Persepsi Auditor Eksternal dan Klien terhadap Atribut-Atribut Kualitas Audit : studi perception gap Ari Budi Kristanto
[email protected] Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
This research is conducted to test whether there are perception gaps existing between client and auditor about the importance of each audit quality attributes, that influence toward the client satisfaction. The form of the gaps can be used as the inputs for audit firm’s service improvement, on its relation to the client satisfaction. The samples of this research are taken from the companies located in Central Java which use audit service provided by audit firm, and auditors working at the audit firms lie in Central Java. Two means paired test are used for testing the gaps existence. Based on the research, among 6 tested attributes, there are gaps on 2 attributes, they are the strong commitment on audit quality, and audit firm’s leader’s involvement. Keywords : audit quality attributes, perception gap.
Pendahuluan Berkembangnya perekonomian membawa perubahan positif bagi kemajuan sektor jasa. Cicurel (1997) menyatakan bahwa prospek bisnis jasa pasti akan meningkat bersama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kondisi ini menuntut para penyedia jasa untuk sadar bahwa mereka akan menghadapi banyak pesaing, kompetisi yang lebih kuat, dan klien dengan permintaan yang lebih. Untuk dapat bertahan, para penyedia jasa harus lebih kompetitif, melalui komitmen mereka atas keunggulan pelayanan kepada komunitas bisnis. Keberhasilan bisnis jasa ditentukan oleh kualitas produk jasa yang dihasilkan, karena kualitas berkaitan dengan kepuasan konsumen. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Zeithaml, Parasuraman, dan Berry, bahwa kualitas pelayanan dapat memberikan manfaat berupa kepuasan konsumen, loyalitas konsumen, peningkatan citra perusahaan, dan perluasan pangsa pasar (Ardianti, 2004). Ditambahkan oleh Murdick, Render, dan Russel, bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh persepsi pengguna jasa,
dimana mereka mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai kemampuan dari seperangkat atribut pelayanan untuk memuaskan para pengguna jasa (Ekawati,2000). Adapun atribut itu sendiri merupakan titik tolak penilaian bagi konsumen tentang sudah atau belum terpenuhinya kebutuhan atau keinginan yang diharapkan pengguna dari produk barang atau jasa tersebut (Cahyoko,2002). Jasa audit oleh KAP sebagai salah satu bisnis jasa yang relatif kompetitif, perlu juga memperhatikan aspek kualitas jasa audit untuk mengupayakan kepuasan klien pemakai jasa. Hal lain yang menjadi alasan bagi KAP dan klien untuk memperhatikan masalah kualitas audit, adalah pertimbangan bahwa laporan hasil audit nantinya akan digunakan oleh stakeholder, dimana mereka akan lebih percaya pada laporan hasil audit dengan resiko ketidakpastian yang rendah.
Adapun resiko ketidakpastian laporan hasil audit dapat
dikurangi dengan proses audit yang berkualitas (Agoes, 2003). Sama halnya pada produk barang yang kualitasnya dijelaskan oleh atribut-atribut tertentu. Menurut Kotler, kualitas produk jasa dijelaskan oleh atribut-atribut antara lain ( Wijaya, 2003 ) : personil, tingkat mutu, waktu jasa, waktu tunggu, peralatan pendukung, kemasan dan pemberian label. Sedangkan untuk jasa audit sendiri oleh Carcello, kualitasnya dijelaskan oleh 12 atribut yaitu : pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat akan standar umum, independensi, sikap hati-hati, komitmen yang kuat terhadap kualitas audit, keterlibatan pemimpin KAP, melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat, keterlibatan komite audit, standar etika yang tinggi, dan sikap tidak mudah percaya (Widagdo et al, 2002:561). Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Widagdo et al (2002:571), dari 12 atribut tersebut hanya terdapat 7 atribut yang secara signifikan berpengaruh
terhadap kepuasan klien, yaitu pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien pengguna jasa audit di Indonesia, taat akan standar umum, komitmen yang kuat terhadap kualitas audit, keterlibatan pemimpin KAP, dan keterlibatan komite audit. Penelitian tersebut pada hakikatnya merupakan pengulangan penelitian yang dilakukan oleh Bhen et al pada tahun 1997, yang berusaha mengidentifikasi atribut kualitas audit mana saja yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kepuasan klien dari 12 atribut kualitas audit yang sebelumnya telah dikembangkan oleh Carcello, dengan mengganti objek penelitian di Indonesia. Penelitian dengan objek konsumen jasa audit ini memandang kepuasan konsumen dengan titik berat pada kualitas menurut persepsi konsumen saja, dan belum memasukkan unsur nilai yang dirasakan dan harapan konsumen maupun penyedia jasa. Penelitian kali ini mencoba untuk memasukkan unsur harapan konsumen, melalui studi perception gap antara pandangan auditor dan klien mengenai atribut-atribut kualitas audit. Dengan menggunakan 6 atribut (1 atribut digugurkan, karena tidak relevan dengan objek penelitian) yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan klien seperti telah diuji dalam penelitian Widagdo et al pada tahun 2002, peneliti bermaksud untuk menguji apakah ada perbedaan persepsi antara auditor eksternal dan klien mengenai penting tidaknya suatu atribut dalam suatu pekerjaan audit. Perbedaan persepsi ini perlu dilihat, karena kepuasan klien salah satunya diukur dari harapan mereka terhadap apa yang diberikan oleh auditor.
Adapun pelayanan yang diberikan oleh auditor merupakan
representasi dari apa yang mereka pikir atau persepsikan terhadap kualitas layanan itu sendiri. Sehingga dengan melihat perbedaan ini, kita dapat mengetahui bagaimana yang sebenarnya terjadi dalam praktek, apakah auditor sudah memahami apa yang menjadi harapan klien atau belum.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah persepsi auditor eksternal dan klien mengenai penting tidaknya 6 (enam) atribut kualitas jasa audit yang secara signifikan berpengaruh terhadap kepuasan klien di Indonesia. Adapun persoalan penelitian ini adalah : Apakah ada perbedaan persepsi antara auditor eksternal dan klien mengenai penting tidaknya 6 (enam) atribut kualitas jasa audit dalam pekerjaan audit, serta bagaimanakah gap yang terjadi? Pada gilirannya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori akuntansi terutama yang berkaitan dengan kualitas audit, dan pemasaran yang berkaitan dengan kepuasan klien. Temuan dalam penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi praktis terhadap KAP dan para peneliti untuk memahami lebih lanjut tentang pelayanan audit yang dibutuhkan klien
Telaah Teoritis Kualitas Audit Penelitian Purwanto dan Haryanto ( 2004:26 ) menyatakan bahwa kualitas audit mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan klien KAP.
Hal ini
berimplikasi bagi KAP agar memperhatikan masalah kualitas audit, untuk mencapai keunggulan bersaing.Menurut Purwanto dan Haryanto (2004:18), kualitas audit merupakan ciri atau sifat dari suatu jasa (audit) yang dapat berpengaruh pada kemampuannya untuk memberikan kebutuhan akan kepuasan klien. Menurut De Angelo (1981) dalam Dang (2004:1), kualitas audit didefinisikan sebagai the market-assesed joint probability that given auditor will both (a) discover a breach in the client’s accounting system, and (b) report the breach.
Definisi De Angelo tersebut
menjelaskan kualitas audit sebagai taksiran/persepsi pasar (market-assesed) atau kualitas
audit yang diterima oleh pasar. Adapun menurut Palmrose (1988) dalam Dang (2004:1), dijelaskan kualitas audit sebagai probability that financial statement contains no material misstatements. Definisi ini menggunakan keterpercayaan hasil audit yaitu laporan keuangan auditan yang terpercaya sebagai hasil dari audit yang berkualitas. Lebih lanjut Knapp (1991) dalam Deis dan Giroux (1992) menjelaskan kualitas audit sebagai auditor reducing detection risk to a point where the ultimate audit risk at an apropriately low level. Literatur lain oleh Watts and Zimmerman (1981) dalam Hyeesoo menjelaskan kualitas audit sebagai probability that an auditor will both discover and truthfully report a discovered breach, and suggest that the probability of reporting is a function of independence. Persepsi Kottler et al (1999:23) mendefinisikan persepsi sebagai the process by which an individual selects, organizes, and interprets information inputs to createa meaningful picture of the world. Adapun menurut Stanton (1984:13) the meaning we attribute, on the basis of past experience to stimuli as received through our five senses. Ditambahkan oleh Stanton, bahwa persepsi kita dibentuk oleh 3 hal, yaitu karakteristik fisik stimulan, hubungan stimulan dengan lingkungan sekitar, dan kondisi diri kita. Secara sederhana dapat dipahami bahwa persepsi adalah sudut pandang mengenai bagaimana individu melihat dan menafsirkan kejadian tertentu. Atribut-Atribut Kualitas Audit Menurut Behn et al (1997) dalam Widagdo et al (2002:563), kualitas audit dijelaskan oleh 12 (duabelas) atribut. Namun, dalam penelitian ini hanya akan dibahas perbedaan persepsi antara auditor dan klien atas 7 (tujuh) atribut kualitas audit yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap kepuasan klien, yaitu : Pengalaman Melakukan Audit
Dalam KBBI (Balai Pustaka, 1992:22) dikatakan bahwa pengalaman merupakan kata benda untuk menerangkan sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dan sebagainya). Jika disesuaikan dengan konteks penelitian ini, maka pengalaman melakukan audit dapat diartikan sebagai pekerjaan-pekerjaan audit yag pernah dilakukan oleh auditor sebelumnya.
Semakin banyak pekerjaan audit yang pernah dilakukan, berarti semakin
banyak pula pengalaman auditor dalam melakukan pekerjaan audit. Standar umum pertama bagi auditor independen berbunyi “audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai seorang auditor” (IAI, 2001: SPAP SA Seksi 210 paragraf 1). Pernyataan tersebut diperjelas di paragraf 2 yang menegaskan bahwa seberapapun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, ia belum memenuhi syarat standar umum pertama jika tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keahlian dalam bidang akuntansi maupun auditing mutlak diperlukan dalam pekerjaan audit, dimana keahlian tersebut diperoleh melalui pendidikan formal, yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman dalam praktik audit. Ketchand dan Strawser (1998) dalam (Purwanto dan Haryanto, 24: 14) mengatakan bahwa pengalaman auditor (lebih dari 2 tahun) dapat menentukan kualitas audit melalui pengetahuan yang diperolehnya dari pengalaman melakukan audit. Ditambahkan oleh Tubbs (1992) yang menyatakan bahwa auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan akurat, dan mencari penyebab kesalahan. Meidawati (2001) dalam Widagdo et al (2002:563) pengalaman merupakan atribut yang penting dimiliki oleh auditor, hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor yang berpengalaman.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman akan bermanfaat dalam menghasilkan pekerjaan audit yang berkualitas. Memahami Industri Klien SPAP, SA Seksi 318 paragraf 2 dan 3 menjelaskan bahwa auditor yag ditugaskan dalam pemeriksaan harus memilii pengetahuan tentang bisnis yang cukup meliputi pengetahuan umum terkait ekonomi dan industry, dan pengetahuan khusus tentang bagaumana entitas beroperasi. Dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman atas industri dan bisnis merupakan hal yang penting dimiliki oleh auditor independen, karena diperlukan untuk mengidentifikasi dan memahami hal-hal yang terkait proses pengerjaan audit. Pengetahuan auditor mengenai industri dan entitas yang diperoleh dari berbagai sumber, digunakan auditor untuk membantu tugasnya dalam: penaksiran risiko, perencanaan audit, dan evaluasi bukti audit. Menurut Gaputra (1981) dalam Purwanto dan Haryanto (204:14), pemahaman auditor terhadap bisnis klien berguna untuk mengidentifikasi kejadian dan praktek bisnis yang menurut auditor akan sangat berpengaruh pada laporan keuangan klien. Ditambahkan oleh Wolk dan Wooton (1997) (dalam Widagdo et al., 2002:564 ), bahwa pemahaman atas industri klien juga bermanfaat untuk memberi masukan agar klien beroperasi lebih efisien, yang pada gilirannya dapat berguna bagi klien dalam melakukan perbaikan-perbaikan, serta memberikan kepuasan bagi klien. Responsif Atas Kebutuhan Klien Tujuan akhir dilakukannya audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah menyatakan pendapat (opini) tentang kewajaran asersi yang dibuat oleh manajemen (SPAP, SA Seksi11 paragraf 1) (IAI,2001). Jadi, dapat dikatakan bahwa harapan klien dalam menggunakan jasa audit KAP adalah mendapatkan opini auditor independen.
Menurut Gerson (2002:5), kepuasan pelanggan (klien) dapat terwujud, ketika kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat terpenuhi atau bahkan terlampaui. Tentunya pelanggan akan leih puas jika layanan yang diperoleh dapat melebihi dari apa yang diharapkan. Konsep seperti ini juga berlaku pada kepuasan klien KAP. Klien akan merasa lebih puas jika kebutuhan pokoknya dapat terlampaui. Kebutuhan pokok klien adalah memperoleh opini auditor independen. Jadi dapat dikatakan bahwa klien akan lebih puas jika mereka tidak hanya memperoleh opini auditor saja, tetapi lebih dari itu, seperti manfaat tambahan berupa masukan maupun nasihat bagi perbaikan sistem akuntansi klien. Auditor yang responsif atas kebutuhan klien berusaha menawarkan manfaat lebih kepada klien tanpa diminta. Respon seperti ini akan memberi kontribusi bagi kepuasan klien, karena faktor yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP adalah kesungguhan KAP tersebut memperhatikan kebutuhan kliennya (Mahon (1982), dalam Purwanto dan Haryanto, 2004:15). Taat pada Standar Umum Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA seksi 201 (IAI,2001:201.1) menyatakan bahwa standar umum bersifat pribadi, dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya. Standar umum pengauditan juga menuntut auditor untuk memiliki keahlian, independensi, dan kecermatan dalam bekerja sebagai syarat dari pelaksanaan audit yang berkualitas. Menurut Elitzur dan Falk (1996) dalam Widagdo et al (2002:564), standar umum akan tercermin dalam kemungkinan auditor mendeteksi kesalahan material dan melaporkan temuannya. Ditambahkan lagi, bahwa kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kredibilitas auditor, yang pada gilirannya dapat memberi kontribusi bagi hasil audit yang berkualitas. Komitmen yang Kuat Terhadap Kualitas Audit
Konsep komitmen yang digunakan untuk menjelaskan atribut ini adalah pemgertian komitmen yang dikemukakan oleh Aranya et al (1981) dalam Trisnaningsih dan Ardiyanto (2002:468), yang didefinisikan sebagai kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguhsungguh guna kepentingan organisasi. Kepentingan organisasi dalam konteks penelitian ini dapat dimaksudkan sebagai hasil pekerjaan audit yang berkualitas. Jadi komitmen terhadap kualitas audit dapat diartikan sebagai usaha auditor untuk bersungguh-sungguh dalam menghasilkan pekerjaan audit yang berkualitas. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengupayakan hasil pekerjaan audit yang berkualitas, antara lain kemauan auditor mengikuti program profesi berkelanjutan, seminar-seminar, dan usaha-usaha lain yang dapat meningkatkan kecakapan auditor dalam menyelesaikan pekerjaan audit, mengembangkan diri, serta tetap menjaga agar ilmu yang dimiliki sesuai dengan perkembangan jaman dan mampu menjawab kebutuhan klien. Keterlibatan Pimpinan KAP Tak bisa dipungkiri lagi bahwa manajemen puncak memiliki peran yang besar dalam menentukan arah organisasi. Demikian juga dengan pimpinan KAP yang juga mempunya andil besar dalam mengelola KAP-nya, agar dapat beroperasi secara efektif, termasuk diantaranya manajemen mutu. Keberhasilan manajemen mutu memerlukan kepemimpinan yang efektif, baik secara formal (berdasarkan hierarkhi organisasi) maupun yang tidak formal (Widagdo et al.,2002:565). Proses kepemimpinan yang efektif tersebut, antara lain dibangun melalui komunikasi yang harmonis antara pimpinan dengan staff. Clammpitt dan Down (1995) dalam Purwanto dan Haryanto (204:15) menyimpulkan bahwa kepuasan berkomunikasi yang diterima oleh seluruh pekerja berdampak pada produktivitas. Komunikasi dengan pimpinan puncak akan lebih berpengaruh terhadap komitmen organisasi, daripada komunikasi dengan supervisor (Verona,1996) dalam Purwanto dan Haryanto
(2004:15).
Ditambahkan oleh Tatang (1995) dalam Widagdo et al (2002:565) bahwa
pemimpin yang baik mampu memberikan pandangan yang luas atas upaya perbaikan, serta mampu memotivasi, mengakui dan menghargai upaya dan prestasi perorangan maupun kelompok. Keterlibatan Komite Audit Komite audit adalah bagian dari klien yang mempunyai fungsi terkait dengan pelaksanaan audit, yang meliputi penunjukan auditor yang mengaudit laporan keuangan, menentukan lingkup audit yang akan diaudit, melakukan komunikasi dengan auditor atas temuan-temuan selama audit, serta mereview laporan keuangan dan laporan audit (Noviyanti dan Utami,2004:70). Dengan demikian, komite audit yang berfungsi efektif akan semakin dapat memastikan kualitas hasil pekerjaan audit, melalui kewenangan dan alat kontrolnya dalam mengawasi proses audit. Namun, dalam praktik di lapangan, komite audit hanya terdapat pada organisasi perusahaan publik saja, karena di perusahaan publik, hasil audit menjadi konsumsi masyarakat umum, sehingga terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh komite audit. Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi klien adalah perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah, dimana sebagian besar bukan merupakan perusahaan publik.
Dengan alasan tersebut, maka atribut keterlibatan komite audit sengaja tidak
dipergunakan dalam penelitian ini, karena tidak relevan dengan kondisi lapangan. Pengembangan Hipotesis Untuk dapat bertahan dan berkembang, entitas bisnis harus dapat mempertahankan, bahkan menciptakan pelanggan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyesuaikan kualitas produk dengan harapan pelanggan. Hal ini didasari oleh alasan bahwa kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan kualitas yang diterima, dimana kepuasan pelanggan berpengaruh pada loyalitas. Adapun kriteria pelanggan yang puas adalah terpenuhinya
harapan mereka atas kualitas tersebut. Apabila kualitas yang diterima berhasil memenuhi bahkan melampaui harapan pelanggan, maka dapat dikatakan pelanggan puas. Namun sebaliknya jika kualitas yang diterima belum mampu memenuhi harapan pelanggan, dapat dikatakan pelanggan belum puas. Untuk dapat mengupayakan kepuasan pelanggan, maka perlu diukur seberapa besar harapan pelanggan mengenai kualitas itu sendiri.
Dalam
penelitian ini harapan pelanggan mengenai kualitas diukur melalui persepsi mereka tentang atribut-aribut kualitas. Selain mengukur harapan pelanggan, untuk menentukan kebijakan dalam manajemen kualitas, perlu juga mengukur kualitas yang diberrikan oleh pemberi jasa. Dalam penelitian ini kualitas yang diberikan diukur melalui persepsi pemberi jasa mengenai atribut kualitas audit, sebab apa yang diberikan merupakan representasi dari apa yang dipersepsikan oleh pemberi jasa sebagai sesuatu yang penting dan perlu. Penelitian ini mencoba untuk mencari tahu apakah ada perbedaan persepsi antara auditor dan klien mengenai penting tidaknya atribut-atribut kualitas audit. Perbedaan ini berguna untuk melihat apakah klien sudah mendapatkan hasil dan atau proses audit yang sesuai dengan harapan mereka. Perception gap atribut pengalaman melakukan audit Klien dan auditor memiliki pengetahuan serta pemahaman yang berbeda mengenai pekerjaan audit, karena memang antara auditor dan klien memiliki bidang kerja yang berbeda. Pengetahuan klien yang terbatas tentang pengorganisasian dalam suatu pekerjaan audit membuat klien mempunyai tuntutan atau harapan agar perusahaannya diaudit oleh auditor yang berpengalaman, karena klien dapat berpersepsi bahwa pekerjaan audit akan menjadi tidak optimal apabila dikerjakan oleh auditor yang kurang memiliki pengalaman. Namun auditor yang memiliki pengetahuan serta pemahaman lebih lengkap mengenai
pengorganisasian suatu pekerjaan audit dapat berpandangan bahwa pengalaman tenaga auditor bukan hal yang sangat penting, karena auditor dalam pekerjaan audit sudah diorganisasi dengan baik, dengan adanya pengawasan dan arahan dari supervisor maupun pimpinan. Selain adanya pengorganisasian yang memadai, pekerjaan audit juga sudah diatur dengan prosedur audit yang terencana. H1
: Terdapat perbedaan persepsi auditor dan klien mengenai penting tidaknya atribut
pengalaman melakukan audit. Perception gap atribut memahami industri klien Berbagai referensi telah menunjukkan bahwa pemahaman auditor terhadap industri klien merupakan salah satu pokok penting dalam pekerjaan audit. Termasuk dalam SPAP yang menjadi acuan bagi auditor dalam melakukan tugasnya, juga mensyaratkan adanya pengetahuan auditor mengenai entitas. Dipandang dari sisi auditor atribut ini jelas penting, karena selain disyaratkan dalam SPAP, auditor tidak mungkin dapat bekerja apabila tidak memahami entitas. Klien juga memandang pemahaman auditor terhadap industri klien sebagai hal yang penting. Jelas selain karena pemeriksaan akan bisa berjalan baik oleh auditor yang memahami industri klien, juga khusus untuk perusahaan yang terdaftar di pasar modal, laporan keuangan auditan harus segera dilaporkan ke publik. Apalagi ditambah peraturan Bapepam mempercepat pelaporan kinerja tahunan dari 120 hari menjadi 90 hari, juga menuntut klien diaudit oleh auditor yang memahami industrinya, karena jika tidak demikian akan berpengaruh pada keterlambatan pelaporan keuangan dan standar mutu pembukuan perusahaan (Bisnis Indonesia, 25 November 2002. Hal T8 ). Selain itu, auditor yang tidak memahami dan mempelajari peraturan industri juga dituding BPKP menjadi salah satu penyebab dibekukannya 36 bank BBKU pada akhir tahun 90-an ( Bisnis Indonesia, 24 April
2001. Hal II ). Dengan demikian, karena pemahaman terhadapa industri klien benar-benar rawan, maka auditor maupun klien sama-sama menganggap penting atribut ini. H2
: Tidak terdapat perbedaan persepsi auditor dan klien mengenai penting tidaknya
atribut pemahaman terhadap industri klien. Perception gap atribut responsif terhadap kebutuhan klien Akuntan publik merupakan kelompok akuntan yang mengkombinasikan antara bisnis dan profesionalisme. Dari sejarah Indonesia, dapat ditemukan bahwa akuntan publik yang terlalu vokal dan “minta macam-macam” data untuk diverifikasi sebelum laporan diterbitkan akan dijauhi oleh klien, yang notabene dapat mengancam eksistensi KAP bersangkutan (Bisnis Indonesia, 17 Januari 2004. Hal 8 ). Kasus pada BUMN yang go-public menunjukkan bahwa manajemen perusahaan lebih suka diaudit oleh KAP daripada oleh BPKP, karena manajemen ( klien ) menilai KAP lebih mudah diajak bekerja sama, sedangkan BPKP tidak. Adapun preferensi pemegang saham terhadap BPKP terletak pada adanya audit kinerja perusahaan yang tidak dilakukan oleh KAP ( Bisnis Indonesia, 24 April 2001. Hal II ). Fakta-fakta diatas cukup membuktikan KAP sebagai entitas profesional mempunyai peran lain sebagai entitas bisnis yang harus memberikan service kepada klien. Dapat ditarik kesimpulan bahwa auditor yang terlalu kaku pada prosedur akan menjadi titik lemah bagi kepuasan klien. Jadi KAP sebagai entitas profesi sekaligus bisnis akan berusaha tampil profesional sekaligus luwes dalam menghadapi klien. Profesional dalm arti tetap memegang independensi, luwes dalam upaya memberikan pelayanan yang memuaskan tanpa melanggar kode etik profesi, antara lain dilakukan dengan mengkomunikasikan masukan maupun pendapat auditor mengenai kelemahan maupun kekurangan yang ada pada sistem akuntansi klien, untuk menunjukkan perhatian sekaligus mengurangi kesan angker auditor. Tentu saja
semua itu dilakukan dalam batas etika dan peraturan, seperti adanya peraturan Menteri Keuangan no. 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik yang melarang perikatan KAP sebagai pemeriksa laporan keuangan sekaligus sebagai konsultan ( Bisnis Indonesia, 29 Mei 2003. Hal 7 ). Jadi, dari sisi auditor responsibilitas terhadap kebutuhan klien adalah hal penting untuk menjaga eksistensi KAP dan memuaskan klien. Dari sisi klien, jelas akan menghindari auditor yang menyulitkan pekerjaannya, dan menyukai auditor yang memberikan pelayanan lebih. H3
: Tidak terdapat perbedaan persepsi auditor dan klien mengenai penting tidaknya
atribut responsif terhadap kebutuhan klien. Perception gap atribut taat pada standar umum Standar umum menuntut kualifikasi auditor secara personal untuk dapat melakukan pekerjaan audit, seperti adanya keahlian, independensi, serta kecermatan. Keahlian diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup dalam bidang auditing maupun akuntansi. Bagi auditor, standar umum penting dalam suatu pekerjaan audit. Keahlian auditor dalam bidang auditing maupun akuntansi mutlak diperlukan dalam penugasan audit. Independensi juga merupakan syarat yang penting untuk menjaga profesionalisme. Kecermatan auditor dalam pekerjaan audit menjadi kunci dihasilkannya pekerjaan yang berkualitas. Bukti lain yang menunjukkan bahwa auditor menganggap penting ketaatan terhadap standar umum adalah dibuatnya pengorganisasian yang terencana dalam setiap pekerjaan audit, untuk memastikan proses audit terkontrol dengan baik. Dari sudut pandang klien, jelas sekali bahwa klien tentu tidak ingin perusahaannya diaudit oleh auditor yang tidak memiliki kecakapan dalam bidang auditing
maupun
akuntansi, karena jika demikian yang terjadi, pekerjaan pemeriksaan yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik dan berkualitas. Faktor independensi maupun kecermatan akan
menjadi masalah di masa mendatang jika tidak diperhatikan benar-benar oleh perusahaan. Persepsi klien bahwa ketaatan terhadap standar umum antara lain terungkap oleh seorang praktisi bisnis yang menyatakan bahwa peningkatan kualitas antara lain terletak pada personal auditor yang memiliki ketangguhan moral, mental, etos, dedikasi, ketakwaan, kecakapan, dan profesionalisme (Bisnis Indonesia, 17 Maret 2004.hal 2). Dapat disimpulkan bahwa baik auditor maupun klien memiliki pandangan yang sama mengenai atribut ketaatan terhadap standar umum, yaitu atribut tersebut penting dalam suatu pekerjaan audit, sehingga hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H4
: Tidak terdapat perbedaan persepsi auditor dan klien mengenai penting tidaknya
atribut ketaatan terhadap standar umum. Perception gap atribut komitmen terhadap kualitas audit Komitmen terhadap kualitas audit yang antara lain dilakukan melalui keikutsertaan auditor dalam program profesi berkelanjutan, seminar-seminar, dan upaya peningkatan peningkatan kecakapan lain dianggap penting oleh auditor, karena auditor akan menghadapi berbagai jenis industri dengan kurun waktu yang berbeda, sehingga memerlukan pemahaman yang cukup mengenai berbagai berbagai jenis industri dan perkembangan akuntansi. Semua itu dilakukan agar auditor dapat melakukan pekerjaan audit yang sesuai dengan kebutuhan klien. Pada umumnya klien kurang begitu menaruh perhatian pada standar akuntansi unttuk berbagai jenis industri beserta perubahannya masing-masing, karena klien cenderung berkonsentrasi pada praktik akuntansi yang berlaku di perusahaannya sendiri. Ketidaktahuan atau kurangnya perhatian klien terhadap dinamika dunia akuntansi ini tidak akan menimbulkan harapan bagi auditor untuk mendalami masalah-masalah tersebut. Jadi hipotesis yang dirumuskan adalah:
H5
: Terdapat perbedaan persepsi auditor dan klien mengenai penting tidaknya atribut
komitmen terhadap kualitas audit Perception gap atribut keterlibatan pimpinan KAP Keterlibatan pimpinan KAP dalam suatu pekerjaan audit
dapat diawali pada
penyusunan perjanjian perikatan audit dilanjutkan pemantauan yang berkesinambungan pimpinan terhadap penugasan audit yang berlangsung. Bagi klien, keterlibatan pimpinan KAP bisa menjadi hal penting karena sebagai pengguna jasa, klien mengharapkan optimalisasi manfaat dari biaya yang dikeluarkan, sehingga klien akan memiliki preferensi jika dalam pekerjaan audit mulai dari perikatan sampai pada selesai, pekerjaan tersebut ditangani oleh tenaga yang memiliki nilai tinggi. Dalam organisasi KAP, tenaga kerja yang memiliki nilai tertinggi tentunya adalah pimpinan KAP bersangkutan. Namun berbeda dengan auditor, keterlibatan pimpinan KAP tidak dianggap terlalu penting, karena auditor sudah memiliki prosedur standar ditambah pengalaman sebelumnya yang dirasa cukup untuk menjawab kebutuhan klien. Berdasarkan pemikiran diatas, hipotesis terakhir yang dapat disimpulkan adalah: H6
: Terdapat perbedaan persepsi auditor dan klien mengenai penting tidaknya atribut
keterlibatan pimpinan KAP.
Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis data berdasarkan sumber data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari pembagian kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan maupun pernyataan-pernyataan tertulis kepada responden, untuk mengukur persepsi mereka tentang atribut-atribut kualitas audit.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu populasi klien dan populasi auditor. Yang dimaksud dengan populasi auditor adalah para auditor yang bekerja di 22 kantor akuntan publik di Jawa Tengah. Jumlah KAP sebanyak 22 buah diperoleh dari data IAI-KAP. Adapun jumlah auditor tidak dapat ditentukan secara pasti, karena dapat mengalami perubahan dengan mudah dalam waktu singkat. Adapun populasi klien adalah manajer akuntansi atau manajer keuangan perusahaan menengah-besar di Jawa Tengah yang menggunakan jasa audit akuntan publik. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 1999:73). Untuk sampel auditor, penelitian ini mengambil responden auditor dari KAP-KAP di Semarang dan Solo, karena operasi kantor-kantor akuntan publik di Jawa Tengah berpusat di 2 (dua) kota tersebut. Adapun untuk sampel klien akan diambil manajer dan atau staff keuangan dan atau akuntansi dari perusahaan-perusahaan menengahbesar di Jawa Tengah, yang datanya diperoleh dari direktori Deperindag.
Baik sampel
auditor maupun klien, keduanya ditetapkan berjumlah minimal 30 responden, karena jumlah populasi tidak dapat diketahui secara30pasti. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data opini individu yang diperoleh melalui kuesioner disebarkan melalui pos atau diantarkan langsung. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ini memiliki 7 atribut kualitas yang diukur pada aras ordinal, yang hanya menyatakan suatu kategori jawaban adalah lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan kategori yang lain, tanpa menyatakan besarnya perbedaan (Mulyono,2003:290). Pembobotan kuesioner dilakukan dengan menggunakan skala likert, yang terdiri dari sejumlah pertanyaan dan pernyataan dengan kategori-kategori jawaban yang menunjukkan
derajat persepsi penting atau tidak penting. Kuesioner penelitian ini berisi pertanyaan atau pernyataan untuk mengukur 6 (enam) variabel, yaitu : pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien pengguna jasa audit di Indonesia, taat akan standar umum, komitmen yang kuat terhadap kualitas audit, dan keterlibatan pemimpin KAP.
Setiap pertanyaan atau pernyataan disediakan kategori jawaban yang
bergerak dari skala 1 (Sangat Tidak Penting) sampai 5 (Sangat Penting Adapun operasionalisasi dari variabel-variabel penelitian ini sebagian diadopsi dari kuesioner yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya dari penelitian Haryati (2004) mengenai analisis atribut-atribut kualitas audit yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan klien. Teknik Analisis Langkah analisis untuk menjawab hipotesis dan persoalan dalam penelitian ini diawali dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas.
Adapun untuk menguji ada tidaknya
perbedaan persepsi dengan klien, digunakan uji beda rata-rata untuk 2 sample independent dengan uji t. Apabila hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa t hitung < t tabel atau nilai probabilitas > tingkat signifikansi, maka Ho diterima, serta sebaliknya. Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian atau responden dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di KAP, manajer akuntansi, manajer keuangan, serta staff perusahaan lain yang mempunyai informasi untuk mengevaluasi kinerja KAP. Dari 154 kuesioner yang dikirim, 74 buah kembali. Seluruh kuesioner yang kembali sudah diisi dengan lengkap. Dengan demikian terdapat 74 buah kuesioner yang dapat dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini, sehingga tingkat pengembalian kuesioner dalam penelitian ini adalah 48 %.
Identitas responden dengan karakteristik jabatan dan lama pengalaman responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.2 Karakteristik jabatan responden Jabatan Jumlah Supervisor auditor 5 Staff auditor 39 Manajer Keuangan 8 Manajer Akuntansi 7 Staff Keuangan 6 Staff Akuntansi 9 74 TOTAL
Prosentase 6.76 % 52.70 % 10.81 % 9.46 % 8.10 % 12.17 % 100 %
Lama pengalaman responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.3 Karakteristik lama pengalaman responden Jabatan Jumlah Prosentase 0 - 3 tahun 35 47.30 % 3 – 6 tahun 23 31.08 % > 6 tahun 16 21.62 % 74 100 % TOTAL Dari uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan untuk kedua kelompok responden, diketahui bahwa seluruh instrumen valid dan reliabel untuk responden auditor maupun klien Pengujian Hipotesis Atribut Pengalaman Melakukan Audit Hasil uji statistik dengan asumsi varians yang sama pada kedua kelompok sample menunjukkan bahwa nilai t statistik adalah sebesar -1.541, dengan nilai signifikansi 0.128. Dengan tingkat signifikansi ditetapkan sebesar 0.05, berarti nilai uji statistik berada di daerah penerimaan Ho. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara auditor dan klien mengenai penting atau tidaknya atribut pengalaman audit dalam suatu pekerjaan audit. Hipotesis penelitian ini yaitu terdapat perbedaan persepsi antara auditor dan klien terhadap atribut pengalaman melakukan audit ternyata tidak terbukti.
Baik auditor maupun klien memiliki rata-rata jawaban dengan kategori skor 4 lebih. Jadi auditor dan klien sama-sama menganggap penting faktor pengalaman dalam suatu pekerjaan audit. Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini ditolak karena auditor ternyata menganggap penting atribut pengalaman melakukan audit.
Hal ini diperkirakan karena
sample auditor berasal dari KAP-KAP dengan ukuran relatif kecil, dengan klien yang juga berskala kecil.
KAP berskala kecil yang memiliki keterbatasan tenaga pemeriksa
mengakibatkan pengorganisasian yang kurang optimal, sehingga tenaga auditor relatif harus lebih mandiri, daripada tenaga auditor pada KAP besar dengan pengorganisasian yang lebih efektif. Auditor pada KAP berukuran kecil juga menghadapi klien yang berukuran relatif kecil juga, dengan pemahaman tentang akuntansi yang relatif lebih rendah daripada perusahaan besar. Keterbatasan pemahaman akuntansi ini juga membuat klien berukuran kecil memiliki banyak masalah akuntansi yang dihadapi oleh auditor, karena klien kecil yang biasanya bukan merupakan perusahaan publik juga kadang manggunakan jasa auditor sebagai konsultan tidak resmi. Atribut Memahami Industri Klien Hasil uji statistik dengan asumsi varians yang sama pada kedua kelompok sample menunjukkan bahwa nilai t statistik adalah sebesar -0.354, dengan nilai signifikansi 0.725. Dengan tingkat signifikansi ditetapkan sebesar 0.05, berarti nilai uji statistik berada di daerah penerimaan hipotesis. Hal ini berarti hipotesis kedua dari penelitian ini diterima, yaitu bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara auditor dan klien mengenai penting atau tidaknya atribut pemahaman auditor terhadap industri klien dalam suatu pekerjaan audit. Atribut Responsif Terhadap Kebutuhan Klien Hasil uji statistik dengan asumsi varians yang sama pada kedua kelompok sample menunjukkan bahwa nilai t statistik adalah sebesar -0.181, dengan nilai signifikansi 0.857.
Dengan tingkat signifikansi ditetapkan sebesar 0.05, berarti nilai uji statistik berada di daerah penerimaan hipotesis. Hal ini berarti hipotesis ketiga yang dibangun dalam penelitian ini diterima, yaitu bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara auditor dan klien mengenai penting atau tidaknya atribut responsif terhadap kebutuhan klien dalam suatu pekerjaan audit. Atribut Taat Terhadap Standar Umum Hasil uji statistik dengan asumsi varians yang berbeda pada kedua kelompok sample menunjukkan bahwa nilai t statistik adalah sebesar -1.181, dengan nilai signifikansi 0.241. Dengan tingkat signifikansi ditetapkan sebesar 0.05, berarti nilai uji statistik berada di daerah penerimaan hipotesis. Hal ini berarti hipotesis keempat penelitian ini diterima, yaitu bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara auditor dan klien mengenai penting atau tidaknya atribut taat terhadap standar umum dalam suatu pekerjaan audit. Atribut Komitmen Yang Kuat Terhadap Kualitas Audit Hasil uji statistik dengan asumsi varians yang sama pada kedua kelompok sample menunjukkan bahwa nilai t statistik adalah sebesar 2.350, dengan nilai signifikansi 0.022. Dengan tingkat signifikansi ditetapkan sebesar 0.05, berarti nilai uji statistik berada di daerah penerimaan hipotesis. Hal ini berarti hipotesis kelima penelitian ini diterima, yaitu bahwa terdapat perbedaan persepsi antara auditor dan klien mengenai penting atau tidaknya atribut komitmen terhadap kualitas audit dalam suatu pekerjaan audit. Dari hasil pengujian, tampak bahwa nilai rata-rata persepsi auditor lebih tinggi daripada nilai rata-rata klien. Hal ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan klien, auditor lebih menganggap penting atribut komitmen yang kuat terhadap kualitas audit, dengan nilai rata-rata auditor 4,1061 lebih besar daripada nilai rata-rata klien sebesar 3,7773. Atribut Keterlibatan Pimpinan KAP
Hasil uji statistik dengan asumsi varians yang berbeda pada kedua kelompok sample menunjukkan bahwa nilai t statistik adalah sebesar -2.048, dengan nilai signifikansi 0.044. Dengan tingkat signifikansi ditetapkan sebesar 0.05, berarti nilai uji statistik berada di daerah penerimaan hipotesis. Hal ini berarti hipotesis terakhir dalam penelitian ini diterima, yaitu bahwa terdapat perbedaan persepsi antara auditor dan klien mengenai penting atau tidaknya atribut keterlibatan pimpinan KAP dalam suatu pekerjaan audit. Dari hasil pengujian, tampak bahwa nilai rata-rata persepsi klien lebih tinggi daripada nilai rata-rata audior. Hal ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan auditor, klien lebih menganggap penting atribut keterlibatan pimpinan KAP, dengan nilai rata-rata klien 4,5250 lebih besar daripada nilai rata-rata auditor sebesar 4,2898. Simpulan Dari hasil analisis statistik dan interpretasi hasil, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak terdapat beda persepsi antara klien dan auditor terhadap penting tidaknya atribut pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat akan standar umum, 2. Terdapat beda persepsi antara klien dan auditor terhadap penting tidaknya atribut komitmen yang kuat kerhadap kualitas audit dan keterlibatan pimpinan KAP. 3. Dibandingkan dengan klien, auditor lebih menganggap penting atribut komitmen yang kuat kerhadap kualitas audit. 4. Dibandingkan dengan auditor, klien lebih menganggap penting atribut keterlibatan pimpinan KAP. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi baru bagi pengembangan akuntansi, terutama dalam bidang kualitas audit, serta pelayanan yang berkaitan dengan kepuasan klien,
yaitu terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara auditor dan klien atas atribut komitmen yang kuat terhadap kualitas audit, dan keterlibatan pimpinan KAP. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara auditor dan klien pada dua (2 ) atribut kualitas audit yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan klien KAP. Persepsi auditor mengenai tingkat kepentingan atribut komitmen yang kuat terhadap kualitas audit lebih tinggi dibandingkan dengan persepsi klien. Pada skala 1-5 (sangat tidak penting – sangat penting), persepsi auditor bernilai 4.1061, sedangkan persepsi klien memiliki nilai 3.7773, yang berarti perhatian auditor pada atribut ini sudah melebihi harapan klien. Hal ini menunjukkan bahwa KAP sudah memberikan layanan yang baik pada atribut komitmen yang kuat terhadap kualitas audit. Namun pada atribut keterlibatan pimpinan KAP, auditor ternyata belum memberikan layanan yang sesuai dengan harapan klien, terlihat dari persepsi klien (4.5250) terhadap tingkat kepentingan atribut ini bernilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan persepsi auditor (4.2898). Fakta ini dapat menjadi masukan bagi KAP, terutama dalam meningkatkan kepuasan klien terhadap kualitas layanan audit. Untuk dapat menyesuaikan pelayanan dengan harapan klien, KAP dapat membahas dengan lebih mendalam pokok keterlibatan pimpinan KAP dalam pekerjaan audit saat penyusunan perikatan, sehingga selama proses audit, KAP dapat memberikan pelayanan yang terbaik, karena sudah ada kesepahaman antara auditor dan klien. Keterbatasan dalam penelitian ini terletak pada sample perusahaan klien yang belum dapat merata dari seluruh Jawa Tengah, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk menggeneralisasi persepsi seluruh klien KAP yang ada. Selain itu, responden dalam penelitian ini juga belum dapat mewakili berbagai kelompok klien maupun auditor, karena sebagian besar (47.3 %) beri memiliki masa kerja < 3 tahun.
Daftar Pustaka ----------, 2003, Berburu Proyek Audit, Bisnis Indonesia, 29 Mei 2003. Badan Pusat Statistik, 2003, Jawa Tengah dalam Angka. Belinda, Haryati, 2004. Pengaruh Atribut-Atribut Kualitas Audit terhadap Kepuasan Klien: Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur di Semarang tahun 2004, Skripsi Program S1 FE-UKSW (tidak dipublikasikan). Cahyoko, Wahyu, 2002, Analisis Atribut-Atribut yang Dipertimbangkan Konsumen dalam Membeli Mie Instant Indomi di Kalangan Mahasiswa UKSW, Skripsi Program S1 FE-UKSW (tidak dipublikasikan). Dang,
Li. 2004, “Assessing Actual http://dspace.library.drexel.edu/handle/1860/296
Audit
Quality”,
Deis, D. R. and G. A Giroux, 1992, “Determinants of Audit Quality in the Public Sector”, The Accounting Review, http://www.library.unsw.edu.au/~thesis/adt~NUN/uploads/approved/adtNUN2004318.145748/public/03chapter2.pdf. Gerson, Richard F, 2002, “Mengukur Kepuasan Pelanggan”.penterjemah: Hesti Widyaningrum, Cetakan 2. Jakarta : Penerbit PPM. Hyeesoo Chung, Selective Mandatory Auditor Rotation and Audit Quality: An Empirical Investigation of Auditor Designation Policy in Korea, Kranert Graduate School of Management, http://www.mgmt.purdue.edu/events/bkd_speakers/papers03/chung.pdf Huatama, Victor Angsono, 2004, Akuntan, Opini dan Pemilu, Bisnis Indonesia, 17 Januari 2004. IAI, 2001, “Standar Profesional Akuntan Publik”, Penerbit YKPN. Jogiyanto, HM, 2004, Metode Penelitian Bisnis, BPFE-UGM. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1992. Balai Pustaka Kottler, Philip, Swee Hon ang, Siew Meng Leong, dan Chin Tiong Tan, 1999, “Marketing Management: an Asian Perspective”, Second Edition. Noviyanti, Suzy dan Intiyas Utami, 2004, “Dasar-Dasar Pengauditan”, FE-UKSW. Novianto, Adhitya, 2002, Pembatasan Jasa Akuntan Publik Bagi Emiten: Antara Kekhawatiran dan Efisiensi, Bisnis Indonesia, 25 November 2002.
Parwito, 2001, Kontrak Sosial Akuntan Publik Lebih Berat, Bisnis Indonesia, 24 April 2001. Purwanto, Marini dan Simon Haryanto, 2004, “Pengaruh Kualitas Audit, Pergantian Auditor Terhadap Kepuasan Klien Kantor Akuntan Publik di Indonesia”, Majalah Ekonomi Tahun XIV No. 1 (April). Saragih, Juliaman W, 2004, Memahami Esensi Pre-audit, Bisnis Indonesia, 17 Maret 2004. Stanton, William J, 1984, “Fundamentals of Marketing”, Seventh Edition, Mc Graw Hill. Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta Bandung. Trisnaningsih, Sri dan Didik Ardiyanto, 2002, Pengaruh Komitmen terhadap Kepuasan Kerja Auditor: Motivasi sebagai Variabel Intervening, Simposium Nasional Akuntansi 5, IAI. Widagdo, Ridwan, Sukma Lesmana, dan Soni AgusIrwandi, 2002, “Analisis Pengaruh Atribut-Atribut Kualitas Audit Terhadap Kepuasan Klien”, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) V, IAI. Wijaya, Effendi Agus, 2003, Penilaian Konsumen Terhadap Atribut-Atribut Jasa Warnet Posnet UKSW di Salatiga, Skripsi Program S1 FE-UKSW (tidak dipublikasikan).