AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
PERJUANGAN BURUH PABRIK PT. CPS DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN EKONOMI PADA TAHUN 1993: STUDI KASUS “MARSINAH” Derry Anggraeni P Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya E-Mail:
[email protected].
Agus Suprijono Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya Abstrak Kehidupan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari industrialisasi. Hubungan industrialisasi di Indonesia diwarnai dengan perselisihan antara kelas pemilik modal dan kelas buruh. Perselisihan yang terjadi adalah masalah upah, jaminan sosial dan fasilitas sosial. Perselisihan kelas pemilik modal dan kelas buruh sering menimbulkan pemogokan kerja. Buruh melakukan aksi demonstrasi demi memperjuangkan haknya sebagai buruh pabrik. Aksi demonstrasi buruh pabrik menyebabkan dampak positif dan dampak negatif. Latar belakang tersebut menghasilkan rumusan masalah: 1). Apa yang melatarbelakangi Marsinah menjadi aktor pada aksi demonstrasi buruh pabrik PT. CPS?, 2). Apa hasil perjuangan Marsinah bagi kaum buruh PT. CPS? Metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap heuristik dilakukan dengan menelusuri sumber dari koran, majalah, dan jurnal penelitian. Tahap kritik yaitu membandingkan tiap data yang diperoleh, tahap interpretasi untuk memperoleh fakta, dan tahap historiografi yaitu merekonstruksi peristiwa secara kronologis. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi perjuangan buruh pabrik PT. CPS yang memperjuangkan hak-haknya demi kesejahteraan hidupnya. Aktor yang muncul dari aksi demonstrasi adalah seorang karyawati yang bernama Marsinah. Marsinah memperjuangkan hak kaum buruh pabrik PT. CPS sampai Marsinah terbunuh dalam peristiwa tersebut. Hasil perjuangan Marsinah berdampak positif bagi kehidupan kaum buruh pabrik. Marsinah berhasil memperbaiki nasib kaum buruh pabrik. Hasil perjuangan Marsinah mengenai tuntutan kenaikan upah dapat terealisasikan. Hak-hak buruh yang diperjuangkan dapat dirasakan olek karyawan buruh pada saat ini. Kata Kunci: Buruh Pabrik, Marsinah. Abstract Indonesian economic life can not be separated from industrialization. Industrialization in Indonesia relations characterized by conflict between the capitalist class and the working class. Disputes is the question of wages, social security and social services. Disputes capitalist class and the working class often lead to strikes. Workers a demonstration on behalf of the rights as a factory worker. The demonstrations led to factory workers positif effects and negative effects. Background led to the formulation of the problem: 1). What is behind Marsinah an actor on a demonstration of factory workers to be PT. CPS ?, 2). What results Marsinah fight for the workers of PT. CPS? The method used is the method of historical research, the heuristics, criticism, interpretation and historiography covers. Stage heuristic performed by tracing the source of newspapers, magazines and journals. Stage tidap criticism comparison of the obtained data, interpretation of stages to get the facts, and the stage of history is to reconstruct the events in chronological order. This study of the struggle of the workers of PT successfully identified. CPS, their rights for the good life. The actor, who has emerged from the demonstrations an employee named Marsinah. Marsinah fight for the rights of factory workers of PT. CPS Marsinah killed in the incident. Results fighting Marsinah positive impact on the lives of factory workers. Marsinah managed to improve the lot of workers. Key Word: Factory Workers, Marsinah bermata pencaharian sebagai buruh pabrik, sektor perindustrian merupakan salah satu sumber devisa negara. Dasar landasan kehidupan perburuhan di Indonesia adalah falasafah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Kehidupan
A. Pendahuluan Pada dasarnya kehidupan perburuhan di Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat bangsa Indonesia secara keseluruhan. Masyarakat Indonesia sebagian besar
507
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
krusialnya adalah fasilitas sosial. 2 Fasilitas sosial juga salah satu pendukung motivasi semangat kerja bagi buruh pabrik. Dalam suatu perusahaan terkadang fasilitas sosial tidak dapat dinikmati oleh buruh pabrik. Kurangnya fasilitas sosial yang tersedia menyebabkan masalah dalam kehidupan perburuhan. Fasilitas sosial yang harus didapatkan oleh buruh misalnya: tempat ibadah, ruang kesehatan dan ruang olahraga. Pada periode 1986-1990, pertumbuhan gaji berkisar pada tingkat 4,2 persen sedangkan pada pada periode 1990an berkisar pada tingkat 6 persen, yang berarti upah atau gaji tenaga Indonesia menurun secara relatif terhadap inflasi yang naik rata-rata di atas 10 persen per tahun. 3 Perbandingan pertumbuhan gaji dari periode 1986 sampai dengan periode 1990 mengalami penurunan upah bagi tenaga kerja atau buruh pabrik dibandingkan pada periode 1993 yang mengalami buruh kenaikan sebesar 20 persen. Penurunan upah tenaga kerja atau buruh pabrik disebabkan oleh penurunan kerja buruh pabrik. Penurunan upah buruh pabrik pada periode 1986 sampai dengan 1990 menyebabkan Dewan Pengupahan Daerah Regional Tingkat I Jawa Timur mengeluarakan surat keputusan dan mengirimkan usulan kenaikan upah kepada Menteri Tenaga Kerja, serta segera mengeluarkan SK kenaikan upah minimum bagi buruh pabrik. Pada tahun 1993 upah yang diterima oleh buruh pabrik tidak seimbang lagi jika dibandingkan dengan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi oleh setiap orang, harga kebutuhan sehari-hari melonjak mengalami kenaikan harga. Jika upah buruh pabrik tidak dinaikkan maka kebutuhan sehari-hari tidak dapat terpenuhi. Dampak kenaikan BMM dan gaji pegawai negeri memacu kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari. 4 Dengan demikian DPD Tingkat 1 Jawa Timur mengirimkan surat peningkatan upah minimum buruh pabrik agar buruh pabrik dapat memenuhi kebutuhannya. Surat Keputusan yang dikirimkan oleh DPD Tingkat 1 kepada Menteri Tenaga Kerja mengenai kenaikan upah minimum bagi buruh pabrik dan menyebabkan kenaikan sebesar 20 persen sesuai dengan Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Timur. Surat Edaran tersebut menjadikan “bom waktu” kasus pemogokan yang dilakukan buruh pabrik. Tidak sedikit para pekerja yang harus menerima kenyataan pahit karena upah yang diterima masih jauh untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Surat Edaran meyebabkan kasus pemogokan kerja buruh pabrik dibeberapa tempat perusahaan yang belum menaikkan upah buruh pabrik. Berangkat dari kenyataan itu, Dewan Pengupahan Daerah mengadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait untuk membahas rencana kenaikan upah pekerja tersebut.5
perburuhan di Indonesia juga diatur dan dijamin, sehingga kehidupan perburuan mendapatkan jaminan yang layak. Untuk menjamin tata tertib terselenggaranya kehidupan perburuhan di Indonesia, maka pembakuan hukum perburuhan Indonesia perlu dilakukan oleh pemerintah dengan menuangkannya dalam peraturan perundang - undangan. Hak dan kewajiban pemberi pekerjaan dilain pihak hendaknya dirumuskan didalamnya dengan jelas, tegas, dan setara, serta konsisten dengan keseluruhan sistem hukum di Indonesia, sehingga menjamin integrasi dan korelasi hak dan kewajiban setiap warga negara di dalam tata hukum Indonesia. Buruh pabrik juga harus mendapatkan perlindungan hak dan kewajiban yang diatur didalam Hukum Perburuhan Indonesia. Sistem perlindungan hukum harus ditegakkan agar buruh pabrik mendapatkan perlakuan yang baik oleh para pemilik modal dan pemilik modal tidak sewenang-wenang dalam memberikan hak dan kewajiban para buruh pabrik. Sesuai dengan nilai - nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila, Undang undang Dasar 1945, dan ketetapan - ketetapan MPR, khususnya Ketatapan MPR No. /MPR/1973 tentang Garis Garis Besar Haluan Negara, yang menetapkan bahwa 1: a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, karenanya tidak mengenal sistem pertentangan kelas ; b. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak ; c. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan ekploitasi dari masa ke masa. Setiap warga negara berkesempatan untuk mendapatkan kehidupan yang layak dengan mendapatkan pekerjaan yang layak pula. Salah satu peningkatan perekonomian di Indonesia yaitu dengan memberikan pekerjaan bagi warga negaranya. Bagi pemilik modal juga memberikan kesempatan kerja sesuai dengan kemampuan dan keterampilan masing-masing orang. Penyelenggaraan profesi selaku pengusaha maupun sebagai pemberi pekerjaaan hendaknya mencerminkan sikap dan tindakan sebagai pengusaha berbudaya, yang sadar bertanggung jawab atas sikap dan perbuatannya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai insan berPancasila dan warga masyarakat bangsa Indonesia yang merdeka dan berbudi pekerti luhur. Sikap pemilik modal juga harus profesional dalam memberikan jaminan sosial dan upah sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan oleh buruh pabrik. Kehidupan perburuhan tidak terlepas dari persoalanpersoalan perburuhan. Secara umum persoalan perburuhan meliputi beberapa hal penting seperti terbatasnya akses untuk berorganisasi, tingkat upah yang masih dibawah ketentuan minimum yang tidak layak hidup dan belum memadai. Persoalan lain yag tak kalah
2 Sudjana, Egi. Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringatnya Mengering. Jakarta: Persaudaraan pekerja Muslim Indonesia. 2000. Hal.15. 3 Semaoen. Penuntun Kaum Buruh. Yogyakarta: Penerbit Jendela. 2000. Hal. 45. 4 Republika. Jawa Timur Mengusulkan Kenaikan Upah Minimum. 3 Mei 1993. Hal 10. 5 ibid
1
Sukendar, Suwoto. Perburuhan dari Masa ke Masa. Pustaka Geressindo. Hal. 12.
508
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
Adanya keputusan kenaikan upah maka banyak terjadi meningkatnya unjuk rasa kaum buruh yang berpangkal pada belum terpenuhinya empat hal. Pertama, perbaikan sistem pengupahan untuk secara bertahap meningkatkan kesejahteraan pekerja masih tersendatsendat. Kedua, syarat kerja untuk menjamin hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha masih belum ditaati sepenuhnya. Ketiga, masih belum terjaminnya keselamatan dan kesehatan pekerja dalam menjalankan tugas mereka. Keempat, penegakan hukum ketenagakerjaan untuk menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku masih belum berjalan secara optimal. 6 Akibat dari peningkatan upah minimum buruh pabrik selama tahun 1993, buruh pabrik melakukan aksi unjuk rasa dan pemogokan buruh, buruh pabrik juga melakukan aksi protes kepada pemilik perusahaan. Aksi yang dilakukan buruh pabrik diserta dengan tindakan kekerasan, seperti merusak pabrik, memecah kaca, membakar mobil dan aksi-aksi kekerasan lainnya. 7 Akibat dari ketidakpuasan para buruh pabrik dengan sistem perindustrian khususnya masalah upah. Para buruh pabrik tidak sedikit yang melakukan mogok kerja sebagai perwujudan dari rasa kekecawan yang mendalam oleh sikap pemilik pabrik. Mogok kerja merupakan tindakan yang sangat tidak dianjurkan, namun unjuk rasa pada umumnya dilakukan pekerja kelas bawah yaitu buruh pabrik untuk mewujudkan keinginan buruh pabrik dalam penuntutan kenaikan upah yang seharusnya didapatkan oleh buruh pabrik sebagai hak setelah melakukan kewajiban. 8 Dampak pemogokan kerja buruh pabrik yang terjadi disebabkan oleh Surat Edaran Gubernur mengenai kenaikan upah minimum juga tejadi Sidoarjo. Salah satu pabrik yang melakukan pemogokan kerja yaitu PT. CPS yang berada di Porong Sidoarjo. Para buruh pabrik PT. CPS telah mendengar Surat edaran tersebut. PT. CPS adalah salah satu perusahaan yang tidak mengikuti kebijakan pemerintah. Perusahaan yang bernama PT.CPS belum menaikkan upah minimum pekerja. Kemandirian yang ada pada karyawan, pada kenyataanya berbanding terbalik dengan kesejahteraan karyawan yang bekerja disana. Hal-hal yang kemudian dikeluhakan oleh Marsinah dan teman-temannya ada 12 tuntutan, antara lain: 9 1) Upah yang tidak naik-naik; buruh di PT CPS menerima upah harian sebesar Rp. 1700 + uang makan Rp. 300/hari 2) Jaminan kesehatan yang tidak memadai, seperti belum adanya poliklinik, jika ada yang mengalami kecelakaan di tempat kerja dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit dengan jaminan
uang dari perusahaan 50%, saat cuti hamil gaji tidak diberikan, tak adanya cuti haid, waktu istirahat yang hanya setengah jam sehari, tidak diperbolehkan keluar dari ruangan, dan tidak tersedianya sarana umum bagi karyawan untuk beribadah. 3) Pembelian sejumlah perlengkapan kerja masih dipenuhi oleh buruh sendiri, begitu pula peralatan kerja yang masih di subsidi oleh buruh melalui sewa mesin. Di bulan Pebruari, para buruh dikejutkan dengan hadirnya PUK-SPSI yang tidak melibatkan buruh pabrik PT. CPS dalam pemilihan dan pembentukannya, orangorang yang menjadi pengurus dinilai tidak pernah memperjuangkan aspirasi, kepentingan, atau menyelesaikan masalah buruh pabrik. Pengurus SPSI tidak bertindak sebagaimana tugas yang harus dikerjakan oleh SPSI. Pengurus SPSI tidak memperjuangkan hakhak buruh pabrik yang seharusnya diterima. Buru pabrik PT. CPS merasa kecewa terhadap sikap SPSI dan menyebabkan aksi protes terhadap pengurus SPSI. Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putera Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh. Marsinah, adalah seorang gadis yang bekerja sebagai buruh pabrik di perusahaan jam tangan PT. Catur Putera Surya. Pembunuhan Marsinah merupakan rangkaian dari pemogokan yang dilakukan buruh perusahaan tersebut dalam rangka memperbaiki kondisi kerja dan meningkatkan upah pekerja. 10 Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis memperoleh rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa yang melatarbelakangi Marsinah menjadi aktor pada aksi demonstrasi buruh pabrik PT. CPS? 2. Apa hasil perjuangan Marsinah bagi kaum buruh PT. CPS? Penelitian Ini Membahas Tentang “Perjuangan Buruh Pabrik PT. CPS dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Pada Tahun 1993; Studi Kasus Marsinah”. Dengan menggunakan metode sejarah. Metode sejarah adalah suatu proses dan proses ini merupakan suatu pengujian dan analisis sumber atau laporan dari masa lampau secara kritis. 11 Menurut Florence M. A Hilbish yang dikutip Dudung Abdurahman dinyatakan bahwa metode penelitian sejarah adalah penelitian atas suatu masalah dengan mengaplikasikan jalan pemecahannya dari perspektif historis. 12 Heuristik merupakan metode atau tahapan yang digunakan dalam penulisan sejarah dengan proses mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah yang diperlukan sesuai dengan masalah yang diteliti. 13 Pada
6
Suyanto, Bagong dkk. Gejolak Arus Bawah. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1995. Hal 42. 7 Ibid. Hal 43 8 _____. Sistem Upah Layak Mendapat Perhatian. 10 Juni 1993. Hal. 2. 9 Tim Pencari Fakta Pembunuhan Marsinah. Laporan Pendahuluan Kasus Pembunuhan Marsinah. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 1993. Hlm. 12.
10
Ibid. Hal 1. Aminudin Kasdi, 2005, Memahami sejarah, Surabaya : Unesa press, Hlm. 10. 12 Dudung Abdurahman, 1999, Metodelogi penelitian sejarah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Hlm. 44. 13 Aminuddin Kasdi, op.cit.,hlm. 10. 11
509
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
dengan penulisan sejarah yang benar. 15 Pada tahapan ini peneliti akan menyajikan sebuah tulisan sejarah yang berjudul “Perjuangan Buruh Pabrik PT. CPS dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Pada Tahun 1993: Studi Kasus Marsinah” dengan benar sesuai dengan tata bahasa Indonesia baku. Berbagai fakta yang telah di interpretasi melalui analisis dan sintesis kemudian dirangkai secara kronologis untuk mendeskripsikan peristiwa sejarah yang sebenarnya atau mendekati kebenaran dalam sejarah bukan kebenaran mutlak. 16 Pada tahap ini penulis menggabungkan fakta-fakta yang sudah ditemukan melalui pengumpulan sumber, kritik sejarah, sampai intepretasi, sehingga penulis mendapatkan gambaran tentang peristiwa perjuangan buruh pabrik PT. CPS yang bernama Marsinah. Dari gambaran tersebut kemudian penelitian sejarah berjudul “Perjuangan Buruh Pabrik PT. CPS dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Pada Tahun 1993: Studi Kasus Marsinah”.
tahapan ini sangat penting sekali karena akan menentukan keabsahan dan validitas hasil tulisan nantinya. Proses Heuristik yang telah dilakukan pada tanggal 20-25 April 2013 di Perpustakaan Nasional, untuk menemukan beberapa sumber primer dan berupa sumber tertulis dalam bentuk tulisam dalam media masa (Surat Kabar) sezaman yang memberikan informasi seputar objek yang akan dikaji. Tahapan selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah melakukan Kritik Sejarah yang bersifat intern dengan mengkorelasikan sumber-sumber yang telah diperoleh untuk mencari fakta-fakta yang benar. Pada kritik intern penulis melakukan analisis atas isi dokumen atau sumber yang telah diperoleh baik sumber primer maupun sekunder dan membandingkan sumber-sumber satu sama lain agar memperoleh fakta tunggal yang nantinya akan menjadi dasar untuk kontruksi sejarah. Penulis telah melakukan analisis atas isi sumber primer seperti surat kabar yang diterbitkan pada tahun-tahun 1993 untuk mengimplementasikan perjuangan perubahan sampai pada awal pemerintahan orde baru, kemudian penulis mengambil statemen dari masing-masing sumber tersebut untuk memperoleh fakta tunggal secara kronologis. Kritik sumber dilakukan pada sumber-sumber yang mengalami perbedaan antara sumber satu dengan sumber yang lainnya. Setiap satu buku dengan buku yang lain mempunyai penjelasan yang panjang namun sumbersumber tersebut harus dikorelasikan dengan permasalahan PT. CPS dan Marsinah. Setelah dilakukan kritik sumber terhadap sumbersumber dan telah diperoleh fakta-fakta tersebut14, maka selanjutnya dilakukan interpretasi atau penafsiran terhadap sumber-sumber tersebut dimana sumber-sumber yang berhasil diperoleh dikonfrontasikan satu sama lain sehingga dapat terjadi rekonstruksi fakta sejarah. Untuk mengkonfrontasikan fakta-fakta sejarah yang telah penulis peroleh melalui kritik sumber diatas, penulis akan menggunakan teori kelas Marx. Berdasarkan sumber Surat Kabar maupun Literatur yang telah dikritisasi, penulis menarik suatu garis bahwa pada sebuah peristiwa demonstrasi yang dilakukan oleh buruh pabrik dan juga memunculkan pertentangan kelas antara kelas buruh dan kelas majikan. Dalam perspektif Marx, pertentangan kelas yang terjadi antara kelas buruh dan kelas majikan menyebabkan perubahan sosial di kalangan kaum buruh. Dalam kegiatan demonstrasi ini sendiri adalah suatu contoh praktik sosial untuk tujuan koreksi atau ketercapaian perubahan. Berdasarkan fakta-fakta bahwa seorang buruh pabrik bernama Marsinah benar terlibat dan memiliki andil dalam kegiatan demonstrasi buruh pabrik untuk memperjuangkan hak-haknya. Melalui teori kelas Marx penulis mencoba menarik posisi Marsinah atas kegiatan demonstrasi yang dilakukan buruh pabrik pada tahun 1993 di PT. CPS Sidoarjo. Tahapan terakhir yaitu historiografi. Historiografi merupakan merekonstruksi masa lampau berdasarkan fakta yang telah ditafsirkan dalam bentuk tulisan sesuai 14
B.
Pembahasan
a.
Jawa Timur Mengusulkan Kenaikan Upah Minimum Di Indonesia kegiatan ekonomi dijalankan berdasarkan hubungan produksi kapitalis. Sistem kapitalis pada hubungan industri yaitu, buruh menjual tenaga kerja yang dimiliki kepada pemilik modal. Negara sebagai institusi kekuasaan, negara bertugas dan bekerja untuk menyediakan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk akumulasi modal dalam perindustrian. Akumulasi modal bisa didapatkan dari modal asing maupun modal domestik, akibat dari kondisi ini adalah tenaga kerja yang diberikan oleh buruh dihargai murah. tenaga kerja di Indonesia dihargai dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan tenaga kerja di luar negeri dikarenakan sumber daya manusia yang dimiliki orang Indonesia terbatas. Keterbatasan sumber daya manusia orang Indonesia dalam sektor pendidikan yang kurang karena tidak mempunyai biaya. Sehingga orang Indonesia setelah mendpatkan pendidikan yang dinilai cukup, seperti lulusan SD maupun SMP langsung melamar pekerjaan sebagai buruh pabrik. Buruh pabrik yang tidak memiliki keterampilan serta pengetahuan yang tinggi akibatnya mendapatkan upah yang rendah. Dalam politik perburuhan terdapat aturan hubungan antara buruh, modal dan negara17. Suatu negara membutuhkan modal yang besar untuk membangun perindustrian yang maju, setelah membangun perindustrian dibutuhkan buruh sebagai tenaga kerja untuk menjalankan industri. Pembangunan dalam sektor industri membutuhkan biaya yang besar. Biaya untuk pembangunan suatu indurti pabrik membutuhkan bantuan dana baik dari dalam negeri maupun luar negeri. 15
Louis Gotscah dalam Aminuddin Kasdi, Ibid Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya. 1995. Hal. 12. 17 Tim Pencari Fakta Pembunuhan Marsinah, Op. Cit., hal 1 (Lampiran) 16
Ibid
510
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
Sehingga kerja sama antara luar negeri juga diperlukan untuk penanaman modal bagi suatu pembanguna pabrik. Setelah perindustrian terbangun dan beroperasi maka pabrik membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan produk yang akan dihasilkan oleh suatu pabrik tersebut. Negara berhubungan dengan lembaga-lembaga militer, polisi, Depnaker (Departemen Tenaga Kerja), Pemda (yang tergabung dalam Muspida dan Muspida) untuk menjalankan pengoperasian industri.18 Dewan Pengupahan Daerah Tingkat 1 Jawa Timur mengirimkan usulan berupa kenaikan upah bagi buruh pabrik kepada Menteri Tenaga Kerja. 19 Buruh pabrik ada yang mengadukan nasibnya ke DPR karena permasalahan kenaikan upah. 20 DPD regional tingkat 1 JATIM akan segera mengirimkan kenaikan upah kepada Menteri Tenaga Kerja. 21 DPD Tingkat 1 mengusulkan agar dikeluarkan Surat Keputusan untuk kenaikan upah minimum. DPD merasa upah minimum yang diterima oleh buruh tidak layak. DPD juga melakukan upaya pengirimkan ke Menteri Tenaga Kerja untuk segera menaikkan upah buruh pabrik. Upah minimum yang diterima buruh pabrik pada tahun 1993 tidak seimbang dengan kebutuhan kehidupan buruh pabrik. Kenaikan harga kebutuhan pokok di pasaran terus mengalami kenaikan. Beban kerja yang ditanggung oleh buruh tidak sebanding dengan upah yang diterima. Apabila buruh menerima upah yang lebih rendah maka buruh tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu pemerintah DPD memeperhatikan nasib buruh. Tidak semua buruh menerima upah yang layak. Buruh yang tidak menerima upah sebagaimana mestinya mengadukan nasibnya ke DPR dengan tujuan mendapatkan upah yang sebanding. Jika upah yang diterima masih tidak sesuai dengan apa yang dilakukan buruh, buruh akan melakukan aksi unjuk rasa. Upah minimum yang diterima buruh tidak mencukupi, sehingga pemerintah menaikan upah minimum buruh pabrik sebesar 20 persen. 22 Kenaikan sebesar 20 persen yang terdapat pada Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Gubernur Jatim menjadi bom waktu kasus pemogokan. Kasus pemogokan terjadi di berbagai daerah dan beberapa pabrik seperti yang terjadi di PT. CPS. Para buruh menerima upah yang sedikit dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Parah buruh memperjuangkan hak-haknya dengan cara melakukan demonstrasi dan mogok kerja. Demonstrasi atau unjuk rasa buruh pabrik merupakan suatu tindakan protes kekecewaan kaum buruh terhadap perlakukan pemilik modal yang sewenang-wenang terhadap upah. Surat Edaran yang diukeluarkan oleh Gubernur Jawa Timur bertujuan untuk membantu perbaikan nasib para pekerja. Namun, Surat Edaran menjadi pemicu
gejolak pemogokan buruh pabrik. Pemogokan buruh semakin meningkat akibat dikeluarkan Surat Edaran. Meningkatnya pemogokan adalah karena sikap para pengusaha yang kurang memperhatikan para pekerjanya. Oleh karena itu, para pengusaha diharapkan segera mempunyai inisiatif untuk menaikkan upah pekerja. Sikap pengusaha atau pemilik modal hanya mementingkan diri sendiri dan perusahaannya saja. Pemilik modal tidak memperhatikan nasib buruh atau karyawan yang bekerja di perusahaannya. Pemilik modal hanya berpikir bisa memperoleh keuntungan atau laba yang besar dari perusahaan yang dimilikinya. Pengusaha tidak memperhatikan kesejahteraan buruh pabrik. Perlakukan yang diterima buruh menjadikan buruh melakukan pemogokan kerja. Permasalahan kenaikan upah minimum bagi buruh berimbas pada salah salu pabrik di Sidoarjo. Pabrik yang terkena dampak kenaikan upah adalah PT. CPS. Pada pertengahan April 1993, karyawan PT Catur Putera Surya (PT.CPS) Porong membahas Surat Edaran yang dikeluarkan Gubernur Jatim. Pembicaraan karyawan PT. CPS memutuskan untuk melakukan unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993. PT. CPS memberikan upah kepada karyawannya sebesar Rp 1.700 perhari. Upah yang diterima oleh karyawan PT. CPS tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan permasalah upah karyawan PT. CPS menginginkan kenaikan upah. Kenaikan upah yang dituntut oleh PT. CPS sebesar Rp 550 perhari. Sehingga upah yang diterima menjadi Rp 2.250. Dengan kenaikan upah yang diterima maka buruh bisa memenuhi kebutuhannya. Upah juga merupakan hak yang diterima oleh buruh setelah melakukan kewajibannya, yaitu bekerja. b.
Proses Demonstrasi PT. CPS PT. CPS berdiri dengan nama PT Putra Watch Industry. PT. CPS beroperasi pada tahun 1980. Sebutan untuk PT. CPS Rungkut Surabaya adalah Empat Putra (EP). PT. CPS memproduksi arloji dengan nama cetakan EP pada pantat arloji. Pemasaran arloji dipasarkan didalam negeri. Arloji yang diproduksi oleh PT. CPS arloji, jam dinding, dan komponen arloji atau jam. PT. CPS yang didirikan oleh Judi Susanto pada tahun 1990 di Porong tidak mendapatkan pinjamanan dana. Dana yang diperuntukkan untuk pembangunan pabrik berasal dari dana pribadi. 23 PT. CPS bekerjasama dengan Seiko, Citizen dan lain-lain. Pada saat berdirinya pabrik arloji di Porong karyawan yang bekerja jumlahnya sudah banyak. PT. CPS dibangun pada tahun 1990 dan mulai beroperasi pada tahun 1993 di Sidoarjo. Pada saat pengoperasian pabrik, PT. CPS belum mempunyai SPSI dan belum adanya jaminan kesehatan. PT. CPS merupakan pabrik baru sehingga belum mempunyai fasilitas-fasilitas sosial. Fasilitas-fasilitas sosial pada subuah pabrik berjalan seiring perjalanan pabrik dalam proses produksi. Karyawan yang bekerja di PT. CPS juga belum mendapatkan jaminan kesehatan dan fasilitas sosial. Adanya jaminan kesehatan dan fasilitas sosial di
18
Ibid Republika. op, Cit. 20 _____. Sistem Upah Layak Mendapat Perhatian. 10 Juni 1993. Hal VIII 21 _____. Jatim Mengusulkan Kenaikan Upah Minimum. 3 Mei 1993. Hal 10 22 Ibid 19
23
511
Wawancara Bambang Wuryantoyo. 29 April 2014.
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
PT. CPS berjalan seiring waktu dan perkembangan pabrik. Seorang pengusaha yang telah mendapatkan izin menghadapi instansi militer dan polisi. Pada masa orde baru kedudukan militer (ABRI) sebagai alat keamanan negara dan sebagai penguasa negara. Militer mempunyai kekuasaan yang besar di wilayah masing-masing. Petugas-petugas Koramil, Kodim, Polres dan Polsek memungut uang dari pengusaha yang berada di wilayah kekuasaan masing-masing pejabat. PT. CPS dalam menghadapi persoalan lokasi pendirian pabrik yang berada di luar kawasan industri membina hubungan dengan pejabat lokal. PT. CPS menyerahkan uang kepada pejabat lokal untuk kelancaran izin dan jaminan kemanan dalam berusaha dan tidak mendapat gangguan dari buruh. Dengan mendapatkan izin dari pejabat lokal PT. CPS mendapatkan ketenangan untuk beoperasi dan berproduksi. PT. CPS Porong berada di kawasan persawahan. Penanggung jawab keamanan PT. CPS menjadi tanggung jawab penguasa wilayah Porong. PT. CPS berkoordinasi dengan instansi-instansi sipil dan militer, sehingga pemogokan buruh pabrik PT. CPS melibatkan pihakpihak pemerintah setempat untuk menangani kasus pemogokan. 24 Penguasa di wilayah Porong terdiri dari Koramil, Polsek, Camat, Lurah, dan Kepala Desa sedangkan keamanan ditangani oleh Muspika. Pejabatpejabat dari Kadapnaker,25 DPC SPSI,26 Koramil 0816/04 Porong, Polsek Porong dan Muspika 27 datang ke tempat kerja di PT. CPS untuk menangani kasus mogok kerja. Lokasi Industri yang ditempati oleh PT. CPS Porong berada di luar kawasan Industri, sehingga pemilik PT. CPS mempunyai hubungan dengan Muspika untuk menjaga keamanan. Izin untuk perluasan wilayah dan izin produksi berbagai merk arloji PT. CPS didapatkan dari pihak Muspika. Pemilik PT. CPS bekerja sama dengan aparat tentara dengan membayar ongkos keamanan. Hubungan kerja sama antara pemilik PT. CPS dan tentara bertujuan untuk penjaminan keamanan dan penjamin ketundukan buruh. Pemogokan buruh di pabrik jam, 3-5 Mei 1993.28 Pemogokan buruh PT. CPS Porong 3-4 Mei 1993 terjadi dalam konteks politik perburuhan. 29ribuan buruh pabrik PT. CPS, pabrik jam dan arloji di Sidoarjo melakukan mogok kerja menuntut kenaikan upah dan perbaikan kerja. 30 Tanggal 3-4 Mei 1993 ribuan buruh pabrik PT. CPS melakukan aksi mogok kerja dalam demonsntrasi ini Marsinah terlihat paling menonjol. 31
Pemogokan buruh PT. CPS Porong 3-4 Mei 1993 merupakan salah satu permasalahan perburuhan yang berada di Indonesia. Para karyawan PT. CPS melakukan aksi mogok kerja semata-mata dalam hal perbaikan upah. Permasalahan perburuhan pada masa orde baru ditangani oleh serikat buruh (SPSI), pengusaha, Departemen Tenaga Kerja, Kepolisian (Polsek dan Polres), Komando teritorial ABRI (Koramil dan Kodim).32 Mogok kerja adalah pilihan terakhir yang telah dilakukan oleh karyawan PT. CPS setelah usaha-usaha yang dilakukan. Pemogokan kerja di PT. CPS mendapatkan perhatian dari pihak Koramil. Pihak Koramil mematamatai, memanggil buruh, menakut-nakuti buruh dan menginterogasi. Setelah terjadi pemogokan kerja wakil dari buruh mengadakan perundingan dengan pejabat di wilayah Porong Sidoarjo. Kasus pemogokan kemudian ditangani oleh pihak Kodim 0816 Sidoarjo. Buruh yang dianggap menjadi dalang dalam pemogokan dipanggil ke Markas Kodim. Salah satu dalang pemogokan dalam peristiwa itu adalah Marsinah. Marsinah sebagai aktor dari peristiwa pemogokan di PT. CPS pada tanggal 3-4 Mei. Para buruh yang dipanggil ke Markas Kodim diinterogasi, dituduh munafik dan mengikuti cara-cara PKI/Komunis. 33 Para buruh yang dipanggil ke Kodim dipaksa mengundurkan diri dari PT. CPS. Pengunduran diri yang dilakukan oleh karyawan PT. CPS dilakukan secara paksa oleh pihak tertentu. c.
Marsinah Sebagai Aktor Marsinah adalah seorang gadis yang berusia 25 tahun, dia bekerja di PT. CPS Porong. Marsinah bekerja sebagai buruh di pabrik jam. Marsinah tewas terbunuh karena serangkaian peristiwa pemogokan kerja yang terjadi di PT. CPS. Marsinah dianggap sebagai aktor dalam peristiwa tersebut. Pembunuhan buruh yang bernama Marsinah diakibatkan karena peristiwa pemogokan kerja yang terjadi di PT. Catur Putra Surya. Di PT. CPS Marsinah ditempatkan sebagai bagian produksi dibawah pimpinan Bambang Wuryantoyo yang berkedudukan sebagai pengawas umum. Bambang Wuryantoyo adalah salah satu pegawai PT. CPS yang berkududukan sebagai pengawas umum dan masuk kerja mulai tahun 1990. Peristiwa pembunuhan Marsinah berawal dari kenaikan upah minimum bagi buruh pabrik. Pada pertengan April PUK SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan dengan setiap bagian untuk untuk membcirakan surat edaran yang dikeluarkan oleh Gubernur dan meminta pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dari upah pokok semula. 34 Pada hari Senin, tanggal 3 Mei 1993 buruh PT. CPS tidak masuk kerja. Karyawan yang tidak masuk kerja akan melakukan suatu aksi pemookan kerja. Buruh yang tidak masuk kerja mengajak buruh yang lain ikut dalam pemogokan kerja. Buruh yang semula masuk
24
Ibid. Kandapnaker = Kantor Departemen Tenaga Kerja, wilayah kerjanya mencakup satu daerah. administrasi tingkat II. 26 DPC (Dewan Pimpinan Cabang) SPSI adalah pengurus SPSI di daerah administratif tingkat II. 27 Muspika = Musyawarah Pimpinan Kecamatan terdiri atas Camat, Koramil dan Polsek. 28 Sukendar, Suwoto. Op. Cit. Hal 3. 29 Tim Pencari Fakta. Op. Cit. Hal 2. 30 Jejak. Marsinah, Ia Berhak Atas keadilan (Seminar Sidang Rakyat Lanjutan). Jakarta: Hotel Akacia. 30 Agustus 1999. 31 Ibid 25
32 33
Tim Pencari Fakta. Op, Cit. Hal 2. Wawancara dengan Bambang Wuriyantoyo. 29
April 2014 34
April.
512
Surat Gubernur Jatim diterbitkan pada pertengahan
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
kerja di pabrik ikut buruh yang sedang melakukan aksi mogok kerja. Buruh yang seharusnya masuk kerja berhasil dibujuk untuk mengikuti pemogokan kerja. Peristiwa tersebut menyebabkan buruh yang masuk kerja hanya sedikit. Jumlah karyawan yang sedikit masuk kerja menyebabkan satpam PT. CPS curiga. Satpam yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban pabrik melakukan kontrol disekeliling pabrik dan disekeliling desa Siring untuk mencari tahu buruh yang tidak masuk kerja. Pada tanggal 4 Mei 1993 para buruh PT. CPS mengadakan aksi mogok kerja. Buruh yang mengikuti aksi mogok kerja jumlahnya bertambah banyak dibanding pada tanggal 3 Mei 1993. Para buruh berdatangan dan masuk kedalam halaman pabrik. Pihak militer yang bekerjasama dengan PT. CPS ikut menangani permasalahan kasus mogok kerja. Marsinah adalah salah satu perwakilan buruh yang gigih untuk mengajak buruh yang masih bekerja bergabung dengan buruh yang lain untuk mengikuti aksi mogok kerja. Aksi pemogokan kerja yang dilakukan oleh Marsinah dan kawan-kawan dari PT. CPS Porong membuat pihak PT. CPS menjadi geram. Aksi mogok kerja dipicu karena kenaikan upah minimum. Namun permasalahan utama yang terjadi di PT. CPS adalah masalah cuti haid. 35 Tidak adanya cuti pada perusahaan PT. CPS menjadi sebab utama aksi demonstrasi. Aksi mogok kerja menimbulkan perundingan antara kaum buruh dan pengusaha. Perundingan terjadi antara Depnaker dan wakil buruh yang kemudian hasilnya akan disetujui oleh pihak pengusaha. Pihak pengusaha PT. CPS diwakili oleh Judi Astono. Judi Astono menjabat sebagai Manajer di PT. CPS. Perundingan berlangsung dengan suasana tegang dan diwarnai dengan perdebatan mengenai kenaikan upah mkinimum. Tuntutan yang dajukan oleh buruh terdapat 12 butir. 12 tuntutan yang diajukan oleh buruh adalah: 36 1. Kenaikan upah sesuai Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 50/1992 dari Rp 1.700,00 menjadi Rp 2.250,00 per hari yang seharusnya sudah berlaku sejak 1 Maret 1992. 2. Perhitungan upah lembur yang sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 72/1984. 3. Penyesuaian cuti haid dengan upah minimum. 4. Jaminan kesehatan buruh sesuai dengan Undang-Undang No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). 5. Penyertaan buruh dalam program ASTEK (Asuransi Tenaga Kerja). 6. Pemberian THR (tunjangan hari raya) sebesar satu bulan gaji sesuai dengan himbauan pemerintah. 7. Kenaikan uang makan dan uang transport. 8. Pembubaran Pengurus Unit Kerja SPSI PT CPS karena tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SPSI.
35 36
9. Pembayaran Cuti Hamil hamil tepat pada waktunya. 10. Penyamaan upah buruh yang baru selesai masa training dengan upah buruh yang bekerja selama satu tahun. 11. Hak-hak buruh yang sudah ada tidak boleh dicabut, hanya boleh ditambah. 12. Setelah pemogokan ini pengusaha dilarang mengadakan mutasi, intimidasi, dan melakukan pemecatan terhadap buruh yang melakukan pemogokan. Perundingan pihak buruh dengan pihak pengusaha tidak berakhir. Setelah negadakan perundingan sejumlah buruh yang berjumlah 13 buruh dipanggil ke kodim. Pemanggilan 13 buruh melalui surat yang dikeluarkan dari kelurahan Siring. Setelah mendapat surat panggilan dari kelurahan Siring 13 buruh dipaksa menandatangani surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pihak tentara buruh yang menandatangani surat PHK tidak bisa bekerja di PT. CPS, mereka tidak mempunyai pilihan lain selain menuruti kemauan dari pihak tentara. Buruh yang mengikuti demosntrasi mogok kerja terpaksa mengundurkan diri dari perusahaan PT. CPS. Karyawan yang mengundurkan diri dari PT. CPS mendapatkan uang pesangon dari perusahaan. Pengunduran diri karyawana PT. CPS didalangi oleh pihak militer. Karywan dipaksa menandatangani surat pengunduran diri dari PT. CPS. d.
Hasil Perjuangan Marsinah Dalam perundingan yang diawasi oleh aparat negara tersebut, dihasilkan 11 kesepakatan yang menyatakan bahwa:37 1. Upah minimum tetap diberlakukan dengan Keputusan Menteri No. 50/Men/1992, dan kekurangan tunjangan tetap yakni uang makan dan uang transport sebesar Rp 550 yang sampai saat ini belum diberikan pada saat hari libur resmi nasional dan cuti tahunan, akan diberikan sesuai dengan masa kerja dan ketentuan yang berlaku mulai pada 1 Maret 1992, dan pelaksanaannya dimuali pada 15 Mei 1993. 2. Penghitungan upah lembur sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Kep. Men. No 72/Men/1984). 3. Pembayaran upah bagi karyawan wanita yang mengambil cuti haid diberikan sesuai dengan besar upah yang diterima. 4. Keikutsertaan dalam program ASTEK ke JAMSOSTEK akan menunggu petunjuk dan pelaksanaan lebih lanjut. 5. Jumlah THR sampai saat ini belum diatur dalam Peraturan Pemerintah akan tetapi besarnya THR diberikan sesuai dengan kemampuan perusahaan yang telah diatur dalam Kesepakatan Kerja Bersama yang ada di perusahaan. 6. Uang makan dan uang transport sudah masuk dalam satu kesatuan upah sebagai tunjangan tetap.
Wawancara Bambang Wuryantoyo. 29 April 2014. Tim Pencari Fakta. Op, Cit. Hal 12.
37
513
Tim Pencari Fakta. Op, Cit. Hal 13.
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
7. Keberadaan PUK SPSI yang ada di perusahaan tetap diakui keberadaannya, dan akan difungsikan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ada. Pelaksanaan reformasi kepengurusan menunggu sampai masa baktinya habis. 8. Uang cuti hamil akan diberikan sesuai dengan aturan yang ada (secara tepat waktu). 9. Karyawan yang telah lepas dari masa percobaan, disamakan hak-haknya dengan karyawan yang lain. Tetapi penentuan besar kecilnya upah dan tunjangan lainnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. 10. Sehubungan dengan unjuk rasa ini (pemogakn kerja), pengusaha dimohon untuk tidak mencaricari kesalahan karyawan. 11. Pihak karyawan berjanji tidak akan melakukan aksi pemogokan lagi untuk masa yang akan datang, dan segala permasalahn perselisihan Hubungan Industrial Pancasila akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan berpijak pada asas musyawarah untuk mencapai mufakat dan selanjutnya karyawan sanggup kerja kembali.
Kasus pemogokan buruh PT. CPS Porong terjadi pada tanggal 3 sampai 4 Mei 1993. Pada tanggal 4 Mei 1993 buruh pabrik PT. CPS membuat kesepakatan dengan pihak pimpinan PT. CPS untuk menyelesaian konflik antara buruh dan majikan. Pada tanggal 5 Mei 1993 pihak Kodim mengintimidasi para buruh agar buruh mengundurkan diri dari PT. CPS Porong. Dari kronologi sumber buku, jurnal dan wawancara dengan sumber serta saksi kunci, bahwa tidak ada rapat perencanaan pembunuhan terhadap Marsinah oleh pimpinan PT. CPS Porong tanggal 5 Mei 1993. Kasus pembunuhan buruh pabrik PT. CPS yang bernama Marsinah banyak mengalami kejanggalan. Terjadi simpang siur mengenai penemuan mayat Marsinah, penculikan para saksi dan terdakwa. Para saksi dan terdakwa disekap dan disiksa selama 19 hari di Datasemen Intel Kodam V Brawijaya, Surabaya. Para saksi banyak melakukan penyangkalan terhadapa BAP selama proses pemeriksaan di persidangan dan lain-lain. Marsinah adalah seorang aktor dalam peristiwa pemogokan kerja atau proses demonstrasi yang terjadi di PT. CPS Sidoarjo. Marsinah seorang wanita pemberani yang memperjuangkan hak-hak para buruh agar mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupannya. Marsinah menjadi korban pada era orde baru. Marsinah tewas karena dianggap sebagai pelopor dalam kegiatan demonstrasi buruh pabrik PT. CP
Hasil perundingan itu dituangkan dalam Surat Persetujuan Bersama, yang ditandatangani oleh 24 orang wakil buruh, Djoko Sadjono dan Marsudi (Depnaker), Ir. Purnomo dan Abuchoir (Pengurus DPC SPSI Sidoarjo). Kesepakatan ini dibacakan Djoko Sadjono kepada buruhburuh PT. CPS yang ada di luar perundingan, dan salinannya dibagikan di ruang perundingan kepada para wakil buruh. Marsinah bekerja sebagai buruh di Sidoarjo menerima upah RP 1.700 sehari, dan mati dibunuh sesudah menjadi salah satu wakil kaum buruh dalam perundingan. Sabtu tanggal 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan oleh segerombolan anak-anak di sebuah gubuk ditengah sawah, di desa Jegong, Kecamatan Wilangun, Nganjuk, dusun dimana orangtuanya tinggal. Ia sudah menjadi mayat. Begitulah seluruh kisah yang dilakukan oleh pahlawan buruh wanita, Marsinah.
b. Saran Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran agar masyarakat dapat menelaah sisi positif dan negatif menyikapi permasalahan perburuhan dalam konteks pemogokan kerja atau demonstrasi yang dilakukan oleh buruh. Pemerintah diharapkan dapat lebih bijaksana dalam mengambil keputusan yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan sosial agar tidak terjadi kasus yang sama seperti yang dihadapi oleh PT. CPS. Buruh seharusnya mendapatkan perlindungan dari pemerintah agar dapat tercipta kondisi yang aman dan sejahtera. Daftar Pustaka
C. Penutup Sumber Buku: Aminuddin Kasdi. Memahami Sejarah. Surabaya: Unesa University Press. 2005.
a.
Simpulan Hubungan industrial di Indonesia mengalami banyak kasus yang dilakukan oleh buruh maupun pengusaha. Kasus perburuan yang terjadi di PT. CPS Porong, Sidoarjo merupakan salah satu kasus yang menarik banyak perhatian di kalangan masyarakat. Kasus pembunuhan terhadap buruh pabrik PT. CPS yang bernama Marsinah tidak terlepas dari konteks umum perburuhan di Indonesia yang sangat mengandalkan represi sebagai rumus dasar penyelesaian konflik hubungan industrial. Legitimasi bagi politik represif itu disediakan oleh negara dalam benntuk Surat Keputusan Bakorstranas No. Kep/02/Stanas/XII/1990. Surat Keputusan ini memberi kewenangan pada aparat militer untuk ikut campur dalam konflik buruh majikan. Pada era reformasi aparat militer ikut menangani hubungan industrial di suatu daerah masing-masing.
Asikin, Zainal. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan dari Masa ke Masa. Jakarta: Pustaka Gresindo. 2008. Djumadi. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008. Huda, Miftachul. Pekerjaan Sosial dan Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009. Indriaty Ismail & Mohd. Zuhaili. International Journal of Islamic Thought. Vol. 1: (June) 2012. Karl Marx: Perjuangan Kelas Sosial Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta:
514
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
Bentang Budaya. 1995.
Jejak. Marsinah, Ia Berhak Atas Keadilan (Seminar Sidang Rakyat Lanjutan). Jakarta. 30 Agustus 1999
Louis Gotschak, Mengerti Sejarah: Edisi Terjemahan. Jakarta: UI Press. 1986.
Kompas. Kasus Marsinah di Buka Lagi. 31 Agustus 1999.
Magnis, Frans dan Suseno. Pemikiran Karl Marx Dari Sialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. 2005.
Republika. Jawa Timur Mengusulkan Minimum. 3 Mei 1993.
Manuaba, I. B. Putera dan Adi Setijowati. Krisis Moral dalm Teks Drama Pak Knjeng, Semar Gugat dan Marsinah (Sebuah Tinjauan Semiotik Pragmatik). Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 2000.
_____. Sistem Upah Layak Mendapat Perhatian. 10 Juni 1993. _____. Sistem Upah Layak Mendapat Perhatian. 10 Juni 1993.
Ramli, Andi Muawiyah. Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis). Yogyakarta: penerbit LkiS Yogyakarta. 2009.
_____. Persoalan Perburuhan: Kasus Sidoarjo. 10 Juni 1993. Menyingkap Kasus Marsinah (Majalah Tempo). PT. Tempo Inti Media. 1993.
Rosady Ruslan. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006.
Sumber Arsip Paparan Kasus Penemuan Mayat an. Sdri. Marsinah. Res Nganjuk
Sarumpaet, Ratna. Nyanyian dari Bawah Tanah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 1997. Semaoen. Penuntun Kaum Buruh. Yogyakarta: Jendela Terbang. 2000. Sudjana, Egi. Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringatnya Mengering. Jakarta: Persaudaraan pekerja Muslim Indonesia. 2000.
KAKAN SOSPOL KAB. DATI II SIDOARJO. Pengarahan Muspida Tk. II Sidoarjo. 13 November 1993 PA SIAGA SINTELDAM V/BRAWIJAYA. Laporan Hasil Monitoring Praperadilan Kasus Marsinah. 16 Nopember 1993.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2009.
Pemerintah Gubernur Wilayah IV Malang. Upaya Peningkatan Kesiapsiagaan Kewaspadaan dan Kepekaan Terhadap Perkembangan Lingkungan Masyarakat Berkaitan dengan Kasus Marsinah. 22 Nopember 1993.
Sukendar, Suwoto. Pernuruhan dari Masa ke Masa. Pustaka Geressindo. Supartono, Alex. Marsinah:Campur Tangan Militer dan Politik Perburuhan Indonesia. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum. 1999.
BAKERSTANASDA JATIM. Menghentikan atau Menyita Kase yang berjudul Marsinah. 24 Mei 1994.
Sutedi, Adrian. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
KAKAN SOSPOL Kabupaten Sidoarjo DATI II Sidoarjo. Sidang Lanjutan Kasus Pembunuhan Marsinah. 13 Desember 1993.
Suyanto, Bagong dkk. Gejolak Arus Bawah. Jakarta:Pustaka Utama Grafiti. 1995. Tim Pencari Fakta Pembunuhan Marsinah. Laporan Pendahuluan Kasus Pembunuhan Marsinah. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 1993.
Kejaksaan Tinggi Jatim. Persidangan Kasus Marsinah. 10 Nopember 1993. KAKAN SOSPOL Kabupaten DATI II Sidoarjo. Sidang Kasus Marsinah. 13 Nopember 1993.
_____. Kekerasan Penyidikan dalam Kasus Marsinah: Catatan KUHP. Yayasan Lembega Batuan Hukum Indonesia. 1995.
KAKAN SOSPOL Kabupaten Sidoarjo. Sidang Kasus Pembunuhan Marsinah. 30 Nopember 1993. KAKAN SOSPOL Kabupaten Sidoarjo. Sidang Kasus Pembunuhan Marsinah. 16 Nopember 1993.
Sumber Koran: Bangkit. Babak Baru Kasus Marsinah. 29 November-5 Desember 1999.
KAKAN SOSPOL Kabupaten DATI II Sidoarjo. Sidang
515
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014
Lanjutan Kasus Marsinah. 22 Desember 1993. PANGDAM V/ BRAWIJAYA. Pertemuan antara Kapolwil Besuki dengan Mahasiswa UNEJ. 19 Nopember 1993.
KAKAN SOSPOL Kabupaten DATI I Jatim. Kasus Kematian Marsinah Karyawati PT. CPS. Juli 1993.
PANGDAM V/BRAWIJAYA Laporan Pembatasan Pelaksanaan Pameran Seni Rupa untuk Marsinah. 19 Nopember 1993.
Kejaksaan Tinggi Jatim. Permohonan Pencekalan An. Yudi Susanto alias Kho Hi Ki Untuk tidak Bepergian ke Luar Negeri. 21 Nopember 1994.
KAKAN SOSPOLKabupaten DATI II Sidoarjo. Sidang Lanjutan Marsinah. 24 Nopember 1993. Wawancara dengan Bambang Wuryantoro sebagai pengawas umum di PT. CPS Porong Sidoarjo dan sebagai terdakwa dalam kasus persidangan kasus Marsinah. 24 April 2014.
KAKAN SOSPOL Kabupaten DATI II Sidoarjo. Informasi Masalah Marsinah. 1 Juli 1993. KAKAN SOSPOL DATI II Nganjuk Laporan tentang Penemuan mayat atas nama Saudari Marsinah. 1 Juli 1993. Hasil Pengembangan Penyelidikan di Lingkungan Perusahaan Sehubungan dengan Kasus Kematian Marsinah. POLRES Sidoarjo.
516