PERILAKU PENGGUNAAN PEMBALUT PADA MAHASISWI
LUSIANA PUTRI RAHAYU
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSITITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERILAKU PENGGUNAAN PEMBALUT PADA MAHASISWI
LUSIANA PUTRI RAHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Keluarga dan Konsumen pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSITITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRACT
LUSIANA PUTRI RAHAYU. The Behavior of Sanitary Napkin Utilization on College Students. Under Guidance of LILIK NOOR YULIATI and MEGAWATI SIMANJUNTAK The objective of this research were to identified amount of source information of sanitary napkin; attachment of sample with mother, knowledge about napkin, brand awareness, brand image and the behavior os sanitary utilization; to analyze the relationship of samples’ characteristics and attachment with mothers with sanitary knowledge; to analyze the relationship of top of mind with brand using; and to analyyze factors that affected the suitability of brand using with top of mind. The result showed that 60% percent samples got information from three to five information sources. Half samples were categorized moderate in sanitary napkin knowledge. Seventy percent samples had menstrual from six to seven days per period and 69% samples usually use 11–20 sanitary napkins. During the last three months, most samples used maxi sanitary napkins type and 67% samples used Charm. About sixty three percents samples mentioned that Charm was on top rank in top of mind and the first rank brand recall was Laurier. Correlation between age and education with samples’ knowledge level was positive and significant, only amount of allowance affected significantly the suitability between brand using with top of mind. Keywords: Sanitary Napkin, Utilization Behavior, Brand.
RINGKASAN
LUSIANA PUTRI RAHAYU. Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku penggunaan pembalut pada mahasiswi, dengan tujuan khususnya adalah mengidentifikasi jumlah sumber informasi mengenai pembalut, kedekatan contoh dengan ibu, tingkat pengetahuan terkait dengan pembalut, kesadaran merek pembalut, brand image, dan perilaku penggunaan pembalut, menganalisis hubungan karakteristik individu dan hubungan kedekatan contoh dengan ibu dengan pengetahuan mengenai pembalut, menganalisis hubungan top of mind dengan merek yang digunakan, dan faktorfaktor yang mempengaruhi kesesuaian merek pembalut yang digunakan dengan top of mind. Disain penelitian ini adalah cross sectional. Pengumpulan data dilakukan di Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2009. Populasi adalah mahasiswi Institut Pertanian Bogor jenjang program diploma, sarjana, dan pascasarjana. Total populasi adalah 11429 dan total contoh yang diambil secara convenience sampling adalah 100 orang, terdiri dari S0 27 orang, S1 60 orang, S2 10 orang, dan S3 tiga orang. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: 1) karakteristik contoh, 2) akses informasi yang berhubungan dengan pembalut, 3) kedekatan contoh dengan ibu berkaitan dengan menstruasi dan masalah perempuan, 4) pengetahuan contoh terkait dengan pembalut, 5) brand awareness pembalut yang beredar dipasaran, 6) brand image, dan 7) perilaku penggunaan pembalut. Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum produk pembalut. Analisis data menggunakan komputer program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 13. Data diolah melalui proses editing, coding, skoring, entry, cleaning, dan selanjutnya data dianalisis secara deskriptif, Chi-Square, uji Cochran, dan analisis korelasi Spearman untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti. Serta analisis regresi logistik untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek pembalut yang digunakan dengan top of mind. Karakteristik contoh digambarkan oleh umur contoh, tingkat pendidikan, urutan diantara anak perempuan, dan uang saku. Proporsi terbesar contoh adalah 60 persen mahasisiwi S1 dan umur contoh termasuk dalam kategori 21 sampai 30 tahun. Separuh (50%) contoh mempunyai uang saku dalam sebulan kurang dari sama dengan Rp 600.000,00. Sebagian besar (89%) contoh adalah anak perempuan dengan urutan pertama atau kedua diantara anak perempuan yang ada dalam keluarganya. Jumlah sumber informasi yang digunakan contoh adalah lebih dari tiga per lima (67%) contoh memperoleh informasi dengan jumlah sumber informasi antara tiga sampai lima sumber. Sebanyak 38 persen contoh mempunyai tingkat kedekatan yang terkategori sedang dengan ibu dalam mencurahkan hati, berdiskusi mengenai pembalut dan menstruasi. Separuh (50%) contoh termasuk dalam kategori sedang yaitu dapat menjawab pertanyaan antara 60 persen sampai 80 persen dari total pertanyaan.
Sebanyak 70 persen contoh mengalami menstruasi selama enam sampai tujuh hari per periode. Lebih dari tiga per lima (69%) contoh selama satu siklus haid menggunakan pembalut sebanyak 11-20 buah dan mengganti pembalut sebanyak dua kali. Sebanyak 61 persen contoh menggunakan satu jenis pembalut setiap bulannya. Selama tiga bulan terakhir ada 15 kombinasi jenis pembalut dan selama tiga bulan itu jenis pembalut maxi merupakan jenis yang paling banyak digunakan contoh sebanyak 28 persen. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa lebih dari tiga per lima (67%) contoh menggunakan pembalut dengan merek Charm. Contoh yang menggunakan dua merek pembalut dalam satu bulan sebanyak lima persen. Lebih dari tiga per lima (63%) menyebutkan merek Charm yang berada dalam puncak pikiran dan menempati urutan pertama. Hasil pengukuran menggunakan uji Cochran terhadap kesan tiga merek tertinggi yang digunakan contoh semua atribut melekat di benak konsumen. Pengetahuan merek pembalut yang disebutkan secara spontan tanpa dibantu (brand recall) pada urutan pertama ditempati oleh Laurier (47%), kedua Charm (24%), ketiga Kotex (18%), dan keempat Softex (7%). Hubungan usia dengan tingkat pengetahuan konsumen adalah positif dan signifikan (p=0,000; r= 0,342). Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan konsumen adalah positif dan signifikan (p=0,001; r=0,322). Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman, terdapat hubungan yang negatif dan signifikan (p=0,12; r=-0,251) antara urutan anak dan tingkat pengetahuan Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan bahwa kedekatan contoh dengan ibu dan uang saku dengan tingkat pengetahuan tidak mempunyai hubungan yang signifikan (p=-0,047; r=0,640 dan p=0,167; r=0,139). Hasil analisis uji chi-square menunjukkan bahwa antara top of mind dengan merek yang digunakan adalah signifikan (p=0,000). Hasil analisis regresi logistik yang diperoleh, hanya uang saku yang mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah meneliti aspek lain seperti peer-group dikarenakan hubungan kedekatan dengan ibu tidak berpengaruh dan gaya hidup yang dapat mempengaruhi perilaku penggunaan pembalut. Selain itu, sebaiknya contoh dibedakan dari jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas agar data yang diperoleh heterogen.
Kata kunci: Pembalut, Perilaku Penggunaan, Merek
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Nama NIM
: Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi : Lusiana Putri Rahayu : I24050409
Menyetujui
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA NIP. 19640718 198903 2 003
Megawati Simanjuntak, SP NIP. 19721103 200501 2 002
Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Dr. Ir. Hartoyo, M. Sc NIP. 19630714 198703 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Maret 1987 dari pasangan Agustinus Legimin dan Christiana Wartini. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari sekolah dasar di Regina Pacis Bogor kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di Budi Mulia Bogor. Setelah itu, tahun 2002 penulis meneruskan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor. Selepas lulus dari SMA tahun 2005, penulis berhasil diterima di IPB (Institut Pertanian Bogor) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, dengan minor Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) pada tahun 2007-2008 menjadi anggota divisi keprofesian, anggota club tumbuh kembang anak, dan anggota club konsumen. Penulis selama kuliah menerima beasiswa Yayasan Bhumiksara dan mengikuti kegiatan “Workshop Etika Tingkat Nasional Untuk Masyarakat Profesional” yang bekerjasama dengan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Pusat Pengembangan Etika. Kemudian ikut serta juga dalam seminar dan pelatihan dengan tema “Memilih Hidup Sebagai Pemimipin Kristiani yang Cerdas, Tahan Uji, dan Berbela Rasa”
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Penelitian ini berjudul Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA dan Megawati Simanjuntak, SP selaku pembimbing skripsi atas bimbingannya selama penulis kuliah dan menyelesaikan skripsi di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2. Ir. Retnaningsih, M.Si sebagai dosen penguji ujian skripsi dan juga dosen Pembimbing Akademik dan Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku dosen Pemandu Seminar. 3. Staf program pascasarjana, sarjana, dan diploma yang sudah memberikan banyak bantuan dan informasi jumlah mahasiswi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Keuskupan Bogor, Bu Harini, Yayasan Bhumiksara, dan teman-teman Bhumiksara. 5. Bapak, Mama, dan Yohanes tercinta atas doa, perhatian, motivasi, dan kasih sayangnya. 6. Teman-teman IKK khususnya angkatan 42 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya selama ini. 7. Teman-teman penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis
menyadari
masih
ada
kekurangan.
Untuk
itu
penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki kekurangankekurangan tersebut. Akhirnya, mudah-mudahan skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi yang memerlukan. Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 Latar Belakang .................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................ 2 Tujuan ................................................................................................. 3 Kegunaan Penelitian ........................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5 Pengetahuan ........................................................................................ 5 Kebutuhan ........................................................................................... 6 Merek .................................................................................................. 7 Pengetahuan Merek ............................................................................ 9 Kesadaran Merek ........................................................................ 9 Brand Image ................................................................................. 10 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilihan Merek ..................... 11 Pendidikan .................................................................................... 11 Usia ............................................................................................... 11 Hubungan Ibu dan Remaja Puteri ....................................................... 11 Kedudukan Anak Dalam Keluarga ...................................................... 12 Menstruasi ............................................................................................ 13 Sejarah Pembalut ................................................................................. 13 Gambaran Umum Produk .................................................................... 14 KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................ 16 METODE PENELITIAN ............................................................................ 18 Disain, Tempat, dan Waktu ............................................................... 18 Teknik Penentuan Contoh ................................................................. 18 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... 19 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 20 Definisi Operasional .......................................................................... 24 PEMBAHASAN .......................................................................................... 25 Karakteristik Contoh ........................................................................... 25 Usia .............................................................................................. 25 Pendidikan .................................................................................... 25 Uang saku ..................................................................................... 26 Urutan di antara anak perempuan ............................................... 26 Sumber Informasi ............................................................................... 26 Kedekatan dengan Ibu ......................................................................... 27 Pengetahuan Pembalut ......................................................................... 29
vi
Halaman Perilaku Penggunaan Pembalut dan Merek ................................................ 31 Brand Awareness ................................................................................. 36 Top of Mind ................................................................................. 36 Brand Recall ................................................................................ 37 Brand Image ....................................................................................... 37 Hubungan Karakteristik Contoh dengan Tingkat Pengetahuan Pembalut ..................................................................................... 39 Hubungan usia dengan tingkat pengetahuan pembalut .............. 39 Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan pembalut ..................................................................................... 40 Hubungan uang saku dengan tingkat pengetahuan pembalut ...................................................................................... 40 Hubungan urutan anak dengan tingkat pengetahuan pembalut ...................................................................................... 41 Hubungan Kedekatan dengan Ibu dengan Tingkat Pengetahuan Pembalut ....................................... 42 Hubungan Top of Mind dengan Merek yang Digunakan ........................................................................... 43 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesesuaian Merek Pembalut yang Digunakan dengan Top of Mind ......................... 43 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 46 Kesimpulan ..................................................................................... 46 Saran ............................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 48
vii
DAFTAR TABEL 1
Halaman Jumlah contoh berdasarkan jenjang pendidikan .................................... 19
2
Variabel, skala, dan kategori .................................................................. 21
3
Sebaran contoh berdasarkan usia ........................................................... 25
4
Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ............................................... 25
5
Sebaran contoh berdasarkan uang saku perbulan................................... 26
6
Sebaran contoh berdasarkan urutan di antara anak perempuan ............ 26
7
Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi ..................................... 27
8
Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber informasi ........................ 27
9
Sebaran contoh berdasarkan intensitas sering dalam kedekatan dengan ibu ................................................................. 28
10 Persentase berdasarkan jawaban pengetahuan pembalut yang benar .... 30 11 Sebaran contoh berdasarkan lamanya mendapatkan menstruasi ........................................................................ 31 12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut dalam sehari ................ 31 13 Sebaran conoth berdasarkan jumlah pembalut yang dipakai selama satu siklus menstruasi ................................................................ 32 14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut dan usia ........................ 33 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi jenis pembalut .......................... 33 16 Sebaran contoh berdasarkan pemakaian jenis pembalut selama tiga bulan terakhir ..................................................................... 33 17 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan merek selama tiga bulan terakhir ..................................................................... 35 18 Sebaran contoh berdasarkan brand recall setelah top of mind .............. 37 19 Sebaran contoh berdasarkan asosiasi-asosiasi pembentuk brand image pembalut ......................................................... 39 20 Sebaran contoh berdasarkan usia dan tingkat pengetahuan pembalut ................................................................................................ 39 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan pembalut............................................................................ 40 22 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan tingkat pengetahuan pembalut............................................................................ 41 23 Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dan tingkat pengetahuan pembalut............................................................................ 41 24 Sebaran contoh berdasarkan kedekatan dengan ibu dan tingkat pengetahuan pembalut............................................................................ 42 viii
Halaman 25 Sebaran contoh berdasarkan top of mind dengan merek yang digunakan ........................................................................... 43 26 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek pembalut yang digunakan dengan top of mind............................ 44
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hirarki Kebutuhan Maslow ....................................................................... 7 2 Kerangka pemikiran mengenai perilaku penggunaan Pembalut pada mahasiswi ......................................................................... 17 3 Sebaran contoh berdasarkan kedekatan dengan ibu ................................. 28 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan pembalut ................... 29 5 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan merek contoh ......................... 34 6 Sebaran contoh berdasarkan top of mind ................................................. 36 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori score brand image terhadap merek yang digunakan................................................................ 38
x
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Menstruasi atau haid adalah salah satu keadaan alami yang akan dialami oleh setiap wanita, sering disebut “datang bulan” atau “datang tamu”. Hal tersebut ditunjukkan dengan timbulnya noda berupa darah kotor yang keluar dari mulut vagina. Peristiwa ini dialami wanita setiap bulannya dan siklus menstruasi ratarata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari. Ketika menstruasi, wanita membutuhkan pembalut. Pembalut wanita adalah alat pembantu vital pada wanita yang sedang mengalami menstruasi (Putra 2001). Produk pembalut memang merupakan kebutuhan dasar wanita karena digunakan untuk menyerap cairan agar pakaian dalam tidak ternoda. Semakin meningkatnya jumlah wanita di Indonesia (menurut Sensus Penduduk Antar Sensus pada tahun 2005 jumlah wanita sebanyak 108.472.769 orang, jumlah pemakai pembalut kurang lebih sebanyak 71.566.684 orang) yang didukung dengan kemajuan pendidikan dan pola pikir masyarakat membuat masyarakat menerapkan pola hidup yang praktis dan higienis dengan mengutamakan kenyamanan (Anonim 2005a). Dahulu pembalut tidak memiliki bentuk, kemasan, kepraktisan dan kecanggihan seperti sekarang ini. Wanita jaman dahulu hanya menggunakan kain bersih yang diikatkan pada pakaian dalamnya. Pada saat ini, wanita-wanita membutuhkan produk pembalut yang mempunyai kualitas daya rekat, daya serap yang maksimum, serta ketipisan produk pembalut. Hal ini karena saat ini banyak wanita terutama remaja putri mempunyai banyak kegiatan diluar rumah dan lebih proaktif daripada wanita pada jaman dahulu (Anonim 2009b). Sekarang ini, begitu banyak pilihan merek pembalut, dengan keunggulan masing-masing. Banyaknya iklan di media massa yang menawarkan berbagai kelebihan pembalut wanita. Membuat konsumen bingung dalam menentukan pilihan. Namun tidak semua pembalut aman bagi kesehatan organ intim kaum
2
perempuan. Apalagi, jika kebersihan kurang terjaga, pembalut dapat menjadi pemicu munculnya infeksi, iritasi, atau vaginitis (radang vagina) bahkan dapat menjadi kanker serviks. Kanker serviks atau kanker leher rahim mempunyai insiden yang tinggi di negara-negara yang sedang berkembang, yaitu menempati urutan pertama. Di Indonesia terutama di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo ditemukan 76.2 persen kasus kanker leher rahim (Aziz 2005). Merek merupakan salah satu faktor yang menentukan keputusan konsumen dan merupakan salah satu indikator kualitas sekaligus indikator evaluasi terhadap suatu produk. Suatu merek dapat menunjukkan ataupun berhubungan langsung dengan eksistensi, fungsi, citra, dan mutu suatu produk. Berbagai merek pembalut yang muncul dewasa ini seperti Softex, Laurier, Charm, Whisper, Kotex, Hers Protex, dan seterusnya mengharuskan produsen melakukan berbagai inovasi produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan meningkatkan kualitas produknya supaya konsumen merasa puas. Hal tersebut dijadikan peluang oleh perusahaan-perusahaan untuk memproduksi produk yang serupa, sehingga menimbulkan munculnya berbagai merek pembalut yang beredar di pasaran Indonesia. Saat ini, di Indonesia telah dipasarkan lebih dari 15 merek pembalut dengan berbagai keunggulannya. Terdapat lima sampai enam merek yang secara konsisten mendominasi pasar, seperti Laurier (PT. KAO Indonesia), Charm (PT. Uni Charm Indonesia), Whisper, Kotex (Kimberly-Unilever), dan Softex (PT. Softex Indonesia) (Sari 2003). Oleh karena banyaknya pilihan merek pembalut wanita yang beredar dipasaran dengan keunggulan masing-masing, maka dilakukan penelitian mengenai perilaku penggunaan pembalut. Agar konsumen tidak salah dalam memilih produk pembalut dan mengkonsumsinya, sehingga tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Perumusan Masalah Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa (Engel et al 1994). Perilaku konsumen dalam menggunakan merek pembalut bervariasi, karena semakin banyaknya merek pembalut yang beredar. Pembalut terbuat dari
3
bahan yang telah disterilkan dan berisi kapas. Pembalut ini juga perlu diganti setiap empat sampai enam jam sekali (Cyssco 2009). Terdapat banyak sekali merek pembalut dengan berbagai bentuk dan ukuran yang dapat dipilih. Biasanya seorang konsumen setelah beberapa kali menggunakan berbagai pembalut akan menemukan merek yang paling cocok. Sebagian konsumen menggunakan hanya satu merek dan sebagian lagi menggunakan lebih dari satu merek. Merek sangat penting bagi konsumen karena memudahkan konsumen dalam menentukan pilihan, menjadi jaminan kualitas, mencegah risiko, serta menjadi pernyataan diri dan gengsi. Banyak produsen yang rela menghabiskan begitu banyak uang hanya untuk membangun mereknya. Agar merek menjadi kuat diperlukan pengetahuan merek yang merupakan tingkat tahunya konsumen pada deskripsi produk atau merek pembalut bersangkutan. Atribut pada produk pembalut meliputi ketebalan, ada atau tidaknya pelindung sisi, dan ukuran panjang. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen mengenai penggunaan pembalut, sehingga dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana
sumber
informasi
mengenai
pembalut,
kedekatan
konsumen dengan ibu, tingkat pengetahuan, kesadaran merek pembalut, dan brand image, dan perilaku penggunaan pembalut? 2. Bagaimana hubungan karakteristik individu dan hubungan kedekatan ibu dan contoh dengan pengetahuan mengenai pembalut? 3. Bagaimana hubungan top of mind dengan merek pembalut yang digunakan konsumen? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesesuaian antara merek yang digunakan dengan top of mind ?
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis perilaku konsumen dalam penggunaan pembalut. Tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain: 1. Mengidentifikasi
jumlah
sumber
informasi
tentang
pembalut,
kedekatan dengan ibu, tingkat pengetahuan pembalut, kesadaran
4
merek pembalut, brand image, dan perilaku penggunaan merek pembalut. 2. Menganalisis hubungan karakteristik individu dan kedekatan dengan ibu dengan pengetahuan mengenai pembalut. 3. Menganalisis hubungan top of mind dengan merek yang digunakan contoh. 4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind.
Kegunaan Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
perilaku
penggunaan pembalut pada lingkup mahasiswi Institut Pertanian Bogor. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai wadah mengembangkan diri dan memperluas pengetahuan serta wawasan. Bagi pemerintah diharapkan dapat sebagai acuan dalam membuat kebijakan sehingga hak-hak sebagai konsumen dapat terlindungi. Bagi konsumen, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menggunakan pembalut. Jika dilihat dari perspektif manajemen pemasaran, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi input untuk memformulasikan strategi pemasaran pembalut dengan tetap berpihak pada konsumen. Terakhir, hasil penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap ilmu perilaku konsumen khususnya kajian perilaku penggunaan merek pembalut.
5
TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Pengetahuan secara umum didefinisikan sebagai informasi-informasi yang disimpan di dalam ingatan manusia. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel et al. 1994). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan ini timbul karena konsumen mencari informasi - informasi dari sebuah produk dan konsumen menyimpannya di dalam ingatannya, dimana proses pencarian informasi ini bertujuan untuk proses pencapaian tujuan akhir dari penggunaan produk yaitu tercapainya keseimbangan antara harapan konsumen dengan nilai-nilai yang diberikan oleh produk (Sumarwan 2004). Pengetahuan produk bisa didapat dari produk itu sendiri ataupun dari pengalaman penggunaan produk, seperti periklanan, interaksi dengan tenaga penjual, informasi dari teman atau media, pengambilan keputusan yang sebelumnya atau penggunaan produk, dan ingatan konsumen. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) pengetahuan produk mencakup: 1. Kesadaran akan kategori dan merek produk di dalam kategori produk. 2. Terminologi produk (misalnya "floppy disk" dalam komputer ). 3. Atribut atau ciri produk. 4. Kepercayaan tentang kategori produk secara umum dan mengenai merek secara spesifik. Secara umum informasi-informasi tentang pengetahuan produk ini diperoleh melalui analisis kesadaran konsumen dan citra dari merek yang tersedia. Analisis kesadaran adalah sebuah analisis mengenai kesadaran konsumen mengenai merek-merek produk yang tersedia di pasaran dan analisis citra adalah analisis untuk mengetahui pengetahuan konsumen mengenai sifat dari objek yang dikenalnya.
6
Kebutuhan Kebutuhan yang dirasakan konsumen bisa dimunculkan oleh diri konsumen sendiri seperti rasa lapar dan haus, kebutuhan akan makanan, air, udara, rumah, pakaian, atau seks. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan fisiologis atau biologis (innate needs) dan sering juga disebut sebagai kebutuhan primer. Produk tersebut dibutuhkan konsumen untuk mempertahankan hidupnya (Sumarwan 2004). Kebutuhan juga bisa dimunculkan oleh faktor luar konsumen, misalnya aroma makanan yang dating dari restoran sehingga konsumen terangsang ingin makan. Kebutuhan ini juga disebut kebutuhan sekunder atau motif. Kebutuhan sekunder atau kebutuhan yang diciptakan (acquired needs) adalah kebutuhan yang muncul sebagai reaksi konsumen terhadap lingkungan dan budayanya. Kebutuhan tersebut biasanya bersifat psikologis karena berasal dari sikap subjektif konsumen dan dari lingkungan konsumen. Kebutuhan meliputi self-esteem, prestige, affection, dan power (Sumarwan 2004). Kebutuhan yang dirasakan (felt needs) seringkali dibedakan berdasarkan kepada manfaat yang diharapkan dari pembelian dan penggunaan produk. Pertama adalah kebutuhan utilitarian (utilitarian needs), yang mendorong konsumen membeli produk karena manfaat fungsional dan karakteristik objektif dari produk tersebut. Misalnya obeng akan memberikan manfaat fungsional untuk kemudahan dalam membuka dan memasang kembali mur pada peralatan mesin. Yang kedua adalah kebutuhan ekspresive atau hedonic (expressive needs atau hedonic needs), yaitu kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya. Kebutuhan ini seringkali muncul untuk memenuhi tuntutan sosial dan estetika (Sumarwan 2004). Maslow mengemukakan lima kebutuhan manusia berdasarkan tingkat kepentingannya mulai dari yang paling rendah yaitu kebutuhan biologis (physiological or biogenic needs) sampai paling tinggi yaitu kebutuhan psikogenik (psychogenic needs). Menurut teori Maslow, manusia berusaha memenuhi kebutuhan tingjkat rendahnya terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Konsumen yang telah biasa memenuhi kebutuhan dasarnya, maka kebutuhan lainnya yang lebih tinggi biasanya muncul dan
7
begitulah seterusnya. Seperti digambarkan pada Gambar 1, dua kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman dan keamanan. Sementara kebutuhan paling tinggi adalah aktualisasi diri, yang tercapai saat terpenuhinya seluruh kebutuhan hidup seseorang. Menurut Maslow setiap individu memiliki motif dan dorongan untuk mencapai keunikan dari potensi dirinya, kapasitas dan bakatnya, yang disebutnya sebagai aktualisasi diri (Sumarwan 2004).
Gambar 1 Hirarki Kebutuhan Maslow Pencapaian aktualitasasi diri membutuhkan kekuatan ego diri, penerimaan dari peer grup nya, dan penghargaan dirinya sendiri. Menurut Maslow aktualisasi diri ini tidak dapat tercapai sampai usia dewasa. Meski
kontribusi Maslow
terfokus pada kepribadian orang dewasa, namun teorinya juga banyak memberikan inspirasi pada anak, karena para pendidik mulai menyadari pentingnya menekankan keunikan diri setiap anak dan menolong untuk menemukan dan menggunakan setiap potensi yang dimiliknya. Merek Merek adalah nama istilah, simbol atau beberapa disain khusus atau kombinasi dari unsur-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Tujuan dari pemberian merek adalah untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan agar berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing (Rangkuti 2002).
8
Merek diartikan sebagai nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor (Aaker 1991). Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Pada dasarnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Berdasarkan undang-undang merek dagang, penjual diberikan hak eksklusif untuk menggunakan mereknya untuk selamanya. Mereka sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek bersifat emosional, memilki kepribadian, serta mencakup hati dan benak konsumennya (Kotler 2005). Menurut Rangkuti (2002), merek yang terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun, nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian yaitu: a. Attributes ( atribut) Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek. b. Benefits (manfaat) Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional. c. Value (nilai) Merek juga menyatakan suatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut. d. Culture (Budaya) Merek juga mewakili budaya tertentu. e. Personality (kepribadian)
9
Merek
juga
memiliki
kepribadian,
yaitu kepribadian
bagi
para
penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang digunakan. f. User (pemakai) Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk penggunaan mereknya. Pengetahuan Merek Pengetahuan merek merupakan rangkaian lengkap asosiasi merek yang berhubungan dengan ingatan jangka panjang konsumen. Pengetahuan merek berupa tingkat “tahunya” konsumen pada deskripsi produk atau merek bersangkutan. Pengetahuan merek adalah sejauh mana konsumen familiar dengan merek. Konsep brand knowledge terdiri dari 2 dimensi yaitu brand awareness dan brand image (Ferrinadewi 2008). Kesadaran Merek (Brand Awareness) Konsumen cenderung membeli merek yang sudah dikenal, karena dengan membeli merek yang sudah dikenal, konsumen merasa aman, terhindar dari berbagai risiko pemakaian dengan asumsi bahwa merek yang sudah dikenal lebih dapat diandalkan. Tingkat penerimaan awal dari seseorang ketika melihat dan atau mendengar suatu informasi tentang produk beserta mereknya adalah kesadaran merek (Brand Awareness). Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk (Durianto et al. 2001). Kesadaran merek adalah suatu respon yang diberikan konsumen terhadap suatu merek sekaligus pengukuran sejauh mana konsumen peduli san memahami keberadaan merek tersebut. Kesadaran merek juga dapat diartikan sebagai kekuatan sebuah merek unttuk dapat diingat kembali oleh konsumen dan dapat dilihat dari kemampuan konsumen itu sendiri untuk mengidentifikasikan merek dalam berbagai kondisi (Surjaatmadja 2008). Menurut Aaker (1991), kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian
10
dari kategori suatu produk. Kesadaran merek membutuhkan suatu rentang kontinum dari perasaan yang tidak pasti bahwa suatu merek dikenal, sampai menjadi keyakinan bahwa suatu merek merupakan satu-satunya merek yang paling dikenal dalam suatu kategori produk. Merek yang berada pada tingkat kesadaran yang tinggi memberikan keuntungan kompetitif, karena akan memperhitungkan dalam situasi pembelian. Pengukuran brand awareness berdasarkan tingkat kesadaran merek yang mencakup puncak pikiran (top of mind), pengingatan kembali (brand recall), pengenalan merek (brand recognition), dan tidak menyadari merek (brand unaware). Top of mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat reponden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori produk. Merek yang berada pada tingkat ini merupakan merek yang utama dalam benak konsumen, sehingga dalam siatuasi pembelian, merek lain tidak diperhitungkan. Brand recall mencerminkan merek-merek apa yang diingat contoh setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Pada tingkatan ini disebut juga dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall). Brand recognition contoh dimana kesadarannya diukur dengan diberikan bantuan (an aided recall). Brand unaware adalah tingkatan yang paling rendah dalam pengukuran kesadaran merek, contoh sama sekali tidak menyadari atau mengenal akan suatu merek setelah diberikan bantuan. Kesadaran merek dapat meningkatkan asosiasi merek (brand association) (Aaker 1991). Brand Image Dimensi kedua dari pengetahuan tentang merek yang berdasarkan konsumen (consumer-based brand knowledge) adalah citra dari sebuah merek. Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain. Asosiasi ini dapat dikonseptualisasi berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan keunikan. Jenis asosiasi merek meliputi atribut, manfaat dan sikap. Atribut terdiri dari atribut yang berhubungan dengan produk misalnya desain, warna, ukuran dan atribut yang tidak berhubungan dengan produk, misalnya harga, pemakai dan citra
11
penggunaan. Sedangkan manfaat mencakup manfaat secara fungsional, manfaat secara simbolis dan manfaat berdasarkan pengalaman (Aaker 1991). Brand image adalah sekumpulan aosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen (Rangkuti 2002). Citra merek (brand image) adalah suatu pandangan masyarakat terhadap merek suatu produk. Brand image merupakan bagian dari merek yang dpaat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus, atau persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya. Citra sebuah merek adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara para pemegang merek (Surjaatmadja 2008). Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilihan Merek Pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang untuk mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum memutuskan membelinya. Usia. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2004). Hubungan Ibu dan Remaja Putri Hubungan paling utama dalam kehidupan seorang anak adalah kelekatannya kepada pengasuh terutama ibunya. Ketika anak memasuki usia remaja, keluarga mempunyai tujuan umum yaitu keluarga memberi kelonggaran ikatan atau hubungan dengan anak, keluarga memberi tanggung jawab dan kebebasan lebih besar kepada anak. Remaja membutuhkan penerimaan di lingkungan sosial yang lebih besar, keluarga memberikan kesempatan agar kebutuhan yang berbeda-beda dapat dipenuhi dalam masyarakat. Remaja sehubungan dengan perkembangan fisik dan mentalnya mengalami pelbagai perubahan. Keluarga perlu mendorong remaja mengembangkan kemampuan dan kemandiriannya. Komunikasi antar orangtua dan remaja ditingkatkan agar tidak terjadi jarak (Wulandari 2007).
12
Interaksi orangtua dan anak adalah suatu pola perilaku yang melibatkan orang tua dan anak secara timbal balik mencakup berbagai upaya keluarga. Hubungan komunikasi yang lancar dan terbuka harus selalu dijaga agar dapat diketahui hal-hal yang ingin diketahui remaja sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan remaja. Menurut penelitian Wulandari (2007), sebagian besar (94%) remaja putri senang mencurahkan semua masalah kepada ibu, 18 persen remaja putri menyatakan sering berdiskusi dengan ibu mengenai kesehatan reproduksi, bahasan mengenai haid 70 persen serta kebersihan pakaian dalam dan alat kelamin 16 persen. Ibu adalah tokoh yang mendidik anak-anaknya, yang memelihara perkembangan anak-anaknya, dan juga mempengaruhi aktivitasaktivitas anak di luar rumahnya. Selama ini hanya tokoh ibu yang dianggap dapat memberikan perhatian terhadap anak, sementara ayah hanya dianggap sebagai tokoh yang patut ditakuti, sering keluar rumah, dan tidak dekat dengan anak (Gunarsa dan Gunarsa 2008). Salah satu cara untuk melakukan sosialisasi terhadap anak di dalam keluarga adalah dengan berkomunikasi. Melalui komunikasi antara orang tua dan anak, anak mengetahui nilai-nilai mana yang dianggap baik dan nlai-nilai mana yang dianggap tidak baik, serta hal-hal apa yang harus dielakkan. Emotional bonding remaja putri kepada ibu berkaitan dengan pengetahuan reproduksi remaja putri.
Kedudukan Anak Dalam Keluarga Setiap anak dalam keluarga mempunyai posisinya sendiri-sendiri. Setiap kedudulan menyebabkan tanggung jawab dan konsekuesi yang berbeda.hal ini bias disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orangtua yang berbeda. Urutan anak yang dikenal adalah anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu serta anak tunggal. Anak sulung merupakan anak yang paling tua atau anak pertama yang lahir dari suatu keluarga. Karena anak tersebut adalah anak pertama maka berarti pengalaman merawat anak, pengalaman mendidik anak belum dimiliki oleh kedua orangtuanya. Kekurangan pengetahuan dan pengalaman dari orangtua membawa akibat tersendiri dalam diri anaknya. Anak tengah adalah kedudukan anak diapit
13
oleh seorang atau beberapa orang kakak dan seorang atau beberapa adik. Anak bungsu yaitu anak terakhir dalam keluarga. Anak tunggal merupakan kedudukan anak yang tidak mempunyai kakak dan adik (Gunarsa dan Gunarsa 2008). Menstruasi Menstruasi adalah periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus berupa campuran darah, cairan jaringan dan hasil luruhnya dinding uterus (endometrium). Periode ini akan terjadi di kira-kira setiap dua puluh delapan hari sampai mencapai menopause, pada akhir empat puluhan atau awal lima puluhan tahun (Hurlock 1980). Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam reproduksi. Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia pubertas dan menopause. Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari. Lamanya menstruasi yang normal berkisar antara tiga sampai lima hari (William 2001). Biasanya pada saat menstruasi wanita memakai pembalut untuk menampung darah yang keluar saat beraktivitas terutama saat tidur agar pantat dan celana tidak basah dan tetap nyaman. Pembalut perlu diganti setiap empat sampai enam jam sekali sehari untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi pada vagina (Cyssco 2009). Sejarah Pembalut Dimulai dari zaman Mesir Kuno, orang Mesir kuno sudah mengenal pembalut yang pada saat itu masih terbuat dari daun papyrus yang dilembutkan dan bentuknya seperti tampon. Lalu berkembang di Yunani kuno dengan menggunakan bahan kapas halus dan dan dibungkus kayu kecil. Berbagai macam bahan yang digunakan untuk pembalut wanita seperti rumput kering, wol, kapas, kain bekas, maupun serat sayuran. Bentuknya yaitu dimasukkan kedalam kantong dan diselipkan di antara kedua kaki (Aditrock 2009). Pada tahun 1867 ditemukan menstrual cup (mangkuk menstruasi). Mangkuk ini diletakkan ke dalam kantong kain yang dihubungkan dengan belt
14
yang diikat di pinggang. Pada saat itu, wanita tidak menggunakan apa-apa dibalik roknya, sehingga jika sedang menstruasi, mereka memakai pembalut tersebut. Pada tahun 1876, bahan dari mangkuk menstruasi tersebut diganti bahannya menjadi bahan karet yang memungkinkan dapat menampung darah haid, lalu terus mengalir melalui selang menuju ke kantong penampungan yang digunakan diluar badan. Namun, yang menggunakan menstrual cup hanya orang-orang tertentu saja. Orang miskin masih menggunakan kain yang bisa dicuci sehingga bisa dipakai berulang kali, karena mereka tidak sanggup membeli menstrual cup. Barulah pada perang dunia pertama, cikal bakal disposable pads (pembalut sekarang ini) ditemukan. Seorang perawat Perang Dunia pertama, ketika itu menyadari bahwa pembalut yang mereka gunakan untuk membalut luka tentara ternyata bisa digunakan ketika haid (Aditrock 2009).
Gambaran Umum Produk Pembalut yang beredar di Indonesia jumlahnya cukup banyak. Seperti yang kita ketahui, pembalut merupakan salah satu produk yang digunakan saat menstruasi yang menjadi suatu kebutuhan pokok untuk wanita. Pembalut yang beredar dan mendominasi pangsa pasar di Indonesia antara lain merek Charm, Laurier, dan Softex. Produsen pambalut di Indonesia antara lain PT. Uni Charm, PT Kao, dan PT. Softex Indonesia. Masing-masing produsen memiliki kekhususan merek produksi. PT. Uni Charm memproduksi Charm. PT Kao memproduksi Laurier. PT. Softex Indonesia memproduksi Softex. Laurier telah ada di Indonesia sejak tahun 1979. Produk ini merupakan pembalut wanita berkualitas tinggi dengan teknologi ‘quicklock’, menyerap dan mengunci cairan seketika. Produk ini terus dikembangkan selama bertahun-tahun. Jenis Laurier yang beredar di pasaran yakni: super slim guard night 30cm; super slim guard day 22,5cm; super guard x-tra 34cm; super guard fit 30cm; relax night 35cm; relax night 30cm; relax night 27cm; active day long protect 25cm; active day super regular wing; active day super regular; active day super maxi wing; dan active day super max (Anonim 2009c).
15
Pada tahun 1976, PT Softex Indonesia mengalihkan bisnisnya menjadi perusahaan Indonesia pertama yang memproduksi sanitary napkins atau pembalut. Pada dekade 80-an, merek Softex merajai pasar pembalut di Indonesia. Merek softex mempunyai beberapa jenis yaitu super deluxe light airy, super deluxe maxi wing, dan super deluxe maxi (Anonim 2009d).
16
KERANGKA PEMIKIRAN
Menstruasi merupakan keadaan yang dialami oleh seorang perempuan normal setiap bulan. Agar cairan menstruasi yang keluar dari dinding rahim tidak menodai pakaian yang dipakai maka perempuan menggunakan pembalut. Pembalut yang beredar dipasaran bermacam-macam merek dan teknologi yang digunakan. Pembalut dapat menyebabkan iritasi, dan keputihan sehingga perempuan sebagai konsumen harus memilih pembalut yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik mereka. Untuk mendapatkan pembalut yang sesuai dibutuhkan
pengetahuan
bagi
perempuan
sebagai
konsumen
pembalut.
Karakteristik contoh yang meliputi usia, uang saku per bulan, tingkat pendidikan, dan urutan diantara anak perempuan dalam keluarga akan mempengaruhi pengetahuan konsumen. Selain itu, akses informasi yang diperoleh konsumen tentang menstruasi, pembalut, dan merek pembalut terlibat dalam membentuk pengetahuan konsumen terhadap merek suatu pembalut yang akan digunakannya. Akses informasi yang digunakan antara lain jumlah sumber informasi yang diperoleh (baik dari media cetak, media elektronik maupun orang yang berada didekatnya). Pengetahuan konsumen yang diteliti adalah pengetahuan mengenai pembalut, menstruasi, dan merek pembalut. Pengetahuan terhadap merek pembalut dapat mempengaruhi brand awareness dan brand image (Ferrinadewi 2008). Hal ini dimulai dari calon konsumen mengetahui merek apa saja yang beredar dipasaran (brand knowledge). Kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengingat kembali merek yang merupakan bagian dari kategori suatu produk. Sementara itu, brand image ialah kesan konsumen terhadap merek, seperti tercermin dalam asosiasi dalam memori konsumen.
17
Karakteristik contoh: • Usia • Pendidikan • Uang saku atau pendapatan • Urutan di antara anak perempuan
Akses Informasi tentang menstruasi, pembalut, dan merek pembalut: Jumlah sumber (media elektronik, cetak, dll)
Kedekatan contoh dengan ibu
Brand Awareness: • Top of Mind • Brand Recall
Pengetahuan contoh: • Menstruasi • Pembalut
Perilaku penggunaan Pembalut
Brand Image
Keterangan: ------ : tidak diteliti : diteliti Gambar 2. Kerangka berpikir mengenai perilaku penggunaan pembalut pada mahasiswi
18
METODE PENELITIAN
Disain, Tempat, dan Waktu Disain penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study adalah data yang dikumpulkan pada saru waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh (Singarimbun & Efendi 1995). Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Kampus IPB Dramaga dan Gunung Gede Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan kemudahan dalam memperoleh contoh. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2009. Teknik Penentuan Contoh Populasi penelitian adalah mahasiswi IPB dengan contoh penelitian merupakan mahasiswi yang masih aktif baik yang menempuh program diploma, sarjana, maupun pascasarjana. Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah non-probability sampling (penarikan sampel secara tak acak) dengan cara convenience sampling. Teknik ini merupakan prosedur sampling yang pada pengambilan sampel berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya (Suliyanto 2005). Untuk menentukan jumlah sampel yang diambil, digunakan rumus Slovin berikut (Umar 2003): n
=
N (1+Ne2)
=
11429 1 + 11429 (0.12)
=
99.13
Dimana: n = Jumlah contoh yang diambil N= Jumlah populasi e = error 0.1 Berdasarkan perhitungan jumlah minimal contoh untuk penelitian adalah 99 orang, maka contoh yang diambil sebanyak 110 contoh dengan pertimbangan 10 persen untuk menghindari drop out data. Jumlah sampel akhir yang digunakan adalah 100 contoh dikarenakan 10 contoh tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Banyaknya jumlah contoh yang diambil adalah proposional menurut program
19
pendidikan, yakni dengan menentukan jumlah contoh berdasarkan jumlah setiap program pendidikan dibagi dengan jumlah mahasiswi secara keseluruhan dikali dengan persentase (100%), kemudian contoh yang akan diambil setiap program pendidikan yaitu dengan cara nilai persen program pendidikan dikalikan dengan jumlah contoh yang akan diambil dengan jumlah minimal contoh. Proses pemilihannya secara convinience sampling yakni contoh dipilih berdasarkan kesediaannya untuk mengisi kuesioner dan wawancara langsung sesuai dengan jumlah per program pendidikan. Jumlah contoh dibagi menjadi 4 kelompok program pendidikan sesuai dengan jumlah contoh mahasiswi tiap program pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah contoh berdasarkan jenjang pendidikan Populasi mahasiswi Jenjang pendidikan Persen (%) (orang) S0 3107 27.2 S1 6840 59.8 S2 1117 9.8 S3 365 3.2 Jumlah 11429 100.0
Jumlah contoh (orang) 27 60 10 3 100
Keterangan: Sumber data dari Direktorat Administrasi Pendidikan IPB dan buku Pascasarjana dalam angka tahun 2006-2008
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data karakteristik individu, akses informasi mengenai yang berhubungan dengan pembalut, kedekatan contoh dengan ibu berkaitan dengan menstruasi dan masalah perempuan, pengetahuan pembalut, kesadaran merek pembalut, brand image, dan perilaku penggunaan pembalut. Data sekunder diperoleh dari Direktorat Administrasi Pendidikan IPB dan buku Pascasarjana dalam angka sebagai data jumlah populasi penelitian, internet, artikel mengenai pembalut dan menstruasi, buku-buku mengenai merek dan perilaku konsumen dan literatur-literatur yang dikeluarkan lembaga-lembaga terkait seperti data mengenai kanker serviks. Cara pengumpulan data adalah wawancara menggunakan kuesioner dan contoh mengisi langsung kuesioner. Daftar pertanyaan kuesioner dirancang dengan memberikan pertanyaan terbuka, tertutup, dan kombinasi keduanya.
20
Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpul dari kuesioner diolah melalui proses editing, coding, scoring, entri data ke komputer, cleaning data, dan analisis data. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 13 for Windows. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas, analisis deskriptif, uji Cochran, korelasi Spearman, chi-square, dan regresi logistik. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur kuesioner agar alat ukur dapat dipercaya, sehingga memiliki realibilitas yang baik. Menurut Suliyanto (2005), uji reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, jika hasil pengukuran yang dilakukan berulang menghasilkan hasil yang relatif sama, pengukuran tersebut dianggap memiliki reliabilitas yang baik. Variabel yang diukur adalah tingkat kedekatan contoh dengan ibu, pengetahuan konsumen dan kesan terhadap merek yang dipakai (brand image). Alpha cronbach memiliki rentang antara 0-1, sehingga memiliki kategori yang dapat diinterpretasikan, sebagai berikut: 1) nilai koefisien alpha berkisar antara 0-0.20 berarti kurang realibel, 2) nilai koefisien alpha berkisar antara 0.21-0.40 berarti agak realibel, 3) nilai koefisien alpha berkisar antara 0.41-0.60 berarti cukup realibel, 4) nilai koefisien alpha berkisar antara 0.61-0.80 berarti realibel, 5) nilai koefisien alpha berkisar antara 0.81-1.00 berarti sangat realibel. Kedekatan contoh dengan ibu berkaitan dengan pembalut dan brand image mempunyai koefisien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0.886 dan 0.866 termasuk sangat realibel dan pengetahuan konsumen mempunyai koefisien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0.472 termasuk cukup realibel (Yulianti 2008). Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu data, seperti berapa rata-rata, standar deviasi, varians dan sebagainya (Santoso 2000). Dalam penelitian ini analisis deskriptif yang digunakan untuk mengidentifikasi jumlah sumber informasi mengenai yang berhubungan dengan pembalut yang digunakan oleh contoh, kedekatan contoh dengan ibu berkaitan dengan menstruasi dan masalah perempuan, tingkat pengetahuan pembalut, kesadaran merek pembalut, brand image dan perilaku penggunaan pembalut. Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum, dan frekuensi.
21
Pada penelitian ini alat ukur menggunakan berbagai jenis skala. Skala rasio digunakan pada variabel usia dan uang saku per bulan. Sedangkan yang menggunakan skala nominal hanya pada variabel kesesuaian merek (Tabel 2). Tabel 2 Variabel, Skala, dan Kategori Data Variabel Usia (Tahun)
Skala Rasio
Pendidikan
Ordinal
Uang saku per bulan (Rp)
Rasio
Urutan di antara anak perempuan
Ordinal
Jumlah sumber informasi mengenai menstruasi, pembalut, dan merek pembalut Kedekatan contoh dengan ibu
Ordinal
Tingkat pengetahuan
Ordinal
Brand Image
Ordinal
Kesesuaian merek
Nominal
Ordinal
Kategori 1. ≤20 thn 2. 21-30 thn 3. ≥ 31 thn 1. D3 2. S1 3. S2 4. S3 1. Rendah : ≤ Rp 600 000 2. Sedang : Rp 600 001 – Rp 1 300 000 3. Tinggi: ≥ Rp 1 300 001 1. 1 2. 2 3. 3-5 4. 6-7 1. ≤2 sumber 2. 3-5 sumber 3. ≥6 sumber Berdasarkan Khomsan (2002): 1. Tinggi (>80%) 2. Sedang (60-80%) 3. Rendah (<60%) Berdasarkan Khomsan (2002): 1. Tinggi (>80%) 2. Sedang (60-80%) 3. Rendah (<60%) 1. Tinggi (88,9-100,0%) 2. Sedang (77,8-88,9%) 3. Rendah (66,7-77,8%) 1. Sesuai 2. Tidak sesuai
Masing-masing variabel dan skala data mempunyai kategori yang berbeda. Terdapat dua cara pengkategorian dalam penelitian ini, yaitu menggunakan interval kelas dan berdasarkan hasil rujukan yang diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal. Variabel yang menggunakan rujukan adalah kedekatan contoh dengan ibu dan tingkat pengetahuan. Sedangkan yang menggunakan kelas interval
22
yaitu usia, uang saku, jumlah sumber informasi, dan brand image menggunakan interval kelas. Kelas interval yang digunakan menggunakan rumus: Interval Kelas: Nilai Maksimum-Nilai Minimum Jumlah Kategori Uji Cochran digunakan untuk menguji signifikansi hubungan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek. Asosiasi yang saling berhubungan akan membentuk brand image dari merek tersebut dengan membandingkan nilai Cochran dengan Chi Square Table. Uji Cochran digunakan pada variabel brand image untuk mengetahui signifikan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek dimulai dengan pengujian semua asosiasi (Rangkuti 2002). Brand image yang terbentuk adalah dengan ketentuan nilai Cochran kurang dari nilai Chi Square Table (Durianto et al. 2001). Langkah-langkah pada uji Cochran adalah: 1. Hitung nilai Q dengan rumus: Q = C(C-1)∑Cj2 – (C-1)N2 CN - ∑Ri2 Keterangan: C = banyaknya variabel (asosiasi) Ri = jumlah baris jawaban ”ya” Cj = jumlah kolom jawaban ”ya” N = total besar 2. Tolak H0 bila Q > χ2 Tabel (ά, v), V = C-1 Tahap pertama dalam uji Cochran adalah untuk mengetahui signifikansi setiap asosiasi yang terdapat dalam suatu merek dimulai dengan pengujian semua asosiasi. Atas dasar hasil analisis dilakukan perbandingan antara nilai Q dengan χ2 Tabel (ά, v). Jika diperoleh nilai Q < χ2 Tabel (ά, v), maka H0 diterima yang berarti semua asosiasi yang diuji saling berhubungan membentuk brand image dari suatu merek. Jika diperoleh nilai Q > χ2 Tabel (ά, v) maka dapat disimpulkan belum cukup bukti untuk menerima H0. Dengan demikian, tidak semua asosiasi adalah sama dan pengujian dilanjutkan ke tahap dua. Tahap kedua adalah mengetahui asosiasi-asosiasi mana yang tidak sama dan dapat dikeluarkan dari asosiasi-asosiasi pembentuk brand image
23
suatu merek. Dengan demikian nilai N sekarang akan berkurang sebesar nilai total kolom yang dikeluarkan. Nilai Q dihitung kembali dengan mempertimbangkan kondisi terbaru tersebut. Saat ini asosiasi yang diuji signifikansi hubungannya menjadi berkurang satu pula sehingga derajat bebas dari χ2 Tabel (ά, v) berkurang satu juga. Jika Q > χ2 Tabel (ά, v), tahap pengujian dilanjutkan ke tahap ketiga dengan teknik yang sama seperti sebelumnya. Apabila Q < χ2 Tabel (ά, v) maka pengujian dihentikan yang berarti brand image suatu merek terbentuk dari asosiasiasosiasi sisanya yang belum diuji dan asosiasi terakhir yang diuji. Untuk menganalisis hubungan karakteristik contoh dan kedekatan dengan ibu dengan tingkat pengetahuan pembalut digunakan analisis korelasi Spearman. Analisis korelasi Spearman adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linier antara satu variabel dengan variabel lain. Korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala ordinal. Korelasi dapat menghasilkan angka positif atau negatif (Suliyanto 2005). Uji chi-square adalah pengujian untuk mengetahui hubungan antara baris dan kolom, variabel data yang digunakan berskala nominal atau bisa ordinal tetapi tidak diukur tingkatannya (Priyanto 2008). Hubungan top of mind dengan perilaku merek yang digunakan contoh digunakan analisis chi-square. Uji regresi logistik digunakan untuk mencari persamaan regresi jika variabel dependennya merupakan variabel dependennya merupakan variabel yang berbentuk skala ordinal (Santosa dan Ashari 2005). Uji regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind yang terdiri dari dua kategori yaitu sesuai dan tidak sesuai.
24
Definisi Operasional Contoh: mahasiswi Institut Pertanian Bogor yang masih aktif dari proporsi diploma, sarjana, dan pascasarjana. Karakteristik contoh: ciri contoh yang meliputi lama usia, pendidikan, dan uang saku. Usia: ukuran waktu contoh selama hidup sampai sekarang. Pendidikan: tingkat pendidikan yang ditempuh contoh. Uang saku per bulan: jumlah nilai dalam rupiah yang diperoleh contoh yang bersumber dari orang tua, saudara, beasiswa dan bekerja dalam satu bulan yang digunakan selama kuliah. Urutan di antara anak perempuan: tingkatan anak perempuan dari anak perempuan dalam keluarga. Akses informasi terhadap menstruasi dan merek pembalut: suatu saluran infromasi mengenai menstruasi, pembalut dan merek pembalut yang diperoleh. Jumlah sumber informasi: banyak sumber informasi yang didapat contoh dari beberapa media informasi (televisi, radio, majalah, koran, internet, guru, teman, dan keluarga) Kedekatan ibu dengan contoh: hubungan tingkat dekat atau tidaknya contoh dengan ibu dalam mengkomunikasikan tentang menstruasi dan masalah perempuan. Pengetahuan pembalut: Tingkat sejauh mana konsumen mengetahui mengenai menstruasi, produk pembalut, dan merek. Brand awareness: Tingkat kesadaran konsumen akan keberadaan merek pembalut melalui top of mind dan brand recall. Brand Image: kesan konsumen yang timbul terhadap merek yang dipakainya. Perilaku penggunaan pembalut: kegiatan contoh dalam menghabiskan produk (seberapa banyak pembalut yang digunakan setiap satu siklus, merek yang digunakan setiap bulan, jenis pembalut yang digunakan) dan kesesuaian merek yang digunakan contoh dengan top of mind. Kesesuaian merek: merek pembalut yang digunakan contoh sesuai atau tidak dengan top of mind.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Usia. Tiga per lima (60%) dari 100 contoh berusia antara 21-30 tahun. Dua orang contoh berkategori usia lebih dari atau sama dengan 31 tahun (Tabel 3). Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2004). Usia maksimum contoh 48 tahun, saat menjelang menopause. Hal ini dikarenakan proporsi pengambilan contoh mahasiswi program S1 lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswi S0, S2, dan S3. Selain itu, karena banyak wanita di atas usia 25 tahun yang kembali ke kampus untuk melanjutkan pendidikannya (Engel et al. 1994). Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia (n=100) Usia (Tahun) ≤ 20 21-30 ≥ 31
Persentase (%)
Total
38,0 60,0 2,0 100,0
Rata-rata ± SD Kisaran (min-max)
21,5 ± 3,7 18 - 48
Pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Sebanyak 60 contoh sedang menjalani pendidikan program sarjana, sedangkan contoh yang menjalani program doktor hanya tiga orang (Tabel 4). Contoh penelitian diambil berdasarkan jumlah mahasiswi secara keseluruhan. Oleh karena itu, mahasiswi program sarjana paling banyak di antara programprogram pendidikan yang ada di Institut Pertanian Bogor. Tingkat pendidikan konsumen yang tinggi akan membawa dampak pada pengetahuan informasi produk yang semakin luas pula (Engel et al. 1995). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan (n=100) Tingkat pendidikan Persentase (%) S0 S1 S2 S3 Total
27,0 60,0 10,0 3,0 100,0
26
Uang Saku. Contoh mempunyai uang saku untuk keperluannya selama kuliah yang diperoleh dari kiriman orangtua, beasiswa, ataupun penghasilannya. Separuh (50%) contoh mempunyai uang saku sebulan kurang dari atau sama dengan Rp 600.000, dengan nilai terendah Rp 300.000. Hanya sebagian kecil lebih dari atau sama dengan Rp 1.300.001 yang berjumlah enam orang. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku perbulan (n=100) Uang saku
Persentase (%)
≤ Rp 600.000
50,0
Rp 600.001 - Rp 1.300.000
44,0
≥ Rp 1.300.001 Total Rata-rata ± SD Kisaran (min-max)
6,0 100,0 728.800 ± 321.619,3 300.000 - 2.000.000
Urutan di antara anak perempuan. Keluarga merupakan lingkungan mikro yang paling dekat dengan konsumen. Keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama (Engel et al. 1994). Sebanyak 65 persen contoh merupakan anak pertama di antara anak perempuan dalam keluarga (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan urutan di antara anak perempuan (n=100) Urutan anak
Persentase (%) 65,0 24,0 10,0 1,0 100,0 1,6 ± 0,9 1-7
1 2 3-5 6-7 Total Rata-rata ± SD Kisaran (min-max) Sumber Informasi
Sumber informasi diperoleh melalui media televisi, radio, internet, leaflet, salesman, label kemasan, teman atau keluarga, kelompok acuan, maupun toko. Menurut Kotler (2000), sumber informasi konsumen di antaranya adalah sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, dan kenalan), sumber komersil (iklan, tenaga penjual, pedagang, kemasan, dan pedagang di toko), sumber publik (media massa
27
dan organisasi penilaian konsumen), dan sumber percobaan (penanganan, pengujian, dan penggunaan produk). Media elektronik dan media cetak paling banyak memberikan contoh dalam memperoleh informasi mengenai pembalut. Sebanyak 23,6 persen contoh menggunakan media elektronik seperti televisi dan radio. Sedangkan contoh yang mengakses informasi melalui internet sangat sedikit hanya 3,4 persen. Hal ini dikarenakan separuh contoh memiliki uang saku rendah (Tabel 7). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi (n=100) Sumber informasi
Persentase (%)
Sumber komersil Media elektronik Media cetak Internet Sumber pribadi Keluarga Peer Group (Teman) Kelompok acuan (Guru dan dokter) Lainnya (seminar,brosur) Total
23,6 22,5 3,4 19,8 13,8 9,9 7,1 100,0
Sebanyak 67 persen contoh memperoleh informasi antara tiga sampai lima sumber. Jumlah sumber informasi yang berkisar enam sampai dengan tujuh sebanyak 21 orang (Tabel 8). Konsumen yang kurang mempunyai informasi akan lebih mudah terbujuk oleh informasi yang kurang relevan (Engel et al. 1995). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber informasi (n=100) Jumlah sumber informasi 1-2 3-5 6-7 Total Rata-rata ± SD Kisaran (min-max)
Persentase (%) 12,0 67,0 21,0 100,0 4,4 ± 1,4 1-7
Kedekatan dengan Ibu Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) selama ini hanya tokoh ibu yang dianggap dapat memberikan perhatian terhadap anak, sementara ayah hanya dianggap sebagai tokoh yang patut ditakuti, sering keluar rumah, dan tidak dekat
28
dengan anak. Sebanyak 38 persen contoh mempunyai tingkat kedekatan yang sedang dengan ibu dalam mencurahkan hati, berdiskusi mengenai pembalut dan menstruasi. Contoh yang mempunyai kedekatan yang tinggi dengan ibu sebanyak 33 persen (Gambar 3). 38
40 35 Persentase
30
33 29
25 20 15 10 5 0 Rendah (<60%)
Sedang (60%-80%)
Tinggi (>80%)
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan kedekatan dengan ibu Kedekatan contoh dengan ibu mempunyai kategori tidak pernah yang mempunyai nilai satu, jarang yang bernilai dua, dan sering bernilai tiga. Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai rataan skor dari keseluruhan pernyataan sebesar 2,1. Nilai tersebut merupakan nilai yang lebih mendekati katagori jarang, sehingga berarti kedekatan keseluruhan contoh dengan ibu termasuk katagori jarang. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan intensitas sering dalam kedekatan dengan ibu (n=100) No
Pernyataan
1
Memberitahukan kepada ibu saat anda mendapatkan menstruasi Bercerita kepada ibu jika mengalami sakit nyeri pada saat menstruasi/PMS Membicarakan tentang menstruasi kepada ibu Berdiskusi mengenai pembalut yang baik dengan ibu Mencurahkan hati kepada ibu
2 3 4 5
Tidak pernah
Jarang
Sering
Skor
10,0
42,0
48,0
23,8
20,0
30,0
50,0
23,0
14,0
52,0
34,0
22,0
41,0
44,0
15,0
17,4
8,0
28,0
64,0
25,6
29
Tabel 9 Lanjutan No 6 7 8
Pernyataan Berdiskusi dengan ibu tentang merek-merek pembalut Berdikusi mengenai kesehatan organ intim perempuan dengan ibu Berdiskusi tentang masalahmasalah kewanitaan dengan ibu Rataan Skor
Tidak pernah
Jarang
Sering
Skor
38,0
48,0
14,0
17,6
31,0
48,0
21,0
19,0
18,0
50,0
32,0
21,4 2,1
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 21 persen sering berdiskusi mengenai kesehatan organ intim perempuan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari menunjukkan 18 persen remaja putri menyatakan sering berdiskusi dengan ibu mengenai kesehatan reproduksi. Jadi, dapat disimpulkan hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Wulandari (2007). Secara keseluruhan dapat Pengetahuan Pembalut Berdasarkan Gambar 4, separuh (50%) contoh dapat menjawab pertanyaan dengan kategori sedang, yaitu 60 sampai 80 persen dari total pertanyaan. Contoh yang memiliki pengetahuan yang tinggi sebanyak 27 persen lebih banyak dibandingkan dengan kategori pengetahuan rendah. Hal ini disebabkan oleh pengalaman yang berbeda sehingga dapat menciptakan pengetahuan yang berbeda (Engel et al. 1994). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen (Sumarwan 2004). 60
50
Persentase
50 40 30
27
23
20 10 0 Re ndah (<60%)
Se dang (60-80%)
Tinggi(>80%)
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan pembalut
30
Berdasarkan dari Tabel 10, pengetahuan mengenai merek yang beredar di Indonesia, hampir seluruh (96%) contoh memiliki pengetahuan macam-macam merek. Untuk pengetahuan mengenai pengertian menstruasi, hampir seluruh (90%) contoh mengetahui pengertian menstruasi. Tabel 10 Persentase berdasarkan jawaban pengetahuan pembalut yang benar (n=100) Pernyataan Merek Menstruasi Pengertian menstruasi Informasi periode menstruasi Pembalut Fungsi pembalut Cara menggunakan pembalut Arah penyerapan cairan Ciri-ciri pembalut yang aman Informasi lama memakai pembalut Bahan dasar pembalut Cara pengecekan pembalut yang berkualitas Warna air jika pembalut dilarutkan dalam air Yang akan terjadi jika pembalut dilarutkan dalam air Ukuran pembalut
Persentase (%) yang mengetahui 96,0 90,0 70,0 76,0 71,0 76,0 44,0 78,0 71,0 43,0 76,0 50,0 54,0
Konsumen memutuskan untuk mengkonsumsi atau membeli suatu produk didasarkan pada pengetahuannya mengenai produk yang akan dibelinya. Pengetahuan contoh mengenai suatu produk akan memberikan manfaat kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut dengan benar. Sebanyak 71 persen contoh mengetahui cara menggunakan pembalut. Sebaliknya, pengetahuan mengenai cara pengecekan pembalut yang berkualitas, kurang dari separuh (43%) contoh tidak mengetahuinya (Tabel 10). Hal ini dikarenakan kurangnya publikasi mengenai ciri-ciri pembalut yang berkualitas dan aman.
31
Perilaku Penggunaan Pembalut dan Merek Menstruasi merupakan periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan). Sebanyak 70 persen contoh mengalami menstruasi selama enam sampai tujuh hari per periode (Tabel 11). Kisaran lama satu siklus menstruasi contoh adalah empat sampai sembilan hari. Menurut William (2001), biasanya lama menstruasi adalah antara tiga sampai lima hari. Hasil penelitian ini yang termasuk dalam kategori tersebut sebanyak 14 orang. Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari (Hurlock 1980). Perbedaan lamanya menstruasi ini dapat disebabkan berbagai faktor, termasuk ketebalan endometrium, pengobatan, dan penyakit yang mempengaruhi mekanisme pembekuan (William 2001). Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lamanya mendapatkan menstruasi (n=100) Lama menstruasi (Hari) 4-5 6-7 8–9 Total Rata-rata ± SD Kisaran (min-max)
Persentase (%) 14,0 70,0 16,0 100,0 6,7 ± 1,1 4-9
Pembalut merupakan produk sekali pakai. Selama satu siklus haid, separuh (50%) contoh mengganti pembalut setiap harinya sebanyak dua kali (Tabel 12). Pembalut harus diganti minimal dua kali sehari untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi pada vagina. Menurut Cyssco (2009) sebaiknya pembalut diganti empat sampai enam jam sekali sehari. Hanya 11 persen yang sesuai dengan pernyataan tersebut. Oleh karena itu, kebutuhan akan pembalut untuk setiap harinya adalah empat sampai enam pembalut. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut dalam sehari (n=100) Banyaknya jumlah pembalut sehari 2 buah 3 buah 4 buah Total Rata-rata ± SD Kisaran (min-max)
Persentase (%) 50,0 39,0 11,0 100,0 2,6 ± 0,7 2-4
32
Saat
mendapatkan
menstruasi,
seorang
perempuan
membutuhkan
pembalut agar tidak menodai pakaian yang dikenakannya. Jumlah pembalut dalam satu siklus, merek yang digunakannya, dan jenis pembalut yang dipakainya merupakan perilaku konsumen dalam penggunaan pembalut. Perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut (Engel et al. 1994). Pembalut merupakan produk sekali pakai. Sebanyak 3 persen contoh menggunakan pembalut kurang dari 10 buah selama satu siklus haid (Tabel 13). Jumlah pembalut yang dipakai seseorang berbeda-beda sesuai dengan lamanya menstruasi dan banyaknya darah yang keluar. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut yang dipakai dalam satu siklus menstruasi (n=100) Jumlah pembalut <10 buah 10 - 15 buah 16 - 20 buah >20 buah Total Rata-rata ± SD Kisaran (min-max)
Persentase (%) 3,0 42,0 31,0 24,0 100,0 16,6 ± 4,4 7 - 28
Kebutuhan yang dirasakan konsumen bisa dimunculkan oleh diri konsumen sendiri seperti rasa lapar dan haus, kebutuhan akan makanan, air, udara, rumah, pakaian, atau seks. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan fisiologis atau biologis (innate needs) dan sering juga disebut sebagai kebutuhan primer (Sumarwan 2004). Pembalut merupakan salah satu produk tersebut yang dibutuhkan konsumen untuk mempertahankan hidupnya. Setiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda termasuk dalam kebutuhan menggunakan pembalut. Pada usia lebih dari atau sama dengan 31 tahun, contoh menghabiskan pembalut lebih dari 20 buah pembalut setiap siklusnya (Tabel 14). Hal ini diduga karena pada usia lebih dari 40 tahun telah mengalami tanda-tanda menopause, sehingga membutuhkan pembalut yang lebih banyak dari pada wanita usia produktif.
33
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut dan usia (n=100) Jumlah pembalut ≤ 20 tahun 0,0 21,0 9,0 8,0 38,0
<10 buah 10 - 15 buah 16 - 20 buah >20 buah Total Selain
jumlah
pembalut
Usia 21-30 tahun 3,0 21,0 22,0 14,0 60,0 yang
Total ≥ 31 tahun 0,0 0,0 0,0 2,0 2,0
dikemukakan
3,0 42,0 31,0 24,0 100,0
sebelumnya,
dalam
penggunaan merek dan jenis pembalut konsumen pun berbeda-beda. Jenis-jenis pembalut yang biasa digunakan dalam produk pembalut antara lain maxi, regular, slim, ultra slim dan night. Karena setiap bulannya berbeda-beda maka dilihat dari penggunaan jenis pembalut contoh pada satu bulan terakhir. Pada satu bulan terakhir pemakaian, jenis pembalut contoh ada yang memakai dengan satu sampai tiga jenis pembalut. Sebanyak 61 persen contoh menggunakan satu jenis pembalut setiap bulannya. Hanya lima persen dari contoh yang menggunakan tiga jenis pembalut setiap bulannya (Tabel 15). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi jenis pembalut (n=100) Kombinasi jenis pembalut Satu jenis Dua jenis Tiga Jenis Total
Persentase (%) 61,0 34,0 5,0 100,0
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat selama tiga bulan terakhir, contoh yang menggunakan ketebalan pembalut beranekaragam. Selama tiga bulan terakhir ada 15 kombinasi jenis pembalut. Setengah dari kombinasi penggunaan jenis pembalut menggunakan night dan sepertiga kombinasi menggunakan regular. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pemakaian jenis pembalut selama tiga bulan terakhir (n=100) Jenis pembalut Maxi Maxi, night Regular Slim Night Reguler, night Slim, maxi, night
1 Bulan terakhir 28,0 18,0 13,0 12,0 6,0 5,0 3,0
Persentase (%) 2 Bulan terakhir 33,0 17,0 14,0 9,0 5,0 5,0 1,0
3 Bulan terakhir 32,0 18,0 14,0 9,0 6,0 5,0 1,0
34
Tabel 16 Lanjutan Jenis pembalut Slim, night Reguler, maxi Ultra slim Slim, maxi Slim, regular Slim, reguler, night Reguler, maxi, night Ultra slim, night
1 Bulan terakhir 3,0 3,0 2,0 2,0 2,0 1,0 1,0 1,0
Persentase (%) 2 Bulan terakhir 3,0 4,0 2,0 3,0 1,0 1,0 1,0 1,0
3 Bulan terakhir 3,0 3,0 2,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Urutan kombinasi jenis pembalut kedua yang terbanyak adalah contoh menggunakan kombinasi maxi dan night. Penggunaan pembalut menurut ketebalan dan ukuran selama tiga bulan terakhir, contoh ada yang konsisten dan ada yang tidak sehingga jumlah tiap bulannya tidak sama. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Kristen Petra, bahwa kontribusi penjualan pembalut di Indonesia masih didominasi oleh jenis maxi (Sari 2003). Konsumsi produk pembalut berbeda-beda setiap individu karena dalam proses keputusan penggunaan jenis pembalut salah satunya dipengaruhi oleh faktor perbedaan individu. Menurut Sumarwan (2004) faktor perbedaan individu terdiri dari kebutuhan dan motivasi, kepribadian, pengolahan informasi dan persepsi, proses belajar, pengetahuan dan sikap konsumen. Merek-merek pembalut yang beredar dipasaran semakin beragam dan menawarkan berbagai kelebihan. Merek sangat penting bagi konsumen karena memudahkan dalam menentukan pilihan, memberikan jaminan kualitas, mencegah risiko, serta menjadi pernyataan diri dan pengerek gengsi. Pemasar sangat tertarik pada pengetahuan konsumen terhadap merek. Menurut hasil penelitian ini dengan populasinya yang merupakan mahasiswa dari jenjang diploma, sarjana, dan pascasarjana, sebanyak 67 persen contoh menggunakan pembalut dengan merek Charm (Gambar 5). Selain itu, merek yang digunakan contoh adalah Laurier, Kotex, Softex, Whisper, dan lain-lain. Merek Softex, Whisper, dan lain-lain mempunyai persentase yang sama yaitu dua persen. Merek lain-lain adalah merek Hers Protex dan Avail atau merek MLM. Hal ini sejalan
35
dengan penelitian mahasiswa universitas Kristen Petra, merek yang paling sering digunakan adalah Charm (Sari 2003). 80 70
67
Persentase
60 50 40 30 16
20
11
10
2
1
2
Softex
Whisper
Lain-lain
0 Charm
Laurier
Kotex Merek
Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan merek contoh Merek yang digunakan oleh contoh juga bervariasi dengan 12 kombinasi. Selama tiga bulan terakhir secara konsisten, lebih dari tiga per lima (61%) contoh menggunakan merek Charm. Setelah merek Charm, merek kedua yang dipakai oleh contoh adalah merek Laurier terbanyak 18 persen dan untuk dua bulan terakhir sebesar 16 persen. Kemudian merek ketiga adalah Kotex dengan persentase 10 persen dan dua bulan terakhir sebesar sembilan persen (Tabel 17). Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan merek selama 3 bulan terakhir (n=100) Merek yang digunakan Charm Laurier Kotex Hers Protex Laurier, Charm Avail Charm, Kotex Hers Protex, Charm Laurier, Whisper Protex Softex Whisper Total
1 Bulan terakhir 61,0 18,0 10,0 2,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 100,0
Persentase (%) 2 Bulan terakhir 3 Bulan terakhir 61,0 61,0 16,0 18,0 9,0 10,0 1,0 0,0 3,0 3,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 0,0 0,0 5,0 3,0 1,0 1,0 100,0 100,0
36
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh (95%) contoh menggunakan merek tunggal. Sedangkan yang menggunakan merek lebih dari satu hanya lima persen di lihat pada penggunaan merek satu bulan terakhir. Brand Awareness Top of Mind Kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori suatu produk (Aaker 1991). Tingkat kesadaran merek yang mencakup puncak pikiran disebut dengan Top of Mind. Top of Mind memiliki citra merek atau asosiasi merek yang lebih kuat. Merek-merek yang disebutkan oleh contoh yang merupakan Top of Mind contoh adalah Charm, Laurier, Kotex, Softex, Whisper, dan lain-lain. Lain-lain dalam hal ini adalah merek Hers Protex dan Avail. Dari tujuh merek yang disebutkan tersebut, lebih dari tiga per lima (63%) contoh menyebutkan merek Charm yang berada dalam puncak pikiran dan menempati urutan pertama (Gambar 6). 70
63
Persentase
60 50 40 30
19
20
11
10
3
1
2
Softex
Whisper
Lain-lain
0 Charm
Laurier
Kotex Merek
Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan Top of Mind Menurut riset yang dilakukan oleh majalah SWA, merek pembalut yang menempati peringkat pertama adalah merek Laurier, sedangkan pada penelitian ini merek Laurier berada pada urutan kedua. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian ini, dikarenakan contoh yang digunakan berbeda. Merek avail adalah merek yang dipasarkan dengan cara Multi Level Marketing (MLM), produk pembalut yang tidak beredar di supermarket atau sejenisnya tetapi di tempat-
37
tempat yang menjadi anggota distributornya sehingga konsumen yang mengetahui merek tersebut jarang. Brand Recall Brand awareness juga dapat diartikan sebagai kekuatan sebuah merek untuk dapat diingat kembali oleh konsumen dan dapat dilihat dari kemampuan konsumen itu sendiri untuk mengidentifikasi merek dalam berbagai kondisi. Brand recall mencerminkan merek-merek apa yang diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Pada tingkatan ini disebut juga dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall) (Aaker 1991). Merek-merek yang disebutkan contoh setelah Top of Mind adalah Charm, Laurier, Kotex, Softex, dan lain-lain (Hers Protex dan Avail). Merek Top of Mind yang tidak ada pada brand recall adalah Whisper. Pengetahuan merek pembalut yang disebutkan secara spontan tanpa dibantu (brand recall) pada urutan pertama ditempati oleh Laurier (47%), kedua Charm (24%), ketiga Kotex (18%), keempat Softex (7%) dan terakhir lain-lain sebesar empat persen. Merek lain-lain adalah Hers Protex dan Avail dengan masing-masing tiga persen dan satu persen (Tabel 18). Pada Brand Recall merek Laurier lebih unggul dibanding dengan merek yang lain. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan brand recall setelah top of mind (n=100) Merek Laurier Charm Kotex Softex Lain-lain Total
Persentase (%) 47,0 24,0 18,0 7,0 4,0 100,0
Brand Image Brand image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut. Berdasarkan Gambar 7, seperempat (25%) contoh memberikan kesan dari merek pembalut yang digunakan termasuk pada kategori sedang atau tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Terdapat 46 orang contoh yang mempersepsikan merek yang dipakainya berkategori rendah. Pengalaman dengan merek akan menjadi sumber bagi
38
konsumen dalam terciptanya rasa percaya pada merek dan pengalaman akan mempengaruhi evaluasi konsumen dalam konsumsi, penggunaan atau kepuasan secara langsung dan tidak langsung dengan merek (Coastabile 2002 dalam Ferrinadewi 2008). 50
46
45 40 35
29
30
25
25 20 15 10 5 0 Rendah (66,7-77,8% )
Sedang (77,8-88,9% )
Tinggi (88,9-100,0%
Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori score brand image terhadap merek yang digunakan Berdasarkan penggunaan merek pembalut, maka diambil tiga peringkat pertama yang tertinggi yaitu merek Charm. Laurier, dan Kotex. Hasil pengukuran asosiasi merek dengan menggunakan uji Cochran menunjukkan bahwa semua asosiasi yang berjumlah 12 butir melekat pada merek Charm, Laurier, dan Kotex. Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image- nya) menjadi pijakan konsumen dalam proses keputusan pembelian dan loyalitas pada merek tersebut (Durianto et al. 2001). Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat di rangkai sehingga membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen. Kesan yang kuat untuk contoh yang menggunakan merek Charm adalah kelembutan bahan, daya serap yang tinggi, nyaman, dan higienis. Merek Laurier mempunyai kesan yang kuat dengan atribut kemudahan memperolehnya, tidak mudah bocor, ukuran yang sesuai, dan nyaman. Sedangkan merek Kotex adalah merek terkenal, kemasan yang menarik, kelembutan bahan, tidak mudah bocor, anti kerut, ukuran yang sesuai, tetap ada sirkulasi udara, nyaman, dan higienis (Tabel 19). Menurut hasil penelitian Susanti (2008) yang meneliti mengenai analisis asosiasi merek pada produk pembalut Charm adalah produknya efektif, aman digunakan, harganya terjangkau dan produknya mudah didapatkan. Konsumen yang menggunakan merek tertentu maka akan terhubung dengan merek tersebut.
39
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan asosiasi-asosiasi pembentuk brand image pembalut (n=100) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Atribut Nyaman Kelembutan bahan Higienis Tidak mudah bocor Ukuran yang sesuai Daya serap yang tinggi Kemudahan memperolehnya Merek terkenal Kemasan yang menarik Anti kerut Tetap ada sirkulasi udara
Charm √ √ √ -
Laurier √ √ √
Kotex √ √ √ √ √
√
-
-
-
√ -
√
-
-
√ √
-
-
√
Hubungan Karakteristik Contoh dengan Tingkat Pengetahuan Pembalut Hubungan usia dengan tingkat pengetahuan pembalut Usia merupakan karakteristik konsumen yang dapat mempengaruhi selera konsumen terhadap suatu produk atau jasa. Setengah dari contoh yang memiliki usia kurang dari atau sama dengan 20 tahun, memiliki tingkat pengetahuan pembalut dengan kategori sedang. Sebanyak delapan persen pada kategori usia 21 sampai 30 tahun, mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai pembalut. Tiga per empat contoh yang berada pada kategori usia lebih dari atau sama dengan 31 tahun mempunyai tingkat pengetahuan pembalut terkategori sedang (Tabel 20). Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan usia dan tingkat pengetahuan pembalut Usia (Tahun) ≤ 20 21-30 ≥ 31 Total
Tingkat pengetahuan pembalut(%)* Rendah Sedang Tinggi 15,0 19,0 4,0 8,0 28,0 22,0 0,0 3,0 1,0 23,0 50,0 27,0
Total(%) 38,0 58,0 4,0 100,0
Ket: * signifikan pada p<0,05
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan signifikan dan positif antara usia dengan tingkat pengetahuan pembalut (p=0,000; r= 0,342). Hal
40
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan pembalut maka semakin tua usia. Pengalaman yang lebih banyak terwujud dalam pengetahuan yang lebih luas (Engel et al. 1994). Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan pembalut Pengetahuan yang merupakan hasil belajar, dapat didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan (Engel et al. 1994). Dua perlima dari contoh mahasiswi S2 memiliki pengetahuan pembalut dengan kategori tinggi dan sedang. Seluruh contoh mahasiswi S3 memiliki pengetahuan terkategori sedang mengenai pembalut. Contoh mahasiswi S0 sebesar 14 persen dan S1 sebesar 29 persen memiliki pengetahuan pembalut dengan kategori sedang (Tabel 21). Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan pembalut Tingkat pendidikan S0 S1 S2 S3 Total
Tingkat pengetahuan pembalut (%)* Rendah Sedang Tinggi 11,0 14,0 2,0 10,0 29,0 21,0 2,0 4,0 4,0 0,0 3,0 0,0 23,0 50,0 27,0
Total (%) 27,0 60,0 10,0 3,0 100,0
Ket: * signifikan pada p<0,05
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan pembalut adalah berhubungan nyata dan signifikan (p=0,001; r=0,322). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi juga pengetahuan pembalut. Tingkat pendidikan konsumen yang tinggi akan membawa dampak pada pengetahuan informasi produk yang semakin luas pula (Engel et al. 1995). Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek (Sumarwan 2004). Hubungan uang saku dengan tingkat pengetahuan pembalut Uang saku merupakan sejumlah uang yang diperoleh dari orangtua, beasiswa, ataupun bekerja. Sebanyak 24 persen contoh yang memiliki uang saku kurang dari atau sama dengan Rp 600.000, memiliki tingkat pengetahuan
41
pembalut dengan kategori sedang. Contoh yang memiliki uang saku lebih dari atau sama dengan Rp 1.300.001, memiliki tingkat pengetahuan pembalut terkategori sedang dan tinggi dengan masing-masing tiga persen (Tabel 22). Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan tingkat pengetahuan pembalut Uang saku ≤ Rp 600.000 Rp 600.001- Rp 1.300.000 ≥Rp 1.300.001 Total tn
Tingkat pengetahuan pembalut (%)tn Rendah Sedang Tinggi 14,0 24,0 12,0 9,0 23,0 12,0 0,0 3,0 3,0 23,0 50,0 27,0
Total (%) 50,0 44,0 6,0 100,0
Ket : tidak signifikan pada p<0,05
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p=0,167; r=0,139) antara uang saku dengan tingkat pengetahuan pembalut. Hal ini diduga karena jumlah uang saku yang dimiliki oleh contoh tidak untuk mengakses informasi, sehingga pengetahuan yang diperoleh kurang. Hubungan urutan anak dengan tingkat pengetahuan pembalut Lebih dari satu perlima (21%) contoh yang memiliki urutan anak pertama di antara anak perempuan dalam keluarga mempunyai tingkat pengetahuan pembalut dengan kategori tinggi. Urutan anak perempuan antara enam dan tujuh memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori rendah meskipun hanya satu orang contoh (Tabel 23). Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dan tingkat pengetahuan pembalut Urutan anak 1 2 3-5 6-7 Total
Tingkat pengetahuan pembalut (%)* Rendah Sedang Tinggi 12,0 32,0 21,0 6,0 14,0 4,0 4,0 4,0 2,0 1,0 0,0 0,0 23,0 50,0 27,0
Total 65,0 24,0 10,0 1,0 100,0
Ket: ** signifikan pada p<0,05
Hasil analisis korelasi Spearman terdapat hubungan yang negatif dan signifikan (p=0,012; r=-0,251) antara urutan anak dan tingkat pengetahuan, sehingga semakin kecil urutan anak maka semakin besar tingkat pengetahuannya.
42
Hal ini diduga karena keluarga saat memiliki anak pertama merupakan pengalaman pertama bagi keluarga tersebut sehingga anak mendapatkan pengetahuan yang cukup dari keluarga. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) kedudukan anak pertama berarti pengalaman merawat anak, pengalaman mendidik anak belum dimiliki oleh kedua orangtuanya. Kekurangan pengetahuan dan pengalaman dari orangtua membawa akibat tersendiri dalam diri anaknya Selain itu, ada faktor-faktor lain seperti rasa ingin tahu anak yang tinggi sehingga menyebabkan
anak
mencari
tahu
informasi
sebanyak-banyaknya
untuk
meningkatkan pengetahuannya. Hubungan Kedekatan dengan Ibu dengan Tingkat Pengetahuan Pembalut Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) selama ini hanya tokoh ibu yang dianggap dapat memberikan perhatian terhadap anak. sementara ayah hanya dianggap sebagai tokoh yang patut ditakuti, sering keluar rumah, dan tidak dekat dengan anak. Contoh yang memiliki kedekatan yang tinggi dengan ibu sebanyak 17 persen mempunyai tingkat pengetahuan pembalut dengan kategori sedang, yaitu contoh dapat menjawab 60-80 persen dari total pertanyaan. Hanya tujuh persen contoh yang memiliki tingkat pengetahuan pembalut dengan kategori tinggi (Tabel 24). Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kedekatan dengan ibu dan tingkat pengetahuan pembalut Kategori Rendah Sedang Tinggi Total tn
Tingkat pengetahuan pembalut (%)tn Rendah Sedang Tinggi 4,0 15,0 10,0 10,0 18,0 10,0 9,0 17,0 7,0 23,0 50,0 27,0
Total (%) 29,0 38,0 33,0 100,0
Ket : tidak signifikan pada p<0,05
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (p=-0,047; r=0,640) antara kedekatan contoh dengan ibu dengan tingkat pengetahuan pembalut. Hal ini dikarenakan ibu tidak menjadi sumbet utama contoh dalam memperoleh informasi.
43
Hubungan Top of Mind Dengan Merek yang Digunakan Top of mind merupakan merek yang menggambarkan merek yang pertama kali diingat contoh atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori produk (Aaker 1991). Terdapat tujuh merek yang digunakan dan juga menjadi top of mind contoh. Dua merek yaitu Charm dan Laurier merupakan merek yang tidak sesuai antara merek yang menjadi top of mind dengan yang digunakannya, sedangkan lima merek lainnya sesuai. Merek pembalut yang diingat contoh Charm (top of mind), 62 persen contoh menggunakannya dan lima persen contoh menggunakan merek Laurier sehingga total 67 persen pada merek Charm (Tabel 25). Tujuh persen dari contoh yang tidak sesuai dengan merek yang digunakan dengan top of mind. Hasil analisis uji chi-square mempunyai p-value 0,000 sehingga berhubungan nyata dan signifikan antara top of mind dengan merek yang digunakan. Hal ini diduga karena merek yang menjadi puncak pikiran contoh merupakan merek yang dipakainya karena contoh sudah terbiasa dengan merek tersebut sehingga merek yang pertama kali diingat adalah merek yang digunakan. Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan top of mind dengan merek yang digunakan Merek yang digunakan Top of Mind Charm Laurier Kotex Softex Hersprotex Whisper Charm 62,0 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Laurier 5,0 14,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Kotex 0,0 0,0 11,0 0,0 0,0 0,0 Softex 0,0 1,0 0,0 2,0 0,0 0,0 Hersprotex 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 Whisper 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,0 Avail 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Total 67,0 16,0 11,0 2,0 1.0 2.0 P value 0,000
Avail 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,0
Total (%) 63,0 19,0 11,0 3,0 1,0 2,0 1,0 100,0
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesesuaian Merek Pembalut yang Digunakan dengan Top of Mind Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek pembalut yang digunakan dengan top of mind. Uji ini dipergunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independent terhadap variabel dependent. Variabel independent yang digunakan adalah
44
karakteristik contoh (usia, urutan anak, tingkat pendidikan, dan uang saku), jumlah sumber informasi, kedekatan ibu dengan contoh, dan tingkat pengetahuan. Berdasarkan hasil dari Tabel 26, R2 (0,298) dari regresi logistik sebesar 29.8 persen variabel yang diinput mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind. Sisanya dipengaruhi oleh variabel diluar penelitian sebesar 70,2 persen. Variabel yang berpengaruh signifikan adalah uang saku, semakin besar uang saku yang dimiliki maka akan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap meningkatnya peluang merek yang sesuai dengan top of mind sebesar satu kali dibandingkan uang saku yang rendah. Hal ini dikarenakan uang saku yang merupakan sumber daya yang dimiliki contoh dapat membeli merek yang menjadi top of mind sekalipun harga pembalut tersebut mahal. Tabel 26 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian merek pembalut yang digunakan dengan top of mind Variabel Uang saku Pengetahuan Usia Jumlah sumber informasi Kedekatan dengan ibu Tingkat pendidikan Urutan diantara anak perempuan Konstanta Nagelkerke R2
Indikator (0=tidak sesuai dengan top of mind, 1=sesuai dengan top of mind) Β Sig Exp (B) 0,000 0,041* 1,000 0,129 0,592 1,138 -2,134 0,231 0,118 -0,881
0,067
0,414
0,221
0,083
1,248
0,727
0,252
2,068
0,717
0,292
2,048
-3,697
0,616 0,298
0,025
Ket: signifikan p<0,05
Variabel pengetahuan, usia, jumlah sumber informasi, kedekatan dengan ibu, tingkat pendidikan, dan urutan anak tidak mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind. Pengetahuan merupakan informasi yang disimpan dalam ingatan. Tingkat pengetahuan tidak berpengaruh, hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan contoh yang terkategori baik kurang dari separuh. Usia contoh tidak mempengaruhi, dikarenakan penggunaan pembalut merupakan kebutuhan primer bagi wanita sehingga perbedaan tersebut tidak mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind.
45
Jumlah sumber informasi yang digunakan contoh tidak berpengaruh signifikan, diduga karena informasi yang dimilikinya tidak digunakan dalam memilih merek yang dipakai sesuai dengan top of mind. Kedekatan dengan ibu tidak
berpengaruh
disebabkan
oleh
pengalaman
yang
berbeda
dalam
menggunakan pembalut sehingga tidak sesuai dengan top of mind. Pengalaman yang lebih banyak terwujud dalam pengetahuan yang lebih luas (Engel et al. 1994). Urutan anak di antara anak perempuan dalam keluarga juga tidak berpengaruh, hal ini diduga karena kepribadian dan kebutuhan seseorang terhadap merek pembalut berbeda. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind, diduga karena keterlibatan contoh terhadap merek kurang.
46
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil yang diperoleh adalah lebih dari separuh contoh mendapatkan informasi terkait dengan pembalut dari tiga sampai lima sumber, kedekatan contoh dengan ibu dan tingkat pengetahuan contoh sedang, serta merek yang diingat contoh atau yang menjadi top of mind adalah Charm, sedangkan Laurier merupakan brand recall contoh setelah top of mind. Merek yang digunakan oleh lebih dari separuh contoh adalah Charm. Hasil pengukuran menggunakan uji Cochran terhadap kesan tiga merek tertinggi yang digunakan contoh semua atribut melekat di benak konsumen. Penggunaan pembalut setiap siklusnya hampir separuh contoh mempunyai lama menstruasi selama tujuh hari. Sebanyak 11 sampai 20 buah pembalut yang dihabiskan selama menstruasi dan mengganti pembalut rata-rata dua kali dalam sehari. Contoh menggunakan satu jenis pembalut dan satu merek pembalut setiap bulannya. Tingkat pengetahuan mengenai pembalut berhubungan signifikan dengan tingkat pendidikan, urutan anak, dan usia. Hubungan kedekatan contoh dengan ibu dan uang saku dengan tingkat pengetahuan tidak berhubungan signifikan. Sedangkan merek yang digunakan berhubungan signifikan dengan top of mind, hanya tujuh persen yang tidak sesuai antara merek yang digunakan dengan top of mind. Faktor yang secara nyata mempengaruhi kesesuaian merek yang digunakan dengan top of mind adalah uang saku. Saran Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah meneliti aspek lain seperti peer-group dikarenakan hubungan kedekatan dengan ibu tidak berpengaruh dan gaya hidup yang dapat mempengaruhi perilaku penggunaan pembalut. Selain itu, sebaiknya contoh dibedakan dari jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas agar data yang diperoleh heterogen. Hasil pengetahuan yang berkaitan dengan pembalut separuh contoh berkategori sedang, sehingga perlu adanya sosialisasi mengenai semua yang berkaitan dengan pembalut. Sebaiknya produsen lebih meningkatkan promosi dan
47
kualitas produk agar memiliki kesan yang kuat dan berbeda dengan merek yang lain serta produsen memberikan label pada kemasan mengenai lamnya pemakaian pembalut yang baik. Untuk konsumen, sebaiknya lebih cermat dan bijak dalam menggunakan pembalut.
48
DAFTAR PUSTAKA
Aaker D. 1991. Managing Brand Equity:capitalizing on the value of a brand n name. New York: Maxwell Communication Group of Companies. New York: The Free Press Adivision of Macmillan Aditrock. 2009. Sejarah Pembalut Wanita. Http://id.shvoong.com [11 Maret 2009] Anonim. 2005a. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, 2005. Http://www.datastatistikindonesia.com [3 Desember 2009] . 2009b. Tips Memilih Pembalut. Http://hanyawanita.com [19 April 2009] . 2009c. Produk Pembalut Laurier.http://www.kao.com [3 Desember 2009] . 2009 d. Produk Softex. http://www.softexmengerti.com [3 Desember 2009] Aziz F. M. 2005. Skrining dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Cyssco R.D. 2009. Pendidikan Seks Untuk Remaja. www.booksgoogle.com [20 Juli 2009] Durianto D, Sugiarto dan T. Sitinjak. 2001. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. . 1995. Perilaku Konsumen Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. Ferrinadewi E. 2008. Merek dan Psikologi Konsumen. Yogyakarta: Graha Ilmu Gunarsa S.D, Gunarsa. Y. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Hurlock E.B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga IPB. 2008. Panduan Program Sarjana Edisi 2008. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2002. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran edisi kesebelas jilid 2. Jakarta: PT. INDEKS Kelompok Gramedia Kotler P, Alan RA. 2000. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba. Emilia, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Majalah SWA No. 16//XXV/27 Juli-5 Agustus, 2009. Hal 42 Priyanto D. 2008 Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: MediaKom
49
Putra M.G. 2001. Perilau Memilih Produk Pembalut Wanita Antara Ibu dengan Remaja Putri Ditinjau Dari Status Pernikahan dan Tingkat Pendidikan. Journal. http://journal.unair.ac.id [11 September 2009] Rangkuti F. 2002. The Power of Brand: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Santoso S. 2000. Buku Latihan Spss Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Santosa PB, Ashari. 2005. Analisis Staistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta: ANDI. Sari R. Y. 2003. Preferensi Konsumen Terhadap Feminine Napkins. Journal. Http://diglib.petra.com [14 April 2009] Singarimbun M dan Sofian E. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta. Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia dengan MMA IPB. Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia Surjaatmadja S. 2008. Dasar-dasar Manajemen Merek. Malang: Bayumedia Publishing. Susanti Y. 2008. Analisis Asosiasi Merek pada Produk Pembalut Charm di Kota Yogyakarta [abstrak]. http:// digilib.petra.ac.id [9 September 2009] Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. William F.G, editor. 2001. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku kedokteran. Wulandari D.R. 2007. Kaitan Antara Emotional Bonding Remaja Putri-Ibu Dengan Pengetahuan Reproduksi Siswi Kelas XI SMA NEGERI 1 Bogor [skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yuliati L.N. 2008. Pengaruh Perilaku Pembelian dan Konsumsi Susu Serta Pengasuhan Terhadap Tumbuh Kembang Anak Usia 2-5 Tahun di Kota Bogor [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.