Perlindungan Saksi dan Orang yang Bekerja Sama dengan Pekerja HAM, Kemanusiaan serta Pihak-Pihak Lainnya di Lapangan Buku Pegangan untuk Praktisi
ELSAM LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT
Diterjemahkan oleh ELSAM dari draf 03 tanggal 28 Februari 2003, Kantor Komisi Tinggi PBB, Jenewa: Protection of Witnesses and Other Persons Cooperating with Human Rights, Humanitarian and other Actors in the Field: A Handbook for Practitioners Penerjemah: Aida Milasari Editor Eddie R. Terre/Betty Yolanda
Desain Sampul:
Layout:
Cetakan Pertama, Juni 2006
Hak terjemahan dalam bahasa Indonesia ada pada ELSAM.
Semua penerbitan ELSAM didedikasikan kepada para korban pelanggaran hak asasi manusia, selain sebagai bagian dari usaha pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Buku ini diterbitkan dengan bantuan dana dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Uni Eropa dan Partnership. Isi buku ini menjadi tanggung jawab dari ELSAM. ISSBN: Penerbit ELSAM – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jln. Siaga II No. 31, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510 Tlp.: (021) 797 2662; 7919 2519; 7919 2564; Facs.: (021) 7919 2519 E-mail:
[email protected],
[email protected]; Web-site: www.elsam.or.id
PENDAHULUAN “Kerja-kerja hak asasi manusia bukanlah pesta koktail” (A human rights worker in the field, 1996)
Tujuan Buku Pedoman Ini: Sebagai Alat untuk Bertindak Tujuan buku pedoman ini adalah untuk menyediakan pedoman pelaksanaan untuk perlindungan saksi bagi aktivis hak asasi manusia (HAM), kemanusiaan dan pihak-pihak lain yang bekerja di lingkungan yang sensitif secara politik. Buku ini diharapkan dapat mengurangi risiko mengekspos keamanan orang misalnya – para korban, saksi, keluarga, kolega lokal serta lainnya – yang mungkin menjadi pihak yang diintimidasi, dilecehkan atau menjadi sasaran pembalasan dendam karena kerja sama atau tindakan yang diambilnya. Dalam hal ini, buku pedoman ini memuat langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mendampingi pihak-pihak yang dilindungi pada saat keamanan mereka telah diekspos. Buku pegangan ini bukanlah sebuah studi akademis (scholarly study) tentang isu perlindungan saksi, namun lebih dimaksudkan sebagai alat praktis pelaksana lapangan. Buku ini dibagi menjadi 3 bab. Bab pertama akan membahas beberapa aspek konseptual, norma dan institusional dalam konteks hak asasi di mana para aktivis HAM dan praktisi lain menjalankan aktivitasnya dalam kerja perlindungan saksi yang sedang dilakukannya dan digunakan dalam upaya perlindungan, serta keterbatasan sumber daya yang dimilikinya. Bagian ini akan membantu mereka mewujudkan ide bahwa perlindungan saksi merupakan garda baru dalam memerangi ketidakadilan dalam kerja-kerja praktisi dan aktivis HAM, dan mengharapkan mereka dapat menggunakan sumber daya dan lingkungan mereka untuk memberikan perlindungan bagi pihak-pihak yang bekerja sama dengan mereka. Perlindungan para saksi yang terkait dengan kerja-kerja di lapangan merupakan tindakan praktis. Perlindungan ini membutuhkan pandangan bersama, imajinasi, kreativitas dan pengetahuan yang memadai. Sebagian di antara kerjanya menggunakan kerangka hukum. Bagian kedua dan ketiga buku ini merupakan bagian yang paling penting. Bagian ini berfokus pada pedoman praktis tentang pencegahan dan tindakan perlindungan yang akan diambil dalam melindungi saksi. Pedoman ini akan ditekankan pada langkahlangkah praktis yang harus dijadikan pertimbangan bagi para praktisi sebelum, selama, dan setelah interaksi dengan para korban, saksi dan pihak-pihak lain yang bekerja sama dengan mereka untuk menghindari ekspos keamanan mereka atau mendampingi mereka dalam konteks perlindungan tersebut. Kerja-kerja ini merupakan kerja pencegahan (preventive). Dua bagian terakhir menjelaskan tentang pedoman tambahan tentang langkah-langkah yang akan diambil dalam mendampingi orang-orang yang berisiko yang harus dilindungi dari aksi pembalasan dendam, baik di dalam negeri di mana mereka tinggal atau di luar negeri, baik sementara ataupun tetap. Secara khusus, buku ini memuat penjelasan tentang perlunya menggunakan mekanisme monitoring HAM, misi pencari fakta, atau investigasi, termasuk pencari fakta internasional dan komisi penyelidik dalam perlindungan saksi dalam konteks kerangka perlindungan yang difasilitasinya dan strategi yang diputuskan sebelum melaksanakan 1
misi mereka. Pedoman ini juga menguraikan tentang pentingnya memastikan perlindungan para saksi dan orang-orang yang bekerja sama dengan mereka, setelah berakhirnya investigasi dan kedatangan mereka ke negara yang diinvestigasi. Ini adalah periode pada saat para saksi dan orang-orang yang bekerja sama dalam investigasi, berada pada risiko tinggi dalam hidup, keamanan, integritas, kebebasan dan peri-kehidupan mereka (livelihood). Strategi-strategi pra-investigasi harus mempertimbangkan persoalan perlindungan. Strategi ini membutuhkan rancangan, rencana dan penetapan mekanisme efektif yang memungkinkan untuk memonitor keamanan orang-orang ini, dan jika perlu menetapkan kontak yang aman dengan mereka, menilai kebutuhan perlindungannya serta risiko yang dihadapinya, mengidentifikasi pilihan-pilihan perlindungan. Pendampingan bagi mereka harus dilakukan atas dasar kebutuhan, terlebih pada saat saksi berada dalam risiko besar pembalasan dendam setelah berakhirnya proses investigasi. Ini membutuhkan berbagai pendampingan langsung di lapangan, intervensi pada tingkat tertentu yang dilakukan oleh pemerintah lokal dan pusat, serta pendampingan melalui kerja sama dengan pihak-pihak yang berwenang di tingkat lokal, nasional dan/atau internasional (Bagian 3, Nomor 12-16). Meski pada bagian tertentu buku ini memuat tentang perlindungan saksi dalam konteks komisi penyelidik internasional (international commission of inquiry) (Bagian 3, B), namun secara keseluruhan, dokumen ini menyediakan pedoman yang relevan bagi perlindungan saksi secara umum. Buku ini tidak memuat tentang isu yang terkait dengan perlindungan saksi dalam konteks kesaksian pada pengadilan nasional atau internasional. Ini isu yang berbeda, karena memiliki metode (cara), sumber daya dan akses di luar lingkup atau akses para pelaku HAM – meski tantangan dan respon perlindungan sering kali sama. Namun, aspek pedoman ini relevan dengan kerja-kerja tim investigasi kriminal yang sering kali menghadapi kesulitan yang sama seperti tim investigasi HAM yang menangani isu sensitif di mana upaya mereka mengidentifikasi dan mewawancarai saksi dan sumber lain dapat mengekspos keamanan orang-orang ini dari risiko pembalasan dendam. Pengalaman membuktikan bahwa kealpaan dan pendekatan yang longgar (slack approaches) dalam hal ini dapat mengakibatkan pelanggaran HAM serius (serious violation) pada saksi, misalnya penangkapan sewenang-wenang dan penahanan, perampasan hak atas hidup, pengabaian hidup secara subsisten, kehilangan harta benda, serta kekerasan fisik seperti pemukulan, penyiksaan, pembunuhan atau penghilangan. Buku pedoman ini ditulis berdasarkan pengalaman praktis selama bertahun-tahun dan dikembangkan oleh para staf Kantor Komisi Tinggi PBB (OHCHR) di lapangan dan markas besar. Buku ini telah dikaji dan diperkaya oleh pekerja HAM di PBB, para ahli, pengawas, peneliti dan aktivis HAM serta digunakan untuk merefleksikan pengalaman internasional dan nasional, dalam hal ini sebagai alat untuk bertindak dengan maksud untuk menuntun dan memberikan inspirasi tindakan yang akan diambil, direvisi dan dikembangkan. Setelah menguji coba pedoman ini di lapangan, edisi kedua akan diterbitkan dengan memasukkan komentar-komentar para praktisi yang bekerja dalam isu perlindungan saksi. Penerima Manfaat: Perlindungan untuk Siapa? Buku ini berfokus pada langkah-langkah perlindungan preventif, yang harus diobservasi pada saat melakukan kontak dengan seseorang di lapangan yang berpotensi menjadi sasaran atau korban aksi pembalasan dendam sebagai akibat dari kerja sama yang diberikannya. Korban aksi pembalasan dendam meliputi korban pelanggaran HAM yang bersaksi tentang kekerasan yang dialaminya maupun dialami orang lain. Sementara, saksi 2
pelanggaran HAM – seperti orang-orang lain yang bukan merupakan korban atau saksi tetapi memiliki pengetahuan tentang pelanggaran HAM – dapat berupa berupa orangorang yang bukan sumber informasi tentang kekerasan HAM, tapi orang-orang yang bekerja sama dengan pengawas HAM, pekerja kemanusiaan atau pembangunan seperti wartawan dan pelaku media (media reporting). Mereka dapat saja sukarelawan yang bersaksi atau bekerja sama dengan pelaku HAM. Korban aksi pembalasan dendam dapat saja berupa orang-orang yang bekerja sama dengan PBB (badan-badan khusus, atau pekerja perdamaian, lembaga dana atau program kemanusiaan) atau pekerja HAM, kemanusiaan, pembangunan sosial atau penyedia informasi. Mereka bisa terdiri dari pekerja lokal dari organisasi-organisasi tersebut atau konsultan, penasihat, pengarah, penerjemah, sopir, dll., – atau pada dasarnya orang-orang yang bekerja sama dengan mereka dan berisiko menjadi korban aksi pembalasan dendam atas aktivitas yang dilakukannya. Terakhir, mereka juga bisa terdiri dari keluarga, atau orang-orang yang dicurigai, dan dituduh memiliki hubungan dengan para saksi tersebut. Untuk mencapai tujuan dan memfasilitasi cara membaca pedoman ini, seluruh kategori orang-orang di bawah ini akan disebut “para saksi”. Perbedaan antara korban, saksi, informan atau sumber serta orang-orang yang terkait dengan mereka, sesungguhnya, menjadi bagian kedua. Yang menjadi perhatian adalah langkah-langkah pencegahan yang perlu dilakukan Pihak-Pihak yang Menggunakan Buku Pegangan Ini Buku ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi praktisi atau pekerja HAM dan kemanusiaan di lapangan. Namun, buku ini dapat juga digunakan oleh berbagai pihak yang bekerja di area sensitif menyangkut perlindungan bagi orang-orang yang berinteraksi dengan mereka. Istilah ”area sensitif” menyatakan sebuah lokasi (sebuah desa, kota, kabupaten/distrik, propinsi, wilayah/region, negara atau sekumpulan negara, dll.) di mana terdapat kontak dan kerja sama dengan penduduk lokal, orang-orang atau pihak yang rentan terhadap risiko atas pemberlakuan politik, militer, keamanan atau kondisi-kondisi yang mengancam mereka. Area ini bisa terjadi pada masa konflik atau pasca-konflik, keadaan darurat kompleks, perang sipil dan konflik internal, tirani dan rezim otoriter, kebijakan negara serta wilayah-wilayah yang berada dalam kendali atau pengaruh berbagai kelompok politik atau kelompok bersenjata yang bersifat non-politik. Tindakan pencegahan utama dan metode perlindungan harus dilakukan secara hati-hati tanpa mengekspos keselamatan orang-orang yang berinteraksi dengan pekerja HAM atau kemanusiaan. Pedoman atau metode perlindungan yang diuraikan pada buku pegangan ini sangat terkait secara langsung dengan kerja-kerja praktisi HAM di lapangan (pengamat HAM, tim monitoring, pencari fakta, para penyelidik serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam pemajuan atau aktivitas perlindungan HAM). Buku ini juga relevan dengan kerja-kerja pihak lain yang terlibat dalam berbagai aktivitas hak asasi manusia di tingkat lokal, nasional dan internasional, seperti tata pemerintah yang baik (good governance), reformasi hukum dan judisial, pelaksanaan keadilan (administration of justice), proses pengadilan internasional, serta pembangunan masyarakat, kerja sosial, media serta aktivitas masyarakat sipil lain. Pihak-Pihak yang Dapat Memanfaatkan Buku Ini Pihak-pihak yang dapat memanfaatkan buku ini adalah sebagai berikut: 3
• •
Para ahli independen yang ditunjuk oleh Komisi HAM PBB, Majelis Umum atau Sekretaris Jenderal, seperti Pelapor Khusus tentang Tematik atau Geografis, Perwakilan Khusus, anggota Kelompok Kerja (Working Group) dan lain-lain. Anggota PBB yang menangani investigasi dan misi pencari fakta, seperti Komisi Penyelidik Internasional. Para Investigator Pidana yang bekerja pada Pengadilan Nasional atau Internasional seperti Pengadilan Khusus, ICTR, ICTY dan ICC. Para pegawai PBB yang bekerja di bidang operasional, termasuk melakukan monitoring, investigasi dan perlindungan serta Kerja Sama Teknis. Pegawai PBB atau OSCE, pegawai sipil, pejabat HAM atau observer (peninjau). PBB dan penjaga perdamaian lainnya (peace keepers) seperti DPKO, DPA, OSCE, Dewan Eropa, personil lapangan Organisasi Amerika Serikat. Investigator (penyelidik) HAM atau peneliti yang bekerja pada LSM HAM nasional atau internasional, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau komisi-komisi untuk keadilan transisional. Aktivis HAM, pengawas, penyelidik atau peneliti. Staf Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Badan-badan, Dana dan Program PBB. LSM HAM dan organisasi kemanusiaan internasional. Badan-badan Pembangunan (UNDP, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia/ADB, Badan Keuangan Internasional/IMF). Jurnalis nasional dan internasional. Aktor-aktor masyarakat sipil lainnya.
Terminologi Untuk definisi istilah dan konsep yang digunakan pada buku ini, silakan merujuk pada daftar istilah (glossary) pada bagian akhir buku.
4
BAGIAN I
PERLINDUNGAN SAKSI : SEBUAH KAJIAN SINGKAT
A. PERLINDUNGAN SAKSI, KEBENARAN, KEADILAN DAN IMPUNITAS Sebagian besar sisi kehidupan pembela HAM dan pekerja kemanusiaan berhadapan dengan masalah-masalah perlindungan saksi dan informasi-informasi HAM dalam konteks aktivitas profesinya (monitoring, investigasi, misi pencarian fakta, bantuanbantuan kemausiaan, dan lain-lain). Perlindungan ini terkait dengan perlindungan saksi dalam konteks pengadilan internasional atau nasional. Karena itu, bagian ini akan membantu mereka dengan konsep-konsep dasar, pengalaman, aspek hukum dan mekanisme yang terkait dengan perlindungan saksi. 1. Perlindungan Saksi: Isu Strategis Investigasi, pendokumentasian dan penuntutan pelanggaran dan penuntutan kasus-kasus pelanggaran HAM bergantung pada kemampuan untuk mengumpulkan informasi yang relevan secara independen, objektif dan imparsial, memverifikasi, menetapkan fakta dan menghimpun bukti-bukti yang handal tentang pelanggaran tersebut, sebab-sebab, mekanisme kejadiannya, konteks serta tanggung jawabnya. Dalam proses ini, bukti kesaksian (testimonial evidence) sering kali dianggap penting untuk menetapkan faktafakta dasar tindakan tersebut, termasuk pertanggungjawabannya. Ini sering kali dijadikan acuan pada saat sumber atau alat bukti tidak tersedia atau dihilangkan atau dirusak, secara sengaja atau lainnya. Pendokumentasian pelanggaran HAM secara eksklusif sangat tergantung pada apa yang terekam dalam ingatan para korban, saksi dan pihak-pihak lain. Pengumpulan kesaksian mereka hanya mungkin jika mereka mau dan mampu bersaksi, secara lisan atau tulisan, tanpa dihantui oleh aksi pembalasan dendam yang ditujukan kepadanya, keluarganya atau orang-orang yang tekait dengan mereka. Dalam beberapa kasus, diperlukan langkah-langkah untuk memastikan perlindungan bagi mereka dari aksi pembalasan dendam. Kemampuan para saksi untuk bersaksi secara bebas dan perlindungan bagi mereka sangat penting untuk memfasilitasi pengumpulan kesaksian kunci terhadap kekerasan dan kejahatan, untuk menetapkan rekaman faktual (factual record) atas peristiwa yang telah terjadi (pernyataan kebenaran), untuk menuntut pelaku serta membongkar mekanisme yang dialami mereka, menginisiasi reformasi institusional yang relevan (hukum, peradilan, politik, kepolisian, militer) serta membangun sistem keamanan menghadapi risiko yang dialaminya. Penting juga memastikan fungsi efektif proses pengadilan (judicial proceeding), untuk mengembangkan sistem pelaksanaan peradilan dan mengurangi impunitas. Ini juga akan membantu untuk memahami bentukbentuk kekerasan, konsekuensi bagi korban dan rehabilitasi yang dibutuhkan korban. Perlindungan saksi juga terkait dengan, dan dalam satu aspek, pada isu yang lebih luas dalam perlindungan dan kemampuan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan proses peradilan untuk melaksanakan tugas-tugas mereka untuk terbebas dari ketakutan. Perlindungan dari pembalasan dendam bagi para hakim, penuntut umum, penyelidik, juru tulis, penerjemah, polisi, pengacara atau pembela HAM merupakan faktor yang penting dalam konteks keadilan dan upaya memerangi impunitas.
Perlindungan saksi bukanlah isu kemanusiaan semata, namun merupakan faktor strategis dalam proses peradilan dan dalam kerangka kerja HAM – perlindungan saksi merupakan suatu syarat yang diperlukan. Pengabaian hal ini akan mengabaikan proses pencarian kebenaran dan keadilan.
2. Hak Para Saksi untuk Mendapatkan Perlindungan Hukum Hak para saksi untuk mendapatkan perlindungan, di mana ia berada dalam wilayah hukum nasional, bervariasi dari satu negara dengan negara lain. Pembela HAM dan aktoraktor lain dalam lingkup HAM harus mengklarifikasi apakah hukum nasional memberikan perlindungan, dalam kondisi seperti apa dan apakah perjanjian internasional HAM tidak memberikan definisi hukum tentang definisi saksi. Sebagai seorang manusia, seorang saksi mempunyai hak seperti manusia lainnya sebagaimana dijamin dalam perjanjian-perjanjian HAM dan humaniter, dan secara legal dilindungi oleh perjanjianperjanjian tersebut. Selain itu, hukum nasional dan praktiknya, khususnya statuta dan jurisprudensi pengadilan-pengadilan pidana internasional, mengakui hak atas perlindungan bagi saksi yang berisiko pada saat mereka bersaksi sebelum, atau memberikan informasi kepada, pengadilan atau badan-badan PBB.1 3. Pengalaman Nasional dan Internasional Pemerintah yang sedang memerangi kejahatan, kekerasan politik dan impunitas, serta menangani pelanggaran HAM masa lalu, selama atau setelah transisi politik, atau yang sedang memperkuat sistem keadilan sering kali berhadapan dengan masalah perlindungan saksi. Beberapa negara tersebut telah mengembangkan berbagai respon yang terkait dengan masalah tersebut; baik secara ad hoc, sementara maupun respon yang bersifat institusional. Program perlindungan saksi telah dibangun dalam kaitannya dengan proses pengadilan atau upaya-upaya untuk melakukan dokumentasi dan akuntabilitas tentang kekerasan HAM masa lalu melalui badan-badan transisional untuk keadilan.2 Dalam kedua kasus tersebut, perlindungan saksi yang memungkinkannya memberikan kesaksian telah menjadi perhatian utama dan merupakan kunci berhasilnya proses pengadilan. Program Perlindungan saksi dalam negeri sangat kompleks dan membutuhkan dana sehingga memerlukan beberapa aspek yang menjadi pertimbangan:
1
Politik (implikasi politik dalam menerapkan langkah keadilan, keinginan politik yang terus-menerus mendorong implementasi kebijakan tersebut, serta kemampuan politik);
Prinsip ke-4 Deklarasi PBB tentang Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan serta Penyalahgunaan Kekuasaan berimplikasi pada perlunya perlindungan dalam kaitannya dengan proses pengadilan tindak kriminal. Pasal 5 Prinsip-Prinsip tentang Pencegahan Efektif dan Investigasi di Luar Hukum (extra legal investigation), Eksekusi Sewenang-wenang dan Seketika juga mewajibkan Negara untuk melakukan perlindungan saksi dalam kaitannya dengan investigasi tindak pidana. 2 Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Afrika Selatan adalah satu-satunya komisi yang berhasil membentuk sebuah unit khusus tentang perlindungan saksi. Di negara-negara lain, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak membentuk unit tersebut tetapi menggunakan sistem kerahasiaan dalam melakukan perlindungan saksi.
Kebijakan (kebijakan pemerintah yang jelas yang mencantumkan prinsip-prinsip aturan hukum dan keadilan, memerangi kriminalitas dan impunitas, serta keputusan strategis untuk memprioritaskan keadilan; Hukum (menerjemahkan kebijakan hukum dan prosedurnya dalam rangka membangun kerangka hukum yang efektif dan fungsional); Institusional (menetapkan atau membangun badan-badan pembangunan atau institusi serta mekanisme untuk mengimplementasikan kebijakan serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakan tersebut); Organisasional (memastikan diskresi sistem dan perlindungannya yang efektif); Teknis (pelatihan para staf badan-badan kompeten dan profesional dalam rangka melatih kepekaan serta melatih metode perlindungan saksi); Informasi dan pendidikan (meningkatkan kesadaran dan pemahaman di antara pihakpihak yang terkait, baik di tingkat legislatif, eksekutif dan judikatif, serta di antara perwakilan-perwakilan dinamis dari masyarakat sipil, atas kebutuhan dan kegunaan program perlindungan saksi yang efektif untuk memerangi impunitas); Logistik; dan terakhir namun bukan terbelakang; Keuangan (perlindungan saksi membutuhkan sumber pendanaan yang tidak sedikit).
Secara internasional, statuta pengadilan-pengadilan dan persidangan (tribunal) pidana internasional3 mengakui pentingnya kesaksian ini sebelum jurisdiksi ini dilindungi olehnya. Mereka telah mengembangkan langkah-langkah perlindungan yang akan dijamin untuk kesaksian sebelum, selama dan setelah proses pengadilan, dengan mempertimbangkan kebutuhan untuk melindungi hak atas pengadilan yang fair bagi terdakwa. Jurisprudensi ini merupakan sumber yang penting bagi pengadilan pidana internasional dan prosedur tentang perlindungan saksi.4 Hukum Acara dan Pembuktian (Rules and Procedures of Evidence) mengakui hak-hak saksi seperti berikut: tidak mempublikasikan identitas mereka, perlindungan kerahasiaan saksi, prosedur menetapkan langkah-langkah untuk perlindungan saksi,5 melakukan sesi-sesi khusus (close hearing),6 membeberkan bukti-bukti yang tidak membahayakan keselamatan saksi, diskresi luas 3
Pengadilan Internasional untuk Yugoslavia (ICTY) dan Rwanda (ICTR) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). 4 Mereka telah mendefinisikan tugas-tugas Pengadilan (court) dalam hubungannya dengan perlindungan saksi berdasarkan 5 kategori utama: mencegah publikasi identitas korban dan saksi kepada publik dan media, mencegah terulangnya trauma yang disebabkan oleh perlawanan terdakwa, memastikan anonimitas dari terdakwa dan pengacaranya (defence council), menunda mengeluarkan identitas saksi sebelum persidangan, langkah-langkah tentang perlindungan korban dan saksi di dalam dan di sekitar wilayah pengadilan. 5 Langkah-langkah ini termasuk ijin kepada Majelis Hakim untuk memutuskan proses pengadilan secara tertutup (in camera) dengan maksud untuk: 1) menetapkan langkah-langkah kepada publik atau media untuk mencegah dibukanya identitas saksi ke publik atau media serta keberadaan mereka, seperti (a) menghapus nama dan identifikasi informasi dari catatan publik Majelis Hakim; (b) merahasiakan kepada publik hal-hal mengenai catatan-catatan yang berkaitan dengan identitas korban; (c) memberikan kesaksian melalui gambar atau suara yang disamarkan atau melalui televisi (close circuit television); (d) menggunakan nama samaran (pseudonym); 2) melakukan sesi-sesi khusus; dalam kaitannya dengan Aturan 79; dan 3) tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memfasilitasi kesaksian korban dan saksi yang rentan seperti menggunakan televisi sistem tertutup (closed circuit television). Bagian C dari Pasal tersebut menyebutkan bahwa, “Majelis Hakim, jika diperlukan, menjaga sikap pada saat mengajukan pertanyaan untuk menghindari adanya pelecehan atau intimidasi.” 6 Istilah yang dimaksud meliputi: (a) perintah publik atau moralitas; (b) keamanan, menutupi identitas seorang korban atau saksi; (c) perlindungan untuk kepentingan keadilan. Majelis Hakim harus mengemukakan alasan dikeluarkannya perintah ini.
pengadilan untuk mengakui bukti-bukti, keadaan kesaksian, tata cara pembuktian dalam kasus kekerasan seksual. Keputusan untuk mengijinkan, dalam kondisi tertentu, identitas korban dan saksi untuk dirahasiakan di depan terdakwa bahkan di tingkat pengadilan telah menjadi tantangan, dan hal tersebut melanggar hak-hak terdakwa atas pengadilan yang fair, yang meliputi antara lain, akses penuh terdakwa serta pengacaranya terhadap seluruh bukti-bukti di pengadilan.7 Benturan di antara dua prinsip hukum tersebut telah diperbaiki melalui pendekatan kasus per kasus, analisis penilaian risiko individu, dan perlunya mengimbangi perlindungan saksi berisiko dengan hak atas pembelaan terhadap terdakwa. Pengadilan Internasional juga telah membentuk unit khusus perlindungan korban dan saksi. Mereka juga telah mengkaji pengalaman-pengalaman internasional untuk memformulasikan pengalaman terbaik (a best practice) yang dapat diterapkan sesuai dengan standar hak asasi manusia. ICTR, misalnya, dengan pengalaman Aruza, Tanzania, membentuk sebuah unit Perlindungan Saksi yang menjamin keselamatan korban dan saksi untuk memberikan kesaksian dan melindungi mereka dari serangan pembalasan (dendam).8 Pekerja HAM, kemanusiaan dan lainnya harus menyadari bahwa mereka dapat diminta oleh pengadilan pidana internasional maupun domestik, termasuk Mahkamah Pidana Internasional (ICC), untuk memberikan informasi yang didapat dari korban, saksi dan sumber-sumber lain. Isu kompleks ini, yang berpotensi memiliki konflik kepentingan antara pentingnya melindungi kerahasiaan dan hukum sebagai kewajiban institusional, moral dan profesional, dikembangkan dalam bidang-bidang yang terkait dengan kerahasiaan (confidentiality) (Bagian II, Seksi B1).
B. PERLINDUNGAN ORANG-ORANG AKTIVITAS HAM OLEH PBB
YANG
TERKAIT
DENGAN
Menjaga perdamaian merupakan tujuan utama PBB. Piagam PBB, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan pelbagai perjanjian HAM mendefinisikan kerangka legal, normatif dan etik yang memandu seluruh kinerja organisasi tersebut dan tidak hanya institusi HAM khusus atau aktivitas-aktivitas yang dilakukannya.9 Perlindungan HAM merupakan kunci dari tata pemerintah yang baik (good governance). Ini penting untuk menciptakan perdamaian, menjaga perdamaian dan membangun perdamaian. Prinsipprinsip HAM didasarkan pada nilai-nilai mendasar dari penghargaan, kesetaraan, dialog dan kerja sama yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Secara jelas dipahami, kesemuanya memiliki rujukan penting untuk menginspirasikan dan menuntun upaya pencarian keadilan yang langgeng, melakukan resolusi konflik secara damai. 7
ICTY, Hukum Tata Cara dan Pembuktian – revisi ke-16, tanggal 2 Juli 1999 (website: www.un.org/icty). Penjelasan tentang unit ini dan tugas-tugas mereka, lihat ICTR, Lembar Fakta No. 9, Seksi Dukungan untuk Korban dan Saksi (website: www.ictr.org). 9 Lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk penegakan HAM, antara lain Dewan Keamanan, Majelis Umum, ECOSOC, Komisi HAM (CHR) dan badan-badan di bawahnya, yaitu Sub-Komisi Pemajuan dan Perlindungan HAM, Komisi tentang Status Perempuan, Mekanisme Konvensional (juga dikenal sebagai badan-badan Pengawas Perjanjian/Treaty Monitoring Bodies), Mekanisme EkstraKonvensional (dikenal sebagai Prosedur Khusus, Prosedur “1503”, Mahkamah Pidana Internasional untuk Rwanda dan Bekas Negara Yugoslavia, Mahkamah Pidana Internasional, Peran Kantor Sekretaris Jenderal dalam mencegah konflik internasional atau mengangkat masalah-masalah HAM dengan Pemerintah, investigasi ad hoc atau misi pencari fakta yang dimandatkan oleh Komisi HAM, Sekretaris Jenderal OHCHR, atau badan-badan PBB, lembaga-lembaga HAM yang bekerja di bidang perdamaian yang dikelola oleh Departemen Pelaksana Perdamaian atau Divisi Urusan Politik. 8
Untuk dapat menerapkan perlindungan ini, PBB diharapkan dapat bekerja sama dengan berbagai kalangan termasuk anggota-anggotanya, pemerintah, masyarakat sipil, profesional dan kelompok-kelompok kerja, mitra pelaksana dan berbagai sumber informasi. Di antara lembaga-lembaga ini, beberapa di antaranya yang bekerja pada isu HAM sangat tergantung pada informasi dari saksi, pembela HAM dan sumber-sumber lain. Orang-orang ini bekerja dengan risiko, baik terhadap mereka maupun keluarganya. Dalam beberapa dokumen dan pengalaman, mereka sering kali diintimidasi, dilecehkan, diancam, ditangkap secara sewenang-wenang dan ditahan, dipukul atau disiksa, dibunuh, atau “dihilangkan” secara paksa. Beberapa orang lainnya dirampas haknya atas pangan, rumah, harta benda, pekerjaan, kesehatan dan pendidikannya. Keluarga atau orang-orang yang terkait dengan saksi, atau orang-orang yang dicurigai, juga mengalami pelanggaran HAM serupa. Para istri, anak perempuan, ibu atau kerabat telah menjadi korban kekerasan seksual. Selebihnya telah dipaksa bersembunyi atau kehilangan pekerjaannya, tanah, rumah atau harta bendanya. Rumah mereka dirusak, digeledah, dirusak atau dibakar. Dokumen-dokumen pribadi dan korespondensi saksi dirusak dan harta benda mereka dihancurkan. Anak-anak sering kali dihalangi aksesnya ke sekolah dan mendapatkan fasilitas kesehatan. Dalam beberapa kasus, mereka telah diintimidasi dan dicegah berhubungan serta bekerja sama dengan badan monitoring dan investigasi PBB.
Pembalasan Dendam Pada tahun 1995 di Kamboja, seorang anak staf anggota OHCHR diculik dan secara sewenang-wenang dilukai dengan senjata berkaitan dengan aktivitas perlindungan yang dilakukan oleh kantor tersebut.10 Pada tahun 1996, setidaknya 20 tahanan politik di Myanmar dikenakan tambahan hukuman penjara, antara lain karena aktivitas mereka menyelundupkan laporan tentang kondisi penjara kepada Pelapor Khusus PBB tentang situasi HAM negara tersebut. Beberapa di antara mereka disiksa. Pada awal tahun 2003, mereka ditahan.11 Beberapa tahanan Tibet secara sewenang-wenang dipukul dan dipenjara di tempat khusus (solitary confinement) setelah mereka protes pada saat Kelompok Kerja untuk penahanan sewenang-wenang mengunjungi tahanan mereka di Lhasa, China.12 Beberapa orang yang bekerja sama dengan Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM di Toge pada tahun 2001 terpaksa harus mengungsi dari rumahnya dan bersembunyi selama berbulan-bulan untuk menghindari pembalasan dendam.13 Di Brazil pada tahun 2000, tiga tahanan anak-anak dipukul oleh sipir penjara dan dipindahkan ke penjara lain setelah keduanya diwawancarai oleh Pelapor Khusus PBB untuk urusan Penyiksaan.14 Beberapa contoh semacam itu dilaporkan oleh 12 negara.15
Hal-hal tersebut merupakan beberapa contoh yang diketahui karena dilaporkan, baik oleh korban sendiri, atau pihak lain, yang sering menerima risiko atas tindakan yang dilakukannya. Tapi dari seluruh kasus yang dilaporkan, masih ada berapa kasus yang tidak dilaporkan dan tidak pernah diketahui kasusnya? Ada juga kasus-kasus yang tidak pernah atau tidak secara tepat ditangani, akibat pelanggaran HAM yang mengiringinya. Pada kasus-kasus seperti ini, PBB berhadapan dengan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi karena mekanisme di dalam PBB sendiri yang berupaya mengatasi kekerasan. Perlindungan ini menyangkut orang-orang berani yang telah diekspos kehidupannya, keamanan, atau kemanusiaannya untuk mengungkap kekerasan yang dialaminya dan membantu PBB, yang kepadanya mereka telah menaruh kepercayaan, untuk mendokumentasi dan mengurangi terjadinya pelbagai tindak kekerasan. Dalam situasi seperti ini, dewasa ini belum ada mekanisme institusional di PBB selain hanya mekanisme HAM-nya yang tradisional yang diarahkan secara khusus hanya pada monitoring keamanan orang-orang yang bekerja sama dalam aktivitas HAM dan yang membantu memberikan perlindungan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Hal ini pada gilirannya berdampak pada kredibilitas program HAM organisasi ini (PBB) dalam konteks meningkatnya sentralitas aspek perlindungan yang terkait dengan mandatnya. 10
Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal HAM di Kamboja, Laporan ke Majelis Umum PBB pada tanggal 26 Oktober 1995 (A/50/681), paragraf 62(a). 11 Pelapor Khusus PBB tentang situasi HAM di Myanmar, Laporan ke Majelis Umum PBB, A/51/466, tertanggal 8 Oktober 1996, paragraf 82. 12 Laporan kepada Sekretaris Jenderal PBB, E/CN.4/1992/27. 13 Laporan kepada Sekretaris Jenderal PBB, E/CN.4/2002/36. 14 Laporan Pelapor Khusus PBB tentang Penyiksaan kepada Komisi HAM PBB pada kunjungannya ke Brazil, tanggal 30 Maret 2001, paragraf 51 (E/CN.4/2001/66/Add.2). 15 Laporan kepada Sekretaris Jenderal PBB bekerja sama dengan perwakilan badan-badan HAM PBB (E/CN.4/1998/57, E/CN.4/1999/27, E/CN.4/2000/101, E/CN.4/2001/34 dan E/CN.4/2002/36) dan resolusi tahunan terkait dari tahun 1993/64 sampai sekarang.
Orang-orang yang menjadi korban pelanggaran HAM karena keterlibatan dan kerja sama mereka dengan berbagai kegiatan hak asasi manusia PBB harus diakui dan diberikan perlindungan oleh PBB dengan dasar tanggung jawab PBB untuk melindungi orang-orang yang keamanannya terancam pada saat melakukan kerja-kerja dan perlindungan hak asasi manusia.
Di bawah ini adalah beberapa contoh perlindungan yang diberikan oleh PBB serta keterbatasan mereka. 1. Tindakan yang Dilakukan oleh Pelapor Khusus atau Perwakilan Khusus16 Pelapor atau Perwakilan Khusus yang menjalankan misi pencarian fakta menerapkan prosedur standar di negara-negara yang dikunjungi mereka – penghargaan prinsip-prinsip dasar yang menjamin integritas, keamanan, penghargaan atas proses yang dijalankan.17 Jaminan ini meliputi kebebasan bergerak dan mendapatkan akses ke berbagai tempat, bukti-bukti dan orang-orang yang relevan dengan investigasi mereka. Prinsip ini juga menyatakan bahwa “tidak seorang pun, baik pegawai resmi atau individu yang telah berhubungan dengan Pelapor khusus/perwakilan yang terkait dengan mandatnya, dengan alasan ini, mengalami ancaman, tindak pelecehan atau penghukuman atau diadili”. Jaminan ini harus diberikan sebelum kunjungan mereka dan diulangi lagi pada saat mereka tiba di negara yang dikunjunginya. Meski jaminan ini dapat diterima secara formal, namun biasanya tidak dijalankan di lapangan. Dalam kasus-kasus pembalasan dendam terhadap orang-orang yang diwawancarai oleh mereka, Pelapor dan Perwakilan Khusus tidak mempunyai wewenang melindungi mereka, kecuali mencari informasi dari pemerintah yang berwenang, atau memprotes mereka atau merekomendasikan langkahlangkah perlindungan dengan harapan keinginan mereka didengar dan pemerintah menjalankan rekomendasi tersebut. Mereka juga bisa mengeluarkan himbauan mendesak (urgent appeals) kepada pemerintah, baik secara individu maupun kelompok dengan pelapor lainnya, apabila kasus tersebut relevan dengan mandat yang dimiliki mereka. Pelapor atau Perwakilan khusus dapat mengungkapkan keprihatinan mereka ke publik. Mereka diminta untuk mempublikasikan itu ke dalam laporan tahunan adanya tindakan pembalasan dendam, tindakan-tindakan yang diambil mereka, serta respon dari pemerintah. “Efektivitas sistem [dari Pelapor/Perwakilan Khusus] tergantung pada tindak lanjut dan rekomendasi yang dilakukan oleh para ahli”.18 Ini mensyaratkan bahwa tindakan yang diambil pemerintah didasarkan pada niat baik atas rekomendasi tersebut dan Pelapor Khusus mengawasi upaya pemerintah pada tiap-tiap kasus serta 16
Mereka adalah para ahli independen yang ditunjuk oleh Ketua Komisi HAM atau Sekretaris Jenderal PBB, dengan rekomendasi dari Komisi HAM PBB. Mandat mereka ditentukan oleh resolusi antarpemerintah (intergovernmental) yang dikeluarkan oleh Komisi HAM atau Majelis Umum. Mereka diminta untuk melaporkan kepada publik dua kali dalam setahun kepada Komisi HAM dan Majelis Umum. 17 Satu halaman standar tentang “Prasyarat Pelaksanaan Misi Pencari Fakta oleh Pelapor dan Perwakilan Khusus Komisi HAM PBB”. 18 Tujuh belas hal yang sering ditanyakan tentang Pelapor khusus PBB, Lembar Fakta No. 27, OHCHR, Jenewa, 2001.
menindaklanjuti hasil-hasilnya sampai tindakan yang tepat dilakukan. Ini membutuhkan sumber daya yang tidak dimiliki mereka. Kekurangan sumber daya yang kronis ini membatasi aktivitas mereka dan mengurangi efektivitas kerja, dampak dan kredibilitas mereka. Hal ini sering kali menyulitkan dan kadang-kadang tidak memungkinkan untuk mengawasi efektivitas pengawasan yang bekerja sama dengan mereka dan mendampingi mereka dalam perlindungannya. Jika orang-orang ini menjadi korban pelanggaran HAM dan hidupnya terancam, maka mekanisme ini tidak selalu memiliki alat untuk memahami benar apa yang terjadi dengan mereka, atau mengambil langkah-langkah yang tepat segera setelah mereka mengetahuinya. 2. Tindakan oleh Sekretaris Jenderal atau Komisi HAM PBB Sejak tahun 1993, Komisi HAM PBB telah meminta Sekretaris Jenderalnya untuk membuat laporan tahunan tentang tindak pembalasan dendam terhadap orang-orang yang bekerja sama dengan badan-badan HAM PBB, termasuk badan-badan perjanjiannya (treaty bodies).19 Berdasarkan informasi yang tersedia di badan-badan ini serta mekanismenya, laporan ini mendata dan secara singkat menggambarkan pengaduanpengaduan serta berbagai permohonan yang ditujukan kepada OHCHR untuk “ditindaklanjuti”. Dalam kaitannya dengan laporan ini, Komisi HAM telah mengeluarkan resolusi tahunannya yang menyatakan keprihatinan komisi atas intimidasi dan aksi pembalasan dendam terhadap orang-orang yang bekerja sama dengan badan-badan PBB serta menyerukan kepada negara-negara anggota untuk mengambil tindakan atas kejadian ini. Komisi HAM juga menyerukan kepada badan-badan HAM PBB untuk memastikan bahwa korban dan saksi dapat bekerja sama dengan mereka, mengawasi keamanannya, melindungi mereka dari aksi pembalasan dendam, mencegah trauma dan melaporkannya ke Komisi HAM PBB dan Majelis Umum. Resolusi ini tidak menjelaskan bagaimana badan-badan ini, yang bekerja dengan sumber daya terbatas, diharapkan dapat melaksanakan rekomendasi-rekomendasi ini. Karenanya, resolusi ini hanya sebatas pernyataan formal saja. Sekretaris Jenderal PBB atau Ketua Komisi HAM PBB dapat berkomunikasi dengan pemerintah yang terkait dan menyatakan keprihatinannya tentang bentuk-bentuk aksi pembalasan dendam terhadap orang-orang yang bekerja sama dengan mekanisme HAM PBB. Namun, tanpa adanya mekanisme efektif untuk mengawasi langkah-langkah yang dilakukan, maka perlindungan terhadap korban tidak akan berjalan efektif. 3. Tindakan yang Diambil oleh Perwakilan Khusus tentang Pembela HAM Langkah-langkah penting telah diambil dengan mengadopsi ”Deklarasi atas Hak dan Tanggung Jawab Individu, Kelompok dan Lembaga-Lembaga Masyarakat dalam Mempromosikan dan Melindungi Hak Asasi Manusia Universal dan Kebebasan Mendasar”20 oleh Majelis Umum pada tahun 1998 (lebih dikenal dengan “Deklarasi Pembela HAM” – Human Rights Defenders Declaration) dan dengan pembentukan Komisi HAM pada tahun 2000 dengan mandat Perwakilan Khusus Sekjen PBB tentang 19
Laporan tahunan ini berjudul “Pertanyaan atas Kerja Sama dengan Perwakilan Badan-Badan HAM PBB” (laporan E/CN.4/1993/38 sampai E/CN.4/2003/34). 20 Resolusi Majelis Umum 53/144 (A/RES/53/144, tanggal 8 Maret 1999): Declaration on the Right and Responsibility of Individuals, Groups and Organs of Society to Promote and Protect Universally Recognized Human Rights and Fundamental Freedoms.
Pembela HAM (SRHRD).21 Mandat ini ditetapkan untuk 3 tahun. Cara kerjanya sama dengan badan-badan PBB lain. Misalnya komunikasi, yang terdiri dari himbauan mendesak (urgent appeals) dan surat pernyataan yang ditujukan ke Pemerintah, negaranegara yang dikunjungi serta misi ke lapangan. Dalam kasus-kasus berat yang membutuhkan perhatian publik, PBB melayangkan pernyataan pers mengiringi komunikasi mereka ke pemerintah. Ketua Pertama Komisi ini22 membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi komisi untuk melakukan audiensi yang terkait dengan mandatnya termasuk melakukan kontak langsung ke Pemerintah, pejabat dalam negeri yang berwenang, organisasi antar-pemerintah, institusi yang relevan, LSM nasional, regional dan internasional, institusi pendidikan dan para individu. Ia telah mengembangkan sebuah pedoman tentang bagaimana memberikan informasi bagi Komisinya.23 Ia mempertimbangkan berbagai kasus yang akan ditindaklanjuti, dan kunjungan ke negara bersangkutan sebagai aspek yang penting dalam mandat yang dijalankannya. Dalam hal ini, jika respon yang diberikan Pemerintah tidak memuaskan, ia juga akan mencari informasi tambahan dari sumber/korban dengan cara memasukkan informasi tersebut ke dalam informasi yang diberikan oleh Pemerintah. Berbagai kasus/situasi ditindaklanjuti sampai diterimanya tanggapan yang memuaskan dari Pemerintah. Dalam konteks kunjungan ke negara-negara, secara periodik ia mengingatkan Pemerintah tentang keprihatinan dan rekomendasi yang diusulkannya serta meminta informasi atas langkahlangkah yang dilakukan Pemerintah dalam menjalankan rekomendasi tersebut. “Deklarasi Pembela HAM” mendefinisikan pembela HAM sebagai seseorang yang bertindak baik seorang diri maupun bersama-sama dalam menghapuskan berbagai pelanggaran HAM atau kebebasan mendasar bagi orang-orang atau individu. Mereka dapat terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai kalangan, misalnya pegawai pemerintah dan institusi non-pemerintah, termasuk pelayan publik, misalnya para penegak hukum atau sipir penjara. Dalam kaitannya dengan kewajiban HAM berdasarkan Piagam dan Instrumen Internasional, termasuk Deklarasi, negara-negara anggota diharapkan dapat menjamin individu atau kelompok untuk dapat menjalankan aktivitasaktivitas mereka dalam kaitannya dengan pengakuan, promosi dan pembelaan HAM. Mereka juga berkewajiban untuk memastikan keamanan seluruh pihak yang tercantum dalam Deklarasi, yang saat ini sedang dianiaya karena aktivitas HAM yang dijalankannya.24 Resolusi-resolusi yang dihasilkan dari laporan-laporan tersebut, yang diadopsi oleh Komisi HAM dan Majelis Umum, telah meminta seluruh negara anggota untuk memastikan perlindungan para Pembela HAM, dengan menekankan pentingnya memerangi impunitas, termasuk ancaman, serangan serta tindakan-tindakan intimidasi terhadap mereka.25 Dalam konteks ini, Perwakilan Khusus telah menafsirkan bahwa tindakan intimidasi dan pembalasan dendam terhadap orang-orang yang bekerja sama dengan mekanisme HAM PBB menjadi mandat ketua Komisi ini.26 Jilani telah mulai melakukan monitoring tentang situasi korban/saksi dan mengambil kasus-kasus tertentu 21
Resolusi 2000/61 (E/CN.4/2000/L.37, tanggal 17 April 2000). Ms. Jilani Hilani, seorang pengacara HAM dan aktivis terkenal dari Pakistan. 23 Pedoman ini, teks Deklarasi Pembela HAM dan mandat Perwakilan Khusus, alamat kontaknya dapat dilihat pada website OHCHR: hhtp://www.unhchr.ch/html/menu2/7/b/mdefguide.htm. Alamat email:
[email protected]. 24 Lihat Pembela HAM, Laporan Sekretaris Jenderal, A/55/292/, 11 Agustus 2000. 25 Lihat Komisi inter alia Resolusi Komisi HAM PBB 2000/60 (E/CN.4/RES/2000/61, 2000/64) (E/CN.4/RES/2001/64), 2002/70 (E/CN.4/RES/2002/70) dan Resolusi Majelis Umum A/RES/53/144, A/RES/54/170 dan A/RES/56/163. 26 Lihat Laporan Perwakilan Khusus : E/CN.4/2001/94, paragraf 89 (h). 22
(sebagai simbol) dengan pemerintah yang terkait. Saksi berisiko juga merupakan orangorang yang dikategorikan sebagai “Pembela HAM”. Lebih lanjut, karena kasus ini membutuhkan prosedur khusus, maka efektivitas mandat strategis ini, yang tergantung pada kemampuannya untuk merespon tuntutan perlindungan serta menindaklanjuti kasus, secara serius dihambat oleh sumber daya yang terbatas. 4. Respon-Respon Lain Sepuluh tahun terakhir ini, kerja-kerja PBB di lapangan, termasuk operasi perdamaian serta komponen-komponen yang terlibat dalam operasi ini, kerja-kerja lapangan OHCHR, seperti organisasi PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya, berkewajiban merespon berbagai tindakan pembalasan dendam atau ancaman terhadap mereka atau orang-orang yang bekerja sama dengan mereka. Berbagai respon dilakukan termasuk langkah-langkah komunikasi atau melakukan intervensi dengan pihak terkait untuk mendorong, mempengaruhi atau menekan mereka agar dapat memastikan perlindungan bagi individu atau kelompok-kelompok yang berisiko, perlindungan langsung atas fisik mereka, dievakuasi secara darurat dari kediaman mereka, kolega, mitra serta evakuasi orang-orang serta kelompok ke luar negeri, baik secara sementara maupun terus-menerus. Aktivitasaktivitas merekapun ditangguhkan dan atau ditarik secara keseluruhan. 5. Bidang-Bidang Potensial PBB untuk Asistensi Buku ini merupakan upaya pertama yang mengembangkan standar profesional lapangan tentang perlindungan saksi yang terkait dengan investigasi HAM. Asistensi dari PBB, dapat diberikan dalam kerangka kerja sama Teknis HAM untuk mengembangkan dan memperkuat institusi penting di tingkat nasional untuk perlindungan saksi, seperti kepolisian dan lembaga kehakiman. Bantuan ini dapat berupa penyediaan informasi tentang pengalaman-pengalaman komparatif perlindungan saksi yang berhasil diterapkan di negara-negara lain, memfasilitasi pengiriman para ahli dari negara-negara ini, menyediakan bantuan para penasihat atau pelatihan teknis kepada penegak hukum (penuntut umum, hakim, polisi, penyidik/investigator, pengacara, pembela HAM, aktivis masyarakat sipil, dll.), bantuan keuangan atau dukungan keuangan dari negara-negara donor dan/atau koordinasi dengan mereka serta institusi PBB lain (seperti UNDP, Bank Dunia, IMF, dll.). Secara khusus, Kantor PBB yang berpusat di Wina tentang Perdagangan Obat-Obatan dan Tindak Kejahatan (UNODC) telah mengeluarkan pedoman penting tentang perlindungan saksi, hak-hak saksi dan reparasi.27 Pedoman ini dikeluarkan pada tahun 2000 dan disebut “Model Undang-Undang Perlindungan Saksi” (A model of witness protection bill) untuk negara-negara anggota yang tertarik membangun program perlindungan saksi. Dengan berlakunya ICC di lebih dari 80 negara, sebuah perkembangan internasional baru sedang muncul untuk membangun institusi perlindungan saksi serta mengembangkan kerja sama internasional dalam bidang ini, dan mendorong para pelaku HAM untuk mengembangkan peran mereka dalam proses ini.
27
Bahan-bahan serta perpustakaan on line dapat dilihat pada website UNDCP : www.undcp.org.
BAGIAN II-A
PRAKTIK PERLINDUNGAN: KERANGKA KERJA, PEDOMAN DAN PRINSIP-PRINSIP
A. PERLINDUNGAN HAM SEBAGAI TANGGUNG JAWAB BERSAMA, SEBUAH KERANGKA KERJA
Prinsip-Prinsip Kunci
Tanggung jawab utama atas perlindungan dimiliki oleh negara dan warga negaranya Tanggung jawab tersebut dilandaskan pada prinsip-prinsip kedaulatan negara modern Hak atas kedaulatan negara, seperti yang diakui pada Piagam PBB, terbagi dalam 3 tanggung jawab, yaitu: (a) terhadap negara lain (mengakui kedaulatan mereka); (b) terhadap warganya (menghargai kedaulatannya); (c) terhadap komunitas internasional (menghargai dan mempromosikan prinsip-prinsip dasar Piagam PBB) Setiap negara bertanggung-jawab untuk melindungi orang-orang yang berada dalam jurisdiksinya. Instrumen perlindungan ini, antara lain adalah Piagam PBB, Perjanjian Internasional HAM serta instrumen-instrumen yang dikembangkan oleh komunitas internasional, legislasi nasional masing-masing negara serta institusi pelaksana Apabila sebuah negara tidak mampu atau tidak bersedia melindungi warganya di bawah jurisdiksinya dari kekerasan yang mengancam kehidupan dan keamanan warganya, atau dari pelaku kekerasan, maka perlindungan bagi warga negara tersebut menjadi tanggung jawab internasional secara bersama. Tanggung jawab ini dapat diasumsikan, baik sebagian atau keseluruhan oleh komunitas internasional, bekerja sama dengan negara, sendiri atau kadang-kadang tidak sejalan dengan negara, dengan batasan jaminan internasional yang disetujui (Bab VII Piagam PBB) PBB memiliki kewajiban hukum, institusi, moral dan operasional untuk melindungi hak asasi seluruh warga, mempunyai tanggung jawab khusus dan langsung untuk melindungi pihak-pihak yang bekerja sama dengan mereka Para praktisi HAM dan pekerja kemanusiaan mempunyai tanggung jawab moral dan profesional untuk melindungi orang-orang yang bekerja sama dengan mereka. Jika mereka bekerja untuk PBB, maka tanggung jawab mereka adalah tanggung jawab hukum dan institusional Orang-orang yang bekerja sama dengan para aktivis HAM dan pekerja HAM lainnya diasumsikan mempunyai tanggung jawab untuk melindungi diri mereka sendiri Orang-orang tersebut secara jelas memiliki pengetahuan tentang perlindungan yang ditawarkan kepada mereka, sehingga mereka dalam posisi untuk mengambil keputusan terbaik bagi keselamatan diri mereka Keputusan untuk melindungi mereka harus melalui proses partisipatif dengan melibatkan mereka dari analisis dan penilaian risiko yang akan dihadapi, sampai pada menentukan langkah-langkah perlindungan serta pelaksanaannya Investigasi HAM tidak boleh dilakukan sampai penilaian (assessment) risiko bagi saksi selesai dan kesimpulan assessment tersebut tidak bertentangan dengan investigasi yang akan dilakukan dan tidak mengekspos pihak-pihak yang bekerja sama dengan mereka
1. Kewajiban atas Perlindungan dan Prinsip Kedaulatan Kedaulatan adalah prinsip utama dalam hubungan internasional. Kedaulatan ini tidak absolut, artinya tidak memberikan bagi pemerintah sebuah negara sebuah peluang kekuasaan yang tidak terbatas terhadap warganya dan sumber daya di bawah kendali mereka, atau terhadap negara tetangganya. Ini merupakan hak-hak yang diakui secara internasional, seperti hak-hak lainnya, memerlukan tanggung jawab bersama. Tanggung jawab ini terbagi menjadi tiga, yaitu terhadap negara-negara lain yang kedaulatannya harus dihargai, terhadap komunitas internasional melalui PBB dengan menghormati Piagam PBB dan tanggung jawab untuk bekerja sama dengan negara lain untuk mencapai tujuannya, dan terhadap orang-orang yang berada di bawah jurisdiksinya. Aspek terakhir ini memerlukan akuntabilitas (dari badan-badan pemerintah) terhadap warganya serta masyarakat internasional. 2. Tanggung Jawab Negara: “Tanggung Jawab Perlindungan Nasional” Piagam PBB dan perjanjian HAM internasional serta instrumen-instrumen HAM yang dikembangkan sejak tahun 1945 merupakan, dalam hukum dan praktik kebiasaan (customary practice), standard-standard internasional tentang perilaku dan cara-cara menerapkan standard-standard ini. Inti dari standard ini bergantung pada tanggung jawab mendasar Negara untuk melindungi orang-orang yang tinggal di bawah jurisdiksinya. Instrumen ini sangat terkait dengan hak asasi manusia, dan merupakan tanggung jawab negara untuk melindungi mereka. Tanggung jawab perlindungan ini adalah evolusi historis untuk memahami konsep dan peran negara. Ini merupakan norma-norma yang diterima secara internasional tentang sikap negara berdasarkan pada aspirasi yang berkembang dari rakyat agar diperlakukan secara hormat dan bermartabat, sebagai sebuah sumber moral dan kewenangan hukum serta legitimasi secara domestik dan internasional. Kewajiban untuk melindungi, mempromosikan dan memastikan penikmatan HAM merupakan tanggung jawab negara. Pasal 56 Piagam PBB mewajibkan semua negara anggotanya “untuk mengambil tindakan baik sendiri maupun bersama-sama, bekerja sama dengan Organisasi [PBB] untuk mencapai tujuan seperti yang tercantum pada Pasal 55 piagam PBB”. Tujuan ini meliputi kewajiban PBB untuk bertindak dan mempromosikan “penghargaan universal serta pelaksanaan HAM serta kebebasan mendasar” tanpa diskriminasi. Berdasarkan Pasal 56, negara anggota memiliki kewajiban untuk mengambil inisiatif, yang berkaitan dengan prioritas negara serta cara-caranya untuk meningkatkan legislasi nasional dan praktiknya dalam hal HAM.1 Kerja-kerja ini membutuhkan adanya kewajiban perlindungan, yang meliputi seluruh spektrum HAM seperti yang diatur pada instrumen dan perjanjian internasional yang ada.2 Tanggung jawab perlindungan negara diberikan kepada warganya, secara umum kepada pihak-pihak yang bekerja sama dengan PBB, aktivis HAM, pekerja kemanusiaan, pekerja perdamaian dan aktivitas-aktivitas HAM lainnya. Perlindungan HAM dimulai pada tingkat nasional. Perlindungan ini menggunakan norma-norma hak atas hidup, melalui pengembangan kebijakan yang terkait, legislasi, institusi serta praktik-praktik yang akan memastikan peran hukum yang adil. Pengembangan sistem pengadilan merupakan sebuah elemen kunci dalam proses tersebut. 1
Lihat PBB dan Hak Asasi Manusia, 1945-1995, Seri Buku Biru (Blue Book Series), Volume VII, PBB, New York, paragraf 26-27, hlm. 7. 2 Perjanjian ini antara lain: ICCPR, ICESCR, CAT, CERD, CRC dan CEDAW.
Pada saat negara atau institusi-institusinya yang berkepentingan dengan tanggung jawab atas perlindungan terhadap orang-orang tampak berhenti melakukan tanggung jawab itu, atau hanya memenuhinya sebagian-sebagian saja, dan hak-hak asasi rakyatnya berada dalam bahaya, maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana hak-hak mereka dapat dilindungi, dan siapa yang melakukan perlindungan tersebut. 3. Tanggung Jawab Internasional untuk Perlindungan HAM Terdapat beberapa situasi di mana penguasa negara tidak mampu atau tidak bersedia untuk menjalankan kewajiban nasionalnya untuk melindungi rakyatnya. Ini bisa disebabkan karena mereka tidak sadar dengan kewajibannya, atau menolak kewajiban itu, atau mengabaikannya, atau bisa saja negara sadar bahwa mereka berkewajiban untuk itu dan menerima kewajibannya namun tidak dapat menjalankannya. Mereka mungkin tidak punya kekuasaan, serta tidak bisa mengontrol pelaksanaan perlindungan HAM bagi rakyatnya atau tidak mempunyai sumber daya. Dalam beberapa kasus, negara tersebut lambat laun akan melenyap. Fungsinya tidak lagi ada (disintegrated) atau menjadi lemah sehingga tidak lagi dapat beroperasi, baik sebagian maupun keseluruhan. Dalam keadaan seperti itu, dan bila hak asasi rakyat berada dalam bahaya besar, komunitas internasional, melalui PBB dapat menawarkan atau memutuskan untuk bekerja sama dengan pemerintah yang bersangkutan untuk menjalankan tanggung jawab perlindungan HAM bagi rakyat negara tersebut, atau dalam kasus-kasus tertentu, mengambil alih tanggung jawab negara tersebut untuk sementara, sampai negara dapat berfungsi. Tanggung jawab untuk melindungi kemudian beralih menjadi tanggung jawab internasional. Jika prinsip ini dilaksanakan, maka pertanyaan yang muncul adalah siapakah yang berwenang menjalankan tanggung jawab tersebut, bentuknya seperti apa, untuk tujuan apa, dalam kondisi seperti apa, dan berapa lama? Tujuan dari buku pedoman ini tidak mendiskusikan masalah-masalah ini, tapi membantu para praktisi di lapangan untuk menjelaskan kerangka kerja perlindungan (di tingkat internasional, nasional, hukum, institusional, profesional dan etik). Ini adalah bagian dari upaya untuk menjelaskan kerangka normatif dan institusional dan membantu mengidentifikasi pelaksananya. Kerangka ini mirip seperti lingkaran konsentris yang berpusat pada mereka dan aksi mereka untuk melindungi siapa saja yang bekerja sama dengan mereka. Bentuk dari kerja sama internasional untuk menjalankan tanggung jawab perlindungan ini sangat beragam. Bisa berbentuk resolusi yang bersifat mengikat yang diadopsi oleh Majelis Umum dengan dasar Bab VII dalam kasus “ancaman terhadap perdamaian dan terjadi agresi”. Pelanggaran HAM masif, atau kekerasan yang menyertainya, jika terjadi secara objektif dapat ditafsirkan sebagai “ancaman kekerasan” dan dapat melegitimasi tindakan PBB untuk mengatasi situasi tersebut. Para pekerja PBB yang bergerak di bidang perdamaian dapat mengirimkan misi perdamaian yang terdiri dari komponen militer dan/atau sipil. Mereka biasanya membentuk komponen khusus untuk mengangkat aspek-aspek HAM yang menjadi mandatnya (misalnya di negara Namibia, Kamboja, Bekas Negara Yugoslavia, Guatemala, DRC, dll.). Mandat mereka secara ekslusif juga terfokus pada verifikasi penghargaan HAM (Salvador, 1990, Guatemala, 1994, Haiti, 1993). OHCHR akan mendukung komponen ini. OHCHR biasanya juga menerima mandat untuk membentuk misi HAM yang terpisah atau bernegosiasi dengan negara-negara tertentu yang bekerja sama menjalankan kesepakatan perdamaian. Komisi penyelidik internasional atau misi pencari fakta HAM juga dimandatkan oleh badan eksekutif dan legislatif PBB untuk melakukan investigasi kasus-
kasus pelanggaran HAM dan melaporkannya. PBB dapat diberi mandat untuk menyiapkan perlindungan internasional, misalnya memberi suaka dan status internasional bagi para pengungsi seluruh dunia. Perlindungan HAM adalah salah satu tujuan dari Prosedur Khusus PBB yang dibentuk oleh Komisi HAM PBB. “Gerakan masyarakat sipil internasional”3 sangat berperan penting dalam mendesain konsep tanggung jawab moral internasional untuk melindungi, di luar wilayah kedaulatan negara, orang-orang yang hidupnya dan hak-hak dasarnya serta kebebasannya dirampas. Lembaga humaniter independen seperti ICRC, memegang peran penting dalam melindungi warga sipil dan narapidana selama konflik bersenjata atau masa-masa kekerasan internal (dalam negeri). Organisasi lain, seperti Amnesty International, Human Rights Watch, Médecins sans Frontières atau Oxfam, juga berperan penting dalam mendokumentasi situasi HAM, memonitor pelanggaran, meningkatkan kesadaran nasional dan internasional tentang situasi mereka, menyediakan bantuan, memobilisasi opini dan sumber daya serta menekan pemerintah untuk melakukan tindakan, di berbagai tingkat, untuk meningkatkan pelaksanaan HAM dan perlindungannya di seluruh dunia. Di tingkat nasional, organisasi non-pemerintah dalam negeri (domestic NGO) berada di garda depan, dan kadang-kadang satu-satunya pihak yang mempromosikan dan melindungi hak asasi. Inisiatif-inisiatif ini selama abad terakhir, secara khusus dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, secara bertahap telah merumuskan prinsip-prinsip yang diakui secara internasional untuk melindungi, di tingkat individu, organisasi, negara, regional dan internasional, yang merupakan pegangan penting bagi para pelaku HAM dan pekerja humaniter internasional. Pemahaman tanggung jawab ini secara moral berlandaskan pada kesadaran internasional atas kemanusiaan dan seruan untuk mengemban solidaritas serta dukungan untuk kawan-kawan dunia yang hak-hak serta martabatnya terancam atau dilanggar. Tumbuhnya kesadaran emosional dan intelektual atas rasa kemanusiaan kita dan rasa senasib sepenanggungan (shared destiny) atas keadaan orang-orang yang terancam jiwanya atau dilanggar hak-haknya semakin lama semakin menguat. Hal ini sangat erat kaitannya dengan semakin terbukanya hubungan antar-masyarakat dunia. Jika tanggung jawab ini diterjemahkan secara aktif dalam solidaritas, kemandirian dan nonpartisan, dalam kondisi integritas dan kredibilitas, maka kondisi ini disebut problematis. Ini biasanya terjadi apabila negara, atau kelompok negara, mengambil inisiatif unilateral, di luar mekanisme aturan internasional yang ada, dan dikaitkan dengan apa yang disebut “perang kemanusiaan”. 4. Tanggung Jawab Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Kewajiban Hukum dan Institusional: Bab 1.3. pada Piagam PBB mewajibkan Organisasi untuk “mencapai kerja sama internasional [...] dalam mempromosikan dan meningkatkan penghargaan HAM dan kebebasan mendasar untuk semua “tanpa diskriminasi”. Kewajiban ini disebutkan lagi pada Pasal 55(c), seperti yang dijelaskan di atas. Hal ini lebih lanjut dijelaskan pada DUHAM dan perjanjian internasional HAM serta instrumen-instrumennya, yang 3
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan yang berkelanjutan dari aktor-aktor non-pemerintah muncul dari masyarakat sipil di negaranya masing-masing, yang memiliki kepedulian dan bersolidaritas untuk warga dunia, yang hidupnya, keselamatannya, keberadaannya, hak serta martabatnya dilanggar, mengorganisir diri secara internasional untuk bertindak melindungi mereka.
melahirkan sistem institusional sedunia yang diilhami oleh penghargaan dan perlindungan HAM. Mengutip prinsip universal bahwa “kemurahan hati dimulai dari rumah sendiri” dan nilai-nilai universal yang diakui sebagai alat pendidikan yang berpengaruh, maka kredibilitas organisasi tergantung pada kemampuannya untuk mendemonstrasikan katakata tersebut ke dalam otoritas moral – berlandaskan pada independensi, imparsialitas, integritas dan profesionalisme – untuk melindungi dan memperkuat serta menunjukkan contoh-contoh secara internasional. Kaitan penting antara perdamaian dan hak asasi manusia diakui pada paragraf pertama pada pembukaan DUHAM yang mengakui hak-hak yang tidak terpisahkan bagi semua orang sebagai landasan kebebasan, keadilan dan perdamaian. Penolakan atas semua itu berujung pada pemberontakan melawan tirani. Penghargaan atas prinsip-prinsip HAM merupakan unsur penting dari proses untuk stabilisasi dan mencapai kondisi damai. Semua ini harus menjadi prinsip bagi elemen-elemen kunci dalam misi perdamaian. Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia... Pengarusutamaan HAM… Piagam PBB dan standard-standard yang dielaborasi dalam pelbagai instrumen hak asasi manusia menetapkan normatif yang akaninstrumen memanduHAM kerja mendefinisikan dari semua institusi PBB Piagam dan standardkerangka yang dikembangkan dalam kerangka dan operasionalnya, termasuk misi-misi perdamaian yang dilakukannya. Penerimaan dan definitif yang menjadi pedoman kerja bagi seluruh institusi PBB dan kegiatan-kegiatan yang pelaksanaan kerangka misi ini perdamaian. oleh seluruh sistem dalam pengertiannya sebagaimana dilakukannya, termasuk dimaksudkan oleh istilah pengarusutamaan HAM, yaitu sebuah proses penyadaran bagi seluruh institusi PBB dan stafnya (baik secara intelektual, institusional maupun operasional), bahwaPiagam serta standard-standard ini merupakan kerangka umum untuk bertindak, dan seluruh pihak bertanggung jawab untuk mengimplementasikannya. Ini tidak sekadar tanggung jawab moral, tetapi tanggung jawab hukum dan institusional. Pemajuan dan perlindungan HAM merupakan sistem bersama dan tanggung jawab bersama. Hal itu merupakan tujuan utama yang tidak dapat dimarjinalisasi hanya untuk kerangka institusi atau sebuah lampiran dalam pelaksanaan perdamaian.4 Dari tanggung jawab umum inilah kemudian diturunkan tanggung jawab khusus dari setiap personil PBB untuk melindungi setiap orang yang bekerja sama dengan mereka.
Selain itu, tugas perlindungan HAM diturunkan dari mandat misi yang mereka jalankan, atau dari OHCHR.5 Persepsi dan Implikasi: Pelaksanaan Kewajiban Perlindungan
4
Hal ini ditekankan dalam Deklarasi Wina dan Program Aksi pada Juni 1993 dan Paket Reformasi Sekretaris Jenderal PBB, dan ditegaskan kembali, inter alia dalam Laporan Panel Pelaksanaan Misi Perdamaian PBB yang diketuai oleh Lakhdar Brahmi dan lebih dikenal dengan ”Laporan Brahimi” (A/55/305-S/2000/809). 5 Mandat berikutnya meminta “untuk merespon pelanggaran serius HAM”, untuk “mengambil tindakan pencegahan HAM” dan “menjalankan aktivitas-aktivitas dan operasi HAM di lapangan. Pernyataan misi tersebut berisi ”perlindungan dan pemajuan hak asasi untuk semua” dan ”memastikan pelaksanaan praktis norma-norma universal HAM”.
Kantor yang terlibat dalam aktivitas HAM biasanya dipandang sebagai pelindung HAM, menolong ketidakadilan dan memberantas kekerasan. Harapan ini lebih banyak dibebankan kepada institusi yang menyandang logo PBB dalam kerja-kerjanya. Fakta yang jelas – para pekerja HAM atau kemanusiaan bertindak atas nama Persatuan BangsaBangsa (PBB) pada negara yang bersangkutan, di mana mereka menggunakan kendaraan PBB, dan di negara itu terdapat kantor HAM (yang terkait dengan sifat mandat dari kantor tersebut – meski tidak mengatur tentang pengawasan khusus) biasanya terjadi di publik, dan publik berharap bahwa organisasi itu ada untuk melindungi mereka. Ini merefleksikan persepsi luas kepada PBB sebagai badan internasional yang bekerja untuk perdamaian, kebenaran, persamaan, keadilan dan perlindungan. Persepsi ini serta harapan yang disebut di atas akan mendorong individu untuk mengambil risiko bersaksi tentang pelanggaran HAM, yang tidak mungkin dilakukannya tanpa ada perlindungan. Mungkin saja mereka menilai bahwa kehadiran PBB di sana akan membawa keadilan dan perlindungan bagi mereka. Di beberapa negara, PBB secara spontan dipersepsikan sebagai sesuatu yang ”ajaib” atau “kekuatan ilahi” – yang dipercaya sebagai dewa penolong yang dapat dan akan melindungi mereka. Konsekuensi kehadiran PBB seperti ini, apalagi kehadirannya dengan misi hak asasi, tidak dapat diabaikan. Karena PBB memberikan harapan bagi orang-orang yang berada dalam situasi putus asa dan mengharapkan perlindungan, hal ini berimplikasi pada tanggung jawab moral atas perlindungan. Penting bahwa pekerja HAM dan pekerja kemanusiaan sadar dengan persepsi ini, dan pengaruh bahwa mereka berpihak dan bertindak untuk rakyat. Mereka harus mempertimbangkan keadaan ini secara hati-hati dan meresponnya secara beralasan dan bertanggung jawab. Tanggung Jawab yang Bijaksana (Prudence) Dalam situasi konflik, ketegangan internal, atau dalam masyarakat di mana kontrol sosial dan politik oleh petugas keamanan meningkat, kenyataan bahwa berbicara dengan orang di jalan, kadang kala terancam ditangkap, diinterogasi, dipukul, disiksa, dipenjara atau bahkan dieksekusi. Petugas keamanan mencurigai mereka memberikan informasi tentang pelanggaran HAM atau isu-isu lain yang membahayakan kepentingan pemerintah atau “keamanan nasional”. Konteks politik atau polarisasi lebih lanjut adalah – mereka harus lebih hati-hati dan sensitif dengan apa yang akan dilakukan, dibicarakan, serta dengan siapa mereka bertemu, serta bagaimana ini dilakukan agar tidak membahayakan orang lain. Dalam situasi seperti ini – lebih dari apa yang diharapkan, kata-kata atau tindakan – yang menjadi masalah adalah bagaimana situasi tersebut ditafsirkan oleh orang-orang, pemerintah, kelompok oposisi bersenjata dan lainnya. Pekerja HAM dan kemanusiaan tidak bekerja dalam struktur yang hampa dengan prinsip hukum dan moral, tetapi mereka bekerja dalam masyarakat sejarah yang nyata di mana mereka menjadi, suka atau tidak suka, pelaku, yang kehadirannya dan tindakannya diperhatikan, diamati, ditafsirkan dan dapat mempengaruhi perilaku orang lain.
5. Kewajiban Etik Profesional Pekerja HAM dan kemanusiaan mempunyai kewajiban moral atas perlindungan. Sebagai pekerja HAM/kemanusiaan, integritas, keamanan, kebebasan dan martabat adalah “raison d’être”, misi utama mereka. Mereka berpijak pada norma HAM internasional, atau pada prinsip-prinsip dan nilai yang menjadi norma ini sebagai ekspresi hukum. Norma-norma
ini mengikat pemerintah dan juga individu.6 Seperti dipraktikkan PBB, tugas ini dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Piagam PBB, instrumen HAM internasional, mandat khusus institusi di mana mereka bekerja dan/atau mandat pelaksanaan yang mereka jalankan. Pekerja HAM, humaniter dan lainnya mempunyai kewajiban untuk secara serius melindungi orang-orang yang bekerja sama dengan mereka. Para saksi dan sumber lain dapat bertemu mereka secara spontan, tanpa diundang, untuk bersaksi tentang pelanggaran HAM atau masalah-masalah yang terkait dengan itu. Jika mereka menerima kesaksian ini, maka mereka mempunyai kewajiban moral untuk melindungi orang-orang yang kemungkinan menjadi korban pembalasan dendam atas tindakan yang mereka ambil. Mungkin saja terdapat kasus di mana seseorang menjadi target aparat keamanan karena alasan politik atau lainnya (termasuk dicurigai atau melakukan kejahatan), dapat secara bebas masuk ke kantor PBB untuk mencari perlindungan atau ia berharap bahwa ia akan mendapatkan perlindungan. Mereka takut dibunuh, disiksa, diculik dan dihilangkan atau ditahan secara seweneng-wenang dan dipenjara atau dideportasi ke sebuah negara di mana mereka akan menjadi korban kekerasan. Karena itu pekerja HAM tidak bisa tinggal diam (silent watcher). Mereka bertugas untuk menggunakan kewenangannya untuk memastikan bahwa orang tersebut dapat dilindungi dari berbagai kekerasan. Tugas perlindungan terhadap saksi atau orang lain yang bekerja sama dengan pekerja HAM, kemanusiaan atau lainnya dimulai sebelum mereka berhubungan dengan saksi, dilanjutkan selama, dan setelah kerja sama, sampai semua bentuk perlindungan benar-benar dapat diputuskan, dengan konsultasi intensif dengan mereka, dan memastikan bahwa mereka benar-benar aman karena sumber bahaya sudah tidak ada lagi atau sudah dapat dikontrol. Tentu saja, tak seorang pun dapat memastikan bahwa risiko pembalasan dendam sudah tidak ada; dan tanggung jawab perlindungan tidak bisa dilakukan terus-menerus. Yang ditekankan di sini adalah prinsip bahwa tanggung jawab perlindungan terhadap orang-orang ini tidak berakhir pada saat mereka mengumpulkan kesaksian, memverifikasi kejujuran saksi dan menetapkan fakta-fakta, atau sebaliknya pada saat mereka menetapkan kerja sama. Tepat kiranya apabila dikatakan, jika kerja sama ini berakhir, maka bahaya pembalasan dendam akan meningkat.
6. Perlindungan Diri Sendiri: Tanggung Jawab Individu 6
Pasal 29 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR): 1. Setiap orang mempunyai tanggung jawab ke masyarakat apabila ia sendiri telah bebas dan dapat mengembangkan kepribadiannya secara penuh”. Pembukaan ICCPR dan ICESCR berisi rujukan sama atas tanggung jawab individu berdasarkan Pasal 29 UDHR: “Menyadari bahwa seseorang mempunyai tanggung jawab terhadap orang lain dan komunitas di mana mereka berada dan untuk itu ia berkewajiban untuk memajukan dan memonitor pelaksanaan hak asasi tersebut seperti yang tercantum dalam Kovenan…”. Pasal 2(2) Deklarasi PBB tentang Hak atas Pembangunan: “Seluruh umat manusia mempunyai tanggung jawab untuk membangun, secara individual maupun secara kolektif…, dan oleh karena itu mereka perlu memajukan dan melaksanakan pembangunan secara politik, sosial, ekonomi yang tepat”. Pasal 18 Deklarasi PBB tentang Pembela HAM: 1. ”Setiap orang mempunyai tanggung jawab terhadap dan bagi komunitasnya... 2. Setiap orang, kelompok, institusi, LSM mempunyai peran penting untuk berperan dan bertanggung jawab dalam mengamankan demokrasi, dan memajukan HAM... dan berkontribusi di dalam pemajuan dan pencapaian masyarakat demokratis, baik secara institusional maupun prosesnya. 3. Selain itu, mereka mempunyai peran penting dan tanggung jawab dalam berkontribusi untuk pemajuan hak asasi setiap orang dalam tatanan sosial dan internasional yaitu hak asasi dan kebebasan seperti tercantum dalam DUHAM dan instrumen HAM lainnya, yang dapat secara penuh diwujudkan.
Pengalaman membuktikan bahwa orang sering kali mengambil risiko yang tidak beralasan bagi diri mereka sendiri atau keluarga mereka untuk menyampaikan informasi atau saran kepada pihak luar yang mereka percaya dengan harapan dapat memberikan perlindungan bagi hidup mereka. Kadang-kadang mereka menyadari risiko yang akan dihadapi apabila melakukan tindakan tersebut. Mungkin saja mereka mempunyai pengetahuan tentang situasi keamanan mereka dan tahu tempat-tempat yang aman serta mengetahui risiko yang dihadapinya, menghindari bahaya atau mengurangi risiko bahaya, serta mampu mengambil keputusan terbaik tentang langkah-langkah perlindungan yang dapat menjamin keamanan mereka. Dalam konteks tertentu, khususnya di mana terbatasnya perlindungan saksi secara efektif di tingkat nasional dan internasional, maka penting bagi masyarakat untuk melindungi diri mereka sendiri dan menggunakan sumbersumber yang tersedia di lingkungan mereka. Dalam kaitan ini, maka penting bagi pekerja HAM, humaniter dan lainnya untuk melakukan interaksi dengan saksi, menjelaskan kepada mereka tentang bentuk perlindungan yang dapat mereka berikan. Saksi dapat membahayakan dirinya sendiri, khususnya karena mereka tidak mengetahui risiko yang dihadapinya atau mempunyai harapan semu bahwa pihak yang bekerja sama dengan mereka dapat melindunginya. Dengan begitu, mereka mungkin harus dilindungi dari diri mereka sendiri. Perlindungan ini dapat dilakukan dengan cara menyediakan informasi atau saran, yang dapat membantu mereka memutuskan, apakah mereka mau untuk bersaksi atau memberikan informasi, dan bagaimana cara pemberian kesaksian atau informasi tersebut. Maka, siapa saja yang menerima informasi tersebut akan dapat mengetahui bahwa risiko yang dihadapinya sangat tinggi dan menolak bertemu dengan pekerja HAM, humaniter dan lainnya atau memberikan pernyataannya. 7. Penilaian Risiko Saksi – Sebuah Pendekatan Partisipatif Sebelum melakukan investigasi HAM atas isu yang bersifat sensitif, para pekerja HAM harus melakukan penilaian risiko saksi untuk mengevaluasi risiko terjadinya pembalasan dendam yang akan dihadapi para saksi. Jika terdapat bukti, atau ketakutan yang beralasan, dan jika investigasi yang dilakukan mau tidak mau berdampak pada tereksposnya hidup, keamanan dan kebebasan saksi, maka investigasi itu tidak boleh dilanjutkan. Para pekerja HAM dan lainnya harus menghindari pendekatan yang bersifat paternalistik untuk perlindungan, meski mereka “mempunyai tugas” untuk melakukannya. Tidak hanya para saksi dan pihak yang bekerja sama yang harus bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan, tetapi para pekerja HAM dan lainnya harus terlibat dalam proses perlindungan sejak awal dan selama proses: dari analisis kebutuhan dan penilaian risiko yang akan dihadapi sampai menentukan langkahlangkah perlindungan yang diperlukan, pelaksanaan dan pengawasannya. Dalam beberapa kasus, saksi mempunyai informasi tentang risiko yang dihadapinya dan bagaimana mereka menghindari risiko tersebut. Dalam beberapa kasus, mereka tidak bisa secara akurat menilai risiko yang akan dihadapinya atau pilihan-pilihan perlindungan terbaik bagi mereka. Ini terjadi karena ada pengabaian, menganggap tinggi atau meremehkan faktor-faktor yang menentukan, atau tidak mempunyai informasi yang memadai. Maka, sangat penting untuk melibatkan saksi dalam setiap proses yang dilakukan dan memberikan semua informasi serta saran-saran yang diperlukan. Dengan saling berbagi informasi, maka keputusan terbaik dapat diambil – jika informasi yang diperlukan tersedia dan saran-saran yang dibutuhkan saksi dapat diberikan. Mereka kadang kala memberikan saran yang bertentangan dengan keputusan yang diambil oleh saksi apabila
keputusan tersebut dirasa terlalu optimis dan tidak masuk akal. Karena itu, hak untuk memutuskan perlindungan terbaik harus dilakukan dengan pihak yang terancam (threatened party), dengan melalui pertimbangan situasi, secara konsultatif dan partisipatif. Pendekatan ini merupakan bagian yang penting dalam strategi perlindungan saksi.
B. PEDOMAN PRINSIP-PRINSIP UMUM Prinsip ini bukanlah aturan yang kaku seperti batu, namun merupakan prinsip yang dapat dijalankan. Dapat terjadi pertentangan antara beberapa prinsip operasional – misalnya antara kebutuhan untuk membuka informasi yang dapat menghentikan kekerasan, serta kebutuhan untuk melindungi sumber informasi. Karena itu perintah hakim diperlukan, dengan menggunakan informasi yang diterima dengan analisisnya, untuk menghindari ketakberdayaan dan menggunakan mekanisme operasional yang memadai. 1. Kerahasiaan sebagai Alat Penting dalam Perlindungan
Prinsip Dasar Prinsip dasar (golden rule) bagi pekerja HAM, kemanusiaan, dan lainnya yang bekerja pada situasi sensitif (termasuk jurnalis) adalah untuk melindungi informasi yang diberikan pada mereka secara meyakinkan. Ini adalah kontrak moral dengan sumber informasi dengan maksud untuk melindungi saksi dari risiko pembalasan dendam. Namun, informasi tersebut dapat dibuka ke publik setelah melalui persetujuan saksi dan setelah mengkaji serta menilai implikasi keamanan yang akan dihadapinya. Menjaga kerahasiaan merupakan kunci prosedur operasional, yang menjamin pelaksanaan kerja sama dengan sumber informasi, karenanya kredibilitas dan keberlangsungan akses serta kerja sama dengan saksi merupakan pokok penting dalam operasi investigasi/asistensi.
Semua organisasi HAM dan kemanusiaan harus membuat kebijakannya sendiri, pedoman serta prosedur pelaksanaan dengan maksud untuk melindungi kerahasiaan.7 Tanpa adanya kebijakan yang jelas dan prosedur yang mengatur hal ini, maka pekerja HAM dapat mengacu pada prinsip-prinsip berikut:
7
Kerahasiaan melibatkan dua situasi: penghargaan kerahasiaan terhadap orang yang memberi informasi secara meyakinkan dan terhadap pengadilan nasional dan
Misalnya, ICRC mempunyai kebijakan yang ketat untuk menghormati kerahasiaan, kecuali pada pihak ketiga termasuk proses peradilan internasional, seperti ICC (lihat di bawah, Bagian 6.2. mengenai kerja sama dengan proses peradilan). ICRC juga mengeluarkan pernyataan publik dalam kondisi tertentu: apabila (1) delegasinya menjadi saksi kekerasan itu sendiri atau keberadaan mereka ditentukan oleh sumber yang dapat dipercaya dan dibuktikan; (2) kekerasan yang dialami fatal dan berulang-ulang; (3) langkah-langkah yang diambil tidak berhasil untuk menghentikan kekerasan; (4) publisitas yang dikeluarkan harus mempertimbangkan kepentingan orang-orang atau penduduk yang terkena dampaknya.
internasional (yang memerintahkan pihak penerima informasi untuk membuka informasi, sumbernya atau memanggilnya untuk memberikan testimoni). Pekerja HAM, kemanusiaan dan lainnya – individu, termasuk organisasi atau institusinya – mempunyai kewajiban moral, profesional dan operasional untuk menghargai kerahasiaan atas informasi yang mereka terima secara meyakinkan. Tidak boleh ada penangguhan atas aturan ini, kecuali atas persetujuan sumber informasi. Sebagai tambahan, mereka juga mempunyai kewajiban yang bersifat kontraktual atau kewajiban hukum untuk menjaga kerahasiaan terhadap organisasi atau institusi yang mempekerjakan mereka. Aturan untuk menjaga kerahasiaan dapat dirujuk pada kontrak yang ditandatangani mereka pada saat mereka direkrut. Pekerja PBB mempunyai kewajiban hukum untuk menghargai kerahasiaan atas informasi yang dikumpulkan dalam konteks kerja profesional mereka. Seluruh informasi tersebut merupakan milik Organisasi tersebut yang secara hukum diatur dalam Konvensi tentang Hak Istimewa dan Kekebalan PBB tahun 1946 (1946 Convention on the Privileges and the Immunities of the United Nations). Operasi atau aktivitas HAM, kemanusiaan dan perdamaian PBB juga mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan yang diperoleh dari mandat mereka – yang mengharuskan mereka untuk memastikan perlindungan HAM bagi semua orang, atau kategori tertentu terutama orang-orang yang rentan. Penghargaan kerahasiaan informasi pertama-tama merupakan instrumen perlindungan terhadap saksi, sumber informasi, orang-orang yang bekerja sama dengan operasi, informasi dan operasi itu sendiri. Prinsip ini merupakan wahana perlindungan terbaik yang tersedia bagi pekerja-pekerja HAM, kemanusiaan dan aktor-aktor terkait lainnya (termasuk para jurnalis). Prinsip ini juga merupakan sebuah metode perlindungan informasi, penyingkapan yang mungkin pada gilirannya berdampak pada orang, organisasi, institusi atau keadaan. Tujuan utamanya adalah melindungi (atau membantu melindungi) orang-orang, individu atau kelompok, yang barangkali merupakan subjek pelanggaran hak asasi manusia (korban, saksi, dan sumber-sumber informasi, dll.). Prinsip ini merupakan sebuah prosedur operasional terpenting berdasarkan pada kepercayaan dan kerahasiaan. Melalui prinsip penghargaan kerahasiaan ini, kredibilitas dan akses terhadap sumber-sumber dan penerima manfaat bantuan dapat diamankan, dijaga dan dikembangkan. Sebagai aturan operasional, kerahasiaan mencakup baik indentitas seseorang yang bekerja sama dengan pekerja HAM dan kemanusiaan, serta informasi yang disediakan oleh mereka. Semakin sensitif dan politis lingkungannya, maka perhatian harus lebih diberikan dengan prosedur dan cara untuk melindungi kerahasiaan. Kerahasiaan harus dihargai setiap saat, tanpa melihat kondisi bagaimana informasi tersebut didapatkan – apakah kerahasiaan tersebut secara eksplisit diminta oleh sumber informasi, diungkapkan olehnya, atau dijaminkan untuknya, baik secara eksplisit atau tidak. Jika informasi tersebut tidak terlalu meyakinkan, dengan prinsip kehati-hatian, maka informasi tersebut harus tetap dianggap rahasia sampai dikualifikasikan sebaliknya oleh sumbernya. Kerahasiaan harus dihargai terhadap sumbernya, pertama karena kita menjanjikan kerahasiaan itu, dan juga karena hal itu akan melindunginya. Pelanggaran atas kerahasiaan dapat mempunyai konsekuensi merugikan baik pada sumber dan orang yang diberi informasi. Bagi sumber informasi, pelanggaran prinsip ini dapat berakibat pada hilangnya hidup, keamanan, integritas, kemerdekaan atau hal-hal lain yang dapat mengakibatkan kekerasan. Bagi pihak yang diberi informasi (confident), pelanggaran dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan dan kredibilitas dan akses selanjutnya
terhadap informasi, penerima manfaat pendampingan tersebut, penduduk atau pemerintah lokal. Hal ini pada gilirannya akan merendahkan kerja-kerja mereka, kehadiran serta kemampuan untuk menjalankan, serta melaksanakan mandat dan melakukan tugas-tugasnya. Dalam keadaan apa pun, informasi rahasia dapat diberikan kepada pihak ketiga, siapa pun pihak ketiga itu, hanya apabila terdapat persetujuan secara eksplisit dari sumbernya. Pendek kata, kerahasiaan informasi dan sumbernya harus dilindungi. Prinsip ini tidak boleh dikurangi pelaksanaannya. Namun, meskipun sumber menyetujui bahwa informasi yang ada dapat dibuka ke pihak ketiga (pemerintah, pengadilan), pihak penerima informasi (confident) seperti pekerja HAM, kemanusiaan dan lainnya mempunyai tanggung jawab moral dan profesional untuk menilai potensi dampak bagi keamanan sumber atas tindakan tersebut. Jika terdapat risiko bahwa dibukanya informasi ke pihak ketiga membahayakan sumber informasi, maka penerima informasi tersebut tidak boleh membuka, atau harus membuka informasi tanpa membahayakan sumber informasi. Ini dapat dilakukan dengan cara membuka informasi sedemikian rupa tanpa membuka identitas sumber atau pihak-pihak yang kerahasiaannya harus dijaga. Informasi dapat dibuka dengan cara hati-hati setelah menghapus informasi yang terkait dengan identitas sumber, baik langsung maupun tidak langsung. Membuka informasi harus didiskusikan dengan sumbernya dan disetujui olehnya. Jika risiko masih ada, maka informasi tersebut tidak boleh dibuka. Pekerja HAM dan lainnya tidak boleh membahayakan diri orang lain. Mereka tidak boleh berpegang pada argumen bahwa “karena dia telah memberikan persetujuannya, maka saya bisa terus melakukan rencana” dan mengabaikan tanggung jawab untuk melindungi saksi dari bahaya pembalasan dendam. Tanggung jawab mereka adalah untuk mengelola informasi tanpa harus membahayakan pihak-pihak yang mereka lindungi. Kepentingan perlindungan bagi sumber informasi harus menjadi pertimbangan utama dan dijadikan preseden di luar kepentingan lain (organisasi/institusi, hubungannya dengan Pemerintah di mana ia berada, Pemerintah kedua, dengan institusi lain seperti badan-badan PBB lainnya, atau pengadilan nasional atau internasional [dalam hal ini, lihat tulisan di bawah, Bagian 6.2: Kerja Sama dengan Pengadilan Nasional dan Internasional]).
Kerahasiaan dan Perlindungan: Dilema dan Pedoman Meski kerahasiaan merupakan perangkat penting untuk melindungi korban, saksi dan sumber informasi lainnya tentang pelanggaran HAM berupa aksi pembalasan dendam, namun kerahasiaan tidak boleh dijadikan tameng bagi pelaku kriminal atau pelaku pelanggaran HAM. Bisa saja terjadi – dan telah terjadi – dalam wawancara rahasia (confidential interviews) dengan saksi pelanggaran HAM, maka saksi dapat melaporkan keterlibatan mereka pada pengawas HAM (human rights monitors). Jika wawancara diterima dalam keadaan tersegel “rahasia”, maka pengawas HAM berkewajiban untuk menghormati komitmen mereka untuk tidak membuka informasi yang diterimanya, meski mengemban informasi ini membuat mereka tidak nyaman. Kepemilikan dan pengembanan informasi penting yang terkait dengan kejahatan atau pelanggaran serius HAM harus ditutup rapat oleh pekerja HAM. Untuk menghindari dilema ini, beberapa cara dapat ditempuh. Pewawancara dapat menginterupsi saksi apabila ia mulai “mengakui” keterlibatannya dalam tindak kekerasan
dengan mengatakan bahwa ia menolak mendengarkan informasi yang tidak boleh dilindungi kerahasiaannya itu. Ia juga dapat mengatakan pada sumber informasi bahwa ia tidak dapat melanjutkan mendengarkan informasi tersebut karena tindakan tersebut harus dilaporkan kepada penyidik kriminal (criminal investigator). Namun, membuka informasi itu dapat membahayakan hidup, keamanan dan integritas orang yang membuat pengakuan tersebut. Saksi-pelaku (witness-perpetrator) biasanya membutuhkan orang yang dapat mendengarkan pengakuannya. Jika kasus tersebut terungkap, maka pewawancara perlu memahami motivasi “pengakuannya”. Saksi-pelaku memerlukan orang yang dapat mendengarkan beban mereka untuk mengurangi rasa bersalahnya. Karena pengawas HAM bukanlah seorang confessor (pihak yang menerima kesaksian), maka keterbatasan ini mempersulit mereka menggambarkan unsur-unsur seperti yang dikemukakan oleh saksi. Pengakuan dapat juga dimotivasi oleh keinginan untuk mengekspresikan penyesalan, menebus rasa bersalah dengan maksud untuk mengintegrasikan komunitas seseorang yang telah menolaknya. Dengan demikian, ia khawatir apabila melaporkannya ke polisi, maka ia akan diperlakukan sewenang-wenang, dan dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan, atau dibunuh oleh aparat keamanan atau keluarga korban. Ia bisa mencari bantuan dari pekerja HAM untuk menghubungkan dengan pihak yang berwenang dengan maksud untuk menyelesaikan masalahnya melalui cara-cara tradisional atau adat. Jika ada alternatif lain, seperti mekanisme resolusi konflik tradisional atau komisi kebenaran dan rekonsiliasi, maka perangkat ini dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Dilema ini mencuatkan perlunya mengadopsi prosedur pelaksanaan yang jelas untuk menerima informasi kesaksian (testimonial information) tentang pelanggaran HAM dan pentingnya menjelaskan sejak awal wawancara tentang kondisi yang akan diterimanya, termasuk prinsip kerahasiaan dan keterbatasannya (tidak dapat melindungi kejahatan serius). Dilema lain kadang-kadang muncul pada saat saksi membuka bukti penting yang digunakan untuk menetapkan basis faktual sebuah kejahatan dan kesalahan pelaku, tapi ia menolak membuka bukti ini ke pihak ketiga (polisi, penyelidik kriminal, hakim atau pihak eksekutif) karena ia mengkhawatirkan keselamatannya. Ditutupnya informasi itu akan menghambat pelaksanaan pengadilan. Keterhambatan itu mungkin juga mencakup bukti penting yang digunakan untuk membuktikan sebuah kasus pelanggaran HAM bahwa tanpa informasi ini maka pelaku tidak dihukum dan karena itu informasi tidak boleh ditutup. Meski ketakutan yang diperlihatkan sumber sangat jelas, maka permintaan untuk tidak menutup informasi harus dihargai. Sumber informasi dapat dibujuk – namun tidak ditekan atau diintimidasi – untuk menerima usulan dibukanya informasi. Sumber akan diberikan perlindungan dan jaminan keamanan apabila informasi yang diberikannya dapat dibuka. Persyaratan dibukanya informasi harus memastikan bahwa keselamatan sumber informasi dapat dijamin. 2. Tidak Ada yang Lebih Baik daripada Bekerja dengan Hati-Hati Prinsip pelaksanaan penting kedua yang menuntun pekerja HAM adalah menghindari tindakan yang dapat membahayakan kehidupan, keselamatan, kebebasan atau keberadaan seseorang, atas inisiatifnya sendiri atau permintaannya, menyediakan informasi tentang pelanggaran HAM, atau bekerja sama dengan mereka. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah kepedulian. Perlindungan terbaik yang dapat diupayakan kepada saksi dan pemberi informasi adalah pencegahan; melalui pelaksanaan profesionalisme mereka, yang membutuhkan sensitivitas, kerahasiaan, diskresi, kebijakan, intelegensia
atas kasus atau situasi dan konteksnya, serta mempertimbangkan setiap dampak yang ditimbulkan setiap langkah yang ditempuh. 3. Informasi Berkualitas – Analisis yang Cermat – dan Prasangka Baik Keamanan seseorang yang bekerja sama dengan penyelidik HAM sangat dilindungi oleh pelaksanaan keputusan atas setiap langkah proses yang ditempuh – yaitu sebelum, selama, dan setelah pertemuan dan wawancara, atau investigasi. Pengabaian hal ini, akan mengakibatkan pelanggaran HAM yang lebih serius, dalam kasus tertentu dapat berakibat fatal bagi orang-orang yang mencari perlindungan atau lainnya. Keputusan yang baik (good judgement) tergantung pada ketajaman, peniliaian yang termat terhadap situasi, yang membutuhkan analisis yang cermat atas kasus dan konteksnya berdasarkan informasi yang dapat dipercaya, rinci dan komprehensif. Mungkin saja terdapat situasi di mana membuka informasi penting, yang mungkin dapat membahayakan keselamatan saksi, dapat menghentikan atau mencegah kekerasan. Membuka informasi tentang aksi pembalasan dendam dapat membantu mencegah pembalasan dendam lebih lanjut terhadap saksi. Karena itu perintah hakim (judgement calls) harus dilakukan, berdasarkan informasi yang dikemukakan, analisis yang dilakukan secara hati-hati, dengan partisipasi penuh saksi dalam proses penilaian risiko (risk assessment) dan definisi tentang langkah-langkah perlindungan yang relevan. 4. Jangan Mengekspos Keselamatan Seseorang Jika Kita Tidak Dapat Melindungi Mereka Jika pengawas HAM tidak siap (karena alasan keamanan, atau mereka tidak punya kewenangan dan/atau tidak dapat melakukan perlindungan) untuk mengintervensi untuk kepentingan mereka untuk membantu memastikan keselamatan mereka, mereka tidak boleh membangun kontak dengan orang-orang yang keselamatannya akan diekspos. Ini adalah kewajiban profesional dan moral yang dikembangkan dari tanggung jawab profesional untuk melindungi saksi. 5. Tidak Boleh Berharap Berlebihan Pengawas HAM harus sadar atas apa yang dapat dilakukan mereka secara efektif, dan apa yang tidak dapat, dalam konteks perlindungan, sehingga dapat menjelaskannya secara rinci kepada orang-orang yang bekerja sama dengan mereka. Penjelasan harus diberikan sebelum mewawancarai mereka, agar mereka dapat menghargai dan mengukur risiko yang mereka ambil apabila mereka memutuskan untuk memberi informasi. 6. Menilai Risiko pada Tiap Kasus dan Setiap Langkahnya Sebelum melakukan kontak dengan sumber informasi penting atau dengan orang-orang yang kerja-samanya dianggap penting, pelaksana lapangan harus membuat, dalam tiap kasus, penilaian risiko yang mungkin terjadi pada orang-orang yang terlibat dengan mereka. Penilaian ini juga perlu dibuat untuk keselamatan diri mereka sendiri serta kerabatnya yang terlibat atau bekerja dengan mereka. Penilaian ini harus menjadi bagian dari penilaian keamanan secara umum dengan maksud untuk menganalisis situasi lokal, memahami faktor-faktornya, dinamikanya, pihak yang terlibat, kepentingan serta
metodenya, dan bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi keamanan dan kondisi penduduk lokal. 7. Selalu Mengkaji Tujuan Hak Asasi dan Humaniter Secara Konstan Pekerja HAM, humaniter dan lainnya, tidak boleh salah tafsir dengan keyakinan bahwa karena mereka bekerja untuk “kepentingan yang lebih besar” (misalnya “perlunya menetapkan kebenaran” atau “melaporkan terjadinya kekerasan”) mereka akan mengambil risiko dengan mengekspos kehidupan atau keselamatan orang lain dengan tujuan bahwa “inilah harga yang harus dibayar”. Siapa yang membayarnya? Mudah dan sangat tidak bertanggung jawab jika harus membayar harga demi ambisi seseorang. Apa yang melandasi hak seseorang untuk memutuskan risiko orang lain? Tidak sedikit pun kehidupan dan keamanan dapat direndahkan dan dikorbankan untuk “kepentingan yang lebih besar” yang diputuskan oleh orang lain. Seperti yang telah dibahas di atas, tidak ada yang lebih baik daripada berbuat sesuatu yang tidak membahayakan orang lain. Keamanan orang-orang yang berinteraksi di lapangan harus menjadi perhatian terus-menerus. Jika aktivitas mereka – anggap saja investigasi – membahayakan nyawa seseorang, meski aktivitas tersebut hanya mendokumentasi kasus tanpa mewawancarai mereka, maka investigasi ini harus ditangguhkan, baik sementara maupun seterusnya, tergantung perkembangan situasi. Mereka tidak boleh mengabaikan fakta bahwa tujuan pertama – dan kriteria penting sebuah keputusan – adalah untuk meningkatkan kondisi kondusif atas pelaksanaan HAM bagi setiap orang. Mereka juga harus tetap sadar bahwa apa yang sedang dilakukan untuk mencapai tujuannya, harus memastikan bahwa tindakan yang dilakukan dan konsekuensi yang timbul, harus disampaikan kepada saksi, secara proporsional dan tidak membahayakan. Ini disebut dengan judgement call (perintah untuk mengambil keputusan) dengan visi yang jelas tentang peran seseorang, tujuan, informasi yang baik dan analisis dampaknya.
PENGABAIAN yang dilakukan oleh pekerja HAM dan lainnya di lapangan mengenai perlindungan orang-orang yang bekerja sama dengan mereka akan mengakibatkan pelanggaran HAM serius – seperti penangkapan sewenang-wenang dan penahanan, penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi lainnya, pembunuhan, penghilangan atau kehilangan rumah, tanah, hak milik, pekerjaan, atau hak dasar lainnya serta kebebasan. Keadaan ini akan mendeskreditkan mereka, kantor dan organisasi mereka serta merendahkan kemampuan mereka untuk bekerja.
BAGIAN II-B PRAKTIK PERLINDUNGAN: METODE
A. PEDOMAN BAGI PEKERJA HAM, HUMANITER DAN LAINNYA DALAM PERLINDUNGAN SAKSI DAN ORANG-ORANG YANG BEKERJA SAMA DENGAN MEREKA
Dinamika Perlindungan Hak Asasi Manusia Perlindungan hak asasi adalah sebuah proses yang dinamis, saling terkait, inter-dependen dengan unsur-unsur yang saling terkait, yang dapat dilakukan secara terpisah atau simultan: • •
Tindakan perlindungan dimaksudkan untuk menghentikan kekerasan Tindakan pencegahan dimaksudkan untuk mencegah kekerasan dengan cara mengatasi akar-penyebab kekerasan dan berkontribusi pada kondisi lingkungan (secara politik, sosial, kultural, institusional dan hukum, dll.) yang kondusif untuk penghargaan dan perwujudan HAM.
Perlindungan dan Pencegahan Dua istilah ini adalah proses dialektis yang akan berkontribusi pada spiral peningkatan dan perusakan HAM. Dalam “spiral” ini, perlindungan harus mengarah pada pengembangan mekanisme pencegahan, yang pada gilirannya akan melindungi hak asasi dan pelaksanaannya. Kedua istilah ini saling melengkapi (komplementer) dan saling menguatkan – atau sebaliknya dapat memperlemah. Spiral ini “akan naik”, berarti meningkatkan perlindungan HAM, atau “turun” berarti mengarah pada meningkatnya kekerasan. Lingkaran Konsentris Perlindungan (dalam Kerja-Kerja Lapangan) Perlindungan diri sendiri dan staf > Perlindungan pembela HAM > Perlindungan saksi/sumber/informasi > Perlindungan korban kekerasan, dimulai dengan individu atau kelompok yang paling rentan > Perlindungan terhadap penduduk sipil secara umum.
1. Perlindungan Saksi dan Monitoring HAM Perlindungan saksi merupakan bagian yang penting dalam tanggung jawab perlindungan HAM bagi pemantau HAM dan penyelidik (investigator). Kerja-kerja HAM, dan khususnya monitoring HAM dan perlindungan HAM telah mengalami kemajuan secara profesional. Namun, tidak ada sekolah untuk mempelajarinya. Metode profesionalnya saat ini sedang dikembangkan, berdasarkan pengalaman yang dikumpulkan di lapangan dan transmisinya. Manual Pelatihan PBB untuk Monitoring HAM merupakan salah satu langkah ke arah sana. Pedoman tersebut digunakan sebagai salah satu rujukan di lapangan, yang berfokus pada perlindungan kategori spesifik terhadap seseorang – saksi,
yang dipahami dalam konteks yang lebih luas (lihat definisi pada akhir pedoman ini dalam “terminologi”). Pedoman berikut ini menunjukkan sebuah upaya, yang didasarkan pada pengalaman lapangan, untuk mengembangkan standar profesional dasar dalam wilayah perlindungan saksi dan orang-orang yang bekerja sama dengan pekerja HAM yang berisiko menerima bahaya pembalasan dendam. Jika mereka mengungkapkan pengalaman kerja HAM dan kemanusiaan terbaik di tahun-tahun lampau, mereka tidak bisa mengabaikan pentingnya mengutamakan kerahasiaan (prudence), analisis serta penilaian yang diharapkan dari orang-orang yang bekerja di lingkungan sensitif. 2. Pencegahan Buku pedoman ini berfokus pada tindakan pencegahan yang berkaitan dengan saksi – bagaimana mengurangi risiko mengekspos keselamatan saksi serta orang-orang yang berinteraksi dengan pekerja lapangan. Tanpa ada mekanisme internasional yang efektif untuk mengawasi keselamatan orang-orang yang bekerja sama dalam investigasi atau aktivitas HAM lain untuk melindungi mereka, maka pekerja lapangan harus memberikan perhatian khusus untuk melakukan pencegahan. Di luar tindakan perlindungan segera untuk mencegah atau menghentikan kekerasan, maka perlindungan jangka panjang akan sangat tergantung pada tindakan pencegahan. Pencegahan merupakan perhatian utama serta tujuan dari kerja-kerja HAM dan tindakan ini harus menuntun spektrum aktivitas secara luas – dari monitoring dan analisis sampai melakukan pelaporan atas perkembangan kerja-kerja HAM.1 Ini juga merupakan wilayah kerja perlindungan HAM di mana pekerja HAM adalah pihak yang paling efektif menerapkan pencegahan ini. Tindakan pencegahan dalam kaitannya dengan perlindungan saksi mensyaratkan penghormatan atas prinsip-prinsip dasar dan metode kerja yang memungkinkan dilakukannya aktivitas ini dengan syarat tidak membahayakan keselamatan orang lain. Ini perlu dilakukan secara hati-hati dan dipertimbangkan dalam setiap langkah yang mereka tempuh, dari mengidentifikasi sumber, pendekatan keamanannya, bertemu dan mewawancarai mereka serta menindaklanjuti dan menyimpan dengan baik informasi yang dikumpulkan, untuk menghindari atau mengurangi risiko akibat mengekspos keamanan mereka. Pencegahan adalah tanggung jawab utama pekerja HAM setiap waktu. Pencegahan ini juga menjadi perhatian bagi pekerja kemanusiaan, karena mereka juga ingin mengatasi akar masalah krisis kemanusiaan dan bukan hanya gejala-gejala krisisnya saja. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara mengembangkan dinamika, manfaat bersama dan kerja sama yang konstruktif dengan seluruh mitra potensial di negara tempat mereka bekerja (Pemerintah, masyarakat sipil, pekerja internasional) dengan tujuan untuk mempercepat dan mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi perwujudan HAM. Kemitraan merupakan bagian yang penting pada pendekatan ini. Kemitraan harus dilakukan dengan pemerintah lokal, masyarakat sipil (baik orang-orang dan organisasi yang berpengaruh), sistem badan PBB, institusi pemerintah lainnya (termasuk institusi keuangan), organisasi HAM dan humaniter internasional, misi diplomatik, badan-badan donor, media dan lain-lain. Tindakan preventif terbaik adalah yang berhasil membangun kondisi berkelanjutan (sustainable conditions) bagi perwujudan HAM. Beberapa pengalaman lapangan perwujudan HAM pada dekade 1
Lihat definisi yang dimaksud dalam konsep “Pembangunan Hak Asasi Manusia” dalam bagian terminologi (Daftar Istilah) dalam buku manual
belakangan ini menunjukkan bahwa rancangan kerja yang dilakukan secara hati-hati,2 staf dan sumber daya yang memadai dan program pembangunan HAM PBB, yang mengintegrasikan lingkup aktivitas pendukung kerja-kerja HAM, merupakan kendaraan yang unik untuk mempercepat dan mengembangkan kondisi-kondisi tersebut. 3. Perlindungan
Definisi Umum Pada Lokakarya tentang Perlindungan pada awal 1999 yang diselenggarakan oleh ICRC, yang melibatkan 50 organisasi HAM dan kemanusiaan, sebuah konsensus dicapai tentang definisi konsep perlindungan HAM dan humaniter: Maksud – Konsep perlindungan meliputi seluruh kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh penghargaan hak-hak individu yang terkait dengan semangat hukum badanbadan PBB yang relevan (misalnya, hak asasi manusia, hukum humaniter dan pengungsi). Definisi – “Setiap tindakan, yang konsisten dengan tujuan seperti yang disebut di atas, dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menghargai manusia, mencegah dan/atau menghapuskan dampak langsung dari pola kekerasan tertentu, dan memperbaiki kondisi hidup seperti yang diharapkan melalui reparasi, restitusi dan rehabilitasi. Perlindungan dibagi menjadi 3 bagian kegiatan: Tindakan responsif – setiap perbuatan dilakukan sebagai respon atas munculnya atau terjadinya pola kekerasan dan dimaksudkan untuk mencegah berulangnya kekerasan tersebut, menghentikannya dan/atau menghindari dampak langsungnya. Tindakan perbaikan – setiap perbuatan yang dimaksudkan untuk mengembalikan martabat seseorang dan memastikan kondisi hidup seperti yang diinginkan melalui rehabilitasi, restitusi, kompensasi dan reparasi. Tindakan membangun lingkungan – setiap perbuatan yang dimaksudkan untuk menciptakan dan/atau mengkonsolidasikan sebuah lingkungan – politik, sosial, kultural, institusional, ekonomi dan hukum – yang kondusif dalam penghargaan hak-hak asasi manusia. Modus aksi utama dalam perlindungan diidentifikasi sebagai berikut: Memastikan pelaksanaan tanggung jawab pihak berwenang (baik aktor negara maupun non-negara): •
2
Pengaduan – menekan pihak berwenang melalui diskusi publik agar mengambil tindakan dalam memenuhi kewajibannya dan melindungi orang-orang atau kelompok yang berisiko menerima kekerasan. Tindakan ini secara khusus perlu diambil apabila Berdasarkan pada penilaian kebutuhan yang independen, objektif, imparsial, profesional.
•
kekerasan terjadi dengan sengaja, melibatkan sejumlah besar orang, dan membatasi akses serta menutup dialog dan kerja sama langsung. Persuasi – meyakinkan pihak berwenang melalui dialog dan menawarkan kerja sama untuk mengambil tindakan dalam memenuhi kewajiban mereka untuk melindungi orang-orang atau kelompok yang diekspos ke publik dan berisiko mengalami kekerasan. Hal ini memungkinkan apabila terdapat keinginan untuk membatasi atau menghentikan kekerasan. Syarat lainnya adalah akses dan dialog langsung serta kerja sama. Namun tindakan ini membatasi dibukanya kebenaran ke publik.
Menyiapkan layanan langsung (direct services) •
•
Ganti rugi – bantuan langsung kepada penerima manfaat (beneficiaries). Ini memungkinkan selama keadaan darurat dan/atau tidak ada respon dari pihak yang berwenang atau tidak ada sumber daya yang memadai. Kondisi ini tidak memerlukan dialog dengan pelaku kekerasan. Tapi dampaknya jangka pendek (selama bantuan dan akses ini tersedia). Dukungan terhadap struktur – untuk mendukung struktur lokal dan nasional yang ada melalui kerja sama proyek yang memungkinkan mereka untuk menjalankan fungsi mereka. Kerja ini memungkinkan dengan memanfaatkan kapasitas lokal. Dukungan ini bersifat politis dan ekonomis dengan menggunakan struktur yang ada (yang dilihat secara positif dan negatif). Namun dialog dengan pihak yang berwenang yang bertanggung-jawab atas kekerasan (yang mungkin saja dianggap kontroversial bagi beberapa kalangan) dapat membuka jalan untuk membangun kerja sama secara lebih baik.
Diadaptasi dari: Growing the Shehering Tree, Protecting Rights Through Humanitarian Action, Komite Antar-Badan PBB, 2002, hlm. 11-15; dan dari Strengthening Protection in War, a Search for Profesional Standards, Komite Internasional Palang Merah, Jenewa, 2001, hlm. 17-26.
Fungsi utama pekerja HAM dan kemanusiaan PBB di lapangan adalah bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat, di tingkat lokal dan internasional untuk mendukung, apabila diperlukan, upaya-upaya mereka untuk memajukan dan melindungi hak asasi manusia. Mereka umumnya tidak memiliki peran atau kewenangan, perlindungan secara langsung. Meski mereka mempunyai mandat khusus untuk melakukan hal tersebut (dan mereka mempunyai mandat tersebut) namun mereka tidak dapat memaksa pemerintah untuk menjalankan tanggung jawab perlindungan. Namun mereka mampu dan dapat mendorong pemerintah – kadang-kadang menekan pemerintah – untuk menjalankan tanggung jawab ini, dan menawarkan bantuan yang diperlukan untuk menerjemahkannya ke tindakan yang diperlukan.3 Peran perlindungan yang dilakukan pekerja HAM dan kemanusiaan biasanya tidak langsung. Perlindungan ini termasuk melakukan dialog dan kerja sama dengan pihak pemerintah yang terkait untuk menarik perhatian mereka atas situasi hak asasi yang memerlukan tindakan mereka – baik jangka pendek maupun jangka panjang – untuk menghentikan atau mencegah kekerasan, melakukan investigasi, memproses secara hukum dan tindakan lain yang diperlukan untuk menyelesaikan kekerasan di masa lalu, dan/atau mengembangkan dan menjalankan reformasi, yang mencegah terulangnya 3
Definisi tambahan tentang perlindungan HAM, monitoring dan investigasinya, lihat bagian terminologi pada akhir buku ini.
kekerasan dan memastikan dilaksanakannya hak-hak asasi rakyatnya. Dalam hal ini, peran perlindungan ini memerlukan informasi terkini, relevan, objektif dan terpercaya yang diberikan kepada pihak berwenang dan mendorong mereka mengambil langkahlangkah yang diperlukan. Dalam hal ini, mereka dapat menawarkan dukungan PBB dan lainnya untuk menganalisis isu, merancang dan melaksanakan penyelesaian kasus (remedies). Pada saat pemerintah dan mitra utama mereka mengupayakan pemajuan dan perlindungan HAM, aktor masyarakat sipil, dan masyarakat pada umumnya harus dilibatkan dalam proses membentuk masyarakatnya dengan pendekatan partisipatif. Dalam hal ini, pekerja HAM biasanya harus menyeimbangkan tindakan mereka dalam hal kekerasan yang dialami oleh inidividu dengan analisis akar penyebab kekerasan, polapola kekerasan dan mekanisme serta kondisi yang mendorong kekerasan, dalam rangka mendampingi pemerintah dan masyarakat untuk memformulasi tanggapan mereka, yang menjamin perwujudan hak asasi secara benar. Sementara tindakan-tindakan tersebut dan kegiatan-kegitan lainnya dilaksanakan secara ”melawan arus”, di tingkat negara di mana norma-norma ditaati, semua tindakan dan kegiatan tersebut sangat erat kaitannya dengan kerja-kerja perlindungan yang ”sesuai arus utama” yang mengembangkan norma-norma internasional, memajukan perwujudannya secara internasional, pemantauan pelaksanaannya oleh negara-negara anggota, dan menegosiasikan mandat serta perjanjian kerja sama. Intervensi dengan pemerintah yang berwenang tentang hak asasi manusia secara potensial bersifat kontroversial dan sensitif. Intervensi ini memerlukan akses ke seluruh tingkat pemerintah yang berwenang, kemampuan untuk membangun, mengembangkan dan menjaga dinamika dialog dan kerja sama konstruktif yang tidak konfrontatif. Bukan berarti ketegangan harus dihindari. Ketegangan adalah elemen yang sehat atas sebuah hubungan. Karena, hal ini menyangkut perubahan sikap antara pemerintah dengan masyarakat yang merupakan unsur utama dalam kerja-kerja HAM. Ketegangan kadangkadang diperlukan untuk mencegah pelanggaran HAM. Ini adalah kondisi yang diperlukan untuk dinamika perubahan dalam kerja sama HAM.
Tantangan Tantangan utama yang harus dipecahkan oleh pekerja HAM adalah mempercepat terjadinya dialog konstruktif dengan pemerintah dan institusi yang relevan, juga mitra terkait, termasuk PBB, dalam menegakkan prinsip-prinsip yang tertuang pada normanorma internasional yang menuntun tindakan mereka.
Dalam keadaan di mana pemerintah yang berwenang gagal melaksanakan tanggung jawab perlindungannya, maka pekerja HAM harus berperan lebih aktif dan terkadang harus berperan melindungi orang-orang atau kelompok yang sebagian besar hak-hak dasarnya terancam (seperti hak untuk hidup, keamanan, integritas, kebebasan, dan lainlain). Peran pengecualian ini kadang-kadang dapat dilaksanakan bekerja sama dengan pemerintah yang berwenang dan dengan pihak-pihak tertentu di antara mereka, namun kadang-kadang kerja sama ini dapat saling bertentangan satu sama lain. Dalam keadaan seperti ini – seperti krisis kemanusiaan, negara dalam keadaan darurat, ketegangan sipil, kudeta dan konflik politik lainnya yang melibatkan represi terhadap orang-orang atau kelompok tertentu – pekerja HAM harus mengambil keputusan sementara berdasarkan
apa yang dimandatkan kepada mereka untuk memberikan perlindungan fisik bagi korban atau pihak yang berpotensi menjadi korban pelanggaran HAM. 4. Melindungi “Hak-Hak” Saksi untuk Memberikan Kesaksian4 Sebagai contoh ilustratif, bagian ini akan mengupas tentang korban dan saksi kekerasan seksual. Ketiganya relevan untuk dilindungi “hak-haknya” untuk memberikan kesaksian bagi individu atau kelompok yang mengalamai berbagai kekerasan. Kemampuan korban atau saksi untuk memberikan kesaksian tentang kekerasan seksual tanpa rasa takut mengalami pembalasan dendam sangat penting untuk menetapkan fakta tentang kekerasan yang dialaminya, untuk menuntut pelaku, untuk memahami sifat kejahatan dan dampaknya pada korban, serta membantu merancang mekanisme untuk melindungi mereka dari kekerasan atau setelah kekerasan terjadi. Korban dapat meliputi perempuan, laki-laki, orang dewasa dan anak-anak. Meski kekerasan tersebut terjadi pada konflik bersenjata atau tidak, kekerasan seksual harus didokumentasi dan dipahami dengan baik agar dapat ditindaklanjuti.5 Dalam konflik, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan sering kali digunakan sebagai alat perang. Perempuan didiskriminasi dan dijadikan korban karena jenis kelamin mereka, gender, etnis atau agama yang dianutnya, dan diasosiasikan sebagai “musuh”. Laki-laki juga dapat menjadi korban kekerasan seksual atau kekerasan demi kesenangan musuh dan juga disakiti, dihina, direndahkan atau diserang “kelaki-lakiannya” dalam kaitannya dengan nilai-nilai budaya yang dilekatkan pada laki-laki, status, citra serta kekuasaan. Di masa damai, kejadian, bentuk dan jenis kekerasan seksual mungkin sulit dipahami dan didokumentasi, karena realitasnya cenderung dikaburkan, ditolak atau ditindas oleh mekanisme sosial budaya yang berkuasa, seperti: • • • • • • • • • •
4
Nilai-nilai moral yang dilekatkan pada perempuan yaitu keperawanan sebelum menikah Konsep budaya tentang maskulinitas Asosiasi terhadap tubuh perempuan (meski setelah terjadi kekerasan seksual) dengan perendahan dan dosa Asosiasi dengan kontak seksual ilegal (illicit/illegal sexual contacts) yang merusak dan dipandang sebagai dosa Korban malu bicara tentang kekerasan seksual Intimidasi oleh, atau rasa takut atau pembalasan dendam dari, pelaku Penerimaan kekerasan seksual dianggap sebagai bentuk kekerasan yang tidak dianggap penting Dampak sosial kekerasan seksual untuk korban dan keluarganya Ketidakinginan, ketidakmampuan, merasa malu jika berurusan dengan kebijkan atau hukum Penolakan umum, perbedaan atau rasa malu dihadapi laki-laki, karena selama ini lakilaki dianggap sebagai kelompok produktif, kekuasaan dan ekspresif, untuk membiarkan diskusi pribadi atau diskusi publik atas sebuah isu yang mempertanyakan otoritas dan tanggung jawab mereka
Tidak ada hak hukum untuk memberikan kesaksian. Lihat tentang hal ini dalam “Methodology for Gender-sensitive Research” dan ”Documenting Human Rights Violations by State Agents: Sexual Violence” oleh Agnes Callamard, 1999, ICHRDD, dan Amnesty Internasional. 5
• •
•
Atomisasi/pengecilan atas fenomena ini (meski kekerasan terjadi secara luas) karena sulitnya mendokumentasi kasusnya Tidak adanya tempat yang layak bagi korban untuk bisa bicara tentang pengalamannya, tempat mengadu atau menerima perlindungan yang memadai (misalnya kurangnya organisasi kesehatan, psikologis atau masyarakat sipil, yang memberikan lingkungan yang nyaman bagi korban untuk mengungkapkan membagi, mendokumentasi serta menyelesaikan kasusnya Meski jaringan rujukan bagi korban ada, sulitnya bicara tentang kekerasan seksual karena seks sering diasosiasikan dengan privasi, keintiman dan tabu.
Faktor-faktor tersebut secara beragam mempengaruhi korban kekerasan seksual dalam bereaksi. Dalam banyak kasus, mereka sulit mengungkapkan kekerasan yang dialaminya. Pengalaman dari berbagai budaya menunjukkan bahwa mereka sering berkeinginan untuk membuka kasusnya, utamanya karena ingin mendapatkan dukungan dan bantuan serta mengadukan serta mencari keadilan, untuk itu perlu diciptakan lingkungan yang memungkinkan mereka untuk berbicara tentang kekerasan yang dialaminya, memberikan perlindungan bagi mereka dari serangan balasan atau dendam sebagai konsekuensi (sosial, ekonomi dan budaya). Tidak adanya langkah-langkah perlindungan selama tahun pertama Pengadilan Rwanda menyebabkan sulitnya perempuan korban kekerasan seksual, dan saksi untuk memberikan kesaksiannya.6 Mereka sulit meneruskan kasusnya karena takut mendapatkan pelecehan, intimidasi, kekerasan lain; termasuk kematian (kematian fisik atau “sosial”). Pendekatan yang tidak hati-hati dalam memberikan perlindungan saksi akan berakibat pada intimidasi, pelecehan, kemiskinan, luka atau kematian. Para saksi dilaporkan dibunuh, dilukai atau hilang selama kembali ke Rwanda setelah memberikan kesaksian di ICTR karena tidak ada perlindungan untuk mereka.7 Faktor lain yang dapat menghalangi atau mencegah korban bersaksi antara lain karena tidak ada anggaran untuk melakukan perjalanan (travelling), sulitnya memperoleh akses ke organisasi di mana mereka bersaksi, mendapatkan perawatan dan perlindungan, serta kurangnya informasi dan saran, prosedur untuk rujukan, kesadaran gender dan pelatihan bagi pekerja sosial dan investigator. Perlindungan atas kemampuan saksi dan korban untuk memberikan kesaksian harus diberikan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Para penyelidik HAM, pekerja sosial dan kemanusiaan yang bekerja dengan korban kekerasan seksual harus sensitif bahwa kesaksian yang dilakukan setelah masa trauma (past-trauma) dapat membahayakan bagi korban dan dapat membuat mereka mengalami trauma kembali. Mereka perlu menawarkan korban kemungkinan untuk menceritakan pengalamannya jika mereka bersedia, menyediakan layanan yang sensitif bagi korban serta menciptakan lingkungan yang membuat mereka nyaman untuk bersaksi, dan tidak memaksa korban untuk bersaksi. Memberikan kesaksian tentang kekerasan seksual atau trauma lain tidak boleh menjadi cobaan kedua bagi mereka, atau menjadi beban, secara keuangan atau lainnya, bagi orang-orang rentan. Sebaliknya, kesaksian mereka seharusnya berkontribusi untuk proses penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi. 6
Lihat Connie Walsh, “Witness Protection, Gender and the ICTR”, laporan disiapkan oleh Centre for Institutional Rights, International Centre for Human Rights and Democratic Development, International Women’s Rights Clinic dan MADRE, 1997; dan surat yang ditunjukkan kepada Louise Arbour oleh Coalition on Women Human Rights in Conflict Situations, about the ICTR, tanggal 17 Oktober 1997. 7 Lihat ibid., hlm.1-2
Testimoni korban dan saksi kasus-kasus pelanggaran HAM harus difasilitasi perangkat sebagai berikut: • • •
•
• • • • •
•
8
Kesabaran, sensitivitas, serta kebijaksanaan Upaya untuk mendokumentasikan kasus (berat-ringan, akar masalah serta hambatan dalam mengatasi kasus tersebut, dll.) dengan menggunakan informasi yang ada (dari perkumpulan perempuan, NGO HAM, pengacara HAM dll.) Menggunakan jaringan yang tepat untuk komunikasi korban/saksi dalam memberikan kesaksiannya serta pendekatan bagi saksi (LSM lokal atau internasional, serta jaringan masyarakat atau kelompok-kelompok lain, termasuk organisasi perempuan, kelompok profesi kedokteran atau organisasinya) untuk menyediakan lingkungan yang kondusif termasuk memfasilitasi identifikasi serta kontak dengan saksi, mendorong mereka untuk bersaksi; menyediakan dukungan serta perlindungan.8 Penetapan kerja sama dengan berbagai organisasi (yang memberikan saran-saran yang bermanfaat) atas prosedur atau memfasilitasi akses korban dan saksi kepada tim penyelidik untuk mengajukan komplain atau memberikan kesaksiannya. Yang perlu dipertimbangkan lagi adalah pentingnya diskresi dalam mengakses korban ke pengadilan untuk menghindari publik dan melakukan kontak secara langsung antara korban dengan penyelidik, bukan ke pelaku.9 Penerimaan dan wawancara dengan korban dan saksi oleh petugas (laki-laki dan perempuan) yang telah mendapat pelatihan sensitivitas gender, termasuk penerjemah dan orang-orang yang terlibat dalam wawancara.10 Pengelolaan kasus secara hati-hati oleh penyelidik akan berkontribusi pada penghargaan atas kehati-hatian dan perlindungan identitas korban. Rujukan rahasia bagi korban kepada pihak rumah sakit yang berpengalaman dan kompeten serta bantuan hukum, sosial dan psikologis. Bantuan keuangan atau logistik yang diperlukan (untuk memberikan bantuan transportasi bagi korban, biaya hidup selama perjalanan dan selama memberikan sesaksian, dll.). Tindak lanjut dan jaminan bagi perlindungan perempuan yang memberikan kesaksian di pengadilan, sebelum, selama dan setelah kesaksian dan/atau pengadilan selama risiko pembalasan dendam dari pelaku sudah tidak mengancam lagi (ini mensyaratkan adanya jaringan rumah aman atau shelter yang dilindungi, di mana saksi dan korban ditempatkan dalam waktu yang diperlukan, relokasi ke negara lain, evakuasi sementara ke negara tetangga; atau penempatan di sebuah negara dengan suaka, baik sementara maupun seterusnya). Dukungan yang memadai untuk menjamin kehidupan orang-orang yang telah direlokasi atau ditempatkan sebagai konsekuensi dari keputusannya memberikan kesaksian.
Penggunaan jaringan melalui pemerintah lokal sangat penting. Dalam beberapa kasus, pemberian kesaksian dapat menyebabkan korban menderita lebih parah atau membuat mereka enggan bersaksi dan mendiskreditkan kerja-kerja perlindungan yang dilakukan. 9 Lihat panduan di atas tentang sumber-sumber yang dapat didekati, dan perlindungan preventif sebelum, selama dan setelah wawancara. 10 Perempuan tidak serta merta kompeten untuk menjadi pewawancara perempuan korban kekerasan seksual. Ini juga berlaku pada laki-laki. Pemantau dan penerjemah baik laki-laki maupun perempuan harus mendapatkan pelatihan yang memadai untuk mewawancarai korban kekerasan seksual yang berbeda jenis kelaminnya.
•
Bantuan sosial, ekonomi serta bentuk-bentuk dukungan lain serta perlindungan bagi kelurga korban (anak-anak janda, ibu-ibu yang memberi kesaksian, dan sedang dilindungi, dll.).
Frekuensi dan kunjungan spontan korban atau saksi ke kantor Anda merupakan indikator positif atas kemampuan akses dan kepercayaan diri korban dan saksi. Ini adalah masalah sensitif, karena itu penting sekali untuk tidak berasumsi secara berlebihan, atau menyimpulkan secara terburu-buru atas sebuah kejadian. Pendekatan kasus per kasus menjadi sangat penting, setidaknya pada awal dimulainya sebuah investigasi, dengan maksud untuk mempertimbangkan risiko tiap kasus serta memutuskan respon yang diberikan pada setiap langkah proses. Pekerja HAM dan kemanusiaan mempunyai peran penting untuk memastikan bahwa korban dan saksi kekerasan perlu diberi alternatif yang memadai – misalnya kemungkinan mereka untuk bersaksi atas pengalaman yang mereka hadapi jika bersedia, tanpa takut adanya pembalasan dendam dan mencari perlindungan. Ini mensyaratkan adanya sumber daya yang efektif untuk mendukung dan melindungi mereka dari ancaman pembalasan dendam. Mereka perlu memahami bahwa perlindungan tersebut, dalam situasi damai, dan bahkan dalam situasi perang atau keadaan darurat, merupakan hal kompleks dan memerlukan biaya termasuk sumber daya dan investasi personal, material dan kemanusiaan. Perhatian khusus untuk tiap kasus individu dan tindak lanjut efektif memakan waktu (time consuming). Skala masalah – terutama jika perlindungan fisik secara efektif diperlukan, termasuk relokasi dan evakuasi ke negara atau wilayah lain – dapat melampaui sumber daya perwujudan HAM. Kerja-kerja ini dapat melibatkan kerja sama erat dengan penguasa berwenang di tingkat nasional. Namun juga mensyaratkan tindakan terpisah dan rahasia, tergantung dari kebijakannya, praktik serta sikapnya. 5. Kerangka Kerja Perlindungan Perlindungan saksi adalah salah satu aspek dari proses investigasi dan pendokumentasian kasus-kasus pelanggaran HAM, yaitu sebuah aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari isu yang lebih besar yaitu pembangunan oleh misi hak asasi (atau kemanusiaan) dari pendekatan, kerangka kerja dan strategi perlindungan. Perlindungan dimulai dari rumah dan berujung pada lingkaran konsentris dari perlindungan yang difasilitasi oleh staf HAM serta aktivitas perlindungan saksi, sumber dan informasinya, serta mitra perlindungan (khususnya pembela HAM dan masyarakat sipil, yang turut berperan dalam perlindungan), korban pelanggaran HAM dan masyarakat pada umumnya. Investigasi dan perlindungan merupakan dua sayap burung HAM. Investigasi pelanggaran HAM tidak berakhir dengan sendirinya tanpa harus dilakukan upaya untuk menyelesaikannya. Mereka tidak dapat, dan seharusnya tidak diperbolehkan melakukan investigasi ini apabila tidak memahami betul apa yang harus dilakukan, dan jika keinginan ini tidak diterjemahkan dalam tindakan dengan tujuan untuk melindungi HAM. Perlindungan HAM dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari kekerasan yang dialami korban, keadilan serta bentuk transisi keadilan, namun semuanya dimaksudkan untuk melindungi orang-orang dari penyalahgunaan kekuasaan dan mereduksi impunitas pelaku serta kejahatan yang akan terjadi di masa mendatang. Perkembangan strategi HAM membutuhkan identifikasi norma-norma HAM atau kemanusiaan yang dapat diterapkan, dengan menggunakan sumber daya berdasarkan pelaksanaannya, oleh para pelaku perlindungan utama, kemitraan potensial dan aktual
yang akan dikembangkan, serta kesiapan untuk melakukan intervensi kepada penguasa berwenang untuk menghentikan atau mencegah kekerasan. 6. Perwujudan HAM: Pencegahan dan Perlindungan secara Umum 6.1. Rekruitment seluruh Staf secara Hati-Hati Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, monitoring HAM merupakan aktivitas profesional yang berimplikasi pada tanggung jawab besar yang terkait dengan kehidupan, keamanan, integritas, kebebasan serta kemanusiaan. Tanggung jawab tersebut tidak dapat diabaikan and ditinggalkan. Rekruitmen staf yang berkualitas merupakan pilar utama dalam strategi perlindungan dan perwujudan hak asasi serta kerja-kerja kemanusiaan. Rekruitmen yang berkualitas harus menjadi perhatian. Rekruimen tidak hanya dimaksudkan untuk mencari orang-orang yang paling profesional dan berkualitas, tetapi juga mempertimbangkan implikasi atas peran dan tanggung jawab perlindungan yang mereka berikan. Semua staf yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, pada kerja-kerja atau informasi sensitif harus direkrut secara hati-hati. Dengan pertimbangan rekruitmen staf lokal, perhatian khusus harus diberikan pada seleksi pegawai yang menangani informasi dan lapangan, penerjemah, sopir, bagian penerima tamu (receptionist), asisten komputer, sekretaris, petugas data base serta semua pihak yang berkemungkinan melakukan kontak dengan saksi atau sumber informasi atau staf yang kemungkinan mempunyai akses atas informasi penting. Prosedur rekruitmen secara detail harus dikembangkan termasuk penilaian hati-hati atas latar belakang kandidat (calon) staf dengan melakukan pencarian informasi (cek) kepada orang-orang tertentu dan organisasi yang kenal dengan mereka. Penilaian ini juga meliputi pengalaman politik di masa lalu, preferensi, afiliasi atau kaitannya dengan penguasa, partai atau kelompok politik. 6.2. Pelibatan Staf Lokal dalam Kerja-Kerja Monitoring dan Perlindungan Pelibatan staf lokal dalam kerja HAM yang sensitif, seperti monitoring dan investigasi, menjadi penting dalam rangka mengamankan akses atas informasi penting dengan cara rahasia dan efisien. Khususnya apabila mereka memahami kasus ini dengan realitas yang kompleks di negara mereka, seperti situasi politik, kondisi keamanan, kultur politik serta kebiasaan masyarakat lokal, dll. Pelibatan tersebut berimplikasi pada dua aspek perlindungan: perlindungan mereka sebagai staf, saksi atas pelanggaran HAM atau situasi serta sumber informasi tentang mereka; dan tanggung jawab mereka untuk menghargai kerahasiaan informasi yang diterima mereka selama kerjanya, melindungi sumbernya. Dalam kasus pertama keputusan politik harus dibuat untuk menentukan tingkat keterlibatan staf nasional dalam kerja-kerja yang sensitif. Pengumpulan informasi oleh staf nasional tidak hanya mengekspos keselamatan mereka, tetapi juga meningkatkan risiko bahwa informasi rahasia tidak seluruhnya dapat dilindungi. Mereka juga dapat mengabaikan tugas untuk melindungi kerahasiaan informasi demi loyalitas politik mereka atau dijadikan objek tekanan (pressure), intimidasi atau ancaman kekerasan terhadap mereka atau keluarga mereka. Prinsip pertama dalam hal ini adalah pengumpulan sistematis dan analisis atas informasi sensitif harus menjadi hak prerogatif staf ekspatriat. Karena statusnya sebagai pekerja PBB, mereka biasanya, meski tidak selalu, mendapatkan perlindungan lebih baik dibandingkan staf nasional dari kemungkinan terjadinya tindak pembalasan dendam dalam kaitannya dengan kerja mereka.
Prinsip kerja kedua adalah keperluan praktis (practical necessity) untuk mengadopsi dan mengimplementasikan kebijakan yang tegas menyangkut kewajiban rahasia dan loyalitas institusional. Prinsip kerja ketiga adalah mengembangkan dan mempertahankan semangat kerja tim di antara kolega dengan penghargaan, kepercayaan dan keyakinan. Tidak satu pun pekerja HAM, atau pekerja kemanusiaan dapat bekerja secara efektif di lapangan tanpa kerja sama dengan staf nasional, yang mempunyai akses atas informasi sensitif. Meski tidak ada jaminan pasti, namun pengalaman menunjukkan bahwa penghargaan timbal balik (mutual respect), keterlibatan mereka dalam tanggung jawab kerja dan kepercayaan akan menjamin kerahasiaan dan loyalitas organisasi lebih dari pernyataan tertulis atas tugas-tugas yang harus mereka jalankan. Pengalaman juga menunjukkan bahwa staf ekspatriat tidak selalu loyal pada institusi yang mempekerjakannya dan kerja-kerjanya tidak konsisten dengan tanggung-jawabnya. Pertimbangan secara hati-hati harus dilakukan dengan melihat berbagai aspek isu, termasuk perlindungan atas informasi serta sumbernya, keamanan staf yang terlibat, serta keamanan dan integritas misi, serta kompetensi profesional, keseriusan dan dedikasi staf, kebebasannya menjalankan kerja-kerjanya, penilaian logis atas risiko yang akan dihadapi, situasi tertentu yang menjamin asuransi maksimal, komitmen jelas oleh kantor/pelaksana untuk memastikan perlindungan bagi mereka, termasuk jika diperlukan, melalui evakuasinya serta keluarga mereka ke luar negeri, baik sementara atau seterusnya, dengan konsekuensi jangka panjangnya. Pembagian kerja yang mungkin dilakukan pada staf nasional adalah pengumpulan informasi yang terkait dengan kasus-kasus biasa. Dalam situasi yang sensitif, mereka harus selalu didampingi dengan staf internasional, dan diperkenalkan sebagai penerjemah. Penerjemah harus netral dan untuk alasan ini mereka tidak boleh bias dan tidak diekspos ke publik. 6.3. Kontrak, Pernyataan Sumpah dan Masa Percobaan Kontrak kerja yang dibuat untuk seluruh staf harus memuat ketentuan-ketentuan yang jelas terkait dengan loyalitas kepada lembaga dan penghargaan atas kerahasiaan. Kontrak tersebut berisi pernyataan tentang kewajiban staf dan mereka harus menandatangani kontrak tersebut. Kontrak harus menerapkan masa percobaan secara efektif selama lebih dari 3 bulan, dalam rangka mengawasi perilaku, menguji kompetensi profesionalitas mereka dalam kaitannya dengan penghargaan atas kerahasiaan, imparsialitas, independensi dan loyalitasnya. Kemampuannya untuk memberikan perlindungan bagi saksi harus terus diawasi dan akses mereka atas informasi yang sensitif dibatasi. 6.4. Pelatihan HAM secara Umum bagi Seluruh Pekerja dan Pegawai HAM Seluruh staf dari pelaksana kerja-kerja HAM, ekspatriat dan staf lokal, harus mendapatkan pendidikan pada awal kerjanya, diikuti dengan pelatihan tematis tentang aspek-aspek kerja, implikasinya dalam konteks perlindungan informasi, saksi dan sumbernya. Ini akan membantu mereka untuk terbiasa dengan konsep dasar dan prinsip operasional, dilema yang dihadapi saat bekerja, akan membantu mereka mengambil keputusan, serta membangun budaya profesional dan semangat kerja dalam tim. 6.5. Induksi Tepat bagi Staf Nasional untuk Misi Etika Profesional
Ini dapat dilakukan melalui pelatihan pendahuluan, seperti yang didiskusikan di atas pada bagian 4.4. Setiap staf baru yang direkrut harus diinformasikan dan mendapatkan penjelasan tentang apa tugas-tugas diskresi mereka serta aspek kerahasiaan yang harus dijaga (devoir de reserve), imparsialitas, objektivitas, independensi politik dan loyalitas kelembagaan, yang diharapkan dari mereka setiap saat, termasuk di luar jam kerja, atau habisnya masa kontrak. Penting untuk menerapkan aturan yang jelas dengan orang-orang yang terlibat di sini, dan harus diperjelas, secara kredibel, bagaimana melindungi keamanan saksi serta sumber informasi, serta orang-orang dan programnya sendiri, apa saja yang tidak bisa diterima dan diberi sangsi, termasuk penolakannya (dismissal). 6.6. Rekruitmen dan Training bagi Penerjemah dan Lainnya yang Terlibat dalam Kerja-Kerja Sensitif Menyangkut Tugas Rahasia Mereka Rekruitmen penerjemah harus mempertimbangkan keseimbangan gender dan etnis negara, bahasa dan keragaman agama, dengan maksud untuk memfasilitasi kesaksian saksi dari berbagai kelompok dan mengurangi risiko diskriminasi yang terkait dengan kerahasiaan. Pelatihan ini juga harus fokus pada pemahaman yang jelas atas peran dan tanggung jawab yang terkait dengan perlindungan atas informasi yang diperoleh dan ditangani, saksi-saksi serta sumber informasi lainnya: • • • • • •
Penjelasan tentang aturan kerahasiaan (rule of confidentiality), maksud dan tujuannya serta kewajiban untuk memegang teguh aturan tersebut sepanjang waktu, termasuk di luar jam kerja Penanganan secara aman, termasuk penyimpanan atas catatan-catatan terjemahan, buku catatan serta dokumen lain yang memuat referensi kepada informan atau informasi sensitif lain Tidak menyebutkan nama-nama saksi atau sumber informasi selama wawancara dengan saksi baru, kecuali disetujui oleh supervisornya Mengarsip seluruh informasi sensitif pada lemari yang aman dan terkunci sebelum meninggalkan kantor pada jam pulang, sehingga mereka tidak meninggalkannya di atas meja atau di rak setelah jam kerja Mengkaji prosedur pelaksanaan kerja yang terkait dengan perlindungan saksi sebelum melakukan wawancara dengan mereka Selalu mengingat seluruh prinsip ini secara rutin, untuk memastikan bahwa para penerjemah merupakan bagian dari staf profesional.
6.7. Penerimaan Saksi yang Berisiko di Kantor PBB Setiap misi harus memiliki prosedur jelas dan praktis yang dirancang untuk menerima pengunjung yang sensitif (sensitive visitors) di kantor PBB yang akan mengurangi risiko mengekspos keamanan mereka (misalnya saksi pelanggaran HAM, para saksi, anggota keluarga, anggota kelompok oposisi, kritikus politik, jurnalis, aktivis HAM, pejabat yang bersahabat, dll.). Prosedur ini harus dielaborasi bersama dengan staf yang paling berpengalaman di kantor tersebut (baik nasional maupun internasional), dan dengan saran dari Koordinator Keamanan (Security Coordinator). Prosedur ini akan mempertimbangkan unsur-unsur berikut:
• • • • • • • •
Jumlah staf yang terlibat dalam menangani pengunjung sensitif ini harus dibatasi hanya pada bagian-bagian tertentu (penjaga keamanan, resepsionis, penerjemah, sopir) Staf yang terlibat tidak boleh berbicara tentang hal ini ke orang lain di dalam atau di luar kantor Jika memungkinkan, pengunjung sensitif harus diterima secara langsung di pintu utama kantor oleh petugas yang berwenang (pemantau, asistennya/penerjemah) Anggota staf yang menerima pengunjung sensitif harus memastikan bahwa dia ada di kantor pada saat pengunjung tersebut tiba, untuk menghindari eskposnya ke staf lain, atau dapat diidentifikasi oleh pengunjung lain Penting untuk menyarakan pengunjung tersebut untuk menulis nama pendeknya saja di resepsionis Staf penerima tamu (resepsionis) harus diinformasikan bahwa ia sedang menunggu orang tertentu dan harus segera membawa orang tersebut langsung ke pihak yang berkompeten Jika diskresi tidak bisa dilakukan, maka harus dilakukan kontak langsung, baik setelah jam pulang, atau bertemu di luar kantor Perlu disediakan ruang tunggu terpisah di kantor tersebut, sehingga pengunjung sensitif tidak menunggu di ruang penerima tamu atau di teras kantor.
6.8. Aspek-Aspek Perlindungan yang Terkait dengan Pemilihan Lokasi Kantor Pemilihan lokasi kantor dalam konteks membangun kantor HAM baru, atau perluasan atas kantor di propinsi baru, harus menetapkan kriteria perlindungan saksi dan pengunjung sensitifnya, dalam rangka menjaga kerahasiaan mereka pada waktu mondarmandir di kantor tersebut, atau evakuasi terhadap mereka dalam keadaan darurat. Kriteria tersebut meliputi lokasi kantor di tempat sibuk, atau sebaliknya di luar pusat kota, memiliki beberapa pintu masuk dan keluar, pagar di sepanjang kantor, yang mempunyai lebih dari 1 pintu masuk-keluar, areal parkir berpagar di bagian belakang bangunan dan berpintu, dll. Jika kantor tersebut tidak bisa menyediakan fasilitas itu, maka pengunjung sensitif harus diwawancarai di luar Kantor atau di luar jam kerja, jika dicurigai ada matamata dari luar. 6.9. Aspek-Aspek Perlindungan dalam Perjanjian Kerja Sama Nota kesepahaman (MoU) atau perjanjian kerja sama antara pelaksana HAM PBB dan pemerintah setempat harus memuat ketentuan jelas tentang kewajiban Pemerintah atas dasar Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas (lihat bagian berikut), serta Hak Istimewa yang terkait dengan perlindungan dan staf PBB, lokasi, aset, arsip, komputer, kendaraan dan informasi yang dapat diganggu-gugat. Perjanjuan ini juga memuat ketentuan yang jelas yang ditujukan kepada Pemerintah untuk memastikan perlindungan bagi seluruh pihak yang bekerja sama dengan Kantor PBB dari kemungkinan pelanggaran HAM. Perlindungan ini juga termasuk untuk korban, para saksi dan orang-orang yang melaporkan pelanggaran HAM atau informasi yang terkait dengan mereka, serta staf nasional yang bekerja secara regular dengan kantor tersebut, termasuk staf kebersihan dan perawatan bangunan, penjaga kantor, sopir, voluntir dan lainnya. 6.10. Perlindungan Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas
Pekerja PBB atau para ahli yang melakukan investigasi HAM harus memahami status, hak dan tugasnya atas dasar instrumen dan aturan-aturan yang relevan dengan status dan mendapatkan salinan atas teks tersebut.11 Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas dapat diterapkan kepada semua staf PBB, baik internasional maupun staf lokal yang direkruit.12 Konvensi ini menjamin seluruh aset PBB termasuk kendaraan-kendaraan yang dimilikinya. Konvensi ini juga melindungi semua, termasuk personilnya dari penggeledahan (search). Setiap penggeledahan dan perampasan informasi yang dikumpulkan PBB dalam rangka kerja-kerja profesionalnya melanggar Konvensi ini. Konvensi ini juga melindungi personil PBB dari proses pengadilan.13 Konvensi ini menjadi unsur penting untuk melindungi informasi dari saksi. Konvensi ini telah diratifikasi oleh sebagian besar negara anggota pada saat mereka mulai bekerja sama dengan PBB, dan ketentuan-ketentuan dalam konvensi ini harus dihormati. Tidak ditaatinya konvensi ini akan berisiko pada informasi sensitif termasuk keselamatan orang-orang yang digeledah dan disita barangnya. Kantor PBB di negara-negara tempat mereka bekerja harus mendorong Pemerintah setempat untuk menyebarluaskan konvensi ini di antara institusi hukum dan menyiapkan pedoman umum kepada para pekerjanya untuk melaksanakan dan menghormati konvensi ini. 6.11. Pusat Sistem untuk Penyimpanan dan Pengarsipan Informasi Sensitif Pekerja HAM, kemanusiaan dan pelaksana lain yang menangani informasi sensitif harus diperlengkapi dengan sistem yang dipercaya untuk melindungi data mereka dari ganggugan luar. Sistem tersebut harus menjamin komunikasi yang aman (baik menerima 11
Instrumen ini meliputi Konvensi PBB 1946 tentang Hak Istimewa dan Imunitas, Konvensi tentang Hak Istimewa dan Imunitas Badan-badan Khusus, Konvensi Keselamatan PBB dan Orang-Orang di Dalamnya (1999), dan Pengaturan tentang Status, Hak Dasar dan Tanggung Jawab Pekerja di Luar Sekretariat, dan Para Ahli untuk Misi-Misi PBB (2002). 12 Konvensi ini berlaku untuk semua pekerja PBB, termasuk staf lokal yang direkruit. Sekali mereka mengantongi Surat Penunjukkan (Letter of Appointment) yang dikeluarkan oleh Sekretaris Jenderal PBB, maka mereka resmi sebagai pekerja PBB. Konvensi ini mungkin tidak dapat diterapkan untuk Staf Nasional yang dipekerjakan oleh badan-badan khusus, jika mereka, misalnya diminta oleh Pemerintah untuk periode waktu tertentu dan tidak mempunyai Surat Penunjukkan. Yang disebut terakhir adalah kriteria pemberlakuan Konvensi bagi staf yang direkruit secara lokal. 13 Secara khusus, ketentuan ini meliputi: Bagian 3. Keberadaan PBB tidak boleh diganggu-gugat. Harta milik dan asset PBB di mana pun berada dan siapa pun yang menanganinya harus imun dari penggeledahan, pengambilalihan, penyitaan, dan segala bentuk campur tangan, baik oleh eksekutif, administratif, judisial maupun legislatif; Bagian 4: Arsip-arsip PBB, dan secara umum seluruh dokumen yang dimilikinya atau yang dikelolanya tidak boleh diganggu-gugat, di mana pun berada; Bagian 18: Pekerja PBB harus: (a) imun dari proses hukum, terkait dengan pernyataan atau tulisan dan seluruh tindakan yang dilakukan mereka dalam kapasitas resminya sebagai pekerja PBB; Bagian 22: Para ahli (di luar dari pegawai resmi yang termasuk dalam lingkup Pasal V) yang menjalankan misi PBB harus mendapatkan hak istimewa dan imunitas yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugasnya selama misi berlangsung, termasuk waktu yang diperlukan untuk perjalanan berkaitan dengan misi mereka. Secara khusus, mereka mendapatkan perlakuan: (a) Imunitas dari penangkapan atau penahanan pribadi dan dari pengeledahan barang-barang pribadi mereka; (b) Dalam kaitan dengan pernyataan atau tulisan atau tindakan yang dilakukan mereka dalam konteks misi yang dijalankannya, maka mereka mendapatkan kekebalan hukum. Kekebalan hukum ini harus berlanjut meski orang yang bersangkutan tidak lagi dipekerjakan dalam misi PBB; (c) Seluruh dokumen dan tulisan yang dimilikinya tidak boleh diganggu-gugat; (d) Untuk tujuan komunikasinya dengan PBB, mereka memiliki hak untuk menggunakan kode dan menerima surat-surat atau korespondensi dengan kurir atau pada amplop tersegel.
dan mengirim) informasi sensitif dari luar negara tempat mereka bekerja (ke markas besar, misalnya) dan dengan kantor pusat di ibu kota dan kantor cabang propinsi dan regional). Akses ke kantor intra-net, pangakalan data dan sumber informasi elektronik lain harus dibatasi ke staf yang memiliki tanggung jawab profesional terkait dengan hal tersebut. Jika tidak ada sistem komputer yang dikunci dengan akses password, maka lemari penyimpan harus disediakan dalam jumlah yang cukup untuk menyimpan seluruh informasi sensitif ini. Disket dan seluruh perangkat yang memuat informasi sensitif harus disimpan di lemari ini setiap malam di luar jam kerja. Kemungkinan untuk menyimpan informasi ke arsip elektronik di luar negeri merupakan salah satu pilihan, tergantung dari risiko yang dihadapi di negara tertentu. 6.12. Tindakan oleh Kepala Misi14 Misi hak asasi dan kemanusiaan harus melindungi integritas proses, staf serta orang-orang yang bekerja sama dengan mereka, informasi serta harta yang dimilikinya sepanjang waktu. Dalam kasus gagalnya pemerintah berwenang untuk menjalankan kewajiban internasionalnya berdasarkan Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas atau Nota Kesepahaman (MoU), maka kepala operasi atau misi harus dipersiapkan untuk melakukan intervensi segera ke Pemerintah untuk melayangkan komplain, meminta tindakan korektif dan menindaklanjutinya sampai tindakan yang diinginkan dilakukan oleh mereka. Kepala operasi atau misi dapat pula meminta dukungan intervensi dari anggota-anggotanya yang berpengaruh dari masyarakat internasional (Koordinator Residen, Kepala Badan-Badan PBB lainnya, dan anggota komunitas diplomatik), masyarakat sipil dari media publik, jika diperlukan. Kepala misi ini harus menginformasikan segera ke markas besar dan badan-badan PBB mandat misi15 ini serta meminta intervensi segera ke pihak-pihak yang berwenang. Pengalaman menunjukkan bahwa tidak adanya tindakan segera tentang batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sering kali ditafsirkan pelaku sebagai sinyal kelemahan, dan mengundang mereka untuk mengintervensi atau melakukan serangan. 6.13. Integritas, Kredibilitas dan Reputasi HAM serta Misi Kemanusiaan Persiapan pelaksanaan operasi HAM berdasarkan nilai-nilai fundamental dan prinsip yang menuntun kerjanya, dalam kata dan pernyataan, serta integritas dan keberanian pekerjanya, sering kali menjadi jaminan terbaik yang dapat ditawarkan kepada para saksi dan orang-orang yang bekerja sama dengannya,16 khususnya staf nasional, serta kehadiran dan aktivitasnya. Faktor lain yang berkontribusi pada kredibilitas dan pengaruh pada perwujudan HAM adalah memastikan keseimbangan gender, kebangsaan, etnis dan agama serta keseimbangan komposisi orang-orang yang bekerja di dalamnya.
Kredibilitas 14
Lihat rekomendasi detailnya pada Bagian II-B, Bab 14. Bisa saja ke Komisi Tinggi, Ketua Komisi HAM PBB, Sekretaris Jenderal PBB atau perwakilan lokalnya (SRSG), dll. 16 Prinsip-prinsip yang tertuang pada Piagam PBB, norma-norma dan standard internasional yang terdapat pada Kovenan dan instrument-instrumen lainnya, deklarasi, prinsip-prinsip, kode pelaksanaan, dll. 15
Faktor yang esensial dalam operasi HAM di bebeapa negara adalah kredibilitas moral dan profesional yang memungkinkan untuk menetapkan dan membangun kerja di antara mitra yang terkait serta berbagai pihak di negara tempat kerjanya; pemerintah, masyarakat sipil, masyarakat umum dan kehadiran masyarakat internasional. Kredibilitas bukanlah suatu pemberian. Kredibilitas ini hanya dapat diperoleh melalui kompetensi, profesionalisme, integritas, alasan, tujuan, imparsialitas, independensi, keberanian, pendekatan yang rasional, metodologi, sensitivitas pada kultur politik, diplomasi dan ketepatan yang dimiliki oleh pemimpin dan staf yang dilakukan secara terus-menerus, dipertahankan dan dikembangkan.
7. Tindakan Pencegahan (Preventif): Pendekatan yang Aman bagi Saksi Pekerja HAM di lapangan tidak bekerja di struktur hampa dengan konsep dan norma hukum abstrak, namun mereka ada di masyarakat, yang mempunyai lingkungan kompleks di mana mereka adalah sebagian besar adalah orang asing (alien). Lamanya periode konflik sering kali merusak, atau menghancurkan organisasi berbasis masyarakat, dan membuatnya menjadi lebih kompleks, cair, kacau, dan tidak dapat diprediksi. Di lingkungan ini, kehadiran, tindakan, kata-kata serta kontak yang dibangun akan dianggap, diawasi dan ditafsirkan serta diawasi oleh penguasa. Tergantung dari sensitivitas politik di lingkungan ini dan/atau isu HAM yang mereka ingin dokumentasi, namun faktanya pertemuan dan pembicaraan mereka dengan orang-orang akan memancing petugas keamanan untuk mempertanyakan, menghukum atau melakukan pembalasan dendam. Semakin sensitif lingkungan mereka bekerja, maka mereka harus semakin hati-hati. Pengumpulan kesaksian pelanggaran HAM mengharuskan dilakukannya: • • • • • •
Mengamankan identitas serta lokasi saksi serta informan Melakukan analisis secara hati-hati setiap kasus yang sedang ditangani Menganalisis secara hati-hati kondisi keamanan setiap kasus (keamanan korban, saksi, investigator, pihak-pihak yang dilibatkan serta kantor pelaksana) Mendekati dan mewawancarai saksi, tanpa mengekspos keamanan mereka Menjelaskan apa yang tidak dapat dilakukan untuk memastikan perlindungan bagi mereka dari bahaya pembalasan dendam Memastikan persetujuan sumber informasi tentang pentingnya mengungkap informasi secara meyakinkan
Kesulitan utama biasanya terjadi pada saat membuka hubungan (kontak). Namun sekali kontak ini dapat dilakukan, maka selanjutnya saksi akan meminta pendampingan (asistensi) pada orang yang pertama melakukan kontak dengannya serta mengidentifikasi dan mendekati saksi atau sumber lain, dalam rangka mengumpulkan kesaksian tangan pertama – yaitu sumber pertama dari sumber-sumber lainnya. Kontak pertama dapat dibuat melalui: • Kunjungan spontan oleh saksi atau sumber
• Mengumpulkan jaringan kontak (organisasi masyarakat sipil, LSM, dll.) • Melalui kolega nasional • Kunjungan langsung ke tempat kejadian perkara (pelanggaran) untuk memastikan bahwa kehadiran kita diketahui, dan jika diperlukan tunjukkan keinginanmu untuk mendokumentasi saksi potensial yang bersedia bersaksi tentang kejadian itu dan membantu mereka melakukan kontak denganmu. 7.1. Kunjungan Spontan Saksi atau Sumber Pelanggaran sering kali dilaporkan oleh korban, saksi atau orang-orang yang datang secara spontan ke kantor HAM. Jika kasusnya mencuat, maka pekerja HAM harus menilai kemungkinan apakah kunjungan mereka akan mengekspos keselamatannya. Ini harus didiskusikan bersamanya untuk membuat penilaian secara hari-hati dan tepat. Mereka juga perlu menilai kredibilitas dan kebenaran dalam konteks kualitas informasi yang diberikan dan motivasi untuk melaporkan kejadian ini. Motivasi ini sangat beragam. Ia menjadi korban pelanggaran HAM dan mencari keadilan dan perlindungan; saksi yang sesungguhnya (genuine) atau keluarga yang ingin kasusnya diketahui dan diinvestigasi; anggota partai oposisi sangat ingin melaporkan pelanggaran yang dilakukan pejabat pemerintah atau partai rival atau fraksi atau perseorangan, atau sebaliknya; seseorang yang hanya ingin memperoleh informasi atau kesempatan resettlement (penempatan ke wilayah baru). Bisa juga yang datang adalah pejabat pemerintah atau petugas keamanan yang mencoba mencari informasi tentang kantor HAM tersebut, para stafnya serta kegiatan-kegiatannya, atau mencari informasi kasus pejabat-pejabatnya untuk mengetahui apakah kasus tersebut ditangani oleh kantor HAM, sedang diinvestigasi oleh kantor tersebut, juga bagaimana Kantor HAM mendapat kasus tersebut, misalnya siapa yang menginformasikannya. Sering kali sulit untuk menilai motivasi pengunjung di Kantor. Dia mungkin terbuka dan bersedia memberikan informasi atau bahkan enggan berbicara. Ini karena dia merasa diintimidasi pada sat kunjungan pertamanya, tidak punya kepercayaan diri, takut untuk bicara banyak atau takut bahaya pembalasan dendam atau mengalami kesulitan bicara karena trauma. Anda bisa meminta bantuannya untuk melaksanakan investigasi. Ia akan memberikan informasi yang berguna dan saran-saran tentang saksi-saksi atau sumber informasi lainnya (nama-nama, alamat, bagaimana melakukan kontak dengannya), hubungannya dengan kasus (korban, saudara, kawan, tetanggga saksi, saksi-saksi yang terkait dengan pejabat pemerintah, orang yang berdiri dekat kejadian, orang yang melewati tempat kerjadian, orang setempat, dll.), bagaimana melakukan pendekatan ke mereka secara aman (aman untuk mereka) serta kondisi aparat keamanan serta pelaku. Ia juga dapat dan bersedia memberikan syarat-syarat untuk melindungi identitasnya – agar kita bisa melakukan kontak dan menyelenggarakan pertemuan dan mewawancarai mereka. Jika ia bersedia membantumu pada akhirnya, maka Anda perlu memberikan penjelasan singkat kepadanya untuk membantu meyakinkannya agar dapat bertemu denganmu. Jika ia dapat dipercaya dan mempercayaimu, maka kamu akan memegang peran penting dan dipercaya untuk dapat bertemu dengan saksi lain. Beberapa cara yang digunakan untuk meyakinkan mereka adalah dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas: • Ia harus menginformasikan kepada saksi lain siapa Anda, apa organisasi Anda dan apa yang Anda lakukan (mandat, tujuan dan aktivitas)
• • •
Ia harus menjelaskan kepada mereka, mengapa Anda ingin bertemu dengan mereka Ia harus memberikan mereka kesempatan untuk memutuskan waktu dan tempat pertemuan serta wawancara (lihat di bawah) Ia harus secara singkat menjelaskan prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan, misalnya: √ Prinsip dasar (golden rule) tentang kerahasiaan dan perlindungan sumber √ Fakta bahwa Anda akan berdiskusi dengan mereka tentang informasi yang dapat digunakan (sebagai komunikasi verbal pihak berwenang; dalam laporan tertulis; dimasukkan secara rahasia ke pengadilan; tidak diberikan ke pihak berwenang; hanya kepada markas besar; atau diberikan tanpa mengekspos identitas mereka) √ Fakta bahwa kantor Anda bukan koran harian – sehingga Anda tidak akan mempublikasikan informasi dari mereka √ Kantor Anda akan berupaya mencari penyelesaian masalah dan memberikan perlindungan dari ancaman pembalasan dendam
Sebagai aturan, pekerja HAM harus selalu menjelaskan hal-hal ini kepada saksi dan sumber lainnya sebelum mewawancarai mereka, untuk mengklarifikasi aturan dasar kerja sama dengan mereka serta standard prosedur pelaksanaannya. Ini penting untuk menetapkan pemahaman yang jelas dan membangun kepercayaan dengan mereka.
Dalam kasus korban atau saksi mengalami ancaman serius pembalasan dendam datang kepada Anda untuk bersaksi, meski mereka sangat ingin melakukannya, Anda perlu menolak informasi tersebut atau tidak menghubungi mereka – untuk keselamatan jiwanya. Mereka tidak harus terburu-buru membuat keputusan tersebut (karena trauma, stress, tidak punya informasi, dll.) dan menjadi tanggung jawab pekerja HAM untuk menilai risiko tersebut dan memberikan berbagai batasan. Kredibilitas dan reputasi kantor Anda di mata publik sering kali menjadi faktor kunci untuk melakukan kerja sama dengan saksi, karena mereka menjadi lebih siap mengatasi rasa takutnya dari ancaman pembalasan dendam jika mereka percaya. Anda juga perlu menjelaskan bahwa kantor Anda sangat peduli dengan perlindungan HAM dan menangani kontak dan semua informasi dengan baik. Kepercayaan dan kredibilitas sangat penting dalam menjalankan aktivitas HAM. Namun semua itu tidak diberikan. Keduanya dibangun dalam waktu panjang, melalui kerja, kata-kata dan perbuatan. 7.2. Kontak Awal Melalui Staf Lokal Ini sering kali pekerjaan yang paling rahasia untuk mengkontak saksi, karena harus menghindari risiko bagi orang yang mengkontak kita pertama kali. Karena itu penting bagi orang tersebut untuk menjadi tim monitoring, jika ia bersedia, dapat dipercaya, berpengalaman dan kompeten. Sebelum melakukan kontak, harus didiskusikan dulu bagaimana melakukan pendekatan terhadap saksi secara aman. Jika ia pergi, maka kita harus bertanya mengapa hal itu terjadi dan kita perlu memastikan bahwa apa yang kita lakukan adalah hal yang benar (dan bukan untuk kepentingan politik, misalnya karena kasus tersebut melibatkan kelompok atau partai favorit sumber informasi). 7.3. Jaringan Kontak
Jaringan profesional yang baik dan jaringan kerja dengan seluruh pemerintah dan masyarakat yang relevan sangat penting untuk keberhasilan perwujudan HAM. Penting juga melindungi saksi dan informasi. LSM lokal, badan-badan bantuan Internasional, pejabat pemerintah yang bersahabat, partai politik, jurnalis, guru, jaringan agama, pemimipin masyarakat, perempuan, pemuda atau organisasi siswa, dll dapat membantu mengidentifikasi saksi/informan awal dan dapat mendekati mereka dengan aman. Laporan pendahuluan LSM mungkin berisi informasi penting tentang saksi kunci. Jika terjadi, maka diskusi dengan staf yang mempersiapkan laporan ini akan memberikan petunjuk bagaimana mendekati mereka secara aman, mengatur pertemuan dan mewawancarai mereka. Orang-orang ini juga dapat mengatur pertemuan wawancara dengan mereka. 7.4. Kunjungan in situ (TKP) Tanpa adanya pihak perantara (intermediary), Anda juga dapat mengunjungi tempattempat kejadian perkara atau setidaknya mendekat ke tempat-tempat tersebut. Namun ini harus dilakukan secara hati-hati, misalnya mengumpulkan informasi yang relevan tentang kondisi keamanan dari sumber yang dapat dipercaya, dan gunakan pertimbangan Anda sebelum bertindak. Jika Anda sudah tiba di tempat itu, maka perlu dipikirkan apa yang akan dilakukan setelah itu. Anda bisa langsung menuju tempat kejadian perkara dan melakukan inspeksi ke tempat kejadian serta mengumpulkan bukti-bukti secara langsung. Anda bisa berada di tempat tersebut dalam waktu lama agar kehadiranmu terlihat jelas, melakukan kontak dengan masyarakat lokal dan mengenalkan dirimu dan apa yang sedang dilakukan. Dengan misi hak asasi manusia, maka kerja kita menjadi lebih mudah dan kita dapat menjumpai orang-orang yang ingin memberikan kesaksiannya tentang apa yang dilihat dan diketahuinya namun tidak tahu kemana harus mengadu dan bagaimana caranya. Kita dapat saja berhenti di toko makanan atau warung makan, duduk dan memesan makanan, untuk menunjukkan kehadiran kita dan menunggu “apa yang terjadi”. Gunakan diskresi, kehati-hatian dan selalu siaga dengan sinyal halus (subtle signal). Jangan memprovokasi kontak, karena ini kemungkinan akan membahayakan orang lain. Biarkan mereka membuat kontak terlebih dahulu jika mereka ingin dan dapat. Tidak terjadi apa-apa. Mungkin saja seseorang akan mendekatimu dengan dalih sesuatu (pretext) atau lainnya dan memberi pesan kepadamu – sebuah indikasi bahwa mereka ingin bicara padamu, di mana dan bagaimana. Anda bisa meninggalkan kartu nama di meja warung kopi saat Anda pergi atau menjatuhkannya “dengan sengaja” di bawah meja. Kartu nama Anda akan diambil dan disebarkan ke orang-orang yang membutuhkan pertolonganmu. Mereka akan menghubungimu. Namun sebaliknya, kartu nama Anda akan diberikan ke pejabat berwenang dan keselamatanmu serta kawanmu akan terancam. Biasanya, orang-orang yang ingin bicara pada Anda akan mencari cara untuk menghubungimu. Yang penting adalah bagaimana memberitahukan mereka tentang keberadaanmu di tempat itu. Pada beberapa situasi, Anda mungkin tidak memperoleh akses ke lokasi kejadian (dengan alasan keamanan, karena keterbatasan atau keberatan, dll.). Anda juga bisa melakukan perjalanan ke lokasi yang terdekat (desa, pasar, dll.) dan tinggal di sana beberapa waktu agar kehadiranmu diketahui, untuk berbagai tujuan (misalnya memberi sinyal bagi saksi kunci atau informan bahwa Anda tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi, tanpa membangun kontak dengan mereka karena bisa membahayakan keselamatannya).
Prosedur pelaksanaan yang penting untuk diterapkan adalah penduduk lokal biasanya lebih memahami situasi wilayahnya dibanding orang lain, mereka juga tahu kondisi dan konteks keamanan, serta tahu betul apa yang akan dilakukannya dan bagaimana melakukannya untuk menghindari masalah. Metode ini adalah untuk memanifestasi dan memberi petunjuk bagi saksi penting keperluan anda dalam kasus ini dan memberikan kesempatan untuk menghubungimu dan dapat memutuskan bagaimana mereka melakukannya. 8. Pilihan untuk Taktik Perlindungan: Menyeimbangkan Visi dan Diskresi
Taktik Perlindungan Pilihan taktis – perlindungan melalui diskresi atau visibilitas sepenuhnya tergantung pada keputusan Anda setelah melakukan analisis secara hati-hati kondisi tiap-tiap kasus. Tidak ada resep umum, karena masing-masing kasus berbeda dan membutuhkan respon yang pas. Pengetahuan tentang ”belantara” ini merupakan kunci untuk merancang respon yang terbaik.
Penting bagi pekerja HAM untuk menilai apakah mewawancarai saksi dalam keadaan terbuka menguntungkan atau membahayakan keselamatan orang yang diwawancarai (dan kedua, penting juga mempertimbangkan ini pada orang-orang lain yang dilibatkan dalam wawancara). Mewawancarai saksi di kantor Anda dapat memberi perlindungan bagi mereka, namun sebaliknya bisa membahayakan keselamatan mereka. Fakta bahwa kantor Anda diketahui sedang menangani kasus tertentu untuk diinvestigasi, maka mewawancarai saksi dan monitoring keselamatan mereka setelah itu menjadi penting untuk perlindungan bagi mereka dan mengurangi risiko pembalasan dendam terhadap mereka. Ini karena pelaku, atau orang-orang lain yang melindungi pelaku, merasa takut dengan kemungkinan bahwa apabila mereka melakukan pembalasan dendam kepada saksi, hal itu akan berdampak buruk buat mereka sendiri, baik secara diplomatis maupun publik. Jika ini terjadi, maka taktik perlindungan saksi menjadi lebih baik jika kita melaporkan ke pihak berwenang bahwa kantor Anda sedang menangani kasus dan sedang dalam proses mewawancarai saksi. Sinyal ini dapat diberikan lansung melalui hubungan telepon atau dalam sebuah pertemuan. Pada konteks lain, diskresi menjadi penting untuk menghindarkan mereka dari aksi pembalasan dendam. Hal yang sama dapat diterapkan untuk wawancara yang dilakukan di luar kantor HAM, di rumah saksi, misalnya. Anda harus memutuskan cara seperti apa yang paling baik untuk melindungi keselamatan saksi. Biasanya baik untuk melakukan konsultasi dengan saksi tersebut, mendiskusikan tentang pro dan kontra antara visibilitas versus diskresi, dan setuju untuk menggunakan salah satu taktik. Sekali lagi, prinsip konsultasi – dengan saksi, orang-orang yang berpengalaman, orang luar yang berpengalaman – menjadi penting untuk merancang taktik yang paling baik dalam menangani isu yang penting dan sensitif ini. Faktor perlindungan saksi yang penting dalam konteks ini adalah reputasi kantor Anda, kredibilitasnya sebagai kantor yang menangani perlindungan secara serius (misalnya intervensi segera untuk melindungi saksi jika mereka mengalami pembalasan dendam atau ancaman sejenisnya), kemitraan dan aliansi yang dibangun secara nasional dan internasional dengan aktor kunci yang berpengaruh (di tubuh pemerintah dan
masyarakat), serta kemampuannya untuk memobilisasi mereka serta membuat temuan publik (finding publics), jika diperlukan. Jika wawancara akan dilakukan secara rahasia di kantor HAM, maka Anda harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini: • • • • •
• •
• •
Saksi diterima di luar jam kerja (pagi sekali, malam hari, atau akhir minggu) Saksi dapat dijemput dengan mobil kantor di tempat yang telah disepakati (meeting point) di kota dan di bawa ke kantor (kendaraan dengan kaca jendela riben sangat dianjurkan) Saksi sebaiknya masuk melalui pintu belakang kantor, jika ada, apabila pintu depan kantor HAM itu diawasi oleh aparat keamanan Jika saksi datang sendiri, maka perlu membuat janji terlebih dahulu dengan pihak yang menerimanya agar dijemput di pintu belakang Pewawancara harus menerima saksi secara langsung dengan maksud untuk mengurangi kontak saksi dengan orang-orang lain, serta untuk menghindarkan saksi terlalu lama menunggu di ruang penerima tamu atau ruang tunggu karena kehadirannya dapat diketahui oleh staf lokal atau pengunjung lain yang kemungkinan akan melaporkan kejadian itu Wawancara sebaiknya dilakukan di satu ruangan, yaitu ruang wawancara atau ruang pewawancara – dan harus dikunci untuk menghindari keterlibatan orang luar (misalnya seseorang menguping wawancara tersebut, dll.) Setelah wawancara saksi harus berjalan ke belakang ditemani pewawancaranya ke arah pintu belakang dan diantar ke rumahnya dengan mobil atau ke tempat lain yang lebih aman di kota (lagi-lagi untuk menghindari adanya pemantauan dari aparat keamanan) Staf yang tahu bahwa saksi ini telah diwawancarai harus secara tegas dibatasi hanya pada orang-orang yang perlu tahu kasus ini dengan alasan profesional dan dapat dipercaya Rekaman wawancara harus dilindungi (lihat penjelasan di bagian bawah tentang pengelolaan informasi yang aman).
Jika dipertimbangkan bahwa perlindungan saksi dalam kasus-kasus tertentu lebih baik dilakukan secara terbuka dengan membuka kontak dengan kantor HAM, maka Anda harus mempertimbangkan langkah-langkah berikut untuk memberitahu pihak berwenang bahwa kantor HAM sedang melakukan monitoring atas kasus ini dan menjamin keamanan bagi saksi: •
•
Direktur kantor HAM harus menginformasikan kepada pejabat Pemerintah yang berwenang – secara tertulis maupun lisan – bahwa kantor tersebut telah diminta oleh markas besarnya untuk melakukan investigasi atas kasus ini, dengan cara meminta kesaksian saksi, dan mengharapkan bahwa tidak seorang pun yang bekerja sama dalam investigasi ini akan mengalami bahaya pembalasan dendam, termasuk intimidasi, pelecehan, ancaman, diskriminasi atau tindakan-tindakan kekerasan lainnya Direktur HAM harus segera mengkomunikasikan daftar saksi yang diwawancarai kepada lembaga Pemerintah yang berbeda dengan maksud agar mereka dapat dilindungi dari aksi pembalasan dendam dan mereka bertanggung-jawab apabila sesuatu yang buruk terjadi pada mereka. Ini dapat dilakukan hanya setelah ada
• • • • •
persetujuan dari saksi kepada kantor HAM. Jika ada MoU, perjanjian kerja sama, atau perjanjian khusus, baik lisan maupun tertulis, yang secara khusus mengatur tentang komitmen Pemerintah untuk melindungi seluruh pihak yang bekerja sama dengan kantor HAM. Dalam perjanjian kerja sama ini perlu diatur ketentuan tentang perlindungan saksi Saksi dapat diterima oleh direktur kantor HAM di pintu depan di luar kantor, sehingga pertemuan dan jabat tangan mereka terlihat dan dapat diawasi Direktur juga perlu menemani saksi keluar dari pintu setelah wawancara dilakukan dan berbincang-bincang sejenak, untuk memperlihatkan sikap persahabatan sehingga menarik perhatian orang Direktur dimungkinkan untuk mengantar saksi pulang dengan sopirnya, untuk memperlihatkan penghargaan, penghormatan serta pentingnya kehadiran saksi Di dalam kantor, saksi harus diterima secara kentara untuk memastikan semua orang mengetahui kejadian tersebut Semua orang harus tahu bahwa saksi tersebut telah diwawancarai dan yang mewawancarainya adalah direktur kantor HAM sendiri.
9. Persiapan Wawancara dengan Saksi 9.1. Tempat dan Waktu Kondisi keamanan dapat menjadi pertimbangan apakah tempat dan waktu wawancara sudah sesuai dengan syarat keamanan sesuai dengan persetujuan saksi, atau wawancara harus dilakukan secara rahasia. Saksi biasanya punya feeling dimana dan kapan mereka dapat diwawancarai tanpa membahayakan keselamatannya. Jika mereka tinggal di desa, atau di sebuah wilayah, dimana sedikit orang lalu-lalang di tempat itu, pemerintah lokal dan pejabat berwenang dengan mudah akan mengetahui kehadiran anda disana. Dalam situasi seperti itu wawancara seharusnya dilakukan di luar tempat itu, di tempat lain, atau di suatu tempat dimana mereka biasanya pergi dan dimana kehadiran serta pertemuan dengan saksi tidak membuat mereka curiga. Pengaturan jadual pertemuan biasanya dilakukan melalui perantara yang dikenal oleh organisasi kita, jaringan kerja dan kontak lokal (kawan, saudara, informan, LSM, staf lokal, dll). 9.2. Kerahasiaan dan Batas Transparansi Kerja-kerja hak asasi manusia, khususnya dalam konteks PBB harus menerapkan sistem tansparansi sebisa mungkin dalam seluruh aktivitasnya. Situasi pengecualian, yang mengancam keselamatan, kehidupan, integritas atau hak-hak dasar seseorang membutuhkan perlakukan khusus. Investigasi atas kasus-kasus khusus sensitif harus dilakukan secara diskret (rahasia). Hal ini dilakukan untuk mengamankan akses ke saksi kunci, untuk mendapatkan bukti, melindungi investigasi itu sendiri, saksi-saksi, atau orang-orang lain yang terlibat dalam kasus tersebut dan orang-orang yang berada dalam bahaya, atau keluarga yang terlibat dalam investigasi tersebut atau aktivitas HAM lain. Kunjungan ke lokasi terjadinya pelanggaran HAM oleh investigator, khususnya pejabat PBB biasanya akan menarik perhatian aparat keamanan dan mendorong mereka untuk memata-matai kegiatan-kegiatan serta kontak yang dibangun untuk penyelidikan tersebut. Dalam rangka mengurangi risiko mengekspos keamanan saksi dan informan
yang akan ditemui, Anda dapat menemui mereka di tempat kejadian secara diam-diam. Dalam kondisi tertentu, mereka masih harus merahasiakan identitas mereka. Untuk merespon situasti tersebut maka pekerja HAM harus secara kreatif mengamati situasi lokal, mengumpulkan informasi yang dapat dipercaya, menggunakan keterampilan analisis mereka serta imajinasi yang kuat dan berhati-hati dalam mengambil keputusan terbaik dengan mempertimbangkan tugas perlindungannya dan kewajiban untuk transparan. Dalam melakukan kerja-kerja itu, mereka harus menyeimbangkan antara tujuan jangka pendek dengan kebutuhan untuk membangun hubungan jangka panjang yang meyakinkan dengan penduduk serta pemerintah lokal. 9.3. Perlindungan Melalui Tanggung Jawab Saksi secara Individu Cara yang penting untuk mengurangi risiko pembalasan dendam bagi orang-orang yang diwawancarai adalah dengan metode wawancara yang melibatkan banyak sumber di masyarakat. Wawancara tersebut dilakukan dengan maksud meminta saksi memberikan informasi serta memastikan siapa yang memberi informasi tersebut. Asumsi dan harapannya adalah bahwa lebih sulit melakukan pembalasan dendam sekaligus ke banyak orang meskipun satu orang dari saksi mungkin menjadi korbannya dan kejadian tersebut akan membuat masyarakat enggan untuk bekerja sama dengan para penyelidik (investigastor). 9.4. Komposisi dan Penjelasan kepada Tim Pewawancara Jumlah orang yang terlibat dalam wawancara saksi, atau menangani informasi rahasia, harus dibatasi jumlahnya dengan maksud untuk mengurangi risiko kebocoran; hanya pada pemantau/penyelidik, penerjemah, dan sopir (jika diperlukan). Jika wawancara dilakukan dengan bantuan penerjemah, ia harus dipilih secara hati-hati dan diberikan penjelasan singkat tentang sifat kasus, maksud investigasi, tujuan wawancara tiap-tiap kasus, bagaimana wawancara dilakukan dan bagaimana sikap kita terhadap mereka (apa yang perlu dibicarakan dan yang tidak perlu), sensitivitas kasus dan kebutuhan diskresi. Mereka juga perlu diingatkan untuk tidak membuka informasi yang harus dilindungi dari wawancara (misalnya nama-nama saksi atau informan lain), atau potongan-potongan informasi sensitif, yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan, dan informasi tersebut berpotensi membuka identitas saksi). Penghormatan atas kerahasiaan harus dijunjung oleh seluruh pihak yang terlibat dalam tim wawancara, termasuk sopir. Jika ekspatriat tidak bisa melakukan wawancara tanpa mengekspos keselamatan saksi (misalnya di masyarakat desa, yang jarang dikunjungi orang luar, atau jika seorang asing datang, maka kehadiran mereka akan menarik perhatian orang lain), maka ia harus mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf nasional yang profesional. Kemampuan profesional ini meliputi pengalaman dalam melakukan monitoring pelanggaran HAM dan situasi yang sulit dan sensitif, kemampuan wawancara, memahami isu yang sedang ditanganinya agar ia dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang benar; keterampilan komunikasi yang baik; mempunyai pemikiran kritis, bijaksana dan diskret serta sabar. Orang tersebut harus dijelaskan secara singkat tentang segala aspek kasus tersebut, kesulitan serta sensitivitas kasus, unsur-unsur penyelidikan yang harus dilakukan dan diverifikasi, pertanyaan-pertanyaan yang perlu diajukan, sikap hati-hati, apa yang perlu ditanyakan dan yang tidak, serta kemampuan untuk mengatasi hal-hal yang sulit dan tersembunyi (pitfalls).
Dalam lingkungan di mana penerjemah yang direkruit dari orang-orang lokal mungkin saja dicurigai oleh Pemerintah atau pihak lain (pelaku non-negara, partai politik) sebagai pihak yang ikut terancam, mereka bisa dilindungi terhadap pelbagai kemungkinan buruk tersebut dengan pembatasan terhadap peran mereka sebagai interpreter atau penerjemah. Mereka sebaiknya tidak dijadikan sebagai asisten atau penasihat, atau juga dilibatkan dalam pelbagai aspek lain investigasi yang membutuhkan interpretasi data, analisis, penilaian, atau pengambilan keputusan. Mereka sebaiknya tidak dilibatkan dalam pelbagai kegiatan yang mungkin diinterpretasikan dapat mengganggu netralitas dan imparsialitas mereka. 10. Tindakan Pencegahan Selama Wawancara Seharusnya diciptakan kondisi-kondisi yang terbaik dan rahasia selama wawancara. Selain itu, secara khusus, seharusnya ada pembatasan pihak-pihak yang terlibat dalam wawancara tersebut yaitu saksi, pewawancara, pewawancara kedua bila diperlukan, dan penerjemah – di samping tim wawancara. Teman-teman, tetangga-tetangga, bahkan para anggota keluarga yang mungkin hadir di ruangan seharusnya diminta keluar. Ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa saksi benar-benar merasa nyaman untuk berbicara dan untuk mengurangi risiko kebocoran, kesengajaan atau ketidakhati-hatian. Dan hal ini seharusnya bisa dilakukan dengan bijaksana, untuk menghindari penyingkiran individual, seperti kerabat atau orang lain yang kerja-samanya mungkin berguna. Mereka haus diberi penjelasan bahwa hal tersebut bukan tidak menghormati atau bertujuan menyingkirkan seseorang, tetapi merupakan cara yang penting untuk melindungi rasa percaya diri dalam sebuah testimoni. Di desa/kampung, banyak penonton sering berkerumun karena penasaran ingin mengetahui apa yang terjadi di luar rumah, melalui jendela-jendela. Untuk alasan yang sama, khususnya lagi untuk menghindari bahwa wawancara dimonitor oleh individu yang mungkin melaporkannya kepada yang lain, termasuk pegawaipegawai lokal, mereka juga seharusnya diminta untuk membubarkan diri. Seharusnya ada pemeriksaan regular untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang mendengarkan wawancara dari luar rumah tersebut atau menguping. Jika cara ini disesuaikan (dalam konsultasi dengan saksi) untuk memberikan jarak penglihatan pada pertemuan tersebut sebagai jalan untuk berkontribusi dalam melindungi saksi, sementara pertemuan tersebut mungkin dapat terlihat, maka wawancara seharusnya tetap rahasia. Bahkan, ketika ini berguna bahwa kantor hak asasi manusia (HRO – human rights office) telah menerima kasus untuk diinvestigasi dan telah diperkirakan bahwa saksi siap untuk diwawancarai akan berkontribusi untuk melindungi mereka, materi-materi wawancara tersebut seharusnya tetap rahasia. Berdasarkan kasus, para investigator dan para penerjemah boleh menghindari penyebutan nama-nama para saksi dan sumber-sumber sebelumnya selama proses wawancara tersebut, bahkan jika orang-orang tersebut telah menunjuk mereka untuk menjadi pihak yang diwawancarai sebagai sumber informasi yang potensial. Mereka yang diwawancarai mungkin bertanya bagaimana nama mereka bisa diperoleh oleh investigator. Sebisa mungkin, pewawancara seharusnya mengatakan kebenaran kecuali dia punya alasan bahwa pengungkapan seperti itu mengganggu sumber pertama. Jika ini merupakan sebuah kasus, respon seharusnya sukar dipahami, atau dijelaskan oleh logika investigasi. Pewawancara mungkin juga menarik diri di belakang aturan kerahasiaan. Ketika seorang saksi menyediakan nama-nama saksi-saksi potensial yang lain, ia seharusnya ditanya apakah namanya dapat disebutkan pada mereka sebagai sumber rujukan. Ini karena pengungkapan namanya pada orang ketiga mungkin berisiko bagi
keselamatannya; dan juga karena ia dapat memfasilitasi akses pada orang tersebut yang kemudian menjadi lebih siap untuk berbicara secara terbuka dengan Anda. 11. Proses Perekaman dan Penanganan Informasi yang Aman Semakin sensitif konteks suatu kasus, seseorang harus semakin berhati-hati dalam merekam, menangani, mentansfer, memberikan dan mengkomunikasikan informasi yang dikumpulkan. Ketelatenan harus terus dilatih pada setiap langkah proses tersebut. 11.1. Ketahuilah Wilayahmu Pengetahuan tentang geografi lokal dan kondisi-kondisi keamanan di wilayah di mana Anda beroperasi atau berkeinginan untuk bepergian akan membantu memprediksi beberapa hal yang akan terjadi, mempersiapkan dan merencanakan misi, dan mengambil langkah pencegahan yang tepat. Langkah pencegahan seharusnya memasukkan tinjauan rencana perjalanan yang akan diambil, keberadaan instalasi polisi atau militer dan kehadiran mereka secara lokal, dan prosedur-prosedur keamanan pada bandara-bandara domestik atau tempat pemeriksaan sepanjang jalan (regular dan aktif) dan bagaimana akses dapat dinegosiasikan melalui mereka. Dalam konteks konflik dan ketidakamanan yang terus-menerus, situasi-situasi ini tidak stabil dan berubah-ubah, dan selalu menjadi faktor penting bagi sesuatu yang tidak dapat diprediksi, yang seharusnya diperhitungkan dan meningkatkan tindakan pencegahan adalah hal-hal yang harus disiapkan dalam misi investigasi. 11.2. Perjalanan dengan Kendaraan PBB Kecuali kalau ada alasan yang memaksa untuk tidak melakukan hal seperti itu, staf PBB seharusnya melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan-kendaraan yang memiliki lambang PBB yang jelas. Hal ini bisa mengurangi risiko penghentian mobil dan perampasan properti atau harta. Ketika ini bisa mengurangi risiko, maka hal ini tidak menekannya. Karena staf dan kendaraan-kendaraan PBB dilindungi secara legal dari pencarian dan penyitaan oleh Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas, pada praktiknya, perlindungan seperti ini secara efektif diimplementasikan oleh para tentara, polisi, atau personil keamanan ketika mereka memiliki instruksi yang jelas untuk melakukan sesuatu, ketika instruksi-instruksi ini dipahami dengan baik, dan ketika mereka dihormati. Hal ini tidak selalu bisa menjadi kasus, dan semakin jauh seseorang pergi dari ibu kota atau pusat-pusat kekuasaan yang lain, kemungkinan terbesar adalah bahwa tentara-tentara itu, di tempat pemeriksaan, tidak ingat terhadap instruksi-instruksi khusus yang berhubungan dengan kendaraan-kendaraan PBB dan personelnya. Risiko tersebut juga tetap ada meskipun instruksi-instruksi dan kebijakannya jelas, atasan memutuskan bahwa seharusnya tidak ada investigasi pada pelanggaranpelanggaran HAM yang mereka ketahui telah terjadi, dan memberikan instruksi verbal pada bawahan untuk menghentikan dan mencari kendaraan PBB dan menyita dokumendokumen. Unsur-unsur bersenjata yang memiliki aktor-aktor bukan negara mungkin kurang menghormati perlindungan tersebut karena personel, kendaraan dan properti PBB, di bawah perlindungan Konvensi (di mana mereka tidak mempunyai kewajiban). Mereka bisa menghentikan dan mencari kendaraan dan personel PBB di bawah ancaman ujung laras senjata dan melakukan penyitaan apa pun yang mereka inginkan. Argumentasi hukum bahwa “mereka tidak mempunyai hak” untuk melakukan ini hanya bernilai kecil
dan tidak bisa dipercaya untuk mempengaruhi unsur-usur bersenjata yang mengabaikan atau mengikuti instruksi, atau gerilyawan dalam situasi ketidakamanan dan ketegangan. Namun demikian, prinsip tersebut tetap harus dituntut dan dijelaskan, hingga pada tingkatan bahwa prinsip tersebut bisa dilaksanakan. Untuk mengurangi risiko terjadinya kebocoran informasi rahasia sepanjang jalan, informasi itu mungkin bisa disembunyikanm di suatu bagian kendaraan yang paling kecil kemungkinan mendapatkan pemeriksaan (misalnya di bagian bawah) atau di bagian tertentu badan Anda (kecuali kalau Anda tahu bahwa personel atau petugas bersenjata di tempat pemeriksaan juga melakukan pencarian-pencarian di bagian badan). 11.3. Catatan-Catatan Tangan Catatan-catatan tangan biasanya merupakan cara yang paling praktis untuk merekam informasi dan penanganannya dengan pertimbangan hal ini dapat bersembunyi dengan mudah dalam kendaraan atau di badan. Jika investigasi ini sepertinya akan berakhir beberapa hari di sebuah daerah dan melibatkan perjalanan keluar masuk setiap pagi dan malam antara kampung dan kota propinsi setempat di mana kita tinggal, kita bisa mempertimbangkan tindakan pencegahan berikut: ¾ Jangan pernah melakukan perjalanan dengan dokumen-dokumen rahasia yang berisi referensi-referensi untuk menjadi sumber ke suatu daerah di mana kita akan menjadi target pemeriksaan ¾ Gunakan catatan singkat dan selalu diperbarui setiap hari (sehingga jika disita kita tidak akan kehilangan informasi yang dikumpulkan pada hari-hari sebelumnya; catatan kecil juga dapat disembunyikan dengan mudah) ¾ Ambil halaman-halaman yang berisi catatan hasil wawancara dan berpura-pura pada mereka bahwa mereka hanya akan mendapatkan suatu yang sangat sedikit (dari dalam kendaraan atau pada badan kita) ¾ Sebagai satu alternatif, catatan kecil adalah penggunaan kertas-kertas yang terpisah yang dapat dilipat dan disembunyikan ¾ Jika kamar hotel tempat kita menginap juga digeledah, jangan meninggalkan catatan atau informasi penting di dalamnya. Setiap malam, jika kita kembali ke hotel, simpan catatan dalam amplop yang disegel dan mempercayakannya pada kolega atau teman yang dapat menyimpannya dalam kantor atau rumah setempat ¾ Salah satu alternatif adalah dengan mengkopi catatan harian setiap malam, untuk mengirimkan yang asli pada pimpinan kantor jika ada cara yang aman bagi jaringan komunikasi (kantung, konvoi kendaraan PBB, mesin fax yang kemungkinan tidak dapat dimonitor), dan mempercayakan kopian-kopian tersebut pada kolega atau teman yang dapat menyimpannya dalam kantor atau rumah setempat. Menyimpan kopian secara lokal di lokasi yang aman akan memungkinkan kita untuk mendapatkan kembali catatan itu jika kita membutuhkan untuk memverivikasi rinciannya, menguatkan informasi, menyegarkan ingatan, membandingkan pernyataan dan lainlain. 11.4. Rekaman Elektronik Kecuali jika tak dapat dihindari, sebaiknya Anda tidak menggunakan perlengkapan alat perekam elekronik (tape rekorder, video, laptop, dan lain-lain) karena akan menambah risiko penyitaan dan menguak keselamatan korban/saksi. Peralatan seperi itu akan
menarik perhatian, baik karena isi rekamannya maupun karena nilai pasarnya. Pengalaman juga menunjukkan bahwa peralatan perekam elektronik cenderung untuk mengintimidasi atau mengabaikan saksi. Penggunaannya juga memakan waktu cukup banyak, seperti tape yang membutuhkan waktu untuk proses transkrip dan pengetikan. Laptop mungkin dapat digunakan untuk mengetik wawancara secara terusmenerus atau setelahnya. Komputer sulit untuk disembunyikan dalam kendaraan. Ini merupakan komoditas yang menggoda, bukan hanya karena berisi data tetapi karena nilai yang marketable di negara miskin. Jika komputer yang portable digunakan untuk investigasi lapangan, maka seharusnya dilengkapi dengan program-program pelindung data sehingga jika komputer disita, data tidak dapat diakses. Jika ini mungkin, data seharusnya tidak dimasukkan dalam hard disk pada komputer tetapi dalam disket yang seharusnya disimpan secara terpisah sehingga jika komputer disita, komputer sudah tidak berisi data. Disket yang lain juga ditempatkan di dalam komputer, atau dalam tas komputer, sehingga jika komputer disita, disket kosonglah yang mungkin diambil. Sekembali dari lokasi, pada malam hari, disket investigasi seharusnya disimpan di tempat yang aman, dan data yang sensitif dalam hard disc komputer seharusnya dikopi dan dihilangkan. Tiap pagi, seseorang seharusnya mulai dengan komputer kosong dan disket yang baru pula, sehingga jika disita, tidak ada atau sedikit data yang hilang. Jika ada akses untuk disimpan dalam jaringan email, data yang dikumpulkan hari itu dapat diemail setiap malam pada pimpinan kantor. Data terbaru yang dikumpulkan dalam laptop dilindungi oleh sistem pelindung data bisa juga dikirim secara regular pada kepala kantor atau database yang dilindungi melalui telepon selular yang dilengkapi dengan fasilitas sinar infra merah (infra-red). Ini mungkin bisa dilakukan dari lokasi mana pun, yang disediakan jaringan telepon selular yang ada. Ketika file dikirim, maka ia bisa dihilangkan dari laptop tersebut. 11.5. Rekaman Fotografi Bukti fotografi – dari luka, bekas luka, tanda-tanda penyiksaan, mayat, tanda-tanda identifikasi terhadap mereka yang tetap merupakan bukti fisik penting yang tidak dapat diambil atau dipindahkan, foto-foto individu bagi tujuan pelacakan keluarga, dan lain-lain – mungkin berguna bagi investigasi hak asasi manusia. Tetapi, jika tidak diperlukan (bagi tujuan pelacakan keluarga, misalnya) para saksi atau pemberi informasi seharusnya tidak difoto jika ada risikonya bahwa film dan kamera bisa dirampas oleh personel keamanan di jalan tempat pemeriksaan, ketika menyeberangi perbatasan, atau pihak keamanan yang bertugas mengecek di bandara. Tindakan pencegahan menurut pandangan umum bisa diobservasi, sebagai berikut: ¾ Persetujuan seharusnya dimintakan sebelum mengambil foto ¾ Dalam kasus luka-luka atau tanda-tanda penyiksaan pada tubuh korban yang masih hidup, foto seharusnya menghindari wajah korban ¾ Film seharusnya dipindahkan dari kamera setelah mengambil foto dan mengganti dengan yang baru atau film lama yang telah digunakan ¾ Film yang asli seharusnya disembunyikan di tempat yang sepertinya tidak dapat diketemukan (di dalam kendaraan, atau di tubuh) ¾ Tindakan pencegahan yang sama menerapkan video rekaman.
12. Kesimpulan Wawancara
Unsur penting yang dapat diambil dalam meyakinkan perlindungan saksi adalah diskusi di mana organisasi HAM seharusnya bisa melakukannya bersama saksi pada akhir wawancara. Partisipasi para saksi terhadap diskusi tentang perlindungan diri mereka sangat esensial. Tujuan diskusi ini adalah: ¾ Untuk mendiskusikan dan menyetujui aturan di mana informasi yang tersedia dapat digunakan tanpa mengungkapkan saksi yang berisiko pembalasan dendam ¾ Untuk menganalisiis situasai keamanan saksi, mengidentifiaksi risiko-risiko dan sumber-sumber potensial dari tindakan pembalasan dendam ¾ Untuk menyetujui prosedur pemantauan keamanan saksi ¾ Untuk menghalangi kepentingannya dalam kasus tindakan balas dendam ¾ Untuk menguji pilihan perlindungan dan implikasinya bagi saksi dan keluarganya (termasuk evakuasi di luar negara tempat tinggal) 13. Tindakan Lanjutan: Pemantauan Keamanan Saksi Pasca-Wawancara17 Seperti telah diketahui sebelumnya, perlindungan korban dan saksi pelanggaran hak asasi manusia merupakan tanggung jawab pemerintah secara hukum dan politik. Secara normal, ini berada di bawah aturan hakim dan polisi. Latihan yang efektif atas peran ini membutuhkan pertama-tama, tugas pemerintah dan lembaganya, kebijakan yang jelas yang merefleksikan nilai, dan peran pusat yang ditandai dengan administrasi keadilan dan pengurangan pengampunan. Ini juga membutuhkan keinginan dan alat – hukum, institusi, sistem administrasi penuh kasih sayang, biaya dan material – untuk menerjemahkan kebijakan tersebut ke dalam prosedur-prosedur dan kelembagaan yang pantas dan mekanisme lain untuk mengimplementasikannya. Perlindungan saksi merupakan aktivitas yang kompleks, sensitif dan mahal. Namun demikian, disengaja atau tidak, pemerintah bisa dan sering melakukan kegagalan dalam menyampaikan kewajiban perlindungan mereka. Para korban dan saksi ditinggalkan dengan alternatif tetap diam atau memberikan kesaksian dengan risiko pembalasan dendam oleh pelaku kejahatan yang mereka adukan atau mereka yang melindungi para pelaku. Dalam situasi konflik internal atau kekerasan, kontrol pemerintah terhadap lembaganya bisa jadi lemah, terbatas secara geografis, atau mungkin hancur. Cara untuk melindungi saksi mungkin tidak ada lagi karena kekurangan sumber daya yang layak. Pemerintah juga bisa tidak memiliki keinginan untuk melindungi orang-orang yang mereka pertimbangkan untuk dihubungkan dengan musuh politik, dan lain-lain. Petugas hak asasi manusia sering mengkonfrontasi situasi seperti ini dan seharusnya dipersiapkan untuk merespon mereka, dengan cara yang pantas. Kemampuan efektif pemerintah untuk melindungi para saksi seharusnya dikaji secara hati-hati, kelemahan dan kekuatannya dianalisis secara jelas dan dapat dipahami, sehingga aksi yang saling melengkapi dapat diinisiasi oleh organisasi HAM. Dalam keadaan normal, jika seorang korban/saksi diancam untuk memberikan kesaksian terhadap pelanggaran hak asasi manusia, baik sebelum ke pengadilan, ke polisi, atau yang berwenang dalam pemerintahan lokal, dia seharusnya melaporkan pada pemegang kekuasaan yang relevan dan mencari perlindungan. Bagaimanapun, korban/saksi bisa melaporkan kondisi yang dialaminya kepada organisasi HAM. Hal ini 17
Panduan dalam seksi ini bisa bermanfaat bagi perlindungan saksi dan juga korban, dan anggota-anggota staf nasional.
mungkin karena ada ketakutan bahwa tidak ada pemegang kekuasaan domestik yang dapat melindungi mereka, atau karena mereka tidak mempercayai otoritas kekuasaan itu. Organisasi HAM seharusnya berhati-hati dalam mendokumentasikan segala permintaan, mengidentifikasi sumber ancaman, akses kredibilitasnya, mengklarifikasi mengapa saksi lebih memilih untuk melaporkan operasi hak asasi manusia dan apa sebab keengganannya untuk melaporkan ke polisi, pengadilan atau pemegang kekuasaan administatif. Wacana normal aksi seharusnya untuk merujuk kasus, dalam konsultasi dan sesuai dengan korban/saksi, kepada otoritas yang bertanggung-jawab. Keputusan untuk menginformasikan bahwa kewenangan seharusnya didasarkan pada pengkajian kasus yang saksama dan bahwa pegawai yang kasusnya dirujuk memiliki otoritas, keinginan dan kemampuan untuk menyediakan perlindungan yang efektif. 13.1. Analisis Kapasitas Lokal dan Nasional bagi Perlindungan Saksi Otoritas yang menjadi rujukan bagi seorang saksi dalam meminta perlindungan mungkin enggan untuk mengambil aksi karena beberapa alasan, termasuk: ¾ Ketiadaan pemikiran, tujuan dan manfaat perlindungan saksi ¾ Ketiadaan sebuah kebijakan tentang perlindungan saksi ¾ Ketiadaan kerangka lembaga yang relevan, program dan sumber daya bagi perlindungan saksi ¾ Ketiadaan pengalaman yang relevan dan mengetahui bagaimana (mereka tidak mungkin mengetahui apa yang harus dilakukan) ¾ Ketakutan oleh pengadilan dari pembalasan dendam oleh individu-individu yang berkuasa yang termasuk dalam kasus ini ¾ Penolakan untuk mengambil kasus dengan serius – pengabaian resmi atau kemalasan ¾ Memandang rendah korban (terutama jika ia miskin, memiliki komunitas religius, etnik, sosial, dan politik yang berbeda) ¾ Ketakutan dalam mengambil keputusan tanpa persetujuan hierarki ¾ Kecurigaan bahwa saksi mungkin berafiliasi pada partai politik oposisi ¾ Kelemahan hakim atau polisi ¾ Kekurangan sumber daya melalui lembaga-lembaga ini (secara teknik, kesadaran kemanusiaan, keuangan, dan material) ¾ Kelemahan polisi dalam beberapa kasus yang melibatkan kekuatan-kekuatan keamanan yang berkuasa, seperti militer ¾ Persaingan antara kekuatan-kekuatan. Kapasitas yang ada bagi perlindungan saksi yang efektif seharusnya diteliti, dianalisis dikaji secara hati-hati. Seseorang seharusnya tidak mengambil kesimpulan dengan cepat bahwa kegagalan yang tampak dari pemegang kekuasaan lokal atau kekuasaan pusat untuk melindungi saksi adalah karena keinginan atau pengabaian. Hal ini bisa disebabkan dari faktor-faktor kombinasi seperti yang disebutkan di atas, dan secara krusial dari kekurangan sumber daya. Ketertarikan dan keinginan yang terdapat di sebagian mereka menawarkan kemungkinan situasi terbaik bagi inisitif dan pengembangan kerja sama dalam masalah ini. Di mana pun ada keinginan untuk bekerja sama, seharusnya didorong ke arah pengembangan projek kerja sama yang saling memberi manfaat secara timbal balik. Jika keinginan tersebut tidak ada – sementara terdapat masalah serius yang membutuhkan perhatian – hal tersebut seharusnya diperkenalkan pada otoritas pemerintah melalui
ketetapan informasi yang tepat, peningkatan kesadaran dan sensitivitas, dan training melalui workshop dengan personel yang sesuai. Para pemegang kekuasaan lokal mungkin saja: •
•
•
•
•
Takut untuk mengambil alih kasus-kasus tertentu, takut akan pembalasan dendam terhadap kehidupan mereka baik individual maupun secara organisasi, atau takut kehilangan (hal ini sering membatasi dan membuat frustasi) kerja sama dengan pihak kepolisian. Operasi hak asasi manusia bisa menyediakan bantuan dan dukungan yang positif dalam hal ini. Mereka mungkin menawarkan materi pada tingkatan yang tertinggi (kementerian-keadilan, urusan dalam negeri, pertahanan – atau tingkatan kabinet) dan membantu perkembangan lingkungan politik dalam lembaga-lembaga pemerintahan yang akan membantu para hakim atau petugas polisi lokal yang peduli untuk menyelesaikan keengganan dan melakukan pemberhentian tugas-tugas mereka. Ini membutuhkan kebijaksanaan diplomatis, kesabaran, usaha untuk memahami lembaga-lembaga yang rumit, politik (dan kadang-kadang inter-personal) lingkungan, informasi yang dapat dipercaya dan kemampuan berdialog. Tidak dilengkapi baik secara konseptual, institusional atau material untuk menghitung beban yang berat secara potensial dalam melindungi saksi. Petugas hak asasi manusia bisa mengajukan bantuan untuk menyelesaikan kasus-kasus individual, atau mendukung pemegang kekuasaan lokal untuk menyelesaikannya (dengan ikut campur pada tingkatan kekuasaan tertinggi, dengan memobilisasi bantuan material, seperti makanan atau obat-obatan dengan yang lain. Mereka mungkin juga mengeksplorasi kesempatan untuk memperhatikan masalah tersebut pada tingkatan yang umum dengan kemungkinan dukungan (secara finansial dan teknik) untuk pengembangan program perlindungan saksi. Buku panduan ini tidak mengurusi aspek selanjutnya yang membutuhkan penelitian lebih jauh pada bagian OHCHR dengan pandangan untuk mengelaborasi kerangka aksi berdasarkan pengalaman terbaik (best practices) yang telah dikembangkan baik pada tingkat nasional dan internasional. Membutuhkan petunjuk atau persetujuan dari atasan mereka agar mampu mengambil tindakan di mana meraka dapat menemukan kesulitan untuk memperoleh (dalam kasus-kasus yang sensitif secara politik yang melibatkan oposisi politik atau pagawai pemerintahan yang lain). Dalam struktur kekuasaan, mereka tidak mungkin mempunyai akses atau keberanian untuk menghubungi mereka. Pegawai hak asasi manusia bisa membantu mereka dengan menghalangi kepentingan mereka (atau secara independen) dengan tingkatan yang pantas, dalam rangka menguatkan persoalan, mencari persetujuan yang penting, membuat keputusan atau meminta dukungan yang mereka butuhkan dalam mengambil tindakan. Mempunyai kekuatan dan kekayaan untuk perlindungan saksi, tetapi mungkin berlebih-lebihan. Dalam kasus ini, kerja sama – di mana operasi hak asasi manusia mungkin dapat menyediakannya secara langsung, atau melalui mobilisasi kemitraan di antara badan kemanusiaan yang lain, pelaku-pelaku pengembangan dan bantuan, atau dukungan donor – dapat membuktikan manfaatnya. Mempunyai kekuatan dan alat-alat untuk menghentikan fungsi-fungsi mereka tetapi mungkin masih tidak peduli, lalai atau malas. Pegawai hak asasi manusia seharusnya mencari untuk mendorong mereka untuk menghentikan tugas-tugas mereka, dan menawarkan bantuan pada tingkatan bahwa para petugas HAM tidak menggantikan mereka dalam melakukan kewenangan-kewenangan ini dan mengambil alih tanggung
jawab yang bukan tanggung jawab mereka. Dalam merepresentasikan kasus ini, mereka seharusnya meminta informasi yang tepat sesuai ukuran-ukuran yang mereka ambil untuk meyakinkan perlindungan saksi yang efektif; memberikan mereka tanggung jawab jika sesuatu terjadi pada korban; memantau keadaan korban secara regular; membawa kasus pada pemegang otoritas yang lain pada tingkatan yang sama yang mungkin akan peduli; menginformasikan hierarki dan mengikuti perkembangannya secara regular – dan menginformasikan tingkatan lokal otoritas yang sudah dilakukan (untuk mendorong mereka memahami tanggung jawab mereka). 13.2. Pasca-Pemantauan Wawancara Saksi Hal ini merupakan bagian yang penting dari mekanisme yang perlu dibangun dalam memberikan perlindungan preventif. Kunci untuk melindungi saksi adalah komunikasi informasi yang cepat dalam kasus ancaman, sehingga kantor hak asasi manusia bisa ikut intervensi dengan tepat dengan pemegang kekuasaan yang relevan. Penting untuk mendiskusikan dengan para saksi dengan cara yang sederhana namun praktis dan efektif untuk mengkomunikasikannya mengenai bahaya, seperti juga ukuran-ukuran lain yang dapat diambil untuk memantau situasi mereka, seperti: •
•
•
•
•
•
Memberikan saksi alamat kantor kita dengan tepat, dengan peta yang dilampirkan dengan jelas sehingga kita dapat menghubungi secara langsung ketika ada kasus yang berbahaya, baik oleh saksi atau anggota keluarga, kolega atau teman (telepon tidak tersedia bagi orang banyak) Memberikan saksi beberapa nama dari para kolega di kantor (dan nomor telepon anggota, jika telpon tersedia/dapat diakses) bahwa mereka tdiak dapat menghubungi bila diperlukan (sehingga jika seseorang kolega tidak hadir, atau sibuk, atau nomor telepon tidak merespon, yang lain dapat menjawab permintaan). Hal ini memerlukan kondisi di mana para kolega yang nama-namanya sudah disebutkan harus diinformasikan dengan jelas dan diberi keterangan dengan ringkas (briefing) tentang kasus tersebut Tergantung pada kondisi sistem telepon dalam negeri, para korban dan para saksi yang memiliki risiko mungkin dapat dipinjamkan telepon selular dengan kredit yang terbatas, atau kartu telepon lokal, untuk dapat tetap berhubungan dengan kantor hak asasi manusia kalau-kalau ada ancaman atau aksi balas dendam Pegawai hak asasi manusia seharusnya mencatat alamat saksi, dan pergi atau mendatanginya secara tepat sendiri, atau mengirimkan kolega yang bekerja pada kasus ini untuk melakukannya, agar dapat pergi dan menemukan alamat secara langsung jika keadaan darurat Memelihara kontak: Jika saksi merasa nyaman dan aman untuk datang ke kantor, dia sebaiknya selalu melapor secara regular pada HRO (kantor hak asasi manusia) untuk menjaganya selalu berhubungan dengan perkembangan apa pun yang sesuai dan berkaitan dengan keamanan. Kunjungan ke kantor secara berulang-ulang dan terbuka, dengan tingkah yang sangat jelas dan disengaja, bisa memberikannya ukuran keamanan, yang diterima sebagai bentuk perhatian terhadap dia dari, dan di bawah, perlindungan kantor Menasihati para saksi bahwa ke mana pun mereka pergi ke luar rumah, dia harus selalu memberitahukan kepada seseorang (kerabat, teman, tetangga) tentang tujuan
•
•
•
•
• •
•
dia akan pergi, bagaimana dia pergi ke sana, siapa yang akan ditemui, dan kapan dia akan pulang ke rumah. Dia juga harus memberikan orang tersebut nama-nama (nomor kontak) petugas hak asasi manusia yang sudah disediakan. Dalam kasus saksi tidak kembali ke rumah sesuai perhitungan yang masuk akal, orang tersebut bisa menyampaikan tanda peringatan dan menginformasikannya ke kantor Petugas hak asasi manusia, atau anggota tim yang menangani kasus tertentu, dapat mengunjungi saksi secara regular di rumah – dengan hati-hati atau dalam tindak tanduk yang kelihatan secara terbuka (lagi-lagi, tergantung pada taktik perlindungan yang dianggap cocok) Pekerja HAM memberikan nasihat pada para saksi untuk berpindah tempat tinggal secara regular (sering mereka melakukan secara spontanitas); atau pergi bersembunyi di dalam rumah kerabat atau teman di luar kota – atau di dalam kota (bila ancaman datang dari dalam wilayahnya) Para saksi seharusnya menghindari gerakan-gerakan yang teratur (monoton) di dalam dan di luar rumah mereka agar mereka tidak bisa ditebak, dan untuk menghindari terciptanya kebiasaan yang dapat dipantau oleh unsur-unsur yang mengatur penyerangan yang ada di sekitar mereka Jika saksi tidak mempunyai tempat yang aman untuk tinggal, dan tidak mempunyai sumber daya, petugas hak asasi manusia dapat membantunya secara sementara untuk berpindah ke rumah orang tertentu dengan hati-hati atau hotel di mana dia dapat berkunjung dan mamantau secara regular. Petugas hak asasi manusia bisa juga mengusulkan saksi untuk pindah sementara ke satu tempat di mana kantor tersebut mempunyai kantor cabang, dan meminta koleganya di sana untuk menerimanya, membantunya untuk tinggal di hotel setempat, dan memantau keamanannya Langkah-langkah tersebut mempunyai implikasi finansial bagi kantor – ketetapan bagi sebuah anggaran perlindungan seharusnya dibuat untuk meyakinkan adanya respon yang cepat dan tindakan yang fleksibel Menghemat waktu: Sering kali tidak cepat-tersedia solusi yang memuaskan bagi ancaman langsung. Ukuran-ukuran ad hoc dan sementara seharusnya diambil kemudian untuk merespon dengan cepat dan menghemat waktu yang dibutuhkan agar dapat bekerja lebih tahan lama dan menghasilkan solusi yang tepat Ketika petugas hak asasi manusia menentukan bahwa visibilitas merupakan perlindungan yang terbaik yang dapat diberikan kepada saksi (yang mengunjungi seorang saksi di rumah untuk memberikan tanda keterlibatan kita dalam kasus ini) dia bisa mengorganisirnya memantau atau melindungi kasus sesuai dengan itu, supaya menambah efektivitas: 9 Menggunakan kendaraan PBB yang ditandai dengan jelas (paling besar/paling meyakinkan, kantor dengan bendera, untuk mencari perhatian pada tingkatan yang tinggi) 9 Memilih waktu untuk membuat kunjungan yang sepasti mungkin dapat diketahui oleh banyak orang di lingkungan tersebut (sehingga jika informan atau agen memonitor gerakan saksi, kontak dan aktivitas, kehadirannya akan mudah diketahui dan dilaporkan) 9 Melakukan kunjungan tersebut lebih aman pada waktu yang tidak biasa (contoh, pada malam yang larut atau dini hari) untuk membuat mereka tidak terprediksikan dan menjaga ketidakpastian di antara informan-informan dan risiko bahwa petugas hak asasi manusia bisa muncul kapan saja
9 Petugas hak asasi manusia dapat melakukan kunjungan dengan direktur –atau direktur dapat pergi dengannya – dan meyakinkan, melalui interpreter dan/atau supir yang akan tinggal di luar selama kunjungan di mana lingkungan diinformasikan bahwa yang melakukan kunjungann adalah direktur (hal ini mungkin memberikan kekuatan keamanan tambahan karena informan akan melaporkan hal ini kepada atasan mereka yang kemudian harus memutuskannya sebagai sebuah pertimbangan) 9 Kunjungan tersebut tidak selalu dilakukan oleh petugas hak asasi manusia yang sama (staf internasional dan lokal yang terlibat) untuk membingungkan informan yang potensial dan juga memberikan ukuran keamanan kepada kolega-kolega staf nasional. 13.3. Penanganan, Penyediaan dan Komunikasi yang Aman dalam Proses Komunikasi yang Sensitif Perlindungan saksi bisa juga ditingkatkan melalui penanganan yang disiplin dan bertanggung-jawab dan penyediaan informasi yang sensitif. Rekomendasi-rekomendasi praktis dan sederhana bisa diobservasi: •
•
•
• • •
•
Informasi yang sensitif seharusnya ada hanya dalam satu kopian di kantor (memperbanyak kopian menambah risiko kebocoran baik selama proses foto kopi dan komunikasi informasi dalam kantor, atau setelahnya, jika kolega yang lain salah menanganinya). Kopian yang lain bisa disimpan, tetapi harus terpisah dengan yang asli, dalam lokasi yang aman Informasi yang sangat sensitif tidak boleh disimpan di kantor: dapat disimpan di rumah (jika lebih aman) kepala kantor (dalam negeri) atau kantor besar (di luar negeri); atau disimpan dalam kantor lain yang menawarkan garansi keamanan yang lebih baik Informasi yang tidak sensitif seharusnya dimasukkan dalam lemari arsip (file cabinet) biasa jika ada risiko bahwa informasi tersebut dicari oleh personel (pengunjung yang tidak berkepentingan), dan lain sebagainya setelah jam kerja, terutama pada malam hari atau selama akhir pekan. Penggunaan lemari yang terkunci baik atau tempat yang aman bisa mengurangi risiko penggledahan Informasi yang tidak sensitif seharusnya ditinggalkan di atas meja kerja atau di rak setelah jam kerja: dokumen-dokumen tersebut seharusnya selalu disimpan pada file cabinet yang paling aman Lemari arsip mungkin tidak memaparkan daftar jenis-jenis arsip (file) yang ada di setiap lacinya Informasi yang sensitif bisa dimasukkan dalam file yang belum mempunyai tanda, untuk mengurangi risiko pengidentifikasian/penempatan secara mudah selama pencarian malam hari oleh personel keamanan atau pengunjung lain yang tidak berkepentingan Nomor-nomor atau surat yang berkode dapat digunakan dalam menyimpan informasi yang sensitif, seperti catatan-catatan wawancara, kesaksian, dokuman-dokumen rahasia sehingga mereka tidak dapat membiarkan indikasi-indikasi tentang sumbersumber (dalam kasus ini, daftar dari nomor yang diberi kode merujuk pada file-file yang relevan seharusnya disimpan secara terpisah dan dalam tempat yang aman)
• • •
• •
Jika testimoni kunci digandakan atau disirkulasikan dalam kantor, mereka dapat diringkas dan dibereskan (penghilangan indikasi apa pun yang dapat membantu mengidentifikasi sumber-sumber) Seharusnya dibuat sistem keamanan sirkulasi internal dari informasi rahasia. Akses pada informasi seperti itu seharusnya dibatasi Program perlindungan data seharusnya melengkapi semua sistem komputer dalam kantor bagi penyediaan kemanan data elektronik dan komunikasi keamanannya di dalam negeri (antara kepala kantor dan kantor provinsi) dan di luar negeri (kantor pusat, operasi bidang lain, organisasi regional atau internasional) Informasi yang tidak perlu disimpan lagi seharusnya dihancurkan dengan pencaruk, atau dibakar, atau dipindahkan ke luar negeri untuk diarsipkan Pekerja HAM seharusnya menjaga disiplin kewaspadaan di wilayahnya, karena perlindungan saksi dan informasi seharusnya menjadi perhatian yang terus-menerus dan tidak mendapat pengabaian.
13.4. Kesepakatan Kerja Sama, Termasuk Nota Kesepahaman (MoU): Mereka seharusnya menghasilkan ketetapan yang jelas dan eksplisit yang dapat memandu pemerintahan untuk menghormati hak-hak istimewa dan imunitas yang melindungi personel PBB, pernyataan-pernyataan, informasi dan hak milik pada saat kapan pun dan di mana pun di negara tersebut. Pelanggaran ketetapan ini seharusnya ditangani bersama pemerintah pada tingkatan yang tepat dan melalui perwakilan PBB yang tertinggi di negara tersebut, atas nama organisasi. Jika informasi PBB dirampas dan disita, penting sekali bagi organisasi, melalui perwakilan yang paling tepat di tingkat lokal, untuk turut andil pada tingkatan pemerintahan yang paling tinggi untuk mendapatkan restitusi mereka seketika. Bila dikembalikan, dokumen-dokumen tersebut sepertinya perlu digandakan sebelumnya. Jika berisi informasi yang sensitif, termasuk identitas saksi atau orang lain, garansi secara tersurat dapat dicari dari tingkat pemerintahan tertinggi yang berisi: • • •
Akan melindungi orang-orang yang memiliki perhatian Akan memantau secara efektif keamanan mereka Perlindungan mereka oleh pemerintah akan dipantau lebih dekat oleh PBB (melalui operasi hak asasi manusia, sebagai contoh). Pernyataan (dugaan) penjagaan, ancaman atau intimidasi seharusnya dilakukan secara layak dan, jika ditunjukkan benar atau terpercaya, seperti yang dilaporkan secara langsung sehingga ukuran-ukuran pencegahan perlindungan dapat diambil. Dukungan dari lembaga tertinggi PBB, dari Tim Negara secara keseluruhan, dan dari komunitas diplomatis secara lokal, seharusnya dimobilisasi untuk mendemonstrasikan perhatian bersama serta pendirian dan respon yang terkoordinasi terhadap berbagai pelanggaran, yang perhatian terhadap semua perwakilan PBB dan perwakilan diplomatik lainnya. Sebuah catatan (Note Verbale) sehari-hari, yang biasanya dikirimkan dalam kesempatan seperti ini, bukan merupakan jawaban yang memadai ketika nyawa dan keamanan seorang dipertaruhkan.
14. Kerja Sama dengan Otoritas Pemerintah
Bagian ini memberikan beberapa panduan praktis seperti bagaimana merencanakan dan mengorganisir sebuah intervensi dengan kewenangan pemerintah dalam kasus balas dendam, atau ancaman balas dendam, terhadap para saksi. 14.1. Sifat Dasar dan Pilihan Intervensi, Dapat Ditentukan oleh Beberapa Faktor: • • • • •
•
Tujuan yang dicapai (pencegahan atau perlindungan) Kebutuhan untuk menyeimbangkan intervensi pada kasus-kasus dan pola individual Urgensi kasus Pemahaman situasi (konteks kasus yang lebih mendalam; faktor-faktor yang terlibat; sensitivitas; kewaspadaan dan lain-lain) Kepentingan profesional dalam menentukan suara, pemahaman yang saling menguntungkan, dengan kewenangan pemerintah dan mengembangkan jangka panjang, manfaat yang saling menguntungkan, kemitraan mutualistik pada semua tingkatan Kepentingan utama petugas hak asasi manusia terhadap hasil-hasil investigasi, pada satu sisi, dan kerja sama jangka panjang, pada sisi lain – dan tantangan yang tetap pada penyeimbangan kepentingan antara penegakan prinsip-prinsip dalam praktiknya dan memelihara dialog dan kerja sama.
14.2. Efektivitas Intervensi Efektivitas intervensi mungkin dapat ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya: ¾ Tingkatan otoritas yang hierarki yang menjadi tempat di mana sebuah persolaan seharusnya dituju ¾ Kategori-kategori kewenangan (institusi) yang dapat dimobilisasi ¾ Ketakutan mereka pada hierarki; atau kebalikannya ¾ Kepercayaan diri karena kekebalan hukum ¾ Model intervensi dengan otoritas-otoritas tersebut (oral, tertulis, rahasia, umum, atau gabungan hal-hal tersebut) ¾ Tingkatan hierarki petugas yang melakukan intervensi ¾ Strategi yang digunakan, kaitannya dengan mobilisasi dan pemberian dukungan pada partner yang lain atau aktor-aktor yang membuat mereka sendiri, terpisah, mirip, tetapi intervensi yang simultan, atau jika tidak akan mendukung intervensi yang dilakukan oleh petugas hak asasi manusia; aksi melalui aktor yang berbeda dalam masalah ini dapat dikoordinasikan secara rahasia dan diselenggarakan dengan persetujuan bersama sehingga seakan-akan memunculkan kemandirian yang terpisah; ¾ Kebutuhan untuk mengikuti kasus terus-menerus sehingga tindakan yang memuaskan dapat diambil ¾ Sifat dasar hubungan yang dilakukan dengan otoritas-otoritas yang terkait (dan atasan mereka) 14.3. Tingkatan Otoritas di Mana Intervensi Seharusnya Dibuat Tingkatan otoritas untuk menangani intervensi seharusnya layak. Secara umum ini merupakan praktik yang baik untuk turut melibatkan kewenangan pemerintah pada tingkatan di mana terjadi suatu kasus. Sebagai contoh, jika saksi diancam mati di sebuah
wilayah, dianjurkan untuk ikut melibatkan level pemerintah daerah bersama otoritas yang relevan (polisi dan gubernur daerah): •
• •
• •
•
• • • •
Adalah logis dan praktis untuk mencari tindakan yang benar dari pemegang kekuasaan yang bertanggung-jawab pada tingkatan di mana peristiwa tersebut terjadi. Keterlibatan mereka sangat penting untuk terpenuhinya tujuan. Peran petugas hak asasi manusia adalah untuk membantu meningkatkan pembangunan kapasitas lokal bagi perlindungan hak asasi manusia, lebih dari sekadar membuat pemegang otoritas lokal menjadi tidak berdaya. Ini membutuhkan pemahaman yang jelas terhadap tanggung jawab institusi dan geografis pada tiap tingkatan otoritas Dengan mengembangkan kasus pada tingkatan mereka, petugas hak asasi manusia mengakui kewenangan mereka, yang merupakan inisiator untuk memulai kerja sama Mereka dapat bekerja sama secara penuh dan mempunyai kekuasaan dan kemauan untuk turut campur tangan secara langsung atau untuk memobilisasi kewenangankewenangan lain untuk membantu intervensi. Di mana pun terjadi kasus, kerja sama seharusnya dibuat dan dikembangkan bersama otoritas tersebut Otoritas-otoritas lokal biasanya familiar dengan situasi di bawah administrasi mereka Jika pelanggaran datang dari atasan, mereka tidak boleh mengetahuinya dan tidak boleh melindungi mereka: melaporkan kasus ini kepada mereka, membuat mereka menyadarinya dan memberikan mereka kemungkinan untuk mengambil tindakan yang benar dan tindakan pencegahan Mereka boleh mengetahui bahwa hal ini merupakan ketertarikan mereka untuk mencari upaya lokal untuk menghindari komplikasi yang semakin meningkat jika kasus tersebut diambil atasan mereka (terutama jika mereka sadar persoalan tersebut tetapi telah melakukan sesuatu, atau jika mereka terlibat dalam kasus ini) Tidak ada keharusan bahwa petugas hak asasi manusia seharusnya menghubungi mereka di lokasi yang pertama, daripada ke atasan mereka (bahkan jika mereka tidak ingin melakukan apa pun) Dengan melakukan hal demikian, petugas hak asasi manusia menyatakan bahwa ia tidak tertarik dalam menciptakan kesulitan bersama atasan mereka, sepanjang perhatian ditujukan dan diselesaikan, secara lokal dan diam-diam Petugas hak asasi manusia juga menambah kesempatan untuk melakukan kerja sama pada tingkatan yang memuaskan, yang dapat memfasilitasi tindakan-tindakan perlindungan di masa depan Jika gagal atau menolak untuk bekerja sama, petugas hak asasi manusia seharusnya menyampaikan kepada mereka bahwa persoalan tersebut akan ditangani pada tingkatan yang lebih tinggi dalam rantai kekuasaan, untuk resolusi – dan lain-lain dan seterusnya, sampai pada tingkatan kewenangan yang paling tinggi, jika memang diperlukan. Ini bisa mendorong pemegang otoritas yang pada awalnya enggan untuk mengangkat persoalan ini, keluar dari kekhawatiran akan kekhawatiran mendapatkan hukuman dari atasan mereka.
14.4. Pendekatan Strategis: Kemitraan dengan Pemerintahan Pemerintah bukan hanya merupakan entitas monolitik, baik pada tingkatan pusat ataupun lokal, tetapi juga dalam tingkatan kewenangannya. Ketika belajar tentang lingkungan, aktor-aktor kemanusiaan dan HAM seharusnya berupaya mengidentifikasi siapa saja, di antara pemegang kebijakan pemerintah, yang lebih dapat menerima dialog dan kerja sama
hak asasi manusia dan kemanusiaan daripada yang lain. Mereka seharusnya dapat mengembangkan dan mempererat hubungan dengan petugas-petugas yang sering menjadi “pintu masuk” terbaik untuk membangun kerja sama dan kemitraan. Hubungan-hubungan kerja dengan mereka seharusnya dikembangkan dengan bijaksana agar menghindari kerumitan dengan institusi mereka sendiri, yang tidak terbuka menerima hak asasi manusia dan lebih sering merendahkan posisi dan pekerjaan mereka. Agar mencapai tujuan membantu perkembangan situasi yang memiliki kemungkinan terbaik bagi perlindungan pihak yang bekerja sama dengan mereka, mereka dapat berupaya melakukan mobilisasi perhatian dan dukungan pejabat dari institusi yang berlainan dan pada tingkatan hierarki yang berbeda. Ini merupakan persoalan analisis, kemampuan apresiasi situasi, dan pertimbangan dalam hubungannya dengan efisiensi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Para pejabat ini dapat ditemukan di hampir setiap institusi, dari hakim dan polisi, sampai ke militer, eksekutif parlemen dan pada beberapa tingkatan (dari penjaga, pramuniaga, sekretaris, tantara sampai pegawai dan menteri). Penetapan hubungan kerja yang baik dengan mereka, berdasarkan kepercayaan dan pemahaman dan kerja sama yang timbal balik akan sangat penting dalam memfasilitasi kerja perlindungan dalam situasi normal. Hal ini penting bahwa jaringanjaringan ini dapat dikembangkan sebelum situasi krisis berkembang, sehingga mereka dapat diaktifkan untuk membantu melindungi saksi atau orang lain yang terancam, ditahan atau hilang. Dalam melakukan hal tersebut, petugas hak asasi manusia sering berkonfrontasi dengan dilema dan tantangan untuk memelihara keseimbangan yang tepat antara kasuskasus individu dan pola-pola pelanggaran hak asasi manusia (konteks mereka dan mekanisme produksi), dan antara tujuan-tujuan langsung (pencegahan perlindungan saksi, atau jalan lain dalam kasus pelanggaran) dan ketertarikan operasi yang umum dan berjangka panjang (dalam kaitannya dengan legitimasi tindakannya, kemampuannya untuk mengoperasikan dan mengimplementasikan mandat, kebutuhan untuk membangun, memelihara dan mengembangkan hubungan kerja dengan pemegang kewenangan tanpa membahayakan prinsip-prinsip operasional dasar). Situasi praktis kadang-kadang berhadapan dengan dilema yang sulit dengan jalan di mana mereka dipaksa memutuskan untuk memberikan perlindungan pada seseorang yang hidupnya riskan, berada pada risiko perusakan program mereka secara keseluruhan. Para petugas hak asasi manusia harus memutuskan siapa di antara pegawai pemerintahan yang merupakan tempat yang paling tepat untuk menerima intervensi mereka – secara institusional (polisi, pengadilan, administrasi, penjara, dan lain-lain) dan dalam hubungannya dengan daya penerimaan terhadap hak asasi manusia. Mereka juga dapat memutuskan untuk melibatkan beberapa institusi, yang mungkin peduli dengan kasus ini, termasuk juga lebih dari satu pegawai dalam institusi ini. Hal ini dapat berada pada tingkatan kewenangan yang sama (komune, daerah atau provinsi) atau pada tingkatan berikutnya. Mereka dapat mencari perhatian dalam kasus ini dan mendorong mereka untuk menggunakan pengaruh mereka guna membujuk para pegawai yang memiliki perhatian kuat untuk mengambil tindakan. Dalam kasus seperti ini, tindakan yang bijaksana adalah menginformasikan pegawai yang pertama-tama peduli bahwa kita berkeinginan untuk menginformasikan pihak yang lain – selain karena alasan sopan santun tetapi juga karena mereka dapat mempunyai ketertarikan profesional dalam kasus ini. Mengetahui bahwa para pegawai yang lain dapat mengetahui kasus ini dan dapat terlibat di dalamnya bisa menjadi pendorong tambahan bagi pegawai yang punya perhatian untuk mengambil tindakan.
14.5. Bahan-Bahan Intervensi: Rahasia versus Publik 14.5.1. Intervensi Rahasia Sebagai aturan umum, kerja sama yang langgeng dengan pemerintah seharusnya melibatkan – sejauh dipandang penting dan perlu – kebijaksanaan dan kerahasiaan ketika mengkomunikasikan persoalan yang menjadi perhatiannya. Kerja sama mutualistik yang bermanfaat dan berguna juga membutuhkan pembangunan rasa saling percaya dan rasa percaya diri, juga tindakan pada kedua sisi untuk bersentuhan dengan isu hak asasi manusia dalam kepedulian yang saling menguntungkan. Jika keinginan dan cara yang ada dalam pemerintah untuk menangani isu-isu hak asasi manusia, konfrontasi publik dan rasa malu terhadap pemerintah seharusnya dihindari, karena hal tersebut mungkin akan merusak kerja sama. Pemerintah secara umum, dan individu yang berada di dalamnya, adalah sangat sensitif terhadap opini publik. Ini pertanyaan tentang citra, tentang “wajah”, pada tingkatan nasional dan internasional, terutama pada masa meningkatnya hubungan (inter)dependensi. Hal ini dapat menghasilan pengaruh yang bemanfaat – dan memang merupakan satu dari beberapa pengaruh, yang dimiliki petugas hak asasi manusia. Tugas dan perhatian utama operasi hak asasi manusia yang terus-menerus adalah untuk memenangkan kepercayaan mitra pemerintah, untuk membuat kesepakatan dengan mereka tentang prosedur-prosedur operasional yang jelas untuk menangani persoalan yang menjadi perhatian mereka termasuk pelanggaran hak asasi manusia yang membutuhkan perhatian dan tindakan yang benar, untuk bekerja dengan mereka secara teliti dalam semangat kerja sama, dan memberikan usaha-usaha kerja sama dukungan yang penting. Analisis hak asasi manusia, masukan, dukungan dan bantuan adalah sesuatu yang dapat diberikan oleh operasi hak asasi manusia untuk kerja sama yang dipahami sebagai kemitraan, sebuah usaha bersama. Bagaimanapun, tujuan ini, yang merupakan kunci untuk kesuksesan kerja sama hak asasi manusia, bukan merupakan proses sekali jalan. Ia membutuhkan kerja sama yang substantif dari pemerintah. Jika kemudian ternyata bahwa kerja sama hanyalah formalitas belaka, atau telah berkembang secara formal, dan bahwa yang menetapkan prosedur komunikasi rahasia menjadi perisai bagi ketiadaan tindakan, pendekatan seharusnya ditinjau lagi dan usaha-usaha lain untuk memperkenalkan hak asasi manusia perlu dieksplorasi. Ekspos publik dapat menjadi salah satu dari upaya tersebut. Pilihan rahasia bisa mengambil bentuk: • • • • • •
Panggilan telepon kepada pegawai yang peduli untuk menarik perhatiannya pada kasus tersebut, menjelaskan situasi, menyediakan informasi yang penting, mengungkapkan kepedulian kita dan menawarkan tindakan Menulis secara rahasia pada pegawai pemerintahan yang peduli Menemuinya untuk mengungkapkan kepedulian kita secara lisan Menemuinya, untuk mengungkapkan kepedulian kita secara lisan dan menyampaikan surat resmi, yang mengungkapkan perhatian kita, dan merekomendasikan suatu tindakan Menemuinya, untuk mengungkapkan kepedulian kita dan menyediakan dokumentasi yang berkaitan dengan bentuk catatan pertemuan singkat atau sebuah memorandum Intervensi dapat dibuat melalui operasi hak asasi manusia, atau melalui pihak ketiga yang berpengaruh dan mendukung, dengan atau tanpa pemerintah, yang bersedia
• •
untuk meningkatkan kepedulian pada tingkatan kewenangan yang relevan. Hal ini dapat memasukkan pihak-pihak yang berpengaruh, diplomat atau kedutaan yang mempunyai hubungan kerja sama yang baik dengan pemerintah dan akses untuk membuat kebijakan Intervensi yang terpisah tapi tetap terkoordinasi secara paralel dengan petugas hak asasi manusia dan satu atau beberapa aktor-aktor lain yang peduli (OHCHR, UNHCR, WFP, donor, kedutaan, dll.) Intervensi bersama dengan aktor-aktor yang tertarik.
Waktu bisa menjadi faktor esensial dalam situasi yang darurat, yang membutuhkan tindakan paling cepat dan pas pada tingkatan kewenangan yang paling tepat untuk mengamankan perhatian langsung dan tindakan yang benar. 14.5.2. Intervensi Publik Intervensi publik dapat dibuat untuk mengungkapkan pelanggaran, atau pola pelanggaran atau perhatian yang berhubungan dengan hak asasi manusia yang lain, dan dapat dipertimbangkan paling tidak pada situasi berikut – dan setelah analisis yang sangat hatihati terhadap situasi tersebut: ¾ Ketika ia dicurigai akan memprovokasi, secara langsung atau tidak langsung, suatu tindakan yang diharapkan oleh pemerintah ¾ Dalam usaha terakhir, ketika semua cara-cara yang lain untuk mencari tindakan yang benar telah dicoba tetapi gagal ¾ Dalam situasi darurat, ketika waktu merupakan faktor esensial, untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia. Intervensi publik bisa mengambil bentuk: ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Pernyatan publik secara tertulis yang ditandatangani oleh direktur kantor Wawancara pers oleh direktur kantor atau petugas hak asasi manusia yang ditunjuk Konferensi pers oleh direktur dan kolega yang relevan Kutipan dalam artikel pers yang menarik perhatian publik pada persoalan yang menjadi perhatian Pernyatan bersama yang ditandatangani oleh petugas hak asasi manusia dan beberapa mitra lain yang tertarik (aktor internasional atau masyarakat sipil) Pernyataan publik oleh pegawai PBB yang lebih senior – Perwakilan Daerah, atau Koordinator Tim PBB di negara tersebut) Pernyataan bersama oleh Komisi Tinggi, atau Pelapor Khusus atau Perwakilan Komisi Hak Asasi Manusia Kantor hak asasi manusia dapat juga menarik perhatian surat kabar yang berpengaruh dan media lain pada persoalan yang menjadi kepedulian dan mendorong mereka untuk menginvestigasi dan melaporkannya dalam ulasan mereka.
Intervensi publik menghadapi risiko munculnya perlawanan pemerintah dan rusaknya kerja sama yang telah ada. Orang yang membuat pernyataan bisa juga menjadi subjek balas dendam, termasuk, dalam kesempatan yang paling ekstrem, misalnya pembunuhan. Dalam kasus selanjutnya, pernyataan tersebut dapat dibuat sesaat sebelum meninggalkan negeri atau di luar negeri pada konferensi pers yang dilakukan di bandara.
[Dengan ungkapan lain: Pernyataan publik seharusnya digunakan secara berhatihati. Manfaat mengangkat masalah secara publik seharusnya dikaji dan diartikulasikan secara jelas. Seharusnya dipertimbangkan efek-efek yang secara potensial merugikan, yang mungkin merusak kepentingan umum dari operasi tersebut. “Kepentingan umum” harus dimengerti dalam kaitannya dengan substansi kegiatan operasi, tingkat kerja sama yang diterima dari pemerintah, dan perkembangan yang dibuat dalam perbaikan situasi hak asasi manusia, potensial bagi pengaruh positif jangka panjang, keberlanjutan kehadiran operasi, keamanan sumber-sumber dan kelompok-kelompok lain yang terlibat, termasuk para kolega dan kita sendiri.] Untuk mengurangi risiko bertentangan dengan pemerintah, kita dapat menginformasikan kepada mereka terlebih dahulu pernyataan yang sudah dipersiapkan. Kita juga bisa mengirimkan kopian pernyataan lebih lanjut sehingga tidak diambil dengan tiba-tiba: mereka biasanya tidak suka belajar tentang suatu masalah melalui pers. Kita juga bisa menginformasikan kepada mereka tentang kasus ini secara verbal, menjelaskan bahwa pers sedang meminta klarifikasi dan kita harus menjelaskan apa yang sedang terjadi. Kita juga bisa menggabungkan berbagai cara, misalnya menulis secara rahasia pada pemegang kebijakan, menyampaikan surat secara langsung sambil meyakinkan bahwa jurnalis yang ramah menyoroti kasus tersebut dalam tata cara publik untuk menarik perhatian berbagai pihak lokal dan internasional terhadap kasus ini. Intervensi publik dapat juga didorong oleh satu kelompok pemerintah terhadap yang lain, untuk alasan yang benar-benar politik (persaingan kekuasaan) ataupun untuk menguatkan kekuasaan mereka dalam upaya untuk mengembangkan proses reformasi. 14.6. Pilihan Cara Intervensi Siapakah yang ditempatkan paling baik untuk melakukan intervensi paling efisien? Ini merupakan persoalan taktik yang membutuhkan berbagai pertimbangan. Prinsip yang bisa mengarahkan adalah memilih cara yang paling tepat dan efektif untuk menyampaikan perhatian pada pejabat pemerintah agar dapat memperoleh hasil. Ini dapat dilakukan melalui berbagai pilihan berikut ini, atau melalui gabungan beberapa di antaranya: • • • •
Petugas hak asasi manusia yang bekerja pada kasus ini secara individual Petugas hak asasi manusia yang bekerja pada kasus ini atas kepentingan direktur Kepala unit yang relevan dalam kantor, dalam kapasitasnya, atau atas kepentingan direktur kantor Kepala misi yang paling senior atau paling berpengaruh (SRSG, Perwakilan Wilayah, Kepala operasi pemeliharaan perdamaian, dan lain-lain)
14.7. Pembangunan Program-Program Perlindungan Saksi PBB belum mengembangkan kerangka kerja sama, alat, atau panduan yang ditujukan pada pengkajian negara anggota yang tertarik untuk membangun program-program perlindungan saksi. Sejauh ini program seperti itu telah dikembangkan secara domestik (Italia, Kanada, Kolumbia, Afrika Selatan, Guatemala, dan lain-lain) dalam konteks usaha-usaha oleh pemerintah untuk memerangi kejahatan yang terorganisir atau kekebalan resmi, atau selama periode transisi melalui mekanisme keadilan transisi seperti yang terjadi di Afrika Selatan. Pada tingkatan internasional, ICTR ad hoc dan ICTY mempunyai program seperti ini. ICC juga sedang melakukan proses yang sama untuk membangun program tersebut. OHCHR dapat mengembangkan secara bermanfaat
kerangka standar aksi dalam program tersebut yang dapat berguna untuk memandu dan memberi masukan bagi Negara-Negara Anggota yang berkeinginan untuk mengembangkan program-program mereka sendiri. 14.8. Kesimpulan Pada setiap langkah dalam proses tersebut, sebuah pertimbangan harus dibuat mengenai wacana aksi yang paling tepat untuk diambil agar memperoleh hasil yang sesuai harapan. Pekerja HAM seharusnya menghindari respon-respon mekanik. Definisi demarche yang dimaksud seharusnya ditentukan oleh kepedulian untuk melindungi individu dan menciptakan terbangunnya dialog konstruktif jangka panjang dan kerja sama daripada konfrontasi dan tujuan jangka pendek. Tidak ada standar yang sama pada tiap-tiap kasus yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus dan respon masing-masing. Dikatakan bahwa, karena mereka membangun pengalaman mereka sendiri dalam waktu lama, para petugas hak asasi manusia dapat melihat pola-pola yang muncul yang akan membantu dalam membuat respon. Namun, mereka seharusnya menggunakan pertimbangan mereka dalam setiap kasus sebagai dasar kemungkinan informasi dan analisis yang terbaik. Mereka seharusnya menjaga bahwa aksi yang akan mereka ambil tepat pada waktunya, cocok dan proporsional pada masalah (dalam hubungannya dengan orang yang mengintervensi, pada tingkatan kewenangan, secara rahasia atau secara terbuka, dan lainlain). 15. Perlindungan Saksi dalam Konteks yang Terbatas atau Non-Kerja Sama oleh Pemerintah – atau Terhadap Mereka 15.1. Kegagalan Pemerintah untuk Mengasumsikan Tanggung Jawab Perlindungan Mereka Tanggung jawab utama bagi perlindungan saksi – apakah mereka memberi kesaksian di pengadilan atau di hadapan investigator hak asasi manusia nasional atau internasional – terletak di pundak pemerintah, sebagai bagian dari tanggung jawab umum untuk melindungi semua orang yang berada di bawah jurisdiksinya. Tetapi, pemerintah mungkin tidak mampu atau tidak berkeinginan untuk menganggap tanggung jawab ini dengan beberapa alasan. Kemauan politik boleh ada tetapi cara untuk mengimplementaikannya mungkin sulit ditemukan, atau mungkin tidak memadai (kekurangan kesadaran kemanusiaan, sumber daya finansial dan materi). Kontradiksi juga bisa muncul antara kebijakan dan kemampuan yang efektif untuk mengimplementasikan program tersebut. Hal ini mungkin karena kurang kuatnya kontrol eksekutif oleh pemerintah atas institusi keamanan, persaingan antara institusi-institusi ini, konflik kepentingan antara pegawai pemerintah yang senior, atau ketika unsur-unsur pemerintah menjadi pelaku, atau melindungi mereka, dan mempunyai kewenangan untuk memutuskan, atau mempengaruhi apakah pemerintah memiliki atau tidak mempunyai program perlindungan saksi. Kasus tersebut bisa juga melibatkan individu yang tangguh yang memiliki hubungan yang dekat dengan eksekutif atau aparat keamanan, atau pegawai-pegawai pemerintahan yang senior. Kasus tersebut dapat melibatkan – atau saksi memiliki – partai oposisi, atau sebaliknya kasus tersebut sensitif secara politik. Pemerintah pusat mungkin tidak berada pada posisi untuk mengontrol wilayahnya dan pemerintahan daerah mungkin berada di bawah kekuasaan politik lawan. Situasi-situasi seperti ini bisa timbul dalam konteks ”negara gagal”, negara lemah atau negara yang
kolaps oleh karena pertikaian yang berkepanjangan, keadaan darurat, pertikaian politik internal atau kekerasan sipil, di mana pemerintah hanya mampu secara setengah-setengah menerapkan tanggung jawab mereka atas perlindungan, atau bahkan sama sekali tidak mampu memenuhinya. Dalam situasi ini, kerja sama dengan pemerintah atas isu perlindungan yang sensitif tidak mungkin dapat terbangun, bahkan kounter-produktif. Para saksi bisa meminta untuk dilindungi oleh pemerintahan mereka sendiri, atau unsur-unsur yang mempunyai kekuasaan di dalamnya. Mereka dapat berada di bawah ancaman pembunuhan, penyiksaan, penahanan dengan cara sembrono dan perlindungan dalam kantor hak asasi manusia. 15.2. Implikasi: Peran Perlindungan Langsung dan Tanggung Jawab bagi Operasi Hak Asasi Manusia atau Para Pegawai Ini merupakan situasi yang ekstrem, tetapi hal tersebut berkembang – telah berkembang, dan akan terus berekembang. Operasinya hak-hak asasi manusia atau para pegawai seharusnya dipersiapkan untuk mampu merespon dengan cara yang pantas. Kapan pun dimungkinkan, situasi ini seharusnya ditangani dalam batasan mandat operasi. Tetapi mereka dapat – dan sering melakukan – membutuhkan aksi yang di luar batasan-batasan ini. Operasi hak asasi manusia seharusnya dipersiapkan untuk mengasumsikan lebih dari peran tradisional dan tidak langsung mereka untuk mendukung institusi pemerintah dan usaha-usaha untuk melatih tanggung jawab perlindungan mereka. Mereka mungkin harus menggantikan diri mereka sendiri untuk beberapa tingkatan – dan pada tingkatan yang dibolehkan sumber daya mereka – dan mengambil langkah tanggung jawab perlindungan langsung mereka sendiri. Ini akan menyiratkan banyak pekerjaan informal, yang mungkin harus dilakukan dalam cara yang dengan sengaja meniadakan apa pun bentuk kerja sama dengan, atau bentuk pengetahuan, pemerintah. Hal ini menyiratkan batasan-batasan pada prinsip kedaulatan negara, yang bagaimanapun sering diartikan dan diterima oleh mandat operasi tersebut. Apa yang dipertaruhkan adalah bukan menginjak-injak kedaulatan negara “tetapi menyampaikan perlindungan praktis bagi orang biasa, berisiko bagi hidup mereka, karena negara mereka tidak berkeinginan dan tidak mampu melindungi mereka.”18 Kesempatan yang luar biasa dapat menjustifikasi respon yang luar biasa. Mereka memerlukan keberanian dan imajinasi personal serta profesional untuk mengambil inisiatif yang kreatif – di mana tidak ada resep-resep atau pedoman yang sebelumnya dibangun – dan yang praktis, efisien, dan yang masuk akal secara politik, moral dan profesional. Mereka juga memerlukan perhatian yang mendesak, pengambilan keputusan dan tindakan yang tepat. Mereka dituntut untuk memiliki kemampuan analisis dan kajian yang cermat, yang menyeimbangkan faktor-faktor yang berbeda seperti perlindungan terhadap orang yang hidupnya terancam, perlindungan terhadap staf kantor, dan terhadap keberlanjutan operasinya dalam situasi yang mungkin memerlukannya secara berkelanjutan untuk mendorong pengurangan kekerasan, dan untuk melindungi kelompok-kelompok yang rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Mereka memerlukan konsultasi dalam operasi dan dengan mitra yang potensial, dan kerja sama yang strategis dengan mereka. Tim kerja, koordinasi dan kepemimpinan yang konsultatif merupakan hal yang esensial. Pengetahuan yang baik tentang wilayah, informasi yang 18
Tanggung jawab untuk melindungi, Laporan Komisi Internasional tentang Intervensi dan Kedaulatan Negara, Desember 2001, hlm. 12
dapat diandalkan, analisis yang hati-hati, identifikasi pilihan-pilihan yang jelas dan implikasinya (bagi korban, staf yang terlibat, dan operasi), dan pertimbangan yang baik akan membantu menjelaskan wacana aksi yang terbaik. Petugas hak asasi manusia tidak bisa menjadi saksi bisu atas pelanggaran hak asasi manusia. Operasi hak asasi manusia berhadapan dengan kebutuhan perlindungan langsung tidak dapat – secara profesional atau moral – menarik diri di belakang mandat mereka, mencuci tangan mereka dan membiarkan para korban terpuruk dalam nasib mereka. Selalu ada sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu para korban atau para saksi yang mempunyai risiko pada hak mereka yang paling fundamental. Dalam situasi darurat, waktu sering menjadi menentukan. Solusi jangka panjang mungkin tidak bisa diimplementasikan. Dalam beberapa hal, tindakan segera dibutuhkan dan harus diambil atas dasar apa pun sumber daya yang tersedia. Dalam situasi ini, yang terbaik adalah musuh dari kebaikan: persoalannya adalah apa yang dapat dipraktikkan dalam kesempatan yang ada. Petugas hak asasi manusia mungkin perlu bekerja dengan tidak terlalu berfokus pada solusi jangka pendek supaya menghemat waktu untuk mempersiapkan solusi jangka panjang. Dalam konteks seperti ini, kerja sama aktor-aktor di luar pemerintah, pada tingkatan nasional dan internasional sering kali penting. Aktor-aktor ini dapat memasukkan perwakilan masyarakat sipil dan jaringan bantuan dan solidaritas mereka; agen PBB seperti Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, atau badan-badan antarpemerintahan yang lain seperti Organisasi Internasional; seperti negara-negara penerima suaka melalui misi diplomatik mereka dalam operasi dalam negeri atau dalam negeri tetangga. Pemegang kewenangan yang ramah dalam pemerintah bisa juga dalam posisi untuk memberikan bantuan yang penting. Ini kemudian penting untuk membangun kerja sama dengan mereka pada tahapan awal sehingga kerja sama mereka dapat dicoba ketika kebutuhan meningkat. Peran lebih perlindungan langsung dapat memasukkan upaya membantu para saksi yang berisiko untuk berpindah tempat tinggal, bersembunyi, mencari pengungsi di bagian negeri atau lingkungan yang lain atau negara ketiga pemberi suaka, secara temporer atau permanen. 15.3. Wacana Aksi yang Mungkin Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan dan dicapai selama persepsi risiko balas dendam terhadap saksi, atau kebutuhan mereka untuk perlindungan, tetap ada: ¾
Kadang-kadang, menginformasikan secara langsung kewenangan lokal atau pusat, di mana petugas hak asasi manusia menyadari kasus atau situasi dan memantaunya secara aktif, mungkin memadai bagi individu atau kelompok yang penting dilindungi dari pembalasan dendam. Kenyataan bahwa pelaku, atau orang-orang yang melindungi mereka, mengetahui bahwa pemantau hak asasi manusia, khususnya dari PBB, sadar atas kasus yang melibatkan mereka, mungkin layak untuk mengalihkan pembalasan dendam. Perlindungan ditingkatkan jika petugas hak asasi manusia diketahui mengambil kepentingan aktif dalam kasus ini dan memantaunya lebih hatihati. Ini membuat operasi hak asasi manusia menjadi “saksi” yang berpengaruh secara potensial yang bisa mengungkapkan mereka secara publik atau sebaliknya. Ketakutan diekspos oleh PBB dalam kejahatan, mungkin dapat menjadi penangkis
yang memadai terhadap percobaan pembalasan dendam terhadap para saksi. Ini, tentu saja, tergantung pada: ¾
¾
¾
Kualitas informasi yang dikumpulkan melalui operasi hak asasi manusia Otoritas moralnya dalam negeri Integritas profesional dan kredibilitasnya Dukungannya untuk menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan berdiri menentang pelanggaran sambil menjaga kemitraan dan kerja sama yang positif Legitimasi kehadirannya di dalam negeri Dukungan yang kuat dari pemerintah, atau dari bagian-bagian di dalamnya Dukungan yang dinikmati dari masyarakat sipil dan pengaruhnya Dukungan dari kantor pusatnya Dukungan dari Perwakilan PBB yan tertinggi secara lokal Dukungan dari perwakilan lain dari komunitas internasional Dukungan mitra strategis kunci, secara domestik dan internasional, sering menjadi penting.
Operasi pemantauan hak asasi manusia yang aktif dalam konteks lemahnya dukungan internasional (dukungan marjinal dari sistem PBB dan perwakilan lain yang berpengaruh dari komunitas internasional) bisa jadi sebaliknya mendorong pelaku untuk mendiamkan saksi. Pelaku melakukan hal demikian dengan cara yang mencolok mata, untuk mendemonstrasikan kekuasaan mereka dan kekebalan bagi para saksi dan ketidakberdayaan operasi hak asasi manusia dan komunitas internasional. Dalam konteks seperti ini, pemantauan keamanan saksi yang aktif tidak akan menghalangi pembalasan dan bahkan juga mendorong mereka. Contoh jenis ini adalah kasus di Afghanistan, yang mengikuti pengungkapan publik terhadap pembunuhan massal tawanan Taliban di kontainer oleh Aliansi Utara pada akhir November 2001. Risiko pengungkapan telah mendorong Komandan Aliansi Utara mengintimidasi, menteror atau menghilangkan saksi kunci. Respon yang lemah oleh PBB dan dunia internasional yang bersekutu dengan Pasukan Keamanan Gabungan, telah diinterpretasikan menjadi anugerah. Ketentuan PBB dan komunitas internasional melalui mereka merupakan faktor krusial dalam menguatkan operasi hak asasi manusia dan pengaruhnya yang positif untuk mengekang pelanggaran. Melalui penguatan komponen hak asasi manusianya, ia merupakan alat pelengkapnya bagi prinsip-prinsip fundamental yang mana ia mendemonstrasikan kepada semua dan menguatkan kehadiran dan pengaruhnya sendiri, meningkatkan perlindungan orang-orang atau kelompok yang terancam risiko, dan secara bertahap mengusahakan kondisi yang terus-menerus bagi terwujudnya perdamaian dan keadilan. Bantuan bisa diberikan bagi para saksi yang sedang terancam risiko untuk memfasilitasi evakuasi mereka secara hati-hati ke lokasi yang lain, baik di dalam daerah atau di dalam provinsi, atau untuk melindungi mereka secara temporer di guest house, hotel atau tempat lain yang aman (gereja, kelenteng, pagoda, dll.) di mana keamanan mereka sementara bisa diusahakan dengan pasti, dapat lebih diawasi dari dekat dan secara langsung. Jaringan masyarakat sipil lokal bisa memainkan peran penting dalam proses ini. Pemberian jaminan perlindungan fisik bagi seorang saksi yang terancam risiko di kantor hak asasi manusia bahkan secara sementara, sampai situasi alternatif yang layak dapat dijalankan, merupakan keputusan yang problematik yang mungkin
¾
¾
¾
mengandung berbagai implikasi serius, bagi keamanan saksi, kantor hak asasi manusia dan para stafnya, dan bagi keberlangsungan proses penegakan hak asasi manusia sendiri. Saksi tidak bisa dijamin bahwa mereka akan selalu aman di kantor PBB, walaupun kantor tersebut merupakan pilihan terakhir yang paling mungkin untuk mengungsi. Secara prinsip dan secara hukum, seluruh aturan PBB dilindungi dari berbagai gangguan atas dasar Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas. Opini publik bahwa aturan kantor digunakan dalam situasi tersebut bisa memberikan mereka alasan untuk melakukan agresi. Karenanya muncul implikasi keamanan untuk melindungi saksi, staf PBB yang peduli, kantor mereka dan badanbadan PBB lainnya serta para aktor internasional yang mungkin tampak sebagai bagian institusi yang terpisah-pisah. Pemerintah mungkin juga membuat keputusan untuk menutup kantor tersebut dan mengusirnya dari negaranya secara terangterangan yang telah menjadi tempat berlindungnya elemen-elemen anti-pemerintah. Tempat berlindung sementara yang ditawarkan kepada seseorang atau beberapa individu dalam situasi darurat bisa menjadi magnet berhadapan dengan orang-orang yang khawatir terhadap hidup dan keselamatannya. Ada risiko bahwa penggunaan kantor tersebut sebagai tempat berlindung sementara juga bisa mengarah pada terbentuknya kamp pengungsian yang tidak tertib yang mungkin selanjutnya akan menjadi sasaran penyerangan. Mempertimbangkan pemikiran di atas, kantor hak asasi manusia bisa menawarkan tempat pengungsian sementara bagi saksi yang terancam risiko atas dasar peraturan yang dimilikinya, sebagai ukuran perkeculian dan sementara, ketika tidak ada alternatif yang memadai. Ini mungkin berlangsung semalam, jika kasusnya terjadi pada sore hari, sehingga jalan keluar bisa diusahakan pada hari selanjutnya (bantuan untuk memindahkan atau melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman atau upaya perlindungan lain yang diusahakan oleh pihak ketiga). Dalam banyak kasus, mustahil menggunakan wewenang kantor hak asasi manusia untuk memberikan perlindungan kepada seseorang. Para pemantau hak asasi manusia mungkin menawarkan diri untuk memberikan tempat berlindung sementara di rumah mereka sendiri dan membuat rencana di antara mereka untuk memindahkan para saksi dari rumah ke tempat lain sampai situasi yang aman bisa diupayakan. Keputusan ini harus mempertimbangkan batas perlindungan yang bisa ditawarkan kepada saksi. Hal ini juga harus mempertimbangkan akibat keamanan bagi para pemantau dan keluarganya yang tinggal di rumah itu. Ada kemungkinan juga muncul akibat seperti itu di kantor hak asasi manusia, yang mungkin dianggap sebagai markas elemen-elemen oposisi. Dalam situasi yang mengancam hidup, keputusan perlindungan ad hoc harus dibuat untuk menanggapi ancaman sementara, menunda jalan keluar yang lebih baik. Seorang saksi mungkin diburu oleh elemen bersenjata (polisi, militer, paramiliter, dll.) lalu lari ke kantor tersebut untuk mencari perlindungan yang layak. Pintu masuk harus segera ditutup dan dikunci untuk menghindari masuknya para pemburu. Staf kantor kemudian bisa melakukan diskusi dengan mereka dan menerangkan posisi kantornya untuk mengurangi ketegangan dan mengulur waktu. Mereka mungkin akan mencari identitas para pemburu itu, lembaga mereka dan atasan mereka dan mengusakan kontak dengan pihak yang paling akhir untuk memberitahukan situasi tersebut dan mencari cara intervensi yang aman untuk menyelesaikan kasus tanpa tindak kekerasan. Mereka harus diminta untuk mengkoordinasikan bawahannya agar menarik diri. Sementara, staf kantor yang lain bisa melakukan kontak secara bersahabat dengan otoritas pemerintahan yang lain, dan memohon campur tangan
¾
¾
¾ ¾ ¾
mereka untuk tujuan yang sama. Mereka juga mungkin akan mengajak pihak lain seperti ICRC, badan-badan PBB yang lain, Koordinator Wilayah, kedutaan asing atau media massa. Situasi tersebut mungkin semakin berkembang. Ini menggambarkan kebutuhan untuk mengintegrasikan kriteria perlindungan dengan pilihan kewenangan-kewenangan kantor ketika dibuka kantor hak asasi manusia dalam kondisi yang sensitif. Kantor hak asasi manusia bisa meninta kerja sama dengan pihak ketiga untuk melindungi individu atau kelompok yang sedang tersncam risiko. Mereka bisa diyakinkan untuk bisa mengangkat kasus tersebut dengan keterlibatan otoritas pemerintahan, menegaskan perhatian dan mendukung tindakan perlindungan, atau untuk mendukung intervensi kantor hak asasi sendiri terhadap otoritas-otoritas itu. Pihak tersebut bisa organisasi masyarakat sipil, badan-badan PBB yang lain, SRSG, Perwakilan Daerah, Tim PBB Tingkat Negara, ICRC, IOM, atau pejabat pemerintah yang ramah. Mereka bisa menjadi mitra yang berpengaruh terhadap pemerintah (seperti lembaga donor kunci yang bersimpati terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, atau terlibat dalam bantuan kerja sama dalam bidang hak asasi manusia, pemerintahan yang bersih, reformasi pengadilan atau pengurusan keadilan). Permohonan terhadap dukungan dan intervensi dari pihak ketiga harus termasuk distribusi informasi yang dapat dipercaya tentang kasus tersebut yang akan memfasilitasi intervensi mereka sendiri. Intervensi mereka bisa dilakukan dalam perilaku yang terkoordinasi dan rapi ketika terjadi keterputusan. Pembangunan “rumah aman” dalam misi dan operasi PBB merupakan pilihan jika tidak ada alternatif lain untuk melindungi saksi individual maupun kelompok yang menghadapi situasi yang mengancam hidup. Hal ini menuntut pertimbangan yang cermat mengenai hal-hal yang didiskusikan di atas: selama masa darurat, “rumah aman” bisa dimaksimalkan untuk menghadapi kekerasan HAM massal. Mereka bisa dengan cepat masuk ke kamp pengungsian, dan keadaannya mungkin akan secara cepat menjadi sulit untuk diatur (berkaitan dengan ruang, kebingungan, makanan, air, sanitasi, layanan kesehatan) dan sasaran penyerbuan. Intervensi yang penting bisa dilakukan oleh kantor pusat OHCHR atau Kantor Eksekutif Sekretaris Jenderal PBB bersama otoritas pemerintahan tertinggi. Tindakan publik oleh direktur kantor melalui media lokal dan/atau internasional (siaran pers, pernyataan, wawancara, seruan, kutipan, dsb.). Memberikan bantuan terhadap saksi yang telah memutuskan untuk menggunakan haknya untuk keluar dari negaranya demi mendapatkan perlindungan penyidik di negara pemberi suaka. Hak ini diabadikan dalam DUHAM dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (lihat bagian berikutnya mengenai instrumeninstrumen hak asasi manusia internasional mengenai kebebasan untuk berpindah). Bantuan dalam persoalan ini bisa berbentuk bantuan finansial untuk membiayai perjalanan dan pengeluaran lain menuju perbatasan atau negara tetangga di mana mereka dapat menikmati suaka dan perlindungan sementara, menunda solusi jangka panjang. Sementara mereka melakukan perjalanan menuju perbatasan negara tetangga, pemantau PBB bisa menggunakan kendaraan mereka untuk mengurangi risiko kemungkinan mereka ditangkap atau dibunuh selama dalam perjalanan di tempat-tempat pemeriksaan. Pemantau hak asasi manusia bisa juga menjajaki keamanan mereka selama melintasi perbatasan ke negara tetangga untuk alasan yang sama. Bantuan perlindungan seperti itu menuntut koordinasi dengan pihak lain yang ada di negara tujuan, termasuk otoritas lokal yang ramah, jaringan masyarakt sipil atau lembaga-lembaga hak asasi manusia dan kemanusiaan internasional. Tindakan
¾
¾
¾
¾
dalam hal ini bisa difasilitasi oleh, dan menggambarkan kebutuhan akan, pembuatan kontak, pertukaran, kerja sama dan kemitraan di mana operasi hak asasi manusia mesti mengusahakan hal ini dengan seluruh mitra yang potensial, tidak hanya dengan mitra di dalam negeri tempat operasi, tapi juga di negara tetangga, di wilayah kawasan dan internasional. Sebagian, jika saksi berkehendak untuk mencari perlindungan di negara tetangga atau melalui negara tetangga tersebut ke negara pemberi suaka, pekerja hak asasi manusia harus membicarakan informasi yang relevan mengenai kasus tersebut dengan UNHCR demi terpenuhinya kepastian status pengungsinya. Hal ini bisa dilakukan melalui kantor lokal atau secara langsung dengan kantor yang berada di negara di mana saksi meminta suaka. Harus dicatat bahwa UNHCR lebih banyak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi di negara pemberi suaka daripada di negara asal. UNHCR sering tidak dapat melakukan intervensi kepada para individu yang berada di negaranya sendiri; wewenang tersebut untuk melindungi dan membantu para pengungsi yang, oleh definisi konvensional, harus berada di luar negaranya. Bantuan bisa termasuk fasilitasi kontak antara saksi dengan UNHCR di negara pemberi suaka, termasuk penerimaan mereka oleh staf UNHCR di seberang wilayah perbatasan setelah mereka berhasil melintasinya. Harus dicatat bahwa UNHCR tidak bisa memfasilitasi terjadinya perlintasan yang aman dari negara asal saksi ke negara pemberi suaka. Namun demikian, UNHCR bisa memfasilitasi proses masuk ke negara tujuan (lihat bagian selanjutnya berhubungan dengan kerja sama dengan UNHCR). Negara-negara anggota bisa didorong untuk menyediakan visa, dukungan perjalanan, dan fasilitas tinggal (misalnya visa kemanusiaan) di wilayah kekuasaannya bagi para saksi yang terancam risiko yang perlu dievakuasi ke luar negara asalnya atau ke negara pertama pemberi suaka di mana mereka mendapatkan perlindungan. Dalam kasus evakuasi personel PBB, atau kehadiran pihak internasional secara lengkap, saksi yang terancam risiko dan orang-orang yang menjadi tanggungannya harus dipertimbangkan untuk dievakuasi, bersama-sama dengan staf nasional dan mitra kunci yang terancam risiko. Pemantau hak asasi manusia bisa memikirkan gabungan strategi yang menjadi pilihan di atas.
15.4. Panduan Selanjutnya Mengenai Hak untuk Pindah dan Mencari Suaka
Aktor-aktor hak asasi manusia dan kemanusiaan seharusnya mendekatkan diri mereka sendiri dengan norma-norma hak asasi manusia internasional yang berhubungan dengan kebebasan bergerak dan suaka. Norma-norma tersebut termasuk: 9 Hak kebebasan bergerak dalam negara seseorang. DUHAM menyatakan bahwa: “Setiap orang mempunyai hak untuk bebas bergerak dan bertempat tinggal dalam batasan tiap negara” (Pasal 13.1). ICCPR menegaskan hak-hak ini: “Setiap orang secara sah dalam teritori sebuah negara, dalam teritori tersebut, mempunyai hak untuk bebas bergerak dan bebas untuk memilih tempat tinggal” (Pasal 12.1). Namun demikian, ICCPR membatasi penghargaan terhadap hak-hak ini untuk orang-orang yang dengan secara hukum diharuskan menetap dalam negaranya sendiri. 9 Hak untuk meninggalkan negara seseorang.”Setiap orang mempunyai hak untuk meninggalkan negara mana pun, termasuk negaranya sendiri dan kembali ke
negaranya” (UDHR, Pasal 13.2); “Setiap orang bebas meninggalkan negara mana pun, termasuk negaranya sendiri” (ICCPR, Pasal 12.2). Kebebasan untuk bepergian dan berimigrasi terbuka lebar bagi siapa pun, baik warga negara dan orang asing, dan tidak dikondisikan atas tempat tinggal yang sah menurut hukum. Namun praktik yang terjadi secara internasional adalah bahwa kebebasan paling minimal untuk bepergian atau berimigrasi dibatasi, paling tidak sampai usia tertentu, karena otoritas parental. Negara mempunyai tugas yang positif untuk mengeluarkan dokumen-dokumen perjalanan untuk memungkinkan warga negaranya menggunakan hak-hak mereka untuk pergi dan melakukan perjalanan atau bertempat tinggal di luar negeri 19. ICCPR juga memperkenalkan pembatasan dalam penerapan hak-hak asasi ini: “Hak-hak yang disebut di atas tidak menjadi subjek bagi pembatasan apa pun kecuali hak-hak yang diberikan oleh hukum, yang penting untuk melindungi keamanan nasional, aturan publik, kesehatan publik atau moral atau hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang lain, dan konsisten dengan hak-hak lain yang dikenal dengan Kovenan ini”. (Pasal 12.3). Menurut praktik internasional, pembatasan “penting” hanya berlaku jika ia merespon tekanan publik dan kebutuhan sosial, mengejar tujuan yang sah dan proporsional bagi tujuan tersebut.20 9 Hak untuk bersuaka. Mencari perlindungan di negara pemberi suaka, merupakan hak vital yang dikenal secara internasional bagi orang yang sedang menjadi sasaran penyidikan. Pasal 14 DUHAM menyatakan bahwa: “1. Setiap orang mempunyai hak untuk mencari dan menikmati, dari negara lain, suaka atas penganiayaan. 2. Hak ini tidak berlaku dalam kasus penuntutan yang jelas-jelas merupakan akibat dari kejahatan non-politis atau yang merupakan akibat dari kegiatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip PBB.
Karena petugas hak asasi manusia dapat membantu para saksi untuk menggunakan hak-hak ini, mereka seharusnya mengklarifikasi peran mereka dalam kaitannya dengan: 9 Keputusan untuk meninggalkan negara seseorang harus dikoordinasikan dengan orang yang peduli. Ini merupakan keputusan yang penting untuk dibuat, yang mempunyai konsekuensi bukan hanya bagi orang itu sendiri tetapi juga bagi anggota keluarga yang menyertainya seperti mereka yang tetap bersama dan yang didukung oleh korban (orang tua, saudara kandung, atau tanggungan yang lain). 9 Bukan merupakan peran petugas hak asasi manusia untuk mendorong atau mengecilkan hati orang lain untuk meninggalkan negara mereka, kecuali jika ada alasan yang memaksa atau bukti untuk menasihati mereka melakukan sesuatu, ancaman yang dekat dengan kehidupan mereka, keamanan, integritas fisik, kebebasan; atau kekurangan, dan lain-lain).
19
Dikenal dalam jurisprudensi Komite Hak Asasi Manusia. Jurisprudensi Komite Hak Asasi Manusia dan praktik internasional mengenal bahwa tujuan untuk membatasi kebebasan bergerak adalah: keamanan nasional (seperti penghalang yang tidak memberikan kewenangan orang dari akses pada instalasi militer); aturan publik (seperi bagi kebijakan atau lalu lintas); kesehatan publik (seperti akses yang dibatasi pada daerah di mana bahasa kesehatan yang parah ada, moral publik (seperti pengontrolan gerakan terhadap apa yang disebut “daerah lampu hijau”); dan perlindungan hak-hak dan kebebasan terhadap yang lain (seperti dalam kasus pelibatan orang-orang dengan penyakit psikiatrik). 20
9 Peran mereka cukup terdiri dari pemberian informasi dan nasihat profesional yang mereka butuhkan tentang apa hak-hak mereka, apa pilihan yang terbuka untuk mereka, apa implikasinya bagi mereka, dan tanggungan mereka, sehingga mereka dapat membuat pilihan dan keputusan yang bebas dan suka rela. 9 Petugas hak asasi manusia seharusnya juga melindungi penggunaan hak-hak ini, dan menyediakan bantuan yang dapat mereka berikan kepada para saksi yang telah memutuskan untuk menggunakan hak-hak tersebut. Dalam masalah ini, mereka seharusnya mampu menerangkan dengan jelas cara di mana mereka dapat membantu para korban dalam mendapatkan satu atau dua pilihan yang terbuka untuk mereka (lihat beberapa bentuk bantuan yang dideskripsikan dalam bagian sebelumnya). 9 Bantuan bagi saksi untuk meninggalkan negara mereka seharusnya dipertimbangkan sebagai usaha terakhir, ketika semua cara bagi operasi perlindungan di dalam negeri telah diusahakan tapi gagal – atau tidak akan bekerja secara jelas – dan tidak ada jalan lain untuk menghindari penyelidikan.
16.
Kerja Sama dengan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi tentang Perlindungan Saksi
Dalam tahun-tahun terakhir OHCHR telah meminta perhatian dari Komisioner Tinggi PBB bagi pengungsi (UNHCR) mengenai situasi orang-orang yang menjadi pembalasan dendam demi terjadinya kerja sama investigasi hak asasi manusia atau aktivitas-aktivitas perlindungan PBB. Ini terjadi antara markas besar di Genewa, di dalam negeri di mana OHCHR sedang beroperasi, atau di mana investigasi hak asasi manusia PBB bertempat. Para petugas OHCHR telah dioperasikan dekat dengan para kolega UNHCR untuk memberikan perlindungan internasional bagi orang-orang ini. Instrumen internasional yang utama untuk menawarkan perlindungan internasional yang efektif untuk para saksi dan para korban penyelidikan yang lain adalah Konvensi tahun 1951 tentang Status Pengungsi (selanjutnya disebut dengan Konvensi saja). Para saksi pelanggaran hak asasi manusia dan orang lain yang menjadi sasaran pembalasan dendam dalam hubungannya dengan kerja sama mereka yang nyata dan yang dihubungkan dengan investigasi hak asasi manusia nasional dan internasional, atau keberlanjutan hukum, dapat memenuhi syarat pengungsi di bawah definisi Konvensi dan dengan demikian termasuk dalam mandat UNHCR. UNHCR telah memberikan perlindungan internasional bagi orang-orang seperti itu, bukan karena mereka adalah para saksi tetapi karena mereka telah melarikan diri dari negara mereka sendiri dan telah melakukan hal tersebut untuk alasan ketakutan bagi hidup mereka, keamanan atau kebebasan fisik. Perlindungan yang diberikan telah mengambil bentuk bantuan untuk mendapatkan suaka dan perlindungan sementara di dalam negeri di mana mereka telah melarikan diri,21 atau membangun tempat tinggal di dalam negeri pemberi suaka.22 UNHCR telah memberikan perlindungan secara berkala dan bantuan bentuk lain bagi pengungsi yang terancam pembalasan dendam karena telah menjalin kerja sama dengan pengadilan internasional. UNHCR bekerja sama dengan pengadilan internasional dengan 21
Biasanya adalah negara pertama di mana pencari suaka masuk ketika mereka tinggal di negara mereka sendiri, karena mereka tidak dapat dipertimbangkan sebagai pengungsi di bawah Konvensi 1951 dan tidak dapat menghargai status pengungsi (meskipun mereka memberika tempat beribu-ribu pengungsi selama beberapa tahun. 22 Biasanya sebuah negara yang telah meratifikasi Konvensi 1951 tidak menghargai status pengungsi.
cara bahwa kerja sama semacam itu tidak merendahkan mandat dan kepentingan profesionalnya. Sementara UNHCR sendiri mempunyai mandat untuk membantu dan melindungi orang-orang yang berada di bawah mandatnya, merupakan tanggung jawab pengadilan untuk mengidentifikasi, mendekati dan mewawancarai para saksi dan untuk melindungi mereka sebelum, selama dan setelah pemeriksaan pengadilan. Kerja sama dengan UNHCR dalam perlindungan para saksi yang terancam risiko memerlukan kerja sama yang erat dan pendekatan yang cermat. Hal ini dilakukan untuk melindungi para korban itu sendiri ketika berbagai solusi dapat diupayakan dan untuk menjaga integritas sistem perlindungan pengungsi dari kemungkinan tindakan kasar. Dengan demikian aktor-aktor hak asasi manusia seharusnya menahan diri supaya tidak bertindak dengan cara yang dapat memberikan kesan bahwa seseorang yang memberikan kesaksian atau kerja sama lain dengan usaha-usaha investigatif bagi aktivitas hak asasi manusia, akan dipertimbangkan secara otomatis bagi, atau dijamin status pengungsinya dan perpindahannya ke negara pemberi suaka. Pendekatan yang sembrono dapat menghasilkan apa yang disebut oleh UNHCR sebagai “faktor penarik” – sebuah situasi yang memancing arus pengungsi. Klain-klaim bagi perlindungan dari para saksi seharusnya diuji dengan hati-hati kasus per kasus, yang melibatkan investigasi mendalam terhadap kasus tersebut. Penting bahwa mekanisme perlindungan internasional yang tepat, yang berada di bawah Konvensi, tidak disalahgunakan, jika hal ini untuk menjaga kredibilitasnya dan melanjutkan penyediaan bantuan internasional yang vital dan perlindungan bagi para korban penelidikan yang hak-hak fundamentalnya dalam bahaya. Pemahaman terhadap mandat, peran, aktivitas dan hambatan-hambatan UNHCR yang jelas akan memfasilitasi kerja sama seperti itu. 16.1. Pemahaman Mandat UNHCR UNHCR mungkin dapat membantu dalam perlindungan para saksi dan para korban pelanggaran hak asasi manusia lain yang terancam risiko. Wilayah kepentingan bersama saling menguntungkan antara OHCHR dan UNHCR terdiri dari perlindungan hak suaka, perlindungan ujian efektivitasnya, perlindungan pencari suaka dari kembalinya penggunaan kekerasan secara paksa dan dari orang yang kembali dan orang-orang yang ditempatkan salah di dalam negeri. Pemahaman bersama tentang masing-masing mandat, peran, keahlian, prosedur operasional dan sumber daya akan memfasilitasi pembagian tanggung jawab yang jelas dengan landasan antara dua organisasi, menghindari duplikasi, kebingungan dalam peran masing-masing, dan meyakinkan kerja sama yang santun dalam semangat kemitraan dan saling melengkapi.23 Besaran masalah pengungsi, orang yang kembali dan orang yang disalahtempatkan di dunia sekarang adalah seperti tidak ada pekerjaan yang lebih berat daripada apa yang dilakukan oleh para aktor hak asasi manusia dan kemanusiaan. Dialog, penyelarasan, koordinasi dan kerja sama yang memberi manfaat bersama adalah penting dilakukan. Mandat utama dari UNHCR adalah membuat Statuta yang memberikannya dua tanggung jawab yang fundamental: untuk memberikan perlindungan internasional bagi pengungsi dan mencari solusi secara permanen bagi masalah pengungsi. Kebutuhan akan perlindungan internasional berkembang dari kenyataan bahwa pengungsi, tidak seperti orang asing biasa, tidak lagi mempunyai perlindungan di negara mereka sendiri. 23
Instrumen-instrumen internasional yang berhubungan dengan pengungsi dan penerapan mereka dapat diperoleh dari kantor UNHCR lokal atau regional atau dari websitenya (www.unhcr.ch). Para petugas lapangan juga akan bermanfaat mencari keterangan dari “buku pegangan untuk keadaan darurat”.
Perlindungan internasional merupakan pengganti sementara bagi perlindungan secara normal yang diberikan oleh negara kepada warga negara mereka sampai pengungsi mendapatkan manfaat dari perlindungan yang diberikan negaranya sendiri. UNHCR bisa menolong para pengungsi dari kembali secara suka rela ke rumah mereka sendiri, untuk berintegrasi ke dalam negara pemberi suaka pertama atau mencari tempat tinggal di negara ketiga. 16.2. Para Saksi sebagai Pengungsi – Definisi dan Hak atas Perlindungan Sebagaimana manusia mana pun, pengungsi memiliki hak-hak asasi manusia yang sama yang diatur dalam instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional. Di samping itu, mereka juga mempunyai hak-hak sebagai pengungsi. Konvensi 1951 mendefinisikan seorang pengungsi sebagai seseorang yang berada di luar negara aslinya dan tidak mampu dan tidak berkeinginan untuk kembali karena dibebani rasa takut menjadi tertuduh karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, anggota kelompok sosial tertentu atau opini politik.24 Definisi ini diterima secara luas. Dan hal ini telah dilengkapi dengan perjanjian regional atau deklarasi untuk memasukkan orang yang dipaksa meninggalkan negara karena kehidupan, keamanan atau kebebasan mereka diancam oleh agresi luar negeri atau eksternal, pekerjaan atau dominasi, konflik internal, situasi dari kekerasan yang menjalar, kekerasan hak asasi manusia secara masif, kejadian-kejadian lain yang serius yang mengganggu ketertiban publik dalam keseluruhan bagian negara asal atau kebangsaan.25 Para pengungsi diakui atas dasar prinsip “prima facie” penentuan kelompok (dalam kasus gelombang massa) atau mengikuti penentuan status individu. Dalam kasus gelombang massa, sering menjadi tidak praktis untuk mengambil jalan penentuan status individu bagi tiap kasus. Semua anggota kelompok kemudian dapat dipertimbangkan sebagai pengungsi dengan ketiadaan informasi yang jelas atau sebaliknya. Kebutuhan akan keadaan darurat bagi perlindungan menuntut sikap ragu yang dikenakan terhadap mereka sampai pengkajian situasi mereka yang lebih baik dapat dibuat. Perlindungan internasional dalam situasi darurat ditujukan untuk meyakinkan persetujuan pada negara pengungsi dan setidaknya suaka sementara, mencegah kembalinya mereka dengan cara paksa, dan meyakinkan bahwa mereka berada dalam ancaman menurut standar-standar dasar hak asasi manusia, intervensi secara cepat untuk mengamankan perlindungan biasanya harus didahulukan daripada status hukum. Orang yang dikeluarkan dari status pengungsi termasuk mereka yang menentang pihak yang mempunyai alasan-alasan yang serius untuk mempertimbangkan bahwa mereka mempunyai maksud untuk melakukan kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan perang (contoh, penyiksaan atau eksekusi para tahanan penjara), kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan non-politik yang serius (contoh, pembunuhan) di luar negara pengungsi atau tindakan-tindakan yang berlawanan dengan tujuan pengungsi. Pencari suaka hanya dapat dikeluarkan dari pengakuan sebagai pengungsi berdasarkan perorangan. Para saksi pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan tidak selalu sesuai dengan mandat UNHCR. Menjadi saksi bukan merupakan kriteria menjadi pengungsi di 24
Lihat Perlindungan Pengungsi, sebuah Pedoman Lapangan bagi LSM, UNHCR, 2001, hlm. 16; dan Buku Pegangan untuk Keadaan Darurat, UNHCR, 2000, hlm. 12-25 (bagian ”Perlindungan”). 25 Lihat Konvensi OAU, Konvensi yang mengatur aspek-aspek spesifik dari masalah-masalah pengungsi di Afrika (1969) dan Deklarasi Cartagena (1984) yang diberlakukan di Amerika Latin.
bawah Konvensi. Tetapi saksi yang disidik yang melarikan diri dari negara asalnya bisa disebut pengungsi untuk bisa keluar dari negara asalnya dan dapat membuktikan secara masuk akal bahwa dia disidik karena dia adalah saksi sebuah kejahatan atau pelanggaran, apakah ia memberikan kesaksian sebelum pengadilan atau di dalam konteks investigasi hak asasi manusia. Jika ini merupakan kasus, para saksi yang terancam risiko dapat juga mendapatkan manfaat dari perlindungan internasional, di wilayah mana pun, di tempat mana pun di negara pengungsi, atau di luarnya (contoh, perpindahan tempat) bergantung pada kondisi dan kesempatan lokal. Permintaan mereka atas perlindungan akan diuji oleh UNHCR yang akan menerapkan kriteria Konvensi dan menentukan status seseorang. Seharusnya menjadi catatan bahwa UNHCR tidak mempunyai mandat untuk memberikan perlindungan internasional bagi para korban penyelidikan, termasuk para saksi yang terancam risiko, di negara asal mereka. Orang-orang ini harus berada di luar negaranya, artinya mereka harus menjadi pengungsi agar bisa masuk mandat UNHCR. Konvensi tidak dapat mendefinisikan konsep penyelidikan yang digunakan dalam definisi pengungsi. Namun, pelanggaran hak asasi manusia yang dibuat di dalam instrumen-instrumen internasional dipengaruhi oleh penyelidikan jika pelanggaran adalah bagian dari kerumitan karena untuk memberikan tempat tinggal selamanya dalam negaranya tidak bisa ditolerir atau tidak mungkin; jika ia mengacu pada lima dasar yang terdaftar dalam Konvensi: ras, agama, kewarganegaraan, anggota kelompok sosial tertentu atau opini polik. Hak yang paling penting dalam Konvensi tersebut adalah hak untuk dilindungi dari pengembalian secara paksa (“refoulement”) ke wilayah dari mana pengungsi telah melarikan diri. Dinyatakan bahwa: “Tidak ada Negara Pihak (Contracting State) seharusnya mengusir atau mengembalikan […] seorang pengungsi dengan cara apa pun terhadap daerah perbatasan daerah teritorial di mana kehidupan atau kebebasannya akan terancam akibat rasnya, agama, kewarganegaraan, anggota kelompok sosial tertentu atau opini politik”. Prinsip “non-refoulement” telah dikenal sebagai prinsip hukum internasional biasa, dan dengan demikian mengikat semua negara apakah mereka merupakan piahk pada Konvensi.26 Pelanggaran-pelanggaran prinsip ini terjadi ketika:
Pencari suaka ditolak di perbatasan ketika mereka tidak mempunyai kemungkinan mencari suaka di tempat lain; Seorang pengungsi yang dikeluarkan dari negara suaka ke daerah teritori di mana hidup, kebebasan, keamanan fisiknya mungkin dalam keadaan berbahaya; dan/atau ketika Para pengungsi yang dikembalikan secara paksa ke negara asal mereka di mana mereka takut terhadap penyelidikan, atau dikirim ke negara di mana mereka dapat dideportasi ke negara asal mereka di mana mereka takut terhadap penyelidikan.”27
Konvensi memberikan pengecualian yang terbatas pada prinsip “nonrefoulement” para pengungsi, yaitu bagi mereka yang dianggap berbahaya bagi keamanan di negara di mana mereka berada, atau bagi mereka yang, karena dihukum oleh keputusan final kejahatan serius khusus, merupakan subjek berbahaya bagi warga lain di negara tersebut (Pasal 33 (2)). Tapi, Konvensi Anti-Penyiksaan secara penuh melarang
26
Lihat UNHCR, Buku Pegangan untuk Keadaan Darurat, Edisi Kedua, 2000, hlm. 12-13. Perlindungan Pengungsi: Panduan Lapangan untuk LSM, diproduksi secara bersama oleh UNHCR dan mitra-mitra LSM-nya, 2001, hlm. 21. 27
pengembalian seseorang secara paksa ke negara di mana ia rentan disiksa. Ini termasuk orang-orang yang dihukum karena pelanggaran-pelanggaran berat. Beberapa negara mengadopsi definisi yang sempit dari istilah “pengungsi” yang tidak dapat mencakup orang-orang yang melarikan diri dalam jumlah yang besar dari konflik bersenjata. Di negara-negara seperti ini istilah “perlindungan sementara” digunakan untuk mendeskripsikan perlindungan yang yang diperluas menjadi kategori orang-orang yang secara jelas membutuhkan perlindungan, tetapi mereka yang mempunyai pengakuan secara hukum sebagai pengungsi telah melahirkan berbagai keulitan, baik karena mereka tidak dapat masuk di bawah definisi yang sempit, atau karena penentuan status individu tidaklah mudah karena sejumlah besar orang yang terlibat. Unsur-unsur dasar dari perlindungan sementara termasuk: (a) persetujuan ke negara pengungsi; (b) penghormatan hak-hak asasi manusia dasar; (c) non-refoulement; (d) pemulangan secara suka rela ketika kondisi-kondisi mengizinkan.28 Perpindahan tempat tinggal (transmigrasi) dipertimbangkan oleh UNHCR ketika para pengungsi tidak dapat kembali atau bertempat tinggal di negara suaka pertama dan tidak ada jalan lain untuk mengurangi bahaya atas hukum atau keamanan fisik orangorang yang peduli. Perpindahan tempat tinggal di bawah UNHCR benar-benar terbatas terhadap orang-orang yang dikenal sebagai pengungsi di bawah Konvensi dan siapa mempunyai kebutuhan yang berkelanjutan bagi perlindungan internasional. Perpindahan tempat tinggal darurat dapat dipertimbangkan di mana ada ancaman langsung pemaksaan di negara asal, ancaman langsung pengusiran dengan paksa ke negara lain dari tempat di mana pengungsi dapat diusir secara paksa, ancaman penahanan sewenang-wenang, penawanan atau penahanan; ancaman atas keamanan fisik atau hak asasi manusia di negara pengungsi yang analog dengan keadaan di bawah defenisi pengungsi dan pemberian suaka tidak dapat dipertahankan. Kategori pengungsi yang dapat dipertimbangkan bagi perpindahan tempat darurat termasuk para korban kekerasan dan penyiksaan, para pengungsi dengan kondisi medis yang serius yang tidak dapat diobati di dalam negara suaka, perempuan yang berisiko, anak-anak dan remaja (ketika telah ditentukan bahwa perpindahan tempat tinggal merupakan solusi terbaik bagi mereka). 16.3. Wilayah-Wilayah Kerja Sama dengan UNHCR tentang Perlindungan Saksi Terdapat beberapa wilayah yang secara potensial kaya dan bermanfaat bagi kerja sama antara OHCHR dan UNHCR dalam bidang perlindungan saksi, baik di lapangan maupun pada tingkatan markas besar. Wilayah ini termasuk pertukaran informasi, pemantauan, perlindungan saksi-saksi individu atau kelompok, dan advokasi. Orang-orang yang saling peduli bisa juga dimasukkan dalam kategori sebagai saksi yang terancam risiko di samping pencari suaka, orang-orang yang tidak bernegara, individu yang berisiko mengalami pengusiran paksa dan orang-orang yang ditempatkan salah secara internal. Pertukaran informasi seharusnya didorong berkenaan dengan masalah-masalah perlindungan hak asasi manusia yang relevan dengan mandat OHCHR, dan didorong untuk memiliki keleluasaan dan rasa percaya diri. Dengan tuntutan tersebut, petugas hak asasi manusia seharusnya merasa nyaman untuk bertukar informasi dengan staf perlindungan UNHCR sepanjang tidak menyebabkan prasangka terhadap para saksi atau orang-orang yang dihubungkan dengan mereka atau dengan kepentingan operasi dan organisasi. Sebagai contoh, mereka bisa bertukar informasi dengan UNHCR tentang: 28
Buku Pegangan bagi keadaan darurat, UNHCR, 2000, hlm.14-15.
Para saksi individu, termasuk menyelamatkan para korban pelanggaran hak asasi manusia yang ditetapkan atas landasan yang tepat bahwa hidup, keamanan, integritas atau kebebasan mereka dalam ancaman di negara atau tempat tinggal asal mereka dan membutuhkan perlindungan internasional di luar negaranya. Informasi seperti ini, terutama jika UNHCR tidak mempunyai kegiatan operasional di negara asal atau memiliki kegiatan tetapi tidak mempunyai sumber daya untuk mengkaji situasi individu atau kelompok, dapat membantu secara substansial usaha-usahanya untuk menentukan status pencari suaka, untuk menghargai pemohon yang sah sebagai pengungsi berdasarkan ketentuan Konvensi, memutuskan jenis perlindungan yang yang dibutuhkan dan dijamin. Operasi hak asasi manusia dapat memberikan informasi semacam itu ke UNHCR atas inisiatif mereka sendiri, atau atas permintaannya, setelah pertimbangan yang cermat terhadap terhadap kasus tersebut, informasi dan panduan yang jelas tentang bagaimana ia digunakan. Hak asasi manusia dan informasi yang berkaitan secara politik tentang situasi dan evolusi mereka, dalam arti bahwa mereka mempengaruhi hak-hak individu dan kelompok, termasuk para saksi yang menyelamatkan para korban, yang mungkin berada dalam keadaan bahaya di negara asal mereka (hukum, perkembangan politik atau yang berhubungan dengan pengadilan, peningkatan atau kemerosotan situasi keamanan politik, individu atau kelompok yang secara khusus terancam risiko, polapola lama, contoh sejarah, dll.). Dokumen informasi yang situasional dan kontekstual dapat membantu UNHCR secara signifikan untuk memahami konteks dan latar belakang, mengkaji permintaan suaka dan perlindungan serta menentukan status. Kedatangan atau tinggalnya – di negara di mana UNHCR beroperasi – para saksi atau penyelamatan korban yang telah melarikan diri dari penyelidikan di dalam negeri dan membutuhkan perlindungan internasional, dengan demikian fasilitasi kontak dengan, dan wawancara melalui UNHCR mengenai, penentuan status. Hal ini seharusnya termasuk dokumentasi yang telah diperiksa yang berhubungan dengan orang-orang itu, yang akan memungkinkan petugas perlindungan UNHCR memahami kasus dan menentukan status mereka. Situasi saksi individu dan kelompok atau penyelamatan para korban yang kembali dari negara pemberi suaka pertama ke negara mereka sendiri (“returnees”) di bawah bantuan dan/atau perlindungan UNHCR, atau usaha mereka sendiri, dan mungkin menjadi target penyelidikan. Hal ini bisa termasuk, contohnya, mereka yang kembali (returnees) yang telah ditahan dan dihambat penangguhan pemeriksaan pengadilan bagi para tersangka dengan kelompok oposisi, atau telah meninggalkan negara asal mereka secara ilegal (dua hal kadang-kadang menjadi terhubungkan). Keamanan orang-orang atau kelompok itu selama kembali seharusnya dipantau secara dekat dan diambil tindakan terhadap pelanggaran yang potensial atas hak-hak mereka. Pemantauan seperti ini dapat dilakukan secara bersama-sama. Atau secara terpisah tetapi dalam satu cara yang terkoordinasi dan diselenggarakan dengan persetujuan bersama. Situasi saksi individu atau kelompok, atau penyelamatan korban, yang telah disalahtempatkan secara internal dan menjadi target bagi pembalasan dendam, dan kemudian membutuhkan perlindungan internasional serta menjadi pencari suaka.
Wilayah kerja sama lain dapat meliputi:
Kordinasi usaha-usaha untuk membantu individu atau kelompok yang kehidupan, keamanan atau kebebasannya terancam di negara asal mereka dan membutuhkan perlindungan internasional, untuk melintasi perbatasan dengan aman dan menerapkan status pengungsi; Operasi hak asasi manusia akan menetapkan kemitraan yang efektif dengan organisasi-organisasi lain, seperti UNHCR, dengan cara bahwa mereka menetapkan kredibilitas mereka sebagai pola-pola yang tepat dan berguna, dalam hubungannya dengan kegunaan komparatif yang mereka tawarkan dan representasikan dan profesionalisme mereka (integritas, kemandirian, netralitas, objektif, kualitas [keterhandalan] informasi yang dapat mereka hasilkan, tindakan dan penghormatan mereka bagi kebijaksanaan dan kerahasiaan.
16.4. Suaka Kemanusiaan, Perpindahan Tempat Tinggal dan Perlindungan Saksi Penempatan kembali para pengungsi – yaitu pemindahan pencari suaka di negara pemberi suaka – merupakan instrumen perlindungan yang sangat penting ketika semua pilihan lain telah gagal atau tidak tersedia (perlindungan sementara, pemulangan suka rela, integrasi lokal) dan pencari suaka terus terancam berbagai risiko yang serius. Banyak negara, yang merupakan Negara Pihak dari Konvensi, telah mengadopsi dalam sistem hukum mereka tentang penentuan status pengungsi atau pemilihan orang-orang yang peduli terhadapnya. Banyak di antara negara-negara ini mempertimbangkan persetujuan bagi perpindahan tempat tinggal hanya jika mereka diserahkan oleh UNHCR yang menjadi mitra kerja sama mereka secara dekat. Banyak informasi dapat diperoleh dari kantor pelaksana UNHCR dari markas besarnya di Genewa.29 17. Bantuan oleh Negara Pemberi Suaka Negara-Negara Anggota, melalui misi diplomatik mereka di dalam negeri kadang-kadang didekati oleh ketua misi investigasi untuk meminta bantuan mereka dalam melindungi orang-orang yang memiliki kerja sama dengan mereka. Mereka juga kadang-kadang membantu dalam pemantauan keamanan orang-orang seperti itu. Mereka kadang-kadang memanfaatkan jasa baik (”good offices”) mereka dengan kewenangan yang relevan untuk mengamankan perlindungan mereka. Mereka juga memberikan perlindungan langsung dan menjamin orang-orang yang terancam untuk mengizinkan mereka mencari suaka sementara di dalam negara mereka, dan/atau menerapkan status pengungsi. Beberapa negara yang merupakan pihak dalam Konvensi menawarkan visa perpindahan tempat tinggal kemanusiaan (baik berdasar quota atau berbasis individual) bagi kategori orangorang yang tidak termasuk dalam kriteria pengungsi tetapi yang dapat menjadi target pelanggaran serius atas hak-hak mereka, atau di dalam negara mereka atau di luar negaranya. Visa seperti ini sering menawarkan jaminan yang sama terhadap perlindungan, tinggal secara sah dan bantuan seperti yang dijamin di bawah legislasi status pengungsi (perlindungan, non-refoulement, tinggal secara sah, izin bekerja, layanan sosial dan pendidikan, bantuan integrasi). Sebaliknya, Konvensi tersebut mensyaratkan bahwa orang-orang yang membutuhkan perlindungan di luar negara asal mereka, misi diplomatik Negara-Negara Anggota dapat memproses aplikasi visa secara langsung di 29
UNHCR, Divisi Perlindungan Internasional, Bagian Perpindahan tempat tinggal, Case Postale 2500, CH1211 Geneva, Switzerland, Tel. 00 41 22 – 739 81 62, Fax. 00 41 22 – 739 73 08, Email:
[email protected]
dalam negara asal atas keleluasaan mereka sendiri. Dalam kasus ini, seperti dengan UNHCR, penting bahwa bukti yang kredibel dan relevan disediakan untuk misi-misi ini demi mendukung penilaian bahwa saksi berada dalam bahaya.
B. PANDUAN KOMISI PENYELIDIK EKSTRA-JUDISIAL (EXTRA-JUDICIARY OF INQUIRY) DAN MISI PENCARIAN FAKTA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN PERLINDUNGAN ORANG-ORANG YANG BEKERJA SAMA DENGAN MEREKA
Dalam konteks pengembangan kerangka metodologi untuk memandu pekerjaan ekstra judisial komisi penyelidikan internasional atau nasional (selanjutnya disebut “komisi”) OHCHR telah mengembangkan panduan operasional berikut bagi perlindungan orangorang yang bekerja sama dengan mereka. Hal-hal tersebut didasarkan pada pengalaman dan pelajaran yang diambil dari sejumlah komisi terbaru bagi penyelidikan khususnya dalam DRC (1998), Timor Timur (1999), Togo (2000), Afghanistan (1999), Wilayah Pendudukan Palestina dan Pantai Gading (2001). Buku pegangan ini direkomendasikan untuk digunakan anggota-anggota komisi dan misi-misi pencari fakta atau misi-misi investigasi hak asasi manusia yang lain, dan staf pendukung mereka yang terlibat dalam pengumpulan, penanganan dan pemrosesan informasi, termasuk pemberian kesaksian, menjelang, selama dan setelah penyusunan laporan proses.
1. Menjelang Misi
Prinsip panduan yang pertama adalah bahwa perlindungan bagi semua orang yang bekerja sama dengan misi investigasi PBB seharusnya dipandang sebagai bagian integral dari mandat misi ini bahkan jika ini tidak secara eksplisit merujuk pada mandat atau istilah yang dirujuk. Seperti yang telah didiskusikan di atas, misalnya hak asasi manusia PBB dan misi-misi lain mempunyai kewajiban moral dan profesional untuk tidak mengungkapkan kehidupan, keamanan orang yang bekerja sama dengan mereka, tetapi untuk membantu perlindungan mereka jika mereka menjadi sasaran bagi pembalasan dendam setelah melakukan tindakan, atau menjadi tersangka setelah melakukan sesuatu. Jika analisis kondisi keamanan di mana investigasi akan dilakukan mengindikasikan bahwa investigasi akan mengungkapkan keamanan nara sumber, dan cara untuk melindungi mereka tidak ada, komisi seharusnya dengan serius mempertimbangkan apakah misinya harus dicapai semua. Ini merupakan kewajiban moral dan profesional yang diberikan pada investigator mana pun. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana secara efektif menegaskan perlindungan bagi orang-orang ini, yang mengembangkan isu kunci yang berhubungan dengan maksud perlindungan (masalah ini disebutkan dalam bagian berikutnya dalam buku pegangan ini). Prinsip panduan kedua adalah bahwa tanggung jawab perlindungan yang utama pada orang seperti ini di negara mana pun harus bekerja sama dengan pemerintah negara tersebut. Prinsip hukum internasional ini, yang dinyatakan dalam Piagam PBB, seharusnya menjadi dasar diskusi dengan pemerintah yang berhubungan dengan perlindungan misi, orang-orangnya, proses pengadilan, perlengkapan, informasi, dan, yang lebih penting lagi, dengan orang-orang yang bekerja sama dengannya. Prinsip ini seharusnya diterima dengan jelas oleh pemerintah menjelang pelaksanaan misi, dan asuransi tertulis seharusnya dicari. Namun demikian, pemerintah mungkin gagal untuk menghormati prinsip operasional dasar ini, baik karena ketidakmampuannya (untuk kekurangan cara, atau karena mereka tidak mengkontrol pelaku) atau
ketidakinginannya untuk melakukan hal tersebut. Jika kasus itu berkembang, komisi akan mempertimbangkan untuk melanjutkan investigasinya, di bawah kondisi tertentu, dan mengasumsikan kepedulian dan tanggung jawab yang lebih besar dalam perlindungan orang-orang yang bekerja sama dengannya. Prinsip ketiga yang berhubungan dengan panduan adalah bahwa tidak ada penyelidikan hak asasi manusia yang harus dilakukan tanpa melalui analisis dan pengkajian mendalam dari kondisi keamanan, di mana ia akan mengambil tempat, mempertimbangkan keamanan investigator, proceeding, perlengkapan, informasi dan orang-orang yang bekerja dengannya. Penilaian keamanan ini seharusnya memasukkan evaluasi risiko bagi demonstrasi yang mungkin atau mengakui serangan massa yang ”spontan” dan ”merakyat” (popular) yang diorganisir terhadap komisi selama misinya. Demi menegaskan keamanan para saksi, jaminan tertinggi seharusnya dicari oleh komisi – lebih baik secara tertulis – dari Pemerintah. Selain itu, dan sebelum membuat keputusan untuk menyingkap informasi yang sensitif, komisi seharusnya menganalisis secara hati-hati kondisi-kondisi implementasi yang dilakukan pemerintah. Tindakan ini seharusnya memerlukan analisis tanda-tanda bahaya. Ini merupakan praktik yang bagus untuk menguji perbuatan resmi yang dibuat oleh Pemerintah terhadap penyingkapan ukuran-ukuran detail yang secara efektif diambil untuk melindungi para saksi yang menjadi perhatian. Dalam konteks kajian risiko perlindungan saksi menjelang pelaksanaan misinya, komisi seharusnya menginvestigasi tindakan yang telah yang dilakukan Pemerintah berkenaan dengan orang-orang yang memberi kesaksian terhadap pelanggaran hak asasi manusia, khususnya usaha-usaha untuk mendiamkan para saksi dan pemberi informasi, di negara-negaranya yang memang hendak dikunjungi. Dalam kaitan ini, komisi seharusnya juga menginvestigasi apakah ada seseorang yang ditahan, dipenjarakan atau dalam pemeriksaan pengadilan setelah memberikan kesaksian tentang, atau melaporkan, pelanggaran hak-hak asasi manusia, termasuk mereka yang dapat menjadi target investigasi, di negara yang akan dikunjungi itu. Jika demikian kasusnya, negara benar-benar menghalangi atau mematahkan semangat para saksi yang potensial dalam memberi kesaksian. Komisi tersebut seharusnya menjadi kondisi bagi penyebarannya di mana semua orang yang ditindak atau ditahan karena alasan-alasan seperti itu harus dikeluarkan segera. Kajian keamanan mungkin dibuat dalam konteks pengiriman tim awal (penjajakan) sebelum misi investigasi. Perannya akan ada untuk mempersiapkan kedatangan komisi, untuk membuat kontak pendahuluan, untuk mengidentifikasi para saksi dan sumber-sumber informasi lain yang penting, dan menguji kondisi-kondisi keamanan yang umum. Secara khusus, seharusnya memberi perhatian kepada perlindungan para saksi, menguji cara bagaimana komisi dapat mengusahakan kerja sama mereka tanpa mengungkapkan keamanan mereka, dan keluar dari pengaturan keamanan atau mengembangkan metodologi yang tepat bagi perlindungan para saksi. Kesempatan pengiriman tim terbaru seharusnya dipertimbangkan oleh komisi penyelidikan atas dasar kasus per kasus. Sementara dalam beberapa kesempatan di mana mereka memfasilitasi kerja komisi dan mencegah atau mengurangi risiko balas dendam, dalam kesempatan lain, mungkin mempunyai pengaruh yang bertentangan – menarik perhatian yang tidak dijamin para saksi dan nara sumber dan menunjukkan mereka pada personel keamanan yang mungkin akan memantau gerakan-gerakan dan kontakkontak anggota tim terbaru.
Menjelang penyebaran di lapangan, komisi akan mendiskusikan dengan pemerintah semua keperluan dari misinya, baik secara langsung maupun melalui perwakilan diplomatik di luar negeri, dan meyakinkan bahwa mereka memahami, menerima dan mendukung; dan bahwa kerja sama sepenuhnya dalam hal ini akan diperpanjang. Jaminan seharusnya dicari dan didapatkan berhubungan dengan penghormatan terhadap mandat komisi, kerangka acuan (term of reference) dan prosedur pengoperasian, kemandirian dan ketidakberpihakannya, akses yang tidak terhalangi pada semua tempat, orang-orang atau sumber daya informasi yang relevan pada investigasi mereka, personelnya, proceeding dan informasinya, dan keamanan semua orang yang telah bekerja sama dengan komisi, selama dan setelah investigasi. Persoalan ini dapat dikomunikasikan secara tertulis ke pemerintah dan jaminan tertulis mengenai hal ini seharusnya dicari bahwa pemerintah akan menghormati mereka sebelum, selama dan setelah misi tersebut. Selama diskusi-diskusi tersebut, pertanyaan perlindungan bagi mereka yang bekerja sama dengan komisi seharusnya dibahas secara lebih mendalam. Komisi ini seharusnya menginformasikan Pemerintah tentang posisinya dan ukuran-ukuran yang diambil dalam hal ini. Ia seharusnya berusaha untuk membuat mekanisme dalam Pemerintah untuk menerima pengaduan, memproses dan mengamankan tindakan korektif mereka. Perlu dibuat jelas jika gagal meyakinkan perlindungan para saksi, persoalan yang akan dimintakan perhatian dari badan PBB yang memandatkan misi tersebut, bisa mempunyai implikasi bagi keberlanjutan investigasi, dan dapat dibuat oleh publik. Selama masa persiapannya, komisi seharusnya mempertimbangkan untuk mengundang orang-orang yang memiliki pengalaman kental atau ahli dalam negeri atau kawasan untuk memberi petunjuk dan menasihatinya tentang variasi isu yang relevan untuk misinya. Mereka bisa berasal dari masyarakat sipil dari negara yang dikunjungi; aktivis-aktivis hak asasi manusia dan peneliti dari organisasi-organisasi internasional; para pekerja lembaga bantuan; staf PBB; akademisi dan lain-lain. Pertemuan bisa memfokuskan konteks politik dan budaya; kondisi-kondisi keamanan sejarah, tipologi dan pola-pola pelanggaran hak asasi manusia; peran militer, polisi dan agen-agen keamanan yang lain; kinerja pengadilan, sejarah, dan peran masyarakat sipil, dan lain-lain.). Komisi penyelidikan juga memberikan manfaat besar dari kerja sama dengan para ahli dalam negeri yang sedang melakukan usaha untuk menginformasikan, memandu, dan memberi masukan kepada mereka tentang basis yang terus berlanjut sebelum dan selama penyusunan laporan mereka, sama seperti waktu penilaian dan tahap interpretasi informasi. Hal ini seharusnya dilakukan melalui identifikasi dan rekruitmen ahli dalam negeri yang berpengalaman dengan pengalaman lapangan (lebih disukai pada tingkatan akar rumput), keahlian bahasa lokal, keakraban dengan sejarah lokal dan budaya politik, struktur sosial dan relasi sosial, jaringan hubungan, dan jika mungkin, latar belakang hak asasi manusia atau kemanusiaan. Proses pelaksanaan misi seharusnya dimulai hanya setelah jaminan diterima, lebih baik secara tertulis, jika kepercayaan terhadap pihak otoritas yang bertanggung-jawab diragukan. Dalam kasus seperti ini, komisi-komisi penyelidikan internasional seharusnya mengingat bahwa keabsahan jaminan tertulis dapat dipertanyakan, dan merefleksikan tentang bagaimana layaknya jaminan dapat diperoleh dan apakah mereka seharusnya mengejar atau tidak pelaksanaan misi mereka dalam kesempatan yang mengungkapkan kehidupan orang-orang yang terancam risiko lanjutan dari pelanggaran hak asasi manusia. Setelah di lapangan, mereka menguji kredibilitas
garansi, yang diberikan melalui serangkaian pertemuan atau wawancara, sebelum pelaksanaan misi. Setelah disetujui secara tertulis oleh Pemerintah, mandat dan kerangka kerja, metode bekerja, dan pengoperasian prinsip-prinsip seharusnya disebarkan kepada publik, termasuk fakta bahwa Pemerintah telah mendorongnya. Tindakan ini dimasukkan dalam publikasi pada sebuah catatan awal (lihat paragraf berikutnya). Komisi penyelidikan bisa mempertimbangkan untuk mempublikasikannya sebelum misi sebuah catatan awal. Ini merupakan catatan informasi yang ditujukan kepada publik di negara-negara di mana komisi akan melakukan investigasinya, termasuk di dalam negara di mana komunitas besar pengungsi hidup. Catatan tersebut akan: ¾ Mendeskripsikan Komisi Penyelidikan (mandat; tujuan, ruang lingkup misi; kerangka acuan; metode kerja, termasuk ukuran-ukuran untuk meyakinkan rasa percaya diri dan perlindungan sumber daya (khususnya, indikasi yang jelas terhadap ukuran perlindungan apa yang dapat diupayakan oleh Komisi terhadap korban pembalasan dendam selama dan setelah investigasi); ¾ Jaminan yang diberikan oleh Pemerintah untuk menahan diri dari mencampuri proses investigasi dan orang-orang yang bekerja sama dengannya); ¾ Meminta testimoni dan informasi lain tentang pelanggaran yang diinvestigasi oleh Komisi; ¾ Menyatakan bahwa negara-negara yang akan dikunjungi, menyebutkan lama waktunya; ¾ Menyatakan keinginan Komisi untuk mewawancarai para saksi di negara mana pun, atau di negara-negara lain, secara layak; dan ¾ Mengindikasikan secara tepat bagaimana orang-orang secara praktis berkeinginan untuk menghubungi Komisi atau mengkomunikasikan informasi kepadanya, dapat melakukannya menjelang, selama dan setelah misinya. Catatan harus dibuat singkat, sederhana, dan dengan bahasa yang jelas dan dipublikasikan paling tidak enam minggu sebelum awal pemeriksaan. Catatan juga harus disebarkan seluas mungkin untuk meyakinkan kesadaran terbesar kerja Komisi yang mungkin dan pelaksanaan misi (daftar kontak kepada siapa catatan seharusnya diberikan untuk memastikan kemungkinan penyebaran yang paling luas harus ditempatlkan bersama). Catatan awal yang baru seharusnya dianggap sebagai instrumen perlindungan pencegahan yang penting. Tujuan utamanya adalah untuk menginformasikan ke publik, sebelum kunjungan, dan memberikan waktu ke orangorang yang ingin bekerja sama dengan komisi, untuk memikirkan tentang, dan membuat perencanaan mereka sendiri seperti bagaimana akan menghubungi Komisi dalam cara yang aman bagi mereka, mempertimbangkan pengetahuan mereka sendiri dari kondisi-kondisi keamanan yang umum. Komitmen apa pun yang dibuat oleh Komisi yang berhubungan dengan perlindungan para saksi seharusnya dihormati, sebagaimana para saksi dan yang lain dapat mempertaruhkan keamanan mereka atas dasar komitmen-komitmen ini. Catatan seharusnya dipublikasikan paling tidak satu bulan, dan lebih diutamakan 6 minggu, sebelum misi tersebut, dan diberikan dalam bahasa yang dimengerti mayoritas penduduk.
Dalam kaitannya dengan persoalan di atas, Komisi seharusnya membuat perencanaan sebelumnya baik dengan kehadiran agen PBB di negara tempat
berlangsungnya operasi dan berkeinginan untuk bekerja sama dengannya, seperti UNDP, atau melalui LSM lokal atau internasional yang mempunyai kantor di negara itu. Tujuan tersebut akan membuat mekanisme yang aman untuk mengizinkan para saksi dan yang lain untuk menghubungi Komisi dalam cara yang aman. Ini termasuk membuka sebuah “kotak surat” Komisi dalam kantor PBB yang relevan, membuat alamat ini diketahui secara lokal, dan mengangkat anggota staf yang layak untuk menerima surat dan permohonan bagi pertemuan Komisi. Cara yang sensitif ini seharusnya didiskusikan dengan cara yang hati-hati dan disetujui terlebih dahulu dengan rekan PBB yang relevan, untuk memastikan pemahaman yang baik, kerja sama dan kepercayaan sistem komunikasi yang ditempatkan di lokasi yang berhubungan dengan keamanan para saksi dan sumber daya yang lain. Komisi seharusnya memberitahukan pihak Pemerintah sejak permulaan – misalnya saat ada pertemuan yang pertama dengannya atau misi diplomatiknya – bahwa laporannya akan disebarkan ke publik. Komisi seharusnya juga memberitahukan bahwa laporan itu akan merefleksikan tingkah laku pemerintah dan kerja sama melalui misi dan setelah-nya, dan secara khusus melalui perlindungan pelaksanaan misi, para saksi, sumber-sumber dan informasi. Ini seharusnya dinyatakan sejak awal, dalam konteks deskripsi pengoperasian prosedur-prosedur komisi. Jika terdapat mekanisme PBB untuk memantau dan melindungi keamanan orangorang yang bekerja sama dengan mekanisme hak asasi manusianya, Komisi seharusnya memberitahuka hal itu kepada pemerintah. Risiko karena identitasnya terungkap dalam percobaan balas dendam dapat menghalangi tindakan permusuhan terhadap mereka dan memberikan mereka beberapa perlindungan. Komisi tersebut seharusnya menerangkan kepada pemerintah bahwa PBB akan terus memantau keamanan semua orang yang telah bekerja sama dengannya selagi diperlukan. Komisi seharusnya menginformasikan kepada pemerintah bahwa ia akan membawa contoh yang perlu diperhatikan agar diberikan tindakan yang benar; bahwa Komisioner Tinggi dan Sekretaris Jenderal akan tetap diinformasikan; dan bahwa aksi pembalasan dendam akan disebarkan secara publik, termasuk Majelis Umum dan Komisi Hak Asasi Manusia. Jika tidak ada mekanisme regular seperti ini, Komisi seharusnya memerlukan otoritas dengan mandat mengalokasikan sumber daya yang penting untuk memastikan pemantauan dan perlindungan yang efektif bagi orang-orang yang akan bekerja sama dengannya. Persetujuan yang jelas seharusnya dicapai yang berhubungan dengan siapa yang bertanggung-jawab baginya, di mana ia akan ditempatkan dan untuk berapa lama. Komisi sebaiknya tidak berada di lapangan sebelum adanya penyediaan secara jelas soal cara-cara untuk melindungi para saksi setelah investigasinya. Jika ada pengungsi atau pengasingan yang tinggal di luar negeri di mana misi akan dilakukan, ia bisa melakukan penelitian di antara komunitas-komunitas ini agar mengidentifikasi para saksi kunci yang tinggal di antara mereka dan berusaha untuk mewawancarai mereka menjelang investigasinya. Jika terdapat para saksi seperti ini, Komisi dapat mempertimbangkan perjalanan di mana mereka tinggal untuk mewawancarai mereka atau untuk mengundang mereka untuk diwawancarai di negara di mana mereka akan aman atau di mana risiko pembalasan dendam dapat diatasi. Pembicaraan dengan para saksi seperti ini seharusnya dibuat melalui hubungan penelitian yang benar-benar tepat.
Komisi dapat mempertimbangkan perundingan dengan ahli internasional yang khusus dalam perlindungan para saksi bagi nasihat dan panduan. Untuk tujuan ini, ia bisa menanyakan program-program perlindungan saksi pada Pengadilan Internasional bagi Rwanda atau bekas Yugoslavia, kejahatan Prevention Branch di Vienna (teliti jika masih ada di bawah nama, dan jika mereka ahli dalam hal ini) dan yang lain. Ia mungkin juga dapat mempertimbangkan perekruitan ahli seperti ini untuk membimbing dan memberi masukan selama misinya, dan mengambil tanggung jawab bagi perlindungan orang-orang yang bekerja sama dengannya. Ia juga menginvestigasi apakah ada program perlindungan saksi yang diberikan di negara-negara yang akan dikunjungi, atau jika terdapat cara-cara untuk melindungi mereka secara efektif, di kepolisian atau agen keamanan yang lain. Jika ini merupakan kasus, ia dapat mempertimbangkan untuk membangun kerja sama dengan mereka. Komisi seharusnya memberikan pengajuan anggaran perlindungan saksi. Sumber daya yang memadai seharusnya dialokasikan untuk memastikan keberlanjutan program yang efektif setelah penyelesaian investigasinya, tetapi juga untuk menolong orang yang dapat menghadapi balas dendam selama misinya dan dengan demikian membutuhkan bantuan perlindungan yang dibutuhkan (lembaga dana untuk melakukan perjalanan ke luar negeri, untuk membiayai kebutuhan selama tinggal sementara di tempat suaka, dan lain-lain).
2. Selama Misi
Prosedur standard bagi komisi penyelidikan adalah mengusahakan pertemuan selama kedatangan di negara tempat investigasi pada pemerintah tingkat tertinggi, sebelum dimulainya pekerjaan apa pun. Pertemuan ini merupakan sebuah momen yang penting, yang dapat menjadi faktor yang menentukan bagi sisa misi tersebut. Ini merupakan kesempatan untuk mengenalkan komisi dan anggota-anggotanya, menunjukkan dan menjelaskan mandatnya, kerangka acuan, metodologi dan prosedur-prosedur pengoperasian, dan mencari jaminan yang diperbarui, dalam istilah yang mungkin teramat jelas, yang berkenaan dengan keamanan dan perlindungan komisi, kerja, informasi, perlengkapan dan, secara krusial para saksi dan nara-sumbernya. Momen ini juga akan menjadi kesempatan untuk meminta bantuan yang penting bagi pelaksanaan misi yang baik dari kegiatan investigasi (dalam kaitannya dengan keamanan, perlindungan, dan diskusi persoalanpersoalan khusus atau logistik, dan lain-lain sebagaimana layaknya). Perlu ditekankan adanya ukuran-ukuran untuk memantau keamanan saksi dan menghalangi campur tangan yang buruk dalam proses investigasi. Komisi tersebut seharusnya mengindikasikan secara eksplisit bahwa kegagalan pemerintah untuk menghormati komitmennya dan menegakkan prinsip-prinsip dan jaminan keamanan, dapat menggiring pada skorsing langsung, penangguhan pembangunan kembali prasyarat pelaksanaan operasi, dan kemungkinan penghentiannya. Prinsip-prinsip yang disetujui mungkin perlu penekanan kembali dan penjelasan melalui misi pada setiap pertemuan dengan pegawai pemerintahan, untuk memastikan pengertian penuh mereka pada semua tingkatan kewenangan. Diskusi pada tingkatan-tingkatan yang berbeda ini akan juga memberikan indikasi yang bermanfaat bagi Komisi mengenai cara di mana perintah yang berhubungan
dengan jaminan ini disebarkan melalui administrasi dan dirembeskan ke tingkatan akar rumput. Merupakan praktik yang baik untuk meminta Pemerintah menunjuk pejabat penghubung pada tingkatan kewenangan yang pantas, yang mempunyai akses langsung terhadap pusat-pusat eksekutif kunci dalam proses pembuatan keputusan (Perdana Menteri, Menteri Dalam Negeri atau Menteri Pertahanan, Panglima Tentara atau Kepala Staf, Direktur Polisi, Menteri Luar Negeri, dan lain-lain). Pejabat ini, sementara menuju pada penghormatan kepercayaan diri dan integritas misi, seharusnya tidak dihubungkan dengan pelaksanaan misi. Dia seharusnya ditempatkan pada penyelesaian Komisi dalam rangka meminta bantuan dan saluran yang berguna dalam informasi dan perhatian dengan cara yang tepat yang dipunyai oleh Komisi (dalam kasus intimidasi atau tekanan terhadap para saksi, sebagai contoh). Seharusnya ada tanggung jawab Komisi untuk menyeleksi hotel di mana ia akan tinggal, dan jika mungkin ruangan bagi anggota-anggotanya. Berdasarkan kesempatan tersebut, para anggota Komisi dapat memutuskan untuk mengubah hotel atau ruangan tempat tinggal mereka. Hal ini juga akan memutuskan di mana akan dilakukan investigasi, dan di mana akan dilakukan wawancara dengan para saksi dan pemberi informasi lainnya dengan cara yang akan menjamin keleluasaan dan kepercayaan yang sebesar-besarnya. Buku pegangan yang memperhatikan pendekatan dan wawancara yang aman pada para korban, saksi dan nara sumber informasi lain, seharusnya dipertimbangkan. Selain itu, komisi penyelidikan bisa mempertimbangkan prinsip-prinsip panduan PBB yang diformulasikan dalam laporan akhirnya ke Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas, oleh Pelapor Khusus tentang pertanyaan kekebalan hukum pelaku pelanggaran hak-hak asasi manusia. Laporan ini berisi “serangkaian prinsip-prinsip bagi perlindungan dan promosi hak-hak asasi manusia melalui tindakan untuk memerangi kekebalan hukum.”30 Prinsip 9 berhubungan dengan peran dan tanggung jawab komisi penyelidikan extrajudicial, baik tingkat nasional atau internasional, untuk memberikan jaminan bagi para korban dan saksi yang memberi kesaksian atas kepentingan mereka sebelum terbentuknya komisi-komisi seperti ini. Prinsip ini berbunyi: “Harus diambil langkah untuk memastikan keamanan dan perlindungan korban dan saksi yang memberikan kesaksian atas kepentingan mereka: (a) (b)
Mereka mungkin dipanggil untuk memberikan kesaksian sebelum komisi (penyelidikan) hanya atas dasar kesukarelawanan yang ketat; Jika keadaan tanpa nama dianggap penting dalam kepentingan mereka, mungkin diizinkan hanya dalam tiga kondisi, yaitu: (i) Bahwa kondisinya termasuk dalam ukuran yang luar biasa, kecuali dalam kasus para korban agresi atau penyerangan seksual; (ii) Bahwa ketua dan satu anggota komisi yang diberi wewenang diberi hakhak menguji bahwa permohonan untuk tidak menyebutkan nama akan terjamin dan untuk menegaskan, dalam kepercayaan diri, identitas saksi, sehingga mampu memberikan jaminan untuk anggota komisi yang lain;
30
Lihat laporan oleh Mr. Louis Joinet, Ref.E/CN.4/Sub.2/1997/20/rev.1.
(iii)Bahwa laporan tersebut akan merujuk secara normal pada pokok pemberian kesaksian jika ia diterima oleh komisi; (c) Sebisa mungkin pekerja sosial dan pekerja layanan kesehatan seharusnya diberikan wewenang untuk membantu korban, terutama dalam bahasa mereka sendiri, baik selama dan setelah pemberian kesaksian mereka, utamanya dalam kasus agresi dan penyerangan seksual.”
Dalam situasi pengkajian risiko perlindungan saksi, pendekatannya bersifat partisipatoris. Kebutuhan perlindungan dan keamanan saksi yang bekerja sama untuk kepentingan investigasi seharusnya selalu dikaji bersama para saksi sendiri. Para saksi sering benar-benar mengetahui kondisi keamanan di mana mereka beroperasi dan ancaman-ancaman serta risiko-risiko yang mereka hadapi, atau yang mungkin akan meraka hadapi, untuk melakukan hal yang demikian. Bagaimana yang terbaik untuk melindungi mereka seharusnya menyatukan pengetahuan ini, seperti halnya kondisi-kondisi praktis situasi khusus mereka dan implikasinya bagi keluarga mereka, pekerjaan mereka, sumber daya, harta benda (hak milik), dan lain-lain. Pendekatan partisipatoris ini akan membantu untuk: a.
b. c. d.
e. f.
31
Menguji klaim pembalasan dendam dan membangun basis-basis faktual (Apakah klaim tersebut benar? Apa sifat dasar pembalasan dendam? Apa penyebab pertama atau utamanya, dan seterusnya); Mengkaji keseriusan dan urgensinya (apakah ada bahaya yang akan datang bagi kehidupan, keamanan, integritas fisik, kebebasan?); Mendiskusikan ukuran-ukuran yang mungkin bagi perlindungan yang akan muncul; Mengidentifikasi bersama mereka tentang wacana tindakan yang lebih pantas, dengan kesempatan kasus yang spesifik (situasi keluarga, latar belakang pendidikan dan profesional, potensi bagi penempatan yang sukses dalam masyarakat suaka, contohnya, membuat kehidupan yang lebih mandiri, hak milik pribadi yang tertinggal, risiko-risiko keamanan bagi anggota keluarga yang tinggal, dan lain-lain); Setuju dengan mereka tentang bagaimana ukuran perlindungan secara praktis akan diimplementasikan; dan Bekerja benar-benar bersama mereka pada tingkat implementasinya.
Perlindungan kelompok atau orang-orang yang menjadi sasaran untuk tindakan balasan seharusnya menjadi kepedulian utama dari komisi penyelidikan. Contoh yang relevan seharusnya dibicarakan langsung dengan tingkatan pemegang kekuasaan yang relevan (di mana tindakan balasan itu terjadi) dan dengan Pemerintah, pada tingkatan tertinggi, dengan informasi yang terlindung dan relevan,31 oleh kepala misi dengan permintaan adanya tindakan yang tepat dan efektif. Tindakan pemerintah dalam hal ini seharusnya dipantau secara hati-hati dan dianalisis. Penolakan terhadap salah satu bagiannya, atau pengabaian untuk mengambil tindakan, seharusnya dicermati dengan serius oleh Komisi, yang seharusnya mempertimbangkan apakah menunda, secara permanen atau temporer,
Informasi yang sehat mengacu pada informasi dari mana ia dihilangkan dari pelbagai rujukan sampingan yang dapat memungkinkan kekuasaan pemerintah melacaknya untuk sumber-sumbernya atau risiko yang membahayakan individu.
pelaksanaan misiya dalam konteks tindakan pembalasan dendam terhadap orangorang yang bekerja sama dengannya. Pilihan-pilihan ini seharusnya disampaikan dengan jelas pada Pemerintah, dalam diskusi yang bertujuan membangun kembali iklim keamanan yang penting yang harus menyertai investigasi. Perangai pemegang kekuasaan Pemerintah, pada tingkatan pusat dan/atau lokal, melalui para saksi dan sumber-sumber informasi lain, sering menjadi indikator yang menentukan peran di dalamnya, dan tingkah laku yang berhubungan dengan, jenis-jenis pelanggaran di mana Komisi sedang menginvestigasi. Perhatian pada keamanan saksi akan memberikan indikasi yang berguna pada Komisi dalam hal ini. Ia akan menunjukkan soal jaminan mana merupakan hal yang serius. Perhatian pada cara di mana Pemerintah akan memperlakukan saksi dan sumber-sumber daya akan memberikan Komisi bukti tidak langsung yang berguna. Dalam kasus tindakan pembalasan dendam terhadap orang-orang yang bekerja sama dengannya, komisi penyelidikan, dan/atau otoritas yang dimandatkannya, seharusnya dengan tepat mengambil keputusan dengan Pemerintah pada tingkatan yang tertinggi dan meminta perlindungan yang penuh pada semua orang-orang yang mempunyai kepedulian. Sementara, mereka seharusnya memperluas bantuan yang mungkin pada orang-orang yang berisiko, termasuk melalui intervensi yang tepat dengan institusi-institusi lain, seperti UNHCR, untuk memfasilitasi akses mereka pada perlindungan internasional. Kerja sama UNHCR mengharuskan bahwa individu-individu adalah ”a person of concern” (orang-orang yang terkait) padanya. Pada bagian lain, individu seperti ini akan menjadi pengungsi (contoh, orang yang berada di luar negaranya dan tidak mampu atau tidak ingin untuk kembali memberikan kesaksian karena kekhawatiran akibat ada penuntutan bagi alasan-alasan yang disebutkan pada Konvensi tahun 1951). Orang seperti ini juga akan menjadi pengungsi yang kembali ke negaranya atau IDP. Ini penting bahwa anggota-anggota komisi penyelidikan dan para pemantau mengerti mandat UNHCR dan yang mungkin “peduli” sebelum mereka melanjutkan misi-misi mereka agar membuat demarkasi yang tepat. Agar memfasilitasi pemahaman dan kerja sama yang menguntungkan, komisi penyelidikan seharusnya bertemu dengan UNHCR dan aktor-aktor lain yang relevan sebelum memulai kerja mereka (lihat panduan di bawah, di bagian kerja sama dengan UNHCR dan negara-negara pemberi suaka). Komisi penyelidikan seharusnya membuat daftar di mana ia akan menempuh keterangan-keterangan dari semua orang yang dihubungkan dengan catatan prosesnya. Daftar ini seharusnya memasukkan nama-nama mereka, merinci alamat-alamat (termasuk peta) dan cara-cara yang mungkin untuk menghubungi mereka, langsung atau tidak langsung (melalui surat, telepon, email, fax, melalui anggota keluarga, tetangga, kontak kantor, organisasi lokal, dan lain-lain). Kontak informasi yang detail merupakan hal penting untuk memantau keamanan mereka, kontak mereka dan membantu dalam perlindungan mereka. Daftar tersebut seharusnya diperbanyak hanya sekali dan menyediakan tempat yang aman (kantor UNDP, contohnya) dan dilindungi (dalam database yang dikunci/encrypted). Komisi seharusnya juga memberikan informasi yang detail dan berita pada para saksi dan sumber-sumber lain dan menghubungi mereka untuk membantu mereka melaporkan tindakan pembalasan dendam apa pun setelah keberangkatan Komisi. Perencanaan seharusnya dibuat secara lokal, baik melalui kerja sama dengan agen PBB, atau LSM lokal, organisasi atau inividu, untuk memastikan bahwa mekanisme berada pada tempatnya untuk memfasilitasi komunikasi yang aman
dan tepat waktu terhadap komplain tindakan pembalasan dendam pada Komisi setelah keberangkatannya dari negara misi. Komisi tersebut akan mampu mempertimbangkan pertanyaan perlindungan informasinya, sebagaimana ia berhubungan erat dengan perlindungan para saksi dan sumber-sumber informasi dan kerja sama lain. Anggota-anggotanya dapat mempunyai tas penyimpan dokumen (briefcase) yang dicari dan dokumendokumen mereka yang dirampas atau digandakan; mereka mungkin diserang oleh “perampok” yang diakui yang akan mencuri tas-tas mereka untuk dokumendokumen yang mereka isi; mereka dapat dihentikan di bandara, mempunyai barang-barang yang dicari dan dokumen-dokumen mereka yang disita atau digandakan, dan lain-lain. Prinsip dasar di sini adalah bahwa semua materi yang tertulis dan catatan-catatan Komisi dan bukti lain yang dikumpulkan olehnya selama penyelidikan, merupakan hak milik PBB dan seharusnya menikmati perlakuan yang dijamin untuknya di bawah Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas. Namun, ratifikasi Konvensi tersebut oleh Pemerintah negara yang dikunjungi mungkin tidak memadai untuk memastikan penghormatan yang efektif sesuai dengan catatan-catatan dan informasi Komisi. Di negara-negara atau konteks di mana risiko seperti ini tinggi, sejumlah langkah dapat diambil untuk mengurangi risiko: i.
Komisi tersebut dapat merekruit sejumlah sekretaris yang dapat mengetik secara harfiah (kata demi kata) yang memadai, yang akan mengetik semua wawancara secara simultan pada laptop ketika wawancara sedang berlangsung. ii. Laptop tersebut yang digunakan untuk tujuan ini seharusnya dilengkapi dengan kata yang didesain secara otomatis yang dapat memproses sistem. Ini akan mengurangi banyaknya catatan kertas yang sensitif, yang dapat selalu disita dan digandakan. Ia juga akan melindungi secara efektif data yang dikumpulkan, bahkan jika komputer disita juga. Program yang ditawarkan seharusnya dapat digunakan dengan mudah, sebagaimana pengguna akan perlu untuk mencari dan mendapatkan kembali data bagi pelanjutan kasuskasus individu, menambahkan data pada data yang sebelumnya, atau mengecek dan menggabungkan potongan-potongan informasi dengan data lain dalam wacana investigasi. iii. Laptop seharusnya dilengkapi lebih jauh dengan sistem hubungan lewat internet untuk menjadi database yang ditempatlkan di luar negara investigasi (pada markas besar OHCHR, contohnya). Ini akan membolehkan Komisi untuk mengirimkan data yang dikumpulkan pada basis sehari-hari untuk diberikan pada tempat yang aman. Prosedur ini juga akan mengurangi risiko jika komputer-komputer disita dan dihancurkan, tidak ada data yang akan hilang atau mengungkapkan keamanan para saksi atau yang lain yang namanya secara khusus muncul dalam data tersebut. iv. Interpreter dan penerjemah, jika dimanfaatkan, seharusnya diseleksi dan disewa dari luar negara investigasi. Tidak ada interpreter yang seharusnya dibayar secara lokal, kecuali jika Komisi merasa puas bahwa mereka menghadirkan jeminan kemandirian yang serius, keleluasaan dan ketidakberpihakan, dan bahwa mereka tidak akan membiarkan dirinya untuk ditekan, diintimidasi dan dikenai tindakan pembalasan dendam.
Panduan yang berkaitan dengan aspek-aspek seperti itu relevan dengan pekerjaan komisi penyelidikan internasional seperti rekruitmen staf pendukung lokal; bekerja dengan penerjemah dan training penerjemah; pendekatan yang aman dan wawancara sumber-sumber informasi; proses informasi; penyimpanan, penanganan dan pemindahan, tindakan lanjutan pemantauan dan intervensi dengan kewenangan Pemerintah; dan bekerja sama dengan UNHCR dan negara-negara suaka yang diberikan pada bagian Metodologi di buku pegangan ini.
3. Setelah Misi •
•
• •
•
Komisi seharusnya bertemu dengan Pemerintah, pada tingkatan tertinggi dan dengan pegawai-pegawai yang relevan (eksekutif, legislatif, kehakiman, keamanan, dan lainlain) bagi tujuan untuk mencapai dialog dan kerja sama dengannya, membungkus misinya dan berterima-kasih kepada Pemerintah. Ini akan menjadi sebuah kesempatan untuk mendiskusikan misi ini, menghadirkan penemuannya (jika ia cocok dan tidak merusak kerahasiaan), mengembangkan kesulitan yang dihadapi, menjelaskan apa langkah selanjutnya dalam laporan hasil yang direncanakan, dan mengulangi pertanyaan harapan bahwa orang-orang yang bekerja sama dengannya akan dilindungi dari pembalasan dendam. Dalam hal ini, Komisi dapat menjelasjkan bahwa pemantauan dan pelaporan kemanan mereka akan berlanjut setelah keberangkatannya. Semua laporan-laporan yang dikeluarkan oleh komisi penyelidikan internasional, apakah interim (sementara) atau final, seharusnya memasukkan bagian yang mendeskripsikan secara detail tentang tingkah laku dan kerja sama Pemerintah, terutama dalam hubungannya dengan perlindungan pelaksanaan misi, para saksi, sumber-sumber dan informasi. Ia seharusnya menjelaskan dengan detail ukuranukuran positif yang diambil darinya untuk memfasilitasi pekerjaan komisi. Ia seharusnya juga menghubungkan mereka yang diambil, dengan sengaja atau kelalaian atau pengabaian, untuk menghalangi pekerjaannya, seperti terlalu membatasi gerakgeriknya atau aksesnya pada bukti yang relevan, termasuk saksi kunci, mencegah saksi dari bekerja sama dengannya, atau mengintimidasi atau menjadikan mereka sebagai subjek tindakan pembalasan dendam. Menutupi pertemuan dengan Pemerintah akan memasukkan diskusi pelaporan oleh Komisi terhadap penemuannya. Ini akan menjadi kesempatan untuk mengembangkan isu perlindungan saksi dan menjelaskan poin yang dibuat di paragraf di atas. Praktik yang baik perlu dikedepankan, yaitu melanjutkan tiap-tiap pertemuan misi terakhir dengan surat yang dikirimkan pada hari berikutnya oleh ketua Komisi, pengulangan kembali poin yang dibuat selama pertemuan, termasuk isu perlindungan saksi. Pemantauan situasi saksi yang efektif (lihat mekanisme yang mungkin di bawah) termasuk permohonan yang urgen atau intervensi oleh otoritas pada tingkatan yang tepat (Komisi, Komisi Tinggi, Prosedur Khusus, UNSG, OAUSG).
4. Mekanisme yang Mungkin untuk Memantau Keamanan Saksi dan Pemberi Informasi yang Lain Setelah Penyelesaian Investigasi
Komisi dapat mempertimbangkan langkah-langkah berikut ini: •
•
•
•
Penempatan di dalam negara di mana HRO yang melakukan investigasi berada untuk bertindak sebagai penghubung dan petugas perlindungan untuk beberapa bulan sampai pengeluaran laporan Komisi dan pengkajian saksi tidak lagi di bawah ancaman atau tindakan pembalasan dendam. Orang yang ditempatkan dapat menjadi investigator Komisi yang paling akrab dengan negara, misi dan pihak-pihak yang bisa dihubungi. Pilihan kedua mungkin rekruitmen dan pengangkatan sementara perwakilan (focal person) di OHCHR. Selain itu, ia mungkin dipilih karena ia diyakini sebagai penyelidik yang paling berpengalaman dari Komisi. Dia akan ditugaskan dengan pemantauan keamanan saksi-saksi Komisi bagi periode paling sedikit enam bulan setelah publikasi laporan oleh Komisi (ini dapat dilaksanakan oleh salah satu Petugas Informasi yang dapat ditahan mengikuti penyelesaian investigasi, untuk waktu empat bulan). Dia akan mampu menyebarkan informasi dari satu sumber tentang undangundang tindakan pembalasan dendam terhadap saksi, untuk menerima pengaduan dari individu (korban, saksi, anggota keluarga, dan orang lain) dan informasi lain yang relevan dari organisasi lain; untuk mengecek informasi dengan cara yang memungkinkan; untuk mengunjungi negara investigasi jika diperlukan agar bertemu saksi dan kontak yang penting, menguji dugaan pembalasan dendam, membantu korban dalam mencari perlindungan (di dalam dan di luar negara); dan berbagi data yang dikumpulkan dan diproses dengan prosedur khusus yang relevan dan para kolega di OHCHR, termasuk Komisi Tinggi. Pilihan ini masih jauh dari yang terbaik, dalam hubungannya dengan pembuatan mekanisme regular untuk memantau situasi para saksi dan membantu dalam mengambil tindakan perlindungan terhadap mereka. Komisi tersebut seharusnya mempertimbangkan untuk memasukkan aktivitas ini ke dalam anggarannya sehingga lembaga dana yang memadai meningkat untuk tujuan ini. Mencari kesepakatan sebelumnya dari tema yang relevan atau prosedur khusus yang lain bahwa mereka akan melakukan contoh pembalasan dendam dan mengirimkan permohonan yang urgen pada Pemerintah. Hal ini dapat dilakukan di bawah mandat Perwakilan Khusus bagi Pembela Hak Asasi Manusia, atau melalui koordinasinya. Mencari kesepakatan dari Komisi Tinggi, Sekretaris Jenderal PBB atau badan lain apa pun yang berpengaruh dan relevan, untuk mengintervensi Pemerintah yang punya perhatian dalam kasus pembalasan dendam untuk menjamin keamanan korban.
5. Kerahasiaan dan Kerja Sama dalam Proses Pengadilan32 Peran aktor-aktor hak asasi manusia – dan pada tingkatan yang lebih sedikit, aktor-aktor kemanusiaan – berhubungan erat dengan usaha-usaha domestik dan internasional untuk memerangi kekebalan hukum. Mereka ada karena ada pelanggaran hak asasi manusia dan bekerja untuk menguranginya. Mereka sering bekerja dalam lingkungan yang menjadi akar masalah pelanggaran hak asasi manusia dan kekebalan hukum. Sebagaimana terlihat di atas, perlindungan kemampuan saksi untuk membantu menyebarkan kebenaran tentang 32
Prinsip ini dapat berlaku bagi para hakim di negara-negara dengan sistem civil law dan para penyidik (investigator) di negara-negara dengan sistem common law. Juga berlaku bagi para investigator yang bekerja untuk pengadilan kejahatan internasional.
pelanggaran hak asasi manusia dan untuk bekerja sama dalam proses pengadilan merupakan faktor yang vital bagi kesuksesan keseluruhan proses ini. Sementara aktoraktor hak asasi manusia dan kemanusiaan mempunyai kepentingan yang jelas dan tanggung jawab untuk membantu dan mendukung pelaksanaan hukum terhadap pelanggar hak asasi manusia, mereka juga harus menghormati kerahasiaan informasi yang mereka dapatkan dari saksi dan sumber-sumber lainnya, khususnya jika penyingkapan rahasia itu akan berdampak pada pelangggaran hak asasi manusia para sumber tersebut. Konflik kepentingan dapat meningkat ketika mereka diminta atau dipanggil oleh pengadilan – nasional atau internasional – untuk mengungkapkan informasi rahasia. Aktor-aktor hak asasi manusia dan kemanusiaan sebagaimana juga yang lain (seperti jurnalis) yang merupakan warga dari negara di mana mereka bekerja dapat dipanggil oleh pengadilan negara tersebut untuk memberi kesaksian atau memberikannya informasi yang diperoleh secara rahasia. Mungkin mereka bekerja untuk organisasi domestik, yang terikat oleh hukum di negeri tersebut. Sementara mereka mempunyai kewajiban hukum untuk merespon permintaan tersebut, mereka mempunyai kewajiban moral untuk melindungi informasi yang mereka terima secara rahasia itu beserta sumbersumber informsinya. Jika mereka tidak diberi wewenang untuk melakukan hal demikian oleh sumber informasinya, mereka tidak boleh melanggar kerahasiaan itu. Dalam situasi seperti itu, keputusan terutama diletakkan di atas landasan hati nurani, dengan implikasi hukumnya yang potensial: penolakan untuk menjawab permintaan pengadilan mungkin dipertimbangkan sebagai gangguan terhadap proses penegakan keadilan. Aktor-aktor ini dapat juga menjadi pekerja lokal dari organisasi-organisasi internasional, seperti PBB atau ICRC. Institusi-institusi ini menikmati status hak istimewa terhadap masalah pelibatan staf mereka dalam proses pengadilan dan beberapa telah mengelaborasi aturan-aturan yang tepat yang berhubungan dengan pemberian kesaksian pengadilan staf mereka dan perlindungan informasi rahasia. Konvensi 1946 PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas menjamin secara legal “kekebalan hukum” anggota staf PBB “dari setiap bentuk proses hukum kecuali di dalam kasus khusus [Organisasi] melepaskan imunitasnya dengan sengaja” (Pasal II, Bagian 2). Staf PBB “kebal dari proses hukum demi menghormati kata-kata yang diucapkan atau ditulis dan semua undang-undang yang dibuat oleh mereka dalam kapasitas kepegawaiannya” (Pasal V, Bagian 18(a)). Namun, hak istimewa dan kekebalan hukum ini dijamin untuk para pegawai dalam kepentingan PBB dan tidak untuk kepentingan individu mereka sendiri. Karena itu, Sekretaris Jenderal mempunyai “hak dan tugas untuk melepaskan kekebalan hukum pegawai mana pun dalam kasus apa pun di mana, dalam opininya, kekebalan hukum akan menghalangi wacana keadilan dan dapat dilepaskan tanpa prasangka pagi kepentingan PBB” (Pasal V, Bagian 20). Konvensi tersebut juga melindungi informasi Organisasi yang dipertimbangkan sebagai bagian dari “hak milik dan aset”. Ia memasukkan semua komunikasi yang dibuatnya, termasuk pemberian kesaksian para saksi, pernyataan, pernyataan tertulis, surat dan semua dokumen yang dimilikinya, atau diadakan olehnya, seharusnya tidak dapat diganggu gugat di mana pun data informasi itu berada” (Pasal II, Bagian 4). Informasinya dengan demikian dilindungi secara hukum dari penelitian apa pun, perampasan atau penyiksaan, terlepas dari apakah informasi itu tertuang dalam pernyataan resmi, berada dalam kendaraan-kendaraan organisasi atau briefcase stafnya ketika mereka melakukan perjalanan selama, untuk, atau dari, tugas resmi. Hal ini merupakan penjagaan yang penting untuk melindungi informasi hak instimewa dan sumber-sumber yang harus dikuatkan dan dilindungi dari permintaan apa pun yang
berdampak pada penyingkapan informasi atau sumber-sumber, siapa pun pihak yang membuat permintaan, termasuk kekuasaan kehakiman. Tanyakan opini OLA dalam hal-hal berikut: 1)
2)
3)
Di satu sisi, dengan adanya Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas, Draf hubungan kesepakatan antara ICC dan PBB, pernyataan operasioanl, profesional dan moral bagi aktor-aktor hak asasi manusia dan kemanusiaan yang lain untuk melindungi informasi rahasia dan sumbersumber, dan, di sisi lain, kewajiban PBB dan staf OHCHR yang khusus untuk mempromosikan keadilan, memerangi kekebalan hukum, termasuk melalui kerja sama dalam proses pengadilan internasional, pada tingkat nasional dan internasional, bagaimana OHCR dan staf hak asasi manusianya bisa mengupayakan permohonan kepada pengadilan nasional dan internsional di mana mereka mengungkap informasi yang mereka dapatkan secara rahasia atau mungkin rahasia? Kekebalan judisial dan kekebalan testimonial yang menjadi hak staf PBB berdasarkan CPIUN: (a) apakah hak ini dapat diimplementasikan untuk pengadilan nasional dan internasional? (b) apakah dapat diimplementasikan untuk seluruh staf PBB baik tingkat nasional maupun internasional? Jika seorang staf PBB lokal diminta oleh pengadilan di negaranya untuk melakukan testimoni yang berkaitan dengan suatu kasus di mana dirinya menjadi seorang saksi, atau dia telah menerima informasi rahasia mengenai kasus tersebut, apakah dia wajib untuk mengungkapkan informasi rahasia tersebut baik secara lisan maupun tertulis?
Dalam beberapa tahun lalu, lembaga-lembaga PBB telah membangun agenda kerja sama secara terpisah dengan berbagai pengadilan pidana internasional. Perjanjian kerja sama antara ICC dan PBB, yang telah disahkan oleh Dewan Negara-Negara Pihak (Assembly of States Parties) terhadap Statuta Roma pada bulan September 2005, menghasilkan tuntutan positif di antara perwakilan PBB untuk bekerja sama dengan ICC (Pasal 3). Kondisi dan tahapan pelaksanaan praktis tuntutan tersebut akan diatur oleh setiap perwakilan itu, sesuai dengan pertimbangan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut termasuk wewenang, peran, prinsip-prinsip profesional dan operasional (seperti independensi, netralitas, dan integritas); kondisi untuk dapat mengakses pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk memberikan bantuan, tuntutan terhadap pihak-pihak tersebut (dalam kerangka perlindungan), perlindungan dan keamanan kegiatan-kegiatannya serta keamanan dan privasi personalianya. Dalam pelaksanaannya, perwakilan-perwakilan PBB juga harus menetapkan wilayah-wilayah konflik yang potensial antara perhatian yang saling bertabrakan untuk melindungi kepentingan profesional mereka dengan tuntutan yang membuat mereka berada dalam posisi lemah untuk memberikan sumbangan terhadap proses pengadilan yang bertujuan untuk mempromosikan keadilan dan melawan kekebalan hukum. Dalam konteks ini, prinsip perlindungan kerahasiaan informasi dan para nara sumber dan potensi konfliknya dengan tuntutan pengadilan terhadap informasi akan sangat mungkin berkembang dan menuntut adanya perilaku yang tidak melanggar hal ini. Seperti sudah dikatakan sebelumnya, prinsip ini tidak bisa diganti dengan pertimbangan apa pun. Komitmen untuk menjaga kerahasiaan hanya dapat dicabut dengan persetujuan yang jelas dan eksplisit dari sumber informasi tersebut dalam kepercayaan, dan setelah perkiraan yang cermat mengenai akibat keamanan yang akan ditanggung oleh orang tersebut dan pihak lainnya yang dihubungkan dengannya. Prinsip
ini harus dihormati dalam keseluruhan kasus dan memandu kerja sama dengan berbagai proses pengadilan, terlepas dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi pada satu pihak yang telah dipercaya untuk menerima informasi. Komisi-komisi penyelidikan, seperti kegiatan-kegiatan investigatif hak asasi manusia yang dilakukan PBB dalam kaitannya dengan pengadilan internasional atau pengadilan khusus lainnya, harus menyadari bahwa ICTY dan ICTR memiliki beberapa strategi termasuk kemungkinannya untuk menawarkan operasi-operasi (termasuk arsip mereka) terhadap otoritas nasional. Hal ini mungkin mengandung implikasi yang serius terhadap perlindungan saksi dan sumber informasi lainnya. Lembaga-lembaga tersebut seharusnya mempertimbangkan berbagai ukuran untuk menjaga kerahasiaan berbagai material yang dapat diakses oleh proses pengadilan tersebut. Prinsip kerahasiaan merupakan batu pijakan dalam kerja perlindungan yang dilakukan oleh Komite Paling Merah Internasional (ICRC). Imunitas testimonial yang dimiliki ICRC dan penghormatan terhadap kerahasiaan informasi berlangsung tanpa perkecualiaan. Penghormatannya atas kerahasiaan merupakan sebuah prinsip etika profesi, sebuah alat perlindungan dan prosedur operasional. Tujuannya untuk mengamankan dan menjaga akses terhadap pemerintah, agar bisa melakukan dialog dan bekerja sama dengannya serta pihak-pihak lainnya; untuk mengamankan akses terhadap orang-orang – baik sipil, tersangka maupun terpidana – yang memiliki wewenang untuk memberikan bantuan dan perlindungan; dan untuk melindungi sumber-sumber informasi dalam rangka menjaga akses terhadap sumber-sumber tersebut dan menjamin keberlangsungan kerja sama dengannya. Prinsip ini juga memandu pelaksanaan kerja sama dengan pengadilan internasional. Pada tahun 1999, ICRC menolak seorang staf lokalnya melakukan testimoni sebelum ICTY.33 ICTY akhirnya mengakui peran sentral prinsip kerahasiaan dalam pelaksanaan kerja ICRC dengan menyampaikan nota protes bahwa hal ini berdasarkan karakter khusus kerja yang dilakukan ICRC dan tidak “membuka pintu masuk” bagi penghormatan yang sama terhadap organisasi-organisasi lainnya. Aturan Prosedur dan Bukti Pengadilan Pidana Internasional telah mengakui cara kerja khusus yang dimiliki ICRC yang mengusahakannya dalam pemberian kesaksian sebelum adanya jurisdiksi internasional. Pemberian kesaksian ini sekarang diakui sebagai hukum internasional yang berlaku umum. Ketika kerahasiaan dipenuhi, organisasi tersebut menerima hak untuk membagi informasi dengan sebuah pengadilan internasional (bagaimana dengan pengadilan nasional?) dalam bentuk pencoretan dari dokumen yang menjadi sumber yang mungkin berpengaruh buruk terhadap sumber-sumber, kemitraan dan aktivitas organisasi itu. OHCHR belum menyusun sebuah kerangka kerja untuk memandu kerja sama dengan pengadilan-pengadilan nasional dan internasional. Karena penundaan penyusunan panduan yang menegaskan kondisi kerja sama antara aktor hak asasi manusia dan aktor kemanusiaan dengan proses hukum nasional dan internasional, keputusan-keputusan seharusnya diambil berdasarkan buku panduan kerahasiaan yang dipaparkan dalam bab tentang prinsip-prinsip perlindungan umum, dan bisa juga berdasarkan prinsip-prinsip berikut: •
33
Para aktor hak asasi manusia dan kemanusiaan harus selalu mencari upaya untuk mendukung bahwa keadilan harus diupayakan secara lokal. Namun demikian, sebelum berhubungan dengan pengadilan nasional, mereka harus menakar ICTY, 1999, Kasus Penuntut vs. Simic.
• •
•
•
•
•
•
•
independensi, netralitas, profesionalitas dan ketaatan pengadilan nasional tersebut pada standard internasional mengenai pengadilan yang adil. Mereka juga harus mengukur seberapa efektif ukuran-ukuran yang dimiliki pengadilan serta bagaimana hal tersebut diaplikasikan untuk menjamin perlindungan informasi yang mungkin akan tersingkap, perlindungan terhadap korban dan sumber-sumber lainnya. Atas nama Konvensi PBB tentang Hak Istimewa dan Imunitas, tidak ada hak bagi negara-negara anggota untuk mendapatkan informasi rahasia dari organisasi tersebut. Tidak ada pengadilan nasional yang dapat memaksa institusi PBB untuk membuka informasi yang diproteksi oleh Konvensi tersebut, oleh wewenang organisasi (dalam kasus OHCHR atau agen-agen kemanusiaan yang memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan), kewajiban profesional dan kewajiban etik organisasi tersebut. Pengadilan internasional seperti ICC mungkin memerintahkan sebuah badan PBB untuk membuka informasi, baik tertulis maupun melalui testimoni staf-stafnya. Perjanjian sudah dinegosiasikan sebagai penghargaan atas organisasi ini untuk menjalani kerja sama. Ini merupakan tanggung jawab seluruh badan PBB untuk menegaskan kebijakannya dalam masalah ini. Aktor hak asasi manusia dan kemanusiaan yang bukan berasal dari badan PBB harus menyadari ketika diberi jaminan kerahasiaan terhadap sumber-sumber informasi mereka bahwa mereka mungkin ditolak oleh pengadilan nasional untuk membuka informasi rahasia. Jika kasusnya berkembang dan dan nara sumber mereka menolak informasi yang diberikannya akan dibuka di pengadilan, dan tidak ada jalan lain untuk membuka infoirmasi yang diminta tersebut, mereka harus menghormati komitmen mereka dan menerima berbagai konsekuensi tersebut, termasuk risiko menjadi tersangka karena menghalangi-halangi tercapainya keadilan. Ketika konflik kepentingan meningkat antara kebutuhan untuk melindungi informasi dan sumber-sumber rahasia dan permohonan kerja sama yang diajukan pengadilan nasional atau internasional, permohonan tersebut harus diuji per kasus dan mempertimbangkan berbagai aspek – dan dalam kerangka penghormatan terhadap prinsip bahwa tidak ada informasi rahasia yang boleh dibagikan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan yang jelas, ekplisit dan diketahui oleh nara sumber. Aktor hak asasi manusia dan kemanusiaan tidak boleh menerima permohonan terbuka untuk melimpahkan rekaman rahasia. Mereka harus memberitahukan pengadilan bahwa mereka hanya boleh mempertimbangkan permohonan khusus dan memiliki tujuan tertentu, sehingga mereka bisa mengukur permohonan-permohonan tersebut sesuai dengan proses pengadilan dan merespon dalam tindakan yang meyakinkan demi terlindunginya integritas profesional mereka dan keamanan sumber-sumber mereka. Mengasumsikan bahwa pengadilan menawarkan jaminan yang serius untuk terjadinya pengadilan yang adil, lalu kerja sama, penyingkapan berbagi informasi rahasia yang berkaitan dengan testimoni para saksi atau sumber-sumber lainnya, harus dilakukan dengan jelas. Persetujuan mereka harus diminta dengan jelas; dan penolakan mereka harus dihormati. Persetujuan mereka harus dilakukan secara suka rela dan berbagai tekanan harus dihindari. Keadaan-keadaan yang menuntut dibukanya informasi rahasia di pengadilan harus selalu didiskusikan dengan para saksi setelah mereka memberikan persetujuannya. Kondisi-kondisi tersebut bisa meliputi:
•
•
•
•
•
(a) berbagi informasi dalam bentuk rahasia yang tidak menunjang berbagai referensi yang mungkin akan dapat mengidentifikasi nara sumber atau pihak-pihak lain yang keamanannya terancam karena hal tersebut; (b) jaminan tertulis di mana pengadilan akan menjaga jaminan tersebut secara rahasia; (c) jaminan tertulis yang menyatakan bahwa testimoni tersebut tidak akan menjadi bukti di persidangan, yang kemudian dijadikan sasaran penyingkapan informasi kepada terdakwa dan pengacaranya; (d) adanya ukuran-ukuran perlindungan saksi yang efektif sebagaimana kemauan dan kemampuan efektif tanggung jawab mereka untuk memastikan perlindungan tersebut. Karena para saksi terkadang memberikan persetujuannya tanpa menyadari risikorisikonya (atau karena mereka percaya bahwa PBB atau organisasi luar negeri memiliki kekuasaan dan kemauan untuk melindungi mereka), aturan umumnya adalah meskipun tidak ada permohonan secara khusus untuk merahasiakan informasi yang mereka buat, informasi yang disediakan oleh mereka harus mempertimbangkan prinsip kerahasiaan. Pengabaian yang mungkin mereka lakukan atau ketidakmampuan mereka untuk memahami implikasi (membuka informasi) bagi keselamatan mereka, tidak boleh dijadikan alat untuk mengeksploitasi dan melakukan kekerasan. Para aktor hak asasi manusia dan sejenisnya memiliki kewajiban, kapan pun mereka memiliki perhatian terhadap para saksi, untuk memberi masukan mengenai risiko-risiko yang akan diterima, dan untuk membeberkan informasi hanya kepada pihak yang mengajukan permohonan yang bisa menjamin kondisi-kondisi bagi terpenuhinya keamanan bagi mereka. Sekali persetujuan telah dicapai, sebelum penyampaian informasi kepada suatu persidangan nasional, kualitas pernyataan saksi (pernyataan sumpah atau yang lainnya) harus diuji, sejak pernyataan yang dirancang secara singkat akan berhadapan dengan kepentingan penegasan kepercayaan atau kepentingan para korban/saksi sendiri. Seseorang harus selalu mempertimbangkan bahwa dengan keagungan prinsip kesetaraan apa pun yang mungkin memunculkan penyelidikan – termasuk testimoni yang sensitif dan identitas para saksi – akan mungkin pula bagi munculnya pembelaan. Informasi tersebut mungkin akan dikirim ke Kantor Penyelidik. Pilihannya, kantor tersebut, atau para penyelidiknya, bisa secara sederhana mendapatkan informasi mengenai kemauan saksi untuk bekerja sama dengan kantor tersebut, membiarkan mereka untuk melakukan pendekatan terhadap saksi dan mengorganisir wawancara mereka. Kecuali jika mereka diyakinkan bahwa terdapat jaminan yang serius untuk perlindungan mereka, para aktor hak asasi manusia harus memberikan masukan kepada para penyelidik mengenai adanya berbagai risiko dan mengawasi keamanan para saksi hingga benar-benar terwujud kondisi yang aman. Oberservasi proses pengadilan mungkin menyediakan ukuran-ukuran tambahan bagi perlindungan para saksi dan nara sumber. Jika proses tersebut terbuka untuk umum, pihak yang menyediakan informasi harus menyampaikan otoritas-otoritas yang relevan yang akan mengobservasi mereka dan membuat laporan. Untuk memfasilitasi keputusannya, dokumen-dokumen harus harus diklasifikasikan dalam kategori yang berbeda-beda (korespondensi internal, hasil-hasil pertemuan dengan pejabat pemerintah, dokumen-dokumen yang disediakan oleh para anggota pemerintah, pemerintah pihak ketiga, organisasi internasional dan nasional, media,
• •
•
•
saksi atau nara sumber lainnya). Klasifikasi ini bisa mempertimbangkan kondisi mereka yang mungkin menyampaikannya tanpa syarat, yang mungkin disampaikan dalam kondisi tertentu di mana tidak dapat disampaikan informasi. Dokumen-dokumen, yang beredar di ranah publik, bisa dibagikan tanpa larangan. Untuk dokumen-dokumen yang yang disampaikan oleh pihak ketiga, seperti pemerintah, badan-badan PBB yang lain, LSM nasional maupun internasional, dll., kecuali jika dokumen-dokuem tersebut jelas-jelas bisa dipublikasikan, maka dokumen tersebut bisa dibagikan tanpa persetujuan yang eksplisit, tertulis secara jelas, dari para nara sumber. Mungkin lebih baik kalau mengacu pada pihak-pihak yang menyediakan dokumen-dokumen tersebut. Dalam kasus dokumen resmi yang disediakan Pemerintah, merupakan tindakan yang baik untuk menguji para pegawai pemerintah tersebut soal apakah dokumen tersebut bisa dibagikan dengan badan-badan pengadilan. Hal ini akan membantu menyediakan hubungan yang baik dengan Pemerintah dan/atau para pegawainya. Sementara laporan hasil pertemuan, yang diminta secara resmi, yang mungkin dipertimbangkan kepada para pejabat, laporan tersebut bisa berisi berbagai elemen yang diberikan secara rahasia atau jika tidak ditawarkan sebagai opini yang harus dihapuskan dari data rekaman demi melindungi nara sumber. Tidak ada dokumen yang harus dibagikan yang mungkin akan membawa pada terungkapnya nara sumber atau membahayakan keamanan pejabat yang lain yang, karena posisinya memiliki akses terhadap dokumen-dokumen itu, mungkin akan dituduh telah membocorkan dokumen itu. Dokumen internal kantor (korespondensi internal, korespondensi dengan pihak ketiga, laporan hasil pertemuan, catatan briefing, catatan untuk pendataan, dsb.) harus dianggap sebagai rahasia dan tidak boleh disebarkan. Dokumen-dokumen tersebut murni milik internal, mungkin mengandung pernyataan atau opini yang sensitif dan berbagai isi diskusi yang harus diungkapkan dan selanjutnya akan dijaga secara terbatas hingga proses pengadilan.
6. Beberapa Kriteria untuk Memandu Keputusan Menyebarkan Informasi Rahasi dengan Pengadilan (i) (ii) (iii) (iv) (v)
Persetujuan nara sumber – bisa dinegosiasi Persetujuan dari nara sumber mengenai bagaimana informasinya bisa dibagikan Perkiraan keamanan bagi nara sumber Nara sumber permohonan (eksekutif atau pengadilan?) Sifat dan tujuan permohonan (Apakah permohonannya bersifat umum atau meminta informasi khusus? Apakah dibuat dalam kepercayaan yang kuat untuk tujuan penyelidikan pidana, atau untuk alasan politik, atau untuk keduanya?) (vi) Sifat informasi yang akan dibagikan (apa jenis bukti dokumennya?) (vii) Perlindungan yang efektif terhadap nara sumber dari balas dendam (apakah kerahasiaan merupakan satu-satunya cara untuk melindungi nara sumber, atau masih ada mekanisme kelembagaan untuk menegaskan perlindungan saksi?) (viii) Kebenaran nara sumber dan kualitas informasi yang diminta (ix) Relevansi informasi yang diajukan oleh proses perngadilan untuk menyusun bukti dasar bagi penyelidikan pidana, baik sebagai petunjuk penyelidikan, elemen bukti pendukung, atau merupakan bukti utama
(x)
(xi)
(xii)
Kepastian pengadilan yang mengajukan permohonan (independensi, imparsialitas, profesional, kemampuan untuk menjalankan pengadilan yang jujur, kemampuan untuk menjaga kerahasiaan, melindungi informasi dan melindungi nara sumber) Keraguan-keraguan berkaitan dengan bagaimana informasi akan digunakan (harus dibuat pernyataan kerja sama jika tidak ada kepastian terhadap penggunaan informasi tersebut atau disalahgunakan) Sumbangan petugas hak asasi manusia untuk mengurangi kekebalan tidak boleh dilakukan pada pembiayaan untuk mengekspos para saksi terhadap balas dendam
C. PANDUAN PERLINDUNGAN ORANG-ORANG YANG DIWAWANCARA DALAM MASA PENAHANAN Panduan bagi para pekerja hak asasi manusia dan bagi komisi penyelidikan internasional berkaitan dengan kerahasiaan, negosiasi untuk mendapatkan jaminan keamanan dan perlindungan saksi yang kuat sebelum melakukan kegiatan, persiapan wawancara, persiapan tim pewawancara (termasuk penerjemah), pendekatan terhadap nara sumber, pelaksanaan wawancara, pemantauan pasca wawancara, tersedia juga bagi para pendamping tahanan.
Prinsip-Prinsipnya • • • • • • •
Orang-orang dalam tahanan secara eksrem sangat rentan terhadap balas dendam – perhatian yang ekstrem harus dijajaki pada saat berhubungan dengan mereka. Kunjungan tahanan hanya bisa dilakukan jika jaminan perlindungan para tahanan sudah dinegosiasikan dan didapatkan. Jaminan tersebut harus secara hati-hati diujicoba secara praktis. Kepentingan para tahanan harus menjadi pertimbangan pertama dan utama yang akan memandu cara kerja pihak-pihak yang berkunjung ke tahanan. Wawancara dengan para tahanan harus dipersiapkan secara cermat, suka rela, dilakukan secara rahasia, di lokasi yang dipilih oleh pewawancara dan dilanjutkan dengan kunjungan dan wawancara berikutnya. Waktu yang luang harus disediakan pada setiap wawancara demi terjadinya komunikasi yang efektif mengenai berbagai materi yang dianggap penting oleh tahanan. Kunjungan berulang-ulang ke lokasi tahanan yang sama dan wawancara yang sama dengan tahanan yang sama merupakan prinsip perlindungan fundamental untuk memastikan bahwa mereka tidak menjadi sasaran balas dendam. Penerimaan oleh ototoritas tahanan yang kunjungan-kunjungannya dilakukan dengan pmberitahuan persoalan terlebih dahulu atau tanpa pemberitahuan dan dilakukan secara acak merupakan sebuah prinsip perlindungan komplementer yang fundamental – kemungkinan untuk berkunjung tanpa pemberitahuan akan menjadi faktor penting untuk mencegah pelanggaran.
•
• •
Intervensi dengan pihak otoritas tahanan dalam kaitan dengan dugaan kekerasan hak asasi manusia yang serius harus mempertimbangkan risiko-risiko terjadinya balas dendam terhadap para tahanan yang telah mencela mereka dan hanya bisa dilakukan jika ada jaminan kemananan yang dapat dipercaya untuk perlindungan para tahan yang dimintai keterangan. Informasi yang diberikan oleh tahanan dalam kepercayaan harus dihormati dan hanya bisa dibagikan kepada pihak ketiga dengan persetujuan yang jelas dan nyata dan setelah dijajaki bahwa hal ini tidak akan mengancam keamanan tahanan. Harus ada tahanan yang cukup banyak untuk dijadikan sampel wawancara, bukan hanya untuk menguatkan tuduhan yang dikumpulkan selama wawancara dan mengidnetifikasi area-area persoalan tetapi juga untuk mengurangi risiko di mana mereka yang dalam penahanan dijadikan sasaran balas dendam berkaitan dengan tuduhan tertentu.
Panduan yang lain bisa mencakupi rekomendasi berikut ini: • • •
• • • •
•
•
Organisasi-organisasi yang melakukan kunjungan ke tahanan harus diketahui jelas peran dan tujuan kunjungan mereka dan memastikan bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan pekerjaan dalam tahanan. Pekerjaan dalam tahanan merupakan kegiatan yang kompleks, sensitif dan menyita waktu dan energi yang cukup banyak yang sering menuntut pendekatan jangka panjang – dan jangan melupakan perlunya improvisasi. Kunjungan ke tahanan bertujuan untuk mengetahui kondisi tahanan, interogasi dan apakah penahanan sudah sesuai standard hak asasi internasional karena hal tersebut berkaitan dengan kondisi, perlakuan dan jaminan hukum. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi orang-orang yang dicabut kebebasannya terhadap pelanggaran hak-hak mereka dan mengantisipasi terjadinya pelanggaran kembali. Organisasi-organisasi yang melakukan kunjungan ke fasilitas-fasilitas tahanan harus memiliki perhatian terhadap aturan-aturan internasional mengenai penangkapan, penyelidikan dan penahanan orang-orang yang dicabut kebebasannya. Kerja dalam tahanan harus dilakukan berdasarkan dialog dan kerja sama dengan para tahanan, otoritas yang menghambat, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kerja di dalam tahanan. Mitra dalam semangat kerja sama yang konstruktif harus dijajaki dengan pemerintah dan otoritas tahanan, hal-hal yang harus dipikirkan, didiskusikan, dinegosiasikan dan dibuat persetujuan secara cermat. Kunjungan ke tahanan harus dikoordinasikan setidaknya dengan, atau dilakukan berdasarkan konsultasi dengan, organisasi-organisasi lain yang melakukan kunjungan, seperti ICRC atau organisasi lain yang berhubungan dengan penyediaan rumah tahanan. Kunjungan juga harus dilakukan berdasarkan konsultasi dengan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengurusan masalah-masalah penahanan (penyidik, kuasa hukum, petugas kepolisian, petugas kesehatan, pekerja sosial, tokoh agama, LSM, lembagalembaga bantuan, dsb.). Penahanan, koordinasi atau konsultasi bisa disusun di tingkat lokal atau nasional untuk terpenuhinya tujuan tersebut (berbagi informasi, koordinasi, konsultasi, pembagian kerja dsb.).
•
• • •
•
• •
Hal tersebut lebih lanjut harus dilakukan berdasarkan konsultasi dengan keluarga para tahanan dan pihak lain yang melakukan kunjungan terhadap mereka, para tahanan yang sudah dibebaskan seperti orang-orang atau organisasi yang memiliki kontak komunikasi informal dengan para tahanan. Bantuan kemanusiaan untuk meningkatkan kondisi tahanan bisa memfasilitasi kerja perlindungan. Prinsip-prinsip yang disetujui pemerintah mengenai kondisi kunjungan tahanan harus ditaati oleh otoritas rumah tahanan lokal dan tidak boleh ditawari-tawari lagi oleh mereka. Kunjungan lanjutan bisa dilakukan secara efektif jika identitas seluruh tahanan sudah dicatat secara hati-hati oleh pihak yang melakukan kunjungan. Pada kunjungan selanjutnya, permohonan harus dibuat untuk bisa bertemu dengan para tahanan yang sudah ditemui sebelumnya. Jika permohonan ditolak, alasan-alasan penolakan tersebut harus diminta atas dasar respon yang memuaskan (dapat diuji). Jika tahanan sudah dipindahkan di rumah tahanan lain, permohonan harus diajukan untuk bisa mengunjungi mereka di tempat baru. Otoritas yang relevan harus didesak, pada setiap tingkatan, sampai kunjungan tersebut bisa dilakukan dan tahanan bisa ditemui secara rahasia. Jika dikatakan bahwa tahanan telah dibebaskan, hal ini harus ditelusuri hingga diketahui secara pasti. Prosedur registrasi yang layak mengenai masuk, pemindahan, pengeluaran, pembebasan atau kematian tahanan yang dibuat pada setiap rumah tahanan, dengan catatan yang sistematis pada tingkat pusat, mungkin merupakan sebuah alat perlindungan yang penting, yang membolehkan adanya verifikasi atas nasib para tahanan. Informasi yang disediakan oleh otoritas rumah tahanan yang berkaitan dengan tahanan yang pernah diwawancara harus ditelusuri untuk memastikan kebenarannya. Memelihara kontak dengan ”dunia luar”, melalui komunikasi dengan keluarga para tahanan, kuasa hukum, kawan-kawan atau orang atau organisasi lain yang melakukan kunjungan juga merupakan upaya yang sangat bermanfaat untuk memastikan keselamatan mereka. Terputusnya kontak dengan pihak-pihak tersebut merupakan tanda bahaya yang harus diselidiki lebih lanjut.