JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Fanita, SE1, Khairul Amri, SE. M.Si2 Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekah LPPM Ekonomi Keuangan & Perbankan Banda Aceh. 1)
2)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap kualitas layanan pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh, serta adanya perbedaan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari perguruan tinggi tersebut. Sampel penelitian sebanyak 96 orang mahasiswa yang diambil secara purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan peralatan statistik deskriptif dan statistik uji beda rata-rata (uji t) metode paired sample t test. Penelitian menemukan bahwa secara umum mahasiswa AMIKI Banda Aceh sudah memiliki persepsi yang relatif baik terhadap kualitas layanan pendidikan perguruan tinggi tersebut. Namun demikian harapan mahasiswa terhadap pelayanan lebih besar bila dibandingkan dengan kenyataan yang mereka rasakan. Di antara kelima dimensi kualitas pelayanan, dimensi yang dinilai paling jelek oleh mahasiswa adalah dimensi reliability. Sebaliknya dimensi yang dinilai paling baik adalah dimensi emphaty. Hasil pengujian statistik memperlihatkan nilai t hitung lebih besar bila dibandingkan dengan nilai t tabel. Dengan demikian Ha diterima, sebaliknya Ho ditolak, yang bermakna terdapat terdapat perbedaan yang signifikan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. Karena itu pihak manajemen AMIKI Banda Aceh dipandang perlu untuk memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan perguruan tinggi tersebut. Kata Kunci : Kualitas Layanan Pendidikan, Layanan Diharapkan dan Layanan Dirasakan. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kualitas pelayanan merupakan salah satu isu penting dalam lembaga pendidikan. Hal ini terjadi karena di satu sisi tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas layanan pendidikan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pelayanan pendidikan dianggap berkualitas apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terutama sebagai pengguna pelayanan tersebut. Dalam lembaga pendidikan tinggi seperti halnya universitas, sekolah tinngi dan akademi, kualitas pelayanan pendidikan dianggap berkualitas tentunya apabila pelayanan pendidikan yang diberikan mampu memenuhi kebutuhan mahasiswa dan kebutuhan masyarakat luas sebagai pengguna output lembaga pendidikan. Ditinjau dari segi kepentingan mahasiswa yang kuliah pada perguruan tinggi tertentu, pelayanan pendidikan yang berkualitas adalah pelayanan pendidikan yang diterima oleh semua kalangan mahasiswa terutama berkaitan dengan kelancaran proses pendidikan mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa sebagai pengguna jasa layanan pendidikan tentunya berada pada posisi “pelanggan” yang ingin terpuaskan dengan layanan yang diberikan lembaga pendidikan tinggi
tempat mereka kuliah. Sementara di sisi lain, pihak universitas, sekolah tinggi dan akademi yang berperan sebagai penyedia jasa pendidikan dapat dilihat sebagai pihak yang menurut tugas dan fungsinya memberikan layanan pendidikan bagi kepentingan mahasiswa. Secara teoritis, pengguna layanan akan memberikan penilaian terhadap kualitas layanan organisasi yang memberikan layanan terkait. Penilaian terhadap layanan dapat tercermin dari tanggapan pengguna layanan terhadap lima dimensi kualitas layanan yang mereka rasakan dalam proses penyampaian layanan (service delivery). Dimensi-dimensi tersebut meliputi dimensi kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), keyakinan/jaminan (assurance), empati (emphaty) dan dimensi berwujud (tangible). Reliability yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Responsiveness merupakan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dalam memberikan layanan dengan tanggap. Assurance meliputi kemampuan, kesopanan, sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan. Selanjutnya
118 118
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
emphaty dan tangible antara lain dapat meliputi rasa empati yang dimiliki oleh karyawan dalam memberikan layanan, dan kelengkapan fasilitas fisik sehubungan dengan penyampaian layanan itu sendiri. Dalam hubungannya dengan pelayanan pendidikan yang diberikan oleh lembaga pendidikan tinggi seperti halnya Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh, baik atau tidak baiknya persepsi mahasiswa terhadap kualitas layanan yang mereka terima tentunya dapat berpengaruh pada brand image (citra merek) lembaga pendidikan tinggi tersebut. Hal ini disebabkan pada perusahaan jasa seperti halnya lembaga pendidikan yang menawarkan jasa pendidikan, faktor-faktor pembentuk citra merek antara lain terdiri dari kualitas atau mutu, kepercayaan terhadap jasa yang diberikan, kegunaan dan manfaat yang diterima oleh konsumen yang dalam hal ini adalah mahasiswa, pelayanan yang diterima dan citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk pelayanan tersebut. (Schiffman dan Kanuk, 2007:135). Dengan demikian lembaga pendidikan tinggi yang dianggap memiliki kualitas pelayanan yang baik akan dipersepsikan memiliki citra merek yang relatif baik pula. Demikian pula sebaliknya, apabila kualitas pelayanan yang diterima mahasiswa dipersepsi negatif maka akan berdampak pada penurunan citra merek (brand image) lembaga pendidikan tersebut. AMIKI Banda Aceh merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Banda Aceh. Jumlah mahasiswa perguruan tinggi tersebut berfluktuasi dari tahun ke tahun. Bila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota Banda Aceh, mahasiswa AMIKI Banda Aceh hanya sebagian kecil dari jumlah keseluruhan
mahasiswa. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sebagai lembaga pendidikan tinggi, AMIKI Banda Aceh memiliki dosen/staf pengajar sebanyak 62 orang terdiri dari 38 orang dosen tidak tetap dan 24 orang dosen tidak tetap. Keseluruhan tenaga dosen/staf pengajar dimaksud memiliki latar belakang tingkat S1 dan S2. Selain itu, mereka juga berasal dari latar belakang disiplin ilmu seperti ilmu komputer, ilmu ekonomi, ilmu hukum dan disiplin ilmu lainnya yang dapat mendukung kelancaran proses belajar mengajar pada AMIKI Banda Aceh. Keberadaan AMIKI sebagai lembaga pendidikan tinggi tentunya tidak terlepas dari minat calon mahasiswa untuk kuliah pada perguruan tinggi tersebut, dan masing-masing personil yang terlibat dalam pelaksanaan tugas kegiatan akademik termasuk kegiatan belajar mengajar berupaya untuk memberikan pelayanan yang baik bagi mahasiswa sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang dimiliki baik berupa sumber daya manusia terutama dosen/staf pengajar dan pegawai akademik, maupun sumber daya fisik seperti penyediaan ruangan kuliah, laboratorium, perpustakaan dan lain sebagainya. Hasil pengamatan dan wawancara dengan para mahasiswa diperoleh informasi bahwa mahasiswa AMIKI Banda Aceh memiliki penilaian yang berbeda terhadap perguruan tinggi tersebut. Hal ini secara jelas terlihat dari sikap dan perilaku mahasiswa dalam menjalani kuliah di fakultas tersebut. Sekalipun jumlah mahasiswa masuk pada perguruan tinggi tersebut cenderung meningkat, namun disisi lain juga terdapat mahasiswa yang memilih kuliah pada PTS lain selain AMIKI. Bahkan ada di antara mahasiswa yang sebelumnya kuliah pada AMIKI Banda Aceh, justru pindah ke perguruan tinggi lain selain AMIKI. Hal ini mengindikasikan bahwa bahwa mahasiswa tersebut belum terpuaskan terhadap pelayanan pendidikan yang diberikan
Tabel 1 Mahasiswa Aktif AMIKI Banda Aceh Selama Periode Tahun 2008-2010 Jumlah Mahasiswa Tahun Semester (Orang) 2008 Ganjil 761 Genap 940 2009 Ganjil 1.634 Genap 1.739 2010 Ganjil 2.107 Genap 2.380 Sumber: AMIKI Banda Aceh, 2013.
119
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
oleh AMIKI Banda Aceh, dan pada akhirnya berdampak pada penurunan citra/image fakultas tersebut bagi mahasiswa yang bersangkutan. Di sisi lain, juga banyak di antara mahasiswa yang merasa bangga menjadi mahasiswa AMIKI Banda Aceh. Kebanggaan tersebut secara implisit terlihat dari hasil wawancara dengan beberapa orang mahasiswa yang mengindikasikan bahwa bagi mereka AMIKI Banda Aceh adalah lembaga pendidikan terbaik sebagai tempat kuliah dan sesuai cita-cita mereka untuk menjadi pegawai atau karyawan pada perusahaan. Berdasarkan hasil penjelasan di atas dapat dipahami bahwa citra merek (brand image) AMIKI Banda Aceh berbeda dikalangan mahasiswanya. Di satu sisi ada mahasiswa yang memiliki penilaian baik terhadap citra merek lembaga pendidikan tersebut, dan di sisi lain juga ada di antara mahasiswa yang memiliki penilaian relatif kurang baik, sehingga mereka keluar dari AMIKI Banda Aceh pindah ke lembaga pendidikan lain selain AMIKI Banda Aceh. Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana persepsi mahasiswa terhadap kualitas pelayanan pendidikan pada AMIKI Banda Aceh secara umum ?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap kualitas layanan pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh, dan menguji ada atau tidaknya perbedaan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari perguruan tinggi swasta tersebut. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pelayanan Berbagai definisi diberikan untuk menjelaskan tentang jasa/pelayanan, Kotler (2001:428) mendefinisikan pelayanan/jasa, adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk. Walaupun demikian, produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Maksudnya, ada produk jasa murni (seperti child care, konsultasi psikologi, dan konsultasi manajemen), ada pula jasa yang membutuhkan produk fisik sebagai persyaratan utama (misalnya kapal untuk angkutan lain, pesawat dalam jasa penerbangan, dan makanan di restoran) (Tjiptono, 2005:15). Berdasarkan batasan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa jasa/pelayanan adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud, namun dapat
120
dinikmati. Keluaran dari usaha ini tidak dapat dilihat dan diraba. Dengan demikian, jelas bahwa instansi pemerintah dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga yang termasuk kategori pemberi jasa/pelayanan, sehingga apabila ingin dilihat kinerjanya berasal dari kualitas pelayanan yang diberikannya. Untuk memperkuat kenyataan tersebut, Kotler (2001:465) mengatakan bahwa jasa/pelayanan yang diberikan kepada konsumen mengandung karakteristik: (1) “intangibility” (tidak berwujud), artinya adalah bahwa suatu jasa mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan dan tidak dapat dilihat, didengar atau dicium sebelum membelinya, misalnya pasien dalam kantor psikiater tidak dapat diramalkan hasil yang akan terjadi dari terapi pasien sebelumnya; (2) “inseparability” (tidak dapat dipisahkan), artinya adalah bahwa pada umumnya jasa dikonsumsikan (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut, dan hal ini tidak berlaku bagi barang fisik yang diproduksi, ditempatkan pada persediaan dan didistribusikan ke berbagai pengecer dan akhirnya dikonsumsi; (3) ”variability” (bervariasi), artinya bahwa barang jasa yang sesungguhnya sangat mudah berubah-ubah, karena jasa tergantung pada siapa yang menyajikan dan di mana disajikan. Pembeli akan berhati-hati terhadap keragaman ini dan seringkali membicarakannya dengan yang lain sebelum memilih seseorang penyedia jasa. Di sisi lain, Kotler memberikan empat karakteristik batasan-batasan untuk jenis-jenis jasa/pelayanan sebagai berikut: (a) jasa berbeda berdasarkan basis peralatan (equipment based) atau basis orang (people based) di mana jasa berbasis orang berbeda dari segi penyediaannya, yaitu pekerja tidak terlatih, terlatih, atau profesional; (b) beberapa jenis jasa adalah yang memerlukan kehadiran dari klien (client’s presence); (c) jasa juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan (personal need) atau kebutuhan bisnis (business need); dan (d) jasa yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba (profit or non profit) dan kepemilikannya swasta atau publik (private or public). Apabila diperhatikan batasan dan karakteristik yang diutarakan di atas, ternyata pelayanan pendidikan yang diberikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh merupakan bagian dari batasan tersebut. Dengan demikian, AMIKI Banda Aceh dapat dikategorikan sebagai lembaga
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
pemberi layanan pada para konsumen, dalam hal ini mahasiswa yang menjalani pendidikan pada lembaga pendidikan tersebut. Mereka inilah yang berhak memberikan penilaian baik buruknya pelayanan yang diberikan oleh AMIKI Banda Aceh. Kualitas Pelayanan Pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dia konsumsi dapat diterima atau dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan. Dengan perkataan lain para pelanggan menginginkan agar mutu pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan dapat memenuhi harapan mereka. Karena itu, setiap instansi yang memberikan pelayanan harus memperhatikan kualitas pelayanan (service quality) yang diberikan oleh instansi tersebut. Dalam hal ini lembaga pendidikan sebagai institusi yang memberikan pelayanan publik tentunya berupaya untuk memberikan kualitas pelayanan (service quality) yang baik kepada mahasiswa sebagai pengguna layanan yang di berikan. Tjiptono (2005:263) menyatakan, kualitas pelayanan sebagai penilaian atau sikap global yang berkenaan dengan superioritas suatu pelayanan. Definisi ini didasarkan pada tiga landasan konseptual utama, yakni; (1) kualitas pelayanan lebih sukar dievaluasi konsumen daripada kualitas barang; (2) persepsi terhadap kualitas pelayanan merupakan hasil dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual pelayanan; dan (3) evaluasi kualitas tidak hanya dilakukan atas hasil jasa, namun juga mencakup evaluasi terhadap proses penyampaian layanan. Kualitas pelayanan sebenarnya merupakan perbandingan antara harapan konsumen dengan kenyataan yang dirasakan. Baik buruknya kenyataan yang dirasakan oleh konsumen jasa sangat tergantung pada kinerja aktual pelayanan itu sendiri. Apakah kenyataan yang mereka rasakan lebih tinggi, sama atau lebih kecil bila dibandingkan dengan harapan mereka terhadap layanan itu sendiri, akan sangat menentukan variasi baik buruknya persepsi terhadap pelayanan secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Assauri (2003:25) menyatakan bahwa “pelanggan menilai mutu atau kualitas umumnya setelah pelanggan tersebut menerima jasa atau pelayanan itu dari suatu perusahaan tertentu. Mereka menilai mutu jasa atau pelayanan yang mereka terima dengan harapan mereka atas pelayanan tersebut. Pelanggan mempertimbangkan mutu pelayanan tersebut
dalam beberapa dimensi. Dimensi-dimensi dari pelayanan yang didapatkan atau diterima pelanggan, mereka nilai terhadap apa yang mereka harapkan atas dimensi tersebut”. Berdasarkan pendapat di atas jelaslah ada dua unsur utama dalam kualitas pelayanan yaitu expected service dan perceived service. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan akan dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi harapan pemakai layanan tersebut secara konsisten. Dimensi kualitas dari suatu pelayanan tidak terlepas dari penilaian atas komponen pelayanan dari produk yang ditawarkan. Dimana di antaranya yang terpenting adalah sistem penyampaian tersebut atau service delivery system. Pengukuran Kualitas Pelayanan Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kualitas pelayanan merupakan seperangkat keyakinan dan penilaian atau sikap konsumen sebagai penerima pelayanan dengan berkenaan dengan pelayanan yang diterima oleh konsumen tersebut. Karena itu, pengukuran kualitas pelayanan identik dengan pengukuran persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan. Parasuraman dkk telah mengembangkan suatu alat ukur kualitas layanan yang disebut SERVQUAL (Service Quality). SERVQUAL ini merupakan skala multi item yang terdiri dari pertanyaanpertanyaan yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan. Menurut Parasuraman et al (dalam Tjiptono, 2005:273) kualitas layanan meliputi lima dimensi, yaitu: 1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 3. Assurance, yaitu kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keraguraguan.
121
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
4. Emphaty, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan. 5. Tangibles, yaitu fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Assauri (2003:28) yang menyatakan bahwa: dimensi mutu dari suatu jasa atau pelayanan tidak terlepas dari penilaian atas komponen jasa dari produk yang ditawarkan, dimana diantaranya yang terpenting adalah sistem penyampaian jasa tersebut (service delivery system). Terdapat lima dimensi yang penting dari mutu jasa atau pelayanan, yaitu: pertama adalah tampilan berwujud atau tangible yang berbentuk fasilitas fisik, peralatan, personalia dan bahan-bahan komunikasi. Kedua adalah sesuatu hal yang dapat dipercaya atau realibility, yaitu kemampuan untuk menyediakan jasa yang dijanjikan secara tepat dan dapat dipercaya. Ketiga adalah cepat tanggap atau responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa yang cepat dan tepat. Keempat adalah jaminan atau assurance yang berupa pengetahuan dan keramahan karyawan serta kemampuan untuk memberitahukan secara meyakinkan dan dapat dipercaya. Kelima adalah rasa yang terdapat pada diri seseorang untuk tidak menggunakan emosinya, atau emphaty, karena sangat kuat menekankan perhatiannya kepada orang lain yang dapat diberikan perusahaan kepada pelanggan. Pengukuran kualitas pelayanan AMIKI Banda Aceh sebagai pengguruan tinggi swasta (PTS) tentunya tidak terlepas dari lima dimensi tersebut. Hal ini disebabkan lembaga pendidikan dapat dikatagorikan sebagai lembaga yang memberikan pelayanan publik terutama bagi para mahasiswa. Penggunaan kelima dimensi pelayanan tersebut dalam pengukuran kualitas pelayanan AMIKI Banda Aceh sesuai dengan pendapat Fitzsimmon yang dikutip oleh Sinambela (2007:7) berpendapat terdapat lima variabel pelayanan publik, yaitu reliability yang ditandai dengan pemberian pelayanan yang tepat dan benar, tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, responsiveness yang ditandai dengan keinginan melayani konsumen dengan cepat, assurance yang ditandai dengan tingkat perhatian terhadap etika dan moral dalam memberikan pelayanan, dan emphaty yang ditandai tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.
122
Kualitas Pelayanan Pendidikan Keberhasilan suatu jasa pelayanan dalam mencapai tujuannya sangat tergantung pada konsumennya, dalam arti perusahaan memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya akan sukses dalam mencapai tujuannya. Sekarang ini mutu pelayanan telah menjadi perhatian utama dalam memenangkan persaingan. Mutu pelayanan dapat dijadikan sebagai salah satu strategi lembaga untuk menciptakan kepuasan konsumen. Suatu pendidikan bermutu tergantung pada tujuan dan yang akan dilakukan dalam pendidikan. Definisi pendidikan bermutu harus mengakui bahwa pendidikan apapun termasuk dalam suatu sistem. Mutu dalam beberapa bagian dari sistem mungkin baik, tetapi mutu kurang baik yang ada di bagian lain dari sistem, yang menyebabkan berkurangnya mutu pendidikan secara keseluruhan dari pendidikan. Definisi mutu layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampainya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan (Tjiptono dan Diana, 2003). Mutu pelayanan diketahui dengan cara membandingkan harapan / kepentingan pelanggan atas layanan yang ideal dengan layanan yang benar-benar mereka terima. Menurut Feigenbaum (2006:123) mutu merupakan kekuatan penting yang dapat membuahkan keberhasilan baik di dalam organisasi dan pertumbuhan lembaga, hal ini juga bisa diterapkan di dalam penyelenggaraan pelayanan mutu pendidikan. Selanjutnya jika mutu dikaitkan dalam penyelenggaraan pendidikan maka dapat berpedoman pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan bahwa penjaminan mutu adalah wajib baik internal maupun eksternal. Apabila jasa pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka mutu pelayanan yang dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan maka mutu pelayanan dipersepsikan sebagai mutu yang ideal. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka mutu pelayanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan/kepentingan pelanggannya secara
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
konsisten. Kajian mengenai karakteristik jasa pada lembaga pendidikan tinggi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni: 1. Perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok jasa murni (pure service), di mana pemberian jasa yang dilakukan didukung alat kerja atau sarana pendukung semata, seperti ruangan kelas, kursi, meja, dan buku-buku; 2. Jasa yang diberikan membutuhkan kehadiran pengguna jasa (mahasiswa), jadi di sini pelanggan yang mendatangi lembaga pendidikan tersebut untuk mendapatkan jasa yang diinginkan (meskipun dalam perkembangannya ada yang menawarkan program jarak, universitas terbuka, dan kuliah jarak jauh); 3. Penerimaan jasa adalah orang, jadi merupakan pemberian jasa yang berbasis orang. Sehingga berdasarkan hubungan dengan pengguna jasa (pelanggan / mahasiswa) adalah high contact system yaitu hubungan pemberi jasa dengan pelanggan tinggi. Pelanggan dan penyedia jasa terus berinteraksi selama proses pemberian jasa berlangsung. Untuk menerima jasa, pelanggan harus menjadi bagian dari sistem jasa tersebut; 4. Hubungan dengan pelanggan adalah berdasarkan member relationship, di mana pelanggan telah menjadi anggota lembaga pendidikan tersebut, sistem pemberian jasanya secara terus menerus dan teratur sesuai kurikulum yang telah ditetapkan. Kerangka Konseptual Kualitas Pelayanan Pendidikan Salah satu faktor yang menentukan kualitas pelayanan kampus ataupun lembaga lainnya adalah kemampuan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas bagi pengguna jasa / pelanggan. Sesuai dengan filosofi Manajemen Mutu Terpadu, maka pendidikan dipandang sebagai jasa dan usaha lembaga pendidikan sebagai industri jasa, bukan proses produksi. Oleh sebab itu, kampus sebagai lembaga pendidikan harus memikirkan tentang pelanggan-pelanggan yang mempunyai berbagai kebutuhan dan tentang bagaimana memuaskan pelanggan tersebut. Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang terdiri dari 5 dimensi pelayanan, yakni: reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible (Gambar 1). Kualitas pelayanan pendidikan bersumber dari SDM yaitu dosen dan staf, serta fasilitas (sarana-prasarana) pendidikan yang tersedia. Semakin tinggi kualitas pelayanan, semakin puas pelanggan. Kualitas pelayanan
cukup maka harapan pelanggan terpenuh, tetapi bila kualitas pelayanan kurang maka pelanggan tidak puas. Perbedaan kualitas pelayanan pendidikan di lembaga pendidikan dimungkinkan oleh berbedanya jenis atau karakter dari masingmasing unit kerja. Dimensi kualitas sangat memengaruhi mahasiswa di dalam mengikuti perkuliahan di suatu lembaga pendidikan. Pengaruh yang paling mendasar untuk mahasiswa adalah dalam hal pelayanan pendidikan. Pelayanan sering dikenal dengan istilah service yaitu melakukan sesuatu bagi orang lain, service bisa dilakukan baik oleh individual maupun kelompok orang. Istilah service mencerminkan suatu produk yang tidak berwujud (intangible). Intangible adalah suatu pelayanan / jasa / service yang secara umum tidak bisa dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba. Karena jasa itu bersifat tidak dapat dilihat biasanya lebih sulit untuk dievaluasi, jadi untuk mengantisipasi hal tersebut yang perlu diperhatikan dalam dimensi kualitas tersebut adalah tempat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan materi yang tidak lengkap, komunikasi yang tidak lancar dan masih ada faktor lainnya yang membuat pelayanan mengalami gap / hambatan. Pelayanan pendidikan merupakan intangible / jasa yang tidak bisa dilihat dan salah satu faktor yang terpenting untuk menuju sukses tidaknya mahasiswa dalam mengikuti kuliah di lembaga pendidikan adalah adanya pelayanan pendidikan yang terbaik bagi mahasiswanya. Selain itu dengan pelayanan pendidikan yang terbaik dan yang sesuai dengan kualitas serta kinerja yang baik akan mengurangi adanya gap atau celahcelah yang sering terjadi dalam setiap lembaga pendidikan, di mana celah-celah tersebut menjadi masalah yang sangat penting dan sangat berpengaruh di lembaga pendidikan. Pengaruh tersebut timbul dari tempat, dari pengurus/orang, dan peralatan di lembaga pendidikan yang kurang profesional. Untuk mengatasi adanya celah-celah atau gap yang mengakibatkan mahasiswa mengalami kesulitan dalam menuntut pendidikan salah satunya adalah pelayanan pendidikan yang tidak profesional dan tidak berkualitas diubah menjadi pelayanan pendidikan yang berkualitas dan profesional. Jika pelayanan pendidikan berkualitas dan profesional, maka akan mempengaruhi harapan dan perasaan bagi mahasiswa untuk semangat dalam mengikuti kuliah di lembaga pendidikan. Pelayanan pendidikan sangat berpengaruh bagi peserta didik di lembaga pendidikan.
123
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
Gambar 1 Kerangka Konseptual Pelayanan Pendidikan Pelayanan yang Diharapkan
Dimensi Kualitas 1. Reliability 2. Responsiveness 3. Assurance 4. Emphaty 5. Tangible
Kualitas Kinerja Pelayanan:
MAHASISWA
Dosen, Staf, Sarana
Semakin kecil gap antara ekspektasi dan persepsi semakin puas mahasiswa, semakin tinggi mutu kinerja pelayanan
Pelayanan yang Dirasakan
1. Pelayanan Pendidikan yang Diharapkan oleh Peserta Didik Lembaga pendidikan merupakan suatu lembaga jasa yang salah satunya ada unsur manusia, di mana manusia yang ada di lembaga pendidikan tersebut berfungsi untuk mendidik seseorang/kelompok orang sesuai dengan yang dicita-citakannya. Untuk hal tersebut perlu adanya suatu kualitas pelayanan yang sangat baik dan bermutu serta profesional dari manusia yang berada dalam lembaga pendidikan tersebut. Adanya suatu pelayanan pendidikan yang profesional dan berkualitas yang dilakukan oleh lembaga pendidikan maka secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas pendidikan mahasiswa yang dihasilkannya. Setiap mahasiswa maupun orangtua peserta didik akan selalu mengharapkan suatu pelayanan yang baik dari lembaga pendidikan yang dimasuki anaknya, dimana dengan suatu pelayanan pendidikan yang baik mahasiswa berharap segala usaha dalam mengikuti kuliah di lembaga pendidikan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan hasilnya dapat diterapkan, dan dipraktikkan di masyarakat. 2. Pelayanan Pendidikan yang Dirasakan oleh Peserta Didik Pelayanan pendidikan termasuk suatu jasa dan jasa tidak bisa diamati secara fisik namun jasa dapat dirasakan, dan jasa pelayanan pendidikan
124
yang baik dan profesional akan menjawab seberapa jauh kepuasan dapat diraih dan dirasakan oleh mahasiswanya. Di dalam pelayanan jasa pendidikan dimensi yang sangat berkaitan adalah dimensi peralatan dan fasilitas yang digunakan serta personel dan materi komunikasi yang digunakan apakah sudah sesuai dengan standar yang telah diterapkan dan ditentukan oleh undang-undang yang diatur oleh negara. Adanya peralatan dan fasilitas penunjang di lembaga pendidikan yang lengkap dan pelayanan yang profesional hal ini akan dapat dirasakan oleh mahasiswanya karena dengan hal tersebut segala aktivitas dan tugas mahasiswa dapat berjalan dan terlaksana dengan baik dan hasilnya dapat dirasakan oleh mahasiswanya sendiri dengan demikian mahasiswa dapat segera selesai dari kuliahnya dan dapat merasakan hasil jerih payahnya dengan mempraktikkan segala ilmu yang didapatkannya di dalam kuliah di lembaga pendidikan tersebut di masyarakat. Sehingga agar lembaga pendidikan dapat sukses dan berhasil serta menghasilkan mahasiswa yang berguna bagi masyarakat, maka yang paling utama di sini adalah celah gap yang ada di dalam lembaga pendidikan tersebut harus di minimalkan sekecil mungkin supaya tidak mengganggu kelancaran proses belajar-mengajar. Dengan diminimalkan celah/gap pada faktor pelayanan pendidikan kepada mahasiswanya hal tersebut akan meningkatkan mutu dan kualitas dan hasil proses belajar-mengajar mahasiswanya,
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
sehingga mahasiswa akan semakin puas dengan apa yang diharapkan dan apa yang dirasakan dan lama kelamaan, dan gap tersebut akan hilang dengan sendirinya jika pelayanan pendidikan terus ditingkatkan dan diperbaiki setiap waktu. Analisis Kesenjangan Pelayanan Dimensi-dimensi kualitas layanan yang telah dijelaskan sebelumnya, harus diramu dengan baik. Apabila tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara penyedia jasa dengan penerima layanan jasa tersebut, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud layanan itu sendiri. Lupiyoadi (2001:150) menyatakan, lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas layanan adalah sebagai berikut. 1. Gap persepsi manajemen, yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. 2. Gap spesifikasi kualitas, yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan. 3. Gap penyampaian pelayanan, yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (service delivery). Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor; (a) ambiguitas peran, yaitu sejauh mana pegawai dapat melakukan tugas sesuai dengan harapan manajemen, tetapi memuaskan pelanggan, (b) konflik peran, yaitu sejauh mana pegawai meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak, (c) kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya, (d) kesesuaian teknologi dengan yang digunakan pegawai, (e) sistem imbalan, (f) perceived control, yaitu sejauh mana pegawai merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan, dan (g) team work, yaitu sejauh mana pegawai dan manajemen merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan terpadu. 4. Gap komunikasi, yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. 5. Gap dalam pelayanan yang dirasakan, adalah perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh penerima jasa. Jika
keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif. Namun bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan. Kesenjangan kualitas jasa dapat dilihat dari ada atau tidaknya perbedaan antara persepsi konsumen sebagai pengguna jasa dengan lembaga pemberi jasa. Lembaga pemberi jasa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. Pengertian Kepuasan Pelanggan Masalah kepuasan adalah masalah perorangan yang sifatnya sangat subyektif karena hal ini tergantung pada masing-masing individu untuk merasakan dan menyatakan. Masalah kepuasan ini sangat sulit untuk diukur. Jika diusahakan untuk diukur, ukuran tersebut tetap akan banyak mengandung unsur-unsur yang bersifat subjektif. Untuk itu diasumsikan bahwa ukuran kepuasan dapat dinyatakan secara ordinal (urutan), yaitu: tidak puas, kurang puas, cukup puas, puas dan sangat puas. Kotler (2001:46) menyatakan, “kepuasan pelanggan adalah perasaan pelanggan setelah membeli barang atau jasa tersebut”. Kotler juga menjelaskan kepuasan pelanggan adalah fungsi dari pengharapannya dan kualitas produk yang dirasakan oleh pelanggan. Pengharapan pelanggan dibentuk berdasarkan pengalaman mereka, saran teman-teman dan iklan yang disampaikan perusahaan jasa. Pelanggan memilih memberi jasa berdasarkan harapan ini dan setelah menikmati jasa tadi mereka akan membandingkannya dengan apa yang mereka harapkan. Bila jasa yang mereka nikmati ternyata berada jauh dibawah yang mereka harapkan, maka mengakibatkan ketidakpuasan. Makin besar jurang harapan dengan kenyataan makin besar pula ketidakpuasan pelanggan. Dalam literatur selanjutnya Kotler (2003:70) menyatakan “kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja atau (hasil) yang diharapkan. jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang”. Engel, et al (dalam Tjiptono, 2005:146) meyatakan, “kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome)
125
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan 1) Konsep Kepuasan Pelanggan Berdasarkan Perspektif Psikologi Model Kognitif Pada model ini penilaian pelanggan didasarkan pada perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang dipandang ideal untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dari atribut yang sebenarnya. Dengan kata lain, penilaian tersebut didasarkan pada selisih atau perbedaan antara yang ideal dengan yang aktual. Apabila yang ideal sama dengan yang benarnya, (persepsinya atau yang dirasakannya), maka pelanggan akan sangat puas terhadap produk atau jasa tersebut. Sebaliknya, bila perbedaan antara yang ideal dan yang sebenarnya atau yang dipersepsikan itu semakin besar, maka pelanggan itu semakin tidak puas. Jika perbedaan semakin kecil, maka besar kemungkinannya pelanggan yang bersangkutan akan mencapai kepuasan. Persepsi individu terhadap kombinasi atribut dari atribut yang ideal tergantung dari daur hidupnya, pengalaman atas produk/jasa, dan harapan serta keluhannya. Jadi indeks kepuasan pelanggan dalam model kognitif mengukur perbedaan antara apa yang diwujudkan oleh pelanggan dalam membeli suatu produk/jasa dan apa yang sesungguhnya ditawarkan oleh perusahaan. Berdasarkan modal ini, maka kepuasan pelanggan dapat dicapai dengan dua cara utama, yaitu: 1) Mengubah penawaran perusahaan sehingga sesuai dengan yang ideal, dan 2) meyakinkan pelanggan bahwa ideal tidak sesuai dengan kenyataan. Beberapa model kognitif yang sering dijumpai antara lain: a. The Expectency Disconfirmation Model Berdasarkan model ini, kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua variabel kognitif, yakni harapan para pembelian (prepurchase expectation) yaitu keyakinan kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa; dan disconfirmation, yaitu perbedaan antara harapan prapembelian dan persepsi purna beli (post-purchase perception). Para pakar mengidentifikasi tidak pendekatan dalam mengkonseptualisasikan harapan prapembelian (Tjiptono, 2005:31), sebagai berikut: - Equitable Performance (normative performance) - Yaitu penilaian normatif yang mencerminkan kinerja yang seharusnya
126
diterima seseorang atas biaya dan usaha yang telah dicurahkan untuk membeli dan menggunakan suatu produk atau jasa. - Ideal Performance Yaitu tingkat kinerja optimum atau ideal yang diharapkan oleh seorang konsumen. - Expected Performance Yaitu tingkat kinerja yang diharapkan atau disukai konsumen. Tipe ini yang paling banyak digunakan dalam penelitian kepuasan/ ketidakpuasan pelanggan. Apabila konsumen merasa bahwa kegagalan suatu produk memenuhi harapannya dikarenakan faktor yang bersifat stabil dan berkaitan dengan pemasarannya, maka ia cenderung berkeyakinan bahwa bila dimasa datang ia membeli produk yang sama, maka kegagalannya tersebut akan terulang kembali. Oleh karena itu ia cenderung memutuskan untuk tidak membeli lagi. b. Model Efektif Model efektif menyatakan bahwa penilaian pelanggan individual terhadap suatu produk dan jasa tidak semata-mata berdasarkan perhitungan rasional, namun juga berdasarkan kebutuhan subjektif, aspirasi dan pengalaman. Fokus utama model efektif lebih dititik beratkan pada tingkat aspirasi, perilaku belajar, emosi, perasaan spesifik (apresiasi, kepuasan, keengganan, dan lain-lain), suasana hati, dan lain-lain. Maksud dari fokus ini adalah agar dapat dijelaskan dan diukur tingkat kepuasan dalam suatu kurun waktu (longitudinal) 2) Konsep Kepuasan Pelanggan Berdasarkan Perspektif Total Quality Management Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan bisnis yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Sistem manajemen TQM berlandaskan pada usaha mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Tjiptono, 2005:32). Geoetsch dan Davis (dalam Sule, 2002) karakteristik utama dari TQM antara lain meliputi: (1) Fokus pada pelanggan, baik internal maupun eksternal, (2) Memiliki obsesi yang tinggi pada kualitas, (3) Menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengambil keputusan dan pemecahan masalah, (4) Memiliki komitmen jangka panjang, (5) Membutuhkan kerjasama tim, (6) Memperbaiki proses secara berkesinam-
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
bungan, (7) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, (8) Memberikan kebebasan yang terkendali, (9) Memiliki kesatuan tujuan, dan (10) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Dasar utama dari pendekatan TQM adalah bahwa kualitas organisasi ditentukan oleh para pelanggan. Dengan demikian prioritas utama dala jaminan kualitas adalah memiliki piranti yang handal dan shahih tentang penilaian pelanggan terhadap perusahaan. Pengukuran Kepuasan Pelanggan Kotler (2001:38), mengidentifikasikan metode untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu: a. Complaint and Suggestion System (sistem keluhan dan saran) Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran, yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati oleh pelanggan), kartu komentar (yang diisi langsung maupun dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, dan lain-lain. Informasiinformasi yang diperoleh melalui motode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga pada perusahaan, sehingga memungkinkan perusahaan untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif, maka sulit untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya, bisa saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli produk perusahaan itu lagi. Upaya mendapatkan saran yang barus dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan timbal balik dan tindak lanjut yang memadai kepada mereka yang telah bersusah payah berfikir menyumbang ide kepada perusahaan. b. Customer Satisfaciton Surveys (survei kepuasan pelanggan) Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan penelitian survei, baik dengan survei melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung
dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. c. Ghost Shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka melaporkan teman-temannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu, para ghost shopper tersebut juga dapat mengamati cara perusaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. d. Lost Customers Analysis Perusahaan sebaiknya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil keputusan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi customer lost rate juga penting, dimana peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskanpelanggannya. Selanjutnya Matilla dan James (dalam Tjiptono, 2005:36) menyatakan, metode survei kepuasan pelanggan dapat menggunakan pengukuran berbagai cara sebagai berikut: a. Directly Reported Satisfaction Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti seberapa puas pelanggan terhadap pelayanan perusahaan pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas. b. Derived Satisfaction Pelanggan diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan. c. Problem Analysis Pelanggan diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan jasa diminta untuk menuliskan perbaikanperbaikan yang mereka sarankan. d. Importance/Performance Pelanggan diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen
127
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen. Cara Menentukan Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk menentukan kepuasan pelanggan diperlukan data yang menggambarkan lima faktor di atas yang diwujudkan dalam bentuk harapan dan kenyataan. Data dikumpulkan dengan metode survei. Data yang sudah terkumpul diolah dengan menggunakan metode yang disebut oleh Zeithaml dan Parasuraman (dalam Supranto, 2001:239) dengan metode ServQual (service quality) yang menggambarkan dan menerangkan tingkat kepentingan pelanggan secara mutu dan kuantitas. Untuk menentukan tingkat kepentingan dari kelima dimensi tersebut, masyarakat/responden memberikan bobot terhadap masing-masing dimensi dalam bentuk persentase, sehingga bobot total adalah 100%. Dimensi yang diberi bobot lebih tinggi, menunjukkan penilaian responden pada dimensi itu lebih penting dari dimensi yang lain. Untuk menjawab sejauhmana mutu pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepuasan pelanggan, digunakan importance–performance analysis atau analisis tingkat kepentingan konsumen dan kinerja pemberi jasa (Supranto, 2001:239). Untuk mendapatkan data yang diperlukan, kelima faktor dominan penentu kepuasan dijabarkan menjadi butir-butir dalam bentuk
pernyataan, dengan alternatif jawaban menggunakan skala Likert. Pengukuran hasil survei dilakukan dengan membandingkan harapan dengan persepsi, dengan mencari rata-rata dari tiap butir instrumen, kemudian dicari rata-rata tiap dimensi, melalui rata-rata dari jumlah rata-rata harapan dan persepsi. Untuk melihat hasil secara menyeluruh, dilakukan penjumlahan rata-rata dari gap (selisih kenyataan dan harapan) yang dikalikan bobot dimensi yang ada. Hasil >-1, misalnya –0,40, berarti baik dan < -1, misalnya – 1,20, berarti hasil kurang baik. Dengan demikian, semakin besar nilainya maka tingkat kepuasan semakin baik. Namun hasil ini tidak pernah 1(+) atau lebih. Apabila gap positif, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat/pelanggan dianggap sangat puas, namun kemungkinan terjadinya gap positif sangat kecil (Irawan, 2002: 131). Hal ini karena secara keseluruhan apa yang dialami (persepsi) jarang lebih baik dari apa yang diharapkan. Untuk mendapatkan gambaran apa yang harus diperbuat untuk memperbaiki keadaan digunakan diagram Kartesius (Supranto 2001:242). Diagram Kartesius merupakan suatu diagram yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X, Y) di mana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat pelaksanaan/persepsi atau kepuasan pelanggan terhadap seluruh faktor atau atribut, dan Y adalah
Gambar 2 Gambar Diagram Kartesius K E I N G I N A N / H A R A P A N
Y
Perioritas Utama A
Pertahankan Prestasi B
C Prioritas Rendah
D Berlebihan
Y
X Persepsi/Pelaksanaan Sumber: Supranto (2001)
128
X
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan/harapan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Diagram ini dibagi menjadi 4 bagian.. Bagian pertama, (A), disebut dengan daerah prioritas utama yang harus dibenahi karena harapan tinggi sedangkan persepsi rendah. Bagian kedua, (B), disebut dengan daerah yang harus dipertahankan, karena harapan tinggi dan persepsi juga tinggi. Bagian ketiga, (C), disebut sebagai prioritas rendah, karena daerah ini menunjukkan harapan rendah dan persepsi rendah. Bagian keempat, (D), dikategorikan sebagai daerah berlebihan, karena harapan rendah namun persepsi tinggi, jadi bukan menjadi prioritas untuk dibenahi. Selanjutnya, setiap butir instrumen ditempatkan pada empat bagian diagram tersebut sesuai dengan rata-rata kepentingan/harapan dan persepsi/apa yang dialami sehingga dapat diketahui butir-butir mana yang berada di tiap bagian. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diperoleh dari suatu perusahaan, digunakan tiga tahapan analisis sebagai berikut. Pertama, untuk menjawab masalah mengenai sejauh mana mutu pelayanan yang diberikan penyedia jasa yang dalam hal ini adalah Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh untuk memenuhi kepuasan mahasiswa atau tingkat kesesuaian antara kinerja pelayanan dengan kepentingan mahasiswa, digunakan importance – performance analysis atau analisis tingkat kepentingan konsumen dan kinerja pemberi jasa. Kedua, untuk mengetahui tingkat kepuasan mahasiswa atas pelayanan yang diberikan AMIKI Banda Aceh, digunakan metode ServQual yang dikembangkan Parasuraman et al, yang banyak digunakan sampai saat ini dalam penelitian kepuasan pelanggan. Hasil Penelitian Sebelumnya Sutardji dan Maulidyah (2006) mengadakan penelitian mengenai beberapa faktor yang berpengaruh pada kepuasan pengguna perpustakaan: studi kasus di Perpustakaan Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan UmbiUmbian Malang. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sistem layanan terbuka maupun tertutup yang diterapkan oleh perpustakaan Balitkabi berhubungan nyata dengan tingkat kepuasan pengguna. Namun, tingkat kepuasan pengguna berhubungan nyata dengan biaya, kemudahan memperoleh informasi, kecepatan memperoleh informasi dan pelayanan pemberian informasi. Dari keempat faktor yang
berpengaruh nyata tersebut, pelayanan pemberian informasi mempunyai hubungan yang paling nyata terhadap kepuasan pengguna. Tingkat kepuasan pengguna dengan pelayanan pemberian informasi mencapai 72,4%. Harianto et al (2005) dalam penelitiannya yang berjudul kepuasan pasien terhadap pelayanan resep di Apotek Koperasi Karyawan Rumah Sakit Budih Asih Jakarta, menyimpulkan sebagai berikut. 1. Pasien Apotek kopkar sangat puas terhadap keramahan petugas dan kebersihan ruang tunggu. 2. Pasien cukup puas terhadap kecepatan pelayanan obat, kecepatan pelayanan kasir, kelengkapan informasi obat, kelengkapan obat, kemurahan harga obat, kecukupan tempat duduk, dan kenyamanan ruang tunggu dengan kipas angin dan AC, dan pasien puas terhadap ketersediaan televisi yang disediakan di runang tunggu apotek tersebut. Februadi, dkk (2000) dalam penelitiannya yang berjudul pengukuran kualitas jasa (service quality) bidang pengajaran yang disediakan oleh Politeknik Negeri Bandung menyimpulkan bahwa ekpektasi (harapan) mahasiswa Politeknik Negeri Bandung terhadap jasa pengajaran yang diberikan masih belum dapat dipenuhi oleh lembaga pendidikan tersebut. Apa yang sudah diterima oleh mahasiswa masih jauh dari harapan mereka, terutama untuk dimensi tangible, dimensi ini pula yang dianggap paling penting oleh mahasiwa. Hal ini menyiratkan bahwa peralatan serta kebersihan dilingkungan Politeknik Negeri Bandung perlu segera dibenahi. Ibrahim dan Said (1999) dalam penelitian yang berjudul kepuasan pelanggan terhadap pelayanan Hotel Meutia Banda Aceh menemukan bahwa tingkat pelayanan dan tingkat harapan pelanggan secara menyeluruh sudah memuaskan, dengan rata-rata kinerja 3,857 dan rata-rata harapan 4,029 dan tingkat kesesuaian mencapai 95,73 persen. Hasil uji beda rata-rata memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat pelayanan 3,8571 dan tingkat harapan 4,0286 dengan perbedaan hanya -0,01714. Selanjutnya uji t terhadap masing-masing variabel penelitian memperlihatkan nilai t hitung sebesar -3,59 dengan nilai t tabel sebesar +/-1,9799, menggambarkan adanya perbedaan rata-rata secara statistik antara keseluruhan faktor tingkat pelayanan dengan tingkat harapan pelanggan pada tingkat signifikansi (alpha) 5%. Pratiwi dan Prayitno (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kepuasan
129
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
Konsumen Berdasarkan Tingkat Pelayanan Dan Harga Kamar Menggunakan Aplikasi Fuzzy Dengan Matlab 3.5, menyimpulkan Pengukuran tingkat kepuasan konsumen berdasarkan pada tingkat kualitas pelayanan dan tingkat harga kamar di Hotel Istana, Yogyakarta adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kualitas pelayanan sudah dapat dikatakan baik yaitu sebesar 5,5. 2. Tingkat harga kamar dapat dikatakan murah yaitu sebesar 5,5. 3. Tingkat kepuasan konsumen mencapai 43,9. 4. Kedua variabel input (tingkat kualitas pelayanan dan tingkat harga kamar), masing masing didapatkan bilangan real yang sama yaitu 5,5 yang artinya adalah masingmasing variabel memberikan pengaruh sebesar 55 % terhadap tingkat kepuasan konsumen sebagai outputnya, jadi kedua variabel input harus sama-sama ditingkatkan sehingga akan menjadikan konsumen merasa lebih puas. Selanjutnya Siringoringo dan Ndendo (2007) meneliti tentang kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan PSMA on-line pada Universitas Gunadarma. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kepuasan mahasiswa pada kelima dimensi kualitas pelayanan PSMA On-line dianggap belum cukup baik. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa belum puas dengan sistem pelayanan yang ada saat ini. Atribut pelayanan yang perlu dilakukan perbaikan adalah ketepatan
PSMA On-line mengawali kegiatan pelayanan, ketepatan waktu karyawan PSMA On-line istirahat, area ruangan pembuatan KTM, kenyamanan fasilitas AC pada tempat pembuatan KTM, kejelasan pengeras suara pada PSMA Online didengar oleh mahasiswa, kecukupan waktu tambahan yang diberikan PSMA On-line bagi mahasiswa yang telat mengisi KRS, dan kemampuan karyawan PSMA On-line menjawab pertanyaan/keluhan mahasiswa mengenai pelayanan PSMA On-line dengan jelas. Atribut tersebut perlu dilakukan perbaikan karena harapan mahasiswa tinggi namun kinerja PSMA On-line dianggap rendah. Kerangka Penelitian Berdasarkan kajian dan ulasan teori yang sudah diuraikan, kepuasan mahasiswa merupakan perbandingan antara apa yang mereka harapkan dengan persepsi/realita yang dirasakan dan dialami setelah menerima layanan pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kepuasan adalah fungsi dari kinerja yang diterima dan diharapkan, “satisfaction is a function of perceived performance and expectations.” Karena itu, kerangka penelitian atau hubungan antar variabel dalam penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Skema Kaitan Kualitas Jasa dengan Persepsi dan Kepuasan Mahasiswa Pelayanan yang Ditawarkan
Kebutuhan/Keingingan Mahasiswa
Yang Diterima/Dialami Mahasiswa
Harapan Mahasiswa
Persepsi Mahasiswa
Perbandingan Harapan dan Persepsi
Kepuasan
130
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian dan landasan teoritis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Mahasiswa belum memiliki persepsi yang baik terhadap layanan pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. 2. Terdapat perbedaan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. METODE PENELITIAN Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh yang berlokasi di Jalan Teuku Nyak Arif No. 400, Simpang Mesra Jeulingke Banda Aceh. Objek penelitian berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap layanan pendidikan pada lembaga pendidikan tersebut. Ruang Lingkup Penelitian Persepsi mahasiswa dilihat dari penilaian mereka terhadap masing-masing dimensi kualitas pelayanan lembaga pendidikan yang meliputi dimensi kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan dimensi bukti fisik. Selanjutnya kepuasan terhadap pelayanan dilihat dari perbandingan antara harapan dan kenyataan yang dirasakan oleh mahasiswa pada masing-masing dimensi tersebut. Harapan terhadap pelayanan didekati dengan tingkat kepentingan terhadap pelayanan, sedangkan layanan yaang dirasakan dilihat dari baik buruknya persepsi terhadap masing-masing dimensi. Populasi dan Penarikan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa AMIKI Banda Aceh yang memanfaatkan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan tersebut yang berjumlah 2.380 orang. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada rumus Slovin (Suliyanto, 2006:99). Penggunaan rumus tersebut dalam penentuan ukuran sampel didasarkan pada anggapan bahwa populasi terdistribusi secara normal (Umar, 2005:78). Suliyanto, (2006:100) menyatakan rumus Slovin diformulasikan sebagai berikut.
n
N 1 Ne 2
Keterangan: e = Prosentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel. N = Ukuran populasi n = Ukuran sampel Dengan tingkat kelonggaran sebesar 10% maka jumlah sampel penelitian ini adalah sebanyak 96 orang, melalui proses perhitungan sebagai berikut.
2.380 1 2.380(0,10) 2 2.380 n 1 2.380(0,01) 2.380 n 1 23,80 2.380 = 95,97 dibulatkan menjadi 96 orang. n 24,80 n
Pengambilan sampel dengan jumlah tersebut di atas dilakukan secara purposive sampling dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Mahasiswa sudah memiliki pengalaman kuliah di AMIKI Banda Aceh lebih dari 4 semester. 2. Mahasiswa memiliki pengalaman atau mengetahui kualitas layanan pendidikan pada lembaga pendidikan tinggi lainnya di Kota Banda Aceh. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui pengedaran kuesioner atau daftar pertanyaan yang diedarkan kepada mahasiswa. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan/pernyataan yang berhubungan dengan lima dimensi kualitas pelayanan, dan terdiri dari dua sisi yang meliputi harapan terhadap pelayanan (layanan yang diharapkan) dan kenyataan yang dirasakan (layanan yang terima). Mahasiswa diminta untuk menentukan alternatif pilihan jawaban mereka terhadap masing-masing pernyataan terkait. Selain itu, penggalian persepsi mahasiswa terhadap pelayanan juga dilakukan melalui wawancara pendek dengan mahasiswa bersamaan dengan waktu pengedaran kuesioner. Keandalan (reliability) suatu pengukuran menunjukkan sejauhmana pengukuran tersebut tanpa bias (bebas kesalahan-error free) dan karena itu menjamin pengukuran yang konsisten lintas waktu dan lintas beragam item dalam instrumen. Dengan kata lain, keandalan suatu pengukuran merupakan indikasi mengenai stabilitas dan konsistensi dimana instrumen mengukur konsep dan membantu menilai
131
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
“ketepatan” sebuah pengukuran (Sekaran, 2006:40). Dalam penelitian ini, tolok ukur reliabilitas suatu kuesioner adalah nilai alfa cronbach yang diperoleh melalui perhitungan statistik. Malhotra (2007:235) menyatakan nilai alfa cronbach minimum yang dapat di atas 0,60. Hal ini berarti suatu kuesioner dinyatakan handal apabila nilai alfa cronbach yang diperoleh berada di atas 0,60. Suatu skala pengukuran disebut valid apabila ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid, maka ia tidak bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur apa yang seharusnya dilakukan (Kuncoro, 2003:151). Dalam penelitian ini, penentuan validitas dapat dilakukan dengan mencari nilai korelasi skor masing-masing item dengan skor total item untuk setiap variabel. Kemudian nilai r hitung yang diperoleh dari korelasi tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel pada tingkat keyakinan 95 persen. Suliyanto (2006:149) menyatakan, apabila nilai r hitung > r tabel item pernyataan tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel maka item pernyataan tersebut tidak valid. Skala Pengukuran Data Skala pengukuran data yang digunakan adalah skala Likert dengan interval 1-5. Skala ini diberikan untuk memberikan skor/bobot pada masing-masing alternatif pilihan respon yang akan diberikan mahasiswa terhadap pertanyaan/ pernyataan yang diajukan melalui kuesioner. Alternatif pilihan jawaban pada sisi harapan terhadap pelayanan dinyatakan dalam bentuk tingkat kepentingan. Sedangkan alternatif pilihan jawaban pada sisi layanan yang dirasakan dinyatakan dalam bentuk tingkat kesetujuan. Pemberian skor atau bobot berdasarkan masingmasing alternatif pilihan respon mengacu pada pendapat Supranto (2001:264) seperti terlihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Alternatif Pilihan Jawaban Responden Berdasarkan Skor/Bobot Alternatif Pilihan Skor/ Jawaban Bobot Tidak Penting/Tidak setuju 1 Kurang Penting/Kurang setuju 2 Cukup Penting/Cukup setuju 3 Penting/Setuju 4 Sangat penting/sangat setuju 5 Sumber: Supranto (2001).
132
Peralatan Analisis Data Karena kualitas layanan didefinisikan sebagai kesenjangan antara ekspektasi dan persepsi, maka pengukuran kualitas layanan dilihat dari ada atau tidaknya perbedaan antara harapan dengan kenyataan yang diterima sehubungan dengan layanan yang diberikan. Harapan dapat dilihat dari tingkat kepentingan layanan jasa tersebut oleh mahasiswa. Februadi dkk (2000) rumus tersebut adalah sebagai berikut: Sektor Kesenjangan = Sektor Persepsi – Sektor Ekspektasi. Ekspektasi dilihat dari tingkat kepentingan mahasiswa terhadap layanan jasa yang mereka terima, sedangkan persepsi ditunjukkan oleh tingkat kesetujuan mahasiswa terhadap pernyataan yang berhubungan dengan dimensi layanan itu sendiri. Februadi, dkk (2000) menyatakan sektor kesenjangan (gap score) nol berarti persepsi mahasiswa sama dengan apa yang mereka ekspektasikan dari suatu institusi baik (excellent). Dari seluruh dimensi, dilakukan perhitungan untuk mencari nilai rerata dari setiap item pernyataan terhadap kedua bagian kuesioner (bagian ekspektasi dan persepsi). Kemudian dihitung nilai rerata untuk masing-masing dimensi/faktor, selanjutnya untuk mencari nilai gap antara persepsi dan ekspektasi, digunakan rumus di atas. Nilai level of importance untuk tiap dimensi/faktor dicari dengan menghitung rerata untuk masing-masing dimensi faktor. Selanjutnya untuk mengetahui signifikan atau tidak signifikannya perbedaan antara layanan yang diharapkan dan layanan yang dirasakan, digunakan peralatan statistik uji beda rata-rata (uji t) dengan metode sampel berpasangan (paired sampel t test). Rangkuti (2003:132) menyatakan nilai t untuk data berpasangan dapat dicari dengan rumus sebagai berikut.
t
D D Sd / n n
Di D
i 1
n n
Sd i 1
Dimana: Di = Sd = n =
Di D n 1
2
Hasil pengurangan nilai skor harapan dengan skor kenyataan. Standar deviasi. Jumlah responden (n = 96)
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
Penerimaan atau pun penolakan hipotesis didasarkan pada perbandingan nilai t hitung dan nilai t tabel pada tingkat keyakinan 95 persen, dengan ketentuan sebagai berikut. - Apabila nilai t hitung > t tabel, maka hipotesis Ha diterima, sebaliknya hipotesis Ho ditolak, yang bermakna terdapat perbedaan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. - Apabila nilai t hitung < t tabel, maka hipotesis Ho diterima, sebaliknya hipotesis Ha ditolak, yang bermakna tidak terdapat perbedaan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. Operasional Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari lima dimensi kualitas layanan yang meliputi dimensi reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan dimensi tangible. Hal ini disebabkan, penilaian terhadap kualitas pelayanan juga dapat diketahui dengan melihat persepsi mahasiswa terhadap masing-masing dimensi kualitas pelayanan sehubungan dengan layanan pendidikan AMIKI Banda Aceh. Definisi masingmasing dimensi kualitas pelayanan didasarkan pada landasan teoritis. Selanjutnya indikator dan pengukuran masing-masing dimensi kualitas pelayanan tersebut diadopsi dari kuesioner yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono dkk, 2004:262-265) yang disesuaikan dengan kepentingan penelitian. Dimensi reliability berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Dimensi ini terdiri dari 5 indikator meliputi informasi pelayanan akurat, pegawai memberikan pelayanan secara cepat, adanya pemberitahuan jadwal kuliah dan jadwal ujian, dosen memberikan layanan pendidikan secara cepat dan tepat waktu, dan informasi akademik dapat dipercaya. Dimensi responsiveness adalah Kemampuan pegawai memberikan pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini juga terdiri dari 5 indikator meliputi mahasiswa memiliki kemudahan memperoleh informasi akademik, pegawai selalu tanggap terhadap kebutuhan mahasiswa, pegawai selalu ramah dalam melayani mahasiswa, dosen selalu
ramah dalam melayani mahasiswa dan dosen tanggap terhadap kebutuhan mahasiswa. Dimensi assurance Mencakup pengetahuan, kemampuan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan. Indikator terdiri dari adanya informasi yang jelas mengenai pelayanan pendidikan, pegawai bidang pengajaran terampil dalam melayani mahasiswa, keterampilan dosen dalam mengajar, penguasaan dosen terhadap materi kuliah dan kemauan dosen untuk selalu terbuka menerima kritik dan saran mahasiswa. Dimensi emphaty berkaitan dengan kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa sebagai pengguna layanan. Dimensi ini terdiri dari 5 indikator meliputi kemauan dosen melayani mahasiswa secara individu, informasi yang disampaikan akademik jelas dan dapat dimengerti, dosen menanggapi keluhan yang disampaikan mahasiswa, pegawai dan dosen selalu memperhatikan dan mengutamakan kebutuhan mahasiswa, dan pelayanan pendidikan yang di berikan tanpa memandang status sosial. Terakhir dimensi tangible berkaitan dengan fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Dimensi ini juga terdiri dari 5 indikator meliputi ruang kuliah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa Kursi, meja kuliah dan perlengkapan proses belajar lainnya sangat memadai, kondisi bangunan/gedung sangat baik dan menciptakan rasa nyaman dalam belajar, perpustakaan dan ruang baca yang lengkap, dan adanya laboratorium komputer untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, mahasiswa AMIKI Banda Aceh yang dijadikan responden penelitian berjumlah 96 orang. Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kuesioner yang rusak atau hilang selama proses pengumpulan data, peneliti sengaja mengedarkan kuesioner 100 eksamplar. Namun yang diolah dan dianalisis untuk kepentingan penelitian tetap 96 eksamplar. Pengedaran kuesioner berlangsung selama 1 minggu. Selain dilakukan secara langsung oleh peneliti, pengedaran kuesioner juga melibatkan beberapa orang mahasiswa AMIKI. Hal ini dimaksudkan agar pengedaran dan pengisian
133
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
kuesioner sebagai instrumen penelitian melibatkan partisipasi mahasiswa sebagai subjek penelitian. Dengan demikian hasil penelitian diharapkan akan lebih baik dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terutama berkaitan dengan penilaian mahasiswa terhadap kualitas layanan pendidikan pada AMIKI Banda Aceh. Bagian pertama kuesioner berisi informasi mengenai karkteristik responden. Karakteristik yang dimaksudkan dalam penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia, tahun masuk kuliah dan asal sekolah sebelum kuliah di AMIKI Banda Aceh. Hasil pengolahan data menunjukkan dari 96 orang mahasiswa sebagian besar di antara mereka adalah perempuan yaitu sebanyak 59 orang atau sebesar 61,50 persen dari jumlah keseluruhan responden. Dengan demikian laki-laki hanya 37 orang. Responden penelitian juga memiliki tingkatan usia yang berbeda. Mereka dengan usia relatif mudah dibawah 20 tahun hanya 11 orang atau sebesar 11,50 persen dari jumlah keseluruhan responden. Sebaliknya mereka dengan usia relatif tua di atas 24 tahun sebanyak 8 orang atau sebesar 8,30 persen dari jumlah keseluruhan responden. Sebanyak 22 orang dengan usia berkisar antara 20-22 tahun, dan sisanya 55 orang lagi dengan usia berkisar antara 23-24 tahun. Karakteristik responden berikutnya berkaitan dengan tahun masuk kuliah di AMIKI Banda Aceh. Sebanyak 12 orang responden adalah mahasiswa angkatan 2009. Sebanyak 37 orang angkatan 2010, 29 orang angkatan 2011 dan sisanya masing-masing sebanyak 24 orang mahasiswa angkatan (tahun masuk) 2012. Dengan demikian sebagian besar mahasiswa AMIKI
Banda Aceh yang menjadi responden penelitian terdiri dari mahasiswa angkatan 2010 dan 2011. Mahasiswa yang menjadi responden penelitian juga memiliki latar belakang sekolah yang berbeda. Sebagian besar diantara responden memiliki latar belakang pendidikan SMA yaitu sebanyak 84 orang atau sebesar 87,50 persen dari jumlah keseluruhan responden. Sebanyak 6 orang dengan latar belakang pendidikan SMK, dan sisanya 6 orang lagi dengan latar belakang pendidikan Madrasah Aliyah. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Hasil Uji Reliabilitas Untuk kehandalan kuesioner yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas. Analisis digunakan untuk menafsirkan korelasi antara skala yang dibuat dengan skala variabel yang ada. Menurut Malhotra (2005:203) suatu kuesioner dinyatakan handal apabila hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai cronbach alpha yang dapat diterima di atas 0,60. Dengan demikian apabila nilai cronbach alpha yang diperoleh dibawah 0,60, maka kuesioner dinyatakan tidak handal. Nilai cronbach alpha masing-masing variabel penelitian yang terdiri dari lima dimensi kualitas pelayanan pada kolom harapan menunjukkan angka sebesar 0,635 untuk dimensi reliability, sebesar 0,699 untuk dimensi responsiveness, sebesar 0,604 untuk dimensi assurance, sebesar 0,639 untuk dimensi emphaty dan sebesar 0,631 untuk dimensi tangible. Kelima nilai croncbah alpha tersebut lebih besar dari 0,60 dapat diartikan bahwa kuesioner yang digunakan dalam
Tabel 3 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Tingkat Kepentingan (Layanan diharapkan) Reliability Responsivenes Assurance Emphaty Tangible Kinerja Pelayanan (Layanan Dirasakan) Reliability Responsivenes Assurance Emphaty Tangible Sumber: Data Primer (Diolah), 2013. 134
Jumlah Item
Nilai Cronbach Alpha
Ket
5 5 5 5 5
0,635 0,699 0,604 0,639 0,631
Handal Handal Handal Handal Handal
5 5 5 5 5
0,842 0,820 0,800 0,797 0,863
Handal Handal Handal Handal Handal
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
pengumpulan data berkaitan dengan harapan terhadap layanan dinyatakan handal. Nilai cronbach alpha masing-masing dimensi kualitas layanan pada kolom kenyataan (layanan yang dirasakan) juga lebih besar dari 0,60. Hal ini berarti bahwa kuesioner yang digunakan dalam mengumpulkan data berkaitan dengan penilaian mahasiswa terhadap kenyataan mereka rasakan berkaitan dengan layanan pendidikan pada AMIKI Banda Aceh juga dinyatakan handal. Hasil Uji Validitas Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan secara statistik, yaitu dengan
layanan yang diharapkan (dilambangkan dengan kode item A1-A5) menunjukkan angka terendah sebesar 0,257. Selanjutnya nilai r hitung terendah untuk dimensi responsiveness (dilambangkan dengan kode item B1-B5) sebesar 0,290. Kedua nilai tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritis r (n = 96) menunjukkan angka sebesar 0,202. Dengan demikian dapat diartikan bahwa data yang diperoleh untuk semua item pernyataan yang berhubungan dimensi reliability dan dimensi responsiveness pada kolom layanan yang diharapkan dinyatakan valid. Nilai r hitung untuk dimensi-dimensi kualitas pelayanan lainnya baik untuk layanan yang diharapkan maupun
Tabel 4 Hasil Pengujian Validitas Variabel Tingkat Kepentingan (Layanan diharapkan) Reliability Responsivenes Assurance Emphaty Tangible Kinerja Pelayanan (Layanan Dirasakan) Reliability Responsivenes Assurance Emphaty Tangible
Item
Nilai R hitung Terendah
Nilai R Tabel
Ket
A1-A5 B1-B5 C1-C5 D1-D5 E1-E5
0,257 0,290 0,225 0,317 0,339
0,202 0,202 0,202 0,202 0,202
Valid Valid Valid Valid Valid
A11-A51 B11-B51 C11-C51 D11-D51 E11-E51
0,709 0,609 0,528 0,472 0,671
0,202 0,202 0,202 0,202 0,202
Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber: Data Primer (Diolah), 2013. menggunakan uji Pearson Product-Moment Coeffesient of Corelation dengan bantuan software computer melalui program Statistic Package for Social Science (SPSS). Berdasarkan hasil pengolahan data (terlampir) seluruh pernyataan dinyatakan valid karena memiliki tingkat signifikansi dibawah 5%. Sedangkan jika dilakukan secara manual maka nilai korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan nilai kritis korelasi product moment dimana hasilnya menunjukkan bahwa korelasi skor jawaban responden dengan total item lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritis korelasi product moment ( r hitung > r tabel). Ini berarti bahwa item-item pernyataan yang dimuat dalam kuesioner penelitian dinyatakan valid, seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Nilai r hitung untuk item pernyataan yang berhubungan dengan dimensi reliability untuk
untuk layanan yang dirasakan (kenyataan) juga dinyatakan valid karena nilai r hitung masingmasing item pernyataan juga lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r product moment pada tingkat keyakinan 95 persen. Analisis Persepsi Mahasiswa Terhadap Pelayanan Pendidikan pada Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Persepsi mahasiswa terhadap layanan jasa pendidikan yang mereka terima dari lembaga pendidikan dapat didasarkan pada penilaian mereka terhadap lima dimensi kualitas pelayanan. Dalam kajian ini, analisis persepsi mahasiswa terhadap layanan jasa pendidikan yang mereka terima dari Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh juga didasarkan pada perbandingan antara layanan yang mereka harapkan di satu sisi, dengan
135
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
layanan yang mereka rasakan di sisi lain. Hal ini dimaksudkan agar diketahui informasi tentang sejauhmana layanan pendidikan yang sudah diberikan perguruan tinggi tersebut dapat memenuhi harapan mahasiswa. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, harapan mahasiswa terhadap layanan pendidikan AMIKI Banda Aceh dapat dilihat dari tinggi rendahnya tingkat kepentingan terhadap pelayanan itu sendiri. Sedangkan layanan yang dirasakan diukur berdasarkan pada pilihan jawaban (tingkat kesetujuan) terhadap item-item pernyataan yang berhubungan dengan lima dimensi kualitas pelayanan. Selanjutnya dengan
(3,8479-4,2854). Hal ini berarti bahwa kinerja pelayanan AMIKI Banda Aceh untuk dimensi reliability masih lebih kecil bila dibandingkan dengan apa yang diharapkan oleh mahasiswanya. Didasarkan pada nilai rata-rata kesetujuan (kenyataan/layanan yang dirasakan) yakni sebesar 3,8479 (mendekati 4,00; skor untuk pilihan jawaban setuju) dapat diartikan bahwa umumnya mahasiswa sudah memiliki persepsi yang baik terhadap dimensi reliability. Namun demikian mereka masih mengharapkan adanya layanan yang lebih baik lagi sehingga terdapat kesenjangan (gap) antara harapan dengan kenyataan.
Tabel 5 Nilai Rerata Skor Alternatif Pilihan Jawaban Responden Terhadap Layanan yang Diharapkan dan Layanan yang Dirasakan Mahasiswa AMIKI Banda Aceh Gap atau Rerata Skor No Variabel KesenHarapan Kenyataan jangan 1 Reliability 4,2854 3,8479 -0,4375** 2 Responsiveness 4,3021 3,9021 -0,4000 3 Assurance 4,2671 3,8881 -0,3790 4 Emphaty 4,2041 3,8711 -0,3330* 5 Tangible 4,2542 3,8875 -0,3667 Rerata 4,2626 3,8793 -0,3832 Sumber: Data Primer (Diolah), 2013. Keterangan: **) Kesenjangan paling besar *) Kesenjangan paling kecil membandingkan kedua nilai rata-rata skor tingkat kepentingan (harapan terhadap layanan) dan nilai rata-rata skor pilihan jawaban terhadap layanan dirasakan akan diperoleh nilai kesenjangan (gap) yang dapat dijadikan indikator tentang kemampuan layanan yang sudah diberikan AMIKI Banda Aceh dapat memenuhi kebutuhan mahasiswanya. Hasil pengolahan data menunjukkan, nilai rata-rata skor tingkat kepentingan mahasiswa terhadap layanan pendidikan AMIKI Banda Aceh pada dimensi reliability sebesar 4,2854. Angka ini berada pada interval 4,00-5,00 (skor untuk pilihan jawaban penting-sangat penting), dapat diartikan bahwa harapan mahasiswa terhadap dimensi reliability sehubungan dengan pelayanan pendidikan yang mereka terima dari perguruan tinggi tersebut tergolong tinggi. Sedangkan nilai rata-rata skor alternatif pilihan jawaban untuk layanan yang dirasakan pada dimensi reliability menunjukkan angka sebesar 3,8479 lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai rata-rata skor tingkat kepentingan. Nilai kesenjangan (gap) antara harapan dan kenyataan sebesar -0,4375
136
Selanjutnya untuk dimensi responsiveness diperoleh nilai rerata skor tingkat kepentingan sebesar 4,3021. Nilai rerata skor alternatif pilihan jawaban untuk layanan dirasakan pada dimensi tersebut sebesar 3,9021, sehingga diperoleh nilai kesenjangan (gap) sebesar -0,4000 (3,90214,3021). Hal ini juga dapat diartikan bahwa kinerja pelayanan lebih rendah bila dibandingkan dengan harapan mahasiswa. Walau pun umumnya persepsi terhadap dimensi responsiveness sudah baik (ditunjukkan oleh nilai rata-rata skor sebesar 3,9021, menekati 4,00; skor untuk pilihan jawaban setuju), namun harapan mahasiswa terhadap dimensi tersebut jauh lebih besar, sehingga terdapat kesenjangan (gap) antara layanan yang dirasakan dengan layanan yang diharapkan oleh mahasiswa. Secara umum mahasiswa AMIKI Banda Aceh sudah memiliki persepsi yang baik terhadap lima dimensi kualitas layanan pendidikan perguruan tinggi tersebut, ditunjukkan oleh nilai rerata skor kenyataan (layanan yang dirasakan) sebesar 3,8793. Namun demikian mereka masih mengharapkan adanya layanan yang lebih baik
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
lagi. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata skor harapan (layanan yang diharapkan) sebesar 4,2626, lebih besar bila dibandingkan dengan nilai rata-rata skor kenyataan. Kesenjangan (gap) antara kenyataan (layanan yang dirasakan) dengan layanan yang diharapkan sebesar -0,3832 (3,87934,2626). Nilai kesenjangan (gap) terbesar wujud pada dimensi reliability, yakni sebesar -0.4375. Sebaliknya nilai kesenjangan (gap) terkecil wujud pada dimensi emphaty yakni sebesar -0,3330. Hal ini dapat diartikan bahwa dimensi kualitas layanan yang dinilai paling jelek menurut mahasiswa adalah dimensi reliability. Sebaliknya dimensi yang dinilai paling baik adalah dimensi emphaty. Pembuktian Hipotesis Hipotesis pertama menyatakan, mahasiswa belum memiliki persepsi yang baik terhadap layanan pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. Hipotesis kedua menyatakan, terdapat perbedaan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. Pembuktian masingmasing hipotesis dijabarkan dalam sub bab berikut.
setuju). Hal ini berarti umumnya mahasiswa menyatakan setuju terhadap seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan layanan yang dipersepsikan. Karena semua pernyataan dijabarkan dalam bentuk pernyataan positif, maka kecenderungan kesetujuan dimaksud dapat diinterpretasikan bahwa umumnya mahasiswa sudah memiliki penilaian yang baik terhadap kualitas pelayanan pendidikan AMIKI Banda Aceh. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan mahasiswa belum memiliki persepsi yang baik terhadap layanan pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh, ditolak. Pembuktian Hipotesis Kedua Pembuktian hipotesis kedua menggunakan statistik uji beda rata-rata (uji t) metode sample berpasangan (two-paired t test). Uji beda rata-rata dilakukan terhadap dua kelompok nilai rata-rata skor pilihan jawaban mahasiswa, yakni nilai rata-rata skor layanan yang diharapkan (tingkat kepentingan) di satu sisi, dengan nilai rata-rata skor layanan yang dipersepsikan (tingkat kesetujuan) di sisi lain. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai t hitung untuk kelima dimensi kualitas layanan menunjukkan angka sebesar 5,371 untuk dimensi reliability, sebesar 4,935 untuk dimensi responsiveness, sebesar 5,214 untuk dimensi
Tabel 6 Uji Beda Rata-rata Layanan yang Diharapkan dan Layanan yang Dirasakan Mahasiswa AMIKI Banda Aceh Nilai T Dimensi Kualitas Layanan Keterangan T hitung T Tabel Reliability 1,985 5,371 Berbeda nyata Responsivenes 1,985 4,935 Berbeda nyata Assurance 1,985 5,214 Berbeda nyata Emphaty 1,985 4,310 Berbeda nyata Tangible 1,985 4,593 Berbeda nyata Kualitas Layanan 1,985 4,929 Berbeda nyata Sumber: Data Primer (Diolah), 2013. Pembuktian Hipotesis Pertama Pembuktian hipotesis pertama didasarkan pada hasil statistik deskriptif yaitu nilai rata-rata skor pilihan jawaban mahasiswa terhadap pernyataan yang berkaitan dengan layanan yang dirasakan. Seperti terlihat dalam Tabel 5 sebelumnya, nilai rata-rata skor layanan yang dipersepsikan mahasiswa berkaitan dengan kualitas layanan pendidikan AMIKI Banda Aceh, menunjukkan angka sebesar 3,8793. Angka ini mendekati 4,00 (skor untuk pilihan jawaban
assurance, sebesar 4,310 untuk dimensi emphaty dan sebesar 4,593 untuk dimensi tangible. Sedangkan nilai t tabel pada tingkat keyakinan 95 persen menunjukkan angka sebesar 1,985. Tabel 6 memperlihatkan bahwa nilai t hitung untuk masing-masing dimensi kualitas layanan lebih besar bila dibandingkan dengan nilai t tabel. Begitu juga halnya dengan uji secara keseluruhan, diperoleh nilai t hitung sebesar 4,929 lebih besar bila dibandingkan dengan nilai t tabel pada tingkat keyakinan 95 persen menunjukkan
137
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, , Halaman 118-139
angka sebesar 1,985. Dengan demikian Ha diterima, sebaliknya Ho ditolak, yang bermakna terdapat perbedaan yang signifikan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Umumnya ahasiswa Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh sudah memiliki persepsi yang relatif baik terhadap kualitas layanan pendidikan perguruan tinggi tersebut. Namun demikian harapan mahasiswa terhadap pelayanan lebih besar bila dibandingkan dengan kenyataan yang mereka rasakan. Dengan demikian, jika dilihat dari perbandingan antara layanan yang diharapkan dan layanan yang dipersepsikan mahasiswa, kualitas layanan pendidikan AMIKI Banda Aceh belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan mahasiswa. Di antara kelima dimensi kualitas pelayanan, dimensi yang dinilai paling jelek oleh mahasiswa adalah dimensi reliability. Sebaliknya dimensi yang dinilai paling baik adalah dimensi emphaty. Hal ini juga dapat diartikan bahwa dimensi emphaty dipersepsikan paling baik oleh mahasiswa, sebaliknya dimensi reliability dipersepsikan paling jelek bila dibandingkan dengan dimensi lainnya. Hasil pengujian statistik memperlihatkan nilai t hitung lebih besar bila dibandingkan dengan nilai t tabel. Dengan demikian Ha diterima, sebaliknya Ho ditolak, yang bermakna terdapat terdapat perbedaan yang signifikan antara layanan yang dipersepsikan (dirasakan) dengan layanan yang diharapkan mahasiswa dari Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas jelaslah bahwa sekalipun mahasiswa sudah memiliki persepsi yang relatif baik terhadap kualitas layanan pendidikan yang mereka terima dari AMIKI Banda Aceh, namun mereka masih mengharapkan pelayanan yang lebih baik lagi. Sehingga masih terdapat perbedaan yang signifikan antara layanan yang diharapkan dan layanan yang dipersepsikan oleh mahasiswa. Karena itu, untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa akan layanan pendidikan yang diberikan, maka pihak manajemen AMIKI Banda Aceh dipandang perlu untuk memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan perguruan tinggi tersebut.
138
Perbaikan kualitas layanan dimaksud dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. 1. Tingkatkan kehandalan pelayanan melalui peningkatan kemampuan karyawan dan dosen dalam memberikan pelayanan secara cepat dan tepat waktu. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui adanya pelatihan atau training bagi karyawan tentang tata cara meningkatkan kualitas layanan pendidikan yang berhubungan dengan dimensi reliability itu sendiri. 2. Tingkatkan ketanggapan karyawan dan dosen dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswa. Hal ini dapat dilakukan melalui adanya pengarahan atau briefing bagi semua karyawan dan dosen/staf pengajar, terutama mereka yang secara langsung berhadapan dengan mahasiswa. 3. Selanjutnya upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan menerima saran-saran dari mahasiswa. Dalam hal ini pihak manajemen AMIKI Banda Aceh sebaiknya menyediakan kotak saran bagi mahasiswa agar mereka dapat menyampaikan saran-saran dan keinginan mereka tentang pelayanan yang diberikan. Sehingga perbaikan kualitas pelayanan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dapat dilakukan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mahasiswa itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Assauri, Sofyan (2003) Costumer Service yang Baik Landasan Pencapaian Costumer Satisfaction, Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia, No. 01 TH XXXII Januari. Februadi, Agustinus, dkk (2000) Pengukuran Kualitas Jasa (Service Quality) Bidang Pengajaran yang Disediakan oleh Politeknik Negeri Bandung. Tata Niaga, Vol. II, NO. 1 April. Harianto, et al (2005) Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No. 1, April 12-21. Ibrahim, Alfian dan Said Hussein (1999) Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Hotel Meutia Banda Aceh, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 1, No. 2, Mei 1999. Irawan, Hadi D. (2002) 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan, PT Elok Media Kaputindo, Jakarta. Kotler, Philip (2001) Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian, Edisi Ke-8, Jilid 2.
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Pendidikan Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh Irma Farnita, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si
Terjemahan: Ancella A. Hermawan, Salemba Empat, Jakarta. Kotler, Philip (2003) Manajemen Pemasaran, Edisi Kesebelas, Jilid I, Indeks, Jakarta. Kuncoro, Mudrajat., (2003). Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis ?, Erlangga, Jakarta. Lupiyoadi, Rahmat (2001) Manajemen Pemasaran Jasa, Salemba Empat, Jakarta. Malhotra, Naresh K., (2007). Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan, Alih Bahasa, Rusyadi Maryam, Edisi Keempat, Indeks, Jakarta. Pratiwi dan Prayitno (2005) Analisis Kepuasan Konsumen Berdasarkan Tingkat Pelayanan Dan Harga Kamar Menggunakan Aplikasi Fuzzy Dengan Matlab 3.5, Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 4, No. 2, Des 2005, hal. 66 – 77. Rangkuti, Fredy (2003) Riset Pemasaran, Cetakan Ke-6, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ratnawati, P (2006) Mengukur Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Pendidikan, http://education.yahoo.com., Dikunjungi 1 Januari 2012. Sinambela, Lijan P., (2007). Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implemenasi, Bumi Aksara, Jakarta. Siringoringo dan Ndendo (2007) Analisis Kepuasan Mahasiswa Terhadap Pelayanan PSMA On-line Pada Universitas Gunadarma, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 2. No. 1 Januari 2007.
Sule, Emi Tisnawati (2002) Keterkaitan Antara Kepuasan Kerja Karyawan dan Kepuasan Pelanggan dengan Kinerja Perusahaan, Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 1, No. 1, 2002:27-52. Suliyanto., (2006). Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi, Yogyakarta. Supranto, J. (2001) Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Rineka Cipta, Jakarta. Sutardji dan Maulidyah (2006) Analisis Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Pada Kepuasan Pengguna Perpustakaan: Studi Kasus di Perpustakaan Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Malang, Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol 15, Nomor 2, 2006. Tjiptono, Fandy, (2005) Manajemen Pemasaran Jasa, Bayu Media, Malang. Tjiptono, Fandy, Candra dan Diana., (2004). Marketing Scales, Penerbit Andi, Yogyakarta. Umar, Husein (2005) Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
139