PERKEMBANGAN PENELITIAN TEKNOLOGI BENIH AREN (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr) DI UNIVERSITAS TADULAKO Muhammad Salim Saleh1, Enny Adelina1, Maemunah1, Nuraeni1, Idham1, Sakka Samudin2, dan Nur Alam3 1
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian UNTAD Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian UNTAD 3 Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian UNTAD
2
ABSTRAK Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNTAD telah melakukan kegiatan penelitian tanaman aren yang bertujuan menyiapkan teknologi budidaya. Penelitian ini dilaksanakan sejak tahun 1996 hingga sekarang yang didukung biaya dari DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS RI, UNTAD, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten di Sulawesi Tengah. Pohon induk aren sebagai sumber benih terdapat di Kabupaten Parigi Moutong, Donggala, dan Poso yang secara morfologi terdapat banyak kesamaan karakter antar tanaman yang ditunjukkan pada dendrogram dari ketiga lokasi menghasilkan 13 kelompok. Pohon induk ini menghasilkan nira 9-25 liter per pohon per hari dengan kadar sukrosa nira 9.00-12.90 % dan rendemen gula 12.77-18.26 %. Terdapat lima tingkat kemasakan benih aren, masak fisiologi diperoleh pada stadia M-5 dan untuk memperoleh benihnya dilakukan ekstraksi selama 10-30 hari dalam kondisi lembab atau direndam dalam air selama 5 hari. Pematahan dormansi benih aren dilakukan dengan cara memberi perlakuan fisik yaitu skarifikasi dengan kertas gosok atau melukai bagian punggung benih dan perlakuan kimia yaitu merendam dalam kalium nitrat konsentrasi 5% selama 36 jam. Dengan teknologi ini kecambah normal aren diperoleh sekitar 85-90 % selama 30-60 hari dipesemaian. Bila diberi suhu 40-50oC selama 5 menit daya berkecambah menurun hingga 60-85 %. Media tumbuh yang berasal dari hutan aren lebih baik daripada media pasir. Kata kunci : Universitas Tadulako, penelitian aren, dan teknologi benih
PENDAHULUAN Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr) memiliki peranan yang cukup penting bagi Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan. Penggunaan berbagai bagian tanaman ini sudah berlangsung sejak dahulu sampai sekarang terutama dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Selain itu juga dikelompokkan sebagai tanaman industri, sebab sebagian hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri dan termasuk tanaman konservasi tanah dan air. Populasi aren di alam semakin berkurang karena pohon-pohon aren yang ada, umumnya sudah tua dan tidak produktif lagi. Selain itu eksploitasi pohon-pohon aren terutama untuk pengambilan pati juga semakin meluas dan kawasan yang dahulu banyak ditumbuhi aren secara alami kini mulai terganggu akibat pembukaan lahan oleh masyarakat untuk lahan pertanian atau peruntukan lain. Salah satu upaya untuk mempercepat regenerasi tanaman aren diperlukan teknik budidaya terutama dalam mengatasi sulitnya perkecambahan benih aren yang bersifat dorman. Sejak tahun 1996, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNTAD telah melakukan kegiatan berbagai penelitian tanaman aren dengan berbagai pihak, diantaranya kerjasama Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB pada Program Hibah Pekerti II 2004-2005, Laboratorium Hasil Pertanian UGM pada Program Hibah Pekerti IV (2006-2007) dan Program Hibah Bersaing XIV (2006-2007). Sebelumnya beberapa kali mendapatkan Program Penelitian Dosen Muda dan Program Maching Gran ADB. Hasil-hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan baik pada jurnal terakreditasi nasional maupun jurnal international. Penelitian ini juga melibatkan mahasiswa S1 (Skripsi) dari UNTAD, UNISA dan IPB dan S2 (Tesis) dari UGM. Selain itu hasil penelitian diaplikasikan ke masyarakat melalui Program IPTEK dan Vucer DIKTI (1998 dan 2001). HASIL PENELITIAN Karakterisasi Pohon Induk Aren Tanaman aren tumbuh pada ketinggian 0-1000 m dpl (Smits, 1996), di Sulawesi Tengah tanaman aren masih didapatkan pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Penelitian ini menggunakan metode survei dan observasi di tiga lokasi, yaitu Kabupaten Parigi Moutong (<500 m dpl), Donggala (500-1000 m dpl), dan Poso (>1000 mdpl) yang ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Pohon yang digunakan/disampling telah berproduksi, sehat, terdapat mayang jantan, dan betina (Mashud dkk, 1990). Karakter morfologi yang diamati Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
91
meliputi data kuantitatif dan kualitatif. Analisis ini banyak dipakai untuk mengklasifikasikan tanaman berdasarkan survei untuk mendapatkan data keragaman tanaman di suatu tempat untuk menyusun pohon filogenik atau dendrogram (Plotkin et al., 2002). Dendrogram tanaman aren di masing-masing kabupaten terlihat adanya keragaman morfologi di beberapa nomor sampel pada skala jarak 1.0 namun apabila dibandingkan ketiga kabupaten tersebut maka Kabupaten Parigi Moutong memiliki kemiripan morfologi yang lebih rendah (terdapat 5 kelompok) kemudian Kabupaten Poso terdapat 6 kelompok dan Kabupaten Donggala 7 kelompok. Secara morfologi terdapat banyak kesamaan antar tanaman dari ketiga kabupaten yaitu menghasilkan 13 kelompok (Saleh dkk., 2006a). Karakter aren yang mempunyai keragaman rendah (< 20%) terdapat pada karakter mayang betina, bekas mayang betina, bekas mayang jantan, dan mayang jantan yang disadap baik tanaman aren yang berlokasi di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala maupun di Kabupaten Poso. Sedangkan karakter aren yang mempunyai keragaman tinggi (> 20%) terdapat pada karakter tinggi tanaman, lilit batang, pelepah daun segar, bekas pelepah daun, panjang pelepah daun, panjang tangkai daun, panjang sumbu daun, anak daun, panjang anak daun, tinggi mayang betina pertama, panjang mayang betina, panjang tangkai mayang betina, lilit tangkai mayang betina, buah, tinggi mayang jantan pertama, mayang jantan, panjang mayang jantan, panjang tangkai mayang jantan, panjang tangkai mayang jantan, lilit tangkai mayang jantan, dan hasil nira baik tanaman aren yang berlokasi di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala maupun di Kabupaten Poso. Karakter jumlah tandan bunga jantan berkorelasi genetik posisitf yang tinggi terhadap jumlah tandan buah per pohon, jumlah buah per tandan, dan panjang mayang betina. Sebaliknya, korelasi genetiknya bersifat negatif terhadap sifat yang lain kecuali jumlah tandan bunga betina berkorelasi positif tetapi kecil. Demikian pula, panjang lamina berkorelasi positif nyata terhadap lilit tangkai mayang betina dan berkorelasi genetik negatif terhadap sifat yang lain (Saleh dkk., 2006b). Pohon induk aren yang baik dapat dilihat dari kemampuannya menghasilkan nira, pati, dan buah. Hasil nira dari semua sampel terpilih 7-25 L/ph/hari. Tanaman aren yang dapat menghasilkan nira 15–24 L/ph/hari dikategorikan penghasil banyak dan tanaman aren yang menghasilkan nira 4–10 L/ph/hari dikategorikan penghasil sedikit (Novarianto dkk., 1994). Dalam keadaan segar nira memiliki rasa manis, berbau khas nira aren, dan tidak berwarna. Hasil analisis kadar nira aren yaitu sukrosa nira 9,00-12,90 % dan rendemen gula 12,77-18,26 %. Kecamatan Biromaru Kabupaten Donggala diperoleh kadar sukrosa antara 8,12–17,62 %, kadar rendemen gula antara 12,82–18,84 % dan pH antara 6,72–7,52 (Saleh, 2004b). Tanaman aren dapat dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan yaitu fase belum berbunga, fase berbunga, dan fase tidak produktif. Hasil penelitian rendemen pati tertinggi terdapat pada fase berbunga dan fase produktif, namun pati aren pada fase tidak produktif paling baik dibuat menjadi starch noodle (Alam dkk, 2006). Untuk kepentingan sumber benih dapat diambil dari tanaman aren produktif >16 tahun (Saleh, 2005c). Perkembangan Tingkat Kemasakan Benih Aren Perubahan yang terjadi selama perkembangan benih dapat diikuti secara visual dengan memperhatikan perubahan fisik yang terjadi pada buah dan benih. Pengamatan terhadap perkembangan buah dilakukan pada lima stadium kemasakan dan dimulai pada saat buah sudah mencapai ukuran maksimum. Perubahan fisik yang dapat dilihat secara visual adalah perubahan warna eksokarp, mesokarp, endokarp, endosperma, dan embrio serta struktur bagian dalam buah. Berdasarkan hal tersebut buah aren dibagi menjadi lima stadium yaitu Stadium M-1, M-2, M-3, M-4, dan M-5 (Saleh, 2005b; Saleh, dkk, 2006c). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak antesis hingga masak fisiologi diperlukan 66 minggu setelah antesis (MSA). Perubahanperubahan morfologi, anatomi, fisiologi selama pemasakan benih diamati pada yaitu stadium M-1 (36 MSA), stadium M-2 (46 MSA), stadium M-3 (55 MSA), stadium M-4 (62 MSA), dan stadium M-5 (66 MSA). Perubahan Fisiologi yang dapat di amati selama pemasakan benih yaitu kadar air benih menurun berbanding terbalik dengan bobot kering benih, potensi tumbuh benih dan panjang axis embrio. Perubahan Anatomi pada stadium M-5 menunjukkan adanya pemadatan dan penyatuan sel-sel yang akan membentuk axis embrio, sedang endokarp sudah sangat keras. Arginin meningkat sedang lignin, klorofil dan ABA menurun. Berdasarkan indikasi tersebut maka tingkat kemasakan pada Stadium M-5 adalah masak fisiologi yang dapat dijadikan sebagai sumber benih (Saleh dkk, 2004).
92
Makalah Oral
Pematahan Dormansi Aren Ekstraksi Buah Ekstraksi buah bertujuan memudahkan terlepasnya benih aren dari buah, mengurangi atau menghilangkan asam oksalat yang terdapat pada bagian endosperm buah. Disamping itu diduga bahwa ekstraksi buah dapat mengurangi senyawa-senyawa penghambat perkecambahan dan meningkatkan kemampuan benih untuk mengabsorbsi air. Ekstraksi buah dapat mempercepat pelepasan benih dari dalam buah dan merangsang proses fisiologi perkecambahan (Lutong, 1993). Selain itu juga menyebabkan melunaknya kulit benih sehingga memudahkan imbibisi (Lovess, 1989). Ekstraksi dalam kondisi lembab selama 10, 20, dan 30 hari tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap perkecambahan benih, ada kecendrungan makin lama buah disimpan benih berkecambah makin baik (Saleh, 2004b). Namun cara yang efektif dan efisien dalam ekstraksi buah adalah dengan perendaman buah dalam air selama 5 hari (Saleh dan Astun, 2005). Dewi dkk (2005), melakukan penelitian pengaruh interaksi perlakuan ekstraksi buah aren dengan cara merendam dalam air selama 5 hari, cara lembab 10 hari dan 20 hari dengan benih yang dikeringanginkan selama 1, 2, 3 jam terhadap potensi tumbuh dan panjang axis embrio. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa axis embrio tumbuh lebih banyak dan makin panjang bila benih dilembabkan selama 20-30 hari dan dikeringanginkan hingga 3 jam. Perlakuan Fisik dan Kimia Selama perkecambahan benih aren ada suatu pertumbuhan morfologi yang spesifik, yang dimulai dengan pembentukan mata, yaitu semacam tonjolan bulat pada kulit benih, diikuti perpanjangan tonjolan yang merupakan perpanjangan axis embrio. Apabila tonjolan axis embrio telah mencapai lebih dari 2 cm, dapat dianggap benih telah tumbuh (potensi tumbuh), selanjutnya axis embrio terus memanjang. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa panjang axis embrio sangat bervariasi (1–12 cm) tergantung pada perlakuan yang diberikan. Axis embrio tumbuh ke arah dalam media tumbuh secara vertikal. Pada panjang tertentu terjadi pembengkakan pada bagian ujung axis embrio sebagai tempat tumbuhnya plumula dan radikula (Masano, 1989). Radikulanya tumbuh secara vertikal ke arah media kecambah, sementara plumula tumbuh pada posisi yang saling berlawanan melalui celah lidah daun (Mogea, 1991). Selanjutnya kecambah ini diikuti oleh tumbuhnya akar-akar lateral secara horizontal. Oleh karena itu kecambah normal aren ditandai munculnya plumula dan radikula yang diikuti tumbuhnya akar-akar lateral. Menurut Saleh (2005a) kecambah normal aren adalah plumula mulai mekar, akar lateral 4-8 lembar, radikula tumbuh normal secara vertikal ke arah media kecambah, axis embrio berhenti tumbuh dan biji muncul di atas permukaan media. Penelitian benih aren yang diberi perlakuan fisik yaitu mengikis punggung benih menunjukkan daya berkecambah terbanyak yaitu 56.67 % dan waktu berkecambah 57.33 hari, benih yang direndam kalium nitrat (KNO3) daya berkecambah 36.67 % dan waktu berkecambah 72.00 hari, bila keduanya dikombinasikan maka menunjukkan daya berkecambah lebih banyak yaitu 86.67 % dan waktu berkecambah lebih singkat 46.00 hari (Saleh, 2002). Penelitian dilanjutkan dengan membandingkan perlakuan fisik mengikis punggung benih dan skarifikasi dengan kertas amplas, daya berkecambah lebih banyak pada perlakuan skarifikasi dengan kertas amplas yaitu 76.89 % dan waktu berkecambah 49.53 hari. Benih aren yang diberi perlakuan konsentrasi KNO3 0,5 % dapat memacu perkecambahan 54.27 hari dan daya berkecambah 80.74 % (Saleh, 2003a). Penelitian terus dilanjutkan untuk mengetahui lama perendaman KNO3 yang tepat, dan diperoleh lama perendaman 36 jam menghasilkan daya berkecambah 89.16 % dan waktu berkecambah 36.66 hari. Bila perlakuan ini dikombinasikan dengan perlakuan fisik skarifikasi dengan kertas amplas maka daya berkecambah lebih banyak yaitu 91.66 % dalam waktu 30-60 hari (Saleh, 2003b). Skarifikasi dengan kertas amplas memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk memulai berlangsungnya proses perkecambahan. Bila benih direndam KNO3 selama 36 jam + suhu 40oC selama 5 menit menghasilkan daya berkecambah 60-80 % (Nuraeni dan Saleh, 2006). Penelitian pematahan dormansi benih aren terus dilanjutkan, tampaknya peningkatan potensi tumbuh, daya berkecambah, kecepatan berkecambah, dan bobot kering kecambah dapat dicapai melalui ekstraksi buah dengan cara merendam air selama 5 hari dan pematahan dormansi dengan cara skarifikasi menggunakan kertas amplas dan direndam dalam larutan KNO3 0.5 % selama 36 jam ditambah suhu 40oC. Benih berkecambah terbanyak diperoleh pada perlakuan cara penanganan benih, buah diekstraksi dengan cara perendaman dalam air selama 5 hari kemudian diberi pematahan dormansi skarifikasi + KNO3 0.5 % yang direndam selama 36 jam + suhu 40oC yang dikecambahan pada media kecambah tanah asal hutan aren + pupuk organik (1 : 1) + pupuk Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
93
NPK (1 g/l media) yaitu daya berkecambah 83.33-86.67 % dan kecepatan berkecambah 0.85-1.04 %/etmal. Perlakuan tersebut juga menghasilkan bibit yang vigor ditandai besarnya bobot kering bibit dan indeks vigor hipotetik bibit aren (Saleh dkk., 2005). Media Tumbuh Perlakuan media tumbuh berpengaruh nyata terhadap tolok ukur pembentukan akar, panjang akar, dan pembentukan tunas. Media tumbuh terbaik adalah pasir+tanah asal hutan aren+pupuk kandang (1:1:1) benih dapat membentuk akar dan tunas yaitu 63.33 % (Saleh, 2005a). Penelitian ini dilanjutkan pada media tumbuh tanah asal hutan aren+pupuk organik (1:1)+pupuk NPK (1 g/l media) yaitu daya berkecambah 83.33-86.67 % dan kecepatan berkecambah 0.85-1.04 %/etmal. Perlakuan tersebut juga menghasilkan bibit yang vigor ditandai besarnya bobot kering bibit dan indeks vigor hipotetik bibit aren (Saleh dkk, 2004). Tampaknya benih aren yang dikecambahkan pada media tumbuh pasir daya kecambahnya lebih rendah bila dibandingkan dengan benih yang dikecambahkan pada media tumbuh tanah yang berasal dari hutan aren. KESIMPULAN 1. Pohon induk aren sebagai sumber benih terdapat di Kabupaten Parigi Moutong, Donggala, dan Poso yang secara morfologi terdapat banyak kesamaan karakter antar tanaman yang ditunjukkan pada dendrogram dari ketiga lokasi menghasilkan 13 kelompok. Pohon induk ini menghasilkan nira 9-25 liter per pohon per hari dengan kadar sukrosa nira 9.00-12.90 % dan rendemen gula 12.77-18.26 %. 2. Terdapat lima tingkat kemasakan benih aren, masak fisiologi diperoleh pada stadia M-5. 3. Untuk memperoleh benih aren dilakukan ekstraksi selama 10-30 hari dalam kondisi lembab atau direndam dalam air selama 5 hari. 4. Pematahan dormansi benih aren dilakukan dengan cara memberi perlakuan fisik yaitu skarifikasi dengan kertas gosok atau melukai bagian punggung benih dan perlakuan kimia yaitu merendam dalam kalium nitrat konsentrasi 5 % selama 36 jam. Dengan teknologi ini kecambah normal aren diperoleh sekitar 85-90 % selama 30-60 hari dipesemaian. Bila diberi suhu 40-50oC selama 5 menit daya berkecambah menurun hingga 60-85 %. Media tumbuh yang berasal dari hutan aren lebih baik daripada media pasir. UCAPAN TERIMA KASIH Disampaikan ucapan terima kasih kepada Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS RI yang memberi bantuan biaya melalui Proyek Pengembangan Sebelas Lembaga Pendidikan Tinggi (ADB-LOAN No. 1253-INO) Tahun 1995, 1996, 1997, 1998 dan Biaya oleh DP2M DIKTI Tahun 1998, 1999, 2001, 2002, 2003 (PDM) dan Hibah Bersaing (2006-2007). Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr Ir Endang Murniati, MS dan Ibu Dr Ir Tatik Budiarti, MS sebagai mitra dalam penelitian Hibah Pekerti UNTAD-IPB (2004-2005), Bapak Prof. Dr Ir Haryadi, M.AppSc dan Bapak Dr Umar Santoso, MSc sebagai mitra dalam penelitian Hibah Pekerti UNTAD-UGM (2006-2007). Penelitian ini dapat terlaksana dengan baik atas dukungan Rektor UNTAD, Ketua LP-UNTAD, Dekan Fakultas Pertanian UNTAD, Dekan Fakultas Pertanian UNISA, Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, dan Bapak Prof. Dr Ir Sjamsoe‟oed Sadjad, M.A. sebagai pembicara utama Seminar Nasional Perbenihan 2005 di Palu yang merupakan rangkaian kegiatan penelitian ini. Terima kasih kepada Panitia Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif dalam Rangka Purnabakti Prof Dr Ir Jajah Koswara, tanggal 1-2 Agustus 2007 di Bogor yang memberi kesempatan menyampaikan makalah ini. Kepada semua pihak yang selama ini mendukug kegiatan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih UNTAD disampaikan terima kasih dan penghargaan dan kerjasama ini terus dilanjutkan. “Jalan Masih panjang”
94
Makalah Oral
DAFTAR PUSTAKA Alam, N., M. S. Saleh, Haryadi, dan U.Santoso. 2006. Potensi Batang Aren sebagai Sumber Pati untuk Instant Starch Noodle. Laporan Hibah Pekerti IV/2. UNTAD. Palu. Dewi, E. S., M. S. Saleh, dan M.Sirajuddin. 2005. Perkecambahan Benih Aren dengan Cara Ekstraksi buah dan Pengeringanginan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNTAD. Palu. Loveless, A. R. 1989. Principles of Plant Biology for the Tropics. Longman Limited. Lutong, T. L. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Penebar Swadaya. Jakarta. Masano. 1989. Perkecambahan benih aren. Duta Rimba No. 105–106/XV/ 1989: 106–106. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. Mogea, J. P. 1991. Revisi marga arenga (Palmae). Disertasi. Fakultas Pasca sarjana UI. Jakarta. Mashud, N., T. Rompas, dan R.B. Maliangkay. 1990. Petunjuk Pelaksanaan Seleksi Pohon Induk Aren. Balitka. Manado. Novarianto, H., H. H. Lengkey, dan E. T.Tenda. 1994. Karakteristik dan kemiripan populasi aren dari Provinsi Bengkulu, Sumatera Barat dan Sumetera Utara. Jurnal Penelitian Kelapa 7:1-7. Nuraeni dan M. S. Saleh. 2006. Peningkatan Perkecambahan Benih Aren pada Berbagai Cara Ekstraksi Buah dan Pematahan Dormansi. Laporan Fakultas Pertanian UNTAD Palu. Plotkin, J. B., J. Chave, dan P. S. Asthon. 2002. Cluster analisys of spatial patterns in Malaysian tree species. The American Naturalist. 16(5) : 629-644. Saleh, M. S, 2002a . Perlakuan fisik dan kalium nitrat untuk mempercepat perkecambahan benih aren dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan kecambah. J. Agroland 9(4):36–330. --------, 2002b. Pengembangan teknologi benih guna mendukung budidaya tanaman aren, p. 7581. Dalam: E. Murniati, dkk. (Eds.) Industri Benih di Indonesia Aspek Penunjang Pengembangan. Lab. Ilmu dan Teknologi Benih IPB. Bogor. --------, 2003a. Peningkatan kecepatan berkecambah benih aren yang diberi perlakuan fisik dan lama perendaman kalium nitrat. J. Agroland (Suplemen):52–57. --------, 2003b. Perlakuan fisik dan konsentrasi kalium nitrat untuk mempercepat perkecambahan benih aren. J. Agroland 10(4):346–351. -------, 2004a . Karakteristik pohon induk aren di Kecamatan Biromaru Kabupaten Donggala, p. 174-178. Dalam: Hamzun (Ed.). Proseding Seminar Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Berkelanjutan. Palu, 28 September 2004. Kerjasama UNTAD dan LIPI. Palu. --------, 2004b. Pematahan dormansi benih aren secara fisik pada berbagai lama ekstraksi buah. J. Agrosains 6(2):89–95. --------, 2005a. Perkecambahan benih aren pada tingkat kemasakan benih dan media kecambah yang berbeda. J. Agroteksos 15(2):108–113. --------, 2005b. Studi tingkat kemasakan benih aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr). J. ForestSains 2(2): 82-89. --------,2005c. Perkecambahan benih aren yang berasal dari tingkat kemasakan dan umur pohon induk berbeda. J. Agroscientiae 3(3):173-179. --------, E. Adelina, E. Murniati, dan T. Budiarti. 2004. Studi Tingkat Kemasakan dan Teknologi Penanganan Benih untuk Meningkatkan Viabilitas Benih dan Vigor Bibit Aren. Laporan Hibah Pekerti II/1. UNTAD. Palu. --------, E. Adelina, E. Murniati, dan T. Budiarti. 2005. Studi Tingkat Kemasakan dan Teknologi Penanganan Benih untuk Meningkatkan Viabilitas Benih dan Vigor Bibit Aren. Laporan Hibah Pekerti II/2. UNTAD. Palu. --------, dan Astun, 2005. Peningkatan perkecambahan benih aren pada berbagai cara ekstraksi buah, p. 185-198. Dalam: M. S. Saleh dkk (Eds.). Proseding Peranan Benih dalam Menunjang Pertanian sebagai Suatu Sistem Holistik. Tadulako University Press, Palu 1314 Agustus 2005. ---------, S. Samudin, S. Bahri. 2006a. Karakterisasi morfologi varietas aren di Sulawesi Tengah. J. Agrisains 7(3):143-149.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
95