PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN BERDASARKAN USIA PERNIKAHAN IBU DI DESA SOPET KECAMATAN JANGKAR KABUPATEN SITUBONDO HOZAINATUN HASANAH NIM. 11002250 Subject : Perkembangan, Pernikahan, Anak 1-3 Tahun, Ibu Description : Masa anak yang tidak diperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya maka tidak akan dapat diperbaiki pada periode selanjutnya sampai usia dewasa sehingga dapat dipastikan kualitas hidupnya dimasa depan juga akan rendah Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan anak usia 1-3 tahun berdasarkan usia pernikahan ibu. Jenis penelitian adalah deskriptif dan desain penelitian adalah survey. Variabel adalah perkembangan anak usia 1-3 tahun berdasarkan usia pernikahan ibu. Populasi yaitu 46 anak usia 1-3 tahun dan ibu. Dengan teknik sampling total sampling didapatkan sampel sebanyak 46 responden. Penelitian dilakukan di Desa Sopet Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo pada 25 Mei – 1 Juni 2014. Dilakukan pengolahan data editing, coding, scoring, tabulating. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata responden menikah pada usia >19 tahun sebanyak 26 responden (56,5%), sebagian kecil responden memiliki perkembangan meragukan sebanyak 22 responden (47,8%), ibu yang menikan diusia <19 tahun menyebabkan perkembangan pada anak kemungkinan ada penyimpangan yaitu sebanyak 18 responden (39,1%) sedangkan ibu yang menikah pada usia > 19 tahun menyebabkan perkembangan pada anak sesuai yaitu 5 responden (10,9%). Kedewasaan ibu mempengaruhi kemampuan ibu dalam mendidik anak, secara psikologis ibu yang menikah diusia yang telah matang akan lebih terkendali emosi bila dibandingkan dengan para ibu muda yang memengaruhi ibu dalam mendidik anak, sehingga perkembangan psikososial anak dapat terganggu. Didapatkan hasil bahwa perkembangan personal sosial pada anak Toddler 1-3 tahun sebagian masih perlu bantuan dengan orang tua, saudara atau orang yang sudah dikenalnya. Diharapkan orang tua lebih meningkatkan perannya dalam mendidik anak sehingga perkembangan anak tidak terhambat. ABSTRACT The childhood that is not considered growth and development will not be repaired in the next period until the adulthood, so that, the quality of life will be low certainly in the future, the purpose of this study is to know the growth of children aged 1-3 years based on the age of mothers marriage. The type of this study is descriptive and survey as research design. The variables are the development of children aged 1-3 years based on the age of mothers marriage. The populations is 46 children aged 1-3 years and mother. The sampling technique used a total sampling and taken a sample amounts 46 respondents. The study had been conducted in Desa Sopet Kec. Jangkar Situbondo on May 25th-June 1th, 2014. The data are processed with editing, coding, scoring, tabulating.
1
The results showed that the average of respondent getting married at more than 19 years as many as 26 respondents (56,5%), a small proportion of the respondents have a suspicious growth of 22 respondents (47,8%), the mothers who get married deficient 19 years cause the possible deviation children of development as many as 18 respondent (39,1%) whereas mother who married after 19 years old cause suitable development to her children as many as 5 respondents (20,9%). Mother maternities influences their ability for educating their children. Psychologically, the mothers who get marriage in the mature age, will have more controlled emotion than young mothers in educating their children so psychosocial children development will be disturbed. The most of social developmental to toddlers aged 1-3 years have still needed help from their parents, brothers or known people. It is hoped to the parent, more improve their roles in educating their children so that their development doesn’t inhibit. Keywords: Development, Child, Age, Marriage, Parents Contributor
: 1. Eka Diah K, SKM. M.Kes 2. dr. Rahmi Syarifatun Abidah
Date
: 17 Juni 2014
Type Material : Laporan Penelitian Permanen link : Right
: Open document
Summary : LATAR BELAKANG Bila perkembangan dan pertumbuhan pada masa balita mengalami gangguan, hal ini akan berakibat terganggunya persiapan terhadap pembentukan anak yang berkualitas. Apabila masa anak tidak diperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya maka tidak akan dapat diperbaiki pada periode selanjutnya sampai usia dewasa sehingga dapat dipastikan kualitas hidupnya dimasa depan juga akan rendah (Chairuddin, 2008). Sebuah penelitian di Afrika menjelaskan bahwa di sekolah kurang lebih 40% anak berbakat tidak mampu berprestasi setara dengan kapasitas yang sebenarnya dimiliki. Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, seorang pakar kreativitas Indonesia, kapasitas otakanak pada usia 6 bulan sudah mencapai sekitar 50 % dari keseluruhan potensi orang dewasa. Secara statistik, sekitar 3 %anak-anak Indonesia tidak dapat mencapai perkembangan keterampilan motorik tepat waktu. Tetapi angka itu hanya sekitar 15-20 % dari anak-anak yang perkembangannya tidak normal, sisanya masih bisa berkembang secara normal walaupun sedikit lebih lambat (Devita, 2011). Sedangkan pada tahun 2009 di Jawa Timur deteksi perkembangan anak yang terdiri atas motor kasar, motor halus, bahasa / bicara, dan personal sosial / kemandirian ditermukan 5 hingga 10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan perkembangan. Data angka kejadian keterlambatan perkembangan umum belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak di bawah usia 5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan umum (Dwi Ayu, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Sopet Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo, pada tanggal 3 Mei 2014 dari observasi dan wawancara yang dilakukan kepada 5 ibu dan balita, didapatkan bahwa 3 balita mempunyai perkembangan meragukan dengan usia pernikahan ibu 2 orang berusia < 20 tahun dan 1 orang yang
2
berusia 20-35 tahun, sedangkan 2 balita mempunyai perkembangan normal dengan usia pernikahan ibu antara 20-35 tahun. Kedewasaan ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda. Selain memengaruhi aspek fisik, umur ibu juga memengaruhi aspek psikologi anak. Ibu usia remaja sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam arti keterampilan mengasuh anaknya. Ibu muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya daripada sifat keibuannya. (Mangoenprasodjo, 2004, dalam Yulianti, 2010). Pola asuh orang tua dalam perkembangan anak adalah sebuah cara yang digunakan dalam proses interaksi yang berkelanjutan antara orang tua dan anak untuk membentuk hubungan yang hangat, dan memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan anak yang meliputi perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa, dan kemampuan sosial sesuai dengan tahap perkembangannya (Supartini 2004: 35). Sifat-sifat keremajaan (seperti, emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat memengaruhi perkembangan psikososial anak dalam hal ini kemampuan konflikpun, usia itu berpengaruh. Perkawinan usia muda juga membawa pengaruh yang tidak baik bagi anak-anak mereka. Biasanya anak-anak kurang kecerdasannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Ancok (dalam Yulianti, 2010). Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang lebih dewasa. Rendahnya angka kecerdasan anak-anak tersebut karena si ibu belum memberi stimulasi mental pada anak-anak mereka. Hal ini disebabkan karena ibu-ibu yang masih remaja belum mempunyai kesiapan untuk menjadi ibu. Perkembangan bahasa si anak sangat tergantung pada cara si ibu berbicara pada anaknya. Aspek kecerdasan non bahasa berkembang bila si ibu dapat memberikan permainan atau stimulan mental yang baik. Ibu remaja biasanya kurang mampu memberikan stimulan mental itu (Hurlock, 2004). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis tertarik melakukan penelitian dengan mengangkat masalah “Perkembangan anak usia 1-3 tahun berdasarkan usia pernikahan ibu di Desa Sopet Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan survei. perkembangan anak usia 1-3 tahun berdasarkan usia pernikahan ibu. Populasi penelitian ini adalah anak usia 1-3 tahun dan ibu di Desa Sopet Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo pada bulan Mei 2014 sebanyak 46 orang dengan sampel sebanyak 46 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling tipe total sampling. Penelitian dilakukan di Desa Sopet Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo pada tanggal 25 Mei – 01 Juni 2014. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan KPSP dan wawancara. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar KPSP dan kuesioner. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 20-35 tahun sebanyak 41orang (89.1%), rata-rata anak berumur 30-35 bulan sebanyak 18 orang (39,1%), sebagian kecil responden berpendidikan dasar sebanyak 23 responden (50%), rata-rata responden bekerja sebanyak 29 responden (63%), rata-rata responden menikah pada usia >19 tahun sebanyak 26 responden (56.5%).
3
Usia muda didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia muda berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12-24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BkkbN batasan usia muda adalah 10-21 tahun (BKKBN, 2005). Dalam hubungan dengan hukum menurut UU, usia minimal untuk suatu perkawinan adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 UU No. 1/1974 tentang perkawinan). Jelas bahwa UU tersebut menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi anakanak sehigga mereka sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk mencegah perkawinan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk menikahkan anaknya. Setelah berusia di atas 21 tahun boleh menikah tanpa izin orang tua (Pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974). Tampaklah di sini, bahwa walaupun UU tidak menganggap mereka yang di atas usia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria bukan anak-anak lagi, tetapi belum dianggap dewasa penuh. Sehingga masih perlu izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau dari segi kesehatan reproduki, usia 16 tahun bagi wanita, berarti yang bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat. Meskipun batas usia kawin telah ditetapkan UU, namun pelanggaran masih banyak terjadi dimasyarakat terutama dengan menaikkan usia agar dapat memenuhi batas usia minimal tersebut (Sarwono, 2006). Rata-rata responden menikah pada usia >19 tahun, hal ini dikarenakan responden yang telah mengetahui bahwa usia menikah yang paling ideal adalah pada usia > 19 tahun, sebab di usia ini kondisi rahim dan organ reproduksi sudah matang sehingga resiko terjadi komplikasi kehamilan dan persalinan sangat kecil. Sedangkan masih terdapat responden yang menikah diusia muda, dikarenakan tuntutan dari orang tua yang menyuruh anak untuk segera menikah, selain itu dikarenakan dari budaya dimasyarakat Desa Sopet atau tradisi dari dahulu yang menikahkan anak diusia muda. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian kecil responden memiliki perkembangan meragukan sebanyak 22 responden (47.8%). Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti dan setiap perkembangan memiliki tahapan yaitu: tahap dikenangkan, tahap kandungan, tahap anak, tahap remaja, tahap dewasa, dan tahap lansia, ada juga yang menggunakan patokan umur yang dapat pula digolongkan dalam masa intraterin, masa bayi, masa anak sekolah, masa remaja dan masa adonelen yang lebih lanjut akan disebut dengan periodesasi perkembangam (Fikriyati, 2013: 9). Kartini Kartono mendefinisikan perkembangan sebagai perubahan psikologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisi pada diri anak, yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu, menuju kedewasaan (Sobur, 2011: 128). Berdasarkan hasil penelitian perkembangan anak kebanyakan dalam kriteria meragukan. Hal ini disebabkan karena hasil dari observasi yang dilakukan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) menunjukkan 16 dari 35 anak dengan nilai KPSP antara 7-8 . dikarenakan masih banyak orang tua yang menikah dalam usia muda <19 tahun dan kurang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup dalam menstimulasi perkembangan anak dengan baik. Selain itu, perkembangan anak yang masih meragunakan dapat dipengaruhi oleh faktor usia, usia anak yang masih usia prasekolah sehingga pada usia tersebut disebut masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak belum terbentuk. Setelah dilakukan penilaian perkembangan dengan menggunakan lembar KPSP yang dialkukan pada anak usia Toddler 1-3 tahun di Desa Sopet Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo aspek perkembangan yang dinilai yaitu perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa dan personal sosial. Dari hasil tes perkembangan motorik halus dan
4
kasar yang telah dilakukan didapatkan bahwa anak usia Toddler 1-3 tahun masih ada yang mengalami penyimpangan. Anak usia Toddler 1-3 tahun sebagian kecil dapat menguasai tugas perkembangan motorik dengan baik yaitu berjalan sendiri, lari, loncat, mencoretcoret, ambil manik-manik, membangun menara terdiri atas empat balok atau lebih. Menurut Hurlock (2004) mengemukakan apabila tidak ada gangguan lingkungan atau fisik atau hambatan mental yang menganggu perkembangan motorik secara normal anak akan siap menyesuaikan diri dengan berperan serta dalam kegiatan bermain. Banyak penyebab terlambatnya perkembangan motorik, sebagian dapat dikendalikan dan sebagian lagi tidak. Hal ini mungkin timbul dari kerusakan otak pada waktu lahir atau kondisi pra lahir yang tidak menguntungkan atau lingkungan yang tidak menyenangkan pada permulaan pasca lahir, tetapi keterlambatan lebih sering disebabkan kurang kesempatan untuk mempelajari keterampilan motorik, perlindungan orang tua yang berlebih atau kurangnya pada anak usia Toddler 1-3 tahun. Perkembangan bahasa pada anak usia Toddler 1-3 tahun kurang pandai dalam menguasai dan menggunakan bahasa yaitu anak mampu menggunakan dua sampel sepuluh kata, dapat menunjuk gambar mengenai nama-nama orang, benda dan bagian tubuh yang dikenal kata-kata yang pernah didengarnya. Menurut Shelov (2005) mengatakan bahwa kebanyakan anak balita menguasai sedikitnya lima puluh kata dan dapat berbicara dalam kalimat, walaupun ada perbedaan antara tiap anak, anak laki-laki umumnya mengembangkan keterampilan bahasa lebih lambat dari pada anak perempuan. Akan tetapi untuk beberapa anak proses perkembangan bahasa ini tidak berjalan dengan mulus. Keadaan ini disebabkan oleh masalah pendengaran, interegensi yang rendah, atau tidak mendapatkan rangsangan verbal di rumah. Sedangkan untuk perkembangan personal sosial pada anak Toddler 1-3 tahun sebagian masih perlu bantuan dengan orang tua, saudara atau orang yang sudah dikenalnya. Perkembangan atau aspek yang masih perlu. Bantuan antara lain memakai baju atau kaos, gosok gigi, cuci tangan dan kaki, membuka pakaian, anak belum mampu untuk melakukan sendiri, karena anak masih minta dibantu oleh orang tua, saudara atau orang yang sudah dikenalnya. Oleh karena itu peran orang tua dan keluarga sangat berpengaruh terhadap personalsosial anak. Hurlock (2000) mengemukakan jika lingkungan rumah secara keseluruhan memupuk perkembangan sikap sosial yang baik, kemungkinan besar akan menjadi pribadi yang sosial dan sebaliknya. Pada anak yang meragukan dikarenakan anak dalam bermain bersosialisasi masih ingin ditemani oleh ibunya dan belum bisa menerima orang lain masuk di lingkungan bermain, Selain orang tua, saudara dan orang-orang yang sudah dikenal saja. Menurut Hurlock (2004) jika hubungan mereka dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah menyenangkan, mereka akan menikmati hubungan sosial dan ingin mengulanginya sebaliknya jika hubungan itu tidak menyenangkan atau menakutkan, anak-anak akan menghindarinya dan kembali kepada anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan hubungan sosial mereka dan jika anak-anak merasa senang dengan hubungan dengan orang luar mereka akan terdorong untuk berperilaku dengan cara yang dapat diterima orang luar. Pada dasarnya perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan, bila lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi yang baik, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menikan diusia <19 tahun menyebabkan perkembangan pada anak kemungkinan ada penyimpangan yaitu sebanyak 18 responden (39,1%) sedangkan ibu yang menikah pada usia > 19 tahun menyebabkan perkembangan pada anak sesuai yaitu 5 responden (10,9%). Batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah penting atau dapat dikatakan sangat penting. Hal ini disebabkan karena di dalam perkawinan menghendaki kematangan
5
psikologis. Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda. Selain memengaruhi aspek fisik, umur ibu juga memengaruhi aspek psikologi anak, ibu usia remaja sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam arti keterampilan mengasuh anaknya. Ibu muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya daripada sifat keibuannya. (A. Setiono Mangoenprasodjo, 2004 dalam Yulianti, 2010). Sifat-sifat keremajaan ini (seperti, emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat memengaruhi perkembangan psikososial anak dalam hal ini kemampuan konflikpun, usia itu berpengaruh. Perkawinan usia muda juga membawa pengaruh yang tidak baik bagi anak-anak mereka. Biasanya anak-anak kurang kecerdasannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Ancok yaitu: Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang lebih dewasa. Rendahnya angka kecerdasan anak-anak tersebut karena si ibu belum memberi stimulasi mental pada anakanak mereka. Hal ini disebabkan karena ibu-ibu yang masih remaja belum mempunyai kesiapan untuk menjadi ibu. Perkembangan bahasa si anak sangat tergantung pada cara si ibu berbicara pada anaknya. Aspek kecerdaCsan non bahasa berkembang bila si ibu dapat memberikan permainan atau stimulan mental yang baik. Ibu remaja biasanya kurang mampu memberikan stimulan mental itu. (B. Hurlock, Elizabeth, 1994 dalam Yulianti, 2010). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terbukti bahwa kedewasaan ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda. Ibu yang menikah diusia muda cenderung mempunyai anak dengan perkembangan tidak sesuai atau kemungkinan ada penyimpangan, hal ini dikarenakan sifat-sifat keremajaan ini (seperti, emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat memengaruhi ibu dalam mendidik anak, sehingga perkembangan psikososial anak dapat terganggu. SIMPULAN Simpulan dari penelitian tentang perkembangan anak usia 1-3 tahun berdasarkan usia pernikahan ibu di Desa Sopet Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo yaitu : 1. Rata-rata responden menikah pada usia >19 tahun sebanyak 26 responden (56.5%). 2. Sebagian kecil responden memiliki perkembangan meragukan sebanyak 22 responden (47.8%). 3. Ibu yang menikan diusia <19 tahun menyebabkan perkembangan pada anak kemungkinan ada penyimpangan yaitu sebanyak 18 responden (39,1%) sedangkan ibu yang menikah pada usia > 19 tahun menyebabkan perkembangan pada anak sesuai yaitu 5 responden (10,9%). REKOMENDASI 1. Bagi Orang Tua Orang tua lebih meningkatkan perannya dalam mendidik anak sehingga perkembangan anak tidak terhambat. Pada ibu yang bekerja diiharapkan lebih bisa meluangkan waktu untuk dalam memberikan stimulasi kepada anaknya.
6
2. Bagi Profesi Kebidanan Lebih aktif melakukan deteksi dini kepada anak untuk mengetahui keterlambatan perkembangan anak sehingga dapat segera diatasi masalah tersebut, dapat memberikan penyuluhan kesehatan kepada orang tua atau pengasuhnya tentang pentingnya motivasi orang tua dalam memberikan stimulasi pada anak usia 1-3 tahun, baik yang dapat dilakukan di sekolah maupun di lingkungan masyarakat (desa). 3. Bagi Institusi Pendidikan Memperbanyak sumber-sumber kepustakaan atau bacaan khususnya tentang motivasi orang tua dalam memberikan stimulasi. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan konsep atau melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak seperti faktor keluarga, adat istiadat, faktor psikososial dan faktor fisik anak. Alamat Korespondensi : - Alamat rumah : Jl. Kayumas Kedungdowo RT.01/RW.08 Arjasa Situbondo - Email :
[email protected] - No. HP : 085336011993
7