Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 PERKEMBANGAN RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI) BANDA ACEH TAHUN 1946-2015 Muhammad Saifullah1, Teuku Abdullah2, Zainal Abidin3 Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Email:
[email protected] [email protected] [email protected]
ABSTRAK Radio Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga media massa milik pemerintah yang betugas memberikan informasi melalui suara untuk mencapai masyarakat luas. Stasiun RRI Banda Aceh berdiri 11 Mei 1946 di Kota Banda Aceh. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana perkembangan RRI Banda Aceh dari tahun 19462015?Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode yang digunakan adalah metode sejarah (historis) yang meliputi empat tahap yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mengkaji perkembangan RRI Banda Aceh dari tahun 1946-2015 dan mengetahui langkahlangkah apa saja yang dilakukan sehingga mampu bertahan sebagai stasiun radio milik negara yang bersifat netral. Hasil dari penelitain ini menunjukkan RRI Banda Aceh berperan dalam penyampaian informasi kepada masyarakat. Melalui RRI Banda Aceh masyarakat Aceh dan khususnya Banda Aceh bisa mengetahui beberapa peristiwa penting di setiap zamannya. Pada masa Orde Lama saat mempertahankan kemerdekaan Indonesia RRI Banda Aceh berfungsi sebagai alat propaganda kemerdekaan melawan Belanda. Masa Orde Baru RRI Banda Aceh berfungsi sebagai alat untuk menyuarakan programa-programa atau kebijakan pemerintah dan pada masa reformasi RRI berfungsi sebagai media publik yang memberikan informasi serta pendidikan kepada masyarakat tanpa ada terikat dengan pihak manapun. Kata kunci: Perkembanagn, RRI. ABSTRACT Radio Republik Indonesia is one of the government-owned mass media institutions that betugas provide information via voice to reach the wider community. Banda Aceh radio station established May 11, 1946 in Banda Aceh. Issues examined in this study is how the development of RRI Banda Aceh from 1946-2015? This study uses qualitative research method used is the historical method (historical) that includes four stages heuristics, criticism of sources, interpretation, and historiography. This study was conducted by researchers with the aim of studying the development of RRI Banda Aceh from 1946-2015 and know what steps are carried out so that they can survive as a state-owned radio station which is neutral. The results of the research show RRI from Banda Aceh role in disseminating information to the public. 90
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 Through RRI Banda Aceh and Aceh people especially Banda Aceh could find out some important events in every era. In the Old Order while maintaining independence Banda Aceh Indonesia RRI serves as a propaganda tool of independence against the Dutch. During the New Order RRI Banda Aceh serves as a tool for voice-programaprograma or government policy and the reform era RRI serves as a public media that provide information and education to the public without any bound by any party. Keywords: Developments, RRI.
PENDAHULUAN Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh merupakan salah satu lembaga penyiaran radio di Kota Banda Aceh yang menyandang serta program siarannya ditujukan untuk kepentingan bangsa dan negara. Sebagai sebuah Lembaga Penyiaran Publik (LPP), RRI Banda Aceh berupaya memberikan pelayanan berupa siaran informasi, pendidikan, kontrol sosial, hiburan yang sehat, serta ikut memberikan dan menjaga citra positif bangsa di dunia internasional. Oleh karena itu, RRI Banda Aceh harus bersifat independen, netral, dan tidak komersial. Berdirinya lembaga penyiaran RRI Banda Aceh tidak terlepas dari kesadaran para pemuda Aceh untuk mendapatkan serta membagi informasi mengenai perkembangan peperangan pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berawal dari kesadaran tersebut para pemuda Aceh berinisiatif untuk berusaha mendapatkan sebuah alat komunikasi berupa radio dan mendirikan sebuah stasiun radio. Usaha para pemuda Aceh yang dipimpin oleh Said Ahmad Dahlan tidak sia-sia. Para pemuda berhasil merampas pemancar radioyang berada di Kantor Penerangan Pemerintahan Jepang yang telah rusak karena sengaja
dihancurkan agar pemuda-pemuda Indonesia di Aceh tidak mempergunakannya untuk berkomunikasi. Pemancar radio inilah yang kelak menjadi cikal bakal berdirinya RRI Banda Aceh dan mengudara untuk pertama kali pada 11 Mei 1946 dengan nama RRI Kutaraja. (Sudirman, 2012:33-34). Pertama kali mengudara dengan menggunakan kekuatan 25 watt (satuan tenaga listrik) dan gelombang pemancar setinggi 68-73 meter menjadi modal utama dalam memberikan berbagai informasi dalam maupun luar negeri. Pada masa mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, RRI Kutaraja atau sekarang dikenal dengan RRI Banda Aceh merupakan salah satu modal dan alat perjuangan yang dimiliki bangsa ini dalam menghadapi propagandapropaganda yang dibuat oleh Belanda. Hal ini dikarenakan sebagian wilayah Republik Indonesia telah kembali diduduki oleh Belanda dan sangat sulit untuk ditembus selain hanya melalui media massa terutama radio. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merasa terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Perkembangan Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh 1946-2015”. 91
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102
Teknik Pengumpulan Data METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian yang peneliti kaji berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami dan berhubungan dengan kejadian-kajadian masa lalu, maka sifatnya mendasar atau naturalistis atau bersifat kealamian, serta tidak bisa dilakukan di laboratorium, melainkan di lapangan. Pendekatan yang lebih tepat dalam penelitian masuk kedalam jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode sejarah (historis), dengan perkembangan RRI Banda Aceh sebagai kasusnya.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lingkup spasial dalam penelitian adalah Kota Banda Aceh dengan titik fokus penelitian adalah kantor stasiun RRI Banda Aceh karena yang menjadi penelitian adalah mengenai perkembangan dari lembaga.Knator ini beralamatdi Jalan Iskandar Muda, No.13, Gampong Suka Ramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh yang saat ini beroperasi sebagaikantor penyiaran. Lingkup temporial yang difokuskan adalah tahun 1946-2015, karena dalam kurun waktu tersebut akan dibahas perkembangan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan penyiaran serta pemberian informasi kepada masyarakat.
Teknik pengumpulan data diperoleh berdasarkan penyajian sumber-sumber sejarah yang terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah, jurnal, surat kabar, dan lainlain. Sumber sejarah terdiri atas dua sifat, yaitu sumber primer dan sumber skunder. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan studi kepustakaan, dokumen, dan wawancara.
Teknik Analisis Data Pengolah data-data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini, dilakukan dengan teknik metode penelitian sejarah. Setelah sumber primer dan sumber sekunder terkumpul, peneliti akan melakukan kritik sumber, baik secara intern maupun ekstern tentang keaslian dari sumber data yang telah dikumpulkan. Langkah selanjutnya adalah peneliti memberikan penafsiran dengan teknik deskripsi, narasi dan analisis dengan memberikan penjelasan (eksplansi) untuk menjelaskan hubungan diantara pertanyaanpertanyaan mengenai fenomena yang ada. Langkah terakhir adalah peneliti melakukan historiografi atau penulisan sejarah berdasarkan data yang telah ada ke dalam bentuk penulisan karya ilmiah (Sjamsuddin, 2007:155-157). HASIL DAN PEMBAHASAN
Latar Belakang Didirikan Banda Aceh
RRI
Pasca kekalahan Jepang di Perang Asia Timur Raya dari Sekutu dan berita kemerdekaan Indonesia yang baru diketahui di Aceh tanggal 21 Agustus 1945, seluruh kantor pemerintahan mulai ditinggalkan 92
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 tugas oleh Jepang salah satunya Kantor Syu Seicho Hodoka. Di Kantor Syu Seicho Hodoka, terdapat dua kantor media komunikasi massa yaitu Surat Kabar Atjeh Sinbun dan Stasiun Radio Hosokyoku Kutaraja yang keduanya digunakan untuk kepentingan Jepang dan mengontrol seluruh siaran di Atjeh Syu. Akan tetapi, setelah Jepang meninggalkan kantor tersebut hanya percetakan Atjeh Sinbun yang tidak dirusak oleh Jepang karena ruang redaksi dikuasai oleh A. Hasjmy, T.A. Talsya dan kawankawan, selain daripada itu termasuk pemancar radio yang ada dirusak agar tidak bisa dipergunakan oleh penduduk (Wawancara: T.A. Talsya, 25 Juli 2016). Perkembangan informasi di Aceh pada saat itu sangat minim, sebab Surat Kabar Atjeh Sinbun sudah ditutup oleh para anggota redaksi. Setiap informasi pemberitahuan kepada masyarakat digunakan selebaran yang disebarkan dan melakukan pidato terbuka, sedangkan untuk melakukan hubungan ke luar dan beberapa daerah di Aceh menggunakan telegram. Hal ini menyadarkan para Pemuda Republik Indonesia (PRI) (sebelumnya bernama IPI dan BPI) dipimpin oleh Ali Hasjmy mendirikan sebuah media massa pada tanggal 18 Oktober 1945 bernama Semangat Merdeka dengan menggunakan percetakan yang pernah ada. Kehadiran Surat Kabar Semangat Merdeka sedikit menjawab mengenai minimnya perkembangan informasi di Aceh dikarenakan terbatasnya waktu dan mahalnya biaya untuk penerbitan surat kabar (Sudirman, 2012:61). Pada tanggal 1 Februari 1945, Kantor Penerangan dan Penyelidikan
Republik Indonesia didirikan di Aceh. Said Ahmad Dahlam ditunjuk sebagai pimpinan dengan dibantu anggota lainnya melakukan rapat untuk menyusun program kerja umum. Salah satunya adalah memberikan pendidikan kepada masyarakat umum berupa pengetahuan politik terutama tentang dasar-dasar republik, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan Indonesia, kedaulatan rakyat, demokrasi, keadilan sosial, dan lain-lain. Penggunaan media yang lebih efektik selain surat kabar juga menjadi pembahasan. Susahnya untuk melewati pertahanan musuh dalam menyebarkan surat kabar, mahalnya bahan baku dan waktu yang diperlukan untuk penerbitan dan penyebaran menjadi kendala. Inisiatif menggunakan media massa selain surat kabar dalam melakukan perjuangan diambil pada rapat selanjutnyayang dipimpin Said Ahmad Dahlan dan dihadiri oleh T. Alibasyah Talsya, Tuanku Ibrahim, Teungku Syekh Marhaban, A. Jalil Amin, Usman Raliby, Tuanku Machmud, Abd. Azis, dan Ghazali Yunus beserta pemuka-pemuka masyarakat, sepakat untuk menggunakan kembali pemancar Radio Hosokyoku Kutaraja yang ada di Gedung Syu Seicho Hodoka (Wawancara: T.A. Talsya, 25 Juli 2016). Nama RRI Banda Aceh Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh telah mengalami beberapa kali perubahan nama. Pada awal berdiri, RRI Banda Aceh bernama RRI Kutaraja (Radio Nasional Kutaraja). Nama yang disesuaikan dengan jarak jangkauan siaran yang hanya seputaran deerah Kutaraja. Penggunaan 93
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 nama Pemancar RRI Aceh disebabkan karena hanya pemancar RRI Kutaraja yang dapat didengar dan terhubung dengan daerah di luar Aceh (Sudirman, 2012:35). Pergantian nama RRI Kutaraja menjadiRRI Banda Aceh dimulai dari tanggal 1 Januari 1963.Dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Nomor 153/1962, tertanggal 28 Desember 1962. Ketetapan yang dikeluarkan oleh Ali Hasjmy selaku gubernur pada saat itu diberlakukan untuk seluruh lembaga yang ada di Aceh. Sejak saat itu, RRI Kutaraja berganti menjadi RRI Banda Aceh yang sampai saat ini dipergunakan. Nilai-Nilai Dasar RRI Banda Aceh Nilai-nilai dasar RRI tertuang dalam Ikrar Tri Prasetya, yang isinya adalah adalah sebagai berikut: (1) Kita harus menyelamatkan alat siara radio dari siapapun yang hendak menggunakan alat tersebut untuk menghancurkan negara kita. Dan membela alat itu dengan segala jiwa raga dalam keadaan bagaimanapun dan dengan akibat apapun. (2) Kita harus mengemudikan siaran RRI sebagai alat perjuangan dan alat revolusi seluruh bangsa Indonesia, dengan jiwa kebangsaan yang murni, hati yang bersih dan jujur serta setia budi yang penuh kecintaan dan kesetiaan kepada tanah air dan bangsa. (3) Kita harus berdiri di atas segala aliran dan keyakinan partai atau golongan dengan mengutamakan persatuan bangsa dan keselamatan negara serta berpegang pada jiwa Proklamasi 17
Agustus 1945 (Arsip RRI Banda Aceh, 2013). Asas, Tujuan, dan Fungsi Asaspenyiaran berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, kebebasan, dan tanggung jawab. Tujuanpenyiaran untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera serta menembus indurstri penyiaran Indonesia. Fungsisebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat sosial, serta memajukan kebudayaan (UU Nomor 32 Tahun 2002). Visi dan Misi (1) Visi Visi Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia adalah “Menjadikan LPP RRI radio berjaringan terluas, pembangunan karakter bangsa, berkelas dunia”. (2) Misi Misi dari Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia adalah sebagai berikut: Memberikan pelayanan informasi terpercaya yang dapar menjadi acuan dan sarana kontrol sosial masyarakat dengan memperhatikan kode etik jurnalistik/kode etik penyiaran. Mengembangkan siaran pendidikan untuk mencerahkan, mencerdaskan, dan 94
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102
memberdayakan serta mendorong kreativitas masyarakat dalam rangka membangun karakter bangsa. Menyelenggarakan siaran yang bertujuan menggali, melestarikan dan mengembangkan budaya bangsa, memberikan hiburan yang sehat bagi keluarga, membentuk budi pekerti dan jati diri bangsa di tengah arus Menyelenggarakan program siaran berperspektik gender yang sesuai dengan budaya bangsa dan melayani kebutuhan kelompok minoritas. Memperkuat program siaran di wilayah perbatasan untuk menjaga kedaulatan NKRI. Meningkatkan kualitas siaran luar negeri dengan program siaran yang mencerminkan politik negara dan citra positif bangsa. Menigkatkan partisipasi publik dalam proses penyelenggaraan siaran mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program siaran. Meningkatkan kualitas audio dan memperluas jangkauan siaran secara nasional dan internasional dengan mengoptimalkan sumber daya teknologi yang ada dan mengadaptasi perkembangan teknologi penyiaran serta mengefisienkan pengelolaan oprasional maupun pemeliharaan perangkat teknik. Mengembangkan organisasi yang dinamis, efektif, dan efisien dengan sistem manajemen sumber daya (SDM, keuangan, asser, informasi dan operasional) berbasis teknologi informasi dalam rangka mewujudkan
tata kelola lembaga yang baik (good corporate overnance). Meningkatkan kualitas siaran luar negeri dengan program siaran yang mencerminkan politik negara dan citra positif bangsa. Memberikan pelayanan jasa-jasa yang terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan asser negara secara profesional dan akuntabel serta menggali sumber-sumber penerimaan lain untuk mendukung perasional siaran dan meningkatkan kesejahteraan pegawai (Arsip RRI Banda Aceh, 2013).
Logo dan Arti Logo RRI Keterangan Bentuk persegi panjang tanpa sudut dan tanpa garis tepi.Empat persegi panjang menggambarkan kekokohan dan solidaritas. Sudut yang membulat (tidak meruncing) melambangkan fleksibilitas RRI. Tidak adanya garis tepi atau bingkai menandakan independensi RRI, serta keterbukaan RRI untuk bekerjasama dengan berbagai pihak. Tulisan (font type) “RRI”. Huruf tulisan yang dirancang khusus menunjukkan RRI yang kokoh, tegas, dinamis, dan selalu bergerak maju.
95
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102
Gambar pancaran radio. Sebuah image yang menggambarkan kuatnya pancaran RRI yang makin meluas. Tiga lapis pancaran yang terlihat pada logo juga melambangkan Try Prasetya RRI. Warna biru, biru langit, dan putih untuk mempertahankan tradisi. Warna biru dipilih sebagai warna korporat RRI. Warna biru dan biru langit ini melambangkan universalitas RRI, sifat mengayomi, teduh, dan dapat dipercaya. Warna putih pada tulisan RRI melambangkan kejujuran, kebenaran, keberimbangan, dan akurasi (Arsip RRI Banda Aceh, 2013).
Perkembangan Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh 19462016. Pembabakan perkembangan Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh mulai 1946-2015 dapat menggunakan pembabakan waktu sejarah secara kronologis berdasarkan peristiwa-peristiwa sejarah perkembangan pada RRI Banda Aceh. Tahap persiapan pendirian dan penyiaran RRI Banda Aceh dilakukan setelah didirikannya Kantor Penerangan dan Penyelidikan NRI Aceh, 1 Februari 1946. Kantor Penerangan Aceh yang bertugas memberikan penerangan berupa informasi, memiliki salah satu program kerja berupa memberikan pendidikan kepada masyarakat umum berupa pengetahuan politik.Tenaga penyiar yang dimiliki RRI Banda Aceh pada awal berdirinya hanya 4 orang, namun kini tenaga penyiar yang dimiliki telah mencapai 12 orang. Para petugas yang bertugas memberikan siaran, di antaranya
Abd. Aziz, Tuanku Machmud, Muhammad Taib, Ho Jok Tjam, dan Usman. Programa RRI Banda Aceh dari awal berdiri tahun 1946-2015 mengalami perkembangan serta perubahan. Pada tahun 1946-1947, programa yang dimiliki hanyalah Programa Umum. Tahun 19471999 programa yang dimiliki semakin bertambah menjadi dua, yaitu Programa Umum dan Programa Nasional. Penambahan programa kemudian dilanjutkan kembali pada tahun 1999 dengan mengubah menjadi Pro 1, Pro 2, dan Pro 3. Pada tahun 2015, RRI Banda Aceh kembali menambahkan sebuah programa yang diberi nama dengan Pro 4. Pada masa Orde Lama RRI Banda Aceh yang didirikan dan melakukan siaran untuk pertama kali pada tanggal 11 Mei 1946 lebih dikenal sebagai radio perjuangan,karena siaran yang diberikan yang lebih mengarah dan memberikan semangat nasionalisme kepada para pejuang yang sedang berperang di samping selain memberikan siaran informasi dan berita kepada masyarakat.Pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), RRI Banda Aceh memegang peran penting bagi Indonesia dan menjadi pusat perhatian masyarakat. RRI Yogyakarta dan RRI Bukittinggi yang sudah tidak mengudara lagi sejak kedua kota tersebut telah diduduki Belanda, RRI Banda Aceh serta Radio Rimba Raya menyiarkan warta berita, komentar, serta pesan-pesan perjuangan ke pelosok tanah air. RRI Banda Aceh selalu mengudara dengan materi siaran mengenai keingnan dan tekad serta sikap rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Ketika 96
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 Dewan Keamanan Persatuan BangsaBangsa (DK PBB) melaksanakan sidang mengenai permasalahan antara Indoensia dengan Belanda, RRI berulang kali melakukan siaran. Siaran RRI Banda Aceh dapat didengar sampai ke Amerika melalui Radio India yang me-relay RRI Banda Aceh. Pada masa Orde Baru RRI Banda Aceh lebih berperan sebagai media pendukung program-program pemerintah. Siaran yang diberikan lebih kepada informasi, hiburan, pendidikan, dan ajakan untuk mendukung program pembangunan, seperti siaran pedesan yang digunakan untuk membangun dan menjadikan desa lebih maju. Reformasi yang terjadi di Indonesia pada 1998 telah banyak merubah sistem tata negara dan beberapa fungsi lembaga pemerintahan menjadi lebih demokrasi. RRI Banda Aceh yang merupakan salah satu lembaga Pers milik pemerintah mengalami perubahan status menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) pada tahun 1999 dan kemudian menjadi Lembaga Penyiaran Publik sejak tahun 2003. Perubahan mendasar dilakukan dengan menggantikan UU No. 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pers menjadi UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, sehingga fungsi Pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Sehubungan dengan itu, perubahan status RRI yang sebelumnya sebagai Unit Pelaksana Teknik (UPT), sejak tahun 1999 berganti menjadi Perusahaan Pers yang berada pada bidang Perusahaan Jawatan (Perjan). Sesuai UU No. 40 Tahun 1999, perusahaan Pers adalah badan hukum
Indonesia yang menyelenggarakan usaha Pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Penyiaran pada masa Orde Baru yang dianggap tidak sesuai lagi dengan kehidupan bernegara dilakukan perubahan dengan merevisi UU No. 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran yang sebelumnya mengutamakan kepentingan pemerintah. Penghapus Badan Pertimbangan dan Pengadilan Penyiaran Nasional (BP3N) serta Departemen Penerangan pada tahun 1999 menyebabkan RRI salah satu lembaga yang berada di bawah departemen tersebut tidak memiliki payung hukum (Masduki, 2007:114). Radio Republik Indonesia sebagai lembaga penyiaran radio baru memiliki status dan berbadan hukum menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP) setelah disahkannya UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran menggantikan UU No. 24 Tahun 1997. Sejak saat itu siaran RRI secara umum mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta tidak meninggalkan kepentingan politik. Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh memiliki peran penting dalam perkembangan sejarah di Aceh, salah satunya pada saat terjadinya konflik antara pihak Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang berlangsung hampir 29 tahun (4 Desember 1976 sampai 15 Agustus 2005). Berperan sebagai media pemberi informasi dan berita untuk mencerdaskan masyarakat serta menjaga keutuhan bangsa 97
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 dan negara sesuai tuntutan Ikrar Tri Prasetya, RRI Banda Aceh terus berusaha melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan perdamaian di Aceh. Peran RRI Banda Aceh mulai ditunjukkan pada tahun 1997 dengan melibatkan diri sebagai pihak penengah dalam memfasilitasi pihak yang bertikai melalui dialog interaktif lewat udara (siaran radio) serta dalam menjalankan proses menuju perdamaian mulai dari Jeda Kemanusiaan (Juni-Agustus 2000), Pertemuan Tokyo RI-GAM (17-18 Mei 2003), dan yang terakhir MoU Helsinki (15 Agustus 2005). Meski pada sebelumnya berita mengenai konflik yang terjadi dengan RRI tidak banyak disiarkan oleh RRI Banda Aceh. Pada saat terjadinya Tsunami 2004, RRI Banda Aceh banyak mengalami kerugian baik itu berupa kerugian materi dan juga sumber daya manusia serta mengakibatkan RRI Banda Aceh sempat vakum. Kantor stasiun mengalami beberapa kerusakan yang terbilang parah, mulai dari peralatan tranmisi pemancar dan studio siaran tidak dapat dipergunakan kembali akibat terendam lumpur dan terkena air laut. Pentingnya informasi dan berita yang harus disampaikan masyarakatmengenai perkembangan serta keadaan Aceh setelah Tsunami pada saat itu menjadikan RRI Banda Aceh harus segera mendirikan studio siaran darurat. Peralatan siaran yang dapat dipergunakan pada saat itu di antaranya adalah audio mixer (alat mengatur kendali suara), microphone, headphone, dan beberapa alat penyiaran lainnya. Peralatan tersebut diambil setelah menjebol ruang studio dan kemudian
dibawa ke Indrapuri untuk dijadikan tempat penyiaran darurat diusulkan oleh Sudarmi Dahlan Maulana, selaku Kepala Stasiun RRI Banda Aceh. Pemancar RRI Banda Aceh yang dipindahkan baru dapat kembali mengudara dengan menggunakan pemancar FM 93,0 Mhz dan MW 1251 Khz dengan kekuatan 100 watt pada tanggal 27 Desember 2004. RRI Banda Aceh selanjutnya mendapat bantuan peminjaman 1 unit pemancar dengan kekuatan 1 KW (Kilo Watt) frekuensi 97,7 Mhz dari RRI Medan sehingga RRI Banda Aceh dapat terus mengudara. Kehadiran kembali RRI Banda Aceh pada saat itu sangat berperan aktif memberikan berita-berita pristiwa tsunami, bukan hanya melalui stasiun radio yang ada di Indrapuri namun juga dengan menggunakan 1 unit OB Van yang masih bisa beroperasi. Hal ini dikarenakan hanya RRI media informasi di Banda Aceh dan Aceh Besar yang telah mengudara dan memberikan informasi, sedangkan media lain sempat vakum selama seminggu (Tanoh Gayo, 2014 (Online), diakses 8 Juli 2016). Bantuan untuk memperbaiki kondisi RRI Banda Aceh seperti sebelum tsunami terus mengalir. Pada tahun 2005, RRI Banda Aceh mendapat bantuan dari pemerintah Jepang berupa 1 unit alat pemancar, 5 unit komputer, dan 2 buah OB Van serta beberapa perlengkapan studio lainnya yang sampai saat ini masih dipergunakan untuk memberikan penyiaran. Rehabilitasi Kantor Stasiun RRI Banda Aceh dilakukan pada tahun 2006 setelah mendapat bantuan dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias. 98
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 Fasilitas RRI Banda Aceh saat itu untuk LPP Tipe C terbilang lengkap, memiliki 3 buah OB Van dan kekuatan pemancar 5 KW dengan tiga programa (Pro 1. Pro 2, dan Pro 3). RRI Banda Aceh memperluas jaringan untuk memberikan informasi serta pendidikan kepada masyarakat Aceh sesuai perannya sebagai LPP. Pada masa kepemimpinan Ahmad Perambahan tahun 2007, RRI Banda Aceh mengibahkan 1 unit OB Van yang dimiliki ke RRI Meulaboh, Aceh Barat untuk membantu RRI di daerah supaya dapat dipergunakan sebagai media penyiaran selain menggunakan stasiun siaran. Kemajuan teknologi juga dimanfaatkan oleh RRI untuk mengembangkan jangkauan pendengar serta memberikan pelayanan publik melalui multimedia berupa internet. Sejak 2011, RRI sudah dapat diakses menggunakan internet dengan situs www.rri.co.id.RRI Banda Aceh sendiri baru bergabung dengan situs RRI Pusat pada tahun 2013 dengan situs www.rri.co.id/bandaaceh/home.html.Sehubungan dengan itu RRI juga membuat aplikasi berupa RRI Play sejak akhir tahun 2013 yang dapat didownload dengan Hanphone Android. Perubahan-perubahan ini dilakukan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada publik. Pada saat memperingati Hari Bakti Ke-69 RRI yang dilangsungkan di Jakarta tanggal 11 September 2014, RRI Banda Aceh yang sebelumnya bertipe C kini menjadi Tipe B. Pasca membawa RRI Banda Aceh menjadi Tipe B, Mirza Musa yang telah menjabat sejak tahun 2012 kemudian dipindahkan menjadi Kepala
Stasiun RRI Padang dan sebagai penggantinya diangkat Salman sebagai Kepala Stasiun RRI Banda Aceh yang baru. Pelantik dan serah terima jabatan dilakukan pada 30 Desember 2014 di Auditorium, RRI Banda Aceh. (Serambi Indonesia, 2014 (Online), diakses 4 Juli 2016). Berdasarkan aturan struktur organisasi LPP dan sistem programa, RRI Banda Aceh yang telah bertipe B kini memiliki 4 programa, yaitu Pro 1 FM 97,7 Mhz (Program daerah), Pro 2 FM 92,6 Mhz (Program kota, musik dan informasi), Pro 3 FM 88,6 Mhz (Progama jaringan berita nasional), dan Pro 4 FM 88,7 Mhz (Program budaya dan pendidikan).
KESIMPULAN Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh yang berdiri pada tanggal 11 Mei 1946 bercikal bakal dari Radio Hoso Kyoku Kutaraja milik Jepang di Kantor Syu Seicho Hodoka. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa simpulan mengenai radio RRI Banda Aceh, yaituRRI Banda Aceh dalam kurun waktu 1946-2015 telah banyak mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi Indonesia. RRI Banda Aceh pernah berperan sebagai media yang memberikan informasi mengenai perkembangan peperangan serta keadaan Bangsa Indonesia dan membantah propaganda yang dibuat Belanda sehingga RRI Banda Aceh juga dikenal sebagai radio perjuangan. RRI Banda Aceh juga berperan sebagai media yang menyiarkan kebijakan untuk mensukseskan program pembangunan yang dicanangkan oleh 99
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 pemerintah. RRI Banda Aceh juga mengalami kendala berupa fasilitas teknisi pemancar dan jarak jangkauan, kebijakan pemerintah, serta kerusakan menjadi kendala dalam memberikan informasi kepada masyarakat. RRI Banda Aceh yang mengudara dan memberikan berita serta informasi sejak 1946-2015 tidak terlepas dari usahausaha yang dilakukan pengurus yang kemudian diwujudkan dengan menambah kekuatan pemancar, perubahan struktur kepengurusan, serta meningkatkan daya jangkau siar dengan menggunakan Outdoor Broadcasting Van (OB Van) atau mobil penyiaran di luar. Langkah ini dilakukan memudahkan masyarakat dalam mendengarkan siaran RRI Banda Aceh secara luas. Pasang surut sebagai media komunikasi menemani perkembangan RRI Banda Aceh dalam menyelenggarakan siaran dan sebagai media pemberi informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis merekomendasikan beberapa saran, di antaranya siaran dari programa-programa RRI Banda Aceh tidak perlu dihilangkan untuk menyesuaikan keadaan zaman. Lebih baik program tersebut diperbaharui dengan tidak meninggalkan konsep siaran dari programa yang pernah ada. Program-program siaran RRI diharapkan dapat lebih berkembang lagi sehingga RRI tidak terkesan sebagai radio orang tua dan agar bisa bersaing dengan radio swasta yang lebih menarik serta modern.
DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Komala Lukiati. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Djufri, dkk. 2016. Pedoman Penulisan Skripsi. Banda Aceh: FKIP Universitas Syiah Kuala. Basrowi. Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Bardant, Teuku., dkk. Tanpa Tahun. Kisah Perjuangan Mempertahankan Daerah Modal Republik Indonesia dari Serangan Belanda. Jakarta: Beuna. Budhijanto, Danrivanto. 2013. Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi: Regulasi & Konvergensi. Bandung: PT. Refika Aditama. Hasjmy, A., dkk. 1995. 50 Tahun Aceh Membangun. MUI Provinsi NAD. Masduki. 2007. Regulasi Penyiaran (Dari Otoriter ke Liberal). Yogyakarta: LKIS. Moleong, J. Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakary. Muslim, Aziz Abdul. (Ed). 2015. Melangkah ke Depan: Membangun Aceh Bermartabat. Jakarta: Titian Pena.
100
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Banda Aceh. 1988. Kota Banda Aceh Hampir 1000 Tahun. Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta.
Talsya, A.,T.,. 1990a. Batu Karang di Tengah Lautan: Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1945- 1946. Banda Aceh: Lembaga . 1990b. Modal Kemerdekaan: Kemerdekaan di 1948. Banda Aceh: Sejarah Aceh.
Rivers, L., William. dkk. 2008. Media Massa & Masyarakat Modern (Edisi Kedua). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Serambi Indonesia. 2014. Salman Kepala RRI Ban Aceh, (Online), (http://aceh.tribunnews.com/20 14/12/31/salman-kepala-rri- bandaaceh., diakses 4 Juli 2016). Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Soyomukti, Nurani. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: ARRuzz Media. Sudirman. 2012. Peranan Media Massa Pada Masa Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan RI di Aceh 19451949. Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Sejarah Aceh. Perjuangan Perjuangan Aceh 1947Lembaga
Tanoh Gayo. 2014. Walau Diterjang Gempa dan Tsunami, (Online), (http://tanohgayo.com/berita- walauditerjang-gempa-dan- tsunami-rribanda- aceh- tetapmengudara%E2%80%8E.html. , diakses 8 Juli 2016). Tempo. 2013. 19 Tahun Pembredelan Majalah Tempo, (Online), (https://www.tempo.co/read/ko lom/2013/06/21/755/19-tahunpembredelan-majalah-tempo., diakses 1 Mei 2016). Tim Penyusun. 2003. Krisis Masa Kini dan Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sufi, Rusdi. 1999. Perkembangan Media Komunikasi di Daerah: Radio Rimba Raya di Aceh. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
101
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Program Studi Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor 1, Januari 2017, hlm. 90-102 Pekerjaan : Kasi. Perencanaan dan Evaluasi Programa RRI Banda Aceh.
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Arifin. Alamat : Jln. Teladan, Gp. Garot Geuceu, Kec. Darul Imarah, Aceh Besar. Umur : 56 Tahun. Pekerjaan : Kasi. Teknik Transmisi dan Distribusi.
4. Nama : Sunarli Alamat : Jln. Tgk Gle Inem, Gp.Tungkop, Kec. Darussalam, Aceh Besar. Umur : 55 Tahun. Pekerjaan : Kabid. Teknologi Media Baru.
2. Nama : Haris Fadhillah. Alamat : Jln. Cut Nyak Dhien, Gp. Lamteumen Barat, Kec. Jaya Baru, Banda Aceh. Umur : 45 Tahun. Pekerjaan : Kasi Pengembangan Berita.
5. Nama : Syarifuddin. Alamat : Jln. Tgk. Batee Timoh, Gp. Jeulingke, Kec. Syiah Kuala, Banda Aceh. Umur : 56 Tahun. Pekerjaan : Kasubbag. SDM RRI Banda Aceh.
3. Nama : Mirzan Yusuf. Alamat : Jln. Rukoh Utama, Gp. Rukoh, Kec. Syiah Kuala, Banda Aceh. Umur : 54 Tahun.
6. Nama : T. Alibasyah Talsya. Alamat : Jl. Banda Aceh-Medan, Gp. Panteriek, Kec. Lueng Bata, Banda Aceh. Umur : 93 Tahun. Pekerjaan : Pensiunan Museum Angkatan 45.
102