Perilaku Dan Sistem Struktur Pada Perencanaan Gedung Tinggi oleh: Steffie Tumilar. ir, M.Eng, AU (Haki)
1. Pendahuluan. Pembangunan gedung bertingkat sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu kala, tetapi yang dikategorikan sebagai “modern tall building” dimulai sejak 1880s. The “first modern tall building” mungkin adalah gedung Home Insurance Building yang berupa konstruksi baja di Chicago pada tahun 1883 yang kemudian diikuti oleh gedung-gedung pencakar langit lainnya. Gedung-gedung tinggi pada awalnya didominasi oleh struktur baja karena perkembangan industri baja yang cukup pesat, sedangkan perkembangan struktur beton relatif lambat dan baru berkembang pesat pada 1950s. Evolusi dari gedung-gedung pencakar langit secara umum dapat dilihat pada Gambar-1 dan Gambar-2 berikut
Gambar 1. Evolusi Gedung Pencakar Langit 1887-1933
Gambar 2. Evolusi Gedung Pencakar Langit 1931-2012 Ketentuan yang penting diperhatikan dalam perencanaan gedung tinggi meliputi, conceptual design, approximate analysis, preliminary design and optimization, serta
steffietumilar@2015
1
keamanan dalam pemikulan beban garavitasi dan beban lateral termasuk beban angin dan beban seismik. Kriteria perencanaan (design criteria) meliputi, strength (kekuatan), servicebility (kondisi layan), stabilitas (stability) dan kenyamanan (human comfort). Kekuatan harus memenuhi batas limit tegangan, dan kondisi layan dibatasi oleh lendutan, vibrasi (frekuensi), drift limit pada kisaran H/500 to H/1000, dan lebar retak (crack width), serta stabilitas yang menyangkut keamanan terhadap tekuk dan pengaruh P-Delta. Faktor keamanan yang diisediakan berkisar antara 1.70 – 2.00, dan keyamanan (human comfort) mempunyai acceleration yang berada pada kisaran 10 - 25 milli-g, dimana g adalah percepatan gravitasi 981 cm/sec2. Tujuan dari structural engineer adalah menghasilkan struktur yang dapat mencapai kriteria yang disyaratkan dan optimal. Ratio beton dan ratio baja tulangan sering dijadikan parameter dalam menilai optimasi struktur yang dicapai. Pada saat sekarang sudah tersedia berbagai jenis software yang dapat membantu memperlihatkan perilaku beberapa opsi struktur yang ditinjau. Dalam pemakaian software Prof. Emkin dari Georgia Institute of Technology mengingatkan, "Computers can be a
significant benefit in helping an experienced engineer find a better solution, but engineers must first have the skills to solve engineering problems without a computer".
2. Design Philosophy. 2.1. General Concept. Sejak tahun 1940 dibawah peningkatan tekanan dari kondisi politik dan ekonomi, para civil engineer dihadapi dengan meningkatnya kebutuhan terhadap safety, durability, dan ekonomis dalam perancangan dan perencanaan. Berdasarlkan pertimbangan tersebut maka diperlukan suatu revisi yang radikal pada safety principles dan calculation method. Pada awalnya design safety criteria dan calculation methods berkembang secara independent. Kenyataannya, kedua hal tersebut memiliki kaitan yang sangat erat dan saling mempengaruhi, dan harus berjalan parallel. Pada saat sekarang semua bidang dalam engineering menggunakan konsep “limit states” (or states of undesirable behavior) sebagai acuannya. 2.2. Limit States pada Reinforced Concrete Structures. Secara umum limit states dapat dibagi dalam dua kategori. a. Ultimate limit states, yang berhubungan dengan maximum load dan carrying capacity. Pencapaian kondisi ultimate limit states, berarti struktur berada diambang keruntuhan dan harus dihindari. Dengan demikian probability of occurrence tercapainya kondisi ultimate limit state harus sangat rendah. Ultimate limit states meliputi: 1) Kehilangan keseimbangan sebagian atau keseluruhan struktur yang diperlakukan sebagai rigid body (overturning, sliding). 2) Keruntuhan critical section dari komponen struktur.
steffietumilar@2015
2
3) Transformasi struktur atau komponen struktur kearah suatu mekanisme. Mekanisme yang dipilih, yaitu agar sendi-sendi plastis hanya terjadi pada komponen-komponen struktur yang memiliki kapasitas rotasi yang cukup (strong column-weak beam concept). 4) Instability yang dipacu oleh deformasi yang berlebihan. 5) Deterioration yang ditimbulkan oleh fatigue effects. 6) Plastic atau creep deformation dan peretakan yang akan merubah geometry struktur. b. Seciceability limit state, yang meliputi: 1) Deformasi yang berlebihan yang mempengaruhi pemakaian struktur. 2) Peretakan premature atau retakan yang berlebihan. 3) Deterioration dan corrosion. 4) Vibration yang berlebihan. 3. Perencanaan Struktur Sistem struktur dari suatu bangunan, merupakan kumpulan dan kombinasi berbagai elemen struktur yang dihubungkan dan disusun secara teratur, baik secara discrete maupun menerus yang membentuk suatu totalitas kesatuan struktur. 3.1. Sistem struktur yang umum diklasifikasikan adalah sebagai berikut. a. Moment Resisting Frames b. Shear Wall-Frame Systems c. Shear Truss-Outrigger Braced Systems d. Framed-Tubes e. Tube-in-Tube Systems with interior columns f. Bundled Tubes g. Truss Tubes without interior columns h. Modular Tubes 3.2. Subsistem atau komponen dari sistem struktur gedung tinggi meliputi : a. Floor systems (sistem lantai). b. Vertical Load Resisting Systems (sistem penahan beban vertikal) c. Lateral Load Resisting Systems (sistem penahan beban lateral) d. Connections e. Energy Dissipation Systems dan Damping Berkembangnya evolusi berbagai sistem struktur gedung tinggi dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5. Berbagai sistem struktur tersebut harus mampu memikul berbagai jenis beban, seperti beban gravitasi, beban lateral, beban kejut (blast dan impact loads) dan suhu. Drift dari gedung sebaiknya berada dalam batas limit H/500.
steffietumilar@2015
3
Gambar 3. Evolusi Sistem Struktur pada Gedung Tinggi
Gambar 4. Evolusi Sistem Struktur pada Gedung Tinggi
steffietumilar@2015
4
Gambar 5. Sistem Struktur pada Gedung Tinggi Beton Bertulang 3.3, Tujuan Perencanaan Struktur Sistem struktur pada bangunan tinggi direncanakan dan dipersiapkan agar mampu: a. Memikul beban vertical baik statik maupun dinamik b. Memikul beban horizontal, baik akibat angin maupun gempa. c. Menahan berbagai tegangan yang diakibatkan oleh pengaruh temperature dan shrinkage. d. Menahan external dan internal blast dan beban kejut (impact loads). e. Mengantisipasi pengaruh vibrations dan fatigue 3.4. Syarat-syarat Umum Perencanaan Struktur Gedung. 3.4.1. Syarat stabilitas a. Statik b. Dinamik 3.4.2. Syarat kekuatan a. Statik b. Dinamik 3.4.3. Syarat daktilitas a. Elastik (fully elastic) b. Daktilitas terbatas (limited ductility) c. Daktilitas penuh (full ductile) 3.4.4. Syarat laik pakai dalam keadaan layan (serviceability) a. Lendutan pelat dan balok b. Simpangan bangunan (lateral drift) c. Simpangan antar tingkat (interstory drift) steffietumilar@2015
5
3.4.5.
3.4.6.
3.4.7. 3.4.8.
3.4.9.
d. Percepatan (acceleration), khususnya perancangan struktur terhadap pengaruh angin e. Retakan (cracking) f. Vibrasi/getaran (vibration) Syarat durabilitas (durability) a. Kuat tekan minimum beton b. Tebal selimut beton c. Jenis dan kandungan semen d. Tinjauan korosi e. Mutu baja Syarat ketahanan terhadap kebakaran a. Dimensi minimum dari elemen/komponen struktur b. Tebal selimut beton c. Tebal lapisan pelindung terhadap ketahanan kebakaran d. Jangka waktu ketahanan terhadap api/kebakaran (struktur atas dan besmen) Syarat integritas Pencegahan terhadap keruntuhan progresif (biasanya diberi penambahan tulangan pemegang antar komponen beton precast). Syarat yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi a. Penyesuaian dengan metoda konstruksi yang umum dilakukan pada daerah setempat b. Bahan bangunan serta mutu bahan yang tersedia c. Kondisi cuaca selama pelaksanaan d. Kesediaan berbagai sumber daya setempat Peraturan dan standar yang berlaku
3.5. Standar Perencanaan. Secara umum, Standar/Peraturan perencanaan struktur yang umum dipakai saat ini adalah konsep LRFD (Load Resistance Factor Design), yaitu konsep ketahanan struktur terhadap beban terfaktor dengan tinjauan adanya faktor reduksi kekuatan pada masingmasing komponen struktur yang diproporsikan. Besaran faktor beban (load factors) dan faktor reduksi (reduction factors) sedikit berbeda dari satu negara ke negara lainnya. Walaupun demikian, hasil akhirnya tidak mengakibatkan perbedaan yang besar. Pengertian umumnya adalah, suatu struktur dinyatakan kuat bila dalam setiap perencanaan kekuatan dipenuhi :
Rn ≥ U = faktor reduksi kekuatan Rn = kuat nominal U = kuat perlu yang disyaratkan = faktor pembesaran beban dikalikan beban layan (beban rencana) Rn = kuat rancang yang tersedia. Pemilihan Sistem Struktur Pemilihan sistem struktur bergantung pada beberapa parameter berikut: a. Economical consideration, yang meliputi construction cost, nilai kapitalisasi, rentable space variation dan cost of time variation.(Gambar.6) dimana :
4.
steffietumilar@2015
6
b. Construction speed yang dipengaruhi oleh profil bangunan, experience, methods dan experties, material struktur, tipe konstruksi (cast-in-situ, precast atau kombinasi) serta local contruction industry. c. Overall geometry, meliputi panjang, lebar dan tinggi bangunan. d. Vertical profile- building shape.(Gambar.7) e. Pembatasan ketinggian (height restriction) f. Kelangsingan (slenderness), yaitu ratio antara tinggi terhadap lebar bangunan. g. Plan configuration, yaitu depth-width ratio dan degree of regularity(dapat dilihat pada peraturan seperti UBC atau NEHRP). h. Kekuatan, kekakuan dan daktilitas. i. Kekuatan berhubungan erat dengan material properties, kekakuan meliputi kekauan lentur, kekakuan geser, kekakuan torsi dan daltilitas meliputi strain ductility, curvature ductility dan displacement ductility. j. Jenis/tipe pembebanan, yang meliputi beban gravitasi, beban lateral berupa beban angin dan seismic serta beban-beban khusus lainnya. k. Gambar. Perbandingan load distribution akibat beban angin dan beban seismic terhadap bentuk bangunan.(Gambar.8) l. Kondisi tanah pendukung bangunan.
Gambar 6. Hubungan antara Berat material dan Tinggi Bangunan
steffietumilar@2015
7
Gambar 7. Building Shapes
Gambar 8. Perbandingan load distribution akibat beban angin dan beban seismic terhadap bentuk bangunan.
steffietumilar@2015
8
5.
Sistem Struktur Lantai Tebal dari suatu pelat lantai memainkan peranan yang penting di samping dimensi- dimensi lainnya dalam suatu perencanaan, baik dari segi kekuatan maupun kekakuannya. Ditinjau dari pemikulannya, pelat dapat dibagi dalam 2 macam, yaitu : a. Pelat yang memikul dalam satu arah (one-way slab) b. Pelat yang memikul dalam dua arah (two-way slab) Besarnya beban yang didistribusikan pada masing-masing arah tergantung dari berbagai faktor, antara lain : a. Kekakuan dari pelat b. Perbandingan sisi panjang dan pendek dari pelat c. Kekakuan dari balok-balok tumpuannya d. Jenis-kondisi perletakannya Dalam hal sisi-sisi pelat ditumpu oleh balok-balok, maka balok-balok tumpuan tersebut akan menyalurkan beban-beban tadi langsung kepada tumpuan-tumpuan kolom. Jadi transfer beban melalui balok-balok pemikul. Untuk struktur-struktur pelat tanpa balok seperti pada "flat plates" dan "flat slabs" transfer beban langsung dari pelat ke tumpuantumpuan kolom, seperti ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 9. Sistem pelat satu arah (One-way slab) dan sistem pelat dua arah (two-way slab)
Gambar 10. Sistem lantai flat plate dan flat slab
steffietumilar@2015
9
5.1. Perencanaan Pelat Lantai Terhadap Beban Gravitasi 5.1.1. Pelat yang memikul dalam satu arah (one-way slab). Tebal minimum balok non-pratekan dan untuk pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung dapat dilihat pada Tabel 1. Bila diinginkan tebal pelat lebih kecil dari yang dicantumkan dalam Tabel 1, maka perhitungan tebal pelat harus memenuhi ketentuan lendutan, vibrasi dan ketahanan terhadap kebakaran. Tabel 1. Tebal minimum balok non-pratekan atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung Tebal minimum, h (mm)
Komponen struktur
Dua tumpuan
Satu ujung menerus
Kedua ujung menerus
Cantilever
Komponen tidak mendukung atau menyatu dengan partisi atau konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar Pelat solid satu arah Balok atau pelat jalur satu arah
l/20
l/24
l/28
l/10
l/16
l/18.5
l/21
l/8
5.1.2. Pelat yang memikul dalam dua arah (two-way slab). Tebal dari pelat dengan balok penumpu pada semua sisinya bila lendutannya tidak dihitung dapat dilihat pada persamaan berikut ini. fy n 0,8 + 1500 h 1 36 + 5 m - 0,12 1 +
. . . . . (1)
tetapi tidak boleh kurang dari
fy n 0,8 + 1500 h 36 + 9
steffietumilar@2015
. . . .(2)
10
dan tidak perlu lebih dari
fy n 0,8 + 1500 h 36
…… (3)
Untuk pelat tanpa balok interior yang menggunakan penebalan panel untuk mengurangi jumlah tulangan momen negatif yang melewati kolom dari suatu pelat datar, maka ukuran penebalan panel adalah sebagai berikut . a. Pada setiap arah, penebalan panel harus keluar/menjorok dari garis sumbu perletakan sejarak tidak kurang dari 1/6 panjang bentang yang diukur dari sumbuke-sumbu perletakan dalam arah tersebut. b. Proyeksi penebalan panel di bawah pelat paling tidak harus berukuran 1/4 dari tebal pelat yang berada di luar penebalan panel tersebut. Untuk pelat tanpa balok interior atau yang menggunakan penebalan pelat yang mengikuti ketentuan tersebut di atas, tebal minimumnya bila lendutan tidak dihitung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Tebal minimum dari pelat tanpa balok interior
Tegangan leleh fy (MPa)
Tanpa penebalan Panel exterior Balok pinggir Ya Tidak
Dengan penebalan
Panel interior
Panel exterior Balok pinggir Ya Tidak
Panel interior
300
n 33
n 36
n 36
n 36
n 40
n 40
400
n 30
n 33
n 33
n 33
n 36
n 36
Untuk pelat tanpa balok tetapi dengan penebalan mengikuti ketentuan di atas, maka ketentuan tebal pelat yang ditetapkan dalam persamaan (1), (2) dan (3) dapat dikurangi 10%. Pada pinggiran pelat yang tidak menerus harus disediakan suatu balok pinggir dengan α 0,80, atau bila tidak dipenuhi, maka tebal pelat yang ditetapkan dalam persamaan (1), (2) dan (3) harus ditingkatkan 10%. Ketentuan tebal pelat dengan tebal pelat kurang dari ketentuan-ketentuan yang dicantumkan pada Tabel 1, steffietumilar@2015
11
Tabel 2 dan persamaan (1), (2) dan (3) dapat dilakukan bila dapat ditunjukkan dengan perhitungan bahwa lendutan yang terjadi tidak melampaui batas lendutan yang ditetapkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Lendutan izin maksimum Tipe komponen struktur
Lendutan yang diperhitungkan
Batas lendutan
Atap datar tidak menahan atau berhubungan dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak akibat lendutan yang besar.
Lendutan akibat beban hidup L
180
Lantai tidak menahan atau berhubungan dengan komponen nonstruktural yang mungkin rusak akibat lendutan yang besar.
Lendutan akibat beban hidup L
360
Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau berhubungan dengan komponen nonstruktural yang mungkin rusak akibat lendutan yang besar.
Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau berhubungan dengan komponen non-struktural yang mungkin tidak rusak akibat lendutan yang besar
1)
Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah pemasangan komponen nonstruktural (jumlah dari lendutan jangka panjang akibat semua beban yang bekerja dan lendutan seketika yang terjadi akibat penambahan sebarang beban hidup) ...... 4)
2) 480
3) 240
Catatan : 1) Batasan ini tidak dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan penggenangan air. Kemungkinan penggenangan harus diperiksa dengan melakukan perhitungan lendutan, termasuk lendutan tambahan akibat adanya penggenangan air tersebut, dan mempertimbangkan pengaruh jangka panjang dari beban yang selalu bekerja, lawan lendut, toleransi konstruksi dan keandalan dari sistim drainase.
steffietumilar@2015
12
2) Batas lendutan boleh dilampaui bila langkah pencegahan kerusakan terhadap komponen yang ditumpu atau yang menyatu telah cukup dilakukan. 3) Tetapi tidak boleh lebih besar dari toleransi yang disediakan untuk komponen non-struktur. Batasan ini boleh dilampaui bila ada lawan lendut yang disediakan sedemikian hingga lendutan total dikurangi lawan lendut tidak melebihi batas lendutan yang ada. 4) Lendutan jangka panjang harus dihitung berdasarkan ketentuan dari peraturan yang berlaku, tetapi boleh dikurangi dengan nilai lendutan yang didapat dari perhitungan sebelum penambahan komponen non-struktural tersebut. Besarnya lendutan ini harus ditentukan berdasarkan data teknis yang dapat diterima berkenaan dengan karakteristik hubungan waktu dan lendutan dari komponen struktur yang serupa dengan komponen struktur yang ditinjau. Perkiraan penentuan berbagai tebal pelat lantai dapat juga dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Gambar 11. Perkiraan tebal pelat untuk beban normal. steffietumilar@2015
13
Gambar 12. Perkiraan tebal minimum pelat dua-arah.
steffietumilar@2015
14
5.2. Perencanaan Pelat Lantai Tanpa balok Terhadap Beban Lateral Perencanaan struktur terhadap beban lateral dengan lantai “flat plate” dan “flat slab” dapat dilakukan dengan cara biasa seperti yang umum dilakukan selama ini, tetapi dengan mereduksi kekakuan pelat yang ada. Disini hanya sebagian dari lebar pelat yang dianggap efektif, yang selanjutnya dinyatakan sebagai lebar efektif. Di bawah ini pada Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar15 akan diberikan besaran lebar efektif dari pelat "flat plates", "flat-slabs" pada struktur dengan atau tanpa dinding “shear-wall” yang dikombinasikan dengan pelat tanpa balok.
Gambar 13. Hubungan antara rasio bentang, lebar efektif pelat dan rasio kolom.
Gambar 14. Lebar efektif pelat ye fungsi dari c, x dan L
steffietumilar@2015
15
Gambar 15. Lebar efektif pelat ye untuk dinding bersayap. Selanjutnya, disamping batas lendutan yang dijelaskan didepan, maka pelat lantai juga harus diperiksa terhadap batasan lebar retak (crack width) seperti ditunjukkan pada Tabel 4, batasan vibrasi seperti ditunjukkan pada Gambar 16, batasan selimut beton dan ketahanan terhadap bahaya kebakran. Tabel 4. Pembatasan lebar retak yang diizinkan Kondisi lingkungan 1.Udara kering atau dilindungi dengan lapisan membran
Lebar retak[mm] 0,41
0,30 2.Udara lembab, dengan tanah
berhubungan
3. Senyawa kimia (deicing chemicals)
0,18
4. Berhubungan dengan air laut
0,15
5. Struktur penahan air
0,10
steffietumilar@2015
16
Gambar 16. Hubungan antara frekuensi, amplitudo (displacement) dan persepsi manusia menurut Reiher dan Meister 6.
Berbagai Sistem Struktur Rangka Gedung (Building Frames). Klasifikasi sistem struktur pada gedung tinggi dapat dilihat pada Gambar 17. Overall groupings dari structural systems: a. Bearing wall system b. Core system c. Frame system d. Tube system
Gambar 17. Klasifikasi dari sistem struktur pada gedung tinggi.
steffietumilar@2015
17
Berikut pada Tabel 5 dan Tabel 6 disampaikan hasil studi komparatif dari N. F. El-Leithy, M. M. Hussein dan W. A. Attia, “Comparative Study of Structural Systems for Tall Buildings”, Journal of American Science, 2011;7(4) pada sistem struktur gedung tinggi. Tabel 5. Sistem Struktur Utama pada Gedung Tinggi.
steffietumilar@2015
18
Mir M. Ali dan Kyoung Sun Moon, “Structural Developments in Tall Buildings: Current Trends and Future Prospects”, Architectural Science Review Volume 50.3, pp 205-223, 2007 University of Sydney, juga memberikan informasi yang bermanfaat seperti ditunjukkan pada Tabel 7 dan 8, Gambar 18, 19, dan Johann Eisele, Ellen Kloft, “HighRise Manual”, Birkhauser, Berlin 2002, pada Gambar 20.
steffietumilar@2015
19
steffietumilar@2015
20
steffietumilar@2015
21
steffietumilar@2015
22
Gambar 20. Matrix dari sistem struktur gedung dan jumlah tingkat. Ref. “High-Rise Manual”, Edited by. Johann Elsele and Ellen Kloft, Birkhauser, Berlin, 2002
6.1. Sistem Rangka Terbuka (Open Frame) Sistem ini juga sering dinamakan sebagai sistem portal-terbuka atau disebut juga sebagai moment-frame atau open moment-frame, seperti ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21. System moment frame 6.2. Sistem frame-truss atau frame-wall Sistem struktur ini terdiri dari frame yang dikombinasikan dengan truss (bracing) dari baja atau berupa shear-wall sebagai pengganti truss atau bracing tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar 22 sampai dengan Gambar 28.
steffietumilar@2015
23
Gambar 24. Distribusi gaya pada sistem struktur wall-frame
steffietumilar@2015
24
Gambar 25. Stabilization sistem struktur dan deformasi gedung akibat beban lateral.
Gambar 26. Hubungan antara deformasi dan letak posisi rangka/truss
steffietumilar@2015
25
Gambar 27. Kombinasi open frame dan rangka/truss
steffietumilar@2015
26
Gambar 28. Principal mechanics untuk pengakuan vertical sistem struktur
steffietumilar@2015
27
6.2. Sistem frame-truss atau frame-wall dengan outrigger. a. Sampai ketinggian tertentu Wall-Frame sudah tidak ekonomis lagi karena shear-Core akan menjadi terlalu langsing untuk menampung drift yang berlebihan. b. Untuk itu maka partisipasi dari perimeter columns sebagai struts and ties perlu diaktifkan dan dikembangkan sehingga terjadi redistribusi stresses dan eccentric loading, yaitu melalui penggunaan outrigger dan belt truss. c. Dengan demikian, Outrigger yang akan men-transfer vertical shear dari core ke perimeter columns, dan horizontal shear ditahan oleh core. d. Perilaku struktur ini identik dengan sistem struktur cantilever tube-in-tube, tetapi tanpa adanya shear stiffness pada outer-tube. e. Akan menetralisir differential columns shortening akibat beban gravity dan juga sebagian besar dari thermal movement. f. Outrigger + Belt Truss membuat perimeter columns juga berpartisipasi dalam memikul rotasi dan momen lentur. Rotational restraint akan mereduksi momen pada core, karena momen yang dihasilkan “berlawan-arah” dengan momen core. g. Akan mereduksi overall sway dan accelarations h. Outrigger system dapat berupa steel trusses atau concrete wall beam Perilaku dari sistem struktur dengan outrigger dapat dilihat pada Gambar 29 dan Gambar 30.
Gambar 29. Distribusi gaya pada sistem struktur dengan outrigger
steffietumilar@2015
28
Gambar 30. Contoh struktur dengan sistem outrigger steffietumilar@2015
29
6.3. Struktur Sistem Tabung (tubular). a. Makin tinggi bangunan, kelangsingan core, wall dan frames sudah tidak cukup efektif dalam memikul / menahan beban lateral. b. Dengan demikian, perimeter struktur gedung harus diaktifkan sehingga seluruh struktur dapat berperilaku seperti “Huge Cantilever Tube”. Seperti ditunjukkan pada Gambar 31 dan Gambar 32.
Gambar 31. Sistem struktur tabung
steffietumilar@2015
30
Gambar 32. Struktur sistem tabung (proposal) 7. Kesimpulan. a. Setiap subsistem seperti lantai dan facade serta subsistem lainnya yang bersifat repetitif harus direncanakan secara optimal. b. Constructability dan kecepatan membangun perlu mendapat perhatian khusus. c. Irregularitas bentuk dan sistem struktur diusahakan seminimal mungkin. d. Kekakuan dan stabilitas struktur makin berperan jika struktur makin tinggi. e. Setiap sistem struktur hanya bisa diterapkan didalam limit ketinggian tertentu.
steffietumilar@2015
31