Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1
Permodelan Kejadian Diare Dengan Pendekatan Regresi Spasial Studi Kasus : Kabupaten Tuban Jawa Timur Nurvita Arumsari1, Sutikno2 1,2
Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Indonesia 1
2
e-mail :
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalias. Propinsi Jawa Timur memiliki persentase penderita diare cukup tinggi yaitu mencapai 1,58% dari 5,2% penduduk Indonesia yang menderita diare. Bahkan sampai saat ini, diare masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Tuban. Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban 2007, Diare menempati persentase tertinggi kedua setelah Infeksi saluran pernafasan akut sebesar 18,05 persen. Tujuan penelitian ini adalah memodelkan kejadian penyakit diare terkait faktor sanitasi penyebab diare dengan pendekatan regresi spasial. Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan spasial titik GWPR. Variabel yang berpengaruh terhadap kejadian diare yaitu jarak (X2) dan Fasilitas air minum (X3). Dengan melihat kriteria kebaikan model R-square dan AICc diketahui bahwa model GWPR memiliki nilai R-square terbesar dan AICc terkecil dibanding model regresi OLS dan poisson yang berarti model GWPR adalah paling sesuai digunakan untuk memodelkan kejadian diare di Kabupaten Tuban. Kata Kunci : Diare, OLS, Poisson, spasial GWPR, Sanitasi
pengelolaan air dan perluasan akses masyarakat terhadap layanan sanitasi dan air bersih, Program WSLIC-3/PAMSIMAS yang didukung oleh Bank Dunia untuk meningkatkan penyediaan air minum, sanitasi, dan derjat kesehatan masyarakat, Program Cuci Tangan Pakai Sabun (CPTS), Program Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (STOPS) dan sebagainya. Sampai saat ini, diare masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Tuban. Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban 2007, Diare menenpati persentase tertinggi kedua setelah Infeksi saluran pernafasan akut sebesar 18,05 persen. Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare disebabkan oleh kuman melalui koordinasi makanan atau minuman yang tercemar tinja dan kontak langsung dengan penderita, sedangkan faktor-faktor lainnya meliputi faktor penjamu dan lingkungan (Direktorat Jendral PPM dan PL, 2005). Faktor dominan penyebab diare adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006). Tempat pembuangan kotoran baik sampah, air limbah, dan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air serta dapat menyebabkan berbagai macam penyakit menular (Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Boyolali, 2006). Berbagai penelitian telah dilakukan terkait dengan penyebab timbulnya diare diantaranya Vibriane (2005) yang meneliti tentang faktor yang mempengaruhi jumlah insiden diare Balita di Jawa Timur adalah sumber air minum dari sumur terlindungi, Silva dkk (2008) yang meneliti
1. Pendahuluan Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia terutama di Negara-negara berkembang. Menurut data susenas pada tahun 2004 lalu, persentase masyarakat yang terkena penyakit diare mencapai 5,2% atau 11,53 juta orang dari 220 juta penduduk Indonesia sehingga diperikirakan angka kesakitan diare di Indonesia antara 150 – 430 perseribu penduduk pertahunnya. Angka kematian diare yang didapat dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, setiap tahunnya terdapat 112.000 kematian akibat diare pada semua golongan umur atau 54 per 100.000 penduduk. Sedangkan pada balita, angka kematian mencapai 55.000 kasus (Direktorat Jendral PPM dan PIP, 2000). Diantara provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2004, Propinsi Jawa Timur memiliki persentase penderita diare cukup tinggi yaitu mencapai 1,58% dari 5,2% penduduk Indonesia yang menderita diare. Sedangkan pada tahun 2006 persentase penderita mengalami penurunan sebesar 0.07% dari tahun 2004 (BPS, 2005, 2007). Penurunan ini dinilai masih belum signifikan dibandingkan dengan upaya pemerintah dalam menurunkan angka kesakitan diare diantaranya adanya program pembangunan sanitasi yang dilakukan Direktorat Penyehatan Lingkungan, Sanitasi, dan Pencemaran air yang diarahkan pada perubahan perilaku masyarakat tentang pentingnya sanitasi, program jasa lingkungan oleh USAID dengan misi peningkatan kesehatan masyarakat melalui perbaikan 1
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1
tentang faktor sanitasi yang berpengaruh pada penderita diare di Kabupaten Sidoarjo, Abddoerrahman dkk (1985) yang meneliti penyebab diare secara langsung yang terkait dengan masalah infeksi, gangguan melabsorbsi, makanan basi, makanan tidak bersih atau beracun, alergi, imunodefisiensi, serta penyebab tidak langsung diantaranya dipengaruhi oleh hygiene sanitasi, keadaan gizi, kepadatan penduduk, sosial ekonomi, sosial budaya dan faktor lain seperti iklim. Penelitian yang ada hanya membahas tentang faktor penyebab atau yang mempengaruhi timbulnya kejadian diare tanpa memperhatikan aspek keterkaitan antar wilayah atau aspek spasial. Aspek spasial ini dinilai penting untuk dikaji karena antar wilayah tentunya memiliki karakteristik yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah memodelkan kejadian penyakit diare terkait faktor sanitasi penyebab diare dengan pendekatan regresi spasial dengan harapan informasi yang didapatkan lebih informatif dan aplikatif terutama terkait dengan adanya efek dependensi antar wilayah.
(
( )
( ( )))
( ( ))
N max L ui = ∑ − Yˆ j β ut + Y j LnYˆ j β ut xwij ⎛⎜ ui − u j ⎞⎟ ⎝ ⎠ j (4) Yˆ (β (u )) = E exp βˆ (u )X j
t
j
(∑
k
t
k, j
)
(5) Matriks pembobot spasial GWPR yang dapat digunakan antara lain : Fungsi Gauss Kernel ⎛ 1 ui − u j ⎞ ⎟ wij = exp⎜⎜ − G ⎟⎟ ⎜ 2 ⎝ ⎠
(6)
Bisquare 2 ⎧⎛ 2⎞ ⎪⎜ ⎛ dij ⎞ ⎟ ⎟ , untuk dij ≤ G; ⎪ 1− ⎜ w j ui , w j = ⎨⎜ ⎜⎝ G ⎟⎠ ⎟ ⎝ ⎠ ⎪ , untuk dij > G ⎩⎪0
(
)
(7)
Tricube 3 ⎧⎛ 3⎞ ⎪⎜ ⎛ dij ⎞ ⎟ − 1 ⎜ ⎟ , untuk dij ≤ G; ⎪ w j ui , w j = ⎨⎜ ⎜⎝ G ⎟⎠ ⎟ ⎝ ⎠ ⎪ , untuk dij > G ⎪⎩0
2. Tinjauan Pustaka
(
2.1 Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR) Model regresi poisson menurut Nakaya et al. (2005) dan Fotheringham et al. (2002)
⎡ ⎛ Yi ≈ Poisson⎢ E i exp⎜ ⎜ ⎢ ⎝ ⎣
∑β
k X k ,i
k
⎞⎤ ⎟⎥ ⎟⎥ ⎠⎦
Adaptif Kernel ⎧⎛ ⎪⎜ ⎛ ui − u j ⎪⎜1 − ⎜ w j ui , w j = ⎨⎜ ⎜⎜ Gi ⎪⎝ ⎝ ⎪ ⎩0
(1)
(
Yi adalah jumlah pengamatan ke-i Parameter regresi poisson diestimasi dengan Fungsi Maksimum Likelihood
∑ l (β Y ) = ∑ (− Yˆ (β ) + Y LnYˆ (β ))
max L =
i
)
)
Pengujian
i
parameter
⎞ ⎟ ⎟⎟ ⎠
2⎞
(8)
2
⎟ ⎟ jika ui − u j < Gi ⎟ ⎠
model
GWPR
(9)
secara
i
i
i
i
parsial sebagai berikut. (2)
Hipotesis H 0 : β k (ui , vi ) = 0
k
Dengan
H1 : β k (ui , vi ) ≠ 0 ; k =1, 2, ..., p Statistik Uji βˆk (U t ) t= se βˆ (U )
β = (β 0 , β i ,...) adalah vektor parameter regresi dan l i adalah log-likelihood of sampel i. Adapun model GWPR adalah model regresi poisson yang melibatkan faktor dependensi antar wilayah. Modelnya sebagai berikut.
⎡ ⎛ Yi ≈ Poisson⎢ E i exp⎜ ⎜ ⎢⎣ ⎝
∑ k
(
k
t
)
(10)
Tolak H0 bila thit > tα 2, n −( p +1)
⎞⎤ β k (u i )X k ,i ⎟⎥ ⎟⎥ ⎠⎦ (3)
Sedangkan uji kesesuaian model GWPR sebagai berikut.
Estimasi parameter GWPR sebagai prinsip varian lokal likehood (Loader, 1999) yang diadopsi dari prinsip Gaussian GWR. Adapun fungsi maksimum likelihoodnya sebagai berikut.
Hipotesis H 0 : β k (U i ) = β k , k = 1,2,... p
H1 : Paling sedikit ada satu β k (U i )
Statistik Uji Devians Model A dfA Fhit = Devians Model B dfB
2
(11)
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1
4. Analisis dan Pembahasan
Tolak H0 bila
4.1 Deskripsi Persebaran Diare ditinjau dari Aspek Wilayah Kabupaten Tuban merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Jawa Timur memiliki 20 kecamatan. Terletak pada 111,3 – 112,35 derajat bujur timur dan 6,4 -7,18 derajat lintang selatan. Luas wilayah yang dimiliki adalah 2.839,94 km2 . Persebaran persentase penderita diare menurut wilayah kecamatan di Tuban sebagai berikut.
Fhit > F(α ,dfA dfB)
2.2 Pengetahuan tentang Diare Tingginya kejadian diare menurut SLHI (2005) disebabkan oleh perilaku hidup yang kurang sehat ditunjukkan dengan data cakupan jamban sehat yang masih rendah sehingga menurunkan sanitasi lingkungan. Kuman diare biasanya menyebar melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung. Perilaku masyarakat yang dapat menyebabkan penyebaran kuman penyebab diare dan meningkatnya risiko terjangkit diare antara lain (1) tidak memberi ASI secara penuh untuk bayi berumur 4-6 bulan, (2) menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran kuman, (3) menyiapkan makanan pada suhu kamar, meminum air minum tercemar, (4) tidak mencuci tangan dengan air dan sabun sesudah buang air besar, (5) tidak membuang tinja dengan benar. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi diantaranya (1) kurang sarana air bersih, (2) sarana pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Terdapat kaitan erat antara faktor perilaku dan faktor lingkungan terhadap timbuknya kejadian diare.
JEN U TAM BAKBOYO KEREK TUBAN PA LAN G B A N G IL A N S E M A N D IN G S IN G G A H A N R E N G E L SO K O PLU M PA N G BANCAR
J A T IR O G O
K c _ ja t im .s h p 1 .8 9 - 2 .3 1 2 .3 1 - 4 .3 5 4 .3 5 - 5 .3 6 5 .3 6 - 6 .7 6 6 .7 6 - 1 0 .7 6 N W
10
0
10
E
2 0 M ile s
S
Gambar 1. Persentase Persebaran Diare Kabupaten Tuban tahun 2007
Kejadian diare dengan jangkauan persentase tertinggi yaitu rentarng 6.76 – 10.76 persen meliputi wilayah Kecamatan Palang dan Rengel kemudian persentase tertinggi kedua diikuti oleh Kecamatan Tambakboyo, Tuban, Kerek, Semanding, Plumpang, dan Singgahan.
3. Metodologi 3.1 Sumber Data Data yang digunakan merupakan data sekunder SUSENAS tahun 2007 Kabupaten Tuban dengan unit observasi sebanyak 18 Kecamatan. Secara keseluruhan data yang digunakan berupa data crossection.
4.2 Pemodelan Kejadian Diare Pemodelan OLS dalam penelitian ini dilakukan terlebih dahulu kemudian dilakukan pemodelan regresi spasial melalui pendekatan titik Geographical Weighted Poisson Regression (GWPR). Pemodelan spasial dengan pendekatan GWPR dilakukan karena data variabel respon yang ingin dimasukkan berupa jumlahan. Berikut ini diperlihatkan hubungan antara variabel respon dengan masing-masing variabel prediktornya.
3.2 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel respon dan prediktor. Variabel respon adalah jumlah penderita Diare di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Tuban tahun 2007. Sedangkan variabel prediktor meliputi Sumber air minum (X1) berasal dari sumber air minum yang terlindung, Jarak (X2) berukuran lebih dari 10 meter dengan tempat pembuangan akhir tinja, Fasilitas air minum (X3) yang digunakan adalah sendiri, Fasilitas buang air besar (X4) yang digunakan adalah sendiri, Jenis kloset (X5) adalah leher angsa, tempat buang akhir tinja (X6) berupa tangki septik, Jumlah Puskesmas (X7), dan jumlah tenaga medis (X8).
Scatterplot of Diare vs Sumber air m, Jarak, Fas.air minu, ... Sumber air minum
Jarak
Fas.air minum
300 200 100 0
20
40
0
Fas.buang air besar
20
40
0
Jenis kloset
20
40
Buang akhir tinja
Diare
300
3.3 Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah pemodelan regresi spasial sebagai berikut : (1) Membuat scatter plot antara variabel respon dan prediktor, (2) Menguji efek spasial yang terdiri atas uji heterogenitas spasial dan dependensi spasial, (3) Memodelkan diare dan variabel prediktornya dengan regresi global dan regresi spasial melalui pendekatan titik, (4) Membandingkan hasil pemodelan antara model regresi OLS, regresi poisson, dan GWPR
200 100 0
20
40
0
Puskesmas
20
40
0
20
40
Tenaga Medis
300 200 100 4
6
8
1
3
5
Gambar 2. Scatterplot Diare dengan Masing-masing Variabel Respon
3
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1
Terlihat bahwa ada beberapa variabel prediktor yang memiliki korelasi tinggi dengan responnya yang ditunjukkan dengan gambar scatterplot dengan pola tidak menyebar antara lain sumber air minum, Fasilitas buang air besar, jenis kloset, tempat buang akhir tinja, dan puskesmas. Namun, dalam pemodelan OLS tetap memasukkan keseluruhan variabel prediktor yang diduga berpengaruh terhadap kejadian diare. Model regresi yang terbentuk adalah ˆ Y = 59.4 − 0.05 X1 + 1.18 X 2 + 11.4 X 3 − 8.01X 4 + 10.2 X 5 +
+ 6.21X 7 − 10.7 X 8 2 Dengan R = 86.3%. Namun, pada pemodelan tersebut masih terdapat kasus multikolinearitas sehingga harus diatasi dengan metode regresi stepwise, model stepwise yang dihasilkan sebagai berikut. Yˆ = 56.78 + 14.5 X + 3.2 X 2
3
2
t-hitung
Intercept
4.372
92.947
Jarak
0.023
5.164
Fas.air minum
0.087
17.884
R-square AICc
78.30%
97.12
Tabel 2. Estimasi Parameter Model GWPR Variabel
Min
Max
Range
Mean
Intercept
3.902
Jarak Fas. Air minum
0.002
4.634
0.732
4.119
0.042
0.0397
0.021
0.059
0.119
0.0598
0.081
R-square
88.2%
AICc
78.76
Tabel 3. Uji Kesesuaian Model GWPR Model
Devians
Df
Def/df
F
Poisson
89.402
15
5.96
0.989
GWPR
48.407
8.035
6.025
Dari tabel uji kesesuaian model diperoleh nilai Fhit = 0.989 < F(0.1;15,8) = 2.464. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara regresi poisson dan GWPR. Setelah dilakukan uji kesesuaian model, dilakukan uji signifikasi parameter secara parsial untuk melihat lokasi mana saja yang berpengaruh terhadap kedua variabel tersebut. Adapun untuk hipotesis pengujiannya dapat dilihat pada persamaan (10). Berdasarkan output GWPR yang diperoleh lokasi yang variabel jaraknya signifikan yaitu yang memiliki nilai thit > t(0.05,15) = 1.75. Wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Tuban yang variabel jaraknya signifikan meliputi Kecamatan Bangilan, Senori, Singgahan, Montong, Parengan, Soko, Rengel, Plumpang, Widang, Palang, Semanding, Tuban, Jenu, Merakurak, Kerek. Sementara untuk Kecamatan yang variabel fasilitas air minum signifikan meliputi keseluruhan kecamatan yang ada di Kabupaten Tuban.
Tabel 1. Estimasi Parameter Regresi Poisson Estimate
Sedangkan estimasi parameter model GWPR
Dilihat dari nilai R-square dan AICc model regresi poisson dan GWPR diketahui bahwa nilai Rsquare pada model GWPR lebih besar dan nilai AICc nya lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa pendekatan dengan metode GWPR lebih sesuai dibanding dengan model regresi poisson maupun regresi OLS. Setelah diperoleh taksiran parameter dan parameter yang signifikan kemudian dilakukan uji kesesuaian model untuk melihat apakah faktor geografi berpengaruh terhadap diare.
Dengan R = 80.9%. Variabel prediktor yang berpengaruh terhadap diare dengan metode stepwise adalah fasilitas air minum dan jarak. Ini berarti regresi OLS mampu menjelaskan keragaman variabel diare sebesar 80.9% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar itu. Kemudian dilihat apakah terdapat kasus heterokedastisitas atau tidak dengan menggunakan uji Gletser. Hasil pengujian Gletser menunjukkan bahwa p-value jarak dan fasilitas air minum lebih besar 0.05 yang menunjukkan tidak adanya kasus heterokedastisitas. Ingin dilihat ada tidaknya efek spasial dengan pendekatan spasial titik Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR). Variabel prediktor yang digunakan pada pemodelan GWPR berasal dari hasil regresi stepwise karena sudah terbebas dari kasus multikolinearitas dan heterokedastisitas yaitu jarak dan fasilitas air minum. Dalam memodelkan spasial dengan GWPR terlebih dahulu menentukan nilai bandwith optimum (G) kemudian dilanjutkan dengan menentukan matriks pembobot. Didapatkan nilai bandwith optimum regresi poisson 0.113 dan matriks pembobot yang digunakan adalah fixed Gauss Kernel. Estimasi parameter model regresi poisson sebagai berikut.
Parameter
µi = exp(4.372 − 0.023 jarak , i − 0.087 Fas.air min um)
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang ada pemodelan kejadian diare di Kabupaten Tuban baik dengan model regresi OLS, regresi poisson, dan GWPR diperoleh variabel yang berpengaruh terhadap kejadian diare yaitu jarak (X2) dan Fasilitas air minum (X3). Adanya kasus multikolinearitas sudah dapat teratasi dengan regresi stepwise sehingga diperoleh kedua variabel signifikan tersebut. Dengan melihat
Terlihat bahwa variabel jarak dan fasilitas air minum berpengaruh terhadap diare sehingga model regresi poisson yang terbentuk sebagai berikut.
4
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1
kriteria kebaikan model R-square dan AICc diketahui bahwa model GWPR memiliki nilai Rsquare terbesar dan AICc terkecil dibanding model regresi OLS dan poisson yang berarti model GWPR adalah paling sesuai digunakan untuk memodelkan kejadian diare di Kabupaten Tuban. 6. Pustaka Abdoerrachman,M.H, dkk. Ilmu Kesehatan Anak 1. edisi 4. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985 ; hal 283-295. BPS (2008). Jawa Timur Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Jakarta, Indonesia BPS (2008). Kabupaten Tuban dalam Angka. Badan Pusat Statistik Jakarta, Indonesia Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Boyolali. 2006. www. google.co.id [9 Juli 2010] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006. www.google.co.id [9 Juli 2010]. Direktorat Jendral PPM dan PIP. 2000. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995. www.google.go.id [7 juli 2010]. Direktorat Jendral PPM dan PL. 2005. Faktorfaktor Penyebab Timbulnya Diare. www.google.co.id [7 Juli 2010]. Fotheringham, A.S., Brunsdon, C., and Charlton, M. (2002) Geographically Weighted Regression the analysis of spatially varying relationships. John Wiley & Sones, LTD. New York, U.S. Loader
C. (1999) Local Regression Likelihood. Springer: New York.
and
Nakaya, T., Fotheringham, A.S., Brunsdon, C., and Charlton, M. (2005) Geographically Weighted Poisson Regression for Disease Association Mapping, In Statistics in Medicine, Vol. 24, No. 17, pp.2695-2717. Silva, Arin, Feni (2008). Faktor sanitasi yang berpengaruh pada penderita diare di Kabupaten Sidoarjo. UWK: Surabaya Vibriane (2005). Jumlah insiden diare Balita di Jawa Timur . www.google.co.id [6 juni 2010] Winarno (2009). Analisis Angka Kematian Bayi di Jawa Timur dengan Pendekatan Model Regresi Spasial. ITS: Surabaya
5