Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 1 -12
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN TERKAIT DENGAN PROFESI GURU SD Slameto
[email protected] PGSD & PPS MP - FKIP - UKSW Salatiga
ABSTRAK Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi, sertifikasi, dan tunjangan profesi. Ketiga faktor tersebut diprediksi mempengaruhi kualitas pendidikan. Mengingat hasil-hasil penelitian belum mendukung kerangka berpikir seperti itu, maka lahirlah 3 isu terkait dengan sertifikasi guru yaitu: peningkatan hasil belajar siswa yang diajar oleh guru pasca sertifikasi, rendahnya kualitas proises pembelajaran yang diampu oleh guru pasca sertifikasi dan perilaku guru yang kurang profesional. Oleh karena itu perlu pembinaan guru pasca sertifikasi yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan, dikarenakan prinsip mendasar bahwa guru harus merupakan manusia pembelajar (a learning person). Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalismenya sebagai guru. Pengembangan kompetensi dan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui upaya pembinaan dan pemberdayaan guru. Dengan demikian perlu upaya peninjauan lebih mendalam terhadap program sertifikasi guru dalam jabatan, khususnya tujuan dan makna sertifikasi, perlu ada upaya pembenahan mind set guru dan perlu ada program perawatan dan pengembangan profesionalisme bagi guruguru yang telah lulus program sertifikasi, khususnya dalam upaya peningkatan mutu layanan pembelajaran. Pengembangan profesionalisme guru pasca sertifikasi perlu kompetensi manajemen, strategi pemberdayaan, supervisi pengembangan, dan penelitian tindakan kelas. Kata kunci: permasalahan kompetensi, sertifikasi, dan profesi guru
gaimana dipersyarat-kan UU Guru dan Dosen. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan
PENDAHULUAN Sebagaimana dinyatakan dalam UU SPN Nomor 20/2003, UURI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru dinyatakan sebagai tenaga profesional. Dalam kerangka itulah program sertifikasi guru dilakukan supaya guru memiliki penguasaan kompetensi seba1
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
tertentu. Guru sebagai salah satu bagian dari pendidik profesional memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam melaksanakan tugasnya, guru menerapkan keahlian, kemahiran yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu yang diperolehnya melalui pendidikan profesi. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik dan diberikan kepada guru yang telah memenuhi syarat. Selanjutnya, bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Guru yang layak menerima tunjangan sebagai upaya perbaikan nasibnya agar profesi yang dijalaninya selama ini “diakui” sebagai profesi dan “disamakan” dengan profesi-profesi lainnya yang dianggap layak sebagai profesi. Guru benar-benar sebagai sosok yang siap untuk digugu dan ditiru,
siap memenuhi panggilan tugas dan kewajiban dengan segala tanggung jawabnya, kemudian siap menerima tunjangan sebagai konsekuensi dari sebuah profesionalitas. Guru memiliki peran strategis dalam bidang pendidikan; guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Sayangnya kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Berdasarkan survey UNESCO, terhadap kualitas para guru, kulitas guru kita berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal. Data dari Balitbang Depdiknas pada tahun 2005 menunjukkan terdapat 1.646.05 (69,45%) guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal (Tim Sertifikasi Guru, 2006). Permasalahan yang muncul kemudian adalah tingkat profesionalisme guru pasca sertifikasi. Setelah ada jaminan kesejahteraan yang lebih baik dari sebelumnya, apakah mereka yang telah disertifikasi itu lebih baik dari sebelumnya? Atau bagaimana perbandingannya dengan guru yang belum disertifikasi? Pertanyaan ini untuk menggugah, terutama tanggungjawab moral dalam membina generasi ke depan. Banyak kalangan masyarakat yang memandang pesimis dengan pelaksanaan program sertifikasi guru. 2
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Selain ketidakjelasan dalam proses pelaksanaannya, kompetensi guru pasca sertifikasi masih dianggap kurang menunjang kinerja guru dalam mengajar sehingga kualitas pendidikan Indonesia di dunia masih jauh tertinggal (Miftha Indasari, 2013). Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, mengatakan, tujuan sertifikasi untuk meningkatkan mutu guru tidak berjalan baik. Sebab, pemerintah tidak punya konsep yang jelas soal pembinaan guru. ”Setelah uang sertifikasi diberikan, pemerintah lepas tangan,” (kompas, 2012) . PEMBAHASAN
pentingnya adalah sebagai upaya pencegahan agar para guru pasca sertifikasi dalam bekerja sebagi guru profesional menjadi produktif, tidak terjebak dalam ketidak-layakan mana kala dilakukan penilaian kinerja. Disamping memaparkan uraian tentang permasalahan seputar sertifikasi dan profesionalitas guru pasca sertifikasi berdasarkan hasil-hasil penelitian dan kaitannya dengan layanan pembelajaran, fasilitator ini juga mengundang partisipasi peserta untuk memunculkan ide-ide cemerlang dalam mencari solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan/ pembelajaran sebagai dampak sertifikasi guru.
Fasilitasi sesi ini berupaya mengidentifikasi Isyu-isyu strategis terkait dengan Permenagpan - RB no 16 tahun 2009; sedemikian hingga merupakan upaya sosialisasi dan penyadaran bagi para guru SD pasca sertifikasi tentang pentingnya peraturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan pengembangan profesionalitasnya. Selain itu, yang tidak kalah
Sajian Hasil Penelitian Temuan D. Deni Koswara, Asep Suryana, dan Cepi Triatna dengan judul Studi Dampak Program Sertifikasi Guru Terhadap Peningkatan Profesionalisme dan Mutu Di Jawa Barat tahun 2009 diperoleh ringkasan hasil seperti berikut ini.
Temuan yang menggembirakan
Temuan yang memprihatinkan
Data umum mengenai profesionalisme guru SMP pada sekolah-sekolah yang diteliti menunjukkan kategori baik dengan capaian skor instrumen penelitian sebesar 3,22. Hal ini berarti bahwa dilihat dari rasa pengabdian, pemahaman terhadap kewajiban sosial, kemandirian, dan keyakinan terhadap profesi guru-guru yang menjadi responden penelitian dikategorikan baik.
Sertifikasi pada guru SMP yang diteliti di Jawa Barat berkorelasi sangat rendah terhadap peningkatan profesionalisme dan mutu pembelajaran. 1. Sertifikasi guru tidak berkontribusi terhadap profesionalisme guru. 2. Sertifikasi guru tidak berkontribusi terhadap mutu pembelajaran.
Profesionalisme guru berkontribusi terhadap mutu pembelajaran. 3
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Guru adalah tenaga profesional. Program sertifikasi guru dilakukan supaya guru memiliki penguasaan kompetensi sebagaimana dipersyaratkan UU Guru dan Dosen. Salah satu tujuan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Guru yang memperoleh tunjangan profesi dikategorikan sebagai guru profesional. Temuan D. Deni Koswara, dkk. tahun 2009 ternyata sertifikasi guru SMP di Jawa Barat berkorelasi sangat rendah terhadap peningkatan profesionalisme dan mutu pembelajaran; Sertifikasi guru tidak berkontribusi terhadap profesionalisme guru; tidak berkontri-busi terhadap mutu pembelajaran. Selanjutnya hasil kajian Bank Dunia mengkonfirmasi kegagalan program sertifikasi guru di Indonesia. Tidak adanya hubungan yang jelas antara program sertifikasi dengan peningkatan mutu pembelajaran. Tak tanggung-tanggung Bank Dunia meneliti pelaksanaan setifikasi guru untuk kurun waktu 2009, 2011, dan 2012. Sasaran penelitian adalah 240 Sekolah Dasar, 120 Sekolah Menengah Per-
tama, 3000 guru, dan 90.000 siswa. Temuan pertama, sertifikasi tidak mengubah praktik mengajar dan perilaku guru. Kedua, peningkatan pendapatan guru yang lolos sertifikasi ekuivalen dengan peningkatan mutu mengajar (Kompas, 2012). Temuan dari kajian itu dipaparkan oleh Head of Human Development Sector Indonesia Bank Dunia, Mae Chu Chang pada pertemuan Organisasi Guru ASEAN di Denpasar, Bali menyebutkan bahwa belum jelasnya manfaat sertifikasi. Bahkan sejumlah penelitian membuktikan bahwa peningkatan profesionalisme pendidik tidak berpengaruh positif terhadap peningkatan mutu pendidikan, sehingga akan terlalu cepat untuk mengatakan bahwa relevansi kebijakan sertifikasi pendidik dengan peningkatan kesejahteraan pendidikan dan mutu pendidikan. Penelitian Badrun dengan judul “Kinerja Guru Profesional (Guru Pasca Sertifikasi)di Kabupaten Sleman” tahun 2011 diperoleh hasil dalam ringkasan seperti berikut ini.
4
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Temuan yang menggembirakan Kemampuan guru profesional (guru pasca sertifikasi) dalam menyusun RPP dan melaksanakan pembelajaran sudah baik. Berdasarkan penilaian kepala sekolah, kompetensi kepribadian dan sosial para guru yang sudah lulus sertifikasi dan telah menerima tujangan profesi sangat baik. Upaya sebagian besar guru dalam membimbing siswa mengikuti lomba atau olimpiade sudah baik.
Temuan yang memprihatinkan Kinerja sebagian besar guru profesional (pasca sertifikasi) yang ada di Kabupaten Sleman belum baik; dari 17 indikator yang diteliti, 7 indikator baik dan 10 indikator lainnya belum baik. Upaya atau aktivitas sebagian besar guru yang telah lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan profesi masih belum menggembirakan, terutama yang terkait dengan: (1) penulisan artikel; (2) penelitian; (3) membuat karya seni/teknologi; (4) menulis soal UN; (5) menelaah buku; (6) mengikuti kursus Bahasa Inggris, (7) mengikuti diklat, dan (8) mengikuti forum ilmiah Aktivitas di organisasi pendidikan dan sosial belum baik, (1) ada sebagian (47,5%) guru yang telah lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan profesi menjadi pengurus organisasi sosial; (2) 30% guru menjadi pengurus organisasi pendidikan
Usaha sebagian besar guru yang telah lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan profesi dalam: (1) membuat modul; dan (2) membuat media pembelajaran baik.
Penelitian Badrun di Kabupaten Sleman tahun 2011 menyatakan kinerja sebagian besar guru profesional (pasca sertifikasi) belum baik, upaya sebagian besar guru yang telah lulus sertifikasi masih belum menggembirakan. Itu semua merupakan persoalan serius yang memerlukan solusi cerdas. Asumsi bahwa sertifikasi akan meningkatkan profesionalisme guru
dan mutu pendidikan, ternyata kondisi dilapangan berbeda; apa yang dialami guru dalam sertifikasi belum memberikan dampak secara signifikan pada kemampuan professional guru termasuk terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Bahkan muncul beberapa kasus yang tidak diharapkan, dimana ada guru yang menjadi lebih tidak disiplin pasca sertifikasi, ada pula yang meng5
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
asumsikan bahwa sertifikasi adalah suatu kondisi final dari profesi keguruan. Apabila diperbandingkan dengan sebelum sertifikasi, banyak guru yang sering mengikuti pengembangan kemampuan melalui berbagai pelatihan, workshop dan seminar, namun setelah sertifikasi dan dinyatakan lulus mereka cenderung tidak mengikuti lagi kegiatankegiatan tersebut. Lebih jauh, alokasi dana tunjangan profesi yang diterima guru-guru sedikit sekali proporsinya yang digunakan untuk pengembangan profesi, bahkan kecenderungannya tidak digunakan untuk pengembangan profesi guru lebih lanjut. Para guru lebih banyak mengalokasikan dana tunjangan profesinya untuk pemenuhan sandang, pangan dan papan, seperti pembelian tanah, rehab rumah, pembelian kendaraan bermotor, ditabung di bank, dan sebagainya.
terhadap sumberdaya agen dan pembiayaan bagi kelompok sasaran, mengembangkan pembagian tanggungjawab para agen dan antar para agen serta hubungan antar agen, dan d). Mengalokasikan sumberdaya untuk memperoleh dampak kebijakan. (Arif Rohman, 2009). Seperti dipaparkan di atas, bahwa sertifikasi guru yang semestinya meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru agar terjadi peningkatan kualitas pendidikan di kelas dan sekolah ternyata tak berjalan seperti yang diharapkan. Prestasi siswa tak meningkat signifikan, sertifikasi tak mengubah praktik mengajar dan tingkah laku guru. Perubahan yang dilakukan pemerintah untuk membayar lebih guru tak diterjemahkan oleh guru dalam hasil belajar yang bagus. Dengan demikian terdapat beberapa isyu strategis didalam implementasi kebijakan sertifikasi ini. Pertama terkait dengan peningkatan hasil belajar siswa yang diajar oleh guru pasca sertifikasi. Kedua terkait dengan rendahnya kualitas proises pembelajaran yang diampu oleh guru pasca sertifikasi. Ketiga terkait dengan perilaku guru yang kurang profesional. Peningkatan hasil belajar siswa (yang diajar oleh guru pasca sertifikasi) memang secara empiris dipengaruhi oleh banyak faktor, namun pengaruh faktor (kompetensi) guru bisa mencapai sebesar 25,5% (Jayengsari, R. 2013). Bahkan hasil penelitian Wuri Sylvia
Isyu-isyu strategis terkait Implementasi Permenagpan-RB nomor 16 tahun 2009 Mengimplementasikan berarti melengkapi atau menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang mencakup 4 komponen: a). Menciptakan dan menyusun staf sebuah agen baru untuk melaksana-kan sebuah kebijakan baru, b). Menterjemahkan tujuan legislatif dan serius memasukkannya ke dalam aturan pelaksanaan, mengembangkan panduan atau kerangka kerja bagi para pelaksana kebijakan, c). Melakukan koordinasi 6
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Sarce (2010) untuk mata pelajaran IPS Terpadu SMP, menemukan bahwa besarnya sumbangan kompetensi pedagogik guru terhadap hasil belajar siswa sebesar 94,50%. Terkait dengan isyu rendahnya kualitas proses pembelajaran yang diampu oleh guru pasca sertifikasi dapatlah dijelaskan seperti temuan Bank Dunia yang menyatakan bahwa sertifikasi tidak mengubah praktik mengajar dan perilaku guru; peningkatan pendapatan guru yang lolos sertifikasi tidak ekuivalen dengan peningkatan mutu mengajar (Kompas, 2012). Selanjutnya hasil kajian Bank Dunia mengkonfirmasi tidak adanya hubungan yang jelas antara program sertifikasi dengan peningkatan mutu pembelajaran; Sertifikasi guru tidak berkontribusi terhadap profesionalisme guru; tidak berkontribusi terhadap mutu pembe-lajaran. Mengapa demikian? Salah satu dugaan kuatnya karena terkait dengan isyu yang ketiga yaitu peri-laku guru yang kurang profesional. Terkait dengan isyu yang ketiga yaitu perilaku guru yang kurang profesional seperti dipaparkan oleh Badrun (2011) guru yang telah lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan sertifikasi justru lebih tidak disiplin, banyak guru yang tidak mau mengikuti pengembangan kemam-puan melalui berbagai pelatihan, workshop dan seminar; alokasi dana tunjangan profesi yang diterima guru-guru sedikit sekali proporsinya yang digunakan
untuk pengembangan profesi, bahkan kecenderungannya tidak digunakan untuk pengembangan profesi guru lebih lanjut. Terkait dengan kegiatan profesional, jarang sekali guru pasca sertifikasi yang melakukan kegiatan: penulisan artikel, Penelitian, membuat karya seni/teknologi, menulis soal UN, menelaah buku, mengikuti kursus Bahasa Inggris, mengikuti diklat, dan mengikuti forum ilmiah. Ketiga isyu tersebut dipengaruhi oleh faktor 1) standar dan tujuan kebijakan; 2) sumberdaya; 3) komunikasi; 4) interorganisasi dan aktivitas pengukuhan; 5) karakteristik agen pelaksana; 6) kondisi sosial, ekonomi, dan politik, serta karakter pelaksana. Agar isyu-isyu tersebut segera teratasi, para pelaku kebijakan harus memiliki kemempuan manaje-rial, dan politis serta komitmen terhadap tujuan yang akan dicapai. Para pemimpin dapat mengambil langkah bukan hanya pada ranah merencanakan sebuah peraturan namun dalam pengangkatan personil baru non layanan masyarakat, guna meningkatkan isi dan keterdukungan pemimpin terhadap pancapaian tujuan sertifikasi. Upaya Profesional Guru pasca Sertifikasi Asumsi bahwa sertifikasi akan meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pendidikan, ternyata kondisi dilapangan berbeda; apa yang dialami guru dalam sertifikasi belum memberikan dampak secara signifikan pada 7
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
kemampuan professional guru termasuk terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Bahkan muncul beberapa kasus yang tidak diharapkan. Untuk menjamin konsistensi profesionalisme guru seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, diperlukan upaya-upaya peningkatan profesionalisme secara berkesinambungan. Secara preskriptif dukungan kompetensi manajemen, strategi pemberdayaan, supervisi pengembangan, dan penelitian tindakan kelas merupakan dimensi-dimensi alternatif untuk meningkatkan profesionalisme guru. Dukungan kampetensi manajemen diperankan oleh dinas pendidikan dan kepala sekolah; Kompetensi manajemen yang dibutuhkan unruk peningkatan profesionaiisme guru dibedakan atas tiga aras, yaitu (1) manajemen aras kebijakan di tingkat birokrasi dinas pendidikan, (2) manajemen aras sekolah di tingkat kepala sekolah, dan (3) manajemen aras operasional di tingkat guru (Surya Dharma, 2003). Pada aras kebijakan di tingkat dinas pendidikan, menurut Santyarsa (2008) dibutuhkan kompetensi tentang (1) pemikiran strategik (strategic thinking), (2) kepemimpinan yang berubah (change leadership), dan (3) manajemen hubungan (relationship management). Pada aras sekolah oleh kepala sekolah, dibutuhkan kompetensi-kompetensi; (1) fleksibilitas, (2) terapan perubahan, (3) pemahaman
interpersonal, (4) pemberdayaan, (5) fasilitasi tim, dan (6) portabilitas (Santyarsa, 2008). Pada aras operasional di tingkat personal guru, dibutuhkan kompetensi; (1) fleksibilitas, (2) mencari dan menggunakan informasi, motivasi, dan kemampuan untuk belajar, (3) motivasi berprestasi, (4) motivasi kerja di bawah tekanan waktu, (5) kolaboratif, dan (6) orientasi pelayanan kepada siswa (Santyarsa, 2008). Pembinaan serta pemberdayaan kompetensi guru pasca sertifikasi akan ikut pula menentukan peningkatan mutu pendidikan. Dengan adanya KKG dan MGMP maka guru yang sudah dibekali dengan pendidikan kompetensi akan bisa saling berbagi pendapat dan meningkatkan kinerjanya sebagai guru yang professional. KKG dan MGMP merupakan wadah bagi guru untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi tugas keprofesionalannya. Selain itu, guru juga perlu diberdayakan kemampuannya dalam mengimplementasikan kompetensi yang telah mereka miliki serta harus terus diberikan motivasi oleh pihak manajemen sekolah. Dengan demikian, meningkatanya penguasaan kompetensi guru maka akan meningkatkan kinerja guru yang akan berdampak pula pada meningkatnya kualitas pendidikan. Maka, perlu adanya peran utama dari pemerintah dalam memberdayakan kembali kemampuan guru-guru pasca sertifikasi. Dalam dunia pendidikan, 8
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
pemberdayaan merupakan cara yang sangat praktis dan produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah, para guru, dan para pegawai. Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah, melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif, dan efisien. Pemberdayaan guru melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru terjadi melalui beberapa tahapan (Hanafiah, 2010: 161). Pertama, guru-guru mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka bisa melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja dengan baik. Tahap kedua, mengurangi rasa ketidakmampuannya dan mengalami peningkatan kepercayaan diri. Tahap ketiga, seiring dengan tumbuhnya keterampilan dan kepercayaan diri, para guru bekerja sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan. Strategi pemberdayaan dan supervisi pengembangan merupakan peran sentral kepala sekolah; Strategi pemberdayaan adalah salah satu cara pengembangan guru melalui employee involvement. Analog dengan pikiran Wahibur Rokhman (2003), dapat dikonsepsikan bahwa pemberdayaan merupakan upaya kepala sekolah untuk meberikan wewenang dan tanggung
jawab yang proporasional, menciptakan kondisi saling percaya, dan pelibatan guru dalam menyelesaikan tugas dan pengambilan keputusan. Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam proses pemberdayaan guru sebagai agen perubahan. Dalam hal ini kepala sekolah dituntut memiliki kesadaran yang tinggi dalam mendistribusi wewenang dan tanggung jawab secara proporsional. Cara ini di satu sisi dapat merupakan proses kaderisasi, dan di sisi lain sekaligus sebagai proses peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan. Pendekatan supervisi pengembangan (developmental supervision) bertolak dari kenyataan, bahwa pada dasarnya proses supervisi adalah proses belajar. Dalam proses supervisi, hubungan antara kepala sekolah analog dengan hubungan antara guru dengan siswa. Guru dalam melayani siswa memiliki kewajiban untuk memahami semua karakteristik siswa. Demikian pula, kepala sekolah dalam melakukan supervisi kepada guru, seyogyanya guru diperhatikan sebagai individu, karena ada perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan manusiawinya. Perlakuan ini sangat diperlukan, terlebih jika guru dituntut untuk terlibat secara langsung dalam peningkatan kualitas pendidikan. Pendekatan supervisi perlu didasarkan atas perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik guru. Pendekatan ini erat kaitannya dengan dua unsur penting keefektifan 9
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
guru dalam menjalankan tugas keprofesionalan, yaitu komitmen dan kemampuan berpikir abstraks. Komitmen guru merupakan banyaknya waktu dan tenaga yang mampu dicurahkan oleh guru tersebut bagi siswa dan mengembangkan profesinya. Komitmen diistilahkan sebagai kepedulian, yang dapat diklasifikasi atas tiga kategori, yaitu kepedulian terhadap diri sendiri, terhadap siswa, dan terhadap profesionalisme. Kemampuan berpikir abstraks, adalah kemampuan kognitif berbasis pengalaman konkrit, mampu mengidentifikasi tindakan kekinian untuk membantu siswa belajar secara efektif, dan mampu mengidentifikasi tindakan yang akan datang yang lebih memberikan kesuksesan pelayanan bagi siswa. Guru profesional secara teoretis akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, memberikan layanan pembelajaran kepada siswa untuk belajar secara interaktif, inspiratif, memotivasi, menantang, dan menyenangkan. Pembelajaran seperti itu akan dapat diwujudkan oleh guru, apabila guru secara kontiniu melakukan penelitian tindakan kelas atau PTK. PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif mandiri, yang dapat digunakan dalam proses pengembangan kurikulum sekolah, perbaikan sekolah, dan perbaikan kualitas pembelajaran di kelas. PTK sangat bermanfaat dalam membangun hubungan interpersonal, tipe pembelajaran yang
bervariasi, pengukuran bentuk-bentuk wacana kelas, penyelidikan terhadap manusia dengan melakukan komunikasi interpersonal selektif dan langsung. Kesahihan PTK bersifat personal, dan tidak semata-mata menekankan kesahihan metodologis. Para guru diseyogyakan untuk melakukan PTK seeara berkesinambungan. Praktik pembelajaran yang dikritisi dengan kemudian ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan melalui PTK, secara bertahap akan meningkatkan profesionalisme guru. PENUTUP Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan, guru merupakan salah satu faktor yang amat penting; oleh karena itu guru dinyatakan sebagai tenaga professional. Dalam kerangka itulah program sertifikasi guru dilakukan supaya guru memiliki penguasaan kompetensi sebagaimana dipersyaratkan UU Guru dan Dosen. Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi, sertifikasi, dan tunjangan profesi. Ketiga faktor tersebut diprediksi mempengaruhi kualitas pendidikan. Mengingat hasil-hasil penelitian belum mendukung kerangka berpikir seperti itu, maka lahirlah 3 isu terkait dengan sertifikasi guru yaitu: peningkatan hasil belajar siswa yang diajar oleh guru pasca sertifikasi, rendahnya kualitas proises pembelajaran yang diampu oleh guru pasca sertifikasi dan perilaku guru yang 10
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
kurang profesional. Oleh karena itu perlu pembinaan guru pasca sertifikasi yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan, dikarenakan prinsip mendasar bahwa guru harus merupakan manusia pembelajar (a learning person). Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalismenya sebagai guru. Pengembangan kompetensi dan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui upaya pembinaan dan pemberdayaan guru.
Dengan demikian perlu upaya peninjauan lebih mendalam terhadap program sertifikasi guru dalam jabatan, khususnya tujuan dan makna sertifikasi, perlu ada upaya pembenahan mind set guru dan perlu ada program perawatan dan pengem-bangan profesionalisme bagi guru-guru yang telah lulus program sertifikasi, khususnya dalam upaya-upaya peningkatan mutu layanan pembelajaran. Pengembangan profesionalisme guru pasca sertifikasi perlu kompetensi manajemen, strategi pemberdayaan, supervisi pengembangan, penelitian tindakan kelas.
Badrun Kartowagiran. 2011. Kinerja Guru Profesional (Guru yang Sudah Lulus Sertifikasi Guru dan Sudah Mendapat Tunjangan Profesi) di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pusat Kajian Pengembangan Sistem Pengujian dan Pusat Kajian Pendidikan Dasar dan Menengah, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta Deni Koswara, Asep Suryana, Cepi Triatna, 2009. Studi Dampak Program Sertifikasi Guru Terhadap Peningkatan Rofesionalisme dan Mutu di Jawa Barat. file.upi.edu/Direktori/ FIP/JUR._ ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... Haryono, 2010. Manajemen Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi, Makalah Disajikan dalam Program Teaching Clinic Pascasertifikasi Guru yang Diselenggrakan oleh Bidang PPTK Dinas Pendidikan Propvinsi Jawa Tengah Tahun 2010, dapat diakses pada http://budisusetyo.typepad.com /blog/2012/01/manajemen-peningkatan-profesionalisme-gurupascasertifikasi.html
11
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Jayengsari, Reksa. 2013. Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Akuntansi Di SMK Se-Kota Bandung. S1 Thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. Kompas, 2012. Sertifikasi Guru Disorot. http://tekno.kompas.com/read/2012/08/06/ 11001445/Sertifikasi.Guru.Disorot Ratna Ayu, 2010. Membangun Kompetensi dan Profesionalisme Guru: Suatu Refleksi Pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan. http://ratna-ayu.blogspot.com/ 2010/01/ membangunkompetensi-dan.html Republik Indonesia. 2005. Undang- UndangRepublik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta. Santyarsa, I Wayan. 2008. “Dimensi-Dimensi Teoretis Peningkatan Profesionalisme Guru”. http://www. koranpendidikan.com/artikel-8095.pdf Siswanta, Jaka. 2009. Meningkatkan Profesionalitas Pendidik Melalui Program Sertifikasi Pendidikan. Jurnal Mudarrisa, 1 (2). Slameto, 2008. Peran Kepala Sekolah dalam Optimalisasi Kompetensi Pedagogik Guru. Bintek Teaching Clinik Pasca Sertifikasi Bagi Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. Tim. 2006. Naskah akademik. Jakarta: Ditjen Dikti. Wuri Sylvia Sarce 2010. Pengaruh Kompetensi Pedagogik Guru Terhadap Prestasi Siswa dalam Mata Pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 01 Suboh-Situbondo. UIN Malang.
12
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PBL TERINTEGRASI PENILAIAN AUTENTIK PADA SISWA KELAS VI SDN 2 BENGLE, WONOSEGORO Sri Giarti
[email protected] SD Negeri Bengle 2, Wonosegoro, Boyolali ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah, hasil belajar Matematika siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terintegrasi penilaian autentik. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Instrumen pengumpulan data menggunakan rubrik penilaian keterampilan proses pemecahan masalah, dan soal tes Matematika materi Debit air. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan kondisi awal sebelum dilakukan tindakan, hasil siklus 1, dan siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan temuan bahwa model PBL terintegrasi penilaian autentik dapat: a) meningkakan keterampilan proses pemecahan masalah matematika siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle, Wonosegoro - Boyolali. Persentase kenaikan keterampilan pemecahan masalah matematika sebesar 28,54% untuk siklus 1 dan 35,46 % untuk siklus 2. b) Meningkatkan persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar minimal (KKM) berikut: pada kondisi awal, persentase pencapaian KKM sebesar 30,77% (4 siswa), pada siklus 1 persentase meningkat menjadi 53,84% (7 siswa), dan pada siklus 2 persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 84,61% (11 siswa). Kata kunci: keterampilan proses pemecahan masalah, hasil belajar, model pembelajaran PBL, penilaian autentik rik. Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit sehingga kurang diminati. Lampiran Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran matematika SD/MI menjelaskan bahwa pembelajaran Matematika diberikan untuk membekali peserta didik untuk berpikir logis, ana-
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu matapelajaran bidang ke-SD-an yang menjadi muatan utama dalam kurikulum SD/MI Tahun 2006. Namun, pandangan siswa terhadap pelajaran matematika secara umum kurang terta13
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
litis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan kerja sama dikutip dari (Depdiknas, 2006). Sehingga peserta didik mampu memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa karakteristik matematika yang memiliki objek kajian abstrak, berkaitan dengan karakteristik siswa SD yaitu senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Kenyataannya tujuan matematika agar siswa mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan kerja sama masih jauh dari harapan. Hasil observasi peneliti dan teman sejawat pada pembelajaran di kelas 6 SD N 2 Bengle menemukan permasalahan bahwa pembelajaran matematika masih berpusat pada guru. Guru masih menggunakan metode konvensional, dimana guru hanya memberikan ceramah, pemberian contoh, dan pemberian tugas. Sehingga siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran, cenderung pasif, hanya mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan soal-soal tanpa ada kegiatan yang melibatkan siswa secara langsung. Kondisi pembelajaran Matematika yang pasif dan hanya mendengarkan tersebut berdampak pada rendahnya keterampilan proses pemecahan masalah matematika dan hasil belajarnya.
Pada pembelajaran pokok bahasan menyelesaikan masalah penggunaan akar dan pangkat, hanya 4 siswa (30,77%) menunjukkan keterampilan proses pemecahan masalah matematika pada kategori tinggi, 65 siswa (38,46%) pada kategori sedang, dan 4 siswa (30,77%) pada kategori rendah. Rendahnya keterampilan proses pemecahan masalah matematika ini berdampak pada hasil belajar siswa. Data awal tingkat kompetensi hasil belajar siswa dengan KKM 60 ternyata hanya ada 3 siswa (30,77%) yang telah mencapai KKM dan rerata skornya berada pada kategori tinggi. Sedangkan 9 siswa (69,23%) belum mencapai KKM, dengan rincian 5 siswa (38,46%) pada rerata skor kategori sedang dan 4 siswa (30,77%) pada rerata skor kate- gori rendah. Dari hasil studi pendahuluan tentang keterampilan proses pemecahan masalah matematika dan hasil belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa masih terjadi kesenjangan yang cukup tinggi dalam hal keterampilan pemecahan masalah matematika dan hasil belajar siswa. Besarnya kesenjangan pencapaian hasil belajar siswa yang telah mencapai KKM sebesar 69,23%. Melihat kondisi seperti ini, peneliti berupaya melakukan perbaikan pembelajaran dalam rangka meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah matematika dan hasil belajarnya. Kajian pustaka yang dilakukan peneliti menemukan informasi berbagai model 14
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
yang sangat potensial untuk meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah matematika dan hasil belajar siswa Slameto (2011: 7) menyebutkan model pembelajaran inovatif diantaranya; Cooperative Learning, Contextual Teaching and Learning, Realistik Mathematics Education, Problem Based Learning, Problem Promting, Cycle Learning, Examples and NonExamples. Dari berbagai model pembelajaran yang ada, model PBL merupakan model pembelajaran yang sangat potensial untuk meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah matematika. Potensi PBL tersebut oleh karena sintak pembelajarnnya relevan dengan keterampilan proses pemecahan masalah matematika. Berdasarkan latar belakang seperti tersebut di atas, permasalahan penelitian yang akan dipecahkan dalam PTK ini adalah apakah model pembelajaran PBL terintegrasi penilaian autentik dapat meningkakan keterampilan proses pemecahan masalah Matematika dan seberapa tinggi peningkatan keterampilan proses pemecahan masalah matematika dan hasil belajar siswa tersebut bisa tercapai. KAJIAN PUSTAKA Hakikat Matematika dan Pembelajaran Matematika Depdiknas (2006) menjelaskan bahwa hakikat matematika merupakan “bahan kajian yang memiliki konsep
abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat luas dan jelas”. Menurut Wahyudi (2012:10), “matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan, yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara deduktif dan dapat digunakan untuk mendidik dan melatih untuk berpikir secara logik”. Sejalan dengan Wahyudi, Heruman (2007:27) mengemukakan “matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya”. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, penulis menyimpulkan bahwa matematika merupakan suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga ke paling rumit. Sedangkan pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (siswa) melaksanakan kegiatan belajar matemati15
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
ka, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika seharusnya mampu menanamkan konsep matematika secara jelas, tepat dan akurat kepada siswa sesuai dengan jenjang kelasnya. Tentang hakikat Matematika ini, lebih lanjut lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006, menjelaskan bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan tekno- logi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mema- jukan daya pikir manusia (Depdiknas, 2006). Perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan
masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Melihat hakikat dan karakterisik pembelajaran matematika seperti telah diuraikan diatas, maka para guru perlu mempertimbangkan rancangan tentang keterampilan proses pemecahan masalah matematika, memberikan pengalaman autentik pada siswa, menggunakan model yang dapat meningkatkan keterampilan proses misalnya PBL dan merancang penilaian yang dapat mengukur proses keterangan secara 16
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
autentik misalnya penilaian autentik. Uraian secara medalam atau mendetail tentang keterampilan proses pemecahan masalah matematika, PBL dan penilaian autentik pada bagian tersendiri. Keterampilan Proses Pemecahan Masalah Matematika Menurut Wahyudi & Kriswandani (2010:53) Keterampilan proses merupakan kegiatan belajar mengajar yang berfokus pada penelitian siswa secara aktif dan kreatif dalam proses memperoleh hasil belajar. Hasil belajar yang diperoleh siswa tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan saja melainkan bagaimana proses mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat terpenuhi. Nyimas Aisyah (2008:5) menyebutkan prinsip-prinsip keteram- pilan proses matematika meliputi: 1) mengamati, yaitu kegiatan yang terarah untuk menangkap gejala atau fenomena sehingga mampu membedakan yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan menggunakan indera secara optimal dalam rangka memperoleh informasi yang lengkap atau memadai. 2) menghitung, merupakan keterampilan dasar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil dari perhitungan dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafit dan atau histogram. 3) mengukur, merupakan keterampilan dimana seseorang dapat mengetahui sesuatu yang diamati dengan mengukur apa yang diamatinya. 4) mengklasifikasi, merupakan kemampuan me-
ngelompokkan atau menggolongkan sesuatuyang berupa benda, informasi, fakta dan gagasan. 5) memenukan hubungan, merupakan kemampuan menentukan hubungan antara sikap dan tindakan yang sesuai. 6) membuat prediksi, merupakan kemampuan menyusun hipotesis atau suatu perkiraan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. 7) melaksanakan penelitian, merupakan kegiatan penyelidikan untuk menguji gagasan-gagasan melalui kegiatan eksperimen praktis. 8) mengumpulkan dan menganalisis data, merupakan kemampuan mengenai bagaimana cara-cara mengumpulkan data dalam penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif. 9) menginterprestasikan data, merupakan kemampuan untuk menafsirkan data yang telah dikumpulkan dari berbagai kegiaan. 10) mengkomunikasikan hasil, merupakan kegiatan untuk mengkomunikasikan proses dari hasil perolehan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalam bentuk kata-kata, grafik, bagan maupun tabel secara lisan maupun tertulis. Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa pada prinsipnya pendekatan keterampilan proses pemecahan masalah memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menemukan dan mengkontruksi sendiri pemahaman ide dan konsep matematika melalui kegiatan pemecahan masalah matematika. Tantangan bagi guru SD dalam 17
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
mengampu mata pelajaran Matematika adalah seberapa tinggi tingkat pemahaman terhadap hakikat dan karakteristik Matematika, dimensi-dimensi Matematika dan konsisten dalam memilih model pembelajaran yang tepat. Apabila tantangan ini dijawab dengan tepat, maka dimensi-dimensi Matematika, yaitu Keterampilan proses pemecahan masalah matematika, dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
didik untuk belajar. Model PBL dilakukan dengan pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. Lebih lanjut Permendikbud (2014), menjelaskan bahwa langkahlangkah atau sintak model PBL meliputi orientasi permasalahan, pengorganisasian atau perancangan kegiatan penyelidikan, melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah, mempresentasikan hasil penyelidikan, dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dalam model pembelajaran PBL, berawal dari guru mengajukan masalah autentik ataupun mengorientasikan siswa kepada masalah. Selanjutnya, akan memfasilitasi penyelidikan pada saat eksperimen/pengamatan,memfasilitasi dialog antara siswa, juga mendukung proses belajar siswa. PBL merupakan pembelajaran, penyelidikan autentik, kerja sama dan menghasilkan karya serta peragaan sehingga pembelajaran tidak hanya pada perolehan yang menggunakan masalah autentik yang tidak terstruktur dan bersifat terbuka dalam mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis dan membangun pengetahuan baru. Berkaitan dengan hakikat dan langkahlangkah PBL ini, Aisyah (2011:7) menyebutkan keunggulan model PBL berikut: 1) memungkinkan siswa
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Menurut Slameto (2011:7) Model PBL merupakan model pembelajaran model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Senada dengan Slameto, Hosnan (2014: 295) mengemukakan bahwa Model Problem PBL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun sendiri, menumbuhkan kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Simpulan ini senada dengan ketentuan dalam Kemendikbud (2014), yang menyatakan bahwa Model PBL merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta 18
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
menjadi melek teknologi, melengkapi siswa dengan keterampilan dan rasa percaya diri untuk sukses dalam kompetisi global, dan juga mengajarkan inti kurikulum dengan cara interdisiplin. 2) Meningkatkan kualitas pembelajaran, mengubah pola mengajar dari memberitahu ke melakukan, menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan membuat keputusan sendiri, serta memberi kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi tentang bagaimana mereka akan menemukan jawaban pertanyaan atau memecahkan. 3) Menciptakan kondisi siswa menjadi aktif. 4) Menggali kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah. Namun demikian, PBL juga memiliki kelemahan, terutama perlu waktu yang lama untuk menyelesaikan satu siklus pembelajaran. Berdasarkan hakikat Matematika, karakteristik pembelajaran Matematika seperti telah diuraikan di atas, maka model pembelajaran PBL dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran Matematika di SD. Implementasi model pembelajaran PBL, secara teoretik dapat meningkatkan kompetensi keterampilan proses peme- cahan masalah matematika para siswa yang nantinya akan berdampak pada penguasaan konsep-konsep matematika. Berbagai penelitian tindakan mem- buktikan potensi PBL tersebut secara empirik. Siswantara, Manuaba & Meter (2013), meneliti
tentang penerapan model Problem Based Learning SD Negeri 8 Kesiman menemukan hasil bahwa model Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA. Wulandari, Budi & Suryandari (2013) melakukan PTK dan menemukan hasil bahwa penerapan Model PBL dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Mudal Purworejo. Apriani, Riska (2013) melaporkan hasil penelitian berikut: a) penggunaan Model Problem Based Learning dapat meningkatkan performansi guru, b) aktivitas siswa kelas IV SD Negeri Randugunting 3 Kota Tegal. dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Lohman & Finkelstein (2002) melakukan penelitian dengan judul Designing Cased in Problem Learning to Foster ProblemSolving Skill melaporkan bahwa model Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah. Uraian tentang hakikat PBL dan temuan berbagai penelitian tersebut di atas berimplikasi pada desain pembelajaran dan penilaian pembelajaran. Para guru perlu melakukan perancangan pembelajaran dan penilaian dengan baik. Penilaian tidak hanya cukup dengan tes melainkan melalui penilaian autentik yang mencangkup ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan. Uraian tentang Penilaian autentik dalam pembelajaran martematika akan dibahas pada bagian selanjutnya. 19
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Tujuan dari Model Problem Based Learning (PBL) untuk membantu siswa memperoleh pengalaman dan mengubah pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma sebagai pengendali sikap dan prilaku siswa. Mencermati uraian tentang keterampilan proses pemecahan masa- lah, sintak PBL dan potensi PBL seperti di atas, sebenarnya dapat disepadankan dengan keterampilan proses ilmiah dalam pendekatan saintifik. Langkah orientasi permasalahan dilakukan dengan cara mengamati permasalahan dalam pembelajaran matematika. Kegiatan menanya sejalan dengan aktivitas pengorganisasian atau perancangan kegiatan penyelidikan dengan merumuskan permasalahan penelitian. Kegiatan pembelajaran dengan melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah dalam sintak PBL relevan dengan mengumpulkan informasi dan mengasosiasikan. Kegiatan mempresentasikan hasil penyelidikan dan mengevaluasi proses pemecahan masalah merupakan kegiatan yang relevan dengan kegiatan mengkomunikasikan dalam pendekatan saintifik. Kesepadanan sintak PBL dengan keterampilan proses ilmiah dalam pendekatan saintifik nampaknya juga relevan dengan keterampilan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika. Kegiatan mengamati dalam proses keterampilan pemecahan masalah matematika sejalan dengan proses mengamati dalam pen-
dekatan saintifik dan kegiatan orientasi permasalahan dalam PBL. Kegiatan pengorganisasian atau perancangan kegiatan penyelidikan dalam sintak PBL merupakan kegiatan yang relevan dengan kegiatan menghitung, mengukur, mengklasifikasi, menemukan hubungan, dan memprediksi. Kegiatan melakukan penyelidikan dalam langkah PBL berhubungan dengan kegiatan melaksanakan penelitian serta mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data dalam keterampilan proses pemecahan masalah matematika. Aktivitas mempresentasikan dan mengevaluasi hasil penyelidikan sejalan dengan kegiatan mengkomunikasikan dalam keterampilan proses pemecahan masalah matematika. Dalam penelitian PTK ini lima pembelajaran didesain berdasarkan sintak dari PBL dan komponen-komponen keterampilan proses pemecahan masalah matematika menjadi obyek amatan dalam proses pembelajaran. Penilaian Autentik Menurut Endang Poerwanti (2008:3) Penilaian autentik atau penilaian alternatif merupakan upaya memperbaiki dan melengkapi tes, sehingga penilaian hasil belajar tidak hanya berhubungan dengan hasil akhir tetapi merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Berbeda dengan definisi Endang Poerwanti, Hosnan (2014:387) mendefinisikan penilaian autentik sebagai 20
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dari definisi penilaian autentik yang dikemukakan oleh Endang Poerwanti (2008:3) dan Hosnan (2014: 387) tersebut di atas, ada benang merah tentang definisi penilaian autentik yaitu pengukuran hasil belajar siswa menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, men- coba, membangun jejaring, dan lain- lain. Menurut Muslich (2009:47) menyebutkan bahwa penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tenang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran pengalaman belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar siswa mengalami proses belajar yang benar. Hosnan (2014:396) mengungkapkan bahwa teknik penilaian autentik terdiri dari tiga aspek penilaian yaitu: 1) penilaian sikap, penilaian yang dilaku- kan menggunakan lembar observasi kinerja saat siswa bekerja kelompok, bekerja individu, berdiskusi maupun saat presentasi menggunakan. 2) penilaian pengetahuan, penilaian yang dilakukan menggunakan instrumen tes tertulis, instrumen tes lisan dan instrumen penugasan. 3) penilaian proses atau keterampilan, yaitu penilaian yang dilakukan menggunakan penilaian kinerja melalui tes
praktik, projek, dan penilaian portofolio. Simpulan ini senada dengan ketentuan dalam lampiran Permendiknas No 81a Tahun 2013, yang menyatakan bahwa penilaian autentik merupakan penilaian dan pembelajaran secara terpadu. Penilaian autentik harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Penilaian autentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik (Permendiknas, 2013:56). Berpijak pada permasalahan kesenjangan proses dan hasil pembelajaran matematika dan potensi PBL serta keterampilan proses pemecahan masalah matematika seperti telah diuraikan di atas, maka kerangka pikir PTK ini dapat dirumuskan seperti dalam uraian berikut. Temuan awal tentang kondisi pembelajaran Matematika kelas VI di SD N Bengle 2 Wonosegoro - Boyolali menunjukkan bahwa para siswa kurang memiliki keterampilan proses pemecahan masalah Matematika dan berdampak pada hasil belajar yang belum maksimal. Di sisi lain model pembelajaran yang digunakan guru belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik Matematika. Oleh karena itu permasalahan ini akan 21
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
diatasi dengan menggunakan model Problem Based Learning dan penilaian autentik. Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir pembelajaran dirancang sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran PBL. Pada kegiatan ini, para siswa diajak untuk melakukan kegiatan: 1) mengorientasi peserta didik terhadap masalah yaitu memprediksi dan mengajukan hipotesis berdasarkan perkiraan atas kecenderungan atau pola hubungan antar data atau informasi tentang Kompetensi Dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan satuan debit. 2) Kemudian para siswa diajak mengorganisasikan masalah dengan mencari alternatif strategi untuk menyelesaikan masalah mengenaisatuan debit. 3) Selanjutnya siswa melakukan percobaan secara kelompok untuk mengumpulkan data atau informasi. Kegiatan berikutnya 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yaitu mengkomuni- kasikan secara tertulis laporan dari proses merumuskan hipotesis sampai dengan menyimpulkan hasilnya. 5) Kemudian kegiatan terakhir, siswa diminta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yaitu guru dan siswa mengevaluasi dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yang dipresentasikan setiap kelompok. Dengan langkah-langkah pembelajaran seperti diuraikan dalam kerang-
ka pikir di atas, tujuan dari model pembelajaran PBL akan tercapai. Tujuan tersebut adalah meningkatnya kompetensi keterampilan proses pemecahan masalah maematika dan peningkatan penguasaan konsepkonsep hasil belajar Matematika. METODE PENELITIAN Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilakukan di SD Negeri 2 Bengle, Kecamatan Wonosegoro - Boyolali pada mata pelajaran Matematika kelas VI Semester 1 Tahun Pelajaran 2014/ 2015. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui tahapan penyusunan proposal penelitian, penyusunan instrument, pelaksanaan tindakan dalam rangka pengumpulan data, analisis data dan pembahasan hasil penelitian serta penyusunan laporan PTK. Waktu pelaksanaan setiap tahap PTK adalah sebagai berikut: 1) penyusunan proposal penelitian dilakukan pada Juni tahun 2014; 2) Penyusunan instrumen PTK dilakukan pada Agustus minggu ke -3 tahun 2014; 3) Pelaksanaan tindakan siklus 1 dilakukan pada Agustus minggu ke-4 tahun 2014. Siklus 2 dilakukan pada September minggu ke-1 tahun 2014. Penentuan tindakan ini karena pertimbangan urutan pokok bahasan pada kelas VI dan kalender pendidikan di SDN 2 Bengle. Subyek yang dilibatkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VI yang berjumlah 13 yaitu 7 laki-laki dan 6 perempuan. 22
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Sumber data primer berasal dari hasil pengukuran variabel penelitian tindakan kelas berikut: 1) skor hasil belajar siswa sebagai cerminan dari penguasaan konsep matematika, 2) skor tingkat keterampilan proses pemecahan masalah. Sumber data sekunder berasal dari hasil pengamatan teman sejawat terhadap aktivitas pembelajaran, yang terdiri dari: 1) tingkat aktivitas guru dan 2) tingkat aktivitas siswa dalam pembelajaran. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan non tes. Instrumen non tes berupa: 1) instrumen pengumpulan data hasil belajar Matematika meng- gunakan test hasil belajar, 2) instrumen pengumpulan data mengenai keterampilan proses pemecahan masalah menggunakan rubik keterampilan proses pemecahan masalah. Kisi-kisi instrumen pengukuran keterampilan proses pemecahan masalah mencakup mencakup 10 item dari 10 komponen, yaitu komponen keterampilan mengamati (item no. 5), mengihitung (item no. 3), mengukur (no. 7), mengklasifikasi (item no. 1), menemukan hubungan (no. 9), membuat prediksi (item no. 6), melaksanakan penelitian (item no 10.), mengumpulkan dan menganalisa data (item no. 4), menginterpretasikan data (item no. 2), mengkomunikasikan hasil (item no. 8). Kisi-kisi instrumen pengukuran hasil belajar Matematika mencakup 10 item soal, terdiri dari: menjelaskan pengertian debit (item no. 1), melakukan
percobaan untuk menemukan rumus debit, volume dan waktu (item no. 3, 5, dan 8) menghitung besar debit (item no. 2, 4, 6,7, 9, dan 10). Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif komparatif. Data kuantitatif yang diperoleh di deskripsikan dalam bentuk kata-kata atau penjelasan. Baik data yang diperoleh dari hasil tes siswa. Rubik keterampilan proses siswa. Selanjutkan dilakukan komparasi data setiap siklus untuk memastikan ada tidaknya peningkatan hasil belajar siswa, peningkatan keterampilan proses pemecahan masalah matematika. Sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini ditetapkan indikator kinerja sebagi berikut: 1) Persentase jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 50% untuk siklus 1, dan siklus 2 sebesar 75%; 2) meningkatnya keterampilan proses sains minimal sebesar 20% untuk setiap siklus. Prosedur PTK ini terdiri dari empat tahapan yang saling terkait dan berkesinambungan, yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observe), serta refleksi (reflect). (Ditjen Dikti, 1999:25). HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Tiap Siklus dan Antar Siklus Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari dua siklus yang dilaksanakan, maka dapat disim23
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
pulkan bahwa penggunaan model PBL tingkat Keterampilan Proses Pemecamateri Debit air menunjukkan peninghan Masalah dari kondisi awal, siklus 1 katan Keterampilan proses pemecahan sampai siklus 2 masalah dan ketuntasan hasil belajar siswa. Tabel 1 merangkum komparasi Tabel 1 Komparasi Keterampilan proses pemecahan masalah Pembelajaran Tingkat Keterampilan Pemecahan Masalah Matematila Mean % Kenaikan KondisiAwal 23,62 Siklus 1 28,54 20,83 Siklus 2 35,46 23,55 Dari data dalam Tabel 4.9 diatas, diperoleh temuan: a) pada kondisi awal, rata-rata tingkat keterampilan proses pemecahan masalah matematika siswa baru mencapai 23,62 (skor maksimal ideal 40); b) pada siklus 1, rata-rata tingkat keterampilan proses pemecahan masalah matematika siswa mencapai 28,54. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan sebesar 20,83%; c) pada siklus 2, rata-rata keterampilan proses pemecahan masalah matematika mencapai 35,46. Data ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sains sebesar 23,55%.
Kenaikan mean hasil belajar dan persentase jumlah ketuntasan belajar siswa dirangkum dalam Gambar 1. Dari Gambar 1 diperoleh data berikut: a) pada kondisi awal, mean hasil belajar baru 40, sedangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 23,07% (3 siswa); b) pada siklus 1, mean hasil belajar menjadi 62,31 dan persentase meningkat menjadi 53,84% (7 siswa); c) pada siklus 2, mean hasil belajar meningkat menjadi 75,38 dan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 84,61% (11 siswa)
Gambar 1. Komparasi Mean dan Ketuntasan Belajar Siswa 24
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Data pada grafik 1 hasil belajar siswa kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan kondisi awal, mean 40, pada siklus 1 mean 62,31, pada siklus 2 mean 75,38. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Besaran peningkatan 53,84% pada siklus 1 dan 84,61% pada siklus 2. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 50% untuk siklus 1, 75% untuk siklus 2 ternyata temu- an siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan.
Temuan Penelitian dan Pembahasan 1. Keberhasilan model PBL dalam meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah matematika Data pada tabel keterampilan proses pemecahan masalah matematika kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan rerata keterampilan proses pemecahan masalah matematika pada kondisi awal 23,62 pada siklus 1 28,54 dan siklus 2 35.46. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan tingkat keterampilan proses pemecahan masalah matematika. Besaran peningkatan 20,83% pada siklus 1 dan 23,556% pada siklus 2. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 20% ternyata temuan siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan. Keberhasilan penelitian ini bermakna bahwa siswa mampu mengamati, mengukur, mengklasifikasi, menemukan hubungan, membuat prediksi, melaksanakan penelitian, mengumpulkan dan menganalisis data, menginterprestasikan data, mengkomunikasikan hasil Temuan ini sejalan dengan penelitian Siswantara, Manuaba & Meter (2013), Wulandari, Budi & Suryandari (2013), Apriani, Riska (2013) dan Lohman & Finkelstein (2002). 2. Keberhasilan model PBL dalam meningkatkan hasil belajar siswa
Hasil Temuan ini sejalan dengan penelitian Siswantara, Manuaba & Meter (2013), Budi & Suryandari (2013), Apriani, Riska (2013). Keampuhan model PBL mampu meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika dan hasil belajar siswa. Keampuhan ini terbuktinya dalam sintak/langkah pembelajaran, 1) sintak satu memberikan orientasi permasalahan pada siswa terbukti siswa mampu mengamati. 2) sintak kedua Mengorganisir siswa untuk meneliti terbukti siswa mampu mengamati. 3) sintak ketiga melakukan penyelidikan terbukti siswa menghitung, mengukur, mengklasifikasi, menemukan hubungan, memprediksi, melaksanakan penelitian, mengumpulkan dan menganalisis data, menginterpertasikan data. 4) sintak keempat mempresentasikan hasil pemecahan 25
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
terbukti siswa mampu mengkomunikasikan hasil. 5) sintak kelima mengevaluasi proses pemecahan masalah terbukti siswa mampu mengkomunikasikan hasil. Temuan ini sejalan dengan penelitian Siswantara, Manuaba & Meter (2013), Wulandari, Budi & Suryandari (2013), Apriani, Riska (2013) dan Lohman & Finkelstein (2002).
2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali 53,84% pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 84,61%.
Saran Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah, para guru hendaknya: a) menggunakan model pembelajaran PBL dalam pembelajaran matematika, b) melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di kelas dan c) mengembangkan keterampilan proses pemecahan masalah matematika.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran PBL dan penilaian autentik dapat: 1. Meningkakan keterampilan proses pemecahan masalah Matematika siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali sebesar 28,54% pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 35.46%. DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, (2011). Perbedaan Problem Based Learning dan Problem Solving. http://susantojk.blogspot.com/2011/07/problem-based-learning-danproblem.html. Diakses tanggal 11 Agustus 2014. Apriani Riska (2013). Peningkatan Pembelajaran Perubahan Lingkungan Melaui Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Randugunting 3 Kota Tegal. Skripsi UNNES Semarang Tidak diterbitkan. Depdiknas. (2006). Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum SD/MI tahun 2006. Jakarta: Depdiknas.
26
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Heruman. (2007). Model pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia. Kemendikbud, (2014). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lohman & Finkelstein. (2002). Designing Cased in Problem Learning to Foster Problem-Solving Skill. Research in Dental Education Jurnal, 6 (1):121– 127. Muslich, M. (2009). KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Nyimas Aisyah. (2008). Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.. Siswantara, Manuaba & Meter (2013). Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 8 Kesiman. Jurnal Garuda Portal,(1):1-10. Slameto (2011). Sertifikasi Guru Bahan Ajar. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Wahyudi & Kriswandani. (2010). Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Salatiga: UKSW Wahyudi. (2012). Matematika realistik dan implementasinya dalam proses pembelajaran matematika. Salatiga: UKSW. Wulandari, Budi & Suryandari. (2013). Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) Pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD. Jurnal Kalam Cendekiawan PGSD Kebumen,( 1):13-17.
27
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY BERBASIS CTL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGREJO 2 DEMPET, DEMAK. Hartatik SD N Karangrejo 2 Dempet-Demak ABSTRAK SD Negeri Karangrejo 2 terletak di Kecamatan Dempet Kabupaten Demak sangat jauh dari pusat Kecamatan. SD Negeri Karangrejo 2 termasuk SD dalam kategori ranking 10 besar di Kecamatan Dempet. Oleh karena itu potensi peserta didik SDN Karangrejo 2 termasuk cukup baik. Potensi tersebut perlu ditumbuhkembangkan. Berdasarkan data nilai guru, rata–rata nilai peserta didik kelas IV masih rendah, yaitu 6,5. Berdasarkan kondisi awal, peneliti menerapkan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya dalam materi pokok Rangka Manusia. Rumusan masalahnya, bagaimana meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia? Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik Kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada materi pokok Rangka Manusia. (2) Untuk meningkatkan aktifitas belajar peserta didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran IPA khususnya pada materi pokok Rangka Manusia. Setelah PTK dilaksanakan, maka hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: (1) Rata– rata hasil belajar peserata didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran IPA khususnya pada meteri pokok Rangka Manusia dapat ditingkatkan, yaitu 7,2. (2) Aktifitas belajar peserata didik setelah diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkat, solid, dan terkoordinasi. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disarankan sebagai berikut: (1) Perlu dilakukan PTK lanjutan untuk materi pokok yang lain pada pelajaran IPA. (2) Model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat diterapkan untuk kelas–kelas yang lain di SDN Karangrejo 2 Kecamatan Dempet. Kata kunci : Two Stay Two Stray, CTL, IPA.
dan untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari di masyarakat. IPA juga merupakan salah satu mata pelajaran UASBN sejak tahun pelajaran 2007/2008.
PENDAHULUAN Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam hal pembekalan untuk melanjutkan sekolah di tingkat yang lebih tinggi
28
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
SD Negeri Karangrejo 2 adalah sebuah SD yang terletak di desa yang masyarakatnya belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya pendidikan. Mereka sekolah hanya apa adanya, sekedar mengikuti arus. Minat belajar peserta didik juga sangat rendah. Selama ini banyak siswa penulis yang menganggap mata pelajaran IPA sebagai momok, bahkan dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan, membosankan, dan menjemukan. Keadaan ini berdampak pada aktivitas siswa yang sangat memprihatinkan. Masalah nyata, jelas dan mendesak untuk diselesaikan adalah sebagai berikut.a). Ada 3 peserta didik kelas IV yang nilai Akhir Semester tidak tuntas. Kompetensi para peserta didik untuk mengerjakan soal akhir semester belum baik dan perlu ditingkatkan. b). Berdasarkan data nilai guru, rata-rata nilai peserta didik kelas IV untuk materi pokok Rangka Manusia masih rendah yaitu 6,5. Rata-rata ini masih bisa ditingkatkan agar menjadi lebih besar dari 6,5. c).Aktivitas belajar peserta didik kurang berkembang. Dalam belajar kelompok, masih ada beberapa kelompok yang pasif. Keberanian peserta didik untuk bertanya kepada guru dan yang berani maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas tak lebih dari 2 anak. Penyebab masalahnya sangat jelas, yaitu: a). tidak semua peserta didik yang masuk ke SD Negeri Karangrejo 2, memiliki minat di
bidang IPA; b). guru belum memperoleh cara mengajar yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran IPA. Dari uraian di atas dipandang perlu untuk mencari model pembelajaran yang tepat dan menarik, agar proses pembelajaran semakin efektif dan kompetensi dasar peserta didik dapat secepatnya tercapai. Secara kolaburatif, penulis memilih model pembelajaran Two Stay Two Stray berbasis CTL ( Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan prestasi peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 pada materi pokok Rangka Manusia. Diharapkan dengan diterapkanya model pembelajaran Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) berbasis CTL ini, maka hasil belajar peserta didik dapat meningkat. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia?” Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah menigkatnya hasil dan aktifitas belajar peserta didik dalam mempelajari materi pokok rangka manusia dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat bagi siswa, guru dan sekolah. Bagi siswa diharapkan hasil belajar dan aktifitas siswa dapat meningkat. Bagi guru 29
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
diharapkan adanya inovasi model pembelajaran yang merupakan sumbangan pemikiran dan pengabdian guru dalam turut serta mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Selain itu bermanfaat pula bagi SD Negeri Karangrejo 2 diantaranya diperoleh panduan inovasi model pembelajaran Two Stay Two Stray yang diharapkan dapat dipakai untuk kelas – kelas lainnya di SD Negeri Karangrejo 2, dapat mengurangi jumlah peserta didik yang nilainya tidak tuntas, dapat meningkatkan perolehan nilai pada Ujian Sekolah, dapat meningkatkan peringkat SD Negeri Karangrejo 2 ditingkat Kecamatan.
pemerintah pusat melalui Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi dasar oleh peserta didik. b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. c. Mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata. d. Sumber belajar tak hanya dari guru, tetapi tetap harus edukatif. e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya mencapai kompetensi yang diharapkan. Agar kompetensi yang diharapkan dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dicapai dan ditingkatkan, peserta didik harus merasakan bahwa IPA berguna bagi kehidupannya. Di lain pihak, IPA amat terkait dalam kehidupan sehari-hari. Di lingkungan sekitar peserta didik banyak dijumpai dari segala aspek kehidupan hampir semua berkaitan dengan IPA. Misal dalam perdagangan, pembangunan rumah, bahkan dalam membuat kalender, inipun tidak terlepas dari Ilmu Pengetahuan Alam. Dirjen Dikdasmen (2002:1) menulis bahwa Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang mengaitkan bahan ajarnya dengan kehidupan sehari-hari peserta didik
KAJIAN PUSTAKA KTSP dan Pendekatan Kontekstual Saat ini sedang aktif dilaksakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum 2004 (KBK). KTSP ini juga berbasis pada kompetensi yang harus dicapai peserta didik. Puskur Balitbang Depdiknas (2002:1) mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. KTSP merupakan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu yang harus dipelajari dan ditampilkan peserta didik. Kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik melalui indikator hasil belajarnya telah disusun oleh
30
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
disebut sebagai pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual. Hal ini sangat diperlukan agar para peserta didik termotivasi untuk belajar. Peserta didik perlu dilatih secara dini untuk menghubungkan Ilmu Pengetahuan Alam dengan kehidupan sehari-hari dan tahu manfaat Ilmu Pengetahuan Alam dalam kehidupan bermasyarakat. Para peserta didik tak harus memperoleh wawasan manfaat Ilmu Pengetahuan Alam dari guru saja, melainkan dari sumber lain secara mandiri, seperti dari majalah, koran, TV, atau internet. Dalam sebuah jurnal, Uri Zoller (1991:593) menuliskan bahwa Science, Technology, Enviroment, and Society (STES) mempunyai hubungan dominasi yang setara. Ini berarti, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sudah menjadi issue internasional. Di sinilah Ilmu Pegetahuan Alam yang kontekstual perlu diterapkan agar bersesuaian dengan Environment/lingkungan dan Society/ masyarakat. Keterlibatan peserta didik untuk turut belajar secara aktif melalui implementasi KTSP yang berbasis kontekstual ini merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Peserta didik tidak hanya menerima saja materi pengajaran yang diberikan guru, melainkan peserta didik juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Dengan demikian, hasil pengajaran tidak hanya menghasilkan peningkatan
pengetahuan tetapi juga meningkatkan ketrampilan berpikir. Hal tersebut juga dikuatkan oleh Eggen dan Kauchak (1988:1) yang menulis bahwa ” Effective learning occurs when students are actively involved in organizing and finding relationships in the information by themselves.” Lambas dkk (2004:16) dalam materi Pelatihan Terintegrasi menulis bahwa belajar aktif adalah belajar yang melibatkan keaktifan mental (intelektual emosional) walaupun dalam banyak hal diperlukan keaktifan fisik. Kadar keaktifan siswa antara teachercentered lawan Student-centered. Kadar keaktifan siswa atau kadar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menurut Mc Keachie ditentukan oleh tujuh dimensi atau factor sebagai berikut. a. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran. b. Tekanan pada upaya mencapai tujuan afektif dalam pembelajaran. c. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran terutama dalam interaksi antar siswa. d. Penerimaan guru terhadap perbuatan ataupun kontribusi siswa yang kurang relevan bahkan salah sama sekali.
31
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
e. Kekohesifan kelas sebagai kelompok f. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusa-keputusan penting dalam kehidupan sekolah. g. Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik yang berhubungan ataupun tidak berhubungan dengan mata pelajaran. Tujuh dimensi di atas dapat diterapkan di dalam pengelolaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dalam berbagai variasi metode dan model pembelajaran. Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran dapat pula ditingkatkan dengan memberikan motivasi. Motivasi adalah daya penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu. Motivasi terbaik adalah motivasi instrinsik. Suatu motivasi yang tumbuh dari kesadaran diri pribadi yang didorong oleh cita-cita ataupun harapan pribadi. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang tumbuh karena pengaruh dari luar. Untuk memotivasi siswa pada awal pembelajaran dapat digunakan cerita menarik, masalah menantang, sejarah para ilmuwan, gambar menarik, atau yang lainnya.
Adapun beberapa cara yang dapat meningkatkan minat belajar siswa adalah: a. mengaitkan topik yang dibahas dengan kegunaannya di masyarakat; b. memberi kesempatan mendapatkan hasil yang baik (sense of succes); c. menggunakan variasi metode/model dalam proses pembelajaran; d. mengaitkan materi baru dengan materi lama. Saat ini kita berada dalam era globalisasi, informasi, dan komunikasi yang terbuka. Peserta didik mulai mengenal dunia kemajuan tak hanya lewat guru tapi juga lewat pencarian secara mandiri. Kemajuan sains dan teknologi sangat transparan. Oleh karena itu, pemahaman melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tidak bisa dilepaskan dari komunikasinya terhadap teknologi dan manfaatnya bagi kehidupan bermasyarakat. Inilah esensi KTSP di era otonomi bidang pendidikan. Dalam jurnal yang dikeluarkan oleh Balitbang Dikbud, Budiono dan Ella Yulaewati (1999) menulis bahwa hidup di era informasi, diperlukan pemahaman, komunikasi, dan perhitungan. Pemahaman diterjemahkan sebagai kemampuan memahami makna dan implikasinya. Ini akan
32
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
dicapai jika strategi yang diterapkan guru tepat dan mengacu pada penemuan dari peserta didik itu sendiri. Penemuan ini bisa diperoleh melalui proses pembelajaran yang menggunakan model Two Stay Two Stray. Pentingnya kontekstual sebagai penunjang aktivitas yang signifikan dari peserta didik ini juga diungkapkan oleh Elaine B. Johson (2002:3) yang menulis bahwa ”Contexstual teaching and learning engages students in significant activities that help them connect academic studies to their contextin real-life situations.” Berkaitan uraian di atas, maka peserta didik kelas IV SDN Karangrejo 2 perlu dioptimalkan aktivitas belajarnya sehingga memiliki kompetensi yang diharapkan, sesuai dengan tuntutan KTSP. Menurut Budiyono (2002:1) kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Seharusnya dengan suatu tindakan kelas, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang dimiliki peserta didik SDN Karangrejo 2 tentang Rangka Manusia dapat lebih ditingkatkan pula.
Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) Amin Suyitno (2009) menulis bahwa pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta peserta didik dengan peserta didik. Selanjutnya Trianto (2005:3) menulis bahwa model pembelajaran adalah tindakan pembelajaran yang dilakukan guru di dalam atau di luar kelas terhadap para peserta didiknya agar tujuan pembelajaran tercapai. Tetapi tidak semua tindakan pembelajaran dari guru terhadap peserta didiknya dapat disebut sebagai model pembelajaran. Tindakan pembelajaran guru baru dapat disebut sebagai model jika dipenuhi empat syarat sebagai berikut. a) Ada penemunya. b) Ada tujuan yang akan dicapai. c) Ada tingkah laku yang spesifik. d) Ada lingkungan yang perlu diciptakan. Selanjutnya Spenser Kagan (1992) memaparkan bahwa Two Stay Two Stray adalah sebuah model pembelajaran yang kegiatan intinya meminta para siswa untuk memecahkan permasalahan, mencari alternatif jawaban dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya dari 33
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
teman sebaya atau dari kelompokkelompok lain. Untuk selanjutnya disimpulkan bersama anggota kelompoknya sendiri. Two Stay Two Stray sangat baik jika digunakan untuk melatih siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga peserta didik dapat mendapatkan informasi seluas-luasnya sebagai alternatif jawaban. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut. a) Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang. b) Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok. Contoh: 1. Sebutkan bagian-bagian dari rangka manusia! 2. Sebutkan fungsi dari rangka manusia! 3. Sebutkan 3 penyakit yang berkaitan dengan rangka manusia! c) Tiap kelompok mengiventarisasi/mencat at alternatif jawaban bersama anggota kelompoknya. d) Setelah selesai dua orang dari masing-masing menjadi tamu/mengunjungi kelompok yang lain.
e) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu mereka. f) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiridan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. g) Kelompok memecahkan dan membahas hasil kerja mereka. h) Selanjutnya tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya ke depan kelas. i) Guru bersama siswa membuat kesimpulan atau guru melengkapi jawaban siswa sampai materi tuntas. j) Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para peserta didik tentang materi pokok yang baru saja diajarkan/dipelajari. Model pembelajaran Two Stay Two Stray berbasis Contectual Teaching Learning (CTL) sangat mudah diterapkan di dalam kelas. Secara garis besar langkahnya meliputi: mengembangkan pemikiran bahwa belajar anak akan lebih bermakna jika dengan cara bekerja sendiri, mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan
34
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
barunya, melaksanakan kegiatan inquiri, mengembangkan sifat ingin tahu dengan cara bertanya, menciptakan masyarakat belajar (kelompok belajar), menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, melakukan refleksi di akhir pertemuan, dan melakukan penilaian yang sebenarnya. Berdasarkan pemasalahan dan kajian teoretik seperti telah diuraikan di atas, maka disusun kerangka berpikir PTK seperti uraian berikut. Peserta didik SD Negeri Karangrejo 2 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak khususnya di kelas IV memiliki kemampuan cukup baik, tetapi jelas tidak semuanya memiliki kemampuan dan minat mempelajari IPA. Kenyataannya masih ada 3 siswa yang belum tuntas pada materi pokok Rangka Manusia. Kemapuan dan minat peserta didik dalam IPA harus dimulai dan dibangun dari kelas bawah. Jadi muncullah masalah mendesak untuk dipecahkan yaitu: (1). Bagaimana mempercepat pencapaian kompetensi dasar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 Dempet di bidang pelajaran IPA materi rangka mausia? (2). Bagaimana meningkatkan hasil belajar dan aktifitas belajar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam pelajaran IPA khususnya pada materi pokok Rangka Manusia?. Hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 di bidang pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih memungkinkan untuk
ditingkatkan. Karena itu secara kolaburatif peneliti dan para guru di SD Negeri Karangrejo 2 yang lain bersepakat untuk menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu), untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dan aktifitas belajarnya, khususnya dalam materi pokok Rangka Manusia. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah melalui penerapan model pembelajaran TwoStay Two Stray maka hasil belajar dan aktifitas belajar peserta didikkelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya materi pokok Rangka Manusia dapat ditingkatkan. METODE PENELITIAN Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah adalah peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2, Kecamatan Dempet Kabupaten Demak tahun pelajaran 2013/2014. Mata pelajarannya adalah Ilmu Pengetahuan Alam pada materi pokok Rangka Manusia. Jumlah peserta didik kelas IV sebanyak 10 siswa. Banyaknya peserta didik putra ada 4 dan yang putri ada 6 siswa. Lokasi penelitiannya di kelas IV SD Negeri Karangrejo 2, Desa Karangrejo, Rt 05/03 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak. Waktu 35
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
penelitian dimulai bulan Juli 2013 sampai Oktober 2013 pada semester I (ganjil). Sumber data berasal dari subyek penelitian, itu sendiri, yakni peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2, melalui hasil pengamatan, hasil refleksi oleh tim peneliti, dan dari hasil tes. Jenis datanya adalah data kuantitatif yang berupa (a) penilaian kinerja kelompok, (b) pengamatan terhadap peningkatan aktifitas peserta didik, (c) hasil tes, dan (d) data hasil observasi/pengamatan terhadap efektiitas penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu). Indikator keberhasilan dalam PTK ini adalah: a) Tercapainya tujuan ke I, yakni meningkatnya hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia, yang ditandai ratarata nilai hasil tes yang lebih dari 6,5. b) Tercapainya tujuan ke 2 yakni ada peningkatan aktifitas belajar peserta didik yang ditandai dengan: a. Semua peserta didik ikut terlibat aktif dalam kegiatan di kelompoknya. b. Banyaknya peserta didik yang berani bertanya lebih dari 2 orang. c. Banyaknya peserta didik yang berani maju ke depan mengerjakan tugas/soal, lebih dari 4 orang, dan d. Tidak ada peserta didik yang berbicara sendiri di
luar konteks materi pelajaran, pada saat pelajaran berlangsung. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Siklus I Hasil pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran pada Siklus I dirangkum sebagai berikut: 1) Guru mitra (sebagai pengamat) mengamati aktivitas kelompok peserta didik dan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan tugas. 2) Secara kolaboratif-partisipatif mengamati jalannya proses pembelajaran. 3) Ada 1 kelompok yang pasif saat memecahkan tugas/soal. Satu kelompok ternyata berbicara sendiri (gurau) di luar konteks pelajaran. 4) Peserta didik saat menyampaikan hasil pemikirannya, tampak antusias. Wakil dari kelompok 3 suaranya terlalu lemah sehingga tidak bisa didengar oleh semua peserta didik. 5) Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas secara individual, ternyata ada 4 peserta didik yang belum mengerjakan tugasnya.6) Peserta yang aktif berani bertanya hanya ada dua. 7) Peserta didik yang berani mengerjakan tugas di papan tulis juga hanya ada dua. Guru sampai perlu memerintahkan kepada peserta didik yang lain untuk mengerjakan tugas. 8) Kelompok II salah dalam menyebutkan bagian rangka kepala, disebutkan diantaranya
36
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
tulang bahu. 9).Kelompok I hanya dapat menjawab 1 soal, berarti ada 2 soal yang belum bisa dijawab dengan benar. Pengamatan Siklus II Hasil pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran pada Siklus I dirangkum sebagai berikut: 1) Guru mitra (sebagai pengamat) mengamati aktivitas kelompok peserta didik dan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan tugas.2) Secara kolaboratif-partisipatif mengamati jalannya proses pembelajaran. 3) Ada 1 kelompok yang pasif saat memecahkan tugas/soal. Satu kelompok ternyata berbicara sendiri (gurau) di luar konteks pelajaran. 4) Peserta didik saat menyampaikan hasil pemikirannya, tampak antusias. Semua kelompok menyampaikan dengan baik, tidak ada lagi kelompok yang suaranya lemah. 5) Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas secara individual, ternyata ada 1 peserta didik yang belum mengerjakan tugasnya. 6) Peserta yang aktif berani bertanya kepada guru sudah meningkat menjadi 40% dari jumlah peserta didik. 7) Peserta didik yang berani mengerjakan tugas di papan tulis juga sudah meningkat menjadi lebih dari 2 anak. 8) Kelompok III salah dalam menjawab tentang kegunaan rangka tengkorak. 9) Kelompok II hanya dapat menyebutkan 2 fungsi rangka.
Pengamatan Siklus III Pada Siklus III, hasil pengamatan dirinci sebagai berikut: 1) Guru mitra (sebagai pengamat) mengamati aktivitas kelompok peserta didik dan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan tugas. 2) Secara kolaboratif-partisipatif mengamati jalannya proses pembelajaran. 3) Semua kelompok aktif saat memecahkan tugas/soal. Tidak ada yang berbicara sendiri (gurau) di luar konteks pelajaran. 4) Peserta didik saat menyampaikan hasil pemikirannya, tampak antusias. Semua kelompok menyampaikan dengan baik kepada seluruh peserta didik. 5) Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas secara individual, ternyata semua peserta didik mengerjakan tugasnya dengan lengkap. 6) Semua peserta didik aktif dan berani bertanya kepada guru bila menemui kesulitan. 7) Semua peserta didik berani mengerjakan tugas di papan tulis. 8) Tidak ada kelompok yang salah dalam mengerjakan tugas. 9) Semua peserta didik mengerjakan test formatif dengan semangat dan rasa senang. 10) Nilai rata-rata test formatif adalah 7,2 Hasil pengukuran skor minimum, maksimum, rerata (mean), serta data persentase siswa yang sudah tuntas dan yang belum tuntas setiap siklus pembelajaran dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 37
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Skor minimum, maksimum, rerata (mean), serta data persentase siswa yang sudah tuntas dan yang belum tuntas
KATEGORI Min Max Mean Tuntas Belum Tuntas
PRA SIKLUS 5,5 7 6,5 60% 40%
SIKLUS I 6 7 6,5 60% 40%
SIKLUS II 6 8 6,8 80% 20%
SIKLUS III 6,5 9 7,2 90% 10%
kelompok berbicara sendiri (gurau ) diluar konteks pelajaran. Ketika menyampaikan hasil pemikiran kelompok, ada satu kelompok yang suaranya terlalu lemah sehingga tidak bisa didengar oleh seluruh peserta didik, saat diberi tugas individual ada 4 peserta didik yang tidak mengerjakan tugasnya, peserta didik yang berani bertanya kepada guru saat menemui kesulitan hanya ada 2 anak dan yang berani maju kedepan kelas untuk mengerjakan tugas juga tak lebih dari 2 anak. Pada Siklus II berdasarkan pengamatan dari 10 siswa yang mendapatkan nilai diatas nilai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM ) ada 8 siswa sehingga ketuntasan belajar mencapai 80 % dengan nilai rata – rata 6,8. Siswa yang berani bertanya juga meningkat sebesar 40%. Meskipun demikian masih ada 1 peserta didik yang belum selesai dalam mengerjakan tugas. Siswa yang
Pembahasan Hasil tes prasiklus menunjukan bahwa dari 10 siswa yang mendapatkan nilai diatas/sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal ( 6,5 ) hanya 6 siswa sehingga ketuntasan belajar hanya mencapai 60 % dengan nilai rata – rata 6,5. Pada Siklus I setelah dilakukan tindakan penelitian yaitu menggunakan Two Stay Tow Stray pada proses pembelajaran khususnya materi rangka manusia, diperoleh hasil ulangan harian dengan pencapaian nilai diatas KKM sebanyak 7 siswa, sedangkan siswa yang harus melaksanakan remidial sebanyak 3 siswa. Rata – rata nilai belum mengalami kenaikan/peningkatan. Pada siklus I peserta didik baru mengenal model Pembelajaran Two Stay Two Stray sehingga pelaksanaanya belum maksimal, ini nampak pada waktu pembentukan kelompok memakan waktu hingga 10 menit. Ada 2 kelompok yang pasif saat memecahkan soal/tugas, satu 39
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
berani maju mengerjakan tugas di papan tulis juga sudah lebih dari dua anak. Pada siklus III setelah dilakukan perbaikan berdasarkan deskripsi pada hasil tindakan siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada siklus III telah terjadi adaptasi terhadap perlakuan, baik metode maupun media yang digunakan, sehingga terdapat kenaikan rata – rata nilai maupun tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran. Berdasarkan rekapitulasi ketuntasan belajar pada siklus III dapat digambarkan sebagai berikut: Rata – rata hasil tes adalah 7,2, sedangkan siswa yang tuntas sebanyak 9 siswa, sedangkan yang harus remidi ada 1 siswa, berarti mengalami peningkatan 10 % dari 80 % menjadi 90 %. Perubahan tingkah laku juga sangat signifikan. Semua peserta didik aktif saat mengerjakan tugas/soal, tidak ada lagi yang bicara sendiri diluar konteks pelajaran, saat menmpilkan hasil pemikirannya tampak antusias, semua peserta didik mengerjakan tugas individu secara lengkap, semua aktif dan berani bertanya kepada guru saat menemui kesulitan, berani maju kedepan kelas untuk mengerjakan tugas, tidak ada kelompok yang salah dalam mengerjakan tugas/soal, semua peserta didik mengerjaka tes formatif dengan penuh semangat dan percaya diri. Dari uraian di atas mulai dari Siklus I sampai dengan Siklus III
nampak sekali perubahan yang terjadi pada peserta didik. Ini membuktikan bahwa model pembelajaran Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning) sangat tepat diterapkan untuk meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar para peserta didik dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada materi pokok Rangka Manusia. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut 1. Setelah diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya materi pokok Rangka Manusia nilai rata-rata hasil belajar peserta didik meningkat dari 6,5 menjadi 7,2. 2. Dengan diterapkannya Model Pembelajaran Two Stay Two Stray, aktivitas belajar peserta didik juga meningkat. Saran Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disarankan sebagai berikut: (1) Perlu dilakukan PTK lanjutan untuk materi pokok yang lain pada pelajaran IPA. (2) Model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat diterapkan untuk kelas–kelas yang lain di SDN Karangrejo 2 Kecamatan Dempet.
40
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
DAFTAR PUSTAKA Anderson, CA and Jennings, DL. 1980. When Experiences of Failure Promote Expectations of Succes : The Impact of Attributing Failure to Ineffective Strategies. Journal of Personality, 1 (48): 393 – 407. Ansori M, Subagyo Bambag dan Masthoha. 2004. Ilmu Pegetahuan Alam kelas IV. Pemeritah Kabupaten Demak Boediono dan Yulaewati, Ella. 1999. Penyusunan Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Dikbud. 5 (19): 20 35. Boediono. 2002. Kurikulum Berbasis Kompeensi. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang - Depdiknas. Dirjen Dikdasmen. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas. Eggen and Kauchack. 1988. Strategiea for Teachers. Teachung Content and Tingking Skills. New Jersey: Prentice Hall. Heckhause, H. 1974. How to Improve poor Motivation in Students. Paper presented at the 18-th International Conggres of Applied Psychology, Montreal, August. Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc. Praselyono, dkk. 2005. Matematika Kelas IV. Demak: Pemerintah Kabupaten Demak. Puskur Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Jakarta: Depdiknas. Schwank, Inge. 1993. On the Analysis of Cognitive Structures in Agorithmic Thingking. The Jurnal of Mathematical Behavior. 12 (2). New Jersey. Abbex Publishing Corporation. Schiefele dan Csikzentmihalyi. 1995. Motivation and Ability as Factors in Mathematics Experience and Achievement. Journal of Research in Mathematics Educations. 25 (2): 163-181. Sugiharti, Endang. 2009. Tata Tulis Karya Ilmiah. Makalah di sajikan dalam Pelatihan IHT Modl – model Pembelajaran Inovatif dan Penulisan Karya Ilmiah. Semarang. 18 – 21 Januari. Zoller, Uri. 1991. Teaching Learning Styles, performance, and student’s Teaching Evaluation in S/T/E/S. Journal of Research in Science Teaching. 28 (7): 593-697.
41
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
PENGEMBANGAN HANDOUT PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS III Retno Ningtyas dan Tri Nova Hasti Yunianta Program Studi Pendidikan Matematika-FKIP – UKSW Salatiga e-mail:
[email protected] Wahyudi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar-FKIP – UKSW Salatiga ABSTRAK Bahan ajar yang sering digunakan siswa di sekolah adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) karena harganya yang ekonomis dan relatif terjangkau. Banyak sekolah yang hanya menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) saja tanpa adanya handout atau buku penunjang sebagai pegangan siswa sehingga bahan ajar yang dapat digunakan anak belajar secara mandiri kurang dalam proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk bahan ajar berupa handout pembelajaran tematik gambar seri untuk siswa sekolah dasar kelas III pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang yang valid, efektif dan praktis. Penelitian ini merupakan jenis penelitian R&D (Research and Development). Penelitian ini mengacu pada model desain sistem pembelajaran ADDIE, yaitu: analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data pembuatan dan kualitas handout, yaitu: lembar penilaian handout, lembar pendapat siswa, wawancara guru, dan pretest-postest. Keberhasilan pembuatan produk ini ditinjau dari segi valid, efekif, dan praktis. Hasil penelitian menyatakan: (1) valid yang ditunjukkan dalam dua aspek yaitu (a) aspek materi yang memperoleh persentase penilaian 78,66% menunjukkan kategori kualitatif baik (B), (b) aspek tampilan memperoleh persentase penilaian 80% menunjukkan kategori kualitatif sangat baik (SB); (2) Efektif yang dinilai berdasarkan (a) uji ketuntasan klasikal yang menunjukkan thitung = 5,148 dengan taraf signifikan 5% dan dk = (n-1) = 33 diperoleh nilai ttabel = 1, 697, maka thitung > ttabel sehingga dapat disimpulkan rata-rata hasil belajar siswa melampaui KKM (b) persentase ketuntasan postest banyak siswa yang lulus KKM sekolah yaitu 79,412% siswa; (3) Praktis yang ditentukan oleh (a) penilaian observer memperoleh persentase penilaian 87% menunjukkan kategori kualitatif sangat baik (SB), (b) handout memperoleh respon positif siswa dalam penggunaannya pada pembelajaran matematika. Pembelajaran dengan menggunakan produk ini menjadi lebih menyenangkan dan membuat siswa menjadi aktif. Produk ini selain berisi gambargambar yang sesuai dengan dan tema yang berkaitan dengan lingkungan rumah juga di dalam materi yang disajikan diberikan proses terbentuknya suatu rumus sehingga siswa dapat belajar secara runtut tentang rumus yang diperoleh. Kata kunci: handout, pembelajaran tematik, gambar seri
42
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
bahan ajar yang digunakan guru memberikan dampak cukup besar bagi siswa dalam memahami materi yang diberikan oleh guru apalagi jika handout tersebut dibuat oleh guru itu sendiri karena sesuai dengan kondisi siswa di dalam kelas. Hal tersebut karena handout merupakan salah satu bahan ajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran (Setiawan, 2007). Raharjo (2011) menyatakan fungsi handout adalah sebagai alat bantu sehingga siswa lebih memahami materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ike Damayanti di SD Negeri Kutowinangun 07 pada tanggal 13 Januari 2014 dapat disimpulkan bahwa siswa sebenarnya lebih menyukai adanya bahan ajar dalam pembelajaran yang bergambar dibandingkan Lembar Kerja Siswa (LKS) karena hanya berisikan latihan-latihan saja tanpa adanya kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang proses pembelajaran di dalam kelas. Guru mereka hanya memberikan penjelasan sebentar, kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal-soal di Lembar Kerja Siswa (LKS) dan diminta mencocokkan jawaban dengan temannya. LKS yang digunakan sebagai pegangan utama siswa berisikan pemberian rumus langsung tanpa adanya proses yang menghasilkan rumus-rumus tersebut sehingga diperlukan bahan ajar yang dapat membantu siswa untuk lebih memahami materi yang diajarkan.
PENDAHULUAN Proses pembelajaran di sekolah selain guru yang memegang peranan penting, keberadaan bahan ajar juga sangat menunjang proses pembelajaran agar terlaksana dengan baik (Prastowo, 2012). Bahan ajar yang sering digunakan siswa di sekolah adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) karena harganya yang ekonomis dan relatif terjangkau. Banyak sekolah yang hanya menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) saja tanpa adanya handout atau buku penunjang sebagai pegangan siswa sehingga bahan ajar yang dapat digunakan anak belajar secara mandiri kurang dalam proses pembelajaran. Guru-guru di Sekolah Dasar banyak mengandalkan penggunaan LKS dalam pembelajaran matematika yang penyusunannya pun masih abstrak terutama untuk anak usia Sekolah Dasar kelas III sehingga kurang efektif dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini akan menghasilkan bahan ajar yang dapat digunakan sebagai pegangan siswa, bahan ajar yang dipilih adalah handout. Handout merupakan salah satu bahan ajar yang sangat ringkas. Handout bersumber dari beberapa literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang diajarkan serta dapat memudahkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran (Prastowo, 2012). Penggunaan handout sebagai salah satu 43
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Siswa cenderung menyukai bahan ajar yang berisikan contoh-contoh langsung dalam kehidupan nyata sehingga mereka dapat lebih paham dengan apa yang sedang mereka pelajari. Salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan pegangan siswa adalah handout pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam menyatukan beberapa mata pelajaran sehingga diharapakan dapat memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa. Model pembelajaran tematik melibatkan beberapa mata pelajaran menjadi satu tema dan menggunakan konsep-konsep yang sudah diperoleh peserta didik melalui pengalaman langsung serta menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Pembelajaran tematik berfokus pada pada tahapan yang harus ditempuh siswa dalam memahami materi yang disampaikan serta proses pengembangannya dalam keterampilan (Musclich, 2011). Handout yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah handout yang mempunyai ciri khusus berseri dan bergambar yang membedakan dengan handout yang ada selama ini. Media gambar merupakan media yang paling umum dipakai dalam media pendidikan serta dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana (Sadiman, 2011). Gambar seri merupakan media grafis yang digunakan untuk
menerangkan suatu rangkaian perkembangan. Setiap seri media gambar bersambung dan selalu terdiri atas sejumlah gambar (Rohani, 1997). Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri merupakan handout yang disusun dengan menerapkan model pembelajaran tematik serta gambar yang alur ceritanya saling berurutan (gambar seri). Pemberian gambar pada handout bertujuan agar siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan serta dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang diajarkan. Proses pemberian materi di dalam handout ini disusun berdasarkan proses sehingga siswa dapat mengetahui proses menghasilkan rumus tersebut, hal ini yang membedakan dengan bahan ajar yang digunakan siswa selama ini yang berisikan pemberian rumus langsung tanpa adanya proses. Fitriani (2013) menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media gambar seri menunjukkan hasil yang positif dari siswa. Izzati (2013) menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar tematik mendapatkan hasil yang positif dan dapat meningkatkan aktivitas siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kevalidan, keefektifan dan kepraktisan handout pembelajaran tematik gambar seri.
44
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Tahap analysis, pada tahap ini dilakukan analisis kurikulum, materi dan situasi. Pada analisis kurikulum dan materi dipilih kompetensi dasar menghitung keliling dan luas persegi dan persegi panjang. Pada analisis situasi berdasarkan hasil wawancara dengan guru ditemukan masalah pembelajaran matematika masih terbaatas pada: (1) peran aktif siswa yang belum maksimal; (2) ketergantungan siswa terhadap guru dalam memahami materi matematika, (3) belum ada bahan ajar matematika untuk siswa yang menarik dan menyenangkan. Salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan dengan menggunakan handout pembelajaran
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian R&D adalah metode penelitian yang untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010). Produk yang akan dihasilkan dalam penelitian ini berupa handout pembelajaran tematik gambar seri pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang untuk siswa SD kelas III. Subjek yang dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas III SDN Kutowinangun 07 Salatiga. Model desain sistem pembelajaran untuk menghasilkan handout pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ADDIE. Model ini sesuai dengan namanya, terdiri dari lima fase atau tahap utama, yaitu Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation (Pribadi, 2012). Data dikumpulkan berdasarkan lembar penilaian handout dan tes. Lembar penilaian handout terdiri dari lembar kevalidan dan kepraktisan handout. Tes dilakukan untuk mengetahui keefektifan penggunaan handout dalam proses pembelajaran. HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh handout pembelajaran tematik gambar seri dengan menggunakan model desain sistem pembelajaran ADDIE yang terdiri dari lima tahap.
tematik gambar seri sebagai tambahan (suplemen) bahan ajar siswa dalam mempelajari matematika disamping penggunaan LKS (Lembar Kerja Siswa).
45
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Tahap design, pada tahap ini (2) komponen-komponen dalam dilakukan beberapa hal yaitu: (1) handout pembelajaran tematik gambar mengumpulkan referensi materi; (2) seri. Revisi handout berdasarkan menyusun kerangkan handout; (3) masukan para ahli meliputi tampilan merancang pembelajaran sesuai tujuan handout, overview materi, tata tulis handout; (4) menyusun handout sesuai penggunaan EYD, penggunaan kalimat kerangka dan alur pembelajaran; (5) yang efektif dan perbaikan beberapa melengkapi unsur-unsur handout sesuai soal dalam latihan soal. Berikut overkerangka; (6) merancang tampilan/ view materi pada pembuatan handout layout handout matematika. tahap awal. Tahap development, pada tahap ini dilakukan pembuatan handout awal, Saran dan kritik juga diberikan valiadasi ahli dan revisi handout validator sampai handout dapat sebelum akhirnya diimplementasikan diimplementasikan. Berikut daftar ke siswa. Pembuatan handout awal saran dan kritik serta tindak lanjut. meliputi: (1) berbentuk media cetak; Saran dan Kritik Tindak Lanjut Gambar cover atau sampul Gambar cover atau sampul lebih sebaiknya lebih diperjelas. diperjelas dalam proses pembuatannya. Judul lebih dibuat simpel Mengganti judul “Lingkungan Rumah dengan judul “Lingkungan dan Sekitarnya” dengan judul Rumahku”. “Lingkungan Rumah”. Perbaiki pemilihan kata pada Memperbaiki penggunaan kata “kau” halaman tertentu, masih ada pada halaman 7 dan 8. penggunaan kata “kau”. Perbaiki beberapa gambar Memperbaiki letak beberapa gambar yang terlihat tidak yang tidak proporsional. proporsional (gambar terlihat gemuk). Tata tulis penggunaan EYD Memperbaiki beberapa kalimat yang masih banyak yang perlu penulisannya tidak sesuai dengan disempurnakan. EYD. Saran dan Kritik Tindak Lanjut Penggunaan rumus keliling Memperbaiki penanaman konsep dan luas persegi dan persegi keliling dan luas persegi dan persegi panjang tidak ditemukan, panjang dengan menggunakan masih diberikan. Munculkan ilustrasi, serta merancang alur
46
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
penanaman konsep keliling dan luas oleh tokoh cerita Pergunakan kalimat yang efektif, bahasa resmi dan perhatikan tanda baca.
Penggunaan gambar yang tidak efektif sebaiknya dikurangi. Perbaiki beberapa soal dalam cek pemahaman yang kurang jelas sehingga bisa dikerjakan.
penemuan rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang dengan melibatkan percakapan antar tokoh. Memperbaiki penggunaan kalimat yang tidak efektif serta memperbaikinya dengan bahasa resmi, memperbaiki tanda baca di dalam penggunaan kalimat. Mengurangi penggunaan gambar yang tidak efektif di dalam handout. Memperbaiki beberapa soal dalam cek pemahaman agar lebih jelas sehingga dapat dikerjakan.
Handout yang sudah divalidasi selanjutnya direvisi sesuai saran
validator. Berikut beberapa revisi sesuai saran validator.
Sebelum Revisi
Sesudah Revisi
Sebelum Revisi
Sesudah Revisi
47
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Tahap implementation, pada tahap ini dilakukan proses penerapan handout akhir berdasarkan hasil beberapa kali revisi yang sudah disetujui oleh para validator. Implementasi handout ini dilaksanakan dalam enam kali pertemuan. Pada awal proses implementasi ini siswa belum terbiasa dengan bahan ajar yang baru, siswa masih kesulitan dalam memahami alur handout akan tetapi pada pertemuan selanjutnya siswa sudah paham dan aktif dalam proses pembelajaran. Tahap evaluation, pada tahap ini dilakukan evaluasi penggunaan handout yang telah disusun dan diujicobakan. Hasil evaluasi handout terdiri dari analisis kevalidan, keefektifan dan kepraktisan. Berdasarkan
analisis data kevalidan ang terdiri dari aspek materi dan aspek tampilan, pada aspek materi diperoleh skor rata-rata adalah 59 dengan persentase 78,66% menunjukkan kategori baik sedangkan pada aspek tampilan diperoleh skor rata-rata adalah 36 dengan persentase 80% menunjukkan kategori sangat baik sehingga dapat disimpulkan handout yang dikembangkan dapat disimpulkan valid. Analisis data keefektifan terdiri dari uji ketuntasan klasikal dan persentase ketuntasan siswa pada posttest. Berdasarkan uji ketuntasan klasikal diperoleh nilai thitung = 5,134. Taraf signifikan 5% dan dk = (n-1) = 33 diperoleh nilai ttabel = 1, 697, maka thitung > ttabel, berarti H0 ditolak, hal ini berarti juga bahwa ratarata hasil belajar siswa melampaui
48
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
KKM. Persentase ketuntasan posttest siswa diperoleh 79,412% menunjukkan keefektifan hasil belajar tinggi atau dapat dikatakan handout efektif untuk pembelajaran matematika. Analisis data kepraktisan yang terdiri dari penilaian observer dan respon siswa. Berdasarkan penilaian observer diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan persentase 87% menunjukkan kategori sangat baik. Respon siswa terhadap handout yang dihasilkan berdasarkan lembar pendapat siswa secara keseluruhan memperoleh respon positif, dapat disimpulkan handout praktis.
validator yaitu dibuat overview materi yang tidak diberikan rumus secara langsung seperti bahan ajar pada umumnya dengan harapan anak dapat menemukan rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang secara mandiri sesuai dengan alur cerita. Pada alur cerita dalam setiap gambar direvisi dengan penggabungan beberapa mata pelajaran sesuai dengan konsep pembelajaran tematik serta diberikan sisipan pendidikan karakter pada siswa. Perubahan kegiatan belajar yang direncanakan semula hanya 4 kegiatan belajar dirubah menjadi 6 kegiatan belajar karena siswa akan kesulitan jika materi antara keliling atau luas persegi dan persegi panjang dimasukkan menjadi 1 kegiatan belajar. Kegiatan belajar disusun menjadi 2 macam yaitu kegiatan belajar kelompok dan mandiri dengan harapan siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran. Revisi perbaikan pemilihan kata dan penggunaan kalimat yang efektif juga dilakukan dalam pembuatan handout karena kalimat yang kurang efektif akan membuat siswa bingung dalam memahami alur cerita di dalam handout. Berdasarkan hasil beberapa kali revisi materi sehingga diperoleh hasil penilaian pada aspek materi dengan skor rata-rata adalah 59 dengan persentase 78,66% dan termasuk kategori baik. Revisi handout terkait dengan aspek tampilan. Pada revisi pada aspek ini dimulai dengan perubahan judul
PEMBAHASAN Handout yang baik adalah handout yang dapat digunakan sebagai pendamping bahan ajar yang digunakan guru, ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik bila perlu dilengkapi dengan gambar, isi handout juga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Revisi pada handout meliputi revisi materi, penulisan kata,tata tulis, penggunaan kalimat efektif, tanda baca dan gambar sesuai dengan tujuan penelitian yaitu handout pembelajaran tematik gambar seri. Revisi handout terkait dengan aspek materi. Pada revisi ini dimulai dengan perubahan handout yang semula terlihat kaku dan masih terlihat seperti LKS pada umumnya. Handout kemudian dirubah sesuai dengan saran 49
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
tampilan handout yang semula “lingkungan rumah dan sekitarnya” dipersingkat menjadi” lingkungan rumah”. Layout sampul depan juga diperbaiki agar terlihat lebih jelas. Perbaikan gambar juga dilakukan pada gambar yang terlihat tidak proposional (terlihat gemuk). Pengurangan gambar yang tidak memiliki fungsi juga dilakukan agar tampilan handout lebih efektif. Berdasarkan hasil beberapa kali revisi tampilan sehingga diperoleh hasil penilaian pada aspek tampilan dengan skor rata-rata adalah 36 dengan persentase 80% dan termasuk kategori sangat baik. Secara keseluruhan berdasarkan aspek materi dan tampilan handout pembelajaran tematik gambar seri valid. Berdasarkan hasil uji ketuntasan klasikal dapat dinyatakan bahwa handout pembelajaran tematik gambar seri efektif, hal tersebut dibuktikan dengan perhitungan yang memperoleh nilai thitung = 5,134. Taraf signifikan 5% dan dk = (n-1) = 33 diperoleh nilai ttabel = 1, 697, maka thitung > ttabel, berarti H0 ditolak, hal ini berarti juga bahwa rata-rata hasil belajar pada siswa dalam kelas uji coba produk melampaui KKM. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi keberhasilan penggunaan handout pembelajaran tematik gambar seri di dalam pembelajaran matematika untuk siswa Sekolah Dasar kelas III pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang. Keberhasilan penggunaan produk ini di dalam proses
pembelajaran karena dapat menarik minat belajar siswa dalam mempelajari matematika khususnya dalam materi keliling persegi dan persegi panjang. Produk ini selain terdiri dari gambargambar yang berwarna-warni, juga terdiri dari alur cerita yang mudah dipahami oleh anak-anak usia Sekolah Dasar kelas III. Tema dan tokoh-tokoh yang digunakan juga dekat dengan keseharian siswa berupa lingkungan rumah serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam rumah dapat memberikan pemahaman lebih mendalam pada siswa. Materi di dalam handout ini juga disusun sesuai dengan pembelajaran tematik yaitu mengaitkan beberapa matapelajaran menjadi satu di dalam sebuah bahan ajar, mata pelajaran yang dikaitkan adalah Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Handout pembelajaran tematik gambar seri ini juga dapat membantu guru menanamkan karakterkarakter yang diharapkan dapat tertanam di dalam diri siswa. Karakter yang ingin ditanamkan kepada siswa melalui handout ini adalah rasa percaya diri, mandiri, kerjasama, cinta lingkungan, kebersihan, dan patuh kepada orangtua. Kegiatan-kegiatan belajar di dalam handout ini juga disusun dengan mengaplikasikan beberapa model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah Numbered Heads Together dan
50
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Talking Stick. Kegiatan belajar dengan mengaplikasikan beberapa model pembelajaran tersebut dapat membuat mereka antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada bagian refleksi diri bermanfaat untuk meringkas materi yang sudah dipelajari siswa. Handout pembelajaran tematik gambar seri dapat digunakan sebagai suplemen bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika karena telah efektif dalam proses uji coba penggunaannya. Persentase ketuntasan 79,412% menunjukkan keefektifan hasil belajar tinggi. Sebanyak 27 siswa tuntas serta 7 siswa tidak tuntas dalam posttest. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada saat melihat kondisi awal yaitu dengan pemberian pretest yang hanya 16 siswa tuntas. Hal ini membuktikan bahwa pada saat kondisi awal kemudian diberikan perlakuan dengan handout pembelajaran tematik gambar seri menjadikan peningkatan pemahaman siswa. Pengaruh dari kondisi awal kemudian dilakukan posttest untuk mengukur hasil belajar dan mengalami peningkatan menunjukkan bahwa handout pembelajaran tematik gambar seri efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan penilaian observer diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan persentase 87% dan menunjukkan kategori sangat baik. Hal ini karena guru dapat menerapkan handout dengan baik dalam proses
pembelajaran. Guru memberikan siswa kesempatan untuk aktif dalam proses pembelajaran serta dapat mengelola kelas dengan baik dalam kegiatan kelompok maupun mandiri. Handout juga dinilai oleh observer sudah baik dan pembelajaran tematik sudah tercermin di dalam handout. Kegiatan kelompok dan individu dapat terlaksana dengan baik serta memberikan hal baru pada siswa yang sebelumnya belum pernah dalam proses pembelajaran menggunakan model-model pembelajaran kooperatif. Observer mengatakan bahwa handout yang dibuat dapat membantu siswa dalam memahami materi, gambar yang berwarna-warni yang membuat siswa lebih senang mempelajarinya, dan dapat membuat siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran. Dari hasil lembar pendapat siswa menunjukkan bahwa handout mempunyai tampilan yang menarik dan menarik minat belajar matematika. Handout juga mudah dipahami dalam penggunaannya serta siswa juga berharap dapat disusun handout pembelajaran tematik gambar seri untuk materi selanjutnya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa respon siswa positif. Berdasarkan observasi penelitan penggunaan handout pembelajaran tematik gambar seri yang telah dilakukan peneliti mendapatkan beberapa hal yang dapat dijadikan temuan penelitian antara lain: (1) 51
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
beberapa siswa pada saat pembagian kelompok tidak mau bergabung dengan temannya akhirnya dapat bekerja sama menyelesaikan kegiatan yang ada di dalam handout; (2) respon siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan sangat antusias karena sebelumnya siswa belum mendapatkan model pembelajaran yang diterapkan di dalam handout; (3) siswa menyukai tampilan dan gambar yang ada di dalam handout pembelajaran tematik gambar seri yang berwarna-warni karena sebelumnya mereka hanya menggunakan bahan ajar berupa LKS yang hanya berupa latihan soal dengan kertas buram; (4) siswa dapat memahami rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang melalui proses penemuan alur cerita sehingga siswa tidak diberi rumus secara langsung.
36 dengan persentase 80%, menunjukkan kategori sangat baik, sehingga dapat disimpulkan handout yang dikembangkan valid; (2) Keefektifan pembelajaran matematika pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang dengan menggunakan Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri memenuhi 2 indikator efektif, yaitu: Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri berdasarkan hasil perhitungan uji ketuntasan klasikal diperoleh nilai thitung = 5,134. Taraf signifikan 5% dan dk = (n-1) = 33 diperoleh nilai ttabel = 1, 697, maka thitung > ttabel, berarti H0 ditolak, hal ini berarti juga bahwa ratarata hasil belajar siswa melampaui KKM dan menunjukkan handout efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Persentase ketuntasan 79,412% menunjukkan keefektifan hasil belajar tinggi atau dapat dikatakan handout efektif untuk pembelajaran matematika. (3) Kepraktisan penggunaan Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri di dalam proses pembelajaran berdasarkan penilaian observer diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan persentase 87%, menunjukkan kategori sangat baik. Respon siswa juga positif di dalam penggunaan handout dalam proses pembelajaran matematika, secara keseluruhan handout praktis dalam penggunaannya untuk pembelajaran matematika.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) produk berupa Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri yang dihasilkan dalam penelitian berdasarkan penilaian validator pada aspek materi diperoleh skor rata-rata adalah 59 dengan persentase 78,66% menunjukkan kategori baik. Aspek tampilan diperoleh dengan skor rata-rata adalah
52
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
DAFTAR PUSTAKA Fitriani, Dian. 2012. Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Media Gambar Seri pada Siswa Kelas VII Mts Padureso. ejournal.umpwr.ac.id. Diunduh 16 Januari 2014. Pukul 08.50. Izzati, N. 2013. Pengembangan Modul Tematik dan Inovatif Berkarakter pada Tema Pencemaran Lingkungan untuk Siswa Kelas VII SMP. http://journal.unnes.ac.id/vol 2 No 2 (2013). Diunduh 12 Januari 2014. Pukul 09.15 Musclich, Mansur. 2011. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar. Yogyakarta: Diva Press Pribadi, Benny A. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat Raharjo. 2011. Pengembangan Bahan Ajar Handout Sistem Penerima TV di SMK Piri 1 Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/10269/. Diunduh 10 Januari 2014. Pukul 10.25. Rohani, Ahmad. 1997. Media Intruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta Sadiman, Arief S dkk. 2008. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Setiawan, Denny. 2007 . Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas Terbuka Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
53
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
PENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION PADA SUBTEMA MANUSIA DAN PERISTIWA ALAM KELAS 5 SD NEGERI 1 BANYUSRI Evi Nur Aini
[email protected] SDN 1 Banyusri – Wonosegoro - Boyolali ABSTRAK Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengidentifikasi langkahlangkah pembelajaran model Group Investigation (GI) serta untuk meingkatkan keterampilan proses serta hasil belajar pada siswa kelasV SDN 1 Banyusri pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data menggunakan rubrik penilaian keterampilan proses yang meliputi mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpul-kan data, menganalis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan sedangkan untuk hasil belajar muatan Bahasa Indonesia dan Matematika dengan soal tes. Analisis data yang digunakan mengguanakan analisis deskriptif komparatif yaitu dengan membandingkan kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran GI dilakukan dengan langkah-langkah: 1) identifikasi siswa danmengatur mendalam bentuk kelompok, 2)merencanakan tugas belajar, 3) Melasanakan tugas investigasi, 4) menyiapkan laporan, 5) presentasi, 6) evaluasi. Dari hasil penelitian model pembelajaran GI dapat meningkatkan keterampilan proses mencapai 17,73%. Sedangkan peningkatan dalam hasil belajar pada muatan Bahasa Indonesia besaran peningkatan 15% untuk siklus 1, 6% pada siklus 2. Pada muatan Matematika besaran peningkatan 17% pada siklus 1, dan 3% pada siklus 2. Proses pembelajaran dengan model GI terbukti dapat meninagkatkan keterampilan proses dan hasil belajar pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam di SDN 1 Banyusri. Kata kunci: keterampilan proses, hasil belajar, pendekatan saintifik, model pembelajaran GI
bangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Dalam kurikulum tahun 2013, pendekat-
PENDAHULUAN Pada saat ini kurikulum yang diberlakukan di Indonesia adalah kurikulum 2013 yang merupakan pengem-
54
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
an dalam mengorganisasikan pembelajaran yang digunakan adalah Pembelajaran Tematik Terpadu (PTP) atau Integrated Thematic Instrumen (ITI). Pembelajaran Tematik Terpadu menuntut siswa untuk aktif terlibat dalam pembelajaran. Namun kenyataannya di SD Negeri 1 Banyusri guru masih menggunakan model yang konvensional yang bersifat satu arah, cenderung kering dan membosankan. Hal ini berakibat pada kurangnya siswa dalam ketrampilan proses dan hasil belajar di SD Negeri 1 Banyusri. Keterampilan proses di SDN 1 Banyusri masih rendah dengan rata-rata 17,73 dari nilai maksimal 28. Sedangkan, untuk hasil belajar pada muatan Bahasa Indonesia siswa yang mencapai ketuntasan 48,15%, untuk muatan Matematika siswa yang mencapai ketuntasan 44,44%. Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar salah satunya adalah menyelaraskan kegiatan pembelajaran dengan nuansa Kurikulum 2013 yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran yaitu dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach). Pendekatan Saintifik meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan infirmasi, mengasosiasi, menalar, mengolah informasi, menyajikan serta mengkomunikasikan. Sehingga dalam kurikulun 2013 ini siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Usaha yang harus dilakukan oleh guru agar siswa terlibat aktif salah satunya dengan memilih model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat belajar. Model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat belajar diantaranya adalah model cooperative learning. Cooperative learning merupakan strategipembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkatkemampuan akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil (Saptono,2003:32). Dari berbagai alasan di atas penulis memutuskan untuk membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model Pembelajaran yang dipilh oleh peneliti adalah Tipe Group Investigation (GI) Berdasarkan latar belakang tersebut penulis membuat PTK ini bertujuan untuk: (1)meningkatkan Ketrampilan proses pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam bagi siswa kelas 5 SD Negeri 1 Banyusri Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Semester I Tahun Pelajaran 2014/2015 dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)(2)meningkatkan hasil belajar Sub Tema Manusia dan Peristiwa Alam siswa kelas V SD Negeri 1 Banyusri Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Semester I Tahun Pelajaran 2014/2015 dengan menggunakan
55
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).
PTP memiliki perbedaan kualitatif dengan model pembelajaran lain. PTP sifatnya memandu peserta didik mencapai kemampuan berfikir tingkat tinggi atau keterampilan berpikir dengann mengoptimalisasi kecerdasan ganda, sebuah proses inovatif bagi pengembangan dimensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Dalam pembelajaran tematik, tema berperan sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan beberapa pelajaran sekaligus. Adapun muatan pelajaran yang dikembangkan adalah muatan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Dalam kurikulum 2013, tema sudah disiapkan oleh pemerintah dan dikembangkan menjadi sub tema dan satuan pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan Pembelajaran Tematik Terpadu pada kelas V SD pada tema 2 sub tema 3 Pembelajaran Tematik Terpadu diajarkan berdasarkan tahapan-tahapan tertentu. Menurut Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2014) disebutkan ada beberapa tahapan dalam pembelajaran Tematik Terpadu yaitu: 1) Guru harus mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai muatan dalam satu tahun. 2) Guru melakukan analisis Standar Kompeten Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD) dan
KAJIAN PUSTAKA Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu Dalam Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2014) dijelaskan bahwa Pembelajaran Tematik Terpadu atau Intregrated Thematic Instruction (ITI)dikembangkan pertama kali pada tahun 1970-an. Belakangan PTP diyakini sebagai salah satu pembelajaran yang efektif karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosional, fisik, dan akademik peserta didik di dalam kelas. PTP awalnya dikembangkan untuk anak-anak berbakat danbertalenta, anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang belajar cepat. PTP ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik untuk waktu yang panjang. Premis utama PTP adalah bahwa peserta didik memerlukan peluang-peluang tambahan untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk secara mengkonseptualisasi dan mensintesis. Pada sisi lain, PTP relevan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan kualitatif lingkungan belajar.
56
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
membuat indikator. 3) Guru membuat hubungan pemetaan antara kompetensi dasar dan indikator dengan tema. 4) Membuat jaringan KD, Indikator. 5) Menyusun silabus tematik. 6) Menyusun Rencana Pembelajaran Tematik Terpadu dengan menerapkan pekatan saintifik. Sebelum membuat Rencana Pembelajaran guru terlebih dahulu mengetahui cakupan KD yang ada pada setiap muatan pelajaran. Cakupan KD pada sub tema Manusia dan Peristiwa alam adalah sebagai berikut: 1) Cakupan KD pada muatan Bahasa Indonesia 3.2 Menguraikan isi teks penjelasan tentang proses daur air, rangkaian listrik, sifat magnet, anggota tubuh (manusia, hewan, tumbuhan) dan fungsinya, serta sistem pernapasan dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosa kata baku 4.2 Menggali informasi dari teks pantun dan syair tentang bencana alam serta kehidupan berbangsa dan bernegara dengan bantuan guru dan teman dalam Bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku 4.4Melantunkan dan menyajikan teks pantun dan syair tentang bencana alam serta kehidupan berbangsa dan bernegara secara mandiri dalam bahasa Indonesia
lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku 2) Cakupan KD pada Muatan Matematika 3.3 Memilih prosedur pemecahan masalah dengan menganalisis hubungan antar simbol, informasi yang relevan, dan mengamati pola 4.3 Menunjukkan kesetaraan menggunakan perkalian atau pembagian dengan jumlah nilai yang tidak diketahui pada kedua sisi Hakikat Pendekatan Pembelajaran Saintifik M.Hosnan (2014:34) mengemukakan bahwa Implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai tehnik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Kondisi pembelajaran yang diharapkan dari pendekatan saintik adalah mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, bukan hanya diberi tahu. Pemilihan pendekatan Saintifik pada penelitian ini sejalan dengan keterampilan proses pembelajaran yang 57
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan.
didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan. Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan. Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada.
Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Hasil Belajar dalam Pembelajaran saintifik berupa penilaian autentik. Kemendikbud ( 2014 : 34) penilaian autentik merupakan suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas dan menyelesaikan masalah. Sekaligus, mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah (Hymes, 1991). Dalam hal ini adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi (performance) siswa yang ditemui di dalam praktik dunia nyata. Untuk mengukur prestasi tersebut dilakukan dengan penilaian autentik. Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta
58
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Jenis-jenis penilaian autentik terdiri dari: Penilaian sikap, penilaian dan pengetahuan, dan penilaian ketrampilan. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan pada penilaian pengetahuan dan pengetahuan ketrampilan. Menurut Wahyudi & Kriswandani (2010 :53) Keterampilan Proses merupakan kegiatan belajar mengajar yang berfokus pada penelitian siswa secara aktif dan kreatif dalam memperoleh hasil belajar. Hasil belajar tidak terbatas pada aspek pengetahuan saja melainkan bagaimana proses mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat terpenuhi. Nyimas Aisiyah (2008:5) menyebutkan prinsip-prinsip keterampilan proses matematika meliputi : 1)mengamati, 2)menghitung, 3)mengukur, 4)Mengklasifikasi, 5)menemukan hubungan, 6)membuat prediksi, 7) melaksanakan peneliian, 9)menginterprestasikan data, 10) mengkomunikasikan hasil. Menurut modul Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Rendah Keterampilan proses pada Bahasa Indonesia meliputi : 1) Mengamati, 2)Menggolongkan, 3)Menafsirkan, 4)Menerapkan, 5)Mengkomunikasikan. Dari kedua keterampilan proses pada muatan Matematika dan Bahasa Indonesia Peneliti mengambil Keterampilan proses yang sesuai dengan materi pada pembelajaran sub
tema Manusia dan Peristiwa alam yaitu: mengamati, menghitung, mengklasifikasi, mengumpulkan data, membuat prediksi, menyimpulkan, mengkomunikasikan. Model Pembelajaran Group Investigation Hosnan (2014:258) mengemukakan bahwa Model pembelajaran Group Investigation (GI) diperoleh dari Thelen. Model ini merupakan pembelajaran yang membimbing siswa untuk memecahkan masalah secara kritis dan ilmiah. GI merupakan model pembelajaran kooperatif yang memfasilitasi siswa untuk belajar dalam kelompokkelompok kecil yang heterogen untuk mendiskusikan dan menyelesaikan suatu masalah yang ditugaskan kepada mereka. Model GI melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dari seleksi topik maupun cara mempelajarinya melalui proses investigasi yang mendalam. Model ini menuntut siswa untuk berkomunikasi yang baik dengan kelompok. Tipe GI dapat digunakan dalam membimbing siswa agar mampu berpikir sistematis, kritis, analitik, berpartisipasi aktif dalam belajar dan berbudaya kreatif melalui kegiatan pemecahan masalah. Dalam proses belajar melalui GI siswa akan belajar aktif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir sendiri. Dengan jalan itulah siswa dapat menyadari 59
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
potensi dirinya. Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran GI merupakan salah satu Trianto, (2007: 59) menjelaskan para guru yang menggunakan metode GI pada umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Menurut Slavin (2012 :70) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe GI adalah sebagai berikut : a) Identifikasi topik dan mengatur siswa dalam kelompok, proses identifikasi topik dilakukan oleh guru dengan memilih topik-topik yang bisa didiskusikan siswa tapi membutuhkan pemikiran dan mengandung unsur yang bisa jadi penemuan. Pengaturan kelompok juga dilakukan oleh guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik masing-masing siswa. b) Merencanakan tugas belajar. Tugas yang diberikan dirancang sedemikian rupa sehinga mendorong siswa untuk menemukan sesuatu. c) Melaksanakan tugas investigasi. Investigasi dilakukan dengan mendiskusikan dalam kelompok. c) Mempersiapkan laporan akhir. Setelah menemukan hal yang harus dipecahkan siswa harus membuat laporan akhir secara tertulis dan dilaporkan di depan kelas.d)Menyajikan laporan akhir. e)evaluasi
Dari uraian yang telah dipaparkan penulis menyimpulkan tentang model pembelajaran GI. Model pembelajaran GIadalah model kooperatif yang dilakukan dalam kelompok dengan menggunakan teknik memecahkan masalah. Langkahlangkah dalam pembelajaran GI adalah siswa berkelompok 5-6 anak yang heterogen. Siswa memilih topik sesuai dengan materi yang akan dibahas. Setiap kelompok mendapat materi yang berbeda-beda. Bersama dengan kelompoknya siswa berdiskusi tentang materi terebut. Setelah itu perwakilan kelompok mempresentasikan hasilnya didepan kelas dan kelompok yang lain menanggapi. Sehingga dengan cara itu siswa akan lebih memahami materi pelajaran. Setiap model pembelajaran memiiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kelebihan dari model pembelajaran GI sebagai berikut : a) Peningkatan belajar terjadi tidak tergantung pada usia siswa, mata pelajaran dan aktivitas belajar. b) Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif karena adanya komunikasi. c) Saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih bersemangat dan berani mengemukakan pendapat. d) Dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih termotivasi. e) Dapat membantu siswa mengaktifkan kemampuan latar belakang teman
60
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
sekelas mereka. f) Dapat menjadi motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. g) Melatih siswa menyelesaikan masalah dengan cara investigasi kelompok. Sedangkan kekurangan dari GI meliputi: a) Pembelajaran ini hanya sesuai diterapkan dikelas tinggi karena memerlukan tingkatan kognitif yang lebih tinggi. b) Kontribusi siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan. c) Adanya pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai yang lebih tinggi dengan kelompok dengan nilai yang rendah. d) Memakan waktu yang lama. e) Guru membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat menerapkan model ini. Berdasarkan beberapa kelebihan dari model pembelajaran Group Investigation dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran GI dapat dijadikan salah satu model pembelajaran di SD. Implementasi model pembelajaran GI di SD secara teoritik dapat meningkatkan keaktifan siswa yang akan berdampak pada meningkatnya keterampilan proses sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam model GI siswa lebih giat dan bekerja keras. Berbagai penelitian membuktikan potensi GI tersebut secara empirik.
Sugiyanto (2012), meneliti tentang penerapan Model Pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan hasil belajar pada Siswa Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Groboganpenelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran GI dapat meningkatkan hasil belajar hingga 92%. Vera Sandria (2012) melakukan penelitian terhadap peningkatan hasil belajar Matematika kelas IV SDN 147 Palembang. Dalam penelitiannya menunjukkan keberhasilan peningkatan hasil belajar sebesar 92,5%. Rutinah (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pengunaan metode pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian tentang pendekatan saintifik, keterampilan proses, dan model pembelajaran GI, sebenarnya ada keterkaitan antara ketiganya. Sintaks melaksanakan investigasi pada model pembelajaran GI sepadan dengan kegiatan mengamati dan menanya pada pendekatan saintifik serta kegiatan mengajukan pertanyaan pada rubrik keterampilan proses. Sintaks pembelajaran GI mengumpulkan laporan merupakan kegiatan yang relavan dengan kegiatan mengumpulkan data dan mengasosiasi pada pendekatan saintifik dan mengolah data, menghitung, serta menyimpulkan pada rubrik 61
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
keterampilan proses. Sedangkan sintaks GI presentasi berhubungan dengan kegiatan mengkomunikasikan pada pendekatan saintifik dan kegiatan mempresentasikan pada rubrik keterampilan proses. Kerangka Pikir Hasil Belajar kelas V SDN 1 Banyusri tergolong masih rendah hal ini terbukti dari kebanyakan siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Selain itu ketrampilan siswa juga masih rendah seperti dijelaskan pada tabel 1.1. Hal ini disebabkan karena guru masih meyampaikan pembelajaran dengan cara konvensional. Sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk melakukan aktifitas dalam pembelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan ketrampilan proses dan hasil belajar adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran yang dibutuhkan dalam pembelajaran tematik adalah model pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswanya, salah satunya adalah model pembelajaraan kooperatif tipe Group Investigation. Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sehingga tercipta suasana interaktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa,dengan adanya suasana interaktifdiharapkan
ketrampilan proses dan hasil belajar siswa dapat meningkat. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Banyusri Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali pada Sub Tema Manusia dan Peristiwa alam Kelas V SD semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015. Pelaksanaan siklus 1 dilaksanakan pada September minggu kedua sedangkan siklus 2 dilaksanakan pada September minggu ketiga.Dengan jumlah siswa 12 laki-laki dan 15 perempuan. Teknik pengumpulan data kan teknik tes dan non tes. Teknik tes digunakan untuk mengukur hasil belajar sedangkan teknik non tes untuk mengukur keterampilan proses. Analisis validitas data digunakan untuk mengukur instrumen yang valid. Hasil dari instrumen dari 7 item menunjukkan corrected item ≥ 0,3. Ini menunjukkan bahwa instrumen untuk keterampilan proses sudah valid. Data hasil tes dianalisis secara deskriptif komparatif, yaitu dengan membandingkan hasil tes antar siklus. Data yang dianalisis adalah hasil tes sebelum dan sesudah mengalami tindakan tergantung berapa banyak siklusnya. Selanjutnya data hasil tes antar siklus dibandingkan sehingga dapat mencapai batas ketuntasan yang diharapkan. Tolok ukur keberhasilan dalam penelitian ini dapat diukur dengan indikator sebagai berikut : 1) Presentase jumlah siswa yang
62
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
mencapai KKM 70%; 2) meningkatnya ketrampilan proses pemecahan
pemecahan masalah sebesar 15% pada setiap siklus. GI pada Sub Tema Manusia dan peristiwa alam menunjukkan HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan analisa peningkatan keterampilan proses dan terhadap data yang diperoleh dari dua hasil belajar. Berikut komparasi tingkat siklus yang dilaksanakan, maka dapat keterampilan proses dari kondisi awal, disimpulkan bahwa penggunaan model siklus 1, dan siklus 2: Tabel 1.1 Komparasi Tingkat Keterampilan Proses Tingkat keterampilan proses
Pembelajaran
mean 17,21 19,85 23,37
Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2
Dari tabel di atas diperoleh temuan: a)
hanya mencapai 17,21 (skor maksimal 28); b) pada siklus 1 rata-rata keterampilan proses mencapai 19,85. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 15,34%.; c) pada siklus 2, rata-rata keterampilan proses mencapai 23,37. Data ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 17,73%. Komparasi tingkat pencapaian hasil belajar pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam muatan Bahasa Indonesia dan muatan Matematika dapat dijelaskan pada tabel berikut :
pada kondisi awal, rata-rata tingkat pencapaian keterampilan proses hanya mencapai 17,21 (skor maksimal 40); b) pada siklus 1 rata-rata keterampilan proses mencapai 19,85. Capaian ini menunjukkan
%kenaikan 15,34 17,73
peningkatan
keterampilan proses sebesar 15,34%.; c) pada siklus 2, rata-rata keterampilan proses Dari tabel di atas diperoleh temuan: a) pada kondisi awal, rata-rata tingkat pencapaian keterampilan proses
63
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Tabel 1.2 Komparasi Hasil Belajar Antar Siklus
Muatan B.Indonesia
% Kenaikan
Kategori
pra siklus (f)
siklus 1 (f)
siklus 2 (f)
Tinggi (≥68) Sedang (50-67) Rendah (<50)
13
15
20
-
6
9
6
8
3
1
rerata (mean)
58
67
71
Max
75
80
Min
38
40
Muatan Matematika
% Kenaikan
Siklus 2
pra siklus (f)
Sikls 1 (f)
Siklus 2 (f)
p r a
Sikls 1
Siklus 2
15
33
12
15
19
-
25
27
-
50
-33
10
9
6
-
-10
-33
-
-63
-67
5
3
2
-
-40
-33
15
6
59
69
71
17
3
90
7
13
70
80
85
14
6
45
5
13
36
40
45
11
13
p Sir klus a 1
Dari tabel di atas diperoleh data sebagai berikut : a) pada kondisi awal, rerata hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia mencapai 58,00 (48,15% mencapai KKM), sedangkan rerata untuk muatan Matematika mencapai 59.01 (44,44% mencapai KKM),; b) pada siklus 1, mean hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia menjadi 67 dengan peningkatan presentase sebesar 15%. Sedangkan untuk muatan Matematika mean menjadi 69 dengan peningkatan presentase sebesar 17% ; c) pada siklus 2, mean hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia meningkat menjadi 71 dengan peningkatan presentase 6% .Sedangkan untuk Muatan Matematika mean meningkat menjadi 71 dengan peningkatan presentase sebesar 3%.
Keberhasilan model GI dalam meninggkatkan keterampilan Proses Pada tabel komparasi keterampilan proses kondisi awal, siklus 1, siklus 2 menunjukkan temuan rerata keterampilan proses pada kondisi awal 17,81, pada siklus 1 19,85, sedangkan pada siklus 2 23,37. Temuan ini mengidikasikan adanya peningkatan pada keterampilan proses. Besaran peningkatan 15,3 % untuk siklus 1 dan 17,73 %untuk siklus 2. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 15% maka temuan tersebut telah mencapai keberhasilan. Ini bermakna bahwa siswa mampu mengamati, menghitung, mengklasifikasi, mengumpulkan data, membuat prediksi, menyimpulkan, mengkomunikasikan penelitian ini
64
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
sejalan dengan (2013).
penelitian
Rutinah
pengamatan, mengumpulkan data, 4) sintak keempat menyiapkan laporan terbukti siswa mampu menuliskan laporan dari pengamatan. 5) sintak kelima presentasi terbukti siswa mampu mempresentasikan hasil di depan kelas. 6) sintak keenam evaluasi terbukti siswa mampu memberi masukan kepada hasil presentasi kelompok lain. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sugiyanto (2012), Vera Sandria (2012), Rutinah (2013) yang menyatakan bahwa model pembelajaran GIdapat meningkatkan hasil belajar.
Keberhasilan model GI dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pada tabel komparasi hasil belajar siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan kondisi awal pada muatan Bahasa Indonesia mean 58,00, pada siklus 1 rerata hasil belajar mencapai 67, sedangkan pada siklus 2 mencapai 71. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada Mapel Bahasa Indonesia. Besaran peningkatan 15% untuk siklus 1, 6% pada siklus 2. Sedangkan pada siklus 2 siswa yang tuntas mencapai 74,07% Pada muatan Matematika kondisi awal, ,mean 59,01, pada siklus 1 mean 69, sedangkan pada siklus 2 mean mencapai 71. Dengan presentase peningkatan hasil belajar 17% pada siklus 1 dan 3% pada siklus 2 dengan siswa yang tuntas mencapai 70,37%.Jika dibandingkan dengan indikator kinerja sebesar 70%, maka PTK ini dikatakan berhasil karena melampaui 70%. Keampuhan model GI mampu meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Keampuhan ini terbukti dalam sintak pembelajaran; 1) siswa sintak kedua merencanakan tugas terbukti siswa mampu mengamati. 3) Sintak ketiga melakukan investigasi terbukti siswa mampu mengklasifikasi, memprediksi, melaksanakan
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran GI dapat meningkatkan keterampilan proses pada pembelajaran tematik siswa SD kelas V SDN 1 Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali mencapai rerata sebesar 19 ,85 pada siklus 1 dan 23,37 pada siklus 2 dengan peningkatan presentase 17,73%. Selain meningkatkan keterampilan proses model pembelajaran GI dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Banyusri. Pada muatan Bahasa Indonesia. besaran peningkatan 15% untuk siklus 1, 6% pada siklus 2. Pada muatan Matematika besaran peningkatan 17% pada siklus 1, dan 3% pada siklus 2.
65
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Saran Saran dalam penelitian ini meliputi : 1) Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran dalam pembelajaran yang menggunakan kelompok belajar agar siswa terlibat aktif. 2) Guru hendaknya mengembangkan keterampilan proses dalam pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (1998). ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek. Jakarta: RinekaCipta. Endarini, Ratih S. (2009). “Peningkatan Aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V Melalui Penerapan Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”. Skripsi.Jurnal digital library. Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia Kemdikbud.(2014). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014. Jakarta : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Nyimas Aisiyah. (2008). Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Rutinah. (2013). Upaya Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa dengan Metode Pembelajaran Group Investigation pada Mata Pelajaran IPA Kelas 5 SDN 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Pelajaran 2012/203. Repository.library.uksw Saptono, Sigit. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Semarang : Universitas Negeri Semarang
66
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learnig teori, Riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media Sugiyanto. (2012). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation pada Siswa Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Repository.library.uksw Trianto.(2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktif. Jakarta : Prestasi Pustaka Vera Sandria. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation pada Mata Pelajaran IPA di SDN 147 Palembang. Skripsi Universitas Sriwijaya Tidak diterbitkan. Wahyudi & Kriswandani.(2010). Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Salatiga : UKSW
67
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SUBTEMA TUGASKU SEHARI-HARI DI RUMAH MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN SAVI PADA SISWA KELAS II SDN 1 BOLO Eka Ning Tyas
[email protected] SD Negeri 1 Bolo – Wonosegoro - Boyolali ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajara SAVI (Somatik, Auditori, Visual, Intelektual) pada sub tema tugasku sehari-hari di rumah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Instrumen pengumpulan data menggunakan penilaian rubrik keterampilan proses dalam melakukan pengamatan proses perbaikan pembelajaran, dan untuk mengukur hasil belajar muatan Bahasa Indonesia dan Matematika dengan menggunakan soal tes. Analisis data dilakukan menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan kondisi awal, hasil siklus 1, dan hasil siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan temuan bahwa model pembelajaran SAVI: a) meningkakan keterampilan proses pembelajaran sub tema Tugasku sehari-hari siswa kelas II SD Negeri 1 Bolo, Wonosegoro–Boyolali Persentase kenaikan keterampilan proses pembelajaran sebesar 22,96% pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 21,22%. b) Meningkatkan persentase jumlah hasil belajar siswa yang mencapai KKM muatan Bahasa Indonesia pada kondisi awal 31,82% (7 Siswa), Siklus 1 meningkat menjadi 50% (11 siswa), dan siklus 2 menjadi 86,36% (19 Siswa). Hasil belajar muatan Matematika pada kondisi awal 27,27% (6 Siswa), meningkat menjadi 45,45% (10 Siswa) pada siklus 1 dan meningkat menjadi 81,82% (18 Siswa) siklus 2. Kata kunci : Keterampilan proses, hasil belajar, model pembelajaran SAVI.
PENDAHULUAN Lampiran Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan menerangkan bahwa, Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
68
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, keterampilan yang diperlukan
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
dirinya, negara.
masyarakat,
bangsa,
dan
ngolah pembelajaran, model yang digunakan masih kontekstual atau ceramah, pembelajaran hanya berpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan saja dan guru lebih mendominasi pembelajaran, hal ini berpengaruh terhadap rendahnya tingkat keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Data hasil pengamatan awal terhadap proses pembelajaran pada sub tema bermain di lingkungan rumah, menunjukkan keterampilan proses mengamati, menanya, mencoba, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, mengkomunikasi masih sangat rendah ratarata hanya 11,50 dan skor maksimal hanya 15 dari skor maksimal 24. Rendahnya keterampilan proses pembelajaran tersebut berdampak pada hasil belajar siswa. Data awal pembelajaran pada sub tema bermain di lingkungan rumah tingkat kompetensi hasil belajar siswa dengan KKM 67 ternyata kondisi awal pada muatan Bahasa Indonesia hanya ada 7 siswa (31,82%) dari 22 siswa yang telah mencapai KKM. Sedangkan pada muatan Matematika hanya ada 6 dari 22 siswa (27,27%) yang telah mencapai KKM. Hosnan (2014:208) mengemukakan ada model-model pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didk secara aktif, sehingga pembelajaran lebih menyenangkan, dan materi yang disampaikan mudah dimengerti. Model pembelajaran SAVI salah satu model alternatif yang dapat melibatkan siswa
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan hal tersebut, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan. Pertama, adanya tuntutan penyelenggaraan pembelajaran secara menyenangkan. Kedua, pendidikan hendaknya dikembangkan selaras dengan minat siswa. Perwujudan kedua hal tersebut, siswa diharapkan akan memiliki kreativitas dan kemandirian, sebagai salah satu tujuan pembelajaran di Indonesia, sehingga keberhasilan pembelajaran akan meningkat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menciptakan proses pembelajaran secara interaktif dan menyenangkan bagi siswa. Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi sangat tergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Namun pada kenyataannya di SDN 1 Bolo guru belum mampu me69
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
secara aktif dan menyenangkan melalui panca indra sehingga meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti perlu untuk memperbaiki keterampilan proses dan hasil belajar tersebut melalui model pembelajaran SAVI, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan proses pembelajaran, meningkatkan hasil belajar siswa, dan mencari cara yang paling efektif dalam pembelajaran pada subtema tugasku sehari–hari di rumah pada siswa kelas II SD Negeri 1 Bolo Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali.
Dalam pembelajaran tematik, tema berperan sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan beberapa pelajaran sekaligus. Adapun muatan pelajaran yang dikembangkan adalah muatan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Dalam kurikulum 2013, tema sudah disiapkan oleh pemerintah dan dikembangkan menjadi sub tema dan satuan pembelajaran. Dalam Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2014) juga disebutkan fungsi dari Pembelajaran Tematik Terpadu adalah untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. Adapun tujuan pembelajaran dalam tematik terpadu antara lain: Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu, mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi muatan pelajaran dalam tema yang sama, memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengaitkan berbagai muatan pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta
KAJIAN PUSTAKA Pada kurikulum 2013 semua kelas pada sekolah dasar menggunakan pendekatan tematik terpadu (PTP), atau tematik integratif. Penerapan model PTP tidak meninggalkan model dan metode pembelajaran yang lain. PTP merupakan model payung. Strategi pembelajaran lain yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan tertentu tetap dilaksanakan dengan PTP. Pembelajaran Tematik Terpadu memiliki perbedaan kualitatif dengan model pembelajaran lain. PTP sifatnya memandu peserta didik mencapai kemampuan berfikir tingkat tinggi atau keterampilan berpikir dengan mengoptimalisasi kecerdasan ganda, sebuah proses inovatif bagi pengembangan dimensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan.
70
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
didik, lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi pada situasi nyata, seperti bercerita, bertanya, menuis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain, lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas, guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih, dan budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. Menurut permendikbud 2013, pembelajaran tematik integratif merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik untuk mengukur keterampilan proses. Dalam penelitian ini pendekatan saintifik yang diintegrasikan dengan model pembelajaran SAVI dengan keterampilan proses. Hosnan (2014:34) mengemukakan bahwa implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai tehnik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan
konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Kondisi pembelajaran yang diharapkan dari pendekatan saintifik adalah mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, bukan hanya diberi tahu. Dengan menggunakan pendekatan saintifik yang diintegrasikan dengan model pembelajaran SAVI maka pembelajaran akan menyenangkan. Dengan pembelajaran yang menyenangkan maka diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar merupakan perolehan hasil belajar siswa. semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Sedang dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati dan Mujiono, 2009:3). Menurut Sudjana (2010:22), hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Kemudian Wahid murni, Arrifin mustikawan, dan Ali Ridho (2010:18) mengemukakan bah71
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
wa seorang dikatakann berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan perubahan dalam dirinya. Baik dari segi kemampuan berfikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek. Hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu berpikir (kognitif), sikap (afektif) , keterampilan (psikomotor). Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010:22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima, antara lain hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik, strategi kognitif mengatur cara belajar dan berpikir seseorang termasuk kemampuan memecahkan masalah, sikap dan nilai intensitas emosional yang dimiliki seseorang, informasi verbal pengetahuan dalam arti informasi dan fakta, dan keterampilan motorik berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang. Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran dikelas, menerima suatu pelajaran untuk men-capai kompetensi yang akan dicapai dengan menggunakan alat penilaian yang di susun guru berupa tes yang ha-silnya adalah nilai kemampuan sisiwa setelah tes
diberikan sebagai per-wujudan dari upaya yang telah dila-kukan selama proses belajar mengajar. Hasil belajar siswa dihitung berda-sarkan evaluasi, pengukuran, dan assesment. Menurut Wahid Murni, Arrifin Mustikawan, dan Ali Ridho (2010:15) ada tujuh tujuan penilaian, yaitu untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap ma-teri yang telah diberikan, untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran, untuk menge-tahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan, untuk mendiag-nosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, untuk seleksi yaitu untuk memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pendidikan tertentu, untuk menentukan kenaikan kelas, untuk menempatkan peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sangat bergantung dari proses pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran yang bermakna, dan menyenangkan akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. SAVI merupakan salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan menyenangkan melalui panca indera sehingga meningkatkan kete-
72
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
rampilan proses dan hasil belajar. Berikut uraian secara mendalam tentang pembelajaran SAVI. Pembelajaran SAVI merupakan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki peserta didik. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indra dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara yang berbeda. Meier (2002:91) menyatakan bahwa SAVI merupakan suatu model pembelajaran dengan cara menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas, intelektual, dan penggunaan semua alat indra. Unsur-unsur yang terdapat da-lam SAVI antara lain: Somatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh. Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinetesis, praktis melibat-kan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu belajar secara berkala. Meier juga menguatkan pendapatnya dengan menyampaikan hasil penelitian neuro-logis yang menemukan bahwa pikiran tersebut di seluruh tubuh. Jadi dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menghalangi pembe-lajar somatis menggunakan tubuh me-reka sepenuhnya.
Somatik berarti bangkit dari tempat duduk dan bertindak aktif secara fisik selama proses belajar. Berdiri dan bergerak kesana kemari meningkatkan sirkulasi dalam tubuh dan oleh karena itu mendatangkan energi segar ke dalam otak. Belajar somatis merupakan belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis dengan melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Belajar somatis ini bisa terhadap tubuh dimana anak-anak yang bersifat somatis, yang tidak dapat duduk tenang dan harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat pikiran mereka tetap hidup. Dalam belajar somatis ini tubuh dan pikiran itu satu dimana penelitian neurologis telah menemukan bahwa pikiran tersebar diseluruh tubuh. Tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Jadi dengan menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh dalam belajar maka menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Melibatkan tubuh, untuk merangsang hubungan pikiran dan tubuh maka harus tercipta suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Auditori, pikiran auditori lebih kuat dari apa yang di sadari. Telinga bekerja terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori. Dan ketika membuat suara sendiri dengan berbicara, maka beberapa area penting di otak pun menjadi aktif. Dalam me73
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
rancang pelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri pembelajar, maka dengan cara mendorong pembelajar untuk mengungkapkan dengan suara. Pembelajaran auditori merupakan belajar paling baik jika mendengar dan mengungkapkan katakata. Menurut Meier (2004: 95), belajar Auditori merupakan cara belajar standar bagi semua orang sejak awal sejarah. Seperti kita ketahui sebelum manusia mengenal baca tulis banyak informasi yang disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan misalnya mitos, dongeng-dongeng, ceritacerita rakyat. Bangsa yunani kuno juga mendorong orang untuk belajar dengan suara lantang melalui dialog. Filosofi mereka adalah “jika kita mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicaralah tanpa henti”. Visual, Ketajaman penglihatan setiap orang itu kuat, disebabkan oleh fikiran manusia lebih merupakan prosesor citra dari prosesor kata. Citra karena konkret mudah untuk diingat dan kata, karena abstrak sehingga sulit untuk disimpan. Didalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain. Pembelajar visual belajar paling baik jika dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar dan gambaran dari segala macam hal ketika sedang belajar. Dengan membuat yang visual paling tidak sejajar dengan yang verbal
sehingga dapat membantu pebelajar untuk belajar lebih cepat dan baik. Menurut Meier (2004: 97), setiap orang memiliki ketajaman visual yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan didalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indra yang lainnya. Lebih lanjut meier mengungkapkan bahwa beberapa siswa (terutama pembelajar visual) akan lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang dibicarakan guru atau sebuah buku. Intelektual merupakan bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untulk berfikir, meyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru dan belajar. Pada intelektual identik dengan melibatkan pikiran untuk menciptakan pembelajarannya sendiri. Belajar bukanlah menyimpan informasi tetapi menciptakan makna, pengetahuan dan nilai yang dapat dipraktekkan oleh pikiran pebelajar. Menurut Meier (2004:99), kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Lebih lanjut meier mendefinisikan intelektual sebagai pencipta makna dalam pikiran,
74
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
sarana yang digunakan manusia untk berfikir, menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional dan unuititif tubuh untuk membat makna baru bagian dirinya sendiri. Menurut Warta (2010:40), “model pembelajaran SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki oleh siswa”. Dari pengertian ini, jelas bahwa model SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua inderanya dalam proses pembelajaran. Meier (Sidjabat, 2009) mengajukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar dengan menggunakan model SAVI, yaitu pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi, kerjasama membantu proses pembelajaran, pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan, belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik, emosi positif sangat membantu pembelajaran, otak citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Jadi pada dasarnya pembelajaran SAVI ini lebih menonjolkan bagaimana siswa menciptakan kreatifitasnya sendiri. Hal ini akan berpengaruh pada cara berpikir siswa men-
jadi lebih terbuka dan mencoba untuk menggali kemampuannya dalam memperoleh kemampuan yang baru. Namun dalam pembelajaran dengan model SAVI selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan. Kelebihan model SAVI diantaranya membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual, Siswa tidak mudah lupa karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar, memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai, memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif, mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa, memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik, melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya, merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar. Sedangkan kelemahan dalam model pembelajara SAVI antara lain model ini menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh, penerapan model ini membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana 75
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhannya, sehingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang canggih dan menarik. Ini dapat terpenuhi pada sekolah-sekolah maju. (Meier, 2005:91-99) dalam http:// goez 17.wordpress.com), karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri, membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah, membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu, belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai, model SAVI masih tergolong baru, sehingga banyak pengajar guru yang belum mengetahui model SAVI tersebut, model SAVI ini cenderung kepada keaktifan siswa, sehingga untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang, menjadikan siswa itu minder. Sintak Model Pembelajaran SAVI merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan termasuk didalamnya tujuan pembelajaran, tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Sintak Model Pembelajaran SAVI melalui beberapa tahap. Adapun tahapan-tahapan itu meliputi 1. Membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalamsituasi optimal untuk belajar, 2. Membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra,dan cocok untuk semua gaya belajar, 3. Mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara, 4. Membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan terus meningkat. Suasana belajar dikatakan baik apabila didukung dengan keadaan yang positif dan adanya minat dalam diri pembelajar sehingga dapat mengoptimalkan pembelajaran. Menurut Dave Meier (2002:33-34) ada beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan model SAVI dalam kegiatan belajar sehari-hari khususnya pada tugasku sehari-hari yaitu dapat terciptanya lingkungan yang positif, keterlibatan pembelajar sepenuhnya, adanya kerjasama diantara pembelajar, menggunakan metode yang bervariasi tergantung dari pokok bahasan yang dipelajari, dapat menggunakan belajar kontekstual, dapat menggunakan alat peraga
76
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Belajar bisa menjadi optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa pembelajaran. Pembelajaran pada tema tugasku sehari–hari dengan model SAVI yaitu cara belajar yang melibatkan seluruh indra, belajar dengan bergerak aktif secar fisik dan membuat seluruh tubuh atau pikiran ikut terlibat dalam proses belajar. Unsur–unsur pendekatan safi adalah belajar sumstic, Auditori, Visual, dan intelektual. Tindakan guru yang dilakukan dalam meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tugasku sehari–hari melalui model pembelajaran SAVI merupakan penyatuan keempat unsur SAVI dalam satu pembelajaran pada tema Tugasku sehari–hari. Berdasarkan hakikat pembelajaran tematik terpadu, keterampilan proses pendekatan saintifik, dan hasil belajar seperti yang telah diuraikan di atas, maka model pembelajaran SAVI dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajara tematik di SD. Implementasi model pembelajaran SAVI secara teoritik dapat meningkatkan kompetensi keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Berbagai penelitian tindakan membuktikan potensi SAVI tersebut secara empirik. Johar Wahyudi, Cicillia Novi Primiani, Yayuk wahyuni (2011) menemukan bahwa model SAVI dapat meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi pada mata pelajaran Biologi. Sri Wahyuni Kusumawati (2013) meneliti
tentang penerapan model pembelajar SAVI untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah di Sekolah Dasar. Suswadi (2010) tentang peningkatan keterampilan membaca pemahaman dengan pendekatan SAVI pada siswa kelas VI SDN Kutawaru 04 Kecamatan silacap tengah Kabupaten Cilacap. Purwanti Silvianawati, 2012 melakukan PTK dan menemukan hasil model pembelajaran SAVI berpengaruh terhadap hasil belajar pada pembelajaran tematik pada tema hewan dan tumbuhan kelas II SD Negeri Mangunsari 04 Salatiga. Krisnawati, Ony. 2011 melakukan PTK dan menyimpulkan bahwa hasil penerapan model SAVI dapat mengubah miskonsepsi siswa, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada siswa kelas IV SDN Talangagung 01 Kecamatan Panjen Kabupaten Malang. Uraian tentang hakikat pembelajaran SAVI dan temuan berbagai penelitian di atas berimplikasi pada desain model pembelajaran dan penelitian pembelajaran. Model pembelajaran merupakan penunjang guru dalam proses pembelajaran, agar proses pembelajarannya berjalan dengan baik dan diterima baik oleh siswa. Oleh karena itu, guru harus betul-betul memperhatikan dan harus kreatif dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Mencermati uraian tentang sintak SAVI di atas, sebenarnya dapat disepadankan dengan keterampilan 77
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
proses ilmiah dalam pendekatan saintifik. Langkah membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar dilakukan dengan cara mengamati dalam pembelajaran. Mnemukan materi belajar baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, dan cocok untuk semua gaya belajar sejalan dengan aktivitas mengamati, mennanya, mencoba, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan, menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara dalam sintak SAVI juga relevan dengan mengumpulkan informasi dan mengasosiasikan. Kegiatan siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga belajar akan terus meningkat merupakan kegiatan yang relevan dengan kegiatan mengumpulkan informasi dan mengkomunikasikan dalam pendekatan saintifik. Berdasarkan uraian di atas dalam pembelajaran pada subtema tugasku sehari–hari di rumah, bisa ditangkap bahwa dalam proses pembelajaran perlu dipilih model pembelajaran yang tepat agar dapat membangkitkan keaktifan dan meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan memilih model pembelajaran SAVI dalam proses pembelajaran maka diduga
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada sub tema tugasku sehari–hari di rumah.
METODE PENELITIAN PTK dilakukan di SDN 1 Bolo Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali semester 1 tahun pelajaran 2014/2015, pada Subtema tugasku sehari-hari di rumah Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas II dengan jumlah siswa dalam satu kelas 22 orang, 6 siswa perempuan, dan 16 Siswa laki-laki. Variabel yang diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Variabel tindakan dalam proses pembelajaran (variabel X): implementasi model pembelajaran SAVI pada sub tema tugasku sehari-hari di rumah. Variabel Y: Peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi untuk mengumpulkan data aktivitas guru dan siswa. Tes, untuk mengukur kompetensi hasil belajar siswa untuk seluruh muatan pembelajaran. Non tes berupa rubrik penilaian keterampiilan proses untuk mengukur keterampilan proses dalam pembelajaran. Sebagai tolak ukur keberhasilan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini ditetapkan indikator kinerja sebagai berikut: 1) Pembelajaran dikatakan berhasil jika Presentase jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 40% untuk siklus
78
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
1, dan 60% untuk siklus 2. 2). Meningkatnya keterampilan proses sebesar 20% pada setiap siklus. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisi data yang digunakan Setelah melakukan analisa dalam penelitian ini yaitu mengguterhadap data yang diperoleh dari dua nakan analisis diskriptif komparatif siklus yang dilaksanakan, maka dapat dengan membandingkan hasil belajar disimpulkan bahwa penggunaan model dari kondisi awal dan setiap siklus pembelajaran SAVI pada subtema pembelajaran. Analisis data kualitatif tugasku sehari-hari di rumah menunmerupakan hasil pengamatan yang jukkan peningkatan Keterampilan promenggunakan analisis diskriptif kualises dan hasil belajar siswa. Tabel 1 tatif. Selanjutnya dilakukan komparasi merangkum komparasi tingkat Ketedata setiap siklus untuk memastikan rampilan Proses kondisi awal, siklus 1 adanya peningkatan keterampilan prosampai siklus 2. ses dan hasil belajar siswa. Tabel 1 komparasi tingkat keterampilan proses Pembelajaran Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2
TingkatKeterampilan Proses Mean % Kenaikan 11,50 14,14 22,96% 17,14 21,22%
Dari Tabel 1 diatas, diperoleh temuan: a) pada kondisi awal, rata-rata tingkat keterampilan proses dalam pembelajaran baru mencapai 11,50; b) pada siklus 1 rata-rata tingkat keterampilan proses dalam pembelajaran mencapai 14,14; c) pada siklus 2 rata-rata tingkat keterampilan proses dalam pem-belajaran mencapai 17,14. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 22,96% pada siklus 1, dan 21,22% pada siklus 2. Kenaikan mean hasil belajar dan persentase jumlah ketuntasan bela-
jar siswa pada muatan Bahasa Indonesia dan Matematika dirangkum dalam Gambar 1. Dari Gambar 1 diperoleh data berikut: 1) muatan Bahasa Indonesia diperoleh: a) pada kondisi awal, mean hasil belajar baru 58, sedangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 31,82% (7 siswa); b) pada siklus 1, mean hasil belajar menjadi 60,32 dan persentase meningkat menjadi 50% (11 siswa); c) pada siklus 2, mean hasil belajar meningkat menjadi 76,14 dan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 86,63% (19 siswa). 79
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
2) muatan Matematika diperoleh: a) pada kondisi awal, mean hasil belajar baru 53, sedangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 27,27% (6 siswa); b) pada siklus 1, mean hasil belajar menjadi 59.09 dan
persentase meningkat menjadi 45,45% (10 siswa); c) pada siklus 2, mean hasil belajar meningkat menjadi 72,5 dan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 81,82% (18 siswa).
Gambar 1 Komparasi Mean dan Ketuntasan Belajar Siswa Temuan ini sejalan dengan penelitian Kusumawati Sri Wahyuni 2. Keberhasilan model SAVI dalam (2013), Suswadi (2010) dan Krisnameningkatkan keterampilan proses Data pada tabel keterampilan wati, Ony (2011). proses pembelajran kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan te3. Keberhasilan model SAVI dalam muan rerata keterampilan proses pememeningkatkan hasil belajar siswa cahan masalah matematika pada konData pada grafik 1 hasil belajar disi awal 11,50 pada siklus 1 14,14 dan siswa pada muatan Bahasa Indonesia siklus 2 17,14. Temuan ini mengindan muatan Matematika kondisi awal, dikasikan adanya peningkatan tingkat siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan keterampilan proses pembelajaran. Betemuan 1) muatan Bahasa Indonesia, saran peningkatan 22,96% pada siklus kondisi awal, mean 58, pada siklus 1 1 dan 21,22% pada siklus 2. Jika dimean 60,32 pada siklus 2 mean 76,14. bandingkan dengan indikator kinerja 2) muatan Matematika, kondisi awal, 20% ternyata temuan siklus 1 dan 2 mean 53, pada siklus 1 mean 59,09 tersebut telah mencapai keberhasilan. pada siklus 2 mean 72,5. Temuan ini Keberhasilan penelitian ini mengindikasikan adanya peningkatan menunjukkan bahwa siswa mampu hasil belajar siswa yang telah mencapai mengamati, menanya, mencoba, meKKM. Besaran peningkatan muatan ngumpulkan informasi, mengasosiasi, Bahasa Indonesia pada kondisi awal dan mengkomunikasikan. 31,82% (7 Siswa), menjadi 50% (11 Siswa) pada siklus 1 dan 86,63% (19
80
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
Siswa ) pada siklus 2. Sedangkan besaran peningkatan muatan matematika pada kondisi awal hanya 27,27% (6 Siswa), menjadi 45,45% (10 Siswa) pada siklus 1, dan pada siklus 2 meningkat menjadi 81,82% (18 Siswa). Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 40% untuk siklus 1, 60% untuk siklus 2 ternyata temuan siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Suswadi (2010), Silvianawati Purwanti (2012), Krisnawati, Ony (2011).
(7 Siswa), meningkat menjadi 50% (11 Siswa), pada siklus 1 dan siklus 2 meningkat menjadi 86,36% (19 Siswa). Dan hasil belajar pencapaian KKM muatan Matematika pada kondisi awal 27,27% ( 6 Siswa), pada siklus 1 meningkat menjadi 45,45% ( 10 Siswa), dan meningkat menjadi 81,82% (18 Siswa) pada siklus 2. Saran Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah, para guru hendaknya: 1) berusaha mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, 2) Penerapan model pembelajaran SAVI pada sub tema tugasku sehari–hari di rumah seperti diuraikan di atas, hendakanya dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dari kelas I sampai dengan kelas VI Sekolah Dasar, 3) Untuk meningkatkan profesionalisme, seorang guru hendaknya berusaha untuk selalu meningkatkan dan memperbaiki proses pembelajara
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran SAVI: 1. Meningkakan keterampilan proses pembelajaran siswa kelas II SD Negeri 1 Bolo, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali sebesar 22,96% pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 21,22%. 2. Meningkatkan hasil belajar siswa yang telah mencapai KKM pada muatan Bahasa Indonesia dari kondisi awal yang hanya 31,82% DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2013). Lampiran Permendiknas Nomer 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah. Jakarta : depdiknas. Dimyati dan Mujiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hosnan. (2014). Pendekatan saintifik dan konteks tual dalam pembelajaran abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
81
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Kemendikbud. (2014). Materi pelatihan implementasi kurikulum 2013. Jakarta : Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia pendidikan dan kebudayaan dan penjamin mutu pendidikan kementrian pendidikan dan kebudayaan. Kusumawati Sri Wahyuni (2013). Penerapan model pembelajaran SAVI untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah di Sekolah Dasar. Skripsi Universitas Negeri Surabaya Tidak diterbitkan. Krisnawati, Ony, (2011). Penerapan model SAVI dapat mengubah miskonsepsi siswa, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Pada siswa kelas IV SDN Talangagung 01 Kecamatan Panjen Kabupaten Malang. Skripsi Universitas Negeri Surabaya. Tidak diterbitkan. Meier, Dave. (2002). The Accelerated Learning Handbook. Bandung : MMU (Mizan Media Utama). Meier, Dave. 2005. The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Diterjemahkan Oleh Rahmani Astuti. Bandung : Kaifa. Meier, Dave. (2005). Kelemahan dan kelebihan pendekatan SAVI.[Online]. Tersedia : http://goez17.wordpress.com. (8 Oktober 2014). Silvianawati Purwanti, (2011). pengaruh penerapan pembelajaran tematik kelas II SD dengan menggunakan model pembelajaran SAVI terhadap belajar siswa SD Negeri Mangunsari 04 Salatiga semester 2 tahun 2010/2011. Skripsi UKSW Salatiga. Tidak diterbitkan. Sudjana, Nana. (2010). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung : PT. Ramaja Rosdakarya. Suswadi, (2010). Peningkatan keterampilan membaca pemahaman dengan pendekatan SAVI pada siswa kelas VI SDN Kutawaru 04 Kecamatan Cilacap tengah Kabupaten Cilacap. Jurnal Humanoria, Portal (11):19-28. Wahid Murni, Arrifin mustikawan, dan Ali Ridho. (2010). Evaluasi pembelajaran : kompetensi dan peaktik. Yogyakarta : Nuha Letera. Wahyudi Johar, Primiani Cicilia Novi, Wahyuni Yayuk, (2011). Peningkatan kemampuan berfikir tingkat tinggi pada mata pelajaran Biologi melalui model SAVI. Jurnal Pendidikan, portal (3):21-32 Warta (2010). Penmaaman Siswa kelas 3 MI Cipeundeuy kecamatan jati nunggal kabupaten sumedang terhadap materi membandingkan pecahan sederhana. Skripsi PGSD UPI Kampus Sumedang : Tidak diterbitkan.
82
Scholaria, Vol. 4, No. 3, September 2014: 42-53
PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERLARI MELALUI MODEL PERMAINAN PERLOMBAAN PADA SISWA KELAS 3 SD NEGERI BANDUNG WONOSEGORO BOYOLALI Samudi
[email protected] SD Negeri Bandung, Wonosegoro, Boyolali ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan berlari pada siswa kelas 3 SD Negeri Bandung Wonosegoro Boyolali tahun pelajaran 2014/2015.Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK),yang dilakukan dua siklus dengan prosedur penelitian adalah perencanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Tehnik pengumpulan data menggunakan: observasi, wawancara, dan dokumentasi.Hasil penelitian menunjukkan temuan bahwa model Permainan dan Perlombaan dapat: 1).Meningkatkan motivasi belajar Penjasorkes materi Pola gerak Lokomotor berlatih lari pada siswa kelas 3 SD Negeri Bandung Wonosegoro Boyolali. Persentase kenaikan motivasi belajar siswa sebesar 3,15 (16.44%) untuk siklus 1 dan2.73 ( 10.62%) untuk siklus 2, 2) Meningkatkan kemampuan siswa dalamberlari, siswa berusaha menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memenangkan perlombaan. Persentase kenaikan kemampuan belajar siswa sebesar10.69% untuk siklus 1 dan13.15% untuk siklus 2. 3) Meningkatkan persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar minimal (KKM) berikut: pada kondisi awal, persentase pencapaian KKM sebesar25.00% (8 siswa), pada siklus 1 persentase meningkat menjadi 55.56% ( 20 siswa), dan siklus 2 persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 84.37% (27siswa) Kata kunci: Penjaskes, motivasi belajar, kemampuan lari, model permainan perlombaan. menemukan permasalahanpermasalahan yang terjadi di lapangan bahwa pembelajaran Penjasorkes dikarenakan proses belajar mengajar masih menggunakan metode pembelajaran yang tidak menarik, monoton, cenderung guru yang aktif sedangkan siswa cenderung pasif cuma sebagai pendengar saja. Kondisi ini berdampak pada rendahnya motivasi belajar siswa dan kemampuan berlari. Dari jumlah 32 siswa kelas 3 SD
PENDAHULUAN Masih banyaknya permasalahan yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, seperti siswa kurang tertarik pada pelajaran, siswa cenderung pasif dalam mengikuti pembelajaran, siswa merasa bosan untuk mengikuti pembelajaran dan sebagainya. Hasil observasi peneliti dan teman sejawat pada pembelajaran Penjasorkes di kelas 3 SD Negeri Bandung Wonosegoro Boyolali 83
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Negeri Bandung Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali terdapat 11 siswa (30.56%) mengikuti kegiatan pembelajaran dan sebanyak 13 siswa (40,62%) menunjukkan tingkat motivasi sedang dalam mengikuti pembelajaran serta terdapat 8 siswa (25.00%) menunjukkan tingkat motivasi tinggi dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan kemampuan berlari dari 32 siswa terdapat 1 siswa (3,13%) mendapat nilai dengan kategori baik sekali, dan terdapat 7 siswa (21.88%) mendapat nilai dengan kategori baik, 14 siswa (43.75%) mendapat nilai dengan kategori cukup serta 10 siswa (31,25%) mendapatkan nilai dengan kategori kurang. Dengan demikian sebagian besar siswa kelas 3 SD Negeri Bandung Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali mendapatkan nilai kemampuan berlari masih rendah. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan dapat diidentifikas sebagai berikut:1). Penyampaian materi Pola Gerak Lokomotor berlatih lari pada siswa kelas 3 SDNegeri BandungWonosegoro Kabupaten Boyolali semester I tahun pelajaran 2014/2015 kurang menarik terhadap siswa sehingga Motivasi belajar masih rendah; 2). Rendahnya Kemampuan belajar Penjasorkes pada materi Pola Gerak Lokomotor berlatih lari pada siswa kelas 3 SD Negeri Bandung
menunjukkan tingkat motivasi rendah dalam Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2014/2015; 3). Pembelajaran Penjasorkes materi Pola Gerak Lokomotor berlatih lari pada siswa kelas 3 SD Negeri Bandung Wonosegoro Kabupaten Boyolali semester I tahun pelajaran 2014/2015 belum menggunakan model pembelajaran yang tepat sehingga pemahaman siswa terhadap konsep masih kurang. Permasalahan yang hendak dipecahkan dalam PTK ini adalah: 1). Apakah melalui permainan dan perlombaan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas 3 SD Negeri Bandung Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali semester I tahun pelajaran 2014/2015?; 2). Apakah melalui permainan dan perlombaan dapat meningkatkan kemampuan berlatih lari pada siswa kelas 3 SD Negeri Bandung Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali semester I tahun pelajaran 2014/2015? KAJIAN PUSTAKA a. Pengertian Motivasi Menurut McDonald dalam Hamalik (2009: 173) motivasi merupakan suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya efektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.Perumusan ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan: (a) Motivasi dimulai dari
84
adanya perubahan energi dalam pribadi; (b) motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal); (c) Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan pembelajaran. Callahan dan Clark seperti dikutip oleh Mulyasa (2005:112) mengemukakan bahwa motivasi merupakan tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2007:75). Menurut Yamin (2006: 173) motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan
kegiatan belajar dan menambah keterampilan dan pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk mencapi suatu tujuan. Siswa akan bersungguhsungguh belajar karena termotivasi mencari prestasi, mendapat kedudukan dalam jabatan, menjadi politikus, dan memecahkan masalah. b. Jenis Motivasi Belajar Menurut Yamin (2006:178180) jenis motivasi dalam belajar dibedakan dalam dua jenis, masingmasing merupakan: (1) motivasi ekstrinsik, (2) motivasi instrinsik. 1. Motivasi Ekstrinsik Menurut Djamarah (2002: 35) motivasi ektrinsik merupakan motifmotif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Menurut Yamin (2006:178) motivasi ekstrinsik merupakan kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan seseorang tidak secara mutlak berhubungan dengan kegiatan belajarnya sendiri. Berdasarkan pendapat di atas, maka motivasi ini timbul disebabkan oleh dorongan atau rangsangan dari luar. Menurut Winkel dalam Yamin (2006: 179) adapun yang termasuk dalam bentuk motivasi belajar ekstrinsik merupakan sebagai berikut : a). Belajar demi memenuhi kewajiban; b). Belajar demi menghindari hukuman dan ancaman; c). Belajar demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan; d). Belajar demi 85
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
meningkatkan status sosial; e). Belajar demi memperoleh pujian dari orang penting, misalnya guru dan orang tuanya; f). Belajar demi tujuan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan jenjang atau golongan administratif. 2. Motivasi Intrinsik Menurut Djamarah (2002: motivasi intriksik merupakan motifmotif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut Yamin (2006:179) motivasi instrinsik merupakan kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan penghayatan sesuatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. c. Fungsi Motivasi Belajar Menurut Sardiman (2007: 84) hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Makin tetap motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Oleh karena itu, motivasi berfungsi sebagai berikut: 1). Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan; 2). Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya; 3). Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatanperbuatan yang tidak bermanfaat agi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan mengabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan (Sardiman, 2007: 85). Kemudian menurut Oemar Hamalik dalam Yamin (2006: 176-177) dijelaskan bahwa fungsi motivasi dalam belajar, yaitu: 1). Mendorong timbulnya kelakukan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi, maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar; 2). Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan. Kemampuan atau Prestasi Belajar Sardiman (2001: 10) mengemukakan suatu rumusan, bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa-raga, psikofisik menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
86
Menurut Djamarah (2002 : 22) bahwa hakikat dari aktivitas belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Perubahan itu nantinya akan mempengaruhi pola pikir individu dalam berbuat dan bertindak. Perubahan itu sebagai hasil dari pengalaman individu dalam belajar. Prestasi pada dasarnya merupakan hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas. Sedangkan belajar pada dasarnya merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni perubahan tingkah laku. Dengan demikian, dapat diambil pengertian yang cukup sederhana mengenai hal ini. Prestasi merupakan hasil yang diperoleh berupa kesankesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Djamarah, 2002 : 23). Prestasi belajar merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni “prestasi” dan “belajar”.Antara kata“prestasi” dan “belajar” mempunyai arti yang berbeda. Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi
untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimisme dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan jalan keuletan kerja (Djamarah, 2002 : 19). b. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan atau Prestasi Belajar Siswa Hasil atau prestasi belajar yang diperoleh melalui proses pembelajaran, selain ditentukan oleh siswa sebagai subyek belajar dengan berbagai latar belakang, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain. Menurut Sri Rumini yang dikutip oleh Suyatinah (2000: 71) memaparkan bahwa proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh: 1). Faktor internal/dalam diri individu, meliputi: (a) psikis, meliputi kognitif, afektif, psikomotor, campuran, kepribadian, motivasi, perhatian, self disiplin, dan lain-lain; (b) fisik, meliputi indera, anggota badan, tubuh, kelenjar, syaraf, dan lain-lain; 2). Faktor eksternal/lingkungan, meliputi: (a) Sosial/dinamis, meliputi sosial individu (rumah, sekolah, masyarakat); (b) non sosial, meliputi lingkungan alam (cuaca, iklim, suhu), sosial ekonomi, metode belajar, kurikulum, materi, sarana prasarana, dan lain-lain. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002 : 260) hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. a).Faktor intern meliputi : (1) sikap terhadap belajar, (2) motivasi belajar, (3) 87
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
konsentrasi belajar (4) kemampuan mengolah bahan ajar, (5) kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, (6) kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan, (7) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, (8) rasa percaya diri siswa, (9) intelegensi dan keberhasilan belajar, (10) kebiasan belajar, dan (11) cita-cita siswa. Faktorfaktor intern ini akan menjadi masalah sejauh siswa tidak dapat menghasilkan tindak belajar yang menghasilkan hasil belajar yang lebih baik. b). Faktorfaktor ekstern belajar meliputi : (1) guru sebagai pembina belajar, (2) prasarana dan sarana pembelajaran, (3) kebijakan penilaian, (4) lingkungan sosial siswa di sekolah, (5) kurikulum sekolah. Dari guru sebagai pembelajar maka peranan guru dalam mengatasi masalah-masalah ekstern belajar merupakan prasyarat terlaksananya siswa dapat belajar. Permainan Perlombaa n Plato, Aristoteles, Frobel menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak (Tedjasaputra, 2007 : 2). Jadi permainan merupakan kegiatan bermain. Permainan perlombaan dalam berlatih lari merupakan kegiaatan permainan dan perlombaan dalam pembelajaran
Penjasorkes, oleh karena itu, prinsip pembelajaran yang digunakan merupakan “bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain”. Perlombaan merupakan kegiatan untuk mengadu kemampuan antar dua atau lebih sesesorang atau kelompok dalam suatu hal. Perlombaan juga dapat merupakan bagian dari suatu permainan. Oleh karena itu, permainan perlombaan dalam Penjasorkes materi berlatih lari merupakan upaya untuk mendorong semangat belajar siswa dalam proses pembelajaran. Karena melalui perlombaan, siswa akan termotivasi untuk memenangkan permainan tersebut.
Kajian Penelitian yang Relevan 1). Sulistiono (2012) melakukan penelitian tindakan kelasupaya meningkatkan motivasi dalam pembelajaran belajar gerak dasar lari melalui pendekatan bermain siswa kelas 5 SD Negeri Penerusan Kecamatan Wadas Lintang Kabupaten Wonosobo, menemukan bahwa model pendekatan bermain dapat meningkatkan motivasi belajar gerak dasar lari pada siswa. 2). Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Joko Triwaluyo (2013), meneliti tentang Upaya Meningkatkan hasil belajar lari sprin melalui permainan hitam hijau pada siswa kelas 6 SD Negeri 2 Badak Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang, menemukan
88
bahwa model Permainan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3) Darmawan Adi Nugroho (2012) meneliti tentang Upaya meningkatkan Kemampuan Gerak Dasar Lokomotor melalui permainan beregu pada siswa kelas 3 SD Negeri 1 Gancang Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas, menemukan bahwa melalui aplikasi permainan beregu dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar Lokomotor. Manfaat Bermain bagi Anak Ada beberapa manfaat bermain bagi anak, antara lain: 1). Manfaat Bermain untuk Perkembangan Aspek Motorik Kasar dan Motorik Halus; 2). Manfaat Bermain untuk Perkembangan Aspek Sosial; 3).Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi; 4). Manfaat Bermain untuk Perkembangan Aspek Kognisi; 5).Manfaat Bermain untuk Mengembangkan Keterampilan Olahraga dan Menari Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani amat berbeda dengan pelaksanan dari pembelajaran mata pelajaran lain. Pendidikan jasmani merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani.Dengan berpartisipasi
dalam aktivitas fisik, siswa dapat menguasai keterampilan dan pengetahuan, mengembangkan apresiasi estetis, mengembangkan keterampilan generik serta nilai dan sikap yang positif, dan memperbaiki kondisi fisik untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani. Olahraga merupakan proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila (Samsudin, 2008:2). Pada jenjang Penjasorkes di SD, Penjasorkes merupakan bagian yang integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional (Samsudin, 2008:141). 89
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif (Samsudin, 2008:3). Olah Raga Jalan dan Lari Olahraga jalan dan lari merupakan beberapa contoh gerak lokomotor. Gerak jalan dan lari dapat disebut gerak lokomotor, karena gerak yang dilakukan oleh olahraga jalan dan lari merupakan gerak berpindah tempat (Eko Harsono, 2010 : 3). Kemampuan gerak dasar dikategorikan menjadi 3, yaitu (Eko Harsono, 2010 : 4-5): a). Gerak dasar non-lokomotor; b).Gerak dasar lokomotor; c). Gerak dasar manipulatif Gerak berjalan dan berlari merupakan bagian dari gerak lokomotor.Gerak lokomotor merupakan gerak berpindah tempat. Gerak berjalan dan berlari juga dapat dikombinasikan dengan gerakan yang lain. Misalnya, dengan melompat dan meluncur. Contoh gerak dasar lokomotor kombinasi jalan dan lari, yaitu: (a) Jalan dengan ujung kaki sambil mengangkat lutut kemudian lari; (b) Jalan cepat kemudian lari.
Tujuan Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan Tujuan dari pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan antara lain:1). Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani;2). Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap social dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis dan agama;3). Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui tugas-tugas pembelajaran pendidikan jasmani;4). Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis melalui berbagai aktivitas jasmani;5). Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan teknik serta strategi berbagai permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, senam, aktivitas ritmis, akuatik (aktivitas air), dan pendidikan luar kelas;6). Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani;7). Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain;8). Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat;9). Mampu mengisi waktu luang dengan
METODE PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan di SD Negeri Bandung Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali pada mata pelajaran Penjasorkes Materi Pola Gerak Lokomotor Berlaih Lari kelas 3 semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.Penelitian ini dilaksanakan
90
pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014. Sebelum pelaksanaan penelitian berjalan, terlebih dahulu dipersiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian yaitu penyusunan proposal penelitian, penyusunan instrumen penelitian, pelaksanaan tindakan dalam rangka pengumpulan data, analisis data dan pembahasan hasil penelitian dilanjutkan penyusunan laporan PTK. Waktu pelaksanaan tahap PTK ini adalah sebagai berikut: 1) penyusunan proposal penelitian dilakukan pada bulan Juli tahun 2014; 2) penyusunan Instrumen PTK dilakukan pada Juli minggu ke- 14 tahun 2014; 3) pelaksanaan tindakan siklus I dilakukan pada tanggal 4, 11, 18 Agustus tahun 2014, sedangkan Siklus II dilakukan pada tanggal 25 Aguatus 2014, 1,8 September tahun 2014. Penentuan waktu pelaksanaan tindakan ini didasarkan karena pertimbangan urutan pokok bahasan kelas 3 dan kalender pendidikan di SD Negeri Bandung; 4) Analisis data dan pembahasan hasil penelitian dilakukan pada minggu ke-3 bulan September tahun 2014; 5) Penyusunan laporan penelitian dilakukan pada minggu ke-4 bulan September tahun 2014. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas 3 yang berjumlah 32 yaitu 19 laki-laki dan 13 perempuan.Sumber data penelitian tindakan kelas ini meliputi sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer berasal
dari hasil pengukuran variabel penelitian tindakan kelas berikut: 1) Scor mutivasi belajar siswa pada pelajaran Penjasorkes; 2) Nilai Kemampuan belajar siswa sebagai gambaran dari penguasaan konsep.Sumber data Sekunder berasal dari hasil pengamatan teman sejawat terhadap mutivasi pembelajaran. Data yang diungkap dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: fakta, pendapat dan kemampuanMenurut Suharsimi Arikunto (2006: 223). Sehubungan dengan hal ini, maka teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data digunakan metode, yaitu: 1). Observasi untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan fakta di lapangan; 2). Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pendapat siswa yang diberikan pembelajaran Penjasorkes dengan model permainan dan perlombaan, serta guru kelas yang mengajar atau yang diajak untuk berkolaborasi dalam penelitian tindakan kelas ini; 3). Tes digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan kemampuan siswa. Dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk mengembangkan validitas dan reliabilitas data penelitian digunakan teknik trianggulasi. Patton (dalam Sutopo, 2006:92) menjelaskan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu: (1) trianggulasi data (data trianggulation), (2) trianggulsi 91
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
peneliti (investigator trianggulation), (3) trianggulasi metodologis (methodological trianggulation), dan (4) trianggulasi teoritis (theoritical trianggulation). Dalam penelitian ini trianggulasi yang digunakan adalah: 1) Trianggulasi data atau sumber; 2).Trianggulasi metode
Data penelitian yang sudah terkumpul dianalisis secara statistik deskriptif kuantitatif dengan persentase skor (Suharsimi Arikunto, 2008: 84). Perhitungan dalam analisis data menghasilkan persentase pencapaian tingkat motivasi belajar dan kemampuan siswa. Proses perbandingan persentase yang dilakukan kemudian diinterpretasikan.
Analisis data apabila telah terkumpul, kemudian diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yakni data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data kualitatif yang dinyatakan dalam katakata tersebut disisihkan untuk sementara, karena akan sangat berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif (Suharsimi Arikunto, 2006: 239-240).
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Tiap Siklus dan Antar Siklus Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari antar siklus, maka dapat disimpulkan bahwa model permainan perlombaandapat meningkatkan motivasi dan kemampuan belajar siswa pada materi Pola Gerak Lokomotor Berlatih Lari. Berikut ini Tabel motivasi Antar Siklus
Tabel 1 Motivasi Antar Siklus Tingkat Motivasi Belajar Siswa Pembelajaran Rata-rata % Kenaikan Kondisi Awal 19.16 Siklus I 22.31 16.44% Siklus II 24.68 10.62% Dari tabel 1 diatas dapat dilihat grafik pada gambar 1. Pada tabel dan grafik di atas diketahui bahwa nilai motivasi siswa pada Pra Siklus, siklus I, dan Siklus II mengalami kenaikkan. Rata-rata motivasi siswa pada kondisi awal 19.16
sedangkan pada Siklus I 22,31 dan Siklus II 24.68. Rata-rata dari kondisi awal ke Siklus I mengalami peningkatan 16.44% dan dari Siklius I ke Siklus II mengalami peningkatan 10.62%.
92
Rata-rata 25 20
15 Rata-rata
10 5 0 Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
Gambar 1 grafik Motivasi Antar Siklus Dengan demikian motivasi belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan dengan pra siklus.
Peningkatan Motivasi belajar siswa berdampak pada peningkatan Kemampuan belajar lari. Berikut tabel Kemampuan belajar lari antar siklus:
Tabel 2 Nilai Kemampuan Belajar Siswa Antar Siklus
Pembelajaran Kondisi Awal Siklus I Siklus II
Tingkat Kemampuan Belajar Siswa Rata-rata % Kenaikan 64.37 71.25 10.69% 80.62 13.15%
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat grafik sebagai berikut: Dari hasil perbandingan antara Kemampuan pra siklus, Siklus I dan siklus II seperti terlihat pada tabel di atas dan grafik di bawah, diketahui bahwa peningkatan pemahaman siswa pada pelajaran Penjasorkes materi Gerak Lokomotor berlari adalah ratarata Pra Siklus 64.37, Siklus I 71.25
dan Siklus II 80.62. Peningkatan yang dicapai dari Pra Siklus ke Siklus I sebesar 10.69% dan Siklus I ke Siklus II mengalami peningkatan 13.13%. Dengan demikian, kemampuan belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan yang cukup besar
93
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
dibandingkan dengan pra siklus dan
Siklus I.
Rata-rata 100 80 60 Rata-rata
40 20 0 Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
Gambar 2 grafik Nilai kemampuan Belajar Siswa Antar Siklus Siswa berusaha menjaga kekompakkan dengan kelompoknnya dan ingin tampil gemilang bersama kelompoknya untuk menjadi juara, demi nama baik kelompoknya. Upaya yang sungguh-sungguh dari siswa dalam upaya memenangkan perlombaan tersebut, selanjutnya akan mendorong siswa untuk berusaha semaksimal mungkin demi memenangkan perlombaan. Siswa akan mengeluarkan kemampuan yang dimiliki, dan hal ini dapat meningka-tkan hasil belajar siswa dalam berlari.
Hasil Tindakan dan Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan di muka, maka model permainan perlombaan dapat meningkatkan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran, antara lain meningkatkan motivasi belajar siswa, dan meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SD Negeri Bandung, Wonosegoro Boyolali pada pembelajaran Penjasorkes materi berlatih lari. Dengan permainan perlombaan, maka suasana pembelajaran Penjasorkes menjadi menyenangkan dan berbeda dari biasanya. Suasana pembelajaran yang menyenangkan ini, membuat siswa menjadi bersemangat mengikuti proses pembelajaran. Siswa berusaha bekerjasama dengan sebaikbaiknya bersama teman kelompoknya untuk memenangkan perlombaan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Model permainan perlombaan pada Penjasorkes mampu meningkatkan motivasi belajar siswa selama pro-
94
ses pembelajaran berlangsung. Siswa merasa senang, suasana kelas menjadi kondusif untuk melakukan pembelajaran. Mendorong siswa untuk belajar bekerjasama yang bersifat konstruktif, saling bekerjasama, dan menghindari egoisme yang cenderung menonjolkan diri. Besarnya peningkatan dari pra siklus ke siklus 1 16,44% dan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 10,62% 2. Model permainan perlombaan pada Penjasorkes mampu meningkatkan kemamapuan siswa dalam berlari. Siswa berusaha menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memenangkan perlombaan. Sumber belajar tidak terfokus pada guru semata, tetapi didapatkan dari interaksi antar siswa yang ada. Peningkatan yang dicapai dari Pra Siklus ke Siklus I sebesar 10.69% dan Siklus I ke Siklus II mengalami peningkatan 13.13%. Saran Untuk meningkatkan efektifitas penerapan model permainan perlombaan pada Penjasorkes, perlu ditempuh beberapa hal berikut ini: 1. Pokok bahasan yang diberikan disesuaikan dengan alokasi yang tersedia, sehingga pelaksanaannya tidak mengganggu materi pelajaran yang lain. 2. Pembentukan kelompok ditentukan berdasarkan pertimbangan kemampuan akademik, jenis kelamin dan faktor lain yang dianggap penting,
sehingga masing-masing kelompok memiliki kemampuan yang seimbang dan antar siswa dapat saling berinteraksi.
95
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi, 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Dimyati & Mudjiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Kerjasama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Rineka Cipta. Eko Harsono & Muh Marlin, 2010. Gemar Berolahraga untuk Kelas 3 SD dan MI. Jakarta: Pusat Perbukuan, Kementrian Pendidikan Nasional. Hamalik, Oemar, 2009. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ngalim Purwanto, 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pemaja Rosdakarya. Samsudin, 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta: Litera Sardiman, 2001. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Susilo, 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Sutopo, H.B., 2006. Metodologi Penelitian Kuanlitatif: Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Suwandi, Sarwiji dan Madyo Ekosusilo, 2007. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG): Peneltian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13. Suyatinah, 2000. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: FIP UNY. Tedjasaputra, 2007. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT Grasindo. Yamin, Martinis, H. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gang Persada Press.
96
PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS VI SDN BANDUNG, WONOSEGORO Sri Wahyuni
[email protected] SD Negeri Bandung,Wonosegoro,Boyolali ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk: meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negara negara Tetangga dengan model pembelajaran GI pada siswa kelas VI SD Negeri Bandung Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan prosedur penelitian: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan: observasi, wawancara, dan tes. Teknik validitas data menggunakan trianggulasi data/sumber dan trianggulasi metode. Teknik analisis data menggunakan deskriptif komparatif antar siklus dan statistik deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran melalui model GI dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPS materi Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negara negara Tetangga. a) Persentase kenaikan keaktifan siswa sebesar 23,09% untuk siklus 1 dan 27,31 % untuk siklus 2. b) peningkatkan persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar minimal (KKM) berikut: pada kondisi awal, persentase pencapaian KKM sebesar 30,56% (11 siswa), pada siklus 1 persentase meningkat menjadi 52,78% (19 siswa), dan pada siklus 2 persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 83,33% (30 siswa). Kata kunci: Keaktifan siswa, Hasil Belajar, Model Group Investigasion (GI) bang kan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Saat ini masih banyak permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Misalnya, peserta didik kurang tertarik pada pelajaran, peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran, peserta didik
PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu pelajaran yang diberikan mulai dari SD sampai SMP, IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Lampiran Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standart isi mata pelajaran IPS sekolah dasar menjelaskan bahwa pelajaran IPS dirancang untuk mengem97
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
merasa bosan untuk belajar dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan proses pembelajaran umumnya tidak menggunakan metode dan media pembelajaran yang menarik. Guru biasanya menggunakan metode ceramah dan media papan tulis, sehingga yang aktif hanya gurunya saja, sedangkan peserta didik cenderung pasif. Hal ini terbukti dengan rendahnya keaktifan belajar IPS siswa kelas VI SD Negeri Bandung Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali pada materi Kenampakan alam dan Keadaan Sosial Negaranegara Tetangga. Tingkat keaktifan siswa pada kondisi awal diketahui dari 36 siswa terdapat 14 siswa (38,89%) menunjukkan keaktifan dengan kategori rendah, 12 siswa (33,33%) menunjukkan keaktifan dengan kategori sedang, dan ada 10 siswa (27,78%) menunjukkan keaktifan dengan kategori tinggi. Dari hasil tersebut menunjukkan keaktifan belajar siswa masih rendah. Rendahnya keaktifan belajar siswa berdampak pada hasil belajar, dengan hasil ulangan masih di bawah KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 65. Hasil belajar kondisi awal diketahui ada 15 siswa (41,66%) kategori nilai rendah, 10 siswa (27,78%) kategori nilai cukup, dan 11 siswa (30,56%) kategori nilai tinggi. Masih banyaknya siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM menunjukkan belum berhasilnya kegiatan belajar siswa.
Melihat kondisi seperti ini, peneliti berupaya melakukan perbaikan pembelajaran dalam rangka meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar siswa. Kajian pustaka yang dilakukan peneliti menemukan informasi berbagai model yang sangat potensial untuk meningkatkan aktifitas belajar dan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang potensial meningkatkan keaktifan belajar dan hasi belajar siswa adalah model pembelajaran GI. Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang hendak dipecahkan dalam PTK ini adalah 1) Apakah penggunaan model pembelajaran GI dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa Kelas VI SD Negeri Bandung Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2014/2015? dan 2) Apakah penggunaan model pembelajaran GI dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa Kelas VI SD Negeri Bandung Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2014/2015?. KAJIAN TEORI Hakikat Belajar IPS Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang dimulai dari sekolah dasar. Dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Nasution mengartikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan suatu fusi
98
atau paduan dari sejumlah mata pelajaran sosial (Muryani, Sri 2010:4). Menurut Muhammad Numan Sumantri (2001:44) tujuan IPS untuk tingkat sekolah itu sebagai suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, Psikologi filsafat, ideologi negara dan agama yang diorganisasikan dan di sajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Ilmu Pengetahuan Sosial pada hakekatnya adalah ilmu pengetahuan yang menelaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Proses pembelajaran merupakan proses pemberian materi pelajaran kepada siswa dan juga proses belajar bagi siswa dalam menerima materi yang diajarkan oleh guru. Belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan, sikap, minat dan sebagainya. Sardiman (2004:23) berpendapat bahwa belajar dalam arti luas adalah kegiatan psikofisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya, sedangkan belajar dalam arti sempit merupakan usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan satuan kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa, rasa, psikofisik menuju ke perkembangan pribadi
seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Slameto yang dikutip oleh Hamdani (2010:20) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapun prinsip-prinsip belajar dalam pembelajaran adalah: 1) kesiapan belajar; 2) perhatian; 3) motivasi; 4) keaktifan siswa; 5) mengalami sendiri; 6) pengulangan; 7) materi pelajaran yang menantang; 8) perbedaan individu. Dari beberapa pendapat tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pengertian belajar tidak hanya terbatas pada usaha mendapatkan pengetahuan saja, melainkan mencakup aspek kepribadian, dimana orang yang belajar akan memiliki sesuatu yang sebelumnya belum dimiliki dan mengalami perubahan baik pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Keaktifan Belajar Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001:98). Menurut Usman (2008: 22) aktifitas siswa dalam pembelajaran dapat 99
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
digolongkan ke dalam beberapa hal 1) Aktifitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demontrasi, 2) Aktifitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, dan menyanyi, 3) Aktifitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan, 4) Aktifitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis, 5) Aktifitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat. Hasil Belajar IPS Menurut Djamarah dan Zain (2006:106) yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah ha-hal sebagai berikut, 1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok, 2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Hamdani (2010:302) fungsi penilaian hasil belajar adalah: 1). Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas; 2) umpan balik dalam perbaikan belajar mengajar; 3) meningkatkan motivasi belajar siswa; 4) evaluasi diri terhadap kinerja siswa. Sedangkan Hamalik (2011:103) berpendapat bahwa guru perlu mengenal hasil belajar
dan kemajuan siswa yang telah diperoleh sebelumnya. Hasil belajar sebagai hasil penilaian sudah dipahami. Namun demikian untuk mendapatkan pemahaman, perlu juga diketahui, bahwa angka sebagai simbol atau nilai dari hasil aktifitas belajar anak didik (Djamarah, Zain, 2010:149). Hasil belajar merupakan suatu prestasi dari kemampuan menguasai suatu bidang tertentu. Hasil belajar IPS merupakan data berupa angka yang diperoleh setelah menjalani proses pembelajaran IPS dan mengikuti ulangan harian pada KD tertentu. Data berupa anggka tersebut dinamakan nilai prestasi IPS. Model Group Investigation (GI) Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah model GI. Menurut Isjoni (2009: 87) bahwa model pembelajaran GI merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antar prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstrukstivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Berdasarkan pendapat Slavin dalam Hosnan (2014:258) maka dapat dikaji langkah-langkah pembelajaran menggunakan GI sebagai berikut, 1). Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa kedalam kelompok. 2). Merencanakan tugas yang akan dipelajari, 3). Melaksanakan investigasi, 4). Menyiapkan laporan, 5). Mempresentasikan laporan, 6).Evaluasi
100
Pada model ini siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan 2-6 orang. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan pada keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar ciri-ciri pembelajaran kooperatif. Pada model ini siswa memilih sub topik yang ingin mereka pelajari dan topik yang biasanya telah ditentukan guru, selanjutnya guru merencanakan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topik dan materi yang dipilih. Kemudian siswa mulai belajar dengan berbaagi sumber belajar baik di dalam maupun di luar sekolah, setelah proses pelaksanaan belajar selesai mereka menganalisis, menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk mempresentasikan hasil belajar mereka di depan kelas. (Isjoni, 2009: 87-88). Implementasi model pembelajaran GI, secara teoretik dapat meningkatkan keaktifan belajar para siswa yang nantinya akan berdampak hasil belajar IPS. Berbagai penelitian tindakan membuktikan potensi GI yaitu 1) Rohman, Abdul (2010) menemukan bahwa GI dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPS kelas 5 MI An-Nidhom Sumbersari, Jember. 2) Juliana, Fasse (2011) menemukan bahwa model GI dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar IPS siswa kelas 3 SD Negeri Lesanpuro, kecamatan Kedungkandang, Malang. 3) Ovita, Ika (2012) menemukan bahwa GI dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri Jebeng Plampitan, suko-harjo, Wonosobo. 4) Astuti Luh Pt Ninin, Suardika I Wyn Rinda, Sujana I Wyn (2012) menemukan bahwa Model Pembelajaran GI dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Klungkung. Berawal pada kesenjangan keaktifan dan hasil pembelajaran IPS serta potensi GI, maka kerangka pikir diatas tujuan dari model GI akan tercapai. Tujuan tersebut adalah meningkatnya keaktifan siswa dan hasil belajar IPS METODE PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan di SD Negeri Bandung Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali pada mata pelajaran IPS materi Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negaranegara Tetangga pada siswa kelas VI semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Pelaksanaan PTK ini dilakukan melalui tahapan penyusunan proposal penelitian, penyusunan Instrumen, pelaksanaan tindakan dalam rangka pengumpulan data, analisis data dan pembahasan hasil penelitian serta penyusunan laporan PTK. Waktu pelaksanaan setiap tahap PTK adalah sebagai berikut : 1) Penyusunan Proposal penelitian dilakukan pada bulan Juli tahun 2014; 2) Penyusunan Instrumen PTK dilakukan pada bulan Agustus minggu ke 1 tahun 2014; 3) Pelaksanaan tindakan Siklus I 101
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
dilakukan pada tanggal 11, 18 dan 25 Agustus tahun 2014 Siklus II dilaksanakan pada tanggal 1, 8, 15 September tahun 2014. Penentuan tindakan ini kerena pertimbangan urutan pokok bahasan pada kelas VI dan kelender pendidikan di SD Negeri Bandung Wonosegoro. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VI yang berjumlah 36 yaitu 21 laki-laki dan 15 perempuan. Sumber data primer berasal dari hasil pengukuran variaber penelitian tindakan kelas yaitu Skor hasil belajar siswa sebagai cerminan dari penguasaan konsep IPS. Sumber data sekunder berasal dari hasil pengamatan teman sejawat terhadap terhadap keaktifan pembelajaran yang terdiri dari: 1) Tingkat keaktifan guru dan 2) Tingkat keaktifan siswa dalam pembelajaran. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data sebagai berikut: 1) Observasi digunakan untuk mengum-pulkan data yang berkaitan dengan fak-ta di lapangan; 2) Wawancara diguna-kan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pendapat siswa yang diberikan pembelajaran IPS dengan model GI, serta teman sejawat yang mengajar atau yang diajak untuk berkola-borasi dalam penelitian ini; 3) Tes digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan kemam-puan siswa. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komperatif.
Data kuantitatif yang diperoleh dideskripsikan dalam bentuk kata-kata atau penjelasan, baik data yang diperoleh dari hasil tes maupun keaktifan siswa. Selanjutnya dilakukan komparasi data setiap siklus untuk memastikan ada tidaknya peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa pada mata pelajaran IPS. Sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan tindakan kelas ini ditetapkan indikator sebagai berikut: 1) meningkatnya keaktifan siswa minimal sebesar 20% untuk setiap siklus. 2) Persentase jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 50% untuk siklus 1 dan 75% untuk siklus 2. Prosedur PTK ini terdiri dari empat langkah utama, yaitu Perencanaan ( Planning), Tindakan (Aktion), Observasi (Observe) dan Refleksi (Reflect) (Suharsimi Arikunto, 2012:20) HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Tiap Siklus dan Antar Siklus Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari antar siklus, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran GI dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada materi Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negara-negara Tetangga. Tabel 1 merangkum tingkat keaktifan belajar siswa dari kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2
102
Tabel 1 Tingkat Keaktifan siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II Tingkat Keaktifan Siswa Pembelajaran Rata-rata % Kenaikan Pra Siklus 5,89 Siklus I 7,25 23,09 Siklus II 9,32 27,31 Dari tabel tersebut dapat diketahui grafik sebagai berikut
Gambar 1 Komparasi Keaktifan Belajar Pada tabel 1 dan gambar 1 di lajar siswa dirangkum dalam Gambar atas diketahui bahwa nilai keaktifan 1. Dari Gambar 1 diperoleh data siswa diperoleh temuan: a). Pada konberikut: a) pada pra Siklus, mean hasil disi awal, rata-rata tingkat keaktifan belajar baru 54,58, sedangkan belajar IPS siswa baru mencapai 5,89; persentase jum-lah siswa yang b) Pada Siklus 1 tingkat keaktifan bemencapai KKM hanya 30,56% (11 lajar IPS siswa baru mencapai 7,25 casiswa); b) pada siklus 1, mean hasil paian ini menunjukkan peningkatan belajar menjadi 64,03 dan persentase keaktifan sebesar 23,09% c) Pada Simeningkat menjadi 52,78% (19 siswa); klus 2 rata-rata tingkat keaktifan menc) pada siklus 2, mean hasil belajar capai 9,32 capaian ini menunjukkan meningkat menjadi 76,11 dan peningkatan keaktifan sebesar 27,31% persentase jumlah siswa yang men. capai KKM meningkat menjadi Kenaikan mean hasil belajar 83,33% (30 siswa). dan persentase jumlah ketuntasan be-
103
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Gambar 2 Komparasi Mean dan Persentase Pencapaian KKM
2. Keberhasilan Model GI dalam meningkatkan hasil belajar IPS
Temuan Penelitian Dan Pembahasan
Data pada grafik 2 hasil belajar siswa pra siklus mean 54,58 , Pada siklus 1 mean 64,03 dan siklus 2 mean 76,11. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa 52,78% pada siklus 1 dan 83,33 pada siklus 2. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 50% untuk siklus 1, 75% untuk siklus 2 ternyata temuan siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan.
1. Keberhasilan Model GI dalam meningkatkan keaktifan belajar IPS Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan di muka, maka metode pembelajaran GI dapat meningkatkan keaktifan siswa dapat proses pembelajaran. Data pada tabel keaktifan belajar prasiklus, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan rerata keaktifan belajar pada pra siklus 5,89 pada siklus 1 7,25 dan siklus 2 9,32. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan keaktifan siswa. Besaran peningkatan 23,09% pada siklus 1 dan 27,31% pada siklus 2. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 20% ternyata temuan siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan. Temuan ini sejalan dengan Penelitian Rochmad Abdul (2010), Astuti Luh Pt. Ninin, Suardika I Wyn.Rinda, Sujana I Wyn.Sujana (2012).
Temuan ini sejalan dengan Penelitian Rochmad Abdul (2010), Juliana Fasse (2011), Astuti Luh Pt. Ninin, Suardika I Wyn Rinda, Sujana I Wyn (2012), Ovita Ika (2013). Kelebihan Penerapan model Pembelajaran GI: a) mendorong keaktifan siswa dalam pembelajaran. Karena siswa dari awal hingga akhir pembelajaran dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. b) meningkatkan antusias belajar siswa selama kegiatan belajar mengajar tersebut berlangsung.
104
c) siswa merasa senang, suasana kelas menjadi kondusif untuk melakukan transfer ilmu. d) siswa untuk belajar bekerjasama yang bersifat konstruktif, saling menghargai, dan menghindari egoisme yang cenderung menonjolkan diri. Keampuhan model GI mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar. Keampuhan ini terbukti dalam langkah-langkah pembelajaran, 1) Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok secara heterogen; 2) Merencanakan tugas yang akan dipelajari; 3) Melaksanakan infestigasi; 4) Menyiapkan laporan; 5) Mempresentasikan; 6) Kegiatan evaluasi. Temuan ini sejalan dengan penelitian Rochmad Abdul (2010), Juliana Fasse (2011), Astuti Luh Pt Ninin, Suardika I Wyn Rinda, Sujana I Wyn (2012) dan Ovita Ika (2013). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran GI dapat: 1) Meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas VI SD Negeri Bandung Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali. Besarnya peningkatan keaktifan 23,09% pada siklus 1 dan 27,31% pad siklus 2. 2) Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS siswa kelas VI SD Negeri Bandung Kecamatan Wono-
segoro Kabupaten Boyolali. Sebesar peningkatan 52,78% pada siklus 1 dan sebesar 83,33% pada siklus 2. Saran Untuk meningkatkan efektifitas penerapan metode pembelajaran kooperatif model GI, perlu ditempuh beberapa hal berikut ini: 1. Materi yang diberikan disesuaikan dengan alokasi yang tersedia, sehingga pelaksanaannya tidak mengganggu materi pelajaran yang lain. 2. Pembentukan kelompok ditentukan berdasarkan pertimbangan kemampuan akademik, jenis kelamin dan faktor lain yang dianggap penting, sehingga masing-masing kelompok memiliki kemampuan yang seimbang dan antar siswa dapat saling berinteraksi. Pada pertemuan berikutnya, anggota kelompok dapat dirubah kembali, sehingga setiap kelompok yang dibentuk anggotanya selalu berganti-ganti. Hal ini dilakukan agar siswa tidak membentuk kelompok sendiri dan membuat antar siswa dalam kelas terjadi gap. 3. Layout meja dan kursi dalam kelas dibuat saling berhadapan, sehingga setiap anggota kelompok dan antar kelompok dapat melakukan diskusi dan interaksi secara maksimal.
105
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Astuti Luh Pt. Ninin, Suardika I Wyn Rinda dan Sujana I Wyn (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri Klungkung. Skripsi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Tidak diterbitkan. Depdiknas. (2006). Lampiran Permendiknas No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum SD/MI Tahun 2006. Jakarta: Depdiknas Djamarah dan Aswan Zain (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:Rineka Cipta Djamarah, Syaiful Bahri dan Jakarta: Rineka Cipta.
Aswan Zain, 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Hamalik, O (2011). Proses Belajar Mengajar. Jakarta:Bumi Aksara Hamdani (2010). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia Hosnan (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor : Ghalia Indonesia Isjoni (2009). Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Juliana Fasse (2011). Penerapan Model Group Investigation pada Pembelajaran IPS Kelas III SD Negeri Lesanpuro, kecamatan Kedungkandang Malang. Skripsi Universitas Malang Tidak diterbitkan. Muryani, Sri. Wuryani, Emy (2010). Pengembangan Pendidikan IPS SD. Salatiga UKSW Ovita Ika (2013). Penerapan Model Group Investigation (GI) pada Pembelajaran Matematika Kelas V SDN Negeri Jebeng Plampitan,sukoharjo,Wonosobo. Skripsi UKSW Tidak diterbitkan. Rochmad Abdul (2010). Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajarf Siswa melalui PembelajaranKooprearif Tipe Group Investigation Pada pelajaran IPS Pokok Bahasan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Siswa Kelas V MI Annidhom Sumbersari Malang. Skripsi Universitas Malang Tidak diterbitkan. Sardiman, 2004.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sumantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Usman, Uzer. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
106
. PEMBERLAKUAN KURIKULUM SD/MI TAHUN 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP UPAYA MEMPERBAIKI PROSES PEMBELAJARAN MELALUI PTK Mawardi
[email protected] Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar –FKIP- UKSWSalatiga ABSTRAK Konsekuensi utama pemberlakuan kurikulum 2013 untuk jenjang SD/MI diantaranya pada cara mensinergikan pendekatan, model dan standar proses pembelajaran, serta cara menyusun dan melakukan penilaian. Dua komponen utama sistem pembelajaran ini merupakan komponen yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan mutu pembelajaran. Pendekatan, model dan standar proses pembelajaran berkaitan dengan jaminan mutu prosesnya, sedangkan komponen penilaian berkaitan dengan akurasi dan validitas pengukuran mutu pembelajaran tersebut. Pendekatan saintifik (5M) yang meliputi keterampilan proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan perlu disinergikan dengan standar proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (EEK). Kedua keterampilan (5M dan EK) inilah yang menjadi pemandu bagi guru untuk memilih model (dan metode) pembelajaran serta alat penilaian otentik yang sesuai. Dalam rangka membantu para guru untuk mengimplemantasikan kurikulum 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyiapkan buku guru dan buku siswa. Namun demikian para guru dapat memodifikasi dan mengembangkan sendiri. Pengembangan instrumen pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik para siswa dan lingkungan belajar-nya, sehingga mutu proses dan hasil pembelajaran dapat ditingkatkan. Pengem-bangan mutu pembelajaran seperti ini sekaligus menjadi sarana bagi para guru untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan. Permasalahannya adalah pemberlakuan kurikulum 2013 berimplikasi pada proses pengembangan keprofesian guru, misalnya bagaimana proses pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) yang selama ini telah dilakukan. Rambu-rambu pendekatan, model, sistem penilaian, buku guru dan buku siswa dalam kurikukum 2013 mestinya tidak membatasi ruang gerak guru dalam berinovasi. Kata kunci: kurikulum 2013, proses pembelajaran, PTK PENDAHULUAN Pemberlakukan Kurikulum 2013 untuk SD/MI mulai tahun pembelajaran 2014-2015 membawa berbagai konsekuensi. Konsekuensi
utama pemberlakuan kurikulum 2013 tersebut diantaranya pada cara mensinergikan pendekatan, model dan standar proses pembelajaran, serta cara
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
menyusun dan melakukan penilaian. Dua komponen utama sistem pembelaerat kaitannya dengan peningkatan mutu pembelajaran. Pendekatan, model dan standar proses pembelajaran berkaitan dengan jaminan mutu prosesnya. Sedangkan komponen penilaian berkaitan dengan akurasi dan validitas pengukuran mutu pembelajaran tersebut. Berkaitan dengan mutu pembelajaran, ketentuan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009, tentang jabatan guru dan angka kreditnya, mengharuskan para guru untuk melakukan pengembangan keprofesionalannya. Menurut Suharsimi Arikunto (2006), guru harus mempunyai kemampuan melakukan penelitian sederhana dalam rangka meningkatkan kualitas profesional, khususnya kualitas pembelajaran.Terdapat beberapa jenis penelitian yang dapat dilakukan oleh guru, misalnya penelitian eksperimen, deskriptif dan penelitian tindakan. Dalam praktik pembelajaran, jenis penelitian yang diutamakan dan disarankan kepada guru adalah penelitian tindakan (Suharsimi, 2006). Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang sangat tepat untuk meningkatkan kulaitas pembelajaran, dan yang selanjutnya dapat meningkatkan kulaitas pendidikan secara luas. Sehubungan dengan hal tersebut, Suharsimi
jaran ini merupakan komponen yang sangat Arikunto (2010) mengatakan bahwa penelitian tindakan, dari istilahnya bertujuan untuk menyelesaikan masalah melalui tindakan nyata, bukan mencermati fenomena tertentu kemudian mendeskripsikan apa yang terjadi dengan fenomena yang bersangkutan. Dalam penelitian tindakan, berarti guru melakukan sesuatu, dengan arah dan tujuan yang jelas, yaitu demi kepentingan peserta didik dalam memperoleh hasil belajar yang memuaskan (Suharsimi Arikunto, 2006). Berkaitan dengan PTK ini, permasalahan muncul ketika Kurikulum SD/MI tahun 2013 mulai diberlakukan secara nasional untuk semua jenjang kelas (kecuali kelas 3 dan 6). Permalahan tersebut relevan dengan perubahan komponen utama pembelajaran sepertu tersebut di atas. Dalam melaksanakan PTK, guru harus menyesuaikan dengan pendekatan, model, dan sistem penilaian dalam Kurikulum SD/MI tahun 2013. Dengan kata lain perlu penyesuaian PTK pada rancangan pengorganisasian kurikulum menjadi tematik integratif, pendekatan mengarah kepada pendekatan saintifik, model pembelajaran mengarah pada model yang mampu memberikan pengalaman belajar otentik, dan penilaiannnya juga harus mampu mengukur pengalaman otentik siswa terssebut.
108
IMPLEMENTASI 2013
KURIKULUM
Pengorganisasain kurikulum dengan pendekatan Tematik Integratif Pembelajaran tematik integratif merupakan pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka. Pelaksanaan pembelajaran tematik integratif berawal dari tema yang telah dipilih/dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran tematik integratif ini lebih menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran, dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Dalam pembelajaran tematik integratif, keterlibatan peserta didik dalam belajar lebih diprioritaskan dan tidak tampak adanya pemisahan antar mata pelajaran satu dengan lainnya. Kegiatan pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak mengalami langsung yang dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik. Pembelajaran yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah: a) mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu; b) mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi muatan pelajaran dalam tema yang sama; c) memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; d) mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai muatan pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik; e) lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain; f) lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas; g) guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan; dan h) budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. Ciri-ciri pembelajaran tematik terpadu: a) berpusat pada anak; b) memberikan pengalaman langsung pada anak; c) emisahan antar muatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan); d) Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antar muatan pelajaran yang satu dengan lainnya); e) bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran); f) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya). Implementasi Pembelajaran Tematik Terpadu melalui beberapa tahapan yaitu pertama guru mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai muatan pelajaran. Kedua guru melakukan analisis Standar Kompetensi Lulusan, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan membuat indikator dengan tetap memperhatikan muatan materi dari Standar Isi. Ketiga membuat hubungan pemetaan antara kompetensi dasar dan indikator dengan tema. Keempat membuat jaringan KD, indikator. Kelima menyusun silabus tematik dan keenam membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan menerapkan pendekatan saintifik. Pola pengorganisasian tema dan sub tema pada buku guru dan buku siswa menggunakan pola Tema Sub tema - Pembelajaran. Jumlah tema pada setiap kelas berkisar antara 6 sampai 9 tema. Pada setiap semester, rata-rata ada 3 – 5 tema. Setiap tema ada dijabarkan menjadi 4 -5 sub tema. Masing-masing sub tema disampaiakan dalam 6 pembelajaran, dimana pada pembelajaran ke-6 dilakukan evaluasi. Kedudukan dan fungsi Buku Guru dan Buku Siswa Buku Guru dan Buku Siswa berkedudukan dan berfungsi sebagai berikut: a) Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) dari Kompetensi Inti (KI) 1 dan 2. Pada buku guru, pemetaan KD dari KI 1 dan 2 disiapkan setiap subtema. Namun dalam jaringan KD harian (tiap PB) KD dari KI 1 dan 2 tidak dimunculkan karena ketercapaiannya diperoleh dari pembelajaran tidak langsung (indirect learning). Harapannya guru bisa memilih aspek spiritual (KI 1) maupun aspek sosial (KI 2) sesuai dengan aktivitas pembelajaran harian yang sedang dilakukan. Berikut ini contoh pemetaan kompetensi dasar dari KI 1 dan KI 2. b) Pemetaan Kompetensi Dasar dari KI 3 dan 4. Pada buku guru
110
pemetaan KD dari KI 3 dan 4 disediakan tiap subtema (mingguan). Pemetaan ini masih akan dijabarkan lagi dalam pemetaan KD harian. c) Pemetaan Kompetensi Dasar tiap PB (harian). Pada buku guru sudah disiapkan pemetaan KD dan indikator pada masing-masing pembelajaran (PB) untuk memudahkan guru mengajar harian. Meskipun telah disediakan pemetaan di setiap PB, guru hendaknya mengkaji apakah masih diperlukan KD tambahan pada pembelajaran hari itu. Untuk kepentingan penyusunan RPP (harian), guru perlu menambahkan KD dari KI 1 dan 2 yakni sikap spiritual dan sikap sosial. Penambahan KD bisa melihat pada pemetaan KD dari KI 1 dan 2 pada tiap subtema. Guru hendaknya mencermati indikator setiap KD. Untuk pembelajaran harian, setiap KD minimal dijabarkan dalam satu indikator karena KD tersebut kemungkinan dibelajarkan lagi pada subtema yang lain. Meskipun sudah ada contoh indikator pada buku guru, namun guru perlu mengkaji ulang indikator tersebut. Pembelajaran Tematik Terpadu pada Buku Guru dan Siswa Pada pembelajaran tematik terpadu, kita harus memerhatikan keterpaduan muatan pelajaran. Keterpaduan muatan pelajaran tergambar dari jaringan rencana kegiatan. Pada buku guru telah
diberikan contoh tujuan pembelajaran sebagai panduan bagi guru apa yang akan dicapai. Guru diperbolehkan untuk menambah atau merubah tujuan pembelajaran sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan tempat belajar (Kemdikbud, 2014: 45 dan Lampiran Permendikbud No. 57 tahun 2014). Tujuan pembelajaran idealnya memuat A (audience) yakni siswa; B (behavior) yakni kemampuan yang akan dicapai (membedakan, menjelaskan, dll), C (condition) yakni kondisi atau kegiatan yang akan dilakukan siswa (membaca teks, mengamati gambar, diskusi dll); D (degree) tingkatan (dengan benar, sesuai prosedur, dengan santun, percaya diri, dll). Pada buku siswa terdapat media dan alat bantu dalam pembelajaran. Misalnya, pada Tema 1 Pengalamanku, Subtema 2, Pembelajaran 1 terdapat lagu berjudul Bunda Piara. Selain lagu tersebut, guru dapat menambahkan lagu daerah setempat yang bertema pengalaman masa kecilku. Di dalam buku siswa juga terdapat gambar alat-alat musik ritmik. Guru dapat menambahkan gambar-gambar alat musik ritmik khas daerah setempat. (Kemdikbud, 2014: 45 dan Lampiran Permendikbud No. 57 tahun 2014). Demikian pula dengan sumber belajar, materi tidak terbatas pada buku siswa saja. Guru bisa mengajak siswa mengamati
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
lingkungan, membaca buku referensi lain, membaca berita di koran, atau melihat tayangan tentang hewan di TV/video.Pelaksanaan pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific yang memuat kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasi atau menalar, dan mengkomunikasikan. Langkahlangkah pembelajaran tersebut telah dituangkan dalam buku guru. Buku Siswa diarahkan agar siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, berdiskusi serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi baik antarteman maupun dengan gurunya. Guru dapat mengembangkan atau memperkaya materi dan kegiatan lain yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Kemdikbud, 2014: 42 dan Lampiran Permendikbud No. 57 tahun 2014).
a) Bukalah Buku Guru tema tertentu. Cermatilah halaman yang berjudul Tentang Buku Guru dan Bagaimana Menggunakan Buku Guru. Ikutilah petunjuk yang ada pada halaman tersebut. b) Rancangan pembelajaran setiap Tema dibagi dalam rancangan subtema yang tampak pada jaringan subtema atau Pemetaan Kompetensi Dasar pada Buku Guru. Guru diharap mencermati jaringan subtema yang memuat Kompetensi Dasar Muatan Pelajaran yang akan dicapai pada satu minggu. c) Jaringan subtema terdiri atas jaringan subtema untuk KD dari KI 1 dan 2, serta jaringan subtema untuk KD dari KI 3 dan KI 4. d) Jaringan subtema KD dari KI 3 dan KI 4 dijabarkan lagi menjadi jaringan Kompetensi Dasar dan Indikator setiap pembelajaran. e) Cermatilah jaringan setiap pembelajaran. Pemetaan Indikator pada Buku Guru memuat Kompetensi Dasar yang akan dicapai
Cara Penggunaan Buku Guru dan Buku Siswa Buku Guru berhubungan dengan Buku Siswa, karena Buku Guru memandu pembelajaran yang sesuai dengan Buku Siswa. Penggunaan Buku Guru dan Buku Siswa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. (Kemdikbud, 2014: 46 dan Lampiran Permendikbud No. 57 tahun 2014).
112
f)
g)
h)
i)
j)
berdasarkan rumusan indikatornya. Setelah mencermati indikator yang akan dicapai pada setiap pembelajaran, cermatilah tujuan pembelajaran yang terdapat di Buku Guru. Perhatikan langkahlangkah kegiatan yang terdapat pada Buku Guru. Hubungkanlah langkahlangkah kegiatan pembelajaran pada Buku Guru dengan penjabaran kegiatan pembelajaran yang ada di Buku Siswa. Guru dapat memodifikasi rancangan pembelajaran di Buku Guru untuk disesuaikan dengan kondisi kelas. Apabila rancangan berubah, maka guru harus membuat penyesuaian juga dalam pembelajarannya. Pada Buku Guru juga terdapat media, alat, dan sumber pembelajaran yang digunakan sesuai dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Namun, guru juga dapat
mengganti atau menambahkan media, alat, dan sumber pembelajaran sesuai dengan kondisi kelas. k) Cermatilah halaman Remedial dan Pengayaan yang terdapat pada Buku Guru sebagai panduan ketika guru akan melaksanakan kegiatan tersebut. l) Di dalam Buku Guru terdapat contoh-contoh teknik penilaian, guru dapat membuka halaman penilaian sebagai panduan menilai siswa. Pendekatan tematik integratif dalam kurikulum SD/MI 2013 disamping terintegrasi dalam hal materi lintas matapelajaran, juga terintegrasi dalam ranah kompetensi pembelajaran. Maknanya bahwa dalam setiap pembelajaran, guru dituntut untu kmampu mengintegrasikan perolehan pembelajaran pada tiga ranah (kognitif, Afektif dan Psikomotorik/Ketreampilan). Integrasi ketiga ranah tersebut dapat dicermati dari pijakan teori seperti dalam Gambar berikut.
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
Gambar Integrasi ranah kompetensi pembelajaran Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena
Pendekatan, Model, dan Standar Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 SD/MI Dalam dokumen Kurikulum SD/MI 2013, pendekatan yang digunakan adalah Saintifik. Model pembelajarannya adalah model Problem Based Learning (PBL), Project Based Learning (PjBL), Problem Based Learing, Discovery Learning dan model-model lain yang mengandung muatan proses saintifik maupun pendidikan nilai-nilai. Berkaitan dengan standar proses pembelajaran tetap diprtahankan proses EEK (Eksplorasi,Elaborasi dan Konfirmasi). a. Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah
114
Tabel 1. Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar Langkah Pembelajaran Mengamati
Kegiatan Belajar Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat)
Menanya
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati
Mengumpulkan informasi/ eksperimen
-
Mengasosiasik an/ mengolah informasi
Mengkomunik asikan
melakukan eksperimen membaca sumber lain selain buku teks mengamati objek/ kejadian/ aktivitas wawancara dengan narasumber mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan
detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
b. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. Mengamati (M-1) b. Menanya (M-2) c. mengumpulkan informasi/eksperimen (M-3) d. mengasosiasikan/mengolah informasi (M-4) dan e. mengkomunikasikan (M-5). Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel 1. c. Pemetaan Integrasi Pendekatan Saintifik, Model Pembelajaran Inovatif dan Komponen EEK dalam RPP Kurikulum 2013 Tabel 2. Contoh Pemetaan Integrasi Pendekatan Saintifik, Model Pembelajaran Inovatif dan Komponen EEK dalam RPP Kurikulum 2013
Model
Problem Based Learning (PBL)
Problem Solving (Dewey)
Discovery Learning
Pendekatan Saintifik
EEK Sintak 1. Memberikan orientasi permasalahan pada siswa 2. Mengorganisir siswa untuk meneliti 3. Melakukan penyelidikan 4. Mempresentasikan hasil pemecahan 5. Mengevaluasi proses pemecahan masalah 1. Mengidentifikasi masalah 2. Membimbing siswa untuk memperjelas dan membatasi masalah 3. Mengumpulkan informasi ataupun data 4. Menyusun hipotesis dan menyeleksinya 5. Melakukan pemecahan masalah sekaligus menguji hipotesis untuk disimpulkan 1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) 2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) 3. Data collection (Pengumpulan Data).
116
M-1 E
M-2
M-3
M-4
M-5
√
√
√
E El El
√ √
K E
√ √
E
√
El
√
El
√
K
√
E E El
√ √ √
Project Based Learning (PjBL)
4. Data Processing (Pengolahan Data) 5. Verification (Pembuktian) 6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). 1. Menentukan pertanyaan mendasar 2. Menyusun perencanaan proyek 3. Menyususun dan melaksanakan aktifitas proyek 4. Memonitor kemajuan proyrek 5. Menilai hasil proyek 6. Mengevaluasi pengalaman (refleksi)
Penilaian Pembelajaran Penilaian yang disarankan dalam Kurikulum 2013 adalah penilaian autentik. Penilaian autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Dalam penilaian autentik digunakan alat ukur yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan tematik integratif dan saintifik sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian autentik akan mampu menggambarkan kompetensi siswa dalam mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar dan mengkomunikasikan. Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap
El K
√ √
K
√
√
√
√ √
E E
√
√ √
El
√
El K K
√
sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan. Pada jenjang SD, kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Berdasarkan rumusan KI-1 dan KI-2 di atas, penilaian sikap pada jenjang SD mencakup sikap spiritual menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut. Sedangkan sikap sosial mencakup sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, toleran,
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
gotong-royong, santun, dan percaya diri. Penilaian sikap dapat dilakukan menggunakan teknik observasi, penilaian diri, penilaian antarteman, dan jurnal. Penilaian pengetahuan merupakan penilaian yang berkaitan dengan aspek penguasaan materi pembelajaran secara kognitif. Aspek Pengetahuan dapat dinilai dengan cara berikut tes tulis yang soal dan jawabannya tertulis berupa pilihan ganda, isian, Benar-salah, menjodohkan, dan uraian.Tes Lisan berupa pertanyaan- pertanyaan yang diberikan guru secara ucap (oral) sehingga peserta didik merespon pertanyaan tersebut secara ucap juga, sehingga menimbulkan keberanian. Jawaban dapat berupa kata, frase, kalimat maupun faragraf yang diucapkan. Penugasan, yaitu penilaian yang dilakukan oleh pendidik yang dapat berupa pekerjaan rumah baik secara individu ataupun kelompok sesuai dengan karakteristik tugasnya. Teknik penilaian kompetensi pengetahuan dilakukan dengan tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Tiaptiap teknik tersebut dilakukan melalui instrumen tertentu yang relevan. Aspek keterampilan dapat dinilai dengan kerja praktik, yaitu suatu penilaian yang meminta siswa untuk melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya tugas memainkan alat musik, menggunakan mikroskop, menyanyi, bermain peran, menari. Penilaian Projek merupakan penilaian terhadap tugas yang mengandung investigasi dan harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan. Projek juga akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan siswa pada pembelajaran tertentu, kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan informasi. Penilaian projek sangat dianjurkan karena membantu mengembangkan keterampilan berpikir tinggi (berpikir kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif) peserta didik. Contoh projek misalnya membuat laporan pemanfaatan energi di dalam kehidupan, membuat laporan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman. Penilaian aspek keterampilan juga bisa dilakukan dengan portofolio, yaitu kumpulan karaya siswa yang didokumentasikan selama periode tertentu. IMPLIKASI Seperti telah disampaikan pada bagian pendahuluan, Suharsimi Arikunto (2006) menyatakan bahwa guru harus mempunyai kemampuan
118
melakukan penelitian sederhana dalam rangka meningkatkan kualitas profesional, khususnya kualitas pembelajaran. Dalam praktik pembelajaran, jenis penelitian yang diutamakan dan disarankan kepada guru adalah penelitian tindakan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang sangat tepat untuk meningkatkan kulaitas pembelajaran, dan yang selanjutnya dapat meningkatkan kulaitas pendidikan secara luas. Pandangan Suharsimi Arikunto tersebut menegaskan bahwa apapun kurikulum yang berlaku, para guru berkewajiban melakukan perbaikan mutu proses pembelajarannya. Tak terkecuali setelah pemberlakuan kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No.67 Tahun 2013 juncto Permendikbud No. 57 Tahun 2014, guru terikat untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajarannya. Telah diuraikan di atas, bahwa implementasi kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang dirancang dengan seksama berdasarkan pendekatan saintifik, pengorganisasian materi dialkukan dengan menggunakan model tematik integratif, disinergikan dengan modelmodel pembelajaran inovatif, dan dilakukan penilaian dengan model penilaian otentik. Tuntutan implementasi kurikulum 2013 ini tidaklah mudah, lebih-lebih jika akan melakukan perbaikan pembelajaran melalui PTK. Oleh karena itu perlu
upaya yang sungguh-sungguh untuk memahami dan melaksanakannya dengan baik. Beberapa catatan implikatif pemberlakuan kurikulum 2013 dalam kaitannya dengan proses merancang dan melakukan PTK berikut ini dapat digunakan sebagai rambu-rambu bagi guru yang akan melakukan PTK. 1. PTK dilakukan dalam rangka memperbaiki pembelajaran tematik integratif berdasarkan Kurikulum 2013. 2. Siklus pembelajaran minimal 2 siklus. Masing- masing siklus, jika mengacu pada Buku Guru dan Buku Siswa terdiri dari satu Sub-tema dengan 6 pembelajaran (1 sd 6, pembelajaran ke- 6 untuk Evaluasi). Namun jika mengacu pada ramburambu implementasi Kurikulum 2013, yang berisi kemungkinan guru melakukan modifikasi rancangan pembelajaran (Kemendikbud, 2014: 42, 45,46) satu pembelajaraan (PB) dapat dimaknai sebagai satu siklus. Dengan catatan perlu memodifikasi rancangan dan materi dalam Buku Siswa dengan menambahkan evaluasi pembelajaran pada setiap akhir pertemuan. 3. Kaitan dengan satuan amatannya, boleh mengamati proses dan dampak tindakan dalam satu muatan matapelajaran yang dipandang masih bermasalah. Namun jika memungkinkan dan
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
4. 5.
6.
7.
permasalahannya menyeluruh bisa menggunakan keseluruhan mapel yang diintegrasikan. Pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik. Model pembelajaran disarankan menggunakan model pembelajaran PBL, Problem Solving, PJ-BL, Discovery Learning dan model lain yang relevan dengan pendekatan saintifik. Variabel PTK yang diamati dan diukur minimal dua variabel, yaitu proses pembelajaran sesuai dengan sintak modelnya atau keterampilan saintifik tertentu (tidak harus semua/5M) dan variabel dampak (hasil belajar). Instrumen pengumpulan data menggunakan instrumen tes untuk variabel dampak tindakan (hasil belajar) dan penilaian otentik jenis non tes (misalnya rubrik keterampilan melakukan percobaan) untuk variabel proses.
dilakukan penilaian dengan model penilaian otentik. Implikasi pemberlakuan Kurikulum 2013 dalam penyusunan PTKantara lain adalah: 1) PTK dilakukan dalam rangka memperbaiki pembelajaran tematik integratif berdasarkan Kurikulum 2013. 2) Siklus pembelajaran minimal 2 siklus. Masing- masing siklus, jika mengacu pada Buku Guru dan Buku Siswa terdiri dari satu Sub-tema dengan 6 pembelajaran (1 sd 6, pembelajaran ke- 6 untuk Evaluasi).3) Satuan amatannya, boleh mengamati proses dan dampak tindakan dalam satu muatan matapelajaran yang dipandang masih bermasalah. Namun jika memungkinkan dan permasalahannya menyeluruh bisa menggunakan keseluruhan muatan mapel yang diintegrasikan. 4) Pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik yang disinergikan dengan model pembelajaran inovatif yang secara potensial mengandung unsur-unsur pendekatan saintifik. Misalnya model pembelajaran PBL, Problem Solving, PJ-BL, Discovery Learning. 5) Variabel PTK yang diamati dan diukur minimal dua variabel, yaitu proses pembelajaran sesuai dengan sintak modelnya atau keterampilan saintifik tertentu (tidak harus semua/5M) dan variabel dampak (hasil belajar).6) Instrumen pengumpulan data menggunakan instrumen tes untuk variabel dampak
PENUTUP Sebagai catatan penutup, dapat disampaikan bahwa ruh implementasi kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang dirancang dengan seksama berdasarkan pendekatan saintifik, pengorganisasian materi dialkukan dengan menggunakan model tematik integratif, disinergikan dengan modelmodel pembelajaran inovatif, dan
120
tindakan (hasil belajar) dan penilaian otentik jenis non tes (misalnya rubrik
keterampilan melakukan percobaan) untuk variabel proses.
DAFTAR PUSTAKA Kemendikbud. (2014). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ---------- (2013). Salinan Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI. ---------- (2013). Salinan Lampiran Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI. ---------- (2014). Salinan Permendikbud No. 57 Tahun 2014 tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI. ---------- (2014). Salinan Lampiran Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI. ---------- (2013). Salinan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ---------- (2013). Salinan Lampiran Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ---------- (2013). Salinan Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ---------- (2013). Salinan Lampiran Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ---------- (2013). Permendikbud No. 81a Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Suharsimi Arikunto. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) PADA SISWA KELAS VI SDN 1 KALINANAS - WONOSEGORO Dewi Kumala Santi
[email protected] SDN 1 Kalinanas, Wonosegoro, Boyolali ABSTRAK Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses sains (KPS), hasil belajar IPA siswa kelas VI SDN 1 Kalinanas dengan menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang terdiri dari 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Intrumen pengumpulan data memakai rubrik pemilaian keterampilan proses untuk mengetahui tingkat KPS dan soal evaluasi tertulis materi perkembangbiakan tumbuhan dan hewan untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa. Analisis data dilakukan dengan menggunkan analisis deskriptif komparatif dimana akan diperbandingkan antara kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan pembelajaran siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan temuan-temuan bahwa model STM dapat: 1) meningkatkan KPS siswa kelas VI SDN 1 Kalinanas, Kec. Wonosegoro, Kab. Boyolali. Persentase kenaikan KPS siswa sebesar 20,96% pada pembelajaran siklus 1 dan 44,37% pada pembelajaran siklus 2. 2) Meningkatnya persentase jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada kondisi awal adalah 31,81% (7 siswa), 59,09% (13 siswa) pada pembelajaran siklus 1, dan 90,90% (20 siswa) pada pembelajaran siklus 2. Kata kunci : keterampilan proses sains, hasil belajar, model pembelajaran sains teknologi masyarakat. 2) siswa dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. 3) siswa mampu mendapatkan pengalaman langsung dari pembelajaran. Namun pada kenyataannya masih jauh dari harapan. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh
PENDAHULUAN Lampiran Permendiknas No 22 Tahun 2006 mengemukakan tujuan mata pelajaran IPA SD/MI antara lain: 1) untuk mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
122
peneliti dan teman sejawat di SDN 1 menunjukkan bahwa guru belum mengunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakterisk IPA, guru masih menggunakan cara-cara tradisional yang memfokuskan pada pemberian informasi dan pengetahuan kepada siswa dalam mentransfer pengetahuan sebanyak mungkin. Kondisi tersebut berdampak pada KPS dan hasil belajar IPA siswa. Pada pembelajaran materi perkembangbiakan tumbuhan dan hewan hanya ada 5 siswa (22,72%) menunjukkan KPS siswa berada pada kategori tinggi, 4 siswa (18,18%) berada pada kategori sedang, dan 13 siswa (59,09%) berada pada kategori rendah. Rendahnya KPS ini berdampak pada hasil belajar siswa. Data awal tingkat kompetensi hasil belajar siswa dengan KKM 70 ternyata hanya ada 7 siswa (31,81%) yang telah mencapai KKM dan rerata skornya berada pada kategori tinggi, sedangkan 5 siswa (22,72%) belum mencapai KKM dan rerata skornya berada pada kategori sedang, dan 10 siswa (45,45%) masih jauh di bawah KKM yang rerata skornya berada pada kategori rendah. Melihat kondisi seperti itu peneliti berupaya melakukan perbaikan pembelajaran dalam rangka meningkatkan KPS dan hasil belajar IPA. Kajian pustaka yang dilakukan peneliti menemukan informasi berbagai
kalinanas kelas VI model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan KPS dan hasil belajar IPA. Salah satu jenis model pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran IPA SD adalah model pembelajaran STM karena siswa dapat belajar melalui pengalaman langsung, dan menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan anak sendiri. Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian yang akan dipecahkan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah seberapa tinggi peningkatan KPS dan hasil belajar siswa menggunakan model STM. KAJIAN PUSTAKA Hakikat IPA IPA merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala yang terjadi di alam yang didasarkan pada hasil pengamatan dan percobaan yang dilakukan oleh manusia (Sawatomo, 2009:3). Menurut Triyanto (2010:36) IPA merupakan kumpulan teori yang penerapannya terbatas pada gejala-gejala alam, hingga akhirnya berkembang melalui metode ilmiah. Dari pendapat-pendapat di atas dapat IPA didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan tentang gejalagejala alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan yang dilakukan melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. IPA
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta yang teruji kebenarannya ,dengan mempelajarinya diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang alam sekitar serta manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari. “Sains” sering diartikan dengan Ilmu Pengetahuan Alam. Secara umum sains mempunyai arti 1) kegiatan mengumpulkan informasi secara sistematik tentang alam sekitar, 2) pengetahuan yang didapat melalui suatu proses kegiatan, 3) nilai-nilai dan sikap ilmuwan menggunakan proses ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Sains merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan para ilmuwan sains dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut. (Patta Bundu, 2006:10). Dari pengertian-pengertian di atas, sains mempunyai 3 komponen, yaitu 1) proses ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang, dan melakukan eksperimen, 2) produk ilmiah, misalnya prinsip, konsep, hukum, dan teori, dan 3) sikap ilmiah, misalnya rasa ingin tahu, obyektif, dan jujur. Melihat hakikat pembelajaran IPA seperti yang telah diuraikan di atas maka guru perlu mempertimbangkan rancangan tentang KPS, menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan KPS yaitu STM. Uraian
tentang KPS, dan STM akan di bahas pada bagian tersendiri. Keterampilan Proses Sains (KPS) Untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan tentang alam, seseorang perlu menguasai beberapa keterampilan dasar yang biasa disebut dengan keterampilan proses. Saat siswa sedang melakukan keterampilan proses, misal mengamati, siswa sebenarnya tidak hanya memperhatikan suatu objek, tetapi juga menghubungkan apa yang sedang dia amati dengan apa yang telah dia diketahui. Oleh sebab itu keterampilan proses sesungguhnya bukanlah sekedar keterampilan motorik tetapi juga melibatkan keterampilan berpikir. Pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya merupakan suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang menitik beratkan pada siswa agar siswa menjadi aktif dan kreatif dalam proses perolehan hasil belajar. Seiring dengan perkembangan iptek, pendekatan keterampilan proses ini dianggap sebagai pendekatan yang paling sesuai dengan proses pembelajaran di SD. Prinsip-prinsip tentang pendekatan ini menjadi hal yang mutlak harus dipahami. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1) kemampuan mengamati merupakan keterampilan yang sangat penting utnuk mendapatkan pengetahuan, pengamatan dilakukan dengan memanfaatkan semua panca indera yang biasa
124
digunakan untuk memperhatikan hal yang diamati, kemudian mencatat apa yang diamati, memilah-milah bagiannya berdasarkan kriteria tertentu, juga berdasarkan tujuan pengamatan, serta mengolah hasil pengamatan dan menuliskan hasilnya. 2) kemampuan mengklasifikasi merupakan kemampuan mengelompokkan sesuatu yang berupa benda, fakta, informasi, dan gagasan. 3) kemampuan menemukan hubungan yang termasuk dalam kemampuan ini adalah: fakta, informasi, gagasan, pendapat, ruang, dan waktu. 4) kemampuan membuat prediksi, kemampuan ini disebut juga kemampuan menyusun hipotesis yaitu suatu perkiraan untuk menentukan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. 5) kemampuan melaksanakan penelitian yaitu kegiatan menguji gagasan melalui kegiatan eksperimen. 6) kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, dalam kemampuan ini siswa perlu menguasai cara-cara mengumpulkan data. 7) kemampuan mengkomunikasikan data, dalam hal ini siswa perlu dilatih untuk mengkomunikasikan hasil penemuannya kepada orang lain dalam bentuk laporan penelitian. Keunggulan pendekatan keterampilan proses ini antara lain : 1) Siswa terlibat langsung dengan obyek yang sedang dipelajari, sehingga mempermudah siswa dalam memahami pelajaran. 2) Siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep yang dia
pelajari. 3) Melatih siswa untuk berpikir kritis. 4) Melatih siswa untuk bertanya dan ikut aktif dalam proses pembelajaran. 5) Mendorong siswa untuk menemukan konsep-konsep baru. 6) Member kesempatan siswa untuk belajar menggunakan metode-metode ilmiah. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “science technology society (STS)”, yaitu, suatu usaha untuk menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan STM adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsepkonsep sains saja tetapi juga menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat (Prayekti, 2002: 777). Pembelajaran dengan pendekatan STM mengembangkan materi dalam lingkup yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
`
sains
teknologi
masyarakat
Gambar 1. Hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat Gambar 1 menunjukkan bahwa Pada tahap ini guru merangsang peserta sains, teknologi, dan masyarakat sangat didik mengingat atau menampilkan erat hubungannya. Siswa berinteraksi kejadian-kejadian yang ditemui di dengan lingkungan sosial (masyarakat), masyarakat baik melalui media cetak lingkungan alam, dan lingkungan maupun media elektronik yang dapat buatan (teknologi). Teknologi ini merangsang siswa untuk bisa ikut diciptakan oleh manusia untuk mengatasinya. 2) Tahap eksplorasi. memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada tahap ini siswa melalui aksi dan Teknologi dan sains saling melengkapi reaksinya sendiri berusaha untuk sebab sains merupakan pengetahuan mencari jawaban sementara yang telah yang sistematis tentang alam dibuat dengan mencari data dari sedangkan teknologi merupakan berbagai sumber informasi (buku, metode sistematis yang dilakukan koran, majalah, lingkungan, nara manusia untuk memenuhi kebutuhan sumber, instansi terkait, atau hidupnya. Tsujuan pendekatan STM melakukan percobaan) hasil yang secara umum antara lain adalah: 1) diperoleh peserta didik hendaknya Peserta didik mampu menghubungkan berupa hasil analisis dari data yang realitas sosial dengan topic diperoleh. 3) Tahap penjelasan dan pembelajaran di dalam kelas. 2) Peserta solusi. Pada tahap ini peserta didik didik mampu menggunakan berbagai diajak untuk mengkomunikasikan jalan/ perspektif untuk mensikapi gagasan yang diperoleh dari analisis berbagai isu/ situasi yang berkembang informasi yang didapat, menyusun di masyarakat berdasarkan pandangan suatu konsep baru, meninjau dan ilmiah. 3) Peserta didik mampu mendiskusikan solusi yang diperoleh. menjadikan dirinya sebagai warga Sehingga untuk memantapkan konsep masyarakat yang memiliki tanggung yang diperoleh siswa tersebut guru jawab sosial. perlu memberikan umpan Tahapan-tahapan model balik/peneguhan. 4) Tahap penentuan pembelajaran Sains Teknologi tindakan. Pada tahap ini siswa diajak Masyarakat (STM) menurut Asyari untuk membuat suatu keputusan (2006) antara lain: 1) Tahap invitasi, dengan mempertimbangkan
126
penguasaan konsep sains dan keterampilan yang dimiliki untuk berbagai gagasan dengan lingkungan, atau dalam kedudukan peserta didik sebagai pribadi atau sebagai masyarakat. Pengambilan tindakan ini diantaranya dapat berupa kegiatan pengambilan keputusan, penerapan pengetahuan, membagi informasi, dan gagasan. Berdasarkan hakikat IPA, karakteristik pembelajaran IPA seperti telah diuraikan di atas, maka model STM dapat dijadikan salah satu alternative model pembelajaran IPA di SD. Implementasi Model STM, secara teoretik dapat meningkatkan kompetensi keterampilan proses sains siswa yang nantinya akan berdampak pada penguasaan konsep-konsep sains. METODE PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di SDN 1 Kalinanas, Kec. Wonosegoro, Kab. Boyolali pada mata pelajaran IPA kelas VI semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui tahapan penyusunan proposal penelitian, penyusunan instrument, pelaksanaan tindakan dalam rangka pengumpulan data, analisi data, dan pembahasan hasil penelitian serta penyusunan laporan PTK. Waktu pelaksanaan setiap tahaptahap PTK tersebut adalah : 1) penyusunan proposal penelitian dilakukan pada bulan Juli 2014, 2) penyusunan instrument dilakukan
minggu ke-3 bulan Agustus, 3) pelaksanaan pembelajaran siklus 1 dilakukan pada minggu ke-2 bulan September, 4) pembelajarn siklus 2 dilaksanakan minggu ke-3 bulan September tahun 2014. Penentuan jadwal ini disesuaikan dengan uturan kompetensi dasar pada silabus dan kalender pendidikan. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI yang berjumlah 22 siswa yang terdiri dari 14 siswa lakilaki dan 8 siswa perempuan. Sumber data primer di dapat dari hasil pengukuran variable penelitian yaitu : 1) skor tingkat keterampilan proses sains siswa dan, 2) hasil belajar siswa. Sumber data sekunder didapat dari : 1) tingkat aktifitas siswa saat proses pembelajarann dan, 2) tingkat aktivitas guru saat menyampaikan materi pembelajaran. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan non tes. Instrument non tes berupa instrument pengumpulan data tentang keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan rubrik keterampilan proses sains, dan instrument pengumpulan data hasil belajar IPA menggunakan tes tertulis. Kisi-kisi instrument keterampilan proses sains mencakup 7 item dari 7 komponen, yaitu komponen keterampilan mengamati (item no 1), mengklasifikasi (item no 2), menemukan hubungan (item no 4), memprediksi (item no 3), melakukan
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
kegiatan penelitian (item no 6), mengumpulkan data (item no 5), dan mengkomunikasikan (item no 7). Kisikisi instrument penilaian hasil belajar IPA mencakup 20 item soal, terdiri dari : penggolongan perkembangbiakan vegetatif (item no 1,2,3), bahan-bahan yang digunakan untuk mencangkok (item no 4), langkah-langkah mencangkok (item no 5,6,7,8,9,10), tumbuhan yang dapat dicangkok (item no 11, 12), kelebihan mencangkok (item no 13), kekurangan mencangkok (item no 14), pengertian cangkok (item no 15). Analisis data yang digunakan adlah teknik analisis deskriptif komparatif. Data kuantitatif yang diperoleh kemudian dideskripsikan dalam bentuk kalimat penjelasan, begitu juga dengan data hasil evaluasi siswa. Data-data yang diperoleh dari tiap-tiap siklus kemudian dikomparasikan untuk memastikan ada tidaknya peningkatan hasil belajar dan peningkatan keterampilan proses sains siswa. Tolok ukur keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini ditetapkan lewat indikator kinerja sebagai berikut : 1) pada siklus 1
persentase jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 59,09%, sedangkan pada siklus 2 mencapai 90,9%, 2) meningkatnya keterampilan proses sains siswa rata-rata 33% pada tiap-tiap siklusnya. Prosedur PTK ini terdiri dari empat tahapan yang saling terkait dan berkesinambungan, yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observe), refleksi (reflect) (Ditjen Dikti, 1999:25) HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi hasil Tiap Siklus dan Antar Siklus Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari 2 siklus yang dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Sains teknologi masyarakat materi perkembangbiakan tumbuhan dan hewan menunjukkan peningkatan keterampilan proses sains dan ketuntasan hasil belajar siswa. Tabel 1 merangkum komparasi tingkat keterampilan proses sains dari kondisi awal, pemebelajarn siklus 1, dan pemebelajaran siklus 2.
Tabel 1 Komparasi Keterampilan Proses Sains Tingkat Keterampilan Proses Sains Siswa pembelajaran Mean % kenaikan Kondisi Awal 12,50 Siklus 1 15,12 20,96 Siklus 2 21,83 44,38
128
Dari tabel 1 di atas diperoleh temuan : a) pada kondisi awal rata-rata tingkat keterampilan proses sains siswa hanya mencapai 12,50 (skor maksimal 28), b) pada pemebelajaran siklus 1 rata-rata tingkat keterampilan proses mencapai 15,12. Capaian ini menunjukkan mulai adanya
peningkatan keterampilan sebesar 20,96%, c) pada pembelajaran siklus 2, rerata-rata keterampilan proses sains mencapai 21,83, data ini menunjukkan adanya peningkatan drastis keterampilan proses sains siswa sebesar 44,38%.
Grafik 1 Komparasi Mean dan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Komparasi Mean dan Ketuntasan Belajar Siswa 100
90,9
80 60
66,08
50,87
80,65 59,09
mean
40 20
% pencapaian KKM
31,81
0 kondisi awal
siklus 1
Kenaikan mean hasil belajar siswa dan persentase jumlah ketuntasan belajar siswa dirangkum dalam grafik 1. Dari grafik 1 di atas diperoleh data yaitu : a) pada kondisi awal mean hasil belajar hanya mencapai 50,87 sedangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 31,81% (7 siswa). b) pada pembelajaran siklus 1 mean hasil belajar siswa menjadi 66,08 dengan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 59,09% (13 siswa). c) pada pembelajaran siklus 2, mean hasil belajar siswa mengalami
siklus 2
peningkatan menjadi 80,65 dengan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 90,90% (20 siswa). Temuan Penelitian dan Pembahasan 1. Keberhasilan model saians teknologi masyarakat (STM) dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Data pada tabel keterampilan proses sains siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan rerata keterampilan proses sains pada kondisi awal 12,5, pada
Pengembangan Handout Pembelajaran Tematik untuk Siswa SD (Retno Ningtyas,dkk)
siklus 1 15,12, dan pada siklus 2 21,83. Temuan ini memperlihatkan adanya peningkatan tingkat keterampilan proses sains siswa. persentase peningkatan ini adalah 20,96% pada pembelajaran siklus 1, dan 44,37% pada pembelajaran siklus 2. Temuan pada siklus 1 dan siklus 2 ini telah mencapai keberhasilan. Keberhasilan dari penelitian ini bermakna bahwa siswa mampu mengamati, mengkalsifikasi, menemukan hubungan, memprediksi, melakukan penelitian, mengumpulkan data, dan mengkomunikasikan. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Siswantara, manuaba & Meter (2013), Catur Putra Indra Septiawan (2010) 2. Keberhasilan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Data pada grafik 1 hasil belajar siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan pada kondisi awal mean hanya 50,87, pada pembelajaran siklus 1 mean meningkat menjadi 66,08, dan mean pada siklus 2 meningkat kembali menjadi 80,65. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa. besaran peningkatan pada siklus 1 adalah 59,09% dan pada siklus 2
menjadi 90,9%, ternyata temuan ini telah mencapai keberhasilan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Siwantara, Manuaba & Meter (2013), Apriyana E (2002), Arifin M.H (2003). SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran sains Teknologi Masyarakat dapat : 1. Meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas VI SDN 1 Kalinanas, Kec. Wonosegoro, Kab. Boyolali sebesar 20,96% pada pembelajaran siklus 1 dan 44,37% pada pembelajaran siklus 2. 2. Meningkatnya hasil belajar siswa kelas VI SDN 1 Kalinanas Kec. Wonosegoro, Kab. Boyolali sebesar 59,09% pada pembelajaran siklus 1 dan 90,9% pada pembelajaran siklus 2. B. Saran Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : 1. Guru hendaknya menggunakan modl pembelajaran sains teknologi masyarakat pada pembelajaran IPA. 2. Guru hendaknya membangun partisipasi aktif siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.
130
DAFTAR PUSTAKA Apriyana, E. (2002) Penerapan Model Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dengan Pendekatan Bermain Peran untuk meningkatkan Pemahaman Konsep, Sikap, dan Keterampilan Siswa SMU menerapkan Konsep Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Arifin, M.H. (2003) Pengaruh Penggunaan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Prestasi Belajar Fisika. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Bundu, Patta, (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan SIkap Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains. Jakarta: Depdiknas Depdiknas, (2006). Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum SD/MI tahun 2006. Jakarta: Depdiknas. Kemendikbud, (2014). Materi Pelatihan Implemetsi Kurikulum 2013. Jakarta: badan Pengembangan Sumber daya Manusia Pendidikan dan kebudayaan dan Penjaminan Mutu pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Prayekti. (2002). Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division di Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan (4) 2 Samatowa, Usman, (2009). Pembelajaran Ipa di Sekolah Dasar. Jakarta. PT Indeks Jakarta barat Siswantara, Manuaba & Meter (2013. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Aktivitas dan hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 8 Kesiman. Jurnal Garuda Portal, (1):1-10. Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta : Prestasi Pustaka