Penerapan Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak yang Bekerja di Bidang Konstruksi Omar, Widodo Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Administrasi Negara
[email protected] Abstrak Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai bagaimana perlindungan hukum bagi pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi dikaitkan dengan fungsi peraturan perundang-undangan mengenai Ketenagakerjaan dalam memberikan perlindungan bagi pekerja anak. Efisiensi prosedur pengawasan ketenagakerjaan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi. Perlindungan hukum pekerja anak atas waktu kerja dan sekolah; Perlindungan hukum pekerja anak atas upah; dan perlindungan hukum pekerja anak atas K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) yang pelaksanaannya bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan
perundang-undangan
mengenai
ketenagakerjaan
belum
berfungsi
untuk
memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja anak. Hal ini dikarenakan terdapat pengecualian terhadap aturan larangan mempekerjakan anak sehingga sanksi-sanksi dalam peraturan perundang-undangan tersebut belum memiliki daya paksa. Prosedur pengawasan ketenagakerjaan yang kurang efisien, hal ini dikarenakan banyaknya komonen-komponen dari tipe ideal birokrasi yang belum terpenuhi.
Kata Kunci : Perlindungan Buruh, Pekerja Anak, Kesehatan Kerja
Application of Legal Protection against Child Construction Labour Abstract This study examines and answer the problem of how legal protection for child workers who work in the field of construction associated with the function of legislation on Employment in providing protection for child workers. The efficiency of labor inspection procedures Social Service, Labour and Transmigration. Protection of child labor laws over time and school work; Protection of child labor laws on wages; and protection of child labor laws over K3
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
(Occupational Health Safety) whose implementation is contrary to the Law No. 13 Year 2003 on Manpower. Legislation on employment has not served to provide legal protection against child labor. This is because there are exceptions to the rule that the ban on employing children in the sanctions legislation does not yet have the power of the force. The procedure is less efficient labor inspection, this is because many komonen-component of the ideal type of bureaucracy that have not been fulfilled. Keywords: Labor Protection of, Child Labor, Health work
Pendahuluan Anak sebagai generasi penerus sekaligus aset memiliki peran yang amat penting bagi kehidupan berbangsa di masa depan. Dalam pandangan yang visioner, anak merupakan bentuk investasi yang menjadi salah satu indikator apakah suatu bangsa telah berhasil dalam melaksanakan pembangunan. Keberhasilan pengembangan anak melalui pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang, serta anak merupakan generasi yang akan menjadi penerus bangsa sehingga mereka harus dipersiapkan dan diarahkan sejak dini agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang sehat jasmani dan rohani, maju, mandiri dan sejahtera menjadi sumber daya yang berkualitas dan dapat menghadapi tantangan di masa datang.1 Oleh karena itu upaya pengembangan anak harus dimulai sedini mungkin mulai dari kandungan hingga tahap-tahap tumbuh kembang selanjutnya. Anak yang akan selalu menjadi golongan yang lemah tentu memerlukan perlindungan atas hak-haknya. Pada hakekatnya manusia adalah pendukung hak sejak lahir, dan diantara hak tersebut terdapat hak yang bersifat mutlak sehingga perlu dilindungi oleh setiap orang.2 Hak yang demikian itu tidak terkecuali juga dimiliki oleh anak, namun anak memiliki hak-hak 1
Jimly Asshiddiqie et al., Sumber daya manusia untuk Indonesia masa depan: himpunan makalah dari Seminar Nasional Sumber Daya Manusia yang diselenggarakan ICMI, FCHI, KCBI, dan PIKI (Jakarta: Penerbit Mizan, 1996), hlm. 70. 2 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 221.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
khusus yang ditimbulkan oleh kebutuhan-kebutuhan khusus akibat keterbatasan kemampuan sebagai anak. Keterbatasan itu yang kemudian menyadarkan dunia bahwa perlindungan terhadap hak anak mutlak diperlukan untuk menciptakan masa depan kemanusiaan yang lebih baik. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.3 Pada hakekatnya anak tidak boleh bekerja, sudah sewajarnya bahwa waktu mereka dimanfaatkan untuk belajar, bermain, bergembira, berada dalam suasana damai, mendapatkan kesempatan dan fasilitas untuk mencapai cita-citanya sesuai dengan perkembangan fisik, psikologik, intelektual dan sosialnya. Namun pada kenyataannya banyak anak-anak dibawah usia 18 tahun yang telah terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi, menjadi pekerja anak antara lain di sektor industri dengan alasan tekanan ekonomi yang dialami orang tuanya ataupun faktor lainnya. Salah satu masalah anak yang harus memperoleh perhatian khusus, adalah isu mengenai pekerja anak (child labor). Isu ini telah mengglobal karena begitu banyak anak-anak di seluruh dunia yang masuk bekerja pada usia sekolah. Pada kenyataannya isu pekerja anak bukan sekedar isu anak menjalankan pekerjaan dengan memperoleh upah, akan tetapi lekat sekali dengan eksploitasi, pekerjaan berbahaya, terhambatnya akses pendidikan dan menghambat perkembangan fisik, psikis dan sosial anak. Bahkan dalam kasus dan bentuk tertentu pekerja anak telah masuk sebagai kualifikasi anak-anak yang bekerja pada situasi yang paling tidak bisa ditolelir (the intolerable form of child labor).4 Banyak dari anak-anak ini yang berisiko terperangkap dalam bentuk-bentuk terburuk pekerja anak. Penghapusan pekerja anak didasarkan pada prinsip bahwa anak sepatutnya berada di sekolah, bukan di tempat kerja. Akan tetapi, statistik menunjukkan bahwa pemanfaatan tenaga kerja anak ternyata berlangsung secara besar-besaran di banyak negara di seluruh dunia. ILO memperkirakan bahwa di seluruh dunia, 218 juta anak terjerat dalam 3
Indonesia, Undang-‐undang Perlindungan Anak, No. 23 Tahun 2002, LN No. 109 Tahun 2002, TLN No. 4235, Pasal 1 ayat (2). 4 Muhammad Joni dan Zulechaina Z, Tanamas. Aspek Hukum Perlindungan Anak dan Perspektif Konvensi Hakhak Anak, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 8.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
eksploitasi tenaga kerja anak pada tahun 2004.5 Dari jumlah tersebut, untuk kelompok usia 511 tahun, anak laki-laki 49% dan anak perempuan 51%; untuk kelompok usia 12-14 tahun, anak laki-laki 55% dan anak perempuan 45% (ILO 2006). Di Indonesia, terdapat 0,4 juta anak perempuan dan 0,6 juta anak laki-laki dalam kelompok usia 10-14 yang bekerja pada tahun 2007. Dalam Convention on the Right of the Child (CRC), yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990, memuat empat prinsip umum tentang hak anak, yaitu : 1.
Bahwa anak-anak dibekali dengan hak-hak tanpa kecuali;
2.
Bahwa anak-anak mempunyai hak untuk hidup dan berkembang;
3.
Bahwa kepentingan anak harus menadi pertimbangan utama dalam semua
keputusan
atau tindakan yang mempengaruhi anak; 4.
Bahwa anak-anak diperbolehkan untuk berpartisipasi sebagai peserta aktif dalam segala hal yang mempengaruhi hidupnya. Pekerja anak pada umumnya harus mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan agar hak-hak dari pekerja anak terpenuhi. Tetapi banyak perusahaan yang mempekerjakan anak di bidang konstruksi yang tidak memenuhi persyaratan yang telah tercantum dalam undang-undang yang berlaku sehingga banyak resiko yang akan timbul dari pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi. Pekerjaan di bidang konstruksi sangat berpotensi mengancam keselamatan dan kesehatan dalam bekerja, oleh karena itu pekerjaan tersebut tidak diperbolehkan dikerjakan oleh anak-anak. Tindakan mempekerjakan anak dalam pekerjaan terburuk bagi anak dikategorikan sebagai kejahatan, oleh karena itu setiap pelanggar ketentuan tersebut akan dikenai sanksi pidana. Permasalahannya adalah bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja di bidang konstruksi. Pekerjaan di bidang konstruksi yang dilakukan oleh pekerja anak tentunya akan berdampak pada perlindungan yang diberikan terhadapnya. Praktek demikian telah terjadi pada proyek pembangunan yang ada, di mana seorang pekerja anak bekerja dari pagi hari sampai dengan sore hari maka perusahaan harus memenuhi persyaratan diamanat dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 5
World Bank, Laporan Pembangunan Dunia (WDR) 2008, (Jakarta: Penerbit Salemba, 2008), hlm. 316.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
Tujuan pokok hukum perburuhan adalah pelaksanaan keadialan sosial dalam perburuhan dan pelaksanaannya itu diselenggarakan dengan jalan melindungi buruh terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan. Menempatkan buruh pada suatu kedudukan yang terlindungi terhadap kekuasaan majikan berarti menetapkan peraturan-yang memaksa majikan bertindak lain daripada yang sudah-sudah.6 Untuk bidang kesehatan kerja, dalam hukum perburuhan orang menggunakan nama “perlindungan buruh” atau dalam bahasa asing “arbeidsbescherming”. Demikian itu disebabkan karena bidang inilah yang mula-mula dimaksudkan dengan melindungi buruh, yaitu melindungi buruh dari perlakuan pemerasan oleh pihak pengusaha.7 Dengan melihat kenyataan kondisi pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi yang tidak memperoleh perlindungan hukum, yang tidak sesuai dengan Undang-undang ketenagakerjaan untuk itu penulis tertarik menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul: Penerapan Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak yang Bekerja di Bidang Konstruksi.
Penelitian ini berisikan pembahasan atas pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah masalah pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi jika ditinjau dalam hukum yang berlaku di Indonesia?
2.
Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi?
3.
Bagaimana hambatan yang dihadapi dan langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi?
Pada hakikatnya, tujuan dari dilakukannya penelitian ini dibagi dalam dua lingkup tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Berikut ini adalah pembagian dari tujuan penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi aspek hukum yang mengatur tentang perlindungan terhadap pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi.
6
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, cet. ke 13, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 9. Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Buruh), cet. ke 7, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1988), hlm. 1. 7
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
Penelitian ini menspesifikasikan tujuannya untuk: 1. Mengkaji cara seorang anak turut langsung dalam melakukan pekerjaan di bidang konstruksi dan turut mengidentifikasi aturan perundang-undangan yang mengaturnya. 2. Menjelaskan peran hak-hak anak apa saja yang dilanggar ketika seorang anak bekerja di bidang konstruksi dan bentuk-bentuk perlindungan hukum apa saja yang dapat diterapkan demi mengurangi pelanggaran di bidang pekerja anak.
Tinjauan Teoritis Pekerja anak merupakan masalah yang penting di Indonesia karena semakin tahun jumlahnya semakin bertambah, kebanyakan dari mereka bekerja di sektor informal. Menurut data ketenagakerjaan pemerintah tahun 2007, kebanyakan pekerja anak bekerja di sektor pertanian; yang lainnya seperti tukang parkir, tukang semir, tukang koran dan sebagainya.8 Meskipun jumlah pekerja anak di kota telah meningkat secara berarti sebagai akibat urbanisasi. Jika dilihat dari sektor formal, pekerjaan anak-anak cenderung ada di garis batas antara ekonomi formal dan informal, seperti bersama-sama dengan orang tua mereka di industri rumah tangga dan di perkebunan, di toko milik keluarga atau pabrik kecil, terutama pabrik yang merupakan “satelit” dari industri besar. Anak yang bekerja di industri besar meskipun jumlahnya tidak diketahui, terutama karena dokumen yang membuktikan usia mereka mudah dipalsukan. Banyak anak yang bekerja di area ini yang merupakan area berbahaya seperti menjadi pemulung dan tukang sampah, atau pekerja bangunan. Sesungguhnya waktu yang mereka habiskan adalah waktu yang terbuang untuk mereka mendapatkan hak di bidang pendidikan. Karena pekerja anak akan menghambat mereka memperoleh pendidikan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan. Sehingga anak yang sewajarnya mengenyam bangku pendidikan di sekolah, yang sesuai dengan umur mereka masih tertinggal jauh dikarenakan waktu yang terbuang untuk mencari uang. Dalam kenyataanya, pendidikan setelah sembilan tahun merupakan pendidikan wajib, termasuk latihan kejuruan, merupakan sesuatu yang tidak bisa diabaikan dalam usaha mengurangi kemiskinan dan membuka kesempatan dalam bidang ekonomi bagi rakyat miskin. Sementara itu, pekerja anak menjadi suatu fenomena yang menyedihkan yang 8
Human Rights Watch, Pekerja di dalam Bayang-Bayang, (New York: Human Rights Watch, 2009),
hlm. 68.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
terjadi di tengah potret kemiskinan kita. Masa yang seharusnya begitu terbimbing dengan orang tua menjadi masa kebebasan tiada batas. Pekerja anak yang dalam hal ini adalah mereka yang dalam usia sekolah sudah bergelut dengan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa, sampai-sampai demi untuk mendapatkan uang atau sesuap nasi ia merelakan untuk tidak bersekolah. Mereka meninggalkan masa-masa untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta pengembangan bakat demi mencari nafkah, membantu orang tua bekerja. Keluarga yang miskin biasanya mendorong anak-anak mereka bekerja mencari penghasilan tambahan keluarga atau bahkan sebagai cara untuk bertahan hidup. Adanya pekerja anak mengabadikan keluarga miskin turun temurun, serta pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial yang lambat. Hal ini berkaitan dengan masalah kesempatan dalam mendapatkan pendidikan. Anak yang berasal dari keluarga miskin mempunyai kesempatan yang kecil untuk sekolah. Namun kemiskinan bukan satu-satunya faktor penyebab. Besarnya biaya pendidikan, rendahnya pendidikan orang tua dan kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak, ketidaksetaraan, harapan pada tradisi dan budaya termasuk sebagian faktor penyebab timbulnya pekerja anak. Di sisi lain, adanya pekerja anak berkaitan dengan asumsi bahwa beberapa jenis pekerjaan lebih baik dilaksanakan oleh anak-anak daripada orang dewasa. Selain karena kondisi bekerja yang bersifat eksploitatif , anak “dipilih” sebagai pekerja yang lebih baik karena tangan-tangan mereka yang kecil dianggap lebih tepat dan lebih baik kualitasnya. Banyaknya jumlah pekerja anak sangat tergantung pada permintaan. Tuntutan untuk pekerja anak ini berasal dari pengusaha yang ingin mendapatkan untung dengan pekerjaan yang murah. Bisa juga itu merupakan perusahaan kecil atau perusahaan keluarga yang menggunakan pekerja anak untuk tetap bertahan aktifitasnya dengan produktifitas rendah. Alasan-alasan di atas, dikategorikan benar, selain adanya sisi permintaan, pasti ada sisi penawaran. Meskipun masyarakat menyediakan tenaga kerja anak, tetapi jika tidak ada perusahaan yang mempekerjakannya, sudah pasti pekerja anak tidak muncul. Demikian pula sebaliknya, bila permintaan terhadap pekerja anak tinggi, tetapi masyarakat tidak menyediakan maka pekerja anak tidak akan muncul.9 Dalam kenyataannya, anak yang bekerja merupakan salah satu gambaran betapa rumit dan kompleksnya permasalahan anak. Anak yang bekerja adalah bentuk penelantaran hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, karena pada saat bersamaan akan terjadi pengabaian hak yang harus diterima mereka. Seperti hak untuk memperoleh pendidikan, bermain, akses kesehatan 9
Hardius Usman, Pekerja Anak di Indonesia: Kondisi, Determinan dan Eksploitasi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hlm.4.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
dan lain-lain. Dalam masalah anak yang bekerja ini, bukan berarti anak tidak bekerja sama sekali. Dalam rangka mendidik dan melatih anak untuk mandiri, harus dilakukan pembiasaan dengan melakukan pekerjaan di rumah membantu orang tua di samping tugas sebagai pelajar. Anak yang bekerja batasannya adalah anak jangan sampai mengalami eksploitasi, pengertian eksploitasi di sini adalah seorang anak diminta melakukan pekerjaan dan dijanjikan mendapat upah secara ekonomi pada anak. Di beberapa kota seperti di Bogor, banyak sekali anak yang seharusnya bersekolah di sekolah dasar dan lanjutan, terpaksa ada di jalanan. Tidak saja di siang hari tetapi juga hingga larut malam untuk mengais rupiah dari orang lain. Mereka melakukan hal itu tidak punya pilihan lain yang terbaik. Kehidupan keseharian mereka sebagai wajarnya seorang anak yang ceria, sehat, rajin bersekolah dan senang bermain terampas oleh keadaan yang sulit dicegah.10 Hak-hak yang terampas dan seharusnya diperoleh pekerja anak bisa dilakukan, salah satunya dengan pendidikan yang berlandaskan pada peningkatan pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan budi pekerti agama. Sehingga pada saatnya nanti masyarakat mampu memproduksi dengan hasil maksimal. Semua sepakat bahwa pendidikan adalah instrumen investasi hidup terbaik yang menjanjikan keuntungan maksimal dari sisi sosial dan ekonomi masyarakat. 1.1
Pengertian Anak Anak merupakan generasi penerus yang akan berperan dalam proses kelangsungan
perkembangan bangsa dimasa yang akan datang, dipundak merekalah nasib bangsa dan negara dipertaruhkan. Untuk itu diperlukan genersi penerus yang
berkualitas dan harus
dibentuk pada saat ini agar dapat membawa kemajuan di masa mendatang yang lebih baik. Terhadap anak itu sendiri terdapat berbagai pengertian dan pemahaman tentang anak, yang mana masing-masing dapat dilihat dari berbagai sudut pandang tertentu antara lain” 1. Pengertian menurut hukum a. Menurut UU Perkawinan No. 1/1974 pasal 47 (1) dikatakan bahwa anak adalah” Seorang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, ada dibawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. b. Dalam UU No. 4/1974 tentang kesejahteraan anak disebutkan anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 athun dan belum pernah menikah. (Atika,
Jurnal
pemberdayaan komunitas ilmu kesejahteraan sosial vol.3) 10
Susilahati, Jalan Terjal Menuju Kepentingan Terbaik Bagi Anak, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 2007), h.11.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
c. Dalam UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (UUPA) dinyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. (UNICEF,2003:23) d. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa yang disebut anak adalah seseorang yang belum berusia 17 tahun. e. Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak menyatakan bahwa yang dikatakan sebagai anak adalah individu yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun (pasal 1 (1) UU no. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak) f. Konvensi ILO No. 182 Tentang Pelarangan dan tindakan segera untuk penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak menyatakan bahwa yang dikatakan sebagai anak adalah semua orang yang berusia dibawah 18 tahun (Pasal 2 Konvensi ILO no. 182 tentang penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak) g. Konvensi Hak Anak menyatakan bahwa yang dikatakan sebagai anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan yang berlaku bagi anak tersebut yang ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (Pasal 1 konvensi hak anak). 2. Pengertian menurut ilmu Psikologi Secara ilmu Psikologi yang dikatakan sebagai anak adalah mereka yang berusia
diantara 0-18 tahun yang terbagi pada tahap-tahap
perkembangan yang menunjukkan adanya proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi dalam rentang usia tersebut. Tujuan pokok hukum perburuhan adalah pelaksanaan keadilan sosial dalam perburuhan dan pelaksanaanya itu diselenggarakan dengan jalan melindungi buruh terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan.11 Dalam hukum perburuhan, orang menggunakan nama perlindungan buruh disebabkan karena bidang inilah yang mula-mula dimaksudkan untuk melindungi buruh, yaitu melindungi buruh dari perlakuan pemerasaan oleh pihak pengusaha.12 Bentuk perlindungan pada bidang ini adalah bahwa majikan/pengusaha bertanggung jawab aras pelaksanaan peraturan perburuhan pada bidang ini, yaitu pada bidang kesehatan kerja dan keamanan kerja, dimaksudkan hendak mengadakan pembatasan atas kekuasaan majikan terhadap buruhnya, agar buruh tidak diperlakukan secara semena-mena/dieksploitir. Majikan dibebankan akan tanggung jawab atas pelaksanaan ketetntuan perburuhan bidang 11 12
Soepomo (Pengantar Hukum Perburuhan), Op. cit., hlm. 9. Soepomo (Bidang Kesehatan Kerja), Op. cit., hlm. 1.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
kesehatan kerja dan kemanaan kerja dalam arti berkewajiban untuk menjalankan ketentuanketentuan tersebut.13 Imam Soepomo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan kerja adalah: “Aturan-aturan dan usaha-usaha untuk melindungi buruh dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan dan kesusilaan seseorang untuk melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja.” Dikemukakan pula oleh Imam Soepomo bahwa: “Tujuan norma-norma kesehatan kerja adalah memungkinkan buruh mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga, sebagai wanita yang merupakan ibu atau calon ibu, sebagai orang muda dan anak yang masih harus mengembangkan jasmani dan rohaninya."14 Hubungan yang terjadi antara buruh/pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja dilakukan melalui hubungan kerja. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan buruh/pekerja yang diwujudkan dengan adanya perjanjian kerja. Dalam perjanjian kerja pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha agar pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Dibidang hubungan kerja dipandang perlu adanya suatu perlindungan bagi pihak buruh. Disini negara memandang kedudukan ekonomis buruh tidak sama kuatnya dengan kedudukan pengusaha, untuk itu diperlukan campur tangan negara dalam soal peraturan perundangundangan agar perjanjian kerja dapat mengacu kepada peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja menjadi seimbang dan adil bagi ke dua belah pihak. Perjanjian kerja ini dibuat dengan motivasi/tujuan agar menguntungkan bagi semua pihak baik perusahaan maupun pekerja. Perusahaan membutuhkan komitmen pekerja untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan. Begitu juga sebaliknya pengusaha memberikan koitmen untuk membayar upah pekerja sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Hubungan yang akur dan saling besinergi sangat ideal karena keduanya saling membutuhkan.15 Kewajiban buruh pada umumnya tersimpul dalam hak majikan, seperti juga hak buruh tersimpul dari kewajiban majikan. Petunjuk-petunjuk diberikan oleh majikan terutama dimana 13
Poerwanto, Op. cit., hlm. 20-21. Widodo Suryandono, et al., Hukum Perburuhan (Depok: BPFHUI, 2007), hlm. 63-64. 15 Florencianoy Gloria, Forum Sadar Hukum Indonesia, cet. 1, (Jakarta: Pranita Offset 2008), hlm. 23. 14
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
buruh diterima untuk melakukan pekerjaan dengan upah dalam jangka waktu tertentu atau tetap, namun dalam praktek seringkali timbul persoalan dengan adanya kebutuhan atau kepentingan pengusaha, apakah seorang butuh wajib melakukan kerja lembur seperti yang diminta oleh majikan. Kerja lembur adalah melakukan pekerjaan dengan waktu bekerja lebih lama dari biasanya.16 Perlindungan terhadap kesehatan kerja memberikan hak kepada buruh/pekerja untuk tidak tunduk kepada hal-hal atau kegiatan yang dapat merugikan oleh setiap perbuatan, baik secara sengaja ataupun tidak dari pengusaha atau pemberi kerja, hal ini didasarkan pada halhal sebagai berikut: a.
Petugas yang telah ditunjuk oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pencegahan atau mengurangi risiko pada kesehatan dan keselamatan buruh/pekerja di tempat kerja, petugas tersebut yang melaksanakan atau mengusulkan untuk melakukan pekerjaan tersebut,
b.
jika seorang perwakilan dari buruh/pekerja terkait mengenai hal-hal kesehatan kerja di tempat kerja, ia dapat mengusulkan hal tersebut untuk diperhatikan atau tidak dilaksanakan,
c.
perwakilan tersebut yang telah mempunyai keabsahan dari undang-undang untuk melakukan tindakan sesuai dengan tanggungjawabnya,
d.
dia dapat mengusulkan untuk meninggalkan tempat ia bekerja atau membahayakan para rekan kerjanya yang mengalami permasalahan dengan waktu kerja yang berlebihan, karena teman kerja tersebut tidak dapat mengungkapkan keinginannya secara langsung kepada petugas yang diserahi tanggung jawab oleh pengusaha.
e.
Perwakilan tersebut dapat mengusulkan dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi dirinya maupun teman-temannya, karena bagaimanapun hal itu sudah menjadi kewajiban bagi para karyawan/pekerja maupun pengusaha sendiri untuk menghindarkan bahaya terhadap kesehatan kerja para buruh/pekerja untuk memberikan kesempatan kerja kepada pekerja untuk berhenti bekerja ataupun meninggalkan tempat kerjanya. Pengusaha tidak dapat mengeksploitasi buruh/pekerjanya dengan alasan kebutuhan
akan hasil kerja yang maksimal dan mendesak untuk segera diselesaikan dengan meminta
16
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Keja, cet. 7, (Jakarta: Djambatan, 1990), hlm. 91-93.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
buruh/pekerja melakukan pekerjaan tanpa batasan waktu kerja dan waktu istirahat secara wajar atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.17 Pekerja berhak untuk beristirahat bekerja, baik dibayar atau tidak dibayar, dalam berbagai keadaan, dan ini adalah hak untuk melakukan kegiatan tersebut dalam ruang lingkup waktu kegiatan kerja maupun dalam kondisi setelah jam kegiatan kerja bekerja pada hari itu berakhir. Ketentuan menyatakan memberikan hak tertentu bagi buruh/pekerja untuk mengambil waktu istirahat, waktu libur sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kerja maupun waktu untuk cuti. Kerja lembur pada prinsipnya merupakan persetujuan antara buruh/pekerja dengan majikan/pengusaha, pekerjaan lembur seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan yang mendesak tidak serta merta harus selalu diadakan oleh pengusaha/pemberi kerja.18 Pada dewasa ini khususnya di Indonesia dimana semua bidang dalam hukum perburuhan diliputi oleh maksud dan tujuan melindungi buruh, yaitu pihak yang lebih lemah ekonominya terhadap majikan, yaitu pihak yang ekonominya lebih kuat, dimana semua peraturan perburuhan baik di bidang kesehatan kerja dan keamanan kerja, mengandung maksud melindungi buruh. Jika kita sekarang berbicara mengenai kesehatan kerja, maka yang dimaksudnkan adalah aturan-aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan dan kesesuaian seseorang itu melakukan atau karena ia melakukan pekerjaan dalam satu hubungan kerja. Tujuan normanorma kesehatan kerja ini ialah untuk memungkinkan buruh itu mengenyam dan memperkembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga, sebagai wanita yang merupakan ibu atau calon ibu, sebagai orang muda dan anak yang masih harus mengembangkan jasmani dan rohaninya.19 Perjuangan yang mengawalai untuk mendapat perlindungan dari Negara bagi warga negaranya sebagai pihak yang lemah (buruh) dimulai dengan kelompok kaum (pekerja) anak, disusul kaum (pekerja) remaja dan kemudian (pekerja) wanita. Perlindungan dari negara itu berkembang dikemudian hari ditujukan pula kepada buruh (laki-laki) dewasa dengan membatasi lamanya waktu bekerja, adanya waktu istirahat dalam beberapa bentuk, tempat 17
John Bowers and Simon Honeyball, Labour Law, cet. 7, (London United Kingdom: Blackstone Press Limited, 2000), page. 366-3767. 18 Ibid., page. 363-366. 19 Soepomo, Op. cit., hlm. 2-3
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
kerja yang dijamin akan keamanan kerjanya, berupa usaha-usaha untuk mencegah timbulnya bahaya kecelakaan kerja pada waktu burh menjalankan pekerjaanya.20 Perlindungan ini berawal pada abad 19 ketika berlangsungnya Revolusi Industri yang merebak sekitar tahun 1850-1870. Istilah “Revolusi” berasal dari Arthur Young pada tahun 1788, seorang penulis Inggris terkenal dalam bidang agrarian, yang menyatakan kekagumannya terhadap mesin uap sebaga pembawa perubahan besar dalam peradaban. Akan tetapi, penemuan mesin-mesin yang mempermudah proses dalam berproduksi atau yang disebut sebagai munculnya zaman mekanisasi, membawa akibat hapusnya usaha-usaha industri kecil dan membesarnya jumlah pekerja yang bekerja di pabrik, yang umumnya merupakan tempat kerja yang berbahaya dan tidak sehat. Dalam kondisi ini, anak-anak dan wanita ikut diterjunkan bekerja dalam jumlah masal, jam kerja yang berkepanjangan dan tidak manusiawi, upah yang sangat rendah serta perumahan/tempat tinggal yang buruk. Terhadap keadaan perburuhan demikian maka hukum sangat berperan dengan menetapkan aturanaturan hukum yang bertujuan melindungi buruh/pekerja terhadap eksploitasi dan risiko kecelakaan kerja termasuk bahaya moral/kesusilaan yang dapat timbul karena bekerja di pabrik.21 Undang-undang perlindungan buruh, berawal dari Eropa Barat, yaitu Inggris pada tahun 1802, Jerman dan Perancis sekitar tahun 1840, sedangkan Nederlan setelah tahun 1870. Perlindungan pertama yang diberikan adalah perlindungan terhadap kesehatan kerja (health/gezondheid) dan keamanan (keselamatan) kerja (veiligheid/safety) kepada buruh dalam menjalankan pekerjaan sehingga membedakan kedua pokok tersebut sebagai suatu bidang tersendiri dalam perburuhan yang menonjolakan campur tangan negara melalui pengaturannya di dalam peraturan perundang-undangan. Perlindungan oleh negara dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat publik sebagai pembatasa-pembatasan yang bersifat memaksa terhadap asas kebebasan berkontrak antara pengusaha dan buruh. Undang-undang perlindungan pertama memuat aturan-aturan yang sejak semula bertujuan melindungi buruh terhadap waktu kerja yang terlalu panjang dan terhadap keadaan perburuhan yang tidak aman. Pengaturan ini beraspek materiil dan immaterial. Aspek materiil pada umumnya menyagkut keamanan kerja dan perawatan fisik, misalnya: kantin, kamar rias/berpakaian, cahaya matahari dan seterusnya. Sedangkan yang termasuk dalam aspek immaterial adalah waktu kerja, peningkatan perkembangan jasmani 20
Helena Poerwanto, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, cet. ke 1 (Jakarta: FHUI, 2005), Hlm. 12-13. 21 Ibid., hlm. 22-23.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
dan rohani bagi perkembangan anak remaja serta hal-hal lainnya. Penulis buku Bakels dalam terbitannya edisi tahun 1997, menulis bahwa “Perlindungan Buruh”, melingkupi seluruh norma-norma hukum publik yang mepengaruhi serta mengacam keamanan, kesehatan kerja dan kesejahteraan buruh dalam ia/buruh menjalankan pekerjaannya, yang dimaksud di sini terutama adalah mengenai pengaturan lamanya jam kerja yang aman dan layak bagi harkat martabat manusia di perusahaan. J.K.M. Gevers, menulis tentang perlindungan buruh: “Dengan berlalunya revolusi industri maka lingkungan perburuhan menjadi perhatian penguasa, yang dituangkan dalam ketentuan peraturan dan pengawasan. Perlindungan terhadap keselamat kerja dan keamanan kerja si penerima kerja menjadi bagian yang paling dahulu dalam peraturan perundangundangan sosial, campur tangan pembentuk undang-undang semakin hari bertambah besar yang sebelumnya merupakan perjuangan politis.”22 Setelah perang Duni ke II maka pengertian akan kesehatan kerja ditafsirkan lebih luas lagi yang diajukan oleh World Health Organization (WHO), bahwa kesehatan kerja adalah berada dalam keadaan sejahtera jasmani, rohani dan sosial. Lebih lanjut dalam bukunya Imam Soepomo memaparkan bahwa peraturan perburuhan pada bidang kesehatan kerja mengatur tentang larangan anak bekerja (prohibition of child labour), syarat-syarat kerja bagi orang muda dan wanita, jam kerja (hours of work), waktu untuk makan dan mengaso (meal and rest breaks), kerja lembur (over time) dan cuti. Materi kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 1.
Pekerjaan anak,
2.
Pekerjaan orang muda,
3.
Pekerjaan wanita,
4.
Waktu kerja,
5.
Waktu istirahat,
6.
Tempat kerja. Pendapat Imam Soepomo mengenai pengertian dari perlindungan buruh dan secara
khusus menempatkannya ke dalam bidang kesehatan kerja dan keamanan kerja adalah masing-masing sebagai suatu bagian dalam hukum perburuhan. Perlindungan buruh sebenarnya adalah hakekat hukum perburuhan itu sendiri. Sementara itu pada mulanya yang dimaksud dengan perlindungan buruh adalah melindungi buruh terhadap perlakuan pemerasan tenaga buruh (eksploitasi) oleh majikan, yang merupakan pengertian kesehatan kerja dan pengertian mengenai kemanan kerja adalah 22
Ibid., hlm. 24-26.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
perlindungan kepada buruh yang bersifat teknis. Sehingga dapat diambil pengertian bahwa bidang kesehatan kerja dengan keamanan kerja, erat terkait karena menyangkut perlindungan bagi keadaan diri penerima kerja baik jasmani maupun rohaninya.23 Jeni perlindunga buruh dapat dibagi atas pengertian perlindungan buruh secara sosial, perlindungan buruh secara ekonomi dan perlindungan buruh secara teknis. Tujuan dari perlindungan buruh secara sosial atau perlindungan sosial terletak di bidang kemasyarakatan atau sosial. Dalam bidang hukum sosial terhadap mereka yang tidak mempunyai kekuatan yang sama, kepada masing-masing pihak akan diberikan perlakuan yang tidak imabng/sesuai. Artinya dengan perlakuan yang tidak imbang ini bahwa hukum akan memberi hak yang lebih banyak kepada pihak yang lemah (buruh) daripada ke pihak yang kuat (pengusaha).24 Arti kata ‘perlindungan’ kepada buruh/pekerja telah mengalami perubahan besar dan signifikan. Dengan hasil servei yang diterbitkan oleh Stephen Bauer pada tahun 1924, mendefinisikan tujuan perlindungan kepada pekerja yang sangat luas, untuk memastikan pengembangan yang paling baik dari kepribadian pekerja. Perlindungan menurutnya, termasuk perawatan dan reproduksi dari tubuh dan mental, minimal standar keamanan ekonomi dan penciptaan tenaga kerja, administrasi yang khusus dapat memberikan jaminan hukum dan sosial yang dapat menciptakan peluang bagi kemajuan ekonomi dan sosial oleh kaum buruh. Bauer optimis definisi pengembangan hukum perburuhan selama abat 19 dapat terjadi. Itu adalah tahapan emansipasi tenaga kerja terhadap penindasan atau eksploitasi. Namun, definisi dari Bauer menjadi terlalu luas karena membutuhkan sedikitnya dua koreksi substansial. Yang pertama adalah untuk mengakui pemisahan hukum tenaga kerja dan jaminan sosial sebagai dua disiplin ilmu hukum yang berbeda, meskipun jaminan sosial juga didasarkan pada gagasan negara terhadap perlindungan kepada tenaga kerja. Kedua adalah koreksi untuk mengecualikan kerja kolektif hukum karena berdasarkan gagasan membantu sendiri.25 Perlindungan buruh secara sosial ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut: (1) Agar buruh/pekerja dapat mempertahankan dan mencegah terjadinya penurunan fisik dan derajat kesehatannya, (2) Untuk mencegah terjadinya kemunduran dari segi rohani dan kesusilaan, (3) Untuk kemajuan/peningkatan kehidupan keluarga dalam bidang sosial ekonomi, 23
Ibid., hlm. 20-31. Suryandono, ets, Op. cit., hlm. 64. 25 Thilo Ramm, “Laissez-faire and State Protection of Workers”, The Making of Labour Law in Eroupe, ed. Bop Hepple, (London: Mansell Publishing, 1986), page. 75. 24
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
(4) Agar buruh mendapat kesempatan menjadi manusia yang seutuhnya dan oleh karena itu perlu diberi kesempatan pula untuk ikut berperan dan berperanan di dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Perlindungan secara ekonomi dengan sebutan perlindunga ekonomis, yaitu berupa usaha-usaha untuk memberikan kepada buruh beserta keluarganya suatu penghasilan yang cukup dan layak bagi kehidupan ssehari-hari atau dikenal pula sebagai usaha memperbaiki ekonomi buruh. Biasanya usaha demikian adalah syarat kerja yang diatur dalam peraturan mengenai hubungan kerja atau didalam perjanjian kerja. Perlindungan secara teknis dengan sebutan perlindungan teknis, yaitu suatu usaha dari pengusaha untuk memberikan perlindungan kepada para pekerjanya/buruhnya agar terhindar dari bahaya kecelakaan kerja (keamanan kerja) yang dapat ditimbulkan oleh akibat mesinmesin, alat-alat kerja dan situasi ataupun keadaan kerja, sehingga buruh akan tidak merasa nyaman untuk bekerja, seperti jika adanya kebocoran gas-gas yang berbahaya, ruangan yang pengap/kurang udara, ruangan yang tidak menerima cahaya matahari/gelap yang membuat buruh menjadi lemah, kurangnya penerapan lampu yang mengakibatkan kerusakan mata ataupun
menurunnya
kinerja
dari
buruh,
sehingga
target
yang
diberikan
oleh
pengusaha/pemberi kerja tidak tercapai, ataupun bahan-bahan pengolah yang tidak memenuhi standar dan kualitas keamanan dan kesehatan kerja, perlindungan ini untuk mencegah timbulnya bahaya kecelakaan kerja, sehingga buruh/pekerja dapat bekerja dengan aman.26 Pertumbuhan perlindungan buruh di bidang kesehatan kerja dan keamanan kerja perlu diikuti perkembangannya di beberapa negara penting yang dimulai di Eropa Barat, kemudian meluas serta berkembangan hingga kemudian iku masuk ke negara Indonesia.27 Dimulai dari sejarah perlindungan hukum bagi buruh dari negara Inggris, yang dipandang sebagai negara yang sangat penting. Karena negara ini memplopori perlindungan kepada pekerja ketika berlangsungnya Revolusi Industri. Negara Inggris menjadi model pula bagi negara-negara lain seperti di negara Perancis dan di negar Jerman, dimana di negaranegar tersebut kekuasaan raja sangat dominan dengan sistem konstitusionalnya, tetapi tujuan untuk melindungi pekerja di negara-negara tersebut dapat berjalan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi pada masing-masing negara28, yang kemudian mengikuti usaha-usaha tersebut diakui dan diterima secara internasional oleh badan-badan internasional, 26
Poerwanto, Op. cit., hlm. 29-56. Ibid., hlm. 31. 28 Ramm (“Laissez-Faire and State Protection of workers”) Op. cit., hlm. 145. 27
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
khususnya
ILO
(International
Labour
Organization),
suatu
organisasi
perburuhan
internasional, dimana negara Indonesia adalah peserta dari organisasi tersebut.
Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat ditulis kesimpulan sebagai berikut: 1. Permasalahan yang dihadapi oleh pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi adalah banyak anak yang tidak memiliki pilihan lain selain bekerja sebagai tukang bangunan yang dimana dapat dikategorikan dalam pekerjaan terburuk bagi anak karena pekerjaan tersebut tergolong berbahaya, serta dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan fisik, psikis dan sosial anak tersebut. Di sisi lain keadaan ekonomi keluarga yang buruk serta tingginya biaya pendidikan mengharuskan para anak untuk langsung terjun ke dunia kerja, yang salah satunya adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan di proyek konstruksi PT DNM. 2. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi di PT DNM tidak ada karena persyaratan yang ada dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang harus dipenuhi untuk mempekerjakan anak tidak terpenuhi semuanya seperti pihak perusahaan melakukan perjanjian kerja dengan pekerja anak secara lisan. Pihak perusahaan tidak memenuhi persyaratan perjanjian kerja untuk mempekerjakan anak yang sesuai dengan pasal 69 ayat 2 dan melanggar Keputusan Menteri Nomor 235 Tahun 2003 tentang jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan anak atau moral anak. 3. Keinginan anak yang bekerja merupakan hambatan bagi perusahaan karena perusahaan tidak bisa menolak ketika anak meminta pekerjaan untuk membantu ekonomi orang tuanya serta keinginan orang tua dari pekerja anak yang menginginkan anaknya bekerja diperusahaan. Serta Tidak ada pengawasan dari pihak Disnaker yang menyebabkan perusahaan tidak tahu dan kurang maksimalnya perlindungan hukum terhadap pekerja anak. Dan Faktor budaya di lingkungan pekerja anak yang mengakibatkan banyaknya pekerja anak yang bekerja di bidang konstruksi. Pekerjaan di perusahaan dirasa cukup berat karena bergerak di bidang konstruksi sehingga secara tidak langsung pekerja anak yang bekerja melakukan pekerjaan berat. Pihak perusahaan Memberikan perlakuan khusus ketika bekerja sesuai dengan kemampuan
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
pekerja anak. Memberikan jaminan dan kecelakaan kerja terhadap pekerja anak yang bekerja di PT DNM. Memberikan sosialisasi kepada pekerja anak yang akan bekerja tentang pekerjaan di bidang konstruksi.
Saran Dari hasil pembahasan memunculkan rekomendasi yaitu: 1. Mengadakan sosialisasi dari Disnaker terhadap terhadap masyarakat akan pentingnya perlindungan hukum terhadap pekerja anak. Sosialisasi tersebut perlu diimbangi dengan
peningkatan
pengawasan
dari
Disnaker
terhadap
perusahaan
yang
mempekerjakan pekerja anak sehingga sosialisasi tersebut tidak berjalan sia-sia. 2. Adanya kesatuan tentang perlindungan pekerja anak dengan cara menyatukan peran pemerintah, masyarakat, LSM, Orang tua, pengusaha untuk mencegah banyaknya pekerja anak. 3. Memberikan sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar hak-hak dari pekerja anak serta perlu juga memberikan sanksi kepada orang tua yang tidak patuh terhadap hukum tentang perlindungan anak
Daftar Referensi Buku Asshiddiqie, Jimly, et. al. Sumber daya manusia untuk Indonesia masa depan: himpunan makalah dari Seminar Nasional Sumber Daya Manusia yang diselenggarakan ICMI, FCHI, KCBI, dan PIKI. Jakarta: Penerbit Mizan, 1996. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Masalah Anak Yang Bekerja Di Bawah Usia Kerja. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 tahun 2002, LN No. 109 tahun 2002, TLN No. 4235. Indonesia, Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 tahun 2003, LN No. 13 tahun 2003, TLN No. 4279.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age For Admission to Employment (Konvensi ILO No. 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja), UU No. 20 Tahun 1999, LN No. 56 Tahun 1999, TLN No.3835. Joni, Muhammad dan Zulechaina Z. Tanamas. Aspek Hukum Perlindungan Anak dan Perspektif Konvensi Hakhak Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999. Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011. Mamudji, Sri, et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta:Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 “Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.” Sjukrie, Erna Sofwan dan Achie Sudiarti Luhulima. Bahan ajar tentang hak perempuan: UU no. 7 tahun 1984 Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Jakarta: Yayasan Obor, 2006. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3. Jakarta:Universitas Indonesia, 2007. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Cet. 8. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan, 1999. Soepomo, Imam, Helena Purwanto dan Suliati Rakhmat. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan, 1990. Soepomo, Imam. Hukum Perburuhan Bidang Keselamatan Kerja (Perlindungan Kerja). Jakarta: Pradnya Paramitha, 1981. Subekti R, Tjitrosudibiyo R. Kitab Undang-undang Hukum Perdata terjemahan. cetakan 8. Jakarta: Pradnya Paramita, 1996.
Burgerlijk Wetboek .
Subekti, R. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 1996.
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.” Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. cet. I. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. World Bank. Laporan Pembangunan Dunia (WDR) 2008. Jakarta: Penerbit Salemba, 2008. World Health Organization. Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009).
Penerapan perlindungan hukum terhadap..., Omar Abdul Hafizh, FH UI, 2014