ANALISIS PENGARUH INFLASI, BI RATE, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NON PERFOMING FINANCING (NPF) DAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) TERHADAP PEMBIAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA (Periode Februari 2011–Maret 2016)
Oleh Annisa Nurhidayati Arief Daud NIM. 1112086000007
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI Nama
: Annisa Nurhidayati Arief Daud
Tempat, Tanggal Lahir
: Tangerang, 26 Oktober 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Sedap Malam Ciputat no11 pisangan
No Telp/Hp
: 081297223066
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN TK Salman
(Tahun 1998-2000)
SDN Ciputat VI
(Tahun 2000-2006)
MTsN 3 Jakarta
(Tahun 2006-2009)
SMAN 66Jakarta
(Tahun 2009-2012)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Tahun 2012-2016)
PENGALAMAN ORGANISASI HMJ Ekonomi Syariah
(Tahun 2012-2014)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(Tahun 2012-2015)
i
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influence of Inflation,BI Rate, Indonesia Bank Certificate Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) and Third Party Fund (DPK) to Small and Medium Enterprises Financing in the syariah bank in Indonesia. The data used was Time Series data periods of February : 2011 – March : 2016 from Statistic Banking of Indonesia. For analyzing Multiple Linear Regression. The results of this research indicate that the variable Inflation, Indonesia Bank Certificate Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) and Third Party Fund (DPK), in a partial influence with Small and Medium Enterprises Financing. This is showed by the value of Adjusted R Square of 62,1% while the remaining 37,9% influence by other factors. In this research note that the Inflation, Third Party Fund (DPK) have a significantly and positive and Indonesia Bank Certificate Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF) have a significantly and negative effect on the Small and Medium Enterprises Financing. Meanwhile, BI Rate has negative influence and n o t significant effect on Small and Medium Enterprises Financing. Simultaneously, the overall independent variables have a significant influence to Small and Medium Enterprises Financing. Keywords: Small and Medium Enterprises Financing, Inflation, BI Rate, Indonesia Bank Certificate Syariah (SBIS), Non Perfoming Fianancing (NPF), and Third Party Fund (DPK)
ii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada bank syariah di Indonesia. Data yang digunakan adalah data Time Series periode Februari 2011Maret 2016, yang bersumber dari Statistik Perbankan Indonesia. Untuk menganalisis, penulis menggunakan metode Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Ditemukan dengan nilai Adjusted R Square 62,1%, sedangkan sisanya 37,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dalam penelitian ini diketahui bahwa Inflasi, Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan positif dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF) berpengaruh signifikan negatif terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sedangkan BI Rate tidak berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan Usaha kecil dan Menengah (UKM). Secara simultan, dengan nilai signifikan sebesar 0,000 maka keseluruhan variabel independen memiliki pengaruh signifikan tehadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah. Kata kunci: Pembiayan Usaha Kecil dan Menengah, Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah(SBIS), Non Perfoming Fianancing (NPF), dan Dana Pihak Ketiga (DPK).
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF) dan dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia periode Februari 2011– Maret 2016” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membatu dalam penyusunan skripsi ini terutama pada: 1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan segala pertolonganNya tidak mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segala nikmat yang Engkau berikan, ya Rabb. 2. Keluarga yang saya sayangi, Ibunda Inayati Syam S.E yang selalu memberikan saya semangat dan motivasi, mendoakan saya ditiap sholatnya. Ayahanda Bapak M.Arief Daud yang telah bekerja keras demi anak-anak dan keluarga dan selalu mendoakan saya ditiap sholatnya. 3. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc,M.Si selaku Dekan FEB, Bapak Dr.Amilin, SE., Ak.,M.Si., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid.
iv
Akademik, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag, M.H selaku Wakil Dekan II Bid Administrasi Umum dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin M.A selaku Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan yang telah memberikan jalan bagi saya dalam mengerjakan skripsi ini. 4. Bapak Yoghi Citra Pratama Pratama, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah dan Ibu Endra Kasni Laila Yuda, M.Si selaku sekertaris Jurusan Ekonomi Syariah. 5. Bapak Yoghi Citra Pratama Pratama, M.Si selaku Pembimbing Akademik. 6. Bapak Dr. Ir. H Roikhan Mochamad Aziz, MM, Selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan sebagai penemu Teori H dalam QS.AL-Hijr (15):87 dengan barcode 1587411262236 pengampu mata kuliah Islam dan
pengetahuan
yang
dengan
kerendahan
hatinya
bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, ilmu yang bermanfaat, serta masukan yang sangat berarti selama penyelesain skripsi ini. Maafkan anak didikmu ini yang selalu mencuri waktumu, pak. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan bapak. 7. Rara Sekar Arum Arto, Wida Mawarni Arto, Ridhaoneti dan Ines yang telah membantu dan memberi saran serta masukan mengenai hal skripsi. 8. Ikromul Azhmi yang telah setia menemani dan memberikan perhatian serta semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi.
v
9. Sahabatku Gamma Anggraeini, Cica Ananstasia dan Faisal Abdalla yang telah mendengarkan keluh kesah serta memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan skripsi. 10. Teman-teman FF (Ulfa Rianti , Suci Nuraini, Fitriyni, Iriane Sakinah, Ulul Albab, Ahmad Zacky Sidiq, Ari Pramana, Anggar Dito, Aditya Mulawarman, Mubasir Jamili) yang telah memberikan motivasi dan doanya sehingga skripsi ini selesai 11. Seluruh teman-teman Ekonomi syariah 2012, yang telah memberikan dukungan dan berbagi ilmu satu sama lain semasa kuliah. 12. Keluarga besar PTM UIN Jakarta, terutama kepada Rully Sef, Muhammad Fauzan, Akib Bustomi, Saeful Adnan, Andi Farid , Andi Saeful, Fitri Silvia Dan Yuli yang telah memberikan motivasi dan doanya sehingga skripsi ini selesai 13. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan Ilmu yang bermanfaat semasa perkuliahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan keterbatasan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang pembiayaan perbankan syariah. Wassalamualaikum Wr. Wb Jakarta, 12 Agustus 2016
Annisa Nurhidayati Arief Daud
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... i ABSTRACT ..................................................................................................... ii ABSTRAK ....................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 13 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 14 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 14 E. Sistematika Penulisan........................................................................... 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 17 A. Landasan Teori ..................................................................................... 17 1. Filosofi Ekonomi Islam .................................................................. 17 2. Bank Syariah .................................................................................. 21 a. Definisi Bank Syariah .............................................................. 21 b. Fungsi Dan Peran Bank Syariah .............................................. 23
vii
c. Tujuan Bank Syariah ................................................................ 24 d. Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah.............................. 24 e. Pengertian Pembiayaan ............................................................ 25 f. Sistem Pembiayaan Pada Bank Syariah ................................... 26 g. Produk-produk dalam Bank Syariah ........................................ 32 3. Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) .......................... 36 a. Definisi Usaha Kecil dan Menengah(UKM)............................ 36 b. Karakterisik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) .................... 37 c. Jenis-jenis Usaha Kecil dan Menengah (UKM)....................... 40 d. Penyebab Kegagalan dalam Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ..................................................................................... 41 e. Usaha Kecil dan Menengah dalam Bank Syariah .................... 43 4. Inflasi.............................................................................................. 46 a. Definisi Inflasi .......................................................................... 46 b. Jenis-jenis Inflasi...................................................................... 47 c. Indikator Inflasi ........................................................................ 48 d. Efek Buruk Inflasi .................................................................... 50 e. Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi .......................................... 52 f. Peran Bank Sentral ................................................................... 52 g. Hubungan Inflasi terhadap Pembiayaan UKM ........................ 53 5. BI Rate .......................................................................................... 55 a. Definisi BI Rate ....................................................................... 55 b. Hubungan BI Rate terhadap Pembiayaan UKM ..................... 57 6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)...................................... 58 a. Definisi SBIS ........................................................................... 58 b. Karakteristik SBIS ................................................................... 59 c. Ketentuaan dan Mekanisme Penerbitan SBIS.......................... 60 d. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan UKM ............................ 62 7. Non Performing Financing (NPF) .................................................. 64 a. Definisi NPF............................................................................. 64 b. Hubungan NPF terhadap Pembiayaan UKM ........................... 64
viii
8. Dana Pihak Ketiga (DPK) .............................................................. 69 a. Definisi DPK ............................................................................ 69 b. Macam-macam DPK ................................................................ 70 c. Sumber Dana Pihak Ketiga ...................................................... 72 d. Hubungan DPK terhadap Pembiayaan UKM .......................... 74 B. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 75 C. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 78 D. Hipotesis Penelitian.............................................................................. 81 BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 82 A. Ruang Lingkup Penellitian................................................................... 82 B. Metode Penentuan Sampel ................................................................... 83 C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 83 D. Metode Analisis Data ........................................................................... 84 1. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 85 a. Uji Normalitas .......................................................................... 86 b. Uji Multikolonieritas ................................................................ 87 c. Uji Heteroskedastisitas ............................................................. 90 d. Uji Autokorelasi ....................................................................... 90 2. Uji Hipotesis................................................................................... 91 a. Uji Parsial (Uji-t)...................................................................... 92 b. Uji Simultan (Uji-F) ................................................................. 92 c. Uji Koefisien Determinasi (R-Square) ..................................... 93 3. Analisis Regresi Linier Berganda .................................................. 94 E. Operasional Variabel Penelitian ........................................................... 96 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................... 100 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................... 100 B. Deskripsi Data ...................................................................................... 102 1. Deskripsi Variabel Inflasi .............................................................. 102 2. Deskripsi Variabel BI Rate ............................................................ 104
ix
3. Deskripsi Variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah .................. 105 4. Deskripsi Variabel Non Performing Financing.............................. 106 5. Deskripsi Variabel Dana Pihak Ketiga .......................................... 108 6. Deskripsi Variabel Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah ........ 109 C. Analisis Data dan Pembahasan ............................................................ 111 1. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 111 a. Uji Normalitas .......................................................................... 111 b. Uji Multikolonieritas ................................................................ 113 c. Uji Heterokedastisitas .............................................................. 115 d. Uji Autokorelasi ....................................................................... 116 2. Uji Hipotesis................................................................................... 117 a. Uji t (parsial) ............................................................................ 117 b. Uji F (simultan) ........................................................................ 120 c. Uji Adjusted R Square ............................................................. 121 3. Analisis Regresi Linier Berganda .................................................. 122 D. Interpretasi ........................................................................................... 125 BAB V PENUTUP ........................................................................................... 132 A. Kesimpulan .......................................................................................... 132 B. Implikasi............................................................................................... 133 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 125 LAMPIRAN ..................................................................................................... 148
x
DAFTAR TABEL
Tabel
Keterangan
1.1
Pembiayaan Sektor UKM ,Inflasi ,Sertifikat Bank Indonesia Syariah(SBIS), Non Perfoming Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK) ................................................................... Penelitian Terdahulu................................................................. Kriteria untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi.....................................................................................
2.1 3.1
6 71 89
4.1
Data Inflasi di Indonesia Tahun 2011-2016.............................
97
4.2
Data SBIS Tahun 2011-2016....................................................
99
4.3
Data NPF Tahun 2011-2016....................................................
100
4.4
Data DPK Tahun 2011-2016...................................................
102
4.5
Data UKM Tahun 2011-2016...................................................
103
4.6 4.7 4.8 4.9 4.10
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov...................................... Uji Multikolonieritas dengan Tolerance dan VIF..................... Uji Durbin Watson.................................................................... Uji t (parsial)............................................................................. Uji F (simultan).........................................................................
106 107 110 111 113
4.11 4.12
Uji Adjusted R Square (R2 Adj)................................................ Analisis Regresi Linier Berganda.............................................
115 116
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Keterangan
2.1
Kerangka Berpikir....................................................................
74
4.1
Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ..............
95
4.2
Grafik Histogram......................................................................
105
4.3
Grafik P-P plot..........................................................................
105
4.4
Grafik Scatterplot......................................................................
108
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Variabel Penelitian .............................................................. 148 Lampiran 2: Uji Asumsi Klasik ....................................................................... 154 Lampiran 3: Uji Hipotesis ................................................................................ 156 Lampiran 4: Tabel F ......................................................................................... 159 Lampiran 5: Tabel t .......................................................................................... 160
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peranan sektor Usaha Kecil dan Menegah (UKM) telah berhasil menyelamatkan perekonomian kita selama krisis ekonomi. Ketika banyak perusahaan skala besar (korporasi) yang ambruk karena beban hutang yang sangat besar justru para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bertindak sebagai pengaman perekonomian nasioanal. Sebagian besar diantara mereka mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang berkepanajangan sedang melanda negara kita, padahal sektor ini memiliki akses yang minim dalam menerima penyaluran kredit maupun pembiayaan dari bank maupun lembaga keuangan lainnya. Analisis yang ditemukan oleh banyak pihak, terutama para pengamat ekonomi mengungkapkan bahwa krisis ekonomi yang mendera perekonomian nasional adalah akibat kegagalan sektor usaha besar yang selama ini banyak mendapat proteksi dari pemerintah. Perusahan-perusahan besar, tidak cukup kuat fondasinya untuk bertahan dari terapan badai krisis yang terjadi. Mereka mengalami kebangkrutan karena memang selama ini mereka menggantungkan sember pendanaan pada faktor eksternal, hutang (Muhammad, 2005:109). Struktur industri harus berorientasi ekspor dengan menggunakan sebagaian besar bahan baku yang berasal dari dalam negri. Kalaupun diperlukan mengimpor peralatan produksi maka bea masuknya harus tidak
1
boleh subsidi. Kebetulan kelompok usaha mikro, koperasi, kecil, dan menengah mampu menjadi industri berorientasi ekspor menggunakan peralatan produksi
dengan sedikit
yang di impor. Yang diperlukan oleh
kelompok ini adalah tersedianya dana dari lembaga-lemabga keuangan yang memadai dengan tingkat bunga yang sesuai dengan tingkat bunga pasar. Mereka mampu membayar biaya bunga tersebut selama mereka tidak dibebani dengan segala bentuk pungutan liar ( Kariawan, 2003:149). Perbankan merupakan salah satu agen pembangunan dalam kehidupan benegara, karena fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution), yaitu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan juga menjadi concern dari perbankan syariah, disamping sebagai lembaga yang mengelola zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Menurut jenisnya, bank syariah terdiri dari atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkereditan Rakyat Syariah (BPRS). Dalam menjalankan kegaiatan usahanya, bank syariah memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudhrabah), penyertaan modal (musharakah), jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
2
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina), akad salam, akad istishna, sewamenyewa yang diakhiri dengan kepemilikan (ijarah al-muntahiyah bi altamlik). Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ruang lingkup kegiatan usahanya dapat dinyatakan bahwa produk perbankan syariah lebih variatif dibandingkan dengan produk bank konvensional. Hal ini memungkinkan produk perbankan syariah
memberi
peluang tentang yang lebih luas dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabah deposan maupun debitur sesuai kebutuhan mereka. Khusus dalam hal ini penyaluran dana kepada masyarakat, maka skema pembiayaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Sementara itu sektor ekonomi di Indonesia secara faktual sebagian besar didukung oleh sektor usaha mikro,kecil, dan menengah (UMKM). Pada saat krisis ekonomi, sektor ini mampu bertahan. Sektor UMKM mempunyai kenggulan dan sangat potensial untuk lebih dikembangkan melalui suatu kebijakan. Berdasarkan prinsip dasar produk tersebut maka bank syariah sesungguhnya
memiliki
core
product
pembiayaan bagi
hasil
yang
dikembangkan dalam pembiayaan mushrakah dan mudharabah (Muhammad, 2005:23). Menurut Irfan Syauqi Beik (2008)
kehadiran bank syariah
seharusnya memberikan dampak yang luar biasa terhadap pertumbuhan sektor riil dan return pada sektor keuangan (bagi hasil). Dengan demikian, keberadaan, keberadaan bank syariah harus mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan pertumbuhan sektor riil. Fungsi tersebut akan terwujud
3
apabila bank syariah menggunakan profit and loss sharing (mudharabah dan musharakah) sebagai core product-nya. Menurut Aswandi 2008 dengan semaraknya perkembangan sektor perbankan syariah maka diharapkan dapat membantu perkembangan UMKM secara optimal. Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada perekonomian saat ini memiliki posisi yang sangat penting, karena kontribusinya dalam tenaga kerja dan
Pendapatan
Domestik
Bruto
(PDB),
serta
fleksibilitas
dan
ketangguhannya dalam mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini menjadikan UMKM sebagai harapan atau tulang punggung peningkatan perekonomian nasional. UMKM juga merupakan pelaku ekonomi
yang
strategis mengingat jumlahnya mencapai 99,95% dari total jumlah usaha di Indonesia. Namun perkembangan UMKM masih terkendala masalah kekurangan modal sehingga membutuhkan pembiayaan untuk mendukungnya. Banyak fasilitas kredit yang ditawarkan, baik itu dari bank konvensional, microfinance, dan tidak terkecuali bank syariah. Namun dari sema tawaran skema kredit tersebut, hanya sekira 60% yang dapat memenuhi kebutuhan UMKM karena mereka belum bisa memanfaatkan tawaran tersebut dengan baik. Salah satu sebab kesulitan UMKM untuk memperoleh kredit atau pembiayaan adalah keharusan adanya collecteral atau jaminan yang dimiliki. Selain itu, secara yuridis komitmen Pemerintah ditandai dengan adanya Undang-undang Nomor: 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang bertujuan antara lain untuk mewujudkan peran usaha kecil sebagai tulang punggung serta memperkokoh struktur perekonomian nasional. Undang-
4
undang tersebut ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan sebagai salah satu bentuk upaya penciptaan iklim usaha melalui kerjasama Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan Usaha Besar. Oleh karena itu, dalam praktek Usaha Kecil dan Menengah (UKM) seringkali berada dalam posisi yang lemah, maka Pemerintah berupaya untuk memperbaiki situasi ini secara yuridis melalui Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pembentukan dan peran serta Kamar Dagang dan Industri (KADIN) baik ditingkat pusat maupun daerah dalam membina dan mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga merupakan salah satu wujud komitmen Pemerintah terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kebijakan perkreditan yang khusus diperuntukan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk mengata si kelemahan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh akses terhadap sumber sumber permodalan juga sudah banyak yang dilakukan. Banyak
upaya
yang
sudah
dilakukan
Pemerintah
yang
bertujuan
meningkatkan kinerja dan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
5
Tabel 1.1 Pembiayaan Sektor UKM, Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Non Performing Financing (NPF), dan Dana Pihak ketiga (DPK), di Indonesia Periode 2011-2016 UKM INFLASI BI RATE SBIS NPF DPK (Persen) Tahun (Miliar) (Persen) (Miliar) (Persen) (Miliar) 2011
71.810
3.79
6.00
9.244
2.52
115.415
2012
90.860
4.31
5.75
4.993
2.22
147.512
2013
110.086
8.22
7.50
6.699
2.62
183.534
2014
59.806
8.36
7.75
8.130
4.33
217.858
2015
50.291
3.35
7.50
6.28
3.9
231.175
2016
49.410
4.42
6.75
7.188
4.46
231.82
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia Pada tabel diatas dapat dilihat 2011-2013 pada sektor pembiayaan UKM mengalami peningkatan dan pada tahun 2014-2016 mengalami penurunan. Pada tahun 2011-2012 UKM mengalami peningkatan sebesar 19.050 miliar dari 71.810 miliar menjadi 90.860 miliar. Pada tahun UKM 2012-2013 juga mengalami peningkatan sebesar 19.226 miliar dari 90.860 miliar menjadi 110.086 miliar. Pada tahun 2013-2014 UKM mengalami penurunan sebesar 50.8280 miliar dari 110.086 miliar menjadi 59.860 miliar. Pada tahun 2014-2015 UKM juga masih mengalami penurunan sebesar 9.515 miliar dari 59.860 miliar menjadi 50.291 miliar. Pada tahun 2015-2016 UKM mengalami penurunan sebesar 881 miliar dari 50.291 miliar menjadi 49.410 miliar. Banyak faktor yang mendorong terjadi penurunan jumlah pembiayaan UKM, yaitu masih kurang bervariasinya pembiayaan perbankan syariah jika
6
dibandingkan dengan produk kredit bank konvensional juga menjadi faktor internal penyebab perlambatan pertumbuhan bank syariah. Dengan varian produk pembiayaan yang masih cukup terbatas menyebabkan bank syariah kurang optimal mengambil pasar potensial yang seharusnya dimiliki oleh bank syariah, yaitu pasar yang menginginkan mengajukan pendanaan dari bank yang bebas dari riba atau pasar yang idealis. Sumber lain menyebutkan faktor internal penyebab perlambatan pertumbuhan bank syariah adalah efisiensi dalam kegiatan operasional bank.Bank syariah masih kalah bersaing dengan perbankan konvensional dalam hal efisiensi terutama dalam kondisi ekonomi yang kurang stabil, sehingga equivalent rate pembiayaan yang diminta oleh bank syariah relatif lebih besar dibanding kredit bank konvensional (Ida dan Indianik, 2015:7). Dalam perjalanannya, pembiayaan pada sektor UKM di Perbankan Syariah perlu memperhatikan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kegiatan mereka. Hal tersebut diantaranya adalah yang berkaitan dengan indikator moneter berupa Inflasi dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Dapat dilihat tabel 2.1 inflasi dari tahun 2011-2016 mengalami fluktatif. Pada tahun 2011-2012 inflasi mengalami peningkatan sebesar 0.52% dari 3.79% menjadi 4.31%. Pada tahun 2012-2013
inflasi mengalami
peningkatan sebesar 3.91% dari 4.31% menjadi 8.22%. Pada tahun 20132014 inflasi mengalami peningkatan sebesar 0.14% dari 8.22% menjadi 8.36%. Pada tahun 2014-2015 inflasi mengalami penrunan sebesar 5.01% dari
7
8.36% menjadi 3.35%. Pada tahun 2015-2016 inflasi mengalami peningkatan sebesar 1.07% dari 3.35% menjadi 4.42%. Dari data diatas inflasi mengalami fluktuatif karena variabel makro seperti inflasi juga merupakan kompenen penting yang harus diperhatikan, inflasi juga berpengaruh terhadap UKM karena jika terjadi inflasi maka bank sentral akan menaikan bunga kemudian berdampak pada kenaikan bunga oleh bank-bank umum yang akhirnya juga berdampak pada bank syariah sehingga bunga UKM juga naik, juga dikarenakan jika terjadi inflasi dunia usaha akan mengalami kelesuan sebab permintaan agregat akan turun (Luluk,2010:24). Dari tabel 2.1 BI Rate dari tahun 2011-2016 mengalami flktuatif. Pada tahun 2011-2012 BI Rate mengalami penurunan sebesar0.25% dari 6.00 menjadi 5.75%. Pada tahun 2012-2013 BI Rate mengalami peningakatan sebesar 1,75% dari 5.75% menjadi 7.50%. Pada tahun 2013-2014 BI Rate mengalami peningkatan sebesar 0.25% dari 7.50% menjadi 7.75%. Pada tahun 2014-2015 BI Rate mengalami penurunan 0.25% dari 7.75% menjadi 7.50%. Pada tahun 2015-2016 BI Rate mengalami penurunan sebesar 0.75%. Dari data diatas BI Rate mengalami Fluktuatif karena suku bunga adalah harga yang dibayar “peminjam” (debitur) kepada “pihak yang meminjamkan” (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu (Sadono Sukirno,2004). Judisseno (2005) berpendapat bahwa bunga selalu digunakan dalam berbagai kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas moneter. Bunga sebagai instrumen artinya adalah tingkat bunga yang berlaku dalam suatu negara dapat berfluktuasi dari tingkat yang satu ketingkat
8
yang lainnya. Memahami suku bunga merupakan keharusan bagi setiap pelaku bisnis baik sebagai pelaku yang kelebihan dana (investor) maupun sebagai pelaku yang kekurangan dana (debitor). Bagi Investor akan sangat membantu memilih alternatif-alternatif investasi yang lebih menguntungkan, dan bagi debitur akan berguna dalam mengambil keputusan pembiayaan guna mendanai investasi yang akan dilakukan agar menghasilkan biaya modal yang murah. Sedangkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang hadir dengan akad
ju’alah ditahun 2008 yang sebelumnya bernama Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dengan akad wa’diah di tahun 2000 merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor UKM di perbankan syariah. Ketika bank syariah memiliki kelebihan dana dari pihak ketiga, maka bank syariah memiliki pilihan yaitu dengan menyalurkan untuk pembiayaan atau menempatkan dana tersebut di instrumen moneter syariah yaitu SBIS. Dari tabel diatas Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mengalami fluktuatif dari tahun 2011-2016. Pada tahun 2011-2012 SBIS mengalami penurunan sebesar 4.251 miliar dari 9.224 miliar menjadi 4.993 miliar. Pada tahun 2012-2013 SBIS mengalami peningkatan sebesar 1.706 miliar dari 4.993 miliar menjadi 6.699 miliar. Pada tahun 2013-2014 SBIS mengalami peningkatan sebesar 1.431 miliar dari 6.699 miliar menjadi 8.130 miliar. Pada tahun 2014-2015 SBIS mengalami penurunan 1.850 miliar dari 8.130 menjadi 6.280 miliar. Pada tahun 2015-2016 SBIS mengalami peningkatan 908 miliar
9
dari 6.28 miliar menjadi 7.188 miliar. Apabila bank syariah lebih memilih untuk menempatkan dana tersebut di SBIS, dikarenakan besarnya resiko untuk menyalurkannya pada sektor riil maka hal ini merupakan indikasi dari pembiayaan
perbankan
syariah
dengan
tidak
tersalurkannya
optimal. Sehingga
dapat
dikatakan SBIS dengan pembiayaan sektor UKM memiliki hubungan negatif. Dapat dilihat pula perkembangan Non Performing Financing (NPF) dari tahun 2011 sampai tahum 2016 mengalami fluktuatif. Pada tahun 20112012 NPF mengalami penurunan sebesar 0.13% dai 2.52% menjadi 2.22%. Pada tahun 2012-2013 NPF mengalami peningkatan sebesar 0.4% dari 2.22% menjadi 2.62%. Pada tahun 2013-2014 NPF mengalami peningkatan sebesar 1.71% dari 2.62% menjadi 4.33%. Pada tahun 2014-2015 NPF mengalami penurunan sebesar 0.43% dari 4.33% menjadi 3.9%. Pada tahun 2015-2016 NPF mengalami peningkatan sebesar 0.56% dari 3.9% menjadi 4.46%. Hal tersebut mungkin dikarenakan total pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat yang juga terus meningkat. Peningkatan penyaluranan pembiayaan dalam kondisi sektor riil yang kurang kondusif karena laju inflasi yang tinggi dalam satu tahun terakhir, mendorong penin
gkatan jumlah
pembiayaan bermasalah (NPF) yang dihadapi bank syariah. Non Perfoming Financing (NPF) ini dapat dikatakan sebagai kredit macet di perbankan syariah. Menurut Bank Indonesia bank yang baik adalah bank yang memiliki NPF kurang dari 5%. NPF ini menunjukan seberapa besar
10
kolektabilitas bank dalam mengumpulkan kembali pembiayaan yang telah disalurkannya. Sehingga besar kecilnya NPF dapat dijadikan pertimbangan oleh pihak bank syariah untuk memberikan pembiayaan disektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Semakin besar Non Perfoming Financing (NPF), maka pihak bank syariah merasa khawatir untuk menyalurkan dananya disektor riil, dan pihak bank syariah akan menempatkan dananya ditempat yang lebih aman yaitu instrument moneter (Nur,2012:7). Variabel lainnya yang juga dianggap penting adalah Dana Pihak Ketiga. Saat ini jumlah Dana Pihak Ketiga di Perbankan Syariah semakin meningkat, hal ini tidak terlepas dari para pelaku Perbankan Syariah itu sendiri yang gencar melakukan promosi mengenai bank syariah serta selalu membuat produk yang dapat diterima masyarakat sehingga dapat menarik nasabah. Pada tabel diatas Dana Pihak Ketiga (DPK) dari 2011-2016 selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2011-2012 DPK mengalami peningkatan sebesar 32.097 miliar dari 115.415 miliar menjadi 147.512 miliar. Pada tahun 2012-2013 mengalami peningkatan sebesar 36.022 miliar dari 147.512 miliar menjadi 183.534 miliar. Pada tahun 2013-2014 DPK mengalami peningkatan sebesar 34.324% dari 183.534 miliar menjadi 217.858 miliar. Pada tahun 2014-2015 mengalami peningkatan sebesar 13.317 miliar 217.858 miliar menjadi 231.175 miliar. Pada tuhun 2015-2016 DPK juga mengalami peningkatan sebesar 645 miliar dari 231.175 menjadi 231.820 miliar. Penghimpunan dana dari pihak ketiga sangat dibutuhkan dunia usaha dan investasi, jika orang sudah enggan menabung, maka dunia usaha dan
11
investasi akan sulit
berkembang, karena berkembangnya dunia usaha
membutuhkan dana dari masyarakat (Nurul Huda: 2008). Terlihat dari data yang ada, semakin besar DPK maka pembiayaan
yang disalurkan oleh
perbankan syariah di sektor UKM juga semakin meningkat. Berdasarkan uraian diatas maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perbankan syariah untuk menyalurkan dananya pada sektor UKM. Disamping itu, dengan hadirnya Perbankan Syariah saat ini sangat diharapkan untuk menjadikan perekonomian Indonesia lebih baik yaitu dengan memajukan sektor UKM. Selain itu pula mendorong para generasi muda untuk terjun ke dalam dunia usaha. Dengan latar belakang tersebut diatas maka penulis mengambil judul “ANALISIS PENGARUH BANK
NDONESIA
INFLASI, BI RATE, SERTIFIKAT
SYARIAH
(SBIS),
NON
PERFORMING
FINANCING (NPF), DAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) TERHADAP PEMBIAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE FEBRUARI 2011 – MARET 2016”
12
B. Rumusan Masalah Berdasarkan deskripsi yang dituangkan diatas, penulis sangat tertarik untuk mengamati dan mengembangkan lebih lanjut mengenai variabelvariabel makro ekonomi Indonesia dalam kaitannya terhadap pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM). Adapun hal-hal yang ingin diketahui : 1.
Apakah Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) mempunyai pengarh signifikan terhadap pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM) pada Perbankan Syariah secara simultan?
2.
Apakah Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) mempunyai pengaruh signifikan terhadap pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM) pada Perbankan Syariah secara parsial?
3.
Variabel manakah dari Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berpengaruh dominan terhadap pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM) pada Perbankan Syariah?
13
C. Tujuan Penelitian Tujuan-tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini, dengan berdasarkan masalah-masalah yang tercantum dalam identifikasi masalah sebagai berikut: 1.
Untuk menganalasis seberapa besar Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadaap pembiayaan usaha kecil dan menegah (UKM) pada Perbankan Syariah secara simultan
2.
Untuk menganalasis seberapa besar Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadaap pembiayaan usaha kecil dan menegah (UKM) pada Perbankan Syariah secara parsial.
3.
Untuk mengetahui variabel apa yang paling besar berpengaruh terhadaap pembiayaan usaha kecil dan menegah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia periode Februari 2011-Maret 2016.
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi mahasiswa a. Menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah. b. Menambah wawasan bagi mahasiswa bagi penulis mengenai penghimpunan dana pada bank syariah untuk mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan pemberian pembiayaan pada UKM serta mengetahui faktor yang mempengaruhi penghimpnan yang dihimpun bank syariah.
14
2.
Manfaat bagi bank syariah adalah untuk informasi bagaimana membuat kebijakan yang berkaitan dengan UKM serta strategi peningkatan UKM.
3.
Bagi pemerintah dan masyarkat Manfaat bagi pemerintah dan masayarakat adalah untuk informasi bagaiana pemerintah dan masyarakat dapat meningkatkan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) serta berguna bagi pembanding bagi penelitian yang serupa.
4.
Bagi jurusan ekonomi Manfaat bagi jurusan ekonomi adalah sebagai tambahan dan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
E. Sistematika Penulisan Dalam membahas skripsi ini penulis membagi ke dalam lima bab. Pada tiap-tiap bab terdapat sub-sub bab. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan terkait alasan pemilihan judul atau latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan landasan teori yang dilengkapi Filosofi ekonomi Islam, definisi bank syariah, pembiayaan, Usaha Kecil dan Menegah (UKM), inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non
15
Perfoming Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK), penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan ruang lingkup
penelitian,
metode
penentuan
sampel,
metode
pengumpulan data, metode analisis data dan operasional variabel penelitian. BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai hasil penelitian: sekilas gambaran umum objek penelitian, analisis data dan pembahasan terdiri dari: hasil uji asumsi klasik (uji normalitas, multikolonieritas, heterokedastisitas dan autokorelasi), hasil uji hipotesis (uji-t, uji-f dan uji adjusted r square), hasil analisis regresi linier berganda dan interpretasi.
BAB V
PENUTUP Penutup
yang
didalamnya
mencangkup
kesimpulan
dari
keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya serta implikasi yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan skripsi ini.
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Filosofi Ekonomi Islam Ontologi dari konsep Kaffah adalah Islam. Bahwa sistem kehidupan yang ada pada diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam semesta berawal dari konsep Islam. Dengan kata lain konsep penciptaan awal adalah Islam. Kata Islam memiliki akar kata dari 3 huruf , yaitu huruf „s’ atau sin, huruf „l‟ atau lam, dan huruf „m‟ atau mim (Aziz,2015). Ada ayat yang mendukung makj\na ontologi dari Islam pada Q.S Ali Imran [3]: 19
Artinya: Sesungguhnya Din di sisi Allah adalah islam (Q.S. Ali Imran: 19) Secara ontologis, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu secara bersamaan yaitu, ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh muamalat. Sumber fiqih muamalat adalah wahyu yang didasarkan pada petunjuk AlQur’an dan Hadits Nabi dan sumber ilmu ekonomi Islam adalah pemikiran manusia (akal). Wahyu dalam Islam merupakan sumber ilmu pengetahuan dan sekaligus sebagai penuntun (guide) dalam kehidupan manusia, karena ia merupakan emanasi kebenaran yang bersumber dari kebenaran yang sejati.
Sedangkan
akal
merupakan
17
instrument
untuk
mencapai
pengetahuan, alat untuk mempersepsi, memahami, mengamati, menerima, membedakan dan menimbang maslahat serta mafsadat (Muhammad,2008). Dalam ontologi dari semua ciptaan atau makhluk atau alam semesta adalah sistem dan sistem dasar yang bernama Islam. Pada dasar dari sistem ini (Islam) maka unsur sub -sistem yang ada telah diciptakan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia atau makhluk lainnya (Aziz, 2015). Islam dimaknai sebagai suatu sistem yang holistik, komprehensif atau menyeluruh. Dan kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang menjadi epistemologi dari konsep institusi keuangan yang sedang dikembangkan, yaitu kaffah. Institusi keuangan yang kaffah merupakan epistemologi yang muncul karena beranggapan bahwa konsep dasar kehidupan adalah Islam dan Islam dianggap sebagai suatu sistem (Aziz, 2015). Epistemologi ini didukung oleh ayat al-Qur‟an Surah al-Baqarah [2] ayat 208 yang berbunyi :
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh). Q.S. al-Baqarah: 208 Secara epistemologi, ekonomi berasal dari oikonomia (Greek atau Yunani), kata oikonomia berasal dari dua kata oikos yang berarti rumah tangga dan nomos yang berarti aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu mengatur rumah tangga, yang dalam bahasa inggris disebut economics
18
(Samuelson,2004:3). Kata economics ini tidak ditemukan dalam Alquran. Menurut Hans Wehr (1961) yang diedit oleh J.Milton Cowan, dijumpai kata dasar “qa sha da”, yang dilahirkan “qasd” (yang berarti; endeavor, aspiration, intentions, intent, design, purpose, resolution, object, goal, aim, end, frugality, thrift dan economy), “qasdan” (intentional, intended), “qasid” (aspired, desired, aimed at, intended), “maqsid” atau “maqasid” (destination), dan “iqtishad” (saving, economization, retrenchment, thriftinrss, thrift, providence, economy). Dari sini lahirlah istilah „ilm al iqtishadi‟ (ilmu ekonomi), dan “al-iqtishadiyah” (the economy). Secara terminologi, Samuelson merumuskan, “ilmu ekonomi didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungan dengan pemanfaatan sumber-sumber prospektif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi (Samuelson, 2004:3). Berdasarkan ruang lingkup ekonomi sebagaimana tersebut, maka Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara untuk berekonomi. Dalam kaitan ini Yusuf Halim alAlim (1975) mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai; “ilmu tentang hukum-hukum syariat aplikatif yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan, dan cara-cara membelanjakan harta.” Definisi ini menunjukkan bahwa fokus kajian ekonomi Islam adalah mempelajari perilaku muamalah masyarakat Islam yang sesuai dengan Al-Quran, as-Sunnah, Qiyas, dan Ijma‟ dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari ridha Allah.
19
Diawali dari ontologis berupa Islam sebagai alasan kehidupan termasuk ekonomi, kemudian epistemologi yang digunakan adalah kaffah sebagai suatu sistem dalam institusi keuangan dan terakhir adalah aksiologi yang lebih sederhana berupa penerapan dalam pengembangan institusi, yaitu adanya keseimbangan dari 2 hal. Dalam aksiologi ini, hubungan tersebut selalu ada 2 hal yang merupakan hubungan antara fungsi horizontal dan struktur vertikal. Munculnya Islam, membentuk konsep kaffah, yang memiliki dua sisi berdampingan secara fitrah. Dua hal ini dianalogikan sebagai hal yang berbeda, seperti laki-laki dan perempuan, terang dan gelap (Aziz, 2015. Sesuai al-Qur‟an surah Yasin [36] ayat 36 menyatakan 2 hal:
Artinya: Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Q.S. Yasin: 36) Ditinjau dari aspek aksiologi, tujuan ekonomi Islam adalah bahwa setiap kegiatan manusia didasarkan kepada pengabdian kepada Allah dan dalam rangka melaksanakan tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi, maka dalam berekonomi umat Islam harus mengutamakan keharmonisan dan pelestarian alam. Kebahagiaan yang dikejar dalam Islam bukan semata-mata di dunia saja, tetapi juga kebahagiaan di akhirat (Karim, 2002;22). Dengan demikian, ilmu ekonomi Islam harus mempunyai sistem ekonomi yang
20
dapat memakmurkan bumi, mampu membahagiakan manusia baik selama hidup di dunia maupun di akhirat kelak. 2. Bank Syariah a. Definisi Bank Syariah Perbankan Syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak Islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Bank syariah berarti juga bank yang tata cara pengoprasianya berdasarkan tata cara bermuamalah secara Islami, yakni mengacu kepada ketentuan Al-Qur‟an dan Al-Hadits (Muhammad, 2004: 20). Bank syariah adalah lembaga keuangan yang operasionalnya dengan cara menggunakan prinsip-prinsip syariah. Bedanya dengan bank konvensional adalah tidak mengenal sistem bunga sedangkan bagi bank syariah sistem bunga adalah riba (Muhammad dan Lukman, 2008:75). Riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil, umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya, larangan riba terdapat dalam Al-Qur‟an dan al-hadist.
21
1. Riba dalam Al-Qur‟an
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (ar-Ruum:39) 2. Riba dalam hadits Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, Rasullulah saw masih menekankan sikap Islam yang melarang riba Antonio (2001:51). “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.” Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan diatur bahwa fungsi utama perbankan nasional adalah sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan asas dan tujuan perbankan syariah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
22
rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Perbankan mempunyai fungsi intermediasi yaitu sebagai media yang menghubungkan pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. b. Fungsi dan Peran Bank Syariah Fungsi dan peran Bank Syari'ah yang di antaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang di keluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut: 1. Manajer investasi, Bank Syari‟ah dapat mengelola investasi dana nasabah. 2. Investor, Bank Syari‟ah dapat menginvestasikan dana yang dimiliknya maupun nasabah yang dipercayakan padanya. 3. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran. 4. Pelaksanaan kegiatan sosial, contoh : Kewajiban mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana social lainnya.
23
c. Tujuan Bank Syariah Tujuan bank syariah didirikan yaitu untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip dasar yang diikuti oleh bank Islam itu adalah (Ahmad Rodoni, 2009:121) : 1. Larangan riba dalam transaksi. 2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang salah. 3. Memberikan zakat. d. Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah Bank Syariah memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan antara lain sebagai berikut : (Wibowo, 2005: 45). a. Keunggulan Bank Syariah : 1. Mekanisme Bank Syariah didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. 2. Tidak mudah dipengaruhi gejolak moneter. Penentuan harga bagi bank bagi hasil didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah, penyimpanan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. 3. Bank Syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi hasilnya. 4. Bank Syariah relatif
lebih mudah merespon
kebijakan
24
pemerintah. 5. Terhindar dari praktik money laundering. b. Kelemahan Bank Syariah adalah: 1. Terlalu berprasangka baik kepada semua nasabah dan berasumsi bahwa semua orang terlihat jujur dan dapat dipercaya, sehingga rawan terhadap itikad baik. 2. Metode bagi hasil memerlukan perhitungan rumit, sehinga resiko salah hitung lebih besar dari pada bank konvensional. 3. Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar dari pada bank konvensional. 4. Produk-produk Bank Syariah belum biasa mengakomodasi kebutuhan
masyarakat
dan
kurang
kompetitif,
karena
manajemen Bank Syariah cenderung mengadopsi produk perbankan konvensional yang disyariahkan, dengan variasi produk yang terbatas (Wibowo, 2005:45). e. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan
selalu
berkaitan
dengan
akrivitas
bisnis.
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain
pembiayaan
adalah
pendanaan
yang
dikeluarkan
untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan ( Muhammad, 2005:17).
25
Dalam kegiatan penyaluranan dana bank syariah melakukan pembiayaan disebut pembiayaan karena bank syariah menyediakan dana guna membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukannya dan layak memperolehnya. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian faisilitas dana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit (Antonio,2011:106). Menurut UU No 21 tahun 2008 pembiayaan adalah penyedian dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudhrabah dan musyarakah. b) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamilk. c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah,salam dan istishna. d) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi. f.
Sistem Pembiayaan pada Bank Syariah Menurut Antonio
(2001:161) secara umum, jenis-jenis
pembiayaan dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Pembiayaan Modal Kerja Bank konvensional memberikan kredit modal kerja dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan
26
produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan berupa bunga. Sedangkan, bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, di mana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut: a. Pembiayaan Likuiditas (Cash Financing) Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara cash inflow dan cash autflow pada perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas cerukan (overdraft facilities) atau yang biasa disebut kredit rekening koran. Atas pemberian fasilitas ini, bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah rata-rata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut. Bank syariah dapat menyediakan fasilitas semacam itu dalam bentuk qardh timbal balik atau yang disebut compensating balanc. Melalui fasilitas ini, nasabah harus membuka rekening giro dan bank tidak memberikan bonus
27
atas giro tersebut. b. Pembiayaan Piutang (Receivable Financing) Pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barangnya dengan kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya. Bank Syariah biasanya memberikan fasilitas berupa hal-hal berikut.: a) Bai‟ al-Murabahah Pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri atas biaya pengadaan bahan baku dan bahan penolong. Melalui proses produksi, bahan baku tersebut akan menjadi barang setengah jadi, kemudian menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Bila barang jadi itu dijual dengan kredit, ia berubah menjadi piutang dan melalui proses collection akan berubah menjadi kas kembali. b) Bai‟ al-Istishna‟ Bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk proses produksi sampai menghasilkan barang jadi, bank dapat memberikan fasilitas bai‟ al-Istishna‟. Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan
28
bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan dengan pembayaran di muka secara bertahap, sesuai dengan tahap-tahap proses produksi. c) Bai as-Salam Untuk produksi yng prosesnya tidak dapat diikuti, seperti produksi pertanian, bank dapat memberikan fasilitas bai‟ as-salam. Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran di muka secara sekaligus dan nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut pada tanggal yang disepakati dalam kontrak. 2. Pembiayaan Modal Kerja untuk Perdagangan a. Perdagangan Umum Perdagangan
umum
adalah
perdagangan
yang
dilakukan dengan target pembeli siapa saja yang datang membeli barang-barang yang telah disediakan di tempat penjual, baik pedagang eceran (retailer) maupun pedagang besar (whole seller). b. Perdagangan Berdasarkan Pesanan Perdagangan ini biasanya dilakukan atau diselesaikan di tempat penjual, yaitu seperti perdagangan antar kota, perdagangan antar pulau, atau perdagangan antar negara. Berdasarkan pesanan itu, penjual lalu mengumpulkan barang-
29
barang yang diminta dengna cara membeli atau memesan, baik dari produsen maupun dari pedangan lainnya. Setelah terkumpul, barulah dikirimkan kepada pembeli sesuai pesanan. Apabila barang telah dikirim, penjual juga menghadapi kemungkinan resiko tidak dibayarnya barang yang dikirimnya itu. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi kedua belah pihak, bank konvensional telah memberikan jalan keluarnya, yaitu fasilitas letter of credit (L/C). Bank syariah telah mengadopsi mekanisme L/C itu dengan menggunakan skema al-wakalah, al-musyarakah, al-mudharabah, ataupun almurabahah. c. Pembiayaan Investasi Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada maupun dengan mengundang pemegang
30
saham baru. d. Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini: al-bai‟ bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran, al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli, al musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation, di mana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya, ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa. Sedangkan kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolongan fakir atau miskin. Oleh karena itu, ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.
31
g. Produk-produk dalam Pembiayaan Syariah Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya, yaitu (Karim, 2004:97): 1. Prisip jual-beli (Ba‟i) Prinsip jual beli di laksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentutkan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang, yaitu sebagai berikut: a. Pembiayaan Murabahah Pembiayaan
Murabahah
berasal
dari
kata
“ribhu”
(keuntungan), adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah akad jual-beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Karim, 2004:113). b. Pembiayaan Salam Pembiayaan salam adalah berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan pembayaran
dimuka sebelum
barang atau jasa
32
diantarkan. Nasabah berkewajiban mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntngan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah (Wirdyaningsih, 2005:111-1112) c. Pembiayaan Istishna Pembiayaan Istishna adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan pembayaran dimuka, dicicil, atau tangguh bayar. Nasabah wajib mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual beli antara bank dan pemasok dan antara bank dengan nasabah (Perwaatmaja dan Tanjung,2007:78). 2. Prinsip Sewa Dalam Syariah Islam prinsip sewa menyewa dibedakan beradasarkan akad, yaitu Ijarah dan Ijarah Muntahia Bit-Tamlik. a. Ijarah Menurut
Fatwa
Dewan
Syariah
Nasional
NO.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas barang atau jasa dalam waktu tertentu
33
melalui
pembayaran
sewa/upah,
tanpa
diikuti
dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan(hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang pada ijarah transaksinya adalah barang maupun jasa (Karim, 2004:137). b. Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) Al-Bai‟wal Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) merupakan rangakaian dua buah akad, yakni akad al-bai‟ dan akad Ijarah Muntahia Bit-Tamlik(IMBT). Al-bai‟ merupakan akad jual-beli, sedangkan Ijarah Muntahia Bit-Tamlik(IMBT) merupakan akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Dalam Ijarah Muntahia Bit-Tamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini (Karim,2004:149): 1.
Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
2.
Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
34
3. Prinsip bagi hasil a. Mudharabah Bank dan nasabah dapat melakukan kerja sama dalam mengadakan suatu usaha. Mudharabah merupakan salah satu upaya untuk membiayai usaha tersebut. Dalam hal ini, bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) menyediakan sejumlah dana untuk suatu usaha yang akan dikelola oleh nasabah (Mudharib). Pada awal akad, keduanya telah menyepakati nisbah yang akan dibagikan dari hasil keuntungan yang diperoleh dari usahanya. Jenis mudharabah yang dapat digunakan adalah baik mudharabah muthlaqah (pembiayaan untuk jenis usaha yang tidak ditentukan) maupun mudharabah muqayyadah (pembiayaan untuk jenis usaha tertentu). Perikatan mudharabah ini dapat digunakan untuk pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi khusus. b. Musyarakah Jenis kerja sama lainnya yang dapat dilakukan antara bank dan nasabah adalah musyarakah, yaitu masing-masing pihak (bank dan nasabah) memberikan kontribusi dana untuk suatu usaha tertentu dengan keuntungan dan risiko yang terjadi akan ditanggung bersama. Aplikasinya dalam perbankan, musyarakah dapat digunakan untuk pembiayaan proyek dan juga pembiayaan modal ventura (Dewi dkk, 2005:169).
35
4. Prinsip pinjam-meminjam berdasarkan akad qardh Qardh merupakan pemberian pinjaman oleh bank kepada nasabahnnya tanpa adanya imbalan. Perikatan jenis ini bertujuan untuk menolong, bukan sebagai perikatan yang mencari untung (komersil). Oleh karena itu, bank hanya akan mendapatkan kembali sejumlah modal yang diberikan kepada nasabah. Bank syariah dapat menyediakan fasilitas ini dalam bentuk berikut ini: a.
Sebagai dana talangan untuk jangka waktu singkat, maka nasabah
akan
mengembaliknnya
dengan
cepat,
seperti
compensating balance dan factoring (anjak piutang). b.
Sebagai fasilitas untuk memperoleh dana cepat karena nasabah tidak bisa menarik dananya, misalnya karena tersimpan dalam deposito.
c.
Sebagai fasilitas membantu usaha kecil atau sosial.
3. Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) a. Definisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Usaha mikro merupakan usaha yang dikelola oleh individu atau keluarga atau beberapa orang yang belum memiliki izin usaha secara lengkap (Nizarul Alim, 2009:14). Usaha mikro kecil dan menengah adalah usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan dengan tenaga kerja yang digunakan tidak melebihi dari 50 orang (Sumitro, 2004:168).
36
b. Karakterisik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) a) Usaha Mikro Terjadi perbedaan pendapat dalam mendefinisikan usaha kecil karena perbedaan dalam menentukan sebuah usaha itu pada skala kecil bila dihubungkan dengan usaha menengah dan usaha besar. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan dalam memberikan skala kecil
dalam usaha.
Tiap-tiap negara berbeda-beda dalam
memberikan skala usaha kecil. Di Indonesia, usaha kecil sering dihubungkan dengan pemberdayaan usaha kecil. Artinya, usaha kecil yang bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Memenuhi kekayaan bersih paling banyak 200 juta tidak termasuk tanah dan tempat pembangunan usaha. b. Atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar. c. Milik warga negara Indonesia, berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berfaliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. d. Bentuk usaha perorangan, koperasi, dan badan usaha berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum (Prawirokusumo, 2010: 48).
37
Karakteristik Usaha Kecil : Menurut Suharto Prairokusumo, Karakterisik usaha kecil : a. Biasanya usaha kecil dikelola oleh pemiliknya sehingga disebut owner-manager yang biasanya bertindak sebagai pimpinan yang memberikan arahan kepada beberapa staf yang tidak terlalu banyak dan tidak berspesialisasi untuk menjalankan usaha. Mereka disebut managemen team yang biasanya berasal dari anggota keluarga, sanak saudara atau teman dekat. b. Usaha kecil biasanya hanya mempunyai singel produk line tidak diverivikasi usaha, volume usaha relatif kecil. c. Penanggung jawab pengambilan keputusan biasanya dipegang oleh satu orang dan kurang memberikan wewenang kepada orang lain (very little or no delegation of authority). d. Hubungan antara managemen dengan pekerjanya bersifat sangat dekat (close management-employee relationship). e. Biasanya organisasi usaha tanpa adanya spesialisasi fungsional (has few or functional specialist, such as a full time accountant or a personal manager). f. Dalam sistem pelaporan juga tidak bertingkat (has no more than two tiers of managemen reporting). g. Kurang mempunyai long term planning . h. Biasanya tidak go public. i. Lebih berorientasi kepada surrival untk menjaga ownwer‟s equity
38
dari pada provit maximusasi. Tidak dominan dalam pasar (Prawirokusumo,2010:48). b) Usaha Menengah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersil dan mempunyai omset penjualan lebih dari 1 (satu) miliar. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang UKM menyebutkan bahwa usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undangundang. Lebih lanjut, undang-undang tersebut menegaskan bahwa kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut. 1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
39
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (Lima Puluh Miliar). c. Jenis Usaha Kecil dan Menengah Jenis-jenis Usaha Kecil dan Menengah. Adapun jenis-jenis usaha kecil dan menengah yang mungkin untuk dimasuki di Indonesia (Lupiyoadi, 2004) antara lain: 1) Bisnis jasa Bisnis jasa dewasa ini merupakan yang terbesar dan cepat pertumbuhannya dalam dunia bisnis kecil. Jasa juga membawa keuntungan yang sangat besar bagi usaha kecil yang mampu berinovasi
tinggi.
Misalnya:
persewaan
mobil,
konsultan
manajemen, jasa layanan internet, dan lain-lain. 2) Bisnis Eceran Bisnis eceran adalah bentuk bisnis kecil yang ditekuni oleh wirausaha kecil dan menengah. Bisnis eceran adalah satu-satunya usaha yang menjual produk manufaktur yang langsung kepada toko konsumen. 3) Bisnis Distribusi Sama seperti bisnis jasa dan eceran, wirausaha kecil dan menengah sudah mulai mendominasi seluruh penjualan dalam jumlah besar. Bisnis ini adalah satu-satunya bisnis yang membeli barang dari pabrik atau produsen dan menjual kepada pedagang
40
eceran. 4) Pertanian Pertanian barangkali adalah bentuk usaha kecil yang tertua. Pada awalnya hasil pertanian digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga, namun lama kelamaan menjadi usaha yang cukup besar karena adanya ketergantungan satu sama lain. Contoh dari hal ini adalah sebagian petani membutuhkan tanah dan sebagian lagi membutuhkan alat-alat dan sebagian lagi ada yang membutuhkan pekerja 5) Bisnis Manufaktur Bisnis manufaktur merupakan suatu bisnis kecil yang memerlukan modal untuk investasi yang cukup besar dibanding empat jenis usaha lainnya karena memerlukan tenaga kerja, teknologi, dan bahan mentah untuk
mengoperasikannya.
Contohnya: Kerajinan tangan, percetakan, dan lain-lain. d. Penyebab kegagalan dalam Usaha Kecil dan Menengah `
Meskipun UKM menjanjikan bagi masa depan ekonomi nasional,
namun dalam perkembangannya sering kali dihadapkan oleh berbagai dilema. Persoalaan pendanaan merupakan salah satu dilema yang sangat krusial bagi kelanjutan UKM. Lembaga keuangan formal (bank) yang diharapkan sebagai sumber pendanaan bagi perkembangan ekonomi UKM
telah gagal memainkan fungsi dasarnya, terutama
dalam menyalurkan dana secara efektif ke kegiatan-kegiatan usaha
41
yang paling produktif atau paling menguntuungkan secara finansial (Muhammad,2005:119). Mudrajat
Kuncoro
menyebutkan dalam
penelitiannya menyatakan bahwa ada beberapa kendala pengembangan UMKM di Indonesia, diantaranya: 1) Adanya pungutan liar (PUNGLI) mulai dari proses perizinin sampai perdagangan barang dan ekspor barang tersebut (Kuncoro et.al 200,Survey dibatam, Jepara, dana Bali). 2) Kebijakan makro pemerintah yang kurang mendukung. 3) Permasalahan kredit lama dan bunga tinggi dari dan perbankan dan lembaga keuangan lainnya (Mudrajad 2007) Agunan P Samosir dalam studi kasusnya menjelaskan tentang hambatan Eksopr produksi Usaha Menengah. Adapun beberapa faktor penghambat diantaranya : 1) Faktor Internal a) Kurang likuiditas (tambahan modal). b) Naiknya upah. 2) Faktor Eksternal a) Melemahnya nilai tukar rupiah. b) Kurangnya akses informasi pasar dalam dan luar negri. c) Turunnya daya beli masyarakat, sebagai akibat dari turunnya pendapatan nilai riil masyarakat. d) Menurunnya permintaan pasar. e) Kenaikan harga bahan baku.
42
f) Kurangnya
dukungan
pemerintah
kepada
UKM
yang
berorientasi pada ekspor. g) Tingginya pungtan. e. Usaha Kecil dan Menengah dalam Bank syariah Mencermati kenyatan-kenyataan dan gagalnya berbagai model pembangunan yang rendah di try out dalam memberdayakan ekonomi rakyat, maka diperlukan sistem alternatif yang mampu merombak diskriminasi dan ketidakadilan sosial ekonomi. Dalam konteks inilah kehadiran bank-bank yang beroperasi atas dasar prinsip Syariah dituntut untuk mewujudkan misi Islam sebagai rahmat lil alamin (Muhamad,2005:126). Peluang ini sangat besar mengingat bank-bank konvensional tidak mampu memerankan diri bank of the poor. Penerapan sitem bunga oleh bank konvensional telah membawa beberapa akibat negatif, diantaranya: 1) Masyarkat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, bahwa hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti. Sementara itu dia wajib membayar persentase berupa pengambilan sejumlah uang tertentu yang tetap berada diatas jumlah pokok pinjaman. 2) Sistem bunga mengakibatkan eksploitasi (pemesanan) oleh orang kaya terhadap orang miskin. Modal yang dikuasai oleh orang kaya tidak tersalurkan ke dalam usaha-usaha produktif yang dapat
43
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat tetapi justru dimanfaatkan untuk kredit berbunga yang tidak produktif. Selain itu sistem bunga mengakibatkan kebangrutan usaha, pada gilirannya dapat menciptakan keretakan rumah tangga, jika peminjam tidak mmpu mengembalikan pinjaman dan bunga (Sayid Sabiq (1981) dalam Sumitro,1997:13). 3) Bank konvensional dengan sitem bunga dirasakan kurang berhasil dalam
membantu
memerangi
kemiskinan
dan
meratakan
pendapatan karena karena bank dengan perangkat bunganya kurang memberi
peluang
kepada
masyarakat
miskin
untuk
mengembangkan usahanya secara lebih mandiri di bidang ekonomi, tetapi sebaliknya masyarakat lemah sebagai nasabah semakin berjiwa konsumtif dan ketergantungannya pada bank semakin tinggi. Kecendrungan
yang demikian akan terus menerus
berlangsung setiap saat ketika masyarakat membutuhkan model konsumtif sehingga pada akhirnya mereka terlilit utang bunga yang semakin besar (Sumitro,1997:15). Dengan memahami persoalan yang melingkari usaha ekonomi kecil yang dikemukakan diatas, maka kehadiran lembaga keungan syariah merupakan momentum strategis bagi upaya pembebasan masyarakat
pengusaha
kecil
dari kesulitan pendanaan dalam
mengembakan usaha ekonomi mereka. Beberapa ciri keistimewaan lembaga keuangan syariah, diantaranya: (Muhammad,2005:128).
44
1) Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola anak dan nasabahnya. 2) Diterapakannya sitem bagi hasil sebagai bunga, sehingga akan berdampak positif dalam menekankan cost push inflation dan persaingan antar bank. 3) Tersedianya fasilitas kredit kebaikan (Al-Qardhul Hasan) yang diberikan secara cuma-cuma. 4) Konsep (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan: a) Mendorong kegiatan investasi dan menghambat simpanan yang tidak produktif melalui sitem operasi profit and loss sharing. b) Memerangi kemiskinan dengan membina golongan ekonomi lemah dan tertindas, melalui bantuan hibah yang dilakukan bank secara produktif. c) Mengembangkan produksi, menggalakan perdangan dan memperluas kesempatan kerja melalui kredit pemilikan barang atau peralatan modal dengan pembayaran tangguh dan pemabayaran cicilan. d) Meratakan pendapatan melalui sistem bagi hasil dan kerugian, baik yang diberikan kepada bank itu sendiri maupun kepada peminjam. 5) Penerapan sistem bagi hasil yang tidak membebani biaya diluar kemampuan nasabah dan akan terjamin adanya “keterbukaan”.
45
4. Inflasi a. Definisi Inflasi Inflasi adalah proses kenaikan harga umum secara terus menerus (Putong, 2000:181). Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentase kenaikan hargaharga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya (Sukirno,2004:27). Menurut Nanga (2005), inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus Rahadja (2004:319) berpendapat bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara (Khalwaty, 2000:5). Dalam
ilmu
ekonomi,
inflasi
adalah
suatu
proses
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus-menerus. Inflasi adalah proses dari suatu pristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga (Wikipedia, 2007).
46
b. Jenis-jenis Inflasi Menurut Sukirno (2004), berdasarkan derajatnya, inflasi dibedakan menjadi sebagai berikut: 1) Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka 10% setahun. 2) Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 10%30% setahun. 3) Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 30%100% setahun. 4) Hiperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila berada di atas 100% setahun. Menurut Sukirno (2004:333), berdasarkan kepada sumber atau penyebabnya kenaikan harga-harga berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut: 1) Inflasi Tarikan Permintaan Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang
dengan
pesat.
Kesempatan
kerja
yang
tinggi
menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran-pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi. 2) Inflasi Desakan Biaya Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan dalam biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau
47
kenaikan
upah.
Inflasi
ini
terutama
berlaku
dalam
masa
perekonomian berkembang dengan pesat ketika pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran
pembayaran
yang
lebih
tinggi
ini.
Langkah
ini
mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang. 3) Inflasi Diimpor Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan hargaharga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri. Inflasi ini akan ada apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran-pengeluaran perusahaan. c. Indikator Inflasi Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui inflasi selama satu periode tertentu (Rahardja,2004: 164). Tiga diantaranya akan dibahas dalam uraian berikut ini: 1. Indeks Harga Konsumen Indeks harga konsumen (IHK) adalah rangka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa harus dibeli konsumen dalam suatu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan
48
menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot (weighted) berdasarkan tingkat keutamaanya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar. Di
Indonesia,
perhitungan
IHK
dilakukan
dengan
memperhitungkan sekitar beberapa ratus komoditas pokok. Untuk lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya, perhitungan IHK dilakukan dengan melihat perkembangan regional, yaitu dengan mempertimbangkan tingkat inflasi kota-kota besar, terutama ibu kota propinsi-propinsi di Indonesia. Inflasi
( IHK IHK 1 ) x100% IHK 1
2. Indeks Harga Perdagangan Besar (WholesalePrice Index) Jika inflasi melihat dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen berbagai tingkat produksi. Prinsip menghitung inflasi berdasarkan data IHPB adalah sama dengan cara berdasarkan IHK: Inflasi =
( IHPB IHPB1 ) x100% IHPB1
49
3. Indeks Harga Implisist (GDP Deflator) Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan gambaran laju inflasi yang terbatas. Sebab jika dilihat dari metode perhitungannya, kedua indikator tersebut hanya melengkapi beberapa puluh kota saja. Sama halnya dengan dua indikator sebelumnya, perhitungan inflasi berdasarkan IHI dilakukan dengan menghitung perubahan angka indeks. Inflasi =
( IHI IHI 1 ) x100% IHI 1
d. Efek Buruk Inflasi Efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut (Sukirno, 2004: 338): 1)
Inflasi dan Perkembangan Ekonomi Inflasi
yang
tinggi
tingakatnya
perkembangan ekonomi. Biaya
akan
menghambat
yang terus menerus naik
menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud. Kenaikan harga-harga juga menimbulkan efek buruk pula ke atas perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang Negara itu tidak dapat bersaing dipasaran internasional, selanjutnya ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang-barang impor
50
relatif murah, maka lebih banyak impor yang dilakukan. Ekspor yang menurun
dan
diikuti
oleh
impor yang bertambah
menyebabkan ketidak seimbangan dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk. 2) Inflasi dan Kemakmuran Rakyat Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi Negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat. 3) Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individuindividu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun. 4) Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku 5) Memperburuk pembagian kekayaan Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatnya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya.
51
Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapatan tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata. e. Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi Kebijakan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu (Sukirno, 2004:354): Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah. 1) Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit. 2) Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor dan pajak atas pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan harga, menggalangkan pertambahan produksi dan perkembangan teknologi. f. Peran Bank Sentral Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi.
Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha
mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen, salah satunya
disebabkan pengaruh
52
pemerintah
yang
bertujuan
menggunakan
kebijakan
moneter
untuk mendorong perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi (www.wikipedia.org). Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat mengendalikan
suku
bunga
sebagai
instrumen
dalam
harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik, Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting
banyak diterapkan oleh bank sentral di
seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia. g. Hubungan Inflasi dengan pembiayaan UKM Inflasi adalah proses kenikan harga-harga secara umum secara terus menerus yang berakibat pada perubahan daya beli masyarakat yang akan menurun karena secara riel tingkat pendapatannya juga menurun dengan asumsi bahwa tingkat pendapatan konstan (Putong, 2002). Risiko keuangan juga muncul dikarenakan adanya inflasi, apabila terdapat kenaikan inflasi yang tak terduga maka akan menyebabkan risiko daya beli. Risiko daya beli yaitu nilai riil dari uang yang dipinjamkan ditambah dengan pembayaran bunga menjadi lebih kecil daripada yang diharapkan (Diulio, 1993). Peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Pertumbuhan Ekonomi Nigeria dan Pembangunan perencana, dan tingkat yang
53
mereka siap untuk melakukan peran dan fungsi tersebut. Salah satu yang diharapkan kesimpulan yang telah ditarik pada UKM terlepas dari tingkat kegiatan ekonomi di sektor riil adalah bahwa, jika cukup dibiayai dan dikembangkan akan membawa pembangunan pedesaan serta pertumbuhan ekonomi (Oyinlade, 2005) Dibidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam pengerahan dana masyarakat (Pohan, 2011:52). Tingkat inflasi yang tinggi mentepkan tingkat suku bunga menurun. Turunnya tingkat suku bunga rill berdampak dua hal, yakni berkurangnya hasrat masyarakat untuk menanbung dan suku bunga rill yang relative rendah dibandingkan dengan suku bunga rill diluar negri dapat menimbulkan pengaliran modal ke luar negri. Kedua dampak tersebut dapat mengahmbat upaya perbankan dalam menghimpun dana masyarakat. Keadaan dimana kemampuan bank dalam menampung dana masyarakat menurun akan mengurangi kemampuan perbankan dalam memberikan kredit (Pohan, 2011:53) berkurangnya kemampuan perbankan dalam memberikan kredit menyebabkan share penyaluranan kredit ke sektor UMKM juga akan berkurang. Hubungan yang terjadi antara Inflasi dan kredit bermasalah terjadi pada perubahan daya beli masyarakat yang akan menurun karena secara ril tingkat pendapatannya juga menurun pada saat terjadi inflasi. Saat konsumsi akan barang dan jasa turun artinya permintaan akan
54
barang dan jasa juga turun. Dengan asumsi tingkat penawaran konstan, maka pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat penghasilan produsen. Sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kapasitas debitur dalam hal ini produsen dalam pengembalian pinjamannya. Selain itu saat terjadi inflasi akan menyebabkan beban hidup akan semakin tinggi karena biaya untuk melakukan konsumsi akan meningkat, dan bila secara riil pendapatan menurun atau pendapatan tetap maka akan menjadi kesulitan bagi debitur untuk mengambalikan pinjaman pada bank. 5. BI Rate a. Definisi BI Rate Suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) adalah suku bunga acuan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan diumumkan kepada publik (Bank Indonesia). BI Rate adalah suku bunga yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodic dengan tenor satu bulan untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter (Siamat, 2005:139). BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur setiap 3 bulan (triwulan) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Berikut ini penjelasan Bank Indonesia (2014) mengenai BI Rate: BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan
55
diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaranoperasional kebijakan moneter. Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Pada dasarnya perubahan BI Rate menunjukkan penilaian Bank Indonesia terhadap perkiraan inflasi di masa yang akan datang dibandingkan dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Operasi kebijakan moneter menggunakan instrument BI Rate dilakukan melalui proses lelang mingguan dengan mekanisme variable rate tender dan multiple price allotments (Siamat, 2005:140). Proses penetapan BI Rate, antara lain : 1) Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur dengan cakupan materi bulanan. 2) BI Rate ditetapkan berlaku sampai dengan Rapat Dewan Gubernur berikutnya. 3) Penetapan BI Rate dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam mempengaruhi inflasi.
56
4) Penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan melalui Rapat Dewan Gubernur mingguan jika terjadi perkembangan di luar perkiraan. b. Hubungan anatara BI Rate terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah.
Sebaliknya,
apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi (www.bi.go.id) Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi seperti Usaha Kecil dan Menengah
57
(UKM) dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga. 6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) a.
Definisi Sertifikat Bank Indonesia Syariah Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia yang dibuat dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi bila terjadi kelebihan
likuiditas
pada
bank
syariah
(Arifin,2009:198).
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), bahwa definisi SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (www.bi.go.id). Hal ini sedikit berbeda dengan SBI konvensional yang diterbitkan melalui lelang dengan tingkat diskonto yang berbasis bunga (interest), sedangkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrument operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan akad ju‟alah. Akad ju‟alah adalah janji atau komitmen(iltizan) untuk memberikan imbalan tertentu („iwadah/ju‟l)
58
atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Bank Indonesia dalam operasi moneter melalui penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan (reward/ „iwadjhu‟i) tentu bagi yang turut berantisipasi dalam pelaksanaannya. Ketentuan mengenai imbalan SBIS adalah dengan cara Bank Indonesia menetapkan dan memberikan imbalan atau SBIS yang diterbitkan kemudian Bank Indonesia membayar imbalan pada saat jatuh waktu SBIS ( www.bi.go.id). b. Karakterisik Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Menurut Wirdyaningsih, Perwataatamadja, Gemala dan Yeni (2006:149) SWBI yang sekarang disebut SBIS merupakan instrument kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah. Beberpa karakteristik SBIS sebagai berikut : 1. Menggunakan akad ju‟alah ( berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah). 2. Diterbitkan oleh bank Indonesia. 3. Merupakan tanda bukti penitipan dana berjangka pendek. 4. Berjangka waktu paling kurang 1(satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.
59
5. Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). 6. Diterbitkan tanpa warkat (Scripless ). 7. Merupakan instrument kebijakan moneter dan sarana penitipan dana sementara (www.bi.go.id ). 8. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. c.
Ketentuan dan Mekanisme Penerbitan SBIS Berdasrkan Fatwa DSN-MUI dan peraturan Bank Indonesia, instrument SBIS dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme lelang sebagaimana hal ini pun diberlakukan bagi SBI konvensional. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.10/40/DPM tanggal 17 November 2008 tentang cara penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Berikut ini adalah penjelasan atas hal-hal yang berkaitan dengan peraturan diatas. Berkaitan dengan penatausahaan SBIS
sebagaimana
yang
telah
di
operasikan
terhadap
SBI
konvensional, BI menggunakan sistem pencatatan dan penatausahaan secara elektronis yang dikenal dengan sistem BI-SSSS (Scripless Securities Settelement System). Atau Sistem Penyelesaian Surat Berharga Tanpa Warkat, yaitu transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaanya dan penataanusahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RGTS). 1) Pihak-pihak dalam Lelang SBIS a. Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS)
60
atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS. b. Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah(UUS), baik sebgai peserta langsung maupun tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia. 2) Pembatalan Hasil dan Transaksi Lelang SBIS Hasil lelang SBIS (Settelement Lelang SBIS, Settelement First leg Repo SBIS dan Settelement Second leg Repo SBIS) dinyatakan batal apabila saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga BUS atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi. 3) Sanksi Peraturan
Bank
Indonesia
No.12/18/PBI/2010.
Bank
Indonesia mengenakan sanksi kepada BUS atau UUS atau transaksi SBIS (www.bi.go.id), yang dinyatakan berupa : a) Teguran tertulis b) Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu ) dari nilai transaksi SBIS yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah) untuk setiap transaksi SBIS yang dinyatakan batal. Dengan tidak mengurangi sanksi tersebut diatas, dalam hal BUS atau UUS melakukan transaksi SBIS dan atau tanpa transaksi operasi moneter syariah lainnya sebagaimana dimaksud dalam peraturan
61
Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi syariah, yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, maka BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk kegiatan operasi moneter syariah 5 (lima) hari kerja berturut-turut. d. Hubungan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka pendek dalam mata uang rupiah. SBIS merupakan salah satu instrument pasar uang (Kebijakan moneter kontraktif) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah dengan tujuan untuk menyerap kelebihan likuiditas didalam sistem perbankan syariah, sebagaimana bank konvensional yang menetapkan cadangannya pada SBI, dengan harapan memperoleh penghasilan. Jika melihat dari sisi moneter, turunnya SBIS kurang menguntungkan bagi perekonomian karena akan meningkatkan jumlah uang beredar (JUB). Apabila bank syariah lebih memilih untuk menempatkan dana tersebut di SBIS, dikarenakan besarnya resiko untuk menyalurkannya pada sektor riil maka hal ini merupakan indikasi dari
tidak
dengan
tersalurkannya
optimal. Sehingga
pembiayaan dapat
perbankan
dikatakan
SBIS
syariah dengan
pembiayaan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki
62
hubungan negatif. Hasil penelitian yang dilakukan (Masyitha Mutiara Ramadhan dan Irfan Syauqi Beik 2015) berdasarkan hasil pengolahan data, Dari hasil estimasi terdapat hubungan negatif antara bonus SBIS dan pembiayaan UMKM. Hal ini terjadi karena apabila terjadi kenaikan bonus SBIS maka perbankan syariah akan lebih tertarik menyalurkan dana dengan pembelian SBIS karena memberikan return yang lebih tinggi dan menghadapi resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM. Selain itu, variabel suku bunga SBI memiliki hubungan yang positif terhadap penyaluran pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Hal ini terjadi karena ketika terjadi kenaikan suku bunga SBI maka bank konvensional akan mengalihkan penyaluran dananya ke SBI sehingga kredit yang mereka tawarkan akan menurun. Kondisi ini dimanfaatkan oleh perbankan syariah dengan memberikan pembiayaan UMKM yang lebih besar karena bank konvensional sebagai saingannya sedang menurunkan penyaluran kreditnya. Namun demikian, variabel PLS atau tingkat bagi hasil tidak signifikan mempengaruhi jumlah pembiayaan UMKM yang disalurkan. Hal ini terjadi karena pembiayaan dengan akad bagi hasil memiliki porsi yang lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan dengan akad jual beli. Porsi pembiayaan dengan akad bagi hasil (musyarakah dan mudharabah) hanya sebesar 35,29 persen dari
63
pembiayaan total. Sedangkan porsi pembiayaan dengan akad jual beli (murabahah) Peran SBIS yang semakin signifikan pada penyaluran kredit UMKM baik pada perbankan syariah maupun konvensional mengindikasikan kinerja instrumen moneter syariah semakin baik. Untuk itu bank sentral sebagai otoritas moneter dapat memperkuat peran instrumen SBIS. Selain itu, transmisi kebijakan moneter lewat jalur kredit berjalan kurang optimal terlihat dari hasil FEDV yang menunjukan pengaruh instrumen moneter baik SBI atau SBIS yang tidak terlalu besar. Otoritas moneter harus ikut berpartisipasi mendorong penyaluran dana perbankan ke sektor UMKM mengingat peran UMKM yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. 7. Non Performing Financing (NPF) a.
Definisi Non Perfoming Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan yang kurang lancar, diragukan dan macet. Dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 oktober 2006 tentang Peniliain Kalitas Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat (2), bahwa kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu
64
lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan (D), macet(M). Pada umumnya resiko pembiayaan ini dinilai dari besarnya pembiayaan yang bermasalah atau Non Performing Financing (NPF). Dalam PSAK No 31 tentang Akutansi perbankan pada pasal 24 disebutkan bahwa : “ kredit non performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan atau bunganya telah lewat 90 ( Sembilan puluh) hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit non performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan, dan macet. Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 8/24/Dpbs tanggal 20 Oktober 2006 ditetapan menjadi 4(empat) golongan yaitu: 1) Lancar, (Pembayaran pokok atau pelunasan pokok tepat waktu). 2) Kurang Lancar, (terdapat tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok sampai dengan 3 bulan). 3) Diragukan, (terdapat tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok yang telah melampaui tiga bulan sampai dengan 24 bulan. 4) Macet, (terdapat tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok yang telah melampai 24 bulan). Non Performing Financing (NPF) menggambarkan bagaimana kualitas pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Tingkat Non Performing Financing (NPF) yang rendah menggambarkan bahwa bank mampu mengelola pembiayaan yang disalurkan dengan baik.
65
Sebaliknya jika tingkat NPF yang tinggi, hal ini menggambarkan bahwa kualitas pembiayaan yang disalurkan mengalami penurunan akibat pengelolaan pembiayaan yang kurang baik. Non Performing Financing (NPF) pada dasarnya disebabkan oleh faktor intern dan ekstern. Kedua faktor tersebut tidak dapat dihindari mengingat adanya kepentingan yang saling berkaitan sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. (Mahmoedin,2004: 52) Besarnya NPF yang diperoleh bank Indonesia adalah 5% jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangktan yaitu akan mengurangi nilai skor yang yang diperoleh. Bila resiko pembiayaan meningkat, margin atau biaya kredit akan meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak mengenal instrument bunga, sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan dimuka. Adapun jenis-jenis Non Performing Financing (NPF) adalah sebagai berikut : 1) Non Performing Financing ( Penyediaan Dana Bermasalah) Gross NPF gross adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5 dibandingkan dengan total pembiayaan yang siberikan oleh bank. Terdapat 5 kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan yaitu :
66
Lancar (current), dalam perhatian khusus (special mention), Kurang Lancar (sub-standar), diragukan (doubtful) dan macet (loss). Berikut ini adalah rumunsnya (Septiana Ambarawati, 2008:65). NPF Gross = Keterangan : 1. Penyediaan atau penyaluran dana berupa piutang dan ijarah. 2. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada dana pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain). 3. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana dengan kualitas kurang lancar , diragukan dan macet. 4. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak dikurangi PPAP. 5. Angka dihitung perposisi ( tidak disetahunkan). NPF Net = Keterangan : PPAP adalah penyisihan pengahapusan aktiva produktif sesuai dengan ketentuaan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah. 2) Non Performing Financing (Penyediaan Dana Bermasalah) Net
NPF Net =
–
Keterangan: PPAP adalah Penyisihan Penghapusan
67
Aktiva Produktif
sesuai ketentuan tentang
PPAP
yang
berlaku bagi bank syariah. b. Hubungan antara Non Perfoming Financing ( NPF) terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Pada perbankan dengan sistem bunga, NPF lebih dikenal dengan istilah NPL (Non Performing Loan) atau rasio kredit bermasalah, sedangkan dalam perbankan syariah lebih dikenal dengan NPF. Non Perfoming Financing (NPF) ini menunjukan seberapa besar kolektibitas bank dalam mengumpulkan pembiayaan yang telah disalurakannya. Non Perfoming Financing (NPF) dapat dijadikan alat ukur untuk menilai apakah sebuah bank itu sehat atau tidak. Jika semakin rendah Non Perfoming Financing (NPF) maka akan semakin tinggi jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit harus membentuk cadangan pengahapusan yang besar sehingga pembiayaan cendrung rendah. Dalam penelitian Wuri Arianti 2011 variabel Non Perfoming Financing (NPF) berpengaruh negatif terhadap pembiayaan. Hasil tersebut mendukung hasil Fransiska dan Hasan Sakti Siregar (2007) dengan hasil NPL tidak dapat digunakan untuk memprediksi volume kredit perbedaan ini kemungkinan disebabkan perbedaan sampel yang digunakan. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Adnan (2005) yang mengatakan kredit bermasalah berbanding terbalik
68
dengan penyaluran pembiayaan, dimana besarnya NPF mencerminkan tingkat pengendalian biaya dan kebijakan atau kredit yang dijalankan oleh bank, sehingga semakin rendah Non Perfoming Financing (NPF) maka akan semakin tinggi jumlah pembiayaan yang akan disalurkan oleh bank. Semakin tinggi Non Perfoming Financing (NPF) menunjukkan
semakin
rendahnya
kemampuan
bank
dalam
mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkannya. Semakin sedikit dana pinjaman yang kembali ke bank, akan menyebabkan dana bank yang tersedia untuk disalurkan semakin berkurang. Akibatnya, bank akan mengurangi jumlah dana yang akan disalurkan. 8. Dana Pihak Ketiga (DPK) a. Definisi Dana Pihak Ketiga (DPK) Kepercayaan masyarakat akan keberadaan bank dan keyakinan masyarakat bahwa bank akan menyelenggarakan sebaik-baiknya permasalahan
keuangannya,
merupakan
suatu
keadaan
yang
diaharapkan oleh semua bank. Menrut UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah (Pasal 1) disebutkan bahwa, “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan atau UUS berdasarkan Akad wa‟diah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, Tabungan, atau bentuk merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan bank yang terdiri dari 3jenis yaitu Giro, Tabungan,Deposito.
69
b. Macam-macam Dana Pihak Ketiga Yang termasuk dalam dana pihak ketiga yaitu, giro, tabungan dan deposito. Ketiga macam dana pihak ketiga tersebut dijelaskan sebagai berikut (Karim, 2008:23): 1) Giro Bank syariah dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentk rekening wadi‟ah bank syariah menggunakan prinsip wadi‟ah dan giro mudharabah. Dalam bentuk wadi‟ah bank syariah menggunakan prinsip wadi‟ah yad dhamanah, dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus meminjam pembayaran kembali nominal simpanan wadiah. Dana tersebut digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut dalam kegiatan komersial. Pemilik simpanan dapat menarik kembali simpanan sewaktu-waktu, baik sebagaian maupun seluruhnya. Bank tidak boleh menyatakan, menjanjikan imbalan atas keuntungan apapun pada pemegang rekening wadi‟ah. Sedangkan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah, baik mudharabah mutlaqah dan mudhrabah muqayada. Hal ini tergantung nasabah memilih dengan dengan akad yang disepakati.
70
2) Tabungan Tabungan mudharabah adalah tabungan dima na pemilik dana (shohibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal. Tabungan dapat diambil sewaktu-waktu sesuai dengan prinsip yang digunakan, tabungan mudharabah ini merupakan “ investasi” yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan oleh karena itu, modal yang diserahkan kepada pengelola dana (bank) tidak boleh ditarik sebelum akad berakhir. Hal ini disebabkan karena akan mengganggu kelancaran usaha yang dilakukan oleh mudharib sehubung dengan pengelolaan dengan pengelolaan dana tersebut. Selain produk tabungan mudharabah bank syariah juga memiliki produk tabungan wadi‟ah. Tabungan
wadi‟ah
merupakan
tabungan
yang
dijalankan
berdasarkan akad wadi‟ah yaitu titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan khendak pemiliknya. Berkaitan
dengan
produk
tabungan
wadi‟ah,
bank
syariah
menggunakan akad wadi‟ah yada dh-dhamanah. Dalam hal ini bank memperoleh hak untuk menggunakan dana tersebut dengan konsekuensi bank harus dapat menjaga keutuhan dana tersebut dan membagi keuntungan dari penggunaan dana namun tidak dalam bentuk perjanjiaan namun bersifat sukarela dari pihak-pihak.
71
3) Deposito Deposito Mudharabah atau lebih tepatnya deposito investasi mudharabah merupakan investasi nasabah, penyimpan dana (perorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka tertentu jatuh tempo, dengan mendapatan imbalan bagi hasil. c. Sumber Dana Pihak Ketiga Dana yang bersumber dari masyarakat disebut Dana Pihak Ketiga (Muhammad, 2002:92). Sumber dana pihak ketiga, dari segi mata uang dibedakan menjadi: 1) Sumber Dana Pihak Ketiga Segi Mata Uang a) Sumber Dana pihak Ketiga Rupiah yaitu kewajiban-kewajiban bank yang tercatat dalam rupiah yaitu kewajiban-kewajiban bank yang tercatat dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan untuk bank baik kepada penduduk maupun bukan penduduk. Komponen DPK ini terdiri dari giro, simpanan berjangka, tabungan, dan kewajiban-kewajiban lain. Tidak termasuk dana yang berasal dari bank sentral. b) Sumber Dana pihak Ketiga Valuta Asing yaitu kewajiban bank yang tercatat dalam valuta asing kepada pihak ketiga, baik penduduk maupun bukan penduduk termasuk pada bank sentral, bank lain (pinjaman melalui pasar uang). DPK valuta asing terdiri atas giro, call money, deposito on call, deposito berjangka, margin
72
deposito setoran pinjaman, pinjaman yang diterima, dan kewajiban-kewajiban dalam valuta asing. 2) Sumber Dana pihak Ketiga Segi Biaya Yang Harus Dibayar Bank a) Sumber Dana pihak Ketiga Berbiaya pada umumnya adalah danadana pihak kedua (tidak termasuk penerbitan saham). Pada umumnya jenis-jenis simpanan pada sumber dana berbiaya adalah simpanan giro, tabungan, deposito, dan simpanan berjangka. b) Sumber Dana pihak Ketiga Tidak Berbiaya, yaitu hampir semua sebagian sumber dana bank memiliki beban biaya yang harus ditanggung oleh bank tertutama dana yang berasal dari dari pihak ketiga (DPK) dan dana pihak kedua, sehingga dapat dikatakan tidak ada ada dana yang tanpa biaya bagi suatu bank. Namun jika diteliti lebih mendalam terdapat jenis biaya yang tidak mengandung biaya, seperti modal yang disetor (modal saham), agio saham, laba tahun berjalan, laba ditahan, cadangan umum dengan tujuan lainnya, deposito berjangka yang telah jatuh tempo dan belom dicairkan oleh nasabah, transfer masuk yang belum dibayar, hasil inkaso yang belum dibayar, dan utang pajak kepada pemerintah pusat asal kan tidak lewat waktu (terlambat) pada saat membayarnya. Dana-dana tersebut diatas pada umumnya tidak mengandung unsur biaya dalam arti harus membayar sejumlah uang tertentu sebagai biaya bunga. Semakin besar jumlah dana ini maka akan
73
semakin mempertinggi return on assets dan return on equity bagi suatu bank. Bagi bank-bank yang sudah go public seperti bank syariah mandiri untuk memperkuat posisi permodalannya dapat menerbitkan saham baru untuk ditawarkan melalui bursa, baik penawaran secara terbatas maupun pada masyarakat luas. d. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) DPK yang telah dihimpun oleh perbankan syariah, semakin banyak dana yang terhimpun dari masyarakat, maka semakin banyak pula likuiditas yang dimiliki oleh perbankan syarih maka semakin banyak pula dana yang disalurkan kepada masyaraka melalui pembi ayaan. Dalam penelitian Wuri Arianti 2011 variabel jumlah Dana Pihak Ketiga berpengaruh positif terhadap pembiayaan, karena semakin besar sumber dana yang terkumpul maka bank akan menyalurkan pembiayaan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan salah satu tujuan bank adalah mendapatkan profit, sehingga bank tidak akan menganggurkan dananya begitu saja. Bank cenderung untuk menyalurkan dananya semaksimal mungkin guna memperoleh keuntungan yang maksimal pula.
74
B. Peneliti Terdahulu Tabel 2.1 Penelitiaan Terdahulu No Peneliti
Judul
1.
Fajar Noverianto dan Nirdukita Ratnawati (2014)
analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Syariah terhadap Produk Domestik Bruto usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia
2.
Wuri Arianti & Harjum Muharam (2011)
3
Maolan W Navis (2015)
Analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), dan Return Of Asset (ROA) terhadap Pembiayaan pada Perbankan Syariah Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga Kredit, CAR, NPL, Dan Suku Bunga SBI
Metode Penelitian Vector Auto Regressio n (VAR)
Hasil Penelitian
Metode Ordinary Least Square (OLS)
Hasil DPK berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan,CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan, ROA tidak berpengaruh terhadap pembiayaan, dan NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan. Secara simultan semua variabel dependen berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bank syariah di Indonesia.
Persamaan Bagi Hasil berpengaruh signifikan negatif,Persamaan Pembiayaan dan SBIS berpengaruh siginifikan positif terhadap PDB UKM di Indonesia
Regresi T Tingkat Suku bunga kredit Linier dan Capital Adequacy Ratio(CAR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit UMKM sedangkan Non Performing
75
Terhadap Penyaluran Kredit UMKM Pada Kelompok Bank Persero 4
Silvia Eka Febrianti (2015)
Analisis pengaruh pertumbuhan GDP, Inflasi, BI Rate dan Nilai Tukar terhadap Kredit Bermasalah pada Bank Konvensional dan Bank Syariah
Loan (NPL) dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit UMKM. Error Correction Model (ECM)
Pertumbuhan GDP, Inflasi (IHK), BI Rate, dan Nilai tukar rupiah terhadap dollar secara bersamasama berpengaruh pada NPL bank konvensional. Variabel yang berpengaruh signifikan pada NPL bank konvensional dalam jangka panjang adalah pertumbuhan GDP, Inflasi (IHK), BI Rate, dan Nilai tukar rupiah terhadap NPL.Sedangkan pada NPF bank Syariah menunjukkan hasil bahwa Pertumbuhan GDP, Inflasi (IHK), BI Rate, dan Nilai tukar rupiah terhadap dollar secara bersamasama berpengaruh pada NPF bank syariah. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap NPF dalam jangka panjang adalah BI Rate dan nilai tukar. Dalam jangka pendek, keempat variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini tidak signifikan berpengaruh pada NPF dollar. Sedangkan dalam jangka pendek hanya nilai tukar yang berpengaruh
76
signifikan terhadap NPL
5
Ayank Narita Dyatama dan Imamudin Yuliadi (2015),
Determinan Jumlah Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia
the multiple linear regression model
6
Imoisi Anthony Ilegbinosa & Ephraim Jumbo (2015)
Small and ordinary Medium Scale least Enterprises and squares Economic Growth in Nigeria: 19752012
DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan NPL dan ROA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Penempatan dana di Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan CAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap jumlah penyaluran pembiayaan perbankan syariah. Ditemukan bahwa setelah co-mengintegrasikan variabel penjelas dari Ketersediaan Keuangan untuk Kecil dan Menengah (FASME), Suku Bunga (INT) dan Tingkat Inflasi (INF) dari Gross Domestic Produk (GDP) bahwa ada hubungan jangka panjang antara variabel-variabel dalam model dan keseluruhan model regresi secara statistik signifikan pada 5%.
77
C. Kerangka Pemikiran Penelitian
bertujuan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. Penelitian ini didasarkan atas penelitianpenelitian yang telah ada sebelumnya dengan penambahan beberapa variabel dan metode penelitian yang berbeda. Setelah peneliti mengumpulkan beberapa jurnal, skripsi dan tesis peneliti mengambil beberapa variabel dari penelitian terdahulu kemudian membuat paradigma penelitian yang berbeda dimana pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank Indonesia. Pencarian data dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama, pengambilan data variabel eksogen yang diambil dari laporan kebijakan moneter Bank Indonesia. Kedua, pengambilan data variabel endogen yang diambil dari statsitik perbankan Setelah memperoleh data-data dari setiap variabel peneliti mulai melakukan analisis dengan menggunakan analisis jalur dengan bantuan alat SPSS 20. Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah menghitung koefisien determinasi, perhitungan itu bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Non Perfoming Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. Selanjutnya peneliti melakukan uji F untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel-variabel terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Setelah itu peneliti melakukan uji t dimana uji ini
78
dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara parsial Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Non Perfoming Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. Selanjutnya peneliti menginterpretasikan hasil dari penalitian yang telah dilakukanya. Berikut ini adalah gambaran mengenai kerangka berfikir yang peneliti bentuk secara sederhana untuk menjelaskan proses penelitian ini.
79
Data Statistika Perbankan Syariah Bank Indonesia
Basis Teori : Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
INFLASI (X1)
BI RATE (X2)
SBIS (X2)
NPF (X3)
DPK (X4)
UKM (Y)
Metode : Analisis Regresi Linier Berganda 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas b. Uji Multikolonieritas c. Uji Heterokedastisitas d. Uji Autokorelasi 2. Uji Hipotesis a. Uji t (Parsial) b. Uji F (Simultan) c. Uji Adjusted R Square 3. Uji Regresi Linier Berganda
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran“ Pengaruh Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga(DPK) terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia (Periode Februari 2011 –Maret 2016)”
80
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ho : Tidak terdapat pengaruh secara simultan dan signifikan antara variabel Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. Ha : Terdapat pengaruh secara simultan dan signifikan antara variabel Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. 2. Ho : Tidak terdapat pengaruh secara parsial dan signifikan antara variabel Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. 3. Ha
: Terdapat pengaruh secara parsial dan signifikan antara variabel Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia.
81
82
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan antara dua variabel. Metode yang digunakan adalah metode penelitian Historis yang bersifat KausalDistributif artinya penelitian yang dilakukan untuk menganalisia suatu keadaan yang telah lalu dan menunjukkan arah hubungan antara variabel independen yaitu : Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK) dan variabel dependen yaitu Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah pada Bank Syariah di Indonesia. Data operasional yang digunakan peneliti ini menggunakan data runtut waktu (time series). Semua data dalam bulanan dimulai dari Februari 2011 sampai dengan Maret 2016 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dengan jumlah bank yang beroperasi sampai saat ini adalah 12 bank.
B. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Menurut Syofian Siregar (2011:148), purposive sampling adalah teknik pemilihan sampel berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Sampel pada penelitian ini sejumlah 12 sampel Bank Umum Syariah
82
yang terdata di Bank Indonesia bulan Maret tahun 2016. Kriteria penulis dalam pengambilan sampel yaitu, Bank Umum Syariah yang terdata di Bank Indonesia dan memiliki laporan tiap bulannya. Menurut Abdul Hamid (2012), metode ini merupakan metode penentuan sampel dimana pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. Penggunaan metode ini adalah untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data time series berskala bulanan yaitu dari bulan Februari 2011 – Maret 2016.
C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan penelitian ini merupakan sekunder, data tersebut diperoleh langsung dari laporan situs resmi Bank Indonesia, seperti Laporan Bulanan Bank Indonesia tentang Statistik Perbankan Syariah. Metode yang digunakan dalam pngumpulan data untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Field Research Peneliti menggunakan data sekunder berupa data runtut waktu (time series) dengan skala bulanan (monthly) yang diambil dari data bulanan Statistik Perbankan Syariah dengan rentang waktu dari bulan Januari 2011 – Maret 2016 dan data bulanan Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga DPK) yang diperoleh dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.
83
2. Library Research Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari membaca literature, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya memperoleh data yang valid. 3. Internet Research Terkadang buku referensi atau literature yang kita miliki atau pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa, karena ilmu selalu berkembang seiring berjalannya waktu, Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan menggunakan teknologi yang juga berkembang yaitu internet. Sehingga data yang diperoleh merupakan data yang sesuai dengan perkembangan zaman.
D. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode data kuantitatif, yaitu dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka dan penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh : Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program computer (software) SPSS versi 20 dan Microsoft Excel 2010. Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini:
84
1.
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji Asumsi Klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimat or linier tidak bisa dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah Menurut (Gujarati, 1995 : 72-73) teorama Gauss-Markow memperkirakan bahwa OLS harus memenuhi kriteria BLUE, yaitu: a. Best, yang terbaik. Hasil regresi dikatakan Best apabila garis regresi yang dihasilkan guna melakukan estimasi atau peramalan dari sebaran data, menghasilkan error yang terkecil. b. Linier, merupakan kombinasi dari data sampel. Linier dalam model artinya model yang digunakan dalam analisis regresi telah sesuai dengan kaidah model OLS dimana variabel-variabel penduganya hanya berpangku satu. c. Urbiased, rata-rata nilai harapan (E/b) harus sama dengan nilai sebenarnya (b1). d. Estimator, memiliki varians yang minimal diantara pemerkira lain yang tidak bisa. Untuk itu diperlukan pendektesian lebih lanjut diantaranya :
85
a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengansumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2013 : 160). Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rataratanya. Untuk mendeteksi apakah nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal atau tidak, maka dapat digunakan metode analisis grafik dan metode statistik. Salah satu cara mudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram hal ini dapat menyesatkan khususnya jumlah sampel yang kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan bila data tidak normal,
86
diantaranya adalah : 1) Jika jumlah sampel besar, kita perlu menghilangkan nilai outliner dari data. Kita bisa membuang nilai-nilai yang ekstrem, baik atas atau bawah. Nilai ekstrem ini disebut outliers. Pertama kita perlu membuat grafik, dengan sumbu x sebagai frekuensi dan y sebagai semua nilai yang ada dalam data kita. Dari sini kita akan bisa melihat nilai mana yang sangat jauh dari kelompoknya. Nilai inilah yang kemudian perlu dibuang dari data kita, dengan asumsi nilai ini muncul akibat situasi yang tidak biasanya. 2)Melakukan
transformasi
data,
ada
banyak
cara
untuk
mentransformasi data kita, misalnya dengan mencari akar kuadrar dari data kita, dll. 3) Menggunakan alat analisis nonparametric, analisis ini disebut juga analisis yang distribusi free. Sayangnya analisis ini seringkali mengubah data menjadi lebih rendah dari tingkatnya. Misal kalau sebelum data kita termasuk data interval dengan analisis ini akan diubah menjadi data ordinal. b. Uji Multikolinieritas Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung
87
gejala multikolonier (Suliyanto, 2011:81). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi, nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama dengan VIF < 10, maka model dinyatakan tidak terdapat gejala multikolonieritas (Ghozali, 2012 : 105). Jika model mengandung multikolonieritas yang serius yakni korelasi yang tinggi antar variabel independen, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyembuhkannya: 1) Menghilangkan Variabel Independen Salah satu metode sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan salah satu variabel independen yang mempunyai hubungan linier kuat. Namun menghilangkan variabel independen di dalam suatu model akan menimbulkan bias spesifikasi model regresi.
88
2) Transformasi Variabel Transformasi variabel dapat dilakukan dengan cara melakukan transformasi ke dalam bentuk diferensi pertama (first diffeeence). Bentuk
difference
multikolonieritas. menimbulkan
pertama
ini
Transformasi
maslaah
akan
mengurangi
variabel
berkaitan
dengan
ini
masalah
akan
masalah
tetap variabel
gangguan. Kesalahan pengganggu Vt mungkin tidak memenuhi salah satu asumsi dari pada model regresi linier kalsik yang mengatakan bahwa kesalahan pengganggu tidak berkorelasi antara yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi kemungkinan besar berkorelasi serial (serially correlated). 3) Penambahan Data Masalah multikolonieritas ada dasarnya merupakan persoalan sampel. Oleh karena itu, masalah multikolonieritas seringkali diatasi jika kita menambah jumlah data. Ketika menambah jumlah data karena ada masalah multikolonieritas antara X1 maka akan menyebabkan variansi β1 akan mengalami penurunan. Jika varian mengalami penurunan maka otomatis standar error juga akan mengalami penurunan. Dengan kata lain, jika multikolonieritas variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen melalui uji t, maka dengan penambahan jumlah data maka
sekarang
variabel
independen
menjadi
signifikanm
mempengaruhi variabel dependen (Agus Widarjono, 2010).
89
c. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah variasi residual absolut sama atau tidak sama untuk semua pengamatan. Gejala heterokedastisitas ditunjukan oleh koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai alpha (Sig. > α), maka dapat dipastikan
model tidak mengandung gejala
heterokedastisitas (Sudarmanto, 2005). Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas, yaitu melihat grafik plot antara lain nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisis : (1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas; (2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas (Gozali, 2012). d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dimaksudkan untuk menguji model linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-sebelumnya. Adanya autokorelasi dapat mengakibatkan penaksir mempunyai varians tidak minimum dan uji-t tidak dapat digunakan, karena akan memberikan kesimpulan yang
90
salah. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada-tidaknya masalah autokorelasi, yaitu menggunakan metode Durbin-Watson dan metode Run Test sebagai salah satu uji statistic non-parametik. Uji DurbinWatson (Uji D-W) merupakan uji yang sangat populer untuk menguji ada-tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris yang diestimasi (Sudarmanto, 2005). Menurut Oramahi (2007), untuk mendeteksi terjadi autokorelasi atau tidak dapat dilihat melalui nilai Durbin-Watson (DW) yang bisa dijadikan patokan untuk mengambil keputusan adalah : 1) Bila nilai D-W < -2, berarti ada autokorelasi positif. 2) Bila nilai D-W diantara -2 sampai dengan +2, berarti tidak terjadi autokorelasi. 3) Bilai nilai D-W +2, berarti ada autokorelasi negatif Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan (lihat angka F dan signifikannya), menjadi tidak layak untuk dipakai. Autokorelasi dapat diatas dengan berbagai cara antara lain dengan melakukan transformasi data dan menambah data observasi. 2.
Uji Hipotesis Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabelvariabel yang akan diteliti. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan SPSS 20. Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi Uji-t dan Uji-F.
91
a.
Uji Parsial (Uji-t) Uji t digunakan untuk menguji apakah setiap variabel (Independen) secara masing-masing parsial atau individual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikansi 0,05 (5%) dengan menganggap variabel bebas bernilai konstan. Langlah-langkah yang harus dilakukan dengan uji-t yaitu dengan pengujian yaitu : (Nachrowi dan Usman, 2006 : 17). Hipotesis: Ho : βi = 0 artinya masing-masing variabel bebas tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel terikat. Ha : βi ≠ 0 artinya masing-masing variabel bebas ada pengaruh yang signifikan dari variabel terikat. Bila probabilitas > α 5% variabel bebas tidak signifikan atau tidak mampu mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Ho terima, Ha tolak). Bila probabilitas < α 5% variabel bebas signifikan atau mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Ho tolak, Ha terima).
b. Uji Simultan (Uji –F) Nilai F hitung digunakan untuk menguji ketetapan model (goodness of fit). Uji F ini juga sering disebut uji simultan, untuk menguji apakah variabel bebas yang digunkan dalam model mampu menjelaskan perubahan nilai variabel terikat atau tidak. Adapun cara
92
pengujian dalam uji F ini, yaitu dengan menggunakan suatu variabel yang disebut dengan tabel ANOVA (Analysis of Variance) dengan melihat nilai signifikan (Sig. < 0,05 atau 5%). Jika nilai signifikan > 0,05 maka H1 ditolak, sebaliknya jika nilai signifikan < 0,05 maka H1 diterima. c.
Uji Koefisien Determinasi (R Square) Koefisien determinasi merupakan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Semakin tinggi koefisien determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya (Suliyanto, 2011 : 55) Koefisien determinasi memiliki kelemahan, yaitu bisa terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi, dimana setiap penambahan satu variabel bebas dan pengamatan dalam model akan meningkatkan R2 meskipun variabel yang dimasukkan itu tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R Square (R2 adj). Koefisien determinasi yang telah disesuaikan berarti bahwa koefisien tersebut telah dikorelasi dengan memasukkan unsur jumlah variabel dan ukuran sampel yang digunakan. Dengan menggunakan koefisien determinasi yang disesuaikan, maka nilai koefisien determinasi yang disesuaikan itu dapat naik atau turun akibat adanya penambahan variabel baru dalam model (Suliyanto,
93
2011 : 43). Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat digunakan kriteria sebagai berikut (Sugiono, 2009:231): Tabel 3.1 Kriteria untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi
3.
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199
Sangat Rendah
0,20 - 0,399
Rendah
0,40 - 0,599
Sedang
0,60 - 0,799
Kuat
0,80 - 1,000
Sangat Kuat
Analisis Regresi Linier Berganda Menurut Umi Narimawati (2008), analisis regresi linier berganda adalah suatu analisis asosiasi yang digunakan secara bersamaan untuk meneliti pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel tergantung dengan skala interval. Pada analisis regresi linier berganda bahwa regresi berganda variabel tergantung (terikat) dipengaruhi oleh dua atau lebih variabel bebas sehingga hubungan fungsional antara variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X1, X2, Xn). Kemudian dapat ditulis sebagai berikut: Y
= f (X2, X2, ……… , Xn)
Keterangan : Y
= Variabel tergantung atau terikat (dependent) 94
X1, X2, …,Xn
= Variabel bebas (independent)
Dalam model di atas terlihat bahwa variabel terikat dipengaruhi dua atau lebih variabel bebas, disamping itu juga terdapat pengaruh regresi linier berganda dapat dituliskan sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + ……… + bnXn + e Keterangan : Y = Variabel tergantung atau terikat (niali yang diproyeksikan) a = Intercept (konstanta) b1 = Koefisien regresi untuk X1 b2 = Koefisien regresi untuk X2 bn = Koefisien regresi untuk Xn X1 = Variabel bebas pertama X2 = Variabel bebas kedua Xn = Variabel bebas ke n e = Nilai residu Berdasarkan pemaparan di atas maka model persamaan analisis regresi inier berganda pada penelitian ini adalah sebagai berikut : UKM = a + b1INFLASI + b2SBIS+ b3NPF + b4 DPK+e Keterangan : Y =Usaha Kecil dan Menengah pada Bank Syariah a = Intercept (Konstanta) b
= Koefisien regresi dari variabel independen
X1 = Inflasi
95
X2 = Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) X3 = Net Perfoming Financing (NPF) X4 = Dana Pihak Ketiga (DPK) e = Nilai residu
E. Operasional Variabel Penelitian Operasional variabel penelitian merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel. Spesifikasi tersebut menunjukkan pada dimensi-dimensi dan indikator-indikator dari variabel peneliti yang diperoleh melalui pengamatan dan penelitian terdahulu. 1. Varibel Dependen (Y) Pembiayaan adalah Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit (Antonio, 2001). Sedangkan
pembiayaan
sektor Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) di Perbankan Syariah adalah pembiayaan yang di alokasikan oleh perbankan syariah untuk sektor Usaha Kecil
dan
Menengah
(UKM). Jadi, bisa dikatakan juga bahwa perjanjian yang dilakukan oleh
perbankan
melakukan
akad
syariah
dengan
pemberian
para
modal
pelaku
usaha
untuk
usaha.
Perkembangan
pembiayaan sektor Usaha Kecil dan Menengah ( UKM) di Perbankan Syariah diperoleh dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu Statistika Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan dari tahun Februari 2011 sampai dengan Maret 2016 dalam Miliar.
96
2. Variabel Independen Dalam penelitian ini menggunakan tiga variabel independen antara lain sebagai berikut: a. Inflasi (X1) Menurut Putong (2000:181) inflasi adalah proses kenaikan harga umum secara terus menerus. Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya.” Menurut Nanga (2005), inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus. Sedangkan Rahadja (2004:319) berpendapat bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terusmenerus. Data operasionalnya yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indoensia (BI) yaitu berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Februari 2011 sampai dengan Maret 2016 yang dinyatakan dalam bentuk persentase. b.
BI Rate (X2) Suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) adalah suku bunga acuan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan diumumkan
97
kepada publik (Bank Indonesia). BI Rate adalah suku bunga yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodic dengan tenor satu bulan untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter (Siamat, 2005:139). Data operasionalnya yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia (BI) yaitu berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Februari 2011 sampai dengan Maret 2016 yang dinyatakan dalam bentuk persentase. c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (X3) Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia yang dibuat dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi bila terjadi kelebihan likuiditas pada bank syariah (Arifin,2009:198). Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistika Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan dari Februari 2011 sampai dengan Maret 2016 dalam Miliar. d. Non Perfoming Financing (NPF) (X4) Non Performing Financing (NPF) pada dasarnya disebabkan oleh faktor intern dan ekstern. Kedua faktor tersebut tidak dapat dihindari mengingat adanya kepentingan yang saling berkaitan sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank (Mahmoedin,2004:52).
98
Data operasionalnya yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu Statistika Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Februari 2011 sampai dengan Maret 2016 yang dinyatakan dalam bentuk persentase. e. Dana Pihak Ketiga (DPK) (X5) Dana Pihak Ketiga adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, tabungan, simpanan berjangka, dan sertifikat deposito atau bentuk yang lain di persamakan dengan itu dengan menggunakan prinsip syariah. Dana yang berasal dari masyarakat biasa disebut dengan dengan sumber dengan sumber dana pihak ketiga (DPK), sedangkan yang berasal dari Pasar Uang disebut dana pihak kedua. ( Riyadi, 2006:63). Yang termasuk dalam dana pihak ketiga yaitu, giro, tabungan dan deposito (Karim, 2008:23). Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yaitu Statistika Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan dari Februari 2011 sampai dengan Maret 2016 dalam Miliar.
99
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Objek Pembiayaan adalah merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit (Antonio, 2001). Sedangkan pembiayaan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Perbankan Syariah adalah pembiayaan yang di alokasikan oleh perbankan syariah untuk sektor Usaha Kecil dan Menengah. Jadi, bisa dikatakan juga bahwa perjanjian yang dilakukan oleh perbankan syariah dengan para pelaku usaha untuk melakukan akad pemberian Perkembangan
modal
usaha.
pembiayaan sektor UKM di Perbankan Syariah periode
2011-2016 dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini. 120 100 80 60 40 20 0 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Gambar 4.1 Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
100
Dari Gambar diatas bisa dilihat bahwa Pembiayaan UKM mengalami kenaikan pada bulan Desember 2013 sebesar 110.086 Miliar kemudian pada bulan Februari 2016 mengalami Penurunan drastis sebesar 48.178 Miliar. Berdasarkan alokasi kredit kepada Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menegah
(UMKM) pangsa pada UMKM pada Desember 2014 masih
dibawah thersold yaitu sebesar 18,28%, dimana mengalami penurunan dibandingkan dengan Desemmber 2013 sebesar 18,49%. Sebagaimana yang telah ditetapkn dalam PBI No. 14/22/PBI/2012 tentang “ pemberian kredit atau Pembiayaan oleh Bank dan
Bantuan Teknis
Dalam Rangka
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah” mewajibkan bank dalam mengcurkan kredit UMKM minimal 20% dari total kredit . Sumber lain menyebutkan faktor internal penyebab perlambatan pertumbuhan bank syariah adalah efisiensi dalam kegiatan operasional bank.Bank syariah masih kalah bersaing dengan perbankan konvensional dalam hal efisiensi terutama dalam kondisi ekonomi yang kurang stabil, sehingga equivalent rate pembiayaan yang diminta oleh bank syariah relatif lebih besar dibanding kredit bank konvensional. Dalam hal ini bank syariah harus pandai meminimalisir risiko pembiayaan bermasalah baik dari faktor internal maupun eksternal, jika hal ini terus menerus terjadi maka akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perusahaan perbankan dan
dapat
menyebabkan berkurangnya daya tarik dari nasabah untuk mengambil pembiayaan pada bank syariah, karena nasabah bank di Indonesia mayoritas masih bersifat rasional, artinya dalam melakukan transaksi masih menilai
101
untung-rugi dari sisi nominal dana. Masyarakat yang memiliki motif ideolegi dalam bertransaksi dengan bank syariah masih sangat terbatas.
B. Deskripsi Data 1. Variabel Inflasi Inflasi didefinisikan sebagai kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Sukirno (2006:339) bahwa inflasi akan memperburuk pembagian kekayaan yang ditunjukkan oleh penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan dalam pendapatan riilnya dan pemilik kekayaan bersifat keuangan juga mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya, akan tetapi pemilik harta tetap akan dapat mempertahankan atau menambah nilai riil kekayaannya dan juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Tabel 4.1 Data Inflasi di Indonesia Tahun 2011-2016
TAHUN 2011 2012 2013 2014 Januari 7.02 3.65 4.57 8.22 Februari 6.84 3.56 5.31 7.75 Maret 6.65 3.97 5.9 7.32 April 6.16 4.5 5.57 7.25 Mei 5.98 4.45 5.47 7.32 Juni 5.54 4.53 5.9 6.7 Juli 4.61 4.56 8.61 4.53 Agustus 4.79 4.58 8.79 3.99 September 4.61 4.31 8.4 4.53 Oktober 4.42 4.61 8.32 4.83 November 4.15 4.32 8.37 6.23 Desember 3.79 4.57 8.38 8.36 Sumber data Bank Indonesia data diolah BULAN
2015 6.96 6.29 6.38 6.79 7.15 7.26 7.26 7.18 6.83 6.25 4.89 3.35
2016 4.14 4.42 4.45
102
pada Tabel di atas menunjukan bahwa nilai inflasi tertinggi pada tahun 2011 inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 7,02% dan terendah pada bulan Desember sebesar 3,79%. Pada tahun 2012 inflasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 4,61% dan terendah pada bulan Februari sebesar 3,56%. Pada tahun 2013 inflasi tertinggi terjadi pada bulan sebesar Agustus 8,79% dan terendah pada bulan Januari sebesar 4,57%. Pada tahun 2014 inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 8,36% dan terendah pada bulan Agustus sebesar 3,99%. Pada tahun 2015 inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 7,26% dan terendah pada bulan Desember 3,35%. Pada tahun 2016 inflasi tertinggi pada bulan januarit 4,45% dan terendah pada bulan Januari 4,14%. Sedangkan selama periode penelitian inflasi tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2013 sebesar 8,79% dan terendah pada bulan Desember 2015sebesar 3,35%. 2. Variabel BI Rate Suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) adalah suku bunga acuan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan diumumkan kepada publik (Bank Indonesia). BI Rate adalah suku bunga yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodic dengan tenor satu bulan untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter (Siamat, 2005:139).
103
Tabel 4.2 Data BI Rate di Indonesia Tahun 2011-2016
TAHUN 2011 2012 2013 2014 Januari 7.00 6.00 5.75 7.50 Februari 6.75 5.75 5.75 7.50 Maret 6.75 5.75 5.75 7.50 April 6.75 5.75 5.75 7.50 Mei 6.75 5.75 5.75 7.50 Juni 6.75 5.75 6.00 7.50 Juli 6.75 5.75 6.50 7.50 Agustus 6.75 5.75 7.00 7.50 September 6.75 5.75 7.25 7.50 Oktober 6.50 5.75 7.25 7.50 November 6.00 5.75 7.50 7.75 Desember 6.00 5.75 7.50 7.75 Sumber data Bank Indonesia data diolah BULAN
2015 7.75 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50
2016 7.25 7.00 6.75
Pada tabel di atas menunjukan bahwa nilai BI Rate tertinggi pada tahun 2011 BI Rate tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 7.00% dan terendah pada bulan Desember sebesar 6.00%. Pada tahun 2012 BI Rate tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 6.00% dan terendah pada bulan Desember sebesar 5.75%. Pada tahun 2013 BI Rate tertinggi terjadi pada bulan sebesar Desember 7.50% dan terendah pada bulan Januari sebesar 5.75%. Pada tahun 2014 BI Rate tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 7.75% dan terendah pada bulan Januari sebesar 7.50%. Pada tahun 2015 BI Rate tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 7,75% dan terendah pada bulan Desember 7.50%. Pada tahun 2016 BI Rate tertinggi pada bulan Januari 7.25% dan terendah pada bulan Maret 6.75%. Sedangkan selama periode penelitian BI Rate tertinggi terjadi pada bulan Januari 2015 sebesar 7.75% dan terendah pada bulan Desember 2012 sebesar 5.75%.
104
3.
Variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia yang dibuat dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi bila terjadi kelebihan likuiditas pada bank syariah (Arifin,2009:198). Tabel 4.3 Data Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Tahun 2011-2016
BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2011 3.968 3.659 5.87 4.402 3.879 5.011 5.214 3.647 5.885 5.656 6.447 9.244
2012 10.663 4.243 6.668 3.825 3.664 3.936 3.036 2.918 3.412 3.321 3.342 4.993
TAHUN 2013 2014 4.709 5.253 5.103 5.331 5.611 5.843 5.343 6.234 5.423 6.680 5.443 6.782 4.640 5.880 4.229 6.514 4.523 6.45 5.213 6.68 5.107 6.53 6.699 8.130
2015 8.050 9.040 8.810 9.130 8.858 8.858 8.163 8.585 7.720 7.192 6.495 6.280
2016 6.275 7.188 6.994
Sumber: Statistik Bank Indonesia yang telah diolah
Pada Tabel di atas menunjukan bahwa nilai SBIS tertinggi pada tahun 2011 inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 9.244 miliar dan terendah pada bulan Agustus sebesar 3.647 miliar. Pada tahun 2012 SBIS tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 10.663 miliar dan terendah pada bulan Agustus sebesar 2.918 miliar. Pada tahun 2013 SBIS tertinggi terjadi pada bulan sebesar Desember 6.699 miliar dan terendah pada bulan Agustus sebesar 4.229 miliar. Pada tahun 2014 SBIS tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 8.130 miliar dan terendah pada bulan
105
Januari sebesar 5.253 miliar. Pada tahun 2015 SBIS tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 9.130 miliar dan terendah pada bulan Desember 6.280 miliar. Pada tahun 2016 SBIS tertinggi pada bulan Februari 7.188 miliar dan terendah pada bulan Januari 6.275 miliar. Sedangkan selama periode penelitian inflasi tertinggi terjadi pada bulan Janari 2012 sebesar 10.663 miliar dan terendah pada bulan Mei 2011sebesar 1.656 miliar. 4. Variabel Non Perfoming Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan yang kurang lancar, diragukan dan macet. Dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 oktober 2006 tentang Peniliain Kalitas Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat (2), bahwa kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan (D), macet(M).
106
Tabel 4.4 Data Non Perfoming Financing (NPF) di Indonesia Tahun 2011-2016
BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2011 3.28 3.66 3.6 3.79 3.76 3.55 3.75 3.53 3.5 3.11 2.74 2.52
2012 2.68 2.822 2.762 2.85 2.93 2.88 2.92 2.78 2.74 2.58 2.5 2.22
TAHUN 2013 2014 2.49 3.01 2.72 3.53 2.75 3.22 2.85 3.48 2.92 4.02 2.64 3.9 2.75 4.31 3.01 4.58 2.8 4.67 2.96 4.58 3.08 4.86 2.62 4.33
2015 4.87 5.1 4.81 4.62 4.76 4.73 4.54 4.5 4.41 4.41 2.3 3.9
2016 4.39 4.46 4.54
Sumber: Statistik Bank Indonesia yang telah diolah
Pada Tabel di atas menunjukan bahwa nilai NPF tertinggi pada tahun 2011 NPF tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 3,79% dan terendah pada bulan Desember sebesar 2,52%. Pada tahun 2012 NPF tertinggi terjadi pada bulan Juli sebesar 2,92% dan terendah pada bulan Desember sebesar 2,22%. Pada tahun 2013 NPF tertinggi terjadi pada bulan sebesar November 3,08% dan terendah pada bulan Januari sebesar 2,49%. Pada tahun 2014 NPF tertinggi terjadi pada bulan November sebesar 4,86% dan terendah pada bulan Janari sebesar 3,01%. Pada tahun 2015 NPF tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 5,1% dan terendah pada bulan November 2,3%. Pada tahun 2016 NPF tertinggi pada bulan Maret 4,54% dan terendah pada bulan Januari 4,39%. Sedangkan selama periode penelitian inflasi tertinggi terjadi pada bulan Janari 2015 sebesar 4,87% dan terendah pada bulan Desember 2012 sebesar 2,22%.
107
5. Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) Kepercayaan masyarakat akan keberadaan bank dan keyakinan masyarakat
bahwa
bank
akan
menyelenggarakan
sebaik-baiknya
permasalahan keuangannya, merupakan suatu keadaan yang diaharapkan oleh semua bank. Menrut UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah (Pasal 1) disebutkan bahwa, “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad wa’diah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, Tabungan, atau bentuk merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan bank yang terdiri dari 3jenis yaitu Giro, Tabungan,Deposito. Tabel 4.5 Data Dana Pihak Ketiga (DPK) di Indonesia Tahun 2011-2016
BULAN 2011 2012 Januari 75.814 116.518 Februari 75.085 114.616 Maret 79.651 119.639 April 79.567 114.018 Mei 82.861 115.206 Juni 87.025 119.279 Juli 89.768 121.018 Agustus 92.021 123.673 September 97.756 127.678 Oktober 101.804 134.453 November 105.33 138.671 Desember 115.415 147.512
TAHUN 2013 2014 148.731 177.930 150.795 178.154 156.964 180.945 158.519 185.508 163.858 190.783 163.966 191.47 166.453 194.299 170.222 195.959 171.701 197.141 174.018 207.121 176.292 209.644 183.534 217.858
2015 2016 210.761 229.094 210.297 231.820 212.988 232.657 213.973 215.339 215.339 216.083 216.356 219.313 219.478 220.635 231.175
Sumber: Statistik Bank Indonesia yang telah diolah
Pada Tabel di atas menunjukan bahwa nilai ini DPK tertinggi pada tahun 2011 DPK tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 115.415 miliar dan terendah pada bulan Febrari sebesar 75.085 miliar. Pada tahun
108
2012 DPK tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 147.512 miliar dan terendah pada bulan Februari sebesar 114.616 miliar. Pada tahun 2013 DPK tertinggi terjadi pada bulan sebesar Desember 183.534 miliar dan terendah pada bulan Januari sebesar 148.731 miliar. Pada tahun 2014 DPK tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 217.858 miliar dan terendah pada bulan Januari sebesar 177.930 miliar. Pada tahun 2015 DPK tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 231.175 miliar dan terendah pada bulan Februari 210.297 miliar. Pada tahun 2016 NPF tertinggi pada bulan Maret 232.657 miliar dan terendah pada bulan Januari 229.094 miliar. Sedangkan selama periode penelitian DPK tertinggi terjadi pada bulan Maret 2016 sebesar 232.657 miliar dan terendah pada bulan februari 2011 sebesar 75.085 Miliar. 6.
Variabel Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Usaha mikro merupakan usaha yang dikelola oleh individu atau keluarga atau beberapa orang yang belum memiliki izin usaha secara lengkap (Nizarul Alim, 2009:14). Pengertian lain dikemukakan Warkum Sumitro, usaha mikro kecil dan menengah adalah usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan dengan tenaga kerja yang digunakan tidak melebihi dari 50 orang (Sumitro, 2004:168).
109
Tabel 4.6 Data Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah UKM di Indonesia Tahun 2011-2016
BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2011 2012 52.519 72.524 52.411 73.392 54.641 76.941 56.085 75.339 57.913 78.12 60.695 81.218 61.962 83.471 64.925 76.304 66.517 80.456 68.84 83.092 69.197 86.218 71.81 90.86
TAHUN 2013 2014 92.672 108.138 96.493 107.08 100.793 108.327 102.206 109.506 103.489 63.747 103.816 63.835 108.932 62.747 104.727 65.862 106.577 53.606 107.5 64.98 108.311 59.148 110.086 59.806
2015 2016 58.142 49.119 57.78 48.178 57.203 49.410 54.812 51.603 51.603 50.073 41.738 46.425 46.057 46.798 50.291
Sumber: Statistik Bank Indonesia yang telah diolah
Pada Tabel di atas menunjukan bahwa nilai UKM tertinggi pada tahun 2011 UKM tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar RP. 71.810 Miliar dan terendah pada bulan Janari sebesar Rp. 52.519 Miliar . Pada tahun 2012 UKM tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar RP.90.860 Miliar dan terendah pada bulan Januari sebesar 72.524. Pada tahun 2013 UKM tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 110.086 Miliar dan terendah pada bulan Januari sebesar Rp. 92.672 Miliar. Pada tahun 2014 UKM tertinggi terjadi pada bulan April sebesar Rp. 109.506 Miliar dan terendah pada bulan Desember sebesar Rp.59.806 Miliar. Pada tahun 2015 UKM tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 58.142 Miliar dan terendah pada bulan Agustus sebesar Rp. 41.738 Miliar. Pada tahun 2016 NPF tertinggi pada bulan Maret Rp. 49.410 Miliar dan terendah pada bulan Februari Rp. 48.178 Miliar.
110
Sedangkan selama periode penelitian UKM tertinggi terjadi pada bulan Desember 2013 sebesar Rp. 110.086 Miliar dan terendah pada bulan Agustus 2015 Rp. 41.738 Miliar.
C. Analisis Data dan Pembahasan 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Data berdistribusi normal jika data akan mengikuti arah garis diagonal dan menyebar disekitar garis diagonal. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji normalitas dengan analisis grafik dan uji Kolmogorov-Smirnov. Berikut adalah hasil dari uji normalitas : 1) Analisis Grafik Histogram
Sumber data diolah. Gambar 4.2 Grafik Histogram
111
Berdasarkan gambar di atas, histogram Regression Residual membentuk kurva seperti lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal atau data berdistribusi normal. 2) Analisis Grafik dengan Normal Probability Plot (Normal P-P Plot)
Sumber : data yang diolah. Gambar 4.3 Grafik P-p Plot
Berdasarkan Gambar di atas, terlihat bahwa penyebaran data (titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal yang berarti bahwa data berdistriusi normal atau model regresi memenuhi asumsi normalitas.
112
3) Uji Kolmogorov-Smirnov Tabel 4.7 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
62 0E-7 .07382041 .093 .061 -.093 .734 .654
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber : data yang diolah Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa Sig. (2-tailed) sebesar 0,654 > 0,05 (Sig > α). Hal ini berarti nilai residual terstandarisasi dikatakan menyebar secara normal. b. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas atau tidak bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama dengan VIF < 10, maka model dinyatakan tidak terdapat gejala multikolonieritas.
113
Dari uji multikolonieritas yang dilakukan penulis, tidak ditemukannya data tidak terdapat gejala multikolonieritas terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.8 Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
2.031
.225
LN_INFLASI
.422
.111
LN_BIRATE
-.373
LN_SBIS
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
9.032
.000
.390
3.803
.000
.590
1.695
.404
-.148
-.922
.361
.241
4.157
-.200
.098
-.215
-2.051
.045
.568
1.762
LN_NPF
-.850
.162
-.651
-5.261
.000
.407
2.459
LN_DPK
.190
.091
.216
2.086
.042
.580
1.725
1
a. Dependent Variable: LN_UKM
Sumber : data yang diolah. Berdasarkan output pada Coefficients dalam Tabel di atas terlihat bahwa dari nilai Tolerance Inflasi sebesar 0,590 (0,590> 0,10), nilai Tolerance BI Rate sebesar 0,241 (0,241 > 0,10), nilai Tolarance SBIS sebesar 0,568 (0,568 > 0.10),
nilai Tolerance NPF sebesar 0,407
(0,407 > 0,10), dan nilai Tolerance DPK sebesar 0,580 (0,580 > 0,10) Berdasarkan tabel di atas untuk nilai VIF Inflasi sebesar 1,695 (1,695 < 10,00), nilai VIF BI Rate sebesar 4,517 (4,517 < 10,00), nilai VIF SBIS sebesar 1,762 (1,762 < 10,00) , nilai VIF NPF sebesar 2,459 (1,390 < 10,00), dan nilai VIF DPK sebesar 1,725 (1,725 < 10,00) Kesimpulan dari hasil nilai Tolerance menunjukkan > 0,10 dan nilai VIF sebesar < 10,00 berarti menunjukkan bahwa variabel Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming
114
Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tidak terdapat Multikolonieritas. c. Uji Heterokedastisitas Heterokedastisitas berarti ada varian variabel pada model regresi yang tidak sama (konstan). Sebaliknya, jika varian variabel pada model regresi memiliki nilai yang sama (konstan) maka disebut dengan homoskedastisitas. Yang diharapkan pada model regresi adalah yang homokedastisitas. Berikut adalah hasil dari uji heterokedastisitas menggunakan Analisis Grafik dengan Scatterplot.
Sumber : data yang diolah. Gambar 4.4 Grafik Scatterplot
Berdasarkan tampilan pada Scatterplot dalam Gambar di atas terlihat bahwa plot menyebar secara acak di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Regression Studentized Residual. Oleh karena itu maka berdasarkan uji heterokedastisitas menggunakan metode analisis grafik,
115
pada model regresi yang terbentuk dinyatakan tidak terjadi gejala heterokedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time-series) atau ruang (cross section). Beberapa penyebab munculnya masalah autokorelasi dari sebagian data time-series dalam analisis regresi adalah adanya kelembaman (inertia) artinya data observasi
pada
kemungkinan
periode
besar
akan
sebelumnya
dan
mengandung
periode
saling
sekarang,
ketergantungan
(interdependence). Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan uji yang sangat populer untuk menguji ada-tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris yang diestimasi. Berikut adalah hasil dari uji autokorelasi : Tabel 4.9 b
Model Summary Model
R
R Square
1
.807
a
Adjusted R Std. Error of the Square
.652
.621
Estimate .07705
DurbinWatson .768
a. Predictors: (Constant), LN_DPK, LN_INFLASI, LN_NPF, LN_SBIS, LN_BIRATE b. Dependent Variable: LN_UKM
Sumber : data yang diolah. Berdasarkan tabel di atas, nilai Durbin-Watson sebesar 0,768. Uji Autokorelasi dilihat dari nilai Durbin Watson dengan nilai diantara -2 < Nilai Durbin Watson < 2. Berdasarkan hasil tabel di atas
116
menunjukkan nilai Durbin Watson sebesar 0,768. Hal ini menunjukkan bahwa sudah tidak ada lagi gejala atau autokerelasi. 2.
Uji Hipotesis a. Uji t (Parsial) Setelah melaksanakan uji koefisien regresi secara keseluruhan maka, langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara individu atau uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masiing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05, maka variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil pengujian hipotesis dengan uji t adalah sebagai berikut. Tabel 4.10 Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
2.031
.225
LN_INFLASI
.422
.111
LN_BIRATE
-.373
LN_SBIS
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
9.032
.000
.390
3.803
.000
.590
1.695
.404
-.148
-.922
.361
.241
4.157
-.200
.098
-.215
-2.051
.045
.568
1.762
LN_NPF
-.850
.162
-.651
-5.261
.000
.407
2.459
LN_DPK
.190
.091
.216
2.086
.042
.580
1.725
1
a. Dependent Variable: LN_UKM
Sumber : data yang diolah.
117
1) Uji t terhadap variabel Inflasi Hasil yang didapat pada tabel diatas, variabel Inflasi secara statistik menunjukan hasil yang signifikan pada nilai lebih kecil dari α (0,000 < 0,05). Sedangkan nilai t hitung X1 = 3,803 dan tabel t sebesar 1.672 (df (n-k-1) 62-6-1 = 55 , α = 0,05), sehingga t hitung > t tabel (3,803 > 1.673 ) Maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Inflasi secara parsial berpengaruh secara siginifikan positif terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). 2) Uji t terhadap variabel BI Rate Hasil yang didapat pada tabel diatas, variabel BI Rate secara statistik menunjukan hasil yang tidak signifikan pada nilai lebih besar dari α (0,361 < 0,05). Sedangkan nilai t hitung X2 = -922 dan tabel t sebesar 1.673 (df (n-k-1) 62-6-1 = 55 , α = 0,05), sehingga t hitung > t tabel (-922 < 1.673 ) Maka H0 diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel BI Rate secara parsial tidak berpengaruh secara siginifikan negatif terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). 3) Uji t terhadap variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Hasil yang di dapat pada tabel diatas, variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah secara statistik menunjukan hasil yang tidak signifikan pada nilai lebih besar dari α (0,045 < 0,05). Sedangkan nilai t hitung X3 = -2,051 dan tabel t sebesar 1.673 (df (n-k-1) 62-
118
6-1 = 55, α = 0,05), sehingga t hitung > t tabel (-2,051 > 1.673) Maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel SBIS secara parsial berpengaruh secara negatif siginifikan terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). 4) Uji t terhadap variabel Non Performing Financing (NPF) Hasil yang di dapat pada tabel diatas, variabel Non Performing Financing (NPF) secara statistik menunjukan hasil yang signifikan pada nilai lebih kecil dari α (0,00 < 0,05). Sedangkan nilai t hitung X4 = -5,261 dan tabel t sebesar 1.673 (df (n-k-1) 62-6-1 = 55, α = 0,05), sehingga t hitung > t tabel (-5,261 > 1.673 ) Maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel NPF secara parsial berpengaruh secara signifikan negatif terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM). 5) Uji t terhadap variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) Hasil yang di dapat pada tabel diatas, variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) secara statistik menunjukan hasil yang signifikan pada nilai lebih
kecil dari α (0,042 < 0,05). Sedangkan nilai t
hitung X5 = 2,086 dan tabel t sebesar 1.673 (df (n-k-1) 62- 6-1 = 55, α = 0,05), sehingga t hitung > t tabel (2,086 > 1.673 ) Maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Dana Pihak Ketiga (DPK)
secara parsial berpengaruh secara
signifikan positif terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
119
b. Uji F (Simultan) Nilai F hitung digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel berikutnya atau untuk menguji ketepatan model (goodness of fit). Jik variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel terikat maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit. Sebaliknya, jika tidak terdapat pengaruh secara simultan maka masuk dalam kategori tidak cocok atau non fit. Adapun pengujian dalam uji F ini yaitu dengan menggunakan suatu tabel yang disebut dengan tabel ANNOVA (Analysis of Variance) dengan melihat nilai signifikan (Sig. < 0,05 atau 5%). Jika nilai sig vnifikan > 0,05 maka Ha diterima. Berikut adalah hasil uji F : Tabel 4.11 ANOVAa Model Regression
Sum of Squares
df
Mean Square
.622
5
.124
1 Residual
.332
56
.006
Total
.954
61
F 20.955
Sig. .000b
a. Dependent Variable: LN_UKM b. Predictors: (Constant), LN_DPK, LN_INFLASI, LN_NPF, LN_SBIS, LN_BIRATE
Sumber : data yang diolah. Berdasarkan tabel diatas nilai F-hitung sebesar 20,955 dengan nilai tingkat signifikan 0,000. Karena nilai signifikan lebih kecil dari 0,000 < 0,05, dan nilai hitung F hitung > F tabel (20,955 > 2,38) dengan nilai Ftabel df:α, (k-1), (n-k) atau 0,05, (6-1), (62-6) = 2,38.
120
Maka H0 ditolak atau Ha diterima dan dapat disimpulkan bahwa Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh secara simultan terhadap UKM. c. Uji Adjusted R Square Koefisien determinasi atau R Square (R2) merupakan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya . Semakin tinggi koefisien determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya. Koefisien determinasi memiliki kelemahan, yaitu bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi di mana setiap penambahan satu variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan meningkatkan nilai R2 meskipun variabel yang dimasukkan tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R Square (R2 adj). Koefisien determinasi yang telah disesuaikan berarti bahwa koefisien tersebut telah dikoreksi dengan memasukkan jumlah variabel dan ukuran sampel yang digunakan. Dengan menggunakan koefisien determinasi yang disesuaikan maka nilai koefisien determinasi yang disesuaikan itu dapat naik atau turun oleh adanya penambahan variabel baru dalam model. Berijut adalah hasil uji Adjusted R Square:
121
Tabel 4.12 Model Summaryb Model
1
R
.807
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Durbin-
Square
Estimate
Watson
.652
.621
.07705
.768
a. Predictors: (Constant), LN_DPK, LN_INFLASI, LN_NPF, LN_SBIS, LN_BIRATE b. Dependent Variable: LN_UKM
Sumber : data yang diolah. Besarnya Adjusted R Square adalah 0,621 atau sebesar 62,1%. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah 62,1%. Sedangkan sisanya 37,9% (100% 62,1%) dipengaruhi variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini, misalnya seperti GDP, pembiayaan murabahah, BOPO, CAR, FDR dan lain-lain. Adapun angka koefisien korelasi (R) menunjukkan nilai sebesar 0,652 yang menandakan bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah karena memiliki nilai lebih dari 0,5 ( R > 0,5) atau 0,652 > 0,5. 3. Analisis Regresi Berganda Berdasarkan data-data yang disajikan pada tabel di atas, selanjutnya akan dianalisis dengan bantuan aplikasi SPSS 20 untuk mengetahui besarnya pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Non Perfoming Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga(DPK). Hasil pengelolaan data dengan SPSS dapat dilihat Tabel dibawah ini :
122
Tabel 4.13 Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
2.031
.225
LN_INFLASI
.422
.111
LN_BIRATE
-.373
LN_SBIS
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
9.032
.000
.390
3.803
.000
.590
1.695
.404
-.148
-.922
.361
.241
4.157
-.200
.098
-.215
-2.051
.045
.568
1.762
LN_NPF
-.850
.162
-.651
-5.261
.000
.407
2.459
LN_DPK
.190
.091
.216
2.086
.042
.580
1.725
1
a. Dependent Variable: LN_UKM
Sumber data diolah. Berdasarkan Tabel di atas, diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut: LnY = 2,031 +0,442 LnX1 -0,373 LnX2 –0,200 LnX3 -0,850 LnX4+0,190 LnX5 Keterangan : LnY = Logaritma Usaha Menengah Kecil Mikro (UKM) LnX1 = Logaritma natural Nilai Inflasi LnX2 = Logaritma natural Nilai BI Rate LnX3 = Logaritma natural Nilai SBIS LnX4 = Logaritma natural Nilai NPF LnX5= Logaritma natural Nilai DPK Adapun interpretasi satistik penulis pada model persamaan regresi di atas adalah sebagai berikut :
123
1) Jika variabel Inflasi sebesar 0,442 maksudnya adalah jika setiap kenaikan 1% Inflasi akan menyebabkan meningkatnya Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebesar 44,2%, dengan catatan variabel lain dianggap konstan. 2) Jika variabel BI Rate sebesar -0,373 maksudnya adalah jika setiap kenaikan 1% BI Rate akan menyebabkan menurunnya Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebesar -37,3%, dengan catatan variabel lain dianggap konstan. 3) Jika variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebesar -0,200 maksudnya adalah jika setiap kenaikan 1% Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) akan menyebabkan menrunnya Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebesar -20,0%, dengan catatan variabel lain dianggap konstan. 4) Jika variabel Non Perfoming Financing (NPF) sebesar -0,850 maksudnya adalah jika setiap kenaikan 1% Non Perfoming Financing (NPF) akan menyebabkan menrunnya Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebesar -85,0%, dengan catatan variabel lain dianggap konstan. 5) Jika variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 0,190 maksudnya adalah jika setiap kenaikan 1% Non Dana Pihak Ketiga (DPK) akan menyebabkan meningkatkan Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebesar 85,0%, dengan catatan variabel lain dianggap konstan.
124
D. Interpretasi Adapun interpretasi penulis terhadap hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pengaruh Inflasi terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Berdasarkan tabel 4.13 diatas, variabel Inflasi mempunyai nilai signifikan positif 0,001 < 0,05. Hal ini berarti menerima Ha atau menolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Inflasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Imoisi Anthony Ilegbinosa & Ephraim Jumbo (2015) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam pengerahan dana masyarakat (Pohan, 2011:52). Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat berpendapatan tetap akan terus menurun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin bertambah miskin. Karena pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga–harga (Sukirno, 2006:339).Tingkat inflasi yang tinggi mentepkan tingkat suku bunga menurun. Turunnya tingkat suku bunga rill berdampak dua hal, yakni berkurangnya hasrat masyarakat untuk menanbung dan suku bunga rill yang relatif rendah dibandingkan dengan suku bunga rill diluar negri dapat menimbulkan pengaliran
125
modal ke luar negri. Kedua dampak tersebut dapat mengahambat upaya perbankan dalam menghimpun dana masyarakat. Keadaan dimana kemampuan bank dalam menampung dana masyarakat menurun akan mengurangi kemampuan perbankan dalam memberikan kredit (Pohan, 2011:53) berkurangnya kemampuan perbankan dalam memberikan kredit menyebabkan share penyaluranan kredit ke sektor UMKM juga akan berkurang. 2.
Pengaruh BI Rate terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Berdasarkan tabel 4.13 diatas, variabel BI Rate mempunyai nilai tidak signifikan negatif 0,361 < 0,05. Hal ini berarti menerima H0 atau menolak Ha sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel BI Rate secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Navis (2014) bahwa Suku Bunga Indonesia tidak signifikan terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hal ini di karenakan hubungan Suku Bunga SBI dan penyaluran kredit UMKM searah dan tidak signifikan. Billy Arma Pratama (2010) yang menyatakan bahwa Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Semakin tinggi suku bunga SBI akan mendorong peningkatan jumlah kredit yang disalurkan namun dalam tingkat yang tidak signifikan. Meskipun pada periode penelitian suku
126
bunga SBI masih tetap tinggi tetapi permintaan kredit masih tetap ada 3.
Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Berdasarkan tabel 4.13 di atas, variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mempunyai nilai signifikan negatif 0,045 < 0,05. Hal ini berarti menerima Ha atau menolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) secara parsial berpengaruh signifikan negatif terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh (Masyitha Mutiara Ramadhan dan Irfan Syauqi Beik 2015) berdasarkan hasil pengolahan data, Dari hasil estimasi terdapat hubungan negatif antara bonus SBIS dan pembiayaan UMKM. Hal ini terjadi karena apabila terjadi kenaikan bonus SBIS maka perbankan syariah akan lebih tertarik menyalurkan dana dengan pembelian SBIS karena memberikan return yang lebih tinggi dan menghadapi resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM. Selain itu, variabel suku bunga SBI memiliki hubungan yang positif terhadap penyaluran pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Hal ini terjadi karena ketika terjadi kenaikan suku bunga SBI maka bank konvensional akan mengalihkan penyaluran dananya ke SBI sehingga kredit yang mereka tawarkan akan menurun. Kondisi ini dimanfaatkan oleh perbankan syariah dengan memberikan pembiayaan UMKM yang lebih besar
127
karena bank konvensional sebagai saingannya sedang menurunkan penyaluran kreditnya. Namun demikian, variabel PLS atau tingkat bagi hasil tidak signifikan mempengaruhi jumlah pembiayaan UMKM yang disalurkan. Hal ini terjadi karena pembiayaan dengan akad bagi hasil memiliki porsi yang lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan dengan akad jual beli. Porsi pembiayaan dengan akad bagi hasil (musyarakah dan mudharabah) hanya sebesar 35,29 persen dari pembiayaan total. Sedangkan porsi pembiayaan dengan akad jual beli (murabahah) Peran SBIS yang semakin signifikan pada penyaluran kredit UMKM baik pada perbankan syariah maupun konvensional mengindikasikan kinerja instrumen moneter syariah semakin baik. Untuk itu bank sentral sebagai otoritas moneter dapat memperkuat peran instrumen SBIS. Selain itu, transmisi kebijakan moneter lewat jalur kredit berjalan kurang optimal terlihat dari hasil FEDV yang menunjukan pengaruh instrumen moneter baik SBI atau SBIS yang tidak terlalu besar. Otoritas moneter harus ikut berpartisipasi mendorong penyaluran dana perbankan ke sektor UMKM
mengingat
peran
UMKM
yang
sangat
besar
bagi
perekonomian Indonesia. 4.
Pengaruh Non Perfoming Financing (NPF) terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Berdasarkan tabel 4.13 di atas, variabel Non Perfoming Financing (NPF) mempunyai nilai signifikan 0,000 < 0,05. Hal ini berarti
128
menerima Ha atau menolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Non Perfoming Financing (NPF) secara parsial berpengaruh signifikan negatif terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Non PerformingFinancing (NPF) mempunyai hubungan signifikan negatif, semakin tinggi tingkat NPF akan mengakibatkan penurunan tingkat pembiayaan UKM. Hal ini dikarenakan semakin tinggi NPF menunjukkan semakin rendahnya kemampuan bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkannya dan market share perbankan syariah yang masih rendah bila dibandingkan dengan market share perbankan konvensional. Kemudian sebagian besar nasabah merupakan nasabah yang loyal terhadap perbankan syariah. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Wuri Arianti 2011 variabel NPF berpengaruh negatif terhadap pembiayaan. Hasil tersebut mendukung hasil Fransiska dan Hasan Sakti Siregar (2007) dengan hasil NPL tidak dapat digunakan untuk memprediksi volume kredit perbedaan ini kemungkinan disebabkan perbedaan sampel yang digunakan. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Adnan (2005) yang mengatakan kredit bermasalah berbanding terbalik dengan penyaluran pembiayaan, dimana besarnya NPF mencerminkan tingkat pengendalian biaya dan kebijakan atau kredit yang dijalankan oleh bank, sehingga semakin rendah NPF maka akan semakin tinggi jumlah pembiayaan yang akan disalurkan oleh bank. Semakin tinggi NPF menunjukkan semakin rendahnya
129
kemampuan bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkannya. Semakin sedikit dana pinjaman yang kembali ke bank, akan menyebabkan dana bank yang tersedia untuk disalurkan semakin berkurang. Akibatnya, bank akan mengurangi jumlah dana yang akan disalurkan. 5.
Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Berdasarkan tabel 4.13 diatas, variabel Dana Pihak Ketiga mempunyai nilai signifikan 0,042 < 0,05. Hal ini berarti menerima Ha atau menolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Inflasi secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Semakin tinggi tingkat Dana Pihak Ketiga (DPK) itu semakin bagus karena akan mengakibatkan peningkatan pada pembiayaan UKM. Hal ini karena semakin besar dana yang terkumpl pada bank syariah akan menyalurkan pembiayaan semakin besar Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wuri Arianti (2011) variabel jumlah Dana Pihak Ketiga
berpengaruh positif terhadap pembiayaan, karena semakin besar sumber dan yang terkumpul maka bank akan menyalurkan pembiayaan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan salah satu tujuan bank adalah mendapatkan profit, sehingga bank tidak akan menganggurkan dananya begitu saja. Bank cenderung untuk
130
menyalurkan dananya semaksimal mungkin guna memperoleh keuntungan yang maksimal pula.
131
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel independen Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. 2. Hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel independen Inflasi dengan tingkat signifikan positif sebesar 0,000, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan tingkat signifikan negatif sebesar 0,042, Non Performing Financing (NPF) dengan tingkat signifikan negatif sebesar 0,000, Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan tingkat signifikan positif sebesar 0,042 secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. BI Rate tidak berpengaruh signifikan negatif sebesar 0,361 secara parsial terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada Perbankan Syariah di Indonesia. 3. Hasil uji regresi variabel yang paling dominan terhadap Pembiayaan Usaha Kecil dan Menenengah (UKM) pada Perbankan Syariah adalah variabel Non Perfoming Financing (NPF).
132
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis mencoba mengemukakan implikasi yang mungkin dapat bermanfaat diantaranya: 1. Akademisi Penelitian ini akan menambah kepustakaan di bidang Perbankan Syariah dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan. Khususnya tentang: Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Syariah (SBIS), Non Perfoming Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mempengaruhi Pembiayaan Usaha Kecil dan Mengah (UKM) dalam Perbankan Syariah di Indonesia. 2. Perbankan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Inflasi, BI Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF), Dana Pihak ketiga (DPK) oleh karena itu pihak Bank dapat menjadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang akan diambil dalam menyalurkan pembiayaan pada masyarakat sehingga dapat mengantisipasi risiko pembiayaan bermasalah dalam Perbankan Syariah. 3. Peneliti Peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan dibidang sektor pembiayaan Usaha Kecil dan Mengah (UKM) pada Perbankan Syariah serta sebagai ajang ilmiah untuk menerapkan berbagai teori perbankan syariah yang telah diperoleh dibangku kuliah. Untuk peneliti selanjutnya
sebaiknya
memperbanyak
jumlah
variabel,
misalnya:
Pembiayaan Murabahah, CAR, GDP, ROA dan ROE perbankan di Indonesia.
133
DAFTAR PUSTAKA Aswandi 5. Kiprah UMKM di tengah Krisis Ekonomi-Perannya Besar, Minim Perhatian Pemerintah. Dalam http://www.sme-center.com diunduh pda tanggal 02 April 2008. Arma, Billy. “Analisis factor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit perbankan”. Jurnal Perbankan,2010. Antonio, Muhammad Syafi’I. “Bank Syariah dan Teori ke Praktik”. Jakarta: Gema Insani. 2001. Arifin, Zainul. “ Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah” ,cet.ke-7, Azkia Publisher.2011 Aziz, Mochamad Roikhan. “Islamic Micro Macro Economics”. Module 1, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.2004. Aziz, Mochamad Roikhan. “Teori H dalam Islam Sebagai Wahyu dan Turats”. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah. 2015. Aziz, Mochamad Roikhan.“ Schumpeter Thought and Islamic Worldview”. Proceedings of International Seminar on Islamic Economics FEB UIN Jakarta. 2015.
134
Aziz, Mochamad Roikhan.. “Hahslm Islamic Economic Methodology”. Proceeding ICOSEC: Developing Countries Readiness Toward Global Universitas Negri Solo, Surakarta. (September. H. 1125-1138. 2015). Aziz , Mochamad Roikhan. “Comparative Study of Islamic Bonds in Indonesia and Malaysia on System Dynamics Approach”, Jurnal Ekonomi Kemasyarakatan
Equilibirium,
Vol,5,
No.
2
Jakarta,.
Http://www.stiead.ac.id (January-April,2008). Aziz, Mochamad Roikhan. “New Paradigma in On sinlamim Kaffah In Islamic Economics”. Jurnal Signifikan Vol. 9, No.2, Mei-Agustus, Jakarta. http://www.uinjkt.ac.id 2010. Aziz , Mochamad Roikhan. “New Paradigma on System Thinking”. Ekonotika, Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP). 2011. Aziz, Mochamad Roikhan. “Pemodalan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank Dengan Metode Islam”. Jurnal Ekonomi Umat. Vol 7 No.2, Jakarta. http://www.uhamka.ac.id (Januari-April 2013). Aziz, Mochamad Roikhan. “Sinlamim: Kode Tuhan”, Esa Alam, Jakarta. Http://www.tokogunungagung.co.id 2012.
135
Aziz, Mochamad Roikhan. “Jejak Islam Yang Hilang”, Sinlammim, Jakarta. Http://www.tokogunungagung.co.id 2006. Aziz, Mochamad Roikhan. “Integrasi Ilmu Ekonomi Islam: Pendekatan Filosofi dan Simbolik”. Integrasi keilmuan. UIN Press, Jakarta. 2014. Aziz, Mochamad Roikhan. “Islamic Monetary Based On Method. Book Of Journal”, Islamic Monetary Program State Islamic University, Faculty Of Economics Bussiness. (January 2013). Aziz, Mochamad Roikhan. “Information System On Islam. Book Of MIS Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4”, Computer Comunication Information Techonology, Faculty Of Techniquem university Of Indonesia, Depok. (November 2012). Aziz, Mochamad Roikhan. “Five Pillars of Economy, EconomyDevelopment In Islamic Perspective”, Book of Journal, Development Studdies, Fauculty Economics Bussiniess, state Islmic University. Jakarta. (October 2012). Aziz, Mochamad Roikhan. “Islamic Economic”, Book of Article, University Of Islam Riau (UIR). (june 2012). Aziz, Mochamad Roikhan. “Macro Economy in Isla”, Book of Article Accounting Program FEB, UIN Jakarta. (May 2012).
136
Aziz, Mochamad Roikhan. “Islamic Micro Economy”, Book of Article, IESP Program FEB, UIN Jakarta. (April 2012). Aziz, Mochamad Roikhan. “Draft regulation Act of Haji Finance Management, Ministerial of Religious, Affair”, Directorate General of Haji, Jakarta. 2011. Aziz, Mochamad Roikhan. “Academic Literature, Haji Finance Management, Ministerial of Religious, Affair”, Directorate General of Haji, Jakarta. 2010. Aziz, Mochamad Roikhan. “The prospect of IslamicRevival in Indonesia 2015 Based On Development of Sukuk The Skuk Through Sinlamim Kaffaf Method”. Approved Paper For Seminar Sharia Economics Days (Second), UI, Depok. (April 2010). Aziz, Mochamad Roikhan..”Pemodelan Institusi Keunagan Islam Berbasis Metode Sinlamim Kaffah (Studi kelayakan Pada Bofsa)”. Prosiding, UII, Jogjakarta. (April,2009). Aziz, Mochamad Roikhan. “Kaffah Thinking on Simlamim Method Thorgh Digital RO” , Procceding UKM Malaysia. (October 2009).
137
Aziz, Mochamad Roikhan . “Islamic Principle And Financial Aspect In Sukuk On Asset Becked Securities”. Proceeding, IALE Hukumoli. (August 2009). Aziz, Mochamad Roikhan. The Application of Kaffah economics On Sukuk As Islamic Economic Instrument In OIC Countries. Proceeding, IRTIIDB,IIUM, Kuala Lumpur, Malaysia. (March, 2009). Aziz, Mochamad Roikhan. The Mistery Of Digital Root Based On Sinlammim Method. Proceeding. Institut Teknologi Bandung (ITB). Bandung, Indonesia. (October 2008). Aziz, Mochamad Roikhan. The Root Of Mathematics And Science Is level Compared With Religious Thinking. Proceeding. State Islamic University (UIN) Jakarta, Indonesia. (October 2008). Aziz, Mochamad Roikhan. The Sukuk Competition Between Indonesia and Malaysia With System Dynamics. Proceeding. University Malaysia Sabah, Labuan, Malaysia. (November 2008). Aziz, Mochamad Roikhan. The Application of Mathematics In Information System Based On Al-Quran. Working paper, Studium General, State Islamic University (UIN) Jakarta, Indonesia. (October 2008).
138
Aziz, Mochamad Roikhan. The Assimilation of sinlammim Into System Thinking In The Quantitative Method With Modeling On sukuk As Islamic Economic
Instrument.
Proceeding.
University
Of
Malahayati,
Lampung, Indonesia. (October 2008). Aziz, Mochamad Roikhan.: The Future Of Sukuk Between Malaysia and Indonesia Based on System Thinking . Proceeding. Monash University, Sunway Campus, Malaysia. (October 2008). Aziz, Mochamad Roikhan. Sukuk Dynamics In System Thinking. Proceeding, School Of Business (SBM), Institute Technology Bandung (ITB), Bandung, Indonesia. (September 2008). Aziz, Mochamad Roikhan. Kaffah Approuch In Islamic EconomicTheory. Journal. University Islamic Indonesia (UII), Jogjakarta, Indonesia. (August 2008). Aziz, Mochamad Roikhan. Holding Thinking To Develop Islamic Bonds In Indonesia, proceeding. IAEI – University Airlangga (Unair), Surabaya, Indonesia. (August 2008). Chorida, Luluk. “Pengaruh Jumlah Dana Pihak Ketiga, Inflasi, dan Tingkat Margin Terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Kecil dan
139
Menengah (Studi pada Bank-Bank Syariah di Indonesia)”, FE UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010. Dewi, dkk. “ Hukum Perikatan Islam di Indonesia”. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2005. Diulio, A. Eugene. “Uang dan Bank”. Jakarta : Erlangga.2001 Fajar Noverianto dan Nirdukita Ratnawati. “Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Syariah Terhadap Produk Domestik Bruto usaha Kecil dan Menengah”. 2014. Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20 Edisi 6”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2012. Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20 Edisi 7”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2013. Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”. Erlangga, Jakarta, 1995. Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. Jakarta : FEIS UIN Press. 2012. Huda, Nurul. “Ekonomi makro Islam: pendekatan teoretis” , Kencana, Jakarta, 2008.
140
Ida Syafrida, Indianik Aminah..”Faktor Perlambatan Pertumbuhan Bank Syariah Di Indonesia Dan Upaya Penanngannya “. Akutansi Politeknik Negri Jakarta. 2015. Irfan Syauqi, “Bank Syariah dan pengembangan sektor riil “ dalam www.pesantrenvirtual.com , diunduh pada taggal 10 juli 2008. Kara, Muslimin. “Kontribusi Pembiayaan Perbankan Syariah Terhadap pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kota Makasar”, Ekonomi Islam UIN Alaudin Makasar, 2013. Kariawan, Hendri” Perekonomian Indonesia Dari Bangkrut Menuju Makmur” Jakarta: Teplok Press, 2003 Karim, Adiwarman,. “Ekonomi Islam Suatu Kajian Ekonomi Makro”. Jakarta:ITT Indonesia. 2002 Karim, Adiwarman. “Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan” PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004. Karim, Adiwarman. “ Ekonomi Makro Islam Edisi Kedua ”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2008. Khalwaty, Tajul, “Inflasi Dan Solusinya”, Jakarta, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2000.
141
Kuncoro, Mudrajad. “Makalah Seminar PSAK “Catatan Tentang Sektor Industri& UMM 10 tahun Pasca Krisis”, 2007. Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja, “Uang, Perbankan dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia)”, FEUI. Jakarta,2004. Mahmoedin, As. Melacak Kredit Bermasalah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2004. Muhammad. “.Manajemen Bank Syariah”. Yogyakarta:UPP AMP YKPN : YKPN. 2002. Muhammad.“Manajemen dan Bank syariah”. Yogyakarta: UPP AMP YKPN : YKPN. 2002. Muhammad.. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2005 Muhammad. “Bank Syariah Problem dan prospek perkembangan di Indonesia”. Graha Ilmu. 2005. Mutiara, Masyitha Ramadhan dan
Syauqi, Irfan Beik, “Analisis Pengaruh
Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia” 2015.
142
Nachrowi, Djalal N dan Usman, Hardius. “Pendekatam Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006. Nanga, Muana. “Teori, Masalah, dan Kebijakan”, Rajawali Gravindo, Jakarta, 2005. Navis, Maolon. “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga Kredit, CAR, NPL, Dan Suku Bunga SBI Terhadap Penyaluran Kredit UMKM Pada Kelompok Bank Persero”.2014 Nizaru,l Alim. “Pembiayaan Syari’ah untuk Usaha Mikro dan Kecil”: Studi Kasus Dan Solusi, Cet. I (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2009) Oramahi, HA. “Perancangan Percobaan (Aplikasi dengan SPSS dan SAS)”. Gava Media, Yogyakarta, 2007. Oyinlade, A. O. “Effective Financing of Small/Medium Scale Enterprises as an impetus for povertyalleviation in Nigeria: An analytical approach. International Journal of Economics and Development Issues,51.” 2005. Perwataatmadja, Karnean dan Tanjung, Hendri. “Bank Syariah (Teori,Praktik, dan peranannya)” PT senayan Abadi Jakarta 2007
143
Pinaringani,Saras. “Analisis Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah dengan Metode System Dynamics”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,2011. Pohan, Aulia. “Potrer kebijakan moneter Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008. Putong, Iskandar. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro Jakarta: Ghalia Indonesia.2000. Rambat, Lupiyoadi.“ Manajemen Pemasaran Jasa : Teori Dan Praktek”. Jakarta PT salemba Empat.2004. Rodoni, Ahmad. Investasi Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009. Siregar, Sofyan, Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: PT Raja Geafindo Persada.2011. Soeharto Prawirokusumo, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, Cet. I (Yogyakarta:BPFE Yogyakarta, 2010) Sudarmanto, Gunawan. “Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS”. Graha Ilmu, Yogyakarta. 2005.
144
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.2009. Suliyanto. “Ekonometrika Terapan : Teori & Aplikasi dengan SPSS”. Andi. Yogyakarta. 2011. Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Makro Ekonomi”. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2004. Sumitro, Warkum. “Azaz-Azaz Perbankan islam dan lemabaga-lembaga Terkait di Indonesia.” . Raja Grafindo Persada. Jakarta,1997. Tika, Regina Mutiara. “Pengaruh CAR,LDR,NPL,Tingkat Inflasi, dan Kebijakan Perbahan Aturan Defiisi UMKM Terhadap Share Penyaluranan Kredit UMKM Oleh Perbankan Di Indonesia”, FE Universitas Brawijaya Malang, 2015. Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia. Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah. Jakarta: Djambatan. 2003. Umi Narimawati & Dadang Munandar, 2008. Teknik Sampling “Teori dan Praktik Dengan Menggunakan SPSS 15”, Gava Media: Yogyakarta. Wibowo, Edy. “ Islam Dan Bank Syariah “, Ghalia Indonesia, Jakarta 2005.
145
Widarjono, Agus. “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya.”. Ekonisia, Jakarta, 2010. Wirdiyaningsih, DKK. “ Bank dan Asuramsi Islam di Indonesia”, Kencana, Jakarta. 2005. Wirdyaningsih, Perwataatmadja, Gemala dan Yeni. “ Bank dan Asuransi Islam di Indonesia”, Kencana dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005. Wuri Arianti 2011”Analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), dan Return Of Asset (ROA) terhadap Pembiayaan pada Perbankan Syariah” Laporan Laporan Statistika Perbankan Syariah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan Januari 2011 sampai Maret 2016 Laporan Statistika Inflasi Bank Indonesia Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 Peraturan Bank Indonesia No.10/11/PBI/2008 Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/24/Dpbs tanggal 20 Oktober 2006 Surat Edaran Bank Indonesia No.10/40/DPM tanggal 17 November 2008 146
UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah UU No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan UU No. 20 tahun 2008 tentang UKM UU No. 44 Tahun 1997 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.09/DSN/MUI/IV/2000 www.wikipedia.org www.ojk.go.id www.bi.go.id
147
LAMPIRAN Lampiran 1: Data Variabel Penelitian 1.
Variabel Independen a. Inflasi TAHUN BULAN 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Januari
7.02
3.65
4.57
8.22
6.96
4.14
Februari
6.84
3.56
5.31
7.75
6.29
4.42
Maret
6.65
3.97
5.9
7.32
6.38
4.45
April
6.16
4.5
5.57
7.25
6.79
Mei
5.98
4.45
5.47
7.32
7.15
Juni
5.54
4.53
5.9
6.7
7.26
Juli
4.61
4.56
8.61
4.53
7.26
Agustus
4.79
4.58
8.79
3.99
7.18
September
4.61
4.31
8.4
4.53
6.83
Oktober
4.42
4.61
8.32
4.83
6.25
November
4.15
4.32
8.37
6.23
4.89
Desember
3.79
4.57
8.38
8.36
3.35
Sumber: Statistik Bank Indonesia (dalam persentase).
148
b. BI Rate TAHUN BULAN 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Januari
7.00
6.00
5.75
7.50
7.75
7.25
Februari
6.75
5.75
5.75
7.50
7.50
7.00
Maret
6.75
5.75
5.75
7.50
7.50
6.75
April
6.75
5.75
5.75
7.50
7.50
Mei
6.75
5.75
5.75
7.50
7.50
Juni
6.75
5.75
6.00
7.50
7.50
Juli
6.75
5.75
6.50
7.50
7.50
Agustus
6.75
5.75
7.00
7.50
7.50
September
6.75
5.75
7.25
7.50
7.50
Oktober
6.50
5.75
7.25
7.50
7.50
November
6.00
5.75
7.50
7.75
7.50
Desember
6.00
5.75
7.50
7.75
7.50
Sumber: Statistik Bank Indonesia (dalam persentase).
149
c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) BULAN
TAHUN 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Januari
3.968
10.663
4.709
5.253
8.050
6.275
Februari
3.659
4.243
5.103
5.331
9.040
7.188
Maret
5.87
6.668
5.611
5.843
8.810
6.994
April
4.402
3.825
5.343
6.234
9.130
Mei
3.879
3.664
5.423
6.680
8.858
Juni
5.011
3.936
5.443
6.782
8.858
Juli
5.214
3.036
4.640
5.880
8.163
Agustus
3.647
2.918
4.229
6.514
8.585
September
5.885
3.412
4.523
6.45
7.720
Oktober
5.656
3.321
5.213
6.68
7.192
November
6.447
3.342
5.107
6.53
6.495
Desember
9.244
4.993
6.699
8.130
6.280
Sumber: Statistik Bank Indonesia (dalam miliar).
150
d. Non Perfoming Financing (NPF) BULAN
TAHUN 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Januari
3.28
2.68
2.49
3.01
4.87
4.39
Februari
3.66
2.822
2.72
3.53
5.1
4.46
Maret
3.6
2.762
2.75
3.22
4.81
4.54
April
3.79
2.85
2.85
3.48
4.62
Mei
3.76
2.93
2.92
4.02
4.76
Juni
3.55
2.88
2.64
3.9
4.73
Juli
3.75
2.92
2.75
4.31
4.54
Agustus
3.53
2.78
3.01
4.58
4.5
September
3.5
2.74
2.8
4.67
4.41
Oktober
3.11
2.58
2.96
4.58
4.41
November
2.74
2.5
3.08
4.86
2.3
Desember
2.52
2.22
2.62
4.33
3.9
Sumber: Statistik Bank Indonesia (dalam persen).
151
e. Dana Pihak Ketiga (DPK) BULAN
TAHUN 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Januari
75.814
116.518 148.731 177.930 210.761 229.094
Februari
75.085
114.616 150.795 178.154 210.297 231.820
Maret
79.651
119.639 156.964 180.945 212.988 232.657
April
79.567
114.018 158.519 185.508 213.973
Mei
82.861
115.206 163.858 190.783 215.339
Juni
87.025
119.279 163.966
Juli
89.768
121.018 166.453 194.299 216.083
Agustus
92.021
123.673 170.222 195.959 216.356
September
97.756
127.678 171.701 197.141 219.313
Oktober
191.47
215.339
101.804 134.453 174.018 207.121 219.478
November
105.33
138.671 176.292 209.644 220.635
Desember
115.415 147.512 183.534 217.858 231.175
Sumber: Statistik Bank Indonesia (dalam miliar).
152
2.
Variabel Dependen a. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) BULAN
TAHUN 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Januari
52.519 72.524
92.672
108.138 58.142 49.119
Februari
52.411 73.392
96.493
107.08
57.78
48.178
Maret
54.641 76.941 100.793 108.327 57.203 49.410
April
56.085 75.339 102.206 109.506 54.812
Mei
57.913
103.489
63.747
51.603
Juni
60.695 81.218 103.816
63.835
51.603
Juli
61.962 83.471 108.932
62.747
50.073
Agustus
64.925 76.304 104.727
65.862
41.738
September 66.517 80.456 106.577
53.606
46.425
64.98
46.057
November 69.197 86.218 108.311
59.148
46.798
Desember
59.806
50.291
Oktober
68.84
71.81
78.12
83.092
90.86
107.5
110.086
Sumber: Statistik Bank Indonesia (dalam miliar).
153
Lampiran 2: Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah
154
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual N
62
Normal Parameters
a,b
Mean
0E-7
Std. Deviation
Most Extreme Differences
.07382041
Absolute
.093
Positive
.061
Negative
-.093
Kolmogorov-Smirnov Z
.734
Asymp. Sig. (2-tailed)
.654
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: data diolah.
Uji Multikolinieritas Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
2.031
.225
LN_INFLASI
.422
.111
LN_BIRATE
-.373
LN_SBIS
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
9.032
.000
.390
3.803
.000
.590
1.695
.404
-.148
-.922
.361
.241
4.157
-.200
.098
-.215
-2.051
.045
.568
1.762
LN_NPF
-.850
.162
-.651
-5.261
.000
.407
2.459
LN_DPK
.190
.091
.216
2.086
.042
.580
1.725
1
a. Dependent Variable: LN_UKM
Sumber: data diolah.
155
Uji Heterokedastisitas
Sumber: data diolah Uji Autokorelasi b
Model Summary Model
1
R
.807
a
R
Adjusted R
Std. Error of
Durbin-
Square
Square
the Estimate
Watson
.652
.621
.07705
.768
a. Predictors: (Constant), LN_DPK, LN_INFLASI, LN_NPF, LN_SBIS, LN_BIRATE b. Dependent Variable: LN_UKM
Sumber: data diolah.
156
Lampiran 3: Uji Hipotesis Uji t (parsial) Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
2.031
.225
LN_INFLASI
.422
.111
LN_BIRATE
-.373
LN_SBIS
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
9.032
.000
.390
3.803
.000
.590
1.695
.404
-.148
-.922
.361
.241
4.157
-.200
.098
-.215
-2.051
.045
.568
1.762
LN_NPF
-.850
.162
-.651
-5.261
.000
.407
2.459
LN_DPK
.190
.091
.216
2.086
.042
.580
1.725
1
a. Dependent Variable: LN_UKM
Sumber: data diolah. Uji F (simultan) a
ANOVA Model
Sum of
df
Mean
Squares
1
F
Sig.
Square
Regression
.611
4
Residual
.360
58
Total
.971
62
.153 24.578
.000 b
.006
a. Dependent Variable: LN_UKM b. Predictors: (Constant), LN_DPK, LN_INFLASI, LN_NPF, LN_SBIS
Sumber: data diolah
157
Uji Adjusted R-Square a
ANOVA Model
Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares
1
Regression
.622
5
.124
Residual
.332
56
.006
Total
.954
61
20.955
.000
b
a. Dependent Variable: LN_UKM b. Predictors: (Constant), LN_DPK, LN_INFLASI, LN_NPF, LN_SBIS, LN_BIRATE
Sumber: data diolah
158
Lampiran 4: tabel F
159
Lampiran 5: tabel t
160
161