Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 14, No.1 Januari 2010, hal. 24 – 35 Terakredit asi SK. No. 167/DIKTI/Kep/2007
PERSEPSI DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUTANG Su p r am o n o Nan cy Pu t l i a Program Pascasarjana M agist er M anajemen Universit as Krist en Sat ya Wacana Jl. Diponegoro No.52-60 Salat iga, 50711 A b st r act : The f inance lit erat ure support ed an increasing role f or psychological aspect s in t he cont ext of f inancial decision making. This paper explored percept ion of t he ow ner and psychological aspect s relat ed t o debt as source of f und. Samples w ere t he ow ner of indust ry of f erment ed soybean cake in Salat iga. The result of t his st udy show ed t hat t he ow ner had percept ion t hat debt w as as st imulat or. It meant debt encouraged t he ow ner more prof essional in f inancial management , w ork bet t er, more product ive and discipline. The st udy also document ed t hat overconf idence, illusion of cont rol and availabilit y played import ant role in t he debt decision. Key w o r d s: overconf idence, illusion of cont rol and availabilit y
Dari seb an yak 210 ju t a rakyat In d o n esi a, 80.933.384 orang bergant ung pada berbagai usaha berskala mikro dan kecil yang berjumlah 47.102.744 unit usaha dalam mencari nafkah, at au sama dengan 96% dari t otal penyerapan t enaga kerja (Kompas 29 Februari 2007), dan berdasar data BPS 2006 jumlah pengusaha mikro di Jawa Tengah 85,57% dan kecil 13,76% dari 3.658.814 unit usaha yang ada. Oleh karena itu tidak salah jika usaha mikro dan kecil menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi Indonesia. Beberapa karakteristik usaha mikro dan kecil termasuk adalah tidak berbadan hukum, bersifat fluktuatif baik dari segi omzet maupun tenaga kerja,
Korespondensi dengan Penulis: Su p r am o n o : Telp. +62 298 321 212, Fax. +62 298 329 200 E-m ail:supram ono@st aff .uksw.edu
hanya menggunakan teknologi sederhana, dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligu s pen gelola peru sahaan, sert a memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya (Hastuti, 2003 dan Kuncoro, 2000). Sement ara Gibson (2001) menegaskan bahw a pandangan pribadi pemilik secara langsung akan mempengaruhi keputusan bisnis yang dibuat. Hasil pen elit ian Darmaw an (2005) men unjukkan keberhasilan pengembangan usaha dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal perusahaan, permasalahan int ernal yang paling do minan dihadapi adalah keterbatasan sumber pendanaan. Reid (1997) mengung kapkan bahw a sumber
KEUANGAN pen danaan yan g berasal hut an g dan injeksi keuangan dari pemilik sama-sama memiliki efek yang signif ikan bagi keberlanjut an usaha. M enurut Gibson (2007), hubungan antara sumber pendanaan yang berasal dari modal sendiri dan hutang pada usaha mikro dan kecil yang dimiliki perseorangan seringkali bersifat kompleks karena aset pemilik dig unakan seb agai jamin an hu t ang, pemilik menghadapi risiko untuk return yang belum pasti. Selama ini masih relatif sedikit yang menggunakan hut ang baik dari lembaga keuangan baik bank maupun nonbank sebagai sumber pendanaan. Berdasarkan hasil penelit ian Kement erian KUKM dengan BPS (2003) bahw a hanya 17,5% pengusaha yang memanf aatkan perbankan untuk tambahan modalnya. Pref erensi seseorang pengusaha usaha mikro dan kecil unt uk menggunakan hut ang sebagai sumber pendanaan kemungkinan tidak t erlepas dari persepsi pengusaha mengenai manf aat dan risiko dari hutang dan f aktor psikologis seperti optimis dan percaya diri yang berlebihan pengusaha yang bersangkutan. Namun Nofsinger (2005) dan Stanovich & W est (1999) men gin gat kan bahw a f akt o r psikologis sering menyebabkan bias dalam pengambilan keputusan keuangan termasuk hutang. Penelitian ini bert ujuan untuk mengeksplorasi persepsi para pengusaha t erhadap hut ang apakah cenderung sebagai st imulat or at au beban; dan apakah faktor psikologis berperan dalam pengambilan keput usan hutang.
FA KTOR PSIKOLOGIS DA N BIA S DA LA M PENGA M BILA N KEPUTUSA N HUTA NG Hut ang dapat dipersepsikan positif yakni sebagai stimulat or bagi perkembangan usaha, sebaliknya dapat dipersepsikan negatif jika seorang
pengusaha beranggapan keberadaan hutang hanya akan menjadi beban bagi perkembangan usaha. Hutang menjadi stimulator bagi perkembangan usaha secara financial berarti hutang tersebut bagi pengusaha akan memberikan dukungan modal kerja, investasi dan pada gilirannya mampu berkontribusi dalam penciptaan laba. Secara non-financial hutang menjadi stimulator bagi perkembangan usaha apabila dengan hutang tersebut membuat pengusaha menjadi lebih produktif dan disiplin. Jika hutang dipersepsikan menjadi beban secara financial apabila angsuran dan suku bunga dari hutang tersebut memperberat keuangan perusahaan dan secara non-financial merasa pengusaha menjadi tertekan karena memiliki tanggungan hutang. Dengan demikian seorang pengusaha yang berpandangan hut ang sebagai beban maka akan cenderung menghindari hutang menjadi sumber pendanaan. Preferensi t erhadap hutang sebagai sumber pendanaan juga dianalisis melalui pendekat an keuangan berbasis perilaku (behavioral finance) yang menekankan bahw a seseorang sering berperilaku aneh atau t idak rasional jika membuat keput usan yang melibat kan uang karena f akt or psikologis lebih berperan dalam pengambilan keputusan keuangan (Hirschey & Nof singer, 2008). Keput usan yang lebih didominasi oleh f akt or psikologis akan mengarah pada hasil keputusan yang bias karena faktor rasa yang ada pada diri seseorang melebihi pert imbangan fakt or rasio. Nofsinger (2005) mengelompokkan t iga sumber bias. Pert ama, self deception, terjadi karena seseorang cenderung berpikir bahw a yang bersangkutan memiliki kemampuan lebih tinggi daripada yan g sesu n g g u h n ya seh in g g a seseo ran g berperilaku overconf idence. Kedua, heurist ics simplicat ion, t erjadi karena adanya ket erbatasan kemamp u an ko g nit if maka seseo ran g akan menggu nakan jalan pint as d alam mengolah informasi. Ketiga, suasana hati (mood).
PERSEPSI DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUTANG Supramono dan Nancy Putlia
25
KEUANGAN Pref erensi risiko seseoran g ap akah risk averse atau risk t aker juga mempengaruhi pilihan hutang untuk pendanaan. Secara psikologis kerugian memiliki dampak lebih dalam daripada keuntungan sehingga akan cenderung risk averse menghindari untuk menghindari kerugian akibat hutang. Pref erensi risiko dapat bergeser berdasarkan kondisi yang dihadapi oleh seseorang. Pada saat menghadapi keunt ungan seseorang akan cenderung risk-averse dan pada saat menghadapi kerugian cenderung risk-t aker atau aversion t o loss sehingga pengusaha akan semakin berani mengambil hutang pada saat mengalami kerugian. Selain itu, preferensi t ersebut dapat berubah t ergantung bagaimana cara informasi disajikan
at au dikenal dengan f raming. Seseorang yang diberikan inf ormasi yang posit if akan semakin berani mengambil risiko (Knut son & Bossaert s, 2007). St atman (1995), Kahneman & Riepe (1998) Kirch er, M aciejo vcky & Web er, (2005) t elah melakukan eksperimen menguji konsep framing unt uk kepent ingan keput usan keuangan, yang menunjukkan hasil adanya kecenderungan penyajian informasi positif dan negat if berdampak pilihan alt ernat if keput usan. Secara lebih rinci Shefrin (2007) mengindentifikasi berbagai fakt or psikologis atau disebutnya f enomena psikologis yang t erbagi kedalam tiga kat egori meliputi bias, heuristic, dan f raming effect.
Tab el 1. Fakt or Psik ologis dalam Peng am bilan Kep ut usan Keuan gan Fakt or Psi ko lo gi s
Def i ni si
Bias
Kecenderungan membuat kesalahan.
Excessive optimism
Seseorang cenderung overestimate akan memperoleh keberhasilan dan underestimate akan mengalami kegagalan.
Overconfidence
Seseorang yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan dan pengetahuan di atas rata-rata.
Confirmation bias
Seseorang cenderung lebih mempedulikan informasi atau pandangan yang sejalan dengan pandangannya daripada yang bertentangan
Illusion of control
Seseorang merasa yakin mampu mengendalikan atau mempengaruhi hasil suatu keputusan, padahal dalam kenyataan tidak demikian.
Heuristic
Rule of thumb digunakan sebagai dasar pijakan untuk membuat keputusan.
Representativeness
Seseorang membuat keputusan berdasakan pemikiran stereotip atau analogi. Misalnya membuat estimasi berdasarkan kinerja masa lalu, atau sesuatu yang mirip
Availability
Seseorang lebih mengandalkan informasi yang tersedia pada saat pengambilan keputusan.
Anchoring and adjustment
Seseorang dalam membuat prediksi diawali dengan angka tertentu sebagai referensi dan kemudian melakukan penyesuaian. Tetapi cenderung tidak mampu membuat penyesuaian secara memadai.
Aff ect
Seseorang dalam membuat keputusan banyak dipengauhi oleh faktor intuisi dan perasaan
Framming effect
Keputusan yang diambil oleh seseorang dipengaruhi oleh bagaimana pilihan keputusan itu disajikan
Loss aversion
Jika alternatif keputusan disajikan dalam bentuk pilihan potensi rugi atau untung, seseorang cenderung akan risk averse karena kerugian secara psikologis berdampak lebih besar daripada keuntungan. Menghindari kerugian akan mengarah menghindari risiko.
Aversion to a sure loss
Seseorang yang memandang dirinya sedang dalam posisi mengalami kerugian cenderung memilih untuk menerima keputusan berisiko tinggi (risk taker).
Sumber: Shefrin Hers, Behavioral Corporate Finance: Decision that Create Value, M cGrWall-Hill/Irw in, 2007.
26
JURNAL KEUANGAN DAN PERBANKAN Vol. 14, No. 1, Januari 2010: 24 – 35
KEUANGAN Beberapa penelit ian keuangan berbasis p erilaku sel ama in i leb ih d iarah kan u n t u k menganalisis kait an f akt or psikologis t ert ent u dengan keput usan invest asi dan pendanaan, misalnya Boys Will be Boys: Gender, Overconfidence, and Common Stock Investment (Barber & Odean, 2001); Capital Budgeting in The Presence of M anagerial Overconf idence and Opt imism (Gervais, Healton & Odean, 2003); Framing Effect, Select ive In f o rmat ion an d M arket Beh avio r (Kicher, Maciesjovsky & Weber, 2005); Risk Aversion and Personalit y (Filbeck, Hatfied & Horvat h, 2005); The Demographics of Overconf id ence (Bhandari & Daves, 2006); Managerial Overopt imism and the Choice Between Debt and Equity Financing (Gombola & Marciukait yte, 2007); Ambiguit y Aversion and Illuison of Control (Grou & Tabak, 2008); dan Illusion of Cont rol Source of Poor Diverfication (Fellner, 2009).
M ETODE Data diperoleh melalui pembagian kuesioner dan w awancara selama bulan Desember 2008 kepada pengusaha skala mikro dan kecil yang bergerak di industri tempe di Kot a Salat iga, yang selama ini sudah memiliki pengalaman melakukan pengambilan keput usan hutang. Berdasarkan informasi dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Salatiga, terdapat 76 pengusaha. Namun yang bersedia menjadi responden selama dilakukan penelitian lapangan adalah sebanyak 49 pengusaha. Daftar pertanyaaan untuk menget ahui apakah para pengusaha cenderung sebagai st imulator at au beban, dimana masing-masing didasarkan pada lima buah indikat or. Unt uk stimulat or indikat ornya t erdiri dari; dukungan keuangan, produktif dan disiplin, manfaat hutang lebih besar
daripada risiko, dipercaya orang lain, hat i-hat i dalam pengelolaan dan penggunaan uang perusahaan. Sedangkan beban; suku bunga memperberat keuangan perusahaan, perasaan tertekan, kebebasan menggunakan pendapat an berkurang, kinerja kurang baik, beban psikologis ketika pasaran lesu, dan ketidakpastian pendanaan di masa yang akan datang. Selanjutnya untuk mendeteksi apakah diantara 10 faktor psikologis berperan dalam pengambilan keput usan hut ang, digunakan 30 indikat or yang merupakan operasionalisasi dari konsep faktor psikologis yang dikemukakan oleh Sefrin (2007). Masing-masing jenis f akt or psikologis bersert a indikat ornya sebagai berikut ; (1) excessive opt imism: yakin prospek perusahaan baik, yakin manf aat hut ang, t idak terlalu memikirkan risiko hutang, (2) overconfidence : kemampuan melunasi hut ang, kemampuan menanggung beban bunga, percaya mamp u mel u n asi sesu ai d en g an jan g ka w ak t u pengembalian yang t elah ditet apkan, (3) confirmation bias : pencarian informasi yang menguatkan pendapat , memegang teguh pendapat diri sendiri, dan tidak mendengarkan orang lain yang tidak sepaham, (4) illusion of control; terlibat dan menentukan pilihan secara aktif, familiar terhadap hutang, memiliki inf ormasi hutang yang cukup. (5) representat iveness : hutang adalah hal yang negatif, hut ang adalah hal yang berisiko, hutang adalah pilihan t erakhir jika membutuhkan dana, (6) availabilit y: pencarian inf ormasi mengenai hutang ke banyak pihak, mendasarkan diri pada informasi yang lebih t ersedia, lansung menjatuhkan pilihan pada pihak yang dikenal, (7) anchoring: keyakinan usahanya akan berjalan sepert i biasanya, pendapatan usahanya ke depan t idak banyak mengalami perubahan, tidak melakukan penyesuaian kemampuan menanggung hutang, (8) aff ect; intuisi, yakin sukses, tidak memikirkan peluang kesuksesan, (9) loss aversion; secara psi-
PERSEPSI DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUTANG Supramono dan Nancy Putlia
27
KEUANGAN kologis kerugian berdampak lebih besar daripada keunt ungan, menghindari kerugian, enggan menerima risiko dan (10) aversion to a sure loss; dalam keadaan rugi mengambil investasi berisiko t inggi, mengabaikan kerugian yang sudah past i untuk men dap at kan keu nt u n g an yan g besar, siap menghadapi mengalami kerugian yang lebih besar. Adapun alternatif jawabannya menggunakan likert scale dengan skor 1 sampai dengan 5. Untuk kepent ingan analisis digunakan nilai mean skor yang diklasifikasikan kedalam lima kat egori; 1-1,80 (Sangat t idak set uju), 1,81 – 2,60 (Tidak set uju), 2,61-3,40 (Kurang set uju), 3,41 – 4,20 (Setuju) dan 4,21 – 5,00 (Sangat set uju). Selain it u juga memanf aat kan chi square untuk menguji ap akah t erdapat in t erd ep en si ant ara f akt or demograf is responden dengan persepsi hut ang dan faktor psikologis.
HASIL Jumlah pengusaha pria dan w anit a yang menjadi responden adalah berimbang masing 24 dan 25 pengusaha. Sebagian besar pengusaha (57,1% ) memiliki lat ar b elakang pen didikan hanya sampai tingkat SD. Namun sebanyak 63,8% dari keseluruhan responden memiliki pengalaman yang lama karena sudah menggeluti usaha tempe berkisar di atas 10 tahun. Tabel 2 menunjukkan bahw a selama ini jika memb ut uhkan tambahan dana para pengusaha memprioritaskan hutang (44,9%) daripada laba dan modal sendiri. Dari 29 responden yang mau menjaw ab priorit as kedua sumber pendanaan, sebagian besar memilih modal sendiri dan laba. Perlu diketahui bahwa relatif banyak juga yang menempat kan hutang sebagai alternat if terakhir sebagai sumber pendanaan (34,69%).
Tabel 2. Pr iorit as Sum ber Pendanaan Priori t as * Sum ber Dana Modal Sendiri Laba Hutang Total
Pert am a Jum lah 13 14 22 49
% 26,53 28,57 44,90 100
Kedua Jum lah 11 11 7 29
% 22,45 22,45 14,29 59,19 * *
Ket iga Jum lah 1 0 17 18
% 2,04 0 34,69 36,73
Sumber: Data primer, 2009 Keterangan: * ) Tidak semua responden menjawab sumber pendanaan yang menjadi prioritas kedua dan ketiga * * ) prosentase dari keseluruhan responden yang berjumlah 49 orang
Dari hasil penelitian yang terungkap pada tabel 3 memberi gambaran bahwa dalam pengambilan keputusan hutang para pengusaha mempertimbangkan berbagai fakt or dan nampaknya sebagian besar pengusaha (46,94% ) menempat kan besarnya angsuran menjadi pertimbangan
28
JURNAL KEUANGAN DAN PERBANKAN Vol. 14, No. 1, Januari 2010: 24 – 35
yan g san g at p en t in g seb elu m memu t u skan berapa besaran hutang yang akan diambil dan darimana sumber hutang tersebut. Hal ini mengindikasikan bahw a para pengusaha sebenarnya cukup rasional karena t elah mengukur kemampuan keuangannya. Namun besar-kecilnya ang-
KEUANGAN suran belum tent u dapat dijadikan indikator bahwa para pengusaha sudah mendapatkan sumber pendanaan yan g murah, masih h arus dilihat frekuensi angsuran dan jangka waktu pelunasan angsuran. Di samping it u, pot ensi usaha yang dikelolanya memperoleh keunt ungan di masa datang dan keringanan beban bunga yang harus dibayar juga t urut diperhitungkan dalam keputusan hutang. Keberadaan hutang dapat dipandang dari dua sisi yait u sisi posit if karena dapat menjadi
st imulator dan sisi negatif karena menjadi beban bagi pengusaha. Seperti yang ditunjukkan oleh Panel A dari Tabel 4, t ernyat a rat a-rat a skor persepsi pengusaha terhadap hutang berpotensi sebagai st imulat or relat if t inggi yait u berkisar antara 3,24 – 4,18. Sejalan dengan hasil tersebut maka sebagian besar pengusaha juga cenderung kurang set uju bahw a hut ang sebagai beban. Panel B dari Tabel 4 melaporkan rata-rat a skor persepsi bahw a hutang berpotensi sebagai beban ternyata relatif rendah berkisar ant ara 2,61 – 2,96.
Tabel 3. Fakt or-Fakt or yang M enjadi Priorit as Pert im bangan dalam Pengam bilan Keput usan Hut ang Pri orit as * ) Fakt or y an g M enj ad i Pert im bangan Suku bunga Agunan Angsuran Reputasi pemberi hutang Prospek laba Keperluan Total
Pert am a Jum lah 6 4 23 3 11 2 49
% 12,25 8,16 46,94 6,12 22,45 4,08 100
Kedua
Ket iga
Jum lah 9 2 7 3 3
% 18,37 4,08 14,29 6,12 6,12
Jum lah
%
2 2
4,08 4,08
24
48,98 * *
4
8,16
Sumber : Data primer, 2009 Keterangan : * ) Tidak semua responden menjawab sumber pendanaan yang menjadi prioritas kedua dan ketiga * * ) prosentase dari keseluruhan responden yang berjumlah 49 orang
Tab el 4. Ur ut an Ind ikat or Persepsi Hut ang In di kat o r Persep si Hut an g
Min
M aks
Rat a-Rat a
St d . Dev
Panel A. St i m u lat o r Dukungan keuangan Produktif dan disiplin M anfaat hutang lebih besar daripada risiko Dipercaya orang lain Hati-hati dalam pengelolaan dan penggunaan uang
2 2 1 3 2
5 5 4 5 5
3,84 3,86 3,24 4,14 4,18
0,688 0,791 0,879 0,540 0,697
Pan el B. Beban Suku bunga memperberat keuangan usaha yang dikelonya Perasaan tertekan, kebebasan mengggunakan pendapatan berkurang Kinerja usaha menjadi kurang baik Beban psikologis jika pasar lesu Ketidakpastian pendanaan di masa yang akan datang
1 2 1 2 1
5 5 4 5 5
2,92 2,96 2,78 2,69 2,61
0,954 0,957 0,823 1,004 1,077
Sumber: Data primer, 2009
PERSEPSI DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUTANG Supramono dan Nancy Putlia
29
KEUANGAN pernah membuat keputusan hutang yang tidak tepat . Tabel. 6 menunjukkan bahw a suku bunga yang t erlalu t in ggi men jadi hal yang paling banyak (37,5% ) membuat responden merasa keput usan hut angnya t idak t epat . Pada saat mengambil keput usan hut angnya para responden t elah yakin bahw a bunga yang dit et apkan oleh sumber hut ang yang dip ilihnya sepert i koperasi simpan pinjam adalah cukup rendah dibandingkan dengan sumber hut ang lain yang diket ahuinya, namun pada kenyataannya masih t erd ap at su mb er h ut ang lain yan g memiliki bunga lebih rendah. Hal kedua yang menjadi penyebab ket idakt epat an keput usan h ut ang adalah di mana hut ang yang diambil t ersebut tidak sesuai dengan keperluan semula antara lain untuk kepentingan pembelian bahan baku dan peralat an t et api kemudian unt uk kepent ingan keluarga sehingga t idak produkt if . Selain it u, kurang cermat dalam memperhitungkan kemampuan mengangsur sehingga tidak mengherankan ji ka seb ag ian resp o n d en merasa an g su r an pinjamannya memberatkan karena ternyata tidak sesuai dengan penghasilan yang diperolehnya.
Selanjutnya ditelusuri apakah ada terdapat perbedaan persepsi pengusaha mengenai hutang berdasarkan faktor demografis pengusaha yang bersan gkut an. Tab el 5 menu njukkan b ah w a faktor demografi yang signifikan adalah usia dan pengalaman usaha masing-masing memiliki nilai signif ikansi 0,000 dan 0,016 lebih kecil dari 0,05. Pen g u sah a yan g r elat if mu d a d an ku ran g berpengalaman t ernyat a cenderung menganggap hut ang sebagai st imulat or bagi pengembangan usahanya. Tabel 5. Uji Chi Sq uare Fakt or Dem ograf i dengan Persep si Hut ang Lat ar Belakang Respond en
St im ulat or
Pearson Chi-Square Asym p. Sig (2-sided) Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Usia Pengalaman Usaha Modal Awal Modal Sekarang
0,104 0,269 0,000 0,016 0,104 0,118
Perlu dicermat i apakah f akt or psikologis lebih berperan dalam pengambilan keput usan hutang di kalangan pengusaha. Hasil penelitian sebagaimana dilaporkan pada Tabel.7 memberi bukti empirik bahwa terdapat tiga dari 10 fakt or
Sumber: Data primer, 2009
Dari hasil penelitian lapangan juga t erungkap bahw a sebanyak 21 orang (42,9% ) merasa
Tabel 6. Ket idak t epat an Pengam bilan Keput usan Hut ang Penyebab Ket idakt epat an Keput usan Hut ang
Ju m lah Respon den * )
Persent ase (%)
9 3 5 7 24
37,5 12,5 20,83 29,17 100
Suku bunga terlalu tinggi Jangka waktu angsuran tidak tepat Angsuran tidak sesuai dengan penghasilan Tidak sesuai dengan keperluan semula Total Sumber: Data primer, 2009 Keterangan: * ) Jawaban responden bisa lebih dari satu
30
JURNAL KEUANGAN DAN PERBANKAN Vol. 14, No. 1, Januari 2010: 24 – 35
KEUANGAN p siko l o g i s m elip u t i o verco n f id en ce (n i lai mean=3,88), illusion of cont rol (nilai mean = 3,67) dan avalibility (nilai mean =3,50) yang memiliki
rat a-rat a skor t ert inggi sehingga ket iga f akt or p siko lo g i s t erseb u t cen d eru n g d o min an mempengaruhi keputusan hut ang.
Tabel 7. Fak t or Psikol ogis yang Berperan d alam Pengam bilan Kep ut usan Hut ang A sp ek Psi ko lo gi s Excessive optimism Overconfidence Confirmation bias Illusion of control Representativeness Availability Anchoring and adjustment Aff ect Loss Aversion Aversion to a sure loss
Min
M aks
Rat a-Rat a
St d . Dev
Uru t an
1 2 1 1 1 2 1 1 1 1
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
3,27 3,88 2,98 3,67 3,32 3,50 3,01 2,98 2,87 3,14
1,049 0,691 1,030 0,878 1,066 0,863 1,010 0,968 1,093 1,104
5 1 8 2 4 3 7 8 9 6
Sumber: Data primer, 2009
Pertanyaan lebih lanjut apakah ketiga faktor psikologis yang dominan tersebut memiliki dependensi dengan faktor demografis pengusaha. Tabel 8 memperlihat kan hasil uji Chi Square bahwa hampir semua faktor demografis adalah signifikan (nilai Signif ikansi < 0,05) Dengan demikian t erdapat ket erkait an ant ara t ingkat overconf idence, illusion of control dan availabilit y dengan jenis kelamin, pendidikan t erakhir, usia, pengalaman usaha, dan modal usaha. Berdasarkan penelusuran data empirik diperoleh indikasi bahwa pengusaha dengan jenis kelamin pria, tingkat pendidikan yang relat if rendah dan relatif ber-
pengalaman cenderung memiliki overconfidence dan Illusion of control yang tinggi
PEM BAHA SA N Hasil analisis menunjukkan bahw a para pengusaha UKM yang bergerak dalam indust ri rumah t angga t empe memiliki persepsi yang posit if t erhadap keberadaan hutang sebagai sumber pendanaan. Hutang akan cenderung menjadi st imulator daripada beban. Hutang dipersepsikan
Tabel 8. Uji Chi Square Fakt or Dem ograf is dengan Fakt or Psikologis dalam Pengam bilan Keput usan Hut ang Lat ar Belakang Respond en Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Usia Pengalaman Usaha M odal Sekarang
Overcon f idence
Il lu si on o f Co nt ro l
Availabil it y
Pearso n Chi-Square A sy m p . Si g (2-sid ed )
Pearso n Chi-Square A sy m p . Si g (2-sid ed )
Pearso n Chi-Square A sy m p . Si g (2-sid ed )
0,000 0,050 0,000 0,000 0,016
0,089 0,043 0,210 0,009 0,933
0,003 0,390 0,000 0,000 0,025
PERSEPSI DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUTANG Supramono dan Nancy Putlia
31
KEUANGAN oleh pengusaha dapat digunakan unt uk memacu dirinya agar bekerja lebih produkt if dan lebih disiplin mengingat memiliki kewajiban membayar hut ang t ersebut . Para pengusaha juga beranggapan bahw a dengan memiliki hut ang merasa lebih dihargai karena memperoleh hutang berarti dipercaya oleh orang lain. Oleh karenanya para pengusaha berusaha unt uk menjaga kepercayaan tersebut. Selain it u, hutang selama ini akan membuat pengusaha menjadi lebih berhat i-hati dalam melakukan pengelolaan keuangannya antara lain dengan memisahkan keuangan unt uk kepent ingan usaha dan keluarga, berusaha membayar angsuran secara teratur. Dari beberapa pert anyaan yang diajukan kepada para pengusaha ant ara lain t erungkap bahwa sebagian besar pengusaha kurang sependapat jika dengan adanya hutang menimbulkan beban psikologis yang semakin berat , terutama ketika target penjualan perusahaan tidak tercapai at au pada waktu pasar mengalami kelesuan. Para pengusaha indust ri rumah tangga tempe menganggap ramai atau lesunya pasaran sebagai hal biasa yang wajar terjadi dan sebagai pengusaha harus siap menghadapi hal t ersebut . Bahkan pengusaha menganggap bahwa usaha yang memiliki hut ang tidak mengakibatkan kinerjanya kurang baik t etapi kemungkinan sebaliknya. UKM seringkali menghadapi keterbat asan sumber pendanaan internal, yang t erpenting bagaimana hut ang t ersebut dikelola sebaiknya mungkin sehingga membuat kinerja perusahaan semakin baik, karena adanya hutang. Hal ini sejalan dengan pandangan Champion (1999) yang menyat akan bahw a penggunaan hut ang merupakan salah cara yang digunakan oleh perusah aan untuk meningkatkan kinerja. Namu n t er d ap at p erb ed aan p ersep si mengenai hutang secara signifikan apakah sebagai st imulat or atau beban berdasarkan f akt or demografi t erutama usia dan pengalaman. Pengu32
JURNAL KEUANGAN DAN PERBANKAN Vol. 14, No. 1, Januari 2010: 24 – 35
saha muda dan belum banyak pengalaman ternyat a cenderung lebih berani menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan. Hal ini dapat dimengert i bahwa kelompok pengusaha dengan karakerist ik t ersebut biasanya akan cenderung kurang memerhat ikan risiko dari hutang sehingga lebih b eran i memanf aat kan hut an g seb ag ai penggerak usaha . M enurut pendekat an keuangan berbasis perilaku (behavioral f inance) yang dipelopori ant ara lain oleh Daniel Kahneman (Princet on), Meir Stat man (Santa Clara), Richard Thaler (Chicago), Robert J. Shiller (Yale) dan Amos Tversky (Stanf ord) jika seseorang para pengusaha mengandalkan fakt or psikologis maka pengusaha yang bersangkut an akan cenderung t idak rasional dalam membuat keput usan hut ang sehingga menghasilkan keput usan yang bias at au t idak t epat . Berdasarkan klasif ikasi f akt or psikologis yang dikemukan oleh Shefrin (2007), hasil penelitian ini menemukan bahw a t erdapat tiga f akt or psikologis yang dominan berperan dalam pengambilan keputusan hutang di kalangan pengusaha UKM yaitu overconfidence, illusion of control dan availabilit y . Urut an pert ama adalah overconf idence. Bhandari & Deaves (2006) menyat akan bahw a kebanyakan orang adalah overconfidence yait u memiliki kecenderungan unt uk begit u yakin terhadap pengetahuan, kemampuan dan akurasi informasi yang dimilikinya. Dalam pengambilan keputusan hutang para pengusaha industri tempe sangat yakin t erhadap kemampuannya unt uk melunasi dan menanggung bunga yang dibebankan sesuai jangka w akt u yang telah dit etapkan . Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa para p en gu sah a akan mamp u men gelo la h ut an g dengan baik dan kinerja usahanya yang akan mengalami perkembangan. Padahal sebagaimana t elah d iung kapkan sebelu mnya sebanyak 21 orang (42,9% ) menyadari pernah membuat kepu-
KEUANGAN t usan hut ang yang tidak t epat dan berdampak kurang baik bagi perkembangan kinerja usaha. Seorang pengusaha yang overconf idence menjadi sangat berani mengambil keputusan hutang yang memiliki tingkat risiko t inggi, bahkan dapat mengarah gagal bayar. Urut an kedua adalah illusion of cont rol. Para pengusaha merasa mampu mengendalikan hasil dari keput usan yang diambilnya. Padahal kenyataanya tidak demikian sebagian besar hasil keput usan apakah mendatangkan keunt ungan at au kerugian adalah di luar kendali pengambil keput usan. Taylor & Brown (1998) mengungkapkan illusion of control merupakan persepsi yang tidak realist is atas suatu perist iwa. Ada kemungkinan pengusaha indust ri rumah t angga tersebut merasa sudah f amiliar dengan hut ang karena telah sering melakukan pengambilan keputusan hut ang (t ask f amiliarit y), menent ukan sendiri pilihan hutangnya (choice) dan merasa memiliki inf ormasi yang memadai (inf ormat ion). Hal ini dapat mengarah pada bias dalam pengambilan keput usan hut ang karena pengusaha bersangkut an merasa mampu melakukan pengelolaan hut ang d engan baik, padahal kenyat aan nya t idak demikian. Fakt or psikologis urut an ket iga yang berperan dalam pengambilan keput usan hut ang adalah availabilit y. M enurut Dreman (2000) availabilit y merupakan salah satu bent uk kesalahan huerist ic, dimana pengambil keputusan lebih mengandalkan apa yang diingat nya. Sejalan dengan pandangan t ersebut, hasil penelitian terhadap tiga indikator availabilit y menunjukkan bahwa para pengusaha nampaknya memiliki kecenderungan tidak mau bersusah payah mencari informasi ke banyak pihak unt uk membandingkan sumber pendanaan yang murah, keputusan hut ang yang dibuat lebih bersifat spont an dan t erpaku pada sumber pendanaan yang t elah dikenalnya saja karena merasa lebih percaya, aman dan nyaman.
Kecuali f akt or overconf idence, penelit ian sebelumnya belum banyak melakukan pengujian apakah aspek psikologis memiliki ket erkait an dengan fakt or demograf i. Dari hasil uji statist ik t ernyat a memperlihat kan bahw a ket iga aspek psikologis di at as memiliki ket erkait an dengan f aktor demografi tert ent u. Pengusaha pria, dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah dan relatif berpengalaman akan cenderung memiliki overconfidence. Temuan ini sejalan dengan penelitian Ludenberg, Fox & Puncohar (1994). Sementara Beyer & Bowden (1997) memberi bukt i empirik bahw a memang w anit a memiliki t ingkat overconfidence yang relatif rendah dibandingkan pria dan cenderung risk averse. Namun yang menjadi t anda t anya adalah mengapa pengusaha dengan t ingkat pendidikan yang relatif rendah cenderung overconf idence. Hasil ini juga bert ent angan dengan hasil penelit ian yang dilakukan Bhandari & Daves (2006) yang menemukan bahwa laki-laki yang berpendidikan t inggi lebih overconfidence. Faktor demografi yang membedakan tingkat illusion of control menunjukkan hasil yang paralel dengan overconf idence. Hal ini dapat dipahami karena illusion of control merupakan salah sat u sumber t erjadinya overconf idence (Nofsinger, 2005). Seseorang yang memiliki illusio n of cont rol yang t ing gi akan cen deru ng memiliki overconfidence yang tinggi pula.
KESIM PULA N DA N SA RA N
Kesi m p u l an Penelitian ini bert ujuan untuk mengetahui persepsi para pengusaha mengenai hutang apakah cenderung sebagai st imulator atau beban; dan apakah aspek psikologis turut berperan dalam pengambilan keputusan hut ang. Hasil analisis
PERSEPSI DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUTANG Supramono dan Nancy Putlia
33
KEUANGAN dan pembahasan memperlihat kan bahw a sebagian besar cenderung beranggapan bahw a keberadaan hut ang sebagai sumber pendanaan lebih merupakan st imulat or bagi peng usaha untuk memajukan usahanya karena akan memacu unt uk bekerja lebih lebih produkt if dan disiplin. Selain it u, dengan adanya hut ang para pengusaha lebih berhat i-hat i dalam melakukan pengelolaan keuangan dan merasa lebih dihargai karena dipercaya oleh orang lain. Pengusaha UKM mengakui pernah membuat keputusan hutang yang t idak tepat . Hal ini t idak dilepaskan adanya aspek psikologis yang turut berperan dalam proses pengambilan keput usan. Aspek psikologis yang dominan adalah overconfidence, illusion of cont rol, dan availabilit y. Ketiga aspek psikologis tersebut dapat memb aw a d ampak p eng u sah a d alam kep ut u san sering mengedepankan f akt or emosional daripada kalkukasi ekonomi sehingga menghasilkan keput usan yang bias. Hasil penelit ian juga menunjukkan bahw a adanya perbedaan t ingkat overconfidence, illusion of cont rol, dan availabilit y berdasarkan faktor demografi sepert i gender, pengalaman dan pendidikan.
lusion of control yang tinggi. Caranya pengusaha UKM hendaknya t idak hanya mengandalkan pengalaman berhu t ang selama ini, apalagi sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah maka para pengusaha harus tetap mau mencari informasi dan mendengar saran orang lain yang sekiranya mampu memberi pandangan yang obyektif keuntungan dan kerugian berbagai alt ernat if sumber hut ang yang sesuasi dengan kebut uhan usahanya. Dengan demikian, para pengusaha akan mampu memperoleh pendanaan yang murah dan risiko kegagalan usaha karena adanya tambahan hutang, dapat dihindari. Penelit ian persepsi mengenai hut ang ini bersif at eksplorat if maka masih sangat t erbuka untuk dit elit i ulang dengan cara antara lain; (a) melibat kan sampel yang lebih besar dan jenis indut ri yang lebih bervariat if, (b) menggunakan instrumen yang berbeda atau (c) menggunakan met ode eksperimen. Selain it u dapat menguji kait an ant ara persepsi hut ang dengan f akt or psikologis t ert ent u, misalnya overconfidence dan illusion of control.
DA FTA R PUSTA KA Sar an Bagi pengusaha UKM hendaknya hutang bukan sesuatu yang perlu dihindari karena menimbulkan beban, tetapi sebaliknya dapat dijadikan alternatif pendanaan untuk meningkatkan kinerja usahanya. Selain it u keberadaan hut ang dapat digunakan sebagai inst rumen unt uk meningkatkan etos kerja di kalangan pengusaha itu sendiri karena dengan memiliki hut ang seharusnya para pengusaha akan termotivasi bekerja lebih giat. Pengusaha harus meminimalkan bias (debiasing) dalam pengambilan keputusan hutang yang akan merugikan usahanya karena pengusaha yang bersangkutan memiliki overconfidence dan il-
34
JURNAL KEUANGAN DAN PERBANKAN Vol. 14, No. 1, Januari 2010: 24 – 35
Barber, B. M. & Odean, T. 2001. BoysWill Be Boys: Gender, Overconfidence, and Common Stock Investment. Quarterly Journal of Economics, pp. 261-292. Beyer, S. & Bowden, E.1997. Gender Differencesin Selfperceptions:Convergent Evidence From Three Measuresof Accuracy and Bias. Personality and Social Psychology Bulletin, Vol.23, pp.157–172. Bhandari, G. R. & Deaves. 2006. The Demographics of Overconf idence. The Journal of Behavioral Finance, Vol.7, pp. 5-11. Champion, D. 1999. Finance: The Joy of Leverage. Harvard Business Review, Vol.77, pp.19-22.
KEUANGAN Darmaw an . 2005. Fak t o r-Fakt o r yan g Dap at Menentukan Keberhasilan Usaha Industri Mikro, Kecil dan M enengah Sekt or Kerajinan di Kotamadya Yogyakarta. Tesis. Pascasarjana Universitas Indonesia. Dreman, D. 2000. The Old Psychology Behind “New Metric”. The Journal of Psychology and Financial Market , Vol.1, pp.158-160. Fellner, G. 2009. Illusion of Control asa Source of Poor Diversification: Experimental Evidence. Journal of Behavioral Finance, Vol.10, pp.55-67.
Kahneman, D. & Riepe, M.W. 1998. Aspects of Investor Psychology. Journal of Port folio Management, Vol.24, pp.52-65. Kicher, E., M aciejovsky & Weber, M.F. 2005. Effect, Selective Information, and Market Behavior: An Experimental Analysis. The journal of Behavioral Finance, Vol.6, pp.90-100. Knutson, B. & Bossaerts, P. 2007. Neural Antecedents of Financial Decisions. The Journal of Neuroscience, Vol.31, pp.8174-8177.
Filbeck, G., Hatfield, P., & Horvath, P. 2005. Risk Aversion and Personality Type. Journal of Behavioral Finance, Vol.6, pp.170-180.
Kuncoro, M . 2000. Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan. Makalah Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia. STIE Yogyakart a.
Gervais, S., Healt on, J.B., & Odean, T. 2003. Capit al Budgeting in the Presence of Managerial Overconfidence and Optimism. Working Paper. The Wharton School.
Lundeberg, M. A., Fox, P.W., & Punccohar, J. 1994. Highly Confident But Wrong: Gender Differencesand Similaritiesin Confidence Judgments. Journal of Educational Psychology, pp.114-121.
Gibson, B. 2001. Definition of Small Business. Final Report. The University of New Castle, 5, April.
Nofsinger, J. R. 2005. The Psychology of Investing. Second Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River.
________. 2007. Accounting Standards and Small Firm Debt and Equity: An International Research Agenda. Australia: Murdoch BusinessSchool. Gombola, M . & Marciukait yte, D. 2007. Managerial Overopt imism and The Choice Between Debt and Equity Financing. Journal of Behavioral Finance, Vol.8, pp.225-235. Grou, B. & Tabak, B.M. 2008. Ambiguity Aversion and Illusion of Cont rol: Experimental Evidence in an Emerging Market. Journal of Behavioral Finance, Vol.9, pp.22-29. Hast uti. 2003. Upaya Penguat an Usaha M ikro dalam Rangka Peningkat an Ekonomi Perempuan (Su k ab u mi , Ban t u l , Keb u men , Pad an g , Su rab aya, M akassar). Jakart a: Lemb ag a Penelit ian Smeru. Hirschey, D. & Nofsinger, J. 2008. Investments: Analysis and Behavior. Boston: Mc-Graw-Hill, Irwin.
Reid, G. 1997. Small Firm’s Actions and Their Survival Probabilities. CRIEFF, Department of Economic, Universit y of St .Andrew s. Shefrin, H. 2007. Behavioral Corporate Finance: Decision that Create Value. McGrwall-Hill/Irwin. Stanovich, K. E. 2003. The Fundamental Computational Biasesof Human Cognition: Heuristicsthat (Sometimes) Impair Decision Making and Problem Solving. The Psychology of Problem Solving. St atman, M . 1995. A Behavioral Framew ork f or Dollar–Cost Averaging. Journal of Port folio Management, Vol. 22, pp.70 – 78. Taylor, S.E & Brow n, J.D. 1998. Illusion and Well Being; Social Psychological Perspective on Ment al Healt h. Psychological Bullet in, Vol.103, pp.193-210
PERSEPSI DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUTANG Supramono dan Nancy Putlia
35