Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG MENJADI KORBAN KEJAHATAN ITE DI BIDANG PERBANKAN Mahesa Jati Kusuma Abstrak Semakin maraknya tindak kejahatan cyber crime di bidang perbankan yaitu kasus pembobolan terhadap sistem keamanan dan pembobolan rekening (hacking) atau sistem elektronik nasabah dalam sistem perbankan nasional dengan menggunakan sarana, prasarana dan identitas orang lain guna memalsukan kartu kredit dalam kejahatan yang disebut Carding Sehingga dalam penegakan hukum pidana, korporasi khususnya lembaga perbankan tidak hanya menjadi korban pembobolan rekening nasabah tetapi juga masih bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh nasabah. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Kejahatan ITE keinginan dengan tarikan pengaruh global
PENDAHULUAN Perkembangan kejahatan
yang
berkaitan dengan teknologi ini sering dikatakan sebagai bentuk kejahatan cyber crime (kejahatan dunia maya). Bentuk klasik dari kejahatan ini adalah seperti: Joycomputing (memakai komputer tanpa ijin), hacking ( memasuki sistem jaringan komputer secara tidak sah), The Trojan horse (memanipulasi program komputer), Data Leakage (pembocoran data), Data Diddling ( manipulasi data komputer) dan Perusakan Data Komputer. Kejahatan mayantara tersebut dapat disebut sebagai ”cost” atau harga mahal dari suatu perubahan masyarakat global yang tingkat perkembangannya
melebihi
eksistensi
hukum. Kejahatan cyber crime yang populer disebut juga kejahatan cyber space merupakan
cerminan
dari
kondisi
masyarakat yang selalu berkejaran antara
yang
tidak
menawarkan
sedikit
memproduk
perubahan
yang
dan
bersifat
kerugian. Misalnya menjadikan teknologi sebagai alat memenuhi perkembangan dan dasar pengembangan sistem transaksi pada perbankan, tetapi masih seringkali kita gagal
menolak dampak destruktifnya.
Berdasarkan perkembangan zaman dan semakin canggihnya teknologi pula yang semakin memacu kejahatan cyber crime untuk berevolusi menjadi berbagai macam jenis kejahatan baru dan modus operandi yang berkaitan dengan tindak kejahatan cyber crime. Bentuk
kejahatannya
berkembang, mulai yang dikenal umum sepert,
”Hacking”,
”Cracking”1,
”Carding” hingga yang lebih spesifik seperti, ”Probe” (usaha untuk memperoleh 1
Hacking atau Cracking adalah perbuatan membobol sistem computer.
32
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
akses ke dalam suatu sistem); ”Scan”
ISSN 1979-4940
5.
(Probe dalam jumlah besar); ”Account Compromize”
(Penggunaan
Account
6.
secara illegal); ”Root Copromize” (account compromize dengan previlege bagi si penyusup); ”Danial Of Service” atau Dos
7.
(membuat jaringan tidak berfungsi karena kebanjiran
traffick)
penyalahgunaan
Domain name,dll2. Diperkirakan
kini
jenis
dan
bentuk kejahatan yang berbasis teknologi telah berkembang semakin pesat lagi
8.
dengan berbagai variasi modus operandi. Kejahatan
berbasis
memiliki
karakteristik
membedakan
teknologi
dengan
tersebut
khas
9.
yang
kejahatan
konvensional, antara lain: 1.
2.
3.
4.
Kejahatan tersebut terkait dengan teknologi yang bekerja secara elektronik dan sistem digital atau computerized, beserta sarana penunjangnya ( terutama: data, program dan sistem. Teknologi dalam kejahatan ini dapat berposisi sebagai alat/ sarana maupun objek/ sasaran kejahatan, bahkan dimungkinkan pula sebagai subjek kejahatan. Perbuatan tersebut dilakukan dengan memperdaya atau memanipulasi teknologi sehingga teknologi tersebut tidak berfungsi sebagaimana yang seharusnya (sesuai dengan kehendak pelaku kejahatan). Perbuatan tersebut dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis.
10.
Sifat kejahatan mengikuti sifat teknologi yang bersifat intangible, virtual dan borderless. Kerugian yang ditimbulkan tidak selalu bersifat material (ekonomis) namun juga bersifat immaterial (waktu, jasa pelayanan, privasi, keamanan dll). Pelaku kejahatan berbasis teknologi dilakukan oleh orangorang yang profesional (terdidik/ terpelajar) dalam arti memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih di bidang pengembangan dan pemanfaatan teknologi. Pelaku kejahatan sulit dilacak karena dalam teknologi informasi, identitas seseorang dapat disamarkan secara sempurna. Sebagaimana pelaku dunia IT (Information Technology) lainnya pelaku kejahatan yang berbasis IT juga memiliki jiwa yang menyukai tantangan. Semakin canggih sistem dalam teknologi, semakin terdorong untuk mencari kelemahannya. Hanya bedanya pelaku kejahatan berbasis teknologi setelah menemukan sisi lemah dari sistem teknologi lalu menyalahgunakan untuk motifmotif penyimpangan. Korban kejahatan berbasis teknologi pada umumnya tidak melaporkan kejahatan yang dialaminya, dengan alasan: tidak mengetahui kalau dirinya menjadi korban, ketidak kepercayaan terhadap aparatur penegak hukum3 atau takut terkena dampak yang lebih parah lagi. Hukum berfungsi sebagai
perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum 3
2
Barda Nawawi Arief, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika, Semarang, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010, hal.56.
Penegak hukum adalah aparat negara yang diberi hak dan kewajiban untuk menangani dan menyelesaikan pelanggaran atas ketentuan hukum yang berlaku.
33
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
harus dilaksanakan4. Jadi perlindungan
umumnya hukum pidana hanya menerima
hukum merupakan perlindungan yang
penafsiran
diberikan oleh hukum maupun undang-
berbagai persoalan lain yang berkaitan
undang untuk melindungi kepentingan
seperti
manusia agar kehidupan manusia dapat
sebagainya sebagai kelajutan.
alat
berlangsung normal, tentram dan damai. Permasalahan
saja.
bukti
Persoalan
Disamping
elektronik
tersebut
dan
diatas
yuridis
sesungguhnya berkaitan dengan kebijakan
untuk menjerat pelaku kejahatan ini
hukum pidana (penal policy). Marc Ancel
biasanya
dikaitkan
berbagai
mendefinisikan kebijakan hukum pidana
persoalan
yang
dengan
(penal policy) sebagai suatu ilmu sekaligus
beberapa karakteristik kejahatan cyber
seni yang bertujuan untuk memungkinkan
crime
yang
peraturan hukum positif (dalam hal ini
membuat
hukum pidana) di rumuskan secara lebih
yaitu,
berwenang
secara
otentik
dengan
berhubungan
pertama,
mengatur
siapa
atau
regulasi yang berkaitan dengan kejahatan di
internet
mengingat
kejahatan
baik.
ini
Sementara itu upaya perumusan
melintasi batas teritorial atau borderless
hukum pidana secara lebih baik, mencakup
territory, atau bahkan bisa dikatakan di
di dalamnya kebijakan merubah atau
luar teritorial negara (out of the state
membuat aturan khusus (hukum pidana)
territory), yang pada akhirnya berkaitan
yang berkaitan dengan kejahatan cyber
dengan yurisdiksi mana yang berhak
crime. Artinya walaupun secara essensial
melakukan proses peradilan. Tetapi dalam
dapat di analogikan dengan kejahatan atau
kajian ini, lebih memfokuskan pada tindak
tindak pidana yang dapat diatur dalam
kejahatan cyber crime di wilayah teritorial
KUHP, namun menurut pendapat para
nasional.
ahli,
Kedua, berkaitan dengan asas
hukum
analogi.
pidana
Disamping
tidak itu,
juga
karakteristik
hukum pidana, apakah kejahatan dalam
berbeda maka dimungkinkan dijadikan
dunia maya dapat di jerat dengan hukum
tindak pidana tersendiri dengan aturan
pidana melalui cara penafsiran, mengingat
tersendiri pula dalam rangka mewujudkan
kejahatan tersebut merupakan sesuatu
rumusan hukum pidana yang lebih baik.
sama
sekali
baru.
Sementara
tersebut
karena
legalitas yang sangat fundamental dalam
yang
kejahatan
menerima
yang
Kriminalisasi terhadap perbuatanperbuatan yang dalam Bab VII sebagai
4
Sudino Mertokusumo dan A. Pitlo, “Bab- bab Tentang Penemuan Hukum”,Cet. I, PT. Citra Aditya Bakti, 1993,hal 1.
perbuatan ada dua Undang- undang utama yang mengatur tentang informasi dan 34
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
transaksi elektronik di Indonesia. Undang-
Peran
teknologi
dalam
dunia
undang yang pertama adalah Undang-
perbankan5
undang No. 11 Tahun 2008 tentang
kemajuan suatu sistem perbankan sudah
Informasi
Elektronik.
barang tentu ditopang oleh peran teknologi
Undang- undang yang ke dua adalah
informasi6. Semakin berkembang dan
undang- undang yang telah dikeluaran
kompleks
sebelum dikeluarkannya Undang- undang
perbankan untuk memudahkan pelayanan,
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
itu berarti semakin beragam dan kompleks
Transaksi Elektronik. Undang- undang
adopsi teknologi yang dimiliki oleh suatu
tersebut adalah Undang- undang No. 36
bank7. Tidak dapat dipungkiri, dalam
Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
setiap
dan
Transaksi
Actus reus dari tindak pidana
sangatlah
fasilitas
bidang
mutlak,
yang
termasuk
dimana
diterapkan
perbankan
penerapan teknologi bertujuan selain untuk
tersebut diatas adalah ”mengakses”. Mens
memudahkan
rea dari tindak pidana tersebut diatas
perusahaan, juga bertujuan untuk semakin
adalah ”dengan sengaja”. Objek dari
memudahkan
actus reus tindak pidana tersebut adalah
kostomer atau nasabah bank. Apabila
”komputer dan/ atau Sistem Elektronik”.
untuk saat ini, khususnya dalam dunia
Artinya, seorang hanya dapat dipidana
perbankan hampir semua produk yang
berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) jo
ditawarkan kepada nasabah (costomer)
Pasal 46 ayat (1) UU ITE apabila yang
serupa, sehingga persaingan yang terjadi
diakses oleh pelaku adalah Komputer dan/
dalam dunia perbankan adalah bagaimana
atau Sistem Elektronik. Yang menjadi
memberikan produk yang serba mudah dan
korban tindak pidana tersebut adalah
serba cepat. Namun tampaknya dibalik
pemilik
perkembangan
Komputer
dan/
atau
Sistem
Elektronik. Pasal tersebut menegaskan bahwa cara apa pun yang ditempuh oleh pelaku dalam mengakses Komputer dan/ atau Sistem Komputer tersebut bukanlah merupakan faktor penentu bagi dapat atau tidak
dapatnya
pelaku
jawabkan secara pidana.
dipertanggung
permasalahan
operasional
pelayanan
ini hukum
intern
terhadap
terdapat
berbagai
yang
berkaitan
5
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, menyangkut tentang kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Ketentuan Pasal 1 ayat 1 UU No.10 Tahun 1998. 6 Ronny Prasetya, ”Pembobolan ATM, tinjauan hukum perlindungan nasabah korban kejahatan perbankan”, Jakarta, PT. Prestasi Pustaka, 2010, hal. 27. 7 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
35
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
dengan kejahatan informasi dan transaksi
sah, dan bagaimana menggunakan kartu
elektronik di bidang perbankan yang
kredit yang palsu itu. Memperoleh data
kemudian merugikan bank, masyarakat
yang terkait dengan suatu rekening itu
dan/ nasabah jika tidak diantisipasi dengan
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Hal
baik.
itu Seiring
dengan
biasanya
dilakukan
tanpa
semakin
sepengetahuan pemegang kartu kredit
maraknya tindak kejahatan cyber crime di
(credit card holder), merchant, atau bank
bidang perbankan yaitu kasus pembobolan
penerbit kartu kredit setidak- tidaknya
terhadap
dan
sampai
atau
digunakan untuk melakukan kejahatan.
sistem
pembobolan
keamanan
rekening
(hacking)
sistem elektronik nasabah dalam sistem
akhirnya
rekening
tersebut
Cara- cara tersebut antara lain :
perbankan nasional dengan menggunakan
a) Dengan cara mencuri kartu kredit.
sarana, prasarana dan identitas orang lain
Cara yang digunakan dimulai
guna memalsukan kartu kredit dalam
dengan mencuri kartu kredit atau
8
kejahatan yang disebut Carding . Sehingga
mendapatkan data yang terkait
dalam penegakan hukum pidana, korporasi
dengan suatu rekening, termasuk
khususnya lembaga perbankan tidak hanya
nomor rekening kartu kredit atau
menjadi korban pembobolan rekening
informasi lain yang diperlukan
nasabah tetapi juga masih bertanggung
oleh
jawab atas kerugian yang dialami oleh
(merchant) dalam suatu transaksi.
nasabah.
penerima
b) Dengan Modus operandi carding yaitu
mendapatkan
kartu-
kartu
kredit
menanamkan
Spyware parasites9.
terdapat berbagai program carding dan bagaimana
cara
kartu
Spyware parasites ini dapat melakukan
pencurian
kredit, bagaimana membuat nomor- nomor
(identity
kartu
menelusuri nomer- nomer kartu
kredit
yang
palsu,
bagaimana
menggandakan kartu- kartu kredit yang 8
Carding atau Credit Card Froud, suatu kejahatan kartu kredit, merupakan salah satu bentuk dari pencurian (thelf) dan kecurangan (froud) di dunia internet yang dilakukan oleh pelakunya dengan menggunakan kartu kredit (credit card) curian atau kartu kredit palsu yang dibuat sendiri. Tujuannya tentu saja adalah untuk membeli barang secara tidak sah atas beban rekening dari pemilik kartu kredit yang sebenarnya (yang asli) atau untuk menarik dana secara tidak sah dari suatu rekening bank milik orang lain.
kredik
thelf)
identitas
ketika
dan
dapat
seseorang
9
Spyware parasites, adalah suatu bentuk alat yang dapat melakukan pencurian identitas (identity theft) dan dapat menelusuri nomor- nomor kartu kredit ketika seorang pemegang kartu kredit menggunakan kartu kreditnya untuk berbelanja secara on line. Apabila informasi yang berasal dari kartu kredit tersebut kemudian dapat di tangkap oleh mereka yang akan menggunakan informasi curian itu untuk tujuantujuan illegal, maka pemegang kartu kredit dapat kehilangan uangnya.
36
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
pemegang
kartu
kredit
c) Seorang petugas toko (merchant)
menggunakan
kartu
kreditnya
menyalin tanda terima penjualan
untuk berbelanja secara on line.
(sale receip) dari barang yang
Apabila informasi yang berasal
dibeli oleh pelanggan dengan
dari
tersebut
tujuan untuk dapat digunakan
kemudiandapat ditangkap oleh
melakukan kejahatan di kemudian
mereka yang akan menggunakan
hari.
kartu
kredit
informasi curian itu untuk tujuan-
d) Dengan melakukan skimming.
tujuan ilegal, maka pemegang
Mendapatkan data pribadi anda
kartu kredit dapat kehilangan
dapat dilakukan dengan apa yang
uangnya.
disebut ”skimming”. Skimming
Terkadang tindakan- tindakan
merupakan suatu hi- tech method,
pengamanan bahkan tidak dapat
yaitu
membantu
melakukan
inframasi mengenai pribadi anda
pengamanan terhadap pencurian
atau mengenai rekening anda dari
data kartu kredit itu karena nomor
kartu kredit, surat ijin mengemudi
kartu kredit anda dapat dengan
(SIM), kartu tanda penduduk
mudah
(KTP), atau paspor anda. Pelaku
unuk
di
dapatkan
dengan
si
pencuri
memperoleh
menggunakan program spyware
Skimming
menggunakan
parasites
(electronic
apabila kartu
tersebut.
Bayangkan
elektronik
seseorang
kehilangan
untuk
kreditnya
dan
carder
memperoleh
alat drive)
informasi
tersebut. Alat ini disebut skimmer
(pelaku kejahatan kartu kredit)
yang
tersebut adalah nasabah dari bank
dibawah US$ 50 atau sekitar Rp.
yang sama dengan pemegang
450.000. ketika kartu kredit atau
kartu kredit tersebut. Carder yang
kartu ATM anda digesek (swipe
telah memperoleh nomor kartu
through) melalui skimmer tadi,
kredit dapat menciptakan nomor
maka informasi yang terdapat di
kartu kredit
dalam magnetic strip pada kartu
yang lain dengan
bantuan
program-
program
tertentu.
Nomor-nomor
harganya
murah,
yaitu
anda akan dibaca oleh skimmer
kartu
dan disimpan di dalam alat itu
kredit biasanya memiliki tanggal
atau di dalam komputer yang
kadaluarsa (expire date) yang
tersambung dengan alat itu.
sama. 37
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
Skimmer yang terjadi melalui
hukum
mesin ATM. Hal itu dilakukan
merupakan upaya yang dapat memberikan
oleh
dengan
perlindungan terhadap korban kejahatan
memasukkan suatu card trapping
cyber crime di bidang Informasi dan
drive ke dalam ATM card slot.
Transaksi Elektronik. Oleh karena itu,
Ketika
anda
pembaharuan hukum pidana materiel/
dimasukkan ke dalam ATM card
substantif khususnya KUHP dalam rangka
slot tersebut, maka card trapping
pembangunan/pembaharuan
drive yang ada dalam ATM card
hukum nasional merupakan kebutuhan
slot membaca data dalam kartu
penting
ATM dan menyimpannya untuk
perlindungan terhadap masyarakat. Dalam
di
Konsep KUHP saat ini yang mempertegas
pelakunya
kartu
kemudian
ATM
hari
digunakan
pidana
dalam
materiel/
upaya
substantif,
(sistem)
memberikan
melalui kejahatan skimming.
pelaku kejahatan bukan hanya orang
Sehingga
(naturalijk person), tetapi juga badan
dengan
munculnya
modus operandi dari kejahatan carding ini,
hukum
menjadi pemicu munculnya dampak yang
perkembangan yang sangat luar biasa,
ditimbulkan.
karena
carding
Dampak
tersebut
atas
merupakan
pembaharuan
KUHP
terbuka kesempatan untuk memperluas
terjadinya viktimisasi secara langsung dan
jenis kejahatan yang juga dapat dilakukan
tidak
masyarakat,
oleh korporasi, yakni dengan memastikan
Kerugian secara material dan non material
atas perbuatan pidana siapa sajakah suatu
kepada sistem perbankan secara khusus
korporasi harus bertanggung jawab secara
dan sistem perekonomian secara umum,
pidana,
hukum di negara kita harus segera
pidana yang paling tepat bagi korporasi
diremajakan.
semakin
agar dapat memberikan rasa adil bagi
berkembangnya dunia komunikasi melalui
korban serta menimbulkan deterrent effect.
jasa internet dan semakin bergantungnya
Seiring perkembangannya, ternyata badan
transaksi
jasa
usaha atau korporasi tidak hanya bisa
perbankan lewat Internet, maka pengaturan
menjadi pelaku kejahatan cyber crime
bisnis
kepada
Maka
lain
melalui
person)
yaitu
langsung
antara
kejahatan
(recht
menggunakan
serta
menentukan
jenis-jenis
cyber crime di Indonesia sudah sangat mendesak dibutuhkan. Kebijakan hukum pidana (penal policy) dengan membuat peraturan hukum pidana yang baik melalui pembaharuan 38
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
tetapi
juga
menjadi
sasaran
ISSN 1979-4940
372 KUHP (Penggelapan) dalam kasus “Carding”. e. Putusan Pengadilan Negeri Bandung mempergunakan UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
pelaku
kejahatan cyber crime lain10. Problem
Kebijakan
Kriminalisasi
Kejahatan Cyber Crime Seiring
dengan
pesatnya
perkembangan teknologi informasi telah merubah pola kehidupan, virtual life dan reality life. Perubahan paradikma ini sebagai akibat dari kehadiran cyber space, yang merupakan imbas dari jaringan computer global. Problematika
Berdasarkan
analisis
terhadap
kebijakan kriminalisasi kejahatan cyber crime melalui putusan - putusan para hakim yang menangani perkara tersebut, pada
prinsipnya
terobosan
sudah
penjatuhan
melakukan
putusan
yang
bersifat progresif. Yaitu pada penanganan kasus data didding (manipulasi data
kebijakan
computer)
dengan
menerapkan
pasal
kriminalisasi kejahatan cyber crime di
pencurian (Pasal 362 KUHP) dan dalam
Indonesia dapat yang berkaitan dengan
kasus carding dengan menerapkan pasal
putusan pengadilan dalam penyelesaian
pencurian
kasus cyber crime antara lain:
Adapun dalam perkara carding dengan
a. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tahun 1989 yang telah menerapkan tentang pencurian (Pasal 362 KUHP) dalam kasus “Data Didding” di PT Bank Bali Cabang Jakarta Barat11. b. Putusan Pengadilan Negeri Sleman pada tahun 2002 yang telah menerapkan Pasal tentang penipuan (Pasal 378 KUHP) dalam Kasus “Carding”. c. Putusan Pengadilan Negeri Semarang pada tahun 2003 yang telah menerapkan pasal tentang pencurian (Pasal 362 KUHP) dalam Kasus “Carding”. d. Putusan pengadilan Negeri Sleman mempergunakan Pasal 10
Sjahdeini, Sutan Remy, Kejahatan dan Tndak Pidana Komputer (Jakarta: Puataka utama Grafiti,2009),hlm. 82. 11 Barda Nawawi Arief, Loc.cit, hal. 82.
(Pasal
362
KUHP)
juga.
menerapkan pasal penggelapan (Pasal 372) dan penipuan (Pasal 378 KUHP). Putusan para hakim tersebut dengan menerapkan dasar Legal- positifistik. Tetapi berdasarkan hasil dari putusan- putusan tersebut, merupakan cerminan
atas
beberapa
kelemahan-
kelemahan dalam penerapan atas sumber hukum (UU, KUHP, KUHAP) yang digunakan para hakim. Para hakim masih mengalami kesulitan dalam menafsirkan mengenai konsep perbuatan yang dilarang terutama dalam ketentuan UU ITE. Yaitu dalam Pasal 27 ayat (4).
39
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendisribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat di aksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/ atau pengancaman”. Terutama berkaitan mengenai
ketentuan perbuatan yang dilarang dalam
unsur-
unsur
”mendistribusikan”,
perbuatan, ”mentransmisikan”,
”membuat dapat diakses”. Sedangkan yang berkaitan dengan unsur perbuatan yang memiliki
muatan
”pengancaman”
”pemerasan”
masih
sangat
dan kurang
spesifik dalam aturan penjelasannya. muatan
penafsirannya
”pengancaman”
masih
sangatlah
penipuan. Apabila hakim menerapkan ketentuan tersebut, maka hanya akan ditujukan kepada para pelaku kejahatan ITE saja dan hak- hak korban terutama hak- hak para nasabah bank belum terpenuhi. Sehingga dalam permasalahan ini UU ITE masih belum memberikan perlindungan atas hak- hak nasabah bank sebagai korban kejahatan ITE di bidang perbankan. Maka perlu dilakukan upaya hukum
Berkaitan dengan unsur yang memiliki
KUHP yaitu : pencurian, penggelapan, dan
luas.
komputer milik perusahaan atau perbankan tertentu, sudah dapat dikatakan sebagai perbuatan pengancaman.
dapat berupa merusak data komputer, data
(
Data
Leakage)
membobol (Hacking), memanipulasi data komputer (Data Didding) dan Carding (pencurian melalui kartu kredit) pada suatu perusahaan perbankan.
memiliki muatan pengancaman di atas terdapat
dalam
UU
ITE,
aturan maka
penjelasannya para
hakim
melakukan penafsiran yang bersifat legal positifistik
dengan
atas
korban
kejahatan
ITE
di
bidang
UU
ITE
sudah
perbankan. Sebetulnya mengatur
mengenai
sanksi
hukum
terhadap pelaku kejahatan, yaitu tertuang dalam Pasal 30 ayat (1) jo Pasal 46 ayat
masih jarang digunakan karena masih bersifat umum. Sedangkan apabila kita fokus kepada upaya hukum perdata yang dilakukan oleh pihak bank dan nasabah bank yang menjadi korban kejahan ITE di bidang perbankan, maka hak- hak nasabah bank yang menjadi korban belum juga
Sehubungan dengan hal- hal yang
belum
upaya
(1) UU ITE, namun ketentuan tersebut
Perbuatan pengancaman sendiri
pembocoran
sebagai
pemenuhan hak- hak nasabah bank sebagai
Sebagai contohnya yaitu apabila seseorang mengakses suatu jaringan atau sistem
perdata,
menggunakan
terealisasi.
Karena
perbuatannya,
berdasarkan
pelaku
kejahatan
unsur ITE
membobol suatu sistem milik perusahaan perbankan
dan
melakukan
upaya
mengakses,mendistribusikan, memanipulasi,
menyalin
data
dan 40
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
membobol data atau rekening nasabah
berkewajiban memenuhi hak- hak nasabah
bank. Sehingga berdasarkan realita yang
bank yang menjadi korban kejahatan
ada, lembaga perbankan tidak menjamin
pelaku pembobol rekening bank tersebut
atas ganti kerugian material atas pencurian
(apabila ada perjanjian yang mengatur).
rekening nasabah bank yang dilakukan oleh pelaku kejahatan ITE apabila tidak diatur
secara
kesepakatan
terperinsi perjanjian
dalam
draf
penjaminan
keamanan rekening antara pihak bank dengan nasabah bank (berkaitan dengan E-
dalam
ketentuan
dengan pemenuhan hak- hak korban atas kerugian yang di timbulkan oleh pelaku kejahatan. Sehingga diperlukan ketentuan dalam
UU
Perbankan
yang
mengatur hak- hak nasabah bank yang menjadi korban kejahatan ITE di bidang perbankan. Selain nasabah bank yang menjadi korban kejahatan yang di lakukan oleh pelaku kejahatan ITE. Perusahaan perbankan juga menjadi korban atas kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku kejahatan ITE di bidang perbankan.
perlindungan terhadap korban kejahatan, antara lain adalah berkaitan dengan: a. Undang- undang Informasi dan
kejahatan
ITE
juga
Berkaiatan dengan masalah pengamanan elektronik
system dan
transaksi
tanda
tangan
digital. Menurut Pasal 11 ayat (1) ITE12,
UU
elektronik hukum
tanda
memiliki
dan
tangan kekuatan
memiliki
akibat
hukum yang sah. Apabila dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU ITE tersebut diatas tidak dapat dipenuhi oleh pihak yang akan menggunakan
tanda
tangan
tersebut sebagai alat bukti, maka tanda tangan elektronik tersebut
Bank yang menjadi korban atas pelaku
kelemahan
peraturan perundang- undangan dalam
UU
Saksi dan Korban diuraikan berkaitan
khusus
beberapa
Transaksi Elektronik (UU ITE)
Commerce). Karena
Adapun
berhak
mendapatkan hak- hak atas kerugian yang
tidak
mempunyai
pembuktian
yang
daya
sah
secara
hukum.
dialami. Baik berkenaan dengan sistem/ Kemudian
jaringan komputer bank yang dirusak atau
mengenai
dibobol oleh pelaku kejahatan, juga ganti
pengamanan
tanda
tangan
kerugian atas rekening nasabah yang telah
elektronik, harus dijaga jangan
di curi atau dibobol para pelaku kejahan ITE. Selain itu perusahaan perbankan juga
12
Lihat Pasal 11 ayat (1) UU ITE.
41
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
sampai dapat disalahgunakan oleh
dilakukan berdasarkan ketentuan
orang lain selain oleh penanda
KUHAP. Sekalipun hal itu tidak
tangan. Berkenaan dengan itu,
ditentukan secara tegas demikian
penanda tangan perlu menjaganya
oleh UU ITE, tetapi mengingat di
dengan
system
dalam UU ITE tidak ditentukan
yaitu
lain maka harus ditafsirkan bahwa
berkaitan dengan Pasal 12 ayat
KUHAP berlaku bagi tindak-
(2) UU ITE13.
tindak pidana yang berlaku dalam
menerapkan
pengamanan
tertentu,
Pentingnya
UU ITE kecuali apaila secara
sertifikat
tegas di tentukan lain oleh UU
elektronik, agar tanda tangan elektronik
bukan
saja
ITE..
aman
namun juga diakui oleh pihak-
c. Undang- undang Telekomunikasi
pihak yang akan menggunakan
Undang- undang No.36 tahun
kekuatan tanda tangan elektronik sebagai
alat
bukti
1999 tentang Telekomunikasi ini
dokumen
belum secara spesifik mengatur
elektronik yang mengandung tada tangan
elektronik
dibubuhkan tanagan,
hal- hal yang berkaitan dengan
harus
oleh
penanda
hanyalah
mungkin
telekomunikasi melalui internet, maka perlu adanya UU ITE.
apabila tanda tangan tersebut
Setiap kejahatan atau pelanggaran
dibuat dan kemudian memperoleh
hukum sangat besar terjadi pelanggaran
sertifikat
hak atau berakibat pada munculnya korban
dari
penyelenggara
sertifikat elektronik sebagaimana
(victim)
dimaksud dalam Pasal 13 dan 14
kejahatan dalam Undang- undang No.11
UU ITE14.
Tahun
b. Hukum Acara Undang- undang ITEHukum acara yang dipakai untuk meakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, serta pemeriksaan di pengadilan dan penjatuha putusan oleh hakim 13 14
Lihat Pasal 12 ayat (2) UU ITE. Lihat Pasal 13 dan Pasal 14 UU ITE.
kejahatan
2008
yaitu
tentang
terutama
Informasi
dan
Transaksi Elektronika (ITE). Permasalahan viktimisasi akibat modernisasi,
perkembangan
pengetahuan
dan
teknologi
penyelasaiannya permasalahan diperhatikan
sebagai manusia,
secara
integratif
ilmu serta suatu kurang dan
memuaskan. Untuk mencegah viktimisasi 42
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
secara sruktural dan yang non-struktural
formulasi (kebijakan legislatif/legislasi),
dalam korban modernisasi, perkembangan
tahap
sains dan teknologi, permasalahan ini
yudicial), dan tahap eksekusi (kebijakan
harus dipahami dan di hayati secara tepat.
eksekutif/ administratif)
aplikasi
Alasannya, agar kita dapat bersikap dan bertindak demi pengembangan kebenaran, keadilan dan kesejahteraan rakyat dalam menyelesaikan
permasalahan
manusia
ini15.
Dengan
demikian
yudikatif/
keterjalinan
atau kesatuan mata rantai antara kebijakan formulasi, kebijakan
kebijakan eksekusi
aplikasi
merupakan
wajib Kebijakan hukum pidana (penal
policy)
(kebijakan
melalui
pembaharuan
hukum
dan syarat untuk
fungsionalisasinya/operasionalisasi hukum pidana.
Secara
sistematik
kebijakan
pidana materiel/ substantif merupakan
formulasi yang menjadi bagian tugas
salah satu jalan yang dapat dilakukan
aparat pembuat hukum dapat dijadikan
dalam upaya memberikan perlindungan
tolak
terhadap korban kejahatan cyber crime di
operasionalisasi/fungsionalisasinya hukum
bidang informasi dan transaksi elektronik.
pidana, apakah bisa berjalan baik pada
Karena pada dasarnya kebijakan hukum
tahap-tahap berikutnya yaitu pada tahap
pidana
untuk
kebijakan aplikasi dan kebijakan eksekusi,
merumuskan suatu undang-undang yang
sehingga kebijakan formulasi inilah yang
lebih baik dalam rangka penanggulangan
perlu mendapat perhatian pertama dan
kejahatan yang lebih efektif dan usaha
serius dan perlu terus dilakukan perbaikan-
penanggulangan
perbaikan
merupakan
pembuatan
upaya
kejahatan
undang-undang
lewat
ukur
awal
yang
untuk
menentukan
disesuaikan
dengan
(hukum)
kebutuhan dalam perkembangan hukum
pidana pada hakikatnya merupakan bagian
pidana. Dapat dikatakan bahwa adanya
integral
kelemahan dalam kebijakan formulasi
dari
masyarakat
usaha
(social
perlindungan
welfare).
Usaha
hukum pidana akan sangat berpengaruh
penanggulangan kejahatan dengan sarana
strategis
penal merupakan “penal policy” tersebut
fungsionalisasi
untuk
dapat
rangka kebijakan kriminal dan upaya
fungsionalisasi/operasionalisasinya
harus
perlindungan korban.
melalui beberapa tahap, yakni tahap
15
Arif Gosita (2004), Masalah Korban Kejahatan (Jakarta : Bhuana),hlm. 166.
terhadap
operasionalisasi/
hukum
Kebijakan
pidana
formulasi
dalam
hukum
pidana pada hakikatnya untuk membuat peraturan
perundang-undangan
dengan 43
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
sebaik-baiknya adalah menjawab segala
diusahakan
permasalahan terkait dengan persoalan
ditanggulangi dengan hukum pidana harus
pokok dalam hukum pidana yaitu meliputi
merupakan
tindak pidana, pertanggungjawaban pidana
dikehendaki,
dan
melalui
mendatangkan kerugian (material dan atau
tahapan kebijakan formulasi sebagai satu
spiritual) atas warga masyarakat. Ketiga,
kesatuan dengan kebijakan aplikasi dan
Penggunaan hukum pidana harus pula
kebijakan eksekusi adalah bertujuan untuk
memperhitungkan prinsip biaya dan hasil
mencegah dan menanggulangi kejahatan
(Cost and benefit principle). Keempat,
dengan hukum pidana. Dengan demikian
Penggunaan hukum pidana harus pula
kebijakan
pidana
memerhatikan kapasitas atau kemampuan
merupakan bagian dari kebijakan kriminal
daya kerja dari badan- badan penegak
dalam
hukum,
pemidanaan.
Kebijakan
formulasi
rangka
hukum
penegakan
hukum
(khususnya penegakan hukum pidana). Bertolak
dari
untuk
dicegah
perbuatan yaitu
yaitu
atau
yang
tidak
perbuatan
yang
jangan
sampai
ada
kelampauan beban tugas (overbelasting).
pendekatan
Di samping itu jika di lihat lebih
kebijakan itu pula, Sudarto berpendapat
jauh,
bahwa dalam menghadapi masalah sentral
merupakan bagian integral dari kebijakan
yang pertama di atas, yang sering disebut
sosial
masalah kriminalisasi, harus diperhatikan
hakikatnya kebijakan perlindungan hukum
hal- hal
yang pada intinya sebagai
terhadap korban kejahatan sebagai salah
berikut : Pertama, penggunaan hukum
satu tahapan dalam kebijakan hukum
pidana
pidana
16
harus
memperhatikan
tujuan
kebijakan
(social
yang
hukum
policy).
pidana
Karena
berupaya
juga
pada
memberikan
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan
perlindungan masyarakat (social defence),
masyarakat adil dan makmur secara merata
baik secara langsung dan tidak langsung.
materiil spiritual berdasarkan Pancasila;
Melalui konsep perlindungan masyarakat
sehubungan
tersebut
dengan
ini
maka
diharapkan
kebijakan
(penggunaan) hukum pidana bertujuan
perlindungan
untuk
dan
kejahatan dalam hukum pidana diharapkan
melakukan pengukuran terhadap tindakan
adanya nilai keseimbangan, salah satunya
penangulangan
demi
nilai keseimbangan dalam memberikan
pengayoman
perlindungan antara korban dan pelaku
menanggulangi
kesejahteraan masyarakat. 16
itu dan
Kedua,
kejahatan
sendiri,
Perbuatan
yang
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1977,hal. 44-48.
hukum
dalam
terhadap
korban
tindak pidana yang selama ini dalam hukum pidana masih sangat lemah dalam formulasinya.
Melalui
konsep 44
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
perlindungan masyarakat inilah tidak lain
Penelitian tentang Perlindungan
merupakan
bagian
dari
usaha
untuk
Hukum terhadap Nasabah Bank yang
mencapai kesejahteraan masyarakat (social
Menjadi Korban Kejahatan ITE di Bidang
welfare).
Perbankan ini menggunakan pendekatan
Bagaimanakah
perlindungan
yang bersifat yuridis normatif, yaitu
hukum terhadap nasabah yang menjadi
dengan mengkaji/ menganalisis bahan
korban kejahatan ITE di bidang perbankan
hukum sekunder yang berupa bahan-bahan
dalam
terkait?
hukum terutama bahan hukum primer dan
bank
bahan hukum sekunder dengan memahami
terhadap nasabah yang menjadi korban
hukum sebagai seperangkat peraturan atau
tindak
norma-norma positif di dalam sistem
Undang-
Bagaimanakah
tanggung
pidana
perbankan?
undang
ITE
jawab
dalam
Bagaimanakah
bidang
pemenuhan
hak- hak korban dalam proses penegakan hukum kejahatan
ITE dalam bidang
perbankan?
perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai kehidupan manusia. PEMBAHASAN Demi terciptanya welfare state,
METODE PENELITIAN
maka negara membuat aturan- aturan
Spesifikasi dalam penelitian ini
hukum yang diharapkan dapat menjamin
adalah penelitian hukum normatif, yaitu
eksistensi warga negaranya. Salah satu
penelitian
di
hukum
yang
kewajiban negara adalah memberikan
terperinci
data
perlindungan bagi warga negaranya, baik
pokok
dari segi hukum, sosial, ekonomi, maupun
permasalahan. Merupakan suatu penelitian
budaya. Berkaitan dengan permasalahan
yang menggunakan sumber- sumber data
yang di bahas pada penulisan ini berkaitan
sekunder saja yang berupa peraturan
mengenai Perlindungan Hukum terhadap
perundang-
keputusan
Nasabah Bank yang Menjadi Korban
pengadilan, teori hukum dan pendapat para
Kejahatan ITE di Bidang Perbankan, maka
sarjana.
Itupula
sebabnya
digunakan
negara
analisis
secara
kualitatif
(normatif-
Informasi dan Transaksi Elektronika yang
bersifat
diharapkan menjadi salah satu upaya untuk
menggunakan sekunder
bidang secara
yang
kualitatif)
menjadi
undangan,
karena
datanya
kualitatif17.
17
Topo Santoso, Hand out,” Penulisan Proposal Hukum Normatif, yang disampaikan pada
membentuk
Undang-
undang
menciptakan kepastian dan perlindungan
pelatihan hukum fakultas hukum UI, 25 April 2005.
45
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
hukum terhadap korban kejahatan cyber
pidana. Jadi dalam arti luas berhubungan
crime.
pembahasan masalah dari sudut pandang Permasalahan kejahatan selama
hukum pidana dan kriminologi. Juga
ini terus menerus menjadi pembahasan dan
berhubungan dengan kenisbian pandangan
hal ini tidak terlepas dari korban kejahatan
tentang kejahatan, delinkuensi, deviasi,
yang
Jadi
kualitas kejahatan yang berubah-ubah:
hanya
proses kriminalisasi dan deskriminalisasi
pembahasan terhadap pelaku kejahatan,
suatu tindakan atau tindakan pidana
akan
dengan
menguat, tempat, waktu, kepentingan dan
pembahasan terhadap korban kejahatan itu
kebijaksanaan golongan yang berkuasa,
sendiri.
serta
dapat
permasalahan
ditimbulkannya. kejahatan
tetapi
tidak
terkait
juga
(berhubungan
Pengertian Korban Kejahatan Yang
dimaksud
pandangan
hidup
dengan
orang
perkembangan
sosial, ekonomi dan kebudayaan
dengan
korban
pada
masa dan di tempat tertentu).
kejahatan adalah: mereka yang menderita
Berhubung masalah korban adalah
jasmani dan rohani sebagai akibat tindakan
masalah manusia, maka sudahlah wajar
orang lain yang mencari pemenuhan
apabila kita berpegangan pada pandangan
kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang
yang bertentangan dengan kepentingan
eksistensinya.
dan hak asasi yang menderita. “Mereka”
atau pengertian yang tepat mengenai
disini
atau
manusia,
kelompok baik suasta maupun pemerintah.
bersikap
Berdasarkan
No.13
menghadapi manusia yang ikut serta dalam
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
terjadinya atau lahirnya si pembuat korban
dan Korban, korban adalah seseorang yang
tindak
mengalami
mental,
menentukan tanggung jawabnya masing-
yang
masing. Penderitaan si korban adalah hasil
dapat
dan/atau
berarti:
individu,
Undang-
undang
penderitaan kerugian
fisik, ekonomi
18
diakibatkan oleh suatu tindak pidana . Yang diartikan dengan tindak pidana adalah:
tindakan
yang
tidak
hanya
dirumuskan oleh Undang- undang Hukum Pidana sebagai kejahatan atau tindak 18
tahun 2006.
tepat
mengenai
manusia
Berdasarkan
maka dan
pandangan
dimungkinkan
bertindak
pidana
serta
dan
si
tepat
kita dalam
korban
dan
interaksi antara si pembuat korban dan si korban, saksi, badan- badan penegak hukum, dan anggota masyarakat lain. Baik
dipakai
pembahasan
dan
sebagai
dasar
penilaian
disini
pandangan tentang manusia dalam arti Pasal 1 ayat 2 Undang- undang No.13
manusia
sebagai
sesame
kita
yang 46
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
bermatabat sama dengan kita dan yang
mempunyai
berada bersama dengan kita. Pandangan
dalam terjadinya suatu kejahatan.
ini adalah sesuai dengan falsafah negara Pancasila.
Berkaitan
dengan
adanya
peranan
yang
fungsional
Pada kenyataannya dapat dikatakan bahwa
tidak
mungkin
kejahatan
korban itu adalah manusia yang sama
kejahatan, yang merupakan peserta utama
martabatnya dengan kita dan ada bersama
dari si penjahat dalam hal terjadinya suatu
dengan kita dalam suatu ikatan kelompok
kejahatan
masyarakat, bangsa dan dunia, maka kita
kepentingan si penjahat yang berkibat pada
akan lebih waspada dalam bersikap dan
penderitaan si korban. Dengan demikian
bertindak terhadap para pembuat korban
dapat
dan korban demi keadilan, kepentingan
mempunyai tanggung jawab fungsional
dan hak asasi mereka. Sehubungan dengan
dalam terjadinya kejahatan. Timbullah
masalah tersebut dapat dicegah terjadinya
sekarang perhatian pada sebab musabab
atau lahir lebih banyak lagi korban yang
orang sampai menjadi korban dari para
tidak di inginkan, antara lain oleh si
sarjana. Pengetahuan mengenai si korban
korban
merupakan salah satu dari persyaratan
menyatakan
orang
lain
perhatiannya
yang
ingin
terhadap
tidak
dalam
dikatakan
hal
bahwa
ada
suatu
kesadaran bahwa si korban dan si pembuat
atau
kalau
timbul
korban
pemenuhan
si
korban
si
utama dalam usaha mengerti lebih banyak
korban baik karena simpati atau karena
mengenai hubungan antara penjahat dan
harus melaksanakan tugas dalam jabatan
kejahatannya.
tertentu. Merupakan perhatian terhadap korban secara ilmiah. Victimologi (istilah dalam bahasa
Mengasingkan victimologi sebagai subyek yang terpisah sendiri akan merusak kemajuan yang telah dicapai kriminologi
inggris) berasal dari bahasa latin Victima
hingga
kini
dan
akan
menurunkan
yang berarti korban, logos yang berarti
mutunya.
Menurut
ilmu pengetahuan ilmiah,studi. Masalah
kejahatan
pasti
korban ini sebetulnya bukanlah masalah
suatu perbuatan tertentu dikatakan jahat,
yang baru, hanya karena hal- hal tertentu
karena seseorang dianggap telah menjadi
kurang diperhatikan, bahkan diabaikan.
korban.19 Kejahatan yang terjadi tentu saja
Apabila kita mengamati masalah kejahatan
menimbulkan
menurut proporsi yang sebenarnya secara
kerugian yang bersifat ekonomis materil
dimensional, maka mau tidak mau kita
maupun yang bersifat immateril terhadap
Quinney
semua
menimbulkan
korban,
kerugian-kerugian
baik
harus memperhitungkan peranan si korban dalam timbulnya suatu kejahatan.korban
19
Arief Amrullah, Op.cit., hal.130.
47
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
korbannya. Secara tegas dapat dikatakan
khusus walaupun secara substansi ada
bahwa kejahatan merupakan tingkah laku
perkembangan
yang anti sosial (a-sosial).
perlindungan/ kepentingan korban tindak
untuk
menyoroti
Berbicara tentang kejahatan dalam
pidana, akan tetapi pada fenomenanya
pembahasanya terkait dengan pelaku dan
kerap kali masih timbul kekecewaan dari
korbannya, menjadi objek kajian khusus
pihak korban tindak pidana khususnya
kriminologi. Victimologi sebagai bagian
menyangkut korban kejahatan cyber crime,
dari kriminologi merupakan ilmu dengan
oleh karenanya dalam hal ini perlu
pembahasan dari sudut korban terhadap
dilakukan
suatu peristiwa kejahatan.
perlindungannya.
pembenahan Pembenahan
konsep konsep
Kedua disipilin ilmu tersebut sangat
perlindungan terhadap korban kejahatan
memberikan kontribusi besar dalam usaha
ini pada dasarnya adalah untuk bisa
pembangunan hukum khususnya hukum
menentukan kebijakan yang tepat agar
pidana.
kedua
tercapai nilai keadilan, kemanfaatan dan
disiplin ilmu ini diharapkan kontribusi
kepastian hukum yaitu tidak hanya bagi
kajiannya
pada
pelaku tindak pidana (offenders) akan
kebijakan pembangunan hukum pidana
tetapi juga bagi korban tindak pidana
yang berorientasi pada nilai keseimbangan
dalam
sebagai ide dasarnya, yakni salah satunya
perkembangannyanya.
Melalui
objek
memberikan
kajian
bentuk
keseimbangan
antara
perlindungan/kepentingan pelaku tindak pidana (ide individualisasi pidana) dan korban tindak pidana.
Jika di lihat pada hukum pidana yang dipergunakan selama ini baik itu hukum pidana material (KUHP) dan hukum pidana formil (KUHAP) sebagai induk
hukum
pidana
di
Indonesia, maka secara substansi yang menjadi sorotan utama selama ini adalah menyangkut perlindungan/ kepentingan pelaku
tindak
pidana
dan
Secara global dan representatif, pengertian korban kejahatan terdapat pada angka 1 “Declaration of basic principles of justice for victims of crime and abuse of
Macam dan Bentuk Korban
peraturan
pengaturan
(offenders).
Sedangkan terkait dengan hukum pidana
power” tanggal 6 september 1985 yang menegaskan, bahwa :20 “Victim means persons who, individually or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering, economic loss or substansial impairment of their fundamental right, through acts or omissions that are in violation of criminal laws operative within member states, 20
Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Djambatan, Jakarta, 2004, hal. 120.
48
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
including those laws proscribing criminal abuse power”.
3) tertiary victimization yang menjadi korban adalah masyarakat luas. 4) mutual victimization yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Misalnya : pelacuran, perzinahan, narkotika. 5) no victimization, bukan berarti tidak ada korban, melainkan korban tidak segera dapat diketahui, misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi.
Dari
batasan
diatas,
diuraikan bahwa korban kejahatan : a.
dapat 21
Ditinjau dari sifatnya, ada yang
individual
dan
kolektif.
Korban
individual karena dapat diidentifikasi sehingga
perlindungan
korban
dilakukan secara nyata akan tetapi korban
kolektif
lebih
sulit
c.
Ditinjau dari kerugiannya maka
diidentifikasi. Walau demikian, dalam
dapat
Pasal 37 UU 23/1997 diberikan jalan
kelompok
keluar terhadap korban kolektif berupa
masyarakat luas. Selain itu, kerugian
hak menuntut ganti kerugian atau
korban dapat bersifat materiil yang
pemulihan lingkungan hidup melalui
dapat
class action.
immaterial yakni perasaan takut, sakit, sedih,
b.
Ditinjau dari jenisnya, korban
diderita
oleh
seseorang,
masyarakat
dinilai
dengan
kejutan
psikis
maupun
uang
dan
dan
lain
sebagainya.
kejahatan ada yang bersifat langsung yaitu korban kejahatan itu sendiri dan
Hak dan Kewajiban Korban
tidak langsung (korban semu/abstrak) yaitu masyarakat : Menurut
Bila kita berbicara mengenai kedudukan si korban dalam suatu tindak
Sellin
dan
Wolfgang
pidana maka kita akan menyinggung
dalam
peranan serta hak dan kewajiban si korban
tulisan Lilik Mulyadi mengenai jenis
dalam terjadinya kejahatan sebagai tindak
korban dapat berupa :
pidana.
sebagaimana
di
kemukakan
Peranan
si
korban
akan
mempengaruhi penilaian dan penentuan 1) primary victimization adalah korban individual. Jadi korbannya orang perorangan atau bukan kelompok. 2) secondary victimization dimana yang menjadi korban adalah kelompok seperti badan hukum.
hak dan kewajiban si korban dalam suatu tindak
pidana
dan
penyelesaiannya.
Korban mempunyai peranan dan tanggung jawab fungsional dalam pembuatan dirinya sebagai korban. Sebagai pertimbangan penentuan hak dan kewajiban si korban
21
Ibid., hal.120-121.
49
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
adalah taraf keterlibatan
dan tanggung
ISSN 1979-4940
merupakan
isu
nasional,
tetapi
juga
jawab fungsional si korban dalam tindak
internasional. Oleh karena itu, masalah ini
pidana itu. Demi keadilan dan kepastian
perlu memperoleh perhatian yang serius.
hukum,
suatu
Pentingnya perlindungan korban kejahatan
peraturan/ undang- undang yang mudah
memperoleh perhatian serius, dapat dilihat
perumusannya, dapat
oleh
dari dibentuknya Konvensi Internasional
orang banyak, tetapi dapat dipertanggung
yaitu “Declaration of Basic Principles of
jawabkan secara yuridis ilmiah.
Justice for Victims of Crime and Abuse of
hak
dan
kewajiban
dimengerti
mendapatkan
Power” oleh Perserikatan Bangsa-bangsa,
kompensasi atas penderitaannya, sesuai
sebagai hasil dari The Seventh United
dengan kemampuan member kompensasi
Nation Conggres on the Prevention of
si pembuat korban dan taraf keterlibatan/
Crime and the Treatment of Offenders,
partisipasi/ peranan si korban dalam
yang
terjadinya kejahatan, delinkuensi, dan
September
Korban
berhak
penyimpangan tersebut; berhak menolak kompensasi untuk kepentingan pembuat korban (tidak mau diberi kompensasi karena tidak memerlukannya); berhak mendapatkan kompensasi.
Untuk ahli
warisnya bila si korban meninggal dunia karena
tindakan
tersebut;
berhak
mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi; berhak
mendapatkan
kembali
hak
berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pembuat korban bila melapor
dan
menjadi
saksi;
berhak
mendapatkan bantuan penasehat hukum; berhak mempergunakan upaya hukum
1985.
di
Milan,
Dalam
rekomendasinya disebutkan :
Italia,
salah
satu
22
“Offenders or third parties responsible for their behaviour should, where appropriate, make fair restitution to victims, their families or dependants. Such restitution should include the return of property or payment for the harm or loss suffered, reimbursement of expenses incurred as a result of the victimization, the provision of services and the restoration of rights.” Perlindungan hukum pada korban
miliknya; berhak menolak menjadi saksi bila hal ini akan membahayakan dirinya;
berlangsung
kejahatan
tersebut
merupakan
bentuk
perlindungan terhadap hak asasi manusia atau kepentingan hukum seseorang yang sudah
seharusnya
perlu
mendapatkan
perhatian serius dan penting adanya perluasan
bentuk
perlindungannya,
(rechtsmiddelent). 22
Perlindungan hukum pada korban kejahatan secara memadai tidak saja
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (Antara Norma dan Realita), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2006, hal. 2324.
50
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
mengingat dewasa ini bentuk kejahatan
dalam eksistensi suatu viktimisasi dapat
dan korbannya begitu kompleks seiring
pula menjadi korban. Misalnya pihak
dengan
Bentuk
pelaku, polisi, hakim, saksi dapat menjadi
kejahatan baru yang seringkali disebut
korban ketidakpuasan, dan balas dendam
dengan
pihak korban.
majunya
istilah
peradaban.
white-collar
crime,
mempunyai modus operandi yang sangat susah dalam pengungkapan kasusnya, karena dilakukan secara profesional di bidangnya dan juga seringkali melibatkan kekuasaan (power). Korban kejahatan perbankan sulit untuk diketahui atau korban baru nampak pada waktu yang cukup lama setelah terjadinya kejahatan dan lebih parah lagi kadang korban tidak mengetahui kalau dirinya telah menjadi
Apabila kita berbicara tentang viktimisasi kita telah terbiasa hanya berfikir
tentang
orang-
orang,
yang
menimbulkan korban dan yang menjadi korban. Ini adalah pemikiran yang sempit. Adalah tepat jika dalam setiap kasus, kita tidak hanya mengasumsikan adanya suatu viktimisasi orang terhadap orang, tetapi juga suatu viktimisasi yang struktural. Sehubungan dengan hal ini perlu
korban dari suatu perbuatan tertentu.
di perhatikan dua hal, yakni bahwa pihak Viktimisasi Struktural Suatu dapat
penimbul korban dan pihak korban dua-
viktimisasi
dirumuskan
antara
sebagai:
lain
duanya mempunya suatu struktur yang
suatu
sedikit banyak adalah kabur atau sedikit
penimbulan penderitaan (mental, fisik dan
banyak
sosial) serta kerugian pada pihak tertentu
viktimisasi yang pasif, masyarakat dan
dan demi kepentingan tertentu23. Yang
sebagainya sebagai korban. Tetapi orang
dimaksud dengan pihak- pihak di sini
juga dapat menganggap dirinya sebagai
adalah : siapa saja yang terlibat dalam
korban
eksistensi suatu viktimisasi (individu dan
menjadi korban Tuhan, misalnya kondisi
atau
fisik
kelompok/
korporasi).
Dalam
jelas.
Misalnya
struktural
seseorang;
permasalahan
yang
disebutkan:
menjadi
korban
memahami, mengerti suatu viktimisasi
masyarakat, misalnya kondisi sosialnya;
fokus
suatu
menjadi korban tatanan hukum, misalnya
viktimisasi tidak boleh hanya diarahkan
ada kenyataan bahwa para hacker, cracker
pada pihak korban saja (korban sentris).
yang membobol atau merusak sistem
Sebabnya, pihak- pihak lain yag terlibat
komputer tetap tidak di hukum.
perhatian
dan
teradinya
23
Loc cit. Arif Gosita, “Masalah Korban Kejahatan”,hal. 139.
51
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
Suatu
viktimisasi
danpat
ISSN 1979-4940
pidana (Pasal 1 ayat 1 KUHP)25. Kajian
dirumuskan sebagai: suatu hasil interaksi
terhadap
akibat adanya suatu interelasi antara
Republik Indonesia menunjukkan bahwa
fenomena
korban
yang
Agung
saling
Permasalahan
yang
sebagai saksi dan sebagai penuntut atau
penting sekarang ini adalah mencari atau
penggugat ganti kerugian (perdata) yang
memahami fenomena mana saja yang
digabungkan dalam prosedur pidana (Pasal
dapat merupakan suatu faktor viktimogen
98- 101 KUHAP). Sedangkan kedudukan
yang dominan dalam suatu viktimisasi
korban
yang
berkepentingan (Pasal 80-81 KUHAP)
struktural
maupun
yang
non
kejahatan
Mahkamah
dan
mempengaruhi.
ada
Putusan
sebagai
pihak
hanya
ketiga
tidak
structural dapat dirumuskan pula sebagai;
kemungkinan disebabkan karena putusan
suatu viktimisasi (mental, fisik dan social)
dalam perkara pra peradilan tidak boleh
yang diakibatkan oleh ada dan tidak
diajukan kasasi. Seperti dikemukakan di
adanya unsure- unsure struktur social
atas bahwa penyebutan berbagai istilah
tertentu serta pelaksanaannya.
yang ditujukan kepada korban kejahan
tersebut,
bentuk
perlindungan
diberikan
mengalami
perluasan
yang tidak
hanya ditujukan pada korban kejahatan (victims of crime), tetapi juga perlindungan terhadap korban akibat penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).24 Perlindungan
Hukum
kasusnya,
yang
struktural. Dengan demikian viktimisasi
Dalam Deklarasi Milan 1985
ditemukan
diposisikan
hal
ini
tersebut tidak menyangkut eksstensi dan posisi hukumnya sebagai pihak yang dirugikan karena kejahatan dalam hukum pidana atau sistem peradilan pidana, akibatnya korban kejahatan tidak memiliki hubungan hukum
yang menjadi hak
korban dan kewajiban bagi polisi dan jaksa. Hal ini selanjutnya tidak menjadi
Terhadap
Korban
permasalahan
(perkara)
hukum
yang
memerlukan putusan peradilan dan kasasi Mahkamah
Agung
Republik
Indonwsia praktis tidak mengembangkan posisi hukum korban kejahatan seperti yang diatur dalam hukum pidana, karena terikat dengan asas legalitas dalam hukum
ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Apabila
dikaji
lebih
dalam,
permasalahan yang cukup mendasar atas munculnya korban kejatan cyber crime dalam sistem perbankan yang berorientasi 25
24
Ibid., hal.24.
Mudzakkir, desertasi, Posisi Hukum Korban Kejahatan Dalam sistem Peradilan Pidana, Universitas Indonesia, 2001.
52
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
pada tindak pidana carding dapat diuraikan
dan pengacauan jaringan atau sistem
korban kejahatan menjadi 2 macam, yaitu:
operasional komputer dan kerahasiaan
Pertama, Perusahaan Perbankan
perbankan dari adanya hacking yang
sebagai
Penyedia
Jasa
Penyimpanan
dilakukan
oleh
pelaku
kejahatan
Rekening. Perusahaan perbankan menjadi
dalam proses carding. Sesuai dengan
korban atau pihak yang dirugikan dalam
Pasal 406 ayat (1) KUHP. ” Barang
tindak
siapa dengan sengaja dan dengan
kejahatan
carding,
yaitu
ada
beberapa faktor yaitu: a) Perusahaan penyedia
melawan
perbankan jasa
sebagai
penyimpanan
hukum
menghancurkan,
merusak, membikin tak dapat dipakai
atas
atau menghilangkan barang sesuatu
rekening nasabah yang dititipkan
yang seluruhnya atau sebagian adalah
berdasarkan
dan
kepunyaan
dan
dengan pidana penjara paling lama
disetujui oleh ke dua belah pihak,
dua tahun delapan bulan atau denda
sehingga
paling banyak tiga ratus ribu rupiah”.
perjanjian
kesepakatan
yang
bank
terlampir
yang
menjadi
orang
lain,
diancam
pemegang hak atas penyimpan dana
d) Perusahaan perbankan juga menjadi
dari nasabah berkewajiban mengganti
korban non materiil atas terjadinya
atas kerugian materiil yang terjadi
kejahatan
atau ditimbulkan atas kelalaian dan
nasabah
kesalahan dari pihak perbankan atas
sehingga
hilangnya
percayaan konsumen atas lembaga
atau
dicurinya
dana
pembobolan oleh
muncul
nasabah dalam hal ini berkaitan
perbankan.
dengan masalah tindak kejahatan
e) Berdasarkan
carding
berdasarkan
Undang-
pelaku
perbankan
rekening kejahatan,
efek
ketidak
KUHAP, dapat
menuntut
pihak atas
undang No.7 Tahun 1992 jo. UU
kerugian yang diderita kepada pelaku
No.10
kejahatan
Tahun
1998
tentang
Perbankan. b) Perusahaan
carding
atas
segala
kerugian. perbankan
menjadi
Kedua, Nasabah Dari Perusahaan
korban atas pencurian data- data
Perbankan.
perusahaan
nasabah.
kejahatan carding yaitu atas hilangnya atau
Berdasarkan Pasal 362 KUHP jo
dicurinya rekening yang disimpan pada
Pasal 372 KUHP.
perusahaan perbankan. Maka dalam hal ini
c) Perusahaan
dan
data
perbankan
menjadi
korban atas pembobolan, perusakan
Nasabah
menjadi
korban
adapun hak- hak dan kewajiban nasabah, antara lain: 53
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
a) Nasabah
berhak
mendapatkan
ISSN 1979-4940
b) Nasabah
juga
berkewajiban
perlindungan atas tabungan atau
memberikan
rekening yang disimpan pada suatu
proses
bank. Berdasarkan Pasal 29 ayat (3)
apabila terjadi masalah hukum,dalam
Undang- undang No. 8 tahun 1999
hal ini adanya kejahatan percurian
tentang
rekening (carding) dari bank yang
Perlindungan
Konsumen.
Berdasarkan prinsip kehati- hatian. b) Nasabah inforasi
berhak yang
kemungkinan kerugian
mendapatkan
keterangan
peradilan
dalam
sebagai
saksi
bersangkutan. KESIMPULAN
berkaitan
dengan
terjadinya
resiko
Perlindungan hukum pada korban
dengan
kejahatan secara memadai tidak saja
sehubungan
transaksi nasabah yang dilakukan
merupakan
melalui bank. Berdasarkan Pasal 29
internasional. Oleh karena itu, masalah ini
Ayat (4).
perlu memperoleh perhatian yang serius.
c) Nasabah berhak mendapatkan ganti
isu
nasional,
tetapi
juga
Pentingnya perlindungan korban kejahatan
kerugian atas dana atau rekening
memperoleh
yang hilang atau dicuri dari bank
Perlindungan
pemegang hak simpanan. Selain itu
kejahatan
juga perlindungan hukum
yang
perlindungan terhadap hak asasi manusia
diterima nasabah penyimpan dana
atau kepentingan hukum seseorang yang
terhadap segala resiko kerugian yang
sudah
timbul dari suatu kebijaksanaan atau
perhatian serius dan penting adanya
timbul dari kegiatan usaha yang
perluasan
dilakukan oleh bank. Berdasarkan
mengingat dewasa ini bentuk kejahatan
Keputusan Presiden RI No. 26
dan korbannya begitu kompleks seiring
Tahun
dengan majunya peradaban.
1998
tentang
Jaminan
Terhadap Kewajiban Bank Umum.
berkewajiban
memberitahukan
aktif
informasi
atas
kejanggalan
atau kerugian
yang
dideritanya
kepada
bank,
pihak
hukum
tersebut
seharusnya
bentuk
Bentuk
serius.
pada
merupakan
perlu
korban bentuk
mendapatkan
perlindungannya,
kejahatan
baru
yang
seringkali disebut dengan istilah white-
Sedangkan kewajiban nasabah adalah : a) Nasabah
perhatian
sehingga dapat di proses lebih lanjut.
collar crime, mempunyai modus operandi yang sangat susah dalam pengungkapan kasusnya, profesional
karena di
dilakukan
bidangnya
dan
secara juga
seringkali melibatkan kekuasaan (power). 54
Al’ Adl, Volume V Nomor 9, Januari-Juni 2013
ISSN 1979-4940
Korban kejahatan perbankan sulit untuk
Korban Kejahatan (Antara Norma dan Realita), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
diketahui atau korban baru nampak pada waktu yang cukup lama setelah terjadinya kejahatan dan lebih parah lagi kadang korban tidak mengetahui kalau dirinya telah menjadi korban dari suatu perbuatan
Mudzakkir, desertasi, Posisi Hukum Korban Kejahatan Dalam sistem Peradilan Pidana, Universitas Indonesia, 2001.
tertentu. DAFTAR PUSTAKA .
Barda Nawawi Arief, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika, Semarang, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010. Sudino Mertokusumo dan A. Pitlo, “Babbab Tentang Penemuan Hukum”,Cet. I, PT. Citra Aditya Bakti, 1993. Ronny
Prasetya, ”Pembobolan ATM, tinjauan hukum perlindungan nasabah korban kejahatan perbankan”, Jakarta, PT. Prestasi Pustaka, 2010.
Sjahdeini, Sutan Remy, Kejahatan dan Tndak Pidana Komputer (Jakarta: Pustaka utama Grafiti, 2009). Arif Gosita. 2004, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta, Bhuana. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1977. Topo Santoso, Hand out,” Penulisan Proposal Hukum Normatif, yang disampaikan pada pelatihan hukum fakultas hukum UI, 25 April 2005. Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Djambatan, Jakarta, 2004. Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan
55