PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DARI WAKTU KE WAKTU PADA KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA Oleh: Neni Vesna Madjid Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Andalas E-mail:
[email protected]
Abstrak Sebelum Islam datang ke Indonesia telah berabad-abad dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dan Budha. Pengaruh ini sangat luas dan mendalam terutama di kalangan orang-orang Islam di Jawa.Namun pengaruh kedua agama dunia itu tergeser ketika agama Islam masuk ke Indonesia karena norma-norma sosial dalam Islam telah pula diterima oleh masyarakat adat secara damai yang bersamaan dengan penyebaran dan penganutan agama Islam oleh sebahagian besar Penduduk Indonesia. Tulisan ini menganalisis tentang sejarah perkembangan hukum Islam pada kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah. Hukum Islam itu telah ada di Kepulauan Indonesia sejak orang Islam datang dan bermukim di Nusantara. Saat Islam berkembang di Timur Tengah, para pedagang muslim asal Arab, Persia dan India datang ke kepulauan Indonesia untuk berdagang, terhitung sejak abad ke 7 Masehi. Islam diterima dengan baik karena Islam lebih mengutamakan jalur damai, seperti jalur perkawinan, politik, tasawuf, dan pendidikan. Proses pengembangan hukum Islam di Indonesia dilakukan melalui tiga saluran, yaitu melalui pranata-pranata sosial yang tersedia, melalui organisasi sosial yang bercorak keislaman, dan melalui badan-badan kekuasaan negara, yakni badan legislatif, badan eksekutif, dan yudikatif. Semaraknya penyebaran Islam di Nusantara pada abad ke-13 ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Pasai di Pesisir Utara Sumatera, Cirebon, Demak, Gowa, Cirebon dan Ternate. Kerajaan-kerajaan tersebut mempraktikkan hukum Islam sebagai hukum di wilayahnya untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan di dalam pengadilan serta penegakan hukum pidana, seperti yang dilaksanakan kerajaan Demak, Banten, Mataram dan Aceh Darussalam. Abstract Before Islam came to Indonesia, for centuries this country was influenced by Hindu and Buddhist culture. The influence was enormous especially among the people of Islam in Java. However, the effects of both world religions were displaced when Islam entered Indonesia because of social norms in Islam has also been accepted by the indigenous peoples peacefully simultaneously with the deployment and adoption of Islam by the greater part of Indonesia's population. This paper analyzes the historical development of Islamic law in the Islamic kingdoms in the 1
archipelago. This research is a normative legal research. The approach in this study using historical. Islamic law that has existed in the Indonesian archipelago since Muslims came and settled in the archipelago. When Islam thrive in the Middle East, the Muslim traders of Arab origin, Persia and India came to the islands of Indonesia to trade, starting from the 7th century. Islam is well received because Islam prefers the path of peace, such as the path of marriage, politics, mysticism, and education. The process of development of Islamic law in Indonesia is carried out through three ways, namely: through social institutions available; through patterned Islamic social organizations, and through bodies of state power, namely the legislature, executive, and judicial. The splendor of the spread of Islam in the archipelago in the 13th century was marked by the establishment of Islamic kingdoms, like Pasai in the South Coast Sumatera, Cirebon, Demak, Gowa, Cirebon and Ternate. These kingdoms practicing Islamic law as the law in its territory for the settlement of disputes outside the courts and in the courts and criminal law enforcement, such as that implemented the kingdom of Demak, Banten, Mataram and Aceh Darussalam. Kata kunci : hukum Islam, kerajaan-kerajaan Islam, nusantara Pendahuluan Hukum Islam terdiri atas rangkaian kata”hukum” dan “Islam”. Secara tegas memang tidak ada penyebutan kata hukum Islam di dalam Al-Quran, meskipun kata hukum, baik dalam bentuk ma’rifah (definite) maupun nakirah (indefinite) disebutkan tidak kurang dari 25 kali di ayat Al-Quran.1Dalam literatur klasik tentang hukum Islam2 sendiri tidak ditemukan lafazh ”hukum Islam”. Yang biasa digunakan adalah syari’at atau hukum syar’i. Secara literal perkataan ini berarti “jalan”. Tetapi dalam al-Qur’an istilah itu menunjuk pada hukum yang ditetapkan Allah bagi manusia yang bersumber dari al-din al-Islam.3 Hukum Islam memiliki dimensi ganda, yaitu syariah dan fikih. Syariat kadangkadang disebut juga dengan hukum Islam (Islamic Law), sedangkan fikih disebut
1
Muhamammad Fuad al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras alQu’an al-Karim,(Indonesia: Maktabah Dahlan, t.tp), hlm.270-271. Lihat pula Muhammad Iqbal, Hukum Islam Indonesia Modern, Dinamika Pemikiran dari Fiqh Klasik ke Fiqh Indonesia, (Tangerang: Gaya Media Pratama, 2010), hlm. 20. 2 Kata “hukum Islam” ini merupakan terjemahan dari “Islamic Law” dalam literatur kajian orientalis Barat. Biasanya yang mereka maksudkan dengan hukum Islam ialah syari’at bukan fikih yang telah dikembangkan oleh para ahli fikih dalam situasi dan kondisi tertentu. Lihat Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, (Padang: Angkasa Raya, 1990), hlm.18. 3 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 63.
2
jurisprudence (ilmu yang mempelajari syariat).4 Di dalam bahasa Indonesia, untuk syariat Islam sering dipergunakan kata-kata hukum syariat atau hukum syara’, sedangkan untuk fikih Islam sering dipergunakan kata-kata hukum fikih atau kadangkadang hukum (fikih) Islam.5 Sebenarnya hukum Islam tidak lain ialah fikih Islam, atau syari’ah Islam, yaitu hasil daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.6 Istilah hukum Islam walaupun berlafaz arab, namun telah dijadikan bahasa Indonesia, sebagai padanan dari fikih Islam atau syariat Islam, yang bersumber kepada al Qur’an, as Sunnah dan ijma para sahabat dan tabi’in.7 Dari defenisi ini, terdapat dua bentuk hukum Islam. Pertama, Syari’ah yang bersifat baku, mutlak dan universal, sedangkanyang kedua fikih yang bersifat temporal dan lokal.8 Syari’at tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu, sedangkan fikih karena merupakan interpretasi mujtahid atas syari’at, sesuai dengan lingkungan, situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa berkembang, bersifat relatif dan tidak kebal terhadap perubahan. Syari’at merupakan ajaran dasar, sedangkan fikih merupakan penafsiran terhadap ajaran dasar tersebut. Hukum Islam (fikih) itu adalah hukum yang terus hidup sesuai dengan dinamika masyarakat. Dia mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus. Karenanya hukum Islam senantiasa berkembang. Perkembangan itu merupakan tabi’at hukum Islam yang terus berkembang.9 Dalam perjalanannya selama lebih 14 abad, hukum Islam mengalami perkembangan dan dinamika. Para ahli berbeda dalam membagi periodesasi perkembangan hukum Islam. Khudhary Beyk, dalam karyanya Tarikh al-Tasyri’ alIslamiy membagi ke dalam enam periode. Pertama, periode Rasulullah Saw. Kedua, periode sahabat besar hingga berakhir masa al-Khulafa’ al-Rasyidin. Ketiga, periode sahabat kecil hingga tabi’in yang berakhir pada akhir abad pertama hijriah. Keempat, periode perkembangan hukum Islam menjadi satu disiplin ilmu keislamam yang ditandai dengan lahirnya imam-imam mujtahid, yang berakhir hingga abad ke-13 hijriah. Kelima, periode perkembangan diskusi tentang hukum Islam dan lahirnya penulis-penulis besar yang berlangsung hingga kejatuhan Dinasti Bani Abbas 1258. Keenam, perode taklid sejak runtuhnya Bani Abbas.10 Asaf A.A Fyzee membagi perkembangan hukum Islam menjadi lima periode. Pertama, periode tahun pertama hijrah hingga wafatnya Rasulullah (10 H). Kedua, periode al-Khulafa’ al-Rasyidin tahun 10-40 H. Ketiga, periode hingga abad ke-3 H. 4
Mohd Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam Sejarah Timbul dan Perkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta, 1997), hlm. 14. 5 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 49. 6 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 29. 7 Ibid. 8 Muhammad Iqbal, Hukum Islam ….., Loc.Cit. 9 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum ….., Op.Cit., hlm.30. 10 Muhammad Khudhary Beyk, t.tp, Tarikh al-Tasyri al-Islami, (Jakarta: Maktabah alHidayah, ttp), hlm. 4-5.
3
Keempat, periode panjang kemunduran hukum Islam secara di dunia Islam hingga jatuhnya Dinasti Usmani 1924. Kelima, periode modern sejak kejatuhan Usmani, di mana hukum Islam kehilangan sanksi dan hanya menjadi hukum moral.11 Berdasarkan pembagian periode di atas, bila disederhanakan lagi tahap perkembangan dan pertumbuhan hukum Islam ialah lima masa. Pertama, masa Nabi Muhammad (610 M-632 M). Kedua, masa Khulafa Rasyidin (632 M-662 M). Ketiga, masa pembinaan, pengembangan dan pembukuan) (abad VII-X M). Keempat, masa kelesuan pemikiran (abad X M-XIX M). Kelima, masa kebangkitan kembali (abad XIX M sampai sekarang).12 Sebelum Islam datang ke Indonesia telah berabad-abad dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dan Budha. Pengaruh ini sangat luas dan mendalam terutama di kalangan orang-orang Islam di Jawa.13 Namun, pengaruh kedua agama dunia itu tergeser ketika agama Islam masuk ke Indonesia karena norma-norma sosial dalam Islam telah pula diterima oleh masyarakat adat secara damai yang bersamaan dengan penyebaran dan penganutan agama Islam oleh sebahagian besar penduduk Indonesia.14 Hukum Islam itu telah ada di Kepulauan Indonesia sejak orang Islam datang dan bermukim di Nusantara.15 Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M (abad 1 Hijriah), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.16 Proses pengembangan hukum Islam di Indonesia secara garis besar dilakukan melalui tiga saluran.17 Pertama, melalui pranatapranata sosial yang tersedia. Kedua, melalui organisasi sosial yang bercorak keislaman. Ketiga, badan-badan kekuasaan negara, yaitu badan legislatif, badan eksekutif dan yudikatif.18 Tulisan ini menganalisis tentang sejarah perkembangan hukum Islam pada kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Metode Penelitian Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan sejarah. Dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang dikumpulkan dengan menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan suatu cara 11
Asaf A.A Fyzee, Out Lines of Muhammadan Law, (Delhi: Oxford Univesity Press, 1974), hlm. 32-37. 12 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam ….., Op.Cit., hlm. 153. 13 K.N Sofyan Hasan dan Warkum Sumitro, Dasar-dasar Memahami Hukum Islam di Indonesia,(Surabaya: Usaha Nasional, 1994), hlm.17. 14 Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Het Kantoor voor Inlandsche Zaken),(Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 68. 15 Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI-Press, 1983), hlm.11-61. Bandingkan pula dengan A.Hanafi, Pengantar Theologi Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987), hlm. 76. 16 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 191-192. Lihat pula Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 301. 17 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama ….. Op.Cit., hlm.77. 18 M. Misbahuddin, Konflik Antara Kerajaan Islam Di Pesisir Versus Kerajaan Islam Di Pedalaman, Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Vo. 2, No. 1, Desember 2013.
4
mengumpulkan bahan hukum yang bersumber dari tulisan yang biasanya digunakan dalam penelitian kepustakaan. Setelah semua bahan hukum terkumpul, maka bahan hukum tersebut diberi kode sesuai dengan urutan sub bab, selanjutnya dilakukan penafsiran atau interprestasi baik secara autentik, gramatikal, sistematik dan historis. Dari penafsiran tersebut didapat hubungan antara sub bab yang tersusun berdasarkan konsep dan teori yang digunakan, yang akhirnya dirumuskan menjadi kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah penelitian dengan menggunakan metode deduktif. Perkembangan Hukum Islam di Kerajaan-Kerajaan Nusantara Semaraknya penyebaran Islam di Nusantara sejak abad ke -13 ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di berbagai daerah, seperti Pasai di Pesisir Utara Sumatera, Gresik, Demak, Gowa, Banten, Cirebon, Buton dan Ternate. Hal yang menarik, kontroversi masyarakat nusantara ke agama Islam ini dimotori sendiri oleh para raja, sehingga memberikan dorongan bagi penduduk setempat untuk mengikutinya. Selain itu, Islam yang dibawa oleh para pedagang, baik dari Arab, Persia dan India, menampilkan diri sebagai agama yang damai.19 Jauh sebelum Belanda mengukuhkan kekuasaan penjajahannya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri telah merupakan suatu kenyataan dalam masyarakat. Kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia mempraktikkan Islam sebagai hukum dalam wilayah kekuasaannya masing-masing.20 Menurut analisis HAR.Gibb, penduduk Indonesia telah menerima Islam sebagai agama sekaligus juga menerima otoritas hukum Islam itu terhadap dirinya. Secara sosiologis orang yang telah beragama Islam, juga menerima hukum Islam tersebut untuk ditaatinya.21 Hal ini telah digariskan oleh Al-Qur’an sebelumnya yang mengharuskan manusia memeluk ajaran Islam secara utuh.22 Di zaman VOC kedudukan hukum keluarga Islam telah ada di masyarakat dan diakui dalam kerajaan-kerajaan Islam kemudian dikumpulkan dalam suatu buku yang terkenal dengan Compedium Freijer.23 Di samping itu dibuat pula kumpulan hukum perkawinan dan kewarisan Islam untuk daerah-daerah Cirebon, Semarang, dan Makasar (Bone dan Goa).24 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum Islam sesungguhnya telah eksis dalam kehidupan di nusantara ini yang menyebar dalam wilayah berbagai kerajaan-kerajaan. Adapun eksistensi hukum Islam pada beberapa kerajaan di nusantara akan dijelaskan di bawah ini.
19
Ibid., hlm.35.
20
Mohd.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm.110. 21 HAR.Gibb, The Modern Trend Of Islam, (Chicago: The University of Chicago Press, 1960), hlm. 86. Lihat pula Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam Masyararakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hlm.8. 22
QS Al-Baqarah Ayat 208. Mohammad Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1982), hlm. 101. 24 Ibid., hlm. 101. 23
5
Kerajaan Perlak Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak berdiri pada abad ke-3 Hijriyah (abad ke-9 Masehi).25 Diceritakan bahwa pada tahun 173 H, sebuah kapal berlabuh di Bandar Perlak membawa angkatan dakwah di bawah pimpinan nakhoda Khalifah. Kerajaan Perlak dididirikan oleh Sayid Abdul Aziz (Raja pertama Perlak) dengan gelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Menurut A.Hasjmy26 nakhoda khalifah diduga berasal dari keturunan Bani khalifah yang berasal dari jazirah arab. Slamet Mulyana menyatakan bahwa pada akhir abad ke 12, di pantai Timur Sumatera terdapat negara Islam bernama Perlak. Nama itu kemudian dijadikan Peureulak, didirikan oleh pedagang Mesir, Maroko, Persi dan Gujarat, yang menetap diwilayah itu sejak awal abad ke 12. Pendirinya adalah orang suku Quraisy. Pedagang arab itu menikah dengan pribumi, keturunan Raja Perlak. Dari perkawinan tersebut ia mendapat seorang anak bernama Sayid Abdul Aziz. Sayid Abdul Azis adalah sultan pertama negeri Perlak bernama Alauddin Syah. Demikianlah ia dikenal sebagai Alaiddin Syah dari negeri Perlak.27 Pada awal abad ke-13 di Perlak sudah ada pemukiman muslim. Hal ini disebabkan karena saudagar muslim pertama kali singgah di daerah itu setelah mengadakan pelayaran jauh dari sebelah barat dan di tempat itu pula saudagar muslim asing menunggu waktu untuk memulai pelayaran ke arah barat menuju ke negerinya.28 Angkatan dakwah yang dipimpin nakhoda Khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri dari orang Arab, Persia dan India. Mereka ini menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan keluarga Istana. Salah seorang dari mereka, yaitu Sayid Ali dari Quraisy kawin dengan Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang bernama Syahir Nuwi. Dari perkawinan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab-Perlak yang kemudian setelah dewasa dilantik menjadi raja Perak pada tahun 225 H. Adapun raja dari Kerajaan Perlak adalah Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (840864); Sultan Alaiddin Maulana Abdur Rahim Syah (864-888 M); Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913); Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (915918M) terjadi pergolakan (918-928); Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (932-956 M); Sultan Makhdum Abdul Malik Ibrahim Shah Johan Bedaulat (956-983). Kerajaan Samudra Pasai
25
Muhammad Syamsu, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, (Jakarta: Lentera, 1996), hlm. 9. 26 A. Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: alMaarif, 1981), hlm. 331. 27 Slamet Mulyana, Runtuhnya Kerajaaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, Cetakan ke-4, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm. 130. Menurut Slamet Mulyana, kedatangan pedagang-pedagang asing yang kemudian membentuk Kesultanan Perlak itu, berlangsung sejak 1028. Sebelumnya Perlak diperintah oleh raja yang bergelar mohrat/meurah/marah, artinya “raja”. Sayid Abdul Azis adalah orang arab peranakan, keturunan Sayid dari Arab dan Putri Marah dari Perlak. 28 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persanda, 2007), hlm. 23.
6
Kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh Maurah selu dengan gelar Sultan AlMalkish Shalih (1261-1289M). Mauruh Selu masih keturunan Raja Perlak, Makhdum Sultan Malik Ibrahim Johan Berdaulat. Samudra Pasai mengalami puncak kejayaan pada masa Sultan Malik Azh-Zhahir.29 Ketika kerajaaan Samudra Pasai sudah berdiri, perkembangan Islam makin meluas. Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam pertama yang mempunyai kekuatan politik dan mempunyai hubungan internasional menjadi pusat politik Islam, dakwah Islam, dan ekonomi umat Islam. Rajanya mengadakan mundzakarah tentang Islam, mengimami shalat jumat, dan menjadikan istananya tempat berkumpul ulama-ulama dari timur Tengah. Selain itu, juga didatangi oleh penuntut ilmu dan mengirimkan mubaligh-mubaligh ke daerah lain, mengawinkan putrinya dengan raja-raja muda kerajaan lain dalam rangka perluasan Islam yang paling tua yang dilakukan sebuah kerajaan. Sementara itu, untuk luar kerajaan, halaqah ajaran Islam diduga dilakukan di koloni-koloni tempat pedagang Islam berdatangan di pelabuhan-pelabuhan. Proses halaqah ajaran Islam yang dilakukan kerajaan Islam diduga dilakukan di masjid istana bagi anak-anak pembesar negara, di masjid-masjid lain, mengaji di rumah-rumah guru dan surau-surau untuk masyarakat umum. Dari halaqah semacam itu kelak berkembang menjadi lembaga pendidikan Islam.30 Samudra Pasai merupakan tempat studi Islam. Ibnu Batutah, seorang pengembara muslim, dalam Rihlah Ibnu Batutah (travels of Ibn Batutah) menyebutkan bahwa Ibnu Batutah tiba di Samudra Pasai pada zaman Pemerintahan Sultan Malikus Zhahir pada tahun 1345 M. Raja didampingi Qadhi Al-Syarif Amir Sayid Al-Syirozi dan Tajuddin Al-Asbihani sebagai ulama dan fuqaha, bermazhab Syafi’i. Kerajaan Pasai mengirim mubaligh ke Jawa, yaitu Maulana Malik Ibrahim dan mengislamkan raja Malaka Praweswara menjadi Muslim bergelar Megat Iskandar Syah.31 Di Kerajaan Pasai ada raja Malik Al-Zhahir yang terkenal ahli agama dan hukum Islam. Melalui kerajaan inilah mazhab Syafi’i disebarluaskan ke seluruh Nusantara. Bahkan para ahli hukum dari Kerajaan Malaka (1400-1500M) sering datang ke Pasai untuk mencari kata putus terhadap permasalahan hukum yang terjadi di Malaka.32 Adapun Raja yang pernah memerintah di Kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik Azhahir (1297-1326 M); Sultan Mahmud malik Azh-Zhahir (1326-1345 M); Sultan Mansyur Malik Azh-Zhahir (1346-1383 M); Sultan Ahmad Malik Azh-Zhahir (1346-1383 M); Sultan Zainal Abidin Malik Azh-Zhahir (1383-1405); Sultan Nahrasiyah (1405 M); Sultan Abu Zaid Malik Azh-zahir (1455 M); Sultan Mahmud Malik Azh-Zhahir (1455-1477 M); Sultan Zainal Abiding (1477-1500 M); Sultan Abdulllah Malik Azh-Zahir (1500-1513 M); dan Sultan Zainal Abidin (1513-1524 M).Kerajaan Samudra Pasai berakhir tahun 1524 M, ketika direbut oleh Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah.33
29
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 332. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban ….., Op.Cit., hlm. 105. 31 A. Hasymy, Sejarah Masuk….., Op.Cit., hlm. 24. 32 Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru, (Bandung: Mizan, 1986), hlm. 32-34. 33 Samsur Munir Amin, Sejarah Peradaban ….., Op.Cit., hlm. 332-333. 30
7
Kerajaan Aceh Darussalam Kerajaan Aceh Darussalam didirikan pada tahun 1524 M oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Peletak dasar Kerajaan Aceh Darussalam adalah Sultan Alaudin Riayat Syah. Kerajaan ini mencapai puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M). Di Kerajaan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda juga sangat memperhatikan pengembangan agama dengan mendirikan masjid-masjid, seperti Masjid Bait al-Rahman di Banda Aceh dan pusat-pusat pendidikan Islam yang disebut dayah. Sultan mengambil ulama sebagai penasihatnya, yang terkenal di antaranya Samsuddin Al-Sumatrani. Tradisi ini dilanjutkan oleh sultan-sultan selanjutnya, sehingga di Aceh terdapat ulamaulama terkenal yang sangat berjasa menyebarkan ilmu pengetahuan Islam di Asia Tenggara.34 Sultan Iskandar Muda sangat ketat menerapkan hukum. Ia pernah melaksanakan hukuman terhadap dua orang Aceh pemabuk dengan menuangkan timah hitam mendidih ditenggorokannya dan ia pernah memotong tangan pencuri. Mereka yang sudah berulang kali mencuri dibuang di pulau lepas pantai Sabang. Pada tahun 1636 empat orang selir raja dibunuh karena mencuri piring perak istana.35 Sultan Iskandar Muda bahkan menerapkan hukum rajam terhadap putranya sendiri, Meurah Popok, yang kedapatan berzina dengan istri seorang perwira. Ketika dicegah oleh penasihatnya, Sultan berkata mati anak ada makamnya, mati hukum kemana hendak dicari.36 Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan pesisir timur dan barat Sumatera. Ia memerintah dengan keras dan menentang penjajahan Portugis. Setelah itu, kedudukannya digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani yang memerintah lebih liberal. Pada masanya perkembangan ilmu pengetahuan Islam mengalami masa keemasannya. Akan tetapi, setelah ia meninggal semua penguasanya dari kalangan perempuan (16411699 M), yaitu Sultanah Shafiyatuddin Syah, Zakiyatuddin Syah, dan Naqiyatuddin Syah sehingga kekuasaan mengalami kelemahan yang pada akhirnya pada abad ke-18 kebesarannya mulai menurun. Nuruddin Al-raniri ialah ulama penasihat Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II). Ar Raniri memiliki pengetahuan yang luas yang meliputi tasawuf, kalam, hadist, sejarah dan perbandingan agama. Ar-raniri berperan penting saat berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan tasawuf falsafinya Hamzah al-Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang baru memeluknya.37 Begitu juga dengan Sultan Iskandar Sani kemudian membersihkan hukum Islam dari praktik-praktik hukum tradisional yang tidak sesuai dengan hukum Islam misalnya kejahatan umum dihukum dengan denda atau hukuman berat diperingan jadi denda.38 Di Kerajaan Aceh, pelaksanaan hukum Islam menyatu dengan peradilan negara dan dilakukan secara bertingkat mulai dari kampong mengadili perkara-perkara ringan yang dipimpin oleh Kesyik, Peradilan Balai Hukum Mukim yang merupakan tingkat 34
Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam …..Op.Cit., hlm. 107. Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam ….. Op.Cit., hlm. 161. 36 Ibid. 37 Yecki Bus dan Aidil Novia,Radikalisme Islam DiIndonesia, (Padang: Pusat Penelitian IAIN Imam Bonjol,2012), hlm.43. 38 Ibid, hlm.138. 35
8
banding dan diputuskan oleh Oelebalang. Namun kalau putusan Oelebalang masih dirasakan tidak adil, masih dapat juga dilakukan banding kepada Panglima Sagi. Selanjutnya, kalau masih juga dirasakan kurang adil, dapat dilakukan “kasasi” kepada Sultan, yang anggotanya terdiri atas Sri Paduka Tuan, Raja Bandahara dan Faqih.39 Penerapan hukum Islam lebih berkembang lagi di kerajaan Aceh Darussalam. Para Sultannya mengeluarkan aturan-aturan untuk menegakkan kewajiban agama. Aceh mempunyai undang-undang dasar Islam bernama Kitab Adat Mahkota Alam.40 Kerajaaan Siak (Islam) Kerajaan Siak terletak di Kepulauan Riau di Selat Malaka. Raja Islam pertama ialah Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746 M). Kerajaan Siak di zaman Islam memiliki wilayah yang cukup luas dan bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Siak, baik dalam penyebaran agama Islam maupun dalam menghadapi imperialisme Portugis dan Belanda. Kerajaan Siak memiliki peran yang sangat besar. Kerajaan Islam Palembang Darussalam Pada awalnya kesultanan Palembang termasuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Demak. Sultan pertama sekaligus pendiri kesultanan ini adalah Ki Gendeng Suro (1539-1572 M).Pendapat lain menyatakan kerajaan Islam Palembang didirikan oleh raja Pertama Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidil Islam (1659-1706 M), dengan gelar Pangeran Aria Kusuma Abdurrahman. Dari Kesultanan Palembang dikirim Abdul Samad yang banyak menulis bukubuku tentang Islam bahkan menyadur kitab ihya ulummuddin karangan Imam Ghazali. Beliau kemudian menetap di Mekkah dan banyak mengarang buku-buku tentang Islam di antaranya jihad di jalan Allah. Beliau hidup diakhir abad ke XIX dan dengan bukubukunya ia mengembangkan Mazhab Syafi’i di Indonesia.41 Kerajaan Demak Kerajaan Demak didirikan atas prakarsa para walisongo. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta. Walisongo bersepakat mengangkat Raden Fatah sebagai raja pertama Kerajaan Demak. Ia mendapat gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Agama. Raden Fatah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam berbagai permasalahan agama dibantu oleh para wali. Sebelumnya Demak yang masih bernama Bintoro merupakan daerah vassal (kekuasaan) Majapahit yang diberikan Raja Majapahit kepada Raden Fatah. Daerah ini semakin lama semakin berkembang menjadi daerah yang ramai dan pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan para wali.42 Masa kekuasaan pemerintahan Raden Fatah berlangsung kira-kira akhir abad ke15 hingga awal abad ke-16 M. Diceritakan bahwa Raden Fatah ialah anak seorang Raja 39
Muhammad Zaenuddin, Tari Aceh dan Nusantara, (Medan: Pustaka Iskandar Muda, 1961), hlm.317-318. 40 Uka Tjandarasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 130. 41 K.N. Sofyan Hasan dan Warkum Sumitro, Dasar-Dasar ….., Op.Cit., hlm. 40. 42 Samsur Munir Amin, Sejarah Peradaban ….. Op.Cit., hlm. 335.
9
Majapahit dari seorang ibu keturunan Campa. Raden Fatah merupakan raja pertama Demak yang sangat berjasa dalam pengembangan agama Islam di daerah wilayah kekuasaannya. Ia digantikan oleh anak yang bergelar Pati Unus yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Ketika ia menggantikan kedudukan ayahnya, Pati Unus baru berumur 17 tahun.43 Setelah ia menduduki jabatan sebagai raja, ia merencanakan suatu serangan terhadap Malaka. Semangat perangnya semakin memuncak ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis tahun 1511 M. Serangan yang dilakukannya mengalami kegagalan karena kerasnya arus ombak dan kuatnya pasukan Portugis sehingga akhirnya ia kembali ke Demak tahun 1513 M. Di Demak, penasihat Raden Fatah, raja pertama Demak adalah para wali, terutama Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga. Bahkan di samping berperan sebagai guru agama dan mubaligh, Sunan Gunung Jati juga langsung berperan sebagai kepala pemerintahan.44 Sepeninggal Pati Unus, digantikan oleh Sultan Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunungjati dengan gelar Ahmad Abdul Arifin.Sultan Trenggano memerintah tahun 1524-1546 M. Pada masa ini agama Islam berkembang pesat sampai ke Kalimantan Selatan. Dalam penyerangan ke Blambangan, Sultan Trenggano meninggal (1546 M) dan kedudukannya digantikan oleh adiknya, Sultan Prabowo. Pada masa Sultan Prabowo terjadi kerusuhan sehingga ia terbunuh. Kemudian kedudukannya digantikan oleh Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Aria Panangsang. Pada masa inilah kemudian kerajaan Islam Demak dipindahkan ke Pajang. Kerajaan Pajang Kerajaan Islam Pajang merupakan kelanjutan dari kerajaan Islam Demak. Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Ia adalah menantu Sultan Trenggano yang diberi kekuasaan di Pajang. Setelah ia mengambil kekuasaan dari tangan Aria Penangsang pada tahun 1546 M, seluruh kebesaran kerajaan dipindahkan ke Pajang, dan ia bergelar Sultan Hadiwijaya. Pada masanya sejarah Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru. Titik politik pindah dari pesisir (Demak) ke pedalaman. Peralihan pusat politik membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.45 Pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya, ia berusaha mempersembahkan wilayah kekuasaannya ke pedalaman ke arah timur sampai ke Madiun. Setelah itu ia menaklukkan Blora pada tahun 1554 M dan Kediri pada tahun 1577 M. Pada tahun 1581 M, Ia mendapat pengakuan dari para raja di Jawa sebagai Raja Islam. Pada masa pemerintahannya kesustraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman Jawa. Demikian juga pengaruh Islam semakin kuat di pedalaman Jawa. Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun 1587 M, kedudukan digantikan oleh Aria Penggiri, anak Sunan Prawoto, sementara anak Sultan Hadiwijaya, yaitu Pangeran 43
Mardani, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jurnal Hukum, Vol. 16 No. 2 April 2009. 44 Ibid., hlm. 409. 45 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 213.
10
Benowo diberi kekuasaan di Jipang, akan tetapi ia mengadakan pemberontakan kepada Aria Penggiri dengan mendapat bantuan dari Senopati. Kerajaan Mataram Islam Kerajaan Islam Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati. Setelah permohonan Senopati Mataram atas penguasa pajang berupa pusaka kerajaan dikabulkan, keinginannya untuk menjadi raja telah terpenuhi. Sepeninggalnya, ia digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang yang terkenal dengan Sultan Seda Ing Krapyak kemudian digantikan oleh Sultan Agung. Tentang Undang-undang Hukum Islam, pada zaman Sultan Agung Mataram disebut Hukum qishas.46 Dikerajaan Mataram, pelaksanaan hukum Islam di bawah Sultan Agung dibagi menjadi Peradilan Surambi47 yang menangani perkara-perkara kejahatan pidana (Qishash). Pimpinan peradilan secara de jure berada ditangan Sultan dan secara de facto dipimpin oleh penghulu dengan dibantu oleh beberapa ulama sebagai anggota.48 Keputusan Pengadilan Surambi berfungsi sebagai nasihat bagi Sultan dalam mengambil keputusan. Sultan tidak pernah mengambil putusan yang bertentangan dengan nasihat pengadilan Surambi.49 Dalam sejarah peradilan Islam, hakam yang disebut dalam Al-Quran (setelah terbentuk suatu negara menjadi ‘Qodlo’) yang bertugas untuk menyelesaikan suatu sengketa. Lembaga Qodlo ini atau disebut juga peradilan agama yang sudah ada dan terbentuk di kerajaan-kerajaan Islam dahulu. Di dalam Kerajaan Mataram, telah ada Qodlo dalam 4 tingkatan, yaitu Peradilan Agama Tingkat Desa, Peradilan Agama Tingkat Kecamatan, Peradilan Agama Tingkat Kabupaten, dan Peradilan Agama Tingkat Kerajaan. Pelaksana tugas Peradilan Agama itu disebut”Qadli” yang dalam bahasa Indonesia sekarang ini disebut Hakim Peradilan Agama.50 Pada masa inilah kontak bersenjata antara kerajaan Mataram Islam dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M, Sultan Agung digantikan oleh putranya, yaitu Amangkurat I. Pada masanya terjadi perang saudara dengan pangeran Alit yang mendapat dukungan dari para ulama. Pemberontakan-pemberontakan inilah yang meruntuhkan kerajaan Islam Mataram. Kerajaan Cirebon Kerajaan Islam Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di daerah Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunungjati. Karena kedudukannya sebagai Walisongo, Ia mendapat penghormatan dari raja-raja di Jawa seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai kerajaan Islam yang merdeka dari
46
Syamsul Wahidin, Perkembangan Ringkas Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademi Pressindo, 1984), hlm. 25. 47 Dinamakan Peradilan Surambi karena pelaksanaanya dilakukan di Serambi Masjid Agung. Realitas ini juga terjadi di beberapa daerah lainnya di Indonesia. 48 Nur Ahmad Fadhil Lubis, A History of Islamic Law in Indonesia, (Jakarta: Pustaka, 2006), hlm. 72. Lihat juga R. Tresna, 1978, Peradilan Agama dari Abad ke Abad, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 1978), hlm. 17-18. 49 Cik Hasan Bisri,Peradilan Agama ….., Op. Cit., hlm. 114. 50 Ibid., hlm.56.
11
kekuasaan Padjajaran, Sunan Gunungjati berusaha meruntuhkan Padjajaran yang masih belum menganut Islam. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan ajaran Islam ke daerahdaerah lain Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Galuh, Sunda Kelapa dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum Muslimin Banten diletakkan oleh Sunan Gunung Jati tahun 1952 atau 1525 M. Ketika kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, yakni Sultan Hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Banten.51 Di Kerajaaan Cirebon sudah ada undang-undang hukum Islam yang dipakai yang dikenal dengan Pepakem.52 Di Cirebon, Pengadilan dilaksanakan oleh tujuh orang menteri yang mewakili tiga sultan, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Panembahan Cirebon. Segala acara yang menjadi sidang menteri itu diputuskan menurut undangundang jawa. Kitab hukum yang digunakan, yaitu Papakem Cirebon, yang merupakan kumpulan macam-macam hukum jawa-kuno memuat kitab hukum Raja Niscaya, Undang-undang Mataram, Jaya Lengkara, Kontra Menawa, dan Adilulah.53 Kerajaan Banten Pada tahun 1524 atau 1525 M, Sunan Gunung Jati dari Cirebon meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta perdagangan orang-orang Islam.54 Menurut sumber tradisional, penguasa Padjajaran di Banten menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah dan tertarik masuk Islam. Dengan segera ia menjadi orang yang berkuasa atas kota itu dengan bantuan tentara Jawa yang memang dimintanya, namun menurut berita Barros, penyebaran Islam di Jawa Barat tidak melalui jalur damai, sebagaimana disebut oleh sumber tradisional. Beberapa pengislaman mungkin terjadi secara sukarela, tetapi kekuasaan tidak diperoleh kecuali dengan menggunakan kekerasan. Banten, dikatakan justru diserang dengan tiba-tiba.55 Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Setelah Gunung Jati menaklukkan Banten pada tahun 1525 M, ia kembali ke Cirebon, dan kekuasaannya diserahkan kepada anaknya, yaitu Sultan Hasanudin. Hasanudin kemudian menikahi putri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten pada tahun 1552 M. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan wilayah Islam, yakni ke Lampung dan daerah sekiranya di Sumatera Selatan, setelah sebelumnya tahun 1527 M menaklukkan Sunda Kelapa. Pada tahun 1568 M, ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Sultan Hasanudin memerdekakan Banten. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai raja Islam pertama dari Banten. Ketika ia meninggal pada tahun 1570 M, kedudukannya digantikan oleh putranya Pangeran Yusuf. Pangeran Yusuf menaklukkan Pakuan pada tahun 1579 M sehingga banyak bangsawan sunda yang masuk Islam. Pada masa Sultan Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1659 M) terjadi peperangan antara Banten dengan VOC karena Sultan Ageng Tirtayasa anti 51
Badri Yatim, Sejarah Peradaban ….., Op.Cit., hlm. 217. Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional …..., Op. Cit., hlm. 127. 53 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama ….., Op. Cit., hlm. 114-115. 54 Badri Yatim,Sejarah Peradaban ….., Op.Cit., hlm. 218. 55 Ibid., hlm. 108. 52
12
Belanda. Di Banten antara tahun 1651-1680 di bawah Sultan Ageng, diberlakukan hukuman terhadap pencuri dengan memotong tangan kanan, kaki kiri, tangan kiri dan seterusnya untuk pencurian harta secara berturut-turut senilai satu gram emas.56 Di Banten, selain melaksanakan hukum potong tangan terhadap pencuri juga menghukum orang yang menggunakan opium dan tembakau. Hukuman berat juga dilakukan terhadap pelanggaran seksual.57 Pengadilan di Banten juga disusun menurut pengertian Islam. Pada masa Sultan Hasanuddin memegang kekuasaan, pengaruh Hindu sudah tidak berbekas, karena di Banten hanya ada satu pengadilan yang dipimpin kadhi sebagai hakim tunggal.58 Kerajaan Sukadana Kerajaan Islam Sukadana terletak di barat daya Kalimantan. Sekitar tahun 1590 M, Sukadana berada di bawah pengaruh kerajaan Demak. Raja Sukadana yang pertama masuk Islam adalah Giri Kusuma. Kemudian ia dinobatkan sebagai raja Islam pertama di Kerajaan Islam Sukadana. Raja-raja Sukadana yang banyak berjasa dalam penyiaran Islam di Kalimantan ialah Giri Kusuma yang menjadi raja pada tahun 1590 M dan Sultan Muhammad Syafrudin yang meninggal pada tahun 1667 M. Kerajaan Banjar (abad ke-16) Kesultanan Banjar merupakan kesultanan Islam pertama yang terletak di Kalimantan bagian Selatan. Kesultanan ini pada awalnya bernama Daha, sebuah kerajaan Hindu yang berubah menjadi kesultanan Islam. Kesultanan Banjar yang berdiri pada tahun 1595 dengan penguasa pertama Sultan Suriansyah. Islam masuk ke wilayah itu pada tahun 1470, bersamaan dengan melemahnya kerajaan Majapahit di pulau Jawa. Kerajaan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Samudra berperang dengan kerajaan Daha. Kemudian Raja Samudra meminta bantuan ke Demak dengan janji jika ia menang maka raja beserta penduduknya akan masuk Islam. Maka berangkatlah tentara Demak menyerbu kerajaan Daha. Dalam peperangan itu, kerajaan Banjar yang dibantu Demak menang. Sejak itu Pangeran Samudera masuk Islam dan kerajaan Banjar dinyatakan sebagai kerajaan Islam pada tahun 1550 M. Islamisasi kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan berasal dari Demak.59 Rajanya yang pertama Raden Samudra. Ia masuk Islam dengan Gelar Suryanullah atau Suryansyah. Wilayahnya meliputi Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Medawi, dan Ambangan.60 Syekh Muhammad Arsyad Albanjari yang menjadi mufti di Banjarmasin memperluas dan memperpanjang uraian kitab hukum Siratul Mustaqim (karangan Nuruddin Arraniri), serta menjadikannya pegangan dalam menyelesaikan sengketa
56
Anthony Reid, Asia Tenggara ….., Op. Cit., hlm. 163. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 69. 58 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama ….., Op. Cit., hlm. 114. 57
59 60
Ibid. Ibid., hlm. 27.
13
antara umat Islam di daerah Kesultanan Banjar.61 Syekh Muhammad Arsyad Banjar menulis kitab hukum Islam dan dipergunakan oleh Mahkamah Syari’ah yang pada waktu itu sudah merupakan perangkat pemerintah kerajaan. Mahkamah Syari’ah selain mufti yang jadi ketuanya juga terdiri atas beberapa anggota sebagai Qadli juga pencatat sidang (panitera). Wewenangnya adalah perkara perkawinan, perceraian, kewarisan dan segala urusan harta bersama dari suami isteri.62 Lembaga peradilan hukum Islam juga diciptakan di Kalimantan, yaitu di Kerajaan Banjarmasin pada masa Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Beliau membagi peradilan menjadi dua peradilan, yaitu: peradilan untuk menangani kriminal dan peradilan Islam yang menangani hukum sipil murni. Beliau juga memprakarsai diperkenalkan jabatan mufti bertanggung jawab mengeluarkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan dan sosial.63 Kerajaan Goa (Makassar) Kerajaan di Sulawesi Selatan yang mula-mula menerima Islam sebagai agama resmi kerajaan adalah kerajaan Gowa Tallo. Menurut Mattulada penerimaan resmi Islam di kerajaan ini ialah pada Malam Jum’at 9 Jumadil awal 1014 H atau 22 September 1605 M. Raja Pertama yang menerima Islam sebagai agamanya pada hari tersebut adalah raja tallo yang bernama I Malingkaang daeng Mannyonri.64 Disamping sebagai Raja tallo baginda pun merangkap sebagai Tumabbicara Butta atau Mangkubumi Kerajaan gowa. Setelah memeluk Islam Baginda berganti nama menjadi Sultan Abdullah Awwalul Islam. Menyusul kemudian raja Gowa XIV, I Mangngerengi Daeng Manrabbia memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Alauddin.65 Di Sulawesi adalah Raja Gowa XIV, Sultan Alauddin yang pertama mendirikan masjid di Bantoalo. Masjid ini berfungsi sebagai tempat shalat, juga sebagai pusat pengajian, pendidikan, dan pengajaran Islam. Yang bertindak sebagai guru adalah Dato Ri Bandang, seorang ulama asal Minangkabau yang pernah menuntut ilmu keagamaan di Giri. Ia dibantu Dato Pattimang dan Dato Ri Tiro yang diduga keduanya dari Minangkabau. Selanjutnya masjid berkembang menjadi pesantren yang masih bertahan sampai sekarang. Dari lembaga pendidikan Islam inilah ulama Makassar Syaikh Yusuf AlMakassari mendapat pendidikan dasar keagamaan sebelum melanjutkan ke Aceh dan ke Makkah. Pelajaran yang diberikan di pesantren Bantoalo ini meliputi fikih, tasawuf, tafsir, hadis, balaghah, dan mantiq (logika).66 Kerajaan Bugis
61
Mohammad Daud Ali, Kedudukan Hukum ….., Op.Cit., hlm. 234. K.N.Syofyan Hasan dan Warkum Sumitro, Dasar-Dasar ….., Op.Cit., hlm. 92-93. 63 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama ….., Op.Cit., hlm. 252-255. 64 Habib Muhsin Syafingi, Internalisasi Nilai-Nilai Hukum Islam dalam Peraturan Daerah “Syariah” di Indonesia, Jurnal Pandecta, Vol. 7 No. 2 Juli 2012. 65 Nelmawarni dan Idawati Djohar, Laporan Penelitian Tiga Tokoh Minangkabau Pembawa Islam ke Sulawesi Selatan, (Padang: Istitut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang, 2013), hlm. 1. 66 Habib Muhsin Syafingi, Internalisasi Nilai-Nilai ….., Op. Cit., hlm. 112. 62
14
Kerajaan Islam Bugis mula-mula bukan kerajaan Islam. Raja Bugis yang pertama masuk Islam adalah landu sadat. Setelah ia mangkat digantikan oleh putranya bernama Apu Tanderi.Kerajaan Bugis meliputi Wajo, Sopeng, Sindenrengi, Tanette dan lain-lain. Ibukotanya adalah Luwu. Kerajaan ini berdiri semasa dengan kerajaan Islam Goa yang berpusat di Makassar. Kerajaan Ternate Raja Ternate yang pertama masuk Islam adalah Raja Gapi Buguna atas ajakan Maulana Husein. Setelah masuk Islam, maka Ternate dinyatakan sebagai kerajaan Islam. Raja Gapi Baguna memerintah dari tahun 1465-1486 M. Setelah ia mangkat namanya dikenal sebagai Raja Marhum. Setelah Raja Marhum meninggal, digantikan oleh putranya yang bernama Zainal Abidin Sultan Ternate. Pada tahun 1495 M, ia merantau ke Jawa belajar agama Islam kepada Sunan Giri dan urusan memerintah diserahkan kepada wakilnya. Pada masa itu, gelombang perdagangan muslim terus meningkat, sehingga raja menyerah pada tekanan para pedagang muslim itu dan memutuskan belajar tentang Islam pada madrasah Giri. Di Giri ia dikenal dengan nama Raja Bulawa atau Raja Cengkeh. Ketika kembali ke Jawa, ia mengajak Tuhubahahul ke daerahnya. Yang terakhir ini dikenal sebagai penyebar utama Islam di Kepulauan Maluku. Di Ternate, Sultan dibantu oleh sebuah badan penasihat atau lembaga adat. Pada umumnya, badan ini beranggotakan sekelompok ulama yang selain menjadi penasihat badan peradilan, juga memberi nasihat kepada raja kalau ia melanggar peraturan.67 Kerajaan Tidore Kerajaan Tidore semasa dengan Kerajaan Ternate. Wilayah kerajaan meliputi sebahagian Halmahera, pantai Barat Irian jaya, dan sebahagian kepulauan seram. Raja Tidore yang pertama kali masuk Islam ialah Cirali Lijtu, yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin. Ketika Spanyol datang ke Maluku pada tahun 1521 M mereka telah mendapati kerajaan Islam Tidore. Kerajaan ini telah ada 50 tahun sebelumnya. Kerajaan Bacan Pada Tahun 1521, raja Bacan yang memerintah negeri ini masuk Islam, namanya kemudian berganti Zainul Abidin. Wilayah kerajaan Bacan meliputi kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Salawati dan Misool. Ketika Portugis menguasai Maluku, sultansultan Bacan mereka paksa untuk masuk agama Kristen.68 Kerajaan Jailolo Raja Jailolo yang pertama kali masuk ialah raja yang kesembilan. Setelah masuk Islam namanya berganti dengan nama Sultan Hasanudin. Kerajaan Islam Jailolo ini berdiri tahun 1521 M. Wilayahnya meliputi sebahagian Halmahera dan pesisir utara
67
Taufik Abdullah (Ed), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991), hlm. 120. 68 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban ….., Op.Cit., hlm. 342.
15
Pulau Seram. Ketika Portugis menguasai daerah-daerah Maluku, mereka memaksa kerajaan Jailolo untuk masuk Kristen.69 Kesultanan Buton (Abad ke 16) Kesultanan Buton merupakan kerajaan Islam yang terletak di Pulau Buton, Sulawesi bagian tenggara. Kerajaan Buton menjadi kesultanan setelah Halu Oleo, Raja ke-6 kerajaan tersebut memeluk agama Islam. Penyebaran Islam secara luas dilakukan Syaikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Pathani, seorang ulama dari Kesultanan Johor asal Pathani.
Kesultanan Kutai (Abad ke-16) Kesultanan Kutai terletak di sekitar sungai Mahakam bagian timur. Pada awalnya, Kutai merupakan kerajaan yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha.Islam berkembang pada masa kepemimpinan Aji Raja Mahkota (1525-1600 M). Penyebaran Islam dilakukan oleh seorang mubaligh bernama Said Muhammad bin Abdullah bin Abu Bakar Al-Wars. Kesultanan ini mencapai puncak kejayaan pada masa Kesultanan Aji Sultan Muhammad Salehuddin (1780-1850 M) memerintah. Kesultanan Kutai mengalami kemunduran setelah Aji Sultan Muhammad Salehuddin meninggal dunia. Raja Mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan pedang.Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575.Penyebaran lebih jauh kedaerah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu putranya, Aji di Langgar dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daearah Muara Kaman.70 Kesultanan Bima (Abad ke-17) Kesultanan Bima adalah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Sumbawa bagian Timur. Kerajaan Bima berubah menjadi kesultanan Islam pada tahun 1620 setelah rajanya La Ka’I memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Khair. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682), kesultanan Bima menjadi pusat penyebaran Islam kedua di Timur Nusantara setelah Makassar. Kesultanan Bima berakhir pada masa 1951, ketika Muhammad Salahudin, Sultan terakhir wafat.71 Penutup Sebelum Islam masuk ke Indonesia pengaruh yang kuat dan dalam bagi masyarakat Indonesia berasal dari kebudayaan Budha dan Hindu. Setelah Islam masuk ke Indonesia (abad ke -7 dan abad ke-13), Islam diterima dengan baik karena Islam lebih mengutamakan jalur damai seperti jalur perkawinan, politik, tasawuf dan pendidikan.
69 70 71
Ibid., hlm. 343. Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional ….. Op.Cit., hlm.25. Samsul Munir,Sejarah Peradaban ….. Op. Cit., hlm.343-344.
16
Semaraknya penyebaran Islam di Nusantara pada abad ke-13 ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Pasai di Pesisir Utara Sumatera, Cirebon, Demak, Gowa, Cirebon dan Ternate. Kerajaan-kerajaan tersebut mempraktikkan hukum Islam sebagai hukum dalam wilayahnya masing-masing baik pada proses penyelesaian sengketa baik di luar pengadilan dan di dalam pengadilan serta dalam penegakan hukum pidana seperti yang dilaksanakan kerajaan Demak, Banten, Mataram, dan Aceh Darussalam. Pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam di kerajaan-kerajaan di Nusantara juga dapat dilihat dari karya-karya besar Islam oleh ulama, seperti Nuruddin Arraniri, Syekh Muhammad Arsyad Albanjari, Abdul Samad dan lain-lain. Daftar Pustaka A. Hasjmy. 1981. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Bandung: alMaarif. A.Hanafi. 1987. Pengantar Theologi Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Amir Syarifuddin. 1990. Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam. Padang: Angkasa Raya. Anthony Reid. 1992. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Aqib Suminto. 1985.Politik Islam Hindia Belanda (Het Kantoor voor Inlandsche Zaken). Jakarta: LP3ES. Asaf A.A Fyzee. 1974.Out Lines of Muhammadan Law. Delhi: Oxford Univesity Press. Azyumardi Azra. 1995.Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: Mizan. Badri Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. _________. 2013.Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Cik Hasan Bisri. 2003.Peradilan Agama di Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Fachry Ali dan Bahtiar Effendy. 1986.Merambah Jalan Baru Islam Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru. Bandung: Mizan. Habib Muhsin Syafingi. Internalisasi Nilai-Nilai Hukum Islam dalam Peraturan Daerah “Syariah” di Indonesia. Jurnal Pandecta, Vol. 7. No. 2 Juli 2012. HAR.Gibb. 1983.The Modern Trend Of Islam.Chicago: The University of Chicago Press. Harun Nasution. 1983.Teologi Islam. Jakarta: UI-Press. K.N Sofyan Hasan dan Warkum Sumitro. 1994. Dasar-dasar Memahami Hukum Islam di Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional. M. Misbahuddin. Konflik Antara Kerajaan Islam di Pesisir Versus Kerajaan Islam di Pedalaman, Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Vol. 2 No. 1 Desember 2013. Mardani. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jurnal Hukum, Vol 16,
No. 2, April 2009. Mohammad Daud Ali. 1982. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Mohammad Daud Ali. 2004. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
17
Mohd Idris Ramulyo. 1997.Asas-Asas Hukum Islam Sejarah Timbul dan Perkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Mohd. Idris Ramulyo. 2000. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Muhamammad Fuad al-Baqi, t.tp. al-Mu’jam al-Mufahras alQur’an al-Karim. Indonesia: Maktabah Dahlan. Muhammad Iqbal. 2009. Hukum Islam Indonesia Modern, Dinamika Pemikiran dari Fiqh Klasik ke Fiqh Indonesia. Tangerang: Gaya Media Pratama. Muhammad Khudhary Beyk. t.tp. Tarikh al-Tasyri al-Islami. Jakarta: Maktabah alHidayah. Muhammad Syamsu. 1996. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya. Jakarta: Lentera/ Muhammad Tahir Azhary. 2010. Negara Hukum Suatu studi tentang Prinsip-prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Muhammad Zaenuddin. 1961.Tari Aceh dan Nusantara. Medan: Pustaka Iskandar Muda. Nelmawarni dan Idawati Djohar. 2013. Laporan Penelitian Tiga Tokoh Minangkabau Pembawa Islam ke Sulawesi Selatan. Padang: Istitut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang. Nur Ahmad Fadhil Lubis. 2006. A History of Islamic Law in Indonesia. Jakarta: Pustaka. R. Tresna. 1978. Peradilan Agama dari Abad ke Abad. Jakarta: Pradnya Paramitha. Samsul Munir Amin. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. Slamet Mulyana. 2007. Runtuhnya Kerajaaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara. Cetakan ke-4. Yogyakarta: LKiS. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UIPress. Syamsul Wahidin. 1984. Perkembangan Ringkas Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademi Pressindo. Taufik Abdullah (Ed). 1991. Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. 2001. Falsafah Hukum Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Uka Tjandarasasmita. 1976.Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka. Yaswirman. 2010.Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam Masyararakat Matrilineal Minangkabau. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Yecki Bus dan Aidil Novia. 2012.Radikalisme Islam di Indonesia. Padang: Pusat Penelitian IAIN Imam Bonjol.
18