PERILAKU PACARAN PADA REMAJA BINAAN RUMAH SINGGAH DILTS FOUNDATION, JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 Meigasari, Soekidjo Notoatmodjo Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku,Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok Email :
[email protected]
ABSTRAK Salah satu bentuk perkembangan yang menonjol pada masa remaja yaitu terjadinya perubahan-perubahan fisik yang akan mempengaruhi pula perkembangan kehidupan seksualnya. Pada masa ini, remaja biasanya sudah mulai mengenal pacaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Desain penelitan ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Penelitian dilakukan pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation, orang tua binaan rumah singgah Dilts Foundation dan Managing Director rumah singgah Dilts Foundation. Hasil penelitiannya adalah sebagian besar perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah DF belum menjurus ke arah perilaku pacaran yang berisiko dan faktor lingkungan serta individu mempengaruhi mereka untuk melakukan pacaran. Kata kunci : perilaku pacaran, remaja binaan, rumah singgah Dilts Foundation
ABSTRACK One of the prominent development in adolescence is physicals changing which is also affect to their sexual development. In this period, adolescent usually knows dating behavior. The objectives of this research is to find out dating behavior in adolescent student of Dilts Foundation shelter and the factors affecting it. The research used the qualitative method and conducted by In Depth Interview and Focus Group Discussion (FGD). This research were applied to adolescent student, parent of students and Managing Director of Dilts Foundation shelter. The result shows that most of adolescent student of Dilts Foundation shelter dating behavior not lead yet to risky dating behavior. Environment and individual factors affect to their dating behavior. Key words : adolescent student; dating behavior; Dilts Foundation shelter
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Pendahuluan Latar Belakang
WHO mendefinisikan, masa remaja (adolescence) dimulai sejak usia 10 tahun sampai 19 tahun. Umur digunakan untuk membedakan remaja menurut perkembangan fisik mereka, seperti awal masa remaja (umur 10-14 tahun), masa remaja pertengahan (umur 15-19 tahun), dan dewasa muda (umur 20-24 tahun) (James-Trore, 2001). Kementrian Kesehatan mendefinisikan kelompok ini hanya meliputi penduduk berumur 10-19 tahun belum kawin (SKRRI 2007). Utomo (2003), mengungkapkan bahwa jumlah remaja di Indonesia pada tahun 2000 ialah sebesar 43,3 juta (sekitar 21 % dari total populasi), dan mereka berusia antara 15-24 tahun. Salah satu bentuk perkembangan yang menonjol pada masa remaja yaitu terjadinya perubahan-perubahan fisik yang akan mempengaruhi pula perkembangan kehidupan seksualnya. Pada masa ini, remaja biasanya sudah mulai mengenal pacaran. Menurut Paul dan White (1990) dalam Santrock, pacaran memiliki beberapa fungsi diantaranya pacaran merupakan sebuah bentuk rekreasi di mana remaja dapat menikmati kesenangan, pacaran dianggap sebagai sumber yang memberikan status dan prestasi dan menjadi konteks untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi seksual. Di dalam artikel Adolescent Romantic Relationships yang ditulis oleh Sarah Sorensen disebutkan bahwa para pemuda pemudi menghabiskan cukup banyak waktu untuk berpikir, membicarakan dan terlibat dalam hubungan romantis (pacaran) (Furman, 2002), sedangkan para dewasa seringkali menganggap pacaran pada remaja sebagai sesuatu yang masih dangkal atau superfisial. Para remaja tidak setuju : separuh dari para remaja dilaporkan sedang berpacaran dan hampir 1-3 dari para remaja mengatakan mereka memiliki hubungan pacaran yang serius (Teenage Research Unlimited, 2006). Meskipun kebanyakan pacaran para remaja hanya bertahan selama beberapa minggu atau beberapa bulan, hubungan yang singkat ini memainkan peran sangat penting dalam hidup dan penting untuk mengembangkan kapasitas mereka untuk jangka panjang, menjalankan hubungan pada saat masa dewasa. Dalam SKRRI 2007, responden ditanyakan apakah mereka sudah pernah mempunyai pacar, 28 % pria berkata bahwa mereka belum pernah mempunyai pacar dibandingkan dengan 23 % pada wanita. Untuk orang muda, pacaran yang pertama kali pada umumnya diingat sebagai suatu peristiwa penting di mana dia telah menarik perhatian lawan jenisnya. Umur pertama kali
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
pacaran, baik pada wanita maupun pria sebagian besar pada usia 15-17 tahun, proporsi wanita sedikit lebih tinggi dibandingkan pria, yakni 43 % berbanding 40 %. Wanita mulai pacaran pada umur yang lebih muda dibandingkan pria, 24 % wanita menyatakan bahwa mereka mulai pacaran sebelum mencapai umur 15 tahun, dibandingkan dengan 19 % pada pria. Wanita dan pria yang lebih tua, tinggal di daerah perkotaan dan berpendidikan lebih tinggi cenderung mengatakan bahwa mereka pernah pacaran. Dalam SKKRI 2007, kepada responden juga ditanyakan berbagai kegiatan yang dilakukan bila sedang pacaran, termasuk berpegangan tangan, berciuman dan petting (meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif). Perilaku yang lebih sering dilakukan remaja dalam berpacaran adalah berpegangan tangan (68 % pada wanita dan 69 % pada pria). Secara umum, remaja pria cenderung lebih banyak melaporkan perilaku berciuman bibir (41 % dibanding 27 % pada wanita). Demikian juga dengan perilaku meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif (27 % pria dibanding 9 % pada wanita). Secara umum responden umur 20-24 tahun, tinggal di perkotaan dan berpendidikan tinggi cenderung lebih banyak yang melakukan ciuman bibir dan meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif dalam berpacaran daripada responden yang lebih muda (berumur 15-19 tahun). Sementara itu, hasil penelitian di DKI Jaya dan DI Yogyakarta menunjukkan bahwa dari responden yang berjumlah 3967 orang, 62,7 % menyatakan pernah pacaran, usia mulai pacaran 15-19 tahun sebesar 78,4 %, pada umur 10-14 tahun sebesar 19,6 %. Adapun perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh remaja tersebut pada waktu pacaran yaitu sebanyak 41,4 % mengaku hanya berkunjung ke rumah dan bercanda; 37,4 % menyatakan cium pipi, cium bibir, dan yang menyatakan pernah senggama 4,1 %. Dari yang menyatakan pernah bersenggama dilakukan pertama kali pada usia 15-19 tahun menunjukkan 49,8 %. Pasangan yang mengaku melakukan dengan pacarnya
sebanyak 37,5; sedangkan dengan WTS
(pelacur) sebanyak 20,8 %. Tempat melakukan senggama responden menyatakan 31,1 % di hotel/motel dan di rumah sendiri atau pacar sebanayak 28,1 %. Sebagian besar dari mereka (80,5 %) mengetahui akibat buruk melakukan senggama, yaitu bisa menyebabkan kehamilan pada wanita yang melakukannya. Alasan mereka melakukan senggama, karena suka sama suka yaitu 75,8 % dan 6,1 % diantaranya menyatakan karena dibohongi (Bandi dkk, 1991).
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Dampak yang menonjol di kalangan remaja akibat gaya pacaran yang berisiko adalah masalah seksualitas (seks pra nikah, kehamilan tak diinginkan, dan aborsi), terinfeksi penyakit menular seksual (termasuk HIV/AIDS) dan penyalahgunaan NAPZA (Kemenkes, 2010). Muliyati (2012), mengungkapkan banyak faktor yang berhubungan dengan perilaku gaya pacaran pada remaja antara lain jenis kelamin, pengetahuan, sikap, jenis sekolah, keterpaparan media pornografi, kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi, pengaruh teman sebaya, peran guru dan peran orang tua. Sumber informasi seks terbanyak bagi remaja adalah kelompok sebaya, sebagian kecil akurat namun sebagian besar tidak akurat dan keliru, informasi teman sebaya cenderung memberi motivasi untuk melakukan kegiatan seks (Ajik, 1993). Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Handajani (2001), bahwa sumber informasi terbanyak mengenai seks adalah dari teman (77,5 %), kemudian dari media elektronik dan cetak (63,75 % dan 41,25 %) dan diantara responden yang mendapat informasi dari media elektronik, 6,25 % mendapat informasi tersebut dari blue film. Remaja yang hidup di jalanan, menjadi pengemis, pengamen, atau mereka yang lahir dari keluarga-keluarga yang terpinggirkan lazim disebut dengan kelompok marginal. Kelompok terpinggirkan mencakup orang yang mengalami satu atau lebih dimensi penyingkiran, diskriminasi atau eksploitasi di dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik kota (Hetifah Sjaifudian, Ph.D dalam Kelompok Marjinal di Perkotaan: Dinamika, Tuntunan dan Organisasi. Diunduh dari http//akatiga.org pada Sabtu, 4 Agustus 2012 pkl 12.36) Ada 22 penggolongan kelompok marginal yaitu : anak balita terlantar, anak terlantar, korban napza, anak nakal, anak jalanan, wanita rawan sosial ekonomi, korban tindak kekerasan, lanjut usia terlantar, penyandang cacat, tuna susila, pengemis, gelandangan, eks napi, keluarga fakir miskin, keluarga dengan tempat tinggal tidak layak huni, keluarga bermasalah sosial psikologis, komunitas adat terpencil, korban bencana alam, korban bencana sosial/pengungsi, pekerja migran terlantar, penyandang HIV/AIDS, dan keluarga rentan. (www.bappenas.go.id diunduh Sabtu, 4 Agustus 2012 pkl. 12.11) Dilts Foundation (DF) merupakan suatu yayasan sosial yang berdiri pada 1 Mei 2000 yang diprakarsai oleh DR.Russel Dilts selaku penasehat beserta istri Wahyu Setyowati. Namun, kegiatan pasangan Dilts sendiri telah dilakukan sejak 1996 karena kepeduliannya terhadap nasib anak-anak jalanan, anak terlantar, pemulung kecil, anak yatim/piatu dan anak-
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
anak dari kalangan keluarga prasejahtera. Dalam melaksanakan kegiatannya mereka dibantu oleh rekan-rekan sukarelawan baik secara material maupun immaterial. Selain peduli terhadap pendidikan dan kesehatan, DF juga ikut berperan dalam penyampaian informasi kepada masyarakat, pendistribusian bantuan-bantuan bagi korban bencana di berbagai daerah baik berupa bahan makanan, pakaian, obat-obatan maupun penyuluhan-penyuluhan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Salah satu fokus kegiatan DF adalah dalam bidang pendidikan. Untuk mendukungnya DF mendirikan sebuah tempat kegiatan belajar yang biasa disebut Rumah Singgah Dilts Foundation. Anak-anak marginal yang berada di bawah naungan DF disebut dengan anakanak binaan DF. Keberadaan mereka di rumah singgah DF atas sepengetahuan dan seijin penuh orang tuanya. Sehingga segala aktivitas mereka di rumah singgah DF juga mendapat dukungan dari orang tuanya. Di rumah singgah DF anak-anak binaan diajarkan pelajaranpelajaran seperti di sekolah, budi pekerti, dan keterampilan-keterampilan yang dapat menunjang kehidupannya di masyarakat. Dari Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat FKM UI yang berjudul “Promosi Kesehatan Pencegahan Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Binaan Rumah Singgah Dilts Foundation Tahun 2012” ditemukan adanya kasus yang terjadi pada tahun 2005 dimana terdapat 1 remaja putri binaan Dilts yang diketahui mengalami hamil di luar nikah. Selain itu, pada tahun 2011 terdapat 1 kasus sepasang remaja dinikahkan yang juga termasuk binaan Dilts. Dalam laporan tersebut juga dijelaskan bahwa lingkungan pergaulan remaja binaan yang bebas dan tidak aman, serta lebih mudah terpapar langsung dengan perilaku seks beresiko, tempat tinggal remaja binaan yang berada di dekat pusat keramaian, pasar dan terminal, dan kemudahan remaja dalam mengakses informasi media yang berbau pornografi dari internet, majalah, ataupun film (Caesar Ferrino, 2012). Berdasarkan uraian di atas dan mengingat besarnya dampak dari perilaku pacaran yang berisiko pada remaja, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation Jakarta Selatan tahun 2013. Perumusan Masalah Tingginya angka pacaran dan maraknya perilaku pacaran pada remaja yang sudah mulai menjurus ke arah perilaku pacaran yang berisiko perlu menjadi perhatian serius. Penelitian mengenai gaya pacaran pada remaja kebanyakan mengambil setting di sekolah
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
formal (SMP/SMU/SMK). Penelitian yang dilakukan juga lebih sering memakai desain penelitian kuantitatif. Belum diketahuinya bagaimana gambaran perilaku pacaran pada remaja binaan di rumah singgah, membuat peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti ingin mengetahui mengenai gambaran perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation (batasan, motivasi, dan harapan dari melakukan pacaran, kemungkinan menjurus perilaku pacaran yang berisiko, akibat serta dampak dari perilaku pacaran yang berisiko), faktor individu (umur, pendidikan, pekerjaan/aktivitas sampingan, pengetahuan, sikap, agama, dan suku bangsa) remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation terkait perilaku pacaran dan faktor lingkungan (informasi yang terkait dengan seks, seperti : media elektronik, media cetak, internet, dll, teman sebaya, keluarga, rumah singgah Dilts Foundaton) terhadap perilaku pacaran remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini merupakan studi kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan Khusus Mengkaji gambaran perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation (batasan, motivasi, dan harapan dari melakukan pacaran, kemungkinan menjurus perilaku pacaran yang berisiko, akibat serta dampak dari perilaku pacaran yang berisiko) Mengkaji
faktor
individu
(umur,
pendidikan,
pekerjaan/aktivitas
sampingan,
pengetahuan, sikap, agama, suku bangsa) remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation terkait perilaku pacaran Mengkaji faktor lingkungan (informasi yang terkait dengan seks, seperti : media elektronik, media cetak, internet,
dll, teman sebaya, keluarga, rumah singgah Dilts
Foundaton) terhadap perilaku pacaran remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Tinjauan Teoritis Remaja Pengertian Remaja Remaja, seperti yang diungkapkan oleh Piaget (121) yang dikutip oleh Hurlock (2003) : “Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak-anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak … integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif. Kurang lebih berhubungan dengan masa puber … termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok … Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan ini”. Dikutip dari Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Munawar Sholeh dalam buku Psikologi Perkembangan, masa remaja terbagi menjadi dua yakni : § Masa pra pubertas (pueral) = 12 – 14;0 tahun § Masa pubertas
= 14 – 18;0 tahun
1) Masa pra pubertas (pueral) Masa ini adalah masa peralihan dari masa sekolah menuju masa pubertas, di mana seorang anak yang telah besar, (puer = anak besar) ini sudah ingin berlaku seperti orang dewasa tetapi dirinya belum siap, termasuk kelompok orang dewasa Pra pubertas adalah saat-saat terjadinya kematangan seksual yang sesungguhnya, bersamaan dengan terjadinya perkembangan fisiologis yang berhubungan dengan kematangan kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin adalah kelenjar yang bermuara langsung di dalam saluran darah. Dengan melalui pertukaran zat yang ada di antara jaringan-jaringan kelenjar dengan pembuluh rambut di dalam kelenjar tadi. Zat-zat yang dikeluarkan itu disebut hormon, selanjutnya hormon-hormon tadi memberikan stimulasi pada tubuh anak, sedemikian rupa. Sehingga anak merasakan adanya rangsangan-rangsangan tertentu. Suatu rangsangan hormonal ini menyebabkan rasa tidak tenang pada diri anak, suatu rasa yang belum pernah dialami sebelumnya pada akhir dunia anak-anaknya yang cukup menggembirakan. 2) Masa pubertas (usia 14;0 -18;0 tahun) Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga anak mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan dirinya (akunya), serta mencari pedoman hdup, untuk bekal kehidupannya mendatang.
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Tentang tanda-tanda masa pubertas ini E. Spranger, menyebutkannya ada tiga aktivitas yakni : a.
Penemuan aku
b.
Pertumbuhan pedoman kehidupan
c.
Memasukkan diri pada kegiatan kemasyarakatan
3) Masa adolesen (usia 18;0 -21;0 tahun) Pada masa ini seseorang sudah dapat mengetahui kondisi dirinya. Ia sudah mulai membuat rencana kehidupan serta sudah mulai memilih dan menentukan jalan hidup (way of life) yang hendak ditemuinya. Pacaran Pengertian Pacaran Dalam Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2007 (SKRRI), pacaran didefinisikan sebagai hubungan romantis antara dua orang dan dipertimbangkan sebagai suatu langkah untuk menemukan seseorang yang khusus untuk persahabatan serta berbagi pengalaman Perilaku Gaya Pacaran Akibat perkembangan kelenjar kelamin remaja, maka mulai timbul perhatian pada remaja terhadap lawan jenisnya, bahkan hal ini merupakan tanda yang khas bahwa masa remaja sudah dimulai. Dikutip oleh Muliyati (2012) proses percintaan remaja dimulai dari : § Crush Adanya perasaan saling membenci antara anak laki-laki dan perempuan. Penyaluran cinta pada saat ini adalah memuja orang yang lebih tua dan sejenis § Hero-worshiping Mempunyai persamaan dengan crush, yaitu pemujaan terhadap yang lebh tua tetapi yang berlawanan § Boy crasy dan girl crasy Kasih sayang remaja mulai ditujukan kepada teman-teman sebaya, antara anak laki-laki dengan anak perempuan § Puppy Love (cinta monyet) Cinta remaja sudah mulai tertuju pada satu orang, tetapi sifatnnya belum stabil sehingga kadang-kadang masih ganti-ganti pasangan § Romantic love Percintaan remaja sudah stabil dan tidak jarang berakhir dengan perkawinan
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Menurut Kinsey 1965 yang dikutip oleh Fitriyana (2008), perilaku seksual melalui empat tahap dimana tahap yang lebih tinggi biasanya didahului tahap sebelumnya. Tahap ini adalah sebagai berikut: § Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan § Berciuman (kissing), mulai dari ciuman singkat hinga berciuman dengan mempermainkan lidah (deep kissing) § Bercumbuan (petting), menyentuh bagan yang sensitive dari tubuh pasangan dan mengarah pada pembangkitan gairah seksual § Berhubungan kelamin (sexual intercourse) Adapun dalam Muliyati (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pacaran remaja diantaranya : §
Umur
§
Jenis kelamin
§
Jenis sekolah
§
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
§
Sikap permisif
§
Pengaruh teman sebaya
§
Media pornografi
§
Peran orang tua
§
Peran guru
§
Kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Social Learning Theory Bandura
(1977). Social Learning Theory Bandura menunjukkan fakta bahwa orang belajar dari orang lain, melalui observasi, imitasi (meniru),dan modeling. Teori ini acapkali disebut sebagai jembatan antara behaviorist dan cognitive learning theories (teori belajar kognitif) karena teori ini mencakup perhatian, memori (ingatan), dan motivasi. Orang belajar melalui observasi perilaku orang lain, sikap, dan hasil/akibat dari perilaku-perilaku tersebut. Bandura menuturkan bahwa kebanyakan perilaku manusia dipelajari secara observasi melalui modeling : dari mengobservasi orang lain, suatu bentuk ide dari bagaimana suatu perilaku ditampilkan, dan pada kesempatan yang lain informasi yang telah terkode ini menjadi sebagai panduan ketika perilaku tersebut akan ditampilkan). SLT
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
menjelaskan perilaku manusia dalam kondisi interaksi timbal balik yang terus-menerus antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Kondisi-kondisi yang penting untuk modeling yang efektif : 1)
Attention (perhatian) − berbagai faktor meningkatkan atau menurunkan jumlah perhatian yang diberikan termasuk valensi afektf, prevalen, kompleksitas, nilai fungsi. Satu karateristik (misal : kapasitas sensori (panca indera), level/tingkat ‘pemunculan’, persepsi, ‘penguat’ pada masa lampau)mempengaruhi perhatian
2)
Retention − mengingat apa yang telah menjadi bahan perhatian kita. Termasuk kode simbolik, mental image, pengaturan kognitif,
3)
Reproduction − meniru. Termasuk kemampuan fisik, dan kemampuan observasi individu dalam meniru.
4)
Motivation − memiliki alasan yang tepat untuk meniru
Bandura mempercayai dalam ‘determinasi resiprokal’, lingkungan dan perilaku seseorang saling mempengaruhi, ketika penganut behavior menyatakan pentingnya pengaruh suatu lingkungan terhadap suatu perilaku, Bandura, yang pernah mempelajari agresi remaja, menemukan hal ini terlalu sederhana, dan sebagai tambahan dia menganjurkan bahwasanya perilaku
mempengaruhi
lingkungan
pula.
Kemudian,
Bandura,
mempertimbangkan
kepribadian sebagai interaksi diantara 3 komponen : lingkungan, perilaku, dan satu proses psikologis (suatu kemampuan untuk meramu citra ke dalam pikiran dan bahasa). (diunduh dari http://www.learning-theories.com/social-leaning-theory-bandura.html pada Senin, 10 Desember 2012 pkl 12.56) Lingkungan
Faktor individu
Perilaku Bagan 3.1. Social Learning Theory Albert Bandura Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian kualitatif
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah singgah Dilts Foundation pada bulan April-Mei 2013. Informan Penelitian Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja binaan yang telah berpacaran atau pernah berpacaran, dengan kriteria sebagai berikut : Jenis kelamin laki-laki dan perempuan Berumur 13-18 tahun Remaja binaan yang sedang duduk di bangku SMP, SMA/SMK, mengikuti program Kejar Paker, tidak bersekolah (drop out) Memiliki aktivits/pekerjaan sampingan di luar sekolah dan atau di rumah singgah Dilts Foundation Tabel 1. Matriks Pembagian Informan Penelitian Jenis
Pendidikan yang sedang ditempuh
kelamin Laki-laki
Jumlah informan
SMP
1 orang
SMA/SMK
1 orang
Kejar Paket B
2 orang
Kejar Paket C
1 orang
Drop out
1 orang
Mempunyai pekerjaan/aktivitas sampingan
2 orang
SMP
3 orang
SMA/SMK
2 orang
Drop out
1 orang
Mempunyai pekerjaan/aktivitas sampingan
1 orang
Perempuan
Total
15 orang
Justifikasi mengenai pengelompokkan informan penelitian ini adalah : a.
Berdasarkan jenis kelamin. Secara fisik dan emosional laki-laki dan perempuan memiliki kekhasan masing-masing.
b.
Berdasarkan pendidikan yang sedang ditempuh (SMP atau SMA). Hal ini dikarenakan perbedaan lingkungan antara SMP dan SMA. Di SMP remaja mengalami masa peralihan dari SD (anak-anak) ke remaja awal. Lingkungan SMP juga relatif masih lebih tegas dan ketat dibanding SMA. Sementara itu di SMA mulai terjadi peralihan dari remaja ke masa
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
dewasa (dari adolescent ke youth). Mereka cenderung lebih berani, lebih ‘liar’ dan berani uuntuk mencoba hal-hal baru. Selain remaja yang bersekolah di sekolah formal, ada juga remaja binaan yang memilih program Kejar Paket di rumah singgah DF. Hal ini dikarenakan keterbatasa biaya dan pilihan mereka sendiri. Mereka merasa tidak cocok di sekolah formal sehingga merasa sudah cukup dengan hanya mengikuti program Kejar Paket saja. Pada penelitian ini juga peneliti mengambil informan yang tidak bersekolah (drop out) sebagai bahan perbandingan. c.
Berdasarkan aktivits/pekerjaan sampingan. Selain di rumah, sekolah dan rumah singgah, remaja binaan juga ada yang memiliki aktivits/pekerjaan sampingan. Dari sini mereka bisa memperoleh penghasilan tambahan yang bisa dipakai untuk membantu orang tua atau untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri. Lingkungan tempat mereka beraktivitas ini mau tak mau turut memberi pengaruh pada kepribadian dan perilaku mereka.
Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer yang dilakukan dengan menggunakan metode Indepth Interview (wawancara mendalam) dan FGD (Focus Group Discussion). Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam dan pedoman untuk FGD dengan dilengkapi alat perekam (tape recorder) serta lembar pencatatan lapangan. Validasi Data Validasi data dilakukan dengan menggunakan triangulasi. Jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode. Trangulasi sumber dilakukan dengan wawancara mendalam kepada informan pendukung yaitu Managing Director rumah singgah Dilts Fondation yang sehari-harinya banyak membina para remja binaan dan orang tua binaan. Sedangkan triangulasi metode yaitu peneliti selain menggunakan metode wawancara mendalam (indepth intrview) juga menggunakan FGD (Focus Group Discussion). Subjeknya yaitu remaja binaan sebanyak 6 orang dan orang tua binaan juga sebanyak 6 orang.
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Tabel 2. Matriks Metode Pengumpulan Data dari Informan
Informan
Jumlah
Metoda
Remaja binaan
15 orang
Wawancara Mendalam
Remaja binaan
6 orang
Focus Group Discussion (FGD)
Orang tua binaan
6 orang
Focus Group Discussion (FGD)
Pengurus Rumah Singgah Dilts Foundation
1 orang
Wawancara Mendalam
Total
28 orang
Analisis Data Data yang telah dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan data. Pengolahan data merupakan sebuah proses mengatur urutan data dan mengorganisasikan ke dalam sebuah pola, kategori, dan uraian dasar. Tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif adalah : •
Mendeskripsikan informan
•
Membuat field notes (catatan kaki/transkrip)
•
Mengorganisasikan dan kategorisasi data
•
Meringkas data
•
Menarik kesimpulan
Hasil Penelitian Gambaran Perilaku a. Perilaku pacaran − Remaja binaan yang bersekolah di sekolah formal : berpegangan tangan & jalan bareng − Remaja yang sering di jalanan : selain berpegangan tangan, sudah pernah sampai berpelukan & berciuman b. Batasan : hanya sampai berpegangan tangan saja c. Motivasi − Remaja binaan yang bersekolah di sekolah formal : lebih banyak untuk menambah semangat belajar. − Remaja yang sering di jalanan : teman untuk berbagi cerita atau curhat. d. Harapan : belum ada e. Perilaku pacaran yang berisiko : belum menjurus f. Akibat & dampak perilaku pacaran yang berisiko : hamil & HIV
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Faktor Individu − Sebagian besar perilaku pacaran remaja binaan rumah singgah DF dilatarbelakangi oleh umur, pendidikan, pekerjaan/aktivitas sampingan, pengetahuan, agama dan suku bangsa. − Sikap : mendukung perilaku pacaran − Agama : banyak yang mengatakan bahwa ajaran agama melarang untuk berpacaran namun mereka tetap saja melakukannya. − Suku : banyak yang mengaku tidak tahu pandangan suku terkait pacaran. Faktor Lingkungan − Informasi yang terkait seks kebanyakan tidak diperoleh dari media-media seperti media cetak, elektronik atau internet melainkan dari lingkungan pergaulan teman sehari-hari. − Keluarga : seluruh orang tua binaan tidak mendukung jika anak-anaknya berpacaran. Tapi mereka memakluminya − Rumah singgah DF : memberikan pengajaran dan pendidikan yang signifikan terhadap kepribadian para remaja Pembahasan 1. Gambaran perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation (batasan, motivasi, dan harapan dari melakukan pacaran, kemungkinan menjurus perilaku pacaran yang berisiko, akibat serta dampak dari perilaku pacaran yang berisiko) Perilaku pacaran pada remaja binaan yang bersekolah di sekolah formal diantaranya berpegangan tangan dan jalan bareng tetapi bersama teman-temannya juga. Adapun remaja yang sering di jalanan, selain berpegangan tangan juga sudah pernah sampai berpelukan dan berciuman. Sebagian besar dari mereka memiliki batasan dalam berpacaran yaitu hanya sampai berpegangan tangan saja. Lebih lanjut ada yang menyatakan harus saling setia dan menjaga kejujuran. Motivasi para remaja binaan yang bersekolah di sekolah formal lebih banyak untuk menambah semangat belajar. Sedangkan yang sering di jalanan yaitu supaya ada teman untuk berbagi cerita atau curhat. Mengenai harapan dalam berpacaran mereka tidak mengharapkan hal yang jauh, karena mereka juga masih sekolah dan merasa masih di bawah umur.
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Kemungkinan menjurus perilaku pacaran yang berisiko bisa dikatakan belum sampai. Sementara itu sebagian besar dari mereka mengatakan hamil di luar nikah serta bisa meyebabkan penyakit seperti HIV AIDS dan raja singa. 2. Faktor individu (umur, pendidikan, pekerjaan/aktivitas sampingan, pengetahuan, sikap, agama, suku bangsa) remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation terkait perilaku pacaran Umur,
pendidikan,
pekerjaan/aktivitas
sampingan,
dan
pengetahuan,
cukup
memberikan pengaruh yang kuat terkait perilaku pacaran (Muliyati (2012)). Demikian pula agama dan suku bangsa. Sementara itu sikap sebagian besar remaja binaan adalah mendukung kegiatan pacaran. Dari sisi umur, para remaja binaan menganggap umur-umur mereka wajar jika memiliki pacar. Seluruh informan penelitian (dengan rentang umur dari 13-18 tahun) mengaku sudah pernah berpacaran. Mereka berpikir bahwa setidaknya mereka harus mempunyai pengalaman dalam berhubungan dengan lawan jenis. Paling tidak jika ditanya teman sebayanya pernahkah mereka berpacaran, mereka bisa menjawab pernah. Remaja-remaja yang sudah tidak bersekolah formal dan bekerja di jalanan menganggap berpacaran menjadi semacam hubungan dimana mereka bisa saling bercerita, curhat, atau saling berbagi. Seperti diketahui dari penelitian ini, intensitas mereka di rumah bisa dikatakan sangat sedikit dibandingkan dengan di jalanan (Adolescent Romantic Relationships, Sarah Sorensen). Mereka juga bisa mendapat support lebih dari pasangannya. Pendek kata, pacar bisa memberikan semangat dalam hidup mereka. Yang mengesankan juga, meskipun remaja jalanan ini termasuk golongan yang rentan, tetapi mereka justru bisa lebih waspada dan menjaga diri. Namun sayangnya, dari sudut agama, meskipun para remaja binaan ini banyak yang mengatakan bahwa ajaran agama melarang untuk berpacaran namun mereka tetap saja melakukannya. Rata-rata sikap mereka terhadap pacaran mendukung tapi mereka menambahkan bahwa pacaran yang sudah kelewat batas tidak dibenarkan. Sedangkan dari pandangan suku, para remaja binaan ini tampak awam. Mereka banyak yang mengaku tidak tahu pandangan suku terkait pacaran.
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
3. Faktor lingkungan (informasi yang terkait dengan seks, seperti : media elektronik, media cetak, internet, dll, teman sebaya, keluarga, rumah singgah Dilts Foundaton) terhadap perilaku pacaran remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa informasi yang terkait seks kebanyakan tidak diperoleh dari media-media seperti media cetak, elektronik atau internet melainkan dari lingkungan pergaulan teman sehari-hari. Hal ini dimungkinkan karena besarnya intensitas mereka dalam bergaul dengan teman-temannya. Selain itu akses mereka terhadap internet juga tidak bisa terlalu sering karena biasanya mengakses internet baik itu ke warnet atau melalui handphone membutuhkan biaya. Perilaku pacaran dilatarbelakangi oleh pengaruh teman sebaya. Mereka sering melihat teman-temannya sendiri yang mempunyai pacar. Bisa dibilang ada kegiatan observasi di sini, sesuai dengan Social Learning Theory Bandura (1977). Bahkan jika dirinya tidak mempunyai pacar maka teman-teman mereka sendiri suka saling mengenalkan. Dari sisi keluarga, seluruh orang tua binaan tidak mendukung jika anak-anaknya berpacaran. Tapi mereka memaklumi bahwasanya umur remaja memang menghadirkan gejolak-gejolak seperti itu. Seperti dikutip dari Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Munawar Sholeh dalam buku Psikologi Perkembangan, masa remaja terbagi menjadi dua yakni masa pra pubertas (pueral) pada umur 12 – 14;0 tahun dan masa pubertas pada umur 14 – 18;0 tahun. Sementara itu lingkungan rumah singgah DF terbukti memberikan pengajaran dan pendidikan yang signifikan terhadap kepribadian para remaja binaan. Karena di sini mereka diajarkan tidak hanya hard skill tetapi juga soft skill. Tak kalah pentingya pendidikan agama juga turut diajarakan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a.
Gambaran perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation : − Sebagian besar batasan remaja binaan rumah singgah DF dalam berpacaran yaitu hanya sampai berpegangan tangan saja. − Sebagian besar motivasi remaja binaan rumah singgah DF dalam berpacaran yaitu untuk menambah semangat belajar dan sebagai teman untuk berbagi cerita. − Sebagian besar perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah DF belum menjurus ke arah perilaku pacaran yang berisiko.
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
− Sebagian besar remaja binaan rumah singgah DF telah mengetahui akibat dan dampak dari perilaku pacaran yang berisiko seperti hamil di luar nikah dan HIV AIDS. b.
Faktor individu remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation terkait perilaku pacaran − Sebagian besar perilaku pacaran remaja binaan rumah singgah DF dilatarbelakangi oleh umur, pendidikan, pekerjaan/aktivitas sampingan, pengetahuan, agama dan suku bangsa. − Sebagian besar sikap remaja binaan rumah singgah DF adalah mendukung perilaku pacaran.
c.
Faktor lingkungan terhadap perilaku pacaran remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation. Sebagian besar remaja binaan rumah singgah DF menyatakan bahwasanya pengaruh teman-teman sebaya menjadi pemicu kuat bagi mereka untuk berpacaran.
Saran 1.
Bagi Dinas Sosial Dapat lebih merangkul para remaja marginal dalam suatu wadah atau kegiatan yang bersifat continue. Agar remaja-remaja ini memiliki suatu penyaluran bagi aspirasi dan kreativitas mereka, sehingga mereka tidak lagi dipandang sebelah mata oleh sekelilingnya.
2.
Bagi Dinas Kesehatan Dapat memberikan pembinaan dan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja kepada para remaja marginal melalui Puskesmas-puskesmas.
3.
Bagi Rumah Singgah Dilts Foundation − Dapat menjadi bahan masukan bagi pengembangan program selanjutnya, khususnya kesehatan reproduksi remaja. − Para pengajar/pengurus senantiasa terus mengingatkan para orang tua maupun remaja
binaan tentang pentingnya pacaran yang sehat. 4.
Bagi peneliti lain −
Peneliti menyarankan peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa untuk menambahkan metode observasi sehingga dapat dibandingkan apa yang diceritakan saat wawancara mendalam dengan keadaan yang sebenarnya.
−
Menambahkan needs pada faktor individu. Karena unsur kebutuhan terkait perilaku pacaran tiap remaja berbeda.
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Daftar Referensi Ahmadi, Drs. H. Abu. Sholeh, Drs. Munawar. (2005). “Psikologi Perkembangan”. Jakarta : Rineka Cipta. Badan Kesejahteraaan Sosial Nasional. (2000). “Modul Pelatihan Pekerja Sosial Rumah Singgah”. Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial. Jakarta. Badan Kesejahteraaan Sosial Nasional. (2000). “Modul Pelatihan Petugas Administasi Sosial Rumah Singgah”. Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial. Jakarta. Data Binaan Dilts Foundation (DF) Tahun 2012-2013. Ferrino, Caesar. (2012). “Promosi Kesehatan Pencegahan Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Binaan Rumah Singgah Dilts Foundation Tahun 2012”. Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat. Depok : FKM UI. Feldman, Robert S. (2003). “Essential of Understanding Psychology”. Fifth Edition. McGraw – Hill New York. Fitria Damiyanti, Yossi. (2004). “Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Anak Jalanan di Rumah Singgah dan Ruah Belajar Dilts Foundation Tahun 2004”. Skripsi .Depok : FKM UI. Fitriyana, WS. (2008). “Hubungan antara Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perilaku Pacaran pada Remaja di SMU Patriot Bekasi Tahun 2008”. Skripsi. Depok : FKM UI. Furman, Shaffer. (2003). The Role of Romantic Relationships in Adolescent Development. (Diunduh dari http://www.du.edu/psychology/relationshipcenter/publications/furmanshaffer_2003.pdf ;
Rabu, 16
Januari 2013 pkl 12.59). Hetifah Sjaifudian, Ph.D. “Kelompok Marjinal di Perkotaan: Dinamika, Tuntunan dan Organisasi” .(Diunduh dari : http://akatiga.org. Sabtu, 4 Agustus 2012 pkl. 12.36). Mardiya, drs. “Perlu, Sosialisasi Pacaran Sehat” (diunduh dari www.kulonprogokab.go.id; Kamis, 14 Maret 2013 pk 8.44). Materi Inti Kesehatan Reproduksi Remaja. Kemenkes RI. McDermott, Robert J, Sarvela, Paul D. (1999). “Health Education Evaluation and Measurement : A Practioner’s Perspective, 2nd ed.” McGraw – Hill New York. Moleong, L. (2010). “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Muliyati. (2012). “Fator-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Gaya Pacaran pada Siswa SMU X dan MAN Y Kabupaten Sidrap Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012“. Skripsi. Depok : FKM UI. Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). “Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi”. Jakarta : Rineka Cipta. Profil Dilts Foundation (DF).
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.
Susanti. (2012). “Hubungan Jenis Kelamin, Keterpaparan Media dan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja di SMPN 6 Palolo Sulawesi Tengah Tahun 2012”. Skripsi. Depok : FKM UI. Santrock, JW. (2007)¸ Remaja (terjemahan). Jilid 1 edisi 11, Jakarta : Erlangga. Santrock, JW. (2007)¸ Remaja (terjemahan). Jilid 2 edisi 11, Jakarta : Erlangga. Singgih, D.G. (1991). “Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga”. BPK Gunung Mulia. Social Learning Theory (Bandura). (Diunduh dari http://www.learning-theories.com/social-leaning-theorybandura.html; Senin, 10 Desember 2012 pkl 12.56). Sorensen, Sarah. (2007). “Adolescent Romantic Relationships:”. (Diunduh dari www.actforyouth.net; Rabu, 19 Desember 2012 pkl 12.14). Survei Kesehtan Reproduksi Remaja Indonesia Tahun 2007. www.bappenas.go.id. (Diunduh Sabtu, 4 Agustus 2012 pkl. 12.11). http://rehsos.depsos.go.id/ (Diunduh Senin, 6 Agustus 2012 pkl. 7.46). http://kamusbahasaindonesia.org/ (Diunduh Rabu, 20 Maret 2013 pkl. 13.00)
Perilaku pacaran..., Meigasari, FKM UI, 2013.