0060: S. Widyotomo dkk.
PG-135
PENINGKATAN MUTU DAN NILAI TAMBAH KOPI MELALUI PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI DAN DEKAFEINASI Sukrisno Widyotomo1,∗ , Hadi K. Purwadaria2 , dan Cahya Ismayadi1 1
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jl. P.B. Sudirman No. 90 Jember 68118 Telepon (0331) 757130, 757132 2 Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Kampus IPB Darmaga, Bogor ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Kopi merupakan salah satu minuman penyegar yang dikonsumsi bukan sebagai sumber nutrisi tetapi terkait dengan aspek kenikmatan dan kepuasan bagi konsumen. Cacat cita rasa fermented atau stinker merupakan jenis cacat yang disebabkan oleh penerapan metode fermentasi yang tidak tepat. Pengembangan metode fermentasi dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia untuk menghasilkan produk akhir berupa biji kopi dengan mutu yang prima. Fermentasi biji kopi dalam reaktor terkendali merupakan salah satu alternatif teknologi yang dapat digunakan karena parameter yang berkaitan dalam menentukan kesempurnaan proses dapat terkendali dengan baik. Dekafeinasi merupakan proses pengurangan kandungan kafein di dalam bahan pertanian. Salah satu upaya perluasan pasar adalah melalui diversifikasi produk biji kopi rendah kafein. Tujuan penelitian adalah mempelajari kinerja fermentor terkendali untuk proses fermentasi biji kopi dan reaktor kolom tunggal untuk proses dekafeinasi. Bahan yang digunakan adalah buah kopi Robusta sehat dan matang. Fermentasi dilakukan pada suhu lingkungan, 30 ◦ C, 35 ◦ C dan 40 ◦ C yang masing-masing dilakukan selama 6 jam, 12 jam dan 18 jam. Proses dekafeinasi dilakukan pada suhu pelarut 50 ◦ C, 60 ◦ C, 70 ◦ C, 80 ◦ C, dan 90 ◦ C dengan konsentrasi pelarut etil asetat 10%. Laju proses dekafeinasi kopi robusta dalam reaktor kolom tunggal akan semakin cepat dengan semakin suhu pelarut. Proses dekafeinasi dapat dilakukan selama 8-10 jam pada suhu 80-90 ◦ C atau 12 jam pada suhu 60-70 ◦ C agar diperoleh kadar kafein 0,3%. Uji organoleptik menunjukkan bahwa perlakuan pelarutan pada suhu tinggi akan mengakibatkan citarasa seduhan kopi mengalami penurunan dengan nilai aroma, flavor, bitterness dan body masing-masing 1,8. Kata Kunci: Kopi, mutu, fermentasi, dekafeinasi, nilai tambah.
I.
PENDAHULUAN
Kopi merupakan salah satu minuman penyegar populer di dunia yang dikonsumsi bukan sebagai sumber nutrisi tetapi terkait dengan aspek kenikmatan dan kepuasan bagi konsumen. Biji kopi yang dihasilkan oleh petani kopi Indonesia dikenal dengan sebutan ”kopi asalan” karena umumnya memiliki mutu yang rendah dengan nilai cacat lebih dari 225 (Misnawi & Sulistyowati, 2006). Jenis biji cacat sangat tidak disukai karena akan menghasilkan karakteristik stink, dan ferment (Ismayadi, 1998). Penerapan proses fermentasi yang tidak tepat akan menghasilkan biji kopi dengan citarasa yang rendah. Cacat cita rasa fermented atau stinker merupakan jenis cacat yang berat. Cacat fermentasi dapat dihindari dengan cara melakukan proses fermentasi secara tepat dan benar. Kopi rendah kafein merupakan salah satu produk di-
versifikasi yang dapat meningkatan nilai tambah dan konsumsi domestik kopi Indonesia. Penelitian yang berkaitan dengan proses dekafeinasi biji kopi telah banyak dilakukan (Katz, 1997; Sivertz & Desroiser, 1979). Aturan paten menyebabkan disain, metode dan karakteristik proses, serta mutu produk akhir yang dihasilkan dari proses dekafeinasi skala industri tidak dapat dipublikasikan. Hal tersebut berakibat pada tingginya harga kopi rendah kafein yang berdampak pada rendahnya minat minum kopi di dalam negeri (Widyotomo et al., 2010). Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan upaya peningkatan mutu dan nilai tambah melalui penerapan proses fermentasi dan dekafeinasi kopi yang tepat bagi perkebunan rakyat di Indonesia.
Prosiding InSINas 2012
0060: S. Widyotomo dkk.
PG-136
G AMBAR 1: Distribusi suhu selama proses fermentasi
II.
METODOLOGI
Penelitian dilaksanakan di Lab. Teknologi Pengolahan Hasil dan Rekayasa Alat dan Mesin, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka), Jember, Jawa Timur serta Lab. Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fateta, IPB. Bahan yang digunakan adalah buah kopi Robusta sehat dan matang yang diperoleh dari kebun percobaan Kaliwining, Puslitkoka. Peralatan utama yang digunakan adalah fermentor biji kopi terkendali tipe silinder horisontal berputar dan reaktor kolom tunggal untuk proses dekafeinasi. Perlakuan proses fermentasi adalah suhu dan waktu fermentasi. Fermentasi dilakukan pada suhu lingkungan, 30 ◦ C, 35 ◦ C dan 40 ◦ C yang masing-masing dilakukan selama 6 jam, 12 jam dan 18 jam. Proses dekafeinasi dilakukan pada suhu pelarut 50 ◦ C, 60 ◦ C, 70 ◦ C, 80 ◦ C, dan 90 ◦ C dengan konsentrasi pelarut etil asetat 10%.
III.
menunjukkan bahwa fermentor terkendali akan tetap memberikan nilai seduhan kopi yang baik jika dioperasionalkan pada rentang suhu 25-31 ◦ C dan waktu proses selama 6-13 jam (G AMBAR 4). Kondisi optimum proses untuk menghasilkan citarasa terbaik adalah pada suhu fermentasi 25 ◦ C dan waktu 12 jam. Pada kondisi proses tersebut citarasa seduhan kopi yang dihasilkan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan fermentasi di dalam karung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada proses fermentasi diketahui bahwa sumber panas yang digunakan dapat membangkitkan panas dan relatif setabil selama berlangsungnya proses fermentasi. Hal penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi beban bahan separuh dari kapasitas muat maksimum, maka lebih efisien menggunakan pengaturan suhu 35 ◦ C dibandingkan dengan 40 ◦ C. Sedangkan suhu bahan selama proses fermentasi yang dilakukan di dalam karung berkisar antara 1729 ◦ C tergantung pada suhu lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses fermentasi kering dalam karung akan memberikan nilai tertinggi jika dilakukan selama 12 jam (G AM BAR 2 ). Hal yang sama dilaporkan oleh Yusianto (2008) bahwa fermentasi kopi arabika sebaiknya dilakukan selama 12 jam dengan tujuan untuk mengurangi dan memudahkan pencucian lender biji serta memperbaiki citarasa. Hasil analisis RSM dari beberapa parameter citarasa seduhan kopi yang difermentasi dalam fermentor terkendali ditampilkan pada G AMBAR 3. Hasil penelitian
G AMBAR 2: Karakter cita rasa biji kopi hasil fermentasi dalam karung.
Proses pelarutan senyawa kafein dari biji kopi diawali oleh pemecahan ikatan senyawa kompleks kafein, dan asam klorogenat akibat perlakuan panas. Senyawa kafein menjadi bebas dengan ukuran, dan berat molekulnya menjadi kecil. Kafein menjadi mudah bergerak, mudah berdifusi melalui dinding sel, dan selanjutnya ikut terlarut dalam pelarut. Kafein yang terdapat di dalam sitoplasma dalam keadaan bebas (Sivetz & Desroiser, 1979), sedang selebihnya terdapat dalam kondisi terikat sebagai senyawa alkaloid dalam benProsiding InSINas 2012
0060: S. Widyotomo dkk.
PG-137
G AMBAR 5: Laju pelarutan kafein dari beberapa perlakuan suhu. G AMBAR 3: Kurva RSM parameter citarasa kopi hasil fermentasi dalam fermentor terkendali.
G AMBAR 4: Kurva RSM parameter balance dan overall seduhan kopi hasil fermentasi dalam reaktor terkendali.
tuk senyawa garam komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik (Clifford, 1985). Asam klorogenat merupakan salah satu komponen yang memberikan kontribusi terhadap sifat keasaman pada minuman kopi. Kadar asam klorogenat pada biji kopi arabika bervariasi antara 6-7%, sedangkan pada robusta sekitar 7-11%, dan meningkat seiring tingkat kemasakan. Kadar asam klorogenat meningkat seiring dengan peningkatan kadar kafein. Citarasa asam klorogenat adalah pahit seperti tanin (Ky et al., 2001). Proses dekafeinasi biji kopi suhu pelarut yang tinggi menyebabkan mudah terlepasnya asam klorogenat. Perlakuan panas selama proses dekafeinasi mengakibatkan asam klorogenat mengalami hidrolisa menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah, kemudian diikuti dengan dekomposisi asam klorogenat menjadi senyawa organik lain dan mempunyai sifat mudah terlarut dalam pelarut (Koeing, 1980).
G AMBAR 6: Laju penurunan kadar asam klorogenat selama proses dekafeinasi.
Hal tersebut menyebabkan kadar asam klorogenat dalam biji kopi turun secara bertahap selama berlangsungnya proses dekafeinasi dengan pola penurunan mirip yang terjadi dengan penurunan kadar kafein. Berkurangnya kadar asam klorogenat selain indikasi menurunnya jumlah kafein dalam biji kopi, juga akan berpengaruh pada cita rasa seduhan kopinya. Asam tersebut bersama dengan kafein diduga memberikan pengaruh pada rasa pahit, dan sepat (Horman & Viani, 1971). Clarke & Macrae (1989), dan Sivetz & Desroiser (1979) melaporkan bahwa kafein tidak berpengaruh terhadap aroma kopi, tetapi sedikit memberikan rasa pahit. Kafein menyumbang rasa pahit antara 10-30% Prosiding InSINas 2012
0060: S. Widyotomo dkk.
PG-138
nunjukkan bahwa flavor yang dihasilkan dari produk kopi terdekafeinasi akan semakin menurun dengan semakin lamanya proses pelarutan, dan semakin tingginya suhu ekstraski. Yusianto (1999) melaporkan bahwa body merupakan kekentalan dari seduhan kopi sebagai karakter internal yang dapat dinilai karena ada kesans kental di langitlangit mulut. Kafein memberikan kontribusi pada body seduhan kopi. Hal ini dapat diselaraskan dengan kadar kafein kopi bubuk yang semakin turun akan berpengaruh pada nilai body yang semakin rendah.
IV. KESIMPULAN
G AMBAR 7: dekafeinasi.
Laju penurunan kadar trigonelin selama proses
Fermentor biji kopi terkendali tipe silinder horisontal berputar telah berhasil dirancangbangung dan diujicoba. Sumber panas mampu membangkitkan suhu untuk proses fermentasi, dan tidak berdampak nyata terhadap perubahan beberapa sifat fisik biji kopi. Kondisi operasional fermentor untuk proses fermentasi kopi arabika adalah pada suhu 25 ◦ C dan waktu 12 jam. Pada kondisi tersebut diperoleh citarasa seduhan kopi terbaik jika dibandingkan dengan perlakuan suhu dan waktu fermentasi yang lain serta biji kopi yang dihasilkan dari proses fermentasi dalam karung. Karakterisasi proses dekafeinasi kopi robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat telah dilakukan. Penelitian menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi suhu pelarut, maka proses dekafeinasi akan berlangsung lebih cepat. Proses dekafeinasi dapat dilakukan selama 8-10 jam pada suhu 80-90 ◦ Catau 12 jam pada suhu 60-70 ◦ C agar diperoleh kadar kafein 0,3%. Uji organoleptik menunjukkan bahwa perlakuan pelarutan pada suhu tinggi akan mengakibatkan citarasa seduhan kopi mengalami penurunan dengan nilai aroma, flavor, bitterness dan body masing-masing 1,8.
DAFTAR PUSTAKA G AMBAR 8: Hubungan citarasa dengan waktu dekafeinasi.
dari seduhan kopi (Morton, 1984). Kepahitan merupakan rasa primer yang sangat spesifik pada reseptor lidah. Kafein memberikan pengaruh pada rasa seduhan kepahitan biji kopi (Yusianto, 1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kepahitan cenderung menurun dengan semakin lama proses dekafeinasi dan semakin tinggi suhu pelarut yang digunakan. Flavor merupakan kombinasi antara aroma yang ditangkap oleh indera penciuman manusia dan rasa seduhan yang ditangkap oleh indera perasa. Rasa seduhan berhubungan dengan senyawa non volatil yang terlarut, sedangkan aroma berhubungan dengan senyawa volatil (Yusianto, 1999). Hasil penelitian me-
[1] Clarke, R.J. & R. Macrae. 1989. Coffee chmestry. Vol. I, II. Elsevier Applied Science. London and New York. [2] Clifford, M.N., & K.C. Willson. 1985. COFFEE: Botany, Biochemistry, and Production of Beans and Beverage. The AVI Publsihing Company, Inc. Westport, Connecticut, USA. [3] Horman, I. & A. Viani. 1971. The caffeinechlorogenate complex of coffee, an NMR study, Proc 14th ASIC Coll, 102-111. [4] Ismayadi C. 1998. Upaya perbaikan mutu kopi arabika spesialti dataran tinggi Gayo, Aceh. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 14: 45-53. [5] Katz, S.N. 1997. Decaffeinating Coffee. Working Knowledge Scientific, American. [6] Ky C.L., Louarn J., Dussert S., Guyot B., Hamon S., Noirot M. 2001. Caffeine, trigonelline, chlorogenic Prosiding InSINas 2012
0060: S. Widyotomo dkk.
[7]
[8] [9] [10] [11]
[12]
PG-139
acids and sucrose diversity in wild Coffea arabica L., and C. Canephora P. Accessions. Food Chem 75: 223-230. Misnawi & Sulistyowati. 2006. Mutu kopi Indonesia dan peluang peningkatan daya saingnya. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 22: 127-132. Morton, A. 1984. Flavours an introduction. Food Science, USA. Sivetz, M. & N.W. Desrosier., 1979. Coffee technology. The AVI Publ.Co.Inc., Wesport, Connecticut. Viani, R., & Horman, I. 1974. Thermal behavior of trigonellin. J. Food. Sci. 39: 1216-1217. Widyotomo S., Purwadaria H.K., Syarief AM, Mulato S. 2010. Karakteristik suhu dan energi proses pengukusan biji kopi dalam reaktor kolom tunggal. Pelita Perkebunan 26, 177-191. Yusianto. 1999. Komposisi kimia biji kopi dan pengaruhnya terhadap citarasa seduhan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vo. 15(2), 190-202.
Prosiding InSINas 2012