250 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 4, Juni 2014, hlm. 250–255
Perlakuan Akuntansi dalam Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Studi Fenomenologi Pada Lahan Berkepemilikan Ganda Fanli Yanto Kayori Selmita Paranoan Kampus Bumi Tadulako Tondo Telp 0451-4297394 Palu Sulawesi Tengah
Abstract: This study was conducted to describe the accounting treatment of the phenomenon of the Property Tax voting on double proprietary land (land in dispute status) by the Office of the Property Tax (KP-PBB). This study uses qualitative research methods with the phenomenological approach. Data collection is done by observation, analysis of documents and interviews with snowball sampling technique to determine the informant. The results showed that every receipt that has been entered into the General Ledger will be recognized as revenue and when tenure has been established court, then either party may perform restitution of the Property Tax payments previously paid, so that will be a correction of the revenue recognition has been previously recognized and reported in the Notes to Financial Statements. Based on the research results, it takes a foundation in accounting treatment on double proprietary land. then the government should make a rule that specifically addresses the Property Tax voting on double proprietary land in order for the KP-PBB has a reference in determining policy. Keywords: property tax, double proprietary land and accounting treatment
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Masalah pembiayaan pembangunan perlu banyak diperhatikan untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak (Waluyo, 2008). Di Indonesia sendiri terdapat beberapa jenis pajak salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pengertian PBB secara khusus adalah merupakan pajak yang dikenakan atas pemilikan dan atau pemanfaatan bumi dan bangunan di Indonesia. Setiap orang atau badan yang memiliki, menguasai atau memperoleh manfaat atas tanah dan atau bangunan wajib mendaftarkan obyek pajaknya tersebut ke Kantor Pelayanan PBB (KP PBB) yang wilayah kerjanya meliputi letak/lokasi obyek pajak. Pajak atas tanah (PBB) tidak dapat dilepaskan dari
kepemilikan/penguasaan tanah sehingga peraturan pajak tanah suatu Negara tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hukum agrarianya (Ahmadi, 2008). Sebelum berlakunya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), bukti pembayaran pajak hasil bumi (girik) masih diakui sebagai tanda bukti hak atas tanah, tetapi setelah UUPA lahir dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, girik tidak dapat diakui sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Selanjutnya bukti pembayaran pajak ini kemudian menjadi salah satu syarat untuk pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat tanah. Karena terjalin erat hubungan antara pendaftaran tanah dan pembayaran pajak karena data pendaftaran tanah di Indonesia berfungsi juga sebagai data untuk pembayaran pajak. Berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan 31 serta Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertifikat sebagai surat
250
Kayori, Perlakuan Akuntansi dalam Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan 251
tanda bukti hak atas tanah seseorang yang di dalamnya memuat data fisik dan data yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah, merupakan pegangan kepada pemiliknya akan bukti-bukti haknya yang tertulis. Oleh karenanya dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, setiap satu sertifikat hak atas tanah diterbitkan untuk satu bidang tanah. Namun dalam praktiknya sering terdapat penerbitan sertifikat ganda. Sertifikat ganda merupakan sertifikat-sertifikat yang menyuratkan satu bidang tanah yang sama. Dengan demikian satu bidang tanah diuraikan dengan dua sertifikat atau lebih yang berlainan datanya (Wartatim, 2011), hal semacam ini disebut juga ”sertifikat tumpang tindih”, baik tumpang tindih seluruh bidang maupun tumpang tindih dari sebagian tanah tersebut. KP-PBB sebagai instansi yang bertugas memungut PBB perlu mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi secara tepat, agar dapat dipahami, relevan dan dapat diandalkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna informasi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan judul ”Perlakuan Akuntansi Dalam Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Studi Fenomenologi pada Lahan Berkepemilikan Ganda”. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka fokus penelitian ini adalah ”bagaimana perlakuan akuntansi oleh Kantor Pelayanan PBB (KP-PBB) terhadap penerimaan dan restitusi PBB pada lahan berkepemilikan ganda?”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan perlakuan akuntansi terhadap fenomena pemungutan PBB pada lahan berkepemilikan ganda (lahan dalam status sengketa) oleh pihak Kantor Pelayanan PBB (KP-PBB).
KAJIAN LITERATUR Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi berisi tentang definisi elemen, pengukuran atau penilaian, pengakuan, dan penyajian atau pengungkapan (Atmadja, 2004).
Definisi Elemen Makna atau definisi elemen mengacu pada kelas objek luas (misalnya asset atau biaya). Rincian elemen berupa objek atau kejadian ekonomik tertentu (misalnya kas atau penjualan barang dagang) yang memenuhi definisi elemen tidak disebut sebagai elemen tetapi sebagai pos (Suwardjono, 2005 ).
Pengukuran dan Penilaian Pengukuran (measurement) adalah penentuan besarnya unit pengukur (jumlah rupiah) yang akan dilekatkan pada suatu obyek (elemen atau pos) yang terlibat dalam suatu transaksi, kejadian, atau keadaan untuk merepresentasi makna atau atribut (atribute) obyek tersebut (Suwardjono, 2005). Sedangkan penilaian, lebih berhubungan dengan masalah penentuan jumlah yang harus ditetapkan pada perkiraan pada tanggal laporan keuangan dibuat (Atmadja, 2004).
Pengakuan Secara konseptual, pengakuan adalah penyajian suatu informasi melalui statemen keuangan, dan secara teknis, pengakuan berarti pencatatan secara resmi (penjurnalan) suatu kuantitas (jumlah rupiah) hasil pengukuran ke dalam sistem akuntansi sehingga jumlah rupiah tersebut akan mempengaruhi suatu pos dan terefleksi dalam statemen keuangan (Suwardjono, 2005).
Pengungkapan dan Penyajian Secara konseptual pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan, dan secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian informasi dalam bentuk statemen keuangan(Suwardjono, 2005).
Sertifikat Ganda Sertifikat Ganda adalah sertifikat-sertifikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama. Hal semacam ini disebut pula ”Sertifikat Tumpang Tindih (overlapping)”, baik tumpang tindih seluruh bidang maupun tumpang tindih sebagian dari tanah tersebut (Hapsari, 2006).
METODE PENELITIAN Jenis dan Paradigma Penelitian Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu yang ada dalam kehidupan riil (alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami fenomena: apa yang terjadi, mengapa terjadi dan bagaimana terjadinya.
252 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 4, Juni 2014, hlm. 250–255
Pendekatan Fenomenologi Sebagai Metode untuk Memahami Gejala atau Fenomena Sosial Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalamanpengalaman subjektif manusia dan interpretasiinterpretasi dunia (Moleong, 2012).
Metode Pengumpulan Data Sesuai dengan bentuk dan paradigma penelitian, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Informan dalam penelitian ini adalah para pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu staff Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu serta staf Dinas Pendapatan, Pengelolaan Aset Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Palu. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggusnowball sampling (sampel bola salju). n
a
k
a
n
t
e
k
n
i
k
Teknik Analisis Data Dalam proses analisis data penelitian menggunakan Analisis Data model Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Huberman terdapat tiga kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu: Reduksi Data, Model Data (data Display), dan Penarikan/Verifikasi Kesimpulan (Sugiyono, 2008).
TEMUAN PENELITIAN Sistem yang Menjadi Titik Awal Sebuah Fenomena: Butterfly Effect Dalam Prosedur Penerbitan Sertifikat Tanah Pelaksanaan UUPBB menuntut adanya koordinasi antara instansi yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. BPN menentukan bahwa pelaksanaan PBB harus melibatkan beberapa instansi yang pekerjaannya terkait dengan objek PBB, antara lain: (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah yang terdiri dari notaries/PPAT, dan camat yang karena kedudukannya bertindak sebagai PPAT; (2) Kepala Kelurahan atau kepala desa; (3) Dinas tata kota; (4) BPN; (5) Balai harta peninggalan; (6) DPPKAD yang dalam pelaksanaan PBB lebih terfokus kepada aspek teknis sehingga dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh para Camat dan lurah yang mengkoordinasikan penyerahan SPPT dan SPOP.
Selain itu, terdapat koordinasi antara pihak BPN dengan pihak-pihak lainnya seperti yang dijelaskan informan 1: ”koordinasi dengan instansi lainnya dalam penerbitan sertifikat tanah yaitu ketika seseorang mau menerbitkan sertifikat tanah, ketika ada tunggakan maka dia harus bayar dulu pajaknya, itu prosedurnya. Setelah dia membayar pajak, kemudian ketika mau diterbitkan lagi sertifikat dia harus melunasi yang namanya SSB (BPHTB). Jadi, dalam rangka penerbitan sertifikat, ini wajib. Baik itu pendataan pengurusan sertifikat maupun notaris PPAT ketika mau melakukan pembuatan akte peralihan hak atas tanah, ini harus dilampirkan dulu. Manakala tidak, maka dia terjerat dengan UU/aturan. Bisa sanksi administrasi, bisa yang namanya sanksi badan/ jabatan”. Banyaknya instansi pemerintah yang terkait dengan masalah tanah ini menyebabkan setiap instansi mencoba untuk menyajikan dengan cara tersendiri mengadakan pengumpulan dan pengurusan data pertanahan yang disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Disamping itu juga adanya kondisi penggambaran satu bidang tanah menggunakan lebih dari satu peta pendaftaran yang menyebabkan data mengenai letak bidang-bidang tanah terdaftar tidak jelas. Sehingga hal ini sangat memungkinkan timbulnya sengketa. Penyebab terjadinya fenomena lahan berkepemilikan ganda adalah kesalahan administrasi pada pihak-pihak yang terkait penerbitan sertifikat tanah, seperti adanya administrasi yang tidak benar di Kelurahan terjadi karena adanya surat bukti atau pengakuan hak yang dibuat oleh Lurah ternyata terbukti mengandung ketidakbenaran, kepalsuan atau sudah tidak berlaku lagi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh informan 2 tentang penyebab fenomena lahan berkepemilikan ganda: ”Karena bukti PBB sebagai syarat penerbitan sertifikat, berarti ada kemungkinan terjadi kesalahan ditingkat desa/kelurahan. Karena mereka tidak punya data yang lengkap dan system pembukuannya tidak jelas. Apalagi sekarang sistem di BPN sudah sistem WEB. Berawal dari kesalahan administratif dan kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait dapat menyebabkan terjadinya sengketa pertanahan, yang dapat menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap kepastian hukum hak atas tanah, menimbulkan image tidak baik terhadap instansi pemerintah yang terkait dalam penerbitan
Kayori, Perlakuan Akuntansi dalam Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan 253
sertifikat dan menimbulkan kerusuhan massa serta permusuhan yang berlarut-larut. Pihak-pihak yang bersengketa pun bukan hanya secara individual, namun dapat juga melibatkan tataran komunal. Keterlibatan secara komunal inilah yang memungkinkan sengketa tanah merebak menjadi kerusuhan massal yang menelan banyak korban. Tatkala kerusuhan meledak, dapat mengakibatkan kerusakan fisik fasilitas umum, pertumpahan darah dan pelanggaran HAM, menimbulkan penderitaan mental dan psikologis pada korban dan keluarga korban. Peristiwa yang di atas merupakan cerminan akibat yang ditimbulkan dari hal-hal kecil seperti kesalahan administrasi yang berubah menjadi pelanggaran HAM dan peristiwa lainnya. Seperti yang dijelaskan dalam Teori Chaos (Chaos Theory) yang berhubungan dengan ”ketergantungan yang peka terhadap kondisi awal” (sensitive dependence on initial conditions), di mana perubahan kecil pada satu tempat dalam suatu sistem non-linear dapat mengakibatkan perbedaan besar dalam keadaan kemudian.
Hitam-Putih Peraturan Perpajakan dan Realita Praktik Pengakuan Pendapatan PBB Pada Lahan Berkepemilikan Ganda Dalam keseharian masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan dalam pemungutan PBB karena ketidakjelasan status kepemilikan atas sebuah objek PBB (tanah). Sehingga membuat kesulitan dalam proses pemungutan PBB, seperti dalam praktik pemungutan PBB pada lahan berkepemilikan ganda, dimana terdapat dua subjek pajak yang membayar untuk satu objek yang sama. Hal ini menyebabkan terjadinya dua kali pengakuan pendapatan untuk satu objek pajak. Transaksi ini akan dicatat pada suatu Jurnal sebagai berikut: (D) Kas di Bendahara Penerimaan/Bank XXX (K) Pendapatan PBB (Subek A) XXX (K) Pendapatan PBB (Subek B) XXX Berikut adalah jurnal untuk mencatat transaksi penyetoran pendapatan ke Kas Daerah: (D) Kas di Kas Daerah XXX (K) Kas di Bendahara Penerimaan/Bank XXX Setiap penerimaan PBB baik dari dua subjek pajak untuk satu objek yang sama akan diakui sebagai pendapatan tanpa adanya penjelasan khusus, sebagaimana yang diungkapkan oleh informan 3
yang merupakan Staff Bidang Pendapatan DPPKAD Kota palu: ”Akan diakui sebagai penerimaan selama masuk kas Negara. Misalnya si A memegang SPPT 2012 dan si B memegang SPPT 2013, mereka berhak membayar keduanya itu dan kita tidak pernah tau bahwa lahan ini sengketa dan siapa pun yang bayar silakan-silakan saja” Jika cermati lebih lanjut, masalah pemungutan PBB pada lahan berkepemilikan ganda tidak mendapat perlakuan akuntansi yang khusus (pengakuan pendapatan). Namun dalam Standar Akuntansi Pemerintah No 2, tentang laporan realisasi anggaran yang menyatakan bahwa ”Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan”. Pernyataan ini bertolak belakang dengan yang dijelaskan oleh informan 4 yang merupakan Staff Bidang Penatausahaan Keuangan Dan Akuntansi DPPKAD Kota palu: ”Kalau perlakuannya dibagian akuntansi sendiri, kita hanya memasukan data-data yang ada. Misalnya dia sudah transfer ke kas daerah, itu yang kita catat didalam Buku Kas Umum daerah (BKU). Untuk perlakuannya sendiri, pelakuan disini itu tidak ada seperti dalam teori akuntansi. Kalau mau yang kenyataan nya terjadi disini itu, setelah pihak subjek pajak membayar PBB nya itu, masuk dalam rekening kas daerah, dari rekening kas daerah kita input ke dalam Buku Kas Umum, dibuku kas umum itu kita masukan sebagai pendapatan PBB. Jadi untuk perlakuan akuntansi dalam akuntansi pemerintah ini tidak seperti yang ada diteori akuntansi. Kalau disini uang yang ada dalam kas daerah kita anggap sebagai pendapatan, mau itu yang bersengketa ataupun yang tidak bersengketa, ataupun yang bagaimana kita anggap sebagai pendapatan”. Dalam pengakuan pendapatan PBB pada lahan berkepemilikan ganda, pihak KP-PBB tidak memiliki pedoman khusus dalam menentukan klasifikasi akun yang akan dicatat jika ada 2 subjek pajak yang membayar untuk 1 objek yang sama, seperti yang dijelaskan oleh informan 4 berikut ini: ”Kalau yang seperti itu, tergantung dari bagian PBB. Misalnya, itu tanah yang bersengketa ada dua orang. Dua orang yang harus membayar pajak, satu yang dianggap sebagai pendapatan daerah yang harus dibayarkan oleh subjek pajak, satu yang mungkin dianggap sebagai pendapatan lain-lain atau bagaimana”.
254 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 4, Juni 2014, hlm. 250–255
Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai Kompas Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 10 yang menyatakan ”Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan pembayaran dari wajib pajak (pasal 9). Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi segera setelah diketahui (pasal 10). Namun dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk PBB pada lahan berkepemilikan ganda, pihak KP-PBB melakukan tinjauan secara yuridis terhadap status kepemilikan lahan agar dapat menentukan kebijakan akuntansi yang tepat untuk dilakukan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan 5 yang merupakan Staff Bidang Penatausahaan Keuangan Dan Akuntansi DPPKAD Kota palu: ”Apabila sudah ada kepastian hukum tetap atas tanah yang bersengketa atau ada dokumen yang dapat mendukung kepemilikan tunggal atas tanah tersebut dapat dilakukan koreksian berdasarkan SAP no. 10, dan untuk pengembalian atas uang yang sudah disetor harus melihat lagi aturan-aturan yang berlaku”. Pengembalian/koreksi penerimaan pendapatan yang terjadi pada penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan, sedangkan pendapatan dari periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar. Ketika telah diperoleh kepastian hukum atas kepemilikan lahan tersebut, maka pihak KP-PBB melakukan koreksi atas penerimaan PBB dari 2 subjek pajak yang akan dicatat sebagai berikut: (D) Dana yg harus disediakan untuk Pembayaran Utang jangka pendek XXX (K) Kewajiban pengembalian PBB (B) XXX Pada saat subjek B melakukan restitusi, maka pihak KP-PBB akan mencatat sebagai berikut: (D) Kewajiban pengembalian PBB (B) XXX (K) Kas di Kas Daerah XXX Koreksi kesalahan tersebut akan disajikan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan sebagai pengungkapan dasar penyajian keuangan dan kebijakan akuntansi (mengacu pada SAP No. 4, pasal 30). Seperti yang diungkapkan informan 5: ”Apabila tanah tersebut diketahui bersengketa dalam pengungkapan akan dijelaskan di Catatan Atas Laporan Keuangan berapa luas tanah yang
besengketa dan berapa jumlah penerimaan dari tanah yang bersengketa yang masuk jadi pendatan daerah dan status kepemilikan tanah masih dalam keadaan apa”.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Status kepemilikan ganda atas sebuah lahan dapat menjadikan kesalahan pemungutan PBB karena ketidakjelasan subjek pajak yang seharusnya membayar PBB atas objek tersebut. Tetapi dalam penerapannya, setiap penerimaan yang telah masuk ke Buku Kas Umum akan diakui sebagai pendapatan. Namun ketika status kepemilikan lahan telah ditetapkan pengadilan, maka salah satu pihak dapat melakukan restitusi atas pembayaran PBB yang dibayarkan sebelumnya. Sehingga perlu dilakukan koreksi atas pengakuan pendapatan yang telah diakui sebelumnya dengan melakukan koreksi akun ekuitas dana lancar dan dilaporkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
Saran Berdasarkan penjelasan pada Bab sebelumnya, dibutuhkan sebuah dasar pijakan dalam perlakuan akuntansi pada lahan berkepemilikan ganda. maka sebaiknya pemerintah membuat sebuah peraturan yang secara khusus membahas pemungutan PBB pada lahan berkepemilikan ganda agar pihak KPPBB memiliki sebuah acuan dalam menentukan kebijakan.
Keterbatasan Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah kesulitan dalam pengumpulan data serta kurangnya respon dari para informan dalam memberikan informasi. Selain itu, penelitian ini hanya menitik beratkan pada pihak KP-PBB dan beberapa instansi terkait sebagai sumber informasi tanpa melihat informasi dari wajib pajak.
DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, W. 2006. ”Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah dengan Kebijakan Pertanahan di Indonesia”. Bandung: PT Refika Aditama. Atmadja, A.D.S. 2004. ”Perlakuan Akuntansi Terhadap Transaksi Pajak Pertambahan Nilai diCV’X’ ”. Skripsi: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Surabaya
Kayori, Perlakuan Akuntansi dalam Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan 255
Basrowi & Sukidin. 2002. ”Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro”. Surabaya: Insan Cendekia. Hapsari, M.E.N.I. 2006. ”Tinjauan Yuridis Putusan No. 10/G/TUN/ 2002/PTUN. SMG (Studi Kasus Sertifikat Ganda/ ”Overlapping” di Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang)”. Tesis: Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro. Http://revitalisasi-fungsi-sertifikat-hak-atas.html (diakses tanggal 07 november 2013) Moleong, L.J. 2012. ”Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Silvia, J. 2011. ”Akuntabilitas dalam Perspektif Gereja Protestan (Studi Fenomenologis Pada Gereja Protestan Indonesia Donggala Jemaat Manunggal Palu)”. Skripsi: Program S1 Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako. Sugiyono. 2008. ”Metode Penelitian Bisnis”. Jakarta: Salemba Empat. Suwardjono. 2005. ”Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan”. Yogyakarta: BPFE. Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 02. Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 04. Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 10. Waluyo. 2008. ”Perpajakan Indonesia”. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Salemba Empat. Wartatim, J.S. 2011. ”Penyelesaian terhadap Sertifikat Hak Milik Ganda (Overlapping) Oleh Badan Pertanahan Nasional di Kota Padang”, Skripsi: Program Kekhususan. Hukum Perdata (PK I) Fakultas Hukum Universitas Andalas.