1
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SUBYEK-SUBYEK PENGGUNA MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA
SKRIPSI
OLEH : AJRUN
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2015
1
2
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SUBYEK-SUBYEK PENGGUNA MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA
SKRIPSI
OLEH : AJRUN NPM : 11120009
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2015
2
iii
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SUBYEK-SUBYEK PENGGUNA MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH : AJRUN NPM : 11120009
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2015 iii
iv
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SUBYEK-SUBYEK PENGGUNA MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA
NAMA
: AJRUN
FAKULTAS
: HUKUM
JURUSAN
:ILMU HUKUM
NPM
: 11120009
DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : PEMBIMBING
ANDI USMINA WIJAYA, SH.,MH.
iv
v
Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian Skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Serjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Surabaya,07 Maret 2015 Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua
:Tri Wahyu Andayani, SH, CN, MH (………….………………..) ( Dekan )
2. Sekretaris :Andi Usmina Wijaya, SH, MH ( Pembimbing )
3. Anggota
(…….……………………..)
: 1. Dr.H.Taufiqurrahman, SH, M.Hum(…………………….…...) ( Dosen Penguji 1 )
2. Tri Wahyu Andayani, SH, CN, MH(…………….…..……….) ( Dosen Penguji II )
v
vi
MOTTO
“ HIDUP ADALAH BELAJAR ” Belajar Berpuas Hati, Meski Tak Cukup Belajar Memahami, Walau Tidak Sehati Belajar Ikhlas, Meski Belum Relah Belajar Bersabar Walau Terbebani Belajar Setia, Meski Ada Godaan Pikiran Belajar Memaafkan, Walau Pernah Disakiti Karena Sesungguhnya Kebenaran Adalah Milik Allah
vi
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahir Rahmanir Rahim Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan mengucapkan rasa syukur yang amat dalam kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan atas karunia rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkannya, serta sholawat kepada Nabi Muhamad SAW. kuasanya
penulis
“PERLINDUNGAN
dapat
menyelesaikan
HUKUM
skripsi
TERHADAP
yang
Atas
berjudul
SUBYEK-SUBYEK
PENGGUNA MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA”. Melalui kata pengantar ini penulis sadar sepenuhnya begitu banyak nama yang telah memberikan sumbangannya dalam berbagai bentuk yang telah memungkinkan penulis menyelesaikan skripsi yang merupakan persyaratan untuk memperoleh Gelar Serjana Hukum. Tanpa bantuan tersebut tidak mungkin penulis menyelesaikan program studi Ilmu Hukum pada “UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA” Pertama-tama perkenankan penulis untuk menyampaikan terima kasih yang tulus dan dalam kepada almarhum Ayah penulis, ISMAIL SYAHRIR, dan Ibu penulis IJ0 binti IDRUS yang telah membimbing dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang sejak kecil untuk terus meraih pendidikan setinggi mungkin sebagai bekal hidup dikemudian hari.
vii
viii
Terima kasih penulis yang amat dalam kepada saudara-saudara penulis, ALAMIN, ALISAH, ALHIJRIL, ALISAMRULLAH, ALLAMRAH, SYAHADAT NAFASIA dan kepada semua saudara penulis yang lain yang tidak dapat disebut namanya satu-persatu, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik itu berupa dukungan moril maupun dukungan materil. Terima kasih yang tulus dan dalam kepada beberapa Dosen yang turut serta memberikan bantuan dan pengarahan untuk penyusunan penulis skripsi yaitu kepada : 1. Bapak H.Budi Endarto, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya. 2. Bapak Dr.H.Taufiqurrahman, SH, M.Hum Selaku Wakil Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya. 3. Ibu Tri Wahyu Andayani, SH, CN, MH. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya 4. Ibu Ani Purwat, SH, MH. Selaku Kepala Prodi Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya 5. Bapak
Andy
Usmina
Wijaya,
SH,
MH.
Selaku
Dosen
PembimbingUniversitas Wijaya Putra Surabaya. 6. Kepada Bapak/Ibu Dosen Penguji Serta kepada Semua Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu LISWATI dan Bapak WARDANI, Abang IMAM SETIO AJI, HENDRO SIMON TAROB, FREDY
viii
ix
DWI HARIANTO, DHEA PUSPITASARI, LULUK KRISTANTI dan kepada semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, atas bantuan, informasi dan dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan skripsi ini yang tak luput dari kekurangan. Sehingga dibutuhkan saran dan kritik yang membangun demi menciptakan karya yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Semoga Allah SWT menilai ibadah yang penulis kerjakan dan senantiasa membimbing kita ke jalan yang diridhoi-Nya Amiin. Surabaya, 26 februay 2015
(
ix
Ajrun
)
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………...
iii
LEMBARAN PERSETUJUAN ……………………………………….
iv
LEMBARAN PENGESAHAN ………………………………………... v MOTTO ………………………………………………………………… vi KATA PENGANTAR :………………………………………………… vii DAFTAR ISI :…………………………………………………………… x BAB I
: PENDAHULUAN…………………………………………… 1 Latar Belakang Masalah……………………………………….. 1 Rumusan Masalah……………………………………………… 9 Penjelasan Judul………………………………………………... 9 Alasan Pemilihan Judul………………………………………… 10 Tujuan Penelitian……………………………………………….. 12 Metode Penelitian……………………………………………… 12 Manfaat Penelitian……………………………………………. 13 Sistematika pertanggung jawaban……………………………… 15
BAB II :PENGATURAN MEREK KOLEKTIF MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA…………………… 17 Sejarah Merek Di Indonesia…………………………………….. 17
x
xi
Pengertian Merek………………………………………………. 22 Pengaturan Pendaftaran Merek Terdaftar Di Indonesia………… 24 Tata Cara Pendaftaran Merek Terdaftar Di Indonesia………….. 34 Tujuan Penggunaan Merek Kolektif………………………..…... 45 BAB III : PERLINDUNGAN PENGGUNA MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA………………………………………... ……... 48 Penegak Ketentuan Hukum Pidana……………………………... 48 Penegak Ketentuan Hukum Perdata…………………………… 58 Penegak Ketentuan Hukum Administrasi Merek……………… 63 BAB IV : PENUTUP………………………………………………………68 Kesimpulan……………………………………………………… 68 Saran…………………………………………………………….. 69 DAFTAR PUSTAKA :…………………………………………………... 72 a. Daftar Bacaan…………………………………………………......... 72
xi
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia, berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa yang ditawarkan dengan lebih berfariasi, baik barang dan/atau jasa produksi dalam negeri maupun barang impor. Hal ini berpengaruh pada hubungan antar bangsa yang menjadi saling tergantung baik dalam hal kebutuhan, kemampuan dan kemajuan teknologi. Keadaan ini menyebabkan kebutuhan akan komunikasi menjadi sangat maju dan pola perdagangan dunia sudah tidak terikat pada batas-batas negara. Dunia dan kawasan-kawasan didalamnya sekarang merupakan pasar bagi produksi-produksi pengusaha pemilik merek dagang dan jasa. Semuanya ingin produk mereka memperoleh akses yang sebebas-bebasnya ke pasar. Perkembangan dan perubahan norma dan tatanan dagang yang bersifat global ini telah menimbulka berbagai persoalan yang perluh segera diantisipasi oleh indonesia.1 Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa dan budaya serta kekayaan dibidang seni dan sastra yang perkembangannya memerlukan perlindungan terhadap kekayaan yang dilahir dari keanekaragaman tersebut. Disamping itu perkembangagan di bidang 1
Haryani, Iswi, Prosedur Mengurus HKI yang Benar, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2010.,hal.6
1
2
perdagangan
dan
industri
yang
sedemikian
pesatnya
memerlukan
peningkatan perlindungan terhadap teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan, apabila kemudian produk tersebut beredar di pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Dalam hubungan ini hak-hak yang timbul dari hak milik intelektual khususnya hak atas merek menjadi sangat penting bukan hanya dari segi perlindungan hukum, karena untuk mendrikan dan mengembangkan merek produk barang atau jasa dilakukan dengan susah payah, mengingat dibutuhkan juga waktu yang lama dan biya yang mahal untuk mempromosikan merek agar dikenal dan memperoleh tempat di pasaran. Salah satu cara untuk memperkuat sistem perdagangan yang sehat dalam mengembangkan merek dari suatu produk barang atau jasa, yaitu dengan melakukan perlindungan hukum terhadap pendaftaran merek.2 Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual khusunya bidang merek merupakan suatu permasalahan yang terus akan berkembang mengikuti perkembangan dunia ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perkembangan ini tidak hanya bersifat insidental dan pada satu titik saja, tetapi mengarah kesemua bidang sasaran tanpa mengenal batasan. Pada dunia usaha para produsen memberikan tanda atau citra terdiri pada barang dan jasa hasil produksi mereka yang lazim disebut merek yang digunakan untuk 2
Ibid., “Prosedur Mengurus HKI yang Benar”. Hal 88
2
3
membedakan suatu produk dengan produk lain, terutama untuk barang atau jasa yang sama dan sejenis. Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan saja. Ini berarti bahwa sejak kemerdekaan bangsa indonesia berketetapan untuk memilih bentuk negara hukum tersebut sebagai pilihan satu-satunya. Akibat dari pemilihan tersebut konsekuensinya bahwa semua aspek kehidupan yang berkaitan dengan penyelengaraan Negara Rebublik Indonesia harus tunduh dan patuh pada norma-norma hukum baik yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial,dan budaya. Hukum harus menampilkan peranan secara mendasar sebagai titik sentral dalam seluruh kehidupan orang-perorangan, kehidupan masyarakat, maupun kehidupan bangsa dan bernegara.Dengan landasan pemikiran tersebut hukum harus mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai aspek kehidupan.3 Di era perdagangan global dan kemajuan teknologi saat ini hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan dan perlindungan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut pemerintah telah membuat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun1997 dan
3
Eni Dramayanti, Wulan Nugra, Wardi, “Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001”, Saufa: Yogjakarta, maret 2014., hal. 289-290
3
4
diubah menjadi Undang-Undang yang lebih baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.4 Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek secara umum, undang-undang inimemberikan peluang bagi para pemohon merek untuk memiliki hak atas merek.Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 pasal 1 (1) tentang merek, merek di definisikan sebagai tanda yang terdiri : gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.5 Dalam pasal 1 (1) inimengandung tiga rumusan yang perluh diperhatikan yaitu: 1. Dilihat dari bentuk atau wujud merek sama dengan tanda yang terdiri dari beberapa unsur, 2. Segi fungsinya merek sebagai daya pembeda 3. Tujuan merek digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Berdasarkan ketentuan tersebut, fungsi merek adalah untuk membedakan barang atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis. Dari sisi produsen, merek digunakan sebagai jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas kemudian pemakaiannya. Dari segi pedagang, merek digunakn untuk promosi barang-barang dagangnya guna mencari dan meluaskan pasar. Dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan
4
5
Ibid.,“Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001” hal. 289 Journal.unnas.ac.id., Diposkan Januari,2013
4
5
pilihan barang yang akan dibeli. Bahkan terkadang penggunaan merek tertentu bagi seorang konsumen dapat menimbulkan image tertentu pula.6 Sehingga dalam dunia perdagangan global merek seringkali dijadikan sebagai salah satu cara untuk menciptakan dan mempertahankan good will dimata konsumen dan sekaligus untuk sarana untuk memperluas pasaran suatu barang atau jasa keseluruh dunia. Jadi merek yang sudah mempunyai reputasi tinggi dan menjadikan good will bagi pemilik barang dan jasa, hal ini merupakan sesuatu yang tak ternilai harganya.7 Pasal 1 butir 2, 3, dan 4 undang-undang merek menjabarkan mengenai jenis merek yang dapat dibedakan menjadi : 1. Merek dagang adalah merek yang digunakan peda barang yang diperdagangkan seorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk membedakan barang dengan barang yang sejenisnya. 2. Merek jasa adalah yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang untuk membedakan jasa-jasa lainnya yang sejenis. 3. Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karateristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.8 Melihat pada pengertian merek kolektif ini tegaslah bahwa merek kolektif pada dasarnya dapat berupa Merek barang, Merek jasa atau Merek barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Merek dipercaya menjadi motif pendorong
6
Ibid.,“Journal.unnas.ac.id”. Di poskan januari, 2013 Ibid., “Journal.unnas.ac.id”.di poskan januari, 2013 8 Ibid., “Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001”.hal. 226-227 7
5
6
konsumen memilih suatu produk, karena merek termasuk suatu yang ada di benak konsumen untuk lebih selektif dalam memilih produk atau kemasan. Contoh Produk atau Kemasan Merek Kolektif, yaitu ; 1. Coca cola dengan Big cola, memiliki kemasan dan nama produk yang hamper sama. 2. Pop Ice dengan Top Ice, memiliki kesamaan kemasan dan nama produk. 3. Produk PETER SAYS DENIM dengan produk KICK DENIM. Jenis Hak Merek Kolektif. 4. Produk sepatu SPECS dengan produk sepatu SPEED. Jenis Hak Merek Kolektif. Dari beberapa contoh Merek barang tersebut diatas adalah merupakan Merek Kolektif. Namun pada dasarnya suatu merek terdaftar dapat dijadikan Merek Kolektif apabila memenuhi persyaratan, dimana produk barang dan/atau jasa yang diberikan oleh merek barang dan/atau jasa lainnya untuk digunakan secara bersama-sama, maka Merek tersebut harus memiliki karateristik yang sama untuk mendapatkan hak eksklusif atas Merek tersebut. Di indonesia, hak Merek dilindungi melalui Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Dengan jangka waktu perlindungan adalah sepuluh tahun terhitung sejak tanggal permohonan Merek bersangkutan kemudian dapat diperpanjang selama Merek masih dipergunakan.9
9
http://Tataririaprilia.wordpress.com. Diposkan juni 2014
6
7
Dari hal
demikian,
dapat
dikemukakan
bahwa
harapan
untuk
perlindungan bagi pengguna merek kolektif untuk memiliki merek yang dapat digunakan secara bersama-sama sangat dimungkinkan. Kemunkinan ini tentunya dapat berakibat juga pada murahnya biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak atas merek yang digunakan secara bersama-sama yaitu merek kolektif, dimana para pemohon merek kolektif dapat saling berbagi biaya untuk mengajukan permohonan merek kolektif tersebut. Bila dikaitkan dengan usaha kecil dan menengah pengakuan terhadap merek kolektif di dalamUU No.15 Tahun 2001 tentang merek sebenarnya memiliki arti yang sangat strategis mengingat umumnya usaha kecil dan menengah ini dalam hal pengurusan merek yang menjadi beban utama adalah biaya dari permohonan merek, ketika merek menghendaki merek maka penguna merek kolektif tersebut dilindungi secara hukum. Sederhananya merek kolektif dapat dijadikan jawaban alternatif dalam melindungi merek usaha kecil dan menengah.Dan bila diajukan permohonan haknya dan kemudian sudah sesuai dengan ketentuan yang ada pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, maka hak tersebut akan diberikan. Hak atas pengajuan merek disebut “hak atas merek”. Hak atas merek dapat dikemukakan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa: “Hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan
7
8
sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.”10 Perlindunganpengguna merek kolektif ini memiliki beberapa aspek khusus yang membuatnya amat relevan untuk dikembangkan di negaranegara Asia, khususnya Indonesia. Selain sebagai razim Hak Kekayaan Intelektual yang masih paling terbuka pengaruh ragam budaya yang berbedabeda di seluruh dunia, perlindungan pengguna merek kolektif juga amat menghargai keterkaitan historis dari suatu merek produk dan/atau jasa dengan tempat asalnya, ditambah lagi, karakter penggunaan merek kolektif bersifat gabungan.11 Aspek-aspek khusus Perlindungan Pengguna Merek Kolektif ini sudah tentu merupakan aspek-aspek perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang paling dibutuhkan oleh mayoritas negara-negara Asia, yang dikenal dengan beragam budaya, akar historis produk yang kuat, budaya kepemilikan kolektif kepentingan untuk tetap “menguasai” produk-produk bangsanya sendiri,
serta
perlindungan
persoalan pengguna
kemiskinan merek
yang
kolektif
serius.Hal semakain
ini
membuat
menarik
untuk
didiskusikan.12 Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis memandang perlu untuk meneliti lebih jauh mengenai “Perlindungan Hukum Terhadap
10
Ibid., “Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001.” hal. 229 Ibid.,“Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001”. hal. 260 12 http://fikaamelia.wordpress.com Diposkan oktober, 2014 11
8
9
Subyek-Subyek Pengguna Merek Kolektif di Indonesia” sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini akan mampu memberikan jawaban mengenai bentuk pengaturan dan perlindungan hukum terhadap subyek-subyek pengguna merek kolektif di Indonesia yang paling tepat untuk diterapkan terhadap pelaku atau subyek pengguna merek kolektif di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Yang menjadi permasalahan dalam penulisan karya ilmiah ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan merek kolektif menurut ketentuan hukum di Indonesia? 2. Bagaimana perlindungan pengguna merek kolektif di Indonesia? 1.3 Penjelasan Judul Untuk menghindari salah pengertian atau multitafsir dalam penelitian ini maka, diperlukan adanya suatu penjelasan istilah proposal skripsi berjudul :“PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
SUBYEK-SUBYEK
PENGGUNA MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA” 1. Perlindungan Hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari ancaman, ganngguan, terror, dan kekerasan dari pihak maupun
9
10
yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penentuan, dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan.13 2. Subyek-subyek adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek dalam sistem hukum indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). 3. Pengguna adalah orang-orang yang membuat program atau sekedar menggunakan program. Pengguna memiliki hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya atas benda atau barang baik yang berwujud maupun tidak berwujud milik orang lain dengan kewajiban membayar upeti tahunan kepada pemilik benda atau barang tersebut, sebagai pengakuan tentang pemiliknya, baik berupa uang maupun hasil atau pendapatan. 4. Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama dan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara barsama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. 1.4 Alasan Pemilihan Judul Indonesia adalah suatu Negara Republik yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan Indonesia adalah Negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin
13
www.Seputarpengertian,blogspot.comDi poskan januari 2014
10
11
kesejahteraan tiap-tiap warga Negaranya, termasuk menjamin Perlindungan Hukum Terhadap Subyek-Subyek Pengguna Merek Kolektif. Pemerintah Negara Rebublik Indonesia telah memberikan perlindungan hukum melelui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu Merek yang terdaftar pada umumnya. Dan pada khususnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dalam pasal 50 sampai pasal 55 hanya memberikan penegasan mengenai ketentuan penggunaan, dan hak atas Merek Kolektif saja. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek sangat sulit
untuk
TerhadapSubyek
dikatakan
bisa
Pengguna
memberikan
Merek
Perlindungan
Kolektif.Namun
Hukum
faktanya
di
indonesiapemahaman dan kesadaran masyarakat tentang Merek masih kurang, tidak untuk saling menyalahkan tapi inilah potret yang kini dirasakan bangsa kita, bangsa yang kaya dengan asset dan kaya dengan karya-karya yang tinggi, tapi belumjuga sadar akan pentingnya perlindungan hukum terhadap penggunaan merek. Akibat ketidak sadarnya masyarakat indonesia akan pentingnya perlindungan hukum atas penggunaan merek sehingga banyak sekali terjadi pelanggaran-pelangaran atas penggunaan merek baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Melihat atas kejadian tersebut, seharusnyaPemerintahan nageri Pandai yang kaya dengan asset, dan kaya dengan karya-karya harus mendaftarkan Merek Kolektif dan melakukan inventarisasi hasil karya-nya. Dan Perlindungan Hukum Terhadap SubyekSubyek Pengguna Merek Kolektifpun harus ada untuk
mengurangi
pelanggaran-pelanggaran
di
dalam
dunia
11
bisnis
khususnya
bidang
12
merek.Dengan adanya perlindungan hukum terhadap pengguna merek kolektif ini diharapkan bisa diterapkandan bermanfaat bagi bangsa dan Negara tercinta ini.Sehingga dalam pemilihan judul ini,diharapkan mampu memberikan jawaban mengenai bentuk pengaturan hukum merek kolektif dan Perlindungan Hukum Terhadap Subyek Pengguna Merek Kolektif yang paling tepat untuk diterapkan terhadap pelaku Pengguna Merek Kolektif di indonesia. Jadi pelaku usaha yang menggunakan merek kolektif dapat menggunakan merek sesuai dengan ketentuan pengaturan dan perlindungan hukum yang berlaku di Negara Rebublik indonesia. 1.5 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini untuk menemukan dan menjelaskan mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Subyek-Subyek Pengguna Merek Kolektif di Indonesia. Dari tujuan tersebut diharapkan hasilnya dapat digunakan untuk mengetahui dan menganalisis; 1. Pengaturan merek kolektif menurut ketentuan hukum di Indonesia. 2. Perlindungan pengguna merek kolektif di Indonesia. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada khususnya.
12
13
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang Perlindungan Hukum Terhadap Subyek-Subyek Pengguna Merek Kolektif di indonesia. b. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis untuk tahap selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai wahana penulis mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmia sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan. b. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. 1.7 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian dari penulis ini adalah menggunakan penelitian yuridis normatif, yang mengacuh pada perangkat pengaturan atau norma-norma positif di dalam system perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. b. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam system perundang-undangan (statute approach) yang mengatur mengenai kehidupan manusia. c. Langkah penelitian
13
14
1. Obyek penelitian Penelitian ini di fokuskan pada penelitian terhadap substansi hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pengguna merek kolektif diindonesia, baik hukum positif yang berlaku sekarang maupun (ius constitutum) maupun hukum yang dicita-citakan (ius constituendum). 2. Sumber Bahan Hukum Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan, difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, sehingga dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpanan dan kekaburan dalam pembahasannya. Data yang dikumpulkan dalam studi kepustakaan ini adalah data sekunder. Data sekunder ini berguna sebagai landasan teori untuk mendasari penganalisaan pokok-pokok permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi; a. Sumber hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek. b. Sumber hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel internet, maupun makalah-makalah yang berhubungan dengan topik penulisan ini. 3. Metode Analisis Di dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis normatif yaitu analisis data yang bertitik tolak pada peraturanperaturan yang berlaku sebagai norma hukum positif dan usaha-usaha untuk menentukan asas-asas dan informasi baru.
14
15
1.8 Sistematika Pertanggung Jawaban Hasil penelitian ini disusun menjadi karya ilmia dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Subyek-Subyek Pengguna Merek Kolektif di indonesia”. Yang disajikan dalam bentuk deskripsi dan sistematika penulisan tersusun sebagai berikut : BAB Iadalah pendahuluan dalam bab ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan permasalahan, penjelasan judul dan alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika pertanggung jawaban. BAB II adalah Pengaturan Merek Koektif Menurut Ketentuan Hukum Di Indonesia. Bab ini menguraikan materi, teori-teori yang berhubungan dengan pengaturan Merek Kolektif di Indonesia. Materi-materi dan teoriteori ini merupakan landasan/kerangka pembahasan untuk menganalisa hasil penelitian. Bab ini meliputi tinjauan umum terhadap Bagaimana pengaturan merek kolektif menurut ketentuan hukum di Indonesia. Bagian pertama tentang Sejarah Merek di Indonesia, Pengaturan Merek pada umumnya yang terdiri dari Pengertian merek, permohonan pendaftaran merek kolektif,Tata cara Pendaftaran Merek, dan tujuan penggunaanMerek Kolektif. BAB III adalah Perlindungan Pengguna Merek Kolektif Di Indonesia. Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan materi dan teori yang berkaitan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Subjek Pengguna Merek
15
16
Kolektif di Indonesia. Bagian pertama tentang Penegak Ketentuan Hukum Pidana,Penegak Ketentuan Hukum Perdata, dan ketentuan administrasi. BAB IV adalah Penutup, merupakan akhir dari penulisan penelitian dalam bentuk skripsi yang berisikan kesimpulan dan saran guna memberikan masukan bagi pihak-pihak yang terkait khususnya bagi masyarakat dan akademisi.
16
17
BAB II PENGATURAN MEREK KOLEKTIF MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA
1. Sejarah Merek Di Indonesia Sejarah perundang-undangan merek di indonesia dimulai pada masa colonial belanda, yaitu dengan berlakunya Reglement industrial eigendom (RIE) atau Reglement hak milik industrian tahun 1912 yang dimuat dalam Stb.1912 No.545 Jo Stb.1913 No. 214. RIE ini merupakan duplikat dari undang-undang Merek Belanda yang terdiri dari 27 pasal. System yang dianut dalm RIE adalah system deklaratif yang artinya, pihak yang mendapat perlindungan utama adalah pemakaian merek petama bukan pendaftaran pertama.14 Setelah indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, RIE dinyatakan terus berlaku hingga ketentuan tersebut diganti dengan undang-undang Nomor. 21 Tahun 1961 tentang merek Perusahaan dan Merek perniagaan. Undang-Undang ini dibuat telalu sederhana, banyak kesamaan antara RIE dengan undang-undang Nomor 21 Tahun 1961, selain tidak mencantumkan sanksi pidana, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 juga tidak memerlukan peraturan lebih lanjut tentang peraturan pelaksanaannya. Bahkan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 boleh dikatakan merupakan pengoperan dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam RIE, karena 14
http://esenha,wordpress.com/2010/05/06/perkembangan-pengaturan-merek-diindonesia. Di Poskan februari 2011.
17
18
banyaknya ketentuan-ketentuan yang diadopsi dari RIE. Isinyapun lebih dipersempit dengan hanya terdiri dari 24 pasal 1. Perbedaannya hanya terletak pada masa berlakunya perlindungan merek yaitu 10 tahun menurut undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 dan 20 tahun menurut RIE. Perbedaan lain adalah adanya penggolongan barang-barang dalam 35 kelas dalam undang-undang Nomor 21 Tahun1961 yang hal ini tidak dikenal dalam RIE.15 Pada Tahun 1992, undang-undang merek diperbaharui dan diganti dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang merek yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 April 1993. Undang-Undang Merek Tahun 1961 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan, sehingga undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi, tetapi semua peraturan pelaksanaan yang dibuat berdasarkan undangundang Nomor 21 Tahun 1961 yang telah ada pada tanggal 1 April 1993 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang Nomor 19 Tahun 1992.16 Perubahan Undang-Undang Merek Tahun 1961 ke Undang-Undang Merek Tahun 1992 yang signifikan adalah berubahnya system pendaftaran merek. Undang-undang merek tahun 1992 menggunakan system konstitutif dari undang-undang sebelumnya menggunakan system Deklaratif. System Deklarasi mendasarkan pada perlindungan hukum bagi yang menggunakan
15
Ibid.,“Perkembangan-Pengaturan-Merek di indonesia”. Di Poskan februari 2011. Kamsil, “Hak Milik Intelektual Hak Milik Perindustrian dan hak cipta”, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, Hal. 142 16
18
19
mereknya terlebih dahulu yang mengakibatkan kurang terjaminnya kepastian hukum dan juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Dalam system konstitutif dianut prinsip bahwa perlindungan hukum atas merek hanya dapat berlangsung apabila dimintakan pendaftarannya.17 Perubahan lain dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 adalah agar peermintaan pendaftaran merrek dapat berlangsung tertib, sehingga pemeriksaan tidak hanya dilakukan berdasrkan kelengkapan persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan subtantif yang merupakan pemeriksaan secara mendalam terhadap merek yang akan diberikan perlindungan. Dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 juga dikenal adanya pengumuman permintaan pendaftaran yang bertujuan untuk member kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan mengajukan keberatan. Hal lain yang di atur adalah lisensi dan juga sanksi pidana baik untuk tindak pidana yang diklasifikasikan sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran. Kemudian, undang-undang merek tahun 1992 disempurnakan lagi guna menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam TRIPs yaitu dengan undang-undang Nomor 14 Tahun 1997. Undang-Undang Merek Tahun 1997, sifatnya melengkapi, menambah, dan mengubah ketentuanketentuan dalam undang-undang merek tahun 1992, dan bukan mengganti. Hal-hal ditambah ialah perlindungan terhadap indikasi geografis yaitu tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang yang karena factor lingkungan geografis termasuk lingkungan faktor alam atau faktor manusia atau 17
Wahyuni, “Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek”, (Yogyakarta: Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, 2001), Hal 39.
19
20
kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan . Disamping itu, penambahan dalam undangundang nomor 14 Tahun 1997 diatur pula perlindungan indikasi asal, yaitu tanda yang hampir serupa dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi perlindungannya diberikan tanpa harus didaftarkan. Hal-hal lain yang diubah dalam undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 adalah hak atas Merek jasa terdaftar yang erat kaitannya dengan kemampuan atau keterampilan pribadi seseorang, dapat di alihkan maupun dilisensikan kepada pihak lain dengan ketentuan harus disertai dengan jaminan kualitas dari pemilik Merek tersebut.18 Tahun 2001, undang-undang merek kembali mengalami perubahan dengan disahkannya undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001. Perubahan ini dilakukan untuk mengantisipasi perkembanggan teknologi informasi dan transportasi yang telah menjadikan kegiatan disektor peerdagangan semakin meningkat secara pesat danjuga untuk mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, serta untuk menampung beberapa aspek atau ketentuan dalam persetujuan TRIPs yang belum ditampung dalam Undang-Undang Merek Tahun 1997. Beberapa perbedaan yang menonjol dalam undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 ini dibandingkan dengan undang-undang meerek lama antara lain menyangkut proses penyelesaian permohonan. Dalam undang-undang
18
Effendi Hasibuan, “perlindungan merek, Universitas Indonesia” Press, Jakarta, Hal. 61
20
21
nomor 15 Tahun 2001, pemeriksaan substantif dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Sebelumnya pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dengan adanya perubahan ini dapat diketahui apakah permohonan tersebut disetujui atau ditolak dan untuk memberi kesempatan kepada pihak lain mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui atau ditolak dan untuk memberi kesempatan kepada pihak lain mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui untuk didaftar.19 Dalam undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 ini jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, lebih sehingga singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan undang-undang merek lama. Dengan dipersingkatkannya jangka waktu pengumuman, secara keseluruhan akan mempersingkat pula jangka waktu penyelesaian permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya,
mengingat
merek
merupakan
bagian
dari
kegiatan
perekonomian dalam dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu pengadilan Niaga. Hal ini diharapkan agar sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan hal itu, harus pula diatur hukum aacara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek seperti juga bidang Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
19
Rahmadi Usman, “Hukum Kekayaan Intelektual”, PT Alumni, Bandung, 2003, Hal. 314
21
22
Dalam undang-undang merek baru ini pemilik merek juga diberikan upaya perlindungan hukum lain, yaitu Penetapan Sementara Pengadilan yang bertujuan untuk melindungi merek guna mencegah kerugian yang lebih besar. Disamping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian dengketa, dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang Arbitrase atau Penyelesaian sengketa. 2. Pengertian Merek Secara etimologis, istilah merek berasal dari bahasa Belanda. Dalam bahasa Indonesia merek berarti tanda yang dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh suatu perusahaan.20 Merek dalam pasal 1 undangundang Nomor 15 Tahun 2001 menerapkan beberapa pengertian terhadap jenis-jenis merek yaitu:21 1. Merek Dagang Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya. 2. Merek Jasa Merupakan merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan jasa-jasa sejenis lainnya. 3. Merek Kolektif 20
Pipin Syarifin, “pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia”, Pustaka Beni Quraisy, Bandung 2004, Hal. 166 21 Eni Damayanti, Wulan Nugra, Fitri Raharjo, Wardi, “Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek”, saufa: Yogyakarta Maret 2014, Hal, 226-227.
22
23
Merupakan merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan atau hal sejenis lainnya. Bebeda dengan produk sebagai suatu yang dibuat di pabrik, Merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk, karena merek bukan hanya apa yang dicetak didalam produk (kemasannya), tetapi merek termasuk apa yang ada dibenak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya. Menurut David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo, cap/kemasan) untuk mengidentifikasikan barang dan/atau jasa dari seseorang penjual atau kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang digunakan suatu benda usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha lain.Merek merupakan kekayaan industry yang termasuk kekeyaan intelektual. Namun secara konvensional, merek dapat berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut. Di indonesia, hak Merek dilindungi melalui undang-undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu perlindungan untuk Merek adalah sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan Merek bersangkutan dan dapat diperpanjang selama merek tetap digunakan dalam perdagangan.
23
24
3. Pengaturan Pendaftaran Merek Terdaftar Di Indonesia Umumnya, pendaftaran merek penting dan disyaratkan oleh undangundang bahwa merek harus di daftar. Pada Selain berguna sebagai alat bukti yang sah atas Merek Terdaftar, pendaftaran Merek juga berguna sebagai dasar penolakan terhadap Merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh orang lain untuk barang atau jasa sejenis juga berguna sebagai dasar mencegah orang lain memakai Merek yang sama pada pokoknya atau secara keseluruhan dalam perbedaan barang atau jasa.22 Pengaturan hukum terhadap Merek pada Umumnya diberikan melalui proses pendaftaran. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek baik Merek Kolektif maupun Merek lainnya proses pendaftarannya sama. Namun, yang membedakannya adalah tujuan penggunaannya sebagaimana dalam ketentuan Pasal50 ayat (1), yakni : “permohonan pendaftaran Merek Dagang atau Merek Jasa sebagai Merek Kolektif hanya dapat di terima apabila dalam permohonan dengan jelas bahwa Merek tersebut akan digunakan sebagai Merek Kolektif.”23 Berdasarkan pernyataan Pasal 50 ayat (1) tersebut diatas, pengaturan pendaftaran terhadap Merek Kolektif bisa dikatakan sama dengan pengaturan pendaftaran Merek Dagang dan Merek Jasa yang terdaftara lainnya. Karena pada dasarnya Merek Kolektif adalah Merek Dagang dan Merek Jasa yang didaftarkan untuk digunakan sebagai Merek Kolektif. Pasal 50 ayat (1) 22
Bambang Kesowo., “Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia”, makalah, Bandung: Fakultas Hukum UNPAR September 1998. 23 Ibid.,”Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek”, saufa: Yogyakarta Maret 2014, Hal, 227-228.
24
25
Undang-Undang Merek Tahun 2001, hanya memberikan perbedaan dari tujuan pendaftaran Merek Dagang dan Merek Jasa digunakan sebagai Merek Kolektif. Jadi, apabila alasan permohonannya tidak jelas maka pihak Direktorat Jenderal pendaftaran Merek dapat menolaknya. Pada pasal 51 Undang-Undang Merek Tahun 2001, juga menegaskan tentang pengaturan terhadap permohonan pendaftaran Merek Kolektif. Dalam pasal 51 ini pada intinya adalah dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratannya. Adapun Pemereiksaan kelengkapan persyaratan pendaftaran dalam pasal 51 adalah menyatakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 50. Maka ketentuan Pasal ini mengatakan bahwa proses pengaturan pendaftaran Merek Kolektif sama dengan proses pendaftaran Merek Dagang dan Merek Jasa.24 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek pasal 50 sampai dengan pasal 55 menjelaskan tentang ketentuan Merek Kolektif. Dalam pasal tersebut telah jelas bahwa mulai dari permohonan pelaksanaan pendaftaranya sama dengan pendaftaran Merek Dagang dan Merek Jasa lainnya. Pada Umumnya dalam permohonan pendaftaran Merek Dagang dan Merek Jasa tersebut akan menerapkan system konstitutif. Artinya, hak atas Merek terdaftar pada dasarnya pendaftaran Merek diperoleh karena proses pendaftaran, yaitu pendaftaran Merek pertama yang berhak atas Merek. Dengan melalui pendaftaran Merek terdaftar dikenal dua macam system yaitu system konstitutif dan deklaratif. System konstitutif, bahwa yang
24
Ibid, Eni Damayanti, Wulan Nugra, Wardi., saufa:yogjakarta, maret 2014, Hal, 225-227
25
26
berhak atas suatu Merek adalah pihak yang telah mendaftarkan Mereknya. Jadi dengan adanya pendaftaran inilah menciptakan hak atas Merek tersebut dan pihak lain harus menghormati hak pendaftaran. Pendaftaran Merek dengan system konstitutif lebih menjamin kepastian hukum daripada system deklaratif. Hal mana ditegaskan dalam undangundang Merek 1992 pada penjelasan mengapa terjadi perubahan system dari deklaratif ke system konstitutif. Pada system konstitutif undang-undang merek 1992 teknis pendaftarannya telah diatur seteliti mungkin, dengan melakukan pemeriksaan secara formal persyaratan pendaftaran dan pemeriksaan substantif tentang Merek. Sebelum dilakukan pemeriksaan substantif, dilakukan lebih dahulu pengumuman tentang permintaan pendaftaran Merek. Bagi Mereka yang merasa dirugikan akan adanya pengumuman itu dapat mengajukan keberatan. Pihak yang mengajukan pendaftaran Merek diberi hak untuk menyanggah terhadap keberatan tersebut.25 Sistem deklaratif adalah sistem pendaftaran yang hanya menimbulkan dugaan adanya hak sebagai pemakai pertama pada Merek bersangkutan. Sistem deklaratif dianggap kurang menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan sistem konstitutif berdasarkan pendaftaran pertama yang lebih memberikan perlindungan hukum. Sistem pendaftar pertama disebut juga first to file principle. Artinya, Merek yang didaftar adalah yang memenuhi
25
http://74.125.153.132/search?q=cache:DBtUObYIfygJ:zuyyin.wordpress.com/2007/06/16/ hak atas-kekayaan-intelektual-2/+hak+merek&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id, Di Poskan Maret 2011
26
27
syarat dan sebagai yang pertama. Tidak semua Merek dapat didaftarkan. Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon beritikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara tidak layak dan tidak jujur, ada niat tersembunyi misalnya membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran
menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengecohkan atau
menyesatkan konsumen. Yang dapat mendaftarkan Merek Kolektif maupun Merek lainnya adalah orang dan/atau beberapa orang dalam badan hukum.26 Penghapusan dan pembatalan pendaftaran Merek ini diatur dalam pasal 61 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 entang Merek. Dalam undang-undang Merek dikenal dengan istilah tuntutan penghapusan dan pembatalan Merek yang pada hakeketnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mencoret merek tersebut dalam Daftar Umum Merek. Yang membedakan dari kedua istilah tuntutan tersebut terletak pada alasan atau beban pembuktiannya. Penghapusan pendaftaran merek beban pembuktian dengan tidak digunakannya lagi Merek-Merek didaftarkan atau digunakan tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya. Jadi secara rinci, kalau dalam tuntutan penghapusan bukti-bukti yang diperlukan yaitu:27 1) Merek tersebut tidak digunakan berturut-turut selama 3 tahun atau lebih (Pasal 61 ayat (2) huruf a); atau 26
Jacki Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa, “Mengelola Merek”, (Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri, 2007), Hal 79 27 Insan Budi Maulana dan Yoshiro Sumida, “Perlindungan Bisnis Merek Indonesia Jepang”, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), Hal 85.
27
28
2) Merek barang/jasa yang digunakan tidak sesuai dengan yang didaftarkan (Pasal 61 ayat (2) huruf b). Sedangkan pembatalan pendaftaran Merek beban pembukatiannya berkaitan dengan Merek-Merek yang seharusnya ditolak oleh Kantor Dirjen HKI karena bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Jadi yang menjadi alasan untuk mengajukan tuntutan pembatalan Pendaftaran Merek adalah:28 1) Pendaftaran Merek yang diajukan/dilakukan dengan itikad tidak baik (Pasal 68 ayat (1) jo Pasal 4), atau 2) Merek yang didaftarkan tidak memenuhi syarat sebagai Merek (Pasal 68 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a, b, c, dan d), atau 3) Merek yang didaftarkan sama dengan merek orang lain yang didaftarkan lebih dulu untuk barang/jasa yang sejenis (Pasal 68 ayat (1) jo Pasal 6 ayat (1), atau 4) Merek yang didaftarkan tidak mendapat persetujuan tertulis dari yang berhak. (Pasal 68 ayat (1) jo Pasal 6 ayat (3) Kewenangan mengadili tuntutan penghapusan dan pembatalan merek ada pada: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, atau Pengadilan Negeri lain yang akan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut, tidak diperkenankan mengajukan banding kepada Pengadilan
tinggi,
melainkan
langsung
Mahkamah Agung R.I. 28
Ibid.,Insan Budi Maulana dan Yoshiro Sumida. Hal 86.
28
mengajukan
kasasi
kepada
29
Merek yang terdaftar pada Direktorat Jenderal HKI dapat dihapus (Invalidation) dari Daftar Umum Merek. Menurut Pasal 61 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, penghapusan pendaftaran Merek dari daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan. Kemudian Pasal 63 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa penghapusan pendaftaran merek dapat pula diaujukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga dan Pasal 67 UndangUndang Merek Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa penghapusan pendaftaran Merek kolektif dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 61, 63 dan 67 ini, terdapat tiga cara penghapusan Merek terdaftar, yaitu: pertama, atas prakarsa Direktorat Jendral HaKI, kedua, oleh pemilik Merek sendiri dan ketiga, adanya gugatan oleh pihak ketiga. Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika memenuhi hal-hal berikut: 1) Merek tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal, yaitu: (1). larangan impor, (2). larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang
29
30
bersifat sementara, atau (3). Larangan serupa lainnya yang di tetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 2) Merek yang digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang dan atau jasa yang dimohonkna pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftarkan.Pasal 63 dan Pasal 64 Undang-Undang Merek 2001 menyatakan, bahwa penghapusan pendaftaran merek berdasarkan alasan di atas dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga. Terhadap putusan Pengadilan Niaga dimaksud hanya dapat diajukan kasasi. Panitera pengadilan yang bersangkutan segera menyampaikan isi putusan badan peradilan tersebut kepada Direktorat Jenderal HKI yang hanya akan melaksanakan penghapusan merek
yang
bersangkutan
dari
Daftar
Umum
Merek
dan
mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila putusan badan peradilannya telah diterima dan berkekuatan hukum tetap. Keberatan terhadap putusan penghapusan merek terdaftar ini dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga. Pemilik atau kuasanya dapat pula mengajukan permohonan penghapusan pendaftaran merek secara tertulis, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa kepada Direktorat Jenderal HaKI. Direktorat Jenderal HKI akan mencatat penghapusan
30
31
pendaftaran Merek dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.29 Mengenai tata cara penghapusan pendaftaran Merek, Pasal 65 UndangUndang Merek 2001 menyatakan bahwa penghapusan pendaftaran Merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI dengan cara mencoret Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan member catatan tentang alasan dan tanggal penghapusannya. Selanjutnya, hal itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan penghapusan pendaftaran Merek, mengakibatkan berakhiranya perlindungan hukum atas Merek yang bersangkutan.30 Pengaturan mengenai pembatalan Merek terdaftar dapat ditemukan dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001. Lain halnya dengan penghapusan, pendaftaran merek terdaftar hanya dapat diajukan pihak yang berkepentingan atau pemilik Merek, baik dalam bentuk permohonan kepada direktorat Jenderal HaKI atau gugatan kepada Pengadilan Niaga atau Pengadilan Niaga Jakarta bila penggugat atau tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia, dengan dasar alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UndangUndang Merek 2001 yang mengatur mengenai merek yang tidak dapat 29
Harsono Adisumarto., “Hak Milik Intelektual, Khususnya Hak Cipta”., (Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1990), Hal 68. 30 Iswi Hariyani, “Prosedur Mengurus HKI yang Benar”, (Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustisia 2010), Hal 47.
31
32
didaftar dan yang ditolak. Mengenai cara untuk melakukan pembatalan merek terdaftar, Pasal 71 Undang-Undang Merek 2001 menyatakan bahwa pembatalan dilakukan oleh Direktorat Jenderal HaKI dengan cara mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalannya dan memberitahukannya secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya. Dalam surat pemberitahuan harus menyebutkan secara jelas alasan pembatalannya dan menegaskan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Mereknya dinyatakan tidak berlaku. Pencoretan dimaksud harus diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Dengan adanya pembatalan dan pencoretan merek terdaftar dari Daftar Umum Merek, membawa konsekwensi hukum menjadi berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.31 Dalam
permohonan
pendaftaran
Merek,
sebelum
diadakannya
pengumuman,terhadap suatu permohonan akan dilakukan pemeriksaan substantif terlebih dahulu dan pengumuman baru dilakukan setelah permohonan disetujui untuk didaftarkan. Pemeriksaan substansif berdasarkan Pasal 18 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah sebagai berikut: Pasal 18 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyatakan sebagai berikut: 1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15,Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan. 31
Haris Munandar dan Sally Sitanggang, “Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta,Paten, Merek, dan seluk-beluknya”, (Jakarta : Erlangga,esensi, 2009), Hal 73.
32
33
2) Pemeriksaan
substantif
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. 3) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan. Tidak semua pemilik merek yang telah terdaftar merupakan pemilik yang sah atas Merek terdaftar tersebut, banyak dari mereka mendaftarkan merek pihak lain dengan itikad buruk. Hal ini sangat merugikan pemilik merek beritikad baik yang merupakan pihak paling berhak atas merek yang telah didaftarkan tersebut. Disisi lain tindakan demikian ini dapat menimbulkan kerancuan dan penyesatan, karena sebelum pemilik merek yang sebenarnya menyadari bahwa mereknya telah didaftarkan oleh pihak lain yang tidak berhak, di pasaranpun telah banyak beredar barang-barang dengan merek serupa yang dapat merusak citra dari produk yang bersangkutan.32 Di sini Merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi Merek diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Merek, Dengan Undang-Undang ini terciptalah pengaturan Merek dalam satu naskah (Single Text) sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk menggunkannya. Dalam hal ini, ketentuanketentuan dalam UndangUndang Merek lama yang substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang-Undang ini. Meskipun Undang32
http://google.co.id//www.educationalwriting.net/resource_center/Thesis/Writing/permoh onpelaksanaan pendaftaran.htm. Di Poskan Maret 2011
33
34
Undang Merek telah diubah dan ditambah sedemikian rupa sejak tahun 1961, kemudian pada tahun 1992 dan diubah lagi pada tahun 1997 dengan UndangUndang Nomor 14 Tahun 1997 dan yang terakhir dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, pendaftaran merek yang dilakukan oleh pemohon beritikad buruk yang tidak bertanggung jawab masih sering terjadi.33 4. Tata Cara Pendaftaran Merek Terdaftar Di Indonesia Pada Umumnya Merek bagi produsen barang atau jasa sangat penting, karena berfungsi untuk membedakan antara barang atau jasa satu dengan yang lainnya, serta berfungsi sebagai tanda untuk membedakan asal-usul, citra reputasi maupun bonafiditas diantara perusahaan yang satu dengan yang lainnya yang sejenis. Bagi konsumen dengan makin beragamnya barang dan jasa yang berada dipasaran melalui merek dapat diketahui kualitas dan asalusul dari barang tersebut. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Permohonan Pendaftaran Merek diatur dalam: 1) Pasal 7 sampai dengan Pasal 10 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; 2) Pasal 1 hingga Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek. Tata cara pengajuan Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Merek dengan ketentuan: 33
http://www.educationalwriting.net/resource_center/Thesis/Writing/pemegang hak atas merek.html. Di Poskan Maret 2011
34
35
1. Mengisi formulir Permohonan a) Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya seperti contoh yang dilampirkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek. b) Pengisian formulir Permohonan tersebut wajib dilakukan dalam rangkap empat dengan mencantumkan: 1) tanggal, bulan, dan tahun; 2) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon; Pemohon dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum. Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. c) nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; d) tempat tinggal Kuasa yang dipilih sebagai domisili hukumnya di Indonesia, apabila Pemohon bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia; e) warna-warni apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
35
36
f) jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya. Permohonan untuk dua kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan. g) nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. 2. Menandatangani Permohonan a. Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya, dengan ketentuan dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakili. b. Dalam hal Permohonan tersebut diajukan melalui Kuasa (Konsultan Hak Kekayaan Intelektual), Permohonan ditandatangani oleh Kuasa dengan ketentuan: 1) Surat kuasa untuk itu
ditandatangani oleh semua pihak yang
berhak atas Merek tersebut; 2) Jika Penerima Kuasa lebih dari satu orang, dan dalam surat kuasa tidak terdapat klausul “surat kuasa diberikan kepada Kuasa-kuasa tersebut untuk bertindak, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama”,
menurut
pendapat
Penulis,
Permohonan
ditandatangani oleh semua Penerima Kuasa.
harus
Jika yang
menandatangani hanya sebagian dari Penerima Kuasa, misalnya
36
37
hanya dua orang atau enam orang dari Penerima Kuasa yang berjumlah tujuh orang, Formulir Permohonan yang ditandatangani oleh dua atau enam orang Penerima Kuasa itu mengandung risiko untuk dinyatakan tidak memiliki kekuatan berlaku dalam suatu sengketa yang mengemuka di pengadilan. Berdasarkan alasan ini, ada baiknya setiap Surat Kuasa untuk mengajukan Permohonan tersebut atau untuk keperluan lainnya, yang penerima kuasanya lebih dari satu orang, selalu disertai klausula “baik secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama”. Syarat Permohonan setiap Permohonan wajib dilengkapi dengan: 1. Surat Pernyataan Pemilikan Merek a. Tanda tangan dan isi Surat Pernyataan itu harus ditandatangani oleh pemilik merek dan bermeterai cukup yang dengan jelas dan tegas menyebutkan bahwa: 1) merek yang dimohonkan pendaftaran adalah miliknya; 2) merek yang dimohonkan pendaftaran tidak meniru merek orang lain baik untuk keseluruhan maupun pada pokoknya. b. Terjemahan Apabila tidak menggunakan bahasa Indonesia, Surat Pernyataan itu harus disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia. 2. Etiket Merek
37
38
Jumlah etiket merek yang diperlukan adalah sebanyak dua puluh helai dengan ketentuan: a. Ukuran Etiket itu berukuran maksimal 9 X 9 Cm dan minimal 2 X 2 Cm. b. Warna Apabila etiket merek berwarna, harus disertai pula satu lembar etiket yang tidak berwarna (hitam putih). c. Terjemahan Etiket merek yang menggunakan bahasa asing dan atau di dalamnya terdapat huruf selain huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia wajib disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf latin, dan dalam angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia. 3. Akta pendirian badan hukum Apabila Pemohon adalah badan hukum Indonesia, dilengkapi: a) akta pendirian badan hukum yang termuat di dalam Tambahan Berita Negara; atau b) salinan yang sah akta pendirian badan hukum, 4. Surat Kuasa Khusus Surat Kuasa Khusus diperlukan apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa, dengan ketentuan Surat Kuasa khusus itu selain harus menyebutkan untuk mengajukan Permohonan dengan menyebutkan mereknya.
38
39
Namun, Surat Kuasa Khusus ini mutlak diperlukan jika Pemohonan diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Hal ini disebabkan, menurut ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang disebutkan di atas wajib diajukan melalui Kuasanya di Indonesia. 5. Pembayaran biaya Permohonan harus disertai pembayaran biaya dalam rangka Permohonan, sesuai dengan jenis dan besar biaya yang ditetapkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia. 6. Bukti penerimaan Permohonan Apabila Permohonan diajukan dengan menggunakan hak prioritas, Permohonan harus disertai bukti penerimaan Permohonan yang pertama kali yang menimbulkan hak prioritas, dengan disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia. 7. Salinan peraturan penggunaan merek kolektif Apabila merek yang dimohonkan pendaftaran akan digunakan sebagai merek kolektif, Permohonan harus disertai salinan peraturan penggunaan merek kolektif, dengan ketentuan salinan peraturan penggunaan merek kolektif yang tidak menggunakan bahasa Indonesia harus disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia.34
34
www.philipjusuf.com/...tata...merek/merek...tata...merek/syarat-dantatacarapermohonan-pendaftaran-merek-peraturan-pemerintah-nomor2, Di Poskan Mei 2011
39
40
Setelah permohonan pendaftaran merek memenuhi segala persyaratan, Direktorat Jenderal akan melakukan pemeriksaan substantive sebagaimana diatur dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 20 UU Merek. Pemeriksaan Substantif atas permohonan pendaftaran merek ini dimaksudkan untuk menentukan dapat atau tidak dapatnya merek yang bersangkutan didaftar, yang
dilakukan
dalam
waktu
paling
lama
9
(sembilan)
bulan.
Pemeriksaannya dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UU Merek. Pada Pasal 19 Undang-Undang Merek, menegaskan bahwa pemeriksaan substantif atas permohonan pendaftaran merek tersebut dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal HKI. Pemeriksa adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia berdasarkan syarat dan kualifikasi tertentu serta diberi jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kemudian, dari hasil pemeriksaan substantive akan disimpulkan apakah permohonan pendaftaran merek dapat disetujui untuk didaftar atau tidak dapat didaftar atau ditolak. Dalam hal pemeriksa menyatakan bahwa permohonannya dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktur Jenderal HKI permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Bila sebaliknya, permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, atas persetujuan Direktur Jenderal HKI hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Pemohon
40
41
atau kuasanya diberikan kesempatan selama 30 (tiga puluh) hari menyampaikan keberatan atau tanggapannya dengan menyebutkan alasan atas keputusan penolakan untuk didaftar. Direktorat Jenderal HKI akan serta merta menetapkan keputusan secara tertulis tentang penolakan permohonan pendaftaran mereka dengan menyebutkan alasan jika pemohon atau kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau tanggapannya. Dalam haI permohonan ditolak, segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal HaKI tidak dapat ditarik kembali. Sedangkan jika pemohon atau kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan dan pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal HKI permohonan itu akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Pengumuman permohonan pendaftaran merek sebagaimana yang telah ditegaskan Pasal 21 dan Pasal 22 UU Merek, yaitu pengumuman permohonan pendaftaran merek disetujui dalam Berita Resmi Merek harus dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya permohonan untuk didaftar. Lamanya pengumuman permohonan pendaftaran merek berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan dilakukan dengan menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal HKI, dan/atau menempatkan pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat Jenderal HKI. Sarana khusus yang disediakan oleh Direktorat Jenderal HKI mencakup
41
42
antara lain papan pengumuman. Jika keadaan memungkinkan, sarana khusus itu akan dikembangkan antara lain mikrofilm, mikrofiche, CD-ROM, internet dan media lainnya. Tanggal mulai diumumkannya permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Berita Resmi Merek. Pasal 23 UU Merek memuat hal-hal yang harus dicantumkan dalam pengumuman permohonan pendaftaran merek tersebut, meliputi: 1. Nama dan alamat lengkap pemohon, termasuk kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; 2. Kelas dan
jenis barang dan/atau jasa bagi merek yang dimohonkan
pendaftarannya; 3. Tanggal penerimaan; 4. Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; dan 5. Contoh merek, termasuk keterangan mengenai warna dan apabila etiket Merek menggunakan bahasa asing dan atau huruf selain huruf Latin dan atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, disertai terjemahan-nya ke dalam bahasa Indonesia, huruf Latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin. Setelah Pengumuman Permohonan diberitakan di Berita Resmi Merek, setiap pihak berhak mengajukan Keberatan dan Sanggahan. Dalam 24 dan Pasal 25 UU Merek menyatakan selama jangka waktu pengumuman 3 (tiga) bulan tersebut, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis
42
43
kepada Direktorat Jenderal HKI atas permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya. Keberatan hanya dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek' yang berdasarkan Undang-undang Merek tidak dapat didaftar atau ditolak. Direktorat Jenderal HaKI akan menyampaikan atau mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan kepada pemohon atau kuasanya. Atas keberatan yang disampaikan pihak lain, pemohon atau kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan kepada Direktorat Jenderal HKI secara tertulis dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan salinan keberatan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal HKI. Keberatan dan atau sanggahan digunakan oleh Direktorat Jenderal HKI sebagai bahan (tambahan) dalam pemeriksaan kembali terhadap permohonan pendaftaran merek yang telah selesai diumumkan.35 Pemeriksaan kembali terhadap permohonan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 26 UU Merek bahwa pemeriksaan kembali terhadap permohonan pendaftaran merek yang telah diumumkan dan mendapat oposisi dari pihak lain diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman. Direktorat Jenderal HKI akan memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan mengenai hasil pemeriksaan kembali dimaksud. Dalam hal pemeriksa 35
http://www.educationalwriting.net/resource_center/Thesis/Writing/permohonan pelaksanaan pendaftaran.htm, Di Poskan Mei 2011
43
44
melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan dapat diterima, Direktorat Jenderal HKI memberitahukan secara tertulis kepada pemohon bahwa permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak dan terhadap ini pemohon atau kuasanya dapat mengajukan kasasi. Namun, dalam hal pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan tidak dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal HKI, permohonan dinyatakan dapat disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek. Pasal 27 UU Merek, menyatakan bahwa Sertifikat Merek akan diterbitkan dan diberikan oleh Direktorat Jenderal HKI kepada pemohon atau kuasanya jika tidak telah memenuhi persyaratan dalam pemeriksaan substantif dan tidak ada keberatan dari pihak lain dan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengumuman. Demikian pula Sertifikat Merek akan diterbitkan dan diberikan oleh Direktorat Jenderal HKI kepada pemohon atau kuasanya jika keberatan tidak dapat diterima dan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan tersebut disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek. Sertifikat Merek sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU Merek, memuat: 1. Nama dan alamat lengkap pemilik merek yang didaftar; 2. Nama dan alamat lengkap kuasa, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa sebagaimana dimaksud Pasal 10; 3. Tanggal pengajuan dan tanggal penerimaan;
44
45
4. Nama negara dan tanggal permohonan yang pertama kali apabila permohonan tersebut diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; 5. Etiket merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam warna apabila merek tersebut menggunakan unsur warna dan apabila merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, huruf Latin dan angka dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin; 6. Nomor dan tanggal pendaftaran; 7. Kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang mereknya didaftar; dan 8. Jangka waktu berlakunya Pendaftaran Merek. Setiap pihak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh petikan resmi Sertifikat Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek dengan membayar biaya pendaftar yang telah ditentukan oleh undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.36 5. Tujuan Penggunaan Merek Kolektif Melihat pada pengertian Merek Kolektif ini tegaslah bahwa Merek Kolektif pada dasarnya dapat berupa Merek Barang, Merek Jasa atau Merek barang dan/atau jasa. Pengertian Merek Kolektif menurut ketentuan yang
36
Op.cit., Iswi Hariyani, Hal. 99
45
46
lama yaitu Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No 19 Tahun 1992 tentang Merek yaitu :37 ”Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karekteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.” Pengertian Merek Kolektif menurut Undang-Undang yang baru yaitu pasal 1 angka 4 Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang merek yaitu: ”Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang dan/atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.” Dengan memakai kata dan/atau, maka dalam pengertiannya sekarang Merek Kolektif tersebut pemakaiannya lebih luas yaitu bahwa Merek Kolektif dapat dipakai pada barang juga jasa secara bersama-sama pada kedua-duanya, berbeda apabila memakai kata atau, maka pengertiannya hanya salah satu. Peraturan penggunaan merek kolektif harus memuat : 1. Sifat, ciri-ciri umum atau mutu dari barang atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkannya akan menggunakan Merek Kolektif tersebut. 2. Ketentuan bagi pemilik Merek Kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan merek tersebut dengan peraturan.
37
Op.cit., “Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001” Hal, 226-227.
46
47
3. Sanksi atas penggunaan Merek Kolektif yang bertentangan dengan peraturan. Pemilik Merek Kolektif terdaftar hanya dapat menggunakan Merek tersebut bersama-sama dengan perusahaan, perkumpulan atau perhimpunan lain yang juga memakai Merek Kolektif yang bersangkutan, apabila hal tersebut dinyatakan dengan tegas persyaratannya dalam persetujuan penggunaan Merek Kolektif yang dijanjikan.
47
48
BAB III PERLINDUNGAN PENGGUNA MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA
1. Penegak Ketentuan Hukum Pidana Ditinjau dari aspek hukum masalah merek menjadi sangat penting, sehubungan dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemilik atau pemegang merek dan perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai konsumen atas suatu barang dan/atau jasa yang memakai suatu merek agar tidak terkecoh oleh merek-merek lain, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah penggunaan merek terdaftar oleh pihak yang tidak berhak, masih banyak terjadi di Indonesia dan kenyataan tersebut benarbenar disadari oleh pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali kendalakendala sebagaimana dikatakan oleh A Zen Umar Purba (mantan Dirjen HaKI) bahwa law enforcement yang lemah. Hal itu tidak dapat dilepaskan dari sisi historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu adalah masyarakat agraris, sehingga terbiasa segalasesuatunya dikerjakan dan dianggap sebagai milik bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri bahwa merek adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut berdampak positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu menyebabakan masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang inovatif.38
38
Philipus M Hadjon, 2007, Hal 55
48
49
Perlindungan hukum Terhadap penggunaa merek yang diberikan baik kepada Merek Dagang atau Merek Jasa maupun Merek Kolektif hanya diberikan kepada Merek yang terdaftar. Untuk itu setiap pemilik merek diharapkan agar mendaftarkan mereknya ke Dirjen HKI agar dapat memperoleh perlindungan hukum terhadap mereknya. Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan Merek bersangkutan. Atas permohonan pemilik merek jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang sama. Perlindungan hukum berdasarkan sistem first to file principle diberikan kepada pemegang hak merek terdaftar yang ‘beritikad baik’ Dengan melalui tuntutan pidana atau gugatan perdata maupun dengan administrasi Merek dengan mengurangi kemungkinan penyelesaian alternatif diluar pengadilan.39 Perlindungan penggunaan Merek Kolektif maupun Merek Dagang dan Jasa terdaftar lainnya, dalam ketentuan hukum pidana dilakukan jika terjadi pelanggaran hak atas Merek melalui tuntutan pidana dengan berdasarkan tuntutan dalam ketentuan hukum pidana melalui aparat penegak hukum.40 Turut-sertanya Indonesia dalam era globalisasi menimbulkan tingkat persaingan yang semakin meninggi.41 Dalam persaingan usaha yang cukup ketat, timbul banyak kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk menjatuhkan kompetitor usahanya, misalnya dengan melakukan 39
http://poupout.blogspot.com/2010/03/PenolakanPendaftaranMerekyangMemilikiPersama andenganMerekTerkenal. Diposkan Maret 2011 40 Ibid., Di poskan Maret 2011 41 penjelasan Ketentuan umum undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek.
49
50
pemalsuan merek. Hal tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik merek yang sebenarnya apabila kualitas yang dijual tidak sama dengan kualitas produk yang asli.42Selain itu juga menimbulkan kebingungan bagi masyarakat luas. Oleh sebab itu pemilik merek selain mempunyai hak melakukan gugatan perdata juga dapat pula menyelesaikan sengketanya melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Perlindungan hukum lainnya ialah berdasarkan ketentuan hukum pidana.43 a. Pengertian Sanksi Hukum Pidana Sanksi Hukum pidana adalah sebuah akibat yang ditimbulkan oleh seorang pelaku kejahatan dan orang yang melakukan kejahatan akan dikenakan pasal yang sesuai dengan prilaku yang dilakukannya saat melakukan kejahatan. Biasannya orang yang melakukan kejahatan akan ditindak oleh aparat polisi atau aparat yang mengrisi hukum-hukum di Negara indonesia yaitu pengadilan. b. Jenis-jenis Sanksi Hukum Pidana Jenis sanksi hukum pidana yang diatur dalam pasal 10 KUHP digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu:44 1. Saksi pidana pokok, yaitu sanksi yang terdiri dari; a) sanksi pidana mati, b) pidana penjara,
42
Ibid., “Perlindungan Hukum Bagi HaKI di Indonesia”. Edisi Khusus PenerbitPeradaban. Hal.70 43 https://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan-merek//indonesia. 44 Ishana Hanifa, Wulan, Wardi., “Himpunan Lengkap KUHPerdata, KUHP dan KUHAP”. Penerbit: Laksana, januari 2014. Hal.418
50
51
c) pidana kurungan, d) pidana denda. 2. Sanksi pidana tambahan, yaitu saksi yang terdiri dari; a) sanksi pencabutan hak-hak tertentu, b) perampasan barang-barang tertentu, c) pengumuman putusan hakim. Berdasrkan ketentuan pasal 10 tersebut maka penjelasan tentang Sanksi pidana mati, menurut ketentuan pasal 11 KUHP adalah sanksi yang dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjerat tali yang terikat ditiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri. Sedangkan dalam ketentuan pasal 12 KUHP yaitu mengenai penjelasan tentang pidana penjara, yang dimaksud dengan pidana penjara adalah pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu, dimaksud dengan selama waktu tertantu ialah waktu yang paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. Selanjutnya mengenai penjara selama waktu tertentu membolehkan untuk dijatuhkan dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena pembarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi duapuluh tahun.45 c. Fungsi Hukum Pidana
45
Ibid., “Himpunan Lengkap KUHPerdata, KUHP dan KUHAP”. Hal. 418
51
52
Fungsi hukum pidana sebagai pengendali sosial dimanfaatkan untuk menanggulangi kejahatan berupa pelanggaran di bidang merek. Artinya norma-norma yang ada dibidang HKI khususnya merek ditegakkan dengan hukum pidana. Fungsi hukum disini untuk mengontrol perilaku manusia dalam kegiatan ekonomi agar tidak merugikan pihak lainnya. Hukum di bidang merek untuk menjamin pelaku usaha mengamankan kegiatan dan tujuan ekonominya. Akan tetapi dalam KUHP yang mengatur tentang penggunaan atas Merek yaitu pasal 254 ayat (1),(2),(3), dan pasal 255 ayat (1),(2),(3) serta pasal 256 kurang memadai untuk menjerat pelaku pelanggar penggunaan merek terdaftar dimana perlindungan penggunaan Merek yang Terdapat dalam pasal 254, sampai dengan pasal 256 KUHP tersebut yang mana pelakunya hanya bisa dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun sedangkan ketentuan pidana penjara dalam pasal 256 terdapat pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun penjara. Dan masi banyak pasal-pasal lain yang terdapat dalam KUHP khusunya yang mengatur tentang merek, namun tidak sebegitu
konsekuen
untuk
dijadikan
sebagai
perlindungan
terhadap
penggunaan merek terdaftar.46 d. Sanksi Hukum Pidana atas Merek Sanksi pidana atas merek, biasanya untuk penegakan hukum dalam memberikan perlindungan terhadap penggunaan merek terdaftar dalam menggunakan ketentuan tindak pidana yang diatur dalam pasal 90 sampai pasal 95 Undang-Undang Merek Tahun 2001. Dan juga disebutkan dalam
46
Ibid., “Himpunan Lengkap KUHPerdata, KUHP dan KUHAP”. Hal. 487-488
52
53
pasal 95 Undang-Undang Merek Tahun 2001 bahwa, tindak pidana pelanggaran Merek ini merupakan delik aduan. Dikategorikan tindak pidana merek sebagai delik aduan, dengan pertimbangan terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia, baik polisi, PPNS serta keterbatasan sarana penegakan hukum HKI.47 Dalam Undang-Undang merek terdahulu, pelanggaran ini dikategorikan sebagai delik biasa. Sebenarnya hal ini dirasakan memberatkan aparat penegak hukum, karena secara teoritis harus proaktif melekukan penindakan terhadap setiap pelanggaran demi unuk memberikan perlindungan terhadap penggunaan merek.48 Ketentuan sanksi pidana dibidang merek dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek diatur dalam Bab XIV Pasal 90 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yaitu bahwa Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).49 Pasal 91 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yaitu bahwa Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang 47
Ketentuan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. http://esenha,wordpress.com/2010/05/06/perkembangan-pengaturan-merek-di-indonesia. Di Poskan februari 2011. 49 Ibid., “Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Bab XIV, pasal 90”. Hal.283 48
53
54
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). Sedangkan Pasal 92 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yaitu bahwa: “(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasigeografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis (3) milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). (4) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).”50 Selanjutnya Pasal 93 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yaitu bahwa barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal
50
Ibid., “Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Bab XIV, pasal 91-92”.
54
55
barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).51 Pasal 90 sampai dengan pasal 93 di atas adalah merupakan suatu delik Kejahatan, sedangkan dalam ketentuan pasal 94 Undang-Undang Merek Tahun 2001 adalah merupakan suatu delik pelanggaran yaitu secara jelas disebut dalam Pasal 94 ayat (1) dan dipertegaskan oleh ayat (2), UndangUndang Merek No.15 Tahun 2001. Pada ayat (1) mengatakan bahwa: “Barang siapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran, maka dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”Penggunaan Merek Kolektif maupun Merek terdaftar lain dalam ketentuan pidana Merek yang diatur dalam pasal 90 sampai dengan pasal 95 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, hanya memberikan Perlindungan Hukum terhadap penggunaan Merk yang telah terdaftar dengan beritikad baik.52 Penggunaan merek terdaftar yang digunakan secara tidak sah dikualifikasi sebagai penggunaan merek yang beritikat tidak baik. Penggunaan merek yang terdaftar harus digunakan oleh pemegang atau pemilik merek terdaftar. Apabila merek terdaftar tersebut digunakan oleh pihak lain yang tidak memiliki hak atas merek tersebut maka harus meminta ijin terlebih dahulu kepada pihak yang berhak sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang51
Ibid., “Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Bab XIV, pasal 93”. loc.cit., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 94, dan Pasal 95”.
52
55
56
Undang Merek Tahun 2001 yaitu tentang pengalihan hak atas Merek terdaftar dalam lisensi Merek. Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen atau masyarakat
maka Negara mengatur perlindungan merek
dalam suatu hukum Merek dan selalu disesuaikan dengan perkembanganperkembangan yang terjadi di dunia perdagangan nasional maupun internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua kepentingankepentingan yang ada, guna menciptakan suatu perlindungan hukum.53 Penggunaan Merek yang dapat dilindungi adalah penggunaan yang digunakan oleh Pemilik Merek atau penerima lisensi (licensee) atas Merek. Apabila ada yang menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan Merek yang dimiliki oleh pemilik Merek atau penerima lisensi, pemilik atau penerima lisensi dapat mengajukan tuntutan pidana kepadaseseorang yang menggunakan Merek dengan persamaan pada pokoknya untuk digunakan dalam bidang perdagangan dan jasa yang sama. Berdasarkan ketentuan pasal 90, sampai dengan pasal 93Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan tindak pidana yang memberatkan pelaku usaha, yang melakukan pelanggaran atas penggunaan Merek yang terdaftar dengan cara melakukan dengan sengaja dan tanpa hak untuk menggunakannya.Sedangakan Ketentua hukum pidana dalam Pasal 95Undang-Undang Merek Tahun 2001 yaitu: “Tindak pidana sebagaimana
53
Loc. Cit., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, Bab v tentang pengalihan Hak”. Hal. 254
56
57
dimaksud dalam pasal 90, pasal 91, pasal 92, pasal 93, dan pasal 94 merupakan delik aduan.”54 Penyidikan terhadap tindak pidana dibidang merek diatur dalam Bab XIII Pasal 89 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yaitu bahwa penyidikan atas tindak pidana
merek selain oleh penyidik pejabat Polisi
Negara juga dapat dilakukan penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ditunjuk sebagai penyidik, sesuai dengan peraturan perundangundangan yan berlaku.55 Kewenangan yang dimiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah : a. Melakukan pemeriksaaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana dibidang merek, b. Melakukan pemeriksaaan terhdap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana bidang merek, c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau
badan hukum
sehubungan dengan tindak pidanan bidang merek, d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan , catatan , dokumen lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana merek, e. Melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukaan catatan dan dokumen lain, f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana bidang merek. 54
Loc.cit., “Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek Bab XIV tentang ketentuan Pidana” 55 Ibid., “Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Bab XIII Tentang penyidikan”. Hal. 281
57
58
Ketentuan Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek telah jelas memberikan Perlindungan hukum terhadap penggunaan Merek Dagang dan Merek Jasa maupun Merek Kolektif yang terdaftar. 2. Penegak Ketentuan Hukum Perdata Indonesia sebagai Negara yang sejalan dengan perjanjian-perjanjian Iternasional yang wajib menjamin adanya perlindungan yang efektif dalam hukum nasional terhadap tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya. Hal ini diharapkan akandapat mencegah atau menekan segala tindakan yang menimbulkan tindakan dalam penggunaan Merek. Adapun mengenai ketentuan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan Merek dalam KUHPerdata, yaitu pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sebagai pihak penggugat harus membuktikan bahwa ia karena perbuatan melanggar hukum tergugat, penggugat menderita kerugian. Dalam pasal 1365 KUHPerdara yang berbunyi, yakni :"Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut ".56 Gugatan demikian bersifat keperdataan, tidak bisa digabungkan dengan Permohonan pembatalan merek, sebab upaya hukumnya tunduk pada Hukum AcaraPerdata (terbuka upaya hukum banding dan kasasi). Sebaiknya gugatan ganti rugi atas perbuatan melanggar hukum, didahului adanya putusan gugatan pembatalan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Guagatan
56
Ishana Hanifa, Wulan, Tari, Wardi, Himpunan Lengkap KUHPerdata, KUHP DAN KUHAP, (Yogjakarta: penerbit Laksana cetakan pertama januari 2014)., Hal 286.
58
59
ganti rugi dapat pula dilakukan oleh penerima lisensi merek baik secara sendiri atau bersamasama dengan pemilik merek yang bersangkutan.57 Hakim dalam memeriksa gugatan tersebut dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan perdagangan barang dan jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak, atas permohonan pihak penggugat.Permohonan ini dikenal sebagai tuntutan provisi yang berlaku dalam Hukum Acara Perdata (Pasal 10 HIR). Apabila tergugat dituntut menyerahkan barang yang menggunakan merek bukan haknya, hakim dapat memerintahkan untuk melaksanakannya setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan setelah penggugat membayar harganya kepada tergugat.58 Pada prinsipnya hanya pemilik merek terdaftar yang dilanggar haknya dapat menggugat atas pelanggaran merek diatas. Namun juga terjadi pemberian lisensi merek, maka pihak penerima lisensi merek terdaftar mempunyai hak pula mengajukan gugatan, mengenai ketentuan ini dapat diamati dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, Pasal 78 yang menyatakan bahwa gugatan atas pelanggaran merek dapat dilakukan oleh penerima lisensi merek terdaftar baik secara sendiri maupun secara bersamasama dengan pemilik merek yang bersangkutan.59 Undang-Undang memberikan hak kepada pemilik merek atau penerima lisensi merek terdaftar untuk mengajukan tuntutan provisiyang tujuannya 57
Kristanto dan Yakub Adi, 2009, Peran Lembaga Peradilan dalam Penegakan Hukum Merek, dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, (Yogyakarta; CICODS FH UGM, 2009) 58 Loc.cit., “Peran Lembaga Peradilan dalam Penegakan Hukum Merek, dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, (Yogyakarta; CICODS FH UGM, 2009)” 59 Ibid., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 78 ayat (1), pasal 81”
59
60
untuk mencegah kerugian yang lebih besar diderita oleh penggugat. Tuntutan provisi tersebut berisi supaya pihak tergugat diperintahkan Hakim untuk menghentikan produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak (Pasal 78 ayat (1) UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001). Tuntutan provisi ini dapat diajukan sebelum perkara gugatan atas pelanggaran merek diputus oleh Pengadilan Niaga. Apabila dikabulkan, hakim memutuskan tuntutan provisi dengan segala putusan sela yang dicatat dalam berita acara sidang terhadap putusan pengadilan niaga mengenai gugatan atas pelanggaran merek ini tidak dapat diajukan banding. Tetapi apabila diamati Pasal 78 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 yang mengatakan walaupun terhadap keputusan mengenai pembatalan merek tidak dapat dimintakan banding akan tetapi dapat secara langsung diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Dengan diadakannya ketentuan seperti ini, maka ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 harus diartikan sebagai menganut prinsip dan menerapkan mekanisme yang sama, yaitu tidak dapat dimintakan banding ke Pengadilan Tinggi, melainkan langsung diajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau juga peninjauan kembali yang diajukan ke Mahkamah Agung pula.60 Perlindungan penggunaan Merek terdaftar secara perdata dalamUndangUndang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek. Merupakan suatu Gugatan atas pelanngaran Merek yang berdasarkan pada Pasal 76 ayat (1) huruf (a), dan (b)Undang-Undang Merek Tahun 2001 yang berbunyi bahwa: “Pemilik merek
60
Loc.cit, “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek,Pasal 78 ayat (1), pasal 81”.
60
61
terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi.”61 Pada ketentuan pasal 76 tersebut di atastelah jelas bahwa perlindungan pemegang hak atas Merek tidak hanya berdasarkan pada pendaftaran saja melainkan perlindungan dalam wujud gugatan ganti-rugi (dan gugatan pembatalan pendaftaran Merek) dengan melalui aparat penegak hukum. Dengan mengamati pasal 76 terdapat dua bentuk tuntutan gugatan yang dapat di ajukan oleh pemilik merek terdaftar yaitu :62 1) Berupa permintaan ganti rugi (gugatan ganti rugi material) Permintaan ganti rugi ini merupakan permintaan ganti rugi yang harus dapat dinilai dengan uang. 2) Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaam Merek (gugatan ganti rugi immaterial). Gugatan ganti rugi immaterial adalah permohonan gugatan yang berupa ganti rugi yang disebabkan oleh pemakaian Merek dengan tanpa hak sehingga yang berhak atas Merek menderita kerugiansecara moril. Menurut ketentuan pasal 77 Undang-Undang Merek Tahun 2001 bahwa: “dalam mengajukan gugatan baik material maupun immaterial dapat diajukan
61
Ibid., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 76 ayat (1) huruf (a) dan (b).” 62 Loc.cit., Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 76 ayat (1) huruf (a) dan (b)”.
61
62
oleh penerima lisensi Merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersamasama dengan pemilik Merek yang bersangkutan.”63 Gugatan ganti rugi material merupakan permintaan ganti rugi yang harus dapat dinilai dengan uang, Tetapi sampai saat ini belum ada putusan Pengadilan yang mengabulkan gugatan ganti rugi. Namun yang sering dilakukan dalam pemeriksaan, hakim hanya memerintakan para tergugat atau pengguna merek secara tanpa hak untuk menghentikan produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang dan jasa yang menggunakan Merek tersebut. Selnjutnya yang berkaitan dengan gugatan immaterial tergugat hanya dituntut untuk menyerahkan barang yang menggunakan Merek secara tanpa hak, dalam pemeriksaan hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut akan dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan tetap. Jadi dalam kedua tuntutan gugatan ganti rugi baik material maupun immaterial akan terkabul apabila putusan pengadilan mempunyai kekuatan tetap. Agar tuntutan gugatan ganti rugi dapat diterimadipengadilan harus memenuhi syarat sebagai dalil dalam gugatan, yaitu:64 1) Merek yang digunakan tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhan dengan Merek orang lain. 2) Dan merek orang lain itu, sudah terdaftar dalam daftar Umum Merek. 3) Serta penggunaan tanpa hak.
63
64
Ibid., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 77”. Loc.cit., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek pasal 76”
62
63
Bila tiga unsure diatas terpenuhi dan mampu dibuktikan, maka Seluruh gugatan baik yang bersifat material maupun gugatan yang dilakukan immaterial ditunjukan kepada Pengadilan Niaga. Maka gugatan atas perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek ini dilakukan dengan caragugatan ganti rugi baik material maupun immaterial. Oleh karena itu, sepanjang mengenai tuntutan ganti rugi yang didasarkan kepada kedua peristiwa di atas berlaku juga ketentuan yang termuat di dalam KUHPerdata, Yang disebut terakhir ini berfungsi sebagai Lex Generalis, sedangkan Undang-Undang Merek No.15 Tahun 2001 sendiri sebagai Lex Specialis. 3. Penegak Ketentuan Administrasi Merek Tindakan administrasi yang dapat dilakukan Direktorat Jenderal HKI sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan Undang-Undang kepadanya. yaitu ketentuan Pasal 73 dan Pasal 74 Undang-Undang Merek Tahun 2001 BAB IX tentang administrasi Merek. Dalam ketantuan pasal 73 bahwa administrasi atas merek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal. Sedangkan dalam pasal 74 bahwa tugas dan wewenang yang harus dilakukan oleh
Direktorat
Jenderal
adalah
menyelenggarakan
system
jaringan
dokumentasi dan informasi tentang merek seluas mungkin kepada masyarakat. Ketentuan dari kedua pasal tersebut bahwa kewenangan Direktorat Jenderal terhadap tindakan administrasi telah jelas dan tegas untuk dilaksanakan. Namun apakah Direktorat Jenderal mampu atau tidak melaksanakan dengan
63
64
memberikan perlindungan hukum terhadap penggunaan Merek yang terdaftar.65 Dari berbagai macam kewenangan Direktorat Jenderal atas administrsi yang telah dilimpahkan dalam Undang-Undang, yaitu dapat diterapkan dalam tahap: a. Pada tahap proses permintaan pendaftaran Pada tahap proses permintaan pendaftaran, Direktorat Jenderal HKI dapatberperan memberikan perlindungan kepada pemilik merek yang sudah terdaftar. Direktorat Jenderal HKI berhak menolak permintaan pendaftaran, apabila pada tahap pemeriksaan substantive yang digariskan Pasal 18 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001, ternyata merek yang diajukan bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yaitu :66 1) Mempunyai persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan jasa yang sejenis. 2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya denga merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang atau jasa yang sejenis maupun tidak sejenis. 3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah terkenal.
65
66
Ibid., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, pasal 73 dan 74” Ibid., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek,Pasal 18 dan pasal 6 ayat (1)
64
65
Tindakan penegakan hukum permintaan pendaftaran merek dengan alasan bertentangan dengan Pasal 6 sangat efektif melindungi merek yang sudah terdaftar dan perbuatan atau pembajakan merek.Ketelitian Direktorat Jenderal HKI menolak permintaan pendaftaran merek yang mengandung unsur pemalsuan merupakan tindakan edukatif, korektif dan proventif untuk menciptakan kondisi pertumbuhan merek yang sehat dalam kehidupan nasional, regional dan global. Dengan demikian, wajar apabila dikatakan bahwa Direktorat Jenderal HKI merupakan pintu gerbang pertama tegaknya perlindungan merek.67 Apabila Direktorat Jenderal HKI serius melakukan penyaringan pada tahap proses pemeriksaan syarat dan pemeriksaan substansi sesuai dengan patokan yang ditentukan undang-undang, maka kecil sekali kemungkinan terjadi kejahatan terhadap penggunaan atas merek dalam system konstitutif. Sebaliknya, jika pintu ini tidak dijaga ketat oleh Direktorat Jenderal HKI pada tahap permintaan pendaftaranmerek maka akan bobol dan merajalela pelanggaran atas penggunaan yang memanipulasi merek. Apalagi kalau pejabat atau komisi eksamanasi tidak professional dan mudah dipercaya berkolusi, maka fungsi dan peran Direktorat Jenderal HKI sebagai pelindung utama dan pertama akan mejadi instansi tukang legalisasi permalsuan merek.68 Kalau begitu, jika bangsa ini bercita-cita melindungi pemilik merek terhadap penggunaan merek, apakah merek yang telah terdaftar dapat 67
Wiratmo Dianggoro, “Pembaharuan UU Merek dan ampak Bagi Dunia Bisnis”, Jurnal Hukum Bisnis , Volume 2, hal 53 68 Ibid., “Pembaharuan UU Merek dan ampak Bagi Dunia Bisnis”, Jurnal Hukum Bisnis “. Hal 55
65
66
melindungi dari kejahatan pemalsuan atau pembajakan Merek, tangan pertama yang harus bersih, jujur dan profesional ialah aparat yang dipercaya melakukan eksaminasi di kantor Merek yaitu Direktorat Jenderal HKI. Hanya kejujuran yang dibarengi dengan kualitas profesional para pemeriksa yang mampu memberikan jaminan perlindungan yang keras, tegar dan tegas. Keberadaan para eksminator di kantor Direktorat Jenderal HKI jangan terlampau terpengaruh mengenai dihadapkannya kepada Pengadilan Niaga, dalam hal ini pengadilan Niaga sebagaimana yang diatur dalam pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yakni : “dalam hal komisi banding Merek menolak permohonan banding, pemohon atau kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya putusan penolakan tersebut.”69 Berdasarkan ketentuan pasal 31 ayat (3) tersebut diatas, maka ketegaran dan ketegasan penolakan dilandasi kejujuran dan profesional. Tidak perlu gentar menghadapi Pengadilan Niaga. Lagipula kemungkinan dibawanya penetapan penolakan yang diambil oleh Direktorat Jenderal ke Pengadilan Niaga merupakan sistem konstitusional yang diciptakan untuk kepentingan bangsa. Ketentuan yurisdiksinya hanya terbatas pada penilaian formal, apakah penetapan penolakan tidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan atau apakah dalam mengambil penetapan ada penyalahgunaan wewenang ataupun melampaui batas kewenangan.Pengadilan Niaga tidak dibenarkan melakukan 69
Ibid., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 31 ayat (3)”
66
67
penilaian substantif dan penetapan penolakan. Sehubungan dengan hal tersebut
dihimbau
kepada
Pengadilan
Niaga
untuk
meningkatkan
pemahamannya secara komprehensif tentang ruang lingkup Undang-Undang Merek. Kalau para hakim yang berfungsi di Pengadilan Niaga menguasai dengan baik undang-undang Merek, maka kecil sekali kemungkinan muncul putusan kontroversial yang menghalalkan Merekpalsu menggilas Merek orisinil yang sudah sah pendaftarannya.70 b. Penghapusan Asas Prakarsa Kantor Merek Tindakan administratif kedua yang dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI dalam meningkatkan jaminan perlindungan penggunaan atas merek terdaftar dari penyalahgunaan, merujuk kepada ketentuan Pasal 61 UU Merek memberikan wewenang kepada Direktorat Jenderal HKI secara ex officio atau atas prakarsa sendiri menghapus pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dengan alasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b, bahwa merek digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang diminta didaftar. Penggunaan semacam ini jelas pemalsuan atau pembajakan dalam arti luas. Menghadapi kasus ini Direktorat Jenderal HKI harus tegas menegakan perlindungan hukum terhadap pemilik Merek yang mengalami kerugian atas penyalah gunaan terhadap Merek terdaftar tersebut.71
70
Loc.cit., “Peran Lembaga Peradilan dalam Penegakan Hukum Merek, dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, (Yogyakarta; CICODS FH UGM, 2009)” 71 Ibid., “Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 61 dan Pasal 51 ayat (2) huruf (b)”
67
68
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Undang-Undang Merek telah beberapa kali mengalami perubahan tetapi persoalanMerek makin kompleks. Hal tersebut disebabkan oleh karena makin majunya ilmu pengetahuan dan tehnologi.Dengan peralatan yang semakin canggih dan mudah diperoleh, semakin mudah pula seseorang meniru dan memakai Merek orang lain tanpa hak dalam kegiatan usahanya. Baik beban
ganti kerugian atas gugatan Perdata dan administrasi maupun Sanksi pidana yang lebih berat dalam Undang-Undang Merek Tahun 2001, ternyata belum membuat surut pelaku tindak pidana atas penggunaan Merek, bahkan masih saja ada orang yang nekat melakukan tindak pidana merek di berbagai kota di Negara rebublik Indonesia tercinta ini. 1. Penggunaan Merek Terdaftar Dalam Perdagangan Barang Atau Jasa dapat dilakukan dalam beberapa bentuk seperti Merek lukisan/gambar, Merek kata, Merek huruf/angka, Merek nama, Merek kombinasi, yang kesemua
bentuk
itu
digunakan
sebagai
tanda
pengenal
untuk
membedakan hasil produksi yang dihasilkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, sebagai alat promosi dan sebagai jaminan atas mutu barang produksi,serta untuk menunjukan asal barang/jasa dihasilkan.
68
69
2. Perlindungan hukum terhadap penggunaan Merek terdaftar dari segala objek kegiatan yang melanggar ketentuan Undang-Undang Merek Tahun 2001 yang memberikan perlindungan hukum atas pemegang hak atau pengguna yang memegang lisensi, diberikan pada saat pendaftaran Merekdengan
pemeriksaan secara menyeluruh,akan tetapi hasil
pemeriksaan tersebut saat ini mungkin belum akurat karena masih sering terdapat Merek yang akan didaftar diterima padahal telah ada merek yang mirip dan serupa. Oleh sebab itu perlindunggan dengan ketentuan Undang-Undang Merek Tahun 2001 pun dengan disertai oleh ketentuan hukum pidana dengan tuntutan atas perbuatan yang mengandung unsure delik kesengajaan dan delik pelanggaran, dan ketentuan perdata dengan gugatan ke Pengadilan Niaga untuk menggugat ganti rugi secara material maupun immaterial, maupun ketentuan administrasi yang dapat dilakukan oleh pemilik Merek atau pemegang hak lisensi Merek terdaftar yang diatur dalam Undang-Undang Merek Tahun 2001. Namun UndangUndang Merek tersebut masih sangat sulit untuk dikatakan mampu mengurangi pelanggaran terhadap penggunaan atas Merek terdaftar tersebut. B. Saran Di era perdagangan global, yang sejalan dengan konvensi-konvensi Internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat sehingga
69
70
diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat, yakni ; 1. Hendaknya para penegak hukum yang memiliki peran utama dalam hal pengaturan terhadap penggunaan Merek Barang dan Jasa dalam dunia usaha yang melakukan pelanggaran atas penggunaannya yaitu Direktorat Jenderal HKI serta para Hakim yang mengadili sengketa atas penggunaan Merek terdaftar yang memiliki peran penting dalam mencegah akan terjadinya pelanggaran baik dengan cara disengaja maupun dengan cara tidak disengaja, agar kinerjanya lebih diperbaiki sehingga lebih menjamin kepastian hukum dalam hal perlindungan hukum terhadap subjek pengguna Merek Dagang, Merek Jasa dan/atau Merek Kolektif terdaftar di
indonesia.
Karena
tampaknya
aparat
penegak
hukumkurang
kompetensinya dalam mengadili pelanggaran penggunaan Merek terdaftar dan kurang teliti dalam melakukan pemeriksaan substantive sehingga terjadilah hal yang menggunakan Merek dengan didaftarkan tanpa adanya itikad baik dan pelanggaran atas penggunaan Merek pun terjadi. 2. Sebaiknya
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
pegawai
dalamlingkungan Direktorat Jenderal HKI ditingkatkan serta dilakukan sosialisasi, sehingga pegawai memiliki moral dan iman yang kuat sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dalam melindungi pemilik hak Merek terdaftar dan mencegah terjadinya pelanggaran terhadap penggunaan Merek terdaftar.
70
71
3. Hendaknya Indonesia sebagai anggota WTO memiliki Undang-Undang yang memberikan perlindungan terhadap Merek untuk mengakomodir pelanggaran terhadap penggunaan Merek dalam berbagai bentuk pelanggaran penggunaan Merek yang terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, peraturan yang digunakan untuk mengadili atas pelanggaran yang terjadi terhadap penggunaan Merek terdaftar kurang efektif. Maka seharunya pengguna Merek dapat mendaftarkan Merek Kolektif, karena Merek Kolektif lebihmudah dan ringan biaya pendaftarannya dibandingkan dengan biaya pendaftaran Merek barang dan jasa lainnya. Selain perlindungan yang dilimpahkan dalam Undang-Undang, Keberadaan Merek kolektif pun sebetulnya, untuk mengurangi pelanggaran terhadap penggunaan Merek di berbagai daerah indonesia.
71
72
DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Bacaan 1. Buku-Buku Haryani, Iswi, Prosedur Mengurus HKI yang Benar, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia 2010. Eni Dramayanti, Wulan Nugra, Wardi, “Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001”, Saufa: Yogjakarta.Maret 2014. Kamsil, “Hak Milik Intelektual Hak Milik Perindustrian dan hak cipta”, Sinar Grafika, Jakarta, 1997 Rahmadi Usman, “Hukum Kekayaan Intelektual”, PT Alumni, Bandung, 2003. Pipin Syarifin, “Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia”, Pustaka Beni Quraisy, Bandung 2004. Insan Budi Maulana dan Yoshiro Sumida, “Perlindungan Bisnis Merek IndonesiaJepang”, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994). Jacki Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa, “Mengelola Merek”, (Jakarta:Yayasan Bina Karsa Mandiri, 2007). Harsono Adisumarto., “Hak Milik Intelektual, Khususnya Hak Cipta”., (Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1990). Philipus M Hadjon, “Perlindungan Hukum Bagi HaKI di Indonesia”Edisi Khusus Penerbit Peradaban. 2007.
72
73
Wahyuni, “Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek”,(Yogyakarta: Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, 2001). Ishana Hanifa, Wulan, Wardi., “Himpunan Lengkap KUHPerdata, KUHP dan KUHAP”. Penerbit: Laksana, januari 2014. 2. Jurnal Effendi Hasibuan, “perlindungan merek, Universitas Indonesia” Press, Jakarta. Bambang Kesowo., “Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia”, makalah, Bandung: Fakultas Hukum UNPAR September 1998. Haris Munandar dan Sally Sitanggang, “Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Paten, Merek, dan seluk-beluknya”, (Jakarta : Erlangga,esensi, 2009). Kristanto dan Yakub Adi, 2009, Peran Lembaga Peradilan dalam Penegakan Hukum Merek, dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, (Yogyakarta; CICODS FH UGM, 2009) 3. Website Journal.unnas.ac.id.Diposkan Januari,2013 http://Tataririaprilia.wordpress.com. Diposkan oktober, 2014 http://fikaamelia.wordpress.com. Di poskan oktober 2014 www.Seputarpengertian,blogspot.com. Di poskan januari 2014 http://esenha,wordpress.com/2010/05/06/perkembangan-pengaturan-merekdi-indonesia.Di Poskan februari 2011.
73
74
http://74.125.153.132/search?q=cache:DBtUObYIfygJ:zuyyin.wordpress.co m/2007/06/16/hak
atas-kekayaan-intelektual
2/+hak+merek&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id. Di Poskan Maret 2011. http://google.co.id//www.educationalwriting.net/resource_center/Thesis/Writi ng/permohon pelaksanaan pendaftaran.htm. Di Poskan Maret 2011. http://www.educationalwriting.net/resource_center/Thesis/Writing/pemegang hakatas merek.html. Di Poskan Maret 2011. www.philipjusuf.com/...tata...merek/merek...tata...merek/syaratdantatacarapermohonan-pendaftaran-merek-peraturan-pemerintah-nomor2. http://www.educationalwriting.net/resource_center/Thesis/Writing/permohon anpelaksanaan pendaftaran.htm.Di Poskan Mei 2011. http://poupout.blogspot.com/2010/03/PenolakanPendaftaranMerekyangMemi likiPersamaandenganMerekTerkenal.Di Poskan Maret 2011. https://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindunganmerek//indonesia. http://esenha,wordpress.com/2010/05/06/perkembangan-pengaturan-merekdi-indonesia.Di Poskan februari 2011.
74