1
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM KETENTUAN KONTRAK STANDARD PEMBERIAN KREDIT DI BANK (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan)
SKRIPSI Diajukan Guna melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Disusun Oleh
Vera Patricia Madanna Purba NIM : 0602200278 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Keaslian Penulisan E. Tinjauan Kepustakaan F. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KARAKTERISTIK YURIDIS DARI SUATU KREDIT A. Dasar Pengertian dan Unsur-unsur Perkreditan B. Dasar Hukum Suatu Kredit C. Tujuan dan Fungís Kredit D. Jenis-jenis Kredit E. Jaminan Kredit F. Prinsip-prinsip Perkreditan
BAB III
TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN KREDIT DI BANK SESUAI DENGAN KETENTUAN KONTRAK STANDARD (BAKU) A. Pengertian Perjanjian Kredit B. Jenis-jenis Perjanjian Kredit C. Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
3
D. Klausul-klausul Penting Dalam Perjanjian Kredit E. Prosedur dan Syarat-syarat Dalam Pemberian Kredit F. Berakhirnya perjanjian Kredit
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM KETENTUAN KONTRAK STANDARD PEMBERIAN KREDIT DI BANK A. Tapan-tahapan Serta Latar Belakang Pemberian Kredit menurut Ketentuan kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank B. Upaya Perlindungan Hukum Oleh Bank Terhadap nasabah Dalam Ketentuan kontrak Standard Pemberian kredit Di Bank C. Dampak Pemberian Kredit Bagi Bank dan Debitar D. Peran Dari Ketentuan Kontrak Standard/ Perjanjian Baku Kredit Pengusaha
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
4
ABSTRAKSI Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat komplek karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan masyarakat, seringkali dapat dilihat bahwa aktivitas manusia dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran bank selaku pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang memberikan berbagai macam layanan perbankan yang dipercaya oleh masyarakat pada dewasa ini. Menurut ketentuan Pasal 1 (2) UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak." Dalam hal ini pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan ( library research ) untuk mendapatkan konsep teori, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan. Perjanjian kredit yang berlaku dalam sistem perbankan Indonesia masih beranekaragam, belum ada keseragaman, setiap bank memuat aturan sendiri dengan klausula-klausula tertentu Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
5
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat komplek karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan masyarakat, seringkali dapat dilihat bahwa aktivitas manusia dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran bank selaku pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang memberikan berbagai macam layanan perbankan yang dipercaya oleh masyarakat pada dewasa ini. Menurut ketentuan Pasal 1 (2) UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak." Industri perbankan memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pembangunan serta perekonomian nasional. Pelaksanaan visi dan misi perbankan nasional sebagai sarana untuk pelaksanaan pembangunan nasional mencapai kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksudkan dalam Pancasila dan UUD 1945 (Agent of Development) sangat berkaitan erat dengan jaminan kepastian perlindungan
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
6
hukum nasabah bank dalam sistem perbankan nasional 1. Bank adalah suatu lembaga kepercayaan yang merupakan lembaga perantara bidang keuangan (finansial intermediary), yang memberikan jasa kepada mereka yang membutuhkannya, baik penyimpan maupun kepada peminjam uang 2. Dengan demikian dalam bisnis perbankan terdapat 3 pihak yang terkait, yaitu bank sebagai pemberi jasa perantara, nasabah penyimpan uang dan kreditur bank dan nasabah peminjam uang (debitur). Selain itu terdapat juga orang-orang yang menggunakan jasa bank secara insidental, seperti pengirim uang atau pemakai jasa melalui lalu lintas giro, dan lain-lain. Dalam hal ini Pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 telah mencapai berbagai kemajuan termasuk di bidang ekonomi dan moneter sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Perekonomian Nasional yang tercantum dalam Pasal 22 UUD 1945 dan perubahannya merupakan dasar Demokrasi Ekonomi. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas usaha kekeluargaan. Pasal 33 ini merupakan suatu Pasal penting karena merupakan titik tolak dan dasar bagi pembangunan ekonomi. Salah satu tujuan dari 1
Sunaryati Hartono,Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia,(Bandung;Binacipta;1998),hal 1. Djuhaendah Hasan,Masalah Hukum Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia,(Bandung;PT. Citra Aditya Bakti),hal 2. 2
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
7
sistem perbankan nasional adalah dengan memastikan bahwa bank-bank tidak berkompetisi secara finansial dengan nasabah-nasabah mereka, tetapi harus melayani kebutuhan-kebutuhan finansial masyarakat secara adil dan merata. Suatu bank yang tangguh dan sehat pada dasarnya akan mampu mengamankan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya dan bank yang sehat dengan sendirinya akan sangat mendukung terbentuknya sistem perbankan yang sehat 3. Pengalaman menunjukkan, bahwa bank di Indonesia maupun negara-negara lain, ada beberapa bank yang mengalami kesulitan dan terpaksa harus ditutup, sehingga merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali. Kenyataan demikian akan menimbulkan kekhawatiran masyarakat mengenai perlindungan kepada masyarakat penyimpan dana. Secara implisif dituntut bahwa bank-bank tidak menggunakan kedudukan mereka yang menguntungkan itu untuk merugikan nasabah mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tahapan analisis pemberian kredit, merupakan tahap yang preventif yang paling penting sebelum ditandatangani isi perjanjian kredit, antara bank dan nasabah. Tahap ini merupakan tahap bagi bank untuk memperoleh keyakinan bahwa calon nasabah debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan 4. Namun berdasarkan kenyataan yang terjadi selama ini bahwa kenyataan dalam praktek perbankan dewasa ini, penerapan Prudential Banking Principle, yang
3 4
Ibid hal 2. Sunaryati Hartono, Op. Cit hal 2.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
8
merupakan andalan bagi upaya pembinaan kepercayaan nasabah yang selalu dituangkan dalam perjanjian kredit adalah merupakan andalan bagi upaya pembinaan kepercayaan nasabah sekaligus sebagai sarana perlindungan kepada masyarakat penyimpan, tampaknya masih perlu ditingkatkan untuk dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Di samping itu pula tanggung jawab bank terhadap keuangan nasabah belum menunjukkan kepastian pengembalian dana nasabah bila terjadi krisis perbankan. Sementara secara tradisional, analisis bank terhadap calon nasabah debitur dilakukan terhadap aspek yang dikenal dalam dunia perbankan sebagai “The Five of Credit”, yaitu: Character, Capacity, Conditional and Collateral, sebagaimana disyaratkan Pasal 8 UU No.10 Tahun 1998”. Berdasarkan prinsip perbankan tersebut di atas, bila dalam proses/tahap analisis kredit terjadi kekurang telitian atau kesalahan yang menyebabkan terjadi kemacetan pengembalian kredit di kemudian hari, maka yang bertanggungjawab atas hal ini adalah bank sebagai badan hukum dan para pengurus serta pemegang saham/pemilik bank secara bersama-sama. Pada umumnya bentuk perjanjian kredit adalah bentuk perjanjian standard. Dalam perjanjian standar syarat-syarat ditentukan sepihak oleh bank. Debitur tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang menguntungkan misalnya, karena memiliki banyak dana yang disimpan di bank itu atau sudah cukup dikenal oleh pemimpin bank yang bersangkutan akan mendapat perlakuan yang berbeda.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
9
Beberapa bentuk kontrak baku yang sangat banyak digunakan dalam bisnis perbankan adalah : Perjanjian Kredit; Aplikasi dan syarat-syarat pembukaan rekening koran; Aplikasi dan syarat-syarat pembukaan tabungan; Aplikasi pembukaan deposito berjangka sertifikat deposito; Aplikasi pengiriman uang 5. Suatu asas hukum penting yang berkaitan dengan kontrak adalah asas kebebasan berkontrak. Ini diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Asas kebebasan berkontrak artinya pihak-pihak bebas membuat kontrak apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi kontrak. Kebebasan itu tidaklah mutlak karena terdapat pembatasan yaitu tidak boleh bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum dan kesusilaan.Hubungan hukum antara pihak bank dan nasabah atau pemakai jasa bank lain merupakan hubungan kontraktual yang didasarkan pada suatu kontrak yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Karena kontrak-kontrak itu merupakan sarana transaksi yang bersifat ekonomis yang tujuannya adalah mendapatkan keuntungan, maka kontrak-kontrak yang digunakan dalam bisnis perbankan merupakan kontrak komersial 6. Berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, antara lain: UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, UU no. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya, hanya mengatur perlindungan hukum kepada nasabah secara implicit. Dari berbagai ketentuan tersebut
5
6
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian,(Bandung;Binacipta;1986),hal 4.
Sunaryati Hartono,Mencari Kita,(Bandung;Sinar Baru;1974),hal 20.
Bentuk
dan
Sistem
Hukum
Perjanjian
Nasional
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
10
dikemukakan, bahwa pada dasarnya perlindungan hukum. kepada nasabah tidak tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan dalam system perbankan pada umumnya dalam suatu peraturan perundang-undangan nasional, akan tetapi hanya tersirat dalam ketentuan-ketentuan perbankan tentang cara dan persyaratan bisnis perbankan yang sehat. Keberadaan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hukum nasabah bank dalam system perbankan nasional, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang akan dibahas penulis dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut : 1. Apakah yang menjadi tahapan-tahapan serta latar belakang pemberian kredit menurut ketentuan kontrak standard pemberian kredit di bank kepada nasabah. 2. Apakah ketentuan kontrak standard pemberian kredit di bank sah menurut hukum perjanjian di Indonesia dan bagaimanakah daya ikat standar kontrak tersebut ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia. 3. Bagaimana upaya perlindungan hukum oleh bank terhadap nasabah dalam ketentuan kontrak standard pemberian kredit di bank dan dampak pemberian kredit bagi bank dan debitur.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
11
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan memahami tahapan-tahapan serta latar belakang pemberian kredit sesuai dengan ketentuan standard baku pemberian kredit di bank. 2. Untuk mengetahui dan memahami apakah ketentuan kontrak standard baku yang di buat sepihak oleh bank dalam perjanjian kredit di bank itu sah menurut hukum perjanjian di Indonesia serta mengetahui daya ikat daya ikat standar kontrak tersebut ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia. 3. Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan oleh bank kepada nasabah dalam memberikan perlindungan hukum dalam melakukan perjanjian kredit menurut ketentuan standard baku bank tersebut. 4. Untuk
mengetahui
dan
memahami
peran
dari
ketentuan
kontrak
standard/perjanjian baku kredit pengusaha Pada umumnya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat. Manfaat penulisan skripsi ini adalah guna melengkapi dan
memenuhi
persyaratan untuk mencapai gelar sarjana hukum. Disamping itu penulisan skripsi ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Diharapkan untuk dapat menjadi bahan masukan bagi penulis, sehingga dapat memperluas pengetahuan di bidang ilmu hukum dan dalam rangka pengembangan di bidang hokum perdata dagang pada umumnya dan hukum Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
12
perbankan khususnya terutama masalah pemberian kredit dengan segala aspek hukumnya kepada pengusaha yang terjun dalam dunia perkreditan. 2. Diharapkan juga dapat memberikan masukkan serta merangsang minat masyarakat khususnya kepada pengusaha dalam meningkatkan usahanya dengan jalan mengajukan permohonan kredit kepada bank-bank pemerintah maupun bank swasta.
D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaiannya. Penulisan mengenai masalah perlindungan hukum terhadap nasabah oleh bank dalam ketentuan kontrak standard pemberian kredit di bank belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Oleh karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat ataupun kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penulisan ini.
E. Tinjauan Kepustakaan Kredit berarti kepercayaan, akan tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa dipercaya, sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon debitur harus di periksa dengan detail. Jadi, memang kata “ kredit” berasal dari bahasa latin “creditus” yang merupakan bentuk past participle Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
13
dari kata “cidere”, yang berarti to trust. Kata “trust” itu sendiri berarti “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan.
7
Dalam dunia bisnis kredit juga mempunyai banyak arti, salah satunya adalah kredit dalam artian seperti kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada nasabahnya. Dalam dunia bisnis pada umumnya, kata “kredit” diartikan sebagai :
“…kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak.”
Dengan demikian, kredit dalam arti bisnis mengandung unsur meminjam, dimana mempunyai arti: Asal mulanya ialah sesuatu yang diberikan atau dipinjamkan, atau yang diberikan kepada seseorang untuk dipakainya selama suatu jangka waktu tertentu, tanpa kompensasi atau biaya atau ongkos. Akan tetapi, sekarang meminjam itu biasanya
diartikan
sebagai
sesuatu
yang
berharga,
seperti
uang,
yang
dipinjamkandengan bunga selama suatu jangka waktu tetentu. Dalam usaha pemberian kredit ini juga dapat dilakukan dalam dunia perbankan. Dalam proses pemberian kredit oleh bank, aspek hukum memegang peranan yang penting. Artinya, pemberian kredit melahirkan suatu hubungan hukum dengan segala konsekuensi yuridis yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank 7
Noah Webster,(dalam Munir Fuady,Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung, PT. Citra Adytia Bakti, 2002) Hal 2. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
14
selaku kreditur apabila hal-hal yang mendasar terabaikan. Kebenaran dan keabsahan subjek hukum maupun objek hukum merupakan persyaratan utama, dimana untuk mendapatkan kebenaran dan keabsahan ini dapat dilakukan dengan meneliti/ menganalisis secara cermat dan mendalam atas semua data yang diperlukan. 8 Termasuk di dalamnya segala macam jenis perjanjian yang mendahului setiap pelepasan kredit oleh bank. Dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan seperti yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 ditentukan bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas perjanjian pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu, dimana bank atas jasanya itu akan mendapatkan bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Bahwa dari penjelasan di atas, kredit yang berarti kepercayaan, dalam perspektif hukum dapat berarti : 1. Bahwa pemberian kredit oleh Bank kepada nasabahnya yang terlebih dahulu dibuatkan suatu perjanjian tidaklah berarti bank tidak percaya kepada para pihak apabila terjadi perselisihan di kemudian hari. 2. Bahwa perjanjian kredit yang dibuat antara bank dan nasabahnya adalah sarana untuk menuangkan segala macam jenis kesepakatan dan persyaratan kredit yang ada, termasuk cara-cara pembayaran bagi nasabahnya dalam melaksanakan prestasinya. 8
A. Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi dan Keuangan,(Jakarta; Pradnya Paramita,1993) hal
24. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
15
Dalam hal ini, perjanjian kredit merupakan faktor utama yang harus dilakukan sebelum diadakannya pemberian kredit tersebut. Dalam pemberian kredit ini harus dilakukan prosedur-prosedur serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh dibitur untuk mendapatkan pinjaman kredit dari bank. Selain itu sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian seksama terhadap berbagai aspek yang dikenal dengan prinsip 5 C (Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Ekonomy), 5 P (Party, Purpose, Payment, Profitability, dan Protection) serta 3 R (Return, Repayment, dan Risk Bearing Ability) yang dapat memberikan informasi mengenai itikad baik dari debitur. 9 Berdasarkan penjelasan dan pengertian tentang kredit di atas, maka dapat dilihat terdapatnya beberapa unsur kredit sebagai berikut :10 1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur, yang disebut dengan perjanjian kredit. 2. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan peminjaman, seperti bank, dan pihak debitur, yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa. Keuangan, Perdagangan. 3. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu. membayar/ mencicil kreditnya. 4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur. 9
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer , (Bandung;PT. Citra Aditya Bakti,2002), hal
10
Ibid, hal 6.
19.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
16
5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur. 6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang/atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan. 7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur. 8. Adanya risiko tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula risiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit. Dengan demikian peraturan yang dijadikan pedoman dalam membahas pemberian kredit kepada debitur dalam perbankan sesuai standar kontrak baku dalam memberikan perlindungan hukum kepada debitur dari pihak bank adalah peraturan mengenai perbankan yaitu UU No. 10 tahun 1998, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan UU tentang Perlindungan Konsumen.
F. Metode Penelitian Jenis penulisan skripsi mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah dalam ketentuan kontrak standard pemberian kredit di bank adalah penelitian hukum normatif yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
17
adalah melalui penelitian kepustakaan ( library research ) untuk mendapatkan konsep teori, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundangundangan. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi : 1. Bahan Hukum Primer yaitu UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan KUHPerdata serta UU tentang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. 2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku bacaan yang relevan dengan judul ini. 3. Bahan Hukum Tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap
bahan
hukum
primer
dan
sekunder
seperti
kamus hukum. Sedangkan data primer yang digunakan dalam penulisan ini yaitu data-data dari Bank Mandiri Cabang Utama Medan pada pembahasan materi-materi tertentu.
G. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makan dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
18
Merupakan suatu pengantar dari pembahasan selanjutnya yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: TINJAUAN UMUM TENTANG KARAKTERISTIK YURIDIS DARI SUATU KREDIT Pada bab ini dijelaskan mengenai pemahaman serta gambaran dasar pengertian dan unsur-unsur perkreditan, dasar hukum suatu kredit, tujuan dan fungsi kredit, jenis-jenis kredit, jaminan kredit, prinsipprinsip perkreditan, teori hukum tentang tanggung jawab kreditur.
BAB III
: TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN KREDIT DI BANK SESUAI
DENGAN
KETENTUAN
KONTRAK
STANDARD
(BAKU) Pada bab ini dijelaskan mengenai pemahaman tentang pengertian perjanjian kredit, jenis-jenis perjanjian kredit, asas-asas dalam hukum perjanjian, klausul-klausul penting dalam perjanjian kredit, ketentuanketentuan dalam perjanjian baku ( Standar), prosedur dan syarat-syarat dalam pemberian kredit, berakhirnya perjanjian kredit. BAB IV
: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM KETENTUAN KONTRAK STANDAR PEMBERIAN KREDIT DI BANK Pada bab ini merupakan pembahasan pokok penulisan yang terdiri dari
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
19
tahapan-tahapan serta latar belakang pemberian kredit menurut ketentuan kontrak standar pemberian kredit
di bank, upaya
perlindungan hukum oleh bank terhadap nasabah dalam ketentuan kontrak standar pemberian kredit di bank, dampak pemberian kredit bagi bank dan debitur, peran dari ketentuan kontrak standar/perjanjian baku kredit pengusaha, peran dari ketentuan kontrak standar / perjanjian baku kredit pengusaha pada Bank Mandiri Cabang Medan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah menurut UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini terdiri dari dua bagian yaitu kesimpulan dari permasalahan dan saran-saran dari penulis berupa masukkan untuk menyelesaikan permasalahan.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
20
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KARAKTERISTIK YURIDIS DARI SUATU KREDIT
A. Pengertian Kredit Kredit berarti kepercayaan. Akan tetapi, dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa dipercaya, sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon debitur harus dicurigai setengah mati. Sampai-sampai masalah pribadi debitur atau direksi dari debitur di utak-atik. Sampai-sampai dipertanyakan apakah dia senang main judi. Berapa orang bininya, dan sebagainya. Setelah lolos sensor dari pihak bank, barulah kepercayaan timbul. Dan kredit pun diberikan. Jadi memang kredit berasal dari bahasa latin “creditus” yang merupakan bentuk past participle dari kata “ credere”, yang berarti to trust. Kata trust itu sendiri berarti kepercyaan. Dengan demikian, sungguhpun kata “kredit” sudah berkembang ke mana-mana, tetapi dalam tahap apa pun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata “kredit” tetap mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan. Dalam dunia bisnis kredit juga mempunyai arti, salah satunya adalah kredit dalam artian seperti kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada nasabahnya. Dalam dunia bisnis pada umumnya, kata “ kredit “ diartikan sebagai :
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
21
“…kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akam membayarnya kelak”. 11 Dengan demikian, kredit dalam arti bisnis mengandung unsur meminjam, yang dalam bahasa inggris disebut “ loan”. Kata loan itu sendiri berarti sesuatu yang dipinjamkan, khususnya sejumlah uang. Implementasi dalam dunia bisnis, kata loan mempunyai arti : Asal mulanya ialah sesuatu yang diberikan atau dipinjamkan, atau yang diberikan kepada seseorang untuk dipakainya selama suatu jangka waktu tertentu, tanpa kompensasi atau biaya atau ongkos. Akan tetapi, sekarang loan itu biasanya diartikan sebagai sesuatu yang berharga, seperti uang, yang dipinjamkan dengan bunga selama jangka waktu tertent.12
Dewasa ini kegiatan transaksi kredit sukar untuk di hindari oleh para pelaku bisnis. Para pelaku bisnis tersebut melakukan transaksi kredit dengan beberapa alasan dan tujuan. Alasan dan tujuan tersebut akan berbeda diantara pihak-pihak pelaku transaksi kredit yang bersangkutan. Adapun pihak yang berkepentingan dalam transaksi kredit yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur). Perusahaan dagang memberikan kredit dengan tujuan untuk meningkatkan volume penjualan dan mengimbangi pesaing. Lembaga perbankan atau yang sejenis memberikan kredit dengan tujuan untuk memperoleh bunga dari pokok pinjamannya. Sedangkan pihak debitur atau pelanggan melakukan transaksi kredit dengan alasan tidak mempunyai kas yang cukup untuk 11 12
Ibid hal 238. Ibid hal 239.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
22
membeli dan membayar suatu produk atau terpaksa meminjam sejumlah uang untuk modal dan diharapkan dengan modal pinjaman tersebut diperoleh suatu penghasilan yang nantinya dapat mengembalikan pinjamannya tersebut serta memperoleh nilai lebih atau keuntungan. Transaksi kredit timbul karena suatu pihak meminjam sejumlah uang atau sesuatu yang dipersamakan dengan itu, di mana pihak peminjam wajib melunasi hutangnya atau rekeningnya tersebut pada waktu yang telah ditentukan. Disamping itu kredit pun timbul sebagai akibat adanya transaksi jual beli, dimana
pembayarannya
ditangguhkan,
baik
sebagian
maupun
seluruhnya.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau bank lain. Adapun pengertian kredit menurut Undang-undang Tentang Perbankan No.7 tahun 1992 : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara suatu perusahaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah uang, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Sedangkan pengertian kredit menurut Eric L. Kohler : “Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian ataumengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.” Pengertian kredit menurut Teguh Pudjo Muljono : Kredit adalah suatu penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga barang yang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
23
menimbulkan tagihan tersebut pada pihak lain. Atau juga memberi pinjaman pada orang lain dengan harapan akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak yang bersangkutan. Selain pendapat ahli hukum diatas, ada beberapa pendapat lain dari para ahli hukum tentang kredit, seperti : 1. J. A. Lavy, merumuskan arti kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. 2. Drs. Muchdarsyah Sinungan, kredit adalah suatu prestasi yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, dimana prestasi akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan diserahi dengan suatu kontraprestasi berupa bunga. Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sesuai penjelasan di atas, pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 angka 12, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagaian hasil keuntungan.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Undang-Undang yang Diubah), pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 butir 11, yaitu: "kredit adalah penyediaan uangatau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Pasal 1 butir 12 Undang-Undang yang Diubah, merumuskan pengertian Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
24
”pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk melunasi uang atau tagihan tersebut, setelah jangka waktu yang tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Berdasarkan pada pengertian-pengertian diatas dapat diketahui bahwa transaksi kredit timbul sebagai akibat suatu pihak meminjam kepada pihak lain, baik itu berupa uang, barang dan sebagainya yang dapat menimbulkan tagihan bagi kreditur. Hal lain yang dapat menimbulkan transaksi kredit yaitu berupa kegiatan jual beli dimana pembayarannya akan ditangguhkan dalam suatu jangka waktu tertentu baik sebagian maupun seluruhnya. Kegiatan transaksi kredit tersebut diatas akan mendatangkan piutang atau tagihan bagi kreditur serta mendatangkan kewajiban untuk membayar bagi debitur. Bank sebagai lembaga keuangan sangat berperan dalam pembangunan ekonomi, hal ini dikarenakan bank merupakan suatu lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat terutama yang ditujukan untuk pembiayaan kegiatan yang produktif. 13 Penyaluran dana tersebut merupakan bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal yang sering disebut kredit. Bahwa kredit pada dasarnya adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lainnya sebagai pihak peminjam wajib melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil. 14 Disamping itu dalam pengertian dimaksud terlihat pula bahwa dalam pemberian 13 14
Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, ( Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 1991), hal 16 ibid, hal 17.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
25
kredit faktor kepercayaan merupakan faktor yang paling dominan. Penanaman dalam bentuk kredit adalah merupakan kegiatan utama dari suatu bank yang mempunyai resiko tinggi, bahkan tidak jarang menjadi penyebab. utama suatu bank menghadapi masalah. Oleh karena itu untuk memperkecil terjadinya risiko kerugian karena tidak dilunasinya kredit oleh debitur, maka jaminan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bank di dalam memberikan kredit.
B. Unsur- unsur Kredit Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga dengan demikian pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Ini berarti bahwa suatu lembaga kredit baru akan memberikan kredit kalau ia betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang akan diterimanya. Menurut Thomas Suyatno dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam kredit antara lain : 15 1.
Kepercayaan Yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Kepercayaan ini
15
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan,( Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 2003),hal 14.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
26
diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah. 2.
Tenggang waktu Yaitu suatu masa yang akan memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.
3.
Tingkat resiko ( degree of risk ) Yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menimbulkan unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.
4.
Prestasi Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun karen kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan. Sedangkan apabila dilihat dari pengertian-pengertian kredit seperti tersebut di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa unsur kredit sebagai berikut: 1.
Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur,
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
27
yang disebut dengan perjanjian kredit. 2.
Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti bank, dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.
3.
Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/mencicil kreditnya.
4.
Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur.
5.
Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur.
6.
Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan.
7.
Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur
8.
Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula risiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.
C. Dasar Hukum Suatu Kredit Apa pun bentuknya, suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis tentunya memerlukan suatu topangan yuridis yang menjadi dasar hukumnya. Hal ini sebagai Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
28
konsekuensi dari suatu prinsip bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Terlebih lagi sistem negara kita, seperti juga negara-negara yang hukumnya tergolong ke dalam sistem negara Eropa Kontinental lainnya, di mana peraturan perundang-undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukumnya. Untuk jelasnya dalam mengetengahkan dasar hukum disini adalah ”dasar hukum suatu perjanjian kredit”. Di Indonesia perjanjian kredit digolongkan sebagai perjanjian tak bernama (in nominat) karena perjanjian kredit tidak dicantumkan dan tidak diketemukan pengaturannya baik didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Perjanjian kredit pengaturannya didalam UndangUndang RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang landasannya dari UndangUndang No. 7 Tahun 1992. Ini merupakan lex specialis sedangkan lex generalisnya bertopang pada KUHPerdata Buku III BAB XIII (pinjam meminjam) juga BAB I s/d IV mengenai ketentuan umum. Disamping itu juga Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan perbankan antara lain Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/22/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat, Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, juga hukum kebiasaan sebagai dasar hukum perjanjian kredit dalam dunia perbankan, juga yurisprudensi. Demikian juga terhadap suatu perbuatan hukum pemberian kredit, tentunya juga Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
29
memerlukan suatu basis hukum yang kuat. Untuk dasar hukum pemberian kredit oleh bank ini, dasar hukumnya dapat diperinci menjadi : 16
1. Perjanjian Antara Para Pihak Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Demikianlah maka dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) ini, berlaku sahihlah setiap perjanjian yang dibuat secara sah, bahkan kekuatannya sama dengan ketentuan undang-undang. Demikian pula dalam bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang juga diawali oleh suatu perjanjian yang sering disebut dengan perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis. Karena itu, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, maka seluruh Pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Asal tidak ada pasal-pasal tersebut yang bertentangan dengan hukum yang berlaku. Keterikatan yang sama juga berlaku bagi perjanjian-perjanjian pendukung lain, seperti perjanjian jaminan hutang, teknik pelaksanaan pembayaran atau pembayaran kembali, atau lain-lainnya yang biasanya merupakan exhibit atau lampiran dari perjanjian kredit yang bersangkutan.
16
Munir Fuady, Op. Cit, hal 7
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
30
2. Undang-Undang Sebagai Dasar Hukum Di Indonesia, undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 seperti telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 tahun 1998. Undang-undang ini menggantikan undang-undang yang telah ada sebelumnya, yaitu undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. Kegiatan pemberian kredit, yang merupakan kegiatan yang sangat pokok dan sangat konvensional dari suatu bank, ditegaskan juga oleh Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 seperti telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 sebagai salah satu jenis usaha bank. Selain dari Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 seperti telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tersebut, undang-undang lain yang juga mengatur tentang perbankan, khususnya mengenai Bank Indonesia adalah Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam Undang-undang Bank Indonesia ini diaturlah kedudukan dan wewenang dari Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas di bidang perbankan. Termasuk juga di bidang perkreditan.
3. Peraturan Pelaksana Sebagai Dasar Hukum Selain Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 seperti telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 tahun Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
31
1999 tentang Bank Indonesia, maka terdapat juga peraturan perundang-undangan yang levelnya di bawah undang-undang yang mengatur masalah perbankan ini. Peraturan perundang-undangan seperti ini jumlahna cukup banyak. Hal ini diakibatkan oleh salah satu karakter yuridis dari bisnis perbankan, yakni bidang bisnis yang sarat dengan pengaturan dan petunjuk pelaksanaan. Diantara peraturan perundang-undangan yang levelnya di bawah undangundang yang mengatur tentang perkreditan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a.
Peraturan Perundang-undangan oleh Bank Indonesia Berdasarkan fungsinya yang mengawasi kegiatan perbankan, termasuk masalah pengawasan perkreditan, maka bank Indonesia mengeluarkan petunjuk pelaksana, dalam bentuk keputusan direksi Bank Indonesia, dan sebagainya. Jumlah golongan ini sangat banyak dan jumlahnya selalu bertambah terus atau bergantian satu sama lain.
b.
Peraturan Perundang-undangan lainnya Selain dari berbagai jenis peraturan perundang-undangan seperti tersebut di atas, masih ada lagi berbagai bentuk peraturan perundang-undangan lainnya yang di sana sini juga mengatur tentang perkreditan, seperti keppres, peraturan atau surat keputusan Pejabat tertentu, dan sebagainya.
4. Yurisprudensi Sebagai Dasar Hukum Di samping peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan, maka yurisprudensi dapat juga menjadi dasar hukumnya. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
32
Hanya saja yurisprudensi di Indonesia banyak kelemahannya sehingga agak sulit untuk dipakai sebagai pegangan. Hal ini disebabkan : a.
Banyak yurisprudensi yang tidak disertai dengan pertimbangan hakim yang memuaskan.
b.
Sulitnya akses masyarakat untuk mendapatkan keputusan pengadilan.
c.
Sering pula terhadap masalah yang sama, keputusan yang satu bertentangan dengan yang lain, sungguhpun keputusan tersebut berasal dari pengadilan yang sama. Misalnya, sama-sama keputusan Mahkamah Agung.
5. Kebiasaan Perbankan Sebagai Dasar Hukum Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu sumber hukum. Demikian juga dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktek perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukumnya. Memang banyak hal yang telah lazim dilaksanakan dalam praktek, tetapi belum mendapat pengaturan dalam peraturan perundang-undangan. Hal seperti ini tentu sah-sah saja untuk dilakukan oleh perbankan, asal saja tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 seperti telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, bank bahkan dapat melakukan kegiatan lain selain dari pada yang telah diperincikan oleh Pasal 6-nya, jika hal tersebut merupakan kelaziman dalam dunia perbankan, vide Pasal 6 huruf n.
6. Peraturan Terkait Lainnya Sebagai Dasar Hukum Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
33
Di samping peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, terkadang dalam hal pemberian dan/atau pelaksanaan suatu kredit, berlaku juga peraturan perundang-undangan lain. Misalnya, karena kredit pada hakikatnya merupakan suatu perjanjian, maka berlaku pula ketentuan dalam KUH Perdata buku ketiga tentang perikatan. Atau jika kredit tersebut memakai hipotik sebagai jaminannya, berlaku juga ketentuan mengenai hipotik dalam KUH Perdata, Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996, ketentuan HIR tentang eksekusi hipotik dan surat pengakuan hutang, dan ketentuan tentang hukum tanah dalam Undang-undang Pokok Agraria, beseta berbagai peraturan pelaksananya.
G. Tujuan dan Fungsi Kredit 1. Tujuan Kredit Dalam membahas tujuan kredit kita tidak dapat melepaskan diri dari falsafah yang dianut oleh suatu negara. Di negara-negara liberal, tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan, yaitu dengan pengorbanan yang sekecilkecilnya untuk memperoleh manfaat keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena pemberian kredit dimaksud untuk memperoleh keuntungan maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia betul-betul merasa yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya, dari faktor kemampuan dan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
34
kemauan tersebut, tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut saling berkaitan. Keamanan atau safety yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan atau profitability yang diharapkan itu dapat menjadi kenyataan. Keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima. Dan karena pancasila adalah sebagai dasar dan falsafah negara kita, maka tujuan kredit tidak semata-mata mencari keuntungan, melainkan disesuaikan dengan tujuan negara yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. 17 Dengan demikian maka tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah untuk :18 a.
Turut
menyukseskan program pemerintah
di bidang
ekonomi dan
pembangunan b.
Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
c.
Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin, dan dapat memperluas usahanya. 17
O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank,( Jakarta; Ghalia, 2000), hal 102. 18
Thomas Suyatno, Op.cit, hal 15.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
35
Dari tujuan tersebut terlihat adanya kepentingan yang seimbang antara kepentingan masyarakat dan kepentingan pemilik modal. Dari penjelasan diatas tentang tujuan kredit maka dapat juga di simpulkan tujuan dari bank dalam memberikan suatu kredit adalah sebagai berikut : 1. Untuk mencari keuntungan bagi bank/kreditur, berupa pemberian bunga, imbalan, biaya administrasi, provisi, dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan kepada nasaba debitur. 2. Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur. Bahwa dengan adanya pemberian kredit berupa pemberian kredit investasi atau kredit modal kerja bagi debitur, diharapkan dapat meningkatkan usahanya. 3. Untuk membantu Pemerintah. Bahwa, dengan banyaknya kredit yang disalurkan oleh bank-bank, hal ini berarti dapat meningkatkan pembangunan disegala sektor, khususnya disektor ekonomi. Berdasarkan kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan dan ketentuanketentuan yang berlaku di negara kita, maka secara umum dapat dikemukakan bahwa kebijakan kredit perbankan adalah sebagai berikut : a. Pemberian kredit harus sesuai dan seirama dengan kebijakan moneter dan ekonomi b. Pemberian kredit harus selektif dan diarahkan kepada sektor-sektor yang diprioritaskan. c. Bank dilarang memberikan kredit kepada usaha-usaha yang diragukan bank kemampuannya. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
36
d. Setiap kredit harus diikat dengan suatu perjanjian kredit. e. Overdraft ( penarikan uang dari bank melebihi saldo giro atau melebihi plafon yang disetujui) dilarang. f. Pemberian kredit untuk pembayaran kembali kepada pemerintah dilarang. g. Kredit tanpa jaminan dilarang ( pertimbangan keamanan dan safety ).
2. Fungsi Kredit Kehidupan perekonomian yang modern, bank memegang peranan sangat penting. Oleh karena itu, organisasi-organisasi bank selalu diikut sertakan dalam menentukan kebijaksanaan di bidang moneter, pengawasan devisa, dan lain-lain. Hal ini antara lain disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit, dan kredit yang diberikan oleh bank merupakan pengaruh yang sangat luas dalam segala bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi. Kredit pada awal pembangunannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapatkan kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi dari kemajuan usahanya itu sendiri. Adapun bagi pihak yang memberi kredit, secara material dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit, dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. 1.
Suatu kredit mencapai fungsinya, apabila secara ekonomis, baik bagi debitur,
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
37
kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh yang lebih baik. Bagi pihak debitur, dan kreditur, mereka memperoleh keuntungan, juga mengalami peningkatan kesejahteraan, sedangkan bagi Negara mengalami tambahan negara dari pajak, juga kemjuan ekonomi yang bersifat makro maupun mikro 19 Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut : 20 a. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang bagi : 1). Para pemilik modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya. 2). Para pemilik modal dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaanperusahaan untuk meningkatkan usahanya. b. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet, dan wesel sehingga apabila pembayaranpembayaran dilakukan dengan cek, giro bilyet, dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu kredit perbankan yang ditarik
19
Muhammad Djumhana,Hukum Perbankan di Indonesia,(Bandung;Citra Aditya Bakti,1993)
hal372. 20
Thomas Suyatno, Op. Cit, hal 16.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
38
secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu-lintas akan berkembang pula. c. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang Dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. Di samping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat lain. d. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi Dalam keadaan ekonomi kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usahausaha antara lain : 1). Pengendalian inflasi 2). Peningkatan ekspor 3). Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
39
dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan memperoleh pendapatan. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyek-proyek baru telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenaga-tenaga kerja tersebut, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula. g.
Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional Bank-bank besar diluar negeri yang mempunyai jaringan usahanya, dapat
memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negri. Begitu juga Negara-negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuan dalam bentuk kredit kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan dalam bentuk kredit tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antarnegara yang bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan hubungan Internasional.
H. Jenis-jenis Kredit Kredit terdiri dari beberapa jenis bila dilihat dari beberapa segi pandangan. Dalam hal ini macam atau jenis kredit yang ada sekarang juga tidak dapat dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang digariskan sesuai dengan tujuan pembangunan. Pada mulanya kredit berdasarkan kepercayaan murni, yaitu berbentuk kredit perorangan karena kedua belah pihak saling mengenal, dengan berkembangnya waktu maka Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
40
akhirnya berkembang pula unsur-unsur lain yang menjadi landasan suatu kredit, sehingga selanjutnya berkembang pula jenis kredit yang ada seperti sekarang. Ada
beberapa
Jenis
kredit
yang
berlaku
secara
umum
dalam
pelaksanaannya,hal ini sangat berguna dalam menjalankan mekanisme perjanjian kredit yang disepakati bersama,untuk lebih mudahnya inilah beberapa jenis kredit dari beberapa segi: 21 1. Dari segi tujuan penggunaanya dapat berupa : a. Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Untuk kredit jenis ini terdapat dua kemungkinan, yaitu : -
Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan.
-
Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan guna untuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang dan ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.
b. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang dan ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk
21
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung; PT. Citra Aditya Bakti, 2005) hal 125. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
41
digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya. c. Kredit perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. Contohnya kredit ekspor dan impor. 2. Dari segi jangka waktunya dapat berupa : a. Kredit jangka pendek, merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. Contohnya untuk peternakan misalnya kredit peternakan ayam. b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, biasanya untuk investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti jeruk atau peternakan kambing. c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang wakut pengembaliannya di atas tiga tahun atau lima tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan. 3. Dilihat dari segi jaminan meliputi : a. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
42
jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur. b. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini. 4. Dari segi lembaga pemberi dan penerima kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis kredit terdiri dari : a. Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah, atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pemberian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa. b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bankbank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya. Pelaksanaan kredit ini, merupakan operasi Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugasnya, yaitu untuk memajukan urusan perkreditan, sekaligus bertindak mengadakan pengawasan terhadap urusan kredit tersebut. c. Kredit langsung, yaitu kredit yang diberikan secara langsung kepada pihak ketiga bukan bank seperti pemberian kredit langsung kepada pertamina, lembaga keuangan bukan bank, jawatan pegadaian serta pemberian kredit Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
43
langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan. 5. Dilihat dari segi penarikan dan pelunasan, meliputi : a. Kredit rekening koran, yaitu kredit yang dapat ditarik dan dilunasi setiap saat, besarnya sesuai dengan kebutuhan, penarikannya dengan cek, bilyet giro, atau pemindah bukuan dan pelunasannya dengan setoran-setoran. Bunga dihitung dari saldo harian pinjaman saja bukan dari besarnya plafon kredit. Kredit rekening koran baru dapat ditarik setelah plafon kredit disetujui. b. Kredit berjangka, yaitu kredit yang penarikannya sekaligus sebesar plafonnya. Pelunasan dilakukan setelah jangka waktunya habis. Pelunasannya bisa dilakukan secara cicilan atau sekaligus, tergantung kepada perjanjiannya. 6. Dilihat dari segi sektor usahanya meliputi : a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. b. Kredit peternakan, dalam hal ini untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang seperti kambing dan sapi. c. Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri kecil, menengah atau besar. d. Kredit pertambangan, jenis usaha tambang yang dibiayainya biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, dan timah. e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
44
mahasiswa. f. Kredit profes, diberikan kepada para profesional seperti dosen, dokter, atau pengacara. 7. Dilihat dari segi golongan ekonomi meliputi : a. Golongan ekonomi lemah, kredit yang disalurkan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah seperti KUK, KUT, dan lain-lain. b. Golongan ekonomi menengah dan konglomerat, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha menengah dan besar. 8. Dilihat dari banyaknya jumlah kreditur, maka suatu kredit dibagi dalam : a. Kredit dengan kreditur tunggal Yakni merupakan kredit yang krediturnya hanya satu orang/ satu badan hukum saja. Ini sering disebut dengan single loan. b. Kredit sindikasi Ini merupakan kredit dimana pihak krediturnya terdiri dari beberapa badan hukum, di mana biasanya salah satu di anatara kreditur tersebut bertindak sebagai lead creditur/ lead bank. 9. Menurut Jenis Kredit Yang Dibiayai a. Kredit modal kerja Yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya untuk memenuhi modal kerjanya. Kriteria dari modal kerja yaitu kebutuhan modal yang habis dalam satu cycle usaha, hal ini kalau dilihat dalam neraca suatu perusahaan akan berupa uang kas/ bank ditambah dengan piutang dagang ditambah Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
45
dengan persediaan baik persediaan barang jadi, persediaan bahan dalam proses, persediaan bahan baku. Apabila dibicarakan modal kerja bersih maka perlu dikurangi lagi dengan current liabilitiesnya. b. Kredit Investasi Yaitu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk pembelian barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu cycle usaha, maksudnya proses dari pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah melalui beberapa kali perputaran. Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan pabrik, atau barang modal lainnya. Uang kas yang dikeluarkan untuk membeli barangbarang modal tersebut akan baru dapat terhimpun kembali setelah melalui proses depresiasi/ deplesi/ amortisasinya sesuai jangka waktu ekonomisnya (economical useful life) yamg mana dana depresiasi yang berupa out of pocket cost tersebut dikumpulkan. Jadi ada 2 ciri pokok dari kredit investasi yaitu: barang yang akan dibeli merupakan barang-barang modal dan jangka waktunya cukup lama. c. Kredit Konsumsi (Personal Loan) Bentuk kredit yang diberikan kepada perorangan ini bukan dalam rangka untuk mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi. 10. Menurut Resiko Pembiayaan a. Kredit dari dana bank yang bersangkutan Dasar dari kredit ini diberikan atas dasar kemampuan dari bank yang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
46
bersangkutan didalam mengumpulkan dana dari masyarakat yang menjadi nasabahnya baik berupa giro, deposito maupun modal sendiri dan pinjamanpinjaman lainnya. b. Kredit dengan dana likuiditas Bank Indonesia Sesuai dengan fungsinya bank sebagai agent of development khususnya pada bank-bank
pemerintah,
maka
dalam
pengembangan
sektor-sektor
perekonomian tertentu bank sentral telah memberikan berbagai fasilitas penyediaan Dana Likuiditas. c. Kredit Kelolaan Kredit ini diperoleh Pemerintah Indonesia dari Luar Negri untuk membantu berbagai pembiayaan pembangunan proyek-proyek swasta/ pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk bantuan kredit yang disalurkan melalui sistem perbankan. 11. Menurut Sektor Ekonomi Untuk kepentingan perencanaan pengembangan kegiatan perekonomian maka pembagian sektor-sektor ekonomi mempunyai arti yang sangat penting. Penguasa moneter dan bank sentral mempunyai kepentingan utama dalam pembagian kredit menurut sektoral, sebagai alat perencanaan dan penegendalian kebijaksanaankebijaksanaan yang diambilnya. Secara garis besar pembagian kredit menurut sektor ekonomi: a.
Sektor pertanian, perkebunan, dan sarana pertanian
b.
Sektor pertambangan
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
47
c.
Sektor perindustrian
d.
Sektor listrik, gas, dan air
e.
Sektor kontruksi
f.
Sektor perdagangan, restoran, dan hotel
g.
Sektor pengangkatan, pergudangan, dan komunikasi
h.
Sektor jasa-jasa dunia usaha
i.
Sektor jasa-jasa social atau masyarakat
12. Menurut jaminannya Menurut jaminannya kredit dapat diklasifikasi menjadi : a.
Kredit dengan jaminan ( secured loan ) Yaitu kredit yang disertai penyerahan barang jaminan oleh nasabah. Jenis barang jaminan tersebut sangat tergantung pada jenis kredit yang diberikan. Misalnya kredit komersial untuk modal kerja, jaminannya dapat berupa persediaan. Kredit untuk pembelian mobil atau motor, jaminanya BPKB mobil atau motor tersebut.
b. Kredit tanpa jaminan ( Unsecured Loan ) Yaitu kredit yang tidak disertai penyerahan barang jaminan dari nasabah. Jenis kredit ini tidak menggunakan jaminan dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk bonafiditas dan prospek usaha nasabah yang bersangkutan. Pemberian kredit tanpa jaminan ini dilakukan sepanjang prinsip-prinsip penilaian kredit lainnya telah terpenuhi menurut analisis kredit. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
48
13. Menurut tujuannya kredit dapat diklasifikasikan menjadi : a. Kredit komersial ( commercial loan ) Yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah di bidang perdagangan. Kredit komersial antara lain meliputi kredit leveransir, kredit untuk usaha pertokoan, kredit ekspor dan lain-lain. b. Kredit konsumtif Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif. Misalnya untuk membeli properti (rumah), mobil atau motor, barang elektronik dan berbagai barang konsumsi lainnya. c. Kredit produktif ( productive loan ) Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat meemperlancar produksi. Misalnya kredit untuk pembelian bahan baku, pembayaran upah, biaya pengepakan, biaya pemasaran, biaya distribusi dan lain-lain.
14. Menurut penggunaanya
Menurut penggunaanya kredit dapat digolongkan
menjadi : a. Kredit modal kerja Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan untuk menambah modal kerja debitur, meliputi modal kerja untuk tujuan komersial, industri, kontraktor bangunan dan lain-lain. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
49
b. Kredit investasi Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan untuk digunakan dalam melakukan investasi melalui pembelian barang-barang modal. I. Jaminan Kredit Bank meminta nasabahnya menyerahkan jaminan, tidak lain dalam rangka mengurangi risiko kegagalan peminjam umtuk memenuhi kewajibannya kepada bank. Yang menjadi keprihatinan kita bersama, adalah apabila jaminan menjadi faktor utama sulitnya nasabah mendapatkan pinjaman. Yang disebut jaminan ini bermacammacam. Namun demikian, kita dapat menggolong-golongkannya ke dalam beberapa golongan, bergantung dari kriteria apa yang kita pergunakan, antara lain sebagai berikut: 22 1.
Ditilik dari obyek yang dibiayai, maka jaminan dapat dibedakan menjadi
jaminan pokok dan jaminan tambahan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Jaminan Pokok. Jaminan pokok adalah barang atau obyek yang dibiayai dengan kredit. Misalnya seorang nasabah pabrik roti mendapat kredit untuk membeli oven pembakar roti, maka oven pembakar roti tersebut menjadi jaminan pokok. Atau seorang nasabah lain mendapat jaminan untuk pembelian rumah atau yang dikenal dengan KPR, maka jaminan pokok adalah rumah yang dibeli dengan kredit kepemiilikan rumah tersebut. Begitupula apabila ada nasabah 22
Munir Fuady, Op. Cit, hal 62.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
50
lain, yang mendapat pinjaman untuk menambah modal kerja, maka modal kerjanya menjadi jaminan pokok, seperti piutang, persediaan barang dagangan, dll. b. Jaminan Tambahan. Jaminan tambahan adalah barang yang dijadikan jaminan untuk menambah jaminan pokok. Mengapa jaminan pokok harus ditambah, karena nilainya kurang sebagai akibat penilaian bank lebih rendah dari harganya. Alasannya penilaian bank salah satunya adalah apabila peminjam lalai membayar kewajibannya kepada bank, maka bank mengambilalih jaminan dan dijual. Pada saat menjual tersebut membutuhkan tambahan biaya. Jaminan tambahan yang bernilai tinggi berupa tanah dan bangunan yang telah memiliki sertifikat HM/HGU/HGB dan ber-IMB. 2.
Dilihat dari wujud barang maka jaminan dapat berupa barang yang berwujud
dan tidak berwujud, seperti dijelaskan berikut ini: a. Jaminan Berwujud. Jaminan berwujud adalah jaminan tersebut dapat dilihat dan diraba, misalnya oven roti, rumah, mesin, bangunan pabrik, dan kendaraan. Dalam hal ini jaminan berwujud ini merupakan jaminan kebendaan, dimana merupakan jaminan yang mempunyai hubungan langsund dengan benda tertentu, selalu mengikuti benda tersebut kemanapun benda tersebut beralih atau dialihkan, dapat dialihkan dan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Misalnya gadai, hipotik, hak tanggungan atas tanah, fidusia, dan sebagainya. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
51
b. Jaminan Tidak Berwujud. Jaminan tidak berwujud adalah jaminan yang bentuknya hanya komitmen atau janji saja. Jaminan tidak berwujud ini merupakan jaminan perorangan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan bukan terhadap benda tertentu. Walaupun demikian janji atau komitmen tersebut harus didokumentasikan ke dalam tulisan, sehingga dapat diadministradikan dengan baik. Contohnya Garansi Perusahaan, Garansi Perorangan. Bahkan di Jepang Garansi Perusahaan dapat hanya berbentuk cap perusahaan besar, yang sangat menjaga komitmentnya, sehingga pencantuman cap saja dapat dipercaya oleh pemberi pinjaman. 3.
Selain penggolongan jaminan kredit di atas, terdapat juga beberapa golongan
lain sebagai berikut : a. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus Yang dimaksud dengan jaminan umum adalah jaminan dari pihak debitur bahwa setiap barang bergerak ataupun tidak bergerak milik debitur menjadi tanggungan hutangnya kepada kreditur. Dasar hukumnya adalah Pasal 1131 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun baru yang aka nada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.”
Dengan demikian apabila seseorang debitur dalam keadaan wanprestasi, maka Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
52
lewat kewajiban jaminan umum ini, kreditur dapat meminta pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh harta debitur. Sedangkan jaminan khusus adalah setiap jaminan hutang yang bersifat kontraktual yakni yang terbit dari perjanjian tertentu ( tidak timbul dengan sendirinya), baik yang khusus ditujukan terhadap barang-barang tertentu, seperti gadai, hipotik, maupun yang tidak ditujukan terhadap barang tertentu seperti akta pengakuan hutang murni. 2. Jaminan Regulatif dan Jaminan Nonregulatif Yang dimaksud jaminan regulative adalah jaminan kredit yang kelembagaannya sendiri sudah diatur secara eksplisit dan sudah mendapat pengakuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tergolong ke dalam jaminan ini adalah : a. Hipotik Hipotik ini merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Benda lain yang dapat dibebani hipotik adalah kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dan telah terdaftar. b. Credietverband Credietverband merupakan semacam hipotik yang berlaku apabila dijadikan jaminan. Ini telah diakui untuk sementara keberadaannya oleh Undangundang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960. Akan tetapi dengan keluarnya Undang-undang tentang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996 maka lembaga Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
53
ini dinyatakan tidak berlaku lagi, untuk kemudian digantikan dengan apa yang disebut dengan hak tanggungan atas tanah. Sehingga selanjutnya lembaga ini hanya tinggal sejarah belaka. c. Gadai Terhadap gadai atas benda bergerak, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam KUHPerdata, sementara terhadap gadai atas tanah, yang berlaku adalah Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960. Sejauh yang bersangkutan dengan tanah, oleh UUPA, gadai tidak termasuk dalam hak tanggungan. Sehingga tidak seperti kedua lembaga di atas, lembaga gadai tanah tidak dicabut oleh Undang-undang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996. Dengan demikian sampai sekarang gadai masih berlaku. d. Hak tanggungan atas tanah Hak ini telah dengan tegas diakui secara kelembagaan oleh Undang-undang Pokok Agraria yang kemudian diimplementasikan oleh Undang-undang tentang Hak tanggungan Nomor 4 tahun 1996. e. Garansi Tentang garansi ini terdapat dalam KUHPerdata buku ketiga tentang perikatan. Oleh karena itu, garansi dipandang sebagai salah satu bentuk ikatan kontraktual. Untuk garansi bank diatur dalam ketentuan tentang perbankan.
Sementara itu yang dimaksud dengan jaminan nonregulatif adalah bentuk-bentuk jaminan yang tidak diatur atau yang tidak khusus diatur dalam perundangVera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
54
undangan, tetapi dikenal dan dilaksanakan dalam praktek. Jaminan ini ada yang berbentuk jaminan kebendaan seperti fidusia, pengalihan tagihan dagang, dan pengalihan tagihan asuransi. Akan tetapi ada juga jaminan ini yang semata-mata hanya bersifat kontraktual, seperti kuasa menjual dan sebagainya. 3. Jaminan konvensional dan jaminan nonkonvensional Jaminan kredit dikatakan konvensional jika pranata hukum tentang jaminan tersebut sudah lama dikenal dalam system hukum kita, baik yang telah diatur dalam perundang-undangan seperti KUHPerdata, yang terdapat dalam hukum adat, maupun yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan bukan berasal dari hukum adat, melainkan sudah lama dilaksanakan dalam praktek. Termasuk dalam jaminan konvensional adalah sebagai berikut: a. Hipotik b. Hak tanggungan atas tanah c. Gadai barang bergerak d. Gadai tanah e. Fidusia f. Garansi g. Akta pengakuan hutang Sementara itu jaminan nonkonvensional adalah bentuk-bentuk jaminan yang eksistensinya dalam system hukum jaminan masih terbilang baru sungguhpun sudah dilaksanakan secara meluas, sehingga pranatanya belum sempurna pula diatur secara rapi. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
55
Termasuk kategori jaminan kredit ini adalah: a. Pengalihan hak tagih debitur b. Pengalihan hak tagih klaim asuransi c. Kuasa menjual d. Jaminan menutupi kekurangan biaya 1.
Dari segi mobilitas atau pergerakannya, barang jaminan dapat dibedakan
menjadi barang bergerak dan barang tidak bergerak : a. Barang Bergerak Barang jaminan yang bergerak artinya barang tersebut mudah berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain. Contoh barang bergerak adalah persediaan barang dagangan, piutang, kendaraan bermotor, mesin pabrik kecuali
yang
sudah tertanam di dalam
pabrik
yang
sulit
untuk
dipindahtangankan. a. Barang Tidak Bergerak Barang jaminan yang tidak bergerak adalah jaminan yang tidak dapat dipindah tempat dari satu tempat ke tempat lain. Contohnya adalah tanah dan bangunan, mesin-mesin pabrik yang telah tertanam di pabrik tersebut. 2.
Dari segi mudah tidaknya barang diawasi oleh pemegang jaminan, maka
barang jaminan dapat dibedakan menjadi barang yang mudah dikontrol dan tidak mudah dikontrol: a.
Barang yang Tidak Mudah Dikontrol. Barang jaminan yang tidak mudah dikontrol adalah barang jaminan yang sulit
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
56
diawasi oleh bank, karena pergerakannya sangat cepat. Misalnya persediaan barang dagangan dan piutang. b.
Barang yang mudah Dikonttrol. Barang jaminan yang mudah dikontrol adalah barang jaminan yang tidak dapat bergerak, seperti tanah dan bangunan atau kapal yang sangat besar sehingga tidak mudah untuk pindah. Dalam hal ini jaminan kredit menurut bank, merupakan sumber kedua
pembayaran kembali kredit dan bunga yang tertunggak. Sumber pertama pembayaran kembali kredit adalah dana intern perusahaan terutama keuntungan dan dana penyusutan. Bila debitur gagal memenuhi kewajiban keuangannya kepada bank dari sumber pembayaran pertama, maka harta mereka yang dijamin akan dipergunakan sebagai gantinya. Bank akan meluluskan permintaan kredit yang diajukan oleh calon debitur tergantung dari hasil pertimbangan berikut ini : 1.
Faktor Intern Bank Sebelum mengambil keputusan untuk meluluskan permintaan kredit (terutama dalam jumlah besar) terlebih dahulu bank akan mameriksa kondisi intern operasi dan keuangan dewasa ini, dua tiga tahun terakhir, serta prospek masa depan.
2.
Kredibilitas Bank akan lebih bersemangat dalam bekerja sama dengan investor, apabila mitra usaha mereka dapat menunjukan kemampua mengelola proyek yang akan dibangu dengan bank.
3.
Prospek Masa Depan Proyek
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
57
Masa depan sebuah proyek dapat diharapkan akan cerah, bila proyek tersebut dapat memenuhi kriteria berikut ini : a.
Dikelola oleh manajemen yang profesional.
b. Didukung oleh sumber daya manusia yang dapat menjalankan operasi proyek dengan baik. c.
Dapat memproduksi barang atau jasa yang kompetitif.
4.
Dapat memasarkan hasil produksi tersebut secara menguntungkan.
5.
Dapat menghasilkan keuntungan yang layak Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kredit yang diberikan oleh
bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaanya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu diantaranya bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat, dan akan membawa kerugian. Guna mengurangi risiko kerugian dalam pemberian kredit, maka diperlukan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Secara umum jaminan kredit ini diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang. Penyerahan kekayaan ini dilakukan hanya sementara sampai si debitur melunasi kewajibannya dalam melunasi hutang-hutangnya kepada kreditur. Dalam hal ini kegunaan jaminan kredit tersebut adalah untuk : 1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
58
hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut, apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. 2. Menjamin agar debitur berperan serta didalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya, dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya. 3. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit. Khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa jaminan kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan kredit perbankannya. 23 Faktor adanya jaminan inilah yang penting harus diperhatikan oleh bank. Maka dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan berbunyi bahwa : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah Bank umum wajib mempunyai keyakinan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. 23
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal 286. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
59
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa : “ Usaha pokok bank adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang Oleh sebab itu sumber utama pendapatan Bank adalah berasal dari bunga kredit.” Maka kredit yang diberikan oleh bank perlu diamankan karena tanpa adanya pengamanan, bank sulit mengatasi setiap risiko yang datang, sebagai akibat dari wanprestasinya nasabah/debitur. Untuk mendapatkan kepastian dan kreditnya bank biasanya melakukan tindakan-tindakan
pengamanan
dengan
cara
meminta
pada
nasabah
agar
meningkatkan suatu barang tertentu sebagai jaminan dalam pemberian kreditnya. Langkah-langkah yang diambil oleh pihak bank dalam mengamankan kreditnya pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua yaitu : 1. Pengamanan preventif Yaitu pengamanan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit. 2. Pengamanan represif Yaitu pengamanan yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit-kreditnya yang telah mengalami ketidak lancaran atau kemacetan.
J. Prinsip-prinsip Perkreditan
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
60
Prinsip-prinsip pembrian kredit, didasarkan pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, bunyinya : "dalam meberikan kredit, Bank Umum wajib memiliki keyakinan atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan.” Sedangkan bunyi Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 (UU yang Diubah) ayat (1): "dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, bank umum wajib memiliki keyakinan terhadap analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan atau kesanggupan nasabah debitur, untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan.” Ayat (2): "bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuann yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.” Secara umum, bank wajib memberikan kredit dengan menggunakan prinsip pemberian kredit didasarkan pada 5C atau “the 5C’s analisys of credit”, yaitu : 1. Character (watak) Watak, sifat, kebiasaan peminjam kredit sangat berpengaruh pada pemberian Kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat meneliti apakah calon penerima kredit masuk ke dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
61
usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya dapat diperoleh dari supplier dan customer dari peminjam kredit. Selain itu dapat pula diperoleh dari Informasi Bank Sentral, namun tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi tersebut hanya dapat di akses oleh pegawai Bank bidang perkreditan dengan menggunakan password dan komputer yang terhubung secara on-line dengan Bank sentral atau Bank Indonesia. Dalam hal ini yaitu adanya kenyakinan dari pihak Bank bahwa si peminjam mempunyai moral, watak ataupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif dan juga mempunyai rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupannya sebagai anggota masyarakat ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya. 2. Capacity (kemapuan) Yaitu suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Kapasitas atau kemampuan peminjam kredit adalah berhubungan dengan kemampuan seorang peminjam kredit untuk mengembalikan pinjaman. Untuk mengurukurnya, kreditur dapat meneliti kemampuan peminjam kredit dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran, dan lainlain. Disini kreditur atau bank perlu mengetahui, apakah nasabah mempunyai pengetahuan yang cukup dibidang usaha tersebut, apakah nasabah cukup berpengalaman mengelola usahanya. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
62
3. Capital (modal) Dengan melihat banyaknya modal yang dimiliki peminjam kredit atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan peminjam kredit dalam usahanya, kreditur dapat menilai modal peminjam kredit. Semakin banyak modal yang ditanamkan, peminjam kredit akan dipandang semakin serius dalam menjalankan usahanya. Modal yang ada pada peminjam hakekatnya akan mengurangi resiko
modal
tersebut meliputi barang bergerak serta barang tidak bergerak yang ada dalam perusahaan. Disini bank berfungsi hanya menyediakan tambahan modal. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan nasabah dapat menyediakan modal sendiri dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan. 4. Condition of economy ( kondisi ekonomi) Bank harus menilai sampai dimana dan berapa jauh pengaruh dari adanya suatu kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi terhadap prospek industri dimana perusahaan pemohon kredit termasuk di dalamnya, disini apakah pelaksanaan usaha dilakukan dalam keadaan baik sehingga dapat berjalan lancar serta menguntungkan. Keadaan perekonomian di sekitar tempat tinggal calon peminjam kredit juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
63
teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain sebagainya. 5. Collateral ( jaminan/agunan) Disini debitur harus menunjukkan jaminan untuk mendapatkan kredit yang diberikan oleh pihak bank. Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya peminjam kredit tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman. Dalam hal ini jaminan ini merupakan keamanan pelunasan kredit, nasabah diharuskan menyediakan harta kekayaan untuk dijadikan jaminan. Yang dapat dijadikan jaminan adalah barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Selain prinsip 5 c diatas, peluncuran kredit juga mesti dilakukan dengan berpegang pada beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut :
1. Prinsip kepercayaan Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap pemberian kredit sebenarnya mesti selalu dibarengi oleh kepercayaan. Yakni kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kreditur bagi debitur sekaligus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya. Tentunya untuk bias memenuhi unsur kepercayaan ini, oleh kreditur mestilah dilihat apakah calon debitur memenuhi criteria yang biasanya diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit. 2. Prinsip kehati-hatian Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
64
Untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit ini, maka berbagai usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank itu sendiri maupun pihak luar, in casu oleh pihak bank sentral. Berdasarkan kewenangan pengawasan oleh Bank Sentral, maka Bank Sentral menetapkan pula batas maksimun pemberian kredit terhadap orang atau kegiatan atau kelompok peminjam tertentu, sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 seperti telah diubah dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Demikian juga dengan adanya keharusnya jaminan hutang dalam setiap pemberian kredit sebenarnya juga mempunyai tujuan agar kredit diluncurkan dengan hati-hati, sehingga ada jaminan bahwa kredit yang bersangkutan agar dibayar kembali oleh pihak debitur. Dalam hal ini menurut Pasal 8 Undang-undang perbankan Nomor 7 tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 maka bank wajib mempunyai keyakinan akan kesanggupan debitur untuk melunasi kreditnya. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank yang
bersangkutan harus
melakukan penilaian dengan seksama atas watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usah debitur. 3. Prinsip 5 P, yakni : a. Party ( para pihak ) Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
65
pembayaran kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu “ kepercayaan “terhadap para pihak, dalam hal ini debitur. Bagaimana karakternya, kemampuannya dan sebagainya. b. Purpose ( tujuan ) Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan. Dan harus pula diawasi agar kredit tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan dalam suatu perjanjian kredit. c. Payment ( pembayaran ) Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan. Jadi, harus dilihat dan dianalisis apakah setelah pemberian kredit nanti, debitur mempunyai sumber pendapatan dan apakah pendapatan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kreditnya. d. Profitability ( perolehan laba ) Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam suatu pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus dapat berantisipasi, apakah laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar dari bunga pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
66
kembali credit. Cash flow, dan sebagainya. e. Protection ( perlindungan)] Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur. Untuk itu, perlindungan dari kelompok perusahaan atau jaminan dari holding atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting diperhatikan. Terutama untuk berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal di luar yang diskenariokan atau di luar prediksi semula. 4. Prinsip 3 R, yakni : a. Returns ( hasil yang diperoleh ) Returns, yakni yang merupakan hasil yang akan diperoleh oleh debitur, dalam hal ini ketika kredit telah dimanfaatkan nanti mestilah dapat di antisipasi oleh calon kreditur. Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos, di samping membayar keperluan perusahaan lain, seperti untuk cash flow, kredit lain jika ada, dan sebagainya. b. Repayment (pembayaran kembali) Kemampuan membayar dari pihak debitur tentu saja juga mesti di pertimbangkan, dan apakah kemampuan bayar tersebut match dengan schedule pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan itu. Ini ini juga merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. c. Risk bearing ability (kemampuan menanggung risiko) Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauh mana terdapatnya Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
67
kemampuan debitur untuk menanggung risiko. Misalnya dalam hal terjadi hal-hal di luar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat menyebabkan timbulnya kredit macet. Untuk itu, harus diperhitungkan apakah misalnya jaminan dan/ atau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk menutupi risiko tersebut. Disamping prinsip-prinsip di atas, maka beberapa prinsip lain dalam hal pemberian kredit yang berhubungan dengan debitur yang harus diperhatikan oleh suatu bank adalah : a. Prinsip Matching Yaitu harus selalu match antara pinjaman dengan assets perseroan. Jangan sekali-kali memberikan suatu pinjaman yang berjangka waktu pendek untuk kepentingan pembiayaan/ investasi yang berjangka panjang. Karena hal tersebut akan mengakibatkan mismatch. b. Prinsip Kesamaan Valuta Maksudnya penggunaan dana yang didapatkan dari suatu kredit sedapatdapatnya haruslah digunakan untuk membiayai atau investasi dalam mata uang yang sama. Sehingga risiko gejolak nilai valuta dapat dihindari. c. Prinsip Perbandingan Antara Pinjaman dengan Modal Maksudnya mestilah ada hubungan yang prudent antara jumlah pinjaman dengan besarnya modal. Jika pinjamannya terlewat besar disebut perusahaan yang high gearing. Sebaliknya, jika pinjamannya kecil dibandingkan dengan modal nya disebut low gearing. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
68
d. Prinsip Perbandingan antara pinjaman dengan asset-aset Alternatif untuk menekan risiko dari suatu pinjaman adalah dengan memperbandingkan antara besarnya pinjaman dengan assets.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
69
BAB III TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN KREDIT DI BANK SESUAI DENGAN KETENTUAN KONTRAK STANDARD ( BAKU)
A. Pengertian Perjanjian Kredit Pelepasan kredit dan atau bank garansi oleh bank kepada nasabahnya, pertama-tama akan selalu dimulai dengan permohonan oleh nasabah yang bersangkutan. Apabila bank menganggap permohonan tersebut layak diberikan, untuk dapat terlaksananya pelepasan kredit dan atau bank garansi tersebut, terlebih dahulu haruslah diadakannya suatu persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian kredit dan atau perjanjian pemberian bank garansi. Perjanjian Kredit sama halnya dengan perjanjian secara umum yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Namun, tidak ada satupun pertauran perundangundangan yang khusus mengatur tentang Perjanjian Kredit, bahkan dalam UndangUndang Perbankan sekalipun. Menurut Soebekti, Perjanjian Kredit pada hakikatnya sama dengan Perjanjian Pinjam Meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 sampai 1769 KUHPerdata. Undangundang yang mengatur masalah perbankan adalah Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang sudah tidak mengikuti perkembangan perekonomian nasional maupun internasional.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
70
Perbankan yang didasarkan pada demokrasi ekonomi mempunyai arti, bahwa disamping masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan perbankan. Pemerintah juga mempunyai kewajiban memberikan arahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi perbankan serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Menurut hukum perjanjian kredit dapat dilihat secara lisan atau tertulis. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena pada hakikatnya pembuatan perjanjian sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang komplek ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan, meskipun secara teori diperbolehkan karena lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat perjanjian kredit sebagai alat bukti. Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada Pasal 1 angka ( 11) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam pasal tersebut terdapat kata-kata :…penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis. Namun menurut sutarno bahwa : “ dalam organisasi bisnis modern dan mapan maka untuk kepentingan pembuktian Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
71
sehingga pembuktian bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis .” 24 Lahirnya perjanjian kredit dalam praktek perbankan Indonesia tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam buku III KUHPerdata. Disamping ketentuan yang berlaku untuk perjanjian pada umumnya seperti ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, Pasal 1338 KUHPerdata dan lain-lain. Meskipun dikenal dengan azas kebebasan berkontrak, namun tetap dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak tetap harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut, seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian, agar perjanjian mengikat sebagai Undang-undang, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, dimana menurut Pasal 1320 KUHPerdata berbunyi untuk sahnya perjanjian, diperlukan empat syarat : 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.
Suatu hal tertentu;
4.
Suatu sebab yang halal.
Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling diterima satu sama lain. Dengan sepakat, kedua subjek yang akan mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju 24
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank, ( Bandung; Alfabeta,2003), hal 99
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
72
atau seia sekata mengenai hal-hal yang cocok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Jadi, dengan kata lain sepakat adalah adanya kesesuaian kehendak dari pihak mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang akan diadakan, apabila subjek hukum merasa tidak bebas karena adanya unsur paksaan ( dwaling ) dan Pasal 1321 KUHPerdata kecuali paksaan yang dibenarkan oleh Undang-undang maka perjanjian tersebut dapat dituntut pembatalan. Pengertian paksaan adalah bisa merupakan paksaan badan ataupun paksaan jiwa,kecuali paksaan yang dibenarkan oleh Undang-undang seperti apabila dikatakan akan menggugat di pengadilan jika pihak lawan melakukan wanprestasi (ingkar janji). Kekeliruan dapat terjadi jika kehendak seseorang pada waktu membuat persetujuan dipengaruhi oleh kesan atau pandangan yang palsu. Maka dalam hal ini terdapat kekeliruan. Sedangkan pengertian penipuan, apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau dengan akal cerdik sehingga orang menjadi terbujuk. Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Orang yang melakukan perjanjian harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri. Mengenai usia dewasa seseorang menurut ketentuan Pasal 330 KUHPerdata dapat disimpulkan yaitu telah berusia dua puluh satu tahun atau sudah kawin. Tetapi dengan adanya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47 dan 50 dapat disimpulkan bahwa batas usia dewasa yaitu Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
73
mereka yang sudah berusia 18 tahun atau pernah melangsungkan perkawinan. Pasal 1330 KUHPerdata telah menentukan siapa-siapa saja yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu : 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; 3. Orang-orang yang memiliki kekurangan dalam hal kejiwaan . Ad. 3. Suatu hal tertentu Prestasi daripada persetujuan harus dapat ditentukan barang yang dimaksud dalam perjanjian paling tidak harus dapat ditentukan jenisnya sedangkan jumlahnya asal dapat ditentukan. Ad. 4. Sebab yang halal Dimaksud dalam sebab yang halal ini bukanlah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian, akan tetapi maksudnya adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Sebab yang halal artinya isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Keempat syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Syarat subjektif, yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya; b. Cakap untuk melakukan perjanjian. 2. Syarat objektif, yaitu : a. Mengenai hal tertentu; Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
74
b. Suatu sebab yang halal. Apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan, artinya bahwa salah satu pihak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian apabila perjanjian itu dibuat dengan keliru, paksaan, dan adanya penipuan sehingga tidak terjadi kata sepakat. Hal ini juga berlaku apabila perjanjian itu dibuat dengan orang yang tidak cakap hukum untuk membuat perjanjian. Bila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya sejak semula memang tidak terjadi perjanjian.. Dalam prakteknya, perjanjian kredit memiliki dua bentuk, yaitu : 1. Dalam Bentuk Akta Bawah Tangan ( Pasal 1874 BW ) Merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hokum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menanda-tangani dalam akta perjanjian tersebut. Akta ini tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh Notaris, agar memiliki kekuatan hokum pembuktian yang kuat seperti akta otentik. 2. Dalam Bentuk Akta Otentik Merupakan akta perjanjian yang memiliki kekuatan hokum pembuktian yang sempurna, karena ditanda tangani langsung oleh pejabat pembuat akta, yaitu Notaris, dan akta ini dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan keabsahannya dari tanda tangan pihak lain. Dalam hal ini suatu akta ialah suatu tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. Dengan demikian, Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
75
maka unsur-unsur yang penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan itu. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat dikatakan suatu akta, surat tersebut harus : 1. Ditandatangani 2. Memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atas peringatan, dan 3. Diperuntukkan untuk alat bukti Jadi, perjanjian kredit dalam hal ini adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak yaitu diantara bank dengan pemohon kredit yang dalam hal ini berupa peminjaman uang yang diberikan oleh pihak bank kepada pemohon kredit dengan menentukan jumlah pinjaman yang dikembalikan oleh pihak nasabah pada bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan beserta bunganya seperti yang tercantum dalam akta perjanjian kredit. Dengan melihat hal di atas menunjukkan perjanjian kredit didalam prakteknya tumbuh sebagai perjanjian standard. Di dalam prakteknya tidak hanya terlihat pada perjanjian kredit bank saja, akan tetapi juga dalam hal perjanjian-perjanjian lain, misalnya : perjanjian pengangkutan, polis asuransi, dan lain-lain. Sifat-sifat umum perjanjian kredit : 1. Merupakan perjanjian pendahuluan. Sebelum uang/objek dari perjanjian diserahkan, terlebih dahulu harus ada persesuaian kehendak antara pemberi dan penerima kredit yang disepakati dalam suatu perjanjian kredit. Jadi perjanjian kredit merupakan perjanjian Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
76
pendahuluan sebelum diberikannya objek/uang. 2. Merupakan perjanjian bernama Hal ini sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kalau diatur dalam perundang-undangan disebut dengan perjanjian bernama. 3. Merupakan perjanjian standar. Dimana bentuk dan isi dari perjanjian tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga pihak lawan dalam perjanjian hanya diminta untuk menyetujui apa-apa saja yang tercantum dalam perjanjian kredit tersebut. Dalam hal ini fungsi dari perjanjian kredit adalah sebagai berikut : 1. Sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan. 2. Sebagai alat bukti mengenai batasan hak antara kreditur dan debitur. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan meggunakan sesuai tujuan dan kewajiban debitur mengembalikan hutangnya tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang ditentukan. Hak kreditur untuk mendapat pembayaran bunga dan kewajiban kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, dan kreditur berhak menerima pembayaran kembali pokok dan bunga.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
77
3. Sebagai alat monitoring kredit. Perjanjian kredit digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk mencairkan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit. 4. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan eksekutorial atau memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya. Namun demikian, yang lebih penting daripada dasar diadakannya perjanjian kredit adalah filosofi dari keharusan adanya suatu perjanjian kredit atas setiap pelepasan kredit bank kepada nasabahnya. Adapun filosofi tersebut adalah berfungsinya perjanjian kredit tersebut sebagai alat bukti dan sebagaimana diketahui bahwa surat-surat perjanjian yang ditandatangani adalah suatu akta.
B. Jenis-jenis Perjanjian Kredit Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit yang digunakan bank dalam melepas kreditnya, yaitu: 25 1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan atau akta di bawah tangan, 2. Perjanjian kredit yang dibuat di hadapan notaries atau akta otentik 25
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi,(Bandung;PT.Citra Aditya Bakti,2003), hal
183. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
78
1. Perjanjian Kredit di Bawah Tangan Yang dimaksud dengan akta perjanjian di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat di antara kreditur dan debitur tanpa notaries. Bahkan, lazimnya dalam penandatanganan akta perjanjian kredit tersebut tanpa adanya sanksi yang turut serta dalam membubuhkan tanda tangannya. Padahal, sebagaimana diketahui bahwa saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata. Mengenai akta perjanjian kredit di bawah tangan, ada beberpa hal yang perlu diketahui, yaitu : a). Kelemahan Ada beberapa kelemahan dari akte perjanjian kredit di bawah tangan, antara lain: 1). Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasi oleh debitur, yang pada akhirnya akan diambil tindakan hukum melalui proses pengadilan, maka apabila debitur yang bersangkutan menyangkali atau memungkiri tanda tangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredit. Dalam Pasal 1877 KUHPerdata disebutkan bahwa jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tanda tangan tersebut di periksa di muka pengadilan. 2). Bahwa oleh karena perjanjian ini dibuat hanya oleh para pihak, di mana formulirnya telah disediakan oleh bank, maka bukan tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapai untuk suatu kepentingan pengikatan kredit. Bahkan bukan tidak mungkin, atas dasar pelayanan, penandatanganan perjanjian dilakukan walaupun formulir perjanjian masih Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
79
dalam bentuk blangko/kosong. b). Arsip/file surat asli Mengenai hal ini, pada dasarnya juga merupakan suatu kelemahan dari perjanjian yang dibuat di bawah tangan, dalam arti bahwa apabila akta perjanjian yang di buat di bawah tangan tersebut hilang karena sebab apa pun, bank tidak memiliki arsip/file asli mengenai adanya perjanjian tersebut sebagai alat bukti. Hal ini akan membuat posisi bank akan menjadi lemah jika terjadi perselisihan. c). Isian blangko perjanjian Dalam hal perjanjian kredit dilakukan di bawah tangan, kemungkinan terjadinya seorang debitur mengingkari atau memungkiri isi perjanjian adalah sangat besar. Hal ini disebabkan dalam pembuatan akta perjanjian kredit, form/blangkonya telah disiapkan bank sehingga debitur/pemohon kredit dapat saja mengelak bahwa yang bersangkutan menandatangani blangko kosong yang berarti ia tidak tahumenahu tentang isi perjanjian tersebut.
2. Perjanjian Kredit Yang Dibuat di Hadapan Notaris Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau di hadapan notaries. Mengenai definisi akta otentik dapat dilihat pada Pasal 1868 KUHPerdata. Dari ketentuan akta otentik dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut,
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
80
dapat ditemukan beberapa hal menurut John Z. Loudoe: 26 Pertama : yang berwenang membuat akta otentik adalah notaries, terkecuali wewenang tersebut diserahkan kepada pejabat lain atau orang lain. Pejabat lain yang dapat membuat akta otentik adalah misalnya seorang panitera dalam sidang pengadilan, seorang juru sita dalam membuat exploit seorang jaksa atau polisi dalam membuat pemeriksaan pendahuluan, seorang pegawai catatan sipil yang membuat akta kelahiran atau perkawinan, atau pemerintah dalam membuat peraturan. Kedua : isi dari akta otentik adalah : semua “perbuatan” yang oleh undang-undang diwajibkan dibuat dalam akta otentik dan semua “perjanjian” dan “penguasaan” yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan. Suatu akta otentik dapat berisikan suatu “perbuatan hukum” yang diwajibkan oleh undang-undang, jadi bukan perbuatan oleh seorang notaris atas kehendaknya sendiri, misalnya membuat testament, perjanjian kawin, ataupun membuat akta tentang pembentukan suatu PT, dapat pula berisikan suatu perjanjian yang dikehendaki oleh para pihak, misalnya jual beli, sewa-menyewa,atau penguasaan(beschikking ) misalnya pemberian. Ketiga
:
akta
otentik
memberikan
kepastian
mengenai/tentang
penanggalan. Seorang notaris member kepastian tentang penanggalan pada aktanya yang berarti bahwa ia berkewajiban menyebut dalam akta bersangkutan tahun, bulan, dan tanggal pada waktu mana akta tersebut di buat. Pelanggaran dari kewajiban tersebut berakibat akta tersebut kehilangan sifat otentiknya dan dengan demikian hanya berkekuatan akta di bawah tangan. 26
Ibid, hal 186.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
81
Mengenai akta perjanjian kredit notaril ini, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh aparat perkreditan bank, yaitu : 27 1. Kekuatan pembuktian Pada suatu akta otentik terdapat tiga macam kekuatan pembuktian : -
Pertama
:membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah
menerangkan apa yang ditulis dalam akta tadi (kekuatan pembuktian formal). - Kedua
:membuktikan
antara
pihak
yang
bersangkutan
bahwa
sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan di situ telah terjadi (kekuatan pembuktian material atau yang kita namakan kekuatan pembuktian mengikat). -
Ketiga
:
membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan, tetapi juga terhadap para pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua belah pihak tesebut sudah menghadap di muka pegawai umum ( notaris ) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut ( kekuatan pembuktian ke luar ).
2. Kebergantungan terhadap notaris Ada suatu hal yang harus benar-benar diingat oleh aparat perkreditan bank, yaitu bahwa notaris sebagai pejabat umum, tetap juga sebagai seorang manusia biasa. Dengan demikian, di dalam mengadakan perjanjian kredit di hadapan notaris, aparat
27
Ibid, hal 187
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
82
perkreditan bank tetap dituntut peran aktifnya guna memeriksa segala aspek hukum dan kelengkapan yang diperlukan. Kemungkinan
terjadi
kesalahan/kekeliruan
atas
suatu
perjanjian
kredit/pengakuan hutang yang dibuat secara notaril, tetap ada. Sehingga aparat perkreditan bank tidak secara mutlak bergantung kepada notaries, tetapi notaris harus dianggap secara mitra atau rekanan dalam pelaksanaan suatu perjanjian kredit. Dalam hubungan itu, bank akan meminta notaris yang bersangkutan untuk berpedoman kepada model perjanjian kredit yang telah disiapkan oleh bank. Disamping itu, aparat perkreditan bank tetap mengharapkan legal opinion dari notaries tentang setiap akan diadakan pelepasan kredit sehingga notaries dalam hal ini dapat berperan sebagai salah satu unsure filterisasi dari legal aspect suatu pelepasan kredit.
C. Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian Pasal 1338 ayat ( 1) KUHPerdata berbunyi bahwa : “ semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa untuk perjanjian kredit diberlakukan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pinjam-meminjam yang diatur dalam KUHPerdata buku III, sehingga oleh karenanya asas-asas hukum perjanjian yang terdapat dalam buku III KUHPerdata ada beberapa asas-asas diantaranya, yaitu : 1. Asas kebebasan berkontrak Adanya kebebasan berkontrak untuk membuat perjanjian sebagaimana yang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
83
tersimpul dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak tersebut mengikat kedua belah pihak. Dan asas ini adalah merupakan salah satu asas yang sangat terkenal di dalam hukum kontrak. Berdasarkan asas ini suatu pihak dapat memperjanjikan dan/atau tidak memperjanjikan apa-apa yang dikehendakinya dengan pihak lain. Dengan perkataan lain para pihak berhak untuk menentukan apa-apa saja yang diinginkannya dan sekaligus juga diperkenankan untuk menentukan apa-apa saja yang tidak dikehendaki untuk dicantumkan di dalam perjanjiannya, dan apa yang diperjanjikan itu akan mengikat para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut (Pasal 1338 KUHPerdata ). Namun demikian harus diakui bahwa penerapan asas kebebasan berkontrak ini adalah tidak bebas sebebas-bebasnya. Beberapa pembatasan yang juga diterapkan oleh pembuat perundang-undangan di antaranya asas kebebasan berkontrak tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan, dan kesusilaan. 2. Asas tambahan Pengertian dari asas ini yaitu pihak-pihak diberi kebebasan untuk menetapkan ketentuan perjanjian tersebut menurut kehendak pihak kedua. 3. Asas setiap orang dianggap mengetahui hukum Asas ini merupakan suatu asas yang sangat mendasar dan berpengaruh kepada pelaksanaan dan perkembangan hukum kontrak di Indonesia. Dengan asas ini setiap orang diasumsikan mengetahui dan mengenal hukum. Dengan demikian Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
84
setiap orang dan pelaku bisnis di Indonesia dianggap mengetahui setiap semua peraturan hukum yang berkaitan dengan kegiatan bisnis di Indonesia khususnya peraturan-peraturan hukum yang berkaitan dengan bidang hukum kontrak. 4. Asas konsensualitas Suatu asas hukum lain yang dikenal di dalam hukum perjanjian adalah apa yang disebut dengan asas konsensualitas. Menurut asas ini perjanjian timbul ada dan sudah dilahirkan sejak detik tercapainya sepakat. Dengan perkataan lain perjanjian itu sudah ada apabila tercapai sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formulitas tertentu. 5. Asas itikad baik Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ini berarti bahwa di dalam suatu perjanjian jual beli tanah, si penjual harus menjamin dengan itikad baik bahwa dialah pemilik atau yang berhak atas tanah tersebut, bahwa dia telah mendapatkan persetujuan tertentu untuk mengalihkan tanah tersebut, bahwa di pihak pembeli tidak akan mendapatkan gangguan di dalam memanfaatkan tanah tersebut dan bahwa tidak ada orang lain berhak atas tanah tersebut. Sedangkan si pembeli di lain pihak harus melaksanakan kewajibannya dengan itikad baik, bahwa dia dapat dan mampu serta akan memenuhi kewajiban pembayaran seperti yang disetujui dan dituangkan di dalam perjanjian jual beli. 6. Asas fairness Diketahui bahwa suatu perjanjian dibuat bukanlah untuk kepentingan suatu pihak Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
85
saja, akan tetapi untuk kepentingan semua pihak. 7. Asas kesamaan dalam hukum Asas ini bila dikaitkan dengan hukum perjanjian akan memberikan arti bahwa para pihak pada dasarnya adalah diberikan kedudukan dan mempunyai kedudukan yang sama, diberikan hak dan mempunyai hak yang sama dan diberikan kewajiban serta akan mempunyai kewajiban sebagaimana sesuai dengan yang diperjanjikan. Jadi kalau kepada satu pihak diberikan hak untuk melakukan pemutusan perjanjian, seharusnya pihak lain juga diberikan hak untuk melakukan pemutusan perjanjian. 8. Asas suatu pihak harus bertanggungjawab terhadap pihak lain yang menderita kerugian akibat perbuatannya atau kelalaiannya Asas ini sangat penting dalam hubungannya dengan kewajiban seseorang terhadap kemungkinan kerugian yang diderita oleh orang lain akibat perbuatannya. 9. Asas terbuka Bahwa perjanjian yang dibuat tersebut jika disepakati oleh kedua belah pihak, maka telah dapat mengikat kedua belah pihak tersebut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam prakteknya dalam perjanjian kredit biasanya pihak bank telah menyediakan formulir atau blanko perjanjian kredit dimana isi dari perjanjian tersebut telah dipersiapkan terlebih dahulu sehingga pemohon kredit tidak dapat Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
86
meminta pencantuman syarat-syarat lain yang sesuai dengan kehendak dari pemohon kredit.
D. Klausul-klausul Penting Dalam Perjanjian Kredit Tentang isi dari suatu perjanjian kredit, sebenarna ada variasi dari satu jenis kredit dengan jenis kredit lainnya. Juga, besarnya uang pinjaman ikut member warna kepada klausul-klausul yang dituangkan dalam perjanjian kredit tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah pinjaman yang diberikan, maka semakin terperinci isi perjanjian kreditnya. Namun demikian, ada beberapa klausul penting dari perjanjian kredit yang kita dapati dalam hamper semua jenis perjanjian kredit, yaitu tentang : 28 1. Definisi-definisi Biasanya, setelah bagian pembukaan , dari suatu perjanjian kredit yang berisikan tanggal, tahun, para pihak, bagian “Terlebih Dahulu Menerangkan” (Witnesseth) maka diikuti oleh pasal satunya, berupa definisi-definisi. Bagian ini menjadi penting terutama bagi perjanjian kredit dengan kreditnya yang besar-besar. Berbagai istilah penting atau kadang-kadang singkatan yang digunakan dalam perjanjian tersebut disebutkan/atau diterangkan di bagian definisi ini. Apalagi persisnya isi bagian definisi ini sangat bervariasi dari satu kontrak kredit ke kontrak kredit lainnya.
28
Munir Fuady, Op. Cit, hal 40
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
87
2. Pinjaman yang diberikan Dalam bagian ini dijelaskan tentang besarnya pinjaman atau besarnya maksimum pinjaman, tujuan penggunaan uang pinjaman, metode penarika pinjaman oleh debitur, pembayaran kembali pinjaman, pembayaran kembali pinjaman sebelum waktu ( prepayment), besarnya bunga, dan sebagainya. 3. Biaya-biaya Dalam bagian ini ditentukan biaya-biaya apa yang mesti dikeluarkan dan siapa yang mengeluarkannya. Dalam perjanjian kredit dengan jumlah pinjaman yang besar, terdapat juga klausul-klausul yang bertujuan agar apa yang akan diterima oleh pihak pemberi pinjaman, yakni berupa angsuran uang pinjaman plus bunga tidak ikut terjadi penurunan jumlahnya dengan adanya biaya-biaya tertentu. 4. Representasi dan Waransi Dalam bagian ini pihak debitur menjamin kebenaran dan keabsahan dari beberapa corporate action, dokumen, dan hal-hal lainnya. Antara lain menjamin sebagai berikut : a) Menjamin keabsahan berdirinya perseroan b) Mempunyai otoritas untuk menandatangani kontrak kredit, menjalankan bisnis, dan memiliki asset-asetnya c) Telah mengambil segala langkah yang diperlukan untuk menandatangani kontrak kredit d) Telah melakukan segala kewajiban, izin-izin dari pemerintah seandainya diperlukan oleh ketentuan yang berlaku dalam rangka penandatanganan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
88
kontrak kredit e) Menjamin bahwa tidak ada litigasi yang material terhadap perusahaan atau asset-asetnya f) Dan lain-lain 5. Hal-hal yang mesti dilakukan oleh debitur selama berlakunya perjanjian kredit Berisikan hal-hal yang harus dilakukan oleh debitur selama berlangsungnya kontrak kredit. Hal-hal yang harus dilakukan tersebut antara lain : a) Uang pinjaman harus digunakan sesuai dengan peruntukannya, bukan untuk kepentingan-kepentingan lainnya b) Selalu menyediakan informasi-informasi penting tentang keuangan dan laporan keuangan berkala kepada kreditur. Demikian juga dengan informasiinformasi penting lainnya di luar informasi keuangan. c) Selalu melakukan bayaran-bayaran seperti diharuskan oleh perundangundangan atau kebiasaan. Misalnya, pembayaran premi asuransi, pajak, dan lain-lain. d) Selalu memenuhi kewajiban-kewajiban administrasi kepada pemerintah atau instansi lainnya, seperti perizinan, persetujuan, laporan, dan lain-lain. e) Selalu menjalankan kewajiban lainnya yang mungkin disyaratkan oleh perundang-undangan. 6. Larangan-larangan bagi debitur selama berlangsungnya perjanjian kredit Biasanya berisikan antara lain : a) Larangan untuk membuat hutang baru kecuali dalam hal ordinary cause of Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
89
business. b) Larangan untuk menjadikan asset perusahaan sebagai jaminan hutang untuk hutang-hutang lain. c) Larangan untuk melakukan merger, penjualan bagian substansial dari asset, joint venture, partnership, dan sebagainya. d) Larangan pembagian dividen atau distribusi lainnya kepada pemegang saham. e) Larangan untuk memberikan pinjaman atau pemberian/ pembayaran lainnya kepada pihak lain, kecuali dalam hubungan dengan ordinary cause of business. f) Dan lain-lain.
7. Jaminan hutang Dalam bagian ini biasanya diatur jenis-jenis jaminan hutang yang diberikan oleh debitur untuk kredit yang bersangkutan. Dimana tentang rincian dari masingmasing jaminan hutang tersebut termasuk draft dokumen jaminan hutang, akan diperinci dalam bagian lampiran dari perjanjian kredit yang bersangkutan. Beberapa jenis jaminan hutang yang lazim diberikan antara lain : a) Hak tanggungan atas tanah b) Hipotik c) Fidusia d) Gadai e) Corporate garansi Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
90
f) Personal garansi g) Pengalihan tangan h) Dan lain-lain. 8. Condition Precedent Dalam bagian ini ditentukan hal-hal/syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh debitur sebelum pemberian pinjaman direalisasi. Dalam hal ini sangat bergantung kepada masing-masing situasi, kondisi, dan jenis pinjaman yang bersangkutan. Akan tetapi, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur antara lain : a) Hal-hal yang disebutkan dalam bagian representasi dan waransi b) Tidak boleh terjadi apa yang oleh perjanjian kredit yang bersangkutan dikategorikan sebagai kejadian-kejadian yang merupakan wanprestasi. c) Financial report dari debitur dan perusahaan garantor. d) Harus sudah diperoleh izin-izin/persetujuan/pelaporan dari/oleh pemerintah atau instansi lain yang berwenang. e) Harus sudah dibuat dan diterima oleh kreditur semua otorisasi dan dokumentasi yang diperlukan, seperti anggaran dasar debitur dan perusahaan garantor, minute akta dari rapat umum pemegang saham atau Rapat Dewan Direksi yang melegalisasi wewenang pihak penandatanganan perjanjian kredit beserta seluruh dokumen tambahan lainnya. f) Harus sudah dibuat pendapat dari lawyer terhadap keabsahan dan kekuatan hukum bagi perjanjian kredit yang bersangkutan, baik lawyer terhadap Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
91
kreditur maupun terhadap debitur. 9. Hal-hal yang mengakibatkan wanprestasi Dalam perjanjian kredit, seperti umumnya juga dalam perjanjian-perjanjian lainnya, biasanya diperinci hal-hal yang apabila dilakukan oleh salah satu pihak, maka terjadilah wanprestasi dan menyebabkan pihak lain dapat memutuskan perjanjian tersebut. Banyak hal yang apabila dilakukan oleh pihak debitur, maka debitur akan dianggap dalam keadaan default/wanprestasi, antara lain sebagai berikut : a. Wanprestasi pembayanran (payment default) Dalam hal ini debitur dianggap melakukan wanprestasi seandainya dia gagal melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman atau bunga pada tanggal jatuh tempo atau tidak membayar biaya-biaya lainnya yang merupakan kewajiban menurut perjanjian kredit atau dokumen lainnya yang terkait. b. Wanprestasi yang berhubungan dengan representasi Dalam perjanjian kredit, biasanya terdapat bagian yang disebut representasi dan waransi, yang berisikan jaminan dari debitur akan kebenaran dan keabsahan
terhadap
tindakan-tindakan
perusahaan
maupun
terhadap
dokumen-dokumen yang ada. Apabila ada di antara hal tersebut yang kemudian ternyata tidak benar, maka debitur dianggap
melakukan
wanprestasi, yakni wanprestasi yang berhubungan dengan representasi. c. Wanprestasi yang berhubungan dengan hal-hal yang dilarang (covenant default) Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
92
Wanprestasi seperti ini dimaksudkan jika debitur melanggar salah satu hal yang biasanya diperinci dalam hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh debitur. Yaitu covenant yang berisikan tentang larangan melakukan merger, akuisisi, konsolidasi, dan penjualan asset, larangan mengambil kredit yang lain, larangan membagi dividen, larangan melakukan perubahan-perubahan yang bersifat corporate changes, larangan melakukan transaksi-transaksi, kecuali transaksi biasa sehari-hari yang normal, larangan pergantian pengurus atau pemegang saham, dan lain-lain. d. Wanprestasi atas kewajiban lain-lain Dalam bagian ini biasanya ditegaskan bahwa kelalaian debitur terhadap pasalpasal lain dalam perjanjian kredit tersebut selain pasal larangan-larangan bagi debitur, atau pasal tentang representasi dan waransi, juga dianggap terjadinya wanprestasi. Biasanya wanprestasi tersebut akan efektif setelah lewat jangka waktu tertentu setelah ditegur oleh kreditur, tetapi debitur tidak memperbaiki kesalahannya. e. Wanprestrasi karena perizinan Ini adalah wanprestasi dari debitur yang timbul karena adanya izin-izin, persetujuan, pengesahan, atau kuasa, yang kemudian dibatalkan oleh yang berwenang dan/atau yang oleh debitur tidak berhasil diperolehnya dari yang berwenang padahal oleh perjanjian kredit disyaratkan. f. Wanprestasi silang Dalam sistem perjanjian kredit biasanya jika terdapat lebih dari satu orang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
93
kreditur, maka mereka seluruhnya di anggap secara yuridis satu kesatuan. Demikian juga jika ada beberapa pihak yang berkewajiban selain dari debitur. Maka menurut konsep wanprestasi ini, jika salah satu di antara mereka melakukan wanprestasi atau kepada salah satu kreditur debitur melakukan wanprestasi, maka wanprestasi terhadap perjanjian tersebut dianggap telah terjadi. Sehingga, pihak pemikul kewajiban yang tidak bersalah pun harus ikut menanggung beban. g. Wanprestasi karena ada perubahan mendasar Debitur dianggap dalam keadaan wanprestasi jika menurut pertimbangan kreditur telah terjadi perubahan yang mendasar yang akan berpengaruh terhadap kesanggupan debitur untuk membayar hutangnya. h. Wanprestasi karena kasus hukum Apabila terdapat kasus pengadilan terhadap perseroan, pengurus/komisaris, ataupun terhadap para pemegang sahamnya, yang menurut pertimbangan kreditur dapat mempunyai pengaruh yang berarti terhadap pembayaran hutang debitur ataupun terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya sehari-hari. i.
Wanprestasi karena pailit Debitur juga dianggap dalam keadaan wanprestasi jika dia dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang atau dilikuidasi.
j.
Wanprestasi karena kelalaian terhadap perjanjian lain Bisa jadi debitur telah atau akan mempunyai ikatan perjanjian lain dengan pihak lain selain pihak kreditur. Maka apabila debitur tersebut melakukan
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
94
wanprestasi dengan pihak lain tersebut, yang menurut pertimbangan kreditur pemberi pinjaman bisa mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kemampuan bayar dari debitur, maka pihak debitur dapat juga dinyatakan telah melakukan wanprestasi. k. Wanprestasi karena keterlambatan pelaksanaan perjanjian Dalam suatu perjanjian kredit biasanya ditentukan kapan suatu prestasi dari salah satu pihak atau kedua belah pihak telah selesai dilakukan.
E. Prosedur dan Syarat-syarat Dalam Pemberian Kredit 1. Prosedur pemberian kredit oleh Bank Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara peminjam perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum, kemudian dapat juga ditinjau dari segi tujuannya untuk konsumtif dan produktif. Dalam suatu perjanjian kredit bank, biasanya dijelaskan suatu ketentuan mengenai prosedur atau petunjuk mengenai tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh calon debitur. Prosedur pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak perbankan antara lain : a. Tahap permohonan kredit Permohonan diajukan calon debitur kepada bank dengan menyampaikan dokumen yang berisi surat permohonan resmi, akte pendirian perusahaan, penjelasan rencana bisnis, laporan studi kelayakan proyek, laporan keuangan perusahaan dan informasi lainnya seperti NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) ,dimana NPWP ini terus dipantau oleh Bank Indonesia dalam setiap Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
95
pemberian kredit, kemudian keterangan domisili perusahaan, surat-surat ijin yang sudah diperoleh, rekening perusahaan pada beberapa bank. Dalam permohonan tersebut, calon debitur/nasabah diminta mengisi formulir baku yang sudah disusun oleh bank yang bersangkutan. Dalam hal ini petugas bank harus menjelaskan segala hal yang menyangkut kredit agar kemudian hari tidak ada lagi masalah yang timbul karena ketidaktauan nasabah. Kemudian surat permohonan di agendakan oleh pihak bank dengan maksud ada surat pengetahuan
kepada
pimpinan
cabang
utama
Bank
Mandiri
yang
memberitahukan adanya pengajuan kredit oleh calon debitur. Setelah diketahui oleh pimpinan cabang utama Bank Mandiri, kemudian berkas permohonan kredit diberikan kepada petugas analis kredit.
b. Tahap Analisis Kredit Oleh petugas analis kredit dibuat laporan pemeriksaan pendahuluan permohonan kredit. Dalam tahap ini pihak bank harus memeriksa langsung keadaan dan fisik usaha calon nasabah ditempat usahanya dan memeriksa langsung fisik jaminan nasabah yang akan dijadikan agunan. Kepala bagian kredit melakukan analisis kredit berdasarkan pedoman yang sudah ditentukan bank.
Setelah
melakukan
pemeriksaan,
hasil
laporan
pemeriksaan
pendahuluan permohonan kredit (LP3K) diajukan kepada pimpinan cabang utama Bank Mandiri untuk mendapatkan persetujuan. Setelah disetujui kemudian LP3K dikembalikan kepada petugas bank/analis Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
96
kredit untuk dilanjutkan. Aspek analis kredit tersebut antara lain : 1) Aspek yuridis Bertujuan meneliti ketentuan legalitas dari perusahaan yang akan memperoleh kredit. Yang dianalisis adalah badan usahanya, ijin-ijin yang harus dimiliki dan perijinan. Badan usaha meliputi : a. Bentuk badan usaha b. Nama badan usaha c. Pemegang saham d. Anggaran dasar perusahaan e. Penanggung jawab perusahaan f. Status usaha g. Bidang usaha Ijin-ijin yang harus dimiliki : a. Surat ijin usaha perusahaan b. Surat ijin tempat usaha c. Tanda daftar perusahaan Perjanjian-perjanjian meliputi : a. Perjanjian dalam manajemen b. Perjanjian penyediaan bahan baku c. Perjanjian dagang barang dan jasa d. Perjanjian penagihan saham Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
97
2) Aspek pemasaran Digunakan untuk meneliti luas dan bentuk pasar, pangsa pasar, tingkat persaingan usaha, rencana pemasaran suatu proyek yang akan dibiayai bank, penilaian tentang kebijakan dan strategi pemasaran yang akan ditempuh. 3) Aspek manajemen Untuk menilai kemampuan manajemen pengelola proyek pada saat proyek belum beroperasi dan pada saat perusahaan sudah berjalan. Yang dianalisis antara lain : Struktur organisasi uraian tugas, system dan prosedur, karakter para pengurus dan pelaksanaan fungsi manajemen. 4) Aspek teknis (disesuaikan dengan bidang usaha nasabah) Petugas bank/analis kredit menilai kemampuan pengelola proyek dalam merencana dan melaksanakan pembangunan proyek. 5) Aspek keuangan Untuk menilai kemampuan dan kecakapan manajemen pengelola proyek ketika proyek belum, sedang berjalan. Analisisnya meliputi penilaian data, keuangan proyek, penilaian data keuangan perusahaan yang sudah beroperasi. 6) Aspek sosial-ekonomis Untuk menilai sejauh mana nilai tambah proyek akan dibangun dan dibiayai oleh bank. Aspek-aspek yang dinilai adalah subsidi, pemerataan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
98
usaha, penggunaan bahan baku lokal, penerimaan pajak, dampak eksternal terhadap lingkungan. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap agunan dan menilai kelayakan usaha, kemudian petugas bank/analis kredit mengkomunikasikan hasil analisisnya kepada kepala seksi pemasaran kredit. Setelah itu analis kredit membuat laporan penilaian permohonan kredit. Disini analis kredit membuat laporan secara keseluruhan dengan disertai adanya data-data taksasi, laporan hasil keuangan hasil calon debitur, serta usulan jumlah kredit yang akan diberikan.
3. Tahap Persetujuan Dalam tahap ini, setiap persetujuan kredit harus diputuskan oleh komite kredit dengan keputusan yang mutlak. Adapun yang dimaksud dengan komite kredit disini adalah komite operasional yang membantu pimpinan Bank Mandiri Cabang Utama dalam mengawasi dan memutuskan permohonan kredit untuk jumlah dan kredit tertentu yang ditetapkan oleh pimpinan Bank Mandiri.
4. Tahap Perjanjian Perjanjian kredit disiapkan Notaris public yang ditunjuk bank atau dipilih calon debitur. Bank mengirim ahli hukumnya untuk mendampingi wira kreditnya dalam membahas ketentuan yang akan dimuat dalam perjanjian kredit. Isi perjanjian kredit antara lain berisi pihak pemberi kredit, tujuan pemberian kredit, besarnya biaya proyek, besarnya kredit yang diberikan bank, tingkat bunga kredit, biaya-biaya lain, Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
99
jangka waktu pengembalian, jadwal pembayaran, jaminan kredit, syarat yang harus dipenuhi sebelum dicairkan, kewajiban debitur selama kredit belum dilunasi, serta hak-hak yang dimiliki bank selama kredit belum lunas. Agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat maka perjanjian kredit ditanda tangani oleh tiga pihak yakni bank, debitur, dan notaris kemudian didaftarkan pada Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili bank pemberi kredit.
5. Pencairan Kredit Bank hanya menyetujui pencairan kredit oleh debitur, bila syarat-syarat yang harus dipenuhi debitur telah dilaksanakan dan disetujui oleh pimpinan Bank Mandiri Cabang Utama. Pencairan kredit yang telah disetujui dapat dilakukan dengan alat-alat dan cara yang ditentukan oleh bank, antara lain dengan cara menarik cek atau giro bilyet, dengan kuitansi, atau dengan pemindahbukuan atas bebas rekening pinjaman nasabah. Pertimbangan yang dilakukan oleh Bank Mandiri Cabang Utama dalam memutuskan
persetujuannya
dalam
hal
pemberian
kredit
adalah
dengan
memperhitungkan semua faktor risiko yang harus diperhitungkan secara utuh dan sebanding dengan hasil yang akan diperoleh. Pertimbangan-pertimbangan itu biasa berpedoman pada prinsip analisis kredit yaitu prinsip kehati-hatian dalam proses analisis kredit yang merupakan ketentuan perbankan yang bertujuan untuk memelihara portfolio perkreditan yang baik dan menciptakan bank yang sehat. Ketentuan-ketentuan itu meliputi : Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
100
a. Prinsip yang terkait langsung dengan tingkat kesehatan bank b. Prinsip one obligoir, prinsip ini didasari asumsi bahwa untuk perusahaan yang tergabung dalam kelompok usaha, risiko suatu debitur/perusahaan dipengaruhi oleh risiko group secara keseluruhan. c. Manajemen resiko, adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengklasifikasikan risiko serta mengambil langkah-langkah perbaikan yang dapat menyesuaikan risiko yang dapat diterima, sehingga bank memiliki risk dan return yang seimbang. Berdasarkan hasil wawancara bahwa yang dimaksud dengan analisis kredit adalah suatu pertimbangan yang dilakukan dengan cara meyakini karakter peminjam atau calon debitur yaitu yang berhubungan dengan kondisi calon nasabah/debitur. Jika kredit yang diajukan calon debitur disetujui pihak bank, maka pihak bank akan memberikan blanko atau formulir untuk debitur. Blanko itu ditandatangani oleh kedua pihak yaitu bank dan debitur. Maka setelah itu baru dibuka kredit yang ditandatangani dan dilakukan dihadapan notaris. Namun dalam prakteknya penanda tanganan tidak dilakukan dihadpan notaris melainkan dibawah tangan tetapi mempunyai kekuatan yang sama.
2. Syarat-Syarat Dalam Pemberian Kredit Adapun syarat-syarat dalam pemberian kredit hendaknya harus dipenuhi oleh calon debitur/nasabah sebelum sampai pada tahap realisasi kredit. Dalam praktek biasanya pihak bank telah menyediakan blanko atau formulir perjanjian kredit yang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
101
mana isinya telah disiapkan oleh pihak bank bersangkutan. Persyaratan pemberian kredit pada Bank Mandiri Cabang Utama antara lain : a. Mengisi formulir permohonan kredit b. Foto copy KTP pemohon c. Foto copy buku nikah d. Foto copy kartu keluarga e. Pas photo ukuran 4x6 f. Foto copy surat tanah Apabila surat tanah masih akte camat harus disertakan surat keterangan tidak saling sengketa dan asal usul surat tersebut harus lengkap a. Foto copy bukti pembayaran PBB tahun terakhir/berjalan b. Surat keterangan usaha dari kelurahan c. Data keuangan dan rencana penggunaan kredit
F. Berakhirnya Perjanjian Kredit Oleh karena perjanjian kredit tunduk pada ketentuan hukum perjanjian (pada umumnya), maka hapus/berakhirnya perjanjian-perjanjian tersebut dalam Pasal 1381, dalam praktek hapus/berakhirnya perjanjian kredit bank, lebih banyak disebabkan oleh : 1. Pembayaran Untuk kredit, pembayaran ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok, bunga, denda, maupun biaya-biaya lainnya Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
102
yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitur melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus. 2. Subrogasi Subrogasi oleh Pasal 1400 KUHPerdata disebutkan sebagai penggantian hakhak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa subrogasi dapat terjadi apabila ada penggantian hak-hak oleh seorang pihak ketiga yang mengadakan pembayaran. Pasal 1401 KUHPerdata menentukan bahwa subrogasi ini dapat terjadi dengan persetujuan : a. Apabila si berpiutang dengan menerima pembayaran itu dari seorang pihak ketiga, menetapkan bahwa orang ini akan menggantikan hak-hak nya si berpiutang; b. Apabila si berhutang meminjam sejumlah uang untuk melunasi hutangnya dan menetapkan bahwa orang yang meminjamkan uang itu akan menggantikan hak-hak si berpiutang. 3. Novasi Yang dimaksud dengan novasi atau pembaharuan hutang di sini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Dengan demikian, perjanjian kredit yang lama hapus atau berakhir, sedangkan yang berlaku bagi bank dan debiturnya adalah Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
103
perjanjian kredit yang baru. Oleh Pasal 1413 KUHPerdata disebutkan ada tiga jalan yang dapat dilakukan untuk suatu novasi, yaitu : a. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan hutanghutang yang lama, dan yang dihapuskan karenanya; b. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya, c. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya 4. Kompensasi Pada dasarnya kompensasi yang dimaksudkan oleh Pasal 1425 KUHPerdata adalah suatu keadaan di mana dua orang/pihak saling berhutang satu sama lain, yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan hutangpiutang tersebut sehingga perikatan hutang itu menjadi hapus. Dalam kondisi demikian ini dijalankan oleh bank, dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan hutangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan yang diambil alih tersebut.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
104
BAB III TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN KREDIT DI BANK SESUAI DENGAN KETENTUAN KONTRAK STANDARD ( BAKU)
A. Pengertian Perjanjian Kredit Pelepasan kredit dan atau bank garansi oleh bank kepada nasabahnya, pertama-tama akan selalu dimulai dengan permohonan oleh nasabah yang bersangkutan. Apabila bank menganggap permohonan tersebut layak diberikan, untuk dapat terlaksananya pelepasan kredit dan atau bank garansi tersebut, terlebih dahulu haruslah diadakannya suatu persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian kredit dan atau perjanjian pemberian bank garansi. Perjanjian Kredit sama halnya dengan perjanjian secara umum yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Namun, tidak ada satupun pertauran perundangundangan yang khusus mengatur tentang Perjanjian Kredit, bahkan dalam UndangUndang Perbankan sekalipun. Menurut Soebekti, Perjanjian Kredit pada hakikatnya sama dengan Perjanjian Pinjam Meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 sampai 1769 KUHPerdata. Undangundang yang mengatur masalah perbankan adalah Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang sudah tidak mengikuti perkembangan perekonomian nasional maupun internasional.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
105
Perbankan yang didasarkan pada demokrasi ekonomi mempunyai arti, bahwa disamping masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan perbankan. Pemerintah juga mempunyai kewajiban memberikan arahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi perbankan serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Menurut hukum perjanjian kredit dapat dilihat secara lisan atau tertulis. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena pada hakikatnya pembuatan perjanjian sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang komplek ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan, meskipun secara teori diperbolehkan karena lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat perjanjian kredit sebagai alat bukti. Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada Pasal 1 angka ( 11) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam pasal tersebut terdapat kata-kata :…penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis. Namun menurut sutarno bahwa : “ dalam organisasi bisnis modern dan mapan maka untuk kepentingan pembuktian Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
106
sehingga pembuktian bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis .” 29 Lahirnya perjanjian kredit dalam praktek perbankan Indonesia tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam buku III KUHPerdata. Disamping ketentuan yang berlaku untuk perjanjian pada umumnya seperti ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, Pasal 1338 KUHPerdata dan lain-lain. Meskipun dikenal dengan azas kebebasan berkontrak, namun tetap dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak tetap harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut, seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian, agar perjanjian mengikat sebagai Undang-undang, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, dimana menurut Pasal 1320 KUHPerdata berbunyi untuk sahnya perjanjian, diperlukan empat syarat : 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.
Suatu hal tertentu;
4.
Suatu sebab yang halal.
Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling diterima satu sama lain. Dengan sepakat, kedua subjek yang akan mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju 29
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank, ( Bandung; Alfabeta,2003), hal 99
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
107
atau seia sekata mengenai hal-hal yang cocok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Jadi, dengan kata lain sepakat adalah adanya kesesuaian kehendak dari pihak mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang akan diadakan, apabila subjek hukum merasa tidak bebas karena adanya unsur paksaan ( dwaling ) dan Pasal 1321 KUHPerdata kecuali paksaan yang dibenarkan oleh Undang-undang maka perjanjian tersebut dapat dituntut pembatalan. Pengertian paksaan adalah bisa merupakan paksaan badan ataupun paksaan jiwa,kecuali paksaan yang dibenarkan oleh Undang-undang seperti apabila dikatakan akan menggugat di pengadilan jika pihak lawan melakukan wanprestasi (ingkar janji). Kekeliruan dapat terjadi jika kehendak seseorang pada waktu membuat persetujuan dipengaruhi oleh kesan atau pandangan yang palsu. Maka dalam hal ini terdapat kekeliruan. Sedangkan pengertian penipuan, apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau dengan akal cerdik sehingga orang menjadi terbujuk. Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Orang yang melakukan perjanjian harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri. Mengenai usia dewasa seseorang menurut ketentuan Pasal 330 KUHPerdata dapat disimpulkan yaitu telah berusia dua puluh satu tahun atau sudah kawin. Tetapi dengan adanya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47 dan 50 dapat disimpulkan bahwa batas usia dewasa yaitu Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
108
mereka yang sudah berusia 18 tahun atau pernah melangsungkan perkawinan. Pasal 1330 KUHPerdata telah menentukan siapa-siapa saja yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu : 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; 3. Orang-orang yang memiliki kekurangan dalam hal kejiwaan . Ad. 3. Suatu hal tertentu Prestasi daripada persetujuan harus dapat ditentukan barang yang dimaksud dalam perjanjian paling tidak harus dapat ditentukan jenisnya sedangkan jumlahnya asal dapat ditentukan. Ad. 4. Sebab yang halal Dimaksud dalam sebab yang halal ini bukanlah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian, akan tetapi maksudnya adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Sebab yang halal artinya isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Keempat syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Syarat subjektif, yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya; b. Cakap untuk melakukan perjanjian. 2. Syarat objektif, yaitu : a. Mengenai hal tertentu; Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
109
b. Suatu sebab yang halal. Apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan, artinya bahwa salah satu pihak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian apabila perjanjian itu dibuat dengan keliru, paksaan, dan adanya penipuan sehingga tidak terjadi kata sepakat. Hal ini juga berlaku apabila perjanjian itu dibuat dengan orang yang tidak cakap hukum untuk membuat perjanjian. Bila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya sejak semula memang tidak terjadi perjanjian.. Dalam prakteknya, perjanjian kredit memiliki dua bentuk, yaitu : 1. Dalam Bentuk Akta Bawah Tangan ( Pasal 1874 BW ) Merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hokum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menanda-tangani dalam akta perjanjian tersebut. Akta ini tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh Notaris, agar memiliki kekuatan hokum pembuktian yang kuat seperti akta otentik. 2. Dalam Bentuk Akta Otentik Merupakan akta perjanjian yang memiliki kekuatan hokum pembuktian yang sempurna, karena ditanda tangani langsung oleh pejabat pembuat akta, yaitu Notaris, dan akta ini dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan keabsahannya dari tanda tangan pihak lain. Dalam hal ini suatu akta ialah suatu tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. Dengan demikian, Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
110
maka unsur-unsur yang penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan itu. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat dikatakan suatu akta, surat tersebut harus : 1. Ditandatangani 2. Memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atas peringatan, dan 3. Diperuntukkan untuk alat bukti Jadi, perjanjian kredit dalam hal ini adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak yaitu diantara bank dengan pemohon kredit yang dalam hal ini berupa peminjaman uang yang diberikan oleh pihak bank kepada pemohon kredit dengan menentukan jumlah pinjaman yang dikembalikan oleh pihak nasabah pada bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan beserta bunganya seperti yang tercantum dalam akta perjanjian kredit. Dengan melihat hal di atas menunjukkan perjanjian kredit didalam prakteknya tumbuh sebagai perjanjian standard. Di dalam prakteknya tidak hanya terlihat pada perjanjian kredit bank saja, akan tetapi juga dalam hal perjanjian-perjanjian lain, misalnya : perjanjian pengangkutan, polis asuransi, dan lain-lain. Sifat-sifat umum perjanjian kredit : 1. Merupakan perjanjian pendahuluan. Sebelum uang/objek dari perjanjian diserahkan, terlebih dahulu harus ada persesuaian kehendak antara pemberi dan penerima kredit yang disepakati dalam suatu perjanjian kredit. Jadi perjanjian kredit merupakan perjanjian Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
111
pendahuluan sebelum diberikannya objek/uang. 2. Merupakan perjanjian bernama Hal ini sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kalau diatur dalam perundang-undangan disebut dengan perjanjian bernama. 3. Merupakan perjanjian standar. Dimana bentuk dan isi dari perjanjian tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga pihak lawan dalam perjanjian hanya diminta untuk menyetujui apa-apa saja yang tercantum dalam perjanjian kredit tersebut. Dalam hal ini fungsi dari perjanjian kredit adalah sebagai berikut : 1. Sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan. 2. Sebagai alat bukti mengenai batasan hak antara kreditur dan debitur. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan meggunakan sesuai tujuan dan kewajiban debitur mengembalikan hutangnya tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang ditentukan. Hak kreditur untuk mendapat pembayaran bunga dan kewajiban kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, dan kreditur berhak menerima pembayaran kembali pokok dan bunga.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
112
3. Sebagai alat monitoring kredit. Perjanjian kredit digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk mencairkan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit. 4. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan eksekutorial atau memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya. Namun demikian, yang lebih penting daripada dasar diadakannya perjanjian kredit adalah filosofi dari keharusan adanya suatu perjanjian kredit atas setiap pelepasan kredit bank kepada nasabahnya. Adapun filosofi tersebut adalah berfungsinya perjanjian kredit tersebut sebagai alat bukti dan sebagaimana diketahui bahwa surat-surat perjanjian yang ditandatangani adalah suatu akta.
B. Jenis-jenis Perjanjian Kredit Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit yang digunakan bank dalam melepas kreditnya, yaitu: 30 3. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan atau akta di bawah tangan, 2. Perjanjian kredit yang dibuat di hadapan notaries atau akta otentik 30
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi,(Bandung;PT.Citra Aditya Bakti,2003), hal
183. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
113
1. Perjanjian Kredit di Bawah Tangan Yang dimaksud dengan akta perjanjian di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat di antara kreditur dan debitur tanpa notaries. Bahkan, lazimnya dalam penandatanganan akta perjanjian kredit tersebut tanpa adanya sanksi yang turut serta dalam membubuhkan tanda tangannya. Padahal, sebagaimana diketahui bahwa saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata. Mengenai akta perjanjian kredit di bawah tangan, ada beberpa hal yang perlu diketahui, yaitu : a). Kelemahan Ada beberapa kelemahan dari akte perjanjian kredit di bawah tangan, antara lain: 1). Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasi oleh debitur, yang pada akhirnya akan diambil tindakan hukum melalui proses pengadilan, maka apabila debitur yang bersangkutan menyangkali atau memungkiri tanda tangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredit. Dalam Pasal 1877 KUHPerdata disebutkan bahwa jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tanda tangan tersebut di periksa di muka pengadilan. 2). Bahwa oleh karena perjanjian ini dibuat hanya oleh para pihak, di mana formulirnya telah disediakan oleh bank, maka bukan tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapai untuk suatu kepentingan pengikatan kredit. Bahkan bukan tidak mungkin, atas dasar pelayanan, penandatanganan perjanjian dilakukan walaupun formulir perjanjian masih Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
114
dalam bentuk blangko/kosong. b). Arsip/file surat asli Mengenai hal ini, pada dasarnya juga merupakan suatu kelemahan dari perjanjian yang dibuat di bawah tangan, dalam arti bahwa apabila akta perjanjian yang di buat di bawah tangan tersebut hilang karena sebab apa pun, bank tidak memiliki arsip/file asli mengenai adanya perjanjian tersebut sebagai alat bukti. Hal ini akan membuat posisi bank akan menjadi lemah jika terjadi perselisihan. c). Isian blangko perjanjian Dalam hal perjanjian kredit dilakukan di bawah tangan, kemungkinan terjadinya seorang debitur mengingkari atau memungkiri isi perjanjian adalah sangat besar. Hal ini disebabkan dalam pembuatan akta perjanjian kredit, form/blangkonya telah disiapkan bank sehingga debitur/pemohon kredit dapat saja mengelak bahwa yang bersangkutan menandatangani blangko kosong yang berarti ia tidak tahumenahu tentang isi perjanjian tersebut.
4. Perjanjian Kredit Yang Dibuat di Hadapan Notaris Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau di hadapan notaries. Mengenai definisi akta otentik dapat dilihat pada Pasal 1868 KUHPerdata. Dari ketentuan akta otentik dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut,
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
115
dapat ditemukan beberapa hal menurut John Z. Loudoe: 31 Pertama : yang berwenang membuat akta otentik adalah notaries, terkecuali wewenang tersebut diserahkan kepada pejabat lain atau orang lain. Pejabat lain yang dapat membuat akta otentik adalah misalnya seorang panitera dalam sidang pengadilan, seorang juru sita dalam membuat exploit seorang jaksa atau polisi dalam membuat pemeriksaan pendahuluan, seorang pegawai catatan sipil yang membuat akta kelahiran atau perkawinan, atau pemerintah dalam membuat peraturan. Kedua : isi dari akta otentik adalah : semua “perbuatan” yang oleh undang-undang diwajibkan dibuat dalam akta otentik dan semua “perjanjian” dan “penguasaan” yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan. Suatu akta otentik dapat berisikan suatu “perbuatan hukum” yang diwajibkan oleh undang-undang, jadi bukan perbuatan oleh seorang notaris atas kehendaknya sendiri, misalnya membuat testament, perjanjian kawin, ataupun membuat akta tentang pembentukan suatu PT, dapat pula berisikan suatu perjanjian yang dikehendaki oleh para pihak, misalnya jual beli, sewa-menyewa,atau penguasaan(beschikking ) misalnya pemberian. Ketiga
:
akta
otentik
memberikan
kepastian
mengenai/tentang
penanggalan. Seorang notaris member kepastian tentang penanggalan pada aktanya yang berarti bahwa ia berkewajiban menyebut dalam akta bersangkutan tahun, bulan, dan tanggal pada waktu mana akta tersebut di buat. Pelanggaran dari kewajiban tersebut berakibat akta tersebut kehilangan sifat otentiknya dan dengan demikian hanya berkekuatan akta di bawah tangan. 31
Ibid, hal 186.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
116
Mengenai akta perjanjian kredit notaril ini, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh aparat perkreditan bank, yaitu : 32 1. Kekuatan pembuktian Pada suatu akta otentik terdapat tiga macam kekuatan pembuktian : -
Pertama
:membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah
menerangkan apa yang ditulis dalam akta tadi (kekuatan pembuktian formal). - Kedua
:membuktikan
antara
pihak
yang
bersangkutan
bahwa
sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan di situ telah terjadi (kekuatan pembuktian material atau yang kita namakan kekuatan pembuktian mengikat). -
Ketiga
:
membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan, tetapi juga terhadap para pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua belah pihak tesebut sudah menghadap di muka pegawai umum ( notaris ) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut ( kekuatan pembuktian ke luar ).
2. Kebergantungan terhadap notaris Ada suatu hal yang harus benar-benar diingat oleh aparat perkreditan bank, yaitu bahwa notaris sebagai pejabat umum, tetap juga sebagai seorang manusia biasa. Dengan demikian, di dalam mengadakan perjanjian kredit di hadapan notaris, aparat
32
Ibid, hal 187
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
117
perkreditan bank tetap dituntut peran aktifnya guna memeriksa segala aspek hukum dan kelengkapan yang diperlukan. Kemungkinan
terjadi
kesalahan/kekeliruan
atas
suatu
perjanjian
kredit/pengakuan hutang yang dibuat secara notaril, tetap ada. Sehingga aparat perkreditan bank tidak secara mutlak bergantung kepada notaries, tetapi notaris harus dianggap secara mitra atau rekanan dalam pelaksanaan suatu perjanjian kredit. Dalam hubungan itu, bank akan meminta notaris yang bersangkutan untuk berpedoman kepada model perjanjian kredit yang telah disiapkan oleh bank. Disamping itu, aparat perkreditan bank tetap mengharapkan legal opinion dari notaries tentang setiap akan diadakan pelepasan kredit sehingga notaries dalam hal ini dapat berperan sebagai salah satu unsure filterisasi dari legal aspect suatu pelepasan kredit.
C. Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian Pasal 1338 ayat ( 1) KUHPerdata berbunyi bahwa : “ semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa untuk perjanjian kredit diberlakukan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pinjam-meminjam yang diatur dalam KUHPerdata buku III, sehingga oleh karenanya asas-asas hukum perjanjian yang terdapat dalam buku III KUHPerdata ada beberapa asas-asas diantaranya, yaitu : 1. Asas kebebasan berkontrak Adanya kebebasan berkontrak untuk membuat perjanjian sebagaimana yang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
118
tersimpul dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak tersebut mengikat kedua belah pihak. Dan asas ini adalah merupakan salah satu asas yang sangat terkenal di dalam hukum kontrak. Berdasarkan asas ini suatu pihak dapat memperjanjikan dan/atau tidak memperjanjikan apa-apa yang dikehendakinya dengan pihak lain. Dengan perkataan lain para pihak berhak untuk menentukan apa-apa saja yang diinginkannya dan sekaligus juga diperkenankan untuk menentukan apa-apa saja yang tidak dikehendaki untuk dicantumkan di dalam perjanjiannya, dan apa yang diperjanjikan itu akan mengikat para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut (Pasal 1338 KUHPerdata ). Namun demikian harus diakui bahwa penerapan asas kebebasan berkontrak ini adalah tidak bebas sebebas-bebasnya. Beberapa pembatasan yang juga diterapkan oleh pembuat perundang-undangan di antaranya asas kebebasan berkontrak tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan, dan kesusilaan. 2. Asas tambahan Pengertian dari asas ini yaitu pihak-pihak diberi kebebasan untuk menetapkan ketentuan perjanjian tersebut menurut kehendak pihak kedua. 3. Asas setiap orang dianggap mengetahui hukum Asas ini merupakan suatu asas yang sangat mendasar dan berpengaruh kepada pelaksanaan dan perkembangan hukum kontrak di Indonesia. Dengan asas ini setiap orang diasumsikan mengetahui dan mengenal hukum. Dengan demikian Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
119
setiap orang dan pelaku bisnis di Indonesia dianggap mengetahui setiap semua peraturan hukum yang berkaitan dengan kegiatan bisnis di Indonesia khususnya peraturan-peraturan hukum yang berkaitan dengan bidang hukum kontrak. 4. Asas konsensualitas Suatu asas hukum lain yang dikenal di dalam hukum perjanjian adalah apa yang disebut dengan asas konsensualitas. Menurut asas ini perjanjian timbul ada dan sudah dilahirkan sejak detik tercapainya sepakat. Dengan perkataan lain perjanjian itu sudah ada apabila tercapai sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formulitas tertentu. 5. Asas itikad baik Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ini berarti bahwa di dalam suatu perjanjian jual beli tanah, si penjual harus menjamin dengan itikad baik bahwa dialah pemilik atau yang berhak atas tanah tersebut, bahwa dia telah mendapatkan persetujuan tertentu untuk mengalihkan tanah tersebut, bahwa di pihak pembeli tidak akan mendapatkan gangguan di dalam memanfaatkan tanah tersebut dan bahwa tidak ada orang lain berhak atas tanah tersebut. Sedangkan si pembeli di lain pihak harus melaksanakan kewajibannya dengan itikad baik, bahwa dia dapat dan mampu serta akan memenuhi kewajiban pembayaran seperti yang disetujui dan dituangkan di dalam perjanjian jual beli. 6. Asas fairness Diketahui bahwa suatu perjanjian dibuat bukanlah untuk kepentingan suatu pihak Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
120
saja, akan tetapi untuk kepentingan semua pihak. 7. Asas kesamaan dalam hukum Asas ini bila dikaitkan dengan hukum perjanjian akan memberikan arti bahwa para pihak pada dasarnya adalah diberikan kedudukan dan mempunyai kedudukan yang sama, diberikan hak dan mempunyai hak yang sama dan diberikan kewajiban serta akan mempunyai kewajiban sebagaimana sesuai dengan yang diperjanjikan. Jadi kalau kepada satu pihak diberikan hak untuk melakukan pemutusan perjanjian, seharusnya pihak lain juga diberikan hak untuk melakukan pemutusan perjanjian. 8. Asas suatu pihak harus bertanggungjawab terhadap pihak lain yang menderita kerugian akibat perbuatannya atau kelalaiannya Asas ini sangat penting dalam hubungannya dengan kewajiban seseorang terhadap kemungkinan kerugian yang diderita oleh orang lain akibat perbuatannya. 9. Asas terbuka Bahwa perjanjian yang dibuat tersebut jika disepakati oleh kedua belah pihak, maka telah dapat mengikat kedua belah pihak tersebut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam prakteknya dalam perjanjian kredit biasanya pihak bank telah menyediakan formulir atau blanko perjanjian kredit dimana isi dari perjanjian tersebut telah dipersiapkan terlebih dahulu sehingga pemohon kredit tidak dapat Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
121
meminta pencantuman syarat-syarat lain yang sesuai dengan kehendak dari pemohon kredit.
D. Klausul-klausul Penting Dalam Perjanjian Kredit Tentang isi dari suatu perjanjian kredit, sebenarna ada variasi dari satu jenis kredit dengan jenis kredit lainnya. Juga, besarnya uang pinjaman ikut member warna kepada klausul-klausul yang dituangkan dalam perjanjian kredit tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah pinjaman yang diberikan, maka semakin terperinci isi perjanjian kreditnya. Namun demikian, ada beberapa klausul penting dari perjanjian kredit yang kita dapati dalam hamper semua jenis perjanjian kredit, yaitu tentang : 33 1. Definisi-definisi Biasanya, setelah bagian pembukaan , dari suatu perjanjian kredit yang berisikan tanggal, tahun, para pihak, bagian “Terlebih Dahulu Menerangkan” (Witnesseth) maka diikuti oleh pasal satunya, berupa definisi-definisi. Bagian ini menjadi penting terutama bagi perjanjian kredit dengan kreditnya yang besar-besar. Berbagai istilah penting atau kadang-kadang singkatan yang digunakan dalam perjanjian tersebut disebutkan/atau diterangkan di bagian definisi ini. Apalagi persisnya isi bagian definisi ini sangat bervariasi dari satu kontrak kredit ke kontrak kredit lainnya.
33
Munir Fuady, Op. Cit, hal 40
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
122
3. Pinjaman yang diberikan Dalam bagian ini dijelaskan tentang besarnya pinjaman atau besarnya maksimum pinjaman, tujuan penggunaan uang pinjaman, metode penarika pinjaman oleh debitur, pembayaran kembali pinjaman, pembayaran kembali pinjaman sebelum waktu ( prepayment), besarnya bunga, dan sebagainya. 3. Biaya-biaya Dalam bagian ini ditentukan biaya-biaya apa yang mesti dikeluarkan dan siapa yang mengeluarkannya. Dalam perjanjian kredit dengan jumlah pinjaman yang besar, terdapat juga klausul-klausul yang bertujuan agar apa yang akan diterima oleh pihak pemberi pinjaman, yakni berupa angsuran uang pinjaman plus bunga tidak ikut terjadi penurunan jumlahnya dengan adanya biaya-biaya tertentu. 4. Representasi dan Waransi Dalam bagian ini pihak debitur menjamin kebenaran dan keabsahan dari beberapa corporate action, dokumen, dan hal-hal lainnya. Antara lain menjamin sebagai berikut : g) Menjamin keabsahan berdirinya perseroan h) Mempunyai otoritas untuk menandatangani kontrak kredit, menjalankan bisnis, dan memiliki asset-asetnya i) Telah mengambil segala langkah yang diperlukan untuk menandatangani kontrak kredit j) Telah melakukan segala kewajiban, izin-izin dari pemerintah seandainya diperlukan oleh ketentuan yang berlaku dalam rangka penandatanganan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
123
kontrak kredit k) Menjamin bahwa tidak ada litigasi yang material terhadap perusahaan atau asset-asetnya l) Dan lain-lain 5. Hal-hal yang mesti dilakukan oleh debitur selama berlakunya perjanjian kredit Berisikan hal-hal yang harus dilakukan oleh debitur selama berlangsungnya kontrak kredit. Hal-hal yang harus dilakukan tersebut antara lain : f) Uang pinjaman harus digunakan sesuai dengan peruntukannya, bukan untuk kepentingan-kepentingan lainnya g) Selalu menyediakan informasi-informasi penting tentang keuangan dan laporan keuangan berkala kepada kreditur. Demikian juga dengan informasiinformasi penting lainnya di luar informasi keuangan. h) Selalu melakukan bayaran-bayaran seperti diharuskan oleh perundangundangan atau kebiasaan. Misalnya, pembayaran premi asuransi, pajak, dan lain-lain. i) Selalu memenuhi kewajiban-kewajiban administrasi kepada pemerintah atau instansi lainnya, seperti perizinan, persetujuan, laporan, dan lain-lain. j) Selalu menjalankan kewajiban lainnya yang mungkin disyaratkan oleh perundang-undangan. 6. Larangan-larangan bagi debitur selama berlangsungnya perjanjian kredit Biasanya berisikan antara lain : g) Larangan untuk membuat hutang baru kecuali dalam hal ordinary cause of Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
124
business. h) Larangan untuk menjadikan asset perusahaan sebagai jaminan hutang untuk hutang-hutang lain. i) Larangan untuk melakukan merger, penjualan bagian substansial dari asset, joint venture, partnership, dan sebagainya. j) Larangan pembagian dividen atau distribusi lainnya kepada pemegang saham. k) Larangan untuk memberikan pinjaman atau pemberian/ pembayaran lainnya kepada pihak lain, kecuali dalam hubungan dengan ordinary cause of business. l) Dan lain-lain.
7. Jaminan hutang Dalam bagian ini biasanya diatur jenis-jenis jaminan hutang yang diberikan oleh debitur untuk kredit yang bersangkutan. Dimana tentang rincian dari masingmasing jaminan hutang tersebut termasuk draft dokumen jaminan hutang, akan diperinci dalam bagian lampiran dari perjanjian kredit yang bersangkutan. Beberapa jenis jaminan hutang yang lazim diberikan antara lain : i) Hak tanggungan atas tanah j) Hipotik k) Fidusia l) Gadai m) Corporate garansi Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
125
n) Personal garansi o) Pengalihan tangan p) Dan lain-lain. 8. Condition Precedent Dalam bagian ini ditentukan hal-hal/syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh debitur sebelum pemberian pinjaman direalisasi. Dalam hal ini sangat bergantung kepada masing-masing situasi, kondisi, dan jenis pinjaman yang bersangkutan. Akan tetapi, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur antara lain : g) Hal-hal yang disebutkan dalam bagian representasi dan waransi h) Tidak boleh terjadi apa yang oleh perjanjian kredit yang bersangkutan dikategorikan sebagai kejadian-kejadian yang merupakan wanprestasi. i) Financial report dari debitur dan perusahaan garantor. j) Harus sudah diperoleh izin-izin/persetujuan/pelaporan dari/oleh pemerintah atau instansi lain yang berwenang. k) Harus sudah dibuat dan diterima oleh kreditur semua otorisasi dan dokumentasi yang diperlukan, seperti anggaran dasar debitur dan perusahaan garantor, minute akta dari rapat umum pemegang saham atau Rapat Dewan Direksi yang melegalisasi wewenang pihak penandatanganan perjanjian kredit beserta seluruh dokumen tambahan lainnya. l) Harus sudah dibuat pendapat dari lawyer terhadap keabsahan dan kekuatan hukum bagi perjanjian kredit yang bersangkutan, baik lawyer terhadap Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
126
kreditur maupun terhadap debitur. 9. Hal-hal yang mengakibatkan wanprestasi Dalam perjanjian kredit, seperti umumnya juga dalam perjanjian-perjanjian lainnya, biasanya diperinci hal-hal yang apabila dilakukan oleh salah satu pihak, maka terjadilah wanprestasi dan menyebabkan pihak lain dapat memutuskan perjanjian tersebut. Banyak hal yang apabila dilakukan oleh pihak debitur, maka debitur akan dianggap dalam keadaan default/wanprestasi, antara lain sebagai berikut : a. Wanprestasi pembayanran (payment default) Dalam hal ini debitur dianggap melakukan wanprestasi seandainya dia gagal melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman atau bunga pada tanggal jatuh tempo atau tidak membayar biaya-biaya lainnya yang merupakan kewajiban menurut perjanjian kredit atau dokumen lainnya yang terkait. b. Wanprestasi yang berhubungan dengan representasi Dalam perjanjian kredit, biasanya terdapat bagian yang disebut representasi dan waransi, yang berisikan jaminan dari debitur akan kebenaran dan keabsahan
terhadap
tindakan-tindakan
perusahaan
maupun
terhadap
dokumen-dokumen yang ada. Apabila ada di antara hal tersebut yang kemudian ternyata tidak benar, maka debitur dianggap
melakukan
wanprestasi, yakni wanprestasi yang berhubungan dengan representasi. c. Wanprestasi yang berhubungan dengan hal-hal yang dilarang (covenant default) Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
127
Wanprestasi seperti ini dimaksudkan jika debitur melanggar salah satu hal yang biasanya diperinci dalam hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh debitur. Yaitu covenant yang berisikan tentang larangan melakukan merger, akuisisi, konsolidasi, dan penjualan asset, larangan mengambil kredit yang lain, larangan membagi dividen, larangan melakukan perubahan-perubahan yang bersifat corporate changes, larangan melakukan transaksi-transaksi, kecuali transaksi biasa sehari-hari yang normal, larangan pergantian pengurus atau pemegang saham, dan lain-lain. d. Wanprestasi atas kewajiban lain-lain Dalam bagian ini biasanya ditegaskan bahwa kelalaian debitur terhadap pasalpasal lain dalam perjanjian kredit tersebut selain pasal larangan-larangan bagi debitur, atau pasal tentang representasi dan waransi, juga dianggap terjadinya wanprestasi. Biasanya wanprestasi tersebut akan efektif setelah lewat jangka waktu tertentu setelah ditegur oleh kreditur, tetapi debitur tidak memperbaiki kesalahannya. e. Wanprestrasi karena perizinan Ini adalah wanprestasi dari debitur yang timbul karena adanya izin-izin, persetujuan, pengesahan, atau kuasa, yang kemudian dibatalkan oleh yang berwenang dan/atau yang oleh debitur tidak berhasil diperolehnya dari yang berwenang padahal oleh perjanjian kredit disyaratkan. f. Wanprestasi silang Dalam sistem perjanjian kredit biasanya jika terdapat lebih dari satu orang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
128
kreditur, maka mereka seluruhnya di anggap secara yuridis satu kesatuan. Demikian juga jika ada beberapa pihak yang berkewajiban selain dari debitur. Maka menurut konsep wanprestasi ini, jika salah satu di antara mereka melakukan wanprestasi atau kepada salah satu kreditur debitur melakukan wanprestasi, maka wanprestasi terhadap perjanjian tersebut dianggap telah terjadi. Sehingga, pihak pemikul kewajiban yang tidak bersalah pun harus ikut menanggung beban. g. Wanprestasi karena ada perubahan mendasar Debitur dianggap dalam keadaan wanprestasi jika menurut pertimbangan kreditur telah terjadi perubahan yang mendasar yang akan berpengaruh terhadap kesanggupan debitur untuk membayar hutangnya. h. Wanprestasi karena kasus hukum Apabila terdapat kasus pengadilan terhadap perseroan, pengurus/komisaris, ataupun terhadap para pemegang sahamnya, yang menurut pertimbangan kreditur dapat mempunyai pengaruh yang berarti terhadap pembayaran hutang debitur ataupun terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya sehari-hari. i.
Wanprestasi karena pailit Debitur juga dianggap dalam keadaan wanprestasi jika dia dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang atau dilikuidasi.
j.
Wanprestasi karena kelalaian terhadap perjanjian lain Bisa jadi debitur telah atau akan mempunyai ikatan perjanjian lain dengan pihak lain selain pihak kreditur. Maka apabila debitur tersebut melakukan
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
129
wanprestasi dengan pihak lain tersebut, yang menurut pertimbangan kreditur pemberi pinjaman bisa mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kemampuan bayar dari debitur, maka pihak debitur dapat juga dinyatakan telah melakukan wanprestasi. k. Wanprestasi karena keterlambatan pelaksanaan perjanjian Dalam suatu perjanjian kredit biasanya ditentukan kapan suatu prestasi dari salah satu pihak atau kedua belah pihak telah selesai dilakukan.
E. Prosedur dan Syarat-syarat Dalam Pemberian Kredit 1. Prosedur pemberian kredit oleh Bank Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara peminjam perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum, kemudian dapat juga ditinjau dari segi tujuannya untuk konsumtif dan produktif. Dalam suatu perjanjian kredit bank, biasanya dijelaskan suatu ketentuan mengenai prosedur atau petunjuk mengenai tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh calon debitur. Prosedur pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak perbankan antara lain : c. Tahap permohonan kredit Permohonan diajukan calon debitur kepada bank dengan menyampaikan dokumen yang berisi surat permohonan resmi, akte pendirian perusahaan, penjelasan rencana bisnis, laporan studi kelayakan proyek, laporan keuangan perusahaan dan informasi lainnya seperti NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) ,dimana NPWP ini terus dipantau oleh Bank Indonesia dalam setiap Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
130
pemberian kredit, kemudian keterangan domisili perusahaan, surat-surat ijin yang sudah diperoleh, rekening perusahaan pada beberapa bank. Dalam permohonan tersebut, calon debitur/nasabah diminta mengisi formulir baku yang sudah disusun oleh bank yang bersangkutan. Dalam hal ini petugas bank harus menjelaskan segala hal yang menyangkut kredit agar kemudian hari tidak ada lagi masalah yang timbul karena ketidaktauan nasabah. Kemudian surat permohonan di agendakan oleh pihak bank dengan maksud ada surat pengetahuan
kepada
pimpinan
cabang
utama
Bank
Mandiri
yang
memberitahukan adanya pengajuan kredit oleh calon debitur. Setelah diketahui oleh pimpinan cabang utama Bank Mandiri, kemudian berkas permohonan kredit diberikan kepada petugas analis kredit.
d. Tahap Analisis Kredit Oleh petugas analis kredit dibuat laporan pemeriksaan pendahuluan permohonan kredit. Dalam tahap ini pihak bank harus memeriksa langsung keadaan dan fisik usaha calon nasabah ditempat usahanya dan memeriksa langsung fisik jaminan nasabah yang akan dijadikan agunan. Kepala bagian kredit melakukan analisis kredit berdasarkan pedoman yang sudah ditentukan bank.
Setelah
melakukan
pemeriksaan,
hasil
laporan
pemeriksaan
pendahuluan permohonan kredit (LP3K) diajukan kepada pimpinan cabang utama Bank Mandiri untuk mendapatkan persetujuan. Setelah disetujui kemudian LP3K dikembalikan kepada petugas bank/analis Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
131
kredit untuk dilanjutkan. Aspek analis kredit tersebut antara lain : 2) Aspek yuridis Bertujuan meneliti ketentuan legalitas dari perusahaan yang akan memperoleh kredit. Yang dianalisis adalah badan usahanya, ijin-ijin yang harus dimiliki dan perijinan. Badan usaha meliputi : a. Bentuk badan usaha b. Nama badan usaha c. Pemegang saham d. Anggaran dasar perusahaan e. Penanggung jawab perusahaan f. Status usaha g. Bidang usaha Ijin-ijin yang harus dimiliki : a. Surat ijin usaha perusahaan b. Surat ijin tempat usaha c. Tanda daftar perusahaan Perjanjian-perjanjian meliputi : a. Perjanjian dalam manajemen b. Perjanjian penyediaan bahan baku c. Perjanjian dagang barang dan jasa d. Perjanjian penagihan saham Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
132
2) Aspek pemasaran Digunakan untuk meneliti luas dan bentuk pasar, pangsa pasar, tingkat persaingan usaha, rencana pemasaran suatu proyek yang akan dibiayai bank, penilaian tentang kebijakan dan strategi pemasaran yang akan ditempuh. 7) Aspek manajemen Untuk menilai kemampuan manajemen pengelola proyek pada saat proyek belum beroperasi dan pada saat perusahaan sudah berjalan. Yang dianalisis antara lain : Struktur organisasi uraian tugas, system dan prosedur, karakter para pengurus dan pelaksanaan fungsi manajemen. 8) Aspek teknis (disesuaikan dengan bidang usaha nasabah) Petugas bank/analis kredit menilai kemampuan pengelola proyek dalam merencana dan melaksanakan pembangunan proyek. 9) Aspek keuangan Untuk menilai kemampuan dan kecakapan manajemen pengelola proyek ketika proyek belum, sedang berjalan. Analisisnya meliputi penilaian data, keuangan proyek, penilaian data keuangan perusahaan yang sudah beroperasi. 10) Aspek sosial-ekonomis Untuk menilai sejauh mana nilai tambah proyek akan dibangun dan dibiayai oleh bank. Aspek-aspek yang dinilai adalah subsidi, pemerataan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
133
usaha, penggunaan bahan baku lokal, penerimaan pajak, dampak eksternal terhadap lingkungan. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap agunan dan menilai kelayakan usaha, kemudian petugas bank/analis kredit mengkomunikasikan hasil analisisnya kepada kepala seksi pemasaran kredit. Setelah itu analis kredit membuat laporan penilaian permohonan kredit. Disini analis kredit membuat laporan secara keseluruhan dengan disertai adanya data-data taksasi, laporan hasil keuangan hasil calon debitur, serta usulan jumlah kredit yang akan diberikan.
3. Tahap Persetujuan Dalam tahap ini, setiap persetujuan kredit harus diputuskan oleh komite kredit dengan keputusan yang mutlak. Adapun yang dimaksud dengan komite kredit disini adalah komite operasional yang membantu pimpinan Bank Mandiri Cabang Utama dalam mengawasi dan memutuskan permohonan kredit untuk jumlah dan kredit tertentu yang ditetapkan oleh pimpinan Bank Mandiri.
4. Tahap Perjanjian Perjanjian kredit disiapkan Notaris public yang ditunjuk bank atau dipilih calon debitur. Bank mengirim ahli hukumnya untuk mendampingi wira kreditnya dalam membahas ketentuan yang akan dimuat dalam perjanjian kredit. Isi perjanjian kredit antara lain berisi pihak pemberi kredit, tujuan pemberian kredit, besarnya biaya proyek, besarnya kredit yang diberikan bank, tingkat bunga kredit, biaya-biaya lain, Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
134
jangka waktu pengembalian, jadwal pembayaran, jaminan kredit, syarat yang harus dipenuhi sebelum dicairkan, kewajiban debitur selama kredit belum dilunasi, serta hak-hak yang dimiliki bank selama kredit belum lunas. Agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat maka perjanjian kredit ditanda tangani oleh tiga pihak yakni bank, debitur, dan notaris kemudian didaftarkan pada Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili bank pemberi kredit.
5. Pencairan Kredit Bank hanya menyetujui pencairan kredit oleh debitur, bila syarat-syarat yang harus dipenuhi debitur telah dilaksanakan dan disetujui oleh pimpinan Bank Mandiri Cabang Utama. Pencairan kredit yang telah disetujui dapat dilakukan dengan alat-alat dan cara yang ditentukan oleh bank, antara lain dengan cara menarik cek atau giro bilyet, dengan kuitansi, atau dengan pemindahbukuan atas bebas rekening pinjaman nasabah. Pertimbangan yang dilakukan oleh Bank Mandiri Cabang Utama dalam memutuskan
persetujuannya
dalam
hal
pemberian
kredit
adalah
dengan
memperhitungkan semua faktor risiko yang harus diperhitungkan secara utuh dan sebanding dengan hasil yang akan diperoleh. Pertimbangan-pertimbangan itu biasa berpedoman pada prinsip analisis kredit yaitu prinsip kehati-hatian dalam proses analisis kredit yang merupakan ketentuan perbankan yang bertujuan untuk memelihara portfolio perkreditan yang baik dan menciptakan bank yang sehat. Ketentuan-ketentuan itu meliputi : Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
135
a. Prinsip yang terkait langsung dengan tingkat kesehatan bank b. Prinsip one obligoir, prinsip ini didasari asumsi bahwa untuk perusahaan yang tergabung dalam kelompok usaha, risiko suatu debitur/perusahaan dipengaruhi oleh risiko group secara keseluruhan. c. Manajemen resiko, adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengklasifikasikan risiko serta mengambil langkah-langkah perbaikan yang dapat menyesuaikan risiko yang dapat diterima, sehingga bank memiliki risk dan return yang seimbang. Berdasarkan hasil wawancara bahwa yang dimaksud dengan analisis kredit adalah suatu pertimbangan yang dilakukan dengan cara meyakini karakter peminjam atau calon debitur yaitu yang berhubungan dengan kondisi calon nasabah/debitur. Jika kredit yang diajukan calon debitur disetujui pihak bank, maka pihak bank akan memberikan blanko atau formulir untuk debitur. Blanko itu ditandatangani oleh kedua pihak yaitu bank dan debitur. Maka setelah itu baru dibuka kredit yang ditandatangani dan dilakukan dihadapan notaris. Namun dalam prakteknya penanda tanganan tidak dilakukan dihadpan notaris melainkan dibawah tangan tetapi mempunyai kekuatan yang sama.
3. Syarat-Syarat Dalam Pemberian Kredit Adapun syarat-syarat dalam pemberian kredit hendaknya harus dipenuhi oleh calon debitur/nasabah sebelum sampai pada tahap realisasi kredit. Dalam praktek biasanya pihak bank telah menyediakan blanko atau formulir perjanjian kredit yang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
136
mana isinya telah disiapkan oleh pihak bank bersangkutan. Persyaratan pemberian kredit pada Bank Mandiri Cabang Utama antara lain : b. Mengisi formulir permohonan kredit b. Foto copy KTP pemohon c. Foto copy buku nikah d. Foto copy kartu keluarga e. Pas photo ukuran 4x6 f. Foto copy surat tanah Apabila surat tanah masih akte camat harus disertakan surat keterangan tidak saling sengketa dan asal usul surat tersebut harus lengkap a. Foto copy bukti pembayaran PBB tahun terakhir/berjalan b. Surat keterangan usaha dari kelurahan c. Data keuangan dan rencana penggunaan kredit
F. Berakhirnya Perjanjian Kredit Oleh karena perjanjian kredit tunduk pada ketentuan hukum perjanjian (pada umumnya), maka hapus/berakhirnya perjanjian-perjanjian tersebut dalam Pasal 1381, dalam praktek hapus/berakhirnya perjanjian kredit bank, lebih banyak disebabkan oleh : 3. Pembayaran Untuk kredit, pembayaran ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok, bunga, denda, maupun biaya-biaya lainnya Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
137
yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitur melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus. 4. Subrogasi Subrogasi oleh Pasal 1400 KUHPerdata disebutkan sebagai penggantian hakhak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa subrogasi dapat terjadi apabila ada penggantian hak-hak oleh seorang pihak ketiga yang mengadakan pembayaran. Pasal 1401 KUHPerdata menentukan bahwa subrogasi ini dapat terjadi dengan persetujuan : a. Apabila si berpiutang dengan menerima pembayaran itu dari seorang pihak ketiga, menetapkan bahwa orang ini akan menggantikan hak-hak nya si berpiutang; b. Apabila si berhutang meminjam sejumlah uang untuk melunasi hutangnya dan menetapkan bahwa orang yang meminjamkan uang itu akan menggantikan hak-hak si berpiutang. 3. Novasi Yang dimaksud dengan novasi atau pembaharuan hutang di sini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Dengan demikian, perjanjian kredit yang lama hapus atau berakhir, sedangkan yang berlaku bagi bank dan debiturnya adalah Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
138
perjanjian kredit yang baru. Oleh Pasal 1413 KUHPerdata disebutkan ada tiga jalan yang dapat dilakukan untuk suatu novasi, yaitu : d. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan hutanghutang yang lama, dan yang dihapuskan karenanya; e. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya, f. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya 4. Kompensasi Pada dasarnya kompensasi yang dimaksudkan oleh Pasal 1425 KUHPerdata adalah suatu keadaan di mana dua orang/pihak saling berhutang satu sama lain, yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan hutangpiutang tersebut sehingga perikatan hutang itu menjadi hapus. Dalam kondisi demikian ini dijalankan oleh bank, dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan hutangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan yang diambil alih tersebut.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
139
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM KETENTUAN KONTRAK STANDAR PEMBERIAN KREDIT DI BANK
A. Tahapan-tahapan Serta Latar Belakang Pemberian Kredit Menurut Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank Sekarang ini perjanjian atau kontrak antara pelaku usaha denan konsumen hampir selalu menggunakan perjajian atau kontrak yang berbentuk standar atau baku, oleh sebab itu di dalam hukum Perjanjian, perjanjian atau kontrak semacam itu dinamakan perjnjian/kontrak standar atau perjanjian/kontrak baku. Kontrak standar/kontrak baku, adalah kontrak berbentuk tertulis yang digandakan berupa formulir-formulir, yang isinya terlah distandarisasikan atau dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh pihak yang menawarkan, daalm hal ini pelaku usaha dan ditawarkan secara missal tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen. 34 Munculnya kontrak standar dalam lalu lintas hukum dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap kegiatan transaksi, oleh karena itu
34
Johannes Gunawan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,( Jakarta; PT.Grasindo,1999), hal 46.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
140
sifat utama dari kontrak standar adalah pelayanan yang cepat terhadap kegiatan transaksi yang berfrekuensi teinggi, jadi tampak bahwa kebradaan kontrak standar dalam lalu lintas hukum khususnya di kalangan praktek bisnis dianggap lebih efisien dan mempercepat proses transaksi, walaupun mungkin konsumen yang akan melakukan hubungan hukum adakalanya tidak sempat mempelajari syarat-syarat perjanjian yang ada dalam kontrak tersebut. 35 Tentu saja fenomena demikian tidak selamanya berkonotasi negatif, karena dibuatnya kontrak standar adalah untuk memberi kemudahan atau kepraktisan bagi para pihak yang bersangkutan, oleh karena itu bertolak dari tujuan itu, Mariam Darus Bz lalu mendefenisikan kontrak standar sebagai kontrak yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Sutan Remy Sjahdeini mengartikan kontrak standar sebagai kontrak yang hampir seluruh klausula-klausulanya dibakukan oleh pelaku usaha dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Adapun yang belum dibakukan hanya beberap ahal, menyangkut jenis, harga, jumlah, tempat, waktu dan beberapa hal yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Sutan Remy Sjahdeini menekankan, bahwa yang dibakukan bukan formulir kontrak standar tersebut, melainkan klausulaklausulanya. 36 Sebenarnya klausula baku tidak selalu dituangkan dalam kontrak standar, 35
Santosa Sembiring, Pencantuman Asas Kewajaran dalam Kontrak Standar (Perjanjian Baku) Sebagai Salah Satu Upaya Melindungi Konsumen,( Jakarta; Jurnal Hukum,1999) , hal 113 36
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia,( Jakarta;PT. Grasindo,2000), hal 119.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
141
walaupun memang lazim dibuat tertulis. Menurut pengertian Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah setiap aturan atau keterntuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha/bank yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen ( Pasal 1 butir 10 ). Jadi kontrak standar adalah kontrak atau perjanjian yang ditetapakan secara sepihak, yakni oleh pelaku usaha/bank/kreditur yang mengandung ketentuan yang berlaku umum atau massal sehingga pihak debitur/nasabah hanya memiiliki pilihan yakni menyetujui atau menolaknya. Adanya unsur pilihan ini oleh sementara sarjana dikatakan, bahwa kontrak satandar tidaklah melanggar asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1320 juncto Pasal 1338 KUHPerdata/BW oleh karena konsumen masih diberi hak untuk menyetujui atau menolak kontrak yang diajukan kepadanya, waluapun pada umumnya isi kontrak standar memuat klausiula-klausula bauku yang berisi lebih banyak hak-hak bank/pemberik kredit/pelaku usaha dan kewajiban-kewajiban konsumen/pemohon kredit/nasabah daripada hak-hak konsumen/pemohon kredit/nasabah dan kewajibankewajiban pelaku usaha. Malahan tidak jarang terjadi pelaku usaha/bank mengalihkan kewajiban-kewajiban
yang
seharusnya
menjadi tanggung
jawabnya kepada
konsumen. Ketentuan ini di dalam kontrak standar disebut exoneration clause atau exemption clause, yang pada umumnya sangat memberatkan atau bahkan cenderung
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
142
merugikan konsumen. 37 Diatas telah disinggung bahwa sebagian besar perikatan, termasuk perikatan yang terjadi pada prakterk bisnis perbankan, ditimbulkan dari perjanjian. Bila ditelaah, ternyata hampir setiap perikatan yang ada pada bisnis perbankan merupakan perjanjian baku ( standard contract ). Dari segi bentuknya perjanjian baku tersebut merupakan suatu perjanjian yang konsep atau draftnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak. Dalam transaksi perbankan, biasanya perjanjian tersebut biasanya perjanjian tersebut telah dipersiapkan oleh bank, sedangkan pihak lain (nasabah) hanyalah “take it or leave it”. Perjanjian baku ini disamping memuat peraturan-peraturan yang umumnya biasa tercantum dalam suatu perjanjian, memuat pula persyaratan-persyaratan khusus, baik berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, menyangkut hal-hal tertentu dan/atau berakhirnya perjanjian. Dalam bentuk suatu perjanjian tertentu, perjanjian baku memang merupakan suatu perjanjian, dalam bentuk formulir dengan materi (syarat-syarat) tertentu dalam perjanjian tersebut. Misalnya memuat ketentuan tentang syarat berlakunya kontrak baku, syarat-syarat berakhirnya, syarat-syarat tentang risiko terterntu, hal-hal tertentu yang tidak ditanggung dan atau berbagai persyaratan lain yang pada umumnya menyimpang dari ketentuan yang umum berlaku. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan kredit antara lain: 37
Johannes Gunawan, Op. Cit, hal 46.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
143
1. Perkembangan ekonomi Negara dan daerah serta pengaruhnya terhadap dunia usaha pada umumnya. Bila ekonomi negara itu berkembang, maka ekonomi daerahnya pun akan memberikan dampak yang positif bagai kehidupan serta pengembangan dunia usaha. Situasi ini sangat memungkinkan permintaan kredit menjadi naik dan mendorong jalannya perkreditan yang sehat, baik dalam pelayanannya, penyalurannya maupun dalam pengembaliannya. 2. Keadaan atau situasi perdagangan pada umumnya danpengaruh terhadap kehidupan rakyat banyak. Situasi perjdagangan pada umumnya akan memberikan refleksi dari pada kemajuan atau kemunduran ekonomi. Meningkatnya perdagangan mengakibatkan meningkatnya permintaan akan berbagai jenis barang atau produk yang mau tidak mau, produsen menjadi meningkat pula akan permintaan dimana pembayarannya pun akan meningkat pula, sehingga permintaan kredit akan kredit akan meningkat, lalu diiringi dengan pengembalian kredit yang lancar. 3. Tingkat kemakmuran manusia yang berpenghasilan tetap, turut berperan dlaam menunjukkan kenaikan dan penurunan permintaan akan kredit serta kesehatan perkreditan manakala pihak-pihak yang berpenghasilan mempunyai kunci kemakmuran yang cukup tinggi karena kebutuhan konsumtifnya ratarata terpenuhi, namun bila tingkat kemakmuaran mereka menurun, maka yang terjadi adalah sebaliknya. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi besar atau kecilnya kredit akan tergantung kepada titik temu kedua pendapat antara pemohon kredit dengan pemberi Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
144
kredit. Hal ini dikarenakan dilihat dari dua sisi kepentingan, yaitu : 1. Pemohon kredit, yang menurut mereka besar atau kecilnya permintaan kredit, karena: a. Kecukupan tersedianya modal atau kredit. Pemohon kredit berpendapat bahwa modal yang akan diusahakannya ada pada tingkat kecukupan. Apakah dalam ukuran kecil ataupun besar, dalam arti tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan. b. Keperluan biaya hidupnya. Artinya selama industri atau usahanya belum atau tidak menghasilkan, perlu ditutup dengan kredit atau pinjaman yang kemudian akan dibayar atau dicicil mulai sejak industri atau usahanya menghasilkan. c. Besarnya jaminan materi yang dapat diserahkan. Artinya, kredit dapat diminta dalam jumlah tertentu yang besarnya ditentukan oleh jaminan materi yang dapat diserahkan. 2. Pemberi kredit/bank, yang menurut bank, besar atau kecilnya permintaan kredit karena : a. Kecukupan modal untuk usaha nasabah. Kredit dari bank dipandang sebagai bantuan daalam mendorong pengembangan usaha nasabahnya sehingga bank memandang nasabahnya tidak perlu untuk memenuhi atau menckupi seluruh kebutuhan ushaanya dengan kredit dari bank. Tetapi bank perlu membina kemampuann nasabahnya untuk memupuk modala sendiri, agar dlam memenuhi kecukupan modal usahanya tidak terlalu dibebani biaya bunga. b. Biaya-biaya selama belum beroperasi atau berproduksi. Artinya, terhadap Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
145
kemungkinan adanya biaya-biaya selama usahanya belum berproduksi, maka bank harus dapat memahaminya. Tetapi hendaknya para nasabah dapat menyadarinya bahwa biaya biaya-biaya dibebankan selam belum berproduksi itu berlebihan, atau terlalu besar jumlahnya amaka akan memberatkan nasabahnya sendiri. c. Kaitannya dengan jaminan-jaminan itu memang perlu ada, tetapi tidak merupakan tujuan mutlak dalam menentukan kecilnya kredit yang diberikan bank. Jaminan merupakan penguat kepercayaan bank dan tidak semata-mata untuk kemudian melelangnya pada akhir perjanjian kredit, dimana bank sebenarnya menuntut debitur untuk berlaku jujur (beritikad baik).
Bank Mandiri cabang Utama Medan sebagai salah satu bank harus dapat meningkatkan keunggulan bersaingnya agar mampu bersaing dengan bank atau lembaga perkereditan lainnya sehingga memperoleh keuntungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Bank Mandiri Cabang Utama Medan dapat memperoleh dan meningkatkan keuntungan bila pendapatannya lebih besar dari pengeluarannya. Pendapatan Bank Mandiri Cabang Utama Medan sebagian besar dari bunga kredit di samping pendapatan lainnya seperti provisi kredit, komisi, transfer, inkaso dan sebagainya. Dengan demikian penyaluran kredit yang berhasil akan membawa keuntungan yang besar bagi bank. Oleh karenanya bank Mandiri Cabang Utama Medan harus benar-benar hati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Sebelum menyalurkan kredit kepada seorang debitur, Bank Mandiri Cabang Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
146
Utama Medan harus menilai kelayakan proposal kreditnya. Menilai suatu proposal kredit, bukanlah hal yang mudah karena melibatkan banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan dianalisis dengan tepat, cermat, namun cepat. Hal ini mengingat keamanan dari kredit itu sendiri agar di kemudian hari tidak menimbulkan masalah yang menyulitkan pihak debitur maupun pihak kreditur/bank akibat pengembalian kredit yang kurang lancar, diragukan, dan macet.
B. Upaya Perlindungan Hukum Oleh Bank Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank Adapun upaya yang dilakukan pihak bank untuk melakukan upaya perlindungan hukum kepada nasabah adalah sebagai berikut : 1. Rescheduling Kebijaksanaan
ini berkaitan dengan jangka waktu kredit
sehingga
perlindungan yang dapat diberikan adalah : a. Memperpanjang jangka waktu kredit b. Memperpanjang
jangka waktu angsuran,
misalnya semula angsuran
ditetapkan setiap 2 bulan, kemudian menjadi 6 bulan. 2. Reconditioning Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. Dalam hal ini, perlindungan yang diberikan adalah berupa keringanan atau perubahan persyaratan kredit, antara Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
147
lain: a. Kapitalisasi
bunga,
yaitu
bunga
dijadikan
hutang
pokok
sehingga
nasabah/debitur untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti utang pokoknya dapat melebihi plafon yang disetujui. Cara ini ditempuh dalam hal prospek usaha nasabah. b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu Dalam hal ini, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjaman tetap harus dibayar seperti biasa. a. Pengkonversian kredit jangka pendek menjadi kredit jangka panjang dengan syarat yang lebih ringan. 3. Restructuring Jika kesulitan nasabah/debitur disebabkan oleh factor modal, maka perlindungannya adalah dengan meninjau situasi dan kondisi permodalan, baik modal dalam arti dana untuk keperluan modal kerja maupun modal berupa barang-barang modal. Tindakan yang dapat diambil dalam restructuring adalah : a. Memberikan tambahan kredit Apabila nasabah kekurangan modal kerja, maka perlu dipertimbangkan penanaman modal kerja. b. Memberikan tambahan equity Apabila tambahan kredit memberatkan nasabah/debitur, sehubungan dengan pembayaran bunganya, maka perlu dipertimbangkan tambahan modal sendiri Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
148
yang berupa penambahan/penyetoran uang. 4. Kombinasi Tindakan perlindungan dapat
juga
merupakan
kombinasi,
misalnya
reconditioning dengan restructuring yaitu antara perubahan persyaratan serta jangka waktu kredit dengan penambahan dana bank. Di dalam praktek perbankan seringkali pengembalian kredit tidak selalu lancar, bahkan kadang-kadang terjadi kredit macet. Kredit macet adalah kredit yang berdasarkan penilaian yang wajar diketahui bahwa bank sangat sulit untuk memperoleh pelunasannya dan sulit untuk diusahakan perlindungan karena pihak penerima kredit tidak dapat mengembalikan kredit karena kesulitan keuangan perusahaan. Kesulitan keuangan perusahaan tercermin dari keadaan likuiditas, rentabilitas, dan atau solvabilitas yang penyebabnya dapat berupa hal-hal yang bersifat teknis perusahaan maupun faktor ekstern/forse majeure antara lain :
1. Faktor intern a. Aspek pemasaran Merupakan penyebab kesulitan yang sulit diatasi. Dalam hal ini, suatu produk dikatakan jenuh dipasar apabila total barang yang sejenis/sama yang masuk pasar melebihi permintaan akan barang tersebut, sehingga banyak dari produk tersebut tidak terjual. Disamping itu disebabkan oleh factor intern seperti mutu, model, dan desain barang rendah dan tidak disukai serta pelayanan perusahaan kurang. Maka tindakan bank yang dapat dipertimbangkan terhadap kondisi perusahaan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
149
tersebut adalah : 1) Jika barang tidak dapat terjual karena kondisi umum sedangkan pasar sebetulnya tidak jenuh dan prospek usaha masih ada, maka dipertimbangkan untuk mengadakan rescheduling. 2) Jika kesulitan pemasaran disebabkan mutu, model, desain, maka perlu dibicarakan dengan nasabah/debitur kemungkinan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut untuk selanjutnya dapat dipertimbangkan rescheduling dan kalau diberikan tambahan kredit, apabila penelitian tersebut memberikan gambaran yang positif dengan catatan pemasarannya masih baik. b. Aspek dana Kesulitan keuangan mungkin disebabkan kekurangan dana untuk skala perusahaan tersebut, baik dana untuk keperluan modal kerja maupun untuk tambahan investasi. Hal ini perlu diteliti terlebih dahulu, jika skala perusahaan terlalu kecil untuk berusaha dalam batas-batas yang wajar, maka diperlukan tambahan investasi. Akan tetapi dalam hal perusahaan belum beroperasi sesuai dengan kapasitas, maka yang diperlukan adalah tambahan dana untuk modal kerja. c. Aspek teknis Hal-hal yang menyebabkan kesulitan perusahaan didalam kaitan dengan teknis ini dapat merupakan kondisi intern, misalnya desain atau model sudah tidak menarik lagi serta disebabkan karena ketuaan mesin. Maka dalam hubungan dengan kondisi intern, perlu diteliti prospek pemasaran sekiranya hambatan-hambatan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
150
atau kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi. Jika diperkirakan setelah hambatan-hambatan tersebut bisa diatasi dan pasaran tersedia, maka tindakan bank tentu ikut memberikan perlindungan usaha nasabah/debitur, baik dengan cara rescheduling kredit atau kalau perlu dengan tambahan kredit modal kerja dan kredit investasi. d. Aspek manajemen Kesulitan yang diakibatkan oleh organisasi dan manajemen, antara lain berupa tenaga yang kurang trampil dan kurang berpengalaman, adanya itikad yang tidak baik seperti manipulasi dan korupsi serta adanya kelebihan tenaga kerja dan sebagainya. Dalam menghadapi masalah-masalah tersebut, pihak bank hendaknya dapat member saran/menengahi, bagaimana caranya mengatasinya yaitu dengan cara corporate financial. 2. Faktor ekstern Beberapa faktor yang dikemukakan dalam hal ini adalah sebagai berikut : a. Adanya peraturan pemerintah dalam rangka peremajaan alat-alat berproduksi akan mengakibatkan kebutuhan dana untuk melakukan penggantian. Dalam hal ini bank perlu mempertimbangkan pemberian kredit investasi baru. b. Adanya perkembangan teknologi, dimana tergantung dari daya penyesuaian perusahaan dengan perusahaan teknologi tersebut dan penguasaan pasar, maka satu-satunya tindakan adalah mengganti alat produksi yang digunakan dengan alat produksi yang baru sehingga diperlukan kredit investasi dan bahkan dana untuk modal kerja. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
151
c. Adanya bencana alam, dalam hal untuk rehabilitasi perusahaan dari kerusakan karena
bencana
alam
memepertimbangkan
membutuhkan
jumlah
kredit
dana investasi
jangka yang
panjang.
Dalam
diperlukan
agar
diperhitungkan pula kemungkinan ganti rugi dari pihak asuransi. Di dalam usaha
mengidentifikasi
kesulitan-kesulitan
yang
dihadapi
nasabah/debitur dan usaha perlindungan yang perlu dilakukan oleh pihak bank dapat melaksanakan sendiri sebagai suatu corporate financial service sebatas kemampuan bank. Artinya penyelamatan hanya dianjurkan dalam hal pemasaran masih memungkinkan. Dalam hal pengarahan, maka perlu diperhatikan mengenai sasaran yang akan dicapai dengan bantuan kredit yang di dapat terutama tentang usaha yang akan dikabulkan, juga mengenai alokasi yang baik dari keberhasilan usaha tersebut, karena dengan adanya keberhasilan itu tentunya akan membawa untuk mengembalikan kredit yang dipinjamnya itu sampai lunas.
C. Dampak Pemberian Kredit Bagi Bank dan Debitur 1. Dampak pemberian kredit bagi bank Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa Pasal 1 angka (2) Undang-undang Pokok Perbankan No. 10 tahun 1998 telah menyebutkan definisi tentang bank. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa fungsi bank adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
152
Dalam menyalurkan dana atau kredit yang dananya berasal dari masyarakat, bank perlu melakukan penanganan hati-hati. Oleh karena itu bank senantiasa menghadapi risiko yang cukup besar sehingga kredit-kredit yang diberikan kepada debitur oleh bank perlu diamankan. Tanpa adanya pengamanan, maka bank akan kesulitan dalam mengetahui setiap risiko yang datang, sebagai akibat tidak berprestasinya debitur. Risiko yang dihadapi oleh bank dalam hal ini menyangkut dua macam, yaitu : a. Risiko kesulitan atas likuiditas debitur b. Risiko kemacetan atas pelunasan hutang Untuk mengurangi risiko yang dimaksud pada intinya setiap pemberian kredit harus berdasarkan pertimbangan bahwa : a. Setiap pemberian kredit yang diberikan oleh pihak bank hanya bersifat tambahan dana sebagai dasar untuk melengkapi kekurangan modal dari debitur dan bukan dimaksudkan untuk membiayai seluruh kebutuhan modal. b. Sumber-sumber dana bagi pelunasan kredit jelas dan diyakini kebenarannya. Perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Suatu perjanjian yang dilakukan secara timbal balik akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Hal ini juga berlaku bagi perjanjian kredit di Bank Mandiri Cabang Utama Medan, dimana para pihak yang melakukan perjanjian kredit itu adalah antara para pihak Bank Mandiri (kreditur) dengan pihak nasabah (debitur). Sehingga apabila para pihak debitur menyetujui, maka perjanjian kredit tersebut ditanda tangani oleh kedua Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
153
belah pihak sehingga sejak saat itulah akan timbul hak dan kewajiban diantara mereka. Adapun dampak positif pemberian kredit bagi bank antara lain : a. Menjaga solvabilitas usaha bank yang bertujuan untuk mengembalikan dana masyarakat yang telah dipergunakan untukproses pemberian kredit. b. Bank mendapatkan bunga kredit yaitu selisih antara bunga kredit dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank dengan biaya-biaya overhead dalam rangka pengelolaan kredit tersebut. c. Bank akan mendapatkan provisi dari kredit yang diberikannya kepada debitur. Dampak negatif bagi bank dalam pemberian kredit ini adalah adanya pihak debitur yang tidak menepati janji/wanprestasi, maka pihak bank dapat mengambil tindakan guna menghadapi debitur yang selalu mengalami penunggakan dalam pembayaran kredit. Dengan pemberian kredit yang diberikan oleh debitur yang beritikad tidak baik dapat mencemarkan nama baik bank, jika kredit macetnya tinggi. Namun tidak semua para debitur yang mempunyai itikad tidak baik dalam pengembalian kreditnya. Diantara banyak yang mempunyai itikad tidak baik yaitu debitur yang tetap bermaksud menepati perjanjian kreditnya dengan pihak bank, tetapi oleh keadaan atau kekeliruan langkah yang ditempuh di dalam menjalankan usahanya menyebabkan para nasabah/debitur tersebut ingkar janji serta tidak memenuhi kewajibannya pada waktu yang ditetapkan sehingga kredit tersebut menjadi kredit macet. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
154
Tugas bank dalam hal ini dapat memberikan criteria dan selektifitas terhadap debitur yang mempunyai itikad baik dan hanya diberikan kepada debitur yang mempunyai itikad baik dan juga diberikan kepada debitur yang mempunyai prospek usaha untuk maju.
2. Dampak pemberian kredit bagi debitur Dengan diberikannya fasilitas pemberian kredit yang diberikan oleh pihak bank pada nasabah/debitur ini berarti nasabah/debitur tersebut mendapat kepercayaan dari pihak bank. Jadi apabila seorang debitur menerima suatu pemberian kredit dari pihak bank, maka hendaknya debitur harus menggunakan secara baik. Adapun dampak positif pemberian kredit bagi debitur antara lain : a. Apabila debitur menggunakan kredit yang diberikan oleh pihak bank, maka debitur tersebut akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki usahanya. b. Debitur dapat memperluas dan mengembankan usahanya dengan leluasa. c. Dapat meningkatkan penghasilan usaha debitur. Selain dampak positif yang timbul dalam pemberian kredit tersebut ada dampak negative yang timbul dalam pemberian kredit bagi debitur yaitu dengan diberikan kredit apabila debitur mengalami kegagalan usahanya, sehingga debitur sulit untuk mengembalikan kreditnya, maka pihak bank akan dapat melakukan tindakan kepada debitur dengan jalan melakukan tindakan penyelamatan kredit yang dilakukan oleh pihak bank terhadap kemacetan yang dilakukan oleh debitur. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
155
D. Peran Dari Ketentuan Kontrak Standar/Perjanjian Baku Kredit Pengusaha Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata yaitu tentang Perikatan (van Verbintenis). KUH Perdata itu sendiri merupakan produk hukum dari kolonial Belanda semasa menduduki Indonesia. Adapun keberlakuan KUH Perdata adalah didasarkan pada ketentuan Pasal 1 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV. Dimana pada pasal tersebut menentukan : “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Adapun istilah perikatan sebagaimana diungkapkan di atas mempunyai arti lebih luas bila dibandingkan dengan istilah perjanjian, sebab dalam Buku III KUH Perdata diatur juga tentang hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber dari perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul karena pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian, oleh karena itu Subekti berpendapat bahwa Buku III KUH Perdata berisikan hukum perjanjian. Adapun masih menurut pendapat Subekti perbedaan istilah perikatan dan perjanjian adalah sebagai berikut, “Perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkret.” Secara yuridis formal perikatan dijumpai pada Pasal 1234 KUH Perdata : “Tiap-tiap perikatan Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
156
adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.” Subekti berpendapat yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III KUH Perdata itu, ialah : “Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberikan hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.” Adapun hal-hal yang dapat dituntut melalui suatu perikatan disebut dengan prestasi, yang menurut KUH Perdata prestasi berwujud sebagaimana diatur pada Pasal 1234 KUH Perdata di atas.Perlu diketahui sifat keberlakuan norma selain ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata pada Buku III KUH Perdata ini adalah fakultatif artinya tidak harus untuk diikuti. Hal inilah yang dalam literatur hukum perjanjian dikatakan sebagai sistem terbuka. Selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata maka perjanjian tersebut adalah sah di mata hukum.Pengertian perjanjian secara yuridis formal diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Bertalian dengan permasalahan tentang standar kontrak di atas, terdapat beberapa pandangan sarjana tentang keabsahan standar kontrak/perjanjian baku antara lain pendapat : Sluijter : “perjanjian baku bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha adalah seperti pembentuk undang-undang swasta.” Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
157
Pitlo : “perjanjian baku adalah perjanjian paksa.”Stein : “Perjanjian baku dapat diterima sebagai fiksi adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian.”. Asser Rutten : “ Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggungjawab terhadap isinya, tanda tangan pada formulir perjanjian baku membangkitkan kepercayaan bahwa yang menandatangani mengetahui dan menghendaki isi formulir perjanjian.”
Menurut penulis bila standar kontrak tersebut dibuat dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata maka standar kontrak tersebut menjadi sah di mata hukum. Namun perlu dipahami bila mengangkat permasalahan tentang standar kontrak yang menjadi persoalan utamanya adalah kesederajadan kualitas para pihak di mata hukum, artinya bahwa sudahkah sejatinya para pihak yang melaksanakan suatu standar kontrak dilandasi kesepakatan dengan ‘kerelaan’ dari kehendak masingmasing atau salah satu pihak atas suatu standar kontrak tersebut.Unsur kerelaan dalam berkontrak memang secara jelas dan tegas tidak menjadi syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Namun bila dilihat dalam ketentuan Pasal 1321 KUH Perdata: “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.” Selain itu berturut-turut perlu juga diindahkan ketentuan Pasal 1323, 1324, dan Pasal 1325 KUH Perdata . Pasal 1323 KUH Perdata : “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
158
merupakan alasan untuk batalnya persetujuan (penulis : perjanjian), juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat.”
Pasal 1324 KUH Perdata : “Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang dapat berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.” Dalam mempertimbangkan hal itu, harus diperhatikan usia, kelamin dan kedudukan orang-orang yang bersangkutan. Pasal 1325 KUH Perdata : “Paksaan mengakibatkan batalnya suatu persetujuan tidak saja apabila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, tetapi juga apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau isteri atau sanak-keluarga dalam garis ke atas maupun ke bawah.” Maka berdasarkan Pasal 1321, 1323, 1324 dan 1325 KUH Perdata secara tegas jelas bahwa unsur paksaan dalam rangka mencapai kata sepakat adalah dilarang oleh hukum perjanjian di Indonsia. Namun mengenai unsur paksaan pada praktik standar kontrak di Indonesia ini belum dapat tebukti adanya unsur paksaan menurut aturan formal hukum perjanjian itu sendiri.Adapun lahirnya konsep standar konrak itu sendiri dipayungi oleh hukum perjanjian di Indonesia melalui ketentuan Pasal Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
159
1338 KUH Perdata. Pasal 1338 KUH Perdata : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Dari sudut pandang hukum positif standar kontrak mendapat legalitas atau dipandang sah, tentu saja standar kontrak tersebut menjadi memiliki daya ikat dari aspek hukum bagi para pihak yang membuatnya. Standar kontrak sah secara hukum selama ia mengindahkan norma hukum perjanjian yang diatur pada Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut penulis sah tidaknya standar kontrak tidak dapat terlepas dari teori tentang kesepakatan dalam hukum perjanjian. Hal ini karena dalam standar kontrak terdapat ‘aturan main’ bahwa bila pihak penawar atau pembuat standar kontrak itu mengajukan penawaran kepada pihak lain, maka pihak lain itu memiliki kebebasan dalam menentukan sikap, apakah ia setuju dan kemudian menandatangani isi kontrak atau bila ia tidak setuju dengan isi klausul yang diajukan kepadanya, ia dapat menolak dengan cara tidak menandatangani atau meninggalkan tempat dimana pihak penawar standar kontrak itu berada, baik di alam nyata maupun dalam dunia maya berupa kontrak online yang lazim dijumpai dalam perspektus saham atau berbagai bentuk standar kontrak bisnis secara online yang ditawarkan oleh jasa multi level marketing atau pihak penjual jasa atau barang lainnya. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
160
Adapun macam-macam teori tentang terbentuknya kesepakatan yaitu : 1. Ontvang Theorie, yaitu dalam teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan itu terbentuk sejak detik diterimanya penawaran oleh pihak penerima, atau disetujuinya kontrak oleh kedua belah pihak. 2. Wills Theorie, yaitu dalam teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan timbul sejak adanya kehendak dari para pihak yang melakukan perjanjian. 3. Verneming Theorie, yaitu dalam teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan lahir jika pihak penawar telah menerima isyarat disetujuinya penawaran dari pihak yang menerima penawaran. 4. Vertrouwen Theorie, yaitu dalam teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan itu ada sejak secara kelaziman atau kebiasaan masyarakat menyatakan bahwa sikap seseorang menunjukkan bahwa ia telah menyetujui isi perjanjian atau menerima perjanjian yang ada dihadapannya..Dari keempat macam teori tentang terbentuknya kesepakatan, Ontvang Theorie adalah teori yang dianut oleh KUH Perdata. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1458 KUH Perdata : “Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.” Dari kata-kata ‘seketika’ setelah mereka mencapai sepakat maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembentukan kesepakatan KUHPerdata menganut Ontvang Theorie.Kembali kepermasalahan tentang daya ikat standar kontrak. Dalam standar kontrak terdapat persoalan yang lebih mendasar adalah karena standar kontrak dibuat Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
161
secara sepihak, maka perjanjian tersebut cenderung mencantumkan hak dan kewajiban yang tidak seimbang. Seperti adanya klausula eksonerasi atau dalam sistem common law disebut exculpatory clause. Klausula eksonerasi adalah klausula yang mengalihkan tanggung jawab dari suatu pihak ke pihak lainnya, misalnya penjual tidak mau bertanggung jawab atas kualitas barang yang dijualnya, sehingga dicantumkan klausula bahwa barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan[. Demikian juga pengelola parkir yang tidak mau bertanggung jawab atas kehilangan kendaraan yang di parkir di wilayah yang dikelolanya. Klausula eksonerasi dapat ditemukan pada perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha maupun antara pelaku usaha dengan konsumen. Bila ditelaah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, UndangUndang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berpendirian bahwa perjanjian baku/standar kontrak adalah sah, akan tetapi undang-undang ini melarang pencatuman klausula baku yang bersifat berat sebelah dan jika dicantumkan dalam perjanjian, maka klausula baku tersebut adalah batal demi hukum. Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Konsumen menyebutkan klausula baku yang dilarang untuk dicantumkan pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, yaitu : a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
162
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual-beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula seperti ini juga batal demi hukum.Adapun standar kontrak dalam praktek sehari-hari lebih diarahkan untuk Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
163
mendapat efisiensi dalam hal mencapai kesepakatan antara para pihak sehingga bila tercapai efisiensi waktu dalam proses pencapaian kesepakatan maka secara ekonomis tercapai pula target kerja berupa efektifitas kerja, atau dengan kata lain terwujudnya penghematan dari aspek waktu dan biaya yang akan ditanggung perusahaan. Selain itu standar kontrak menurut penulis berguna dalam hal memberikan perlakuan yang sama atau sikap egaliter bagi setiap orang hendak mengadakan kontrak dengan suatu usaha jasa atau penjualan barang, sehingga asas equality before the law dapat diakomodir melalui standar kontrak ini, dengan catatan standar kontrak tersebut tidak merugikan pihak yang berposisi sebagai penerima kontrak.
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
164
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, A. 1993. Ensiklopedia Ekonomi dan Keuangan.Pradnya Paramita. Jakarta. Darus, Mariam. 1991. Perjanjian Kredit Bank. PT.Citra Aditya Bakti. Bandung.
Djumhana, Muhammad. 1993.Hukum Perbankan di Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Fuady, Munir. 2002.Hukum Perkreditan Kontemporer. PT. Citra Adytia Bakti. Bandung. Gunawan, Johannes. 1999. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. PT.Grasindo. Jakarta.
Hartono, Sunaryati. 1998. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia. Bina Cipta. Bandung. Hasan, Djuhaendah. 1999.Masalah Hukum Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti). Bandung.
Harahap Yahya, Muhammad. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Binacipta. Bandung. Hartono, Sunaryati. 1974.Mencari Bentuk dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita. Sinar Baru. Bandung.
Naja,Daeng. H.R. 2005. Hukum Kredit dan Bank Garansi. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Sembiring, Santosa. 1999. Pencantuman Asas Kewajaran dalam Kontrak Standar (Perjanjian Baku) Sebagai Salah Satu Upaya Melindungi Konsumen. Jurnal Hukum. Jakarta. Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.
165
Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. PT. Grasindo, Jakarta.
Simorangkir, O.P. 2000.Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Ghalia. Jakarta. Sutarno. 2003.Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank. Alfabeta. Bandung. Suyatno, Thomas. 2003. Dasar-dasar Perkreditan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Usman, Rachmadi. 2003. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
http://pumkienz.multiply.com/reviews/item/1 tp://silapcity.blogspot.com/2009/03/pengertian-kredit.html http://www.legalitas.org/?q=node/258
Perundang-undangan : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata )
Vera Patricia Madanna Purba : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standard Pemberian Kredit Di Bank (Studi pada Bank Mandiri Cabang Utama Medan), 2010.