Perilaku Memilih dalam Pemilu Anggota Legislatif di Kabupaten Sintang Tahun 2014 Choosing Behavior in the Legislative Elections in the Residency Of Sintang 2014 KPU Kabupaten Sintang Abstract. Electoral District Sintang population of 393 755 with the allocation of seats as many as 35 seats. Sintang district parliament member male sex as many as 33 people (94.29%), Dayak Tribe as many as 24 people (68%) and higher education 18 people (51.43%). The purpose of this study to determine voting behavior in the Legislative Elections in the Residency of Sintang 2014. The data was collected using qualitative methods with techniques Focus Group Discussion to 8 different informants. The results showed, Voters impose his choice based on considerations capability, integrity, quality, based on the vision and mission for the benefit of society, first recognize political parties and legislative candidates, consider the level of education, financial condition, the ability of socialization honest, fair, and keeping promises, accompanied with good morals and ethics. Voters make a choice for legislative candidates based on the quality of legislative candidates, and voters confused beginner and advanced voters do not regard as a problem and make it easier to make choices. Conclusion voters are rational. KPU make suggestions terms legislative candidates, and the Commission do voter education on voters. Keywords: Behavioral choose, legislators Abstrak. Daerah Pemilihan Kabupaten Sintang jumlah penduduk sebanyak 393.755 dengan alokasi kursi sebanyak 35 kursi. Anggota DPRD Kabupaten Sintang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33 orang (94,29%), Suku Bangsa Dayak sebanyak 24 orang (68%) dan pendidikan tinggi 18 orang (51,43%). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku memilih dalam Pemilu Anggota Legislatif di Kabupaten Sintang tahun 2014. Pengumpulan data menggunakan metode kualitatif dengan teknik Focus Group Discussion terhadap 8 orang informan yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan, Pemilih menjatuhkan pilihannya berdasarkan pertimbangan kapabilitas, integritas, kualitas, berdasarkan visi misi untuk kepentingan masyarakat, terlebih dahulu mengenal partai politik dan calon anggota legislatif, memperhatikan tingkat pendidikan, kondisi finansial, kemampuan sosialisasi jujur, adil, dan menepati janji, disertai dengan moral dan etika yang baik. Pemilih menentukan pilihan untuk calon anggota legislatif berdasarkan pada kualitas calon anggota legislatif, dan Pemilih pemula bingung dan pemilih lanjut tidak menganggap sebagai masalah dan mempermudah untuk menentukan pilihan. Kesimpulan pemilih bersifat rasional. Saran KPU membuat syarat calon anggota legislatif, dan KPU melakukan pendidikan pemilih pada pemilih pemula. Kata Kunci: Perilaku memilih, Anggota legislatif
PENDAHULUAN Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara yang merdeka dapat menentukan sistem politiknya sesuai dengan keinginan dan harapan semua pihak, baik itu warga negara biasa maupun elit politik. Semua pihak ikut memberikan konstribusi yang besar dalam membangun bangsa dan negara untuk mencapai
suatu sistem politik atas dasar kemaslahatan bersama. Perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam menghadapi pasang surutnya pemerintahan, yang kemudian atas kesepakatan bersama maka bangsa Indonesia menentukan nasibnya sendiri untuk menjadi sebuah negara demokratis.
Semua warga negara diberikan kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan politik dan menentukan pilihan dalam Pemilu. Sarana yang paling tepat dalam negara demokrasi adalah melalui pemungutan suara yang merupakan keinginan dan harapan sebagian besar masyarakat untuk menentukan pemimpinnya dan dilibatkan dalam proses politik. Ciri utama yang melekat pada negara demokrasi adalah keterlibat rakyat dalam penyelenggaraan negara melalui pemilihan umum sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar. Rakyat menjadi faktor utama yang menentukan terselenggaranya pemerintahan dan pemerintah yang terpilih merupakan hasil mandat yang diterima oleh pemegang kekuasaan di lembaga eksekutif dan legislatif. Pemilih merupakan sentral utama dalam sistem politik demokratis untuk menentukan pilihan partai politik atau orang perorang dalam partai politik sebagai wujud dari perilaku politik yang nampak pada permukaan. Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, yaitu fungsi-fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi-fungsi politik yang dipegang oleh rakyat. Individulah yang secara aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga politik pada dasarnya merupakan perilaku individu yang berpola tertentu (Heinz Eulau, dalam Surbakti, 1992:131). Sistem politik yang demokratis memberikan ruang bagi warga negara untuk menentukan masa depan bangsa dan negara dengan melakukan pilihan yang dianggap paling baik untuk mengurangi risiko elit politik yang tidak memiliki capabilitas. Penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif disemua tingkatan, baik untuk anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota maupun Pemilu
eksekutif yakni Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan prinsip-prinsip yang dikemukan oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulis sebagaimana pada Pasal 22E ayat (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilu dapat dilaksanakan dengan cara yang lebih transparan, baik pada sisi penyelenggaranya maupun partisipasi masyarakat dalam menentukan pilihannya dan dilakukan secara berkala setiap lima tahun sekali. Rakyat atau masyarakat menjadi aktor utama untuk menentukan hasil akhir dari kualitas pemilu dan kualitas anggota parlemen dan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab. Pemilu memberikan kesempatan luas bagi seluruh rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan orang-orang yang mampu merepresentasikan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Seymour Martin Lipsett, mengatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem politik yang memberikan kesempatan konstitusional secara berkala bagi pergantian pejabat pemerintahan, dan suatu mekanisme sosial, yang memperbolehkan sebagian besar anggota masyarakat, untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dengan cara memilih orang-orang tertentu untuk jabatan politik (Juliansyah, 2013:204). Demokrasi akan berjalan dengan baik bilamana rakyat dapat diberikan kebebasan untuk melakukan pemilihan sesuai dengan kehendak dan keinginannya tanpa adanya paksaan secara fisik maupun psikis, maka pemilihan berjalan sesuai dengan kehendak si pemilih. Roth (2009:23) mengatakan, bahwa ada tiga macam pendekatan atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan perilaku pemilih. Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dan dalam beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun/mendasari serta memiliki urutan kronologis yang jelas. Pendekatan tersebut adalah pendekatan sosiologis, pendekatan
psikologis, dan pendekatan pilihan rational (rational-choice). Idealnya warga negara dalam menentukan pilihannya melihat sisi kualitas dan kapabilitas calon anggota legislatif, termasuk afiliasi partai politik yang dipilihnya. Pemilih dan yang dipilih memiliki ikatan ideologis melalui ikatan konstituen dan orang yang mewakilinya sebagai bentuk sistem perwakilan kepentingan (interest representative). Masyarakat sebagai warga negara yang baik akan menentukan orang yang dianggap memiliki kualitas sesuai dengan cara pandang mereka memahami karakter dan keyakinan terhadap pemimpin yang dipilihnya (Juliansyah, 2013:205). Daerah Pemilihan di Kabupaten Sintang dibagi menjadi 6 (enam) Daerah Pemilihan. Jumlah penduduk dan alokasi kursi untuk Daerah Pemilihan Sintang 1 masing-masing sebanyak 70.895 jiwa dengan alokasi kursi sebanyak 6 kursi. Daerah Pemilihan Sintang 2 jumlah penduduk sebanyak 77.811 jiwa dengan alokasi kursi sebanyak 7 kursi. Daerah Pemilihan Sintang 3 jumlah penduduk sebanyak 81.715 jiwa dengan alokasi kursi sebanyak 7 kursi. Daerah Pemilihan Sintang 4 jumlah penduduk sebanyak 74.002 jiwa dengan alokasi kursi sebanyak 7 kursi. Daerah Pemilihan Sintang 5 jumlah penduduk sebanyak 51.559 jiwa dengan alokasi kursi sebanyak 5 kursi. Daerah Pemilihan Sintang 6 jumlah penduduk sebanyak 37.773 jiwa dengan alokasi kursi sebanyak 3 kursi. Jumlah seluruh penduduk di Kabupaten Sintang sebanyak 393.755 dengan alokasi kursi sebanyak 35 kursi. Perilaku pemilih lebih didasarkan pada identitas pemilih dalam penentukan pilihannya, seperti kelas sosial, agama, kelompok etnis/asal daerah. Perilaku pemilih lebih menekankan aspek sosiologis daripada aspek politis, seperti tingkat akomodasi, kapabilitas, dan aseptabilitas anggota legislatif yang diduduk di DPRD Kabupaten Sintang. Pertama, hasil penelitian Norris dan Mattes (2003) mengatakan, bahwa
etnis dan pilihan dalam Pemilu di 12 negara Afrika. Dalam penelitian itu, disimpulkan bahwa etnis memengaruhi perilaku pemilih di Afrika. Bahkan, di negara maju seperti Amerika Serikat pun masih terjadi. Handley (2001) pernah melakukan kajian serupa di negara bagian Arizona dalam pemilu kongres dan legislatif tahun 1996, 1998, dan 2000. Hasilnya, pemilih dari kalangan minoritas secara agama dan ras lebih memilih Partai Demokrat ketimbang Partai Republik. Kedua, pemilih dengan rasionalitas tujuan. Menurut Weber, rasionalitas tujuan adalah pola pikir yang bertumpu pada apa yang akan diperoleh. Pemilih memutuskan pilihannya pada calon yang dirasa dapat memenuhi keinginan dan kebutuhannya, meski hanya berupa secuil kebahagiaan yang sifatnya sementara. Anggota DPRD Kabupaten Sintang berdasarkan agama, jenis kelamin, suku bangsa, dan pendidikan dapat dijelaskan, anggota DPRD Kabupaten Sintang yang beragama Islam berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang dan suku bangsa Melayu sebanyak 5 orang dan suku bangsa Jawa sebanyak 2 orang. Pendidikan anggota DPRD Kabupaten Sintang yang beragama Islam dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 3 orang dan SMA sebanyak 4 orang. Anggota DPRD Kabupaten Sintang berdasarkan agama, jenis kelamin, suku bangsa, dan pendidikan dapat dijelaskan, anggota DPRD Kabupaten Sintang yang beragama Katholik berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang dengan suku bangsa Dayak sebanyak 15 orang, dan 1 orang suku bangsa Tionghoa sebanyak 1 orang. Pendidikan anggota DPRD Kabupaten Sintang yang beragama Katholik dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 7 orang dan SMA sebanyak 9 orang. Anggota DPRD Kabupaten Sintang berdasarkan agama, jenis kelamin, suku bangsa, dan pendidikan dapat dijelaskan, anggota DPRD Kabupaten Sintang yang beragama Kristen
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang dan perempuan sebanyak 2 orang dengan suku bangsa Dayak sebanyak 9 orang, suku bangsa Tionghoa sebanyak 3 orang. Pendidikan anggota DPRD Kabupaten Sintang yang beragama Kristen dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 8 orang dan SMA sebanyak 4 orang. Secara keseluruhan anggota DPRD Kabupaten Sintang berjenis kelamin lagi lakilaki sebanyak 33 orang (94,29%), Suku Bangsa Dayak sebanyak 24 orang (68,58%), dan berpendidikan tinggi sebanyak 18 orang (51,43%). METODE Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menjelaskan perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya pada Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tahun 2014. Informasi yang di peroleh untuk menjawab permasalah dalam penelitian ini bersifat deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran cermat terhadap fenomena sosial tertentu, dimana peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran, kelas peristiwa dimasa sekarang, yang tujuannya untuk membuat deskripsi, atau gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Ciri pokok dari metode deskriptif adalah memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual saat ini. Data yang telah dikumpulkan tersebut lalu disusun, dianalisis dan dijelaskan serta kemudian disimpulkan. Tujuan dari penelitian dapat dikelompokkan menjadi
penelitian murni dan terapan. Penelitian dasar/murni bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang bersifat praktis sedangkan penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis (Sugiyono, 2005:19). yaitu dalam rangka menerapkan, menguji dan mengevaluasi kemampuan suatu teori dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan praktis menyangkut perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya pada pemilu legislatif tahun 2014. Penelitian ini ditentuan berdasarkan kriteria berdasarkan sosial budaya di setiap masingmasing daerah pemilihan dan keterwakilan masyarakat pada pemilu legislatif pada tahun 2014 oleh anggota DPRD Kabupaten Sintang. Pengumpulan data menggunakan Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terarah) dengan jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 8 (delapan) orang. HASIL A. Memilih berdasarkan pertimbangan kualitas individual Pemilihan anggota legislatif khususnya untuk anggota DPRD Kabupaten Sintang, sementara untuk anggota DPR RI, DPRD Provinsi Kalimantan Barat harus mempertimbangkan beberapa hal terutama segi kemampuan calon anggota legislatif. Pertimbangan menentukan pilihan berdasarkan kapabilitas, integritas, terutama kualitas calon anggota legislatif, hal ini dapat dilihat dari perjuangnya dalam keseharian. Anggota DPRD Provinsi agak sulit menilainya karena agak menyebar, jadi kalau untuk DPR RI dan DPRD Kabupaten Sintang mudah kenal calon anggota legislatifnya. Penentuan pilihan berdasarkan pada kualitas orang perorang dan tidak dilihat dari partai manapun, akan tetapi orang berkualitas itu
yang harus dipilih. Standar kualitas ada pada orang sehingga tidak melihat latar belakang partai politiknya, suku bangsanya, dan agamanya yang dianggap memiliki kemampuan menjadi pertimbangan. B. Mengenal calon yang akan dipilih Sebelum memilih ada jangka waktu sosialisasi yang dilakukan oleh calon anggota legislatif kepada seluruh masyarakat sebagai calon pemilih, sehingga calon pemilih mengenal calon legislatif yang akan dipilihnya. Calon anggota legislatif yang berassal dari masingmasing partai memiliki calonnya masing-masing memiliki kesempatan sama untuk melakukan sosialisasi. Perhatian yang paling utama adalah kemampuan calon anggota legislatif lebih menekankan pada kemampuan sumber daya manusia calon anggota legislatif. Kemampuan sumber daya manusia selalu dihubungkan dengan tingkat pendidikan seorang calon anggota legislatif, seorang legislator akan berhadapan dengan banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda, termasuk simpatisan dan birokrat. Seorang anggota legislatif berhadapan dengan berbagai lapisan masyarakat, karena itu memiliki tingkat kecerdasan yang baik dan kekayaan yang memadai agar dapat menjadi contoh di tengahtengah kehidupan masyarakat. Setiap pemilih memiliki harapan terhadap calon anggota legislatif, secara pribadi setelah mendengar visi dan misi yang disampaikan oleh calon anggota legislatif. Setiap calon anggota legislatif dapat saja menyampaikan visi dan misinya, harapan masyarakat adalah setiap anggota DPRD Kabupaten Sintang dapat menepati janjinya sesuai dengan visi dan misinya. Umumnya calon anggota legislatif sesudah terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Sintang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat di daerah pemilihannya. Persoalan anggota DPRD Kabupaten Sintang yang tidak memperhatikan
kepentingan masyarakatnya diserahkan sepenuhnya kepada pimpinan DPRD Kabupaten Sintang untuk memberikan teguran. C. Pendidikan memang penting tetapi bersifat relatif Pendidikan sangat penting bagi seorang calon legislatif dengan penentuan standar pendidikan SLTA sederajat, Strata Satu, Strata Dua, dan Strata Tiga. Pendidikan belum merupakan jaminan seseorang, karena itu pendidikan bersifat relatif untuk menentukan seseorang berkualitas. Ada anggota legislatif dengan pendidikan SLTA akan tetapi memiliki kualitas yang lebih baik, apalagi sekarang ini diberbagai media massa membicarakan ijazah palsu. Pendidikan sangat penting dan memiliki wawasan yang luas juga sama pentingnya terutama berkaitan dengan masalah-masalah sosial. Kualitasnya seseorang bersifat relatif tergantung pada orang dan tanggung jawab yang diembannya. Pendidikan seseorang dapat saja memiki kemampuan meskipun berpendidikan SLTA ataupun SLTP karena yang dipilih adalah orang-orang yang memiliki kemampuan, karena itu untuk memilih seseorang tidak dikaitkan dengan gelar kesarjanaan seseorang. Peranan dan kiprah seseorang di masyarakat serta memiliki pengalaman di organisasi sosial kemasyarakatan, agar dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat sehari-hari. Segala tindakannya di masyarakat akan mendapat dukungan dari banyak pihak sesuai dengan yang suda dilakukan sebelumnya. Pendidikan calon legislatif tetap saja dengan tingkat pendidikan SLTA, kemampuan seseorang dilihat dari pengalamannya di masyarakat. Pendidikan SLTA ada yang memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan masyarakat luas, dikenal, dan dapat menyelesaikan masalah di tempat yang bersangkutan berada.
D. Kriteria calon anggota legislatif yang akan dipilih Tanggung jawab terhadap masyarakat yang memilihnya sesuai dengan kepentingan dan harapan masyarakat. Seorang calon anggota legislatif yang berpendidikan akan tetapi tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat yang berada di sekitarnya, belum layak dipilih untuk menjadi pemimpin. Calon anggota legislatif yang pantas bagi masyarakatnya dapat dilihat di lingkungan tempat domisilnya. Pertimbangan lainnya tergantung kepada kepribadiannya, meskipun pendidikan sarjana tapi belum bisa menunjukkan jadi dirinya Pemilih yang cerdas akan memperhitungkan hasil pilihannya yang berdampak dalam jangka panjang, karena itu harus mengetahui calon legislatif secara lebih pasti. Setiap calon anggota legislatif berasal dari partai politik, oleh karena itu merupakan kesempatan bagi calon pemilih untuk mengenal secara lebih pasti tentang kemampuan pribadi dan sumber daya manusia yang dicalonkan oleh setiap partai politik. SDM dari partai politik harus punya kemampuan disamping itu calon anggota legislatif memiliki kemampuan finansial dan didukung oleh intelektual sebagaimana selayaknya seorang wakil rakyat yang diwakilinya . E. Jumlah calon anggota legislatif yang banyak Pemilih pemula sangat terpengaruh oleh banyaknya jumlah calon anggota legislatif bagi pemilih pemula sangat membingungkan harus memilih siapa dan bagaimana hasil pilihannya pada masa yang akan datang. Bingung untuk memilih orang yang dianggap layak, lebih membingungkan kalau hanya dua orang saja karena jumlahnya terlalu sedikit untuk dipilih. Jumlah yang terbatas membuat calon pemilih sulit untuk menentukan calon anggota legislatif yang terbaik. Pemilih diharapkan bertanggung jawab terhadap orang yang dipilihnya, terutama
untuk memilih pemimpin yang peduli dengan kepentingan dan harapan masyarakat. Persyaratan calon anggota DPRD Kabupate/Kota mengacu pada undang-undang Pemilu yang berlaku dengan ketentuan minimal berpendidikan SLTA sederajat. Memilih berdasarkan bukan saja standar pada saat ini sudah banyak warga masyarakat yang suda berpendidikan Strata Satu, apalagi berbagai cara yang dapat ditempuh usntuk memperoleh pendidikan. Proses belajar di perguruan tinggi ditempuh dengan Satuan Kredit Semester (SKS) untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan akademis seseorang. PEMBAHASAN A. Pemilih menjatuhkan pilihannya berdasarkan rasionalitas pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 Warga negara biasa yang sudah dianggap memiliki kecakapan dan kemampuan dalam menentukan pilihannya dalam Pemilu legislatif pada tahun 2014 sebagaimana yang diatur dalam undang-undang Pemilu. Setiap warga negara merdeka dapat menentukan pilihannya sebagaimana keinginnan, pengetahuan, dan harapannya, menurut Surbakti (1991:145) pendekatan struktural melihat kegiatan memilih sebagai produk dari konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan oleh setiap partai politik. Pemilih pemula lebih berorientasi pada visi dan misi calon anggota legislatif dari suatu partai politik, jadi lebih pada program perorangan dan sebaliknya bukan program partai politik. Kemampuan calon anggota legislatif sebagaimana yang menyatakan sebagai berikut: “Ini merupakan syarat memilih legislatif Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat harus mempertimbangkan beberapa hal terutama segi kemampuannya. Dari kapabilitas, integritas, terutama kualitas juga karena kita bisa melihat orang bisa berjuang dalam kesehariannya bisa
dilihat kacuali yang tingkat provinsi agak sulit karena dia agak menyebar jadi kalau di tingkat pusat dan daerah tingkat II kita pasti kenal orangnnya (Wawancara, 8 Juni 2015).” Indonesia yang merupakan negara demokrasi baru memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memberikan suara dalam menentukan anggota legislatif dan eksekutif untuk semua tingkatan. Peranan warga negara di negara demokrasi menjadi hak politik yang merupakan bagian dari hak asasi manusia untuk menyalurkan kepentingan dan harapannya kepada orangorang yang dianggap memiliki kemampuan untuk mengelola negara. Visi dan misi menjadi gambaran cita-cita yang ingin dicapainya dan ditawarkan kepada masyarakat untuk diberikan dukungan atau tidak. Visi dan misi menjadi harapannya dan harapan semua masyarakat pendukungnya yang sejalan dengan visi dan misi yang akan diperjuangkan sebagai pendapat yang mengatakan, bahwa dalam memilih memperhatikan visi dan misinya sebagaimana diungkapkan sebagai berikut: “Secara jujur saya belum memilih sebagai pemilih pemula kalau saya sih melihat visi-misinya dulu pak, kalau memiliki visi-misinya kalau visi-misinya kalau tujuannnya mengarah kepemimpinannya ya saya pilih itu. Kalau untuk lingkungan keterkaitan dalam masyarakat misalnya dia di dalam kehidupan kita, misalnya visi-misi dia untuk misalnya mensejahterakan masyarakat, masyarakat kan itu tergantung itu lagi kepemimpinannya di mana seperti apa gitukan (Wawancara, 8 Juni 2015).” Visi dan misi yang dibuat sebagian besar calon anggota legislatif tidak memahami visi dan misinya, karena ada sebagian visi dan misi dibuat oleh orang lain. Semua isi dari visi dan misi sangat baik sehingga sulit membedakan antara satu visi dan misi seorang calon anggota legislatif dengan calon anggota legislatif lainnya.
Keberhasilan seseorang calon anggota legislatif disebut layak untuk dipilih mengikuti partai politik dan didukung oleh faktor kemampuan sumber daya manusia dan sumber daya finansial yang dimiliki oleh calon anggota legislatif yang bersangkutan sebagaimana dikemukan oleh ER dalam menentukan mengenal calon anggota legislatif yang akan dipilih: Pasti pak sebelum saya memilih itukan ada jangka waktunya ya pak ya jadi kita harus tahu siapa, biasanya kan dari masing-masing partai itu ada calon-calonnya jadi kita memang harus mengenal siapa yang kira-kira nanti akan kita pilih. Sama seperti Pak Calon dibilangkan karena kita mengenal kita harus, terutama kemampuan dia lah SDM dia ya Sumber Daya Manusia. Harus punya kemampuan disamping itu mungkin tidak bisa kita pungkiri ya pak. Dia punya kemampuan finansial tidak lah yan tapi tidak harus punya standar, oh bahwa dia orang kaya seperti itu tidak berimbang pak sebagai wakil kita oke pintar tapi buat semua itu kan butuh dana itu juga akan susah nati akan banyak, apa ya dia banyaklah hal-hal nanti akan menghambat ke depan gitu (Wawancara, 8 Juni 2015). Persaingan dalam memperoleh dukungan publik antara partai politik dan calon dalam sistem pemilihan menyusun pilihan prioritas publik; diubah pilihan menjadi dukungan melalui kemenangan dalam pemilihan menentukan mandat bagi kebijakan publik (Apter, 1988:155). Organisasi partai politik yang baik akan memberikan kemungkinan yang luas bagi partai politik untuk membangun kepercayaan dan melaksanakan kebijakan sebagai sebua mandat. Memilih harus mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan, karena kekecewaan saat ini hanya akan dapat kembali setelah lima tahun kemudian, karena itu dalam menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan rasional. Pertimbangan yang dijadikan ukuran untuk menentukan pilihan menurut BA mengatakan,
bahwa: “Betul sekali tu pak, jadi saya pribadi selaku pemilih tentu memang penuh dengan pertimbangan yang pertama yang kita pilih harus yang kita kenal, yang kita ketahui secara pribadi latar belakang dari keluarga pendidikannya jadi itu sangat penting, nantinya kalau memang SDM itu mendukung ketika dia terpilih menjadi anggota dewan tentunya dia juga mempunyai apa namanya kualitas dalam, apa namanya sosialisasi atas visi dan misinya dalam masyarakat nanti yang akan dipilih (Wawancara, 8 Juni 2015)”. Pengetahuan tentang calon anggota legislatif yang dimulai dari diri dan keluarga merupakan bentuk pengenalan yang intensif tentang calon anggota legislatif ke depan. Sikap dan pandangan pemilih menentukan pilihan seseorang terhadap partai politik maupun calon anggota legislatif dan eksekutif sebagaimana sejumalh elektoral di berbagai negara menunjukkan bahwa hasil voting ternyata banyak sekali berbeda dari satu kelompok pemilih yang satu dengan yang lainnya; dan penelitian ini telah diikhtisarkan oleh S.M. Lipset mensugestikan pula, bahwa sejumlah faktor lingkungan mempengaruhi hasil: apakah pemilihan itu berlangsung pada satu saat krisis; sejauh mana kebijakan pemerintah itu relevan bagi individu; luasnya kesempatan individu dapat mempergunakan informasi yang relevan; sejauh mana individu tunduk pada kelompok penekan (golongan berpengaruh) dalam pemberian suara; dan sejauh mana individu mengalami tekanan yang berlawanan (Rush dan athoff, 2003:161). Calon pemilih mengenal pribadi calon anggota legislatif termasuk latar belakang keluarga dan pendidikan yang pernah ditempuhnya, agar dapat mengetahui kualitas calon anggota legislatif, tersebut justru pertimbangannya banyak pak sebenarnya, pak. Dari sisi pendidikannya ataupun finansial dia, bagaimana sosialisasinya dengan masyarakat ketemu masyarakat juga. Saya kira finansial
paling utama, takutnya kalau dia masuk ke DPRD menjadi anggota dewan dia memperkaya diri sendiri, jadi sebelumsebelumnya tidak peduli apa yang menjadi visi dan misi dia, yang disampaikan sebelumnya (Wawancara, 8 Juni 2015). Seorang calon legislatif yang akan dipilih terlebih dahulu dipertimbangkan dengan baik kualifikasinya sehingga dapat menjadi penghubung antara kepentingan masyarakat yang diwakili dengan pemerintah. Paling tidak seorang calon legislatif memiliki tiga hal yang harus dipertimbangkan untuk dipilih, yakni pertama, pendidikan calon anggota legislatif yang memadai karena posisi mereka mewakili rakyat atau masyarakat yang diwakilinya dengan berbagai standar dan kelebihan yang dapat dilihat secara langsung oleh masyarakat. Kedua, finansial yang dimiliki oleh calon anggota legislatif dengan harapan tidak melakukan tindak pidana korupsi, seseorang yang sudah memiliki harta yang cukup kemungkinan untuk korupsi tidak akan terjadi karena tujuan di DPR RI atau DPRD bukan untuk memperkaya diri sendiri, tetapi untuk mewakili rakyat atau masyarakat yang berada di daerah pemilihannnya. Ketiga, kemampuan bersosialisasi dengan masyarakat luas, baik yang memberikan dukungan kepadanya maupun tidak. Sosialisasi diharapkan dapat menghubungkan antara dirinya sebagai anggota DPR RI atau DPRD dengan masyarakatnya, sehingga terjadi kontak politik pada saat agregasi dan artikulasi kepentingan politik. Masyarakat yang baik ditandai dengan tingkat ekonomi yang memadai agar dapat menentukan pilihannya dengan cerdas dan kritis, hal ini disebabkan oleh akses informasi yang semakin luas, sebagaimana diungkapkan oleh Herbert Feith (Juliansyah, 2013:124-125) orang yang secara ekonomis semakin makmur, maka ia akan cenderung semakin kritis dalam menentukan pilihan politiknya. Orang yang memiliki tingkat ekonomi baik dapat
menentukan nasibnya sendiri, termasuk tidak terlalu mengalami ketergantungan kepada pemerintah, baginya siapa saja yang menjadi pemerintah atau bagian pemerintah tidak akan mempengaruhinya secara langsung maupun tidak langsung, sebagaimana dinyatakan “Yang akan saya pilih mendukung kemajuan yang akan datang. Kriterianya pak jujur, adil pada masyarakat, serta menepati janji yang benar. Kalau dia bisa adil terhadap masyarakat bisa mengembangkan misi yang akan datangnya bisa dipilih. Kalau tidak meskipun keluarga dekat, tidak akan saya pilih (Wawancara 8 Juni 2015). Perkembangan dunia pendidikan dan informasi yang terbuka membuat pemilih lebih selektif menentukan pilihannnya, pelaku rational action ini, terutama politisi, birokrat, pemilih (dalam berbagai acara pemilihan), dan aktor ekonomi, pada dasarnya egois dan segala tindakannya berdasarkan kecenderungan ini. Mereka selalu mencari cara yang efisien untuk mencapai tujuannya. Optimalisasi kepentingan dan efisiensi merupakan inti dari teori rational choice (Budiardjo, 2009:93). Pemilih tipe ini lebih bersifat aktif untuk mencari informasi tentang seseorang atau calon anggota legslatif yang akan dipilihnya, tentu akan berbeda dengan warga masyarakat yang bersifat pasif. Jujur merupakan kata yang sering diungkapkan oleh setiap orang, tapi sulit untuk dipraktikkan. Jujur dapat dibagi menjadi dua, yakni pertama jujur terhadap diri sendiri berkaitan dengan perilakunya tidak bertentang dengan nilai-nilai kebenaran universal dan perilakunya sesuai dengan hati nurani. Kedua, jujur terhadap masyarakat kondisi yang diterima dan dirasakan sesuai dengan penilaian masyarakat terhadap dirinya sendiri. Pada satu sisi, pandangan yang lahir dari otaknya Kant mengemukakan bahwa otonomi merupakan suatu bentuk formal yang utama, prosedural, dan konsep yang terbuka: ia merupakan kondisi umum yang dibutuhkan dari setiap pilihan yang patut (Gray dalam Miller dan
Siedentop, 1986:140). Otonomi individu terleta pada kemampuan untuk memaksimalkan perannya sebagai warga negara termasuk menentukan sikap dalam bertinda. Prinsip memilih adalah menentukan pilihan kepada seseorang yang dapat memenuhi harapan masyarakat pemilihnya, sehingga dapat dipenuhi oleh orang yang dipilihnya.Pasti akan kita pertimbangkan, artinya kan kita akan memberikan menaruh harapan kita untuk ke depan selama lima tahun, masak asal coblos asal pilih saja kan rasanya ndak mungkin. Selain yang sudah teman-teman sampaikan tadi mungkin juga saya lebih menekankan pada personalnya, pak. Moralnya seperti apa, dia kan wakil dari kita gitu, tapi kalau moralnya atau etikanya tidak ada tidak mungkin kita pilih. Posisi dia kan di tengah dia nanti akan menyampaikan ke atas dan turun ke bawah, nah mampukah dia untuk apa namanya dalam posisi seperti itu (Wawancara 8 Juni 2015). Partai politik lebih menonjolkan kepentingan partai dari pada kepentingan rakyat dengan memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada kader partai politik lebih mengedepankan peran partai politik. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Surbakti (1991:145) pendekatan struktural melihat kegiatan memilih sebagai produk dari konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan oleh setiap partai politik. Partai politik yang ikut pemilu sangat dipengaruhi oleh sistem kepartaian dan sistem Pemilu yang diselenggarakan sebagaimana diungkapkan oleh Haryanto (1984:63) yang menytakan, bahwa sistem banyak partai yang keberadaannya lebih banyak ditunjang oleh kemajemukan masyarakat ataupun oleh kebebasan tanpa restriksi yang diberikan oleh pihak pemerintah kepada warga negaranya untuk mendirikan partai-partai politik, mempunyai kecenderungan untuk diperkuat
dengan dipergunakannya sistem pemilihan yang berdasarkan pada perwakilan berimbang (proportional representation). 1.
Tingkat pendidikan pemilih dalam menentukan pilihan pada Pemilu Legislatif tahun 2014 di Kabupaten Sintang Kualitas seseorang dapat dilihat dari outcome dari seluruh tindakannya yang dapat diterima oleh masyarakat sebagai konstribusi positif yang dapat membawa perubahan yang lebih baik. Konstribusi positif yang dilakukan sulit diukur berdasarkan pada tingkat pendidikan karena berkaitan dengan kemampuan seseorang. Elit yang dapat mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan masyarakat yang suda mempercayakan kepentingan dapat menjadi sebuah keputusan politik. Komunikasi politik yang efektif dapat menjadi sarana untuk menciptakan harmonisasi hubungan antara masyarakat yang diwakili oleh elit (Juliansyah, 2013:60). Pendidikan pada akhirnya bersifat relatif, Menurut saya itu masih relatif ya karena kita harus membangun desain pola pikir pemilih, menurut saya ada dua pola pikir yang harus diubah yang pertama itu tadi jangan sampai mereka terfokus pada ya sarjana tapi kualitas orangnya tapi mereka tidak perhatikan, yang kedua finansial, ya finansial kalau masyarakat memang mau memilih asal orang yang dipilih ini latar belakang ekonominya paspasan yang benar-benar komitmen untuk masyarakat tidak untuk mencari pekerjaan, nah ini harus diubah karena apa sekarang semakin banyak mengeluarkan dana itulah yang menimbulkan tindak, seharusnya masyarakat hal-hal yang berlebihan terhadap calon legislatif atau dalam Pilkada atau apa itu harus diperhatikan karena celah-celah itulah membuat sekarang ini banyak muncul salah sasaran danadana itu karena mau tidak mau harus menutupi kalau masyarakat sudah mulai berfikir saya masih ingat satu Pilkada dimana masyarakat
membiayai semua jadi calon bupati itu datang sudah siap semua tidak ada mengeluarkan uang tetapi setelah dia duduk dia benar-benar berjuang untuk masyarakat itu, memang luar biasa sampai sekarang pun penggantinya pun berfikir demikian nah pola kecil inilah harus diubah dua hal ini yang harus diubah yang menekankan harus sarjana tidak juga walaupun harus saya jamin karena maaf kalau kita ngomong kemampuan dia tadi masih rendah sama saja dengan pendidikan SLTA apa salahnya kita pilih SLTA tapi punya kemampuan (Wawancara, 8 Juni 2015). Subjektivitas yang terdapat dalam diri individu untuk melakukan penilaian sebagaimana diungkapkan oleh Hobbes (Ryan dalam Miller dan Siedentop, 2003:336) menekankan penilaian bukanlah deskripsi. Kebaikan dan keburukan, seperti halnya keadilan dan ketidakadilan, dari tindakantindakan dan keadaan permasalahan mengandung suatu unsur kemanusian (dan dalam masalah gagasan seperti dosa, suatu unsur keagamaan) melalui pertalian terhadap keinginan mereka memahami sifat-sifat ini. Pencerahan yang dilakukan oleh elit kepada masyarakat diajarkan untuk memilih berdasarkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas anggota legislatif untuk mendukung sistem politik yang ada sebagaimana diungkapkan oleh Juliansyah (2013:58) kemampuan organisatoris dan manajerial elit politik dalam organisasi politik mutlak diperlukan, apa pun persoalannya kemampuan seseorang dapat ditonjolkan. Kemampuan seseorang yang akan tampil sebagai calon anggota legislatif dapat mencerminkan pribadi yang kuat dengan wawasan yang dimilikinya kalau pendidikan memang penting, kalau dia sarjana tapi tidak memiliki wawasan yang luas terhadap sosial gitu percuma. Tergantung kualitasnya juga pak, yang bertanggung jawab, ya kalau untuk pendidikan kalau memang, kembali kepada Pak
Calon tadi kalau tamatan SMA atau SMP mempunyai bobot yang lebih kenapa kita tidak memilih mereka dari pada yang sarjana tetapi tidak mempunyai kemampuan apapun (Wawancara, 8 Juni 2015). Pendidikan dan wawasan seseorang dapat saja dijadikan sebagai alat ukur untuk menentukan pilihan sementara sambil melihat aspek-aspek lain yang memberikan dukungan bagi seseorang dianggap mampu untuk memperjuangkan kepentingan dan harapan warga negara. Anggota legislatif diharapkan memiliki kualitas yang memadai, yakni dilihat dari keterkaitan kemampuan sumber daya manusia berkualitas ditentukan oleh rekruitmen politik yang dilakukan oleh organisasi politik itu sendiri. Cara yang dapat ditempuh untuk melakukan rekruitmen politik melalui seleksi sosial dan proses yang lama sampai melahirkan kredibilitas, akuntabilitas, dan aseptabilitas elit (Juliansyah, 2013:58). Partai politik memiliki peran untuk melakukan seleksi politik kepada setiap kadernya yang dianggap memiliki kemampuan untuk mewakili rakyat di daerah pemilihannnya masing-masing. Standar atau kriteria yang dibuat oleh partai politik paling tidak sama dengan harapan masyarakat pendukungnya, sehingga wakil partai politik dapat duduk di lembaga legislatif, tujuannya adalah memperjuangkan kepentingan partai politik dan masyarakat yang diwakilinya. Pendidikan sebelumnya rekrutmen dari partai ya pak ya yang memiliki standarisasi ya menurut saya untuk S1 ya lebih bagus, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kalaupun pada akhirnya dia SMA tetapi memiliki kemampuan seperti Pak Andreas Calon kualitasnya ya mungkin hampir sama lah pak ya dengan S1 bagus itu pak tidak menutup kemungkinan (Wawancara, 8 Juni 2015). Hubungan antara elit dan masyarakat merupakan dua mata uang dengan sisi yang berbeda, sehingga elit akan menjadi besar
karena adanya kepercayaan, diterima oleh masyarakat, dan kemampuan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Elit harus memiliki kredibilitas, aseptabilitas, dan kualitas sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat, jadi tidak mengenal tingkat pendidikannya, tetapi lebih melihat tiga aspek tersebut. Elit dan masyarakat sering terjadi adanya kesalahan komunikasi (misscommunication) adalah ketidak-mampuan lembaga perwakilan memperjuangkan harapanharapan konstituen yang sudah memilihnya. Kekecewaan warga negara terhadap perlakuan yang ditunjukkan oleh anggota legislatif dapat melahirkan sikap antipati dan apatis terhadap apapun yang dilakukan oleh anggota DPR (Juliansyah, 2013:61). 2.
Perilaku pemilih menentukan pilihannya dengan banyaknya calon legislatif baru yang terpilih Pemilu semasa pasca runtuhnya Pemerintahan Orde Baru memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik, yakni membuka kesempatan semua orang untuk mendirikan partai politik. Keberadaan partai politik secara alamiah terseleksi melalui sarana Pemilu, sehingga ada partai politik yang harus tersingkir dari setiap Pemilu. Banyaknya partai politik memberikan dampak pada calon anggota legislatif yang mencalonkan dirinya untuk dicalonkan menjadi anggota legislatif di Kabupaten/Kota, Provinsi, dan di tingkat nasional. Partai politik harus mempersiapkan sejumlah orang untuk dicalonkan sebagai anggota legislatif untuk DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI dan anggota DPD RI. Ada calon berasal dari anggota partai politik dan ada yang berasal dari calon perseorangan yakni anggota DPD RI, akibatnya jumlah calon anggota legislatif jumlahnya begitu banyak, termasuk surat suara yang disediakan paling
tidak membawa pengaruh pada dua hal. Pertama, menulis nama dan gambar calon anggota legislatif lebih kecil dari yang seharusnya dapat dilihat oleh calon pemilih terutama pemilih yang berusia senja. Kedua, surat suara yang dicetak harus besar akibatnya menyulitkan calon pemilih sulit untuk membukanya karena surat suaranya terlalu besar. Partai politik yang besar lebih mengutamakan kader partai politik yang memiliki kepiawaian untuk melanjutkan perjuangan partai politik, sehingga menurut Rush dan Althoff (2003:202) mengatakan, bahwa untuk menjamin pencalonan, diperlukan dukungan dari satu partai (lebih disukai oleh partai besar), karena dukungan tersebut merupakan langkah penting menuju suksesnya hasil pemilihan bagi calon-calon perorangan; dan merupakan bagian penting dari proses pengrekrutan politik. Baiklah ketika kita punya referensi sendiri mungkin agak susah satu orang kita akan melihat orang ini, orang ini, orang ini dari sekian orang yang kita kumpulkan menurut kita layak tentu akan kita pilih saya akan lebih setuju kayak ibu ini tadi kita akan mengerucut pada satu orang dari sekian banyak gitukan paling tidak kita lihat dari kriteria-kriteria yang kita bahas di awal tadi nah yang kira-kira sesuai yang mana orang ini kayaknya sesuai, orang ini kayaknya sesuai, orang ini kayaknya sesuai misalnya dari lima puluh kita kerucutkan menjadi empat puluh semakin ke bawa kita akan menemukan jawabannya seperti itu (Wawancara, 8 Juni 2015). Pemilih memiliki hak untuk menentukan pilihan sesuai dengan pengetahuan dan harapan yang diinginkannya, terkadang pilihan seseorang dengan orang lain berbeda-beda. Salah satu penyebab orang berbeda dalam menentukan pilihannya disebabkan oleh referensi yang dimilikinya terhadap calon anggota legislatif sesuai dengan pengetahuan dan pandangannya terhadap seorang calon
anggota legislatif. Referensi yang diperoleh oleh seseorang bisa melalui, (1) upaya pencarian yang dilakukan oleh orang tersebut untuk mengetahui calon legislatif yang akan dipilihnya, (2) referensi dapat diperoleh melalui sosialisasi yang dilakukan calon anggota legislatif dengan menggunakan berbagai media komunikasi seperti spanduk, baliho, poster, leaflet, stiker dan lain sebagainya. (3) Referensi yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak, baik calon pemilih dan calon anggota legislatif bersifat aktif. Pemilih berupaya untuk mencari tahu tentang calon anggota legislatif, disamping itu calon anggota legislatif aktif untuk melakukan sosialisasi dan memperkenalkan dirinya kepada calon pemilih. Calon anggota legislatif yang diajukan oleh partai politik memiliki kriteria sesuai dengan kemampuan dan harapan masyarakat. Partai politik memiliki andil yang besar untuk menghasilkan anggota DPRD dan DPR RI yang berkualitas untuk menghubungkan kepentingan partai politik dan warga masyarakat pendukungnya. Persoalan yang sering terjadi antara hubungan masyarakat yang diwakili dengan elit terletak pada kemampuan untuk menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang merupakan bagian dari dirinya (Juliansyah, 2013:61). Calon pemilih dalam menentukan pilihan dengan mempertimbangkan keberadaan partai politik kalau secara pribadi secara global jak pak apa partai bagaimana partai tersebut bisa mencalonkan anggotaanggotanya yang terbaik dan bermanfaat untuk ke depannya pak, dilihat dari partai dulu. Apakah partai tersebut bermasalah dari media sosial juga bisa menyampaikan setiap anggota tersebut dari record-record sebelumnya apakah bisa diandalkan untu ke depannya. Kalau dilihat orangnya paling tidak mendekati kriteria yang memiliki segi itu, paling yang mendekati dengan agamanya pak, terus pendidikan, yang dijadikan ukuran saya (Wawancara, 8 Juni 2015).
Model elitisme secara terinci diuraikan oleh dua ilmuwan, mereka membagi masyarakat menjadi dua bagian, yakni sekelompok kecil orang yang memiliki kekuasaan dan banyak orang yang tidak memiliki kekuasaan yang berarti. Hanya sekelompok kecil orang yang mempunyai kekuasaan itulah yang mengalokasikan nilai-nilai kepada masyarakat atau hanya sekelompok kecil orang yang membuat dan melaksanakan keputusan politik (Surbakti, 1992:75). Semua kader yang direkrut oleh partai politik sebagai bentuk organisasi politik berusaha untuk menarik sebanyak-banyaknya kader. Akibatnya rekruitmen besar-besaran terhadap berbagai karakater dan kepribadian kader dilakukan organisasi politik menjadikan anggota organisasi politik, padahal individu yang bersangkutan belum begitu memahami arti, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai oleh partai politik sebagai pilar utama organisasi politik (Juliansyah, 2013:59). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pemilih menjatuhkan pilihannya berdasarkan pertimbangan kapabilitas, integritas, kualitas, berdasarkan visi misi untuk kepentingan masyarakat, terlebih dahulu mengenal partai politik dan calon anggota legislatif, memperhatikan tingkat pendidikan, kondisi finansial, kemampuan sosialisasi jujur, adil, dan menepati janji, disertai dengan moral dan etika yang baik. 2. Semua tingkatan pendidikan calon pemilih yang bervariasi dalam menentukan pilihan untuk calon anggota legislatif berdasarkan pada kualitas calon anggota legislatif. 3. Perilaku pemilih menentukan pilihannya dengan banyaknya calon anggota bagi pemilih lanjut yang sebelumnya sudah beberapa kali mengikuti Pemilu tidak menganggap sebagai masalah dan
mempermudah untuk menentukan pilihan, sementara bagi pemilih pemula menganggap membingungkan. Anggota legislatif lama yang tidak terpilih kembali dianggap berkinerja kurang baik, sehingga harus memilih anggota legislatif baru yang dianggap lebih baik. Kesimpulan dari penelitian ini dapat dikemukan dengan saran penelitian sebagai berikut: 1. Komisi Pemilihan Umum dapat menentukan kriteria calon anggota legislatif dengan membuat kriteria sebagai syarat calon anggota legislatif dengan membuat visi dan misi, dicalonkan oleh partai politik yang ditanda-tangani oleh pengurus partai politik, menentukan pendidikan minimal SLTA untuk anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota dan pendidikan minimal sarjana untuk anggota DPR RI, kondisi
finansial, kemampuan sosialisasi jujur, adil, dan menepati janji, disertai dengan moral dan etika yang baik dan memiliki kapabilitas, integritas, dan kualitas. 2.
3.
Syarat atau kriteria yang dibuat agar calon pemilih lebih mudah untuk menentukan pilihan dan calon anggota legislatif tidak melakukan uji coba (try and error) dalam kegiatan Pemilu, karena yang dipilih oleh calon pemilih adalah orang yang memiliki kualitas. KPU lebih banyak melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih pada pemilih pemula dalam menentukan pilihan pada Pemilu legislatif berikutnya. Calon anggota legislatif lama agar dapat terpilih kembali sebaiknya meningkatkan kinerjanya terutama melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan konstituen di daerah pemilihannya masing-masing pada masa reses, sehingga calon pemilih mempercayai anggota legislatif lama.
DAFTAR PUSTAKA Apter, David E. 1988. Pengantar Analisa Politik, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES): Jakarta. Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Haryanto. 1984. Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, Penerbit Liberty: Yogyakarta. Juliansyah, Elvi. 2013. Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi, Penerbit CV. Mandar Maju: Bandung.
Miller, David dan Larry Siedentop. Politik dalam Perspektif Pemikiran, Filsafat dan Teori, Penerbit CV. Rajawali: Jakarta. Roth, Dieter . 2009. Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori Instrumen dan Metode, Dodi Ambardi, Ed., Jakarta: Freidrich Neumann-Stiftung dan LSI. Rush, Michael dan Phillip Althoff. 2003. Pengantar Sosiologi Politik, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta. Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta. Undang-Undang Dasar 1945