarakat. Pada hakekatnya, persepsi adalah proses koknitif oleh setiap orang didalam memahami tentang lingkungan baik lewat penglihatan pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman (Thoha. M,2003 ). Ducan dalam Thoha (2003 ) bahwa persepsi itu dapat dirumuskan dengan berbagai cara, tetapi dalam ilmu perilaku khususnya ilmu psikologi diartikan perbuatan yang lebih dari sekedar mendengar melihat atau merasakan sesuatu diluar jangkauan lima indera dan merupakan suatu unsur yang penting dalam penyesesuaian perilaku manusia. Menurut badil (1982 ) persepsi merupakan pandangan, penilaian dan tanggapan terhadap sesuatu. Lebih lanjut dikatakan bahwa persepsi adalah suatu proses aktif dimana yang memegang peranan bukan hanya lingkungan atau objek, tetapi juga manusia itu sendiri terhadap objek tertentu. Alfian dalam Noehadi (1985) persepsi adalah cara pandang atau penilaian dan individu terhadap sesuatu fokus yang ada. Atau lebih jelasnya yaitu pemahaman sesuatu atau penghayatan langsung oleh seseorang pribadi atau proses yang mengahsilkan penghayatan langsung tersebut. Hal ini ditegaskan lagi oleh Rahmat (1994 ) persepsi merupakan pengalamanan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan. 2. Konsep Kepemimpinan Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin leader meniadi leadership. Kartono (2005:51), menyatakan pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan 3
usaha bersama guna mencapai sasaran tertentu. Rivai (2006:65), menyatakan kepemimpinan adalah anggota dari suatu kumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat bertindak sesuai kedudukannya. Jadi pemimpin juga seorang dalam suatu perkumpulan yang diharapkan dapat menggunakan pengaruhnya untuk mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok. Sudriarnunawar (2006:1) pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecapakan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Raven dalam Wirjana (2006:4), mengatakan bahwa pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi di kelompok, mempengaruhi orang-orang dalam kelompok itu sesuai dengan ekspektasi peran dan posisi tersebut, dan mengkoordinasi serta mengarahkan kelompok untuk mempertahankan diri serta pencapaian tujuannya. Syafie (2003:1), menyatakan bahwa pemimpin adalah orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Nawawi (2004:9), mengatakan bahwa pemimpin adalah orang yang memimpin. Dalam kepemimpinan ini terdapat hubungan antar manusia, yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuhan-ketaatan para pengikut/bawahan karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin. Para pengikut terkena pengaruh kekuatan dari pemimpinnya, dan bangkitlah secara spontan rasa ketaatan pada pemimpin. 3. Pemerintah Kecamatan lstilah pemerintah menunjuk pada organ atau badan, yang menyelenggarakan urusan pemerintah sesuai dengan yang telah diatur dalam Undang-Undang. Menurut S. Pamudji dalam Moeharto Tjokrowinoto Q004: 22-23). Dalam Undang-Undang otonomi daerah disebutkan bahwa pemerintah daerah adalah Gubernur (ditingkat propinsi), Bupati (ditingkat Kabupaten) atau Walikota (ditingkat kota) dan Camat (ditingkat Kecamatan). Kemudian yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dari pemerintah propinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. 4
C. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Desain penelitian kualitatif bersifat fleksibel dan berubah-ubah sesuai dengan kondisi lapangan tidak seperti desain riset pada penelitian kuantitatif yang bersifat tetap, baku dan tidak berubah-ubah. Oleh karena itu peranan peneliti sangat dominan dalam menentukan keberhasilan penelitian yang dilaksanakan. Pengumpulan data untuk kegunaan analisis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik : a. Wawancara. Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan-tujuan tertentu. b. Studi Kepustakaan Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan adalah melakukan penelahan terhadap berbagai kepustakaan dan dokumen yang relevan dengan penelitian. c. 0bservasi. Teknik pengumpulan data melalui observasi yaitu dengan cara mengadakan pengamatan langsung di Kecamatan Tahuna Kabupaten Sangihe dengan instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara berupa catatan D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan camat Tahuna Kabupaten Sangihe. Tipe kepemimpinan terdiri dari beberapa tipe, yakni: 1. Tipe Karismatis 5
2. Tipe Paternalistis dan Maternalistis 3. Tipe Militeristis. 4. Tipe Otokratis/Otoritatif 5. Tipe Laisser faire. 6. Tipe Populistis. 7. Tipe Administratif. 8. Tipe Demokratis (Group developer). a. Tipe Karismatis Tipe pemimpin karismatis ini memiliki kekuatan energi, daya-tarik dan perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang 1ain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Sampai sekarang pun orang tidak mengetahui benar sebab-sebabnya, mengapa seseorang itu memiliki karisma begitu besar. Dia dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuankemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Mahakuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin itu memancarkan pengaruh dan daya-tarik yang teramat besar. Tokoh-tokoh besar semacam ini, antara lain ialah: Jengis Khan, Hitler, Gandhi, John E Kennedy, Soekarno, Margarete Tatcher, Gandhi, Gorbachev, dan lain-lain. Pada penelitian ini penulis/peneliti ingin lebih jauh mendapatkan jawaban bagaimana persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan camat Tahuna secara komprehensif dari aspek tipe-tipe kepemimpinan yang seperti dikemukakan di atas. Ketika penulis bertanya kepada CK salah satu tokoh agama yang ada di kecamatan Tahuna tentang sifat dan ciri-ciri karismatis yang ada pada diri camat, ia mengemukakan bahwa: Walaupun tidak sepenuhnya, camat Tahuna memiliki unsur yang menggambarkan tipe atau ciri-ciri sebagai seorang yang bertipe karismatis, yakni berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri.
Hal ini dapat terlihat dari beberapa pernyataannya dan
penampilannya sehari-hari baik pada saat suasana yang formal maupun yang bersifat informal. Lain halnya dengan TS, seorang politisi ketika ditanya, berpendapat bahwa: Dilihat dari penampilan dan sepak-terjangnya, camat Tahuna tidak memberikan gambaran sebagai seorang yang mempunyai ciri-ciri kharismatis, namun demikian menurut saya beliau cukup memiliki potensi untuk menjadi seorang pemimpin. 6
Sedangkan para informan lainnya memberikan pendapatnya yang kurang lebih sama dengan yang telah dikemukakan di atas. 2.Tipe Paternalistis Yaitu tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain sebagai berikut: 1) Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan. 2) Dia bersikap terialu melindungi (overly protective). 3) Jarang dia membenkan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri' 4) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif' 5) Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri. 6) Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar. Selanjutnya tipe kepemimpinan yang maternalistis juga mirip dengan tipe yang paternalistis, hanya dengan perbedaan adanya slkap over-protective atau terlalu melindungi yang lebih menonjol, disertai kasih-sayang yang berlebih-lebihan. Mengenai tipe paternalistik ini, dari semua informan yang ditanyakan, hanya seorang informan yang menyatakan kepemimpinan camat Tahuna sekarang ini mengandung sifat paternalistik. RA, seorang warga masyarakat Tahuna mengemukakan: Camat Tahuna kita sekarang ini sekalipun tidak seutuhnya tapi ada kecenderungan menunjukkan beberapa sikap yang ada pada tipe paternalistik. Dalam berbagai kesempatan yang saya ketahui, saya menilai dari kata-kata atau kalimatnya memberikan gambaran bahwa dia (camat) menganggap masyarakat atau bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang masih perlu dikembangkan. 3. Tipe Militeristis Tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Hendaknya dipahami, bahwa tipe kepemimpinan militeristis itu berbeda sekali dengan kepemimpinan organisasi militer (seorang tokoh militer) Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeristis antara lain ialah: 7
1) Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap bawahannya keras sangat otoriter kaku dan seringkali kurang bijaksana. 2) Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan. 3) Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebih-lebihan. 4) Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya (disiplin cadaver / mayat). 5) Tidak menghendaki saran, usu1, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya. 6) Komunikasi hanya berlangsung searah saja.
Terkait dengan tipe militeristis ini, tidak seorang informan yang menyatakan bahwa camat Tahuna memiliki tipe seperti ini. Namun ada pendapat yang menarik dari informan AM, seorang mahasiswa yang mengatakan: Diantara beberapa ciri yang ada dalam tipe militeristis ini, ada satu poin atau sifat/sikap yang menurut saya perlu untuk dilakukan oleh seorang pemimpin atau camat yakni: Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan. Sikap ini dianggap penting karena jika tanpa kepatuhan dari bawahan, maka semua kebijakan atau instruksi yang diambil oleh seorang camat terasa sangat sulit untuk diwujudkan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada sejumlah pekerjaan yang tidak terealisasi atau tertunda pelaksanaannya akibat kurangnya kepatuhan bawahan terhadap apa yang diinstruksikan oleh pemimpin/camat. Oleh karena itu saya berpendapat bahwa khusus sikap ini harus ada pada seorang camat. Yang nampaknya belum sepenuhnya ada pada diri camat. 4. Tipe Otokratis Otokrat berasal dari perkataan autos = sendiri; dan kratos = kekuasaan, kekuatan. Jadi otokrat berarti: penguasa absolut. Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada a one-man show. Dia berambisi sekali untuk merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan'. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri. Selanjutnya, pemimpin selalu berdiri jauh dari anggota kelompoknya, jadi ada sikap menyisihkan diri dan eksklusivisme. Pemimpin otokratis itu senantiasa ingin berkuasa 8
absolute, tunggal, dan merajai keadaan. Dia itu semisal sebuah system pemanas kuno, yang memberikan panasnya tanpa melihat dan mempertimbangkan iklim emosional anak buah dan lingkungannya. Sikap dan prinsip-prinsipnya sangat konservatif/kuno ;ketat-kaku. Dengan keras dia mempertahankan prinsip-prinsip business, efektivitas, efisiensi, dan hal-hal yang zakelijk. Maka authoritatif itu disebut sebagai ketat-kaku berorientasi pada struktur dan tugas-tugas. Pemimpin mau bersikap "baik" terhadap bawahan, asal bawahan tadi bersedia patuh secara mutlak dan menyadari tempatnya sendiri-sendiri. Yang paling disukai ialah tipe pegawai dan buruh "hamba nan setia” Seluruh informan memberikan tanggapan yang sama bahwa tipe otokratis ini tidak dimiliki oleh camat yang ada di Tahuna. 5. Tipe Laissez Faire Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap p orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri. Dia merupakan pemlmpin simbol dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis. Sebab duduknya sebagai direktur atau pemimpin-ketua dewan, komandan, kepala- biasanya diperolehnya melalui penyogokan, suapan atau berkat system nepotisme. Dia tidak mempunyai kewibawaan dan tidak bisa mengontrol anak buahnya. Tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, dan tidak berdaya sama sekali menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Sehingga organisasi atau perusahaan yang dipimpinnya" menjadi kacaubalau, morat-marit, dan pada hakikatnya mirip satu firma tanpa kepala. Ringkasnya, pemimpin laissez faire itu pada hakikatnya bukanlah seorang pemimpln dalam pengertian sebenarnya. Sebab bawahan dalam situasi kerja sedemikian itu sama sekali tidak terpimpin, tidak terkonrrol, tanpa disiplin, masing-masing orang bekerja semau sendiri dengan irama dan tempo "semau gue,,. Seperti halnya dengan tipe otokratis, jawaban/pernyataan semua informan yang berkaitan dengan tipe laissez faire ini juga tak nampak dalam gaya kepemimpinan camat Tahuna. 6. Tipe Populistis Profesor Peter Worsley dalam bukunya The Third Worsley mendefinisikan kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas 9
rakyat – misalnya Soekarno dengan ideologi marhaenismenya-, yang menekankan masalah kesatuan nasional, nasionalisme, dan sikap yang berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan, penghisapan serta penguasaan oleh kekuatan-kekuatan asing (luar negeri). Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan (kembali) nasionalisme. Dan oleh Profesor S.N Eisenstadt: populisme erat dikaitkan dengan modernitas tradisional. Ketika diwawancarai mengenai tipe populis ini, JK seorang tokoh pemuda mengatakan: Jika menggunakan pendekatan nilai-nilai tradisional yang ada dalam masyarakat Tahuna yang didominasi oleh penduduk asli setempat (Sangihe) maka hal ini masih terasa kental dengan perilaku dan pendekatan yang digunakan camat selama kepemimpinannya. Camat masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, misalnya dalam kegiatan-kegiatan atau lomba seni budaya yang melibatkan seluruh warga masyarakat di tingkat kecamatan. Sedangkan informan lainnya memberikan jawaban yang identik dengan JK. Tapi ada juga informan yang memberikan jawaban tidak tahu dan tidak mengerti. 7. Tipe Administratif atau Eksekutif Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Sedang para pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan demikian dapat dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah yaitu untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya, dan usaha pembangunan pada umumnya. Dengan kepemimpinan administratif ini diharapkan adanya perkembangan teknis-yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan perkembangan sosial di tengah masyarakat. Sebagian besar informan yang ditanyakan mengenai tipe adminstratif atau eksekutif ini memberikan jawaban yang mirip. Diantaranya DS, seorang tokoh masayarakat yang mengatakan: Camat Tahuna sekarang ini adalah seorang yang telah mengikuti pendidikan tinggi sebagai seorang sarjana. Tentu saja beliau cukup tahu tentang bagaimana seharusnya seorang pemimpin dalam suatu institusi pemerintahan menjalankan tugas-tugasnya khususnya yang berkenaan dengan administrasi dan manajemen. Dan hal tersebut dapat terlihat dalam perannya sebagai seorang pemimpin. 10
8. Tipe Demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada “person atau individu pemimpin” akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan
demokratis
menghargai
potensi
setiap
individu
mau
mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Kepemimpinan demokratis juga sering disebut sebagai kepemimpinan group developer. Secara ringkas dapat dinyatakan, kepemimpinan demokratis menitik beratkan masalah aktivitas setiap anggota kelompok - juga para pemimpin lainnya, yang semuanya terlibat aktif dalam penentuan sikap, pembuatan rencana-rencana, pembuatan keputusan penerapan disiplin kerja (yang ditanamkan secara sukarela oleh kelompok-kelompok dalam suasana demokratis), dan pembajaan (dari asal kata baja) etik kerja. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis melalui wawancara bebas dan mendalam dengan beberapa informan, rata-rata jawaban atau pernyataan dari informan itu menyatakan bahwa hampir semua gejala-gejala yang ada pada tipe kepemimpinan demokratis tergambar dari apa yang diperankan oleh camat tahuna. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara sebelumnya tentang kepemimpinan demokratis dan kepemimpinan abnormal. Misalnya, OK seorang warga masyarakat Tahuna mengemukakan bahwa: Sekalipun tidak sesempurna seperti yang ada dalam konsep tipe kepemimpinan demokratis, tapi jika dilihat dari perilakunya, kepemimpinan camat Tahuna telah menampakkan cirri-ciri atau gejala-gejala yang ada dalam tipe kepemimpinan yang paling ideal ini. PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa tentang persepsi masyarakat terhadap
kepemimpinan Camat Tahuna Kabupaten Sangihe maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Kepemimpinan camat Tahuna tidak tergolong pada kepemimpinan yang abnormal. Dalam kepemimpinannya, camat masih menunjukkan sifat/sikap atau pola tingkah11
laku yang cukup demokratis. Namun demikian ada beberapa fenomena sekaligus menjadi catatan dari hasil penelitian tersebut, dimana sebagaian masyarakat menghendaki
agar
camat
lebih
banyak
menggunakan
waktunya
untuk
mengamati/mengontrol langsung ke seluruh wilayah pemerintahannya misalnya menyangkut kebersihan, penataan kota/kecamatan sekaligus dapat berbaur dengan masyarakat, agar aspirasi masyarakat dapat disampaikan secara langsung kepada camat. 2) Disamping memiliki tipe demokratis, camat Tahuna juga memiliki beberapa unsur dari beberapa tipe kepemimpinan yang ada. Tipe tersebut yaitu tipe populistis dan tipe administratif. Di antara beberapa informan hanya seorang diantaranya yang menyatakan bahwa camat Tahuna memiliki salah satu unsur yang ada pada tipe kharismatis. Diantara beberapa unsur yang ada pada tipe populis, unsur menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional masih sangat kuat melekat pada diri kepemimpinan camat dan dari beberapa unsur yang ada pada tipe administratif, unsur administrasi dan manajemen cukup kelihatan pada kepemimpinan camat. Sedangkan unsur dari tipe kharismatis yang dimaksud di atas, adalah unsur berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. 3) Sekalipun camat Tahuna dipandang masyarakat memiliki tipe kepemimpinan demokratis, tapi masih banyak hal-hal yang masih perlu ditunjukkan atau dilakukan oleh
camat.
Sikap
dan
perilaku
yang
masih
dianggap
perlu
adalah:
mengkoordinasikan pekerjaan dan tugas dari semua anggota masyarakat, dengan menekankan rasa tangung jawab dan kerja sama yang baik kepada setiap anggota masyarakat. Dia tahu, bahwa organisasi atau lembaga bukanlah masalah pribadi atau individual, akan tetapi kekuatan kepemimpinannya terletak pada partisipasi aktif setiap anggota masyarakat. Dia mau mendengarkan aspirasi dan nasihat semua pihak dan mampu memanfaatkan keunggulan setiap orang seefektif mungkin pada saat-saat yang tepat. Disamping itu pula camat wajib bersikap adil terhadap semua lapisan masyarakat dalam pelayanannya, agar dia tidak saja disenangi oleh segelintir orang/masyarakat yang ada dalam wilayah pemerintahannya. B.
Saran 1) Sebagai seorang pemimpin, camat selayaknya tidak henti-hentinya belajar dan terus membenahi bagaimana seharusnya bersikap dalam memimpin baik terhadap 12
bawahannya maupun terhadap anggota masyarakat khususnya masyarakat di wilayah pemerintahannya. 2) Bergaya “blusukan” yang telah menjadi tren kepemimpinan sekarang ini, hendaknya diimplementasikan camat Tahuna dalam aktivitasnya khususnya saat turun ke lapangan agar masyarakat lebih bersimpati kepadanya.
DAFTAR PUSTAKA Adam Ibrahim Indrawijaya, 2010, Teori Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Penerbit PT. Rafika Aditama. Amirin,M.Tatang, 2000, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Hasan M Iqbal, 2002, Teori Pengambilan Keputusan, Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia Irfan Islamy, 2003, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta Penerbit Bumi Aksara Kartini Kartono,1982, Pemimpin dan kepemimpinan, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Miftha Thoha, 2007, Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta, Penerbit PT Raja Grafindo Pamudji,S., 1985, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Bina Aksara Rivai,Veithzal, 2003, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo Persada. Sarwono,Jonathan, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu Triantoro Safaria, 2004. Kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Zaenal A. Budiyono, Memimpin di Era Politik Gaduh, Jakarta, Penerbit DCSC Publishing
13