Perkembangan Awal Hukum Islam
......(Arskal Salim)
PERKEMBANGANAWALHUKUM ISLAM DI NUSANTARA Oleh: Arskal Salim Kandidat Dokfor Hukurn, Melbourne Law School, the university of Melbourne Australia, dan Dosen Tetap Fakultas Syariah dan Hukum Universitas lslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. '
Abstract
The initial development of lslamic law in the archipelago has been relatively an understudied subject. Among those scanty studies, some non-Indonesian scholars have asserted the strong influence of pre-Islamic local culture towards the institutionalisation of lslamic law in the archipelago. Examining this conventional view, this article argues that although pre-Islamic local culture played a role, its influence remained non-independent. This was so given that it was being islamised during the acculturation process at particular time and place of the early Indonesian lslam. This article will discuss not only the preliminary penetration of lslamic law to the archipelago, but also will look at the formation of lslamic judicial institutions in the Muslim sultanates in the archipelago. Lastly, this article will point out that the absence of lslamic law in a number of statutes of the local sultanates in the earlier period would not be significant evidence to substantiate the argument of the lack implementation of shari'a during the first centuries of the coming of lslam to the archipelago. Kata kunci: Hukum Islam, nusantara, akulturasi Pembentukan tradisi hukum lslam pada masa awal di Nusantara sesungguhnya masih sepi dari perhatian akademis. Di antara sedikit perhatian terhadap perkembangan hukum Islam di Nusantara itu, terdapat hanya sege-
lintir sarjana asal lndonesia. Tresna, misalnya,menulis peradilan di lndonesia dari sudut pandang sejarah, termasuk peradilan Islam.' Sayangnya, kajian Tresna lebih terfokus pada lembaga peradilan kerajaan-kerajaan lslam di-
'R.Tresna, Peradilan lndonesia dariAbad ke Abad, (Jakarta:Pradnya Paramita, 1978),cet.Ill.
PerkembanganAwal Hukum.Islarn ......(Arskal Salim)
sebelum kedatangan lslam ke Nusantara. Tulisan ini hendak melakukan verifikasi terhadap beberapa pendapat sejumlah sarjana asing di atas. Pada bagian awal tulisan ini akan dikernukakan sebuah analisis proses terbentuknya kesadaran hukum lslam pada penganut awal (Muslim) ternpatan sebagai tahap yang paling permulaan. Tahap ini selanjutnya diikuti oleh proses institusionalisasi hukum lslam berbarengan dengan tumbuhnya entitas-entitas politik lslam di Nusantara. Pada bagian berikutnya, tulisan ini akan mendiskusikan pendapat sejumlah sarjana asing tentang keberadaan hukum lslam dalam perundang-undangandi kesultanan Muslim Nusantara. Akhirnya, sebuah catatan penutup . yang . - mencoba merefleksikan fenomena perkembanaan historis hukum lslam di Indonesia akan menyudahi tulisan ini.
-
Penetrasi Awal Hukum lslam ke Nusantara Harus diakui bahwa memang cukup sulit untuk menentukan secara pasti dalarn bentuk apa lslam pertama kali memberi pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di Nusantara. Namun, karena hukum lslam atau fikih rnengandung berbagai implikasi konkret bagi tingkah laku keseharian individu maupun masyarakat, maka pantas diduga bahwa tradisi lslam yang mula-mula menyebar di Nusantara tak pelak mengikutsertakan pula unsur-
unsur hukum lslam. Kendati demikian, segera harus dicatat pula, masyarakat di Nusantara saat itu belum melakukan pembedaan yang tegas antara hukum lslam (fikih) dengan ajaran Islam lainnya, seperti akidah, akhlak, dan tasawuf. Dengan demikian, apapun bentuk tradisi dan ajaran lslam yang terbentuk dalam pemahaman awal komunitas Muslim tempatan selalu dilihat sebagai penetrasi agama lslam ke dalam kehidupan masyarakat di Nusantara saat itu. Walaupun bukan suatu ha1 yang mudah untuk mengidentifikasikan dalam ha1 apa lslam pertama kali masuk menjadi bagian dari tradisi lokal, kiranya wajar untuk diasumsikan bahwa dalam tingkat pergaulan kehidupan yang lebih praktis, seperti cara berpakaian dan pola makanan, hukurn lslam tampak mempunyai pengaruh yang cukup besar. Anthony Reid, misalnya, mengungkapkan bahwa sebelum kedatangan lslam, disebagian tempat di Nusantara penduduk wanita pribumi pada umumnya membiarkan bagian tubuh dari pinggang ke atas tidak berbusana, alias telanjang dada. Dengan datangnya Islam, wanita Jawa misalnya, menambahkan pakaian sehelai lagi di samping sarung yang menutupi bagian bawah tubuh dan selendang yang diletakkan di atas dada dengan kedua ujungnya dilepaskan di atas bahu yang dililitkan secara ketat di sekitar dada, sehingga menutupi buah dada
PerkembanganAwal Hokum Islam
......(Arskal Salim)
I Kristen menyimpanwanita Muslim, dan pria Muslim menyimpan wanita Kristen.'= Meskipun demikian, apa yang diasumsikan oleh Daud Ali di atas, sekalipun tidak adanya catatan-catatan historis yang mendukungnya, agaknya tak bias diabaikan begitu saja. Terlebih bila dipertimbangkan bahwa ajaran lslam tak memperkenankan pemeluknya menikahiwanita non-Muslim selain ahlulkitab. Dengan demikian, mungkin saja diasumsikan bahwa para saudagar Muslim yang datang ke Nusantara pada saat itu mengislamkan terlebih dulu wanita tempatan yang akan dinikahinya itu. Lagipula, sejumlah jurnal perjalanan yang dikutip oleh Reid di atas boleh iadi tidak selalu menqqambarkan sebuah gejala umum yangiuas. Tentang hukum perdagangan Muslim, Anthony H. Johns menyebutnyebut keberlakuannya di Asia Tenggara sejak awal abad ke-13.'4 Dengan menguntip Levtzion, Johns mengatakan bahwa perdagangan yang bersifat lintas etnis kultural paling memungkinkan dilakukan terutama di antara mereka yang sama-sama mempunyai keimanan dan bahasa yang sama. Maka, seorang saudagar non-Muslim yang ingin mengembangkan perdagangannya secara internasional harus lebih dulu memeluk agama lslam agar
dapat diterima dalam sistem transaksi perdagangan pada saat itu. Namun, menurut Johns, keterangan ini sesungguhnya iebih merupakan penjelasan . tentang hukum perdagangan yang dominan berlaku di dunia Islam pada umumnya, dan bukannya sebuah fakta yang membuktikan bahwa hukum perdagangan Muslim telah diterima sebagai tradisi hukum lslam yang berkembang di Nusantara. Ada kemungkinai hukum perdagangan Muslim menjadi dominan di Nusantara saat itu karena memang tidak ada model hukum tempatan yang dapat memenuhi kebutuhan hukum komunitas saudagar Muslim dari daerahdaerah sepanjang pantai Samudera Hindia, yang saat itu merupakan "Laut Tengah Kaum Muslim". Berbeda dengan aspek-aspek keislaman di atas, konsunsi minuman keras, berjudi, dan praktek pelanggaran lainnya yang dilarang keras oleh ajaran Islam, tetapi merupakan kebiasaan praIslam, tampaknya belum dapat ditinggalkan secara sungguh-sungguh. Mattulada, misalnya, mengungkapkan bahwa sekalipun lslam pada saat itu telah diterima sebagai agama baru di Sulawesi Selatan pada abad ke-17, berbagai ha1dalam tingkah laku dan tata nilai masyarakat pra-Islam, seperti praktik penyakralan orang (alat-alat kerajaan), perjudian, beristri sebanyak-
j3AnthonyReid, Asia Tenggara..., OpCit., hlm. 178. "Anthony H . Johns, dikutip dalam Azyumardi Azra (ed.) PerspeMif lslam diAsia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor, 1989),hlm. 100.
1
PerkembanganAwal Hukum Islam ......(Arskal Salim)
kan pada profesinya sebagai imam masjid Demak. Sebab, seperti diakui sendiri oleh de Graaf, jabatan pemangku hukum lslam dan fungsi pemimpin masjid (imam) di Jawa sejak permulaan zaman lslam sudah merniliki hubungan erat.I8 Dengan demikian, mungkin saja Sunan Kudus adalah imam masjid sekaligus kadi yang rnemeriksa dan memutus perkaraperkara hukum yang diajukan kepadanya, ataupun sebagai mufti yang mengeluarkanfatwa-fatwa hukum bagi umat lslam yang membutuhkannya. lnstitusionalisasi hukum lslam melalui pranata pengadilan yang biasanya diselenggarakan oleh kadi telah muncul di Nusantara sejak pertengahan abad ke-15. Pada umumnya perangkat hukum ini melekat ke dalam struktur entitas politik lslam Nusantara saat itu. Pranata kadi yang mula-mula hadir di Nusantara adalah di kesultanan Malaka, yang telah eksis sejak masa pemerintahan Sultan Mansur (14561477). Sementara itu, pranata kadi (Qadi Malikon Adil) di kesultanan Aceh eksis pertama kali pada masa pemerin-
tahan Sultan lskandar Muda (16071636).i9Adapun di kesultanan Banten, kekuasaan kehakiman juga diakui di dalam struktur istana, yang sejak tahun 1650 diberi gelar Pakih Najm~ddin.2~ Dalam penilaian Milner, sungguhpun hukum lslam dan pranata yang menegakkannya telah hadir pada masa kesultanan lslam di Nusantara, pranata kadi pengadilan tersebut bukanlah sesuatu struktur yang sama sekali baru, yang diperkenalkan bersamaan dengan kedatangan Islam?' Justru menurutnya, kehadiran hukum lslam terutama dalam bentuk pranata pengadilan lebih merupakan suatu ha1yang diintegrasikan pada institusi yang sama yang telah eksis lebih dahulu sejak kerajaan praIslam. Dengan kata lain, Milner agaknya ingin mengatakan bahwa kadi dan pengadilan tidaklah terbentuk dari exnihilo, melainkantumbuh dan berasal dari hukum dan tradisi yang telah ada pada masa pra kedatangan lslam ke Nusantara. Pendapat Milner ini tidak sepenuhnya keliru. Namun yang penting dicamkan di sini adalah bahwa pranata-pranata judicial tersebut
18H.J.de Graaf, dan Th.G.Th. Pigeaud, Kerajaan-Kerajaanlslam diJawa: Peralihan dariMajapahitke Mataram, (Jakarta: Grafiti Press, 1985), hlm. 77. '9Untukpembahasanpranata kadi di kesultananAceh, lihat rnisalnyaTakeshi Ito, Takeshi, 1984, 'The World of the Adat Aceh: AHistorical Study of the Sultanate of Aceh", (PhD thesis, Canberra: Australian National University, 1984). 20Perik~a kajian yang dilakukan oleh Martin van Bruinessen, "Qadhi, Tarekat dan Pesantren: Tiga Lernbaga Keagamaan di Kesultanan Banten" dalam Kitab Kuning, Pesantrendan Tarekat: Tradisi-tradisi lslam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1995). 21 Milner, "Islam and the Muslim...", Op.Cit, hlm. 149.
PerkembanganAwal Hukum Idam
......(Arskal Salim)
merupakan peradilan p r a - l ~ l a m . jika ~ ~ di suatu wilayah telah tumbuh sebuSementara itu, Sultan lskandar Tsani di ah entitas kekuasaan politik lslam, Maka Aceh ketika memegang tampuk kekua- takpelak hukum lslam, sekalipun saan menolak pemberiakuan proses mungkin tidak sepenuhnya, turut pembuktian yang memangtidak dikenal memberi warna bagi. pembentukan dalam lslam, yang pernah ditetapkan kebijakan hukum dan politik kerajaan oleh Sultan pendahulunya Sultan Muslim tersebut. lskandar Muda, yaitu perintah kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk Hukum Islam dalam Perundangmemasukkantangan mereka ke dalam undangan Kesultanan Nusantara air atau timah yang mendidih dalam Hingga sejauh ini tulisan ini telah rangka membuktikan kebenaran klaim memaparkan uraian sejarah seputar masing-masing ~ i h a k . ~ ~ penetrasi dan institusionalisasi hukum Memang harus diakui bahwa lslam di Nusantara. Lalu, bagaimana kedudukan hukum adat dan tradisi pembentukan tradisi hukum lslam ke lokal, yang telah berurat akar di tengah dalam perundang-undangan kesultamasyarakat tempatan, tidak sepenuh - nan Nusantara? nya dapat tergeser oleh pranata dan Sejumlah sarjana asing berpenketentuan normatif hukum lslam. Akan dapat bahwa hukum lslam bukanlah tetapi, dengan menghargai sepenuh- unsur primer yang mendominasi isi nya konsep dan simbol-simbol khas kitab perundang-undangan tersebut. yang dibawa oleh ajaran lslam ke Walau begitu, Milner masih tetap meNusantara ini, seperti prosedur dan ngakui bahwa undang-undang tersebut, ancaman hukuman, kiranya mungkin di samping memuat hukum lokal, !ebih tepat jika kita mengatakan bahwa mencakup pula unsur-unsur hukum yang terjadi justru adalah akulturasi lslam meskipun hanya sedikit dan hukum lslam dengan institusi-institusi dalam jumlah yang amat terbatas2" lokal pra-Islam di setiap komunitas Seorang sarjana asing lainnya, Liaw tempatan. Begitulah, keberlakuan Yock Fang, cenderung sependapat hukum lslam di dalam kerajaan Muslim dengan pernyataan Milner itu. Menurut Nusantara saat itu terjadi secara Liaw yang melakukan studi secara fluktuatif. Walau begitu, semua kenya- khusus terhadap isi undang-undang taan tersebut dapat menjadi dasar- Malaka, yaitu kitab ringkasan hukum dasar pijakan untuk menyatakanbahwa yang disusun pada masa Sultan 24R.Tresna, Peradilan Indonesia.., Op.Cit,, him. 45. 25Reid,Asia Tenggara..., Op.Cif., hlm. 164. 26Milner,"lslam and the Muslim...", Op.Cit., hlm. 149-150.
PerkembanganAwal Hukurn Islam
...... (ArskalSalim)
Hooker rnenduga teks undangundang itu berasal dari karya al-Raniri, Bustan al-Salatin.29Pernyataan Hooker ini tentu saja rnengundang pertanyaan lebihjauh, yang akan kita bahas sebentar lagi. Karakteristik kedua dari perundangan-undangan itu adalah bahwa semua teks tersebut sangat menekankan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap paharn kedaulatan raja. Karateristik sernacarn ini juga dikemukakan oleh Milner dengan nada yang kurang lebih sarna. Milner rnenyatakan bahwa kombinasi antara hukum lslam dan hukum adat, terutarna yang terdapat dalam Undang-Undang Melaka, kelihatannya rnernpunyai rujukan bukanlah kepada Syariah yang telah digariskan oleh Tuhan, rnelainkan kepada raja. Hukum-hukurn tersebut mernperoleh kekuasaannya setelah ditetapkan oleh penguasa. Bahkan lebih lanjut dikutipkannya sebuah diktum "Siapa pun yang rnelanggar hukum yang telah dinyatakan dalarn Undangundang berarti bersalah melakukan pengkhianatan terhadap sang Bagindan~a".~~
I,
Karakteristik terakhir yang diutarakan oleh Hooker adalah bahwa tak satupun dari teks undang-undang itu yang merepresentasikan realitas hukurn lslam secara langsung.Attinya, sebagian kandungan teks hukum lslam itu berbicara tentang realitas hukum yang sepenuhnya tidak terbangun di luar teks, seperti kategorisasi Muslim dan non Muslim (dzimmi). Analisis Hooker ini rnernang sulit untuk dipungkiri. Sebab, seperti telah diutarakan di rnuka, penetrasi hukum lslam ke dalarn berbagai sisi kehidupan rnasyarakat di Nusantara berlangsung secara akul- turatif. Dengan demikian, boleh jadi terdapat teks-hukurn lslarn yang tak dapat terakornodasi sepenuhnya oleh sistem budaya ternpatan. Sehubungan dengan tiga kesimpulan Hooker di atas, ada beberapa ha1 yang patut dikritisi khususnya yang berkaitan dengan hukurn lslarn di kesultanan Aceh. Jika di Aceh sejak rnasa pemerintahan Sultan lskandar Muda telah eksis pranata hukurn yang menangani perkara-perkarakeislaman, rnaka bagaimana mungkin pengadilan
29Hooker,Islamic Law.., Op.Cit., hlm.. 18-19. =OMiiner,"lslamand the Muslim...," Op.Cit., hlrn.. 151. Mungkin Milner lupa bahwa diktum-dikturnyang dikutipnya itu sernestinya dipahami dalam konteks bahwa konsepsi sosial poiitik raja-raja Muslim di Nusantara saat itu selalu rnengacu padagelar-geiar seperti ZhillAllah fial-Ardh (bayanganTuhan di rnuka burni), dan Kalipatullah, yang secara jeiasjelas rnenunjukkan keterkaitan raja sebagai wakil atau pengganti Tuhan di bumi. Dengan demikian, ketaatan pada raja sesungguhnya di balik itu terkandung makna ketaatan kepada Tuhan (Syariah), dan pengkhianatan terhadap raja mengandungarti pengkhianatanterhadap Tuhan (Syariah) pula.
PerkembanganAwal Hukum Islam ...... (Arskal Salim)
sama sekali keberadaan aspek fundamental hukum lslam di dalam berbagai teks perundang-undangandi Nusantara. Fenomena hukum lslam yang digambarkan oleh Hooker di atas paling tidak telah merefleksikan adanya dua bentuk ketegangan, yang pada masamasa penjajahan Belanda dan lndonesia merdeka terus dialami oleh hukum Islam. Pertama, ketegangan antara hukum lslam pada satu sisi dengan kebiasaan atau tradisi ternpatan pada sisi lain. Kedua, ketegangan antara hukum lslam yang dirumuskan oleh ulama dengan hukum yang telah diundang-undangkan oleh penguasa. Dengan demikian, posisi hukum Islam seakan-akandiornbang-ambingkandan tidak mempunyai pijakan yang pasti di antara dua bentuk hukum, yaitu hukurn yang timbul dari adat kebiasaan (customary laws) dan hukum yang dibentuk dalam perundang-undangan (statutory laws). Sungguhpun tidak ada teks perundang-undangandi masa kerajaan Muslim Nusantara yang secara signifikan mengandung unsur hukum lslam, bukan berarti bahwa hukurn lslam lantas tidak bisa berlaku di tengah komunitas Muslim. Justru, karena sifat hukum lslam yang mencakup semua subyek hukum (rnukallaf) yang mengaku beragama lslam tanpa mengenal wilayah kekuasaan hukum, menyebab kannya bisa berlaku di mana dan kapan saia terdapat mukallaf. Dan itu, hukum untuk keberlakuannyiseperti Islam khususnya yang terdiri dari aspek
muamalat atau perdata, tidak memerlukan dukungan kekuasaan politik manapun. Kesimpulan Semua uraian di atas mernperlihatkan bahwa perkembangan awal hukum lslam di Nusantara adalah sebuah proses interaksi yang aktif antara hukum lslam dan tradisi lokal tempatan yang kemudian menjelma menjadi sebuah akulturasi. Dalam konteks ini, beberapa pendapat sarjana asing di atas yang seringkali menekankan signifikansi pengaruh institusiinstitusi pra kedatangan lslam memang tidak seluruhnya salah. Akan tetapi, penting disampaikan di sini bahwa sesungguhnya hukum lslam harus dilihat sebagai sebuah hasil dari proses hubungan resiprokalyang terjadi antara tradisi lokal yang dipenetrasi dan hukum lslam sebagai penetrator, yang kemudian secara otoregulatif menciptakan sebuah totalitas hukum lslam yang baru. Dengan demikian, hukum lokal yang telah berasimilasidengan hukum lslam ataupun hukum lokal yang tldak berasimilasi tetapi secara materiil tidak bertentangan dengan hukurn lslam, harus dipandang sebagai expanded Islamic law, yaitu hukum lslam yang diperluas melalui pemerkayaan oleh norma dan kebudayaan lokal. Sebab, bukankah Al-Qur'an banyak pula mengadaptasi dan bahkan melegalisasi norma hukum dan krbudayaan Arab, tempat turunnya , -Qur'an? Dernikian pula halnya, ketil-a hukum
Jurnal Hukurn Respublica, Vol. 5, No. 1 Tahun2005 :60 - 73
lslam telah diintegrasikan ke H.J. de Graaf, dan Th.G.Th. Pigeaud. dalam undang-undang yang memang Kerajaan-Kerajaanlslam di Jawa: diperun- tukkan bagi komunitas Muslim, Peralihan dari Majapahit ke maka tak pelak undang-undangtersebut Mataram. Jakarta: Grafiti Press, harus pula dilihat sebagai expanded 1985. Azyumardi Azra (ed). PerspeMif lslam Islamic law. diAsia TenggaraJakarta: Yayasan Daftar Pustaka Obor, 1989. Mohammad Daud Ali. "Kedudukan Mattulada. "lslam di Sulawesi Selatan" Hukum lslam dalam Sistem dalam Taufik Abdullah (editor), Hukum Indonesia" dalam Taufik lslam dan Perubahan Sosial. Abdullah dan Sharon Shiddique Jakarta: Rajawali Press, 1983. (eds.), Tradisi dan Kebangkitan M.B.Hooker M.B. lslamiclawin SouthEast Asia. Singapore, New York: lslam di Asia Tenggara. Jakarta: Oxford University Press, 1984. LP3ES, 1988. John Ball. Indonesian LegalHistory 1602- Hooker, M.B. "Muhammadan Law and Islamic Law" dalam MB Hooker. 1848. Sydney: Oughtershaw Press, 1982. lslam in South-East Asia Leiden: Martin van Bruinessen. "Qadhi, Tarekat E.J. Brill, 1983. dan Pesantren: Tiga Lembaga Liaw Yock Fang. Undang-undang Keagamaan d i Kesultanan Melaka, The laws of Melaka. The Hague: M. Nijhoff,1976. Banten" dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi- Milner, A.C. "Islam and the Muslim State" dalam M.B. Hooker (ed). tradisi lslam di lndonesia, lslam in South-EastAsia. Leiden: (Bandung: Mizan, 1995). ' Daly, Peunoh, "Hukum Nikah, Talak, EJ. Brill, 1983. Rujuk, Hadanah dan Nafkah Reid, Anthony. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.Jakarta: dalam Naskah Mir'at al-Tullab Yayasan Obor, 1992. Kaarya Abd Rauf Singkel," Disertasi Fakultas Syariah IAlN Sjadzali, Munawir. lslam & Tata Negara Ajaran Sejarah & Pemikiran. Syarif Hidayatullah. Jakarta, Jakarta: Universitas lndonesia 1982. Press, 1985. H.J. de Graaf. "lslam di Asia Tenggara Tresna. R. Peradilan lndonesia dari sampai Abad ke-18", dalam Abad ke Abad. Jakarta: Pradnya Azyumardi Azra (ed.) PerspeMif Paramita, 1978. lslam di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor, 1989.
--