PERIODISASI PERLUASAN WILAYAH KERAJAAN ISLAM DI JAWA DALAM PETA TEMATIK Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh: IPAN SUNARYA NIM. 1110015000019
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
LEMBAR PENGESAHAN PERIOI}ISASI PERLUASAN WILAYAE KERAJAAN ISLI\TT DI JAWA
DALAM PETA TTMATIK
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegr.rnran unttrk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Pembimbingl
Pembimbing
II
Dr.Iwan Purwanto. M.Pd NIP. 1 9730 42420080t1012
PEIYDIDIKAI\I ILMU PENGETAHUAT{
SOSIAL
:
X'AKT'LTAS ILMU TARBIYAII DAI\I KEGURUAIY T'NNTERSITAS ISLAIVI I\EGERI SYARIF
JAKAR'TA 2015
IIIDAYATT]LLNI
LENTBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul: Periodisasi Perluasan Wilayah Kerajaan Islarn di Jarva dalarn Peta Ter-r-ratik. disusun oleh Ipan Sunarya,
NIM: 1l10015000019 diajukan
kepada Fakultas IImu Tarbiy,ah
dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidavatullah Jakarla, telah clinl,atakan lulus dalan-i Ujian Nlunaqasah pada tanggal 17 Maret 201-;
di
hadapan cleu,an pengr-rji. Karena
itu.
penu)is
berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalarn bidar-rg Pendiclikair Ih.nu Pengetahuan Sosial.
Jakarta. 17 Maret 2015 Panitia Ujian Munaqasah Ketua Sidang (Ketua Jurusan Pendidikan IPS)
Tanggal
Dr. Iwan Punvanto. M. Pd NiP. 1 9t 3042420080 1 1 01 2 Sekretaris Sidang
Drs. Syaripulloh. M. Si NrP. 1 9670909200701 1033 Penguji I Dr. Nluhamad Arif, M.Pd NrP. 1 97006061997 021 002 Penguji II Drs. Syaripulloh. M. Si NIP. 1 967 0909200701 l 033 _.Mengetahui
Dekan F
I{IP.
Ilrnu Tarbiyah dan Keguruan
195
Tanda Tangan
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini:
: : : : :
Nama
NIM Jurusan
Angkatan Tahun
Alarnat
Ipan Sunarya 11
1001500001.9
Pendidikan IPS 2010
Kp. Kalibata RT 001/008, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa. Jakarla Selatan 12640
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA Bahwa skripsi yang berjudul Periodisasi Perluasan Wilayah Kerajaan Islam Di Jawa dalam Peta Tematik adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama Pembimbing I
NIP Nama Pembimbing
II
: : :
Dr. Iwan Purwanto, M.Pd
:
Pendidikan IPS
19730424200801 1 012 Sodikin, M.Si
NIP Jurusan/Program Studi
Demikian surat pemyataan
ini
saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi saya bukan hasil karya sendiri. Jakarta,25 Februai 2015
Ipan Sunarya 1110015000019
ABSTRAK Ipan Sunarya. NIM: 1110015000019 ”Periodisasi Perluasan Wilayah Kerajaan Islam Di Jawa dalam Peta Tematik”. SKRIPSI. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara historis mengenai periodisasi perluasan wilayah kerajaan Islam di pulau Jawa dimulai dari periode kerajaan Demak, Pajang sampai kerajaan Mataram Islam. Hasil dari perluasan wilayah tersebut kemudian dianalisis berdasarkan kajian pustaka mengenai wilayah kekuasaan pada setiap periode kerajaan dengan Sistem Informasi Geografi yang menghasilkan peta tematik. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang sedang diteliti. Dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis dari buku, baik primer maupun sekunder yang tentunya berkaitan dengan judul skiripsi yang dibuat. Hasil dari penelitian ini bahwa ada lima periode kerajaan Islam besar yang pernah berkuasa di tanah Jawa. Kerajaan tersebut antara lain: kerajaan Demak, Cirebon, Banten, Pajang dan Mataram Islam. Bahkan wilayah kekuasaaanya sampai ke luar pulau Jawa. Periodisasi perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa tergambar dalam suatu hasil berupa peta tematik yang menggambarkan perluasan wilayah pada setiap periodenya. Namun dari setiap periode kerajaan tersebut pernah mengalami pasang-surut akibat konflik dan pemberontakan yang berdampak pada kemunduran dalam perluasan wilayah, bahkan berujung pada keruntuhan. Kata kunci: Periodisasi, Perluasan Wilayah, Kerajaan Islam di Jawa, dan Peta Tematik.
i
ABSTRACT Ipan Sunarya. NIM: 1110015000019 “Expansion Periodization Territory Islamic Kingdom in Java in Thematic Maps”. THESIS. Jakarta: Jakarta: Social Science Education Faculty of Tarbiyah and Teaching Science State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. This research aims to determine the historically about periodization expansionist Islamic kingdom in Java beginning of the period of the kingdom of Demak, Pajang until the Islamic Mataram kingdom. The results of the extension area is then analyzed based on literature review regarding the territory in each period kingdom with Geographic Information System which produce thematic maps. This research uses literature study method, which is collaborating related information based on the topic. The book used are primary and secondary sources from the topic of the research. The results of the library research that there are five major periods of the Islamic empire that once ruled the land of Java. The kingdom is the kingdom of Demak, Cirebon, Banten, Pajang and Islamic Mataram. Even his territory to the outer island of Java. Periodization expansionist Islamic kingdom in Java reflected in an outcome in the form of thematic maps that describe the expansion of the area in each period. But form every period of the kingdom ever experienced ups and downs as a result of conflict and rebellion that impact the regression in the expansion of the area even lead to collapse. Keyword: Periodization, Expansion Areas, Islamic Java Kingdom, and the Thematic Map.
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Periodisasi Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa dalam Peta Tematik” ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan atas baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan cahaya dalam hidup penulis berupa cahaya Islam. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun waktu, tenaga dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, penghargaan, dukungan dan cinta. Untuk itu penulis sangat berterimakasih kepada: 1.
Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya yang menjadikan penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
3.
Ketua Jurusan Pendidikan IPS, Dr. Iwan Purwanto, M.Pd sekaligus sebagai Pembimbing Akademik dan dosen pembimbing yang telah tulus ikhlas memberikan bimbingan, bantuan serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
4.
Bapak Sodikin, M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan banyak ilmunya dalam pembuatan peta yang baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu kartografi.
5.
Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan pengarahan dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
iii
6.
Seluruh staf karyawan perpustakaan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis ucapkan terimakasih atas pelayanan saat penulis mencari data-data.
7.
Kedua orangtua yang sangat penulis cintai, Bapak Liman Manoto dan Ibu Imas Masriah yang senantiasa tidak henti-hentinya memberikan doa, motivasi dan dukungan baik moril dan materi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.
8.
Kepada Keluarga tercinta. Kakak-kakakku Riyanto, Nurhidayat, dan Pian Apriansyah, serta adikku Rismala Putri Handayani. Terimakasih atas dukungan dan motivasi yang telah kalian berikan kepada penulis.
9.
Teman-teman seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2010. Teman sepersaudaraan ATK Fams: Arib Jaudi, Aldian Kurnia Putra, Ardi Wahyudi, Arif Putranto, Ardi Muhamad Arsyad, Afin Rizal Fahlevi, Aidil Jufrie, Bani Rochman, Choerul Imam, M. Faisal Ramdan, Farid Iqbal, Febrianto, Lukmanul Hakim, Reza, Teguh Praitno, Ibnu Mustaqim, dan Udin. Terimakasih atas bantuan kalian, sangat berharga bisa berada diantara kalian.
10. Teman-teman remaja Karang Taruna RT 001/08 Srengseng Sawah, dan teman-teman yang tergabung dalam Futsal Batoe 54. 11. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas doa dan bantuannya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi semua pihak yang membacanya. Jakarta, 25 Februari 2015
Ipan Sunarya
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ABSTRAK .......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ......................................................................................
iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………...
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .........................................................................
5
C. Pembatasan Masalah ........................................................................
6
D. Rumusan Masalah ............................................................................
6
E. Tujuan Penelitian .............................................................................
6
F. Manfaat Penelitian ...........................................................................
6
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Acuan Teori ……………………………………………………..
8
B. Penelitian Relevan ………………………………………………..
22
C. Kerangka Berfikir …………………………………………………
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ..…………………………………….
26
B. Metode Penelitian …………………………………………………
27
C. Fokus Penelitian …………..………………………………………
29
D. Objek Penelitian ………….……………………………………….. 29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Periode Kerajaan Demak ……….………….................................
31
B. Periode Kerajaan Cirebon …………………...…………………….
38
C. Periode Kerajaan Banten …………………………….……………
44
D. Periode Kerajaan Pajang ………………………………….……….
52
E. Periode Kerajaan Mataram Islam …………………………..……..
56
v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………………….....
69
B. Saran ………………………………………………………………
69
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
70
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Demak ……….………………………………………………..….. 38 Gambar 4.2 Peta Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Cirebon ..…...….….……………………………………. 43 Gambar 4.3 Peta Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Banten …….....…………………………………………. 51 Gambar 4.4 Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa, Periode Kerajaan Pajang ………………………………………………………..…… 56 Gambar 4.5 Peta Perluasan Wilayah Kekuasaan Kerajaan Islam Di Jawa, Periode Kerajaan Mataram Islam ……………………..…………………... 67
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika kita membahas tentang sejarah, tentunya tidak terlepas pada tiga aspek yang ada pada sejarah tersebut. Aspek yang menjadi pembahasan itu tentunya manusia itu sendiri yang dapat berperan menjadi objek sejarah maupun subjek sejarah itu sendiri, lalu kapan peristiwa sejarah itu terjadi, dan terakhir adalah masalah tempat kejadian sejarah tersebut. Misalnya saja ketika kita membahas tentang sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia kita akan membahas orang-rang yang terlibat dalam proklamasi Indonesia, kemudian kapan waktu terjadinya proklamasi Indonesia, dan dimana tempat berlangsungnya proklamasi Indonesia. Contoh lain, mengenai keadatangan Islam di nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang panjang di antara ahli sejarah, mengenai tiga masalah pokok, yakni tempat kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.1 Setiap kajian sejarah didahului
dengan suatu pengantar, terutama
untuk studi wilayah. Dalam pengantar harus diberikan alasan pembenar mengapa wilayah itu perlu diberikan, periodisasi, satuan-satuan kajian, kekuatan sejarah yang menggerakkan, arus utama kontemporer. Kajian ini memang mementingkan aspek waktu, dengan maksud supaya membiasakan diri berpikir secara diakronis.2 Yang dimaksud diakronis disini adalah yang berkaitan dengan penggunaan tata bahasa dengan melihat perkembangan sepanjang waktu yang berifat historis. Runutan waktu sejarah membawa kepada pemahaman cerita sejarah. Akan tetapi, terkadang masyarakat ataupun pelajar bingung dalam memahami alur cerita sejarah. Ditambah lagi pelajaran Sejarah untuk sebagian pelajar dapat dikatakan sebagai salah satu pelajaran
1
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pusaka Setia, 2008), Cet. X, hlm
188. 2
Kuntowijiyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), Cet. I, h. 77.
1
2
yang membosankan yang bersifat hafalan. Pemahaman dalam periodisasi sejarah sangat membantu masyarakat terutama pelajar dalam memahami peristiwa sejarah itu sendiri. Dengan pembagian urutan sejarah yang tepat akan berdampak kepada pembaca tergiring ke alur cerita sejarah tersebut. Terkait dengan aspek wilayah pada peristiwa sejarah, ilmu Geografi juga berperan masuk didalam sejarah tersebut. Misalnya saja pulau Jawa merupakan salah satu dari dari lima pulau besar yang ada di bumi nusantara (Indonesia). Secara geografis pulau Jawa dipandang sebagai suatu kesatuan. Konsep kesatuan tersebut diperkuat oleh proses sejarah, yang menempatkan pulau Jawa sebagai sentrum suatu jaringan lalu lintas transportasi maritim sejak masa prasejarah.3 Selain itu pulau Jawa dianugrahi banyak kekayaan alam dengan kondisi tanah yang baik untuk bercocok tanam. Hal ini dikarenakan di pulau Jawa banyak sekali gunung berapi aktif hingga sekarang ini. Sejak abad ke-5 Jawa sudah mengenal pemerintahan. Pemerintahan yang dipakai adalah kerajaan. Tercatat ada beberapa kerajaan yang pernah menjadi penguasa di bumi Jawa dari kerajaan Hindu-Budha di antaranya: Tarumanegara,
Syailendra,
Mataram
Hindu,
Singosari,
Padjadjaran,
Majapahit. Kemudian muncul berbagai kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, Mataram Islam, Cirebon, Banten, dan kerajaan-kerajaan kecil lainya. Khususnya untuk kerajaan Islam di pulau Jawa tidak terlepas dengan peran besar Wali Songo yang sangat berkontribusi besar diberbagai kerajaankerajaan Islam di pulau Jawa. Selain bagaimana peran walisongo dalam penyebarluasan ajaran Islam, akan tetapi bagaimana mereka berkontribusi dalam sistem pemerintahan kerajaan Islam yang pernah ada di pulau Jawa. Pada masa kerajaan Islam di pulau Jawa, peran walisongo bahkan sudah masuk ke ranah politik. Misalnya saja di Cirebon dan Banten, Sunan Gunung
3
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian I: Batas-batas Pembaratan. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005) h. 14.
3
Jati selain memainkan perannya sebagai juru dakwah penyebaran ajaran Islam di pulau Jawa, beliau juga sebagai pemimpin kerajaan Cirebon dan Banten. Pada zaman Rasulullah juga pernah terjadi perluasan wilayah ke luar Arab. yang merupakan kelanjutan dari firman Allah yang memerintahkan untuk berdakwah secara terang-terangan. Firman Allah tersebut yaitu:
Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orangorang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu),(QS. Hijr[15] : 94-95).4 Maksud dari ayat tersebut adalah Rasulullah SAW. Diperintahkan untuk menyebar luaskan Islam beserta ajarannya keberbagai wilayah guna menegakkan ketauhidan. Dengan meluaskan daerah kekuasaan, maka ajaran Islam akan selalu terjaga eksistensinya seiring dengan orang-orang nonmuslim yang ingin menjatuhkan Islam. Dengan itu merupakan tonggak awal Rasulullah SAW untuk meluaskan ajaran Islam dengan di awalinya Rasulullah untuk hijrah ke Madinah. Perluasan wilayah selanjutnya dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin sampai Islam menguasai seluruh daerah Jazirah Arab. Begitupun kerajaan-kerajaan Islam yang yang berada di pulau Jawa juga melakukan hal tersebut. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa tidak terlepas dari perluasan wilayah guna eksistensinnya terhadap kerajaan lainnya. Pada masa kerajaan Demak terjadi perluasan wilayah ketika di pimpin oleh sultan Trenggono. Wilayah-wilayah yang menjadi kekuasaannya hampir seluruh pulau Jawa seperti Sunda Kelapa, Madiun, Blora, Surabaya, Pasuruan,
4
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), h. 286.
4
Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri.5 Kemudian pada zaman kerajaan Mataram Islam pada saat masa kejayaan Sultan Agung yang sangat terkenal dengan keprajuritannya. Kerajaan Mataram berhasil melakukan perluasan wilayah dari rentang tahun 1615-1639. Wilayah-wilayah taklukannya antara lain Wirasaha, Lasem, Pasuruhan, Tuban, Madura, Surabaya, Giri Blambangan6. Serta berbagai kerajaan Islam lainnya juga melakukan ekspansi ke berbagai wilayah demi menguatkan eksistensi kerajaannya. Dalam proses perluasan wilayah dari kerajaan yang berlandaskan Islam tentunya tidak lepas dari penyebaran ajaran Islam itu pula. Wilayah yang akan dan telah menjadi taklukkannya akan dijadikan wilayah yang rakyatnya memeluk ajaran Islam. Pada setiap pemimpin mempunyai cara dan media dalam menyebarkan ajaran Islam di daerah yang akan dijadikan wilayah taklukkannya demi mempermudah dalam proses perluasan wilayah kerajaan dan perluasan ajaran Islam di tanah Jawa. Ketika kerajaan-kerajan Islam di Jawa melakukan perluasan wilayah ke berbagai daerah berjalan dinamis. Sebagaimana roda berputar, perluasan wilayah mengalami pasang-surut. Pada setiap perluasan wilayah kekuasaan Islam di Jawa memerlukan penggambaran mengenai perluasan wilayahnya atau dalam hal ini adalah peta daerah kekuasaan kerajaan tersebut. Namun suatu sejarah kerajaan dalam bentuk tulisan ataupun buku hanya menampilkan gambar (peta) yang masih minim informasi yang menceritakan penggambaran perluasan wilayah yang dikaji dalam ilmu Geografi menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Padahal data-data mengenai kewilayahan dalam Geografi menjadi data-data spasial yang berkaitan dengan menentukan posisi atau lokasi suatu wilayah.7 Sebuah peta sejarah yang dibuat menggunakan SIG akan mampu menjelaskan lokasi, persebaran,
5
Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h.62 6 M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, (Yogyakarta: Karunia Kalam Sejahtera, 1995), h. 26 7 Hadwi Soedjojo dan Akhmad Riqqi, Kartografi, (Bandung: ITB, 2012), h. 19
5
pergerakan, keluasan, bata-batas, dan hubungan dari unsur-unsur tersebut serta perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu.8 Ketika telah terjadi perluasan wilayah pada zaman Kerajaan Islam di pulau Jawa sebuah peta sangat diperlukan guna sebagai bukti masa puncak kejayaan dan bukti bahwa kerajaan Islam telah ada selain bukti-bukti peninggalan sejarah seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gersik Jawa Timur, menara Kudus, masjid Demak dan masjid Agung Kesepuhan di Cirebon dan lain-lain.9 Sebuah peta dapat memberikan informasi tentang cangkupan wilayah-wilayah yang pernah menjadi wilayah kekuasaan dari kerajaan yang pernah ada di pulau Jawa. Selain itu, peta juga dapat menarik pembaca, dikarenakan peta dapat menyajikan informasi secara ringkas dari sebuah runutan sejarah kerajaan Islam hanya dengan beberapa peta saja. Disisi lain peta sejarah dapat menjadi media visual dalam proses pembelajaran. Sudah banyak penelitian tentang tindakan kelas yang membuktikan bahwa media visual dapat menarik minat dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun peta sejarah yang berkaitan tentang periodisasi perluasan wilayah kerajaan Islam di pulau Jawa masih sangat minim data dan informasi terutama yang sesuai dengan kajian kewilayahan Geografi. Atas dasar inilah peneliti
tertarik
dilakukannya
penelitian
tentang:
“PERIODISASI
PERLUASAN WILAYAH KERAJAAN ISLAM DI JAWA DALAM PETA TEMATIK.” B. Identifikasi Masalah Bedasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut : 1. Masih sulitnya dalam memahami kronologi sejarah kerajaan secara umum.
8
Gatot Ghautama, dkk, Pedoman Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Sejarah, (Jakarta: Departtemen Kebudayaan dan Priwisata, 2006), h. 1. 9 Marwati Djoenoed Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan–Kerajaan Islam di Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), Cet. II, h.51- 61.
6
2. Kontribusi Wali Songo dalam pemerintahan di kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa. 3. Media yang digunakan dalam proses penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa guna penyokong perluasan wilayah dari kerajaan Islam. 4. Masih kurangnya suatu kajian peristiwa sejarah kerajaan yang berkaitan dengan kewilayahan yang dikaji dalam ilmu geografi. 5. Masih kurangnya peta tematik sejarah yang dikaji dalam ilmu geografi yang berkaitan tentang sejarah perluasan wilayah kerajaan Islam di Pulau Jawa. C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas diperoleh gambaran permasalah yang begitu luas. Namun penulis menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus. Selanjutnya masalah yang menjadi obyek penelitian dibatasi pada studi literatur tentang kajian sejarah kerajaan
Islam di pulau Jawa. Hal yang dikaji dalam studi literatur tentang kerajaan Islam di pulau Jawa yaitu periodisasi dari kerajaan Islam di pulau Jawa dan perluasan wilayah kerajaan Islam di pulau Jawa pada setiap periode berserta media/sarana yang digunakan oleh berbagai kerajaan Islam di Jawa dalam perluasan wilayahnya. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi tersebut, rumusan masalahnya sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah periodisasi perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa?
2.
Bagaimana pemetaan perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa dalam peta tematik?
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
7
1.
Untuk mengetahui bagaimana perluasan wilayah dari kerajaan-kerajaan Islam di Jawa pada setiap periodenya.
2.
Untuk mengetahui bagaimana pemetaan perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa dalam peta tematik.
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Bagi peneliti, memberikan wawasan tentang periodisasi kerajaan Islam di pulau Jawa dan peluasan wilayahnya dalam peta tematik. b. Bagi pembaca secara umum, penelitian ini memberikan informasi tentang periodisasi kerajaan Islam di pulau Jawa dan peluasan wilayahnya dalam peta tematik dan memberikan sumbangan berupa peta tematik. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru, akan menambah wawasan dan dapat menjadi media belajar dalam kegiatan belajar mengajar. Peta sangat berperan sebagai alat peraga dalam kegiatan mengajar di kelas, terutama untuk topik pelajaran yang berkaitan dengan wilayah, areal atau ruang (spasial) tertentu. b. Bagi pelajar dan mahasiswa, akan mempermudah dalam memahami dan mempelajari mata pelajaran Sejarah dan Geografi karena penelitian ini merupakan kajian sejarah yang berkaitan dengan geografi dalam hal lebih spesifik pada materi peta.
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Acuan Teori 1. Periodisasi a.
Pengertian Periodisasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Periodisasi
adalah “pembagian menurut zamannya; penzamanan; pembabakan.”1 Periodisasi atau sebutan lainnya pembabakan waktu adalah salah satu proses strukturisasi waktu dalam sejarah dengan pembagian atas beberapa babak, zaman atau periode. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang begitu banyak dibagi-bagi dan dikelompokkan menurut sifat, unit, atau bentuk sehingga membentuk satu kesatuan waktu tertentu. Pembagian babakan waktu merupakan bagian dari inti cerita sejarah. Pembabakan atau periodisasi waktu adalah pembagian atas dasar pengelompokan, babakan zaman dan waktu tertentu di dalam cerita sejarah.2 Adapun tujuan dari periodisasi dalam suatu peristiwa sejarah antara lain: 1) Memudahkan pengertian peristiwa sejarah 2) Melakukan penyederhanaan 3) Mengetahui peristiwa sejarah secara kronologis 4) Untuk memenuhi persyaratan sistematika ilmu pengetahuan 5) Memudahkan klasifikasi dalam ilmu sejarah.3 Terdapat beberapa faktor yang menjadi keriteria dalam menyusun konsep babakan waktu atau periodisasi, antara lain: 1) Babakan waktu berdasarkan satuan waktu kronologis, artinya dalam penyusunan babakan waktu atau periodisasi berdasarkan
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1162. 2 Rustam E. Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEK (Cet. I, Jakarta, PT. RinekaCipta : 2002), h. 21 3 Ibid., h. 22-23
8
9
secara kronologis. 2) Babakan waktu berdasarkan pergantian generasi, artinya dalam penyusunan babakan waktu atau periodisasi berdasarkan pada pergantian dari generasi ke generasi selanjutnya. 3) Babakan waktu berdasarkan Dinasti (Wangsa), yaitu dalam penyusunan babakan waktu atau periodisasi berdasarkan pada waktu Dinasti tersebut berkuasa. 4) Babakan
waktu
berdasarkan
perjuangan,
yaitu
dalam
penyusunan babakan waktu atau periodisasi berdasarkan pada hasil perjuangan manusia. 5) Babakan waktu berdasarkan evolusionisme, yaitu dalam penyusunan babakan waktu atau periodisasi berdasarkan pada perubahan hidup manusia. 6) Babakan waktu berdasarkan proses integrasi, yaitu babakan waktu atau periodisasi berdasarkan kepada pembauran hingga menjadi satu-kesatuan.4 Periodisasi sejarah dapat menjadikan keteraturan dalam meyajikan peristiwa sejarah. Dalam sejarah terdapat keteraturan karena sejarah tidak disusun secara acak dan juga terulang sebagaimana diungkapkan oleh Suhartono “L’historie se reperese bahwa sejarah tersebut selalu berulangulang polanya dalam waktu yang berbeda-beda.”5 Periodisasi merupakan proses pembagian berdasarkan periode waktu tertentu yang membentuk pola agar lebih memudahkan dalam pemahaman suatu peristiwa sejarah. Selain itu dengan periodisasi atau pembabakan waktu yang disusun secara periode dapat terlihat urutan sejarah yang tersusun periodik. b.
Konsep Susunan Periodisasi Sejarah Indonesia Menurut Para Tokoh 1) Prof. Dr. Soekanto
4
Ibid., h. 23-26 Isa Ansari, “Kekuasaan Jawa Dalam Struktur Kerajaan Islam dan Pewayangan: Sebuah Analisis Strukturlarisme Levi-Stauss”, Jurnal Penelitian Seni Budaya, Vol. 2, 2010, h.47. 5
10
Prof
Soekanto
mempunyai
konsep
periodisasi
sejarah
Indonesia dengan susunan periodisasi sebagai berikut: a) Masa pangkal sejarah (dari rentang waktu tahun sebelum masehi sampai 0 tahun masehi) b) Masa Kutai-Kertanegara (dari rentang waktu 0 masehi sampai 600 M) c) Masa Sriwijaya-Medang-Singosari (dari rentang waktu 600 M sampai 1300 M) d) Masa Majapahit e) Masa Kerajaan Islam f)
Masa Aceh, Mataram, Makasar
g) Masa pemerintahan asing, pada zaman ini terbagi kedalam lima rentang periode, antara lain:
Zaman Kompeni (1800 M-1808 M)
Zaman Deandles (1808 M-1811 M)
Zaman British Government (1811 M-1816 M)
Zaman Nederlands-India (1816 M- 1942 M)
Zaman Nippon (1942 M-1945 M)
h) Masa Republik Indonesia (1945 M- sekarang)6 2) Konsep periodisasi Indonesia menurut Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo sebagai berikut : a) Prasejarah b) Zaman Kuno
Masa kerajaan tertua
Masa Sriwijaya (dari abad VII-XIII atau XIV)
Masa Majapahit (dari abad XIV sampai XV)
c) Zaman Baru
6
M. Dien Madjid dan N. Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 54-55.
11
Masa Aceh dan Mataram, Makasar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI)
Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX)
Masa Pergerakan Nasional (abad XX)
d) Masa Republik Indonesia7 Dalam konsep periodisasi sejarah yang ditulis di atas menurut tokoh adalah konsep yang dikemukakan berdasarkan pandangan masingmasih tokoh peneliti sejarah. Walaupun dari sudut pandang subjektif pada masing-masing tokoh, namun tetap mengikuti kaedah dan dasardasar dari konsep periodisasi yang ada. 2. Perluasan Wilayah Perluasan tidak terlepas dari kaitannya dengan wilayah atau tempat yang diluaskan. Karena kata “perluasan” merupakan suatu usaha memperluas wilayah kekuasan. Hal ini didasarkan pendapat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang mengartikan perluasan yaitu: a. Perihal meluaskan atau memperluas, kota; daerah kekuasaan b. Penambahan; aktiva tetap kepada yang sudah dimiliki oleh perusahaan.8 Dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah “ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.”9 Sedangkan menurut Rustiadi, dkk (2006), “wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik
7
Ibid., h. 55. Sobri, “Sri Kertanagara Dalam Usaha Mewujudkan Wawasan Dwipantara Tahun 12751292”, Skripsi pada Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Bandar Lampung, Lampung, 2013, h. 11, tidak dipublikasikan. 9 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat 17 8
12
dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis.”10 Wilayah menjadi kajian geografi yang mendeskripsikan tempat dan mempunyai batasan-batasan yang jelas walaupun tidak secara fisik serta wilayah mempunyai sifat dinamis. Dinamis disini bisa jadi karena adanya interaksi alam dan manusia (antar) yang menyebabkan perubahan suatu wilayah ataupun luasan wilayah. Konsep wilayah klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi dkk., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: a) wilayah homogeny (uniform/homogenous region); b) wilayah nodal (nodal region); dan c) wilayah perencanaan (planning region atau programming region).11 Seperti dibahas di atas bahwa perluasan berkaitan dengan wilayah. Istilah lain dari perluasan wilayah yaitu ekspansi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “ekspansi adalah perluasan wilayah suatu negara dengan menduduki (sebagian atau seluruhnya) wilayah negara lain; perluasan daerah.”12 Jadi, perluasan wilayah atau ekspansi berarti melakukan kegiatan memperluas daerah atau suatu wilayah baik yang dilakukan manusia secara individu ataupun kelompok dengan mengambil atau mencaplok wilayah lain. 3. Kerajaan Islam di Jawa a.
Kerajaan Islam Kerajaan adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang
raja biasanya berdasarkan garis keturunan. Istilah untuk pemerintahan yang beberntuk kerajaan disebur dengan monarki. Sistem kerajaan yang ada di dunia antara lain:
10
Sulistiono, “Model Pengembangan Wilayah Dengan Pendekatan Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banyumas ),” Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor, Bogor 2008, h. 14, tidak dipublikasikan. 11 Ibid. 12 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit.,
13
1) Sistem Pemerintahan Monarki Absolut Sistem pemerintahan monarki absolute merupakan monarki yang bersifat
autokrat, raja berkuasa dengan kekuatan
sepenuhnya terhadap negara dan pemerintahan. 2) Sistem Pemerintahan Monarki Konstitusional Monarki jenis ini merupakan sistem yang mengijinkan adanya perdana menteri dalam suatu negara. Pada pemerintahan ini, Raja berperan sebagai kepala Negara. Kemudian Perdana Menteri bersama dengan legislatif yang ada seperti parlemen mengurus negara atau sebagai kepala pemerintahan.13 3) Sistem Pemerintahan Monarki Hereditary Monarki keturunan merupakan jenis monarki yang dimana raja atau pemegang kekuasaan tertinggi dialihkan berdasarkan aliran keturunan atau sering disebut sebagai aliran darah. 4) Sistem Pemerintahan Monarki Pemilihan/Demokrasi Sistem ini merupakan monarki yang paling jarang ada di muka Bumi. Monarki pemilihan dulunya terjadi pada Kerajaan Romawi, Pada Polish-Lithuanian Commonwealth.14 Sedangkan Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Yang ajarannya bersifat fleksibel dan universal (rahmatan lil alamin).15 Secara etimologi kata Islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT dan dalam pengertian syara Islam diartikan dengan tunduk dan patuh kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.16 Abdul al-Haqq berkata, “kata Islam itu mempunyai implikasi penyerahan diri sepenuhnya terhadap kehendak Allah SWT.”17
13
Apa Pengertian Para Ahli, Sistem Pemerintahan Monarki dan Bentuk Pemerintahan Monarki, (http://www.apapengertianahli.com/2014/09/sistem-pemerintahan-monarki-dan-bentukpemerintahan-monarki.html), diakses pada 30 Maret 2015 14 Ibid. 15 Dewi Astuti, Kamus Populer Istilah Islam, (Kalil: Jakarta, 2014), h. 158. 16 Abdul Fatah, dkk., Ensiklopedi Islam, (Departemen Agama: Jakarta, 1993), h. 477. 17 Ibid.
14
Menurut Yusuf Qardawi agama Islam mempunyai beberapa ciri khusus antara lain: 1) Rabaniyyah, yaitu agama yang tujuan akhirnya berhubungan baik dengan Allah. Tujuan dan mengharapkan ridho-Nya. 2) Insaniyyah, yaitu agama yang sesuai dengan jiwa manusia. Semua perintah dan manfaatnya untuk dirinya sendiri. 3) Syumuliyyah, yaitu agama yang berlaku secara universal. Artinya agama yang berlaku bagi semua zaman, semua kehidupan dan semua tempat. 4) Wasatiyyah, yaitu agama yang mengajarkan pada pemelukknya agar tidak condong pada kehidupan materi saja akan tetapi dapat memperhatikan keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat.18 Dengan kata lain Islam sebagai agama yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia dengan ajarannya yang berlaku universal, selain itu Islam sebagai penyelaras antara kehidupan dunia dan akhirat dengan tujuan akhir mengaharapkan keridhoan Allah SWT sebagai pencipta. Dalam kerajaan Islam yang pernah ada, muncul berbagai pemimpin yang amanah dikarenakan para ulama berperan dalam kelangsungan kerajaan pada setiap periodenya. Tuntunan dan tuntutan agar pemerintahan yang baik terdapat di dalam Al-Quran. Allah berfirman dalam surat AnNisa ayat 58 sebagai berkut:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
18
Rifni Nurdien, Makalah Konsep Islam, (www.kompas.com), diakses pada 19 Maret 2015.
15
adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S.An-Nisa [4]: 58).19 Tuntutan membentuk kerajaan yang adil yang mengikut landasan al-Quran dan Sunnah adalah tuntutan yang wajib. Disinilah pemimpin Negara (kerajaan) dan sekaligus pemimpin agama memainkan perannya dalam menjalakan isi ayat dari surat An-Nisa ayat 58. Kerajaan yang berlandaskan ajaran Islam berperan dengan pemimpin yang menjalankan syariat Islam agar menjadi pemerintahan yang adil. Maka terbentuklah kerajaan Islam dengan konstitusi dasarnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Jadi, kerajaan Islam adalah bentuk pemerintahan berdasarkan asas dan hukum Islam yang dipimpin oleh seorang raja sebagai penguasa tertinggi bukan hanya sebagai pemimpin dalam aspek pemerintahan, namun ia juga sebagai pemimpin agama dan menjalankan segala macam jenis roda pemerintahan berdasarkan syariat Islam. b.
Jawa Jawa adalah pulau salah satu pulau utama di Indonesia yang
berpenduduk paling padat dan menjadi pusat politik dan ekonomi Nusantara sejak abad ke-13.20 Dengan penduduk lebih dari 136 juta,21 pulau ini berpenduduk terbanyak di dunia dan merupakan salah satu tempat terpadat di dunia. Meskipun hanya menempati urutan terluas ke-5, Pulau Jawa dihuni oleh 54,7 persen penduduk Indonesia.22 Melihat dari segi sejarah mengenai penghuni dan nama dari pulau Jawa seperti yang diceritakan dari sumber surat kuno yang tidak beredar, yaitu Serat Asal Keraton Malang yang berasal dari daerah Turki, tetapi ada
19
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), h. 88. 20 Robet Cribb dan Audrey Kahin, Kamus Sejarah Indonesia, (Komunitas Bambu: Jakarta, 2012), h. 204. 21 Badan Pusat Statistik, Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010, (http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267), diakses pada 18 Maret 2015. 22 Armada Alisjahbana, Sebanyak 54,7 Persen Penduduk Terpusat di Jawa, 2014, (www.tempo.com).
16
yang menyebut dari daerah Dekhan (India). Pada tahun 350 SM, Raja Rum pemimpin dari wilayah tersebut mengirim perpindahan penduduk sebanyak 20.000 laki-laki dan 20.000 perempuan yang dipimpin oleh Aji Keler. Jawa yang saat itu bernama Nusa Kendang ditemukan sebagai pulau yang ditutupi hutan dan dihuni tanaman yang dinamakan Jawi. Karena seluruh daratan pulau ini dipenuhi tanaman tersebut, maka ia memberi pulau ini dengan nama “Jawi”.23 Banyak sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Dahulu, Jawa adalah pusat beberapa kerajaan Hindu-Buddha, kerajaan Islam, pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, serta pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pulau ini berdampak besar terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia. 4. Peta Tematik Secara umum peta merupakan gambaran konvensional dari sebagian permukaan bumi (fenomena geografikal) yang diperkecil seperti kenampakannya jika dilihat dari atas dengan tambahan tulisan-tulisan sebagai tanda pengenal.24 Menurut ICA (International Cartography Association), “Peta adalah gambaran konvensional yang dibuat dengan menggambarkan elemen-elemen yang ada dipermukaan bumi dan gejala yang ada hubungannya dengan elemen-elemen tersebut.”25 Peta mengandung arti komunikasi, maksudnya suatu proses memindahkan buah pikiran, pengetahuan, (knowlage) atau informasi dari seseorang kepada orang lain.26 Jadi, dalam suatu saluran antara pengirim pesan yaitu orang yang membuat peta (kartografer) dengan penerima pesan (pembaca peta). Dengan demikian peta digunakan untuk mengirim pesan yang berupa informasi tentang realita yang berwujud berupa gambar. Agar pesan (gambar) tersebut dapat dimengerti maka harus ada 23
Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), Cet. I, h. 38-39. 24 Suhardjo, Kartografi Dasar (Jakarta: Unversitas Negeri Jakarta, 2007), h. 4. 25 K. Endro Saryono dan Muhammad Nursaban, Kartografi Dasar, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), h. 2. 26 Hadwi Soedjojo dan Akhmad Riqqi, Kartografi, (Bandung: ITB, 2012), h. 34.
17
bahasan yang sama antara pembuat peta dan pembaca peta. Kartografer disini harus memahami apa yang hendak disampaikan pembuat peta kepada pembaca peta dengan menerjemahkannya dalam bahasa simbol agar pembaca dapat mengerti. Dalam dunia pendidikan peta sangat bermanfaat sebagai media pembelajaran. Dikutip dari hasil jurnal penelitian Nina Sundari dari UPI tentang penelitian tindakan kelas mendapatkan hasil temuan: Pemanfaatan media peta dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial, sangat efektif diterapkan di sekolah dasar. Pembelajaran lebih bermakna, karena siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Media peta sebagai alat pembelajaran yang dapat membatu guru dan siswa memudahkan pembelajaran yang abstrak menjadi konkret.27 Dari hasil tersebut dapat kita sadari pemanfaatan peta bukan hanya untuk kalangan umum dan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia kartografi, dari sekolah dasar pun peta dapat digunakan sebagai media pembelajaran sudah sangat dibutuhkan guna menunjang pembelajaran yang berkaitan dengan ilmu bumi. a.
Pembagian peta 1) Peta yang berdasarkan sumber datanya antara lain: a) Peta induk, yaitu peta yang dihasilkan dari survei langsung ke lapangan dan dilakukan secara sistematis. Peta induk dapat digunakan sebagai peta dasar untuk pemetaan topografi. b) Peta turunan, yaitu peta yang dibuat berdasarkan acuan yang sudah ada. Jadi, tidak diperlukan survey lapangan.28 2) Peta berdasarkan skalanya peta dibagi menjadi empat jenis, yaitu: a) Peta Kadaster/Peta Teknik yaitu peta dengan skala 1 : 100 sampai dengan 1 : 5000
27
Nina Sundari, “Pemanfaatan Media Peta dalam Upaya Meningkatkan Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Dasar, Nomor 10, 2008, h. 3. 28 Suhardjo, op. cit., h. 8.
18
b) Peta Berskala Besar yaitu peta dengan skala 1 : 5000 sampai dengan 1 : 250.000 c) Peta Berskala Sedang yaitu peta dengan skala 1 : 250.000 sampai dengan 1 : 500.000 d) Peta Berskala Kecil yaitu peta dengan skala 1 : 500.000 sampai dengan lebih kecil.29 3) Peta berdasarkan dengan data yang disajikan a) Peta Rupabumi Peta rupabumi atau dahulu disebut peta topografi, yaitu peta yang menggambarkan bentang alam secara umum di permukaan bumi, dengan menggunakan skala tertentu. Peta-peta yang bersifat umum masuk dalam kelompok ini seperti peta dunia, atlas, dan peta geografi lainnya yang berisi informasi umum.30 b) Peta Tematik Peta tematik adalah peta yang memuat tema-tema khusus untuk kepentingan tertentu, yang bermanfaat dalam penelitian, ilmu pengetahuan, perencanaan, pariwisata, peta kemampuan lahan, peta kesesuaian lahan, peta daerah rawan longsor, dan sebagainya.31 4) Peta Berdasarkan Objeknya a) Peta Stasioner, yaitu menggambarkan keadaan permukaan bumi yang datanya bersifat tetap. b) Peta Dinamis, yaitu peta yang menggambarkan keadaan permukaan bumi yang datanya selalu berubah (dinamis). Peta sejarah dapat termasuk kedalam peta dinamis
29 30
Sariyono, op. cit., h.7. Dedy Miswadi, Kartografi Tematik (Buku Ajar), (Lampung: Universitas Lampung, 2013),
h.23. 31
Ibid., h. 23-24.
19
dikarenakan baik ruang maupun waktu digambar, kita bias melihat pergerakan, proses, dan pembangunan.32 b.
Peta Tematik Peta tematik merupakan salah dari macam-macam jenis peta
beradasarkan jenis data yang disajikan, dan kartografi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara kita dalam membuat peta. Kemudian pada zaman sekarang ini pembuatan peta dapat diolah atau dibuat dengan aplikasi seperti ArcView 3.3 ataupun ArcGis 10.2. Dengan menggunakan aplikasi tersebut kita dapat membuat peta tematik secara digital. Peta tematik itu sendiri adalah suatu bentuk peta yang menyajikan unsur-unsur tertentu dari permukaan bumi sesuai dengan topik atau tema dari peta yang bersangkutan.33 Peta tematik juga bisa disebut dengan peta khusus karena peta tematik hanya menyajikan data-data informasi dari suatu tema/konsep tertentu saja baik itu berupa data kualitatif maupun data kuantitatif. Peta tematik tercermin pada simbol-simbol yang tergambar pada peta tersebut.34 Jadi, ketika kita ingin membuat peta tematik kita sesuaikan tema peta yang akan dibuat dengan simbol-simbol yang nanti akan disajikan dalam bentuk peta Karakteristik peta tematik tercermin dari simbol-simbol yang tergambar dari peta tersebut. Pada tema peta tematik, simbol-simbol digambar secara jelas dan menonjol agar tema peta dengan mudah dapat dibaca. Agar simbol dapat terlihat jelas dan menonjol kadang-kadang digambar lebih menonjol atau diberi warna-warni agar terlihat menarik. Pemberian nama pada peta tematik disesuaikan dengan simbol yang ditonjolkan pada peta. Peta tematik yang menonjolkan simbol-simbol iklim disebut peta iklim. Sedangkan peta tematik yang menonjolkan
32
Ferjan Ormeling, Kartografi Tematik: Aspek Sosial dan Ekonomi, Terj. Agus Dwi Martono, (Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 31. 33 Hadwi Soedjojo dan Akhmad Riqqi, Kartografi, (Bandung: ITB, 2012), h. 24. 34 Suhardjo, op. cit., h. 9.
20
penggambaran unsur penduduk disebut peta penduduk.35. Peta tematik memerlukan peta rupabumi sebagai peta dasar yang memuat detil-detil topografi seperti batas administrasi, jalan, sungai, dan informasi penting lainnya yang sesuai dengan tema peta yang dibuat. Namun kita dapat menghilangkan unsur-unsur tersebut dengan disesuaikannya pada tema yang kita inginkan dibuat peta. Untuk jenis peta tematik itu sendiri dapat dibagi menjadi dua dari segi cara pembuatannya, yaitu peta tematik manual dan peta tematik digital. 1) Peta Tematik Manual Peta Tematik Manual adalah peta yang dibuat dengan tangan langsung yang disalin dari peta dasar kemudian di tumpangsusun (overlay) menurut simbol-simbol yang akan ditonjolkan sesuai dengan tema yang diinginkan. Dengan kata lain peta tematik manual merupakan peta yang dibuat tanpa bantuan teknologi komputer, hasil tangan sendiri sama seperti halnya kita menggambar, akan tetapi tetap menggunakan teknik-teknik tertentuk yang sesuai dengan kaidah kartografi. 2) Peta Tematik Digital Peta tematik digital dibuat melalui Sistem Informasi Geografi (SIG). SIG merupakan salah satu produk ilmu komputer yang paling mutakhir saat ini. Pengertian tentang SIG sangat beragam. Hal ini sejalan dengan perkembangan SIG itu sendiri sejak pertama kali SIG dikembangkan oleh Tomlinson tahun 1967. Mural (1999) mengartikan SIG adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan
35
Ibid., h. 91.
21
penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.36 Contoh-contoh dari peta tematik antara lain: 1) Peta Penduduk Peta penduduk adalah peta yang didalamnya dijelaskan data tentang penduduk baik secara kualitatif seperti peta tentang kepadatan penduduk dan kuantitatif seperti peta persebaran penduduk.37 2) Peta Ekonomi Peta ekonomi adalah peta yang menggambarkan berbagai bentuk daya ekonomi yang meliputi: produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang suatu daerah. 3) Peta Iklim Peta iklim adalah peta yang menggambarkan keadaan iklim pada suatu daerah tertentu. Peta tematik tentang dilengkapi dengan
iklim ini bisaanya
grafik curah hujan, grafik temperatur udara
bulanan, dan grafik tekanan udara. 4) Peta Sejarah Peta sejarah adalah peta yang menggambarkan wilayah suatu negara pada waktu tertentu atau pada pemerintahan tertentu. Berdasarkan peta sejarah kita dapat mengetahui wilayah pada suatu negara pada priode tertentu sesuai dengan tema yang disajikan oleh pembuat peta tersebut. Peta sejarah dapat menyajikan sebagai dasar untuk penelitian sejarah dan dapat sebagai alat pengiriman pengetahuan tetang masa lampau.38 Kelebihan dari peta tematik terletak pada pembuatan peta tematik aturan-aturan baku seperti pada peta rupabumi tidak diterapkan. Peta tematik lebih bersifat sederhana dan simpel, dan faktor subjektivitas dari
36
Muhamad Jafar Elly, Sistem informasi Geografi : Menggunakan Aplikasi Arcview 3.2 dan ERMapper 6.4 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), Cet. I, h. 3. 37 Suhardjo, op. cit., h. 96. 38 Ormeling, loc. cit.
22
pembuat peta sangat menentukan. Ide desain dan faktor seni dari pembuat peta sangat mempengaruhi hasil peta tematik yang dibuat. Kerapihan, ketelitian, dan seni dari pembuat peta menentukan peta tematik yang dihasilkan.39 Disamping kelebihan terebut terkadang bisa jadi kekurangan jika informasi yang disampaikan atau yang terdapat dalam peta tematik tersebut membuat para pembaca kebingungan dengan informasi yang ada, terutama masyarakat awam. Dikarenakan judul atau simbol-simbol yang menjadi tema kurang dimengerti oleh pembaca. B. Penelitian yang Relevan 1.
Maulana Kastari, Kesultanan Islam Pajang; Studi Tentang Pekembangan Kesultanan Pajang Masa Sultan Hadiwijaya.40 Skripsi ini membahas tentang historis latar belakang berdirinya Kesultanan Islam Pajang serta perkembangannya, dan juga mengenai asal-usul Hadiwijaya atau Jaka Tingkir yang menjadi Sultan Pajang. Disamping itu juga, untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di wilayah pedaleman Jawa Tengah, setelah Sultan Hadiwijaya mengalihkan kekuasaanya dari Demak ke Pajang. Penulisan Skripsi ini, menggunakan penelitian studi kepustakaan, yaitu, dengan menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang penulis sedang teliti. Dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis dari buku, baik primer maupun sekunder yang tentunya, berkaitan dengan judul skiripsi yang penulis buat. Hasil dari penelitian studi pustaka tersebut, bahwa latar belakang berdirinya Kesultanan Islam Pajang dikarenakan adanya relasi politik, konflik, serta hak politik, yang menjadikan Pajang bermula hanya sebuah kadipaten
menjadi
sebuah
Kesultanan,
dan
mengalihkan
pusat
kekuasaannya dari Demak (pesisisr) ke Pajang (pedaleman), sehingga
39
Dedy Miswadi, Kartografi Tematik (Buku Ajar), (Lampung: Universitas Lampung, 2013), h.
30. 40
Maulana Kastari, “Kesultanan Islam Pajang; Studi Tentang Pekembangan Kesultanan Pajang Masa Sultan Hadiwijaya”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
23
mempengaruhi perkembangan Islam di pulau Jawa, khususnya di pedaleman. Peralihan itu juga, mempengaruhi terhadap keagamaan, kesenian, ekonomi serta politik pada masa itu. 2.
Eni Mufidatul Izza, Sejarah Keprajuritan Kesultanan Mataram.41 Skripsi ini membahas tentang sejarah keprajuritan pada masa Kesultanan Mataram. Dalam sejarah, tercatat bahwa Kesultanan Mataram diakui sebagai kerajaan Islam pertama yang berpusat di pedalaman. Meski sebenarnya Pajang telah memulainya terlebih dahulu. Penulisan Skripsi ini, menggunakan penelitian studi kepustakaan, yaitu, dengan menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang penulis sedang teliti. Dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis dari buku, baik primer maupun sekunder yang berkaitan dengan judul skiripsi yang penulis buat. Hasil dari penelitian studi pustaka tersebut, bahwa kehebatan dari prajurit
Mataram
berawal
dari
sistem
perekrutan
prajurit,
mengklasifikasikan prajurit, sistem logistik dalam peperangan, dan strategi yang baik dengan dipimping oleh pemimpin yang handal dalam strategi peperangan. 3.
Edi Iskandar, Sistem Informasi Geografi Untuk Pemetaan Daerah Rawan Gempa Tektonik dan Jalur Evakuasi Di Yogyakarta, STMIK El Rahma, 2012 http://balitbang.kominfo.go.id/balitbang/bppki-yogyakarta.42 Jenis jurnal penelitian yang dilakukan adalah merekayasa sistem informasi geografis diawali dari pengumpulan data yaitu mengumpulkan data daerah rawan gempa tektonik khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dibagi dalam tiga zona (zona merah, zona kuning dan zona hijau), data jalur evakuasi bagi korban gempa kemudian melakukan
41
Eni Mufidatul Izza, “Sejarah Keprajuritan Kesultanan Mataram”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. 42 Edi Iskandar, Sistem Informasi Geografi Untuk Pemetaan Daerah Rawan Gempa Tektonik dan Jalur Evakuasi Di Yogyakarta, Jurnal Penelitian IPTEK-KOM, Vol. 14, 2012.
24
digitasi peta ke dalam layer–layer yang dibutuhkan untuk pemetaan daerah rawan gempa dan jalur evakuasi bagi korban gempa. Tahap selanjutnya membuat perancangan sistem, meliputi rancangan data spasial dan non spasial, rancangan database dan sistem alur data, rancangan user interface dan rancangan pencarian rute terpendek, tahapan berikutnya melakukan penulisan program dimana hasil rancangan dituangkan ke dalam instruksi–instruksi yang dikenali oleh komputer melalui bahasa pemrograman dan terakhir adalah tahap pengujian. Hasil temuan:
Sistem Informasi Geografis Pemetaan Daerah Rawan Gempa Tektonik di Daerah Istimewa Yogyakarta serta jalur evakuasi korban gempa mampu menyajikan peta daerahrawan gempa (sesuai zona), jugamampu mengupadate status zona dan menambahkan kriteria zona sesuai dengan kejadian gempa terakhir.
Sistem Informasi Geografis Pemetaan Daerah Rawan Gempa Tektonik di Daerah Istimewa Yogyakarta serta Jalur Evakuasi Korban Gempa memiliki kemampuan mencarikan rute terpendek dari jalur yang akan dilalui, sehingga dapat membantu mengambil keputusan untuk penentuan jalur evakuasi korban gempa dengan menggunakan algoritma Dijkstra.
Sistem Informasi Geografis Daerah Rawan Gempa Tektonik memiliki kelemahan yaitu pada analisis rute terpendek, pada sistem ini belum mampu mempertimbangkan faktor kemacetan suatu jalan, faktor kecepatan kendaraan dan belum mampu mendeteksi GPS dan BTS Seluler untuk menentukan posisi lokasi akses.
C. Kerangka Berfikir Periodisasi digunakan dalam suatu peristiwa sejarah, tidak terkecuali sejarah kerajaan Islam di Jawa. Karena sejarah kerajaan pastinya mengalami berbagai periode. Pada setiap periode muncul kerajaan baru yang merupakan kelanjutan dari periode sebelumnya. Periode-periode tersebut harus dicermati
25
lebih mendalam Gunanya agar kronologi suatu sejarah dapat dipahami oleh masyarakat banyak. Dari sejarah Kerajaan Islam di pulau Jawa didapat berbagai fase (periodisasi) yang menceritakan berbagai hal yang terdapat dalam perjalanan kerajaan-kerajaan yang terdapat di pulau Jawa. Peluasan wilayah kekuasaan adalah suatu target dalam mencapai kejayaan pada masa silam. Dengan luasnya wilayah, dapat juga dikatakan adalah puncak kejayaan pada kerajaankerajaan tersebut, begitupun sebaliknya. Aspek perluasan wilayah dapat menjadi simbol kemajuan pada masa itu. Dengan peta perluasan wilayah dapat menjadi bukti sejarah dari kerajaan-kerajaan Islam di pulau Jawa telah berjaya dan berjasa dalam penyebarluasan dari ajaran Islam di nusantara. Maka demi menunjukan bahwa kerajaan Islam di pulau Jawa telah berjaya dan berjasa dalam penyebarluasan ajaran Islam sampai sekarang maka diperlukan suatu bukti yaitu berupa peta tematik yang terkait perluasan wilayah pada masa Kerajaan Islam di Pulau Jawa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian 1. Objek Penelitian Objek penelitian kali ini berdasarkan kepada peristiwa sejarah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di pulau Jawa yang terkait dengan perluasan wilayahnya serta berbagai media/sarana yang digunakan dalam perluasan ke berbagai daerah. Ditambah lagi dengan analisis wilayah dari perluasan wilayah tersebut yang nantinya akan dipetakan kedalam peta tematik untuk setiap periode perluasannya. 2. Waktu Penelitian Adapun jadwal penyusunan skripsi dengan alokasi waktu tertera dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3.1 Alokasi Penyusunan Skripsi No. 1. 2. 3. 4. 5. No. 1.
2.
3. 4.
Bulan Minggu keNovember 14 Desember 14 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Jenis Kegiatan (Proposal Skripsi) Penyusunan proposal Pengumpulan proposal Seminar Proposal Revisi Proposal Pengumpulan Revisi Proposal
Bulan Minggu keJanuari 15 Februari 15 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Jenis Kegiatan (Skripsi) BAB I Latar Belakang dan; Perumusan Masalah BAB II Menyusun Kajian Teori Mencari Penelitian Relevan BAB III Merancang Metodologi Penelitian BAB IV 26
27
Mencari Sumber Sejarah (Buku) Kritik Terhadap Sumber Sejarah Interpretasi Sumber Sejarah Historiografi penelitian Sejarah BAB V Menarik Kesimpulan dan Saran Penelitian
5.
B. Metode Penelitian Penelitian skripsi pada kali ini merupakan kajian sejarah, sehingga pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan sejarah dan metode yang digunakan adalah deksriptif-analisis. Maksudnya poin-poin penting yang akan dipaparkan sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana dan masanya pada saat peristiwa tersebut terjadi. Adapun analisa pada perluasan wilayah kerajaan Islam yang ada di Jawa pada setiap periodenya. Kemudian hasil data spasialnya dianalisis berdasarkan cakupan wilayah kekuasaannya, lalu menjadi data atribut dan diimplementasikan pada peta tematik sebagai gambaran peta berupa hasil cetakan (hard copy) dan juga dalam bentuk digital (soft copy). Adapun jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian berdasarkan pada sumber tulisan utama, seperti buku, dokumen, jurnal, dan makalah yang merekam dan memberi informasi tentang objek yang akan diteliti. 1.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data atau sumber informasi yang terkait dengan objek penelitian, sebagai langkah awal, dilakukan dengan mencari datadata dibeberapa perpustakaan di daerah Jakarta seperti perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan lain-lain. Setelah berbagai data sumber diperoleh dan dihimpun rapih, selanjutnya peneliti melakukan klasifikasi data berdasarkan topik dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian dan penulisan ini, sebelumnnya penulis juga harus menguji terlebih dahulu kevalidan dan
28
keotentikkan data dan sumber informasi yang diperoleh dengan melakukan kritik, serta memilih dan memilah data yang sesuai dengan objek penelitian. Akumulasi dari data-data tersebut kemudian dianalisa. Setelah pengujian
dan
analisa
dilakukan,
maka
selanjutnya
penulis
mensintesiskan fakta-fakta yang ada. Setelah itu, baru dilakukan penulisan sejarah (historiografi) secara kronoligis, yaitu penulisan sejarah yang dipaparkan sesuai dengan periodisasi periodisasi peristiwa sejarah yang sesuai dengan kaedah penulisan karya ilmiah. Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini adalah buku pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik dalam segi isi, tetapi juga baik dalam metode penulisan. 2.
Analisis Data Analisis dalam penelitian kali ini adalah analisis terhadap bukubuku yang berkaitan dengan tema penelitian kali ini tentang bagaimana periodisasi kerajaan Islam di Jawa menggunakan analisis sejarah dan analisis pemetaan. Analisis pada library research yaitu menguraikan sumber-sumber sejarah untuk memperoleh fakta sejarah. Analisis ditempuh untuk memperoleh penjelasan ataupun bukti tentang perluasan wilayah berdasarkan kajian pustaka dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: a.
Tahap mencari sumber, yaitu tahap menemukan dan menghimpun sumber-sumber yang diperlukan mengenai sejarah kerajaan Islam di Jawa. Khususnya pada periodisasi perluasan wilayah kerajaan Islam di
Jawa
beserta
media
yang
digunakannya.
Penulis
juga
mendasarkan diri pada penelitian kepustakaan yang mayoritas terdiri atas karya-karya yang ditulis oleh para ilmuwan yang memberi perhatian pada sejarah Kerajaan Islam di Jawa b.
Tahap kritik sejarah, yaitu tahap menganalisis, mengkritisi, dan mensintesiskan berbagai sumber sejarah yang telah didapat.
29
c.
Tahap interpretasi, yaitu tahap pemberian pandangan terhadap sumber sejarah
d.
Tahap penyajian, yaitu tahap penulisan (historiografi) sejarah. Pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap ditransfer dalam bentuk tulisan dengan metode deduktif.1
Setelah
melakukan
dianalisis
kesejarahannya,
kemudian
dilanjutkan dengan analisis pemetaannya. Analisis pemetaan yaitu pemetaan dengan menganalisis perluasan wilayahnya sesuai dengan posisi atau lokasi wilayah yang pernah menjadi daerah kekuasaan pada masing-masing kerajaan Islam di Jawa pada setiap periodenya. C. Fokus Penelitian Pada penelitian kali berdasarkan studi pustaka (library research) ini di fokuskan kepada sejarah perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa pada setiap periodenya beserta media yang digunakan dalam perluasan wilayah tersebut. Selanjutnya dilakukan pemetaan terhadap perluasan wilayah tersebut di dalam peta tematik. D. Prosedur Penelitian Pada penelitian kali ini ada prosedur-prosedur yang dilaksanakan dari mulai dari menentukan latar belakang penelitian sampai dengan penarikan kesimpulan dari penelitian ini. Prosedur pada penelitian kali ini sebagai berikut: 1. Menentukan dan membuat latar belakang hingga perumusan masalah penelitian 2. Mencari penelitian yang relevan 3. Merancang metodologi penelitian 4. Mencari sumber/buku-buku relevan dengan penelitian 5. Kritik terhadap sumber sejarah 6. Pemeberian pandangan terhadap sumber sejarah penelitian
1
Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah, (Cet. I : Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009), h. 147-151
30
7. Historiografi penelitian 8. Menarik kesimpulan atas penelitian yang dilakukan
Skema Penelitian
Mencari buku-buku yang relevan
Analisis dan kritik buku (library research)
Data (library research) digunakan sebagai data atribut
Pemetaan
Data Spasial
Data Atribut
Pemetaan Periodisasi
Hasil: Peta Tematik
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Periode Kerajaan Demak Secara geografis Demak terletak di tepi selat diantara Pegunungan Muria dan Jawa dengan lingkungan alamnya yang subur yang semula kampung, babad lokal yang disebut Gelagahwangi.1 Letak wilayahnya sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Mengenai nama Demak, menurut Prof. Dr. R. Ng. Poebatjaraka, “Demak berasal dari bahasa Jawa delemak atau damelak yang artinya adalah tanah lumpur.”2 Tempat tersebut konon dijadikan permukiman muslim oleh Raden Patah atas petunjuk salah satu wali songo yaitu Sunan Ampel. Islam mulai berkembang seiring dengan melemahnya posisi kerajaan Majapahit yang memberikan peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuatan yang independen.3 1.
Raja-raja Demak yang Pernah Berkuasa a.
Raden Patah Raden Patah adalah putra raja Majapahit yang terakhir (dari
zaman sebelum Islam), yang dalam lagenda-lagenda bernama Prabu Brawijaya. Ibu Raden Patah konon seorang putri Cina dari keraton raja Majapahit. Waktu hamil putri itu dihadiahkan kepada seorang anak emasnya yang menjadi gubernur di Palembang. Di kota itulah Raden Patah dilahirkan.4 Raden Patah bergelar Senapati Jimbun Ningrat
1
Marwati Djoened Poesponegoro, dan Nugroho Notosusanto (eds.), Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), Cet.II, h. 50. 2 Chusnul Hayati, dkk., Peran Ratu Kalinyamat Di Jepara Pada Abad XVI, (Jakarta: CV. Putra Prima, 200), hal. 4. 3 Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 61 4 H.J De Graaf dan Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, Terj. dari De Eerste Moeslimse Vorstendommen op Java, Studien over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en 16 Eeuvv, oleh Pusaka Utama Grafiti dan KITLV, (Jakarta: PT Pusaka Utama Grafiti, 1989), Cet. III, h. 41.
31
32
Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.5 Di bawah pimpinan sunan Ampel, para ulama sebagai pemimpin spiritual dan sosial bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama Demak. Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad 15 sampai awal abad ke 16, atau tepatnya dari tahun 1481 sampai dengan 1507.6 b.
Pati Unus Pati Unus menjadi raja Demak selanjutnya. Ia adalah anak dari
Raden Patah. Pati Unus memerintah Demak ketika umurnya baru 17 tahun. Dia dikenal dengan julukan Pangeran Sebrang Lor (sebrang artinya menyeberang, dan Lor artinya utara). Nama tersebut dikenal dikarenakan dalam usahanya mengusir Portugis dengan mengirim armada Demak ke Malaka pada tanggal 1 Januari 1513.7 c.
Sultan Trenggana Sultan Trenggana adalah anak dari Raden Patah yang berasal dari
istri pertama, putri dari Sunan Ampel. Pada awal menjadi sultan, terjadi perebutan antara Pangeran Trenggana dengan Pangeran Sekar. Namun, Pangeran Sekar akhirnya dibunuh oleh Pangeran Prawata dengan motif nantinya dapat menjadi raja Demak kelak menggantikan ayahnya.8 Walaupun diawali dengan intrik politik, Sultan Trenggana akhirnya naik tahta menjadi raja Demak yang ketiga setelah dilantik oleh Sunan Gunung Jati, dan mendapatkan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.9 Kerajaan Islam mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Trenggana dimulai ketika ia naik tahta tahu 1521 sampai pada kematiannya pada tahun 1546.10 Pada masanya Islam meluas ke seluruh Jawa, namun nahas dalam usahanya untuk 5
Agus Sunyoto, Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, (Jakarta: Transpustaka, 2011), h. 208. 6 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RaJawali Press, 2008), h. 211 7 Hayati, op. cit., hal. 8. 8 Ibid., h. 13. 9 Khalil, op.cit., h. 62. 10 Hasanu Simon, Misteri Syekh Sti Jenar: Peran Wali Songo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2007) Cet. IV, h. 436.
33
memasukkan kota pelabuhan yang belum memeluk agama Islam masuk ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata gagal. Sultan Trenggana terbunuh pada tahun 1546 pada saat ekspedisi ke Panarukan di ujung timur Jawa tersebut.11 d.
Sunan Prawoto Penerus kepemimpinan Demak selanjutnya dilanjutkan oleh
Sunan Prawoto yang terkenal dengan seseorang yang ahli dalam bidang agama. Dia juga merupakan anak dari Sultan Trenggana yang berperan dalam pengangkatan ayahnya menjadi raja Demak yang ketiga. Pada awalnya dia mempunyai ambisi
melanjutkan usaha ayahnya dalam
menaklukan pulau Jawa. Namun ambisinya tidak dapat terlaksana. Masa pemerintahan Sunan Prawoto tidak berlangsung lama, dari tahun 1546 sampai dengan 1549.12 2.
Perluasan Wilayah Kerajaan Demak Raden Patah adalah pemimpin pertama yang berkuasa di kerajaan Demak. Pada masa pemerintahan Raden Patah, wilayah kekuasaan kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu (Gresik), Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Disamping itu, kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan–pelabuhan penting di pesisir utara Jawa yang berkembang menjadi pelabuhan penghubung. Islam kemudian berkembang menjadi agama resmi untuk kerajaan, dan mulai menyebar ke beberapa wilayah di Jawa dan sekitarnya.13 Pemerintahan Demak dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Pati Unus alias Sebrang Lor. Ketika pada masa pemerintahan Pati Unus, Kerajaan Demak melanjutkan ingin menguasai Malaka yang sudah diduduki oleh Portugis, namun ia gagal. Tidak lama setelah menyerbuan ke Malaka, ia meninggal dikarenakan sakit paru-paru.14 Pemerintahan
11
De Graaf, op.cit., h. 46 Hayati, dkk., op. cit., h. 12. 13 Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi, (Jogjakarta: Laksana, 2014), Cet. I, h. 296. 14 Thomas Stamford Rafles, The History of Java, Terj. Eko Prasetya Ningrum, Nurhayati Agustin, dan Idda Qoryati Mahbubah, (Yogyakarya: Penerbit Narasi, 2008), Cet. I, h. 489. 12
34
selanjutnya diteruskan oleh adiknya sendiri yaitu Sultan Trenggana. Walaupun mendapatkan masalah ketika naik tahta, Sultan Trenggana lah yang berhasil menghantarkan Kerajaan Demak kedalam masa jayanya. Pada masa Sultan Trenggana, daerah kekuasaan Demak meliputi hampir seluruh Jawa serta sebagian besar pulau-pulau lainnya.15 Aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Sultan Trenggana berhasil memperkuat dan memperluas kekuasaan Demak. Di tahun 1527, tentara Demak menguasai Tuban, setahun kemudian menduduki Wirasari (Purwodadi, Jawa Tengah), dan tahun 1529 menguasai Gagelang (Madiun sekarang). Daerah taklukan selanjutnya adalah Medangkungan (Blora) pada tahun 1530, Surabaya (1531), dan Pasuruan (1535). Pada tahun 1541 dan 1542 Demak sudah berkuasa di Lamongan, Blitar, dan Wirasaba, wilayah Gunung Penanggungan (1543), dan tahun 1544 Mamenang (Kediri).16 Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah bagian pedalaman hingga ke selatan (Pajang, Pengging, dan Mataram) perluasan tidak dilakukan dengan cara kekerasan.17 Perluasan di wilayah bagian barat pulau Jawa, kekuatan militer Demak juga merajalela. Pada tahun 1527, Demak berhasil merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran (kerajaan Hindu di Jawa Barat) dengan panglima perang andalan Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Serta menghalau tentara tentara Portugis yang akan mendarat di sana.18 Dengan jatuhnya Pajajaran, Demak dapat mengendalikan Selat Sunda. Melangkah lebih jauh, Lampung sebagai sumber lada di seberang selat tersebut juga dikuasai dan diislamkan. Ekspansi wilayah kemudian dilanjutkan ke daerah Jawa Barat dari rentang tahun 1522-1527. Dengan
15
Abimanyu, op.cit., h. 315. H.J De Graaf dan Th. Pigeaud, op.cit., h. 65-66 17 Ibid., h. 69. 18 Hayati, op.cit., h. 11. 16
35
rentang tahun tersebut Banten dan Cirebon berhasil menjadi wilayah kekuasaan Demak.19 Namun nahas, Sultan Trenggana terbunuh ketika melakukan ekspedisi ke Panarukan, Jawa Timur.20 Meninggalnya Sultan Demak, Tranggana, secara mendadak dalam ekspedisi melawan Pasuruan (Panarukan) diujung timur Jawa pada tahun 1546, telah mengakibatkan timbulnya kekacauan dan pertempuran antara para calon pengganti raja.21 Akhirnya Demak dipimpin oleh Sunan Prawoto sebagai raja keempat, anak dari Sultan Trenggana. Namun pada masa ini Demak hanya sibuk dalam urusan internal kerajaan. Terjadi perebutan kekuasaan yang merupakan buntut dari masalah sebelumnya ketika awal kenaikan tahta Sultan Trenggana.22 Jadi kerajaan Demak tidak sempat melakukan perluasan wilayah, bahkan ada beberapa kerajaan yang membangkang dan lepas dari kerajaan Demak. Pergolakan di internal pemerintahan terus terjadi sampai terbunuhnya Sunan Prawoto oleh Aria Panangsang.23 3.
Media Perluasan Islam Berbagai cara dilakukan dalam perluasan wilayah dan pengaruh ajaran Islam selain dengan cara kekerasan atau peperangan. Berikut cara atau media lain selain peperangan yang digunakan kerajaan Demak dalam memperluas wilayah dan pengaruh Islam: a.
Perkawinan Hubungan kekerabatan juga berpengaruh pada masa kerajaan
Demak guna memperkuat diplomasi yang dilakukan kerajaan Demak. Untuk kerajaan Cirebon, kerajaan Demak Demak mempunyai hubungan kekerabatan
yang
diikat
dengan
perkawinan.
Seperti
Pangeran
Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ayu Kirana, putri
19
Ibid. Abimanyu, op.cit., h. 320. 21 De Graaf., op. cit., h. 85. 22 Hayati, op.cit., h.12. 23 Ibid., h. 14. 20
36
Raden Patah, dan Ratu Ayu, putri Sunan Gunung Jati dengan Pangeran Sebrang Lor, putra Raden Patah.24 b.
Perdagangan Kerajaan Demak mempunyai lokasi yang strategis dalam
menjadikan kerajaan yang berorientasi kemaritiman. Pada masa Demak dibangun pelabuhan-pelabuhan seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik sebagai jalur penghubung dan tempat transit bagi para pedagang guna menyaingi Malaka yang telah dikuasai oleh Portugis.25 c.
Pendidikan Pada masa Demak dimulai pendirian pesantren-pesantren,
tepatnya didiran oleh Sunan Ampel di Ampel Denda Surabaya, dan Sunan Giri di Gresik. Pesantren sebagai tempat menimba ilmu agama dan hasil dari didikan pesantren mempunyai kewajiban melanjutkan apa yang diperjuangkan guru-gurunya.26 d.
Seni dan budaya Guna memperkuat ketauhidan umat Islam kala itu, Raden Patah
bersama Wali Sanga merancang dan mendirikan masjid Agung Demak yang karismatik. Pada masjid Agung Demak diberi gambar serupa bulus yang mencerminkan tanggal didirikannya Masjid tersebut pada 1401 saka. Pada atap masjidnya terdapat tiga bagian yang melambangkan iman, islam, dan ihsan.27
Selain itu pada kesenian, wayang juga
berkembang sebagai media dakwah dengan berbagai perubahan (akulturasi),
sehingga
apapun
didalam
kesenian
wayang sudah
bernafaskan Islam.28 Gamelan digunakan sebagai penarik masyarakat agar pergi ke masjid Agung Demak yang dibunyikan siang (Dzuhur) dan malam (Isya sampai tengah malam).29
24
Adeng, dkk, Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996), h. 31. 25 Abimanyu, op.cit., h. 296. 26 Khalil, op.cit., h. 77. 27 Abimanyu, op.cit., h. 28 Sunyoto, op.cit., h. 216. 29 Ibid., h. 218.
37
e.
Politik Pada masa Sultan Trenggana pengaruh Demak juga sampai ke
Kesultanan Banjar di Banjarmasin, Kalimantan. Calon pengganti Raja Banjar pernah meminta agar sultan Demak mengirimkan tentara, guna menengahi masalah pergantian raja Banjar. Calon pewaris mahkota yang didukung oleh rakyat Jawa pun masuk Islam, dan oleh seorang ulama dari Arab, sang pewaris tahta diberi nama Islam. Selama masa kesultanan Demak, setiap tahun raja Banjar mengirimkan upeti kepada Sultan Demak.30 Berikut adalah hasil pemetaan perluasan wilayah ketika kerajaan Demak yang tergambar dalam peta tematik dibawah ini:
Gambar 4.1 Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Demak Gambar peta tematik di atas adalah hasil pemetaan perluasan wilayah pada masa kerajaan Demak. Pada peta tematik ini dibagi dengan tiga tipe simbol yaitu simbol titik, simbol garis dan simbol area. Untuk simbol titik
30
De Graaf., op. cit., h. 68.
38
terbagi menjadi dua kategori, yaitu simbol titik berwarna ungu menandakan daerah-daerah penting atau pusat kerajaan kecil yang menjadi wilayah kekuasaan dan taklukan pada periode kerajaan Demak. Sedangkan untuk simbol titik segilima menandakan pusat pemerintahan kerajaan Demak. Untuk simbol yang kedua yaitu simbol garis berupa anak panah merah menandakan arah perluasan wilayah (ekspansi) yang dilakukan selama pemerintahan Demak. Arah anak panah ini diurutkan sesuai dengan kronologi penaklukannya. Sedangkan untuk simbol yang ketiga adalah simbol area berwarna hijau menandakan cakupan wilayah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Demak membentang dari wilayah Jawa bagian barat, tengah, dan timur. baik wilayah yang ditaklukan dengan cara peperangan ataupun tunduk secara damai. Namun, terlihat di ujung Jawa bagian timur wilayah Blambangan dan sekitarnya masih berwarna putih. Seperti dibahas sebelumnya, daerah tersebut belum dikuasai oleh Demak dikarenakan Sultan Trenggana tewas dalam ekspedisi Panarukan. B. Periode Kerajaan Cirebon Kerajaan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama yang berada di Jawa Barat. Cirebon yang semula masuk daerah kekuasaan Sunda Pajajaran. Ketika itu Cirebon dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana dan pada tahun 1479 M, Pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaannya kepada keponakannya sendiri yaitu Sunan Gunung Jati. Sekitar tahun 1513, Cirebon sudah termasuk dibawah kekuasaan kerajaan Demak.31 1.
Raja-raja yang Pernah Memimpin Cirebon a.
Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), nama lainnya dari
Sunan Gunug Jati yaitu Said Kamil (nama pemberian Nabi Muhammad) dan Syekh Maulana Jati (nama sebagai guru agama).32 Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama
31 32
Poesponegoro, op.cit., h. 59. Adeng, dkk, op.cit., h. 24.
39
walisongo. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat. Beliau sebagai pendiri kerajaan Islam di Ceribon. Sebelum berdirinya kerajaan Cirebon yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati, wilayah Cirebon terbagi atau dua daerah. Untuk derah pesisir disebut dengan Cirebon Larang, sedangkan untuk daerah pedalaman disebut dengan nama Cirebon Girang.33 Menurut naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, “Ayah dari Sunan Gunung Jati adalah Sultan Mahmud alias Syarif Abdullah dari Bani Hasyim keturunan Bani Ismail.”34 Ibunya adalah Larasantang seorang putri Sunda Pajajaran yang bergelar Sarifah Mudaim. Gelar tersebut didapat setelah Ibu Sunan Gunung Jati mengandungnya pada usia kandungan sembilan bulan. Ibu dari Sunan Gunung Jati merupakan adik dari Pangeran Walangsungsang yang bergelar Cakrabuwana/ Cakrabumi. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah lahir sekitar tahun 1450 M.35 Pangeran Cakrabuana yang pada saat itu sebagai penguasa Cirebon menyerahkan kekuasaannya kepada Sunan Gunung Jati.36 Pengangkatan Sunan Gunung Jati didukung oleh para Wali Allah di pulau Jawa yang dipimpin oleh Sunan Ampel.37 Sunan Gunung Jati memiliki umur yang panjang sekitar 120 tahun. Beliau wafat pada tahun 1568.38 b.
Fatahillah Fatahillah dilahirkan di Pasai dari keturunan rakyat biasa. Selama
2 tahun memperdalam ilmu agama di Mekkah dan kembali ke pasai tahun 1521, kota tersebut sudah dikuasai oleh Portugis.39 Fatahillah 33
M. Sanggupri Bochori, dkk., Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon, (Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional, 2001), h. 6. 34 Sunyoto, op. cit., hal. 155. 35 Adeng, op. cit., h. 24. 36 Ibid., h. 25. 37 Ibid. 38 Poesponegoro, op.cit., h. 60. 39 Adeng, dkk., op.cit., h. 22.
40
menjadi panglima perang pada masa Demak dan menguasai Sunda Kelapa yang diubah namanya menjadi Jayakarta dan menjadi bupati disana. Ketika Sunan Gunung Jati wafat, ia mengantikan kedudukan Sunan Gunung Jati di Cirebon. Namun baru dua tahun memimpin ia meninggal pada 1570 M.40 c.
Panembahan Ratu I Pada tahun 1570 Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Cirebon
telah diganti oleh seorang cicitnya, yang hanya terkenal dengan gelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu.41 Pada masa peralihan, Cirebon dipimpin oleh Fatahillah selama dua tahun. Panembahan Ratu I dianugrahi umur yang panjang, semenjak menjadi Raja Cirebon pada 1570 ia baru meninggal pada tahun 1650.42 Berarti ia menjabat menjadi raja Cirebon sekitar 80 tahun. Sebagai pengganti yang meneruskan kerajaan Cirebon adalah Pangeran Girilaya. Ia merupakan cucu dari Panembahan Ratu I. d.
Panembahan Girilaya Setelah Panembahan Ratu I meninggal, Kesultanan Cirebon
dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim (lahir tahun 1601, anak dari Pangeran Seda ing Gayam, yang telah meninggal lebih dahulu). Pangeran Rasmi kemudian menggunakan nama gelar ayahnya yaitu Panembahan Ratu II. 43 Panembahan Ratu II mempunyai hubungan erat dengan Mataram, karena ia adalah menantu dari Mangkurat I, namun hubungan merenggang ketika Mataram mencurigai Cirebon yang sedang merintis kekuatan dengan Banten untuk mengadakan pemberontakan. Akhirnya diatur siasat berupa undangan kekeluargaan oleh Mangkurat I, yang berujung kepada penahanan
40
Ibid., h. 22. De Graaf, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h. 144. 42 Ibid., h. 145 43 West Java Kingdom, loc. cit., 41
41
Panembahan Ratu II. Ia ditahan sampai meninggalnya dan dimakamkan di Imogiri 1667.44 2.
Perluasan Wilayah Kerajaan Cirebon Sekitar abad ke-15 hingga abad ke-16, sebuah kerajaan di Jawa bagian barat telah berdiri. Kerajaan tersebut adalah kerajaan Cirebon. Kerajaan Cirebon terletak di pantai utara pulau Jawa. Lokasinya di perbatasan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah menjadi jembatan antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Sunda. Pada saat kerajaan Mataram berkuasa di Jawa, kerajaan Cirebon dijadikan sebagai pangkalan penting untuk angkatan bersenjata dan sebagai kerajaan kegamaan saja. Selain itu Cirebon dianggap sebagai vassal (daerah taklukan) dari kerajaan Mataram.45 Kerajaan Cirebon mulai melakukan perluasan wilayah kerajaannya ketika dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Perluasan di Luragung (Kuningan) berjalan secara damai dengan ikatan perkawinan. Kemudian dilanjutkan perluasan ke Talaga. Namun di Talaga proses perluasannya dilakukan secara peperangan dikarenakan terjadi kesalahpahaman antara pengawal Sunan Gunung Jati dengan Prabu Pucukumum. Sunan Gunung Jati berhasil menundukkan Talaga,46 tetapi Prabu Pucukumum dan putrinya Nyai Mas Tajungrangagang melarikan diri ke Gunung Ceremai.47 Begitu pula di Raja Galuh (Majalengka) juga melalui peperangan. Akhirnya Cirebon dapat menundukkan Raja Galuh pada tahun 1528 M.48 Setelah Raja Galuh takluk, raja Indramayu yang bernama Arya Wiralodra dengan gelar Prabu Indrawijaya tidak hanya menyatakan meyerah, tetapi juga menyatakan masuk Islam.49
44
Sanggupri, op. cit., h. 33. Kosoh S., Suwarno K., dan Syafel, Sejarah Daerah Jawa Barat, (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994), h. 101. 46 Dalam buku lain “Talaga” yang dimaksud adalah Banten Girang, lihat Nina H. Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, dan Jawara, (Jakarta: Pusaka LP3ES Indonesia, 2003), Cet I, h. 47 Adeng, dkk, op.cit., h. 29-30 48 Ibid., h. 31. 49 Sunyoto, op.cit., h. 165. 45
42
Sampai pada masa Panembahan Ratu I wilayah Cirebon kekuasaan pada
waktu
pemerintahannya
meliputi
Indramayu,
Majalengka,
Kuningan, kabupaten dan kota Cirebon sekarang.50 Pada pemerintahan selanjutnya Cirebon selalu diapit oleh kerajaan Banten dan Mataram yang menyebabkan konflik antar ketiga kerajaan ini yang berujung pada meninggalnya Panembahan Girilaya di Kertasura. Peristiwa ini menyebabkan kekosongan kekuasaan di Cirebon dan terpecahnya kekuasaan Cirebon mejadi tiga bagian, yang masing-masing dipimpin oleh anak-anak dari panembahan Girilaya (Pengeran Martawijaya, Pangeran Kartawijaya, Pangeran Wangsekerta).51 Karena ketiganya sudah dilantik menjadi Sultan Cirebon, maka Sultan Banten, Ageng Tirtayasa menetapkan ketiganya sebagai raja. Sebagai anak sulung, Pangeran Martawijaya menjadi Sultan Sepuh I yang berkuasa di Keraton Kasepuhan. Adiknya, Pangeran Kartawijaya yang berkuasa di Keraton Kanoman dan Pangeran Wangsakerta diangkat menjadi Panembahan Cirebon tetapi tidak memiliki wilayah kekuasaan dan keraton secara formal.52 Dari kasus pembagian kekuasaan itu, akhirnya terhitung sejak pertengahan abad XVII di Cirebon ada tiga kesultananan yang menempati keraton yang berbeda, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. 3.
Media Perluasan Islam masa Kerajaan Cirebon Berbagai cara dilakukan dalam perluasan wilayah dan pengaruh ajaran Islam selain dengan cara kekerasan atau peperangan. Cara atau media yang digunakan kerajaan Cirebon dalam memperluas pengaruh Islam. Media dalam perluasan wilayah dalam menunjukan eksistensi Kerajaan Cirebon lebih kepada pendidikan dan dakwah, terutama peran dari Sunan Gunung Jati. Salah satu strategi dakwah yang dilakukan untuk memperkuat kedudukan sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh yang berpengaruh di Cirebon adalah melalui pernikahan. Sebagaimana
50
Abimanyu, op.cit., h. 449. Ibid., h. 450. 52 Sanggupri op.cit., h. 34. 51
43
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Tidak kurang terdapat enam orang perempuan dijadikan istri.53 Berikut adalah hasil pemetaan perluasan wilayah ketika kerajaan Cirebon yang tergambar dalam peta tematik dibawah ini:
Gambar 4.2 Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Cirebon Gambar peta tematik di atas adalah hasil pemetaan perluasan wilayah pada masa kerajaan Cirebon. Pada peta tematik ini dibagi dengan tiga tipe simbol yaitu simbol titik, simbol garis dan simbol area. Untuk simbol titik terbagi menjadi dua kategori, yaitu simbol titik berwarna hijau menandakan daerah-daerah penting yang menjadi wilayah kekuasaan dan taklukan kerajaan Cirebon. Sedangkan untuk simbol titik segilima menandakan pusat pemerintahan. Untuk simbol yang kedua yaitu simbol garis berupa anak panah warna merah menandakan arah perluasan wilayah (ekspansi) yang dilakukan selama pemerintahan Cirebon dari sebelum Banten menjadi
53
Adeng, dkk., h. 161.
44
kerajaan independen, sampai masa puncak perluasan Cirebon. Dan simbol yang ketiga adalah simbol area berwarna ungu yang menandakan cakupan wilayah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Cirebon yang menguasai Jawa barat bekas kekuasaan Hindu Pajajaran. C. Periode Kerajaan Banten Peletak dasar nilai keislaman di kawasan Sunda ialah Nurullah yang berasal dari Samudera Pasai. Beliau datang ke sana sekitar tahun 1525 atau 1526 atas perintah Sultan Trenggana yang merupakan Sultan Demak pada saat itu. Kedatangan Nurullah atau Syarif Hidayatullah yang kemudian menjadi Sunan Gunung Jati di Jawa bagian barat itu dengan dua misi. Misi pertama penyebaran ajaran agama Islam dan misi kedua memperluas wilayah kekuasaan Demak.54 Setelah sampai di Banten, ia segera berhasil menyingkirkan bupati Sunda di situ untuk mengambil alih pemerintahan atas kota pelabuhan tersebut dengan bantuan militer dari kerajaan Demak. Langkah selanjutnya untuk mengislamkan Jawa Barat ialah menduduki kota pelabuhan Sunda yang sudah tua, Sunda Kelapa kira-kira tahun 1527.55 Kemudian ia pergi ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada putranya yaitu Hasanuddin. Hasanuddin menikahi putri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam.56 1.
Raja-raja yang Pernah Memimpin Banten a.
Maulana Hasanuddin Pada saat masih dibawah naungan Demak, pada tahun 1552 M,
Banten dijadikan Negara bagian Demak dengan Maulana Hasanuddin sebagai Sultannya.57 Kemudian Maulana Hasanuddin memerdekakan Banten ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang pada tahun 1568 atau 54
M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, (Yogyakarta: Karunia Kalam Sejahtera, 1995), h. 33 55 De Graaf, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h.148 56 Yatim, op. cit., h. 218 57 Lubis, h. 28.
45
bertepatan dengan wafatnya Sunan Gunung Jati (ayah dari Maulana Hasanuddin).58 Berdasarkan hal itulah Maulana Hasanuddin dapat dikatakan sebagai pemimpin pertama Kerajaan Banten. Walaupun di dalam buku H.J. de Graaf dan Th. G. Th. Pigeud, Maulana Hasanuddin sebagai penguasa kedua.59 Maulana Hasanuddin sebagai Sultan pertama di Banten, ia adalah putra dari Sunan Gunung Jati dari ibu putri Banten.60 Sejak peritisannya Kesultanan Banten didukung oleh para pedagang muslim, baik mereka yang berasal dari penduduk Banten sendiri dan mereka berasal dari daerah di nusantara maupun dari luar nusantara. Itulah sebabnya dalam perkembangan Kesultanan Banten tampil sebagai penguasa maritim yang mengutamakan kegiatan perlayaran dan perdagangan.61 Maulana Hasanuddin meninggal pada tahun 1570 M.62 Dalam cerita Banten, Hasanuddin terkenal dengan nama setelah ia meninggal yaitu Pangeran Saba Kingking (atau: Seba Kingking), sesuai dengan nama kota/desa tempat ia dimakamkan, tidak jauh dari Banten. Makamnya telah dijadikan tempat ziarah oleh anak cucunya. Namun, ia tidak pernah mendapat penghormatan keagamaan seperti ayahnya, Sunan Gunung Jati.63 b.
Maulana Yusuf Setelah Maulana Hasanuddin meninggal pada tahun 1570 M, ia
menggantikan ayahnya memimpin Banten.64 Maulana Yusuf mempunyai beberapa isteri. Dari permaisurinya yang bernama Ratu Hadijah, Maulana Yusuf mempunyai dua orang anak, yaitu Ratu Winahon dan Pangeran Muhammad. Sedangkan dari anak dari istri-istri yang lainnya 58
Khalil, op. cit., h. 72. Hasanuddin, penguasa Islam yang kedua atas Banten, lihat. H.J De Graaf dan Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, op.cit, h. 151. 60 P.S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon, (Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, 1978), h. 23. 61 Lubis, op. cit., h. 34. 62 Harun, op. cit., h. 35. 63 De Graaf, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h. 152. 64 Khalil, op. cit., h. 72 59
46
antara lain Pangeran Upapati, Pangeran Dikara, Pangeran Mandalika, Pangeran Aria Ranamanggala, Pangeran Madura, Pangeran Seminigrat, Ratu Demang, Ratu Pacatanda, Ratu Rangga, Ratu Manis, Ratu Wiyos, dan Ratu Balimbing.65 Maulana Yusuf meninggal pada tahun 1580, dan dimakamkan di Pangkalangan Gede dekat kampung Kasunyatan. Setelah meninggal ia terkenal dengan nama Pengeran Panembahan Pekalongan Gede atau Pangeran Pasareyan.66 c.
Maulana Muhammad Maulana Muhammad tetap diangkat menjadi pemimpin Banten
ketika masih berusia 9 tahun. Namun, para Kadhi menyerahkan perwaliannya kepada Mangkubumi. Pangeran Muhammad diangkat menjadi sultan dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan. Ketika Maulana Muhammad memimpin Banten, Kesultanan Banten menjadi semakin kuat dan ramai. Orang-orang dapat melayari kota dengan menyusuri banyak sungai yang terdapat di Banten.67 Maulana Muhammad dikenal sebagai seorang sultan yang amat saleh dan mempunyai keinginan yang kuat dalam menyebar luaskan ajaran Islam. Upaya yang dilakukan dalam menyebarluaskan ajaran Islam yaitu ia mengarang kitab-kitab, membangun sarana-sarana ibadah sampai ke pelosok desa, dan rutin menjadi imam dan khatib.68 Akhir hidup Maulana Muhammad cukup tragis. Ia terbujuk untuk membantu Pangeran Mas yang masih ada iktan saudara, berambisi untuk menjadi Raja Pelembang. Kemudian dilakukanlah penyerbuan ke Palembang dengan membawa pasukan dan kapal perang. Ketikan hampir berhasil, kapal perangnya tertembak yang mengakibatkan tebunuhnya Sultan Maulana Muhammad.69 Maulana Muhammad wafat pada Usia muda (kira-kira 25 Tahun). Setelah wafatnya, Maulana Muhammad 65
Lubis, op. cit., h. 39. Harun, loc. cit. 67 Pemprov. Banten, Sultan di Banten, 2012, (http://bantenprov.go.id/read/sultan-dibanten.html), diakses pada 4 Desember 2014. 68 Yatim, op. cit., h. 36 69 Lubis, op. cit., h. 41-42 66
47
diberi gelar Pangeran Seda Ing Palembang atau Pangeran Seda Ing Rana. Ia dimakamkan di serambi Masjid Agung.70 d.
Abul Mafakir Mahmud Abdul Kadir Abul Mafakhir dinobatkan sebagai sultan ketika berusia lima
bulan, sehingga untuk melaksanakan roda pemerintahan ditunjuklah Mangkubumi Jayanagara sebagai wali.71 Masa perwalian Sultan Muda berakhir pada bulan Januari 1624, maka Sultan Abul Mufakir Mahmud Abdul Kadir diangkat sebagai Sultan Banten (1596-1651).72 Sultan Abul Mafakir yang terkenal dengan sultan yang bijaksana dan mementingkan kehidupan rakyat menginggal pada tahun 1651. Ia digantikan oleh cucunya yang bergelar Abdulfattah atau yang terkenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa Sultan Agung Titayasa dari tahun 1651 sampai dengan 1682 Banten mencapai puncak kemegahan baik dalam bidang perekonomian, politik, dan kebudayaan.73 e.
Sultan Agung Tirtayasa Sebagai pengganti Sultan Abdul Kadir yang mangkat, maka
diangkatlah Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu alMa'ali Ahmad, menjadi Sultan Banten ke-5 pada tanggal 10 Maret 1651. Sultan baru ini dikenal sebagai Pangeran Ratu Ing Banten atau Sultan Abulfath Abdulfattah dengan gelar lengkapnya adalah Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah Muhammad Syifa Zaina Al Arifin.74 Walaupun pada masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi masa kejayaan Banten, namun pada masa ini juga terjadi konflik yang melibatkan Sultan Ageng Tirtayasa dengan anaknya (Sultah Haji) yang berkerjasama denga VOC. Pada ahirnya perlawanan dari Sultan Agung dapat di patahkan berkat tipu daya dari Sultan Haji. Sultan Agung ditawan oleh Sultan Haji kemudian diserahkan kepada pihak Belanda.
70
Pemprov. Banten, Sultan di Banten, 2012, loc. cit. Harun, op.cit., h.36. 72 Lubis, op.cit., h. 43 73 Kosoh op.cit., h. 97-98. 74 Lubis, op.cit., h. 47. 71
48
Sultan Agung ditawan sampai ia wafat pada tahun 1692. 75 Untuk selanjutnya pemerintahan Kerajaan Banten dipimpin oeh Sultan Haji, namun pemerintahan ini dibawah kendali dari pihak VOC (Belanda). 2.
Perluasan Wilayah Kerajaan Banten Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam
bidang
ekonomi
dan
politik,
hal
ini
dianggap
dapat
membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.76 Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung.77 Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579.78 Pada masanya (Maulana Yusuf) menetapkan batas wilayah kekuasaan Banten dengan Cirebon, yaitu sungai citarum dari muara sampai pedalamannnya (Cianjur sekarang)79. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha
75
Kosoh S., op. cit., h. 105. Hayati, op.cit., h. 10. 77 Lubis, op.cit., h. 35. 78 Ibid., 36. 79 Lubis, h. 36. 76
49
Banten dalam mempersempit gerakan Portugis di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.80 Pada pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa yang bertahta dari tahun 1651 sampai tahun 1682 dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapalkapal dagang menuju Banten.81 Selain mengembangkan perdagangan, Sultan Ageng Tirtayasa berupaya juga untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan ke wilayah Priangan, Cirebon, dan sekitar Batavia guna mencegah perluasan wilayah kekuasaan Mataram yang telah masuk sejak awal abad ke-17. Selain itu, juga untuk mencegah pemaksaan monopoli perdagangan VOC yang tujuan akhirnya adalah penguasaan secara politik terhadap Banten. Pada masa Sultan Agung TIrtayasa berkuasa, kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya.82 Akan tetapi, pada masa ini juga Banten menuju masa kemunduran dan perpecahan. Dimulai dari kudeta putra mahkota yang tidak lain adalah anaknya sendiri, Sultan Abdul Nasr Abdul Kahar atau Sultan Haji. Sultan Haji ingin merebut tahta kerajaan dari tangan Sultan Ageng Titayasa dengan bantuan VOC.
Walupun Sultan Ageng Tirtayasa
melakukan perlawanan, tapi pada akhirnya dapat dikalahkan. Kerajaan Banten selanjutnya dipimpin oleh Sultan Haji. Namun, kepemimpinya
80 81
Ibid., 41. Kesultanan Banten, (Id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banten), diakses pada 15 Januari
2015. 82
Lubis, op.cit., h. 54.
50
Sultan Haji ini hanya sebagai bonekanya Belanda, karena yang mengatur jalannya pemerintahan dikendalikan Belanda dengan VOC-nya.83 3.
Media perluasan Islam Masa Kerajaan Banten Berbagai cara dilakukan dalam perluasan wilayah dan pengaruh ajaran Islam selain dengan cara kekerasan atau peperangan. Berikut cara atau media yang digunakan kerajaan Banten dalam memperluas pengaruh Islam: a.
Perkawinan Pada awal penyebaran Islam di Banten oleh Sunan Gunung Jati,
Islam dapat diterima oleh masyarakat sehingga banyak orang masuk Islam. Bupati Banten itu sendiri tertarik dengan ketinggian ilmu dan akhlak dari Sunan Gunung Jati. Ia menikahkan putrinya yang bernama Nyai Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati yang dianugrahi dua orang anak salah satunya adalah Pangeran Hasanuddin.84 b.
Perdagangan Pada
masa
Maulana
Yusuf,
ia
memperluas
kegiatan
perekonomian dengan pembukaan daerah persawahan di sepanjang pesisir Banten dan daerah perkebunan lada di Lampung dan Bengkulu.85 Pada tahun-tahun pertama pemerintahan, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengembangkan kembali perdagangan Banten. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa Banten berhasil menarik perdagangan bangsa Eropa lainnya, seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis. Sebagai saingan VOC, Banten lebih dekat dengan para pedagang Eropa itu karena masih menjalankan sistem perdagangan bebas bukan sistem perdagangan monopoli seperti yang dijalankan VOC. Selain itu, Banten pun mampu mengembangkan
perdagangannya
dengan
Persia,
Surat,
Mekah,
Koromandel, Benggala dan Siam, Tonkin, dan Cina sehingga VOC menganggap
83
keadaan
Kosoh S., op. cit., h. 105. Lubis, h. 27. 85 Ibid., h. 36 84
ini
sebagai
ancaman
serius
terhadap
51
perdagangannya yang berbasis di Batavia.86 c.
Politik Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik
diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsabangsa lain semakin ditingkatkan. Pelabuhan Banten makin ramai clikunjungi para pedagang asing dari Persi (Iran), India, Arab, Cina, Jepang, Filipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari Eropa yang bersahabat dengan Inggris9, Prancis, Denmark, dan Turki.87 Berikut adalah hasil pemetaan perluasan wilayah ketika kerajaan Banten yang tergambar dalam peta tematik dibawah ini:
Gambar 4.3 Peta perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Banten Gambar peta tematik di atas adalah hasil pemetaan perluasan wilayah pada masa kerajaan Banten. Pada peta tematik ini dibagi dengan tiga tipe 86 87
Ibid., h. 47. Ibid., h. 49
52
simbol yaitu simbol titik, simbol garis dan simbol area. Untuk simbol titik terbagi menjadi dua kategori, yaitu simbol titik berwarna hijau menandakan daerah-daerah penting yang menjadi wilayah kekuasaan dan taklukan pada periode kerajaan Banten. Sedangkan untuk simbol titik segilima menandakan pusat pemerintahan dari kerajaan Banten. Untuk simbol yang kedua yaitu simbol garis berupa anak panah warna merah menandakan arah perluasan wilayah (ekspansi) yang dilakukan selama pemerintahan Banten sejak menjadi kerajaan independen sampai masa puncak kejayaannya. Dan simbol yang ketiga adalah simbol area berwarna ungu yang menandakan cakupan wilayah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Banten. D. Periode Kerajaan Pajang Berdirinya Kesultanan Pajang tentunya didasari atas keinginan Jaka Tingkir ingin memiliki kedudukan politik di Demak, di disamping itu juga karena Jaka Tingkir, merupakan keturunan raja Brawijaya dari Majapahit serta menantu Sultan Demak yang menjadikannya ingin meneruskan tahta Kerajaan Majapahit. Walaupun termasuk kerajaan yang besar, Kerajaan Pajang tidak berlangsung panjang, bisa dikatakan awal berdiri kemudian masa kejayaan dan penurunan dari kerajaan pajang hanya berlangsung pada satu Sultan yaitu pada masa Jaka Tingkir. Sedangkan dua pemimpin pemerintahan berikutnya hanya mengurusi masalah internal keluarga saja dalam perebutan kekuasaan. Berdirinya Kesultanan Pajang tidak ada penjelasan yang menjelaskan angka tahun mengenai awal berdirinya kesultaanan tersebut, namun secara utuh sebagai sebuah Kesultanan Islam di Jawa, di mulai setelah berakhirnya Kesultanan Demak, dengan terbunuhnya Pangeran Prawoto oleh Arya Panangsang pada tahun 1549 M, dan ditandai dengan tewasnya Arya Panangsang berkisar tahun 1558 M, jadi secara utuh menandakan berdirinya Pajang antara tahun 1550 – 1558 M.88
88
De Graff, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa., op. cit., hal. 242.
53
1.
Raja-raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Pajang a.
Sultan Hadiwijaya/Jaka Tingkir Nama semasa kecilnya adalah Mas Karebet, putra Ki Ageng
Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Dia tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir.89 Jaka Tingkir dalam menjalankan kepemerintahan Pajang kurang lebih selama 30 tahun dari tahun 1558 M tahun terbunuhnya Arya Panangsang sampai 1587 M tahun wafatnya Jaka Tingkir.90 b.
Aria Pangiri Aria pangiri menggantikan mertuanya yaitu Jaka Tingkir setelah
meninggal pada tahun 1587, dia sebelumnya merupakan adipati Demak ketika Jaka Tingkir berkuasa. Ketika berkuasa, terjadi konflik perebutan kekuasaan dengan Pangeran Benawa. Aria Pangiri memerintah di Pajang hanya untuk waktu yang singkat. la segera diusir oleh Pangeran Benawa, putra dari Jaka Tingkir yang telah meninggal. Dalam merebut kerajaan Pajang ia bekerja sama dengan Senapati Mataram.91 c.
Pangeran Benawa Benawa merupakan anak dari Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir).
Pangeran Benawa berusaha merebut kekuasaan dari Aria Pangiri dengan meminta bantuan dari Senopati penguasa Mataram, yang juga merupakan kaka angkatnya. Berkat bantuan Senopati, akhirnya Pangeran Benawa berhasil merebut kerajaan Pajang dari tangan Aria Pangiri. Atas jasa dari Senopati penguasa Mataram dan menjalankan amanat dari ayahnya, Benawa memberikan hadiah hak atas warisan Ayahnya, namun ditolak dan menyatakan untuk tetap tinggal dan menjadi raja di Mataram, ia hanya meminta pusaka kerajaan seperti gong Kiai Balima, kendali Kiai Macan Guguh, dan benda-benda lainnya yang diberkati.92 Lalu Pangeran Benawa dikukuhkan sebagai raja Pajang namun dibawah perlindungan 89
Olthof, op.cit., h. 48. Khalil, op.cit., h. 65. 91 De Graaf, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h. 285. 92 Olthof, op.cit., h. 118. 90
54
kerajaan Mataram. Sejak saat itulah kerajaan Pajang menjadi kerajaan boneka Mataram.93 2.
Perluasan Wilayah Kerajaan Pajang Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan kerajan Demak membuat ia diangkat sebagai menantu Sultan Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (sekitar daerah Salatiga), dan sekitarnya.94 Pada awal berdirinya atau pada tahun 1549, bahwa wilayah Pajang yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri Jawa Timur yang sebelumnya telah dikuasai kerajaan Demak banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana. Daerah yang berhasil direbut oleh Jaka Tingkir yaitu Sidayu, Gresik, Pasuruan, Tuban, Wirasaba, Kediri (1577), Ponorogo, Madiun, Blora (1554), dan Jipang.95 Untuk wilayah Jipang dan Demak, dua daerah ini telah terlebih dahulu mengakui kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya.96 Eksistensi kerajaan Pajang mulai menurun semenjak meninggalnya Sultan Hadiwijaya. Peralihan kekuasaan setelahnya tidak berjalan mulus. Pergolakan terus terjadi, terutama antara Aria Pangiri dan Pangeran Benawa (anak dari Sultan Hadiwijaya). Pergolakan berakhir ketika Pangeran Benawa berhasil menyingkirkan Aria Pangiri dari tahta kerajaan Pajang berkat bantuan Sutawijaya alias Senopati.97 Namun, ini menandai berakhirnya kerajaan Pajang dikarenakan kerajaan Pajang tunduk terhadap Mataram yang dipimpin oleh Senopati. Pajang yang dipimpin Pangeran Benawa akhirnya dijadikan kadipaten kerajaan
93
Khalil, h. 66 Id.wikipedia.com 95 Yatim, op.cit., h.213. 96 Poesponegoro, op.cit., h. 55. 97 Abimanyu, op.cit., h. 356. 94
55
Mataram Islam.98 Dengan inilah kerajaan pusat Islam di Jawa beralih dari Pajang ke Mataram. 3.
Media Perluasan Islam Masa Kerajaan Pajang Berbagai cara dilakukan dalam perluasan wilayah dan pengaruh ajaran Islam selain dengan cara kekerasan atau peperangan. Berikut cara atau media yang digunakan kerajaan Pajang dalam memperluas pengaruh Islam: a.
Kesenian dan Kesusastraan Selama pemerintahan Jaka Tingkir, kesusastraan dan kesenian
yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman Jawa.99 b.
Politik dan Perkawinan Pada tahun 1581 M Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur
dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen.100 Dalam kesempatan itu, para raja Jawa timur yang hadir seperti raja dari Japan, Wirasaba, Kediri, Surabaya, Pasuruan, Madiun, Sidayu, Lasem, Tuban, dan Pati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan
adipati
Jawa
Timur)
dinikahkan
dengan
Hadiwijaya.101Negeri
kuat
lainnya
yaitu Madura juga
puteri berhasil
ditundukkan Pajang. Pemimpinnya kala itu bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dhuwur juga diambil sebagai menantu oleh Sultan Hadiwijaya.102
98
Poesponegoro, op.cit., h. 56. Kahlil, op.cit., h. 65. 100 Sunan Prapen adalah pemimpin agama islam di Giri. Ia menjadi pemimpin Agama Islam menggantikan Sunan Dalem yang wafat pada tahun 1545. memerintah sekitar tahun 1548-1605. Lihat, H.J De Graff & G. Th Pigeud, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa; h. 269 101 Ibid., h. 169 102 Abimanyu, op.cit., h. 344 99
56
Berikut adalah hasil pemetaan perluasan wilayah ketika kerajaan Pajang yang tergambar dalam peta tematik dibawah ini:
Gambar 4.4 Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Pajang Gambar peta tematik di atas adalah hasil pemetaan perluasan wilayah pada masa kerajaan Pajang. Pada peta tematik ini dibagi dengan tiga tipe simbol yaitu simbol titik, simbol garis dan simbol area. Untuk simbol titik terbagi menjadi dua kategori, yaitu simbol titik berwarna ungu menandakan daerah-daerah penting yang menjadi wilayah kekuasaan dan taklukan pada periode kerajaan Pajang. Sedangkan untuk simbol titik segilima menandakan pusat pemerintahan dari kerajaan Pajang. Untuk simbol yang kedua yaitu simbol anak panah warna merah menandakan arah perluasan wilayah (ekspansi) yang dilakukan pada puncak kejayaan kerajaan Pajang tepatnya pada pemerintahan Sultan Hadiwijaya. Dan simbol yang ketiga adalah simbol area warna hijau yang menandakan cakupan wilayah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Pajang. Sementara untuk area berwarna putih adalah wilayah
57
kekuasaan Banten dan diujung timur Jawa yang tidak berhasil dikuasasi oleh kerajaan Pajang. E. Periode Kerajaan Mataram Islam Mataram pada mulanya hanyalah merupakan hutan yang penuh tumbuhan tropis di atas puing-puing istana tua Mataram Hindu, lima abad sebelum berdirinya kerajaan Mataram (Islam) yang kita bicarakan sekarang ini.103 Awal mula dari kerajaan Mataram Islam adalah ketika Sultan Hadiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Panangsang. Sebagai hadiah akan hal tersebut, Sultan Pajang menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam dikemudian hari.104 Pada tahun 1577, Ki Pamanahan menempati istana barunya di Mataram. Dia digantikan oleh putranya, Senopati pada tahun 1584 dan dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopatilah yang dipandang sebagai Sultan pertama Mataram. Namun lebih dari itu, berdirinya kerajaan Mataram merupakan ramalan dari Sunan Giri yang,”Keturunan Ki Gede Mataram kelak akan memerintah seluruh rakyat Jawa, Giri pun akan patuh pada Mataram.”105 Ramalan tersebut terbukti, walaupun tidak menjadi seorang raja tetapi keturunan-keturunan dari Ki Ageng Mataram melahirkan penguasa yang hebat ditanah Jawa. 1.
Raja-raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Mataram Islam a.
Senopati Dalam cerita tutur Jawa, Ki Pamanahan tidak memakai gelar yang
lebih tinggi dari Ki Gede Mataram. Tetapi anaknya, yang juga menjadi penggantinya, waktu diangkat di Keraton (Pajang) telah diberi nama dan sekaligus gelar Senapati Ing Alaga oleh raja Pajang. Gelar itu selanjutnya 103
Harun, op.cit., h. 23. Yatim, op. cit., h. 214. 105 De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, op.cit., h. 62. 104
58
merupakan bagian tetap dari nama raja-raja Mataram.106 Senapati yang masih muda itu, pada tahun 1584 segera setelah ia mendapat kekuasaan atas Mataram mulai mengadakan persiapan untuk memerdekakan tanah warisnya. Terlihat jelas dari kegiatannya itu ialah pembangunan tembok sekeliling istananya. Ini dilakukannya atas nasihat dan petunjuk salah seorang dari para wali Islam, Sunan Kalijaga atau seorang penggantinya sebagai ulama dari Kadilangu.107 Senopati meninggal dunia pada tahun 1601 M, berdasarkan wasiatnya sebelum meninggal ia digantikan oleh putranya yang bernama Seda Ing Krapyak alias Raden Mas Jolang yang memerintah sampai tahun 1613 M.108 Senapati Ing Alaga merupakan pendiri dari kerajaan Mataram dan awal dari kebangkitan kerajaan Mataram Islam di Jawa. Dari keturunannya nantinya akan muncul pemimpin besar yang menguasai tanah Jawa. b.
Seda Ing Krapyak Sede Ing Krapyak menggantikan ayahnya yang meninggal pada
tahun 1601. Nama aslinya adalah Mas Jolang atau Ki Gede Mataram, tetapi ketika sudah terkenal namanya menjadi Seda Ing Krapyak.109 Seda Ing Krapyak adalah anak kesepuluh, namun anak keempat dari permaisuri Raja sebelumnya, dan merupakan anak laki-laki pertama. Sede Ing Krapyak bertolak belakang dengan ayahnya yang mempunyai sifat yang sangat agresif dalam memimpin pemerintahan, ia lebih terfokus pada pembangunan-pembangunan dibanding politik ekspansi.110 Panembahan Krapyak meninggal pada tahun 1613 M. Ia dimakamkan di dekat masjid Kota Gede di sebelah bawah makam dari ayahnya. Ia menjadi raja sekitar dua belas tahun, terhitung dari tahun 1601 M sampai dengan meninggalnya tahun 1613 M.111 Berdasarkan 106
De Graaf, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h. 283. Ibid., h. 287. 108 Yatim, op. cit., h. 215. 109 Harun, loc. cit. 110 Ibid., h. 25-26. 111 H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, h. 26. 107
59
wasiat Sang Sultan, yang menjadi sultan selanjutnya adalah Den Mas Rangsang (Sultan Agung).112 c.
Sultan Agung Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung
telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.113 Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Ketika naik tahta ia bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga Ngabdur Rahman.114 Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 di keraton Kota Gede dikarenakan sakit. Sebelum meninggal ia pun membangun Istana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya.115 Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.116 d.
Mangkurat I/Amangkurat I Sri Susuhunan Mangkurat Agung atau disingkat Mangkurat I
adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah tahun 1646-1677. Ia adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia banyak mengalami pemberontakan selama masa pemerintahannya. Selain itu Mangkurat I dikenal juga dengan nama Tegalwangi atau Tegalarum dikarenakan dimana tempat ia meninggal.117 Pada masa pemerintahannya yang tidak henti-hentinya terjadi pemberontakan, menyebabkan Mangkurat I pergi meninggalkan keraton. 112
Olthof, op.cit., h. 144 Abimanyu,op. cit., h. 367. 114 Olthof, op. cit., h. 145. 115 Poesponegoro, op. cit., h. 58. 116 Abimanyu,op. cit., h. 392. 117 H.J. De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, Terj. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. I. de ontbinding van het rijk. oleh Pusaka Grafitipers dan KITLV, (Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987), Cet. I, h. 9-10. 113
60
Dalam pelarian tersebut membuatnya jatuh sakit. Untuk mempercepat meninggalnya Mangkurat I, anaknya memberi racun kepada ayahnya. Sebelum meninggal, ia menyerahkan beberapa pusaka kerajaan kepada putranya tersebut.118 Mangkurat I meninggal pada tahun 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya (Tumenggung Danupaya) di Tegal.119 Karena tanah daerah tersebut berbau harum, maka desa tempat Mangkurat I dimakamkan kemudian disebut Tegalwangi atau Tegalarum. 2.
Perluasan Wilayah Kerajaan Mataram Islam Pada masa kekepimpinan Senopati selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi) menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu. Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.120 Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya. Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati
118
H.J. De Graaf, Runtuhnya Istana Mataram, Terj. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. II. Opstand en Ondergang, oleh Pusaka Grafitipers dan KITLV, (Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987), Cet. I, h. 202. 119 Poesponegoro, op. cit., h. 58 120 Olthof, op.cit., h. 122-131.
61
Pesagi (pamannya). Pada tahun 1595 adipati Pasuruan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama
Rangga
Kaniten.
Rangga
Kaniten
dapat
dikalahkan
Panembahan Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram. Setahun kemudian Tuban tunduk terhadap Mataram.121 Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati.122 Pada tahun 1609 Hanyakrawati melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya, musuh terkuat Mataram. Selanjutnya melakukan penyerangan ke arah Lamongan pada tahun 1612 dibawah komando adipati Martalaya dan Gresik pada tahun 1613. Tuban dan Pati dapat ditaklukkan, namun serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut.123 Serangan pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan
ikut
terbakar.
Sebagai
permintaan
maaf,
Hanyakrawati
mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba menjalin hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.124 Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 menggantikan ayahnya dan melanjutkan ekspansi-ekspansi ke berbagai wilayah. Saingan besar Mataram saat itu Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Agung mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, yaitu 121
H.J. De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, op.cit., h. 110. Ibid., 125. 123 Abimanyu,op. cit., h. 365 124 Ibid. 122
62
Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.125 Pada tahun 1615 Sultan Agung memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Adipati Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.126 Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem pada 1616 dan Pasuruan
tahun
1617.127
Kemudian
pada
tahun
1617
Pajang
memberontak tapi dapat ditumpas. Adipati dan panglimanya bernama Ki Tambakbaya melarikan diri ke Surabaya.128 Pada tahun 1620 sampai 1625 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung untuk menghentikan suplai air, namun kota ini tetap
mampu
bertahan.129
Sultan
Agung
kemudian
mengirim
Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) untuk menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) untuk menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas banyak kadipaten kemudian disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.130 Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini akhirnya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena 125
H.J. de Graaf dan Th. G. Th. Pigeud, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, Terj. dari De Regering van Sultan Agung, Vorts Van Mataram, 1613-1645, en Die van Zijn Voorganger oleh Pusaka Utama Grafitipers dan KITLV (Jakarta: PT. Pusaka Grafitipers, 1986), Cet. I, h. 31. 126 H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, op.cit., h. 33 127 Ibid., h. 41-42 128 Ibid., h. 48. 129 Ibid., h. 79. 130 Ibid., h. 81-85
63
pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangunoneng. Beberapa waktu kemudian, Jayalengkara meninggal dikarenakan usianya yang sudah tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.131 Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram. Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.132 Maka pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja, cucu dari Ki Juru Martani. Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan ratusan mayat orang Jawa berserakan dan sebagian mayatnya tanpa kepala.133 Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit.
Kegagalan
serangan
pertama
diantisipasi
dengan
cara
mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun 131
Ibid., 97 Abimanyu,op. cit., h. 385. 133 Ibid., h. 385. 132
64
pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya. Walaupun kembali mengalami
kekalahan,
serangan
kedua
Sultan
Agung
berhasil
membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.134 Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang
tahun
1632.135
Pemberontakan-pemberontakan
masih
berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.136 Pada tahun 1636 Sultan Agung mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap dapat dikalahkan pada tahun 1640.137 Pemerintahan kerajaan Mataram selanjutnya dilanjutkan oleh putra Sultan Agung. Namun pada masa ini terjadi penurunan kekuasaaan Mataram dikarenakan terjadi pemberontakan dan perselisihan didalam internal 134
kerajaan.
Amangkurat
I juga berselisih
dengan putra
Ibid. H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, op.cit., h. 201. 136 Ibid., h. 220. 137 Ibid., 262 135
65
mahkotanya, yaitu Raden Mas Rahmat yang menjadi Adipati Anom. Perselisihan ini dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan Adipati Anom akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta tetapi gagal. Amangkurat I menumpas seluruh pendukung putranya itu. Sebaliknya, Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracun Mas Rahmat tahun 1663. Perselisihan memuncak tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi. Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik mertuanya sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri. 138 Mas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan Adipati Anom berkenalan dengan Raden Trunajaya menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670. Kemudian mereka merencanakan pemberotakan terhadap Mataram.139 Pertempuran demi pertempuran terjadi di mana kekuatan para pemberontak semakin besar. Diperkirakan terjadi perselisihan antara Trunajaya
dan Amangkurat
II, sehingga
Trunajaya
tidak jadi
menyerahkan kekuasaan kepada Amangkurat II sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dan malah melakukan penjarahan terhadap istana Kartasura. Mas Rahmat yang tidak mampu lagi mengendalikan Trunajaya pun berbalik kembali memihak ayahnya.140 Puncaknya, tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. Babad Tanah Jawi menyatakan, bahwa dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian meninggalkan keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di Kediri, Jawa Timur.141 138
Abimanyu,op. cit., h. 401. Ibid., h. 401-402. 140 H.J. De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, op.cit., h. 26 141 Abimanyu,op. cit., h. 402. 139
66
3.
Media Perluasan Islam Masa Kerajaan Mataram Islam Berbagai cara dilakukan dalam perluasan wilayah dan pengaruh ajaran Islam selain dengan cara kekerasan atau peperangan. Berikut cara atau media yang digunakan kerajaan Mataram Islam dalam memperluas pengaruh Islam: a.
Perkawinan Pangeran Pekik yang merupakan putra dari adipati Surabaya dan
masih ada hubungan kekerabatan dengan Sunan Giri, dinikahkan dengan adik Sultan Agung yaitu Ratu Pandan Sari. Kemudian Pangeran Pekik digunakan sebagai alat untuk menaklukkan Giri. Selain itu Sultan Agung juga menikahi putrid dari Cirebon agar Cirebon mau mengakui kekuasaan Mataram.142 b.
Pendidikan dan kebudayaan Sultan agung menaruh perhatian penuh terhadap kebudayaan
Mataram. Ia memadukan kalender hijriah yang dipakai di pesisir utara dengan kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman yang hasilnya adalah kalender Islam Jawa sebagai pemersatu rakyat Mataram. Selain itu, Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik yang berjudul Sastra Gending. Dan Sultan Agung juga menetapkan bahasa bangongan yang harus dipakai agar hilangnya kesenjangan satu sama lain143. c.
Ekonomi dan Politik Hubungan Mataram dengan Cirebon pada masa pemerintahan
Panembahan
Ratu
tidak
karena
penaklukan,
tetap
hubungan
persahabatan. Dapat terlihat pada pembangunan benteng Cirebon berkat bantuan Senapati.144 Pada masa Sultan Agung pertanian adalah sumber ekonomi sekaligus kejayaan Mataram. Karena itu, penguasa tanah yang
142
Ibid., 382-383. Ibid., h. 391. 144 Poesponegoro, op.cit., h. 56. 143
67
luas berpengaruh dalam bidang ekonomi disatu pihak dan kepentingan politik dipihak lainnya.145 Berikut adalah hasil pemetaan perluasan wilayah ketika kerajaan Banten yang tergambar dalam peta tematik dibawah ini:
Gambar 4.5 Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Mataram Islam Gambar peta tematik di atas adalah hasil pemetaan perluasan wilayah pada masa kerajaan Mataram Islam. Pada peta tematik ini dibagi dengan tiga tipe simbol yaitu simbol titik, simbol garis dan simbol area. Untuk simbol titik terbagi menjadi dua kategori, yaitu simbol titik berwarna hijau menandakan daerah-daerah penting yang menjadi wilayah kekuasaan dan taklukan pada setiap periode kerajaan. Sedangkan untuk simbol titik segilima menandakan pusat pemerintahan dari kerajaan Mataram Islam tepatnya di Yogyakarta. Untuk simbol yang kedua yaitu simbol garis berupa anak panah 145
Abimanyu, h. 388
68
warna merah menandakan arah perluasan wilayah (ekspansi) yang dilakukan pada puncak kejayaan Mataram Islam. Dan simbol yang ketiga adalah simbol area warna ungu yang menandakan cakupan wilayah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Mataram Islam, kecuali Batavia yang masih dikuasai oleh Belanda.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian library research (studi pustaka) tentang periodisasi perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Periodisasi perluasan wilayah Kerajaan Islam di Jawa dapat dibagi kedalam lima periode kerajaan yaitu Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Mataram Islam. Perioden pertama yaitu Kerajaan Demak. Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Demak mencapai puncak kejayaan dan perluasan wilayah ketika di bawah Sultan Trenggana, Demak menguasai daerahdaerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana, Tuban, Madiun, Surabaya dan Pasuruhan, dan Malang. Periode kedua yaitu Kerajaan Cirebon. Kerajaan Cirebon sangat melekat dengan Sunan Gunung Jati. Perluasan wilayah yang ia lakukan ke wilayah Talaga, Raja Galuh, Luragung dan sekitarnya. Pada masa pemerintahan Cirebon selanjutnya tidak melebarkan sayapnya ke daerah-daerah lain karena terjepit oleh dua kerajaan besar yaitu Banten dengan Mataram. Periode ketiga yaitu Kerajaan Banten. Kerajaan Banten menguasai daerah Jawa bagian barat, selain wilayah Cirebon. Dan kekuasaan Banten sampai ke pulau Sumatra, tepatnya di Bengkulu, Lampung, dan Palembang. Periode keempat yaitu kerajaan
Pajang.
Jaka
Tingkir
menjadi
Raja
Pajang
pertama
memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang. Pada masa jayanya, kerajaan Pajang menguasai wilayah seperti Madura, Sidayu (Lamongan), Gresik, Pasuruan, Tuban, Wirasaba, Kediri, Ponorogo, Madiun, Blora, dan Jipang. Untuk Jipang dan Demak telah terlebih dahulu mengakui kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Jaka Tingkir. Periode kelima yaitu kerajaan Mataram Islam. Periode kerajaan Mataram menjadi suksesi
69
70
kerajaan Islam selanjutnya dengan raja pertama adalah Senopati. Pada periode Mataram, kerajaan Islam mencapai puncak kejayaannya ketika dimasa kepemimpinan Sultan Agung. Hampir seluruh wilayah di Jawa berhasil dikuasai olehnya. Namun Sunda Kelapa atau Batavia gagal dikuasai dikarenakan kuatnya kedudukan Belanda (VOC) kala itu. 2. Keseluruhan sejarah periode perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa yang telah dideskripsikan berdasarkan kajian pustaka, kemudian dipetakan kedalam peta tematik dengan menganalisis dari aspek spasialnnya dari pusat kerajaan yang lebih kecil atau wilayah penting yang ditaklukkan
berdasarkan wilayah administratif dari berbagai
wilayah di pulau Jawa yang bersumber dari peta yang dibuat pada tahun 2009. Dari menganalisis spasialnya menghasilkan beberapa peta tematik disesuaikan kisah sejarah perluasan wilayah kerjajaan Islam setiap periodenya. Mengunakan tiga symbol utama yaitu simbol titik, garis dan area yang di tonjolkan oleh peta tematik tersebut dapat terlihat luasan wilayah dan daerah-daerah mana saja yang menjadi daerah kekuasaan pada masing-masing periode pemerintahan berdasarkan kondisi saat ini secara administratif. B. Saran 1. Setiap periode kerajaan Islam di Jawa mengalami masa pasang-surut yang dimulai dari masa pendirian kemudian masa kerayaan dan masa menurunan yang di iringi dengan pemberontakan-pemberontakan. Dari segala macam pemberontakan (kudeta) yang terjadi, sebagian besar berasal dari perpecahan internal keluarga. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita semua jangan sampai kekuasaan menjadi penyebab perpecahan baik dalam keluarga ataupun bangsa. 2. Dalam rujukan dan penelitian yang relevan, peneliti masih sangat minim informasi tentang bagaimana penelitian sejarah yang baik dan benar. Masih butuhnya masukan-masukan sebagai penyempurnya skripsi sejarah yang dikembangkan kedalam ilmu peta.
DAFTAR PUSTAKA Aber, James S. “Sejarah Singkat Peta Dan Pembuatan Peta”, Terj. Darkono, 2008, www.darkono.wordpress.com, diakses pada 4 Desember 2014. Abimanyu, Soedjipto. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta: Laksana, 2014. Adeng, dkk, Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996. Alisjahbana, Armada. Sebanyak 54,7 Persen Penduduk Terpusat di Jawa, www.tempo.com. 2014, Ansari, Isa. Kekuasaan Jawa Dalam Struktur Kerajaan Islam dan Pewayangan: Sebuah Analisis Strukturlarisme Levi-Stauss. Jurnal Penelitian Seni Budaya, Vol. 2, 2010. Arif, Muhamad. Pengantar Kajian Sejarah. Cet. I Bandung: Yrama Widya, 2011. Astuti, Dewi. Kamus Populer Istilah Islam, Kalil: Jakarta, 2014. Badan Pusat Statistik, Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010, http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267, diakses pada 18 Maret 2015. BARKOSULTANAL, “Sejarah”, www.bakosurtanal.go.id/sejarah, diakses pada 4 Desember 2014. Bochori, M. Sanggupri., dkk., Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
71
72
Cribb, Robet., dan Kahin, Audrey. Kamus Sejarah Indonesia, Komunitas Bambu: Jakarta, 2012 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. Elly, Muhamad Jafar. Sistem informasi Geografi: Menggunakan Aplikasi Arcview 3.2 dan ERMapper 6.4. Cet. I, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Fatah, Abdul., dkk., Ensiklopedi Islam, Departemen Agama: Jakarta, 1993. Ghautama, Gatot., dkk., Pedoman Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Sejarah, Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006. Graaf, H.J De., dan Pigeaud, Th., Kerajaan Islam Pertama Di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, Terj. dari De Eerste Moeslimse Vorstendommen op Java, Studien over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en 16 Eeuvv, oleh Pusaka Utama Grafiti dan KITLV, Cet. III, Jakarta: PT Pusaka Utama Grafiti, 1989. Graaf, H.J De., Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, Terj. dari De Regering van Panembahan Senapati Ingalaga oleh Grafiti Pers dan KITLV, Cet. II, Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987a. ----------------, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, Terj. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. I. de ontbinding van het rijk. oleh Pusaka Grafitipers dan KITLV, Cet. I, Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987b. ----------------, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, Terj. dari De Regering van Sultan Agung, Vorts Van Mataram, 1613-1645, en
73
Die van Zijn Voorganger oleh Pusaka Utama Grafitipers dan KITLV, Cet. I, Jakarta: PT. Pusaka Grafitipers, 1986. ----------------, Runtuhnya Istana Mataram, Terj. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. II. Opstand en Ondergang, oleh Pusaka Grafitipers dan KITLV, Cet. I, Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987. Harun, M. Yahya. Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII. Yogyakarta: Karunia Kalam Sejahtera, 1995. Hayati, Chusnul., dkk., Peran Ratu Kalinyamat Di Jepara Pada Abad XVI. Jakarta: CV. Putra Prima, 2000. Iskandar, Edi. Sistem Informasi Geografi Untuk Pemetaan Daerah Rawan Gempa Tektonik dan Jalur Evakuasi Di Yogyakarta, Jurnal Penelitian IPTEKKOM, Vol. 14 2012 Izza, Eni Mufidatul. “Sejarah Keprajuritan Kesultanan Mataram”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Kastari, Maulana. “Kesultanan Islam Pajang; Studi Tentang Pekembangan Kesultanan Pajang Masa Sultan Hadiwijaya”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Khalil, Ahmad. Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa. Malang: UINMalang Press, Cet. I, 2008. Kosoh S., Suwarno K., dan Syafel, Sejarah Daerah Jawa Barat. (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994), h. Kraak, Menno-Jan., dan Ormeling, Ferjam. Kartografi: Visualisasi Data Geospasial. Terj. dari Cartography: Visualization of Geospatial Data
74
Oleh Sukendra, dkk., Cet. I, Yoyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013. Kuntowijiyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Cet. I, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995. Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian I: Batas-batas Pembaratan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Lubis, Nina H. Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, dan Jawara. Cet I, Jakarta: Pusaka LP3ES Indonesia, 2003. Madjid, M., Dien, dan Wahyudi, N. Johan. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, Jakarta: Kencana, 2014. Miswadi, Dedy. Kartografi Tematik (Buku Ajar). Lampung: Universitas Lampung, 2013. Nurdien, Rifni. Makalah Konsep Islam, (www.kompas.com), diakses pada 19 Maret 2015. Nurhajarani, Dwi Ratna. Sejarah Kerajaan Tradisonal Surakarta. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999. Olthof, W.L. Babad Tanah Jawi, (Edisi Hard Cover). Terj. HR. Sumarsono, Cet. I, Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2014. Ormeling, Ferjan. Kartografi Tematik: Aspek Sosial dan Ekonomi, Terj. Agus Dwi Martono, Yogyakarta: Ombak, 2013. Pemprov. Banten, “Sultan di Banten”, 2012, http://bantenprov.go.id/read/sultandi-banten.html, diakses pada 4 Desember 2014.
75
Poesponegoro, Marwati Djoened., dan Notosusanto, Nugroho (eds.)., Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Cet.II, Jakarta: Balai Pustaka, 2008. Priyanto, Yoga Tri. “Sejarah Perkembangan Kartografi (Peta) dalam Islam”, Harian Umum Merdeka, 10 Juli 2013, (www.merdeka.com), diakses pada 4 Desember 2014. Rochmat, Saefur. Ilmu Sejarah. Cet I, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Simon, Hasanu. Misteri Syekh Sti Jenar: Peran Wali Songo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa. Cet. IV, Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2007. Sobri, “Sri Kertanagara Dalam Usaha Mewujudkan Wawasan Dwipantara Tahun 1275-1292”, Skripsi pada Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung
Bandar
Lampung,
Lampung,
2013,
tidak
dipublikasikan. Soedjojo, Hadwi., dan Riqqi, Akhmad., Kartografi, Bandung: ITB, 2012. Suhardjo, Kartografi Dasar. Jakarta: Unversitas Negeri Jakarta, 2007. Sulendraningrat, P.S. Sejarah Cirebon. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, 1978. Sulistiono, “Model Pengembangan Wilayah Dengan Pendekatan Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banyumas),” Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor, Bogor 2008, h. 14, tidak dipublikasikan. Sundari,
Nina.
Pemanfaatan
Media
Peta
dalam
Upaya
Meningkatkan
Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar. Nomor 10, 2008.
76
Sunyoto, Agus. Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan. Jakarta: Transpustaka, 2011. Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pusaka Setia, Cet. 10, 2008. Tamburaka, Rustam E. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEK. Cet.I, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002. Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat 17 Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2008.
Lampiran I
Lampiran II
Lampiran III
Lampiran IV
Lampiran V
UJI REFERENSI
Nama NIM Jurusan Judul Skripsi
:
Ipan Sunarya
:111001500001.9
: Pendidikan IPS (Geografi) : Periodisasi Perluasan Wilayah Kerajaan Dosen Pembimbing : 1. Dr. Iwan Purwanto M.Pd 2.
2.
J
4
Sodikin, M.Si
Sumber Referensi
No.
I
Islam Di Jawa
BAB I PEI\DAIITJLUAN Dedi Supriyadi, Sejarah Perqdqban Islam, (Bandung: CV Pusaka Setia, 2008),Cet.X, hlm 188. Kuntowijiyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), Cet. I, h.77. Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian I: Batasbatas Pembaratan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2005) h. t4. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qurbn dan Terjemahannya, @andung: CV Penerbit J-ART, 2OO4), h.
Paraf
6.
7.
8.
9
Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etila dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN-Malang Press, 2008),h.62 M Yahya tIarurU Kemjann Islnm Nusantara Abad XVI dan XVil, (Yogyakarta: Karunia Kalam Sejahtera, 1995), h.26. Iladwi Soedjojo dan Akhmad Riqqi, Kartografi, (Bandung: rTB,2ot2), h. 19 Gatot Ghautama, dt
Paraf 2
K
4 6' 4
r
*'
d
286 5.
I
4 l2/r./
.
4/v
$',
,t' ,y ,?
u
I
2 J
4 5
6. 7.
8.
BAB tr KAJIAN TEORITIK Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Rustam Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEK (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2002\. Cet. I. h 21. Kuntowij iy o, P engantar llmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan BentangBudaya, 1995), Cet.I, h. 13. Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dahm Etila dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN-I\4alang Press,2008), Cet.I, h.58. Departemen Agama Republik Indonesi4 Al-Qur'an dan .1-1/ Teriemahannya, (Bandwg: CV Penerbit J-ART, 2004),h. 88. Chusnul Hayati, Dewi Yulianti, Sugiyarto, Peran Ratu Kalinyamat Di Jepara Pada Abad XVI, (Jakarta: CV. Putra Prima. 200).ha1.4. /T- t De Graaf, op. cit.,h. 41. Agus Sunyoto, Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang D i s i n ski rka n. (J akata. Transpustaka, 2011 ). h. 208. W.L. Olthof, Babad Tanah Jawi, (Edisi Hard Cover), Terj. HR. Sumarsono, (Yogyal<arta: Penerbit Narasi, 2014), Cet. I,
E.
4 4 4" 4
4
h30 9
Badri Yatim, Sejarah Peradabqn Islam, (Jakarta: RaJawali Press. 2008). h.
2Il.
l0
Khalil, op. cit.,h.62.
11
Hayati. op. cit.. hal. 8. De Graaf, op.cit.,h. 49. Hasanu Simon, Misteri Syekh Sti Jenar: Peran Wali Songo
t2. 13.
4, r7/
%: .
Dalam Mengislamkan Tanah Jawo, (Yogyakarta: Pusaka Pelaiar 2007\ Cet. IV, h.436 T- rt4 De Graaf, op.cit.,h. 46. 15 Hayati. op. cit.,h. 12. %'" -rAr':/ t6. Ibid.,h. t5. t7 De Ctraff, Kerajaan-KerdJdan Islam di Jawa., op. cit., hal W.L. Olthof, Babad Tanah Jawi, (Edisi Hard Cover), Terj. HR. Sumarsono, (Yogyakarla'. Penerbit Narasi, 2074), Cet.. I, h. 48
l9 20
.l4t
rbid.
H.J. De Graaf, Awal Kebangkinn Mataram, Maso Pemerintahan Senopati, Tert. dari De Regering vdn Panembahan Senapati Ingalaga oleh Grafiti Pers dan (lakarta'. PT Pusaka Crrafitipers. 1987). Cet. tr h.62.
2t. Khalil. op.cit.. h. 65.
t/
,9'
,? *
,K Y q
g ,//
tr
,?
qt ,?
242 18
v,7
KITLV
d
,yg
r /7
44
/v .7
U,
,'y
4t
22
De Graaf, Keroiaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h. 285
23.
Olthof, op.cit., h. 118. crz. Olthof, op. cit.,h.74. Dwi Ratra Nurhajarani, dkk, Sejarah Kemjaan Tradisonal Suralarta, (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direldorat Selarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999), h. 59. Yatim, op. cit.,h.2l4. De Graaf, Awal Kebangkinn Mataram, Masa Pemerintahan /_ Senopati, op.cit., h. 62. y.. De Graaf, Keraiaan Islam Pertama Di Jana, op. cit.,h.283. Marwati Djoened Poesponegoro, dan Nugroho Notosusanto (eds.), Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kemjaan Islam di Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka- 2008)- Cet.tr- h. 56. Yatim, op- cit-,h.215. Harun. loc. cit. W.L. Olthof, op. cit.,h.l4l. De Ctraaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Asunp. op. cit.. h. 28. V Olthof, op. cit., h. 145. Muhamad Arif, Pengantar Kajian Sejarah, @andung: Yrama Widya,201l), Cet. I, h. 60. Poesponeqoro. op. cit.. h. 58. H.J. De Ctraaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, Ter1. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. I. de ontbinding van het rijk. oleh Pusaka Grafitipers dan KITLV, (Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987), Cet.I, h. 9-10. Ibid._88-89. %. W. olthol op. cit.,h. 192-193. H.J. De Crraaf, Runtuhnya Istnna Mataram, Terj. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. II. Opstand en Ondergang, oleh Pusaka Grafitipers dan KITLV, (Jakata: PT Pusaka Grafitipers, 1987). Cet. L h.202. a1lfl Poesponegoro, op. cit., h. 58 Adeng, dl
24 25
26. 27
28. 29
30. 31. 32.
)). 34 35.
36. 37
38.
39. 40.
41. 42.
T. T.-
T:
-tr
q: a.
/V
,r ,v K ,(,/
"/ 't7
r
/y ,?,, ,y
r -z_,/
./v
,r
43.
M. Sanggupri Bochori, dkk., Sejarah Kerajaan Trodisional Cirebon, (Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah
Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen 44. 45. 46 47.
48. 49 50. 51
52.
53.
54.
Pendidikan Nasional.2001). h. 6. Sunyoto, op. cit., hal. 155. Adeng, op. cit..25. De Graaf. Keraiaan Islam Pertama Di Jm,va- oo. cit..h. 128. Adene. loc. cit. Poesponegoto, op. cit., h. 59 Sunyoto. op cit.. hal. 154. De Graal Kerajaon Islam Pertama Di Jawa, op. cit.,h. 144. Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jowi, (Jogjakarta: Laksana, 2Ol4), Cet. I, h.449. West Java Kingdom, Kesulnnan Cirebon (www. westj avakingdom. info/20 I I /O7lkesultanancirebon.html). diakses oada2 Desember 2014. De Graaf, Kerajaan Islam Pertamn Di Jana, op. cit., h. 144145.
Ibid.,h.145
TTF.. .14
'h
T..-
4..
ry
a/
lt/
WestJava Kingdom, loc. cit. *f.4 56. Sanssuori- oD. cit.- h. 33. 57. Harun, op. cit., h.33. ,-/', €)v 58. De Graaf Keraiasn Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h.148. 59. Nina H. Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, 4 Ulama, dan Jowara, (lakarta: Pusaka LHIES Indonesia 2003). Cet. L h. 36. 60. Hasanuddin, penguasa Islam yang kedua atas Banten, lihat. H.J De Crraaf dan Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, Teq. dai De Fnrste Moeslimse Vorstendommen op Java, Studien over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en I6 Eeuw, oleh Pusaka Utama Grafiti dan KITLV, (lakarta: PT Pusaka Utama Grafiti. 1989). Cet. Itr. h. 151. 61. P.S. Sulendraningrat Sejarah Cirebon, (Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah ,?1/ 1978), h.23. G! 62. De Ctraaf, Keraiaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit.,h. 152. 63 Harun, op. cit.,h.35. 64. Lubis, op. cit.,h.39. *7t-. 65 Khalil. oo. cit.. h.72. /_1 66 Harun, loc. cit. 55.
r
4,,
K
rk. K
i/
ry. Kt Ll
&
b{t
K,7 'q/'
/a //
67. 68.
69. 70.
71. 72. 73. 74.
75. 76.
77
78 79. 80.
%.. q. (4.
De Graaf, Keraiaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h. 153. Harun, op. cit.,h.36 Lubis. op. cit..h.40 Pemprov. Banten, Sulnn di Banten, 2012 , diakses pada 4 Desember 2014. Yatim. oD. cit.-h.36 V1F. Lubis, op. cit.,h. 4l-42 aa.{ Pemprov. Banten, Suhan di Banten,2012,Ioc. cit. Nina H. Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Uama, dan Jawara, (Jakanta. Pusaka LP3ES Indonesi4 2003). Cet I. h. 41 ?-. Pemprov. Banten, loc.cit. Lubis. op. cit..h.44 Kosoh S., dkk., Sejarah Daerah Jowa Barqt, (Jal<arta'. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994), h. 97-98. Lubis. op. cit..h. 47. -
4i
s2.
Ibid. 81 Kosoh 5.. op. cit.,h.l05. 82. James S. Aber, Sejarah Singlat Peta Dan Pembuatan Peta, Te{. Darkono, 2008, (www. darkono.wordpress.com), diakses pada4 Desember 2014 83 Yoga Tri Priyanto, "Sejarah PerkembanganKartagafi (Peta) dalam Islam", Harian Umum Merdeka, 10 Juli 2013,
u
1,
"/r
ry ,(
/y
4%
"/.,/
u
/lry.
* //
Suhardjo, Kartografi Dasar (Jakarta: Unversitas Negeri lakata,2o07't,h. 4. 86. K. Endro Saryono dan Muhammad Nursaban, Kartografi Dasar, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), h.2. 87. Hadwi Soedjojo dan Akhmad Riqqi, Kartografi, (Bandung: rTB.2Ot2),h.34. 88 Nina Sundari, "Pemanfaatan Media Peta dalam Upaya Meningkatkan Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar", Jumal Pendidikon Dasar, Nomor 10, 2008, h. 3. 89. Suhardio, op. cit.,h. 8. 90. Sariyono, op. cit.,h.7. 85.
,r
BARKOSULTANAL, Sejarah, (www.bakosurtanal.go.idl seiarah). diakses pada 4 Desember 201 4
,
./L/,
(www. merdeka. com). diakses oada 4 Desember 20 1 4 84
/v /K kt
u.
rbid..h.
ry
,
k k
d
4
k
d. -//.
/
rt-..1
ry
UV
Dedy Miswadi, Kartografi Tematik (Buku Ajar), (Lampung: Universitas Lampunq. 2013'l,. h.23 . 92 rbid.,h.23-24 93. Ferjan Ormeling, Kartografi Tematik: Aspek Sosial dan Ekonomi, Terj Agus Dwi Martono, (Yogyakarta: Ombah
9l
94
Suhardio. op. cit.. h. 9.
96.
Ibid.,h.9t. Muhamad Jafar
98
99. 100 101
t02
103
I
I
Elly, Sistem informasi Geografi
g -.4, ,4.
:
Menggunakan Aplikasi Arcview 3.2 dan ERMapper 6.4 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), Cet. I, h. 3. -1lV Suhardio, op. cit., h. 96. .1{ Ormeling, loc. cit. Dedy Miswadi, Kartografi Tematik (Buku Ajar), (Lampung: Universitas Lamounq,2013), h. 30. Edi Iskandar, Sistem Informasi Geografi Untuk Pemetaan Daerah Rawan Gempa Tektonik dan Jalur Evakuasi Di Yowakarta, Jurnal Penelitian IPTEK-KOM, Yol. 14,2012. Maulana Kastari, "Kesultanan Islam Pajang; Studi Tentang Pekembangan Kesultanan Pajang Masa Sultan Hadiwijaya", Skripsi IIIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Eni Mufidatul lzza, "Sejarah Keprajuritan Kesultanan Mataram"- Skripsi UIN SvarifHidavatullah Jakarta. 2005. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah, (Cet. I : Yogyakarta, Ctraha llmu,2009), h. 147-151 BAB IV HASIL PENELMIAN DAN PEMBAHASAN Thomas Stamford Rafles, The History of Javo, Tef. Eko Prasetya Ningrum, Nurhayati Agustin, dan Idda Qoryati Mahbubah, (Yogyakarya: Penerbit Narasi, 2008), Cet. I, h.
4
489. 2.
vZt
20t3),h.31. Hadwi Soedjojo dan Akhmad Riqqi, Kartografi, @andung: rTB.2012).h.24.
95
97
4, trN
H.J De Graaf dan Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, Teq. dai De Eerste Moeslimse Vorstendommen op Java, Studien over de Staatlilndige Geschiedenis van de 15 de en 16 Eeuw, oleh Pusaka Utama Grafrti dan KITLV, (Jakarta: PT Pusaka Utama Ctraftti,l989), Cet. III, h.65-66
/
K1
//1
,r / /b ,;r/
,It/n {
,r
k/y
t tr
,.-
J.
4 5
6.
7 8
9.
Chusnul Hayati, Dewr Yulianti, dan Sugiyarto, Peran Ratu Kalinyamat Di Jepara Pada Abad XVI, (lakarta: CV. Putra Prima, 20OO), h. 11. rbid. De Graaf., op. cit.,h.68.
1l
t2
fral
Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi, (Jogjakarta: /L'v Laksana, 2014), Cet. I, h.320 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press,2008), h.213 Marwati Djoened Poesponegoro, dan Nugroho Notosusanto (eds.), Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perlrembangan Kerajaan-Kemjaan Islam di Indonesia, (lakarta: BalaiPustaka,200S), Cet.II, h. 55 W.L. Olthof, Babad Tanah Jawi, (Edisi Hard Cover), Terj. HR. Sumarsono, (Yogyakarta: PenerbitNarasi, 2014), Cet. I,
h.122-t3t 10.
3ta
r
44
JY
v
1986), Cet. I, h. 33.
14. 15
Abimanyu, op. cit., h. 385
16
rbid.
t7
Ibid.,h.40t.
18
H.J. De Ctraaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, Tef . dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. I. de ontbinding van het rijk. oleh Pusaka Grafitipers dan KITLV, (Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987), Cet. I, h. 26
h
ry
Mataram, 1613-1645, en Die van Zijn Voorganger oleh Pusaka Utama Grafitipers dan KITLV, (Jakarta: PT. Pusaka Grafitipers,
Ibid.,45 Ibid.,97
Y
r
Sultan Agung, Teq. dari De Regenngvqn Sultan Agung, Vorts Van
13
IY ,,
,'?//
H.J. De
Crraaf, Awal Kebangkinn Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, Te.j dari De Regering van Panembahan Senapati Ingalaga oleh Grafiti Pers dan KITLV (Jaka*a: PT Pusaka Grafitipers, 1987), Cet. tr h. 110. Ibid., L25 H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi
tr
..?r/
.4{
al 4/-
4
,U (,/
CI '//'
,r
t9.
Abimanyu, op. cit., h.402.
20.
25.
Kosoh S., Suwarno K., dan Syafel, Sejarah Daerah Jawa Barat, (Jakata: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi SejarahNasional, 7994), h. 100. Abimanyu, op.cit., h. 449. Ibid.,h.450 Chusnul llayati, Dewr Yulianti, dan Sugiyarto, Peran Ratu Kalinyamat Di Jepara Pada Abad XVI, (Jakarla: CV. Putra Prim4 2000), h. 10. Nina E Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, dan Jowara, (Jakarta: Pusaka LP3ES Indonesia, 2003), CetI, h. 35 Ibid.,36.
26.
Ibid.,4l.
Z7
Lubis, op.cit., h. 54.
2t 22.
23.
24
Pembimbing I
4/.' .9/
ti/
akarta, 29
J
/K
r
anuari 201 5
Pembimbing tr
Sodikin, M.Si NIP.:
,q, V
M-. ly
0/1
Dr. Iwan Purwanto, M.Pd NIP.: 19730424 200801 | Ol2
d
&
.l/
J
t
T.
BIODATA PENULIS
Nama lengkap penulis yaitu Ipan Sunarya. Lahir di Jakarta pada tanggal 6 Mei 1991, merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Liman Manoto dan Imas Masriah. Penulis bertempat tinggal di Jalan Moh. Kahfi II, Kp. Kalibata RT 001/RW, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Riwayat pendidikan penulis yaitu Sekolah Dasar di SDN Cipedak 03 Pagi lulus pada tahun 2003. Kemudian Sekolah Menengah Pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Jakarta lulus pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan mengambil jurusan Pendidikan IPS, Program Studi Geografi. Pada bulan Maret penulis telah lulus dan menyelesaikan Skripsi yang bertemakan Sejarah dengan Judul “Periodisasi Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa dalam Peta Tematik.”