PERSEPSI ADVOKAT DAN HAKllM TERHADAP KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA DI BIDANG EKONOMI SYARIAH
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh:
BUDISUSILO 103044228105
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERUATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI' AH DAN IIUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M
PERSEPSI ADVOKAT DAN HAKIM TERHADAP KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA DI BIDANG EKONOMl SYARIAH
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh: BUD! SlJSILO 103044228105
Pembimbing I,
Mn iammacl Ta fiki, M. Ag. NIP. 150 290 159
KONSENTRASI ADMINISTRASJ KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SY AKHSIYY AH FAKUL TAS SYARI' AH DAN HUKUM TJNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 HJ2007 M
ABSTRAKSI
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Wawancara menjadi metode perolehan data, seperti dengan advokat Muhammad Muslih, S.Ag. MH dan advokat Renti Maharaini Kerti, SH. MH serta juga melibatkan para hakim. Diantaranya hakim Pengadilan Agama Jakatta Selatan, Drs. H. Muhamad Abduh Sulaiman SH. MH, kemudian hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. H. Muhamad Noer dan Drs. Hj. Saniyah. Sebagai pelengkap penulis juga melakukan penelitian dari beberapa literatur yang ada. Tujuan penelitian untuk mengetahui sebagian kecil para advokat dan para Hakim dalam menyikapi, mengenal, memaknakan sesuatu fenom1ma penyelesaian perkara ekonomi syariah di lingkungan Peradilan Agama. Hasil penelitian ini menunjukkan : Pertama, Kedudukan Peradilan Agama kini mandiri di bawah Mahkamah Agung, dan kewenangannya meluas seperti perkara ekonomi syariah, zakat, infaq, penetapan hak adopsi anak, dan tak hanya perkara perdata saja tapi wilayah pidana pun juga me1tjadi wewenang Peradilan Agama. Kedua, Advokat dan hakim menyambut positif atas proses amandemen Undang-undang Peradilan Agama No. 7 tahun 1989 menjadi Undang-undang No. 3 tahun 2006. Dengan alasan kebutuhan masyarakat akan hukum yang semakin kompleks telah terakomodir dengan baik. Ketiga, Peradilan Agama menangani perkara ekonomi syariah oleh advokat dan hakim ditanggapi positif dengan alasan Peradilan Agama adalah satu-satunya peradilan Indonesia yang pantas berwenang perkara-perkara syariah dan memiliki tradisi keislaman yang mengental. Keempat, Keterkaitannya dengan perkara ekonomi syariah di Peradilan Agama, advokat dan hakim menyatakan merasa siap menghadapi permasalahan hukum yang mengenai perkara kegiatan dan pembiayaan ekonomi syariah. Hasil penelitian diharapkan menjadi penambah kekayaan literatur bagi semua pihak dalam rangka peningkatan pemahaman mengenai perkara ekonomi syariah di Peradilan Agama. Di samping itu diharapkan menjadi bahan renungan bagi para mahasiswa yang ingin berprofesi sebagai advokat dan hakim bahwa perlu adanya peningkatan wawasan ekonomi syariah yang semakin pesat perkembangannya.
KATA PENGANTAR ~11
._,j..."tl .Ji! ~ •
~J'y-·J',
Segala Puji bagi Allah seru sekalian alam, yang tclah memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis clapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa syari'ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sOOikit kesulitan dm hambatan yang penulis jumpai, namun syukur Alhamdulillah berk:at rahmat clan inayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan clan bantl:tan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan akhirnya dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini penulis secara khusus mempersembahkan ungkapan u:rirna kasih kepada :
I. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., dan Bapak Kamarusdiana, S.Ag., M.H., Ketua Program Studi dan Sekretaris Progrrun Studi AI-Ahwal AlSyakhsiyyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Muhammad Taufiki, M. Ag. dan Euis Amalia, M. Ag., dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran selama membimbing penulis.
BAB IV
PERSEPSI ADVOKAT DAN l!!AKIM ATAS PERKARA EKONOMI SYARIAH DI PERADILAN AGAMA
A. Kedudukan dan Kewenangan Peradilan Agama Pasca Amandemen Undang-undang No.3 Tahw1 2006...................................................... 80 B. Persepsi Advokat dan Hakim Terhadap Peradilan Agama Atas Wewenang Perkara Ekonomi Syariah.................................................92 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 111 B. Saran.................................................................................................... 113 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 114 LAMPIRAN ............................................................................................................. 120
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Semenjak tumbangnya rezim Orde Baru pada 1:ahun 1998, perubahanperubahan mengalami kemajuan yang berarti, utamanya sangat terasa di bidang politik. Perubahan politik telah membawa Indonesia kepada negara yang lebih demokratis yang ditandai kebebasan menyatakan pendapat, pers yang
tak
dikekang
dan
desakralisasi
kepemimpinan.
Namun,
yang
memprihatinkan dalam bidang ekonomi masih mengalami stagnan, meskipun harus d iakui tel ah ada perbaikan-perbaikan, kondisi krisis be Ium pulih benar sebagaimana harapan nurani rakyat. Terlebih dengan adanya berbagai bencana yang terus menerpa bangsa dan negara Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh kondisi hukum yang ada pada saat sekarang ini. 1 Akan tetapi, di tengah kemelut persoalan bangsa yang tidak kunjung berkesudahan, terdapat asa dan upaya untuk bangkit dari kubangan krisis. lni terlihat dari semaraknya nuansa gerakan pemulihan ekcmomi nasional dengan kekuatan ekonomi berbasis syariah di seantero tanah air. Tidak hanya itu, upaya memformalkan perangkat hukum syariah yang terkait dengan ekonomi dan keuangan ke dalam aturan legislasi negara terus dilakukan. Ini terlihat dari pemerintah yang mengupayakan pembenahan legislasi Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Aturan ini mengukuhkan Iandasan hukum bagi eksistensi
1
Abdul Gani Abdullah, "Politik Hukum di Bidang Ekonomi Syariah dan Agenda
Legislasi," Departemen I-Iukum dan HAM RI Badan Pembinaan Hukum Nasional, ed., Seminar Nasional Reformulasi Sis/em Ekonomi Syariah dan Legislasi Nasional 6-8 Juni 2006 (Jakarta:
Departemen Hukum dan HAM RI, 2006), h. 144.
2
perbankan syariah menjadi kokoh dari segi kelembagaan maupun landasan operasionalnya di dunia belantika perbankan nasional. Demikian pula dilakukan legislasi Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada 20 Maret 2006. Undang-undang tersebut menjadi perangkat hukum (legal Substance) yang salah satunya mengakomodir tentang ihwal penyelesaian perkara ekonomi syariah pada tataran lembaga pengadilan yang bemuansa syariah. Selama ini lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar yuridiksi pengadilan, atau yang sering di istilahkan dengan sebutan arbritase menjadi salah satu Jembaga yang dipercaya menangani masalah bisnis syariah. Contohnya dalam hat ini adalah Badan Arbritase Syariah Nasional, merupakan satu-satunya dari sekian banyak contoh lembaga arbritl1Se yang menyelesaikan sengketa-sengketa yang terkait dengan perekonomian yang berakad syariah. Penanganan sengketa ekonomi syariah dalam Undang-undang No. 3 tahun 2006 bisa dilihat dalam pasal 49 poin (1), yang menyebutkan dengan jelas, bahwa Pengadilan Agama berwenang menyelesailkan sengketa di bidang ekonomi syariah. Sengketa-sengketa yang dimaksud, s:eperti sengketa antara lembaga keuangan dan pembiayaan syariah dengan nasabahnya. Kemudian sengketa antar sesama lembaga keuangan dan pembiayimn syariah, Jalu juga menangani sengketa antara orang-orang yang beragarna Islam yang dalam akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas, bahwa pe'rbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan adaiah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.2
2
Abdul Manan, "Beberapa Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi Syariah," dalam Rlfayal Ka'bah, ed., Rapa/ Kelja Nasional Mahkamah Agung RI de,,gan Jajaran Pengadilan Empat Linglamgan Peradilan Se/uruh Indonesia Tahun 2006, Batam 10-14 September 2006 (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2006) h. 6.
3
Refonnasi hukum tersebut membawa atmosfir baru dalam sejarah hukum ekonomi di Indonesia. Selama ini dalam prakteknya, sebelum amandemen Undang-undang No. 7 Tahun 1989, penegakan hukum kontrak bisnis di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek (BW), kitab
Undang-undang
hukum
sipil
Belanda
yang
dikonkordansi
keberlakuannya di tanah jajahan Hindia Belanda sejak tahun 1854 ini, sehingga konsep perikatan dalam Hukum Islam tidak lagi berfungsi dalam praktek fonnalitas hukum di masyarakat, tetapi yang berlaku adalah BW. 3 Dengan kejadian demikian, imbasnya konsep perikatan dalam hukum Islam yang telah bercokol di adat istiadat dan telah mengurat nadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak berfungsi dalam praklek fonnalitas hukum. Ibaratnya hukum Islam seperti macan ompong yang ticlak berwibawa. Padahal kalau mau dikata, menurut Abdul Manan, hukum Isi'an1 mempunyai tujuan
(Maqasid al-Syariah) yang memiliki aspek mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Serta membawa manusia ke bawah naungan hukum agar nantinya manusia terbebas dari kukungan hawa nafsu.4 Belakangan ini, nilai-nilai religiusitas keisla.man mulai terkonsep dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu contohnya menggeliatnya kegiatan ekonomi syariah yang menjadi detenninan dan cara mengga11tika11 bobroknya sistem sosialisme clan kapitalisme yang berkonsep
3
Agustianto, "Urgensi Kodifikasi Hukum Ekonomi Islam/'
artikel diakses 31 Agustus 2007 dari http://www.resantrenvirtual.com/index.php 4
Abdul Manan, Reformasi H11!<11m Islam Di Indom•sia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 107.
4
pada ekonomi eksklusif, individualisme dan materialisme yang menihilkan nilai keadilan dan kesejahteraan sosial. Karena itu, pesatnya ekonomi syariah saat ini harus diiringi oleh kreatifitas, semangat etos kerja, tingginya kapasitas pembelajaran serta kematangan organisasi agar ekonomi syariah tidak hanya sebatas ideologi simbolis yang menanggalkan nilai substansi luhur ekonomi syariah. Dan terlebih lagi, kunci sukses dari itu semua berpijak pada penegak hukumnya. Jika para penegak hukumnya berperan buruk maka prinsip ekonomi syariah hanya menampakan simbolis semata, tanpa memberikan makna yang berarti bagi kemaslahatan seluruh alam semesta. Tolak ukur penegakan, pencapaian, kepastian dan keadilan hukum bergantung pada "pendekar hukum", yaitu Kehakiman dan Advokat selain Kejaksaan, Tentara Nasional Indonesia serta Kepolisian juga termasuk. Berhubung dalam skripsi ini mengangkat tema Advokat dan Hakim, maka pembahasanya secara mendalam mengenai Advokat yang berprofesi sebagai pemberi jasa hukum dan Hakim yaitu sebuah profesi yang termasuk dalam lingkaran kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar. Sebagaimana halnya advokat sebagai subjek yang melakukan bantuan hukum dan menjadi salah satu bagian terpcmting dalan1 beracara di muka pengadilan sehingga tercipta penyelenggaraan peradilan yang jujnr, adil dan kepastian hukum bagi semua pencari keadilan. Sedangkan Hakim sebagai figur sentral dalam proses peradilan menjadi penegak dan penjaga hukum dalam memberikan kepuasan masyarakat akan titik temu penyelesaian perkara hukum.
6
Wujudnya proses penegakkan dan keadilan lmkum, bertumpu pada Hakim yang identik sebagai figur sentral dalam proses peradilan dengan melandaskan pada pengasahan kepekaan nurani suci, mengandalkan kecerdasan moral dan intelektual serta penunjukkan sikap profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan masyarakat secara keseluruhan. Putusan Hakim yang mendasarkan pada itu semua, akan menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bemegara. Sehingga nuansa sifat masyarakat madani selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemerdekaan sipil dan hak asasi manusia. Hakim merupakan profesi yang penuh dengan pertanggungjawaban secara horizontal kepada sesama manusia, lingkungan alam semesta dan vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hakim selalu disimbolkan dalam bentuk kartika, cakra, candra, sari dan tirta. Yakni c:erminan dari perilaku Hakim yang harus senantiasa berlandaskan pada prinsip ketakwaan pada Ketuhanan Maha Esa, adil, bijaksana berwibawa, berbudi luhur dan jujur. Dengan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang melandasi prinsip-prinsip pedoman Hakim dalam bertingkah Jaku baik di dalam maupun luar kedinasannya, bermakna segala ha! tingkah lakn seorang Hakim harus sesuai dengan ajaran landasan keagamaan yang kokoh dan cerdas menempatkan posisinya yang benar sebagai manusiai, yaitu mahluk yang paling mulia di muka bumi. Tentunya dengan kesemua itu Hakim mempunyai beban moril untuk berperilaku baik dan penuh tanggungjawab sesuai tuntunan agama masing-masing.
7
Kebutuhan akan jasa Advokat dan eksistensi peran Haldm dalam proses peradilan kali ini semakin berkembang dan rumit, sejalan dengan kebutuhan hukum masyarakat terutama halnya baru-baru ini mengenai problematika hukum ekonomi syariah. Advokat dan Hakim saat ini dituntut untuk memberi sumbangan serta peran yang bera1ti bagi pemberdayaan masyarakat dan pembaharuan hukum, khususnya dalam hal ihwal penanganan sengketa ekonomi syari'ah. Karena ditangan para penegak hukum inilah perkembangan hukum bidang ekonomi syariah mettjadi agent of change pengentasan ekonomi Indonesia yang tak selalu menggembirakan. Berhubung topik yang dibahas adalah seputar tanggapan penegak hukum, khususnya Advokat dan Hakim, terhadap proses perkembangan hukum ekonomi berbasis syariah, maka penulis mengangkat dalam skripsi de:ngan tajuk: "Persepsi
Advokat dan Hakim terhadap Kewenangan Absolut Peradilan Agama di Bidang Ekonomi Syariah ".
B. Pembatasan dan Perumnsan Masalab Era globalisasi saat ini, berbagai hal kebutuhan masyarakat di bidang hukum menuntut penyesuaian. Sepe1'ti halnya menerbitkan Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1989 mengenai Peradilan Agama dalam pasal 49 point (1) yang memberikan wewenang Peradilan Agama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah. Jelas ini menyesuaikan dengan perkembangan kegiatan keuangan dan pembiyaan syariah yang semaldn semarak di pusat-pusat dan sudut-sudut kota bahkan sampai pedesaan.
8
Hal ini tentunya para Hakim yang biasanya menyelesaikan perkara di lembaga Peradilan Agama sebatas masalah perkawinan, kewarisan, hibah dan perwakafan kini tertantang untuk menangani problernatika hukum ekonomi syariah. Begitu juga dengan advokat yang fungsinya memberikan jasa hukum yang ruang lingkupnya memberikan nasihat hukum, mendampingi, membela klien dalam kasus perkawinan, kewarisan, hibah dan perwakafan, kini harus dihadapkan oleh proses beracara kasus sengketa ekonomi syariah di Peradilan Agama yang satu-satunya sebagai jalur litigasi penyelesai ekonomi syariah. Oleh karenanya agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi bahasan dalam skripsi ini, yaitu: I. Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama pasca
terbitnya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama? 2. Bagaimana persepsi sebagian kecil Advokat dan Hakim terhadap fenomena
baru dalam
tataran
Peradilan
Agama yang memiliki
kewenangan absolut di bidang sengketa ekonomi syariah?
C. Tujuau dan Manfaat Pcnulisan Dalam tujuan skripsi kali ini, penulis mengangkat topik ini dengan tujuan, sebagai berikut: I. Untuk mengetahui garis besar reformasi kelembagaan hukum di tubuh
Peradilan Agama dengan
melihatnya dari
segi kedudukan dan
kewenangannya pasca Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang
9
Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun il 989 tentang Peradilan Agama. Serta bagaimana juga keterkaitan Peradilan Agama atas amandemen undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang tertuang dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kek11asaan Kehakiman. 2. Untuk mengetahui persepsi sebagian kecil advokat dan hakim dari segi penyikapan, strategi pelaksanaan, pemahaman, clan kesiapan, terhadap perkembangan dinamika Peradilan Agama yang mendapatkan perluasan kewenangan absolut di bidang penyelesaian sengketa ekonomi syariah, sebagaimana termaktub dalam pasal 49, poin (1) Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Amandemen Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Peradilan Agama. Sedangkan manfaat penulis membahas ha! ini adalah sebagai berikut: I.
Kegunaan
akademis:
Untuk
mengembangkan
dan
memperdalam
wawasan ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya yang berkaitan dengan profesi advokat dalam memberikan jasa hukum dan profesi hakim sebagai pemberi kebijakan atas keadilan hukum, terutama terkait erat keprofesionalan advokat dan hakim terhadap perkembangan kewenangan Peradilan Agama di bidang sengketa ekonomi syariah. 2.
Kegunaan praktis: Memberikan manfaat bagi para praktisi hukum, khususnya para advokat yang biasanya beracara di Peradilan Agama dan para hakim Peradilan Agama dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai segala ha! yang berhubungan dengan perubahan paradigma kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama khususnya dalam ha! sengketa di bidang ekonomi syariah.
IO
E. Metode Penelitian Pada kesempatan kali ini, penulis menggunakan pencarian data melalui metode studi kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan-perpustakaan, arsip, museum, dan lain-lain dengan cara mengumpulkan, meneliti, mengkaji yang terdapat dalam buku-buku, surat kabar, majalah dan lain-lain yang berkaitan dengan materi hukum, ekonomi dan dinamika profesi advokat, kehakiman serta Peradilan Agama Selain itu penulis juga memadukan metode penelitian lapangan (Field Research) dengan mencari fakta-fakta yang ada di lapangan, melakukan
observasi, mengumpulkan data-data serta melihat langsung objek yang akan dijadikan topik bahasan serta mewawancarai para 11ara sumber yang terkait dengan topik skripsi. Adapun untuk memperoleh data-data yang dimaksud tersebut diatas, penulis menggunakan beberapa teknik: a. Metode kontak (personal interview), yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara:i yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam operasionalnya dilakukan melalui wawancara langsung (face to face) dan kontak telepon, via e-mail jikalau memang tidak bisa berkesempatan bertemu langsung. b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek penelitian. Studi doknmentasi berupa telaah buku dan telaah terhadap dokumen-dokumen yang mendukung dan penguat. Sehingga pembahasan dalam skripsi ini memiliki landasan ilmiah yang kuat.
11
c. Observasi (pengamatan), yaitu pengamatan dan pencatatan sesuatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Dari basil penelitian di lapangan, penulis me:nganalisa pennasalahan dari data-data yang terkumpul dengan menitikberatkan pengolahan data pada metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif, yaitu
yang
penyajiannya berdasarkan logika dengan menggimakan kalimat untuk kemudian dijadikan kesimpulan dalam pembahasan judul skripsi ini. Sedangkan mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi atas buah karya tim penulis Hamid Nasuhi, dkk. yang diterbitkan oleh CeQDA
(Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan I, tahun 2007. F. Sistematika Penullsan Agar pembahasan dan penulisan skripsi ini terurai secara sistema!is, maka dalam hal ini terbagi menjadi lima bab, dengan susunan sebagai berikut: BAB Pertama : Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusim masalah, tujuan dan kemanfaatan dari penelitian, metodelogi penelitian, serta sistematika penulisan. BABKedua
Merupakan tinjuan teoritis drui aparatur penegak hukum, advokat dan hakim yang lingkup bahasannya tentang Peran dan Fungsi dari Advokat serta Hakim, Hak dan Kewajiban dari Advokat dan Hakim. Bahkan pada kesempatanya juga
12
membahas Advokat dan Hakim sebagai salah satu unsur penegak hukum. BABKetiga
Merupakan paparan mengenai gambaran hubungan Islam dan ekonomi keuangan atau konseptualisasi dari ekonomi syariah yang pokok bahasannya meliputi, Prinsip Ekonomi Syariah, Sistem Ekonomi dalam Islam, Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, serta membahas Lembaga Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah dalam jalur litigasi maupun non litigasi di Indonesia.
BAB Keempat: Dalam bab ini akan dikemukakan clan dipaparkan terlebih dahulu tentang pembahasan kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama setelah amandem1:n Undang-undang No. 7 tahun 1987 menjadi Undang-undang No. 3 tahun 2003 tentang Peradilan Agama. Serta melihat gambaran presepsi dari para advokat yang biasa beracara di Peradilan Agama dan hakim Peradilan Agama mengenai penyelesaian masalah ekonomi syariah di jalur litigasi. BABKelima
Merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi ini yang berisi dari kesimpulan-kesimpulan penelitian dari awal sampai akhir dalam skripsi ini, juga terdili dari saran-saran penulis terhadap topik pembahasan yang diangkat dalam penelitian skripsi ini.
13
BABU KERANGKA TEORI DAN KONSEP A. JPengertian Advokat dan Hakim Di surat kabar seringkali di temui tulisan berita yang bunyinya "tergugat tidak bisa hadir dalam persidangan kasus perceraian dan hanya bisa diwakili oleh
pengacaranya dan juga berita seperti "terdakwa kasus terorisme hadir dalam persidangan dengan di dampingi oleh penasehat hukumnya. Atau juga bila kita menyusuri jalan-jalan pusat keramaian sering terlihat plang persegi berwarna putih yang terpampang di setiap depan kantor-kantor yang notabene diperuntukan dalam penyediaanjasa hukum yang dengan kontrasnya her-font hitam, bertuliskan
Advokat dan Penasehat Hukum. Memang di kalangan masyarakat umumnya, istilah yang menyangkut profesi ahli hukum ada tiga, yaitu pengacara, penasehat hukum, advokat. Ke semua istilah tersebut bersinonim sebagai orang yang ahli dalam seluk-beluk dunia hukum. Hanya saja yang menjadi pembeda pengertian ketiga istilah tersebut adalah dru:i segi peran dan praktek profesinya. Untuk istilah advokat dan pengacara dari segi peran dan praktek profesinya bermakna sama, dan hanya istilah penasehat hukum saja yang berbeda sendiri pengertiannya. Untuk itu, agar tidak menimbulkru1 kebingungan penjelasan yang dimaksud, beriknt jelasnya mengenai pengertian ketiga istilah tersebut. Menurut Yudha Pru1du, advokat atau pengacara adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pt~ngadilan atau beracara di
15
Jelas sekali bunyi pasal tersebut berbeda dengan apa yang diperlihatkan oleh aturan hukum Kekuasaan Kehakiman yang baru pada saat ini. Aturan yang dimaksud ini tertuang dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini menggimakan istilah advokat di dalam pasal 38-nya, dengan menyebutkan bahwa: "Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan atau penahanan berhak menghub1mgi dan meminta bantuan advokat." Lain halnya, Departemen Kehakiman-sekarang Departemen Hukum dan HAM-mempergimakan dua istilah dalam surat pengangkatan bagi mereka yang bergelar sarjana hukum dan mempunyai pekerjaan tetap di bidang advocatuur, yakni pada periode sebelum tahun 1970 mempergimakan istilah "advokat" dan pada periode setelah tahun 1970 dengan nama "pengacara''. Menurut Martirnan Prodjoharnidjojo, adanya perbedaan penggunaan istilah di tengah masyarakat hukum dikarenakan karena belum adanya undang-undang yang mengatur perihal mengenai profesi yang dimaksud.3
Akan tetapi semenjak peristiwa reformasi kenegaraan di tahun 1998, undang-undang yang dimaksud tersebut saat ini sudah berwujud. Semua mengenai kedudukan, hak dan kewajiban, organisasi, klien, kode etik dan aturan lainnya diperuntukkan bagi para profesional yang mernberikan jasa, pelayanan, nasihat serta bantuan hukum bagi pencari keadilan termaktub dalam Undangundang No. 18 Tahun 2003. Di aturan perundang-undaugan ini tenninologi yang
3
Martiman Prodjohamiqjojo, Penasehat dan Bantuan Hukum Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), h. 6
16
digunakan adalah istilah advokat. Sehingga di tengah masyarakat hukum sekarang terdapat satu kesatuan dalarn memberikan istilah profesi ini, yaitu advokat. Oleh karenanya dewasa ini, komunitas profesi-profesi hukum sekarang ini sepakat menggunakan tenninologi advokat untuk menyebut profesi hukum yang bergerak dibidang pemberian nasihat-nasihat hukum tertentu secara lisan ataupun tertulis, maupun yang bergerak dibidang litigasi seperti pembelaan dan mewakili di pengadilan atau juga menjalankan kuasa dalarn penyelesaian suatu kasus alternatif (alternative dispute resolution) seperti negosiasi, mediasi, dan arbritase. Bukan saja karena alasan aturan undang-undang mengistilahkan advokat, terlebih juga karena alasan pertimbangan segi pemaknaan bahasa. Dimana istilah penasehat hukum memiliki kelemahan yang sifatnya mendasar. Karena istilah penasehat secara konotatif bennakna pasif. Padahal secara nonnatif dalarn bah IV ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (RO) sifat pasif maupun aktif dapat dilakukan seorang Advocaat en Procureur dalarn mengurus sesuatu ha! yang perlu pertimbangan hukum atau mengurus perkara yang dikuasakan kepadanya.4 Dan itulah kenapa Undang-undang No. 18 Talmn 2003 juga menggunakan istilah advokat. Karena menurut pertimbangan pem.ilis, kata advokat Iebih tepat dalarn mengartikan sebagai orang yang profesional S(:cara aktif maupun pasif dalarn mengurus problematika hukum, ketimbang penggunaan istilah penasehat hukum. Untuk lebih jelasnya, definsi advokat bisa dilihat dalarn Undang-undang
4
M.P.Luhut Pauganouan, Advokat dan Contempt ofCourt: Suaru Proses di Dewan Kehormatan Profesi, (Jakarta: Djambatau, 2002), h. 7.
17
No. 18 Tahun 2003 tentang advokat pasal 1 ayat !. Undang-undang tersebut mengartikan advokat sebagai berikut: "Orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini ." Jadi advokat itu merupakan orang yang mempunyai keahlian dalam bidang hukum baik itu yang cakupannya hukum privat maupun publik. Dengan keahlian tersebut, seorang advokat memberi jasa keahliannya berupa konsultasi, bantuan, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, para pihak yang berperkara di dalam maupun luar pengadilan. Atas apresiasi keahliannya, seorang advokat di cap sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab dalam menegakkan supermasi hukum yang telah clilindungi clan dijamin oleh undangundang. Pada lain bahasan, tulisan ini juga membahas pengertian hakim yang juga merupakan salah satu Iingkup dengan advokat sebagai perangkat penegak hukum. Perlu cliketahui definisi hakim adalah rechter (Belanda), petugas pengadilan yang mengadili perkara, dalam ihnu pengetahuan diakui sebagai salah satu sumber hukum. 5 Dalam peraturan perundang-undangan
sebaga~misal
dalam Undang-
undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dalam pasal 1, definisi hakim disebutkan: "Pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili."
5
JCT.Simongkir, dkk., Kamus Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 61.
18
Sedangkan di Undang-undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dalam pasal I ayat (5) disebutkan, bahwa: "Hakim adalah hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana di!maksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Bahkan di Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman pengertian hakim pun disinggung dalam pasal 31, bahwa: "Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang." Perlu diketahui yang dimaksud kehakiman adalah proses mengadili suatu perkara sengketa individual konkrit antara dua pihak dengan maksud untuk diberi suatu keputusan tentang bagaimana ketentuan hukum positif da!am rumusannya yang konkrit dan harus menguasai sengketa yang dihadapi. 6 Menurut Denny Indrayana, Direktur Eksekutif Indonesia Court Monitoring, hakim adalah pejabat, baik itu hakim di semua tingkatan peradilan termasuk hakim ag1mg dan hakim konstitusi, yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu sebuah kekuasaan yang ditujukan untuk menyelenggarakan proses peradilan yang penyelenggaraan kekuasaannya dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan berada di bawalmya. 7 Jadi dapat ditarik kesimpulan, hakim itu ialah pejabat negara yang dilindungi oleh undang-undang untuk berwenang mengadili perkara sengketa individual konkrit
6
Taufiq, "Praktek Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman di :Negara Repuhlik Indonesia sebagai Kekuasaan Negara yang Mandiri," Suara Uldilag II, no. 5 (September 2004): h. 7. 1
"Tafsir Hakim dan Ruang Lingkup Pengawasannya," berita diakses 14 September 2007 dari http://hukumonline,com/detail.asp?id=I4554&cl=Berita.
19
antara dua pihak yang dilandasi dengan hukum positif dan nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan pendapat dari beberapa intelektual rnuslim seperti Muhammad Sangalaji, hakim didefinisikan sebagai orang yang bertindak dalam memutuskan perselisihan agar membawa penyelesaian perselisihan, mengatur perselisihan dan mengakhiri perkara dengan memerintahkan untuk melarang pelanggar untuk bersikap tidak adi!. 8 Kalan lbnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya, hakim adalah pejabat negara yang memutuskan perkara di antara orang yang berselisih untuk dibenahi dengan pas dan menempatkan pengakhiran perdebatan dan konflik.9 Dan Muhammad Sallam Madkur, hakim adalah orang yang diangkat oleh penguasa untuk menyelesaikan dakwaan dan persengketaan, lrnrena penguasa tidak mampu melaksanakan sendiri semua tugas tersebut, sebagaimana Nabi Muhammad SAW mengangkat hakim-hakim untuk mengadili di tempat jauh Nabi berada. 10
B. Peran dan Fungsi dari Advokat dan Hakim Sebagaimana kita ketahui Indonesia merupakan negara berprinsip hukum dan bukan atas kekuasaan belaka sehingga hukurn dijadikan sebagai panglima dalam berkehidupan kebangsaan. Prinsip negara hukwn menuntut adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum tanpa memandang dari mana suku, agama, ras, ideologi dan warna lrnlitnya. Oleh kairena itu, konstitusi telah 8
Ghulam Murtaza Azad, Judicial System ofIslam, (New Delhi: Kitab Bahvan, 1994), h. 5.
9
Ibid, h. 5-6.
10
Kamarusdiana, "Penyatuan Lembaga Peradilan dan Falsafuh Kemerdekaan Hakim,''...... _ ........................
AHKAM VJ, no. 14 (2004): h. 190.
~,,~··
20
menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Untuk menghindari jaminan perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana ini terkandung dalam negara berprinsip hukum hanya sebatas indah diatas kertas, perlu adanya perwujudan dan tindakan konkrit. Dalam usaha mewujudkannya, disinilah kemudian peran dan fungsi dari advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan ha! yang konkrit mewujudkan jaminan perlindungan dan kepastian hukum. Di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti hakim, kejaksaan, TNI-Polri menunjukan kualitas memperjuangkan hati nurani rakyat, dipastikan cita-cita negara hukum yang mapan akan tercipta. Oleh sebab itu,
peran advokat sebagai garda terdepan dal.am
memperjuangkan perlindungan dan kepastian hukum, advokat dituntut membela kepentingan rakyat tanpa keberpihakan pada ketidakbenaran dan ketidakadilan. Pembelaan kepada semua orang tennasuk juga kepada fakir rniskin sebagai salah satu bentuk bantuan hukum merupakan wujud dari penghayatan advokat terhadap prinsip persamaan kedudukan di hadapan hukum
S<~rta
proses implementasi
bentuk hak dalam mendapatkan pendampingan advoka.t pada setiap orang yang tengah dirundung problematika hukum. Berbicara mengenai pembelaan hukum, terutama bantuan hukum secara cuma-cuma, sejarah Indonesia mencatat kontribusi signifikan yang diberikan kalangan advokat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Binziad Kadafi dan kawan-kawan, bahwa keterlibatan advokat dalam bantuan hukum cuma-cuma
21
sebagian besar mengaku pemah memberi bantuan hulrnm cuma-cuma dan hanya sebagian kecil saja yang mengatakan tidak pemah. Sebagian besar alasan advokat memberikan jasa hukum secara cuma-cuma dilatarbelakangi oleh alasan tanggungjawab moral dan pertimbangan kemanusiaan semata. Selain kondisi ekonomi klien lemah dan tuntutan profesi yang memiliki aspek muatan sosial. 11 Mengenai peran dan fungsi advokat, ada satu hal lagi yang menarik dari apa yang diutarakan oleh Bagir Manan dalam Munas Ikatan Penasehat Hukum Indonesia ke-IV di Medan, 20 Agustus 2003. Advokat selain membantu hakim mengungkap fakta yang benar dan menemukan lmlrum yang tepat agar hakim dapat memutus secara benar dan adil, sekaligus advokat juga bisa dijadikan penyedia jasa hukum bagi pihak yang berperkara atau sering disebut klien. 12 Perlu diketahui, dalam redaksi Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat di pasal I ayat 2-nya, secara jelas menerangkan yang dimaksud denganjasa hukum adalah: "Jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien." Dan tentu saja yang tak bisa dilupakan oleh advokat dalam kinerjanya sebagai pemberi jasa hukum, haruslah berdasar nilai etika moral yang suci. Sebagaimana hal ini terkandung dalam sumpah profesinya di pasal 4 ayat 2, Undang-undang No. 18 Tahun 2003 yang mengharuskan tugas sebagai pemberi jasa hukum akan 11
Binziad Kadfi, dkk, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2002), h. 177-178. 12
Bagir Manan, "Peranan Advokat dalam Penataan Peradiian," Suara U/dilag II, no. 4 (Februari 2004): h. 4.
22
bertindak jujur, adil, bertanggungjawab berdasarkan hukum dan keadilan. Tentu saja, dengan begitu atmosfir penegakkan supem1asi hukum membawa arah pembangunan bangsa menjadi sukses, sejahterah dan berkeadilan sosial. Sebagai fasilitator dalam memberi jasa hukum, advokat hanya berkaitan dengan urusan kepentingan klien. Dimana kepentingai11 klien tidak semata-mata kepentingan hukum, tetapi juga kepentingan lain seperti sosial, ekonomi yang bertalian dengan persoalan hukum yang dihadapi. Seorang advokat bukan hanya wajib membantu klien dalam suatu proses hukum, tetapi juga mencari, memberi, dan menemukan jalan penyelesaiaJll lebih mudah, lebih sederhana yaJ11g dapat melindungi reputasi termasuk menghindarkaJll atau mencegah klien berperkara secara berkepanjangan. Dengan perkataan lain, jasa hukum sebagai profesi advokat, bukaJ11 saja membantu klien berperkara tetapi juga membaJ11tu untuk menghindari atau tidak berperkara. 13 Jadi dengaJll begitu, dapat disimpulkan bahwa titik peraJ11 advokat menjadi penegak hukum dengan menyediakan jasa hukum dalarn mengatasi problematika hukum yang kusut masai, menjadikaJll advokat sebagai dalaJ11g yaJ11g mewujudkan kesepakatan dengaJll mendasarkan keridha-aJll dan kepatutan di aJ11tara para pihak pencari keadilaJ11. Sehingga usaha mendamaikan perkara tercapai, bahkaJll proses penyelesaiaJ11 sengketa yaJ11g didapat pun menjadi cepat, murah, dan sederhaJlla. Akan tetapi maksud tersebut hanya bisa diterapkanjika terkait dengan aturaJll hakhak peroraJ11gaJ11 yaJ11g berhubungaJ11 dengaJt1 harta bendaJ11ya atau yaJ11g sering oraJ11g menyebutnya dengaJll istilah perkara hukum perdata. 13
Ibid, h. 6.
23
Tak sampai di situ saja, peran dan fungsi advokat temyata juga berpengaruh terhadap kesuksesan proses persidangar1. Dengan kebebasan dan kemandirian sebagaimana telah dijamin oleh undang-undang sang advokat berperan terhadap jalannya persidangan yang sedang dijalani oleh pihak yang berperkara. Dan tentu saja dengan keterlibatan advokat dalam persidangan, misalkan menyangkut ha! pidana ataupun perdata bisa membawa manfaat terhadap proses persidangan yang efisen, efektif, tepat,. adil dan benar. Sehingga cita-cita penegakkan hukum dan keadilan serta proses penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, tak terjadi inkonsistensi antara das sollen dan das sein (law in book and law iii action gap) di negara hukum Republik Indonesia. Untuk melihat bagaimana implikasi dari perar1 dim fungsi penggunaanjasa hukum dari advokat. Berikut pemaparan dari basil penelitian DIP tahun anggaran 1998/1999, IAIN Syarif Hidayatullah, yang
pem~litiannya
dilakukan di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Survei membuktikan, bahwa proses penjadwalan persidangan yang dilakukan kompromistilc oleh advokat, membuat hakim merasa terbantu akan keberlangsungan proses persidangan. Karena dengan begitu penjadwalan akan terlihat disiplin sesuai dengan apa yang disanggupi dalam kompromi sebelumnya.
14
Kemudian peran dan fungsi advokat dalam penyelesaian perkara sangat meringankan beban seorang halcim. Maksudnya, beracara di pengadilan sangat
14
Noryamin Aini, "Penggnnaan Jasa Pengacara dalam Kasus Perceraian: Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan," AHKAM VI, no. 14 (2004): h. 221-222.
24
membutuhkan pengetahuan seseorang tentang hukum materil dan formil. Jika saja seorang warga buta hukum mengajukau satu perkara hukum, dewan hakirn tidak jarang sangat disibukkan untuk rnengarahkan bagairnana caranya rnernbuat berkas tuntutan yang benar. Tak jarang berkas-berkas perkaranya harus direvisi berulang-ulang akibat ketidakjelasan inti permasalahan. Bahkan penghadiran para saksi yang tidak tepat untuk rnernberikan keterangan bukti tentang duduk perkara yang dipermasalahkan tidak jarang rneujadi dilerna besar. Tentunya dengan kejadian tersebut, bisa rnernperpanjang waktu penyelesaian perkara, juga rnernbengkakan biaya yang harus dia keluarkan, terlebih lagi dewan hakirn pun harus rnenguras tenaga ek:stra rnenunda sidang berkali-kali akibat yang berperkara tidak memenuhi syarat. 15 Sehingga bila ditarik benangmeralrnya, advokat berperan memberikan bimbingan dan pengetahuan kepada masyarakat luas, nerutama masyarakat yang selama ini belurn "melek" akan proses hukum fomril dan materil patut berhak didampingi, dididik, dibimbing, denri meajaga hak asasinya sebagai manusia yang sejak dilalrirkan ke planet bunri oleh Sang Raja Manusia; Allah SWT, secara
fitrah telah melekat rnutlak. Sehingga keterjanrinan kualiitas proses peradilan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan dapat terbangun dengan baik. Oleh sebabnya hal-hal yang dinilai mudharat dalam proses peradilan bisa dihindari. Dan keterciptaan proses penegakkan supermasi hukum yang berkualitas
shahih dapat berlabuh di pangkuan "lbu pertiwi" RepubHk Indonesia. 15
/bid, h. 222.
25
Sehingga dapat disimpulkan advokat memiliki peran diantaranya, yaitu:
16
1. Mempercepat penyelesaian administrasi persidangan di pengadilan. 2. Membantu menghadirkan para pihak yang berperkara di pengadilan sesuai jadwal persidangan. 3. Memberikan pemahaman hukum yang berkaitan dengan duduk perkara dan posisinya, terhadap para pihak dalam menyan1paikan pemohonan atau gugatan atau menerima putusan pengadilan. 4. Mendampingi para piliak yang berperkara di Pengadilan Agama misalnya, sehingga yang didampingi merasa terayomi keadilannya. 5. Mewakili para pihak yang tidak dapat hadir d!alam proses persidangan lanjutan, sehingga memperlancar proses persidangan. 6. Dalam memberikan bantuan hlli..'U!Il, sebagai advokat profesional tetap menjunjung tinggi sumpali advokat, kode etik profesi dalan1 menjalaukan peran sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kemudian juga terdapat fungsi dari advokat, yaitu diantaranya: 17
1. Sebagai pengawal konstitusi dan memperjuangllam tegaknya hak asasi manusia dalam negara hukum Indonesia. 2. Menjunjung tinggi serta mengutamakan nilai keadilan, kebenaran dan moralitas sesuai apa yang menjadikan advokat sebagai profesi yang terhormat (ojficium nobile).
16
Rahmat Rosyadi dan Sri Hartani, Advokat dalam Prespektiflslam dan Hukum Positif, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), b. 70. 17
Ibid, h. 85-86.
26
3. Berfungsi sebagai pemberi nasehat hukum, pelayanan hukum, konsultan hukurn, pendapat hukum, pemberian informasi hukum serta membantu dalam penyusunan kontrak-kontrak (legal drafting). 4. Membela kepentingan klien dan mewakilinya di muka pengadilan. 5. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma atm sukarela, kepada rakyat lemah dan tidak mampu (legal aid). Itulah uraian singkat dari peran dan fungsi advokat. Lalu bagaimana dengan peran dan fungsi hakim? apakah memiliki peran dan fungsi? Jawabannya adalah tentu hakim juga memiliki peran dan fungsi, karena tugasnya sebagai aparatur penegak hukum, yaitu profesi yang menjalankan kekuasaan kehakiman di negara yang berlandaskan hukum (rechtstaat), maka kemudian keberadaan
hakim meajadikan perannya sebagai al'ior yang menjalankan proses peradilan, yaitu dengan cara mengekspresikan kadar intelekt:ua]itas dan moralitas yang berkualitas, dalam menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Sehingga penempatan hukum sebagai panglima dalam kehidupan berbangsa dan bemegara terwujud dengan apik. Perlu ditambahkan kembali, terciptanya penegalam hukum ditentukan oleh peranan hakim. Dimana perananan hakim yang dimaksud tersebut adalah seperti mengupayakan keselarasan antara ketertiban dan kepastian hukum di masyarakat, mengupayakan fungsionalisasi keselarasan ketertiban dan kepastian hukum di dalam perubahan sosial, serta mengupayakan kefektifan hukum di rnasyarakat. 18
18
Deden Effendi, Kompleksitas Peranan Hakim Agama; Hukum Islam dan Lingkungan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen A~ama RI, 1?~~).26"--
27
Dalam teori ilmu hukum, berjalannya proses mengadili yang dilakukan oleh seorang hakim bisa terjadi ketika hakim meme1iksa dan mengadili suatu perkara yang kesemuanya harus dilandaskan pada kenyataan yang terjadi, serla menghukuminya dengan peraturan yang berlaku. Pada waktu diputuskan tentang bagaimana atau apa hukum yang berlaku untuk suatu kasus, maka pada waktu itulah penegakan hukum mencapai puncaknya. 19 Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa fungsi kehakiman adalah keseluruhan rangkaian kegiatan berupa mengadili suatu perkara sengketa yang individual konkrit.20 Artinya hakim berfungsi sebagai subjek penentu nilai-nilai kebenaran dan keadilan masyarakat yang tengah dinmdung masalah hukum baik itu masalah perdata maupun pidana. Katakaulah misalnya ketika te1jadi konflik di antara kepentingan orang-perorang (perdata) atau pernrang dengan kepentingan banyak orang (pidana), maka kemudianlah hakim memfungsikan dirinya sebagai penentu penyelesaian tersebut dengan solusi yang mengiuntungkan di semua pihak (
yang bersengketa, tanpa menimbulkan rasa ketidakadilan di antara keduanya.
C. Hak dan Kewajiban Advokat dan Hakim Kita telah ketahui, bahwa peran advokat sebagai penyedia jasa hukum secara garis besar berpengaruh terhadap penegakan huk:um serta penjaminan hak asasi manusia dalam kehidupan berba11gsa dan beniegara. Oleh sebab itu, hak
19
Satjipto Raharjo, I/mu Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 182-183.
20
Taufiq, "Praktek Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman," h. 7-8.
28
yang dimiliki advokat harus diakui penuh, demi memaksimalkan dari peran dan manfaat advokat. Hak-hak yang dimaksud itu adalah: 21
J. Hak untuk mendampingi ldien se/ama proses penyelidikan dan penyidikan. Hal demikian timbul atas dasar dari pengakuan akan perlindungan hak asasi manusia tersangka atau terdakwa dalam perkara pidana. Hak ini timbul dari asumsi bahwa setiap warga negara membutuhkan bantuan dari profesi hukum guna mendapatkan peradilan yang wajar (due process of law), dalam menghadapi tuduhan kriminal yang seringkali melibatkan penggunaan upaya paksa oleh alat-alat negara yang diberi wewenang untuk memprosesnya secara hukum. Peran advokat disini adalah untuk memastikan tidak adanya peleanggaran hak asasi manusia dalam penggunaan upaya paksa oleh alat-alat Negara.
2. Hak untuk Maju di Muka Pengadi/an Hanya fungsi mewakili orang-orang yang mencari keadilan hukum di depan pengadilanlah yang merupakan fungsi khas para lmvyer (pengacara/pembela, advokat).
3. Hak atas Kebebasan dan Perlindungan dalam Menjalankan Fungsinya Maksudnya di sini seorang advokat memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya sebagai pemberi jasa bidang hul'lllll, atau dalam artian mempunyai kekebalan bagi advokat dalam melakukan tindakan dan menyatukan pendapat pada saat ia menjalankan tugasnya dalam mendampingi klien. Tanpa adanya kekebalan ini, fungsi advokat dalam membela kll.ennya tidak akan. dapat 21
Kadfi, dkk, Advokat Indonesia Mencari, h. 83-94.
29
berjalan dengan baik, karena upaya yang dilakukannya akan terhambat dan adanya ketakutan dalam memberikan upaya yang mungkin dilakukan. 4. Hak untuk Ikut Menentukan Kebijakan dalam Sistem Peradilan Hak ini dimaksudkan karena advokat mempakan salah satu pihak stakeholder dalam sistem peradilan. Sebaliknya sebagai profesi hukum memiliki kewajiban moral untuk ikut memastikan prinsip-p1rinsip peradilan yang baik terwujud. Serta advokat dalam menjalankan fungsinya berkewajiban untuk mengupayakan peradilan yang adil dan benar bagi kliennya, maka hak yang dimaksud harus dimiliki advokat demi mengoptimalkan prinsip peradilan yang adil dan benar. 5. Hak untuk Menjalankan Pengawasan terhadap Proses Peradilan dan Aparat Penegak Hukum Dengan adanya hak demikian, advokat dapat memastikan proses peradilan dan aparat penegak hukum yang dihadapinya dapat menjarnin adanya kebenaran dan keadilan. Te1masuk hak untuk mengajukan penolakan hakim atas keterlibatan hakim dalam persidangan, jikalau hakim tersebut dianggap mempunyai kepentingan dengan perkara yang ditangani. 6. Hak untuk Mendapatkan Informasi dan Pelayanan Administrasi Yudisial yang Berkaitan dengan Penanganan Perkara Hak ini diberikan advokat atas dasar tuntutan advokat untuk melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Bayangkan jika ketertutupan dalam informasi dan pelayanan administrasi yudisial di peradilan, advokat akan
30
kesulitan dalam membela kliennya dau memberikan argumentasi hukum terhadap suatu ha! yang ditujnkan kepada ldiennya.
7. Hak untuk Mewakili Klien dalam Pelaksanaan Putusan Hakim Ini merupakan adanya asumsi bahwa setiap warga negara membutuhkan bantuan hnkum guna mendapakan peradilan yang wajar dau konsekuensi logis dari hak klien untnk didampingi selama proses peradilan. Hal ini dikarenakan pelaksanaan putusan hakim merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari proses peradilan itu sendiri. Bila ada anggapan pelaksanaan putusan hakim merupakan bagian terpisah dari proses peradilan tidak dapat dibenarkan, sebab seseorang yang dikenakan kewajiban atau sanksi oleh pengadilan kembali akan ditempatkan dalam posisi yang rentan untnk dilanggar hak asasinya.
8. Hak untuk Menjalankan Fungsi Arbritase dan Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Advokat sebagai profesi yang memastikan klien mendapat keadilan dalam suatu perkara. Pencapaian kedilan tidak harus melalui proses peradilan, tapi dapat juga pihak yang berperkara melaknkan arbritase dan mediasi yang dapat dilaknkan sebelum atau pada saat proses peradilan dilangsungkan dan dari pembicaraan terdapat kesepakatan yang dipandang adil bagi semua pihak.
9. Hak atas Rahasia Jabatan Hak ini penting bagi advokat karena advokat juga dibebani kewajiban untnk menjaga kerahasiaan dalam hubungannya dengan klien. Hak ini secara universal diakui dalam Basic Principles of the Role of Lawyers pada butir 22,
31
yaitu: "Government shall recognize and respect that all communications and
consultations between lawyers and their clients within their professional relationship are confidential". Pemerintah harus mengakui dan menghormati semua komunik:asi dan konsultasi diantara hubungai11 advokat dengan kliennya yang secara profesional bersifat rahasia. 22 Advokat dalam menjalankan tugas memberikan jasa hukunt, terdapat halhal yang menjadi kewajiban yang harus dipegang oleh arlvokat, yaitu: I. Menjalankan Kode Etik Profesi, yang merupakan bagian dari etika umum, yang menuntut advokat untuk berbudi luhur yang berkenaan dengan tugas profesinya dan bahkan kehidupan pribadinya. 2. Melaksanakan Kode Etik Peradilan, yang me,rupakan tempat pengaduan berbagai piliak terhadap tingkah laku dan tindakan-tindakan advokat yang melangar kode etik profesi. 3. Disiplin saling hormat menghormati sesama penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi, serta badan-badan peradilan dan k:ekuasaan eksekutif maupun kekuasaan legislatif. 4. Disiplin terbadap diri sendiri, artinya harus memegang teguh ikatan-ikatan dan janji-janji. Semisalnya seorang rekan advokat telah berjanji akan datang kepada rekan advokat lainnya atas nama kliennya untuk melakukan pembayaran, sehingga posisi perkarruiya tidak perlu di eksekusikan, makajika pengertian demikian ada, permintaan eksekusi wajib ditangguhkan untuk sementara waktu, menunggu pembayaran. 21
Terjemahan bebas dari penulis
32
5. Disiplin kebebasan, yakni bahwa advokat dalam m1~mbela suatu perkara tidak selalu mengikuti pendapat dan keinginan klien, alam tetapi berdasarkan fakta dan hukum.23 6. Harus memiliki kaulifikasi agar dapat interaksi secara fungsional dengan pelaku peradilan lainya dan menjanun terselenggaranya proses peradilan yang mengedepankan prinsip sederhana, murah, dan cepat. Bagaimana misalnya jika advokat tak memiliki kualifikasi seperti pengetahuan yang cukup mengenai hukum acara dan substansi hukum kasus yang disidangkan akan terjadi kekacauan dalam peradilan. 7. Mentaati ketentuan hukum acara karena jika seandainya terjadi pelanggaran ketentuan hukum acara bisa berdampak luas bagi proses peradilan dan bisa mendatangkan konsekunsi yuridis bagi pihak-pihak yang terkait dengan jalarmya peradilan. 24 Tak hanya advokat saja terdapat hak clan kewaj'iban yang melekat dalam keprofesiarmya, hakim pun memiliki ha! yang serupa. Bila dilihat dari haknya hakim memiliki hak yang berbeda dari advokat.
Kare~a
fungsi hakim sebagai
subjek penyelesaian perkara, maka hak yang melekat pada hakim adalah memutus perkara pengadilan tanpa adanya intimidasi dari pihak manapun. Hakim bemak memutuskan mana pihak yang benar, mana pihak yang dinyatakan bersalah, sesuai dengan aturan positifisasi dan kebenaran intepretasi hati nurani sang
23 24
Prodjohamidjojo, Penasehat dan Bantuan Hu/cum, h. 19-20.
SyarifHidayatullah, "Peran Pengacara dalam Peradilan di Indonesia," dalam Jaih Mubarok, ed., Peradi/an Agama di Indonesia (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 189-190.
33
hakim. Dengan segala hal kebijaksapaan mandiri sang hakim, dalam putusannya haruslah mempertimbangkan segala hal landasan yuridis dan nilai keadilan yang hidup di masyarakat. Dengan demikian hakim berhak memberi keputusan, menetapkan hukum atau memberi jalan keluar penyelesaian dari para pihak yang berperkara dalam persidangan dengan kewajiban mencerminkan prinsip keadilan dan persamaan terhadap siapapun. Sebagaimana hal ini tertuang dalam al-Quran al-Karim, bahwa:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah !camu menjadi orang yang Jurus karena Allah, menjadi saksi yang adil dim janganlah kebencianmu terhadap suatu kainn menyebabkan kamu berkata berlaku tidak adil. Bersikap adil, karena adil itu lebub dekat kepada takwa." (QS/alMaidah/8)
Ada satu tambahan lagi yang menarik dari Ronald Dworkin tentang putusan hakim yang menekankan pertimbangan putusannya dengan mendasarkan landasan yuridis dan nilai keadilan yang hidup di masyarakat dalam dua karya utamanya yaitu Law's Empire dan Taking Right Seriously. Dalam karyanya tersebut, Dworkin mengangkat teori hubungan hukum dengan moral serta metode penafsiran hukum. Menurut Dworkin, setiap upaya hukum harus melibatkan dimensi moral karena kalau tidak rentan terhadap sifat ketidakadilan publik. Jadi seorang hakim yang tengah mengadili sebuah perkara harus menetapkan tidak hanya "siapa mendapat apa", tetapi juga siapa yang bertindak/berprilaku benar, siapa yang
34
memenuhi kewajiban-kewajiban yang disyaratkan sebagai warga negara, dan siapa yang karena itikad atau kerena kerakusan atau karena ketidalcpedulian telah melalaikan kewajibannya terhadap orang lain atau melebih-lebihkan kewajiban mereka tersebut terhadap orang lain. Jika putusan hakim tidak adil, maka komunitas telah dirugikan secara moral yang dibeban'kan secara khusus kepada salah satu warganya, karena misalnya seorang hakim telah memberikan stigma tertentu sebagai pelanggar. Secara moral, kerugian paling besar adalah seseorang yang tidak bersalah dinyatakan beF...alah, ha! ini sama pentingnya dengan seseorang yang menggugat dengan gugatan berdasar ditolak oleh pengadilan atau seseorang dinyatakan kalah, padahal dasar huknmnya sudahjelas. 25 Lantas apa yang menjadi kewajiban pada diri seorang hakim? perlu diketahui bahwa hakim dalam proses persidangan sebagai aktor penemu hukum dan pembentuk hukum, dimana harus memiliki kewajiban yang melekat dalam jati diri seorang hakim. Kewajiban yang dimaksud t<ersebut adalah menggali, mengikuti, dan memahami segala ha! aspek-aspek keadilan dan kondisi sosial yang hidup dalam masyarakat dengan mendasarkan kebijakannya pada instrumen logika, sejarah, kearifan lokal, dan moralitas. Hal ini sebagaimana diatur dalam Islam yang tentu saja termaktub dalam al-Quran, yaitu:
Artinya: "Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan dan berbuat kebaikan." (QS/an-Nahl/90)
25
Anthon F. Susanto, Hukum; dari Consi//ience Menuju Paradigma Hukum KonstruktifTransgresif, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), b. 26-27.
35
Artinya: "Sesunguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila kamu menetapkan hukum antara manusia, maka hendaklah kamu tetapkan dengan cara adil." (QS/An-Nissa' /58) Bahkan dalam aturan perundang-undangan pun menyinggung kewajiban hakim untuk menciptakan nilai-nilai hukum yang bernuansa keadilan. Hal ini tercantum dalam pasal 28 ayat (1), Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa: "Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalan1 ma3yarakat." Oleh sebabanya hakim dituntut untuk terjun secara aktif bersosialisasi dengan masyarakat luas, selain juga dengan membekali diri dengan ban yak pcngetahuan mengenai perkembangan arus infonnasi yang menggejala di lingkungan sosial masyarakat, yang dari hari-kehari mengalami penyesuaian kondisi dan kebutuhan. Terlebih lagi kehidupan sekarang telah memasuki abad globalisasi, yaitu eranya trend digitalisasi. Sehingga perkembangan kehidupan masyarakat selalu Jabil. Menurut Sirajuddin Sailellah, sebagaimana ia menggan1barkan dalan1 pasal 229 Kompilasi Hukum Islam, hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, untuk berkewajiban memperhatikan dengan sungguhsungguh nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan. Ketentuan tersebut, menurutnya pasal yang secara tegas menunjukan suatu kemutlakan yang bersifat memaksa bagi diri hakim untuk
36
memegang teguh dan menjadikan sebagai landasan moral dalam menjatuhkan putusan. 26 Selain itu juga hakim tidak saja dituntut untuk memahami hukum yang telah diposititkan, tetapi lebih dari sekedar itu hakim harus pula memahami makna yang terkandung di balik hukun1 yang telah diposititkan tersebut. Seorang hakim harus sadar akan ideologi dan subjektivitasnya sendiri, sehingga keduanya tidak akan mengintervensi proses interpretasi. Untuk mengungkap makna teks sebuah aturan tertentu, hakim harus mulai dengan pembacaan awal, yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan analitis,. agar kunci dan gagasangagasan sentral teks dapat dibuka. Melalui gagasan-gagasan sentral ini, hakim diharapkan dapat menemukan makna yang tersemounyi dan mengembangkan makna-makna baru. 27
D. Advokat dan Hakim sebagai Penegak Hukum Di dalam negara yang berdasar hukum, diperlukan adanya sebuah konsep penegakkan hukum. Tentunya bukan tidak lain adalah untuk menebarkan nilainilai keadilan di tengah kehldupan masyarakat luas. Oleh karenanya, keterciptaan masyarakat terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajibar1 yang melekat padanya, memberikan nuansa harmonisasi yang abadi. Tentunya ha! yang perlu ada dalam proses penegakkan huk:um dimaksud adalah adanya aparat penegak hukum yang 26
Sirajuddin Sailellah, "Hakim Belkewajiban Menggali Nilai-Nilai Hnkum yang Hidup di Masyarakat," Suara Uldi/ag I, no. 3 (Oktober 2003): h. 92. 27
Anthon F. Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi 1i1ks Menuju Progresivitas Makna, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 152.
37
menjadi tonggak proses tegaknya hukum, dengan mendasarkan nilai keadilan dan kebenaran yang terdapat di matahati masyarakat. Kenapa harus demikian? karena, jika nilai keadilan dan kebenaran yang berdasar matahati aparat penegak hukum tidak sebanding atau lebih tinggi posisinya dibandingkan matahati masyarakat, maka akan timbul sikap ketidakpuasan dan anarkisme dari masyarakat. Sehingga masyarakat mempunyai cara-cara sendiri dalam menye:lesaikan masalah sosial. 28 Inilah yang kemudian sering terjadi tindakkan main hakim sendid di masyarakat. Jadi penegakkan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk memaknai hukun1, baik dalam artian formil maupun dalam arti mated! yang berdasar nilai-nilai keadilan dan kebenaran masyarakat yang menjadi pedoman perilaku baik untuk masyarakat secara luas maupun secara sempit untuk aparatur penegak hukum untuk menjamin berfungs!nya normanorma hukum yang sebagai tata tertib dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbicara mengenai upaya penegakkan hukum, dalam Islam sangat menganjurkan sebagaimana ha! ini tertuang dalam al-Quran:
Artinya: "Wahai orang-orang yang bedman, jadilah kanm orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu, bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia seorang yang kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpan dari kebenaran." (QS/An-Nisaa'/135) 28
Saifullah, Rejleksi Sosiologi Hu/mm, (Bandung: PT Refilm Aditama, 2007), h. I 08.
38
Tolak ukur dari penegakkan hukum agar memiliki kepastian dan pencapaian keadilan hukurn, semua bertitik tolak pada para aparatur penegak hukum. Aparat penegak hukum merupalcan kunci drui proses tegaknya nilai-nilai keadilan yang bennartabat bagi semua elemen masyarakat berbangsa dan bemegara. Jika saja para aparatur penegak hukumnya :mencenninkan kebejatan, keserakahan, kemunafikan, dan hal-hal setanisme lainnya, tentu saja untuk mencapai proses tegaknya nilai-nilai keadilan yang bermartabat bagi semua elemen masyarakat tak akan terwujud. Tetapi jika saja ha! negatif tersebut tak tercenninkan pada aparatur penegak hukumnya tentu supennasi hukurn akan menjadi segala-galanya dalam kehidupan bennasyarakat yang adil dan sejahterah. Dalam ha! ini Makhrus Mun!\jat menghimbau kepada aparat penegak hukurn ataupun penyelenggara negara dalam menegakkm1 supennasi hukurn agar wajib menerapkan kekuasaan negara dengan adil, jujw-, dan bijaksana. Seluruh rakyat tanpa kecuali, harus dapat merasakan nikmat keadilan yang timbul dari kekuasaan negara dan rakyat dapat merasakan haknya secara adil tanpa Adanya diskriminasi. Lalu juga wajib menerapkan kekuasaan kehaldman yang seadiladilnya serta wajib penyelenggara negara untuk m
Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Yogy:akarta: Logung Pustaka,
2004), h. 77.
40
peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan aparat penegak hukum lainnya yang berupaya dalam penegakkan hukum dan keadilan masyarakat. Selain advokat, hakim juga tennasuk aparat penegak hukum. Karena hakimlah yang menjadi ujung tombak penyelanggaraan kekuasaan kehakiman. Sehingga dengan begitu penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang dimiliki oleh hakim dapat berfungsi sebagai kekuasaan yang secara mutlak melegalkan tindak tanduk hakim dalam upayanya menegakkan hukum. Tentunya ha! tersebut dengan prasyarat harus berada di muka pengadilan, karena tanpa ha! demikian adalah illegal. Pola penegakkan hukwn oleh hakim adalah berupa mengadili perkara atau sengketa yang timbul dari pihak-pihak yang telah mempercundangi, melecehkan dan melaberak ketentuan nilai-nilai luhur yang terkaridung dalam peraturan perundang-undangan dan konsep keadilan yang l1idup di masyarakat. Berbicara hakim sebagai elemen penegak hukum, peraturan perundangundangan telah menempatkan profesi hakim sebagai aparatur penegak hukum. Hal ini bisa dilihat dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, di pasal l, bahwa: "Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia." Dari uraian pasal tersebut diatas, dapat dipahami bahwa hakim merupakan penegak hukum yang upaya proses penegakkan hukumnya dilakukan di meja pengadilan. Jelas ha! demikian selaras dengan pendapat Cik Hasan Bisri, yang menyatakan hakim sebagai unsur yang paling utama di }l<~ngadilan. Dimana setiap
41
keputusan pengadilan diidentikkan dengan keputusan hakim. Oleh karenanya pencapaian penegakan hukum dan keadilan terletak pada kemampuan dan kearifan hakim dalam merumuskan keputusan yang mencenuinkan keadilan.
31
Ditambahkan lagi, hakim yang terlingkup dalam sistem kekuasaan kehakiman yang dalam istilah kelembagaan disebut yudikatif menempati posisi sentral dalam menegakan hukum, dalam merealisasik:m ide-ide yang tertuang dalam undang-undang sebagai produk dari sistem politik serta memberikan isi dan wujud konkrit kepada kaidah hukum. Ditangan badan yudikatif inilah hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran menjadi sesuatu yang nyata dalam realitas kehidupan. 3 ~ Lalu ada juga tambahan pendapat yang menyatakan hakim sebaglli. aparat penegak hukum. Salah satunya yaitu tokoh yang terkenal dengan karya bukunya yang berjudul Common Law dan The Path of The Law, yaitu Oliver Wendell Holmes. Tokoh yang kelahiran tahun 1841 ini berpendapat, bahwa hakim sebagai aktor penegak hukum utama di pengadilan harus benar-benar melakukan tindakan "konkretisasi hukum", yaitu dengan tetap memperhitw1gkan perasaan keadilan masyarakat. Konkretisasi hukum berarti hakim telah menghidupkan pasal-pasal mati dalam sebuah peraturan perundang-undangan meqjadi suatu putusan nyata untuk memberikan putusan terhadap suatu peristiwa hukum.33
31
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta: PT RajaGarfindo Persada, 2003),
h. 193-194. 32
AA. Oka Mahendra, "Pennasalahan dan Kebijakan Penegakkan Huknm'', Legis/asi Indonesia vol I, no. 4 (Desember 2004), h. 25. 33
Saifullah, Rej/eksi Sosiologi, h. 50.
42
BAB HI KONSEPTUALISASI EKONOMI SYARIAH
A. Prinsip Ekonomi Syariah Dalam aktivitas keseharian manusia, selalu terselingi apa yang namanya berekonomi. Dengan berekonomi manusia dapat
m1~menuhi
kebutuhan yang
sifatnya tak terbatas. Untuk dapat melaksanaan kegiatan ekonominya, manusia menggunakan faktor-faktor produksi yang terbatas. Sehingga dengan begitu, keberlanjutan kehidupan manusia akan terns berjalan :reiring dengan perputaran bumi pada orbitnya. Dari sini dapat disimpulkan, bahwa tingkah laku manusia yang hakekatnya selalu untuk mernuaskan keinginan yang tak terbatas mencerminkan manusia berkarakter individual selainjuga bersifat sosial. Oleh karenanya, untuk menur1jang pemenuhan kebutuhan rnanusia yang tak terbatas itu, dalam aktivitas perekonomiannya harus memiliki prinsip-prinsip penopang berekonomi. Prinsip dimaksudkan agar upaya kegiatan ekonomi dapat memberikan arah, ukuran, dan tujuan yang benar sehingga menghasilkan kesejahterahan, kedamaian, dan pencapaian titik kesuksesan kehidupan dunia dan akhirat. Berekonomi tanpa prinsip, ibarat pepatah "anak ayam kehilangan induknya" atau "bagaikan menulis kata diatas air". Ini artinya suatu upaya dan asa tanpa arah, ukuran, dan tujuan yang jelas. Oleh karena itu, betapa pentingnya prinsip dalam berekonomi. Jika dianalogikan, ini seper1i manusia membutuhkan hirupan udara oksigen. Berbicara mengenai prinsip ekonomi, berikut ini penulis akan sajikan prinsip-prinsip berekonomi dalam kaca mata Islam, yaitu:
43
1. Prinsip Ilahiah 1 Ekonomi
Islam
pengaturannya
bersifat
ketuhanan/Ilahiah
(nizhamun
rabbaniyyun), mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan
oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah SWT, sebagaimana terdapat dalam dalan1 al-Quran dan as-Smmah. Jadi, berbeda dengan huklll11 ekonomi lainnya yakni kapitalis dan sosialis yang aturannya semata-mata didasarkan atas konsep-konsep atau teori-teori yang dihadirkan oleh manusia. 2. Berdimensi Akidah2 Mengingat ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir dari akidah Islamiah yang di dalamnya akan dimintakan pertanggmigjawaban terhadap akidah yang diyakininya. Atas dasar ini maka seorang muslim terikat dengan sebagian kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderm1g untuk mendapatkan pahala dari Allah S\VT di hari kiamat kelak. 3. Memiliki Elastisitas3 Ekonomi Islam mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi. Elastisitas ini didasarkan pada kenyataan bahwa haik al-Quran maupun al-
1
Muhammad Amin Suma, "Arah Pengembangan ·Hukum Ekonomi Islam di Indonesia." Depertemen Hukum dan HAM RI Badan Pembinaan Hukum Nasional, ed., Seminar Nasional Reformulasi Sistem Ekonomi Syari'ah dan Legislasi Nasional, Semarang 6-8 Juni 2006 (Jakarta: DepHumHam, 2006), h. 128. 2 3
Ibid, h. 129. Ibid
44
Hadis, yang keduanya dijadikan sebagai sumher asasi ekonomi, tidak memherikan doktrin ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang hersifat instruktif gnna mengarahkan perekonomian Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi cita-cita syari'at (maqashid as-syari'ah). 4. Kebebasan Individu4 Individu mempnnyai hak kebebasan sepenuhnya nntuk herpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalmn sebuah negara Muslim. Karena tanpa kebebasan tersebut individu muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahterahan dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat. 5. Ketidaksamaan Ekonomi Dalam Batas yang Wajar5 Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi di antara orang-perorang, tetapi tidak membiarkannya menjadi hertambah luas, ia mencoba menjadikan perhedaan tersebut dalam batas-batas yang wajar, adil dan tidak berlebihan. Dalam artian memhedakan antara dua hal yang
b1~rbeda
sesuai batas-batas
perhedaan dan keterpautan kondisi antar keduanya . Lagi pula menyamakan sesuatu secara mutlak adalah hal yang mustahil. Karena setiap konstruksi Allah SWT, memiliki karakter khas tersendiri diantara heherapa ciptaan-Nya. 4
AfZalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (tery), (Yogyakarta: :PT. Dana Bakti Wakaf, 1995),
5
Ibid.
h. 8.
45
6. Kesamaan Sosial 6 Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi tetapi ia mendukung dan menggalakkan kesamaan sosial sehingga sampai tahap bahwa kekayaan negara yang dimiliki tidak hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu masyarakat saja. Disamping itu amat penting set:iap individn dalam sebuah negara (muslim) mempunyai peluang yang sama untuk berusaha mendapatkan pekerjaan atau menjalankan berbagai aktivitas ekonomi. 7. Mekanisme Distribusi Kekayaan7 Kesenjangan kekayaan di tengal1 masyarakat diatasi dengan keseimbangan ekonomi melalui mekanisme distribusi. Negara yang bertanggung jawab dan menjamin kebutuhan pokok rakyatnya, mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, se11a mengawasi pemanfaatan hak milik um um maupm1 negara. Sebagaimana Allah SWT. berfirman:
Artinya: "Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu ..." (QS/al-Hasyr/7) 8. Larangan Menumpuk Kekayaan8 Islam mengharanikan menimbun harta benda, dan imewajibkan pembelanjaan terhadap harta tersebut, agar beredar dan diambil manfaatnya. Penggunaan 6
Ibid, h. 9.
7
M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakruta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h.
8
Ibid, 212 ..
200-201.
46
harta benda dapat dilakukan dengan mengerjakan sendiri ataupun bekerja sama dengan orang lain dalam suatu pekerjaan yang tidak diharamkan. Sebagaimana Allah SWT berfirman: !
-: ...
.J. .,."' ,,..-
.:;;,.;
,.
~1>-'14 ('"""H ;iii~
...
_,.
> ,,..
...
<JI
.,,,.,
,.. ...
~
,J
.......
.J
.......
,,.......
.~....
J t:f~ :/j ~lj-,.........lJI .......:->-'.i';-~ .._:..Y..~lj
.1.
Artinya: "Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berilah rnereka kabar gembira dengan siksaan yang pedih." (QS/al-Taubah/34)
9. Larangan Terhadap Organisasi Anti Sosial9 Sistem ekonomi syariah melarang semua praktek yang merusak dan anti sosial yang terdapat dalam masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya. Kegiatan ekonorni syariah pelarian modalnya harus berada di sektor usaha yang bermaslahat bagi umat. I 0. Kesejahteraan Individu dan Masyarakat 10 Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraau sosial masyarakat yang saling melengkapi satu dengan yang lain, bukannya saling bersaing dan bertentangan antar mereka. Maka sistem ekonomi Islam mencoba meredakan konflik ini sehingga terwujud kemanfaatan bersama. 11. Jaminan Sosial 11 Setiap seseorang berhak dan bebas mendapatkan, serta memiliki setiap hasil jerih payahnya, namun dari hak merniliki tersebut juga harus memperhatikan 9
Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, h. 9-10.
IO
Ibid, h. IO.
" Abdul Rouf, "Persepsi Moral dalam Ekonomi Islam," AHKAMVII, no. 15 (2005): h. 37.
47
fungsi sosial harta hasil usahanya untuk kebaikan orang-orang yang nasibnya kurang beruntung. Sebagaimana tertuang dalam al-
Artinya: "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (QS/al-Ma'arij/24-25) 12. Mengakui Hak Memiliki 12 Sistem ekonomi Islam mengakui hak seseorang untuk memiliki apa saja yang dia inginkan dari barang-barang produksi misalnya ataupun barang-barang konsumsi. Dan dalam waktu bersamaan mengalcui juga kepemilikan umum. Dalam ha! ini ekonomi Islani. memadukan antara maslahat individu dengan maslahat umum. Inilah yang kemudian menjadi satu-satunya jalan untuk mencapai keseimbangan dan keadilan di masyaraka1t. 13. Adanya Profesonalisasi Pekerjaaan 13 Dimana berbagai sarana yang terbaik digunakan untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dengan pembiayaan yang sekecil-kecilnya yang kesemuanya itu terkendali oleh iman. Ini menandakan bahwa penguasaan dan pemilikan faktor-faktor produksi dan kekayaan yang ada pada setiap diri manusia adalah sebagai perwakilan manusia terhadap harta Allah. Konsep Musyarakah, Qardul Hasan, dan lain-lain adalah profesionalisasi pekerjaan. 12
Mustafu Kemal, Wawasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bungo Rampai, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997), h. 114. 13
Murasa Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam, Bahan Peniiajaran dan Perbankan Syariah di IAIN SyarifHidayatullab, (Jakarta, 1999), ha! 46.
48
14. Prinsip Kemanusiaan
14
Manusia perlu hidup dengan pola kehidupan yang rabbani dan sekaligus manusiawi, sehingga ia mampu melaksanakan kewajibannya kepada Tuhannya, kepada dirinya, kepada keluarganya, dan kepada manusia secara umum. Kemampuannya itu digunakan untuk mem:apai masyarakat yang adil dalam kemakmurannya dan yang makmur dalam keadilannya. 15. Prinsip Pertengahan atau Kesetimbangan 15 Pertengahan atau kesetimbangan yang adil mempakan antara pemenuhan maslahat individu akan selaras dan serasi dengan pemenuhan maslahat masyarakat. Konsep kesetimbangan ini dimaksudkan menciptakan iklim pemerataan ekonomi yang adil. Karena dengan keadilan semua warga negara akan memperoleh apa yang menjadi haknya clan memahami kewajibannya. Dari banyak prinsip-prinsip ekonomi Islam yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan ada empat prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang disyaratkan dalam al-Quran: 16 1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wastefal and luxurius
living), bermakna juga bahwa tindakan-tindakan ekonomi hanyalah sekedar untuk memenuhi kebutuhan bukan memuaskan kei111ginan. Serta implementasi zakat; pada tingkat negara mekanisme zakat adalah obligatory zakat sistem
14
Ibid.
15
Ibid, h. 47.
16
Ali Sakti, Ekonomi Islam: Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modem, (Jakarta: Paradigma dan AQSA Publishing, 2007), h. 59-60.
49
bukan voluntary zakat sistem. Disamping itu ada juga instrument sejenis yang bersifat sukarela seperti infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah. 2. Penghapusan atau pelarangan riba Gharar dan Mai:iir; menjadikan sistem bagi basil dengan instrumen mudharabah dan musharakah sebagai pengganti sistem kredit berikut instrumen btmganya dan m1:mbersihkan ekonomi dari segala perilaku buruk yang merusak sistem, seperti perilaku menipu dan judi. 3. Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct); dari produk atau komoditi, manajemen, proses produksi hingga pro:ies sirkulasi atau distribusi haruslah ada dalam kerangka halal. Usaha-usaha tadi tidak boleh bersentuhan dengan judi dan spekulasi atau tindakan-tindakan lainnya yang dilarang secara syariah.
B. Sistem Ekonomi Syariah Munculnya realitas sistem ekonomi syariah di masyarakat berangkat dari adanya pemahaman tentang Islam yang merupakan konsep atau sistem hidup secara integratif dan komprehensif (sempurna). Islam dalam aktivitas ekonomi memberikan sebuah perangkat sistem berupa tuntunan pribadi, interaksi dan sistem, prinsip-prinsip aplikasi, dan ruang untuk membangun perekonomian dengan segala instrumen kebijakan, institusi dan aspek hukum pengembangan, pengendalian serta pengawasan. Tentunya agar perangik:at tersebut menghasilkan kualitas, intensitas dan kemanfaatan sistem, semua tergimtung pada manusia yang mengembangkan, mengendalikan, dan mengawasi fungsi sistem perekonornian
50
tersebut. 17 Dengan penjelasan demikian, tentu Islam pm1tas menjadi regulasi yang mengintegrasikan aspek kehidupan peradaban manusia sampai penglmjung akhir. Manusia dalam berekonomi, terutama dalam interaksi antara satu ekonom dengan ekonom yang lain membutuhkan sebuah sistem. Perlu kita ketahui definisi sistem adalah seperangkat atau pengaturan unsur yang saling berhubungan sehingga membentuk satu kesatuan. 18 :Secara dolctrin, kebutuhan akan sistem memang dilatarbelakangi oleh munculnya berbagai permasalahan kehidupan yang begitu kompleks, dan untuk segera dapat teratasi. Beranjak dari itulah, kemudian keberadaan sistem menjadi "solusi cantik" dalam asa dan upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan rumit yang dihadapi. Dengan begitu, bila definisi sistem dikaitkan dengan kegiatan ekonomi menurut Paul R. Gregory dan Robert C. Stuart pengertiannya menjadi; satu kesatuau mekanisme dan lembaga pengambil keputusan yang mengimplementasikan keputusan terhadap produksi, pendapatan dan konsumsi di dalam suatu daerah. 19 Secara praksis, sistem ekonomi terbentuk karena adanya interaksi di masyarakat dan sifatnya berbeda. Berikut ini yang mef1jadi Jatar belakang adanya perbedaan sistem ekonomi di masyaralcat bangsa yang satu, dengan masyarakat bangsa lain karena dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor, diantaranya:20
17
Ibid, h. 50-51.
18
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modem English Press, 2002), h. 1442. 19
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekosonia, 2004),
20
Ibid, h. 79-82.
h. 79.
51
1. Latar Belakang Sejarah dan Ideologi Sistem ekonomi di suatu negara tidak ada ym1g tidak dipisahkan dari pengalaman-pengalaman di masa lalu. Sebagian besar pengalaman yang ada lebih menunjukkan peran suatu negara dalan1 mempertahmikan ideologinya. Misalkan saja sebuah negara yang dalmlu kemerdekaannya-seperti Australia, Kanada, Selandia Barn-diberikan ole:h negara-negara kapitalis, maka condong sistem ekonominya berkiblat pada Kapitalis. 2. Luas dan Letak Geografi Karena luas daerah di suatu negara begitu luas, upaya peningkatan ekonomi secara merata begitu fUl1lit. Luas daeral! mempersu1lit pemerintal! pusat dalam membuat kebijakan ekonomi yang sesuai di setiap daerah. Oleh karenanya, untuk jalan keluarnya pemerintal! pusat memberikan otonomi daeral! untuk mengeluarkan kebijakan ekonomi sendiri. Di samping itu, letak negara satu dengan negara lain mempengaruhi bentuk sistem ekonomi. Letak negara menimbulkan adanya pengkondisian antara negara yang berdekatan untuk menggunakan kebijakan yang saling mendukung. Dari sinilah kemudian terjadinya hubungan ekonomi. Hubungan di antara dua negara atau lebih tidak akan terjadi secara efektif bila tidak ada kesamaan sistem yang ada di antara negara tersebut. Walaupun pada awalnya kesamaan sistem ini terjadi timbul berbagai pergesekan dan pergeseran kebijakan di dalam suatu negara akibat adanya pengaruh sistem ekonomi negara lain.
52
3. Keterbukaan Konsep ekonomi terbuka menjadikan sistem ekonomi suatu negara berubah menjadi sistem ekonomi terbuka yang mengakui tidak ada batas daerah, batas negara, batas benua. Era globalisasi saat ini tak bisa terlepas dari adanya keterbukaan ekonomi yang menuntut setiap negara untuk bisa menerima beberapa sistem ekonomi di berbagai negara. Bila saja suatu negara melakukan kerjasama ekonomi dengan negara sosialis dan dirasa membawa kemaslahatan ekonomi dalam negerinya, maka secara otomatis sistem ekonomi sosialis menjadi sistem ekonomi di negara tersebut. 4. Sistem Politik Sistem politik yang ideal adalah adanya pengakuan hak-hak rakyat. Salah satunya hak rakyat akan keikutsertaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi. Jika sistem politik memang demikian adanya, maka rakyat pun dituntut pula untuk bertanggungjawab terhadap pembangunan ekonomi. Dan ha! ini secara otomatis mempengaruhi sistem ekonomi yang diterapkan, tentunya
menjadikan sistem ekonomi yang
be11~irikan
kekeluargaan dan
berkeadilan sejahterah. Dalam
sistem perekonomian, terdapat
pem(~taan
atau ragam sistem
ekonomi dunia. Sistem itu terditi dari sistem Kapitalin, Sosialis dan Islam atau Syariah. Berhubung dalam tulisan kali ini fokus pembalilasan lebih pada ekonomi Syariah
maka
sistem
kapitalis
konvensional-tidak disinggung.
dan
sosialis--sering
disebut
ekonomi
53
Secara pengertiannya, sistem ekonomi syariah adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang-undangan Islam. 21 Atau Hasanuz Zaman mentakrifkan; penggunaan peraturan syariat yang melindungi dari ketidak adilan dalam perolehan dan penggunaan sumber asli (ekonomi, red) bagi tujuan memenuhi kepuasan manusia dan bagi membolehkan mereka melaksanakan tanggungjawab terhadap Allah SWT dan masyarakat seluruhnya. 22 Manusia dalam berekonomi selalu tersistem, karena bila tidak, bisa-bisa akan terperangkap pada kemudharatan serta pelunturan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu Islam mempunyai sistem ekonomi, dimana sistemnya memiliki kekhasan tersendiri dan bukan dari jiplakan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Secara garis bi~sar Suroso Imam Zadjuli membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya, yaitu: 23 1. Asumsi dasar/norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun
interaksi kegiatan ekonomi diberlakukan. Asumsi dasar yang dimaksud ialah syari'at Islam yang perlu dilakukan oleh individu, keluarga, kelompok masyarakat, pemerintah secara totalitas.
21
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinrur Grafika, 2000), h.14.
22
Surtahman Kastin dan Sanep Ahmad, Ekonomi Islam; Dasar dan Amalan, (Selangor: Dawama Sdn. Bhd., 2005) h. 26. 23
K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, h. 15-17.
54
Artinya: "Hai orang yang beriman!. Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (totalitas) clan janganlah kamu ikuti jejak langkah setan, sungguh ia bagimu musuh yang nyata." (QS/al-Baqarah/208) 2. Memiliki karakteristik berupa penerapan asas efisensi dan kemanfaatan dengan tetap menjaga kebutuhan jasmani, rohani, clan kelestarian lingkungan alam.
Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat clan di laut karena perbuatan tangan manusia supaya mereka kembali ke jalan yang benar." (QS/ar-Rum/41) 3. Sistem ekonomi Syariah bermotif mencari keberuntungan kehidupan dunia dan di akhirat. ~
. . f- 1..3.iJI -: ~ _... .: -1-J ~J - ~ ·-, ___,..,.,., ,,..
~
i;'· ~I .)-1.:dl ;&\ -t'Hi; LJ ~ --
·'·1vJ
~
®' o-:,. _a ~ir. ~ .f:-1 :&101J->:}:11 J st..:iir & ·~j "1'0J ;&r ~f Lb. , ,
Artinya: "Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari lcenikmatan duniawi clan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu. Janganlah mencari kesempatan untuk melakukan kerusakan di muka bumi, sungguh Allah tiada suka orang yang melakukan kerusakan." i(QS/al-Qasas/77)
55
Sedangkan menurut pemikir ekonomi Islam MA Mannan dan Monzer Kahf sebagaimana dikutip oleh Euis Amalia, sistem ekonomi syarial1 memiliki beberapa karakteristik berbeda dengan yang lain, yaitu diantaranya:
24
I. Mengakui kepemilikan individu dan kolektif dalam konteks kemaslallatan. 2. Adanya peran pemerintall yang fungsinya sebagai regulator dan supervisi. Hal ini untuk menangkal kegagalan pasar dan ancaman kebutuhan masyarakat. 3. Berfungsinya institusi zakat sebagai salall satu sarana distribusi. 4. Mengakui mekanisme pasar. Asalkan mekanismenya berbasiskan nilai keadilan bagi seluruh masyarakat. 5. Tidak adanya transakasi berbasis bunga dan menggunakan sistem bagi hasil atau profit and loss sharing seperti dalam mudharaball atau musyarakall. Konsep ini kebanyakan diterapkan di beberapa lembaga-lembaga keuangan syariall, seperti Bank Muamalat, Takaful, Pegadaian syariall, dan lain-lain. Menurut Chapra, lembaga keuangan syariall menciptakan sosio-ekonomi Islam yang halal. Dengan target utamanya adalall kesejallterallan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan P,ertumbuhan dan keadilan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikanjaminan keunnmgan bagi semu;a pihak yang terlibat. 25
24
Enis Amalia, "Potret Pemikiran, Perkembangan dan Gerakan Ekonomi Islam di Indonesia," AHKAM VIII, no. 1 (Mei 2006): h. 119. 25
Mervyn K. Lewis dan Latifil M Algaond, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik, dan Prospek (terj), (Jakarta: PT Serambi limn Semesta, 2007), h. 122.
56
Bila kita perhatikan karkteristik sistem ekonomi syariah diatas, temyata juga punya kelebihan yang dipunyai, dibanding dengan sistem ekonomi konvensional. Kelebihan itu diantaranya: 26 1. Tidak human-made, tetapi God-made atau setidalmya merupkan wellguided oleh Yang Maha Tahu dan Maha Pencipta. Pastinya dengan konsep demikian, keterjaminan akan kelengkapan, kesempurnaan dan keefektifan dalam memecahkan masalah perekonomian bisa menjadikan solusi. 2. Secara konseptual memiliki kekuatan karena disusun atau dituntuu langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa. 3. Berorientasi sesuai fitrah manusia. Artinya memmjukan suatu sikap yang menghendaki rasa keadilan dan keharmonisan dalam pencapaian tujuan jangka pendek danjangka panjangnya.
Akan tetapi dibalik kelebihan sistem ekonomi syariah tersebut, temyata sistem ekonomi syariah di Indonesia selama ini masih belum dipaharni, sehingga masih dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain: 27 I. Adanya sikap barn menyadari dalam mengembangkan ekonomi syariah di
sekitar tahun 1950-an hingga sekarang. Sebelumnya ketika peradaban Muslim mengalarni kemunduran, ekonomi syariah pun ikut memudar jelas ini sangat disayangkan sekali. Padahal sejak abad ke 7 ekonomi syariah sudah dikembangkan Rasullah SAW, sudah barang tentu ini bukan "barang" barn. 26
M. Akhyar Adnan, Akuntansi Syariah: Arah, Prospek dan Tantangannya, (Yogyakarta: UII, 2005), h.14. 27
Ibid, h. 14.
57
2. Masih banyak yang mempertanyakan bangun dan epistemologinya. Sehingga
konsekwensi dari kehilangan ilmu ini dari wacana dunia, bahkan wacana Muslim sendiri adalah bahwa banyak orang merasa belum bisa memahami dan melihat sosok bangun ilmu ekonomi syariah. 3. Masih banyak yang meragukan bukti empiris, realisasi dari sistem ekonomi syariah. Padahal Rasulullah SAW bisa dijadikan representasi ideal, tetapi memang sebagian masyarakat tidak memahami ini. Tennmya juga ini disebabkan akan setting waktu dan situasi serta kompleksitas persoalan yang telah jauh berbeda di jaman Rasululah. Tapi di Indonesia praktek ekonomi syariah berkembang pesat. Ini adalah bukti implementasi ekonomi syariah. 4. Pemahaman yang rendah dari masyarakat luas te:rhadap ekonomi syariah, sehingga belum menerima baik konsep ekonomi syariah. Perasaan ini timbul juga karena faktor tersebut diatas. Sehingga timbul keengganan untuk menerapkan ekonomi syariah oleh umat Muslim, apalagi non Muslim. Untuk itulah agar hal demikan tersebut diatas talc berlarut-larut, maka diperlukan strategi matang untuk mengatasi persoalan tersebut. Strategi ini diperlukan beberapa langkah konkrit dalam membangun sistem ekonomi syariah, yaitu:28 I. Meningkatkan
sosialisasi
mengenai
konsep
ekonomi
syariah
secara
komprehensif. Bahwa ekonomi syariah bukanlah semata-mata menyangkut aspek ibadah ritual saja, tetapi juga menyentuh dimensi-dimensi yang bersifat
"'Irfan Syauqi Beik, "Ekonomi Islam: Antara Wacana dan Realita," artikel diakses 26 Mei 2007 dari http://www.PesantrenVirtual.com/indeks.pJm,
58
muamalah. Ekonomi syariah pun bukan semata-mata bersifat eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi juga bermanfaat bagi kalangan umat beragama lainnya. 2. Mengembangkan dan menyernpurnakan institusi-institusi ekonomi syariah yang sudah ada. Jangan sampai transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Karena itu dibutuhkan adanya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas institusi ekonorni syariah yang ada, baik itu perbankan syariah, asuransi syariah, lernbaga zakat, rnaupun yang lainya. Disini diperlukan pengawasan, rnengontrol, dan rnernberikan rnasukan yang bersifat konstruktif bagi perbaikan dan penyernpurnaan kinerja lernbagalernbaga ekonorni syariah. 3. Peningkatan kualitas sumber daya rnanusia yang rnerniliki kualifikasi
59
regulasi untulc memberikan landasan hukum yang memadai bagi perusahaan
. pembiayaan syan·a1129 . Akan tetapi agar strategi pelaksanaan sistem ekonomi syariah tersebut bisa terukur dan terarah, lagi-lagi diperlukan adanya pilar yang menjadi penopang dari kesuksesan sistem ekonomi syariah. Tentunya pilar-pilar ini dilaksanakan secara komprehensif dan menyeluruh dalam satu kesatuan, karena masing-masing pilar saling berkaitan dan menunjang satu sama lainnya. 1\t[enurut Achjar lljas, pilarpilar yang dimaksud adalah: 30
1. Pembedaan secara tegas antara kegiatan dan barang yang halal dengan yang haram. Kegiatan dan barang yang halal perlu didorong dan dikembangkan, sebaliknya kegiatan dan barang yang haram semestinya dilarang. 2. Pendistribusian kekayaan dan pendapatan yang lebih merata, terutama dengan jalan menunaikan zakat, infak, sedekah, serta hukum waris secara benar dan konsisten 3. Penyediaan kebutuhan hidup pokok untulc setiap anggota masyarakat, baik melalui kebijakan ekonomi yang betul-betul berpilrak kepada rakyat banyak maupun dengan menyediakan kebutuhan tersebut dengan harga terjangkau atau gratis bagi masyarakat yang tidak man1pu. 4. Pelarangan dan pencegahan penumpukkan kekayaan pada segelintir masyarakat. Penumpukkan kekayaan dan aset produktif maupun yang tidak 29
cs. 30
"Bapepam Terbitkan Aturan Pembiayaan Syariah," Koran Tempo, 11 Desember 2007, h.
Achjar Iljas, "Penguatan Ekonomi Muhamadiyah Melalui Kelembagaan Sistem Perbankan Syariah," dalam Mukhaer Pakkanna dan Nur Achmad ed., Muhamadiyah Menjemut Perubahan: Tqfeir Barn Gerakan Sosial-Ekonoml-Politik, (Jakarta: Kompas, 2005), h.148-149.
60
produktif pada segelintir masyarakat akan memperl1:bar kesertjangan ekonomi dan sosial masyarakat dengan segala dampak dan konsekwensi yang kurang menguntungkan bagi perekonomian secara keseluruhan. 5. Penghapusan sistem bunga dalam perekonomian, mengingat terdapatnya persamaan-persamaan mendasar antara sistem bm1ga dan riba, sedangkan riba sudali jelas haram hukunmya.
C. Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia Dalam catatan peradaban manusia, tentunya terdapat adanya sistern yang fungsinya sebagai pengatur kehidupan. Dari sistern inilali kernudian terjadinya sebuali proses kristalisasi pola-pola sistern yang dikeje:wantalikan dalam bentuk sebuali yang disebut dengan Lembaga. Perlu diketahui, Iernbaga yang selama ini dipaliarni, didefinisikan sebagai bentuk organisasi sosial yang rnengorganisir sekolompok orang yang merniliki tujuan, target, sasaran, dan visi yang sama untuk rnenggarap sebuali usalia sosial tertentu.31 Jacli bila dikaitkan dengan definisi keuangan, rnenurut SK Menkeu RI No. 792/1990, meajadi: "Lembaga Keuangan adalali semua badan yang memiliki kegiatan di bidang keuangan berupa penghimpunan dan Jpenyaluran dana kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi perusaliaan" Jadi dapat disimpulkan, Lembaga Keuangan Syariali itu adalali badan yang berkonsentrasi pada bidang keuangan yang menghimpun dan menyalurkan dana dari rnasyarakat dan untuk masyarakat yang bersimpuh pada aturan-aturan Islam. 31
H.A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-/embaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 2.
61
Sedikit mengulang sejarah ke belakang, dalam praksisnya perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1970-an. Tapi waktu itu baru hanya sebatas gerakan wacana, belum terimplementruiikan dalam kelembagaan keuangan. Gerakan tersebut dari mereka-mereka yang memperjuangkan tegaknya syariat Islam dalam bidang politik dan hukum di tanah air. Ketika itu tokoh yang terlibat dalam wacana ekonomi Islam kala itu antr1Ia lain, A.M. Saefudin, Karnaen Perwataatmaja, M. Amin Aziz, Muhammad Syafii Antonio, dan lainnya. Puncak dari perjuangan dalam mewacanakan
ekonom~
syariah itu pada tahun
1992 yang ditandai berdirinya lembaga keuangan syariah pertama, yaitu Bank Muamalat Indonesia .32 Dan berlanjut pasca Refurmasi di tahun 1998, lembaga keuangan syariah mengalami perkembangan yang pesat. Berikut ini sebagian contoh kecil dari beberapa implementasi lembaga keuangan syariah di Indonesia. !. Bank Syariah
Bank syariah di Indonesia merupakan tergolong baru bila dibanding dengan negara tetangga, yaitu Malaysia. Tentunya yang menjadi salah satu indikator penyebabnya adalah waktu itu rezim pemerintahan Orde Baru yang menganggap hal-hal yang berbau Islam sebagai simbol gerakan separatisme yang suatu saat bisa mengganggu proses pembangunan bangsa atau istilah sekarang yang populer disebut dengan bersikap Islamphobia. Walaupun demikian adanya, pemerintahan Orde Baru sedikit melunak terhadap umat muslim. Ini terlihat dengan memfasilitasi sistem pelayanan
32
303.
Arfin Hamid, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia, (Jakarta: eLSAS, 2007), h. 302-
62
perbankan syariah pada I Mei 1992, ketika itu bank yang menjalankan konsep syariah
yaitu
bank
Muamalat
Indonesia
dengan
modal
dasar
Rp.
500.000.000.000, dengan modal disetor sebesar Rp.106.126.382.000. Bank ini berdiri berdasarkan Aleta Notaris No.I Tanggal I November 1991/Berita Negara RI Tanggal 28 April 1992 No. 34. Surat Menkeu RI No. 1223/Ml(.013/1991 Tanggal 5 November 1991 dan Izin Usaha berdasarkan Keputusan Menkeu RI No. 430/KMK.013/1992 Tanggal 24 April 1992.
33
Era reformasi 1998 bergulir, perkembangan perbankan syariah mulai dipercaya sebagai kegiatan ekonomi yang berprospek baik. Sehingga dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 6 ayat (m) mengakui bank syariah: "menyediakan pembiayaan dan atau mdakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;". Terlebih lagi, dengan segera dikeluarkannya peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 pada tanggal 12 Mei 1999 semakin memperkokoh kedudukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh perbankan, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat. Aturan yang dimaksud yaitu Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum berdasar:kan syarial1 dan No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat be!'dasarkan syariah.34
33
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. I08.
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-/.~mbaga Terkait, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 72. 34
63
Dengan adanya seperti itu, menurut Bank Indonesia dalam cetak biru pengembangan bank syariah mencatat bahwa semenjak tahun 1998 jumlah Bank Umum Syariah barn hanya ada 1 dan 78 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Dan Februari 2005, kelembagaan perbankan syariah tumbuh menjadi 3 bank umum, 15 unit usaha syariah, dan 89 BPRS. Sejalan dengan peningkatan tersebut, kegiatan usaha syariah mengalami pertumbuhan yang cukup
signifikan. 35 Beberapa indikator keuangan perbankan syariah
menunjukkan peningkatan dibandingkan bank konvensional. Sampai dengan Februari 2005, total aset bank syariah mencapai Rp.15, 567.000.000.000.000 atau 8, 33 % perbankan nasional, begitujuga dari sisi pembiyayaan. 36 Untuk lebih mematangkannya lagi, Bank Indonesia dalam ha! ini membuat
gebrakan
pencanangan
program
akselarasi
pi;:ngembangan
perbankan syariah pada tahun 2007 dan 2008, dengan target pangsa pasar perbankan syariah dalam perbankan nasional mencapai 5 persen di akhir 2008. Selain itu, program akselarasi perbankan syariah ini dapat berupa, penguatan kelembagaan, pengembangan produk, intensifikasi edukasi publik dan rnitra strategis bank syariah. Kemudian juga peningkatan peranan pemerintah dan kerangka hukum serta melakukan penguatan sumber daya insani dan proses pengawasan bank syariah. 37
35
Untuk melihat perkembangan jumlah data statistik jaringan kantor perbankan syariah dari bulan Juni 2006 sampai bulan Mei 2007, bisa di lihat di halaman lampiran dalam skripsi ini. 36
Sofiniyah Ghnfron, Briefaase Book Edukasi Profesional Syarlah: Konsep dan Implementasi Bank Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 26. 37
"BI Canangkan Program Akselarasi Pengembangan," Kompas, 12 Desember 2006.
64
2. Asuransi Syariah Berawal pada 27 Juli 1993 Tim Pembentukan Takaful Indonesia merancang pendirian asuransi berkonsep syariah. Dan tepat
2~1
Februari 1994 berdirilah
PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai holding company yang kemudian mendirikan dua anak perusahaan; PT Asuransi Takaful Keluarga pada 25 Agustus 1994, dan PT Asuransi Takaful Umum pada 2 Juni 1995. Memasuki tahun 2001 muncul asuransi syariah, seperti Mubarokah Syariah, Tripakarta, Great Eastern, MAA Life, Bumiputera, Jasindo BSAM, Bringin Life.38 Mengenai perkembangan pangsa asuransi syariah, cakupannya masih rendah. Hal ini disebabakan karena masih banyak perusahaaan asuransi syariah konvensional yang membuka cabang syruriah masih banyak yang menaruh modalnya cukup minim dengan angka kisaran antara dua sampai tiga miliaran rupiah. Tentu ini mengakibatkan lambannya laju asuransi syariab. Selain itu juga, sebagian besar asuransi syariab hanya mengembangkan produk asuransi syariabnya dengan pola menduplikasian produk asuransi konvensional yang selrutjutnya, produk tersebut disesuaikan dengan prinsip syariab. Tentu saja ha! demikian asuransi syariab 1ak jauh berbeda dengan membidik pasar konsumen yang sama dengan konvensional.39 Untuk mengatasi ha! tersebut, Muabaimin Iqbal Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengatakan pangsa asuransi syariah perlu 38
Muhamad Syakir Sula, Asuransi Syariah; Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema lnsani, 2004), hal. 719-720. 39
"Kembangkan Produk Asuransi Syariah Bersama," Republika, 15 Agustus 2007, h. 24.
65
melakukan pengembangan produk inovatif. Yaitu dengan melakukan upaya mengembangkan produk asuransi syariah bersama. Karena kalau saja masih menerapkan satu perusahaan atau cabang syariah akan sulit pendanaan modalnya. Tambahnya lagi menurut Iqbal, dengan rnelakukan pengembangan produk bersama maka akan mendapat keuntungan. Diantaranya efisensi biaya teknologi informasi, pengembangan produk, dan penetrasi produk ke pasar mendapat keringanan karena ditanggung bersama-sama oleh perusahaan asuransi yang tergabung. Selain itu juga, keuntw1gan lain yang didapat ialali dapat mendorong terciptanya iklim persaingan bisnis asuransi syariali yang cukup sehat. Dikarenakan produk bersama akan mcncegali perang tarif antar perusahaan atau cabang asuransi syariali dalam menjaring peserta. 40 3. Pasar Modal Syariah Dewan Syariah Nasional tepatnya pada tanggal 4 Oktober 2003 mengeluarkan Fatwa No. 40/DSN-MUIIX/2003 rnengenai Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang pasar modal. Fatwa ini dikeluarkan mengingat Pasar Modal di Indonesia telali lama berlangsung dan perlu mendapat kajian dari prespektifhukum Islam. 41 Untuk mengenai prinsip dari pasar modal Fatwa DSN-MUI ini diatur dalam pasal 2, baliwa pasar modal beserta seluruh. mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme "'Ibid
" Gemala Dewi, Hu/cum Perikotan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), b. 169.
66
perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah, apabila telah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah, apabila telah memperoleh pemyataan kesesuaian syariah, artinya pemyataan tertulis yang dikeluarkan oleh DSN-MUI terhadap suatu efek syariah, bahwa efek tersebut sudah sesuai dengan p1insip-prinsip syariah.42 Dalam perjalanannya, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran setidaknya terdapat beberapa perkembangan clan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat, diantaranya adalah telal1 diterbitkan enam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkai1tan dengan in
No. 41/DSN-MUI/111/2004 tenta11g Obligasi Syariah Ijarah. Ibid, h. 171.
Agustianto, "Pasar Modal Syariah," artikel diakses pada 31 A;gustus 2007 dari http://www.pesantrenvirtµal.com/index.php.
Umum
67
Selain itu, Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dalam ha! ini juga telah memberikan perhatian besar kepada pasar modal syariah dalam Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005-2009. Ini disebabkan produk pasar
modal berbasis syariah merupakan potensi dan tantangan pengembangan pasar modal di Indonesia. Menurut Bapepam, ada strategi utama yang telah dicanangkan Bapepam untuk mencapai pengembangan pasar modal syariah dan produk pasar modal syariah, yaitu mengembangkan kerangka hukum dan mendorong pengembangan produk. Selanjutnya, dari strategi utama tersebut, diimplementasikan dengan cara seperti mengatur penerapan prinsip syariah, menyusun standar akuntansi dan produk barn, mengembangkan profesi pelaku pasar dan produk, sosialisasi prinsip syariah, dan meninglmtkan kerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia. 44 Akan tetapi sampai sejauh ini, masih terdapat beberapa kendala dalam pengembangan produk pasar modal syariah. Kendala itu di antara lain, belum ada ketentuan yang menjadi legitimasi pasar modal syariah dari Bapepam atau pemerintah, rnisalnya undang-undang. Lalu juga :saat ini pasar modal syariah lebih hanya sebatas sebagai sebuah wacana, karena selama ini praktek pasar modal tidak bisa dipisahkan dari riba, maysir dan. gharar. Kemuclian kendala yang terakhir ialah kurangnya sosialisasi instrumen syariah di pasar modal.45
44 45
Ibid
Herl Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonosia, 2007), h. 196-197.
68
Adapun untuk mengatasi problem tersebut diatas, berikut ada strategistrategi yang diperlukan untuk mengembangkan pasar modal syariah, yaitu
pertarna, untuk sesegera mungkin Bapepeam atau pemerintah dengan segera mengeluarkan Undang-undang pasar modal syariah, agar memiliki legitimasi yang kuat. Kedua, keaktifan dari para pelaku bisnis muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi islami, agar meningkatkan kesan pelaku pasar terhadap keberadaan pasar modal syariah. Ketiga, adanya rencana dalam jangka pendek maupun jangka panjang dari Bapepeam, untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah pasar modal. Dan keempat, perlu adanya kajiankajian ilmiah mengenai pasar modal syariah di masyarakat luas.46 4. Reksa Dana Syariah Semeajak era ekonomi syariah berkembang pesat, akhimya dunia reksa dana pun membebek berprinsip syariah. Dalam menindaklanjuti ha! demikian Alim Ulama merekomendasikan dukungannya atas reksa dana syariah. Bahkan PT. Danareksa Investment Management mengeluarkan surat No.S-09/01/DPSDIM yang juga diikuti sekaligus oleh Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa No.20/DSN-MUI/IX/2001, pada tanggal 18 April 2001, yaitu mengenai Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syadah.47 Saat ini ada beberapa perusahaan sekuritas yang menelurkan produk investasi syariah seperti diantaranya PT. CIMB-GK Securities meluncurkan
46
Ibid, h. 197.
47
Dewi, Hukum Perikatan Islam, h. 173.
69
reksa dana syariah pertama di Indonesia yang 15 persen dari reksa dana itu nantinya akan di investasikan di luar negeri, khusrnsnya Asia-Pasifik dengan membidik investiasi di sektor infrakstruktur, bahan bangunan, pertambangan, telekomunikasi, dan barang konsumsi. Tetapi alokasi aset reksa dana ini akan terkonsentrasi pada saham sebesar 90 persen dan sisanya di pasar mata uang. 48 Sedangkan perusahaan lainnya, seperti Dana:reksa, PMN, Bhakti Asset Management dan Rifan Sekuritas juga menerbitkan reksa dana syariah. Sebagai contoh, produk syariah yang dikeluarkan oJ.eh PMN merupakan reksa dana campuran yang tujuan investasinya adalah untuk memperoleh pertumbuhan nilai investasi yang optimal dalam jangka panjang dengan melakukan investasi pada efek ekuitas, efek utang dan instrumen pasar uang dari perusahaan-perusahaan yang kegiatan usaha dan hasil usaha utamanya sesuai dengan syariah Islam.49 Oleh karena itu, tujuan Reksa Dana Syariah bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga memilild tanggurtg jawab sosial terhadap lingkungan, komitmen terhadap nilai-nilai yang diyakini tanpa hams mengabaikan keinginan investomya. Dalam penginvestasian dananya tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, misalnya saham-saham atau obligasi-obligasi
dari perusahaan yang pengelolaan atau produknya
bertentangan semisal pabrik makanan atau minuman yang mengandung 48
49
"CIMB Luncurkan Reksa Dana Syariab," Koran Tempo, 11 September 2007.
"Pengenalan Reksa Dana Syariab," berita diakses 14 September 2007 dari http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/2005/0225/eurI .html.
70
alkohol, daging babi, rokok, tembakau, jasa keuangan konvensional, pornografi, pelacuran, serta bisnis hiburan yang berbau maksiat. 50
D. Lembaga Penyelesaian Sengkefa Keuangan Syariah Pertikaian, sengketa, ataupun konflik adalah satu hal yang menjadi sisi kehidupan manusia dan tak bisa terlepas dari bingkai perjalanan kehidupan manusia. Kenapa bisa dikatakan demikian? karena mauusia memiliki pola pikir, karakter, tingkah lak:u, dan kepentingan yang berbeda-beda antara satu manusia dengan manusia yang lainnya, sehingga dengan terjadinya perbenturan perbedaan tersebutlah, konflik lalu timbul. Bagaimana pun, mustaliil konflik sepenuhnya tak timbul dalam kehidupan manusia, karena sejarah mencatat peradaban manusia semenjak Nabi Adam, konflik selalu menyelingi kehidupan manusia. Terkecuali jika manusia menumbuhkan sikap sating hornmt-menghormati, mencintai, dan hidup rukun, kemungkinan timbulnya konflik bisa di tekan pada titik rendah. Mengenai konflik, ada sikap ekstrim yang dikemukakan oleh Karl Marx dalam Manifesto Comunisme-nya. Bahwa timbulnya konflik dilegalkan dalam setiap interaksi sosial masyarakat, karena konflik berfungsi sebagai gerbang menuju perubahan sosial yang revolusioner. Jika seseorang merasa kehidupannya buruk, tertindas, terdiskriminasi, maka keberadaan konflik sebagai jalan satusatunya mengatasi problem tersebut. Oleh karenanya konflik selalu akan menjadi sisi kehidupan manusia yang begitu kompleks. Semakin meningkatnya 0
Sofiyani Ghufron, Briefcase Book Edukasi; Profesional Syariah Investasi Halal di Reksa Dana Syariah. (Jakarta: Renaisan: 2005), h. 16. '
72
kekuasaan dan pihak-pihak manapun. Seringkali lembaga ini sebagai altematif dalam menyelesaikan sengketa bisnis yang kewenangannya di luar pengadilan serta dipilih oleh para pihak yang bersengketa berdasarkan perjanjian yang mengikat. Menurut Yudo Paripumo ketua BASYAFtNAS, bahwa Basyamas adalah lembaga arbitrase yang dibentuk pada 1993. Bermula dari Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, instansi ini merupakan badan pekerja yang berada di bawah naungan MUI. Kelahirannya rnenyusul hadimya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama yang kemudian disusul dengan Syarikat Takaful Indonesia. Tujuannya untulc menyelesaikan sengketa di lembaga keuangan, bisnis, atau muan1alat secara syariah. 51 Sebagaimana lembaga arbitrase, menurut Yudo, kekuatan hukuni yang dibuat oleh Basyamas pw1ya kekuatan mengikat. Setiap salinan putusan dikirimkan ke pengadilan negeri untuk menjadi arsip. Hakim pengadilan negeri tak boleh lagi memeriksa perkara yang sudal1 diputus Basyamas. Jika harus ada eksekusi pun Basyarnas bisa meminta bantuan dari pengadilan negeri untuk melakulcannya. 52 Karena BASYAFtNAS salah satu bentuk arbritase, maka sifat BASYAFtNAS adalah perjanjian assesoir. Menurut H. Sudiarto dan Zaeni Asyhadie dalam bukunya Mengenal Arbritase, maksud perjanjian assesoir itu ""Perkara Basyarnas Selama 12 Tahun," be1ita diakses tanggal 31 Agustus 2007, http;//www.republika.eo.id/koran detail.asr?id 52
Ibid
74
putusan, pembatalan putusan, pendaftaran putusan, pelaksanaan putusan atau eksekusi, dan biaya arbritase. 55 Sebagaimana telah disinggung di awal, pada mulanya BASYARNAS bernama Badan Arbritase Muamalat Indonesia (BAl\1UI) yang didirikan pada tanggal 21 Oktober 1993 dengan status berbadan hukum Yayasan. BAMUI dirancang oleh Majelis Ulama Indonesia berdasarkim keputusan Rapat Kerja Nasional MUI di Tahun 1992 dengan ditandatangani oleh ketua umum MUI KH. Hasan Basri dan sekertaris umum HS Prodjokusumo. Sebagai saksi yang ikut bertanda tangan pada akte notaris adalah ketua MUI, H.M. Soejono dan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia H. Zaenail Bahar Noor S.E. 56 Baru cli sekitar tahun 2002, melalui rakernas MUI telah mengancangancang untuk mereformasi di tubuh BAMUI. Si;ogkat cerita, basil akhir rakernas tersebut mengubah BAMUI menjadi lembaga yang berkonsep baru dengan penamaan BASYARNAS. Lembaga ini juga tetap termasuk dalam perangkat dari organisasi Majelis Ulama Indonesia. Dan tepatnya pada Rabu, 24 Desember 2003 melalui keputusan SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 secara detil adanya perubahan nama, perubahan bentuk dan pengurus BAMUI menjadi sebuah lembaga baru yang bernama BASYARNAS. 57 Kebanyakan dalam pandangan pelaku bisnis yang menggunakan jasa BASYARNAS yang notabene sebagai bentuk lembaga arbritase memiliki 55
Ibid. h. 29-30.
56
Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam, h. 165.
51
Manan, "Beberapa Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi S:yariah." h. 26.
76
g).
Pelaksanaan keputusan yang sifatnya final,. sehingga mungkin akan lebih mudah dilaksanakan daripada keputusan pengadilan. Akan tetapi dibalik keuntungan tersebut, temyata penyelesian sengketa
melalui jalur non Iitigasi ini juga memiliki kekurangan-kekurangan, diantara Iain sebagai berikut: a).
Kurangnya kekuatan untuk menggiting para Jpi11ak ke penyelesaian dan juga kurangnya kekuatan untuk menghadirk:m barang bukti, saksi, dan lain-lain.
b).
Lemahnya dalam ha! penegakan hukuni dan 1iksekusi keputusan.
c).
Tidak dapat menghasilkan solusi yang sifatnya pencegahan.
d).
Kualitas keputusan sangat bergantung kepada kualitas para arbiter.
e).
Kemungkitian titnbulnya keputusan yang saling bertentangan satu sama lain karena tidak ada sistem "precedent" terhadap keputusan sebelumnya danjuga karena unsur fleksibelitas dari arbiter. 59
f).
Banyak perjanjian arbritase cara penyelesaiannya sukar, lama, dan mahal. Contohnya berikut ini, sebagaimana di ilustrasikan oleh H. Sudiarto dan Zaeni Asyhadie dengan menyitir dari bukunya Sudargo Gutama yakni Arbritase Dagang Internasional, mengenai sengketa antara pihak Kooperlatif yang dituntut oleh perusahaan Belanda melalui ICC (lnternasional Court Commerce) karena usahanya yang hendak membuat mdustri pesawat terbang tidak dapat dilaksanakan
59
Fathi Ridwan, "Peranan Arbritase Dalam Pengadilan Agama," dalam Jaih Mubarok, ed., Peradilan Agama di Indonesia (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 154.
77
karena dianggap proyek "mercu suar" oleh pemerintah Orde Lama. Pihak Belanda merasa dirugikan karena kontraknya tidak dilanjutkan sehingga Belanda mengajukan tuntutan melafoi arbritase ICC di Paris. Jumlah ganti rugi yang dituntut lumayan besar sehingga dalam hubungan ini mereka harus juga membayar jasa arbriter menurut tarif ICC yang tidak sedikit. Ini pun yang menjadi sebab mengapa pada akhirnya tidak jadi dilanjutkan kepada pihak Koperatif. 60 Lalujuga kasus Kartika Plaza yang menghabiskan kurang lebih 10 tahun. Kasus ini pertama kali diajukan pada tangal 15 Januari 1981 oleh Amco Asia Corporation, Pan American Development Limited dan PT Amco Indonesia terhadap Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan Konvensi ICSID yang telah disahkan juga oleh Indonesia dan dijadikan Undang-undang No. 5 tahun 1968, untuk menjamin dan menunjang iklim investasi di Indonesia. Kasus ini baru selesai setelah pemeriksaan ronde ketiga yang putusannya dijatuhkan pada tanggal 31 Mei 1990 di Kopenhagen, Jerman dan disampaikan kepada para pihak tanggal 5 Juni 1990. Jadi menghabiskan waktu sembilan tahun.61 2. Proses Litigasi Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbritase karena tidak adanya kesepakatan diantara pihak yang berakad, satu-satunyajalan akan diselesaikan melalui jalur pengadilan (litigasi). Menurut ketentuan Kekuasaan Kehakiman 60
Sudiarto clan Asyaclie, Mengenal Arbritase, h. 46.
61
Ibid, h. 46-47.
78
di Indonesia, peradilan dilakukan secara mandiri okh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya serta dijamin oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang memiliki legitimasi yang kokoh. Khusus dalam konteks sengketa ekonomi syariah, Iembaga peradilan agama yang berwenang, sebagaimana ha! ini tertuang dalam Undang-undang No. 3 tahun 2006, pasal 49, poin (i) tentang Peradilan Agama, bahwa: "Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah." Dalam penjelasan undang-undang tersebut yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang menurut prinsip syariah, seperti, Bank syariah, Lembaga Keuangan Mikro syari'ah, Asuransi syariah, Reasurasi syariah, Reksadana syari' al1, Obligasi syariah dan Surat Berharga Berjangka Menengah syari'ah, Sekurit:tS syariah, Pembiayaan syariah, Pegadaian syariah, Dana Pensiun Lembag.a Keuangan syariah dan Bisnis syariah. Dalam ha! terjadi sengketa •hak milik atau keperdataan lain antara orang-orang yang beragama Islam dan non Islam mengenai objek sengketa sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, poin (i) tersebut, maka cara penyelesaiannya diatur dalam pasal 50 yang bunyinya: "ayat I; Dalam ha! terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut hams diputus lebili dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum." "ayat 2; Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek senketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49."
79
Dengan demikian, dalam ha! pihak-pihak yang bersenketa adalah orang yang beda agama, maka harus diputus terlebih dahulu okh pengadilan umum yaitu pengadilan negeri dimana pihak tergugat berada (actor sequetur forum rei), sedangkan dalam ha! obyek sengketa berupa benda tetap, misalnya tanah maka gugatan dapat diajukan oleh salah satu pil1ak ke pengadilan negeri dimana benda tetap itu berada (forum rei sitei). 62 Akan tetapi problematika yang saat ini dihadapi oleh Peradilan Agama dalam penerapan penanganan perkara ekonomi syariah belum sepenuhnya sempurna untuk diterapkan. Karena semenjak terbitnya Undang-undang No. 3 Tahun 2006, hukum materiil yang sebagai acuan putusan hakim belum ada. Kalaupun ada begitu mentah seperti dijumpai di kitab kuning. Atau, ada juga yang setengah matang, yaitu fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Iudonesia (DSN-MUI). Untuk itt; dalam mcngatasi masalah ter3ebut, menurnt hakim agung Rifyal Ka'bah, seharusnya untuk program jangka pendek, paling tidak dibutuhkan sebuah Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) mengikutijejak Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang sudah ada. Dan Rifyal menambahkan, bahwa salah satu jalan keluar sebelum lahimya undangundang lengkap yang berhubungan dengan hukum ekonomi syariah adalah positifisasi fatwa DSN-MUI menjadi peraturan perundang-undangan. 63
62
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007) h. 211. 63
"Menguntit Jejak Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah," berita diakses tanggal 11 November 2007, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id= l 7923&cl••Fokus.
80
BAB IV PERSEPSI ADVOKAT DAN HAKIM DALAM PENYELESAIAN SENG KET A EKONOMI SYARIAH DI PERADILAN AGAMA
A. Kedudukan dan Kewenangan Peradilan Agama Pasca Amandemen Semenjak diterbitkannya Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, eksistensi kekuasaan kehakiman bersifat merdeka dari pengaruh kekuasaan negara lainnya. Ini bisa dilihat dalan1 pasal 4 ayat (3), yaitu: "Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". Ketentuan di atas mengartikan sifat kemandirian yang mutlak dalam kekuasaan kehakiman. Jikalau ada pihak yang dengan sengaja melanggar ketentuan tersebut, maka pihak yang tidak mengindahkan tersebut akan dinobatkan sebagai terpidana. Kemandirian kekuasaan kehakiman merupakan konsep ideal UUD 1945, tetapi dalam praktek belurn diterapkan sepenuhnya. Menurut advokat senior Nur Ismanto, bahwa ha! tersebut dikarenakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai salah satu indikator bahwa hakimnya kurang mandiri. Harns dipahami bahwa suatu perkara terkadang bennuatan politis, yang melibatkan pihak eksekutif dan konglomerat, dimar1a mereka tidak segan mencampuri proses peradilan dengan berbagai cara. Dan untuk mengatasi ha! tersebut, Nur Ismanto menghimbau agar pola rekrutme:n hakim yang ada perlu dievaluasi, pengaturan jenjang karir hakim yang baik, peningkatan kesejahterahan
81
hakim, peningkatan pendidikan hakim dan mengupayakan sistem politik yang kondusif. 1 Sedikit melupakan keluhan dari paparan Nur Ismanto diatas, memang secara teoritis Undang-undang Kekuasaan Kehakiman kini tak mengatur kekuasaan eksekutif untuk turut campur dalam kekuasaan kehakiman. Pada kesempatannya, kekuasaan kehakiman yang dahulu lilanya membina bagian judisial, kini juga mencakup bagian non judisial. Maksud dari pembinaan judisial adalah segala ha! yang berhubungan dengan keputusan dari proses peradilan. Sedangkan maksud dari bagian non judisial yaitu segala hal mengenai pembinaan administrasi, organisasi, dan finansial serta pengawasan badan-badan peradilan. Sebelurnnya, keberadaan bagian non judisial yang terdapat dalam kekuasaan kehakiman diatur secara berbeda-beda. Dahulu bagian pembinaan non judisial kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan Departemen terkait. Misalnya Departemen Kehakiman mengurusi bagian non judisial di lingkungan Peradilan Negeri dan Departemen Agama mengurusi lingkungan Peradilan Agama. Jelas terlihat kesemuanya pada dasarnya merupakan corong dari kekuasaan eksekutif. Bagaimana jika seandainya kekuasaan eksekutif tersebut mencem1inkan pemerintahan yang zhalim, maka tentu saja kekuasaan yudikatif pun terpengaruh dari cerminan kekuasaan yang zhalim tersebut. Padahal dalam Islam, majelis peradilan dan hukum (yudikatif) berada di luar batas-batas lembaga eksekutif sepenuhnya. Sebab tugas hakim adalah
1
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 94.
82
melaksanakan hukum Ilahi terhadap hamba-hamba Allah, sehingga hakim dalam kedudukan ini bukan sebagai wakil dari khalifah tapi dari Allah Azza wa jalla. Pada sisi Jain, bahwa khalifah tidak memiliki hale campur tangan dalam pekerjaan para hakim, meskipun dia adalah yang menentukan pengangkatan mereka. Bahkan, khlifah sendiri dituntut hadir di depan hakim sebagaimana umumnya warga negara. Tidak seoran pun yang memadukan dua tugas peradilan dan pemerintahan dalam satu wilayah pun pada masa tersebut. Dernikian juga tidak ada satu aturan pun yang memperbolehkan bupati, gubernur, ataupun kepala negara untuk campur tangan dalam keputusan hakim. 2 Sebagai contoh, khalifah Umar bin Abdul Aziz memahami sepenuhnya prinsip pemisahan kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Sebab, ketika itu dia mengetahui kezhaliman terhadap penduduk Samarkand, 3 dia tidak memutuskan sendid, padahal dia dapat melakukan ha! tersebut karena dia sebagai khalifah kaum muslirnin. Beliau juga tidak memerintahkan pe:nyelesaian ha! tersebut kepada gubernurnya di Samarkand, Sulaiman, dan tidak pula menyerahkan hal tersebut kepada komandan pasukan yang melakukan pt:langgaran. Akan tetapi, dia memerintahkan hakim untuk menyelesailcan kasus mereka. Sebab hakim dapat memberikan keputusan secara mandid dan terbebas dari intervensi khalifah atau
2
Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Ada/ dalam Islam, (Jakarta: KHALIF A,
2004), h. 138. 3
Peristiwa ini berawal karena komandan pasukan Qutaibah bin Muslim telah menghianati, menz.alimi, dan merampas daerah penduduk Samarkand. Padahal daerah yang dirampas tersebut adalah hak mutlak dan sangat dibutuhkan oleh penduduk Samarkand.
83
gubemur, tidak terpengaruh dengan penilaian apa pun dalam militer atau politik, dan kekuasarumya terpisah dari lembaga lainnya. 4 Oleh karena itu, jika di Indonesia kekuasaan eksekutif merasuki ke wilayah yudikatif. Seperti pembinaan non judisial kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan Departemen terkait, maka dikhwatirkan secara langsung maupun tak langsung keputusan pengadilan yang ada di lingkungan Pengadilan Umum, Agama ataupun Tata Usaha Negara, da:n Militer jika tak sejalan dengan strategi politik pemerintahan, maka dikhwatirkan kemandirian proses peradilan yang bersih, jujur, dan adil tak akan tercapai, karena kekuasaan eksekuif turut mencampuri kekuasaan kehakiman. Hal demikian, dalam sejarah kenegaraan Indonesia pemah terjadi di pemerintahan Orde Baru. Penegakan hukum dalam lingkup kekuasaan kehakiman pada jaman ini terkontaminasi oleh konfigurasi politik yang cenderung otoriter, militeristik, dan mengkerdilkan pola sistem musyawarah mufakat. Pada waktu itu penegakan hukum lebih menonjol pada pengabdian ke ke:lompok tertentu. Seperti para pejabat negara berkerah putih dan konglomerat hitam. Sedangkan prinsip kepentingan rakyat secara keluruhan ditiadakan. Putusan pengadilan di Indonesia banyak yang tidak mengandung rasa keadilan warga masyarakat, bahkan juga bertentangan dengan rasa keadilan warga masyarakat. Fenomena yang menyedihkan itu mau tak mau bagi banyak orang, pengadilan tampak terpisah dari
aspek-as~:k
kehidupan lainnya.
Pengadilan tampak sebagai sebuah dunia profesionalismi~ rahasia, yang berpusat 4
Ibid, h. 140.
84
pada suatu kumpulan pengetahuan esoterik yang mengintimidasi mereka yang tidak ditahbiskan ke dalam kebesaran dan kekaburannya. Orang-orang ''waras" tentunya akan berusaha untuk menghindari diri dari urusan berpengadilan di Indonesia. Alih-alih menjadi tempat yang menyejukkan bagi para pencari keadilan, justru sebaliknya gedung pengadilan di mata banyak orang tak ubahnya "rumah misteri" yang menakutkan. Muncullah bayangan-bayangan rentetan makhluk di dalarnnya yang terlibat dalam "mafia peradilan". Hanya sejumlah kecil orang yang benar-benar ingin terlibat dalam Iitigasi. Pengalaman berpengadilan dianggap berada dalam suatu wilayah asing dan berbeda dari realitas sosial. 5 Pastinya kini dengan adanya upaya reformasi kekuasaan kehakiman, catatan sejarah kelam tersebut pasti tak akan terulang dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bemegara Republik Indonesia. Pembenaillan demi pembenahan sistem Kekuasaan Kehakiman terns digalakkan. Salah satunya yaitu dengan pembenahan terhadap kelembagaan badan peradilan semisal di Iingkungan Peradilan Agama. Dengan mendapat dukungan dari seluimh lapisan masyarakat Indonesia, akhimya upaya pembenahan Undang-undang Peradilan Agama telah terwujud. Kini aturan Peradilan Agama termaktub dalam Undang-undang No. 3 Tal1un 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-undang tersebut menyesuaikan dengan keberadaan Undangundang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menciptakan 5
Achmad Ali, Keterpurukan Hu/cum di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 64.
85
proses peradilan tanpa adanya campur tangan dari pihak mana pun. Penyesuaianpenyesuaian misalnya bisa kita lihat dalam pasal 5 ayat I,, Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa: "Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung." Sehingga dalam pelaksanannya kini pembinaan non judisial Peradilan Agama tak lagi dibawah bayang-bayang cengkran1an kekuasaan eksekutif. Dan dari pelaksanaan pembinaan tersebut, secara otomatis jaminan kebebasan hakim dalan1 memeriksa dan memutus perkara pun dimilki secara mutlak. Sebagaimana hal i11i tercantum dalam pasal 5 ayat 2-11ya, bahwa "Pembi11aan yang dimasud dalam ayat 1 tidak boleh me11gurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara." Me11genai waktu perubahan peralihannya, yang berkaitan dengan organisasi, administrasi, dan finansial di li11gkungan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung, yaitu tanggal 23 Maret 2004 yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Rl No. 21 Tahun 2004. Dan pada tanggal ini pula, Peradilan di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara mengalami hal yang serupa dengan lingkungan Peradilan Agama yang pembinaan 11011 judisial dialilikan ke Mahkamah Agung. 6 Jadi, mulai 30 Juni 2004 sesuai de11gan bunyi Keppres tersebut pada pasal me11yatakan bahwa organisasi, administrasi dan finansial pada Direktorat 6
H.A. Basiq Djalil, Peradi/an Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2006), h.105.
86
Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agan1a, Pengadilan Tingi Agama atau Mahkamah Syar'iyah Provinsi, dan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung. Dan di dalam ketentuan peralihan Undang-undang No. 4 Tahun 2004 pasal 42 ayat 2 dinyatakan bahwa pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan Peradilan Agama selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004. 7 Dengan beralihnya Peradilan Agama ke Mahkaraah Agung, maka jika semula Peradilan Agama terkait dengan Mahkamah Agung karena pembinaan teknis yuridis saja, sedang hubungannya dengan Departemen Agama karena pembinaan administrasi, organisasi, dan finansial, kini sernuanya telah beralih ke Mahkamah Agung. Jadi, secara teknis Peradilan Agama tidak terkait lagi dengan Departemen Agama walau dalam catatan sejarah tetap terukir bahwa Peradilan Agama dilahirkan dari induknya yakni Departemen Agama RI. 8 Tidak hanya itu, proses reformasi di lingkungan Peradilan Agama juga terjadi pada lingkup kewenangan absolutnya, yaitu wewenang dalam ha! menangani sengketa ekonomi syariah. Hal demikian termaktub di pasal 49 poin (i) yang menyebutkan dengan jelas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Dalam penjelasan undang-undang tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang 7
Ibid, h. 105-106.
8
Ibid, h. 106.
87
dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi : a. Bank syariah, b. Lembaga keuangan mikro syari'ah, c. Asuransi syari'ah, d. Reasurasi syari'ah, e. Reksadana syari'ah, f. Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah, g. Sekuritas syari'ah, h. Pembiayaan syari'ah, i. Pegadaian syari'ah, j. Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah k. Bisnis syari'ah. Tentu dengan pengaturan tersebut, setiap para pelaku bisnis ekonorni syariah jika sewaktu-waktu dalam kegiatan niaganya terjadi wanprestasi9, seperti halnya terjadi wanprestasi antara lembaga keuangan dm1 pembiayaan syariah dengan nasabalmya atau juga bisa terjadi antara sesmna lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah, maka dapat mengajukan sengketa tersebut ke Peradilan Agama karena amandemen Undang-lmdang Peradilan Agan1a telah mengamanatkan Peradilan Agama untuk berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di bidang ekonorni syarial1. Atau juga wanprestasi atau sengketa antara orang-orang yang beragama Islam, yang dalam akad perjanjiannya disebutka!1 dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah menjadi bagian dari kewenangan Peradilan Agama. Maksud dari apa yang disebutkan sengketa di antara orang-orang yang beragama Islam adalah termasuk orang atau badan huklllll yang dengan sendirinya menundukan diri dengan suka rela kepada huklllll Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai apa yang diatur dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2006, pasal 49 bahwa: 9
Maksud wanprestasi yaitu subjek perikatan tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan,
:::gi~=~an apa yang seharusnya tidak dilakukan, da11 tid~.•1~~~~=~~. S.~~':!aE:J..Y!ID'
.
I
"' ,, ,, ,,
Yi~
t
88
"Pengadilan Agama bertugas dan berwenang mcmeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bi dang"; ....dst. Selama ini yang kita ketahui dalam setiap akad para penggiat keuangan dan pembiayaan ekonomi syariah pada umumnya mencanturnkan sebuah klausul dalam perikatannya yang tersurat yaitu, "Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanuya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah yang di Indonesia lebih populer dengan sebutan Badan Arbritase Syariah Nasional (BASYARNAS), yaitu sebuah lembaga penyelesai sengketa di jalur non litigasi. Karena adanya an1andemen undang-undang
P1~radilan
Agama untuk
berwenang menangani perkara ekonomi syariah, semestinya dalam setiap klausul kegiatan ekonomi syariah seluruh format transaksi di bank dan lembaga keuangan syariah hams diubah, tidak menjadi monopoli Badan Arbitrase Syariah. Terrnasuk klausul yang juga terdapat pada Peraturan Bank Indonesia saat ini dan seluruh fatwa DSN MUI. Dalam fatwa DSN MUI dan PBI disebutkan, bahwa penyelesaian sengketa diselesaikan oleh Badan Arbitrase Syariah. Maka dengan amandemen ini, bunyi redaksi DSN MUI dan PBI yang menyebutkan peranan Badan Arbitrase seharusnya dihapus, karena telah ada Pcngadilan Agama yang berwenang mengadilinya. 10 Atas hal tersebut, lalu kemudian lantas BASYARNAS tidak serta merta kehilangan keberadaan dan eksistensinya, sebab jika para pihak pelaku bisnis
0
Agustianto, "Peradilan Agama dan Sengketa Ekonomi Syariah," artikel diakses pada 31 Agustus 2007 dari http://www.hupelita.com/cetakartikel.php? //artikel/31635.shtml. '
91
singkat kewenangan barn Peradilan Agama selain mencakup bidang ekonomi syan"ab, d"1antaranya: 12 l. Jika muncul sengketa hak milik dan hak keperdataan lainnya pada perkaraperkara yang ditangani seperti kewarisan, wakaf, harta bersama dan Jain-lain sepanjang sengketa hak itu di kalangan orang Islam sendiri, sengketa itu tidak perlu ditunda karena telab menjadi kewenangan Peradilan Agama. 2. Perluasan pada pasal 49, Undang-undang peradilan mengatur ha! sengketa zakat dan infaq yang suatu saat muncul jilm terjadi penyimpangan penggunaannya, pendistribusian yang tidak pada tempatnya dan hal-hal lain yang memang telab menyimpang dari nilai-nilai yang diatur dalam sistem zakat dan infaq. 3. Pada bidang perkawinan terdapat kewenangan barn, yakni mengenai penetapan pengangkatan anak atau hak adopsi anak. Hal ini termaktub dalam penjelasan pasal 49 huruf (a) point, yaitu: "Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam". 4. Kewenangan tidak lagi dibatasi lagi pada perkara perdata, sebab pasal 2 berubab bunyinya menjadi: "Pengadilan Agama adalab salab satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mi~ngenai perkara tertentu sebagaiaman dimaksud dalam Undang-undang ini".
12
Abdul Ghofur Anshori, Peradi/an Agama di Indonesia Pasca Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, (Yogyakarta: UII Press, 2007), h. 58-59.
92
B. Persepsi Advokat dan Hakim Terhadap Peradilan Agama Atas Wewenang Perkara Ekonomi Syariah Di tengah hingar-bingarnya tuntutan pembenahan di sektor huk:um dan ekonomi yang kita ketahui masih belum menemui titik terang dan masih berjalan terbata-bata. Kini rakyat Indonesia sedikit bersyukur. Kenapa? karena di tengah permasalahan yang terus-menerus mendera, temyata dalam bidang hukum dan ekonominya bertahap selangkah lebih maju. Sebagai contoh dalan1 bidang huk:um kini dalam sistem peradilan, khususnya Peradilan Agama mengalami perluasan wewenang penanganan perkara di bidang ekonomi syariah. Tentu saja ini merupakan dari upaya penciptaan pemenuhan kebutuhan akan penegakkan dan kepastian huk:um yang berkaitan dengan dinamika ekonomi syariah, yang praktis berpengaruh bagi kemajuan iklim perekonomian secara mikro maupun makro. Lalu kalau selangkah lebili maju dalam bidang ekonomi, bisa dilihat dari menjamurnya kegiatan keuangan dan pembiayaan ekonomi berbasis syariah. Aktivitas perekonomian syariah dipercaya sebagai salah satu "obat mujarab" dalam membenahi kehidupan perekonomian rakyat Indonesia menjadi progres. Dan untuk perlu diketahui juga, bahwa ekonomi syariah berbeda dengan ekonomi konvensional. Menurut A. M Saefuddin, ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang memiliki seperangkat nilai, asas, dan prinsip yang bersifat dasar, pengarah, bahkan sebagai sistem pengontrol yang tidak lboleh ada penyimpangan
akan nilai-nilai dan prinsip yang terkandung dalam ekonomi syariah. 13
13
Hamid, Membumikan Ekonomi Syariah, h. 300.
93
Itulah cerminan rakyat Indonesia masa kini yang dengan semangat dan keberaniannya untuk membenahi kehidupan hukum dan. ekonominya yang selalu memiliki "rapor merah". Sebagai misal di bidang hukum, selalu terjadi tebang pilih bagi pelaku kejahatan, tingginya trend mafia di peradilan, mempolitisir perundang-undangan oleh para politikus busuk, perekrutan aparat penegak hukum yang bemuansa korup dan nepotis. Sedangkan "rapor merah" di bidang ekonomi seperti, suramnya sektor mikro ekonomi, rendalmya arus investasi dan terjadinya cengkraman perekonomian global. Ini dibuktikan dari beberapa waktu yang lalu terjadi merangkaknya harga pasar minyak dunia yang ekstrim sampai level tertinggi dalam sejarah, yaitu US$ 99,29 per bare! (21 November 2007) alias menembus angka pisikologis US$ 100 per bare!.
T1~ntu
saja perkembangan
perekonomian global tersebut meajarii cengkraman dan dilema serius bagi pertumbuhan ekonomi rakyat Indonesia yang belum mencapai titik sejahterah. Memang, menjadi lebih baik adalah asa yang harus digenggam erat sampai akhir hayat meski berat untuk tercapai tapi rasa optimis dan ketulusan niat yang besar menjadi titik terang menuju kehidupan yang lebih baik. Karena bagaimana pun suatu sikap dan tindakan yang disel!imuti rasa optimis dan ketulusan niat suci akan tergapai apa yang diharapkan. Sikap inilah yang kemudian menjadi pengisi perjalanan hidup bagi rakyat··rakyat yang telah sukses membawa negaranya dari keterpurukan, seperti Jepang, Cina, India, Rusia, Malaysia yang secara penegakan hukum dan ekonominya kini menjadi idaman bagi negara-negara lain di dunia.
94
Jelas sekali bahwa supermasi hukwn adalah kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena aktivitas ekonomi masyarakat yang tidak dilandaskan oleh nilai-nilai moral dan hukum, pada akhirnya hancur dan berantakan dalam waktu sekejap. 14 Dan atas pengalaman empiris tersebut, kini bangsa Indonesia mereformasi kehidupan ekonomi dan hukumnya. Ini terbukti dengan maraknya pembenahan perekonomian dengan basis ekonomi syariah dan menata Peradilan Agama sebagai lembaga penegak hukum di bidru1g hukum ekonomi syariall. Dan karena itu, prasyarat keberhasilan penataan tersebut salah satunya bergantung pada aparat penegak hukum, khususnya para hukim dan advokat yang selama ini menjadi dalang dalam proses peradilan di lingkungan Pengadilan Agama. Ketika proses penegakkan hukum ekonomi syariah mengamanallkan nilai keadilan masyarakat secara baik, maka konkritnya proses pembangunan ekonomi Indonesia menghasilkan kemaslahatan. Jadi kemiskinan, pengangguran, tingkat kriminalitas, dan rendahnya sumber daya manusia bisa ditekan pada titik rendah. Terkait dengan apa yang terjadi pada proses amandemen undang-undang Peradilan Agama, yang menjadikan Pengadilan Agama sebagai lembaga penegak hukum di bidang hukum ekonomi syariah, kini para advokat yang biasa berhukum acara di Pengadilan Agama dan juga para hakim yang bertugas di Pengadilan Agama sekarang tertantang oleh amanah barunya. Dan tentunya atas fenomena perluasan kewenangan absolut tersebut, juga menjadi dir1amika baru bagi advokat dan hakim. Sehingga atas fenomena tersebut, timbul persepsi di sebagian para
14
A Gunawan Setiardja, Dialeklika Hukum dan Moral da/am P11mbangunan Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 113-115. .--···· .....
95
kalangan advokat dan hakim atas perluasan kewenangan Peradilan Agama di bidang ekonomi syariah. Untuk kalangan advokat menyambut positif amandemen undang-undang Peradilan Agama, terutama yang terkait ha! dengan perluasan kewenangan absolut di bidang ekonomi syariah. Misalnya Muhammad Taufik seorang advokat sekaligus sebagai Ketua Umwn Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) memuji dengan nilai plus bahwa adanya perluasan itu akan menjadi kemajuan yang Juar biasa Tambahnya lagi, ia menyatakan bidang-bidang usaha syariah sudah berkembang secara pesat, sehingga bukan sesuatu yang baru bagi masyarakat. Pengaturan dan menjadikan peradilan agama sebagai tempat menyelesaikan sengketa syariah dini:ai positif. Memang, perluasan itu membawa konsekwensi pada persiapan sumber daya manusia Peradilan Agama. Tetapi, hal itu tak perlu terlalu dikhawatirkan karena dalam proses persidangan hakim bisa saja menghadirkan saksi ahli atau mendatangkan orang··orang yang mumpuni di bidang syariah yang sedang diperkarakan. 15 Hal senada pun dilontarkan oleh advokat senior Muhammad Musilli, bahwa terjadinya amandemen undang-undang Peradilan Agama memberikan angin segar bagi eksistensi dan kedudukan Peradilan Agama dalam memenuhi kebutuhan umat muslim akan hukum. Menurut Ketua APSI DKI Jakarta ini,
dahulu sebelum adanya amandemen undang-undang Peradilan Agama, eksistensi dan keberadaan Peradilan Agama terbatas hanya perkara tertentu, seperti 15
"Ada I I Bidang Usaha Syariah yang Jadi Wewenang Pengadilan Agama," berita diakses pada 31 Agustus 2007 dari http://lmkumonline.com/detail.asp1id=J4528&cl=Berita.
96
mengenai Nikah, Talak, Rujuk, Waris, serta Sadaqah. Padahal kebutuhan umat muslim akan hukum tidak terbatas hanya itu saja, misalnya tentang ekonomi syariah yang saat ini mengalami perkembangan yang pesat di seantero bisnisbisnis keuangan dan pembiayaan. Tapi kini hal tersebu:t telah diatur di undangundang Peradilan Agama yang telah diamandemen dan ini kita sambut dengan nilai positif. 16 Sedangkan advokat lainnya, seperti Renti Maharaini Kerti pun berujar dengan tanggapan positif atas terjadinya amandemen 1mdang-undang Peradilan Agama. Beliau beralasan dengan berlakunya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, telah membawa perubahan yang cukup progresif dalam lingkup Peradilan Agama, dimana Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tdah memberikan adanya kepastian hukum yang tegas, khususnya dalam hal penyelesaian sengketasengketa di bidang ekonomi syariah. Undang-undang No. 3 Tahun 2006 telah menjawab akan persoalan baru yang timbul dari perkembangan baru di dunia usaha, khususnya di sektor ekonomi syariah, dalam hal proses penyelesaian sengketa. 17 Dengan adanya perluasan kewenangan absolut Peradilan Agama dalam perkara ekonomi syariah sudah tepat adanya. Karena dengan meningkatnya perkembangan ekonomi syariah maka pula terjadinya permasalahan pun turut
2007.
16
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Musilli, Jakarta, 8 November 2007.
17
Wawancara Pribadi via e-mail dengan NGN. Renti Maharaini Kerti, Jakarta, 3 Desember
97
akan timbul, clan maka itulah harus adanya suatu lembaga yang benar-benar bisa menangani masalah tersebut yaitu Peradilan Agama. Dengan begitu kebutuhan masyarakat akan hukum yang belum puas di jalur non litigasi bisa terpenuhi dan memiliki kekuatan hukum yang kuat di jalur litigasi jika terjadi permasalahanpermasalahan bisnis yang akadnya berprinsip syariah. 18 Ditambahkan !agi dari Renti Maharaini Kerti atau yang biasa akrab disapa Bu Renti menandaskan, bahwa diperlukannya Pengadilan Agama menangani perkara ekonomi syariah dikarenakan permasalahan/sengketa perdata lainnya yang terjadi diantara para pihak yang beragama islam (muslim) menjadi kewenangan Pengadilan Agama, maka untuk permasalahan/sengketa dibidang ekonomi syariah tentunya juga sudah semestinya menjadi kewenangan absolui dari Pengadilan Agama, dan hal ini sudah ditegaskan oleh Undang-tmuang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama. 19 Muhammad Muslih yang kini juga sebagai dosen ticlak tetap di UIN Syarif Hiclayatullah, ketika clitanya bagaimana mengena1 peran dan eks1stens1 advokat dalam proses pers1clangan di Pengaclilan Agama mengenai perkara ekonomt syariah. Beliau berujar sangat berperan besar karena misalnya terjad1 suatu pelanggaran-pelanggaran hak-hak clan kewajtban di salah satu pihak pelaku bisnis syariah, maka advokat membantu mengusahakan kemballi menempatkan hak-hak dan kewajiban secara benar di hadapan majehs persiclangan. Tapi karena perkara 18
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Mnslih.
19
Wawancara Pribadi via e-mail dengan NGN. Renti Maharaini Kerti.
98
ekonom1 syariah baru saja d1 tempatkan di Perachlan Agama dan aturan perangkat hukum lamnya belum memadru. dan menunjru1g, sepertI contohnya Kompilasi Hukum Ekonom1 Islru.n, maka ha! tersebut secara prakitek belum terhhat sejauh mana perannya. 20 Oleh karenanya seorang advokat mem1hla eks1stensi dan seseorang yang mem1hla peran dalru.n membenkan jasa hukum bag1 pe:ncart keadtlan atau yang istilah populemya sering disebut dengan klfon. Menyfillgkut ha! ini ada satu catatan penting dari Taufiq, seorang mfilltan Wakil Ketl.1a Mahkamah Agung RI, menyatakan bahwa putusaJ.1 hakim yfillg dijatuhkan kepada orru.1g yfillg tidak di dru.npingi oleh seorang pengacara akan berbeda aplilcasi hulcunmya dengaJ.1 orang yfillg dijatuhkan kepada piliak-pihak yang di dampingi atau diwakili oleh seorang pengacara, karena putusan tersebut dilcaji lebili jauh daJ.1 secara cepat berkemhfillg menjadi pendapat hukum atau Yurisprudensi.21 Jadi dapat disimpulkan, advokat menciptakan pola penempatan hak asasi seseorang sesuai apa yfillg telah menjadi kodaratnya sebagai manusia. Suatu ketilca hak asasi seseorang telah direndahkan dan dilecehkan, maka advokat berupaya menegakkan hale asasi manusia secara objektif dengru.1 dilandasi oleh aturan nilai-nilai keagru.naan dan konstitusi. Untuk itulah diperlulcan adaJ.lya sebuah ·1angkah yfillg harus diru.nbil para advokat dalru.n perannya mengoptimalisasi perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agru.na. Yaitu mengadaptasikan diri dengan pengetahuan luas akan dinru.nilca 20 21
Wawancara Pr1badi dengan Muhammad Muslih.
Andi Syamsu Alam, "Problem, Urugensi dan Prospek Pengac:ara Syari'ah," Uldilag II, no. 4 (Februari 2004): h. 19-20.
99
yang terkait ha! bidang kegiatan ekonomi syariah secara mapan. Hal ini sebagaimana yang dilontaJkan oleh advokat Renti Maharaini, bahwa sudah semestinya para advokat perlu membenahi diri 1terhadap perkembanganperkembangan hukum yang terjadi, salah satunya dalarn hal perkembangan baru dalam dunia usaha, yakni perkembangan baru disektor ekonomi syariah. 22 Para advokat perlu mempersiapkan diri dengan menambah pengetahuan hukum, khususnya pemahaman dibidang ekonomi syariah, dengan demikian diharapkan nantinya mereka mampu menguasai ekonomi syariah dengan baik, sehingga mampu menyelesaikan segala permasalahan/sengketa ekonomi syariah dengan baik. Di samping itu juga mereka mampu untuk memberikan advokasi hukum yang memuaskan bagi masyarakat yang membutuhkannya, khususnya advokasi hukum dibidang ekonomi syariah. 23 Kemud1an pada kesempatan lain, Muhammad Muslih juga berkesempatan menyinggung tentang kesiapan para advokat yang tergabung di APSI DKI Jakarta dalam berperkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama. Dalam pengamatan beliau, advokat yang tergabung dalam APSI DKI Jakruta telah siap. Bapak satu anak ini beralasan, sebagaian besar para advokat yang tergabung dalam APSI DKI Jakarta berlatar belakallg pendidikan clan tradisi keislaman yang kuat dan oleh karenanya tentunya masalah ekonomi syariah yang dalam kajian keilmuan Islam sebagru fiqh muamalah, dtmana akad-akad kegiatan perekonmruannya
22
Wawancara Pribadi via e-mail dengan NGN. Renti Maharaini Ketti.
23
Ibid
101
atau malah sebaliknya? Berikut beberapa pengakuan singkat dari sebagian kecil para hakim dalam pandangannya atas fenomena yang terjadi di tubuh Peradilan Agama pasca keluarnya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Berikut salah satu dari hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur, Muhamad Noer. Beliau mengatalcan Undang-undang No. 3 tahun 2006 saat ini menjadi lebih bailc bagi masyarakat akan pemenuhan kebutuhan hukum. Undang-undang tersebut akan mer\jadi pegangan knat bagi Peradilan Agama yang dipercaya sebagai pelaksanaan dalam penyelesaian sengketa yang timbul antara orang-orang Islam, terutmna dalam permasalahan yang berhubungan dengan sengketa di ekonomi syariah. 26 Dan oleh karena irulah menurut hakim Saniyah yang juga bertugas di Pengadilan Agama Jakarta Timur, pada kesempatannya beliau mengatakan biasa saja atas terjadinya amandemen undang-undang Peradilan Agama, tidak ada perlu yang dipertentangkan. Semestinya kita respon dengan baik atas proses am1mdemen undang-undang tersebut. 27 Lalu juga hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Muhamad Abduh Sulaiman, beliau memandang keberadaan Unda11g-undar1g Peradilan Agama yang membawa perubahan
dalam kedudulcan dan
kewenangannya membawa
konswekensi yang positif dalam perkembangan hukum d:an kebutuhan masyarakat akan hukum. Khususnya yang terkait dengan ha! ini adalah masyarakat muslim 26
Wawancara Pribadi dengan Muhamad Noer, Jakarlll, 13 Desember 2007.
27
Wawancara Pribadi dengan Saniyah, Jakarta, 14 Desember 2007.
102
yang telah diakomodir kebutuhan akan hukum-hukum Islam dalam bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. 28 Tambahnya lagi, ia mengatakan terutmna saat ini aturan yang mengatur kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Peradilan Agama memang perlu diterapkan, karena selama ini perkembangan kegiatan perekonomian yang berbasis syariah semakin pesat yang tidak menutup kemungkinan timbul sengketa di bidang ekonomi syariah dan sangatlah tepat bila penyelesaiannya di Peradilan Agama bila dibandingkan dengan ditangani misalnya di Pengadilan Umum yang tidak mencerminkan sebuah peradilan yang bernuansa syariah. 29 Kalaupun ada yang bernuansa syariah seperti BASYARNAS itu belum cukup puas bagi para pihak yang bersengketa karena barns melalui kesepakatan kedua belah pihak terlebih dahultt. Tapi bagaimana jika di antara salah satu yang berperkara tidak sepakat berarbritase, tentu kasus sengketa itu tak bisa dibawa ke BASYARNAS. Barangkali, itulah pentingnya mengamandemen Undang-undang Peradilan Agama untuk diberi keluasan menangani se:ngketa ekonomi syariah. Karena jika saja tidak melakukan hal demikian, maka para penggiat bisnis syariah akan kebingungan bila terjadi perselisihan dalam bisnisnya, ingin dibawa ke arbritase ternyata di satu pihak ada yang tidak setuju. Sedangkan di bawa ke Pengadilan Negeri kurang pas karena pada dasarnya Pengadilan Negeri memiliki
28
Wawancara Pribadi dengan Muhamad Abduh Sulaiman, Jakarta, 2 Oktober 2007.
29
Ibid
103
dasar-dasar hukum penyelesaian perkara yang tak berbasisikan muatan akad-akad syariah. Sebagaimana kita tahu, para pelaku dan pengguna ekonomi syariah hams menjalankan kegiatannya berdasarkan syariah. Pola hubungan yang didasarkan pada keinginan untuk menegakkan sistem syariah diyakini sebagai pola hubungan yang kokoh antara bank dan nasabah. Bila pun terjadi perselisihan pendapat, baik dalam penafsiran maupun pelaksanaan isi perjanjian, ke:dua pihak akan berusaha menyelesaikan secara musyawarah. Meski demikian, masih ada kemungkinan perselisihan itu tidak dapat diselesaikan secara musyawarah.. Kemungkinan seperti ini kian besar, terlebih dalam kehidupan dunia ekonomi syarial1 yang kian beragam. 30 Sebelum amandemen undang-undang Peradilan Agama, kasus sengketa keuangan syariah tidak bisa diselesaikan di Pengadilan Agama. Yang menjadi sebab karena wewenang Pengadilan Agama telah dibatasi Undang-tmdang No. 7 Tahun 1989 tadi, yang hanya dapat memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menyangkut hal masalah perkawinan, wrui.san, wsikaf, hibah, dan sedekah. Artinya, pengadilan agama tidak dapat memeriksa dan mengadili perkara-perkara di luar ke!ima bidang tersebut. Di sisi lain, Pengadilan Negeri juga tidak pas untuk menangani kasus sengketa lembaga keuangan syariah. Pasalnya, bagaimana pun lembaga ini memiliki dasar-dasar hukum penyelesaian perkara yang berbeda dengan apa yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang terikat dalam akad syariah. 30
Mubaemin, "Kesiapan Pengadilan Agama Tangani Sengketa Ekonomi Syariah," artikel diakses pada 30 Agustus 2007 dari http://www.pasarmnslim.com/e/ekonomi.pbp.
105
meletakkan bisnis syariah dalam kewenangan Peradilan Agama mernpakan momentum yang baik demi perkembangan Peradilan Agama dan kedndukan yang lebih kuat. 4. Mendapat duknngan mayoritas penduduk Indonesia yaitu muslim yang saat ini sedang mempunyai semangat yang tinggi dalam menegakan nilai-nilai agama yang mereka anut. Tentu saja dengan adanya perluasan di Peradilan Agama dalam bidang ekonomi syariah secara piskologis para hakim Peradilan Aga:ma harus menyikapinya dengan kesiapan-kesiapan yang harus dimiliki. Selarna ini hakim peradilan agama selalu berhadapan dengan perkara di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan sadaqah. Tapi kini semenjak amandemen Undangundang No.7 Tahun 1989 menjadi Undang-undang No..3 Tahun 2006 mengenai peradilan agama, para hakim Peradilan Agama dituntut pula untuk berkompeten dalam ha! :memeriksa, memutus, dan :menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah. Hakim Muhamad Abduh Sulaiman ketika diminta tanggapannya atas kesiapan menyelesaikan perkara ekonomi syariah, beliau bernjar harus :mengatakan siap, karena bagian dari menjalankan a:manat undang-undang yang harus diemban. Selain juga menunggu adanya pembenahan-pembenahan seperti peningkatan su:mber daya manusia di bidang hukum ekonomi syariah serta perangkat-perangkat huku:m lainnya yang dapat memmj1mg kinerja hakim dalarn :menyelesaikan perkara ekonomi syariah. Tentunya bila saat ini belu:m ada perangkat huku:m yang dimaksud pasti me1tjadi masalah tersendiri bagi haki:m
106
ketika dihadapkan oleh perkara di bidang ekonomi syariah, karena bisa te1jadi lemahnya nilai kepastian hukum sebagai akibat adanya perbedaan pegangan bagi hakim dalam menyelesaikannya. 33 Lalu hakim Muhamad Noer atau yang biasa disapa pak haji Noer pun menyatakan ha! yang sama. Menurut beliau jika memang ada pengajuan gugatan perkara ekonomi syariah, tentu harus siap. Dalam artiim terlebih dahulu hakim dibekali pelatihan pengetahuan ekonomi syariah agar metniliki tambahan wawasan yang menyangkut penyelesaian perkara ekonomi syariah. Pak haji Noer ketika di wawancarai sempat bercerita bahwa beliau beberapa waktu yang lalu sempat terlibat dalam progaram pelatihan yang dimaksud selama dua hari. Pembahasan yang dibahas dalam pelatihan tersebut lebih bertitik tolak pada kajian persengketaan perekonomian syariah, seperti menyinggung masalah perkara perbankan syariah misalnya. 34 Tambahnya,
selain
bentuk kesiapannya
dalam
bentuk pelatihan,
Muhammad Noer juga mengatakan kesiapannya dalam rnenghadapi penyelesiaan guagatan perkara ekonomi syariah berupa pembentukar1 sebuah majelis khusus. Pembentukan ini ditujukan sebagai wadah penanganan-penanganan perkara yang sifatnya khusus, seperti ekonotni syariah Inisalnya. Di Pengadilan Agama Jakarta Timur sendiri, saat ini majelis khusus telah terbentuk. 35
33
Wawancara Pribadi dengan Muhamad Abduh Sulaiman
34
Wawancara Pribadi dengan Muhamad Noer.
35
Ibid
107
wanita paruh baya ini dalam pengakuannya, bahwa beliau dengan tegas mengatakan siap saja menyelesaikan gugatan perkara •ekonomi syariah, dengan pertimbangan terlebih dahulu ada sebuah perangkat aturan yang menjadi acuan dalam keputusan hukum atas perkara ekonomi syariah. Sebagai misal Kompilasi Hukum Islam yang secara khusus mengatur ekonomi syariah. 36 Tapi saat ini aturan yang dimaksud masih dalam tahap penggodokan. Dari beberapa pemyataan hakim tersebut di atas ada benarnya. Saat ini para hakim Peradilan Agama menghadapi persoalan yang dilematis, karena pada satu sisi amandemen Undang-undang Peradilan Agama No. 3 Tahun 2006 memoerikan kewenangan pada perkara ekonomi syarialil, tapi di sisi lain secara profesionalitas, aspek hukum materil dan fasilitas di bidang perkara tersebut belum memadai. Memang untuk menilai tingkat keefektifan hukum ekonomi syariah tersebut tak sesingkat yang dibayangkan dalam pencapaian maksimalnya, karena semua butuh proses yang matang dan panjang se1ta dukungan banyak dari semua masyarakat luas bila ingin mencapai basil yang optimal. Berikut ini ada beberapa kendala-kendala atau rintangan yang masih menyelimuti para aparatur Peradilan Agama dalam tugas-tugasnya sebagai aparat lembaga Peradilan Agama atas fenomena perluasan kewenangan absolut peradilan agama di bidang ekonomi syariah, yaitu diantara lain sebagai berikut:37
36
Wawancara Pribadi dengan Saniyah.
37
Manan, "Beberapa Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi Syariah," h. 3.
108
1. Para aparat Peradilan Agama menyikapinya deng<m rasa pemahaman yang kurang akan pengetahuan yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi, baik yang bersifat makro, atau bersifat mikro; seperti kegiatan usaha sektor riel, produksi, distribusi dan konsumsi. 2. Para aparat Peradilan Agama belum memahan1i kegiaum lembaga keuangan syariah sebagai pendukung kegiatan usaha sektor rnikro seperti bank syariah, asuransi syariah, pergadaian syariah, multifinance, pasar modal dan sebagainya. 3. Dan juga masih ada kesan atau citra inferior yang sulit dihapus di masyarakat, seperti citra bahwa peradilan agama hanya berkompoten mengenai masalah nikah, talak, rujuk sehingga masyarakat akan enggan mengajukan perkara ekonomi syariah ke jalur litigasi Peradilan Agama. 4. Masih adanya keyakinan dan rasa percaya diri dari masyarakat luas, bahwa secara kelembagaan keuangan dan pembiayaan syariah, terutarna konsep operasionalisasi dari Bank Islam yang tidak berbeda jiauh dengan konsep Bank yang menggunakan bunga bank atau riba. Tentu dengan anggapan ini aparat Peradilan Agama akan merespon prospek ekonomii syariah yang berkaitan dengan tugas-tugas aparat lembaga Peradilan Agama akan sangat rendah. 5. Kemudian aparat Peradilan Agama yang menganggap ekonomi syariah masih barn dioperasionalkan di Indonesia, maka kemungldnan di sana-sini masih
diperlukan
perangkat
peraturan
pelaksanaan
untuk
pembinaan
dan
pengawasannya. Tentu saja ini diperlukan bagi aparat Peradilan Agama dalam menunjang kesuksesan kinerjanya sebagai aparatur penegak hukum.
109
Oleh karena itulah, harus diperlukan beberapa langkah strategis dalam rangka mengefektifkan atau mengoptimalkan kewenangan absolut Peradilan Agama dalam menangani sengketa di bidang ekonomi syariah. Sehingga keterciptaan akan kepastian dan kekuatan hukwn di bidimg ekonomi syariah bagi para penggiat ekonomi syruiah tidak akan nihil. Adapun langkah-langkah yang seharusnya ditempuh oleh para pihak terkait untuk maksud tersebut antara lain: I. Perlu diadakan pendidikan dan latihan atau diklat m1)ngenai ekonomi syariah bagi para hakim di peradilan agama secara intensif. 2. Perlu dibentuk lembaga penelitian dan pengembar1gan ekonomi syariah di internal suatu Peradilan Agama. 3. Perlunya perbaikan sarana dan prasarana di Pe:radilan Agama, seperti melengkapi perpustakaan-perpustakaan dengan berbagai literatur hukum di bidang ekonomi syariah. 4. Hakim Peradilan Agama secara pribadi maupun kolektif mau dan mampu melakukan penemuan hukum atau ijtihad yaitu dengan mencari dan menggali nilai-nilai hukum yang ada di dalam masyarakat. Hal ini terutama untuk memecahkan masalah berkaitan dengan belum mewadahinya hukum materil di bidang ekonomi syariah.38 Berbicara mengenai penemuan hukum yang dapat dilakukan oleh hakim, Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya Ushul Fiqh, terdapat dua bentuk bagaimana melakukan penemuan hukum, yaitu de:ngan ijtihad istinbathy,
38
Anshori, Peradilan Agama di Indonesia, b. 95.
110
dimana penemuan hukum dengan cara menggali dan menemukan hukum dari dalil-dalil yang telah ditentukan. Hal ini mernpakan bagian ijtihad yang paripurna dan secara khusus berlaku di kalangan sekelompok ulama yang berfungsi mencari hukumfuru' yang amaliah dari dalilnya yang terinci. 39 Kemudian lagi, yaitu ijtihad tatbiqhy dimana kegiatan ijtihad yang bukan untuk menemukan dan menghasilkan hukum tetapi menerapkan hukum basil temuan imam mujtahid tedahulu kepada kejadian yang muncul kemudian. Masalah hukum dalam kejadian yang muncul kemudian tersebut ditetapkan hukumnya dengan menghubungkannya kepada hukum yang telah ditetapkan imam terdahulu. Dalam hal ini memang tampak ada upaya pengerahan daya ijithad, namun tidak menghasilkan dalil ;yara' yang
mu 'tabar sebagai bahan rujukan, tetapi hanya merujuk kepada hukum-hukum yang telah ditemukan mujtahid terdahulu.40 5. Digalakannya upaya sosialisasi undang-undang Peradilan Agama kepada semua penggiat bisnis syariah bahwa kini ada lembaga penyelesai secara litigasi dan berkompeten dalam memecahkan masalah perselisihan niaga syariah di kalangan penggiat ekonomi syariah. Se11li1 untuk segera menyusun peraturan hukum materil secara lengkap dan sistematis di bidang ekonomi syariah.41
39
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, jilid 2, (Jakarta: Penerbit Logos Wacana Ilmu, 2005), b. 265-
266. 40 Ibid, 41
b. 266.
Wawancara Pribadi dengan Muabamad Abdub Sulaiman.
111
BABV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : I. Dengan beralihnya Peradilan Agama ke Mahkamah Agung, maka jika
semula Peradilan Agama terkait dengan Mahkamah Agung karena pembinaan teknis yuridis saja, sedang hubungannya dengan Departemen Agama karena pembinaan administrasi, organ:isasi, dan finansial, kini semuanya telah beralih ke Mahkamah Agung. Jadi, secara teknis Peradilan Agama tidak terkait lagi dengan Departemen Agama. 2. Dengan adanya amandemen undang-undang di lingkungan Peradilan Agama kini memiliki cakupan kewenangan absolut. Diantaranya sengketa di bidang ekonomi syariah, sengketa hak milik dan hak keperdataan lainnya pada perkara-perkara yang ditangani seperti kewarisan, wakaf, harta bersama dan lain-lain sepanjang sengketa hak itu di kalangan orang Islam sendiri, sengketa itu tidak perlu ditunda karena telah menjadi kewenangan Peradilan Agama. 3. Serta mengenai hal sengketa zakat dan infaq yang suatu saat muncul jika terjadi penyimpangan penggunaannya, pendistribusian yang tidak pada tempatnya_dan hal-hal lain yang memang telah menyimpang dari nilainilai yang diatur dalam sistem zakat dan infaq.
112
4. Peradilan Agama berwenang dalam penetapan pengangkatan anak atau hak adopsi anak yang dahulu hanya dilakukan oleh Peradilan Umum. Dan juga yang tak kalah menruiknya, Peradilan Agama kini kewenangannya tidak lagi dibatasi lagi pada perkara perdata tapi juga masalah yang berkaitan pidana pun menjadi wilayah wewenangnya. 5. Advokat dan hakim menyambut positif atas proses amandemen Undangundang Peradilan Agama No.7 tahun 1989 menjadi Undang-undang No.3 tahun 2006. Karena dengan adanya pembahan tersebut, maka kebutuhan masyarakat akan hukum telah terakomodir dengan baik. Temtama ha! yang mengatur mengenai kegiatan perekonomian berbasis syariah yang semakin kompleks dan dinamis di tengah kehidupru1 masyarakat heterogen. 6. Perluasan kewenangan Peradilan Agama menangani perkru·a ekonomi syariah ditanggapi oleh advokat dan hakim dengan menyatakan kesetujuanya atas wewenang Peradilan Agama di bidang ekonomi syariah dengan alasan Peradilan Agama adalah satu-satunya peradilru1 di Indonesia yang mengakomodi:r kebutuhan akan hukum-hukum yang bermuatan syariah dan tradisi keislamru1 yang mengental. 7. Keterkaitannya dengan perkara ekonomi syaria11 di Peradilan Agama, advokat dan hakim menyatakan merasa siap menghadapi permasalahan hukum yfillg mengenai perkara kegiatan dfill pembiayafill ekonomi syariah. Alasfill kesiapfill karena itu telali menjadi konsekuensi logis sebagai
113
penegak hukum, disamping mempelajari kellemahan-kelemahan yang selama ini masih ada. B. Saran 1. Oleh karena seluruh perselisihan di bidang ekonomi syariah menjadi
wewenang Peradilan Agama, maka seluruh hakim agama yang selama ini hanya memahami hukum-hukum keluarga perlu memahami hukumhukum tentang perbankan dan lembaga keuangm1 syariah lainnya. Begitu halnya juga sama bagi advokat harus memahami dalam meng-advise dan berpraktek di jalur litigasi tentang perkara ekonornis syariah yang selalu dinamis. 2. Perlu segera menelurkan hukum materil secara lengkap dan sistematis yang khusus mengatur mengenai bisnis syariah yang dapat menjadi patokan atau pedoman putusan para hakim di Pengadilan Agama dan juga tentunya bagi advokat dalam menghadapi praktek acara perkara ekonorni syariah di Peradilan Agama. Dan tak lupa juga upaya sosialisasinya pun terns digalakkan ke seluruh lapisan masyarakat hias. 3. Advokat dan hakim untuk meningkatkan pemahanian aktivitas ekonomi, baik yang bersifat makro, atau bersifat mikro; seperti kegiatan usaha sektor riel, produksi, distribusi dan konsumsi. 4. Advokat dan hakim untuk meningkatkan pemahaman kegiatan lembaga keuangan syariah sebagai pendukung kegiatan usaha sektor mikro seperti bank syariah, asuransi syariah, pergadaian syariah, multifinance, pasar modal dan sebagainya.
114
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur 'an al-Karim Abdullah, Abdul Gani. "Politik Hukum di Bidang Ekonomi Syariah dan Agenda Legislasi." Departemen Hukum dan HAM RI Badan Pembinaan Hukum Nasional, ed. Seminar Nasional Reformulasi Sistem Ekonomi Syariah dan Legislasi Nasional 6-8 juni 2006. Jakarta: Departemen Hukum dan HAM RI, 2006: h. 144. Adnan, M. Akhyar. Akuntansi Syariah: Arah, Prospek dan Tantangannya. Yogyakarta: UII, 2005. Ali, Achmad. Keterpurukan Hukum di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005. Aliyah, Samir. Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam. Jakarta: KHALIFA, 2004. Anshori, Abdul Ghofur. Peradilan Agama di Indonesia Pasca U11dang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Yogyakarta: UII Press, 2007.
- - - - - - · Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007. Azad, Ghulam Murtaza. Judicial System ofIslam, New Delhi: Kitab Bahvan, 1994. Badrulzaman, Miriam Darns. "Peranan BAMUI dalam Pembangunan Hukum Nasional". Dalam Abdul Rahman Saleh, ed., Arbritase Islam Indonesia. Jakarta: BAMUI kerja sama dengan Bank Muarnalat, l 994:h. 58-60. Bisri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT RajaGarfindo Persada, 2003. Dewi, Gemala. Hukum Perikata11 Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Djalil, H.A. Basiq. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2006. Djazuli, H.A. dan Janwari, Yadi. Lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.
115
Effendi, Deden. Kompleksitas Peranan Hakim Agama; Hukum Islam dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1985. Ghufron, Sofiniyah. Briefcase Book Edukasi; Profesional Syariah Investasi Halal di Reksa Dana Syariah. Jakarta: Renaisan: 2005 .
----,,---. Briefcase Book Edukasi; Profesional Syariah Konsep dan Imp/em entas i Bank Syariah. Jakarta: Renaisan, 2005.
Hamid, Arfin. Membumikan Ekanomi Syariah di Indonesia. Jakarta: eLSAS, 2007. Harahap, Sofyan Syafri. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004. Hidayatullah, Syarif. "Peran Pengacara dalam Peradilan di Indonesia." Dalam Jaih Mubarok, ed., Peradilan Agama di Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004. h. 198-190. Iljas, Achjar. "Penguatan Ekonomi Muhamadiyah Melalui Kelembagaan Sistem Perbankan Syariah." Dalam Mukhaer Pakkanna dan Nur Achmad ed., Muhamadiyah Melifemut ?erubahan: Taftir Baru Gerakan Sosial-ElronomiPolitik. Jakarta: Kompas, 2005: h. 148-149. Kadfi, Binziad. dkk. Advokat Indonesia Mencari Legitimasi. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2002.
Kastin, Surtahman dan Ahmad, Sanep. Ekanomi Islam; Dasar dan Amalan. Selangor: Dawama Sdn. Bhd., 2005 Kemal, Mustafa. Wawasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997. Lewis, Mervyn K. dan Algaoud, Latifa M. Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik, dan Prospek (telj). Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007. Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2000. Manan, Abdul. "Beberapa Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi Syariah." Dalam Rifayal Ka'bah, ed., Rapat Kerja Nasional Mahlmmah Agung RI dengan Jajaran Pengadilan Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia Tahun 2006, Batam 10-14 September 2006. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2006: h.
6. - - - - - - · Reformasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
116
Munajat, Makhrus. Delronstruksi Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004. Nasuhi, Hamid, dkk. Pedoman Penulisan Karya Rmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: CeQDA UIN SyarifHidayatullah, 2007. Pandu, Yudha. Klien dan Penasehat Hukum dalam Prespektif Masa Kini. Jakarta: PT Abadi, 2001. Pangaribuan, M.P.Lubut. Advokat dan Contempt of Court~ Suatu Proses di Dewan Kehormatan Profesi. Jakarta: Djambatan, 2002. Prodjohamidjojo, Martiman. Penasehat dan Bantuan Hukum Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982. Raharjo, Satjipto. Rmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000. Rahman, AfZalur. Doktrin Elronomi Islam (terj). Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995. Ridwan, Fathi. "Pera.'lan Arbritase Dalam Pengadilan Agama." Dalam Jaih Mubarok, ed., Peradi/an Agama di Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004: h. 154. Rosyadi, Rahmat dan Hartani, Sri. Advokat dalam Prespektif Islam dan Hukum Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003. Saifullah. Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung: PT Refika Aditama, 2007. Sakti, Ali. Elronomi Islam: Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern. Jakarta: Paradigma dan AQSA Publishing, 2007. Salim, Peter dan Salim, Yenny. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press, 2002. Sarkaniputra, Murasa. Pengantar Elronomi Islam, Bahan Pc~ngajaran dan Perbankan Syariah di IAIN SyarifHidayatullah. Jakarta, 1999. Setiardja, A Gunawan. Dialektika Hu/cum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 1990. Sholahuddin, M. Asas-asas Elronomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007. Simongkir, JCT. dkk. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
117
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonosia, 2007. Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekosonia, 2004. Sudiarto, H. dan Asyhadie, Zaeni. Mengenal Arbritase. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004. Sula, Muhamad Syakir. Asuransi Syariah; Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani, 2004. Suma, Muhammad Amin. "Arah Pengembangan Hukum Ekonomi Islam di Indonesia." Depertemen Hukum dan HAM Rl Badan Pembinaan Hukum Nasional, ed., Seminar Nasional Reformulasi Sis/em Ekonomi Syari'ah dan Legislasi Nasional, Semarang 6-8 Juni 2006. Jakarta: Departemen Hukum dan HAM Rl, 2006: h. 128. Surnitro, Warkum. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004. Susanto, Anthon F. Hukum; Dari Consillience Memifu Paradigma Hukum Konstruktif-Transgresif. Bandung: PT Refika Aditama, 2007.
------,---· Semiotika Hukum dari Dekonslruksi Teks Memifu Progresivitas Makna. Bandung: PT Refika Aditama, 2005. Sutiyoso, Bambang dan Puspitasari, Sri Hastuti. Aspek-aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Yogyakarta: UIJI Press, 2005. Syarifudin, Amir. Ushul Fiqh,jilid 2. Jakarta: Penerbit Logos Wacana Ilmu, 2005. Wirdyaningsih, dkk. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005.
JURNAL Aini, Noryamin. "Penggunaan Jasa Pengacara dalam Kasus Perceraian: Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan." AHKAM VI, no. 14. 2004: h. 221-222. Alam, Andi Syamsu. "Problem, Urugensi dan Prospek Pcengacara Syari'ah." Uldilag II, no. 4 Februari 2004: h. 19-20. Amalia, Euis. "Potret Pemikiran, Perkembangan dan Gerakan Ekonomi Islam di Indonesia" AHKAMVIII, no. 1. Mei 2006: h. 119.
118
Kamarusdiana. "Penyatuan Lembaga Peradilan dan Falsafah Kemerdekaan Hakim." AHKAM VI, no. 14. 2004: h. 190. Mahendra, AA. Oka. "Permasalahan dan Kebijakan Penegakan Hukum." Legislasi Indonesia vol l, no. 4. Desember 2004: h. 25. Manan, Bagir. "Peranan Advokat dalam Penataan Peradilan." Suara Uldilag II, no. 4. Februari 2004: h. 4. Rouf, Abdul. "Persepsi Moral dalam Ekonomi Islam," AHKAMVII, no. 15. 2005: h. 37. Sailellah, Sirajuddin. "Hakim Berkewajiban Menggali Nilai··nilai Hukum yang Hidup di Masyarakat," Suara Uldilag I, no. 3. Oktober 2003: h. 92. Taufiq, "Praktek Penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman di Negara Republik Indonesia, sebagai Kekuasaan Negara yang Mandiri." Suara Uldilag II, 110. 5. September 2004: h. 7. INTERNET "Ada 11 Bidang Usaha Syariah yang Jadi Wewenang Pengadilan Agama," Berita distlcses pada 31 Agustns 2007 dari http://hukumonline.com/detail.asp?id= l 4528&cl=Be:rita Agustianto. "Pasar Modal Syariah." Artikel diakses pada 31 Agustns 2007 dari http://www.pesantrenvirtual.com/index.php.
- - - - - - · "Peradilan Agama dan Sengketa Ekonomi Syariah," Artikel diakses pada 31 Agustus 2007 dari http://www.hupelita.com/cetakartikel. php?//artikel/3 ll 635 .shtml. _ _ _ _ _ _. "Urgensi Kodifikasi Hukmn Ekonomi Xsl1J1111." Artikel diakses 31 Agustus 2007 dari http://www.pesantrenvirtual.com/index.php. "Menguntit Jejak Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah." Beriita diakses tanggal 11 November 2007, dari http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=l 7923&d=Fokus. Muhaemin, "Kesiapan Pengadilan Agama Tangani Sengketa Ekonomi Syariah." Artikel diakses pada 30 Agustus 2007 dari http://www.pasarmuslim.com/e/ekonomi.php. "Pengenalan Reksa Dana Syariah." Berita diakses 14 September 2007 dari http://www.sinarharapan.eo.id/ekonomi/eureka/2005/0225/eurl.html.
119
"Perkara Basyarnas Selama 12 Tahun," Berita diakses tanggal 31 Agustus 2007, http://www.republika.eo.id/koran detail.asp?id. Syauqi Beik, Irfan. "Ekonomi Islam: Antara Wacana dan Realita." Artikel diakses 26 Mei 2007 dari http://www.PesantrenVirtual.com/indeks.php. "Tafsir Hakim dan Ruang Lingkup Pengawasannya." Berita diakses 14 September 2007 dari http://huknmonline.com/detail.asp?id= 145 54&cl=Berita.
MEDIACETAK "Bank Indonesia Canangkan Program Akselarasi Pengembangan," Kompas, 12 Desember 2006. "Bapepam Terbitkan Aturan Pembiayaan Syariah," Koran Tempo, 11 Desember 2007 "CIMB Luncurkan Reksa Dana Syariah," Koran Tempo, 11 September 2007. "Kembangkan Produk Asuransi Syariah Bersama," Republika, 15 Agustus 2007.
WAWANCARA Wawancara Pribadi dengan Muhamad Abduh Sulaiman, Jakarta, 2 Oktober 2007. Wawancara Pribadi dengan Muhamad Muslih, Jakarta, 8 November 2007. Wawancara Pribadi dengan Muhamad Noer, Jakarta, 13 Desember 2007. Wawancara Pribadi via e-mail dengan NGN. Renti Maharaini Kerti, Jakarta, 3 Desember 2007. Wawancara Pribadi dengan Saniyah, Jakarta, 14 Desember 2007.
PERATIJRAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dart Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Huknm Acara Pidana. Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ket<:ntuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
120
Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 792 tahun 1990.
LAMPIRAN
Interviu Persepsi Advokat terhadap Kewenang:1u11 Absolut Peradilan Agama di Bidang Sengketa Ekonomi Syariah Untuk Peneiitian Skripsi I. Identitas Responden Nama Informan
: Muhammad Muslih, SH, MH
Profesi
: Advokat dan Penasehat Hukum
Nama Lembaga Profesi
: Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI)
Jabatan Lembaga Profesi
: Ketua APSI DKI Jakarta
II. Daftar Pertanyaan
1. Pasca keberadaan Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan alas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah membawa segala ha! perubahan kedudukan dan kewenangan di lingkungan Peradi!an Agama. Bagaimana Bapak melihat, atas perubahan yang terjadi pada Peradilan Agama saat ini? Jclas seka!i kalau pandangan saya arnandemen undang-undang tersebut membawa positif bagi perkembangan kebutuhan masyarakat akan hukum, khususnya lembaga seperti Peradilan Agarna yang dahulu masih dianggap anak tirikan karena kewenangan penanganan perkaranya terbatas seperti misa!nya masa!ah Nikah, Talak, Rujuk, Waris,. Sadaqah. Padaha! umat Islam permasalahannya tidak hanya itu saja, masalah muarna!ah di bidang perekonomian berakad syariah pun dibutuhkan jika!au terdapat konflik da!arn kegiatan muama!ah tersebut.
2. Kelembagaan hukum di Indonesia banyak yang dibenahi, salah satu contohnya Peradilan Agama misalnya. Terdapat kewenangan absolut baru mengenai sengketa ekonomi syariah. Bagaimana tanggapan Bapak atasfenomena tersebut?
Jelas hal tersebut sangat baik karena pada belakangan-belakangan ini perkembangan ekonomi syariah di Indonesia t<:rutama maraknya kegiatan keuangan dan pembiyayaan yang berakad syariah mengalami kemajuan pesat. Dari perkembangan yang pesat tersebutlah pasti yang namanya konflik atau sengketa di kegiatan tersebut pastilah ada. Dengan begitu diperlukan adanya suatu lembaga penyelesai yang bisa menjadi penengah dari jalan keluarnya atas masalah tersebut, dan Peradilan Agamalah yang tepat pada posisi tersebut.
3. Kenapa harus Peradilan Agama yang menjadi posisi sebagai lembaga penyelesai perkara ekonomi syariah? Karena latar belakang dari Peradilan Agama merupakan berbasiskan keislaman dan jelas saja sangat tepat ekonomi syariah yang berbasiskan keislaman di tangani di Peradilan Agama. Karena dengan meningkatnya perkembangan ekonomi syariah maka pula terjadinya permasalahan pun turut akan timbul dan maka itulah harus adimya suatu lembaga yang benar-benar bisa menangani masalah tersebut yaitu Peradilan Agama. Jadi kebutuhan masyaralmt akan hukum yang belun1 puas di jalur non litigasi bisa terpenuhi dan niemiliki kekuatan hukum yang kuat di jalur litigasi jika terjadi permasalahan-pennasalahan bisnis yang akadnya berprinsip syariah.
4. Bagaimana menurut Bapak /angkah advokat yang tergabung dalam APSI atas peran dan eksistensinya mengoptimalkan proses persidangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Peradilan Agama? Kalau dalam pandangan Advokat yang tergab1mg dalam APSI peran dan eksistensi dalam mengoptimalkan proses persidangan sangatlah maksimal, karena berusaha memberikan advokasi bagi para pencari keadilan yang telah dilanggar hak-haknya, misalkan mengadvokasi pihak yang dilanggar hak-haknya ke Peradilan Agama untuk menjdaskan dan mendapatkan
"'YJ\.HOOf.,. MAIL INDONESIA
Cetak - Tutup Jendela
"""'·
Tanggal: Sat, 8 Dec 2007 17: 18:32 -0800 (PST) Dari:
"renti maharaini" <
[email protected]>
Re: Interview Skripsi Topik: Kepada: "Budi Susilo"
Ass. Wr.Wb. Sebelumnya saya mohon maaf karena baru sekarang saya dapat menjawab email saudara. Saya berharap jawaban email saya ini dapat membantu saudara dalam proses penyelesaian skripsi saudara, dan mohon maaf kalau jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan yang saudara ajukan mungkin jauh dari yang sempurna. PS : saya koreksi untuk penulisan nama lengkap saya, yang benar adalah NGN. Renti Maharaini Kerti, SH MH. Terima kasih. Wass al am, Renti Maharaini Kerti Adapun jawaban saya atas pertanyaan2 saudara adalah sebagai berikut :
"Interviu Persepsi Advokat i:.erhadap l'tewenangan Absol.ut Peradil.an Agama di Bidang Sengketa l!lk:onomi Syariah"
1.
Pa sea keberadaan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undan~r No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah membawa segala hal perubahan kedudukan dan kewenangan di lingkungan Peradilan Agama. Bagaimana Ibu meliha t, a tas perubahan yang terjadi pada Peradilan Agama saat ini?
JAWABAN : Cukup progresif. Mengingat perkembangan dunia usaha sudah semakin maju, khususnya dalarn hal ini perkembangan disektor perbankan, asuransi dan pasar modal. Sejak
berlakunya UU Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dilakukan perubahan dan penambahan dengan UU No.10 Tahun 1998, telah membawa perkembangan baru, dimana mulai dikenal perbankan syariah (bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah islarn) . Perkembangan perbankan syariah ini juga diikuti dengan perkembangan asuransi syariah dan juga pasar modal syariah, dimana masyarakat juga sudah diperkenalkan dengan adanya reksa dana syariah. Perkembangan 'perbankan, asuransi dan pasar modal syariah tentunya memberikan permasalahan baru, khususnya dalam hal penyelesaian sengketa. Bagaimana jika timbul sengketa dibidang perbankan, asuransi dan pasar modal syariah? Mengingat kalau penyelesaian sengketa perbankan, asuransi dan pasar modal konvensional (bank, asuransi dan pasar modal yang tidak berdasarkan prinsip syariah) diselesaikan melalui j alur Pengadilan Negeri. Hal inilah yang menjadi alasan utcirna perlu adanya pengadilan khusus dalam lingkungan Pen9adilan Agama yang khusus untuk menyelesaikan dan memutuskan sengketasengketa dibidang ekonomi syariah, perbankan, asuransi dan pasar modal syariah. CJleh karen3. i tu dengan berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 ten tang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 198 9 tentang Peradilan Agama, saya menilai bahwa keberadaan UU No.3 Tahun 2006 telah membawa perubahan yang cukup progresif dalam lingkup Peradilan Agama,dimana UU No.3 Tahun 2006 telah rnemberikan adanya kepastian hukum yang tegas, khususnya dalam hal penyelesaian sengketa-sengketa dibidang ekonomisyariah. UU No. 3 Tahun 2006 telah menjawab akan persoalan baru yang timbul dari perkembangan baru di dunia usaha, khususnya disektor ekonomi syariah, dalam hal proses penyelesaian sengketa.
2.
Kelembagaan hukum di Indonesia banyak yang dibenahi, salah satu contohnya Peradilan Agama misalnya. Terdapat kewenangan absolut baru mengenai sengketa ekonomi syariah. Bagaimana tanggapan Ibu atas fenomena tersebut?
JAWABAN : Saya sangat mendukung terjadinya perubahan yang terjadi dikelembagaan hukum di Indonesia, khususnya perubahan dalam lingkup Peradilan Agama, yang dalam hal 1n1 perubahan kewenangan absolute dari PengadilanAgama.
Seperti yang telah saya uraikan di atas (jawaban nomor satu), sudah seharusnya memang perlu dilakukan perubahan dalam lingkup Peradilan Agama, dalam hal kewenangan absolute, mengingat untuk sekarang ini dunia usaha sudah semakin maju dan berkembang dengan dik,8nalnya perbankan, asuransi dan pasar modal syariah. Perkembangan ekonomi syariah inilah yang perlu dijawab oleh kelembagaan hukum di Indonesia, yang dalam hal ini adalah Peradilan Agama.
3. Kenapa harus Peradilan Agama yang menjadi posisi sebagai lembaga penyelesai perkara ekonomi syariah? JAWABAN : Karena seperti permasalahan/sengketa perdata lainnya yang terjadi diantara para pihak yang beragama islam (muslim) yang merupakan kewenangan absolute dari Pengadilan Agama berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989 jo.UU No.3 Tahun 2006, maka untuk permasalahan/sengketa dibidang ekonomi syariah (perbankan, asuransi dan pasar modal) syariah tentunya juga sudah semestinya menjadi kewenan9an absolute dari Pengadilan Agama, dan hal ini sudah ditega_skan oleh UU No.3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama. 4. Bagaimana
semestinya langkah advokat atas peran dan eksistensinya dalam mengoptimalkan proses persidangan penyelesaian sengketa ekonomi syar.iah di Peradilan Agama?
JAWABAN : Sudah semestinya para advokat perlu membenahi diri terhadap perkembangan-perkembangan hukum yang terjadi, salah satunya dalam hal perkembangan baru dalam dunia usaha, yakni perkembangan baru disekor ekonomi syariah. Para advokat perlu mempersiapkan diri dengan menambah pengetahuan hukum, khususnya peimahaman di bidang ekonomi syariah, dengan demikian diharapkan nantinya mereka mampu menguasai ekonomi syariah dengan baik, sehingga mampu menyelesaikan segala permasalahan/sengketa ekonomi syariah dengan baik. Di samping itu juga mereka mampu untuk memberikan advokasi hukum yang memuaskan bagi masyarakat yang membutuhkannya, khususnya advokasi hukum di bidang ekonomi .syariah.
5. Dengan keberadaan kewenangan
dan kekuasaan pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara a'i tingka t pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah telah memenuhi kel:>utuhan masyarakat akan hukum. Apakah Ibu memiliki kesiapan untuk menyediakan jasa hukum dalam beracara perkara tersebut?
JAWABAN : Insya Allah saya bersedia hal tersebut.
jika memang dibutuhkan untuk
Demikian jawaban yang dapat saya berikan, semoga dapat membantu saudara dalam penyelesaian skripsi. Semoga sukses. Teri.ma kasih. Renti Maharaini Kerti.
Budi Susilo wrote: Hal: Interviu Untuk Penelitian Skripsi, 3 Desember 2007.
Be a better friend, newshound, and know-·it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.http://mobile.yahoo.com/; ylt=Ahu06i.62sR8HDtDypao8Wcj 9tAcJ.
Interviu Persepsi Hakim Terhadap Kewenangan Absolut Peradilan Agama di Bidang Sengketa Ekonomi Syariah untuk penelitian skripsi
I. Identitas Reponden Nama Informan
: Drs. H. Muhammad Abduh Sulaiman SH. MH
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Profesi
: Hakim
Nama Lembaga Profesi
: Pengadilan Agama Jakarta Selatan
II. Daftar Pertanyaan 1. Pasca keberadaan Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama te/ah membawa segala ha/ perubahan kedudukan dan kewenangan di lingkungan Peradi/an Agama. Bagaimana tanggapan Bapakllbu atas perubahan yang terjadi pada Peradilan Agama saat ini ? Dengan keberadaan Undang-undang Peradilan Agama yang membawa perubahan dalam kedudukan dan kewenangannya membawa konswekensi yang positif dalam perkembangan hukum dan k<~butuhan masyarakat akan hukum. Khususnya yang terkait dengan hal ini adalah masyarakat muslim yang telah diakomodir kebutuhan akan hukum-hukum Islam dalam bidang kehidupan berbangsa dan bemegara.
2. Diantara perubahan
tersebut,
Peradi/an
Agama
kini
memiliki
kewenangan da/am hat menangani perse/isihan atau sengketa dalam bidang ekonomi syariah. Bagaimana menurut Bapak/Jbu mengenai ha/ tersebut, apakoh Peradilan Agama merasa perlu memiliki kewenangan yang dimasud ? Aturan yang mengatur kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Peradilan Agama memang perlu diterapkan, karena selama ini
perkembangan kegiatan perekonomian yang berbasis syariah semakin pesat yang tidak menutup kemungkinan tirnbul sengketa di bidang ekonomi syaiiah dan sangatlah tepat bila penyelesaiannya di Peradilan Agama bila dibai1dingkan dengan ditangani rnisalnya di Pengadilan Umum yang tak mencerminkan sebuah Peradilan yang bemuansa syariah. Penerapan ekonorni syaiiah tentu berbeda dengan sistern ekonomi konvensional. Sebagai implementasi ciri kbas yang dimiliki oleh syariah yang melekat pada ekonorni syariah tersebut, tentu saja sangat tepat jika terjadi sengketa diselesaikan di lingkungan Peradilan Agama.
3. Untuk melaksanakan peran Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebagai konsekuensi kewenangan dan kekuasaan pengadilan agama sesuai pasal 49 poin (i), menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Js/a,n di bidang ekonomi syariah. Apakah Bapakllbu sudah merasa siap untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tersebut ?
Jelas harus mengatakan siap, karena bagian dari menjalankan amanat Undang-undang yang harus diembai1. Selain juga menunggu adanya pembenahan-pembenahan seperti peningkatM sumber daya manusia di bidang hukum ekonomi syariah serta perangkat-perangkat hukum lainnya yang dapat menunjang kinerja hakim dalan1 menyelesaikM perkara ekonomi syariah. Tentunya bila saat ini belum ada perangkat hukum yang dimaksud pasti menjadi masalah tersendiri bagi hakini ketika dihadapkan oleh perkara di bidoog ekonorni syariah, karena bisa terjadi lemahnya nilai kepastian hnkum sebagai akibat adanya perbedaai1 pegangM bagi hakim dalam menyelesaikaimya.
4. Adanya perluasan kewenangan Peradilan Agama dalam bidang ekonomi syariah di penjelasan Undang-Undang No.3 tahun 2006, pasal 49 poin (i) merupakan sesuai pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hukum di jalur
litigasi. Bagaimana menurut Bapakllbu untuk langkah strategis dalam optimalisasi pelaksanaan penyelesaian sengketa tersebut di jalur litigasi ? Digalakannya upaya sosialisasi Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 mengenai Peradilan Agama kepada semua penggiat bisnis syariab bahwa kini ada lembaga penyelesai secara litigasi dan berkompeten dalam memecahkan masalah perselisihan niaga syariah di kalangan penggiat ekonomi syariah. Selain itu juga ha! ini pemerintah segera menyusun peraturan hukum materil secara lengkap dan sistematis di bidang ekonomi syariah. Untuk sementara waktu bila ada perkara masuk, para hakim bisa berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia dan Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Informan
Interviu Persepsi Hakim Terhadap Kewenangan Absolut Peradilan Agama di Bidang Sengketa Ekonomi Syariah untuk penelitian skripsi
I. Identitas Reponden Nama Infonnan
: Drs. Hj. Saniyah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Profesi
: Hakim
Nama Lembaga Profesi
: Pengadilan Agama Jakarta Timur
II. Daftar Pertanyaan 1. Pasca keberadaan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentrmg Peradilan Agama telah membawa segala hal perubahan kedudukan dan kewenangan di lingkungan Peradilan Agama. Bagaimana tanggapan Bapakllbu atas perubahan yang terjadi pada Peradilan Agama .raat ini ? Biasa saja dengan adanya amandemen Undang-undang Peradilan Agama, tidak ada periu yang dipertentangkan. Malahan saya menganggap baik atas perubahan yang terjadi dalam Undang-undang Peradilan Agama, terutama yang menyangkut kewenangan Peraidilan Agama dalam hal penanganan perkara bidang ekonomi syariah.
2. Diantara perubahan
tersebut,
Peradilan
Agama
kini
memiliki
kewenangan da/am ha/ menangani perse/isihan atau sengketa dalam bidang ekonomi syariah. Bagaimana menurut Bapakllbu mengenai hal tersebut, apakah Peradilan Agama merasa perlu memiliki kewenangan yang dimasud ? Sangat perlu, karena kegiatan perekonomian syariah merupakan kegiatan ekonomi yang beriandaskan syariat Islam maka Peradilan Agama sangat
diperlukan sebagai penyelesai sengketa jika memang terjadi sengketa dalam masalah tersebut. 3. Untuk melaksanakan peran Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah
sebagai konsekuensi
kewenangan
dan
kekuasaan pengadilan agama sesuai pasal 4.9 pain (i), menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Apakah Bapak/Ibu sudah merasa siap untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tersebut ?
Siap saja, tetapi sampai saat ini kan belum ada yang mengajukan perkara
w'-'-"-' ,,_)..."
ekonomi .syariah. ~,, ~"" ~~[,,"_ \,~ .
(L,yv~ ~ <;,_g,~· ,.........,~ 6 0 ' 4. Adanya perluasan kewenangan Peradilan Agama dalam bidang ekonomi syariah di perifelasan Undang-Undang No.3 tahun 2006, pasal 49 pain (i) merupakan sesuai pemenuhan kebutuhan ma.1yarakat akan hukum di jalur litigasi. Bagaimana menurut Bapak/Ibu untuk lnngkah strategis dalam optimalisasi pelaksanaan penyelesaian sengketa tersebut di jalur litigasi ?
Tentu saja pelaksanaan penyelesaiannya hams sesuai dengan apa yang diatur dalam hukum acara yang berlaku. Selain juga harus ada peningkatan sumber daya manusia hakim itu :sendiri yaitu dengan cara penambahan pelatihan-pelatihan tentang ekonomi syariah, karena selama
ini hakim masih belum menguasai betul akan k1:giatan yang berhubungan dengan ekonomi syariah.
Jakarta, 14 Desember 2007 ;::::::·''.,:'.:.:: ~' •.
Informan,
Interviu Persepsi Hakim Terhadap Kewenangan Absolut Peradilan Agama di Bidang Sengketa Ekonomi Syariah untuk penelitian skripsi
I. Identitas Reponden Nama Infonnan
: Drs. H. Muhammad Noer
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Profesi
: Hakim
Nama Lembaga Profesi
: Pengadilan Agama Jakarta Timur
II. Daftar Pertanyaan I. Pasca keberadaan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Pcrubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilrm Agama telah membawa segala ha! perubahan kedudukan dan kewenangan di lingkungan Peradilan Agama. Bagaimana tanggapan Bapak/Jbu atas perubahan yang terjadi pada Peradilan Agama saat ini ? Undang-undang no. 3 tahun 2006 saat ini, tetap menjadi pegangan k:uat bagi peradilan agama yang dipercaya sebagai pelaksanaan dalam penyelesaian sengketa yang timbul antara orang-orang Islam, terutama dalam pennasalahan yang berhubungan dengan sengketa di ekonomi syariah. Tentu saja ini semua menjadi lebih baik bagi masyarakat akan pemennhan kebutnhan hukum.
2. Diantara
perubahan
tersebut,
Peradilan
Agama
kini
memiliki
kewenangan dalam ha! menangani perse/isihan atau sengketa dalam bidang ekonomi syariah. Bagaimana menurut Bapakllbu mengenai ha! tersebut, apakah Peradilan Agama merasa pe.rlu memiliki kewenangan yang dimasud ?
Undang-undang no. 3 tahun 2006 yang disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Maret 2006 lalu telah mengatur Peradilan Agama berwenang dalan1 menyelesaikan penyelesaian dalam bidang ekonomi syariah. Aturan ini dimaksudkan karena menurut pengamatan saya, undang-undang yang dibuat para anggota Dewan Perwakilan Rakyat tersebut, merasa pantas ekonomi syariah di tangani Peradilan Agama. Dengan alasan Peradilan Agania merupakan sebuah peradilan yang menangani perkara-perkara yang berhubungan dengan orang-orang Islam atau nilai-nilai syariah.
3. Untuk melaksanakan peran Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekanomi syariah sebagai konsekuensi kewenangan dan kekuasaan pengadilan agama sesuai pasal 49 poin (i), menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekanomi syariah. Apakah Bapalrllbu sudah merasa siap untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tersebut ? Bila memang ada pengajuan gugatan perkara ekonomi syatiah, tentu saja siap. Dalam arti para hakim sebelunmya harus melakukan pelatilian terlebih dahulu, demi memiliki tambahan wawasan yang menyangkut hal penyelesaian perkara ekonomi syariah. Beberapa waktu yang lalu, hal ini telah dilakukan di jakarta selama dua hari, yang pelatihannya ditempatkan di daerah jakarta, tepatnya di Hotel Mega jalan Proklamasi. Kebetulan saya pun mengukuti dalam pelatihan tersebut. :Pembahasan yang dibahas dalam pelatilian tersebut mengenai persengketaan perekonomian syariah, seperti menyinggw1g masalah perbankan misalnya. Selain itu juga bentuk kesiapan yang bisa dilihat seperti membentuk sebuah majelis klmsus. Di Pengadilan Agama Jakarta Timur saat ini majelis yang dimaksud telah terbentuk yang tujuan pembentukan majelis ini sebagai wadah penanganan-penanganau perkam yang sifatnya khusus, seperti ekouomi syariah misaluya. !;'i\(\
(Sumber: Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Mei 2007)
Tabel
1. Jaringan Kantor Networking
..-. .. .
KP/UUS KPO/KC KCP UPS KK KP/UUS KPO/KC Ket> UPS KK KP/UU IO'O/KC KCf' UPS KK HO/IBU HOO/BO SBD SSU CO HOhBU HOO/BO 580 SSU CO HOllBU HOOmO SBO ssu co
• ,
16 136
1 1 1
51 57
&7
18 148
10
9
80
.li3 •
9 0
69 0
69
0
3
3
112
57
Z1
,..
51 57
10 43 4
10 11 0
80 76 0
..
0
•
'.(
n
6i
0
31
19
1
o
o
o
1
1
o
o
o
1
1
o
o
o
5
.,., D
o 0
o 0
1 1
22 5
.:s 0
o 0
o 0
1 1
,.3 5
?:5 0
O 0
o D
27 7 5 1 0 1
16 3 1 3 1 O
o o o o 0 O
o o O o 0 3
16 3 1 3 1 O
o a O a a 4
o
o
2
o
O
o
0 O
0 O
O 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1
o o 0 o 0 O
0 5
o o O O 0 3 O 0 O
16 3 1 3 1 O
o
a o O O 0 O O 0 O
27 7 5 1 0 1
2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1
27
11.BPOKalrol 12. PT Bank Nlana
1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2
0 5
0 O
0 O
13.BPDSUmarorautam
1
2
o
o
o
1
2
o
o
o
1
2
o
o
o
14. 15.BankPermata
1 1
1 3 7
0001 5 0 0 1 o o o 1
1 4 7
0001 5 0 0 1 o o o 1
1 5 9
002 5 0 0
3.PTBan
ah
an
a
Unit S /slsmfc BankJnn Unit 1.PtBanklfl
1
.PTBan eMrts 3.PTBankJabar
ne!la
" 1
4.PTBankRakvatlndonesla 5.PTBankDanamon .v1K11ti1CAu n 7. PT Bank lnternaslonal lndon&Sla a.HSBC.Ltd. 9.PTBankDf
•1iRiilu
16.BankTab
'
nNe
55 4
a
z
1
8
112
79 56 O
43
2. PT Bank SUarlah Mandiri'°'"
10 43
3
a
•
1
5 1 0 1 2 2 2
o
20
.,•
o
o
o
17.BPDNusaTen l!:~ra~Bar~at'.:::::t::±'::J::j':::t]ot:Jl:Jot:Jl::i!o:t::'t::t::±':::t 8. mantan!!;at 1 1 o o o 1 1 o o 1 1 Q o o 3oot:J:jot:Jt:lod:::!'::J::j':::t]ot:Jt:jot:Jt::iotl 19.BPDSurnatersselaten
-
20J.BP!i:i!D~Ka~Um!!iii!an[~~n~T~lm~fil::::::h
~1
21. BPD DIV u 23. BPD Sumatsra BBrat
.-
lslamle Rural Bantr:r
O
.
I 111 I
1
111it 1G 11
121 I
204
11181 18 11521
'
KP/UUS KfO/KC KCP ur5 KK KP/UU KPO/JCC KCP UPS HOllBU HOD/BO 580 SSU CO HO/IBU HOOtBO S80 SSU
a.nk Of Banks
Bank u l I 1. PT Banv Muamalat 11v1onesla•1 2.PTBBnkS hMarnt1r1• 3.PTBankSvartahMe,.,.lndonesla
1211 I
L11
Z1
1 KK KP/UU co HOJIBU 1100/BO SBO
UPS KK SSU CO
3
112
17
21
17:
3
112
SG
21
11i
a
112
ao
21
111
1 1 1
51 57 -1
10 43 4
10 11
80 92
10 43 6
10 11
1 1 1
51 57 4
10 43 7
10
o
51 57 4
60 93
o
l 1 1
60 93 O
1 24 5
0001 25 o o 1 1 o o 1
1 2.4 5
0001 25 o o 1 1 o o 1
1 24
000 25 o o 1 o o
o
o
11 O
iju..~..~~~~~~~~~~·~·~~~..~~~..~~·~~7~:=:..~~~·~·~·~~"'~t=·~~7~::::..~~::::·~·:·'.:::~·~7~~·~:·~
fslami
nit
.ll °~:··-:. . i r r!~ i r r~~ i Ir!~ 0 Z.PTSBnkN mlodonetla 3.PTBankJabar
1 1
s
, 1
1 0051 20001 20001
1
0051 20001 20001
l 005 2000 2000
12. PT Bank Nli"a 13.BPDSUmateraUtara 14.BPD.Aceh '1''. ta
1
2
5
o
o
1
2
5
o
o
1
1 1
2 1
0 0 ..
0 2 0
1 1 1
2 1 5
0 0 5
O o 0
O
..
0 O 0
1 1 1
2 2 1 5
16.BBnkTabun 17. D Nusa Te
1 1 1
1 1 1 1 1
O
O
O
1 1 1 1 1 1
1
o
o
o
1 1 1 1
O o
O o
o o
o
o
o
1
o
O
O
1 1 1 1 l 1
1 1 1 1 1 1
2 0
5
o
o
o 0 5
o 0 0
o 2 0
o
o
o
O o
O o
O o
o
o
o
O
O
O
~Ne~~[:==~~,==~~·==~to~=o~~o~==1~~~·==~i·~:~o~io~::i•::~~·~~i·~~o~:tjo o o o o o o o o o era Balet
18.BPDKallmantanBarat 19.BPDSUmeteraSMaten 20.np mantanTimur 21.BPDDIV 22.BPDSulawesJSefetan
1
1
0 o O
0 o
0 o O
o
-
~~'::iiJra~t~ati:iiiii!iiJ~~,~;~.-i'--;'---+-0~-+·-":-+-:"-lf--,-~'--l-~.~'~+-~:-i-':'-I'-":'-< ~AL ,.---;- 'l-.,12• -· -211 - .-.117 2'1- 17111 131 'Z1!1 118 21 11 - 132: 214 117 21 180
-
KP ..- Kantor PUsut
UUS ,. U/\lt Usaha Syal'lah KPO "' Kantor Pusat Opcraslonal
KC ., Kantoc Cabang KCP .. Kantor C&bang P-efrbantu UPS .. Unit Pdayanen Syarlah KK .. Kantor Kas (tkiak temwuk Gerai Muamalat)
Tklllk toonasuk Layanan Syariflh
1
1
1
0
I -
. ,,.
.........
..,
'"'""
HO •Head Offlro IBU,. lsllJmlc Banklng Unit HOO ., Head Opemf/Onal Office BO • Branch Offlcc SBO ., SUb Bnmch Offlcc ssu .. S)'8fi'85etricfJs llnit CO "' Cash Offlro Not lncVckt Offlca Ch8nnoling