Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0180 pp. 38- 45
8 Pages
PERLINDUNGAN HUKUM HAK KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN AKIBAT PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI PROVINSI ACEH Nurdani1, Iskandar A. Gani I2, M.Saleh Sjafei II3 1)
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Having viewed from several aspects; legal, biological, psychological, and social aspects underage marriage brings loss and endangers children health especially, reproduction health. The problem of women reproduction health during their pregnancy can cause death for the women and also can be justified for committing abortion violating the laws. However, there are cases of underage marriage and the Act Number 23, 2002 regarding Child Protection has not fully protected the interest of the child, especially in terms of reproduction health right. The research aims to determine the legal consequences of underage marriage is based laws in Indonesia and to find a form of legal protection of women's reproductive health rights in underage marriage based Act No. 23 of 2002 on the Protection of Children. This is descriptive, analytical research. In order to obtain data, it is done thorough and systematic description of the legal norms and principles of law contained in the applicable legislation, the normative juridical approach, which focusing on the study of documents in the research literature to study secondary data collected in the form of legal materials relating to the problems studied. The analysis technique used in this study is a qualitative analysis technique. Keywords : Marriage under Age and Reproductive Health Abstrak: Perkawinan anak di bawah umur dari tinjauan berbagai aspek, yaitu aspek hukum, biologis, psikologis dan sosial, sangat merugikan dan membahayakan kesehatan anak terutama masalah kesehatan reproduksi. Permasalahan gangguan kesehatan reproduksi perempuan pada saat kehamilan dapat menyebabkan kematian pada ibu hamil dan juga dapat dijadikan dasar pembenaran dilakukannya aborsi yang bertentangan dengan undang-undang. Namun masih banyak dalam masyarakat yang melakukan perkawinan dibawah umur dan didalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum sepenuhnya melindungi kepentingan anak itu sendiri, terutama dalam hal hak kesehatan reproduksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetukan akibat hukum perkawinan di bawah umur didasarkan peraturan hukum di Indonesia dan untuk menemukan bentuk perlindungan hukum terhadap hak kesehatan reproduksi perempuan dalam perkawinan di bawah umur didasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Metode penelitian thesis ini bersifat deskriptif analitis, guna memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai norma-norma hukum serta asasasas hukum yang terdapat dalam peraturan hukum yang berlaku, dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu dititikberatkan pada studi dokumen dalam penelitian kepustakaan untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Kata kunci : Perkawinan di bawah Umur dan Kesehatan Reproduksi
ENDAHULUAN
kesehatan masyarakat secara optimal, maka perlu
Pasal 3 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010
didukung dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
tentang Kesehatan menegaskan bahwa kesehatan
terdapat upaya-upaya kesehatan untuk perempuan
merupakan kebutuhan setiap warga negara dan
(Tinton Slamet Kurnia,2007;10).
kewajiban negara adalah menjamin pemenuhan hak
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
atas kesehatan dari masyarakatnya, karena kesehatan
Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa
merupakan hak setiap orang guna mewujudkan derajat
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, ini berarti Volume 1, No. 3, Agustus 2013
- 38
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
2005; 57). Perlindungan hukum bagi anak memiliki arti
berdasar atas kekuasaan (machtstaat). Pemerintahan
memberikan
perlindungan
kepada
anak
dijalankan berdasarkan sistem konstitusional (hukum
terlindungi
dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak
Dengan kata lain, perlindungan hukum bagi anak
terbatas) ( A. Hamid S Attamimi, 1993; 1).
merupakan upaya memberikan perlindungan secara
dengan perangkat-perangkat
agar
hukum.
Berdasarkan konsep negara hukum, kewajiban
hukum agar hak-hak maupun kewajiban anak dapat
negara adalah melindungi Hak Asasi Manusia setiap
dilaksanakan pemenuhannya. Berbeda dengan orang
warga Negara, Hak Asasi Manusia bukan diperoleh
dewasa, anak secara hukum belum dibebani
dari Negara melainkan melekat pada warga Negara
kewajiban, sebaliknya orang dewasa telah dibebani
dan manusianya, karena keberadaan hak tersebut
kewajiban. Anak memiliki hak-hak yang harus
sejalan dengan keberadaan manusia itu sendiri.
dipenuhi oleh negara dan kewajiban yang harus
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam artikel 25
dilaksanakan oleh anak.
ayat (1) Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
di atas, sesungguhnya diartikan bahwa tiap gangguan,
Hak-Hak Anak yaitu Deklarasi Hak Asasi Anak
intervensi, atau ketidakadilan, ketidakacuhan, apapun
(Declaration on the Rights of the Child 1989) yang
bentuknya yang mengakibatkan ketidaksehatan tubuh
telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor
manusia, kejiwaan, lingkungan alam, dan lingkungan
36 Tahun 1990 tentang Hak-Hak Anak. Konvensi Hak
sosialnya,
Anak Tahun 1989 memuat 4 (empat) prinsip dasar
pengaturan
dan
hukumnya,
serta
ketidakadilan dalam manajemen sosial yang mereka terima, adalah pelanggaran hak mereka, hah-hak manusia
hak-hak anak. Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak telah mengatur kewajiban dan
perspektif yuridis perlindungan hukum terhadap
tanggung
jawab
untuk
mencegah
terjadinya
kesehatan organ produksi anak atas kesehatan
perkawinan pada usia anak-anak dibebankan pada
reproduksinya, berkaitan dengan kehamilan pada usia
orang tua. Orang tua tidak bisa berdalih, perkawinan
remaja merupakan pemenuhan Hak Asasi Manusia
(dini) itu merupakan keinginan anaknya sendiri. Orang
Anak. Masyarakat mempunyai kecenderungan untuk
tua dianggap lebih memiliki pengetahuan dan
membagi lingkaran kehidupannya dalam dua tahap,
pengalaman
yaitu tahap anak-anak dan dewasa. Perpindahan dari
mempertimbangkan untuk menunda sampai anak
satu tahap ke tahap lainnya, secara antropologis,
mencapai kematangan fisik, terutama reproduksi,
ditandai
mental, dan pengetahuan untuk berumah tangga
dengan
adanya
perkembangan
atau
sehingga
pertumbuhan secara fisik. Hal ini membawa sejumlah
(Waluyadi, 2009; 127).
konsekuensi sosial dan hukum, dengan sejumlah
Kasus-kasus
norma yang harus dipatuhi seseorang (Bob Franklion. 39 -
Volume 1, No. 3, Agustus 2013
pelanggaran
harus
terhadap
mampu
hak
reproduksi perempuan dewasa ini semakin meningkat
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala antara lain berupa pemerkosaan dalam perkawinan,
maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan
perjodohan, larangan aborsi, pelecehan seksual,
pada
penyiksaan, paksaan terhadap penggunaan alat
melakukan tindakan pemerintahan tanpa dasar
kontrasepsi, tidak adanya akses mudah terhadap
kewenangan. Unsur-unsur yang berlaku umum bagi
informasi tentang masalah kesehatan reproduksi, dan
setiap negara hukum, yakni sebagai berikut.
berbagai bentuk diskriminasi yang menomorduakan kedudukan perempuan (Pipit Bimo Walgito, 2009; 38). Beberapa tahun lalu, di Indonesia masalah pernikahan di bawah umur di Indonesia yaitu pernikahan Pujiono Cahyo Widianto alias Syeikh Puji dengan Luthfiana Ulfa, seorang gadis yang ditengarai masih berusia di bawah umur (12 tahun dan versi lain 15 tahun). Kasus-kasus yang ada di Aceh, antara lain adalah, pernikahan di usia dini (usia rata-rata 12 sampai dengan 16 tahun). Anak-anak yang putus sekolah dipaksakan untuk menikah dengan pilihan orang tuanya. informasi yang diterima di Kepolisian Daerah Aceh, bahwa ada beberapa anak-anak yang dinikahkan di usia dini,
akan tetapi laporannya
dicabut kembali oleh orang tuanya dengan alasan diselesaikan secara kekeluargaan atau penyelesaian adat.
legalitas.Artinya
pemerintah
tidak
dapat
1. Adanya suatu sistem pemerintahan Negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat. 2. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan. 3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga Negara). 4. Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara. 5. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif. 6. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga Negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah. 7. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga Negara.. (Kusnardi dan Bintan Saragih, 2000; 54) Eksistensi Indonesia sebagai Negara hukum secara tegas disebutkan dalam Penjelasan Undang-
Terkait dengan kasus kesehatan reproduksi anak
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
perlu dikaji beberapa permasalahan yang dapat
1945 (setelah amandemen) yaitu Pasal 1 ayat (3) yang
diidentifikasikan Bagaimana akibat hukum terhadap
menyatakan bahwa: Indonesia ialah Negara yang
perkawinan
berdasar atas hukum (rechtsstaat)”.
di
bawah
umur
menurut
aturan
perundang-undangan di Indonesia dan Bagaimana perlindungan
hukum
terhadap
hak
Berdasarkan uraian di atas, salah satu ciri negara
kesehatan
hukum adalah pengakuan dan perlindungan terhadap
reproduksi perempuan dalam perkawinan di bawah
hak asasi manusia yang mengandung persamaan
umur didasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan
2002 tentang Perlindungan Anak.
kebudayaan. Pengakuan penghormatan hak asasi
KAJIAN KEPUSTAKAAN Terhadap negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan
manusia di Indonesia diatur secara rinci dalam ketentuan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Volume 1, No. 3, Agustus 2013
- 40
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala bahwa :
sesungguhnya program kesehatan tidak hanya menjadi
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
milik pemerintah, lebih-lebih dapat ditangani oleh hanya sektor kesehatan saja. Program kesehatan harus menjadi milik masyarakat, yang pada akhirnya kesehatan itu telah menjadi budaya dan berhati di masyarakat. Program kesehatan harus pula dapat dilaksanakan
oleh
masyarakat
sendiri
dengan
kemandiriannya, advocacy, fasilitas, dan technical assistant dibantu oleh multi sektoral termasuk masyarakat bisnis.
Meluasnya jaminan hak-hak asasi manusia
Kaitannya negara hukum di hubungkan dengan
melalui pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar
fenomena perkawinan di bawah umur apabila
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
dikaitkan dengan hukum perlindungan anak, maka
kemajuan
hukum
dapat dijelaskan bahwa hak anak adalah bagian dari
bernegara untuk memperkuat kontrak penguasa-rakyat
hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dalam semangat konstitualisme Indonesia.
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
dalam
membangun
pondasi
Salah satu upaya penghormatan terhadap hak
pemerintah dan Negara dapat dilihat dalam Pasal 1
asasi warga negara diantaranya adalah pembangunan
angka 1 dan angka 12 Undang-Undang Nomor 23
di bidang hukum. Hukum merupakan sarana
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
suatu anggapan bahwa adanya keteraturan atau
Perlindungan Anak menyatakan secara tegas bahwa
ketertiban itu merupakan suatu yang diinginkan atau
anak adalah seseorang yang belum berusia 18
bahkan
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dipandang
(mutlak)
perlu
(Mochtar
Kusumaatmadja, 1976;13)
dalam kandungan dan keluarga atau orang tua
Pemenuhan hak atas kesehatan sebagai bagian
berkewajiban untuk mencegah terjadinya perkawinan
dari hak-hak ekonomi, social, dan budaya seharusnya
di usia anak-anak. Terhadap pernikahan dini, sering
membutuhkan peran dan campur tangan negara
orang tua yang telah menghilangkan hak perlindungan
(obligation to do some thing) merupakan sistem yang
yang seharusnya didapatkan oleh seorang anak,
dianut dalam instrument hukum internasional
seorang anak sering merasa harus mematuhi apa yang
Berdasarkan uraian tentang negara hukum dalam
dikatakan
oleh
orang
tuanya,
demi
untuk
kaitannya dengan hak kesehatan warga negara, maka
mendarmabaktikan diri kepada orang tuanya. Padahal
dapat dijelaskan bahwa pembangunan kesehatan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Indonesia tidak semata-mata dilaksanakan pemerintah
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa mereka yang
sebagai
melakukan pelanggaran perlindungan anak bisa
41 -
aktor
tunggal.
Dengan
Volume 1, No. 3, Agustus 2013
demikian
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala terjerat penjara lima sampai lima belas tahun
bagi pria adalah 19 tahun dan bagi wanita berusia 16 tahun. Dengan mengacu pada persyaratan ini, jika pihak calon mempelai wanita di bawah umur 16 tahun,
METODE PENELITIAN Penelitian ini berjenis deskriptif analitis,
maka yang bersangkutan dikategorikan masih di
permasalahan
bawah umur dan tidak cakap untuk bertindak di dalam
Perlindungan Hukum Hak Kesehatan Reproduksi
hukum termasuk melakukan perkawinan.Ketentuan
Perempuan Akibat Perkawinan di Bawah Umur di
yang ada dalam undang-undang perkawinan mengenai
Provinsi Aceh (Studi Implementasi Undang-
syarat umur 16 tahun bagi wanita sebenarnya tidak
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tahun 2002
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
tentang Perlindungan).
2003 tentang Perlindungan Anak.
artinya
mengambarkan
metode
Perumusan seseorang yang dikategorikan sebagai
pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian
anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
hukum
Penelitian
ini
menggunakan
dengan
cara
sehingga ketentuan dewasa menurut undang-undang
atau
bahan
ini adalah 18 tahun. Undang-undang Perlindungan
perpustakaan yang merupakan data sekunder
Anak pun mengatur bahwa orangtua berkewajiban
berupa bahan hukum primer, bahan hukum
dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinnya
sekunder maupun bahan hukum tersier dan
perkawinan pada usia anak-anak.
yang
mengutamakan
dilakukan meneliti
data
yang
kedua undang-undang tersebut diatas tidak
merupakan data primer yaitu menganalisis tentang
mencantumkan sanksi yang tegas dalam hal apabila
Perlindungan Hukum Hak Kesehatan Reproduksi
perkawinan di bawah umur terjadi maka perkawinan
Perempuan Akibat Perkawinan di Bawah Umur di
tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat dan dapat
Provinsi Aceh.
dibatalkan.
didukung
oleh
penelitian
lapangan
Ketentuan
ini
sebenarnya
tidak
menyelesaikan permasalahan dan tidak adil bagi
HASIL PEMBAHASAN 1. Akibat Hukum Perkawinan di bawah Umur Didasarkan Peraturan Hukum di Indonesia
wanita. Melihat
aspek hukum tampaklah
bahwa,
perkawinan di bawah umur merupakan perbuatan
Perkawinan merupakan suatu lembag suci yang
melanggar undang-undang, terutama terkait ketentuan
bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia
batas umur untuk kawin. Berdasarkan uraian singkat
dan kekal.Didasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor
di atas, dijelaskan bahwa perkawinan di bawah umur
1 Tahun 1974, maka perkawinan bukan saja
pada dasarnya telah melanggar tiga ketentuan
mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi juga memiliki
peraturan
unsur batin/rohani dan tanggung jawab secara hukum
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
atas akibat yang ditimbulkannya.
Perkawinan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
perundang-undangan
sekaligus
yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
tentangPerlindungan Anak, dan Undang-Undang
Perkawinan, menentukan batas umur untuk kawin
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Volume 1, No. 3, Agustus 2013
- 42
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala umur maka telah melanggar ketentuan-ketentuan
Pidana Perdagangan Orang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
tersebut karena dengan pelaksanaan perkawinan di
Perkawinan, terdapat ketentuan yang kontradiktif yaitu
bawah umur, akibatnya dikhawatirkan anak tidak dapat
dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) di mana dalam ayat
tumbuh, berkembang serta mendapat perlindungan dari
(1) menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila
kekerasan dan diskriminasi karena beralihnya status
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
seorang anak menjadi ibu rumah tangga yang berarti
dan kepercayaannya. Sedangkan dalam ayat (2)
pula bahwa anak tersebut telah lepas dari bimbingan
menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan harus dicatat
orang tuanya sesuai ketentuan yang ada dalam Pasal 6
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
uu perlindungan anak.
Adanya 2 ketentuan ini sungguh bertolak belakang
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Ketentuan yang terganjal dalam uu perkawinan
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,
tersebut ialah terdapat dalam Pasal 7 dalam ayat (1)
peneliti tidak menemukan banyak ketentuan yang
terdapat ketentuan bahwa perkawinan hanya diizinkan
menurut hemat peneliti telah melanggar dangan adanya
jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pernikahan di bawah umur.
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pihak
Pasal 1 ayat (8) terdapat definisi eksploitasi
dapat
seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh
mengajukan upaya permohonan dispensasi nikah
seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) yang
mendapatkan
menyatakan bahwa apabila ada penyimpangan terhadap
terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan.
yang
belum
mencapai
umur
16
tahun
keuntungan,
termasuk
tetapi
tidak
adanya
Terkait dengan pernikahan anak di bawah umur
dispensasi nikah kepada Pengadilan atau pejabat lain
yang merupakan suatu fenomena sosial yang seringkali
yang
nikah
terjadi di Indonesia, pemerintah sebagai pemegang
mempunyai perbedaan makna dengan izin nikah,
kekuasaan tertinggi diharapkan bisa menjadi penengah
dispensasi nikah adalah perkawinan yang dilaksanakan
di antara pihak-pihak yang berselisih dan mampu
dimana calon suami belum mencapai umur 19
menegakkan regulasi dalam hal pernikahan anak di
(sembilan belas) tahun dan calon isteri yang belum
bawah umur.Sinergi antara kedua belah pihak, yaitu
mencapai 16 (enam belas) tahun mendapat kelonggaran
antara pemerintah dan masyarakat merupakan jalan
atau
melaksanakan
keluar terbaik yang bisa diambil sementara, agar
perkawinan dengan telah diberikannya dispensasi nikah
pernikahan anak di bawah umur bisa dicegah dan
oleh Pengadilan Agama.
ditekan semaksimal mungkin keberadaannya di tengah
ketentuan
ayat
ditunjuk.
menjadi
(1)
dapat
dimohonkan
Hakekatnya
dibolehkan
dispensasi
untuk
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya dalam Pasal 1 ayat (1)
masyarakat. 2. Bentuk
Perlindungan
Hukum
Kesehatan
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
Perkawinan di Bawah Umur Didasarkan Undang-
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Undang
hak anak untuk tumbuh kembang dan beragama, namun dengan dilakukannya perkawinan dibawah
43 -
Volume 1, No. 3, Agustus 2013
Nomor
23
Perempuan
Hak
menyatakan bahwa yang dimaksud anak adalah
Berdasarkan Pasal 3, 4, dan 6 memberikan hak-
Reproduksi
Terhadap
Tahun
2002
Dalam
tentang
Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Perlindungan hukum terhadap hak kesehatan
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala reproduksi perempuan di Indonesia diatur dalam beberapa
peraturan perundang-undangan, di
1
Tahun
1974
sudah
mencoba mengatur dengan mengunifikasi hukum perkawinan. Hukum agama dan hukum adat
antaranya adalah: a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan d) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. e) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. f) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. g) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Berdasarkan bentuk aturan hukum terhadap perlindungan Kesehatan reproduksi perempuan dalam perkawinan dibawh umur dapat peneliti jelaskan
diakomodasi dalam Undang-Undang tersebut, di samping hukum perdata Barat.Dan sungguh ini bukan perkara yang gampang, karena selamanya unifikasi di wilayah hukum pribadi dan hukum keluarga adalah sesuatu yang sulit.Indonesia adalah Negara yang kaya dengan pluralitas hukum dan pluralitas sosial budaya 4) Informasi Dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Remaja Sedikit sekali kita dengar diskusi-diskusi „cerdas‟ perihal kesehatan reproduksi remaja atau pubertas yang dilakukan oleh para orang tua bersama anak remaja atau pubertas yang dilakukan oleh para orang tua bersama anak remajanya.
sebagai berikut :
Kalaupun ada, pembicaraannya tidak jauh dari
1) Legalitas Pembatasan Usia Kawin Pembatasan usia bertujuan untuk mewujudkan tanggung
Undang-Undang
jawab
kebebasan
dalam
khususnya
menikmati dalam
hak
dan
berkeluarga.
Pembatasan tentang batas usia kawin dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 merupakan amanat konstitusi agar dalam pemenuhan Hak kebebasan
setiap
orang
dapat
dipertanggungjawabkan.
konteks „pantas‟ dan „tidak pantas‟ atau berkisar larangan “tidak boleh ini dan tidak boleh itu” tanpa menjelaskan kenapa hal tersebut tidak boleh dilakukan. Inilah yang menyebabkan kegagalan orang
dewasa
(termasuk
orang
tua)
dalam
memberikan informasi dan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi kepada anak remajanya
KESIMPULAN DAN SARAN
2) Pencegahan perkawinan di Bawah umur Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan
Kesimpulan 1. Akibat hukum perkawinan di bawah umur adalah
dapat dicegah apabila ada orang yang tidak
tidak sah tetapi berlaku terhadap anak-anak yang
memenuhi
melangsungkan
dilahirkannya, mereka tetap mendapat jaminan dan
perkawinan. Dijelaskan pula pada Pasal 20 dan 21
perlindungan hukum diakui sebagai anak oleh
bahwa
tidak
orangtuanya. H ak Asasi setiap orang untuk
membantu
berkeluarga harus dapat dipertanggung jawabkan
melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui
agar tidak melanggar hak-hak anak yang dilahirkan
syarat-syarat
pegawai
diperbolehkan
untuk
pencatat
pernikahan
melangsungkan
atau
antara lain adanya pelanggaran dari ketentuan batas umur minimum pernikahan.
dari perkawinan tersebut. Secara konstitusional Negara mewajibkan setiap orang tunduk pada
3) Harmonisasi Hukum Perkawinan
Volume 1, No. 3, Agustus 2013
- 44
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pembatasan-pembatasan
yang
diatur
dalam
Undang-Undang. 2. Bentuk
perlindungan
kesehatan
reproduksi
hukum
terhadap
perempuan
hak dalam
perkawinan di bawah umur dapat dilakukan dengan
legalitas
pembatasan
usia
kawin.,
pembatasan tentang batas usia kawin dalam UU No 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, UU No 23 tahun 2002 Perlindungan Anak, dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Saran 1. Pemberian sanksi yang tegas kepada pelaku perkawinan di bawah umur dan pihak-pihak yang terlibat, karena hal ini menyangkut kesehatan ibu dan keturunan yang dilahirkan dari perkawinan tersebut dan peningkatan pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan fungsi reproduksi. 2. Untuk mengurangi terjadinya pernikahan di bawah umur, maka diperlukan peningkatan indikator kemiskinan dan ekonomi di masyarakat, karena salah satu faktor pencetus terjadinya pernikahan di bawah
umur
disebabkan
kemiskinan
dan
rendahnya tingkat pendidikan serta perlunya ditingkatkan pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan hukum, sehingga tingkat kesadaran dan kepastian hukum setiap warga masyarakat meningkat
DAFTAR KEPUSTAKAAN A. Hamid S Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan), Pidato Purna Bakti Guru Besar Tetap Universitas Indonesia, Jakarta, 1993. Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2009.
45 -
Volume 1, No. 3, Agustus 2013
Franklin, Bob.,Bagaimana Hukum Memikirkan Tentang Anak (How the Law Thinks About Children), diterjemahkan oleh Herlianto, Yayasan Obor Indonesia dan LBH APIK, Jakarta, 2005. Kusnardi dan Bintan Saragih. Moh, Ilmu Negara (edisirevisi), Gaya Media, Jakarta, 2000. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, Penerbit Bina Cipta, Bandung, 1976. Tinton Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di Indonesia, Alumni, Bandung, 2007. Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, MandarMaju, Bandung, 2009