Perkembangan Teknologi Proses Dekafeinasi Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Sukrisno Widyotomo1) 1)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember.
Kopi diminum oleh konsumen bukan sebagai sumber nutrisi melainkan sebagai minuman penyegar. Bagi penikmat kopi yang memiliki toleransi tinggi terhadap kafein, menikmati kopi dapat membuat tubuh menjadi lebih segar dan hangat, namun bagi yang toleransinya rendah justru dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Kopi rendah kafein merupakan salah satu bentuk alternatif diversifikasi produk kopi yang dapat meningkatkan nilai tambah. Dekafeinasi merupakan suatu proses pengurangan kandungan kafein di dalam suatu bahan pertanian. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah berhasil mengembangkan teknologi proses dekafeinasi biji kopi. Bahan baku yang tersedia dalam jumlah yang cukup, ketersediaan teknologi proses dan sumber daya manusia yang memadai untuk penerapan di lapangan serta potensi serapan pasar domestik yang tinggi memberikan peluang nyata pengembangan proses produksi kopi rendah kafein di Indonesia. Peningkatan nilai tambah dapat diperoleh dari nilai jual kopi rendah kafein yang tinggi dan konsentrat kafein sebagai produk sampingnya. Selain itu, peningkatan konsumsi domestik kopi dapat diperoleh dengan memberikan kesempatan bagi penikmat kopi yang rentan terhadap kafein, dan peningkatan kesejahteraan dapat diperoleh dengan terbukanya peluang kerja dan pendapatan pada beberapa sektor industri terkait.
Kopi diminum oleh konsumen bukan sebagai sumber nutrisi melainkan sebagai minuman penyegar. Kafein akan memberikan efek stimulasi bagi tubuh, namun menikmati kopi tidak identik dengan mengkonsumsi kafein. Untuk penikmat kopi yang memiliki toleransi tinggi terhadap kafein, menikmati kopi akan membuat tubuh menjadi segar dan hangat namun bagi yang memiliki toleransi rendah terhadap kafein, menikmati kopi dengan kadar kafein yang tinggi akan menyebabkan munculnya beberapa keluhan. Data akurat yang menggambarkan jumlah penikmat kopi yang rentan kafein hingga saat ini masih sulit diperoleh. Namun demikian, potensi serapan produk kopi di pasaran domestik oleh penikmat kopi yang rentan kafein sangat besar. Salah satu upaya strategis untuk meningkatkan daya saing produk kopi primer di pasar internasional adalah perluasan pasar melalui peningkatan diversifikasi produk. Pengembangan diversifikasi produk tersebut diharapkan dapat memberikan insentif ekonomi bagi negara maupun pelaku usaha melalui peningkatan lapangan kerja, pengembangan
24 | 1 | Februari 2012
21 <<
industri dan peningkatan konsumsi kopi di dalam negeri. Diversifikasi produk primer kopi dapat ditempuh dengan cara mengkonversi biji kopi asalan menjadi produk kopi rendah kafein. Nilai tambah diperoleh dari harga jual kopi rendah kafein dan produk samping berupa senyawa kafein. Saat ini kopi rendah kafein produk impor relatif tidak banyak tersedia di pasar domestik dengan harga yang mahal sehingga tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat yang berpenghasilan rendah. Selama ini teknologi proses dekafeinasi kopi masih bersumber dari teknologi impor baik dari aspek hardware maupun software-nya. Beberapa teknologi produksi kopi rendah kafein telah dikembangkan di dalam negeri, namun masih perlu dicari metode dekafeinasi yang dapat diaplikasikan untuk skala usaha kecil menengah tanpa mengesampingkan aspek kesehatan konsumen. Kondisi perkebunan kopi dan sumber daya manusia yang ada di Indonesia menuntut diterapkannya paket teknologi yang tepat guna agar dapat tercapai proses produksi yang berkelanjutan.
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
Tulisan ini mengulas proses dekafeinasi kopi secara umum, dan perkembangan penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Peluang dan tantangan yang besar dihadapi untuk menerapkan teknologi tepat dan berguna agar tujuan memperoleh nilai tambah dan meningkatkan konsumsi kopi domestik dapat tercapai.
Kafein
Kafein memiliki massa molar 194,19 g/mol dan densitas 1,2 g/cm 3. Dalam kondisi murni berupa serbuk putih tidak berbau, berasa pahit yang bersifat mudah larut dalam pelarut organik (kloroform, eter, benzene) dan pelarut air tetapi sukar larut dalam petroleum eter. Kristal kafein akan meleleh pada suhu 236°C, dapat membentuk kristal dengan satu molekul air, dan bersifat anhidrous jika dipanaskan pada suhu di atas 80°C. Kafein dalam bentuk hidrous (hydrate) dan anhidrous akan stabil pada suhu di bawah 52°C. Kafein yang bereaksi dengan basa akan membentuk presipitat garam. Presipitat yang tidak larut dalam air juga terbentuk jika kafein bereaksi dengan garam dari logam berat seperti Hg dan Pt. Kafein dapat berkaitan dengan potasium klorogenat menjadi garam klorogenat secara kompleks yang memiliki sifat tidak larut dalam air. Selain itu, beberapa pustaka menyebutkan bahwa kafein dengan bentuk dasar heterosiklis memiliki sifat pharmakologi.
Gambar 1.
Rumus bangun kafein (C8H10N4O2) (Clarke & Macrae, 1989)
kafein yang mempunyai efek kurang baik bagi penikmat kopi yang rentan terhadap kafein. Bagi penikmat kopi yang memiliki toleransi tinggi, kafein akan bermanfaat sebagai perangsang dalam melakukan berbagai aktivitas. Kadar kafein yang terdapat dalam secangkir teh dilaporkan sebesar 40– 50 mg, sedangkan dalam secangkir kopi kadar kafein yang terkandung dapat mencapai 80-100 mg. Aturan perdagangan yang berlaku di Eropa dan Amerika menyebutkan bahwa kopi bubuk dikatakan rendah kafein jika memiliki kadar kafein antara 0,1-0,3%. Laporan Ditjenbun tahun 2010 menyebutkan volume ekspor biji kopi rendah kafein dan bubuk kopi 1200 Decafein
Kopi Bubuk
Kopi Bubuk decafein
1000
800
Nilai
Kafein (C 8 H 10 N 4 O 2 ) atau 1,3,7-trimetil-2,6 dioksipurin merupakan salah satu senyawa alkaloid yang penting di dalam biji kopi. Ditemukan pertama kali tahun 1819 oleh Friedrich Ferdinand Runge seorang ahli kimia asal Jerman. Kadar kafein yang pernah diidentifikasi terdapat di dalam biji kopi berkisar antara 1,51 - 3,33% dari bobot kering (bk) biji kopi Robusta dan 0,96 - 1,62% dari bobot kering biji kopi Arabika. Sedangkan kafein yang terkandung di dalam biji kopi sangrai kopi Robusta dan Arabika masing-masing sebesar 2% dan 1%. Kafein dilaporkan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma kopi, dan hanya memberikan rasa pahit sekitar 1030%.
600
400
200
0
Kopi Rendah Kafein
Volume, ton
Nilai, 000 US$ Ekspor
Paradigma baru bagi penikmat kopi adalah kopi sebagai minuman yang dapat memberikan rasa nikmat, segar, dan menyehatkan. Kopi mengandung
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
Gambar 2.
Volume, ton
Nilai, 000 US$ Impor
Nilai ekspor-impor kopi rendah kafein tahun 2008 (Ditjenbun, 2010).
24 | 1 | Februari 2012
>> 22
sumberdaya lokal.
80
Kelarutan kafein, g/100g H2O
rendah kafein pada tahun 2008 masing-masing mencapai 33 ton dan 185 ton dengan nilai US$ 99 ribu dan US$ 652 ribu. Sedangkan volume dan nilai impor produk yang sama masing-masing sebesar 4 ton untuk biji kopi rendah kafein senilai US$ 16 ribu, dan 19 ton bubuk untuk kopi rendah kafein senilai US$ 46 ribu. Kopi rendah kafein produk lokal diharapkan akan memiliki dayasaing yang tinggi dibandingkan dengan sejenis asal impor karena bahan baku tersedia cukup banyak dan murah, dan proses produksi dapat memaksimalkan pemanfaatan
70 60 50 40 30 20 10 0 0
20
40
60
80
100
120
o
Suhu air, C
Dekafeinasi Kopi Proses dekafeinasi kopi pertama kali dilakukan oleh Katz tahun 1990 di Jerman. Proses pelarutan senyawa kafein dari dalam biji kopi diawali oleh pemecahan ikatan senyawa komplek kafein dan asam klorogenat dengan perlakuan panas. Pemanasan mengakibatkan senyawa kafein terbebas dengan ukuran dan berat molekul yang lebih kecil sehingga akan mudah bergerak, berdifusi melalui dinding sel, dan selanjutnya larut dalam air. Kafein di dalam biji kopi sebagian besar berada dalam kondisi terikat sebagai senyawa alkaloid berbentuk senyawa garam komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik. Ikatan komplek ini menyebabkan kafein tidak dapat bergerak bebas dan perlu proses pemanasan agar mudah larut dalam air. Dekafeinasi dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut air (water decaffeination), pelarut organik-anorganik (solvent decaffeination) dan super kritikal CO 2 (Carbon dioxide decaffeination). Salah satu contoh proses dekafeinasi dengan menggunakan pelarut air atau sering disebut natural decaffeination adalah The Swiss Water Process. Biji kopi ditempatkan dalam air panas dan bersirkulasi pada tekanan tertentu. Biji kopi akan menyerap air dan mengalami pengembangan karena pori-pori biji semakin terbuka. Kondisi tersebut memudahkan kafein terlarut dan keluar dari matrik padatan biji kopi. Air yang telah melarutkan senyawa kimia termasuk kafein selanjutnya mengalir ke dalam sistem penyaringan karbon aktif. Sistem penyaringan karbon aktif berfungsi memisahkan kafein yang terdapat dalam pelarut dan senyawa kimia lainnya. Setelah senyawa kafein dipisahkan dari pelarut, maka pelarut disirkulasi ulang ke dalam biji kopi sebelum dilakukan proses pengeringan dan pengemasan. Kelarutan kafein dalam air maupun dalam pelarut
24 | 1 | Februari 2012
23 <<
Gambar 3.
Kurva kelarutan kafein dalam air (Macrae, 1985; Spiller, 1999).
organik-sintetik akan meningkat dengan naiknya suhu. Namun, penggunaan suhu proses yang tinggi akan berdampak pada penurunan citarasa kopi yang dihasilkan. Proses dekafeinasi menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
a. Metode langsung Caranya, biji kopi ditempatkan dalam air hangat yang bersirkulasi. Selama proses tersebut biji kopi akan mengembang karena menyerap air dan porositas biji akan terbuka sehingga senyawa kafein akan mudah diekstraksi. Pelarut organik atau sintetik kemudian disirkulasikan ke dalam biji kopi agar senyawa kafein keluar dari matrik padatan biji kopi sampai batas tertentu sesuai yang dipersyaratkan kopi rendah kafein.
b. Metode tidak langsung Biji kopi ditempatkan di dalam air sampai kondisi mendidih dan disirkulasi. Biji kopi akan menyerap air dan mengalami pengembangan karena pori-pori biji semakin terbuka. Kondisi tersebut memudahkan kafein terlarut dan keluar dari matrik padatan biji kopi. Pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan kafein dari dalam biji kopi antara lain methylene chlorida (dichloromethane) dan etil asetat. Setelah senyawa kafein dipisahkan dari pelarut, maka pelarut disirkulasi ulang ke dalam biji kopi sebelum dilakukan proses pengeringan untuk mengurangi residu pelarut yang masih ada di dalam biji kopi. Dayalarut kafein dalam pelarut sintetik relatif tinggi, namun dengan alasan harga, potensi polusi
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
lingkungan, dan pengaruh negatif terhadap kesehatan menyebabkan pelarut sintetik harus digunakan secara cermat. Dilaporkan oleh Sivertz & Desroiser (1979) bahwa proses dekafeinasi dapat dilakukan dengan pelarut organik seperti metilen klorida, 1,2-diklor etana, asam karboksilat 5-hidroksi triptamida, mono-diester gliserol-tri asetat, ester polihidrik alkohol, asam karboksilat, di-triklor etana, asam asetat, ester etilen, triklortrifluroetan, PE, n-heksan, dan flouronasi-HC. Sedangkan proses dekafeinasi dengan pelarut anorganik dilakukan dengan menggunakan CO2 cair, gas NO2, gabungan air dan CO2 cair. Kafein dipisahkan dari pelarut dengan proses distilasi atau disirkulasikan dalam lapisan karbon aktif, dan selanjutnya pelarut dapat digunakan kembali untuk proses pelarutan senyawa kafein dari dalam biji kopi yang baru. Setelah proses dekafeinasi selesai, biji kopi segera dikukus agar residu pelarut yang masih melekat dapat ditekan serendah mungkin. Proses penyangraian dan pengecilan ukuran dapat membantu pelepasan residu pelarut yang masih melekat pada biji kopi.
Pengembangan Proses Dekafeinasi oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengeluarkan (ekstraksi) satu komponen campuran dari zat padat adalah pengurasan (leaching). Metode pengurasan digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campuran dengan zat padat yang tak dapat larut. Pada proses pengurasan ini, sifatsifat zat padat dapat mengalami perubahan. Selama proses pengurasan zat padat akan terbentuk massa terbuka yang permeable, dan pelarut mengalir melalui rongga-rongga dalam hamparan zat padat yang tidak teraduk. Metode tersebut dapat dilakukan dalam sistem batch maupun kontinyu. Pengurasan hamparan padat tidak bergerak (stasioner) dilakukan di dalam tangki dengan dasar berlubang yang berfungsi untuk mendukung zat padat tetapi masih dapat melewatkan pelarut keluar. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia secara intensif telah mengembangkan reaktor kolom tunggal untuk proses dekafeinasi biji kopi Robusta. Reaktor kolom tunggal merupakan kolom tegak yang dirancang untuk proses dekafeinasi biji kopi dengan metode pengurasan (leaching) dengan rancangan
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
yang sederhana sehingga mudah dan murah dalam hal pembuatan, operasional, dan perawatan. Ruang di dalam reaktor kolom tunggal dibagi dalam 2 kompartemen. Kompartemen atas berfungsi menampung biji kopi yang akan diproses, dan kompartemen bawah berfungsi untuk menampung air atau pelarut. Sumber panas yang digunakan adalah kompor bertekanan (burner) berbahan bakar LPG (Liquid Petroleum Gas). Reaktor kolom tunggal dilengkapi dengan sebuah pompa yang berfungsi untuk mensirkulasi air atau pelarut dari kompartemen bawah ke kompartemen atas. Proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama adalah proses pengukusan (steaming) biji kopi dengan menggunakan uap air panas pada suhu 100oC. Setelah proses pengukusan selesai, massa air dikeluarkan dari dalam reaktor dan diganti dengan pelarut. Tahap kedua adalah proses pelarutan kafein di dalam reaktor yang sama. Proses pelarutan senyawa kafein dari dalam biji kopi dapat terjadi karena pelarut bersirkulasi secara kontinyu dengan menggunakan pompa sirkulasi ke dalam tumpukan biji (batch system). Penelitian proses dekafeinasi biji kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal diawali pada tahun 2004 menggunakan pelarut air pada suhu 100oC. Teknik dekafeinasi dengan menggunakan pelarut air memiliki beberapa keuntungan, antara lain: air mudah diperoleh, rata-rata hasil ekstraksi cukup tinggi, dan kafein yang diperoleh relatif murni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan rasio berat biji kopi dan pelarut air sebesar 1 : 2, kadar kafein dalam biji kopi yang semula 2,46% bk turun menjadi 0,45% bk setelah proses pelarutan berlangsung selama 6 jam. Pemanasan lanjut mampu menurunkan kadar kafein sampai 0,3% bk, namun citarasa dan aroma seduhan kopi yang dihasilkan berubah negatif secara signifikan. Pengembangan proses dengan menggunakan pelarut etil asetat teknis konsentrasi 10% dilakukan pada tahun 2007 dan 2008. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kadar kafein 0,3% bk diperoleh setelah proses dekafeinasi berlangsung antara 812 jam tergantung pada suhu pelarut dan ukuran biji kopi. Citarasa biji kopi rendah kafein yang dihasilkan lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan pelarut air. Penelitian proses dekafeinasi biji kopi yang bersinergi dengan pemanfaatan limbah cair pengolahan kakao dilakukan pada tahun 2009-2010. Pelarutan yang digunakan adalah limbah cair fermentasi biji kakao 24 | 1 | Februari 2012
>> 24
yang digunakan dalam reaktor kolom tunggal telah pada tahun 2011. Model matematik dapat digunakan untuk memprediksi waktu dekafeinasi biji kopi Robusta dengan menggunakan pelarut asam asetat, limbah cair fermentasi biji kakao maupun pelarut tersier pulpa kakao.
Analisis Ekonomi
Gambar 4. Reaktor kolom tunggal.
dan pelarut tersier pulpa kakao. Limbah cair fermentasi biji kakao mengandung senyawa asam asetat sebesar 1,32% (v/v), sedangkan pelarut tersier pulpa kakao mengandung senyawa etanol dan asam asetat masing-masing sebesar 1,63% (v/v) dan 0.22% (v/v). Waktu merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam suatu proses pengolahan biologik. Proses akan berlangsung efisien jika berlangsung tepat waktu dan dengan dengan mutu produk yang baik. Model matematik yang dapat memprediksi waktu proses dekafeinasi biji kopi Robusta kaitannya dengan level konsentrasi pelarut
Analisis ekonomi proses produksi biji kopi kering rendah kafein dilakukan pada skala terbatas dengan pelarut air, asam asetat, limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao. Beberapa parameter biaya tetap dan tidak tetap ditampilkan pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya proses produksi kopi rendah kafein sebesar Rp. 24.181,-/kg biji kopi kering rendah kafein diperoleh jika proses dekafeinasi dilakukan dengan pelarut air. Namun, citarasa akhir yang dihasilkan kurang disukai konsumen. Biaya proses tertinggi sebesar Rp. 274.181,-/kg biji kopi kering rendah kafein diproses dengan pelarut asam asetat. Tingginya biaya proses tersebut menyebabkan produk yang dihasilkan kurang dapat bersaing di pasaran. Biaya proses produksi kopi rendah kafein dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao masing-masing sebesar Rp. 26.681,-/kg biji kopi kering rendah kafein, dan Rp. 29.181,-/kg biji kopi kering rendah kafein. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa limbah cair fermentasi biji kakao relatif lebih murah dan mudah diperoleh jika dibandingkan dengan pelarut tersier pulpa kakao. Upaya peningkatan dayasaing produk di pasaran domestik dapat dilakukan dengan
Tabel 1. Analisis ekonomi produksi kopi rendah kafein skala terbatas No. 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10.
Param eter Kapasitas olah Harga biji kopi Harga biji kakao Harga asam asetat Biaya produksi a. Limbah cair fermentasi b. Pelarut tersier Kebutuhan pelarut Depresiasi reaktor Tenaga kerja Perawatan Bahan bakar
Satuan
Nilai
Keterangan
kg/hari Rp./kg Rp./kg Rp./liter
24 19 000 30 000 50 000
24 jam/hari glasial
Rp./liter Rp./liter liter/hari Rp./hari Rp./hari Rp./hari Rp./hari
500 1 000 120 6 849 82 500 25 000 10 000
Rasio 1 : 5 Umur ekonomis10 tahun 3 HOK LPG
Biaya proses produksi biji kopi kering rendah kafein a. b. c. d.
24 | 1 | Februari 2012
25 <<
Air Asam asetat Limbah cair fermentasi Pelarut tersier
Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./kg
24 274 26 29
181 181 681 181
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
pengkayaan citarasa kopi rendah kafein dengan beberapa tanaman herbal, seperti jahe, ginseng dan rosela yang ditambahkan dalam kopi bubuk rendah kafein.
Penutup Kopi rendah kafein merupakan salah satu bentuk alternatif diversifikasi produk kopi Robusta yang dapat meningkatkan nilai tambah. Bahan baku yang tersedia dalam jumlah yang cukup, ketersediaan teknologi proses dan sumberdaya manusia yang memadai untuk penerapan di lapangan serta potensi serapan pasar domestik yang tinggi
memberikan peluang nyata pengembangan produk tersebut di Indonesia. Peningkatan mutu dapat diperoleh dengan penerapan proses dekafeinasi yang tepat guna, salah satunya dengan metode leaching menggunakan reaktor kolom tunggal. Peningkatan nilai tambah dapat diperoleh dari nilai jual kopi rendah kafein yang tinggi dan konsentrat kafein sebagai produk sampingnya. Selain itu, peningkatan konsumsi domestik kopi dapat diperoleh dengan memberikan kesempatan bagi penikmat kopi yang rentan terhadap kafein, dan peningkatan kesejahteraan dapat diperoleh dengn terbukanya peluang kerja dan pendapatan pada beberapa sektor industri terkait. *****
VISCO (Viscous Coffee) KOPI KENTAL RENDAH KAFEIN Paradigma baru bagi penikmat kopi adalah kopi sebagai minuman yang dapat memberikan rasa nikmat, segar, dan menyehatkan. Kafein akan memberikan efek stimulasi bagi tubuh, namun menikmati kopi tidak identik dengan mengkonsumsi kafein. Untuk penikmat kopi yang memiliki toleransi tinggi terhadap kafein, menikmati kopi akan membuat tubuh menjadi segar dan hangat namun bagi yang memiliki toleransi rendah terhadap kafein, menikmati kopi dengan kadar kafein yang tinggi akan menyebabkan munculnya beberapa keluhan. VISCO merupakan kopi kental rendah kafein produk Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. VISCO tersedia dalam 3 macam varian, yaitu VISCO natural, VISCO mix dan VISCO herbal.
Informasi dan pemesanan : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember 68118 Telp. 0331-757130 Contact person: Sukrisno Widyotomo
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
24 | 1 | Februari 2012
>> 26